A TRIBUTE TO MAESTRO
IDA BAGUS BLANGSINGA Balinese dance is my life , 75th Daimond Anniversary
Date :
28 SEP - 7 OCT.2013
Venue : Bentara Budaya Bali
LIFE OF BALINESE DANCE
75
YEARS
Contents
Greetings from Bentara Budaya Bali P4 . The Eternal Dance : Text by Bruce Carpenter P12 . Highlight of Exhibition P21 - P48 . Artist Index P2 .
IDA BAGUS OKA WIRJANA (BLANGSINGA)
Sekaa Gong Tetamian Pinda
I Ketut Cater,SSn. / I Made Raditya I Wayan Kumpul / I wayan Yudiastra / I Wayan Karda / I Wayan Suwintara /I Made Kamar / I Wayan Kasman / I Nyoman Suweta / I Ketut Senter / I Nyoman Widana / I Nyoman Sukarnata / I Wayan Order / I KetutArta / I Wayan Rastawan / I Made Sumadiasa
Sekaa Gong Tetamian Pejeng
I Made Sukadana,SSp. / A.A. Semara / I Made Ariasa / Dewa Ngakan Putu Garjita / Dewa Ngakan Made Dedik / Dewa Ari Angga / I Wayan Mudita / Ngakan Balik / I Wayan Mawa / Wayan Tagel / A.A. Wahyu / Gusti Lanus / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra
Penari
Ida Ayu Tirtawati / Ida Ayu Ratnawati / Ida Bagus Witara / Ida Ayu Triana Titania Manuaba / I Wayan Purwanto / I Wayan Jayamerta / I Wayan Gede Aditya Pratita / I Wayan Karismayana / I Wayan Adi Gunawan / I Made Sukadana,SSp. / I Made Yoga Uthama / I Nyoman Ardiana / I Gede Wahyudi Suryawan / Ida Ayu Ketut Indah Cahyani / Ida Ayu Hita Dewi / A.A. Bagus Harjuntara Sutedja / Agus Adi Yustika / Cok Istri Nilam Kencana Ningrat / Gusti Ayu Indra Mahyurani / Gusti Ayu Sonia Wina Laksmi / Ni Putu Jati Ari Artini / Ni Kadek Sudarmanti / Ni Kadek Eva Meilani / Ni Nyoman Andra Kristina Susanti / Satomi Ono
Jro Gadung Arwati / Jro Made Puspawati / Ida Ayu Made Barali Pundara Warsini, sst / Ni Komang Ratih Camaria Dewi / Ni Wayan Masri Yanti / Ni Luh Menek / Ni Ketut Arini,sst
Seniman
Doddy Obenk / Tjandra Hutama K / Yan Palapa / Indra Widi / D P Arsa Putra / Komang Parwata SSn. / Ismail ilmi / I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn. / Dechi IDK. Rudita Widia Putra / Windujati / Rudi Waisnawa / I Putu Apriwidana / Adriaan Palar / Ida Bagus Gede Indra Sukma Advaita / Ida Bagus Ari Munartha / ida Bagus Alit / Carola Vooges / Irina / Miranda Risang Ayu Palar
P56 .
Letter from Friend : Mr. Minoru Shirota 1
28th, Sep 2013
Warih Wisatsana Bentara Budaya Bali
A TRIBUTE TO OKA BLANGSINGA, ASTUNGKARA MAESTRO
Suatu ketika, sekitar setahun yang lalu, di tengah pembukaan pameran Asian Watercolour Expression, kami bertemu dengan Bapak Adrian Palar dan Bli Wayan Purwanto, terbetik perbincangan perihal kehidupan para maestro tari yang rata-rata berusia lanjut. Terurailah gagasan untuk menghadirkan sebuah acara persembahan atau a tribute. Dengan gembira, kami, Bentara Budaya, membuka diri untuk bekerjasama. Sungguh sebuah kebahagiaan bagi kita dapat merayakan capaian luhur seorang kreator mumpuni, yang terbukti telah mendedikasikan hampir sebagian besar hidupnya untuk berkarya atau mencipta. Terlebih lagi, bukankah setiap penari Bali sewaktu tampil di depan khalayak, sesungguhnya tengah menjalani laku persembahan atau bakti. Tentu saja tidak semua pregina dapat mencapai tataran seluhur ini, yakni mengalami dan memahami tubuh sebagai keniscayaan penciptaan sekaligus luluh menjadi sebentuk lantunan puja doa bagi Sang Maha Indah. Dengan demikian, tarian-tarian klasik Bali, sebagai satu kesatuan yang menyempurnakan upacara, tak hanya menyuguhkan sesuatu yang rancak atau atraktif semata, melainkan juga adalah komposisi yang imajinatif dan sugestif, bahkan meditatif. Yang mencapai tingkatan ini kerap dinyatakan telah teberkati oleh Taksu, atau daya pukau linuwih yang lahir dari kedalaman kalbu. Prabawa ini menaungi Sang Maestro bukan hanya di atas panggung tapi hingga juga kehidupan kesehariannya. Ida Bagus Oka Wirjana (84 tahun), yang tersohor sebagai Oka Blangsinga adalah sedikit dari seniman tari Bali yang meraih keparipurnaan ini. Memaknai 75 tahun berkarya Ida Bagus Oka Blangsinga, Bentara Budaya Bali menyambut baik uluran kerjasama Yayasan Tetamian Griya Blangsinga. Ida Bagus Oka Wirjana, memang sungguh seorang maestro tari. Ia bukan hanya mumpuni atau piawai, terlebih membawakan Tari Kebyar Duduk, pelanjut paling unggul setelah I Mariya – sang penciptanya, namun juga seorang kreator yang dedikasi berkeseniannya memberi inspirasi lintas generasi. Selain sebagai seorang penari dan koreografer, Oka Blangsinga juga terbilang cakap mengorganisir peristiwa-peristiwa seni berikut lawatan-lawatan tari yang lintas jaman.
2
Kekuasaan boleh saja beralih, dari Belanda ke Jepang hingga ke Republik, dari satu presiden ke lain presiden, sejurus orde demi orde yang berganti, akan tetapi Oka Blangsinga tetap teguh kukuh dengan pilihannya sebagai seorang seniman. Riwayat hidup Oka Blangsinga adalah dari panggung ke panggung. Menari untuk upacara keagamaan di pura-pura atau upacara adat lainnya di Bali, hingga ke stage – stage prestisius di mancanegara, termasuk rangkaian pertunjukan dari satu dari Istana Presiden ke Istana Presiden yang lain. Acara A Tribute to Maestro Blangsinga ini sejalan dengan program agenda Bentara Budaya. Setahun yang lalu, dalam rapat Dewan Kurator Bentara Budaya di Yogyakarta, selain ditetapkan tema Kebangsaan untuk tahun 2013, disertakan pula satu agenda acara yang wajib diadakan oleh empat venue (Bentara Budaya Jakarta, Bentara Budaya Yogyakarta, Balai Soedjatmoko Solo dan Bentara Budaya Bali), yakni ‘Alih Generasi’. Program ‘Alih Generasi’ dimaksudkan menggambarkan upaya pewarisan kecakapan berkesenian, berikut nilai-nilai filosofi luhurnya dari satu generasi ke generasi seterusnya. Acara ini diniatkan sebagai upaya untuk menghormati para kreator-kreator seni, terlebih seni-seni tradisi nusantara, yang tanpa pamrih dan penuh dengan kecintaan mengupayakan alih generasi agar memori kultural setempat tetap terjaga dan dikembangkan. Misalnya yang telah berlangsung di Bentara Budaya Jakarta yakni ‘Wangsa Cirebon-Dermayu’, ‘Wayang Golek Pesisiran dari Tegal’ di Balai Soedjatmoko Solo dan ‘Pembatik Giriloyo: Dari Masa Ke Masa’ di Bentara Budaya Yogyakarta. Pada agenda ‘Alih Generasi’ ini, selain ditampilkan karya-karya Oka Blangsinga yang dibawakan oleh anak, cucu dan murid-muridnya, dihadirkan pula serangkaian diskusi yang mengelaborasi sosok Oka Blangsinga sebagai pencipta sekaligus sebagai penari. Tidak itu saja, akan ditampilkan juga karya-karya potret serta seri-seri fotografi seni yang sama-sama berangkat merespon kesejarahan Sang Maestro. Dipresentasikan pula patung-patung karya sejumlah seniman, ditambah workshop-workshop yang mencerminkan bagaimana Oka Blangsinga memberikan pelatihan di sanggarnya selama ini guna melakukan transfer of knowledge atau alih pengetahuan kepada murid-muridnya. Hal tersebut di atas menjadi penting mengingat pengalaman Oka Blangsinga sendiri sewaktu berproses menguasai Tari Kebyar Duduk. Ia berlatih menguasai tarian itu secara sendiri – praktis tanpa guru, mereka-reka gerak dan komposisinya berdasarkan amatan dan ingatannya kepada sosok I Mariya -- yang sempat disaksikannya sewaktu masih duduk di sekolah dasar dan hendak melanjutkan ke tingkat Opschool (SMP), di Tabanan pada tahun 1939. Sepanjang masa itulah ia kerap menyaksikan bagaimana Sang Legendaris I Mariya berlatih dan menari Kebyar Duduk. Belum sempat belajar menari langsung pada yang bersangkutan, Jepang keburu datang dan menguasai kota Tabanan. Sekolah bubar dan ia pun terpaksa kembali ke desa kelahirannya di Banjar Blangsinga, Gianyar. Boleh jadi dengan cara berlatih seperti itulah, Ida Bagus Oka Wirjana berhasil menghayati tarian Kebyar Duduk dan mengekspresikannya selaras kekhasan dan kekuatan karakter dirinya. Terimakasih kepada Keluarga Besar Griya Blangsinga, Bapak Adriaan Palar, Bli Wayan Purwanto, Doddy Obenk, Yoko Yoshida, teman-teman Komunitas Lingkara dan para seniman seniwati pendukung acara A Tribute to Maestro Blangsinga : 75 Tahun Berkarya. Semoga kerjasama ini turut mendorong lahir generasi penerus yang kelak menjadi mestro-maestro tari berikutnya. Mari berbagi dan berapresiasi, demi kelanjutan keluhuran seni budaya Bali. Astungkara.
