TABLOID DWI MINGGUAN
Luar Jawa Rp. 6000
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
LUGAS & MENCERDASKAN
Jurnalisme Ala Detektif Kian Terpinggirkan >>
10
NUSANTARA
TERBIT 16 HALAMAN
Membaca Tanda-Tanda Zaman Dalam Pilpres 2014 >>
11
SPIRIT
Letjen Marinir (Purn) Suharto
Politik Minyak Sejagad >>
12
Alutsista yang Paling Pokok Adalah Rakyat SOSOK >> 15
GLOBAL REVIEW
A
pabila kita menelisik latar belakang dan profil para anggota kabinet kerja
Jokowi-JK, maka boleh dikatakan sama sekali tidak mencerminkan jiwa Trisakti sebagaimana jargon yang dikumandangkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut pada masa kampanye pilpres lalu.
ALL
JK CONNECTION edisi 1 Nusantara.indd 1
12/16/14 10:22 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
02
Dwi Mingguan Nusantara
DARI REDAKSI
Dari Redaksi
koridor Membangun Kesadaran Politik Bangsa Yang Sehat REFORMASI telah kebablasan. Bukan saja telah menyimpangkan pembangunan ekonomi nasional bahkan telah melumpuhkan ideologi bangsa dan Pengkerdilan NKRI dengan Pelemahan peran TNI. Sehingga wajar saja bila negara tetangga kemudian berani menghina Indonesia dan bahkan mencaplok wilayah kedaulatan NKRI baik di darat maupun di laut. Dan yang lebih parah fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara kita UUD 1945 pun disulap menjadi konstitusi liberal dalam empat kali amandeman. Hal Ini menunjukkan bahwa pemimpin kita memang tidak paham akan arti Kepentingan Nasional. Padahal sudah sangat jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Kelemahan inilah yang membuat kehidupan bangsa Indonesia dengan mudah ditakar oleh kepentingan asing – sehingga rakyat Indonesia tidak dapat menikmati hasil produksi sumber kekayaan alamnya sesuai dengan amanat Pasal 33, UUD 1945. Menyadari hal itu, Prabowo Subianto dalam Facebooknya mengingatkan, “Kalau semua usaha kita, pada saatnya nanti tetap tidak membuahkan sebuah hasil yang sesuai dengan kepercayaan dan cita-cita kita, dan keyakinan kita akan kepentingan bangsa dan rakyat, kalau bangsa Indonesia terancam, kalau kekayaan bangsa terus dirampok oleh bangsa lain, kalau kita sudah sekuat tenaga menciptakan kesadaran nasional, sebagai patriot dan pendekar bangsa kita harus tidak ragu-ragu mengambil tindakan yang dituntut oleh keadaan. ... Dulu saat Bung Karno bersama para pendiri bangsa memperjuangkan kemerdekaan, mereka pun berpuluh tahun harus membangun kesadaran nasional. Sekarang pun kita harus membangun kesadaran nasional, bahwa kita saat ini sedang diancam oleh bangsa-bangsa asing yang selalu ingin Indonesia pecah, Indonesia lemah dan selalu tergantung.” Oleh karena itu kita perlu membangun paradigma baru, membangun mindset baru yang lebih produktif. Membuat blueprint pembangunan bangsa lima tahun ke depan yang matang – yang mampu membuka lapangan kerja, mengatasi dengan singkat kebutuhan pangan, energi dan teknologi kita secara mandiri. Nah, untuk itu marilah kita membangun politik yang sehat. Membangun mekanisme kontrol yang konstruktif terhadap penyelenggara negara secara terus menerus. Kita dukung kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang pro rakyat. Tapi sebaliknya, kita kritisi dengan keras kebijakan-kebijakan dan programprogram pemerintah yang tidak pro rakyat, atau menyimpang dari konstitusi secara demokratis. Karena tujuan kita bernegara adalah menjaga agar jalannya pemerintahan sesuai dengan amanat konstitusi dan citacita founding fathers kita.
D
i tengah persaingan media mainstream yang begitu ketat - khususnya di media cetak yang saat ini memang dirasakan mulai tersisih oleh kehadiran media online yang terus menerus menyapa kita selama 24 jam sehari - kami mencoba turut berbagi informasi untuk negeri. Kami ingin ikut hadir meramaikan jagat persaingan itu. “Masih ada celah didalam persaingan media saat ini,” celoteh seorang kawan. Bisa jadi apa yang dikatakan kawan kami itu menjadi satu alasan tabloid Nusantara ini hadir dihadapan sidang pembaca. Alasan lainnya, kami ingin menjawab kerinduan sebagian masyarakat di tanah air akan media massa yang benar-benar mencerdaskan dalam penyajiaan berita. Setidaknya ini sesuai dengan jargon media kami, Lugas dan Mencerdaskan! Sidang pembaca yang budiman, kami akan hadir setiap dua mingguan. Tentu ulasan berita yang kami sajikan tidak sekedar update to date, tetapi juga menarik untuk disimak. Soal tampilan silahkan, sidang pembaca yang menilai. Untuk itu, kritik dan saran kami rindukan. Anggap saja ini adalah perkenalan awal kami kepada sidang pembaca. “Tak kenal maka tak sayang,” begitu kata pepatah melayu. Selamat membaca. Salam.
Forum Pembaca
Bangun Masyarakat Baru
S
ejak pilpres kali ini, kualitas media massa kita sangat menurun sekali sehingga apapun yang diinformasikan kepada masyarakat sepertinya tidak lengkap. Fungsi Media yang sesungguhnya itu seperti apa? Memberi pendidikan kepada masyarakat, ataukah sebagai law enforcement. Lalu siapa yang mengawasi media? Ternyata media tidak ada yang mengawasi. Penikmat media hanya menelan, secara konsumtif segala macam bentuk pemberitaan yang ada. Kita ini sedang mencari pola, yang sampai saat ini saya belum tahu ? Ayo kita bangun masyarakat baru, sehingga bangsa kita ini anti kapitalis, antiliberalisme, tapi tetap fleksibel layaknya bangsa kita ketika membangun candi Borobudur. Orang dulu luar biasa fleksibelnya, mau tidak mau kita harus membangun pola media massa yang harus fleksibel juga
undang pokok pers yang saya pertentangkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 184 dan sebagainya. Dalam konteks pilpres, yang bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi, ini saya mencoba berpikir apa solusinya, ketika UU Penyiaran, UU Pokok Pers, dll yang dibuat di era reformasi banyak yang kita absen. Dan tiba-tiba para politisi mempunyai saham di media. Kenapa dulu tidak dikritisi, tiba-tiba sekarang setelah besar baru kita agak ribut. Kenapa kok bisa sampai kecolongan sehingga terjadi monopoli dalam kepemilikan media massa? Kita kan punya UU Monopoli, jadi penyiaran UU Pokok Pers saya kira bisa kita uji atau examine kita pertentangkan dengan UUD 45. Jadi saya kira bisa tetap digugat melalui undangundang penyiaran. Kita cari pasal-pasalnya yang kira-kira tidak menguntungkan kita sebagai bangsa, sehingga kita tidak merdeka lagi, terjajahnya tuh kebangetan seperti itu.
Luthfi Yazid Pengacara di Jakarta International Law Office
Santoso Kementerian Dalam Negeri
Monopoli Kepemilikan Media Masa
S
aya menaruh minat pada hukum pers. Sehingga beberapa kali saya menulis dan mengkritisi undang-
Perlu Media Alternatif yang Diilhami Lima Butir Pancasila
S
aat ini media serba instan. Artinya, cenderung ke topping news atau mencari tokoh-tokoh yang bisa mendatangkan uang untuk mencari
iklan dari sumber yang begitu banyak. Misal ketika wartawan hendak menyajikan sebuah informasi perimbangan A dan B, disamping kedekatan personal yang lebih ekstrim lagi adalah kedekatan wani piro-nya itu. Ini menyedihkan tidak asing lagi, tapi teman-teman sering menghadapi hal-hal seperti ini di lapangan. Dan bahkan hal seperti itu di lapangan banyak sekali. Media mainstream tidak bisa memberikan suara hati nurani, perlu lahir media alternatif, yakni media sosial yang konstruktif dalam kehidupan berbangsa bernegara kita. Kita sebenarnya memiliki ideologi yang dapat mengikat, yaitu Lima butir Pancasila. Dan sekarang di era pra nasional atau era one good one nation, tampaknya hanya Lima butir Pancasila itu yang mengikat kita. Sehingga bentuk media alternatif yang bisa kita berdayakan adalah dengan meninggalkan media arus utama. Kita perlu rembuk lagi dalam kesempatan yang berbeda, bagaimana mengikat ini semua menjadi satu kepentingan bersama. Boleh bersebarangan tapi tidak juga kemudian berpotensi menimbulkan perpecahan dan berorientasi menimbulkan keutuhan NKRI. Persoalannya adalah siapa yang bisa meneruskan hal ini di luar kendali kontrol konglomeresi media dan kepentingan pemilik modal.
Joko Yuwono Wartawan Senior Poskota
REDAKSI
Pemimpin Umum / Pemimpin Perusahaan : Dedy Arianto Wakil Pemimpin Umum: Sonni Gondokusumo Pemimpin Redaksi : Agus Setiawan Sidang Redaksi : Hendrajit, Syarif Hidayat, M. Joko Yuwono, Nurmandiah, Dr. Zulkifli, Rusman Pasaribu , Ferdiansyah Ali, Dede K . Fotografer : Faisal Design & Produksi : Maryanto Ali Sekretaris Redaksi : Murnia Margono Marketing : Susanty Sirkulasi : Samsul Alamat Redaksi : Wisma Daria Lt. 4 R. 409 Jln. Iskandarsyah Raya No. 7 , Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp. +62 21 72794404, +62 21 72794413 Email : tabloid.nusantara@yahoo.com, @nusantaramedia
edisi 1 Nusantara.indd 2
12/16/14 10:22 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
FORUM PEMBACA Media Menjelma Sebagai Aktor Politik
H
ari ini media sudah menjelma sebagai aktor politik, atau menjadi sebuah lembaga politik. Ketika media menjadi sebuah lembaga politik media membawa satu ideologi politik atau satu kepentingan politik. Dalam konteks media sebagai lembaga politik, kalau merujuk pada sebuah buku, maka seorang jurnalis berusaha agar masyarakat tidak menyadari bahwa media atau jurnalis adalah aktor politik. Mengacu pada kasus di Philipina bagaimana peran media menjatuhkan rezim Ferdinand Marcos. Sepertinya di kita pun hari ini masyarakat masih belum sepenuhnya sadar bahwa media adalah aktor politik dan ketika media merupakan sebuah aktor politik maka dia akan melakukan segala cara untuk mencapai cita-cita politiknya itu. Media menjadi sebagai lembaga politik selalu mengembangkan realitas kedua sesuai dengan kepentingan politiknya. Media sebagai lembaga politik atau organ politik melahirkan citra, kalau dalam post medernisasi disebut bahwa hari ini kita pada fase simulakra. Simulakra ini terjadi antara realitas dan citra melebur. Mana yang realita, mana yang citra itu menjadi samar. Kata, Akbar Ahmad menyebutkan media sebagai iblis untuk zaman post modernisasi ini, karena mereka bisa mengemas fiksi lebih menarik menjadi realitas. Dalam konteks inilah saya menganggap bahwa media lubang hitam dalam demokrasi. Jadi kalau lubang menyedot obyek angkasa ke dalam dirinya, kalau media, lubang hitamnya dapat menyedot seluruh komponenkomponen baik politik maupun sosial ke dalam satu skema drama politik yang mereka ciptakan,dalam konteks ini keliatannya akan sangat berat kalau kita melawan,
edisi 1 Nusantara.indd 3
menandingi, katakanlah siapalah, barat, sudah final. Kita akan sangat sulit melawan begitu gencarnya opini yang diciptakan secara linear dan nyaris tidak ada pembanding, kalau kita mencari sesuatu melemparkan satu counter opini saja, habis-habisan dibabat. Kira-kira dalam konteks inilah khususnya saya pribadi menghadapi satu leburan isu yang terus menerus secara berkesinambungan dihaturkan kepada publik.
Achmad Sofyan Penulis bidang Intelijen
Nasionalisme Tak Dapat Bertahan pada Perut Lapar
D
isubsidi atau tidak sektor pertanian tetap terpuruk. Apalagi ditambah free trade area, lansung KO. Sekarang harga gabah terpuruk tapi harga beras tetap tinggi. Liberalisasi perdagangan mulai memakan sektor kaum marginal. Yang jadi permasalahan besar adalah NASIONALISME TIDAK DAPAT BERTAHAN PADA PERUT YANG LAPAR. Jadi jangan disalahkan rakyat nantinya jika separatisme tumbuh subur.
Nurhidayat Setiabudi Staf Pengajar, tinggal di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Berpotensi, 60 Juta Masyarakat Yang Tak Puas Dengan Hasil Pilpres 2014
03
S
aat ini kita mengalami keprihatinan yang luar biasa dalam peristiwa pilpres kemarin karena pemberitaan yang telah ‘berpihak’ secara berlebihan dan tajam. Sehingga dari kacamata saya pribadi sebagai wartawan, laporan investigasi (investigative reporting) sudah makin meredup bahkan tidak ada lagi. Kebanyakan teman-teman wartawan menunggu berita bukan menjemput berita. Terkait dengan hasil Pilpres 2014 lalu, ada 60 juta warga masyarakat yang tidak puas. Mereka berpotensi untuk digarap sebagai readership society (masyarakat pembaca). Itu ide bagus sekali. Kalau komitmen mereka masih ada maka bisa diajak untuk menggerakkan pemuda-pemuda di daerah, kabupaten-kabupaten untuk menciptakan media alternatif entah cetak atau pemberdayaan internet. Saya rasa peluang itu masih bisa dihidupkan dan dikembalikan kepada jaringan-jaringan yang tidak terlalu puas dengan hasil pilpres kemarin. Selanjutnya dirangkul semua untuk membuat media alternatif apapun bentuknya. Jaringan ada, kemampuan ada, bagaimana bisa mendayagunakan pemuda-pemuda di kabupatenkabupaten yang tidak terkontaminasi. Paling tidak terseleksi lagi di daerah-daerah remote areas (daerah terpencil) yang belum terlalu banyak tahu hingar bingar kota besar.
