Dari Lahan Terdampak, Seputar ancaman pembangunan NYIA

Page 1

1

DARI LAHAN TERDAMPAK

SEPUTAR ANCAMAN PEMBANGUNAN BANDARA NYIA


2

DARI LAHAN TERDAMPAK Pembaca yang gelisah, Seiring gencarnya semangat pembangunan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat di penjuru selatan Provinsi Yogyakarta. Ruang hidup masyarakat pesisir dirampas lalu ekosistem alamnya dirusak dengan proyek tambang pasir besi, Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS), ditambah ambisi membangun bandara internasional dengan luas 637 hektar. Kita menyaksikan berbagai elemen masyarakat menggeliat, menumbuhkan wacana kritis, dan bersolidaritas untuk saudara-saudara kita di pesisir. PT. Angkasa Pura I (Persero) ngotot menginginkan pengosongan lahan segera sah walau prosesnya melanggar administrasi atau maladministrasi, seperti yang disampaikan dalam laporan hasil penyelidikan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY). Di sisi lain, warga melawan dengan terus menanami lahan mereka. Walaupun aliran listrik dan akses jalan ditutup total oleh Angkasa Pura I, semangat mereka untuk bertahan hidup tak pernah surut. Melalui kumpulan tulisan ini, kita diajak menyelami dinamika kehidupan warga menghadapi ambisi percepatan pembangunan. Bagaimana rasanya hidup tanpa aliran listrik selama enam bulan? Bagaimana rasanya was-was dengan ancaman perobohan rumah? Bagaimana rasanya menanam dengan ancaman alat berat mengelilingi mereka? Masih banyak pertanyaan yang perlu kita jawab, tentu dengan tujuan menyelamatkan lingkungan dan kehidupan manusia di dalamnya. Jurnalis tak boleh bungkam atau abai. Karenanya, selamatkanbumi ingin menyampaikan betapa hidup semangat warga. Kami ingin terus menyajikan berita, analisis, sehingga menjadi informasi yang mengena dan berfungsi untuk warga. Ini lebih dari upaya literasi karena dalam keadaan kritis, tujuan terdekatnya adalah memahami sambil bertindak. Solidaritas untuk rakyat teraniaya. Salam juang untuk kita semua!


3

PT ANGKASA PURA I BERTEMU SULTAN HB X BAHAS BANDARA NYIA ● Yogyakarta (02/08). Sekitar pukul 11.05 terlihat rombongan Angkasa Pura I datang ke Kepatihan untuk bertemu Gubernur provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertemuan dilakukan secara tertutup itu berlangsung selama hampir tiga jam. Obrolan utama kedatangan Angkasa Pura I untuk membahas desain bandara yang direncanakan akan tetap menggunakan kearifan lokal Jogja. Setelah pembicaraan berlangsung, Faik Fahmi Selaku Direktur PT. Angkasa Pura I yang keluar dari ruang pertemuan memberikan tanggapan atas apa yang menjadi prioritas utama pertemuan dengan Sultan. Faik menceritkan saat bertemu Sultan yang dibahas hanya desain bandara yang akan diselaraskan dengan nilai filosofi yang telah ada di Jogja. “Kita mengharapkan desain bandara tetap menggunakan kearifan lokal yang menjadi ikon jogja,” ujar Faik

Saat ditanya perihal warga yang masih menolak, ia menjelaskan tidak ada pembicaraan khusus terkait itu. Faik justru menegaskan jika target operasional bandara akan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan yakni bulan april tahun 2019. “Tidak bahas itu (waga penolakred), kita tetap targetkan april 2019 mulai dengan operasi terbatas,“ ujarnya. Bagi Faik urgensi bandara ini untuk kepentingan masyarakat, sehingga akan memunculkan nilai ekonomi yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat yang terdampak bandara. Pembangunan infrastruktur nasional ini menurutnya sebuah keharusnya untuk dapat diselesaikan. “Ini kepentingan masyarakat jogja, kita bangun ini kan bukan lapangan golf, apartemen tapi satu bandara yang mendesak dibutuhkan masyarakat,” terang Faik.


4

Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur DIY menerima Diektur PT. Angkasa Pura I dan segenap Tim Perencana Bandara NYIA di Kantor Gubernur/Kepatihan, 8 Februari 2018.

Jika ada masyarakat yang masih menolak untuk pindah dan masih ingin tetap bertani, Faik menyatakan pemerintah akan memberikan alternatif bagi warga untuk bertani di lokasi lain, baginya hal tersebut tidak akan mengubah cara warga mencari kehidupan. “Pemerintah akan memberikan alternatif bertani di tempat lain, tidak mengubah pertanian mereka, yang bertani masih bertani, yang berdagang masih berdagang,� ujarnya. Konsinyasi kemudian menjadi jalan utama untuk menyelesaikan permasalahan pembebasan lahan yang sampai saat ini terkendala karena adanya penolakan dari Panguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP). Peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2016 terkait tata cara pengajuan dan penitipan ganti kerugian ke pengadilan negeri dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dianggap sebuah regulasi yang mendukung pembangunan inftasruktur strategis nasional di masa pemerintahan Jokowi.

Sultan HB X selaku Gubernur menyatakan proses warga yang masih menolak ganti rugi sudah dititipkan di pengadilan,�Kan sudah di


5

"...kita tetap targetkan April 2019 mulai dengan operasi terbatas"

pengadilan, karena yang punya hak membatalkan sertifikat pengadilan” Kata Sultan saat memberikan keterangan setelah melakukan pertemuan dengan Angkasa Pura I. Sultan menambahkan jika sertifikat yang selama ini sudah dibatalkan guna menunjang pembangunan untuk kepentingan umum akan beralih menjadi kepemilik negara, “Sertifitkat sudah dibatalkan utuk kepentingan umum, jadi beralih jadi milik negara,” ujar Sultan. Mendengar hal tersebut, Sarli selaku kuasa Hukum Panguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP) saat diminta tanggapan terkait penitipan uang di pengadilan menyatakan jika sejauh ini prosedur yang dilakukan oleh Angkasa Pura I dalam melakukan konsinyasi kepada warga yang masih menolak sudah salah. Menurutnya pihak Angkasa Pura justru telah melanggar prosedur Perma nomor 3 tahun 2016. Sebab dalam pelaksanaanya Angkasa

Pura I hanya memberikan berita acara penolakan bandara, bukan berita acara besaran ganti rugi. “Ada prosedur yang dilanggar oleh Angkasa Pura, harusnya ada berita acara penolak besaran ganti rugi, bukan berita acara penolak bandara, Pengadilan Negeri Wates juga diam saja ada pelanggaran,” kata Sarli.

Ia juga mengungkapkan dalam proses konsinyasi tidak bisa langusung ada pemutusan hak tanpa ada putusan hukum tetap, satu sisi menurutnya warga masih menolak dan masih menyimpan sertifikat hak milik sehingga tidak bisa dialihkan. “Dikonsinyasi lalu tanahnya berlaih menjadi milik negara? Dalam kasus ini tidak bisa berfikir normatif seperti itu,” Kata Sarli.


6

SAWAH SUBUR DALAM KUNGKUNGAN PAGAR BANDARA â—?

LAHAN SUBUR DALAM KUNGKUNGAN PAGAR BANDARA â—? Wagirah dan kawankawan menyusuri pematang sawah untuk panen padi di Dusun Bapangan, Glagah, Kulon Progo, 18 Maret 2018.

Pagi itu sekitar pukul 07.45 WIB, ia bersiap berangkat ke sawah dengan tiga perempuan dan dua laki-laki. Mereka menggunakan pakaian serba panjang, tak lupa topi dan penutup muka. Bersama kawan-kawan perempuannya, ia menggendong sabit dan pengasa, sedangkan para lelaki berbagi tugas untuk membawa alat penggiling yang berbahan bakar solar. Tak lupa mereka membawa makanan dan minum untuk bekal bekerja. Pagi itu


7

mereka hendak panen padi, hasil tanam warga penolak bandara yang berada di dusun Bapangan, Temon Kulon Progo. Karena lahan sawah begitu luas, mereka membutuhkan tenaga cukup banyak. Telah menjadi kebiasaan petani Temon untuk menggunakan sistem gotong royong dalam mengelola hasil panen. Hasil panen selalu dibagi dalam bentuk gabah basah. Kegiatan tersebut terus dilakukan, walaupun enam tahun belakangan selalu dihantui konflik bandara. Mereka masih memanen karena tak pernah berhenti menanam.

