Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan | Ali Kabul Mahi

Page 1


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa足 mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp5.000.000,000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar足kan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


SURVEI TANAH, EVALUASI DAN PERENCANAAN PENANGGULANGAN LAHAN (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning )

Ali Kabul Mahi

Lembaga Penelitian Universitas Lampung Bandar Lampung 2013


Penerbit LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro, No. 1 Bandar Lampung, 35143 Telp. (0721) 705173, 701609 ext. 138 Fax. 773798 e-mail: lemlit@unila.ac.id Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ali Kabul Mahi Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penanggulangan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning) Cetakan, 2013 xvii + 220 hlm. 15,7 x 24 cm ISBN: 978-979-8510-41-0 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Isi di luar tanggung jawab percetakan


B

uku Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning) ini disusun untuk keperluan melakukan evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan berbagai keperluan, sesuai dengan daya dukung dan potensi sumberdaya lahan itu sendiri. Evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan perlu dilakukan dalam usaha memanfaatkan sumberdaya lahan dalam waktu yang tidak terbatas secara lestari dan berkesinambungan. Sumberdaya lahan adalah sebagai energi, sesuai dengan hukum Thermodinamika I dan II, yang mengemukakan bahwa energi tidak dapat ditambah dan dikurangi, akan tetapi dapat berubah bentuk dari bentuk satu ke bentuk lain. Dalam proses perubahan bentuk dalam pemanfaatannya akan terjadi entropi, oleh karena itu didalam proses pemberdayaannya harus mengusahakan agar entropi yang terjadi adalah sekecil mungkin. Kerusakan lingkungan sebagai akibat semakin meningkatnya limbah merupakan contoh konkret bahwa di dalam proses pemanfaatan energi terjadi entropi. Survei tanah merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang sumberdaya lahan. Berdasarkan informasi tersebut akan diketahui potensi dan hambatan dalam usaha memberdayakan sumberdaya lahan. Perencanaan penggunaan lahan selanjutnya dapat dimulai dengan kegiatan evaluasi lahan, yang kesemuanya dibahas dalam buku ini. Evaluasi lahan kualitatif (berdasarkan kondisi biofisik) dan evaluasi lahan kuantitatif (berdasarkan pertimbangan sosial ekonomi) dilakukan terhadap informasi sumberdaya lahan yang telah dikumpulkan dengan cara melakukan survei potensi dan kendala sumberdaya lahan pada suatu wilayah. Berdasarkan informasi tersebut akan diketahui potensi dan hambatan dalam usaha memberdayakan sumberdaya lahan tersebut. Hasil evaluasi lahan akan menggambarkan kesesuaian lahan untuk berbagai keperluan, dan sekaligus dapat diketahui hambatan dan kebutuhan biaya dalam pemanfaatan sumberdaya lahan tersebut, Ali Kabul Mahi

v

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

KATA PENGANTAR


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

KATA PENGANTAR sehingga berapa besar keuntungan dan bahkan kemungkinan kerugian yang didapat, baik secara finansial maupun secara ekologi, akan diketahui melalui evaluasi lahan tersebut. Pembahasan ekonomi evaluasi lahan yang dikemukakan dalam buku ini dimaksudkan untuk melengkapi dasar penyusunan rencana penggunaan lahan secara ekonomi. Karena dengan perhitungan finansial tersebut, hasil analisis secara biofisik dapat digabungkan dengan analisis ekonomi, sehingga keuntungan secara ekonomi telah dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini juga ditujukan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan untuk suatu komoditas tertentu layak dapat dilakukan atau menunggu harga yang memungkinkan. Kalau satu komoditas tidak layak saat ini maka dapat dipilih komoditas lain yang lebih layak. Khusus untuk penggunaan lahan yang jangka waktu lama baru dapat dilakukan perubahan, seperti tanaman tahunan atau penggunaan lahan non-pertanian lainnya, maka perhitungan jangka panjang sangat diperlukan untuk menentukan kelayakan kegiatan tersebut. Dengan analisis ekonomi evaluasi lahan keperluan tersebut dapat dipenuhi. Perencanaan penggunaan lahan selanjutnya ditujukan kepada implementasi hasil evaluasi lahan baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang didapat apabila sumberdaya lahan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Buku Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan ini disusun dalam 8 (delapan) bab, berdasarkan kronologis survei, evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Oleh karena itu pembahasan yang dilakukan di dalam buku ini dimulai dari survei tanah dan konsep dasar sumberdaya lahan serta peran evaluasi dalam perencanaan penggunaan lahan. Hal ini diperlukan untuk mengantarkan para pembaca dalam pengertian yang mendasar mengenai survei tanah dan sumberdaya lahan agar perhatian kita akan lebih terfokus pada sumberdaya lahan dan pemberdayaannya, yang tertuang dalam Bab 1 yang membahas Survei Tanah meliputi manfaat dan pengguna hasil survei tanah, satuan peta tanah, pelaksanaan survei tanah. Bab 2 membahas Penutupan dan Penggunaan Lahan untuk mengetahui kondisi sumberdaya lahan yang akan dievaluasi. Bab 3 membahas Satuan Lahan, meliputi konsep dasar, hirarki spasial, prosedur survei satuan lahan, dan perbedaan pendekatan satuan lahan, satuan tanah. Untuk melakukan evaluasi lahan secara kualitatif, yang merupakan langkah awal dalam evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan, perlu melakukan pembagian bentang alam (landscape) dalam satuan-satuan lahan yang menggambarkan kesamaan ciri-ciri lahan. Ciri-ciri lahan inilah yang akan menjadi dasar evaluasi kesesuaian lahan kualitatif. Hasil evaluasi lahan kualitatif akan memberikan berbagai alternatif penggunaan lahan yang dapat dilakukan pada suatu wilayah berdasarkan daya dukung lahannya, baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Langkah selanjutnya melakukan evaluasi lahan dengan berbagai aspek dan permasalahannya, seperti tertuang dalam Bab 4, vi

Ali Kabul Mahi


Evaluasi Lahan, yaitu membahas konsep dan prinsip dasar evaluasi lahan, tipe dan prosedur evaluasi lahan. Setelah mengetahui konsep dasar dan prinsip, serta prosedur evaluasi lahan, barulah melakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan, yang tentunya didasarkan pada daya dukung bagi penggunaan yang dievaluasi, serta mengevaluasi kemampuan lahan. Bab 5 membahas Evaluasi Kemampuan Lahan yang membahas tentang klasifikasi kemampuan lahan, Asumsi, kelas kemampuan lahan, dan kriteria kemampuan lahan. Langkah selanjutnya barulah melakukan evaluasi kesesuaian lahan yang tertuang dalam Bab 6, Kesesuaian Lahan, yang membahas kesesuaian lahan aktual dan potensial, pemanfaatan hasil evaluasi kesesuaian lahan, kesesuaian lahan untuk pertanian dan nonpertanian. Secara mendasar setelah melakukan evaluasi kesesuaian lahan, terutama kesesuaian lahan kualitatif, akan tersedia berbagai alternatif penggunaan lahan yang dapat dilakukan pada suatu wilayah berdasarkan pada daya dukungnya, sehingga sumberdaya lahan dapat digunakan secara lestari dalam waktu yang tidak terhingga dan kerusakan lingkungan dapat dihindari atau minimal dapat dikurangi sampai sekecil-kecilnya. Alternatif penggunaan tersebut sangat diperlukan dalam evaluasi kesesuaian lahan kuantitatif yang pelaksanaannya berdasarkan pertimbangan sosial dan ekonomi. Untuk melakukan evaluasi kuantitatif tersebut dilengkapi dengan pembahasan tentang ekonomi evaluasi lahan, yang pada dasarnya lebih ditekankan pada evaluasi finansial penggunaan lahan yang akan direncanakan. Hal ini dibahas dalam Bab 7, Ekonomi Sumberdaya Lahan, yaitu membahas kelayakan finansial penggunaan lahan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat. Untuk mengambil keputusan dari alternatif penggunaan lahan yang direncanakan perlu membahas tentang penggunaan lahan itu sendiri, terutama tentang tipe penggunaan lahan yang akan dipilih. Tipe penggunaan lahan yang dipilih mempunyai konsekuensi pengelolaan yang mempertimbangkan mulai dari aspek fisik sampai dengan aspek sosial dan ekonomi. Untuk hal ini dibahas dalam Bab 8. Perencanaan Penggunaan Lahan, yaitu membahas proses perencanaan penggunaan lahan, tipe penggunaan lahan, dan analisis kelayakan finansial penggunaan lahan. Semoga buku ini dapat digunakan baik oleh mahasiswa atau oleh siapa saja yang berminat dengan proses evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan. Terima kasih atas segala kritik dan saran penyempurnaan tulisan ini Bandar Lampung, Maret 2011 Ali Kabul Mahi

Ali Kabul Mahi

vii

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

KATA PENGANTAR



Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………....... xiii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………......... xvii 1. SURVEI TANAH .……………………………………………….. 1 1.1. Manfaat Survei Tanah ................................................................. 2 1.2. Pengguna Hasil Survei tanah ................................................ 3 1.3. Satuan Peta Tanah .................................................................... 5 1.4. Rencana Kegiatan ..................................................................... 11 1.5. Data Penunjang ......................................................................... 14 1.6. Peralatan Survei ........................................................................ 18 1.7. Pelaksanaan Survei ................................................................... 21 1.7.1. Persiapan ...................................................................... 21 1.7.2. Survei Pendahuluan .................................................. 22 1.7.3. Survei Utama ............................................................... 22 1.7.4. Pengamatan Lapang ................................................ 24 2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN ................................ 57 2.1. Hirarki ........................................................................................... 57 2.2. Definisi .......................................................................................... 58 3. SATUAN LAHAN ……………………………………………… 3.1. Hirarki Spasial …………………………………………… 3.1.1. Catalog of Landform for Indonesia ………….... 3.1.2. Satuan Lahan oleh Kipp dkk (1981) …………… 3.1.3. Satuan Lahan RePPProT (1988) ………………... 3.1.4. Satuan Lahan oleh Buurman dkk (1988) ……... 3.1.5. Hirarki Spasial oleh Mahi (1994) ………………. 3.2. Prosedur Survei Satuan Lahan………………………….. Ali Kabul Mahi

71 72 74 75 77 78 79 81

ix

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN …………………………………………….. 89 4.1. Konsep Dasar Sumberdaya Lahan………….………….. 90 4.2. Prinsip Dasar Evaluasi Lahan ................................................. 94 4.3. Tipe Evaluasi Lahan …………………………………….. 97 4.4. Tujuan Evaluasi Lahan ……………………………….….. 99 4.5. Intensitas Evaluasi Lahan ………………………………. 100 4.6. Pendekatan Evaluasi Lahan ……………………………. 101 4.6.1. Pendekatan Dua Tahap ............................................ 103 4.6.2. Pendekatan Paralel .................................................... 103 4.7. Prosedur Evaluasi Lahan …………………………............ 106 4.7.1. Konsultasi Awal ………………………………… 108 4.7.2. Deskripsi Macam Penggunaan Lahan ………... 113 4.7.3. Deskripsi Satuan Peta Lahan ………………….. 114 4.7.4. Pembandingan Tipe Penggunaan Lahan dengan Tipe Lahan ……………………………………… 114 4.7.5. Analisis Sosial dan Ekoonomi …………………. 118 4.7.6. Analisis Dampak Lingkungan ………………… 119 5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN .................................................. 5.1. Klasifikasi Kemampuan Lahan .............................................. 5.2. Kelas Kemampuan Lahan ....................................................... 5.3. Kriteria Kemampuan Lahan ................................................... 5.4. Proserdur Evaluasi ....................................................................

125 126 128 132 137

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN …………………………....... 141 6.1. Struktur Klasifikasi ……………………………………… 142 6.1.1. Kesesuaian Lahan Tingkat Order .......................... 142 6.1.2. Kesesuaian Lahan Tingkat Kelas ........................... 143 6.1.3. Kesesuaian Lahan Tingkat Sub Kelas .................. 145 6.1.4. Kesesuaian Lahan Tingkat Unit ............................. 145 6.2. Penggunaan Lahan Pertanian …………………………. 146 6.3. Penggunaan Lahan untuk Non-Pertanian …………...... 160 6.3.1. Tempat Tinggal (Gedung) ……………………... 160 6.3.2. Septic Tank ……………………………………… 162 6.3.3. Pembuatan Jalan ……………………………… 163 6.3.4. Penimbunan Sampah Berbentuk Galian …….. 168 6.3.5. Tempat Pembuangan Sampah Terbuka ……… 170 6.3.6. Bahan Urugan ………………………………….. 170 6.3.7. Lapangan Tempat Bermain (Play Ground) …… 170 6.3.8. Tempat Berkemah ……………………………... 172 6.3.9. Tempat Berpiknik ……………………………… 172 7. EKONOMI EVALUASI LAHAN ……………………………….. 175 7.1. Analisis Margin .......................................................................... 175

x

Ali Kabul Mahi


7.2. Analisis Biaya Manfaat ............................................................ 7.2.1. Return Cost Ratio ………………………………. 7.2.2. Gross Benefit Cost ratio ........................................... 7.2.3. Net Present Value ……………………………… 7.2.4. Net Benefit Cost Ratio …………………………. 7.2.5. Internal Rate of Return ............................................. 7.2.6. Profitability Ratio ……………………………… 7.2.7. Pay back Period ………………………………... 7.2.8. Break Even Point ………………………………..

178 179 180 180 181 183 184 186 187

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN …………………… 8.1. Proses Perencanaan Penggunaan Lahan ……………... 8.2. Tipe penggunaan lahan ………………………………... 8.3. Analisis Kelayakan Finansial …………………………… 8.3.1. Usahatani jagung ...................................................... 8.3.2. Usahatani Ubikayu .................................................... 8.3.3. Usahatani Kedelai ...................................................... 8.3.4. Usahatani Kacang Tanah ......................................... 8.3.5. Usahatani Nanas ........................................................ 8.3.6. Usahatani Pisang ....................................................... 8.3.7. Usahatani Pepaya ...................................................... 8.3.8. Usahatani Rambutan ................................................ 8.3.9. Usahatani Cabe Merah ............................................. 8.3.10. Usahatani Salak .......................................................... 8.3.11. Usahatani Kakao ........................................................ 8.3.12. Usahatani Karet .......................................................... 8.3.13. Usahatani Kelapa Sawit ........................................... 8.3.14. Usahatani Jahe ...........................................................

191 192 193 200 201 201 203 203 204 204 206 206 207 207 209 209 211 212

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 217

Ali Kabul Mahi

xi

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR ISI


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR ISI

xii

Ali Kabul Mahi


No. Halaman 1. Penggolongan Bentuk Wilayah ................................................ 6 2. Kelas Tekstur Tanah Untuk Rupa dan Seri Tanah ................ 9 3. Kelas Drainase Untuk Rupa dan Seri Tanah .......................... 9 4. Legenda Peta Tanah Semi Detil ................................................ 9 5. Daftar Rencana Kegiatan ............................................................ 12 6. Kerapatan Pengamatan dan Waktu yang Diperlukan Berbagai Intensitas Survei Tanah ............................................ 16 7. Outline Laporan Survei Tanah .................................................. 17 8. Tipe Relief ........................................................................................ 25 9. Tipe Batuan Utama dan Mineraloginya ................................. 27 10. Tipe Batuan dan Kandungan Mineral ..................................... 28 11. Tarikh Geologi ................................................................................ 28 12. Kartu Pengamatan Penampang Tanah (halaman depan). 31 13. Kartu Pengamatan Penampang Tanah (halaman belakang) 32 14. Pembagian Satuan Bentuk Wilayah ........................................ 36 15. Penggolongan Lereng Tunggal ................................................ 36 16. Penggolongan Lereng Ganda ................................................... 36 17. Pembagian Fraksi Tanah Cara Pipet ........................................ 50 18. Pembagian Kelas Tekstur Menurut USDA ............................. 50 19. Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan di Indonesia 58 20. Definisi Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan ............ 63 21. Pembagian Legenda Satuan Lahan dan Kriteria Pembedaan‌‌............................................................................ 79 22. Tahapan Pemetaan Satuan Lahan Semi Detil ...................... 82 23. Perbedanan Antara Survei Satuan Lahan Dengan Satuan Tanah................................................................................................. 86 24. Prosedur Evaluasi Lahan ............................................................. 107 25. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan ................................. 127 Ali Kabul Mahi

xiii

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR TABEL


DAFTAR TABEL

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.

xiv

Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan ................................... 137 Struktrur Klasifikasi Kesesuaian Lahan………………….... 143 Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Tingkat Produksi ... 145 Kualitas dan Karakteristik Lahan Pertanian …………….... 146 Menentukan Kelas Tekstur di Lapangan ................................ 150 Persyaratan Penggunaan Lahan Kelapa Sawit ………….. 155 Persyaratan Penggunaan Lahan Jagung ………………… 156 Persyaratan Penggunaan Lahan Salak …………………… 158 Penilaian Kesesuaian Lahan Salak ............................................ 159 Kesesuaian Lahan Tempat Tinggal (Gedung) …………… 161 Kesesuaian Lahan Septic Tank …………………………….. 162 Ukuran butir (USDA) ……………………………………….. 164 Sistem klasifikasi tanah Unified …………………………… 164 Hubungan antara kelas tekstur USDA, UNIFIED, AASHO ... 166 Kesesuaian Lahan Untuk Pembuatan Jalan …..…………. 168 Kesesuaian Lahan Untuk tempat Penimbunan Sampah Berbentuk Galian ……………………………………..….. 169 Kesesuaian Lahan Tempat Pembuangan Sampah Secara Terbuka ............................................................................................. 170 Tanah Untuk Bahan Penutup Tempat Sampah ………….. 170 Tanah Untuk Bahan Urugan Jalan ……………….……….. 171 Kesesuaian lahan untuk tempat lapangan bermain (Play Ground).................................................................................... 171 Kesesuaian Lahan Tempat Berkemah ……………………. 172 Kesesuaian Lahan Tempat Berpiknik ………….…………. 173 Contoh Perhitungan Future dan Present Value ..................... 177 Jadual Pelunasan Kredit Selama 5 Tahun .............................. 178 Analisis Ekonomi Usahatani Jagung per Hektar ………… 179 Perhitunngan Biaya dan Penerimaan Usahatani Kakao (DF 15%) ........................................................................................... 182 Perhitungan IRR Industri yang Mengolah Hasil-Hasil pertanian ......................................................................................... 183 Perhitungan Gross B/C, NPV dan Net B/C Usahatani Kakao dengan DF 15% ................................................................ 185 Perhitunngan Profitability Ratio dan Pay Back Period Indu­s­- tri Olahan Hasil Pertanian ………………………………… 187 Perhitungan PBP dan BEP Industri yang Mengolah Hasil- Hasil Pertanian ……………………………………………... 188 Perhitungan BEP Usahatani Kakao dengan DF 13%.......... 188 Deskripsi Tipe Penggunaan Lahan Perkebunan Gula di Ethiopia.............................................................................. 198 Analisis Finansial Usahatani Jagung tiap Hektar ................. 201 Analisis Finansial Usahatani Ubikayu tiap Hektar ............... 202

Ali Kabul Mahi


60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74.