3
28th, Sep 2013
The ETERNAL DANCE Text : Bruce Carpenter
One of the greatest and most influential dancers of the post World War II generation, Ida Bagus Oka Wirjana of Blangsinga stands out as one of only a handful or living Balinese artists whose careers begin during the colonial era. He and a handful of other young dancers would define the art of Balinese dancing during the heady early days of the Indonesian Republic, a time of great hopes and suffering. Remarkably “Gus Aji” or Father Gus, as he is nicknamed, continues to perform and teach a new generation of dancers. At 84 years of age, he remains dynamic and vivacious. With a sharp memory and sharper wit he describes his drive as a wish to manifest the higher calling of honouring his ancestors to whom he ascribes his talent and success. . Gus Aji was born in the village of Blangsinga, Gianyar in 1929 and nurtured in the cultural heartland of South Bali. Two of Bali’s most remarkable temples were located only a stone throw away from his family compound – the 10th century Pura Bukit Dharma Durga Kutri and Pura Kebo Gaduh Kebo Iwo, named after a heirloom dancing mask depicting Gadjah Mada, the 14th century Majapahit General who defeated the giant Kebo Iwo after whom the temple is named. Although Bali had been violently incorporated into the Dutch East Indies only one generation before, Gianyar and its royal family who had allied themselves with the Dutch had been little affected. The inhabitants of Blangsinga were blissfully unaware of the outside world.
4
A member of the Brahmana priestly caste, the slim young boy demonstrated a precocious aptitude for dance and music at the age of 7 and was already placed under the tutorage of Ida Bagus Kompiang, a renowned local dancer, who was also his uncle. In spite of the family relationship, Gus Aji was spared none of the stern discipline expected of aspiring dancers that dominated traditional schools. Few candidates were expected to achieve greatness and those unfit were quickly weeded out. Gus Aji not only survived but also prospered. Until today he ascribes his success and tenacity to this rigorous initiation into the secrets of the Baris dance that epitomizes the Balinese archetype of the noble and courageous warrior. Accompanying his uncle at temple festivals he was already recognized as a prodigy at the age of nine.
Gus Aji’s life would change suddenly in 1939 when relatives in Tabanan, a royal capital in West Bali and his family’s ancestral home, asked his parents to send him to live with them so that he could attend a newly established colonial school for Balinese children. Exchanging his sarong for shorts, shirt and a crew cut, he would rise every morning and walk about a kilometre to his school. Curious of the new environment, after seeing westerners for the first time, he learned that Tabanan was also the home of I Ketut Marya, the most famous Balinese dancer of the first half of the 20th century. The darling of Bali’s colourful and artistic expatriate community, Mario, as he was nicknamed by his admirers, was an international star. He was not only famous for his virtuoso dancing but also for having choreographed of several new and astounding dance forms, the most famous of which was the Kebyar Duduk or Seated Kebyar. Playing a long gong instrument (terompang) while seated Mario’s dazzling and elegant movements mesmerized audiences. Kebyar Gong was an instantaneous sensation among the Balinese and foreign visitors, both rich and famous, who often made the pilgrimage to his family compound during the idyllic 1930s when Bali was proclaimed the Last Paradise on Earth.
Gus Aji, the still aspiring young dancer saw Mario perform on several occasions. Too shy to approach the master, he made a secret vow to take lessons from him one day. This would never come to be because when the ‘Golden Age’ came to a sudden end after Bali was plunged into the chaos of World War Two on the night of February 23, 1942 when a wave of frantic pounding of the kulkul slit drums hanging the warning towers rolled across the island to announce the Japanese invasion. In only a matter of days the old order was turned upside down. The colonial school was among the early casualties. Its doors shut, the 14-year old was sent back to the village of his birth. As the war dragged on, Japanese rule grew harsher causing immense hardship and suffering especially when they began seizing rice harvests and other strategic materials for their war effort. With few options, Gus Aji, fully dedicated himself fully to dance. Despite the struggle to survive, the ancient Balinese cycle of life and religion continued as best it could in spire of the occupation. Gus Aji began a gruelling circuit of temple dance performances for which he received only in food and sometimes supplies to bring home. Life was not easy but the demanding schedule honed and expanded his command and skills. Although the war officially ended in August 1945, peace did not come to Bali for three years because of an enduring conflict between members of the old conservative order and young revolutionaries who supported incorporation into the newly declared Republic of Indonesia. The island would only be pacified in 1948 after the Dutch recognized Indonesian independence and reached an uneasy agreement with their former colonial master. recognized Indonesian independence and reached an uneasy agreement with their former colonial master.
5
With the return of civil order opportunities and prosperity increased for the young dancer who was now billed as Ida Bagus Blangsinga. Working the grassroots, he was now one of the most popular young dancers in South Bali and would receive numerous invitations to perform at prestigious venues. Ni Polak, the dancer wife of the Belgium painter, Adrien Le Mayeur du Pres, regularly asked him to perform with her at their studio-home on Sanur Beach where he would met with a growing circle of westerners and influential Balinese and Indonesians. Among these was Cokorda Gede Sukawati of Ubud Palace, who invited him to dance there as well. Sukawati also introduced him the Dutch artist Rudolf Bonnet who would paint his portrait as a dancer for which he received a ring and clothes. Gus Aji would also be given a bicycle by Heer Koopman a friend of Bonnet’s for performing at his Sindhu Art Gallery in Sanur. Having never forgotten Mario’s Kebyar Duduk dance, Gus Aji also began experimenting creating new dance forms. His starting point was the Kebyar Duduk, which merged elements of Mario’s famous choreography with the disciplines of the classical Baris dance. The new variation was also widely and well received and word of it spread like wildfire. Intrigued by the hubbub Mario, himself would ask Gus Aji to perform for him in 1949. Only 21 years old, Aji was struck with fear but fulfilled the maestro’s request. Ever humble, after the performance Gus Aji politely begged Mario to forgive for taking liberties and to feel free to correct his errors. The magnanimous master rose with a smile and said, “I am unable to help you because there is nothing I can say or teach to improve your dance.” During the following years the two would share the stage together on four occasions accompanied by Tabanan’s well-known Gong Pangkung gamelan. Word of Gus Aji’s growing talents soon reached a wider audience resulting in more and more invitations to perform with leading Balinese dance troupes. Balinese dance also went national. President Sukarno, who was half Balinese himself, understood the need to forge a pan-Indonesian identity to help unite the diverse citizens of the new republic. His instituted an official policy to promote traditional arts and dances as the face of Indonesia not only at home but also abroad. Gus Aji’s experience outside Bali began in 1952 when he signed a year long contract to perform in Jakarta, Indonesia’s bustling capital, with Denpasar’s Cinta Manik troupe. They were a big hit and much celebrated. Sukarno himself was one of their biggest fans and they began regularly performing at the presidential palace for foreign dignitaries and guests. Gus Aji returned to Bali only shortly before he was invited as the personal guest of Raden Achmad Soebarjo, Indonesia’s first minister of foreign affairs, to return to Jakarta. While his day job was to teach the children of various government officials how to dance, as before he was frequently called by Sukarno to perform at the palace.
6
International tours soon followed. During his stint with Soebarjo, he was sent to Pakistan in 1954 with talented fellow dancers I Made Darmi, Rupawati, Gadung Arwati and Gusti Ayu Mejawati, to represent Indonesian in an international dance festival where they won the silver medal. Back in Bali he joined another legendary dance group, Seri Budaya, Denpasar, under the directorship of Cokorde Bagus Sayoga of Puri Satria. Seri Budaya was often called to the presidential palaces in Jakarta and Tampaksiring, Bali to perform at the president’s behest. In 1956 they would make an extended tour of Europe visiting Czechoslovakia and the Netherlands. The next year the president invited him to tour the Republic of China for three months with another famous gamelan orchestra, Gong Belaluan. Despite having met and performed for some of the most powerful men and women of his generation – Nikita Khrushchev, Josip Tito, Queen Juliana, Lee Kuan Yew, Jawaharlal Nehru, Chou En Lai and Mao Tse Tung - Gus Aji remained a simple Balinese untouched by all the pomp and circumstance. For him the greatest delight was to dance and to return home to his family.
