LEGAL REVIEW GUIDELINE’S TEAM WORK 2020
Nur Khadijah Researcher
Lutah Bulqis Arin Researcher
Moh. Kurniawan S. Layouter
Meirispa Amanah Researcher
Dahniar Sitti Uleng Layouter
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lahirnya Buku Pedoman Asian Law Students Association (ALSA) merupakan sebuah organisasi yang menjadi tempat berhimpunnya mahasiswa hukum yang berkomitmen secara akademik dan terampil secara hukum. Untuk mewujudkan komitmen akademik dan mewujudkan terampil secara hukum, ALSA memiliki ciri khas untuk terus mengembangkan kemampuan setiap mahasiswa hukum melalui penulisan hukum yang biasa disebut sebagai legal review. Penulisan legal review bukanlah suatu hal yang mudah dan semerta-merta untuk dilakukan tanpa adanya panduan yang jelas mengenai hal tersebut. Banyaknya ketentuan-ketentuan mengenai penulisan legal review dan perbedaan terhadap apa definisi sesungguhnya dari legal review dapat membuat keberagaman yang tidak memiliki titik temu satu sama lain. Hal demikian juga membuat timbulnya berbagai pendapat pribadi yang dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk dalam penulisan legal review. Akibatnya, tidak ada satu acuan yang benar-benar dijadikan sebagai kiblat dalam penulisan legal review. Selain itu, kegiatan menulis adalah kegiatan yang notabene tidak disukai oleh sebagian orang karena adanya stigma yang buruk terhadap kemungkinan kesulitan yang akan dihadapi karena melihat dari pedoman menulisnya saja sudah membosankan. Dan faktanya indonesia memiliki semangat atau minat baca yang cukup rendah. Oleh karena itu, kami berinisiatif untuk menerbitkan buku pedoman penulisan legal review yang dapat terus digunakan sebagai acuan dalam penulisan legal review bagi generasi mendatang agar tidak ada lagi kekeliruan terkait penulisan legal review yang sering dilakukan oleh member ALSA LC Unhas. B. Pengertian Legal Review Legal review merupakan sebuah naskah dari hasil penulisan hukum dengan titik fokus membahas isu hukum dari segala aspek dan bidang kehidupan yang umumnya ditulis oleh mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan fakultas hukum. Legal review sendiri didasarkan pada hasil penelitian mengenai suatu peraturan atau sesuatu yang berkaitan dengan ranah hukum dan kemudian dituangkan ke dalam sebuah naskah
yang melihat suatu aturan yang sedang diteliti tersebut dari segi implementasi dan aturan itu sendiri. Jadi, penulisan legal review dapat diartikan sebagai proses mereview sebuah aturan-aturan yang ada dan melihat bagaimana pengimplementasian aturan tersebut di masyarakat. C. Pentingnya Menulis Legal Review Menulis legal review merupakan kegiatan yang memiliki manfaat sehingga menjadi penting untuk dilakukan oleh mahasiswa hukum. Diantara urgensi penulisan legal review adalah sebagai berikut: 1) Mengasah kemampuan dan kemahiran penulisan hukum mahasiswa. 2) Menuntut penulis untuk mampu berpikir yuridik sekaligus menuliskan ide atau pemikiran ke dalam bentuk penulisan hukum. 3) Melatih penguasaan substansi ilmu hukum pada aspek pengorganisasian penulisan, pengembangan ide dalam bentuk alinea, dan meumuskan ide ke dalam bentuk kalimat efektif. 4) Memperdalam pengetahuan hukum mahasiswa karena legal review membutuhkan research yang cukup dalam. 5) Bermanfaat dalam penerapan penulisan legap opinion, legal drafting, dan legal skill lainnya.
BAB II PANDUAN PEMBUATAN LEGAL REVIEW A. Tentang Topik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V, topik adalah pokok pembicaraan atau subjek yang dibahas dalam sebuah teks. Dengan demikian topik dapat diartikan sebagai suatu isu atau pokok persoalan yang sifatnya masih umum dan abstrak, pada dasarnya merupakan pokok pembicaraan dalam keseluruhan tulisan yang digarap dan sebagai landasan yang dapat dipergunakan oleh seorang penulis untuk menyampaikan maksudnya. 1 Topik juga merupakan awal dari penyusunan sebuah tulisan agar bisa menghasilkan pertanyaan yang akan dibahas dan diberikan gagasan dalam sebuah tulisan sehingga menjadikan topik sebagai hal utama. Untuk itu perlu kiranya dipaparkan bagaimana topik disusun, dan hal mendasar apa yang perlu ada untuk menyusun sebuah artikel yang baik. 1) Penentuan Topik Sebuah tulisan yang baik merupakan hasil dari awalan yang baik yaitu pada saat menentukan topik yang akan diangkat dalam tulisan. Lebovits menyatakan bahwa sebuah artikel dapat merupakan sebuah uraian dan pembahasan aspek substantif atau prosedural dari persoalan hukum tertentu. Selain itu, sebuah artikel dapat pula mengetengahkan masalah yang belum terpecahkan dan bagaimana pemecahannya. 2 pernyataan Lebovits tersebut dapat menjadi sebuah jalan untuk penulis dalam menentukan topik dari tulisan yang ingin dibuat. Dalam konteks pemilihan topik yang akan dibahas dalam karya ilmiah, Keraf (1994:111) menyatakan bahwa lebih baik menulis sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui/dikuasai daripada menulis pokok-pokok yang tidak menarik atau tidak diketahuinya sama sekali. 3
Diana Silaswati, “Pentingnya Penentuan Topik Dalam Penulisan Karya Ilmiah Pada Bidang Ilmu Akuntansi”, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol. 9, No. 1, 2018, hlm. 84. 2 Gerald Lebovits, “Academic Legal Writing: How to Write and Publish”, New York State Bar Association Journal, Vol, 78, No.1, 2006, hlm. 64. 3 Farida Nugrahani dan Ali Imron Al-Ma’ruf, Metode Penulisan Karya Ilmiah Panduan Bagi Mahasiswa Ilmuwan Dan Eksekutif, Pilar Media, Yogyakarta, 2016, hlm. 56. 1
