ISSN 2301-9212
The Global Review Quarterly THE JOURNAL OF INTERNATIONAL STUDIES # 3, Mei 2013
Harga Rp 30.000,-
Indonesia Rusia
&
Daftar Isi
ISSN: 2301-9212 Hendrajit
iii
EDITORIAL LAPORAN UTAMA
Hendrajit
5
KTT G-20 2013: Momentum Kerjasama Strategis Indonesia-Rusia dalam Skema BRIC
Hendrajit
13
Indonesia-Rusia Dorong Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh Negara-Negara G-20
Santos Winarso
17
Saatnya Menoleh ke Rusia Bagi Kepentingan Strategis Indonesia
Agus Setiawan
29
Kerjasama Dengan Rusia, Indonesia Bisa Jadi Macan Asia
M Arief Pranoto
33
Mengkaji Hubungan Strategis Rusia – Indonesia dari Perspektif Geopolitik
Dina Y Sulaeman
44
BRICS, G-2O, dan IMF OPINI
Hendrajit, M Arief Pranoto, dan Ferdiansyah Ali
52
Indonesia, Rusia dan Cina Harus Galang Kerjasama Bendung Skema TPP Amerika Serikat di Asia Pasifik
Hendrajit
59
Skema Kemitraan Lintas Pasifik (TPP) akan Lumpuhkan Kedaulatan Ekonomi dan Hukum Nasional demi Kepentingan Korporasi Global
M Arief Pranoto
64
Mencermati Geliat G-20 Dari Perspektif Kolonialisme
M Arief Pranoto
71
Kemana Konflik Sabah Berujung? Waspada Kaltara!
M Arief Pranoto
78
Melacak Western Hemisphere: Doktrin (Kolonialisme) Kuno, Kemasan Baru!
Hendrajit dan M Arief Pranoto
83
Malaysia, Sarang Baru Perdagangan Narkoba di Asia Tenggara?
M Arief Pranoto
88
Membaca Langkah Singapura Dalam “Perang Geopolitik”
Dina Y Sulaeman Hendrajit dan M Arief Pranoto Dina Y Sulaeman
92
Please Don’t Be a Muslim
95
Bom Boston dan Aksi Destabilisasi AS di kawasan Heartland dan Caucasus
101
Ferdiansyah Ali
105
Indonesia Negeri Dalam Takaran Asing
110
Penyelesaian Kasus Ianfu Indonesia Masih Berlarut-Larut Hingga Sekarang
114
CATATAN TENTANG PENULIS
Islam: Terorisme atau Cinta? EKONOMI BISNIS
FAKTA SEJARAH
Ferdiansyah Ali
Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Hendrajit; Dewan Redaksi: M. Arief Pranoto , Sudarto Murtaufiq, Harri Samputra Agus, Andrianto, Joko Koentono, Rahadi T. Wiratama, Joko Wiyono, Dina Y. Sulaeman, Agus Setiawan, Nurman Diah; Redaktur Pelaksana: Rusman, Ferdiansyah Ali; Layout & Design: Ferdiansyah Ali.
Editorial
Indonesia, Rusia, dan G-20
S
aatnya Indonesia berpaling ke Rusia. Apakah hal ini sebuah gagasan yang strategis? Sejarah hubungan bilateral kedua negara membuktikan bahwa keputusan Presiden Sukarno untuk membangun kerjasama strategis kedua negara tersebut telah menguntungkan kepentingan strategis Indonesia di bidang ekonomi dan militer saat itu. Bahkan kala itu Indonesia sempat tercatat sebagai salah satu negara terkuat dalam bidang kemiliteran di kawasan Asia Tenggara. Sehingga tidak berlebihan jika Indonesia kala itu dipandang sebagai refleksi “Kekuatan Ketiga� di tengah-tengah kian memanasnya Perang Dingin antara Amerika-NATO versus Uni Soviet-Cina pada 1950-1970. Sebelum era Khrushchev, Moskow masih menganut doktrin Andrei Zhdanov yang menegaskan bahwa semua kekuatan politik yang tidak termasuk kubu negara-negara berhaluan sosialis dipandang sebagai bagian integral dari k u b u negaranegara kapitalis d a n imperilalis . Alhasil d a l a m kerangka doktrin Zhdanov tersebut, Indonesia tidak bisa dimasukka n sebagai salah satu negara d a l a m kerangka persekutu a n strategis dengan M o s k o w. Sehingga kerjasama strategis a n t a r a Indonesia dan Rusia a t a s d a s a r kesetaraa n d a n saling menguntu ngkan, belum bisa dilaksana kan secara maksimal. Namun sejak 1956, ketika Nikita Khrushchev mengambil alih kepemimpinan Uni Soviet dari tangan Joseph Stalin, kerjasama kedua negara mulai bisa dirintis menuju arah yang lebih positif. Karena sejak 1956, Khrushchev kemudian memodifikasi doktrin Zhdanov sehingga politik luar negerinya lebih moderrat dan membuka kerjasama strategis dengan negaranegara berkembang yang berhaluan nasionalis non komunis seperti Indonesia, India, dan sebagainya. Atas dasar komitmen bersama untuk melawan kolonialisme dan imperialisme. Yang tentunya pada perkembangannya secara alami bersatu dalam satu front melawan skema kapitalisme global Amerika Serikat dan Eropa Barat, yang kelak menyatu dalam blok ekonomi G-7. iii
