AKTIVIS Edisi 3: Masa Depan

Page 1


1

Salam Redaksi Pada bulan Mei lalu, Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia ranting University of Melbourne mengadakan Indonesian Career Expo yang kedua. Di acara ‘The Premiere’ mereka, berbagai tokoh masyarakat seperti Emirsyah Satar dan Maya Hasan diundang untuk menceritakan pengalaman dan motivasi mereka dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Dan salah satu pesan yang terus menerus diulang di acara tersebut adalah: ‘Jika bukan kita yang membangun Indonesia, siapa lagi?’ Melalui artikel-artikel yang ditampilkan di edisi ini, kami berharap bahwa para pembaca sekiranya dapat terinspirasi untuk belajar dan bekerja keras dengan caranya masingmasing untuk kelangsungan dan kebaikan diri sendiri dan masyarakat di masa depan. Kami menampilkan rubrik baru yakni sains, yang membahas tentang robotika, wi-fi, dan profil salah satu mahasiswa Indonesia berbakat di Australia, Bagus Nugroho, dan sedikit tentang risetnya mengenai aerodinamika.

Kami juga membahas posisi Indonesia di Konferensi Asia Afrika, serta mengenai pembangunan sosial melalui nirlaba. Banjir Jakarta dan dampak sosio-ekonominya juga menjadi salah satu tema dua artikel di edisi ini. Selain itu, kami juga memperkirakan masa depan persepakbolaan Indonesia, serta menganalisa interaksi desain dengan kebutuhan masyarakat. Jika para pembaca sekalian memiliki saran atau kritik mengenai edisi kedua ini, kami dengan senang hati menerima pesan-pesan tersebut melalui majalah@ppi-australia. org, atau halaman Facebook kami (Majalah PPIA). Salam AKTIVIS!

Dea


2

Tim Redaksi Editor-in-Chief Putu Dea Kartika Putra Managing Editor Lalita Fitrianti Politik & Hukum Alicia Deswandy Joanita Olivia Wibowo Sosial Syarif Odi Hamdi Vania Andreani Pratama Bisnis & Ekonomi Adrian Surya Mohammad Hatta Suprehatin Olahraga, Seni & Budaya Reo Audi Titik Endahyani Desainer Fernanda Santosa Mikhael Geordie Copyeditor Rizal Rickieno


3

Daftar Isi Foto cover oleh Iswanto Arif 01 Salam Redaksi 02 Tim Redaksi 03 Daftar Isi 05 Sosial 06 Mengurai Benang Kusut Lalu Lintas Indonesia: Kamera Pengawas Lalu Lintas dan Teori Panopticon 12 Membangun Bangsa Melalui Organisasi Nirlaba 16 Jakarta : Cerminan Masyarakat Kontemporer 31 Politik dan Hukum 33 1984 & Teror Digital 37 Konferensi Asia Afrika, Posisi Indonesia, dan Keefektifan New Asian-African Strategic Partnership 41 Senyap dan Masa Depan Sejarah 45 Seni Budaya dan Olahraga 47 PSSI: Prahara Sepak Bola Seluruh Indonesia 53 Antara Australian Football dan Harapan Masa Depan Sepak Bola di Indonesia 58 Interaksi Desain dan Pemenuhan Kebutuhan Manusia di Era Modern 67 Bisnis dan Ekonomi 69 Indonesia dan Hutang Luar Negeri 74 Dampak Banjir Pada Bisnis dan Pilihan Program Pengendalian yang Optimal 79 Indonesian Career Expo 2015 dan Prospek Ketenagakerjaan Indonesia 86 Sains 88 Free Wi-Fi : Kenyamanan versus Keamanan 92 Pendekatan Kolaboratif untuk Penanggulangan Banjir Jakarta 100 Profil Mahasiswa: Bagus Nugroho 106 Sejauh Apa Robot Bisa Berkembang 109 Refleksi 112 Apakah Kita Siap Dengan Modernisasi? 114 Quovadis Pergerakan Mahasiswa Indonesia


4


SOSIAL


6

Mengurai Benang Kusut Lalu Lintas Indonesia: Kamera Pengawas Lalu Lintas dan Teori Panopticon Ditulis oleh Alfan Amiruddin, fotografi oleh Peter Griffin


7

Peter Griffin Watching You Public Domain Pictures http://www.publicdomainpictures.net/view-image.php?image=16823&picture=watching-you


8

Peribahasa modern “jika anda bisa mengemudi di Indonesia, anda bisa mengemudi dimana saja� sekilas dapat menggambarkan kelamnya keadaan lalu lintas di Indonesia. Banyaknya pengendara kendaraan bermotor yang memandang peraturan lalu lintas hanya sebagai macan kertas dan kepatuhan yang hanya muncul saat ada polisi menggambarkan tidak adanya kesadaran dari para pengendara kendaraan bermotor. Sering tidak kita disadari pula bahwa tertibnya sebuah bangsa dalam berlalu lintas merupakan refleksi dari kemajuan negara tersebut.

Pembentukan kesadaran berkendara melalui pengawasan kamera sejalan dengan teori Panopticon yang menyatakan bahwa adanya pantauan pihak berwenang secara konsisten akan berkontribusi kepada perubahan perilaku seseorang (dalam hal ini perilaku berkendara). Namun muncul pertanyaan selanjutnya: apakah dengan adanya kamera lalu lintas, pengguna jalan akan menjadi jinak dengan mudahnya? Jika berhasil di negara lain, apakah metode tersebut bisa diterapkan di Indonesia?

Ketertiban lalu lintas memiliki pengaruh yang kuat terhadap keselamatan jiwa dan pertumbuhan sosio-ekonomi sebuah negara. Data WHO pada tahun 2014 menunjukkan bahwa secara global, Indonesia menempati urutan ke-5 negara dengan jumlah kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas1. Dari data yang sama, rata-rata terjadi 120 kecelakaan lalu lintas tiap harinya di Indonesia.

Secara singkat, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Jeremy Bentham yang mengembangkan model penegakan disipilin secara pasif dengan menggunakan menara pengawas yang bertujuan untuk memantau aktivitas para narapidana. Penjara tersebut terdiri dari sebuah menara pengawas yang dilingkari oleh sel-sel para narapidana tersebut, yang terdapat di pinggiran gedung penjara. Petugas-petugas sipil ditempatkan di menara tengah, sehingga mereka bisa mengamati aktivitas para narapidana dari segala arah. Salah satu fitur penting dari menara Panopticon adalah pemasangan kaca satu arah, sehingga para narapidana tidak bisa melihat aktivitas para petugas sipil di menara pengawas.

Sementara itu dari segi sosio-ekonomi, potensi kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan pada tahun 2012-2013 mencapai Rp 203-211 triliun atau setara dengan 2,9%-3,1% Produk Domestik Bruto2. Untuk mengatasi kegentingan ini, Indonesia bisa menggunakan model pengawasan yang modern dan berorientasi ke depan, yaitu dengan menggunakan kamera lalu lintas.

Teori Panopticon

Merasa diperhatikan tanpa bisa mengetahui apakah ada orang atau tidak di menara

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/06/nem9nc-indonesia-urutan-pertama-peningkatan-kecelakaan- lalu-lintas 2 http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga 1


9

tersebut, para narapidana akan merasa takut untuk melanggar peraturan. Akibatnya, tanpa kehadiran pengawas yang nyata, proses mendisiplinkan narapidana bisa berjalan secara pasif karena adanya upaya menahan diri dari tiap individu yang merasa diawasi. Cara pandang Bentham digunakan oleh Foucault sebagai komponen penting dalam bukunya Discipline and Punishment (1995). Foucault menambahkan bahwa dengan adanya supervisi oleh aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan, tiap individu akan menyadari bahwa mereka tidak memiliki wewenang yang setara dengan aparat penegak hukum. Sadar akan keadaan ini, tiap individu akan sangat berhati-hati dalam bertindak karena sadar bahwa hukuman akan menanti mereka jika tidak menaati peraturan. Kehadiran kamera pengawas di titiktitik strategis pada lajur lalu lintas akan berkontribusi tidak hanya kepada keselamatan para pengendara tetapi juga memiliki efek penggetar (deterrence) kepada para pengguna jalan untuk tidak melanggar peraturan lalu lintas. Dengan pengawasan yang seolah omnipresent, para pengguna jalan secara perlahan akan mengubah perilaku berkendara mereka.

3 4

Kamera Camera)

Pengawas

(Surveillance

Apa yang dielaborasikan oleh Bentham dan Foucault sejalan dengan filosofi kamera pengawas. Para pengguna jalan akan merasakan pengawasan dari penegak hukum yang konsisten dari kamera-kamera yang disebarkan di banyak titik di jalan raya dan tol. Kehadiran kamera, bahkan tanpa terlihatnya penegak hukum di sekitar area, akan menimbulkan perasaan segan dan takut untuk melanggar peraturan lalu lintas. Di Inggris, terdapat penurunan tingkat kecelakaan sebanyak 27% karena dipasangnya kamera pengawas di banyak titik vital yang umumnya adalah di perempatan jalan3. Tren yang sama terjadi di Australia, contohnya di Victoria. Sejak kamera pengawas diperkenalkan pada tahun 1983, tren kecelakaan lalu lintas relatif menurun. Puncaknya adalah ketika tahun 2013, hanya tercatat 287 insiden kecelakaan lalu lintas yang berujung kepada kematian selama setahun.4 Sebelum traffic camera diperkenalkan, tercatat jumlah paling rendah korban akibat kecelakaan di jalan sebanyak 664 korban jiwa. Temuan di Australia dan Inggris menunjukan bahwa kamera lalu lintas dapat menurunkan jumlah kecelakaan lalu lintas dan menertibkan para pengguna jalan.

http://www.theguardian.com/uk/2013/jun/07/speed-cameras-reduce-serious-accidents http://www.camerassavelives.vic.gov.au/home/road+trauma/


10

Adanya kamera pengawas dari posisi-posisi yang strategis di jalan raya dan tol akan berimplikasi kepada perilaku pengguna jalan, yang kemudian akan bersikap lebih hati-hati dalam bertindak, mengingat bahwa segala tindak tanduknya sedang diawasi oleh kamera pengawas. Dengan kamera yang terpasang di lampu merah, kesadaran pengemudi agar lebih mengutamakan keselamatan akan terbangun sehingga mereka akan menjaga kecepatannya di batas aman dan mematuhi larangan-larangan yang telah diterapkan. Hambatan Penerapan di Indonesia Meskipun memiliki banyak potensi positif, terdapat beberapa hambatan dari aplikasi kamera pengawas di Indonesia. Hambatan yang pertama adalah bagaimana mekanisme terbaik dalam menagih denda mengingat data kepemilikan kendaraan bermotor dianggap kurang akurat serta kemungkinan adanya manipulasi data di Kantor SAMSAT5. Selanjutnya, muncul pertanyaan mengenai transparansi dari dana denda tersebut. Pertanyaan ini muncul di tengah keadaan masyarakat yang skeptis dengan integritas dan kapasitas para penegak hukum. Aparat kepolisian di Western Australia menghindari pandangan skeptis tersebut dengan memperkenalkan sistem tata kelola denda

5 6

yang baik, dimana denda yang didapatkan tidak serta merta menjadi komponen Pendapatan Asli Daerah tetapi digunakan untuk berbagai program mengenai keselamatan berkendara dan disumbangkan ke Road Trauma Trust Fund6. Kesimpulan Sebagai penutup, keadaan lalu lintas yang buruk di Indonesia memiliki pengaruh negatif untuk pola pikir masyarakatnya. Pelanggaran yang disebabkan tidak tertibnya pengguna jalan berimplikasi terhadap kerugian hilangnya nyawa dan juga kerugian sosio-ekonomi. Penggunaan kamera pengawas lalu lintas dipercaya dapat menimbulkan efek penggetar kepada pengguna jalan untuk menaati peraturan dan membenahi perilaku secara bertahap. Meskipun demikian, diperkirakan dalam penerapannya akan terdapat hambatan yang muncul dikarenakan kurang percayanya masyarakat kepada penegak hukum terutama dari sisi kapasitas para aparat.

http://m.autobild.co.id/read/2015/02/22/12606/67/15/Mengulas-Kenaikan-Pajak-Progresif-di-Jakarta http://www.police.wa.gov.au/Traffic/CamerasCutCrashes/Camerasworkwhy/Cameramyths/tabid/1764/Default.aspx

Alfan Amiruddin adalah diplomat indonesia yang menyelesaikan Master of International Security di Sydney University tahun 2014. Saat ini sedang bekerja di unit Kantor Menteri Luar Negeri bagian Strategi Informasi dan Media. Sebelum bekerja di Kementerian Luar Negeri, pernah menjadi asisten pengajar di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Diluar pekerjaannya, Alfan aktif dalam kegiatan volunteering seperti kelas inspirasi. untuk korespondensi bisa di hubungi lewat email alfan.amiruddin@gmail.com dan twitter @alfan_a


11

Daftar Referensi

Republika online, Diakses pada tanggal 9 Mei 2015, link terkait dapat diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/06/ nem9nc-indonesia-urutan-pertama-peningkatan-kecelakaan-lalu-lintas Badan Intelejen Nasional, Diakses pada tanggal 9 Mei 2015, link dapat diakses dari: http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaanlalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga The Guardian, Diakses pada tanggal 12 Mei 2015, link dapat diakses dari: http://www.theguardian.com/uk/2013/jun/07/speed-cameras-reduceserious-accidents Camera Saves Life, Diakses pada tanggal 10 Mei 2015, link dapat diakses dari: http://www.camerassavelives.vic.gov.au/home/road+trauma/ Autobild, Diakses pada tanggal 11 Mei 2015, link dapat diakses dari http://m.autobild.co.id/read/2015/02/22/12606/67/15/Mengulas-KenaikanPajak-Progresif-di-Jakarta Polisi Australia Barat, Diakses pada tanggal 10 Mei 2015, link dapat diakses dari http://www.police.wa.gov.au/Traffic/CamerasCutCrashes/ Camerasworkwhy/Cameramyths/tabid/1764/Default.aspx


Membangun Bangsa Melalui Organisasi Nirlaba Ditulis oleh Syarif Hamdi


13

Kemiskinan, pengangguran, anak-anak putus sekolah, dan sulit untuk mendapatkan akses ke fasilitas negara. Hal-hal ini adalah isu-isu sosial yang seharusnya tidak bisa kita abaikan, karena isu-isu tersebut berpengaruh kepada kesejahteraan sosial kita semua baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak perduli jika yang terdampak oleh isu sosial ini kerabat dekat atau seseorang yang tidak kita kenal di pelosok lain Indonesia. Pemerintah negara Indonesia juga sudah diwajibkan untuk ‘mengobati’ isu-isu sosial tersebut, karena pada dasarnya orang-orang yang kurang beruntung berdampak langsung ke kesejahteraan dan perkembangan negara. Sayangnya, kesenjangan sosial tersebut diperlebar lagi oleh sifat pemerintah Republik Indonesia yang jelasnya masih berkembang, dan biaya untuk pengentasan isu-isu sosial juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk mengharapkan pemerintah kita dapat mengatasi seluruh isu sosial sendiri dalam waktu yang relatif cepat, jadinya, adalah seperti menuntut seseorang untuk menghentikan batu longsor seorang diri. Di antara isu sosial dan pemerintah terdapat organisasi-organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengatasi isu-isu tersebut tanpa mengharapkan retur uang dalam jumlah besar. Imbalan bagi jasa mereka dalam umumnya adalah Social Impact, yaitu perbaikan struktur negara lewat dampak sosial yang positif. Organisasi-organisasi ini mempunyai berbagai macam bentuk

aktifitas: ada organisasi yang bertujuan untuk memperbaiki suatu kota melewati pembenahan fasilitas-fasilitas wisata kota tersebut, dan ada juga organisasi yang bertujuan untuk mengumpulkan anak yatim piatu dan mendidik mereka dengan kurikulum standar negara dibawah nama agama. Seluruh organisasi-organisasi ini mempunyai tujuan spesifik yang berbedabeda, namun mereka semua mempunyai satu visi: untuk bisa melihat Indonesia yang lebih baik di masa depan, baik melalui edukasi, pemberantasan pengangguran, pembenahan fasilitas, atau sekedar peningkatkan produksi panen suatu daerah. Salah satu organisasi tersebut adalah Yayasan Pendidikan Anak Bangsa (YPAB), yang bertujuan untuk membantu membenahi masalah kesenjangan edukasi di Indonesia. Organisasi ini mengatasi isu tersebut melalui penyelenggarakan pendidikan kesetaraan program Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA) kepada masyarakat yang putus sekolah secara gratis, dengan tujuan dapat mensukseskan masyarakat putus sekolah tersebut dalam mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan Paket. Selain program akademik, YPAB juga mengadakan dua program lainnya meliputi: program keterampilan seperti kelistrikan, elektronik, dan menjahit, dan; program bimbingan untuk anak-anak berusia 4-15 tahun baik secara akademis maupun keterampilan, mencakup dari public speaking


