Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp5.000.000,000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
DENDROLOGI Suatu Teori dan Praktik Menyidik Pohon
OLEH Ir. Indriyanto, M.P.
PENERBIT LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2012
Penerbit LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro, No. 1 Bandar Lampung, 35143 Telp. (0721) 705173, 701609 ext. 138 Fax. 773798 e-mail: lemlit@unila.ac.id Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ir. Indriyanto, M.P. Dendrologi: Suatu Teori dan Praktik Menyidik Pohon Cetakan Pertama, Desember 2012 xii + 232 hlm. 15,5 x 23 cm ISBN: 978-979-8510-55-7 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Isi di luar tanggung jawab percetakan
KATA PENGANTAR
Buku teks Dendrologi: Suatu Teori dan Praktik Menyidik Pohon merupakan himpunan materi pengenalan pohon, baik secara teori maupun praktik dalam proses pengenalan pohon. Isi buku ini telah diupayakan tersaji secara sistematis agar mudah dipahami oleh pembaca, khususnya bagi para mahasiswa yang sedang belajar bidang ilmu kehutanan serta bagi mahasiswa lainnya yang berminat dalam bidang pengenalan pohon hutan. Dalam kurikulum Program Studi Kehutanan terdapat mata kuliah Dendrologi yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa pada program studi tersebut. Mata kuliah Dendrologi adalah mata kuliah dasar dalam pendidikan bidang kehutanan, terdiri atas teori dan praktikum yang harus diberikan kepada mahasiswa agar sasaran belajar dalam proses pengenalan pohon dapat tercapai. Pemahaman aspek pengenalan pohon dalam mata kuliah Dendrologi oleh mahasiswa sangat penting karena mata kuliah ini menjadi prasyarat bagi mata kuliah Ekologi Hutan, Manajemen Hutan, Inventarisasi Hutan, dan mata kuliah Manajemen Hutan Mangrove. Namun, sebelum menempuh mata kuliah Dendrologi, mahasiswa diwajibkan telah mengambil dan lulus mata kuliah Biologi Umum. Keberadaan buku teks Dendrologi sangat dibutuhkan untuk memudahkan para mahasiswa belajar dan para dosen mengajar mata kuliah dendrologi. Adapun tujuan utama penulisan buku teks adalah untuk memudahkan para mahasiswa mengikuti kuliah dendrologi dan/atau mempelajari materi yang berkaitan dengan bidang pengenalan pohon, serta untuk memudahkan para dosen dalam mengajar mata kuliah tersebut. Di samping itu, penulisan buku ini juga bertujuan untuk memperkaya bahan bacaan di bidang dendrologi yang sangat diperlukan oleh para mahasiswa dalam proses belajar, khususnya mahasiswa perhutanan dan umumnya mahasiswa yang berminat dalam bidang pengenalan pohon hutan. Oleh karena itu, buku ini disusun dan berisi substansi utama mengenai aspek-
iii
Ir. Indriyanto, M.P.
aspek pengenalan pohon hutan yang perlu dipahami pada saat belajar agar proses belajar berjalan efektif dan sasaran belajar mahasiswa dapat tercapai. Hal-hal yang menjadi objek kajian dalam buku Dendrologi adalah sifat-sifat fisik dan/atau morfus organ pohon yang sangat diperlukan dalam pengenalan pohon hutan, serta manfaat morfus organ pohon tersebut sebagai bagian dari kunci identifikasi dalam rangka mengenal suatu jenis pohon. Dengan demikian, materi yang relevan dengan hal tersebut meliputi: jenis hutan dan peranan dendrologi, morfus daun pohon, morfus bunga pohon, morfus buah pohon, habitus pohon, tatanama tumbuhan, serta deskripsi dan identifikasi pohon. Pada bagian akhir buku ini disajikan nama ilmiah beberapa jenis pohon dan perdu termasuk di antaranya adalah pohon-pohon yang terdapat di Arboretum Universitas Lampung tempat saya bekerja. Materi atau substansi yang tertuliskan dalam buku teks ini merupakan kumpulan materi yang selalu saya digunakan sebagai bahan kuliah bagi para mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, kemudian saya lengkapi penjelasan pada setiap aspek yang disajikan. Materi utama dalam buku tersebut digali dari beberapa buku yang memuat sifat-sifat morfus organ pohon atau tumbuhan berbiji (Spermatophyta) yang sangat berguna dalam proses pengenalan pohon, sehingga banyak bagian buku yang dirujuk dari buku karya Samuel B. Jones dan Arlene E. Luchsinger, William Morehouse Harlow, Tjahjono Samingan, Gembong Tjitrosoepomo, dan banyak penulis buku lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Pada kesempatan yang berharga ini saya menyatakan perasaan bersyukur kepada Allah atas karunia hidayah, kesehatan, serta kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk selalu berkarya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk di antaranya menulis buku teks. Terwujudnya buku teks ini terutama karena motivasi saya sendiri untuk mewujudkan buku Dendrologi, yang ke dua dorongan dari keluarga, kemudian dorongan dari teman-teman dosen, serta kesediaan penerbit untuk menerbitkan buku. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada istri saya (Eny Joharaeni) dan anak-anak saya (Silvananda Indriyanto, Nurani Hardikananda Indriyanto, Jananda Forestrika Indriyanto, Jananda Nuralam Indriyanto, dan Syaif Al-Islam Indriyanto). Saya mengucapkan terima kasih kepada para pemimpin di Universitas Lampung yang memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengajarkan dendrologi kepada mahasiswa. Saya juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Lampung yang bersedia
Ir. Indriyanto, M.P.
iv
menerbitkan buku teks Dendrologi: Suatu Teori dan Praktik Penyidik Pohon. Demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam berupaya menulis buju teks tersebut, disampaikan terima kasih. Perlu saya sampaikan bahwa sebuah karya tulis yang kecil ini tentu masih banyak kekurangan. Meskipun demikian, saya selalu berharap agar setiap pembaca khususnya para mahasiswa kehutanan bisa memahami isi buku ini dan bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam setiap proses belajarnya.
Bandar Lampung, 5 Januari 2011 Saya,
Ir. Indriyanto, M.P.
v
Ir. Indriyanto, M.P.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR (iii) BAB 1. PERANAN DENDROLOGI (1) A. Pendahuluan (1) B. Aspek dalam Dendrologi (2) C. Tumbuhan Kormus (3) D. Tipe-Tipe Hutan (6) E. Peranan Dendrologi dalam Pengelolaan Hutan (10) F. Ringkasan (11) G. Latihan (12) BAB 2. MORFUS DAUN POHON (13) A. Pendahuluan (13) B. Bagian-Bagian Daun Tumbuhan (14) C. Bentuk Helaian Daun (17) D. Bentuk Tepi Daun (20) E. Bentuk Pangkal dan Ujung Daun (23) F. Tipe Pertulangan Daun (26) G. Tata Letak Daun pada Batang (30) H. Komposisi Daun (33) I. Kondisi Permukaan Daun (36) J. Ringkasan (37) K. Latihan (38) BAB 3. MORFUS BUNGA POHON (41) A. Pendahuluan (41) B. Struktur Bunga (43) C. Tata Bunga dan Komposisi Bunga (51)
Ir. Indriyanto, M.P.
vi
D. Tipe-Tipe Perbungaan (52) E. Sifat Simetri pada Bunga (54) F. Ringkasan (56) G. Latihan (57) BAB 4. MORFUS BUAH POHON (59) A. Pendahuluan (59) B. Proses Pembentukan Buah dan Biji (60) C. Struktur Buah (64) D. Tipe Buah Berdasarkan Bagian Bunga yang Membentuknya (68) E. Tipe Buah Berdasarkan Keadaan Dinding Buahnya (69) F. Tipe Buah Berdasarkan pada Cara Pecahnya (70) G. Ringkasan (71) H. Latihan (72) BAB 5. HABITUS POHON (73) A. Pendahuluan (73) B. Karakteristik Batang Pohon (74) C. Bahan Ekstraktif pada Batang (77) D. Sistem Percabangan (80) E. Bentuk Tajuk dan Tekstur Pohon (82) F. Penggolongan Ukuran Pohon (85) G. Ringkasan (86) H. Latihan (87) BAB 6. TATANAMA TUMBUHAN (87) A. Pendahuluan (87) B. Penamaan Jenis Tumbuhan (90) C. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (94) D. Tingkatan Takson (97) E. Ringkasan (98) F. Latihan (99) BAB 7. DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON (101) A. Pendahuluan (101) B. Deskripsi Suatu Jenis Pohon (102) C. Identifikasi atau Determinasi (108) D. Kunci Determinasi Pohon di Lapangan (111) E. Ringkasan (125) F. Latihan (125) vii
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8. CATATAN BEBERAPA JENIS POHON (127) A. Pendahuluan (127) B. Keterangan Jenis Pohon (127) C. Ringkasan (166) E. Latihan (167) BAB 9. PRAKTIK MENYIDIK POHON (169) A. Pendahuluan (169) B. Menyidik Daun Pohon (170) C. Menyidik Bunga Pohon (173) D. Menyidik Buah Pohon Menyidik Batang Pohon (176) E. Meenyidik Batang Pohon (181) E. Menyidik Habitus Pohon (185) F. Mendeskripsi Pohon (189) G. Membuat Herbarium Kering (193) H. Ringkasan (196) I. Latihan (197) DAFTAR PUSTAKA (199) LAMPIRAN (203) TAKARIR (215) BIOGRAFI PENULIS (231)
Ir. Indriyanto, M.P.
viii
DAFTAR TABEL
6.1 Perbedaan dasar penamaan untuk suatu jenis tumbuhan/pohon (94) 9.1 Lembar pengamatan bentuk helaian dan kondisi permukaan daun (172) 9.2 Lembar pengamatan tata daun dan komposisi daun (172) 9.3 Lembar pengamatan bagian-bagian pada bunga (172) 9.4 Lembar pengamatan jenis bunga pohon (175) 9.5 Lembar pengamatan tata bunga dan sifat simetri pada bunga (175) 9.6 Lembar pengamatan tipe pohon menurut jumlah dan komposisi bunga (176) 9.7 Lembar pengamatan tipe perbungaan pada bunga pohon (176) 9.8 Lembar pengamatan bentuk buah pohon (179) 9.9 Lembar pengamatan ukuran buah pohon (179) 9.10 Lembar pengamatan warna buah pohon (179) 9.11 Lembar pengamatan tipe buah pohon (180) 9.12 Lembar pengamatan bentuk batang, tinggi batang bebas cabang, dan tinggi banir (183) 9.13 Lembar pengamatan tinggi batang bebas cabang, besar lingkar batang, dan tinggi banir (184) 9.14 Lembar pengamatan kondisi permukaan batang pohon (184) 9.15 Lembar pengamatan jenis dan sifat zat ekstraktif pada batang pohon (184) 9.16 Lembar pengamatan sistem percabangan pada pohon (185) 9.17 Lembar pengamatan tinggi total setiap pohon (188) 9.18 Lembar pengamatan bentuk tajuk pohon (188) 9.19 Lembar pengamatan tekstur tajuk pohon (188) 9.20 Lembar pengamatan warna tajuk pohon (189)
ix
Ir. Indriyanto, M.P.
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagian-bagian pada daun tumbuhan (16) 2.2 Berbagai macam bentuk helaian daun tumbuhan (18) 2.3 Bentuk-bentuk tepi daun pada tumbuhan (23) 2.4 Bentuk-bentuk pangkal daun pada tumbuhan (25) 2.5 Bentuk-bentuk ujung daun pada tumbuhan (26) 2.6 Bentuk-bentuk pertulangan daun pada tumbuhan (30) 2.7 Tata letak daun pada batang tumbuhan (33) 2.8 Komposisi daun pada tumbuhan (35) 3.1 Struktur bunga pada tumbuhan Angiospermae (44) 3.2 Jenis bunga berdasarkan fusi komponen-komponen bunganya (46) 3.3 Jenis bunga berdasarkan letak bakal buah pada dasar bunga dan berdasarkan bentuk dasar bunga (47) 3.4 Struktur bunga (strobilus) pada tumbuhan Gymnospermae (50) 3.5 Tipe-tipe perbungaan bunga majemuk pada tumbuhan (54) 3.6 Bunga xygomorphic dan actinomorphic pada tumbuhan (56) 4.1 Proses pembentukan buah dan biji pada bunga tumbuhan (62) 4.2 Struktur buah pada tumbuhan kelas Angiospermae (66) 4.3 Struktur buah kerucut pada tumbuhan kelas Gymnospermae (67) 4.4 Tipe-tipe buah pada tumbuhan kelas Angiospermae (71) 5.1 Kondisi permukaan batang pohon (53) 5.2 Sistem percabangan pada batang tumbuhan (81) 5.3 Arah tumbuh cabang pada tumbuhan (82) 5.4 Bentuk-bentuk tajuk pohon (85) 8.1 Bentuk daun dan batang pohon akasia (128) 8.2 Bentuk tajuk dan daun pohon pulai (130) 8.3 Bentuk daun, bunga, dan buah pohon buni (131) 8.4 Bentuk tajuk, bunga, dan buah pohon jabon (132) 8.5 Bentuk daun dan buah pohon ketupa (134)
Ir. Indriyanto, M.P.
x
8.6 Bentuk daun, bunga, dan buah pohon kenari (135) 8.7 Bentuk tajuk anakan pohon dan daun pohon eboni (136) 8.8 Bentuk daun dan batang pohon leda (138) 8.9 Bentuk daun dan buah pohon karet kebo (139) 8.10 Bentuk daun dan buah pohon rukam (141) 8.11 Bentuk daun dan buah pohon wareng (142) 8.12 Bentuk daun pohon cengal (143) 8.13 Bentuk tajuk anakan pohon dan daun pohon merbau darat (144) 8.14 Bentuk tajuk dan bentuk daun pohon saputangan (146) 8.15 Bentuk tajuk anakan pohon dan bentuk daun pohon cempaka (147) 8.16 Bentuk tajuk dan bentuk daun pohon tanjung (149) 8.17 Bentuk daun pohon benuang (151) 8.18 Bentuk daun dan buah tua pohon soga (152) 8.19 Bentuk daun dan buah pohon kuku (154) 8.20 Bentuk daun pohon sungkai (155) 8.21 Bentuk daun pohon matoa (156) 8.22 Bentuk tajuk anakan pohon dan bentuk daun pohon angsana (158) 8.23 Bentuk daun pohon kesambi (159) 8.24 Bentuk daun dan bunga pohon turi bunga merah (161) 8.25 Bentuk daun pohon damar kaca (162) 8.26 Bentuk daun pohon jati (164) 8.27 Bentuk daun pohon suren (165) 9.1 Cara mengukur tinggi pohon dengan christenmeter (187) 9.2 Contoh bentuk herbarium kering dalam kemasan herbarium (196)
xi
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
A. PENDAHULUAN Wilayah negara Indonesia terletak di daerah tropika, sehingga hutan-hutan yang ada di Indonesia bertipe hutan tropika. Kondisi vegetasi penyusun hutan tropika tidak homogen, melainkan sangat heterogen yaitu terdiri atas berbagai jenis biota (kehidupan) termasuk jenis pohon penyusunnya yang dalam perkembangan atau dalam proses terbentuknya hutan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim (klimatik) dan tanah (edafik). Dengan demikian, setiap kawasan hutan mempunyai kondisi yang berbedabeda, baik kondisi tiap jenis tumbuhannya maupun komposisi jenis tumbuhan penyusunnya sesuai dengan faktor lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan vegetasi hutan. Menurut Budiawan (1988) dan Samingan (1982) bahwa pada hutanhutan alam yang masih utuh tentu mempunyai jumlah jenis tumbuhan yang sangat banyak. Jumlah jenis tumbuhan di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun prakiraan para ahli botani tentang jumlah jenis tumbuhan yang ada di hutan alam tropika Indonesia lebih dari 40.000 jenis. Di antara jumlah jenis tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000 jenis pohon yang menyusun hutan alam tropika Indonesia. Hutan alam tropika di Indonesia sungguh mengandung beranekaragam jenis biota atau organisme yang meliputi tetumbuhan dan binatang, sehingga tanah air Indonesia termasuk ke dalam salah satu pemilik megabiodiversitas dunia. Dilihat dari kekayaan jenis pohon saja dapat dikatakan bahwa jumlah jenis pohon yang ada di Indonesia itu bukan jumlah yang sedikit, tetapi merupakan jumlah yang sangat banyak. Oleh karena itu, kita mempunyai tugas yang sangat besar terkait dengan prakiraan terdapatnya berbagai jenis tumbuhan di hutan alam tropika Indonesia. Pengetahuan dan pengenalan terhadap setiap jenis tumbuhan yang menjadi kekayaan sumber
1
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
daya hutan di Indonesia merupakan hal yang penting agar pemanfaatan dan pelestariannya dapat dilakukan secara baik dan benar. Untuk mengetahui jenis pohon yang menjadi kekayaan alam bangsa Indonesia memerlukan suatu proses panjang, mengingat luasnya penyebaran dan lokasi keberadaan setiap jenis pohon serta jumlah jenis pohon yang cukup banyak. Apalagi jika ingin mengenal pohon satu demi satu, tentu saja tidak mungkin bisa melakukannya secara tiba-tiba terhadap semua jenis pohon tersebut. Oleh karena itu, harus dimulai dari pemahaman terhadap berbagai aspek dendrologi yang berkaitan dengan kebutuhan dalam mengenal pohon yang tersebar di perbagai tipe hutan tropika Indonesia. B. ASPEK DALAM DENDROLOGI Dendrologi berasal dari kata dendro atau dendros yang berarti pohon, dan logos yang berarti ilmu atau kajian atau studi atau telaah (Samingan, 1972). Dendrologi adalah ilmu yang mempelajari cara mengenal pohon. Mengenal pohon yang dimaksud di atas adalah mengenal tentang morfus organ tubuh dan tempat hidup setiap jenis pohon, sehingga memudahkan dalam memahami ciri taksonomis suatu jenis pohon. Dendrologi merupakan salah satu cabang ilmu botani yang khusus mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pengenalan jenis pohon. Mengenal pohon merupakan suatu proses yang cukup lama, mengingat sangat banyaknya jenis pohon hutan yang ada di muka bumi dan setiap jenis pohon memiliki karakteristik morfus organ tubuhnya. Morfus organ setiap jenis pohon memiliki ciri dan sifat khusus. Ciri dan sifat organ-organ tubuh pohon akan tampak perbedaannya apabila dibandingkan antara satu jenis pohon dengan jenis pohon yang lainnya. Perbedaan morfus organ tubuh pohon dapat dijadikan bahan dan dasar untuk meletakkan suatu jenis ke dalam suatu tingkatan takson, dapat dipakai untuk menelusuri kunci identifikasi atau kunci determinasi pohon, dan dapat juga dipakai untuk mendeskripsi atau menggambarkan secara jelas ciri-ciri suatu jenis pohon (Harlow, 1996; Hardin et al., 2000). Mengenal pohon tidak hanya sekedar tahu nama suatu pohon, karena tahu nama suatu pohon bisa saja melalui gambar yang dilihat di sebuah buku atau media cetak lainnya, melihat di televisi, atau bisa tahu karena diberi tahu oleh orang lain tentang nama suatu jenis pohon. Akan tetapi, sesungguhnya yang diharapkan dalam pengenalan pohon dapat dilakukan sampai pada taraf memahami identitas pohon secara keseluruhan, baik menyangkut nama pohon, habitus (perawakan), habitat (tempat hidup), posisi dalam tingkat takson, fungsi pohon, maupun kegunaannya bagi manusia (Indriyanto, 2005). Ir. Indriyanto, M.P.
2
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
Setiap orang yang ingin mengetahui jenis-jenis pohon bisa dilakukan secara langsung di lapangan atau di suatu habitat tempat hidupnya pohonpohon tersebut. Tentu saja untuk mempermudah dan mempercepat upaya mengetahui jenis-jenis pohon di habitatnya itu harus dilakukan bersamasama dengan orang yang ahli dan berpengalaman mengenai pengenalan jenis tumbuhan. Di samping itu, pengenalan jenis-jenis pohon di lapangan bisa dilakukan juga bersama dengan orang yang dekat atau bersahabat dengan pohon tersebut. Adapun yang dimaksud mengenal pohon, selain harus mengetahui wujudnya di lapangan juga harus dapat menelusurinya di dalam kunci identifikasi atau kunci determinasi pohon, dan harus dapat mencocokkan identitas jenis pohon yang ada di lapangan dengan di dalam monografi tumbuhan atau dalam herbarium. Oleh karena itu, banyak sekali aspek yang perlu dipelajari di dalam dendrologi agar dapat mengenal pohon secara benar dan mudah. Aspek-aspek bidang ilmu dendrologi yang perlu diketahui dan dipahami dalam rangka mengenal jenis pohon antara lain: morfus (bentuk) daun suatu jenis pohon, morfus bunga, morfus buah, morfus batang, habitus, cara mendeskripsi suatu jenis pohon, mendeterminasi pohon, dan klasifikasi secara taksonomi (Samingan, 1982; Tjitrosoepomo, 2001). Memahami morfus dari organ-organ tersebut sangat penting bagi seorang ilmuwan yang akan mendeskripsi suatu jenis pohon, akan menggunakan kunci identifikasi atau kunci determinasi pohon, menggunakan buku monografi tumbuhan, maupun akan menggunakan herbarium sebagi alat pengenalan pohon. Selain itu, masih ada hal yang tidak kalah pentingnya di dalam proses pengenalan pohon, yaitu pengetahuan terminologi atau peristilahan yang berkaitan dengan aspekaspek tersebut (Harlow, 1996). C. TUMBUHAN KORMUS Tumbuhan kormus (cormophyta) adalah tumbuh-tumbuhan yang secara nyata memperlihatkan diferensiasi pada tiga bagian organ pokok tumbuhan, yaitu akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium). Apabila pada tumbuh-tumbuhan tidak memperlihatkan adanya diferensiasi pada ketiga bagian organ pokok (akar, batang, dan daun), maka tumbuhan tersebut digolongkan sebagai tumbuhan talus (thallophyta). Pada tumbuhan kormus terdapat ciri-ciri filogentik yang jelas dapat dibedakan dengan tumbuhan golongan lainnya. Ciri-ciri filogenetik tumbuhan kormus yang dimaksud meliputi berbagai hal sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1989):
3
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
(1) tubuh tumbuhan berupa kormus, (2) jumlah sel penyusun tubuh tumbuhan bersifat multiselular, (3) diferensiasi sel pada inti dan plastida tampak jelas, (4) perkembangbiakan terjadi secara aseksual maupun secara seksual, (5) alat perkembangbiakan berupa biji atau spora, (6) pada Spermathophyta, alat kelamin (gametangium) tereduksi, sedangkan pada Pteridophyta hanya memiliki alat kelamin jantan yang disebut antheridium, (7) pada Spermathophyta akarnya keluar dari kutub akar, sedangkan pada Pteridophytan akarnya tidak keluar dari kutub akar, (8) memiliki batang dan daun yang tampak jelas, (9) pada Spermathophyta bunganya berupa strobilus maupun berupa bunga, sedangkan pada Pteridophyta bunganya berupa kumpulan sporofil, (10) pada Spermathophyta dijumpai ada buah, sedangkan pada Pteridophyta tida ada buah, serta (11) pada Spermathophyta selalu ada biji, sedangkan pada Pteridophyta tidak selalu punya biji. Tumbuhan kormus dapat dikelompokkan dari segi habitus. Berdasarkan penggolongan habitusnya, tumbuhan kormus dapat dikelompokkan menjadi lima golongan, yaitu pohon, perdu, semak, herba/terna, liana, dan epifit (Harlow, 1996; Steenis, 2003). Definisi atau pengertian masing-masing golongan tumbuhan berdasarkan habitusnya diuraikan satu demi satu sebagai berikut. (1) Pohon adalah kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa (masak fisiologis) memiliki ukuran tubuh yang besar dengan tinggi tumbuhan lebih dari 5 meter. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan pohon misalnya: jati (Tectona grandis), sengon laut (Paraserianthes falcataria), merbau darat (Intsia palembanica), sonokeling (Dalbergia latifolia), tusam (Pinus merkusii), wareng (Gmelina arborea), cempaka kuning (Michelia champaca), lamtorogung (Leucaena leucocephala), tangkil (Gnetum gnemon), karet (Hevea brasiliensis), damar kaca (Shorea javanica), dan lain sebagainya. (2) Perdu adalah kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa berukuran tubuh lebih kecil daripada pohon dengan tinggi tumbuhan 2—5 meter. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan perdu misalnya: petai cina (Leucaena glauca), kopi (Coffea arabica), kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus), kaliandra bunga putih (Calliandra tetragona), srikaya (Anona squamosa), buah nona
Ir. Indriyanto, M.P.
4
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
(Anona reticulata), cempaka kembang (Talauma candollei), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima), ketepeng (Cassia alata), daun kupu-kupu (Bauhinia acuminata), sembung (Blumea balsamifera), dan lain sebagainya. (3) Semak adalah kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa berukuran tubuh lebih kecil daripada perdu dengan tinggi tumbuhan kurang dari 2 meter. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan semak misalnya: pulutan (Urena lobata), serut (Ehretia microphylla), orok-orok (Crotalaria striata), kacang ijo (Phaseolus radiatus), kedelai (Glycine soya), gude (Cajanus cajan), otok-otok (Flemingia strobilifera), selasih air (Limnophilla aromatica), kemangi (Ocinum basillicum), pulai pandak (Rauwolfia serpentina), cente (Lantana trifolia), sembung (Sphaeranthus africanus), wijen (Sesamum indicum), jarak pagar (Jatropha curcas), dan lain sebagainya. (4) Herba atau terna adalah tumbuhan berkayu yang tingginya kurang dari 1 meter, atau yang berdaur hidup (berumur) pendek, dan pada umumnya hidup berumpun. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan herba atau terna misalnya: teki (Cyperus rotundus), suket dondoman (Andropogon aciculatus), alang-alang (Imperata cylindrica), suket grinting (Cynodon dactylon), patikan (Euphorbia hirta), lempuyang wangi (Zingiber aromaticum), lengkuas (Alpinia galanga), keladi (Colocasia esculentum), dan lain sebagainya. (5) Liana adalah tumbuhan berkayu yang tubuhnya merambat atau memanjat pada benda atau pada tumbuhan lainnya. Liana ini ada yang berduri, ada yang bersulur, dan ada yang sebagai pembelit. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan liana misalnya: rotan manau (Calamus manan), rotan lilin (Calamus javensis), rotan sega (Calamus caesius), rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan semambu (Calamus scipionum), rotan jernang (Daemonorops draco), ranggitan (Anotis hirsuta), rayutan (Passiflora foetida), tapak kuda (Ipomoea pescaprae), rabet (Ipomoea mollissima), sirih utan (Piper desumanum), gambir utan (Jasminum pubescens), waluh (Cucurbita moschata), gadung (Dioscorea hispida), sembukan (Paederia foetida), galing (Vitis trifolia), dan lain sebagainya. (6) Epifit adalah tumbuhan berkayu yang hidupnya menempel atau melekat pada tumbuhan lain. Tumbuhan epifit ini ada yang berrelung sebagai semiparasites, tetapi ada juga yang sebagai komensal. Tumbuhan yang termasuk kategori golongan epifit misalnya: anggrek merpati (Dendrobium crumenatum), anggrek bambu (Arundina speciosa), anggrek kesumba (Dendrobium purpureum), anggrek larat
5
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
(Dendrobium palaenopsis), anggrek merpati besar (Dendrobium macrophyllum), anggren bulan (Phalaenopsis gigantea), anggrek bulan (Phalaenopsis amobilis), anggrek tien soeharto (Cymbidium hartinahianum), anggrek kelip (Phalaenopsis violaceae), kemladean (Viscum articulatum, Scurrula atropurpurea, dan Dendrophthoe pentandra), paku walek (Hymenolephis revoluta), simbar menjangan (Platycerium bifurcatum), picisan (Cyclophorus nummularifolius), pakis duwitan (Drymoglossum piloselloides), paku rimpang (Asplenium nidus), sangga langit (Cassytha filiformis), anggrek pohon (Geoderum purpureum), dan lain sebagainya. Di samping itu, berdasarkan penggolongan habitusnya tumbuhan kormus dapat digolongkan menjadi 5 kelompok sebagai berikut (Gopal dan Bhardwaj, 1979). (1) Phanerophytes adalah golongan tetumbuhan berkayu yang tingginya lebih dari 30 cm. Golongan tumbuhan ini mencakup berbagai jenis pohon, perdu, dan semak besar. (2) Chamaephytes adalah tetumbuhan berkayu yang berupa semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm. (3) Hemicryptophytes adalah tetumbuhan golongan rumput-rumputan, herba atau terna. (4) Cryptophytes adalah tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya berada di bawah permukaan tanah atau air. Tumbuhan yang termasuk golongan Cryptophytes misalnya: eceng (Ottelia alismoides), ganggeng (Hydrilla verticillata), genjer (Limnocharis flava), dan kencur (Kaempferia galanga). (5) Therophytes adalah tetumbuhan yang termasuk golongan herba setahun. Contoh therophytes antara lain: bayam duri (Amaranthus spinosus), cuca (Celosia argentea), krokot (Portulaca oleracea), dan patikan (Euphorbia hirta). D. TIPE-TIPE HUTAN Sumber daya alam berupa hutan di Indonesia cukup luas. Luas kawasan hutan di Indonesia diperkirakan 137,09 juta hektar atau sekitar 70% dari luas daratan Indonesia (Departemen Kehutanan, 2007). Kawasan hutan seluas tersebut sebagian besar berada di wilayah Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya bagian timur, dan wilayah Jawa yang merupakan tipe hutan hujan tropika, sebagian berupa hutan tropika musiman yang terdapat di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya bagian selatan. Sebagian kecil dari wilayah hutan tersebut adalah hutan rawa yang terdapat di Sumatera bagian timur, Kalimantan Selatan,
Ir. Indriyanto, M.P.
6
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
dan Irian Jaya, sedangkan hutan mangrove atau hutan payau terdapat di Sumatera bagian timur dan di Irian Jaya. Berdasarkan kepada proses terbentuknya hutan, maka hutan dikelompokkan ke dalam dua tipe, yaitu hutan alam dan hutan antropogen, sedangkan berdasarkan kepada faktor iklim (klimatik), edafik, dan komposisi jenis penyusun vegetasinya, maka hutan dikelompokkan ke dalam enam tipe, yaitu hutan hujan tropika, hutan musim atau hutan muson, hutan gambut, hutan rawa, hutan payau atau hutan mangrove, dan hutan pantai (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Adapun penjelasan mengenai arti dan karakteristik dari masing-masing tipe hutan diuraikan sebagai berikut. Hutan alam (natural forest) yaitu hutan yang terbentuk melalui proses suksesi secara alamiah. Hutan alam terdiri atas hutan alam primer dan hutan alam sekunder. Hutan alam primer yaitu hutan alam yang kondisi ekosistemnya masih asli karena pada ekosistem hutan ini belum pernah dilakukan penebangan atau pembalakan oleh manusia. Hutan alam sekunder yaitu hutan alam yang pernah mengalami kerusakan oleh sebab adanya kegiatan penebangan atau pembakaran oleh manusia, kemudian vegetasi hutan tumbuh dan berkembang lagi hingga tercapai kondisi klimaks (Indriyanto, 2010). Hutan antropogen yaitu hutan yang terbentuk melalui proses suksesi dengan bantuan atau dilakukan oleh manusia, sehingga hutan ini disebut juga hutan buatan (man made forest). Contoh dari hutan antropogen adalah hutan tanaman dan hutan trubusan (Indriyanto, 2010). Hutan hujan tropika yaitu hutan yang terdapat pada wilayah bertipe iklim A atau B (iklim yang selalu basah), pada tanah Podsol, Latosol, Alluvial, dan Regosol dengan drainase baik, dan terletak cukup jauh dari pantai. Tipe hutan hujan tropika di wilayah Indonesia terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Hutan hujan tropika dikenal sebagai hutan yang selalu hijau (evergreen forest) karena komunitas tumbuhannya selalu berdaun hijau sepanjang waktu. Vegetasi hutan hujan tropika didominasi oleh pohon-pohon anggota genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Dryobalanops, Cotylelobium, Palaquium, Pometia, Intsia, Diospyros, Canarium, Quercus, Castanopsis, Nothofagus, Albizia, Podocarpus, Dacrydium, dan Phyllocladus. Di antara jenis-jenis pohon yang dapat dijumpai di hutan hujan tropika misalnya: damar kaca (Shorea javanica), meranti tembaga (Shorea leprosula), tengkawang majau (Shorea palembanica), tengkawang telor (Shorea gijsbertsiana), keruing minyak (Dipterocarpus appendiculatus), keruing gajah (Dipterocarpus cornutus), merawan telor (Hopea mengarawan), merawan
7
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
(Hopea bracteata), cengal (Hopea sangal), resak (Vatica rassak), kapur singkel (Dryobalanops aromatica), kapur empedu (Dryobalanops fusca), resak tembaga (Cotylelobium melanoxylon), resak kelabu (Cotylelobium lanceolatum), nyatoh perca (Palaquium gutta, P. hispidum), nyatoh putih (P. obovatum), matoa (Pometia pinnata), merbau darat (Intsia palembanica), merbau pantai (Intsia bijuga), eben (Diospyros celebica), kenari (Canarium vulgare), kenari solo (Canarium asperum), oak (Quercus lineata, C. subsericea), saninten (Castanopsis argentea), notofagus (Nothofagus grandis, N. resinosa, N. stylosa), weru (Albizia procera), jamuju (Podocarpus imbricatus), melur (Dacrydium beccarii), dan cemara seledri (Phyllocladus hypophyllus) (Indriyanto, 2005; Indriyanto, 2010). Hutan musim yaitu hutan yang terdapat di daerah beriklim muson, pada umumnya terdapat di daerah bertipe iklim C dan D, pada tanah Latosol dan Aluvial. Daerah beriklim muson adalah daerah yang memiliki perbedaan nyata antara musim kemarau dan musim hujan. Tipe hutan musim di Indonesia terdapat di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara. Hutan musim dikenal sebagai hutan luruh daun atau hutan gugur daun (deciduous forest). Vegetasi hutan musim didominasi oleh jenisjenis pohon anggota genus Tectona, Acacia, Actinophora, Azadirachta, Caesalpinia, Eucalyptus, Santalum, dan Casuarina. Di antara jenis tumbuhan yang terdapat di hutan musim misalnya: jati (Tectona grandis), akasia (Acacia auriculiformis), pilang (Acacia leucophloea), walikukun (Actinophora fragrance), mimba (Azadirachta indica), secang (Caesalpinia sappan), leda (Eucalyptus deglupta), ampupu (Eucalyptus urophylla), cendana (Santalum album), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana) (Indriyanto, 2005). Hutan gambut yaitu hutan yang terdapat pada daerah bergambut, pada daerah bertipe iklim A atau B, dan pada jenis tanah Organosol. Daerah gambut adalah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan-bahan tanaman yang telah mati. Hutan gambut di Indonesia terdapat di Sumatra dekat pantai timur, dan di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke selatan dan timur sampai ke bagian hilir daerah aliran sungai Barito. Vegetasi hutan gambut didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan anggota genus Alstonia, Durio, Palaquium, Tristania, Eugenia, Cratoxylon, Tetramerista, Dactylocladus, Diospyros, Myristica, dan Gonystilus. Di antara jenis tumbuhan yang terdapat di hutan gambut misalnya: pulai (Alstonia scholaris), pulai putih (Alstonia pneumatophora), durian burung (Durio carinatus), jongkang (Palaquium leiocarpum), pelawan (Tristania maingayi), salam (Eugenia polyantha),
Ir. Indriyanto, M.P.
8
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
gerunggang (Cratoxylon arborescens), punak (Tetramerista glabra), mentibu (Dactylocladus stenostachys), tampuai (Diospyros maingayi), kayu arang (Diospyros toposia), mendarahan (Myristica lowiana), ramin (Gonystylus bancanus), parak tulang (Aglaia ignea), pangal (Baccaurea bracteata), perepat (Combretocarpus rotundatus), medang gambut (Jackia ornata), mahang putih (Macaranga pruinosa), dan ketiau (Ganua motleyana) (Indriyanto, 2005). Hutan rawa yaitu hutan yang terdapat di daerah rawa (daerah yang selalu digenangi air tawar), pada jenis tanah Aluvial dengan aerasi buruk. Derah penyebaran hutan rawa meliputi daerah Sumatra bagian timur, Kalbar, Kalteng, dan daerah bagian selatan Irian Jaya. Vegetasi hutan rawa didominasi oleh jenis tumbuhan anggota genus Campnosperma, Garcinia, Shorea, Eugenia, Canarium, Koompassia, dan Calophyllum, meskipun demikian kadang-kadang juga dijumpai jenis pohon anggota genus Alstonia, Dyera, Ficus, Gluta, Vatica,dan Elaeocarpus. Contoh beberapa jenis pohon yang terdapat di hutan rawa antara lain: terentang (Camnosperma coriaceum), baros (Garcinia celebica), kandis (Garcinia rostrata), meranti daun halus (Shorea teysmanniana), meranti sarang punai (Shorea parvifolia), meranti daun lebar (Shorea uliginosa), jambu mawar (Eugenia jambos), kadundung (Canarium pseudodecumanum), kempas (Koompassia malaccensis), nangui (Calophyllum sclerophyllum), bintangur (Calophyllum inophyllum), ara (Ficus sundaica), bunut (Ficus microcarpa), jelutung (Dyera costulata), rengas (Gluta renghas), bengkinang (Elaeocarpus stipularis), kayu labuh (Endospermum malaccense), pulai gabus (Alstonia spatulata), buni (Antidesma montanum), bintangur (Calophyllum pulcherrimum), bedaru (Cantleya corniculata), ara (Ficus sundaica) (Indriyanto, 2005). Hutan payau atau hutan mangrove yaitu hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Tipe hutan payau ini terdapat dalam luasan kawasan yang cukup besar di daerah Sumatera bagian timur dan di Irian Jaya. Jenis-jenis pohon utama yang menyusun hutan payau antara lain: apiapi (Avicennia marina), api-api hitam (Avicennia alba), api-api merah (Avicennia intermedia), api-api kecil (Avicennia nitida), pedada (Sonneratia alba), gogem (Sonneratia caseolaris), perepat (Sonneratia griffithii), bakau laki (Rhizophora apiculata), bakau minyak (Rhizophora conjugata) bakau kurap (Rhizophora mucronata), tancang putih (Bruguiera conjugata), tancang oranye (Bruguiera gymnorrhiza, lenggadai (Bruguiera parviflora). Di samping itu, di hutan payau juga dijumpai jenis tenggar (Ceriops tagal),
9
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
nyiri (Xylocarpus moluccensis), bayur laut (Heritiera littoralis), kayu kuda (Dolichandrone spathacea), dan teruntum (Lumnitzera racemosa) (Indriyanto, 2005; Indriyanto, 2010). Hutan pantai yaitu hutan yang terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai, kondisi tanah berpasir dan berbatu-batu, serta terletak di atas garis pasang tertinggi. Hutan pantai lazim disebut formasi Barringtoniacalophyllum. Jenis pohon yang umumnya menyusun tegakan hutan pantai misalnya: butun (Barringtonia asiatica), ketapang (Terminalia catappa), bintangur (Calophyllum inophyllum), waru pantai (Hibiscus tiliaceus), waru laut (Thespesia populnea), cemara laut (Casuarina equisetifolia), kelapa (Cocos nucifera), binong laut (Hernandia peltata), bintaro (Cerbera manghas), dadap laut (Erythrina orientalis), kipahang (Pongamia pinnata), mengkudu (Morinda citrifolia), dan nibung (Oncosperma tigillaria) (Indriyanto, 2005). E. PERANAN DENDROLOGI DALAM PENGELOLAAN HUTAN Jika menyimak kembali paparan yang telah dikemukakan di atas tampak bahwa sumber daya hutan merupakan sumber daya yang kaya berbagai jenis pohon. Pengelolaan hutan tentunya bertujuan memanfaatkan secara baik berbagai jenis pohon sesuai tujuan penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia sepanjang masa. Salah satu hal yang harus diperhatikan agar bisa memanfaatkan berbagai jenis pohon dalam kawasan hutan secara baik adalah upaya untuk mengetahui dan mengenal betul jenis dan sifat pohon yang akan dimanfaatkan. Apalagi jika ditinjau dari aspek pengelolaan hutan, maka pengenalan terhadap jenis pohon dijadikan dasar untuk mengelola hutan secara lestari atau berlanjut. Kenal terhadap suatu jenis pohon dengan sendirinya akan memberikan sumbangan pertimbangan terhadap banyak aspek kegiatan kehutanan, di antaranya adalah aspek pemanfaatan kayu, aspek budidaya pohon hutan (silviculture), aspek perlindungan hutan, aspek manajemen hutan, dan lain sebagainya. Pemanfaatan kayu dari jenis-jenis pohon yang ada di dalam hutan untuk kepentingan konsumsi seharusnya hanya diperoleh dari eksploitasi pada kawasan hutan produksi karena kawasan hutan inilah yang memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kayu. Eksploitasi kayu pada kawasan hutan yang statusnya bukan kawasan hutan produksi tidak dibenarkan karena fungsi utamanya bukan untuk menghasilkan kayu, akan tetapi fungsi lainnya yang secara ekologis juga sangat penting untuk dilestarikan. Oleh karena itu, sesungguhnya pengenalan jenis pohon tidak hanya terbatas pada hutan-hutan yang kayunya ingin dieksploitasi, akan tetapi harus dilakukan
Ir. Indriyanto, M.P.
10
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
terhadap semua jenis pohon (bahkan terhadap semua jenis tumbuhan) di permukaan bumi. Hingga saat ini luas kawasan hutan produksi di Indonesia lebih kurang 81,95 juta hektar yang terdiri atas hutan produksi terbatas seluas 22,50 juta hektar, hutan produksi bebas seluas 36,65 juta hektar, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 22,80 juta hektar. Pemanfaatan kayu dari hutan tersebut, baik untuk kepentingan dalam negeri maupun untuk diekspor idealnya tentu dengan memperhatikan kesesuaian kualitas kayu dari suatu jenis pohon untuk berbagai tujuan penggunaan. Di samping itu, pelestarian atau konservasi sumber genetik (plasma nutfah) berbagai jenis pohon juga sangat diperlukan, sehingga perlu dibangun dan dilestarikan kawasan-kawasan taman nasional, hutan wisata, taman buru, taman hutan raya, cagar alam, kebun raya, dan arboretum yang dapat digunakan sebagai sumber pengambilan bahan tanaman untuk pengembangan hutan saat ini maupun di masa-masa yang akan datang. Demi semua tujuan dan kepentingan tersebut, maka pengenalan terhadap berbagai jenis pohon yang menjadi salah satu potensi hutan merupakan suatu upaya dalam rangka memanfaatkan hasil hutan secara tepat sesuai dengan sifat jenis, fungsi, dan kegunaan setiap jenis pohon baik secara ekonomis maupun secara ekologis. Pengenalan berbagai jenis tumbuhan pun sangat berguna untuk mengetahui komponen produsen dalam sebuah ekosistem, komposisi dan struktur komunitas tumbuhan, serta keanekaragaman jenis tumbuhan. F. RINGKASAN Jumlah jenis tumbuhan yang terdapat di hutan alam tropika Indonesia diperkirakan lebih dari 40.000 jenis. Di antara jumlah jenis tumbuhan tersebut, lebih dari 4.000 jenis berupa pohon. Jumlah jenis tumbuhan sebanyak tersebut merupakan potensi besar dan sekaligus merupakan tantangan manusia untuk mengetahui satu demi satu agar dapat memanfaatkan dan melestarikannya. Untuk mengetahui jenis-jenis pohon yang jumlahnya banyak sekali itu memerlukan suatu proses panjang atau lama, apalagi untuk mengenalnya satu per satu. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan serta pemahaman terhadap berbagai aspek dendrologi untuk mengenal pohon. Berbagai aspek dendrologi yang dimaksud antara lain: morfus (bentuk) daun, morfus bunga, morfus buah, morfus batang, habitus tumbuhan, deskripsi suatu jenis, tatanama, dan determinasi atau identifikasi pohon. Pohon merupakan salah satu jenis tumbuhan kormus yang tumbuh pada berbagai kondisi tempat tumbuh dan secara alamiah menjadi penyusun utama berbagai tipe hutan. Di antara tipe-tipe hutan yang dimaksud antara 11
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 1 PERANAN DENDROLOGI
lain: hutan hujan tropika, hutan musim, hutan gambut, hutan rawa, hutan payau atau mangrove, dan hutan pantai. Jika dikaitkan dengan pengelolaan hutan-hutan tersebut, maka dendrologi memiliki peranan yang sangat besar karena pengenalan terhadap pohon bisa dijadikan dasar untuk memanfaatkan dan melestarikan komunitas tumbuhan hutan, sehingga menjadi dasar untuk mengelola hutan secara lestari. Kenal terhadap suatu jenis pohon dengan sendirinya akan memberikan sumbangan pertimbangan terhadap banyak aspek kegiatan kehutanan, misalnya: aspek pemanfaatan kayu, aspek budidaya pohon hutan (silviculture), aspek perlindungan dan pengawetan hutan, aspek manajemen hutan, dan lain sebagainya. G. LATIHAN 1. Jelaskan pengertian atau definisi dendrologi. 2. Sebutkan beberapa aspek dendrologi untuk mengenal pohon. 3. Sebutkan ciri-ciri filogenetik yang terdapat pada tumbuhan kormus. 4. Jelaskan lima kelompok tumbuhan kormus berdasarkan habitusnya, kemudian beri contoh masing-masing dua jenis tumbuhan. 5. Jelaskan penyebaran hutan tropika di Indonesia, dan beri contoh jenisjenis pohon yang dominan pada setiap tipe hutan tersebut.
Ir. Indriyanto, M.P.
12
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
A. PENDAHULUAN Daun adalah salah satu organ vegetatif pohon atau tumbuhan yang memiliki fungsi fisiologis yang penting dalam proses kehidupan tumbuhan. Fungsi fisiologis dari daun tersebut antara lain: sebagai organ yang melakukan fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Daun tumbuhan selain memiliki fungsi fisiologis, juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dari daun antara lain: menambah estetika atau keindahan, mereduksi atau mengurangi pencemaran udara (baik pencemaran yang disebabkan oleh zat kimia, maupun yang disebabkan oleh radiasi, suara, dan partikel), mereduksi kecepatan angin, serta menahan curah hujan. Fungsi ekonomis dari daun antara lain: sebagai bahan sayuran, pakan ternak, obat-obatan, dan untuk mengemas makanan. Setiap pohon pada umumnya mempunyai daun dengan morfus (bentuk) tertentu yang berbeda antarjenis pohon. Morfus daun ini sangat berarti dalam pengenalan pohon karena ada kalanya morfus daun itu khas untuk suatu jenis, genus, atau famili tumbuhan. Morfus daun yang dimaksudkan di sini meliputi bentuk helaian daun (circumscriptio), tepi daun (margo folii), pangkal daun (basis folii), ujung daun (apex folii), pertulangan daun (venatio atau nervatio), sifat-sifat permukaan daun, tata letak daun pada batang (phyllotaxis), dan komposisi daun (Samingan, 1972; Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Mempelajari morfus daun memerlukan kesabaran, ketelitian, dan penjiwaan agar interpretasi terhadap objek (daun tumbuhan) yang diamati sesuai dengan kondisi morfus daun yang sebenarnya. Kesabaran dalam mempelajari morfus daun diperlukan karena banyaknya hal yang menyangkut morfus daun ini harus dipelajari. Ketelitian dalam mempelajari morfus daun diperlukan karena banyaknya jenis pohon atau tumbuhan serta adanya variasi yang besar antarjenis dalam hal morfus daun
13
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
yang dimilikinya. Penjiwaan dalam mempelajari morfus daun diperlukan karena tanpa penjiwaan akan muncul perasaan jemu atau bosan, sehingga tidak bisa menikmati nilai seni dalam mempelajarinya. B. BAGIAN-BAGIAN DAUN TUMBUHAN Apabila melihat dan mengamati sebuah daun yang lengkap dari suatu jenis tumbuhan, maka akan diketahui bagian-bagian daun yang meliputi: helaian daun (lamina), tangkai daun (petiolus), dan pelepah daun (vagina). Tumbuhan yang berdaun lengkap seperti dimaksudkan tersebut di atas tidak banyak jumlah jenisnya karena tumbuhan pada umumnya mempunyai daun yang tidak selalu terdiri atas tiga bagian seperti tersebut. Oleh karena itu, daun yang tidak memiliki ketiga bagian daun seperti disebutkan di atas dinamakan daun tidak lengkap (Tjitrosoepomo, 2001). Jenis-jenis tumbuhan yang berdaun lengkap misalnya: pinang sirih (Areca catechu) dan bambu (Bambusa spp., Gigantochloa spp., Dendrocalamus spp., Schizostachyum spp.). Jenis-jenis tumbuhan yang berdaun tidak lengkap misalnya: nangka (Artocarpus heterophylla), mangga (Mangifera indica), kemang (Mangifera caesia), bungur lilin (Lagerstroemia speciosa), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo manila (Manilkara zapota), sawo kecik (Manilkara kauki), duku (Lansium domesticum), tanjung (Mimusops elengi), damar kaca (Shorea javanica), dan lain sebagainya yang daunnya hanya terdiri atas helaian daun dan tangkai daun saja. Daun yang tergolong tidak lengkap pada tumbuhan terdiri atas banyak jenis sesuai dengan kondisi aslinya atau karena proses pertumbuhannya. Beberapa jenis daun tidak lengkap diuraikan satu per satu sebagai berikut (Samingan, 1982; Harlow, 1996; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun bertangkai. Daun bertangkai yaitu daun yang terdiri atas helaian daun dan tangkai daun saja. Daun bertangkai merupakan golongan daun yang dimiliki oleh banyak tumbuhan. Jenis-jenis pohon yang memiliki daun bertangkai misalnya: nangka (Artocarpus heterophylla), mangga (Mangifera indica), jabon (Anthocephalus chinensis), kelampayan (Anthocephalus cadamba), jati (Tectona grandis), gondang (Ficus variegata), mundu (Garcinia dulcis), salam (Eugenis polyantha), wareng (Gmelina arborea), dan lain sebagainya. 2. Filodia. Filodia atau daun semua (daun palsu) yaitu daun yang terbentuk dari pertumbuhan dan perkembangan tangkai daun. Filodia terbentuk pada saat fase semai (seedling) yang dimulai dengan gugurnya daun sejati namun tangkai daun sejati tidak ikut gugur, kemudian tangkai daun ini tumbuh dan berkembang memipih dan melebar membentuk
Ir. Indriyanto, M.P.
14
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
organ berstruktur daun. Jenis-jenis pohon yang daunnya berupa filodia atau berdaun semu adalah anggota genus Acacia, misalnya: akasia (Acacia auriculiformia), mangium (Acacia mangium), akasia daun lebar (Acacia alba), akasia daun kecil (Acacia decurrens), dan jenis akasia yang lainnya. 3. Daun duduk (sessilifolium). Daun duduk yaitu daun yang tangkainya sangat pendek dan tampak seperti tidak bertangkai daun, sehingga pangkal helaian daun kelihatan menempel pada buku-buku batang. Tipe daun duduk dapat dijumpai pada berbagai jenis semak tinggi, misalnya: tempuyung (Sonchus oleraceus) dan biduri (Calotropis gigantea). 4. Daun berpelepah. Daun berpelepah yaitu daun yang terdiri atas helaian daun dan pelepah daun. Daun berpelepah terdapat pada berbagai jenis tumbuhan Gramineae (tumbuhan golongan rumput), misalnya padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), jagung cantel (Andropogon sorghum), suket dondoman (Andropogon aciculatus), suket grinting (Cynodon dactylon), rumput gajah (Penisetum purpureum). Suatu tumbuhan kadang-kadang ada yang mempunyai organ tambahan yang tumbuh pada daerah nodus atau daerah buku-buku batang dan bentuknya menyerupai daun atau sisik. Organ tambahan yang dimaksukan misalnya: daun penumpu (stipula), selaput bumbung (ochrea atau ocrea), dan lidah-lidah (ligula). Penjelasan mengenai wujud dan kondisi masing-masing organ tambahan ini diuraikan sebagai berikut (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun penumpu yaitu organ tambahan yang tumbuh pada daerah bukubuku batang yang umumnya berupa dua helaian mirip daun kecil, terletak dekat pangkal tangkai daun, dan berguna untuk melindungi kuncup yang masih muda. Daun penumpu ini ada yang memiliki sifat mudah sekali gugur/rontok, ada juga yang mampu bertahan lama kemudian gugur bersama-sama dengan daunnya. Tumbuhan yang mempunyai daun penumpu disebut stipulatus, sedangkan tumbuhan yang tidak mempunyai daun penumpu disebut estipulatus. Jenis pohon yang memiliki daun penumpu misalnya: waru pantai (Hibiscus tiliaceus), tisuk (Hibiscus macrophyllus), meranti kelungkung (Shorea ovalis), lasi (Adina fagifolia), dan wiu (Garuga floribunda). Berdasarkan letaknya, daun penumpu dibedakan atas empat macam, yaitu stipula adnatae, stipula axillaris, stipula antidroma, dan stipula interpetiolaris. a. Stipula adnatae (stipula liberae) disebut juga daun penumpu bebas yaitu daun penumpu yang terletak di kanan kiri pangkal tangkai daun. b. Stipula axillaris (stipula intrapetiolaris) yaitu daun penumpu yang
15
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
berlekatan menjadi satu dan terletak pada ketiak (axill) daun. c. Stipula antidroma (stipula petiolo opposite) yaitu daun penumpu yang terletak pada buku-buku batang dan berseberangan letaknya dengan tangkai daun. d. Stipula interpetiolaris yaitu daun penumpu yang terletak pada bukubuku batang dan berada di antara dua tangkai daun pada buku yang sama. Daun penumpu ini pada umumnya terdapat pada tumbuhan yang tata daunnya berhadapan (opposite). 2. Selaput bumbung yaitu organ tambahan pada buku-buku batang, berbentuk selaput yang menyelubungi pangkal ruas batang, dan terletak di atas tangkai daun. Tumbuhan yang mempunyai selaput bumbung adalah Ficus spp., misalnya: gondang (Ficus variegata), karet kebo (Ficus elastica), dan bisoro (Ficus hispida). 3. Lidah-lidah yaitu organ tambahan pada daun, berbentuk selaput yang terdapat pada batas antara pelepah daun dengan helaian daun. Lidahlidah ini hanya terdapat pada jenis-jenis Gramineae atau tumbuhan golongan rerumputan, misalnya: rumput jali (Coix lacryma), rumput delingan (Pogonatherum paniceum), rumput lamur (Polytrias praemorsa), rumput tembagan (Ischaemum timorese), rumput jampang (Digitaria sanguinalis), rumput belulang (Eleusine indica), gelagah (Saccharum spontaneum), dan lain sebagainya.
Gambar 2.1 Bagian-bagian pada daun tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001) Ir. Indriyanto, M.P.
16
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
C. BENTUK HELAIAN DAUN Pada daun tunggal terdapat sebuah helaian yang disebut helaian daun atau folium, sedangkan pada daun majemuk terdapat lebih dari satu helaian yang disebut helaian anak daun atau foliolum (Tjitrosoepomo, 2001). Bentuk helaian daun maupun helaian anak daun juga mempunyai arti penting dalam taksonomi tumbuhan karena ada kalanya bentuk helaian daun maupun helaian anak daun pada suatu jenis tumbuhan adalah khas. Pada daun majemuk, bentuk helaian anak daun bagian ujung sering berbeda dibandingkan anak daun bagian samping, sehingga kedua anak daun tersebut harus mendapat perhatian dalam pengenalan pohon (Jones dan Luchsinger, 1987). Perlu diperhatikan bahwa di dalam menentukan bentuk helaian daun tidak boleh terpengaruh oleh adanya toreh atau lekukan (sinus) pada tepi daun, melainkan harus dilihat bahwa seakan-akan toreh atau lekukan tersebut tidak ada, serta harus memperhatikan letak bagian helaian daun yang terlebar. Suatu contoh bahwa daun-daun pada randu/kapuk (Ceiba pentandra) dan jarak kepyar (Ricinus communis) dikatakan mempunyai bentuk helaian daun bulat. Penetapan bentuk helaian daun tersebut akan menjadi jelas dan mudah dipahami apabila memperhatikan sembul-sembul atau tonjolan (angulus) yang ada pada tepi daun, kemudian ditarik sebuah garis melalui tiap ujung sembul sepanjang tepi daun, lalu diperhatikan bahwa garis tersebut akan membentuk bangun bulat atau mendekati bangun bulat yang menggambarkan bentuk dari helaian daunnya. Demikian pula apabila memperhatikan helaian daun sukun (Artocarpus communis) yang tepinya bertoreh, maka untuk menentukan bentuk helaian daunnya harus melihat bentuk garis yang menghubungkan tiap ujung sembul sepanjang tepi daun, kemudian diperhatikan bahwa garis tersebut akan membentuk bangun jorong (ovalis) yang menggambarkan bentuk dari helaian daunnya. Berdasarkan kepada bentuk helaian daun, maka secara umum bentuk daun tumbuhan terdiri atas: bentuk jarum, bentuk sisik kecil, bentuk garis, bentuk memanjang, bentuk lanset, bentuk lanset terbalik, bentuk bulat telur, bentuk bulat telur terbalik, bentuk elips, bentuk jorong, bentuk bulat, bentuk ginjal, bentuk jantung, bentuk segitiga sama sisi, bentuk belah ketupat, dan bentuk sudip (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987). Wujud masing-masing bentuk helaian daun dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut.
17
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
Gambar 2.2 Berbagai macam bentuk helaian daun tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987) Menurut Tjitrosoepomo (2001) bahwa bentuk-bentuk helaian daun tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan kepada letak bagian helaian daun yang terlebar, yaitu 1. daun-daun yang bagian tengah helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, 2. daun-daun yang bagian pangkal helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, 3. daun-daun yang bagian ujung helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, dan Ir. Indriyanto, M.P.