Completely naïve and apolitical the increasingly tense political situation and grave problems facing the nation made it clear to even Gus Aji that trouble was brewing. Bali and the capital were rife with rumours as the gulf between the conservative elements of society and the revolutionaries led by the Communists heated resulting in crisis after crisis. In 1959 a series of rebellions broke out on various islands. Having been hired by the military to entertain the troops, Gus Aji underwent and members of his dance company underwent the most frightening experience of their lives when they found themselves in the middle of a battlefield with mortar shells exploding around them. Remarkably although Sukarno’s frequent arousing speeches became more leftist and took an increasingly strident tone as he denounced capitalism and imperialism and called for constant revolution, Indonesia would organize foreign tours for their now famed dancers. In 1962 Gus Aji would travel to Hawaii, Tokyo, Osaka, Hong Kong and Singapore to dance in a much-acclaimed series of performances events led by Hamengku Buwono IX, the Sultan of Jogjakarta.
7
From a Balinese perspective the first inauspicious signs began in the harvest season of 1962 when a combination of a plague of rats and disease decimated the usually abundant rice harvest. In February of the following year, Gunung Agung, the island’s most revered island
came to life for the first time in over 700 years. A major eruption would take place on March 17th causing several thousand deaths, major displacement and another year of failed crops as huge rocks were spewed the skies went black. Many whispered that the disaster was the result of the hubris of President Sukarno who had wrangled the island’s religious leaders, many against their will, to hold an Eka Dasa Rudra, a once in a century cleansing ritual at Besakih temple on the slopes of Gunung Agung. The eruptions continued into 1964. Dubbed the “Year of Living Dangerously”, 1965 was a time enormous uncertainty when the optimism that had propelled and motivated the Indonesian people during the first decade of their independence gave way to fear. Even Sukarno, one of the most brilliant political minds of the 20th century and the father of the nation was unable to maintain equilibrium as the nation spiralled out of control. Violence would break out in September with an alleged Communist coup attempt plunging Indonesia into uncertainty. The coup was quickly put down and over the next months, the formerly untouchable Sukarno was stripped of authority and banished to East Java. The victors would also set in motion an accelerating bloody purge of leftists. This would begin in Jakarta and reach its highest pitch in Bali where an estimated 5% of the population was summarily executed without trial. Like many who experienced the horror Gus Aji rarely speaks of what he saw. When he does it is with great sadness. “I was asked by vigilantes in my own village to root out communist suspects including a nearby Chinese family”, he recalls. “I wanted no part of it and told them that I did not understand politics and would have nothing to do with murder.” In doing this he brought his own life into danger but was luckily spared any retribution. Artists and intellectuals, especially those connected in any way with Sukarno or the old regime, were among the chief targets of the vendetta. Although he remains silent on the subject, a number of his own friends, idealistic young artists who only wished for a better world also perished in the holocaust.
The advent of the New Order Government severely impacted Gus Aji’s life. After more than a decade on the national and international stage, he suddenly found himself something of an outcast because he had been a favourite of Sukarno and leading members of the early Indonesian Republic who were now either dead or persona non grata. Gus Aji returned to the village circuit but years would pass before he would be invited to perform at official functions. His first trip abroad in years would take place in 1968 when a hotel owner from Tokyo brought him and his daughter Ida Ayu Tirtawaty to Japan to perform nightly for a year.
8
As traditional teaching of dance in the villages diminished the provincial government of Bali set up a dance academy (STSI) in Denpasar in 1967 to promote and preserve Balinese dance. It was so successful that two years later it was elevated to a national academy and renamed ASTI (now ISI). The school created a new paradigm and dynamic that attracted not only Balinese but also dancers from throughout Indonesia and the world. Gus Aji was invited to teach at the school shortly after it was opened. Teaching in classroom proved an exhilarating new experience especially because many of his students came from abroad especially Japan. While acknowledging the academy’s importance, Gus Aji also began to have serious misgivings about foreign influences on Balinese traditional dance. These came both from Java and abroad and blurred many lines creating confusion among young dancers and the Balinese about what was authentic or new. In spite of his doubts he forged a close relationship with I Made Bandem, a new an immensely important figure on the Balinese scene. Having studied in the United States Bandem represented a new generation of Balinese intellectuals. Himself a dancer, he would guide the dance academy for many years and is still a major force on the Balinese art scene. In acknowledgement of Gus Aji’s unique position, Bandem would frequently send students to study in Blangsinga with the master. Other people of note with whom he was close included Ni Ketut Arini, the daughter of a drummer who was a close friend and I Wayan Dibya a professor and well-known mask dancer who founded GEOKS, a cultural centre in his home village of Singapadu.
Official patronage would return to in 1970 when he signed a 3-year contract with Major General Isman to perform in Jakarta once again with a troupe of over 30 dancers and musicians for the first time during the Soeharto Era. By the end of the decade and now in his fifties, Gus Aji was once again on the A list of Balinese dancers invited to perform at home and abroad. Balinese arts would also undergo a cultural renaissance during the 10-year administration (1978-1988) of the island’s first Balinese governor, Ida Bagus Mantra. A lover and patron of the arts, Mantra included artists and dancers such as I Made Bandem, with who he founded the still very successful annual Bali Arts Festival, within his inner circle. A friend of Gus Aji, the senior dancer was a regular honoured guest at the festival. The government of Gianyar, also sought Aji’s aid and advice. During this period he set up a ninety man Kecak and an all female gamelan orchestra that won several first prizes in various pan-Bali competitions.
9
Now 84 Gus Aji spends most of his time in Blangsinga where he has set up a traditional dance school. Surrounded by 17 children, 37 grandchildren and 19 great-grandchildren and a constant stream of friends, students and admirers, his chief aim is to protect and maintain the integrity and purity of classical dance versus an increasingly bewildering array of new forms that confuse the Balinese as well as outside world. In 2008 Aji co-founded a non-profit organization, Yayasan Intan Budaya Negri, with Doddy Obenk, a well-known photographer who has been documented the old traditions. The foundation is dedicated to honouring senior Balinese dancers of past generations and has organized numerous events in which they participate with their young students. Japanese journalist Yoko Yoshida, also deserves special mention for her long-term dedicated support. When queried about the source of his talent, Gus Aji swiftly attributes any special abilities he may have as a direct gift from his ancestors, a precious jewel that has been handed down orally over centuries. As another link in this chain he seeks to honour his forefathers by passing on this knowledge to new generations. In spite of his extraordinary life and the honours he has won he remains a humble man of modest means. Ever cheerful he laughs at how naïve has been about money especially against the background of Bali’s new rampant commercialism. He recalls being promised a salary of 50 rupiah a day by promoters only to return from a tour to hear there was no money left. Indeed for much of his life this master received only room and board. “My greatest blessing”, he says, “has been to be able to dance for so many years”. With a tinkle in his eyes he adds, “There is no reason to stop yet”.
10
FAMILY OF GRIYA BLANGSINGA Center : I.B.Oka Wirjana ( I.B. Blangsinga ) / Ida Ayu Mater / Ida Ayu Suwati / Ida Ayu Raka / i.B. Made Sudiasa / I.B. Gunawan / Ida Ayu Sumiati / I.B.Wismaya / I.B.Manuaba / I.B.Krisna / Ida Ayu Made Suwasti / Ida Ayu Oktiani / Ida Ayu Nyoman Ratnawati / Ida Ayu Triana Titania / I.B. Made Witara / Ida Ayu Nyoman Tirtawati / I.B. Suarsana / Ida Ayu Dewi Kencanawati / I.B. Putra / Ida Ayu Putu Ngurah
11
SEPTEMBER 28.2013 The Exhibition will be heald until Oktober 7, 2013.
Acara Sat 28th Sep
Arjuna Wiwaha Fragmen Tari Arjuna Wiwaha merupakan sebuah hasil karya seni yang ditata ulang menurut versi Maestro Tari Bali Ida Bagus Oka Wirjana atau yang disebut Ida bagus Aji Blangsinga Tari yang menggambarkan bagaimana Sang Arjuna melakukan Tapa di Gunung Indrakila Untuk mendapatkan kesempurnaan dengan melewati bermacammacam godaan. Penampilan drama tari ini akan didukung oleh para murid dan para partisipan.
12
Penari
Sekaa Gong Tetamian Pinda,
I Wayan Purwanto Ni Kadek Sudarmanti I Wayan Jayamerta I Wayan Gede Aditya Pratita I Kadek Karismayana Ni Putu Jati Ari Artini Gusti Ayu Indra Mahyurani I Made Sukadana Satomi Ono
Pimpinan : I Ketut Cater,SSn. I Made Raditya I Wayan Kumpul I wayan Yudiastra I Wayan Karda I Wayan Suwintara I Made Kamar I Wayan Kasman, I Nyoman Suweta I Ketut Senter I Nyoman Widana I Nyoman Sukarnata I Wayan Order I Ketut Arta I Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa
A Tribute to Ida Bagus Blangsinga by Arjuna Wiwaha Sat 28th Sep
13
SEPTEMBER 28.2013 Acara Sat 28th Sep
Tari Lepas oleh Keluarga Besar Griya Blangsinga
Panyembrahma Cok Istri Nilam Kencana Ningrat Gusti Ayu Sonia Wina Laksmi Ida Ayu Ketut Indah Cahyani Ida Ayu Hita Dewi Tari Wiranata Ida Ayu Tirtawati Tari Oleg Tamuliligan Ida Ayu Ratnawati Ida Bagus Witara Tari Kebyar Duduk Ida Ayu Triana Titania Manuaba Tari Kebyar Duduk Ida Bagus Oka Wirjana ( Blangsinga )
14
Sekaa Gong Tetamian Pindha, Pimpinan : I Ketut Cater,SSn. I Made Raditya I Wayan Kumpul I wayan Yudiastra I Wayan Karda I Wayan Suwintara I Made Kamar I Wayan Kasman, I Nyoman Suweta I Ketut Senter I Nyoman Widana I Nyoman Sukarnata I Wayan Order I Ketut Arta I Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa
A Tribute to Ida Bagus Blangsinga by Griya Blengsinga Sat 28th Sep
15
SEPTEMBER 30.2013 Acara Mon 30th Sep
One time, One shoot, One moment, One maestro Pada moment ini , kita akan melibatkan rekan-rekan fotografer (open call registration) untuk terlibat langsung, baik secara emosi maupun partisipasi aktif, sehingga diharapkan kegiatan ini menjadi bagian dari banyak fotografer di Bali ataupun di luar Bali. Keterlibatan rekan-rekan fotografer ini sangat penting, selain membuat sesuatu yang monumental, kolosal dan belum pernah ada, juga untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para fotografer untuk memiliki data digital (dokumentasi) dari sang maestro.