Lebovits juga berpendapat bahwa apa pun tujuan dari penulisan artikel hukum, terdapat dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penentuan topik. Pertama, topik artikel selalu mengetengahkan kepentingan atau ketertarikan penulis. Kedua, kepentingan atau ketertarikan itu harus diseimbangkan dengan manfaat dari penulisan topik yang dipilih. 4 Sebagai contoh ketika kita akan menulis dengan mengangkat tema yang berkaitan dengan isu hukum, kita tidak boleh mengutamakan kepentingan
kita
dan
ketertarikan
kita
terhadap
topik
tersebut
tanpa
mempertimbangkan kemanfaatan dari tulisan tersebut. Kebanyakan orang beranggapan bahwa topik merupakan hal yang sama dengan tema, akan tetapi perlu diketahui bahwa topik merupakan hal yang paling terluar jika dibandingkan dengan tema. Karena tema merupakan topik yang sudah dibatasi, diarahkan, khusus/spesifik, dan sudah mengandung tujuan. Berikut ini disajikan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan topik sebuah artikel:5 a) Topik yang dipilih harus benar-benar topik yang kita ketahui atau kita kuasai baik dari segi pengetahuan maupun pengalaman kita. Hindarilah topik yang jauh dari pengetahuan kita karena hal itu akan menyulitkan kita sendiri ketika kita menggarapnya. Contohnya adalah kita memilih topik yang dekat atau sesuai dengan bidang keilmuan kita agar lebih memudahkan mengetahui substansi-substansinya pada saat mulai menulis. Selain itu kita juga bisa memilih topik berdasarkan kejadian yang pernah kita alami atau kita lihat agar lebih mudah untuk menyusun kerangka tulisan. b) Topik yang dipilih haruslah topik yang paling menarik perhatian kita. Karena, hal itu akan merangsang dan memotivasi kita untuk terus melakukan pengkajian dan pendalaman masalah. Contohnya, ketika kita memiliki ketertarikan terhadap isu Hak Asasi Manusia (HAM) maka sebaiknya kita memilih topik seputar HAM. Akan tetapi dalam memilih topik yang menarik perhatian kita, perlu juga diperhatikan kemanfaatan untuk pembaca dari ketertarikan kita itu.
4 5
Gerald Lebovits, Op. Cit., hlm. 64. Farida Nugrahani dan Ali Imron Al-Ma’ruf, Op. Cit., hlm. 56-57.
c) Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi yang lingkupnya sempit dan terbatas. Hindarilah pokok masalah yang terlalu luas sehingga dapat menyeret kita kepada pengumpulan informasi yang beraneka ragam. Lebih parah lagi, topik yang terlalu luas dapat mengakibatkan pembiasan masalah atau pembicaraan masalah tidak terfokus. Contohnya, kita memilih topik yang memiliki cabang yang sangat banyak sehingga membuat analisis yang kita lakukan sangatlah luas dan akibatnya tulisan yang dibuat tidak benarbenar memberikan solusi terhadap 1 kasus yang ingin di bahas. d) Topik yang dipilih memungkinkan tersedianya data dan fakta yang objektif, dan hindarilah topik yang bersifat subjektif, seperti kesenangan atau anganangan kita. Contohnya, ketika kita memilih topik diusahakan untuk tidak bersifat subjektif sehingga akan memberikan kesan tulisan yang sangat berpihak terhadap satu orang, lembaga, ataupun instansi. Hal ini juga untuk menghindari adanya pemberian fakta-fakta yang mengglorifikasi satu kejadian. e) Topik yang dipilih harus kita ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya, walaupun serba sedikit. Artinya, topik yang dipilih itu janganlah terlalu baru bagi kita yang mungkin hanya akan menyulitkan kita sendiri dalam menganalisisnya. f)
Topik yang dipilih harus memiliki sumber acuan yang memadai, memiliki bahan kepustakaan yang akan memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan ditulis. Sumber kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan, undang-undang atau dokumen lain yang relevan.
2) Komponen yang harus ada dalam topik pada artikel Menurut Volokh, artikel yang baik setidaknya mampu memiliki lima hal mendasar, yaitu:6 a) Pernyataan (claim) Pernyataan (claim) adalah tesis yang menjadi dasar sebuah artikel. Sebuah artikel yang baik selalu memilki tesis tentang suatu hal, atau dengan kata lain memiliki gagasan yang hendak disampaikan.7 Terdapat 4 bentuk pernyataan (claim) yang dapat digunakan dalam menulis artikel seperti legal review, diantaranya adalah :8 -
Pernyataan (claim) dapat berbentuk pernyataan yang deskriptif, yaitu pernyataan yang mengambarkan suatu hal sebagaimana adanya. Misalnya,
pernyataan
dapat
berupa
gambaran
historis
atas
perkembangan hukum tertentu, uraian mengenai efek tertentu dari hukum,
atau
pernyataan
tentang
bagaimana
pengadilan
menginterpretasikan hukum tertentu. -
Pernyataan dapat pula bersifat perskriptif, yaitu pernyataan yang mengetengahkan apa yang perlu dilakukan. Misalnya, pernyataan bagaimana
pasal
tertentu
di
dalam
konstitusi
seharusnya
diinterpretasikan, undang-undang seperti apa yang harus dibuat untuk mengatasi persoalan tertentu, atau bagaimana aturan tertentu seharusnya diubah. -
Pernyataan dapat pula bersifat eksplanatoris, misalnya artikel yang menjawab pertanyaan bagaimana sebuah aturan diinterpretasikan dalam makna tertentu dan bukan yang lainnya, atau pertanyaan mengapa aturan tertentu berbunyi seperti hukum positif yang berlaku saat ini.