The Global Review Quarterly
Editorial
Inilah momentum Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno untuk mulai membuka era baru kerjasama strategis Indonesia-Rusia di bidang ekonomi, militer dan teknologi. Prakarsa Indonesia dan negara-negara berkembang menggalang kerjasama melalui Konferensi Asia-Afrika April 1955 di Bandung dan Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok pada 1961 di Beograd-Yugoslavia atas dasar komitmen melawan imperialisme dan kolonialisme, mendorong Khrushchev memandang Indonesia sebagai sekutu strategis meskipun bukan termasuk negara berhaluan komunis. Maka setelah melalui proses yang berliku, pada 1959 pemerintah Indonesia dan DPR setuju meratifikasi bantuan pinjaman dari Rusia sebesar 100 juta dolar AS. Yang menarik dari klausul perjanjian tersebut, bantuan ini dimaksudkan agar Indonesia bisa meningkatkan pertumbuhan ekonominya sehingga Indonesia bisa mengembalikan dana pinjamannya dalam kurun waktu 12 tahun. Lepas dari jumlah nominal bantuan keuangan tersebut, fakta ini telah menempatkan Indonesia sebagai penerima bantuan terbesar negara beruang merah tersebut di kawasan Asia Tenggara. Bahkan lebih besar daripada bantuan keuangan Rusia kepada Vietnam Utara yang kala itu jelas-jelas merupakan sekutu dan satelit Rusia. Dengan begitu, Indonesia berhasil memanfaatkan bantuan finansial tersebut untuk pembangunan di berbagai sektor strategis baik militer, bangunan fisik maupun infrastruktur. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia punya daya tawar tinggi di mata Rusia ketika itu, dan tentunya tidak lepas dari penjabaran politik luar negeri bebas dan aktif yang diterapkan oleh Bung Karno secara imajinatif. Sehingga kedekatan dengan Rusia tidak menjadikan Indonesia sebagai negara satelitnya, melainkan justru diabdikan untuk melayani kepentingan strategis Indonesia yang kala sedang berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme khususnya di Asia Tenggara. Sekelumit kisah tersebut menarik mengingat kala itu Indonesia sedang dikepung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya seperti Inggris, Australia dan Belanda. Maupun negara-negara tetangga seperti Malaysia yang dijadikan sebagai ujung tombak kepentingan Inggris membendung pengaruh Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Seperti halnya dengan Cina, kerjasama Indonesia dan Rusia ketika itu, telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan kuat di kawasan Asia Tenggara, maupun di belahan dunia lainnya. Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di St Petersburg Rusia September mendatang, kiranya bisa jadi inspirasi untuk mengulang kembali kerjasama strategis Indonesa-Rusia baik secara bilateral maupun pada lingkup forum yang lebih luas seperti ASEAN Regional Forum (ARF), APEC, East Asia Community maupun G-20. Seraya memetakan dan mengidentifikasi berbagai agenda strategis yang kiranya bisa dikembangkan sebagai basis kerjasama kedua negara di masa depan. Untuk itulah edisi ketiga The Global Review Quarterly hadir kembali di hadapan anda, sidang pembaca. Hendrajit Direktur Eksekutif Global Future Institute iv
The Global Review Quarterly
Laporan Utama
KTT G-20 2013: Momentum Kerjasama Strategis Indonesia-Rusia dalam Skema BRICS Oleh Hendrajit
“Ada beberapa agenda strategis yang dicanangkan oleh Rusia yang kiranya Indonesia bisa menyelaraskan agendanya sesuai dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif bagi kepentingan nasional�
Dasar Pemikiran
K
onferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang rencananya akan berlangsung pada September 2013 di kota St Petersburg, Rusia, merupakan momentum yang harus dimanfaatkan oleh pemegang otoritas keuangan Indonesia, maupun seluruh stakeholders (Pemangku Kepentingan) kebijakan luar negeri Indonesia. Bahkan bisa digunakan sebagai momentum kebangkitan politik luar negeri Indonesia melalui ranah diplomasi. Terkait hal tersebut, menarik untuk mengindentifikasi beberapa agenda strategis yang bisa dimainkan Indonesia, sekaligus membangun kerjasama strategis dengan Rusia yang kebetulan akan menjadi tuan rumah sekaligus Ketua G-20 pada September 2013 mendatang. Kalau kita merujuk pada pernyataan Kepala Staf Kantor
Kepresidenan Kremlin, Sergei Ivanov sebagaimana diberitakan tim redaksi The Global Review 27 November 2012 (http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id &id=10284&type=6#.USG7GfJP1kg), ada beberapa agenda strategis yang dicanangkan oleh Rusia yang kiranya Indonesia bisa menyelaraskan agendanya sesuai dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif bagi kepentingan nasional. 1. Rusia akan fokus pada pemulihan ekonomi dan keuangan global yang saat ini sedang sakit. 2. Merangsang pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. 3. Menawarkan pertemuan bersama para menteri keuangan dan tenaga kerja guna menilai masalah ekonomi global dari sudut tenga kerja. 4. M e n y i a p k a n r e n c a n a penyelenggaraan Konferensi terpisah dari para Pemimpin BRICS (Brazil, The Global Review Quarterly
5
Laporan Utama
Indonesia-Rusia Dorong Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh Negara-Negara G-20 Oleh Hendrajit
“ Dengan mencermati prioritas yang dicanangkan Rusia dalam bidang Financial Inclusion dan kucuran ekonomi bagi proyek-proyek infrastruktur, nampaknya Indonesia lebih strategis untuk menjalin kerjasama strategis dengan Rusia terkait upaya mendorong pembiayaan investasi infrastruktur oleh G-20.�
D
alam KTT G-20 2012 lalu di Meksiko, pokok bahasan adalah masalah desain keuangan dunia yang mengangkat isu financial inclusion atau akses keuangan bagi masyarakat bawah. Terkait dengan pembahasan hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan satu arah kebijakan agar tidak sekadar membahas institusi keuangan global dan bank-bank besar, melainkan juga membangun akses keuangan untuk usaha mikro dan kecil sehingga bisa menyerap puluhan juta tenaga kerja. Gagasan usulan Indonesia pada G-20 di Los Cabos, Meksiko tersebut, kiranya perlu ditindaklanjuti secara lebih kongkrit dengan Rusia, yang kebetulan akan menjadi tuan rumah di St. Petersburg, Rusia yang rencananya akan digelar pada 5-6 September 2013 mendatang. Baik Indonesia dan Rusia sama-sama menaruh perhatian khusus pada isu Financial Inclusion dan stimulus
ekonomi untuk pembangunan infrastruktur (Baca juga artikel Maria Monica Wihardja, Indonesia and Russia’s Presidency of G-20). Memang saat ini Rusia sudah tidak lagi termasuk kategori negara-negara berkembang mengingat Gross Domestic Product (GDP)-nya sudah mencapai 20 ribu dolar AS per kapita. Namun Rusia sebagaimana juga Indonesia masih menghadapi masalah krusial yang sama yaitu: Lemahnya Regulasi, pembangunan infrastruktur yang tidak efisien, dan ketimpangan pendapatan antara masyarakat ekonomi kuat dan masyarakat ekonomi lemah. Karena itu dalam konteks pemulihan pertumbuhan ekonomi global, Indonesia dan Rusia mempunyai kesamaan visi dan arah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan (sustainable) dan seimbang. Karena itu, Indonesia dan Rusia The Global Review Quarterly
13
Laporan Utama
Saatnya Menoleh ke Rusia Bagi Kepentingan Strategis Indonesia Oleh Santos Winarso Dwiyogo, Kepala Divisi Masalah Bilateral dan Hubungan Internasional, Kantor SETWAPRES RI
(Disampaikan dalam Roundtable Discussion yang diselenggarakan oleh Global Future Institute, bertema: Indonesia, Rusia dan G-20, Kamis 25 April 2013, di Wisma Daria, Jakarta Selatan)
R
