Official R-Ticles 5th Edition Volume 3

Page 1

R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

Read

R T C E

I L S

5th Edition Volume 3 December 2019

Write

Share


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

CONTENTS 01.

FOREWORD

02.

RARE INFECTIOUS DISEASE: Japanese B Encephalitis and Scarlet Fever


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

FOREWORD

Nabila Ananda Kloping Secretary of Research AMSA-Indonesia 2019/2020

Halo, People of Tomorrow! Untuk volume ketiga R-Ticles5, kami segenap divisi research memutuskan untuk mendalami Rare Infectious Disease. Saat ini masyarakat global sangatlah mobile. Orang berpergian untuk liburan, pekerjaan, dan sekolah yang membuat penyakitpenyakit infeksi yang jarang kita temui tidaklah mustahil akan kita temui di Indonesia. Kebanyakan gejala dan keluhan penyakit infeksi tersebut mirip dengan infeksi yang kita temui. Baru pada saat pengobatan yang kita berikan tidak memberikan perbaikan, maka kita mulai berpikir kemungkinan adanya infeksi yang jarang. Contohnya adalah Japanese B Encephalitis yang memberikan gejala mirip kejang dengan hilang kesadaran. Contoh lain adalah penyakit Scarlet Fever dimana penyakit ini memiliki gejala mirip campak dengan munculnya ruam-ruam. Semoga volume ketiga dapat membantu teman-teman dalam mengenali penyakit-penyakit infeksi langka ini. Happy reading! Enhancing Collaboration, Influencing Community Viva AMSA!


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3 A “Read, Write, and Share” Production These articles are created by the amazing Research Team AMSA-Indonesia 2019/2020

R-Ticles 5: 3rd Volume December 2019 Topic: Rare Infectious Disease Writer: David Nugraha (R-Team District 5) Editor: Nabila Ananda Kloping Cover Designer: Publication and Promotion


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

Topic: RARE INFECTIOUS DISEASE: Japanese B Encephalitis and Scarlet Fever Written By: David Nugraha (AMSA-Universitas Airlangga)

JAPANESE B ENCEPHALITIS Japenese B Encephalitis merupakan metazoonosis virus yang ditularkan melalui nyamuk Culex. Penyakit ini bertanggung jawab atas kematian ribuan orang. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1871 dengan nama ensefalitis tipe B.2

b. Epidemiologi Selama 60 tahun terakhir, penyakit ini menyerang sekitar 10 juta anak-anak dan menyebabkan 3 juta kematian serta 4 juta kecacatan di ‌...3 Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2016, dilaporkan 326 kasus dengan kasus terbanyak terdapat di provinsi Bali sebanyak 226 (69,3%) kasus. Disamping itu, sebanyak 85% kasus JE tersebut terjadi pada kelompok usia 15 tahun.4 c. Etiologi dan Patogenesis

Gambar 1. Nyamuk transmisi Japanese B Encephalitis1

a. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh arbovirus grup B (flavivirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Culex. Japanese B encephalitis virus merupakan virus RNA berbentuk linear rantai tunggal dengan genom sekitar 11 kb dan nukleokapsid yang dikelilingi envelop mengandung glikoprotein.1

Nyamuk Culex menggigit manusia yang merupakan hospes insidental deadend.1 Melalui gigitan, virus ini menyebar melalui darah dan berproliferasi di sistem retikuloendotelial. JE virus dapat menyebar ke beberapa organ seperti otak, hati, dan ginjal; selanjutnya menimbulkan gejala penyakit yang berkembang pada organ organ tersebut.2 d. Patofisilogi Pada tahap akut di organ otak, pada substansia grisea, berupa area kongesti, pembentukan mikrotrombi, nekrosis seluler, dan edema perivaskuler. Pada