-
Dapat pula sebuah artikel bersifat evaluatif, misalnya dengan mempertanyakan apa pembenaran dari sebuah putusan atau aturan
Eugene Volokh, “Writing a Student Article”, Journal of Legal Education, Vol. 48, No. 2, 1998, hlm. 248. Pamela Samuelson, “Good Legal Writing: of Orwell and Window Panes”, University of Pittsburgh Law Review, Vol. 46, 1984, hlm. 151. 8 Andri Gunawan Wibisana, “ Menulis Di Jurnal Hukum: Gagasan, Struktur, Dan Gaya”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 49, No. 2, 2019, hlm. 475. 6 7
tertentu. Dalam hal ini, artikel berfungsi untuk secara kritis menilai atau menguji sebuah keadaan atau hukum tertentu. Untuk memberikan gambaran konkret mengenai pernyataan/thesis, berikut adalah sebelas tipe pernyataan/thesis sebagaimana dikemukakan oleh Volokh: -
“Aturan X tidaklah konstitusional karena…”
-
“Pembuat undang-undang seharusnya membuat undang-undang mengenai…”
-
“Jika diinterpretasikan secara tepat, Pasal X memiliki makna bahwa…”
-
“Aturan ini dapat memiliki dampak berupa…”
-
“Aturan ini dapat memiliki akibat berupa…, karenanya harus diganti [atau diubah sehingga berbunyi…”]
-
“Pengadilan telah menginterpretasikan aturan X sebagai…, karenanya aturan tersebut perlu diamandemen sehingga berbunyi…”
-
“Beberapa aturan hukum dalam hal tertentu ternyata tidak konsisten, sehingga berakibat pada…”
-
“Penelitian empiris dari artikel ini menunjukkan bahwa aturan X tanpa disadari telah mengarahkan kita pada…, dan karenanya aturan tersebut harus diubah menjadi…”
-
“Penelitian empiris dari artikel ini menunjukkan bahwa aturan X memiliki efek positif berupa…, dan karenanya perlu dipertahankan [diperluas penerapannya ke arah…]”
-
“Pandangan umum yang menyatakan bahwa … adalah keliru [tepat] karena …”
b) Bersifat baru (novel) Bersifat baru atau memiliki novelty dalam sebuah tulisan menunjukkan bahwa tulisan tersebut merupakan sebuah tulisan yang orisinal dari penulisnya. Cara pertama untuk memperoleh topik yang orisinal adalah dengan mencari topik tertentu yang belum pernah ditulis. Namun demikian, hal ini tidaklah mudah. Setelah begitu banyak tulisan membahas persoalan hukum yang sama, apa yang tersisa untuk dijadikan topik artikel? Cara kedua yang dapat dilakukan
adalah dengan menambahkan “rasa” baru, nuansa baru, solusi baru, pandangan baru, atau perspektif baru atas persoalan tersebut.9 Selain itu, untuk membantu penulis menemukan orisinalitas dan kebaruan, tulisan ini menawarkan beberapa tips yang disampaikan oleh siems, diantaranya adalah:10 -
Tulisan dapat dibuat lebih orisinal dengan menekankan pada segi koherensi dan konsistensi dari sebuah bahan hukum. Cara ini biasanya dilakukan dengan melibatkan “interpretive legal theory” yang ditujukan untuk mengidentifikasi gambaran umum dan struktur dasar hukum. Dapat pula cara ini ditempuh melalui “legal synthesis”, yang berupaya untuk menyatukan elemen-elemen dari putusan dan peraturan ke dalam aturan-aturan yang koheren dan bermanfaat, atau melalui “systemic approach”, yang akan menguji apakah aturan-aturan yang berbeda dapat menunjukkan karakteristik yang sama sebagai sebuah bagian dari sistem yang sama.
-
Orisinalitas dapat dilakukan dengan menambahkan pendekatan sejarah hukum pada tulisan yang dibuat. Dalam hal ini, tulisan dapat menjelaskan, misalnya, bagaimana sejarah hukum menjelaskan konsep hukum dari masa lalu yang masih bisa diterapkan pada hukum sekarang. Sejarah hukum dapat menjadi cara untuk memahami, mengkritisi, dan menilai aspek hukum tertentu saat ini.
-
Menemukan orisinalitas dapat dilakukan dengan menambahkan topik makro (‘macro-legal topics’) ke dalam tulisan yang awalnya merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan mikro (‘micro-legal analysis’). Di sini, tulisan dapat diperbaiki dengan menambahkan pembahasan berdasarkan asas hukum tertentu, atau dengan menambahkan perspektif tertentu yang diambil dari teori hukum atau filsafat hukum.
Douglas E. Abrams, “Writing It Right: Writing in Law Reviews, Bar Association Journals, and Blogs (Part 1)”, Journal of the Missouri Bar, Vol. 72, 2016, hlm. 26. 10 Mathias M. Siems, “Legal Originality”, Oxford Journal of Legal Studies, Vol. 28, No. 1, 2008, hlm. 148149. 9
-
Orisinalitas
dapat
diperoleh
berdasarkan
perbandingan
dengan
hukum.
jalan
melakukan
Perbandingan
analisa
hukum
akan
memberikan jawaban yang tidak dapat diberikan jika penelitian/tulisan hanya didasarkan pada hukum di dalam satu sistem hukum. Dalam hal ini, tulisan dapat membandingkan suatu konsep hukum tertentu dari lebih dari satu sistem hukum. -
Menambahkan pendekatan dari disiplin ilmu lain juga dapat memperkaya kedalaman analisa dan meningkatkan orisinalitas tulisan. Berbagai contoh dari pendekatan ini adalah analisa ekonomi atas hukum (law and economics), hukum dan akuntansi, sosiologi hukum, hukum dan psikologi, serta hukum dan sastra.