Wagirah (60), orang akrab memanggilnya demikian, mengajak saya ikut memanen padi yang sudah berumur 3 bulan. Tiga perempuan yang ikut bersamanya bernama Susilah (49), Satini (58), dan Sumarsih (54). Saya diminta berganti pakaian seperti mereka, kaos lengan panjang dan penutup kepala, agar pengaruh terik matahari tak mengganggu pekerjaan. Sepanjang perjalanan ke sawah, Wagirah berulangkali mengingatkan saya agar berhati-hati jalan di pematang sawah yang sempit dan becek. Sejajar dengan petak-petak sawah, pagar pembatas tapak

pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) memanjang ke utara. Pagar terpancang sampai batas Jalan Nasional Wates-Purworejo. Wagirah menceritakan bahwa tanahnya berada di dalam pagar, namun ia tak pernah menjualnya pada Angkasa Pura I. Ia bergumam tak habis pikir bagaimana bisa lokasi tapak bandara ditetapkan dengan pagar, jika di dalamnya masih banyak tanah yang tetap sah milik para petani. Di ujung batas sawah, tempat para petani melepas lelah, telah menunggu seorang penjual es dawet, minuman bersantan dengan isi bulir-bulir kenyal yang disirami gula merah. Susilah menuturkan bahwa penjual dawet tersebut tidak dibayar dengan uang, tetapi dengan gabah. Selama puluhan tahun penjual dawet melayani para petani sepanjang masa panen. “Biasanya ya, ini barter mas, tukar dengan hasil panen. Sudah lama begini, hampir puluhan tahun,� tutur Jumadi yang berjualan dawet khususnya di masa panen. Setelah menikmati es dawet dan mengasah sabit, Wagirah turun ke sawah. “Arit diasah dulu biar tajam, biar enak motongnya,� tutur Wagirah


8

sambil mencoba memotong seikat padi yang menunduk karena berat menahan bulir-bulirnya. Dalam sekejap tim panen menyebar dengan tugas masing-masing. Para perempuan ngarit atau memotong padi, menumpuknya di sekitar tempat mereka ngarit, lalu para lelaki memanggul hasil potongan tersebut ke satu titik, di mana mereka mengoperasikan alat bertenaga mesin sederhana untuk memisahkan bulir padi dari batang. Dari mesin tersebut, bulir-bulir padi berguguran dan ditampung di atas terpal. Bulir-bulir tersebut adalah gabah basah, yang masih perlu dibersihkan dari serpihan batang padi. Setelah bersih, gabah basah dimasukkan dalam karung untuk dikeringkan di pekarangan rumah masing-masing.

Agus membawa batangbatang padi yang telah dipotong menuju lokasi pengumpulan. (kiri) Agus dan Sumarsih mengayak bulir-bulir gabah yang telah dipisahkan dari batang padi. (kanan)

Tahap-tahap panen di atas berlangsung sepanjang hari, hingga matahari hampir terbenam. Bagi Wagirah dan kawan-kawannya, panen adalah masa kebahagiaan karena kebutuhan hidup keluarganya bergantung dari hasil panen sawah dan ladang. Pulang dengan ratusan kilogram gabah basah artinya mereka masih harus melakukan rangkaian kegiatan pengeringan. Karena itulah petani padi selalu membutuhkan pekarangan yang luas untuk menjemur gabah. Hasil panen padi tiap empat bulan sekali digunakan Wagirah untuk memenuhi pangan,


9

sandang, dan membiayai sekolah anak. Setiap beberapa bulan sekali ia berhitung berapa banyak kebutuhan keluarga. Jika hasil panen dirasa melimpah, maka kelebihannya langsung dibagi ke tetangga-tetangganya. Menanam kemudian panen adalah kerja profesional Wagirah sebagai petani. Seumur hidupnya ia bisa mengerjakan hal lain, namun ia dan ribuan warga di pesisir Kulon Progo adalah orang-orang yang bangga dengan kemampuan mereka hidup dari daya dukung lahan pertanian. Lain lagi cerita Sumarsih. Beberapa orang tetangga desa yang sekarang rumahnya rata dengan tanah karena dijual ke Angkasa Pura I, terus-menerus dilanda kecemasan. Secara tertulis, mereka masih memiliki banyak uang di bank. Namun, sehari-harinya mereka cemas menggunakan uang tersebut, karena telah banyak contoh orang yang menghambur-hamburkan uang hasil penjualan tanah, kemudian bangkrut dan dililit hutang. Ketika tak ada lagi lahan yang bisa ditanami, runtuhlah martabat manusia yang seumur hidupnya terbiasa bertani dan bercocok tanam. Wagirah, Sumarsih, dan tetangganya yang menolak bandara menyadari betapa

tak terbelinya nilai tanah subur pesisir Kulon Progo. Mereka tidak pernah menyerahkan sertifikat tanah dan rumah. Angkasa Pura I pun bersiasat. Adanya celah dalam pelaksanaan Undang Undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dimanfaatkan untuk mempercepat tahap pengadaan tanah melalui penitipan uang di pengadilan, atau dikenal warga sebagai konsinyasi.

Tak habis cerita warga dalam membicarakan bagaimana tahap pengadaan tanah telah merusak kedamaian hidup mereka. Warga, khususnya yang memanfaatkan lahan pesisir untuk pertanian, telah lama mendapat kekerasan karena diintimidasi, dipaksa menjual lahan, bahkan diancam akan kena gusur paksa jika tidak mau menjual tanah. Angkasa Pura I yang belakangan selalu datang dengan aparat keamanan seperti TNI dan Kepolisian, disebutnya telah memaksakan kehendak tanpa berlandaskan hukum. Gencarnya kedatangan pegawai Pengadilan Negeri Wates ke rumah-rumah membuat Sumarsih heran, dari mana Angkasa Pura I mendapatkan data untuk memenuhi persyaratan penitipan atau konsinyasi tersebut. Ia sendiri tidak pernah merasa perlu ada


10

Bekerja di sawah pada hari yang terik membutuhkan kesegaran. Salah satu jajanan yang dinanti adalah Es Dawet. Selain disiram gula merah cair, penjualnya menyediakan sirup dan krimer coklat. Para petani tak pernah membayar penjual Es Dawet dengan uang tunai, melainkan barter dengan gabah.

musyawarah menentukan nilai ganti rugi, karena tanahnya tidak dijual. Belakangan diketahui warga melalui penyelidikan Ombudsman RI Perwakilan DIY (ORI DIY), Angkasa Pura I melakukan maladministrasi karena berkas penolakan besaran ganti rugi oleh pemilik tanah tidak pernah ada. Satu-satunya berkas pendukung selain salinan sertifikat tanah hanya berupa daftar hadir warga saat sosialisasi pembangunan bandara tertanggal hampir lima tahun yang lalu. Namun, himbauan ORI DIY untuk menghentikan pembangunan sementara pun, tak digubris Angkasa Pura I. Pagar dan portal dibangun membelah lahan subur, mengusik kententraman warga.


11

"Presiden itu makan nasi dari ini lho, Mas. Presiden butuh petani, makanya petani itu jangan di abaikan"

Bandara Menghancurkan Buruh Tani Panen menjadi tanda melimpahnya sumber alam bagi petani. Tak heran jika Satini (58) selalu gembira jika diajak memanen. Dengan para tetangganya, ia bisa menyelesaikan panen beberapa bidang tanah dalam satu hari.

“Banyak pun sehari bisa selesai. Gotong royong cara melakukannya, Mas,” tutur Satini ringan sembari menunjukan cara memotong padi.

Susilah yang berada di sebelah Satini menimpali, panen hari itu akan menghasilkan 12 kuintal. Hasil itu dalam setahun tak akan habis dimakan keluarganya. “Setugel kulen, bisa satu setengah ton kalau bagus banget. 12 kuintal itu rata-rata,” ujar Susilah. Ia juga bercerita bahwa dalam satu tahun ia bisa melakukan dua

kali panen. Tidak berhenti di situ, tanaman yang bisa tumbuh di lahannya adalah komoditas populer di pasar, seperti semangka, melon dan sayuran. Dari ceritanya, ia ingin menunjukan betapa subur dan melimpahnya hasil bumi yang ditanam di tanah yang tak pernah jenuh menjamin kehidupan mereka.

“Selain panen dua kali setahun bisa buat nanam semangka, melon, gak hanya nanam padi tok. Sayurmayur bisa,” tutur perempuan yang dua anaknya sudah dewasa ini. Wagirah menyambung tuturan tetangganya, hasil panen pernah sampai membludak, tak bisa ditampung seluruhnya di rumah karena amat banyak. Dua tahun lalu, ia kebanjiran cabai merah, padi, dan sayuran. Karena takut rusak dan busuk, ia membagikannya pada saudara dan tetangga terdekat, bahkan sebelum dijual ke pengepul.


12

“Rumahnya itu sampai gak muat saat panen. Bertumpuk-tumpuk, sampai gak muat,” katanya kemudian tertawa. Wagirah, Satini, Sumarsih, dan Susilah tak lupa mengisahkan pentingnya peran buruh tani. Puluhan ribu orang berdatangan dari perbukitan Menoreh dan Purworejo, bahkan Gunungkidul untuk membantu panen raya. “Luar daerah ke sini, sepanjang panen gak pernah berhenti. Hampir tiap hari,” ucap Wagirah. Menurutnya, buruh tani itu dapat pekerjaan dari lahan mereka. Kehidupan berbalik saat banyak Angkasa Pura I mulai mengeksekusi lahan, meratakan dan memadatkan agar bisa ditanami beton. Buruh Tani tak lagi datang berduyun-duyun ke Temon. Wagirah pernah bertemu salah seorang buruh tani yang kerap membantu panen. Ia bercerita pada Wagirah bahwa sekarang semakin sulit mencari lahan yang perlu dibantu panen, karena dampak bandara sangat luas dan berlangsung hampir serentak.