Analisis Finansial Usahatani Kedelai tiap Hektar ................. 203 Analisis Finansial Usahatani Kacang Tanah tiap Hektar .... 204 Analisis Ekonomi Usahatani Nanas tiap Hektar .................. 205 Analisis Ekonomi Usahatani Pisang tiap Hektar .................. 205 Analisis Ekonomi Usahatani Pepaya tiap Hektar ‌............ 206 Analisis Ekonomi Usahatani Rambutan tiap Hektar .......... 206 Analisis Ekonomi Usahatani Cabe Merah tiap Hektar ....... 207 Analisis Finanial Usahatani Salak Pondoh ............................. 208 Perkiraan Cash Flow dan Kelayakan Investasi Kakao pada Areal Pertanaman Kelapa yang Telah Menghasilkan ‌... 210 Arus Biaya dan Arus Penerimaan Usahatani Karet DF 13%.. 211 Arus Biaya dan Arus Penerimaan Usahatani Karet DF 10%.. 212 Rekapitulasi Biaya Usaha Perkebunan Jahe .......................... 214 Jumlah Pengembalian Pokok Pinjaman dan Bunga Usaha Perkebunan Jahe ........................................................................... 214 Perhitungan NPV, Net B/C, dan IRR Usaha Perkebunan Jahe ................................................................................................... 215 Perhitungan Break Even Point Usaha Perkebunan Jahe .... 215

Ali Kabul Mahi

xv

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR TABEL



No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Halaman

Contoh Lubang Penampang Tanah ........................................... Skema Hirarki Spasial Bentang Alam (Desaunettes, 1977).. Skema Hirarki Spasial Bentang Alam (Kipp dkk. 1981)…… Skema Hirarki Spasial Bentang Alam (RePPProT, 1988)….... Konsep Hirarki Spasial Satuan Lahan (Mahi, 1994) ……….. Skema Hirarki Spasial satuan Lahan (Mahi, 1994)…………. Pendekatan Dua Tahap dan Paralel pada Evaluasi Lahan ... Evaluasi Lahan dengan Pendekatan Disiplin Tunggal .......... Evaluasi Lahan dengan Pendekatan Disiplin Holistik ........... Skema Kegiatan Utama Evaluasi lahan ...................................... Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan .......................... Evaluasi Kemampuan Lahan dengan Pendekatan Disiplin Tunggal ................................................................................ Evaluasi Kemampuan Lahan dengan Pendekatan Disiplin Tunggal ................................................................................ Segitiga Tekstur ................................................................................ Penampang Profil Tanah ................................................................

Ali Kabul Mahi

31 74 76 77 50 50 102 104 105 106 128 138 139 151 154

xvii

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR GAMBAR



SURVEI TANAH

D

alam proses melakukan evaluasi dan melaksanakan perencanaan pengunaan lahan (Land Evaluation and Landuse Planning), baik untuk pertanian maupun non pertanian, salah satu aspek yang harus dipelajari dan dievaluasi adalah tanah (soil), terutama mengenai sifat-sifat dan karakteristiknya. Sifat-sifat tanah dapat dipelajari di lapang dan di laboratorium. Sifat-sifat tanah di lapang berhubungan dengan sifat-sifat morfologi tanah, sedangkan di laboratorium berhubungan dengan sifat fisik, biologi, kimia, dan mineralogi tanah. Untuk mempelajarinya dilakukan survei terhadap satuan-satuan tanah. Satuan tanah itu sendiri didefinisikan sebagai tubuh alami di permukaan bumi, yang ­mempu­nyai batas dan kedalaman. Batas tersebut merupakan batas dengan tanah lain (atau tubuh alami bukan tanah pada permu­kaan bumi) dengan satu atau lebih faktor pembentuk tanah yang berubah atau tidak sama proses genesisnya pada masa lalu. Semua proses pengumpulan informasi tanah tersebut dikenal dengnan istilah Survei Tanah. Di dalam proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (a) iklim dan (b) organisme yang bekerja pada (c) bahan induk tanah di bawah pengaruh (d) relief dalam (e) jangka waktu tertentu. Oleh karena itu tanah didefinisikan sebagai “benda alami heterogen yang terdiri dari massa padat, cair, dan gas, yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh iklim, organisme, topografi, dan waktu”. Deskripsi satuan peta tanah harus bersifat obyektif, sehingga hasil survei tanah dapat diinterpre­tasikan bagi sejumlah tujuan, dan satuan peta tanah harus dapat menunjukkan jenis tanah ­se­cara tersendiri atau berasosiasi, serta diberi nama dan didefinisikan menurut satuan taksonomi. Untuk mendapatkan satuan peta tanah tersebut dilakukan survei tanah. Ali Kabul Mahi

1

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH Survei Tanah adalah usaha untuk mempelajari satuan tanah dalam lingkungannya. Pelaksanaan survei tanah bertujuan (1) mempelajari sifat‑sifat, penyebaran, dan batas‑batas satuan tanah secara alami, (2) mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan tanah terten­tu berdasarkan sifat dan genesis tanahnya, dan (3) menganalisis dan memetakan satuan tanah dengan menge­lompokkan tanah‑tanah yang sama atau hampir sama sifat‑sifatnya ke dalam satuan tanah tertentu. Sifat masing‑masing satuan tanah secara singkat ­di­cantumkan dalam legenda, sedangkan uraian yang lebih detil dicantumkan dalam buku laporan hasil survei tanah yang selalu menyertai ­pe­ ta tanah tersebut. Melalui survei tanah akan diperoleh pengetahuan tentang sifat‑sifat tanah, dan atas dasar ini tersedia ­lan­dasan bagi pemanfaatan tanah tersebut untuk penerapan ilmu pengetahuan baik yang diperoleh dari hasil penelitian ­mau­pun dari pengalaman, atau untuk keperluan lainnya. Ahli‑ahli tanah secara teliti menginterpretasi jenis‑jenis tanah secara ­kua­litatif dalam suatu sistem klasifikasi, untuk menghasilkan suatu nilai prediksi yang dapat diharapkan jika suatu jenis tanah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dengan sistem pengelolaan tertentu. 1.1 Manfaat Survei Tanah Survei tanah sangat diperlukan untuk perencanaan pengembangan dan pengelolaan pertanian dan kehutanan, perencanaan perkotaan dan perdesaan, studi kelayakan dan rancang bangun pengembangan lahan (land development), dan untuk berbagai pekerjaan keteknikan (engineering). Hasil survei tanah dapat pula digu­nakan untuk menentukan kesesuaian lahan (land suitability) bagi suatu penggunaan tertentu. Pembatas dan derajat ­pem­batas bagi suatu penggunaan dapat diketahui berdasarkan hasil survei tanah tersebut. Penggunaan hasil survei tanah dalam perencanaan penggunaan lahan regional (regional landuse planning), yaitu menyangkut penggunaan untuk permukiman dan industri ringan, drainase limbah rumah tangga, jalan‑jalan raya dan atau kereta api, lapangan terbang, daerah perburuan, arena perkemahan, lapangan olah raga (lapangan golf), daerah pertanian, ­peterna­k­an, hutan, dan sebagainya. Penggunaan untuk perencanaan kota menyangkut ­penen­tu­an kavling, merencanakan tatakota yang serasi dengan ­ling­kungan fisik alaminya. Lingkungan kota memanfaatkan alam, bukan sebaliknya. Hasil survei dapat pula digunakan untuk menentukan pajak usahatani. Tanah yang berbeda mempunyai potensi yang berbeda pula. Perbedaan potensi tersebut dimasukkan dalam perhitungan pengembangan penilaian pajak. Hasil survei detil dapat ­di­gunakan

2

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

1.2 Pengguna Hasil Survei Tanah Secara aktual dan potensial hasil survei tanah dapat digunakan oleh petani, penyuluh pertanian, peneliti, perencana pengembangan wilayah, dan atau perencana penataan ruang, perencana kehutanan, biro perencanaan (planning agencies), organisasi pengembangan, engineers, dan para investor Petani. Pada kenyataannya petani jarang sekali atau tidak sama sekali melaksanakan survei tanah. Pengetahuan mereka tentang tanahnya kadang-kadang justru lebih baik daripada surveior tanah. Mereka melihat tanahnya lebih ditekankan pada karakteristik pengelolaan tanah yang harus dilakukan, misalnya tekstur tanah (berat atau ringan pada waktu diolah), didrainase (dapat atau tidak dilakukan drainase pada lahan basah), kesuburan tanah (subur atau tidak), dan bagaimana kondisi struktur tanah lapisan atas (top soils). Beradasarkan karakteristik tersebut petani akan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. Sepanjang usaha pertanian yang dilakukannya sama dengan yang dilakukan pada masa sebelumnya, pada lahan yang sama, maka petani berkemungkinan tidak memerlukan survei tanah untuk langkah-langkah selanjutnya. Hal tersebut akan berbeda bila petani ingin menerapkan inovasi baru, misalnya irigasi pencar (sprinkler irrigation), atau penggunaan lahan yang berbeda dari sebelumnya pada lahan yang sama, atau untuk membuka lahan yang baru, maka di dalam perencanaannya memerlukan survei tanah. Setiap usaha pertanian yang baru memerlukan investasi modal (capital investment), oleh karena itu memerlukan studi kelayakan untuk lebih memantafkan perencanaan yang akan dibuat, oleh karenanya survei tanah sangat diperlukan. Penyuluh Pertanian. Pada prinsipnya pengguna survei tanah yang paling banyak di banyak negara adalah penyuluh pertanian. Penyuluh pertanian diharapkan dapat memberikan saran-saran yang harus dilakukan oleh petani sesuai dengan kondisi dan potensi lahan yang dimiliki oleh masing-masing petani, baik dalam bidang kesuburan tanah, tindakan pengolahan tanah, dan atau tindakan konservasi dan pengelolaan tanah lainnya. Oleh karena itu penyuluh pertanian harus mengerti tentang kerja dan hasil kerja survei tanah yang dituangkan dalam peta dan laporan survei. Karena dengan pengetahuan ini para

Ali Kabul Mahi

3

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

untuk penyiapan dan penjelasan peraturan ­per­untukan tanah. Suatu bentang alam terdiri dari berbagai jenis tanah yang masing‑masing mempunyai potensi yang berbeda‑beda, masih memerlukan sistem yang lebih ­me­madai untuk menjadi suatu bagian ruang yang dapat memberi arti pada pemakai dalam kaitannya dengan penggunaan yang harus ditempuhnya.


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH penyuluh akan dapat dengan baik mengerti potensi lahan dan arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan di daerah kerjanya. Peneliti. Peneliti pertanian selalu bekerja berhubungan dengan iklim dan tanah. Kedua bentuk hubungan kerja ini sangat erat hubungannya dengan tipe tanah pada suatu wilayah. Penelitian pertanian yang banyak dilakukan, misalnya meneliti hubungan tanah dan tanaman, daya tahan tanaman terhadap penyakit yang dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah, respon tanaman terhadap pemupukan, dan berbagai percobaan lapang yang sangat erat hubungannya dengan kondisi tanah yang ditemui pada suatu wilayah. Oleh karena itu informasi mengenai tanah yang didapat dari survei tanah akan sangat penting untuk mengetahui kondisi tanah yang ada yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan. Kehutanan. Kehutanan merupakan jenis penggunaan lahan yang sebagian besar terdapat di wilayah perdesaan, yang umumnya dikelola dan dikuasai oleh pemerintah. Ada kesamaan kebutuhan kehutanan dengan kebutuhan lahan pertanian, seperti spisies tegakan dan toleran terhadap jenis tanah tertentu, biaya input (misalnya biaya pemantapan dan pemeliharaan jalan-jalan hutan). Para perencana kehutanan sangat memerlukan informasi hasil survei tanah sebagai dasar dalam menentukan tata letak, penanaman, dan pengelolaan hutan. Sementara itu informasi yang banyak digunakan selain seri tanah, juga kecuraman lereng, drainasi tanah, erodibilitas tanah, frekuensi terdapatnya batuan terungkap dan atau pengangkatan atau patahan. Selain itu seperti halnya pertanian kehutanan juga menggunakan interpretasi satuan peta tanah di dalam perencanaannya. Organisasi Pengembangan (Development Organisation). Untuk negara-negara sedang berkembang dan kurang berkembang permintaan jasa survei tanah terutama datang dari organisasiorganisasi pengembangan lahan perdesaan (rural land development), termasuk organisasi internasional seperti Bank Dunia, dan FAO (Food and Agriculture Organisation), dan organisasi-organisasi bantuan luar negeri lainnya. Selain itu permintaan survei tanah datang juga dari pemerintah daerah untuk perencanaa pengembangan wilayahnya. Engineers. Penggunaan survei tanah oleh para engineers relatif baru tetapi perkembangannya sangat cepat. Untuk keperluan engineering tidak semua sifat tanah diperlukan, yang terpenting yaitu daya menahan tekanan, potensi mengembang dan mengkerut, daya ­ta­han ­ter­hadap lalu lintas, fondasi bangunan, yang kesemuanya telah dicatat ­da­lam ­survei tanah. Satuan tanah dalam peta tanah dapat ­men­ jadi satuan dasar untuk pengukuran sifat‑sifat tersebut. Investors. Dalam hal ini termasuk bank dan para debitornya. Masyarakat dengan uangnya akan selalu berusaha menghindari resiko

4

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

1.3 Satuan Peta Tanah Pemetaan merupakan produk yang akan dihasilkan dalam kegiatan survei tanah, dengan cara memetakan informasi tanah ke dalam satuan peta tertentu, berdasarkan tingkat ketelitian pelaksanaan survei tanah. Pemetaan tanah bertujuan menge­lompokkan satuan tanah ke dalam satuan peta yang masing‑ma­sing mempu-nyai sifat yang sama. Masing‑masing peta diberi warna yang sedapat mungkin sesuai (paling tidak mirip) de­ngan warna tanah yang sebenarnya. Di samping itu dicantum­kan pula simbol atau nomor urut untuk memudahkan dalam membacanya. Walaupun demikian batas kesamaan masing-masing faktor sangat ­di­batasi oleh ketelitian (skala) peta yang bersangkutan. Peta Tanah menggambarkan kondisi satuan tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang ­se­cara singkat menerangkan sifat‑sifat tanah pada masing‑masing satuan peta. Pada dasarnya dikenal dua tipe utama peta tanah yaitu: (1) Peta Tanah Detil, dan (2) Peta Tanah Tinjau dan Eksplorasi. Perbedaan keduanya terletak pada ­in­tensitas pekerjaan atau ketelitian dan tingkat ­ge­ne­ralisasi­nya. Pada Peta Tanah Detil satuan tanahnya homogen, yakni Seri Tanah atau Tipe Tanah, batas‑batas satuan tanah dite­tapkan berdasarkan pengamatan langsung di lapang dan skala yang digunakan besar, sedangkan pada Peta Tanah Tinjau satuan tanahnya tidak homogen, yakni pada kelas tanah yang lebih tinggi, atau asosiasi/kompleks beberapa kelas. Batas satuan tanah tidak ditetapkan dengan menelu­ suri langsung di lapang, tetapi berdasarkan pengamatan pada selang‑selang tertentu dan interpretasi faktor‑faktor pembentuk tanah, dan skala yang digunakan kecil. Walaupun pada dasarnya peta tanah dibuat untuk tujuan pertanian, namun dapat pula dimanfaatkan dalam ­bi­dang‑bidang lain, seperti halnya dalam bidang engineering. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama‑nama tanah, tetapi juga beberapa ­si­fat penting faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi potensi ­peng­gunaan tanah, seperti kecuraman lereng, ben­tuk wilayah, dan sebagainya. Beberapa jenis peta tanah yang banyak digunakan di Indonesia, seperti dikemukakan berikut ini. (1) Peta Tanah Bagan (skala 1:2.500.000 atau lebih kecil) Tujuan: Memberi petunjuk penyebaran satuan tanah secara Ali Kabul Mahi

5

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

kerugian yang sekecil apapun. Oleh karena itu di dalam perencanaan pengembangan usahanya, terutama usaha-usaha yang sangat erat dengan penggunaan lahan, para inverstor akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Suhubungan dengan hal tersebut survei tanah akan menyediakan informasi yang dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan yang akan dibuat.


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

kasar. Untuk keperluan praktis peta ini sedikit sekali artinya. Pembuatan: Dibuat atas dasar keterangan litera­tur, yaitu analisis foto udara, peta-peta: topografi, geolo­gi, iklim, bentuk wilayah, dan peta‑peta lain yang telah ada. Satuan Peta: Terdiri dari satu unsur, yaitu jenis atau order tanah, akan tetapi mengingat ukurannya maka beberapa jenis tanah sering digolongkan dalam satu satuan peta. Untuk peta ini tidak digunakan singkatansingkatan. (2) Peta Tanah Eksplorasi (skala 1:1.000.000 ‑ 1:2.500.000) Tujuan: Memberikan gambaran potensi tanah, masalah area suatu wilayah, dan kemungkinan pengembangan wilayah. Pembuatan: Melakukan identifikasi di lapang terhadap penampang tanah (profil) masing‑masing ­sa­tuan peta. Untuk tiap 10.000 hektar minimal dibuat 2 penampang ­ta­nah, pada jenis tanah utama ditambah 20‑40 lokasi pengeboran di tem­pat lain. Batas‑batas penyebaran masih ditentukan dengan cara seperti pada Peta Tanah Bagan, yaitu dengan bantuan foto udara, peta geologi, peta iklim, dan sebagainya. Satuan peta: Terdiri dari 3 unsur, yaitu jenis tanah, bentuk wilayah, dan bahan induk, dan di dalam legenda masing‑masing diberi simbol yang disusun dengan cara berikut: Bentuk wilayah Jenis Tanah ‑ ----------------------Bahan Induk Bentuk wilayah adalah bentuk permukaan wilayah dalam hubungannya dengan lereng dan perbedaan tinggi seperti tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1. Penggolongan Bentuk Wilayah

No 1 2 3 4 5 6

Bentuk Wilayah Datar (level) Berombak (undulating) Bergelombang (rolling) Berbukit (hilly) Bergunung (montainous)

Lereng Perbedaan tinggi 0 - 3 % 0 - 5 m 3 - 8 % 5 - 15 m 8 - 15 % 15 - 50 m 15 - 30 % 50 - 100 m > 30 % > 100 m

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH Bahan induk adalah massa lunak yang menjadi pangkal perkembangan solum tanah. Di dalam legenda, masing‑masing unsur satuan peta ditulis dengan singkatan‑singkatan seperti contoh di bawah ini : H KFE ‑ ----Sl

(3) Peta Tanah Tinjau (skala 1 : 100.000 ‑ l : 250.000) Tujuan: Memberi keterangan jenis tanah untuk meninjau kondisi wilayah lebih jauh bagi keperluan tertentu. Peta ini membantu perencanaan pengembangan wilayah yang lebih tepat. Pembuatan: Untuk menentukan macam tanah dan penyebarannya, dengan mengadakan penjelajahan ­ke­seluruh wilayah. Pemeriksaan tanah sekurang‑kurangnya dilakukan dengan 20‑40 pengeboran dan dua pengamatan penampang tanah untuk tiap 10.000 hektar. Batas‑batas satuan peta ditetapkan di la­pang, di samping hasil analisis foto udara, peta topogra­fi, geologi, bentuk wilayah, iklim, dan sebagainya. Satuan Peta: Satuan peta tanah tinjau terdiri dari tiga unsur yang disusun sebagai berikut: Fisiografi (bahan induk) Macam Tanah ‑ ----------------------------------Bentuk Wilayah

Macam Tanah (Subgroup) adalah pembagian jenis tanah yang dibe­ dakan menurut sifat-sifat khas horizon B atau lapisan sedalam 30‑50 cm. Fisiografi adalah bentuk geomorfologi suatu daerah. Tergantung nama yang dianggap penting, unsur fisiografi dapat diganti dengan bahan induk dan sebaliknya.