-
Menghubungkan hukum dengan kenyataan (‘connecting law to life’). Hal ini dilakukan dengan melihat bagaimana hukum di dalam kenyataan hidup masyarakat (law in action). Tulisan semacam ini dapat pula dilakukan dengan mempertimbangkan aspek politik, ekonomi, budaya, atau kualitas penegakan hukum dari negara di mana sebuah aturan hukum diberlakukan.
c) Bukan merupakan hal yang selayaknya telah diketahui (non-obvious) Istilah ini diartikan di sini sebagai sesuatu yang tidak terlalu jelas, tidak terlalu mudah dan umum, sehingga tidak dapat diketahui tanpa adanya penelitian. Artikel yang non-obvious dapat ditunjukkan dengan jalan memperlihatkan bahwa tidak semua orang akan sampai pada gagasan yang diutarakan oleh penulis. Contohnya, jika kita ingin menulis dengan topik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebaiknya kita tidak membahas hal tersebut secara general saja karena sudah barang tentu masalah itu sudah diketahui oleh segelintir orang. Sebaiknya, kita membahas pelanggaran HAM dari sisi yang lebih dalam lagi seperti dengan mengkombinasikannya dengan cabang ilmu lain, misalnya Pelanggaran HAM dalam bidang Ekonomi.
d) Berguna (useful) Sebuah artikel yang baik haruslah berguna, baik secara praktis maupun teoretis. Volokh menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kegunaan dari sebuah artikel, yaitu:11 -
Fokus pada persoalan/issue yang belum terpecahkan.
-
Menerapkan argumen/gagasan penulis pada yurisdiksi yang berbeda.
-
Menambahkan telaah yang bersifat perskriptif untuk temuan awal yang bersifat deskriptif.
-
“menghaluskan� gagasan awal yang menuntut perubahan mendasar dengan memperhatikan penerimaan publik atau implikasi politis dari gagasan tersebut.
-
Menghindari penggunaan jargon-jargon retoris, yang membuat artikel menjadi tidak persuasif, untuk memastikan bahwa argumen yang diajukan penulis tidak mengalienasi penulis dari pembacanya.
e) Dilihat oleh pembaca sebagai artikel yang memenuhi sifat kedua sampai keempat. 3) Hal yang perlu dihindari dalam penentuan topik Volokh mengungkapkan beberapa hal yang tidak perlu atau jangan dipilih sebagai topik artikel, di antaranya adalah:12 a) Artikel yang hanya menunjukkan adanya persoalan, tetapi tidak memberikan solusi atas persoalan tersebut. Misalnya artikel hanya berisikan tentang persoalan yang sedang terjadi seperti buruknya penanganan pemerintah dalam mengatasi pandemi covid-19 tanpa diberikan solusi apa yang pantas diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. b) Artikel yang mengulas hanya satu putusan saja. Misalnya putusan yang di ulas hanyalah satu putusan yang terbaru, tanpa adanya perbandingan dengan putusan-putusan terdahulu yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam tulisan.
11 12
Eugene Volokh, Op. Cit., hlm. 18-21. Andri Gunawan Wibisana, Op. Cit., hlm. 479.
c) Artikel yang hanya mengulas satu peraturan perundang-undangan dari satu wilayah atau negara. Misalnya, dalam tulisan hanya membahas tentang peraturan perundang-undangan tentang penanganan Covid-19 dari negara Indonesia saja tanpa adanya komparasi atau perbandingan dengan peraturan yang ditetapkan oleh negara atau wilayah lain yang memiliki kasus yang serupa. d) Artikel yang hanya menjelaskan “what the law isâ€?, bagaimana hukumnya atau bagaimana bunyi pasalnya, dan tidak menjelaskan lebih dalam terkait hal tersebut. Misalnya, tulisan yang dibuat hanya menyebutkan bagaimana hukum dari kasus yang sedang dibahas tanpa menjelaskan lebih dalam lagi apa keterkaitan antara peraturan tersebut dan masalah yang sedang terjadi. e) Artikel yang hanya merespon satu pandangan dari sarjana tertentu, tanpa memperhatikan bagaimana penulis lain telah membahas pandangan tersebut. Sebagai contoh, penulis hanya fokus dan monoton terhadap pendapat 1 ahli saja dalam seluruh tulisannya tanpa mengkomparasikan pendapat ahli tersebut dengan ahli-ahli lainnya. B. Cara menyusun argumen yang baik dalam legal review? Pada umumnya dalam menyusun sebuah argumen yang baik pada sebuah legal review, penulis dapat menggunakan metode IRAC. Yaitu sebuah metode yang dapat membantu penulis dalam menyederhanakan kompleksitas sebuah hukum. •
Formula IRAC Kata IRAC pada dasarnya merupakan sebuah akronim dari beberapa kata yaitu Issue,
Rule, Analysis, dan Conclusion. Issue
: Hal yang menjadi topik pembahasan. Misalnya isu mengenai penerapan PSBB, polemik Omnibus Law, pelanggaran HAM, dll.
Rule
: Segala aturan yang memiliki relevansi terhadap isu yang dibahas. Misalnya undang-undang atau Yurisprudensi.