“Dulu setiap panen mereka ke sini. Mereka, buruh tani itu sedih gak bisa bawa pulang hasil panen,” ucap Wagirah.

Runtuhnya martabat petani dan hancurnya kehidupan buruh

tani karena pembangunan infrastruktur bandara adalah dampak langsung proyek bandara NYIA. Lahan tak bisa bertambah jika sudah dibangun. Betapapun menggiurkannya jumlah uang yang masuk, apa arti kekayaan daerah tanpa kedaulatan pangan?

“Presiden itu makan nasi dari ini lho, Mas. Presiden butuh petani, makanya petani itu jangan di abaikan,” pungkas Wagirah menutup pertemuan kami di lahan saat ia beristirahat sejenak, menikmati makan siang, nasi dan sayur-mayur hasil panen sendiri.


13

OMBUDSMAN: TUNDA PENGOSONGAN LAHAN, LANJUTKAN INVESTIGASI ● Ancaman penggusuran paksa 4 Desember 2017 batal karena desakan massa solidaritas untuk warga penolak bandara NYIA. Angkasa Pura I kemudian menyasar rumah dan bangunan lain yang dinyatakan bebas sengketa karena pemiliknya telah menerima ganti rugi.

“Kita selalu harus dalam posisi saling menghormati, maka kemudian kami menulis surat pada pihak Angkasa Pura untuk mempertimbangkan agar (pengosongan dan pembongkaran -red) sementara ditunda untuk penyelidikan sampai kami selesai,” Budhi Masthuri, Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Propinsi DIY.


14

Proyek pembangunan New Yogyakarta International Aiprort (NYIA) yang direncanakan selesai pada tahun 2019 masih menanggung permasalahan, yakni pembebasan lahan. Upaya Angkasa Pura (AP) I untuk mempercepat pengosongan justru menjadikan perusahaan BUMN tersebut berpotensi banyak melakukan pelanggaran administrasi dan kepatutan.

Angkasa Pura I dibantu instansi pemerintah yang melakukan pelayanan publik, dan aparat yakni polisi dan TNI. Karena itu, investigasi diputuskan berlanjut dengan himbauan agar Angkasa Pura I menunda pengosongan lahan dan pembongkaran rumah sampai selesai masa Ujian Akhir Semester untuk anak-anak calon korban gusuran.

Temuan awal ORI pada 29 November mengkonfirmasi aduan warga, yakni mendapati rumah-rumah warga penolak yang tidak pernah menerima ganti rugi tidak dialiri listrik lagi, dan sebagian besar di antaranya dirusak lebih dahulu daripada yang sudah menerima ganti rugi dan telah dikosongkan penghuninya.

Selamatkanbumi.com mencoba melakukan wawancara khusus kepada Budhi Masthuri selaku Kepala ORI di Propinsi Yogyakarta. Hal tersebut dilakukan mengingat ORI menyatakan temuan-temuan yang mengarah kepada pelanggaran administrasi/ maladministrasi yang dilakukan oleh Angkasa Pura. Dari wawancara kami, Budhi mengungkapkan telah melayangkan surat kepada pihak Angkasa Pura I untuk menunda pengosongan paksa lahan warga. Aduan warga yang diterima langsung oleh Budhi Masthuri juga mencatat adanya kekerasan terhadap warga saat melindungi haknya, di antaranya pemukulan, pencekikan, peringkusan, dan pemborgolan yang mengakibatkan luka-luka.

ORI juga menemukan bahwa dalam kegiatan pengosongan lahan dan pembongkaran rumah,

Surat untuk Angkasa Pura I dilayangkan ORI pada General Manager PT. (Persero) Angkasa

Penolakan warga terus berlangsung, khususnya mereka yang menolak menjual tanah sejak semula. Mereka mengadukan Angkasa Pura (AP) I sehari setelah pengosongan paksa tanggal 27 November 2017 dimulai. Pengosongan berlangsung sepanjang pekan, bahkan ketika Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mulai melakukan investigasi lapangan.


15

Pemberitahuan pengosongan lahan ditempelkan Angkasa Pura I di rumah-rumah warga, tanpa mencermati apakah pemiliknya bersedia menerima ganti rugi atau tidak.

Pura I Yogyakarta, tertanggal 30 November 2017. Tembusan surat disampaikan pula pada Ketua Ombudsman RI di Jakarta, Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Kepala Kepolisian RI, Menteri BUMN, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kepala Kepolisian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Project Manager Pembangunan NYIA PT. Angkasa Pura, dan warga yang melaporkan pelanggaran.

Surat tersebut merinci permintaan ORI untuk menunda pengosongan lahan dan pembongkaran rumah tanggal 4 Desember 2017 hingga selesai proses investigasi. “Saya berharap Angkasa Pura mematuhi peraturan negara, dan kami berkomitmen menyelesaikan investigasi dengan cepat� Kata Budhi.


16

"Memang kami menemukan listrik sudah tidak ada, kemudian pohon-pohon dirubuhkan, jendela pintu sudah dibongkar. Kemudian ada yang menarik juga, jalan di depan rumah warga digali menjadi lubang sedalam 1 meter lebih padahal itu untuk akses masuk warga ke rumah."

Apa saja yang masuk dalam lingkup pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (ORI)?

Karena Angkasa Pura (AP) adalah BUMN, apakah AP juga menjadi bagian dari yang diawasi Ombudsman?

Semua. Setiap penyelenggara dan pelaksanaan publik, di pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat menjadi kewenangan Ombudsman. Maka, BUMN, BUMD, individu maupun swasta, yang sedang menjalankan program yang anggarannya bersumber dari APBN atau APBD, atau sedang menjalankan misi negara, menjadi domain pengawasan Ombudsman.

Angkasa Pura, bahkan perusahaan swasta yang sedang menjalankan proyek itu adalah pihak-pihak yang menjalankan proyek pemerintah, pasti menjadi obyek pengawasan Ombudsman. Apakah benar kemarin ada aduan masyarakat yang disampaikan ke ORI terkait upaya pengosongan lahan oleh Angkasa Pura?


17

Ya, jadi kemarin hari Selasa ORI kedatangan 4 orang warga Temon yang didampingi oleh lawyer mereka. Keluhannya berkenaan tindakan dari aparat dan Angkasa Pura dalam upaya pengosongan dan pembongkaran rumah warga. Karena melihat urgensi yang sedemikan rupa, ORI memutuskan esok harinya terjun ke lapangan, untuk mengumpulkan data dan informasi dari lapangan langsung, mengecek kebenaran dari konten laporan tersebut. Memang kami menemukan listrik sudah tidak ada, kemudian pohon-pohon dirubuhkan, jendela pintu sudah dibongkar. Kemudian ada yang menarik juga, jalan di depan rumah warga digali menjadi lubang sedalam 1 meter lebih padahal itu untuk akses masuk warga ke rumah. Apakah ORI juga menemukan kejanggalankejanggalan dalam prosedur pengosongan lahan? Kekerasan terhadap warga penolak bandara NYIA meningkat jadi pengrusakan rumah dan pencabutan listrik pada 27 hingga 29 November 2017. (kiri dan kanan)

ORI baru mengumpulkan fakta-fakta lapangan. Fakta ini yang nantinya kita bandingkan dengan aturan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, alasan dari pihak Angkasa Pura dan aparatur yang melakukan pencabutan listrik dan pembongkaran rumah itu ‘kan, karena sudah ada penetapan pengadilan melalui konsinyasi.


18

Nah kita ingin melihat apakah memang penetapan pengadilan atau konsinyasi itu memberikan hak untuk Angkasa Pura melakukan tindak-tindak pengosongan. ORI juga mendalami prosedur pengamanan yang ada, karena ada keluhan bahwa warga terintimidasi dengan sikap yang

dilakukan aparat. ORI sedang memeriksa apakah sikap dan tindakan itu sudah sesuai dengan SOP. Kalau sudah sesuai, berarti tidak ada maladminisitrasi, tetapi jika tidak sesuai dengan SOP mereka, ada dugaan maladministrasi di sana. Rentetan kekerasan untuk mempercepat pengosongan lahan 27-29 November 2017 kemudian dilaporkan ke Ombudsman RI DIY pada 28 November 2017, dan ditemukan bukti-bukti pelanggaran prosedur atau maladministrasi.