Fr HCCN ‑ ----- H

Ali Kabul Mahi

7

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis tanah : Dystrudepts, diberi kode KFE Bentuk Wilayah : Berbukit (Hilly), disingkat H Bahan Induk : Endapan berkapur = Lime sediment, disingkat Sl


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Macam Tanah Fisiografi Bentuk wilayah

: Plinthic Kandiudults diberi kode HCCN : Bukit lipatan (Folded rock) = Fr : Berbukit (Hilly) = H

(4) Peta Tanah Semi Detil (skala 1:25.000 ‑ 1:100.000) Tujuan: Pelaksanaan proyek pada suatu wilayah. Peta ini dapat memberikan gambaran satuan tanah yang lebih jelas mengenai hal‑hal yang di dalam peta tanah eksplorasi atau tinjau belum dijelaskan. Pembuatan: Rupa (Family) dan batas penyebaran tanah serta bentuk wilayah ditetapkan berdasarkan hasil penjela­ jahan dan pengamatan tanah di lapang dibantu dengan anali­sis foto udara. Kapasitas pengamatan paling sedikit 2 ­pe­ngamatan penampang tanah dengan 20‑40 pengeboran untuk tiap luasan 1.000 ha. Satuan Peta: Sebagai satuan peta digunakan kombinasi Rupa Tanah dan Bantuk Wilayah, sebagai berikut: Rupa Tanah --------------------Bentuk Wilayah Rupa tanah ditentukan oleh 3 unsur, yaitu macam tanah, kelas tekstur, dan klas drainase. Tekstur adalah perbandingan relatif butir‑butir pasir, debu, dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi terse­but dinyatakan dalam persen (%), disebut kelas tekstur. Untuk rupa tanah dikenal 5 klas tekstur, seperti tertera pada Tabel 2, yang merupakan penyederhanaan dari 12 kelas tekstur untuk Seri Tanah. Drainase menyatakan kecepatan air menghilang dari ­ta­nah, terutama oleh aliran permukaan dan gerakan turun ke bawah. Untuk rupa dibedakan 3 kelas, seperti tertera pada Tabel 3. Singkatan yang digunakan untuk Rupa dalam peta dan legenda, adalah : HCCH ‑ S ‑ I ---------------L–U rupa tanah tekstur drainase bentuk wilayah

8

: Plinthic Kandiudults, diberi mode HCCH : kasar (S), : cepat (I). : datar sampai berombak (L‑U) Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

4 5

2. Kelas Tekstur Tanah Untuk Rupa dan Seri Tanah Kelas Tekstur Rupa Kelas Tektur Kasar Pasir, Pasir berlempung Agak Kasar Lempung berpasir Sedang Lempung, Lempung berdebu, Debu Lempung liat berpasir, Lempung liat, Agak halus Lempung liat berdebu Halus Liat berpasir, Liat berdebu, Liat

Tabel 3. Kelas I II III

Kelas Drainase Untuk Rupa dan Seri Tanah Kelas Drainase Rupa Kelas Drainase Seri Cepat Sangat Cepat Sedang Baik, Cukup Baik Terhambat Terhambat, Jelek, Sangat Jelek

Khusus tentang sifat tanah yang terdapat setempat‑setempat dapat diberikan tanda seperti: vv = terdapat batu‑batu di permukaan, dan sebagainya. Kadang‑kadang diinginkan keterangan yang lebih leng­ kap ­da­lam peta tanah sehingga legendanya menjadi sangat panjang. Legenda tersebut menyebutkan hampir semua sifat yang ­di­anggap penting, seperti tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Legenda Peta Tanah Semi Detil SP. No

20

21

Uraian

Bentuk wilayah

Andic Dystrudepts, berliat halus, dalam, drainase Berombak baik, masam, (lereng 3-5% kejenuhan basa rendah, KTK sedang

Luas Fisiografi Bahan Induk Ha %

Kipas vulkan

Plinthic Kanhapludults, Bergelombang Bukit berliat halus, dalam, drainase (lereng 3-11%) lipatan sedang .... dst .......

Abu vulkan ..... ..... andesitik

Batuan liat

..... ......

(5) Peta Tanah Detil (skala 1:5.000 ‑ 1:25.000) Tujuan: Untuk proyek‑proyek ­khu­sus, misalnya proyek transmigrasi, rencana pengairan, ­ke­bun percobaan, dan sebagainya. Untuk perkebunan peta ini sangat penting artinya. Ali Kabul Mahi

9

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel No 1 2 3


1. SURVEI TANAH Pembuatan: Seri tanah dan batas‑batasnya (penyebar­annya) berikut fase dari masing‑masing seri ditunjukkan dengan ­te­liti berdasarkan hasil penjelajahan dan pengama­tan di ­la­pang. Pengamatan tanah dilakukan rata‑rata dua pengeboran tiap hektar dan sekurang‑kurangnya satu penampang untuk ­ti­ap Seri Tanah. Sebagai peta dasar digunakan foto udara dan peta topografi. Satuan Peta: Sebagai satuan peta untuk peta tanah ­de­til ­di­ gunakan Seri Tanah. Seri tanah adalah segolongan ­ta­nah yang berasal dari bahan induk yang sama dan mempu­nyai susunan dan sifat horizon serupa, kecuali tekstur horizon lapisan yang paling atas. Penentuan seri dida­sarkan atas tiga unsur yang disusun menurut cara berikut:

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Macam Tanah ‑ Kelas Tekstur ‑ Kelas Drainase

Tekstur untuk Seri Tanah dibedakan dalam 12 kelas, sedang­kan untuk drainase dibedakan dalam tujuh kelas. Satuan Peta Detil : HCDK ‑ L.li ‑ 2 Nama seri : Bogor, seri ini mula‑mula ditemukan di Bogor Macam tanah : Plinthic Kanhapludults diberi kode HCDK Tekstur : Lempung liat = L.li Drainase : Baik = 2 Dalam peta sering pula disebutkan fase masing‑masing seri, misalnya: HCDK ‑ L.li ‑ 2 ---------------------C

artinya seri Bogor yang ditemukan pada daerah melandai (C)

Apabila dalam peta hanya dituliskan Lc‑L.li‑2 berar­ti tanah ini ditemukan di daerah datar. Tetapi kadang‑kadang fase tersebut terdiri dari banyak hal, misalnya dalam peta dijumpai simbol: HCDK ‑ L.li ‑ 2 ------------------- C.b3 ini berarti bahwa seri Bogor terdapat pada daerah berler­eng melandai (C) dan banyak terdapat batu (b3). Penggunaan simbol‑simbol untuk fase selalu dijelaskan dalam legenda. Perlu dicatat bahwa penggunaan nama seri di Indonesia belum berkembang, sehingga nama yang dikemukakan adalah nama‑nama yang masih “tentative”. 10

Ali Kabul Mahi


Untuk keperluan khusus kadang‑kadang dikehendaki tanah yang lebih detil lagi dengan menggunakan satuan peta yang disebut tipe tanah. Tipe Tanah adalah Seri Tanah yang dibedakan menurut tekstur horizon A atau lapisan atas ­se­dalam 15‑20 cm, jika horizon A tipis sekali. Dengan demi­kian tiap satu Seri Tanah masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa Tipe Tanah berdasarkan tekstur horizon A atau lapisan atas tersebut. Misalnya Seri Bogor yang lapisan atasnya bertekstur liat maka disebut Tipe Liat Bogor, yang bertekstur lempung disebut tanah Tipe Lempung Liat Bogor, dan sebagainya. ­Ber­dasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ­ma­kin besar skala peta, makin banyak pula keterangan yang ­di­be­rikan terhadap tanah yang terdapat di daerah tersebut. ­Se­bagai contoh pada peta tanah semi detil atau detil yang menggunakan famili atau seri tanah sebagai satuan peta, ­ma­ka tidak hanya nama‑nama tanah saja yang disajikan dalam peta tersebut, tetapi juga tekstur, susunan mineral, kea­daan lereng, drainase dan sebagainya. Di samping itu nama tanah sebenarnya telah mencermin­ kan sifat‑sifat yang dimiliki tanah tersebut. ­Tidak semua keterangan yang diperlukan ­da­pat dican­tumkan dalam suatu peta tanah. Oleh karena itu ­di­buatlah laporan pemetaan tanah yang memuat penjelasan detil ten­tang tanah‑tanah yang terdapat di daerah kajian, dan membahas semua data yang dikumpulkan baik ­da­ri lapang maupun dari hasil analisis di laboratorium. 1.4 Rencana Kegiatan Pelaksanaan survei akan harus direncanakan dengan ­ba­ik, untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan. Untuk itu perlu dibuat daftar rencana kegiatan yang akan dilakukan, seperti tertera pada Tabel 5. Penyusunan rencana survei, dilakukan dengan memperhatikan hal‑hal berikut ini. (Dent dan Young, 1981)

(1) Batasan dan Identifikasi Objek

Sebelum melaksanakan survei perlu melakukan identifi­kasi objek yang akan diteliti, seperti (i) lokasi, (ii) batas areal yang akan disurvei, (iii) permasalahan yang akan dicarikan pemecahannya, dan (iv) waktu yang tersedia. Batasan dan identifikasi objek ini umunya ditentukan oleh pemesan atau pengguna hasil survei tersebut.

(2) Kajian Lingkungan Fisik dan Sosial

Penilaian terhadap lingkungan fisik dan sosial perlu direncanakan dengan baik sebelum survei, baik ­metode maupun cara pelaksanaan penilaian yang akan dilakukan. Hal ini ditentukan oleh surveior berdasarkan kondisi wilayah yang akan disurvei.

Ali Kabul Mahi

11

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(3) Rancangan Survei

Rancangan pelaksanaan survei didiskusikan antara surveior dan pemesan atau pengguna hasil survei. Hal ini berhubungan dengan skala publikasi yang akan dihasilkan, skala pemetaan lapang, intensitas observasi, studi tambahan yang diperlukan, intensitas penggunaan citra pengin­deraan jauh, analisis laboratorium, dan penanganan da­ta. (4) Klasifikasi Tanah dan Legenda Peta Kategori dan sistem legenda peta ditentukan berdasarkan tingkat ketelitian survei. Semakin de­til maka kategori klasifikasi tanahnyapun akan semakin rendah dan legen­da peta akan semakin detil. (5) Evaluasi Lahan Intensitas evaluasi lahan akan menentukan kedetilan pelaksanaan survei. Semakin ­de­til evaluasi lahan akan memerlukan informasi tanah yang semakin detil. Hal ini tentunya berhubungan dengan ketelitian studi lapang dan ­kede­tilan legenda peta yang diperlukan. Tabel 5. Daftar Rencana Kegiatan Survei No

Aktivitas

Penanggung Jawab

1

Batasan dan Identifikasi objek: Pengguna • Lokasi, luas dan batas daerah survei • Masalah yang harus dipecahkan • Waktu yang disediakan

2

Kajian lingkungan fisik dan sosial

Surveior

3

Rancangan survei • Skala publikasi • Skala pemetaan lapang • Intensitas pengamatan, lokasi dan kedalaman penggunaan inderaja • Studi lapangan tambahan • Kebutuhan laboratorium dan penanganan data secara otomatik Klasifikasi tanah dan legenda peta

Surveior. (Survei awal, detil kesepakatan dalam konsultasi dengan pengguna)

4 5

Evaluasi lahan • Studi lapang • Legenda hasil interpretasi

6

Periksa ketersediaan dan kesesuaian • Foto udara • Peta topografi, dan diperlukan komisi khusus fotografi

12

Ali Kabul Mahi

Surveior


7

Jadwal survei

8

Staff: • Pimpinan proyek • Staff ahli • Staff penunjang

9

Pengaturan mobilisasi dan logistik • Basecamp survei lapang • Akomodasi • Perjalanan • Transportasi untuk peralatan dan tim lapang • Bahan dan peralatan • Fasilitas laboratorium

10 Hasil dan Publikasi: • Bentuk publikasi • Metode pencetakan peta • Jumlah perbanyakan laporan

Pengguna

11 Biaya

Surveior, perusahaan (perusahaan atau kontrak dengan pengguna)

(6) Ketersediaan dan Kesesuaian Foto Udara dan Peta Topografi

Pengecekan foto udara daerah kajian yang tersedia, meliputi tahun pemot-retan, kualitas, dan sekalanya. Di samping itu perlu pengecekan peta topografi yang tersedia, meliputi sekala dan tahun pembuatannya. Kedua informasi ini sangat diper-lukan dalam pembuatan peta dasar. Untuk proyek‑proyek tertentu yang dilakukan pada sekala detil, biasanya dilakukan pemotretan khusus pada areal yang akan disurvei. (7) Jadwal Survei Jadwal survei perlu dibuat secara sistematis, mulai dari perencanaan sampai dengan ­pe­nyerahan laporan. Pembuatan jadwal ini untuk menentu­kan waktu yang diperlukan masing‑masing tahapan peker­jaan, dan juga sebagai alat kontrol terhadap kemajuan pekerjaan yang telah dilakukan. Tabel 6. memuat kerapatan observasi dan waktu yang diperlukan masingmasing intensitas survei tanah yang berbeda. Dengan dugaan waktu yang diperlukan seperti yang tercantum dalam Tabel 6 tersebut dapat dibuat jadwal kegiatan secara rinci. (8) Staff Staff pelaksana survei akan menentukan kualitas peker­jaan Ali Kabul Mahi

13

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

yang akan dihasilkan. Semakin baik dan komprehen­sif susunan staf berdasarkan keahliannya maka akan semakin baik hasil yang didapat. Di dalam penyusunan staf yang harus diperhatikan adalah kemampuan ­pimpi­n­an/ketua, keprofessionalan anggota, dan dukungan ­se­luruh anggota terhadap pelaksanaan rencana‑rencana yang telah disusun dan disepakati bersama. (9) Mobilisasi dan Logistik Rencanan mobilisasi dan logistik harus direncanakan dengan matang, yang menyangkut akomodasi, transportasi ke lokasi survei, peralatan ­survei, dan fasilitas laboratorium yang diperlukan. (10) Hasil dan Publikasi Publikasi hasil yang akan dikeluarkan perlu pula ­di­rancang sebelumnya, seperti bentuk publikasi, metode pencetakan dan penjilidan, dan jumlah laporan yang ­di­inginkan. Hal ini perlu didiskusikan antara surveior dan pemesan/ pengguna hasil survei. Outline laporan survei tanah tertera pada Tabel 7. 1.5 Data Penunjang Di dalam penyusunan perencanaan survei memerlukan data penunjang sesuai dengan tingkat ketelitian survei. Data penunjang tersebut terdiri dari (i) peta dasar, (ii) data iklim, (iii) data vegetasi, (iv) bahan induk, dan (v) relief. (1) Peta Dasar Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengamatan tanah di lapang. Peta dasar yang baik dapat menunjukkan lokasi geografi secara tepat, dan di samping itu dapat pula memberi petunjuk kemungkinan penyebaran berbagai jenis tanah di daerah kajian. Peta dasar disediakan harus sesuai dengan tujuan survei, artinya skala peta harus sesuai dengan skala peta tanah yang akan dihasilkan. Peta dasar memberikan keterangan tentang luas, pola drainase, tataguna lahan saat ini, dan sampai batas ter­tentu juga geomorfologi daerah. Sejauh masih sesuai dengan tujuan ­survei, peta topografi Jawatan Topografi Angkatan Darat (Jantop AD) dapat digunakan sebagai peta dasar. Apabila peta yang sesuai tidak tersedia, peta dasar harus dibuat terlih dulu dengan cara memanfaatkan foto udara yang berskala sesuai dengan tujuan survei. Pada dasarnya baik foto udara maupun peta topografi yang diperlukan untuk peta dasar haruslah mempunyai skala yang lebih besar daripada skala peta tanah yang akan diha­silkan. Sebagai contoh untuk pembuatan peta tanah semi ­de­til skala 1:50.000, biasanya digunakan peta dasar foto udara skala 1:20.000 sampai 1: 25.000. Untuk keperluan ini perlu dibuat mozaik foto 14

Ali Kabul Mahi


udara dengan cara menyambung foto udara satu sama lain sehingga mencakup daerah yang cukup luas. Di samping itu dengan menggunakan stereoskop, pasangan‑pasangan foto udara dapat diinterpretasi untuk ­me­ngetahui keadaan fisiografi, bentuk wilayah, dan penggu­naan lahan atau ­ke­adaan vegetasi daerah kajian. Hasil ­in­terpretasi digunakan sebagai dasar peker­jaan di lapang, seperti membuat rencana rintisan, tempat pengamatan, tempat menginap, dan sebagainya. Untuk luasan‑luasan kecil, peta dasar dapat dibuat melalui pengukuran ketinggian dan arah langsung dilapang (teristerial). Lazimnya pembuatan peta dasar tidaklah ­ter­masuk bidang keahlian tanah, tetapi termasuk bidang keah­lian geodesi, namun demikian ahli‑ahli survei tanah beru­saha mengerti dasar‑dasar pembuatan peta dasar. Mengenai interpretasi foto udara, sejauh yang menyangkut keperluan survei tanah, ahli‑ahli survei tanah harus mampu mengin­terpretasikannya dari foto udara. (2) Data Iklim Keterangan tentang iklim suatu daerah dapat diperoleh dengan mempelajari data iklim daerah bersangkutan dari ­Ba­ dan Meteorologi dan Geofisika, Departemen Perhubungan. ­Sa­lah satu faktor iklim terpenting dalam hubungan dengan sifat tanah adalah curah hujan. BMG menyediakan pula peta curah hujan yang disebut Peta Isohyet. Dalam kaitannya dengan ketersediaan air, faktor tem­peratur harus dipelajari juga sehingga neraca air dapat dihitung. Dengan demikian dapat diketahui beberapa kelebi­han/kekurangan air dan terjadi pada bulan apa? Data iklim yang diperlukan yaitu data iklim bulanan, harian, dan ­bah­kan per jam, tergantung pada tujuan survei tanah yang akan dilakukan. (3) Data Vegetasi Keterangan mengenai vegetasi suatu daerah tertera pada peta penggunaan lahan daerah tersebut yang ­di­peroleh dari Badan Pertanahan. Saat ini terse­dia peta penggunaan lahan kabupaten/kota, walaupun belum mencakup seluruh kabupaten/ kota di Indonesia. Keterangan mengenai vegetasi dapat pula diperoleh dari foto udara daerah bersangkutan, dan keterangan mengenai hutan, pertanian, dan perkebunan dapat diperoleh dari dinas‑dinas kehutanan, pertanian, dan perkebunan. (4) Bahan Induk Bahan induk tanah berasal dari batuan. Keterangan ­me­ngenai batuan suatu daerah diperoleh dari peta geologi yang dibuat oleh Direktorat Geologi, Depatemen Pertamban­gan dan Energi. Peta geologi tersebut memberikan keteran­gan formasi geologi, oleh karena itu peta ini juga akan memberikan keterangan umur batuannya. Ali Kabul Mahi

15

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


Tujuan Survei

1:25000

1:20000

1:5000 1:10000

1 per 8 ha 1 per 12,5 ha

2 per ha 1 per 2 ha

1000 – 15000 ha

250-500 ha 450-800 ha

12

6

2

2

5

8

3

3

4

4-8

6-12

6-12+

2-5

-

3

3

-

16

3

30-50 km2

16

1 per 50 ha

150-500 km2

1:50000

Dugaan waktu yang diperlukan untuk aktivitas yang berbeda (hari per bulan) Rata-rata Laju kerapatan Penentuan Penelitian Skala Peta pengamatan kemajuan Persiapan tiap 22 dan lapang dan Kerja di laporan (0,5 per cm Survei hari-bulan analisis peta) (minggu) Dasar deskripsi profil laboratorium kantor pewakil

Tabel 6. Kerapatan Pengamatan dan Waktu yang Diperlukan Berbagai Intensitas Survei Tanah (Dent dan Young, 1981)

No

Pelaksanaan proyek reklamasi lahan atau irigasi; Pengelolaan 1 masalah perkotaan dan pengembanagan industri Perencanaan proyek dengan 2 tujuan khusus atau umum, survei irigasi dan pinggiran perkotaan Tujuan umum; Kelayakan proyek 3 dan perencanaan penggunaan lahan regional

1:100000 1 per 2 km2 1:250000 1 per 13,5 km2

Ali Kabul Mahi

16

Inventarisasi sumberdaya, lokasi 4 proyek

Catatan : Perlu ditambah 10-30% untuk mengantisipasi kondis iklim yang kurang baik dan pencapaian lokasi yang sukar. Sumber : Dent dan Young (1981)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


1. SURVEI TANAH Tabel 7. Outline Laporan Survei Tanah (Dent dan Young, 1981) Bab

1

I

Ringkasan (Summary)

2

II

Laporan Utama 0. PENDAHULUAN (Main Report) 0. sistematik tujuan umum survei • Cara Menggunakan Laporan • Abstrak • Ucapan Terima Kasih • Daftar Isi A. Laporan Konsultan • Kata Pengantar • Term of Reference (TOR) • Ucapan Terima Kasih • Daftar Isi 1. Latar Belakang dan Tujuan survei 2. Lingkungan • Fisik • Pertanian/Penggunaan Lahan Saat Ini • Latar Belakang sosial dan Ekonomi 3. Metode Survei 4. Tanah • Pendahuluan • Legenda • Satuan Peta Tanah 5. Evaluasi Lahan/Interpretasi Survei Tanah • Pendahuluan • Klasifikasi Kemampuan Lahan/ Kesesuaian Lahan • Satuan Kemampuan Lahan/ Kesesuaian Lahan • Analisis Sosial ekonomi 6. Pengelolaan Lahan dan Tanah • Penuntun Rekomendasi • Alokasi Lahan Untuk Penggunaan Khusus • Rekomendasi Khusus, misalnya pengendalian erosi, drainase, irigasi, dsb. 7. Penutup • Daftar Pustaka • Glossary of technical term Satuan Ukuran Ali Kabul Mahi

17

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

No Vol. Jenis Laporan


1. SURVEI TANAH Tabel 7. (Lanjutan) No Vol. Jenis Laporan 3.

III Lampiran Teknis

Bab • Metode Survei • Metode Analisis Laboratorium • Klasifikasi Tanah, Data Laboratorium

dan Deskripsi Profil Tanah Pewakil

• Analisis Khusus Hasil Studi Lapangan,

seperti data borring, Analsisi Air, Perhitungan Iklim/ Kelembaban Tanah • Interpretasi Data (misalanya Ringkasan Produksi Tanaman

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4.