18
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
4. daun-daun yang helaian daunnya dari pangkal hingga ke ujung sama atau mendekati sama lebarnya. Daun-daun yang bagian tengah helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya dikelompokkan lagi bentuknya menjadi beberapa macam sebagai berikut (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun berbentuk memanjang (oblongus) yaitu daun yang panjang helaian daunnya lebih kurang 2,5 kali dari lebarnya, dengan kata lain panjang helai daun dibandingkan dengan lebarnya= 2,5 : 1. 2. Daun berbentuk jorong (ovalis) yaitu daun yang panjang helaian daunnya lebih kurang 1,5 kali dari lebarnya, dengan kata lain panjang helai daun dibandingkan dengan lebarnya= 1,5 : 1. 3. Daun berbentuk elips (ellipticus) yaitu daun yang panjang helaian daunnya lebih kurang 2 kali dari lebarnya, dengan kata lain panjang helai daun dibandingkan dengan lebarnya= 2 : 1. 4. Daun berbentuk bulat (orbicularis) yaitu daun yang panjang helaian daunnya sama dengan lebarnya, dengan kata lain panjang daun dibandingkan lebarnya= 1 : 1. 5. Daun berbentuk perisai (peltatus) yaitu daun berbentuk bulat yang tangkai daunnya terletak di bagian tengah helaian daun, bukan di bagian pangkal helaian daun. 6. Daun berbentuk belah ketupat (rhomboideus) yaitu daun yang helaian daunnya berbentuk segi empat dengan panjang sisi yang sama, tetapi sudut-sudutnya berbeda. Daun-daun yang bagian pangkal helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya dikelompokkan lagi bentuknya menjadi beberapa macam sebagai berikut (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987). 1. Daun berbentuk lanset (lanceolatus) yaitu daun yang panjang helaian daunnya lebih kurang 3—5 kali dari lebarnya. Bagian terlebar dari helaian daun terletak pada sepertiga dari panjang daun dari pangkal, kemudian menyempit pada ujung daun. 2. Daun berbentuk bulat telur (ovatus) yaitu daun yang bagian helaian daunnya terlebar terletak dekat pada pangkal daun. 3. Daun berbentuk segi tiga (triangularis) yaitu daun yang helaian daunnya berbentuk delta atau segi tiga sama kaki atau segi tiga sama sisi. 4. Daun berbentuk jantung (cordatus) yaitu daun yang helaian daunnya berbentuk seperti bulat telur, tetapi pangkal daun berlekuk dan ujung
19
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
daun runcing. 5. Daun berbentuk ginjal (reniformis) yaitu daun yang helaian daunnya pendek dan lebar, pangkal daun berlekuk dangkal, dan ujung daun tumpul atau membulat. 6. Daun berbentuk sisik kecil (lepidotus) yaitu daun yang helaian daunnya kecil, pendek, ujung meruncing tajam, dan pangkalnya melebar. Daun-daun yang bagian ujung helaian daunnya berukuran lebih lebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya dikelompokkan lagi bentuknya menjadi beberapa macam sebagai berikut (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987). 1. Daun berbentuk lanset terbalik (oblanceolatus) yaitu daun yang memiliki bagian terlebar dari helaian daun terletak pada sepertiga panjang daun dari ujung dan menyempit pada pangkal daun, kemudian ujung helaian daunnya runcing ataupun meruncing. 2. Daun berbentuk sudip (spathulatus) yaitu daun yang memiliki helaian daun panjang, kemudian sepertiga dari panjang helaian daun di bagian ujung berukuran lebih lebar, lalu bagian lain dari helaian daun tersebut menyempit ke arah pangkal daun. Sesungguhnya bentuk sudip hampir sama dengan bentuk lanset terbalik (lanset sungsang), tetapi ujung helaian daunnya tumpul atau membulat. 3. Daun berbentuk bulat telur terbalik (obovatus) yaitu daun yang helaian daunnya berbentuk bulat telur, tetapi bagian yang lebar terdapat di dekat ujung daun. Daun-daun yang helaian daunnya dari pangkal hingga ke ujung sama atau mendekati sama lebarnya dikelompokkan lagi bentuknya menjadi beberapa macam sebagai berikut (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987). 1. Daun berbentuk jarum (acicularis atau acerosus) yaitu daun yang helaian daunnya sangat panjang dan meruncing. Daun berbentuk jarum terdapat pada jenis-jenis pohon anggota famili Pinaceae. 2. Daun berbentuk garis (linearis) yaitu daun yang helaian daunnya sangat panjang dibandingkan lebarnya, kemudian sisi helaian daun hampir sejajar. Daun berbentuk garis terdapat pada berbagai anggota famili Gramineae. D. BENTUK TEPI DAUN Bentuk tepi daun tumbuhan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk tepi daun rata (integer) dan bentuk tepi daun bertoreh (divisus). Dengan demikian secara garis besar juga terdapat dua macam daun berdasarkan bentuk tepi daunnya, yaitu daun bertepi
Ir. Indriyanto, M.P.
20
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
rata dan daun bertoreh (bertepi tidak rata). Namun demikian ada kalanya tumbuhan memiliki daun dengan kondisi tepi helaian daunnya tergulung ke bawah, sehingga disebut daun tergulung/revolutus (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun bertepi rata yaitu daun yang bagian pinggir helaiannya tidak terdapat lekukan maupun tonjolan. Jenis pohon yang memiliki daun bertepi rata misalnya: mangga (Mangifera indica), jambu air (Eugenia aquea), jamblang besar (Eugenia jambolana), jamblang kecil (Eugenia cumini), dammar kaca (Shorea javanica), wareng (Gmelina arborea), bintangur (Calophyllum inophyllum), dan lain sebagainya. 2. Daun bertoreh atau bertepi tidak rata yaitu daun yang bagian pinggir helaiannya terdapat lekukan dan tonjolan. Lekukan pada pinggir helaian daun bertoreh disebut sinus (tepi daun yang menjorok ke dalam), sedangkan tonjolan pada pinggir helaian daun bertoreh disebut angulus (tepi daun yang menonjol ke luar). Jenis pohon yang memiliki daun bertoreh misalnya: sukun (Artocarpus communis), bendo (Artocarpus elasticus), pasang (Quercus robur), bayur burung (Pterospermum diversifolium), rukam (Flacourtia rukam), sedangkan tumbuhan semak yang daunnya bertoreh misalnya pulutan (Urena lobata), kapas (Gossypium herbaceum), dan lain sebagainya. Pada daun yang helaian daunnya bertoreh, maka toreh tersebut beranekaragam bentuknya yaitu ada toreh yang dangkal, ada toreh yang dalam, ada yang besar, dan ada juga toreh yang kecil. Mengingat beranekaragam sifat toreh pada helaian daun, maka toreh tersebut kadangkadang bisa memengaruhi atau mengubah bentuk asli daun. Toreh pada helaian daun yang tidak memengaruhi bentuk asli daun yaitu toreh-toreh yang dangkal dan letaknya tidak bergantung pada arah tulang-tulang daun. Adapun toreh pada helaian daun yang mempengaruhi bentuk asli daun yaitu toreh-toreh yang sangat besar atau sangat dalam dan terdapat di antara tulang-tulang daun. Oleh karena itu, secara khusus bentuk tepi daun suatu jenis tumbuhan menjadi beranekaragam, misalnya bentuk rata, agak bergelombang, bergelombang dalam, bergigi tumpul, bergigi tumpul ganda, bergigi tajam, bergerigi, bergerigi ganda, bercangap, berbagi, dan berbagi tajam. Daun yang bentuk tepi helaiannya tidak memengaruhi bentuk asli daun terdiri atas beberapa macam sebagai berikut (Samingan, 1982). 1. Daun bertepi rata (entire) yaitu daun yang bagian pinggir helaian daunnya tanpa sembul atau gigi, dan tanpa toreh. 2. Daun bertepi agak bergelombang (repandus) yaitu daun yang bagian pinggir helaian daunnya bertoreh, tetapi sinus maupun angulus sama-
21
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
sama tumpul dan sangat dangkal. 3. Daun bergelombang (sinnatus) yaitu daun yang bagian pinggir helaian daunnya bertoreh, tetapi sinus maupun angulus sama-sama tumpul dan agak dalam. 4. Daun bergigi tumpul (crenatus) yaitu daun yang bagian pinggir helaian daunnya bertoreh dengan sinus tajam dan angulus tumpul. 5. Daun bergigi tumpul ganda (bicrenatus) yaitu daun bergigi tumpul yang bagian angulusnya lebar dan bergigi tumpul lagi. 6. Daun bergigi tajam (dentatus) yaitu daun yang helaian daunnya bertoreh dengan sinus tumpul dan angulusnya lancip atau tajam. 7. Daun bergerigi (serratus) yaitu daun yang helaian daunnya bertoreh dengan sinus maupun angulusnya lancip atau tajam. 8. Daun bergerigi ganda (biserratus) yaitu daun bergerigi yang bagian angulusnya lebar dan bergerigi lagi. Adapun yang bentuk tepi helaiannya memengaruhi bentuk asli daun terdiri atas beberapa macam sebagai berikut (Samingan, 1982; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun bercangap atau berlekuk (lobatus) yaitu daun yang bagian pinggir helaiannya bertoreh dengan angulus tumpul dan sinus memiliki kedalaman lebih kurang setengah dari panjang tulang-tulang daun yang terdapat di kanan kirinya. 2. Daun berbagi (partitus) yaitu daun yang bagian pinggirs helaiannya bertoreh dengan kedalaman sinus lebih dari setengah panjang tulangtulang daun yang terdapat di kanan kirinya. 3. Daun berbagi tajam (pinnatifidus) yaitu daun yang bagian pinggir helaiannya bertoreh dengan kedalaman sinus hampir mencapai tulang daun tengah. Berbagai bentuk tepi/pinggir helaian daun pada tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut.
Ir. Indriyanto, M.P.
22
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
Gambar 2.3
Bentuk-bentuk tepi daun pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987)
Bagi tumbuhan yang daunnya bertoreh perlu dikemukakan kedekatan bentuknya dengan bentuk-bentuk tepi daun seperti dikemukakan di atas pada saat seseorang mendeskripsikan suatu jenis pohon, kemudian harus mengemukakan juga perkiraan bentuk daun yang sesungguhnya berdasarkan salah satu dari bentuk-bentuk daun yang terdapat pada Gambar 2.2 . Hal yang demikian ini merupakan suatu cara yang penting untuk menggali sifat-sifat bentuk organ yang dimiliki suatu jenis tumbuhan. E. BENTUK PANGKAL DAN UJUNG DAUN Pangkal daun (base of leaf blade atau basis folii) adalah bagian helaian daun yang terletak dekat dengan tangkai daun. Ujung daun (apex of leaf blade atau apex folii) adalah bagian helaian daun yang terletak paling jauh dari tangkai daun. Pangkal dan ujung daun pada tumbuh-tumbuhan 23
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
memperlihatkan bentuk yang beranekaragaman, oleh karena itu kondisi yang demikian merupakan variasi sifat bentuk daun yang dimiliki suatu jenis tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987). Bentuk-bentuk pangkal daun yang sering dijumpai pada berbagai jenis tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi enam macam, serta dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut (Jones dan Luchsinger, 1987). 1. Daun berbangkal runcing (acute atau acutus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya menyempit dan diakhiri dengan bentuk sudut. Daun berpangkal runcing pada umumnya terdapat pada daun bentuk oblongus/memanjang, lanset, belah ketupat, dan bentuk elips. 2. Daun berpangkal meruncing (acuminate atau cuneate atau acuminatus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya menyempit perlahanlahan hingga ke titik pangkal. Daun berpangkal meruncing pada umumnya terdapat pada daun bentuk sudip, lanset terbalik, dan bulat telur terbalik. 3. Daun berpangkal tumpul (obtuse atau obtusus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya agak menyempit dan berakhir dengan bentuk bulat atau tumpul. Daun berpangkal tumpul pada umumnya terdapat pada bentuk bulat telur dan jorong. 4. Daun berpangkal membulat (rounded atau rotundatus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya melengkung atau membusur penuh. Daun berpangkal membulat pada umumnya terdapat pada daun bentuk bulat, jorong, dan bulat telur. 5. Daun berpangkal rata (truncate atau truncatus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya tampak rata seperti terpotong melintang. Daun berpangkal rata pada umumnya terdapat pada daun bentuk segitiga sama sisi. 6. Daun berpangkal berlekuk (emarginate atau auriculate atau emarginatus) yaitu daun yang bentuk pangkal helaian daunnya bertakik lebar maupun sempit, dangkal maupun dalam. Daun berpangkal berlekuk pada umumnya terdapat pada daun yang berbentuk ginjal dan jantung.
Ir. Indriyanto, M.P.
24
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk pangkal daun pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987) Adapun bentuk-bentuk ujung daun yang sering dijumpai pada berbagai jenis tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam, serta dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut (Samingan, 1982; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun berujung runcing (acute atau acutus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya menyempit dan diakhiri dengan bentuk sudut lancip (sudut < 900). Daun berujung runcing biasanya terdapat pada daun bentuk oblongus/memanjang, lanset, segitiga sama sisi, dan daun bentuk belah ketupat. 2. Daun berujung meruncing (acuminate atau acuminatus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya menyempit perlahan-lahan hingga ke titik ujung daun, sehingga ujung daun tampak sempit, panjang, dan runcing. Daun berujung meruncing pada umumnya terdapat pada daun bentuk lanset dan jantung. 3. Daun berujung tumpul (obtuse atau obtusus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya agak menyempit dan berakhir dengan bentuk bulat atau tumpul. Daun berujung tumpul pada umumnya terdapat pada daun bentuk bulat telur terbalik dan sudip. 4. Daun berujung membulat (rounded atau rotundatus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya melengkung atau membusur penuh. 25
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
Daun berujung membulat pada umumnya terdapat pada daun bentuk bulat, akan tetapi kadang-kadang terdapat juga pada daun yang bentuk jorong dan ginjal. 5. Daun berujung rata (truncate atau truncates) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya tampak rata seperti terpotong melintang pada ujung daun tersebut. Daun berujung rata pada umumnya terdapat pada daun bentuk sudip. 6. Daun berujung terbelah atau berlekuk (emarginate atau emarginatus atau auriculatus atau retusus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya bertakik lebar maupun sempit, betakik dangkal maupun dalam. Daun berujung terbelah pada umumnya terdapat pada daun bentuk memanjang dan bulat telur terbalik. 7. Daun berujung berduri (mucronate atau mucronatus) yaitu daun yang bentuk ujung helaian daunnya tertutup oleh jaringan keras, runcing, dan berbeda jelas dengan helaian daunnya. Daun berujung berduri kadangkadang dijumpai pada daun bentuk garis.
Gambar 2.5 Bentuk-bentuk ujung daun pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987) F. TIPE PERTULANGAN DAUN Pertulangan daun disebut venatio atau nervatio (Tjitrosoepomo, 2001). Pertulangan daun adalah susunan dari tulang-tulang dan urat-urat pada helaian daun dan helaian anak daun (Jones dan Luchsinger, 1987). Tulang-tulang daun dan urat-urat daun merupakan bagian daun yang berfungsi untuk:
Ir. Indriyanto, M.P.
26
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
1. memberikan kekuatan pada daun, sehingga seluruh tulang daun dan urat daun disebut rangka daun (sceleton), 2. jalan pengangkutan zat-zat (air beserta garam-garam mineral yang terlarut di dalamnya) yang diambil tumbuhan dari tanah untuk proses fotosintesis dalam daun, 3. jalan pengangkutan hasil-hasil fotosintesis dari daun ke organorgan tumbuhan lainnya yang memerlukan zat-zat tersebut untuk pertumbuhan. Apabila dilihat dari ukuran besar atau kecilnya tulang daun, maka tulang-tulang daun pada setiap jenis tumbuhan dibedakan atas tiga macam yaitu tulang utama daun (costa), cabang tulang daun (nervus lateralis), dan urat daun (vena) (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Masing-masing bagian dari sistem pertulangan daun diuraikan sebagai berikut. 1. Tulang utama daun juga disebut ibu tulang daun yaitu perpanjangan tangkai daun mulai dari pangkal helaian daun hingga ke ujung helaian daun, memiliki ukuran paling besar dibandingkan tulang-tulang daun lainnya, dan biasanya berada di tengah-tengah helaian daun. Daun yang tulang utama daunnya tepat berada di tengah-tengah helaian daun disebut daun simetris. Kadang-kadang juga dijumpai daun suatu tumbuhan yang tulang utama daunnya tidak berada tepat di tengahtengah helaian daun, sehingga kedua bagian helaian daun di sebelah kanan dan kiri tulang daun utama menjadi tidak setangkup. Daun yang kondisinya demikian disebut daun asimetris. 2. Cabang tulang daun yaitu tulang daun yang memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan tulang utama daun dan berpangkal pada tulang utama daun atau berpangkal pada cabang tulang daun. Dengan demikian, ada dua jenis cabang tulang daun yaitu cabang tulang daun tingkat satu dan cabang tulang daun tingkat dua. Cabang tulang daun tingkat satu yaitu cabang tulang daun yang berpangkal pada tulang utama daun. Cabang tulang daun tingkat dua yaitu cabang tulang daun yang berpangkal pada cabang tulang daun tingkat satu. Cabang tulang daun tingkat satu pada setiap jenis tumbuhan mempunyai pola susunan yang berbeda, serta memiliki kemungkinan pola susunan di antara tiga pola di bawah ini. a. Cabang tulang daun tingkat satu tumbuh hingga mencapai tepi helaian daun. b. Cabang tulang daun tingkat satu berhenti sebelum mencapai tepi helaian daun. c. Cabang tulang daun tingkat satu tumbuh mencapai dekat tepi helaian daun, kemudian membengkok ke atas (ke arah ujung daun) dan bertemu dengan tulang cabang yang ada di atasnya, sehingga
27
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
sepanjang tepi helaian daun terdapat tulang daun yang hampir sejajar dengan tepi daun atau kadang-kadang tampak berombak. Cabangcabang tulang daun yang tersusun seperti ini dinamakan tulang pinggir daun atau tulang tepi daun. 3. Urat-urat daun yaitu tulang-tulang daun yang berukuran paling kecil dan lembut, serta membentuk susunann seperti jala atau kisi-kisi. Jika pada setiap daun tumbuhan diperhatikan susunan tulang daunnya, maka pertulangan daun pada daun tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe tulang daun, yaitu tipe tulang daun paralel, tipe tulang daun menjari, tipe tulang daun menyirip, tipe tulang daun melengkung, dan tipe tulang daun dikotom (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Masing-masing tipe tulang daun tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6 serta diuraikan satu demi satu sebagai berikut. 1. Tipe tulang daun paralel (parallel atau rectinervis) juga disebut tipe tulang daun tertutup atau tipe tulang daun sejajar yaitu susunan tulangtulang daun yang hampir sejajar satu sama lain mulai dari pangkal hingga ujung helaian daun. Pada setiap tulang daun dihubungkan satu sama lain oleh urat-urat daun melintang, sehingga membentuk sistem pertulangan yang tertutup. Tipe tulang daun paralel pada umumnya terdapat pada daun yang bentuk garis (linearis). Jenis tumbuhan bertulang daun paralel misalnya: bambu apus (Gigantochloa apus), bambu ater (Gigantochloa ater), bamboo andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu kuning (Bambusa vulgaris), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea), kelapa (Cocos nucifera), nipa (Nypa fruticans), nibung (Oncosperma tigillarium), pinang (Pinanga kuhlii), pinang jawa (Pinanga javana), pinang sirih (Areca catechu), rotan manau (Calamus manan), rotan lilin (Calamus javensis), rotan sega (Calamus caesius), rotan jernang (Daemonorops draco), sagu (Metroxylon sagu), aren (Arenga pinnata), kayu manis (Cinnamomum zaylanicum), damar (Agathis loranthifolia), damar pilau (Agathis celebica), damar putih (Agathis alba), dan lain sebagainya. 2. Tipe tulang daun menjari (palmate atau palminervis) yaitu susunan tulang-tulang daun (tiga atau lebih tulang daun) yang berasal dari kangkai daun kemudian terentang atau memencar membentuk seperti susunan jari-jari tangan. Jumlah tulang daun yang tersusun menjari ini pada umumnya ganjil, tulang daun bagian tengah paling besar dan paling panjang, sedangkan tulang daun yang ke samping lebih pendek. Tipe tulang daun menjari ini pada umumnya terdapat pada daun berbentuk bulat. Jenis tumbuhan bertulang daun menjari misalnya: palas biru
Ir. Indriyanto, M.P.
28
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
(Licuala valida), palas duri (Licuala spinosa), palas payung (Licuala grandis), gebang (Corypha elata), lontar (Borassus flabellifer), serdang (Livistona rotundifolia), jarak kepyar (Ricinus communis), anggur (Vitis vinifera), dan lain sebagainya. 3. Tipe tulang daun menyirip (pinnate atau penninervis) yaitu susunan tulang-tulang daun yang terdiri atas satu ibu tulang daun memanjang dari pangkal helaian daun ke ujung, sedangkan tulang-tulang cabang berpangkal pada ibu tulang daun dan tersusun seperti sirip ikan. Tipe tulang daun menyirip pada umumnya dimiliki oleh tumbuhan berkeping biji dua (Dicotyledoneae). Jenis tumbuhan bertulang daun menyirip misalnya: bintangur (Calophyllum inophyllum), bintangur sulatri (Calophyllum soulatri), pulai (Alstonia scholaris), pulai gabus (Alstonia spatulata), pulai putih (Alstonia pneumatophora), pulai hitam (Alstonia angustiloba), jamblang besar (Eugenia jambolana), jamblang kecil (Eugenia cumini), kedondong manis (Spondias cytherea), kedondong hutan (Spondias pinnata), jelutung (Dyera costulata), sawo kecik (Manilkara kauki), dan lain sebagainya. 4. Tipe tulang daun melengkung (arcuate atau cervinervis) yaitu susunan tulang-tulang daun yang terdiri atas satu ibu tulang daun memanjang dari pangkal helaian daun ke ujung, sedangkan tulang-tulang cabang berpangkal pada ibu tulang daun kemudian merentang melengkung menuju ke ujung daun hampir sejajar dengan tepi daun. Jenis pohon yang bertulang daun melengkung misalnya: burahol (Stelechocarpus burahol), kecapi (Sandoricum koetjape), eben (Diospyros celebica), namnam (Cynometra cauliflora), ketapang (Terminalia catappa), jambu biji (Psidium guajava), mangga (Mangifera indica), duku (Lansium domesticum), rambutan (Nephelium lappaceum), cempaka (Michelia champaca), kemiri (Aleurites moluccana), gondang (Ficus variegate), damar kaca (Shorea javanica), medang kunyit (Litsea angulata), dan lain sebagainya. 5. Tipe tulang daun dikotom (dichotomi atau dicotomus) yaitu susunan tulang-tulang daun yang berasal dari ujung tangkai daun kemudian terentang, dan setiap tulang daun tersebut bercabang dua. Tipe tulang daun seperti ini untuk pohon hanya terdapat pada pohon ginggo (Ginkyo biloba).
29
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
Gambar 2.6 Bentuk-bentuk pertulangan daun pada tumbuhan (Samingan, 1982) G. TATA LETAK DAUN PADA BATANG Batang pohon merupakan sumbu tubuh pohon yang pada batang ini terdapat buku-buku batang atau disebut nodus. Pada buku-buku batang tumbuh daun, tunas, bunga, dan kadang-kadang terdapat daun penumpu. Pada tumbuhan yang berakar gantung misalnya beringin, maka akar gantung tersebut tumbuh pada bagian buku-buku batang (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Perlu diketahui bahwa daun suatu jenis pohon hanya terdapat pada batang atau cabangnya. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa bagian batang atau cabang-cabang tempat melekatnya daun dinamakan buku-buku batang, sedangkan bagian batang antara dua buku-buku batang dinamakan ruas atau internodus (internodium). Tata letak daun tumbuhan pada batang atau cabangnya tidak selalu sama antara berbagai jenis. Tata letak daun pada batang atau cabang memiliki suatu pola tertentu yang bisa menjadi penciri jenis, genus, ataupun famili. Dengan demikian, tata letak daun pada batang atau cabang merupakan aturan mengenai letak daun-daun pada batang atau cabang tumbuhan. Istilah yang sering digunakan untuk menyebut tata letak daun pada batang atau cabang adalah phyllotaxy (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987) Apabila seseorang mengamati letak daun pada batang berbagai jenis tumbuhan akan menjumpai perbedaan tata letak daunnya. Tumbuhan yang sejenis memiliki tata letak daun yang pasti sama. Sebaliknya tumbuhan yang berbeda jenisnya memiliki tata letak daun yang kemungkinan sama dan kemungkinan berbeda sesuai dengan tingkat kekerabatannya. Oleh karena itu, tata letak daun bisa dipakai sebagai pengenal suatu jenis pohon. Tata letak daun (phyllotaxy) pada umumnya merupakan suatu sifat yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi jenis pohon, karena pada Ir. Indriyanto, M.P.
30
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
beberapa genus ternyata tata letak daunnya ( phyllotaxy) memiliki pola yang sama atau hampir sama dengan tata bunga (inflorescence). Tata letak daun pada batang atau cabang dapat diketahui dengan mengamati terlebih dahulu jumlah daun yang terdapat pada satu bukubuku batang (nodus), sehingga dijumpai kemungkinan jumlah daun pada setiap buku-buku batang sebagai berikut. 1. Kemungkinan yang pertama adalah pada setiap buku-buku batang hanya terdapat satu daun. 2. Kemungkinan yang ke dua adalah pada setiap buku-buku batang terdapat dua daun yang letaknya berhadapan. 3. Kemungkinan yang ke tiga adalah pada setiap buku-buku batang terdapat lebih dari dua daun. Berdasarkan kepada kemungkinan jumlah daun pada setiap bukubuku batang seperti di atas, maka tata daun dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu tata daun berseling atau tersebar, tata daun berhadapan, tata daun berhadapan bersilang, dan tata daun berkarang atau berlingkar (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987; Hardin et al., 2000; Tjitrosoepomo, 2001). Tiap-tiap macam tata daun diuraikan secara jelas sebagai berikut serta dapat dilihat pada Gambar 2.7. 1. Tata daun berseling atau tersebar (alternate atau folia sparsa) yaitu suatu tata daun yang pada setiap nodus hanya ada satu helai daun, sehingga jika diamati secara seksama akan tampak bahwa daun-daun tersebut tertata pada garis spiral yang melingkari batang, dahan, atau ranting. Pada pengamatan tata daun berseling, penentuan jumlah daun dalam tiap putaran spiral yang lengkap adalah sangat penting, karena hal tersebut sering kali merupakan keadaan yang sama untuk seluruh anggota genus, bahkan kadang-kadang merupakan keadaan yang sama pada semua anggota suatu famili tumbuhan. Di dalam pengamatan tata daun berseling, cabang tumbuhan dipegang dalam keadaan tegak dan dua daun yang berada pada satu garis vertikal dijadikan batas pengamatan tata daun ini. Dengan tidak mengikutsertakan daun pertama ke dalam hitungan, maka ikuti spiral ke arah daun berikutnya sambil menghitung daun-daun yang terdapat pada garis spiral termasuk daun terakhir yang berada pada satu garis vertikal dengan daun pertama. Selain itu, mencatat juga jumlah putaran (spiral) yang dibuat melingkari cabang ketika menghitung jumlah daun tersebut. Perbandingan antara jumlah putaran (spiral) yang melingkari cabang dengan jumlah daun yang dilewati spiral (tanpa menghitung daun yang pertama) merupakan suatu bilangan pecahan yang nilainya tetap untuk satu jenis tumbuhan. Jika jumlah putaran adalah a kali, dan jumlah daun yang dilewati adalah
31
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
b, maka perbandingan kedua bilangan ini merupakan pecahan a/b yang dinamakan rumus daun atau rumus divergensi atau rumus jenis phyllotaxy. Oleh karena itu, jika diproyeksikan pada bidang datar akan diperoleh sudut antara dua daun berturut-turut yang besarnya sama dengan a/b x 3600, dan disebut sudut divergensi. Kemungkinan bilangan pecahan yang diperoleh dari rumus daun tersebut adalah 1/2, 1/3, 2/5, 3/8, 5/13, 8/21, …, …. dan seterusnya, sehingga membentuk suatu deret bilangan yang disebut Deret Fibonacci. Di atas dikemukakan bahwa untuk mencapai dua daun yang tegak lurus (berada pada satu garis vertikal) telah melewati sejumlah b daun, oleh karena itu sesungguhnya pada cabang (dahan dan ranting) terdapat sejumlah b garis-garis vertikal yang disebut ortostik, sedangkan garis spiral yang menghubungkan daun-daun disebut spiral genetik. Jenis-jenis pohon yang tata daunnya berseling misalnya: ramin (Gonystylus bancanus), damar kaca (Shorea javanica), meranti rambai (Shorea acuminata), meranti tembaga (Shorea leprosula), tengkawang tungkul (Shorea stenoptera), cengal (Hopea sangal), kemang (Mangifera caesia), ketapang (Terminalia catappa), tanjung (Mimusops elengi), rukam (Flacourtia rukam), kersen (Muntingia calabura), maja (Aegle marmelos), sirsak (Annona muricata), dadap ayam (Erythrina variegata), durian (Durio zibethinus), pala (Myristica fragrans), dan lain sebagainya 2. Tata daun berhadapan (opposite atau folia opposita) yaitu suatu tata daun yang pada setiap nodus terdapat dua daun yang letaknya berhadapan dan searah antarnodus. Jenis-jenis pohon yang tata daunnya berhadapan misalnya: damar (Agathis loranthifolia), damar putih (Agathis alba), jambu biji (Psidium guajava), jambu air (Eugenia aquea), salam (Eugenia polyantha), tangkil (Gnetum gnemon), leda (Eucalyptus deglupta), dan lain sebagainya. 3. Tata daun berhadapan bersilang (folia decussata) yaitu suatu tata daun yang pada setiap nodus terdapat dua daun yang letaknya berhadapan, kemudian daun berhadapan yang terdapat pada suatu nodus itu membentuk suatu susunan silang dengan dua daun di bawahnya atau di atasnya, sehingga tata daun demikian disebut berhadapan bersilang. Jenis-jenis pohon yang tata daunnya berhadapan bersilang misalnya: jati (Tectona grandis), laban (Vitex pubescens), sungkai (Peronema canescens), wareng (Gmelina arborea), legundi (Vitex trifolia), apiapi (Avicennia marina), mengkudu (Morinda citrifolia), dan lain sebagainya. 4. Tata daun berkarang atau berlingkar (verticillate atau folia verticillata) yaitu tata daun yang setiap nodus terdapat lebih dari dua daun. Jenis-
Ir. Indriyanto, M.P.
32
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
jenis pohon yang tata daunnya berkarang misalnya: pulai (Alstonia scholaris), pulai gabus (Alstonia spatulata), pulai putih (Alstonia pneumatophora), pulai hitam (Alstonia angustiloba), jelutung (Dyera costulata), pulai pandak (Rauwolfia serpentina), dan lain sebagainya . Tumbuh-tumbuhan dengan tata daun berkarang maupun berhadapan tidak dapat ditentukan rumus daunnya seperti pada tata daun berseling/ tersebar, akan tetapi pada duduk daun demikian hanya bisa diperlihatkan garis ortostik yang menghubungkan daun-daun yang tegak lurus satu sama lain.
Gambar 2.7 Tata letak daun pada batang tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987) H. KOMPOSISI DAUN Komposisi daun adalah jumlah helaian daun dan helaian anak daun, serta susunannya pada tangkai daun. Sebagaimana pentingnya kegunaan tata letak daun pada batang dari segi taksonomi tumbuhan, bahwa komposisi daun juga sangat berguna dari segi taksonomi karena seringkali hal ini merupakan keadaan yang sama untuk seluruh anggota genus, bahkan kadang-kadang sama untuk seluruh anggota famili tumbuhan tertentu. Daun tumbuhan ditinjau dari komposisinya dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu daun tunggal dan daun majemuk. Daun majemuk dikelompokkan lagi menjadi dua macam, yaitu daun majemuk menyirip dan daun majemuk menjari. Masing-masing tipe daun berdasarkan komposisinya dapat dilihat pada Gambar 2.8, serta dijelaskan pada uraian sebagai berikut. 1. Daun tunggal (simple leaf atau folium simplex) yaitu daun yang pada sebuah tangkainya hanya terdiri atas satu helaian daun. Helaian daun pada daun tunggal disebut lamina (blade), sedangkan tangkai
33
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
daunnya disebut petiolus (petiole). Jenis-jenis pohon yang berdaun tunggal misalnya: saninten (Castanopsis argentea), keruing minyak (Dipterocarpus appendiculatus), durian burung (Durio carinatus), berbagai jenis damar (Agathis spp.) mangga (Mangifera indica), duku (Lansium domesticum), jati (Tectona grandis), jelutung (Dyera costulata), dan lain sebagainya. 2. Daun majemuk (compound leaf atau folium compositum) yaitu daun yang pada sebuah tangkainya terdiri atas lebih dari satu helaian daun. Helaian-helaian daun pada daun majemuk disebut anak daun (leaflet/ pinnae atau foliolum). Tangkai daun disebut petiolus communis, tangkai anak daun disebut petiololus (petiolule), dan tangkai yang menopang petiololus disebut rachis atau tangkai daun persekutuan. Jenis-jenis pohon yang berdaun majemuk misalnya: merbau pantai (Intsia bijuga), merbau darat (Intsia palembanica), sengon laut (Paraserianthes falcataria), lamtorogung (Leucaena leucocephala), petai (Parkia speciosa), kedawung (Parkia roxburghii), turi bunga merah (Sesbania grandiflora), angsana (Pterocarpus indicus), asam landi (Pithecellobium dulce), asam jawa (Tamarindus indica), kecapi (Sandoricum koetjape), matoa (Pometia pinnata), dan lain sebagainya. Berdasarkan kepada susunan anak daun dan jumlahnya pada tangkai daun (petiolus) maupun pada rachis, maka daun majemuk dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu daun majemuk menyirip dan daun mejemuk menjari. Berdasarkan kepada jenis anak daunnya, maka daun majemuk menyirip dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu daun majemuk menyirip tunggal dan daun majemuk menyirip ganda. Adapun berdasarkan kepada jumlah anak daunnya, maka daun majemuk menyirip dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu daun majemuk menyirip gasal/ ganjil dan daun majemuk menyirip genap. Penjelasan mengenai arti masing-masing tipe daun majemuk diuraikan sebagai berikut (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Daun majemuk menyirip tunggal (pinnately compound atau pinnatus) yaitu daun majemuk yang anak daunnya (pinnae) tersusun secara menyirip sepanjang dan di kanan kiri rachis. Jenis-jenis pohon yang daunnya majemuk menyirip tungal misalnya: kasia (Cassia multijuga), mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni), turi bunga putih (Sesbania bispinosa), dan lain sebagainya. 2. Daun majemuk menyirip ganda (bipinnate atau bipinnatus) yaitu daun majemuk menyirip yang memiliki anak-anak daun (pinnule) dan pinnule tersebut tersusun secara menyirip sepanjang dan di kanan kiri subrachis. Jenis-jenis pohon yang daunnya majemuk menyirip ganda
Ir. Indriyanto, M.P.
34
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
misalnya: petai (Parkia speciosa), weru (Albizia procera), sengon laut (Paraserianthes falcataria), dan lain sebagainya. 3. Daun majemuk menyirip gasal/ganjil (odd-pinnate atau impair-pinnatus) yaitu daun majemuk menyirip yang jumlah anak daunnya gasal atau ganjil. Jenis-jenis pohon yang daunnya majemuk menyirip gasal misalnya: kempas (Koompassia malaccensis), ceremai (Phyllanthus acidus), kenari solo (Canarium asperum), wiu (Garuga floribunda), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), gamal (Gliricidia maculata), dan lain sebagainya. 4. Daun majemuk menyirip genap (even-pinnate atau obrupte-pinnatus) yaitu daun majemuk menyirip yang jumlah anak daunnya genap. Jenisjenis pohon yang daunnya majemuk menyirip genap misalnya: merbau pantai (Intsia bijuga), matoa (Pometia pinnata), johar (Cassia siamea), dan lain sebagainya. 5. Daun majemuk menjari (palmate atau palmatus) yaitu daun majemuk yang anak daunnya melekat di ujung rachis. Perlu diingat bahwa pada daun majemuk menjari, jumlah anak daun yang melekat di ujung rachis pada umumnya tiga, lima, atau lebih dari lima. Jenis-jenis pohon yang daunnya majemuk menjari misalnya: randu (Ceiba pentandra), randu alas (Gossampinus malabarica), dan lain sebagainya.
Gambar 2.8 Komposisi daun pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987) 35
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
I. KONDISI PERMUKAAN DAUN Kondisi permukaan daun adalah kondisi permukaan atas dan bawah helaian daun maupun helaian anak daun. Kondisi permukaan daun bervariasi antarjenis tumbuhan disebabkan perbedaan warna yang tampak, kesan raba, ketebalan helaian daun, besar/kecilnya tulang dan urat daun, ada atau tidaknya bulu, ada atau tidaknya duri pada tulang daun, dan kondisi bulu pada permukaan helaian daun (Samingan, 1982). Warna permukaan atas helaian daun pada umumnya berbeda dibandingkan dengan bagian permukaan bawah. Permukaan atas helaian daun pada umumnya tampak lebih hijau, lebih licin, dan lebih mengkilap dibandingkan dengan permukaan bawah helaian daun. Perbedaan ini disebabkan oleh karena warna hijau daun lebih banyak terdapat di lapisan atas helaian daun daripada di lapisan bawahnya. Meskipun demikian, kadang-kadang pada permukaan daun terdapat organ tambahan baik berupa sisik, bulu, duri, ataupun kelenjar, sehingga menyebabkan beranekaragamnya sifat permukaan daun pada jenis tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Kondisi permukaan daun pada jenis tumbuhan angiospermae memberikan banyak sifat taksonomik yang sangat berharga, meskipun peristilahannya cenderung agak subjektif dan dalam praktek sukar diterapkan (Jones dan Luchsinger, 1987; Harlow, 1996). Melihat adanya sifat dan kondisi permukaan daun yang beranekaragam, menyebabkan permukaan daun setiap tumbuhan dapat dibedakan dan digolongkan atas banyak sifat sebagai berikut (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Permukaan daun glaber yaitu kondisi permukaan helaian daun yang tanpa bulu, sisik, dan tanpa duri. Jenis-jenis pohon yang permukaan helaian daunnya glaber misalnya: jengkol (Pithecellobium lobatum), randu (Ceiba pentandra), salam (Eugenia polyantha), dan lain sebagainya. 2. Permukaan daun laevis yaitu kondisi permukaan helaian daun yang tanpa bulu, tanpa sisik, dan tanpa duri, serta tampak licin. Jenis-jenis pohon yang permukaan helaian daunnya laevis misalnya: bintangur (Calophyllum inophyllum), damar maja (Shorea virescens), butun (Barringtonia asiatica), sawo manila (Manilkara zapota), cengal (Hopea sangal), gandaria (Bouea macrophylla), dan lain sebagainya. 3. Permukaan daun pilosus yaitu kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu pendek dan lembut. Jenis-jenis pohon yang permukaan helaian daunnya pilosus misalnya: meranti putih (Shorea koordersii) dan damar kaca (Shorea javanica).
Ir. Indriyanto, M.P.
36
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
4. Permukaan daun scaber yaitu kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu pendek dan kasar. Jenis-jenis pohon yang permukaan helaian daunnya scaber misalnya: jati (Tectona grandis) dan keruing bulu (Dipterocarpus crinitus). 5. Permukaan daun villosus yaitu kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu halus seperti wol dan ikal, misalnya pada daun sembung (Blumea balsamifera), senggani (Melastoma malabathricum) dan waluh (Lagenaria leucantha). 6. Permukaan daun rugosus yaitu kondisi permukaan helaian daun keriput atau berkerut, misalnya pada daun jambu biji (Psidium guajava) dan alkesa (Lucuma petaloides), dan serut (Ehretia microphylla). 7. Permukaan daun pruinosus yaitu kondisi permukaan helaian daun berlilin, misalnya pada daun ploso (Butea monosperma), sawo kecik (Manilkara kauki), dan daun pisang (Musa paradisiaca). 8. Permukaan daun grandulosus yaitu kondisi permukaan helaian daun berkelenjar resin dan berminyak, misalnya pada daun oak silver (Grevillea robusta) dan tusam (Pinus merkusii). 9. Permukaan daun lepidus yaitu kondisi permukaan helaian daun bersisik, misalnya pada daun bayur daun besar (Pterospermum celebicum) dan bayur burung (Pterospermum diversifolium),. 10. Permukaan daun spinosus yaitu kondisi helaian daun berduri. Daun yang berduri pada umumnya terdapat pada tumbuhan herba misalnya terong susu (Solanum mammosum), nanas (Ananas comosus), dan pandan (Pandanus tectorius). J. RINGKASAN Dun pada setiap jenis pohon pada umumnya mempunyai morfus (bentuk) tertentu. Morfus daun yang dimaksudkan di sini meliputi bentuk helaian daun, tepi daun, pangkal daun, unjung daun, pertulangan daun, tata letak daun pada batang, komposisi daun, kondisi/sifat permukaan daun,. Bentuk-bentuk helaian daun dapat dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan kepada letak bagian helaian daun yang terlebar yaitu daun-daun yang bagian tengah helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, daun-daun yang bagian pangkal helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, daun-daun yang bagian ujung helaian daunnya terlebar dibandingkan dengan bagian helaian lainnya, dan daun-daun yang helaian daunnya dari pangkal hingga ke ujung sama atau mendekati sama lebarnya. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat bermacam-macam bentuk helaian daun antara lain: bentuk memanjang, jorong, elips, bulat, perisai, belah ketupat, lanset, bulat telur,
37
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
segitiga, jantung, ginjal, sisik kecil, lanset terbalik, sudip, bulat telur terbalik, jarum, dan bentuk garis. Bentuk tepi daun dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan pengaruhnya terhadap bentuk aslinya. Bentuk tepi helaian daun yang tidak mempengaruhi bentuk asli daun antara lain: tergulung, rata, agak bergelombang, bergelombang, bergigi tumpul, bergigi tumpul ganda, bergigi tajam, bergerigi, dan bergerigi ganda. Adapun bentuk tepi helaian daun yang mempengaruhi bentuk asli daun antara lain: bercangap/ berlekuk, berbagi, dan berbagi tajam. Bentuk pangkal daun meliputi bentuk runcing, meruncing, tumpul, membulat, rata, dan berlekuk, sedangkan bentuk ujung daun meliputi bentuk runcing, meruncing, tumpul, membulat, rata, terbelah/berlekuk, dan berduri. Tipe pertulangan daun dapat dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu tulang daun paralel, tulang daun menjari, tulang daun menyirip, tulang daun melengkung, dan tulang daun dikotom. Tata letak daun pada batang dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu berseling/tersebar, berhadapan, berhadapan bersilang, dan berkarang/ berlingkar. Berdasarkan kepada komposisinya, daun dibedakan atas: daun tunggal, daun majemuk menyirip tunggal, daun majemuk menyirip ganda, dan daun majemuk menjari. Adapun kondisi atau sifat permukaan daun setiap tumbuhan dapat digolongkan atas banyak sifat, antara lain: gundul atau tanpa bulu, gundul dan licin, berbulu pendek dan lembut, berbulu pendek dan kasar, berbulu halus seperti wol, berkeriput/berkerut, berlilin, berkelenjar resin dan berminyak, bersisik, dan berduri. K. LATIHAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sebutkan tiga bagian daun pada daun lengkap. Jelaskan apa yang disebut filodia, kemudian berilah contoh dua jenis pohon (tulis nama nasional dan nama ilmiahnya) yang memiliki filodia. Jelaskan tiga jenis organ tambahan pada daun yang kadang-kadang dimiliki oleh suatu tumbuhan. Berilah contoh dua jenis pohon (tulis nama nasional dan nama ilmiahnya) yang tergolong stipulatus. Sebutkan sepuluh bentuk helaian daun dari banyak macam bentuk helaian daun pada tumbuhan. Sebutkan tiga bentuk tepi/pinggir helaian daun yang mempengaruhi bentuk asli daun.
Ir. Indriyanto, M.P.
38
BAB 2 MORFUS DAUN POHON
7. 8. 9.
Sebutkan enam macam bentuk pangkal daun pada tumbuhan. Jelaskan apa yang disebut pertulangan daun ? Berilah contoh dua jenis pohon (tulis nama nasional dan nama ilmiahnya) yang tulang daunnya menyirip. 10. Jelaskan empat macam tata daun berdasarkan kepada kemungkinan jumlah daun pada setiap nodus (buku-buku). 11. Jelaskan dua tipe daun berdasarkan kepada komposisinya. 12. Berilah contoh dua jenis pohon (tulis nama nasional dan nama ilmiahnya) yang berdaun majemuk menyirip ganda. 13. Jelaskan macam-macam kondisi/sifat permukaan daun tumbuhan.
39
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
A. PENDAHULUAN Bunga pohon merupakan sebuah jaringan pucuk yang tersusun atas sebuah poros dilengkapi dengan daun-daun lateral, serta memiliki fungsi khusus untuk alat perkembangbiakan seksual atau perkembangbiakan secara generatif pada pohon (Hill et al., 1960; Loveless, 1989). Suatu tumbuhan yang dewasa atau masak fisiologis selama proses pertumbuhannya bisa menghasilkan berbagai jenis organ yang beberapa di antaranya nantinya dapat tumbuh menjadi tumbuhan baru. Organ tumbuhan yang demikian dinamakan organ perkembangbiakan (organum reproductivum), baik bersifat vegetatif maupun generatif. Organ perkembangbiakan yang bersifat vegetatif adalah organ yang berasal dari bagian vegetatif tumbuhan, misalnya daun, batang, dahan, ranting, dan akar. Adapun organ perkembangbiakan yang bersifat generatif adalah organ yang berasal dari bagian generatif tumbuhan, misalnya spora dan bunga. Organ perkembangbiakan generatif pada tumbuhan berbiji misalnya pada pohon dikenal sebagai bunga (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 1989). Telah diketahui bahwa tumbuhan berbiji (Spermatophyta) merupakan tumbuhan kormus sejati karena tubuhnya dapat dibedakan secara jelas atas tiga bagian pokok, yaitu bagian akar, batang, dan daun. Selain itu, tubuh tumbuhan berbiji juga mempunyai bagian-bagian lain yang merupakan metamorfosis dari bagian-bagian pokok tersebut, misalnya sporofil, akar gantung, daun penumpu, serta berbagai macam organ tambahan misalnya duri, upih daun, bulu, sisik, dan sayap. Di antara bagian-bagian tubuh tumbuhan berbiji tersebut, sporofil merupakan organ yang telah mengalami perkembangan hingga mencapai bentuk organ yang disebut sebagai bunga. Itulah sebabnya golongan tumbuhan berbiji juga disebut sebagai Anthophyta atau tumbuhan berbunga (anthos= bunga, phyton= tumbuhan) (Tjitrosoepomo, 1989).
41
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
Pada bunga tumbuhan inilah diketahui adanya proses seksual karena terjadi pembuahan sel kelamin betina oleh sel kelamin jantan. Pembuahan sel kelamin diawali dengan peristiwa penyerbukan/persarian. Pembuahan sel kelamin akan menghasilkan bagian tumbuhan yang disebut buah. Di dalam buah tersebut terdapat biji yang berasal dari perkembangan bakal biji. Biji inilah yang akan meneruskan proses regenerasi tumbuhan dan menghasilkan tumbuhan baru. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bunga pohon merupakan salah satu organ tumbuhan yang sangat penting untuk menjalankan fungsi proses regenerasi pohon. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa bagian pokok tubuh tumbuhan kormus hanya ada tiga macam yaitu akar, batang, dan daun, sehingga keberadaan organ tambahan lainnya merupakan metamorfosis (perubahan bentuk dan susunan) dari salah satu dari ketiga bagian pokok tersebut. Oleh karena itu, apabila memperhatikan susunan suatu bunga, maka akan memahami bahwa bunga adalah metamorfosis suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan susunannya disesuaikan dengan kepentingan dan fungsi pada tumbuhan, sehingga pada bunga ini bisa berlangsung penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya bisa menghasilkan organ perkembangbiakan secara generatif (Tjitrosoepomo, 2001). Tunas yang mengalami perubahan bentuk dan susunan menjadi bunga, pada umumnya pangkal tunas tersebut terhenti pertumbuhannya lalu menjadi tangkai dan dasar bunga, sedangkan daun-daunnya sebagian tetap bersifat seperti daun tetapi bentuk dan warnanya berubah, dan sebagian daun lainnya mengalami metamorfosis menjadi bagian-bagian bunga misalnya putik dan benangsari, sehingga fungsinya akan sangat berbeda dengan organ vegetatif. Perlu diketahui bahwa sistem bunga sangat berbeda dengan sistem pucuk/tunas vegetatif karena: bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya, ruas-ruas pada bunga tetap pendek sehingga jarak antardaun yang berurutan sangat pendek, dan pada bunga menunjukkan pertumbuhan yang terbatas karena setelah meristem ujung membentuk bunga pertumbuhan pada bagian ini terhenti (Loveless, 1989). Perlu juga dipahami bahwa bunga merupakan salah satu organ yang dijadikan dasar dalam sistem klasifikasi pohon. Klasifikasi pada tumbuhan berbunga pada umumnya didasarkan kepada struktur organ reproduktifnya, sehingga pengetahuan terminologi tentang bunga, buah, dan biji sangat penting untuk identifikasi dan untuk memahami klasifikasi tumbuhan. Adapun hal-hal terkait dengan bunga pohon yang perlu dipelajari adalah struktur bunga, tata letak bunga pada batang, simetri bunga, komposisi bunga, dan tipe-tipe perbungaan (Jones dan Luchsinger, 1987). Ir. Indriyanto, M.P.
42
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
B. STRUKTUR BUNGA Struktur bunga adalah komponen-komponen yang ada dan susunannya pada bunga tumbuhan. Jenis komponen dan susunan komponen bunga pada tiap jenis tumbuhan tidak selalu sama, apalagi pada tingkatan takson yang lebih tinggi dari jenis atau spesies. Semakin jauh tingkat kekerabatan antarjenis tumbuhan akan semakin berbeda sifat bunganya, termasuk struktur bunganya juga berbeda. Berdasarkan kepada kondisi letak biji yang dihasilkan dari proses penyerbukan dan pembuahan pada bunga, maka tumbuhan berbiji dikelompokkan ke dalam dua kelas, yaitu kelas tumbuhan Angiospermae dan Gymnospermae (Hill et al., 1960). Kelas tumbuhan Angiospermae juga disebut kelas tumbuhan berbiji tertutup. Pada kelas tumbuhan Angiospermae, bakal biji (ovulum) terbungkus oleh daun buah atau carpellum dan berada serta berkembang di dalam bakal buah (ovarium). Bakal buah tersebut setelah pembuahan pada bunga lalu berkembang dengan disertai atau tidak disertai berkembangnya bagian lain dari bunga menjadi buah (fructus). Adapun bakal biji yang terdapat dalam bakal buah akan berkembang menjadi biji (semen) setelah pembuahan pada bunga, dan biji tetap berada di dalam buah (Tjitrosoepomo, 1989). Kelas tumbuhan Gymnospermae juga disebut kelas tumbuhan berbiji terbuka/telanjang. Pada kelas tumbuhan Gymnospermae, bakal biji tidak terbungkus oleh daun buah atau carpellum kemudian berkembang menjadi biji yang telanjang setelah proses pembuahan pada bunga, sehingga disebut tumbuhan berbiji telanjang (Tjitrosoepomo, 1989). 1. Struktur Bunga pada Tumbuhan Angiospermae Bunga yang lengkap pada tumbuhan Angiospermae memiliki komponen-komponen bunga yang disebut komponen utama dan komponen tambahan (accessory atau perianthium). Komponen utama pada bunga adalah komponen bunga yang memiliki fungsi untuk perkawinan/seksual. Komponen tambahan pada bunga adalah komponen bunga yang memiliki fungsi sebagai perhiasan pada bunga. Komponen-komponen utama pada bunga terdiri atas: putik (pistil atau pistillum) dan benangsari (stamen). Putik dan benangsari disebut komponen utama pada bunga karena pada putik dan benangsari terdapat sel kelamin yang berfungsi untuk perkawinan. Putik terdiri atas beberapa bagian, yaitu kepala putik (stigma), turus (style atau stylum), dan bakal buah (ovary atau ovarium). Suatu nama kolektif untuk putik-putik yang terdapat pada satu bunga disebut ginoesium. Benangsari terdiri atas beberapa bagian, yaitu kepala sari (anther atau anthera) dan tangkai 43
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
sari (filament atau filamentum). Suatu nama kolektif untuk benangsaribenangsari yang terdapat pada satu bunga disebut androesium (Jones dan Luchsinger, 1987). Komponen-komponen tambahan pada bunga terdiri atas: daun mahkota bunga (corolla atau petal), daun kelopak bunga (calyx atau sepal), dasar bunga (receptacle atau receptaculum atau thalamus), dan tangkai bunga (pedicel atau pedicellus) (Jones dan Luchsinger, 1987). Komponenkomponen bunga dan susunannya pada bunga tumbuhan Angiospermae dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Struktur bunga pada tumbuhan Angiospermae (Jones dan Luchsinger, 1987; Harlow, 1996) Dilihat dari ada atau tidaknya komponen-komponen bunga tersebut, maka terdapat macam-macam bunga, antara lain: bunga lengkap, bunga tidak lengkap, bunga sempurna, dan bunga tidak sempurna (Samingan, 1982; Loveless, 1989). Penjelasan masing-masing jenis bunga yang dimaksud tersebut, diuraikan satu demi satu sebagai berikut. a. Bunga lengkap yaitu bunga yang memiliki semua komponen bunga yang mencakup komponen utama dan komponen tambahan atau perhiasan bunga. b. Bunga tidak lengkap yaitu bunga yang salah satu atau lebih dari komponen-komponen bunganya tidak ada. Jika bunga tersebut tidak mempunyai kelopak bunga, maka disebut bunga asepalus, sedangkan bunga yang tidak mempunyai mahkota bunga disebut bunga apetalus. c. Bunga sempurna yaitu bunga yang mempunyai putik dan benangsari,
Ir. Indriyanto, M.P.
44
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
sedangkan komponen-komponen bunga lainnya tidak harus ada. Oleh karena itu, bunga sempurna bisa merupakan bunga lengkap atau bunga tidak lengkap. Bunga sempurna juga disebut bunga berkelamin dua (bisexual atau hermaphroditus). d. Bunga tidak sempurna yaitu bunga yang tidak mempunyai salah satu komponen utama bunga (putik atau benangsari). Dengan demikian, bunga tidak sempurna bisa merupakan bunga jantan (staminate atau staminatus) dan bunga betina (pistillate atau pistillatus). Bunga jantan yaitu bunga yang hanya memiliki benangsari tanpa memiliki putik. Bunga betina yaitu bunga yang hanya memiliki putik tanpa memiliki benangsari. Bunga tidak sempurna juga disebut bunga berkelamin satu (unisexual). Tumbuhan yang mempunyai bunga jantan dan bunga betina disebut tumbuhan berumah satu (monooecious). Tumbuhan yang mempunyai bunga jantan saja atau bunga betina saja disebut tumbuhan berumah dua (dioecious). Tumbuhan yang mempunyai bunga bisexual, mempunyai bunga jantan, dan mempunyai bunga betina disebut tumbuhan polygamo monooecious. Tumbuhan yang mempunyai bunga bisexual dan mempunyai salah satu bunga tidak sempurna (bunga jantang atau bunga betina) disebut tumbuhan polygamo dioecious (Samingan, 1982). Komponen-komponen bunga pada suatu tumbuhan adakalanya berfusi atau bergabung, akan tetapi fusi komponen-komponen bunga itu bisa terjadi antarkomponen pada lingkaran yang sama atau antarkomponen pada lingkaran yang berbeda. Komponen-komponen pada lingkaran bunga bisa berfusi karena komponen-komponen ini berasal dari pinggiran meristem ujung, bukan berasal dari primordia yang terpisah. Berdasarkan fusi dari komponen-komponen bunga, maka bunga tumbuhan bisa dikelompokkan menjadi beberapa macam bunga yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut (Loveless, 1989). a. Bunga polysepalus adalah bunga yang daun kelopaknya terpisah bebas atau tidak saling berlekatan satu sama lainnya. b. Bunga gamosepalus adalah bunga yang daun kelopaknya bergabung atau saling berlekatan membentuk sebuah tabung daun kelopak. c. Bunga polypetalus adalah bunga yang daun mahkotanya terpisah bebas atau tidak saling berlekatan satu sama lainnya. d. Bunga gamopetalus atau sympetalus adalah bunga yang daun mahkotanya bergabung atau saling berlekatan membentuk sebuah tabung daun mahkota. Bunga gamopetalus juga disebut bunga terompet karena mahkota bunganya saling berlekatan membentuk tabung seperti terompet. e. Bunga apokarp adalah bunga yang ginoesium-nya terdiri atas satu atau 45
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
lebih daun buah (carpellum) yang masing-masing terpisah bebas satu sama lainnya. f. Bunga sinkarp adalah bunga yang ginoesium-nya terdiri atas dua atau lebih daun buah yang bergabung membentuk bakal buah tunggal. g. Bunga epipetal adalah bunga yang benangsarinya tampak muncul dari mahkota bunga (bukan dari dasar bunga). Sifat epipetal merupakan ciri dari hampir semua bunga yang berbentuk tabung atau berbentuk terompet. h. Bunga gamofilamentum adalah bunga yang tangkai sarinya bergabung membentuk tabung tangkai sari. Bunga gamofilamentum banyak terdapat pada jenis-jenis tumbuhan anggota famili Papilionaceae. i. Bunga gamoanthera adalah bunga yang kepala sarinya bergabung membentuk tabung kepala sari, misalnya pada semua jenis tumbuhan anggota Compositae.
Gambar 3.2 Jenis bunga berdasarkan fusi komponen-komponen bunganya (Loveless, 1989) Berdasarkan letak bakal buah pada dasar bunga dan berdasarkan bentuk dasar bunga itu sendiri, maka bunga dikelompokkan menjadi tiga macam yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut, selain itu diilustrasikan pada Gambar 11 (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001). Ir. Indriyanto, M.P.
