Tabloid SKM Amanat 128

Page 1

AMANAT

Surat Kabar Mahasiswa Untuk Mahasiswa dengan Penalaran dan Takwa

Mengkhianati Walisongo, Merobohkan Budaya Jawa Edisi 128/Agustus 2017 ISSN: 0853-497X


TERAS

SURAT KABAR MAHASISWA

AMANAT

Untuk Mahasiswa dengan Penalaran dan Taqwa

Penerbit:

Unit Kegiatan Mahasiswa Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT UIN Walisongo Semarang Izin Terbit: SK Rektor UIN Walisongo Semarang No. 026 Tahun 1984 International Standart Serial Number (ISSN): 0853-487X

SALAM

Y

Yen Wong Wadon Ilang Wirange

a, sebut saja Raden Said, atau bia­ sa dikenal Sunan Kalijaga berhasil diterima oleh masyarakat Jawa atas dakwah­ nya. Salah satu pesannya ialah “Yen Wong Wadon Ilang Wirange”, yang kini sudah banyak terjadi di kalan­ gan masyarakat modern ini. Dalam ba­ hasa indonesia yang berarti “Jika wanita sudah tidak punya rasa malu” adalah salah satu pesan yang dikhawatirkan Su­ nan Kalijaga. Sejatinya, wanita menjadi makhluk tuhan yang indah. Dengan rasa malu tersebut lah wanita bisa menjaga kein­ dahan yang telah dianugrahkan pada­ nya. Namun, bila rasa itu sudah hilang, ibarat sebuah tanaman indah akan cacat karena akarnya tercerabut. Akar menjadi bagian penting yang membuat tanaman hidup. Begitulah kiranya apa yang dira­ sakan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo demi mencapai akreditasi dan kompentensi mahasiswa yang men­ janjikan. Dengan hadirnya kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indone­ sia (KKNI), kampus kemudian mencoba menghilangkan mata kuliah Islam dan Budaya Jawa (IBJ) yang sudah melekat sejak masih berstatus IAIN. Dalam sejarah keislaman Jawa, era Walisongo menjadi peradaban pen­ting masayarakat beragama, khusus­ nya di tanah Jawa. Jalur pantura, mulai dari

2

REDAKSI

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Surabaya Jawa Timur hingga Cirebon Jawa Barat menjadi fakta sejarah dakwah Walisongo dalam menyiarkan agama. Banyak pesan dan budaya yang telah diwariskan Walisongo pada masyarakat Jawa. Walisongo mampu memasukkan pengaruh Islam dan nilai-nilai keaga­ maan dengan irama Jawa (Akulturasi Islam-Jawa). Secara tidak langsung, mereka mewariskan pentingnya nilai kearifan lokal untuk tetap dijaga. Dibuk­ tikan dengan pesan-pesan dakwah yang masih melekat di kalangan masyarakat Jawa dewasa ini. Namun, UIN Walisongo terasa gagal menjaga nilai-nilai budaya jawa yang telah diwariskan Walisongo. Makul Is­ lam dan Budaya Jawa (IBJ) yang oleh pendahulu IAIN dijadikan akar dan pen­ guat nilai keislaman di Jawa kemudian dihilangkan begitu saja dengan dalih kurang relevan dengan jurusan-jurusan tertentu. Tabloid edisi 128 ini mencoba me­ nyajikan kekhawatiran pada pengaruh perubahan kurikulum yang telah dite­ rapkan. Sampai seperti itu kah tindakan kampus berani merubah kebiasaan lama yang telah melekat sejak dulu? Hal itulah yang menjadi sajian utama kali ini untuk membuka wawasan mahasiswa tentang kondisi UIN saat ini. Ikuti terus di halaman-halaman beri­ kutnya. Selamat membaca! Redaksi

Sentilan Bang Aman Makul IBJ hilang di beberapa fakultas Eta terangkanlaaah... Islam dan Budaya Jawa dihapus Cah rak Njowo

PELINDUNG Rektor UIN Walisongo Semarang PENANGGUNG JAWAB Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama PEMBINA Kabag. Akademik dan Kemahasiswaan PEMIMPIN UMUM M. Ulul Albab SEKRETARIS UMUM Rustiana BENDAHARA Iva Nurlaili Diyah Nur Inayah PEMIMPIN REDAKSI M. Syafiun Najib PEMIMPIN REDAKSI ONLINE Fajar Bahruddin Achmad SEKRETARIS REDAKSI Umi Nur Mughitsah REDAKTUR PELAKSANA Abdul Ghofur, Fareh Hariyanto, Chalia Mufida, Moh. Hasan DESK BERITA Nur Isti Uswatun Kh DESK ARTIKEL Millati Azka DESK SASTRA BUDAYA Nur Zaidi LAYOUTER Najib Amin ILLUSTRATOR Ahmad Shodiq KOORDINATOR REPORTER Sri Maullasari REPORTER Siti Latifatur R, Fatimatul Mu’alifah, Sulis­ tyowati, Ihda Mardliana, Anisa Gina N, Rob­ biatul Adawiyah, Farah Diqsi N. PUSAT DOKUMENTASI Rizka Lathifah SIRKULASI & PERIKLANAN Fattahul Alim, Agus Susilo HUMAN RESOURCES DEPARTMENT Ahmad Muhlisin, Ida Faziatul, Sigit Aulia F STAF AHLI Joko Tri Haryanto, Amin Fauzi, Musyafak, Khoirul Muzaki

Kampus mulai melupakan cita-cita pendahulu Ngapain juga mengingat masa lalu Sampah menggunung di kampus Bisa buat muncak nih Tarif BLU melonjak Kayak harga cabai saja Dosen mengabaikan aturan bahasa Mengabaikan apa gak bisa? Banyak mahasiswa enggak lulus TOEFL-IMKA Anda belum beruntung Opak diganti PBAK Ada resitasinya enggak ya.. Bang Aman yang kadang pakewuh

Ilustrasi: Ahmad Shodiq


L APORAN U TAMA

KURIKULUM KKNI

Yang Hilang kala KKNI Diterapkan

U

UIN Walisongo menerapkan kurikulum baru. Mata kuliah jurusan bertambah, namun mata kuliah studi agama berkurang.

IN Walisongo Semarang me­ masuki babak baru sejak Kuri­ kulum 2015 diberlakukan. Kurikulum ini berdasar Pera­ turan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 ten­ tang Kerangka Kualifikasi Nasional Indo­ nesia (KKNI). Pemberlakuan kurikulum baru ber­ dampak pada mata kuliah yang diberi­ kan. Beberapa mata kuliah tingkat uni­ versitas ditiadakan. Sebaliknya, jatah mata kuliah tingkat jurusan justru se­ makin bertambah. Menurut data yang dihimpun Amanat, ada beberapa mata kuliah universitas yang ditiadakan. Sebe­ lumnya, bobot pada kurikulum 2010 se­ banyak 42 SKS. Namun sejak kurikulum 2015 berlaku, bobotnya menjadi 32 SKS. Di antara mata kuliah yang ditiada­ kan yaitu Pengantar Studi Islam dan Is­ lam Budaya Jawa. Selain itu ada penyu­ sutan jumlah SKS. Seperti Bahasa Arab dan Inggris. Semula kedua mata kuliah tersebut memiliki bobot masing-masing 6 SKS. Namun kini menjadi 4 SKS. Nama mata kuliah Ulumul Hadits dan Ha­dits juga sudah tak muncul lagi di daftar mata kuliah universitas. Yang ada justru Ulum Hadits. Begitu juga mata kuliah Ulumul Qur’an dan Tafsir. Yang ada Ulum Qur’an. Meski demikian, mata kuliah univer­ sitas yang ditiadakan masih muncul di sejumlah program studi. Misalnya Pro­ gram Studi Tafsir Hadits masih mencan­ tumkan mata kuliah Islam dan Budaya Jawa. Penghapu­ san sejumlah mata kuliah pada tingkat universitas mendapat tang­ gapan berbeda mahasiswa. Susi Purwanti, ma­ hasiswa angka­ tan 2015 Prodi Pendidikan Bahasa Arab merasa dimu­ dahkan dengan pengurangan beban SKS terse­ but. Susi merasa tak terbebani dengan makul Pengantar Studi Islam, Tafsir, dan Islam Budaya Jawa (IBJ) yang menurutnya su­ dah dipelajari saat sekolah dulu. Menurutnya, kurikulum baru mem­ berikan mata kuliah yang sesuai kompe­ tensi program studinya sejak awal semes­ ter. “Karena beban SKS di jurusan saya hanya 144, kemungkinan saya cepat lulus itu besar,” tuturnya. Lain halnya dengan Achmad Amin Sofiyulloh. Menurut Mahasiswa Komu­ nikasi dan Penyiaran Islam itu, kebijakan pengurangan mata kuliah perlu dikaji kembali. Mahasiswa angkatan 2015 itu menyayangkan tidak adanya mata kuliah Tafsir. Baginya, mata kuliah Tafsir penting bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi sepertinya. Dia mengatakan, yang ada saat ini justru mata kuliah Tafsir Tematik sesuai jurusan. Ia merasa hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan mahasiswa. Sebab kebanyakan mahasiswa belum paham tafsir. “Seharusnya pengantar taf­ sir dulu sebelum tafsir biar kami enggak bingung,” keluhnya.

Perkuliahan Berlangsung: Suasana perkuliahan salah satu kelas di Fakultas Psikologi dan Kesehatan (20/6).

Bahkan, lanjut Amin, dosen pengam­ pu Tafsir Tematik harus menjelaskan pengantar Tafsir terlebih dahulu pada perkuliahan awal. “Ini kan tidak efektif karena tidak sesuai silabus,” ujarnya. Amin sepakat dengan kurikulum yang mengedepankan kompetensi ma­ hasiswa, namun bekal keagamaan ja­ ngan sampai dikesampingkan. Dalam pandangannya, mahasiswa UIN Walisongo akan dianggap yang paling paham agama diband­ ingkan jebolan universitas lain­ nya. Kompetensi plus Te r k a i t penghapusan beberapa mata kuliah, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan, Musahadi men­ jelaskan, cara pandang dalam penentuan mata kuliah harus diubah karena IAIN sudah menjadi UIN Walisongo. Karena berdasarkan masu­ kan dari asosiasi keilmuan maupun aso­ siasi profesi, mata kuliah yang ada pada kurikulum 2010 masih kurang mata kuli­ ah kompetensinya. Menurutnya kuriku­ lum 2015 sudah sesuai karena menitik­ beratkan pada kompetensi mahasiswa. Dia mengisahkan, saat penentuan mata kuliah kurikulum 2010 terjadi dis­ kusi yang cukup alot. Ada pihak yang menginginkan mata kuliah studi agama masih mewarnai kurikulum universitas. “Jika kamu ngin belajar Fisika, hanya Fisika saja. Jangan masuk IAIN, masuk saja di Unnes. Jika masuk IAIN itu ada­ lah pendikan fisika plus, plus agama,” kata Musa mengutip sebuah pernyat­ aan. Meski begitu, Musa saat itu ban­ yak mendapatkan keluhan dari prodi umum. “Tapi orang Fisika nya bilang. Iya kita plus agama, tapi pada akhirnya bobor. Wes studi agamanya ndak ceto, fisikanya juga ndak ceto,” tuturnya.

Lebih lanjut, Pada saat kurikulum yang mendorong Indonesia memiliki 2010 dibenahi, UIN Walisongo sudah standar kualifikasi yang juga harus dise­ mengenal KKNI. Mata kuliah kompe­ tarakan dengan standar kualifikasi yang tensi yang ada pada setiap jurusan harus berlaku secara global,” tambah Dosen ditambah. Mata kuliah 42 SKS pada ting­ Universitas PGRI Semarang ini. kat universitas harus direduksi menjadi Ngasbun juga membeberkan, ba­ 32 SKS. sis kurikulum KKNI sebenarnya tidak Musa menambahkan, asosiasi bi­ ada perbedaan antara kurikulum KKNI dang keilmuan punya standar sebuah dan sebelumnya—keduanya berbasis prodi dianggap memenuhi syarat untuk kompetensi. Kedua kurikulum tersebut melahirkan sarjana. Jika standar itu tak menerakan sejumlah kompetensi yang terpenuhi, lulusan prodi itu tidak diakui. harus dikuasai oleh mahasiswa—kog­ “Sebelum KKNI itu enggak masalah. nitif, afektif, psikomotor—sedangkan Tapi setelah KKNI itu harus terpenuhi,” materi, metode, media, dan sebagainya diserahkan sepenuhnya kepada dosen. ungkap Musa. Bagi Ngasbun, pada dasarnya kuri­ Menurut Musa, penyusunan mata kulum adalah rencana. Berhasil atau kuliah dalam kurikulum KKNI meru­ pakan langkah yang kesekian. Langkah tidak tergantung pada kemampuan awal yang diambil ialah menentukan PT mengimplementasikan kurikulum karakteristik profil lulusan. Berbeda tersebut. “Jika kurikulum yang bagus itu hanya dengan kurikulum lama yang menen­ tukan makul terlebih dahulu. Hal ini berhenti di perencanaan, tanpa imple­ mentasi yang baik, dan pelaksanaan dinilai Musahadi kurang tepat. Jika dalam karakteristik profil lulusan pembelajaran di perguruan tinggi masih tidak mencantumkan kompetensi tert­ dengan cara-cara lama dengan nama entu, maka mata kuliah terkait juga tidak baru, maka nasib kurikulum KKNI ini tidak akan berbeda dengan kurikulumdicantumkan dalam kurikulum. Sejauh ini, kurikulum baru belum kurikulum sebelumnya,” katanya. Ia menambahkan, kewenangan me­ pernah mengalami evaluasi dari Kelom­ nentukan jumlah SKS sepenuhnya ada pok Kerja Akademik UIN Walisongo. di perguruan tinggi. Meski de­ “Ini masih tahap sosialisasi mikian jumlah SKS masih dan implementasi,” ujar pada rentang yang di­ Ketua Pokja Akademik tentukan pemerintah. Khoirul Anwar. Ia Untuk program S1 juga mengaku tak jumlah minimal menge­tahui apa­ SKS yang harus kah kurikulum ditempuh dalam sudah dilakukan waktu paling cepat evaluasi pada ting­ 3,5 tahun adalah kat jurusan mau­ 144 SKS, maksimal pun fakultas. 160 SKS. “Kebija­ Kejelasan kompekan yang ditempuh tensi Dr. H. Musahadi, M.Pd. UIN Walisongo de­ Wakil Rektor I Bidang Akademik Pengamat Pen­ dan Kelembagaan ngan menentukan be­ didikan Ngasbun Egar, ban SKS 146 tentu saja menyampaikan, pember­ legal dan tidak masalah,” lakuan kurikulum KKNI di katanya. perguruan tinggi didasarkan pada se­ Menurutnya, menghapus dan meng­ jumlah alasan dan pertimbangan. Di In­ donesia masih terjadi kesenjangan mutu gabungkan mata kuliah tertentu bisa pendidikan pada berbagai perguruan saja dengan alasan akademis. Yaitu da­ tinggi. Relevansi lulusan dengan kebutu­ pat disusun sebuah struktur kurikulum han masyarakat juga masih menjadi per­ yang memungkinkan mahasiswa mem­ soalan. Hal itu terkesan tidak ada standar bangun logika keilmuan secara valid. baku. Dengan demikian kompetensi maha­ “Di samping itu juga berbagai alasan siswa bisa diperoleh secara sistematis eksternal, seperti tantangan dan per­ dan bertahap.n saingan global, ratifikasi Indonesia ter­ M. Syafiun Najib, Umi Nur Mughitsah hadap berbagai konvensi internasional

Sebelum KKNI itu enggak masalah. Tapi setelah KKNI itu harus terpenuhi

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

3


KURIKULUM BARU

WAWANCARA

Pengamat Pendidikan Ngasbun Egar:

Jangan Berhenti di Kurikulum tensi yang harus dikuasai oleh maha­ siswa. Seperti penguasaan pengetahuan, sikap dan tata nilai, kemampuan kerja, wewenang dan tanggung jawab tersusun dalam level yang sistematis sesuai dengan jenjang pendidikannya. Dengan demikian menjadi jelas per­ bedaan kompetensinya misalnya antara lulusan Diploma, S1, S2, S3, termasuk spe­ sialis, dan lain-lain. Dengan struktur yang demikian, akan lebih mudah bagi dosen dalam mengelola perkuliahannya terkait dengan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswanya. Keunggulan lainnya adalah penga­ kuan kesetaraan bagi lulusan dalam persaingan global. Selama ini ada kera­ guan dari beberapa Negara lain mengenai standar mutu lulusan perguruan tinggi kita, karena kita belum memiliki qualification framework (KKNI). Apa sebenarnya tantangan yang se­ dang dihadapi PT saat ini? Beberapa tantangan yang sedang di­ hadapi PT saat ini antara lain: mutu lulu­ san, relevansi kompetensi lulusan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja, kurangnya jumlah lulusan dalam bidangbidang tertentu, transparansi pengelo­ laan, standarisasi, penyelenggaraan dan lulusan, serta sejumlah tantangan lain­ nya. PT yang ingin tetap eksis—diminati masyarakat—harus menjawab tantan­ gan-tantangan tersebut dengan serius. Jika tidak, maka PT tersebut hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak kompe­ ten, dan pada saatnya tentu akan diting­ galkan masyarakat. Sudahkah kurikulum KKNI menjawab tantangan pendidikan di PT? Pertanyaan apakah kurikulum KKNI

menjawab tantangan pendidikan di PT kan mata kuliah tertentu, bisa saja dengan ataukah belum, akan tergantung pada ke­ alasan akademis yaitu agar dapat disusun mampuan PT mengimplementasikan kuri­ sebuah struktur kurikulum yang memung­ kulum tersebut. Kurikulum adalah rencana. kinkan mahasiswa membangun logika keil­ Jika rencana tersebut dapat diimplemen­ muan secara valid dan pemerolehan kom­ tasikan dengan baik melalui program-pro­ petensi utuh mahasiswa dapat diperoleh gram pembelajarannya secara baik, tentu secara sistematis dan bertahap. Saya yakin saja tantangan tersebut akan terjawab. alasan yang mengemuka seperti maha­ Akan tetapi jika kurikulum yang bagus siswa lulus cepat, akreditasi, dan sebagai­ itu hanya berhenti di perencanaan, nya merupakan efek teknis lanjutan yang tanpa implementasi yang baik, didapat dari kebijakan tersebut. dan pelaksanaan pemb­ Tetapi yang pasti adalah agar elajaran di PT masih terjadi peningkatan mutu lu­ dengan cara-cara lama lusan. dengan nama baru, Apa harapan Anda de­ maka nasib kuriku­ ngan diberlakukannya lum KKNI ini tidak kurikulum KKNI? akan berbeda den­ Kita menaruh harapan gan kurikulum-kuri­ besar dengan diberlaku­ kulum sebelumnya. kannya kurikulum KKNI. Sehingga jaminan ke­ Setiap upaya dan tindakan berhasilan kurikulum pendidikan yang kita lalukan KKNI sesungguhnya hendaknya berorientasi Dr. H. Ngasbun Egar, M.Pd. ada pada kemampuan pada peningkatan mutu. PT melalui program Kata kuncinya adalah jan­ studi masing-masing mengimplemen­ gan berhenti di kurikulum, tetapi harus tasikannya secara tepat dalam praktik pen­ sampai pada implementasinya secara baik. didikannya. Maka dibutuhkan dosen dengan totalitas Lalu bagaimana jika kurikulum baru pengabdian yang tulus, ikhlas, dan tepat memangkas jumlah SKS? langkah. Kewenangan menentukan jumlah SKS Sehingga dengan pemberlakuan kuri­ sepenuhnya ada di PT masing-masing, se­ kulum KKNI diharapkan terjadi peningka­ lama ada pada rentang yang ditentukan tan mutu pengelolaan PT yang pada giliran­ pemerintah. Untuk program S1 jumlah nya akan meningkatkan mutu lulusan. Jika minimal SKS yang harus ditempuh dalam mutu lulusan PT meningkat berarti kita waktu paling cepat 3,5 tahun adalah 144 telah juga meningkatkan mutu generasi – SKS, dan maksimal 160 sks. Kebijakan yang generasi mendatang yang akan mengganti­ ditempuh UIN Walisongo dengan menen­ kan generasi sekarang. Hal ini berarti pula tukan beban SKS 146 tentu saja legal dan meningkatkan kredibilitas, integritas, dan tidak masalah. harga diri bangsa di dunia internasional.n Dengan menghapus dan menggabung­ Rustiana

Jawa Darurat Kejawaan Youtube/Kata Kita Kompas TV

Budayawan Prie GS:

Bagaimana ketika Islam dan Budaya Jawa (IBJ) diajarkan di kampus? Ya bagus, pelajaran memelihara semut aja bagus apalagi budaya Jawa. Persoalan­ nya bukan ilmu yang diajarkannya, na­ mun sudahkah ada kesungguhan dalam menjalankan ajaran itu. Baik yang menga­ jar atau yang diajar. Jawa sekarang sudah darurat ke­ jawaan, dari aspek linguistik, aspek sosial kulturalnya, belum dari aspek filsafat dan kebudayaan. Di tingkat elementer saja kejawaan sudah dianggap tidak asyik lagi bagi sebagian orang Jawa. Tentu ada uruturutannya kenapa ini bisa terjadi. Tidak ada sesuatu yang lahir tanpa ada pemicu­ nya. Tapi jangan dilihat dari pemicunya dulu tapi dilihat dari kritis-kritisnya dulu. Lalu apa bahayanya kalau kejawaan tidak dijalankan, Indonesia mungkin akan kehilangan keindonesiaannya. Bukan be­ rarti bahwa Indonesia itu adalah Jawa, tapi ketika Jawa belum hilang Jawanya, Suma­ tra tidak akan hilang Sumatranya, Sulawesi tidak akan hilang Sulawesinya.