14

sampai bermain alat musik dan seni rupa. YPAB pun dapat kita kategorikan sebagai salah satu organisasi nirlaba yang berniat untuk membenahi isu sosial di Indonesia melewati edukasi, baik secara akademik maupun vokasi. Salah satu faktor besar yang berpengaruh kepada keberlangsungan YPAB adalah para tenaga kerjanya, yang pada saaat ini terdiri dari 106 pengajar berpendidikan S1. Para pengajar ini bersifat relawan, yang berarti mereka tidak menerima upah dalam bentuk uang untuk jasa yang mereka berikan. Namun, para relawan ini mendapatkan beberapa kelebihan dalam bentuk peluang untuk mengikuti kelas developmental seperti kelas public speaking yang diadakan bulan Februari lalu, yang sempat diisi oleh Grace Natalie, Isyana Bagoes Oka dan almarhum Andri Djarot. “We invest a lot in our volunteer,” ujar Andri Rizky Putra, pendiri yayasan ini. “Capital kami justru di human resources yaitu volunteer. Kalau mereka jadi volunteer yang professional dan dedicated, maka murid juga bisa enjoy kegiatan belajar yang komprehensif dan menarik,” lanjutnya. Kiky – akrab ia disapa – mengakui bahwa YPAB menerima lebih dari 70 aplikasi relawan setiap bulannya, dan oleh karena itu proses seleksinya juga diperketat untuk quality control dan forecasting. Namun, Kiky menyatakan keinginannya untuk mengundang para pelajar Indonesia di Australia untuk ikut menjadi relawan di YPAB, terutama bagi

mereka yang senang mengajar dan tertarik dengan pembangunan sosial. YPAB dapat dikategorikan sebagai organisasi yang sudah mempunyai objektif dan metode yang jelas, yaitu untuk memberikan edukasi baik akademik maupun vokasi kepada para masyarakat yang putus sekolah atau kurang beruntung. Untuk organisasi yang didirikan oleh seorang diri di tahun 2012, YPAB sudah mencapai beberapa hasil yang cukup tinggi, seperti: berhasil meluluskan salah satu muridnya dengan nilai Ujian Nasional matematika tertinggi se-Jakarta Pusat di tahun 2014, dan; meluluskan satu murid dengan IPK cumlaude di dalam jurusan komputerisasi akuntansi. Namun, organisasi ini tidak selalu berjalan lancar sejak didirikan. “Dulu turn-over murid kami tinggi,” ujar Kiky, “murid hanya dua tidak sampai sepuluh, tetapi sekarang bisa mencapai ratusan dan konstan dalam attending the classes.” Kurikulum YPAB pada saat didirikan juga tidak jelas, tetapi Kiky mengakui bahwa semakin berjalannya waktu, kurikulum tersebut semakin berbentuk teratur dan implementatif. “Jangan sampai kita terjebak dalam momentum sih,” lanjutnya, “Constant improvement, baik untuk YPAB dan saya sebagai personil organisasi itu adalah keharusan kalau kita mau [berjalan], jadi [kita] punya banyak motivasi untuk belajar dan berguru dari mereka yang berpengalaman.”


15

Beberapa dari kita mungkin bertanya kenapa bukan pemerintah yang mengatasi masalah masyarakat putus sekolah, atau mengapa pemerintah kita tidak bekerja lebih baik, sehingga mengharuskan para relawan YPAB untuk mengajar muridmurid tersebut tanpa upah. Pada dasarnya, orang-orang seperti Kiky dan para relawan YPAB mengerti bahwa ada isu sosial yang berlangsung, namun kritisasi maupun celaan tidak ada bandingannya dengan aksi. “Saya pribadi selalu bilang, kalau kita merasa “mampu” mengkritik, maka kita harus mampu memberikan solusi nyata,” ujar Kiky, “Saya dan teman-teman adalah bagian dari masyarakat yang ingin turut membantu dan memberikan solusi ke pemerintah.” Relasi yayasan ini dengan Kementrian Pendidikan juga telah dijalin, dipublikasikan oleh kunjungan Anies Baswedan ke YPAB Bintaro yang diliput Metro TV. “I think for some reason, we have the privilege to enjoy higher education. Therefore, we are obliged to share our knowledge,” jawab Kiky, ketika ditanya tentang jiwa kebaktian sosialnya. Mungkin kita sendiri mempunyai tujuantujuan yang berbeda dalam mengapa kita menjalani pendidikan lanjut, baik bagi kita yang di Indonesia maupun di luar negeri. Ada yang dari kita ingin memperkaya diri sendiri secara materi maupun ilmu; ingin memberikan nama baik bagi keluarga maupun Indonesia; ingin mencari jati diri

dan ‘tempat yang sesuai’, dan semacamnya. Namun, kita juga tidak seharusnya melupakan mereka yang kurang beruntung karena mungkin saja keberuntungan bagi kita berarti kekurangan bagi orang lain. Berbagi ilmu adalah cara yang termudah bagi kita untuk memperuntung masyarakat di sekitar kita, dan cara yang lebih sulit namun dapat berdampak lebih besar adalah mengikuti jejak yang telah dirintis Kiky atau para wiraswasta sosial lainnya di dunia. Jika tiap-tiap dari kita mulai menanamkan jiwa sosial untuk membantu lingkungan maupun negara kita, maka tentunya Indonesia akan menjadi negara yang lebih baik di masa depan. Di dalam konteks YPAB contohnya, satu orang yang mencetuskan ide sederhana ini sudah dapat membantu ratusan murid putus sekolah. Tentunya hal ini tidak bisa dicapai tanpa kerja keras para relawan – para pahlawan tanpa tanda jasa.


16

Jakarta: Cerminan Masyarakat Kontemporer Ditulis oleh Lalita Fitrianti Pawarisi, fotografi oleh Lalita Fitrianti Pawarisi dan Matiinu Iman Ramadhan


17

Gambar sesuai dengan arah jarum jam : 1 Lalu lintas rush hour di sebuah kawasan perkantoran ibukota, cerminan kota modern pada umumnya. 2 Suasana Stasiun Tanah Abang, salah satu stasiun yang paling sibuk di Jakarta. 3 Di stasiun dapat ditemukan masyarakat dari berbagai kalangan, dari yang kelas atas mau pun kelas rendah. 5 Selain KRL, warga Jakarta juga banyak yang memanfaatkan fasilitas bus Transjakarta. Transjakarta telah beroperasi selama 11 tahun di Jakarta. 6 Kualitas beberapa shelter Transjakarta masih perlu dibenahi, seperti perlunya ditambahkan pintu otomatis yang terbuka saat kedatangan bus.


18

Gambar sesuai dengan arah jarum jam : 3 Di stasiun dapat ditemukan masyarakat dari berbagai kalangan, dari yang kelas atas mau pun kelas rendah. 4 Seorang anak sedang duduk di bangku prioritas KRL (kereta rel listrik). Bangku prioritas ini diutamakan untuk ibu hamil, orang tua dan anak. 1 Meskipun opsi seperti KRL dan Transjakarta telah tersedia, masih banyak warga yang memilih penggunaan bus kota. Bus kota di Jakarta sering menjadi subjek kontroversi karena isu keamanan dan keselamatan. Bus kota juga sering dikeluhkan oleh pengguna lalu lintas karena sering berhenti di luar halte. 2 Kondisi bus kota yang ‘menyedihkan’ tidak membuatnya kekurangan penumpang.


19

Gambar sesuai dengan arah jarum jam : 1 Angkot (angkutan kota) juga masih merupakan opsi transportasi yang tidak lekang oleh waktu. Angkot juga sering dikaitkan dengan isu keselamatan. 2 Untuk memenuhi kebutuhan transportasi massal yang baik, saat ini sedang digalakkan proyek MRT. Salah satu hub MRT besar yang sedang dibangun terletak di Dukuh Atas 3 Selain transportasi, gedung-gedung pencakar langit di ibukota juga semakin banyak dibangun. Kini, pembangunan tersebut tidak hanya ditemukan di CBD, tapi juga di daerah-daerah pinggiran. 4 Ini adalah sebuah rumah yang ditemukan di sela-sela kawasan perkantoran Jalan M.H. Thamrin. Perumahan masih kerap ditemukan di antara gedung - gedung tinggi.


20

Gambar sesuai dengan arah jarum jam : 1 Pemukiman masih banyak ditemukkan di sela-sela bangunan modern. Rumah-rumah di daerah ini umumnya dalam kondisi kumuh. 2 Seorang penjual es doger keliling di sebuah perumahan elit. Hal ini mencerminkan bahwa kesenjangan ekonomi di ibukota masih relatif tinggi. 3 Pemulung yang sedang menarik gerobak di Jalan Salihara. Warga Jakarta mencari sumber mata pencaharian dalam cara yang berbeda-beda. 4 Pesepeda yang melintas di jalur busway. Beberapa warga masih tampak kesulitan meninggalkan kebudayaan lamanya yang permisif terhadap pelanggaran aturan.



Seorang pria sedang menunggu bus Transjakarta di shelter Sarinah. Meskipun Transjakarta tergolong modern, mode transportasi masih sarat dengan ketidaktepatan waktu.



Pembangunan MRT di depan Hotel Pullman. Seperti kota-kota besar di negara berkembang lainnya, Jakarta sedang mengembangkan sarana transportasi baru yang lebih efisien. MRT Jakarta ini dimodel setelah MRT Singapore dan Bangkok.



Seorang petugas Dinas Kebersihan yang sedang membersihkan wilayah Bundaran HI di sebuah Sabtu pagi.



Kereta rel listrik, atau KRL, adalah mode transportasi yang digunakan oleh berbagai kalangan. Setiap pagi, dari pedagang pasar hingga eksekutif muda dapat ditemukan dalam gerbong KRL.


29

Gambar sesuai dengan arah jarum jam : 1 Seorang pengemudi bajaj. Bajaj merupakan kendaraan tradisional yang dapat ditemukan di pusat kota. 2 Museum Sejarah Jakarta, atau lebih terkenal sebagai Museum Fatahillah. Museum ini terletak di Kota Tua yang merupakan pusat kota pada jaman penjajahan Belanda. Sebelum menjadi museum, gedung ini adalah balai kota. Seperti kebanyakan gedung tua di kota-kota modern, gedung ini direvitalisasi dan digunakan untuk fungsi yang lain dengan asalnya. 3 Sebuah iklan masyarakat bertajuk “Bersatu Keselamatan No. 1� terpampang di atas dua mobil dan satu bus kota. Bus kota di Jakarta merupakan enigma tersendiri. Pada satu sisi, bus kota terkenal dengan kondisi fisik yang memprihatinkan dan mode menyetir yang ugal-ugalan. Pada sisi lain, trayeknya mampu mengakses area-area pinggiran yang tidak terjangkau Transjakarta maupun KRL. 4 Tugu Selamat Datang yang terletak di Bundaran Hotel Indonesia. Tugu ini terletak di Jalan M.H. Thamrin, salah satu jalan protocol di Jakarta yang dikelilingi gedung-gedung perkantoran. Daerah ini bisa dibilang daerah paling maju serta mahal di ibukota 5 Di wilayah tertata rapi sekali pun, pelanggaran lalu lintas masih banyak ditemukan. Salah satu bentuk pelanggaran yang paling umum di Jakarta adalah penyeberangan jalan secara ilegal.


30

Sketsa karya seniman di Kota Tua. Meskipun gerakan seni di Jakarta masih kalah gaung daripada Bandung, seniman-seniman jalanan dapat ditemukan di beberapa tempat tertentu seperti Pasar Seni Ancol dan Taman Ismail Marzuki.

Matiinu Iman Ramadhan lahir dan besar di Jakarta. Di sela-sela kesibukannya sebagai pegawai swasta, ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai fotografer. Karya-karyanya bisa disimak di matiinu.tumblr.com.


POLITIK &


& HUKUM


33

1984 dan Teror Digital Ditulis oleh Arman Dhani, fotografi oleh Namelas Frade


34

Namelas Frade simplicity#34 (watching) https://www.flickr.com/photos/zingh/4268924347/ Creative Commons Attribution Non-Commercial 2.0 Generic https://creativecommons.org/licenses/by-nc/2.0/ Foto ini tidak diedit

Bagaimana semestinya sebuah undangundang melindungi warganya? Fadli Rahim, seorang pegawai negeri sipil asal kabupaten Gowa Sulawesi Selatan terjerat pidana karena ucapannya di grup LINE dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tuduhan Fadli bahwa bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo tidak inovatif dan memungut biaya dari investor diteruskan seseorang kepada sang bupati dan membuat Fadli terseret ke pengadilan. Oleh jaksa penuntut umum, Fadli dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE dan dituntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Ganjaran yang

diatur dalam pasal ini tidak main-main – pelanggar dapat dikenakan sanksi penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp. 1 milyar. Februari lalu, Pengadilan Negeri Sungguminasa akhirnya memvonis Fadli dengan hukuman delapan bulan penjara karena dianggap terbukti mencemarkan nama baik sang bupati. Bagaimana sebenarnya undang-undang diperlakukan? Apakah ia melindungi atau menindas konstituennya? Selama beberapa tahun terakhir, UU ITE tercatat telah menjerat sebanyak 74 orang.


35

Dalam artikel Safevoicenet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), sebuah organisasi nirlaba yang fokus mengamati kebebasan berekspresi di internet, UU ITE memang seakan menjadi momok bagi pengguna internet sejak diberlakukan pada tahun08. Hal ini karena kebanyakan mereka yang terjerat undang-undang ini adalah mereka yang mengkritisi kebijakan, sikap, atau aturan pemerintah. UU ITE lebih menjadi alat pembungkam kritik daripada pelindung masyarakat. Kasus Rudy Lombok adalah satu contoh paling baru di mana seseorang diperkarakan terkait kritik terhadap kinerja pejabat. Rudy, yang bernama asli Furqan Ermansyah, dikenakan tuntutan pencemaran nama baik oleh Taufan Rahmadi, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Nusa Tenggara Barat. Rudy mempermasalahkan beberapa hal mengenai kinerja BPPD NTB, termasuk studi banding BPPD di Uni Emirat Arab yang turut mengemas video jalan-jalan pengurus BPPD dan penyalahgunaan situs BPPD oleh oknum internal yang mencari keuntungan komersil melalui pemasangan iklan penjualan paket wisata. Pembungkaman kritik dan ekspresi di internet pun tidak hanya dilakukan badan pemerintah, tapi juga pihak-pihak swasta dan bahkan pribadi.

Salah satu kasus yang paling dikenal publik terkait pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah Prita Mulyasari dan Rumah Sakit Omni Internasional. Prita digugat karena curhatannya terkait pelayanan rumah sakit tersebut dianggap mencemarkan nama baik pihak RS. Masyarakat lantas merespon kasus ini dan melakukan perlawanan dengan gerakan Koin Untuk Prita. Meskipun didasari niat baik, gerakan temporer semacam ini seringkali berhenti pada tataran peduli, namun belum sampai pada usaha untuk melakukan peninjauan kembali atas undang-undang yang bermasalah ini. Damar Juniarto, seorang penulis dan pegiat literasi, pernah diancam akan dilaporkan ke polisi karena menulis kritik untuk Andrea Hirata. Dalam tulisannya, Damar mempersoalkan pernyataan Andrea Hirata yang berkata bahwa tidak ada sastrawan Indonesia yang berpengaruh di dunia dalam seratus tahun terakhir. Damar kemudian dianggap mencemarkan nama baik Andrea Hirata, namun ancaman ini tidak berkembang ke ranah hukum karena usaha damai dari Yusril Ihza Mahendra yang menjadi penengah. UU ITE memang kerap melahirkan kasuskasus unik nan tragis. Misalnya Wisni Yetti, seorang ibu rumah tangga yang tersandung kasus UU ITE atas laporan mantan suaminya sendiri. Ia diduga berselingkuh serta mendistribusikan dan mentransmisikan


36

pernyataan yang dinilai bersifat asusila melalui chat Facebook. Menariknya, bukti yang disertakan mantan suaminya adalah cetak (print out) percakapan Ibu Wisni dengan teman Facebook-nya. Jika memang mematuhi UU ITE, seharusnya yang bisa mengakses akun Facebook tersebut adalah Ibu Wisni sendiri. Lantas apakah UU ITE harus seluruhnya dicabut untuk memberi ruang kebebasan berekspresi? Tentu tidak – UU ITE dapat digunakan untuk banyak hal, seperti menertibkan berbagai situs yang menyerukan kebencian, usaha makar, pelacuran, perdagangan manusia dan transaksi narkotik. Jika memang negara ingin agar undang-undang ini dapat melindungi warganya, maka ia harus berkembang dan bisa beradaptasi dengan kondisi masyarakat. Maka sebenarnya perlu ada kesadaran tentang skala prioritas dalam penananganan kasus yang berkaitan dengan UU ITE. Jangan sampai kasus pemblokiran breast feeding terjadi lagi, karena kata kunci seperti breast dianggap memuat pornografi, dan juga kasus Vimeo yang diblokir karena dianggap memiliki muatan film porno. Penguasaan atas konten, asas kebermanfaatan dan juga fungsi semestinya menjadi pertimbangan sebuah situs diblokir atau tidak. Sensor selamanya akan menghambat kemajuan. George Orwell menggambarkan

dengan sempurna negara dengan sensor dalam buku 1984. Ia menunjukkan sebuah negara yang dikontrol oleh satu entitas besar tunggal, dimana pemikiran kritis dan sikap independen adalah kejahatan terbesar. Bung Besar lantas menciptakan Ministry of Truth, sebuah departemen pemerintahan yang bertugas membuat propaganda dan revisi sejarah agar masyarakat dapat dikendalikan. Masyarakat dihomogenisasi di bawah kendali totaliter dan despotik. 1984 bukanlah ketakutan yang berlebihan. Jika melihat bagaimana Korea Utara hari ini berdiri, ia sebenarnya adalah perwujudan dari masyarakat yang dikendalikan oleh sensor. Indonesia pada zaman orde baru mengalami ini – melalui Departemen Penerangan, pemerintah bisa menentukan mana berita yang harus muncul dan tidak. Sensor bukan berarti represi, ia bisa saja dalam bentuk rayuan, sogokan dan juga tawaran iklan. Jika UU ITE tidak segera direvisi, maka bukan tidak mungkin di masa depan Indonesia akan jatuh dalam negara yang mengadopsi sensor seperti 1984. Masyarakat akan merasa takut dalam mengemukakan kritik terhadap kebijakan publik karena ancaman UU ITE. Kebebasan berpendapat adalah satu hal yang membuat manusia menjadi manusia – jika ini direnggut melalui ancaman penjara, maka apa gunanya kita berpikir?