ingkasan Penting: Yang perlu digarisbawahi, Rusia datang ke Asia Pasifik dan Timur Jauh, bukan untuk membuat konflik baru, melainkan ingin menghiasi konflik itu, semacam membuat interior design, sehingga konflik yang berlangsung selama ini bisa lebih mengarah ke tren yang lebih positif di masa depan. Dengan demikian, untuk ringkasnya, Indonesia harus memanfaatkan kemitraan strategis dengan Rusia, khususnya dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam bidang Ilmu Pengetahuan Te k n o l o g i , k h u s u s n y a d i b i d a n g perangkat keras dibidang Industri strategis khususnya milter, ruang angkasa, transportasi, pertambangan dan pertanian. Dalam menghadapi forum ekonomi Asia Pasifik (APEC) maupun G-20, Indonesia harus cerdas, cerdik dan responsif dalam mengantisipasi
pergerakan-pergerakan geopolitik negara-negara yang diperkirakan bakal memainkan peran strategis atau pemainpemain utama dalam konstalasi global saat ini. Indonesia harus jeli dalam mencermati dan memanfaatkan peran strategis negara-negara seperti Rusia dan Cina yang bermaksud membuat satu gerakan untuk meninggalkan pola konservatisme yang diperagakan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G-7. Dalam konteks ini, Indonesia harus menyadari bahwa Rusia memiliki kebijakan yang berbeda dengan negaranegara yang tergabung dalam G-7. Karena itu, dalam memetakan negaranegara maju saya lebih pas menyebut negara-negara G-7, bukan G-8. Karena ini merupakan persekutuan strategis Amerika Serikat dan Eropa Barat. Dalam pandangan yang seperti ini, mengingat Indonesia dan Rusia samasama berada dalam forum yang sama di The Global Review Quarterly
17
Laporan Utama
Kerjasama Dengan Rusia, Indonesia Bisa Jadi Macan Asia Oleh Agus Setiawan Research Associate GFI Dan Pegiat Sosial Politik Dari Universitas Nasional
“Kalau saja semacam konsep perbankan tandingan BRICS ini berjalan, dan Indonesia terlibat didalamnya, mungkin kondisinya akan menjadi berbeda. Maka sistem keuangan tidak dapat dikontrol oleh negara-negara barat. Terciptalah The Power of Money. Karena memang melalui konsep ‘ala BRICS inilah yang ditunggu, sehingga dunia tidak diatur secara dominan oleh negara-negara barat.”
T
erkait dengan keberadaan G-20, sebenarnya G-20 ‘penjara’ untuk Indonesia. Indonesia terpenjara oleh perjanjian-perjanjian yang dibuat. Dan dalam penjara tersebut ada sipir-sipir yang bernama Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan lain sebagainya. Dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat luar biasa, namun karena kuatnya dominasi negara-negara maju membuat Indonesia tidak bisa mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Dalam KTT G-20 yang akan berlangsung nanti, ada beberapa isu yang menarik. Yaitu mengenai keterbukaan perbankan. Menarik, karena dunia ini telah diatur oleh IMF dan World Bank. Jadi pada saat petani kita menyampaikan proposalnya ke perbankan maka informasinya pasti juga sampai ke World Bank ataupun IMF. Maka dunia pun menjadi tahu kondisi apa yang sedang dilakukan Indonesia. Mereka pun berupaya untuk melakukan pelemahan
terhadap Indonesia. Dan pelemahan tersebut dilakukan bukan dengan cara tidak diberikan pinjaman uang. Melainkan dengan sengaja memberikan pinjaman dana sebesar-besarnya. Karena memang mereka sudah mengenal karakter manusia Indonesia yang koruptif, maka diprediksi bahwa pinjaman uang diberikan tersebut akan dikorupsi, yang pada akhirnya akan memperlemah Indonesia untuk pengembalian pinjaman tersebut. Misalnya saja, beberapa pelemahan yang dilakukan terhadap koperasi. Adanya korupsi yang dilakukan pada pinjaman dana oleh koperasi maka membuat beberapa koperasi tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut sehingga perlahan-lahan koperasi menjadi bangkrut. Dan satu persatu koperasi-koperasi di Indonesia bubar. Negara barat tidak secara langsung menghancurkan koperasi melainkan melalui pinjaman dana tersebut. Perlahan The Global Review Quarterly
29