Analysis
: Proses menghubungkan fakta-fakta yang ada dengan isu maupun aturan yang terkait. Misalnya realita kekerasan seksual di Indonesia dan bagaimana undang-undang yang berlaku mengatur hal tersebut
Conclusion : Kesimpulan dari proses analisis maupun jawaban terhadap isu yang dipermasalahkan. Andrew McClurg menjabarkan bahwa IRAC bukanlah sebuah rumus mekanik, tetapi hanya sebuah pendekatan dalam menganalisis masalah hukum. Sebelum penulis dapat menganalisis masalah hukum, tentu saja penulis perlu mengetahui hal apa yang menjadi permasalahannya. Jadi, secara logis langkah pertama dalam metode IRAC adalah untuk mengidentifikasi masalah (I). Langkah kedua adalah untuk menyatakan aturan yang relevan dengan hukum yang akan diterapkan dalam menyelesaikan masalah (R). Langkah ketiga adalah menerapkan aturan-aturan dengan fakta-fakta dari pertanyaan dalam menganalisis masalah (A). Dan langkah keempat adalah untuk menawarkan kesimpulan mengenai kemungkinan hasil (C). C. Cara Research yang baik dalam Legal Review 1) Jenis - Jenis Research Terdapat dua jenis penelitian yaitu penelitian hukum yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. 1.
Penelitian Hukum Normatif Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrindoktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya: asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.13 Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas pada peraturan perundang-undangan saja. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Peter Mahmud, penelitian hukum adalah penelitian
13
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo Peresada, Jakarta, 2006, hlm. 24.
normatif namun bukan hanya meneliti hukum positivis. Norma tidak hanya diartikan sebagai hukum positif yaitu aturan yang dibuat oleh para politisi yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi.14 Penelitian nortmatif dapat disinonimkan dengan penelitian kepustakaan (library research) karena jika diperhatikan, keduanya memiliki kecenderungan dalam menggunakan dokumen-dokumen (datadata sekunder) sebagai bahan penelitiannya seperti buku, peraturan perundang-undangan, putusan, jurnal, maupun artikel. Misalkan kita mengangkat topik mengenai lingkungan, maka cara melakukan penelitian normatifnya adalah dengan menggunakan sumbersumber yang tertulis. Sebagai contoh, cara melakukan penelitian normatif yaitu dengan melakukan tinjauan yuridis terhadap topik yang diangkat, contohnya UU PPLH jika kita mengangkat topik mengenai lingkungan. Contoh judul penelitian hukum normatif, “Tinjauan Yuridis Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas KPK dalam Pemberantasan Korupsi�.
2.
Penelitian Hukum Empiris Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan atau aturan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut. Penelitian hukum empiris dimaksudkan untuk mengajak para penelitinya tidak hanya memikirkan masalah-masalah hukum yang bersifat normatif (law as written in book), bersifat teknis di dalam mengoperasionalkan peraturan hukum seperti mesin yang memproduksi dan menghasilkan hasil tertentu dari sebuah proses mekanis, dan tentunya hanya dan harus bersifat perskriptif saja, meskipun hal ini adalah wajar,
Vidya Prahassacitta, “Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Yuridis�, https://businesslaw.binus.ac.id/2019/08/25/penelitian-hukum-normatif-dan-penelitian-hukum-yurudis/ diakses pada 8 Juli 2020. 14
mengingat sejatinya sifat norma hukum yang “ought to be” itu. Selanjutnya, cara pandang sebagaimana disebutkan tadi bergeser menuju perubahan kearah penyadaran bahwa hukum, faktanya dari perspektif ilmu sosial ternyata lebih dari sekedar norma-norma hukum dan teknik pengoperasiannya saja, melainkan juga sebuah gejala sosial dam berkaitan dengan perilaku manusia ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat yang unik dan memikat untuk diterliti tidak hanya dari sifatnya yang perskriptif, melainkan bersifat deskriptif.15 Penelitian empiris dapat disinonimkan dengan penelitian lapangan (field research) dilihat dari kecenderungannya dalam menggunakan datadata primer yang bisa didapatkan dari narasumber yaitu, praktisi (hakim, jaksa, advokat, polisi) maupun akademisi (dosen) melalui hasil wawancara dan observasi. Misalkan kita mengangkat topik mengenai lingkungan, maka cara melakukan penelitian empirisnya adalah dengan menggunakan data-data sendiri yang telah kita peroleh saat turun ke lapangan. Sebagai contoh, cara penelitiannya yaitu kita bisa menelusuri mengenai efektivitas penggunaan AMDAL dalam pertambangan di suatu daerah tertentu. Contoh judul penelitian hukum empiris, “Efektivitas Pemidanaan Anak di Kabupaten Jeneponto”. 2) Cara Research di Internet •
Mengetahui topik terlebih dahulu Sebelum memulai penelitian, Anda harus mengetahui terlebih dahulu mengenai topik yang akan dibahas. Sehingga, ketika melakukan pencarian Anda tidak kebingungan. Dalam penulisan legal review tentulah harus membahas suatu topik yang berkaitan dengan hukum. Misalnya mengenai hyper regulation, maka anda sudah memiliki gambaran besar mengenai informasi yang ingin Anda temukan.
Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik dan Khas dari Metode Meneliti Hukum”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 1, Januari-Maret 2014, hlm 28. 15
•
Masuk pada situs pencarian Setelah Anda menentukan topik yang akan dibahas, anda bisa masuk pada situs pencarian di Internet. Cobalah untuk masuk kedalam website-website pencarian jurnal, buku, atau literatur lainnya yang terpercaya seperti Google Scholar.
•
Pilih kata kunci (keyword) yang akan dimasukkan pada situs pencarian Setelah masuk pada website, pilihlah kata kunci (keyword) dari topik yang akan dibahas. Sebaiknya gunakan kata kunci yang spesifik dalam melakuan pencarian, sehingga informasi yang didapatkan relevan dengan topik akan dibahas. Anda juga dapat menggunakan kata kunci alternatif untuk memperoleh informasi tambahan mengenai topik yang akan dibahas. Dalam melakukan pencarian, gunakan juga beberapa kombinasi pencarian yang berbeda-beda. Sebagai contoh, apabila Anda menggunakan topik “hyper regulation” maka anda bisa menggunakan judul artikel seperti “Implementasi Konsep Hukum Progresif Dalam Menata Kembali Regulasi”, Anda akan memperoleh hasil yang Anda inginkan dengan menggunakan keyword “hukum progresif” dan “penataan regulasi” dalam melakukan pencarian.