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

tahap subakut, terjadi degenerasi dan hilangnya sel saraf serta proliferasi sel glial. Pada tahap kronik, degenerasi jaringan saraf disertai penebalan fibrosa pada dinding pembuluh darah.2 e. Manifestasi Klinis Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini cukup beragam, seperti wajah datar dengan mata lebar yang tidak berkedip, tremor, hipertensi, dan kaku otot. dengan masa inkubasi penyakit berkisar dari 5 hari hingga 15 hari.1 Anakanak lebih rentan terkena daripada orang dewasa.2 Menurut Barman et.al, perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi tiga tahap: • Prodromal: berlangsung 2–5 hari dengan ciri ciri demam,sakit kepala, mual, dan muntah • Ensefalitis akut: berlangsung 1-3 minggu, ditandai dengan perubahan sensasi, kekakuan pada ekstrimitas, dan kejang • Tahap pemulihan (akhir): kenaikan kesadaran, gejala-gejala mulai menghilang • Beberapa pasien dapat memiliki berbagai gejala ekstrapiramidal (kelainan gerakan) seperti anggukan kepala, opsoclonus, mioklonus, choreoatetosis,dan wajah meringis. f. Pemeriksaan • Diagnosis JE didasarkan pada faktor

epidemiologis, gambaran klinis yang khas (demam, persepsi sensorik yang berubah dan tanda atau gejala neurologis), temuan pada cairan serebrospinal (CSF), pencitraan, studi neurofisiologis dan isolasi virus dari spesimen klinis. • Pemeriksaan CSF: tekanan pembukaan yang tinggi, peningkatan jumlah limfosit (10-100 sel / mm3), dan peningkatan kadar protein, dgn rasio glukosa normal.2 • Pencitraan sangat membantu untuk membedakan JE dari herpes simplex encephalitis (HSE), di mana HSE perubahannya terlihat secara khas di daerah frontotemporal.2 • Kelainan CT scan: hipodensitas pada sebagian besar thalamus, basal ganglia dan batang otak Isolasi virus dan identifikasi antigen virus dapat dilakukan dengan tes berikut: - Lebih dari 4x lipat titer antibodi, isolasi virus dengan reaksi berantai polimerase positif (PCR) dari jaringan, darah, CSF atau cairan tubuh lain. - Deteksi antibodi spesifik imunoglobulin M (IgM) terhadap JE virus dengan uji immunosorbent enxzyme-linked (ELISA).1 g. Prevensi Upaya preventif adalah penggunaan


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

vaksin untuk masyakarat yang tinggal didaerah endemik, sanitasi yang baik, serta memutus siklus hidup nyamuk. h. Tata Laksana Tidak ada perawatan khusus yang ditemukan bermanfaat bagi pasien JE, tetapi rawat inap untuk perawatan suportif dan observasi ketat umumnya diperlukan.1 Pengobatan simtomatik, istirahat, cairan, dan penggunaan penghilang rasa sakit dan obatobatan untuk mengurangi demam dapat meringankan beberapa gejala.


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

SCARLET FEVER

ini terdapat pada lapisan superfisial dan membran mukosa seperti pada mukosa epitel orofaring, epitel nasal, traktus genitalia, dan sekitarnya. Manifestasi klinis dari scarlet fever ini disebabkan toksin dari S. pyogenes. b. Epidemiologi Scarlet fever sering ditemukan pada anak-anak dan terutama pada usia 2 dan 8 tahun. Meskipun secara historis dianggap sebagai penyakit serius, sekarang Scarlet Fever tidak dianggap

Gambar 2. Ruam dan strawberry like tounge7

Scarlet fever ditandai demam yang ditandai adanya ruam merah terang, yang biasanya menyertai sakit tenggorokan. Bakteri yang menyebabkan infeksi menghasilkan racun (racun), yang menyebabkan ruam, lidah merah dan bengkak serta pipi memerah.6 a. Etiologi Scarlet fever (kadang-kadang disebut scarlatina) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang disebut Streptococcus pyogenes, atau grup A streptococcus (GAS).7 Bakteri

berbahaya karena jarang menyebabkan kematian. Sejak 2014, terdapat peningkatan jumlah kasus dari 15.000 hingga 30.000 setiap tahunnya di Inggris.6 Di Indonesia, angka kejadian penyakit ini masih sangat rendah sehingga masyarakat masih asing dengan penyakit ini. Program nasional yang ada pun hanya terbatas pada tatalaksana penyakit dengan ruam-ruam seperti campak.5 c. Patofisiologi Exotoxin yang dihasilkan oleh bakteri GAS dapat menyebabkan inflamasi pada kulit dengan bentukan ruam seperti “amplas�.8 d. Manifestasi Klinis Gejala klinis Scarlet Fever antara lain faringitis, kesulitan menelan, mual, muntah, dan demam. Ruam pada dada dan perut timbul setelah 12- 48 jam


