R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
Read
R T C E
I L S
5th Edition Volume 4 January 2020
Write
Share
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
CONTENTS 01.
FOREWORD
02.
RARE INFECTIOUS DISEASE: Histoplasmosis and Creutzfeldt-Jakob Disease
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
FOREWORD
Nabila Ananda Kloping Secretary of Research AMSA-Indonesia 2019/2020
Halo, People of Tomorrow! Untuk volume keempat R-Ticles5, kami segenap divisi research memutuskan untuk mendalami Rare Infectious Disease. Saat ini masyarakat global sangatlah mobile. Orang berpergian untuk liburan, pekerjaan, dan sekolah yang membuat penyakitpenyakit infeksi yang jarang kita temui tidaklah mustahil akan kita temui di Indonesia. Kebanyakan gejala dan keluhan penyakit infeksi tersebut mirip dengan infeksi yang kita temui. Baru pada saat pengobatan yang kita berikan tidak memberikan perbaikan, maka kita mulai berpikir kemungkinan adanya infeksi yang jarang. Contohnya adalah jamur Histoplasmosis capsulatum yang memberikan gejala mirip dengan tuberculosis. Contoh lain adalah penyakit Creutzfeldt-Jakob Disease dimana penyakit ini memiliki etiologi yang sangat menarik. Semoga volume ketiga dapat membantu teman-teman dalam mengenali penyakit-penyakit infeksi langka ini. Happy reading! Enhancing Collaboration, Influencing Community Viva AMSA!
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4 A “Read, Write, and Share” Production These articles are created by the amazing Research Team AMSA-Indonesia 2019/2020
R-Ticles 5: 4th Volume January 2020 Topic: Rare Infectious Disease Writer: Winalda Eka Santi (R-Team District 1) Editor: Nabila Ananda Kloping Cover Designer: Publication and Promotion
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
Topic: RARE INFECTIOUS DISEASE: Histoplasmosis and Creutzfeldt-Jakob Disease Written By: Winalda Eka Santi (AMSA-Universitas Jambi)
HISTOPLASMOSIS
(48) dan Singapura (21).2
Histoplasmosis, yang juga dikenal sebagai Darling’s Disease merupakan penyakit yang diakibatkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. H. capsulatum banyak ditemukan di berbagai benua dan negara seperti di Amerika, Eropa, Australia, termasuk Indonesia. Gambar 1. Epidemiologi Histoplasmosis di Asia Tenggara.2
b. Manifestasi Klinis Gambar 1. A. H. capsulatum dengan pewarnaan HE stain. B. H. capsulatum dengan pewarnaan silver methanamine stain12
Terdapat juga variant dari H. capsulatum, yaitu Histoplasmosis duboisi yang sering disebut sebagai African Histoplasmosis. Berbeda dengan H. capsulatum yang berdiam di paru-paru1,4, H. duboisi menginvasi lymph node, kulit dan tulang.9 a. Epidemiologi Terdapat 407 kasus histoplasmosis yang dilaporkan di Asia Tenggara. Kasus terbesar ditemukan di Thailand (233) diikuti oleh Malaysia (76), Indonesia
Manifestasi klinis dari infeksi H. capsulatum bervariasi dari asimptomatis hingga berupa gejala yang berat, sangat bergantung pada jumlah inokulum yang terhirup, dan status imunologis pasien.1,3,4 Gejala H. capsulatum meliputi demam, menggigil, batuk kering, batuk berdahak, nyeri dada menusuk, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, dan hilangnya nafsu makan. Pada kasus infeksi berat, pasien dapat mengalami delirium, kaku kuduk, fotophobia, dan muntah berat.5 c. Diagnosis Penentuan
teknik
diagnosis
untuk
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
Histoplasmosis sangatlah bergantung pada gejala yang timbul. Standard pemeriksaan untuk diagnosa infeksi jamur adalah dengan melakukan kultur. Kultus ini khususnya dilakukan pada infeksi histoplasmosis berat.3 Cara menegakkan diagnosa lain adalah pemeriksaan radiologi dan kadar antigen histoplasma melalui serum darah, cairan pelura, bronchoalveolar lavage fluid, cairan serebrospinal, dan urine.3,5 Gambaran radiologi yang didapat akan terlihat mirip dengan infeksi tuberculosis atau pneumonia.5 d. Faktor Risiko Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan terinfeksi H. capsulatum adalah pekerjaan yang memiliki resiko tinggi untuk terpapar kotoran burung dan kelelawar seperti pekerja konstruksi.5,12 Risiko lain adalah orang yang melakukan perjalanan ke wilayah Amerika Serikat, dimana Histoplasmosis sering ditemukan (250.000 kasus/ tahun). Faktor risiko lain adalah kondisi defisiensi imunologis seperti infeksi HIV/AIDS, transplant organ, penggunaan obat-obatan steroid maupun autoimun.5 e. Komplikasi Infeksi