16
Secara teknis di atas kertas moment ini sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan . 75 fotografer akan memotret sang maestro dari berbagai sudut/angle yang sudah kita tentukan, dalam waktu yang bersamaan, detik yang sama ; one shoot, one moment, one obyek, one time.
17
OKTOBER 2.2013 Acara Wed 2nd Oct
Bentuk Seni Pertunjukan Kreatif
Koordinator: Bapak Gusti Ngurah Sudibya
Waktu : 90 menit
18
Perjalanan Manusia selalu merupakan misteri. Yang kadang tidak bisa kita tangkap atau dipahami ,dan kadang tidak sesuai dengan rencana, disertai perubahan demi perubahan, sehingga dengan ketidak berdayaan itulah yang merupakan pesan sesungguhnya kehidupan ini. Bermula tumbuh dan berkembang berpengaruh terhadap lingkungan, bahkan sampai menjadi harapan. Tetapi perubahan yang dating selalu menginginkan sebuah perbedaan.Inilah sebuah permulaan baru yang harus dilakukan dan dijalankan. Walau pada akhirnya terbukti betapa kuatnya karma menuntut kembali pada jalan yang pernah dihindari.Semua itu merupakan rangkaian panjang, yang sesungguhnya dapat menjadi penggalan-penggalan cerita tersendiri, yang memiliki pesan-pesan kehidupan yang saling berkaitan. Namun terbukanya matahati ini, tat kala kita memutuskan untuk bersikap jujur terhadap hati nurani sendiri. Maka kita menyadari bahwa hidup ini adalah untuk kehidupan itu sendiri.
BAGIAN I : JUDUL“ SEBUAH AWAL” Adalah Menceritakan sebuah proses pencapaian , yang dimulai dari berlatih dan belajar.
BAGIAN II : JUDUL “ NOL ” Adalah penggambaran akan sebuah Perdebatan batin yang terjadi untuk Eksistensi diri dalam sebuah perubahan.
BAGIAN III : JUDUL “ SIGAR MANAH ” Adalah sebuah pengalaman dengan mengubah apa yang telah dilakoni, dengan ketidaktentuan, Kenekadan yang melelelahkan, Sampai muncul perasaan kembali menemukan sesuatu yang pernah hilang.
BAGIAN IV : JUDUL “ KEBYAR LAMPAH “ Adalah ungkapan terimakasih terhadap apa yang pernah diberi untuk diapresiasikan.
OCTOBER 4.2013 Acara Fri 4th Oct 1.Tari : I Wayan Purwanto / I Wayan Jayamerta / Agus Adi Yustika 2.Wayang : I made Sukadana,SSp. 3.Musik : I Ketut Cater / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra
Penari
Sekaa Gong Tetamian Pejeng
I Wayan Purwanto
A.A. Semara
Agus Adi Yustika
I Made Ariasa
I Wayan Karismayana
Dewa Ngakan Putu Garjita
I Wayan Gede Aditya Pratita
Dewa Ngakan Made Dedik
I Made Yoga Uthama
Dewa Ari Angga
Ni Nyoman Andra Kristina Susanti
I Wayan Mudita
Satomi Ono
Ngakan Balik
I Gede Wahyudi Suryawan
I Wayan Mawa
A.A. Bagus Harjuntara Sutedja
Wayan Tagel
Ni Kadek Eva Meilani
A.A. Wahyu
I Nyoman Ardiana
Gusti Lanus
I Wayan Adi Gunawan
Artist Talk and Press Conference Photografi and Seni , Tarian untuk Ida Bagus Oka Wirjana (Blangsinga)
◎ I Wayan Purwanto ◎ I Wayan Jayamerta ◎ I made Sukadana,SSp. ◎ I Ketut Cater,SSn. ◎ Doddy Obenk ◎ Yan Palapa ◎ Indra Widi ◎ DP Arsa Putra ◎ “Dechi” Dewa Rudita WP ◎ Komang Parwata SSn (totok) ◎ Rudi Waisnawa ◎ I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn. ◎ Ismail ilmi ◎ Windujati ◎ Tjandra ◎ Ida Bagus Ari Munartha ◎ Adriaan Palar ◎ Drs.Ida Bagus Gde Arimunartha ◎ Ida Bagus Alit ◎ Carola Vooges ◎ Irina and more star & master Artists , Dancers , Musicians.
19
OKTOBER 7.2013 Acara Mon 7th Oct
Tari Pendet Lengkap
Sekaa Gong Tetamian Pinda,
Suguhan tari klasik oleh para Teman Teman Ida Bagus Blangsinga
Dewa Ayu Eka Rismawati Gusti Ayu Indra Mahyurani Ni Putu Jati Ari Artini Gusti Ayu Sonia Wina Laksmi Cok Istri Nillam Kencana Ningrat
Pimpinan : I Ketut Cater,SSn.
Tari Kebyar Duduk Ida Bagus Oka Wirjana
Tari Candrametu Pengganti Jero Puspa : Ni Komang Ratih Camaria Dewi Ni Wayan Masri Yanti
Tari Wiranatha Pengganti Ibu Jro Gadung : Ida Ayu Made Barali Pundar Warsini,SSn i. Luh Gede Kristina Dewi ii. Luh Putu Cintya Dewi
Tari Panji Semirang Ibu Ni Ketut Arini SST.
Tari Trunajaya Ibu Ni Luh Menek
Tari Topeng Tua Anak Agung Raka
20
I Made Raditya I Wayan Kumpul I wayan Yudiastra I Wayan Karda I Wayan Suwintara I Made Kamar I Wayan Kasman, I Nyoman Suweta I Ketut Senter I Nyoman Widana I Nyoman Sukarnata I Wayan Order I KetutArta I Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa
Artist INDEX
Balinese Dance is my LIFE. IDA BAGUS OKA WIRJANA (BLANGSINGA) , Lahir di Blangsinga Bali, 1929
21
Artist INDEX
Penabuh
Sekaa Gong Tetamian Pinda , 28th Sep / 7th Oct I Ketut Cater,SSn. / I Made Raditya I Wayan Kumpul / I wayan Yudiastra / I Wayan Karda / I Wayan Suwintara /I Made Kamar / I Wayan Kasman / I Nyoman Suweta / I Ketut Senter / I Nyoman Widana / I Nyoman Sukarnata / I Wayan Order / I KetutArta / I Wayan Rastawan / I Made Sumadiasa Sekaa dengan nama tetamian ini dibentuk karena suatu kebutuhan untuk mensuport misi seni yang diemban oleh para maestro. Berlandaskan motivasi yang tinggi untuk mencari dan mempelajari karya-karya maestro secara utuh, karena mereka ingin tetap konsisten terhadap visi dan misi dalam pelestarian seni yang mereka geluti secara original.Sedangkan nama pinda adalah merupakan suatu penghormatan tinggi terhadap Sekaa Gong Gede Pinda “ Dharma Kusuma “ yang memiliki sejarah panjang dalam kancah seni berkesenian di Bali. Visi yang sama dari anggota yang juga didukung oleh keterlibatan penabuh senior I Wayan Kumpul tetap memberikan sumbangsih pengalaman kepada para anggota penerusnya.Selaku pimpinan sekaa, I Ketut Cater,SSn berharap dan bertekad untuk memanfaatkan momen ini, mencari dan mempelajari gending-gending karya klasik seasli mungkin sebagai rasa hormat dan apresiasi terhadap karya-karya yang telah diwariskan kepada kita.