Abrianto Konsultan Media
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
04
Dwi Mingguan Nusantara
TOPIK UTAMA
Anatomi Kabinet Kerja Jokowi-JK 2014-2019 Apabila kita menelisik latar belakang dan profil para anggota kabinet kerja Jokowi-JK, maka boleh dikatakan sama sekali tidak mencerminkan jiwa Trisakti sebagaimana jargon yang dikumandangkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut pada masa kampanye pilpres lalu.
S
ejatinya tujuan pemberian nama kabinet Trisakti adalah: Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam ekonomi, dan Berkepribadian dalam budaya. Sayangnya, formasi kabinet yang seharusnya mencerminkan skema dan strategi kepemimpinan nasional Presiden Jokowi yang berjiwa Trisakti, pada kenyataannya justru malah menjadi kontra skema terhadap Trisakti itu sendiri.
Di Sektor Perekonomian
Sofyan Djalil Menteri Koordinator Perekonomian
Mari kita mulai menelisik di pos strategis bidang ekonomi. Pada pos ini setidaknya ada beberapa sosok yang punya reputasi sebagai ekonom berhaluan Neoliberal, atau setidaknya rentan terhadap orbit pengaruh para ekonom Neoliberal. Pertama, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil. Menelisik profil maupun latar belakangnya, putra kelahiran Aceh, 23 September 1953 ini boleh dibilang “orang dekat” Wakil Presiden Jusuf Kalla. Lebih daripada itu, melihat
edisi 1 Nusantara.indd 4
serangkaian studinya di Amerika Serikat, Sofyan Djalil nampaknya tidak berlebihan jika dipandang sebagai Man Power yang sudah lama dipersiapkan untuk mewakili skema ekonomi Neoliberal di tanah air. Tugas Sofyan Djalil bukan sebagai ekonom, melainkan sebagai pakar hukum dan diplomasi untuk menyiapkan seperangkat perundang-undangan dan peraturan hukum yang ditujukan membuka pintu kepentingan-kepentingan korporasi global Amerika untuk menguasai sektor-sektor strategis dalam perekonomian nasional kita. Misalnya pada masa pemerintahan transisi dari era Soeharto ke reformasi di bawah Presiden BJ Habibie, Sofyan Djalil tercatat sebagai salah seorang staf ahli Menteri Negara BUMN Tanri Abeng yang menyusun konsep privatisasi/swastanisasi BUMN. Sejak lulus dari program studi Hukum Bisnis pada 1984, Djalil kemudian meraih gelar Master of Art dari Graduate School of Arts and Sciences Tufts University, Medford, Massachusetts, Amerika Serikat pada 1989. Menariknya, pada 1991 Djalil juga meraih gelar master namun kali ini dibidang hukum dan diplomasi dari The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Medford, Massachusetts, Amerika Serikat. Dan dua tahun kemudian, pada 1993 Djalil meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dari perguruan tinggi yang sama. Secara analitis yang harus disorot adalah keberhasilannya diterima untuk studi di The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Medford, Massachusetts, Amerika Serikat. Karena bagi kalangan di Amerika sendiri, diterima di perguruan tinggi ini berarti masuk kategori “orang-orang terpilih.” Sehingga siap
dijadikan kader-kader yang menegara di lembaga-lembaga strategis negeri Paman Sam. Sehingga alumni perguruan tinggi tersebut yang berasal dari negara lain seperti Menko Ekonomi Sofyan Djalil, tentunya sudah berada dalam radar pengawasan dan pembinaan kalangan pengambil keputusan strategis di Washington, Bank Dunia dan IMF. Kedua, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Meski jabatan puncak terakhir Bambang semasa pemerintahan
Bambang Brodjonegoro Menteri Keuangan
SBY adalah Wakil Menteri Keuangan, tak berlebihan jika posisi Bambang mencerminkan kesinambungan kebijakan strategis keuangan pemerintahan SBY yang sejatinya berhaluan Neoliberal dan patuh pada inti dari Washington Consensus. Sedikit berbeda dengan Sofyan Djalil yang nampaknya memang lebih disiapkan sebagai konseptor hukum ekonomi yang mewakili para penentu kebijakan strategis perekonomian global di Washington, jika menelisik program studi lanjutannya setelah S-1, Bambang nampak-
nya secara sistematis dan terencana dipersiapkan untuk menata dan mengorganisasikan skema ekonomi Neoliberal pada tataran menajemen. Pria kelahiran 3 Oktober 1966 ini, lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1990, kemudian melanjutkan program S-2 dan S-3 di University of Illinois di Urbana-Champaign, Amerika Serikat. Bidang studi yang ditekuninya adalah Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Regional. Sehingga sejak meraih gelar doktor bidang ekonomi, Bambang punya reputasi sebagai pakar ekonomi khususnya terkait Desentralisasi Wilayah dan Pembangunan Perkotaan. Dari jaringan dan relasi yang terbentuk dalam komunitas internasional, Bambang praktis merupakan ekonom yang rentan berada dalam orbit pengaruh skema ekonomi Neoliberal baik Amerika maupun Jepang. Bambang tercatat pernah menjadi Ketua dalam program Formulasi Sistem Rencana Pembangunan yang disponsori oleh JICA (Japan International Cooperation Agency), yang mana seperti halnya USAID (United States Agency for International Development), seringkali merupakan perpanjangan tangan dari politik luar negeri Kementerian Luar Negeri. Selain itu, Bambang pernah dipercaya sebagai Ketua Program Formulasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dutch Trust Fund, yang disponsori oleh Bank Dunia. Juga dengan mitra yang sama, Bambang menjadi Ketua Program Formulasi Institusi Transfer antar pemerintah di Indonesia. Yang lebih menarik lagi, pada perkembangannya merupakan contact person Jepang di Indonesia. Terbukti dengan diberi kepercayaan sebagai Ketua Program Penelitian Gabungan Jepang-Indonesia untuk Desentralisasi Indonesia, yang disponsori oleh JICA. Fakta ini membuktikan bahwa Bambang dipandang sebagai kader terpercaya Jepang terkait penanganan kebijakan strategis perekonomian yang melibatkan kerjasama bilateral kedua negara. Apalagi ketika Bambang juga mendapat kepercayaan sebagai Tenaga Ahli Badan Penasehat untuk Otonomi Wilayah yang disponsori oleh Asian Develoment Bank (ADB). Maupun dalam Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Nasional untuk Desentralisasi di Indonesia, juga atas sponsor ADB. Sekadar informasi, ADB ini meski resminya beranggotakan banyak negara di kawasan Asia Pasifik, namun pemain kunci dan penentu kebijakan strategis ADB adalah Jepang. Dengan kata lain, untuk mengamankan berlangsungnya penerapan skema ekonomi liberal sebagaimana era pemerintahan SBY pada 2004-2014, posisi Bambang sebagai Menteri Keuangan merupakan integrator bersatunya aliansi strategis AS-Uni Eropa-Jepang sebagaimana yang sudah dirajut oleh David Rockefeller pada 1973 melalui terbentuknya Trilateral Commission. Lantas bagaimana halnya dengan Rini
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
TOPIK UTAMA
Rini Sumarno Menteri Negara BUMN
Sumarno sebagai Menteri Negara BUMN? Sejak Rini dipercaya oleh Presiden Megawati sebagai Menteri Perdagangan pada 2002-2004, Rini praktis telah berfungsi sebagai “Pemain Samping Serba Guna” yang kewenangan strukturalnya sebagai Menteri. Tipologi sosok dirinya sebagai seorang lobbyist dan arranger, seringkali Rini ditugasi peran sebagai pemain sentral dalam serangkaian kerjasama dengan beberapa negara, yang mengharuskan adanya terobosan diplomatik lewat “pintu belakang.” Seperti dalam kasus pembelian pesawat Sukhoi Rusia, maupun yang di era pemerintahan Jokowi-JK sekarang, memprakarsai kerjasama dua BUMN kita PT Kereta Api Indonesia dan PT Jasa Marga, dengan China International Fund (CIF). Kalau dalam kasus pembelian pesawat Sukhoi pada era pemerintahan Megawati dipandang telah menabrak UU Pertahanan, maka dalam kasus kerjasama dengan CIF ditengarai telah terjadi kesepakatankesepakatan tertutup dan tidak transparan, yang mendahului penandatangan MOU antara pihak Indonesia dan Cina. Sehingga manuver Rini Sumarno terkait kerjasama Indonesia-Cina berdasarkan skema CIF, dipandang tidak strategis dan bukan dengan pertimbangan untuk menciptakan keseimbangan baru di tengah menguatnya dominasi dan pengaruh AS dan Uni Eropa di sektor-sektor strategis perekonomian Indonesia. Dengan kata lain, manuver yang beraroma misterius tersebut, malah akan menyeret Indonesia berpindah dari “mulut macan ke mulut buaya.” Dari rangkaian pengalaman kerja Rini, ada benang merah yang cukup menarik untuk dicermati. Setelah lulus dari Fakultas Ekonomi Wellesley College, Massachusetts, Amerika pada 1981, catatan seputar aktivitas Rini antara 1981-1988 praktis hilang dari radar pengawasan. Dalam analisis intelijen, fakta ini mengindikasikan sesuatu yang disembunyikan. Atau bisa juga, karena ada kegiatan-kegiatan tersamar dalam periode tersebut. Berkembang informasi bahwa pada masa itu, Rini tercatat pernah menjadi staf pada Kementerian Keuangan Amerika Serikat. Kedua, ketika karirnya mulai bersinar pada 1989, Rini tercatat sebagai General Manager Finance Division, PT Astra International. Pada 1995, setelah diselingi oleh pengalaman kerja di beberapa tempat, kembali tercatat sebagai Presiden Komisaris PT Astra Agro Lestari. Bahkan pada 1990-1998, dipercaya sebagai Direktur Keuangan PT Astra International. Dan pada 1998-2000, Presiden Direktur Astra International. Yang menarik dari serangkaian jabatan
edisi 1 Nusantara.indd 5
strategis di lingkungan Astra International, bukan pada fakta bahwa ada kedekatan antara Rini dan Jepang. Melainkan sebuah fakta menarik bahwa Rini ada kedekatan dan koneksi yang luas dengan jaringan para pebisnis Cina yang berada dalam orbit beberapa pengusaha seperti Liem Soe Liong, Eka Cipta, Sofyan Wanandi, dan beberapa pengusaha Cina yang tergabung dalam jaringan Yayasan Prasetya Mulya. Karena Yayasan Prasetya Mulya yang notabene merupakan wujud dari kekuatan konglomerasi Cina di Indonesia pada era pemerintahan Soeharto, telah mengambil alih mayoritas kepemilikan saham dari tangan Willem Suryajaya. Inilah sisi rawan dari pemerintahan Jokowi-JK. Fungsi Rini sebagai “Pemain Samping Serba Guna” pada perkembangannya telah menjadi arranger yang mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan strategis konglomerat-konglomerat Cina dan bahkan juga debitur BLBI, dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Di Sektor Energi dan Sumberdaya Min-
gas Indonesia pada negara asing, dan bahkan akan mengembangkan swastanisasi migas di sektor hilir kepada pihak asing, menyusul keberhasilan pihak asing dalam menswastanisasikan migas di sektor Hulu melalui payung hukum UU Migas 22/2001. Sehingga praktis Pertamina sebagai produsen minyak, telah dilumpuhkan dari dalam. UU Migas 22 meski diberlakukan pada 2001, namun menurut informasi yang telah terkonfirmasi, draf RUU Migas sebenarnya sudah disusun di Washington sejak 1997. Berdasarkan pada faktafakta tersebut, rasanya masuk akal jika ditarik kesimpulan bahwa penempatan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM tentunya ditujukan untuk mengamankan, dan bahkan memantapkan skema Neoliberal tersebut secara lebih solid. Melihat lingkup pergaulan dan perkawanannya melalui beberapa aktivitasnya terdahulu, seperti kedekatannya dengan Kuntoro Mangkusubroto dan Sri Mulyani, nampaknya Sudirman merupakan mata-rantai penting sekaligus representasi kesinambungan pemerintahan SBY di era pemerintahan Jokowi-JK.
05
nah menjabat Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) pada 2008-2009. Kenyataan bahwa Tedjo merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut 1975, kiranya harus dibaca adanya jalinan halus dengan para perwira militer yang dari generasinya mantan Presiden SBY yang lulusan Akabri 1973. Sebagaimana tradisi di kalangan perwira militer, biasanya para perwira senior punya kedekatan dengan para perwira juniornya dua angkatan di bawahnya. Dari sekelumit kisah penempatan Tedjo Edhy maupun Ryamizard, bisa disimpulkan dalam dua makna. Pertama, bisa jadi diplotnya Ryamizard sebagai Menteri Pertahanan dimaksudkan agar pos kementerian pertahanan itulah yang justru harus diperkuat. Namun dari sisi lain, bisa juga dengan penempatan Tedjo Edhy justru merupakan sebuah skema untuk membendung pengaruh Ryamizard di pos kementerian pertahanan. Melihat formasi di sektor Polkam ini memang menarik, apalagi bila terjadi instabilitas politik yang mengarah pada vakum kekuasaan. Jika skenario pelengseran Jokowi terjadi, kemudian disusul dengan tampilnya Jusuf Kalla sebagai presiden pengganti seperti banyak diprediksi berbagai kalangan sebagai sebuah kemungkinan yang bakal terjadi.