histoplasmosis
dapat
menyebabkan sejumlah komplikasi serius pada anak-anak, manula dan orang dengan defisiensi imunologis. Komplikasi ini dapat berupa Acute
respiratory distress syndrome (ARDS), endocarditis, adrenal insufficiency, dan meningitis. f. Tata Laksana Tata laksana untuk infeksi H. capsulatum bergantung pada beratnya infeksi. Pada infeksi ringan, penyakit ini akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu tanpa pengobatan. Tetapi, jika infeksi memburuk dan tidak sembuh lebih dari sebulan, maka diperlukan terapi definitif berupa itraconazole (oral) atau amphotericin-B (intravena). Pada penderita dengan status imunologi yang menurun, infeksi histoplasmosis dapat menyebar secara sistemik yang dapat menimbulkan sepsis (disseminated histoplasmosis). Pada kondisi ini diperlukan amphotericin-B (intravena).5,12
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
CREUTZFELDT-JAKOB DISEASE Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) adalah suatu penyakit dimana terjadi kerusakan sel-sel otak akibat lipatan protein yang abnormal disebut dengan prion. Kerusakan jaringan otak dapat menyebabkan dementia progresif yang disertai perubahan perilaku, ataxia dalam berjalan, tanda-tanda gejala extrapyramidal, dan myoclonus.6
Gambar 3. Histopatologi jaringan otak yang terinfeksi CJD (sponge like lesion).10
a. Epidemiologi CJD merupakan penyakit yang jarang dengan prevalensi 1:1.000.000 orang.1 Kasus ini belum pernah dilaporkan di Indonesia.7 b. Etiologi, Patogenesis dan Faktor Risiko CJD sporadis adalah kondisi dimana prion (lipatan abnormal protein) secara spontan berubah dan menginfeksi selsel di sekitarnya. Prion tersebut akan membentuk serat dan timbunan plak
yang menumpuk pada jaringan otak. Serat dan plak ini seharusnya telah dapat dideteksi beberapa tahun sebelum geala timbul. CJD ini menjadi suatu infeksi yang dapat ditularkan melalui produk darah.6,8 Ketika pasien dengan CJD menjalani pembedahan otak maka seluruh alat operasi yang bersentuhan dengan produk darah penderita ini mempunyai potensi untuk dapat menularkan kepada orang yang terpapar. Semisal alat-alat operasi yang tidak dibersihkan dengan baik, alat ini dapat menularkan CJD kepada pasien lain ataupun petugas medis yang terpapar. Penderita dengan diagnosa CJD tidak boleh mendonorkan darahnya karena dapat menularkan penyakit ini.6,8 Terdapat jenis CJD familial yang disebabkan oleh mutasi gen protein. Beberapa jenis mutasi gen prion berhasil diidentifikasi, dan terdapat jenis spesifik yang mempengaruhi seberapa sering CJD terjadi dalam keluarga dan mempengaruhi beratnya gejala. Tetapi, tidak semua mutasi gen prion akan berkembang menjadi CJD.6,8 Orang yang mengkonsumsi daging dari sapi terinfeksi mad cow disease memilki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Creutzfeldt-Jakob varian CJD (vCJD). Di Eropa, beberapa kasus penyakit ini terjadi pada pasien muda dan banyak
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
dilaporkan setelah wabah BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy).6 c. Diagnosis Hingga saat ini belum ada pemeriksaan definitif untuk mendiagnosa CJD pada pasien hidup. Apabila terdapat lebih dari satu pemeriksaan penunjang seperti EEG, MRI, pungsi lumbal, dan PMCA (protein misfolding cyclic amplification) yang positif, maka seseorang dapat dicurigai menderita CJD.6 d. Tata Laksana Sampai saat ini belum ada terapi yang tepat. Penanganan ditujukan dalam mengobati gejala yang timbul, dan bukanlah mengobat infeksinya. Contohnya, pada nyeri berat dapat diberikan obat analgesic golongan opiate6, untuk kaku otot dapat diberikan obat anti kejang (clonazepam dan sodium valproate)6,11, dan bila terdapat anxietas/depresi dapat diberikan antianxietas.11 DAFTAR PUSTAKA 1. Kleiman, Martin B. Histoplasmosis. In: Cherry, Harrison, Kaplan, Steinbach, Hotez. Feigin and Cherry’s textbook of pediatrict infectious disease. 8th ed vol 1. London: Elsevier; 2019 Jan 1.Barman, Bhupen & Lynrah, K & Phukan, Pranjal. (2016). Japanese Encephalitis.