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

pasca infeksi, dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh.6 Tanda khas yang lain adalah lidah dengan selaput putih yang kemudian berubah menjadi kemerahan sepertibuah strawberry (“strawberry like tongue�).7 e. Diagnosis Diagnosis scarlet fever dapat ditegakkan dengan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti identifikasi bakteri dengan swab tenggorokan, kultur darah ataupun pemeriksaan serologis titer antistreptolisin O (ASO titer) dan antihialuronidase.5 f. Tata Laksana Penatalaksanaan scarlet fever dengan pemberian antibiotik seperti amoxicillin, ampisilin dan vancomycin selama 10 hari. Terapi simptomatik berupa antipiretik seperti NSAID ataupun ibuprofen untuk meringankan gejala.5,7 g. Komplikasi dan prognosis Sebagian besar kasus scarlet fever tidak memberikan komplikasi. Komplikasi yang dapat ditemukan adalah abses faring, sinusitis, cellulitis, meningitis hingga sepsis.5,7 Pada keadaan tertentu, pada infeksi kronik streptokokus, dapat mengakibatkan gangguan hati dan ginjal, juga demam rematik yang berkembang menjadi penyakit jantung rematik.7

Sebagai pencegahan, kita perlu menjaga sanitasi dan mencegah kontak dengan penderita. Scarlet fever yang ditangani segera dengan tatalaksana yang baik, sertai istirahat dan asupan cairan yang cukup akan memberi prognosis yang baik.


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

DAFTAR PUSTAKA 1. Travelers’ Health [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; [cited 2019Nov18]. Available from: https://wwwnc. cdc.gov/travel/yellowbook/2020/ travel-related-infectious-diseases/ japanese-encephalitis 2. Barman, Bhupen & Lynrah, K & Phukan, Pranjal. (2016). Japanese Encephalitis. 3. Phukan AC, Mahanta J. Current status of Japanese encephalitis: a metazoonotic disease of public health concern. Proc Nat Acad Sci India. 2005;75(B) Special issue: 2740 4. WHO. Center for Disease Control. 2018. Japanese Encephalitis Vaccine Coverage Survey, Bali, Indonesia. 5. Fauziah, Munayah. 2017. Makalah Epidemiologi Penyakit Menular : Scarlet Fever (Demam Scarlet). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. 6. Scarlet Fever. NHS Choices [Internet]. NHS 2018; [updated 2018 Feb 27 cited 2019Nov11]. Available from: http://www.nhs.uk/conditions/ Scarlet-fever/Pages/Introduction. aspx.

7. Scarlet Fever [Internet]. Background, Pathophysiology, Etiology. 2019 [updated 2019 Jun 21 2019Nov22]. Available from: https://emedicine. medscape.com/article/1053253overview#a6 8. Pardo S, Perera T. Scarlet Fever [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2019 [cited 22 November 2019]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ books/NBK507889/


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

Kami segenap tim penyusun berterima kasih atas waktu yang telah diberikan dalam membaca R-Ticles 5. Untuk meningkatkan kualitas R-Ticles kedepannya, kami telah menyertakan link feedback form. Di bawah ini terdapat pula link untuk mengakses R-Ticles, R-Ticles 2, R-Ticles3 sebagai buah karya keluarga Research AMSA-Indonesia. Dan kali ini kami akan membuka peluang untuk anggota AMSA-universitas yang juga ingin menampilkan karyanya di R-Ticles! Kirimkan esai milikmu dengan tema “Rare Non-Infectious Disease.� Untuk selebihnya dapat menghubungi Nabila Ananda Kloping selaku Secretary of Research. We wait for your penmanship! Thank you. Happy Reading! Viva AMSA! Feedback Link R-TIcles5 vol 3: https://forms.gle/6z2cKZS8PHzEM6xm7 R-Ticles: https://drive.google.com/open?id=1r0u21ANAVG8fdzB5tGlY_81K4Lnhewom R-Ticles2: https://drive.google.com/open?id=1nnoVYXcyJgvsk-Jox6faP_FKhWMgiQAZ R-Ticles3: https://drive.google.com/open?id=1njBfoWP19U7qKRA3-je-xZ-VB-rtBLXe R-Ticles4 vol 1: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4 R-Ticles4 vol 2: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_2 R-Ticles4 vol 3: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_3 R-Ticles4 vol 4: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_4


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3


R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 3

Read

Write

Share


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.