KEBUDAYAAN, KRIYA DAN BATIK MADURA
Oleh ANNISAA NURFITRIYANA
Penerbit
ISH BOOKS
Copyleft Š Annisaa Nurfitriyana 2016.
First published by
Makes Book with Love Ltd,
P.O. BOX ISH,
Institut Sosial Humaniora Tiang Bendera
ISH Books Ltd acknowledges
The financial asisstance of Tiben Arts.
LEGAL NOTICE
All rights reserved. All part of this book may reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form, or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without prior written permission of ISH Books Ltd.
ACKNOWLEDGEMENTS
Cover by Annisaa Nurfitriyana
Typesetting by Annisaa Nurfitriyana
Coverprinting by Angkasa Putra Ltd, Tamansari, Bandung, West Java
Printed in Bandung by Angkasa Putra Ltd, Tamansari, Bandung, West Java
KATA PENGANTAR
Madura adalah sebuah pulau besar di sebelah timur laut Surabaya, ibu kota Jawa Timur, dengan pekerjaan utama penduduknya sebagai penambak garam, nelayan, dan sedikit peternak. Hal ini dikarenakan tanahnya yang kurang subur untuk menciptakan masyarakat dan pembangunan agraris. Masyarakat Madura juga adalah penganut Islam yang taat. Dari penjelasan tersebut, terdapat hal-hal menarik yang berkaitan erat dengan budaya, kesenian dan tradisi khas Madura. Pada buku ini, penulis mencoba memfokuskan kajiannya kepada definisi budaya dan kebudayaan secara umum, gambaran mengenai Madura secara umum, karya seni dan budaya Madura berupa produk Kriya khas Madura, serta menitikberatkan fokus kepada Batik Madura yang amat menarik untuk dibahas, serta penggunaannya dalam kegiatan sehari-hari dan upacara adat. Ucapan terimakasih tak lupa saya panjatkan kepada Allah SWT, keluarga, Bu Ratna, Ka Tyar, kawankawan yang telah membantu saya menyelesaikan buku ini, Mas Uji Cikapundung, Cak Koe Sam (pedagang buku-buku
3|
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
langka & berkualitas), Perpustakaan Batu Api Jatinangor, Perpustakaan Antropologi Unpad, dan ISH Tiang Bendera. Besar harapan penulis, buku ini dapat memberikan informasi sebaik-baiknya kepada pembaca. Dan semoga buku ini bermanfat bagi pembaca.
Bandung, April 2016 Annisaa Nurfitriyana
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1. Kebudayaan 2. Suku Bangsa Madura 3. Beberapa Catatan Umum Tentang Kepulauan Madura 4. Kriya Madura 5. Sejarah Batik 6. Proses Pembuatan Batik 7. Batik Madura 8. Batik Tanjung Bumi, Bangkalan 9. Batik Sampang 10. Batik Pamekasan 11. Batik Sumenep 12. Penggunaan Batik dalam Kehidupan Sehari-hari Masyarakat Madura Daftar Pustaka Riwayat Singkat Mengenai Diri Penulis
5|
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
3 6 11 15 25 31 58 100 113 134 142 152 161 172 176
1
KEBUDAYAAN
Isi Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat, konsep kebudayaan dalam arti yang terbatas, ialah pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hastratnya akan keindahan. Dengan singkatnya: kebudayaan adalah kesenian. Sedangkan, konsep kebudayaan dalam arti yang amat luas yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Mengenai konsep yang luas tersebut, kita dapat menarik garis besar bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang sifatnya refleks atau spontan, tetapi merupakan sesuatu yang telah dipelajari atau diulang secara terus menerus hingga terciptanya suatu pola. Pola tersebutlah yang diantaranya yang termasuk dalam kebudayaan. Karena demikian luasnya, maka guna keperluan analisa, konsep kebudayaan itu dipecah lagi ke dalam beberapa unsur. Unsur-unsur terbesar yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut “unsur-unsur kebudayaan yang universal�, yang merupakan unsur-unsur yang pasti
bisa di temukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang sederhana maupun yang kompleks. Berikut adalah unsur universal tersebut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sistem religi atau upacara keagamaan, Sistem dan organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan, Bahasa, Kesenian, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem teknologi dan peralatan.
Dan tata-urut berikut, disusun berdasar urutan yang paling sukar berubah hingga yang lebih mudah berubah.
Unsur Universal Pembentuk Kebudayaan
7|
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Budaya adalah Produk Manusia Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berari “budi” atau “akal”. Demikian ke-budaya-an dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Dan berhubung makhluk yang berada di dunia ini, yang memiliki akal adalah manusia, maka Koentjaraningrat mengingatkan kembali konsep bahwa: kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasul budi dan karyanya. Adapun istilah Inggrisnya berasal dari bahasa Latin colere, yang berarti “mengolah, mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture, sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merobah alam.
Wujud Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah: 1.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2.
3.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud yang pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, berada di dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Biasanya berfungsi sebagai tata-kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, yang memerlukan keterangan banyak. Karena merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat, maka wujudnya konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
9|
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Wujud Ketiga dari Kebudayaan (Kebudayaan Fisik) Pada buku ini, berdasarkan latar belakang studi penulis, penulis akan mencoba menjelaskan beberapa hal mengenai kebudayaan fisik yang terdapat di pulau Madura, khususnya mengenai Batik Madura, yang memang memiliki kekhasannya tersendiri.
2 SUKU BANGSA MADURA
MADURA 105 JAWA-BALI
11 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Suku bangsa ini mendiami Pulau madura dan sebagian pantai Jawa bagian timur. Jumlah mereka di daratan Madura pada tahun 1975 adalah sekitar 2.500.000 jiwa. Sebagian lain ada yang berdiam di kota-kota besar lain di Indonesia. Bahasa mereka adalah bahasa Madura dengan dialek kangean, Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Probolinggo, Bondowoso, dan Situbondo. Bahasa Madura juga mengenal tingkatan bahasa, yaitu bahasa kasar, menengah, dan halus. Bahasa kasar dipakai untuk komunikasi sehari-hari masyarakat. Mata pencaharian utama masyarakat Madura adalah bercocok tanam ketela, jagung, kacang hijau dan kacang tanah. Pekerjaan lainnya adalah nelayan di sungai dan lautan. Pelaut Madura memang juga terkenal karena gigih dan terampil berlayar. Di Madura juga berkembang peternakan, sapi potong, sapi karapan (pacuan), kuda, kambing dan ayam. Prinsip hubungan kekerabatan antar orang Madura unumnya adalah bilateral. Kgususnya golongan priyayi (bangsawan), sebagian masi menggunakan prinsip hubungan kekerabatan yang patrilineal sifartnya, terutama nampak dalam hal pewarisan gerak pusaka yang disebut pancer (garis keturunann lelaki saja). Unsur feodalisme masih terasa di daratan madura. Keluarga-keluarga inti yang satu keturunan biasanya membuat tempat tinggal yang mengelompok di suatu wilayah yang mereka sebut koren, dan biasanya tidak lebih dari sepuluh buah keluarga. Kelompok Kelompok teritorial genealogis ada yang terpencil letaknya dan dihuni oleh sampai dua puluh
keluarga dari sekitar lima generasi disebut kampong meji. Kampung yang didiami oleh tiga generasi dengan jumlah rumah paling banyak lima buah disebut pemengkang. Lalu kampung yang dihuni sekitar empat generasi dan jumlah keluarganya bisa lebih dari dua puluh buah disebut tanenan lanjeng. Setiap kampung dipimpin oleh seorang apel. Beberapa buah kampung bergabung menjadi satu desa, dan dipimpin oleh seorang kalebun (kepala desa). Ia dibantu oleh seorang carek (juru tulis). Karena masyarakat Madura umumnya memeluk agama Islam, maka tokoh ulama dihormati pula di daerah ini. Tokoh agama itu biasanya memiliki pengaruh kuat di bidang sosial-politik, ekonomi dan kebudayaan. Malah para kyai (ulama) menduduki hierarki teratas setelah ba[al (orang-orang tua) dan ratu (pemerintah).
13 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
3 BEBERAPA CATATAN UMUM TENTANG KEPULAUAN MADURA
Kepulauan Madura, yang terdiri dari sekitar tujuh puluh pulau, meminjam nama dari pulau terbesar gugusan pulaunya. Pulau Maduira itu terletak diantara garis lintang 6⁰ 52‟ Selatan dan 7⁰ 15‟ Selatan, serta garis bujur 112⁰ 42‟ Timur dan 114⁰ 07 Timur. Luas pulau itu 4497 kilometer², ditambah sekitar 1000 km² yang terbagi diantara pulau pulau lain diantara gugusan pulau itu (yang terbesar adalah Kangean, Sapudi, Puteran, Sapanjang dan Raas). Puncak di pulau utama, yaitu Madura, mencapai 471 m (Gunung Tambuku). Kepulauan Madura berpenduduk sekitar 3 juta, dengan kepadatan yang berkisar antara 300 dan 800 per kilometer² menurut daerahnya. Kabupaten yang paling timur yaitu kabupaten Sumenep, mengandung 1/3 dari seluruh penduduk kepualauan, dengan kepadatan rata-rata 500 orang/meter². Kepulauan Madura, dan terutama bagain timurnya, tidak memiliki sungai bersar dan beriklim terlalu kering dan kurang teratur (di bagian timur, musim hujan tidak teratur diantara bulan November dan Mei dengan 2-5
15 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
bulan tanpa hujan sama sekali atau Cuma sedikit.), untuk memungkinkan budidaya padi intensif dengan dukungan irigasi, seperti yang terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tanahnya yang berbentuk karang adalah lahan yan kurang subur. Jadi, tanaman pokok adalah jagung, dan perternakan sapi merupakan salah satu unsur pokok dari sistem pertanian. Perikanan dan perdagangan laut hanya dilakukan oleh penduduk daerah pantai. Pulau utama tidak memiliki hutan yang berarti lagi dan sepenuhnya dijadikan kawasan pertanian. Sejak tahun 60-an, budidaya tembakau dikembangkan di bagian timur dan menjadi sumber pendapatan yang baru. Berbeda dari Jawa, pola pemukiman tersebar dan setiap rumah petani terletak diatas tanah milik. Situasi alam dan ekonomi yang kurang menguntungkan di kepulauan itu adalah penyebab terjadinya diaspora Madura, yang demikian besar. Jumlah diaspora itu di Propinsi Jawa Timur saja diperkirakan mencapaui sekitar 4 juta orang. Emigrasi ke Jawa sudah dimulai beberapa abad yang lalu dan berlangsung hingga kini. Menurut Pigeaud (1967, I: 11, 135) emigrasi terjadi paling sedikit sejak abad ke-13 dan ke-14. Imigran berpindah untuk mengolah lahan yang lebih baik daripada di daerah asalnya atau dikirim sebagai kawula bangsawan Jawa, lalu sebagai serdadu Belanda atau pekerja pertanian musiman. Mereka membuka pemukiman di pesisir utara Jawa Timur, berhadapan langsung dengan pulau Madura, ataupun diujung paling timur dari Pulau Jawa. Lama kelamaan mereka juga merebak ke pedalaman. Uhlenbeck (1964: 174175) berbicara tentang proses “Maduraisasi� daerah Jawa Timur itu.
17 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Madura, pertama-tama muncul di dalam catatan sejarah melalui hubungannya dengan kerajaan BuddhaSiwa Singosari (abad ke-13) kemudian Majapahit (abad ke14) di Jawa Timur. Lombard menulis tentang hal itu (1972: 259):
Nama Madura, ditulis Madura, tertera tiga kali di dalam Nagarakertagama, terutama pada tembang XV. Disitu ditulis bahwa “Madura tidak termasuk negeri asing, karena sejak semula bersatu dengan tanah Yawa.” Kutipan itu penting karena menunjukkan bahwa orang Jawa dan orang Madura sudah merasa (1365) sebagai anggota dari komunitas budaya yang sama. Ditulis belakangan, Pararaton, atau “Kitab Para Raja”, mencatat peristiwa yang lebih kuno sekali dan terutama pengalaman, disekitar tahun 1271, dari seorang bernama Wiraradja, yang “diasingkan“ ke Madura oleh raja Singosari, Kertanegara, sebagai adipati Sumenep karena ia tidak lagi berkenan bagi rajanya. Wiraraja yang sama beberapa waktu kemudian memberikan perlindungan kepada Raden Wijaya dan membantunya untuk mendirikan Majapahit.
Mengenai kelompok sosial yang ada di Jawa Timur pada abad ke-14 serta peran perbudakan sebagai
pembayaran utang, yang dibicarakan di dalam berbagai naskah – termasuk Negarakertagama diatas (naskah pujian panjang yang ditulis oleh pujangga Keraton Majapahit pada tahun 1365), Pigeaud menulis (1960 – 1963 : IV: 471):
Penggunaan kawula untuk mebuka lahan baru disebut dalam legenda Pararaton (teks halaman 22-6) tentang pendirian Majapahit pada 1292 oleh kawula Madura yang tampaknya tiada lain adalah kawula dari adipati madura (adhipati Sungenep [Sumenep]).
Dengan merosotnya kerajaan Majapahit (dengan ibukotanya Mojokerto, di barat daya Surabaya) serta pengaruh makin kuat kesultanan-kesultanan Pesisir Utara bertolak dari kesutanan Demak, para pangeran dari Madura merangkul agama Islam sejak abad ke-16 (Lombard, 1972: 263), dan menurut Pigeaud (1967, I : 136):
Sepanjang masa kejayaan kebudayaan Pesisir pada abad ke-16 dan ke-17, daerah-daerah Madura di bawah pimpinan sultan-sultan yang mungkin keturunan campuran Jawa-Madura,
19 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
kadang-kadang memainkan peran penting di dalam urusan politik Jawa.
Zaman Pesisir itu berakhir dengan muculnya kerajaan Islam Mataram (Jawa Tengah) yang memperluas daerah taklukannya ke Jawa Timur dan Madura. Pulau Madura juga berdagang dengan V.O.C. Pada tahun 1972, Pangeran Trunojoyo memberontak melawan Mataram dan ujung timur pulau itu memilih bersekutu dengan Belanda. Pada abad ke-18 kedua bagian pulau Madura masuk secara berturut-turut di bawah kontrol Belanda: bagian timur pada tahun 1705 dan bagian barat pada tahun 1743. Hegemoni Kompeni dan kemudian pemerintan Belanda atas pulau diperkuat sedikit demi sedikit sepanjang periode yang disebut oleh de Jonge (1979: 170-186), sebagai periode “pembentukan negara melalui jalur kontrak�. Kaum ningrat Madura, dengan menjamin perbekalan garam dan serdadu secara teratur untuk Belanda, berhasil memperkuat kekuasaan politisnya. Namun, kaum tani dikorbankan. Kemerosotan kondisi sosial dan ekonomi itu memicu emigrasi yang semakin besar dan bertambah parah lagi ketika Pamekasan (1858), Sumenep (1883), dan akhirnya Madura Barat (1885) dimasukkan langsung ke bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Kegiatan kedua kraton dari Pulau Madura, yang satu di Barat dan satunya di Timur pulau, merosot pula setelah mencapai puncak pada abad ke-19. Meskipun pada tahun 1937 pemerintah kolonial mendirikan suatu badan
bantuan sosial, upaya itu terhenti katena pendudukan Jepang (1942) yang berakhir dengan penghancuran daerah itu (Niehof, 1985: 24-25). Setelah periode perjuangan melawan Belanda, disusul percobaan unruk mendirikan sebuah Negara Federal pada tahun 1948 (Negara Madura yang diilhami orang Belanda), Kepulauan Madura pada akhirnya dimasukkan pada tanggal 2 Februari 1950 ke dalam Republik Indonesia (yang sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945). Kepulauan iu menjadi bagian dari Propinsi Jawa Timur, dengan Surabaya sebagai ibu kota administratifnya. Propinsi Jawa Timur itu terdiri dari dua puluh sembilan kabupaten, dua puluh lima di Jawa banding empat di Madura dari barat ke timur, yaitu Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep. Bahasa Madura adalah salah satu bahasa daerah utama di Republik Indonesia yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Madura digunakan oleh paling sedikit tujuh juta orang yang tersebar di Kepulauan Madura dan di Jawa Timur. Bahasa Madura berstruktur imbuhan yang serumpun dengan bahasabahasa kelompok Austronesia. Bahasa itu mirip dengan bahasa Jawa, tetapi juga mirip dengan bahasa Melayu, Sunda, dan Bali (Stevens, 1968: 1-2). Bahasa Madura standar ditemukan di daerah Sumenep dan diajarkan pada tahun-tahun pertama sekolah di semua daerah berbahasa Madura. Menurut Uhlenbeck (1964: 174, 176-177), pemilihan dialek Sumenep sebagai bahasa standar serta peralihan ke huruf Latin pada awal abad ke 20 agaknya
21 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
telah menyusul penelitina Kiliaan tentang bahasa Madura. Berdasarkan penelitian itu, Kiliaan terutama menerbitkan kitab tata bahasa Madura dalam dua jilid (1897) serta sebuah kamus yang disusun berdasarkan transkripsi huruf Jawa, disusul transkipsi bahasa Madura ke huruf Latin dan penerjemahan dalam bahasa Belanda (1904-1905). Kamus Madura-Belanda yang diterbitkan pada tahun 1913 oleh Penninga dan Hendriks tak lebih versi yang disederhanakan dari kamus tersebut di atas. Perlu dicatat juga kamus Madura-Indonesia dari Safioedin (1977). Pengelompokkan dialek-dialek Madura berubah-ubah menurut penulis: Rafless (1978, I: 358) dan Uhlenbeck (1964: 174) mempertentangkan kelompok Barat dan Timur yang masing masing dibadi kedalam subdialek; Kiliaan (1904) dan Stevens (1968: 3) membedakan anatara kelompok Barat, kelompok Tengah, dan kelompok Timur ditambah dengan kelompok keempat yang meliputi dialek kepulauan Kangean. Bahasa Madura memiliki beberapa tingkat bahasa (antara 3 dan 5 menurut penulis) yang tidak dikenal ataupun dipraktikkan secara merata di semua lapisan masyarakat. Tingkat yang paling banyak digunakan adalah kasar, yaitu untuk berbicara kepada orang dengan umur dan status yang setara atau lebih rendah daripada diri sendiri; alos yang dipakai bila berbicara kepada orang yang lebih tua atau sebagai bahasa sopan santun pada pertemuan pertama dengan orang yang belum dikenal; alos tenghi yang dipakai bila berbicara kepada orang yang berstatus jauh lebih tinggi.