Sudirman Said Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)
eral (ESDM), Jokowi menunjuk Sudirman Said sebagai Menteri. Pria Kelahiran 16 April 1963 ini, merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN). Sekolah atas biaya negara berdasarkan ikatan dinas pada 1990. Meski bukan penganut paham ekonomi Neoliberal yang cukup kental seperti halnya rekan-rekannya dari UI dan lulusan Amerika lainnya, namun lingkup pergaulannya yang dekat dengan Kuntoro Mangkusubroto dan ekonom Sri Mulyani Indrawati, nampaknya cukup rentan untuk berada dalam skema ekonomi Neoliberal di bawah panduan skema Washington Consensus. Memang benar, jika menelisik lingkup pergaulannya sebagai aktivis anti korupsi dan pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), membuat kedekatan dirinya dengan beberapa tokoh seperti Erry Riyana, Mar’ie Muhammad, Todung Mulya Lubis dan sosiolog UI Dr. Imam Prasodjo. Lepas dari fakta bahwa kedekatan Sudirman Said dengan para figur publik tersebut karena kegiatannya yang intensif sebagai aktivis anti korupsi, tak bisa dibantah bahwa Sudirman Said berada dalam orbit pengaruh klan politik yang berhaluan Neoliberal. Alhasil, seperti halnya juga dengan rekan-rekannya yang duduk dalam pos perekonomian kabinet kerja JokowiJK, Sudirman Said diyakini akan tetap meneruskan kebijakan strategis tata kelola migas yang bertumpu pada skema Washington Consensus. Yaitu tetap mempertahankan ketergantungan impor Mi-
Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno Menko Politik, Hukum Keamanan
Di Sektor Polkam Nah, terkait keputusan Jokowi menunjuk Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, ada sebuah cerita yang cukup menarik. Semula, Megawati sebagai ibu suri PDIP, sudah mantap akan memasang mantan KSAD Ryamizard Ryacudu sebagai Menko Polhukam. Sedangkan Menteri Pertahanan bisa diajukan nama lain. Namun tiba-tiba, ada masukan dari seorang paranormal yang cukup dekat dengan Megawati dan Tjahyo Kumolo, agar Ryamizard sebaiknya dipasang sebagai Menteri Pertahanan. Karena di pos ini, perlu orang kuat dan berjiwa NKRI. Sedangkan untuk Menkopolhukam, cukup dipasang sosok yang tidak terlalu kuat, tapi cukup sabar. Maka kemudian, muncullah nama Tedjo Edhy untuk jabatan Menko Polhukam. Sedangkan Ryamizard dipasang sebagai Menteri Pertahanan. Benar tidaknya informasi seorang paranormal orang dekat Mega tersebut yang disampaikan langsung kepada penulis, memang bisa benar bisa juga tidak. Yang jelas, kenyataannya memang seperti itu formasinya. Tedjo Edhy meski direkrut melalui Partai Nasdem, salah satu unsur koalisi Indonesia Hebat (KIH), namun secara personal Tedjo Edhy merupakan rekomendasi dan restu dari mantan Panglima TNI Wiranto. Pria kelahiran Magelang 20 September 1952 ini, per-
Ryamizard Ryacudu Menteri Pertahanan
Namun bagaimana dengan skenario triumvirat Menhan-Menlu-Mendagri? Lepas dari kemungkinan semacam ini masih susah dibayangkan, namun paranormal orang dekat Mega tersebut sempat memaparkan kemungkinan ini kepada penulis. Menurut dia, hal ini sudah dalam perhitungan Megawati. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga, dan negara dalam keadaan vakum kekuasaan, maka tiga menteri tersebut akan bisa memainkan peran. Dan dalam perhitungan Mega, Mendagri Tjahyo Kumolo dan Menhan Ryamizard Ryacudu merupakan kartu truf Megawati.
Tjahyo Kumolo Menteri Dalam Negeri
Dalam skenario terburuk vakum kekuasaan, Mendagri dan Menhan berada di tangan Megawati. Dan biasanya, dalam situasi politik yang krusial semacam itu,
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
06
Dwi Mingguan Nusantara
TOPIK UTAMA
Menlu biasanya ikut arus dan tren politik yang berkembang. Alias ikut ke mana arah angin berhembus. Apakah hal semacam ini bisa dijalankan semudah itu dalam penerapannya nanti, entahlah. Yang jelas, bayangan semacam ini memang sudah ada di benak kubu Jokowi. Yang tentunya hal ini sekaligus juga untuk mengantisipasi kemungkinan skenario pelengseran Jokowi namun didasarkan gagasan untuk memunculkan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Presiden pengganti Jokowi. Membaca adanya skenario semacam ini, maka meski posisi menlu hanya faktor pelengkap, namun hal ini berarti penunjukan Retno Lestari Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri mustahil jika sekadar asal pilih. Pastinya juga sudah dalam pertimbangan dan perhitungan strategis. Jika menelisik karir awalnya sebagai diplomat yang ditempatkan di luar neg-
Retno Lestari Marsudi Menteri Luar Negeri
eri, ada sebuah benang merah yang cukup menarik. Pada 1997-2001, Retno mengawali karir diplomatiknya sebagai Sekretaris Satu bidang ekonomi Kedutaan Besar RI di Den Haag, Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, Retno ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan Amerika. Bahkan kemu-
dian, pada 2003, Retno mendapat promosi sebagai Direktur Eropa Barat Kementerian Luar Negeri. Nampaknya, Belanda menjadi tempat menyiapkan Retno sebagai pemain kunci untuk menyatukan kepentingan strategis Amerika dan Eropa Barat. Karena sesudah dipromosi sebagai Direktur Eropa Barat, Retno tak lama kemudian meraih gelar S2 hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda. Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, ia juga sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas Oslo. Sebelum masa baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Di-
rektur Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika Serikat. Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation). Jelaslah sudah, bahwa penunjukkan Retno sebagai Menteri Luar Negeri tidak sesederhana seperti terlihat di permukaan. Dalam situasi Indonesia yang normal ataupun dalam keadaan vakum kekuasaan negara, Retno merupakan representasi hajatan Amerika Serikat dan Eropa Barat di Indonesia. Catatan karir diplomatiknya, telah berbicara dengan sendirinya. Redaksi
Sonni Gondokusumo:
‘‘Naiknya Jokowi, Pasti Ada Dukungan Orang Kuat’’
Dalam suasana kekeluargaan, Tabloid Nusantara berkesempatan berbincang santai dengan teman kecil Presiden Amerika Serikat Barack Obama semasa bersekolah di SD Menteng 01, yang dikenal sebagai SD Besuki Menteng.
S
onni IS Gondokusumo, SH. Pria yang akrab dipanggil Sonni, saat ini aktif sebagai penggiat sosial politik Grahana Casta – sebuah ormas yang turut ia bidani kelahirannya pada tahun 1976. Grahana Casta aktif dalam berbagai program kegiatan kaum muda seperti dibidang seni, budaya dan olahraga baik di tingkat nasional maupun di level internasional. Berikut kutipan wawancara Tabloid Nusantara dengan Sonni Gondokusumo: Bagaimana anda melihat pemerintahan Jokowi saat ini? Saya melihat komposisi kabinet Jokowi-JK memang diisi oleh orang-orang profesional dan politisi muda. Presiden Jokowi sendiri masih berusia 53 tahun. Tapi terus terang saya merasakan ada sesuatu yang janggal, saya curiga ada tujuan lain kedepannya. Jokowi itu seangkatan saya, tapi kariernya melonjak begitu cepat. Tahun 2000-an, Jokowi mulai dikenal dengan proyek mobil Esemka dan Walikota Solo. Tibatiba Jokowi diangkat menjadi Gubernur DKI. Belum selesai menjabat gubernur DKI langsung dicalonkan sebagai presiden. Kalau di Amerika sudah biasa bila seorang Walikota atau Gubernur dicalonkan menjadi Presiden, misalnya Presiden Obama. “Kalau di Indonesia, ini suatu keanehan. Suatu hal yang langka,” ucap Sonni dengan nada yang agak meninggi. Coba perhatikan setelah periode Presiden Soeharto, yang menjadi Presiden, pasti memiliki latar belakang yang kuat. Misalnya Habibie, sebelum menjadi presiden adalah Wakil Presiden dari Presiden Soeharto. Bahkan untuk menjadi Wakil Presiden, misalnya Jenderal (Purn) Try Sutrisno, terlebih dahulu menjadi Panglima ABRI dan ajudan Presiden. Kepercayaan sudah menempel lama sebelum menjabat. Lalu Presiden Gus Dur, sebelum menjadi Presiden dia adalah Ketua Umum PBNU. Salah satu ormas terbesar di Indonesia. Megawati, waktu itu Ketua Umum PDI Perjuangan. Salah satu partai politik terbesar di
edisi 1 Nusantara.indd 6
Indonesia. Termasuk Presiden SBY yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Pangdam Sriwijaya, dan juga Kaster di Hankam. Bahkan juga pernah sebagai menteri. Nah, kalau Jokowi ini begitu cepat dia punya karier. Karena yang seangkatan dengan saya saja, kalau dia tidak berangkat dari bawah dan didukung oleh orangorang kuat atau cukong pastilah susah. Coba lihat pada pilpres kemarin saingannya Prabowo. Apa Prabowo tidak kuat. Dia Jenderal dan didukung oleh partai-partai besar. Tapi Jokowi tetap menang. Saya melihat kemenangan Jokowi bukan dari dukungan PDI Perjuangan atau dukungan Megawati. Saya melihat paartai itu hanya sebagai “kereta” saja. Nah, di belakang Jokowi pasti ada cukong-cukong besar yang mendukungnya. Pria yang juga pernah bertetangga dengan Presiden Obama ketika tinggal di wilayah Menteng Pulo Jakarta Selatan ini, tampak begitu keheranan atas terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden. Sonni terlihat berupaya meyakinkan kepada kami bahwa keheranannya tersebut sangat beralasan. Balik lagi mengenai komposisi kabinet Jokowi-JK, bagaimana pandangan anda? Seperti saya sampaikan sebelumnya, komposisi kabinet pemerintah sekarang memang terlihat sisi profesionalnya. Seperti Menteri Susi Pujiastuti yang memiliki perusahaan Susi Air. Kemudian Menporanya memiliki kuda-kuda pribadi seperti Prabowo. Hanya saja saya belum melihat tujuan pemerintahannya. Saya curiga jangan-jangan ada pesanan dari orang-orang dibelakangnya. Tapi kalau kita lihat kebijakan pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM, saya tidak melihat jiwa nasionalisnya. Kalau dia benar-benar ingin mensejahterakan rakyat, harusnya perhatikan dulu rakyatnya yang miskin. Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat secara fisik, melainkan juga rakyatnya sejahtera atau
tidak. Percuma saja kalau secara fisik pembangunannya bagus tapi rakyatnya miskin. Sama saja bohong. Melihat kondisi seperti ini, bagaimana kabinet dapat bertahan menjalankan tugasnya? Saya beranggapan, kalau memang pemerintahan Jokowi ini benar-benar berniat untuk memberantas koruptor mungkin dia bisa bertahan selama lima tahun. Tapi kalau seandainya dia berniat untuk ”menjajah” Indonesia maka satu tahun pastilah selesai. Indonesia sudah lama merdeka. Kita tidak ingin dijajah kembali. Saat ini terasa sekali kalau Indonesia secara ekonomi sudah dijajah kembali oleh negara-negara asing. Bahkan mereka berusaha untuk menjajah lebih dalam lagi. Kalau ada pilihan, mana yang anda pilih, pemerintahan Jokowi tetap dilanjutkan atau segera diganti? Oh, kalau saya dikasih pilihan, saya minta segera diganti pemerintahan Jokowi. Diganti dengan pemerintahan yang benar-benar pro rakyat. Dengan presiden yang benar-benar berjiwa Indonesia. Orang Indonesia asli. Bukan mereka yang menjadi Indonesia karena hanya berdasarkan menikah dengan orang Indonesia. Siapapun sebelum menjadi presiden harus jelas asal-usulnya. Maaf saja, sampai saat ini saya belum jelas mengenai keluarga Jokowi. Kalau dibandingkan dengan SBY dahulu, sudah jelas siapa orangtuanya. Nah, ini juga yang mencurigakan buat saya. Asal usul yang tidak terlalu jelas tiba-tiba saja naik jadi presiden. Obrolan kami berakhir menjelang pukul tujuh malam. Sonni akan segera mengakhiri aktifitasnya di kantor. Sambil siap-siap bergegas, Ayah dua anak ini sempat menunjukkan pajangan-pajangan fotonya. Ia menjelaskan bagaimana aktifitas Grahana Casta sejak dahulu sudah banyak melibatkan orang-orang yang kini hidup sukses. Tommy Soeharto, Erik Tohir, dan Biem Benyamin adalah beberapa nama yang ia sebutkan pernah aktif dalam organisasi ini. RD/FSA
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
TOPIK UTAMA
07
Jusuf Kalla:
Sambil Berdagang Main Politik
Sebelum masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Jusuf Kalla lebih dikenal sebagai pengusaha pribumi yang tergolong sukses. Sehingga hanya segelintir kalangan saja yang tidak terkejut ketika putra kelahiran Watampone 15 Mei 1942 itu bakal jadi politisi lihai yang diperhitungkan di pentas politik nasional, baik oleh kawan maupun lawan.