22
Artist INDEX
Penabuh
Sekaa Gong Tetamian Pejeng , 2nd Oct I Made Sukadana,SSp. /A.A. Semara / I Made Ariasa / Dewa Ngakan Putu Garjita / Dewa Ngakan Made Dedik / Dewa Ari Angga / I Wayan Mudita / Ngakan Balik / I Wayan Mawa / Wayan Tagel / A.A. Wahyu / Gusti Lanus / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra
23
Artist INDEX
Penari
24
Artist INDEX
Penari Penari , 28th Sep / 2nd Oct / 7th Oct I Wayan Purwanto I Wayan Jayamerta I Wayan Gede Aditya Pratita I Wayan Karismayana I Wayan Adi Gunawan I Made Sukadana,Ssp. I Made Yoga Uthama I Nyoman Ardiana I Gede Wahyudi Suryawan Ida Ayu Ketut Indah Cahyani Ida Ayu Hita Dewi A.A. Bagus Harjuntara Sutedja Agus Adi Yustika Cok Istri Nilam Kencana Ningrat Gusti Ayu Indra Mahyurani Gusti Ayu Sonia Wina Laksmi Ni Putu Jati Ari Artini Ni Kadek Sudarmanti Ni Kadek Eva Meilani Ni Nyoman Andra Kristina Susanti Satomi Ono
25
Artist INDEX
Jro Gadung Arwati
Tabanan, Bali 1934 - 2012 " Pertama kali kenal dekat dengan Ida Bagus Blangsinga saat satu rombongan yang dipimpin oleh pak wayan Rikes tahun 1950 ke jakarta untuk menghibur tentara.. dalam perjalanan selama bertugas saya dianggap sebagai saudara oleh Ida Bagus. " Beliau mulai belajar menari sejak usia 9 tahun. Pertama kali ia belajar tari baris dari Anak Agung Made Pasek (kerambitan) dan Nyoman Ridet (kerobokan, badung). Setelah mahir tari baris ini beliau belajar tari Wiranatha. Tari Wiranatha inilah yang membawa beliau keliling dunia. Dalam usia yang mulai senja ini, beliau masih aktif dalam dunia tari seperti mengajarkan seni tari dan melakukan pertunjukkan tari walaupun tenaga tidak sekuat saat masih muda. Semangat dan kebanggaan terhadap seni tari inilah yang menjadi motivasi dan sumber energi bagi dirinya untuk melakukan tarian.
Ida Ayu Made Barali Pundara Warsini, sst Mulai belajar tari ini saat kuliah.Ibu Jero Gadung yang membentuk dan memilih saya utk diajarkan tari ini secara intensif.Ibu Jero Gadung dalam setiap menarikan tari ini walaupun sudah berumur lanjut, tetapi sangat hebat penjiwaan dan ekspresi yang ditampilkan sangat luar biasa.
26
Artist INDEX
Jro Made Puspawati
Lahir: Tegeh Kori Kesiman Bali, 1933 " Banyak orang suka dan cinta dengan Ida Bagus Blangsinga, saat dijakarta kalau Ida Bagus mau melatih tari, selalu inginnya ditemani oleh saya dan bu Made Darmi supaya muridnya tidak ada pikiran yang macam-macam... Saat itu Ida Bagus selalu panggil saya Made... Made (bu jero Puspa), nanti kalau lain waktu lahir kembali, ketemu ya.. sebagai saudara. " Lahir pada tahun 1933 di Tegeh Kori Kesiman Bali. Mulai belajar tari sejak berumur 10 tahun di bawah bimbingan seorang tokoh seniman besar Wayan Rindi. Latihan yang dilakukan oleh Ni Made Rupawati ini sangat keras, setelah 7 tahun berlatih ia beserta rekan-rekannya mendapat kesempatan untuk tampil di pentas, yang ternyata sangat sukses dan menarik banyak perhatian pihak-pihak lain. Beberapa pentaspun akhirnya di lakukan olehnya dampai di luar Denpasar. Akhirnya beliau mendapatkan kesempatan untuk menari di di istana kepresidenan Indonesia masa Soekarno. Dan mewakili Indonesia sebagai duta negara di Eropa, Asia, Amerika dan Australia.
Ni Komang Ratih Camaria Dewi
Ni Wayan Masri Yanti
27
Artist INDEX
Ni Luh Menek
Lahir di Indonesia, Buleleng, BALI, 1939 “ Saya akan selalu senang kalau tercipta kesempatan menari bersama Ida Bagus Aji Blangsinga. Karena kebersamaan ini akan selalu menjadi penjaga hubungan baik yang telah terbina dari dulu. “
Ni luh menek adalah salah satu dari para maestro yang mengapdikan keseluruhan hidup nya dalam bidang seni tari. Beliau yang dalam pekerjaan kesehariannya sebagai pelatih tari, selalu memberikan pengalaman berkeseniannya kepada murid-muridnya melalui kursus-kursus tari. Kiprahnya di duni seni tari membuat dirinya memperoleh bermacam-macam penghargaan diantaranya predikat maestro trunajaya dari Pemda tingkat II Buleleng tahun 1985 dan mengirim beliau selaku duta seni ke negara Jepang sebayak 2 kali pada tahun 1991 dan tahun 1999.
28
Artist INDEX
Ni Ketut Arini,sst
Lahir di Indonesia, Denpasar, 15 Maret 1943 “ Perasaan dalam yang saya rasakan bertemu dan terlibat dalam acaranya IdaBagus Aji Blangsinga adalah Ikatan batin yang telah terjalin lama antara keluarga kami dengan beliau terutama dalam proses berkesenian. Bagi saya ,beliau adalah merupakan keluarga pengganti almarhum ayah saya.
Lahir pada tahun 1943, mulai belajar tari sejak berumur 10 tahun, Saat masa kecilnya banyak membantu orang tua di sawah, setelah itu belajar tari di bale banjar, selanjutnya belajar tari di sekolah tari “Kokar�, dilanjutkan ke perguruan tinggi STSI. Setelah berlatih dengan tekun dan keras, ia mendapatkan kesempatan menari di usia 17 tahun, pada tahun 1961 mulai mendapat kesempatan menari di luar bali sampai keliling dunia. Sampai saat ini ia masih aktif menari dan mengajar tari di Sanggar Warini. Terdapat suatu keinginan, yaitu ‘selama sisa umur, ibu bisa terus mengajar dan membuat orang pintar menari.
29
Doddy Obenk Indonesia
30
1968, 1987, 2001, 2002, 2003, 2004, 2004, 2006, 2007, 2008, 2009, 2009, 2010, 2011, 2013, 2013, 2013,
Lahir di Bandung, 25 Maret Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung Workshop oleh Sarah Silver & Dennis Savini Workshop oleh Nadia Wintsgerard & Geraldo Pace Workshop oleh Hans Neleman Workshop oleh Eric Victor Victor & Urs Rechter Plasa Semanggi Jakarta, “Motions” Istana Kuta Galerai, Bali, “Motions” Istana Kuta Galeria, Bali, “Aksi Seni” Veranda Galeri, Bali, “Life in Motions” Laguna resort, Bali, “7 Eternal Diamonds” Museum Runa, Bali, “Dancing with Time” Sagamihara, Tokyo, Japan “Life in Every Breath” Asean Japan Centre, Tokyo, Japan Spiritual Dancer” Three Monkeys, Bali, “Dance Vibration” Three Monkeys, Bali, “IKAT” Grand Kemang, ICAD(Indonesia Contemporary Art and Design) , Jakarta, “Pitu”
“ Dengan perasaan dan pikiran yang bahagia, selalu berusaha sebaik mungkin dengan seluruh kemampuan untuk mencapai kesempurnaan. “
Tjandra Hutama K Indonesia
1981, 12 April Lahir di Bali 2000 - 2005, S1 Desain Komunikasi Visual, ITS Surabaya 2010, 1st Winner Lomba Foto Ogoh – Ogoh Denpasar Kreatif 2010 & 2011, Honorable Mention & 3rd Winner at SVF Photo Contest 2010, Pameran Foto Zoom in Bali, Bentara Budaya 2010 - 2012, Pameran Foto Denpasar Festifal 2010 - 2013, Pameran Foto Sanur Village Festifal 2011, 1st Winner Telkomsel Adu Foto “Food Photography” 2011, 1st Winner Lomba Foto Hari AIDS Sedunia ISI Denpasar 2011, 1st Winner & Honorable Mention Lomba Logo & Foto Kab. Badung 2011, Honorable Mention Lomba Foto Denpasar Kreatif 2011 - 2012, Pameran Foto Perhimpunan Fotografer Bali 2012, Honorable Mention Lomba Foto PKB “Paras Paros” 2012 2012, Honorable Mention lomba foto “HARDIKNAS” Kemdiknas RI 2012, 1st Winner at Gambara Roadshow Photo Hunt, Ubud Bali 2013, 2nd Winner at “Bali Mandara” journalism photo contest 2013, Pameran Foto “The Beauty” The Mansion Sayan, Ubud
“ Gus Aji Blangsinga adalah seorang figur yang memiliki karisma dan daya pikat seperti bunga, Indah dan wangi. Seorang seniman sejati yang sangat santun dan low profile kepada semua orang, dibalik nama besar beliau sebagai seorang maestro tari. “
SELF PORTRAIT OF IDA BAGUS BLANGSINGA
31
Yan Palapa Indonesia
1974, Lahir di Tanjungkarang, 17 Januari 2010, Make Up Orthopedia -instalasi fotografi ; Bali Kreatif Festival - Art Centre Denpasar 2010, Plastik Land – instalasi fotografi ; Denpasar Festival 2011, Hypomanicam – fotografi & instalasi ; Tony Raka Gallery Ubud 2011, Beyond Photography – Ciputra Artpreneur - Jakarta 2011, Plastik Land #2-instalasi fotografi -Bali Kreatif Festival - Bali Beach Bali 2012, Trance Sit Shape (Hello 1st) – Lingkara PhotoArt Gallery - Denpasar 2013, Show Case – The Brics Café Ubud - Bali
Keras dan lembut dalam satu wadag, nekat, brani, tua tapi energik, dan menari adalah hidupnya.