ORI mendengar tanggal 4 (Desember 2017) nanti akan ada semacam pengosongan massal, ya? Padahal di sisi lain saya juga menemukan keluhan warga, bahwa ini sedang musim penghujan, badai, kita tahu sendiri, ya? Kemudian musim Ujian Akhir Semester untuk anak sekolah. Untuk warga yang memiliki anak sekolah kan, bagaimana agar anak-


19

anak ini bisa belajar dengan tenang dulu. Maka dari itu kemudian kami coba menghimbau secara tertulis pada pihak Angkasa Pura, agar memperhatikan aspekaspek kepatutan seperti itu dan menunda pengosongan. Juga agar kemudian memberikan kesempatan pada Ombudsman melanjutkan investigasinya. Karena Ombudsman sebagai lembaga negara punya kewenangan untuk itu. Kita selalu harus dalam posisi saling menghormati, maka kemudian kami menulis surat pada pihak Angkasa Pura untuk mempertimbangkan agar (pengosongan dan pembongkaran -red) sementara ditunda untuk penyelidikan sampai kami selesai.

nilainya, ORI memfokuskan pada pengosongan dan pembongkaran. Keluhan dari warga juga tidak sama sekali menyinggung hal yang kami nilai bisa diselesaikan dengan mediasi dan atau negosiasi. Kalau memang persoalannya disimpulkan sebagai perbedaan persepsi tentang nilai ganti rugi, maka lebih baik ada negosiasi dengan pihak ketiga yang netral. Namun, warga tidak mengeluhkan itu. Keluhan warga adalah pada tindakan Angkasa Pura dan aparat yang melakukan pengosongan rumah dan lahan. Apakah mungkin ditemukan fakta yang menunjukkan maladministrasi dalam hal proses menuju pengosongan?

Belum.

Sementara hanya untuk perspektif saja. ORI mengkaji apakah penetapan pengadilan mengenai konsinyasi itu secara otomatis memberikan kewenangan bagi pihak Angkasa Pura, misalkan melakukan eksekusi sendiri seperti pengosongan dan pembongkaran.

Apa saja lingkup investigasi ORI yang dihimbau ke Angkasa Pura?

Kalau keluaran proses investigasi itu berupa apa dan ditujukan pada siapa?

Karena “standing� warga adalah mereka tidak setuju dengan adanya ganti rugi, bukan besaran

Berdasarkan UU No. 37/2008, Ombudsman di akhir investigasinya bisa mengeluarkan rekomendasi,

Apakah sudah ada respon balik dari Angkasa Pura?


20

bisa mengeluarkan saran. Biasanya saran kalau kaitannya dengan sistem, prosedur, mekanisme. Kalau rekomendasi diberikan saat ada temuan maladministrasi. Semua pihak yang berfungsi dalam proyek tersebut bisa diberikan rekomendasi. Artinya bisa Pemerintah Daerah yang diberi rekomendasi? Apa konsekuensi jika pihak-pihak yang diberikan rekomendasi mengabaikan rekomendasi Ombudsman? Ya, sesuai fungsinya masingmasing kan bisa diberikan rekomendasi. Menurut Undang Undang, rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan. Meskipun dia judulnya rekomendasi, tapi rekomendasi Ombudsman itu diberikan norma wajib oleh Undang Undang. Sehingga derajatnya sama dengan putusan pengadilan. Rekomendasi wajib dilaksanakan. Nah, barangsiapa tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman, di ayat berikutnya menyatakan bahwa pihak penerima dapat terkena sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apa saja yang termasuk sanksi administrasi? Teguran tertulis, teguran lisan, penurunan pangkat, sampai pencopotan dari jabatan yang struktural, pemberhentian, dan lain sebagainya. Misalkan tanggal 4 Desember 2017 himbauan Ombudsman diabaikan Angkasa Pura dengan alasan konsinyasi, kira-kira apa yang kemudian terjadi dalam konstelasi pemerintahan? Saya berharap Angkasa Pura mematuhi peraturan negara, dan kita berkomitmen menyelesaikan investigasi dengan cepat. Surat itu sebenarnya begini, dia belum termasuk saran atau rekomendasi. Kami melayangkan surat karena ORI melihat ada situasi yang mendesak. Mengingat yang urgent itu kan, anak-anak sedang ujian semester. Belum lagi misalkan, dari informasi awal yang kami kumpulkan, lokasi yang sekarang dikosongkan di Temon itu kan, bukan lokasi landasan pacu? ‘Kan tidak harus segera dikosongkan?


21

KOMNAS HAM MINTA PEMBANGUNAN NYIA DIHENTIKAN SEMENTARA, JOKOWI PERLU EVALUASI â—? Kulonprogo (19/12) Kedatangan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ke lokasi pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon, Kulonprogo, bertujuan untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan BUMN terkait, dalam hal ini PT. Angkasa Pura I (Persero) sebagai pemrakarsa proyek. Choirul Anam saat memberikan keterangan pasca bertemu dengan warga, mengungkapkan bahwa selalu ada indikasi pelanggaran HAM dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Ia juga menyatakan bahwa kejadian tanggal 5 Desember 2017 yang berujung penangkapan 15 relawan yang bersolidaritas sekaligus kekerasan fisik terhadap warga, tidak boleh terjadi lagi.

Menurutnya, negara dan PT. Angkasa Pura I (Persero) tidak boleh mengatasnamakan tenggat waktu membangun untuk memaksa warga menyerahkan tanah dan bangunan. Pilihan warga yang menolak menjual harus dihormati. Sedangkan pembangunan yang menimbulkan konflik struktural maupun horizontal, akan berujung pada buruknya reputasi pemerintah dalam membangun atau memberikan izin pembangunan. “Kalau sejak awal sudah merampas hak orang lain, menimbulkan ketidakamanan orang lain, pesan pertamanya dalam pembangunan ini ada sesuatu yang salah. Salah proses awalnya, salah dalam bidang desain pembangunannya, salah dalam tata kelola pembangunannya,� jelas Choirul.


22

Pengosongan lahan 8-9 Januari 2018 masih diwarnai kekerasan aparat terhadap warga yang mempertahankan tanah. Ketika itu yang menjadi sasaran Angkasa Pura I adalah lahan pertanian yang sertifikat tanahnya tak pernah diserahkan untuk proyek bandara NYIA. Pada gambar adalah anggota Kepolisian bernama Ade yang dilaporkan ke Ditreskrimum Polda DIY per tanggal 10 Januari 2018.

Kabar terbaru yang diterima selamatkanbumi.com dari warga adalah kemunculan individu maupun kelompok yang menemui warga penolak untuk meminta mereka melepaskan hak atas tanah masing-masing. Keinginan ini kerap diutarakan dengan ungkapan-ungkapan yang mengangkat sentimen tempatan dan pengorbanan demi kemajuan daerah. Ujaran pihak-pihak yang tidak secara formal tercatat sebagai pihak pembangun bandara ini juga kemudian membidik kehadiran jaringan solidaritas yang didefinisikan sebagai pihak luar, sehingga dianggap tak berhak mendukung warga penolak. “Ada pesan via sms dan WA yang intinya meminta saya melepaskan tanah dan supaya saya mengajak warga-warga lain,� tutur Sofyan, petani yang juga dikenal di lingkungannya sebagai pengelola Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) sebelum rencana pembangunan bandara.


23

Siang hari sebelum kedatangan Choirul Anam, terjadi upaya pemukulan terhadap salah satu relawan yang bersolidaritas. Kejadian tersebut berlangsung beberapa saat setelah perwakilan PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Pemerintah Daerah Kulonprogo menyelenggarakan jumpa pers di kantor PT. Pembangunan Perumahan (PP). Upaya pemukulan dilakukan oleh salah seorang warga yang diperkerjakan untuk membongkar rumah dan membersihkan lahan.

Plakat kayu, spanduk, dan poster dipasang di sekeliling rumah dan tanah warga, berisikan pesan solidaritas dan protes atas rencana pembangunan bandara NYIA. (kiri) Bentuk lain intimidasi warga melalui pengisolasian warga dari lingkungannya sendiri dilakukan Angkasa Pura I dan kontraktornya, PT. Pembangunan Perumahan, dengan menggali parit dalam di depan rumah dan di tengah jalan menuju lahan. (kanan)

Menurut Choirul, potensi konflik horizontal seperti yang berlangsung belakangan ini di lokasi rencana pembangunan bandara termasuk tanggung jawab semua pihak, khususnya BUMN terkait sebagai pelaksana proyek. “Kekerasan horizontal harus dicegah. AP I bertanggungjawab mencegahnya, apalagi orang didorong untuk konflik horizontal,� lanjut Choirul yang berlatar profesi advokat. Ia meminta kepada jajaran pemerintah kabinet kerja dan PT. Angkasa Pura I (Persero) untuk menghentikan terlebih dahulu proses pembangunan sampai ada titik temu dengan warga penolak.