IV Peta

• Peta Tanah • Peta Hasil Interpretasi Dasar • Peta-Peta Hasil Interpretasi Tambahan

(5) Relief Keterangan tentang bentuk permukaan atau relief suatu daerah dapat diperoleh dari peta topografi dan pustaka geomorfologi. Foto udara daerah bersangkutan dapat pula memberikan keterangan tentang relief tersebut. 1.6 Peralatan Survei Tanah Di samping menyediakan dan mempelajari data penunjang seperti dikemukakan di atas, dalam rangka penyusunan rencana survei harus diketahui peralatan survei yang akan digunakan, seperti (i) bor tanah, (ii) buku warna musel, (iii) formuler pencatat sifat tanah, (iv) kantong contoh tanah, (v) cincin contoh tanah tidak terganggu, (vi) kompas, (vii) abney level, dan (viii) bahan‑bahan kimia. (1) Bor Tanah Di dalam usaha mempelajari individu tanah di lapang, di samping mempelajari sifat‑sifat permukaan harus juga mempelajari sifat‑sifat kedalamannya. Ini berarti mempela­jari horizonnya. Hal ini dilakukan dengan menggali lubang pada tanah (memakai cangkol dan skop) sehingga diperoleh suatu penampang vertikal yang dinamakan profil tanah. ­Se­belum penggalian lubang profil tanah dilakukan, keseraga­man tanah ditetapkan dengan jalan melakukan pemboran tanah (borring). Batas‑batas satuan tanah didekati melalui pem­boran. Pada daerah‑daerah basah, misalnya dataran pantai, pengamatan profil tanah tidak dapat dilakukan karena lubang yang digali akan selalu penuh air. Dalam hal demi­ 18

Ali Kabul Mahi


kian pengamatan profil tanah dilakukan pada contoh tanah yang diambil dengan menggunakan bor tanah khusus untuk ini yang biasa disebut dengan Bor Gambut. (2) Buku Warna Munsell (Munsell Soil Colour Chart) Warna tanah adalah salah satu ciri tanah yang memberi kesan kuat, sehingga sering digunakan sebagai tanda penge­nalan. Nama‑nama warna sehari‑hari mencakup gradasi warna yang terlalu luas, karena itu di samping penamaan warna sehari‑hari, warna tanah dinyatakan dengan simbol-simbol tertentu. Contoh warna terdapat dalam petak‑petak warna pada buku warna Munsell. Walaupun tidak setiap notasi warna dalam buku Munsell berkaitan dengan sifat lain, namun sampai batas tertentu warna tanah mencerminkan juga sifat lain. Misalnya keadaan drainase tanah, kandungan bahan organik, dan sebagainya. Warna hitam menunjukkan kandungan bahan organik ting­gi. Warna merah menunjukkan adanya oksidasi besi bebas (tanah‑tanah yang teroksidasi). Warna abu‑abu atau kebir­ uan menunjukkan adanya reduksi. Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah Tropika banyak yang tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di Amerika atau Eropa. Tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai bahan organik lebih dari satu per­sen, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisols) di daerah‑daerah beriklim sedang. Tanah‑tanah hitam di Indonesia seperti Vertisols mengandung bahan ­or­ganik yang jumlahnya tidak berbeda dengan tanah‑tanah m ­ e­rah. Warna disusun dalam tiga variabel warna, yaitu hue, value, dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombang. Hue diberi simbol 5Y, 2,5YR, 10 YR, dan sebagainya. Simbol tersebut terletak di bagian atas setiap lembar buka warna Munsell. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. value diberi simbol angka, seperti 2, 3, 5 dan sebagainya. Simbol tersebut terletak dibagian tepi kiri petak contoh warna di setiap lembar buku warna Munsell. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan warna spektrum. Chroma diberi simbol angka yang terletak di bagian tepi bawah petak contoh warna di setiap lembar buku warna Munsell. Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna baku pada buku warna Munsell. Karena warna tanah dipengar­uhi oleh kelembabannya maka dalam setiap menentukan warna tanah perlu disebut apakah tanah dalam keadaan lembab, kering, atau basah. Apabila dalam horizon terdapat lebih dari satu warna, maka masing‑masing warna ditentukan tersendiri dengan menyebutkan warna tanah yang dominan (matrik) dan warna tanah yang hanya merupakan bercak‑bercak (karatan). Ali Kabul Mahi

19

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH (3) Formulir Pencatatan Sifat Tanah Sifat‑sifat tanah yang perlu diamati telah dicantum­kan dalam bentuk for-mulir. Formulir diisi pada waktu mengamati sifat‑sifat tanah melalui pemboran ataupun melalui deskripsi profil tanah pada lubang profil. Bentuk formulir diTujuankan untuk membantu surveior agar sifat‑sifat penting tidak terlupakan. Di dalam formulir tersedia pula ruang untuk mencatat hal‑hal lain yang dianggap perlu oleh para surveior tersebut. (4) Kantong Contoh Tanah Berbagai sifat kimia tanah, misalnya kandungan unsur hara, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan lain‑lain hanya dapat diketahui melalui analisis di laboratori­um. Untuk itu perlu contoh‑contoh tanah. Contoh tanah yang diambil di lapang dimasukkan ke dalam kantong‑kantong plastik, lalu diberi simbol agar tidak tertukar pada waktu di bawa ke laboratorium. (5) Cincin Contoh Tanah (Ring Sample) Untuk pengukuran berbagai sifat fisik tanah, seperti ruang pori total, berat volume (bulk density), permeabili­tas, ­ka­pasitas menahan air (water holding capasity), batas menggolek dan mencair, diperlukan contoh tanah tidak ter­ganggu. Contoh tanah demikian diambil dengan menggunakan cincin contoh tanah (ring sample). Dengan menekankan cincin contoh tanah ke dalam tanah pada kedalaman terten­tu, biasanya pada kedalaman 0‑20 cm dan 20‑40 cm, lalu mencongkelnya bersama‑sama dengan contoh tanah yang ada di dalamnya. Contoh tanah bercincin ini di bawa ke laboratorium yang sebelumnya telah diberi label dan arah peletakannya pada waktu pengam-bilan contoh tanah di la­ pang, untuk di analisis berbagai fisiknya. (6) Kompas Pengamatan sifat tanah di lapang dilakukan pada jalur‑jalur atau lintasan‑lintasan yang sebelumnya telah direncanakan sedemikian rupa pada tahapan persiapan. Titik pengamatan tersebut harus dapat ditunjukkan atau diletak­kan pada peta dasar yang keseluruhannya akan tergambar pada peta pengamatan lapang. Oleh karena itu arah jalur atau rintisan haruslah diketahui, demikian pula jaraknya dari titik awal. Kesemuanya ini dilakukan dengan mengguna­kan kompas. (7) Pengukur Lereng Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap menge­ nai lingkungan tanah yang diamati, maka perlu melakukan pengukuran lereng pada jalur‑jalur pengamatan. Alat yang biasa dipakai untuk melakukan pengukuran lereng adalah abney level yang dapat menentukan ukuran kemiringan lereng baik dalam

20

Ali Kabul Mahi


persen maupun dalam derajat. Pengukuran lereng dapat juga dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) (8) Bahan‑bahan Kimia Dalam hal tertentu diperlukan pula bahan kimia bagi penyajian sifat‑sifat kimia, seperti bahan organik, kandungan kapur, dan sebagainya. Pada daerah‑daerah yang diperkirakan mengandung kapur perlu membawa HCl untuk pengetesannya. Untuk daerah‑daerah yang di­perkirakan berpotensi mengandung sulfat masam atau pirit, seperti daerah‑daerah dataran pantai, perlu membawa H2O2 untuk pengujiannya. Untuk pengukuran reaksi tanah diperlukan aquadest dan kertas pH. (9) Lain‑lain Sesuai dengan tujuan dan informasi tanah yang ingin didapat, maka bila diinginkan pengukuran daya hantar air dan daya hantar listrik pada air di lapang, tabung pengu­kur daya hantar air dan alat pengukur daya hantar listrik haruslah tersedia. Demikian halnya bila ingin melakukan pengukuran kapasitas infiltrasi perlu pula disediakan infiltrometer atau tabung pengukur infiltrasi. Peralatan survei yang dikemukakan di atas adalah ­per­alatan yang berkaitan dengan pengamatan sifat‑sifat tanah di lapang. Di samping itu perlu pula disiapkan keperluan penginapan, transportasi, tenaga kerja, dan ­lo­gistik. Penjelajahan beberapa hari di hutan memerlukan tenda-tenda penginapan (pada waktu kini tersedia tenda plastik yang relatif lebih ringan). Jika jalan‑jalan dapat dilalui kendaraan bermotor, atau sungai‑sungai dapat dilalui ­pe­ rahu bermotor, maka untuk mempertinggi mobilitas tim perlu memanfaatkan kedaraan tersebut. Tenaga kerja lokal diper­lukan untuk penunjuk jalan, mengangkut barang‑barang, merintis, membuat profil tanah, dan memutar bor tanah. 1.7 Pelaksanaan Survei 1.7.1 Persiapan Untuk menghasilkan peta tanah yang baik perlu dilakukan survei satuan tanah yang cermat dan teliti, baik dari segi kartografi maupun klasifikasi tanahnya. Pengamatan di lapang harus menggambarkan titik‑titik pengamatan ke dalam peta secara tepat. Pengamatan yang baik di lapang tetapi salah mele­takkan atau menggambarkannya ke dalam peta akan menghasil­kan peta tanah yang salah, sehingga peta yang dihasilkan menjadi tidak bermanfaat. Untuk dapat menghasilkan peta satuan tanah yang baik dan benar diperlukan persiapan yang cermat. Tahap persiapan meliputi tahap studi pustaka, yaitu meneliti dan mengkaji pustaka yang telah ada tentang kea­daan tanah di daerah yang akan disurvei, dengan demikian gambaran kasar tentang Ali Kabul Mahi

21

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH daerah studi telah di dapat. Dalam tahap persiapan selanjutnya perlu melakukan kajian terhadap berbagai data terutama peta ­to­pografi, peta geologi, data iklim dan hidrologi, pola ­drai­nase, penggunaan tanah, tataguna hutan kesepakatan, penduduk, sarana angkutan (komunikasi), dan lain‑lain. Dalam tahap persiapan ini termasuk pula pembuatan peta dasar yang akan digunakan dalam survei utama. Seperti diketahui bahwa penyebaran tanah di suatu daerah tidak terjadi secara acak tetapi lebih sistematis, yang dipengaruhi oleh bahan induk, relief, organisme, iklim, dan unsur batuan. Oleh karena itu dalam menentukan batas batas satuan peta tanah, di samping hasil pengamatan di lapang dapat pula dibantu dengan memperhatikan faktor faktor pembentuk tanah tersebut. Dalam hal ini dapat diadakan penggabungan dari kedua cara tersebut, karena pada kenyataannya banyak batas batas tanah yang berimpit dengan batas batas lereng, bentuk wilayah, fisiografi, dan sebagainya. Informasi mengenai faktor faktor pembentuk tanah di suatu daerah perlu dipelajari sebelum melaksanakan survei, untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi pengamatan di lapang, dengan cara mempelajari hasil-hasil studi yang telah dilakukan atau pernah dilakaukan di daerah yang akan di suvai. 1.7.2 Survei Pendahuluan Survei pendahuluan merupakan tahapan kedua setelah persiapan, yang bertujuan menyiapkan keperluan survei utama yang akan dilakukan di lokasi survei. Selain menyiapkan hal hal yang berhubungan dengan administrasi, survei pendahuluan bertujuan untuk melakukan orientasi di daerah survei guna memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi lapang dan identifikasi masalah-masalah yang mungkin di temui pada waktu survei utama, seperti keadaan transportasi, tenaga kerja, adat istiadat, dan sebagainya. Dalam kesempatan ini perlu dilakukan beberapa pengamatan pendahuluan tentang jenis jenis tanah yang terdapat di daerah survei, penggunaan tanah serta keadaan lingkungan, dan membandingkannya dengan hasil interpretasi foto udara. Modifikasi rencana kerja mungkin dilakukan sesuai dengan hasil survei pendahuluan tersebut. Pada survei pendahuluan ini hanya melibatkan tim inti saja untuk memantapkan rencana kerja selanjutnya. 1.7.3 Survei Utama Survei utama merupakan kegiatan utama di lapang dalam program survei dan pemetaan tanah, yang melibatkan seluruh anggota tim. Tugas survei utama adalah mengidentifikasi jenis tanah dan faktor faktor lain yang mempengaruhi kesesuaian lahan, seperti lereng, keadaan batu, bahaya banjir, serta menentukan penye¬barannya di daerah

22

Ali Kabul Mahi


tersebut. Jenis jenis tanah ditentukan berdasarkan atas pengaÂŹmatan profil tanah di lapang dibantu dengan hasil analisis contoh tanah tiap tiap horizon di laboratorium. Batas batas penyebaran jenis tanah dapat ditentukan dengan cara melakukan pengeboran tanah, yaitu (a) secara sistematis, dan (b) secara teknis. Pengeboran (borring) tanah secara sestimatis adalah sistem pengeboran tanah yang dilakukan pada jarak yang sama tanpa memperhatikan kondisi topografi yang ada. Oleh karena itu cara sistematis ini dilakukan dengan sistem grid, yang dilakukan pada setiap jarak 100 m x 250 m, 500 x 500 m, 1.000 m x 1.000 m, sesuai dengan tingkat ketelitian peta satuan tanah yang dikehendaki. Makin rapat jarak pengeboran tanah makin teliti peta satuan tanah yang didapat. Pengeboran tanah secara teknis adalah sistem pngeboran tanah yang dilakukan atas dasar perbedan faktor lingkungan yang ada, seperti perbedaan lereng, perbedaan bentuk wilayah, perbedaan pertumbuhan vegetasi, fisiografi, bahan induk, dan sebagainya. Cara ini didasarkan atas kenyataan bahwa ada hubungan antara sifat sifat tanah dengan faktor lingkungannya. Cara sestimatis dapat dilakukan oleh pemeta satuan tanah yang belum banyak pengalaman dalam survei satuan tanah, sedangkan cara teknis dapat memberikan hasil baik dan lebih cepat bila dilakukan oleh pemeta tanah yang mampu menafsirkan hubungan sifat sifat tanah dengan faktor lingkungan di daerah tersebut. Sistem grid lebih cocok untuk daerah daerah dataran, sedangkan untuk daerah bergelombang dapat memberikan hasil yang salah. Sebagai contoh, pengeboran dengan jarak 500 meter di daerah bergelombang ada kemungkinan akan terus menerus membor di daerah lembah yang datar, sehingga bila hanya didasarkan atas pengeboran saja maka hanya tanah tanah di daerah lembah yang teramati. Pengeboran dilakukan berulang kali sampai dengan bahan induk bila kedalaman tanah kurang dari 120 cm. Pada setiap pengeboran, yang umumnya mencapai ketebalan 10 20 cm, diamati warna, tekstur, adanya karatan, kemasaman tanah, dan lain lain. Setiap perubahan sifat sifat tanah sesuai dengan kedalamannya harus dicatat, sehingga didapat gambaran tentang sifat profil tanah tersebut. Pembuatan profil tanah dilakukan pada tempat tempat yang betul betul mewakili satuan peta tanah. Profil tanah dibuat dengan menggali lubang sampai kedalaman 150 200 cm atau sampai lapisan bahan induk, kalau solum tanah tebalnya kurang dari batas tersebut. Setiap satuan peta harus diwakili oleh profil pewakil dan untuk satuan peta tanah yang luas perlu diwakili oleh lebih dari satu profil pewakil. Satuan peta tanah terdiri dari beberapa unsur satuan peta yang pada pokoknya dapat dibedakan menjadi unsur tanah dan unsur

Ali Kabul Mahi

23

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan tanah tersebut. Jenis unsur satuan peta tanah ditentukan oleh ketelitian atau jenis peta tanah yang akan dibuat. Perlu diketahui meskipun masing masing satuan peta tanah telah dibuat sehomogen mungkin namun karena terbatas oleh skala peta yang ada, maka pada satuan peta tersebut masih sering dijumpai jenis tanah lain yang tidak sama sifatnya dengan sifat tanah utama dalam satuan peta tanah tersebut. Tanah tanah lain yang dikemukakan dalam satuan peta tanah ini disebut inklusi. Inklusi ini dapat terjadi karena sulitnya membatasi jenis tanah dalam luasan yang terlalu kecil. Jumlah luasan terkecil yang dapat dibatasi dalam satuan peta tergantung pada skala peta. Berdasarkan alasan teknis pembuatan peta, ditentukan bahwa suatu areal dapat dibatasi dalam peta bila pada peta tersebut mempunyai luas minimum 1,25 cm2, sehingga tanda tanda peta masih dapat dituliskan di dalamnya. Ada dua macam inklusi, yaitu: (a) inklusi yang mempunyai sifat sifat lebih buruk daripada sifat tanah utama dalam satuan peta tersebut, dan (b) inklusi dengan sifat sifat yang sama atau lebih baik daripada sifat sifat tanah utama. Jumlah inklusi yang diperbolehkan dalam masing masing peta tanah berbeda beda. Apabila sifat sifat inklusi lebih buruk daripada sifat sifat tanah utama, maka jumlahnya tidak boleh lebih dari 10%, sedangkan bila sifatnya sama dengan sifat tanah utama, maka jumlahnya tidak boleh lebih dari 30%. Bila jumlah inklusi melebihi batas batas tersebut, maka satuan peta tanah tersebut merupakan asosiasi atau kompleks. 1.7.4 Pengamatan Lapang Survei tanah yang mengahasilkan peta satuan tanah bersifat inventarisasi satuan tanah di suatu daerah. Inventarisasi ini menyangkut satuan tanah dan luasannya. Sebagai suatu usaha inventarisasi, maka pemetaan satuan tanah yang baik memerlukan klasifikasi tanah yang baik, pemeta atau penyurvai yang baik, dan peta dasar yang baik. Survei tanah menyangkut pengamatan sifat sifat satuan tanah dan lahan, sifat sifat alami lingkungan yang mempengaruhi pembentukan dan pengguna-an tanah, dan pengalaman mengenai penggunaan tanah itu. 1.7.4.1 Pengamatan Lingkungan Pengamatan sifat sifat alami lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui faktor faktor yang mungkin mempengaruhi pembentukan dan penggunaan tanah. Sifat sifat tersebut mencakup geomorfologi, geologi, iklim, air, vegetasi, dan satwa yang dilindungi, seperti dikemukakan berikut ini.