46
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
a. Bunga superus adalah bunga yang bakal buahnya menumpang pada dasar bunga (receptacle). Bunga superus juga disebut bunga hypogynous yaitu bunga yang dasar bunganya memiliki permukaan bulat atau membulat dan terletak di bawah bakal buah. Androesium, mahkota, dan kelopak bunga pada bunga superus tersusun berturutturut di bawah bakal buah. b. Bunga semi-inferus adalah bunga yang bakal buahnya terletak agak tenggelam pada dasar bunga. Bunga semi-inferus juga disebut bunga perigynous yaitu bunga yang dasar bunganya memiliki permukaan cekung/mencawan dan bibir cawannya hampir menenggelamkan bakal buah. Androesium, mahkota, dan kelopak bunga pada bunga semiinferus tersusun pada bibir cekungan dasar bunga. c. Bunga inferus adalah bunga yang bakal buahnya tenggelam atau terkubur pada dasar bunga. Bunga inferus juga disebut bunga epigynous yaitu bunga yang dasar bunganya memiliki permukaan cekung/mencawan dan bibir cawannya menenggelamkan bakal buah. Androesium, mahkota, dan kelopak bunga pada bunga inferus tersusun pada bibir dan cekungan dasar bunga.
Gambar 3.3 Jenis bunga berdasarkan letak bakal buah pada dasar bunga dan berdasarkan bentuk dasar bunga (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001) 2. Struktur Bunga pada Tumbuhan Gymnospermae Bunga pada tumbuhan kelas Gymnospermae disebut stobili atau strobilus. Strobilus merupakan kumpulan dari tenda bunga atau sisik pendukung bakal biji yang tersusun secara spiral pada sumbu bunga. Bakal biji terlindung oleh tenda bunga atau oleh sisik-sisik pendukung bakal biji, serta tidak terdapat dalam bakal buah.
47
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
Strobilus pada beberapa famili misalnya pada Pinaceae, Araucariaceae, Taxacea, Podocarpaceae, dan pada Cupressaceae berbentuk runjung atau kerucut, sehingga disebut bunga runjung atau bunga kerucut. Strobilus pada famili Gnetaceae memiliki tenda bunga berbentuk pembuluh, sehingga disebut bunga pembuluh. Pada strobilus tidak ada sepal, petal, stamen, dan pistil. Strobilus pada umumnya merupakan bunga unisexual, sehingga ada strobilus jantan dan strobilus betina (Tjitrosoepomo, 1989). Secara spesifik, bunga runjung jantan (strobilus jantan) tersusun oleh sejumlah sisik yang melingkari sumbu secara spiral, dan sisik ini disebut microsporophyl. Microsporophyl berbentuk baji dan seluruh permukaan bawah tertutup oleh microsporangium. Setiap microsporangium terdiri atas sebuah dinding setebal beberapa lapis sel, dan sebuah massa yang terdiri atas berbagai sel induk microspore yang membelah diri secara meiosis dan membentuk tetrad microspore yang haploid. Tetrad ini kemudian memisah menjadi individu-individu microspore. Microspore berkembang menjadi gametofit jantan ketika berada di dalam microsporangium. Inti membelah diri membentuk sel protalus yang lebih kecil, terpotong pada satu sisinya, dan tidak membelah diri lagi. Sebuah bakal anteridium yang besar membelah satu kali untuk menghasilkan sebuah sel generatif dan sebuah inti tabung. Microspore bersel tiga yang dari tahap ini disebut serbuksari. Jika serbuk sari matang, maka poros ujung akan memanjang sedikit, dan tiap microsporangium terbuka melalui sebuah celah panjang pada dindingnya, sehingga serbuksari mudah ke luar di udara dan dipencarkan oleh angin hingga dapat membuahi bakal biji yang terdapat pada strobilus betina (Suseno dan Suginingsih, 1984). Seperti halnya pada bunga runjung jantan (strobilus jantan), sisik runjung betina tersusun secara spiral di sekeliling poros tengah, tetapi runjung betina kurang bervariasi dan berbeda bentuknya dengan runjung jantan. Setiap sisik runjung betina berisi dua bakal biji yang masing-masing melekat pada satu sisi tangkai sisik. Bakal biji (ovulum) tersusun oleh integumentum yang mengelilingi megasporangium. Pada ujung bakal biji dekat sumbu strobilus terdapat celah disebut micropyle yang memungkinkan serbuksari masuk ke dalamnya. Megasporangium mempunyai satu sel induk megaspore berukuran besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis menghasilkan empat megaspore dalam satu baris. Megaspore yang letaknya paling jauh dengan micropyle umumnya berkembang menjadi gametofit betina disebut megagametophyt, sedangkan yang tiga megaspore lainnya hancur. Pembelahan yang terjadi pada megaspore dan membesarnya megagametophyt berjalan beberapa waktu. Perkembangan dari megaspore sampai terbentuk megagametophyt
Ir. Indriyanto, M.P.
48
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
yang masak pada pohon Pinus spp. memerlukan waktu 13 bulan. Selama megagametophyt berkembang, pada ujung micropyle terdapat dua atau lebih archegonia. Dengan demikian bakal biji terdiri dari integumentum, nucellus, dan megagametophyt dengan beberapa archegonia yang masingmasing terdapat satu telur di dalamnya (Suseno dan Suginingsih, 1984). Adapun strobilus pada bunga tumbuhan Gnetaceae tersusun atas tenda bunga berbentuk pembuluh. Strobilus jantan memiliki tenda bunga berbentuk pembuluh, pada perpanjangan sumbunya berbentuk benang dan memiliki 1—2 kantong sari. Strobilus betina juga memiliki tenda bunga berbentuk pembuluh yang di dalamnya mengandung satu bakal biji dengan dua integumentum. Setelah proses pembuahan pada bunga, bakal biji berkembang menjadi biji diselubungi suatu mantel yang terbentuk dari integumentum dan tenda bunga berdaging yang ketika masak/tua berwarna merah. Organ inilah yang dinamakan buah, yaitu suatu organ yang terbentuk dari tenda bunga dan bakal biji (Tjitrosoepomo, 1989). Pada Gambar 3.4 disajikan ilustrasi salah satu contoh struktur bunga (strobilus) pada tumbuhan Gymnospermae. Bentuk strobilus pada Gambar 3.4 pada umumnya terdapat pada berbagai jenis pohon anggota famili Pinaceae, Araucariaceae, Taxacea, Podocarpaceae, dan Cupressaceae yang bunganya selain disebut strobilus juga disebut bunga runjung. Bentuk, ukuran dan letak strobilus jantan berbeda dengan strobilus betina. Strobilus (bunga runjung) jantan berbentuk memanjang, berukuran diameter lebih kecil dari strobilus betina, umumnya terletak di atas strobilus betina dalam sistem percabangan atau tajuk, dan pada bagian ujung bunga masih terdapat kumpulan beberapa daun muda. Strobilus (bunga runjung) betina berbentuk bulat telur, berukuran diameter lebih besar dari strobilus jantan, umumnya terletak di bawah strobilus jantan dalam sistem percabangan, dan pada bagian ujung bunga tidak terdapat kumpulan daun muda (Loveless, 1989).
49
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
Gambar 3.4 Struktur bunga (strobilus) pada tumbuhan Gymnospermae (Lovelles, 1989)
Ir. Indriyanto, M.P.
50
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
C. TATA BUNGA DAN KOMPOSISI BUNGA Tata bunga adalah tata letak bunga pada cabang (dahan dan ranting) tumbuhan. Adapun yang dimaksud dengan komposisi bunga adalah jumlah bunga yang terdapat pada satu tangkai bunga. Tata bunga dan komposisinya merupakan salah satu sifat bunga pada tumbuhan yang memperkaya informasi tentang identitas dan ciri-ciri tumbuhan. Suatu tumbuhan yang hanya mempunyai satu bunga pada tiap cabang, umumnya bunga tersebut terdapat di ujung cabang. Akan tetapi, suatu tumbuhan yang mempunyai banyak bunga pada tiap cabang, maka sebagian dari bunga tersebut terdapat di ketiak daun dan sebagian bunga yang lainnya terdapat di ujung cabang. Dengan demikian, berdasarkan tata letak bunga pada cabang, maka dikenal dua macam tata bunga, yaitu bunga aksilar (flos axillaris atau flos lateralis) dan bunga terminal (flos terminalis). Penjelasan mengenai masing-masing istilah tata letak bunga tersebut diuraikan sebagai berikut (Samingan, 1982; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Bunga aksilar adalah bunga yang tersusun pada ketiak/aksil daun tumbuhan . 2. Bunga terminal adalah bunga yang tersusun pada ujung dahan dan ranting tumbuhan. Suatu sifat lainnya yang kemungkinan dijumpai pada tumbuhan adalah bahwa pada tumbuhan atau pohon adakalanya hanya memiliki satu bunga dalam tiap-tiap ranting, dan ada juga suatu pohon yang memiliki banyak bunga dalam tiap-tiap ranting. Suatu pohon yang hanya memiliki satu bunga dalam tiap-tiap rantingnya dinamakan pohon berbunga tunggal, sedangkan suatu pohon yang memiliki banyak bunga dalam tiaptiap rantingnya dinamakan pohon berbunga banyak (Samingan, 1972; Tjitrosoepomo, 2001). Adapun berdasarkan komposisi bunga pada sebuah tangkai bunga, maka bunga dikelompokkan secara garis besar menjadi dua macam, yaitu bunga tunggal dan bunga majemuk. Pengertian dari kedua macam bunga yang dimaksud dijelaskan masing-masing sebagai berikut (Hill et al., 1960; Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987). 1. Bunga tunggal (monoflos) adalah bunga yang pada setiap tangkai bunganya terdapat satu bunga. Bunga tunggal merupakan satu bunga yang melekat sendiri-sendiri pada tiap tangkai bunga dan letaknya terpencar-pencar pada dahan dan ranting pohon. 2. Bunga majemuk (polyflos) adalah bunga yang pada setiap tangkai bunganya terdapat lebih dari satu bunga. Bunga majemuk merupakan beberapa bunga yang terletak pada satu tangkai bunga. Bunga majemuk
51
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
adalah kumpulan dari banyak bunga yang membentuk satu rangkaian bunga dengan susunan tertentu yang jumlah bunga dan susunannya beragam antarjenis tumbuhan. Istilah lainnya yang digunakan untuk menyebut perbungaan khusus untuk bunga majemuk adalah inflorescence atau inflorescentia. Tangkai bunga pada bunga majemuk disebut tangkai persekutuan (tangkai perbungaan). Bunga majemuk pada umumnya dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bunga majemuk terbatas dan bunga majemuk tak terbatas. Namun demikian, kadang-kadang ada bunga yang memperlihatkan sifat bunga majemuk terbatas maupun bunga majemuk tak terbatas, sehingga bunga semacam ini disebut bunga majemuk campuran. Penjelasan makna masingmasing tipe bunga majemuk diuraikan sebagai berikut. a. Bunga majemuk terbatas (determinate inflorescence atau inflorescentia definite) adalah bunga mejemuk yang ujung sumbu perbungaannya selalu diakhiri dengan sebuah bunga. Bunga majemuk terbatas memiliki sumbu perbungaan yang pendek karena pertumbuhannya terbatas, bunga yang terdapat di ujung sumbu perbungaan umumnya mekar terlebih dahulu dibandingkan bunga-bunga lainnya. b. Bunga majemuk tak terbatas (indeterminate inflorescence atau inflorescentia racemosa) adalah bunga majemuk yang ujung sumbu perbungaannya tidak diakhiri dengan sebuah bunga. Sumbu perbungaan pada bunga mejemuk tak terbatas ini panjang, dapat bercabang-cabang lagi, dan bunga-bunganya mekar dimulai dari bunga yang ada di pangkal perbungaan dan diikuti bunga-bunga ke arah ujung perbungaan, atau bunga mekar dimulai dari bunga yang ada di bagian luar dan diikuti oleh bunga bagian dalam. c. Bunga majemuk campuran (mixed inflorescence atau inflorescentia mixta) adalah bunga majemuk yang memperlihatkan sifat campuran dari sifat bunga majemuk terbatas dengan sifat bunga majemuk tak terbatas. Sifat campuran yang dimaksud misalnya pada ujung sumbu perbungaan diakhiri sebuah bunga, tetapi bunga-bunganya mekar dimulai dari bunga yang ada di bagian luar dan diikuti oleh bunga bagian dalam atau bunga mekar dimulai dari bunga yang ada di pangkal perbungaan dan diikuti bunga-bunga ke arah ujung perbungaan. D. TIPE-TIPE PERBUNGAAN Istilah perbungaan (inflorescence) seperti yang sudah disebutkan terdahulu merupakan istilah yang digunakan untuk bunga majemuk. Perbungaan adalah susunan bunga-bunga pada sebuah tangkai perbungaan
Ir. Indriyanto, M.P.
52
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
yang mengikuti pola percabangan tangkai bunganya (Hill et al., 1960; Samingan, 1982). Seperti halnya sifat pada batang tumbuhan, maka tangkai bunga juga memperlihatkan percabangan yang bersifat monopodial ataupun simpodial. Berdasarkan pola percabangan tangkai bunga, maka perbungaan dikelompokkan menjadi dua tipe utama perbungaan, yaitu tipe tandan (raceme) dan payung menggarpu (cyme) (Loveless, 1989). a. Perbungaan tipe tandan memiliki ciri-ciri bahwa poros/sumbu perbungaannya tidak diakhiri oleh sebuah bunga, tetapi tumbuh terus dan memiliki bunga yang muncul dari cabang samping (disebut percabangan monopodial), bunga mekar berturut-turut dari bawah ke atas atau jika poros perbungaan pendek dan mendatar maka bunga mekar dari bagian terluar ke dalam. b. Perbungaan tipe payung menggarpu memiliki ciri-ciri bahwa poros/ sumbu perbungaannya diakhiri oleh sebuah bunga yang mekar terdahulu, dan pertumbuhan berikutnya diikuti oleh cabang-cabang lateral yang mengandung bunga lebih muda daripada bunga pada poros utama perbungaan serta berperilaku sama yaitu diakhiri oleh sebuah bunga yang mekar terdahulu (disebut percabangan simpodial). Kadang kala dijumpai juga perbungaan yang berupa tandan pada percabangan bunga pertamanya, kemudian pada percabangan bunga berikutnya berubah menjadi payung menggarpu, sehingga tipe perbungaan demikian disebut perbungaan campuran. Oleh karena itu, sesungguhnya kalau diamati secara seksama akan dijumpai banyak variasi tipe perbungaan pada bunga tumbuhan, sehingga bunga tumbuhan dapat dikelompokkan berdasarkan tipe perbungaannya menjadi lima macam, yaitu bunga tandan, bulir, tongkol, payung, dan bunga bongkol (Jones dan Luchsinger, 1987; Loveless, 1989; Tjitrosoepomo, 2001). Adapun penjelasan masingmasing bunga yang dimaksud diuraikan satu demi satu sebagai berikut, serta diilustrasikan pada Gambar 3.5. 1. Bunga tandan (raceme atau racemus) adalah bunga bertangkai yang masing-masing bunga letaknya terpisah oleh ruas yang jelas pada tangkai perbungaan. Bunga tandan terdiri atas dua macam, yaitu bunga tandan tunggal dan tandan majemuk. a. Bunga tandan tunggal adalah bunga tandan yang setiap tangkai bunga lateralnya tersusun oleh sebuah bunga. b. Bunga tandan majemuk adalah bunga tandan yang setiap tangkai bunga lateralnya tersusun atas bunga-bunga tandan lagi. Bunga tandan majemuk juga disebut bunga malai atau tandan yang bercabang (panicle).
53
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
2. Bunga bulir (spike atau spica) adalah bunga-bunga tanpa tangkai bunga yang letaknya terpisah oleh ruas yang jelas pada tangkai perbungaan. 3. Bunga tongkol (spadix) adalah bunga bulir yang memiliki poros perbungaan tebal dan berdaging. 4. Bunga bongkol (head atau capitulum) adalah bunga-bunga tidak bertangkai yang tersusun rapat di puncak tangkai perbungaan yang mendatar. 5. Bunga payung (umbel atau umbella) adalah bunga-bunga bertangkai yang berada di ujung tangkai perbungaan dengan poros utama perbungaan tidak memanjang. Bunga payung terdiri atas tiga macam, yaitu bunga payung tunggal, bunga payung majemuk, dan payung menggarpu. a. Bunga payung tunggal adalah bunga payung yang setiap bunganya tidak bercabang lagi. b. Bunga payung majemuk adalah bunga payung yang bercabang lagi dan setiap cabang bunga tersusun atas bunga-bunga payung. c. Bunga payung menggarpu adalah bunga payung yang setiap tangkai bunga lateralnya tersusun atas bunga-bunga yang menggarpu, pada setiap ujung sumbu tangkai bunga terdapat satu bunga dan di sampingnya terdapat dua cabang yang sama panjang dan masingmasing memiliki satu bunga di ujungnya.
Gambar 3.5 Tipe-tipe perbungaan bunga majemuk pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001)
Ir. Indriyanto, M.P.
54
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
E. SIFAT SIMETRI PADA BUNGA Simetri pada bunga adalah suatu sifat bunga yang permukaan melintangnya memungkinkan dibagi menjadi dua bagian oleh sebuah bidang (umumnya disebut bidang simetri), sehingga kedua bagian ini setangkup atau dapat saling menutup (Tjitrosoepomo, 1989). Berdasarkan sifat simetri bunga tersebut, maka pada umumnya bunga dapat dikelompokkan dua macam, yaitu bunga bersimetri tunggal dan bunga bersimetri banyak (Jones dan Luchsinger, 1987; Hardin et al., 2000; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Bunga bersimetri tunggal (zygomorphic) adalah bunga yang permukaan melintangnya dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup dengan satu cara (hanya oleh satu bidang simetri). Bunga bersimetri tunggal juga disebut bunga tidak beraturan (irregular). 2. Bunga bersimetri banyak (actinomorphic) adalah bunga yang permukaan melintangnya dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup dengan banyak cara (oleh banyak bidang simetri). Bunga bersimetri banyak juga disebut bunga beraturan (regular). Namun demikian tidak semua permukaan melintang bunga dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup oleh sebuah bidang simetri. Atas dasar kondisi tersebut, maka bunga dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu bunga asimetri, bunga monosimetri, bunga bisimetri, dan bunga polysimetri (Tjitrosoepomo, 1989; Tjitrosoepomo, 2001). 1. Bunga asimetri adalah bunga yang permukaan melintangnya tidak dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup oleh bidang simetri dengan cara apapun, sehingga dikatakan tidak mempunyai bidang simetri. 2. Bunga monosimetri (zygomorphus) adalah bunga yang permukaan melintangnya dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup oleh bidang simetri dengan satu cara. Bunga monosimetri juga disebut bunga setangkup tunggal. 3. Bunga bisimetri (disimetris) adalah bunga yang permukaan melintangnya dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup oleh bidang simetri dengan dua cara dan kedua bidang simetrinya tegak lurus satu sama lain. Bunga bisimetri juga disebut bunga setangkup ganda atau bunga bilateral simetri. 4. Bunga polysimetri (actinomorphus) adalah bunga yang permukaan melintangnya dapat dibagi menjadi dua bagian setangkup oleh bidang simetri dengan banyak cara. Bunga polysimetri juga disebut bunga bersimetri banyak atau bunga beraturan.
55
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
Gambar 3.6 Bunga zygomorphic dan actinomorphic pada tumbuhan (Jones dan Luchsinger, 1987; Hardin et al., 2000) F. RINGKASAN Bunga merupakan sebuah jaringan pucuk yang tersusun atas sebuah poros dilengkapi dengan daun-daun lateral yang khusus untuk perkembangbiakan seksual, sehingga bunga disebut sebagai organ perkembangbiakan generatif tumbuhan. Selain sebagai organ perkembangbiakan, bunga merupakan salah satu organ yang dijadikan dasar dalam sistem klasifikasi pohon. Adapun perihal bunga yang perlu dipelajari antara lain: struktur bunga, tata letak bunga pada batang, simetri pada bunga, komposisi bunga, dan tipe-tipe perbungaan. Pada tumbuhan Angiospermae, bunga yang lengkap memiliki bagian-bagian bunga yang disebut bagian utama dan bagian tambahan. Bagian-bagian utama pada bunga yaitu putik dan benangsari, sedangkan bagian-bagian tambahan pada bunga yaitu daun mahkota bunga, daun kelopak bunga, dasar bunga, dan tangkai bunga. Putik terdiri atas kepala putik, turus, dan bakal buah. Benangsari terdiri atas kepala sari dan tangkai sari. Dilihat dari ada atau tidaknya bagian-bagian bunga tersebut, maka dijumpai jenis bunga lengkap, bunga tidak lengkap, bunga sempurna, dan bunga tidak sempurna. Berdasarkan fusi dari bagian-bagian bunga, maka bunga bisa dikelompokkan menjadi sembilan macam, yaitu bunga polysepalus, gamosepalus, polypetalus, sympetalus, apokarp, sinkarp, epipetal, gamofilamentum, dan bunga gamoanthera. Berdasarkan pada letak bakal buah dan bentuk dasar bunga, maka bunga dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu bunga superus (hypogynous), semi-inferus (perigynous), dan inferus (epigynous).
Ir. Indriyanto, M.P.
56
BAB 3 MORFUS BUNGA POHON
Bunga pada tumbuhan kelas Gymnospermae disebut stobili atau strobilus. Strobilus pada beberapa famili misalnya pada Pinaceae, Araucariaceae, Taxacea, Podocarpaceae, dan pada Cupressaceae berbentuk runjung atau kerucut, sehingga disebut bunga runjung atau bunga kerucut. Strobilus pada famili Gnetaceae memiliki tenda bunga berbentuk pembuluh, sehingga disebut bunga pembuluh. Pada strobilus tidak ada sepal, petal, stamen, dan pistil. Strobilus pada umumnya merupakan bunga unisexual, sehingga ada strobilus jantan dan strobilus betina. Berdasarkan tata letak bunga pada dahan dan ranting, maka dikenal dua macam tata bunga yaitu bunga aksilar dan bunga terminal. Berdasarkan komposisi bunga pada sebuah tangkai bunga, maka dikenal ada bunga tunggal dan bunga majemuk. Berdasarkan pada pola percabangan, maka perbungaan dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu tipe tandan, bulir, tongkol, payung, dan bongkol. Adapun berdasarkan atas sifat simetrinya, pada umumnya bunga dibedakan atas bunga bersimetri tunggal (zygomorphic) dan bunga bersimetri banyak (actinomorphic). G. LATIHAN 1. Sebutkan bagian-bagian bunga lengkap pada tumbuhan Angiospermae. 2. Jelaskan empat jenis bunga berdasarkan ada atau tidaknya bagianbagian bunga. 3. Jelaskan sembilan jenis bunga berdasarkan fusi dari bagian-bagiannya. 4. Jelaskan tiga jenis bunga berdasarkan letak bakal buah dan bentuk dasar bunga. 5. Sebutkan bagian-bagian bunga pada tumbuhan Gymnospermae. 6. Jelaskan dua macam tata bunga berdasarkan tata letak bunga pada cabang atau ranting. 7. Jelaskan dua jenis bunga berdasarkan komposisinya pada sebuah tangkai bunga. 8. Jelaskan apa yang disebut tipe perbungaan. 9. Jelaskan lima tipe perbungaan. 10. Jelaskan apa yang disebut simetri pada bunga? 11. Jelaskan dua tipe utama dari bunga berdasarkan sifat simetrinya.
57
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
A. PENDAHULUAN Buah (fructus) adalah organ tumbuhan yang terbentuk dari bakal buah dan bakal biji tanpa atau dengan bagian-bagian lain dari bunga yang menyertai pembentukan buah tersebut. Apabila pada bunga telah terjadi penyerbukan dan diikuti oleh pembuahan, maka bakal buah (ovarium) akan berkembang menjadi buah (fructus) dan bakal biji (ovulum) akan berkembang menjadi biji (semen) (Suseno dan Suginingsih, 1984; Tjitrosoepomo, 2001). Definisi secara botani tentang buah adalah ovarium yang telah masak dengan atau tanpa biji di dalamnya. Akan tetapi, pada beberapa jenis tumbuhan memiliki buah yang strukturnya berasal dari bagianbagian bunga yang lainnya, misalnya dasar bunga (receptacle) atau tangkai bunga (pedicel) dengan atau tidak disertai oleh perhiasan bunga dalam perkembangan buah ini (Hill et al., 1960). Buah juga dapat didefinisikan sebagai struktur organ tumbuhan yang terbentuk dari satu atau lebih bakal buah yang telah masak dengan beberapa struktur tambahan yang berhubungan dengannya. Hasil proses perkembangan bunga hingga menjadi buah pada setiap jenis tumbuhan akan menghasilkan berbagai buah dengan struktur yang tidak selalu sama (Hill et al., 1960). Dengan demikian, bentuk atau tipe buah pada setiap jenis pohon tidak selalu sama bergantung kepada struktur bunga dan hasil perkembangan bunga setelah proses pembuahan. Perbedaan bentuk atau tipe buah yang disebabkan oleh perbedaan struktur buah itu ditentukan oleh bagian-bagian bunga yang membentuknya dan oleh keadaan dinding buahnya (Tjitrosoepomo, 2001). Ditinjau dari aspek taksonomi tumbuhan, buah dapat digunakan untuk mendiagnosis 59
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
famili atau untuk menentukan batas kategori takson (taxa) pada tingkat famili (Jones dan Luchsinger, 1987). Oleh sebab itu, pemahaman tentang buah menjadi bagian penting dalam pengenalan pohon. B. PROSES PEMBENTUKAN BUAH DAN BIJI Seperti uraian tentang buah yang telah dikemukakan di atas bahwa buah akan terbentuk jika pada bunga terjadi penyerbukan kemudian diikuti pembuahan. Kedua peristiwa ini (penyerbukan dan pembuahan) merupakan rangkaian proses seksual/perkawinan tumbuhan pada fase generatif. Masing-masing peristiwa penyerbukan dan pembuahan pada bunga tumbuhan dijelaskan sebagai berikut (Hill et al., 1960; Loveless, 1989). 1. Peristiwa Penyerbukan pada Bunga Penyerbukan atau polinasi (pollination) adalah perpindahan atau jatuhnya serbuksari dari kepala sari (untuk bunga Angiospermae) atau dari microsporophyl yang ada di strobilus jantan/ (untuk bunga Gymnospermae) pada kepala putik atau pada megasporophyl. Penyerbukan dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. a. Penyerbukan sendiri (self pollination) adalah perpindahan serbuksari dari kepala sari ke kepala putik atau dari microsporopyl ke megasporophyl yang keduanya terletak pada bunga yang sama atau pada bunga berbeda tetapi dalam pohon yang sama. b. Penyerbukan silang (cross pollination) adalah perpindahan serbuksari dari kepala sari ke kepala putik atau dari microsporophyl ke megasporophyl yang keduanya terletak pada bunga pohon yang berbeda. Bagian-bagian dari benangsari bahwa setiap benangsari terdiri atas tangkai sari dan kepala sari. Di dalam kepala sari terdapat ruang sari (theca) yang berisi tepungsari/serbuksari (pollen). Ketika benangsari masih muda, kepala sarinya mempunyai 4 kantong serbuksari (loculus) yang masing-masing berisi sel-sel besar disebut sel induk serbuksari. Setiap sel induk serbuksari akan membelah diri dua kali dan menjadi 4 sel (tetrade) yang dapat tumbuh menjadi 4 butir serbuksari. Setiap sel tetrade ini semula mengandung sebuah inti yang nantinya akan membelah diri, sehingga setiap butir serbuksari yang masak berisi 2 buah inti yaitu inti vegetatif dan inti generatif. Pertumbuhan pada benangsari selanjutnya, bahwa setiap 2 buah kantong serbuksari dari 4 kantong serbuksari melebur diri, sehingga menjadi 2 kantong serbuksari yang lebih besar. Dengan demikian, kepala sari yang sudah dewasa
Ir. Indriyanto, M.P.
60
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
mempunyai 2 ruang sari yang berukuran lebih besar dari sebelumnya (pada saat benangsari masih muda) yang berisi banyak serbuksari. Antara kedua ruang sari terdapat jaringan penghubung ruang sari yang disebut connectivum. Sebutir serbuksari merupakan suatu sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma terbungkus oleh dua lapis dinding sel disebut intine dan exine. Pada saat serbuksari masak/dewasa, kemudian ruang sari pecah dan serbuksari yang jumlahnya banyak berhamburan ke luar. Ketika kepala putik masak/dewasa, biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula dan zat-zat lain yang diperlukan untuk berkecambahnya serbuksari. Jika serbuksari jatuh di atas kepala putik dalam keadaan normal, maka serbuksari tersebut akan menyerap cairan yang dihasilkan kepala putik sehingga mengembang dan berkecambah. Pada waktu serbuksari mulai berkecambah, inti generatif atau inti sperma membelah diri sehingga di dalam tabung serbuksari terdapat 2 buah inti sperma dan sebuah inti vegetatif. Tugas inti vegetatif adalah mengatur pertumbuhan tabung serbuksari, sedangkan tugas kedua inti sperma adalah melakukan pembuahan. Tabung serbuksari tumbuh memanjang ke bawah dalam saluran tangkai putik menuju ke ruang bakal buah (ovarium) sampai ujungnya menyentuh kantong embryo. Untuk bisa terjadi pembuahan, bakal biji (ovulum) harus sudah masak/dewasa. Sel induk kantong embryo yang juga disebut sel megaspore mengadakan pembelahan meiosis dengan pembentukan cawan sel (cytokinesis), sehingga terbentuk dua sel haploid. Lalu masing-masing sel membelah secara mitosis disertai cytokinesis dan terbentuk sel tetra haploid (4 megaspore), tiga di antaranya hancur, sehingga tinggal satu sel yang berfungsi. Megaspore yang masih ada itu kemudian mengalami pembelahan mitosis tapa diikuti cytokinesis berturut-turut tiga kali, sehingga terbentuk 8 inti (tiap 4 inti menuju kutub kantong embryo). Dari 4 inti yang di kutub itu, masing-masing satu inti menuju ke tengah menjadi inti kutub dan 3 inti tetap tinggal di suatu kutub menjadi sel antipodal, sedangkan 3 inti pada kutub yang lain mempunyai fungsi berbeda yaitu 1 inti menjadi sel telur dan 2 inti lainnya menjadi sel synergid. Dengan demikian terbentuklah gametofit betina yang dewasa.
61
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
Gambar 4.1 Proses pembentukan buah dan biji pada bunga tumbuhan (Loveless, 1989)
Ir. Indriyanto, M.P.
62
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
2. Peristiwa Pembuahan pada Bunga Pembuahan atau fertilisasi (fertilization) adalah peristiwa penyatuan inti sperma dari serbuksari dengan inti sel telur pada bakal biji yang telah dewasa di dalam kantong embryo. Setelah terjadi penyerbukan dan setelah inti vegetatif yang terdapat di dalam tabung serbuksari menyelesaikan tugasnya, kemudian inti vegetatif ini mati bersama protoplasma yang berada di dalam tabung serbuksari. Pada saat ini, inti sperma telah masuk ke dalam kantong embryo untuk melakukan pembuahan. Satu inti sperma membuahi inti sel telur dan menjadi sebuah zygot, sedangkan inti sperma yang satunya lagi bergabung dengan inti kutub atau endosperm primer membentuk endosperm. Endosperm primer ini terbentuk dari penyatuan 2 inti kutub. Peleburan diri antara inti sperma dengan inti sel telur disebut pembuahan. 3. Pertumbuhan Setelah Pembuahan Setelah peristiwa pembuahan pada bunga, maka bakal buah beserta bagian-bagian lainnya akan tumbuh menjadi besar disertai dengan perubahan-perubahan bentuk sebagai berikut (Suseno dan Suginingsih, 1984): a. inti sel telur atau ovum berubah menjadi zygot, b. dua buah inti kutub berubah menjadi endosperm, c. inti bakal biji (nucellus) berubah menjadi perisperm, d. selaput luar bakal biji (integumentum exterius) berubah menjadi kulit biji bagian luar (testa), e. selaput dalam bakal biji (integumentum interius) berubah menjadi kulit biji bagian dalam (tegmen), f. bakal biji (ovulum) berubah menjadi biji (semen), g. daun buah (carpelum) berubah menjadi kulit buah (pericarpus atau pericarpium), dan h. bakal buah (ovarium) berubah menjadi buah (fructus). Selanjutnya zygot akan berkembang menjadi embryo, dan embryo inilah merupakan bakal tanaman yang masih kecil terletak dalam biji. Pada embryo terdapat bakal akar (radikula), bakal batang (hypocotil/cauliculus), dan bakal tunas (plumula). Bakal akar tumbuh dan berkembang menjadi akar (radix), bakal batang tumbuh dan berkembang menjadi batang (caulis), sedangkan bakal tunas tumbuh dan berkembang menjadi tajuk (corona). Struktur embryo yang terbentuk dalam biji bergantung kepada jenis tumbuhannya. Pada tumbuhan kelas Angiospermae, embryo yang terbentuk bisa mempunyai satu helai keping biji (satu kotiledon) atau dua helai keping biji (dua kotiledon), sedangkan pada tumbuhan kelas
63
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
Gymnospermae misalnya pada tusam, embryo yang terbentuk memiliki kotiledon yang jumlahnya banyak. Embryo pada berbagai jenis pohon tusam (Pinus spp.) memiliki kotiledon lebih dari 18 helai. C. STRUKTUR BUAH Struktur buah adalah komponen-komponen yang ada dan susunannya pada buah tumbuhan. Jenis komponen dan susunan komponen buah pada tiap jenis tumbuhan tidak selalu sama bergantung kepada struktur bunganya, serta bergantung pertumbuhan dan perkembangan setelah proses pembuahan pada bunga. Struktur buah memberikan ciri yang sangat bermanfaat bagi klasifikasi tumbuhan berbunga meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Untuk dapat memahami struktur buah, ada lima kondisi buah yang perlu diamati yaitu a. apakah buah yang telah matang itu kering atau sukulen (berair), b. apakah buah setelah matang kemudian merekah (pecah) dan mengeluarkan bijinya, atau tidak merekah, c. apakah dalam satu buah itu berisi satu biji atau lebih, d. apakah buah itu terbentuk dari satu daun buah atau lebih, e. apakah buah itu berasal dari bakal buah yang inferus, semi-inferus, atau superus. 1. Struktur Buah pada Tumbuhan Angiospermae Buah pada tumbuhan Angiospermae umumnya merupakan bakal buah yang telah masak/dewasa (Samingan, 1982). Secara botanis, pada buah dewasa dapat dibedakan dengan jelas antara biji yang ada di dalam dan kulit buahnya. Kulit buah (pericarpus/pericarpium) tersusun atas tiga lapisan, yaitu exocarpus, mesocarpus, dan endocarpus (Tjitrosoepomo, 2001). a. Exocarpus adalah lapisan terluar dari kulit buah yang umumnya tipis. b. Mesocarpus adalah lapisan tengah dari kulit buah yang umumnya tebal, bahkan kadang-kadang berdaging atau berserabut. Mesocarpus yang berdaging disebut daging buah (sarcocarpus) dan pada umumnya merupakan bagian buah yang dapat dimakan. c. Endocarpus adalah lapisan paling dalam dari kulit buah, berbatasan langsung dengan ruang yang mengandung biji, seringkali bagian ini tebal dan keras. Adapun biji memiliki struktur yang terdiri atas embryo, penyimpanan makanan, dan kulit biji. Embryo adalah tanaman yang masih sederhana di dalam biji, berukuran kecil, dan terdiri atas bagian-bagian
Ir. Indriyanto, M.P.
64
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
antara lain: bakal akar (radicle), bakal batang (hypocotyl), bakal pucuk (epicotyl atau plumula), dan daun-daun biji (cotyledons). Penyimpanan makanan pada biji dilakukan di dalam cotyledons atau di dalam jaringan sekitar embryo yang disebut endosperm. Zat makanan pokok yang terdapat di dalam endosperm adalah karbohidrat (terutama dalam bentuk pati, hemiselulosa, dan gula/sucrose), lemak dan minyak, serta protein. Kulit biji adalah bagian terluar dari biji yang terbentuk dari selaput bakal biji (integumentum), terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan kulit luar disebut testa dan lapisan kulit dalam disebut tegmen (Hill et al., 1960; Suseno dan Suginingsih, 1984). Komponen buah serta susunan komponennya pada tumbuhan Angiospermae diilustrasikan pada Gambar 4.2. 2. Struktur Buah pada Tumbuhan Gymnospermae Buah pada tumbuhan kelas Gymnospermae dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu golongan buah kerucut dan golongan buah batu. Buah kerucut pada tumbuhan kelas Gymnospermae terbentuk dari bunga kerucut, sedangkan buah batu pada tumbuhan kelas Gymnospermae terbentuk dari bunga pembuluh. Buah kerucut adalah buah yang terdiri atas beberapa sisik berkayu dan keras atau terdiri atas beberapa sisik berdaging yang masing-masing sisik mendukung satu atau lebih biji, dan tersusun pada sumbu hingga membentuk kerucut (cone). Buah kerucut juga disebut buah runjung (Samingan, 1982; Loveless, 1989). Komponen terluar pembentuk buah kerucut adalah sisik kerucut (cone scale carpel). Bagian sisik kerucut yang tampak dari luar disebut apophysis. Apophysis pada kerucut pohon tusam (Pinus spp.) berujungkan kunat kecil yang disebut umbo. Namun, sesungguhnya letak kunat atau umbo itu ada yang betul-betul di ujung sisik (terletak secara terminal), ada juga yang terletak di bagian punggung sisik atu terletak secara dorsal (Loveless, 1989). Di dalam buah kerucut mengandung biji bersayap yang terdapat pada pangkal sisik. Daun pelindung biji atau disebut sisik braktea merupakan tanda khas untuk beberapa buah kerucut. Misalnya pada pohon anggota famili Pinaceae, daun pelindung biji mendukung sisiksisik kerucut, sedangkan pada pohon anggota famili Araucariaceae justru daun pelindung biji inilah yang membentuk kerucut. Biji pada tumbuhan kelas Gymnospermae memiliki struktur fungsional yang sama dengan biji tumbuhan Angiosperm yaitu terdiri atas embryo, penyimpanan makanan, dan kulit biji. Embryo memiliki daun biji (cotyledon) yang jumlahnya banyak yaitu antara 2 dan 15 helai. Meskipun
65
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
demikian kadang-kadang juga dijumpai biji pohon tusam memiliki daun biji berjumlah lebih dari 18 helai (Suseno dan Suginingsih, 1984; Loveless, 1989). Adapun komponen buah serta susunan komponennya pada tumbuhan Gymnospermae diilustrasikan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.2 Struktur buah pada tumbuhan kelas Angiospermae (Hill et al., 1960)
Ir. Indriyanto, M.P.
66
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
Gambar 4.3 Struktur buah kerucut pada tumbuhan kelas Gymnospermae (Loveless, 1989)
67
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
D. TIPE BUAH BERDASARKAN PADA BAGIAN BUNGA YANG MEMBENTUKNYA Berdasarkan bagian-bagian bunga yang membentuk buah, maka buah dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu buah sejati atau buah telanjang dan buah semu atau buah tertutup (Hill et al., 1960; Tjitrosoepomo, 2001). Penjelasan masing-masing jenis buah diuraikan sebagai berikut. 1. Buah Sejati Buah sejati adalah buah yang semata-semata terbentuk dari bakal buah dan bakal biji saja, misalnya buah durian (Durio zibethinus), cempaka (Michelia champaca), mangga (Mangifera indica), kenari (Canarium commune), kelapa (Cocos nucifera), jarak (Ricinus communis), sawo manila (Achras zapota), ki hujan (Samanea saman), dan lain-lain. Buah sejati dikelompokkan lagi menjadi tiga jenis, yaitu buah sejati tunggal, buah sejati ganda, dan buah sejati majemuk. a. Buah sejati tunggal adalah buah sejati yang terbentuk dari satu bunga dengan satu bakal buah, misalnya buah mangga dan durian. b. Buah sejati ganda adalah buah sejati yang terbentuk dari satu bunga dengan beberapa bakal buah yang bebas dan berkembang menjadi satu buah, misalnya buah cempaka. c. Buah sejati majemuk adalah buah sejati yang terbentuk dari bunga majemuk, masing-masing bunga memiliki satu bakal buah dan berkembang menjadi satu buah, dan tipe buah ini terdapat pada tumbuhan rendah atau bukan pohon. 2. Buah Semu Buah semu adalah buah yang terbentuk dari bakal buah, bakal biji, dan bagian bunga lainnya, atau buah yang terbentuk dari bagian lain dari bunga selain bakal buah. Adapun bagian-bagian bunga yang seringkali ikut tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan terbentuknya buah semu antara lain: tangkai bunga, dasar bunga secara bersama-sama pada bunga majemuk, dasar bunga pada bunga tunggal, kelopak bunga, ibu tangkai bunga pada bunga majemuk. Contoh buah semu adalah buah jambu mete (Anacardium occidentale), nangka (Artocarpus heterophylla), sukun (Artocarpus communis), lo (Ficus glomerata), beringin (Ficus benjamina), dan lain-lain. Buah semu dikelompokkan lagi menjadi tiga jenis, yaitu buah semu tunggal, buah semu ganda, dan buah semu majemuk. a. Buah semu tunggal adalah buah semu yang terbentuk dari satu bunga dengan satu bakal buah, misalnya buah jambu mete.
Ir. Indriyanto, M.P.
68
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
b. Buah semu ganda adalah buah semu yang terbentuk dari satu bunga dengan beberapa bakal buah yang bebas dan berkembang menjadi satu buah, misalnya buah arbe (Fragraria vesca). c. Buah semu majemuk adalah buah semu yang terbentuk dari bunga majemuk yang masing-masing bunga memiliki satu bakal buah dan berkembang menjadi satu buah, misalnya buah nangka, keluwih, beringin, dan lo. E. TIPE BUAH BERDASARKAN PADA KEADAAN DINDING BUAH Berdasarkan kepada keadaan dinding buah (pericarpium), maka buah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu buah kering dan buah berdaging (Samingan, 1982; Jones dan Luchsinger, 1987; Loveless, 1989; Schmidt, 2000). Penjelasan masing-masing jenis buah diuraikan sebagai berikut dan sebagian diilustrasikan pada Gambar 4.4. 1. Buah Kering Buah kering adalah buah yang keadaan dinding buahnya mengayu/ mengeras. Buah yang tergolong buah kering meliputi buah kotak, buah polong, buah bumbung, buah samara, dan buah keras. a. Buah kotak (capsule) adalah buah kering yang merekah melalui dua atau lebih garis kampuh (garis suture), misalnya buah durian (Durio zibethinus) dan kesumba (Bixa orellana). b. Buah polong (legume) adalah buah kering yang merekah sepanjang kedua garis kampuh (kampuh perut dan kampuh punggung), misalnya buah lamtorogung (Leucaena leucocephala), weru (Albizia procera), sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Acacia auriculiformis), kaliandra bunga merah (Calliandra calothysrus), dan lain sebagainya. c. Buah bumbung (follicle) adalah buah kering yang merekah sepanjang satu garis kampuh (pada kampuh perutnya), misalnya buah biduri (Calotropis gigantea). d. Buah samara (samara) adalah buah kering bersayap dan tidak merekah, misalnya buah yang dimiliki oleh jenis-jenis pohon anggota famili Dipterocarpaceae. e. Buah keras (nux) adalah buah yang kalau masak/tua tidak pecah karena mempunyai kulit buah yang kaku (berkayu), misalnya buah sarangan (Castanea argentea).
69
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
2. Buah Berdaging Buah berdaging adalah buah yang keadaan dinding buahnya berdaging. Buah yang tergolong buah berdaging meliputi buah buni dan buah batu. a. Buah buni (berry atau bacca) adalah buah berdaging berbiji satu atau banyak dengan kulit buah bagian luar tipis dan kulit buah bagian dalam tebal dan berdaging, misalnya buah duku (Lansium domesticum), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo kecik (Manilkara kauki), sawo manila (Achras zapota), belimbing (Averrhoa carambola), dan lain sebagainya. b. Buah batu (drupe atau drupa) adalah buah berdaging berbiji satu dengan kulit buah bagian dalam yang keras, misalnya buah kelapa (Cocos nucifera), mangga (Mangifera spp.), nyamplung (Calophyllum inophyllum), bintangur (Calophyllum macrocarpum), dan lain sebagainya. F. TIPE BUAH BERDASARKAN PADA CARA PECAHNYA Tipe buah berdasarkan cara pecahnya dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu buah berbelah, buah kendaga, dan buah kotak (Tjitrosoepomo, 2001). 1. Buah berbelah (schizocarpium) adalah buah yang mempunyai dua ruang buah atau lebih yang tiap-tiap ruang berisi satu biji. Buah tersebut apabila telah masak/tua pecah menjadi beberapa bagian dan tiap bagian buah mempunyai satu biji yang tetap berada di dalamnya. 2. Buah kendaga (rhegma) adalah buah yang mempunyai sifat seperti buah berbelah, tetapi tiap-tiap bagian buah pecah lagi sehingga biji ke luar dari buah, misalnya buah jarak (Ricinus communis), buah karet (Hevea brassiliensis), jarak ulung (Jatropha gossipifolia). 3. Buah kotak (capsule) adalah buah kering mengandung banyak biji yang jika telah masak/tua lalu pecah dan kulit buah tetap melekat pada tangkai buah.
Ir. Indriyanto, M.P.
70
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
Gambar 4.4 Tipe-tipe buah pada tumbuhan kelas Angiospermae (Jones dan Luchsinger, 1987; Schmidt, 2000; Tjitrosoepomo, 2001) G. RINGKASAN Secara botani, buah adalah ovarium yang telah masak dengan atau tanpa biji di dalamnya. Meskipun demikian, pada beberapa buah strukturnya berasal dari bagian-bagian bunga lainnya misalnya dasar bunga atau tangkai bunga dengan atau tidak disertai oleh perhiasan bunga dalam perkembangan buah ini. Berdasarkan taksonomi tumbuhan, buah 71
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
dapat digunakan untuk mendiagnosis famili atau untuk menentukan batas kategori takson (taxa) pada tingkat famili, sehingga pemahaman tentang buah ini menjadi bagian penting dalam pengenalan pohon. Buah pada tumbuhan kelas Angiospermae pada umumnya dikatakan sebagai bakal buah yang telah masak dan secara botanis pada buah dewasa dapat dibedakan dengan jelas antara biji dan kulit buah (pericarpus). Pericarpus terdiri atas tiga lapisan, yaitu exocarpus, mesocarpus, dan endocarpus. Biji yang ada di dalam buah memiliki struktur yang terdiri atas embryo, penyimpanan makanan, dan kulit biji. Adapun pada tumbuhan kelas Gymnospermae memiliki dua tipe buah, yaitu buah kerucut dan buah batu. Buah kerucut memiliki sisik-sisik berkayu dan keras atau sisik-sisik berdaging yang masing-masing sisik mendukung satu atau lebih biji, dan tersusun pada sumbu hingga membentuk kerucut (cone). Buah kerucut juga disebut buah runjung. Berdasarkan kepada bagian-bagian bunga yang membentuk buah, maka buah dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu buah sejati (buah telanjang) dan buah semu (buah tertutup). Berdasarkan kepada keadaan dinding buah (pericarpium), maka buah dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu buah kering dan buah berdaging. Buah yang tergolong buah kering meliputi buah kotak, buah polong, buah bumbung, buah samara, dan buah keras, sedangkan buah yang tergolong buah berdaging meliputi buah buni dan buah batu. Adapun tipe buah berdasarkan cara pecahnya dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu buah berbelah, buah kendaga, dan buah kotak. H. LATIHAN 1. Jelaskan apa yang disebut penyerbukan sendiri dan apa yang disebut penyerbukan silang? 2. Sebutkan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi setelah proses pembuahan pada bunga. 3. Jelaskan apa yang disebut dengan buah? 4. Sebutkan komponen buah pada tumbuhan Angiospermae. 5. Sebutkan komponen buah pada tumbuhan Gymnospermae. 6. Jelaskan dua tipe buah berdasarkan atas bagian-bagian bunga yang membentuknya. 7. Jelaskan dua tipe buah berdasarkan atas keadaan dinding buahnya. 8. Jelaskan tiga tipe buah berdasarkan cara pecahnya.
Ir. Indriyanto, M.P.
72
BAB 5 HABITUS POHON
A. PENDAHULUAN Habitus pohon adalah perawakan pohon atau wujud bentuk fisik pohon secara keseluruhan. Karakteristik pohon yang berkaitan dengan habitusnya ditentukan oleh bentuk utama tajuk pohon, ukuran pohon, dan tekstur pohon. Namun demikian, bentuk utama tajuk pohon dan tekstur pohon sangat berkaitan dengan morfus batang pohon dan sistem percabangannya (Grey dan Deneke, 1978). Batang pohon dapat diibaratkan sebagai sumbu tubuh pohon yang memiliki sistem percabangan maupun arah tumbuh cabang yang berbedabeda. Hal tersebut sesuai dengan sifat dan asal terbentuknya batang itu sendiri yaitu bahwa batang pohon merupakan perkembangan dari meristem apikal atau meristem ujung suatu pohon. Pertumbuhan memanjang batang dihasilkan dari suatu aktivitas daerah-daerah meristematik yang terdapat di ujung maupun bagian lateral tunas dan tidak hanya meningkatkan jumlah sel, tetapi juga pemanjangan sel pada tunas. Pola pertumbuhan batang yang demikian menghasilkan bukubuku dan tunas lateral, sehingga untuk pertumbuhan batang selanjutnya diikuti juga oleh tumbuh dan berkembangnya dahan dan ranting. Dengan demikian, batang yang pertama tadi akan menjadi sumbu utama tumbuhan (Hill et al., 1960). Adanya pengaruh faktor genetik maupun pengaruh kondisi lingkungan (iklim dan tanah) terhadap pertumbuhan pohon, akan mengakibatkan bentuk batang dan sistem percabangannya bervariasi di antara berbagai jenis pohon. Variasi sifat batang tumbuhan dan sistem percabangannya mempunyai arti penting dalam suatu sistem klasifikasi, dan dalam hal ini batang pohon menyediakan sifat-sifat taksonomik yang banyak gunanya (Jones dan Luchsinger, 1987). Variasi sifat batang pohon selain terdapat pada bentuk batangnya juga terdapat pada kondisi permukaannya. Variasi sifat batang pohon 73
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
yang tampak pada perbedaan bentuk dan kondisinya itu perlu mendapat perhatian seksama. Semua kondisi permukaan batang pohon adakalanya menjadi ciri khas bagi suatu jenis pohon. Di samping itu, kadangkala kulit batang suatu jenis pohon memiliki getah dengan warna tertentu dan getah tersebut menjadi ciri khas bagi suatu jenis atau famili. Arah dan dalamnya alur pada batang, retak-retak pada kulit, bentuk dan penyebaran lentisel, bau dan warna kulit bagian dalam semua itu merupakan ciri-ciri khas pada setiap jenis pohon (Samingan, 1982; Hardin et al., 2000). Selain itu, semua jenis pohon mempunyai bentuk tajuk yang spesifik (khas) selama pohon tersebut dalam keadaan pertumbuhan yang normal. Meskipun bentuk tajuk beberapa jenis pohon selalu berubah-ubah karena mengikuti pola pertumbuhan dari tingkat muda (juvenile) ke tingkat dewasa (maturity), tetapi bentuk yang spesifik dan relatif tetap akan muncul setelah pohon tersebut mencapai tingkat dewasa (Grey dan Deneke, 1978). Oleh karena itu, dalam pengenalan pohon sangat diperlukan pemahaman tentang habitus pohon termasuk semua aspek yang berkaitan dengan sifatsifat batang pohon. B. KARAKTERISTIK BATANG POHON Bentuk batang pohon yang dimaksud adalah bentuk batang dilihat dari penampang melintangnya dan kondisi permukaannya. Dilihat dari bentuk penampang melintang batang, maka bentuk batang dibedakan dua macam, yaitu bentuk bulat dan bentuk bersegi (Tjitrosoepomo, 2001). Suatu jenis pohon dan perdu pada umumnya memiliki bentuk batang bulat atau bentuk yang mendekati bulat. Penampang melintang batang pohon tidak selalu betul-betul bulat karena ada kalanya batang pohon itu beralur dengan ukuran alur batang yang berbeda-beda. Bentuk batang bersegi pada umumnya dimiliki oleh jenis tumbuhan herba dan liana. Bentuk batang bersegi pada tumbuhan herba dan liana dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk segi tiga dan bentuk segi empat (Indriyanto, 2005). Karakteristik bentuk batang pohon sebagaimana dikemukakan di atas tidak hanya terdapat pada bentuk penampang melintang batang saja, tetapi juga terdapat pada kondisi permukaan batangnya. Kondisi permukaan batang pohon berbeda-beda untuk setiap jenis pohon. Permukaan batang pohon ada yang halus dan licin, ada yang beralur dangkal maupun dalam, ada yang beralur sempit maupun lebar, ada yang retak-retak pada kulit batangnya, ada yang memiliki warna tertentu pada kulit bagian luar, serta memiliki warna dan bau tertentu pada kulit batang bagian dalam (Samingan, 1982; Harlow, 1996).
Ir. Indriyanto, M.P.
74
BAB 5 HABITUS POHON
Gambar 5.1 Kondisi permukaan batang pohon (Sastrapradja et al., 1980) Beberapa kondisi permukaan batang yang kemungkinan dijumpai pada batang pohon, antara lain: beralur, berduri, berbekas, berlentisel, dan berserpih (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 2001; Indriyanto, 2005). Penjelasan masing-masing kondisi permukaan batang diuraikan satu per satu sebagai berikut. 1. Batang beralur (grooved atau sulcatus) adalah batang yang apabila permukaannya terdapat alur-alur secara jelas dengan arah membujur batang. Kondisi alur pada batang bisa sempit, lebar, dangkal, atau 75
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
dalam. Jenis pohon yang permukaan batangnya beralur antara lain: berbagai jenis pohon anggota genus Pinus (Pinus merkusii, Pinus insularis, Pinus brutia, Pinus eldarica, Pinus halepensis), mindi (Melia azedarach), pasang (Lithocarpus sundaicus), gerunggang (Cratoxylon arborescens), dan pohon getah perca (Palaquium gutta). 2. Batang berduri (thorny atau spinosus) adalah batang, dahan, dan ranting yang permukaannya terdapat duri-duri. Duri adalah organ tumbuhan yang merupakan perluasan pertumbuhan korteks dan epidermis batang yang berujung tajam atau runcing. Jenis-jenis pohon yang batang, dahan, dan/atau rantingnya berduri antara lain: pilang (Acacia leucophloea), kawista (Limonia acidissima), randu (Ceiba pentandra), dadap ayam (Erythrina variegata), dan lain sebagainya. 3. Batang berbekas (scarred atau asperus) adalah batang yang permukaannya terdapat bekas luka-luka atau goresan. Luka-luka atau goresan merupakan bekas tempat melekatnya organ (daun atau daun penumpu) pada batang, dahan, dan ranting tumbuhan. Pada beberapa jenis pohon anggota famili Magnoliaceae dan Moraceae terdapat bekas berupa cincin mengelilingi batang, dahan, dan ranting yang disebut lingkaran penumpu. Contoh jenis-jenis pohon yang permukaan batangnya terdapat bekas tempat melekatnya daun antara lain: kelapa (Cocos nucifera), pinang merah (Cyrtostachys lakka), pinang sirih (Areca catechu), lontar (Borassus flabellifer), dan lain sebagainya. Jenis-jenis pohon yang rantingnya terdapat cincin bekas daun penumpu antara lain: nangka (Artocarpus heterophylla), sukun (Artocarpus communis), karet kebo (Ficus elastica), dan lain sebagainya. 4. Batang berlentisel (lentilosus) adalah batang yang pemukaannya memiliki banyak lentisel (mulut kulit), misalnya pada batang pohon sengon laut (Paraserianthes falcataria), sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), kenari (Canarium vulgare), damar (Agathis loranthifolia, Agathis borneensis, Agathis labillardieri), damar putih (Agathis alba), dan lain sebagainya. 5. Batang berserpih (scaberus) adalah batang yang kulitnya mengelupas karena banyak terdapat bagian kulit yang mati dan mengelupas, sehingga tampak berserpih. Jenis-jenis pohon yang kulit batangnya berserpih misalnya: kapur singkel (Dryobalanops aromatica), kayu putih (Melaleuca leucadendron), kayu putih (Melaleuca cajuputi), angsana (Pterocarpus indicus), bungur lilin (Lagerstroemia speciosa.), bungur daun besar (Lagerstroemia flosreginae), medang perawas (Litsea odorifera), dan lain sebagainya. 6. Batang halus (glabellus) adalah batang yang permukaannya
Ir. Indriyanto, M.P.