Menurut Pigeaud (1967, I: 134-135), tidak ada teks berbahasa Madura pra-Islam, dan kesusastraan tertulis Madura Baru muncul pada abad ke-19. Sebelumnya, orang menulis – di dalam huruf Jawa, bahasa kawi miring (sejenis jawa kuno), atau di dalam dialek campuran Jawa-Madura – aneka cerita Madura dan Jawa. Dalam pada itu, kesusastraan Islam-Jawa berkembang juga di kraton-kraton. Kekerabatan Madura mengikuti sistem bilateral. Niehof (1985: 87) menulis tentang hal itu sebagai berikut:
Bila istilah bilateral dimengerti sebagai ketiadaan pebedaan tajam ataupun langgeng antara garis keturunan matri- dan patri-lineal yang istilahnya cukup cocok. Namun dapat juga dikatakan bahwa istilah itu tidak ada artinya. Kecenderungan asimetris yang ditemukan pada sistem kekerabatan Madura, dan yang agaknya hadir di dalam sistem kekerabatan bilateral lainnya, selama ini belum terjelaskan.
Terlihat kecendurungan uksorilokal, tetapi, apapun hubungan asimetris antara kelompok besan, tidak ada pertukaran perempuan yang dilembakan; dan oleh karena itu, tidak bisa menyamakan satu kelompok pengambilan ataupun pemberi perempuan (Niehof 1985: 89) sanak
23 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
saudara/kerabat disebut bhala lawannya oreng (orang luar). Tidak ada istilah khusus untuk menamakan keluarga batih yang kecuali ungkapan bahala dhibi (keluarga /kerabat/sanak saudara sendiri).
4 KRIYA MADURA
Madura adalah sebuah pulau besar di sebelah timur laut Surabaya. ibu kota Jawa Timur. Dahulu, pekerjaan utama penduduknya adalah penambak garam, nelayan, dan sedikit peternak, karena tanahnya kurang subur untuk menciptakan masyarakat dan pembangunan agraris. Namun begitu, beberapa kerajaan telah bekembang di Bangkalan dan Sampang di sebelah barat, serta di Sumenep dan Pamekasan di belahan timur. Pada abad XIV, kerajaan-kerajaan Madura adalah taklukan kerajaan Majapahit. Seabad kemudian mereka memisahkan diri dan memeluk Islam pada abad XVI. Pada awal abad XVII, Pulau madura dijadikan bagian dari kerajaan jawa Tengah, Mataram, di bawah kekuasaan Sultan Agung. Lima puluh tahun setelah itu, Madura memberontak untuk membebaskan diri, namun berhasil diredam oleh Mataram dengan bantuan Belanda. Setelah perebutan mahkota Kerajaan Mataram oleh Sunan Paku Bowono I dengan dibantu Belanda, Madura terbelah menjadi dua; bagian barat dipersembahkan kepada Belanda sebagai imbalan.. setelah iti, Madura bagian timur juga menjadi milik Belanda, untuk menebus pengkhianatan Sunan Paku Buwono II yang membantu perjuangan Cina setelah pembantaiann di Bataboa pada tahun 1740.
25 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Sebagai sekutu, Madura tidak terlalu dianggap penting oleh Belanda, kecuali sebagai penyedia serdadu, pekerja kasar, dan penghasil beerapa produk alami. Sebagai ganjarannya, para pangeran Madura diperbolehkan memelihara kedudukan dan kebebasan mereka. Orang Madura adalah penganut Islam yang taat. Sifat mereka yang tebuka dan berani tampak pada kriyanya. Contohnya, kriya kayu nya dicukil dalam-dalam, pola batiknya berani, dan waena yang digunakan bersifat kuat, gelap, dan tegas.
Congklak Kayu Berkepala Ular
Congklak dimainkan secara luas di Asia dan Afrika, dengan nama-nama yang berbeda. Papan main yang memesoan
ini dibuat di madura dalam gaya yang sangat Bali dan Jawa Timur. Seppasang naga miros atau ular naga dnegan belalai seperti gakah mengokong papan main pada punggungnya. Alat permainan ini menggunakan butiranbutiran kerang yang dimasukkan ke dalam lubang-lubang dalam congklak.
Meja Rias
27 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Pada zaman dulu setiap perempuan di Jawa dan Madura yang mampu, memiliki meja ras kecil dalam kamarnya. Mereka duduk diatas tikar (atau permadani) di lantai, dralam posisi sila yang anggun (lutut dilipat, kaki diselipkan di bawah bokong di depan, meja rias berhiaskan bunga, alat kosmetiknya disimpan dalam laci-laci pada bagian dasarnya, sementara seorang pelayan menyisir dan mengikatkan rambut tebal panjangnya. Pengaruh Cina dan Jawa dapat dikenal pada pola tetumbuhan yang diukir pada meja rias ini. Pulau Madura, Propinsi Jawa Timur.
Beragam Selendang
Batik Madura biasanya berhiaskan ragam hias kuno barisan pucuk bambu segitiga sepanjang ujung kain. Hal ini umumnya dibuat agar kain menarik, dan untuk melambangkan kesuburan dan kegunaannya yang utuh, seperti halnya bambu yang beragam kegunaannya untuk umat manusia. Selendang-selendang cantik ini merupakan pilihan selendang bagi perempuan untuk padanan busana nasional. Pulau Madura, Propinsi Jawa Timur.
Sarung Modern
Pencorakan batik yang gagah ini mencerminkan kepribadian dinamis suku Madura. Perempuan desa menggunakan waktu luang untuk memperoleh pemasukan tambahan dari membuat batik. Ragam hias bunga dari sarung modern yang belum dijahit ini, dipinjam dari batik daratan Jawa, tetapi pola ragam hias pada tumpalnya,
29 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
dengan detail yang halus dan pewarnaannya, khas Madura. Dulunya perempuan desa memakai sarung ini setinggi pertengahan betis dengan kebaya berwarna mencolok yang menonjolkan pusar pemakai yang masih muda. Kebaya ini kemudian dikancing dengan bros-bros uang mas.
5 SEJARAH BATIK
Sejarah Batik di Jawa Timur Pada masa kerajaan Majapahit (tahun 1293 hingga 1500 M), negeri ini kedatangan pedagang dari berbagai negara. Kitab Negara Kertagama menyebutkan nama-nama negara itu antara lain Ayudhyapura, Dharmanagari, Marutma, Rajapura, Singanagari, Campa, Kamboja, dan Yawana. Negara-Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara ini selain menjalin hubungan dagang juga merupakan mitra satata yang artinya negara sahabat yang memiliki kedudukan yang sama. Jika dipelajari dari jalur pelayaran sekitar abad 7 hingga 15, menurut beberap aartefak asing maupun arcaarca Syaliendra (abad 8-9 Masehi), prasasti Kamalagyan yang tertulis tahun 959 Saka (1037 Masehi), prasasti Selamandi II tahun 1318 Saka (1396 Masehi), dan prasasti Canggu (Trawulan I) tahun 1280 Saka (1358 Masehi) mempunyai kesamaan tentang datangnya pedagangpedagang asing serta fungsi strategis beberapa pelabuhan yang ada di pesisir utara Jawa Timur. Pelabuhanpelabuhan yang disebutkan itu adalah Kambang Putih (Tuban), Pajarakan, Gresik, Surabaya (Hujung Galuh), dan Canggu (Mojokerto).
31 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Menurut Tome Pires (1465-1524 atau 1540) dari Portugal, dalam tulisannya Suma Oriental, kota pelabuhan Gresik (Agracij, Agacij, atau Agraci) pada sekitar tahun 1512 merupakan sebuah bandar yag besar dan terbaik di seluruh Jawa, sehingga dijuluki “Permata dai Jawa�. Para pedagang asing dari Gujarat, Calicut, Benggala, Siam, Tiongkok, dan Liu-Kiu (Lewuos) sudah sejak lama berdatangan untuk berniaga di pelabuhan ini.
Tertengger di Pelabuhan Gresik yang menyebutkan bahwa pelabuhan ini telah ada sejak tahun 1389.
Pedagang dari Gujarat secara s[esifik memiliki dagangan bahan tekstil berupa kain katun dan sutra yang menurut literatur memang merupakan barang perniagaan yang melimpah dari negara tersebut. Selain bermisi dagang, mereka juga membawa ajaran Hindu ke tanah Jawa. Untuk melariskan dagangannya, pedagang India ini
juga mengajarkan bagaimana teknik menghiasi kain dengan cara membatik. Teknik membatik telah dikenal di India lebih dari 2000 tahun yang lalu. Batik sebagai seni lukisan India berasal dari Bengal (Bengali). Shantiniketan di Benggala Barat merupakan pusat utama seni batik di India. Awalnya keterampilan membatik diajarkan pada keluarga kerajaan sehingga mereka tertarik untuk membeli kain katun India tersebut dalam julah banyak. Keterampilan membatik pun berkembang di lingkungan istana sebagai sarana membuat bahan pakaian raja dan keluarganya. Karena saat itu masih dianggap sebagai karya yang langka, maka penggunaan batik secara ekslusif hanya bagi kalangan terbatas raja dann keluarga bangsawan pada saat-saat acara tertentu maupun upacara keagamaan. Pembatiknya meliputi putri-putri keraton maupun abdi dalem. Sedangkan motif yang dibuatnya disesuaikan dengan peruntukkan kain tersebut, misalnya kain yang digunakan raja berbeda dengan permaisuri. Demikian juga untuk pejabat yang lain. Keyakinan bahwa batik lebih dahulu muncul di telatah Jawa Timur juga diperkuat catatan GP Rouffaer (pustakawan bekebangsaan Belanda) yang menyatakan bahwa teknik membatik ini telah diperkenalkan di Jawa sekitar abad ke-6 atau 7 dari pedagang India dan Sri Lanka. (Kitab Negara Kertagama menyebutnya sebagai Ayudhyapura dan Dharmanagari). Sementara Inger
33 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
McCabe Elliot pada bukunya Batik: Fabled Cloth of Java (2004) menulis hal yang sama, hanya perkiraan abadnya yang sedikit berbeda. Rouffaer juga melaporkan bahwa motif gringsing sudah dikenal pada abad ke-12 di Kediri (disebut Kerajaan Galuh-Kadiri), Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa goresan yang halus pada pola gringsing hanya bisa dibuat dengan menggunakan canting. Sumber lain yang lebih tua dari Jawa Timur, di Candi Penataran Blitar yang dibangun tahun 1194 oleh Raja Crnga (Syrenggra) pada reliefnya menggambarkan tokoh yang menggunakan kain panjang bermotif kawung. Di Candi Singosari, motif ukiran kain yang dikenakan oleh Pradjnaparamita, patung Budha dewi kebijaksanaan transedental dari Jawa Timur sekitar abad ke-13 Masehi menunjukkan pola bunga rumit yang mirip dengan yang ditemukan pada batik Jawa Tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa motif kain batik yang rumit menggunakan canting sudah ada di Jawa bada abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Kata “batik: atau hambatik (membatik) baru dengan jelas dipakai dalamBabad Sengkala yang ditulis pada tahun 1633 dan juga dalam Panji Jaya Lengkara yang ditulis pada tahun 1770.
35 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Dari Jawa Timur ke Jawa Tengah Seiring dengan perkembangan waktu, para pembatik dikalanagan istana Majapahit semakin banyak. Mereka tak lain adalah pembatik-pembatik abdi dalem turun-temurun beserta keluarganya. Waktu itu, Kerajaan Majapahit diambang keruntuhannya karena wilayahnya sudah hampir dikuasai oleh kerajaan Islam Demak Bintoro. Raja melarang warga keraton untuk memeluk Agama Islam. Adalah Nyai Banoewati, abdi dalem dari keraton yang bertugas merawat gedung pusaka. Seorang ahli seni sastra sekaligus memiliki keahlian membatik. Saat itu beliau sudah memeluk agama Islam. Rupanya walaupun sudah dilakukan secara sembunyi-sembunyi akhirnya Telik Sandi Bayan istana mencium gelagat bahwa Nyai Banoewati adalah salah seorang pemeluk Islam. Menyadari dirinya terancam maka abdi dalem ini menyelamatkan diri dan lari dari lingkungan istana untuk menghindari sergapan prajurit dan hukuman Raja. Perempuan yang konon berparas ayu itu bersama tiga saudaranya, Ki Dukut, Ki Truno, dan Ki Dalung Becak, pergi menyusuri pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nyai Banoewati dan dua saudaranya berpisah dengan Ki Dalang Becak. Ia melanjutkan perjalanan hingga ke kawasan rawa-rawa yang penuh pohon druju atau
sejenis semak berduri, sedang Ki Dalang Becak menetap di Tuban. Bersama Ki Dukut, Nyai Banoewati membuka lahan di daerah rawa-rawa itu sebangai tempat tiras pandelikan atau tempat pesembunyian. Lantaran Ki Dukut itu seorang lelaki, ia mampu membuka lahan yang sangat luas, sedangkan lahan Nyai Banoewati sempit. Tak kurang akal, Nyyai Banoewati mengadakan perjanjian dengan Ki Dukut. Ia meminta sebagian lahan Ki Dukut dengan cara menentukan batas lahan melalui debu hasil bakarakan yang jatuh di jarak terjauh. Ki Dukut menyetujui usulan itu. Jadilah kawasan Nyai Banoewati lebih luas sehingga sebagian kawasan diberikan kepada Ki Truno yang tidak mau babat alas. Daerah milik Nyai Banoewati dinamai Bakaran Wetan, sedang milik Ki Truno bernamma Bakaran Kulon. Adapun Ki Dukut yang kawasannya sangat sempit itu menamakan daerah itu Pedukuhan Alit atau Dukualit. Ketiga desa itu sampai sekarang tetap ada dan saling berbatasan satu dengan yang lain. Secara lebih luas lagi, kawasan itu dikenal sebagai Drujuwana (hutan druju) atau Juwana yang kita kenal saat ini. Di Bakaran Wetan itulah Nyai Banoewati membangun pemukiman baru. Sejumlah warga yang semula tidak mau menempati daerah berawa-rawa itu lalu mulai tertarik membangun pemukiman di sekitarnya. Nyai Banoewati yang turut menyebarkan agama Islam di
37 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
kalangan penduduk itu disebut oleh masyarakat sebagai Nyai Ageng Siti Sabirah. Ia mendirikan sebuah masjid tanpa mihrab agar tidak diketahui tentara Majapahir yang disebut Sigit.
Salah satu motif Gandrung yang digunakan sebagai dasaran atau isen-isen.
Di pendopo dan pelataran masjid itulah Nyai Banoewati melaksanakan aktivitas agamanya dan mengajar warga membatik. Motif batik yang diajarkan Nyai Banoewati adalah motif batik Majapahit seperti Sekar Jagad, Padas Gempal, Magel Ati, dan Limaran. Sedangkan motif khusus yang diciptakan Nyai Banoewati sendiri pada periode itu adalah motif Gandrung. Motif itu terinspirasi dari pertemuan dengan kekasihnya Joko Pakuwon di tiras pandelikan. Waktu itu Joko Pakuwon berhasil menemukan Nyai Banoewati sejak pelariannya dari Majapahit. Kedatangan Joko Pakuwon membuat Nyai Banoewati yang sedang membatik melonjak
gembira, sehingga secara tidak sengaja tangan Nyai Banoewati mencoret kain batik dengan canting yang berisi malam. Coretan itu membentuk motif garis-garis pendek. Di sela-sela waktunya, Nyai Banoewati menyempurnakan garis-garis itu menjadi motif silang yang meambangkan kegandrungan atau kerinduan yang tidak terobati. Motif Sekar Jagad yang beakak dari motif batik Majapahit hingga saat ni telah ada di banyak daerah. Namun masing-masing daerah telah memodifikasinya sehingga bersifat lebih spesifik. Demikian juga motif Padas Gempal, Limaran, dan Magel Ati, hingga kini masih dibuat para pembatik dengan beberapa modifikasi di sana sini.