4

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Karena begitulah sejarah ini men­ dedikasikan dirinya pada waktu itu. Jadi sumpah pemuda itu saya kira menegas­ kan bahwa ketika Jawa sanggup menjadi salah satu pelopor hetrogenitas. Maka, ajaran kebudayaan Jawa itu kalau berjalan esensinya akan menjaga Indonesia tetap solid. Ini soal negara, bagaimana negara harus dijaga dengan ke autentikannya. Karena begitu Indo­ nesia tidak autentik maka bangsa ini se­ lesai. Bagaimana pendapat Anda ketika IBJ dihapuskan di beberapa jurusan di UIN Walisongo karena dianggap tidak relevan? Iya tidak apa-apa, mungkin dianggap tidak relevan juga ada benarnya. Tetapi apa ukuran relevansi itu? kalau relevansi itu ukurannya ke utara padahal bahasa Jawa relevansinya mengajak bangsa ini ke selatan. Tapi apa jadinya kalau yang benar bangsa ini dibawa ke selatan. Ka­ lau arah autensitas negara ini, arahnya ke selatan. Sementara relevansi yang di

canangkan itu membawa ke utara sebuah arah yang mungkin akan beresiko meng­ hilangkan ke autentikan sebuah bangsa itu. Sekali lagi sebagai persoalan Jawa sen­ tris, ini persoalan kecil. Tetapi Jawa itu memiliki sebuah pendekatan filsafat dan kebangsaan yang sumbangannya sangat besar sekali bagi keutuhan negara ini, apa itu? Perawatan terhadap keberagaman Indonesia. IBJ itu tetap perlu diajarkan atau tidak? Kampus juga tidak terlalu harus dibe­ bani dengan soal-soal berat seperti ini. Itu sebenarnya bukan tugas kampus se­ mata. Tetapi saya kok malah menengok pendidikan-pendidikan dasar kita, pen­ didikan lanjut kita, baru kampus itu akan meneguhkan, menyempurnakan relevan­ si yang sudah dibangun secara bulat di bawahnya itu. Tapi bagaimana menerjemahkan, ini juga butuh kehati-hatian jangan sam­ pai mengajarkan budaya Jawa itu seperti pengajaran sebuah eksklusifitas tentang kesukuan. Kalau terjebak dengan itu ya memang menjadi agak kurang krusial kedudukannya. Tetapi merawat kejawaan itu yang penting. Aspek-aspeknya bukan pada hafalan pada tembang-tembang, pada bahasanya, tetapi juga yang terpent­ ing ini bagaimana sebetulnya Jawa tidak hilang Jawanya. Memberikan IBJ kepada mahasiswa dalam bentuk apa? Ya kampus itu memang tempat kuliah sehingga mau berat, sulit ataupun mudah ya lewat mata kuliah itu. Tetapi kegaga­ lan kegagalan mata kuliah sebenarnya itu

pasti dari kegagalan pendidikan secara fundamental. Jadi ilmu apapun, mata kuliah apapun kalau di ajarkan dengan mengurangi variabel variabel pedagogik ya pasti tidak ada ilmu yang nyantol. Mi­ sal ilmu yang paling keren sekalipun tidak terkecuali IBJ ini. Jadi seluruh ilmu hakikatnya harus di­ ajarkan dengan seluruh integritas tanta­ ngannya itu. Baik itu bernama mata kuli­ ah, mata air, atau mata dewa silahkan. Itu hanya nama, tapi jangan kehilangan integritas pedagogik. Seluruh ilmu yang hanya dilamisi, it doesn’t work, ya harus lewat mata kuliah. Ketika IBJ dihapuskan apakah men­ jadi problem? Mungkin menjadi problem bagi yang merasa itu problem dan pasti tidak men­ jadi problem bagi yang menghilang­ kannya. Ya itu tidak apa-apa, terserah kamu mau ke timur apa barat tidak perlu su’udzan juga, ayo kita diskusi untuk mer­ amal mana yang benar. Bagaimana peran UIN Walisongo ter­ hadap Islam dan Kebudayaan Jawa? Kampusmu ada di Jawa kemudian Is­ lam di Jawa itu terbesar terus penyebaran Islam yang paling mengislamkan Nusan­ tara itu dimulai dari Jawa. Jadi pernika­ han Islam dengan Jawa itu solid. Terus kampusmu boleh melihat fakta ini, boleh tidak. Boleh merawat Islam budaya Jawa nya boleh tidak. Itu tergantung keikhlasan kampusmu. Beberapa ratus tahun Islam itu gagal menembus Jawa, sampai seketika Sunan Bonang itu meletakkan dasar-dasar kebu­ dayaan yang sangat praktis mengakultu­ rasikan. Baru Islam diterima tidak hanya secara kebudayaan tetapi yang terpenting secara teologis. Kampusmu boleh merawat ini boleh tidak. Tinggal kampusmu itu mau mem­ bawa mahasiswanya kemana. n M. Syafiun Najib

Mentrosemarang.com

Bagaimana Anda menilai pember­ lakuanya kurikulum KKNI pada Perguruan Tinggi (PT)? Sudah tepatkah kurikulum tersebut? Pemberlakuan kurikulum KKNI di per­ guruan tinggi didasarkan pada sejumlah alasan dan pertimbangan yang bersifat internal di Indonesia. Antara lain kesen­ jangan mutu pendidikan pada berbagai perguruan tinggi, relevansi lulusan dengan kebutuhan masyarakat, beragam kualifi­ kasi yang ada sehingga terkesan tidak ada standar baku, beragam jalur dan jenjang pendidikan yang tidak tertata dengan baik. Di samping itu juga berbagai alasan eksternal, seperti tantangan dan persai­ ngan global, ratifikasi Indonesia terhadap berbagai konvensi internasional yang men­ dorong Indonesia memiliki standar kuali­ fikasi yang juga harus disetarakan dengan standar kualifikasi yang berlaku secara global. Apa keunggulan kurikulum KKNI dari kurikulum sebelumnya? Kurikulum yang harus dikembangkan dengan mengacu pada KKNI sebenarnya termasuk dalam kategori kurikulum berba­ sis kompetensi. Sehingga dari basis kuriku­ lum yang digunakan sebenarnya tidak ada perbedaan antara kurikulum KKNI dan se­ belumnya, keduanya berbasis kompetensi. Kedua, kurikulum tersebut menerapkan sejumlah kompetensi yang harus dikua­ sai oleh mahasiswa. Yakni kognitif, afektif, psikomotor, sedangkan materi, metode, media, dan sebagainya diserahkan sepe­ nuhnya kepada dosen. Namun demikian, kurikulum KKNI di­ harapkan memiliki sejumlah keunggulan dibanding dengan kurikulum sebelumnya, antara lain pada kejelasan aspek kompe­


AMANAT D OELOE

Hikayat Kurikulum UIN Walisongo P

enetapan kurikulum baru me­ Kurikulum pertama IAIN Walisongo mang perlu sebagai konsekuensi Kurikulum 1970-1975 merupakan logis dari perkembangan zaman. kurikulum pertama yang diterap­ Kurikulum 2015 diharapkan ba­ kan pada IAIN Walisongo. Kurikulum nyak pihak menjadi jawaban dari tanta­ tersebut terkait erat dengan status dan ngan lulusan UIN Walisongo saat ini. keberadaan fakultas di lingkuangan Dengan semangat meningkatkan IAIN Walisongo, yang sampai tahun kompetensi lulusan, kurikulum yang 1983 terbagi menjadi dua kategori, baru berjalan dua tahun itu menambah yaitu fakultas induk dan cabang. mata kuliah program studi. Tujuannya Untuk program studi sarjana muda agar lulusan UIN nanti akan semakin terdapat 28 jenis mata kuliah yang mumpuni dalam fokus keilmuan yang di­ dibagi menjadi tiga kategori. Yakni 10 ambilnya saat ini. Namun sebagian mata mata kuliah yang melandasi kajian ilmu kuliah tingkat universitas justru ditiada­ pe­ ngetahuan agama Islam, termasuk kan. Tidak hanya itu, keinginan pemerin­ mata kuliah kuliah Bahasa Arab, 10 tah agar mahasiswa cukup kuliah selama mata kuliah yang menunjang kompe­ delapan semester pun melatar belakangi tensi kefakultasan dan jurusan, delapan penyusunan kurikulum baru ini. mata kuliah pelengkap yang berfungsi Perkembangan kurikulum memberikan keluasan wawasan yang kala itu UIN Waliso­ baik keilmuan maupun ke­ ngo masih IAIN men­ bangsaan. Mahasiswa jadi sorotan SKM Untuk program Amanat edisi 81 sarjana terdapat 18 angkatan 1995 di be/ Mei 2000. Saat je­ nis mata kuliah berapa fakultas sempat itu usia IAIN yang dibagi 10 Walisongo te­ mata kuliah un­ menggelar protes karena pat 30 tahun. tuk tingkat dok­ Pada salah toral I dan dela­ banyak kehilangan bobot satu artikel pan mata kuliah SKS-nya. Hal itu disebabkan yang ber­ untuk tingkat judul “Me­ doktoral II. oleh beberapa mata kuliah nelusuri 30 Kurun 1975dihapus. Mereka merasa Tahun Perjala­ 1980, materi nan Kurikulum kuliah pada kuri­ dijadikan kelinci percoIAIN Walisongo,” kulum pada prin­ baan oleh pihak akaartikel tersebut sipnya tidak menga­ memberikan gam­ lami perubahan yang demik. baran perkembangan berarti. Perubahan hanya kurikulum IAIN Walisongo terjadi pada pengelompokan dari mulai berdiri hingga tahun mata kuliah dan penggunaan istilah. 2000. Masa kurikulum 1982, IAIN Wa­ Dalam limit waktu yang sepanjang lisongo memberlakukan kurikulum itu, sudah sepatutnya jika IAIN Walison­ baru berdasarkan Keputusan Menteri go memberikan potret diri yang dina­ Agama (Menag) Nomor 97 tahun 1982. mis. Dinamika yang dimaksud, bukan Pada saat yang bersamaan terbit pula hanya melulu di bidang manajemen dan Keputusan Menag No. 110/1982 ten­ pengembangan sarana fisik, melainkan tang Pembidangan Ilmu-ilmu Agama juga tingkat kurikulum. Hal ini mengi­ Islam, padahal waktu itu, IAIN Wa­ ngat, kurikulum merupakan komponen lisongo sudah menyiapkan rancangan primer yang akan menentukan kualitas berupa penyelenggaraan program pen­ output pendidikan. didikan Strata 1 dengan Sistem Kredit Semester (SKS). Oleh sebab itu, pada 1983 IAIN Walisongo mengadakan lo­ kakarya penerapan pembidangan ilmu agama Islam dan kurikulum 1982 yang diikuti oleh IAIN se-Jawa.

Pada masa ini pula program pendi­ dikan sarjana yang semula memerlukan masa studi lima tahun (10 semester) ha­ rus ditata kembali menjadi empat tahun (delapan semester). Periode 1988, dalam rangka perbai­ kan kualitas, SKS dan kurikulum terse­ but disempurnakan dengan terbitnya Keputusan Menag No. 122 tahun 1988 tentang Pelaksanaan Kurikulum Strata 1 IAIN. Merespon hal ini, Rektor mener­ bitkan SK No. 13/1989 dan disusul den­ gan keluarnya SK Rektor No. 05/1991 tentang Pedoman Pelaksanaa SKS ber­ dasarkan kurikulum tahun 1988. Namun secara substansial, materi perkuliahan tidak banyak berubah. 1995, kurikulum IAIN mengalami perombakan secara struktural. Hal ini berawal dari diterbitkannya SK Menag bernomor 27 tahun 1995 tentang Kuri­ kulum Nasional Program Sarjana (S.1) IAIN, yang segera direspon oleh Rektor IAIN Walisongo waktu itu, Ahmad Ludji­ to. Kali ini wajah kurkulum yang diter­ apkan IAIN Walisongo mengalami lom­ patan perubahan yang relatif besar. Kan­ dungan kurikulum lokal yang penentu­ an muatan mata kuliahnya merupakan kewenangan masing-masing IAIN.

Tabloid Amanat Edisi Khusus Harlah IAIN Walisongo ke 30 (edisi 81 / Mei 2000)

Kurikulum yang bermasa depan Pada perjalannannya, formula kuriku­ lum ini hanya berahan selama dua tahun. Padahal, untuk mengukur tingkat keber­ hasilan dan kualitas kurikulum ini, di­ perlukan waktu paling tidak lima sampai tujuh tahun. Lagi-lagi penyebabnya tak lain adalah “ganti menteri ganti kebijkan”. Selain itu juga disebabkan oleh adanya kebijakan pemisahan fakultas-fakultas cabang IAIN untuk berdiri sendiri men­ jadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Menag mengedarkan SK Nomor 383 tahun 1997 tentang kurikulum baru den­ gan nama Kurikulum 1995 yang disem­ purnakan. Dan setelah Rektor Zamach­ sjari Dhofier menerbitkan SK Nomor 02 tahun 1998, maka IAIN Walisongo secara resmi menerapkan kurikulum tersebut. Muncullah gejolak akademik mengiringi awal pelaksanaan kurikulum baru ini. Mahasiswa angkatan 1995 di beberapa fakultas sempat menggelar protes karena banyak kehilangan bobot SKS-nya. Hal itu disebabkan oleh beberapa mata ku­ liah dihapus. Mereka merasa dijadikan kelinci percobaan oleh akademik. Memang dengan formula kurikulum 1995 yang disempurnakan ini (disebut juga kurikulum 1997), tingkat kelulusan mahasiswa relatif cepat. Waktu selama empat tahun sudah cukup untuk mem­ peroleh gelar sarjana. Namun, hal ini harus tetap diimbangi dengan kualitas kurikulum yang semakin memadai, se­ makin menjamin kualifikasi intelektuali­ tas output pendidikan. Dari sini kembali muncul pertanyaan, akankah formula kurikulum ini bertahan lama atau hendak dikonstruk ulang? Bagaimana tanggung jawab sosial IAIN terhadap masyarakat? Belum lagi jika pembicaraan ini diarah­ kan kepada tema tentang bangunan kon­ sorsium ilmu yang dianut IAIN.n

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

5


L APORAN U TAMA

PENGHAPUSAN IBJ

Islam dan Budaya Jawa, Riwayatmu Kini

Amanat. Fajar Bahruddin Ahmad

Mata kuliah Islam dan Budaya Jawa kini tak berlaku di beberapa jurusan. Materinya dinilai tak relevan.

Wayang Kulit: Pagelaran Wayang Kulit memperingati Dies Natalis UIN Walisongo ke-47 di Kampus I UIN Walisongo, Sabtu (20/5).

U

niversitas Islam Negeri (UIN) “Mata kulaih IBJ dalam daftar buku Walisongo sempat sukses me­ panduan masuk dalam golongan mata ngadakan pagelaran seni wa­ kuliah fakultas dan prodi,” jelas Sativa. yang kulit yang diadakan Ke­ Mahasiswa yang juga aktif di Teater luarga Alumni (Kalam) UIN Walisongo Wadas itu hingga sekarang masih mem­ dalam rangkaian acara Reuni akbar, (20/5). pertanyakan pertimbangan birokrasi Acara bertajuk budaya itu sekaligus bentuk menghapus mata kuliah itu. Kepala Sub Bagian Akademik Kema­ deklarasi UIN Walisongo dalam upaya me­ nangkal radikalisme melalui penghargaan hasiswaan dan Alumni FDK Alimul Huda terhadap kearifan lokal. mengatakan, makul IBJ memang tidak Rektor UIN Walisongo Muhibbin wak­ ada di semua jurusan di FDK untuk ang­ tu itu nampak menggebu-gebu saat me­ katan yang menerapkan kurikulum baru. nyampaikan pidato pembukaan acara “Saat itu akademik ngejar cepat cetak, na­ tersebut. Kampus I menjadi saksi kemeri­ mun kurikulum belum benar-benar ma­ ahan pagelaran wayang kulit yang dipimpin tang,” katanya. dalang Warseno Slank itu. Menurut Ketua UKM Kelompok Studi “Cara ini lah yang digunakan oleh ula­ Mahasiswa Walisongo Umi Ma’rufah, IBJ ma Walisongo dalam berdakwah Islam, merupakan makul urgen karena merang­ agar bisa dinikmati dan mudah diterima sang mahasiswa untuk mempelajari se­ masyarakat,” ucap Rektor UIN Walisongo jarah atau proses akulturasi budaya saat Islam masuk di tanah Jawa. Mahasiswa tersebut. Rektor pun berkomitmen akan meles­ dapat meneladani kearifan para Waliso­ tarikan kegiatan itu sebagai agenda rutinan ngo dalam menyebarkan Islam di tanah UIN Walisongo. Dengan kegiatan semacam Jawa dengan cara santun serta menghor­ itu, para dosen dan mahasiswa diharap mati budaya lokal dan keberagaman. Pengajaran IBJ relevan dengan se­ mampu menjaga budaya Jawa yang ber­ mangat toleransi yang didengungkan akulturasi dengan nilai keislaman. Sayangnya, semangat itu rupanya ha­ pemerintah saat ini untuk menangkal pa­ nya di permukaan. Komitmen UIN untuk ham radikal atau takfiri yang cenderung menjaga budaya Jawa tak tercermin dalam menolak keberagaman. “Makul IBJ sebenarnya menjadi ciri kegiatan akademik. Beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan budaya Jawa Khas UIN Walisongo Semarang karena mengajarkan Islam dan Budaya Jawa. justru ditiadakan. Sayang jika dihilangkan,” kata Ghinari Oryza Sativa Putri, mahasiswa Jurusan Ilmu Al mahasiswI jurusan Komuni­ kasi dan Penyiaran Islam Quran dan Tafsir itu. angkatan 2015, kecewa Musahadi, Wakil Rektor I Bidang Aka­ lantaran mata kuliah demik dan Kelemba­ Islam dan Budaya gaan menyampaikan Jawa (IBJ) dihilang­ kan. Ia merasa ke­ alasan penghapusan cele karena telanjur makul itu. mengambil mata Menurut dia, kuliah itu saat pen­ makul budaya Jawa daftaran online. dan ke-Islaman diti­ adakan karena mua­ Mata kuliah tannya tidak relevan tersebut juga masih Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag dengan konsentrasi ju­ terdaftar di pilihan Rektor UIN Walisongo rusan. Yang terjadi, makul mata kuliah di online. itu justru membebani prodi “Saya kira masih ada, karena jumlah SKS jadi mem­ tapi ternyata sudah dihapus,” bengkak. sesalnya. Sejumlah Prodi antara lain, Matemati­ Alasan lain ia tetap mendaftar mata kuliah IBJ karena mata kuliah itu masih ter­ ka, Fisika, Kimia, dan Gizi dinilainya tidak cantum di dalam buku panduan akademik ada relevansinya dengan ilmu budaya mahasiswa angkatan 2015/2016. Ia mengira dan keislaman. tidak akan ada penghilangan makul IBJ. “Makul IBJ adalah muatan lokal, tidak

Mau tidak mau harus ada mata kuliah yang digeser demi mengejar kualitas jurusan

6

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

semua prodi bisa dimasuki makul terse­ but,” tegas Musa. Musahadi menandaskan, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), meniscayakan memperbanyak mata kuliah pada tingkat jurusan. Se­ hingga kompetensi lulusan mumpuni dalam program stu­ di yang diambil. Muatan IBJ se­ jatinya tidak diha­ puskan, melainkan melebur ke dalam mata kuliah Falsa­ fah Kesatuan Ilmu (Unity of Science) yang meliputi, Hu­ manisasi, Spririti­ sasi, dan Revaliti­ sasi local wisdom. “Makul IBJ da­ pat masuk di Re­ valitisasi local wisdom,” jelasnya. Kejar kualitas Guru Besar Ta­ sawuf dan Psikoter­ api, Amin Syukur, menanggapi soal pemfokusan makul yang harus sesuai dengan jurusan. Ia tak sepen­ dapat jika porsi makul studi Is­ lam dikurangi dari jur usan-jur usan umum hanya demi mengejar kompe­ tensi sesuai bidan­ gnya. “Jurusan Bi­ ologi juga harus faham dengan ayat-ayat atau hadits tentang kebiologian. Jadi, ke­ tika mereka tampil sebagai sarjana biologi akan bisa menampilkan ayat-ayat yang bernuansa biologis,” terang Amin . Rektor Muhibbin menyadari setiap mata kuliah yang pernah diselenggarakan itu penting bagi dosen dan mahasiswa. Namun, menurut dia, tidak mungkin se­ mua mata kuliah diakomodir dalam kuri­ kulum yang terbatas. Di sisi lain, perlu penguatan kompe­

tensi mahasiswa jurusan sehingga mereka dituntut fokus pada bidangnya. “Mau tidak mau harus ada mata kuliah yang digeser demi mengejar kualitas juru­ san,” tukasnya. Muhibbin mencontohkan, mahasiswa jurusan Ekonomi Islam dituntut fokus mendalami mata kuliah yang mendukung jurusannya. Sehingga mereka ketika lulus punya kompetensi di bidang tersebut. “Kita tidak mau hanya dengan deretan mata kuliah saja. Akan tetapi, ketika sudah diputuskan itu harus ada kompetensi pen­ jabaran mata kuliah di setiap bidang ma­ sing-masing,” jelasnya. Lebih lanjut, ia menuturkan, KKNI menuntut banyaknya mata kuliah yang mampu memperkuat kompetensi jurusan. Kalau tidak, menurutnya, kualitas maha­ siswa jurusan akan lemah. “Saya pernah menerima sebuah kri­ tikan dari masyarakat. Ketika mahasiswa lu­ lus baik dari jurusan A atau jurusan B sama kompetensinya, alias tidak ada bedanya. Kalau seperti itu, apa bisa dikatakan kom­ peten dalam bidangnya,” imbuhnya. Kembali ke khittah Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim, dalam acara Halaqoh Ke­ bangsaan di Auditorium 2 (12/05), menan­ daskan, UIN Walisongo harus bisa menjaga nilai-nilai budaya bangsa dan ke Islaman. Dalam semangat meneguhkan nilai kebangsaan, perlu adanya komitmen bagi civitas akademika UIN untuk menjaga kea­ rifan lokal. “Para santri UIN harus ditanamkan pengertian dalam menjaga nilai-nilai bu­ daya lokal. Jika tidak mampu menjaga nilai-nilai budaya Jawa- Islam maka jangan dinamakan UIN,” katanya Ketua Pusat Pengkajian Islam dan Bu­ daya Jawa UIN Walisongo Anasom menga­ takan, makul IBJ menjadi dasar dari mata kuliah kurikulum lokal untuk tingkat Uni­ versitas. “Saya melihat dari perspektif UIN itu dakwah, jadi se­ benarnya semua lulusan UIN adalah Dai,” ungkap Ana­ som. Menurut dia, se­ cara geografis, UIN Walisongo berada di wilayah Jawa. Nama UIN Walisongo juga diambil dari julukan para wali penyebar agama Islam di tan­ ah Jawa. Maka dari itu, adalah keniscayaan bagi setiap maha­ siswa untuk mema­ hami pola dakwah para ulama di Jawa pada masa silam. Atas jasa mereka, Islam berhasil tum­ buh pesat di Indo­ nesia tanpa melalui paksaan. Mengingat pen­ tingnya pelajaran itu, perubahan kuri­ kulum atau peng­ gantian makul IBJ, menurut Anasom, butuh waktu dan harus dikaji terlebih dahulu. “Mahasiswa harus tahu strategi ulama dulu dalam menyebarkan Islam di Jawa. Ini yang membedakan UIN Wali­ songo dengan kampus lain,” tegasnya. Paling tidak, materi IBJ bisa dimasukkan dalam makul yang bersinggungan de­ngan makul Sejarah. Jika muatan itu ditiadakan sama sekali, Anasom menyayangkan. “Walaupun prodi Saintek, juga perlu mengkaji IBJ, karena semua mahasiswa harus memahami dakwah dari berbagai perspektifnya,” jelas Anasom.n M. Ulul Albab, Diyah Nur Inayah


OPINI

Mengkhianati Walisongo, Merobohkan Budaya Jawa OLEH M. SYAFIUN NAJIB

H

ampir saban lima tahun sekali, UIN Walisongo bisa dipasti­ kan mengubah kurikulumnya. Hal ini dilakukan tak lain ada­ lah untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah berjalan. Pada tahun 2015 lalu kurikulum UIN Walisongo kembali ber­ transformasi. Kurikulum baru mulai di­ terapkan untuk angkatan 2015. Kurikulum baru tersebut lebih se­ ring disebut dengan kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012, kurikulum ini menjadi a­cuan penting dalam penjenjangan Sumber Daya Manusia. Bebarengan dengan berlakunya kuri­ kulum KKNI, beban SKS mahasiswa di­ pangkas menjadi 144 SKS hampir merata disetiap jurusan. Hal ini tentu saja legal, sebab ambang batas SKS gelar S1 yang ditetapkan pemerintah memang 144. Na­ mun, dengan adanya pemangkasan SKS, mata kuliah Islam dan Budaya Jawa (IBJ) yang menjadi identitas UIN Walisongo juga ikut menghilang di beberapa juru­ san. Harus menjadi pertimbangan, menye­ rahkan kewenangan penerapan mata kuliah IBJ kepada masing-masing fakul­ tas ataupun jurusan merupakan langkah ‘sembrono’. Menghilangnya mata kuliah IBJ di enam fakultas, bisa dikatakan se­ bagi bentuk pengkhianatan terhadap khitah Kampus Hijau ini. Padahal, UIN Walisongo mempunyai cita-cita mejadi pusat kajian Islam dan Budaya Jawa, di Indonesia atau bahkan dunia. Pusat Studi Islam dan Budaya Jawa Zamakhsari Dhoffier, Rektor IAIN Wa­ lisongo periode 1997-1999, pernah menu­ lis artikel berjudul “Posisi IAIN Walisongo dalam Akulturasi Kebudayaan Islam

dengan Kebudayaan Jawa” di tabloid ini. Ia yakin IAIN Walisongo memiliki peluang be­ sar sebagai salah satu pilar akulturasi kebu­ dayaan Islam dengan kebudayaan Jawa. Nama besar Wali­ songo seharusnya bisa dimaknai se­ cara lebih luas dari sekedar universitas di Semarang. UIN Walisongo menjadi harapan masyarakat dapat meneruskan tradisi dan cita-cita Islam inklusif ala Walisongo. Tugas Walisongo yang menye­ barkan agama Islam di tanah Jawa kala itu tentu bukan perkara mudah. Terserah universitas ini ingin melanjutkan per­ juangan itu ataupun tidak. Sebenarnya ada harapan UIN Wali­ songo sungguh-sungguh menempatkan kearifan lokal sebagai prioritas dan mele­ takkannya sebagai poin dalam misi kam­ pus ini. Sebagaimana di antara poin misi UIN Walisongo yang ditetapkan 2013 lalu yakni menggali, mengembangkan, dan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal. Hal itu berbanding terbalik dengan kurikulum baru yang menghapus mata kuliah IBJ pada tataran mata kuliah uni­ versitas. Itu artinya mata kuliah ini tidak diambil oleh semua mahasiswa UIN Wali­ songo. Hanya dua fakultas saja yang sadar pentingnya menjaga budaya lokal dan tetap mempertahankan mata kuliah IBJ. Di fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IBJ menjadi mata kuliah tingkat fakultas. Sama halnya dengan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik yang masih mewajibkan me­ masukkan mata kuliah khas UIN Walisongo untuk dua jurusannya. Jurusan Ilmu Sosial menggunakan nama mata kuliah Islam dan Budaya Lokal dan ju­ rusan Ilmu Politik tetap dengan nama IBJ. IBJ tangkal radikalisme Nampaknya citacita tulus menjadikan UIN Walisongo seba­ gai pusat Studi Budaya Jawa tak disadari peru­ mus kurikulum seka­ rang ini. Menghapuskan mata kuliah IBJ pada tataran mata kuliah universitas de­ ngan dalih tidak relevan dengan bebera­ pa jurusan adalah bentuk ketidaksadaran tersebut. Andaikan materi IBJ sudah termuat dalam mata kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu nampaknya juga harus jelas takaran­ nya seberapa. Materi IBJ yang dianggap sudah masuk dalam beberapa mata kuli­ ah yang bersinggungan perlu dipertanya­ kan lagi. Mengingat budaya Jawa meru­ pakan kajian yang kompleks, apakah IBJ menjadi materi bagian saja sudah cukup? UIN Walisongo seharusnya tetap mempertahankan mata kuliah IBJ. Lulu­ san UIN Walisongo apapun prodinya jus­ tru bisa mendapatkan nilai lebih dari hal ini. Mereka tetap bisa menjadi psikolog, matematikawan, fisikawan yang tidak ter­ cerabut dari akar budayanya. Mata kuliah IBJ saat ini justru ke­ beradaanya lebih urgen mengingat pa­ ham radikalisme yang kian berkembang. Sehingga mahasiswa butuh pengendali

nilai, agar jebolan UIN Walisongo tetap menjadi muslim yang toleran dan mo­ derat. Materi IBJ bisa disesuaikan dengan konteks jurusan ataupun fakultas ma­ sing-masing. Meski pada prodi umum sekalipun IBJ tetap relevan untuk dicer­ na mahasiswa. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam misalnya, bisa diajarkan falsafah ekonomi budaya Jawa. Tuna satak bathi sanak adalah salah satu nilai luhur Jawa yang bisa diajar­ kan kepada calon sarjana FEBI. Ungka­ pan ini memiliki makna bahwa dalam berdagang, laba bukanlah segalanya. Si pedagang lebih memilih rugi ataupun untung sedikit namun saudaranya ber­ tambah. Dari pada mengagungkan teori ekonomi barat yang berbunyi “dengan modal sedikit-dikitnya dan mendapat untung yang sebanyak-banyaknya.” Itu eksploitatif sekali. Nilai-nilai keluhuran budaya Jawa lainnya dapat diimplementasikan di de­ lapan fakultas di UIN Walisongo. Bahkan Fakultas Sains dan Teknolo­ gi bisa lebih serius melihat tradisi atau budaya Jawa sebagai objek penelitian. Bayangkan saja ketika banyak falsafah Jawa yang kaya itu di teliti satu persatu. Cita-cita UIN Walisongo sebagai pusat studi budaya Jawa di tingkat nasional maupun internasional bisa benar-benar terwujud. Evaluasi kurikulum mutlak perlu un­ tuk mengembalikan khitah UIN Wali­ songo. Tinggal menunggu kampus de­ ngan visi universitas riset terdepan ini serius untuk menggali, mengembang­ kan, dan menerapkan nilai-nilai keari­ fan lokal atau tidak.n

n MEREKA BICARA Sejak diberlakukannya kurikulum baru, mata kuliah Islam dan Budaya Jawa tak ada dalam daftar mata kuliah tingkat universitas. Hanya ada beberapa jurusan saja yang tetap mepertahankan mata kuliah khas UIN Walisongo tersebut. Berikut pandangan beberapa kalangan tentang kebijakan ini.