S
ejak remaja JK sudah aktif berkecimpung dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Sulawesi Selatan tahun 1960-1964. Diperiode inilah naluri politik JK berkembang dan menemukan bentuk praktisnya ketika menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar pada tahun 1965-1966. Dengan memiliki basis dukungan kuat dari PII dan HMI, menempatkan JK sebagai seorang tokoh mahasiswa di Sulsel. Tidak mengherankan jika JK kemudian dipercaya menjadi Ketua Dewan mahasiswa Universitas Hasanudin sekaligus Ketua Dewan Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tahun 1967-1969. Disini JK mulai tampil sebagai politisi muda yang berpengaruh ditengah dinamika politik tanah air yang memanas. Dan seperti kita ketahui, ketika Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto, KAMI memperoleh porsi politik karena peranan mereka menghantarkan berdirinya Orde Baru. Nah, sampai di sini, bila ditelisik terlihat betapa JK sejak era 1960-an sudah merajut jaringan dan koneksi politik melalui kiprahnya di berbagai organisasi kemahasiswaan baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. Sebuah modal politik yang cukup untuk menghantarkan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Hasanudin ini kelak menjadi sosok pemimpin yang patut diperhitungkan. Dan dengan latar belakang sebagai pengusaha inilah yang kemudian melancarkan jalan putra dari pasangan Haji Kalla dan Athirah ini memasuki dunia politik. Karena bisnis dan politik adalah ibarat sebuah koin mata uang yang mempunyai dua sisi. Lalu bagaimana ceritanya JK bisa punya akar dukungan yang kuat di Partai Golkar hingga sekarang meskipun saat ini partai berlambang beringin tersebut berada dalam kendali kekuasaan Aburizal Bakrie? Untuk menjawab kuatnya akar dukungan Kalla di Golkar hingga sekarang, meskipun resminya JK diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa(PKB), maka kita harus menelisik berdirinya Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar. Sebuah organ cikal bakal berdirinya partai Golkar di masa pemerintahan Soeharto yang diprakarsai oleh beberapa orang Jenderal Angkatan Darat untuk membendung pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1965, setelah pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), JK terpilih menjadi ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (1965-1968). Di tahun yang sama, saat JK tengah menyelesaikan tugas akhir, dirinya terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan periode 1965-1968. Dan karir politik JK melesat saat dirinya terpilih menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1982-1987 mewakili Golkar dan pada tahun 1997-1999 mewakili daerah. JK punya basis dukungan dari berbagai kalangan dan komponen masyarakat. Apalagi, sebelum terjun ke dunia politik, JK sempat menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda). Sehingga koneksi dan
edisi 1 Nusantara.indd 7
relasinya begitu beragam dan luas tidak saja dari milieu politik, tapi juga dari komunitas bisnis. Debut politik JK dipentas nasional dimulai ketika Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI ke 4. Ditariknya JK oleh tokoh sentral Nahdlatul Ulama tersebut sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan antara 1999-2000 – tidak bisa dilepaskan dari kedekatan hubungan mereka dalam kegiatan forum-forum politik informal. Namun masa jabatan JK dalam Kabinet Gus Dur tidak berjalan lama. JK kemudian dipecat oleh Gus Dur dengan dalih tersangkut kasus korupsi. Sayang, tidak jelas apa persisnya tudingan Gus Dur karena tidak ada tindaklanjut penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus yang
dituduhkan pada JK. Ketika Gus Dur dilengserkan melalui Sidang Istimewa MPR pada 2001, JK diangkat kembali oleh Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (Menko Kesra), Dan pada fase inilah kolaborasi JK dengan SBY sebagai Menko Polkam menemukan kesamaan visi yang kemudian mengental dalam adukan misi kepentingan politik yang sama. Jadi tidak mengherankan ketika menjelang pemilu presiden langsung pertama pada 2004, JK mengundurkan diri dari pemerintahan Megawati dan memutuskan untuk maju mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden mendampingi calon presiden partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Duet SBY-JK akhirnya menang telak atas pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Dan dengan mulus melenggang ke istana. Pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, JK mampu mengimbangi permainan SBY sehingga JK boleh dibilang bumper bagi mulusnya misi SBY memperjuangkan kepentingan “Partai Demokrat” ketika harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak populer di mata masyarakat.
Sukses di KIB Jilid I, kolaborasi SBY-JK kemudian berpisah. Suami dari Mufidah ini kemudian berduet dengan mantan Panglima TNI Wiranto yang berhasil mengalahkan Prabowo Subianto dalam Konvensi Partai Golkar. Duet JK Wiranto kemudian maju sebagai Capres dari Partai Golkar. Dan kalah. SBY kembali melenggang dengan mulus menjadi presiden untuk periode kedua 2009-2014. Sementara itu, JK tetap berada dalam orbit atmosfir SBY menjabat sebagai ketua Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2009-2014. Dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) dalam Muktamar VI DMI untuk periode 2012-2017. Jika ditelisik debut politiknya sejak 1999, JK sudah berkiprah di pentas politik selama 15 tahun. Belum lagi jika dihitung sebagai salah satu pemain politik kunci menjelang reformasi. Boleh dibilang JK sudah berinvestasi politik lebih dari 40 tahun sejak ikut mendirikan Orde Baru. Dengan begitu, selama rentang waktu lebih dari 40 tahun JK telah memupuk modalitas politik. Koneksi dan Jaringan. Baik dari basis politiknya di Golkar, dari alumni HMI dan PII, almameternya di Universitas Hasanudin, komunitas bisnis dari internal Golkar maupun dari luar Golkar, dan yang tidak kalah penting, adalah dari keluarga besar Nahdlatul Utama, yang mana almarhum ayahnya Haji Kalla, tercatat sebagai salah seorang tokoh sentral NU. Maka tidaklah aneh jika PKB mencalonkan JK menjadi Capresnya. Diluar semua itu, ada investasi politik JK yang mungkin paling berharga yakni konsolidasi birokrasi di pemerintahan selama 15 tahun terakhir – yang menjadikannya seorang birokrat dan politisi senior di tanah air. Tiga jabatan prestisius pernah disandangnya, mulai Ketua Umum Partai Golkar, Menteri dan Wakil Presiden. Ketika pada 19 Mei 2014, JK resmi menjadi pendamping Jokowi dan maju sebagai calon wakil presiden Indonesia periode 2014-2019 sebetulnya tidak terlalu mengejutkan banyak pihak. Malah sudah ada dugaan hal itu akan terjadi. Bahkan ketika pasangan Jokowi-JK mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta sebagian pengamat politik yang berada diluar koridor arus utama tidak terkejut. Karena menurut mereka pasangan Jokowi-JK merupakan kesinambungan pemerintahan SBY. Benarkah? Kita tunggu saja jawabannya. JK sebagai birokrat dan politisi senior di Indonesia, ibarat menanam padi, sekarang adalah waktunya panen raya. Oleh karena itu, tidak begitu mengejutkan ketika menelisik personil kabinet kerja Jokowi-JK, hampir semuanya mempunyai irisan hubungan, baik langsung ataupun tidak langsung dengan JK, baik dimasa lalu maupun untuk masa depan. Ingat ketika kolaborasi JK dengan SBY menemukan kesamaan visi yang kemudian mengental dalam adukan misi kepentingan politik yang sama. JK kini mengaduk kopi PDIP, PKB, Nasdem, dan Hanura dengan taste yang sama. Hmm, mantap kopinya. RD/HEN
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
08
Dwi Mingguan Nusantara
NUSANTARA
Jurnalisme Ala Detektif Kian Terpinggirkan
Penulis Adjie Subela (Wartawan Senior)
Media Massa modern kini telah kehilangan jati dirinya sebagai agen perubahan dan penyambung lidah rakyat. Media massa telah kehilangan karakter jurnalisnya ketika dikuasai oleh para konglomerat. Dan tanpa disadari media massa kemudian menjelma menjadi sebuah industri raksasa yang menyuburkan gaya hidup liberalis kapitalis di tanah air.
D
ewasa ini dengan kekuatan modal yang tidak terbatas jurnalisme telah dikemas menjadi semacam produk iklan. Berita diproduksi layaknya iklan sabun. Jadi tidak mengherankan bila para pemilik media yang kebetulan memiliki ambisi politik kemudian menggunakan media massa sebagai alat kampanye politiknya. Hal tersebut sudah kita saksikan bersama dalam pertarungan Pilres 2014 lalu. Etika penulisan yang jujur, apa adanya dan seimbang tampaknya bakal tinggal kenangan, atau sekedar menjadi bahan diskusi yang asyik dalam sebuah kursus jurnalistik. Betapa tidak, bila sekarang seorang reporter dapat memasukkan opini sesukanya sehingga hasil tulisannya tidak bisa dibedakan lagi apakah sebuah reportase, laporan, atau hanya sekedar dongeng. Kisah perburuan berita ala detektif (investigative reporting) yang dulu sangat popular, kini pun tinggal kenangan. Dahulu, pada era tahun 1950-an, ketika wartawan tidak terlalu terikat dengan sebuah institusi media – penghasilan mereka sangat tergantung pada kualitas tulisan yang dimuat oleh media. Tidak mengherankan bila tulisan mereka hebat-hebat. Bila kita telusuri, sejarah investigative reporting sendiri sudah berusia lebih dari tiga abad, sejak Benjamin Harris meneliti dan menyelidiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat Amerika ketika masih dijajah oleh pemerintah kolonial Inggris pada 1690. Ketika Harris mempublikasikan reportasenya dalam sebuah penerbitan – tidak perlu waktu lama pemerintah Inggris langsung menutup penerbitan itu. Ada kisah menarik tentang seorang wartawan perempuan yang terkenal di bidang ini, Nellie Bly yang sengaja membuat dirinya men-
edisi 1 Nusantara.indd 8
jadi gila untuk melakukan kerja ala detektif dirumah sakit jiwa. Dalam petualangannya dirumah sakit jiwa itu Bly, menemukan banyak penyelewengan dana publik yang kemudian ditulis dengan judul Ten Days in Mad House tahun 1888. Laporan investigasi lain yang sangat terkenal adalah kasus Watergate yang digali oleh dua orang wartawan The Washington Post, yaitu Carl Bernstein dan Robert Woodward, yang membuat Presiden Richard Nixon dilengserkan dari jabatannya. Di Indonesia sendiri ada kasus BreX Busang tahun 1997, sebuah investigasi tentang pemalsuan kadar emas di pertambangan milik Bre-X, yakni sebuah perusahaan tambang asal Kanada – yang dilakukan oleh seorang insiyur Filipina, Michel de Guzman. Guzman kemudian dinyatakan mati bunuh diri melompat dari helikopter dan jenasahnya ditemukan empat hari kemudian. Lewat kejelian wartawan majalah Tempo, Bondan Winarno, kasus rekayasa kadar emas untuk mendongkrak nilai sahamnya di bursa saham terungkap. Belakangan ini, laporan investigasi sudah semakin jarang ditemukan. Tapi dalam skala tertentu dan untuk kepentingan tertentu investigasi masih dilakukan oleh sekelompok wartawan yang dikenal dengan sebutan wartawan “bodrex.” Mereka dikenal sebagai wartawan yang tidak memiliki media. Namun sebagai jurnalis mereka memiliki kemampuan naluri investigasi yang cukup baik. Sayang mereka sudah mendapat stigma negatif dari sesama wartawan maupun masyarakat umum karena memang ada sebagian dari mereka yang berkiprah “negatif.” Dalam industri media kapitalis yang serba instan, kerja wartawan ala detektif ini mulai dikurangi atau diharamkan dengan pertimbangan komersial.
Nah, ditengah arus utama media yang dikuasai oleh para konglomerat – sebenarnya masih ada ruang sempit yang belum dikonstruksi. Kondisi media cetak saat ini memang kalah bersaing dengan media online. Di Amerika Serikat sendiri media cetak banyak yang berguguran. Mereka mencoba pindah ladang ke media online atau stasiun TV online. ... Sementara itu disaat yang bersamaan penguasaan gadget cerdas telah tumbuh subur bagai jamur di musim hujan – menembus batas negara dan waktu. Teknologi komunikasi digital telah menyebarkan informasi secara cepat dan real time ke seluruh belahan dunia tanpa terkendala batasan waktu. Dunia yang dulu begitu luas tak terjangkau kini tergenggam dalam bentuk sekeping ponsel pintar. Siapa saja yang memiliki ponsel pintar dan mengetahui sedikit fasilitas pemakaiannya dia seakan menenteng dunia dalam genggaman tangannya ke mana pun ia pergi. Dengan ponsel pintar kita tidak lagi terikat dengan penerbitan konvensional yang memerlukan kertas. Bahkan perpustakaan pun semakin sepi pengunjung dengan hadirnya “Mbah Google”. Para pemilik gadget kini dapat menjadi penulis, penerbit, sekaligus pembaca, penonton atau pendengar aktif, yang tidak lagi terseleksi oleh institusi jurnalisme konvensional yang sedang hibernasi. Jurnalisme dunia maya tidak lagi tunduk pada narasi konvensional, yang sudah kuno dan kolot. Kini orang begitu mudah membangun jaringan komunikasinya sendiri, membangun “jurnalisme baru” yang terlepas dari pengaruh jurnalisme konvensional yang sangat mengikat. Kemampuan publik membangun kluster-kluster komunikasinya sendiri sebetulnya adalah reaksi alamiah terhadap otoritarianisme jurnalisme di tanah air yang dikuasai oleh para konglomerat. Dengan tumbuhnya satu bentuk mekanisme komunikasi baru yang sangat revolusioner melalui internet – kita berharap mekanisme itu bisa menyatukan kluster-kluster yang berserakan di dunia maya ke dalam puzzle NKRI. Paling tidak membangun konstruksi NKRI dunia maya yang tetap berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.* *Tulisan ini merupakan suntingan dari The Global Review tulisan Adji Subela, Matinya Jurnalisme Konvensional.
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
NUSANTARA
09
Media Massa Nasional Dalam Genggaman Konglomerat Perkembangan media massa di Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan media-media barat. Bermunculannya konglomerasi media massa saat ini menjadikan peran media bertambah, melindungi kepentingan pemilik modal.
J
ejak barat ini pun diikuti oleh para pemilik media dan dianggap memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Bila dicermati bagaimana media nasional “terjun bebas” di perhelatan pemilihan presiden (pilpres) lalu. Media yang notabene milik politisi atau yang memiliki jaringan kepada partai politik memberikan pengaruh terhadap sudut pandang pemberitaan. Sehingga porsi berita terlihat tidak berimbang pada masing-masing calon. Sementara itu, kegiatan pilpres juga mendapat perhatian langsung dari media asing. Berbagai sudut pandang pemberitaan juga tercermin dari berbagai media, antara lain New York Times, Wallstreet Journal, CNN, dan sebagainya. Kekuatan media dalam keberpihakan pemberitaan tentunya menjadi perhatian penting bagi banyak pengamat. Tragisnya ini muncul di tengah masyarakat yang masih belum bisa menyaring informasi, baik berita yang bersifat provokatif atau bahkan menggiring pemikiran masyarakat kepada penafsiran negatif terhadap salah satu calon. Syarif Hidayat, wartawan senior berpendapat, fungsi media di Indonesia tentunya lebih berat dibandingkan fungsi media di luar negeri. Jika di luar negeri hanya untuk menginformasikan dan menghibur, di Indonesia media berperan penting dalam mengedukasi masyarakat.