Motif Limaran pada batik klasik yang bekembang di Juwana, Jawa Tengah (Koleksi Batik Kebumen).
39 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Batik berkembang pesat di Jawa Tengah seinring berkembangnya agama Islam di keraton Mangkunegara, Surakarta, Yogyakarta, dan Pakualaman. Motif-motif yang semula dipengaruhi kebudayaan Hindu dan Budha, kini berkembang dengan muncuylnya motif-motif abstrak sebagai pengaruh Islam. Ajaran agama islam yang melarang menggambar makhluk hidup secara utuh, membuat para seniman batik menyiasati gambar binatang dengan bentuk distorsi sebagai simbolisasi. Cuplikan sejarah berikut ini bersumber dari buku “20 Tahun GKBI� (gkbi.info).
Berkembang Karena Peperangan Akibat dari peperangan baik antar keluarga rajaraja maupun dengan penjajah Belanda, maka banyak keluarga-keluarga raja di Jawa Tengah yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru antara lain Banyumas, Pekalongan, dan di daerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini hingga kedaerah-daerah dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga keraton yang mengungsi inilah yang mengembangakn pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Perang antara Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarga serta para pengikutnya meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Di daerahdaerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik. Di wilayah Jawa Timur, pengaruh motif batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Tulungagung (Batik Majan) serta Mojokerto. Selain itu juga menyebar ke Sidoarjo, Surabaya hingga Sumenep, Madura.
Berkembang Seiring Penyebaran Islam Pengembangan batik di Ponorogo kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Di daerah Tegalsari, Ponorogo ada sebuah pesantren yang diasuj Kuai Kasan Basri (Hasan Basri) atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Karena kesolehan dan kearifannya Kyai Kasan Besari ini diambil menjadi menantu oleh raja Keraton Solo. Ketika puti keraton Solo yang menjadi istri Kyai Kasan Basri diboyong ke Tegalsari, ia diikuti oleh pengiringpengiringnya yang beberapa diantaranya adalah pembatik
41 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
keraton. Mereka itulah yang membawa keterampilan membatik ke Ponorogo. Selain itu banyak pula keluarga keraton Solo yang menuntut ilmu di pesantren ini. Interaksi inilah yang membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo dan menjadi salah satu seni yang berkembang dalam masyarakat di luar keraton.
Batik tulis dengan motif yang terdiri dari ornamen seni kaligrafi Islam yang menggambarkan tulisan-tulisan huruf hijaiyah berisikan petikan ayat suci AlQur’an. (Reproduksi dari “Batik: Fabled Cloth of Java�, Elliot, Inger McCabe, 2004).
Batik Bangsawan dan Batik Folklore di Jawa Timur Sekepas masa kejayaan Majapahit, di jawa Timur tidak ada lagi kerajaan. Yanh ada hanya pejabat-pejabat setingkat bupati maupun wedono. Dari para bangsawan inilah tradisi membatik di lingkungan bangsawan masih berlangsung. Setiap istri pejabat atau bangsawan selalu memiliki keterampilan membatik atau setidaknya memilliki abdi yang menjadi andalannya membuat batik. Karya batik itu dipergunakan untuk suaminya dan ia sendiri untuk pakaian kebangsawanan mereka. Motif-motif yang dibuat pun disesuaikan untuk event-event tertentu, misalnya menghadap atasan, upacara perkawinan dan sebagainya. Tradisi ini tidak jauh berbeda dengan yang berlaku di lingkungan keraton Yogyakarta dan Surakarta. Motif-motif seperti ini kita kenal sebagai batik bangsawan. Sementara motif batik yang berkembang diluar kaum bangsawan disebut sebagai batik folklore atau batiknya masyarakat umum.
43 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Pengaruh Motif Luar
Sekitar tahun 1500-an kapal dagang Belanda membawa kain dari pantai Koromanel (Pantai di sebelah Tenggara India). Harmen C Veldhuisen pada bukunya “Batik Belanda� menyebutkan bahwa kain ini di Jawa dikenal dengan nama Serasah, Kumitir atau Sembagi. Motif hiasan pada sembagi terlihat sangat jelas menginspirasi motif batik di Jawa yang muncul di kalangan pesisiran sebagai bagian dari motif tumpal yang kita kenal sekarang. Awalnya tumpal adalah ciri pada kain sarung palekat atau sarung tenun. Tetapi ketika pada masyarakat
45 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
pesantren muncul motif batik, maka tumpal pada sarung pelekat diadopsi pula pada sarung batik, yaitu suatu blok di tengah yang menggunakan warna maupun motif yang berbeda dengan sekelilingnya. Pada batik sarung yang dikenakan kaum lelaki, tumpal itu letaknya di bagian belakang, sementara pada sarung yang dikenakan kaum perempuan, tumpal letaknya justru di depan. Corak tepi tersebut melambangkan gigi buaya yang dimaksudkan sebagai penolak bala.
Tumpal, Penanda pada Batik Folklore
Tumpal pada sarung yang dipakai wanita terletak di depan. (Reproduksi dari “Batik: fabled Cloth Java�, Elliot, Inger McCabe, 2004.)
Ketika mengamati beberapa motif batik di Jawa, lebih-lebih di daerah pesisiran, ternyata tumpal ini
merupakan pembeda antara batik keraton yang saat dipakai sebagai kain panjang di bagian depan diberi wiru. Sedangkan pada pemaiakan batik sehari-hari di kalangan masyarakat biasa (batik folklore) dipakai tanpa wiru, sabagai gantinya diberi motif tumpal. Penglain gunaaan istilah kain panjang dalam strata bahasa Jawa juga dikenal bahasa halus nyamping yang berarti kain batik yang dikenakan bangsawan, sedangkan tapih, adalah kain batik folklote yang dikenakan masyarakat biasa. (Istilah Surabaya Sewek). Pada kain panjang motifnya terbago menjadi bagian tumpal kepala, yaitu bagian yang diletakkan di depan, tumpal badan yang merupakan bagian utama batik tersebut, tumpal yang terletak di bagian tengah dan tumpal kaki bentuknya lebih sempit, dan pada saat dipakai sebagai kain panjang letaknya di bagian dalam. Sebgaina masih ditambah dengan pinggitan bawah (lihat pada motif-motif batik Madura). Bagian-bagian tersebut jelas untuk menunjukkan letaknya pada saat kain panjang dipakai. Kelengkapan tumpal seperti itu tidak terdapat pada sarung batik, dimana sarung batik dijahit pada kedua ujungnya, sehingga letak tumpal selalu ada di belakang. Pada batik modern, penggunaan tumpal pada bahan baju diletakkan di bagian dada. Sarung batik adalah kain batik yang panjangnya sekitar 1,75 meter dan dijahit bertemu ujung dengan ujung. Sementara kain panjang atau sewek atau jarit panjangnya sekitar 2,25 hingga 2,5 meter.
47 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Bentuk-bentuk tumpal yang umum digunakan pada batik pesisiran di antaranya dikenal dengan istilah tumpal sorot (pucuk rebung), tumpal cepet (tumpal kombinasi), tumpal buk, tumpal bendera, tumpal kopi susu dan seritan (tumpal sariden pada dialek Madura).
Sekelompok pembatik sedang membuat Batik Java Hokokai dengan tumpal. Foto diambil pada tahun 1912 oleh Dr E. Erathaus.
Batik Keturunan Indo-Eropa dan Keturunan Tionghoa
Kita mundur lagi ke abad 19. Kehadiran orang Belanda di Indonesia, lalu ber asimilasinya dengan penduduk pribumi melahirkan Keturunan Indo-Eropa. Mereka memiliki pola berpakaian yang unik. Sebagai bangsa yang datang dari negara empat musim kemudian tinggal di Jawa yang tropis menyebabkan mereka mengubah cara berpakainan mereka dengan pola penduduk setempat. Tetapi mereka juga ingin tampil beda dengan ciri-ciri yang unik. Termasuk ketika mereka jatuh cinya pada budaya batik yang ternyata juga dihemati pada masyarakat mereka di Eropa. Maka di Pekalongan muncullah pengusaha-pengusaha batik Indo-Eropa ini yang mempekerjakan para pembatik setempat. Dalam memproduksi batik, mereka menggunakan motif-motif mereka sendiri yang bagi para pembatik dirasa aneh dan belum pernah dikenal. Walaupun demikian, para pembatik itu bisa menampilkan dnegan baik. Motif-motif “aneh� itu diantaranya adalah gambar cupido yang sedang terbang diatas bulan sabit. Motif-motif yang diangkat dari dongeng populer Eropa, bentuk-bentuk bunga aneh yang tidak tumbuh di pulau Jawa (misalnya Tulip). Dan yang sangat berpengaruh adalah apa yang disebut dengan buketan (bouquet), yaitu seikat bunga bermacam-macam. Motif tersebut hingga kini banyak diadopsi dalam motifmotif batik kita. Sebelum periode Batik Belanda, bunga pada batik Jawa ditampilkan dalam berbagai macam bentuk “Ceplokan�.
49 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Indo-Eropa dan Keturunan Tionghoa kembali membawa bentuk-bentuk ornamen yang mendekati bentuk natural. Kebayakan desain batik mereka berlatar putih atau polos. Karena kain batik dengan bidang kosong yang luas pada tradisi pembatik Jawa adalah tidak biasa, maka para pembatik lokal itu kemudian membubuhkan isen-isen seusai dengan motif yang biasa mereka kenal. Tanpa disadari, di sini terjadinya akulturasi dua budaya yang memiliki nilai seni tinggi di mata masyarakat Internasional. Batik Belanda yang tercatat dalam sejarah di antaranya perusahaan batik Wollweber di Pekalongan, Van Oosterom di Salatiga, juga Van Zulyen Pekalongan serta yang merambah Pacitan Jawa Timur adalah perusahaan batik Coenraad. Para pengusaha batik asal Eropa tadi banyak sekali memasukkan pengaruh motif maupun warna pada batik Jawa dan batik Keturunan Tionghoa. Sekalipun bangsa Cina telah masuk ke pulau Jawa berabad-abad lebih dulu dibandingkan bangsa Eropa, tetapi dalam hal mengembangkan industri perbatikan serta motif batik khas, mereka kalah dengan orang Belanda. Maestro batik Keturunan Tionghoa yang menonjol, antara lain The Tie Set, Oes Soen King, Liem Hok Sien, Liem Boen Tjoe, Liem Boen Gan, dan Oey Soe Tjoen.
Jawa Hokokai, Pengaruh Pendudukan Jepang Selain Batik Belanda dan Batik Keturunan Tionghoa, kita juga mengenal motif batik Jawa Hokokai yang merupakan akulturasi dengan budaya Jepang. Berkembang selama pendudukan Jepang antara tahun 1942-1945. Motuf batik ini menggambarkan bunga di sebuah taman yang dikelilingi oleh kupu-kupu. Ciri-ciri lain batik Jawa Hokokai motifnya dipengaruhi ornamen khas Jepang, seperti bunga Sakura dan Seruni atau Kiku (seruni merupakan bunga nasional Jepang dan simbol Kaisar), dan motif rumit yang telah membuat batik Jawa Hokokai termasuk salah satu corak desain yang mulia dan indah pada seni batik di Asia.
51 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Pagi Sore Pada motif lain yang dipergunakan sebagai kain panjang, ada yang berisi dua jenis motif dalam satu lembar kain. Ini merupakan solusi atas kelangkaan kain katun selama masa perang. Motif ini disebut “Pagi Sore� dimana kain batik ini dapat dipakai pada kesempatan yang berbeda, misalnya pada pagi hari motif bagian kiti diletakkan di luar, sementara sore harinya motif bagian kanan yang corak dan warnanya berbeda ditaruh di luar. Dengan demikian seolah-olah pemakai memiliki dua buah kain batik yang berbeda. Corak batik seperti ini saat ini banyak diadopsi para pembatik Jawa Timur dengan memadukan dua motif batik yang berbeda. Di Banyuwangi misalnya diberi nama “batik esuk sore�, di Sidoarjo juga bisa didapati batik pagi sore maupun esuk sore.
Batik di Zaman Ekonomi Kreatif Tahun 2009 Kementrian Perindustrian dan Perdagangan mencanangkan Industri Kreatif sebagai benruk peningkatan daya saing bangsa Indonessia di kancah global, Batik merupakan salah satu bagian dari Industri Kreatif yang memiliki potensi sangat baik. Berbagai program berskala besar seperti menampilkan batik pada Pekan Produk Kreatif, Pameran Ekonomi Kreatif dan berbagai pameran berskala internasional telah dilakukan untuk menyemangati masyarakat batik.
Unik itu Salah Satu Faktor Keunggulan Pengakuan UNESCO pada karya batik Indonesia berdampak luar biasa. Bangsa Indonesia bagaikan disengat lebah terbangunkan semangatnya unyuk mencintai batik. Kini dimana-mana pemandangan orang Indonesia mengenakan busana batik merupakan pemandangan umum yang membanggakan. Jika sepuluh tahun lalu penulis mengenakan baju batik jalan di sebuah mall, para wiraniaga di tokto-toko yang lagi sepi pengunjung meledek sambil berkomentar dengan temannya, “resepsinya sudah selesai ya Mbak...?â€? Tidak berlebihan jika pemerintah menganjurkan setiap hari Jumâ€&#x;at agar semua pegawai dan anak sekolah mengenakan busana batik. Dan rupanya banyak yang tidak
53 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
berkeberatan dengan anjuran itu. Giliran masing-masing kabupaten dan kota yang telah menikmati lezatnya otoritas daerah dipacu untuk berlomba-lomba mengembangkan motif batik khas daerah, maka banyak kepala daerah yang cepat-cepat mempatenkan motif-motif batik yang ada di daerahnya sebagai motuf khas daerah mereka. Berbagai festival desain batik digelar guna menghidupkan dan menampilkan motif-motif yang sekiranya pantas diangkat sebagai motif batik khas daerah mereka. Semangat kedaerahan ini menggelegak kembali. Untuk meneriakkan ciri kedaerahan mereka. Seolah tidak rela mendengar klaim bahwa wajah motif batik Indonesia itu hanya diwakili batik Solo dan Yogya saja. Tiba-tiba semua orang menjadi sadar akan personal branding atau setidaknya local area branding.
Dilema Batik Modern
Saking bersemangatnya desainer motif batik di sini dalam menciptakan motif-motif baru dan merasa terbebaskan dari pakem batik yang telah pernah ada maka sebagian karya-karyanya bahkan hampir tidak mirip dengan motif batik, atau semakin jauh dari gambaran motif batik. Jika kita semua para pecinta dan penikmat seni batik melihat motif-motif kontemporer ini masih memandang dari stigma lama, maka batik-batik karya baru ini terasa lebih mirip dengan kain printing motif hawaii yang pernah booming tahun 1980-an. Saat itu penulis masih bekerja pada sebuah pabrik tekstil PMA yang mendapat pesanan motif hawaii dari sebuah perusahaan trading di Amerika. Untuk menggarap pesanan itu saja menggunakan mesin printing modern, saat itu memerlukan waktu setengah tahun. Untuk pengirimannya diperlukan berpuluh-puluh kontainer 40 feet. Pengaruh motif-motif tersebut memang cukup hebat, hampir sepuluh tahun digemari di seluruh belahan dunia untuk bahan pakaian santai. Bahkan motif tersebut kemudian direproduksi di mana-mana. Tetapi setelah musim berganti, motif itu tiba-tiba menjadi jadul sekali, ketinggalan zaman yang memalukan bagi si pemakainya. Maukah kita jika batik Indonesia memiliki life cycle yang pendek dan terbatas seperti terbatasnya usia batik Elvi (yang digunakan Elvi Sukaesih), batik Harmoko (yang digunakan mantan Menteri Penerangan RI Pak Harmoko), batik Inul, batik Manohara atau batik SBY.
55 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Di tengah pengembaraan akan euforia batik tibatiba kita dibuat termenung. Batik Indonesia, batik kebanggaan kita semua. Apakah itu? Di manakah “inti batiknya batik Indonesia itu?” Itukah yang kita rasakan sebgaia roh bagi budaya bangsa yang membuat hati kita tergerat dipenuhi rasa bangga, seperti bergetarnya hati kita manakala mendengar lagu “Garuda di Dadaku” saat menonton film tersebut di sebuah bioskop. Masih perlukah mengikat batik modern kita dengan motif-motif klasik yang menjadi pakem khas bagi “roh batik Indonesia?” Berbicara tentang keanekaragaman warna, penulis teringat komentar Mas Lintu Tulistyantoro, ketua Komunitas Batik dann Kebaya se Jawa Timur di Surabaya yang mengatakan bahwa setalah para pembatik meninggalkan pewarna-pewarna alami, maka yang tersisa saat ini adalah warna-warni Naphthol dan Indigosol yang begitu patent dan sama di mana-mana. Sudah jarang kita dapati warna merahnya kulit akar mengkudu yang berbeda dengan merahnya kulir soga tinggi, biru indigo dari daerah Tuban dengan “beru” yang dihasilkan di kawasan Madura. Tetapi hidup ini memang pilihan. Kita tidak pernah memiliki semua. Luntur atau tidak luntur. Rumit atau sederhana, massal atau ekslusif, kita perlu beli baju baru untuk lebaran yang akan datang dua bulan lagi atau menunggu pesanan batik tulis alami yang baru selesai digarap setengah tahun lagi.
