R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
Read
R T C E
I L S
5th Edition Volume 7 April 2020
Write
Share
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
CONTENTS 01. 02.
FOREWORD RARE NON-INFECTIOUS DISEASE Spinal Muscular Atrophy and Gaucher Disease
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
FOREWORD
Nabila Ananda Kloping Secretary of Research AMSA-Indonesia 2019/2020
Halo, People of Tomorrow! Untuk volume ketujuh R-Ticles5, kami segenap divisi research memutuskan untuk mendalami Rare Non-Infectious Disease. Di Indonesia penyakit non infeksi terbanyak adalah penyakit kardiovascular, diikuti dengan kanker. Penyakit non infeksi cenderung bersifat kronik dan tidak memiliki gejala yang khas. Kali ini kami akan membicarakan penyakit non infeksi langka yang gejalanya mirip dengan penyakit umum yang sering ditemui. Walaupun langka, kita tetap harus mendalami penyakit tersebut. Agar disaat kita membutuhkan diferential diagnosa, kita dapat mengenali penyakit-penyakit ini. Semoga volume ketujuh ini dapat membantu teman-teman dalam lebih memahami penyakit-penyakit langka. Happy reading! Enhancing Collaboration, Influencing Community Viva AMSA!
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7 A “Read, Write, and Share” Production These articles are created by the amazing Research Team AMSA-Indonesia 2019/2020
R-Ticles 5: 7th Volume April 2020 Topic: Spinal Muscular Atrophy and Gaucher Disease Writer: Chaterine Angelica (R-Team District 2) Editor: Nabila Ananda Kloping Cover Designer: Publication and Promotion
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
Topic: RARE NON-INFECTIOUS DISEASE: Spinal Muscular Atrophy and Gaucher’s Disease Written By: Chaterine Angelica (AMSA-Universitas Kristen Indonesia)
Spinal Muscular Atrophy Spinal Muscular Atrophy (SMA) merupakan penyakit herediter autosomal resesif yang terkait kromosom 5q.1,3 Penyakit ini ditandai dengan hipotonia dan kelemahan otot yang progresif dari lower alpha motor neuron pada medula spinalis.1 Mutasi bi-allelic pada gen survival motor neuron (SMN) 1 menyebabkan terjadinya degenerasi neuron motorik dengan onset dan tingkat keparahan yang bervariasi.1,3-4 a. Epidemiologi Atrophy
Spinal
Muscular
Secara global, prevalensi SMA adalah sekitar 1 hingga 2 per 100.000 orang dengan insidensi 1 dari 10,000 kelahiran hidup. Kejadian SMA yang paling umum adalah SMA tipe I dimana mencapai 60% dari total kasus SMA.1 Berdasarkan laporan kasus pada tahun 2017 di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, terdapat 179 pasien anak berusia 1 bulan - 18 tahun yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan elektromiografi, 130 pasien diantaranya memenuhi kriteria penyakit neuromuskular. Berdasarkan
pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan SMA tipe 1 (4,6%), dan SMA tipe 2 (3,8%).2
Tabel 1. Klasifikasi Spinal Muscular Atrophy.1
b. Manifestasi Klinis Spinal Muscular Atrophy SMA memiliki spektrum presentasi klinis yang luas mencakup berbagai fenotipe yang dikelompokkan berasarkan onset dan fungsi motorik yang terganggu.5,6 Tanda dan gejala yang umum pada SMA adalah hipotonia dan / atau kelemahan otot selain itu tidak ditemukan adanya disfungsi serebral dan SSP lain sehingga pasien sering memiliki kecerdasan tinggi atau di atas rata-rata.3,5 1. SMA tipe 1 – Acute Infantile atau Werdnig-Hoffman (onset 0 – 6 bulan) Pada tipe ini, 95% pasien memiliki tanda dan gejala pada usia 3 bulan. Manifestasi klinisnya mencakup kelemahan otot dan progresif serta hipotonia.3-5 Selain itu ditemukan
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
pula adanya disfungsi bulbar yang ditandai dengan kemampuan mengisap yang buruk, sulit menelan, sulit menahan sekret oral, dan gagal napas (paradoxical breathing) yang terjadi sebelum usia 1 tahun.3,5 Tidak ditemukan adanya kelemahan pada otot ekstraokular wajah. namun disfungsi bulbar sering menyebabkan harapan hidup yang pendek.3 2. SMA tipe 2 – Chronic Infantile (onset 7 – 18 bulan) Manifestasi paling umum pada tipe 2 adalah keterlambatan perkembangan motorik.3 Hal ini ditandai dengan adanya tremor postural sehingga bayi mengalami kesulitan duduk atau gagal berdiri pada usia 1 tahun.3 Pada SMA tipe 2 juga ditemukan pseudohipertrofi otot gastrocnemius, kelainan muskuloskeletal, dan pernafasan diafragma. Bayi mengalami kesulitan bernapas, kesulitan batuk, dan tidak mampu untuk mengeluarkan secret dari trakea sehingga infeksi pernapasan menjadi penyebab terbesar kematian pada SMA tipe 2.3,5 3. SMA tipe 3 – Chronic juvenile atau sindrom Kugelberg-Welander (> 18 bulan) SMA tipe 3 ditandai dengan kelemahan proksimal yang lambat.3 Anak-anak dengan SMA tipe 3 dapat berdiri
dan berjalan tetapi akan mengalami kesulitan pada keterampilan motorik, seperti naik turun tangga.3 Pada tipe ini, sering terlihat adanya karakteristik klinis seperti skoliosis, nyeri otot dan gejala sendi berlebihan, dan adanya disfungsi bulbar yang berlanjut.3 Anakanak dengan SMA tipe 3 memiliki harapan hidup normal.3,5 4.