“Spesifik di Kulonprogo, hentikan prosesnya dulu, tidak boleh ada kekerasan apa-apa sampai ada


24

"Percuma memaksakan diri. Misalkan ada target 2019 tapi menutup mata problem kemanusiaan, nggak ada gunanya. Bandara ini akan tercatat sebagai bandara yang tidak menghormati HAM"

titik temu antara AP, negara, dan masyarakat pemilik hak di sini,� ucap Choirul tegas. Regulasi Konsinyasi Harus Dievaluasi Pembangunan bandara NYIA yang ditargetkan beroperasi awal 2019 berpijak pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Petunjuk teknis termutakhir untuk pelaksanaan pembangunan adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DIY. Sedangkan untuk mekanisme

pembebasan tanah, dibuatlah Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2016 yang kemudian menjadi rujukan proses konsinyasi, atau penitipan uang di pengadilan untuk memfasilitasi praktik pelepasan hak. Bagi Choirul sistematika regulasi tersebut mengandung banyak kritik, seperti pada proses konsinyasi yang tidak memberikan ruang penolakan bagi warga. Praktik penitipan uang ganti rugi melalui lembaga peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri Wates, menjadi tidak wajar karena hampir seluruh pemegang hak atas tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan

bisa ditemui dan dilibatkan dalam musyawarah selain semata-mata untuk penentuan nilai ganti rugi.


25

Choirul memaparkan bahwa musyawarah kebutuhan tanah untuk pembangunan tidak hanya berkaitan dengan nilai ganti rugi, bahkan semestinya memberikan ruang bagi warga untuk bermusyawarah dengan pihakpihak terkait sebelum penetapan lokasi. “Banyak kritik dalam praktik konsinyasi. Soal hak milik tidak bisa hanya kelar di angka, minta berapa, minta berapa? Ini jauh lebih besar dari hak milik, ini soal kehidupan sosial masyarakat. Makanya bagi kami secara umum, pembangunan infrastruktur harus tetap menghargai HAM,” katanya. Choirul menegaskan kembali jika terus memaksakan diri untuk tetap membangun dengan target selesai awal 2019, namun luput memperhatikan hak hidup warga dalam kesatuan lingkungannya, maka pembangunan menjadi tak berguna. “Percuma memaksakan diri. Misalkan ada target 2019 tapi menutup mata problem kemanusiaan, nggak ada gunanya. Bandara ini akan tercatat sebagai bandara yang tidak menghormati HAM,” lanjut Choirul.

Untuk itu ia meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi sistematika regulasi tersebut,

sebab peristiwa yang terjadi di Kulonprogo akan dialami hampir seluruh warga Indonesia yang terdampak pembangunan infrastruktur atas nama kepentingan umum.

“Kasus (seperti-red) di Kulonprogo ini tidak hanya terjadi di sini, tempat lain juga mengalaminya. Sehingga penting bagi Jokowi untuk segera mengevaluasi regulasinya,” tutup Choirul.


26

KISAH PETANI PESISIR YANG DIISOLASI â—?

Portal memasuki wilayah ‘dalam pagar’ atau batas kawasan menurut Izin Penetapan Lokasi (IPL) mulai beroperasi 26 Maret 2018. Tidak ada sosialisasi atau dengar pendapat mengenai penutupan akses dan penjagaan pos yang berlangsung 24 jam setiap harinya ini.

Tiga tahun lalu tepatnya di awal tahun 2015, seorang petani yang terus berupaya menahan tanahnya beralih kepada perusahaan penambang pasir besi PT. Jogja Magasa Iron (JMI), kaget. Ia tak menyangka jalan menuju lahan yang digunakan untuk menghidupi keluarganya telah dihalangi tembok yang membentang seluas 2.979,79 Hektar. Seolah tak cukup menghambat akses warga, PT. JMI memasang portal besi di empat titik. Ia merasa dirugikan, namun tak tahu harus protes ke mana.


27

"Portal dipasang itu bentuk intimidasi terhadap masyarakat. Kalau di Temon parah, jalan umum kok diportal?� "

Parno, lelaki kelahiran Karangwuni, Kulon Progo tersebut dikenal sebagai salah satu sosok yang tak jera melawan proses pendirian pabrik besi. Saat ada perusahaan yang menawar tanahnya, ia menolak dengan tegas. Ia menyatakan sikap tak mau menerima tawaran ganti rugi apapun dari pabrik pasir besi. Ia kemudian bergabung dengan organisasi penolak tambang pasir besi. Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP). Pembangunan tembok dan pemasangan portal di Karangwuni berlangsung cukup lama setelah tujuh tahun perjanjian jual beli tanah antara petani pesisir dengan PT. JMI. Perusahaan yang ingin mengeksploitasi kandungan pasir besi dari pesisir Kulon Progo tersebut secara tiba-tiba membatasi akses siapapun yang membutuhkan wilayah pesisir, tak terkecuali warga. Padahal, sampai

hari ini pabrik tersebut tak jelas status legalitas operasinya. Parno menjelaskan ada sekitar 300 Kepala Keluarga (KK) yang telah menyerahkan hak atas tanahnya. Harga jual per meternya dibandrol hanya Rp. 75,000.00, karena mengacu pada perkiraan nilai bagi penggarap tanah Pakualaman Ground (PAG). Namun Parno menolak jika dikatakan tanah itu milik Pakualaman. Baginya klaim Pakualaman dulu tak diikuti bukti yang kuat, namun warga terlanjur diintimidasi agar mau meninggalkan lahan-lahan yang digarap selama puluhan tahun. Setelah portal dipasang, penjagaan dibuat ketat. Setiap hari dua orang Satpam berjaga di keempat titik pemasangan portal. Parno ingat betul, setiap hendak ke ladang, warga dicegah masuk. Warga yang asli Karangwuni sekalipun, harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).


28

Hasto Wardoyo, Bupati Kulon Progo, berfoto dengan Wakil Ketua PN Wates dan anggota tim percepatan pembangunan bandara di depan PN Wates, 23 Januari 2018. Mengenai pemasangan portal dan pengalihan arus lalu lintas, Hasto menjelaskan bahwa hal itu dilakukan untuk mendukung perataan dan peninggian Jalan Daendels. Hasto menyatakan bahwa hal itu sah saja dilakukan Angkasa Pura I karena wilayah yang ditutup portal telah menjadi kewenangan mereka.

“Penjaganya bertanya pada siapapun yang masuk situ. KTP mana? orang luar? ditanyai mau ngapain ke situ, ke tempat siapa?� tutur Parno menirukan gaya bicara penjaga portal kala itu. Ia ngotot masuk dengan alasan lahannya tak pernah diserahkan pada PT. JMI, dan ia tak menerima uang sepeserpun. “Awalnya masuk saja, lahan saya di situ kok,� kata Parno. Namun sang istri khawatir dengan kondisi lingkungan kerja sang suami. Memang, di dalam pabrik hanya tinggal tiga orang yang mempertahankan tanah mereka. Membayangkan Parno hanya bertiga atau bahkan sendirian dikungkung tembok, istrinya tak tega. Parno menurut, kecuali saat ia hendak melihat keadaan lahannya.


29

Warga yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPPKP) mengadakan Konferensi Pers di Kantor WALHI Yogyakarta, 22 Maret 2018. Mereka menyampaikan keberatan atas rencana penutupan portal untuk akses umum dan pengalihan arus lalu lintas Jalan Daendels.

“Istri takut diculik, katanya di situ gak ada penghuninya, karena di pinggir pantai, sepadan pantai,” tutur Parno sembari tertawa lepas. Kini proyek ambisius itu mangkrak. Penjaga portal pun tak ada lagi. Selain karena tak ada kejelasan proyek, menurut Parno, penjaga portal sudah tidak digaji. “Sekarang mereka sudah dirumahkan, tak lagi berjaga. Cuma tiga tahun ditunggui, setelah itu gak dijaga,” kata Parno. Saat kami menanyakan bagaimana tanggapan Parno menyaksikan portal di Jalan Daendels yang mengisolasi warga penolak bandara, ia menyatakan tindakan tersebut sebagai intimidasi. Persis seperti apa yang ia rasakan tiga tahun yang lalu. “Portal dipasang itu bentuk intimidasi terhadap masyarakat. Kalau di Temon parah, jalan umum kok diportal?” tanya Parno tak habis pikir.


30

HASTO: TIDAK HARUS DIBAWA KE RANAHRANAH KEKERASAN â—?

Pintu dan jendela rumah warga dirusak dengan linggis dan alat-alat seadanya oleh orang-orang yang tidak menggunakan identitas Angkasa Pura I atau pihak lain, pada 27-29 November 2017.

Setelah mendengar kabar kekerasan dari lokasi solidaritas untuk warga penolak New Yogyakarta International Airport (NYIA), selamatkanbumi.com mencari pernyataan resmi dari Pemerintah Daerah Kulonprogo. Di bawah ini adalah percakapan kami dengan Bupati Kulonprogo, dr. H. Hasto Wardoyo Sp.OG pada Selasa, 5 Desember 2017.