57 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
6 PROSES PEMBUATAN BATIK
Sekilas Teknik Pembuatan Batik Tulis Sebagai penggemar batik, kita perlu mengenal dasar pengetahuan tentang tekstil maupun teknik membatik. Pengetahuan ini diharapkan akan menimbulkan apresiasi yang lebih dalam serta bekal untuk mengenali, memilih, menggunakan serta merawat batik, baik sebagai koleksi berharga maupun sebagai bahan pakaian.
Macam-Macam Bahan Kain Batik Para pembatik memiliki cara tersendiri dalam memilih dan mengenali kaina yang akan digunakan sebagai bahan batik. Hal ini tentu berkaitan dengan pengalamana selama mereka membuat kain batik selama bertahun-tahun bahkan turun-temurun. Mereka tidak berbekal pengetahunan pertekstilan yang cukup, oleh-karennaya mengenali bahan kain tersebut berdasarkan merek dagang yang meereka kenal di pasaranan dan bukan spesifikasi teknis bahan. Berikut ini informasi mengenai jenis-jenis kain yang biasa dipilih sebagai bahan dasar kain batik, kususnya kain katun (kapas) dan kain Sutra.
Kain Katun Kain katun adalah kain yang terbuat dari benang kapas yang dipintal. Katun dipilih sebagai bahan dasar yang paling digemarin karena sifatnya yang mampu menyerap kelembapan dan memiliki daya tahan terhadap panas (kain kapas bukan penghantar panas yang baik). Selain itu, kain kapas memiliki keelastisan yang tidak besar sehingga bentuknya stabil. Secara umum kain katun yang digunakan sebagai bahan batik disebut mori. Yaitu tenunan benang katun dari nomor Ne 30s hingga Ne 80s. Semakin besar nomor benangnya, semakin halus kainnya karena diameter benangnya semakin kecil. Selain faktor nomor benang, kualitas mori juga ditentukan oleh tetal benang tenunnya (kerapatan anyaman). Kain mori ditenun dengan bentuk anyaman plat atau polos. Kain mori kualitas bagus yang digunakan pada pembatikan di Jawa sebelum tahun 1800-an masih didatangkan dari India. Baru pada tahun 1825-an didatangkan dari Belgia dan Inggris. Baru pada tahun 1825an didatangkan dari Belgia dan Inggris. Lebar kain berkisar antara 100 hingga 110 sentimeter. Mengapa rata-rata kain batik itu panjangnya berkisar 2,25 hingga 2,5 meter? Ternyata hal itu awaknya berkaitan dengan standar pemotongan kain ketika diturunkan dari mesin tenun panjangnya 15 yard dan 16,5 yard. Para pemnatik akan membagi setiap gulung mori menjadi 6. Jika mori yang
59 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
panjangnya 15 yard akan diperoleh potongan batik dengan panjang 2,56 cm. Sedangkan untuk kain sarung, satu gulung kain mori dibagi menjadi 7 potong, sehingga selembar sarung panjanganya hanya berkisar 195 cm hingga 214 cm. Tradisi itu dipertahankan hingga kini.
Mengenal Ciri Kain Katun untuk Mengetahui Usianya Seorang ahli batik yang telah berpengalaman, biasanya yang sudah sepuh memiliki kemampuan untuk mengenali ciri-ciri kain batik kuno dengan cara dilihat, dipegang, diraba, diremas, diterawang, dibentang dengan hanya mengandalkan kemampuan pancainderanya. Cara seperti ini biasanya disebut sebagai metode uji sensoris. Namun metode yang lebih ilmiah dapat dijelaskan bahwa pada kain impor dari India yang dilakukan pada tahun sebelum 1800-an terdapat tanda-tanda khusus sesuai kebiasaan para pabrikan tenun di India, bahwa untuk menandai panjang kain setiap sekian yard, mereka akan menyisipkan benang pakan berwarna biru atau cokelat. Ini akan terlihat pada pinggiran kain batik. Sementara pada kain impor dari Inggris dan Belgia pada periode tahun 1825-1900-an khususnya pada kain yang panjangnya 16,5 m diberi tanda tulisan 16 dengan setik rantai (Chain Stich). Tidak diketahui dengan pasti kenapa 16 dan bukan 16,5. Tanda ini dilakukan oleh pedagang di Jawa (Batavia) untuk membedakan dengan kain yang panjangnya 15 yard. Ciri selebihnya adalah dengan
mengenali tetal atau kerapatan benang lungsi (benang yang membujur) dan benang pakan (benang yang melintang). Uniknya tata cara mengenali kualitas kain seperti itu tertulis pada buku Handleiding voor het Schatten (petunjuk penaksiran) pegangan juru taksir pada Rumah Gadai di Batavia yang diterbitkan pada tahun 1910. Perusahaan pertenunan di eropa menerapkan granding dan quality control yang cukup ketat pada hasil tenunannya. Untuk menandai kain mori yang ditenun sepanjang 16,5 yard tanpa terdapat cacat tenun, maka kain itu disebut Primissima. Jadi Primissima secara harafiah adalah kain tenun berkualitas bagus tanpa ada cacat tenun. Akhirnya istilah Primissima menjadi acuan kualitas bahan kain batik yang paling bagus. Pada tahun 1824 NHM singkatan dari = Nederlandsche Handel Maatschappij di Belgia mendirikan sebuah pabrik pertenunan bernama Twente yang memproduksi mori berkualitas bagus. Kain produksi mereka oleh NHM dijual ke pulau Jawa sebagai bahan batik. Selanjutnya batik dari Jawa ini diekspor kembali ke Eropa. Mori produksi Twente ini dikenal sampai sekarang dengan merk Cap Cen. Disebut demikian konon awalnya sebagai tanda setiap sekian yard, produsen menyelipkan (dan menjahit) mata uang satu sen. Untuk kualitas yang lebih rendah dikenal dengan Cap Leo. Sebagai tanda setiap sekian yard pada mori itu distempel dengan gambar Singa menggunakan tinta biru.
61 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Tetapi harap diingat bahwa itu adalah periode tahun 1800-an dan masuk ke Indonesia melalui NHM yang menggantikan peran VOC dalam distribusi barang. Yang jelas mori Cap Cen dan mori Cap Leo itu sekarang tinggal sejarah belaka. Jika saat ini ada orang yang menjual mori Cap Cen patut diduga itu adalah produsen yang meniru menggunakan merk Cap Cen. Memasuki abad 20, sejak awal tahun 1900-an peranan mori dari Belgia digantikan mori dari Inggris, tepatnya dari Cambridge yang merupakan kota industri yang bersejarah dalam dunia tekstil. Begitu populernya bahan mori dari Inggris ini sehingga orang menyebutnya mori impor pada periode itu sebagai kain cambric. (Fashioning cottons: Asian trade, domestic industry and consumer demand, The Cambridge History of Western Tectiles karya David Jenkins -2003)
Primis dan Primissima Di pasaran, jenis mori dikenal berdasarkan merek dagang atau istilah pasar yang diberikan oleh pedagangnya sejak bertahun-tahun. Dikenal istilah Primis dan Primissima pada kalangan penjual kain. Jika sebelumnya dikenal istilah Primissima sebagai kain mori tanpa cacat tenunan, namun yang merepresentasikan kualitas mori terbaik, lalu muncul istilah Primis yang mengklaim sebagai yang lebih baik dari Primissima. Dalam bahasa Italia, Primis atau Primus berati Prima atau terbaik/sempurna. Sementara dalam bahasa
Italia, Primissima berarti terlama. Itulah dunia perdagangan, dan yang demikian ini sudah terjadi sejak dahulu kala. Yang jelas, penggunaan istilah-istilah dagang seperti itu lebih mudah diterima oleh para pembatik dibanding menyebutkann spesifikasi teknis yang sering terlalu rumit untuk dipahami. Sebagai referensi yang sedikit bersifat teknis berikut ini kami muatkan nama-nama bahan kain yang sekaligus merepresentasikan tingkat kualitas bahan itu. Katun Primis adalah jenis mori kualitas paling tinggi dengan nomor benang Ne 70 hingga 80s dengan tetal pakan dan lungsi di atas 100 (119 x 107). Artinya benang lungsi (yang membujur kearah lebar kain) jumlahnya 107 benang setiap inch. Sebagai catatan, angka yang lebih besar menunjukkan benang lungsi dan angka yang lebih kecil dalam penyebutan konstruksi menunjukkan benang pakan. Katun Primis sudah disertai proses penyempurnaan berupa Mercerized dan Sanforized, sehingga sudah siap langsung utuk proses pembatikan/pencantingan tanpa proses pendahuluan. Merek dagang yang populer hingga saat ini adalah 3 Bendera. Katun Primissima adalah kain mori berkualitas tinggi menggunakan benang katun bernomor Ne 60s hingga 70s. Tetal benangnya (sekitar) 112x90 benang per inchi dengan lebar 107 cm. Dari konstruksi tersebut kain
63 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
jenis Primissima ini apabila dipegang terasa lembut tetapi padat. Dalam memproduksi kain katun Primissima ini disertakan pula proses Bleaching dan Calandering. Katun Primissima di pasaran dikenal dengan merek dagang Kereta Kencana, Crown dan Bendera. Untuk jenis kain ini pada saat proses pembatikan tidak perlu dilakukan proses pendahuluan, bisa langsung dipola dan dicanting. Gamelan Srimpi spesifikasinya mirip Primissima kecuali lebarnya 114,5 cm. Proses penyempurnaannya Mercerized-Sanforized. Katun Voilissima menggunankan benang bernomor Ne 60s hingga 70 s dengan tetal 90 x 80 dan lebar kain 112 cm. Proses penyempurnaannya MercerizedSanforized. Secara umum juga dikenal dnegan istilah Voil (dibaca Vual), jika dijual dalam benruk kain berwarna atau kain printing selalu diberi proses penyempurnaan softener untuk melembutkan kain. Pada industri modern, voil juga diproduksi dari 100% polyester dengan twist tinggi, kemudian diproses dengan burn out menggunakan larutan caustic soda sehingga menghasilkan kain yang lembut dan nyaman dipakai. Kain katun Berkolissima menggunakan benang berukuran Ne 70s dengan tetal benang 114x74 dan lebar 113 cm. Disertai proses penyempurnaan MercerizedSanforized. Dahulu kita mengenal kain ini dnegan istilah Berkkolin, sebagai bahan hem maupun kain printing. Kain berkjolin memiliki anyaman yang berbeda dengan mori
biasa sehingga memiliki tampilan permukaan yang lebih terkesan mewah. Mori Biru merupakan mori kualitas rendah dengan spesifikasi nomor benang Ne 30s dan tetalnya sekitar 66 x 84 per inch. Dengan benang tebal, kain dipegang terasa lebih kasar. Di pasaran dapat dijumpai anyata lain dengan merek dagang Cendrawasih, Nanas, Garuda Dunia.
Kain Kapas Grey Kain grey adalah kain tenun benang kapas yang tidak mengalami proses pemutihan sebelum dijual, sehingga warnanya masih alami cream atau cokelat muda. Dulu populer disebut kain mekao (berawal dari kata macao, karena dibawa pedagang dari Macao, Hongkong). Kain grey dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Kain Blacu, yaitu kain tenun dari katun yang dibuat dengan mesin tenun bikinan pabrik. Di pasaran, terdapat beberapa macam ukuran lebar blacu muali 90 cm, 115 cm dan 150 cm. Kain tenun ATBM, yaitu kain katun yang ditenun dengan alat tenun bukan mesin, diproduksi dengan berbagai ukuran lebar.
65 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Kain tenun Gedog, yaitu jenis kain tenun ATBM yang khas dari daerah Tuban dan konon tidak ada di daerah lain. Kain tenun Gedog memiliki tampilan fisik yang unik karena mulai dari penanaman kapas, menenun sampai jadi batik dikerjakan di daerah Tuban. Karena benang dipintal secara manual maka ukuran benang hasil pintal itu tidak rata, sehingga hasil permukaan tenunannya menjadi unik.
Salah satu contoh kain tenun gedog Tuban dengan benang yang dipintal secara manual.
Kain Sutra Kain sutra terbuat dari serat protein, yang diperoleh dari sejenis serangga Lepidoptera dan spesies
utama yang dipelihara untuk menghasilkan sutra Bombyx mori. Serat sutra bentuk filamen dihasilkan dari larva ulat sutra pada saat membuat kepompong. Serat sutra mentah terdiri dari lebih kurang 75% fiborin dan 25% serisin yaitu sejenis perekat yang melapisi fibroin, berfungsi untuk melindungi fibroin dari gaya mekanik. Untuk proses pewarnaan lapisan serisin ini harus dihilangkan dengan proses degumming atau boil off, karena akan mengganggu penyerapan warna. Saat ini sutra yang ada di pasaran adalah: a.
b.
c.
67 |
Surta import, yaitu kain sutra yang ditenun secara masinal yang dikenal dengan sutra super T54, sutra super T56, Abote, Organdi, Siffon, sutra kaca kotak, sutra salur, yaitu kombinasi anyaman suta super dan organdi, sutra crepe, sutra kembang batu, yang anyaman desain struktur dengan dob. Sutra lokal, yaitu kain sutra buatan dalam negeri ditenun dengan ATBM antara lain sutra polos, sutra granitan yang anyaman desain struktur dengan doby, sutra salur. Sutra liar, yaitu sutra yang dibuat serat ulat sutra yang dibudidayakan secara liar. Ulat-ulat sutra ini dibiarkan hidup di pohon mahoni, jambu mete, kedondong, sehingga makannannya adalah daun-daun dimana mereka hidup. Jenis serat yang dihasilak dari ulat yang makanannya jambu
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
mete atau daun kedongdong adala criccula, berwarna kuning keemasan. Sedangkan serat yang dihasilakn dari ulat yang makannanya daun mahoni disebut attacus, berwarna cokelat. Warna-warna tersebut adalah warna alami. Sekalipun teknik membatik di Indonesia sudah berumur ratusan tahun, namun masing-masing daerah maupun masing-masing pengrajin batik memiliki caracara sendiri yang spesifik. Secara umum, urutan proses pembuatan kain batik tulis masa kini adalah sebgai berikut.
Ulat sutra Bombyx mori
Menyiapkan Kain yang Akan Dibatik Kain dari benang katun yang akan dibatik perlu dilakukan tahap-tahap persiapan (preparatory) sebelum dibatik. Tahap ini bisa terdiri dari langkahlangkah berikut. Desizing, adalah proses penghilangan kanji. Pada saat pra pertenunan, benang tenun khususnya benang lungsi (yang arahnya membujur) mengalami proses sizing alias penganjian. Tujuannya agar benang tidak mudah putus, lebih stabil dan tidak menempel satu sama lain, karena benang katun itu memiliki bulu. Selepas proses pertenunan (weaving) makan kanji ini perlu dibuang dengan proses desizing, Tujuannya agar benang kapas siap menerima zat pewarna saat pencelupan. Scouring, adalah proses penghilangan kotoran, lilin (serat kapas secara alami memiliki lapisan lilin di permukaannya) atau minyak yang melapisi serat kain, juga agar serat kain menjadi bersih dan terbuka sehingga saat mengalami pencelupan warna dapat terserap secara merata. Jika tanpa scouring ada kemungkinan hasil celup warnanya tidak rata. Bleaching, proses penyempurnaan agar kain menjadi putih, bukan diberi pewarna putih tetapi membuat serat kapas menjadi putih karena sifat alaminya.
69 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Ketiga proses Desizing, Scouring dan Bleaching dapat dilakukan sekaligus dalam satu proses sederhana dan dalam waktu yang singkat, Bahan kimia yang diperlukan: Enzym (Enzymatic Desizing Agent), di pasaran dikenal dengan merek dagang BIMLASE 720. Fungsinya untuk penghilangan kanji. Penggunaanya 5 hingga 6 gram per liter air. Dilarutkan air pada suhu 70 deracat celcius. Kain direndam dan diaduk-aduk selama 60 menit (1 jam). Sabun pencuci sekaligus pemutih (Special Soaping & Squestering), di pasaran dikenal dengan merek dagang SOAP 300. Sabun ini berfungsi untuk proses Scouring dan Bleaching juga untuk “anti redeposition� yaitu untuk menjaga agar selama proses susunan serat/benang tenun tidak mengalami perubahan posisis sehingga kain tidak kusut. Dapat digunakan pada kain katun/polyester katun/polyester maupun rayon. Penggunaan 1,5 gram per liter. NaOH (Caustic Soda), berfungsi penghilang lilin dan lemak, membuka pori-pori serat agar mudah menerima zat pewarna. Penggunaan 2 gram per liter air. Semua zat kimia tersebut dapat dicampur jadi satu untuk proses Scouring, Desizing dan Bleaching.