SMA tipe 4 – Adult onset
Gejala fisik pada SMA tipe 4 mirip dengan SMA tipe 3 ditandai dengan adanya tremor dan kelemahan otot yang ditemukan pada usia dewasa.3-5
Gambar 1. Fase perkembangan penyakit SMA.7
c. Etiologi Spinal Muscular Atrophy 95% kasus SMA merupakan kelainan genetik berupa delesi homozygous pada gen Survival Motor Neuron 1 (SMN1) di kromosom 5q13.8 Sedangkan gen
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
SMN2 mengalami pemendekan karena kekurangan ekson7.8,9
salinan normal SMN2, sehingga bersifat asimtomatik.11,12
Gambar 2. Pengaruh SMN1 dan SMN2 pada pasien SMA.10
Mutasi pada gen SMN1 akan menurunkan ekspresi protein SMN dimana ekspresi gen SMN2 saja tidak cukup untuk pemrosesan mRNA normal pada lower motor neurons.3 Pemrosesan mRNA yang tidak efisien akan memiliki efek toksik pada lower motor neurons dan menyebabkan degenerasi seluler.3
d. Faktor Risiko Spinal Muscular Atrophy SMA merupakan penyakit herediter autosomal resesif yang menunjukkan bahwa individu yang terkena akan memiliki dua gen yang bermutasi (kedua salinan gen SMN1 exon 7).11 Dalam kebanyakan kasus, orang tua dari individu dengan kondisi resesif autosomal masing-masing membawa satu salinan gen SMN1 bermutasi (carrier) tetapi selalu membawa
Gambar 3. Transmisi gen SMN1 pada penyakit SMA.12
e. Komplikasi Atrophy
Spinal
Muscular
Komplikasi dari SMA tergantung pada jenisnya, namun berdasarkan data komplikasi dapat berupa: - Asphyxia (ketika cairan atau sedikit makanan masuk ke saluran udara) -
Kontraksi otot dan tendon
- Skoliosis, atau tulang belakang
kelengkungan
- Kesulitan bernafas karena kelemahan otot dan skoliosis Tidak ada terapi tertentu untuk SMA, sehingga tata laksana yang ada hanya
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
bersifat suportif dan berfokus pada pencegahan komplikasi. Tingkat keparahan kelemahan otot juga menentukan angka harapan hidup.13 f. Diagnosis Spinal Muscular Atrophy
perhatian terhadap paru, gastrointestinal / nutrisi dan ortopedi / rehabilitasi dalam upaya untuk mengelola gejala pasien.14 Saat ini, terapi SMA berfokus pada bidang molekular.9
Diagnosis definitif SMA1 adalah adanya delesi homozygous pada gen SMN1.8 Sedangkan prognosis SMA dapat dideteksi dengan adalah gen SMN2.8 Bila hasil tes molekuler SMN1 negatif, metode diagnosis pilihannya adalah electodiagnosis.8,9 Diagnosa menggunakan teknik biopsi otot sudah tidak dilakukan lagi.8,9
Gambar 4. Diagnosis SMA.14
g. Penatalaksanaan Spinal Muscular Atrophy Pengobatan pada SMA bersifat simtomatik dan suportif yang mencakup manajemen klinis melalui pendidikan keluarga dan konseling bersama dengan
Gambar 5. Pengembangan terapi untuk SMA.14
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