Joko Tri Haryanto, M.Ag.

Dr. Lianah, M.Pd.

Peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama Semarang

Wakil Dekan I Fakultas Sains dan Teknologi

Wakil Dekan I, Bidang Akademik Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Lianah mengatakan, penghapusan matakuliah Islam dan Budaya Jawa (IBJ) di fakultasnya untuk mengefisiensikan beban Satuan Kredit Semester (SKS) setiap mahasiswa. Sehingga mereka bisa lulus lebih cepat. Mengacu pada Indikator Kinerja Utama (IKU) Rektor, mahasiswa bisa menyelesaikan studi tepat waktu adalah prioritas. Penghilangan mata kuliah IBJ bukan berarti me­ mandang mata kuliah tersebut tidak penting. IBJ bukan dihilangkan begitu saja. Isi yang terkandung dalam IBJ, menurut dia, sudah masuk pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang masih ada di FST. Didalamnya, terdapat pembahasan me­ngenai Wali­ songo dan local wisdom, sama seperti IBJ. Namun ia menyadari pengetahuan mahasiswa tak masimal, lanta­ ran IBJ tak menjadi mata kuliah tersendiri. “Budaya Jawanya kurang, tapi yang terpenting terkait studi Islam masih ada,” katanya. Berbagai kegiatan di luar perkuliahan, seperti semi­ nar atau diskusi tentang korelasi budaya Jawa dan Islam bisa melengkapi pengetahuan mereka tentang Islam dan Budaya Jawa .

Dr. Ahmad Musyafiq, M.Ag. Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin dan Humaniora

Musyafiq, Wakil Dekan I Fakultas Ushuludin dan Hu­ maniora (Fuhum) angkat bicara tentang penghapusan mata kuliah Islam dan Budaya Jawa (IBJ) di beberapa jurusan. Ia mengatakan, di fakultasnya, mata kuliah IBJ tetap dipertahankan dan justru menjadi mata kuliah fakultas dengan kode (FUS6210). Atinya, semua maha­ siswa Fuhum di empat jurusan wajib mengambil mata kuliah ini. Fuhum melihat IBJ sebagai mata kuliah yang perlu dipelajari mahasiswa. Ia menginginkan agar maha­ siswanya menjadi muslim yang tetap memegang teguh budaya Jawa. “Bukan muslim yang tercabut dari akar kebudayaan­ nya sendiri,” katanya. Mata kuliah IBJ disebutnya sangat berkaitan dengan revitalisasi local wisdom yang perlu ditanamkan pada mahasiswa dan menjadi roh kampus. Mustahil misi itu tercapai tanpa pengetahuan yang cukup tentang budaya Jawa.

Joko Tri Hariyanto, Peneliti di Balitbang Kemenag Se­ marang mengatakan, kebijakan penghapusan mata kuliah IBJ akan mengaburkan visi para pendahulu. Joko jadi teringat Zamachsjari Dhofier, Rektor IAIN (sekarang UIN) Waliso­ngo pada waktu yang sempat ber­ ambisi menjadikan kampus ini pusat kajian Islam dan bu­ daya Jawa di Asia Tenggara. “Jika ada orang yang ingin tahu tentang Islam Jawa tidak perlu pergi ke Leiden, tapi cukup datang ke IAIN Waliso­ ngo,” ujar Joko menirukan Zamachsjari. menurut Joko, nilai-nilai luhur dalam kajian IBJ diper­ lukan sebagai pedoman mahasiswa UIN Walisongo. Format pembelajaran atau materi IBJ bisa disesuaikan dengan bidang fakultas masing-masing. “Ada kitab namanya Wulang Reh yang berbicara ten­ tang pendidikan. Itu bisa diterapkan di Fakultas Tarbiyah,” ungkapnya. Perkembangan Ilmu pengetahuan ke arah yang baik atau buruk tergantung pada nilai yang dipegangi oleh se­ seorang. Nilai adalah pengontrol semua tindakan manusia supaya tidak menyimpang dari koridor etis. “Hitler itu orang pintar. Tapi, karena ia tidak memiliki nilai, pada akhirnya, yang terjadi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk memusnakan manusia,” ujar Joko.n Iva Nur Laili

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

7


LAPORAN K HUSUS

Amanat/M. Syafiun Najib

PENGELOLAAN SAMPAH

Sampah Menggunung: tumpukan sampah sempat menggunung di samping taman FDK, Kamis (2/3).

Sistem Kelola Sampah Tak Terjamah Meski telah menjadi universitas, UIN Walisongo masih menerapkan pengelolaan sampah konvensional. Persoalan sampah masih jadi persoalan.

S

iti Nur Fadilah berlari kecil sam­ Walisongo terpaksa membuang sampah bil menutup hidung saat mele­ tepi jalan sebelah taman FDK. “Jalanannya tertutup bekas material wati se­belah taman barat Fakultas Dakwah dan Komunikasi, awal audit, gerobak dan mobil sampah jadi April lalu. Dia merasa terganggu dengan tidak bisamasuk,” katanya. Pengelola kantin diduga ikut menyum­ bau tumpukan sampah yang berada di bang sampah di tempat tersebut. Bau tak tepi jalan. “Apalagi pas turun hujan, itu baunya sedap diduga berasal dari limbah ma­ tambah parah,” tutur mahsiswi D3 Per­ kanan. Parahnya, lokasi itu bukan hanya jadi bankan Syariah itu. Hal serupa dirasakan Leni Luthfiati, tempat pembuangan sampah kampus. mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Menurut Samijo, masyarakat sekitar kam­ Keberadaan sampah itu cukup meng­ pus turut membuang sampah di lokasi usiknya apalagi saat sampah itu dibakar. kampus itu. Beberapa kali ia menyaksikan warga Asap dari pembakaran sampah itu mem­ buat baju yang telah ia laburi minyak sekitar membuang sampah ditempat itu menjadi sangit. Asap itu juga mencemari saat malam hari. “Pas saya laporkan ke satpam, warga udara yang membuat dadanya sesak saat tersebut katanya sudah meminta izin, tapi melintas. “Jadi percuma saya pakai minyak entah izinnya sama siapa saya tidak tahu,” wangi,” keluhnya saat ditemui Amanat, tutur pria paruh baya tersebut. Timbunan sampah di kampus 2 (20/3). Gangguan sampah tak hanya menjadi Tidak hanya Fadilah dan Leni yang merasa kurang nyaman dengan ke­ problem bagi warga kampus 3. Timbunan beradaan sampah tersebut, Zummatul sampah juga berada di belakang gedung Dekanat FITK. Mobil-mobil pe­ Aliya mahasiwi semester tujuh ngangkut sampah biasa menu­ jurusan Ekonomi Syariah runkan sampah di tempat juga mengungkapkan ke­ itu. Sampah yang dikum­ resahanya saat berang­ Pembangunan gepulkan di kampus 1 juga kat kuliah. berakhir di tempat ini. “Kita tujuanya dung ISDB dan letak geKetua Mahasiswa mau kuliah, se­ dung lain yang belum perWalisongo Pecinta harusnya fikiran manen, jadi sistem kelola Alam, Ahmad Rouf fresh, tapi ketika Ardiansyah menga­ sampah terpadu belum melewati sampah takan, pengelolaan tersebut, huh tidak bisa kita wujudkan. sampah demikian jelas enak banget buat di­ Priyono, M.Pd tidak ramah lingkungan. pandang dan dirasain Kepala Biro Administrasi Umum Seharusnya, menu­ gitu,” tuturnya dengan rut Rouf, birokrasi kampus kesal. serius dalam menangani per­ Berdasarkan pengama­ soalan sampah di lingkungan UIN tan Ama­nat, tumpukan sampah di lokasi tersebut mulai ada sejak bulan Walisongo. Ia menilai, birokrasi lamban Januari lalu. Padahal lokasi tersebut me­ dalam mengatasi persoalan lingkungan di rupakan akses menuju lahan yang akan kampus Pihaknya jarang menjumpai tempat dibangun gedung baru UIN Walisongo. Samijo, petugas kebersihan Fakultas sampah yang memisahkan sampah or­ Syariah dan Hukum (FSH) mengatakan, ganik maupun non organik di lingkungan mulanya petugas kebersihan kampus kampus. “Paling tidak bisa memilah-milah membuang sampah di lahan yang terle­ tak sekitar 200 meter dari lokasi sampah antara sampah organik maupun non or­ ganik supaya pemrosesan daur ulang sekarang. Lokasi pembuangan dialihkan ke sampah bisa menjadi lebih jelas,” kata lokasi sekarang lantaran akses jalan me­ Rouf. Sebagai universitas berbasis riset, se­ nuju tempat tersebut tertutup material. Tak ada pilihan. Petugas kebersihan UIN harusnya UIN memiliki tata kelola sampah

8

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

yang memadai layaknya UGM dan Unpad. “Teknik pengelolaan sampah mereka bagus, kita bisa mencontoh mereka,” tutur mahasiswa jurusan Hukum Keluarga ini. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Bank Sampah Walisongo (BSW) sempat menginisiasi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Sayang­ nya program itu baru dikembangkan di lingkup fakultas. “Proposal pengelolaan sampah pernah kami kirim ke LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-red) namun tidak lolos,” kata Ery Santoso, pendiri BSW. Ia prihatin melihat tata kelola sampah UIN Walisongo yang masih konvensional. Penimbunan sampah di satu lokasi tanpa proses pemilahan dapat mencemari ling­ kungan. Terlebih jika sampah itu dibakar yang berpotensi menimbulakan polusi udara. Seharusnya, menurut dia, kampus mampu mengelola sampah yang dihasil­ kan sendiri. Kampus bisa menerapkan 3R (reuse, reduce, recycle) yang dinilai dapat memberikan keuntungan serta mengu­ rangi dampak lingkungan yang ditimbul­ kan. Sampah bisa bernilai ekonomis jika berhasil diolah dan dimanfaatkan kembali. Sampah organik daun kering misalnya, bisa diubah menjadi pupuk kompos yang dapat dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Saat ini, BSW tengah mengembangkan swakelola sampah di bawah Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi. Kegiatan mereka ditunjang dengan pema­ sangan 12 pasang tempat sampah, berisi 5 tong setiap pasangnya. “Tempat sampah itu pun kita peroleh dari Dinas Lingkungan Hidup, bukan dari kampus,” ujar Ery. Namun seringkali petugas kebersihan UIN Walisongo membakar sampah agar volumenya berkurang. Padahal, ketika sampah itu dibakar, ber­ dasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelola Sampah bisa dikenakan sanksi. Mela­kukan pembakaran sampah di wilayah kota Se­ marang bisa dikenakan denda maksimal Rp. 50 juta. “Baik membakar sampah sekala ke­ cil maupun besar ada dendanya,” ujar Siswanto Kepala Seksi Pengelolaan Sampah DLH Kota Semarang saat ditemui di kantornya.

Perbaiki sistem Mahin Arnanto, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga UIN Walisongo mengakui keberadaan sampah di tepi jalan peng­ hubung antara FDK dan FEBI tersebut mengganggu kenyamanan civitas akade­ mika. Pihaknya sebenarnya sudah meren­ canakan membuka akses jalan menuju tempat pembuangan. Namun, pihaknya masih menunggu alat berat untuk mem­ buka akses jalan itu. “Kalau pakai tenaga manual tidak bisa, menunggu alat berat saja, sekalian pembokaran gedung PKM lama,” tutur Mahin, saat ditemui SKM Ama­nat di kantornya. Mahin juga tidak menyangkal menyu­ ruh petugas kebersihan untuk memba­ kar sampah untuk mengurangi timbunan sampah. Ia juga tak menampik ada oknum masyarakat yang ikut membuang sampah di lingkungan UIN Walisongo. Mahin geram terhadap ulah oknum warga itu karena semakin menambah problem sampah di lingkungan kampus. UIN Walisongo, lanjut Mahin, terpaksa membuang sampah di area kampus sendiri lantaran biaya untuk membuang sampah di luar terlalu mahal. Sebanyak tiga sam­ pai empat mobil tiap hari mengang­ kut sampah ke tempat pembuangan di Kam­ pus 2. Termasuk di dalamnya adalah sampah kiriman dari Kampus 1. Kepala Biro Administrasi Umum, Pe­ rencanan, dan Keuangan Priyono, meng­ akui keberadaan sampah tersebut secara estetika memang mengganggu. “Sece­ patnya sampah yang ada di samping jalan itu akan kami tangani, paling lama se­ minggu,” ujarnya kepada SKM Amanat. Ia juga membeberkan, terkait kebersi­ han lingkungan sudah masuk dalam Indi­ kator Kinerja Utama (IKU) Rektor. Permasalahan sampah sendiri, lanjut Priyono sebenarnya sudah terfikirkan oleh pimpinan kampus. Birokrat juga telah menunjuk salah satu dosen Jurusan Pen­ didikan Biologi untuk merancang konsep sistem pengelolaan sampah terpadu. Namun realisasinya masih terkendala pembangunan gedung baru UIN Walison­ go. “Pembangunan gedung IsDB dan letak gedung lain yang belum permanen, jadi sistem kelola sampah terpadu belum bisa kita wujudkan,” kata Priyono.n Siti Latifatur Rohmah


LAPORAN P ENDUKUNG

PENGHAPUSAN KONSENTRASI

Gagal Fokus Gegara Konsentrasi Dihapus Mulai tahun 2015 sejumlah program studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi meniadakan konsentrasinya. Sebagian mahasiswa tetap menginginkan konsentrasi itu ada.

S

hingga kompetensi mahasiswa di bidang pakan ilmu sosial, sehingga mahasiswa tersebut bisa benar-benar matang. hendaknya dibekali dengan semua mata Ia berpendapat, dengan pembaru­ kuliah konsentrasi yang ada di MD. an kurikulum ini, BPI justru berpoten­ Selain itu, pada transkrip nilai, tidak si mencetak sarjana “tanggung” atau disebutkan konsentrasi yang dipilih me­ kurang berkompeten. lainkan mata kuliah. Selain itu, alumnus akan kebingung­ “Berbeda dengan ilmu kedokteran, an ketika terjun di lapangan kerja untuk apabila spesifik itu lebih bagus,” ujarnya. memilih jenis pekerjaan yang sesuai Meski begitu, Saerozi mengaku ada deng­an bidang kompetensinya. kekhawatiran jika konsentrasi ditiada­ “Karena ilmu yang mereka dapatkan kan. Di antaranya, animo masyarakat hanya setengah-setengah,” tutur Dina. untuk mendaftar MD akan menurun. Ia Perluas Peluang Kerja menyadari betul, MD diminati karena Saerozi, Ketua Jurusan MD menga­ terdapat konsentrasi MHU di dalamnya. takan, penghapusan itu sudah melalui Selain alasan lapangan kerja lebih beberapa pertimbangan. Satu di antara­ luas, menurut Maryatul Kibtiyah, Kajur nya, agar jebolan MD dapat berkarir BPI, kebijakan tersebut diambil untuk pada profesi manajemen yang le­ perampingan mata kuliah. bih luas. “Pak Abu Rokh­ Saerozi mencontoh­ mad (Wakil Dekan kan, jika MBI tetap di­ I FDK 2009-2014) pertahankan, maka dulu mengambil lulusan MBI hanya kebijakan ini Jika konsentrasi dihabisa berkarir sesu­ karena ingin pus, bagaimana kita bisa ai bidang MBI. mata kuliah Sedangkan lebih ram­ mewujudkan kompetensi itu. jika konsentrasi ping,” ungkap Dari mana mahasiswa akan dihapus, maka Marya. peluang kerja BPI pada mampu menguasai bidangmereka akan kurikulum lebih luas. bidang itu. s eb elumnya “Selama ini, membuka tiga skill yang dikuasai konsentrasi. Dra. Siti Sholikhati, M.A. Ketua Program Studi Komunikasi dan mahasiswa sebatas Meliputi Bim­ Penyiaran Islam konsentrasi yang di­ bingan Rohani, pilih. Padahal, kita ber­ Bimbingan Konseling harap, setiap alumni MD Sekolah, dan Penyuluh bisa bekerja di segala bidang,” Sosial. katanya. Maryatul tak menampik, dengan ada­ Saerozi menambahkan, MD meru­ nya konsentrasi, kompetensi mahasiswa

sebenarnya lebih terasah diban­ding tidak ada konsentrasi. Jika konsentrasi dinilai lebih efektif, ti­ dak menutup kemungkinan, konsentrasi akan dibuka kembali dalam waktu dekat. Ia pun mengaku sudah membicara­ kan itu dengan WD I FDK. KPI Pertahankan Konsentrasi Ternyata tak semua jurusan di FDK menutup konsentrasinya. Dari empat jurusan yang dimiliki FDK, (Komunikasi dan Penyiaran Islam) KPI menjadi satu-satunya jurusan yang masih mempertahankan konsentrasi. Kajur KPI, Siti Sholichati menuturkan, kompetensi jurusannya ialah jurnalis dan broadcasting. Untuk itu, alumni KPI diharapkan mampu menguasai bidang-bidang terse­ but secara khusus. “Jika konsentrasi dihapus, bagaima­ na kita bisa mewujudkan kompetensi itu. Dari mana mahasiswa akan mampu menguasai bidang-bidang itu,” ujarnya. Najahan Musafak, Wakil Dekan I Bi­ dang Akademik FDK, memberikan ke­ bebasan terhadap setiap jurusan untuk menghapus atau mempertahankan kon­ sentrasi. Jika konsentrasi dihapus, menurut dia, kempetensi mahasiswa bisa diganti dengan program yang lain untuk menun­ jang skill mahasiswa. “Yang terpenting, hasil pembelajaran untuk mahasiswa itu apa, kompetensinya apa, learning outcomes-nya nanti apa,” katanya.n Nur Zaidi, Ihda Mardliana

Amanat/Nur Zaidi

ejak awal perkuliahan, Fathul Azmi sudah memantapkan ni­ atnya mengambil konsentrasi Manajemen Bisnis Islam (MBI) di Jurusan Manajemen Dakwah (MD), Fakutas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Waliso­ ngo. Namun, akhirnya jauh panggang dari api. Mahasiswa semester lima ini ha­ rus menelan kekecewaan lantaran kon­ sentrasi yang ia idam-idamkan itu malah dihapus. Sebelumnya MD memiliki tiga kon­ sentrasi, yakni MBI, Zakat Infaq dan So­ daqoh (ZIS), serta Manajemen Haji dan Umrah (MHU) pada kurikulum 2010. Namun sejak kurikulum 2015 diterapkan, ketiga konsentrasi itu tidak dibuka kem­ bali. Mahasiswa angkatan 2015 ini khawa­ tir, mata kuliah yang ia ikuti saat ini malah membuatnya semakin tidak fokus terha­ dap apa yang ia citakan. “Saya ingin fokus mendalami Manaje­ men Bisnis,” katanya, (04/05). Menurut dia, dengan adanya konsen­ trasi, mahasiswa bisa lebih memahami materi secara mendalam. Tak hanya Jurusan MD, penutupan konsentrasi juga terjadi pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI). Dina Rohmatussaidah, ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan BPI prihatin dengan penghapusan konsentrasi di jurusannya. Dengan ditiadakannya konsentrasi, mahasiswa diharuskan mengambil setiap mata kuliah jurusan. Sementara pada kurikulum sebe­ lumnya, mahasiswa hanya mengambil mata kuliah konsentrasi sesuai minat. Se­

Konsentrasi Radio: Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam konsentrasi Radio tengah praktik siaran di Radio MBS, Senin (7/08).

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

9


KENAIKAN TARIF BLU

SKETSA

Gerutu Tarif Baru BLU

Awal 2017 BLU menerapkan tarif baru. Harga tak bersahabat dengan mahasiswa.

10

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Amanat. Tarowan

N

afi’un Ulfah kecewa begitu ke­ luar dari ruang Kepala Sub Ba­ gian Rumah Tangga UIN Wali­ songo. Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Racana itu hendak menyewa gedung Auditorium 2. Rencana untuk Lomba Penegak Racana Walisongo selama dua hari, 15-16 Juli 2017. Namun keinginan itu kandas karena terkendala dana. “Uang kami tak cukup untuk me­ nyewa audit. Uang kegiatan untuk UKM Racana setiap tahunnya saja hanya Rp 9 juta,” kata mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris itu kepada Amanat barubaru ini. Nafi’ mengatakan, harga sewa Audi­ torium 2 pada akhir pekan ternyata ma­ hal. Sesuai Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 9 Tahun 2017 tentang jenis dan tarif BLU UIN Walisongo Semarang, un­ tuk masyarakat umum tarifnya Rp 10 juta perhari. Karena untuk kegiatan maha­ siswa, Nafi’ mendapat harga yang lebih murah, yaitu Rp 6,5 juta. Untuk kegiatan selama dua hari, dia harus menyiapkan Rp 13 juta. Nilai itu masih memberatkan. Nafi’ mengungkapkan, untuk ke­ giatan lomba rektorat telah mengucurkan dana dalam bentuk Rektor Cup. Namun jumlah itu belum bisa mencukupi. Mahasiswi asal Grobogan itu sempat meminta keringanan kepada Wakil Rek­ tor III, Suparman Syukur. Ia berharap tarif sewa Auditorium tak membebani ma­ hasiswa. Namun upaya tersebut sia-sia. Mau tak mau panitia akhirnya memilih Gedung Serba Guna (GSG) dengan tarif yang lebih murah. Bagi Nafi’, GSG sebenarnya kurang mendukung kegiatan yang sudah diran­ cang olehnya. Sebab, selain berbagai ca­ bang lomba, ada juga kegiatan seminar. Fasilitas GSG tak selengkap Auditorium. Dia khawatir kalau pemateri dan peserta tak nyaman. Terlebih GSG tak ber AC. “Lebih etis di Auditorium lah, apalagi ini juga sebagai sarana sosialisasi ke anak SMA,” katanya. Pengalaman serupa juga dialami

Pesta Pernikahan: Auditorium 2 pada akhir pekan biasa disewa untuk pesta pernikahan, Ahad (16/07).