24

Ali Kabul Mahi


(1) Geomorfologi Geomorfologi berkaitan dengan evolusi bentuk permukaan dan bentang lahan, terutama oleh proses proses erosi. Dua sifat permukaan yang penting ialah relief dan lereng. Relief ialah perbedaan tinggi disuatu permukaan. Bentuk permukaan sering dinyatakan dengan relief. Desaunettes (1977) mengemukakan kelas kelas relief seperti tertera pada Tabel 8. Lereng 0 15% dinamakan landai (gentle), 16 30% agak curam (moderately steep), 31 50% curam (steep), 51 75% persen sangat curam (very steep), dan >75% dinamakan patah (abrupt). Sifat yang juga berasosiasi dengan relief dan bentuk permukaan ialah pengirisan (dissection) yang dinyatakan dalam kelas kelas teoriris sedikit (slightly dissected), agak teriris (moderately dissected), teriris (dissected), dan sangat teriris (strongly dissected). Desaunettes (1977) mengemukakan, bahwa secara fisiografi, bentuk permukaan tergolong ke dalam beberapa sistem dan sub sistem. Sistem Aluvial mencakup sub sistem aluviomarin (misalnya rawa, rawa pasang surut, mangrove, delta, pantai tua); subsistem aluvial (misalnya dataran banjir, dataran aluvial, teras baru, kipas aluvial, aluvial, lembah, tanggul sungai (levee), rawa belakang (back swamp); subsistem aluvial koluvial (misalnya interhill miniplain, kipas kolivial, koluvial, koluvium kaki lereng); dan subsistem aluvial tertutup (misalnya dataran lakustrin). Tabel 8. Tipe Relief No

Relief

Keterangan

Lereng kurang dari dua persen; perbedaan tinggi kurang dari satu meter. Lereng dua sampai delapan per­sen; 2 Berombak (Undulating) perbedaan tinggi sekitar 10 m. Lereng delapan sampai 16 persen; 3 Bergelombang (Rolling) perbedaan tinggi sekitar 10 m. Lereng lebih dari 16 persen; 4 Hummocky perbedaan tinggi sekitar 10 m. Lereng lebih dari 16 persen; 5 Hillocky perbedaan tinggi 10-50 m. Lereng lebih dari 16 persen; 6 Berbukit (Hilly) perbedaan tinggi 50-300m. lebih dari 16 persen; 7 Bergunung (Mountainous) Lereng perbedaan tinggi lebih dari 300 m. Sistem Marin mencakup bentuk bentuk, antara lain, pantai, tanjung, seme-nanjung, bukit pasir, rawa pasang surut, dataran pasang surut, dataran lumpur, ka-rang, dataran kering. Sistem Dataran mencakup 1

Datar (Flat)

Ali Kabul Mahi

25

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH bentuk bentuk, antara lain, dataran pantai, nyaris dataran (peneplian), dataran lava, teras, lembah (basin). Ke dalam Sistem Perbukitan termasuk, antara lain, bentuk bentuk bukit, punggung, bukit kecil (hillock), berbukit bukit kecil (hummock), dataran di antara dua aliran sungai yang searah (interfluve), puncak, lereng belakang, bukit kaki. Sistem Pegunungan dan Dataran Tinggi mencakup antara lain, bentuk bentuk gunung, dataran tinggi (high plain), dataran pegunungan (plateau), talus, lereng talus, teras, intermontane. Ke dalam Sistem Campuran termasuk bentuk bentuk, antara lain, rockoutcrop, bad lands, land slide, earth slide, aliran lumpur, soil creep. Bentuk bentuk permukaan dapat juga dinyatakan menurut peristiwa khusus. Berdasarkan sistem iklim dikenal, misalnya, gurun, glasial, dan periglasial. Berdasarkan sistem struktur dan tektonik dikenal, antara lain, cuesta, fault plane, block mountain, tectonic basin, graben, canyon, punggung antiklin, lembah sinklin, lembah antiklin, punggung sinklin, dip slope, carp slope. Berdasarkan sistem volkanik dikenal, antara lain, strato volcano, lereng, aliran lava, lahar, dataran volkanik, intervolcano plain, kaldera, lava plain, lava plateau, abu, cinder, lapili, tuf, konglomerat, solfatar. Dan berdasarkan sistem karst dikenal, antara lain, dataran karst, katavothre atau sinkhole. (2) Geologi Geologi berkaitan dengan jenis dan umur batuan, dan batuan berkaitan dengan mineral mineral. Seperti diketahui tanah terbentuk dari batuan setelah mengalami proses hancuran iklim. Fitzpatrick (1971 dalam Sarwono, 1988) mengemukakan klasifikasi batuan (atau bahan induk), dan kandungan mineralnya tertera pada Tabel 9 dan Tabel 10, sedangkan tarikh geologi dapat memberikan gambaran mengenai umur batuan seperti tertera pada Tabel 11. (Cronis dan Krumbein, 1936 dalam Sarwono, 1988) (3) Iklim Data iklim yang dikumpulkan mencakup curah hujan, temperatur, kelembaban, kecepatan dan arah angin, dan penyinaran matahari. Data curah hujan lazimnya diperoleh dari penakar penakar hujan yang ada di ibukota kecamatan, sedangkan data iklim lengkap diperoleh dari lapangan udara atau stasiun stasiun penelitian yang ada di daerah survei. (4) Air Pengamatan mengenai air mencakup pola drainase, debit air sungai, penampang sungai, dan kualitas air, baik untuk tanaman maupun untuk manusia dan hewan. Di daerah pasang surut juga

26

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(5) Vegetasi Pengamatan vegetasi menyangkut pola tataguna tanah saat ini, jenis tumbuhan kerapatan, dan diameternya (bagi pohon pohon di hutan dan belukar). Hasil pengamatan vegetasi memberi sumbngan dalam penilaian kesesuaian untuk pertanian, juga dalam hal mempertimbangkan usaha yang perlu dilakukan dalam pembukaan daerah, di samping memberi bahan pertimbangan nilai ekonomi pohon pohon dalam hutan. Pengamatan vegetasi mencatat pula jenis  jenis tumbuhan yang perlu dilindungi.  Tabel 9. Tipe Batuan Utama dan Mineraloginya Tipe batuan Ultra basa  Peridotit  Serpentin Basa  Amplibolit  Basal  Gabro Intermedium  Andesit  Diorit  Sienit Asam  Konglomerat (satu tipe)  Granit  Gneis  Obsidian  Batu Pasir  Skis  Batu Tulis Sangat Asam  Kuarsit  Batu Pasir  Batu Tulis Karbonat  Batu Pasir  Batu Kapur  Dolomit  Gamping  Marmer

Mineralogi

Olivine, esutatit, augit, hornblende, biotit, plagioklas, Autigorit, krisotil Hornblende, klorit, epidot, plagioklas, garnet Augit, hiperstine, olivin, plagioklas, magnetit Augit, hornblende, biotit, eustatit, hiperstin, olivin, apatit, plagioklas Hornblende, biotit, augit, hiperstin, plagioklas, kuarsa Hornblende, biotit, augit, plagioklas, kuarsa, apatit Ortoklas, plagioklas, biotit, apatit

Ortoklas, plagioklas, biotit, muskopit, kuarsa Ortoklas, plagioklas, muskovit, kuarsa, apatit, biotit Ortoklas, plagioklas, (muskovit, kuarsa, apatit, biotit, atau kuarsa, biotit, muskovit, apatit) Non-kristalin > 65% SiO2 Kuarsa, felspar, biotit, muskuvit Kuarsa, biotit, muskovit, felspar Kuarsa, klonit, muskovit Kuarsa, muskovit, felspar Kuarsa, muskovit, felspar Kuarsa, klonit, muskovit Kuarsa, felspar, mika, kalsit, dolomit Dolomit, kalsit, fosil Ali fosil Kabul Mahi Kalsit, dolomit, Kalsit, dolomit, epidomit, ziosit, diopside

27

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

mencakup ketinggian air pada waktu pasang dan pada waktu surut. Data mengenai air dan iklim diperlukan untuk penilaian penyediaan air irigasi, air minum, dan kemungkinan bahaya banjir.




 Kuarsit  Batu Pasir  Batu Tulis Karbonat  Batu Pasir  Batu Kapur  Dolomit  Gamping  Marmer Organik  Batu Bara

Kuarsa, muskovit, felspar Kuarsa, muskovit, felspar Kuarsa, klonit, muskovit

1. SURVEI TANAH Kuarsa, felspar, mika, kalsit, dolomit Dolomit, kalsit, fosil Kalsit, dolomit, fosil Kalsit, dolomit, epidomit, ziosit, diopside Sisa tumbuhan





  Tabel 10. Tipe Batuan dan Kandungan Mineral  Tipe Batuan Keterangan No Tipe Batuan Keterangan No 1 Ultrabasa mengandung lebih dari 90% mineral feromagnesium

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)



40% dari sampai mineral feromagnesium 12 Ultrabasa mengandung lebih 90%90% mineral feromagnesium Basa dan/atau 45% 40% sampai 55% SiO 2 mineral feromagnesium mengandung sampai 90% 2 Basa mengandung 20% sampai 40% mineral feromagnesium dan/atau 45% sampai 55% SiO 2 3 Intermedier dan/atau 55 sampai 65 persen SiO mengandung 20% sampai 40% mineral feromagnesium 2 3 Intermedier mengandung 5% sampai 20%SiO mineral feromagnesium dan/atau 55 sampai 65 persen 2 4 Asam dan/atau 65 sampai 85 persen mengandung 5% sampai 20%SiOmineral feromagnesium 2 4 Asam dan/atau 65 sampai persen SiO2 feromagnesium 5 Sangat Asam mengandung kurang85dari 5% mineral 56 Sangat Asam mengandung kurang dari 5% mineral feromagnesium Karbonat satu sampai 30% Ca- dan Mg-karbonat 67 Karbonat mengandung satu 30% dan Mg-karbonat Gamping lebihsampai dari 30% Ca-Cadan Mg-karbonat 78 Gamping mengandung lebih dari 30% Ca- dan Mg-karbonat Salin 2% garam dapat larut 89 Salin mengandung lebih dari 2% larut Organik 30%garam bahandapat organik. mengandung lebih dari 30% bahan organik.  9 Organik    11. Tarikh Geologi (Cronis dan Krumbein, 1936 dalam Tabel   Sarwono, 1988)) No Tarikh Geologi Keterangan No Tarikh Geologi Keterangan Dimulai 3.162 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 1 Era Azoik Dimulai 3.162 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 1.162 juta tahun 1 Era Azoik 1.162 juta tahun Dimulai 2.000 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 2 Era Arkeozoik Dimulai 800 juta 2.000 tahun juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 2 Era Arkeozoik 800 juta tahun Dimulai 1.200 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 3 Era Proterozoik Dimulai 650 juta 1.200 tahun juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 3 Era Proterozoik 650 juta tahun Dimulai 550 juta tahun yang lalu dengan periode Kambrium Dimulai 550 juta juta tahun lalu Ordovisium dengan periode Kambrium selama 105 tahun, yang periode selama 70 juta selama 105 juta tahun, periode Ordovisium selama juta tahun, periode Silur selama 25 juta tahun, periode 70 Devon tahun, Silur periode selama Missisipi 25 juta (Karbon tahun, periode Devon selama periode 35 juta tahun, bawah) selama 4 Era Paleozoik selama juta tahun, periode Missisipi(karbon (Karbonatas) bawah) selama 4 Era Paleozoik 35 ju-ta35tahun, periode pensilvania selama 45 35 tahun, periodePerm pensilvania atas) selama 45 jutaju-ta tahun, dan periode selama (karbon 35 juta tahun juta tahun, dan periode Perm selama 35 juta tahun Dimulai 200 juta tahun yang lalu dengan periode Trias selama Dimulai 200 juta tahun yang lalu dengan periode Trias selama 5 Era Mesozoik 32 juta tahun, periode Jura selama 38 juta tahun, dan periode 5 Era Mesozoik 32 juta tahun, periode Jura selama 38 juta tahun, dan periode Kapur selama 70 juta tahun Kapur selama 70 juta tahun Dimulai 60 juta tahun yang lalu dengan periode tertier yang Dimulai 60 juta tahun yang lalu dengan periode tertier yang terdiri dari epok Eosen selama 20 juta tahun, epok Oligeosen terdiri dari epok Eosen selama 20 juta tahun, epok Oligeosen 6 Era Kenozoik selama 10 juta tahun, epok Miosen selama 18 juta tahun, dan selama 10 juta tahun, epok Miosen selama 18 juta tahun, dan 6 Era Kenozoik epok Pliosen selama 10 juta tahun; dan periode kuarter yang epok Pliosen selama 10 juta tahun; dan periode kuarter yang terdiri dari dari epok epok Pleistosen Pleistosen selama selama dua dua juta juta tahun tahun dan dan epok epok terdiri Holosen yang mencakup masa kini. Holosen yang mencakup masa kini.

  

28

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(7) Sejarah Penggunaan Lahan Sejarah penggunaan lahan di daerah survei perlu untuk penetapan nilai prediksi. Pengamatan dilakukan terhadap praktek agronomi (jenis tanaman, pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan tanaman, proteksi tanaman, dan produksi), peternakan, dan perikanan. Pengamatan sosial ekonomi penduduk juga dilakukan. Hasil hasil pengamatan ini dibandingkan dengan hasil hasil penelitian dan pengalaman di tempat lain. Hal ini dapat memberi petunjuk kemungkinan ÂŹpeÂŹningkatan produktivitas. 1.7.4.2 Pengamatan Sifat Sifat Tanah Pengamatan sifat sifat tanah dimaksudkan untuk mengetahui jenis jenis tanah. Sifat tanah yang diamati bertitik tolak dari sistem klasifikasi tanah yang digunakan. Sebagai tubuh alami bebas yang sifat sifatnya ditentukan oleh faktor faktor pembentuk tanah, maka pengamatan sifat sifat tanah ditujukan pada horizon horizonnya. Pada horizon tanah diamati warna, tekstur, struktur, konsistensi, karatan, ukuran pori, kandungan bahan kasar, ketebalan, dan batasnya. Jika perlu di laboratorium ditetapkan juga kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan mineral mineral primer maupun liat. Dalam hal hal tertentu ditetapkan pula kerapatan lindak (berat isi/bulk density), permeabilitas, kadar sulfide, dan kejenuhan Na. Berdasarkan perbedaan pada sifat sifat ini diketahui jenis jenis tanah yang ada di daerah survei. Pengamatan karakteristik lahan menyangkut sifat sifat tanah, lereng, drainase, kedalaman efektif, dan kesuburan lapisan olah. Tingkat kesuburan dinilai melalui analisis laboratorium untuk bahan organik, unsur unsur hara (N, P K, Ca, Mg), pH, kejenuhan basa, dan unsur unsur yang mungkin mengganggu (seperti Al, Fe, dan Mn). Pengenalan lahan secara sederhana didasarkan pada tekstur tanah, kedalaman efektif, dan lereng pada ketinggian tertentu. Setiap kali melakukan penelitian tanah perlu disertai dengan pengamatan tanah di lapang. Pengamatan di lapang terdiri dari pengamatan penampang tanah dan daerah sekeliling. Penampang tanah dibuat baik di tanah asli atau di tanah yang telah dimanfaatkan oleh manusia. Sedapat mungkin lapisan bawah masih asli. Pengamatan

Ali Kabul Mahi

29

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(6) Satwa yang Dilindungi Pengamatan satwa yang dilindungi mencakup jenis jenis satwa yang dilindungi menurut undang undang dan melihat apakah daerah itu merupakan habitat satwa tersebut. Hasil pengematan dipergunakan dalam pertimbangan apakah daerah itu dapat dibuka, atau satwanya dapat dipindahkan.


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH penampang meliputi semua ciri yang dapat dilihat, dirasa atau dibedakan dengan alat alat sederhana dari seluruh penampang atau tiap lapisan/horizon. Pengamatan daerah sekeliling meliputi semua faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan tanah atau kemampuan tanah untuk penggunaan tertentu. Pencatatan harus dilakukan secara objektif. Di dalam pelaksanaan pencatatan diperlukan istilah istilah, pengertian, ukuran dan batas batas yang sama. Lembaga Penelitian Tanah Bogor telah membuat kartu isian untuk mempermudah cara pengamatan/pencatatan, seperti tertera pada Tabel 12. dan 13. Isian meliputi semua unsur unsur genesis yang penting (proses pembentukan), kesesuaian lahan, dan administrasi tiap penampang yang diamati. Unsur tersebut terdiri dari ciri ciri di dalam penampang (horizon, warna, tekstur, struktur, konsistensi, karatan, bahan kasar, dan isian-isian lain), kondisi lingkungan penampang (iklim, bahan induk, vegetasi, fisiografi, relief, lereng, drainase, batu batu, penghanyutan, banjir, salinitas, dan pengerutan), dan perubahan perubahan yang telah dialami tanah (oleh pengaruh manusia dan penggunaan tertentu). (1) Pengamatan Penampang Tanah Penampang tanah tidak boleh dibuat di tempat bekas timbunan tanah. Untuk mencegah kesalahan, penampang jangan dibuat terlalu dekat (kurang dari 50 m) dengan jalan, saluran air, perumahan, pekarangan, pergudangan atau pabrik. Memilih tempat pembuatan penampang dilakukan dengan cara berikut: (a) menjelajah wilayah untuk mengenal bentuk wilayah, sambil mengadakan pengeboran untuk mengenal warna tanah, perubahan perubahan yang telah terjadi, keadaan batu di atas dan di dalam tanah; (b) di tempat tempat yang akan dibuat penampang tanah, dilakukan pengeboran sedalam satu meter di dua atau tiga tempat berjatak satu meter. Jika 2 3 pengeboran menunjukkan keadaan tanah yang sama, maka tempat tersebut sudah baik untuk pembuatan penampang. Ciri ciri tanah tidak alami yaitu adanya gumpalan gumpalan arang, bata, pecahan gelas atau bekas pembakaran, dan lain lain; Secara umum ukuran penampang (panjang x lebar x dalam) “ 1,5 x 1 x 2 m, seperti tertera pada Gambar 1. Pada tanah berat/dangkal ukuran penampang dapat diperkecil.

30

Ali Kabul Mahi


  

1. SURVEI TANAH

   

  

Gambar 1. Contoh Lubang Penampang Tanah (Ukuran 1,5x1x2,0 meter)

 





Tabel Kartu Pengamatan Penampang Tanah (halaman depan)  12. 12. Tabel Kartu Pengamatan Penampang

Pemeta 

:

SERI

:

 Nomor Lapang :

FASE

:

Tanggal

:

Fisiografi

:

Bahan induk

:

Formasi geologi

:

Lembaran :

Tanah (halaman depan) TANDA SATUAN PETA

Peta

:

Potret udara

:

RELIEF

Kabupaten

:

Kecamatan

:

Tunggal

Desa

:

Bentuk

Tinggi dpl

:…………….m Eksposisi

# Sekarang

:

Permukaan

……………………

………………..

# Kemarin

:

Permeabilitas ……………………

………………..

Glei

Air tanah

………………..

Kelembaban

Makro

Bukit rayap/lonsoran akibat erosi/gilgai/munds LERENG ……………………

………………

……………………

………………

……………………

………………

Cuaca:

Ganda Panjang Letak di lereng

DRAINASE

IKLIM

……………………

Di dalam

- Tipe (Koppen)

:

- Curah hujan

: ……….mm/th KEADAAN BATU : Permukaan/lapidsan ke: ……/seluruh penampang

-Bulan-bulan kering: ……… bulan Kecil: ukuran …………..

Besar: ukuran : ………..