GAUCHER’S DISEASE Gaucher’s Disease (GD) adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini disebabkan mutasi pada gen glukokerebrosidase (GBA) yang mengkode enzim β-glukosidase pada lisosom.18 Akibatnya, terjadi defisiensi pada gen GBA1 pada kromosom 1 (1q21) yang berfungsi memotong ikatan β-glukosidase dari lipid glukokerebrosida.15,17 Defisiensi enzim mengakibatkan aktivitas enzim tidak memadai sehingga terjadi “akumulasi toksik” akibat metabolisme (glukosilteramid sfingolipid – substrat lipid glukokerebrosida) yang terganggu. Metabolisme terjadi pada lisosom makrofag (sel Gaucher)15,18 terutama di hati, tulang, limpa, dan sumsum tulang.15 Pada kasus yang jarang terjadi, GD juga dapat terjadi akibat defisiensi saposin C yang merupakan aktivator gen GBA1.18 GD terbagi menjadi tiga subtipe yang dilihat berdasarkan keterlibatan neurologis dan onset dini.19
a. Epidemiologi Gaucher’s Disease di Indonesia Angka kejadian GD di dunia diperkirakan berkisar antara 1:50.000 hingga 1:100.000 individu.15 Di Indonesia, prevalensi GD adalah 1:40.000 individu pada bayi lakilaki maupun perempuan.16 GD tipe 1 merupakan tipe yang paling umum terjadi yang ditandai dengan adanya gejala pada anak usia dini hingga keadaan asimptomatik tanpa adanya komponen neurologis. GD tipe 2 dan 3 mempengaruhi sistem saraf pusat dengan tingkat morbiditas hingga mortalitas yang lebih tinggi.17
b. Manifestasi Disease
Klinis
Gaucher’s
Tanda dan gejala yang terlihat pada GD bervariasi bergantung dengan tipe nya.17 Namun, gejala yang sering ditunjukkan adalah hepatosplenomegali tanpa nyeri.17 Sitopenia juga ditemukan pada anak-anak dan dewasa, tetapi belum diketahui dengan pasti penyebabnya.17,19 Gejala lain yang dapat timbul antara lain nyeri sendi, parkinsonisme, osteoporosis, hingga perubahan pigmen pada kulit (coklat-kekuningan).17 1. Type-1 GD (ORPHA77259) GD tipe 1 paling sering muncul pada masa bayi tanpa adanya
Tabel 2. Tipe Gaucher’s Disease.
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
gejala neurologis. Pada beberapa individu dengan genotipe ini tidak menunjukkan adanya gejala seumur hidup. Manifestasi klinis yang terlihat seperti distensi abdomen akibat hepatosplenomegali (Gambar 1), trombositopenia, dan sitopenia. Pada GD 1 juga ditemukan adanya limfadenopati abdominal (Gambar 2).19
Gambar 6. Hepatosplenomegali masif.19 Gambar 7. CT Scan: Pembesaran nodus limfa.19
tipe 1 dalam organomegali.18,19
c. Etiologi Gaucher’s Disease Penyakit ini terjadi akibat adanya mutasi pada gen GBA. Akibat dari mutasi ini adalah instruksi pembuatan enzim β -glucocerebrosidase terganggu. Enzim ini memecah zat lemak yang disebut glucocerebroside menjadi gula (glukosa) dan molekul lemak yang lebih sederhana (ceramide). Pada keadaan defisiensi enzim ini, terjadi akumulasi toksik akibat timbunan glukoserebrosida dan zat terkait di dalam sel.20
d.
Faktor Risiko Gaucher’s Disease
2. Type-2 GD (ORPHA77260) GD tipe 2 sering kali dikaitkan dengan penurunan kemampuan neurologis yang berat dan terjadi secara akut pada usia 3-6 bulan dengan adanya hepatosplenomegali. Trias GD2 adalah opisthonus, dysphagia, dan strabismus.18 3. Type-3 GD (ORPHA77261) Tipe ini merupakan tipe kronik dengan onset yang lebih lambat dibandingkan dengan tipe 2.19 Manifestasi neurologis pada tipe ini cenderung lebih ringan dibanding tipe 2 dan memiliki kesamaan dengan
Gambar 8. Pola pewarisan autosomal resesif.