Arman Dhani, Lahir di Bondowoso. Lulusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Jember. Pernah meraih beasiswa menulis dari Yayasan Pantau. Salah satu juara Ahmad Wahib Award untuk isu-isu pluralisme. Saat ini menjadi Redaktur di Geo-Times.


37

Konferensi Asia Afrika, Posisi Indonesia, dan Keefektifan New AsianAfrican Strategic Partnership Ditulis oleh Alicia Deswandy


38

Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955 di Bandung menciptakan dampak yang signifikan dalam dunia politik, terutama posisi Indonesia. Pasalnya, pendiri konferensi tersebut adalah negara-negara yang baru memperoleh kemerdekaannya saat itu dan dinilai sebagai negara ‘kurang maju’ atau negara ‘kalangan bawah’ karena semua negara peserta KAA adalah negara-negara non-Barat. Pertemuan yang diwakilkan oleh 29 negara ini bertujuan untuk mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan sekaligus menantang kolonialisme dan berbagai macam Western imperialism yang sekarang ini sifatnya lebih terselubung. Oleh karena itu, KAA bermaksud untuk menunjukan negara-negara Barat kemampuan para negara Asia-Afrika dalam memimpin negara masing-masing tanpa bantuan dan campur tangan Barat. ‘Kemampuan’ ini dapat dinilai dari bidang-bidang yang tergolong penting, yakni ekonomi dan politik, terutama yang menyangkut Negara-negara Asia dan Afrika. Kemampuan ini dicerminkan dengan lahirnya New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) pada pertemuan kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika pada tahun 2005 silam. NAASP bertujuan untuk memperbarui proses berjalannya KTT yang sudah berlangsung selama 50 tahun pada saat itu dengan

tiga isu inti, yaitu solidaritas politik antar bangsa Asia dan Afrika, kerjasama ekonomi, dan hubungan sosial dan budaya. Akan tetapi, ada dua masalah yang menghalangi efektifnya berjalan NAASP yang nantinya akan berdampak dalam adanya KTT di masa yang akan datang. Masalah pertama merupakan program kerja NAASP yang tidak praktis karena tidak adanya pertemuan rutin antar utusan Negara. NAASP bertujuan untuk mengeratkan solidaritas Asia-Afrika, tapi hal ini tidak akan mungkin tercapai dengan tidak adanya diskusi yang dapat dilakukan lewat pertemuan. Pertemuan antar kepala negara setiap empat tahun diusulkan pada NAASP 2005 (yang juga merupakan 50 tahunnya KTT), akan tetapi ‘janji’ ini belum dilaksanakan sampai sekarang. Tanpa program kerja yang jelas dan solid, NAASP akan menjadi impian bagi wargawarga Asia dan Afrika yang masing-masing ingin melihat bangsa mereka maju. Hal ini identik dengan adanya Non-Aligned Movement (NAM) yang pertama kali diinstigasi pada KAA tahun 1955, ide yang terdengar lebih menyenangkan dalam teori tapi sulit diterapkan. Selain itu, jika pertemuan NAASP benar dilaksanakan, pertemuan dianjurkan untuk dilaksanakan di berbagai negara Afrika, dan tidak hanya Asia, untuk memperkuat makna dibalik kesolidaritasan antar bangsa Asia dan Afrika. Padahal, kenyataannya jauh lebih kelam, di mana


39

mayoritas pertemuan KTT lebih banyak bertempat di negara-negara Asia daripada Afrika. Masalah kedua adalah para pemimpin negara Asia-Afrika mengabaikan misi NAASP dalam mengeratkan hubungan antar bangsa. Sebaliknya, negara-negara Asia yang powerful yang melihat adanya peluang ekonomi besar di Afrika memanfaatkan NAASP untuk mewujudkan national interest masing-masing. Hal ini identik dengan sifat ‘menjajah’, walaupun hal ini terjadi dalam masa yang modern, akan tetapi mengkontradiksi tujuan utama KAA 60 tahun silam yaitu menentang kolonialisme. Ke depannya, NAASP wajib menyediakan manfaat setimpal bagi semua negara partisipan – tidak hanya negaranegara yang ‘kuat’ atau bisa. Lalu, apa yang bisa Indonesia lakukan untuk memperkuat hubungan negaranegara Asia-Afrika? Sebagai salah satu negara yang mempunyai peran penting dalam KTT, Indonesia bisa berkontribusi dengan mengusulkan framework yang dapat diwujudkan dan mempunyai short-term goals dan long-term goals dari bagian visi dan misi KAA. Selain isu-isu politik dan ekonomi yang biasanya menjadi bagian penting dari konferensi-konferensi seperti KAA, pemahaman budaya baik negara Asia dan Afrika penting untuk kerjasama yang baik ke depan. Indonesia juga dapat mengusulkan ‘topik’ baru, yaitu cultural engagement, sebagai

bagian dari KAA. Pengertian budaya satu sama lain akan bermanfaat dalam jangka panjang, dan dampaknya akan mempengaruhi hubungan negara-negara Asia dan Afrika secara keseluruhan.


40

Logan Ingallis New prescription https://www.flickr.com/photos/plutor/1808872014/ Creative Commons Attribution 2.0 Generic https://creativecommons.org/licenses/by/2.0/ Foto ini tidak diedit


41

Senyap dan Masa Depan Sejarah Ditulis oleh Joanita Olivia Wibowo, fotografi oleh Logan Ingallis


42

Judul

: The Look of Silence (2014)

Durasi

: 102 menit

Klasifikasi : PG-13 Produser

: Final Cut for Real (Denmark)

Ko-produser : Anonymous (Indonesia), PIraya Film (Norway), Making Movies (Finland), Spring Films (UK) **** Memasuki teater, hampir seluruh kursi terisi – tiket untuk sesi pemutaran film The Look of Silence atau Senyap ini sudah terjual habis. Saya memperkirakan akan melihat sejumlah wajah Indonesia di antara para penonton. Ternyata saya salah – malah, hampir semua orang dalam studio ini berkulit putih. Mungkin karena saya terlambat – menonton di Sydney pada bulan Juni 2015, sementara Senyap sudah diputar dalam sejumlah kesempatan di Indonesia sejak 2014. Disutradarai Joshua Oppenheimer, Senyap melengkapi The Act of Killing atau Jagal dalam eksplorasi sinematis pembantaian orang-orang yang terduga simpatisan Partai Komunis Indonesia pasca Gerakan 30 September 1965. Apabila Jagal menyajikan perspektif para algojo, Senyap menjadi ode untuk sisi lainnya; para korban, keluarga dan komunitas yang terkena imbas pembantaian tersebut.

Premis Senyap meliputi perjalanan Adi Rukun, pria asal Deli Serdang, dalam usahanya untuk mencari jawaban dan berdamai dengan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan kakaknya, Ramli. Dalam isu ini, adalah sangat mudah untuk jatuh dalam narasi biner baik-jahat, bagus-buruk, dan benar-salah. Namun, Oppenheimer sukses dalam menguak zona abu-abu dalam sejarah maupun moralitas pada kejadian ini dan menunjukkan banalitas kejahatan seperti yang Hannah Arendt jelaskan. Seperti halnya dalam Jagal, di film ini pun para pelaku pembantaian menjelaskan dengan bangga dan rinci bagaimana mereka menyiksa dan membunuh sejumlah besar korbannya. Mungkin beberapa pihak menilai penggambaran ini sebagai shock value dan glorifikasi sadisme semata, namun aksiaksi inilah yang mendasari keyakinan para pelaku bahwa apa yang mereka lakukan ‘benar’; bahwa mereka telah berperan dan berjasa sebagai pembela negara. Dalam Senyap, para pelaku pembunuhan tersebut pun mengaku sadar akan ketidakjelasan status moral perbuatan mereka. Dalam berbagai kesempatan, Oppenheimer menyatakan bahwa tujuan dari ekspose para pembunuh ini adalah untuk menunjukkan bagaimana mereka berbohong terhadap diri sendiri, dan juga terhadap orangorang di sekitar, untuk dapat hidup dengan


43

tenang. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan dualitas; bahwa semua hal dapat diklasifikasi sebagai hitam atau putih. Dengan ini, Senyap menunjukkan gejala Indonesia dalam penulisan fakta dan sejarah, serta pengemukaan pikiran dan pendapat. Diskursus umum kerap kali mereduksi isuisu kompleks menjadi oposisi biner; diskusi dan debat publik didepolitisasi menjadi “A versus B”, dan prinsip “siapa tidak bersama aku, ia melawan aku” dimajukan untuk mencerminkan ketegasan dan mendapatkan simpati masyarakat. Polarisasi sedemikian rupa dilakukan; ini tidak hanya divisif dan mengundang reaksi ekstrem, tapi juga tidak membantu dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang ada di tangan. Begitu inginnya kita mengetahui mana yang benar dan salah, sampai kita membekukan nilai-nilai menjadi pedoman yang normatif, kaku dan bahkan kadang jauh dari realita. **** Seperti kata Adi Zulkadry, salah satu algojo dalam Jagal, sejarah dituliskan oleh pemenang – dan Adi beserta keluarganya adalah salah satu dari banyak pihak yang ‘kalah’. Adi dan keluarganya adalah penerima narasi ‘pemenang’ tanpa kesempatan yang memadai untuk menyanggah atau mengajukan pengalamannya sendiri. Saat menonton film ini, dengan setengah tidak sadar saya mendukung Adi. Saat Adi menghadapi para pelaku – mulai dari

paman, tetangga sampai wakil rakyat – yang mengaku tidak bertanggungjawab atau bersalah atas pembunuhan kakaknya, rasa geram dan tidak berdaya turut muncul. Tapi seperti kata Oppenheimer dalam catatannya untuk Senyap, apakah saya hanya mengidentifikasi diri dengan Adi, sebagai tokoh protagonis, hanya untuk meyakinkan diri bahwa saya berbeda secara moral dan perbuatan dengan para pelaku pembantaian tersebut? Apakah ini penghormatan yang layak? Apakah dalam situasi tersebut, saya akan melakukan hal yang berbeda? Atau, mengikuti argumen Martin Suryajaya, apakah sebenarnya diskusi moralitas relevan dalam konteks pasca tahun 1965, dimana hukum dan kesusilaan tersela oleh celah politik di antara Orde Lama dan Orde Baru? **** Bersama Oppenheimer, Adi berusaha mengakhiri kesenyapan para korban selama hampir 50 tahun. Ia tidak ingin membalas dendam, tapi hanya mengharapkan pengakuan dan permintaan maaf dari para pelaku. Namun yang hampir selalu didapatkan adalah penyangkalan, kemarahan, dan bahkan sikap acuh tak acuh. Ini bukan berarti usaha Adi sia-sia. Pembicaraan mengenai alasan ideologis yang mendasari pembantaian massal pasca 1965, pengaruh sosial yang berkepanjangan di tengah masyarakat, kontruksi sejarah dan penyampaiannya, dan persoalan lainnya


44

kembali mencuat ke permukaan. Retorika yang dianggap sebagai pengetahuan (atau rahasia) umum kembali dipertanyakan. Banyak pula yang memuji keberanian Adi untuk berpartisipasi dalam film ini. Adalah akurat untuk mendeskripsikannya sebagai “keberanian”, tapi juga disayangkan bahwa untuk menyajikan pengalamannya, Adi harus terlebih dahulu menjadi “berani”; bahwa sumber ketakutan masih berlimpah dan tersebar luas. Mantan Sekretaris Umum Komite Aksi yang menangani pembantaian di Deli Serdang, M. Y. Basrun menyatakan dalam Senyap bahwa dengan mengkaji dan mencari-cari kesalahan di masa lampau, peristiwa sejarah akan berulang; “[Pasti] akan kejadian seperti dulu”. Tetapi hanya dengan mengingat dan mengkaji sejarah, kita bisa mencegahnya terulang kembali di masa depan. Dengan menilik bagaimana sudut pandang serta konteks politik dan sosial dapat mempengaruhi pengertian kita terhadap kejadian di masa lalu dan sekarang, barulah bisa disadari bahwa kebenaran memiliki lebih dari satu versi dan dapat dilihat lebih dari satu sisi, bahwa narasi sejarah bisa dan seringkali harus dibantah, bahwa yang ‘benar’ saat ini bisa jadi ‘salah’ esok hari. Pernyataan beberapa anggota keluarga pelaku – “yang sudah, [biarlah] sudah” – mungkin sudah menjadi anggapan umum untuk melanjutkan kehidupan seperti biasa,

dan mencegah penggerumitan terhadap status quo. Tetapi dengan menutup-nutupi kenyataan dan menganggap kekerasan sistematis terhadap para korban selama hampir lima dekade sebagai tiada, status mereka sebagai warga kelas dua di bawah impunitas dan rasa takut akan semakin diperkuat. Dengan mempertahankan kesenyapan – pembungkaman – mungkin kita tidak akan pernah belajar. **** Beberapa kali saya mendengar berita bahwa sejumlah pemutaran Senyap di Indonesia dibatalkan setelah berbagai protes dan ancaman penyerangan bermunculan, tetapi banyak juga pemutaran yang berjalan lancar. Per 1 Juni 2015, lebih dari 3.500 pemutaran film telah digelar. Tim produksi Senyap juga memperkirakan lebih dari 300.000 penduduk Indonesia telah menghadiri pemutaran. Ketertarikan dan kontribusi dalam diskusi nasional mengenai isu ini telah meningkat. Meskipun begitu, tekanan terhadap aspirasi dan pengemukaan pendapat masih tinggal. Masih dibutuhkan lebih banyak lagi warga Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam diskusi ini untuk membuat perubahan dan menginstrospeksi diri untuk masa depan.