Dian Agustina Rahmawati. Dian adalah maha­siswa baru Prodi Pendidikan Ba­ hasa Arab. Dia ingin nyantri di Ma’had Wa­lisongo. Mahasiswi asal Pati ini ber­ harap bisa melanjutkan pendidikan pesantrennya selama di madrasah ali­ yah dulu. Namun niat baiknya itu harus Dian kubur dalam-dalam lantaran tak sang­ gup membayar biaya mondok di Ma’had Walisongo yang mencapai Rp 3 juta se­ tiap tahunnya. Biaya tersebut belum termasuk uang makan dan sejumlah ke­ giatan. “Harga itu terlalu tinggi bagi orang tua saya yang hanya petani,” kata Dian. Belum lagi biaya uang kuliah tunggal yang harus dibayar dalam waktu yang

hampir bersamaan. Akhirnya, Dian me­ mutuskan tinggal di kos yang harganya relatif lebih terjangkau. Selain auditorium dan Ma’had Wali­ songo, unit-unit dibawah BLU seperti Pusat Pengembangan Bahasa, sarana olahraga, sarana usaha, dan transportasi, juga mengalami kenaikan. Sebagai perguruan tinggi yang me­ nyandang status BLU sejak 2009, UIN Walisongo diberikan kewenangan untuk mengelola dana Penerimaan Negara Bu­ kan Pajak (PNBK). Dana tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan layanan terhadap mahasiswa. Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Walisongo, Afit Khomsani menilai, kampus saat ini sudah berorientasi pada bisnis. Kegiatan mahasiswa tidak menjadi prioritas. “Kampus meminta kita berke­ giatan namun kampus menghambat ke­ giatan dengan mahalnya biaya sewa fasi­ litas,” ujar mahasiswa asal Pemalang ini. Menurut Afit, anggaran untuk kegia­ tan UKM tidak sesuai dengan harga sewa auditorium. Meski sudah didiskon 35%, biaya sewa masih dinilai terlalu tinggi. “Tidak apa kalau berbisnis untuk dengan orang luar UIN, tapi kalau untuk maha­ siswa ya jangan,” katanya. Fasilitas kampus, lanjut Afit, seperti auditorium jika digunakan berkegiatan seharusnya tidak dikenakan biaya. “kita sudah bayar UKT kok,” tambahnya. Afit juga menyayangkan, saat peru­ musan SK tersebut dari mahasiswa tidak ada yang dilibatkan. “Sehingga yang ter­ jadi sekarang ini, miss komunikasi.” Dia mengatakan, yang perlu dilaku­ kan saat ini adalah perlunya komunikasi bersama antara Bidang Kemahasiswaan, Perencanaan dan Pusat Pengembangan Bisnis. Agar tarif sewa auditorium dan sejumlah unit yang dikelola BLU tak me­ nyulitkan mahasiswa. Pembiayaan kampus Wakil Rektor II, Imam Taufik menjelaskan, penetapan kenaikan biaya sudah melalui kajian komprehensif dan usulan dari unit. “Kenaikan ini sudah kami sesuaikan (tarifnya) dengan kondisi dan kebutuhan yang ada,” tutur Imam. Dia menjelaskan, yang harus dipa­ hami mahasiswa juga ialah BLU UIN Wa­

lisongo tidak hanya memberikan layanan kepada mahasiswa saja. Karena disisi lain, BLU juga memikirkan kepentingan lembaga, pengembangan visi, citra kam­ pus, dan mempertimbangan kompetisi. “Akan dipertanyakan kalau harga kita tidak naik, karena harga di luar sangat tinggi,” tutur Guru Besar Tafsir Hadits ini. Selain tempatnya strategis, nyaman, dan parkir luas, yakni harganya yang lebih murah dibandingkan gedung-gedung di luar UIN Walisongo. Hal itu yang menja­ dikan Auditorium laris disewa masyara­ kat umum. Jika mahasiswa masih keberatan deng­an tarif yang telah ditentukan, Imam memberikan jalan keluar. Mahasiswa bisa mendapatkan diskon mulai dari 10% hingga 30%. Diskon disesuaikan dengan bentuk kegiatan mahasiswa. Diskon tersebut diakui Kepala Biro Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan, Priyono memang masih be­ lum sebanding dengan anggaran kegia­ tan mahasiswa. Namun seharusnya ma­ hasiswa bisa mencari tambahan dana melalui sponsorship dari perusahaan. “Mahasiswa harus kreatif mencari tambahan dana,” tuturnya. Dengan be­ gitu mahasiswa juga belajar kemandirian dan tidak selalu berpangku tangan ang­ garan dari kampus. Rektor UIN Walisongo, Muhibbin dalam penjelasannya menyebutkan, harga yang ada saat ini merupakan kepu­ tusan menteri. “Kita hanya mengusulkan karena harga yang lama sudah tidak la­ yak,” tuturnya saat ditemui Amanat. Muhibbin mengakui, banyak pertim­ bangan dalam menetapkan kebijakan ini. Salah satunya ialah soal sudah lamanya ti­ dak ada tambahan dosen maupun tenaga kependidikan. Padahal saat ini UIN Waliso­ ngo telah membuka jurusan-jurasan baru. Jumlah mahasiswa dan kelas semakin banyak, namun jumlah dosen dan tenaga kependidikan tetap. Tak ada cara lain se­ lain mengangkat pegawai dengan biaya UIN Walisongo. “Kan seharusnya (dibia­ yai) pakai BLU,” ungkap Muhibbin. Belum lagi setelah dua tahun pegawai tersebut mendapatkan sertifikasi. “ini saja saya sudah pusing, nanti bayarnya pakai apa,” ujarnya.n Uswatun Khasanah


SKETSA

BAHASA INTERNASIONAL

Tak Terbiasa Aturan Bahasa

Awal 2017 Rektor UIN Walisongo menerbitkan surat edaran untuk dosen dan pegawai. Isinya anjuran berbahasa Inggris dan Arab. Namun banyak yang mengabaikan.

D

engan niat yang mantap, Ka­ mis, medio April lalu Farhan Nur Rifqi, bergegas menuju pusat layanan Pusat Pengem­ bangan Bahasa (PBB) UIN Walisongo. Ia hendak mendaftarkan diri dan te­ man-temannya mengikuti tes ikhtibaar mi’yaar al-kafaa’ah fi al-lughah (IMKA) yang diselenggarakan PPB. Sesampainya di depan PPB, Rifqi melihat spanduk yang menyerukan agar mahasiswa menggunakan Bahasa Arab pada Kamis, Bahasa Inggris di Senin, dan kedua bahasa internasional itu tiap Rabu. Sadar hari tersebut adalah Kamis, lantas Ia mempersiapkan pertanyaan dalam bahasa Arab kepada pegawai yang berada di layanan informasi. “Permisi pak, saya mau mendaf­ tar tes IMKA,” kata mahasiswa Pendi­ dikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi itu dalam Bahasa Arab. Raut muka kecewa mendadak mun­ cul, saat Rifqi yang bertanya dalam ba­ hasa Arab tadi dijawab pegawai tersebut dengan menggunakan Bahasa Indone­ sia. “Saya sudah sesuai aturan, tapi malah dijawab dengan Bahasa Indonesia,” kata Rifqi kepada Amanat baru-baru ini. Rifqi menyayangkan, di PPB justru peraturan itu tidak dilaksanakan dengan baik. PPB

Kepala PPB UIN Walisongo, Mu­ hamad Saifullah mengatakan, di PPB sudah menerapkan penggunaan dua bahasa internasional itu jauh-jauh hari sebelum surat edaran itu diterbitkan. Namun, Saifullah mengaku imple­ mentasi dari surat edaran Rektor belum berjalan maksimal. Ia menyadari bahwa tidak semua pegawai melaksanakan aturan tersebut. Karena tidak semua pegawai mempunyai kemampuan ber­ bahasa asing dan latar belakang pendi­ dikan yang berbeda-beda. Selain pegawai, kata Saiful, kemam­ puan mahasiswa untuk berbahasa asing juga masing kurang. Hal itu dikarenakan tidak setiap jalur masuk UIN Walisongo menerapkan tes kompetensi Bahasa Arab. Mahasiswa yang tidak berasal dari madrasah, maka mereka akan kesulitan untuk berbicara menggunakan bahasa Arab. “Perlu ada kebijakan dari UIN Wal­ isongo untuk mengasah kemampuan bahasa mereka sejak awal semester, semua mahasiswa baru perlu ditempat­ kan di Ma’had Walisongo,” sarannya. Saiful mengatakan, seharusnya PPB bertugas mengembangkan bahasa ma­ hasiswa. Tapi malah disibukkan dengan berbagai pelayanan proses belajar men­ gajar dari ribuan mahasiswa. “Semua mahasiswa dari berbagai

Perlu keseriusan dalam penerapan Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sos­ ial dan Politik, Misbah Zulfa Elizabeth, menganggap surat edaran untuk berba­ hasa asing adalah kebijakan yang harus dilaksanakan dengan serius. Mengin­ gat era sekarang standar universitas bu­ kan lagi wilayah regional, tetapi tingkat dunia. “Saya sangat mendukung surat eda­ ran Rektor tersebut dapat mendukung UIN Walisongo menjadi universitas ter­ kemuka di dunia,” katanya. Menurutnya, sebagai upaya pembu­ dayaan bahasa asing maka harus ada sebuah kesadaran dalam diri masingmasing. Munculnya kesadaran ini me­ mang perlu adanya sebuah unsur pak­ saan. Sehingga muncul motivasi terten­ tu antarpribadi. Elizabeth mengeluhkan masih ban­ yak yang melihat Bahasa Inggris hanya dari segi bahasanya, bukan secara prak­ teknya. Elizabeth mengimbau, dua ba­ hasa internasional itu dapat dipraktik­ kan dalam segala kegiatan, maka men­ jadi sebuah budaya yang positif. “Setiap Senin saya sudah mulai menggunakan bahasa Inggris ketika berinteraksi di kantor dan perkuliahan dalam kelas. Untuk mencapai target seperti dalam surat edaran rektor perlu

Menurut Arum, jika UIN memang benar-benar ingin mencapai visi mis­ inya maka penguasaan bahasa resmi dunia harus dimulai dari sekarang. Bukan kewajiban Rektor UIN Walisongo, Muhibbin menuturkan surat edaran tersebut sifat­ nya bukanlah wajib, namun hanya se­ buah anjuran. Jika dilaksanakan men­ jadi hal yang bagus, tapi kalau tidak di­ laksanakan tidak ada sanksi. “Saya tidak berani mewajibkan, nanti banyak yang protes,” tutur rektor yang menjabat dua periode ini. Penggunaan dwi bahasa asing ini sudah dilakukan pimpinan UIN Wal­ isongo saat rapat setiap hari Senin dan Kamis. “Saya sudah wajibkan bahasa asing itu setiap kali rapat. Sudah satu tahun yang lalu, makanya saya buat surat edaran agar yang dibawah juga melakukan,” katanya. Muhibbin menyadari, kemahiran menggunakan bahasa internasional harus dimiliki jika seseorang memang ingin maju. Ia mencontohkan, banyak instansi yang memberikan beasiswa kuliah di luar negeri dengan syarat ke­ mahiran Bahasa Inggris. Untuk itu ia menganjurkan agar ci­ vitas akademika membiasakan meng­ gunakan bahasa internasioal dalam

harusnya menjadi tempat percontohan kebijakan berbahasa internasional terse­ but kepada seluruh unit dan fakultas di UIN Walisongo. Sesuai dengan surat edaran Rektor Nomor B-145/Un.10.0/R/PP.00.9/1/2017 bahwa setiap dosen dan tenaga kepen­ didikan di lingkungan UIN Walisongo menggunakan Bahasa Inggris pada hari Senin dan Bahasa Arab pada Hari Kamis. Dalam surat yang ditandatangani Muhibbin itu juga tertulis, Pimpinan pada masing-masing fakultas atau unit diharapkan menjadi contoh dan ber­ tanggungjawab atas keberlangsungan penggunaan bahasa internasional terse­ but.

fakultas di UIN Walisongo diserahkan kepada kita, mulai dari penanganan ke­ las-kelas bahasa, kursus Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab, serta terkait tes TOEFL dan IMKA,” tambahnya. Saiful menilai, surat edaran Rektor sebagai stimulus untuk berbahasa as­ ing. Harus ada kesadaran dan usaha dari dosen, pegawai, dan mahasiswa untuk belajar menggunakan Bahasa Arab dan Inggris. “Tidak ada teguran atau sanksi bagi yang belum menggunakan bahasa asing. Padahal bahasa itu peting untuk menin­ gkatkan sumber daya manusia dikalan­ gan UIN Walisongo,” kata Syaiful saat ditemui Amanat dikantornya.

proses yang tidak sebentar, dengan ad­ anya reward bagi yang sudah melaka­ sakan,” jelasnya. Pemberlakukan dwibahasa inter­ nasional itu nampaknya tak dilakukan di setiap fakultas maupun unit di UIN Walisongo. Arum Safira, mahasiswa fakultas Dakwah dan Komunikasi tak pernah menjumpai dosen maupun pegawai dilingkungan fakultasnya menggunakan Bahasa Inggris maupun Bahasa Arab. “Sering saya ke kantor fakultas, tapi saya tidak pernah melihat menggunak­ an bahasa asing,” ujar Bendahara Wal­ isongo English Club ini.

berkomunikasi. “Bahasa itu harus di­ praktikkan, percuma saja kalau hanya dipelajari,” kata Muhibbin. Wakil Rektor II UIN Walisongo Musahadi menambahkan, surat eda­ ran Rektor tersebut merupakan strategi penting untuk mengembangkan UIN Walisongo ke tingkat internasional. Musahadi menjelaskan, bukan han­ ya dosen dan pelayanan yang menggu­ nakan bahasa asing. “Namun, semua civitas akademika UIN Walisongo ber­ tanggungjawab untuk melaksanakan surat edaran tersebut,” pungkasnya.n Sri Maulasari, Iva Nur Laili

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

11


KECELAKAAN SILAYUR

HUMANIORA

Skenario Melawan Maut di Silayur

Amanat. M. S. Najib

Sepanjang tahun 2016, terjadi enam peristiwa kecelakaan dengan 10 korban jiwa di jalur tengkorak Turunan Silayur. Pemerintah Kota Semarang atur jam operasional truk besar serta jumlah muatan untuk tekan kecelakaan.

Dipadati Warga: Pasca kejadian, sejumlah warga memadati lokasi kecelakaan karambol di depan Dealer Ahaas Ngaliyan, Kamis (2/3).

K

ecelakaan lalu-lintas (laka lan­ tas) dua bulan silam, masih jelas terbayang di ingatan Edi Purnomo, montir Dealer Ahaas Prima Jaya Ngaliyan. Sore itu, Kamis (2/3) berkisar pukul 15.00 WIB, seorang supir bus Trayek Boja-Jerakah H 1453 C berteriak meminta tolong di himpi­ tan badan bus yang terjungkal di depan Dealer Ahaas Prima Jaya. Supir itu terus berteriak meminta pertolongan sem­ bari menahan salah satu bola mata yang hampir keluar. “Saya kaget ketika mendengar suara keras bus yang menghantam pembatas daeler. Ketika itu si supir berteriak me­ minta tolong,” ujar Edi. Edi mengatakan, kejadian tersebut merupakan laka lantas yang ia saksikan kedua selama bekerja di Dealer Ahaas. Edi melihat sebuah Truk Kontainer B 9757 UEK melaju kencang sembari membunyikan klakson dari atas Tu­ runan Silayur. Mulanya truk tersebut menyeruduk mobil Kijang Avanza H 8789 LR hingga menabrak sebuah pohon di tengah trotoar jalan. Tidak jauh dari posisi mobil Kijang Avanza tersangkut, truk kontainer yang hilang kendali tersebut menyambar se­ buah Bus Mini Trayek Boja–Jerakah H 1453 C. Bus tersebut terdorong hingga menabrak sebuah pohon dan pem­ batas pagar Dealer Ahaas. Bus nahas itu meng­angkut enam orang penumpang, di antaranya siswa sekolah. “Tidak ada korban jiwa dalam laka lantas tersebut, namun ada enam orang luka parah yang langsung dilarikan ke Rumah Sakit Medika,” tambah Edi. AKP Wahono, Kepala Unit Satuan Lalu Lintas Kepolisian Sektor (Kanit Lantas Polsek) Ngaliyan, mengatakan, hasil evaluasi laka lantas yang terjadi di Turunan Silayur Jalan Prof Hamka, Ke­ lurahan Bringin, Kecamatan Ngaliyan menunjukkan, laka lantas di wilayah itu disebabkan dua faktor, yakni rem blong dan muatan truk yang berlebih. Wahono sempat menginterogasi seorang pengemudi truk kontainer yang menyeret sepuluh kendaraan sejauh satu kilometer, Selasa (29/11/16). Pengemudi itu mengklaim kondisi kendaraannya layak karena telah melalui pengecekan

12

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

secara periodik di garasi perusahaan. tersebut, telah terjadi enam peristiwa Terbukti, kata pengemudi, laju truk kecelakaan dengan 10 korban mening­ kontainer sepanjang perjalanan Jakarta- gal selama tahun 2016. Semarang lancar tanpa mengalami ma­ Pengamat Transportasi Djoko Setiji­ salah. warno menilai, meningkatnya laka lan­ “Tiba-tiba saja di Turunan Silayur tas di sekitar Kecamatan Ngaliyan kare­ remnya tidak berfungsi, itu menurut na padatnya lalu lintas kendaraan berat pengakuan pengemudi truk,” tutur Wa­ atau truk melalui jalur Mijen-Jerakah. hono. Keberadaan kawasan industri di Ka­ Wahono mengatakan, berlebihnya wasan Bukit Semarang Baru (BSB) Mijen muatan pada badan truk menjadi pemi­ menjadi salah satu pemicu aktivitas truk cu rem yang tidak berfungsi. Truk yang kontainer di jalur tersebut. Idealnya, ka­ mengalami kecelakaan di depan Dea­ wasan industri tidak boleh berdekatan ler Ahaas Prima Jaya, Kamis (2/3/17), dengan alur jalan yang padat penduduk. disebutnya kelebihan muatan “Tapi mau bagaimana lagi, karena bermuatan 32 ton. dulu kan Ngaliyan masih Sedangkan aturan dari sepi tidak seramai se­ Dinas Perhubungan karang,” ujar Djoko Komunikasi dan Dosen Teknik Informatika (Dis­ Sipil Universitas hub Kominfo) Katolik (Unika) Kota Semarang, Soegejijapra­ batas mua­ nata. tan truk yang D j o k o melintas Tu­ mengatakan, runan Silayur b e n t u k maksimum geometrik delapan ton. pada Turunan Untuk meng­ Silayur sepan­ hindari laka lan­ jang satu kilo­ Djoko Setijiwarno tas, perusahaan meter tersebut Pengamat Transportasi ataupun pengemudi, membahayakan menurut dia, harus bagi pengemudi truk. memperhatikan UndangTurunan Silayur memiliki Undang RI Nomor 22 Tahun tingkat kemiringan 18 persen. 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kondisi kemiringan seperti itu tentu ti­ Jalan. Pada UU tersebut, jelas lalu lintas dak ideal karena Kecamatan Ngaliyan dan angkutan jalan merupakan sistem masuk wilayah kota yang padat pen­ transportasi nasional untuk mewujud­ duduk. Jalan Kecamatan yang padat kan keamanan, keselamatan, ketertiban penduduk dan dekat dengan kawasan dan kelancaran berlalu lintas. industri, menurut Djoko, idealnya me­ “Tentu dengan memperhatikan UU miliki tingkat kemiringannya 13 persen. tersebut, masyarakat umum akan ikut “Pengendara sepeda motor juga terjaga dan merasa nyaman,” ungkap perlu diingatkan agar tidak seenaknya Wahono. sendiri ketika melaju di jalan umum. Kawasan industri picu kendaraan be- Kadang, mereka suka membuat gugup sar dan kaget para pengemudi truk,” ung­ Tanjakan maupun turunan Silayur kapnya. di sepanjang Jalan Prof Hamka, Kelura­ Menurut Djoko, kebijakan Peme­ han Beringin, Kecamatan Ngaliyan Kota rintah Kota (Pemkot) Semarang bersifat Semarang selama ini dikenal warga se­ jangka pendek untuk mengurangi risiko bagai jalur tengkorak. Data dari Satlan­ kecelakaan di Jalur Silayur sudah tepat. tas (Satuan Lalu Lintas) Polsek Ngaliyan Di antara kebijakan itu adalah peneta­ memberi gambaran mengerikan. Di pan aturan jam operasional truk, serta sepanjang jalan berkisar satu kilometer penetapan aturan maksimum jumlah

Jadi apabila ada truk yang remnya blong bisa banting setir dan guling-guling sendiri di jalur penyelamat itu.

muatan. Djoko mengusulkan kepada Pemkot Semarang agar membuat jalur penyelamat sebagai program jangka panjang untuk mengantisipasi kenda­ raan yang lepas kendali di turunan. “Jadi apabila ada truk yang remnya blong bisa banting setir dan guling-­ guling sendiri di jalur penyelamat itu,” tambahnya. Atur jam operasional truk dan muatan Jalur Silayur selama ini banyak dile­ wati truk-truk berukuran besar sep­ erti truk kontainer yang keluar masuk mengi­rim barang dari kawasan industri di BSB. Pemkot tidak bisa menghentikan operasi truk kontainer di wilayah terse­ but. Kusnandir, Kepala Bidang Lalu Lin­ tas Dishub Kominfo Kota Semarang, menga­ku pihaknya telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menekan risiko kecelakaan di jalur itu. Pihaknya menetapkan batas waktu melintas bagi truk di jalur itu mulai pukul 23.00 sampai 04.00 WIB. Selain itu, Dishub menetap­ kan batasan muatan maksimum dela­ pan ton bagi kendaraan besar. Dishub juga telah memasang rambu-rambu lalu lintas di jalur itu. “Untuk jangka pendek, kebijakan Dishub dengan terpasangnya tiga flash lamp dan 50 rambu-rambu peringatan sudah efektif,” katanya. Di sisi lain, Kusnandir menyayang­ kan penerbitan Peraturan Daerah (Per­ da) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Ren­ cana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2013, tepatnya pasal 10 ayat (1) dan (2). Pasal itu menyebut Keca­ matan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu dengan luas 6.393 hektar merupakan wilayah pengembangan daerah industri. Kusnandir menilai, Perda tersebut sama halnya membahayakan pemukiman warga yang padat penduduk di wilayah tersebut. “Karena Perda tersebut, Dishub tidak dapat melarang truk-truk yang melintas di Jalur Silayur Jalan Prof Hamka,” ung­ kap Kusnandir. Sih Rianung, Sekretaris Dinas Peker­ jaan Umum (PU) membenarkan, bentuk geometrik Jalur Silayur tidak mendu­ kung pada Turunan Silayur. Kondisi itu diperparah dengan adanya penyempi­ tan jalan di sisi utara Perumahan Perma­ ta Puri. Anung menilai, penyempitan ja­ lan tersebut dapat mengganggu konsen­ trasi pengemudi yang melintasi jalur itu. Lahan yang menyebabkan penyem­ pitan itu dihuni oleh warga sebagai tem­ pat usaha. Anung mengatakan, sebetul­ nya lahan itu sudah dibebaskan oleh pemerintah. Pemilik awal pun telah mendapatkan ganti rugi atas pembe­ basan itu. Pemilik diduga nakal dengan tetap menjual lahan tersebut ke orang lain. “Mengenai kasus itu, Pemkot Sema­ rang harus membebaskan tanah terse­ but meskipun melalui jalur hukum,” ka­ tanya. Anung yang kerap mewakili Dinas PU dalam pertemuan membahas perbaikan Silayur itu mengungkapkan, Dinas PU punya dua tugas utama saat ini, yakni menyeimbangkan geometrik Turunan Silayur dan pembuatan jalur penyela­ mat di area Perumahan Permata Puri. Masalahnya, hingga sekarang, Di­ nas PU masih kebingungan mencari lo­ kasi lahan yang akan digunakan sebagai jalur penyelamat. Anung berharap, jalur penyelamat bisa menyelamatkan truktruk besar yang tak terkendali akibat rem blong. Dalam keadaan darurat, penge­ mudi dapat membanting kendaraannya di lokasi tersebut tanpa harus menelan korban. “Targetnya, di awal tahun 2018 jalur penyelamat sudah dapat direalisasikan,” tambah anung.n Fajar Bahruddin Achmad


HUMANIORA

JUALAN DARING

Cermat Berjualan Daring Pengguna media sosial banyak yang mengeluhkan menjamurnya akun pribadi yang berubah jadi lapak jualan. Dibutuhkan sikap saling memahami agar tidak saling membatalkan pertemanan.