GD merupakan penyakit yang diturunkan melalui pola resesif autosomal sehingga
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
apabila salah satu orang tua individu menderita penyakit ini, maka peluang terjadi GD pada anak-anaknya menjadi lebih tinggi.20
e. Komplikasi Gaucher’s Disease Tidak hanya hepatosplenomegali, penumpukan lemak juga dapat terjadi pada sumsum tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya patah tulang. Selain itu, GD juga dapat menyebabkan perkembangan reproduksi melambat, masalah kehamilan, penyakit Parkinson, hingga kanker.21
f. Diagnosis Gaucher’s Disease Diagnosis dapat dilakukan dengan cara: 1. Aktivitas (GCase)
Glukoserebrosidase
Dalam metode ini, diagnosis dilakukan dengan sekuensing gen PSAP dengan menilai aktivitas enzim GCase dapat dilihat pada leukosit total, sel mononuklear, atau fibroblast yang dikultur dimana aktivitas enzim residu 10% - 15% nilai normal.18 2. Aspirasi Sumsum Tulang Metode ini dilakukan pada pasien trombositopenia dan/atau splenomegali untuk menegakkan
diagnosis definitif. Aspirasi sumsum tulang sangat jarang diaplikasikan karena cenderung membutuhkan jumlah sel yang cukup banyak. Selain itu, adanya kesulitan dalam membedakan sel gaucher dengan “pseudo-gaucher” yang banyak ditemukan pada pasien dengan kelainan darah atau penyakit menular.18 3. Mutasi GBA1 atau GCase Terdapat lebih dari 400 mutasi telah ditemukan dalam gen GBA1, tetapi beberapa di antaranya lebih umum.18 Analisis mutasi memiliki nilai prediksi terbatas sehubungan dengan perkembangan penyakit Gaucher. Metode PCR tidak menunjukkan adanya alel rekombinan yang terkait dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi.17 4. Diagnosis Prenatal Metode ini menggunakan sampel chorionic villus (10-12 minggu amenore) atau sel cairan amnion (16 minggu amenore) dengan analisis genetik.18 g. Penatalaksanaan Disease
Gaucher’s
Terapi dilakukan dengan tujuan mengurangi akumulasi substrat beracun dan glikolipid sehingga tidak terjadi komplikasi. Metode
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
terapi yang dilakukan adalah enzyme replacement therapy (ERT) dengan cara menambah atau mengganti enzim yang defis dengan bentuk lain yang telah dimodifikasi sehingga substrat dapat dimetabolisme atau menghambat enzim-glukosilseramid sintase agar sintesis substrat dapat dihambat.19
Gambar 9. Strategi terapi pada pasien Gaucher Disease.
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
DAFTAR PUSTAKA 1. Verhaart IEC, Robertson A, Wilson IJ, Aartsma-Rus A, Cameron S, Jones CC. Prevalence, incidence and carrier frequency of 5q-linked spinal muscular atrophy – a literature review. Orphanet Journal of Rare Disease. 2017 Jul 4; 12(124). 2. Milani MM, Widodo DP, Amardiyanto R, Sinaga N, Hidayah N. Prevalensi, Spektrum Klinis dan Gambaran Neurofisiologi Kasus Neuromuskular. Sari Pediatri. 2018;20(4). 3. Rosenfeld J. Spinal Muscular Atrophy [Internet]. Medscape. 2019 May 29 [Cited 2020 Feb 11]. Available from: https://emedicine.medscape.com/ article/1181436-overview#a5 4. Ranade AS. Spinal Muscle Atrophy [Internet]. Medscape. 2018 Nov 5 [Cited 2020 Feb 11]. Available from: https://emedicine.medscape.com/ article/1264401-overview
diagnosis, rehabilitation, orthopedic and nutritional care. Neuromuscul Disord. 2018; 28(2): 103-115. 7. Swoboda KJ, Kissel JT, Crawford TO. Perspectives on clinical trials in spinal muscular atrophy. J Child Neurol. 2007; 22 (8): 957-966 8. Arnold WD, Kassar D, Kissel JT. Spinal muscular atrophy: Diagnosis and management in a new therapeutic era. Muscle and Nerve. 2015;51(2):157–67. 9. Kolb, S.J. dan Kissel, J.T. Spinal Muscular Atrophy Stephen. Up to Date. 2017;33(4):1–16. 10. Bowerman M, Becker CG, Yáñez-Muñoz RJ, Ning K, Wood MJA, Gillingwater TH. Therapeutic strategies for spinal muscular atrophy: SMN and beyond. Disease Models & Mechanisms. 2017; 10: 943-954.