Transform and Illusion SIZE : 80 x 120 cm 3D illusion Media : print on plastic
32
Indra Widi Indonesia
1976, Lahir di Indonesia, 28 Februari Studying Photography intensively since 1993 and became the first batch of S-1 students majoring in photography at the Art Institute of Indonesia, Yogyakarta in 1994. Studying the photo gallery management and curatorial, at exhibitions of photography in the Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) - Jakarta in 1998. Held an exhibitions with Mes56 - the first generation :in “Revolution #9” in 1999 - GFJA Jakarta. Doing Thesis work “Symbolism in Collage Photography’ and graduated in the same year. Concentration of employment in the Commercial, Interior, and Products Photography. In Surabaya, in the end of 1999, to study the process of separation of the film separation techniques, for Advertising printing (photos on publishing).Settled in Bali in early 2000 and began a career in the field of photography jewelry in a foreign private companies. Continuing my career in a design agency and advetising ‘Garam Productions’ until the end of 2003. Starting in 2004 concentrating Expressive Photography and Exhibitions. Actively participates in exhibitions and won a photography competition abroad from 2010, such as Cambodia, Myanmar, Netherlands, Athens, Malaysia, USA, Florida, France, Slovania, and China. Now, together with friends in 2010, founded: Lingkara PhotoArt in Bali.
“ Tetaplah Menari Gus Aji, karena Tarian Kebyar Duduk – Blangsinga adalah guratan dinamika gerak yang harus diapresiasikan sepanjang jaman. Semoga dengan peran yang kecil ini, saya bisa meresponnya menjadi cetakan master guratan sebuah buku, untukmu seorang Maestro. ”
SIZE : A4 21 x 29 cm Media: cover : acrylic 3 mm, page: ortho.
33
D P Arsa Putra Indonesia
1971, Lahir di Klaten, 7 Juli Pendidikan terakhir : S1 – Sarjana Arkeologi Univ. Udayana 2010, Make Up Orthopedia -instalasi fotografi ; Bali Kreatif Festival - Art Centre Denpasar 2010, Plastik Land – instalasi fotografi ; Denpasar Festival 2011, Hypomanicam – fotografi & instalasi ; Tony Raka Gallery Ubud 2011, Beyond Photography – Ciputra Artpreneur - Jakarta 2011, Plastik Land #2-instalasi fotografi -Bali Kreatif Festival Bali Beach Bali 2012, Sustainable Green Living – Little Tree Building – Kuta –Bali 2012, Trance Sit Shape (Hello 1st) – Lingkara PhotoArt Gallery - Denpasar 2013, Show Case – The Brics Café Ubud - Bali 2013, Paralogi – Pavilion Bar & Grill – Kerobokan - Bali
“ Sebuah figure yang menggambarkan kristalisasi dari keteguhan, totalitas, dedikasi dan loyalitas akan sebuah seni yang semakin memperjelas bagi kita bahwa semua itu tidak akan tercapai jika tidak didasari oleh sebuah kecintaan akan seni dalam sebuah proses panjang kehidupan. “
FIGURE OF LIFE’S MAESTRO SIZE : 23 x 28 cm (56 panel) Media : print on sand paper
34
BETWEEN TOTALITY, DEDICATION WITH LOVE AND PLEASURE
SIZE : 60 x 60 x 180 cm (box installation) Media : Print on wood with mix media.
n) .
Komang Parwata SSn. Indonesia
1966, Lahir di Bali , 10 Maret Pendidikan : PSSRD ( program studi seni rupa dan desain) Univ. Udayana 1986 - 1997 , PSSRD Udayana Bali 1988 - 1990 , Fotografer Freelance di koran Bali Post 1987 - 2011 , Owner DUABE photography dan design grafis, Rasi studio Bali 2000, Pameran foto bersama di Kartika Plaza hotel Kuta, Bali 2001, Pameran foto bersama di Grand Hyatt Nusa Dua ,Bali 2002, Pameran foto bersama di Mercure Sanur ,Bali 2002, Pameran foto bersama , Bom Bali 2003, Pameran foto bersama di Monumen Bajra Sandi Renon, Denpasar, Bali 2005, Pameran foto bersama PFB di Monumen Bajra Sandi Renon, Denpasar, Bali 2010, Pameran Foto bersama Lingkar Community Bali - Make-up Orthipedia – Bali Creative Festival di Art Centre - Bali. 2010, bersama teman-teman membentuk Lingkar Community Bali
“ Selama 75 tahun mengabdikan hidupnya dalam seni tari dan hanya menari yang beliau lakukan merupakan contoh seorang seniman tari sejati yang patut menjadi tauladan dalam berkesian apapun.Dedikasi yang tinggi terhadap seni tari menjadikan beliau seorang Maestro. “
35
Ismail ilmi Indonesia
1979, Lahir di Surabaya, 6 Juli 1998, (not finished) Antrophology Sosial, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya, East Java. 2011, Exhibition Group with Bali Fotografer Forum, “Soul of Bali”, Common area Hypermart Mall Bali Galleria. 2012, Lingkara Photo Art Gallery, Project Art Exhibitions, Present Group 3: “Out of The Bottle” : Lingkara Gallery. 2012, Exhibition Group in Celebrating Anthropology: Celebrating the 80th birthday of Professor Dr. Habil Josef Glinka, SVD. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. 2012, Exhibition Group in CSI Festive 2012, Present Fine Art Photo Exhibition & Auction, Danes Art Veranda Gallery, Denpasar, Bali. 2013, Exhibition Grup with Rumah kayu Fotografi (RKF)Comunity, In CBD Ciledug Family Mall, Jakarta. 2013, Internatioanal Art Photo Exhibition with BALFANPHOT “The beauty” , In The Mansion Resort and Spa, Ubud, Bali.
SIZE : 120 x 80 cm 3 PHOTOS Media : Print on Canvas Coated “ Model dalam karya saya sendiri adalah Gus Aji sendiri sebagai Guru dan pencipta Tari Gebyar duduk Blangsinga itu sendiri, Serta Purwanto sebagai murid yang sedari remaja sampai sekarang ini terus mendampingi dan masih tetap menarikan tarian Gebyar Duduk Blangsinga di berbagai kesempatan. Lokasi juga saya pilih di Beranda Griya Blangsinga yang juga merupakan tempat Gus Aji melatih menari murid-muridnya. Kenapa topeng ini yang saya pilih sebagai simbol Anggada Duta, karena saya sendiri hanya menemui topeng tersebut cukup mewakili dalam wujud visualisasi pada karya saya. ”
36
“ Penari yang telah melewati lima jaman yang berbeda di Republik ini, menjadi saksi, dan menjadi bagian perjalanan Republik ini sendiri dengan Melakonkan tari tariannya. Masih tetap menari di usia 84 tahun ini dan Masih selalu Gembira saatmenari juga murah senyum dalam kehidupan sehari harinya. ”
I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn. Indonesia
1988, Lahir di Bali, 18 Juli 2011, Institut Seni Indonesia Denpasar S2, Penciptaan Seni Fotografi 2006 - 2008 , Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar 2008, Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran Fotografi Goes To Lombok Bersama HMJ ISI Denpasar 2009, Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran For a Freedom Bersama HMJ dan Alumni Fotografi ISI Denpasar 2010, Pameran UNLOCK Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran Bersama Komunitas Jamur 2011, Pameran Street Art Photography 2012, Pameran Out Of The Bottle Bersama Lingkara Art Community 2013, Pameran Bersama Bali yang Binal #5Pengalaman Kerja 2007 – 2008, Bekerja sebagai fotografer di Lingkar Photography 2008 – 2010, Bekerja sebagai fotografer di Majalah Surfing Magic Wave Bekerja sebagai fotografer di Majalah Tattoo Magic Ink 2011 – 2012 , Bekerja sebagai dosen fotografi di New Media
37
Dechi IDK. Rudita Widia Putra Indonesia
1967, Lahir di Bali , 22 Oktober Pendidikan : S1 Sarjana Seni, Jurusan Disain Grafis Universitas Udayana. 1989, Juara I Karikatur PTN/PTS se Indonesia, Univ. Diponegoro, Semarang. Juara II Karikatur Aids, Uplek FK Unud, Bali. Juara III Lomba Logo, FH Unud, Bali. Juara III Lomba Poster PAM, Bali. Harapan I Lomba Karikatur, Pers Undiknas, Bali. 1990 , Juara II Lomba Logo Pasaraya Teuku Umar, Bali. Nominasi Lomba Karikatur Persahabatan Indonesia – Jepang, Jepang. 1991 , Juara I Lomba Maskot Polda Nusra. 2011 , Pameran ‘Beyond Photography’ Ciputra, Jakarta. Pameran ‘Playstic Land Effects’ STP Youthteria – Halfway Beach, Kuta – Bali. Nominasi Foto Tunggal, FK Award National Photographi Periode IV. 2012, Pameran Trance Sit Shape, Lingkara PhotoArt Gallery. Preview Art Photo, Brick Café, Ubud, Bali. 2013, Bali On The Muve, Denpasar – Bali.