U

dara masih terasa dingin saat Anifatuz Zahra sedang duduk manis di teras indekosnya (22/04) lalu. Mahasiswi Ju­ rusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu nampak asik mengotak-atik telepon pintar miliknya, untuk mema­ sarkan produk dagangannya di salah satu akun media sosial (Medsos) yaitu instagram. Dalam pengakuannya, mahasiswi asal Demak itu, memang lebih suka mengunggah barang dagangannya saat pagi hari setelah subuh. “Kebanyakan orang kan setiap pagi pasti buka hp (handphone) dulu,” tuturnya. Selain di instagram, Zahra juga menga­ku sering menjajakan produknya di grup Whatsapp (WA). Dari 10 grup WA yang diikuti, hanya empat grup yang ter­ kadang ia jadikan tempat promosi. Dalam bisnis yang dijalani selama hampir dua tahun ini, dia berjualan berbagai keperluan mahasiswa, mulai dari kaus kaki, jilbab dan masker. Bagi­ nya, berjualan di grup WA, juga sama mengun­ tungkannya dengan di insta­ gram. Bahkan, banyak konsumen yang kemudian tertarik membeli barangnya ketika ia membuat promosi di grup. “Berjualan di grup WA memang lebih mudah. Banyak yang tertarik kemudian menghubungi saya. Selain itu, lebih praktis kalau nawarin barang di grup WA,” terang mahasiswa semester empat tersebut. Menurutnya, bisnis dalam jaring­ an (daring) memang lebih mudah ketimbang bisnis konvensional. Cukup dengan memiliki telepon genggam dan kuota internet, sudah bisa dengan mu­ dah menjajakan barang kepada orang lain. Kemudahan inilah yang juga mela­ tari Muhammad Luth, tertarik berjualan daring sejak tahun 2014 lalu. Berbeda dengan Zahra, Luth memilih mema­ sarkan produknya dengan beriklan di

facebook. Meski berbayar, dia mengaku tetap mendapatkan keuntungan yang sepadan. Karena iklannya tetap dilihat banyak orang dan tidak perlu mengung­ gah setiap saat. “Cukup sekali ngiklan, nanti akan di­ baca banyak orang kalau kita pakai iklan facebook,” kata mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbi­ yah dan Keguruan itu. Dinilai mengganggu Melihat kemudahan berjualan da­ ring tersebut, banyak orang kini men­ jadikan akun pribadinya menjadi toko online. Tak jarang teman di media sosial kemudian terusik dengan aktivitas pro­ mosi mereka. Wahyu Widianingsih misalnya, ma­ hasiswi Jurusan Perbankan Syari’ah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ini merasa terganggu dengan kegiatan pro­ mosi yang dilakukan teman-temannya di medsos. “Saya merasa risi dengan beranda (facebook) yang penuh dengan lapak online shop,” ujarnya. Jengkelnya, mereka mengunggah ba­ rang dagangannya saat tengah malam, bahkan ada yang setiap satu jam sekali. Lantaran inilah, ia kemudian memilih meng-unfriend beberapa akun facebook temannya yang beralih menjadi lapak jualan. “Saya lebih memilih untuk mem­ batalkan pertemanan dengan kawankawan mahasiswa yang mempunyai online shop,” jelasnya. Widia tak sendiri, Tri Adi Nurhadi pun merasakan hal yang serupa. Dia mengaku beberapa kali memutus per­ temanan (delete contact) di BlackBerry Messenger (BBM). “Kalau broadcast sekali dua kali mah tidak apa-apa. Tapi kalau keseringan, langsung saya DC (delete contact) saja,” ujar mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Walisongo itu. Bahkan, lanjut dia, yang paling me­

nyebalkan adalah ketika ada yang pro­ mosi di facebook dengan menandai dirinya. Tak tanggung-tanggung, Hadi langsung memblokir akun tersebut, meski itu adalah orang yang ia kenal atau temannya sendiri. Walaupun begitu, ada juga pengguna medsos yang beranggapan hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar, seperti yang diutarakan Bhatara Dharmawijaya. Ia menilai, asalkan barang yang dijual ber­ manfaat, tak usah dipermasalahkan. Maka dari itu, mahasiswa Jurusan Psikologi Semester empat Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan (FPK) ini memilih membiarkan saja, ketika ada te­ mannya yang mengunggah barang jual­ annya. “Kalau memang enggak pent­ ing, saya scroll saja ke bawah (abaikan),”ungkapnya. Justru Bhatara pernah merasa ter­ bantu dengan kehadiran pedagang daring ini. Saat itu ia pernah membeli suatu barang dari teman yang promosi di facebook. Kebetulan dia memang se­ dang membutuhkan barang tersebut. “Penjual online itu juga membantu, lho” tambahnya. Perlu pemahaman bersama Banyaknya penjual-penjual online yang muncul akhir-akhir ini menurut Wening Hartati, Psikolog UIN Waliso­ ngo, merupakan sifat alamiah manusia. Ketika ada seseorang yang sukses de­ ngan apa yang dikerjakan, maka banyak orang yang akan mengikuti. “Apa lagi mahasiswa, yang notabene masih pada usia muda, proses model­ ling (proses mengikuti orang lain) akan lebih mungkin terjadi,” kata perempuan yang juga sebagai Ketua Jurusan Psikolo­ gi, FPK UIN Walisongo itu. Wening berpendapat, merupakan hal yang wajar ketika ada yang terusik karena akun teman tiba-tiba berubah menjadi lapak jualan. Karena sikap seseorang akan berbeda-beda dalam

menghadapi keadaan yang demikian, tergantung karakter orang tersebut. Wening kemudian memberi saran agar pelapak tidak menggunakan akun pribadi untuk berjualan. Apalagi mema­ sarkan produk di grup kelas, pasti akan menimbulkan gangguan terhadap ang­ gota lainnya. “Buat grup sendiri untuk berjualan, jangan menggunakan grup diskusi ku­ liah,” harapnya. Memang, banyaknya grup dalam perkuliahan, menjadi lahan basah bagi para pengusaha untuk memasarkan produknya melalui grup. Oleh karena­ nya, Wening juga menyarankan adanya peraturan ataupun sanksi dalam sebuah grup. “Jadi apa yang boleh diunggah, atau­ pun tidak itu disepakati bersama,“ saran­ nya. Selain membuat peraturan bergrup di sosial media, hal yang bisa dilakukan lainnya ialah memperingatkan yang ber­ jualan secara baik-baik. Atau bisa juga langsung memberi komentar di grup, deng­an catatan harus menggunakan bahasa yang sopan. “jika tidak, bisa juga dijapri (Jaringan Pribadi),“ imbuh Wening. Alangkah baiknya, jika pengguna medsos menghargai temannya yang se­ dang berjualan. Itu akan membuat har­ monis pertemanan. “jika ada unggahan lapak jualan dalam grup, maka jangan diabaikan. Jika tidak berkenan untuk membeli, maka beri simbol seperti (memberi) jempol misalnya,” terangnya. Ia menyimpulkan. kegiatan tersebut memacu seseorang untuk saling me­ mahami, baik dalam emosi maupun komunikasi. “Kuncinya adalah saling memahami, baik bagi penjual maupun pembeli, ” tukasnya.n Millati Azka

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

13


REHAT KUIS ASAH OTAK 128 Mendatar 1. Tinggal berdampingan dengan rumah 4. Perdamaian 7. Bagaian dari komputer 9. Bahan ukir 11. Penduduk asli pulau bali 12. Bintang (tanda pangkat dsb) 13. Riang 14. Sejenis burung 15. Buku elektronik 16. Jalan keluar 18. Benang emas 20. Terayun 23. Berdasarkan pengalaman 25. Nama depan presiden ri ke 6 27. Saudagar (dari persia atau hindustan) 28. Orang saleh 30. Komedian 31. Dokumen object model 32 mandi uap cara finlandia 34. Gelar kehormatan yang berarti “tuan” 36. Tanaman perdu suku rosaceae 37. Serpih kayu

Menurun 1. Ada lubangnya 2. Minuman beralkohol 3. Kata ganti kepemilikan 5. Teletabis 6. Tokoh kritikus sastra indonesia 8. Wujud, konkrit, kemaujudan. 9. Menghasilkan api 10. Ahli hukum 12. “The Freezing City” Pulau Timor 17. Pipa untuk mengisap tembakau 19. Hasil belajar 20. Derajat

n KOMIK

14

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

21. … Renvile (Kapal Perang Dunia II) 22. Ikan laut yang dapat dimakan “Bodianus Diana” 24. Tupai (bahasa asing) 26. Sesudah akad 28. Orang banci 29.perekat 32. Tersembunyi (dalam ilmu tasawuf ) 33. Penumbuk gabah 34. Tunggal 35. Pimpinan umum

Ketentuan Menebak 1. Tulis jawaban, cantumkan nama, alamat, dan nomor HP yang bisa dihubungi. 2. Foto hasil isian KAO. 3. Kirim jawaban ke surel: redaksi.sk­ mamanat@gmail.com 4. Pengiriman jawaban paling lambat 20 September 2017. 5. Pemenang akan diumumkan di Tabloid Amanat edisi selanjutnya. 6. Diambil 2 pemenang. Masing-mas­ ing mendapatkan 1 buku menarik. Pemenang KAO edisi 127 1. Melisa Oktaviani Sukma Ponpes Daarun Najah Jerakah. 2. Imah Hikmah imahhikmah97@gmail.com Hadiah bisa diambil di Kantor Redaksi SKM Amanat


Mbah Alian,

CERMIN

HIKAYAT NGALIYAN

Pembabat

Alas

Ngaliyan Sebagai salah satu Kecamatan di kota Semarang, Ngaliyan mempu­ nyai sejarah tersendiri. Konon, nama ini diambil dari laku seorang Wali.

A

gus Haryanto (60) menunjuk­ kan sebidang lahan berpagar besi di kawasan Perum Wah­ yu Utomo kelurahan Tambak Aji, Kecamatan Nyaliyan, Senin (24/04) sore. Lahan itu dipenuhi rerimbunan berbagai macam tanaman dan diapit rumah-rumah besar milik warga. La­ han yang kini dikenal sebagai Petilasan Mbah Alian ini masih terawat oleh warga sekitar. Konon, Mbah Alian adalah sosok yang pertama kali membuka lahan atau babat alas wilayah Ngaliyan. Tahun 1982, sekitar petilasan akan dijadikan perumahan. Karena makam itu dikeramatkan, masyarakat meminta pengelola proyek tidak menggusur peti­ lasan Mbah Alian untuk kepentingan pembangunan. “Pemegang Proyek akhirnya mem­ berikan lahan ini. Jadi, Lahan ini ya mi­ lik umum sekarang,” ungkap Agus, salah seorang warga di perumaham Wahyu Utomo RT 02/04. Sosok Mbah Alian hingga sekarang tetap misterius. Tidak diketahui pasti asal usul dan sejak kapan ia singgah di daerah ini. Hanya tertinggal petilasan sebagai bukti historis keberadaannya. Terdapat dua versi mengenai sosok Mbah Alian. Versi pertama, yang menurut Agus paling populer, Mbah Alian adalah seorang ulama atau wali pengembara yang menyebarkan dakwah Islam. Un­ tuk menghormati jasa-jasanya, nama daerah ini, Ngaliyan diambil dari nama tokoh tersebut.

Terawat: area sekitar petilasan Mbah Alian digunakan warga setempat untuk ditanami tumbuhan (1). Petilasan Mbah Allian (2).

“Jika warga asli sini ditanya perihal asal-usul nama Kecamatan Ngaliyan pasti yang jadi acuan adalah versi ini,” paparnya. Abdul jalil (47) tokoh masyarakat Ngaliyan mengungkapkan, penyebu­ tan nama Mbah Alian berasal dari kata ‘alih-alihan’ (berpindah-pindah). Ia disebut demikian karena dalam berdakwah suka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ada yang menyebut, Mbah Alian mengembara dari Ponorogo, Jawa Timur hingga Cirebon, Jawa Barat dengan menunggang kuda. Buktinya, ada delapan tempat di be­ berapa wilayah yang memiliki nama daerah sama, Ngaliyan. Selain di Semarang, nama Ngaliyan terdapat di Ponorogo, Pasuruan, Salati­ ga, Boja, Batang, Tegal dan Cirebon. Sementara versi kedua menye­ but, Mbah Alian bernama asli Syeh Ali, seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Agus mendengar sejarah itu justru dari Habib Lutfi Pekalongan saat mengisi pengajian di Ngaliyan. Syeh Ali singgah di Ngaliyan dengan maksud berdakwah sekaligus meng­ galang kekuatan setelah pangeran Di­ ponegoro di penjara oleh pemerintah Belanda. “Setelah Pengeran Diponegoro di penjara, akibat kalah perang, pengikut­ nya menyebar ke berbagai daerah. Salah satunya adalah Syech Ali yang singgah di

daerah ini,” ucap Agus menirukan Habib Lutfi. Mbah Alian tidak me­ ninggalan apapun di tempat itu selain petilasan. Itu dibenar­ kan Margo, ketua RT 02 RW 04, wilayah tempat petisan berada. Keberadaan sebuah sumur di petila­ san merupakan buatan warga. Namun, oleh sebagian orang, sumur itu diang­ gap sebagai sumur keramat peninggalan Mbah Alian. Tak heran, sebagian warga biasa mandi di sumur itu. “Saat musim kemarau tiba, sumur yang terdapat di petilasan Mbah Alian dimanfaatkan oleh warga sekitar yang sumber air di rumahnya kering,” kata­ nya. Laku seorang wali

Persis di depan petilasan, terdapat sungai yang mengalir ke Kali Beringin. Menurut Abdul Jalil, Mbah Alian meru­ pakan seorang ulama yang taat beriba­ dah. Masuk akal, dia membuat tempat tinggal di dekat sungai agar mudah saat mengambil air untuk bersuci. “Kalau kita melihat sejarah keba­ nyakan ulama-ulama besar atau tokoh seperti Walisongo, selalu mempunyai tempat tinggal yang dekat dengan sum­ ber air. Mungkin karena dalam bergeri­ lya menyebarkan agama Islam, memilih tempat yang dekat dengan air untuk mempermudah beribadah,’’ katanya. Menurut dia, Mbah Alian masih

mempunyai hubun­ gan kekerabatan deng­ an dengan kera­ ton Cirebon. Ia disebut seorang ulama berketu­ ruan Arab-Tiongkok. “Seperti itulah yang diceri­ takan leluhur kami,” katanya. Ngaliyan yang dulu dikenal sebagai sentra produksi jambu biji (klutuk) telah bertransformasi menjadi metropolitan yang terus tumbuh pesat. Kecamatan Ngaliyan memiliki sepu­ luh kelurahan, yaitu Kalipancur, Pur­ woyoso, Ngaliyan, Wates, Tambak Aji, Gondoriyo, Wonosari, Podorejo, Bam­ bankerep, dan Bringin. Selain berdiri lembaga pendidikan tinggi, Ngaliyan ramai dengan ratusan kios, swalayan, perumahan, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, sekolahan, pasar tradisional, pondok pesantren, minimarket, hingga objek wisata. Setahun sekali, tepatnya pada bu­ lan Sura atau Maharram, warga Perum Wah­yu Utomo rutin mengadakan tahli­ lan dan pembacaan surat Yasin yang dikhususkan untuk Mbah Alian. Dalam acara itu, ada tradisi tumpeng­an yang dimakan bersama di petilasan tersebut selesai doa. “Bagi warga Perumahan Wahyu Utomo yang sehaluan pandangan ke­ agamaannya, biasanya ikut dalam acara ini. Namun, bagi warga yang memiliki cara pandang berbeda, kami juga tidak masalah mereka tidak bergabung,” kata­ nya. n Sigit A. F.

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

15


KAJIAN

Reorientasi Habib jalin kasih kepada nabi Muhammad. Mencintai Habib dengan demikian juga mencintai nabi Muhammad. Ini diperkuat teks yang menyebut, Nabi Muhammad tidak meminta apaapa, melainkan hanya meminta orang agar mencintai keluarganya dan orangorang terdekat. Menurut Firdaus, penyandang gelar Habib seharusnya sesuai garis ketu­ runan nabi lewat jalur Husain. Semen­ tara keturunan melalui jalur Hasan disebut sayyid atau sharif. Umumnya, keturunan Hasan tersebar di Hijaz hingga Afrika, sementara keturunan Husain tersebar di Yaman hingga Indo­ nesia. Amin Syukur, dosen Fakultas Ushu­ luddin dan Humaniora (FUHUM), me­ nilai, Habib seharusnya dari keturunan anak laki-laki Rasulullah. Akan tetapi, anak laki-laki Rasulullah tern­ yata tidak sampai hidup hingga dewasa sehingga tak memiliki keturunan. Jadi, Habib kemudian di­ alamatkan berasal dari jalur Ali bin Abi Thalib, suami Fatimah RA putri Nabi Muhammad SAW. “Kalau memang tidak ada laki-laki, perem­ puan pun terpakai,”katanya. Jalur itu kemu­ dian diyakini oleh banyak ulama dan masyarakat sebagai ketu­ runan nabi. I ro n i snya, masyarakat Jawa, lanjut Amin, masih sangat mudah untuk dipengaruhi atau “dikelabuhi” deng­ an fenome­ nafenomena terkait keagamaan. Ia menyebut, ada suatu kebingung­ an di tengah masyarakat terkait asal muasal nama Habib. Kesalapahaman itu terkait Habib sebagai nama atau Ha­ bib biologis. Padahal, ada tokoh yang memang benar-benar namanya Habib, se­perti Habib Toha atau Sayid Ismail. Kata Habib dan Sayid di situ hanya se­ buah nama, bukan karena keturunan biologis. Melihat geneologi itu, mestinya kemurnian gelar Habib perlu diteliti

OLEH M. ULUL ALBAB Belakangan ini, istilah Habib begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia. Kalau mengikuti berita akhir-akhir ini misalnya, nama Habib Rizieq Sihab yang dianggap kontroversial sering memenuhi layar kaca.Selama itu, ban­ yak penceramah yang nama depannya tersemat kata habib mengisi tausiah di berbagai stasiun televisi swastamaupun panggung-panggung ceramah, antara lain Habib Umar Muthohar, Habib Ba­ har bin Ali bin Smith, Habib Muhsin, dan lainnya. Di Jawa Tengah, nama Habib Lu­ tfi asal Pekalongan sebagai seorang Mur­syid Thoriqoh Sadzaliyah juga be­ gitu populer dan dikagumi sebagian masyarakat. Tidak kalah popular, Habib Syeh dengan group sholawat yang dipimpin­ nya selalu menyihir para pengikutnya dengan mengatasnamakan diri sebagai Syeikher. Lalu, siapa sebenarnya Habib? Dari mana datangnya istilah gelar ini. Bagaimana kita memperlakukan orang atau tokoh yang di depannya tersemat gelar Habib. Asal muasal Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Habib adalah yang dicintai (kekasih). Sementara menurut kamu bahasa Arab, habib berasal dari kata fail (seseorang), namun mempu­ nyai arti maf’ul yakni, orang yang dicin­ tai. Pemimpin dari Jam’iyyah Al-Muqor­ robin, Habib Firdaus, menjelaskan, Habib adalah sebuah “media” men­

Arifatun Khorida, S.Sos

Sulistyowati, S.H.

Redaktur Pelaksana SKM AMANAT 2016

Sekretaris Redaksi SKM AMANAT 2016

Abdul Ghofur, S.Ag Pimpinan Umum SKM AMANAT 2016

Selamat Wisuda

Tantangan kehidupan sesungguhnyah baru saja dimulai

16

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

kembali untuk memastikan kebe­ naran penyandang Habib agar sesuai garis keturunan Nabi. Sehingga, tidak mudah bagi orang untuk mengakungaku atau diakui kebenarannya oleh masyarakat sebagai Habib. Menurut Amin, tolok ukur formal orang disebut Habib bisa saja cukup dengan mengaku sebagai Habib. Na­ mun, jika diteliti dari segi keilmuan akan terlihat, sejauh mana ilmu mereka di bidang agama. Imitatif Anggapan masyarakat awam, Habib itu berasal dari keturunan Nabi. Habib kemudian diidentikkan dengan wajah ke Araban, serta mahir berbicara baha­ sa arab sehingga membuat masyarakat mudah terkecoh untuk mengamini mereka keturunan Nabi. Menurut Amin, untuk memperlihat­ kan sisi keilmuannya, banyak Habib menampakkan­ nya melalui penampilan semisal berbaju putih, memakai jubah, dan sur­ ban. Padahal perlu diin­ gat, bahwa orang yang memakai jubah ataupun surban itu bukan hanya Nabi. Tokoh jahat seperti Abu Jahal dan Abu Labab pun memakainya. P e m a ­ kaian atribut itu alami bagi ma sya ra kat Arab, meng­ ingat dari segi geo­ grafis, negara tersebut ber­ cuaca panas. Pemilihan pakaian putih untuk keseharian karena pakaian jenis tersebut lebih nyaman atau adem saat dipakai pada musim terik. Amin menegaskan, atribut demiki­ an tidak menyangkut nilai-nilai keaga­ maan, tapi lebih kepada nilai kearaban. Kondisi geografis Arab tentu ber­ beda dengan Indonesia. Dengan de­ mikian, budaya ke Araban tidak serta merta bisa ditransfer dan diterapkan di Indonesia. Sebab, Nabi tidak mengajar­ kan budaya. Melainkan, yang diajarkan Nabi adalah nilai-nilai keislaman. Ironisnya, di Indonesia, orang-orang

yang meniru gaya berpakaian orang Arab itu mampu menyihir masyarakat yang kemudian menganggapnya seba­ gai orang alim, atau bahkan Habib. Padahal, di Arab sendiri, orang ber­ pakaian putih dan bersurban seperti itu menjadi hal lumrah. Karena belum tentu, akhlak atau perilakunya baik. Pengaruh dan sikap Fadlolan Musyafa mengklaim, masih banyak Habib di Indonesia ini yang memang alim dan berakhlak ba­ gus. Seharusnya, mereka itu lah yang pantas dihormati dan layak menyan­ dang nama Habib. Sementara sebagian orang yang di­ anggap Habib lainnya dinilainya tidak layak, karena masih ditemukan di antara mereka yang berakhlak kurang bagus, bahkan tukang tipu atau tukang politik. Banyak ulama yang kemudian mem­ pertanyakan kelayakan orang yang menyan­dang gelar Habib. Akan tetapi, menurut Fadlolan, dari dulu, Habib be­ ragam karakteristiknya. Ia mencontohkan, ada Habib yang sifatnya praktisi “amar maruf nahi munkar” seperti Habib Rizieq yang menurut dia, masih berperan penting. Kehadiran Habib Riziq bersama Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpinnya bisa mengoteksi pemerintah agar tak menelurkan kebijakan yang tak adil ke­ pada masyarakat. Meski sikapnya kontroversial, jelas Fadlolan, ia adalah Habib dari ketu­ runan rumpun (bani) Al-Syihab sama halnya dengan Al-athas, Al-hadad. Se­ hingga, tak patut bagi masyarakat untuk menghina atau membencinya. Alangkah baiknya, cukup biasa saja dalam menyikapinya. Tak perlu me­ nanggapi seorang secara berlebihan, baik dalam hal suka maupun benci. Fadlolan mengibaratkan, Habib se­ perti Al-Quran robek. “jika kalian melihat Al-Quran robek di pinggir jalan, lantas apa tidak akan kalian ambil?” Dari titik sini lah, ketika barang berharga itu sudah rontok, maka akan susah untuk dirawat, tapi kalau dibiarkan juga takut kuwalat,”katanya.n M. Ulul Albab, Pemimpin Umum SKM Amanat


Artikel

Mengurangi Kejahatan Demokrasi Salah satu yang paling menakutkan dari kejahatan demokrasi di Indonesia ialah, tindak laku korup yang menjangkiti para pejabat publik pemerintahan.

OLEH SIGIT AULIA FIRDAUS Bukan sebuah rahasia jika ko­ rupsi di Indonesia sudah begitu akut. Sampai-sampai tak jelas lagi siapa yang seharusnya membe­ rantas dan diberantas. Mereka yang berupaya membawa kasus korupsi ke pengadilan malah dikriminalkan. Tentunya, masih segar di ingatan kita tentang po­ lemik “cicak versus buaya” yang ber-season dua. Agaknya, konflik itu kini terulang kembali, hanya, dengan ‘buaya’ yang berbeda. Pembongkaran korupsi ber­ jamaah dalam pengadaan KTPelektronik yang mulai disidangkan pada awal Maret lalu, memang mengusik kemapanan bebera­ pa kalangan elite pengu­ sa. Salah satu yang pa­ling ter­ usik adalah Dewan Perwak­ ilan Rakyat (DPR), karena kasus itu melibatkan Setya Novanto selaku pimpinan tertinggi di DPR. Imbasnya,pada triwu­ lan pertama 2017, Perco­ baan pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Ko­ rupsi (KPK) kembali diupaya­ kan. Secara konstitusi, mereka yang mengaku dirinya ‘wakil raky­ at’ dengan wewenangnya begitu ngotot merevisi UU KPK No. 30 Tahun 2002, yang intinya menga­ rah pada pelemahan komisi antirasuah itu. Untungnya, KPK ber­ sama rakyat sehingga upaya DPR tak berjalan mulus. Merasa gagal dengan usaha­ nya, DPR tidak kehabisan akal. Untuk menggangu kinerja KPK di tenggah proses pembuktian tersangka, hak angket dilakukan dengan alasan yang yang sangat sepele, yaitu meminta rekaman kesaksian Miryam S Haryani, poli­ tikus partai Hanura. Angket yang seharusnya hanya ditujukan ke­ pada pemerintah dan kebijakan pemerintah, justru digunakan ke­ pada lembaga penegak hukum. Selain itu tidak jelas pula pelang­ garan undang-undang yang di­ lakukan oleh KPK. Padahal hal itu menjadi syarat mutlak digunakan­ nya hak angget oleh DPR. Belakangan, setelah dika­ bulkannya pembentukan panitia angket, pada 28 April lalu, panitia malah mempersoalkan kewena­ ngan KPK, termasuk tata kelola

keuangan dan aturan penyidikan. Tentunya hal ini mengindikasikan, niat DPR sebetulnya bukan untuk meminta rakaman kesaksian Mir­ yam, namun dengan tujuan lain yaitu pelemahan terhadap KPK. Harus diakui, Hingga kini, Nawacita yang dijanjikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, pada poin ke empat yang berbunyi, “Kami akan meno­ lak negara lemah dengan melaku­ kan reformasi dan sistem penega­ kan hukum yang bebas korupsi, terpercaya, dan bermartabat”, be­ lum juga terpenuhi. Polemik KPK dan DPR adalah bukti nyatanya. Padahal, saat ini sudah hampir menginjak tiga tahun pemerinta­ han Jokowi-Jk. Sejumlah upaya pelemahan terhadapa KPK nenunjukkan bah­ wa pemerintah tidak benar-benar serius menanggulangi bencana korupsi. Tidak usah muluk-muluk berbicara tentang sistem politik yang demokratis di Indonesia. karena, yang dibutuhkan negara, bangsa dan rakyat saat ini adalah penegakkan hukum.