5. Prior TW, Finanger E. Spinal muscular atrophy [Internet]. NCBI Bookshelf. 2016 Dec 22 [Cited 2020 Feb 11]. Available from: https:// www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK1352/?report=printable
11. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Spinal Muscular Atrophy [Internet]. NIH Publications. 2019 May [cited 2020 Jan 26]. Available from: https://www. ninds.nih.gov/Disorders/PatientCaregiver-Education/Fact-Sheets/ Spinal-Muscular-Atrophy-Fact-Sheet
6. Mercuri E, Finkel RS, Muntoni F; SMA Care Group. Diagnosis and management of spinal muscular atrophy: part 1: recommendations for
12. Jones K. Spinal Muscular Atrophy and the Difficult SMN1 Gene [Internet]. Thermo Fisher Scientific. 2019 Mar 20 [Cited 2020 Feb 11]. Available from:
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
https://www.thermofisher.com/blog/ behindthebench/spinal-muscularatrophy-and-the-difficult-smn1-gene/ 13. Stanford Children’s Health. Spinal Muscular Atrophy in children. Available from: https://www. stanfordchildrens.org/en/topic/ default?id=spinal-muscular-atrophy90-P02623 14. Farooq FT, Holcik M, MacKenzie A. Spinal Muscular Atrophy: Classification, Diagnosis, Background, Molecular Mechanism and Development of Therapeutics. Neurodegenerative disease. 2012; 23: 563. 15. Nalysnyk L, Rotella P, Simeone J, Hamed A, Weinreb N. Gaucher disease epidemiology and natural history: a comprehensive review of the literature. Hematology. 2016 Oct 20; 22(2): 65-73. 16. What is Gaucher Disease? [Internet]. Yayasan MPS & Penyakit Langka. 2017 Nov 22 [Cited 2020 Feb 7]. Available from: https:// penyakitlangkaindonesia.org/basicarticle/what-gaucher-disease 17. Stone WL, Basit H, Master SR. Gaucher Disease [Internet]. Treasure Island (FL): Stat Pearls Publishing. 2019 Jul 6 [Cited 2020 Feb 7]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
books/NBK448080/ 18. Stirnemann J, Belmatoug N, Camou F, Serratrice C, Froissart R, Caillaud C. A Review of Gaucher Disease Pathophysiology, Clinical Presentation and Treatments. Int J Mol Sci. 2017 Feb 17; 18(2): 441. 19. Nagral A. Gaucher Disease. J Clin Exp Hepatol. 2014 Apr 21; 4(1): 37-50. 20. Genetic Home Reference. Gaucher Disease [Internet]. USA: NIH. 2020 Jan 21 [Cited 2020 Feb 8]. Available from: https://ghr.nlm.nih.gov/condition/ gaucher-disease#genes 21. Gaucher Disease [Internet]. Mayo Clinic. 2017 May 24 [Cited 2020 Feb 8]. Available from: https://www. mayoclinic.org/diseases-conditions/ gauchers-disease/symptoms-causes/ syc-20355546
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
Kami segenap tim penyusun berterima kasih atas waktu yang telah diberikan dalam membaca R-Ticles 5. Untuk meningkatkan kualitas R-Ticles kedepannya, kami telah menyertakan link feedback form. Di bawah ini terdapat pula link untuk mengakses R-Ticles, R-Ticles 2, R-Ticles3 dan R-Ticles4 sebagai buah karya keluarga Research AMSA-Indonesia. Dan kali ini kami akan membuka peluang untuk anggota AMSA-universitas yang juga ingin menampilkan karyanya di R-Ticles! Kirimkan esai milikmu dengan tema “Rare Non-Infectious Disease.� Untuk selebihnya dapat menghubungi Nabila Ananda Kloping selaku Secretary of Research. We wait for your penmanship! Thank you. Happy Reading! Viva AMSA! Feedback Link R-TIcles5 vol 7: https://forms.gle/2LiTe3xiy2qsaey96 R-Ticles: https://drive.google.com/open?id=1r0u21ANAVG8fdzB5tGlY_81K4Lnhewom R-Ticles2: https://drive.google.com/open?id=1nnoVYXcyJgvsk-Jox6faP_FKhWMgiQAZ R-Ticles3: https://drive.google.com/open?id=1njBfoWP19U7qKRA3-je-xZ-VB-rtBLXe R-Ticles4 vol 1: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4 R-Ticles4 vol 2: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_2 R-Ticles4 vol 3: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_3 R-Ticles4 vol 4: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_4
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
R-TICLES 5th EDITION: VOLUME 7
Read
Write
Share