SENI BUDAYA


A & OLAHRAGA



PSSI: Prahara Sepak Bola Seluruh Indonesia Ditulis oleh Arya Prabandana


49

2015 adalah tahun yang buruk bagi dunia sepak bola Indonesia. Sejak terkena sanksi oleh FIFA pada tanggal 30 Mei 2015, praktis sepak bola di tanah air mati suri. Dalam surat keputusannya, FIFA memberikan empat syarat bagi Indonesia agar sanksi dicabut yaitu: 1. Komite Eksekutif Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) kembali mengatur sepak bola Indonesia secara independen tanpa adanya campur tangan dari pihak lain, termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atau agensinya. 2. Tanggung jawab pengelolaan tim nasional diberikan kepada PSSI. 3. Tanggung jawab seluruh kompetisi PSSI diberikan kepada otoritas PSSI dan bidangbidang di bawahnya. 4. Seluruh klub yang diberi lisensi PSSI sesuai dengan Peraturan Lisensi Klub PSSI harus bisa bertanding di kompetisi PSSI. Sanksi ini berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan, maka, selama kondisi internal sepak bola Indonesia masih seperti sekarang, Indonesia masih terus berada dibawah sanksi FIFA. Konflik terkini PSSI-Kemenpora ini dimulai ketika Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tidak meloloskan dua klub untuk berkompetisi dalam Liga Super Indonesia

(ISL) 2015. Dua klub, yang kebetulan berasal dari Jawa Timur, yaitu Arema Cronus dan Persebaya Surabaya, disebut BOPI tak mampu menunjukkan aspek legalitas yang membuat mereka bisa lolos dari verifikasi badan tersebut. Karena rekomendasi dari BOPI tidak diindahkan oleh PSSI, yang bersikeras menyelenggarakan ISL dengan 18 klub, akhirnya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk membekukan seluruh kegiatan PSSI. Menurut Menpora, pembekuan ini dilakukan karena PSSI mengabaikan tiga surat peringatan yang telah dikirimkan oleh Menpora pekan sebelumnya terkait rekomendasi BOPI. Dalam surat tersebut, Menpora menyatakan pengenaan sanksi administratif pada PSSI berupa tidak diakuinya kegiatan keolahragaan institusi tersebut. PSSI yang waktu itu sedang melakukan Kongres Luar Biasa, menolak keputusan Menpora, dan menyatakan tetap mengikuti hasil Kongres yang memilih La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua Umum PSSI 20152019, dan tetap menyelenggarakan ISL mulai 25 April 2015. Apa daya, seluruh izin pertandingan yang diajukan oleh klub peserta ISL ditolak oleh kepolisian. Kepolisian menerima instruksi dari pemerintah bahwa kegiatan PSSI, termasuk pertandingan liga, adalah kegiatan yang ilegal. Bahkan, pertandingan internasional


50

Piala AFC (Asian Football Confederation), antara Persipura melawan Pahang FC juga tidak mendapatkan ijin dari kepolisian Papua. Batalnya pertandingan ini menjadi salah satu poin di surat sanksi FIFA pada PSSI. Dampak sanksi FIFA Dampak dari sanksi FIFA ini sangat luas, mulai klub-klub peserta ISL yang dibubarkan, pemain yang kehilangan mata pencaharian, sampai didiskualifikasinya Indonesia secara otomatis dari kompetisi internasional, diantaranya Kualifikasi PraPiala Dunia 2018, Kualifikasi Pra-Piala Asia 2019, dan Piala AFF (Asean Football Federation) 2016. Dampak paling besar memang langsung dirasakan pemain sepak bola. Di Indonesia, terdapat sekitar 300 klub sepak bola yang aktif, yang apabila diasumsikan setiap klub memiliki 25 pemain, maka kurang lebih ada 7500 pemain yang kehilangan mata pencahariannya. Sebagian besar pemain memang hanya mengandalkan penghasilan dari sepak bola. Salah satunya Grateo Haditama, penjaga gawang muda dari PSS Sleman. Akibat bubarnya kompetisi, ia memilih untuk kembali fokus ke perkuliahan yang sedang dia jalani di sebuah universitas di Jogjakarta. Lain cerita dengan Boaz Salossa. Kapten tim Persipura ini memang memiliki pekerjaan lain sebagai pegawai negeri di Pemerintah Kota Jayapura, maka

dirinya tidak terlalu kuatir akan penghasilan untuk menghidupi keluarga. Kisah sedih datang dari Titus Bonai, penyerang tim nasional dan Sriwijaya FC yang sekarang menjadi pemain bayaran di Tangerang untuk kompetisi tarkam (antar kampung). Masa depan sepak bola Indonesia Bila melihat dari sisi awam, sebenarnya akar masalah dari PSSI lawan Kemenpora ini hanyalah masalah ego semata. PSSI merasa bahwa mereka tidak ada kewajiban untuk tunduk pada Kemenpora, karena secara statuta, PSSI berada langsung di bawah FIFA. PSSI seharusnya hanya tunduk pada pemerintah dalam hal peraturan perundangundangan dan hukum Indonesia. Secara finansial pun, PSSI tidak tergantung dari pemerintah, tidak menerima dukungan apapun dari APBN. Keuangan PSSI didukung oleh subsidi FIFA, sumbangan para sponsor, dan iuran dari klub peserta. Maka PSSI menganggap wajar kalau mereka tidak mengikuti perintah Menpora yang dipandang sebagai intervensi. PSSI merujuk kepada statuta dan juga aturan FIFA yang melarang intervensi pihak lain termasuk pemerintah. Di sisi lain, Kemenpora merasa PSSI sebagai organisasi yang berada di wilayah Indonesia mengikuti keputusan dan instruksi dari pemerintah, dalam hal ini Kemenpora. Dengan merujuk pada Undang-Undang


51

Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, dan PP No. 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Kemenpora menolak bahwa verifikasi yang dilakukan BOPI sebagai langkah intervensi terhadap statuta PSSI. Bagaimanapun juga, masalah ini nampaknya tidak sampai bekepanjangan bila saja di awal, PSSI mau menjawab rekomendasi BOPI dan menjelaskan posisinya pada Kemenpora. Di sisi lain, Kemenpora juga seharusnya bisa berpikir lebih jauh terhadap dampak tindakan yang dilakukan bagi nasib sepak bola nasional. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, sanksi FIFA sudah diturunkan, kita hanya bisa berharap semua prahara ini segera selesai, sehingga kita bisa melihat timnas kebanggaan kita kembali berlaga di panggung internasional.

prestasi tim nasional Indonesia. Langkahlangkah penyelesaian mulai pembinaan sepak bola dari usia dini, penyelenggaraan kompetisi yang profesional dan berintegritas, pembentukan forum suporter, dan peningkatan prestasi tim nasional sampai di level yang bisa dibanggakan. Semua itu bisa dicapai bila komunikasi tetap terjaga, dan menghindarkan kepentingan politis dan ego pribadi dari sepak bola nasional. PSSI, Kemenpora, berdamailah! Dengarkan jeritan suporter sepak bola Indonesia yang haus akan prestasi. Bravo sepak bola Indonesia!

Di masa depan, untuk mencegah terjadinya kejadian yang serupa, ada baiknya PSSI dan Kemenpora menjalin komunikasi dengan lebih baik, supaya seluruh pihak yang notabene adalah bagian dari Indonesia, memiliki arah tujuan yang sama terkait sepak bola. Kedua pihak pastinya menginginkan masa depan sepak bola Indonesia yang lebih baik. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan PSSI dan Kemenpora mengenai sepabola, diantaranya sepak bola gajah di Divisi Utama tahun lalu, klub-klub yang menunggak gaji pemain, keributan antar suporter dan keterpurukan

Arya Prabandana adalah penerima Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) dari Pemerintah Indonesia yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana di program studi Supply Chain Management University of Melbourne. Setelah menyandang gelar S1 Teknik Industri dari Universitas Gadjah Mada, pemuda 29 tahun asal Sleman, Yogyakarta, ini berprofesi sebagai manajer di perusahaan konsultan Accenture Indonesia. Pecinta sepak suporter setia PSS Sleman ini bisa dikontak melalui email di cyrillus.arya@gmail.com.



53

Antara Austra dan Harapan Sepak Bola d

Ditulis oleh Ayu Hema, foto

Beau Lebens Footy https://www.flickr.com/photos/borkazoid/13904755286/ Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.0 Generic https://creativecommons.org/licenses/by-nc/2.0/ Foto ini tidak diedit


alian Football Masa Depan di Indonesia

ografi oleh Beau Lebens

54


55

Australian Football merupakan salah satu olahraga yang paling digandrungi di Australia. Bahkan, masyarakat di Australia memiliki sebutan khusus untuk olahraga ini yaitu footy, berasal dari singkatan kata football. Olahraga ini dimainkan di berbagai kota di Australia seperti Melbourne, Sydney, Canberra, Brisbane, Gold Coast, Launceston, Adelaide, Perth, dan Darwin. Tidak hanya itu, olahraga ini juga dimainkan di Hobart, ibukota negara bagian Tasmania. Meskipun Hobart dan Darwin tidak memiliki tim footy sendiri, kedua kota ini tetap menyelenggarakan dan menjadi tuan rumah pertandingan footy. Seperti halnya pertandingan olahraga di negara lain, footy juga memiliki organisasi formal yang dijalankan oleh otorisasi setempat. Organisasi ini, yang bernama Australian Football League (AFL), bertugas menyelenggarakan dan mengatur liga footy di Australia. Jika dibayangkan, struktur liga footy di Australia hampir sama dengan liga sepak bola di Indonesia. Dimana setiap kota memiliki tim dengan nama dan logo yang berbeda-beda, juga basis pendukung dengan seragam yang khas. Pun di setiap kota, pasti memiliki lapangan footy yang digunakan pada setiap musim pertandingan. Oleh karena itu, mendengar kehebohan olahraga ini, saya langsung tertarik untuk ikut menonton semaraknya pertandingan footy sebagai salah satu event wajib di Australia.

Pengalaman menonton footy Betapa beruntungnya saya karena, di Melbourne, panitia pertandingan footy untuk tim North Melbourne atau Kangaroos mengadakan sesi latihan gratis bagi international students yang ingin mencoba bermain footy. Tentu saja informasi ini sangat menarik dan sudah lama didambakan para mahasiswa Indonesia yang belajar di Melbourne. Tiket yang seharusnya seharga 65 AUD untuk satu kali pertandingan di Etihad Stadium, Docklands, bisa didapatkan secara cuma-cuma dan masih pula ditambah dengan latihan bermain footy sebelum pertandingan. Syaratnya hanya satu dan bukan merupakan hal yang sulit, yakni turut menjadi pendukung bagi tim Kangaroos. Dalam sesi latihan tersebut kami diajarkan tentang dasar-dasar permainan footy. Meskipun secara harafiah football jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti sepak bola, tetapi permainan footy atau football di Australia sangat berbeda dengan sepak bola yang kita kenal di Indonesia. Pada dasarnya bola sama-sama dimainkan dengan cara disepak, tetapi bentuk bola, susunan pemain, dan bentuk gawangnya berbeda dengan sepak bola. Awalnya saya sangat antusias untuk ikut mencoba bermain, namun begitu tahu bahwa dalam permainan ini pemain dihalalkan untuk menjatuhkan lawannya dengan tangan, saya menjadi sedikit takut. Bayangkan saja seorang pembawa bola bisa dipeluk erat


56

hingga jatuh ataupun ditarik tangannya dengan kuat agar lawan bisa merebut bola. Sangat menarik memang mengikuti pertandingan footy disini. Dalam satu musim terdapat 23 kali pertandingan home dan away yang diikuti oleh 18 klub di seluruh Australia. Lalu, delapan klub terbaik akan melanjutkan permainannya untuk menjadi juara liga AFL dalam empat kali pertandingan final. Berangkat dari tiket gratis yang diperoleh, saya mendapat kesempatan untuk menonton pertandingan antara North Melbourne Kangaroos melawan Port Adelaide Power. Klub ini cukup terkenal karena pada AFL 2014 mereka berhasil lolos hingga ke babak perempat final sebelum akhirnya harus mengakui kekalahan di tangan Hawthorn Hawks. Jadi, dapat dipastikan pertandingan akan berlangsung seru karena Kangaroos dan Power sama-sama kuat. Benar saja, baru memasuki babak pertama, pertandingan sudah memanas dengan skor yang sangat ketat dan Kangaroos unggul 4 poin. Sebagai pendukung untuk Kangaroos tentunya saya sangat berapi-api untuk mendukung mereka sebagai pemenang. Saat itu saya berada di barisan depan dari deretan kursi pendukung Kangaroos dan dari tempat saya duduk dapat terlihat jelas tiang gawang kedua tim maupun keseluruhan area pertandingan. Sehingga, setiap gol yang tercipta maupun setiap kesalahan yang terjadi di lapangan dapat terlihat nyata. Namun ternyata

keunggulan Kangaroos tidak bertahan lama. Memasuki babak kedua Power langsung menunjukkan tajinya dengan mengejar ketertinggalan hanya 2 menit dari tanda dimulainya pertandingan. Mereka terus mempertahankan posisi dengan mencetak keunggulan 20 poin hingga memasuki babak ketiga. Pada babak terakhir, Kangaroos kembali intens melakukan serangan dengan mempersempit jarak poin. Pertandingan berlangsung sangat menegangkan karena kedua tim saling mengejar poin. Dalam menit-menit pertama Kangaroos masih unggul, tetapi menit berikutnya gentian Power memimpin pertandingan, lalu kembali lagi di menit berikutnya Kangaroos memegang kendali, dan begitu seterusnya. Hingga akhirnya kedua tim harus adu gol pada babak perpanjangan waktu. Power berhasil meloloskan 5 gol individu dan Kangaroos harus mengaku kalah dengan hanya memasukkan 3 gol individu. Kemenangan dinyatakan dengan selisih 8 poin untuk Port Adelaide Power. Branding sepak bola di Indonesia Begitu meriahnya pertandingan footy disini mengingatkan saya akan pertandingan sepakbola di tanah air. Alangkah baiknya jika di Indonesia dukungan terhadap sepakbola dapat diwujudkan nyata seperti yang saya rasakan di Melbourne. Tidak hanya terbatas pada organisasi dan liga pertandingan sepak bola saja yang diperhatikan, tetapi juga


57

fasilitas di seluruh stadion sepakbola dan kesejahteraan para pemain. Sepak bola sama halnya seperti sebuah produk, yang proses produksinya perlu dikontrol agar terjamin mutu dan kualitasnya di seluruh titik rantai nilai. Jika kualitas aset dan kontrol internal sudah terjaga dengan baik, perlu juga adanya branding dan rencana pemasaran yang tepat untuk dapat mendukung suksesnya produk tersebut. Indonesia mungkin dapat mencontoh Australia dalam hal ini. Organisasi AFL selalu mengadakan audit mutu internal dan mempublikasikan hasilnya ke public, begitupun dengan hasil laporan keuangan organisasi. Bahkan setiap klub footy di Australia juga memiliki laporan keuangan tahunan yang dapat diakses dengan mudah oleh para stakeholders. Keseriusan Australia dalam menggarap AFL sebagai sebuah produk dapat terlihat pula dari cara komunikasi pemasaran yang digunakan. AFL memiliki situs utama yang berisi tentang seluruh jadwal pertandingan dan segala informasi yang ingin diketahui tentang Australian Football. Bukan itu saja, fakta bahwa saya mendapat tiket dan juga latihan footy gratis, dapat diartikan bahwa saya sebagai international student adalah target pemasaran dari AFL. Hal ini menunjukkan bahwa AFL memiliki perencanaan pemasaran yang matang, hingga ke detil segmen dan target pasarnya. Saya berharap, di masa yang akan datang, dunia sepakbola Indonesia dapat maju dan dapat membuat setiap orang merasa wajib harus menonton

pertandingan sepakbola di Indonesia. Kesempatan itu ada, karena banyak teman saya dari mancanegara yang melakukan pertukaran pelajar di Indonesia dan tertarik untuk menonton pertandingan sepak bola lokal. Tetap optimis untuk kemajuan sepak bola Indonesia. Salam olahraga!

Ayu Hema Ajeng Diwasasri, yang akrab disapa Hema, adalah mahasiswi tahun terakhir program Double Degree Master of Management, University of Melbourne dan Master of Business Administration, Universitas Gadjah Mada. Penerima Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) dari Pemerintah Indonesia ini sangat tertarik dengan bidang pemasaran. Ia juga pernah bergabung dalam program Melbourne Business Practicum untuk perusahaan non-profit, Inclusion Melbourne, di Melbourne, Australia. Hema dapat di kontak melalui email: ayuhema@ymail.com.


58

Interaksi Desain dan Pemenuhan Kebutuhan Manusia di Era Modern

Ditulis oleh Sri Riswanti HS, Titik Endahyani dan Silvia Meliana, fotografi oleh Sri Riswanti HS


59

menggali dan memanfaatkan simbol religius sebagai inspirasi pengembangan kreativitas dalam mengolah interior ruang yang bernuansa islami.

Skylight pada ruang void mal di Jakarta (dok.Riswanti)

Inspirasi Simbol Religius Dalam Aktivitas Area Komersil di Mal Kekayaan budaya Indonesia merupakan hasil akulturasi dan interaksi dengan budaya-budaya lain yang saling membaur dan menghasilkan hibrida ekspresi seni yang sarat dengan simbol-simbol kultural yang beragam khususnya di bidang seni rupa. Dalam hal ini, industri budaya turut mendorong kegiatan masyarakat di kota besar seperti Jakarta yang dikemas dalam bentuk yang ekonomis, seperti dengan rutin digelarnya acara perayaan hari besar keagamaan. Hal ini dicerminkan pada peringatan hari raya Idul Fitri di berbagai mal Jakarta. Agar perayaan lebih semarak, pihak pengelola mal telah dengan jeli

Seiring dengan perkembangan jaman, mal, yang merupakan salah satu wujud representasi urban, semakin dituntut untuk mampu berfungsi sebagai penanda wilayah perkotaan yang diharapkan mampu membaurkan pengunjung dari berbagai suku, budaya, agama, usia, ras dan gender sebagai melting pot. Pengelola mal saat ini telah mempunyai strategi jitu untuk menarik perhatian pengunjung untuk berbelanja dan menikmati segala fasilitas yang tersedia di dalamnya. Salah satu upayanya adalah menggali konsep simbol religius melalui penyertaan unsur emosi dengan sasaran utama faktor ‘emotional brain’ yang merupakan kekuatan pikiran agar seorang pengunjung segera memutuskan untuk berbelanja.

Motif tanaman sebagai hiasan escalator di Mal di Jakarta (dok.Riswanti)


60

Penerapan dekorasi pada pilar void di mal di Jakarta (dok.Riswanti)

Tampilan simbol sarana ibadah masjid dengan tiang Minaret di Mal di Jakarta (dok.Riswanti


61


62


63

Aktivitas Desain Membuka Peluang Terjalinnya Hubungan Kerjasama dengan Luar Negeri Peran seni dan desain saat ini sudah semakin meluas, tidak hanya keterkaitannya secara langsung pada fungsional dan estetika semata, namun juga terkait permasalahan lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik. Tak jarang aktivitas seni dan desain dapat mencairkan hubungan politik antar dua negara, seperti Australia dan Indonesia yang beberapa lalu sempat mengalami ketegangan. Hadirnya Duta Besar Australia ke salah satu sekolah desain di universitas swasta ternama di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2015 lalu menampakkan betapa spontanitas reguler mampu mencairkan dan menjembatani terjalinnya dialog langsung antara para mahasiswa dan akademisi Indonesia dengan pemerintah Australia sehingga memberikan peluang hubungan kerjasama di bidang seni dan desain antara Australia dan Indonesia.