•
Hindari menuliskan satu kalimat penuh Dalam melakukan pencarian, sebisa mungkin hindari menuliskan satu kalimat penuh yang memuat banyak frasa didalamnya. Jika menggunakan terlalu banyak frasa maka kemungkinan besar akan sulit untuk menemukan sumber informasi yang relevan. Cobalah untuk mempersempit kalimatnya menjadi lebih spesifik agar sumber relevan yang ditemukan semakin banyak. Sebagai contoh jika Anda ingin mencari informasi mengenai “Implementasi Konsep Hukum Progresif Dalam Menata Kembali Regulasi”, maka jangan menuliskan satu kalimat penuh. Anda bisa
menulis “hukum progresif dan regulasi” atau “menata regulasi dengan hukum progresif” saat melakukan pencarian. Akan tetapi jika kalimat ini masih terlalu panjang dan Anda belum menemukan informasi yang relevan, maka Anda bisa mempersempit lagi kalimat tersebut dengan menggunakan keyword seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya. •
Utamakan informasi yang memiliki kredibilitas tinggi Setelah menemukan sumbernya, pastikan anda memilih sumber yang kredibel. Anda harus mengutamakan informasi dari sumber-sumber pemerintah, akademis, dan organisasi jurnalistik yang diakui secara nasional maupun internasional. Pada sumber-sumber pemerintah umunya terdapat “.go.id” pada alamatnya. Situs yang memiliki akhiran “.ac.id” kerap merupakan bagian dari suatu universitas. Situs yang berakhiran “.org” biasanya digunakan oleh organisasi-organisasi nonprofit.
•
Jika mengambil sumber dari situs-situs berita, pastikan bahwa artikel tersebut berdasarkan fakta Situs-situs berita seperti CNN, Kompas, dan Tempo cenderung memiliki kredibilitas yang baik, namun Anda harus memastikan berita tersebut merupakan artikel yang berdasarkan fakta dan bukan berdasarkan opini sang penulis semata, karena tak jarang kita jumpai situs berita yang mengeluarkan artikel berisikan opini yang tidak didasarkan pada fakta yang ada. Sebagai contoh kita bisa mengambil sumber berita yang memuat data-data yang berisikan fakta yang sesungguhnya seperti “Penataan regulasi menjadi fokus pemerintah pada reformasi hukum jilid dua. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, Indonesia saat ini memiliki 41 ribu peraturan yang diduga saling tumpang tindih. Wiranto menuturkan, jumlah tersebut merupakan data yang dilaporkan Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas, Selasa (17/1).”
•
Periksa kembali kredibilitas informasi yang Anda dapatkan Perlu diingat bahwa, tidak semua sumber yang Anda dapatkan dari situs-situs diatas memiliki kredibilitas tinggi. Maka dari itu periksalah kembali situs-situs tersebut dengan seksama. Jangan sampai anda keliru dalam mengambil sumber informasi yang akan dijadikan rujukan dalam penulisan.
•
Jangan batasi penjelajahan Anda Dalam melakukan pencarian, sebaiknya jangan membatasi penjelajahan Anda hanya pada beberapa laman pertama hasil pencarian. Lihat pula laman-laman berikutnya, hal ini dimaksudkan agar Anda tidak melewatkan
informasi
yang
penting.
Karena
tidak
menutup
kemungkinan informasi terbaik berada pada akhir laman. •
Hindari sumber seperti Wikipedia, Blogspot, dan Wordpress Mengapa? Karena situs-situs diatas tidak kredibel. Seperti contoh, pada situs Wikipedia informasi dapat disunting oleh semua orang, yang berarti informasi yang terdapat didalamnya tidak akurat dan cenderung bias.
•
Temukan sumber aslinya Jika Anda menggunakan Wikipedia untuk melakukan riset maka lihatlah pada bagian “referensi” di bawah laman dan periksalah tautan yang ada. Kalian bisa merujuk pada sumber asli yang digunakan sebagai referensi di Wikipedia. Apabila anda tidak menemukan sumber asli dari suatu fakta, maka hal terbaik yang dapat anda lakukan adalah dengan melakukan verifikasi pada berbagai situs yang kredibel.
•
Kumpulkan sumber research sebanyak mungkin Jika Anda telah menemukan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang kalian pilih, maka jangan berhenti mencari. Semakin banyak sumber yang anda temukan maka akan semakin baik pula. Pembaca bisa menilai kedalaman analisis serta keluasan wawasan penulis melalui sumber rujukan yang ia baca.