(Schmidt&Ferguson)

Bentuk:

bentuk :

VEGETASI:

Asli/bukan asli

Sifat : homogen/heterogen

Sifat

Dominan

:

jumlah: sedikit/sedang/banyak

jumlah:

Spesifikasi

:

: homogen/heterogen

sedikit/sedang/banyak

EROSI/GENANGAN/BANJIR : ringan-sedang-berat/permanen/insidentil Pasang-surut

: ………………..bl/th

Usaha pencegahan: ………………………….. PENGGUNAAN TANAH Lama penggunaan : Tanaman utama Sistem

:

: rotasi/timpangsari/multiple cropping

Tanaman lain :

AliPengelolaan Kabul Mahi : primitif/tradisional/intensif Pupuk

: kandang/kompos/Urea/ZA/TS/DS

31

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)


Dominan

:

jumlah: sedikit/sedang/banyak

jumlah:

sedikit/sedang/banyak Spesifikasi

: : ringan-sedang-berat/permanen/insidentil 1.EROSI/GENANGAN/BANJIR SURVEI TANAH Pasang-surut

Tabel 12. Lanjutan

: ………………..bl/th

Usaha pencegahan: …………………………..

PENGGUNAAN TANAH Lama penggunaan : Tanaman utama Sistem

Tanaman lain :

:

Pengelolaan : primitif/tradisional/intensif

: rotasi/timpangsari/multiple cropping

Sumber air : curah hujan/irigasi (teknis/ setengah

Pupuk

: kandang/kompos/Urea/ZA/TS/DS

Hasil

:

Teknis)/waduk/pompa/sumur: ……m Pasang surut. Posisi penampang bagan

CATATAN LAIN Kemampuan Wilayah

:

Penyakit/Hama

:





 

 Tabel 13. Kartu Pengamatan Penampang Tanah (halaman belakang)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Nomor Lapisan Simbol lapisan Dalam lapisan (cm) Batas Lapisan (Batas topografi) Warna munsel : Matrik Jepang/Amerika : Karatan

I

a g c s w i

Tekstur

s

Kandungan bahan kasar (konkresi/hablur/fragmen)

Fe Mn

gr cl Si

VF 1 F 2

M

Struktur (tunggal/majemuk) C 3 VC Kode struktur (jongerius) Mikro Pori tanah : Meso Makro Ripening

K on si s t e n s i

Karatan

Jumlah Ukuran : Bandingan Batas Bentuk

pH lapang Reaksi terhadap HCl Perakaran : halus : kasar Epipedon Horizon 32 penciri Horizon tambahan Padas

sd sd sd 1 B So Ss S Vs Po Ps P Vp Sd Sd K B J Bl

s s s 2 L l Vf F T Vt Et

bi bi s j s bs

II

d b

L Ca B pl P cp b ab sb g cr l m

a g c d a s w i b s

s Fe Mn 1

2

3

gr cl Si

l

Ca B VF pl p F cp b M ab sb C g cr VC l m

s

III

IV

V

g c w i

d a g c d a b s w i b s

g c w i

gr cl Si

Fe Mn VF 1 F 2

M C

3

b sd s b sd b sd s b sd b sd s b sd 3 1 2 3 1 K B L K B l so l l so s ss Vf s ss sh s F sh s h vs T h vs H po Vt h po eh Ps Et eh ps P p Vp vp ba Sd bi ba sd ba K s b k b B j n b n J s k j K Bl bs bi bl Bi

VC

s s s 2 L l Vf F T Vt Et

bi s j s bs

l Ca B pl p cp b ab sb g cr l m

gr cl l Si Fe Ca Mn B VF pl 1 p F cp b 2 M ab sb C g 3 cr VC l m S

s

VF 1 F M C 3

b sd s b sd b sd s b sd b sd s b sd 3 1 2 3 1 K B L K B l so l l so s ss Vf s ss sh s F sh s h vs T h vs h po Vt h po eh ps Et eh ps p p vp vp ba sd bi ba sd b k s b k n b j n b k j s k j bi bl bs bi bl

banyak sedang sedikit sampai banyak sedang sedikit sampai Molic/umbric/antrhopic/plaggen/histic/ohric Ali Kabul Mahi Tanpa/argilic/natric/agric/spodic/cambic/oxic Petro ferric/ptro plinthic/calcic/gypsic/salic/albic/sulfidic/sulfuric Petro calcic/petro gypsic/placic/ fragipan/duripan

gr cl Si

Fe Mn

2

VI

VC

s s s 2 L l Vf F T Vt Et

bi s j s bs

d a g c d b s w i b

l Ca B pl p cp b ab sb g cr l m

s

gr cl Si

Fe Mn VF 1 F 2

M C

3

b b b 3 K l s sh h h eh

sd sd sd 1 B so Ss S Vs Po Ps P Vp ba sd b k n b k j bi bl

….…… cm …….… cm ……. cm ……. cm ……. cm ……. Cm

VC

s s s 2 L l Vf F T Vt Et

l Ca B pl p cp b ab sb g cr l m b b b 3 K l s sh h h eh

bi ba s b j n s k bs bi


Karatan

Jumlah Ukuran : Bandingan Batas Bentuk

Vp Sd Sd K B J Bl

bi bi s j s bs

ba ba b n K Bi

Vp Sd bi ba K s b B j n J s k 1. Bl bs bi

vp sd bi k s b j j s SURVEI bl bs

vp ba sd bi ba b k s b n b j n k j s k TANAH bi bl bs bi

vp sd k b j bl

bi s j s bs

ba b n k bi

Vp sd bi ba k s b b j n j s k bl bs bi

………………

………………….

………………….

Pengamatan penampang dilakukan berurutan sebagai berikut: • dengan memperhatikan perbedaan warna maka dapat ditarik batas batas tahap ke 1 yang dibuat dengan menggoreskan pisau sesuai arah perubahan warna yang ada, • dengan pisau (di tangan kanan) dibuat tusukan tusukan/cukilan cukilan sambil meremas gumpalan tanah (dengan tangan kiri) untuk mengetahui konsistensi dan tekstur tiap lapisan yang telah dibuat pada tahap ke 1, maka dapat dibuat batas batas tahap ke 2, dengan menggoreskan pisau sesuai arah perubahan kekerasan yang dirasakan, • tiap horizon/lapisan ditentukan dalam dan tebalnya, dan diberi nomor, • tiap batas horizon ditentukan bentuk dan topografinya, • tiap lapisan/horizon berturut turut dari atas ke bawah ditentukan sekaligus warna, tekstur, struktur, konsistensi, karatan, dan pH, kan-dungan bahan kasar, pori tanah, dan tingkat perkembangan/ kematangan tanah, • kemudian seluruh penampang diamati berturut turut kea¬daan perakaran, padas, kandungan CaCO3, bahan organik, selaput liat, horizon penciri, dan lain lain, • berdasarkan keterangan di atas lalu diisi simbol tiap horizon/lapisan, ciri ciri tertentu dapat digunakan untuk pembeda seri atau macam tanah di tempat lain. (2) Pencatatan Penampang Tanah Hasil pengamatan penampang dicatat dalam daftarisian. Daftar isian penampang terdiri dari halaman depanmemuat keterangan umum dan keterangan utama, dan halaman belakang memuat catatan penampang.

Ali Kabul Mahi

33

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

pH lapang 13. Lanjutan Tabel Reaksi terhadap HCl Perakaran : halus banyak sedang sedikit sampai ….…… cm : kasar banyak sedang sedikit sampai …….… cm Epipedon Molic/umbric/antrhopic/plaggen/histic/ohric ……. cm Horizon penciri Tanpa/argilic/natric/agric/spodic/cambic/oxic ……. cm Horizon tambahan Petro ferric/ptro plinthic/calcic/gypsic/salic/albic/sulfidic/sulfuric ……. cm Padas Petro calcic/petro gypsic/placic/ fragipan/duripan ……. Cm Sifat-sifat lain Selaput liat/bidang kilir/plintit/selfmulching/fibric/hemic/sapric/sulfur/celah Catatan (1) Temperatur tanah : ………….. (50 cm dari permukaan) (2) Tekstur pasir (s) : halus/sedang/kasar; homogen/heterogen (3) Glei (reaksi terhadap diperindil): nyata/baur;Kedalaman: ……………….. cm (4) Pengukuran pH dengan (lamotte/pH meter) : ………………………….. (5) ………………….. KLASIFIKASI Puslitanak FAO/Unesco USDA


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH Keterangan umum adalah keterangan yang menyangkut masalah administrasi pencatatan penampang: a) Pemeta, yaitu nama orang/pemeta yang melakukan pengaÂŹmatan lapang. b) Nomor lapang merupakan tanda sandi pemeta/pengirim dengan nomor urut penampang pada suatu pemetaan tertentu. c) Tanggal, yaitu hari pengamatan/pengambilan contoh tanah. d) Lokasi, yaitu nama desa, kecamatan, kabupaten (Dati II) daerah peng-amatan; lembaran peta topografi tertentu; tempat ditentukan dengan koordinat (dinyatakan dengan jarak dan azimut) dari dua tempat yang mudah dikenal, disebutkan letaknya terhadap gejala bentuk wilayah tertentu. e) Cuaca, yaitu keadaan cuaca waktu pengamatan penampang dan peng-ambilan contoh tanah (S = sekarang) dan sehari sebelumnya (K = kemarin). f) Nomor lembaga, yaitu nomor pendaftaran contoh tanah di Lembaga Penelitian Tanah, Bogor (diisi di kantor). g) Nomor pengirim, yaitu nomor sandi pemeta/pengirim dengan nomor urut penampang (1, 2, 3, dst.), ditambah dengan nomor masing masing lapisan/ horizon yang ditandai dengan angka Romawi (I, II, III, IV, dst.). Keterangan utama adalah keterangan fakta fisik tanah dan lingkungannya, serta faktor faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan (genesis) dan kemampuan tanah bagi suatu penggunaan tertentu. (a) Klasifikasi Di lapang dilakukan penetapan nama macam tanah (sub group) sementara berdasarkan determinasi atas ciri ciri penampang. Klasifikasi secara tetap (definitif) dilakukan setelah diteliti lebih mendalam. Seri. Seri adalah satuan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama, mempunyai sifat sifat dan horizon yang sama, kecuali tekstur lapisan atas. Seri merupakan turunan dari macam tanah (sub group) dengan tekstur horizon B (lapisan 30 50 cm) dan klas drainase sama. Penggolongan tekstur dalam 12 kelas, dan drainase 6 kelas. Satuan Peta. Tanda peta adalah simbol satuan peta yang tercantum dalam legenda peta tanah. Tergentung pada tingkat pemetaan tanah, satuan peta disusun atas dasar unsur unsur satuan peta. Unsur satuan peta meliputi satuan tanah, satuan fisiografi, satuan bahan induk, dan satuan bentuk wilayah. Fase. Fase adalah segala sifat tanah atau faktor alam yang mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman.

34

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(b) Fisiografi Fisiografi menunjukkan keadaan bentuk bentang alam ditinjau dari sudut faktor dan proses pembentukan. Proses pembentukan dipandang sebagai penciri satuan fisiografi. Mengingat pengaruhnya terhadap perkembangan tanah, satuan fisiografi digunakan dalam menyusun satuan peta tanah Eksplorasi (1:1.000.000), Tinjau (1:250.000), dan Tinjau Mendalam (1:50.000). (c) Relief Makro (Bentuk Wilayah) Relief makro menunjukkan bentuk permukaan bentang alam ditinjau dari sudut kecuraman lereng dan perbedaan tinggi. Lereng dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0). Perbedaan tinggi diukur dari puncak sampai dasar lereng bersangkutan dan dinyatakan dalam meter. Lereng dan perbedaan tinggi menentukan satuan bentuk wilayah, yang digunakan dalam menyusun satuan peta pada Peta Tanah Tinjau Mendalam. Pembagian satuan bentuk wilayah tertera pada Tabel 14. (d) Lereng Keadaan lereng dibedakan berdasarkan pengelompokan ke足 curaman lereng seperti tertera pada Tabel 15 dan Tabel 16. Bentuk daerah dengan lereng yang disebutkan di atas dibagi menjadi rata, cembung, cekung, cembung/cekung, dan sebagainya, sedangkan panjang daerah dengan lereng yang sama, ditaksir dalam meter. Untuk eksposisi atau arah miringnya lereng ditentukan dari tempat tinggi ke tempat rendah, dinyatakan dengan arah mata angin.

Ali Kabul Mahi

35

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Biasanya merupakan sifat tambahan suatu seri tanah atau satuan tanah lain dalam kategori klasifikasi tanah. Fase dapat pula merupakan faktor penghambat dan faktor bahaya di sekeliling satuan tanah. Dalam fase dapat digolongkan sifat kegemburan, kandungan humus, dalam dan tebal penampang atau lapisan tertentu. Faktor penghambat terdiri dari bentuk wilayah (relief), lereng (slope), keadaan batu/batuan, lapisan konkresi, dan adanya relief mikro, sedangkan faktor bahaya terdiri dari banjir, tinggi air tanah, kekeringan, keracunan, salinitas, pengerutan, dan erosi.




 



1. SURVEI TANAH



 Tabel 14. Pembagian Satuan Bentuk Wilayah 

Batasan No Bentuk Wilayah Lereng Batasan Beda Tinggi No Bentuk Wilayah  Lereng Beda5 Tinggi 1 Datar sampai agak datar (Level) 0–3% m 1 Datar sampai agak datar (Level) 0–3% 5m 2 Datar agak berombak > 3 % Batasan > 5 m 2 Datar agakBentuk berombak >3% >5m No Wilayah 3 Berombak agak datar 0Lereng –3% 15 m Beda 3 Berombak agak datar 0–3% 15Tinggi m Agak melandai melandai (Sloping) 15 –– 50 Datar sampai agak datar (Level) 00 –– 33 % m 414 Agak (Sloping) % 15 5 50 m m Datar agak(Undulating) berombak Berombak (Undulating) 33>––388%% 55>–– 515 525 Berombak % 15mm m Berombak agak agak bergelombang datar 0>–83%% 5 –1515mm 636 Berombak Agak melandai agak (Sloping) 03 –– 38 % 15 747 Bergelombang berombak % 15 –– 50 50 m m Berombak (Undulating) 8 %% 5 ––15 858 Bergelombang 15 15 50m m Bergelombang (Rolling) (Rolling) 883–––15 % 15 – 50 m Berombak agakagak bergelombang 8% 5 ––15 969 Bergelombang >>15 15 % 15 50m m Bergelombang agak berbukit berbukit > % 15 – 50 m 7 Bergelombang agak berombak 33 –– 88 % 15––120 50 m 10 Agak berbukit % 50 m 10 Agak berbukit 3 – 8 % 50 – 120 m 8 Bergelombang (Rolling) 88 –– 15 15––200 50 m 11 Berbukit agak bergelombang 15 % % 50 m 11 Berbukit agak bergelombang 8 – 15 % 50 m 9 Bergelombang 15–––200 50 m 12 Berbukit (Hilly) agak berbukit 15> –1530%% 50 200 m 12 Berbukit (Hilly) 15 – 30 % 50 – 200 m 10 Agak berbukit 3>–308 % % 50 13 Berbukit agak bergunung 50 –– 120 200 m m 11 Berbukit agak bergelombang 88>––30 15 13 Bergunung bergunung 50>–200 200mm 14 agak bergelombang 15%% % 12 Berbukit (Hilly) 15 –15 30% % 50> –200 200mm 14 Bergunung agak bergelombang 8 – 15 Bergunung agak berbukit 15 – 30 % > 200 m

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

13 15 16 14

Berbukit agak bergunung agak berbukit Bergunung (Mountainous) Bergunung agak bergelombang

> 30 %

50 – 200 m

 Simbol Simbol

L L L/U L/U Simbol U/L U/L SL L SL L/U UU U/L U/R SL R/U R/U U RR U/R R/H R/H R/U G/H G/H R H/R H/R R/H H H G/H H/M H/R H/M M/R H M/R M/H H/M

15> –3030%% > 200 m M/H M 8 – 15 % > 200 m M/R         16  Bergunung (Mountainous) > 30 %  > 200 m  M 15  Bergunung agak – 30  %  > 200 m M/H  satuan  Catatan: Bila lebih dari bentuk wilayah terlalu sukar    berbukit satu  15   16 Bergunung (Mountainous) > 30 % > 200 m M   dipisahkan, dapat digunakan gabungan satuan satuan             

 bentuk wilayah.      Pengelompokan

No 15. Penggolongan Lereng Tunggal Keterangan Tabel  kecuraman lereng (%)

Simbol

Pengelompokan <3 Datar Keterangan Pengelompokan kecuraman lereng (%) 2 3 – 8 Agak Landai No Keterangan kecuraman lereng (%) 31 8 <– 315 Landai Datar 1 < 3 Datar 42 153 – 30 Agak Landai Curam 8 3 –– 50 8 Agak Landai 523 30 Terjal 8 – 15 Landai 8 – 15 Landai 634 50 Sangat Terjal 15–––100 30 Agak Curam Curam 4 15 30 Agak  5 30 – 50 Terjal 30 – 50 Terjal  5 6 50 – 100 Sangat Terjal 

A Simbol

1 No

  No Keterangan   Tabel 16. Penggolongan Lereng Ganda Lereng I  1 Datar 0–1%

B Simbol AC A BD B CCE F D D EE F

Lereng II

1–5% 2 Berombak Keterangan 5 – 5 %I 5 – 8 %II No Lereng Lereng No Keterangan Lereng II 3 Bergelombang 8Lereng – 10 %I 10 – 15 % Datar 0 –– 120%% 1 –– 530%% 411 Berbukit 15 20 Datar 0 –– 15 % 15 –– 58 % Berombak 5 52 Curam 30 – 40%% 40 – 50%% 2 Berombak 5––10 5 %% 5 – 815%% 3 Bergelombang 8 10 6 Sanngat Curam 50 – 70 % 70 ––100 % Bergelombang 8 ––10 10 43 Berbukit 15 20% % 20 – 15 30 %  54 Curam 30 40 % 40 – 30 50 % Berbukit 15 – 20 20 65 Sanngat Curam 50 – 70 % 70 – 100 Curam 30 – 40 % 40 – 50 %%

6

 Sanngat Curam 50 – 70 % 70 – 100 %



Contoh : Bergelombang sampai bergunung dengan simbol (R M). Terda¬pat satu satuan bentuk wilayah yang telah tertoreh (dissected),

36

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(e) Drainase Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah, atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Pengertian drainase meliputi: drainase permukaan, drainase penampang, dan permeabilitas. Drainase Permukaan menunjukkan kecepatan hilangnya air dari permu-kaan tanah. Dibedakan dari sangat cepat sampai tergenang. Untuk permeabilitas ditentukan dengan menghitung dalamnya perembesan air (dalam cm) pada jumlah berat tanah tertentu dalam keadaan kenyang air dalam satu jam. Pembagian permeabilitas seperti dikemukakan berikut ini. • Sangat cepat : > 25,0 cm/jam • Cepat : 12,5 25,0 cm/jam • Agak cepat : 6,5 12,5 cm/jam • Sedang : 2,0 6,5 cm/jam • Agak lambat : 0,5 2,0 cm/jam • Lambat : 0,1 0,5 cm/jam • Sangat Lambat : < 0,1 cm/jam Drainase dalam (penampang) menunjukkan kemungkinan kelebihan air dalam penampang, yang ditentukan oleh tekstur, struktur, sifat sifat lapisan yang terdapat di bagian bawah, dan tinggi permukaan air tanah. Glei menunjukkan adanya proses reduksi yang telah lanjut. Penyebab fenomena tersebut adalah • naik turunnya air tanah, • seepage (turunnya air samping), • lapisan padat/padas, • turunnya air dari atas sangat lambat oleh kedapnya massa tanah. Tebal glei dinyatakan dalam cm, dan dalamnya lapisan glei diukur dalam cm dari permukaan tanah. Air Tanah yang perlu dicatat yaitu keadaan permukaan air tanah pada musim penghujan, terkering, dan pada waktu pengamatan. Dalam air tanah diukur dari permukaan dan dinyatakan dalam cm. Kelembaban tanah diukur secara kuantitatif pada kedalaman tertentu dari penampang; dinyatakan dalam tiga tingkatan, yaitu basah, lembab, dan kering. Ali Kabul Mahi

37

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

simbol diberi tambahan hiuruf “d” di belakangnya, misalnya (H.d): bukit tertoreh. Tempat di lereng menggambarkan tempat penampang tanah terhadap lereng yang dibagi menjadi bagian atas, tengah, atau bawah.