Kunjungan Dubes Australia ke School of Design Binus University - Jakarta


64


65

Desain dan Teknologi Terkini Saat memaparkan produk baru ke konsumen, toko tempat produk tersebut dijual memerlukan interior desain khusus yang memiliki fungsi marketing. Hal ini penting agar produk bukan hanya menarik konsumen, tapi juga untuk memberi informasi pada pengunjung akan teknologi produk tersebut. Dengan konsep tatanan ruang yang efektif, maka pesan dari produsen dapat tersampaikan dengan jelas kepada para pengunjung. Teknologi kendaraan roda dua yang tidak menggunakan bensin semakin berpeluang dipasarkan di Indonesia, mengingat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan antara lain dengan mengurangi polusi udara. Teknologi kendaraan tersebut menggunakan listrik dan baterai dengan daya tahan yang cukup lama setelah pengecasan. Kendaraan roda dua yang baru pertama kali diperkenalkan di Indonesia ini terpampang di suatu showroom dengan memanfaatkan teknologi multimedia sebagai penunjang informasi produk dan terintegrasi dengan konsep interior yang efektif bagi terjalinnya komunikasi interaktif antara pengunjung, produk baru, dan penjual. Peran desain dalam memperkenalkan produk menjadi penting karena konsep desain yang efektif dapat membantu mempercepat pemahaman produk baru bagi masyarakat luas.

Pada setiap display, terdapat informasi digital yang menggunakan tablet. Beberapa display dilengkapi dengan stop kontak untuk presentasi cara melakukan charging pada kendaraan tersebut. (Foto: PointLineSpace Team)


66

Pada bagian belakang, meja counter terdapat sebuah kaca yang dilapisi dengan teknologi switch film yang dapat digunakan senagai display multimedia yang berfungsi ganda, yaitu selain sebagai display multimedia, juga sebagai partisi penutup area di belakangnya. (Foto: PointLineSpace Team).

Sri Riswanti HS berlatar belakang pendidikan Desain Interior dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, dan prodi Seni Urban dan Industri Budaya dari program Magister Seni di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Saat ini Riswanti berprofesi sebagai pendidik di Fakultas Seni Rupa IKJ dan prodi Arsitektur Interior, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.


BISNIS & E


EKONOMI


Indonesia dan Hutang Luar Negeri Ditulis oleh Adrian Surya Mohammad Hatta, fotografi oleh Talia Felix

Talia Felix Piles of Money Public Domain Pictures http://www.publicdomainpictures.net/view-image.php?image=18362&picture=piles-of-money


70

Hutang luar negeri sudah merupakan sebuah obyek politik yang sering dijadikan bahan propaganda politik di belahan dunia mana pun. Seberapa besar tingkat hutang pemerintah sering menjadi sebuah senjata yang cukup manjur untuk dapat mencederai legitimasi pemerintah yang sedang berkuasa. Contoh saja di masa pemilu Australia tahun 2013 silam, partai Liberal menjadikan hutang luar negeri Australia sebuah bahan utama untuk mengambil alih posisi dominan dari partai Labor. Sama halnya dengan di Indonesia, hutang luar negeri Indonesia sering menjadi bahan sorotan. Terus meningkatnya hutang luar negeri Indonesia secara nominal menjadi sebuah bahan kritik yang cukup efektif bagi kubu oposisi. Hutang luar negeri yang terus meningkat setiap tahunnya digambarkan sebagai sebuah masalah besar. Seolah hal tersebut adalah sebuah kegagalan dalam penyelenggaraan kebijakan-kebijakan makro ekonomi. Namun perlu kita ingat pula, bahwa propaganda politik tidak selalu benar. Dibalik resiko yang dibawanya, hutang luar negeri juga menawarkan beberapa manfaat, misalnya memperbesar laju pertumbuhan ekonomi, sebagai modal untuk memperluas lapangan pekerjaan, dan meningkatkan sumber daya nasional. Hutang luar negeri bukanlah merupakan suatu masalah. Hutang luar negeri adalah sebuah medium atau financing alternative.

Potensi penyalahgunaannyalah yang banyak dibahas sebagai akar permasalahan ekonomi. Sebenarnya, pertanyaan utama yang seharusnya menjadi perhatian adalah seperti apakah proporsi hutang luar negeri yang sehat itu? Seberapa besarkah sebenarnya terlalu besar? Dan bagaimanakah penggunaan hutang luar negeri yang baik itu? Terlalu besarnya tingkat hutang luar negeri suatu negara juga dapat membebani kemampuan fiskal dan moneter pemerintahannya dalam bermanuver secara ekonomi. Beban bunga dan angsuran periodik yang harus disisihkan setiap tahunnya dari APBN. Menurut data dari Bank Indonesia, pembayaran pokok pinjaman pada tahun 2014 mencapai lebih dari enam milyar USD. Sedangkan biaya bunganya sendiri berada di kisaran tiga milyar USD untuk periode tahun 2014. Secara nominal, angka ini tampak sangat besar. Namun, besar atau tidaknya itu relatif terhadap banyak hal. Beberapa bahan pembanding yang sering dijadikan benchmark merupakan Produk Domestik Bruto, Trade Balance, pendapatan pajak pemerintah, dan cadangan devisa. Sebagai contoh proporsi total hutang negeri terhadap PDB di Indonesia, total hutang luar negeri Indonesia, baik dari sektor privat maupun pemerintah termasuk Bank Indonesia, per Desember 2014 berkisar di angka 293 milyar USD. Sedangkan PDB


71

Indonesia untuk periode yang sama ada di kisaran 920 milyar USD. Dari kedua hal tersebut, proporsi hutang luar negeri terhadap PDB untuk tahun 2014 adalah 31.8 persen. Angka ini apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, semisal Malaysia: 63,7 persen, Singapura: 93,8 persen, Thailand: 26 persen. Apabila dibandingkan dengan BRIC, Brazil: 15 persen, Russia: 23 persen, India: 22 persen, China: 37,5 persen. Dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya Indonesia masih berada dalam batasan normal. Selain itu, angka ini cukup jauh berbeda dibandingkan dengan negara-negara yang saat ini sedang menghadapi resiko gagal bayar default, sebut saja Yunani:174 persen, Irlandia: 103 persen, Italia: 124 persen. Jadi sesungguhnya, proporsi hutang luar negeri Indonesia masih bisa dapat dikatakan aman dan wajar. Selain dari rasio-rasio diatas, dari segi credit rating, Indonesia berada di level yang cukup aman. Standard & Poor menilai credit rating Indonesia sebagai BB+. Moody’s memberikan rating Baa3. Sedangkan Fitch menilai credit rating Indonesia di level BBB. Ketiga rating tersebut menggambarkan bahwa kemampuan Indonesia untuk membayar hutang-hutang luar negerinya cukup baik dan stabil. Nilai yang hampir sama diberikan pula kepada India yang dapat kita gunakan sebagi tolak ukur.

Hutang luar negeri ini memiliki efek positif maupun efek negatif terhadap negara peminjam. Beberapa research paper menyatakan bahwa besarnya hutang luar negeri dapat mempengaruhi tingkat demokrasi di suatu negara, terutama apabila pinjaman-pinjaman yang diberikan memiliki kondisi yang harus dipenuhi, contoh saja pinjaman dari lembaga-lembaga Supranational. Semakin besarnya pinjaman luar negeri yang memiliki kondisi, semakin rendah tingkat demokrasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan pengaruh pihak - pihak dari luar yang memiliki kemampuan untuk mengubah arah haluan kebijakan - kebijakan pemerintah. Ada pula jurnal-jurnal yang menyatakan bahwa hutang luar negeri meningkatkan resiko moneter dari suatu negara. Contoh yang pernah kita alami di Indonesia pada tahun 1995-1999 dimana melemahnya nilai tukar rupiah secara tidak terkontrol membuat sektor privat maupun publik kelabakan dalam memenuhi tanggung jawab finansialnya. Untuk menghindari dan memitigasi efek negatif dari hutang luar negeri, diperlukan sebuah manajemen dan koordinasi yang baik antara badan kebijakan fiskal maupun moneter di Indonesia. Yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia bukanlah sebuah negara tanpa hutang luar negeri. Tetapi, sebuah negara yang mampu menggunakan hutang


72

luar negeri dengan baik sebagai salah satu instrumen dalam menjalankan roda perekonomian nasional yang dipergunakan dan ditujukan untuk memaksimalkan kemakmuran rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir orang ataupun kelompok. Krisis keuangan sedang banyak menghantui beberapa negara besar di dunia, seperti yang saat ini menghantui Eurozone, utamanya Irlandia, Yunani, dan Italia. Ada juga pertumbuhan sang raksasa ekonomi Cina yang sudah mulai mengalami perlambatan dan beresiko bubble burst, ditambah lagi embargo perdagangan antar negara yang ikut berkontribusi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global. Maka dari itu, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang dipandang positif di mata internasional dari segi pertumbuhan ekonomi haruslah pula memiliki ketahanan ekonomi yang akan mampu menghadapi tantangan yang lebih besar kedepannya.


73

Mark Robinson Floods on the Levels - 3 https://www.flickr.com/photos/66176388@N00/821059714/ Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.0 Generic https://creativecommons.org/licenses/by-nc/2.0/ Foto ini tidak diedit


74

Dampak Banjir Pada Bisnis dan Pilihan Program Pengendalian yang Optimal Ditulis oleh Pini Wijayanti, fotografi oleh Mark Robinson


75

Sudah menjadi fakta bahwa banjir merupakan bencana alam yang menimbulkan banyak kerugian di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Banjir menjadi bencana rutin di musim hujan di beberapa wilayah Indonesia termasuk di ibu kota negara, Jakarta, dan kota besar lainnya seperti Semarang. Bahkan di tahun 2014, bencana banjir terjadi di Manado dan wilayah Pantura, Jawa Tengah. Berbeda dengan gempa dan gunung meletus yang merupakan bencana akibat faktor alam, banjir adalah bencana yang terjadi akibat kombinasi antara faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam meliputi curah hujan yang tinggi dan meningkatnya permukaan air laut. Sedangkan faktor manusia diantaranya adalah pengelolaan yang belum baik terhadap tata guna lahan dan sistem drainasi, pemanfaatan air tanah yang berlebihan sehingga mengakibatkan penuruan permukaan tanah, dan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, seperti membuang sampah ke sungai. Selain itu, sampai saat ini banjir masih menjadi salah satu permasalahan besar di Indonesia karena menimbulkan kerugian baik materil seperti kerugian harta maupun non materil seperti banyaknya korban jiwa baik langsung dan tak langsung. Lebih lanjut banjir menjadi permasalahan utama di kota-kota besar karena dapat merusak kawasan perumahan, menyebabkan korban jiwa, menimbulkan wabah penyakit

dan kemacetan sehingga pada akhirnya berdampak pada lumpuhnya aktivitas bisnis. Sebagai contoh di Jakarta yang merupakan daerah g sangat rentan dengan banjir.Selama dua dekade terakhir, Jakarta mengalami banjir besar pada tahun 1996, 2002, 2007, 2013, 2014 dan 2015. Menurut BAPPENAS, banjir 2007 yang merupakan bencana nasional menimbulkan kerugian 5,16 triliun rupiah. Selanjutnya, BNPB mencatat dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana banjir Jakarta 2013 7,5 triliun rupiah dan 2014 mencapai lima triliun rupiah. Dampak banjir terhadap sektor bisnis Bagi sektor bisnis, banjir merupakan ancaman karena menyebabkan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kerusakan bangunan dan fasilitas, keterlambatan pasokan input, terganggunya pemasaran dan distribusi produk, kerusakan stok karena tergenangnya gudang, bahkan terhentinya proses produksi karena pemadaman listrik. Di beberapa kota besar, pasar dan pusat perbelanjaan juga terpaksa tutup karena akses menuju lokasi tergenang atau bahkan bangunan mereka tergenang. Sebagai contoh, asumsi suatu pusat perbelanjaan memiliki 1.000 kios dengan omzet ratarata 5 juta per hari, maka setidaknya dalam satu hari omzet sebesar lima milyar rupiah terpaksa hilang. Kerugian semakin tinggi jika dalam satu kota terdapat beberapa pusat


76

perbelanjaan dan dengan durasi banjir yang lebih lama. Tidak mengherankan apabila banjir Februari 2015 di Jakarta disinyalir mengakibatkan kerugian 1,5 triliun rupiah per hari dengan asumsi 75 ribu kios tidak beroperasi dengan rata-rata omzet 20 juta rupiah per hari. Kerugian sektor bisnis juga dialami oleh sektor perbankan dimana sejumlah kantor cabang harus berhenti beoperasi atau mengalihkan pelayanan nasabah ke kantor cabang bank terdekat. Pada kawasan industri padat karya, proses produksi terganggu karena sejumlah karyawan tidak dapat masuk kerja dan proses keluar masuk barang terganggu. Di kawasan pelabuhan, seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, arus lalu lintas mengalami kemacetan panjang dengan waktu tempuh menuju pelabuhan lebih lama. Banjir dapat melumpuhkan aktivitas ekonomi di suatu lokasi tertentu. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa, banjir dapat menciptakan displacement effect bagi lokasi di luar lokasi banjir tersebut. Pebisnis di luar lokasi banjir mungkin menerima manfaat sementara dari kejadian banjir, misalnya meningkatnya tingkat hunian hotel dan tingkat pembelian di pusat perbelanjaan, meningkatnya produksi barang-barang karena perusahaan yang biasanya berproduksi terpaksa berhenti karena banjir. Akan tetapi umumnya, nilai displacement effect tersebut lebih rendah

dibandingkan kerugian yang ditimbulkan oleh banjir. Idealnya salah satu solusi untuk menghindari kerugian bisnis akibat banjir adalah memindahkan seluruh aktivitas bisnis ke luar floodplain. namun hal ini merupakan solusi yang sulit ditengah tekanan harga lahan yang terus meningkat. Beberapa studi menunjukkan, respon yang lambat dari para manajer terhadap bencana banjir seringkali memperburuk keadaan. Oleh karena itu, para pebinis diharapkan harus lebih aware dengan masalah banjir sehingga sikap dan prilakunya lebih kondusif untuk meminimumkan kerugian akibat banjir. Bagaimana menurunkan resiko kerugian banjir? Menurut Kron, resiko banjir (flood risk) adalah fungsi dari flood hazard, the exposed values dan vulnerability. Oleh karena itu, peningkatan kerugian banjir dipengaruhi oleh perubahan ketiga aspek tersebut. Program penanggulangan banjir bertujuan mengurangi kerugian dan kerusakan yang akan ditimbulkan, dan persiapan yang cukup dari masyarakat sangat berperan untuk menurunkan kerugian finansial. Pada dasarnya, pemerintah sudah melakukan serangkaian upaya untuk menurunkan resiko banjir pada saat ini dan masa yang akan datang melalui upaya mitigasi dan


77

adaptasi banjir. Sebagai contoh, tahun 2014 pemerintah pusat menganggarkan enam triliun rupiah untuk pengendalian banjir, dimana sepertiganya dialokasikan untuk Jakarta. Sayangnya, meskipun investasi yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk membangun infrastruktur pengendalian banjir tersebut semakin meningkat,namun hal tersebut tidak serta merta mengurangi resiko banjir. Secara umum, terdapat dua tipe program pengendalian banjir. Pertama, berdasarkan waktu, yaitu program jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka pendek diterapkan guna memberikan hasil cepat dan segera untuk menghilangkan genangan di suatu wilayah, seperti: memompa air dan membangun tanggul pada daerah yang rutin terkena banjir. Menurut Ghosh, program jangka panjang meliputi pembangunan bendungan di hulu untuk pengontrol debit dan membangun mekanisme flood early warning system. Kedua, tipe program struktural dan non struktural. Program struktural merupakan konstruksi yang didesain untuk mengubah karakteristik banjir (kedalaman, durasi, debit) seperti bendungan, tanggul, sudetan dan kanal. Sedangkan, menurut Mays program non-struktural dirancang untuk mengurangi potensi kerusakan saat banjir, seperti: flood early warning system, pengawasan tata guna lahan, peningkatan kesadaran masyarakat. Program struktural membutuhkan investasi yang besar di

awal, namun biaya operasional cenderung rendah. Sebaliknya, program non struktural membutuhkan biaya investasi yang rendah, namun operasional yang relatif besar. Sejumlah isu pada investasi program pengendalian banjir Pilihan optimal akan tipe-tipe program pengendalian banjir akan berpengaruh pada penurunan resiko banjir. Idealnya, no regret programmes harus diterapkan. Akan tetapi, karena pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran, maka pemilihan kombinasi program yang optimal menjadi sebuah isu penting. Optimal disini memiliki arti, pilihan program apa yang harus dibangun terlebih dahulu, di lokasi mana, hingga level konstruksi seberapa, dan kapan program tersebut harus mulai dan selesai dibangun. Lebih lanjut, mengacu pada teori investasi Dixit dan Pindyck, uncertainty dan irreversibility sangat melekat dalam investasi publik untuk program pengendalian banjir. Uncertainty terjadi karena kita tidak dapat memprediksi secara pasti berapa manfaat yang akan dihasilkan dari sejumlah program apabila telah selesai dibangun. Misalnya, apakah pengurangan ketinggian banjir, durasi banjir dan luas daerah genangan akan sesuai dengan yang diharapkan? Sementara irreversiblity menunjukkan bahwa biaya yang sudah dinvestasikan tidak dapat ditarik


78

kembali atau digunakan untuk investasi di program lain. Isu penting lainnya adalah pola pikir dalam menentukan pilihan program pengendalian banjir. Hendaknya program dipilih tidak hanya untuk mengutamakan kepentingan jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang. Pola pikir jangka pendek dalam artian program yang dipilih adalah yang cepat selesai dibangun untuk segera menuntaskan banjir saat ini. Akan tetapi, kepentingan jangka panjang perlu dikedepankan. Selain itu, pilihan program hendaknya tidak hanya memikirkan generasi saat ini, tetapi juga generasi selanjutnya. Dalam arti, investasi publik untuk pengendalian banjir harus memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability) pada jangka panjang. Hal ini dikarenakan resiko banjir akan semakin besar dari tahun ke tahun akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi mereka.