Proses dilakukan pada suatu bejanan dengan suhu air 70 derajat dalam waktu 1 jam. Setelah dibilas, kain dijemur hingga kering dan siap untuk dibatik. Namun beberapa pembatik tradisional masih ada yang bertahan menggunakan resep tradisional pula dengan merendam air yang dicampur abu, minyak complong atau minyak kacang selama sehari semalam.
Merancang Desain 1.
2.
71 |
Merancang motif batik. Proses ini dilakukan di atas kertas biasa (bisa menggunakan kertas HVS). Desain ini berupa motif-motif elemen dasar dari batik. Dalam satu lembar kain batik bisa memiliki beberapa elemen motif yang nantinya akan dirangkai. Menyusun draft desain batik. Pada tahap ini biasanya perancang batik menggunakan kertas kalkir seukuran kain batik yang sebenarnya. Pada saat perancangan ini ukuran kain batik akan dibagi menjadi beberapa bagian yang merupakan perulangan (repeat) dari motif. Pada beberapa desain, repeat ini hanya merupakan corak dasar yang diulang-ulang memenuhi bidang batik.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
3.
4.
5.
6.
Setelah pembagian bidang perulangan (repeat) selesai, motif-motif ornamen di-blaat (bhs Belanda) atau di-trace (bsh Inggris). Kedua istilah itu kadang di bahasa Indonesiakan dengan menjiplakkan rancangan motif yang dibuat pada langkah di point 1 pada kertas kalkir yang disebut pada point 2 di atas. Setelah proses pembuatan repeat selesai, dilanjutkan dengan membuat bagian desain pinggiran (border), pojok (corner) maupun tumpal yang kadang dijadikan centre point atau motif ornamen yang ditonjolkan. Setelah seluruh proses pembuatan rancangan desain selesai, biasanya drafter akan menebali motif di atas kalkir tersebut, baik dengan pensil maupun dengan tinta. Proses pembuatan desain selesai, dan hasil proses ini berupa master desain alias desain
7.
8. 9.
73 |
induk yang akan disimpan sebagai kekayaan hak intelektual dari dang desainer. Langkah selanjutnya adalah menggambar pola, yaitu menjiplak master desai tersebut ke atas kain yang siap dibatik. Master desain dipasang pada meja gambar kaca (tracing table) yang di bawahnya dipasangi lampu TL. Kain diletakkan di atas kertas kalkir dan keduanya dipaskan posisinya lalu diklem atau diisolasi sehingga kain maupun kertas kalkir tidak bergeser selama proses drafting.
Drafter menggambar pola dari master desain yang ada di bawahnya hingga selesai. Kain siap dibatik.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Proses Membatik
1.
Pencantingan. Ialah menggambar outline motif dengan canting. Tujuan langkah ini adalah menutup kain bagian yang digambar dengan malam. Hal ini dilakukan hingga seluruh luas kain selesai digambari outline. Pada tradisi batik Solo dan Yogya istilahnya klowong dan ngengreng.
2.
Nerusi. Ini dilakukan pada batik halus, di mana prosesnya melakukan pencantingan pada permukaan kain sebaliknya. Ini yang akan membuat kain batik dapat dilihat di kedua sisi nampak sama.
3.
Nemboki. Adala proses menutup bagian-bagian yang akan dibiarkan tetap berwarna putih setelag
75 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
proses pencelupan warna pertama. Nemboki ini menggunakan canting bermulut lebar atu bahkan menggunakan kuas karena mengcover bidang yang luas. Oleh karenanya selama penanganan menyebabkan malam yang telah kering itu menjadi retak-retak. Retakan pada blok-blok malam ini menimbulkan efek pada motif khas batik tulis yang disebut remekan (remek=dalam bahasa Jawa artinya remuk atau hancur). Bahkan kadang retakan pada blok ini sengaja dibikin dengan meremas blok malam yang menutup bidang motif tersebut.
4.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan yang memiliki istilah-istilah sebagai berikut. a. Medel : mewarnai dengan hitam atau warna gelap lainnnya
b.
5.
6.
77 |
Mbironi : mencelup dengan warna biru c. Nyogo : mencelup ke dalam zat pewarna merah atau cokelat kemerahan d. Dan sebagainya. Pencoletan. Adalah proses pemberian warna secara langsung pada bidang-bidang motif di mana di bidang ini relatif sempit yang dibatasi malam sehingga tidak efektif bila dicelup. Pencoletan ini menggunakan zat pewarna indigosol. Agar warna yang dikuas pada bidangbidang motif ini nantinya menjadi kuat maka setelah proses pencoletan bidang tersebut dikuas dengan HCL cair. Bisa juga Formic Acid maupun Acetic Acid yang berfungsi untuk membuat kondisi asam. Selain menggunakan Indigosol untuk mencolet juga bisa menggunakan cat reaktif maupun rapid. Mengunci Warna. Setelah pewarnaan selesai, kain diberi zat kimia yang berfungsi untuk mengikat atau binding, biasa juga disebut obat pengunci warna supaya tidak luntur atau pudar. Hal tersebut tidak perlu dilakukan jika menggunakan Napthol, karena cat Napthol sudah kuat.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
7.
79 |
Ngelorod. Ini adalah langkah untuk melarutkan malam pada permukaan kain. Hal ini dilakukan di atas bejana yang berisi air panas mendidih. Untuk mempermudah proses pelarutan malam dari permukaan kain maka pada air mendidih itu dicampurkan zat kimia tertentu. Nglorod ini bisa dilakukan beberapa kali tergantung jumlah warna pada kain batik tersebut hingga motif batik sepenuhnya mulai nampak lalu kain dikeringkan. Palam proses membatik ini banyak sekali istilahistilah yang spesifik sesuai dnegan daerah dan tradisi para pembatik. Sehingga Anda mungkin akan mendapati nama-nama proses atau istilah yang berbeda. Namun secara garis besar proses membatik secara umum seperti yang kami uraikan di atas.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Bagaimana Mengenali Perbedaan Antara Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Printing Bagi orang awam mungkin sulit untuk membedakan ciri antara batik tulis, batik cap dan kain printing bermotif batik (batik printing). Sebagai panduan sederhana berikut ini ciricirinya.
Ciri Batik Tulis Batik tulis dilukis menggunakan canting sehingga memiliki bentuk goresan dan penumpukan warna yang khas. Bentuk gambar atau desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (warna bloknya tembus bolak-balik) lebih-lebih pada batik tulis yang halus, karena sering kali pencantingan dilakukan pada kedua sisi permukaan kain. Setiap potongan gambar yang diulang (repeat) pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya. Di samping itu, batik tulis, lebih-lebih yang mengunakan pewarna alam memiliki aroma yang khas. Aroma yang sama bisa jadi terdapat pada batik cap, karena sama-sama menggunakan malam serta pewarna yang sama.
81 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Ciri Batik Cap Memiliki repeat atau perulangan motif yang relatif sempit. Hal ini mengingat motif batik itu dibuat pada stempel atau cap yang berukuran sekitar 20 x 20 cm (bisa juga lebih). Karena malam yang dicapkan ke permukaan kain tidak setebal malam yang digoreskan dengan canting, maka pada banyak kasus malam itu tidak tembus ke bagian belakang permukaan kain. Dengan demikian saat diwarnai bagian depan dan belakang kain batik tidak sama ketajaman motif dan warnanya. Hal in iberbeda dengan batik tulis yang sulit dibedakan depan dan belakangnya, karena pada batik tulis halus sering kali dilakukan “nerusiâ€?, yaitu mencanting sisi yang sebaliknya. Batik cap antara ornamen yang satu dnegan ornamen yang iannya pasti sama, namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku, atau dari satu repeat ke repeat lainnya kadang tidak nyambung. Apakah isenisen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu dan yang lainnya menyatu, sehingga keliatan kasar). Antara batik tulis dan batik cap memiliki persamaan, yaitu:  Keduanya sama-sama bisa dikatakan kain batik, karena memprosesnya menggunakan lilin sebagai media pembentuk motif dan menghalangi agar warna tidak masuk ke bagian yang diberi lilin atau malam.



83 |
Keduanya sama-sama melalui proses menutup dan melorot lilin ketika berganti pencelupan warna. Keduanya menggunakan bahan-bahan pewarna serta memproses warnanya dengan cara yang sama. Cara perawatan kedua jenis kain batik ini, baik cara menyimpan, mencuci dan menggunakannya sama.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Contoh batik cap. Perhatikan perulangan pada motif galaran yang menjadi latar belakang.
Batik Printing Batik yang dibuat dengan proses printing atau cetak sablon sama sekali tidak menggunakan lilin atau malam untuk membentuk desain motifnya. Dalam proses produksi langsung digunakan pewarna kimia berupa cat pigment. Hasil printing memiliki ciri yang khas, yaitu permukaan di depan dan di belakang tidak sama kecerahan dan ketebalan catnya. Jelasnya karena pada proses printing hanya satu permukaan kain saja yang dikenakan cat. Sebagus apa pun proses pencetakan dan proses finishing-nya, namun secara kasat mata akan berbeda sisi depan dan belakang. Dari segi motif, batij printing memungkinkan repeat yang lebih lebar, lebih lebar dari
repeat pada batik cap. Batik printing pun mampu menggukanan beberapa warna. Ciri lain dari batik printing, garis-garis motifnya sering nampak lebih akurat serta bisa menggunakan guratan-guratan yang tipis. Dengan menggunakan teknik yang lebih maju, saat ini produsen batik printing sudah mampu membuat kain bermotif batik dengan hasil yang sulit dibedakan dnegan batik tulis yang asli, kecuali bagi yang sudah ahli. Apabila batik printing dibuat atas kain Polyester 100% maupun Rayon 100% dengan menggunakan zat pewarna kimia tertentu bisa diperoleh hasil print yang kedua sisinya tembus dan berefek hampir sama.
85 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Ajaibnya Pewarna Alami `Pernahkah baju putih Anda terkena getah pohon pisang? Getah tersebut menimbulkan bercak berwarna kecoklatan dan bukan main sulitnya untuk dihilangkan. Pernahkan baju Anda terkena kunyit, sekalipun hanya terkena kuah soto yang berbumbu kunyit. Anda pasti akan bersungut-sungut karena noda berwarna kuning itu bandel sekalipun sudah digosok dengan detergen. Apalagi jika kunyit yang dicampur air kapur akan menimbulkan warna jingga alias orange semu merah. Seperti itulah kekuatan pewarna alami. Jika getah pohon pisang itu suatu pewarna alam yang sangat bagus untuk warna cokelat, kunyit pewarna kuning, kunyit dicampur air kapur menjadi oranye kemerahan. Yang menjadi masalah kini adalah tingkat penerimaan serat kapas terhadap zat pewarna tadi. Boleh
jadi suatu kain katun putih direndam cairan getah pohon pisang akan berwarna cokelat yang kuat, tetapi permukaan kain tersebut warnanya tidak rata. Di sebagian warna terserap kuat sedangkan yang lain tidak sekuat itu. Jadilah hasil warna pencelupan yang tidak rata. Sifat zat pewarna seperti itu kurang disukai, apalagi hasil warna yang timbul memberikan efek warna yang tidak cerah alias doff. Berbeda dengan kulit akar mengkudu (Morinda Citrifolia) alias noni, pace atau bentis dalam bahasa Jawa. Rendaman kulit akar pohon mengkudu akan menimbulkan warna merah cerah. Warna merah itu tidak serta merta muncul menjadi warna kuat tetapi warna yang tipis. Tetapi jika diulang-ulang hingga beberapa kali warna merah itu semakin kuat hingga dicapai suatu tingkat warna merah yang dikehendaki. Demikian juga kulit pohon mengkudu, jika dicamput tawas dan direndam akan menimbulkan warna hijau pada kain katun. Dari semu hijau sedikit demi sedikit warnanya semakin kuat dengan cara mencelupnya berulang-ulang. Daun Nila atau Tarom (Indofera) jika direndam bersama air kapur akan menimbulkan warna biru. Kulit buah manggis jika diekstraksi akan menghasilkan pewarna tekstil alami berupa antosianin yang menghasilkan warna merah, ungu, dan biru. Kulit buah manggis juga mengandung flavan-3.4-diols, yang tergolong senyawa tannin dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada kain. Tannin adalah salah satu zat warna yang
87 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
terdapat dalam berbagai tumbuhan dan yang paling baik terdapat pada kulit buah manggis.
Bahan pewarna alami yang juga digunakan pada kain katun dan sutra antara lain kulit pohon soga tinggi (Ceriops candilleans arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis) kunyit (curcuma), kulit soga jambal (Pelthophorium ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) tidak ketinggalan extract daun teh (tea).
Di daerah Kedung Baruk, kecamatan Rungkut, Surabaya, Ibu Lulut Sri Mulayani menghasilkan berbagai pewarnaan dari bagian tanaman mangrove alias bakau, ditambah unsur lain. Warna merah, misalnya, dibuat dari caping bunga dan buah Bruguiera gymnorrhiza, kulit cabai merah, dan secang. Untuk menghasilak warna kuning, ia menggunakan getah nyamplung, kunyit, dan gambir. Pembatik-pembatik di daerah lain juga memiliki pewarna alami lain yang tersedia di lingkungan sekitar mereka. Namun, seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka banyak pengrajin batik yang meninggalkan penggunaan zat warna alam. Di beberapa daerah, Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di zaman seperti sekarang ini. Semak-semak dan hutan telah dibuka untuk lahan perumahan, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai langka.
Kelebihan Pewarna Alam Berikut ini beberapa kelebihan atau keuntungan dengan memakai zat pewarna alami: 1.
89 |
Dari segi limbah prosesnya, pewarna alami ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan karena zat-zat yang terkandung dalam pewarna
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
2.
3.
4.
alami dapat mudah terurai sehingga tidak menimbulkan polusi. Dari segi hasil pewarnaan, warna yang diperoleh memiliki sifat-sifat yang lembut, harmonis (tidak kontras bila dipadu satu warna dengan warna lainnya), monochromatic atau memiliki sifat yang senada, di sebagian warna yang disebut pastel atau merupakan warna antara. Pewarna alam biasanya disertai dengan aroma yang khas, aroma alami setelah menyatu dengan serat kapas. Kain batik yang menggunakan pewarna alam memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan pewarna kimia.
Kekurangan Pewarna Alam Di balik kelebihannya, kain batik yang diwarnai dengan pewarna alam memiliki beberapa kelemahan atau kerugian: 1.
2.
Zat Pewarna Alami variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya dalam keaadan tidak siap dipakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan zat pewarna. Proses pewarnaannya membutuhkan waktu yang lama dan berulang-ulang. Sekalipun bahan
3.
4.
5.
91 |
bakunya terlihat murah namun prosesnya menjadikan biaya kerja yang mahal. Kain batik dengan pewarna alam tidak kuat menerima sinar yang kuat, seperti dijemur dibawa terik sinar matahari, sering dipakai berkegiatan outdoor, bahkan jika didisplay sebagai bahan pameran lalu sering dipotret menggunakan blitz. Sinar yang kuat bisa membuat warna gelap menjadi pudar. Proses pembuatannya yang lama membuat pengrajin tidak bisa memenuhi pesanan dalam jumlah yang banyak. Produktivitas yang rendah membuat pelanggan akan mengalihkan order pada pesaing. Pengrajin batik kebanyakan adalah home industri atau UKM yang bermodal kecil. Perputaran modal yang cepat membuat kelebihan dari batik berpewarna alam tidak dapat dinikmati pengrajin. Biasanya yang mampu menyimpan produkproduk kualitas prima adalah sanggar-anggar atau boutique kelas atas yang mengoleksi karyakarya yang kemudian menjadi langka dan memiliki keunikan yang tinggi. Para penjual seperti inilah yang memiliki kesempatan menjual batik kualitas prima dengan harga jauh di atas harga yang diperoleh dari pengrajin.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Pewarna Kimia Zat-zat pewarna kimia pada batik mulai dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagangpedagang Tionghoa yang masuk ke pulau Jawa. Hingga saat ini zat pewarna tekstil yang paling dikenal adalah jenis Napthol, Indigosol, Reaktif maupun Rapid. Masing-masing jenis zat kimia ini memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Yang jelas semakin bagus kualitas dan ketepatan warnanya makan semakin mahal harga pewarna tersebut.