UNTUKMU TU AJI #1 / UNTUKMU TU AJI #2 SIZE : 110 x 170 cm Media : Kanvas mix. Emultion texture
38
“ Terimakasih Tu Aji, dedikasimu tidak akan surut ditelan waktu.Karya ini Saya dedikasikan untukmu. Setiap Frame adalah misteri hidupmu. Setiap Warna adalah hidupmu, Setiap gerak adalah Jiwamu. “
Windujati Indonesia
1973, Lahir di Jakarta , 12 Oktober 2008, Photo Expo C4C di Rumah Seni YAITU Semarang Photo Expo C4C di Gallery ADVY Jogyakarta Photo Expo C4C di Balai Soedjatmoko Solo 2009, Asian Lomography Faces,Spread some love with Lubitel di Bali 2010, Street Photography by Amateurs, di Art Cafe Seminyak Bali Lomography Indonesia, di Grand Indonesia Jakarta 2011, Lomography , di Bali Creative Festival Sanur Bali 2012, Hyperfocal Distance, di Bentara Budaya Yogayakarta Out Of The Bottle, di Lingkara PhotoArt Gallery Denpasar Bali 2013, BALI ON THE MOVE,di Danes Art Veranda, Denpasar Bali The Work Without Border, di Jogja Gallery Yogyakarta LARDE Vol.1, di Independent Art Space & Management Yogyakarta
“ Ida Bagus Oka Wirjana adalah bentuk nyata dari perwujudan cinta kasih secara horisontal dan vertikal yang tampak pada hubungan beliau dengan sesama manusia,hubungan beliau dengan Tuhan serta hubungan beliau dengan dunia tari Kebyar Duduk yang sangat beliau cintai.Saya menaruh hormat yang mendalam atas teladan cinta kasih tersebut. “
39
Rudi Waisnawa Indonesia
1974, Lahir di Bali , 3 Desember Sejak tahun 2000 ia mulai dekat dengan dunia fotografi yang ia pelajari secara otodidak, karena tuntutan kerja di dunia perfilman, khususnya di departemen Produksi sebagai Manajer Lokasi. Di tahun 2006-2007, Ia bekerja di majalah Play Boy Indonesia sebagai traffic. Sejak bergabung dengan majalah Playboy Indonesia, ia mulai menekuni fotografi secara serius. Rudi tertarik dengan human interest, travel photography, landscape dan Art Photography. Kesempatan memotret di berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri makin sering
karena didukung oleh pekerjaannya sebagai manajer lokasi beberapa produksi film. Di tahun 2010-2011 bergabung dengan majalah What’s In Bali sebagai fotografer. Tahun 2012 ia bergabung dengan Lingkara Photo Art Bali, : Pameran Out of The Bottle dengan karya Virtual Catwalk (photo print on mirror), dan Natural Catwalk (photo print on teakwood); Pameran CSIF Bali 2012 bersama Lingkara di Danes Art Veranda, Pameran Out of The Case (Brick Café, Ubud, 2013).
Sebenarnya saya tidak pernah mengenal beliau sebelum memulai persiapan pameran bersama Lingkara,saat sy pertama ketemu beliu,jujur saja pikiran sy beliau adalah seorang Maestro jadi sy merasa kehilangan kepercayaan diri untuk memotret beliau,datang bersama teman teman Lingkara ke Griya,dan mau melakukan pemotretan,dan begitu ketemu beliau,saya kehilangan semua ide yg awalnya sudah ada di kepalasaya.Saya menemui kesulitan,apalagi pada suatu hari saya sempat ditolak oleh beliu untuk melakukan pemotretan,tetapi lama kelamaan,dengan banyak berbincang dengan teman di Lingkara,perlahan lahan sy kembali membangun ide apa yg harus saya buat.Akhirnya pada suatu hari,saya datang bersama Arso,dan Dudi...sy datang pertama di Griya,disana sy melihat beliu sedang berada di depan warung,lalu mengalirlah sebuah perbincangan tentang sebuah persahabatan,saya melihat seorang Maestro yg sangat bersahaja,rendah hati. “sahabat buat saya adalah siapa yg datang ke Griya saya dan saya perlakukan sama,itu makanya pintu griya ini tidak pernah tertutup” begitu seingat saya kata beliau,saya melihat sebuah kedekatan disana....Dibalik kesederhanaan dan kebersahajaan beliu tentunya saya juga melihat sisi seorang Maestro...Glamour,Flamboyan dan beliu seorang penyayang.
40
1988, lahir di Bali, 25 April 1994 - 2000 , SD N 5 Manukaya Anyar 2000 - 2003, SMP N 1 Tampaksiring 2003 - 2006, SMA N 1 Tampaksiring 2008, STIKI Jurusan : Desain Grafis Multimedia Pengalaman kerja : Asisten photogafer
I Putu Apriwidana Indonesia
kolaborasi dengan Doddy Obenk
DOCUMENTARY FILM “TAKSU”
Dimata saya ida bagus blangsinge adalah sosok seniman tari yg tidak terlalu sombong...karena beliu terhadap orang-orang disekitar selalu saling hormat...Walau beliu telah bergelar sang maestro tari gebyar duduk, beliu masih tetap bermasyarakat...
41
“ STILL PRACTICING FOR PERFECTION ” BERLATIH TERUS UNTUK KESEMPURNAAN
Adriaan Palar Indonesia 1936 , Lahir di Bandung, 14 November 1966 , Sarjana Seni Rupa Design Interior Institut Teknologo Bandung, Sejak Mahasiswa Rajin Melukis Dan Memotret 2001 , Bersama Istri, Runi Palar Mendirikan Museum Perhiasan Runa di Lodtunduh, Ubud Bali AKTIVITAS SEKARANG : Interior dan Product Design, Photografi dan Melukis
42
“ Seorang seniman adalah seseorang yang mampu menginspirasikan, mampu melestarikan seni tradisi yang diwariskan leluhur, dan mampu mengidentitaskan dirinya lewat karya yang diciptakan, dan Ida Bagus Oka Wirjana memiliki semua itu. ”
Ida Bagus Gede Indra Sukma Advaita Indonesia 1984, Lahir di Bali , 18 November. 1995 , Mulai Menekuni Dunia Fotography ( Analog ) 2009 , Tergabung dalam Bali Fantastic Fotographer 2012 , Pameran “ Hidden Paradise “ di Satria Art house 2013 , Pameran bersama “ The beauty “ di mantion Hotel - Ubud 2013 , Artwork Consultant di beberapa hotel dan villa di Bali
43
Ida Bagus Ari Munartha Indonesia
1956 , Lahir di Bali, 17 Maret PEDIDIKAN : Sarjana (SI) ISI Yogyakarta 1983, Pameran bersama Sanggar Dewata Indonesia di Gedung Seni Sono, Yogyakarta 1986, pameran Tugas Akhir ISI , Yogyakarta 1987, pameran di PKB Art Centre , Denpasar 1999, Pameean Jubilium Perak PKB di Werdi Budaya,Denpasar, Millenium Sanggar Dewata Indonesia, Yogyakarta dan di Hotel Kamandalu, Tegalalang - Gianyar. 2000, pameran di PKB XXII di Art Centre , Denpasar Kupu-Kupu Barong Cottage, Ubud dan di Bunga-bunga Bali. 2005, Pameran di Meia Bali Villas & Spa Resorts, Nusa Dua Pameran di Suntec City Singapore 2007, Pameran di Sanur Village Festival 2013, Pameran di PKB Art Centre , Denpasar
WOODEN SCULPTURE “ Belajar menari dengan Maestro“ 25 × 35 × 75 cm Material : Kayu Swar “ The close relationship between sculpture and dance is ancient and profound. The movements of Gus Ajit’s dance are living, moving threedimensional sculpture. “
44
ida Bagus Alit Indonesia
1947, Lahir di Bali, 1 September 1995, Award from Museum National Jakarta 2001, Award from International Art Exchange Program Osaka, Japan 2004, Award from Bali TV Denpasar 2005, Award from Bali Art Festival XXVII 2005, Award from international Sculptures Exhibition at Suntec City In Singapore. Pamelan di Bali, Surabaya, Jakarta, Singapore, Switzerland, Garmany, Japan, USA etc.. Present : President of Bali Indonesia Sculpture Assosiation.
WOODEN SCULPTURE “ Maestro Legong Kesyor “ 40 × 30 × 40 cm Material : Kayu Frangipani “ Ida Bagus Blangsinga merupakan salah seorang yg memiliki komitmen kuat dalam menjaga dan melestarikan budaya asli bali. ”
45
Carola Vooges Holland
Her unusual forms and textures and structure also demand our full attention if we are to appreciated her melodies and harmonics,Tempered by female intuition and mythic - poetic these can be easily last on those addicted to more conventional forms or those only in search of crashing crescendos. So, too, her deep connection with Bali. Vooges’ home for more than two decades, shimmers beneath the surface. The old balance between Humans and Nature, Sky and Ocean strike equilibrium. With her Head in the Clouds, Vooges has embarked on a new course into the Hearts of Space.