Penulis adalah dosen di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis sedang menyelesaikan program PhD pada Environmental Economics and Natural Resources group, Wageningen University the Netherland. Penulis fokus pada kajian dampak ekonomi akibat banjir dan pilihan adaptasi banjir yang optimal. Sejak 2011 penulis juga bergabung dalam tim peneliti Jakarta Climate Adaptation Tools (JCAT).


79

Indonesian Career Expo 2015 dan Prospek Ketenagakerjaan Indonesia Ditulis oleh Putu Dea Kartika Putra dan Puteri Komarudin, fotografi oleh Nabil Haridyaswara


80

Masalah pengangguran di Indonesia, terutama pengangguran berumur produktif bukanlah sebuah hal yang asing lagi. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi lokal, tingkat pendidikan tenaga kerja dan kualitas calon pekerja menjadi penentu besarnya penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Berikut adalah hasil wawancara AKTIVIS dengan sejumlah praktisioner dari berbagai sektor mengenai masalah ini, dan bagaimana calon tenaga kerja bisa memaksimalkan performanya ketika proses mencari pekerjaan berlangsung. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka Indonesia pada bulan Februari 2015 naik hingga 5,81 persen atau 7,4 juta orang jika dibandingkan dengan bulan Februari tahun lalu. Menurut Dino Martin, CEO dari Karir. com, peluang kerja di Indonesia, terutama Jakarta, beroperasi dalam sistem supply and demand. “Supply tenaga kerja di entry level itu banyak di Indonesia karena setiap tahun, secara lokal kita meluluskan sekitar 400 ribu mahasiswa, yang sayangnya, tidak semuanya terserap.� Bagaimanapun juga, gelar sarjana dan nilai IPK tinggi belum menjadi jaminan untuk segera mendapatkan pekerjaan. Untuk lulusan Strata I, tingkat pengangguran naik hingga 5,34 persen. Di Job Fair Kemayoran 2013, masih banyak lulusan universitas yang merasa kesulitan mencari pekerjaan yang diminati.

Sementara itu, tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah, yakni lulusan SD dan SMP, yang totalnya sebanyak 76,1 juta orang, atau 63 persen. Jumlah ini sangat besar, jika dibandingkan dengan pekerja yang berpendidikan tinggi (diploma dan universitas), yakni 13,1 juta orang atau 8,29 persen. Menurut Suryamin, Kepala BPS, kualitas penduduk bekerja bisa diperbaiki dengan meningkatnya jumlah penduduk berpendidikan tinggi. Indonesia membutuhkan tenaga kerja yang dapat memberikan bantuan substansial bagi perekonomian dan kemajuan sosial rakyat. Dan untuk itu, Indonesia memerlukan bantuan dari sebanyak mungkin puteraputerinya, termasuk mereka yang menimba ilmu di luar negeri. Maka dari itu, Indonesian Career Expo (iCare) diadakan untuk menjadi jembatan bagi mahasiswamahasiswi Indonesia di Australia dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia, sambil meningkatkan kemampuan kerja dan daya saing mereka. Salah satu program yang ditawarkan di iCare adalah evaluasi curriculum vitae (CV) untuk para calon kandidat. “Berdasarkan hasil CV yang diterima di pre-event, [CV yang didapat] standar sekali. Banyak yang berfokus pada GPA [grade point average] sedangkan yg dibutuhkan itu balance, bukan hanya GPA tinggi tapi


81

juga pengalaman dan keterlibatan dia di komunitas seperti internship,” kata Tina Lahur, marketing manager untuk Superstar Education. “Salah satu yang paling penting saat ini juga personal branding, jadi kita slalu mendengungdengungkan bahwa nama kamu itu branding kamu, jadi sebisa mungkin kita pertahankan branding kita, [misalnya] kita dateng tepat waktu, dan bisa diandalkan.” Indri K. Hidayat, Director of Human Resources Permata Bank juga menyayangkan bahwa masyarakat Indonesia masih kurang meningkatkan kemampuan mereka untuk ‘menjual’ apa yang mereka miliki. “Secara budaya, orang Indonesia itu rendah hati, tidak sombong, dan humble, tetapi jadinya produk tidak bisa cukup terjual, dan ini adalah sebuah tantangan.” Dari segi mahasiswa sendiri, Ricko Ardero Lase, mahasiswa Master of Engineering di RMIT, dan juga consulting engineer di Laser Engineer, mengatakan bahwa kemampuan komunikasi mahasiswa Indonesia di Australia bisa dianggap unggul. “[Mahasiswa] yang baru datang, berdasarkan pengalaman saya, mereka lebih sungkan untuk menyatakan pendapat di group meeting, tapi mereka yang sudah sekolah lama di sini cenderung lebih kreatif dan punya keberanian, jadi mereka bisa dibilang

prospeknya bagus – idenya ada, nyalinya juga ada.” Dengan adanya iCare, Widya Triyanti, mahasiswi Bachelor of Commerce di University of Melbourne, merasa bahwa acara ini mengingatkan mahasiswa Indonesia di Australia bahwa Indonesia masih terbuka bagi mereka. “Mungkin kita punya mindset; karena kita sudah di Australia, kita harus cari pekerjaan di sini juga, padahal masih ada kesempatan di Indonesia, dan [iCare] membantu dengan menambah awareness bahwa perusahaanperusahaan di Indonesia masih memberi kesempatan bagi kita. Seperti apakah contoh mahasiswa-mahasiswi yang bisa menjadi kandidat yang baik untuk rekrutmen? Nova Utami Carmeliya, Recruitment Department Head di SCTV, menyampaikan bahwa mereka mencari kandidat yang dinamis dan fleksibel, seperti kondisi industri tersebut. “Jadi orangnya benar-benar harus kreatif, komunikatif, yang memiliki teamwork yang bagus. Unsur utama yg saya lihat dari CV selain educational background yang cocok dengan yang kita cari, kita pasti akan lihat organisational experience mereka; apa sih pengalaman mereka selain kuliah? It’s a plus jika dia memiliki aktivitas di organisasi.”


82

Hal tersebut juga disetujui Dino. “Pesan saya sih, rajin-rajin berorganisasi, karena … it’s not so much about the networking, it’s more about how you deal with people, teamwork, dan bagaimana kamu berinteraksi dengan teman-teman lain.” Namun, suatu hal yang perlu diingat untuk mahasiswa Indonesia yang berpulang dari luar negeri adalah perbedaan budaya, terutama di lingkungan pekerjaan, yang bisa mengakibatkan suatu konsep yan disebut reverse culture shock. “Mungkin karena mereka sudah lama di luar negeri, mau masuk kembali ke budaya di Indonesia jadi [sulit]. Banyak orangorang yang menganggap anak-anak lulusan luar banyak yang berpotensi bagus, tetapi cenderung terlalu percaya diri, padahal budaya kita juga kan tidak seperti itu,” ujar Nova. Dan menurut Emirsyah Satar, ex-CEO Garuda Indonesia, agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang bisa bersaing dan memenuhi potensialnya, Indonesia membutuhkan perubahan-perubahan baik seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), efisiensi proses birokrasi, dan perkembangan teknologi dalam negeri. Untuk itu, Indonesia membutuhkan mereka yang bisa menjadi pemimpin, untuk merealisasikan hal-hal tersebut,

“We need leaders, they are so important karena merekalah yang membangun dan mendorong kemajuan bangsa kita,” ujarnya. Selain itu, partisipasi dari bangsa Indonesia juga menjadi semakin penting, berhubung Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera berlangsung, yang akan meingkatkan tekanan untuk kompetisi dan produktivitas. Rendahnya tingkat keterampilan sumber daya Indonesia dibandingkan pekerja dari negara-negara tetangga, serta kebebasan untuk bergerak di berbagai pasar di Asia Tenggara, menimbulkan kecemasan tentang hilangnya sumber daya manusia Indonesia terampil ke negara-negara lain. “Yang kita takutkan bukan orang asing masuk kesini—karena kita percaya orangorang Indonesia masih bisa lebih ‘diterima’ [konsumer dan perusahaan]—tetapi orangorang kita yang pergi ke pasar lain yang lebih menjanjikan,” ujar Indri. Bagaimanapun juga, ini tidak akan menjadi masalah jika rakyat Indonesia secara bersama-sama berupaya untuk kemajuan bangsa dan negara. Menurut Emirsyah, “How can you contribute to the nation? There are so many ways … Saya punya prinsip: kalau bukan saya yang bangun Indonesia, siapa lagi?”


83


84


85


SAINS


87


88

Free Wi-Fi: Kenyamanan versus Keamanan Ditulis oleh Dimaz Ankaa Wijaya


89

Informasi yang dikirim melalui Internet dapat terlihat orang lain

Di dunia modern seperti sekarang ini, siapa tak kenal dengan istilah free wi-fi? Hampir setiap orang, terutama kalangan muda, berhubungan dengan internet hampir setiap saat melalui berbagai cara, seperti laptop, tablet, smartphone, atau bahkan kacamata dan jam tangan pintar. Semua orang ingin berhubungan dengan orang lain melalui cara yang mudah nan murah, sehingga free wi-fi jadi salah satu alternatif. Siapa tak suka barang gratis? Ketika berada di sebuah kafe dan kafe itu menyediakan fasilitas free wi-fi alias internet nirkabel gratis, mungkin Anda

tak berpikir dua kali untuk segera berhubung dengan jaringan tersebut. Dengan segala kenyamanan yang ditawarkan, apakah free wi-fi menyediakan keamanan yang memadai bagi setiap penggunanya? Internet sama sekali bukan tempat yang aman. Setiap orang dapat dengan mudah melihat aktivitas yang kita lakukan. Apabila Anda pernah menggunakan Internet Explorer 6, setiap kali Anda mengetik password untuk login ke sebuah situs, maka akan muncul peringatan seperti pada Gambar 1. Sayang


90

Contoh Hasil Packet Capture

Orang Lain Memata-matai Tanpa Anda Ketahui Siapa pun yang berhubungan dengan jaringan yang sama dan menjalankan aplikasi packet capture seperti Wireshark (https:// wireshark.org) dapat saja membaca aktivitas Anda selama berhubung dengan internet. Gambar 2 merupakan demonstrasi yang saya buat untuk menunjukkan bahwa sangat mudah mendapatkan username dan password untuk akun blog WordPress. Pada informasi yang diberi tanda merah, terdapat informasi

“log=admin” dan “pwd=123” yang tidak lain merupakan pasangan username dan password atas blog WordPress rekaan yang beralamat di http://virtual.dim.


91

Ketika password yang terkirim telah dilindungi dengan hash value, bukan tidak mungkin hash value tersebut dapat dipecahkan. Oleh sebab itu, password yang kita gunakan terlalu mudah ditebak. Beberapa komunitas di internet membangun sebuah database berukuran besar untuk menyimpan kombinasi password dan hash value yang populer disebut rainbow table (http:// en.wikipedia.org/wiki/Rainbow_table). Dengan infrastruktur yang tertata dengan baik, tidak sulit menemukan fasilitas wi-fi gratis di Australia. Namun adanya ancaman keamanan data saat berselancar di internet membuat kita harus mengambil langkahlangkah pencegahan. Beberapa langkah mudah yang dapat kita lakukan: - Menghindari penggunaan password yang mudah ditebak, seperti “123” atau “password” atau “admin”. Gunakan password yang cukup panjang dan mencakup kombinasi angka, huruf, karakter spesial seperti “?”, “!”, “@”, huruf besar, dan huruf kecil. - Mengubah password secara berkala. - Sedapat mungkin tidak mengakses akun penting seperti perbankan melalui free wi-fi yang tidak terjamin keamanannya. - Menggunakan VPN (virtual private network) yang mengenkripsi setiap paket data yang dikirim dan diterima.

- Memastikan situs-situs penting seperti situs perbankan diakses melalui alamat HTTPS yang memiliki digital certificate yang masih berlaku. - Memastikan logout dari situs setelah Anda beraktivitas. Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan di atas, kita telah menambahkan fitur keamanan setingkat lebih baik, meskipun tidak dapat dipastikan 100% serangan tidak terjadi atas keamanan kita.


92

Pendekatan Kolaboratif untuk Penanggulangan Banjir Jakarta Ditulis oleh Tri Mulyani Sunarharum, fotografi oleh Tri Mulyani Sunarharum


93


94

Bank Dunia melaporkan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global berdampak pada meningkatnya intensitas terjadinya bencana secara global, terutama di kawasan Asia-Pasifik. Kota-kota di kawasan tersebut yang berkembang pesat menjadi semakin rentan terhadap bencana, salah satu contohnya adalah Jakarta. Urbanisasi di Jakarta meningkatkan permintaan terhadap penggunaan lahan sedangkan ketersediaannya terbatas. Hal ini menyebabkan timbulnya pembangunan informal di kawasan yang beresiko terkena dampak bencana, seperti munculnya kawasan perumahan di sempadan Sungai Ciliwung yang ditinggali oleh penduduk berpendapatan rendah. Ada beberapa alasan mengapa masyakat berpendapatan rendah tinggal di lokasi rawan bencana, diantaranya adalah ketidakmampuan untuk tinggal di lokasi yang lebih baik atau kedekatan dengan sumber mata pencaharian. Bambang Surya Putra dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta menegaskan bahwa masyarakat yang tinggal di Kelurahan Kampung Melayu di bantaran Sungai Ciliwung tergolong miskin dan hanya mampu untuk hidup sangat dekat dengan sungai sekaligus pasar tradisional tempat dimana mereka bekerja. Warga seperti inilah yang menjadi sangat rentan terkena resiko bencana banjir Jakarta.

Menurut United Nation International Strategy for Disaster Reduction, upaya yang sangat diperlukan untuk mengurangi resiko bencana adalah dengan menerapkan Hyogo Framework for Action (HFA). HFA bertujuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat dan negara dalam menghadapi bencana. HFA ini menekankan pada pentingnya partisipasi masyarakat di komunitas lokal dalam segala aspek terkait dengan upaya pengurangan resiko bencana. Indonesia termasuk salah satu negara yang menerapkan HFA dalam upaya penanggulangan bencana. Namun, apakah implementasinya sudah dapat dikatakan efektif ? Untuk meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan bencana, komunikasi dan kolaborasi antara instansi pemerintah dan masyarakat dinilai sangat penting, khususnya dalam proses perencanaan. Mekanisme kerjasama dalam pengurangan resiko bencana di Jakarta mengintegrasikan pendekatan koordinasi top-down dan bottomup. Pendekatan ini memungkinkan instansi pemerintah dan badan penanggulangan bencana pada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi untuk berkoordinasi dengan tingkat yang lebih rendah. Sedangkan, umpan balik dan informasi dari tingkat masyarakat mengalir ke atas sampai ke instansi pemerintahan yang lebih tinggi. Meskipun komunikasi terjadi antara masyarakat dan pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan, namun kewenangan


95


96


97

untuk pengambilan keputusan dilakukan secara bottom-up.

tidak

Dalam kasus banjir Jakarta, masyarakat menganggap banjir sebagai fenomena biasa yang merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Banjir adalah suatu fenomena umum bagi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung. Mereka telah tinggal di daerah tersebut selama beberapa dekade. Mereka sudah beradaptasi dan membangun ketahanan mereka sendiri, misalnya dengan meninggikan rumah mereka menjadi dua tingkat. Masyarakat tersebut lebih memilih untuk hidup dengan banjir. Di sisi lain, pemerintah menganggap hal tersebut sebagai masalah yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai upaya dan strategi penanggulangan banjir terkait dengan proyek infrastruktur skala besar, contohnya seperti Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP)--pengerukan beberapa sungai dan kanal--dan rencana normalisasi Sungai Ciliwung yang diikuti dengan rencana relokasi warga ke beberapa rumah susun. Meskipun demikian, upaya-upaya penanggulangan banjir yang telah ada belum tentu bisa menjamin kesuksesan implementasinya bila tidak mendapat dukungan dari pihak masyarakat. Perbedaan persepsi antara masyarakat yang terdampak dengan pihak pemerintah melahirkan

sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah DKI Jakarta dalam mengembangkan dan mengimplementasikan perencanaan banjir. Tantangan ini juga merupakan hambatan yang berarti dalam manajemen resiko banjir Jakarta. Oswar Mungkasa, Direktur Tata Ruang dan Guna Lahan BAPPENAS, mengkonfirmasikan bahwa permasalahan ini diakibatkan oleh terbatasnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai resiko banjir, kapasitas kelembagaan instansi pemerintah, serta prosedur standar untuk mengintegrasikan perencanaan mitigasi dan pengurangan resiko bencana dalam muatan perencanaan kota. Dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan penanggulangan dan pengurangan resiko banjir dihambat oleh beberapa faktor, yakni: kurangnya koordinasi dan komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat; terbatasnya pengetahuan masyarakat terdampak banjir mengenai resiko banjir; dan adanya perbedaan persepsi dan keinginan antara masyarakat dan pihak pemerintah. Hal-hal tersebut merupakan hambatan dalam mewujudkan ketahanan masyarakat dan meningkatkan efektivitas perencanaan penanggulangan bencana. Tantangan ini dapat diantisipasi melalui penguatan koordinasi di antara semua pemangku kepentingan di setiap tingkatan pemerintahan.