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Kelas drainase adalah resultante drainase permukaan, penampang, dan permeabilitas. Pada tanah “bukan sawah� termasuk yang telah/ belum mengalami perkembangan solum yang dalam penampangnya tidak nampak adanya gejala reduksi yang disebabkan oleh air sawah, pembagian kelas drainasenya seperti dikemukakan dibawah ini. 1. Cepat (kelas 0) : air sangat mudah lepas dari massa tanah. Keadaan ini terdapat pada tanah dangkal dan sangat berpori, bertekstur kasar, daerahnya berbukit atau berlereng (litosol, Regosol dari pasir pantai). 2. Agak Cepat (kelas 1) : Air mudah lepas dari massa tanah. Keadaan ini dijumpai pada tanah Alluvial, Regosol yang bertekstur pasir dan sangat berpori, dan daerah melandai. 3. Baik (kelas 2). Air mudah meresap kedalam solum, tetapi massa tanah hanya dalam keadaan lembab, tidak pernah kenyang air, kadang kadang ditemukan sedikit karatan di horizon B bagian bawah atau horizon C. Keadaan ini dijumpai di daerah melandai atau berombak. 4. Sedang (kelas 3) Agak Baik. Air ditahan massa tanah sehingga penampang terlihat basah untuk sementara waktu. Karatan dijumpai di horizon B bagian bawah atau antara kedalaman 80 120 cm dari permukaan. Keadaan ini dijumpai di daerah dataran atau lereng bagian bawah. 5. Agak Terhambat (kelas 4). Air lambat terlepas dari massa tanah, sehingga penampang sering kali dalam keadaan basah. Karatan dijumpai mulai dari horizon B1 pada kedalaman antara 50 80 cm dari permukaan. Keadaan ini terdapat di daerah lereng bagian bawah atau datar agak cekung. 6. Terhambat (kelas 5). Massa tanah sukar melepaskan air. Karatan dijumpai di horizon A dan B, pada kedalaman 0 50 cm. Keadaan ini dijumpai pada daerah depresi atau lembah. 7. Sangat Terhambat (kelas 6). Penampang tanah sama sekali direduksikan oleh air tanah. Keadaan ini dijumpai di daerah depresi atau lembah. Pada tanah yang “disawahkan�, termasuk tanah yang telah/belum mempunyai perkembangan solum (Latosol, Regosol, Aluvial) yang dalam penampang-nya tampak gejala reduksi oleh air sawah dan atau perkaratan Mn, pembagian kelas drainasenya seperti dikemukakan sebagai berikut: 1. Sedang (kelas 3). Air mudah meresap ke dalam solum, tetapi massa tanah hanya dalam keadaan lembab, tidak pernah kenyang akan air. Karatan besi/mangan dan gejala reduksi air sawah hanya sedikit di

38

Ali Kabul Mahi


lapisan atas meliputi kurang dari setengah penampang. Keadaan ini dijumpai di daerah melandai atau ber-ombak. 2. Agak Terhambat (kelas 4). Air ditahan oleh massa tanah sehingga penampang sering terlihat basah. Karatan besi/mangan dan gejala reduksi air sawah terdapat di seluruh penampang. Keadaan ini dijumpai di daerah dataran atau lereng bagian bawah. 3. Terhambat (kelas 5). Air lambat terlepas dari massa tanah, karatan besi/mangan terdapat mulai dari horizon Ap/lapisan atas. Gejala reduksi air sawah hanya di bagian atas. Lebih kurang separuh dari penampang direduksi oleh air tanah. Keadaan ini dijumpai di daerah lereng bagian bawah, depresi atau lembah. 4. Sangat Terhambat (kelas 6). Karatan besi/mangan sedi¬kit, penampang sama sekali direduksikan. Keadaan ini dijumpai di daerah depresi atau lembah. (f) Tumbuh tumbuhan Tumbuh tumbuhan yang diamati/dicatat ialah segala jenis tumbuh tumbuhan, baik yang diusahakan manusia maupun tumbuhan alam. Tumbuhan alam yang diamati terutama jenis jenis yang mempunyai arti ekonomis atau penciri ekologis untuk tanah bersangkutan. (g) Iklim Iklim ialah keadaan rata rata cuaca dalam jangka waktu panjang (± 15 tahun). Faktor iklim yang terpenting dalam proses pembentukan tanah ialah curah hujan, suhu, kelembaban udara, dan angin. Tipe curah hujan yang digunakan adalah tipe Schmidt & Ferguson (1951) dan tipe iklim yang digunakan adalah tipe Olde-man dkk. (1979). (h) Bahan Induk Bahan induk adalah massa lunak bersusunan anorganis atau organis yang menjadi pangkal perkembangan tanah. Bahan induk bersusunan anorganis berasal dari pelapukan batuan induk. Bahan induk bersusunan organis berasal dari bahan (induk) organis. Batuan induk dan bahan induk organis sedapat mungkin ditetapkan di lapang, yang kemusian ditetapkan (diperkuat) dengan hasil analisis laboratorium. Jenis Bahan Induk 1. Vulkanik Plutonik Masam • Abu/pasir vulkan Intermedier • TufBasis • Aglomerat/breksi

Ali Kabul Mahi

39

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

2. Sedimen Pejal Batu Pasir • LunakBatu liat • Batu kapur • Napal (mergel) 3. Metamorfik • Berkersik Skiskristalin • Berliat Batu tulis • Batu kapurBatu kapur kristalin 4. Endapan pasir (aluvial/koluvial) • Endapan liat • Endapan kapur 5. Organik Kayu kayuan • Rumput rumputan • Lumut lumutan (i) Tinggi dari Permukaan Laut Tinggi di atas permukaan laut dinyatakan dalam meter (m). Ketinggian ini diukur dengan altimeter/barometer. (j) Keadaan Batu Keadaan batu dibedakan atas: jenis, jumlah, dan letak batu dalam penampang tanah. Menurut jenisnya dibedakan atas kerikil (ukuran 0,5 2 cm; kandungan bahan kasar), batu kecil (ukuran 2 30 cm), dan batu besar/batuan (ukuran $ 30 cm). Menurut jumlahnya batu dibedakan menjadi: Batu kecil (ukuran < 30 cm, s) 1. Sedikit (s1) = < 1% menutup permukaan, terserak dengan jarak 10 30 m, agak menganggu ¬pengo¬lahan tanah. 2. Sedang (s2) = 1 3% menutup permukaan, terserak dengan jarak 1,5 10 m; sangat menggangu pengolahan tanah. 3. Banyak (s3) = > 3% menutup permukaan tanah, terserak dengan jarak 0,5 m, pengerjaan tanah hampir tidak dapat dilakukan. Batu besar/batuan (ukuran $ 30 cm) 1. Sedikit (r1) = < 10% di permukaan, terserak dengan jarak 35 100 m; agak mengganggu pengolahan tanah. 2. Sedang (r2) = 10 25% di permukaan, terserak dengan jarak 10 35 m; sangat mengganggu pengolahan tanah. 3. Banyak (r3) = > 25% di permukaan, terserak dengan jarak 10 m; tanah hampir tidak dapat diolah.

40

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

Jenis erosi: • e1 = sebagian kecil tanah lapisan atas (horizon A) telah tererosi; perlu diusahakan pencegahan erosi. • e2 = sebagian besar tanah lapisan atas (horizon A) telah tererosi, lapisan olah (horizon Ap) tercampur dengan lapisan di bawahnya (horizon B atau C); pemakain tanah tidak mengalami perubahan. • e3 = semua lapisan atas (horizon A) telah tererosi; pengolahan tanah telah sampai di lapisan bawah (hprizon B atau C). Untuk pencegahan erosi perlu dilakukan tidakan konservasi yang lebih sempurna (membuat teras; mempengaruhi pemakaian tanah). • e4 = sebagian besar solum tanah telah mengalami erosi; sebainya dihutankan. Dahsyatnya penghanyutan: • Erosi Ringan: Sebagian horizon A (lapisan I) hilang dan disetempat setempat terdapat parit parit sebagai gejala timbulnya erosi parit (e1 dan e2). • Erosi Sedang: Seluruh horizon A (lapisan I) telah hilang dan banyak parit parit sebagai akibat erosi parit (e3) • Erosi Berat: Sebagian besar solum tanah lenyap dan di setempatsetempat terdapat alur alur sebagai gejala timbulnya erosi alur (e4) (l) Pengaruh Manusia Perbuatan manusia yang mempengaruhi sifat tanah, misalnya penyengketan untuk sawah/mengurangi erosi, penggalian/ penimbunan untuk saluran air/jalan, pengaruh alat alat mekanis (traktor) waktu pengolahan tanah dan sebagainya. Keterangan pola penggunaan tanah perlu dicatat, misalnya mengenai pergiliran tanaman, tumpang sari, dan sebagainya. (m) Lain lain Keterangan hal hal lain yang belum disebutkan di atas yang dapat mempengaruhi proses pembentukan atau kesesuaian penggunaannya adalah seperti yang dikemukakan di bawah ini. Banjir. Pengamatan banjir ditujukan pada kondisi tanah atau wilayah selama beberapa waktu tergenang air, disebabkan oleh hujan atau aliran air dari tempat lain. Banjir (o) dinyatakan dalam jangka waktu banjir dalam setiap tahun, yaitu:

Ali Kabul Mahi

41

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(k) Erosi Erosi yang telah terjadi dinayatakan dalam jenis dan dahsyatnya penghanyutan.


1. SURVEI TANAH • Tanpa = tidak pernah ada banjir sepanjang tahun, • Jarang = < 2 bulan banjir dalam setiap tahun, • Sering = 2 6 bulan banjir dalam setiap tahun, • Selalu = > 6 bulan banjir dalam setiap tahun.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Salinitas dan Alkalinitas. Salinitas dan alkalinitas menunjukkan terdapatnya garam garam (termasuk garam garam Na) di tanah atau wilayah. Salinitas (Sa) dinyatakan dengan rata rata kadar garam dan luas wilayah. Kadar garam (termasuk garam garam Na): • Tanpa : kadar garam < 0,015% • Sedikit : kadar garam 0,15 0,35% • Sedang : kadar garam 0,35 0,65% • Banyak : kadar garam > 0,65% Rata rata luas wilayah: • Tanpa : < 1% luas wilayah, • Sedikit : 1 5% luas wilayah, • Sedang : 5 35% luas wilayah, • Banyak : > 35% luas wilayah. Pengkerutan Tanah. Pengkerutan tanah dinyatakan dengan nilai dukung (N) yang merupakan hasil bagi antara prosentase air terhadap tanah kering lapang (A) dan liat (L) ditambah bahan organik (H): L = % liat H = % bahan organik A = % air tanah pada keadaan lapang

A 2 N = ----------L + 3H

Tanpa : hasil bagi (N) = < 0,5 Ada : hasil bagi (N) = > 0,5 Nilai N menentukan nilai dukung (kering value): N > 0,5 : tanah basah yang diperas dengan tangan mudah sekali lewat melalui selah selah jari (daya dukung rendah) N< 0,5 : tanah basah yang diperas dengan tangan sukar lewat melalui sela sela jari (daya dukung tinggi). (3) Keterangan Penampang (a) Lapisan/Horizon Horizon adalah lapisan tanah yang hampir sejajar dengan permukaan,

42

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

Penjelasan lapisan/horizon (Soil Survey Staff. 1992): Horizon Utama: O0: Horizon organik pada tanah mineral mempunyai ciri ciri utama : • terbentuk di bagian atas tanah mineral, • sebagian besar dari bahan organik segar dan setengah lapuk, • mengandung bahan organik > 30% bila fraksi mineralnya mengandung liat > 50%, atau > 20% bila fraksi mineral tidak mengandung liat. O1 : Horizon organik terutama dari bahan tumbuh tumbuhan yang masih tampak jelas. Berhubung dengan lapisan L (liter) dan beberapa F (fermentation) di tanah hutan. Dahulu diberi simbol A0. O2 : Horizon organik yang bentuk aslinya tidak terlihat lagi. Terdapat horizon (humus) dan F menurut simbol lama. Dahulu diberi simbol A0. A : Horizon mineral dengan ciri utama: • tempat penimbunan bahan organik atau terbentuk dekat permukaan, • telah kehilangan liat, besi atau aluminium, menyebabkan pengumpulan mineral resisten seperti kwarsa pada fraksi pasir dan debu, • termasuk kedua horizon tersebut di atas. A1 : Horizon mineral terbentuk dekat permukaan. Penimbunan humus bercampur dengan mineral. A2 : Horizon yang kehilangan liat, besi atau aluminium (eluvation). Kwarsa dan mineral resisten lain terkumpul dalam fraksi pasir dan debu. A3 : Horizon peralihan A ke B lebih menyerupai horizon di atanya (A1 dan A2) dan sedikit mempunyai sifat sifat horizon B. AB : Horizon peralihan A ke B, mempunyai ciri ciri horizon di atasnya (A) dan dibawahnya (B), tidak dapat dipisahkan menjadi horizon A3 dan B1 (biasanya tipis). A&B: Horizon yang 50% mempunyai ciri ciri horizon A2 dan 50% mempunyai ciri ciri horizon B. AC : Horizon peralihan A ke C, mempunyai sifat horizon A dan C, salah satu (A atau C) tidak domi¬nan. B : Horizon mineral dengan ciri ciri utama: • Iluviasi besi, aluminium, humus (salah satu atau gabungan),

Ali Kabul Mahi

43

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

terbentuk karena proses pembentukan tanah. Horizon diberi simbol huruf (O, A, B, C, R) dan angka yang mengikuti huruf tersebut. Lapisan yang tidak atau belum mengalami proses pembentukan tanah tidak termasuk horizon, dan diberi simbol angka Romawi.


1. SURVEI TANAH

B&A:

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

B1 : B2 : B3 :

C:

R:

44

• penimbunan relatif (residual) senyawa seskuioksida atau liat silikat (salah satu atau gabungan), terbentuk karena pemindahan karbonat atau garam-garam yang mudah larut, • terdapat selaput liat yang cukup memberikan warna lebih gelap, lebih kuat, lebih merah dari pada horizon di atas/di bawahnya; tidak dengan iluviasi besi dan tidak ada hubungan genesis dengan horizon B tersebut di atas dalam solum yang sama, • perubahan (alteration) bahan dari keadaan aslinya yang tidak disebut di atas, sehingga tidak tampak lagi struktur batuan asal, seperti liat silikat, pembebasan oksida atau keduanya membentuk struktur kersai, kubus atau prisma. Horizon yang 50% mempunyai ciri ciri horizon B, dan sebagian mempunyai ciri ciri horizon A2, yang mempunyai ciri ciri utama: Horizon peralihan A ke B, atau A2 ke B yang mempunyai sifat utama lebih menyerupai horizon B2, tetapi hanya sedikit mempunyai ciri ciri A1 atau A2. Bagian horizon B yang sifat sifatnya digunakan sebagai dasar untuk mencirikan horizon B, dan tidak jelas menunjukkan sifat horizon (di atasnya) dan C atau R (di bawahnya). Horizon peralihan B ke C atau R, yang secara jelas dicirikan oleh horizon B2 (di atasnya) dan yang mempunyai juga ciri ciri tambahan horizon C atau R (hanya digunakan bila ada B2 di atasnya). Horizon atau lapisan mineral. Tidak termasuk batuan kukuh (bed rock). Mempunyai atau tidak mempunyai proses pembentukan tanah dan tidak mempunyai sifat sifat A atau B, tetapi termasuk bahan yang mengalami: • pelapukan di luar zone aktivitas biologi, • sementasi “reversible”, perkembangan keteguhan (brittleness), perkembangan kepadatan, dan sifat sifat fragipan yang lain, • gleisasi, • penimbunan kapur,, magnesium karbonat atau garam garam larut, • sementasi oleh penimbunan kapur, magnesium karbonat atau garam garam larut, • sementasi oleh bahan silikat larut dalam basa atau oleh besi dan silikat. Batuan kukuh (pejal) di bawah solum seperti garanit, batu pasir atau batu kapur. Bila menyerupai bahan induk digunakan simbol R. Bila berasal dari bahan yang berbeda dengan bahan induk R didahului oleh angka Romawi (menunjukkan lapisan “litologis” yang berbeda).

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(b.1) Epipedon Epipedon adalah horizon permukaan tetapi tidak sinoÂŹnim horizon A. Mungkin lebih tipis dari pada horizon A, tetapi mungkin pula meliputi horizon B. Jenis epipedon seperti dikemukakan di bawah ini (sangat disederhanakan): 1. Epipedon Histic adalah horizon permukaan yang mengandung bahan organik tinggi ( >20%). 2. Epipodon Mollic adalah permukaan yang mengandung bahan organik >1%, warna lembab value >3,5 tebal lapisan > 18 cm, kejenuhan basa >50%. 3. Epipedon Umbric adalah horizon permukaan seperti halnya horizon mollic tetapi KB <50%. 4. Epipedon Anthropic adalah horizon permukaan sepertri halnya horizon mollic, tetapi mengandung >250 ppm P2O5 larut dalam asam sitrat. 5. Epipedon Ochric adalah horizon permukaan yang berwarna terang (value lembab >3,5), bahan organik <1% atau keras sampai sangat keras dan masif. 6. Epipedon Plaggen adalah horizon permukaan yang tebalnya >50 cm, warna hitam, terbentuk karena pemupukan organik (pupuk kanÂŹdang) secara terus menerus. Horizon lain yang ditemukan di permukaan sebagai horizon penciri adalah: 1. Horizon Arenic adalah horizon permukaan yang banyak mengandung pasir dengan ketebalan >50 cm terletak di atas horizon argilic. 2. Horizon Glossarenic adalah horizon permukaan seperti halnya horizon arenic, tetapi tebalnya > 100 cm. (b.2) Horizon Bawah Penciri Horizon bawah penciri dapat dibedakan sebagai berikut (sangat disederhanakan): 1. Horizon Agric adalah horizon di bawah lapisan olah, terdapat akumulasi debu, liat, dan humus. 2. Horizon Albic adalah horizon yang berwarna pucat (horizon A2), warna lembab value >5.

Ali Kabul Mahi

45

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(b) Horizon Penciri Untuk keperluan klasifikasi tanah selain penggolongan horizon tanah ke dalam horizon A, B, C dan sebagainya, perlu diidentifikasi horizon penciri baik berupa epipedon, horizon sub surface, atau sifat sifat penciri lain.