2. Baker J, Setianingrum F, Wahyuningsih R, Denning D. Mapping histoplasmosis in South East Asia – implications for diagnosis in AIDS. Emerging Microbes & Infections. 2019;8(1):1139-1145. 3. Guimarães A, Nosanchuk J, Zancopé-Oliveira R. Diagnosis of histoplasmosis. Brazilian Journal of Microbiology. 2006;37(1):1-13. 4. Bahr N, Antinori S, Wheat L, Sarosi G. Histoplasmosis Infections Worldwide: Thinking Outside of the Ohio River Valley. Current Tropical Medicine Reports. 2015;2(2):70-80. 5. Avirup Guha, MBBS, Hrishikesh S Kulkarni MD. Histoplasmosis. [Internet] American Thoracic Society. Oct 2019. Avaiable from : https://www.thoracic.org/patients/ patient-resources/resources/ histoplasmosis.pdf 6. Geschwind M. Prion Diseases. CONTINUUM: Lifelong Learning in Neurology. 2015;21:1612-1638. 7. International O. Report of a WHO Consultation on Medicinal and other Products in Relation to Human and Animal Transmissible Spongiform Encephalopathies With the participation of the Office International des Epizooties. 1997;(March).
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
8. Ironside, JW. Creutzfeldt-Jakob Disease. Treatment of Hemophila. 2009 (49);1-14. 9. Katchy AU, Eyesan SU, Awotunde TO, Adesina SA, Ayandele BO, Sabageh D. Histoplasma duboisii of the femoral bone. J Res Med Sci 2019;24:19. 10. Creutzfeldt-Jakob Disease, Classic (CJD) | Prion Diseases | CDC [Internet]. Cdc.gov. 2018 [cited 19 December 2019]. Available from: https://www.cdc.gov/prions/cjd/ index.html 11. Creutzfeldt-Jakob disease Treatment [Internet]. nhs.uk. 2018 [cited 19 December 2019]. Available from: https://www.nhs. uk/conditions/creutzfeldt-jakobdisease-cjd/treatment/ 12. Ferri F. Ferri’s Clinical Advisor 2020. 1st ed. London: Elsevier; 2019 Jun 7.
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
Kami segenap tim penyusun berterima kasih atas waktu yang telah diberikan dalam membaca R-Ticles 5. Untuk meningkatkan kualitas R-Ticles kedepannya, kami telah menyertakan link feedback form. Di bawah ini terdapat pula link untuk mengakses R-Ticles, R-Ticles 2, R-Ticles3 sebagai buah karya keluarga Research AMSA-Indonesia. Dan kali ini kami akan membuka peluang untuk anggota AMSA-universitas yang juga ingin menampilkan karyanya di R-Ticles! Kirimkan esai milikmu dengan tema “Rare Non-Infectious Disease.� Untuk selebihnya dapat menghubungi Nabila Ananda Kloping selaku Secretary of Research. We wait for your penmanship! Thank you. Happy Reading! Viva AMSA! Feedback Link R-TIcles5 vol 4: https://forms.gle/wkvRx2oX8VFG9T8t7 R-Ticles: https://drive.google.com/open?id=1r0u21ANAVG8fdzB5tGlY_81K4Lnhewom R-Ticles2: https://drive.google.com/open?id=1nnoVYXcyJgvsk-Jox6faP_FKhWMgiQAZ R-Ticles3: https://drive.google.com/open?id=1njBfoWP19U7qKRA3-je-xZ-VB-rtBLXe R-Ticles4 vol 1: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4 R-Ticles4 vol 2: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_2 R-Ticles4 vol 3: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_3 R-Ticles4 vol 4: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_4
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
CONTACT PERSON Nabila Ananda Kloping Secretary of Research AMSA-Indonesia 2019/2020 “Enhancing Collaboration, Influencing Community” Faculty of Medicine, Batch 2017 Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia Phone: +62 817 584 040 Line: nannyeol Skype: nabilananda159 Official e-mail: research@amsaindonesia.org Personal e-mail: nabilananda159@gmail.com
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 4
Read
Write
Share