Oleh karena itu, diperlukan adanya dialog atau forum konsultasi dua arah yang melibatkan semua pihak terkait, khususnya masyarakat dan pihak pemerintah. Penerapan dialog atau forum konsultasi dua arah tersebut dapat meningkatkan potensi pemerataan informasi dan pengetahuan mengenai resiko banjir dalam proses perencanaan. Adanya pemerataan informasi dan kolaborasi yang baik antara pihak pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan ketahanan masyarakat

dalam menghadapi dan mengurangi resiko bencana. Disamping itu, kontribusi penting dari adanya dialog atau konsultasi dua arah yang melibatkan partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam perencanaan memungkinan munculnya sebuah model mekanisme perencanaan kolaboratif dan partisipatif. Dengan demikian, kegiatan perencanaan dapat menunjang pembangunan kota yang lebih tangguh dan mampu menanggulangi risiko bencana dengan cara yang lebih efektif.

Tri Mulyani Sunarharum (Yani) adalah kandidat doktor di bidang Perencanaan Wilayah dan Kota di Queensland University of Technology (QUT). Ia menerima Beasiswa Unggulan DIKTI 2012 untuk menempuh Master of Applied Science (by Research), kemudian meng-upgrade studinya ke jenjang S3 dan menerima beasiswa dari QUT. Yani juga mendapat beasiswa untuk mengikuti Residential Doctoral School dan Konferensi Internasional dari the United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) dan ANDROID Disaster Resilience Network yang merupakan jaringan akademisi Eropa di bidang kebencanaan, di Inggris pada bulan September 2014. Pada akhir tahun 2014 hingga awal tahun 2015, Yani menjadi salah satu Reviewer dari International Journal of Disaster Resilience in the Built Environment yang diterbitkan oleh Emerald. Koordinator Bidang Eksternal PPIA Pusat 2014-2015 ini mendapat penghargaan QUT Student Leadership Excellence Award dan QUT Student Leader of the Year pada bulan Juni 2015.


99


100

Profil Mahasiswa: Bagus Nugroho Tulisan dan fotografi oleh Puteri Komarudin


101

Bagus Nugroho menyelesaikan pendidikan S1 di University of Melbourne, lulus dengan double degree yaitu Bachelor of Mechanical Engineering (Honours) dan Bachelor of Science (Physics). Setelah selesai S1, Bagus langsung melanjutkan S3 di Universitas yang sama di Mechanical Engineering dengan tema riset fluid-mechanics, khususnya dalam turbulent flow control. Aplikasi dari risetnya adalah meningkatkan efisiensi aerodinamik pesawat dan hidrodinamika kapal laut dan kapal selam. Selama S3, Bagus juga telah menyelesaikan beberapa pendidikan part time lain, yaitu Graduate Certificate dalam bidang Commercialisation di Melbourne Business School, University of Melbourne, serta Postgraduate Certificate dalam bidang Nanotechnology di Department of Continuing Education, University of Oxford. Selama menempuh pendidikan S1-S3 Bagus juga sempat menjadi intern di beberapa institusi dalam dan luar negeri, antara lain: Garuda Indonesia Maintenance Facility (GMF), PT. Dirgantara Indonesia (Indonesian Aerospace), Daimler Mercedes-Benz, serta majalah Angkasa. Yang terakhir adalah di Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) di mana ia meneliti performa parasut supersonic untuk wahana antariksa yang akan mendarat di Mars. Bagus juga aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia, baik sebagai pengurus PPIA tingkat ranting, cabang, dan nasional

selama lebih dari 10 tahun. Ia merupakan ketua PPIA nasional periode 2012-2013. Saat ini, meskipun telah meyelesaikan tesis dan sidang S3-nya, Bagus terus melanjutkan keinginannya mendalami dan berkontribusi bagi dunia riset. Ia baru mendapatkan dana penelitian skala besar dari AustraliaIndonesia Institute dan British council yang akan melibatkan tiga negara: Australia, Inggris dan Indonesia. Melalui penelitian tersebut, Bagus akan fokus untuk meningkatkan efisiensi dan performa aerodinamika pesawat serta hidrodinamika kapal laut dan kapal selam. Diharapkan hasil dari riset ini dapat membantu mengurangi penggunaan bahan bakar minyak untuk pesawat dan kapal-kapal besar. Selain itu ia juga terlibat dalam riset lain di bidang bio-fluid, di mana ia meneliti efek dari stent jantung terhadap aliran darah di dalam arteri. AKTIVIS: Mas Bagus, boleh tolong bercerita tentang risetnya? Bagus: Waktu saya mulai S3, riset yang saya dalami adalah untuk flow control dengan cara memodifikasi permukaan benda seperti permukan pesawat atau kapal. Dengan adanya pola tertentu tersebut, kita bisa mengurangi gaya gesek benda dengan flow air atau udara. Saya terinspirasi dari kulit ikan hiu yang terletak di dekat hidung atau telinga mereka, yang memiliki pola herringbone. Dari hasil analisa, Saya menemukan bahwa


102

pattern kulit tersebut dapat menghasilkan semacam vorteks (aliran cairan yang berputar dan turbulen) yang unik, dan berguna untuk banyak hal. Misalnya untuk di aplikasikan ke sayap pesawat. Vorteks tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan daya angkat dan mengurangi gaya gesek. Jadi dengan begitu, pola udara atau pola air bisa dikontrol. Keunggulan utama metode ini daripada metode vortex generator atau pembangkit vorteks yang standard adalah ukurannya yang kecil, karena kita hanya bermain di permukaannya saja. Kalau cara tradisional biasanya menggunakan vortex generator dengan ukuran besar. Rata-rata ukurannya antara 2,5 mm-5 cm. Yang saya buat itu hanya 0,5 mm, jadi kecil sekali. Jadi keuntungannya, dalam gambaran kasarnya, metode ini tidak menambahkan gaya hambatan tambahan. Jadi sejauh ini saya sudah membuat beberapa pola berbeda dan menganalisa kelebihan untuk masingmasing pola. AKTIVIS: Apa kendala terbesar dari riset ini? Bagus: Membangun alat dari nol yang memakan waktu lama. Terowongan angin yang digunakan untuk riset ini sudah tua, jadi harus di renovasi total. Selain itu, metode yang saya pakai adalah metode baru, jadi saya bukan cuma belajar mengenai fluid flow saja, saya harus belajar mengenai manufacturing, material engineering—

material apa yang cocok, cara membuat pola dengan ketinggian sekecil itu. Jadi saya belajar banyak hal yang tidak ada hubungannya dengan fluid mechanics, tapi juga design, material, dan manufacturing. AKTIVIS: Mas Bagus ‘kan sudah membuat beberapa riset lain, boleh diceritakan? Bagus: Selama saya S3, saya sempat beberapa kali mengambil project sampingan. Contohnya, saya pernah membantu anak S2 dan anak S1 membuat model UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle) atau pesawat tanpa awak untuk pertempuran. Proyek ini merupakan salah satu proyek dari Departemen Pertahanan Australia. Saya membuat modelnya lalu di tes di terowongan air dan terowongan angin. Jadi bisa dilihat aliran udara diatas sayap seperti apa. Selain itu, proyek sampingan yang pernah saya kerjakan adalah proyek dari Badan Eksplorasi Ruang Angkasa Jepang (JAXA) untuk meneliti parasut supersonik yang dibuat khusus untuk proses pendaratan robot ekspedisi (probe). Terakhir saat ini saya tengah membantu rekan saya mempersiapkan eksperimen mengenai efek dari stent jantung terhadap aliran darah di dalam arteri. AKTIVIS: Apakah pernah ada kerja sama untuk penelitian antara University of Melbourne dengan universitasuniversitas di Indonesia?


103

Bagus: Menjelang saya selesai S3 ini, ada funding opening yang diperuntukkan untuk Universitas di Indonesia dengan Universitas di Australia. Funding ini adalah bentuk kerja s,ama antara University of Melbourne, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kalau yang dengan ITB, penelitiannya mengenai pesawat dan berhubungan dengan riset S3 saya, yaitu menyelidiki pola herringbone yang sebelumnya saya ceritakan. Disini kami mencoba mengembangkan pola baru yang belum sempat di uji coba selama saya S3. Kami baru berfikir untuk uji coba berdasarkan hasil-hasil eksperimen sebelumnya. Tahun 2014 ada tim peneliti dari Cina yang mencoba pola baru ini dan mereka bisa mengurangi gaya gesek secara signifikan. Tapi uji coba mereka dilakukan dengan skala kecil dan hanya didalam pipa yang dialiri udara. Kami mencoba untuk menelitinya dengan metode yang berbeda. Alhamdulilah, penilitian ini sudah mendapatkan funding dan sudah ada perkembangan, nanti testing akan dilakukan ITB dan di Unimelb. Mudah-mudahan di akhir tahun ini akan ada hasilnya dan seharusnya pola ini bisa mengurangi gaya gesek. Tapi lagi-lagi, berapa besarnya kami masih harus riset lagi. Kalau yang dengan ITS, penelitiannya lebih cenderung berhubungan dengan perkapalan. Kadang-kadang di lambung kapal atau di dermaga, kita dapat melihat banyak

makhluk laut yang menempel. Makhlukmahkluk tersebut meningkatkan gaya gesek kapal laut sehingga kapal tersebut menjadi lebih boros bensin. Masalahnya, teori mengenai hal ini masih berkembang jadi masih agak susah untuk diprediksi. Belum ada riset yang menganalisa aliran air di atas makhluk laut seperti ini terutama di kapal yang sedang berjalan. Riset-riset yang sudah ada biasanya menggunakan pendekatan yang lebih sederhana. Umumnya para peneliti membuat model makhluk laut yang menempel di kapal laut dengan cara di scan dengan laser lalu di replica dari bahan plastik lalu dites di terowongan angin atau terowongan air. Cara kedua adalah dengan memindahkan mahkluk-mahkluk laut yang menempel di dermaga atau kapal tersebut ke terowongan angin atau terowongan air lalu di tes di terowongan air dan angin. Namun masalahnya, riset dengan metode-metode tersebut tidak cukup karena perbedaan kondisi dengan di lapangan. Terlebih lagi, terowongan angin atau terowongan air bukanlah habitat alami makhluk-makhluk tersebut. Karena itu, kami berencana menggunakan satu kapal laut yang diberikan lubang didasarnya sebesar 10-15 cm lalu lubang tersebut ditutupi dengan kaca. Dibalik kaca tersebut, dari dalam kapalnya akan kita pasangi laser yang akan menembak keluar kapalnya. Jadi kalau kapalnya jalan, lasernya akan bisa menangkap pergerakan airnya.


104

Eksperimen ini untuk jangka panjang. Kita akan scanning pada saat permukaannya bersih. Lalu dua bulan kemudian pada saat mulai kotor tertutup makhluk-mahkluk laut ini, lalu setiap dua bulan sampai dengan setahun. Jadi kita bisa lihat sebesar apa pengaruh makhluk laut yang menempel tersebut kepada gaya gesek. Harapannya, dari situ kita bisa bikin prediksi besarnya pengaruh makhluk laut tersebut terhadap gaya gesek dan memberikan rekomendasi kepada perusahaan kapal laut mengenai periode untuk membersihkan permukaan dasar kapal, sehingga penggunaan bensin bisa se-efektif mungkin.

pressure dan masih banyak faktor lainnya. Makanya kami masih menunggu hasil dari partner kami di universitas di Cina, karena datanya juga akan tergantung terowongan angin mereka yang dipakai dalam risetnya. Kami cukup percaya diri hasilnya akan bagus berdasarkan teori, tapi kembali lagi kami tidak tahu pastinya. Sedangkan untuk riset yang bersama ITB, yang merupakan pengembangan lebih jauh riset S3 saya, mudah-mudahan juga dapat di tes di model sayap pesawat.

AKTIVIS: Dari semua riset mas, yang mana yang paling relevan untuk diaplikasikan?

Bagus: Selama saya riset untuk S3, tidak pernah karena riset saya adalah bagian dari University of Melbourne. Tapi kalau tidak salah, riset yang bekerja sama dengan ITS dan ITB akan diberikan funding oleh DIKTI via Australia-Indonesia Center. Tapi setahu saya masih dalam proses, tapi saya harap benar-benar ada funding.

Bagus: Masing-masing ada kelebihan dan kekurangan sendiri. Harapan saya mudahmudahan riset ketika S3 saya ini bisa diaplikasikan. Sekarang departemen saya di University of Melbourne sedang bekerja sama dengan universitas di Cina dan mereka sedang mengaplikasikan pattern tersebut di model sayap pesawat. Jadi mudah-mudahan dalam beberapa bulan kami akan dapat datanya. Prediksi kami, model tersebut seharusnya bisa meningkatkan daya angkat sayap pesawat. Detil angka peningakatannya kami masih kurang tau karena semua tergantung bentuk sayap, tergantung kecepatan udaranya, tergantung atmospheric

AKTIVIS: Selama ini pernah ada bantuan dari pemerintah Indonesia?

AKTIVIS: Apa harapan mas sebagai seorang researcher untuk perkembangan ristek di Indonesia? Bagus: Mudah-mudahan funding untuk ristek ditingkatkan jumlahnya, terutama dari DIKTI. Karena saya lihat fundingnya masih kurang besar, terutama untuk penelitipeneliti baru. Terakhir saya lihat di website, rangenya dari 5 juta-50 juta. Untuk bidang


105

sosial mungkin alokasi dana yang disediakan sekarang cukup, tapi untuk bidang yang hitech seperti kedokteran, engineering dan science, biayanya akan perlu lebih tinggi. Mudah-mudahan dana riset akan lebih banyak, dan pemerintah memberikan support juga untuk untuk funding research sendiri dan joint research universitas di Indonesia dengan universitas di luar. Keuntungan joint research adalah kita bisa mengundang para ahli (yang ilmunya unik) dari negara lain selama sebulan atau dua bulan untuk membantu meningkatkan riset di Indonesia. Karena di uni saya sendiri di Australia, setiap beberapa bulan sekali, ada kunjungan dari professor di universitas ternama dari negara lain dan dari institusi riset ternama seperti badan antariksa yang melakukan ekperimen bersama. Jadi bisa ada knowledge transfer dari para ahli.

Memang memerlukan biaya cukup besar, tapi ilmu yang bisa didapat tidak terhingga nilainya. Bayangkan selama dua bulan, apabila kita misalnya melakukan eksperimen bersama seorang pemenang Nobel, tentu kita bisa banyak belajar. Serta peneliti tamu tersebut juga bisa belajar banyak. Menurut saya, apabila pemerintah belum bisa memberikan alokasi funding yang cukup, kolaborasi dengan universitas-universitas dari luar negeri sangat direkomendasikan karena bisa menghemat biaya dan waktu.