“Kalau media barat itu hanya to inform (memberitahu) dan to entertain (menghibur). Sementara di Indonesia, disamping memberitahu juga ada mendidik atau educate, juga menghibur,” ujar Syarif. Lebih lanjut Syarif menambahkan, unsur bisnis pun mewarnai arah pemberitaan. Iklan yang masuk ke media massa punya hak lebih dalam menentukan kebijakan pemberitaan. Unsur bisnis menjadi elemen utama dibandingkan hakikat dari media massa itu sendiri. Bukan hal yang aneh bila di zaman yang serba sulit ini pakem bisnis diutamakan. Keadaan ekonomi yang moratmarit mengharuskan para perusahaan menggarap pasar pembaca. Persaingan antar media setelah orde baru bisa dibilang “gila-gilaan”, ditambah dengan munculnya media online di awal tahun 2000-an. Setidaknya Joko Yuwono, selaku pelaku media merasakan kegundahannya terkait perkembangan media saat ini. Menurutnya, narasumber yang kini sering tampil di media massa merupakan orang-orang yang bisa mendatangkan uang. “Saat ini serba instant artinya cenderung ke topping news atau mencari tokoh-tokoh yang bisa mendatangkan uang untuk mencari iklan pariwara dan sumber bahan kajian berita itu banyak sekali, karena di era post modernisme ini orang-orang suka mengejar status, orientasi status
apakah jabatan, posisi, yang tidak berdasarkan prestasi,” ujarnya. Joko menambahkan, apa yang dilakukan media-media saat ini memang sudah terjadi sejak zaman orde baru. Sebagai pelaku media, ia pun mau tidak mau harus mengemas berita yang memiliki nilai jual agar dapat memenangkan pasar. “Jauh hari sejak orde baru, saya juga terus-terusan mengemas bagaimana lagi-lagi rebutan pasar. Saya sebagai pelaku mengemas berita yang seharusnya menurut pasar tidak harus begitu,” ujar Joko. Tak dipungkiri bahwa media mainstream tidak menyalurkan aspirasi masyarakat. Hal ini akan menciptakan media baru atau media alternatif di dalam sebuah komunitas atau forum. Joko menjelaskan ketika perbedaan sudut pandang antar komunitas tidak dapat terkontrol dan tidak terikat dengan sebuah ideologi yang sama, hal ini akan menjadi masalah. Baginya, media massa Indonesia memiliki ideologi yang dapat mengontrol perbedaan penyajian berita antar komunitas, yakni Pancasila. “Kita sebenarnya punya ideologi yang dapat mengikat, yaitu 5 butir pancasila,” tegasnya. MM
Media Internasional Dikuasai Yahudi? AOL Time Warner
Viacom
Pemilik : Gerald Levine Anak Perusahaan : Warner Bros, Hanna-Barbera Cartoons, Bioskop Multiplex, CNN, HBO, TNT, Cartoon Network, Time Warner Cable, Majalah Time, Majalah Forbes, dll Keuntungan per tahun: US $ 31,8 miliar atau 308,5 triliun Gerald Levine dilahirkan di Pennsylvania, negara bagian Amerika, dari orang tua yang berkebangsaan Rusia dan Rumania Yahudi. Karier medianya dimulai awal tahun 70-an. Levine, yang sebelumnya bekerja di perusahaan hukum dan pengembangan internasional ini, pernah mendalami tentang kontinuitas antara ilmu kristen dan yahudi di Universitas Haverford, Pennsylvania. AOL Time Warner menguasai 29 televisi berbayar dan 33 majalah yang tersebar di 12 negara.
Pemilik : Sumner Red Stone (Murray Rothstein) Anak Perusahaan : CBS, MTV, Nickelodeon Keuntungan per tahun : US $ 12,6 miliar atau 122,2 triliun Lulusan sekolah Harvard ini merupakan keturunan keluarga yahudi asal Jerman yang dilahirkan di Boston Massachusetts kehidupannya kental dengan budaya yahudi. Awal karirnya di dunia media massa ketika sang ayah menjadikannya CEO perusahaan teater National Amusements. Ia lanjut Menginvestasikan dana ke beberapa perusahaan media, seperti Columbia Pictures, Twentieth Century Fox, Orion Pictures, and Paramount Pictures.
The Walt Disney Company
News Coorporation
Pemilik : Michael D Eisner Anak Perusahaan : The Disney Channel, ESPN, dan tempat hiburan Disney Keuntungan per tahun: US $ 23,4 miliar atau 227 triliun Eisner merupakan keturunan Jerman Yahudi sekuler dari keluarga pebisnis. Ia lahir di Mount Kisco New York, 1942. Awal karir Eisner di Walt Disney sebagai salah satu pengelola CBS—saat ini CBS dimiliki Viacom-- dan NBC. Kemudian Ia direkrut oleh Barry Diller yang saat itu merupakan salah satu pimpinan di ABC sebagai asisten direktur program nasional. Ketika Diller naik jabatan sebagai pimpinan Paramount Pictures, Eisner ditetapkan sebagai presiden dan CEO studio film. Perusahaan yang menaungi The Disney Channel ini beroperasi di delapan negara dan ESPN mencakup 165 negara di Asia, Eropa, dan Amerika Latin.
Pemilik : Rupet Murdoch Anak Perusahaan : Tv Kabel Fox News, Jaringan Fox, The New York Post, The Times, The Sun, The News of The World di Inggris Keuntungan per tahun : US $ 13,5 miliar atau 130,8 triliun Rupet Murdoch adalah anak seorang jurnalis biasa Koran Inggris di Australia. Saat ayahnya menikah dengan seorang Yahudi yang kaya raya, ayahnya langsung diangkat sebagai pimpinan redaksi koran tersebut. Rupet tidak pernah mengakui bahwa dirinya adalah seorang keturunan yahudi. Ia pun mendeklarasikan dirinya adalah anti Yahudi. Tweet-nya “Why is Jewish-owned press so consistently anti-Israel in every crisis? menjadi kontroversial di jejaring sosial yang menjelaskan secara gamblang bahwa media dikuasai oleh Yahudi.
Bartelsmann AG
Vivendi Universal
Pemilik : Bartelsmann AG Anak Perusahaan : RTL Group, Gruner dan Jahr, Penguin Random House, BMG Keuntungan per tahun : US $ 16,3 miliar atau 158 triliun Bartelsmann AG dulunya merupakan penerbitan buku terbesar asal Jerman yang tersebar ke berbagai negara di Amerika, Eropa, dan juga Australia. Pada zaman Nazi, penerbitan milik Bartelsmann terbukti membantu propaganda tentara nazi lewat terbitan buku. Walaupun saat itu Nazi adalah pembenci komunis dan yahudi, salah satu penerbitan Bartelsmann AG yang dipimpin David Sarnoff dibiayai dan dioperasikan oleh Yahudi. David Sarnoff sendiri merupakan keturunan Yahudi yang lahir di Belarusia.
Pemilik : Jean Marrie Messier Anak Perusahaan: Universal Music Group, Canal dan Group Keuntungan per tahun : €2.779 billion Jean Marrie Messier yang dikenal J2M adalah pebisnis asal Perancis yang diawal 90-an mengambil alih kontrol Vivendi Universal namun diminta untuk mengundurkan diri pada 2002 karena dianggap telah merugikan kas perusahaan sebesar US $ 11,8 miliar dan menggunakan dana perusahaan untuk membeli apartemen pribadinya. Nama lain yang berperan besar di grup media ini adalah Edgar M. Bronfman. Ia CEO Warner Music dan juga menjabat sebagai Vice President Vivendi. Di lingkungan Yahudi ia terkenal sebagai Presiden Kongres Dunia Yahudi. Diolah dari berbagai sumber
edisi 1 Nusantara.indd 9
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
10
Dwi Mingguan Nusantara
SPIRIT
MEMBACA TANDA-TANDA ZAMAN DALAM PILPRES 2014 Penulis Agus Setiawan
Pada suatu hari Alexander Agung berhasil menangkap bajak laut yang senantiasa mengacau lautan. Kemudian terjadi dialog antara Kaisar dengan sang bajak laut. Iskandar Agung: “Mengapa kamu mengacau lautan?” Dibalas oleh sang bajak laut: “Mengapa Baginda berani mengacau dunia? Sebelum Sang Kaisar bereaksi, si bajak laut berkata lagi: “Apakah karena aku merompak dengan perahu kecil, aku disebut maling? Sedang Anda, karena melakukannya dengan kapal besar, dipanggil kaisar!” (Noam Chomsky)
ILUSTRASI diatas menjadi fenomena yang pas ketika kita menengok kondisi Indonesia saat ini yang kekayaan alamnya dijarah, dirampok habis-habisan oleh para investor asing atas nama pembangunan dan kemajuan.
K
etika ada suara-suara yang mencoba mengkritisi proses pembangunan yang tidak adil itu, maka munculah hujatan balik dengan istilahistilah anti investasi, anti asing, anti demokrasi, dan sebagainya. Ketika rakyat hanya mencoba bertahan hidup, bekerja menguras keringat mencari 1 gram emas saja, maka mereka langsung dihujat sebagai penggali liar. Padahal rakyat hanya ingin meminta sedikit keadilan, agar bisa membeli pakain, bisa memberi makan keluarga, bisa membayar hutang yang menumpuk, bisa memberi anak uang jajan ketika sekolah. Demikian pula ketika ada seorang petani kecil di sebuah kampung kecil berhasil menemukan bibit unggul langsung kena stigma di cap menjiplak, melanggar hak cipta, pencuri, dan sebagainya. Suara keadilan dari seorang anak bangsa kini telah menjadi musuh bersama bagi penguasa negeri dan pemilik modal yang mencoba mempertahankan hegemoninya. Bahkan suara keadilan dianggap sebagai anti globalisasi oleh dunia internasional. Suara keadilan kini menjadi usang terpinggirkan oleh rayuan iblis yang memabukkan. Rasa kebanggaan sebagai anak bangsa lumer tergerus gaya hidup hedonis yang mempesonakan dan menggairahkan. Sehingga realitas berubah menjadi reality show. Terpaan informasi melalui media massa selama 24 jam penuh setiap hari telah mengubah dunia menjadi panggung sandiwara. Masyarakat sudah tidak mampu lagi membedakan mana “dunia nyata” dan “dunia fantasi” yang dikemas dalam pertunjukan-pertunjukan, festival-festival, film, iklan, sinetron, dan sebagainya. Masyarakat telah tercabut dari akar kearifan lokal yang telah menjaga kesadaran mereka selama ini. Ya, dunia kini telah menjadi panggung sandiwara. Bagi mereka yang tidak mengenal jati dirinya maka mereka akan men-
edisi 1 Nusantara.indd 10
jadi aktor-aktor yang melengkapi panggung sandiwara itu. Mengikuti irama iblis yang memabukkan dan menggairahkan. Dalam kondisi ini seruan keadilan dan kebaikan menjadi tidak bermanfaat. Mengapa? Karena penjajahan yang sifatnya sistemik dan global tidak bisa dilawan dengan kata-kata. Keadilan tidak datang dari langit. Keadilan harus direbut. Tentu saja dengan cara-cara yang demokratis dan beradab. Dan Pilpres 2014 ini adalah momentum dan kesempatan untuk mengubah nasib bangsa kita menjadi lebih baik. PILPRES 2014: Membaca Tanda-Tanda Zaman Dalam Pilpres 2014 ini sesungguhnya ada sebuah fenomena yang sangat menarik untuk dicermati. Sebuah peristiwa politik yang mungkin baru akan kita saksikan 7 abad lagi. Sejak kejayaan Sriwijaya abad ke 7 dan Majapahit abad ke 14. Pilpres sekarang ini adalah momentum kebangkitan Indonesia Raya di abad ke 21. Meskipun peristiwa ini oleh sebagian orang biasa saja dan tidak menarik – namun bagi sebagian orang lagi, orangorang yang berpikir, tampilnya Prabowo Subianto sebagai capres adalah sebuah tanda-tanda zaman. Sebuah era kebangkitan Indonesia Raya yang telah diramalkan oleh sejarah. Mengapa? Bayangkan saja sebuah konspirasi besar dan sistematis yang didu-
kung oleh kekuatan koalisi global berusaha keras dengan menghalalkan berbagai cara untuk menyingkirkan Prabowo Subianto dari arena politik. Peristiwa yang paling jelas adalah kompaknya seluruh partai politik, diluar partai Gerindra, untuk mengganjal pencapresan Prabowo Subianto melalui Parliamentary Threshold 20%. Dan berhasil! “Bahwa Prabowo Subianto sudah masuk kotak, dan tidak mungkin bisa lolos bertarung dalam Pilpres 2014 – karena dianggap sudah pasti tidak lolos Parliamentary Threshold 20% yang sudah ditetapkan.” Skenario tersebut memang berjalan dengan mulus. Dan benar saja sesudah perhitungan Pemilu Legislatif, Partai Gerindra hanya mendapat 11,81%, alias tidak lolos Parliamentary Threshold 20%. Gerindra tidak bisa mencalonkan Presiden Sendiri. Nah, inilah yang diluar dugaan, ketika sampai pada waktu detik-detik pencalonan presiden dan wakil presiden terjadi suatu perubahan politik yang mengejutkan dan diluar perkiraan semua orang. Golkar tiba-tiba mendukung pencapresan Prabowo. Demikian pula partai politik lain, diluar koalisi PDIP, yang tadinya menyingkirkan Prabowo Subianto keluar arena politik tiba-tiba berbalik mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Nah, apa yang terjadi sesungguhnya? Rencana koalisi Golkar-Demokrat mengusung Pramono Eddy Wibowo gagal.