3) Website-Website Rekomendasi Dalam Mencari Jurnal Hukum 1) Amanna Gappa (journal.unhas.ac.id); 2) Google Scholar (scholar.google.ac.id); 3) Directory of Open Access Journal (doaj.org); 4) Portal Garuda Publikasi Indonesia Indek /IPI (jurnal.lipi.go.id); 5) Oxford Academic Journals (academic.oup.com). D. Cara Penulisan Footnote Footnote atau catatan kaki adalah keterangan tambahan yang ditulis di kaki halaman (di bagian bawah) yang bertujuan untuk menjelaskan sumber dari kalimat yang dikutip. Dalam legal review, footnote merupakan salah satu unsur yang cukup penting. Sehingga dalam penulisannya, penulis sangat dianjurkan untuk memperhatikan kesesuain formatnya. Merujuk pada OSCOLA (Oxford University Standard for Citation of Legal authorities), format penulisan footnote yang tepat adalah sebagai berikut : •
Buku [Nama pengarang], [Judul buku] [(edisi, penerbit, tahun)] [halaman] Contoh : Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-undang (ed 1, Rajawali Pers 2010) 18
•
Kontributor buku (edited book) [Nama penulis], [‘Judul artikel’] dalam [Nama editor] [(ed)] [Judul buku] [(edisi, penerbit, tahun)] [halaman] Contoh : Soetandyo Wignjosoebroto, ‘Konstitusionalisme: Suatu Paham Paradigmatik yang Mendasari Pola Hubungan Kepenguasaan antara Negara dan Warganya dalam Konteks Hak-Hak Asasi Manusia’ dalam Rofiqul-Umam Ahmad, M. Ali Safaat dan Rafiuddin Munis Tamar (ed) Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia (The Biography Institute 2007) 113
•
Artikel Jurnal [Nama penulis], [‘Judul artikel’] [(Tahun)] [Volume] [Nama Jurnal] [Halaman pertama artikel], [halaman] Contoh :
Abd. Shomad, ‘Konsep Lembaga Jaminan di Lingkungan Bank Syariah’ (2008) 23 Yuridika 220, 227 •
Internet [Nama penulis], [‘Judul artikel’] [(Media, tanggal artikel)] [<link>] diakses pada [tanggal diakses] Contoh : AA Oka Mahendra, ‘Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan’ (1 April 2010) diakses pada 8 Februari 2013
•
Putusan Pengadilan ▪
Putusan Perdata/TUN/MK [Penggugat vs Tergugat], [No. Perkara], [Nama Pengadilan], [tanggal putusan]
▪
Putusan Pidana Kasus [nama terdakwa], [No. Perkara], [Nama Pengadilan], [tanggal putusan]
BAB III STRUKTUR PENULISAN LEGAL REVIEW A. Format Umum Penulisan Legal Review Format umum penulisan adalah sebagai berikut: a. Ukuran kertas: A4 (210 mm x 297 mm); b. Huruf: Times New Roman, ukuran 12 dan spasi 1,5; c. Penempatan tulisan rata kanan dan kiri (justify); d. Marjin Normal Ms Word; e. Alinea baru dimulai dengan â&#x20AC;&#x153;tabâ&#x20AC;? dari marjin kiri.
B. Bahasa Legal Review Bahasa berarti sebuah sistem dari bunyi atau lambang yang memiliki makna dalam mengungkapkan perasaan atau pikiran seseorang kepada orang lain baik melalui lisan, tulisan, maupun isyarat. Dari sudut pandang ilmiah, pola pikir manusia yang berbedabeda mengakibatkan bahasa yang digunakan mengalami perbedaan pola yang terbagi berdasarkan aspek-aspek kehidupan manusia itu sendiri. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa bahasa yang digunakan berbeda sepenuhnya. Terdapat bahasa yang umumnya dapat digunakan di aspek kehidupan manapun, tetapi terdapat juga bahasa yang menggunakan beberapa istilah atau kata yang hanya digunakan dalam aspek kehidupan tertentu. Dalam bidang hukum, bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang khusus dipakai dalam teori dan praktek hukum, di dalam hukum adat (tidak tertulis) atau hukum perundangan (hukum tertulis), di dalam karya-karya tulis atau kepustkaan hukum dan ke semua aspek yang menyangkut hukum, yng bersifat khas hukum, dan menggunakan bahasa sebagai alatnya, termasuk dalam ruang lingkup bahasa hukum (Indonesia). 16 Begitupun dengan bahasa yang lainnya, termasuk jika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Rowe berpendapat bahwa tulisan hukum yang baik adalah tulisan yang ditulis secara sederhana. Menurutnya kesederhanaan akan membawa kejelasan (clarity), yang
16
H. Hilman Hadikusuma, Op. Cit., hlm. 2.
merupakan kunci bagi sebuah tulisan yang baik.17 Sehingga dari pendapat tersebut dapat diuraikan bahwa tulisan sederhana setidaknya ada tiga hal penting dalam pembentukannya, yaitu penggunaan kata yang sederhana, kalimat pendek, dan struktur kalimat yang sederhana. Hal tersebut memungkinkan pembaca mampu memahami poinpoin apa saja yang ingin disampaikan oleh penulis.
C. Sistematika Penulisan Legal Review A. Pendahuluan Pendahuluan (Introduction) bagaikan sebuah overture dalam sebuah opera. Bagian ini mengantar pembaca pada tema utama yang akan dibacanya sepanjang tulisan.18 Pendahuluan merupakan bagian di mana penulis berkesempatan untuk memberikan kesan awal serta mendemonstrasikan kepada para pembaca bahwa tulisan yang sedang dibaca mereka adalah tulisan yang menarik, penting, dan berguna. Oleh karena itu dalam penyusunan pendahuluan hendaklah penulis berhati-hati, karena jika dimulai dengan pernyataan yang terlalu umum, pendahuluan akan sangat panjang dan membutuhkan beberapa halaman hanya untuk sampai pada persoalan utama yang akan diangkat. Hal ini dapat menjadikan pendahuluan tersebut membosankan. Pendahuluan terdiri dari latar belakang dan rumusan masalah. a)
Latar Belakang Latar belakang umumnya berisikan fakta-fakta hukum serta alasan yang mendasari penulis tertarik untuk mengangkat sebuah topik. Hal yang perlu ditekankan di bagian ini adalah mengapa masalah itu dianggap penting dan perlu ditinjau lebih lanjut. Hal ini ditunjukkan dengan fakta adanya kesenjangan antara keadaan ideal (das sollen) dan keadaan realitasnya (das sein). Dalam menyusun latar
belakang,
penulis harus mampu
menunjukkan adannya masalah yang perlu dibahas dan dipecahkan serta
Suzanne E. Rowe, â&#x20AC;&#x153;Keep It Simple: â&#x20AC;&#x2DC;Short and Sweetâ&#x20AC;&#x2122; Brings Clarity Legal Writingâ&#x20AC;?, https://www.osbar.org/publications/bulletin/08jun/legalwriter.html, diakses pada 18 Juni 2020. 18 Andri Gunawan Wibisana, Op. Cit., hlm. 180. 17
menuliskan gagasannya secara singkat dan jelas. Pada bagian ini sebaiknya memuat struktur artikel, yang akan memberikan peta jalan (roadmap) atau kerangka artikel, yang memberikan gambaran mengenai rencana pembahasan di dalam artikel yang ditulis. 19 Biasanya peta jalan ini muncul pada (beberapa) paragraf terakhir dari latar belakang. Sebagai contoh, peta jalan dapat dirumuskan sebagai berikut: “Setelah
pendahuluan,
Bagian
I
akan
menjelaskan
gambaran
mengenai…Selanjutnya, Analisa mengenai […] akan diberikan pada Bagian II… Kesimpulan akan diberikan pada Bagian [….]”.20 b) Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah pertanyaan yang dituangkan secara eksplisit yang mengacu pada permasalahan yang akan diteliti. Rumusan masalah berperan untuk membatasi lingkup permasalahan dalam penelitian. Pembatasan ini dilakukan agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam dan memiliki arah yang jelas. Rumusan
masalah
seyogyanya
menggunakan
kata
tanya
bagaimana, mengapa, dan sejenisnya yang bersifat problematis, dan bukan menggunakan kata tanya apa, kapan, berapa dan sejenisnya yang jawabannya bersifat tidak analitis.21 dan menunjukkan model penelitian yang diterapkan, yakni model eksploratif, deskriptif, atau eksplanatif, sehingga pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan pola-pola narasi atau deskripsi. Contoh rumusan masalah yang benar: 1. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani covid-19? 2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap pemberlakuan PSBB? 3. Mengapa
pemerintah
perlu
penanggulangan bahaya covid-19?