Sejauh Apa Robot Bisa Berkembang Ditulis oleh Agdiosa Manyan


107

Robot telah menjadi suatu elemen wajib di saat kita membicarakan tentang masa depan. Semua kemungkinan yang ada dengan kehadiran robot menjadi impian setiap orang saat ini. Mulai dari membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di rumah hingga merancang dan membangun sebuah roketsecara otomatis. Namun di balik semua optimisme tersebut, tersimpan ketakutan bahwa robot akan mengambil alih dunia seperti dalam film Terminator atau I, Robot. Sebenarnya, sejauh manakah kita dengan teknologi robot? Apa mungkin mereka dapat mengambil alih dunia manusia? Opini antara ilmuwan dan insinyur terbagi dalam hal ini. Beberapa setuju dan ada juga beberapa yang berpikir bahwa tidak mungkin robot akan pernah menyamai manusia. Otak manusia adalah organ paling rumit yang pernah ada. Hingga saat ini, masih ada banyak hal mengenai otak yang belum dapat dipahami oleh manusia. Untuk memahami kerumitan otak ini, Michio Kaku, fisikawan terkemuka dan juga futurist, membagi dua faktor utama yang membuat kecerdasan buatan atau artificial intelligence sulit mengejar otak manusia, yaitu pattern recognition dan juga common sense. Pengenalan pola atau pattern recognition dapat didefinisikan seperti ini: robot dapat memahami dan melihat pola tapi tidak memahami arti di baliknya. Di saat kita melihat

sebuah kursi, robot melihat sekumpulan garis lurus dan melengkung dalam bidang tiga dimensi. Robot tidak mampu paham itu adalah sebuah kursi dimana manusia dapat melakukan proses melihat dan memahami dalam sepersekian detik. Selain itu, manusia juga mengenali objek-objek sekitar kursi tersebut dengan waktu yang serupa. Robot memahami syntax (struktur dan pola) namun tidak memahami semantic (makna dan arti). Seperti mesin penjawab otomatis yang meminta kita untuk menekan angka dalam merespon, mesin dapat memahami angka 1 dan memberikan respon, namun mereka tidak dapat memahami maksud yang ada di dalam kalimat tersebut. Bisa dibayangkan seperti anda disuruh membaca sebuah kalimat dalam bahasa asing yang tidak anda pahami. Anda bisa membacanya ataupun menghapalnya, namun anda tidak mengerti maksud dibaliknya. Hal yang kedua adalah akal sehat atau common sense. Contoh dari akal sehat ini adalah pernyataan-pernyataan seperti berikut: kakak lebih tua daripada adik, malam itu gelap, tongkat bisa mendorong tapi tidak bisa menarik, dan api itu panas. Hal-hal ini tidak dapat diekspresikan ke dalam persamaan matematika sehingga sulit bagi robot untuk bisa mengetahui hal ini. Manusia mengetahui hal ini dari pengalaman yang mereka alami sendiri, melalui pembelajaran dan melalui penarikan kesimpulan dari akal sehat kita. Kita bisa


108

saja memasukkan informasi-informasi ini ke dalam robot, namun trilyunan data akan diperlukan dan selalu ada hal baru yang ditemukan setiap harinya. Kembali lagi, disaat mereka mengetahui hal ini mereka tidak akan memahami maksudnya. Menurut Rodney Brooks, direktur Artificial Intelligence Laboratory MIT, ada dua pendekatan utama dalam mengatasi dua masalah ini. Kedua hal ituadalah top down approach dan bottom up approach. Sederhananya, top down approach adalah dimana anda memasukkan semua informasi yang dibutuhkan ke dalam robot dari awal seperti TARS dalam film Interstellar (2014), sedangkan bottom up approach adalah dimana robot mempelajari semua secara mandiri dari awal seperti Chappie dalam film Chappie (2015). Top down approach memiliki kendala dimana kita benarbenar harus memikirkan dengan matang informasi apa saja yang ingin kita masukkan, merangkum semua ilmu pengetahuan yang ada tentu saja sulit, belum lagi memetakan pola dan common sense yang ada. Bottom up approach juga sulit untuk diimplementasikan karena kita masih belum dapat memahami pola pembelajaran yang ada di dalam manusia. Untuk perbandingan, robot-robot tercanggih yang kita miliki sekarang hanya memiliki kecerdasan setingkat serangga.

belajar dari pengalaman, kita menyentuh serangga, kita tersandung, kita memproses semua informasi ini secara tidak sadar menjadi sebuah pengetahuan. Saat dewasa, kita belajar melalui instruksi dari guru dan dosen dalam memahami sesuatu. Gabungan dari kedua pendekatan tersebut bisa jadimetode paling efektif dalam mengembangkan kecerdasan buatan. Bila kembali lagi pada pertanyaan pertama, sejauh apakah robot bisa berkembang? Saya selalu memilih optimis dan yakin bahwasuatu hari nanti robot akan dapat berdiri di samping kita sebagai sesuatu yang setara dengan manusia. Namun hal itu mungkin masih akan terjadi dalam seratus tahun ke depan. Terdapat terlalu banyak tantangan dengan teknologi yang kita miliki saat ini. Tentunya para pengembang robot akan menyiapkan tindakan pencegahan atau pembatasan disaat robot menjadi terlalu pintar. Bayangkan dunia dimana semua pekerjaan-pekerjaan rumah tangga membosankan dapat digantikan robot atau semua kalkulasi rumit dapat dilakukan dalam hitungan detik. Masa depan tentu akan lebih menyenangkan dengan semua kepraktisan tersebut. But hey, what we call as a science fiction today might be a science fact tomorrow, right?

Pendekatan terbaik adalah menggunakan gabungan dua pendekatan tersebut seperti layaknya manusia. Pada saat kita kecil, kita

Agdiosa Manyan baru saja menyelesaikan program studi teknik mesin di Queensland University of Technology Universitas Indonesia.


REFLE


EKSI


111


112

Apakah Kita Siap Dengan Modernisasi? Ditulis oleh Lalita Fitrianti Pawarisi


113

Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta adalah melting pot dari berbagai macam budaya. Statusnya sebagai pusat bisnis dan komersil mengundang rakyat dari luar kota untuk berbondong-bondong mencari kerja. Potensi ini pun terbaca oleh kaum ekspatriat yang semakin lama semakin banyak mencari nafkah di Jakarta. Hal ini membuat ibukota menjadi subjek modernisasi, sebagaimana dicerminkan oleh pembangunan infrastruktur, gedung-gedung tinggi, hingga pusat perbelanjaan yang seperti tidak kunjung selesai. Namun, apakah Jakarta siap dengan perubahan ini? Sebelum saya pindah ke Australia, saya adalah karyawan swasta yang berdomisili di ibukota. Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Jakarta, hidup di kota yang terkenal sebagai “ibukota yang lebih kejam dari ibu tiri” ini membuat saya menganggap keseharian di sini sebagai hal biasa. Menyeberang sembarangan. Kendaraan jalan pada lampu merah. Berjalan kaki di trotoar yang diserobot motor. Biasa. Rasanya lebih menyenangkan untuk tinggal di negara maju dimana semua fasilitas terjamin. Saya saat ini berkuliah di Brisbane, kota dengan lalu lintas terbaik kelima menurut Castrol’s Magnatec StopStart Index1, dimana infrastruktur sudah layak dan fungsional. Saya merasa bahwa hidup di sini serba mudah. Pejalan kaki dapat menggunakan zebra cross dengan aman. Mobil berhenti pada lampu merah dan jalan pada lampu hijau. Semua ini membuat saya berperan sebagai pejalan kaki yang seharusnya. Ketika saya kembali, saya melihat adanya perbedaan antara Jakarta dan Brisbane. Sebagai orang awam, saya tidak tahu betul di mana perbedaan itu berakar. Menurut saya pribadi, perbedaan itu terletak pada mental. Saya berani bilang bahwa Jakarta adalah kota yang memiliki kapasitas untuk menjadi lebih maju dari Brisbane. Pengaruh asing cenderung lebih cepat masuk Jakarta dibanding Brisbane, seperti perusahaan, SDM, dan lain-lain. Namun hal yang menghambat kemajuan tersebut terjadi adalah warga.

Di tengah-tengah pembangunan yang pesat, warga Jakarta tampak sulit untuk meninggalkan kebiasaankebiasaan lama. Meskipun telah dilengkapi dengan transportasi modern seperti KRL dan Transjakarta, warga tetap membuang sampah sembarangan di dalamnya. Meskipun telah disediakan trotoar yang terawat, motor masih banyak ditemukan berlalu lalang di trotoar. Meskipun sudah ada jembatan penyeberangan, masih ada warga yang nekat menyeberang di tengah jalan raya. Rasanya mudah memaparkan berbagai macam kekurangan dari warga Jakarta. Tapi disinilah saya merasa malu. Saya protes tentang bagaimana pedagang kaki lima membuka usaha secara illegal di trotoar, tapi tetap membeli makan siang dari mereka. Saya protes tentang bagaimana pejalan kaki suka menyeberang sembarangan, tapi tetap melakukannya jika kondisi memungkinkan. Saya protes tentang bagaimana bus kota suka berhenti sembarangan, tapi sering meminta kenek Metro Mini untuk berhenti sesuka saya. Saya melakukan hal-hal tersebut karena adanya kesempatan. Kesempatan untuk saenake dewe2. Kesempatan ini tidak saya dapatkan di Brisbane sebelumnya. Saya jadi bertanya, apakah kita sendiri siap untuk berangkat menjadi warga dari komunitas yang modern? Kita sering meminta agar negara menyediakan hal-hal ‘modern’ yang kita anggap lebih baik untuk kemaslahatan kita. Namun ketika negara menyediakan semua itu bagi kita, apakah kita bisa menggunakannya dengan semestinya? Apakah kita bisa ikut naik level dari diri kita yang sebelumnya ke level yang sesuai dengan tingkat modernisasi yang kita tuntut? Apakah kita siap menjadi warga ‘modern’? Yang jelas, kita tidak bisa naik level jika kita masih mencari-cari kesempatan untuk bertingkah seenaknya.

http://www.thrillist.com/travel/nation/city-with-worst-traffic-jakarta-indonesia-tops-castrol-s-ranking-of-cities-with-most-stopstarts 2 seenaknya sendiri 1


114

Quovadis Pergerakan Mahasiswa Indonesia Ditulis oleh Achmad Room Fitrianto


115

Setiap mendengar kata pergerakan mahasiswa acapkali angan kita akan terbawa pada suatu gerakan besar yang mengoyang pemerintahan dan mengkritisi pemerintahan. Stikma itu sepertinya sudah melekat mendalam dikarenakan mahasiswa dipercaya sebagai generasi muda yang memiliki peran ganda sebagai intelektual dan sebagai agen perubahan. Namun demikian kondisi dilapangan bisa jadi tidak seideal pemikiran masyarakat umum, sebagai mahasiswa juga memiliki beberapa kendala dan permasalahannya. Dimana kendala dan permasalahan yang dihadapi ikut juga mewarnai sikap dan tindak tanduk sehari hari. Misalkan terkait isu kapitalisasi pendidikan atau masalah isu lingkungan atau isu pendampingan komunitas. Isu isu ini menjadi kurang popular dan kurang juicy untuk dikupas dan dibicarakan. Seolah olah mahasiswa cenderung menutup mata untuk mengkritisi masalah masalah itu. Reaksi yang diberikan oleh mahasiswa cenderung reaksi yang dimunculkan karena merespon informasi yang didapat dari ekpose media massa. Misalkan informasi terkait elit politik khususnya pada masa pemilihan president setahun yang lalu, isu itu menjadi central dan hampir hampir mensegragasi gerakan kemahasiswaan. Terlebih bila diselingi dengan komedi komedi politik di senayan dimana terlihat mereka seolah olah “baku pukul� membahas suatu masalah padahal mereka adalah setali tiga uang. Lha dari sini mau dibawa kemana arah pergerakan mahasiswa ?

Reaksioner dan Visioner Saat penulis menuliskan tulisan ini, bersamaan dengan diselengarakannya kongres perhimpunan pelajar Indonesia Australia di Melbourne. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengendorse pergerakan mahasiswa untuk bisa lebih bisa berperan sebagai fungsi utamanya yaitu sebagai intelektual muda dan sebagai agen pembaharuan. Kondisi pergerakan mahasiswa Indonesia khususnya yang berada diperantauan amatlah beragam, dari mereka yang mendapat beasiswa yang sangat prestisius, beasiswa living allowance, beasiswa tuition fee ataupun mereka yang belajar dengan biaya mandiri. Jenjang pendidikannya pun beragam dari yang sedang menempuh pendidikan bachelor atau pun yang menempuh pendidikan pascasarjana baik master maupun doctoral. Terkadang mereka juga membawa keluarga, anak dan istri atau malahan tidak sedikit yang fight sebagai single parent. Kondisi kondisi diatas sangat mempengaruhi ruang lingkup dan visi dari mahasiswa yang bersangkutan. Gerakan mahasiswa dengan berbagai ragam latar belakang terlihat terbagi tiga, pertama cuek bebek, kedua reaksional dan ketiga menyikapi dengan keilmuan yang dimiliki. Untuk mereka yang cenderung cuek bebek ini juga terbagi menjadi dua, mereka cuek itu dikarenakan mereka harus memenuhi kebutuhan lainnya misalkan harus bekerja banting tulang untuk bertahan ditengah tidak jelasnya sponsorship dimana dapur


116

harus terus mengepul karena ada anak yang menjadi tanggungan ataukah mereka yang menduduki jabatan di organisasi kemahasiswan hanya sekedar nebeng nama, nebeng prestise demi portfolio yang dimiliki. Kelompok kedua, adalah kelompok yang reaksional. Kelompok ini cenderung bereaksi spontan atas kejadian kekinian yang terjadi secara nasional yang di expose oleh media khususnya media social. Misalkan dari kasus pencalonan Kapolri beberapa saat yang lalu dan kriminalisasi komisaris KPK. Bagi mahasiswa yang dahulunya tidak mendukung pencalonan kepresidenan presiden terpilih cenderung sangat reaksioner dan membombastis dalam menyikapinya. Istilah istilah presiden "plonga plongo" atau julukan yang lebih jelek dari itu keluar dari pemikiran intelektual mahasiswa kelompok ini. Kelompok ketiga adalah kelompok yang cukup berhati hati dalam bersikap. Mereka selalu mendahulukan riset, diskusi sebelum berekasi menyikapi suatu permasalahan. Gerakan gerakan visioner mahasiswa ini ditunjukan pada awal awal persiapan kemerdekaan. Bagaimana seorang Soekarno dan Hatta membangun visi perjuangan dan tidak reaksioner terhadap pemerintahan kolonial. Gerak dan tindak tanduk yang ditunjukkan mewakili visi masa depan Indonesia sehingga respon terhadap kejadian kejadian penting masa itu direspon secara kreatif misalnya kompromikompromi dengan tentara Jepang untuk halhal yang jauh lebih besar, yaitu kemerdekaan dan mempersiapkan bala tentara untuk mempertahankan kemerdekaan. Kedepan

model pergerakan visioner mahasiswa Indonesia diharapkan mencerminkan mimpi kedepan sebagai bangsa, sebagai bagian dari kebudayaan dunia yang mampu menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Tantangan Zaman Alexander Wendt (1999) menyebutkan bila ciri dari masa depan adalah adanya tuntutan untuk memiliki identitas dan peran khusus. Untuk bisa memiliki identitas dan peran khusus pergerakan mahasiswa perlu meredevinisi siapa dan mau menggapai apa berorganisasi. Politik Identitas pergerakan mahasiswa di dalam negeri cukup beragam dari mereka yang memiliki kultur islam traditional akan cenderung bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), mahasiswa yang nasionalis akan bergabung di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia(PMKRI) dan lain sebagianya adalah contoh contoh politik identitas yang dimiliki mahasiswa Indonesia. Namun demikian untuk melihat bagaimana peran khusus mereka dalam menjawab tantangan jaman belum terlihat. Hal ini dikarenakan gerakan gerakan tersebut seolah olah dijadikan satu batu loncatan untuk meniti karier politik dimasa yang akan datang. Misalkan terlihat bagaimana KAMMI


117

menjadi pelopor gerakan kemahasiswaan di 1998 namun begitu terakomodir dalam partai politik dan duduk di parlement atau menjadi staf pemerintahan, suara suara lantang mereka tidak terdengar lagi. Bagaimana kedepan agar gerakan kemahasiswaan memiliki peran dang fungsi perubah? Sejauh ini organisasi kemahasiswaan bisa melihat bagaimana organisasi-organisasi non-pemerintah (LSM) yang lebih banyak bermain segmentasi isu agar memiliki peran spesial. Misalnya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang concern pada isu korupsi, atau WALHI dan Greenpeace yang bicara mengenai isu-isu lingkungan hidup. Padahal apabila gerakan kemahasiswaan diarahkan untuk menjadi agen perubahan, misi sebagai lembaga social entrepreneur bisa menjadi pilihan issue yang menjadikan gerakan kemahasiswaan memiliki peranan. Misalkan PPIA kepengurusan 2015 yang memiliki program Indonesia mengajar, dimana dilakukan seminar dan edukasi kepada khalayak untuk plus minus study di Australian ataukah Beasiswa CIMSA (Curtin Indonesia Muslim Student Association) yang menghimpun dana baik dari menyisihkan uang beasiswa yang didapat ataupun dengan

melakukan fund raising guna memberikan beasiswa kepada siswa siswa berprestasi yang kurang beruntung di Indonesia. Ataupun MUISA (Murdoch University Indonesian Student Association yang mengalang dana untuk program penyaluran aliran listrik daerah terpencil di Lombok 2013 adalah contoh contoh kecil yang bisa meredefinisi kemana arah pergerakan kemahasiswaan Indonesia Kedepan. Jangan sampai pergerakan mahasiswa kedepan hanya sebagai batu loncatan untuk memoles image agar memperoleh kedudukan politik dipemerintahan, namun lebih didalami sebagai usaha untuk memperbaiki kondisi bangsa ini. Karena kita semua juga tahu dan sepakat bila kedepan Indonesia ini adalah Indonesia raya yang menyejahterakan bukan Indonesia yang hanya menuruti kemauan segelintir elit dan orang orang kaya yang serakah yang mengeruk keuntungan diatas penderiataan rakyat Indonesia. Salam Pergerakan Indonesia, Perth 3 Juli 2015 Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut congress PPIA 2015 di RMIT University Melbourne

Achmad Room Fitrianto President CUPSA (Curtin University Postgraduate Student Association) 2015 Pengajar dan Peneliti (cuti tugas belajar) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Jalan Jenderal A.Yani 117, Surabaya 60237. East Java- Indonesia Phone: +62-31-8417418; +62-31-8410208 Fax: +62-31-8418457 Email: ar.fitrianto@uinsby.ac.id http://www.uinsby.ac.id/ PhD ( Can) in Economic Development Policy Humanities Faculty, Curtin University a.fitrianto@postgrad.curtin.edu.au +61450258800


2015


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.