Malah Demokrat kemudian mendukung Koalisi Merah Putih (KMP). Koalisi Partai Islam pun gagal. Bahkan yang mengejutkan adalah tampilnya Mahfud MD menjadi Ketua Tim Sukses KMP yang mengusung pasangan Capres Prabowo-Hatta. Dan seiring dengan itu tiba-tiba ibarat jamur di musim hujan, dukungan dari berbagai elemen masyarakat terhadap Prabowo Subianto tumbuh dimana-mana. Tiada hari tanpa deklarasi dukungan terhadap pasangan capres PrabowoHatta diberbagai daerah. Koalisi Merah Putih tiba-tiba melesat menyusul pasangan Capres Jokowi-JK dalam waktu singkat. Berdasarkan hasil survei Pasangan Prabowo-Hatta unggul 51,2% berbanding 48,8% sebagaimana disinyalir Sunday Herald Morning yang mengatakan bahwa ada tiga lembaga survey kredibel di Indonesia yang tidak mempublikasikan hasil surveinya. Kondisi tersebut, tentu saja mengejutkan pasangan Capres Jokowi-JK yang diusung oleh Koalisi Hebat PDIP yang sejak awal memang sudah yakin pasti menang. Keyakinan koalisi PDIP bukan tanpa alasan, karena mereka sudah bekerja keras mencitrakan dan mempromosikan habishabisan Jokowi sebagai Capres yang bersih, jujur dan sederhana selama lima tahun ini. Keberhasilan itu, bukanlah kebetulan. Tapi memang hasil kerja agenda setting yang sistematis dan terorganisir dalam dunia pers kita sejak bertahun-tahun yang
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
SPIRIT gan ilmu pengetahuan, dengan niat tulus dan ikhlas buat rakyat Indonesia dan siap mengorbankan jiwa raga adalah sebuah modal spiritual yang dahsyat bagi seorang pejuang tulen. Pendekar sejati. Tuhan tidak tidur. Upaya keras Prabowo Subianto menegakkan keadilan dan membela orang-orang tertindas sejak sebelum dan sesudah dia masuk militer tidaklah sia-sia. Meski dia dihina, dikecam, dikucilkan bahkan terusir dari negeri sendiri. Namun seperti kisah Mahabarata, akhirnya Pandawa kembali dari pengasingan. Hasil survei terakhir menunjukkan bahwa Prabowo Subianto sudah unggul 52% berbanding Jokowi 48%. Hasil mengejutkan itu membuat Kurawa gelisah, karena tahta, harta dan kekuasaan akan hilang. Haruskah Bharatayudha terjadi?
lalu. Hal tersebut bisa kita lacak dengan mudah ketika kita mem-framing berita Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya yang mengusung Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum PDIP pada awal 1990-an sebagai simbol perjuangan “wong cilik” pada waktu itu. Namun gerakan “makar” itu digagalkan oleh militansi arus bawah PDI yang loyalis nasionalis. Sehingga Megawati akhirnya terpaksa mendirikan PDI Perjuangan (PDIP) karena tidak mampu menguasai PDI. Tapi agenda setting Megawati simbol “Wong Cilik” itu berhasil. Artinya peristiwa itu menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa dunia pers kita sudah tidak independen. Dengan kata lain media sudah bekerja sesuai pesanan. Jadi keberhasilan media mengemas Jokowi sebagai simbol “Wong Cilik” merupakan “modus” yang sama dari orang yang sama ketika mengemas Megawati pada waktu itu. Dan keberhasilan itu memang sudah diprogram. Sudah satu pesanan. Apalagi dengan dukungan uang dan jaringan konglomerasi media yang kuat. Ya, sukses berat. Tidak mengherankan bila melihat hasil survey, Jokowi unggul sampai diatas 20% terhadap kandidat-kandidat lain pada periode AprilMei 2014. Keadaan tanpa lawan itu berhasil dijungkirbalikkan dengan tampilnya Prabowo Subianto sebagai Capres 2014. Hal tersebut memang diluar dugaan banyak pihak yang berkepentingan. Terutama bagi tim sukses Jokowi yang tidak menyangka sama sekali bahwa Prabowo Subianto bakal menjadi Capres. Sehing-
edisi 1 Nusantara.indd 11
ga membuyarkan skenario pemenangan Capres Jokowi yang memang tidak dipersiapkan untuk menghadapi Prabowo Subianto. Mesin operasi pemenangan Jokowi-JK langsung hang. Memasuki bulan Juni, mesin dukungan terhadap pasangan Capres Jokowi-JK mengalami stagnasi, kalau tidak mau diakatakan mogok. Dan skenario alternatif ternyata tidak siap. Jadi bila seandainya pasangan Jokowi-JK kalah ya wajar saja. Perjalanan Prabowo Subianto menjadi Capres RI 2014 bukanlah tanpa perjuangan dan kerja keras. Sejak muda, sebelum masuk militer, Prabowo Subianto dengan LSM Pembangunannya – yang mungkin LSM pertama di Indonesia – sudah melihat dan merasakan langsung betapa susahnya kehidupan bangsa Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Padahal Indonesia adalah negara kaya yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Prabowo Subianto, seorang anak menteri bisa turut hidup bersama rakyat yang paling miskin pada waktu itu. Rasa empati inilah yang kemudian membakar jiwa Indonesia Raya Prabowo Subianto. Jadi selama lebih 40 tahun mengabdi dan berjuang dengan ikhlas membantu rakyat Indonesia dengan sekuat jiwa dan raganya, membuat Presiden Gus Dur merasa hormat, sehingga dengan tegas Gus Dur berani mengatakan bahwa Prabowo Subianto adalah orang yang paling ikhlas berbuat untuk rakyat Indonesia. Berpikir positif, tidak berpikir jelek terhadap orang lain, bekerja keras den-
PENUTUP Ditengah kegelisahan Kurawa tersebut, Sengkuni menegur, “Jangan biarkan duka merongrong dirimu!” Duryudana menjawab, “Benar katamu, Paman Sengkuni, aku punya banyak pendukung. Jadi, mengapa tidak kita gempur saja Pandawa dan kita usir mereka dari Indraprastha?” Sengkuni berkata, “Tidak. Itu tidak mudah. Tetapi, aku tahu cara mengusir Pandawa dari Indraprastha, tanpa pertempuran dan pertumpahan darah.” Duryudana tertarik mendengar itu. Ia bertanya keheranan, “Hai, Paman Sengkuni, apakah mungkin mengalahkan Pandawa tanpa mengorbankan jiwa? Apa rencanamu, Paman?” Kata Sengkuni, “Aku tahu Yudhistira gemar main dadu, tetapi tidak pandai. Ia terlalu jujur dan sama sekali tak tahu akal dan siasat untuk memenangkan permainan. Karena itu, ia tak pernah menang. Kita undang ia bermain dadu, kita gunakan akal dan siasat. Kita akan pertaruhkan kekayaan
11
dan kerajaan Astina. Dia pasti akan mempertaruhkan kekayaan dan kerajaannya. Jika semua terlaksana sesuai rencana, kita pasti bisa memenangkan kekayaannya dan kerajaannya tanpa perlu menitikkan darah setetespun.” Ibarat bermain dadu yang sudah diatur oleh Sengkuni, Prabowo pun kalah dalam permainan “demokrasi” yang sudah dipersiapkan oleh Sengkuni. Putaran pertama dikalahkan melalui KPU dan putaran kedua dikalahkan oleh MK. Kurawa pun menang. Ibu pertiwi pun menangis dijarah oleh tangan-tangan rakus kapitalis. Tapi Tuhan semesta alam masih melindungi kehormatan Ibu Pertiwi. Drupadi lalu berkata, “Jika kalian memang mencintai dan menghormati kaum ibu yang telah melahirkan dan menyusui kalian, jika penghargaan terhadap istri atau saudara perempuan atau putri kalian benar-benar tulus, jika kalian memang percaya kepada Yang Maha Agung dan dharma, jangan biarkan aku dihina seperti ini. Penghinaan ini lebih kejam dari kematian!” Mendengar kata-kata Drupadi yang tajam menyayat hati dan melihat air matanya yang bercucuran, para sesepuh itu menundukkan kepala karena malu dan sedih. Wikarna, putra Raja Destarata yang tidak tega melihat penderitaan Drupadi kemudian bangkit berdiri dan berkata, “Wahai para kesatria yang hadir di sini, mengapa Tuan-Tuan diam saja? Aku tahu, aku masih muda. Tetapi karena kalian diam saja, aku terpaksa bicara. Dengar! Pandawa telah ditipu dalam permainan yang telah direncanakan masak-masak sebelum ia diundang. Karena itu ia tak mungkin menang.
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
12
Dwi Mingguan Nusantara
GLOBAL REVIEW
Politik Minyak Sejagat Penulis Hendrajit
Pada Februari 2009 Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton berkunjung ke Indonesia. Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ini menarik karena terjadi setelah Amerika memilih Barack Obama sebagai presiden baru, menggantikan George W. Bush.
A
dapun Bush telah memicu kebencian meluas di seluruh dunia, bukan saja terhadap Bush dan para kroni politiknya, melainkan juga terhadap Amerika sebagai negara adidaya, dan negara yang selalu mengklaim dirinya sebagai polisi dunia. Karena itu, kunjungan Clinton ke Indonesia menjadi sorotan berbagai elemen strategis di Jakarta. Begitu Clinton tiba di Indonesia, serangkaian kegiatan pun digelar, tidak saja berupa pertemuan antarpemerintah (G to G), melainkan juga berupa serangkaian pertemuan dengan berbagai kalangan masyarakat, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), di Gedung Perpustakaan Nasional RI. Bahkan, yang lebih menakjubkan lagi, salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta menggelar acara temu interaktif antara Menlu Clinton serta kalangan selebritis dan warga masyarakat pada umumnya. Dari sini jelas, betapa acara ini merupakan bagian integral dari strategi diplomasi publik yang dirancang oleh pemerintahan Presiden Barack Obama untuk memulihkan kembali hubungan baik yang sempat rusak parah antara Indonesia dan Amerika Serikat sebagai akibat ulah politik luar negeri era Bush Jr. yang militeristik dan ekspansif pada tingkatan yang sangat vulgar. Dari kunjungan Menlu Clinton ke Jakarta tahun lalu setidaknya ada dua hal yang patut jadi catatan penting. Pertama, pemerintahan Obama, melalui departemen luar negerinya, mengedepankan diplomasi publik dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat baik Amerika maupun Indonesia dalam upaya menata ulang hubungan Indonesia-Amerika. Pada era Bush, yakni dalam kurun waktu 20002008, diplomasi publik ini pun sebenarnya sudah diterapkan, tapi karena kebijakan luar negeri Bush yang memprioritaskan pada pendekatan militeristik yang ofensif dan agresif terhadap berbagai negara berkembang, terutama negara-negara berpenduduk mayoritas Islam, maka strategi diplomasi publik Amerika tidak efektif, kalau tidak mau dikatakan sia-sia. Serangan militer Amerika ke Afghanistan dan Irak justru memicu solidaritas yang meluas dari seluruh negara-negara Islam, dan umat Islam pada umumnya. Situasi semakin runyam ketika Bush Jr, memilih Sada Cumber, pebisnis Amerika yang dikenal dekat dengan kalangan anti-Islam di Amerika, sebagai Utusan Khusus Pemerintah Amerika untuk Organisasi Konferensi Islam (OKI). Keputusan Bush tersebut menuai kecaman dari berbagai kalangan di negara-negara Islam, karena membuktikan bahwa Bush telah melecehkan dan menganggap sepele sikap negara-negara
edisi 1 Nusantara.indd 12
mis, akan menentukan seperti apa politik luar negeri Amerika bagi negara-negara lain, melainkan juga apakah pemerintah Amerika merasa perlu mencampuri urusan dalam negeri suatu negara, dan apakah campur tangan Amerika terhadap suatu negara cukup dilakukan dalam bentuk operasi politik dan intelijen, ataukah secara frontal dan ofensif melancarkan operasi militer terhadap suatu negara.
Pentingnya Asia Tenggara dalam Masa Perang dan Damai
Islam. Ketika Obama memasuki Gedung Putih, rupanya, dia menyadari betul betapa rawannya hubungan Amerika dengan dunia Islam jika tetap mempertahankan Sada Cumber. Maka Obama melantik Rasyad Hussein, warga Amerika keturunan muslim India, untuk menggantikan Sada Cumber. Setidaknya, hal ini menjadi isyarat positif untuk membangun kembali hubungan psikologis Amerika dengan negara-negara Islam, khususnya bagi 57 negara anggota OKI. Kedua, tentu saja, berkaitan dengan hubungan Amerika dan Indonesia itu sendiri, sebagaimana juga halnya dengan era Bush, bahkan era pendahulunya, Presiden Bill Clinton, yang notabene adalah suami Menlu Hillary, Indonesia tetap memiliki nilai strategis secara geografis di mata negara Paman Sam. Hal ini terlihat jelas melalui rangkaian kunjungan Menlu Clinton ke beberapa negara Asia. Indonesia berada dalam urutan kedua negaranegara Asia yang dikunjungi oleh Menlu Clinton setelah Jepang. Setelah itu, baru Republik Rakyat Cina dan Korea Selatan. Artinya, Indonesia dalam pandangan politik luar negeri Amerika, masih tetap dinilai strategis dalam konteks pertarungan dan persaingan global Amerika-Cina di kawasan Asia Pasifik. Persaingan itu mencuat tidak saja dalam konteks politik dan pertahanan, melainkan juga dalam bidang ekonomi-bisnis kini dan kelak.