76
BAB 4 MORFUS BUAH POHON
halus. Jenis-jenis pohon yang batangnya halus misalnya: keladan (Dipterocarpus gracilis), mahang (Macaranga pruinosa), mahang damar (Macaranga triloba), jambu biji (Psidium guajava), merbau darat (Intsia palembanica), pulai hitam (Alstonia angustiloba), rosidi (Gliricidia sepium), sengon laut (Paraserianthes falcataria), weru (Albizia procera), dan lain sebagainya. 7. Batang kasar (coriaceus) adalah batang yang permukaannya tampak kasar karena kulit batangnya retak-retak. Jenis-jenis pohon yang batangnya kasar antara lain: jati (Tectona grandis), gempol (Nauclea coadunata), puspa (Schima wallichii), mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), dan lain sebagainya. 8. Batang berbanir atau berakar papan adalah batang yang bagian pangkalnya melebar hingga pada ketinggian tertentu dan memipih searah dengan akar horizontal. Jenis-jenis pohon yang batangnya berbanir antara lain: meranti tembaga (Shorea leprosula), giso (Shorea guiso), asam keranji (Dialium indum), menggeris (Koompassia excelsa), weru (Albizia procera), kenari (Canarium vulgare), kenari babi (Canarium decumanum), benuang (Octomeles sumatrana), binong (Tetrameles nudiflora), pulai (Alstonia scholaris), simpur (Dillenia eximia), wiu (Garuga floribunda), dan lain sebagainya. C. BAHAN EKSTRAKTIF PADA BATANG Bahan ekstraktif adalah zat organik yang mencakup sejumlah senyawa kimia dalam batang (dalam kayu dan kulitnya), dalam daun, maupun dalam buah dan biji. Jenis bahan ekstraktif yang terdapat pada batang pohon bermacam-macam. Selain itu, tidak semua jenis pohon menghasilkan bahan ekstraktif. Bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh suatu jenis pohon ada yang termasuk ke dalam golongan getah (latex), gom, damar, kopal, gondorukem, kemenyan, cinnamon, jernang, soga, dan lain sebagainya. Meskipun bahan-bahan ekstraktif dalam kayu jumlahnya sedikit (hanya beberapa persen dari massa kayu), tetapi memiliki fungsi penting yang dapat berpengaruh besar terhadap sifat dan kualitas kayu secara alamiah (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Getah maupun bahan-bahan ekstraktif lainnya dalam kayu banyak yang tersimpan pada saluran yang disebut saluran zat ekstraktif. Saluran zat ekstraktif bisa berupa saluran getah maupun saluran resin. Saluran getah dan saluran resin adalah saluran dalam batang yang letaknya longitudinal dan/atau horizontal pada arah radial. Diameter saluran tersebut biasa mencapai ukuran kurang dari atau sama dengan 1,5cm. Letak saluran resin
77
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
pada kayu daun jarum pada umumnya horizontal dalam batang, sedangkan pada kayu daun lebar mempunyai saluran dengan arah longitudinal dan horizontal (Fengel dan Wegener, 1995). Perbedaan antara saluran getah atau saluran resin dengan pori-pori kayu yaitu bahwa pada saluran getah maupun pada saluran resin tidak mempunyai dinding nyata, sedangkan pada pori-pori kayu mempunyai dinding nyata. Di samping itu, pada saluran getah berisi lateks, sedangkan pada saluran resin berisi salah satu jenis resin misalnya: damar, gom, kopal, gondorukem, dan lain-lain. Penjelasan mengenai masing-masing jenis bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh batang pohon diuraikan satu demi satu sebagai berikut (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976; Fengel dan Wegener, 1995; Hardin et al., 2000; Indriyanto, 2005). 1. Getah atau lateks adalah bahan ekstraktif dihasilkan oleh jenis-jenis pohon yang mempunyai saluran getah. Jenis-jenis pohon yang menghasilkan getah yaitu jenis-jenis pohon anggota famili Sapotaceae, Apocynaceae, Moraceae, Guttiferae, Anacardiaceae, dan Euphorbiaceae. Contoh jenis pohon yang menghasilkan getah antara lain: karet (Hevea brasiliensis), sawo manila (Manilkara zapota), sawo kecik (Manilkara kauki), mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus heterophylla), pulai (Alstonia scholaris), dan lain sebagainya. 2. Damar adalah golongan resin (roson) yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Dipterocarpaceae. Jenis-jenis pohon yang menghasilkan damar antara lain: damar kaca (Shorea javanica), meranti rambai (Shorea acuminata), merawan telor (Hopea mengarawan), merawan (Hopea bracteata), resak (Vatica rassak), keruing minyak (Dipterocarpus appendiculatus), dan lain sebagainya. 3. Gondorukem adalah golongan resin yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Pinaceae. Jenis-jenis pohon yang menghasilkan gondorukem antara lain: tusam (Pinus merkusii, Pinus radiata, Pinus sylvestris, Pinus oocarpa, Pinus brutia, Pinus eldarica, Pinus halepensis) dan oak silver (Grevillea robusta). 4. Kemenyan adalah golongan resin yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Styracaceae. Jenis pohon yang menghasilkan kemenyan disebut pohon kemenyan, misalnya: Styrax benzoin dan Styrax tonkinensis. 5. Jernang adalah golongan resin yang dihasilkan oleh jenis tumbuhan anggota famili Palmae. Jenis-jenis tumbuhan yang menghasilkan jernang umumnya adalah jenis rotan anggota genus Daemonorops, yaitu Daemonorops draco, Daemonorops crinitis, Daemonorops
Ir. Indriyanto, M.P.
78
BAB 5 HABITUS POHON
angustifolius, Daemonorops trichiernus. 6. Kopal adalah golongan resin yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Araucariaceae. Jenis pohon penghasil kopal misalnya: damar (Agathis loranthifolia, Agathis dammara, Agathis robusta, Agathis macrophylla, Agathis borneensis), damar pilau (Agathis celebica), dan damar putih (Agathis alba). 7. Minyak cendana adalah golongan minyak yang dihasilkan oleh kayu dari jenis pohon anggota famili Santalaceae, yaitu pohon cendana (Santalum album). 8. Kamper adalah golongan resin yang dihasilkan oleh kayu dari jenis pohon anggota famili Dipterocarpaceae yang disebut pohon kapur. Beberapa jenis pohon penghasil kamper antara lain: kapur singkel (Dryobalanops aromatica), kapur keladan (Dryobalanops beccarii), kapur tanduk (Dryobalanops lanceolata), dan lain sebagainya. . 9. Cinnamon adalah golongan minnyak yang dihasilkan oleh kulit kayu jenis pohon anggota famili Lauraceae. Jenis-jenis pohon penghasil cinnamon disebut pohon kayu manis, yaitu Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum burmanii, Cassia vera, dan Cassia lignea. 10. Soga adalah golongan bahan pewarna yang dihasilkan oleh kulit kayu jenis pohon Ceriops candolleana, Peltophorum pterocarpum. 11. Getah perca adalah golongan lateks yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Sapotaceae. Jenis pohon penghasil getah perca adalah pohon nyatoh, misalnya Palaquium gutta, Palaquium hispidum, Palaquium obovatum, dan Payena acuminata. 12. Jelutung adalah golongan lateks yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Apocynaceae. Jenis pohon penghasil jelutung disebut pohon jelutung, misalnya: Dyera costulata, Dyera eximia, Alstonia scholaris, Alstonia angustiloba, Alstonia polyophylla. 13. Gom adalah golongan resin yang dihasilkan oleh jenis pohon anggota famili Sterculiaceae misalnya: Sterculia foetida, Sterculia orceolata, serta berbagai jenis pohon anggota famili Leguminosae misalnya: Acacia decurrens, Acacia senegalensis, dan Acacia glaucophylla. Apabila kulit batang dari setiap jenis pohon diiris, maka akan menunjukkan ada atau tidak ada getah, damar, kopal, atau gom yang keluar. Warna getah untuk setiap jenis pohon yang bergetah juga berbeda-beda, ada pohon yang memiliki getah berwarna putih atau putih krem, warna kuning yang terdiri atas kuning pucat atau kuning emas, warna hitam yang pada awalnya bening kemudian menjadi hitam setelah kena udara, dan warna merah meliputi merah jambu dan merah kecoklatan (Samingan, 1982). Demikian pula warna damar ataupun bahan ekstraktif lainnya
79
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
adalah berbeda-beda pada setiap jenis pohon yang menghasilkannya, ada damar yang berwarna putih bening, ada yang berwarna merah, dan ada juga yang berwarna tembaga. Berdasarkan warna damar yang dihasilkan inilah digunakan untuk memberi nama nasional kelompok pohon meranti, sehingga ada meranti putih, meranti merah, dan meranti tembaga (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). D. SISTEM PERCABANGAN Sistem percabangan adalah susunan dan arah tumbuh dahan beserta ranting-rantingnya. Pada sistem percabangan, sumbu utama pohon adalah batangnya, kemudian cabang yang langsung keluar dari batang disebut dahan, sedangkan cabang-cabang yang berasal atau keluar dari dahan disebut ranting. Oleh karena itu, dalam mempelajari sistem percabangan pada batang tumbuhan harus memperhatikan kondisi meliputi ukuran, susunan, maupun arah tumbuh dari tiga komponen sistem percabangan, yaitu batang, dahan, dan ranting. Dahan dan ranting tumbuhan disebut juga cabang. Sistem percabangan pada batang tumbuhan terdiri atas tiga jenis, yaitu percabangan monopodial, percabangan simpodial, dan percabangan dikotom (lihat Gambar 5.2). Tiap-tiap sistem percabangan pada batang tumbuhan diuraikan sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1987). 1. Percabangan monopodial adalah sistem percabangan pada batang yang batang pokoknya selalu tampak jelas karena batang tersebut memiliki ukuran lebih besar atau memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan cabang-cabangnya. Contoh sistem percabangan ini terdapat pada Pinus spp., Araucaria spp., Agathis spp., Casuarina spp. 2. Percabangan simpodial adalah sistem percabangan yang batang pokoknya tidak tampak jelas berbeda jika dibandingkan dengan cabang-cabangnya karena pertumbuhan batang pokok lebih lambat dibandingkan dengan cabang-abangnya. Contoh sistem percabangan simpodial terdapat pada pohon sawo manila (Manilkara zapota), tanjung (Mimusops elengi), sawo kecik (Manilkara kauki). 3. Percabangan dikotom atau disebut juga percabangan menggarpu adalah sistem percabangan yang cabang-cabangnya selalu tumbuh menjadi dua dengan ukuran sama atau mendekati sama besar. Sistem percabangan dikotom ini sangat jarang dijumpai pada pohon.
Ir. Indriyanto, M.P.
80
BAB 5 HABITUS POHON
Gambar 5.2 Sistem percabangan pada batang tumbuhan (Indriyanto, 2005) Apabila diperhatikan dengan seksama mengenai sistem percabangan tersebut, maka arah tumbuh dahan untuk setiap jenis pohon juga berbedabeda. Arah tumbuh dahan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu arah tumbuh dahan yang tegak, mendatar, condong ke atas, dan ada pula yang terkulai (Tjitrosoepomo, 1987). Penjelasan masing-masing tipe arah tumbuh dahan diuraikan satu demi satu sebagai berikut serta dapat dilihat pada Gambar 5.3. 1. Arah tumbuh dahan dikatakan tegak (fastigiatus) yaitu dahan/cabang yang memiliki arah pertumbuhan dengan sudut antara batang pokok dengan dahan/cabang sangat kecil. Arah tumbuh dahan semacam ini dapat diperhatikan pada berbagai jenis pohon kenari (Canarium spp.), akasia (Acacia auriculiformis), angsana (Pterocarpus indicus) dan wiwilan pada berbagai jenis tanaman kopi (Coffea spp.). 2. Arah tumbuh dahan dikatakan mendatar (horizontalis) yaitu dahan/ cabang yang memiliki arah pertumbuhan dengan sudut antara batang pokok dengan dahan/cabang lebih kurang 900. Contoh arah tumbuh dahan mendatar terdapat pada pohon ketapang (Terminalia catappa, randu (Ceiba pentandra), berbagai jenis pohon damar (Agathis spp.), berbagai jenis pohon tusam (Pinus spp.), Durian (Durio zibethinus), dan cemara norfolk (Araucaria heterophyla). 3. Arah tumbuh dahan dikatakan condong ke atas (patens) yaitu dahan/ cabang yang memiliki arah pertumbuhan dengan sudut antara batang pokok dengan dahan/cabang lebih kurang 450. Jenis pohon yang arah tumbuh dahannya condong ke atas misalnya: cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan berbagai jenis pohon mahoni (Swietenia spp.) 4. Arah tumbuh dahan dikatakan terkulai (declinatus) yaitu dahan/cabang 81
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
yang pada bagian ujung melengkung ke bawah. Arah tumbuh dahan terkulai dapat dilihat pada pohon mimba (Azadirachta indica).
Gambar 5.3 Arah tumbuh cabang pada tumbuhan (Indriyanto, 2005) E. BENTUK TAJUK DAN TEKSTUR POHON Tajuk pohon (tree crown) adalah bagian pohon yang terbentuk oleh sebagian batang beserta seluruh dahan, ranting, dan daun-daunnya dalam satu susunan kesatuan. Setiap jenis pohon memiliki bentuk tajuk yang berbeda-beda yang pada umumnya dibedakan ke dalam tujuh bentuk dasar, yaitu bentuk tajuk tidak beraturan, bentuk jambang, bentuk jorong, bentuk piramid/kerucut, bentuk tiang/kolom, bentuk bundar, dan bentuk meliyuk (Grey dan Deneke, 1978). Ir. Indriyanto, M.P.
82
BAB 5 HABITUS POHON
Penjelasan arti dan ciri masing-masing bentuk tajuk pohon diuraikan sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 5.4. 1. Tajuk berbentuk tidak beraturan (irregular) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang susunan dan panjang dahan/ranting tidak teratur, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan menghasilkan bentuk tajuk yang tampak tidak beraturan. Jenis pohon dan perdu yang tajuknya berbentuk tidak beraturan misalnya: johar (Cassia siamea), asam landi (Pithecellobium dulce), dadap cangkring (Erythrina fusca), akasia (Acacia auriculiformis), dan kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus). 2. Tajum berbentuk jambang (vase) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang sebagian besar condong ke atas dan tegak, tersusun beraturan, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan menghasilkan bentuk tajuk yang tampak seperti jambang atau pot bunga. Jenis pohon yang tajuknya berbentuk jambang misalnya: sengon laut (Paraserianthes falcataria) dan angsana (Pterocarpus indicus). 3. Tajuk berbentuk jorong (oval) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang sebagian besar condong ke atas, daun-daunnya lebat, tersusun beraturan, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan menghasilkan bentuk tajuk oval (tinggi tajuk lebih kurang 1,5 kali lebarnya). Jenis pohon yang tajuknya berbentuk jorong misalnya: duku (Lansium domesticum), asam jawa (Tamarindus indica), dan mangga (Mangifera indica). 4. Tajuk berbentuk piramid/kerucut (pyramidal) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang sebagian besar arah tumbuhnya mendatar, tersusun beraturan, tajuk bagian bawah paling lebar kemudian secara teratur makin menyempit ke arah ujung tajuk, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan menghasilkan bentuk tajuk seperti kerucut. Jenis pohon yang tajuknya berbentuk pyramid misalnya: tusam (Pinus merkusii), damar (Agathis loranthifolia), dan cemara norfolk (Araucaria heterophyla), cemara kipas (Thyja occidentalis) 5. Tajuk berbentuk tiang/kolom (columnar/fastigate) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang sebagian besar condong ke atas, daun-daunnya lebat, tersusun beraturan, lebar tajuk sama atau mendekati sama mulai dari bagian bawah hingga ujung tajuk, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan menghasilkan bentuk tajuk seperti kolom. Tajuk berbentuk tiang/kolom juga disebut tajuk berbentuk silindris. Jenis pohon yang tajuknya berbentuk kolom
83
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
misalnya: glodokan tiang (Polyalthia pendula), cemara lilin (Cupressus sempervirens), dan tangkil (Gnetum gnemon). 6. Tajuk berbentuk bundar (round) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang arah tumbuhnya beranekaragam, daun-daunnya lebat ataupun jarang, tersusun beraturan, tinggi tajuk lebih kurang sama dengan lebar tajuk, sehingga secara keseluruhan sistem percabangan ini menghasilkan bentuk tajuk seperti bola. Jenis pohon yang tajuknya berbentuk bundar misalnya: tanjung (Mimusops elengi) dan beringin (Ficus benjamina), 7. Tajuk berbentuk meliyuk atau menjuntai (weeping) adalah tajuk pohon yang dibentuk oleh dahan-dahan dan ranting-ranting yang arah tumbuhnya terkulai, tersusun beraturan ataupun tidak beraturan, ranting-ranting lentur dan melengkung ke bawah. Jenis pohon yang tajuknya berbentuk menjuntai misalnya: mimba (Azadirachta indica) dan ceri (Muntingia calabura). Mengingat bahwa tajuk pohon itu terbentuk oleh susunan dahan/ cabang, ranting, daun, dan organ-organ yang lainnya, sehingga secara keseluruhan akan menampilkan tekstur tertentu yang pada setiap jenis pohon memiliki tekstur berbeda-beda. Tekstur pohon adalah sifat penampilan pohon yang dapat diidentifikasi dan dirasakan secara visual (menurut penglihatan mata). Kondisi tekstur pohon ditentukan oleh bentuk, ukuran, susunan, dan sifat-sifat lainnya dari daun, ranting, dahan, dan kulit batang. Tekstur pohon ini menunjukkan karakteristik pohon yang berhubungan dengan visual, sehingga sifat ini tidak dapat diidentifikasi dengan indra peraba melainkan dengan indra penglihatan. Sebenarnya karakteristik pohon yang berhubungan dengan visual, selain tekstur pohon adalah warna pohon. Warna pohon adalah warna yang ada pada tajuk pohon. Warna pohon didominasi oleh warna daunnya, sehingga kesan warna pada pohon bisa berubah menurut keadaan tempat tumbuh atau kondisi lingkungan yang memengaruhi warna dan pertumbuhan daun (Tjitrosoepomo, 2001). Dengan adanya berbagai faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon, maka warna daun pada tumbuh-tumbuhan sering kali memperlihatkan banyak variasi atau nuansa. Meskipun demikian, untuk menyebut tekstur maupun warna pohon tidak ada ukuran yang obyektif, sehingga diperlukan ketajaman mata dan perasaan seseorang. Untuk memudahkan menyebut tekstur pohon, maka karakteristik tekstur dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu tekstur kasar, sedang, dan halus. Sedangkan warna pohon dikelompokkan ke dalam enam macam warna, yaitu hijau muda, hijau tua, kuning, hijau kekuningan, merah, dan hijau kemerahan (Grey dan Deneke, 1978). Ir. Indriyanto, M.P.
84
BAB 5 HABITUS POHON
Gambar 5.4 Bentuk-bentuk tajuk pohon (Grey dan Deneke, 1978) F. PENGGOLONGAN UKURAN POHON Kategori ukuran pohon ditentukan oleh tingginya pada saat pohon telah mencapai fase atau tingkat pertumbuhan dewasa. Jika semua pohon tumbuh pada kondisi tempat tumbuh yang normal sesuai persyaratan tumbuhnya, maka pohon pada fase dewasa dapat mencapai tinggi tertentu. Tinggi pohon yang digunakan sebagai parameter ukuran pohon adalah tinggi total. Tinggi total adalah panjang sumbu batang pohon yang diukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai ke ujung tajuk. Ukuran pohon dikelompokkan berdasarkan tingginya ke dalam tiga kelas, yaitu pohon kecil, pohon sedang, dan pohon besar (Grey dan Deneke, 1978). Penjelasan masing-masing kelas ukuran pohon diuraikan sebagai berikut. 1. Pohon kecil adalah pohon-pohon yang pada fase dewasa mencapai tinggi kurang dari 9,144 m (kurang dari 30 kaki). 2. Pohon sedang adalah pohon-pohon yang pada fase dewasa mencapai tinggi 9,144 m—18,288 m (30 kaki—60 kaki). 3. Pohon besar adalah pohon-pohon yang pada fase dewasa mencapai tinggi lebih dari 18,288 m (lebih dari 60 kaki). 85
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
G. RINGKASAN Habitus pohon adalah perawakan pohon atau wujud bentuk fisik pohon secara keseluruhan yang sifat-sifatnya ditentukan oleh bentuk utama tajuk pohon, ukuran pohon, dan tekstur pohon. Selain itu, bentuk utama tajuk pohon dan tekstur pohon sangat berkaitan dengan suatu morfus batang pohon termasuk sistem percabangannya. Karakteristik bentuk batang ditentukan oleh bentuk penampang melintang batang dan kondisi permukaan batang pohon. Permukaan batang pohon ada yang halus dan licin, ada yang beralur dangkal baik sempit maupun lebar, beralur dalam baik sempit maupun lebar, retak-retak pada kulit batang, berduri, berbekas, berlentisel, ada yang memiliki warna tertentu pada kulit bagian luar, serta kulit batang bagian dalam memiliki warna dan bau tertentu. Bahkan batang suatu pohon ada yang menghasilkan bahan ekstraktif. Bahan ekstraktif ini ada yang termasuk ke dalam golongan getah (latex), damar, gondorukem, kopal, dan lain-lain. Sistem percabangan pada batang tumbuhan dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu percabangan monopodial, percabangan simpodial, dan percabangan dikotom. Pada setiap sistem percabangan tersebut, terdapat variasi mengenai arah tumbuh dahan pada setiap jenis pohon. Arah tumbuh dahan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu tegak, mendatar, condong ke atas, dan terkulai/menjuntai. Dengan berbagai sistem percabangan tersebut, akan dijumpai variasi bentuk tajuk pada setiap jenis pohon yang pada umumnya dibedakan ke dalam tujuh macam bentuk tajuk, yaitu bentuk tidak beraturan, bentuk jambang, bentuk jorong, bentuk piramid/kerucut, bentuk tiang/kolom, bentuk bundar, dan bentuk meliyuk. Mengingat tajuk pohon tersebut terbentuk oleh susunan batang, dahan, ranting, dan daun yang secara keseluruhan menampilkan tekstur dan warna tertentu, sehingga setiap jenis pohon memiliki tekstur dan warna berbeda-beda. Untuk memudahkan menyebut tekstur pohon, maka karakteristik tekstur dibagi ke dalam tiga macam, yaitu tekstur kasar, sedang, dan halus. Adapun warna pohon dikelompokkan ke dalam enam macam warna, yaitu hijau muda, hijau tua, kuning, hijau kekuningan, merah, dan hijau kemerahan. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam menerangkan tentang habitus pohon adalah ukuran pohon itu sendiri yang ditentukan oleh tingginya pada saat pohon telah mencapai fase atau tingkat pertumbuhan dewasa. Ukuran pohon tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu pohon kecil, pohon sedang, dan pohon besar.
Ir. Indriyanto, M.P.
86
BAB 5 HABITUS POHON
H. LATIHAN 1. Sebutkan beberapa kondisi permukaan batang pohon. 2. Jelaskan apa yang disebut bahan ekstraktif pada batang pohon. 3. Sebutkan jenis-jenis bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh batang pohon, kemudian beri contoh jenis pohon apa yang menghasilkan bahan ekstraktif tersebut. 4. Sebutkan dan jelaskan tiga sistem percabangan pada pohon. 5. Sebutkan dan jelaskan tujuh bentuk tajuk pohon. 6. Jelaskan apa yang disebut tekstur dan warna pohon. 7. Sebutkan dan jelaskan tiga kategori ukuran pohon berdasarkan tingginya.
87
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
A. PENDAHULUAN Tatanama tumbuhan didefinisikan sebagai suatu aturan di dalam memberikan nama dan/atau cara menuliskan nama tumbuhan secara benar bagi takson (jenjang taksonomi) yang telah diketahui dalam dunia ilmu pengetahuan (Samingan, 1982, Jones dan Luchsinger, 1987; Harlow, 1996). Dengan demikian, tatanama tumbuhan merupakan suatu aturan yang dijadikan pedoman dalam memberikan nama dan/atau dalam menuliskan nama tumbuhan secara benar. Prinsip dasar dalam hal tatanama (nomenclature) tumbuhan telah diuraikan sebagai suatu aturan taksonomis yang dikembangkan dan disetujui oleh konggres internasional. Substansi yang berkenaan dengan tumbuhtumbuhan dan aturan-aturan tatanamanya dicatat secara resmi dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (the International Code of Botanical Nomenclature). Tatanama tumbuhan dijadikan hal yang sangat penting bagi suatu kegiatan dalam taksonomi, mengingat taksonomi itu merupakan cabang biologi yang menelaah penamaan, pencirian, dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan maupun perbedaan sifat-sifatnya (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 1993). Kegiatan dalam lingkup taksonomi tumbuhan bukan sesuatu hal yang baru bagi manusia sebab antara manusia dengan tumbuhan mempunyai hubungan yang erat sebagaimana keterkaitan antarkomponen dalam sistem ekologi. Tumbuhan adalah komponen produsen dan manusia adalah konsumen. Interaksi kedua komponen tersebut sangat jelas dan pasti karena manusia menganggap bahwa tumbuhan sebagai sumber daya yang bermanfaat, sehingga untuk mengetahui manfaat tiap jenis serta untuk bisa mengambil manfaat dari setiap jenis tumbuhan, manusia berusaha mengenal ciri-ciri tumbuhan lalu berusaha untuk memberi nama. Keterlibatan manusia dalam lingkup kegiatan taksonomi ini seperti dalam hala pemberian nama tumbuhan telah terjadi sejak lama (Harlow, 1996). 89
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
Bangsa-bangsa Cina, Mesir, dan Asiria, sejak ribuan tahun yang lalu telah mengenal berbagai jenis tumbuhan dan telah mengklasifikasikan tumbuhan sesuai dengan kegunaannya. Hal tersebut merupakan salah suatu bukti bahwa sudah sejak dahulu manusia terlibat dalam kegiatan taksonomi tumbuhan. Dalam bidang ilmu pengenalan pohon, penggunaan nama yang benar (sesuai ketentuan kode internasional tatanama tumbuhan) untuk suatu jenis pohon mutlak diperlukan agar tidak terjadi kekacauan di dalam menyebut nama suatu jenis pohon. Di samping itu, penggunaan nama yang benar akan memudahkan semua orang untuk mengetahui kedudukan tumbuhan dalam kategori takson atau dalam hierarki takson. B. PENAMAAN JENIS TUMBUHAN Suatu jenis pohon atau tumbuhan bisa memiliki tiga macam nama yaitu nama lokal, nama ilmiah, dan nama perdagangan. Nama lokal juga disebut nama daerah atau nama nasional atau nama setempat atau nama biasa. Nama ilmiah juga disebut nama botani. Ketiga macam nama tersebut (nama lokal, nama ilmiah, dan nama perdagangan) mempunyai dasar-dasar penamaan yang berbeda. Misalnya pada nama setempat dan nama perdagangan, diketemukannya sifat khas yang menonjol pada tumbuhan/pohon maupun pada tipe habitatnya bisa dijadikan dasar pemilihan nama pohon tersebut. Contoh-contoh yang diuraikan berikut ini bisa dijadikan sebagai gambaran mengenai penggunaan sifat khas pohon dan tipe habitatnya sebagai dasar pemberian nama setempat dan nama perdagangan (Samingan, 1972). 1. Berbagai jenis pohon anggota genus Shorea yang tumbuh pada daerah rawa, kemudian diberi nama meranti rawa. Dengan demikian, meranti rawa merupakan nama kolektif yang diberikan kepada semua jenis pohon anggota genus Shorea yang tumbuh di daerah rawa. 2. Warna kayu yang sangat gelap atau hitam merupakan sifat yang menonjol pada kayu jenis-jenis pohon anggota genus Diospyros. Warna kayu tersebut kemudian digunakan untuk memberi nama lokal dan nama perdagangan bagi berbagai jenis pohon anggota genus Diospyros dengan nama kayu hitam atau kayu arang. 3. Kulit batang yang bergetah merah darah merupakan sifat yang menonjol pada anggota famili Myristicaceae. Kemudian setiap jenis pohon anggota famili Myristicaceae diberi nama kayu mendarahan karena kulit batang bagian dalam mengandung getah berwarna merah. 4. Bentuk batang penuh dengan benjolan-benjolan khas sebagai tempat melekatnya tangkai bunga merupakan sifat yang menonjol pada pohon
Ir. Indriyanto, M.P.
90
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
Stelechocarpus burahol, kemudian pohon ini diberi nama kiburahol. 5. Daerah tempat penyebaran secara lokal bagi pohon-pohon Shorea pinanga, Shorea stenoptera, Shorea gijsbertsiana, dan Shorea acuminatissima adalah di Kalimantan, sehingga jenis-jenis pohon tersebut lalu diberi nama pohon borneo. Cara penamaan seperti tersebut memiliki kelemahan karena bisa membingungkan bagi para pemula yang belajar dalam bidang pengenalan pohon/kayu. Hal ini dikarenakan bahwa dengan cara penamaan tersebut, bisa terjadi adanya pohon yang sama akan memiliki nama yang berlainan, sebaliknya nama yang sama kemungkinan digunakan untuk beberapa pohon yang berbeda jenisnya. Dengan demikian, untuk menghindari banyak kesalahan dalam mengenal jenis pohon/kayu maka pemahaman terhadap nama ilmiah (nama botani) sangat diperlukan. Nama ilmiah pohon merupakan hasil penamaan berdasarkan bahasa Latin. Bahasa Latin digunakan untuk nama ilmiah suatu jenis tumbuhan karena bahasa Latin memiliki kepastian dan ketepatan arti. Kepastian dan ketepatan arti bahasa Latin terletak pada manfaatnya dalam menerjemahkan dan mengungkapkan sesuatu sifat yang dimiliki oleh tumbuhan bersangutan. Nama ilmiah suatu tumbuhan telah dikenal secara internasional oleh banyak orang, baik oleh para pakar, para mahasiswa, para guru, maupun para pelajar (Jones dan Luchsinger, 1987). Sesungguhnya nama ilmiah tumbuhan telah digunakan sejak pertengahan abad 18, yaitu dimulai ketika seorang ahli botani bangsa Swedia yang bernama Carolus Linnaeus menerbitkan bukunya berjudul Species Plantarum. Dalam buku tersebut, Carolus Linnaeus telah menuliskan nama-nama genera atau kelompok jenis, juga telah menuliskan petunjuk spesies yang biasanya terdiri atas kalimat deskriptif secara singkat, serta menyantumkan satu set nama setiap jenis tumbuhan yang dipublikasikan. Cara penamaan jenis tumbuhan yang dilakukan oleh Carolus Linnaeus dikenal dengan istilah binomial nomenclature, yaitu nama tumbuhan yang terdiri atas dua kata berupa nama genus diikuti dengan penunjuk spesies. Cara penamaan yang lengkap menurut ketentuan di dalam kode internasional tatanama tumbuhan adalah bahwa nama ilmiah suatu jenis tumbuhan/pohon terdiri atas tiga kata, sehingga dikenal dengan istilah trivial nomenclature. Ketiga kata dalam nama ilmiah tumbuhan yang dimaksud, masing-masing dijelaskan pada uraian sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1987; Harlow, 1996). 1. Kata pertama adalah nama marga/genus yang harus ditulis dengan huruf awal besar, kemudian digaris bawah atau dicetak miring. 2. Kata ke dua adalah nama penunjuk jenis/spesies yang semua ditulis
91
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
dengan huruf kecil, kemudian digaris bawah atau dicetak miring. 3. Kata ke tiga adalah nama penuh atau singkatan nama dari seorang ahli taksonomi tumbuhan yang bertanggungjawab atas penerbitan dari hasil pencandraan dan pendeterminasian tumbuhan. Penulisan kata ke tiga tersebut tanpa digaris bawah ataupun dicetak miring. Beberapa contoh cara penulisan nama ilmiah tumbuhan secara benar dengan konsep trivial nomenclature sebagai berikut (Indriyanto, 2005). 1. Pulai (Alstonia scholaris R. Br.). Nama genus adalah Alstonia. Nama penunjuk spesies adalah scholaris. Adapun R. Br. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama lengkap Robert Brown. 2. Leda (Eucalyptus deglupta Bl.). Nama genus adalah Eucalyptus. Nama penunjuk spesies adalah deglupta. Adapun Bl. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama lengkap Blume. 3. Sengon laut (Paraserianthes falcataria [L.] Nielsen). Nama genus adalah Paraserianthes. Nama penunjuk speseies adalah falcataria. Adapun L. adalah singkatan nama dari seorang ahli taksonomi bernama Linnaeus. Nielson adalah nama ahli taksonomi yang telah menempatkan kembali pohon sengon laut ke dalam genus Paraserianthes. Penulisan [L.] Nielsen artinya penamaan itu telah disempurnakan oleh Nielsen tetapi masih menggunakan sebagian ciri-ciri diagnostik yang telah diberikan oleh Carolus Linnaeus. Sengon laut pada awalnya bernama ilmiah Albizia falcataria (L.) Fosberg, kemudian mengalami perubahan nama dari genus Albizia menjadi genus Paraserianthes. 4. Durian (Durio zibethinus Murr.). Nama genus adalah Durio. Nama penunjuk spesies adalah zibethinus. Adapun Murr. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama Murray. 5. Ceri (Muntingia calabura L.). Nama genus adalah Muntingia. Nama penunjuk spesies adalah calabura. Adapun L. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama Linnaeus. 6. Wareng (Gmelina arborea Roxb.). Nama genus adalah Gmelina. Nama penunjuk spesies adalah arborea. Adapun Roxb. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama Roxburg. 7. Kenari solo (Canarium asperum Benth.). Nama genus adalah Canarium. Nama penunjuk spesies adalah asperum. Adapaun Benth. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama Bentham. 8. Mimba (Azadirachta indica Juss.). Nama genus adalah Azadirachta. Nama penunjuk spesies adalah indica. Adapun Juss. adalah singkatan nama seorang ahli taksonomi yang bernama Jussieu. 9. Cempaka bodas (Michelia alba D.C.). Nama genus adalah Michelia.
Ir. Indriyanto, M.P.
92
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
Nama penunjuk spesies adalah alba. Adapun D.C. adalah singkatan nama ahli taksonomi yang bernama De Candolle. 10. Suren (Toona sureni Merr.). Nama genus adalah Toona. Nama penunjuk spesies adalah sureni. Adapun Merr. adalah singkatan nama ahli taksonomi yang bernama Merril. Lahirnya nama ilmiah disebabkan oleh beberapa faktor. Faktorfaktor yang menyebabkan lahirnya nama ilmiah antara lain diuraikan sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993). 1. Beranekaragamnya nama lokal atau nama setempat suatu pohon, padahal nama ini tidak memungkinkan untuk diberlakukan secara umum pada dunia internasional karena adanya perbedaan dalam setiap bahasa yang digunakan. 2. Beranekaragamnya nama perdagangan suatu pohon atau kelompok pohon, tetapi nama-nama perdagangan itu tidak mencerminkan indikasi tentang kategori takson yang dimiliki oleh tumbuhan. 3. Banyaknya sinonim nama lokal atau nama setempat (dua nama atau lebih) untuk satu jenis tumbuhan. 4. Nama lokal atau nama setempat sulit diterima di dunia internasional karena nama ini sangat beranekaragaman menurut bahasa masingmasing bangsa yang menggunakan. Mengenai perbedaan dasar di dalam penamaan suatu jenis tumbuhan atau pohon secara ringkas dan terperinci dapat dilihat pada Tabel 6.1.
93
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
Tabel 6.1 Perbedaan dasar penamaan untuk suatu jenis tumbuhan/pohon Nama lokal/setempat *)
Nama ilmiah/botani *)
Nama perdagangan +)
1. Bebas dan tidak mengikuti ketentuan manapun 2. Menggunakan bahasa sehari-hari yang bersifat lokal atau setempat 3. Biasanya hanya dimengerti oleh penduduk setempat 4. Tidak jelas untuk kategori takson yang mana nama itu diperuntukkan 5. Satu takson bisa mempunyai nama yang berbeda menurut bahasa yang dipergunakan, dan sering banyak sinonim dan hanonim
1. Mengikuti ketentuan dalam KIT 2. Menggunakan bahasa yang diberlakukan sebagai bahasa Latin 3. Berlaku internasional, sekurang-kurangnya bagi kaum ilmuan 4. Tampak adanya indikasi yang jelas untuk kategori mana nama itu dimaksudkan atau digunakan 5. Suatu jenis tumbuhan hanya mempunyai satu nama yang benar, kecuali dalam hal yang inyatakan secara khusus.
1. Bebas atau tidak mengikuti ketentuan manapun 2. Menggunakan sifat khas yang menonjol pada pohon/tumbuhan, atau tipe habitatnya 3. Biasanya hanya dimengerti dalam dunia perdagangan 4. Seringkali merupakan nama kelompok beberapa genus dalam satu famili 5. Seringkali merupakan nama kelompok beberapa jenis dalam satu genus
Sumber: *) Tjitrosoepomo (1993), Jones dan Luchsinger (1987) +) Samingan (1982), Atmosuseno dan Duljapar (1996), Harlow (1996) C. KODE INTERNASIONAL TATANAMA TUMBUHAN Penggunaan nama ilmiah dan/atau cara memberi nama baru kepada pohon atau tumbuhan telah diatur di dalam kode botani dan nomenklatur. Kode botani dan nomenklatur yang dimaksud pertama kali telah dikemukakan di dalam Kongres Botani Internasional di Paris pada tahun 1876 yang isinya secara garis besar antara lain sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993). 1. Suatu tumbuhan hanya mempunyai satu nama ilmiah yang berlaku. 2. Nama tumbuhan yang tertua dipakai adalah sejak diterbitkannya Species Ir. Indriyanto, M.P.
94
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
Platarum Linnaeus pada tahun 1753, dan sejak itu prosedur tatanama telah menjadi ukuran dan terus direvisi sehingga tumbuh-tumbuhan tidak diberi nama sembarangan. 3. Dua jenis/spesies ataupun dua marga/genus yang berlainan tidak boleh mempunyai nama ilmiah yang sama. 4. Nama gabungan genus dan spesies harus diikuti nama-nama penulisnya. Aturan-aturan yang berkaitan dengan tatanama atau nomenklatur itu selalu diperbaiki berkat adanya berbagai usul perbaikan yang berasal dari kalangan ahli botani Amerika. Perbaikan-perbaikan selalu dilakukan dalam Kongres Botani Internasional, dan kongres yang pertama kali dilakukan adalah pada tahun 1867 di Paris. Kemudian Kongres Botani Internasional berikutnya dilakukan pada tahun 1900, 1905, 1910. Perbaikan yang terakhir dan hingga saat ini masih diikuti yaitu hasil perbaikan yang dilakukan dalam Kongres Botani Internasional V pada tahun 1930 di Cambridge. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam kode botani dan nomenklatur harus dipahami, agar penamaan, penggunaan, dan/atau penulisan nama ilmiah suatu tumbuhan bisa dilakukan dengan benar. Kode botani dan nomenklatur inilah yang disebut dengan Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature) (Jones dan Luchsinger, 1987). Adapun penjelasan isi dari Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) diuraikan sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993). 1. Mukadimah KITT Di dalam mukadimah Kode Internasional Tatanama Tumbuhan memuat 10 butir penting sebagai berikut. 1) Di dalam ilmu tumbuhan diperlukan sistem tatanama yang sederhana tetapi tepat dan dapat digunakan oleh semua ahli ilmu tumbuhan di seluruh dunia. Oleh karena itu, ditetapkan Kode Internasional Tatanama Tumbuhan yang tujuannya adalah untuk menyediakan metode dalam pemberian nama takson-takson tumbuhan dengan menghindari dan menolak penggunaan nama yang dapat menimbulkan kekeliruan, serta untuk menghindari penciptaan nama yang tidak berguna. 2) Sistem tatanama tumbuhan berpangkal tolak dari asas-asas yang telah disepakati dalam Kongres Botani Internasional (ada enam asas) yang kemudian dijabarkan ke dalam peraturan-peraturan dan saran yang lebih rinci. 3) Ketentuan-ketentuan yang telah terinci dalam peraturan tatanama tumbuhan harus ditaati.
95
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 5 HABITUS POHON
4) Sasaran yang ingin dicapai dengan penyusunan peraturan tatanama tumbuhan adalah untuk penerbitan tatanama di masa mendatang, sehingga nama-nama yang tidak sesuai dengan peraturan dianggap tidak sah atau tidak dapat dipertahankan. 5) Sasaran yang ingin dicapai dengan pemberian saran atau rekomendasi adalah adanya keseragaman yang lebih luas dengan tujuan bahwa jika ada nama yang diberikan kepada suatu tumbuhan dan bertentangan dengan suatu saran, maka tidak dapat ditolak, akan tetapi supaya dijadikan catatan bahwa pemberian nama yang demikian itu tidak perlu ditiru. 6) Ketentuan untuk mengubah Kode Internasional Tatanama Tumbuhan ditempatkan pada bagian terakhir dari kode ini. 7) Peraturan maupun saran sebagaimana telah disebutkan tadi berlaku untuk semua organisme yang termasuk sebagai tumbuhan. 8) Satu-satunya alasan yang tepat untuk mengubah suatu nama adalah adanya studi mendalam yang menghasilkan data yang membenarkan pengubahan nama itu. 9) Dalam hal tidak adanya peraturan yang relevan berkaitan dengan penamaan yang akan diterapkan pada suatu tumbuhan, maka kelazimanlah yang harus diikuti. 10) Dengan diterbitkannya edisi terbaru tentang nama suatu tumbuhan, maka otomatis semua edisi sebelumnya tidak berlaku lagi. 2. Asas Tatanama Tumbuhan Di bawah ini diuraikan enam asas yang berlaku untuk tatanama tumbuhan sebagai berikut. 1) Asas yang ke-1 berbunyi: “Tatanama tumbuhan dan tatanama hewan berdiri sendiri-sendiri”. “Kode Internasional Tatanama Tumbuhan berlaku sama bagi nama-nama takson yang sejak semula diperlakukan sebagai tumbuhan atau tidak”. Dalam kalimat pertama pada asas ini mengingatkan agar tidak mempersoalkan perbedaan antara nama ilmiah tumbuhan dan hewan, karena masing-masing memiliki peraturan yang berbeda. Misalnya istilah phylum merupakan suatu kategori yang digunakan dalam klasifikasi hewan, sedangkan yang digunakan dalam klasifikasi tumbuhan adalah divisio. Demikian juga untuk namanama famili/suku pada hewan digunakan akhiran idea, sedangkan pada tumbuhan digunakan akhiran aceae. Pada nama ilmiah hewan dibenarkan penggunaan tautonima (nama terdiri atas dua kata yang sama), misalnya nama ilmiah ayam (Gallus gallus), sedangkan pada tumbuhan tidak dibenarkan.
Ir. Indriyanto, M.P.
96
BAB 5 HABITUS POHON
2) Asas yang ke-2 berbunyi: “Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tatanamanya”. Yang dimaksud dengan tipe tatanama adalah unsur suatu takson yang dikaitkan secara permanen dengan nama yang diberikan kepada takson itu. 3) Asas yang ke-3 berbunyi: “Tatanama takson didasarkan atas prioritas publikasinya”. Apabila ada suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang berlaku adalah nama yang dipublikasikan lebih dulu dengan catatan publikasinya telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. 4) Asas ke-4 berbunyi: “Setiap takson dengan sirkum skripsi dan tingkat tertentu hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, yaitu nama tetua yang sesuai dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus”. Jika dalam nama ilmiah suatu tumbuhan ditekankan bahwa “tumbuhan hanya dapat mempunyai satu nama yang benar”, maka adanya sinonim nama ilmiah merupakan suatu hal yang tidak dimungkinkan, akan tetapi dinyatakan bahwa hal itu ada perkecualian. 5) Asas ke-5 berbunyi: “Nama-nama ilmiah diperlakukan dalam bahasa Latin tanpa memperhatikan asalnya”. Pengertian yang tepat untuk nama ilmiah adalah nama-nama yang terdiri atas kata-kata yang diberlakukan sebagai bahasa Latin, dan tidak tepat kalau nama ilmiah sama persis dengan nama Latin. Sebagai contoh, kata grandiflora pada nama ilmiah turi (Sesbania grandiflora) berasal dari bahasa Latin. Kata polyantha pada nama ilmiah salam (Eugenia polyantha) berasal dari bahasa Yunani. Kata gnemon pada nama ilmiah tangkil (Gnetum gnemon) berasal dari bahasa Maluku. 6) Asas yang ke-7 berbunyi: ”Peraturan tatanama berlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja”. Dari sejarah tatanama tumbuhan diketahui bahwa peraturan tatanama tumbuhan itu baru lahir tahun 1867, yaitu ketika Kongres Botani Internasional I di Paris. Akan tetapi, ketentuan-ketentuan yang termuat di dalamnya dinyatakan berlaku sejak diterbitkannya Species Plantarum karya Carolus Linnaeus pada tanggal 1 Mei 1753. D. TINGKATAN TAKSON Tingkatan takson adalah hierarki setiap kelompok taksonomi yang tersusun dalam suatu deretan takson secara bertingkat mulai dari bawah ke atas ataupun dari atas ke bawah. Beberapa hal yang berkaitan dengan tingkatan takson dikemukakan sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993; Harlow, 1996). 1. Dalam taksonomi tumbuhan, setiap kelompok taksonomi dari kategori
97
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
atau tingkatan apapun disebut takson atau jenjang taksonomi. 2. Sederetan takson yang tersusun secara bertingkat terdapat takson yang dijadikan unit dasar yaitu kategori jenis. 3. Kategori atau tingkat takson utama disusun secara berurutan dari bawah ke atas, yaitu jenis (species), marga (genus), suku (familia), bangsa (ordo), kelas (classis), dan divisio (divisio). 4. Dalam prakteknya tingkat takson tersebut lazim digunakan, akan tetapi jika dikehendaki tingkat takson yang lebih banyak bisa ditambahkan atau disisipkan takson-takson baru asalkan tidak mengakibatkan kekeliruan. Deretan tingkat takson yang lebih banyak dan telah mendapatkan kesepakatan internasional yaitu anak forma (subforma), forma (forma), anak varitas (subvarietas), varitas (varietas), anak jenis (subspecies), jenis (species), anak seri (subseries), seri (series), anak seksi (subsectio), seksi (sectio), anak marga (subgenus), marga (genus), anak rumpun (subtribus), rumpun (tribus), anak suku (subfamilia), suku (familia), anak bangsa (subordo), bangsa (ordo), anak kelas (subclassis), kelas (classis), anak divisi (subdivisio), divisi (divisio), anak dunia (subregnum), dunia (regnum). 5. Hal yang perlu juga diperhatikan adalah bahwa urutan tingkat takson tersebut tidak boleh diubah, tetapi kalau hanya memulai urutan dari yang besar ke yang kecil atau sebaliknya itu diperbolehkan. E. RINGKASAN Tatanama merupakan suatu aturan di dalam memberikan nama dan/atau cara menuliskan nama secara benar bagi takson (jenjang taksonomi) yang telah diketahui. Prinsip-prinsip yang terlibat dalam tatanama tumbuhan diatur dalam aturan yang dikembangkan dan disetujui oleh kongres internasional berkenaan dengan tumbuh-tumbuhan dan aturan-aturan itu dicatat secara resmi dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (the International Code of Botanical Nomenclature). Suatu jenis pohon atau tumbuhan bisa memiliki tiga macam nama, yaitu nama lokal (nama daerah, nama biasa, nama setempat), nama ilmiah (nama botani), dan nama perdagangan. Ketiga macam nama tersebut mempunyai dasar-dasar penamaan yang berbeda. Khusus untuk nama ilmiah, cara penamaannya telah tercantum dalam kode internasional tatanama tumbuhan (KITT), bahwa nama ilmiah suatu jenis tumbuhan/ pohon terdiri atas tiga kata, sehingga dikenal dengan istilah trivial nomenclature. Ketiga kata dalam nama ilmiah ini masing-masing yaitu (1) kata pertama adalah nama marga/genus yang harus ditulis dengan huruf awal besar, kemudian digaris bawah atau dicetak miring, (2) kata ke
Ir. Indriyanto, M.P.
98
BAB 6 TATANAMA TUMBUHAN
dua adalah nama penunjuk jenis/spesies yang semua ditulis dengan huruf kecil, kemudian digaris bawah atau dicetak miring, (3) kata ke tiga adalah nama penuh atau singkatan nama dari seorang ahli taksonomi tumbuhan yang bertanggung jawab atas penerbitan dari hasil pencandraan dan pendeterminasian tumbuhan. Penulisan kata ke tiga tersebut tanpa digaris bawah ataupun dicetak miring. F. LATIHAN 1. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya nama ilmiah. 2. Sebutkan perbedaan antara nama lokal dan nama perdagangan dengan nama ilmiah tumbuhan. 3. Jelaskan aturan penamaan tumbuhan sesuai dengan Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT). 4. Jelaskan enam asas tatanama tumbuhan. 5. Tuliskan nama ilmiah secara benar dengan sistem binomial nomenclature untuk sepuluh jenis pohon berikut ini: a. Jati b. Merbau darat c. Ketapang d. Turi bunga merah e. Sengon buto f. Damar kaca g. Jelutung h. Eben i. Sonokeling j. Ulin
99
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
A. PENDAHULUAN Keterangan mengenai perawakan suatu jenis tumbuhan merupakan hal yang sangat berguna dalam melakukan identifikasi jenis pohon. Pemberian keterangan berkaitan dengan perawakan suatu jenis tumbuhan merupakan langkah yang diperlukan bagi orang yang belum mengenal dan belum mengetahui jenis tumbuhan tersebut, serta diperlukan untuk mendiagnosis jenis tumbuhan yang belum dikenal. Uraian mengenai ciri-ciri morfologis organ pohon menjadi suatu bagian materi dendrologi yang disebut dengan deskripsi pohon. Deskripsi pohon akan sangat membantu untuk menelusuri sifat-sifat pohon (bentukbentuk organ pohon) yang terdapat atau tertulis dalam kunci identifikasi (kunci determinasi) pohon. Dengan demikian, deskripsi pohon akan memudahkan orang melakukan identifikasi jenis pohon karena banyaknya sifat morfus organ pohon yang disajikan dalam deskripsi akan memperkaya informasi dan membantu dalam menggunakan kunci identifikasi/ determinasi. Identifikasi itu sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan seseorang untuk mengenal tumbuhan. Setiap orang yang menjumpai pohon tentu ingin mengenalnya. Mengenal pohon merupakan salah satu proses untuk bersahabat dengan pohon tersebut. Berawal dari tahu (pernah jumpa atau pernah melihat) wujud/morfus pohon secara utuh, tahu habitus pohon secara keseluruhan, dan tahu habitatnya, kemudian tahu nama jenis (species), marga (genus), suku (familia), dan seterusnya. Pernyataan sebaliknya adalah bahwa tahu wujud pohon secara utuh, tahu habitus pohon secara keseluruhan, dan tahu habitatnya, kemudian tahu suku dan marga, lalu dapat mengetahui nama jenis. Apabila seseorang hanya sekedar ingin tahu nama suatu jenis pohon tentu tidak sulit, cukup bertanya kepada seseorang yang sudah bersahabat
101
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
atau kehidupannya dekat dengan pohon yang dimaksud. Misalnya untuk mengetahui nama berbagai jenis pohon di hutan Kalimantan, bisa saja dilakukan dengan cara pergi ke hutan bersama-sama dengan orang yang bersahabat dengan hutan Kalimantan (orang yang tinggal dan hidup di tengah hutan Kalimantan), maka pasti akan mendapatkan informasi yang sangat banyak tentang nama pohon. Padahal informasi mengenai nama pohon juga bisa ditemukan melalui: suatu alat yang dinamakan kunci identifikasi atau kunci determinasi, mencocokkan spesimen dengan herbarium, atau mencocokkan spesimen dengan monografi tumbuhan. Dengan demikian, baik spesimen organ pohon, herbarium, maupun monografi tumbuhan merupakan bagian penting sebagai bahan atau sarana untuk pengenalan jenis pohon. B. DESKRIPSI SUATU JENIS POHON Mendeskripsi jenis pohon disebut juga mencandra jenis pohon. Mendeskripsi jenis pohon artinya mengemukakan bentuk organ pohon secara lengkap. Mendeskripsi atau mencandra yaitu mempertelakan secara lengkap mengenai suatu takson (suatu unit taksonomi). Bentuk atau morfus organ pohon yang dipertelakan itu sangat penting dalam rangka mengenal pohon dan tentunya penting dalam rangka melakukan identifikasi jenis. Dengan mengemukakan morfus/bentuk organ pohon secara keseluruhan, selain bisa membantu kegiatan pengenalan jenis, juga membantu dalam penggunaan kunci identifikasi/determinasi. Beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan secara seksama dalam mendeskripsi suatu jenis pohon adalah morfus daun, morfus bunga, morfus buah, morfus batang, dan habitus pohon. Tetapi, hal yang tidak kalah penting dan perlu dikemukakan dalam deskripsi sebagai catatan atau keterangan tambahan adalah habitat atau tempat tumbuh suatu pohon (Hardin et al., 2000; Tjitrosoepomo, 2001). Habitat pohon adalah tempat pohon tersebut hidup. Setiap jenis pohon bisa mempunyai lebih dari satu habitat. Kalau ingin mencari suatu jenis pohon tertentu, maka harus tahu tempat hidupnya (tempat tinggalnya), dan ke tempat itulah seorang pengenal pohon pergi untuk mencari pohon. Jadi, habitat suatu jenis pohon dapat disebut sebagai alamat pohon tersebut. Istilah habitat bisa dipakai juga untuk menunjukkan tempat tumbuh/tempat hidup sekelompok organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas (Resosoedarmo et al., 1986). Dari pengertian ini, maka berbagai jenis pohon merupakan komponen pembentuk komunitas tumbuhan, misalnya komunitas hutan payau, hutan pantai, hutan rawa, hutan gambut, hutan tanah kering, dan vegetasi perladangan.
Ir. Indriyanto, M.P.
102
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
Beberapa pengertian mengenai hutan tampaknya didasarkan atas kondisi habitatnya. Hutan payau adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut. Hutan pantai adalah hutan yang terdapat di tanah kering tepi pantai atau terletak di atas garis pasang tertinggi. Hutan rawa adalah hutan yang terdapat pada daerahdaerah yang selalu tergenang air tawar atau daerah berrawa. Hutan gambut adalah hutan yang terdapat pada tanah Organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Apabila berdasarkan Analogis dengan pengertian tersebut, maka hutan tanah kering adalah hutan yang terdapat di tanahtanah kering yang letaknya cukup jauh dari pantai. Hutan tanah kering ini bisa terdapat di dataran rendah, dataran sedang, tepi sungai, maupun di dataran tinggi atau di daerah pegunungan. Adapun vegetasi perladangan pada umumnya merupakan tumbuh-tumbuhan yang bercampur dan/atau dibudidayakan di tanah ladang atau tegalan. Beberapa komponen penting yang perlu diamati untuk deskripsi berkaitan dengan morfus organ pohon dan habitatnya antara lain sebagai berikut (Indriyanto, 2005). 1. Komponen morfus daun meliputi bentuk helai daun, bentuk tepi daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, pertulangan daun, tata daun, komposisi daun, dan sifat permukaan daun. 2. Komponen morfus bunga meliputi jenis bunga, tata bunga, sifat simetri bunga, komposisi bunga, dan tipe perbungaan. Komponen morfus buah meliputi tipe buah, bentuk buah, ukuran buah, warna buah muda, warna buah masak, bisa/tidak bisa dimakan oleh manusia. 3. Komponen habitus pohon meliputi tinggi pohon, bentuk tajuk pohon, tekstur pohon, warna pohon, bentuk batang, kondisi permukaan batang, jenis getah/bahan ekstraktif, sistem percabangan, arah cabang, berbanir atau tidak berbanir, dan tinggi banir. Adapun komponen habitat yang perlu dikemukakan dalam deskripsi pohon meliputi status kawasan, ketinggian tempat, keadaan vegetasi, dan letak wilayah administratif. Berikut ini diberikan contoh deskripsi paling sederhana yang biasa dicantumkan dalam monografi tumbuhan sebagai pelengkap informasi untuk pengenalan suatu jenis pohon (Prawira dan Tantra, 1973; Sastrapradja et al., 1980; Widyastuti, 1993; Sastrapradja dan Rifai, 1997; Verheij dan Coronel, 1997; Istomo, 2002). 1. Deskripsi jenis Pometia pinnata Forst. a. Nama nasional/daerah: kasai, lengsir (Jawa), bakil (Sumatra), bilanjang (Kalimantan), kase (Sulawesi), tawan (Maluku), matoa (Irian).
103
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
b. Kelompok habitus: suatu jenis pohon, tinggi bisa mencapai 40 m, batang bebas cabang mencapai 18 m, diameter batang 100 cm, batang berbanir yang tingginya lebih kurang 2 m. c. Batang: kulit luar berwarna abu-abu kemerahan atau coklat, tidak beralur, agak halus, tebal kulit 3—8 mm, kulit bagian dalam berwarna merah muda, kayu gubal tebalnya 3—12 cm berwarna merah muda, kayu teras berwarna merah muda hingga coklat tua. d. Daun: majemuk menyirip, tersusun secara berseling, ibu tangkai daun (rachis) panjangnya 10—100 cm yang memiliki 4—13 anak daun pada setiap sisinya, anak daun berbentuk elips yang panjangnya 3—32 cm dan lebarnya 1,5—13 cm, bentuk pangkal daun membulat, bentuk ujung daun meruncing, tulang daun sekunder jumlahnya 11—25 pasang. e. Bunga dan buah: tipe bunga malai, panjang tangkai utama perbungaan 15—70 cm, bunga berbulu lebat dengan warna coklat, buah berbentuk bulat yang panjangnya 1,5—5 cm dan diameternya 1,5—3 cm, buah muda berwarna hijau dan buah masak berwarna kuning suram, biji berwarna coklat mengkilap dengan ukuran 0,5—0,75 kali ukuran buah. f. Tempat tumbuh atau penyebaran: terdapat di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Barat, terdapat pada tempat tempat yang tidak digenangi air meskipun kadangkala terdapat di pinggir sungai. Tumbuh pada tanah liat, tanah batu kapur, tanah pasir, tanah lempung, pada ketinggian tempat 5—1.200 m dari permukaan laut. g. Kegunaan: kayu mempunyai berat jenis (BJ) 0,77 dan kelas awet III—IV, biasanya digunakan untuk bangunan rumah atau jembatan kecil. Buah yang masak berasa manis dan dapat dimakan manusia. 2. Deskripsi jenis Gonystylus bancanus Korz. a. Nama nasional/daerah: ramin atau gaharu buaya, kayu minyak (Sumatra), mentailang (Kalimantan). b. Kelompok habitus: suatu jenis pohon, berbatang lurus dengan tinggi 40—45 m, batang bebas cabang 20—30 m, diameter batang 30—120 cm, tidak berbanir. Tajuk pohon tampak tipis/jarang di-sebabkan daun-daunnya yang kecil. c. Batang: kulit luar berwarna coklat pirang, retak-retak kecil, tebal kulit lebih kurang 1cm, kulit bagian dalam berwarna coklat kemerahan mengandung minyak yang jika kena kulit terasa gatal, kayu gubal tebalnya 10—20 cm berwarna putih atau putih kekuningan, kayu teras berwarna kuning kemerahan yang kadang-kadang meIr. Indriyanto, M.P.