Napthol Napthol adalah zat warna yang tidak mudah larut dalam air, oleh karenanya untuk melarutkannya perlu dilakukan dengan air panas dan diberi sedikit Caustic Soda. Ada berbagai macam Napthol seperti Napthol AS, Napthol ASG, Napthol ASBU, ASGR, ASOL, ASWR, ASBR dan sebagainya. Pencelupan napthol dikerjakan dalam dua tahap, yang pertama pencelupan dengan larutan napthol itu sendiri, dimana pewarna ini harus dilarutkan menggunakan air panas dengan diberi sedikit Caustic Soda. Pada tahap pertama ini warna yang diinginkan belum timbul. Pada tahap kedua buatlah larutan garam diazodium sesuai jenis warna yang dikehendaki menggunakan air dingin. Larutan garam B akan berwarna biru, garam BB akan berwarna biru muda, garam violet B akan menjadi warna violet dan seterusnya. Resep pewarnaan ini daftarnya akan diberikan supplier dye stuff kepada pembelinya sehingga Anda bisa meraciknya sendiri sesuai keinginan. Untuk memperoleh suatu warna tertentu kadang perlu dilakukan pencampuran beberapa unsur. Napthol dan garama. Sebagai contoh, untuk mendapatkan warna oranye resep per liter larutannya sebagai berikut:  
93 |
2 gram Napthol AS-OL 1 gram Napthol AS
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Kedua unsur di atas dilarutkan dengan air panas dibubuhi sedikit caustic soda.  
9 gram garam oranye GC 1 gram garam GC Dua unsur diatas dilarutkan dengan air dingin.
Kain setelah dicelup dengan larutan Napthol dan ditiriskan kemudian dicelupkan larutan garam, makan warna yang dikehendaki baru akan muncul. Tua atau mudanya warna yang akan diperoleh tergantung pada banyaknya Napthol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik Napthol hanya digunakan untuk proses pencelupan, bukan untuk menyolet atau menguas. Warna Napthol sangat kuat dan tidak mudah luntur maupun pudar.
Cat Napthol (kiri) dan Garam Napthol (kanan), adalah dua komponen dari pewarnaan kimia menggunakan zat Napthol.
Indigosol Indigosol tergolong jenis zat warna bejana yang larut dalam air. Ketika dilarutkan akan merupakan larutan jernih. Pada saat kain dcelupkan ke dalam larutan Indigosol, hanya akan timbul warna yang sangat samar, belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi dan dimasukkan ke dalam larutan HCl atau H2SO4 baru akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan Indigosol cenderung berupa warna-warna lembut atau pastel. Dalam proses pembatikkan, Indigosol dapat dipakai secara proses celuoan maupun dicolet.
Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif umunya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dnegan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimi yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu yang saat ini sering digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari segala teknis pewarnaan batik dengan Remazol dapat digunakan secara pencelupan, coletan maupun cara kuasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain larut dalam air, mempunyai warna yang briliany dengan ketahanan luntur yang baik, daya
95 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik di atasi dengan cara kuasan dan penguncian warna menggunakan Natrium Silikat.
Zat Warna Rapid Zat warna ini adalah Napthol yang telah dicampur dengan garam Diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk membangkitkan warna diikat dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.
Cara Merawat Kain Batik Tulis dengan Pewarna Alami Batik yang terbuat dari bahan katun maupun sutra dan dicelup menggunakan pewarna alami lebih cepat pudar dibanding dengan yang dicelup pewarna kimiawi. Hal ini karena batik pewarna alami tidak mengalami proses penguncian warna yang maksimal. Kain batik dengan pewarnaan alami membutuhkan penanganan khusus dibanding kain batik biasa. Berikut ini saran-saran untuk merawat kain batik alami. 1.
Hindari mencuci batik alami dengan sabun detergen, karena akan membuat pewarna alami menjadi pudar..
2.
3.
4.
5. 6.
Jangan mencuci batik alami menggunakan mesin cuci, cara ini juga akan menyebabkan batik menjadi cepat pudar. Mencuci dengan mesin cuci akan membuat serat kapas maupun sutra mudah melepaskan zat pewarna alami. Jangan menjemur kain batik alami di bawah terik matahari langsung, sekali lagi hal ini akan membuat warna batik menjadi pudar. Jangan menyemprotkan parfum secara langsung ke kain batik alami. Zat yang terkandung pada parfum akan bereaksi dengan pewarna alami. Akibatnya bagian yang terkena parfum bisa menimbulkan bercak atau spot dengan warna yang berbeda. Jangan menyetrika permukaan kain batik secara langsung, tetapi lapisi dulu dengan kain lain. Jangan menyimpan kain batik yang bahannya terbuat dari kain katun pada lemari atau tempat penyimpanan berudara lembab, karena kain berbahan kapas mudah terserang jamur dan ngengat.
Lakukan: 1.
97 |
Cucilah kain batik alami Anda menggunakan cairan Lerak. Lerak adalah tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai detergen tradisional. Batik biasanya
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
2.
3.
4.
5.
dianjurkan untuk dicuci dengan Lerak karena dianggap sebagai bahan pencuci paling sesuai untuk menjaga kualitas warna batik. Caranya masukkan 2-5 buah Lerak kedalam 4 gelas air panas, lalu diremas-remas sampai muncul saponin atau buih-buih alami. Campurkan cairan saponin itu ke tempat cucian yang sudah bersifat basa. Akibatnya saponin mudah masuk ke dalam serat-serat kain yang sudah dicuci, mengikat kotoran yang melekat, dan melepas kotoran tadi dari air cucian. Jika tidak ada Lerak, gunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu shampo hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan. Anda juga bisa menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran. Pada saat mencuci, jangan merendam kain batik terlalu lama. Jemurlah kain batik di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan lebih baik bila dijemur dalam keadaan dibalik, bagian dalam diletakkan ke luar. Jika Anda ingin membeli pewangi dan pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan langsung pada kainnya, tetapi tutupi dulu kain dengan kain pelapis lain dan sebaiknya pilih yang berwarna muda/polos, baru semprotkan cairan pewangi dan pelembut kain. Secara berkala, misalnya sekali sebulan keluarkan kain batik yang terbuat dari katun dari lemari penyimpanan dan angin-anginkan di
6.
7.
99 |
tempat teduh. Hal ini untuk menghindari jamur maupun ngengat, mengingat serat kapas tidak tahan jamur maupun ngengat. Jemurlah kain batik di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan lebih baik bila dijemur dalam keadaan di balik, bagiam dalam diletakkan di luar. Letakkan silica gel anti lembab pada lemari penyimpanan batik Anda, bukan kamper (kapur barus), karena saat kamper menyublim dalam waktu lama juga bisa merusakkan warna batik.
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
7 BATIK MADURA
Batik Madura Secara Umum Madura lebih dikenal sebagai pulau penghasil garam daripada sebagai pembuat batik. Namun demikian, dari sejumlah kegiatan dalam pembuatan sandang, orangorang Madura juga piawai membuat batik. Hampir di sebagian daerah di Madura seperti Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, para penduduknya ada yang membuat batik. Membatik bagi mereka merupakan pekerjaan turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai warisan budaya. Oleh karena itu, membuat batik selalin untuk kepentingan diri sendiri, juga dibuat berdasarkan kegemaran terhadap seni tradisi. Batik yang dibuat oleh penduduk Madura diperkirakan mulai abad 18 M, yaitu ketika batik Jawa pesisiran mulai merambah dan memasuki wilayah tersebut. Sewaktu raja-raja keturunan „Cakraningratâ€&#x; berkuasa, yaitu pada abad ke-17, belum ada orang membuat batik di Madura. Kebutuhan busana untuk raja-raja Madura hampir seluruhnya didatangkan dari Jawa. Cakraningrat merupakan penguasa Madura yang masih mempunyai pertalian darah dan kekerabatan dengan raja-raja Jawa di
Surakarta maupun Yogyakarta (Amangkurat I, tahun 1741). Meskipun sepanjang 7 dekade mereka saling bermusuhan, mereka tetap menggunakan batik Mataraman sebagai perlengkapan berbusana. Penggunaan batik Mataraman merupakan batik khusus bagi keluarga kerajaan yang secara hakekat memberikan makna simbol bahwa kedudukan raja-raja Madura sesungguhnya berada dibawah kerajaan Mataram. Pandangan raja Jawa adalah bahwa batik, memberikan makna sebuah kewibawaan sebagai kerajaan yang kekuasaannya berlangsung hingga ke seberang. Orangorang Madura mulai mengenal dan membuat batik pada saat Jawa sepenuhnya dibawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, yaitu paska perang Diponegoro, 1845. Pada saat itu dengan adanya politik cultuurstelsel, dapat dikatakan hampir seluruh tanah di Jawa dijadikan perkebunan yaitu mulai dari tanaman kopi, teh, tebu hingga kina.
Batik Madura | Rang Urangan (Guntur Santoso)
101 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Dari hasil perkebunan tersebut, Pemerintah Belanda mengalami surplus pada tahun pertama, yang berdampak di bidang sandang dan mendorong pengusahapengusuaha Tionghoa di kota seperti Cirebon, Pekalongan, Lasem dan Tuban membuka usaha batik kembali yang sesungguhnya telah lama ditekuni. Perkembangan pembuatan batik di pesisir Jawa tersebut dampaknya menyebar hingga ke Madura. Daerah yang memulai pertama kali membuat batik di Madura adalah Bangkalan, kemudian disusul Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Keempat dareah tersebut hingga kini masih tetap menjadi daerah sentra batik di Madura. Batik dari masing-masing daerah di Madura tesebut memiliki ciri tersendiri dalam memilih ragam hiasnya. Pembatik Bangkalan yang berpusat di kecamatan Tangjung Bumi sangat variatif dalam mengambil objek ragam hias. Ada yang mengambil objek flora dan fauna seperti padi, pacar cina, burung, kupu-kupu, udang, dan lain-lain. Namun, ada pula yang mengambil objek bendabenda misalnya perahu, kapal, bahkan ragam hias yang telah menjadi tema batik lain daerah, seperti batik Tasikmalaya, batik Banji, yang disebut sebagai „Panjiâ€&#x; oleh batik Bangkalan, dengan variasi tambahan menjadi Panji Susi, Panji Lengkong, dan lain-lain. Batik Bangkalan yang sangat digemari masyarakat konsumen dari luar kota kebanyakan adalah batik-batik lamas (batik lama) yang memiliki warna-warna khas batik pesisiran yang serba berwarna tua; merah tua, hitam, biru tua, dan putih batikan. Kita memperoleh
bebrapa nama yang dapat dikategorikan sebagai batik lamas. Bangkalan Madura seperti Ret-Seret, Ta-Betah, Tana Pasir, Sek Malaya, Sabut-Sabut yang menunjukkan karakter aslinya. Ret-Seret diartikan sebagia bahasa gerak, karena tidak ada dalam kamus bahasa baku Madura. Akan tetapi, Ret-Seret boleh diartikan sebagai gerakan impresi ketika tangan memegang canting dan mulai membuat pola diatas kain yang gerakannya spontan „ret‟ lalu ditarik menjadi „seret‟. Sebuat tarikan canting yang spontan menggambarkan garis-garis sebuah bidang dalam bentuk miring semacam busur panah dan diantara sela-selanya diisi ragam hias bunga atau ceplok. Dengan demikian, mortif Ret-Seret sama dengan batik Jawa pedalaman yang dinamai „liris‟. Motif Tana Pasir (tanah pasir) yang dipresentasikan sebagai batik lamas Madura yang terkenal dengan tanah berpasir, ketika dituangkan kedalam batik ternyata tidak menggambarkan adanya butir-butir pasir. Batik Tana Pasir dalam formatnya merupakan batik Jawa Pagi-Sore yang dalam satu lembar batik terbagi menjadi dua bidang vertikal. Kedua bidang tersebut satu sisi berlatar putih dan sisi lainnya berlatar hitam. Ragam hias yang mengisi bidang putih terdiri dari stirilisasi motif kupukupu yang dilengkapi dengan lung-daun, dan tepiannya beragam hias butiran padi. Sedangkan sisi berlatar hitam, disi ragam hias berlatar bunga dengan stirilisasi motif binatang melata dan tepiannya diisi tumpal.
103 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Ta-Beta mungkin diartikan sebagai batu bata, karena ragam hias yang melatari batik ini melukiskan adanya
Batik Madura | Gribigan (Guntur Santoso)
Batik Madura | Ret Seret (Guntur Santoso)
105 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
gambar batu bata yang tersusun miring. Yang menarik dari batik ini adalah motif yang menghiasi bidang terdiri dari ragam hias bunga dan daun disusun seperti boketan di dalam keranjang. Yang unik pada batik Ta-Beta ini adalah motif-motf tesrsebut dibuat sangat sederhana, semuanya digambar dengan apa adanya sebagaimana naluri yang dimiliki oleh pembatiknya, dari masyarakat desa yang umumnya didasarkan pada keterbatasan pengetahuan menggambar motif batik. Namun, pola semacam itu merupakan ciri yang menonjol bagi motif batik Madura yang dapat dikategorikan sebagai jenis batik tani. Batik lamas Madura dari Bangkalan yang polanya mengikuti konsep pola batik Jawa pedalaman adalagh batik yang diberi nama „Sabut Latar Sek Malayaâ€&#x;. Dalam format bidangnya batik ini mengikuti pola batik Sekar Jagad Yogyakarta versi Madura. Dengan warna yang berbeda, pola yang berbeda, kecuali format dan bidangnya, maka batik Sabut Latar Sek Malaya telah menyodorkan ragam hias yang bentuknya bermacam-macam. Latarnya berupa bidang kawung yang bulatannya terdiri dari rupa-rupa pola seperti gringsing, ceplok gribigan, ada jua garis-garis yang membentuk sulur daun dan dilengkapi denngan ragam hias daun serta bunga yang duidominasi warna merah, coklat dan biru tua. Warna batik semacam itu menjadi ciri khas warna batik Madura dalam pengembangannya, motif batik Bangkalan tidak meninggalkan obyek yang erat hubungannya dengan alam lingkungannya, seperti latar Daun Selederi, motif Meraki dan lain-lain.
Demikian pula, pembatik Sampang umumnya mengambil objek ragam hias bunga dan burung yang didominasi warna merah dan hijau. Sementara batik Pamekasan, lebih mengetengahkan beberapa motif seperti Sekarjagad, Keong mas, Matahari, Daun Mojo, Gorek Basi, Karaben Sapeh, Sakereh, dan lain-lain. Batik tersebut dianggap batik “asli� yang dipatenkan. Di Sumenep, ciri khasnya adalah ayam dan warna merah. Batik Madura | Seik Malaya (Guntur Santoso)
107 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Corak dan Karakter Meskipun batik Madura sepintas lalu berbeda dengan batik Jawa „Pesisiran‟, sebenarnya banyak corak batik Jawa yang dimasukkan ke dalam batik Madura, hanya pembatik tersebut tidak menggunakan nama aslinya. Beberapa pembatik dari Bangkalan, misalnya, ada yang membuat model batik pagi-sore. Batik model pagi-sore tersebut dibuat dalam format dua bidang yang ragam hiasnya berlainan. Satu bidang menggambarkan „biota laut‟ dengan ragam hias ikan dan pohon ganggang, dengan latar warna biru tua, dan pada bidang lainnya berupa lereng dan pohon bunga dengan latar warna putih dan hitam. Batas bidang diisi dengan bunga dan daun. Batik Bangkalan model pagi-sore tesebut menawarkan keunikan, dalam menggarap pola yang memiliki karakter khas Madura dengan konsep yang sederhana. Motif ikan dan sulur ganggang yang emnjadi objek isian dibuat ramping dan sederhana. Namun demikian, meski polanya telah berubah menjadi khas Madura, di dalamnya terkesan tak meninggalkan gaya lukisan China. Demikian pula batik model buketan, yang semula dibuat oleh Van Zuylen, ketika dibuat pembatik Bangkalan maka berubah menjadi miti buketan berkarakter Madura. Untuk batik model boketan tersebut, penulis menyebutnya sebagai „boketan Bangkalan‟, karena batik tersebut memiliki keunikan tersendiri ketika dibuat oleh pembatik Bangkalan. Motif boketan yang lahir dari tangan pembatik Bangkalan dibuat lebih bebas.
Sulur daun yang menghiasi keranjang bunga (boket) dilukis secara sederhana namun terkesan realistis/nyata. Bunga warna kuning, putih dan merah yang mengisi sulur daun dalam bentuk boket berkesan indah dan unik. Boketan tersebut berlatar warna biru pekat dengan isian bunga kecil. Isian latar dari berbagai bentuk tersebut merupakan ciri khas yang dibuat oleh pembatik Madura. Beberapa pola ragam hias lain yang dibuat bebas seperti motif burung ataupun stirilisasi daun masuk dalam batik model boketan. Satu hal yang menjadi ciri khas batik Madura adalah kepiawaian pembatik Madura mengkomposisikan berbagai ragam hias batik Jawa dengan ragam hias karya asli pembati daerah setempat dengan karakter Maduranya. Sehingga, tidak mengherankan jika batik Madura dan bermacam-macam nama di dalamnya terselip ragam hias seperti Lok-Tjan, Boketan, Pagi-Sore ataupun Banji. Sebagai karya seni tinggalan nenek moyang, batik Madura memiliki bentuk dan keunikan yang spesifik. Lahir dari sebuah tradisi yang memiliki komitmen terhadap pelestarian dan pengembangan, pembatik Madura mempertahankan etika pembatikan yang didasarkan ada asas budaya tradisional.