Makna Strategis Kunjungan Menlu Clinton bagi Indonesia Untuk memahami hubungan Indonesia-Amerika, kiranya kita dapat mengutip pidato Edward Master, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, di depan American Chamber of Commerce pada 27 Januari 1980. Pidato tersebut tetap relevan
hingga kini untuk memandu pemahaman kita mengenai seberapa penting Indonesia dalam perspektif politik luar negeri Amerika. Edward Master dua kali bertugas di Indonesia. Kali pertama ia bertugas sebagai Kepala Seksi Politik Kedutaan Besar Amerika menjelang meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (Gestapu), yang kemudian memberi jalan bagi Jenderal Suharto untuk menduduki tampuk kekuasaan sebagai orang nomor satu di Indonesia. Kali kedua ia menjadi Duta Besar Amerika. Berkata Edward Master: Indonesia sangat penting dari segi keamanan. Negara ini terletak secara strategis di antara Australia dan daratan Asia. Ia terbentang di antara jalur-jalur laut yang menggabungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Negara Indonesia yang bersahabat, stabil, dan sehat secara ekonomis menjamin perairan penting ini selalu tetap terbuka untuk kita dan negara-negara di kawasan ini bagi siapa semua itu adalah garis hidup ke Eropa dan Timur Tengah. Meski disampaikan tiga puluh tahun yang lalu, pidato Edward Master bisa dipastikan masih mencerminkan landasan politik luar negeri Amerika hingga kini. Frase yang disampaikan oleh Duta Besar Master mengenai pentingnya Indonesia yang bersahabat, stabil dan sehat dari segi ekonomi, kiranya masih tetap menjadi kata kunci yang memandu kebijakan strategis Amerika di Indonesia, siapa pun presiden yang bersinggasana di Gedung Putih. Panduan seperti itu sebetulnya tidak saja berlaku bagi Indonesia, melainkan juga bagi seluruh kawasan di dunia. Apakah sebuah negara bersahabat, stabil dari segi keamanan, dan sehat secara ekono-
Meskipun percaturan global, tak terkecuali di kawasan Asia Tenggara, tidak lagi diwarnai oleh Perang Dingin antara negara-negara adidaya yang berhaluan kapitalisme-liberalisme lawan negaranegara berhaluan komunisme sebagaimana tercermin melalui persaingan global Amerika lawan Uni Soviet maupun Amerika lawan Republik Rakyat Cina, perspektif politik luar negeri Amerika dalam upaya menyikapi Indonesia masih tetap dalam kerangka pemikiran dan pandangan sebagaiman dipresentasikan oleh Duta Besar Edward Master. Bahkan jauh sebelum itu, ketika Indonesia masih menjadi negara jajahan Kerajaan Belanda, sebuah kajian yang disponsori oleh pemerintah Amerika pada 1941, menegaskan bahwa kepulauan Filipina, Hindia Belanda (Indonesia), dan Malaya merupakan sumber utama bahan-bahan mentah yang penting untuk Amerika baik dalam masa damai maupun perang. Dengan demikian, penguasaan atas daerah-daerah ini oleh kekuatan yang potensial bermusuhan dengan Amerika akan dipandang sangat membatasi ruang gerak Amerika. Kesimpulan studi tersebut menyiratkan bahwa jika Amerika memandang negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak masuk dalam klasifikasi sahabat baik Amerika, maka sah bagi Amerika untuk mencampuri urusan dalam negeri negara-negara tersebut. Dalam kasus Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Kamboja, Vietnam Selatan, dan Laos, sebagaimana nanti akan diuraikan secara lebih rinci pada bab-bab selanjutnya, jelas terlihat adanya berbagai operasi terselubung yang dilancarkan oleh badan intelijen Amerika (CIA) untuk memberikan dukungan aktif kepada beberapa kekuatan politik yang hendak menggulingkan para pemimpin yang dianggap bermusuhan dengan Amerika, misalnya Presiden Sukarno dari Indonesia, Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja, dan Sauvanna Phoumma dari Laos. Bahkan Ngo Din Diem dari Vietnam Selatan yang awalnya berhasil jadi presiden karena dukungan Amerika, tapi pada perkembangannya
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
GLOBAL REVIEW justru Amerika pula yang ikut membantu menggulingkannya dari tampuk kekuasaan. Dalam kasus Indonesia, Amerika sebenarnya memandang Indonesia sebagai wilayah yang cukup strategis secara geopolitik dan geostrategis. Pada 1940, ketika sedang genting-gentingnya Perang Dunia II baik di mandala Eropa maupun di mandala Pasifik, Menteri Luar Negeri Amerika Cordell Hull merasa perlu mengingatkan: Intervensi dalam urusan dalam negeri Hindia Belanda atau setiap perubahan terhadap status quo-nya dengan cara-cara tidak damai akan merugikan upaya stabilitas, perdamaian, dan keamanan tidak ada saja di kawasan Hindia Belanda, tetapi seluruh wilayah Pasifik. Kedua pernyataan petinggi Departemen Luar Negeri Amerika tersebut, meski dikumandangkan beberapa dekade yang lalu, menggambarkan betapa strategisnya Indonesia sebagai negara besar baik secara geostrategis-geopolitik maupun sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Pada saat yang sama keduanya juga memberi isyarat yang cukup jelas bahwa jika dalam penilaian dan prakiraan para pemegang kewenangan kebijakan luar negeri Amerika Indonesia atau kawasan Asia Tenggara berada dalam situasi tidak stabil dan tidak kooperatif, maka Amerika akan melancarkan campur tangan melalui berbagai bentuk operasi mulai dari operasi politik dan intelijen hingga agresi militer. Begitu pula dalam konteks dan situasi di kawasan Asia Tenggara saat ini Indonesia tetap dilihat sebagai negara peringkat pertama di kawasan Asia Tenggara dalam pandangan strategis Gedung Putih. Karena itu, bukanlah suatu kebetulan jika dalam agenda kunjungan Menlu Clinton pada 2009, Indonesia berada di urutan kedua setelah Jepang, sebelum Cina dan Korea Selatan. Persaingan yang kian menajam antara Amerika dan Cina, yang sebenarnya sudah dimulai sejak Samuel Huntington menerbitkan bukunya yang bertajuk, The Clash of Civilization, semakin menemukan bentuknya ketika George W. Bush terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Proyek ambisiusnya yang bernama, “ Project for New American Century” (PNAC), telah menjadi garis-garis besar haluan negara Amerika dalam politik luar negeri. Dalam PNAC Rusia dan Cina secara eksplisit ditetapkan sebagai pesaing-pesaing potensial Amerika.
Hanya, dalam konteks pemerintahan Bush Jr, PNAC pada perkembangannya telah dijabarkan oleh para perancang kebijakan luar negeri sebagai justifikasi untuk menerapkan politik luar negeri Amerika yang bertumpu pada penggunaan caracara militer dan peningkatan supremasi militer dalam upaya menaklukkan negaranegara lain. Sebaliknya, pada masa kepresidenan Barack Obama sejak Januari 2009 Menlu Clinton mencanangkan apa yang disebut smart power, yang tidak lagi mengedepankan penggunaan kekuatan militer maupun unjuk supremasi militer kepada negara lain, melainkan akan mengedepankan berbagai operasi politik dan intelijen, diplomasi, dan, bilamana perlu, melancarkan berbagai operasi terselubung baik yang bersifat deseptif maupun yang bersifat subversif. Dalam upaya menyiasati persaingan global antarnegara adidaya di kawasan Asia Tenggara, para pembentuk kebijakan luar negeri pemerintahan Barack Obama masih memandang persaingan global Amerika-Cina sebagai masalah yang cukup krusial untuk ditanggulangi. Karena itu, rencana kunjungan Obama ke Indonesia—yang sudah dua kali dibatalkan—harus dibaca dalam kerangka pandang seperti ini.
Persaingan Amerika-Cina dan Posisi Indonesia Sebagai negara kaya minyak dan gas, Indonesia dalam beberapa tahun belakangan menjadi salah satu negara sasaran perebutan sumber minyak antara Amerika dan Cina. Hal ini, tentu saja, merisaukan Amerika karena selama ini minyak Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan minyak multinasional asal Amerika dan Inggris yang dikenal sebagai the seven sisters seperti Shell, British Petroleum, Gulf, Exxon Mobil, Texaco, dan Chevron. Adapun akhir-akhir ini Cina mulai menunjukkan pengaruhnya dengan hadirnya perusahaan minyak Cina seperti Petro China, CNOOC, dan Sinopec di Indonesia. Perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut mulai merambah ke lokasi sumber minyak seperti Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua. Perkembangan ini menciptakan perimbangan baru dalam penguasaan sumur minyak nasional yang tendernya dikelola oleh perusahaan-
perusahaan minyak nasional Indonesia. Persaingan Amerika dengan Cina untuk memperebutkan penguasaan sumur minyak sudah dimulai sejak era kepresidenan Abdurrahman Wahid pada 19992001. Persaingan itu sedemikian tajam sehingga Presiden Wahid menggagas aliansi strategis baru yang berporoskan India, Cina, dan Indonesia. Begitu pula dalam era kepresidenan Megawati Sukarnoputri timbul tarik-menarik pengaruh hegemoni Amerika dan Cina, yang berlanjut hingga masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Akhirnya kemenangan berada di tangan perusahaan minyak raksasa Amerika Exxon Mobil dalam tender Blok Cepu, yang diyakini sebagai cadangan minyak terbesar di Indonesia. Karena itu, kita layak curiga janganjangan rencana kunjungan Obama ke Indonesia sarat dengan berbagai agenda tersembunyi yang berkaitan erat dengan penguasaan sumber-sumber minyak dan gas di beberapa daerah di Indonesia. Seperti halnya kejadian-kejadian sebelumnya, keberhasilan Exxon Mobil Amerika memenangkan tender Blok Cepu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kunjungan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice yang ketika itu masih duduk dalam pemerintahan George W. Bush. Waktu itu pun berkembang analisis dan penilaian bahwa rangkaian pertemuan antara SBY dan Bush, baik di Washington maupun di Bogor, sangat diwarnai oleh manuver diplomatik Amerika untuk mengamankan kelangsungan jalur suplai minyak Indonesia ke Amerika, menyusul gerakan agresif dari beberapa perusahaan minyak Cina yang semakin mengancam keberadaan perusahaan minyak Amerika di Indonesia. Amerika memang beralasan untuk khawatir dan risau dengan gerakan agresif Cina. Di Venezuela, negara anggota OPEC yang kaya minyak di kawasan Amerika Latin, persaingan Amerika dengan Cina juga semakin terang benderang. Di negeri itu Cina berhasil menjalin hubungan jangka panjang untuk mengelola sumur minyak Venezuela sekaligus memotong jalur suplai minyak Amerika. Bagi Amerika, tampaknya, hal ini merupakan perkembangan yang cukup merisaukan, sebab selama ini suplai minyak Amerika sangat bergantung pada negara pimpinan Hugo Chavez tersebut, yang mencapai angka 15 persen dari total impor migas negara itu. Begitu pula, pertaruhan bisnis minyak Amerika di Indonesia kiranya masih tetap
13
menjanjikan, sehingga rencana kunjungan Obama ke Indonesia harus dibaca sebagai bagian dari strategi mengamankan penguasaan dan kepemilikan sumber-sumber minyak di Indonesia. Dengan kemenangan Chevron Texaco mengakuisisi UNOCAL beberapa tahun yang lalu, setidaknya melalui perusahaan multinasional itu Amerika masih tetap menjadi pemain kunci di sektor minyak dan gas di Indonesia. Sejak mengakuisisi UNOCAL, Chevron menjadi operator sumur minyak terbesar di Indonesia. Bayangkan, Chevron yang juga memiliki Caltex Indonesia itu diperkirakan mengusai hingga 50 persen dari total produksi minyak di Indonesia. Namun, dalam persaingan dengan Cina, Amerika sekarang tidak bisa tenangtenang saja. Saat ini CNOOC telah mengakuisisi Repsol-YPF dan Devon Energy, keduanya dari Amerika. Walhasil, Cina menguasai produksi minyaknya di Indonesia mencapai 125 ribu barel per hari. Kebutuhan minyak Amerika saat ini diperkirakan mencapai angka 1,5 juta barel per hari. Adapun ketergantungan impor minyak Amerika diperkirakan sebesar 13,5 juta barel sehari. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa dalam jangka panjang semakin besarnya konsumsi minyak Amerika bisa memicu krisis global dan mempengaruhi sepak-terjangnya sebagai negara adidaya terhadap negara-negara lain, terutama terhadap negara-negara yang memiliki kandungan minyak yang cukup besar seperti Afghanistan, Irak, Iran, dan Venezuela. Celakanya, Amerika saat ini bukan pemain satu-satunya dalam politik perminyakan dunia. Selain Exxon Mobil yang memang milik Amerika, ada Petro China, Gasprom Rusia, British Petroleum, dan Shell yang merupakan kongsi bisnis Inggris dengan Belanda. Namun, karena Inggris dan Belanda merupakan negaranegara yang masih terikat dalam aliansi strategis pasca Perang Dunia II, British Petroleum dan Shell tidak masuk dalam kategori pesaing utama dalam penguasaan minyak dan gas sejagat. Adapun Cina dan Rusia, tampaknya, merupakan pesaing utama Amerika dalam permainan itu. Dalam berbagai kasus di beberapa kawasan, khususnya di Asia Tenggara, tampaknya persaingan Amerika-Cina bakal semakin menajam menyusul diberlakukannya CAFTA sejak Januari 2010 hasil kesepakatan Cina-ASEAN.
The Global Review
The Journal Of International Studies
Quarterly
Edisi VI - Nov 2014
Mengupas akar persoalan mengapa kedaulatan Energi/ Migas, Pangan dan Pertahanan Indonesia berada dalam bahaya
edisi 1 Nusantara.indd 13
SEGERIA ! MILIK ..
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
14
Dwi Mingguan Nusantara
SANA SINI
Penghancuran Masjid Al Aqsha Masjid al Aqsha disebut juga Bait Al Muqaddas (Al Quds) artinya “rumah suci” merupakan masjid tersuci ketiga bagi umat Islam sedunia. Ketika Rasulallah melakukan isra mi’raj pengertian Al Aqsha adalah keseluruhan wilayah yang disebut al-haram Asy-Syarif atau Kota Yerusalem Timur yang kita kenal sekarang ini. Allah Swt telah memberi keberkahan kepada masjid tersebut dan tempat-tempat di sekelilingnya.