WOODEN SCULPTURE “HELIX” 120cm * 60cm “ The close relationship between sculpture and dance is ancient and profound. Dance of Gus Aji is sculpture in motion. “
46
Irina
Serbia 2002 – 2007, Masters of Fine Arts, University of Arts in Belgrade, Belgrade, Serbia 2007 – 2010, Academic Specialistic studies, concentration in Sculpture, University of Arts in Belgrade, Belgrade, Serbia 2008 – Present, Honorary Member of Serbian Association of Visual Artists, Belgrade, Serbia
CLAY SOIL SCULPTURE “ In my work, that is mostly focused on people, I tend to seek the inner , personal characteristic that makes every single person unique. Thus , the portait of mr. Gusaji is another attempt to discover one’s personality freed from usual context , to discover what is the man behind the costume and the dancer’s posture like. “
47
POETRY Bagi Sang Empu Tari, Gus Aji
karena matahari adalah
Miranda Risang Ayu Palar Indonesia
1968 , Lahir di Bandung, 10 Agustus Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung Tamat Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dan Legum Magister (LL.M.) dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Faculty of Law, University of Technology Sydney, Australia. Spesialis di bidang Hak Kebudayaan dan Kekayaan Intelektual (the New Emerging Intellectual Property Rights Law), khususnya Hukum Indikasi Geografis dan Perlindungan bagi Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.Ahli Teknis Hukum independen pada Kementrian Luar Negeri, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Gugus Hak Kekayaan Intelektual Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Daerah Provinsi dan BAPPEDA Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi Banding Merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia. Ahli Teknis Hukum tunggal mewakili Indonesia dalam Intersessional Working Group I & II on Traditional Cultural Expression & Traditional Knowledge for IGC-GRTKF in the World Intellectual Property Organization (WIPO), Jenewa, Swiss, 2010-2011.Praktisi Tari Tradisional Bali (khususnya Legong Keraton dan Trunajaya), Sunda dan Jawa Yogya. Praktisi Hatha Yoga, Yin Yoga, dan Meditasi Vipassana.
mata hatimu yang menari,
maka hangatkan hati kami, sejenak saja,
oleh sinar di matamu.
karena purnama adalah
mata jiwamu yang menari,
maka simpuhkan jiwa kami, sejenak saja,
oleh pendar-pendar gerakmu. Sejenak saja.
karena dalam baktimu menari, sejarah bermuara, waktu berdoa,
peradaban kembali menemukan nafasnya, dan satu jenak pun, jadi abadi.
23, September 2013 Miranda Risang Ayu Palar
48
A G I F T O F ELEG A N C E by RU NI PALA R
RUNA JEWELRY MUSEUM & GALLERY Br. Abiansemal, Lodtunduh, Ubud 80571, Bali Phone : +62-361-980710 / Fax : +62-361-981563 E-mail : runajewelry@runabali.com
49
PT.Abadi Business Solutions JAPANESE MAGAZINE and MARKETING SUPPORT
OUR SERVICE Editorial / Advertorial / PR Photoshooting Coordination and Arrangement EVENT PR as MEDIA PARTNER Translation for english/japanese/Indonesian Proportional Representation & Marketing support Design Brochure, Flier,Name card etc.
Inquiry : ■ Editorial / editor@api-magazine.com ■ Advertisement Inquiry / sales@api-magazine.com
Jl.Kunti 117X, Seminyak , Bali - Indonesia 50
51
Italian Chef create authentic Delicious Pasta, Pizza etc... from Napoli, Italy. Spaccanapoli di Ubud
52
Jl. Raya Pengosekan, Ubud, Bali ( In front of Arma ) Tel.0361-973138 Business Hour 8:00-24:00
http://spaccanapoliubud.webs.com/
53
Three Monkeys UBUD Jl. Monkey Forest, Ubud Bali 7:00-23:00 Breakfast - Lunch - Dinner Tel. (0361) 975 554
Three Monkeys SANUR
54
Jl. Tamublingan , Sanur 7:00-23:00 Breakfast - Lunch - Dinner Tel. (0361) 286 002
Il Gardino Italian Resto at Gallerie Han Snel Jl. Kajeng, Ubud Bali 9:00-23:00 Tel. (0361) 974 271
ARMA Museum & Resort
Jl.Raya Pengosekan, Ubud. e-mail : sales@armabali.com Web : www.armabali.com Phone : 62 361 976659 Fax : 62 361 975332
55
Letter From
Friend - Mr.Minoru Shirota
グスアジ芸能生活75周年
28th, Sep 2013
Perayaan 75 Tahun Untuk Maestro Seni Tari Ida Bagus Blangsinga
私が心から敬愛するグスアジが舞踊芸能生活75周年を迎えられて、これほど嬉しい ことはありません。心からお祝いを申し上げます。 私はバリ島に2回滞在し、あわせて5年半ほど暮らしただけですが、グスアジと巡り合 えたことを心から感謝したい気持ちでいっぱいです。グスアジと知り合いになっている という気持ちだけで生活が豊かになる思いがしています。 バリ島は天国を地上に映した島、と讃えられることがあります。日本から来たばかりの 人たちにとっても、バリでは確かに人々の日々の生活自体が神々や天上の世界に近いと ころあるような気持ちにさせられます。現実には生身の人間の営みが当然あるわけです けれども、始めてグスアジの舞踊を目の前にした時には、グスアジという一人の人間が その技の限りを尽くして舞っているというより、なにか人間を超えた存在が感じられる ように思いました。私は芸術には程遠い人間で、グスアジの舞踊を語る資格など全くあ りませんが、舞踊という芸術を極限まで極めるとどこかで人間を超えた存在、神々と心 が繋がって行くのだろうか、という思いに捉われ感銘を受けました。 そうした厳しい芸術の世界を生きてきたグスアジが、舞台を離れたところで見せてくれる 人間味あふれる人柄にはなんとも言えない癒しの空気があります。柔らかな眼差し、暖か な掌、優しい心遣い、あまり多くを語らないけれども、私たちを幸せな気持ちにさせてく れます。ずーっと昔から親しくして貰っているような安らぎを感じます。神々との交流の 域にまで達する高い芸術的境地を経験した人にしてようやく生まれる人柄なのでしょう。 グスアジはバリの宝です。人々に力を与える泉であり、安らぎをもたらす大地のような 存在だと思います。私にとってもこれからずっと身近に感じていたい大事な人です。 75周年を迎えられてますますお元気で、バリの舞踊と人々の精神生活が更に豊かにな るよう、これからもご活躍を心から祈っています。
Dengan tulus dan senang hati saya mengucapkan selamat, untuk menyambut perayaan ulang tahun ke -75 Maestro seni pertunjukan tari bapak Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji). Saya bertugas di Bali selama 2 periode, namun hampir selama lima setengah tahun bersama saya sangat bersyukur bisa bertemu dengan beliau. Saya merasa berkenalan dengan beliau menambah wawasan saya tentang kehidupan. Pulau Bali dikenal sebagai pulau tanah Surga . Orang Jepang yang baru pertama kali datang ke Bali sekalipun , akan merasakan keakraban dengan keseharian orang Bali, Tuhannya serta kehidupan surgawinya. Meskipun pada kenyataanya tidak ada perilaku manusia yang bersifat mendarah daging, tapi pada saat pertama kali menyaksikan pementasan Bapak Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) , sebagai seorang pribadi, beliau melakukan sesuatu dengan keahlian yang dimilikimya, daripada harus menunggu, dan sepertinya saya mampu merasakan kehadirannya melampaui kehadiran seseorang. Saya bukanlah orang yang dekat dengan dunia seni, sehingga saya tidak memiliki kemampuan untuk berbicara tentang tarian beliau. Tarian disebut sebagai seni, dengan batas maksimal penguasaannya yang membuat saya terkesan karena keberadaanya melampaui keberadaan seseorang. Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) telah tumbuh bersama kehidupan seni yang keras, beliau meberikan panggung seni pertunjukkan dengan karyanya yang kental dengan sentuhan kepribadian. Beliau memiliki kepribadian yang hangat, lembut, ramah, penuh perhatian dan tidak banyak bicara, dan hal tersebutlah yang membuat saya merasa bahagia bisa mengenal beliau. Saya merasakan kedamaian seperti bertemu dengan seorang teman lama. Yang pada akhirnya melahirkan satu kepribadian yang kental dengan pengalaman artistik yang tinggi. Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) adalah harta bagi Bali. Saya rasa beliau adalah sosok yang keberadaanya membawa kedamaian bagi bumi. Bagi saya beliau adalah orang penting, dan melihat sosoknya selalu membuat saya ingin dekat dengan beliau. Menyambut perayaan ulang tahun beliau yang ke-75 saya sangat berharap beliau tetap bersemangat dan tarian bali serta kehidupan rohani masyarakatnya menjadi lebih kaya untuk kesuksesan kita semua di masa depan.
城田実 (Minoru Shirota)
56
1949年4月横浜生まれ。1972年横浜市立大学卒業後、1973年に 外務省入省。74年から2年間ジョグジャカルタ、ガジャマダ大学留 学。以後、インドネシア大使館、外務省アジア局などインドネシア 関係を中心に勤務。インドネシアの3総領事(スラバヤ、メダン、 デンパサール)を歴任。2011-2013年まで2年間デンパサール総領 事館総領事を就任後、外務省を引退。現在、日本在住。
Lahir di Yokohama , April 1949. 1972, lulus pada Yokohama City University.1973, Kementerian Luar Negeri. 2 tahun di Yogyakarta dari tahun 1974, studi Universitas Gadjah Mada. Setelah itu, bekerja terutama di Indonesia Kedutaan hubungan Republik Indonesia, seperti Departemen Luar Negeri Biro Asia. Melayani (Surabaya, Medan, Denpasar) 3 Konsul Jenderal Jepang di Indonesia. Setelah menjabat Konsul Jenderal Konsulat Jenderal Denpasar 2011-2013, pensiun dari Departemen Luar Negeri. Saat ini, tinggal di Jepang.
SPONSOR
Bentara Budaya Bali
Media Partner
Bentara Budaya Bali
Jl. Prof. Ida bagus Mantra No.88A, Bypass Ketewel, Giayar, Bali
Tetamian Griya Blangsinga
75tahunmaestro@gmail.com Facebook : Atributeto Maestrobali Facebook : Tetamian Classic Balinese Dance Art