109 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
111 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
8 BATIK TANJUNG BUMI, BANGKALAN
Tanjung Bumi adalah sentra batik yang paling menonjol di Kabupaten Bangkalan, terletak 54 km dari Jembatan Suramadu. Saat ini nama Tanjung Bumi sangat dikenal sebagai penghasil batik Madura yang memiliki motif dan warna yang eksotis. Selain motif batiknya yang berkarakter, pengrajin Batik Tanjunbg Bumi dikenal ulet serta aktif memperkenalkan produknya ke pasar nasional maupun internasional. Mereka membawa batik setempat
113 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
melalui warga yang bekerja di luar daerah mereka untuk memperkenalkan keunikan karakter batik Tanjung Bumi, dengan demikian nama batik khas mereka lebih dikenal dibanding batik daerah Madura yang lain. Batik Tanjung Bumi memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali oleh para pecinta batik karena corak dan warnanya yang unik, sehingga kolektor atau pemakai batik akan bangga jika mengoleksi kain batik dengan sifat-sifat unik ini.
Penamaan Batik Madura dibuat berdasarkan tiga kategori nama: 1.
2.
Memberi nama berdasarkan motif dasarnya atau motif pengisinya. Misalnya:  Sisik Amparan. Sisik berarti motif pengisi yang berbentuk seperti sisik ikan. Sedangkan amparan berarti hamparan yang terserak di seluruh permukaan.  Panji Lentrek. Panji berarti bendera atau layar, lentrek adalah kartu ceki, jadi motif bendera yang tersusun bak kartu ceki yang dibeber.  Ramok. Ramok berarti akar-akaran. Memberi nama berdasarkan warna dasar atau warna yang dominan.
3.
Tarpoteh. Poteh berarti putih, jadi motif batik dengan latar atau dasar putih. Bangan. Bang bearti merah, jadi motif batik yang berlatar belakang merah. Bunga kecap. Motif yang berlatar belakang hitam kemerah-merahan. Sogan/sogeh. Batik dengan warna merah ke arah coklat tua. Tolaran yang berwarna biru dongker. Kamongan yang berarti warna kecoklatan. Penamaan berdasarkan motif utamanya atau diistilahkan dengan Pungkaan. Contohnya: Bhang Kopi. Motif bunga kopi. Manuk Geteng. Motif burung geteng. Bhang Gedang. Motif bunga pisang (ontong). Bhang Gedung. Motif bunga gadung. Bhang Ompai. Motif bunga kelapa (manggar) yang melingkar-lingkar. Krepan Sapeh. Motif karapan sapi.
Motif-motif pada Tanjung Bumi banyak dipengaruhi kerajaan islam di Madura, sehingga hal ini terlihat dari bentuk-bentuk motif hewan yang didistorsi dan didistilasi sedemikian rupa, sehingga bentuk kucing (pada motif Konceng Arenduh), gajah (pada motif Gajah Sakareng), serta berbagai bentuk burung. Sementara motif-motif peninggalan Hindu sudah lama
115 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
ditinggalkan, seperti motif garuda yang konon maknanya melambangkan tunggangan Dewa Wisnu. Masyarakat batik di Madura secara umum dapat membuat motif-motif batik telah memaknai simbolsimbol tertentu. Demikian pula para pembatik dari Tanjung Bumi. Sebagai contoh: 



117 |
Motif Kembang Melate (Bhang Melate) yang berarti bunga melati. Khembang Melati adalah simbolisme dari kesucian, serta melambangkan cinta yang abadi. Motif Sekoh adalah bentuk garis siku-siku. Sekoh ini terdiri atas motif segitiga yang bertumpuk-tumpuk. Pada masyarakat batik di Madura motif ini bermakna menjunjung martabat. Motif Thong Centhong. Centhong dalam bahasa madura maupun jawa berarti alat untuk menciduk nasi dari bakul. Pada batik Madura motif ini sering digunakan sebagai salah satu pemberian mempelai pria ke mempelai wanita. Motif Kupu-kupu atau dalam bahasa madura Ghapper diucapkan geper. Binatang bersayap indah ini juga melambangkan cinta abadi. Patut diduga bahwa perlambang ini diambil dari kisah cinta Sam Pek Eng Tay, karena asal mula masyarakat Madura merupakan
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A

percampuran berbagai etnik. Sehingga melati dan geper masih ada beberapa bentuk motif yang dipergunakan untuk melambangkan cinta abadi. Motif Koceng Arenduh yang artinya kucing yang berjalan mengendap-endap (merunduk). Di sini kita bisa melihat bagaimana objek sesosok kucing yang distorsi dan didistilasi sehingga bentuknya menjadi unik dan dekoratif.
Batik Krepan Sapeh. (Koleksi Batik Sparkling)
Batik Tanjung Bumi motif Sekoh yang sangat spesifik sebagai batik Madura memiliki garis-garis ornamen serta komposisi warna yang tegas dan kuat. (Koleksi Batik Sparkling)
Motif Taseh Melaya Salah satu motif Tanjung Bumi yang populer disebut Tase Melaya, tetapi kadang-kadang meleset karena diucapkan oleh berbagai etnis sehingga menjadi Sisik Melaya atau Tasik Melaya. Taseh dalam bahasa madura berarti laut, sedangkan kata-kata Tase Melaya secara harfiah diartikan “melaut”, “berlayar”, atau bekerja di lautan.
119 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Asal Mula Motif Tase Melaya Perempuan pembatik Tanjung Bumi adalah istri nelayan yang berlayar berbulan-bulan untuk mencari ikan. Dahulu ketika nelayanhanya mengandalkan perahu layar untuk menangkap ikan kemudian menjualnya ke tempat-tempat yang jauh, maka para suami itu bisa meninggalkan rumah selama beberapa bulan.guna mengisi kekosongan waktu menanti inilah yang dipakai mereka untuk membatik sekaligus untuk menambah penghasilan keluarga.
Dua contoh motif batik dari Tanjung Bumi berikut adalah motif Tase Melaya dengan latar belakang Gringsing. Tetapi istilah Gringsing ini digunakan di Jawa Tengah, sedangkan untuk Madura khususnya Tanjung Bumi menjadi Sisik Malaya. Karena istilah Gringsing untuk Madura disebut Sisik.
Di saat para istri berharap-harap cemas sambil memandangi ombak laut, harapan mereka jangan datang ombak besar yang membahayakan suami mereka, sehingga dalam membatik mereka suka menggambarkan ombak-ombak kecil yang dilukiskan sebagai motif Tase Melaya, yaitu bentuk berkelok-kelok seperti ombak laut yang tenang.
121 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Tase Malaya Tolaran yang digunakan sebagai motif pada tumpal. (Koleksi Batik Sparkling)
Tase Malaya dijadikan motif bahan sedang tumpalnya motif lain. (Koleksi Lintu Tulistyantoro)
Bagaimanapun populernya motif ini sehingga ditampilak dalam berbagai komposisi motif, baik secara motif utama maupun sebagai motif pada tumpal. Sebagai ciri pesisiran dari motif Tanjung Bumi, mereka juga menggambarkan motif perahu nelayan denga layar terkembang. Sedangkan isen-isen latar belakngnya banyak dipilih sisik ikan. Dalam pemilihan warna, batik Tanjung Bumi banyak menggunakan warna-warna yang kuat seperti merah, hijau, dan biru. Awalnya mereka banyak menggunakan pewarna alam seperti daun nila atau tarom untuk mendapatkan warna biru, kulit pohon mundu yang dibubuhi sedikit tawas untuk mendapatkan warna hujau cerah, kulit akar pohon mengkudu untuk mendapatkan warna merah, kulit pohon jambal untuk mendapatkan warna kuning. Namun mengingat sekarang semakin sulit mendapatkan bahan-bahan pewarna alam, di samping lamanya proses pewarnaan yang harus dikerjakan berulang-ulang untuk suatu warna, maka penggunaan warna alam sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
123 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik tulis bermotif Perahu Layar dari Tanjung Bumi, Bangkalan. (Koleksi Batik Sparkling)
Motif Gajah Sekereng (gajah di hutan) dengan tumpal di tengah. (Koleksi Batik Sparkling)
Batik Bangkalan dengan isen ramok kepper (akar berbentuk kipas). Koleksi Batik Mahindra
125 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Detail motif batik Panji Suci. (Koleksi Batik Sparkling)
Batik Sabut Manok, koleksi Batik Sparkling.
127 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Gentongan Pulau Madura memiliki batik yang proses pembuatannya khas, disebut batik gentongan. Batik jenis ini juga terdapat di Tanjung Bumi, Bangkalan. Uniknya batik Gentongan ini dalam proses pewarnaannya dilakukan dengan merendam kain batik di dalam bejana yang berbentuk gentong. Jangan dibayangkan proses perendaman ini kain dibiarkan terus-menerus dalam gentong, karena kain kapas itu akan menjadi rapuh jika direndam dalam waktu lama. Zat pewarnanya biasanya pewarna alami di mana larutan pewarna tersebut mengandung kapur (Chlorid). Kapur itulah yang bila direndam dalam jangka lama terus-menerus akan merusak selulosa kapas sehingga kain akan menjadi rapuh. Jadi caranya kain batik direndam semalam, keesokan harinya dijemur. Malam kembali direndam dan dijemur siang harinya. Hal ini dilakukan terus menenrus hingga diperoleh tingkat warna yang dikehendaki. Kono waktu yang dibutuhkan bisa mencapai sebulan hingga berbulan-bulan jika batik memiliki beberapa warna. Karena lama dan rumitnya proses pewarnaan itulah maka batik gentongan berharga tinggi mencapai 5 jutaan perlembar. Jika batik gentongan diproses hingga matang sempurna, konon warnanya tidak mudah pudar walaupun telah berumur hingga lebih sepuluh tahun. Itulah uniknya kain batik. Karena semakin sulit proses pembuatannya, maka nilainya akan semakin tinggi.
Bahkan jika tingkat kesulitannya itu tidak berbanding lurus dengan hasil kualitas yang diperoleh.
129 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
131 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Dua contoh batik di atas adalah penggabungan unsur ornamen dan penggunaan warna yang sungguh eksotis. Karena batik bentuk ornamen serta pilihan warnanya bukan kebiasaan dari tradisi yang biasa dilakukan pada batik-batik yang sudah mapan. Kontradiksi yang dilakukan pembatik dari daerah Bangkalan ini benarbenar mencengangkan pengamat batik yang semula hanya mendapati tradisi batik sebagaimana yang dilakukan para pembatik Jawa Tengah yang lebih menyukai pilihan warna kalem yang didominasi warna cokelat, hitam. Biru tua dan putih. Keberanian yang dilakukan pembatik Madura ini sebenarnya bukan semata merupakan inovasi yang berani, tetapi terlebih pada keberanian mengungkapkan selera dan keberanian untuk menampilkan karakter daerah yang lugas, temperamental. Karakter ini bertolak belakang dengan budaya Jawa Tengah maupun wilayah Mentaraman yang memiliki kecenderungan suka menutupi segala sesuatu dengan sikap ramah dan sopan. Hal ini tercermin dengan pilihan warna yang cenderung kalem dan tidak jauh dari yang itu-itu saja.
Tampak koleksi batik khas Bangkalan buatan Rumah Batik Zulfah, Peseseh, Tanjung Bumi.
133 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
9 BATIK SAMPANG
Kabupaten Smapang terletak sekitar 100km dari Surabaya dengan melewati jembatan Suramadu dengan waktu tempuh kira-kira 1,5 jam. Cukup menyenangkan perjalanan ke kota ini karena prasarana jalannya sudah baik. Sampang memiliki motif-motif batik yang eksotis sebagaimana umumnya motif batik pulau Madura. Batik Sampang terbilang memiliki keunikan juika dibandingkan
dengan batik-batik Jawa Tengah yang telah mendominasi batik-batik Nusantara. Keuntungan dari karakter motif batik Maudra yang dimiliki Sampang adalah unik. Batik Sampang memiliki daya tarik dari warna merah menyala, kuning, hijau, bitu, hitam-putih, dan coklat dengan motif khas Madura meliputi Pucuk Tombak, Belah Ketupak, serta flora dan fauna yang ada dalam kehidupan sehari-ari masyarakat Madura. Dewasa ini perkembangan dunia fashion semakin menunjukkan bahwa konsumen menghendaki sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang mewah akan terasa kurang lengkap jika tidak memiliki keunikan. Hal itul;ah yang menyebabkan perancang mode senantiasa mencari bahan-bahan yang bukan saja dapat tampil glamor, tetapi eksotis dan unik. Pada tahun 2009, Ramli dari batik tulis Sampang, Madura ke kancah fashion di San Fransisco, Los Angeles, dan Chicago. Di sinlah pamor batik Sampang mulai dikenal secara meluas.
135 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Kotah, Sampang Di Kabupaten Sampang, daerah yang menjadi andalan kerajinan batik terletak di Dukuh Maguk, Desa Kotah, Kecamatan jrengik, Kabupaten Sampang. Berjarak sekitar 30km dari kota Sampang. Umumnya batik dari desa Kotah memiliki motif menggunakan ornamen kembang dan burung, serta warna-warna yang dominan adalah merah dan hijau. Tak mudah untuk menuju desa Kotah, Kecamatan Jrengik ini.untuk meuju desa yang terkenal sebagai pusat kerajinan batik tulis Sampang ini kita harus melalui jalan desa yang naik-turun . daerah ini adalah pegunungan kapur, di mana kita harus turun dari kendaraan dan berjalan kaki menyusuri jalan setapak.
Awalnya desa ini ada sekitar 25 pengrajin yang menggantungkan hidupnya sebagai pembatik. Tetapi sebagaimana umumnya daerah lain, ketika krisis ekonomi yang terjadi pada 1998, usaha batik tulis di daerah ini terkena dampaknya. Banyak warga yang terpaksa mengalihkan usahanya agar bisa bertahan hidup, atau mencari pekerjaan membatik di luar Madura. Hingga saat ini pembatik yang bertahan hingga tinggal separuhnya saja. Batik Sampang yang dulunya hanya memakai pewarna alam saja banyak dikoleksi para kolektor batik. Walaupun batik itu sudah disimpang hingga 75 tahun,
137 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
namun warnanya itu justru kian menonjol. Pewarnaan kain Madura yang menggunakan bahan alami dari kayu jambal, kulit buah jelawe, akar mengkudu membuat kain ini semakin menarik. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, proses pembuatan batik serta pewarnaan dengan pewarna alami di sini seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu dalam rentang antara delapan bulan hingga satu tahun. Dii antara sentra batik di pulau Madura, maka yang ada di Sampang ini yang masih memerlukan banyak perhatian agar bisa setara degan daerah pembatikan lainnyayang lebih maju dan memiliki potensi ekonomi yang lebih kuat. Namun dari kemampuannya yang lebih terbatas karya pembati di sini terhitung memiliki karakter Batik Madura yang kuat.. Popularitas Batik Madura yang mampu membuat banyak penggemar batik gandrung ini belum menyentuh kesejahteraan para pembatiknya.
Batik Sampang dengan Tumpal Sekoh dan motif badan yang diisi dengan Ayam Bekisar berbuntut panjang serta pilihan warna khas Batik Madura, yakni cokelat tua dan merah. Sungguh perpaduan bentuk karya seni yang unik dan eksotis.
139 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
141 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
10 BATIK PAMEKASAN
Pamekasan adalah salah satu kota pelabuhan di Madura. Kabupaten ini letaknya berada di tengah Pulau madura, berbataskan Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Dari kabupaten inilah, sebagian besar produksi garam berasal. Namun bukan hanya garam yang populer sebagai andalan Pamekasan, tetapi beberapa tahun belakangan ini batik khas asal Pamekasan juga merupakan produk yang menghidupkan industri kerajinan kabupaten ini.
Pemerintah Kabupaten Pamekasan menetapkan Desa Klampar, Kecamatan Proppo sebagai kampung batik. Awalnya kerajinan batik dikembangkan oleh masyarakat Madura di dusun Banyumas, desa Klampar, kemudian meluas ke sembilan kecamatan di Kabupaten Pamekasan. Pengrajin batik berskala industri rumahan ini sekarang telah berkembang hingga jumlahnya mencapai sekitar 6.000 orang. Pada tahun 2009 Kabupaten Pamekasan dikukuhkan sebagai daerah sentra batik di Jawa Timur, dan bahkan juga pernah dicatat Museum Rekor Indonesia sebagai daerah yang mampu menghasilkan kerajinan batik tulis hingga mencapai 1.530 meter (612 lembar batik) dalam satu hari. Dengan demikian, rata-rata seorang pembatik mampu menghasilkan selembar batik tulis secara produktif dalam waktu 10 hari.
143 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Gambar sebelumnya dan gambar di atas: Motif batik Pamekasan dengan ornamen flora dan fauna (gabungan antara burung dan dedaunan), sementara latar belakang dari motif ini berupa isen-isen serat kayu. Saat ini isen-isen “serat kayu� sedang banyak digemari sehingga bukan saja pembatik asal Madura yang menggunakannya, bahkan pembatik di daerah Jawa Timur bagian timur juga banyak yang membuat. Kedua contoh di samping ini adalah batik tulis yang dibuat oleh UKM dari Pamekasan yang menjadi koleksi Evania, Batik Mahindra.