D
ewasa ini, ketika orang menyebut nama masjid Al Aqsha maka dalam imajinasi kita langsung terbayang masjid Qubbah As-Shakhra. Mengapa begitu? Hal tersebut, tidak lain adalah karena akal busuk kaum Zionis Israel untuk menghapus masjid Al Aqsha dari ingatan kita kaum muslimin. Mereka sengaja menyamarkan masjid Qubbah As Shakhra sebagai masjid Al Aqsha. Memang tidak diketahui secara pasti sejak kapan penyamaran itu dilakukan sehingga masjid Al Aqsa yang bersejarah itu berubah menjadi masjid indah berkubah emas yang berbentuk segi enam. Padahal Rasulullah dahulu menyebutnya Al Aqsha
Masjid Al Aqsha
Lokasi Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
Masjid Qubbah As Shakhrah
edisi 1 Nusantara.indd 14
sebagai masjid berkubah biru. Nah, keinginan keras Zionis Israel menghancurkan Masjid Al Aqsha adalah karena niat mereka untuk membangun kembali Kuil Sulaiman (The Solomon Temple) di atas reruntuhan masjid Al Aqsha. Bagi Zionis Israel, Kuil Sulaiman merupakan pusat dunia dan pusat seluruh kepercayaan serta pemerintahan segala bangsa. Pihak Zionis mengklaim bahwa dibawah tanah bangunan masjid Al Aqsha inilah Kuil Sulaiman berdiri. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain kecuali menghancurkan Masjid Al Aqsha dan membangun kembali Kuil Sulaiman di atasnya. Dari sisi hukum internasional, upaya penghancuran masjid Al Aqsha tidak bisa dibenarkan. Berdasarkan Resolusi DKPBB Nomor 242 dan beberapa resolusi lainnya, rezim Zionis Israel wajib melindungi masjid Al Aqsha dan menuntut Zionis agar mundur dari seluruh wilayah Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza, dan menyerahkan wilayah itu kepada penduduk aslinya yang tak lain adalah rakyat Palestina. Namun dalam tataran praktek, resolusi ini tidak dijalankan. Seperti kita ketahui, pada 1280 SM dimasa pemerintahan Ramses II, bangsa Yahudi hijrah. Dibawah pimpinan Yusa’ yang menggantikan Nabi Musa as mereka kemudian menetap di Kan’an (Palestina). Tahun 990 SM, Nabi Daud as berhasil mendirikan pemerintahan di Yerusalem. Daud kemudian mendapat perintah untuk membangun Baitul Maqdis (Al Quds) di Yerusalem, namun perintah itu tidak dapat dilaksanakan karena sibuk berperang – sehingga Allah Swt mewahyukan kepada Raja Daud agar memerintahkan anaknya yang bernama Sulaiman as untuk membangun “Kuil” sebagai tempat beribadah lengkap dengan altar penyembelihan kurbannya. Setelah Nabi Sulaiman as wafat pada 922 SM, pemerintahan Raja Daud terpecah menjadi dua: kerajaan Isarel di sebelah utara dan kerajaan Yahudza di sebelah selatan. Diantara keduanya sering terlibat peperangan hingga mereka dihancurkan oleh Nebukadnezar Raja Babylonia pada 587 SM. Dalam penyerangan ini Yerusalem dihancurkan termasuk Kuil Sulaiman. Raja Nebukadnezar berhasil menawan dan membawa banyak orang-orang Yahudi ke Babylonia yang dalam sejarah kemudian dikenal sebagai “Tawanan Babylonia”. Ketika Babylonia ditaklukan oleh Cyrus Agung Raja Persia pada 538 SM maka para
Kondisi terakhir Masjid Al Akha
tawanan tersebut dibebaskan dan dikembalikan ke Palestina. Namun para Tawanan Babylonia ini tetap berada dibawah kekuasaan Persia. Ketika kejayaan Persia meredup maka kekuasaan mereka pun jatuh ke tangan Aleksander Agung sehingga orang-orang Yahudi menampakkan loyalitas, ketundukan dan penyambutan mereka kepada Aleksander tatkala menguasai Yerusalem pada 332 SM. Dan sejak saat itu mereka berada dibawah kekuasaan Yunani. Ketika Aleksander wafat, kerajaannya terpecah dua: Mesir berada di tangan Ptolomeus sedangkan wilayah Utara diserahkan ketangan Selecus. Namun pada tahun 199 SM terjadi peperangan antara Ptolomeus dan Selecus yang kemudian dimenangkan Ptolomeus. Pada tahun 198 SM Yerusalem jatuh ke tangan Raja Syria yang bernama Antiochus dan sejak saat itu terjadi berbagai fitnah, pemberontakan dan peperangan berdarah di Yerusalem hingga masa kedatangan pemimpin Romawi yang bernama Pompy tahun 63 SM yang kemudian berhasil menguasai Yerusalem. Sejak saat itu Yerusalem berada ditangan kekuasaan orang-orang Romawi dan menjadikannya sebagai Negara Romawi. Pada saat itulah Isa bin Maryam dilahirkan di kota Betlehem di akhir pemerintahan Herodes pada 37 – 40 M. Dan sejak saat itu Yerusalem menjadi tempat da’wah tauhid dan menjadi kota suci bagi orang-orang Nasrani. Ketika terjadi pemberontakan bangsa Yahudi di Yerusalem, Pemerintah Romawi Fasbasyan memerintahkan anaknya yang bernama Titus untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Pada tahun 70 SM, Titus menyerang dan membumi hanguskan Yerusalem. Sehingga Yerusalem menjadi reruntuhan kota mati – tidak ada pen-
ghuni kecuali para tentara Romawi – untuk waktu yang cukup panjang. Ketika orang Yahudi melakukan pemberontakan kedua kalinya di Yerusalem pada 132 M sampai 135 M yang dikenal dengan “Pemberontakan Barkukhi” – penguasa Romawi kembali berhasil memadamkan pemberontakan tersebut dan menghapus eksistensi Yerusalem dengan mendirikan Kota Baru yang dinamakan dengan Aeilia Capitolina. Pemerintah Romawi kemudian melarang orang Yahudi untuk menginjakkan kakinya di kota Aeilia sejak tahun 135 M. Ketika Pemerintahan Romawi terpecah menjadi dua, Palestina masuk ke dalam wilayah Romawi Timur (Bizantyum) maka Aeilia berada dibawah kekuasaan Bizantyum sejak abad 4 M hingga tahun 614 M. Sempat dikuasai oleh Sasani (Kisra Eberwiz), namun berhasil dikuasai kembali oleh Penguasa Bizantyum yang bernama Heraklius pada 627 M. Kekuasaan Heraklius tidak berlangsung lama. Kaum muslimin berhasil merebut kota Aeilia pada 15 H (636 M) oleh Umar bin Khattab yang kemudian membangun kembali masjid Al Aqsha diatas reruntuhan kuil secara sederhana. Dan sejak saat itu kaum muslimin memperbolehkan orang-orang Yahudi untuk kembali ke Palestina. Dari uraian diatas jelas bahwa Kuil Sulaiman telah mengalami penghancuran sebanyak tiga kali, pertama oleh Nebukanedzar Raja Babylonia, kedua oleh Antiochus Raja Syria, dan terakhir oleh Herodeus kaisar Romawi. Dan sebagai catatan, bangunan masjid Al Aqsha yang permanen seperti sekarang ini sejak ribuan tahun yang lalu telah mengalami berkalikali perbaikan akibat perang dan bencana alam oleh dinasti kekhalifahan Islam. Tim Redaksi /DBS
12/16/14 10:23 AM
22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1
Dwi Mingguan Nusantara
SOSOK
15
Letjen Marinir (Purn) Suharto
Alutsista
yang Paling Pokok
Adalah Rakyat Mantan Komandan Korps Marinir TNI Angkatan Laut ke 12, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Suharto antusias bila diajak diskusi bertema kebangsaan. “Ideologi kita sangat rapuh. Semua sudah menuju kepada liberalisme,” ujar sosok yang dianggap banyak kalangan berjasa meredam meluasnya kerusuhan massa saat pergolakan reformasi 1998 ini.
S
uharto berpendapat membahas konstelasi politik dan hubungan internasional, Indonesia harus mempertimbangkan tiga unsur, yaitu Geostrategi, Geopolitik dan Geologistik (Geoekonomi). Menurutnya, apabila kita bisa memahami ketiga unsur itu dengan baik maka kita bisa membuat suatu konstruksi dari perkembangan lingkungan strategik, baik di regional maupun di nasional. “Atas dasar itu baru kita mengetahui strategi dan taktik kita, utamanya dalam menghadapi ancaman,” jelasnya. Namun Suharto menyayangkan ketiga unsur penting itu tidak muncul saat berlangsungnya debat presiden. Kegelisahan itu membuat Suharto kemudian menayakan langsung kepada Prabowo Subianto, kenapa tidak kupas ketiga unsur itu. “Apa jawaban Prabowo? Mas, (alasan) saya tidak mengupas Geostrategi, Geopolitik dan Geologistik bukan apa-apa, rakyat di daerah tidak mengerti kalau saya bicara geopolitik. Rakyat tidak mengerti kalau saya bicara geostrategi dan lain-lain. Jadi saya berusaha untuk mendekatkan dengan bahasa rakyat.” Sementara apa yang disampaikan Jokowi menurutnya lebih aneh lagi. Pasalnya, ketika debat berlangsung tiba-tiba saja Jokowi bicara tentang poros maritim. “Saya orang maritim. Saya berpikir yang dimaksud dengan poros maritim itu apa. Indonesia itu adalah “benua maritim” bukan negara maritim. Poros itu opo, saya tidak mengerti. Lebih lagi ketika dia (Jokowi) ngomong tol laut. Itu tidak tepat,” tegas lulusan Akademi Angkatan Laut (ALL) angkatan ke XV Tahun 1969 ini. Bagi pengikut ajaran Sukarno ini, sistem pertahanan Indonesia sebenarnya sistem Hankamrata, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. “Bila kita mau jujur, alutsista kita yang paling utama bukan lagi kita bicara pada main battle tank atau bicara kapal yang canggih dan lain-lain. Alutsista yang paling pokok adalah rakyat,” jelasnya. Sebagai seorang nasionalis, Suharto menilai perlu adanya undang-undang wajib militer. “Bukan berarti negara kita akan dijadikan negara militerisme. Kita ingin menjadikan rakyat kita mempunyai kemampuan membela negara dan mempunyai satu sikap disiplin,” ujarnya. Saat masih memimpin Komandan Korps Marinir, Suharto mengakui
edisi 1 Nusantara.indd 15
kesatuannya saat itu paling Sukarnois. “Ora dibandhani opo-opo (tidak pernah diberi anggaran yang cukup memadai untuk memperkuat dirinya) dari mulai kemerdekaan sampai sekarang. Tank saya itu adalah tank buatan tahun 1958-1960. Supaya 700 tank jalan waktu itu, saya utus perwira ke Belanda, ke tempat rongsokan bekas perang dunia ke 2 untuk mencari spare part,” imbuhnya. Menurut pria yang lahir di Palembang ini, ketahanan Indonesia terbilang sangat kurang. Sehingga negara yang besar ini kerapkali dilecehkan Malaysia. “Bila ditanya apa yang dipakai untuk pertahanan, saya cukup beli Surface to Surface Missile ������������������������������������������� (SSM). Pasang di sepanjang pantai timur Sumatera. SSM kita beli aja. Kalau tidak boleh beli dari Cina, beli dari Rusia. Bila masih tetap tidak boleh, kita bisa beli dari Ukraina. Bila perlu beli dari Korea Utara yang punya kemampuan 300 sampai 400 kilometer. Murah kok itu. Untuk apa harus beli mahal-mahal,” ujarnya. Bicara sosok kepemimpinan, putra dari mantan Komandan Koramil di Padang Bulak Tanding, Sumatera Selatan ini berpendapat, bahwa masih banyak dari pemimpin yang berbohong. “Pemimpin boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong. Kalau salah itu manusiawi. Kalau pemimpin kita berbohong, kita tidak perlu memikirkan alutista, tidak perlu bicara pertahanan. Sepuluh tahun lagi negara kita ambruk dengan sendirinya,” jelas anak seorang Prajurit TNI Angkatan Darat berpangkat Peltu (Pembantu Letnan Satu) ini. Lebih lanjut pria yang berusia 67 tahun ini memandang, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dibuat sebanci-bancinya. Sehingga MPR harus membuat GBHN. GBHN harus dikerjakan oleh mandataris. “Sekarang ini tidak. Presiden punya rencana, kerjakan sendiri dan pertanggungjawabkan sendiri. Ini yang disebut tirani. Harusnya tidak seperti itu,” tegasnya. Suharto seakan menyadarkan banyak orang, bahwa begitu strategisnya posisi Indonesia bila dilihat dari peta geografis dunia. Namun sangat disayangkan, posisi strategis itu tidak dapat dimanfaatkan Indonesia untuk menjadi negara besar. “Kita harus mengetahui bahwasannya tahun 1945 sampai dengan 1975, itu adalah era Atlantik. Di tahun itu semua negara di sekitar Atlantik menjadi negara yang makmur. Tahun 1975 sampai dengan 2005, itu era Pasifik. Semua negara di sekitar Pasifik makmur, kecuali Indonesia. Tahun 2005 sampai 2025, itu adalah era lautan Hindia. Harusnya Indonesia ikut makmur. Apabila kita mendapatkan jati diri bangsa dan apabila kita mendapatkan kepercayaan, bangsa kita mampu untuk berdiri sendiri,” jelasnya. Boleh jadi apa yang dipaparkan Letnan Jenderal (Purnawirawan) Suharto ini menyadarkan kita bahwa sudah saatnya rakyat berdaulat di negeri sendiri. Setidaknya sejalan dengan konsep Trisakti yang diungkapkan Bung Karno: berkedaulatan dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. RD /MM
12/16/14 10:23 AM
TABLOID DWI MINGGUAN
Luar Jawa Rp. 6000 22 Des - 04 Jan 2015 • Vol. 1 • No. 001
LUGAS & MENCERDASKAN
Jurnalisme Ala Detektif Kian Terpinggirkan >>
10
NUSANTARA
TERBIT 16 HALAMAN
Membaca Tanda-Tanda Zaman Dalam Pilpres 2014 >>
11
SPIRIT
Letjen Marinir (Purn) Suharto
Politik Minyak Sejagad >>
12
GLOBAL REVIEW
Alutsista yang Paling Pokok Adalah Rakyat SOSOK >> 15
All JK Connection Menteri Koordinator Bidang Polhukam Tedjo Edy Purdijatno
Menteri Pertanian Amran Sulaiman
Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gde Ngurah Puspayoga
Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadi Muljono
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan
Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin
Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi M. Nasir
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi
Menteri BUMN Rini M Soemarno
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Sudirman Said
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
edisi 1 Nusantara.indd 16
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil
Menteri Perencanaan Pembangunan Negara/ Kepala Bappenas Andrinof Chaniago
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani
Menteri Kebudayaan dan Pedidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan
Menteri Pariwisata Arief Yahya
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Ja’far
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek
Menteri Sekretaris Negara Pratikno
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel
Menteri Perindustrian M. Saleh Husin
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantar
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanan Yambise
12/16/14 10:23 AM