19
Ibid. Ibid., hlm. 481. 21 Farida Nugrahi dan Ali Imron Al-Ma’ruf, Op. Cit., 2016, hlm. 93. 20
mengeluarkan
biaya
Contoh rumusan masalah yang kurang tepat: 1. Apa saja tindakan pemerintah dalam menangani covid-19? 2. Kapan pertama kali kasus positif covid-19 ditemukan di Indonesia? B. Pembahasan Secara umum, bagian pembahasan ini harus lebih banyak dari bagian pendahuluan karena, bagian ini merupakan bagian inti dari suatu tulisan. Pada pembahasan, penulis akan mengulas mengenai pertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah. Pada bagian ini pula, penulis akan memaparkan data-data hasil temuan mereka. Dari data-data tersebut penulis harus bisa berfikir kritis dalam menganalisis permasalahan-permasalahan yang timbul serta memberikan argumennya sehingga permasalahan yang diangkat dapat terpecahkan.
C. Penutup Bagian penutup memuat kesimpulan dan saran. a)
Kesimpulan Berisi jawaban ringkas terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah . Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil analisis data yang dideskripsikan secara singkat dan lugas.. Dengan kata lain, kesimpulan penelitian terikat secara substantif terhadap temuantemuan penelitian yang mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penyajian kesimpulan diseyogyakan dalam bentuk paragraf-paragraf yang tidak perlu diberi nomor. Hal itu akan lebih kelihatan fleksibel dan terkesan ada koherensi antara kesimpulan yang satu dengan yang lain. Sebab, sering dijumpai kesimpulan yang diberi nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya seolah-olah merupakan kalimat yang terlepaslepas. Sehingga, kesimpulan seperti itu terkesan kurang baik karena terasa kaku22
22
Ibid., hlm. 97.
b) Saran Memuat saran-saran terkait dengan topik atau tema yang dibahas dan harus berdasarkan hasil penelitian, baik praktis maupun teoretis, sehingga penelitian itu bisa dikembangkan atau diterapkan. Bagian ini juga memuat pendapat penulis dalam mengatasi masalah yang dikemukakan.
D. Daftar Pustaka Daftar pusaka ditulis pada halaman tersendiri setelah bagian penutup (kesimpulan dan saran). Bagian ini berisi data-data buku atau literatur yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penulisan. Melalui daftar pustaka yang disertakan pada akhir tulisan, para pembaca dapat melihat kembali pada sumber aslinya Semua sumber yang dipaparkan dalam daftar pustaka itu disusun secara alfabetis menurut abjad nama-nama pengarang (nama belakang/ dibalik) atau instansi/ lembaga yang menerbitkannya. Dengan demikian, daftar pustaka tidak diberi nomor urut seperti 1, 2, 3, 4, 5 atau diberi a, b, c, d, e dan seterusnya. Sebagai catatan, jika nama pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, penyusunan daftar pustaka didasarkan pada judul pustaka tersebut.23 Daftar pustaka ditulis dalam spasi tunggal. Antara satu pustaka dan pustaka berikutnya diberi jarak satu setengah spasi. Baris pertama rata kiri dan baris berikutnya menjorok ke dalam. Berikut contoh penulisan daftar pustaka yang baik dan benar: Chamamah-Soeratno, Siti. 1991. Hikayat Iskandar Muda Tinjauan Struktur dan Fungsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Rencana Strategi Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka. Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender & Perubahan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
23
Ibid., hlm. 98.
Berikut sistematika Legal Review: a. Pendahuluan. muatan pendahuluan sebagai berikut : 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah b. Pembahasan, c. Penutup, muatan penutup sebagai berikut : 1. Kesimpulan 2. Saran d. Daftar Pustaka D. Ketentuan Penulisan Legal Review Ketentuan penulisan legal review adalah sebagai berikut : a. Legal Review ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika menggunakan bahasa Indonesia, maka penyebutan istilah di luar bahasa Indonesia harus ditulis dengan huruf cetak miring (italic) b. Minimal menggunakan 1000 kata c. Minimal menggunakan 7 Daftar Pustaka d. Menggunakan header, Adapun bentuk header tergantung dari kepengurusan yang bersangkutan. Berikut adalah contoh header :