104
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
ngandung gaharu. Batang bergetah dengan bau harum, warna ge-tah merah atau coklat kekuningan. d. Daun: tunggal, tersusun secara berseling, berbentuk elips, panjang daun 4—15 cm, lebar daun 2—7 cm, bentuk ujung daun runcing, permukaan atas helaian daun berwarna hijau tua mengandung bintikbintik kuning tersebar merata dan tampak jelas jika dilihat dengan kaca pembesar (loupe), permukaan bawah helaian daun berwarna hijau kekuningan, tulang daun utama pada permukaan bawah berwarna kuning, tulang daun sekunder sangat halus se-hingga hampir tidak tampak dan bersatu pada tepi daun memben-tuk busur, tangkai daun berwarna hitam dan panjangnya lebih kurang 1 cm. e. Bunga dan buah: tipe bunga malai, berwarna kuning, berkelamin dua, buah keras beruang tiga dan berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung runcing, panjang buah lebih kurang 5 cm dan diameternya 3—4 cm, kulit buah berwarna kuning keputihan, biji berwarna hitam dengan arillus tebal berwarna merah, biji berukur-an panjang 28 mm dan diameter 6 mm, buah berasa sangat pahit. f. Tempat tumbuh atau penyebaran: terdapat di Sumatra dan Kalimantan, pada tanah rawa, tanah gambut, dan tanah berpasir de-ngan ketinggian tempat 2—100 m dari permukaan laut. Di hutan daerah tersebut, pohon ini tumbuh secara berkelompok. g. Kegunaan: kayu mempunyai berat jenis (BJ) 0,63 dan kelas awet V, biasanya digunakan untuk bangunan rumah misalnya untuk tiang, dinding, usuk, tangga, lantai rumah, serta untuk mebel, peti, dan kayu lapis. 3. Deskripsi jenis Shorea javanica K. et V. a. Nama nasional/daerah: damar kaca (golongan meranti putih), pelalar lengo (Jawa), damar keca/damar mata kucing (Sumatra). b. Kelompok habitus: suatu jenis pohon, tinggi pohon 17—50 m, tinggi batang bebas cabang 10—32 m, diameter batang bisa mencapai 210 cm, batang berbanir yang tingginya mencapai 1,70 m. c. Batang: kulit luar berwarna kelabu tua hingga sawo matang, beralur dangkal sedikit mengelupas, kulit bagian dalam berwarna putih kekuningan, kayu gubal berwarna putih kotor hingga kuning muda, kayu teras berwarna kuning tua hingga merah muda. Batang mempunyai saluran damar yang menghasilkan damar berwarna kuning keputihan. d. Daun: tunggal, tersusun secara berseling, berbentuk elips, panjang daun 8—15cm, lebar daun 4—7 cm, bentuk ujung daun meruncing, pangkal daun rata, permukaan atas helaian daun tidak berbulu, 105
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
permukaan bawah helaian daun berbulu, ibu tulang daun berbulu, tulang daun sekunder melengkung dan jumlahnya ada 16—24 pasang, panjang tangkai daun 1,5—2,5 cm. e. Bunga dan buah: tipe bunga malai, berwarna coklat, terdapat di ujung ranting atau di ketiak daun. Buah berbentuk agak bulat berdiameter lebih kurang 1,5 cm, tangkai buah sangat pendek, buah bersayap, untuk sayap yang besar panjangnya 10—12 cm dan lebarnya 1,5—2 cm, sedangkan untuk sayap yang kecil panjangnya 5—7 cm dan lebarnya 0,5—1 cm. f. Tempat tumbuh atau penyebaran: terdapat di Jawa dan terutama di Sumatra dalam hutan primer yang berketinggian tempat 3—700 m dari permukaan laut, pada tanah liat, tanah berpasir, dan tanah berbatu. Di hutan primer, pohon ini tumbuh terpencar maupun berkelompok. g. Kegunaan: kayu mempunyai berat jenis (BJ) 0,63 dan kelas awet III—IV, biasanya digunakan untuk berbagai bahan bangunan dan industri perkayuan. 4. Deskripsi jenis Shorea leprosula Miq. a. Nama nasional/daerah: meranti tembaga (golongan meranti merah), mohantan (Sumatra), buluan/damar gunung (Kalimantan). b. Kelompok habitus: suatu jenis pohon, tinggi pohon bisa mencapai 50 m, tinggi batang bebas cabang 30m, diameter batang bisa mencapai 100 cm atau lebih, batang berbanir dengan tinggi banir 3,5 m, lebar banir 2,5 m, dan tebal banir 20 cm. c. Batang: kulit luar berwarna abu-abu atau coklat, beralur dangkal, mengelupas agak besar dan tebal, kulit bagian dalam berwarna coklat muda hingga merah, kayu gubal tebalnya 1—8 cm dan berwarna kuning muda, kayu teras berwarna coklat muda hingga merah. Batang mempunyai saluran damar yang menghasilkan damar berwarna putih kekuningan. d. Daun: tunggal, tersusun secara berseling, berbentuk elips atau jorong, panjang daun 3—13 cm, lebar daun 3—6 cm, bentuk ujung daun runcing, pangkal daun membulat, permukaan atas helaian daun mengkilap, permukaan bawah helaian daun suram, tulang daun berbulu, tulang daun sekunder melengkung dan jumlahnya ada 12— 17 pasang, panjang tangkai daun 1—2 cm serta berbulu halus dan lebat. Pada pangkal tulang daun sekunder kadang-kadang terdapat kelenjar domatia. e. Bunga dan buah: tipe bunga malai, berwarna coklat, terdapat di ujung
Ir. Indriyanto, M.P.
106
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
ranting atau di ketiak daun. Buah berbentuk bulat telur berdiameter lebih kurang 1cm, tangkai buah sangat pendek, buah bersayap lima, untuk sayap yang besar berjumlah 3 buah dengan panjang sayap 6—9 cm dan lebarnnya 1—15 cm, sedangkan sayap yang kecil berbentuk garis berjumlah dua buah dengan panjang 2—3,5 cm. f. Tempat tumbuh atau penyebaran: terdapat di Sumatra dan Kalimantan dalam hutan primer yang berketinggian tempat 5—800 m dari permukaan laut, pada tanah liat, dan tanah berpasir yang tidak digenangi air dalam waktu yang sangat lama, meskipun kadangkadang terdapat di tepi-tepi rawa. Di hutan primer, pohon ini tumbuh terpencar maupun berkelompok. g. Kegunaan: kayu mempunyai berat jenis (BJ) 0,52 dan kelas awet III—IV, biasanya digunakan untuk berbagai bahan bangunan rumah, perabot rumah tangga, dan untuk bahan baku industri kayu lapis, kertas, dan papan partikel. 5. Deskripsi jenis Agathis alba (Lam.) Foxw. a. Nama nasional/daerah: damar putih, damar/damar puti (Maluku). b. Kelompok habitus: suatu jenis pohon yang sangat besar, tinggi pohon bisa mencapai lebih dari 50 m, tinggi batang bebas cabang 20 m, diameter batang biasanya mencapai 150 cm atau lebih, ba-tang tidak berbanir. Tajuk berbentuk kerucut berwarna hijau, dahan terletak mendatar atau horizontal. c. Batang: hampir berbentuk silinder, batang lurus dan agak kasar, kulit luar berwarna abu-abu atau coklat muda, mengelupas kecil, berbentuk bulat atau bulat telur, tebal kulit 2—15 mm, kulit bagian dalam berwarna putih hingga kuning. Kayu gubal berwarna abuabu atau kekuningan, sedangkan kayu teras berwarna coklat muda. Batang mempunyai saluran damar dan menghasilkan damar yang umum disebut kopal. d. Daun: tunggal, tersusun secara berhadapan atau hampir berhadapan, tetapi pada ranting-ranting yang muda daun tersebut berkum-pul pada ujungnya, daun berbentuk bulat telur hingga lanset, pan-jang daun 5—12 cm, lebar daun 2—4 cm, bentuk ujung daun me-runcing, bentuk pangkal daun agak membulat, tangkai daun pendek. e. Bunga dan buah: bunga jantan terdapat di ketiak atau diujung ranting, bertangkai pendek, berbentuk silinder, panjang bunga 3—5 cm, diameter bunga lebih kurang 15 mm. Bunga betina dan buah berbentuk bulat telur terbalik, panjang 6—8 cm, diameter 6—7 cm. Biji berbentuk bulat telur terbalik, panjang 10—16 mm, lebar lebih kurang 8 mm, dan mempunyai sayap pendek.
107
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
f. Tempat tumbuh atau penyebaran: terdapat di Maluku dalam hutan primer yang berketinggian tempat 100—1.760 m dari permukaan laut, pada tanah yang berbatu-batu. g. Kegunaan: kayu mempunyai berat jenis (BJ) 0,44 dan kelas awet IV, biasanya digunakan untuk bahan baku industri kayu lapis, pulp, dan kertas. C. IDENTIFIKASI ATAU DETERMINASI Identifikasi jenis pohon berarti juga upaya pengenalan jenis pohon. Melakukan identifikasi tumbuhan berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas suatu tumbuhan. Identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh para ahli taksonomi merupakan upaya untuk menentukan nama tumbuhan secara benar dan menentukan tempat secara benar dalam sistem klasifikasi. Istilah yang sama dengan identifikasi tumbuhan dan sering digunakan adalah determinasi tumbuhan yang artinya penentuan takson tumbuhan. Dalam kaitannya dengan tugas taksonomi tumbuhan yang dilakukan oleh para ahli taksonomi, maka tujuan identifikasi sama dengan determinasi, yaitu kegiatan dalam rangka mengungkap dan menetapkan identitas suatu tumbuhan yang belum dikenal/diketahui dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, bagi tetumbuhan yang telah diketahui dalam dunia ilmu pengetahuan juga disediakan suatu alat pengenalan yang dibuat oleh para ahli taksonomi agar dapat dipakai oleh orang yang sedang belajar mengenal tumbuhan. Alat pengenalan yang dimaksud misalnya: kunci identifikasi/determinasi tumbuhan, buku monografi tumbuhan, dan herbarium. Setiap orang yang menghadapi tumbuhan dan dia tidak mengenalnya, tentu saja yang terlintas pertama kali dalam pikiran orang tersebut adalah pertanyaan pada diri sendiri tentang tumbuhan apa yang sedang dihadapi itu. Pertanyaan semacam itu menunjukkan bahwa yang ingin diketahui terlebih dahulu oleh seseorang adalah identitas tumbuhan. Dengan kata lain bahwa siapapun yang belum kenal dengan tumbuhan yang ia hadapi, maka pertama kali yang harus dilakukan adalah berusaha mengenali atau melakukan identifikasi terhadap tumbuhan tersebut. Telah diketahui bahwa tumbuh-tumbuhan yang ada di muka bumi ini sangat banyak dan beranekaragam jenisnya yang belum semua jenis dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, setiap orang yang akan mengidentifikasi tumbuhan selalu berhadapan dengan dua kemungkinan sebagai berikut (Indriyanto, 2005). a. Tumbuhan yang akan diidentifikasi belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan, artinya tumbuhan tersebut belum mempunyai nama ilmiah
Ir. Indriyanto, M.P.
108
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
dan belum diketahui kategori taksonnya. Identifikasi/determinasi terhadap tumbuhan yang belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan merupakan tugas para ahli taksonomi tumbuhan yang ditempuh melalui proses yang sangat panjang. b. Tumbuhan yang akan diidentifikasi telah dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan, artinya sudah mempunyai nama ilmiah dan tempat dalam sistem klasifikasi tumbuhan. Identifikasi terhadap tumbuhan yang belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan merupakan pekerjaan yang sangat berat. Oleh karena itu, identifikasi terhadap tumbuhan yang belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan hanya dilakukan oleh para ahli taksonomi yang bekerja di lembaga penelitian taksonomi tumbuhan. Sedangkan terhadap tumbuhtumbuhan yang telah dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan tetapi kita belum mengenalnya, identifikasinya dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya dengan bertanya kepada seorang yang kenal tumbuhan, dengan monografi tumbuhan, dengan spesimen awetan dalam herbarium, atau menggunakan kunci identifikasi determinasi tumbuhan. 1. Bertanya Tentang Identitas Tumbuhan kepada Orang Lain Bertanya kepada seseorang yang dianggap ahli dan/atau bersahabat dengan tumbuhan bisa dilakukan dengan cara mengajak orang yang ahli melihat pohon/tumbuhan secara langsung di lapangan/habitatnya, bisa juga dilakukan dengan membawa spesimen organ pohon secara lengkap kemudian ditanyakan kepada seseorang yang ahli di lembaga penelitian taksonomi/herbarium. Spesimen organ tumbuhan yang dibawa untuk ditanyakan kepada seseorang tersebut harus disertai dengan catatan tambahan berupa deskripsi tumbuhan. Apabila orang yang ditanya telah berpengalaman luas tentang pengenalan pohon, maka nama pohon yang ditanyakan akan dijawab. Cara demikian merupakan metode identifikasi yang paling murah, mudah, dan cepat. 2. Identifikasi Menggunakan Monografi Tumbuhan Cara lain untuk mengidentifikasi tumbuhan dapat dilakukan menggunakan monografi tumbuhan. Monografi tumbuhan merupakan suatu buku yang memuat gambar tumbuhan (pohon), misalnya gambar ranting lengkap dengan daun-daun, bunga dan buah, atau bahkan gambar lengkap wujud pohon, disertai dengan nama jenis tumbuhan dan deskripsi tentang jenis. Buku monografi ini bisa digunakan untuk mencocokkan spesimen organ tumbuhan/pohon yang diambil spesimennya (Tjitrosoepomo, 1993). Oleh karena itu, sebelum menggunakan buku monografi harus dipersiapkan
109
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
spesimen organ pohon yang akan diidentifikasi. Spesimen organ pohon untuk kepentingan identifikasi, minimal harus ada ranting yang memiliki daun secara lengkap, ada bunga dan/atau buah yang tersusun dalam satu kesatuan (Jones dan Luchsinger, 1987). 3. Identifikasi Menggunakan Herbarium Herbarium adalah koleksi spesimen tumbuhan yang telah diawetkan. Herbarium berguna bagi setiap orang untuk mengenal tumbuhan. Herbarium yang lengkap akan membantu setiap orang untuk menentukan jenis pohon yang dijumpai di lapangan dan pohon tersebut belum dikenalnya. Dengan demikian, herbarium juga bisa digunakan sebagai alat identifikasi jenis pohon, karena salah satu cara identifikasi jenis tumbuhan yang bisa dilakukan adalah dengan mencocokkan spesimen organ tumbuhan (pohon) dengan spesimen yang telah dikemas dalam herbarium (Jones dan Luchsinger, 1987; Tjitrosoepomo, 1993). Identifikasi tumbuhan yang dilakukan menggunakan spesimen herbarium merupakan cara yang umum dilakukan hampir di seluruh dunia. Cara seperti ini merupakan pekerjaan yang pada umumnya dilakukan tenaga ahli di suatu lembaga penelitian taksonomi yang menerima spesimen tumbuhan untuk diidentifikasi. Para pengirim spesimen tumbuhan ke lembaga penelitian taksonomi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang awam, tetapi dilakukan juga oleh para ilmuwan dalam rangka konfirmasi atau pengecekan silang mengenai identitas tumbuhan. Langkah yang dilakukan oleh para ilmuwan ini merupakan upaya untuk memperoleh kepastian dan kemantapan tentang identitas tumbuhan. Lembaga semacam itu yang ada di Indonesia sudah terkenal yaitu Lembaga Herbarium Bogoriensis di Bogor (Indriyanto, 2005). 4. Identifikasi Menggunakan Kunci Determinasi Identifikasi tumbuhan dapat juga dilakukan menggunakan kunci determinasi tumbuhan. Identifikasi menggunakan kunci determinasi pada dasarnya juga mencocokkan ciri-ciri yang terdapat pada tumbuhan yang sedang diidentifikasi dengan ciri-ciri tumbuhan yang telah dikenal dan dibuat kunci identifikasinya. Kunci identifikasi merupakan serentetan pernyataan yang memuat kemungkinan ciri-ciri morfus organ pada tumbuahan yang harus dicari kesesuaiannya dengan ciri-ciri pada spesimen yang sedang diidentifikasi (Tjitrosoepomo, 1993). Apabila semua pernyataan dalam kunci identifikasi ditemukan kesesuaiannya dengan ciri-ciri yang ada pada spesimen tumbuhan, maka hal ini berarti bahwa spesimen tumbuhan yang sedang diidentifikasi memiliki nama dan tempat yang sama dalam sistem
Ir. Indriyanto, M.P.
110
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
klasifikasi dengan salah satu tumbuhan yang telah dibuat identifikasinya. Dalam determinasi yang penting bukan semata-mata mendapatkan nama dari tumbuh-tumbuhan itu sendiri, tetapi bagaimana cara menemukan jalan menuju ke arah nama tersebut. Determinasi yang paling tepat yaitu menggunakan kunci identifikasi tumbuhan yang telah dibuat oleh ahli taksonomi. Kunci identifikasi ini berupa kalimat yang disusun dalam suatu nomor-nomor tertentu. Pada tiap nomor selalu diajukan pernyataanpernyataan untuk dipilih yang cocok atau sesuai dengan sifat-sifat fisik dan morfus setiap organ pohon yang dijumpai. Tiap pernyataan diakhiri dengan nomor baru, agar determinasi dilanjutkan melalui nomor tersebut. Pada suatu ketika pernyataan itu diakhiri dengan nomor dan nama famili, sehingga determinasi harus dilanjutkan melalui nama famili tersebut untuk mencari genus dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga ditemukan nama jenis/spesies. Bagi suatu genus dengan sifat-sifat khusus, maka setiap pernyataan yang sesuai akan diakhiri dengan nama genus/ marga yang bersangkutan (Moeso et al., 1958). Perlu diperhatikan bahwa untuk kepentingan identifikasi pohon dengan kunci determinasi juga diperlukan syarat yang sama seperti pada identifikasi dengan monografi tumbuhan maupun dengan herbarium, yaitu harus tersedia bahan berupa organ pohon yang selengkap-lengkapnya meliputi daun, bunga, buah, dan keterangan mengenai batang pohon/ tumbuhan. D. KUNCI DETERMINASI POHON DI LAPANGAN Seorang ahli taksonomi memiliki tugas dan kewajiban melakukan penggalian berbagai jenis tumbuhan agar setiap tumbuhan masuk dalam golongan tumbuhan yang diketahui jenisnya menurut dunia ilmu pengetahuan. Setelah itu, para ahli taksonomi dapat membuat kunci determinasi tumbuhan agar bisa dipergunakan oleh siapapun untuk mengidentifikasi tumbuhan yang ingin diketahui identitasnya. Namun demikian, mudah atau sulitnya menggunakan kunci determinasi bergantung kepada pengetahuan seseorang tentang aspek taksonomi, pengalaman pribadi, dan kelengkapan dan/atau kedalaman kunci determinasi yang dibuat oleh para ahli taksonomi tumbuhan. Berikut ini disampaikan contoh bentuk kunci determinasi dari beberapa genus/marga pohon berdasarkan morfus organ pohon dan sifatsifatnya yang dijumpai di lapangan. Kunci determinasi di bawah ini dikutip dari Samingan (1982) dengan beberapa penyesuaian.
111
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
1. Kunci Determinasi untuk Pohon yang Batangnya Bergetah Penggunaan kunci determinasi pohon seperti di bawah ini harus dimulai dengan memeriksa warna getah yang ada pada batang pohon dengan cara menyayat kulit batang atau menakik batang pohon, kemudian mencocokkan warna getah yang keluar dengan kunci di bawah ini. Pengamatan terhadap organ-organ pohon lainnya selain warna getah harus dilakukan secara teliti sesuai pernyataan-pernyataan yang disajikan pada kunci determinasi. Penelusuran sifat/karakter organ pohon dengan kunci determinasi ini hanya sampai pada tingkat genus saja. Penelusuran dimulai dari nomor 1 kemudian dilanjutkan sesuai dengan angka di ujung setiap pernyataan, lalu berhenti setelah sampai pada tingkatan genus yang terdapat di ujung suatu pernyataan. 1. a. Getah berwarna putih atau putih krem .…....……………………… 2 b. Getah berwarna kuning (kuning pucat atau keemasan) .....……… 28 c. Getah berwarna hitam atau menjadi hitam setelah terkena udara .. 30 d. Getah berwarna merah (merah coklat atau merah jambu) ..……... 34 2. a. Daun tunggal …...……………………………………..................... 3 b. Daun majemuk ………………………………………………....... 24 3. a. Letak daun berhadapan ..……………………...………………........ 4 b. Letak daun berkarang ….………………………………….………. 9 c. Letak daun berseling atau spiral atau terseba .……….…………... 10 4. a. Tangkai daun sangat pendek, tanpa ibu tulang daun, urat-urat daun memanjang …………………………………..……… genus Agathis. b. Daun bertangkai nyata, ada ibu tulang daun, urat-urat daun melintang …….................................................................................. 5 5. a. Tangkai daun berkelenjar dua yang terletak pada pangkal helaian daun …………………………………................ genus Sarcosperma. b. Tangkai daun tidak berkelenjar ……………………...……………. 6 6. a. Daun mempunyai urat daun tepi …………………... genus Hunteria. b. Daun tidak mempunyai urat daun tepi ………………………......... 7 7. a. Permukaan helaian daun bagian bawah berwarna putih, berlilin, urat daun tidak tampak jelas …………….......……………. genus Mesua. b. Permukaan helaian daun bagian bawah tidak berwarna putih, tidak berlilin, dan urat-urat daun tampak jelas .…...…………………...... 8 8. a. Daun berurat lateral (ke arah tepi) rapat dan sejajar ............................ …........................................................................ genus Callophyllum. b. Daun berurat lateral, tidak rapat, hampir tidak sejajar ……................ ................................................................................... genus Garcinia. 9. a. Pangkal batang tidak berbanir, bentuk tajuk kerucut atau bundar,
Ir. Indriyanto, M.P.
112
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
daun berkarang sebanyak 6—8 helaian daun, buah bumbung ............ ...........................................................................…….... genus Dyera. b. Pangkal batang berbanir, bentuk tajuk seperti pagoda/menara, daun berkarang sebanyak 3—4 helaian daun, buah bumbung ……............. .................................................................................... genus Alstonia. 10. a. Pangkal helaian daun tidak simetris, kulit kayu umumnya licin, ranting bercincin (berbekas daun penumpu) ……….... genus Ficus. b. Pangkal helaian daun simetris ……………………...………....... 11 11. a. Pangkal helaian daun mempunyai dua bintil (domatia) ………... 12 b. Pangkal helaian daun tidak berbintil (domatia) ……………....... 13 12. a. Tepi daun bergelombang atau bergigi tajam, batang licin atau bersisik .....………...……………………… genus Pimeleodendron. b. Tepi daun rata, batang bercelah atau bersisik …................................ ................................................................. genus Elatereriospermum. 13. a. Hidup di daerah mangrove, pantai, atau rawa ……….................. 14 b. Hidup di habitat selain mangrove, pantai, dan rawa …………… 16 14. a. Tepi daun umumnya bertoreh, warna daun muda merah jambu, warna daun tua merah tua, hidup di daerah mangrove dan pantai .... ............................................................................. genus Excoecaria. b. Tepi daun rata, hidup di daerah rawa .………………………….. 15 15. a. Batang berbanir dan berakar jangkar, batang beralur dangkal, bentuk daun bulat telur terbalik, tidak berurat daun tepi ................... …………..…........................................................ genus Palaquium. b. Batang tidak berbanir, mempunyai akar napas tipe akar lutut, bentuk daun bulat telur atau jorong ....…...…............ genus Ganua. 16. a. Permukaan helaian daun bagian bawah berwarna putih, bentuk daun bulat telur terbalik ..………………………. genus Manilkara. b. Batang dengan lentisel bergabus ……………. genus Paratocarpus. c. Batang tidak berlentisel ……………………………………….... 17 17. a. Daun berurat lateral rapat dan berurat tepi ….................................... ....................................................................... genus Chrysophyllum. b. Daun berurat lateral renggang dan tidak berurat tepi …………....18 18. a. Kulit kayu kasar, beralur lebar …………………………............. 19 b. Kulit kayu berserpih besar, daun berurat lateral sebanyak 4—5 pasang ……….…………………………….. genus Ochanostachys. c. Kulit kayu licin ……………………………………………......... 21 19. a. Urat daun berlekuk, ujung daun meruncing ……….. genus Payena. b. Urat daun tidak berlekuk ……………………………………...... 20 20. a. Warna kulit kayu bagian dalam kekuningan …..… genus Madhuca. b. Warna kulit kayu bagian dalam merah atau merah jambu ................
113
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
………………………………………………….. genus Palaquium. 21. a. Ranting memiliki cincin bekas daun penumpu ……………….... 22 b. Ranting tanpa cincin bekas daun penumpu, bentuk daun bulat telur terbalik, warna kulit kayu bagian dalam coklat kekuningan ............. .…………................................................................ genus Pouteria. 22. a. Pangkal helaian daun tidak simetris ……………………………. 23 b. Pangkal helaian daun simetris, warna kulit kayu bagian dalam putih, warna kulit kayu bagian luar abu-abu tua …........................... ............................................................................. genus Artocarpus. 23. a. Kulit kayu licin, buah bertangkai nyata atau tidak, buah tersusun berpasangan pada ranting atau berkelompok pada untaian yang menggantung pada cabang …………………………... genus Ficus. b. Kulit kayu kasar, warna abu-abu coklat …………... genus Streblus. c. Kulit kayu licin, warna abu-abu putih, pangkal helaian daun berbentuk bundar, buah tua berwarna merah kehitaman………….... ................................................................................... genus Antiaris. 24. a. Anak daun besar dan kecil, tersusun berselang-seling antara pasangan anak daun besar dan pasangan anak daun kecil …….…... ………………………………….. spesies Artocarpus anisophyllus. b. Anak daun tidak tersusun seperti di atas ……………………….. 25 25. a. Anak daun berseling atau hampir berhadapan, permukaan helaian daun bagian bawah berwarna coklat …...………….. genus Amoora. b. Anak daun tersusun berhadapan ………………………………... 26 26. a. Batang berbanir pendek atau tidak berbanir, batang licin, warna ibu tulang daun merah ………..........……………… genus Scutinanthe. b. Batang berbanir tinggi dan membentang, batang licin, kasar, beralur, atau bersisik …...................................…………………. 27 27. a. Anak daun berjumlah 3—5 pasang, helaian daun tebal seperti kulit, daun muda berwarna merah jambu atau merah ................................ ........................................................................... genus Pentaspadon. b. Anak daun berjumlah 4—10 pasang, helaian daun agak tebal, pangkal tangkai daun membengkak, buah berbulu dengan kelopak bunga berkembang menjadi sayap panjang berjumlah 4 lembar ...... ..................................................................................... genus Prshia. 28. a. Kulit batang bercelah bentuk belah ketupat, daun berurat lateral rapat dan sejajar ………………………………..………………….. ........................................................................... genus Calophyllum. b. Kulit batang berserpih lebar atau bersisik, urat daun tidak seperti di atas ………………………...………………………………….... 29 29. a. Urat daun lateral pendek dan rapat yang berselang-seling dengan
Ir. Indriyanto, M.P.
114
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
urat daun lateral panjang hingga mencapai tepi daun……………… ..................................................................................... genus Kayea. b. Daun berurat lateral pendek dan renggang …....…. genus Garcinia. 30. a. Letak daun berkarang, batang berserpih dan bersisik, berlentisel, warna coklat kemerahan ………………....……… genus Swintonia. b. Letak daun spiral atau berseling atau tersebar …………………. 31 31. a. Batang tidak berbanir …………………………………………... 32 b. Batang berbanir ……………………………………………….... 33 32. a. Daun muda berwarna ungu, pangkal tangkai daun membengkak...... ………….…………………………….................. genus Mangifera. b. Batang umumnya berakar jangkar, hidup di dataran rendah dan rawa, kulit kayu licin, warna daun kuning keabu-abuan dengan bintik-bintik hittam yang banyak sekali, tangkai daun pipih ........... ……….……….................................................. genus Melanochyla. 33. a. Tepi daun rata, pangkal tangkai daun tidak membengkak ……......... ...................................................................................... genus Gluta. b. Kulit kayu bersisik dan berserpih ………….. genus Melanorrhoea. 34. a. Daun tunggal ………………………………………………..….. 35 b. Daun majemuk …………………………………………............. 37 35. a. Letak daun berhadapan ………………………... genus Cratoxylon. b. Letak daun berseling atau spiral atau tersebar ………………… 36 36. a. Permukaan helaian daun bagian bawah berwarna putih, urat daun berbentuk jala yang rapat, batang berwarna abu-abu coklat ……..... .....................................................................……....... genus Knema. b. Urat daun tidak tampak jelas (tenggelam dalam daging daun), batang berwarna gelap ……………………........... genus Myristica. 37. a. Kulit kayu berwarna coklat jingga, tepi helaian anak daun bergigi, daun muda berwarna merah, pada umumnya hidup di pinggir sungai …………………………………………....... genus Pometia. b. Kulit kayu maupun bentuk tepi helaian anak daun tidak seperti di atas …........................................................................................... 38 38. a. Letak anak daun berhadapan ……………………... genus Millettia. b. Letak anak daun berseling atau tersebar …..……………..…...... 39 39. a. Batang berbanir kecil/sangat pendek, lebar helaian anak daun 4 cm atau Lebih …………………………...………... genus Pterocarpus. b. Batang berbanir membentang lebar, lebar helaian anak daun lebih kurang 2—5cm ………………..…………………. genus Dialium.
115
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
2. Kunci Determinasi untuk Pohon yang Batangnya Tidak Bergetah Penggunaan kunci determinasi di bawah ini harus diawali dengan penyidikan terhadap morfus daun, kemudian dilanjutkan penyidikan morfus dan kondisi organ-organ pohon lainnya. Setelah itu dilakukan penelusuran setiap pernyataan yang sesuai dengan sifat dan kondisi organorgan pohon. Penelusuran dengan kunci determinasi berikut ini hanya sampai pada tingkatan genus. Cara penelusuran seperti yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu dimulai dari nomor 1 kemudian dilanjutkan sesuai dengan angka di ujung setiap pernyataan, lalu berhenti setelah sampai pada tingkatan genus yang terdapat di ujung suatu pernyataan. 1. a. Daun majemuk ………………………………..………………....... 2 b. Daun tunggal …………………………………………………….. 34 2. a. Daun majemuk menjari ………………………………………........ 3 b. Daun majemuk beranak daun tiga (trifoliate) …………………….. 5 c. Daun majemuk menyirip ganjil tanpa anak daun ujung …………... 7 d. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun ujung ……….. 13 e. Daun menyirip ganda ……………………………………………. 29 3. a. Batang, dahan, dan rantingnya berduri ……………. genus Salmalia. b. Batang, dahan, dan rantingnya tidak berdduri ……………………. 4 4. a. Anak daun tidak bertangkai daun (disebut daun duduk) …………..... ..................................................................... spesies Sterculia foetida. b. Anak daun bertangkai nyata ………………...…….. genus Heritiera. 5. a. Batang, dahan, dan ranting berduri ……...………... genus Erythrina. b. Batang, dahan, dan ranting tidak berduri ………………………..... 6 6. a. Batang beralur, permukaan helaian daun bagian bawah berwarna putih kebiruan …………………………...…….. genus Connaropsis. b. Batang tidak beralur, permukaan helaian daun tidak seperti di atas ……………………………………………………….. genus Evodia. 7. a. Hidup di daerah mangrove ………………………………………... 8 b. Hidup di darat ……………………………………........................... 9 8. a. Batang berwarna abu-abu kemerah-merahan, berlubang-lubang kecil ………………………………………………... spesies Instia retusa. b. Batang berwarna kemerah-merahan atau coklat tua, bersisik atau mengelupas ……………………………………... genus Xylocarpus. 9. a. Batang berbanir ………………………………………………...... 10 b. Batang tidak berbanir ……………………………………………. 11 c. Kulit batang bagian dalam berwarna kuning coklat …………....... 12 10. a. Batang tidak bercincin (tidak ada bekas daun penumpu), bentuk
Ir. Indriyanto, M.P.
116
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
helaian anak daun tidak simetris, umumnya tepi daun bertoreh, urat daun tidak tampak jelas ………………….…….. genus Cynometra. b. Batang berwarna coklat abu-abu ……………... genus Engelhardia. 11. a. Batang bercincin, urat daun tampak jelas …………. genus Sindora. b. Batang berwarna gelap, kulit kayu bagian dalam harum atau berbau bawang putih …………………………………….... genus Credela. 12. a. Anak daun berjumlah 6—20 helai, terletak berseling atau berhadapan pada rachis …………………........... genus Dysoxilum. b. Anak daun berjumlah 4—6 helai, terletak berhadapan ……............. .................................................................................... genus Tristera. 13. a. Letak daun berhadapan ...……………………………………….. 14 b. Letak daun spiral/berseling …………………………………….. 17 14. a. Hidup di hutan pegunungan, berdaun penumpu besar dan bulat, tepi daun bergigi tumpul ……………………... genus Weinmannia. b. Hidup di hutan dataran rendah, tidak berdaun penumpu seperti di atas …........................................................................................... 15 15. a. Tepi anak daun bergerigi …………………... genus Dolichandrone. b. Tepi anak daun rata ……………...…………………................... 16 16. a. Jumlah anak daun 2—4 pasang, ibu tulang daun berbulu kuning ..... ...........................................……………….... genus Stereospermum. b. Jumlah anak daun 8—16 pasang dengan bintik-bintik kelenjar kecil berwarna ungu …………………...…………...... genus Panjanelia. 17. a. Letak daun spiral/berseling secara jelas ……………………....... 18 b. Letak daun berseling ………………………………………........ 28 18. a. Batang, dahan, dan ranting berduri ………….. genus Zanthoxylum. b. Batang, dahan, dan ranting tidak berduri ………………………..19 19. a. Permukaan batang bopeng dan pangkalnya berlekuk …..…............. .................................................................................. genus Lansium. b. Kondisi batang dan pangkalnya tidak demikian ………….......... 20 20. a. Permukaan bawah helaian anak daun berbulu halus, berwarna coklat atau bersisik putih …………………………… genus Aglaia. b. Sifat permukaan helaian daun tidak demikian ...……………….. 21 21. a. Ibu tulang daun pipih, urat-urat daun lateral mencapai dan membentang sepanjang tepi daun ………… genus Dracontomelon. b. Ibu tulang daun dan urat-urat daun tidak seperti di atas ……….. 22 22. a. Batang pohon licin dan berlentisel …………………………....... 23 b. Batang pohon bercelah, daun-daun berkumpul di ujung ranting, helaian anak daun tidak simetris ……………... genus Azadirachta. 23. a. Tangkai anak daun membengkak ……………………….…....... 24 b. Tangkai anak daun tidak membengkak ……………………….... 26
117
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
24. a. Tangkai anak daun membengkak pada kedua ujungnya …………... …………………………………………………. genus Dacryodes. b. Tangkai anak daun membengkak pada ujung atas …………….. 25 25. a. Tepi anak daun bergerigi atau bergigi …………... genus Canarium. b. Tepi anak daun rata …………………...................... genus Santiria. 26. a. Batang halus dan licin, letak anak daun berhadapan ………............. ................................................................................. genus Ormosia. b. Batang berserpih lebar ………………………………………...... 27 27. a. Letak anak daun (pada rachis) berseling atau hampir berhadapan… …………………………………...…..………..... genus Dysoxylum. b. Letak anak daun (pada rachis) berhadapan, kulit kayu berbau harum ……………………………………….......... genus Triomma. 28. a. Kulit batang berwarna abu-abu, kasar, bercelah, warna kulit kayu bagian dalam kuning, urat-urat daun sekunder tidak berkeluk ........ ……………………..………………………...... genus Koompassia. b. Kulit batahng berwarna coklat kemerahan, warna kulit kayu bagian dalam merah muda, urat-urat daun sekunder berkeluk ………......... .................................................................................... genus Crudia. 29. a. Daun menyirip ganda dua ……………………………………… 30 b. Daun menyirip ganda tiga—empat ……………... genus Oroxylum. 30. a. Anak daun berukuran kecil (lebar < 2,5cm) ……………………. 31 b. Anaka daun berukuran besar (lebar > 2,5cm) ………………….. 33 31. a. Bentuk daun memanjang (oblong), lebar helaian daun < 2 cm, jumlah anak daun ada 20—80 pasang ……………... genus Parkia. b. Lebar anak daun lebih kurang 2,5 cm ..……………..………….. 32 32. a. Jumlah anak daun utama (pinnae) sebanyak 2—6 pasang yang masing-masing mengandung 6—15 pasang anak daun sekunder yang tersusun berseling ...……………………... genus Adenathera. b. Jumlah anak daun utama (pinnae) sebanyak 7—12 pasang yang mengandung 7—18 pasang anak daun sekunder yang tersusun berhadapan………………………….......................... genus Albizia. 33. a. Kulit batang berwarna abu-abu, kasar, bercelah, kulit kayu bergabus…………………………………..... genus Pithecellobium. b. Kulit batang berwarna coklat kemerahan, bercelah dangakal, berserpih kecil ……...………………….. spesies Parkia singularis. 34. a. Letak daun berhadapan …………...…………………………….. 35 b. Letak daun berseling/spiral …………………………………….. 57 35. a. Punya daun penumpu yang terletak antara tangkai daun ………. 36 b. Tidak punya daun penumpu seperti di atas …………………….. 47 36. a. Hidup di daerah mangrove …………………………………....... 37
Ir. Indriyanto, M.P.
118
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
b. Hidup di hutan daratan ………………………………………..... 40 37. a. Kulit batang kasar …………………………………………......... 38 b. Kulit batang halus ……………………………………………… 39 38. a. Kulit kayu retak-retak segiempat, tidak berlentisel, permukaan bawah helaian daun terdapat bintik-bintik hitam, akar napas tipe akar tunjang …………………………………… genus Rhizophora. b. Kulit kayu bercelah, berlentisel, permukaan bawah helaian daun tidak berbintik hitam, akar napas tipe akar lutut ............................... ............................................................................... genus Bruguiera. 39. a. Kulit kayu berwarna coklat muda, batang berbanir, berakar napas tipe akar lutut, bentuk daun bulat telur terbalik …………………… ................................................................................... genus Ceriops. b. Kulit kayu berwarna coklat kemerahan, pangkal batang berbanir, akar napas tipe akar lutut, bentuk daun oblong ………..................... ................................................................................. genus Kandelia. 40. a. Ranting-rantingnya berlekuk ………………………………….... 41 b. Ranting-rantingnya pejal ……………………………………….. 42 41. a. Kulit kayu retak-retak, warna kulit kayu abu-abu, bentuk daun jorong……………...…………………….......... genus Gynotroches. b. Kulit kayu retak-retak, warna kayu coklat, bentuk daun bundar ...... …................…....................................................... genus Pellacalyx. 42. a. Permukaan bawah helaian daun berbintik halus …. genus Carallia. b. Permukaan bawah helaian daun tidak berbintik ……………...... 43 43. a. Batang beralur atau berterali ………………………... genus Adina. b. Batang tidak beralur/berterali ………………………………....... 44 44. a. Warna kulit kayu bagian dalam putih dan berserabut coklat …......... ………………...………………………….... genus Mussaendopsis. b. Kulit kayu bagian dalam berwarna lain dan tanpa serabut …….. 45 45. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna kuning …………………….. 46 b. Kulit kayu bagian dalam berwarna merah jambu, bagian luar retakretak, bentuk daun bulat telur terbalik …………...… genus Randia. 46. a. Kulit luar berwarna abu-abu, bercelah, daun berbentuk oval …........ ……………………………………………….. genus Anthocepalus. b. Kulit luar berwarna coklat atau coklat kemerahan, bentuk daun tidak seperti di atas ……………………………….. genus Nauclea. 47. a. Punya urat tepi daun ………...………………………………...... 48 b. Tidak ada urat tepi daun …………………...………………….... 49 48. a. Urat-urat berkeluk dekat tepi daun …………... genus Ctenolophon. b. Urat-urat tepi daun tidak seperti di atas …………... genus Eugenia. 49. a. Daun bertulang 3—5 yang tumbuh dari pangkal helaian daun … 50
119
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
b. Daun tidak bertulang seperti di atas …………………………..... 51 50. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna merah jambu dan baunya harum ……….………………………………............ genus Cinnamomum. b. Kulit kayu bagian dalam berwarna kekuningan dan tanpa bau yang harum ….........………………………………...... genus Ptenandra. 51. a. Hidup di daerah mangrove …………………………………....... 52 b. Hidup di daerah/hutan daratan …………………………………. 53 52. a. Kulit kayu retak-retak, punya akar napas tipe akar pasak ................. ………………………………………………….... genus Avicennia. b. Kulit kayu bercelah, punya akar napas tipe akar pasak ……............. ………………………………………………….. genus Sonneratia. 53. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna kuning cerah ..…….................... ......................................................................... genus Lephopetalum. b. Kulit kayu bagian dalam tidak berwarna kuning cerah ……….... 54 54. a. Pangkal daun tumpul …………………………… genus Duabanga. b. Pangkal daun berbentuk lain (selain bentuk di atas) …………… 55 55. a. Batang bercelah rapat …………………………………………... 56 b. Batang bengkok-bengkok dan berserpih lebar ………...................... ........................................................................ genus Lagerstroemia. 56. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna ungu atau coklat ….................... ............................................................................ genus Crypteronia. b. Kulit kayu bagian dalam berwarna putih kekuningan ……............... ................................................................................ genus Fragraea. 57. a. Letak daun spiral secara jelas ………………………………....... 58 b. Letak daun berseling ………………………………………........ 79 58. a. Daun berbentuk sisik atau bentuk jarum …………...................... 59 b. Daun tidak berbentuk sisik atau bentuk jarum ………………..... 60 59. a. Daun jarum pipih teratur, panjang daun 2,5—5cm ……................... ............................................................................ genus Podocarpus. b. Daun jarum tidak pipih, panjang daun lebih kurang 1 mm ......……. ………………………………………………… genus Dacrydium. 60. a. Daun pipih, tebal, urat daun tersusun memanjang, daun melengkung seperti sabit, ujung daun runcing …………………...... .......................................................... spesies Dacrydium falciforme. b. Daun tidak demikian, urat daun tersusun lateral/melintang ……. 61 61. a. Hidup di daerah mangrove atau pantai …………………………. 62 b. Hidup di hutan dataran rendah dan pegunungan ……………….. 63 62. a. Daun berbentuk bundar dengan tangkai panjang ….......................... .............................................................................. genus Hernandia. b. Bentuk daun tidak seperti di atas, dan tangkai daun sangat pendek
Ir. Indriyanto, M.P.
120
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
……….………...………………………………. genus Lumnitzera. 63. a. Daun tak bertangkai atau tangkai sangat pendek ………………. 64 b. Daun bertangkai ……………………………………………....... 65 64. a. Daun tak bertangkai, tepi daun bergigi halus, tepi daun berwarna merah jambu …..…………………...…………… genus Ploiarium. b. Daun tak bertangkai, tepi daun rata dan tidak berwarna …............... …………………………………………….... genus Agrostistachys. c. Daun bertangkai sangat pendek, kulit kayu bagian luar berwarna coklat kemerahan, tumbuh juga di derah gambut ……………......... ........................................................................... genus Tetramerista. 65. a. Tangkai daun atau pangkal daun berkelenjar sepasang ……….... 66 b. Tangkai daun atau pangkal daun tidak berkelenjar ….................. 68 66. a. Kelenjar terletak di permukaan bagian bawah …………………. 67 b. Kelenjar terletak di permukaan bagian atas, permukaan helaian daun bagian bawah berwarna hijau kebiru-biruan, kulit kayu licin dan berwarna abu-abu ………..………… spesies Sapium discolor. 67. a. Batang halus, licin, berwarna abu-abu, bercincin horizontal, bentuk daun bulat, permukaan bawah helaian daun berbulu halus seperti beludru ………………………....................... genus Endospermum. b. Batang bercelah, warna abu-abu, daun berbentuk jorong, permukaan bawah helaian daun berwarna hijau kebiru-biruan ……............... ................................................................. spesies Sapium baccatum. 68. a. Tangkai daun membengkak pada bagian pangkal helaian daun ... 69 b. Tangkai daun tidak membengkak ……………………………..... 72 69. a. Daun bertulang tiga yang tumbuh dari pangkal helaian daun…….... …………………………………………………… genus Scaphium. b. Daun tidak bertulang tiga seperti di atas ……………………...... 70 70. a. Tepi daun bergerigi …………………………... genus Elaeocarpus. b. Tepi daun tidak bergerigi ……………………………………...... 71 71. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna merah ……... genus Baccaurea. b. Kulit kayu bagian dalam berwarna jingga atau krem …........……… ...................................................................................... genus Bhesa. 72. a. Kulit kayu berserpih, mengelupas berbentuk gulungan yang panjang……….…………………………………......... genus Tristania. b. Kulit kayu tidak berserpih dan tidak mengelupas seperti di atas ….. ................................................................................................…... 73 73. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna merah …………………….... 74 b. Kulit kayu bagian dalam berwarna kuning/kuning kecoklatan..... 78 c. Kulit kayu bagian dalam berwarna putih ………. genus Tetrameles. 74. a. Batang memiliki cincin-cincin horizontal, kulit batang licin, warna
121
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
abu-abu kekuningan, bentuk daun bulat dan berlekuk/bertoreh tiga …………………………………………………. genus Macaranga. b. Batang tidak bercincin seperti di atas ...………………..……….. 75 75. a. Kulit kayu bagian dalam berserabut seperti sutra …. genus Schima. b. Kulit kayu bagian dalam tidak berserabut seperti di atas ………. 76 76. a. Permukaan bawah helaian daun berwarna putih ……. genus Styrax. b. Permukaan bawah helaian daun tidak seperti di atas …………... 77 77. a. Batang berwarna coklat kemerahan, berangkar jangkar ……............ .................................................................................. genus Dillenia. b. Batang berwarna abu-abu tua, tidak berakar jangkar ….................... ............................................................................ genus Ixonanthera. 78. a. Batang berwarna abu-abu, berserpih lebar atau bersisik, kulit bagian dalam harum …….. famili Lauraceae, genus Actinodaphne, Alseodaphne, Beilschmiedia, Dehaasia, Nothaphoebe. b. Batang retak-retak atau bercelah, berbanir, kulit bagian dalam tidak berbau harum ………………………...………… genus Terminalia. 79. a. Hidup di hutan pegunungan, ranting menebal pada buku-bukunya, daun bertoreh menjari (tetapi pada pohon tua, daun pada tajuk bagian atas tidak bertoreh), pangkal daun tumpul ............................ .......................................................................... genus Syimingtonia. b. Hidup di hutan dataran rendah dan daerah berbukit, ranting tidak menebal pada buku-bukunya …………………………............... 80 80. a. Tangkai daun membengkak pada pangkal helaian daun ……….. 81 b. Tangkai daun tidak membengkak seperti di atas ……………….. 86 81. a. Daun bertulang tiga yang tumbuh dari pangkal helaian daun ….. 82 b. Daun tidak bertulang daun seperti di atas …………………….... 83 82. a. Batang kasar, warna abu-abu kecoklatan, permukaan bawah helaian daun hijau pucat ………..…..................................... genus Pentace. b. Batang licin, warna abu-abu kecoklatan, kulit kayu bagian dalam berserabut, permukaan bawah helaian daun tidak pucat ..………… ……………………………………………………. genus Sterculia. 83. a. Pangkal daun tumpul ……………………………. genus Pterygota. b. Pangkal daun tidak tumpul …………………………………....... 84 84. a. Tangkai daun ramping, urat daun tersier tidak tampak ………......... ……………………………………………….. genus Hydnocarpus. b. Tangkai daun gemuk, urat daun tersier tidak tampak …………... 85 85. a. Batang berserpih, warna abu-abu kecoklatan, panjang daun kurang dari 15 cm .………………………………………. genus Heritiera. b. Batang licin atau kadang retak, warna coklat tua, panjang daun lebih dari 15 cm ……………………………………. genus Neesia.
Ir. Indriyanto, M.P.
122
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
86. a. Permukaan bawah pangkal helaian daun terdapat kelenjar …….. 87 b. Permukaan bawah pangkal helaian daun tidak berkelenjar ……. 88 87. a. Kulit kayu licin dan berlentisel, warna abu-abu, bagian dalam berbau harum ……...………………………………….. genus Pygeum. b. Kulit kayu retak-retak, warna abu-abu kecoklatan, bagian dalam tidak berbau …..……………………................. genus Parastemon. 88. a. Permukaan bawah helaian daun bersisik ………......... genus Durio, Kostermansia, Coelostegia. b. Permukaan bawah helaian daun tidak bersisik ……….………… 89 89. a. Permukaan bawah helaian daun berbulu, warna tembaga …….... 90 b. Permukaan bawah helaian daun tidak berbulu …………………. 91 90. a. Daun tidak simetris, pangkal daun miring …. genus Pterospermum. b. Daun simetris, pangkal daun tidak seperti di atas ............................. .............................................................................. genus Schoutenia. 91. a. Kulit kayu bagian dalam sangat tebal …………………………... 92 b. Kulit kayu bagian dalam tipis ………………………….............. 95 92. a. Kulit kayu bagian dalam harum ………………………………... 93 b. Kulit kayu bagian dalam tidak harum …….. genus Xanthophyllum. 93. a. Ranting-ranting bercincin …………………. genus Aromadendron. b. Ranting-ranting tidak bercincin, permukaan bawah helaian daun berwarna putih kebiruan …………………………....................... 94 94. a. Batang licin, warna coklat, daun tebal seperti kulit, urat daun tidak tampak ………………………………….......... genus Cryptocarya. b. Batang berserpih, warna abu-abu kecoklatan ………. genus Litsea. 95. a. Batang licin ………………………………………...................... 96 b. Batang berserpih lebar atau bercelah ...…………………………109 96. a. Batang berwarna abu-abu muda atau putih …………………….. 97 b. Batang berwarna lain …………………………………….......... 102 97. a. Tepi daun bergigi ……………………………………. genus Trema. b. Tepi daun rata ……………...…………………………................ 98 98. a. Ranting bercincin pada buku-bukunya ………… genus Gironniera. b. Ranting tidak bercincin seperti di atas ………………………..... 99 99. a. Permukaan bawah helaian daun berwarna hijau kebiruan ……. 100 b. Permukaan bawah helaian daun tidak berwarna seperti tersebut di atas ……..........………………………………………………... 101 100. a. Urat-urat pada tepi daun sangat berdekatan ….. genus Polyanthia. b. Urat-urat pada tepi daun berjarak jarang …........... genus Quercus, Lithocarpus. 101. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna kekuningan, ranting berwarna putih Perak …………………………………………… genus Ilex.
123
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
b. Kulit kayu bagian dalam berwarna putih krem …........................... ............................................................................. genus Aquillaria. 102. a. Batang berwarna coklat tua …….............................................. 103 b. Batang berwarna coklat kemerahan ………………................. 106 103. a. Batang bercincin horizontal …………………... genus Platymitra. b. Batang tidak bercincin horizontal ………………………........ 104 104. a. Ibu tulang daun lebar dan pipih ………………... genus Mezzettia. b. Ibu tulang daun tidak lebar/pipih …………………………..... 105 105. a. Kulit kayu bagian dalam berwarna merah …….. genus Diospyros. b. Kulit kayu bagian dalam berwarna coklat … genus Cyanthocalyx. 106. a. Batang berbanir tinggi, kulit dalam berwarna coklat ……….......... ................................................................................. genus Irvingia. b. Batang berbanir pendek, kulit dalam berwarna lain ………..... 107 107. a. Batang berlentisel, bekas-bekas tangkai daun masih tampak …….. …………………………………………………... genus Adinadra. b. Batang tidak seperti tersebut di atas …………………………. 108 108. a. Batang berwarna coklat muda, retak-retak, daun muda berwarna putih perunggu …………………………….. genus Anisophyllum. b. Batang berwarna coklat kemerahan, licin, daun berwarna hijau kebiruan …………….............................................. genus Xylopia. 109. a. Pohon hidup di pantai dan tanah berpasir, ranting pipih, bekas daun penumpu masih tampak ………………. genus Erythroxylon. b. Pohon hidup selain di pantai, ranting tidak seperti di atas …... 110 110. a. Kulit kayu bagian dalam beraroma bawang putih ……………....... …………………………………………... genus Schorodocarpus. b. Kulit kayu bagian dalam tidak beraroma seperti di atas …….. 111 111. a. Kulit kayu bagian dalam berserat, warna keemasan ……................ ............................................................................ genus Gonystylus. b. Kulit kayu bagian dalam tidak berserat seperti di atas ……..... 112 112. a. Batang berserpih, tangkai daun panjangnya lebih dari 2,5 cm ........ ……………....................................................... genus Coccoceras. b. Batang bercelah besar ....................…………………………... 113 113. a. Daun lebar berbentuk bulat telur terbalik … genus Campnospema. b. Daun kecil berbentuk jorong ………………………...…........ 114 114. a. Kulit batang bercelah dalam, warna abu-abu muda …………......... ……………………………………………... genus Chaetocarpus. b. Kulit batang bercelah dangkal, warna coklat kemerahan, daun yang ada di tajuk tetap berwarna hijau ………. genus Strombosia.
Ir. Indriyanto, M.P.
124
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
E. RINGKASAN Mendeskripsi atau mencandra pohon adalah mengemukakan bentuk organ-organ pohon. Mendeskripsi atau mencandra yaitu menyampaiakan pertelaan secara lengkap mengenai suatu takson (suatu unit taksonomi). Bentuk atau morfus pohon yang dipertelakan itu sangat penting dalam mengenal pohon atau untuk identifikasi jenis. Beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan secara seksama dalam mendeskripsi suatu jenis pohon adalah morfus daun, morfus bunga, morfus batang, habitus, dan habitat suatu pohon. Dengan mengemukakan morfus/bentuk organ pohon secara keseluruhan, selain bisa membantu kegiatan pengenalan jenis, juga membantu dalam penggunaan kunci identifikasi/determinasi. Identifikasi itu sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan seseorang untuk mengenal tumbuhan. Mengenal pohon merupakan salah satu proses untuk bersahabat dengan pohon tersebut. Berawal dari tahu (pernah jumpa atau pernah melihat) wujud/morfus pohon secara utuh, tahu habitus pohon secara keseluruhan, dan tahu habitatnya, kemudian tahu nama jenis, marga, suku, dan seterusnya. Atau sebaliknya, tahu wujud pohon secara utuh, tahu habitus pohon secara keseluruhan, dan tahu habitatnya, kemudian tahu suku, marga, lalu mengetahui nama jenis. Melakukan identifikasi tumbuhan berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas suatu tumbuhan yang tidak lain adalah menentukan nama tumbuhan secara benar dan menentukan tempat secara benar dalam sistem klasifikasi. Identifikasi terhadap tumbuhan yang belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan merupakan pekerjaan yang sangat berat. Oleh karena itu, identifikasi terhadap tumbuhan yang belum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan hanya dilakukan oleh para ahli taksonomi yang bekerja di lembaga penelitian taksonomi tumbuhan. Sedangkan terhadap tumbuhtumbuhan yang telah dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan tetapi kita belum mengenalnnya, identifikasinya dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya dengan bertanya kepada seorang yang kenal tumbuhan, dengan buku monografi tumbuhan, dengan spesimen herbarium, atau dengan kunci determinasi tumbuhan. F. LATIHAN 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan deskripsi suatu jenis pohon. 2. Jelaskan apa manfaat deskripsi jenis dalam pengenalan pohon. 3. Sebutkan apa saja yang perlu dicatat dalam mendeskripsi atau mencandra suatu jenis pohon. 4. Jelaskan arti identifikasi/determinasi pohon.
125
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 7 DESKRIPSI DAN IDENTIFIKASI POHON
5. Jelaskan syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk mengidentifikasi atau mendeterminasi pohon. 6. Sebutkan empat alternatif cara melakukan identifikasi pohon. 7. Lakukan identifikasi beberapa jenis pohon berikut ini menggunakan kunci determinasi untuk pohon yang batangnya bergetah. Latihan identifikasi dilakukan sampai diketemukannya nama genus. a. Manggis b. Pulai c. Beringin d. Gondang e. Sawo kecik f. Nangka g. Mangga h. Matoa 8. Lakukan identifikasi beberapa jenis pohon berikut ini menggunakan kunci determinasi untuk pohon yang batangnya tidak bergetah. Latihan identifikasi dilakukan sampai diketemukannya nama genus. a. Weru b. Jengkol c. Jiring d. Salam e. Kayu manis f. Bungur g. Jamuju 9. Jelaskan kondisi spesimen pohon yang layak digunakan untuk identifikasi pohon 10. Sebutkan informasi apa saja selain dari spesimen pohon yang harus dicatat untuk kepentingan identifikasi pohon.
Ir. Indriyanto, M.P.
126
Bab 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON A. PENDAHULUAN Catatan tentang suatu jenis pohon sangat membantu dalam pengenalan pohon. Catatan ini dimaksudkan agar para pembaca dapat mengetahui berbagai hal yang berkaitan tentang suatu jenis pohon, baik mengenai nama pohon, kegunaan, penyebaran alamiahnya, maupun keterangan-keterangan yang lainnya. Pada bagian ini disajikan contoh beberapa nama jenis pohon yang dilengkapi dengan keterangan mengenai famili tumbuhan, nama nasional, penyebaran alamiah, tempat tumbuh, ciri-ciri pohon, dan kegunaannya. Setiap penyajian catatan suatu jenis pohon selalu diawali dengan penulisan nama ilmiah pohon dengan harapan para pembaca terbiasa mengetahui dan mengenal nama ilmiah (nama botani) suatu jenis pohon yang dipelajari. Catatan lainnya yang juga disajikan pada bagian ini adalah gambar sebagian organ pohon untuk memberikan ilustrasi tentang wujud organ pohon. Salah satu kegunaan gambar organ pohon adalah untuk membantu para pembaca dalam pengenalan suatu jenis pohon. B. KETERANGAN JENIS POHON Beberapa di antara jenis-jenis pohon yang dituliskan nama dan keterangan jenisnya pada bagian ini telah dilakukan pengamatan secara langsung di Arboretum Universitas Lampung. Di Arboretum Universitas Lampung terdapat lebih kurang 45 jenis pohon, namun belum bisa semua dituliskan pada buku ini. Arboretum adalah suatu areal yang ditanami berbagai jenis pohon dengan tujuan untuk mengoleksi jenis pohon. Arboretum merupakan laboratorium lapangan yang dapat dipergunakan untuk fasilitas belajar mengenal secara langsung jenis-jenis pohon yang ada. Selain itu, arboretum juga dipergunakan untuk fasilitas belajar tentang aspek-aspek lain yang berkenaan dengan pohon, misalnya biologi pohon, konservasi jenis pohon, hidrologi hutan, dan lain sebagainya. 127
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
1. Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Bl. Famili: Mimosaceae Nama nasional/nama daerah: akasia, kihia
Gambar 8.1 Bentuk daun dan batang pohon akasia (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Habitat alamiah (native habitat) pohon akasia terdapat di hutan lahan kering, baik dalam ekosistem hutan hujan tropis maupun dalam ekosistem hutan musim. Daerah penyebaran alamiah pohon akasia terdapat di kepulauan Kei, Irian Jaya, Papua Nugini, dan di wilayah Australia Utara. Kemampuan tumbuh dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi tempat tumbuh menyebabkan pohon akasia ditanam di berbagai daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan, sehingga saat ini hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat ditemukan pohon akasia. Tempat tumbuh Pohon akasia dapat tumbuh pada berbagai jenis dan kondisi tanah. Pohon tersebut memiliki daya tahan terhadap kekeringan dan mampu hidup pada tanah yang miskin hara, sehingga cocok untuk rehabilitasi lahan kritis. Ir. Indriyanto, M.P.