Ja­ nganlah kita bersikap over optimis, dengan keyakian bulat dapat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Idealitas seperti itu, tentu tidak akan pernah terpenuhi. Demokrasi dan hukum Meski demokrasi adalah suatu hal yang pantas dicita-citakan, di lain sisi, ternyata ia juga memiliki risiko buruk yang menakutkan. Dalam konteks Indonesia mis­ alnya, sering kali demokrasi tak lebih hanya sebuah jalan untuk kejahatan bernafas dan berkuasa. Jika mau jujur, Demokrasi kita masih belum mampu menghasil­ kan petinggi negara yang baik, in­ dependen dan benar-benar bek­ erja melayani masyarakat. Proses itu masih sangat transaksional dan hanya yang berduit yang mampu terlibat. Salah satu faktor penyebab adalah, Mahalnya ong­ kos politik yang harus dibayar oleh partai politik dan politikus untuk mencapai kemenangan dalam kontes demokrasi. Hal inilah yang menyebabkan korupsi merupa­ kan tindak laku keniscayaan seba­ gai upaya tutup modal yang sulit sekali dihindari. Dalam catatan KPK per-Mei 2017 tak kurang dari 643 petinggi

dihukum karena mencuri uang rakyat. Ada 127 anggota DPR dan DPD, 25 menteri dan kepala lem­ baga non-kementerian, 17 guber­ nur, 60 bupati dan wali kota, 15 hakim, serta 124 pejabat eselon I, II, dan III. Selebihnya, pengu­ saha swasta. Angka-angka di atas menun­jukan bagimana demokra­ si ternyata tidak bisa dipisahkan dari kejahatannya yaitu korupsi. Merujuk pada catatan tertua tentang praktek demokrasi yang dianggap paling mula dan paling murni, Sejak 67 tahun SM, di Yu­ nani perilaku korup wakil rakyat yang dipilih secara demokratis sudah begitu dikenal. Cicero, legenda politik yang menjadi ke­ banggaan seorang konsul waktu itu, mengusulkan para calon tak boleh menerima jamuan makan, hadiah, menyelenggarakan pen­ tas gladiator, dan hiburan umum selama dua tahun pencalonan. Siapa yang terbukti melanggar akan didenda, dipenjara dan dibuang keluar negeri selama 10 tahun. Namun, hasilnya seorang penuh wibawa semacam Cicero pun tak berhasil menginggatkan, mengancam, apalagi memberikan sanksi kepada para calon konsul untuk menghentikan praktik ko­ tor itu (Radar Panca Dahana, Aku menolak Parlemen, Kompas 25/04/2017). Perbaikan Secara historis, demokrasi memang tak pernah benar-benar ber­ sih. Seharusnya, kenis­ cayaan bahwa demokrasi tidak akan dapat dipisah­ kan dengan korupsi dapat disikapi dengan tepat. Su­ premasi hukum yang kuat, sistem akuntabilitas yang jelas, serta pengawasan terhadap ali­ ran dana yang ketat harus dipriori­ taskan. Setidaknya, hal ini, mini­ mal akan mengurangi berbagai macam kejahatan yang ditimbul­ kan oleh demokrasi, khususnya korupsi. Apalagi, sejak disahkannya Un­ dang-undang Desa. Hal tersebut sangat memungkinkan struktur pemerintahan negara yang pal­ ing bawah, akan menyelewengkan dana itu. Prinsip akuntabilitas dan pengawasan di lapangan mutlak dilakukan. Janganlah kita bersikap over optimis, dengan keyakian bu­ lat dapat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Idealitas seperti itu, tentu tidak akan per­ nah terpenuhi. Atau, malah jatuh pada pesimisme pasif, yang apa­ tis terhadap kejahatan demokrasi. Yang bisa dilakukan saat ini ada­ lah, terus mengupaya perbaikan secara masif di setiap lini dan waktu. Karena, hingga saat ini, demokrasi merupakan kans ter­ baik bagi bangsa Indonesia un­ tuk keluar dari keterpurukan. Sigit A. F.

n KOLOM

Menjenguk Kematian

“Semoga ketabahan diberikan kepada meraka yang di­ tinggalkan, dan semoga keceriaan diberikan kepada setiap orang yang bersedih.” Barang kali, begitulah penggalan salah satu corak dari sekian banyak warna ucapan bela sungkawa bagi keluarga atau kerabat yang ditinggalkan. Kematian merupakan suatu kepastian, tak seorang pun akan mampu menghindar. Ke­ hadirannya selalu cepat dan tiba-tiba, entah kapan dan di­ mana datangannya. Mungkin saja, sebagian orang merasa enggan membi­ carakan kematian karena akan memunculkan ketakutanketakutan dan kesedihan. Tapi, sesekali kita memang perlu melakukan perenungan-perenungan kecil tentang itu. Kita musti mulai memikirkan dan membahasnya, apakah benihbenih yang kita tanam tumbuh subur atau hanya sekedar hidup saja. Saya sendiri, baru kali ini tergerak melakukan perenu­ ngan yang sebentar tentang kematian, bermula ketika sele­ sai membaca puisi seorang teman, betapa puisi itu seolah berpesan; bila perayaan-perayaan yang sering kita gelar se­ lama ini, entah itu perayaan ulang tahun atau yang lain, pada hakikatnya semua bentuk perayaan itu merupakan pesta un­ tuk menyambut kematian saja, tak lebih. Dan anehnya, kita tidak sadar dengan semua itu. Kematian ialah isyarat musim panen bagi setiap manusia yang beriman. Mereka akan memetik dan memcicipi buah yang lebih lezat di kehidupan berikutnya (akhirat). “Kematianku adalah perkawinanku dengan keabadian,” demikian kata Jalaluddin Rumi. Bagi manusia yang mengimani takdir dan meyakini ada­ nya Tuhan, perkataan Rumi di atas sangatlah cukup untuk kita jadikan bahan renungan bersama. Semestinya peristiwa kematian yang terkesan menakutkan, menjadi suatu peris­ tiwa kepulangan menuju Tuhan yang menggairahkan dan perlu kita rayakan. Dengan seperti itu, kita tidak akan takut pada kematian. Bukankah kita sama-sama berkeinginan bisa segera berjumpa dengan Tuhan? Hidup abadi bersamanya, mungkin itu yang dimaksud Rumi. Bahkan dari perenungan itu, kita bisa mengambil makna lebih dalam dan hubungan yang lebih intim dengan orang lain, menganggap kehidupan sebagai sesuatu yang berharga. Ketika kita menghadapi hidup (dan kematian) dengan be­ rani, bijaksana, dan lebih kuat, maka kita memiliki kemung­ kinan ketenangan lebih besar untuk menghadapi apa pun yang akan menjadi takdir kita. Ada sebagian orang yang tidak takut mati karena ber­ keyakinan setelah kematian tidak akan ada kehidupan lagi. Tak ada lagi eksistensi, mati adalah berarti akhir segalanya. Sehingga mereka selalu ingin menikmati keindahan du­ nia sepuas-puasnya. tapi pada umumnya, sejarah manusia mempercayai adanya kehidupan setelah kematian. Mereka yakin bahwa perbuatan baik dan buruk sekecil apa pun akan ada balasannya. Hampir semua agama memiliki doktrin mengenai akhir zaman dan keselamatan setelah kematian, yaitu keyakinan adanya penghitungan pahala dan dosa, tentang surga-nera­ ka sesuai dengan konsep, istilah dan penafsiran yang bera­ gam pula. Menurut saya, hakikat hidup yang sebenar-benarnya adalah kita harus mampu menguraikan bahwa kesempatan dilahirkan sebagai manusia merupakan kesempatan yang mulia dan kita harus terus berusaha untuk tetap mati seba­gai manusia pula. Suatu waktu, Jalaluddin Rumi berkata demiki­ an, ketika aku mati sebagai manusia, maka para malaikat akan datang dan mengajakku terbang ke langit tertinggi. Dan ketika aku mati sebagai malaikat, maka siapa yang akan mendatangiku? Kau tak akan pernah dapat membayangkan­ nya! Sebab ketika dilahirkan menjadi manusia, kita memiliki peluang untuk berbuat baik maupun buruk dengan akal yang kita miliki. karena daya nalar seseorang mampu mem­ pertimbangkan agar bijak dalam berbuat dan bertindak. Ke­ tika manusia dalam keadaan tertentu melakukan perbuatan yang tidak baik, dan kemudian cepat-cepat memperbaikinya dengan tidak mengulangi lagi, maka itulah manusia yang telah menggunakan akal dan memanfaatkan sisa hidupnya sebagai makhluk yang mulia. Namun, sepertinya tulisan ini terlalu singkat bila diang­ g a p sebagai perkenalan untuk mengung­ kap hakikat kematian. karenanya, kita harus terus mencari apa atau bagaimana kematian itu. Dan yang paling penting kita harus ingat satu hal; kita musti menyiapkan kematian paling baik untuk diri kita sendiri. Hasan Tarowan, Esais dan penulis buku orang mabuk di negeri mahapetry, lahir di kota Sumenep.

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

17


RESENSI

Mengurai

Realitas dengan

Nalar Kritis Pengarang: T.M. Soerjanto Poespowardojo dan Alexan­der Seran Penerbit: PT Kompas Media Nusantara

Tahun Terbit: 2016 Tebal: 300 hlm Resentator: Siti Latifatur Rahmah

B

erfikir kritis merupakan salah satu bukti kepekaan seseorang terha­ dap perubahan lingkungan yang terjadi di masyarakat. Baik itu dalam ling­ kup social, politik, ekonomi ataupun aga­ ma. Tidak hanya itu, berfikir kritis secara langsung maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi kehidupan pada setiap individu dan kultur masyarakat. Pada dasarnya, manusia dalam ke­ hidupan ini tidak bisa terlepas dari penga­ ruh sebuah pemikiran atau ideologi dari para tokoh yang telah menjadi panutan. Dari pengaruh ideologi inilah nanti akan muncul para pemikir baru yang mem­ punyai cara pandang tersendiri dan siap mengkritisi sesuatu yang dianggap tidak

Maxisme ortodok. Melalui integrasi teori dan praksis inilah nanti, dapat memberi­ kan pandangan kritis terhadap ekonomi kapitalis, politik liberal, budaya massa, keluarga, dan individu. Tujuannya tentu untuk memperlihatkan kelemahan epis­ temologi dan metodologi teori-teori sosial sebelumnya (Hal 127). Teori kritis berkembang di Institut Penelitian Sosial (IPS) Frankfurt, Jerman. Mereka dikenal dengan sebutan Mazhab Frankfurt. Setidaknya perkembangan teori kritis meliputi tiga generasi. Gene­ rasi pertama (1933-1970) dipimpin oleh Max Horkheimer yang memfokuskan teori kritik sebagai kritik ideologi atas ra­ sionalitas modern.

Kala Kartini Mengalah

K

emarahan Raden Ajeng Moerjam (diperankan Djenar Maesa Ayu) atas pemikiran Kartini (Dian Sas­ trowardoyo) yang menentang adat bang­ sawan saat itu digambarkan oleh Sutradara Hanung Bramantyo dengan adegan Moer­ jam mendobrak kamar Kartini dan Rukmi­ ni (Acha Septriasa). Dua perempuan yang masih tertidur itu sontak bangun dari ran­ jang dan langsung berjongkok di hadapan ibu tirinya sambil menelungkupkan kedua tangan di depan dahinya yang menunduk. Tak lama kemudian Moerjam menyeret Rukmini ke luar kamar agar berpisah kamar dari Kartini. Moerjam tidak suka pemiki­ ran Kartini ditularkan pada adik-adiknya. Tangi­ san kedua gadis yang memohonmohon agar tak dipisahkan itu percuma. Moerjam tetap kekeh. Tubuh Kartini ter­ lempar akibat penolakan Moerjam. Setelah mengeluarkan Rukmini dari kamar, lalu para abdi Pendopo Kabupaten Jepara dengan sigap mengurung Kartini di kamar, mengunci pintu dan memaku semua jendela atas perintah Moerjam. Kartini tidak mampu melawan. Ia hanya menangis di kamar. Pemandangan itu tak luput dari mata sembab ibu kandung Kar­ tini, MA Ngasirah (Christine Hakim). Ia tak tahan melihat anaknya dikurung. Tatkala Moerjam tengah keluar dari Pendopo, Ngasirah mencongkel paku dan papan yang memagari jendela kamar Kar­ tini kemudian membawa Kartini pergi ke luar Pendopo. “Ada apa, Yu?” Kartini membuka per­ cakapan mereka di tepi danau. Ngasirah menolak dipanggil Yu, sebab mereka se­ dang berada di luar wilayah pendopo. Ia minta dipanggil ibu. Kartini menurut. “Apa yang kamu dapatkan dari Aksara Landa (Belanda)?” tanya Ngasirah. “Kebebasan” “Apa yang tidak kamu dapatkan dari Aksara Landa?” “Saya tidak tahu. Apa, Bu?” “Bakti,” Percakapan yang berlangsung di tepi danau itu belum dimengerti oleh Kartini. Lalu Ngasirah mengisahkan pengorbanan­ nya demi bakti pada keluarga.

18

tepat bagi kehidupan manusia di zaman­ nya. Dalam Buku T.M. Soerjanto Poespo­ wardojo dan Alexander Seran, Diskursus Teori-Teori Kritis: Kritik atas Kapitalisme Klasik, Modern, dan Kontemporer ini, pembaca diajak melakukan refleksi kritis atas realitas sosial yang diarahkan oleh kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang otoritarian. Meskipun begitu, teori kritis ti­ dak menolak mentah-mentah kapitalisme dan sebaliknya tidak menerima begitu saja Marxisme. Teori kritis merupakan aliran pemiki­ ran Marxime yang diintegrasi dengan teori psikoanalisis, estetika dan filsafat sejarah. Ini merupakan penyempurnaan

Generasi kedua (1970-1980) dipimpin oleh Jurgen Habernas yang menggagas Teori Kritis sebagai kritik sosial berdasar­ kan perspektif komunikasi. Habermas menyebut ini sebagai teori rekonstruktif. Generasi ketiga (1980-sekarang) di­ pimpin oleh Axel Honneth yang menerus­ kan pemikiran aksi-komunikatif sekaligus memformulasi pandangan diskursus pub­ lik dalam paradigma komunikasi publik Dalam buku ini dijelaskan bahwa Fungsi kritik dalam teori kritis memper­ lihatkan pertimbangan dari semua pihak secara rasional. Bukan, pengeliminasian cara pandang yang lain berdasarkan pa­ tokan-patokan yang bersifat preskriptif, a priori, dan dogmatis. Selain itu, pembaca juga dikenalkan kepada tokoh-tokoh filsafat serta pe­ mikiranya yang dapat menambah wa­ wasan dalam bidang keilmuan dan dapat menge­tahui isi dari kritikan tiap-tiap to­ koh. terlepas dari pengaruh agama, buku ini lebih banyak fokus dalam lingkup eko­ nomi, sosial dan politik di masyarakat. Melalui pemikiran berbagai tokoh filsafat, pembaca diajak untuk bersikap kritis, dalam arti berfikir dan bertindak ra­ sional. Rasional berpikir sesuai kenyataan objektif, bertindak sesuai norma yang ber­ laku, dan bersikap jujur sesuai hati nurani yang bersih. Dan bagaimanakah isi dari pemikiran dan setiap kritikan dari para to­ koh tersebut. Sehingga pembaca bisa ikut untuk berfikir kritis dengan apa yang ditu­ lis dalam buku ini, menyikapi realita untuk memahami situasi masyarakat sekarang secara lebih mendalam dan lebih baik.n

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Dahulu Ayah Kartini, Raden Mas Adipa­ ti Ario Sosroningrat (Deddy Sutomo) masih menjadi Wedana Mayong (pemimpin se­ buah wilayah kecamatan di Jepara) sudah menikah dengan Ngasirah. Ario Sosro­ ningrat diminta pamannya untuk menjadi Bupati Jepara dengan syarat memiliki istri yang berasal dari golongan bangsawan se­ bagaimana adat yang berlaku pada abad ke-19 bahwa bupati di Jawa dijabat oleh seorang bangsawan tinggi yang beristrikan bangsawan pula. Karena Ngasirah bukan berasal dari golongan bangsawan, maka Ayah Kartini harus menikah lagi. Ayah Kartini menolak. Ia tak tega jika harus memadu Ngasirah. Namun justru Ngasirah yang meminta agar suaminya memenuhi syarat tersebut. Ngasirah rela suaminya menikah lagi agar menjadi bupati, ia lakukan demi masa depan anak-anaknya kelak. Hingga akhir­ nya Sosroningrat menikah dengan Raden Ajeng Moerjam. Menghargai rasa bakti menjadi salah satu nilai yang ingin sutradara tonjolkan dalam film ini. Sehingga yang dipilih men­ jadi akhir cerita adalah Kartini yang pada awal cerita digambarkan dengan karakter suka membangkang, akhirnya setuju un­ tuk diperistri Bupati Rembang, Raden Mas Adipati Ario Sing­ gih Djojoadiningrat (Dwi Sasono). Meski­ pun demikian, Kartini tetap memperjuang­ kan pemikirannya sebagai perempuan yang membela kaum­ nya. Kartini mengaju­ kan beberapa syarat sebelum ia bersedia menjadi Raden Ayu (gelar ningrat untuk perempuan Jawa yang sudah menikah). Per­ tama, Kartini memin­ ta agar ibu kandung­

nya diberi kamar yang layak dan menem­ pati rumah depan (satu bangunan dengan pendopo kabupaten), sebab sebelumnya Ngasirah tinggal di rumah belakang ber­ sama para abdi kabupaten. Kedua, setelah menikah Kartini tak mau membasuh kaki suaminya kelak sebab ia menganggap hal itu sebagai bentuk perbudakan dan se­ suatu yang hina. Ketiga, ia meminta sua­ minya untuk menjaga kesetiaan dengan tidak memiliki wanita lain setelah dirinya. Keempat, Kartini meminta pada suaminya agar diperbolehkan untuk mendirikan sekolah khusus perempuan di tempat ting­ gal mereka nanti. Penggamba­ ran tokoh-tokoh perempuan Jawa dalam film ini cukup kuat. Salah satunya dengan dialogdialog yang dise­lingi bahasa Jawa. Tata rias para pemeran perempuan juga dibuat sedemiki­

an rupa sehingga berhasil menyerupai warna kulit perempuan Jawa. Sayangnya, tokoh Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojoadiningrat yang dipe­ rankan oleh Dwi Sasono kurang sesuai dengan usia Djojoadiningrat sebenarnya. Dalam sejarah dituliskan bahwa Djojoa­ diningrat berusia sekitar 49 tahun ketika menikah dengan Kartini. Namun dalam film tersebut pemerannya tidak tampak seperti usia 49 tahun. Seharusnya, penata­ an wajah dapat dimaksimalkan hingga Dwi Sasono terpoles setua Djojoadiningrat.n

Judul: Kartini Rilis: 19 April 2017 Genre: Drama, Biografi, Sejarah Sutradara: Hanung Bramantyo Produser: Robert Ronny Penulis Naskah: Bagus Dramanti, Hanung Bramantyo Durasi: 122 Menit Produksi: Legacy Pictures, Screenplay Films Pemain: Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita, Deddy Sutomo, Christine Hakim, Reza Rahadian, dll Resentator: Chalia Mufida


MIMBAR

Meneladani Toleransi Rasul

S

OLEH MUHIBBIN

Perbedaan pemahaman atas sebuah teks, termasuk teks agama juga harus dibiasakan oleh seluruh umat agar tidak akan terjadi perten­tangan dan perbedaan yang mengarah kepada permusuhan dan sa­ ling mengkafirkan atau saling meng­anggap sesat satu dengan lainnya.

ebagai umat Muhammad Saw sudah barang pasti kita akan menjadi sangat bangga jika kita mampu meneladani be­ liau dalam segala aspek. Meneladani itu sama dan identik dengan meniru dan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh beliau, meskipun tidak seluruh­ nya, karena akan menjadi sangat sulit jika itu yang dimaksudkan. Setidaknya hal hal yang dapat dilakukan oleh ma­ nusia biasa dan akan berakibat kepada kabajikan itulah yang seharusnya dii­ kuti dari beliau. Secara umum banyak ayat suci AlQuran yang menyarankan kepada kita untuk mengikuti jejak beliau. Hanya saja dalam kenyataannya di antara umat muslim yang ada hanya sedikit saja yang mampu meneladani beliau, selebihnya hanya kata-kata saja. Kita selaku umat muslim tentu sangat pa­ ham dengan perilaku beliau, yang salah satunya ialah bahwa beliau tidak pernah dendam kepada siapapun, ter­ masuk mereka yang menyakiti bahkan menghinanya. Siapapun yang menya­ kitinya pasti akan dimaafkan sebelum meminta maaf kepada beliau. Tidak cukup hanya dimaafkan oleh beliau, namun beliau malah mendoakan kebaikan untuknya. Tentu hal demikian akan sangat sulit diteladani oleh umatnya, meskipun seharusnya diikuti. Ingatlah peristiwa saat beliau akan berdakwah bagi pen­ duduk Thaif yang belum juga beliau masuk dan berdakwah, beliau sudah dihujani batu oleh masyarakatnya, tetapi beliau tetap tegar dan sama sekali tidak sakit hati dan juga tidak dendam. Malah para sahabat beliaulah yang marah, bahkan sampai malai­ kat Jibril konon juga marah dan akan membalasakan sakit Nabi, tetapi den­ gan santunnya beliau malah balik ber­ kata wahai Jibril aku ini diutus untuk mengajak kepada mereka yang tidak tahu agar menjadi tahu. Jika mereka tidak mau tahu, saya masih berharap anak-anak mereka akan tahu dan mau mengikuti seruan dakwah ini. Justru dalam kondisi disakiti seperti itu beliau malah mendoakan kebaikan yakni agar mereka diberikan hidayah oleh Allah, karena mereka memang tidak tahu. Secara umum sifat nabi yang pemaaf dan tidak pernah ada dendam tersebut terlukiskan dalam salah satu ungkapan dalam bacaan diba’ yang terkenal itu, yakni “ketika beliau di­ sakiti, beliau pasti memaafkan, dan jika beliau diomeli, beliau pasti akan diam dan tidak menjawab­ nya”. Jika kita mampu meneldani ini sungguh luar biasa dan pasti akan dapat meredam berbagai macam emosi yang muaranya pasti adalah permusuhan dan ketidak nyamanan. Hal yang seharusnya diwarisi dari nabi lainnya ialah tentang sikap tol­ eransi beliau yang selalu ditunjukkan, bahkan nyaris beliau tidak pernah me­ nyalahkan sesuatu yang dilakukan oleh para sahabatnya. Biasanya dengan sangat lemah lembut beliau kemudian menujukkan sesuatu yang lebih baik, tenpa harus menyakiti pihak lain yang melakukan sesuatu yang sebaliknya. Kita tentu masih sangat tahu ten­ tang peristiwa saat beliau mengutus Umar bin al-Khattab dan Ammar bin Yasir ke sebuah urusan di musim din­ gin. Lalu pada perjalanan mereka ber­ dua tidur dan bermimpi basah, karena

kesulitan mendapatkan air, lalu ked­ uanya melakukan hal yang berbeda untuk menjalani shalat, yakni dengan bertayamum. Ammar mengambil cara berguling guling di debu yang suci un­ tuk selanjutnya melakukan shalat, na­ mun Umar tidak melakukan hal serupa. Nah setelah sampai di hadapan Ra­ sul mereka kemudian mengutarakan kisahnya, dan Nabi pun tidak lantas menyalahkan salah satu di antara mer­ eka, melainkan dengan sangat kasih sayang beliau lantas memberitahukan bahwa sesungguhnya cukuplah hanya bertayamum dengan mengusapkan debu pada sebagian anggota wudlu saja, yakni wajah dan kedua tangan. Dengan sikap tersebut mereka semua diberitahukan bahwa apa yang dilaku­ kan oleh Ammar juga tetap tidak perlu diulangi dan tetap mendapatkan pa­ halanya. Dan karena itu mereka sangat puas dengan apa yang diputuskan oleh beliau. Kita juga sangat ingat dengan apa y a n g d i p u ­

t u s ­ k a n oleh Nabi saat beliau mengutus ke­ pada sebagian sahabatnya untuk pergi ke kampung Bani Quraidlah dengan pesan agar mereka tidak shalat Ashar terkecuali ketika sudah sampai di Bani Quraidlah. Lalu sebagian mereka me­ megangi perkataan Nabi yakni tetap ti­ dak shalat Ashar kecuali setelah sampai di sana, sementara yang lainnya tetap menjalankan shalat Ashar di waktunya meskipun masih belum sampai di tu­ juan. Nah, peristiwa tersebut dilapor­ kan kepada beliau saat mereka su­ dah kembali, dan Nabi pun juga tidak menyalahkan salah satunya, melain­ kan menyatakan bahwa kedua kedua mendapatkan pahala. Sebab sesung­ guhnya maksud Nabi dengan pesan tersebut agar mereka mempercepat langkahnya sehingga sebelum waktu Maghrib tiba mereka sudah berada di kampung Bani Quraidlah. Hanya saja karena perjalanannya tidak dapat te­ pat, maka mereka belum sampai di tu­ juan saat Maghrib tiba, dan kemudian mere­ka berijtihad sebagiamana terse­ but. Ijtihad yang dilakukan oleh mereka meskipun berbeda, tetapi tetap dihar­ gai oleh beliau tanpa harus menyalah­ kan salah satunya. Itulah sikap yang mestinya dimiliki oleh kita sebagai umatnya yang tidak pernah akan sal­ ing menya­lahkan siapapun, meskipun kita melihat ada kesalahan yang tidak disengaja yang dilakukan oleh pihak lain. Memaafkan itulah kata yang san­

gat indah diucapkan dan sekaligus juga disampaikan dengan ketulusan. Jika kita mengeluarkan kata maaf, maka itu sudah cukup dan semua per­ soalan akan menjadi selesai, tetapi jika kita menyalahkan dan mempersoal­ kannya, maka persoalan akan semakin menjadi panjang. Sudah barang tentu untuk hal hal yang sifatnya pidana yang menjadi perhatian publik, sebaiknya diserahkan saja kepada hakim untuk memprosesnya. Ketegasan dan kepas­ tian hukum itu sangat diperlukan un­ tuk ketenangan dan keamanan semua pihak. Sesungguhnya masih banyak lagi sikap Nabi yang sangat toleran terha­ dap perbedaan, baik diantara sesama sahabat beliau maupun dengan umat yang lain agama dan kepercayaan. Nabi dapat bersahabat dengan sangat bagus dengan raja Najasyi, padahal beliau be­ lum kenal tetapi dia sudah mendapat­ kan kabar bahwa raja tersebut beraga­ ma Nasrani dan baik. Beliau juga dapat bekerjasama dengan orang orang Ya­ hudi Madinah dan juga Nasrani, asal­ kan mereka tidak berlaku curang. Hal tersebut juga dapat kita lihat dalam perjanjian Piagam Madinah yang begitu luar biasa pandangan Nabi tentang hidup bersama dan mem­ pertahankan negara bersama sama dari ancaman agresor dan bahaya lainnya. Alangkah indahnya jika sifat tersebut dapat dimiliki oleh seluruh umat muslim yang hidup di muka bumi Indonesia, tentu akan tampak sang­at luar biasa damainya negeri ini. Ontran-on­ tran sebagaimana yang kita lihat dalam proses Pilkada DKI tentu ti­ dak akan pernah kita saksikan. Perbedaan pemahaman atas se­ buah teks, termasuk teks agama juga harus dibiasakan oleh seluruh umat agar tidak akan terjadi pertentangan dan perbedaan yang menga­rah kepada permusuhan dan saling mengkafirkan atau saling menganggap sesat satu den­ gan lainnya. Kita harus mampu mem­ biasakan bahwa ilmu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia itu hany­ alah sedikit, dan karena itu tidak ada klaim kebenaran bagi manusia, dan yang ada ialah kebenaran yang relatif, meskipun bagi yang meyakininya harus tetap yakin seratus persen. Sedangkan kebenaran yang sesung­ guhnya ialah kebenaran Tuhan. Den­ gan demikian kita tidak berhak untuk mengklaim kebenaran, sementara yang lain dianggap sebagai kesalahan dan kebatilan. Kita tetap harus menghar­ gai pemahaman pihak lain yang meng­ klaim kebenaran juga. Dengan saling memahami tentang klaim kebenaran tersebut, kita tidak akan memaksakan kehendak tentang kebenaran tersebut dan kita hanya dapat berusaha untuk mendapatkannya dengan menggali ar­ gumentasi. Jika hal tersebut dapat kita lakukan dan simpan dalam hati kita masingmasing, insyaallah kita akan menemu­ kan keutuhan dalam bermasyarakat, meskipun kita berbeda dalam berb­ agai hal termasuk dalam keyakinan dan dalam memahami sesuatu hal. Semoga kita mampu menjalaninya sehingga kehidupan yang damai dan keutuhan bangsa ini akan tetap dapat kita pertah­ ankan, semoga. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag, Rektor UIN Walisongo