Batik Gentongan di Pamekasan Di sentra batik yang lain, desa Badung, kecamatan Palengaan, Pamekasan, memiliki 31 orang pengrajin batik, mulai ibu-ibu muda hingga anak gadis
mereka. Pembatik di desa ini mengkhususkan pada batik gentongan dengan motif klasik dan kontemporer. Mulai motif tanahan yang berlatar belakang penuh dengan ornamen-ornamen rumit, hingga motif-motif yang lebih simpel dengan ragam hias yang berkarakter kuat, umumnya disukai oleh para perancang busana untuk membuat desain busana klien-nya di luar negeri. Pamekasan memiliki batik tulis dengan ciri-ciri tertentu sehingga patut diupayakan agar memperoleh hak intelektual atas desain-desain motif batik tersebut. Sebagian besar batik Pamekasan bermotif bunga (flora), sementara motif batik Tanjung Bumi, Bangkalan umumnya bermotif fauna (binatang), sedangkan batik tulis Sumenep banyak yang bermotif potehan atau berlatar belakang warna putih disertai isen-isen serat kayu. Batik gentongan Madura merupakan kekayaan budaya batik asal pulau garam yang memiliki kualitas dan nilai tinggi. Meski harganya tidak murah, batik gentongan selalu diburu para kolektor batik. Mengenali ciri dan proses pembuatannya akan membuka mata kita untuk semakin mencintainya. Sebagaimana telah diterangkan pada babbab terdahulu, proses pengerjaan batik gentongan dilakukan dengan merendam kain batik dalam sebuah gentong pewarnaan selama semalam. Keesokannya kain itu ditiriskan dan dijemur. Selanjutnya malamnya kembali direndam dalam larutan pewarna dalam gentong.
145 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Awalnya proses semacam ini dilakukan menggunakan pewarna alami, di mana penyerapan serta pengikatan zat warnanya dulakukan setahap demi setahap hingga meresap dan menempel dengan kuat pada seratserat tekstil tersebut. Untuk memperoleh warna tua yang kuat dan tidak mudah pudar diperlukan proses yang berulang-ulang hingga mendapatkan warna yang diinginkan. Oleh karenanya satu lembar batik gentongan dengan pewarna alam bisa membutuhkan waktu hingga satu tahun. Belakangan menurut beberapa kalangan pengrajin, tidak semua batik gentongan menggunakan pewarna alami, beberapa di antaranya menggunakan pewarna kimia untuk mempercepat prosesnya.
Motif Sekoh Sekoh adalah sebuah komposisi garis yang membentuk siku-siku. Ini merupakan motif segitiga yang bertumpuk-tumpuk dan berisi isen-isen yang sangat variatif. Di Madura, motif ini bermakna menjunjung martabat bagi pemakainya, serta pemiliknya memiliki harapan agar dapat menjaga kehormatan. Motif ini bisa berada di tumpal sebuah sarung atau di ujung kain panjang, tetapi bisa juga menjadi motif utama pada sebuah kain batik.
147 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Batik Sutra dari Desa Toket Desa Toket di Pamekasan juga merupakan sentra batik. Disini juga terdapat pembatik yang secara khusus memproduksi batik berbahan dasar kain halus seperti sutra, organdi maupun chiffon. Dalam menangani bahan kain yang halus seperti ini, pembatik di desa Toket menggunakan cara yang berbeda. Mereka tidak seluruhnya menggunakan canting untuk menorehkan lilin, melainkan dengan kayu yang ujungnya dililit dengan kapas. Alat tersebut di daerah ini dinamai Les Biles. Dengan alat ini, batik yang dihasilkan akan memiliki bentuk ornamen yang berbeda dengan yang dihasilkan menggunakan canting. Hingga saat ini Batik Tulis Pamekasan tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi juga telah diekspor ke kawasan Asia Tenggara, Amerika Serikat dab Amerika Latin juga negara-negara Afrika. Batik asal Pamekasan dikenal orang melalui berbagai cara. Di antaranya melalui turis asing yang berkesempatan datang ke Madura, atau melalui jaringan sesama pedagang yang kemudian mengenalkan produk lokal khas Madura itu ke luar negeri. Selebihnya batik Pamekasan dikenal melalui cerita dari mulut ke mulut hingga ke mancanegara.
149 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
151 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
11 BATIK SUMENEP
Batik Sumenep usianya paling tua dibanding daerah lain di Madura. Ia telah ada sejak zaman kerajaan Sumenep oada abad ke-17 higga 18M. Kerajaan Sumenep berkahir pada tahun 1926-1929 di bawah kekuasaan Ario Prabuwinoko. Setelah itu pemerintahan Sumenep dipimpin oleh seorang Bupati. Perpindahan Administrasi dari kerajaan menjadi kabupaten tidak berpengaruh terhadap keberadaan Batik Tulis Sumenep.
Tetapi pada tahun 1960-an sehubungan dengan lesunya perekonomian saat itu, batik Sumenep mengalami mati suri. Baru pada dasawarsa 70-an para pengrajin mulai aktif kembali. Pada saat itu salah seorang warga Sumenep yang sangat peduli dengan batik tulis, bernama Achmad Zaini, meneruskan usaha dari orang tuanya dan mulai membangkitkan industri batik tulis di daerahnya. Dan pada tahun 1977, beliau mengembangkan usaha batik tulis di Sumenep, tepatnya di desa Pakandangan, Kecamatan Bluto. Usaha tersebut berkembang sampai sekarang dengan nama Batik Tulis Melati. Dengan 41 Orang pembatik yang rata-rata tiap orang menghasilkan 5 lembar kain batik, Pak Zaini bisa menghasilkan tidak kurang dari 200 lembar batik tulis halus setiap bulan. Karena keterbatasan produksinya itulah, beliau belum berani menerima permintaan untuk ekspor hingga kini. Kalaupun batik Sumenep telah beredar di mancanegara, itu karena dibawa turis yang datang ke sanggarnya maupun membeli dari kolektor-kolektor dari batik tangan ketiga. Tokoh yang dianggap sebagai sesepuh batik Sumene ini mengaku bahwa saat ini pewarnaan batik Sumenep lebih banyak memanfaatkan pewarna kimia dengan proses yang baik, seperti penggunaan Napthol yang dikenal sangat tahan luntur dan awet cerahnya. Hanya sebagian kecil yang masih menggunakan pewarna alam.
153 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Sebagian dari kekayaan motif batik khas daerah Sumenep. Cirinya selain pada motif dan warna juga kecermatan dalam menggores isen-isen yang terkenal halus namun tegas.
Papan petunjuk menuju lokasi Sentra Batik Tulis Pekandangan dan foto lama pengrajin Batik Tulis Sumenep yang diambil arsip KITLV.
Batik Tulis Sumenep dengan motif khasnya Ayam Bekisar dengan isen-isen yang di batik secara cermat. (Produksi Pa Achmad Zaini – Pakandangan Sumenep)
Sekalipun menjadi motif yang paling digemari, namun bentuk ayam bekisar menjadi motif utama dalam batik Sumenep ini ditampilkan dengan cara sangat bervariasi. Salah satu ciri khas motif batik Sumenep terdapat pada motif dasaran atau pada batik jawa disebut isen-isen. Kebnayakan ornamen yang dipilih sebagai dasaran adalah pengembangan bentuk motif kawung yang dimodifikasi. Ini merupakan perpaduan antara motif Yogya dan Sumenep yang sangat dominan hampir pada semua desain batik. Dalam menampilkan ikon ayam bekisar para pembatik seringkali menggabungkan dengan latar belakang
155 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
yang berbeda, diantaranya memadukan dengan motif dedaunan maupun motif ikan sebagai ciri dari batik pesisiran.
Batik Sumenep dengan ornamen bentuk sayap kupu-kupu serta dedaunan. Bentuk kupu-kupu sudah di distorsi sedemikian rupa sehingga tidak menyerupai makhluk hidup lagi.
Salah satu peninggalan dari motif keraton menunjukkan bahwa di Sumenep masih memiliki juga batik bermotif Sekarjagad yang khas Madura.
Dalam menggambar motif dedaunan, banyak diambil bentuk daun kangkung. Motif ini didesain begitu artistik dengan mengkombinasikan bentuk daun kangkung dan batangnya berbentuk sulur-sulur. Pada batik Hawa penggambaran seperti ini diberikan istilah lunglungan. Pada motif-motif kontemporer, kita juga akan mendapati batik dengan motif bunga tulip yang awalnya merupakan pesanan turis asal Belanda. Akhirnya dalam pengembangan motif batik Sumenep yang semula dikenal sebagai batik keraton, sedikit demi sedikit bergeser menjadi batik folklore.
157 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Sekar jagad, motif warisan Majapahit ini di Sumenep secara keseluruhan sudah sangat berbeda dengan susunan motif Sekar Jagad Jawa Tengahan. Secara ide dasar motif Sekar Jagad menampilkan berbagai ragam hias dari berbagai batik klasik, tetapi mulai dari pembagian bidang, batas antar bidang serta cara memasukkan isen-isen pembatik Sumenep ini memiliki ciri sangat khas sehingga mudah dibedakan dengan Sekar Jagad dari daerah lain. Pembatik Sumenep membuat motif ini dalam beberapa seri warna (colorway) sehingga memudahkan konsumen untuk memilih sesuai kebutuhan serta kombinasi warna yang antaranya kearah merah, hitam, cokelat tua dan biru.
Bentuk lain dari motif Ayam Bekisar Sumenep yang menggunakan warna kamongan atau merah kecoklatan dan warna bangan atau merah. Batik ini menggunakan pewarna Napthol atas bahan mori Cap Kereta Kencana. Buatan Batik Tulis Melati, Pekandangan, Sumenep.
Dua buah motif Batik Tulis buatan pengrajin batik Sumenep dengan tumpal kepala (gambar atas) dan tumpal tengah (gambar bawah).
159 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
12 PENGGUNAAN BATIK DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI MASYARAKAT MADURA
Seorang penonton perempuan memasukkan uang ke dalam kebaya sinden Mahwani ketika dia menari bersama seorang penayub muda (arisan tayub di Tengedan, Batuputih, 18 Februari 1986)
161 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Suatu postur tayub: sinden Wara bersama seorang penari laki-laki (arisan di Batuputih Laok, 14 Maret 1986)
Suatu postur tayub: dua penari bersama, dari kiri ke kanan, sinden Minayatun, Mahwani dan Fatima (arisan di Dasok, 26 April 1986).
163 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Belajar menari tayub (arisan di Aengmerah, Batuputih, bersama sinden Wara, 20 Mei 1986)
Pembaca dan penjelas mamaca, dalam sebuah langghar (kisah Hadis Norbhuwat Nabbhi, arisan Batuputih Kenek, 6 Januari 1987)
165 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Nyanyian Selang-Seling yang Ditarikan: Tayub atau Tanda’ Di daerah Sumenep terdapat dua istilah untuk menyebut acara nyayian dselang-seling yang ditarikan, yang dipentaskan oleh laki-laki peminat, disertai suatu atau beberapa penari-penari perempuan bayaran, yaitu: tayub atau tayup, tayop, tayob, tayub-tayubhan, dan lebih sering lagi, tanda’ atau tanda’ bine’ (tari perempuan). Menyebut “tari perempuan” menandakan suatu kekhasan daerah Sumenep dan bahkan Pulau Madura secara keseluruhan: selain segelintir tari yang baru diciptakan di sekolah, tidak pernah saya dengar keberadaan tari perempuan yang lain. Tanda bine’ rupanya memang tari khas kaum perempuan di Madura. Akan tetapi, bukan sembarang perempuan: hanya perempuan professional, dan kegiatan itu merupakan spesialisasi yang agak istimewa untuk suatu masyarakat tani yang tidak mengenal spesialisasi kegiatan yang mencolok, terutama untuk kaum perempuan. Seniwati itu ternyata “menari” (atanda atau nanda’) dan sekaligus menyanyi (ngejhung). Fungsi rangkap yang dimilikinya terlihat pada keraguan di dalam penamaannya, yaitu kadang-kadang tanda’ atau penari, dan kadang-kadang sinden, dari bahasa Jawa pesinden (penyanyi). Pada pidato pembukaan dan perkenalan, seniwati itu lazim disebut sinden, tetapi di dalam lagu berikutnya, dia adalah tanda’. Orang membeli kaset sinden atau kejhung, tetapi menonton tanda’ atau pementasan tanda’ (nengghu tanda’). Laki-laki yang
167 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
berperan serta dalam acara itu menari (nayub, nayob, atandhang, nandhang, atau atangdhang) dan menyanyi (ngejhung): mereka disebut penayub. Di dalam kebiasaan daerah tempat tinggal saya, baik seniman maupun pertunjukkannya disebut dengan istilah tunggal: tanda’. Istilah “tayub” dan turunannya tanpak lebih formal (dan oleh karena itu digunakan pada protokol di awal acara) dan bagaimanapun tidak lazim di daerah Batuputih. Status sinden tampak lebih terhormat daripada status penari (tanda’), dan karen alebih menampilkan penghormatan, istilah pertama itu juga digunakan di dalam acara protokol. Untuk mempermudah pembahasan, saya akan menggunakan istilah tanda’ atau tayub bila membicarakan acara nyanyian selang-seling yang ditarikan, dan istilah sinden untuk menyebut seniwati profesional yang bawakannya.
Karapan Sapi Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan,Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Di bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur.
Sejarah Awal mula kerapan sapi dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan matapencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.
169 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
Suatu ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat madura dengan sebutan “nanggala� atau “salaga� yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapisapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen.
Pelaksanaan Kerapan Sapi Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya. Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang
memempati kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok. Babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.
Kritik Karapan sapi dikritik berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah daerah di Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan pemilik sapi. MUI Pamekasan sudah memfatwakan haram mengenai tradisi rekeng karena dinilai menyakiti sapi, dan Gubernur Jawa Timur melalui Instruksi Gubernur sudah menyatakan pelarangan tradisi rekeng. Namun tradisi ini masih berlanjut di kalangan pelaku karapan sapi
171 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 Sumber: Koentjaraningrat.1974. Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan. Jakarta: PT GRAMEDIA. Halaman 1-9
BAB 2 Sumber: Hidayah, Zulyani. 1977. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Penerbit: PT Pustaka LP3ES, anggota IKAPI. Halaman 163
BAB 3 Sumber: Bouvier, Helene. 2002. Lebur! Seni Musik dan Pertunjukkan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Forum Jakarta-Paris, Ecole francaise dâ€&#x;Ekstreme-Orient, Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, dan Yayasan Obor Indonesia. Halaman 21-25
BAB 4 Sumber: Achjadi, Judi. 2009. Exquisite Indonesia: Kriya Nusantara Nan Elok. Penerbit: DEKRANAS. Halaman 132-137
BAB 5 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 1-28
BAB 6 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 29-56
173 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
BAB 7 Sumber: Asa, Kusnin. 2014. Mosaic Of Indonesian Batik. Penerbit: Red & White Publishing. Halaman 170-182
BAB 8 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 57-78
BAB 9 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 253-262
BAB 10 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 223-232
BAB 11 Sumber: Ashori, Yusak. Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 289-298
BAB 12 Sumber: Bouvier, Helene. 2002. Lebur! Seni Musik dan Pertunjukkan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Forum Jakarta-Paris, Ecole francaise dâ€&#x;Ekstreme-Orient, Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, dan Yayasan Obor Indonesia. Halaman 163-164, (dokumentasi) 438-447 https://id.wikipedia.org/wiki/Karapan_sapi
175 |
K E B U D A Y A A N ,
K R I Y A
D A N
B A T I K
M A D U R A
RIWAYAT SINGKAT MENGENAI DIRI PENULIS
Penulis saat ini tengah menempuh studinya di Institut Teknologi Bandung, Program Studi Kriya Tekstil. Di tengah aktivitasnya sebagai mahasiswa, penulis berusaha menyempatkan menjalankan beberapa hobinya, yang diantaranya membaca, menulis, menjahit, fotografi dan mengarsip. Penulis juga tergabung dalam UKM PARANG Unit Menempa ITB dan ISH (Institut Sosial Humaniora) Tiang Bendera ITB. Saat ini penulis sedang tertarik mempelajari beberapa keilmuan, diantaranya Antropologi, Sejarah & Filsafat. Penulis merasa sangat bersyukur semenjak berkesempatan berkuliah di Program Studi Kriya Tekstil ITB setahun silam. Karena, di setiap perkuliahannya, penulis selalu merasa mendapatkan wawasan baru dan semangat untuk semakin mencintai negeri ini, dan mencari lebih dalam lagi mengenai makna-makna yang terkandung dalam setiap tradisi dan budaya di Indonesia. Penulis mengagumi Judi Achjadi dan beberapa dosen di kampusnya, dan berharap suatu hari diberi kesempatan untuk berkeliling Indonesia, untuk membuat pengarsipan yang bagus dan lengkap untuk setiap daerah di Indonesia, mengenai budaya dan tradisinya, khususnya mengenai kriya dan wastranya.