128
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Daerah tempat tumbuh pohon akasia yang ideal adalah pada dataran rendah sampai daerah berketinggian 600 m dpl, daerah bertemperatur udara 260—300 C, curah hujan 1.500 mm—1.800 mm per tahun, dan pada tanah yang pH-nya 3,0—9,0. Ciri-ciri pohon Pohon akasia termasuk salah satu jenis pohon yang berukuran sedang, tinggi pohon mencapai 15 m dan memiliki diameter batang 50 cm pada posisi 1,30 m dari permukaan tanah. Batang pohon pada umumnya bengkok-bengkok dan memiliki banyak cabang; seringkali batang pohon menggarpu mulai dari pangkal batang. Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu kecoklatan, beralur sempit dan dangkal. Kayu gubal berwarna kuning, sedangkan kayu terasnya berwarna coklat tua. Daun pohon akasia merupakan daun semu yang disebut filodia. Filodia adalah hasil pertumbuhan dan perkembangan tangkai daun yang memipih hingga memiliki morfus dan fungsi seperti daun sejati. Daun sejati pohon akasia bertipe daun majemuk menyirip ganda, tetapi telah luruh/rontok pada fase semai kecil. Dengan demikian setelah dewasa, daun pohon akasia teridentifikasi sebagai daun tunggal yang tersusun secara tersebar. Filodia tersebut berbentuk memanjang agak bengkok seperti bentuk bulan sabit, namun bisa dikelompokkan ke dalam bentuk elips. Bunga akasia bertipe bunga bulir yang terletak secara axilaris (pada ketiak daun). Tiap-tiap bunga yang tersusun dalam bulir itu berukuran sangat kecil dengan benangsari yang tampak berwarna kuning. Adapun buah akasia termasuk tipe buah polong yang bentuk polongnya terpilin dan berisi banyak biji di dalamnya. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna coklat yang bila sudah kering lalu merekah dan biji di dalamnya berwarna hitam. Kegunaan pohon Pohon akasia ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis, untuk sekat bakar, mencegah terjadinya erosi tanah. Kayu akasia dapat dipergunakan untuk berbagai kebutuhan hidup manusia, misalnya: untuk sumber kayu bakar yang menghasilkan kalori 4.800—4.900 kkal/kg, bahan konstruksi/ bangunan, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, gagang berbagai alat pertanian, dan lain sebagainya. Berat jenis kayu akasia 0,49—0,84 atau rata-rata sebesar 0,69. Kayu akasia termasuk klas kuat 2—3 dan klas awet 3.
129
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
2. Alstonia scholaris R. Br. Famili: Apocynaceae Nama nasional/nama daerah: pulai, pule, lame, hanjalutung, kayu susu.
Gambar 8.2 Bentuk tajuk dan daun pohon pulai (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon pulai dapat dijumpai di Palembang, Jambi, Riau, Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan Nusa Tenggara. Pohon ini juga menyebar secara luas di Sri Langka, India, Asia Tenggara, Cina Selatan, Malaysia, Pilipina, dan Australia. Tempat tumbuh Pohon pulai terdapat di hutan gambut, hutan rawa, terdapat di hutan monsoon, dan hutan tanah kering pada ketinggian 500—1.000 m dpl. Jenis pohon ini toleran pada berbagai jenis tanah. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon bisa mencapai lebih dari 40 m, batang silindris dengan ukuran diameter batang 125 cm. Dahan tumbuh arah horizontal. Daun tunggal tersusun berkarang sebanyak 4—9 helai pada satu bukubuku batang, panjang daun 7—23 cm, lebar daun 3—7,5 cm. Bentuk daun lanset terbalik dan bertepi daun rata, pertulangan daun menyirip, warna daun hijau tua dengan permukaan atas licin. Perbungaan majemuk, tersusun dalam malai, warna bunga hijau hingga putih kekuningan. Buah berupa buah bumbung yang panjangnya 20—50 cm, diameter buah 4—5 mm. Ir. Indriyanto, M.P.
130
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Kegunaan pohon Kayu digunakan untuk vinir, kayu lapis, kertas, korek api, peti/ kotak, perabot rumah tangga. Rara-rata berat jenis kayu 0,38; klas awet 5 dan klas kuat 4—5. Kulit kayu untuk bahan obat peluruh dahak, peluruh haid, pereda kejang, antipiretik, dapat menurunkan kadar gula, dll. Daun pulai untuk mempercepat pemaskan bisul dan pelancar keluarnya ASI. 3. Antidesma bunius (L.) Sprengel Famili: Euphorbiaceae Nama nasional/nama daerah: buni, wuni, huni.
Gambar 8.3 Bentuk daun, bunga, dan buah pohon buni (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) Penyebaran alamiah Buni merupakan pohon yang berasal dari India, Sri Lanka, Myanmar, dan Malaysia. Jenis pohon ini telah diintroduksi ke Filipina, dan berkembang dengan baik dan meluas penyebarannya di sana sehingga bernaturalisasi menjadi jenis ras lahan (landrace)di Filipina. Pohon buni juga diintroduksi ke Indonesia dan dibudidayakan secara besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Tempat tumbuh Pohon buni tumbuh di daerah tropik dan di daerah beriklim muson. Di habitat alamiahnya, pohon buni seringkali menjadi jenis pohon pioner di hutan-hutan sekunder yang sedang mengalami proses suksesi hutan secara alamiah. Daerah tempat tumbuh pohon buni adalah pada ketinggian tempat 0—1.000 m dpl, dengan tipe iklim A, B, dan C. Pohon buni bersifat toleran terhadap kekeringan dan semitoleran terhadap penaungan, dan mampu tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah. 131
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Ciri-ciri pohon Tumbuhan buni berhabitus pohon yang pada saat dewasa tingginya mencapai 30 m, batang pohon berdiri tegak dan bercabang rendah. Daun tunggal berbentuk elips, tertata secara berseling, tepi daun rata, warna daun hijau tua, bentuk ujung daun meruncing dan pangkalnya tumpul. Daun berukuran panjang 19—25 cm dan lebarnya 4—10 cm, dan panjang tangkai daun lebih kurang 1 cm. Bunga majemuk tipe tandan tunggal yang umumnya tumbuh terminal atau di ujung ranting yang panjang perbungaan 6—20 cm. Tipe buah buni adalah buah batu berbentuk bulat telur berukuran kecil (8—10 mm), buah muda berwarna hijau, sedangkan buah masak fisiologis berwarna kuning kemerahan. Kegunaan pohon Buah buni yang matang dapat dimakan dalam keadaan segar, bahkan sari buah matang digunakan untuk minuman. Daun yang muda dapat digunakan untuk lalap dan untuk memberi aroma ikan dan daging rebus. Kayu pohon buni keras, namun tidak dimanfaatkan oleh manusia karena bentuk batangnya bengkok-bengkok. 4. Anthocephalus chinensis (Lamk.) Rich. Ex Walp. Famili: Rubiaceae Nama nasional/nama daerah: jabon, kelampayan, hanja.
Gambar 8.4 Bentuk tajuk, bunga, dan buah pohon jabon (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2008) Ir. Indriyanto, M.P.
132
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Secara alamiah, jabon dapat dijumpai di India, Cina, Myanmar, dan di Indonesia. Di Indonesia, penyebaran alamiah pohon jabon sangat luas, pohon ini dapat dijumpai di seluruh Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara, dan di Irian. Tempat tumbuh Pohon jabon dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian tempat 1.000 m dpl, baik di hutan primer maupun di hutan sekunder. Pada umumnya pohon jabon tumbuh dengan baik di tanah Aluvial yang lembab di pinggir-pinggir sungai dan di daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering. Di samping itu, pohon jabon dapat tumbuh pada tanah liat dan tanah berpasir yang kering atau basah. Pohon jabon memiliki sifat tahan kekeringan. Ciri-ciri pohon Pohon jabon dewasa tingginya bisa mencapai 45 m dengan diameter batang setinggi dada sebesar 160 cm, pangkal batangnya berbanir pendek, bentuk batang lurus dengan bentuk lingkar batang bulat, dan warna kulit luar abu-abu. Tajuk pohon jarang dan arah tumbuh dahannya horizontal. Pohon jabon berdaun tunggal, bentuk daun jorong, dan tertata secara berhadapan. Daun muda berwarna merah kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua. Pada musim kemarau, pohon jabon menggugurkan daun walaupun tidak sampai gundul. Bunga berbentuk bonggol berwarna putih kekuningan dan berukuran lebih kurang 5 cm, tumbuh pada ketiak daun. Musim berbunga dan berbuah pada umumnya terjadi pada bulan April—Agustus, akan tetapi di Jawa Barat dan Jawa Tengah musim berbunga dan berbuahnya pohon jabon terjadi pada bulan Maret—November. Buah berbentuk bundar telur, waktu muda berwarna hijau muda, sedangkan pada saat tua/masak berwarna abu-abu kecoklatan, lunak, dan berbiji banyak dengan ukuran sangat kecil. Kegunaan pohon Kayu jabon dapat digunakan untuk papan, peti, kayu lapis, bahan baku kertas, dan untuk kayu konstruksi ringan. Klas awet kayu 5 dan klas kuat kayu 3—4, berat jenis kayu 0,42. Daun jabon untuk pakan ternak, sedangkan rebusan daunnya untuk obat kumur sakit sariawan. Demikian juga pepagan atau kulit batang yang sudah kering dapat digunakan untuk obat demam. 133
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
5. Baccaurea dulcis (Jack.) Muell. Famili: Euphorbiaceae Nama nasional/nama daerah: ketupa, cupa, tupa, kapul.
Gambar 8.5 Bentuk daun dan buah pohon ketupa (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon ketupa adalah jenis pohon endemik di Sumatra Bagian Selatan, kemudian dibudidayakan secara terbatas oleh masyarakat yang ada di Sumatra dan di beberapa tempat di Jawa Barat. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon ketupa adalah pada ekosistem hutan tropis dataran rendah, hutan rawa, dan ekosistem hutan gambut . Di dalam ekosistem hutan tropis, pohon ketupa dan jenis-jenis pohon yang termasuk genus Baccaurea berasosiasi secara baik dengan jenis-jenis pohon anggota famili Dipterocarpaceae. Daerah tempat tumbuh yang paling sering dijumpai pohon ketupa ini adalah pada ketinggian tempat < 500 m dpl, dan pada berbagai jenis tanah. Ciri-ciri pohon Ketupa berupa pohon yang tingginya pada saat dewasa mencapai 15 m dengan diameter batang sebesar 50 cm. Daun ketupa berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau tua dengan tulang daun melengkung. Daun tersebut berupa daun tunggal yang tertata berseling. Perbungaan majemuk tersusun dalam tandan, warna bunga kuning dan berbau harum. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna kuning. Buah berbentuk bundar beruang 2—3 dengan diameter buah 3—4 cm. Ir. Indriyanto, M.P.
134
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Kegunaan pohon Buah ketupa yang telah masak dapat dimakan manusia karena rasanya enak dan manis agak asam. Kayu pohon ketupa dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah, mebel, dan bahan pembuatan perahu. 6.
Canarium vulgare Leenh.
Famili: Burseraceae Nama nasional/nama daerah: kenari, kanari, kanali, kituwak, kanal
Gambar 8.6 Bentuk daun, bunga, dan buah pohon kenari (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon kenari tumbuh secara alamiah di hutan alam yang ada di berbagai daerah di Indonesia, walaupun kemudian banyak masyarakat yang membudidayakannya di lahan miliknya. Pembudidayaan pohon kenari juga dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan rehabilitasi hutan yang rusak. Penyebaran alamiah pohon kenari meliputi daerah Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra. Tempat tumbuh Pohon kenari tumbuh secara baik pada tanah berkapur, tanah berbatu, tanah berpasir, dan pada tanah liat dengan ketinggian tempat 1—1.500 m dpl. Ciri-ciri pohon Kenari tergolong pohon besar yang tingginya bisa mencapai 45 m. Batang pohon berbanir (berakar papan) yang tinggi banirnya lebih kurang 3 m. Kulit batang bagian luar halus, berlentisel, dan berwarna abu-abu. Kayu gubal berwarna putih hingga kuning muda, sedangkan kayu teras berwarna coklat tua. 135
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Daun majemuk menyirip ganjil dengan 4—5 pasang anak daun dan memiliki daun penumpu. Helaian anak daun berukuran panjang 4—30 cm dan lebarnya 2—10 cm, berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya meruncing, dan tepi helaian anak daun rata. Bunga majemuk berbentuk malai yang terletak secara terminal pada setiap ranting. Bunga berukuran kecil, berwarna putih kekuningan, panjang perbungaan lebih kurang 20 cm, dan berbau harum. Buah termasuk tipe buah keras mengandung biji 1—3 butir, pada waktu masih muda berwarna hijau, pada waktu tua berwarna hitam, bentuk buah bulat telur dengan penampang melintang berbentuk bersegi tiga, panjangnya 3,5—5 cm dan diameternya 1,5—3 cm Kegunaan pohon Biji buah kenari menghasilkan minyak yang dapat digunakan untuk substitusi minyak kelapa. Kulit buah bagian dalam yang keras dapat digunakan untuk souvenir, misalnya dibuat gantungan kunci. Kayu kenari berguna untuk bahan bangunan rumah, veneer (lembaran kayu), papan prtikel, dan untuk lantai rumah. Berat jenis kayu 0,48—0,68. Kayu termasuk klas kuat 3 dan klas awet 4. 7. Diospyros celebica Bakh. Famili: Ebenaceae Nama nasional/nama daerah: eboni, kayu hitam, kayu arang.
Gambar 8.7 Bentuk tajuk anakan pohon dan daun pohon eboni (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Ir. Indriyanto, M.P.
136
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Penyebaran pohon eboni sangat terbatas, namun secara alamiah jenis pohon ini dijumpai di daerah Sulawesi dan Maluku. Di daerah tersebut, pohon eboni tumbuh terpencar-pencar dan bercampur dengan jenis-jenis pohon lainnya. Di samping itu, populasi pohon eboni di daerah tersebut terus menurun akibat pemanenan yang tidak diimbangi dengan penanaman yang memadai. Hal ini menyebabkan pohon eboni semakin langka. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon eboni adalah pada tanah kering, tanah liat berpasir, tanah berbatu, pada hutan primer, dalam ekosistem hutan hujan tropis, dan pada daerah dengan ketinggian tempat 25—350 m dpl. Ciri-ciri pohon Pohon eboni tampak tumbuh tegak dan kokoh, sifat pertumbuhannya sangat lambat. Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 40 m dengan diameter batang 100 cm, dan batang bebas cabang setinggi 20 cm dari pangkal batang. Pangkal batang berbanir atau berakar papan yang tinggi banirnya 4 m. Kulit kayu bagian luar berwarna hitam dan kayu terasnya juga berwarna hitam, sehingga pohon eboni disebut kayu hitam atau kayu arang. Daun berupa daun tunggal dengan tata daun tersebar, helaian daun berbentuk elip yang ujungnya meruncing dan pangkalnya membulat. Warna daun hijau tua, permukaan atas mengkilap sedangkan permukaan bawah hijau keabu-abuan dan berbulu. Bunga yang masih muda berwarna hiaju sedangkan yang sudah mekar berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur yang panjangnya 3—5 cm dan diameternya 3 cm. Kegunaan pohon Kayu eboni digunakan untuk mebel, patung, ukiran, tiang jembatan, dan untuk bahan baku alat musik. Kayu eboni termasuk klas awet dan klas kuat 1 , dengan berta jenis 1,01—1,27.
137
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
8. Eucalyptus deglupta Bl. Famili: Myrtaceae Nama nasional/nama daerah: leda, koyo, galang, ongkolan, tampai
Gambar 8.8 Bentuk daun dan batang pohon leda (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon leda merupakan salah satu jenis tumbuhan asli Indonesia dan Australia, oleh karena itu penyebaran alamiahnya meliputi wilayah di negara Indonesia dan Australia. Penyebaran pohon tersebut di Indonesia terdapat di Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya. Keberadaan pohon leda di Sulawesi hampir dapat dijumpai di seluruh daerah, kecuali di Sulawesi Tenggara yang keberadaannya sangat jarang. Tempat tumbuh Pohon leda tumbuh secara berkelompok di hutan-hutan primer yang ada di daerah berketinggian 0—1.000 m dpl. Kondisi iklim yang cocok untuk tumbuhnya pohon leda adalah iklim basah maupun iklim kering atau pada daerah bertipe iklim A, B, dan C. Kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan optimal pohon leda adalah pada tanah yang subur, tanah dalam dan sarang, tanah berlumpur, tanah berpasir, atau pun tanah yang mengandung abu vulkanis. Pohon leda juga mampu beradaptasi secara baik pada tanah lembab di sekitar daerah aliran sungai. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon leda yang telah dewasa bisa mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang lebih kurang 25 m dan diameter batangnya
Ir. Indriyanto, M.P.
138
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
lebih dari 100 cm. Pangkal batang pohon leda tidak berbanir. Kulit batang bagian luar berwarna coklat muda yang mengalami penuaan kemudian mengelupas memanjang , sehingga tampak kulit bagian dalam yang halus, licin, dan berwarna putih. Daun pohon leda merupakan daun tunggal yang tersusun berhadapan. Helaian daun berbentuk bulat telur, tepi daun rata, pangkal helaian daun berbentuk membulat, ujungnya berbetuk tumpul hingga runcing. Permukaan daun halus, warna daun hijau muda hingga hijau tua, dan susunan tulang daunnya menyirip yang tampak tidak begitu jelas. Bunga pohon leda termasuk tipe bunga payung, memiliki ukuran kecil, berwarna putih, dalam satu tangkai perbungaan mengandung 5—8 bunga. Bunga terletak secara axilaris (di ketiak daun). Buah leda berbentuk bulat, berukuran kecil dengan diameter buah 3—4 mm, termasuk buah kotak (capsule) yang mengandung banyak biji di dalamnya. Ukuran biji pun sangat kecil, jumlah biji dalam satu kilogram diperkirakan ada 15.034.000 butir. Kegunaan pohon Kayu leda dapat digunakan untuk bahan bangunan ringan, untuk papan, kayu lapis, pulp, batang korek api, dan peti kemas. Berat jenis kayu leda 0,57 atau berkisar antara 0,39 dan 0,81. Kayu tersebut termasuk ke dalam klas kuat 3 dan klas awet 4. 9. Ficus elastica Nois. ex Bl. Famili: Moraceae Nama nasional/nama daerah: karet kebo, karet rambung, karet munding
Gambar 8.9 Bentuk daun dan buah pohon karet kebo (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) 139
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Pohon karet kebo merupakan tumbuhan asli Indonesia. Pohon tersebut dapat dijumpai di hutan-hutan yang terdapat di wilayah Indonesia. Penyebaran alamiah pohon karet kebo cukup luas, yaitu mencakup berbagai wilayah negara di Asia Tenggara. Tempat tumbuh Pohon karet kebo tumbuh secara baik pada kisaran kondisi tempat tumbuh yang sangat luas. Pohon tersebut tumbuh pada daerah mulai dataran rendah hingga daerah pegunungan dengan ketinggian tempat 0—1.000 m dpl. Dari segi proses pertumbuhannya, pada awal pertumbuhan menduduki relung sebagai parasit berbagai jenis pohon, kemudian sebagai pencekik hingga mampu membuat pohon yang dicekik merana dan mati, setelah itu pohon karet dewasa tumbuh mandiri. Ciri-ciri pohon Pohon karet kebo bisa tumbuh tinggi hingga 40 m. Batang, dahan, ranting, dan daun mengandung getah berwarna putih. Daun karet kebo merupakan daun tunggal, helaian daun berdaging tebal, berbentuk jorong, pangkal daun membulat, dan ujung daun meruncing. Tulang daun sekunder menyirip rapat dan hampir tidak tampak karena tenggelam dalam daging daunnya. Permukaan daun licin, mengkilap, dan tua berwarna hijau tua, daun muda berwarna hijau kemerahan, sedangkan pucuk (daun paling ujung) terbungkus oleh daun pelindung berwarna merah. Jenis daun karet kebo adalah daun tunggal yang tersusun secara tersebar. Bunga pohon karet merupakan bunga majemuk berbentuk bulat mendekati tipe bunga bongkol, berukuran kecil namun dalam satu bongkol mengandung banyak bunga. Buahnya tipe buah berdaging dan tipe buah semu. Kegunaan pohon Pohon karet kebo digunakan oleh masyarakat untuk tanaman hias karena keindahan bentuk daunnya, warna daunnya hijau mengkilap dengan permukaan halus dan licin sehingga teksturnya berkesan halus. Di samping itu, pohon karet kebo mudah diperbanyak dengan stek walaupun di alam berkembangbiak dengan biji, serta memiliki sifat toleran (tahan naungan).
Ir. Indriyanto, M.P.
140
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
10. Flacourtia rukam Zoll. et Moritzi Famili: Flacourtiacea Nama nasional/nama daerah: rukam, klangtatah
Gambar 8.10 Bentuk daun dan buah pohon rukam (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Di Indonesia, pohon rukam dapat dijumpai di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra. Sesungguhnya pohon rukam menyebar luas di permukaan bumi. Selain di Indonesia, pohon tersebut dijumpai juga di Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon rukam adalah daerah tropik basah pada ketinggian tempat kurang dari 2.100 m dpl. Habitat alamiahnya adalah hutan primer dan hutan sekunder di daerah tropik basah. Pohon ini seringkali dijumpai tumbuh pada daerah sekitar aliran sungai. Pohon rukam memiliki kemampuan beradaptasi secara baik pada berbagai jenis tanah dan tipe iklim. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon rukam dewasa lebih kurang 20 m. Batang pohon dan percabangannya bengkok-bengkok, pada batang dan dahan serta cabangcabang muda berduri keras dan mengayu. Daun berbentuk jorong, tertata secara berseling, tepi daun bergerigi, permukaan helai daun sebelah atas berwarna hijau tua mengkilap, daun yang masih muda berwarna merah kecoklatan. Sistem perbungaan berbentuk tandan, tumbuh pada ketiak daun, berwarna kuning kehijauan, umumnya berkelamin tunggal, tidak berdaun
141
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
mahkota. Tipe buah rukam adalah buah buni, berbentuk bulat, berdiameter 2—2,5 cm, buah muda berwarna hijau, buah masak berwarna merah. Kegunaan pohon Kayu rukam dapat digunakan bahan perabot rumah tangga, misalnya untuk rak dan mebel. Buah yang masak dapat dimakan dan rasanya manis agak sepet, oleh karena itu pada umumnya masyarakat menggunakan buah rukam untuk rujak dan asinan. Daun muda dapat dimakan mentah sebagai lalap, dan memiliki kasiat untuk obat diare dan disentri. 11. Gmelina arborea Roxb. Famili: Verbenaceae Nama nasional/nama daerah: wareng, gmelina, yemane
Gambar 8.11 Bentuk daun dan buah pohon wareng (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Wareng merupakan tumbuhan berhabitus pohon yang habitat alamiahnya ada di hutan-hutan di India, Banglades, Sri Lanka, Myanmar, China bagian Selatan, dan di wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi, sekarang menjadi salah satu jenis pohon yang diuji coba dikembangkan dalam penanaman secara komersial di beberapa negara tropis, misalnya di Brazil, Gambia, Nigeria, Malawi, Malaysia, Philipina, dan di Indonesia. Tempat tumbuh Pohon wareng tumbuh secara optimal pada daerah dengan ketinggian tempat di atas 1.000 m dpl dan dengan curah hujan 750—4.500 mm/tahun. Tumbuhan ini toleran terhadap kondisi yang kering, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah baik pada tanah asam, tanah liat, dan tanah laterit.
Ir. Indriyanto, M.P.
142
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Ciri-ciri pohon Wareng tergolong pohon berukuran sedang, pada saat pohon dewasa dapat mencapai tinggi 20—30 m dengan diameter batang pohon 60 cm, batang bebas cabang setinggi 6—9 m. Daun tunggal, helaian daun berbentuk jantung dengan tulang-tulang daun yang melengkung, berwarna hijau muda, daun tertata berhadapan bersilang. Bunga majemuk terbatas, tersusun secara terminal di ujung ranting, mahkota bunga berwarna kuning kecoklatan. Buah bertipe buah batu (drupa), ketika masih muda berwarna hijau, sedangkan pada waktu masak berwarna kuning. Buah berbentuk bulat dengan diameter 2—2,5 cm. Kegunaan pohon Kayu wareng digunakan untuk bahan baku kertas, untuk kayu bangunan, geladak kapal, dan untuk alat musik. Berat jenis kayu wareng 0,42—0,64; nilai kalori kayu lebih kurang 4.800 kkal, sehingga dapat digunakan sebagai bahan berkualitas untuk arang. Akar, daun muda, dan buah dapat digunakan untuk obat tradisional. 12. Hopea sangal Korth. Famili: Dipterocarpaceae Nama nasional/nama daerah: keranggang, cengal, merawan cengal, damar bintang.
Gambar 8.12 Bentuk daun pohon cengal (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon cengal terdapat di berbagai pulau di Indonesia, yaitu di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan di Kalimantan Selatan. 143
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Tempat tumbuh Pohon cengal merupakan salah satu jenis pohon yang menyusun ekosistem hutan tropis. Pohon ini dijumpai pada hutan-hutan primer yang tumbuh di atas tanah kering, berbatu, maupun pada tanah liat, terdapat pada daerah dengan ketinggian tempat 20—500 m dpl. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon cengal pada saat dewasa bisa mencapai 50 m dengan diameter batang sebesar 125 cm. Bentuk batang lurus dan lingkar batangnya bulat, pada pangkal batang berbanir yang tinggi banirnya bisa mencapai 1,5 cm. Kulit batang berwarna coklat tua dan beralur dangkal. Daun tunggal berbentuk bulat telur, bagian ujung meruncing dan pangkalnya membulat, panjang daun 10—14 cm dan lebarnya 4—6 cm, warna daun hijau tua mengkilap, tertata secara berseling. Buah bersayap dua, panjang sayap buah 3—4 cm, diameter buah 0,5— 0,7 cm. Kegunaan pohon Kayu pohon cengal sangat bagus untuk bahan konstruksi rumah, tiang, maupun papan, sangat baik untuk bahan baku almari dan jendela rumah. Kayu cengal termasuk klas awet dan klas kuat 2—3, arah serat lurus, dan mudah diolah. 13. Intsia palembanica Miq. Famili: Caesalpiniaceae Nama nasional/nama daerah: merbau darat, merbo, ipil-ipil, marbon
Gambar 8.13 Bentuk tajuk anakan pohon dan daun pohon merbau darat (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009)
Ir. Indriyanto, M.P.
144
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Penyebaran alamiah pohon merbau darat di Indonesia sangat luas, bisa dikatakan pohon ini terdapat secara alamiah di seluruh wilayah Indonesia. Keberadaan pohon merbau darat secara alamiah bisa dijumpai di seluruh wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, juga terdapat di Maluku, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Selain terdapat di Indonesia, pohon merbau darat juga terdapat secara alamiah di wilayah negara Asia Tenggara lainnya, yaitu di Thailand, Malaysia, dan kepulauan Andaman. Tempat tumbuh Pohon merbau darat dapat tumbuh dengan baik pada tanah lembab yang terkadang digenangi air tawar, dapat juga tumbuh pada tanah yang kering, tanah berpasir maupun berbatu. Kondisi iklim yang menjadi batas toleransi kebutuhan hidup pohon merbau darat cukup luas, mengingat pohon ini dapat tumbuh secara baik pada daerah beriklim basah maupun beriklim kering dengan tipe iklim A, B, C, dan D. Ketinggian tempat yang cocok untuk hidup dan tumbuhnya pohon merbau darat adalah pada daerah dataran rendah sampai daerah berketinggian 500 m dpl. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon merbau darat bisa mencapai 40 m dengan batang bebas cabang 30 m, diameter batang yang diukur pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah dapat mencapai 100 cm. Lingkar batang berbentuk bulat, pada umumnya bentuk batangnya lurus. Pangkal batang pohon merbau darat memiliki banir (akar papan) yang tingginya bisa mencapai 3 m dari pangkal batang. Kulit batang bagian luar berwarna coklat atau coklat kemerahan dan tidak beralur, bagian dalam mengandung getah sedikit berwarna merah tua. Kayu gubal berwarna putih kekuningan, sedangkan kayu teras berwarna coklat tua. Daun pohon merbau darat merupakan daun majemuk menyirip genap dengan anak daun berjumlah 3—4 pasang. Bentuk setiap anak daun hampir elips tak simetris, bentuk pangkalnya tumpul, sedangkan bentuk ujungnya runcing. Helaian anak daun berwarna hijau tua, halus, mengkilap, dan bertepi rata. Bunga merbau darat bertipe bunga bulir, berwarna putih dan merah jambu. Adapun buah merbau darat termasuk tipe buah polong. Buah muda berwarna coklat muda, sedangkan buah tua berwarna coklat tua. Polong buah merbau darat berbentuk agak pipih, tebalnya lebih kurang 2 cm, lebar buah3—5 cm, sedangkan panjangnya 5—11 cm. 145
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Kegunaan pohon Kayu merbau darat pada umumnya digunakan untuk kayu konstruksi bangunan rumah, tiang, papan, jembatan, dapat juga digunakan untuk pembuatan perahu, dan mebel. Kayu merbau darat termasuk klas kuat 1 dan klas awet 1, serta memiliki berat jenis (BJ) 0,79. 14. Maniltoa grandiflora Scheff. Famili: Caesalpiniaceae Nama nasional/nama daerah: saputangan
Gambar 8.14 Bentuk tajuk dan bentuk daun pohon saputangan (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) Penyebaran alamiah Pohon saputangan diduga merupakan pohon asli dari Irian, sehingga secara alamiah pohon ini tumbuh banyak di daerah Irian. Kemudian pohon saputangan menyebar luas di berbagai wilayah negara Asia Tenggara, termasuk juga di seluruh wilayah Indonesia karena ditanam masyarakat untuk tanaman hias. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon saputangan adalah pada daerah dataran rendah sampai pada daerah yang memiliki ketinggian tempat 500 m dpl. Pohon tersebut dapat tumbuh pada berbagai jenis dan kondisi tanah asalkan tidak tergenang oleh air. Pohon saputangan memiliki sifat intoleran karena pertumbuhannya akan baik jika berada pada tempat yang terbuka dan mendapat sinar matahari penuh.
Ir. Indriyanto, M.P.
146
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Ciri-ciri pohon Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 20 m. Tajuk pohon melebar dan berbentuk mendekati bentuk bundar. Batang pohon berwarna coklat kemerahan dengan kondisi kulit agak kasar. Daun termasuk tipe daun majemuk menyirip genap dengan tata daun berseling. Daun yang masih muda (daun yang berada di bagian pucuk) berwarna putih, sedangkan daun yang telah tua berwarna hijau tua. Helaian anak daun berbentuk elips tak simetris, bertepi rata, bentuk pangkalnya tumpul, sedangkan bentuk ujungnya meruncing. Bunga saputangan berwarna putih, berukuran kecil, berbentuk bulat atau tipe bunga bongkol. Buah saputangan termasuk buah polong yang pada waktu muda berwarna hijau kecoklatan, setelah tua berwarna coklat. Kegunaan pohon Pohon saputangan ditanam untuk penghijauan, sebagai tanaman hias dan tanaman peneduh di taman, halaman kantor, dan di pinggir jalan. Kayu pohon tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. 15. Michelia champaca L. Famili: Magnoliaceae Nama nasional/nama daerah: cempaka, cempaka kuning
Gambar 8.15 Bentuk tajuk anakan pohon dan bentuk daun pohon cempaka (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) 147
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Penyebaran alamiah pohon cempaka terdapat di hutan-hutan alam di India, Myanmar, Nepal, dan di Indonesia. Penyebaran pohon cempaka semakin luas karena ditanam untuk berbagai tujuan penanaman misalnya penghijauan dan reboisasi. Penanaman pohon cempaka telah banyak dilakukan oleh masyarakat di India dan di seluruh wilayah Indonesia. Tempat tumbuh Pohon cempaka dapat hidup dan tumbuh secara baik pada daerah dataran rendah hingga daerah berketinggian tempat 1.200 m dpl. Pohon tersebut tumbuh pada hutan lahan kering, pada tanah subur dan berdrainase baik, tanah berpasir, tanah lempung, dan tanah yang sedikit berbatu. Ciri-ciri pohon Pohon cempaka termasuk pohon berukuran besar yang tingginya pada saat dewasa bisa mencapai 50 m dengan diameter batang berukuran 50 cm. Batang pohon cempaka berbentuk lurus dan bentuk lingkar batangnya bulat, serta pangkal batang tidak berbanir. Kulit batang berwarna coklat keabu-abuan, halus, dan mengandung banyak lentisel. Tajuk pohon berbentuk jorong, agak jarang, dan percabangan yang tidak beraturan. Daun pohon cempaka merupakan tipe daun tunggal yang tersusun secara berseling atau tersebar. Tulang daun tersusun menyirip dan agak jarang, tepi helaian daun rata, permukaan helaian daun bagian atas licin sedangkan bagian bawah berbulu halus. Helaian daun berbentuk elips, pangkal helaian daun tumpul, dan ujung helaian daun runcing. Daun berukuran sedang, lebar helaian daun 4—6 cm dan panjangnya 12—15 cm. Bunga termasuk tipe bunga malai, terletak secara axilaris (pada ketiak daun), berwarna kuning, dan beraroma harum. Buah termasuk tipe buah kotak dan berbentuk hampir bundar. Buah yang muda berwarna hijau, sedangkan buah yang tua berwarna coklat dan berisi beberapa biji berwarna merah tua. Pohon cempaka berbunga dan berbuah setiap saat sepanjang tahun. Kegunaan pohon Kayu cempaka dapat digunakan untuk bahan bangunan, mebel, almari, kepingan pintu, untuk bahan pembuatan perahu, dan peti kemas. Kayu cempaka termasuk klas kuat 3, klas awet 2, dan memiliki berat jenis lebih kurang 0,56. Daun dan bijinya berkasiat untuk obat-obatan, sedangkan bunganya dapat menghasilkan minyak atsiri yang beraroma harum. Ir. Indriyanto, M.P.
148
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
16. Mimusops elengi L. Famili: Sapotaceae Nama nasional/nama daerah: tanjung, tanjung kawar, sawo manuk, karikis, molosigo, werakit, wunubatu.
Gambar 8.16 Bentuk tajuk dan bentuk daun pohon tanjung (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) Penyebaran alamiah Penyebaran alamiah pohon tanjung meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan di Irian Jaya. Mengingat kemampuan adaptasinya yang tinggi terhadap berbagai faktor lingkungan serta disukai masyarakat untuk tanaman penghijauan, maka penyebaran pohon tanjung semakin luas. Tempat tumbuh Pohon tanjung tumbuh di wilayah tropis, baik di hutan-hutan alam tropis maupun di lahan-lahan budidaya. Tipe iklim yang dikehendaki adalah tipe A dan B. Secara alamiah, pohon tanjung tumbuh di lahan kering pada berbagai jenis tanah mulai dari daerah dataran rendah sampai pada daerah dengan ketinggian tempat 600 m dpl. Ciri-ciri pohon Pohon bertajuk lebat, berwarna hijau tua, bentuk tajuk bundar, dan selalu hijau (evergreen). Tinggi pohon bisa mencapai 25 m dengan batang bebas cabang 8—17 m, dan diameter batang setinggi dada mencapai 100 cm. 149
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Batang pohon berbanir atau berakar papan yang tingginya mencapai 2 m dari pangkal batang. Kulit batang bagian luar berwarna kelabu hingga hitam, beralur dangkal, dan sedikit mengelupas. Batang bergetah dengan warna getah putih susu. Pohon tanjung berdaun tunggal tersusun secara tersebar. Pangkal daun berbentuk tumpul, ujung daun runcing, tepi daun rata, tulang daun menyirip agak rapat, tulang utama daun tampak jelas, permukaan daun halus dan licin, lebar daun 4—7 cm dan panjangnya 9—15 cm, bentuk helaian daun elips. Pohon tanjung berbunga tunggal, tersusun secara axilar (pada ketiak daun), berkelamin dua (biseksual), dan beraroma harum. Buah tanjung termasuk tipe buah batu yang mengandung satu biji di dalamnya, mesokarpus (kulit buah bagian tengah) berdaging yang ketika tua/matang rasanya agak manis. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua/ matang berwarna merah. Bentuk buah tanjung bulat telur memanjang, panjang buah 2—2,5 cm, diameter buah 1—1,5 cm. Kegunaan pohon Pohon tanjung disukai masyarakat untuk penghijaun, baik di kota maupun di pedesaan, bermanfaat sebagai tanaman peneduh di halaman perkantoran atau pemukiman. Kayu tajung memiliki BJ 0,92—1,12. Kayu tersebut termasuk klas kuat 1 dan klas awet 2. Sesuai dengan sifat-sifat kayu, maka kayu tanjung dapat digunakan untuk bahan lantai bangunan bertingkat, untuk bahan mebel, kerajinan patung dan ukiran, untuk bantalan rel kereta api, bahan konstruksi jembatan, serta digunakan untuk tangkai berbagai peralatan pertanian.
Ir. Indriyanto, M.P.
150
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
17. Octomeles sumatrana Miq. Famili: Datiscaceae Nama nasional/nama daerah: benuang, binuang, banuang
Gambar 8.17 Bentuk daun pohon benuang (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon benuang menyebar secara alamiah di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jaya. Selain di Indonesia, pohon benuang juga terdapat secara almiah di wilayah negara Filipina. Keberadaan pohon benuang secara alamiah pada umumnya dapat dijumpai di dalam ekosistem hutan hujan tropis, walaupun terkadang juga terdapat di dalam ekosistem hutan pantai. Bahkan di hutan alam dalam ekosistem hutan hujan tropis yang kondisinya masih baik, umumnya pohon benuang merupakan salah satu jenis pohon yang dominan. Tempat tumbuh Pohon benuang hidup dan tumbuh secara baik pada daerah berketinggian 0—800 m dpl. Pohon tersebut tumbuh secara baik pada tanah lembab tetapi tidak tergenang oleh air. Pohon benuang pada umumnya dapat tumbuh di daerah pantai, di pinggir sungai, dan di tempat-tempat lain yang tanahnya mengandung liat atau berpasir, serta pada jenis tanah Aluvial. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon benuang yang telah dewasa bisa mencapai 45 m, bahkan bisa lebih tinggi lagi jika tumbuh pada tanah yang subur dan berdrainase baik. Pada kondisi tinggi pohon seperti tersebut, maka ukuran diameter batang pohon benuang lebih kurang 90 cm. Batang pohon tumbuh tegak dengan lingkaran batang berbentuk bulat, dan pangkalnya berbanir 151
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
yang tingginya lebih dari 3 m. Kulit bantang beralur dangkal, berwarna abu-abu, serta mengelupas tipis dan kecil-kecil. Tajuk pohon berbentuk hampir bundar dengan kondisi tajuk yang jarang. Daun pohon benuang merupakan daun tunggal yang tertata secara tersebar atau berseling. Helaian daun berbentuk bulat telur terbalik, tepi daun rata, susunan tulang daun melengkung dengan ukuran pertulangan yang besar dan tampak jelas. Pangkal daun agak berlekuk dan bentuk ujung daun meruncing. Panjang helaian daun 12—30 cm dan lebarnya 6—20 cm. Bunga benuang termasuk tipe bunga bulir dengan tangkai perbungaan yang panjang. Bunga tersebut terletak pada ketiak daun atau tertata secara axilaris. Buah benuang bertipe buah kotak, berbentuk lonjong, dan mahkota bunga yang tetap melekat di ujung buah mengikuti proses perkembangan buah. Tipe buah seperti tersebut terbentuk dari bunga inferus, yaitu bunga yang bakal buahnya tenggelam pada dasar bunga. Kegunaan pohon Kegunaan pohon benuang adalah dari kayunya yang dapat dipakai untuk bahan kayu lapis, kotak korek api, dan peti kemas. Kayu tersebut ringan dengan berat jenis lebih kurang 0,34 dan memiliki keawetan dan kekuatan yang rendah, namun mudah diolah/dikerjakan. Kayu benuang termasuk klas awet 5 dan klas kuat 5. 18. Peltophorum pterocarpa (D. C.) Back. Famili: Caesalpiniaceae Nama nasional/nama daerah: soga
Gambar 8.18 Bentuk daun dan buah tua pohon soga (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010)
Ir. Indriyanto, M.P.
152
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Pohon soga diduga merupakan salah satu pohon asli dari Australia dan Filipina. Namun pada kenyataannya terdapat juga secara alamiah di hutan musim dan hutan pantai di Indonesia serta di hutan-hutan tropis di daerah tropis lainnya. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon soga berada pada daerah berketinggian tempat kurang dari 100 m dpl. Pohon soga merupakan salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat hutan pantai, walaupun seringkali terdapat juga di hutan tropis dan hutan musim. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon soga dapat mencapai 30 m, oleh karena itu sebenarnya pohon ini termasuk golongan pohon besar. Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu dan kondisinya halus. Pohon soga berdaun majemuk menyirip ganda dengan jumlah anak daun yang genap, dan tata daunnya berseling. Helaian anak daun berukuran kecil dengan lebar 0,75—1 cm dan panjangnya 2—2,5 cm, bentuk helaian anak daun memanjang (oblong), bentuk pangkal dan ujung helaian anak daun membulat, serta bertepi rata. Bunga pohon soga tersusun dalam bentuk bunga tandan yang panjang tandannya 25—40 cm, berwarna kuning, dan beraroma harum. Bunga tersebut terletak secara terminal (di ujung ranting). Buah soga bertipe buah polong yang ketika tua mengalami pecah. Panjang polong buah soga 5—11 cm dan tiap buah berisi biji sebanyak 1—6 butir. Kulit buah yang muda berwarna hijau, sedangkan kulit buah tua berwarna coklat. Biji yang telah tua berkulit keras dan berwarna merah tua. Kegunaan pohon Kegunaan tanaman pohon soga adalah sebagai tanaman hias dan tanaman penghijauan secara umum. Kulit batang pohon soga mengandung zat ekstraktif yang berguna untuk pewarna coklat pada kain batik, sehingga warna tersebut dikenal dengan warna soga.
153
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
19. Pericopsis mooniana Thw. Famili: Papilionaceae Nama nasional/nama daerah: kuku, welalang, kala-kala
Gambar 8.19 Bentuk daun dan buah pohon kuku (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2011) Penyebaran alamiah Pohon kuku terdapat secara alamiah hampir di seluruh wilayah Indonesia. Daerah penyebaran alamiah pohon tersebut meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Pohon kuku terdapat juga di pulau Jawa yang kemungkinan besar ditanam oleh masyarakat sebagai tanaman penghijauan di lahan tegalan mereka. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon kuku di hutan lahan kering baik di dataran rendah maupun di pegunungan hingga ketinggian tempat 800 m dpl. Pohon tersebut mampu tumbuh pada lahan kritis, tanah berbatu, tanah berpasir, dan pada tanah liat. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon kuku mencapai lebih kurang 40 m dengan bentuk tajuk jorong atau oval yang agak memanjang. Batang pohon kuku berbanir, berkulit agak kasar dan mengelupas pada pohon yang tua, warna kulit batang abu-abu kecoklatan. Daun pohon kuku merupakan daun majemuk menyirip ganjil, bentuk helaian anak daunnya elips, pangkal helaian anak daun berbentuk tumpul dan ujungnya berbentuk meruncing. Daun berwarna hijau dengan kondisi permukaan bawah maupun atas helaian daun halus, dan bertepi rata. Tulang daun tersusun menyirip dengan ukuran pertulangan daun yang agak halus. Ir. Indriyanto, M.P.
154
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Bunga pohon kuku termasuk tipe bunga tandan dan tiap bunga berukuran kecil. Adapun buah pohon kuku merupakan buah polong yang berbentuk pipih yang di dalamnya mengandung biji sebanyak 1—3 butir. Buah berukuran lebar 2 cm dan panjangnya 5—8 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau kecoklatan, sedangkan buah yang sudah tua berwarna coklat. Demikian pula biji yang sudah tua berwarna coklat. Kegunaan pohon Kayu kuku tergolong kayu yang berat, kayu ini memiliki berat jenis lebih kurang 0,94. Kekuatan kayu kuku tergolong klas 1, sedangkan keawetannya tergolong klas 2. Kegunaan kayu kuku adalah sebagai bahan perabot rumah tangga, untuk bahan dekoratif, untuk pintu dan jendela rumah, dan untuk kayu lapis. 20. Peronema canescens Jack. Famili: Verbenaceae Nama nasional/nama daerah: sungkai, jati sabrang, kisabrang, jati londo.
Gambar 8.20 Bentuk daun pohon sungkai (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Penyebaran alamiah pohon sungkai adalah di Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Di Sumatra, pohon sungkai banyak dijumpai di Lampung, Jambi, dan Bengkulu, sedangkan di Kalimantan hampir dapat dijumpai di semua wilayah. Tempat tumbuh Pohon sungkai tumbuh pada ekosistem hutan hujan tropis. Tipe iklim yang dikehendaki adalah tipe A, B, dan tipe C. Pohon ini terdapat secara alamiah di hutan-hutan primer, walaupun saat ini banyak orang 155
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
yang telah membudidayakannya. Secara alamiah, pohon sungkai sering dijumpai di tepi-tepi sungai, di hutan sekunder, pada tanah liat atau berpasir, pada ketinggian tempat 200—900 m dpl. Ciri-ciri pohon Pohon sungkai yang telah dewasa dapat mencapai tinggi 30 m dengan diameter batang lebih dari 60 m, dan batang bebas cabang setinggi 15 m. Batang lurus, kulit batang berwarna kelabu dan sedikit mengelupas, tajuk pohon pada umumnya berbentuk bulat telur. Ranting pohon berbulu halus. Daun majemuk menyirip ganjil, bentuk helaian anak daun lanset dan ujungnya meruncing, tulang daun utama (ibu tulang daun) bersayap, anak daun berpasangan atau berselang-seling, daun tertata berhadapan bersilang. Bunga majemuk dalam malai, berkelopak, dan berdaun mahkota. Daun mahkota bunga berbentuk mangkok pada pangkalnya, berwarna putih, dan mahkota bunga ini berbulu halus. Kegunaan pohon Permukaan kayu sungkai bergambar menarik sehingga kayu ini digunakan untuk papan ornamental, vinir, mebel, almari, dinding dekoratif, kepingan pintu dan jendela, juga untuk bahan baku pulp/kertas. Berat jenis kayu sungkai rata-rata 0,63; klas kuat 2—3 dan klas awet 3. 21. Pometia pinnata Forst. Famili: Sapindaceae Nama nasional/nama daerah: matoa, kasai, lengsir.
Gambar 8.21 Bentuk daun pohon matoa (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2011)
Ir. Indriyanto, M.P.
156
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Penyebaran pohon matoa sangat luas di Indonesia, meliputi daerah Irian Jaya, Maluku, Sulawesi, Sumatra Utara, Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Tempat tumbuh Pohon matoa terdapat di hutan hujan tropis di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian. Pada umumnya pohon matoa tumbuh di tempat-tempat yang tidak digenangi air, meskipun kadang-kadang tumbuh di pinggirpinggir sungai yang pada musim hujan terkena genangan sementara air tawar. Pohon ini tumbuh baik pada tanah liat, pasir, tanah batu kapur, pada daerah dengan ketinggian tempat 5—1.700 m dpl dengan tipe iklim A dan B. Ciri-ciri pohon Pohon matoa dewasa mempunyai tinggi pohon mencapai 47 m dengan diameter batang 187 cm, dan batang bebas cabang 18 m. Pangkal batang pohon dewasa tampak berbanir dengan tinggi banir 2 m. Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu kemerahan, banyak terdapat lentisel, dan kulit sedikit mengelupas. Daun majemuk menyirip, bentuk anak daun elips, panjang helaian anak daun 3—32 cm dan lebarnya 2—13 cm, pangkal helaian daun membulat dan ujungnya meruncing, warna daun hijau tua. Daun tertata secara berseling. Tangkai utama daun atau rakis memiliki panjang 10— 100 cm. Perbungaan majemuk tersusun dalam malai. Bentuk buah lonjong hampir bulat. Kegunaan pohon Buah matoa enak jika dimakan, rasanya seperti rambutan. Kayu matoa digunakan untuk konstruksi bangunan rumah, jembatan, perabot rumah tangga, lantai rumah, perkapalan, dan peralatan olah raga. Ratarata berat jenis kayu 0,78; klas awet 3—4 dan klas kuat 2.
157
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
22. Pterocarpus indicus Willd. Famili: Papilionaceae Nama nasional/nama daerah: angsana, sonokembang, pohon sana
Gambar 8.22 Bentuk tajuk anakan pohon dan bentuk daun pohon angsana (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2011) Penyebaran alamiah Penyebaran secara alamiah pohon angsana terdapat di wilayah tiga negara, yaitu di Indonesia, Malaya, dan Filipina. Pohon angsana dapat dijumpai dalam ekosistem hutan alam campuran, namun demikian sekarang dapat dijumpai di sekitar pemukiman, perkantoran, dan di tepi jalan sebagai tanaman penghijauan. Penyebaran pohon angsana di Indonesia sangat luas karena kemampuan adaptasinya sehingga dapat hidup di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan sekarang dapat dijumpai pohon angsana di daerah tropis di mana saja. Tempat tumbuh Tempat tumbuh pohon angsana adalah pada tanah liat berpasir, tanah yang dalam dan gembur, serta tumbuh pada tanah berbatu. Ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan pohon angsana adalah pada derah dataran rendah tepi pantai hingga pada daerah berketinggian 500 m dpl. Akan tetapi, di daerah pulau Jawa dapat dijumpai pohon angsana tumbuh secara baik pada daerah berketinggian 800 m dpl. Ciri-ciri pohon Pohon angsana termasuk golongan pohon besar. Di hutan alam, pohon angsana dapat tumbuh hingga tingginya mencapai 45 m dengan diameter batang sebesar 200 m. Pada tanah yang miskin hara, rata-rata
Ir. Indriyanto, M.P.
158
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
tinggi pohon angsana mencapai 20 m. Pohon angsana bertajuk lebat (rimbun) dengan bentuk tajuk mendekati bentuk bundar (rounded), tampak berwarna hijau tua dan struktur yang halus/lembut. Batang pohon berwarna abu-abu, pada usia yang tua berwarna abu-abu kehitaman dan kulitnya menjadi kasar. Daun angsana termasuk daun majemuk menyirip ganjil dengan tata daun tersebar. Helaian anak daun berbentuk jorong, bertepi rata, pangkalnya membulat, ujungnya meruncing, permukaannya halus dan berwarna hijau, dan susunan tulang daun melengkung. Bunga angsana termasuk tipe bunga tandan, berukuran kecil, berwarna kuning muda, dan beraroma seperti aroma jeruk. Buah angsana merupakan buah polong, pipih, berbentuk hampir bulat, dan bersayap yang letak sayapnya di kampung punggung. Kegunaan pohon Pohon angsana ditanam oleh masyarakat untuk penghijauan kota sebagai tanaman penduh di kanan-kiri dan median jalan. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara mudah, baik dengan biji maupun sengan setek dan cangkok. Pohon berbunga dan berbuah sepanjang saat. Kayu angsana digunakan untuk papan sebagai dinding rumah, untuk kayu lapis, penggaris, dan bahan baku kerajinan. Kayu angsana termasuk klas kuat 2 dan klas awet 2 dengan berat jenis kayu sebesar 0,65. 23. Schleichera oleosa (Lour.) Oken Famili: Sapindaceae Nama nasional/nama daerah: kesambi, kusuma, pohon lak.
Gambar 8.23 Bentuk daun pohon kesambi (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) 159
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Pohon kesambi tumbuh tersebar pada daerah kaki Pegunungan Himalaya, Sri Lanka, dan Indo Cina. Kemungkinan besar jenis pohon ini diintroduksi ke Indonesia yang akhirnya menyebar luas di berbagai wilayah Indonesia, misalnya di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Seram, dan Kepulauan Kai. Kesambi juga telah diintroduksi ke Malaysia yang lama kelamaan berkembang menjadi ras lahan (land race) di daerah tersebut. Secara umum, pohon kesambi telah dibudidayakan di daerah-daerah tropis termasuk di India dan Indonesia. Tempat tumbuh Kesambi memerlukan kondisi lingkungan dengan curah hujan 750—2500 mm per tahun dan suhu udara 35—47.5° C. Di Jawa, jenis pohon ini tumbuh di dataran rendah tetapi ditemukan juga tumbuh pada daerah dengan ketinggian 900—1.200 m dpl, seringkali tumbuh alamiah di hutan jati. Pohon kesambi juga dapat tumbuh di daerah yang kering, pada hutan campuran, kadang-kadang terdapat di daerah rawa, dan di savana walaupun hanya terdapat beberapa pohon. Pohon kesambi memiliki sifat tahan terhadap api, sifat bijinya untuk berkecambah memerlukan penyinaran matahari yang cukup. Ciri-ciri pohon Kesambi adalah jenis pohon yang pada saat dewasa tingginnya mencapai 40 m dengan diameter batang sebesar 2 m, pangkal batang pohon agak berbanir. Bentuk lingkar batang pada umumnya bulat dan kulit batang berwarna abu-abu. Daun majemuk menyirip genap, helai daun berbentuk sudip, daun muda berwarna merah jambu, sedangkan daun tua berwarna hijau tua, daun tertata berseling. Bunga terletak secara aksilar (pada ketiak daun) yang pada umumnya tumbuh pada buku-buku yang sedang tidak ada daunnya, bunganya tunggal berwarna kuning pucat hingga hijau pucat. Buah kesambi termasuk tipe buah batu (drupa), berbentuk bulat telur atau agak jorong, di dalam satu buah mengandung 1—2 biji, ukuran diameter buah 1,5—2,5 cm dan panjangnya 1—2 cm, buah muda berwarna hijau sedangkan buah masak berwarna kuning. Kegunaan pohon Pohon kesambi mempunyai banyak kegunaan, kayunya keras dan sesuai untuk kayu bakar dan bahan arang, bagian tengah kayunya sangat Ir. Indriyanto, M.P.
160
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
keras sehingga bagus untuk membuat alat-alat pertanian dan alat rumah tangga. Minyak yang diambil dari Minyak biji kesambi disebut minyak kusum digunakan untuk perawatan rambut, untuk minyak makan, dan untuk lampu. Selain itu, minyak kusum tersebut dapat dipakai dalam pengobatan untuk menghilangkan gatal, jerawat, dan penyakit kulit lainnya. Oleh masyarakat Madura dan Jawa, minyak biji kesambi digunakan dalam industri batik. Kulit kayu kesambi mengandung zat ekstraktif yang dapat dipakai untuk mewarnai batik. 24. Sesbania grandiflora (L.) Pers. Famili: Papilionaceae Nama nasional/nama daerah: turi bunga merah, turi
Gambar 8.24 Bentuk daun dan bunga pohon turi bunga merah (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2011) Penyebaran alamiah Pohon turi bunga merah merupakan tumbuhan yang penyebaran alamiahnya ada di negara-negara Asia, misalnya di Indonesia, Malaysia, India, dan di Filipina. Saat ini pohon turi merah sudah banyak dijumpai di berbagai negara lain selain negara-negara tersebut karena dibudidayakan masyarakat mulai dari daerah Afrika sampai ke daerah Pasifik. Tempat tumbuh Kisaran toleransi tempat tumbuh pohon turi merah di daerah tropis sangat luas mulai dari kondisi tanah yang miskin hara hingga tanah subur, pada berbagai jenis tanah dengan ketinggian tempat 0—800 m dpl. Kondisi curah hujan yang paling baik untuk pertumbuhan pohon turi bunga merah lebih kurang 1.000 mm per tahun. 161
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Ciri-ciri pohon Pohon turi bunga merah termasuk golongan pohon berukuran sedang yang tingginya bisa mencapai 12 m dan berdiameter batang sebesar 30 cm. Tajuk pohon turi bunga merah agak jarang berbentuk jorong, kulit batang bagian luar kasar dan berwarna coklat. Komposisi daun turi bunga merah adalah majemuk meyirip genap dengan ukuran helaian anak daun kecil (panjang 2—3 cm dan lebarnya 0,5—1 cm). Helaian anak daun berbentuk memanjang, pangkal dan ujungnya tumpul. Tata daun berseling. Bunga berwarna merah terletak secara axilaris (pada ketiak daun), bunga yang mekar berbentuk kupu-kupu, pada saat masih kuncup berbentuk seperti bulan sabit. Buah bertipe buah polong berukuran panjang 20—30 cm dan diameter buah 0,5—1 cm. Buah muda berwarna hijau dan buah tua berwarna coklat tua dengan biji yang tua berwarna coklat tua. Kegunaan pohon Bunga dan buah turi yang masih muda dapat digunakan untuk sayuran, daunnya juga dimanfaatkan untuk pakan ternak kambing. Pertanaman turi bunga merah di lahan kritis dapat mempercepat penyburan lahan, sehingga sangat baik untuk rehabilitasi lahan tersebut. Kayu turi bunga merah digunakan masyarakat untuk kayu bakar dan bahan baku kertas. 25. Shorea javanica K. et V. Famili: Dipterocarpaceae Nama nasional/nama daerah: damar kaca, meranti putih, damar mata kucing, pelalar lengo.
Gambar 8.25 Bentuk daun pohon damar kaca (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2009) Ir. Indriyanto, M.P.