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

19


CERITA ERITA P ENDEK ENDEK

Ulida tergeletak di atas ranjang seperti orang mati. Gu­ ling, buku-buku, meja tulis, teh dan kelambu yang digantungkan di tempat tidur masih seperti dulu. Tetapi waktu telah berlalu hampir delapan tahun. Hanya Ulida yang tinggal di rumah itu, masih tergeletak seperti semula. Poster-poster di dinding, panci, sisa makanan di mangkuk dan botol-botol bekas minuman bagai menunjuk keberadaan waktu. OLEH IDA FAUZIYAH Pintu-pintu terkunci rapat dari dalam. Tidak ada celah sedikit pun untuk mengintip siapa saja yang tinggal di disana. Yang terlihat dari luar hanyalah pintu dan jendela berwarna merah, din­ ding rumah berwarna hijau dan lantai keramik rumah yang bersih, sering kali orang-orang akan mengira bila pemiliknya baik-baik saja. Jam weker berdering sangat kencang. Ulida segera mengeluarkan tangannya dari selimut yang membungkus seluruh tubuh, mencari-cari sumber suara dan menyam­ bar jam weker. Sebab jika tidak segera dimatikan akan merusak alat pendengarannya. Ulida membatin. “Sudah jam delapan lebih,” katanya. Dan ia mulai mendapati ketakutan-ketakutan dalam dirinya. Ah, betapa lekas, betapa gegas matahari terbit dan terbenam. Bahkan jauh sebelum rasa takut itu hilang. Ulida pun bangun dari tempat tidur, berjalan sempoyongan menuju pintu kamar, kemudian membuka kain penutup jendela. Membiarkan sinar matahari masuk dan menyentuh tubuhnya yang lemas. Setelah itu, tangannya mencoba meraih sesuatu di atas meja, secangkir susu kedelai berhasil diraih dan ia langsung meminumnya pelan-pelan. Bagi Ulida, siang hari selalu menakutkan. Karena hanya pada malam, semua khayalan tentang kesembuhan dirinya memiliki ruang. Memecahkan segala bentuk persoalan kehidupan dan membuat denyut jantungnya lebih stabil. Terkadang tiruan bunyi daun-daunan yang tertimpa angin di siang hari membuat helaan napasnya lebih berat. Siang hari adalah waktu yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang pemberani, seperti teman-temanya yang lain. Sedangkan bagi Ulida, siang hari serupa kehilangan, akan menjelma kesedihan yang beranak-pinak. “Kesedihan itu tidak boleh dibicarakan, Ulida,” ia bergumam. Atau suara selamanya tidak akan pernah keluar lagi dari mulutmu. Ulida melangkah pelan, masuk ruang­ an. Ia berdiri di depan cermin, mengibas-

20

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Ulida dan Surat yang Terlambat ngibaskan rambutnya, kemudian tersenyum sambil berkata, kamu tau yang ku inginkan. Apa yang salah dengan dirimu? Tangannya meraih daun pintu, menu­ tup pintu meja rias yang terbuka sejengkal. Ia bergerak pelan menuju jendela, membukanya, lalu duduk di atas kursi goyang seperti biasa dilakukan setiap hari. Siang ini, langit berwarna kelabu, itulah kesalahanmu sejak dulu. pikirannya mengembara, menyusuri tiap-tiap rongga peristiwa yang terjadi dalam hidupnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga melintas, mengapa aku tidak menangis? “Kamu memintaku agar tidak keluar rumah.” Ini sungguh kehidupan yang gila, aku bertahun melakoni sesuatu yang menyiksaku, katanya. Saat seperti itulah Ulida terkekeh seperti sedang menertawai dirinya sendiri. *** Lelaki itu datang dari ruas-ruas jalan di suatu sore yang men­dung dan biasa saja. Di antara bunyi klakson, tiang-tiang lampu jalan dan leleh keringat bercampur dengan se­ ngau napas, ia tampak seperti sangat kelelahan. Pemuda yang bernama Ibrahim Bra itu terus me­ nunggu hingga Ulida tau dan membukakan pintu. Percakapan biasa dari pertemuan yang tampak sederhana. Sudah hampir delapan tahun Ulida hidup sendiri. Ia takut bila harus bertemu deng­ an banyak orang, takut berbicara dengan siapa saja ketika harus menatap matanya. Ia selalu merasa diawasi dan dihakimi. Hanya seorang Bra yang boleh sesekali ngobrol dan bertukar surat. “Mengapa kamu diam?” “Mengapa kamu tanya itu?,” Ulida menimpali dengan pertanyaan pula. Sehingga tidak terjadi percakapan selanjutnya di antara mereka. Semuanya saling diam. Keduanya sama-sama menyimpan mata yang selalu murung, mata yang selalu menyimpan segenap peristiwa. Di pengujung musim gugur itu, daundaun kering dan reranting berserakan di pekarangan rumah, ketika angin laut berembus menembus tirai-tirai jendela dan pepohonan, dinginnya tembus sampai ke sum-sum. Dan ketika itu, Bra merasa ali­ ran darah di sekujur tubuhnya mendadak naik ke ubun-ubun. “Pertanyaan yang aneh,” batinnya. Waktu seperti menciptakan kesunyi­ an, menciptakan ketakutan-ketakutan. Sunyi dan ketakutan yang menusuk dan

berdiam di sudut hatinya. Waktu seolah berhenti berdetak. “Aku sudah bilang, aku ingin sendiri.” “Hanya itu alasanmu?” Ulida tidak menjawab, dan Bra pun hanya diam ketika mendapati Ulida bernjalan menuju pintu dan menguncinya dari dalam. Segala aktifitas ia lakukan di dalam kamar, termasuk berlatih balet. Ulida sangat suka sekali dengan balet, setiap hari ia berlatih terus-menerus agar bisa menjadi balerina seperti Stephani Kurlow. Ya, Ulida mengidolakan remaja berusia enam belas tahun itu. siapa sangka diusianya yang masih belia, Stephani Kurlow mampu menjadi balerina yang sangat dikenal di dunia. Akan tetapi cita-citanya sebagai balerina harus Ulida kubur dalam-dalam. Alasannya karena ia takut bertemu dengan orang lain. Apalagi jika harus menunjukkan bakatnya di depan umum, itu sangatlah mustahil baginya. *** Kepada Ulida... Saat kau membaca suratku, Ulida. Aku sudah tidak lagi di­ sampingmu. Tetapi satu hal yang musti kamu tau dan mengerti, bahwa setiap langkah dan hidupku selalu dipenuhi tarian-tarian balet-mu. Tarian yang berbunyi deng­an lagulagu terindah. Bunyi itu begitu merdu, begitu syahdu. Disebab tarian baletmu adalah nafas semesta yang bersumber dari jiwamu sendiri. Ulida, bila engkau tetap khawatir dan takut dilupakan oleh manusia, karena penyakit social anxiety disorder yang kamu derita, aku mengajakmu untuk mengabaikannya. Aku bersedia menemani keluar dari ketakutan yang selalu membuatmu seperti pesakitanhingga dirimu merasa enggan kembali ke dalam kamar. (Bra) *** Surat itu diterimanya setelah pintu rumah berhasil ia buka, sedikit demi sedikit Ulida melangkahkan kaki keluar. Ketika itu, ia hendak menuju mini market, tempat biasa membeli kebutuhan seharihari. Tangan Ulida gemetar saat melihat sebuah amplop putih, tubuhnya seakan berputar mengikuti irama musik balet. Bibirnya terkatup rapat seketika. Detak jantungnya semakin membuncah. Ulida sejenak ragu, tapi langkah kaki dan gerak tangannya seperti tanpa kendali terus bergerak. Tangan kanannya perlahan mendekati surat itu dan mengam-

bilnya dengan penuh hati-hati. Sesekali ia terlihat memejamkan mata agak lama, seakan sedang mengumpulkan tenaga dan menyiapkan mental untuk membaca. Kalimat itu terasa meremas-remas jantungku, katanya. ia ingin sekali menjawab surat itu: jantungku berdebar membaca suratmu, tanganku gemetar, tubuhku se­perti melayang dan akhirnya tumbang. Aku telah kehilanganmu mungkin sekitar dua tahun yang lalu, sejak engkau meletak­kan sebuah surat dan pergi. Kamu pasti datang dengan kemeja putih itu, dilengkapi syal warna hitam terkalung di leher, dan jam tangan kuning keemasan melingkar di tangan kirimu ala pemuda lain pada umumnya. Kamu akan datang jauh sebelum aku membukakan pintu dan sendiri. Lebih dulu menemani daun dan reranting yang berserak di depan rumah, terkadang kamu mengambilnya selembar, dan menuliskannya satu sampai tiga kata seperti biasa kau tulis di atas kertas. Setelah itu, kamu akan menyelipkan daun itu di antara pot-pot bunga yang menghiasi serambi rumah. Aku masih ingat ketika kamu membawaku ke Taman Madukoro untuk pertama kali. Ketika itu kamu adalah lelaki yang ahli kata-kata, selalu merangkai cerita tentang kicau burung di atas hamparan bunga-bunga. Tentang mitos pohon beringin dan palem yang berjejer di sudut-sudut taman. Setiap kali ada burung merpati turun dari pagupon dan hinggap di rerumputan, kamu menyuruhku melempari dengan patahan ranting atau memanfaatkannya untuk bercengkerama. Kemudian kamu berbisik di telingaku yang kiri. “Kamu pasti ingin seperti mereka, hidup bebas. Menjadi keindahan di mata setiap orang,” katamu pelan. Sedang aku tetap tidak melakukan apa-apa. *** Terima kasih untuk suratmu . Aku akan selalu mengingatmu setiap mendatangi taman, setiap biola dan piano dimainkan. Aku begitu mencintai tari­an itu. Sungguh, aku berjanji akan selalu menari untukmu. Dan tak akan pernah takut lagi menghadapi orang-orang di depanku. Kamu benar, Bra. tarian balet adalah hidupku. *** Suatu hari, suasana sore di Taman Madukoro sangat sejuk. Warna-warni bunga yang ada di taman membuat orang betah duduk berlama-lama. Kicau burung bersahut-sahutan, pohon palem yang menjulang tinggi, dan semilir angin sepoi-sepoi menambah sejukknya udara sore. Tapi, Pertanyaan tentang Bra tidak pernah selesai. Ulida Selalu mencari dan bertanya. Di bawah pohon beringin ia tampak sedang menulis surat. Sekalipun ia sadar, balasan suratnya tak akan pernah sampai. Dia seakan terlihat sedang mencoba kembali mengingat-ingat sesuatu. Entah itu apa. “Kehidupan itu ternyata seperti sebuah ciuman. Akan sangat menyenangkan ketika kita saling berbagi,” kata Bra padanya, sebelum ia pergi dan hilang. Ida Fauziyah, Aktif di Kampung Sastra Soeket Teki dan SKM Amanat UIN Walisongo.


SASTRA ASTRA B UDAYA UDAYA

KOMUNITAS LERENG MEDINI

Perjumpaan Dengan Orhan Pamuk

n Puisi

Sehabis Senja

bagaimana aku merindukanmu setelah ini lampu-lampu telah padam sedang lembar-lembar buku di tubuhmu tak pernah bisa kubaca duduklah dengan secangkir coklat panas atau selembar roti Dokumen Panitia/Ali Maksum

rasakan irisannya yang samar pada darahmu. Semarang, 2017

Terluka

barangkali engkau takkan pernah benarbenar tau dengan luka yang menggerakkan kata dengan air mata yang menyusunnya

Lelaki Harimau: Kemah Sastra menjadi salah satu agenda rutin tahunan yang diadak Komunitas Lereng Medini medio Mei lalu. Pada kesempatan itu, Eka Kurniwan (paling kanan) penulis novel Lelaki Harimau menjadi salah satu pengisi acara (1). Salah satu sudut ruangan di Sekretariat Komunitas Lereng Medini (2).

P

erhatikan kata-kata ini: “Surga yang aku selalu ba­ yangkan sebagai semacam perpustakaan yang besar.” Sebuah kalimat menarik dari Jorge Luis Borges (1899-16986) itu, tertu­ lis di dinding depan sekretariat KLM (komunitas lereng medini), Boja. Di situlah tempat Heri Cakra San­ tosa dan beberapa kawan yang lain mengelola perpustakaan “Pondok Maos Guyub” yang berdiri sekitar ta­ hun 2006/2007 lalu. Ruangan itu kini dipenuhi berbagai macam buku sas­ tra asing dan dibuka untuk umum. Setelah melakukan perjalanan hampir satu jam dari kantor SKM Amanat untuk kepentingan wawan­ cara, kami tiba di Boja. Suhu udara lumayan dingin bagi orang dari Nga­ liyan. Sembari menunggu Heri, kami duduk santai di teras rumah yang telah disulap menjadi perpustakaan dan tempat kegiatan sastra oleh Sigit Susanto. Belum selesai saya menulis pesan singkat di layar ponsel, Heri sudah datang dengan motor kesayangan­ nya. Kemudian kami masuk ke ru­ angan yang dipenuhi buku-buku dan beberapa foto penulis ternama terbingkai rapi di dinding-dinding perpustakaan. Sejak saat itulah, obrolan pecah. Soal asal-usul Pondok Maos Guyub, Heri punya cerita sendiri ten­ tang Sigit Susanto sebagai pengga­ gas utama berdirinya perpustakaan. Katanya, ia (Sigit) berfikir, jika hanya menulis buku kemungkinan sedikit orang yang akan membaca. Tetapi dengan mendirikan perpustakaan, banyak sekali masyarakat di seki­ tar yang akan mendapatkan man­ faatnya. Sebab itulah, dia mendirikan sebuah perpustakaan. “Dulu dia pernah merintis per­ pustakaan dengan bermodal anak ayam, buat beli buku,” katanya, Heri tampak bersemangat menceritakan kepada kami. Menurutnya, meskipun masyarakat belum memiliki budaya baca yang tinggi, setidaknya dengan adanya perpustakaan, bisa men­ jadi ruang bagi masyarakat untuk mengak­ses buku bacaan gratis. Ka­ rena Pondok Maos Guyub merupa­ kan satu-satunya perpustakaan yang bersifat sosial di daerah Boja. Hari sudah sore, tapi waktu seo­ lah tidak mempengaruhi teman saya untuk berhenti bertanya. Obrolan demi obrolan semakin menarik. se­

cangkir kopi, dan beberapa makanan ringan yang dihidangkan sudah siap kami santap. Sigit susanto sebagai perin­ tis Pondok Maos Guyub memiliki kuasa menempati pucuk pimpinan perpustakaan. Tetapi dia memberi wewenang penuh pada Heri untuk mengelola semua kegiata perpus­ takaan dan acara-acara sastra, karena saat ini dia tinggal di Switzerland. Harapannya, dengan perpus­ takaan ini masyarakat bisa guyub berteduh, mendapatkan asupan-as­ upan bacaan, ilmu pengetahuan, dan semacamnya. Itulah mengapa, per­ pustakaan ini diberi nama Pondok Maos Guyub. Selain itu, bisa men­ jadi semacam pemantik tumbuahnya perpustakaan-perpustakaan baru di tempat lain. “Semoga menginspirasi,” kata Heri. Di perpustakaan ini koleksi buku umum semua ada, mayoritas sas­ tra, terutama sastra asing. Rata-rata koleksi buku atau karya sastra yang dipilih merupakan buku-buku bagus, seperti karya Orhan Pamuk, Franz Kafka, Jhon Stainbeck, Hemingway, Gabriel Garcia Marques, Mario Vegas Lorca dan lainnya. khusus literatur asing, Sigit Susanto langsung menda­ tangkan dari Swiss. Pada akhir Juli lalu, kami meng­ hubungi Sigit Susanto via Facebook, katanya, ada beberapa yang menjadi keistimewaan perpustakaan Pondok Maos Guyub bila diban­dingkan de­ ngan perpustakaan lain. Pertama, di sana ada novel Orhan Pamuk yang berjudul Mein Name ist Rot, menda­ pat tanda tangan dari Orhan Pamuk ketika launching bukunya “The Mu­ seum Of Innocence” di Swiss. Dan inilah yang menjadi pembeda de­ ngan perpustakaan lain di Indonesia. “Belum tentu mereka punya koleksi novel lengkap dengan tanda tangan penulisnya,” balasnya, saat di­ hubungi melalui pesan singkat. Kedua, keseluruhan koleksi ada tiga kategori buku bahasa InggrisJerman dari yang klasik sampai kontemporer. Seperti karya Goathe, Shakespeare, Dostojewski, Leo Tol­ stoy dan Umberto sampai Murakami untuk yang kontemporer. Ada pula beberapa karya Salman Rushdie, Sa­ tanic Verses. Tapi novel ini disimpan tersendiri, tidak dipajang di rak. Pengelola perpustakaan, menyi­ asati warga sekitar, khususnya anakanak, agar tertarik membaca buku,

sesak nafas begitu dalam bisu seketika. Semarang, 2017

Seperti sebuah kata Sepi

heri dan kawan-kawannya mempu­ nyai cara lain. Mereka membikin ta­ man baca (Kebun Sastra Guyub) atau rumah pohon, ada beberapa gasebo dan perpustakaan pohon yang juga disediakan buku-buku. Selain menyediakan ruang baca berupa rumah pohon dan taman, pengelola perpustakaan juga rutin mengadakan acara ngaji sastra setiap satu minggu sekali. Hanya saja, kegi­ atan rutinan ini memakan waktu cukup lama, tiga tahun. Karena buku yang dikaji sastra asing. “setiap kali diskusi hanya menye­ lesaikan satu halaman, karena ada istilah yang sulit dipahami,” kata Heri. Ketika ditanya soal respon masyarakat, Heri mengakui jika mi­ nat baca belum tumbuh subur. Ia menyadari bila untuk menumbuh­ kan budaya membaca di masyarakat sangatlah sulit. Tetapi paling tidak, Pondok Maos Guyub menjadi sarana untuk mengenalkan, mengajak dan sebagai laboratorium bersama. Sistem peminjaman buku pun terbilang mudah, karena pihak per­ pustakaan menganut prinsip keju­ juran. Siapa saja boleh meminjam buku dengan cara melakukan proses peminjaman sendiri, dari pencata­ tan di daftar peminjam buku hingga batas waktu pengembaliannya. Hal ini dimaksudkan, sebagai gerakan kecil untuk meneguhkan bahwa ilmu pengetahuan melebihi apapun untuk modal masa depan. “Semoga masyarakat menular­ kan budaya baca bagi anak-anak,” kata Heri di akhir wawancara. Kemu­ dian kami bergegas menuju Rumah Pohon dan menghabiskan sore di sana.n Muhammad Hasan

betapa kesepian ini adalah timah panas yang pelan-pelan mengaliri seluruh tubuh sampai lumer menumbuhkan kerinduan yang sengit kupandangi pahit getirnya aku begitu hambar kurasa bukalah jendela kamarmu pandangilah kesepian yang nyala di lubukku yang peragu. Semarang, 2017

Narasi Untuk Tuhan kala hari menjadi abdi sanjung doa bertumpu harapan harap jawab-n ya

namun rupa duniawi ta seindah khayalan bait-bait puja menjelma makian dan keadilan dipertanyakan? kini elok sudah semua tatapan kala tuhan memberi jawaban Batang, 2017 Nur Zaidi, Lahir di Batang. Aktif di Kampung Sastra Soeket Teki dan SKM Amanat UIN Wali­ songo. Film garapannya “Narasi untuk Tuhan” di putar di Bioskop Mini Balai­ kota Semarang April lalu. AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

21


OPINI MAHASISWA Inlinieritas Dosen dengan Mata Kuliah yang Diajar

Profesionalitas Dosen UIN Walisongo Masih Dipertanyakan

Menyoal Inlinieritas Dosen UIN Walisongo

etelah berubahnya sta­ dari pengalamannya saja. tus Institut Agama Is­ Hal tersebut berakibat pada lam Negeri (IAIN) Wa­ proses penyampaian ilmu lisongo menjadi Universitas yang kurang maksimal. Islam­ Negeri (UIN) Waliso­ Melihat hal ini, penu­ ngo Semarang sekitar dua lis sebagai mahasiswa yang tahun lalu, rupanya kam­ mengambil konsentrasi pus masih belum mampu pendidikan di bidang keg­ Wirda Ulhayati menya­jikan pendidikan uruan tentu tidak sepakat Mahasiswi Jurusan yang berkualitas. jika fenomena semacam Pendidikan Bahasa Arab Hal ini salah satunya Fakultas Ilmu Tarbiyah ini terus saja tumbuh subur dan Keguruan dapat dilihat dari pendi­ di lingkup UIN Wali­ s ongo diknya yang belum profe­ Semarang. Seorang pen­ sional. Ketidakprofesionalan tersebut gajar hendaknya memenuhi syaratdikarenakan masih banyaknya dosen syarat menjadi pendidik yang baik dan yang mengajar tidak sesuai dengan profesional. Pertanyaannya adalah, bidang­nya. bagaimana UIN Wali­ s ongo Sema­ Misalnya saja dosen lulusan Tafsir rang mampu melahirkan sa­r jana yang Hadis (TH) mengajar Bahasa Inggris, kompeten, jika proses penyampaian ada juga dosen lulusan Pendidikan ilmu hanya berlangsung seadanya. Bahasa Arab (PBA), mengajar Pendi­ Seharusnya, UIN Walisongo Sema­ dikan Kewarganegaraan (PKn), dan rang memberikan ketegasan terkait masih banyak dosen yang mengalami dengan profesionalitas dosen. Dosen kasus serupa. Sama-sama mengajar yang masuk harus memenuhi profe­ namun tidak sesuai dengan bidang­ sionalitas. Terlepas dari hal tersebut, nya. karena sudah terlanjur. Padahal dalam UU no 14 tahun Ada dua pilihan yang penulis ta­ 2005 tentang guru dan dosen pada bab warkan. Pertama, adalah dengan III pasal 7 dijelaskan bahwa, seorang memberikan pelatihan secara khusus dosen harus memiliki kualifikasi aka­ kepada dosen yang mengajar tidak demik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidangnya. Atau pili­ sesuai dengan bidang tugasnya. han yang kedua yakni dengan meng­ Jika mengacu ini, berarti ada cacat ganti dosen-dosen tersebut dengan profesionalitas dosen di UIN Wali­ dosen yang baru sesuai dengan bi­ songo Semarang. Akibatnya, tidak dangnya masing-masing.n menutup kemungkinan dosen akan mengajar sebisanya yang berasal

Ketidaklinieran dosen dalam Ketiga, kualitas dosen mengampu mata kuliah sering­ yang kurang mumpuni. Se­ kali membuat mahasiswa curiga cara kelinieran mungkin akan kualitas dosen. Hal itu tam­ sudah dalam artian; lulu­ pak jelas ketika beberapa ma­ san sesuai mata kuliah yang hasiswa menanyakan beberapa diajar, akan tetapi dalam permasalahan di dalam forum pendalaman ilmu dapat diskusi. Acapkali beberapa dikatakan kurang. Dalam Busrol Chabibi dosen kebingungan dalam artian, kurangnya wawasan Mahasiswa Jurusan Ilmu menjawab suatu permasala­ maupun penga­ laman. Se­ Falak Fakultas Syari’ah han yang ditanyakan oleh ma­ hingga ilmu yang dimiliki be­ dan Hukum hasiswa. lum terkonstruktif secara rapi Tiga penyebab hal itu terjadi adalah se­ dan baik. bagai berikut. Sebab pertama; salah sasa­ Dari sebab-sebab di atas, tentu menga­ ran dalam rekrutmen dosen, misal; kam­ kibatkan menurunnya kepercayaan ma­ pus sedang membutuhkan dosen hukum hasiswa yang kritis terhadap dosen. Maka positif, akan tetapi mengambil dosen baru demi mengembalikan marwah dosen per­ yang lulusan Strata 1 (S1) dari syari’ah dan lu adanya perbaikan sistem dalam seleksi S2 dari Ekonomi. Hal itu akan berdampak dosen maupun penempatan penga­jaran buruk bagi dosen itu sendiri dalam melak­ dosen dalam mata kuliah. sanakan kegiatan mengajar. Alangkah lebih baik, Surat Edaran Kedua, minimnya kuantitas dosen. yang dikeluarkan oleh Dikti no. 696/E.E3/ Ada beberapa dosen yang seharusnya MI/2014 dapat dimaksimalkan. Di dalam­ mengajar sesuai bidangnya, kini telah nya ada 3 point besar, yakni; penerimaan ditugasi untuk mengajar di bidang lain. dosen baru dalam prodi baru diambil se­ Se­bagai mahasiswa yang kritis terkadang suai disiplin ilmu, pada kenaikan jenjang berpikiran apakah tidak ada indikator- in­ jabatan, dan rujukan pengelompokan dikator dosen dalam mengajar mata ku­ rumpun ilmu (pasal 10 ayat 2 UU no. 12 liah? Apakah hanya melihat dosen yang tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi) sedikit memahami persoalan atau bekerja Selain itu, pihak akademik perlu mem­ disalah satu lembaga yang ada sangkut­ pertimbangkan kuantitas dan kualitas pautnya dengan mata kuliah yang akan dosen. Dosen tidak sepenuhnya salah, diajar, kemudian diminta untuk mengajar karena sebagai dosen hanya memiliki mata kuliah yang selaras? Secara penga­ kewajiban untuk mengajar sesuai tugas laman bisa mahasiswa akui bagus, akan yang diberikan. Wa Allahu ‘Alam bii Astetapi secara teori atau pemahaman apak­ showab.n ah materi dapat secara utuh?