31

Dalam pernyataanya ia berulang kali mengatakan jika semua yang terjadi di lokasi pembangunan bandara NYIA ada di tangan PT. Angkasa Pura I, “Kalau komando, ada di Angkasa Pura langsung,” Kata Hasto Apakah Bapak sudah menerima kabar mengenai kekerasan yang terjadi di lokasi rencana pembangunan bandara? Ya, saya sudah mendengar. Pada prinsipnya begini, saya sejak tiga tahun yang lalu mengampu pembebasan lahan ini tidak mengenal kekerasan. Sejak tiga tahun yang lalu, saya didemo, didatangi ke kantor, tidur di rumah sayapun, saya tidak pernah menyentuh, tidak pernah mengusir dia (warga terdampak -red). Saya terangkan pada Angkasa Pura untuk menjadi komando yang baik di lapangan. Maka dihindarilah, penggunaan kekerasan. Kalau mereka masih marah itu dibiarkan saja. Karena mereka panas itu tidak akan lama. Tetapi mohon maaf, ini komandonya ada di Angkasa Pura I. Kemarin sore, itu pimpinan Angkasa Pura saya undang, untuk memberi masukan-masukan, yakni jangan melakukan kekerasan.

Saya minta agar persuasif. Bukan sombong, tapi kami memiliki pengalaman persuasif selama tiga tahun ini, tidak pernah ada konflik dengan mereka. Informasi mengenai kejadian siang ini Bapak peroleh dari siapa? Dari Komandan Satpol PP dan saya bilang pada Komandan Satpol PP, “Jangan ikut melakukan kekerasan. Awasi dari jauh saja, melaporkan, memonitor, dan melaporkan pada saya.” Apakah ada jalur komunikasi langsung antara Pemda dengan Angkasa Pura? Kalau komando, ada di Angkasa Pura langsung. Apakah kejadian seperti ini mengagetkan untuk Bapak dan Pemda? Kalau kaget, tidak. Saya dengar ini ada sikap-sikapnya pendatang, yang kemudian mereka dengan gayanya mereka, gaya demonstrasinya mereka. Memang kalau pendatang dan membela itu ‘kan gayanya seperti itu. Yang saya pesankan pada Angkasa Pura I


32

‘kan, ‘Ana catur mungkur’. Artinya, seandainya ada perlawanan, kita tidak harus meladeni, tapi harus kita alihkan perhatiannya. Jangan memanasmanasi kubu lawan karena kita bisa terbakar sendiri.

Petugas AP I mendatangi rumah-rumah warga untuk meminta pengosongan rumah dan tanah. Karena sorotan yang intens dan jumlah relawan solidaritas yang masif, pihak-pihak yang bekerja untuk proyek bandara seringkali menggunakan penutup wajah untuk menyamarkan identitas.

Jadi ada situasi di mana Pemda tidak berkoordinasi dengan Polres, sedangkan Polres menerima instruksi langsung dari Angkasa Pura? Oh iya, karena ini bukan ranahnya Pemda. Pemda masuk saat sosialisasi, kemudian konsultasi publik. Komando saat ini ada di Angkasa Pura I. Apakah bisa dikatakan bahwa Kepolisian Resort Kulonprogo sedang bekerja disewa oleh perusahaan?


33

"Ketika tidak terprovokasi dari pihak luar, kan bisa persuasif saja. Yang belum punya tempat tinggal saya identifikasi, kemudian saya mintakan tanah pada Paku Alam, kemudian saya mintakan rumah ke PU, supaya warganya dapat gratis kemudian punya hak pakai."

Ya nggak begitulah. Itu ada dalam satu tim koordinasi. Saya tahu persis teman-teman di Kepolisian tidak begitu. Hanya menurut saya, Angkasa Pura itu perlu membuat suatu policy. Kita semua ini kan di bawah koordinasi Angkasa Pura I. Tidak berarti itu disewa dan sebagainya. Saya bertugas juga. Kalau misalnya ada warga yang mau pindah, bahkan belum punya rumah, maka kami yang datang. Kami pindahkan dulu, di manalah sementara. Kemudian kita buatkan hunian yang gratis, yang pakai tanah Pakualaman.

Tadi malam juga saya pengajian akbar di lokasi. Tujuannya ‘kan untuk ikut meredam, supaya masyarakat tidak panas. Tapi ketika berita itu digaungkan di media dan banyak orang luar datang ‘kan, yang banyak ikut panas orang luar yang datang. Ketika tidak terprovokasi dari pihak luar, kan bisa persuasif saja. Yang belum punya tempat tinggal saya identifikasi, kemudian saya mintakan tanah pada Paku Alam, kemudian saya mintakan rumah ke PU, supaya warganya dapat gratis kemudian punya hak pakai. Jadi kalau menurut saya, Angkasa Pura ini harus duduk


34

bersama, dan nanti kita tentukan langkah-langkahnya. Kalau ada yang marah, entah itu warga atau pendatang, tidak perlu kita tanggapi. Mungkin kita bisa mengerjakan titik lain dahulu. Kalau di titik sini, backhoe nya dihadang, ya sudahlah kita pindah ke titik lain. Kerjakan luasan yang lain. Toh, luasannya 580 hektar dan bisa dikerjakan dari berbagai macam titik. Jadi hanya butuh kesabaran, tidak terpancing emosi. Kalau saat ini memang terjadi kekerasan, apakah ada antisipasi untuk menghentikan konflik? Ya, antisipasi saya menghubungi secepatnya. Saya sudah menyampaikan pada Angkasa Pura. Kalau sekarang ini ada yang diamankan, ya, harus segera diselesaikan. Sehingga justru tidak menimbulkan reaksi keras yang berikutnya. Semua ini tujuannya baik, tidak harus dibawa ke ranah-ranah kekerasan.


35

HIKAYAT PETANI: PENGETAHUAN MENDORONG PERLAWANAN â—? Tanam! Tanam! Tanam! Deru angin kian kencang, debu pasir berterbangan. Warga yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP) berkumpul sejak pagi. Hari itu adalah hari bahagia, waktunya tanam perdana. Tumpeng diarak bersama bibit pohon jambu, cabai, terong dan gambas, menuju tegalan. Sutrisno (53), memimpin ritual tanam perdana yang sudah berlangsung puluhan tahun ini. Rangkaian kegiatan dilakukan dengan memanjatkan doa agar petani bisa mendapatkan hasil bumi yang melimpah. Warga dan relawan berkumpul membentuk lingkaran, mengelilingi tumpeng dan bibit yang akan ditanam. Ayat-ayat suci dibacakan dengan khidmat, beberapa

orang memejamkan mata seraya mengamini harapan dalam doa. Bagi warga, tanam perdana awal tahun 2018 ini terasa berbeda. Jika kita melihat sekeliling, nyaris tak ada bangunan maupun pohon sejauh mata memandang. Separuh Sidorejo telah rata dengan tanah. Pohon-pohon terserak karena ditumbangkan alat berat, bahkan seolah sengaja dibiarkan melintang menghalangi akses warga. Puingpuing bekas rumah warga yang menjual tanah pada Angkasa Pura I, menumpuk menanti dijamah pencari rongsokan. Jalan rusak berat karena dilalui truk dan digali agar warga semakin tak nyaman. Sejak Desember 2017, warga penolak bandara hidup di lingkungan baru yang menguji ketahanan mental mereka. Mereka berjuang tanpa aliran listrik PLN. “Semoga sampai akhir nanti kita selalu mendapat kemenangan,


36

selalu mendapat ridho dari Allah. Hidup tenang, guyub, hidup yang layak seperti dulu kala. Semoga Allah memberikan pertolongan, hal-hal yang baik, sehingga kita bisa menjalankan tugas keseharian kita,” seru Sutrisno dalam doanya. Setelah memanjatkan doa, warga membagikan tanaman dan bibit siap tanam. Mereka begitu bersemangat, terpancar jiwajiwa yang meletupkan kegigihan mencapai kemenangan, dengan terus menanam. Sumarsih (54), menyempatkan mengambil bibit. Ia meraih bibit jambu untuk ditanam di halaman rumah. Baginya, menanam adalah upaya melestarikan kehidupan. “Ini jambu, mau saya tanam di rumah besok. Bisa buat jus. Kemarin sudah bawa benih pisang sama alpukat,” ujarnya sembari menunjukkan tanaman jambu yang mulai bertunas.

lahan pesisir. Sutrisno menegaskan bahwa warga akan terus menanam sehingga tidak akan menjual lahannya kepada pemrakarsa bandara, PT. Angkasa Pura I (Persero). “Kami, khususnya petani yang terdampak bandara tetap menanam. Tanah yang sah milik kami tidak akan kami jual kepada siapapun,” katanya. Jubah Janur, pengetahuan Petani Pesisir Selepas mengikuti doa, Wagirah (50) mengambil bibit, lalu bergegas menyiapkan perlengkapan dan makanan untuk dihidangkan kepada warga dan relawan yang membantu menanam. Meski lahannya berada sekitar satu kilometer dari lokasi doa bersama, Wagirah berjalan kaki dengan tegap.

“Lombok, diikuti sayuran-sayuran. Tapi yang prioritas itu lombok dan semangka,” kata Sutrisno.