162
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Penyebaran alamiah Penyebaran alamiah pohon damar kaca meliputi daerah Lampung, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Bengkulu, Jambi, Riau, Palembang, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku. Tempat tumbuh Pohon damar kaca adalah salah satu pohon penyusun ekosistem hutan hujan tropis. Secara alamiah, pohon damar kaca tumbuh di hutanhutan primer pada daerah dengan ketinggian tempat 3—700 m dpl, pada jenis tanah yang berpasir atau berbatu dan tanah liat. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon damar kaca yang telah dewasa mencapai 50 m dengan diameter batang sebesar 210 cm. Bentuk batang lurus dan lingkar batangnya bulat, pangkal batang berbanir yang tingginya mencapai 1,70 cm. Tinggi batang bebas cabang adalah 10—32 m. Daun tunggal berbentuk jorong, berwarna hijau tua, tertata secara berseling, panjang daun 8—15 cm dan lebarnya 4—7 cm, ujung daun meruncing sedangkan pangkal daun rata, tulang daun primer berbulu, permukaan bawah daun yang masih muda berbulu halus. Buah bersayap lima, tiga sayap panjangnya 10—12 cm, sedangkan dua sayap panjangnya 5—7 cm. Diameter buah lebih kurang 1,5 cm. Kegunaan pohon Pohon damar kaca menghasilkan resin dari batangnya yang dikenal dengan nama damar. Resin atau damar tersebut berguna untuk berbagai bahan baku industri cat dan vernis. Kayu pohon damar kaca digunakan untuk papan, tiang, dan bahan pembuatan perahu, serta bahan baku untuk vinir atau kayu lapis.
163
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
26. Tectona grandis L. Famili: Verbenaceae Nama nasional/nama daerah: jati, jatos, deleg, dodolan.
Gambar 8.26 Bentuk daun pohon jati (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon jati pada awalnya tumbuh secara alamiah di India. Kemudian dibudidayakan atau dikembangkan di Indonesia, yaitu di Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumbawa. Namun saat ini sudah dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia yang kondisi tempat tumbuhnya sesuai untuk pertumbuhan pohon tersebut. Penyebaran alamiah pohon jati selain di India adalah di Myanmar, Kamboja, dan Thailand. Tempat tumbuh Pohon jati tumbuh baik pada daerah beriklim muson/monsoon, pada tanah sarang terutama yang mengandung kapur. Ketinggian tempat tumbuh jati adalah 0—700 m dpl, kisaran curah hujan 750—3.750 mm/ tahun, suhu udara 22—260 C, pH tanah sekitar 6—7. Ciri-ciri pohon Tinggi pohon jati dewasa bisa mencapai 45 m dengan diameter batang 220 cm. Pangkal batang berbanir atau berakar papan. Kulit kayu bagian luar berwarna kecoklatan atau kuning kecoklatan. Pohon jati berdaun tunggal, daun berbentuk bulat telur terbalik, tertata berhadapan bersilang, helai daun berukuran panjang 20—50 cm dan lebarnya 15—40 cm, permukaannya berbulu. Warna daun muda hijau kemerahan, sedangkan warna daun tua hijau keabu-abuan. Ir. Indriyanto, M.P.
164
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Perbungaan jati majemuk tersusun dalam malai yang tumbuh terminal atau di ujung cabang. Bunga berwarna putih. Buah jati termasuk buah semu dan buah keras, buah muda berwarna hijau kekuningan, sedangkan buah tua/masak berwarna coklat. Kegunaan pohon Kayu jati merupakan salah satu kayu primadona di Indonesia yang manfaatnya banyak, antara lain untuk bahan baku kayu lapis, tiang rumah, kusen, pintu, dan jendela rumah. Mengingat tekstur kayu jati dan artistiknya yang menarik sehingga dibutuhkan para seniman untuk membuat barang kerajinan seperti almari, mebel, dan berbagai barang kerajinan rumah tangga. Rata-rata berat jenis kayu 0,67; kelas awet 1—2 dan kelas kuat 2. Tanaman jati tergolong juga tanaman berkhasiat obat karena bunganya dapat digunakan untuk obat bronchitis. 27. Toona sureni (Bl.) Merr. Famili: Meliaceae Nama nasional/nama daerah: suren, surian, redani.
Gambar 8.27 Bentuk daun pohon suren (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2010) Penyebaran alamiah Pohon suren terdapat di seluruh Sumatra kecuali di Jambi, terdapat di seluruh wilayah Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan di Irian Jaya. 165
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
Tempat tumbuh Suren tumbuh di hutan-hutan tanah rendah hingga hutan pegunungan dengan ketinggian tempat sampai 1.500 m dpl. Pohon tersebut tumbuh dengan baik pada daerah bertanah kering atau lembab yang bertipe iklim A—C. Ciri-ciri pohon Pohon suren dewasa berbatang besar dan berbanir. Tinggi pohon bisa mencapai 40 m dengan diameter batang 200 cm, dan tinggi banir 0,9 m. Kulit batang bagian luar berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganjil dan tertata tersebar. Bentuk helaian anak daun memanjang (oblong), pangkalnya membulat dan ujungnya runcing. Buah tipe buah kotak dengan biji bersayap. Kegunaan pohon Kayu suren digunakan untuk papan, dinding rumah, langit-langit rumah, almari, bahan perahu, dan peti. Kayu suren tergolong klas kuat 4 dan klas awet 4, serta memiliki berat jenis kayu 0,39. C. RINGKASAN Setiap jenis pohon memiliki ciri morfus organ dan kegunaan yang beranekaragam. Morfus organ yang diutamakan untuk disajikan pada setiap catatan jenis pohon adalah bentuk daunnya karena bentuk daun merupakan salah satu organ yang mudah untuk mengenal jenis pohon. Walaupun kadangkala disertakan juga morfus organ yang lainnya. Tempat penyebaran alamiah jenis-jenis pohon yang diuraikan di atas tampak berbeda-beda untuk setiap jenis, hal ini menunjukkan kemampuan pohon dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Penyebaran alamiah suatu jenis pohon merupakan tempat/habitat asli yang terkait dengan keberadaan pohon, sehingga dapat untuk mengenal suatu jenis pohon dapat dilakukan di tempat pohon tersebut tumbuh. Pengetahuan tentang habitat pohon sangat berguna untuk memahami kondisi lingkungan yang diperlukan suatu jenis pohon agar dapat tumbuh secara baik, terutama apabila ingin dilakukan upaya penanaman pohon di tempat lain di luar habitat alamiahnya. Pohon dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perbaikan kondisi lingkungan. Selain itu, pohon dapat menghasilkan kayu maupun nir-kayu yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, maupun pangan.
Ir. Indriyanto, M.P.
166
BAB 8 CATATAN BEBERAPA JENIS POHON
D. LATIHAN 1. Sebutkan 10 jenis pohon dengan menuliskan nama nasional dan nama ilmiahnya. 2. Jelaskan tempat penyebaran alamiah pohon akasia. 3. Jelaskan kondisi tempat tumbuh yang diperlukan untuk hidup dan tumbuhnya pohon akasia. 4. Jelaskan ciri-ciri utama untuk pohon akasia. 5. Jelaskan apa kegunaan atau manfaat pohon akasia.
167
Ir. Indriyanto, M.P.
Bab 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
A. PENDAHULUAN Mengenal berbagai jenis pohon menjadi kewajiban para rimbawan agar dapat menggali potensi jenis pohon yang ada dalam ekosistem hutan, kemudian memanfaatkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta membudidayakan dan melestarikan sesuai dengan sifat-sifat pertumbuhannya. Untuk bisa memanfaatkan pohon secara baik dari ekosistem hutan, tentu harus betul-betul mengetahui dan mengenal pohon yang akan dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Empatribu jenis pohon yang membentuk hutan alam tropis Indonesia merupakan jumlah jenis yang banyak. Untuk mengetahui jenis pohon yang menjadi kekayaan sumberdaya alam bangsa Indonesia memerlukan suatu proses yang panjang, apalagi untuk mengenalnya satu demi satu. Oleh karena itu diperlukan praktik menyidik pohon agar mengetahui sifat-sifat morfus organ pohon yang berguna untuk mengenalnya. Berhubung praktik penyidikan pohon diperlukan dalam rangka mengenal berbagai jenis pohon hutan yang memiliki sifat dan bentuk organ berbeda-beda, maka materi kegiatan praktik yang diberikan meliputi pengamatan terhadap sifat-sifat fisik dan/atau morfus organ pohon. Forfus organ pohon yang diamati dalam penyidikan pohon antara lain: daun, bunga, buah, batang, dan habitusnya, kemudian membuat deskripsi terhadap suatu jenis pohon, latihan menggunaan kunci identifikasi/determinasi pohon, dan membuat herbarium kering atau koleksi spesimen organ pohon. Praktik penyidikan pohon dapat dilakukan di alam (hutan, arboretum, kebun raya), dapat juga dilakukan di ruangan (ruangan laboratorium) jika terdapat cukup koleksi specimen organ pohon yang dapat dipelajari.
169
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
B. MENYIDIK DAUN POHON Daun merupakan bagian organ pohon yang ikut membentuk karakter tajuk pohon, baik bentuk tajuk pohon maupun warna pohon. Terkait dengan sifat morfus daun, pada umumnya setiap pohon mempunyai daun yang morfusnya (bentuknya) tertentu dan berbeda antara satu jenis pohon dengan jenis pohon lainnya. Morfus daun sangat berguna dalam pengenalan pohon, oleh karena itu penyidikan daun sangat diperlukan. Morfus daun yang dimaksudkan di sini meliputi bentuk helaian daun, tepi daun, pangkal daun, ujung daun, pertulangan daun, sifat-sifat permukaan daun, ta-ta letak daun pada batang, serta komposisinya. Menyidik daun pohon bertujuan untuk mengetahui dan memahami: bentuk helaian daun, bentuk tepi daun, bentuk pangkal dan ujung daun, bentuk pertulangan daun, kondisi permukaan daun, tipe tata daun, dan komposisi daun. 1. Metode Penyidikan Daun a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penyidikan daun adalah daun pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya. Objek pengamatan dalam penyidikan daun adalah spesimen daun segar dari berbagai jenis pohon yang ada di lokasi tempat tumbuhnya pohon tersebut. Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan daun meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, kaca pembesar, dan penggaris. b. Cara kerja 1) Mencari beberapa jenis pohon yang akan dijadikan objek pengamatan dalam penyidikan daun, bisa pohon-pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam pohon-pohon yang ada dalam ekosistem hutan yang lainnya. 2) Mengamati bentuk daun setiap jenis pohon yang ingin dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya. 3) Mengamati tata letak daun pada batang, dahan, atau ranting, serta mengamati komposisi daun untuk setiap jenis pohon yang dipelajari, kemudian mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 4) Menggambar daun dengan pensil pada buku gambar sesuai dengan bentuk helaian daun, komposisi, dan tata letaknya pada cabang. Kemudian memberi keterangan bentuk helaian daun, bentuk tepi daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, dan susunan tulang daun. Ir. Indriyanto, M.P.
170
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
5) Mengukur dimensi helaian daun mencakup panjang dan lebarnya, serta mengukur panjang tangkai daun. 6) Mencatat kondisi/sifat permukaan atas dan bawah helaian daun, termasuk warna yang tampak pada daun muda dan daun tua. 7) Mencatat aroma daun melalui aroma yang dirasakan oleh penciuman hidung. Daun yang akan diketahui aromanya terlebih dahulu diremas dengan tangan agar keluar zat ekstraktifnya, kemudian dicium. 8) Mengisi lembar pengamatan sesuai hasil penyidikan bentuk helaian daun, bentuk tepi daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, bentuk pertulangan daun, kondisi/sifat permukaan daun, dan tata letaknya. 9) Membuat laporan hasil penyidikan daun pohon secara singkat dan lengkap dengan mendeskripsikan morfus daun yang telah diamati. 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
: Menyidik Daun Pohon : a. Bentuk helaian daun b. Bentuk tepi daun c. Bentuk pangkal dan ujung daun d. Bentuk pertulangan dan kondisi permukaan daun e. Tata letak daun pada batang f. Komposisi daun
Hari/Tanggal Lokasi
: ……………………………….. : ………………………………..
171
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.1 Lembar pengamatan bentuk helaian dan kondisi permukaan daun No.
Nama jenis pohon
Bentuk helaian daun
Bentuk tepi daun
Bentuk pangkal daun
Bentuk ujung daun
Pertulangan daun
Kondisi permukaan daun
1. 2. 3. . . n
Tabel 9.2 Lembar pengamatan tata daun dan komposisi daun Tata daun *) No.
Nama jenis pohon
Berhadapan bersilang
Berkarang
Komposisi daun *) Tersebar
Tunggal
Majemuk menyirip genap
Majemuk menyirip ganjil
Majemuk menjari
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan tata daun dan komposisi daun 3. Pelaporan Hasil Penyidikan Daun Setiap hasil penyidikan organ pohon harus ditulis dalam bentuk laporan singkat. Isi laporan berupa deskripsi organ daun yang disidik disertai dengan gambar organ tersebut, kemudian ditambah catatan khusus yang telah dijumpai saat pengamatan. Catatan khusus yang dimaksud
Ir. Indriyanto, M.P.
172
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
misalnya: ada tidaknya kelenjar di pangkal helaian daun atau di ujung kangkai daun, ada tidaknya daun penumpu, serta aroma yang keluar dari daun setelah diremas-remas dengan tangan. C. MENYIDIK BUNGA POHON Bunga merupakan organ generatif pada tumbuhan berbunga (Anthophyta). Organ generatif yang disebut bunga tersebut tumbuh mengikuti masa pertumbuhan organ vegetatif yang telah memasuki fase pertumbuhan generatif. Primordia tunas yang pada fase pertumbuhan vegetatif berkembang membentuk tunas, maka ketika tumbuhan memasuki fase pertumbuhan generatif sebagian besar primordia tersebut akan berkembang membentuk bunga. Oleh karena itu,. primordianya disebut sebagai primordia bunga. Berdasarkan asal usul organ terbentuknya bunga pada tumbuhan berbunga, pada umumnya dapat dikemukakan bahwa bunga merupakan perubahan bentuk tunas (batang dan daun) yang kemudian memiliki bentuk, warna, dan susunan sesuai dengan fungsi bunga pada tumbuhan. Dengan demikian pada bunga tumbuhan bisa berlangsung penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya menghasilkan alat-alat perkembangbiakan. Pada organ inilah pertama kali manusia mengenal adanya perkawinan atau seksualitas pada tumbuhan. Perlu diketahui bahwa bunga merupakan salah satu organ tumbuhan yang dijadikan dasar dalam sistem klasifikasi pohon. Oleh karenanya pemahaman tentang bunga menjadi bagian yang penting dalam dendrologi. Berkaitan dengan perihal morfus bunga pohon, maka terdapat beberapa hal yang perlu dipelajari antara lain struktur bunga, tata letak bunga pada batang, simetri bunga, komposisi bunga, dan tipe perbungaan. Tujuan menyidik bunga pohon adalah untuk mengetahui dan memahami: bagian-bagian bunga pohon, jenis bunga berdasarkan kepada bagian-bagian yang tampak pada bunga pohon, tata letak bunga pada batang dan cabang, komposisi bunga, dan tipe perbungaan. 1. Metode Penyidikan Bunga a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penyidikan bunga adalah bunga pohon yang terdapat di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya. Objek pengamatan dalam penyidikan bunga adalah spesimen bunga dari berbagai jenis pohon yang ada di lokasi tempat tumbuhnya pohon tersebut.
173
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan bunga meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, dan kaca pembesar (loupe). b. Cara kerja 1) Mencari beberapa jenis pohon yang akan dijadikan objek pengamatan dalam penyidikan bunga, bisa pohon-pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam pohon-pohon yang ada dalam ekosistem hutan yang lainnya. 2) Mengamati bagian-bagian bunga setiap jenis pohon yang ingin dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya. 3) Menghitung jumlah bagian-bagian bunga setiap jenis pohon, kemudian mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 4) Mengamati warna bagian-bagian bunga setiap jenis pohon, kemudian mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 5) Mengamati tata bunga setiap jenis pohon, kemudian mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 6) Mengamati komposisi bunga setiap jenis pohon, kemudian mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 7) Membelah bunga dengan pisau yang tipis dan tajam searah sumbu bunga sehingga dapat diamati penampang membujurnya, kemudian pengamati susunan letak bagian-bagian bunga dan letak bakal buah pada dasar bunga, setelah itu mencatatnya ke dalam lembar pengamatan. 8) Menggambar dengan pensil pada buku gambar mengenai bagianbagian bunga sekaligus memberi keterangan bagian-bagian tersebut, dan menggambar tata letak bunga pada batang dan cabang. 9) Mengamati bunga pada posisi di ujung bunga dan searah sumbu bunga, kemudian menentukan sifat simetri bunga tersebut, lalu menggambar sifat simetri bunga pada buku gambar. 10) Membuat laporan hasil penyidikan bunga pohon secara singkat dan lengkap dengan mendeskripsikan morfus bunga yang telah diamati. 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
Ir. Indriyanto, M.P.
: Menyidik Bunga Pohon : a. Bagian-bagian dan susunan bagian bunga b. Tata bunga c. Simetri pada bunga d. Komposisi bunga dan tipe perbungaan
174
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Hari/Tanggal Lokasi
: ……………………………….. : ………………………………..
Tabel 9.3 Lembar pengamatan bagian-bagian pada bunga pohon No.
Nama jenis pohon
Mankota bunga
Kelopak bunga
Putik
Benangsari
jumlah
jumlah
jumlah
Jumlah
warna
warna
1. 2. 3. . . n
Tabel 9.4 Lembar pengamatan jenis bunga pohon No.
Nama jenis pohon
Lengkap
Jenis bunga *) Tidak lengkap Sempurna
Tidak sempurna
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan jenis bunga Tabel 9.5 Lembar pengamatan tata bunga dan sifat simetri pada bunga No.
Nama jenis pohon
Tata bunga *) Aksilar
Terminal
Sifat Simetri bunga *) Bersimetri tunggal
Bersifat simetri banyak
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan tata bunga dan sifat simetri bunga
175
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.6 Lembar pengamatan tipe pohon menurut jumlah dan komposisi bunga No.
Nama jenis pohon
Pohon berbunga ....... *) Tunggal Banyak
Komposisi bunga *) Tunggal Majemuk
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan tipe pohon dan komposisi bunga Tabel 9.7 Lembar pengamatan tipe perbungaan pada bunga pohon No.
Nama jenis pohon
Tipe perbungaan *) Tandan tunggal
Tandan majemuk
Bulir
Bongkol
Tongkol
Payung tunggal
Payung majemuk
Payung menggarpu
1. 2. 3. . . n
3. Pelaporan Hasil Penyidikan Bunga Hasil penyidikan bunga harus ditulis dalam bentuk laporan singkat. Isi laporan berupa deskripsi morfus bunga pohon yang disidik disertai dengan gambar bagian-bagian bunga tersebut, kemudian ditambah catatan khusus yang telah dijumpai saat pengamatan. Catatan khusus yang berkaitan dengan morfus bunga misalnya: kondisi mahkota bunga berlekatan atau saling terpisah satu sama lain, kelopak bunga berlekatan atau terpisah satu sama lain, dan lain sebagainya. D. MENYIDIK BUAH POHON Pohon merupakan salah satu dari beberapa golongan habitus tumbuhan berbiji (spermatophyta). Setiap tumbuhan anggota tumbuhan Ir. Indriyanto, M.P.
176
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
berbiji selalu menghasilkan buah sebagai hasil dari proses penyerbukan dan pembuahan pada fase pertumbuhan generatif. Buah adalah organ tumbuhan yang terbentuk dari bakal buah dan bakal biji tanpa atau dengan bagian-bagian lain dari bunga yang menyertai pembentukan buah tersebut. Buah yang dimiliki setiap jenis pohon memiliki bentuk yang bervariasi karena struktur bunga yang membentuknya juga bervariasi antarjenis pohon. Setelah proses pembuahan, struktur bunga akan berubah karena perkembangan bagian-bagian bunga membentuk buah dengan morfus/bentuk tertentu. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa perbedaan bentuk buah ditentukan oleh bagian-bagian bunga yang membentuknya dan oleh keadaan dinding buahnya. Berdasarkan segi taksonomi tumbuhan, buah dapat digunakan untuk mendiagnosis famili atau untuk menentukan kategori takson (taxa) pada tingkatan famili. Dengan demikian pemahaman tentang morfus buah diadobsi dalam dendrologi sebagai langkah dalam pengenalan pohon. Penyidikan buah pohon bertujuan untuk: menentukan tipe buah berdasarkan kepada bagian-bagian bunga yang membentuknya pada berbagai buah pohon yang sedang diamati, menentukan tipe buah berdasarkan kepada keadaan dinding buah pada berbagai buah pohon yang diamati, dan menentukan tipe buah berdasarkan kepada cara pecahnya. 1. Metode Penyidikan Buah a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penyidikan buah adalah buah pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya. Objek pengamatan dalam penyidikan buah adalah spesimen buah dari berbagai jenis pohon yang ada di lokasi tempat tumbuhnya pohon tersebut. Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan daun meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, kaca pembesar, penggaris, dan kaliper digital. b. Cara kerja 1) Mencari beberapa jenis pohon yang akan dijadikan objek pengamatan dalam penyidikan buah, bisa pohon-pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam pohon-pohon yang ada dalam ekosistem hutan yang lainnya. 2) Mengamati bentuk dan struktur morfologis buah pohon untuk jenisjenis pohon yang dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya. Mengamati
177
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
bagian-bagian luar buah, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 3) Mengamati warna buah tua dan buah muda, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 4) Mengamati letak buah pada dahan atau ranting pohon, kemudian mencatat tata letak buah tersebut pada lembar pengamatan. 5) Mengambil sampel beberapa buah (3—5 buah) dalam satu pohon, kemudian diukur panjang dan diameternya menggunakan penggaris dan/atau keliper, lalu mencatat panjang dan diameter buah pada lembar pengamatan. 6) Mengambil satu buah pohon untuk setiap jenis pohon yang dijadikan objek, kemudian buah tersebut dibelah secara melintang, lalu diamati bagian-bagian yang menyusun buah mulai dari bagian paling luar hingga ke bagian yang paling dalam. 7) Menggambar buah yang telah dibelah (tersebut di nomor 5) pada buku gambar, kemudian memberi keterangan nama-nama setiap bagian buahnya. 8) Mengambil satu buah pohon untuk setiap jenis pohon yang dijadikan objek, kemudian dibelah secara membujur, lalu diamati bagianbagian yang menyusun buah mulai dari bagian paling luar hingga ke bagian yang paling dalam. 9) Menggambar buah yang telah dibelah (tersebut di nomor 7) pada buku gambar, kemudian memberi keterangan nama-nama setiap bagian buahnya. 10) Menentukan golongan buah dari setiap buah pohon yang diamati ke dalam salah satu tipe buah, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 11) Membuat laporan hasil penyidikan buah pohon secara singkat dan lengkap dengan mendeskripsikan morfus buah yang telah diamati. 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
Ir. Indriyanto, M.P.
: Menyidik Buah Pohon : a. Bentuk, ukuran, dan warna buah b. Tipe buah berdarkan bagian bunga yang membentuknya c. Tipe buah berdasarkan keadaan dinding buahnya d. Tipe buah berdasarkan cara pecahnya
178
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Hari/Tanggal Lokasi
: ……………………………….. : ………………………………..
Tabel 9.8 Lembar pengamatan bentuk buah pohon No.
Nama jenis pohon
bundar
Bundar telur
Bentuk buah *) Bundar Pipih Pipih lonjong bulat lonjong
Pipih panjang
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan bentuk buah Tabel 9.9 Lembar pengamatan ukuran buah pohon No.
Nama jenis pohon
panjang
Ukuran buah (cm) diameter Lebar
Tebal
1. 2. 3. . . n
Tabel 9.10 Lembar pengamatan warna buah pohon No.
Nama jenis pohon
Warna buah muda *) Hijau Coklat muda muda
Warna buah tua/matang *) Hijau tua
Coklat tua
kuning
merah
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan warna buah 179
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Nama jenis pohon Buah sejati
Buah semu Buah kotak
Buah polong
Buah bumbung
Buah kering
Tabel 9.11 Lembar pengamatan tipe buah pohon
No.
1. 2. 3. . . n
Buah keras
Tipe buah *) Buah samara
Buah batu
Buah berdaging Buah buni
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan tipe buah
Buah berbelah
Buah kendaga
Buah kotak
180
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
3. Pelaporan Hasil Penyidikan Buah Hasil penyidikan buah harus ditulis dalam bentuk laporan singkat. Isi laporan berupa deskripsi morfus buah pohon yang disidik disertai dengan gambar bagian-bagian buah tersebut, kemudian ditambah catatan khusus yang telah dijumpai saat pengamatan. Catatan khusus yang berkaitan dengan morfus bunga misalnya: warna buah muda dan buah tua, rasa buah tua, dapat atau tidak untuk dimakan manusia, dan lain sebagainya. E. MENYIDIK BATANG POHON Batang tumbuhan merupakan sumbu utama tumbuhan yang pada umumnya terdapat di atas tanah, dan pada batang tersebut terdapat buku-buku batang (nodes atau nodus) dan ruas batang (internodes atau internodus). Batang tumbuhan pada dasarnya terbentuk sebagai akibat adanya perkembangan dari meristem apikal (meristem ujung) dari suatu tumbuhan. Batang pohon diibaratkan sebagai sumbu tubuh pohon yang memiliki sistem percabangan dengan arah tumbuh cabang yang berbedabeda. Batang pohon juga memiliki kondisi permukaan yang berbedabeda yang perlu mendapat perhatian secara seksama karena besar kemungkinannya bahwa kondisi permukaan batang pohon itu menjadi ciri khas bagi suatu jenis pohon. Selain itu, ada jenis-jenis pohon yang kulit batangnya menghasilkan getah (lateks) yang memiliki warna tertentu dan getah tersebut menjadi ciri khas bagi suatu jenis pohon atau famili tumbuhan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap sifat-sifat yang terdapat pada batang pohon sangat diperlukan dalam mengenal suatu jenis pohon. Tujuan menyidik batang pohon adalah untuk: mengetahui bentuk batang pohon, kondisi permukaan batang, sifat getah atau resin yang terdapat pada batang pohon, dan mengetahui sistem percabangan pada setiap jenis pohon yang diamati. 1. Metode Penyidikan Batang a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam praktik penyidikan batang pohon adalah jenis-jenis pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya. Objek pengamatan dalam penyidikan batang adalah morfus batang yang tampak dari bagian luarnya, kulit bagian dalam, serta dahan dari berbagai jenis pohon yang ada di lokasi tempat tumbuhnya pohon tersebut. Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan batang pohon meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, penggaris, meteran pita, pahat, dan palu. 181
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
b. Cara kerja 1) Mencari beberapa jenis pohon yang akan dijadikan objek pengamatan dalam penyidikan batang pohon, bisa pohon-pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam pohon-pohon yang ada dalam ekosistem hutan yang lainnya. 2) Mengamati bentuk lingkar batang dan mengukur lingkar batang pada ketinggian 1,30 cm dari permukaan tanah menggunakan meteran pita terhadap berbagai jenis pohon yang ingin dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 3) Mengamati bentuk membujur batang mulai dari pangkal batang hingga ujung batang bebas cabang, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 4) Mengamati ada atau tidak ada banir (akar papan) di pangkal batang, jika ada banir kemudian banir tersebut diukur tingginya dari permukaan tanah, lalu dicatat pada lembar pengamatan. 5) Mengukur tinggi batang bebas cabang dari permukaan tanah menggunakan chritenmeter, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 6) Mengamati kondisi permukaan batang berbagai jenis pohon yang ingin dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 7) Mengamati sistem percabangan dan arah tumbuh dahan berbagai jenis pohon yang ingin dipelajari di lokasi tempat tumbuhnya, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 8) Menggambar sistem percabangan dan arah tumbuh dahan berbagai jenis pohon pada buku gambar menggunakan pinsil, kemudian memberi keterangan tertulis pada gambar tersebut tentang banir, batang bebas cabang, dan arah tumbuh dahan. 9) Mengambil contoh kulit batang pohon dengan pahat dan pisau. Bentuk contoh kulit batang bisa segi empat berukuran 3 cm x 3 cm, bisa berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran panjang sisi 3 cm. 11) Mengamati contoh kulit batang, mencatat warna kulit bagian dalam dan luar, serta mencatat aroma kulit bagian dalam pada lembar pengamatan. 12) Pada batang pohon yang diambil kulitnya tersebut, dipahat lagi pada bagian kayunya dan ditunggu 5—10 menit untuk melihat ada atau tidak adanya getah, resin, damar, atau kopal. 13) Jika pada bagian batang yang dipahat keluar zat ekstraktif (getah, resin, damar, atau kopal), maka kemudian mengamati warna zat
Ir. Indriyanto, M.P.
182
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
ekstraktif saat keluar dan warna setelah kena udara selama 5—10 menit, setelah itu mencatatnya pada lembar pengamatan. 14) Membuat laporan hasil penyidikan batang pohon secara singkat dan lengkap dengan mendeskripsikan morfus batang pohon yang telah diamati. 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Hari/Tanggal Lokasi
: Menyidik Batang Pohon : a. Karakteristik bentuk batang pohon b. Jenis dan sifat zat ekstraktif pada batang pohon c. Sistem percabangan dan arah tumbuh dahan : ……………………………….. : ………………………………..
Tabel 9.12 Lembar pengamatan bentuk batang, tinggi batang bebas cabang, dan tinggi banir
No.
Nama jenis pohon
Bentuk lingkar batang *) Bulat
Bersegi
Bentuk membujur batang *) lurus
membusur
mengular
menggarpu
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan bentuk batang
183
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.13 Lembar pengamatan tinggi batang bebas cabang, besar lingkar batang, dan tinggi banir No.
Nama jenis pohon
Tinggi batang bebas cabang (cm)
Besar lingkar batang (cm)
Tinggi banir (cm) untuk batang yang berbanir
1. 2. 3. . . n
Tabel 9.14 Lembar pengamatan kondisi permukaan batang pohon No.
Nama jenis pohon
Kondisi permukaan batang *) Halus
Beralur
Berserpih
Berduri
Berbekas
Berlentisel
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan kondisi batang Tabel 9.15 Lembar pengamatan jenis dan sifat zat ekstraktif pada batang pohon No.
Nama jenis pohon
Tidak ada
Jenis dan sifat zat ekstraktif Warna Warna Warna Warna gondogetah damar kopal rukem
1. 2. 3. . . n
Ir. Indriyanto, M.P.
184
Lainnya
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.16 Lembar pengamatan sistem percabangan pada pohon No.
Nama jenis pohon
Sistem percabangan *) Monopodial
Simpodial
Dikotomus
Arah tumbuh dahan *) Tegak
Condong
Datar
Terkulai
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan jenis sistem percabangan dan arah tumbuh dahan 3. Pelaporan Hasil Penyidikan Batang Hasil penyidikan batang harus ditulis dalam bentuk laporan singkat. Isi laporan berupa deskripsi morfus batang pohon yang disidik disertai dengan gambar morfus batang pohon tersebut. Deskripsi morfus batang yang disajikan dalam laporan singkat harus mengandung komponen morfus yang selengkap-lengkapnya agar dapat memperkaya informasi tentang hasil penyidikan morfus batang tersebut. F. MENYIDIK HABITUS POHON Habitus tumbuhan merupakan perawakan tumbuhan atau wujud bentuk fisik tumbuhan secara keseluruhan. Habitus juga dapat diartikan sebagai bentuk kehidupan tumbuhan (life form). Adapun habitus pohon (perawakan pohon) diartikan sebagai wujud bentuk fisik pohon secara keseluruhan, hal ini menggambarkan mengenai keseluruhan morfus dalam sistem organ pohon. Dengan demikian, habitus pohon sesungguhnya adalah fenotipe keseluruhan organ dalam sistem organ pohon. Karakteristik pohon yang berkaitan dengan habitus ditentukan oleh ukuran pohon, bentuk utama tajuk pohon, dan tekstur pohon. Pohon-pohon yang telah dewasa memiliki tinggi tubuh yang berbeda-beda. Selain tinggi tubuh yang berbeda-beda, setiap jenis pohon mempunyai bentuk tajuk yang spesifik (khas) selama pohon tersebut dalam keadaan pertumbuhan yang normal. Meskipun bentuk tajuk pohon bisa berubah-ubah mengikuti pola pertumbuhan dari fase muda (juvenile) ke fase dewasa (maturity), tetapi bentuk tajuk yang spesifik dan tetap akan muncul setelah pohon mencapai fase dewasa. 185
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tujuan menyidik habitus pohon adalah: agar dapat mengelompokkan pohon ke dalam beberapa kategori ukuran pada saat pohon tersebut mencapai fase dewasa, serta dapat menentukan bentuk utama tajuk pohon dan teksturnya. 1. Metode Penyidikan Habitus a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penyidikan habitus pohon adalah jenis-jenis pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya. Objek pengamatan dalam penyidikan habitus pohon adalah bentuk tajuk dan strukturnya, serta tinggi total pohon untuk setiap jenis pohon yang ada di lokasi tempat tumbuhnya pohon tersebut. Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan habitus pohon meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, meteran pita, christenmeter, dan galah pembantu. b. Cara kerja 1) Mencari beberapa jenis pohon yang akan dijadikan objek pengamatan dalam penyidikan habitusnya, bisa pohon-pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam pohon-pohon yang ada dalam ekosistem hutan yang lainnya. 2) Mengukur tinggi total masing-masing pohon dengan christenmeter untuk menetapkan klas ukuran pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. Pada saat menggunakan christenmeter diperlukan alat bantu berupa galah/tongkat yang panjangnya 2 m atau 3 m atau 4 m sesuai dengan keterangan kebutuhan alat bantu yang tertera pada christenmeter. Pada saat mengukur tinggi pohon, letakkan galah pembantu pada pohon yang akan diukur tingginya, kemudian peganglah christenmeter posisi vertikal dengan angka nol pada skala alat berada di bagian atas, lalu membidik pangkal batang pohon sampai berimpit dengan garis batas bawah christenmeter dan membidik ujung tajuk pohon sampai berimpit dengan garis batas atas christenmeter. Pada saat posisi tersebut, maka angka pada skala christenmeter yang berada dalam satu garis bidikan dengan ujung galah adalah menunjukkan tinggi pohon yang diukur (lihat Gambar 50). 3) Menetapkan ukuran pohon berdasarkan tingginya ke dalam salah satu golongan ukuran pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. Ir. Indriyanto, M.P.
186
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
4) Mengamati bentuk tajuk pohon, lalu menginterpretasi bentuk serta menetapkannya ke dalam salah satu bentuk utama tajuk pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 5) Mengamati susunan tajuk pohon dan kesan penampakannya, lalu menginterpretasi tekstur secara visual atau menurut penglihatan mata pengamat, setelah itu menetapkannya ke dalam salah satu golongan tekstur pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 6) Mengamati warna tajuk pohon dan dipusatkan pada kesan warna tajuk yang tampak oleh penglihatan mata pengamat, lalu menginterpretasi warna dan menetapkannya ke dalam salah satu golongan warna pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 7) Membuat laporan hasil penyidikan habitus secara singkat dan lengkap dengan mendeskripsikan morfus tajuk pohon, tekstur, dan kesan warna pohon yang telah diamati.
Gambar 9.1 Cara mengukur tinggi pohon dengan christenmeter (Indriyanto, 2010) 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Hari/Tanggal Lokasi
: Menyidik Habitus Pohon : a. Golongan ukuran pohon b. Bentuk tajuk pohon c. Tekstur dan warna pohon : ……………………………….. : ……………………………….. 187
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.17 Lembar pengamatan tinggi total setiap pohon No.
Nama jenis pohon
Tinggi pohon (m)
1. 2. 3. . . n
Ukuran pohon *) Kecil Sedang Besar
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan kategori ukuran : Pohon kecil= tinggi kurang dari 9,144 m Pohon sedang= tinggi 9,144 m—18,288 m Pohon besar= tinggi lebih dari 18,288 Tabel 9.18 Lembar pengamatan bentuk tajuk pohon No.
Nama jenis pohon
Bentuk tajuk pohon *)
Tak beraturan
Jambang
Jorong
Kerucut
Kolom
Bundar
Menjuntai
1. 2. 3. . . n
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan bentuk tajuk Tabel 9.19 Lembar pengamatan tekstur tajuk pohon No. 1. 2. 3. . . n
Nama jenis pohon
Kasar
Tekstur pohon *) Sedang
Halus
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan tekstur tajuk Ir. Indriyanto, M.P. 188
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tabel 9.20 Lembar pengamatan warna tajuk pohon No. 1. 2. 3. . . n
Nama jenis pohon
Hijau tua
Hijau muda
Warna pohon *) Hijau Kuning kekuningan
Merah
Hijau kemerahan
Keterangan: *)= diberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan warna tajuk 3. Pelaporan Hasil Penyidikan Habitus Hasil penyidikan habitus harus ditulis dalam bentuk laporan singkat. Isi laporan berupa uraian singkat tentang habitus pohon yang disidik disertai dengan gambar habitus pohon tersebut. Komponen isi laporan yang harus diuraikan mencakup tinggi pohon, bentuk tajuk pohon, warna, dan tekstur tajuk pohon. G. MENDESKRIPSI POHON Deskripsi adalah keterangan morfus seluruh organ tumbuhan dan keterangan tentang habitat atau tempat tumbuhnya. Mendeskripsi pohon artinya memberikan keterangan mengenai perawakan suatu jenis pohon dan keterangan tentang habitatnya setelah terlebih dahulu melakukan pengamatan pohon di habitatnya. Mendeskripsi pohon merupakan langkah yang sangat penting dan diperlukan bagi orang yang belum mengenal dan belum mengetahui jenis pohon tersebut, serta diperlukan untuk mendiagnosis jenis pohon yang belum dikenal. Keterangan yang berkaitan dengan morfus organ-organ pohon, habutus, dan kondisi habitatnya pada umumnya dituangkan dalam sebuah buku monografi pohon atau buku pertelaan jenis-jenis pohon. Keberadaan deskripsi pohon sangat membantu seseorang untuk menelusuri sifat-sifat pohon (bentuk-bentuk organ pohon) yang terdapat atau tertulis dalam buku kunci determinasi (kunci identifikasi) pohon. Dengan demikian deskripsi pohon bisa memudahkan orang melakukan identifikasi jenis pohon karena semakin banyak sifat morfus organ pohon yang disajikan dalam deskripsi suatu jenis pohon akan memperkaya informasi dan membantu dalam menggunakan kunci determinasi pohon. 189
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
Tujuan menghimpun data deskripsi pohon adalah untuk: menyusun keterangan mengenai kondisi tempat tumbuh (habitat) pohon, serta menyusun keterangan sebanyak-banyaknya atau selengkap-lengkapnya mengenai bentuk/wujud fisik organ pohon secara keseluruhan. 1. Metode Penghimpunan Data Deskripsi Pohon a. Bahan dan alat Bahan yang digunakan untuk praktik penghimpunan data deskripsi pohon adalah jenis-jenis pohon yang ada di arboretum, taman, hutan kota, maupun dalam ekosistem hutan yang lainnya misalnya pohon yang ada di hutan payau, hutan pantai, hutan rawa, hutan gambut, hutan musim, hutan hujan tropis. Pohon yang dijadikan bahan pengamatan bisa juga pohonpohon yang ada di dalam kawasan taman nasional, kawasan taman hutan raya, kawasan suaka alam dan suaka margasatwa, kawasan taman buru, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi, di areal kebun, maupun di areal hutan rakyat. Objek pengamatan dalam penghimpunan data deskripsi pohon adalah habitat (tempat hidup) pohon serta semua morfus organ pohon. Alat-alat yang diperlukan untuk penyidikan batang pohon meliputi: lembar pengamatan, buku gambar, pinsil, pena, penggaris, meteran pita, pahat, palu, christenmeter, galah (alat bantu christenmeter), kaca pembesar, kaliper digital, dan teropong. b. Cara kerja 1) Mencari habitat atau tempat hidup pohon yang akan dihimpun data deskripsinya. Habitat tempat pohon yang akan dipelajari misalnya ekosistem hutan payau, hutan pantai, hutan rawa, hutan gambut, dan lain sebagainya. 2) Mengamati kondisi habitat pohon. Keterangan tentang kondisi habitat sebaiknya dicatat selengkap mungkin yang meliputi: letak lokasi berdasarkan administratif pemerintahan (desa, kecamatan, kabupaten, dan lain sebagainya), status kawasan (hutan payau, hutan pantai, hutan rawa, hutan gambut, hutan tanah kering, kebun, vegetasi perladangan, di daerah sepanjang tepi sungai, dan lain sebagainya), ketinggian tempat dari permukaan laut, kondisi topografi wilayah, jenis tanah, tipe iklim, keadaan vegetasi yang ada, dan keterangan kondisi lingkungan lainnya. Semua data tersebut dicatat pada lembar pengamatan maupun pada buku catatan pengamatan. 3) Mencari pohon di suatu habitat tersebut untuk dipelajari atau dijadikan objek pengamatan dalam menghimpun data deskripsi pohon. Ir. Indriyanto, M.P.
190
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
4) Mengukur tinggi pohon, mengamati dan menetapkan bentuk tajuk pohon, mengamati warna dan tekstur tajuk pohon, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 5) Mengamati morfus batang meliputi bentuk lingkar batang, bentuk membujur batang, kondisi permukaan batang, ada atau tidak adanya banir (akar papan), ada atau tidak adanya zat ekstraktif pada batang, jenis dan warna zat ekstraktif, sistem percabangan, arah tumbuh dahan, dan mengukur lingkar batang pohon. Mencatat data morfus batang pada lembar pengamatan. 6) Mengamati bentuk/morfus daun meliputi bentuk helaian daun, tepi daun, pangkal daun, ujung daun, pertulangan daun, sifat/kondisi permukaan daun, tata letak daun pada cabang, dan komposisi daun. Kemudian mencacat semua hasil pengamatan morfus daun tersebut pada lembar pengamatan. 7) Mengamati morfus bunga, meliputi warna bunga, bagian-bagian bunga dan jumlah masing-masing bagian bunga, jenis bunga, tata letak bunga pada cabang, sifat simetri bunga, komposisi bunga, dan tipe perbungaan. Mencatat semua hasil pengamatan morfus bunga tersebut pada lembar pengamatan. 8) Mengamati morfus buah, meliputi bentuk buah, ukuran buah, tipe buah, warna buah muda, warna buah tua, bisa atau tidak bisa dimakan manusia, kemudian mencatatnya pada lembar pengamatan. 9) Membuat laporan tentang deskripsi pohon secara lengkap mencakup menggunakan semua data yang telah terhimpun dan tercatat pada lembar pengamatan. 2. Bentuk Lembar Pengamatan Pokok Bahasan : Mendeskripsi Pohon Sub Pokok Bahasan: a. Menghimpun data deskripsi pohon b. Mencandra pohon Hari/Tanggal : ................................................. Lokasi : ................................................. Jenis Pohon : ................................................. a. Habitat pohon 1. Nama habitat: ........................................ 2. Nomor register (untuk habitat dalam kawasan hutan): ........................ 3. Desa: .................................... 4. Kecamatan: ..............................
191
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
5. Kabupaten: ............................... 6. Provinsi: ................................... 7. Ketinggian tempat: ................... m dpl 8. Tipe iklim: ............................... 9. Jenis tanah: .............................. 10. Kondisi vegetasi: ........................................................................ b. Habitus pohon 1. Tinggi pohon: ................ m 2. Bentuk tajuk pohon: .................................. 3. Tekstur tajuk pohon: .................................. 4. Warna ajuk pohon: .................................... c. Batang pohon 1. Tinggi batang bebas cabang: ............... m 2. Bentuk lingkar batang: ............................... 3. Keliling lingkar batang pada 1,3 m dari permukaan tanah: .... cm 4. Diameter batang pada 1,3 m dari permukaan tanah: ............... cm 5. Banir (akar papan): ada/tidak 6. Tinggi banir: ................ m 7. Warna kulit batang bagian luar: .................... 8. Kondisi permukaan batang: .......................... 9. Jenis zat/bahan ekstraktif pada batang: ............................ 10. Warna zat ekstraktif pada batang: ....................... 11. Sistem percabangan: .................................. 12. Arah tumbuh dahan: .................................. d. Daun pohon 1. Bentuk helai daun: ...................... 2. Bentuk tepi daun: ........................ 3. Bentuk pangkal daun: ................. 4. Bentuk ujung daun: ................... 5. Susunan tulang daun: .................... 6. Warna daun: .............................. 7. Kondisi permukaan daun: ................ 8. Tata letak daun: ............................ 9. Komposisi daun: ................................ e. Bunga pohon 1. Jenis bunga: ................................ 2. Warna bunga: ................................. 3. Tata letak bunga: ................................. 4. Sifat simetri bunga: ........................... 5. Komposisi bunga: ............................ 6. Tipe perbungaan: ........................... Ir. Indriyanto, M.P.
192
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
f. Buah pohon 1. Tipe buah: ............................... 2. Bentuk buah: ....................... 3. Panjang buah: ............ cm 4. Diameter buah: ...............cm 5. Lebar buah: ................. cm 6. Tebal buah: ...............cm 7. Warna buah muda: ....................... 8. Warna buah tua/matang: ................... 9. Bisa atau tidak bisa dimakan oleh manusia: ....................... 3. Pelaporan Hasil Pendeskripsian Pohon Hasil penghimpunan data deskripsi harus disajikan dalam bentuk laporan deskripsi pohon . Isi laporan berupa uraian secara lengkap tentang nama pohon, keterangan habitat pohon, penjelasan mengenai berbagai morfus organ pohon meliputi penjelasan habitus, morfus batang, morfus daun, morfus bunga, dan penjelasan tentang morfus buah. H. MEMBUAT HERBARIUM KERING Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang berguna bagi setiap orang untuk mengenal tumbuhan. Herbarium yang lengkap sangat membantu setiap orang yang menggunakannya untuk mengidentifikasi jenis pohon. Setiap orang yang menjumpai pohon di lapangan dan pohon tersebut belum dikenalnya, maka untuk menentukan jenis pohon tersebut dapat mencocokkan spesimen organ pohon dengan spesimen yang terdapat dalam herbarium kering. Dengan demikian, herbarium dapat juga digunakan sebagai alat untuk identifikasi jenis pohon karena pada herbarium selain memuat spesimen organ pohon juga memuat identitas jenis pohon. Penggunaan herbarium untuk identifikasi jenis pohon merupakan salah satu cara identifikasi yang mudah dilakukan. Spesimen organ pohon yang akan dibuat herbarium kering harus diambil dari pohon yang telah masak/dewasa karena setiap organ dari pohon yang telah masak/dewasa memiliki bentuk/morfus yang tetap. Spesimen yang dikategorikan lengkap itu harus ada akar, batang, dahan, serta ranting, daun-daun, bunga, dan buah dalam satu kesatuan. Mengingat setiap organ pohon memiliki ukuran besar sehingga untuk mempersiapkan spesimen pohon yang lengkap dalam satu kesatuan mengalami kesulitan, oleh karena itu spesimen pohon untuk herbarium dapat berupa ranting dengan susunan daun yang lengkap, bisa disertakan bunga dan/atau buah
193
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
yang masih melekat pada ranting. Bagi pohon yang buahnya berdaging dan berukuran besar, maka spesimen buah tidak perlu dalam kesatuan dengan ranting. Spesimen organ pohon yang akan dibuat herbarium kering harus dibersihkan dari kotoran, kemudian disteril secara kimiawi, lalu dikeringkan. Pembersihan spesimen dari kotoran dilakukan dengan cara menyucinya menggunakan air bersih. Sedangkan sterilisasi spesimen dapat dilakukan dengan cara disemprot formalin, atau disemprot larutan Dithane, atau dicelup dalam larutan sublimat, atau difumigasi dengan gas sianida, DDT, paradiklor benzen, atau diklorid etilen yang dicampur dengan tetraklorid karbon. Pengemas herbarium kering pada umumnya dibuat dari kertas tebal atau kertas karton dengan pembungkus terbuat dari plastik. Pengemas herbarium dapat juga dibuat dari triplek dengan pembungkus terbuat dari plastik. Ukuran pengemas herbarium yang umumnya digunakan di Amerika Utara adalah 11,5 inci x 16,5 inci (28,5 cm x 41 cm). Pengemas herbarium kering dapat juga dibuat berukuran 30 cm x 40 cm atau 40 cm x 50 cm yang dipandang masih cukup ideal untuk herbarium kering. Penempelan spesimen organ pohon pada bahan pengemas dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Meletakkan spesimen pada posisi tengah pengemas herbarium. 2. Mengatur spesimen dengan cara menempelkan pada pengemas herbarium sedemikian rupa sehingga bagian organ pohon bisa diamati secara mudah dari berbagai posisi. 3. Melekatkan spesimen pada bahan pengemas herbarium menggunakan isolasi atau lem aibon. Pada setiap spesimen yang dikemas harus dilengkapi dengan etiket atau label yang berisi informasi mengenai identitas jenis pohon. Beberapa keterangan yang dicantumkan dalam etiket/label herbarium misalnya data taksonomi, habitat, nama kolektor, nomor urut spesimen, nama lembaga, dan data-data lingkungan tempat tumbuh pohon yang dianggap perlu. Tujuan membuat herbarium kering adalah: supaya dapat mempersiapkan spesimen organ pohon sebagai bahan herbarium kering, supaya dapat menyusun spesimen organ pohon dalam wadah/pengemas herbarium dan memberikan etiketnya, memperkaya materi pengenalan jenis pohon.
Ir. Indriyanto, M.P.
194
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
1. Metode Pembuatan Herbarium Kering a. Bahan dan alat Bahan-bahan yang digunakan untuk praktik membuat herbarium kering antara lain: spesimen organ pohon berupa ranting yang lengkap dengan daun, bunga, dan/atau buah pohon yang ditemukan di habitatnya, kamfer, serta bahan kimia untuk mensteril spesimen. Adapun alat-alat yang digunakan untuk praktik antara lain: buku catatan, pensil, pena, buku pengenalan jenis-jenis pohon, kunci determinasi pohon, kantong plastik untuk mengambil spesimen organ pohon, kertas karton untuk membuat etiket gantung, triplek untuk membuat pengemas herbarium, sasak yang terbuat dari bambu/kayu/triplek, isolasi kertas atau aibon untuk menempelkan organ pohon pada herbarium kering, pisau kecil, gunting pangkas cabang pohon, sprayer. b. Cara kerja 1) Mencari pohon yang akan diambil spesimennya pada suatu habitat tertentu. 2) Mengambil bagian tubuh pohon (spesimen organ pohon) berupa ranting yang mengandung daun, bunga atau susunan bunga secara lengkap. Bagi pohon-pohon yang memiliki buah kering dan berukuran kecil, maka sebaiknya buah diambil dan tidak dipisahkan dengan rantingnya. Spesimen organ pohon tersebut diambil menggunakan gunting pangkas. 3) Pada setiap spesimen organ pohon yang diambil supaya disertakan etiket gantung dan diberi nomor. 4) Memasukkan spesimen organ pohon tersebut ke dalam vaskulum atau ke dalam plastik besar yang memungkinkan dapat memuat unit spesimen. 5) Mencatat kondisi batang pohon yang diambil spesimen organnya, mencatat letak dan kondisi habitat, dan mencatat kondisi banyak atau sedikitnya jenis pohon tersebut pada habitatnya. 6) Spesimen organ pohon (spesimen ranting) dicuci dengan air bersih, lalu air yang membasahi spesimen dikeringkan dengan kipas atau kering angin, setelah itu disemprot dengan salah satu larutan kimia (larutan dithane atau formalin), kemudian larutan kimia yang membasahi spesimen dikeringkan dengan kipas atau kering angin. 7) Spesimen organ pohon diletakkan dan diatur secara hati-hati di antara kertas kering beberapa lapis lembaran kertas, lalu diapit sasak secara kuat, kemudian dijemur setiap hari selama satu minggu
195
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
atau dimasukkan dalam alat pengering suhu 40—450 C selama satu minggu. 8) Spesimen organ pohon diberi lem aibon agar dapat melekat pada dinding pengemas herbarium kering. 9) Spesimen organ pohon dilekatkan pada dinding pengemas herbarium berukuran panjang 50—60 cm, lebar 40 cm, kedalaman ruang pengemas herbarium 2 cm. 10) Membuat etiket/label utuk ditempelkan pada herbariun kering. Etiket herbarium kering harus memuat nomor spesimen, nama daerah/nasional pohon, nama ilmiah pohon, famili, habitat (tempat diketemukannya jenis pohon), habitat alamiahnya berdasarkan pustaka, tanggal pengambilan, nama pengambil spesimen (nama kolektor), nama institusi/lembaga, dan catatan khusus lannya. Peletakan etiket supaya diatur sedemikian rupa agar tidak menutupi spesimen organ pohon yang dikemas. 11) Menaburkan serbuk kamfer pada ruangan pengemas herbarium sebelum pengemas dilaminating. 12) Melaminating pengemas herbarium dengan plastik transparan, kemudian diisolasi secara rapi. 13) Menyimpan herbarium pada tempat penyimpanan yang aman, misalnya pada rak atau lemari herbarium kering.
Gambar 9.2 Contoh bentuk herbarium kering dalam kemasan herbarium (foto diambil oleh Indriyanto pada tahun 2011)
Ir. Indriyanto, M.P.
196
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
I. RINGKASAN Praktik menyidik pohon merupakan kegiatan dalam proses pengenalan pohon. Kegiatan tersebut akan menambah keterampilan dalam mendiagnose morfus organ pohon pada saat melakukan penyidikan pohon. Beberapa pokok bahasan dalam penyidikan pohon ini mencakup: penyidikan daun, penyidikan bunga, penyidikan buah, penyidikan batang, penyidikan habitus, mendeskripsi pohon, dan membuat herbarium kering. Menyidik daun pohon bertujuan untuk mengetahui dan memahami: bentuk helaian daun, bentuk tepi daun, bentuk pangkal dan ujung daun, bentuk pertulangan daun, kondisi permukaan daun, tipe tata daun, dan komposisi daun. Tujuan menyidik bunga pohon adalah untuk mengetahui dan memahami: bagian-bagian bunga pohon, jenis bunga berdasarkan kepada bagian-bagian yang tampak pada bunga pohon, tata letak bunga pada batang dan cabang, komposisi bunga, dan tipe perbungaan. Penyidikan buah pohon bertujuan untuk: menentukan tipe buah berdasarkan kepada bagian-bagian bunga yang membentuknya pada berbagai buah pohon yang sedang diamati, menentukan tipe buah berdasarkan kepada keadaan dinding buah pada berbagai buah pohon yang diamati, dan menentukan tipe buah berdasarkan kepada cara pecahnya. Tujuan menyidik batang pohon adalah untuk: mengetahui bentuk batang pohon, kondisi permukaan batang, sifat getah atau resin yang terdapat pada batang pohon, dan mengetahui sistem percabangan pada setiap jenis pohon yang diamati. Tujuan menyidik habitus pohon adalah: agar dapat mengelompokkan pohon ke dalam beberapa kategori ukuran pada saat pohon tersebut mencapai fase dewasa, serta dapat menentukan bentuk utama tajuk pohon dan teksturnya. Tujuan menghimpun data deskripsi pohon adalah untuk: menyusun keterangan mengenai kondisi tempat tumbuh (habitat) pohon, serta menyusun keterangan sebanyak-banyaknya atau selengkap-lengkapnya mengenai bentuk/wujud fisik organ pohon secara keseluruhan. Adapun tujuan membuat herbarium kering antara lain: supaya dapat mempersiapkan spesimen organ pohon sebagai bahan herbarium kering, supaya dapat menyusun spesimen organ pohon dalam wadah/pengemas herbarium dan memberikan etiketnya, memperkaya materi pengenalan jenis pohon.
197
Ir. Indriyanto, M.P.
BAB 9 PRAKTIK MENYIDIK POHON
J. LATIHAN 1. Jelaskan apa yang dimaksud penyidikan pohon. 2. Sebutkan tujuan penyidikan daun. 3. Sebutkan tujuan penyidikan batang. 4. Jelaskan apa yang disebut herbarium kering. 5. Jelaskan kegunaan herbarium kering. 6. Sebutkan apa saja bahan yang diperlukan untuk membuat herbarium kering. 7. Sebutkan apa saja alat yang digunakan untuk membuat herbarium kering.
Ir. Indriyanto, M.P.
198
DAFTAR PUSTAKA Atmosuseno, B. S. dan K. Duljapar. 1996. Kayu Komersial. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Balai Perbenihan Tanaman Hutan. 2000. Deskripsi Jenis TanamanHutan Sumatera. Balai Pebenihan Tanaman Hutan Palembang. Palembang. Bengen, D. G. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. Budiawan. 1988. Tumbuhan Langka di Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor. Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1986. Rencana Umum Kehutanan. Edisi Pertama. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia 2006. Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, ReaksiReaksi. Diterjemahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Dari Buku Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Grey, G. W. and F. J. Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons Inc. Canada. Gopal, B. and N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Department of Botany. Rajasthan University Jaipur, India. Hardin, J. W., D. J. Leopold, and F. M. White. 2000. Textbook of Dendrology. McGraw-Hill Book Company. New York.
199
Ir. Indriyanto, M.P.