S

TEMA MENDATANG

Kualitas Layanan Pegawai UIN Walisongo Kirim opini anda melalui surel: redaksi.skmamanat@gmail.com. Naskah tidak lebih dari 2500 karakter. Sertakan biodata, foto terbaru, dan nomor HP yang bisa dihubungi. Pengiriman naskah paling lambat 20 Oktober 2017. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan bingkisan dan piagam penghargaan.

n SURAT PEMBACA

Sengkarut Jadwal Pengumuman PPL Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dadak sedangkan PPL adalah suatu hal merupakan hal wajib dan penting bagi ma­ hasiwa dan hal itu juga membutuhkan per­ siapan matang, ternyata banyak perubahan jadwal dalam prosesnya. Hal itu menurut saya sebagai salah satu peserta PPL Fakul­ tas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sedikit mengganggu. Seperti dari awal pro­ ses, yaitu jadwal pengumuman lolos berkas PPL yang diundur, pembekalannya, bahkan pengumuman lokasi PPL dan kelompok PPL semuanya diundur sehingga terkesan mendadak, dan itu membuat maha­siswa dilema. Pengumuman yang seharusnya diu­ mumkan pagi bahkan kita dijanjikan pada pagi hari, tiba-tiba diubah siang hari dan diubah lagi katanya akan diumumkan pada malam hari namun ternyata pengumuman baru keluar pada hari berikutnya. Pengu­ muman yang seharusnya rilis pada Kamis pagi baru keluar pada Jum’at. Sedangkan pemberangkatan PPL dilaksanakan pada hari Senin pekan berikutnya, sehingga kita hanya punya waktu survey pada hari Sabtu, itupun tidak maksimal karena terlalu men­ dadak. Waktu tiga hari sebelum pemberang­ katan menurut saya terhitung sangat men­

T

yang membutuhkan banyak persiapan, baik untuk persipan tempat tinggal, koor­ dinasi dengan pihak sekolah yang dijadikan tempat PPL, survei lokasi dan lainnya. Bah­ kan kita membutuhkan waktu untuk kor­ dinasi dengan teman satu kelompok yang berasal dari jurusan yang berbeda-beda. Selain itu untuk persiapan uang saku serta untuk pembayaran tempat tinggal dan lainnya perlu persiapan, tidak mungkin un­ tuk mempersiapkan secara mendadak. Beruntung saya mendapatkan tempat yang tidak terlalu jauh, bagaimana dengan teman-teman yang mendapatkan tempat PPL yang jauh, sedangkan mereka harus mencari kos, dan saya rasa itu tidak cukup jika harus mempersiapkannya dalam wak­ tu yang singkat. Bahkan teman saya di dua hari sebelum pemberangkatan ada yang mendapatkan kabar bahwa tempat PPLnya dipindah, sehingga harus mengubah se­ mua yang yang sudah dipersiapkan. Saya sangat berharap untuk kedepan­ nya hal itu tidak terjadi lagi. Karena menu­ rut saya sngat merepotkan dan membebani mahasiswa. Ulfah M.A, Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Stopkontak Taman Revolusi Hanya Pajangan

aman Revolusi menjadi salah satu tempat nyaman untuk nongkrong di sela perkulia­ han, terutama bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Baik itu sekedar duduk, diskusi, mengerjakan tugas atau bahkan sekedar numpang mengisi baterai handpone atau laptop. Tapi sudah beberapa semester ini, stopkontak di Taman Revolusi ternyata tidak ber­ fungsi. Hal ini membuat mahasiswa kesulitan dan terganggu. misalnya saat mengerjakan tugas kuliah tapi ternyata baterai laptop low, akhirnya terpaksa harus pindah tempat atau

22

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

malah harus menghentikan pekerjaannya. Kadang pindah tempat, ganti stopkontak pun hasilnya sama, tidak berfungsi. Karena hampir keseluruhan stopkontak yang ada di Ta­ man Revolusi tak lagi berfungsi. Saya rasa, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak fakultas, karena ini menjadi salah satu hal yang membuat Taman Revolusi lebih nyaman. Stopkontak bukan hanya untuk pajangan yang dibiarkan begitu saja tapi juga harus bisa dimanfaatkan se­ bagaimana mestinya sebagai fasilitas kampus. Maylia Dwi G, Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

S

Nilai E untuk Mahasiswa Aktif

aya rasa bukan hanya saya yang kaget ketika membuka Hasil Studi Semester (HSS) mendapati nilai E pada salah satu kolomnya. Hal itu saya alami pada semester ini dan ternyata beberapa teman saya juga mengalami hal yang sama pada mata kuliah yang diampu oleh dosen yang sama. Padahal saya yakin hanya tidak masuk kelas sekali. Saya juga terhitung cukup aktif di kelas, tugas juga selalu mengumpulkan tepat waktu, Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) juga mengikuti semuanya. Namun justru berbanding ter­ balik dengan teman sekelas saya yang jika saya perhatikan tidak terlalu aktif dan juga beberapa kali tidak masuk kuliah malah mendapat nilai B atau B+. Yang membuat saya lebih kecewa adalah dosen yang bersangkutan sangat sulit un­ tuk dihubungi, saya SMS tidak dibalas, ditelepon berkali-kalipun tak diangkat, sampai akhirnya saya dan beberapa teman yang mengalami nasib yang sama datang ke rumah beliau, namun ternyata beliau sedang di luar kota. Akhirnya kita terpaksa menunggu beberapa hari sambil terus menghubungi beliau namun hasilnya sama saja. Sempat terfikirkan kalau mungkin ada kesalahan pada PTIPD namun ternyata tidak, pihak PTIPD justru menyarankan untuk menghubungi Kasubag Akademik. “Ada tiga kemungkinan kalau enggak karena absen tidak memenuhi, ada kesalahan input, atau jika tidak berarti memang seharusnya kamu mendapat nilai seperti itu,” itu yang disampaikan Kasubag Akademik, ia juga menyarankan untuk mengambil mata kuliah tersebut pada semester berikutnya, untuk mengantisipasi jika nilai benar-benar tidak dapat diperbaiki. Hingga batas waktu perbaikan nilai berakhir saya dan teman-teman, bahkan komting kelas pun tak mendapat konfirmasi apapun. Saya merasa sangat kecewa, setidaknya ada penjelasan mengenai penyebab nilai yang saya dapatkan. Karena mengulang makul sama dengan dosen yang sama bukan­ lah pilihan yang tepat. Meski demikian, setidaknya jika ada penjelasan dan alasan yang sebenarnya seperti apa mungkin kami bisa sedikit menerima untuk mengulang jika me­ mang itu adalah kesalahan mahasiswa. Tapi sikap dosen yang mengabaikan mahasiswa seperti ini perlu dibenahi. Naela Intan F, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi


SOSOK

Tak Cukup Belajar di Ruang Kelas

K

esempatan yang datang tak se­ lamanya berawal dari minat atau bakat. Sebagaimana yang dialami Abdul Ghifary Rizalun Nafis ketika memu­ tuskan untuk belajar desain. Meski sebe­ narnya desain bukanlah minatnya, tetapi ia geluti hingga menjadi modal bisnisnya kini. Berawal dari tawaran membuat desain majalah “Falah” yang diterbitkan Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (Forshei). Kala itu ia masih menjadi anggota baru di Forshei. Namun ia berani menyang­ gupi untuk menyelesaikan desain majalah dalam waktu tiga bulan. Padahal saat itu Nafis belum punya keahlian sama sekali dalam mendesain. Di situlah Nafis mulai belajar desain. “Saat itu saya sedang semester empat, benar-benar masih nol dalam dunia de­ sain,” kata mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam itu. Berangkat dari keberaniannya terse­ but, Nafis berusaha keras untuk berlatih desain secara serius. Dengan modal lap­ top dan koneksi internet, ia berlatih desain secara autodidak melalui tutorial yang ada di youtobe. Nafis mengaku, saat itu ia harus me­ ngorbankan waktu istirahatnya demi be­ lajar desain. Sebab, pagi hingga sore hari ia disibukkan dengan kegiatan kuliah dan organisasi, kemudian malam harinya un­ tuk mengajar les privat. Namun usahanya tak sia-sia. Desain majalah dapat selesai dalam waktu tiga bulan seperti yang dijan­ jikan. Tak hanya berhenti di situ. Mela­ lui kete­ rampilan desain, Nafis mam­ pu mengembangkan usahanya, yakni produksi stiker keyboard. Kendati bisnis itu sebenarnya sudah dimulai sejak awal ia masuk kuliah, namun dengan ilmu desain yang ia dapatkan bisnisnya menjadi lebih maju. Bahkan, ia membuka jasa pem­

buatan logo NG Design, NG Course, dan Ghift Sticker. Tak hanya itu, sekarang Nafis mampu memasarkan produknya hingga ke luar Pulau Jawa. Soal bisnis sticker, Nafis punya cerita sendiri, Berawal ketika dulu ia melihat be­ berapa temannya kesulitan saat mengetik makalah bertuliskan Arab. Hal itulah yang kemudian membuat mahasiswa kelahi­ ran Jepara itu berinisiatif untuk membuat dan menjual stiker huruf Arab yang bisa ditempel pada tombol keyboard kompu­ ter. Namun dulu ia belum bisa mendesain sehingga harus meminta pihak perceta­ kan untuk membuatkan desainnya. Nafis juga me­ngaku, meskipun dulu produknya tak sebagus sekarang, tapi hasilnya sudah bisa mengembalikan modal, bahkan untung. “Untung yang saya dapatkan bisa buat beli HP dan lap­ top,” ungkapnya. Di tengah kesibukan menjalankan bis­ nisnya tak menyurutkan semangat seba­ gai aktivis mahasiswa. Maka dari itu, Nafis menggunakan waktunya di luar perkulia­ han untuk menekuni dunia organisasi pula. Sebagai contoh, ia pernah menjadi Ketua Fosshei Regional Jawa Tengah peri­ ode 2015. Mahasiswa jurusan Ekonomi Islam itu tak mau setengah-setengah menjalani statusnya sebagai mahasiswa. Maka tak heran jika ia menekuni berbagai kegiatan dalam waktu yang bersamaan. Nafis mengaku, untuk menjalankan banyak aktivitas membutuhkan manaje­ men waktu yang baik. Sebab jika tidak, salah satu bahkan semua kegiatan men­ jadi terbengkalai. Baginya, kesibukan yang beragam justru menjadi kesempatan un­ tuk belajar terus menerus dalam menga­ tur waktu dengan sebaik-baiknya. Bagi Nafis, tanggung jawab sebagai mahasiswa sangatlah besar. Karena tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendi­

ri, melainkan juga tanggung jawab sosial. Ia ingin menggali ilmu sedalam-dalamnya melalui berbagai bidang. Sebab, menu­ rutnya, untuk menghadapi tantangan di dunia kerja kelak tak cukup jika hanya mengandalkan materi di ruang kelas saja. Baginya, mengandalkan materi perkuliahan saja untuk menunjung ka­ rir di masa depan adalah omong kosong. Ia meyakini bahwa ilmu yang diperoleh dalam kelas tak cukup untuk menghadapi tantangan dunia kerja sekarang ini. Menurutnya, banyak manfaat yang didapatkan ketika berorganisasi. Di sana ia bisa mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat, melatih mental yang kuat dan membangun relasi sosial dengan baik serta wawasan yang lebih luas. Apalagi, di dunia kerja dibutuh­ kan orang yang memiliki inovasi tinggi dan manajemen waktu yang baik. Oleh sebab itu bagi mahasiswa Bidikmisi terse­ but, prestasi akademik yang bagus harus dibarengi dengan keahlian yang bagus pula. Sehingga setelah lulus kuliah, maha­ siswa tidak tergerus oleh persaingan kerja yang semakin ketat.n Robbi’atul Addawiyah

Curriculum Vitae

Nama: Ahmad Ghifary Rizalun Nafis Tempat, tanggal lahir: Jepara, 17 Desember 1995 Pengalaman organisasi: Ketua OSIS MA Futuhiyyah 01 (2011-2012); Ketua Pengurus Ponpes Al Anwar Mranggen Demak (2012–2013); Pengurus PMII Rayon Ekonomi (2014– 2016); Pengurus PMII Komisariat Walisongo (2016-sekarang); Wakil Ketua Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (2016); Wakil Ketua ForSHEI UIN Walisongo (2015–2016); Pengurus Bidikmisi Community Walisongo (2015-2016); Pengurus FoSSEI Komisariat Semarang (2014 – 2015); Majelis Pertimbangan ForSHEI(2016-sekarang); Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah Jawa Tengah (2016-sekarang); Koordinator Regional FoSSEI Jawa Tengah (2016–sekarang) Pengalaman kerja/usaha: Agen Prudential Life Assurance (2013-2015); Owner NG Design (2014-sekarang); Owner Ghif Sticker(2014-sekarang); NG course (2014-sekarang)

AMANAT Edisi 128

Agustus 2017

23


Amanat 33 Tahun

33 Tahun SKM Amanat Cetak Profesional

Oleh: Abdul Ghofur-Mantan Pemimpinan Umum SKM Amanat

“Amanat Bukan Segalanya tapi Segalanya Bisa Berawal dari Amanat”

-Moto SKM Amanat

Demikian moto di atas selalu dipe­ gang tiap kru Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat karena terbukti nyata. Se­ lama 33 tahun SKM Amanat selalu mela­ hirkan alumni profesional di berbagai bidang. Terbukti banyak alumni mampu menjadi motor penggerak di masyarakat. Bahkan, beberapa di antaranya mengisi posisi-posisi setrategis di instansi negara maupun organisasi masyarakat. Semua itu tidak lepas dari keseriusan yang dila­ lui selama berproses di SKM Amanat. Muhammad Hanif Dhakiri Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia kabinet kerja Jokowi merupakan salah satu Kru SKM Amanat era 1990-an. (se­ belum 1997, SKM Amanat tidak hanya di Walisongo Semarang tapi juga dae­ rah termasuk Fakultas di Salatiga-). Ia dikenal sebagai sosok aktivis tidak hanya di du­nia pergerakan namun juga pers kampus. Salah satu artikel dengan meng­ gunakan nama penanya “Kanganif” di muat SKM Amanat edisi 79 tahun 1999 dengan judul “Kebenaran di Mata Amir Yahyapati”. Ada juga alumni yang menjadi Kiai sekaligus Politikus. Ia adalah Masruhan Samsurie (Ketua DPW PPP Jawa Tengah) termasuk salah satu generasi pertama yang membidani berdirinya SKM Ama­ nat tahun 1984.

24

Agustus 2017

AMANAT Edisi 128

Ketika itu, dilatarbelakangi kegelisa­ han budaya menulis mahasiswa masih lemah. Maka dibentuklah tim pendiri pers kampus IAIN Walisongo yang dike­ tuai oleh Ainur Rochim (Mantan Pro­ duser Seputar Indonesia RCTI) dibantu beberapa mahasiswa seperti Tomas Budiono (Mantan Kontributor TPISekarang MNC), Syahri Thalib (Mantan Kepala Penye­lenggara Haji dan Umroh Kemenag Brebes), Abdul Wahib (seka­ rang WD III FPK UIN Walisongo), Mas­ ruhan Samsurie (sekarang Ketua DPW PPP Jateng). Kemudian melakukan studi kompa­ ratif ke redaksi Benteng Kampus APPD Semarang dan redaksi Koran Kampus Manunggal Undip pada 10 Maret 1984. Dua hari kemudian mengadakan rapat dengan jajaran BKPM (sekarang disebut Dema) saat itu diketuai oleh M Nafis Jur­nalia (Sekarang dosen senior di UIN Walisongo), dengan konsep pendirian pers kampus. Setelah materi pendiriannya dirasa cukup, rapat redaksi perdana pun digelar pada 27 Juli 1984. 16 hari kemudian, tepatnya 14 Agustus, terbitlah edisi per­ dana SKM Amanat. Tonggak baru pers kampus IAIN Walisongo ditorehkan. Sejak itu pula, SKM Amanat terus mencetak alumni yang berkontibusi be­ sar di bidangnya. Misalnya, Fatah Syu­ kur, mantan pemimpin redaksi SKM Am­ anat tahun 1991 itu menjadi Guru Besar bidang Ilmu Manajemen Pendidikan di UIN Walisongo Semarang. Penelitian terkait “Model Manajemen Madrasah Efektif” mengantarkannya menapaki puncak tertinggi gelar akademik. Profe­ sor. Tidak kurang dari sembilan buku telah dikarang Fatah Syukur. 15 judul penelitian dan ratusan judul artikel juga pernah dipublikasikan di jurnal, ma­ jalah, dan koran. Semua itu tidak dapat

dilepaskan dari keseriusannya di SKM media besar di Indonesia. Mulai Kom­ Amanat. pas Gramedia Grup (KG), Tempo Media Di bidang birokrasi kampus, maha­ Grup (TM), Jawa Pos National Network siswa juga mengenal sosok Musahadi. (JPPN), Suara Merdeka Network (SMN), Mantan Sekretaris redaksi SKM Amanat MNC Grup, Media Indonesia Grup (MI), tahun 1992 itu selain sebagi do­ dan berbagai media lain. sen juga sebagai Wakil Rek­ Sebagai contoh, Ah. tor I UIN Walisongo. Ia juga Syafi’i Zemud (Redaktur Jawa pernah menjadi badan Pos) Ahmad Zaini (Mantan penge­ lola Masjid Agung Redaktur Jawa pos), Saronji Jawa Tengah (MAJT). (Redaktur Suara Merde­ Meski sibuk dengan uru­ ka), Agus Fathuddin Yusuf san birokrasi namun Mu­ (Redaktur Suara Merdeka) sahadi tetap konsisten Ida Nur Layla (Redaktur Ra­ menulis. Ada sekitar 30 dar Semarang), Ali Ikhwan Ainur Rochim lebih karya tulis ilmiah mi­ (Wartawan Se­nior Metro-TV) liknya terbit di beberapa Yusuf Mars (Redaktur Ma­ jurnal baik nasional maupun jalah Gadget-Jakarta) Shohirin internasional. (Mantan Wartawan TEMPO) Ada juga Alumni yang Abdul Hakim (Sekred SIN­ menjadi pimpinan salah DO Pusat) Maspuq (Lay­ satu Ormas terbesar di outer SINDO Pusat) Ali Indonesia. Abdul Mu’ti, Musthofa (Layouter Radar mantan Redaktur Pelak­ Kudus) Khoirul Muzakky sana SKM Amanat tahun (Wartawan Tribun Jateng) 1991 itu menjadi Sekjen Abdul Arif (Wartawan Beri­ Dr. H. Musahadi, M.Ag Pimpinan Pusat (PP) Mu­ tagar.id). Masih ada pulu­ hammadiyah. Pada tahun han bahkan ratusan alumni 1997 ia menyelesaikan Master Ama­ nat yang berde­ dikasi di of Education (S2) di Austra­lia bidang informasi baik hu­ kemudian menyelesaikan mas maupun wartawan. program doctoral (S3) di Sederet prestasi yang di­ UIN Syarif Hidayatullah Ja­ gapai alumni tidak terlepas karta pada tahun 2008. dari rekam jejak mereka Alumni lain seperti selama berproses di SKM Umar Natuna-juga mantan Amanat. Mereka mampu Redaktur Pelaksana SKM Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag. melahab habis semua po­ Amanat 1991-kini menjabat tensi yang diajarkan mulai sebagai Rektor di STAI Na­ menulis, desain grafis, sas­ tuna Kepulauan Riau, Sumat­ tra, penelitian, bernegoisasi, era. Dedikasinya di bidang manajemen konflik, analisis akademik dan keislaman social, dan sebagainya. tidak luntur hingga seka­ Maka alumni tidak ha­ rang. Bahkan, hampir nya menjadi jurnalis pro­ setiap minggu ia tetap rutin fesional tapi juga Menteri, menu­lis artikel keislaman. Guru Besar, Birokrat, Do­ Di bidang direksi perusa­ sen, Politikus, Pengusaha, Dr. H. Abdul Mu`ti, M.Ed. haan, ada sosok Hasan Aoni Peneliti, Kiyai, Guru, dan Aziz-mantan Koordinator berbagai profesi lainnya. Reporter SKM Amanat tahun 1993. Ia Mereka mampu survive di berbagai po­ selalu menduduki jabatan penting di sisi dan bersosialisasi di berbagai model beberapa perusahaan raksasa. Bahkan masyarakat. sering dijuluki “Anti Kemapanan”. Dulu, Untuk lebih menguatkan jaringan pernah menjabat sebagai humas PT. sesama alumni, kemudian dibentuk forum Pura Grup (Pabrik kertas terbesar) ke­ komunikasi alumni SKM Amanat dengan mudian memutuskan keluar. Tidak lama nama “JEJAK AMANAT”. Forum itu disepa­ kemudian dipercaya sebagai direktur kati bersama saat reuni akbar pada 2016, PDAM Kabupaten Kudus. Hingga akhir­ tahun lalu. Kemudian disepakati, Zamhuri nya memutuskan keluar dan sekarang ia (Pengurus Yayasan Muria Kudus-Kampus menduduki posisi Sekjen Gabungan Per­ UMK) sebagai Ketua Umum, sedangkan serikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAP­ Joko Tri Haryanto (Peneliti di Balitbang Ke­ PRI). menag) Sebagai Sekretaris Jendral. Selain itu, alumni SKM Amanat juga Akhirnya, tidak ada kata lain kecuali banyak yang tetap berkarir di jalur jur­ “Selamat ulang tahun SKM Amanat ke nalistik. Bahkan, Sebagian besar men­ 33, teruslah melahirkan generasi bangsa duduki posisi setrategis di hampir semua yang berkualitas dan berintegritas”.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.