Setibanya di lahan, ia menunjukkan kalau di sebelah barat lahan sedang berlangsung pemadatan lahan oleh alat berat. Wagirah menjumpai alat berat setiap hari. Semakin ia terpapar dengan situasi tersebut, semakin kuat tekadnya untuk bekerja di lahan.

Tujuan tanam perdana adalah untuk mengawali penanaman

Komoditas lahan Wagirah adalah cabai dan terong. Ia dan suami

Sutrisno menuturkan, Maret adalah bulan menanam cabai dan semangka. Tahun ini, waktu panen cabai berdekatan dengan Idul Fitri


37

Ritual tanam perdana selalu diawali dengan doa bersama, makan tumpeng nasi kuning, lalu langsung bekerja gotong royong di lahan.

telah menyiapkan krat kayu yang penuh berisi sekitar 4,000 tunas. Mereka akan menanami dua kepek (baris -red) tegalan. Setiap tunas ditanamnya seraya mengucapkan doa. “Bismillahi rahman nir rohim, semoga tanamnya lancar,� ucap Wagirah setengah berbisik namun pasti. Beberapa tegalan yang ditanami serempak hari itu diramaikan oleh segenap warga penolak bandara NYIA, dibantu relawan. Pembagian tugas berlangsung spontan tanpa dikomando. Setiap orang menempati posisi masing-masing sesuai kebutuhan. Ada yang menanam bibit, ada yang menancapkan janur pada bibit cabai, dan terakhir ada yang bertugas menyirami. Wagirah bertutur, gotong royong adalah kebiasaan yang mendarah daging di tengah warga. Namun ia nampak sedih saat menyebutkan jumlah orang


38

"Semoga sampai akhir nanti kita selalu mendapat kemenangan, selalu mendapat ridho dari Allah. Hidup tenang, guyub, hidup yang layak seperti dulu kala. Semoga Allah memberikan pertolongan, hal-hal yang baik, sehingga kita bisa menjalankan tugas keseharian kita"

yang terus berkurang, karena banyak tetangga dan saudaranya telah menjual tanah pada Angkasa Pura I. Setiap hal yang ditekuni, pasti menghasilkan pengetahuan. Begitupula dengan pengetahuan yang dikelola melalui pengalaman petani pesisir. Selain cara mengolah tanah yang khas, mereka memiliki cara melindungi tanaman dari terik matahari. “Iki nglambeni (memakaikan baju -red). Tanaman dibajuin pakai janur, supaya gak gosong kena matahari,� terang Wagirah sembari terus menancapkan

janur sebesar jari telunjuk yang dipotong setengah batang seperti bendera, lalu dilipat di tengah. Lipatan tersebut menyelubungi tunas yang ditanam, menyerupai jubah. Hampir seluruh petani di pesisir menggunakan janur untuk melindungi bibit dari sengatan panas. Bahannya pun mudah didapat karena wilayah pesisir berlimpah dengan pohon kelapa. “Dulu waktu pertama nanam, kok pada mati. Apa karena mulsa (plastik penutup tanah -red) menyerap panas? Lalu coba aja pakai janur. Ternyata bener, lalu yang lain pakai janur juga,� ujar Wagirah.


39

Peran janur semakin terasa di masa sekarang, karena pohon-pohon yang tadinya merindangi tegalan telah banyak dirubuhkan sejak Angkasa Pura I melakukan proses land clearing di kawasan Izin Penetapan Lokasi (IPL). Menanam beton bandara sama dengan membunuh petani

Orang-orangan sawah yang terbuat dari papan kayu dipasang warga dan relawan bukan untuk mengusir burung pemakan padi, namun untuk pihak-pihak yang hendak merampas lahan.

Pembangunan Bandara terus dikebut. Angkasa Pura I menargetkan mulai April 2019, bandara NYIA bisa beroperasi sementara. Faik Fahmi selaku Direktur Angkasa Pura I menyatakan tidak ingin mundur lagi dari batas waktu berakhirnya IPL. “Kita tetap targetkan April 2019 mulai dengan operasi terbatas,� kata Faik Fahmi selaku


40

Direktur Angkasa Pura I, saat melangsungkan pertemuan

Cuaca yang tak menentu ditambah kegiatan pembangunan bandara NYIA, mendatangkan angin kencang dan debu yang tidak lagi tersaring pepohonan.

Karena target sudah di ambang mata, Angkasa Pura I mempercepat proses pengadaan lahan dengan penitipan uang di pengadilan atau konsinyasi. Bagaimanapun, upaya percepatan ini dinilai Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY) mengandung maladministrasi dalam tahap pendaftaran konsinyasi. Angkasa Pura I yang tidak pernah memperoleh pernyataan menolak nilai ganti rugi dari warga penolak bandara NYIA, didapati ORI DIY menggunakan berkas yang keliru dari aturan perundangan.

“Lahan di samping sudah gundul, tidak ada penahan angin laut. Itu bahaya bagi tanaman. Ya, meskipun kanan kiri gundul, kami tetap berusaha nanam. Mudahmudahan tidak ada masalah dengan apa yang kami tanam,” ujar Sutrisno.

tertutup dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X tanggal 8 Februari 2018 di Kepatihan.

Lahan pesisir yang selama ini ditanami kelapa, sayur-mayur, umbi-umbian, dan buah-buahan, akan segera beralih menjadi beton. Para petani yang memperjuangkan kehidupan dari pesisir diminta pindah demi pembangunan. “Pindah ke mana? Petani tiba-tiba gak punya lahan itu sama dengan mati. Kami ini dibunuh pelanpelan,” ucap Wagirah. Tantangan menanami lahan pesisir serta merta bertambah.

Sutrisno, Wagirah, dan para petani yang mempertahankan lahannya bulat mempertahankan ruang hidup mereka, walau di sekelilingnya ancaman pengrusakan begitu dekat. Tak ada kata menjual tanah bagi mereka. Pengetahuan yang terbangun di tengah warga penolak bandara adalah amunisi bagi perjuangan. “Apapun yang terjadi, tanah subur ini tetap tidak saya jual,” pungkas Wagirah.


41

REZIM INFRASTRUKTUR TANPA MEMPERHATIKAN SISI KEMANUSIAAN â—? Proses pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) dengan luas 637 Hektar masih menyisakan persoalan. Salah satunya berkaitan dengan ganti rugi dalam skema konsinyasi. Proses ini dianggap janggal sebab tidak menggunakan prosedur yang sah. Menyikapi aduan warga, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Wilayah DIY melakukan investigasi terhadap PT. Angkasa Pura I (Persero). Dari laporan itu mereka menyebutkan ada maladministrasi dalam kerja Angkasa Pura I, khususnya tentang mekanisme konsinyasi. ORI menilai prosesnya tidak sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016. Melihat hal itu, Selamatkanbumi. com menemui Totok Dwi Diantoro selaku akademisi yang fokus pada kajian ilmu Hukum Lingkungan. Menurutnya proses konsinyasi

yang dilakukan Angkasa Pura I merupakan bentuk kesewenangwenangan dengan dalih percepatan pembangunan. Ia menilai proyek pembangunan yang dilakukan pemerintahan di era Jokowi merupakan upaya untuk menghidupkan kembali gaya pembangunan orde baru yang selalu mengatasnamakan kepentingan umum dan kepentingan nasional. “Ini model orde baru lagi, pembangunan tanpa perasaan. Ini persis karakternya orde baru dengan menjustifikasi semua untuk kepentingan umum, kepentingan nasional,� kata Totok saat ditemui di Universitas Gajah Mada (UGM). Mengunakan konsinyasi untuk mempercepat bandara NYIA, Bagaimana menurut Anda? Rezim konsinyasi bagian dari rezim pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana


42

diatur pada UU Nomor 2 Tahun 2012 yang di situ dinyatakan konsinyasi itu dilakukan atau ditempuh manakala tidak ketemu kesepakatan musyawarah yang harus ditempuh terlebih dahulu oleh pihak yang ingin menguasai lahan. Ketika tidak ketemu kesepakatan, maka kemudian konsinyasi ditempatkan sebagai mekanisme untuk menyelesaikan kendala itu. Meskipun konsinyasi tidak semata-mata kasus itu (bandara-red). Bisa juga untuk kasus pemilik tidak diketahui domisili sehingga bisa melalui mekanisme pengadilan, atau yang kita sebut konsinyasi.

Terlihat alat berat sedang merobohkan tempat ibadah Gereja Kristen Jawa di Desa Palihan, 4 Desember 2017

Hanya saja yang menjadi masalah, seringkali konsinyasi jadi jalan pintas, ketika upaya musyawarah tidak pernah ditempuh. Seolah-olah tidak pernah tercapai (tidak pernah musyawarah– red), kemudian langsung pakai konsinyasi. Ini rezim yang represif yang tidak melihat secara mutual, seharusnya dilakukan dengan cara dialogis antara dua pihak. Pada konteks ini (bandara-red), seolah-olah masyarakat harus menerima kondisi apa yang terjadi, apalagi dengan alasan dibutuhkan untuk kepentingan umum.