D BA F B T8A RC A PT UAS T A N K AB E B E R A P A J E N I S P O H O N
Harlow, W. M. 1996. Textbook of Dendrology. McGraw-Hill Book Company. New York. Hill, J. B., L. O. Overholts, H. W. Popp, and A. R. Grove. 1960. Botany. The Botanical Sciences. McGraw-Hill Book Company, Inc. Third Edition. New York. Indriyanto. 2005. Dendrologi. Edisi ke-1. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. Indriyanto. 2010. Pengantar Budidaya Hutan. Edisi ke-2. PT Bumi Aksara. Jakarta. Indriyanto. 2010. Panduan Praktikum Dendrologi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Istomo. 2002. Pengenalan Jenis Tumbuhan di Hutan Rawa Gambut. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Jensen, M. 1999. Trees Commonly Cultivated in Southeast Asia. Second Edition. RAP Publication, Bangkok, Thailand. Jones, S. B. Dan A. E. Luchsinger. 1987. Plant Systematics. Biological Sciences Series. McGraw-Hill Book Company. Second Edition. New York. Kuang, S. W., H. Gillett, and S. Ferriss. 2006. Strategies for The Sustainable Use and Management of Timber Trees Species Subject to International Trade: South East Asia. UNEP World Conservation Monitoring Centre. Cambridge. Kusmana, C., Onrizal, dan Sudarmadji. 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove di Teluk Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan IPB dan PT Bintuni Utama Murni Wood Industries. Bogor. Lovelles, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik (Buku 2). PT Gramedia. Jakarta. Maeso, Wibisono, Margono, dan Soerjo. 1958. Determinasi TumbuhTumbuhan. Saduran dari buku berjudul Flora: voor de scholen in Indonesia, karangan C. G. G. J. Van Steenis. Cetakan I. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mandang, Y. I. dan I. K. N. Pandit MS. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S. A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia (Jilid II). Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. National Academy of Sciences. 1979. Tropical Legumes: Resources for the Future. NAS, Washington, D.C. National Academy of Sciences. 1980. Firewood Crops: Shrub and Tree Species for Energy Production. NAS, Washington, D.C.
Ir. Indriyanto, M.P.
200
DAFTAR PUSTAKA
Nazaruddin. 1994. Penghijauan Kota. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Prawira, R. S. A., I. G. M. Tantra, Wasiat, Oetja, Momo, dan A. Muzani. 1971. Daftar Nama Pohon-Pohonan Samarinda. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Prawira, R. S. A., I. G. M. Tantra, Wasiat, Oetja, dan Momo. 1972. Daftar Nama Pohon-Pohonan Lampung. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Prawira, R. S. A. dan I. G. M. Tantra. 1973. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Penting. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Resosoedarmo, R. S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Penerbit Remdja Karya CV Bandung. Bandung. Samingan, Tj. 1972. Dendrologi. Bahan Kuliah Dendrologi pada Akademi Ilmu Kehutanan Bandung. Bandung. Tidak Dipublikasi. Samingan, Tj. 1982. Dendrologi. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Sastrapradja, S., K. Kartawinata, U. Soetisna, Roemantyo, H. Wiriadinata, dan S. Riswan. 1980. Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sastrapradja, S., K. Kartawinata, U. Soetisna, Roemantyo, H. Wiriadinata, dan S. Soekardjo. 1980. Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sastrapradja, S., J. P. Mogea, H. M. Sangat, dan J. J. Afriastini. 1980. Palem Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sastrapradja, S., R. E. Nasoetion, S. Idris, M. Imelda, W. Roedjito, S. Soerohaldoko, dan L. Soerojo. 1980. Tanaman Hias. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sastrapradja, S. D. dan M. A. Rifai. 1997. Mengenal Nusantara melalui Kekayaan Floranya. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. Bogor. Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Seed Centre. Demark. Suseno, O. H. dan Suginingsih. 1984. Ilmu dan Teknologi Benih Pohon Hutan. Jurusan Budidaya Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Steenis, C. G. G. J. V.. 2003. Flora. PT Pratnya Paramita. Jakarta. Sugiarto dan W. Ekariyono. 1996. Penghijauan Pantai. Edisi ke-1. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Sumarhani dan T. Partomihardjo. 1990. Jabon (Anthocephalus chinensis [Lamk.] Rich. ex Walp.) dan Potensinya dalam Menunjang
201
Ir. Indriyanto, M.P.
D BA F B T8A RC A PT UAS T A N K AB E B E R A P A J E N I S P O H O N
Hutan Tanaman Industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Vol. VI No. 3. Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Syam, T., Kushendarto, A. Bintoro, dan Indriyanto. 2007. Keanekaragaman Pohon di Kampus Hijau Unila. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Umum: Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.. Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Verheij, E. W. M dan R. E. Coronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. Terjemahan dari Buku Plant Resources of South-east Asia 2: Edible Fruit and Nuts oleh Danimihardja et al. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Widyastuti, Y. E. 1993. Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. Penebar Swadaya. Jakarta. Wong, W. C. dan K. C. Khoo. 1980. Gmelina arborea: a Literature Review. Institut Penyelidikan Perhutanan. Kepong, Malaysia.
Ir. Indriyanto, M.P.
202
LAMPIRAN
Nama ilmiah beberapa jenis pohon dan perdu Nama Nasional/ Nama Daerah
No. urut
Nama Ilmiah
1
Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Bl.
2
Acacia decurrens (Wendl.) Willd.
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Acacia leucophloea (Roxb.) Willd. Acacia mangium Willd. Adina polycephala Benth. Aegle marmelos Corr. Agathis alba Roxw. Agathis borneensis Warb. Agathis celebica Warb. Agathis labillardieri Warb. Agathis loranthifolia Salisb. Ailanthus integrifolia Lamk. Albizia procera Benth. Aleurites moluccana (L.) Willd. Alstonia angustiloba Miq. Alstonia scholaris R. Br.
203
Famili
Akasia
Mimosaceae
Akasia daun kecil
Mimosaceae
Pilang
Mimosaceae
Mngium Nangi Maja Damar putih Damar Damar pilau Damar Damar Kayu raden Weru Kemiri Pulai hitam Pulai
Mimosaceae Magnoliaceae Rutaceae Araucariaceae Araucariaceae Araucariaceae Araucariaceae Araucariaceae Simarubaceae Mimosaceae Euphorbiaceae Apocynaceae Apocynaceae
Ir. Indriyanto, M.P.
LAMPIRAN
17 18
Altingia excelsa Nor. Anacardium occidentale L.
19
Anisoptera costata Korth.
20
Anisoptera marginata Korth.
21 22 23
31 32
Annona muricata L. Annona squamosa L. Anthocephalus cadamba Miq. Anthocephalus chinensis Rich. et Walp. Antidesma bunius (L.) Sprengel Aquilaria malaccensis Lamk. Areca catechu L. Arenga pinnata Merr. Artocarpus communis J. R. et G. F. Artocarpus elasticus Reinw. ex Bl. Artocarpus heterophylla Lamk. Artocarpus integra Merr.
33
Averrhoa bilimbi L.
34 35 36 37 38
Avicennia alba Bl. Avicennia intermedia L. Avicennia lanata L. Avicennia marina Vierh. Avicennia nitida Jacq.
39
Avicennia officinalis L.
40 41 42 43
Azadirachta indica Juss. Baccaurea dulcis Muell. Barringtonia asiatica Kurz. Bauhinia purpurea L.
24 25 26 27 28 29 30
Ir. Indriyanto, M.P.
204
Rasamala Jambu mete Mersawa daun besar Mersawa tenam Sirsak Srikaya Kelampayan
Hamamelidaceae Anacardiaceae
Annonaceae Annonaceae Rubiaceae
Jabon
Rubiaceae
Buni Gaharu Pinang sirih Aren
Euphorbiaceae Thymelameaceae Palmae Palmae
Sukun
Moraceae
Bendo
Moraceae
Nangka Cempedak Belimbing wuluh Api-api hitam Api-api merah Api-api bulu Api-api Api-api kecil Api-api kacang Mimba Ketupak Butun Kupu-kupu
Moraceae Moraceae
Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
Oxalidaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae Meliaceae Euphorbiaceae Lecythidaceae Caesalpiniaceae
LAMPIRAN
44 45 46 47
Borassus flabellifer L. Borassus sundaicus Becc. Bouea macrophylla Griff. Bruguiera conjugata Merr.
48
Bruguiera cylindrica (L.) Bl.
49
Bruguiera eriopetala Bl.
50
Bruguiera gymnorrhiza Lamk.
52 53
Bruguiera parviflora (Roxb.) W. et A. Bruguiera sexangula Poiret Caesalpinia pulcherrima Sw.
54
Calliandra calothyrsus Meissn.
55
Calliandra tetragona L.
56
Calophyllum inophyllum L.
57
Calophyllum soulatri Burm.
58 59 60 61
Cananga odorata Hook. Canarium asperum Benth. Canarium balsamiferum Willd. Canarium decumanum Gaertn. Canarium pseudodecumanum Hoch. Canarium vulgare Leenh. Cassia multijuga L. Cassia siamea Lamk. Castanopsis argentea A. D. C. Casuarina equisetifolia J. R. et G. F.
51
62 63 64 65 66 67 68
Casuarina junghuhniana Miq.
205
Lontar Lontar jawa Gandaria Tancang putih Lenggadai balik Tancang mata buaya Tancang oranye Lenggadai/ Tancang Tancang salak Bunga merak Kaliandra bunga merah Kaliandra bunga putih Bintangur Bintangur sulatri Kenanga Kenari solo Kamakoan Kenari babi
Palmae Palmae Anacardiaceae Rhizophoraceae
Annonaceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae
Kadungdung
Burseraceae
Kenari Kasia Johar Saninten
Burseraceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Fagaceae
Cemara laut
Casuarinaceae
Cemara gunung
Casuarinaceae
Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Caesalpiniaceae Mimosaceae Mimosaceae Guttiferae Guttiferae
Ir. Indriyanto, M.P.
LAMPIRAN
69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Ceiba pentandra Gaertn. Cerbera odollam Gaertn. Cocos nucifera L. Corypha elata Roxb. Cratoxylon arborescens Bl. Crescentia cuyete L. Cupressus retusa Cynometra cauliflora L. Dalbergia latifolia Roxb. Dehaasia caesia Bl.
79
Dehaasia cuneata Bl.
80 81
Delonix regia Rafin. Dialium indum L.
82
Dillenia excelsa Gilg.
83 84 85
Dillenia eximia Miq. Dillenia obovata Hoogl. Diospyros celebica Bakh.
86
Diospyros macrophylla Bl.
87
Dipterocarpus appendiculatus Scheff.
88
Dipterocarpus borneensis V. Sl.
89
Dipterocarpus confertus V. Sl.
90 91 92
Dipterocarpus cornutus Dyer. Dipterocarpus crinitus Dyer. Dipterocarpus gracilis Bl. Dipterocarpus grandiflorus Blanco. Dipterocarpus hasseltii Bl. Dipterocarpus kutaianus V. Sl. Dipterocarpus lowii Hook.
93 94 95 96
Ir. Indriyanto, M.P.
206
Randu/Kapuk Bintaro Kelapa Gebang Gerunggang Majapait Cemara bundel Namnam Sonokeling Medang batu Medang gunung Flamboyan Asam keranji Simpur rawang Simpur air Simpur talang Eben Kayu arang/ hitam Keruing minyak Keruing daun halus Keruing tempurung Keruing gajah Keruing bulu Keladan
Bombacaceae Apocynaceae Palmae Palmae Guttiferae Bignoniaceae Cupressaceae Caesalpiniaceae Papilionaceae Lauraceae
Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
Keruing hijau
Dipterocarpaceae
Keruing bunga Keruing kutai Keruing batu
Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
Lauraceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Dilleniaceae Dilleniaceae Dilleniaceae Ebenaceae Ebenaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
LAMPIRAN
97
Dipterocarpus retusus Bl.
98
109 110 111
Dipterocarpus verrucosus Foxw. Dolichandrone spathacea K. Schum. Dracontomelon mangiferum Bl. Dryobalanops aromatica Gaertn. Dryobalanops beccarii Dyer. Dryobalanops fusca V. Sl. Dryobalanops lanceolata Burek. Dryobalanops oocarpa V. Sl. Duabanga moluccana Bl. Durio carinatus Mast. Durio grandiflorus(Masters) K. et S. Durio graveolens Becc. Durio lowianus Scort. ex King. Durio oxyleyanus Griff.
112
Durio testusinarium Becc.
113 114 115 116 117
Durio zibethinus Murr. Dyera costulata Hook. Elaeis guineensis Jack. Endospermum diadenum Miq. Enterolobium cyclocarpum L.
118
Erythrina fusca Lour.
119 120 121 122 123
Erythrina lithosperma Miq. Erythrina variegata L. Eucalyptus alba Reinw. ex Bl. Eucalyptus deglupta Bl. Eugenia cumini Druce
124
Eugenia jambolana Lamk.
125
Eugenia malaccensis L.
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
207
Keruing gunung Keruing beras
Dipterocarpaceae
Kayu kuda
Bignoniaceae
Dahu Kapur singkel Kapur keladan Kapur empedu Kapur tanduk Kapur sintuk Benuang laki Durian burung
Anacardiaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Sonneratiaceae Bombacaceae
Durian hantu
Bombacaceae
Durian petruk Durian sepeh Durian rimba Durian kurakura Durian Jelutung Kelapa sawit Kayu raja Sengon buto Dadap cangkring Dadap srep Dadap ayam Ampupu Leda Jamblang kecil Jamblang besar Jambu dersana
Bombacaceae Bombacaceae Bombacaceae
Dipterocarpaceae
Bombacaceae Bombacaceae Apocynaceae Palmae Euphorbiaceae Mimosaceae Papilionaceae Papilionaceae Papilionaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae
Ir. Indriyanto, M.P.
LAMPIRAN
126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151
Eugenia polyantha Wight. Eusideroxylon zwageri T. et B. Ficus benjamina L. Ficus pandurata Bl. Ficus variegata Bl. Filicium decipiens Thw. Flacourtia rukam Zoll. et Moritzi Fagraea fragrans Roxb. Ganophyllum falcatum Bl. Ganua motleyana Pierre Garcinia dulcis Kurz. Garcinia mangostana L. Garcinia xanthochymus Miq. Garuga floribunda Dec. Gliricidia maculata L. Gliricidia sepium (Jacq.) Steud. Gluta renghas L. Gmelina arborea Roxb. Gmelina asiatica L. Gmelina moluccana Backer Gnetum gnemon L. Gonystylus bancanus Kurz. Gossampinus malabarica Alst. Grevillea robusta A. Cunn. ex R.Br Hevea brasiliensis M. A. Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hor.
152
Hibiscus tiliaceus L.
153
Hopea bracteata Burck.
154
Hopea dolosa V. Sl.
155 156
Hopea gregaria V. Sl. Hopea sangal Korth.
Ir. Indriyanto, M.P.
208
Salam Ulin Beringin Biola Gondang Kerai paying Rukam Tembesu Kayu mangir Ketiau Mundu Manggis Asam kandis Wiu Gamal Rosidi Rengas Wareng Bulangan Galele Tangkil/Mlinjo Ramin Randu alas
Myrtaceae Lauraceae Moraceae Moraceae Moraceae Sapindaceae Flacourtiaceae Loganiaceae Sapindaceae Magnoliaceae Guttiferae Guttiferae Guttiferae Burseraceae Papilionaceae Papilionaceae Anacardiaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae Gnetaceae Gonystylaceae Bombacaceae
Oak silver
Proteaceae
Karet
Euphorbiaceae
Tisuk
Malvaceae
Waru laut/ pantai Merawan Balau mata kucing Balau pooti Cengal
Malvaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
LAMPIRAN
157 158 159 160 161 162 163
Intsia bijuga O. K. Intsia palembanica Miq. Irvingia malayana Oliv. Jacaranda mimosifolia D. Don Jatropha gossipifolia L. Kleinhovia hospita L. Koompassia excelsa Taub.
164
Koompassia malaccensis Maing.
165
Lagerstroemia flosreginae Retz.
166 167 168 169 170 171 172 173 174
Lagerstroemia indica L. Lagerstroemia speciosa Pers. Lansium domesticum Correa Leucaena glauca Benth. Leucaena leucocephala De Wit. Limonia acidissima L. Lithocarpus sundaicus Rehd. Litsea confusa K. et V. Litsea firma Hassk.
175
Litsea odorifera Val.
176
Litsea roxburghii Hassk.
178 179 180 181
Macaranga hypoleuca Muell. Arg. Macaranga pruinosa Miq. Macaranga rhizinoides Bl. Macaranga tanarius L. Macaranga triloba Bl.
182
Magnolia javanica K. et V.
183 184
Mangifera caesia Jack. Mangifera indica L.
177
209
Merbau pantai Merbau darat Kulut Jakaranda Jarak ulung Mahar Menggeris Kempas/ Menggeris Bungur daun besar Bungur jepang Bungur lilin Duku Petai cina Lamtorogung Kawista Pasang Medang tekah Medang suluh Medang perawas Medang Nangu Mahang bercak Mahang Huru Mara Mahang damar Cempaka gunung Kemang Mangga
Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Simarubaceae Bignoniaceae Euphorbiaceae Sterculiaceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Lythraceae Lythraceae Lythraceae Meliaceae Mimosaceae Mimosaceae Rutaceae Fagaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Magnoliaceae Anacardiaceae Anacardiaceae
Ir. Indriyanto, M.P.
LAMPIRAN
189 190 191 192 193
Mangifera odorata Griff. Manglietia glauca Bl. Manilkara kauki Dubard Manilkara zapota (L.) P. Van Royen Maniltoa grandiflora Scheff. Melaleuca cajuputi Roxb. Melaleuca leucadendron L. Melia azedarach L. Metroxylon sagu Rottb.
194
Michelia alba D. C.
195 196
Michelia champaca L. Mimusops elengi L.
197
Morinda citrifolia L.
198 199 200 201 202 203 204 205 206
Morinda speciosa Wall. Muntingia calabura L. Nauclea coadunata Smith. Neesia altissima Bl. Nypa fruticans Wurmb. Ochroma lagopus Octomeles sumatrana Miq. Oncosperma tigillarium Ridl. Palaquium gutta Baill.
207
Palaquium rostratum Burck.
185 186 187 188
208 209 210 211 212 213
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Parkia roxburghii G. Don. Parkia speciosa Hassk. Peltophorum pterocarpum Back. Pericopsis mooniana Th. Peronema canescens Jack.
Ir. Indriyanto, M.P.
210
Kuweni Baros Sawo kecik
Anacardiaceae Magnoliaceae Sapotaceae
Sawo manila
Sapotaceae
Saputangan Kayu putih Kayu putih Mindi Sagu Cempaka bodas Cempaka Tanjung Pace/ Mengkudu Pace hutan Ceri Gempol Bengang Nipah Balsa Benuang Nibung Getah perca Nyatuh pucung
Caesalpiniaceae Myrtaceae Myrtaceae Meliaceae Palmae Magnoliaceae Magnoliaceae Sapotaceae Rubiaceae Rubiaceae Elaeocarpaceae Rubiaceae Bombacaceae Palmae Bombacaceae Datiscaceae Palmae Sapotaceae Sapotaceae
Sengon laut
Mimosaceae
Kedawung Petai Soga Kayu kuku Sungkai
Mimosaceae Mimosaceae Caesalpiniaceae Papilionaceae Verbenaceae
LAMPIRAN
220 221 222 223 224
Phyllanthus acidus Sk. Pinanga javana Bl. Pinanga kuhlii Bl. Pinus merkusii Jungh. et De Vr. Pithecellobium dulce L. Pithecellobium jiringa Prain. ex King. Pithecellobium lobatum Benth. Planchonia valida Bl. Podocarpus imbricatus Bl. Podocarpus neriifolius D. Don. Polyalthia longifolia
225
Polyalthia pendula
226 227
Pometia pinnata Forst. Pterocarpus indicus Willd.
228
Pterospermum celebicum Mig.
229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243
Pterospermum diversifolium Bl. Pterospermum javanicum Jungh. Rhizophora apiculata Bl. Rhizophora cojugata L. Rhizophora harrisonii Leechman Rhizophora mangle L. Rhizophora mucronata Lam. Rhizophora racemosa G. Meyer Rhizophora stylosa Griff. Ricinus communis L. Samanea saman Merr. Sandoricum koetjape Merr. Santalum album L. Schima wallichii Korth. Schleichera oleosa Merr.
214 215 216 217 218 219
211
Ceremai Pinang jawa Pinang hutan Tusam Asam landi
Euphorbiaceae Palmae Palmae Pinaceae Mimosaceae
Jiring
Mimosaceae
Jengkol Putat Jamuju Kiputri Glodokan Glodokan tiang Matoa Angsana Bayur daun besar Bayur burung Bayur Bakau laki Bakau minyak Bakau kepel Bakau mangal Bakau kurap Bakau pasir Bakau merah Jarak kepyar Kihujan Kecapi Cendana Puspa/Mentru Kesambi
Mimosaceae Lecythidaceae Podocarpaceae Podocarpaceae Annonaceae Annonaceae Sapindaceae Papilionaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Euphorbiaceae Mimosaceae Meliaceae Santalaceae Theaceae Sapindaceae
Ir. Indriyanto, M.P.
LAMPIRAN
244
Sesbania bispinosa W. F. Wight.
245
Sesbania grandiflora Pers.
246
Shorea acuminata Dyer.
247 248
Shorea acuminatissima Sym. Shorea gibbosa Brandis
249
Shorea gijsbertsiana Burck.
250 251 252
Shorea guiso Bl. Shorea javanica K. et V. Shorea laevis Ridl.
253
Shorea leprosula Miq.
254
Shorea multiflora Sym.
255
Shorea palembanica Miq.
256
Shorea pinanga Scheff.
257
Shorea scaberrima Burck.
258
Shorea stenoptera Bwrck.
259
261 262 263
Shorea virescens Parijs Sindora wallichii Graham ex Benth. Sonneratia alba Smith. Sonneratia caseolaris (L.) Engl. Sonneratia griffithii L.
264
Spathodea campanulata P. B.
265
Spondias cytheria Son.
266
Spondias pinnata Kurz.
260
Ir. Indriyanto, M.P.
212
Turi bunga putih Turi bunga merah Meranti rambai Damar pakit Damar buah Tengkawang telur Giso Damar kaca Balau tanduk Meranti tembaga Damar tanduk Tengkawang majau Tengkawang biasa Tengkawang kijang Tengkawang tungkul Damar maja
Dipterocarpaceae
Sindur
Caesalpiniaceae
Pedada Prepat/Gogem Perepat Tulip bunga merah Kedondong manis Kedondong hutan
Sonneratiaceae Sonneratiaceae Sonneratiaceae
Papilionaceae Papilionaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
Bignoniaceae Anacardiaceae Anacardiaceae
LAMPIRAN
269
Stelechocarpus burahol H. f. et Th. Stelechocarpus burahol Hook. f. etTh. Sterculia foetida Linn.
270
Swietenia macrophylla King.
271
Swietenia mahagoni Jack.
272 273 274 275 276 277
Tamarindus indica L. Tectona grandis L. Terminalia arborea K. et V. Terminalia balerica Roxb. Terminalia catappa L. Terminalia edulis Blanco. Tetrameles nudiflora R. Br. ex. Benn. Toona sureni Merr. Trema orientalis (L.) Bl. Vernonia arboreaBuch. Vitex pubescens Vahl.
267 268
278 279 280 281 282
213
Kepel/Burahol
Annonaceae
Burahol
Annonaceae
Kepuh Mahoni daun besar Mahoni daun kecil Asam jawa Jati Majakeling Majasukun Ketapang Kalumpit
Sterculiaceae
Caesalpiniaceae Verbenaceae Combretaceae Combretaceae Combretaceae Combretaceae
Binong/tabu
Datiscaceae
Suren Anggerung Hamirung Laban
Meliaceae Ulmaceae Asteraceae Verbenaceae
Meliaceae Meliaceae
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Acacia: nama genus untuk kelompok pohon akasia anggota famili Mimosaceae. Acacia spp.: berbagai spesies pohon akasia anggota family Mimosaceae. Accessory: aksesori; pelengkap; bagian tambahan. Acerosus: acicular; daun berbentuk jarum. Actinomorphus: actinomorphic: polysimetris; regular; bunga bersimetri banyak; bunga beraturan. Acuminatus: acuminate; cuneate; bentuk pangkal atau ujung daun yang meruncing. Acutus: acute; runcing; bentuk pangkal atau ujung daun yang runcing. Agathis spp.: berbagai spesies pohon damar anggota famili Araucariaceae. Albizzia: nama genus untuk kelompok pohon sengon anggota famili Mimosaceae. Alstonia: nama genus untuk kelompok pohon pulai anggota famili Apocynaceae. Androesium: nama kolektif untuk benangsari. Angiospermae: anak divisi tumbuhan berbiji tertutup (biji terdapat di dalam bakal buah). Angulus: bagian toreh tepi daun yang menonjol ke luar. Anthera: anther; kepala sari. Antheridium: alat kelamin jantan pada tumbuhan berbunga. Anthophyta: golongan tumbuhan berbiji. Anthos: bunga. Apetalus: bunga yang tidak bermahkota bunga. Apex folii: ujung daun. Apocynaceae: nama famili tumbuhan sekelompok jenis pulai. Apokarp: bunga dengan ginoesium terdiri atas satu atau lebih daun buah yang masing-masing terpisah bebas. 215
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Apophysis: bagian sisik kerucut yang tampak dari luar. Araucaria spp.: berbagai spesies pohon daun jarum anggota famili Araucariaceae. Archegonia: arkegonia; alat kelamin betina. Asepalus: bunga yang tidak berkelopak bunga. Asimetris: tidak setangkup; tidak sama kedua belah bagiannya. Asperus: scarred; batang berbekas; batang yang permukaannya terdapat bekas luka-luka atau goresan. Avicennia spp.: berbagai spesies api-api; spesies-spesies pohon anggota famili Verbenaceae. Axillary: aksilar; ketiak. Axillaris: aksilaris; pada ketiak daun Azadirachta: nama genus untuk kelompok pohon mimba anggota famili Meliaceae. Bacca: berry; tipe buah buni. Bambusa spp.: berbagai spesies bambu genus Bambusa anggota famili Gramineae. Banir: akar papan; pangkal batang yang melebar akibat perkembangan pangkal akar horizontal dan memipih. Basis folii: pangkal daun. Berserpih: berkeping-keping; kulit batang yang retak-retak dan mengelupas. Bicrenatus: double crenate; tepi daun bergigi tumpul ganda. Binomial nomenclature: penamaan tumbuhan menggunakan dua kata yang terdiri atas genus dan petunjuk spesies. Biota: kehidupan; keseluruhan flora dan fauna yang terdapat di suatu daerah. Bipinnatus: bipinnate; daun majemuk menyirip ganda. Bisexual: hermaprodit; hermaphroditus; berkelamin dua. Biserratus: double serrate; tepi daun bergerigi ganda. Botani: ilmu tumbuhan; cabang biologi yang mempelajari kehidupan tumbuh-tumbuhan. Bruguiera spp.: berbagai spesies tancang; spesies-spesies pohon anggota famili Rhizophoraceae. Caesalpinia: nama genus untuk kelompok pohon rembete anggota famili Caesalpiniaceae. Calophyllum: nama genus untuk kelompok pohon bintangur anggota famili Guttiferae. Columnar: kolom; tiang; tajuk pohon berbentuk kolom/tiang. Campnosperma: nama genus untuk kelompok pohon terentang anggota
Ir. Indriyanto, M.P.
216
TAKARIR
famili Anacardiaceae. Canarium: nama genus untuk kelompok pohon kenari anggota famili Burseraceae. Canarium spp.: berbagai spesies pohon kenari anggota famili Burseraceae. Capitulum: head; tipe bunga bongkol. Capsule: kapsul; tipe buah kotak. Carpel (carpelum): daun buah pada bunga. Castanopsis: nama genus untuk kelompok pohon saninten anggota famili Fagaceae. Casuarina: nama genus untuk kelompok pohon cemara anggota family Casuarinaceae. Casuarina spp.: berbagai spesies pohon cemara anggota famili Casuarinaceae Caulis: batang. Ceriops spp.: berbagai spesies tengar; spesies-spesies pohon anggota famili Rhizophoraceae. Chamaephytes: tetumbuhan berkayu yang berupa semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm. Cinnamon: zat ekstraktif kelompok minyak yang terdapat pada kulit batang/cabang tumbuhan anggota famili Lauraceae. Circumscriptio: bentuk helaian daun Classis: kelas; suatu tingkatan takson. Coffea spp.: berbagai spesies kopi anggota famili Rubiaceae. Cone (conus): kerucut; buah runjung. Cone scale carpel: daun buah berbentuk sisik kerucut. Connectivum: jaringan penghubung antara dua ruang sari (theca). Cordatus: cordate; daun berbentuk jantung. Coriaceus: batang yang permukaannya tampak kasar karena kulit batangnya retak-retak. Cormophyta: tumbuhan kormus; tumbuh-tumbuhan yang secara nyata memperlihatkan diferensiasi dalam tiga bagian pokok yaitu akar, batang, dan daun. Costa: ibu tulang daun; tulang daun utama. Cotyledons: kotiledon; daun-daun biji. Cotylelobium: nama genus untuk kelompok pohon giam anggota famili Dipterocarpaceae. Cratoxylon: nama genus untuk kelompok pohon gerunggang anggota famili Guttiferae. Crenatus: crenate; tepi daun bergigi tumpul.
217
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Cross pollination: penyerbukan silang. Cryptophytes: tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya berada di bawah permukaan tanah atau air. Cytokinesis: sitokinesis; cawan sel. Dacrydium: nama genus untuk kelompok pohon melur anggota famili Podocarpaceae. Dactylocladus: nama genus untuk kelompok pohon mentibu anggota famili Crypteroniaceae. Damar: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang pohon anggota famili Dipterocarpaceae. Daur hidup: rangkaian penahapan yang dilalui oleh suatu makhluk hidup, mulai dari masa remaja, dewasa, sampai terjadinya biji atau spora atau telur; siklus hidup. Declinatus: bertekuk turun; terkulai; menjuntai; arah tumbuh dahan terkulai. Dendro: densdros; pohon. Dendrocalamus spp.: berbagai spesies bambu genus Dendrocalamus anggota famili Gramineae. Dendrologi: ilmu yang mempelajari cara mengenal pohon. Dentatus: dentate; tepi daun bergigi tajam. Deret Fibonacci: bilangan pecahan (penemuan Fibonacci) yang menggambarkan pola penyebaran daun pada batang. Determinasi: penentuan; hal menentukan (menetapkan, memastikan). Dicotomus: dichotomi; bercabang dua. Dicotyledoneae: kelas tumbuhan yang berbiji belah. Diferensiasi: proses perkembangan dari keadaan sederhana ke keadaan yang kompleks/rumit. Dioecious: tumbuhan berumah dua. Diospyros: nama genus untuk kelompok pohon eboni anggota famili Ebenaceae. Dipterocarpus: nama genus untuk kelompok pohon keruing anggota famili Dipterocarpaceae. Disimetris: bilateral simetris; bunga bersimetri dua. Divisio: divisi; suatu tingkatan takson. Divisus: tepi helai daun bertoreh. Drupa: drupe; tipe buah batu. Dryobalanops: nama genus untuk kelompok pohon kapur anggota famili Dipterocarpaceae. Durio: nama genus untuk kelompok pohon durian anggota famili Bombacaceae.
Ir. Indriyanto, M.P.
218
TAKARIR
Dyera: nama genus untuk kelompok pohon jelutung anggota famili Apocynaceae. Edafik: hal yang berhubungan dengan tanah. Elaeocarpus: nama genus untuk kelompok pohon bangkinang anggota famili Elaeocarpaceae. Ellipticus: elliptic; daun berbentuk elips. Endocarpus: lapisan kulit buah bagian dalam. Endosperm: endosperma; jaringan yang mengandung persedian makanan yang terbentuk di dalam kantong embrio pada tumbuhan berbiji. Entire: rata; bagian pinggir helaian daun tanpa toreh. Epifit: tumbuhan berkayu yang hidupnya menempel atau melekat pada tumbuhan lain. Epipetal: bunga yang benangsarinya tampak muncul dari mahkota bunga. Emarginatus: emarginated; auriculate; bentuk pangkal atau ujung daun yang berlekuk. Estipulate: tumbuhan yang tidak mempunyai daun penumpu. Eucalyptus: nama genus untuk kelompok pohon leda anggota famili Myrtaceae. Eugenia: nama genus untuk kelompok pohon jambu-jambuan anggota famili Myrtaceae. Exine: eksin; lapisan dinding sel bagian luar. Exocarpus: lapisan kulit buah paling luar. Familia: suku; suatu tingkatan takson. Fastigiatus: tegak; arah tumbuh dahan tegak. Fertilization: fertilisasi; pembuahan. Ficus: nama genus untuk kelompok pohon ara anggota famili Moraceae. Ficus spp.: berbagai spesies pohon ara anggota famili Moraceae. Filamentum: filament; tangkai sari. Filodia: daun semu; daun palsu; daun yang terbentuk dari pertumbuhan dan perkembangan tangkai daun. Filogenetik: proses perkembangan evolusi makhluk hidup. Flos axillaris: flos lateralis; bunga tersusun pada ketiak daun. Flos terminalis: bunga tersusun pada ujung ranting. Folia decussata: daun yang letaknya berhadapan bersilang. Folia opposita: daun yang letaknya berhadapan. Folia sparsa: alternate; susunan daun secara berseling atau tersebar. Folia verticillata: whorled/verticillate; daun tersusun berkarang atau berlingkar. Foliolum: anak daun Folium: daun.
219
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Folium compositum: compound leaf; daun majemuk. Folium simplex: simple leaf; daun tunggal. Follicle: folikel; tipe buah bumbung. Forma: forma; suatu tingkatan takson. Formasi: susunan tetumbuhan yang terbentuk pada suatu habitat. Fotosintesis: proses pemanfaatan energi radiasi matahari oleh tumbuhan berhijau daun dan bakteri untuk mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat. Fructus: buah. Gambut: tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Gamet: sel kelamin (sel sperma dan sel telur). Gametangium: alat kelamin tumbuhan. Gametofit: fase daur hidup tumbuhan yang mempunyai inti sel haploid. Gamoanthera: kepala sari pada bunga bergabung membentuk tabung. Gamofilamentum: tangkai sari bergabung membentuk tabung. Gamopetalus: sympetalus; daun mahkota bunga bergabung membentuk tabung. Gamosepalus: daun kelopak bunga bergabung membentuk tabung. Garcinia: nama genus untuk kelompok pohon manggis anggota famili Guttiferae. Gasal: ganjil. Generatif: organ tumbuhan yang berupa biji atau spora. Genus: marga; suatu tingkatan takson. Getah perca: zat ekstraktif yang dihasilkan oleh saluran getah pada batang/cabang pohon anggota famili Sapotaceae. Gigantochloa spp.: berbagai spesies bambu genus Gigantochloa anggota famili Gramineae. Ginkyo: nama genus untuk tumbuhan anggota famili Ginkyoaceae. Ginoesium: nama kolektif untuk putik. Glabellus: batang yang permukaannya halus. Glaber: glabrous; kondisi permukaan helaian daun yang tanpa bulu, sisik, dan tanpa duri. Gluta: nama genus untuk kelompok pohon rengas anggota famili Anacardiaceae. Gom: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang pohon anggota famili Sterculiaceae. Gondorukem: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang pohon anggota famili Pinaceae.
Ir. Indriyanto, M.P.
220
TAKARIR
Gonystilus: nama genus untuk kelompok pohon ramin anggota famili `Thymelaeaceae. Gossypium: nama genus untuk kelompok tumbuhan sejenis kapas anggota famili Thymelaeaceae. Gramineae: famili suatu tumbuhan golongan rerumputan. Grandular: kondisi permukaan helaian daun berkelenjar resin dan berminyak. Habitat: tempat tinggal (tempat hidup) bagi makhluk hidup. Habitus: perawakan atau bentuk badan. Haploid: keadaan dalam sel yang inti selnya hanya mempunyai satu perangkat kromosom yang tidak berpasangan. Hemicryptophytes: tetumbuhan golongan rumput-rumputan, herba atau terna. Herba: tumbuhan berkayu yang tingginya kurang dari 1 meter, atau tumbuhan yang berdaur hidup pendek, dan pada umumnya hidup berumpun. Herbarium: sekumpulan contoh tumbuhan yang dikeringkan (diawetkan), diberi nama, disimpan, dan ditata berdasarkan sistem klasifikasi, dan digunakan untuk mengenal tumbuhan. Heterogen: beranekaragam; terdiri atas berbagai jenis. Homogen: seragam; terdiri atas jenis, sifat, watak, dan sebagainya yang sama. Hopea: nama genus untuk kelompok pohon merawan anggota famili Dipterocarpaceae. Horizontalis: mendatar; arah tumbuh dahan mendatar. Hutan: suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan alam: hutan yang terjadi melalui proses suksesi secara alami. Hutan alam primer: hutan alam asli yang belum pernah ada penebangan di dalamnya. Hutan alam sekunder: hutan alam yang pernah mengalami kerusakan, kemudian berkembang lagi hingga mencapai kondisi klimaks. Hutan antropogen: hutan yang terbentuk melalui proses suksesi dengan bantuan manusia. Hutan gambut: hutan yang terdapat pada daerah bergambut. Hutan hujan tropis: hutan yang terdapat pada daerah tropis yang lembab. Hutan musim: hutan yang terdapat pada wilayah beriklim muson (memiliki perbedaan nyata antara musim kemarau dan musim hujan).
221
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Hutan pantai: hutan yang terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai, terletak di atas garis pasang tertinggi. Hutan payau: hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur digenangi air payau atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan rawa: hutan yang terdapat pada daerah berawa. Hutan tanaman: hutan terbentuk dari hasil penanaman bibit pohon oleh manusia. Hutan tropika: hutan yang terdapat pada daerah tropika (daerah yang terletak antara 23,50 LU dan 23,50 LS. Hutan trubusan: hutan yang terbentuk dari tunas yang tumbuh setelah pohon ditebang. Hypocotil: hipokotil; cauliculus; bakal batang. Ilmuwan: orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu. Impair-pinnatus: odd-pinnate; daun majemuk menyirip gasal. Inferus: epigynous; tipe bunga yang bakal buahnya tenggelam pada dasar bunga. Inflorescentia: inflorescence; bunga majemuk (beberapa bunga tersusun pada satu tangkai persekutuan). Inflorescentia definite: determinate inflorescence; bunga majemuk terbatas. Inflorescentia mixta: mixed inflorescence; bunga majemuk campuran. Inflorescentia racemosa: indeterminate inflorescence; bunga majemuk tak terbatas. Integer: tepi helai daun rata. Integumentum: selaput pada bakal biji yang akan berkembang menjadi selaput biji. Integumentum exterius: selaput luar bakal biji. Integumentum interius: selaput dalam bakal biji. Internodium: internodus; ruas batang; bagian batang/cabang antara dua nodus. Intervenium: daging daun. Intine: intin; lapisan dinding sel bagian dalam. Intsia: nama genus untuk kelompok pohon merbau anggota famili Caesalpiniaceae. Irregular: tidak beraturan; bentuk tajuk pohon tidak beraturan. Jelutung: zat ekstraktif kelompok lateks (getah) yang dihasilkan oleh pohon-pohon anggota famili Apocynaceae. Jernang: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang pohon anggota famili Palmaceae. Ir. Indriyanto, M.P.
222
TAKARIR
Juvenile: yuwana; fase muda. Kemenyan: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang pohon anggota famili Styracaceae. Konservasi: pemeliharaan atau perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan/ melestarikan. Koompassia: nama genus untuk kelompok pohon kempas anggota famili Caesalpiniaceae. Kopal: zat ekstraktif kelompok resin yang terdapat pada saluran resin pada batang/cabang, dan akar pohon anggota famili Araucariaceae. Laevis: smooth; kondisi permukaan helaian daun yang tanpa bulu, tanpa sisik, dan tanpa duri, serta tampak licin. Lagerstroemia spp.: berbagai spesies bungur, spesies pohon anggota famili Lythraceae. Lamina: blade; helai daun pada daun tunggal. Lanceolatus: lanceolate; daun berbentuk lanset. Latex: lateks; getah; zat (cairan) yang dihasilkan pada saluran getah pada batang/cabang tumbuhan. Lentilosus: batang yang pemukaannya memiliki banyak lentisel (mulut kulit). Lentisel: mulut kulit; pori-pori yang menonjol, biasanya berbentuk lonjong yang terbentuk pada cabang-cabang berkayu. Legume: legum; tipe buah polong. Lepidotus: daun berbentuk sisik kecil. Lepidus: scurfy; kondisi permukaan helaian daun bersisik. Liana: tumbuhan berkayu yang tubuhnya merambat atau memanjat pada benda atau pada tumbuhan lainnya. Ligula: lidah-lidah; organ tambahan pada daun, berbentuk selaput yang terdapat pada batas antara pelepah daun dengan helaian daun. Linearis: linear; daun berbentuk garis. Lobatus: lobed; tepi daun bercangap atau berlekuk. Loculus: kantong serbuksari. Logos: ilmu; kajian; telaah; studi. Loupe: kaca pembesar. Margo folii: tepi daun. Mangifera spp.: berbagai spesies mangga anggota famili Anacardiaceae. Maturity: matang; fase dewasa. Megagametophyt: megagametofit; gametofit betina. Mendeskripsi: melakukan pemaparan atau penggambaran dengan katakata secara jelas dan terperinci. Mesocarpus: lapisan kulit buah bagian tengah. 223
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Micropyll: mikrofil; celah pada ujung bakal biji Gymnospermae. Microsporangium: microsporangium; kantong sel induk microspore. Microspore: mikrospora; sel kelamin jantan. Microsporophyll: mikrosporofil; sisik-sisik pada strobilus jantan. Myristica: nama genus untuk kelompok pohon mendarahan anggota famili Myristicaceae. Monocotyledoneae: kelas tumbuhan berbiji tunggal. Monografi: tulisan (karangan) mengenai bagian dari suatu ilmu atau suatu masalah tertentu. Monografi tumbuhan: tulisan yang memuat nama-nama jenis tumbuhan disertai gambar dan keterangan tentang sifat-sifat morfus organ tubuh, dan habitatnya. Mono-oecious: tumbuhan berumah satu. Morfus: bentuk; wujud fisik. Mucronatus: mucronate; bentuk ujung daun yang berduri. Nervus lateralis: cabang tulang daun. Nodus: nodium; buku-buku batang; bagian batang/cabang tempat melekatnya daun. Nomenclature: tata nama; aturan memberi nama atau menulis nama organisme. Nucellus: nuselus; inti bakal biji. Nux: tipe buah keras; tipe buah yang kalau tua tidak pecah karena kulitnya berkayu. Oblanceolate: daun berbentuk lanset terbalik. Oblongus: oblong; daun berbentuk memanjang. Obovatus: obovate; daun berbentuk bulat telur terbalik. Obrupte-pinnatus: even-pinnate; daun majemuk menyirip genap. Obtusus: obtuse; bentuk pangkal atau ujung daun yang tumpul. Ochrea: ocrea; selaput bumbung. Orbicularis: orbicular; daun berbentuk bulat. Ordo: bangsa; suatu tingkatan takson. Organ: bagian tubuh organisme yang tersusun atas jaringan dan mempunyai tugas/fungsi tertentu. Organum reproduktivum: organ perkembangbiakan. Ortostik: garis sejajar sumbu pada batang/cabang yang menghubungkan daun-daun. Ovalis: oval; daun berbentuk jorong; tajuk pohon berbentuk jorong. Ovarium: ovary; bakal buah. Ovatus: ovate; daun berbentuk bulat telur. Ovulum: bakal biji.
Ir. Indriyanto, M.P.
224
TAKARIR
Ovum: inti sel telur. Palaquium: nama genus untuk kelompok pohon getah perca anggota famili Sapotaceae. Palmatus: palmate; daun majemuk menjari. Palminervis: palmate; susunan tulang daun seperti jari-jari tangan. Phanerophytes: golongan tetumbuhan berkayu yang tingginya lebih dari 30 cm. Partitus: parted; tepi daun berbagi. Patens: condong ke atas; arah tumbuh dahan condong ke atas. Pedicellus: pedicel; tangkai bunga. Peltatus: peltate; daun berbentuk perisai. Pemerian: penggambaran atau penjelasan tentang keadaan atau sifat morfus organ tumbuhan. Penninervis: pinnate; susunan tulang cabang pada daun seperti sirip. Perdu: kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa berukuran tubuh lebih kecil daripada pohon dengan tinggi tumbuhan 2—5 meter. Perianthium: bagian tambahan; pelengkap. Pericarpium: pericap; kulit buah. Petal: corolla; mahkota bunga. Petiololus: tangkai anak daun pada daun majemuk Petiolus: petiole; tangkai daun Phyllocladus: nama genus untuk kelompok pohon melur kembang anggota famili Podocarpaceae. Phyllotakxis: filotaksis; tata letak daun pada batang. Phyton: tumbuhan. Pilosus: pubescent; kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu pendek dan lembut. Pinnae: foliolum: anak daun pada daun majemuk menjari dan majemuk menyirip tunggal Pinnatifidus: pinnatifid; tepi daun berbagi tajam. Pinnatus: pinnately compound; daun majemuk menyirip tunggal. Pinnule: anak daun pada daun majemuk menyirip ganda. Pinus spp.: berbagai spesies pohon tusam anggota famili Pinaceae. Pistillate: bunga betina. Pistillum: pistil; putik. Plasma nutfah: substansi yang mengatur perilaku kehidupan makhluk secara turun-temurun sehingga populasi mempunyai sifat yang membedakannya dari populasi lain. Plumula: bakal tunas.
225
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Podocarpus: nama genus untuk kelompok pohon jamuju anggota famili Podocarpaceae. Pohon: kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa (masak fisiologis) memiliki ukuran tubuh yang besar dengan tinggi tumbuhan lebih dari 5 meter. Pollen: tepungsari; serbuksari. Pollination: polinasi; penyerbukan. Polygamo dioecious: tumbuhan berbunga bisexual dan mempunyai salah satu jenis bunga tidak sempurna. Polygamo monooecious: tumbuhan berbunga bisexual dan mempunyai kedua bunga tidak sempurna. Polypetalus: daun mahkota bunga saling terpisah bebas. Polysepalus: kelopak bunga saling terpisah bebas. Pometia: nama genus untuk kelompok pohon matoa anggota famili Sapindaceae. Pruinosus: glaucous; kondisi permukaan helaian daun berlilin. Pteridophyta: tumbuh-tumbuhan yang tubuhnya terdiri atas akar, batang, dan daun, baik daun yang masih kecil dan belum punya tulang daun maupun daun yang sudah besar yang punya sistem pertulangan daun beranekaragam. Pyramidal: pyramid; kerucut; tajuk pohon berbentuk kerucut. Querqus: nama genus untuk kelompok pohon pasang anggota famili Fagaceae. Racemus: raceme; tipe bunga tandan. Rachis: ibu tangkai daun; tangkai persekutuan daun. Radikula: bakal akar. Radix: akar. Rawa: tanah rendah (umumnya di daerah pantai) yang selalu digenangi air tawar, pada daerah ini banyak terdapat tumbuhan air. Receptaculum: receptacle; dasar bunga. Rectinervis: parallel: susunan tulang-tulang daun yang hampir sejajar. Regnum: dunia; suatu tingkatan takson. Reniformis: reniform; daun berbentuk ginjal. Repandus: repand; agak bergelombang. Respirasi: proses katabolisme berupa pembongkaran kembali hasil anabolisme untuk memanfaatkan energi tersimpan untuk aktivitas organisme. Revolute: tergulung; bagian tepi helaian daun tergulung ke bawah. Rhegma: tipe buah kendaga. Rhizophora spp.: berbagai spesies bakau; spesies-spesies pohon anggota famili Rhizophoraceae. Ir. Indriyanto, M.P.
226
TAKARIR
Rhomboideus: rhomboid; daun berbentuk belah ketupat. Rotundatus: rounded; bentuk pangkal atau ujung daun yang membulat. Round: bundar; tajuk pohon berbentuk bundar. Rugosus: rugose; kondisi permukaan helaian daun keriput atau berkerut. Samara: buah samara; tipe buah kering dan bersayap. Santalum: nama genus untuk pohon cendana anggota famili Santalaceae. Sarcocarpus: daging buah. Scaberus: batang berserpih; batang yang kulitnya mengelupas karena banyak terdapat bagian kulit yang mati dan mengelupas, sehingga tampak berserpih. Scabrous: scaber; kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu pendek dan kasar. Scalelike: daun berbentuk sisik. Scarred: berlampangan; berbekas; bekas daun/daun penumpu pada batang/cabang. Sceleton: rangka daun. Schizocarpium: tipe buah berbelah. Schizostachyum spp.: berbagai spesies bambu genus Schizostachyium anggota famili Gramineae. Sectio: seksi; suatu tingkatan takson. Seedling: semai; anakan pohon. Selaput bumbung: organ tambahan pada daun berbentuk selaput yang menyelubungi pangkal ruas batang dan terletak di atas tangkai daun. Self pollination: penyerbukan sendiri. Semak: kelompok tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa berukuran tubuh lebih kecil daripada perdu dengan tinggi tumbuhan kurang dari 2 meter. Sembul: bagian yang menonjol ke luar. Semen: biji. Semi-inferus: perigynous; tipe bunga yang bakal buahnya setengah tenggelam pada dasar bunga. Sepal: calyx; kelopak bunga. Series: seri; suatu tingkatan takson. Serratus: serrate; tepi daun bergerigi. Sessilifolium: daun duduk; daun yang tangkainya sangat pendek dan tampak seperti tidak bertangkai daun, sehingga pangkal helaian daun kelihatan menempel pada buku-buku batang. Sessilis: sessile; sessilifolium Shorea: nama genus untuk kelompok pohon meranti anggota famili Dipterocarpaceae. 227
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Simetris: setangkup; sama kedua belah bagiannya. Sinkarp: bunga dengan ginoesium terdiri atas satu atau lebih daun buah dan bergabung membentuk bakal buah tunggal. Sinnate: bergelombang; tepi daun bertoreh tetapi sinus dan angulus sama-sama tumpul dan agak dalam. Sinus: bagian toreh pada tepi daun yang menjorok ke dalam. Soga: zat ekstraktif untuk bahan pewarna yang dihasilkan oleh kulit kayu. Sonneratia spp.: berbagai spesies pedada; spesies-spesies pohon anggota famili Sonneratiaceae. Spadix: tipe bunga tongkol. Spathulatus: spatulate; daun berbentuk sudip. Species: jenis; suatu tingkatan takson. Species Plantarum: karya ilmiah di bidang botani yang memuat pertelaan spesies tumbuhan yang ditulis oleh Carolus Linnaeus. Spermatophyta: tumbuh-tumbuhan yang tubuhnya terdiri atas akar, batang, dan daun di mana daun-daunnya berukuran besar dan mempunyai sistem pertulangan daun yang beranekaragam. Spica: spike; tipe bunga bulir. Spinosus: thorny; berduri; batang yang kulitnya berduri; kondisi helaian daun yang berduri. Spiral genetik: garis spiral pada batang/cabang yang menghubungkan daun-daun. Sporofil: daun-daun bunga; organ berbentuk daun atau berasal dari daun yang mengandung alat perkembangbiakan. Stamen: benangsari. Staminate: bunga jantan. Stigma: kepala putik. Stipula: stipule; daun penumpu; organ tambahan yang tumbuh pada daerah buku-buku batang yang umumnya berupa dua helaian mirip daun kecil, terletak dekat pangkal tangkai daun, dan berguna untuk melindungi kuncup yang masih muda. Stipula adnatae: stipula liberae; daun penumpu bebas; daun penumpu yang terletak di kanan kiri pangkal tangkai daun. Stipula antidroma: stipula petiolo opposite; daun penumpu yang terletak pada buku-buku batang dan berseberangan letaknya dengan tangkai daun. Stipula axillaris: stipula intrapetiolaris; daun penumpu yang berlekatan menjadi satu dan terletak pada ketiak (axill) daun; daun penumpu berlekatan terletak di dalam ketiak daun.
Ir. Indriyanto, M.P.
228
TAKARIR
Stipula interpetiolaris: daun penumpu yang terletak pada buku-buku batang dan berada di antara dua tangkai daun pada buku-buku yang sama. Stipula liberae: daun penumpu bebas. Stipula petiolo apposita: daun penumpu yang terletak pada buku-buku batang dan berhadapan dengan tangkai daun. Stipulate: tumbuhan yang mempunyai daun penumpu. Strobilus: strobili; kumpulan dari tenda bunga atau sisik pendukung bakal biji yang tersusun secara spiral pada sumbu bunga. Stylum: style; turus; tangkai putik. Subclassis: anak kelas; suatu tingkatan takson. Subdivisio: anak divisi; suatu tingkatan takson. Subfamilia: anak suku; suatu tingkatan takson. Subforma: anak forma; suatu tingkatan takson. Subgenus: anak marga; suatu tingkatan takson. Subordo: anak bangsa; suatu tingkatan takson. Subregnum: anak dunia; suatu tingkatan takson. Subsectio: anak seksi; suatu tingkatan takson. Subseries: anak seri; suatu tingkatan takson. Subspecies: anak jenis; suatu tingkatan takson. Subtribus: anak rumpun; suatu tingkatan takson. Subvarietas: anak varitas; suatu tingkatan takson. Suksesi: proses perubahan yang terjadi dalam komunitas atau ekosistem yang menyebabkan timbulnya penggantian dari satu komunitas atau ekosistem oleh komunitas atau ekosistem yang lain. Sulcatus: grooved; beralur; batang yang kulitnya beralur. Superus: hypogynous; tipe bunga yang bakal buahnya menumpang pada dasar bunga. Swietenia spp.: berbagai spesies pohon mahoni anggota famili Meliaceae. Takson: taxa; kelompok taksonomi, tanpa memandang tingkatannya. Taksonomi: cabang biologi yang mempelajari penamaan, perincian, dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan sifatnya. Tallophyta: tumbuhan talus; tumbuh-tumbuhan yang tidak memperlihatkan diferensiasi dalam tiga bagian yaitu akar, batang, dan daun. Tautonima: dua kata yang sama; penggunaan dua kata yang sama dalam suatu nama ilmiah hewan. Tectona: nama genus untuk kelompok pohon jati anggota famili Verbenaceae. 229
Ir. Indriyanto, M.P.
TAKARIR
Tegmen: kulit biji bagian dalam. Terna: herba Terminal: terletak atau tersusun di ujung. Terminologi: ilmu mengenai batasan/definisi istilah. Testa: kulit biji bagian luar. Tetrade: terdiri atas empat buah (pada umumnya untuk sel). Tetramerista: nama genus untuk kelompok pohon punak anggota famili Theaceae. Theca: ruang sari. Therophytes: tetumbuhan yang termasuk golongan herba setahun. Transpirasi: proses penguapan air dari berbagai permukaan ke atmosfir. Triangularis: deltoid; daun berbentuk segi tiga. Tribus: rumpun; suatu tingkatan takson. Tristania: nama genus untuk kelompok pohon pelawan anggota famili Myrtaceae. Trivial nomenclature: penamaan tumbuhan yang menggunakan tiga kata terdiri atas genus, petunjuk spesies, dan nama lengkap atau singkatan nama pemerinya. Truncatus: truncate; bentuk pangkal dan ujung daun yang rata. Umbella: umbel; tipe bunga payung. Umbo: bagian ujung luar sisik kerucut. Vagina: pelepah daun. Varietas: varitas; suatu tingkatan takson. Vase: jambang; tajuk pohon berbentuk jambang. Vatica: nama genus untuk kelompok pohon resak anggota family Dipterocarpaceae. Vegetasi: tetumbuhan; tumbuh-tumbuhan. Vegetatif: organ tumbuhan selain biji, buah, atau spora. Vena: urat daun. Venatio: nervatio; venation; susunan tulang-tulang atau urat-urat pada helaian daun. Villosus: tomentose; kondisi permukaan helaian daun terdapat bulu-bulu halus seperti wol dan ikal. Weeping: menjulai; meliyuk; tajuk pohon berbentuk menjulai. Xylocarpus spp.: berbagai spesies nyirih; spesies-spesies pohon anggota famili Meliaceae. Zygomorphus: zygomorphic; monosimetris; irregular; bunga bersimetri tunggal; bunga tidak beraturan. Zygota: zigot; tingkat pertumbuhan yang terjadi karena perpaduan gamet betina dengan gamet jantan.
Ir. Indriyanto, M.P.
230
BIOGRAFI PENULIS
Indriyanto dilahirkan di Rembang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 November 1962. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Gunem Kabupaten Rembang dan tamat pada tahun 1974. Pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri Pamotan Kabupaten Rembang dan tamat pada tahun 1977. Pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri Rembang dan tamat pada tahun 1981. Kemudian melanjutkan pendidikan dan diterima melalui jalur penerimaan program perintis dua (PP II) di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, tamat pada tahun 1985 dalam bidang keahlian Pembinaan Hutan. Sejak tahun 1986 ia bekerja sebagai dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada tahun 2007 belajar di Program Pascasarjana Universitas Lampung, tamat pada tahun 2009 dalam bidang keahlian Ekologi Hutan. Saat ini ia mengemban jabatan fungsional Lektor Kepala. Beberapa mata kuliah yang dipercayakan padanya di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung antara lain: Dendrologi, Silvikultur, Ekologi Hutan, Teknik dan Manajemen Bibit, serta Silvikultur Intensif.\ Beberapa pelatihan atau penataran yang pernah diikuti antara lain: penataran metodologi penelitian tingkat dasar pada tahun 1989, penataran pemuliaan pohon pada tahun 1989, penataran metodologi pengabdian kepada masyarakat pada tahun 1993, pelatihan AA (applied approach) pada tahun 1993, penataran metodologi penelitian tingkat lanjut dan kaji tindak pada tahun 1997, pelatihan penulisan buku ajar di Unila pada tahun 1998, training database evaluasi diri dengan access pada tahun 2001,
231
Ir. Indriyanto, M.P.
pelatihan statistic program for social sciences (SPSS) pada tahun 2001, penataran calon penulis buku ajar perguruan tinggi tingkat nasional pada tahun 2003. Pengalaman dalam bidang administrasi dan manajemen antara lain: ia pernah bertugas sebagai Tim Pengelola Praktik Umum (1998—2001), Kepala Laboratorium Silvikultur dan Perlindungan Hutan (1997—2000), Sekretaris Jurusan Manajemen Hutan (2000—2004), Kepala Laboratorium Silvikultur dan Perlindungan Hutan (2004—2008), Anggota Senat Fakultas Pertanian Universitas Lampung (2004—2008), dan Tim Penjaminan Mutu pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung tahun 2005. Dalam mengembangkan keahlian profesional sebagai rimbawan, ia bergabung di dalam wadah organisasi profesi nasional, yaitu Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki). Selain itu, ia pun aktif menulis buku. Moto yang selalu dikemukakan kepada mahasiswa dalam proses belajar mengelola hutan adalah: (1)“tahu maka kenal, kenal maka sayang, sayang maka bersahabat, dan bersahabat tentu ikhlas melestarikan”, (2) “menanam pohon dan memeliharanya adalah wujud cinta tanaman dan awal dari proses melestarikan hutan”.
Ir. Indriyanto, M.P.
232