43

"Ini model orde baru lagi, pembangunan tanpa perasaan. Ini persis karakternya orde baru dengan menjustifikasi semua untuk kepentingan umum, kepentingan nasional"

Apakah memang bertujuan mempercepat pembangunan bandara? Kalau kemudian tekanannya adalah untuk mempercepat infrastruktur, maka konsinyasi menjadi langkah pragmatis paling relevan untuk menjawab percepatan. Tapi problemnya akan merugikan. Dia akan represif dia tidak akan cermat dengan kerugian yang diderita oleh pihak yang dipaksa “menyerahkan� property right, kepada pihak yang membutuhkan lahan untuk pembangunan. Tidak ada dialog, penyerahan sertifikat juga tidak ada, apakah konsinyasi bisa dilakukan?

Mestinya tidak boleh dilakukan, sebelum tahapan sebelumnya ditempuh, yakni dialog atau mufakat itu. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 kan jelas konsinyasi bisa dilakukan ketika tidak ketemu mufakat antara pihak yang membutuhkan lahan dan pemilik lahan. Itu dulu yang ditempuh baru melakukan konsinyasi.

Kalau kemudian untuk mufakat tidak pernah ditempuh lalu tibatiba melakukan konsinyasi, iya itu sangat sepihak, secara keadilan itu menyalahi nilai-nilai keadilan. Hemat saya, se-represif Undang Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, masih memberikan ruang dialogis. Menurut saya sebenarnya peluang ketemu untuk dialogis terlebih dahulu untuk mufakat celahnya


44

cukup lebar, artinya tergantung keluwesan dari pihak pembutuh lahan. Kecuali kalau memang konteksnya untuk membebaskan lahan, ada tawaran tunggal kemudian tidak pernah kompromis. Misalnya dalam pembebasan lahan melalui mekanisme musyawarah, tawarannya tidak ada lain kecuali menyerahkan property right, itu ya susah. Semua yang dikonsinyasi uangnya dititipkan di pengadilan, dasar itu kemudian menjadi bukti Angkasa Pura I berhak mengosongkan lahan sampai mengisolasi warga. Bagaimana tanggapan Anda? Makam di Sidorejo ini hampir kosong karena dipindahkan. Warga penolak bandara yang memiliki kerabat yang dimakamkan di sini, berjaga saat proses pemindahan kuburan. (kiri) Menyirami langsung setelah menancapkan tunas dan menaburkan serbuk anti hama adalah bagian penting dalam proses menanam di lahan pesisir. (kanan)

Iya akhirnya mereka punya justifikasi. Itu dianggap sebagai satu pembenaran, walaupun dalam nilai etis dan keadilan itu betul-betul tidak memadai, itu melanggar semua. Apalagi ini berkaitan dengan konstitusional. Property right itu kan hak konstitusional. Saya melihat itu perampasan sewenang-wenang melalui lembaga konsinyasi, ketika sudah menitipkan uang di pengadilan itu dianggap bahwa kewajiban dia membebaskan lahan sudah selesai. Itu penyelesaian persoalan pragmatis, menggampangkan, tetapi kemudian tidak melihat aspek yang mendasar berkaitan dengan hilangnya property right seseorang.


45

Menutup akses jalan untuk warga, secara hukum bagaimana menurut Anda? Kalau sisi hukum lingkungan itu pelanggaran terhadap keadilan lingkungan, akses terhadap lingkungan dan sumber daya. Akses dibatasi, warga dibuat tidak kerasan, dihalang-halangi. Sekali lagi ini menunjukan model wajah pembangunan yang tidak berperasaan, satu justifikasi atas nama pembangunan umum dianggap sudah cukup menjalankan pembangunan. Ini model orde baru lagi, pembangunan tanpa perasaan. Ini persis karakternya orde baru dengan menjustifikasi semua untuk kepentingan umum, kepentingan nasional. Pembangunan bendungan di Jawa Barat, Jati Gede, itu kan ceritanya sama dengan Kedung Ombo, kan mirip. Orang yang tidak mau pindah dipaksa, lalu ditenggelamkan. Sama kayak bandara, dipaksa, diintimidasi, akses ditutup, ruang ditutup sampai dibatasi. AP mencoba mengintervensi warga dengan cara mendatangi sampai membujuk untuk menyerahkan sertifkat warga yang masih menolak. Bagaimana tanggapan Anda?

 Itu intimidasi, ini menunjukan bagaimana keserakahan modal kapitalisme atas nama pembangunan untuk kepentingan umum bekerja, salah satunya mengorbankan hak mendasar warga. Di lapangan, kami melihat warga dipaksa untuk menandatangani berkas dari pengadilan atas nama konsinyasi. Bagaimana menurut Anda? Dalam perspektif hukum itu bentuk kesewenang-wenangan, dalam arti itu model penegakan hukum secara represif dan sepihak. Mestinya kita melihatnya proses transaksional. Berpindahnya kepemilikan atau property right kan sifatnya keperdataan. Dalam konteks ini, karena ada dimensi publik, karena ada atas nama atau justifikasi dalam rangka pembangunan untuk kepentingan umum, maka kemudian seolaholah sifatnya subordinatif. Mestinya kan equal, artinya menempatkan pada suatu hubungan kontraktual atau transaksional yang benarbenar setara, ketemu pada satu kesepakatan. Kalau pemaksaan, saya melihat ini sebagai tindakan sewenangwenang dengan mengunakan


46

Ritual doa bersama yang bertujuan mendoakan bibit dan benih supaya tumbuh dengan baik dan kuat, selalu dilakukan warga sebelum menanam.

hukum negara dengan justifikasi konsinyasi.

Mestinya kan kalau lebih aware dengan problem kemanusiaan, harus diupayakan musyawarah dengan berbagai pilihan, tidak pilihannya tunggal, tanah diserahkan kasih ganti rugi. Bicara soal AMDAL, Bagaimana anda melihat AMDAL Bandara NYIA?

AMDAL itu outputnya terhadap sebuah rencana proyek, layak secara lingkungan atau tidak. Ketika layak baru ditindaklanjuti dengan izin lingkungan, kemudian disusul izin melakukan kegiatan proyek. Sayangnya dalam banyak kasus AMDAL itu dipatuhi sebagai kebutuhan administrasi formal saja, tapi tidak substansi menggambarkan dampak yang akan timbul. Kemudian banyak juga AMDAL belum ada, tetapi proyek sudah dilakukan. Ini sebuah tindakan menyalahi aturan perundangundangan.


47

Kalaupun rencana bandara sudah berlangsung aktivitas land clearing sementara dokumen amdal saja belum ada. Atau kemudian ternyata diragukan keberadaanya, tapi aktivitas kegiatan berjalan, itu mestinya tidak dibenarkan.

masyarakat kuat secara hukum, sebagai pihak yang terdampak kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Penolakan terus dilakukan, satu sisi target bandara April 2019. Bagaimana menurut Anda?

Bisa dengan isu krusial, isu dengan mekanisme musyawarah, konsinyasi, itu harus ditinjau ulang. Sebisa mungkin pihak yang membutuhkan pengadaan tanah lebih fair dengan masyarakat yang terdampak.

 Secara hukum jaminan hukumnya tidak memadai. Agak susah juga, salah satu cara mengantisipasi berulang di tempat lain adalah dengan melakukan peninjauan ulang UU Nomor 2 Tahun 2012 terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Ini akan tergantung politik hukum pembangunan ke depan, ketika masih pragmatis, semua diukur dalam rangka pembangunan kepentingan umum yang secara sepihak, pemerintah atau perusahaan negara. Ukuran-ukuran perubahan kemajuan penilaiannya dilakukan secara sepihak, ya tetap susah.

Peninjauan ulang, maksudnya bagaimana? Iya bisa dilakukan (tinjau ulangred). Pertama-tama UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum tadi, harusnya menempatkan

Apa yang perlu ditinjau ulang menurut Anda?


48

Edisi Khusus Cetak/ April 2018 Cetakan pertama 100 eksemplar fotokopi hitam putih Boleh diperbanyak sendiri tanpa mengurangi isi Tidak untuk diperjualbelikan Artikel ditulis oleh: Abdus Somad dan Pitra Hutomo Tata Letak oleh: Anang Saptoto Foto-foto selain oleh selamatkanbumi diperkaya oleh Relawan Tolak Bandara NYIA Foto di depan PN Wates dicuplik dari ilustrasi artikel: “Pastikan Percepatan Konsinyasi Lancar” Radar Jogja Online, 23 Januari 2018 Foto oleh Hendri Utomo Foto GKJ Palihan dicuplik dari video: “Pengosongan Lahan Bandara, Warga Penolak Tetap Bertahan di Rumah” Tribun Jogja TV, 4 Desember 2017

MENGAKARI RUANG TUTUR

SELAMATKANBUMI.COM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.