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH 3. Horizon Argillic adalah horizon penimbunan liat, merupakan horizon B yang paling sedikit mengandung 1,2 kali lebih banyak dari pada kandungan liat di atas-nya, dan terdapat sela-put liat. 4. Horizon Calsic adalah horizon penciri yang tebalnya ≥15 cm, mengandung carbonat (CaCO3 atau MgCO) sekunder yang tinggi. 5. Horizon Cambic adalah horizon penciri dengan indikasi lemah adanya argillic atau spodic, tetapi tidak memenuhi syarat untuk kedua horizon tersebut. 6. Horizon Gypsic adalah horizon penciri yang banyak mengandung gypsic (CaCo3) sekunder. 7. Horizon Natric adalah horizon penciri argillic yang banyak mengan¬dung natrium (Na). 8. Horizon Oxic adalah horizon penciri yang tebalnya ≥30 cm, KTK (NH4OAc) ≥16 me/100 g liat, dan KTK (NH4Cl tanpa buffer) >10 me/100 g liat. 9. Horizon Petrocalcic adalah horizon calcic yang mengeras 10. Horizon Petrogypsic adalah horizon gypsic yang mengeras 11. Horizon Salic adalah horizon penciri yang tebalnya > 15 cm, banyak mengandung garam garam sekunder mudah larut. 12. Horizon Sombric adalah horizon penciri yang berwarna gelap yang sifat si¬fatnya seperti epipedon umbric yang terjadi iluviasi humus tanpa Al dan tidak terletak di bawah horizon albic. 13. Horizon Spodic adalah horizon iluviasi (timbunan) seskuioksida bebas dan bahan organik. 14. Horizon Sulfuric adalah horizon penciri yang banyak mengandung sulfat masam (cat clay), pH 3,5 terdapat karatan terdiri dari jarosit. (b.3) Horizon Penciri untuk Tanah Organik Horizon penciri tanah organik dapat dibedakan sebagai berikut: 1 Bahan Fibric adalah horizon penciri yang kandungan bahan organik kasarnya (fibric) > 2/3 bagian. 2 Bahan Hemic adalah horizon penciri yang kandungan bahan organiknya dengan tingkat pelapukan kasar antara 1/3 2/3 bagian. 3 Bahan Sapric adalah horizon penciri yang kandungan bahan organik kasar < 2/3 bagian. 4 Bahan Humilluvic adalah horizon iluviasi humus yang telah lama dipergunakan untuk bercocok tanam. 5 Bahan Limnic adalah horizon endapan organik atau anorganik dari makhluk hidup di air. (c) Nomor Lapisan/Horizon Nomor urut lapisan/horizon dari atas ke bawah, menggunakan angka Romawi. 46

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

(e) Batas Lapisan Horizon Batas lapisan dinyatakan dalam kejelasan dan bentuk topografi, seperti dikemukakan di bawah ini. Kejelasan Topografi: • abrupt (a) • clear (c) • gradual (g) • diffuse (d) Bentuk topografi: • smooth (s) • wavy (w) • irregular (I) • broken (b)

: sangatjelas, lebar peralihan 2 cm, : jelas, lebar peralihan 2 5 cm, : berangsur, lebar peralihan 5 12 cm, : baur, lebar peralihan 12 cm. : rata, lurus teratur, : berombak, berbentuk kantong, lebar besar dari pada ketebalan, : tidak teratur, berbentuk kantong, lebar besar dari pada ketebalan, : terputus, batas horizon tidak dapat disambungkan dalam satu bidang datar.

(f) Penciri Penciri Khusus Untuk penciri khusus dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Konkresi adalah penimbunan senyawa tertentu yang mengeras, berlapis konsentris (memusat). Bahan yang disementasikan, misalnya kapur, besi, mangan, dan silikat. 2. Padas (pan) adalah horizon/lapisan yang sangat memadat. Pemadatan oleh besi, bahan organik, kapur, silikat, liat debu (bentukan genetis atau karena tekanan/berat). 3. Orterde adalah penimbunan besi dan bahan organik tanpa sementasi. 4. Ortstein adalah penimbunan besi dan bahan organik dengan sementasi. 5. Fragipan adalah lapisan tanah yang teguh, mudah pecah, kepadatan tinggi, tampak memadas bila kering, tetapi mudah pecah bila lembab. Ali Kabul Mahi

47

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(d) Dalam Lapisan/Horizon Dalam lapisan diukur mulai dari titik teratas horizon A1 ke atas untuk O2 dan O1; dari titik teratas horizon A1 ke bawah untuk A2, B, C (untuk horizon), atau mulai titik teratas lapisan I sampai sedalam 150 cm (untuk lapisan). Dalam tiap lapisan/horizon dinyatakan dalam cm. (misal I : 0 18 cm). Horizon/lapisan berombak dinyatakan dalam dua angka, satu menunjukkan ukuran paling pangkal dan yang lain ukuran paling dalam (misalnya 10 30/45 cm).


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH 6. Duripan adalah lapisan tanah yang teguh, tak tembus air dan akar. 7. Padas liat adalah lapisan atau horizon padat, kaya liat, batas (clay pan) dengan horizon di atasnya jelas. 8. Efflorescence adalah bermacam macam kristal garam berbentuk pecah, selaput atau merupakan kantong. 9. Krotovinas adalah corak yang berbentuk pipa tak teratur dalam suatu horizon, terbentuk dari bahan yang berasal dari horizon lain. 10. Plintit adalah bahan liat lapuk, kaya seskuioksida, miskin (plinthite) humus, biasanya sebagai karatan karatan merah di atas dasar kelabu atau dasar merah dengan karatan Kelabu atau putih; berbentuk “poligonal” atau berjaring jaring; memadat “irreversible” atau beralih “irreversible” ke konkresi dalam keadaan basa atau kering berulang ulang; batas batas ke atas dan ke bawah baur atau berangsur angsur. 11. Slickenside adalah permukaan permukaan licin dan mengkilap disebabkan karena massa tanah satu atau lainnya saling menggosok/ menggeser. 12. Selaput liat adalah selaput liat aluminium silikat, biasanya (clay skin) terdapat di bidang bidang belahan struktur atau dalam pori pori dan terletak sejajar dengan bidang bidang belahan struktur. Selaput liat mengandung atau tidak mengandung bahan organik dalam jumlah nyata mengeras bila kering. Bagian lapisan yang mengeras yang berwarna merah, biasanya mengandung karatan kuning, abu abu, atau putih. 13. Kontak lithic adalah batas satuan tanah dengan bahan di bawahnya yang keras dan padas. 14. Kontak Paralithic adalah batas satuan tanah dengan bahan di bawahnya yang lemah dan padas (g) Sifat Morfologi Tiap Horizon/Lapisan Warna. Warna merupakan ciri tanah yang paling jelas dan mudah ditentukan di lapang. Warna mencerminkan beberapa sifat tanah tertentu. Kandungan bahan organik tinggi menyebabkan warna gelap. Tanah dengan drainase jelek atau sering jenuh air berwarna kelabu. Tanah yang mengalami dehidratasi ¬se¬nyawa besi berwarna merah. Warna ditentukan dengan standar warna “Munsell Soil Color Chart”, meliputi penentuan: • warna dasar tanah (matrik), • warna bidang struktur dan selaput liat (terutama ¬un¬tuk tanah berstruktur gumpal/ sudut), • warna karatan dan konkresi, • warna humus.

48

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

Contoh: Warna ditulis 7,5 YR 5/4, artinya Hue 7,5, Value 5, dan Chroma 4. Nama warna tanah : Coklat. Tekstur Tekstur adalah perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat dalam massa tanah. Fraksi adalah butir tunggal tanah dengan ukuran tertentu. Berdasarkan perbandingan kandungan ketiga fraksi tersebut tekstur tanah digolongskan dalam beberapa kelas, seperti dikemukakan berikut ini. Pembagian fraksi menurut cara pipet tertera pada Tabel 17. Cara Menentukan Tekstur Di Lapang Massa tanah kering atau lembab dibasahi kemudian dipijit/dipirid antara ibu jari dan telunjuk (untuk menghancurkan bentuk sekunder) sehingga membentuk bola lembek, sambil diperhatikan adanya rasa kasar atau licin di antara jari tersebut. Kemudian digulung gulung sambil dilihat daya tahan terhadap tekanan, dan dilihat kelekatan massa tanah waktu telunjuk dan ibu jari ditolakkan. Berdasarkan rasa kasar/licin, gejala piridan dan kelekatan, dapat ditentukan kelas tekstur di lapang. Pembagian kelas tekstur menurut USDA (1951) tertera pada Tabel 18. Penetapan Kelas Tekstur Di Lapang • Pasir (s) : rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan gulungan, tidak melekat. • Pasir berlempung (ls): rasa kasar sangat jelas, membentuk bola yang mudah sekali ancur, sedikit melekat • Lempung (l): rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan per-mukaan mengkilap, agak melekat. • Debu (si): rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit

Ali Kabul Mahi

49

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Warna dinyatakan dalam tiga satuan, yaitu “HUE”, “VALUE”, dan “CHROMA”; menurut nama yang tercantum dalam lajur yang bersangkutan. Dalam penentuan warna harus diperhatikan: • tanah harus lembab, • tempat terlindung dari sinar matahari, • tanah diletakkan di atas ujung kertas Munsell dengan jari/pisau, • tanah tidak boleh mengkilap (kecuali pada warna bidang struktur, • menghindarkan bekerja sebelum pk. 09.00 dan sesudah pk. 16.00, • jika warna tanah tidak dapat tepat sama dengan gambar warna tertentu, maka diberikan angka angka Hue, Value, atau Chroma tertinggi dan terendah yang membatasinya.


1. SURVEI TANAH 



digulung dengan permukaan mengkilap, agak melekat.   •  Lempung berliat (cl.l): rasa agak licin, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan jika dipirid, gulungan mudah    hancur, melekat sedang. 

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

    Tabel 17. Pembagian Fraksi Tanah Cara Pipet Fraksi Utama Fraksi Pipet Ukuran No 1 No

Liat Fraksi Utama

Fraksi X Fraksi Pipet Fraksi IX FraksiVIII X Fraksi FraksiVII IX Fraksi FraksiVI VIII Fraksi FraksiVVII Fraksi FraksiIV VI Fraksi FraksiIII V Fraksi FraksiIIIV Fraksi FraksiIIII Fraksi Fraksi II Fraksi I

1 2

Liat Debu

2

Debu

3

Pasir

3

Pasir

< 0,5 u Ukuran 0,5 – 2 u 2<–0,5 5 uu – 2uu 50,5 – 20 2 ––550 uu 20 5 ––20 uu 50 100 20 ––50 uu 100 250 50 ––100 250 500uu 100––1000 250 uu 500 250 ––500 uu 1000 2000 500 – 1000 u 1000 – 2000 u

Jenis Tekstur Liat halus Jenis Tekstur Liat Liat halus Debu halus Liat sedang Debu Debukasar halus Debu Debusangat sedang Pasir halus Debuhalus kasar Pasir Pasirsedang sangat halus Pasir Pasirkasar halus Pasir Pasirsangat sedangkasar Pasir Pasir kasar Pasir sangat kasar

 Tabel 18. Pembagian Kelas Tekstur Menurut USDA (Ket. Gambar 2)

   Persen (%) Kelas Tekstur  No Pasir Debu Liat

(%) > 85 Persen <15 Pasir Debu +85, -90 >15 > 85 <15 +70, -85 <30 +85,-52 -90 >15 +43, <50 +70, <30 +52-85 >30 Lempung (loam) berpasir (sandy loam) +43, 43 Lempung <52-52 28<50 - 50 +52 >30 5 Lempung berdebu (silt loam) -50 4 Lempung (loam) <52 28 - 50 +50, -80 <12 Lempung -50 65 Debu (silt) berdebu (silt loam) ->80 +50, -80 <12 7 Lempung liat berpasir (sandy clay loam) >45 <28 6 Debu (silt) >80 8 Lempung berliat (clay loam) 20 - 45 7 Lempung liat berpasir (sandy clay loam) >45 <28 9 Lempung liat berdebu (silty clay loam) <20 8 Lempung berliat (clay loam) 20 - 45 10 Liat berpasir (sandy clay) >45 9 Lempung liat berdebu (silty clay loam) <20 11 Liat berdebu (silty clay) >40 10 Liat Liat (clay) berpasir (sandy clay) >45 12 <45 <40 11 Liat Liat berat berdebu (silty clay) >40 13 (heavy clay) <20 <30 12 Krikil Liat (clay) <45 <40 14 (gravel) 13 Liat berat (heavy clay) <20 <30  Keterangan: + = maksimum; - = minimum 14 Krikil (gravel) 1 No 2 1 32

Pasir (sand) Kelas Tekstur Pasir berlempung (loamy sand) Pasir (sand) Pasir berlempung sand) Lempung berpasir (loamy (sandy loam)



Liat <7-

<7 12 - 27 1212- 27 20 – 35 12 27 - 40 20 – 35 27 - 40 27 - 40 >35 27 - 40 <40 >35 >40 <40 <70 >40 <70 -

Singkatan Sings katan ls s slls

sl sil sil si scll si cll scll sicll cll scl sicll sicl scl c sicl k grc k gr

• Lempung liat berpasir (scl.l): rasa kasar agak jelas, membentuk bola  agak teguh (kering), membentuk gulungan jika dipirid, gulungan mudah hancur, melekat. • Lempung liat berdebu (sicl.l): rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat. • Liat berpasir (scl): rasa licin agak kasar, pembentuk bola dalam

50

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, melekat sekali. • Liat berdebu (sicl): rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, melekat sekali • Liat (cl): rasa berat, membentuk bola baik, melekat sekali. • Liat berat (K): rasa berat sekali, membentuk bola baik, melekat sekali.

Struktur meliputi: • bentuk dan susunan agregat (tipe struktur), • ukuran agregat (kelas struktur), • kemantapan agregat (taraf perkembangan). Cara menetukan struktur ialah dengan mengambil gumpalan tanah(sedapat mungkin dalam keadaan lembab) sebesar “10 cm3, kemudian dipecah dengan cara menekan dengan jari. Pecahan gumpalan tanah tersebut merupakan agregat atau gabungan agregat. Dari agregat ditentukan bentuk, ukuran, dan kemantapannya. Bentuk Struktur: • lempeng (keping) • prisma • tiang • sudut • kubus • kubus membulat (gumpal) • kersai (butir) • remah

platy prismatic columnar angular blocky blocky subangular blocky granular crumb

(pl) (p) (cp) (ab) (b) (sb) (g)

Tanpa Struktur • lepas/butir tunggal • pejal

loose massive

(l) (m)

Ukuran Struktur • sangat halus/tipis/ • halus/tipis/kecil • sedang • besar/tebal • sangat besar/tebal

very fine fine medium coarse very coarse

(VF) (F) (M) (C) (VC)

Ali Kabul Mahi

51

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Struktur Struktur adalah susunan butir tanah secara alami menjadi agregat dengan bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang bidang.


1. SURVEI TANAH Taraf Perkembangan Struktur Kemantapan agregat (bentuk struktur) terhadap pengaruh tekanan: • Tidak berstruktur (structureless, 0): pejal (massive) kalau kohesi besar, butir tunggal (singgle grain/loose) kalau kohesi kecil. • Lemah (weak, 1) bentuk satuan struktur tidak jelas; kemantapan kecil kalau diremas menjadi butir butir. • Cukup (moderat, 2) bentuk satuan struktur agak jelas, kemantapan agak besar kalau diremas bentuk satuannya agak tetap. • Kuat (strong, 3) bentuk satuan struktur jelas, kemantapan besar kalau diremas bentuk satuannya tetap.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Contoh:

Struktur tanah yang sebagian besar mempunyai bentuka¬gregat seperti kubus, ukuran 5 10 mm (halus), kemantapan lemah; dinyatakan: kubus halus lemah (weak fine blocky) Catatan: Pencatatan dinyatakan dengan 3 tanda, berturut turut: angka (taraf perkembangan), huruf besar (ukuran), huruf kecil (bentuk). Sering dijumpai struktur peralihan dan struktur maje¬muk, misalnya: remah halus lemah masif, ukuran lempeng keping: tipis/tebal. Konsistensi Konsistensi adalah kohesi/adhesi massa tanah, ditentukan dengan meremas, memijit atau memirid dengan tangan. Menentukan konsistensi di lapang dilakukakan pada tiga taraf kelembaban, yaitu basah, lembab, dan kering. Dalam keadaan basah (B) yaitu kondisi tanah pada kadar air lebih dari kapasitas lapang. Kelekatan (stickiness) adalah derajat adhesi tanah, ditentukan dengan memijit tanah antara ibu jari dan telunjuk: • Tidak melekat (nonsticky, so) : tidak ada massa tanah tertinggal • Agak lekat (slighly sticky, ss) : massa tanah tertinggal pada salah satu jari • Lekat (sticky, s) : massa tanah tertinggal pada kedua jari • Sangat lekat (Very sticky, vs) : massa tanah sukar untuk melepaskan dua jari Plastisitas (plasticity) adalah derajat kohesi tanah, daya berubah bentuk tanpa retak bila dipirid antara ibu jari dan telunjuk: • Tidak plastis (nonplatic, po) : tak dapat terbentuk gelintir tanah, massa tanah mudah berubah bentuk • Agak plastis (slightly plastic, ps) : terbentuk gelintir tanah, massa tanah mudah berubah bentuk

52

Ali Kabul Mahi


1. SURVEI TANAH

Dalam keadaan lembab (L) yaitu kondisi tanah antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Konsistensi ditentukan dengan meremas massa tanah dengan telapak tangan: • Lepas (loose, l) : apabila butir butir tanah terlepas satu dengan lainnya tidak terikat, melekat bila ditahan • Sangat gembur (very friable, vf) : dengan sedikit tekanan mudah bercerai, bila digengam mudah bergumpal, melekat bila ditekan • Gembur (friable, f) : bila diremas dapat bercerai bila digeng-gam masa tanah bergumpal, melekat bila ditekan • Teguh (firm, t) : apabila massa tanah tahan terhadap remasan, hancur dengan tekanan besar • Sangat teguh sekali (extremely firm) : apabila massa tanah sangat tahan terhadap remasan bila digemgam bentuk tidak berubah. Dalam keadaan kering (K) yaitu kondisi tanah pada kadar air kurang dari titik layu permanen. Konsistensi ditentukan dengan meremas/ menekan massa tanah dengan telapak tangan: • Lepas (loose, l) : apabila butir butir tanah terlepas, satu dengan lainnya tidak terikat • Lunak (soft, s) : apabila butir butir tanah dengan sedikit tekanan antara jari jari, tanah mudah bercerai menjadi butir, kohesi kecil • Agak keras (slightly hard, sh) : massa tanah agak tahan terhadap tekanan, massa tanah rapuh • Keras (hard, h) : massa tanah tahan terhadap tekanan, dan hanya dapat dipatahkan dengan tangan (tidak dengan jari jari) • Sangat keras (very hard, vh): massa tanah tahan terhadap tekanan, massa tanah sukar dipatahkan kan dengan tangan • Sangat keras sekali (extremely hard, eh) : massa tanah sangat tahan terhadap tekanan, massa tidak dapat dipecahkan dengan tangan Catatan: Pencatatan dalam huruf kecil sebagai singkatan konsistensi tanah dalam keadaan basah (B), keadaan lembaba (L), atau keadaan kering (K). Dalam keadaan basah ditentukan juga plastisitas dan kelekatan. Karatan Karatan adalah juga kelainan warna tanah, akibat proses reduksi dan oksidasi. Karatan dalam penampang tanah ditentukan: jumlah, ukuran, bandingan, batas, dan bentuk.

Ali Kabul Mahi

53

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

• Sangat plastis (vp) : dapat terbentuk gelintir tanah, tahan terhadap tekanan.


1. SURVEI TANAH

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jumlah • sedikit • biasa • banyak Ukuran • kecil • sedang • biasa

(s) < 2% luas permukaan, (bi) 2 20%, matrik masih tampak jelas, (ba) > 20%, matrik masih tampak jelas

(k) : diameter < 0,5 cm (s) : diameter 0,5 1,5 cm (b) : diameter > 0,5 cm, matrik masih nampak jelas

Bandingan • baur • jelas • sangat jelas • nyata

(b) : (d) : (sj) : (n)

Batas • jelas • sedang • kabur

(j) : warna beralih tiba tiba (s) : warna peralihan < 2 mm (k) : warna peralihan > 2 mm

Bentuk • bintik (b) : • bintik berganda (bs): • lidah (li) : • api (ap) : • pipa (pi) :

warna matrik dan karatan hampir sama warna berbeda dalam hue dan chroma bintik bintik karatan merupakan gejala utama bagi horizon

hampir membulat satu dengan lainnya tidak bersambungan hampir membulat satu dengan lainnya bersambungan memanjang kecil, membujur dari atas ke bawah lebar atau besar yang arahnya tidak menentu bulat memanjang

Catatan: Warna matrik dan warna karatan utama harus dibedakan dan dicatat. Gejala gejala lain yang terdapat di daerah karatan perlu dicatat sebagai karatan. Kandungan Bahan Kasar Bahan kasar adalah massa dalam tanah, berukuran 0,2 – 2,0 cm, terdiri dari konkresi konkresi, krikil, gumpalan gumpalan garam, yang berpengaruh terhadap penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Kandungan bahan kasar yang dicatat, antara lain: jenis, ukuran, jumlah, kekerasan, dan penyebab, yang dicatat di ruang keterangan lain lain (contoh daftar isian penampang).

54

Ali Kabul Mahi


Jenis • Fe • Mn • Ca • B

: konkresi besi berwarna merah/coklat, umumnya berbentuk benjol/bulat : konkresi mangan sama dengan konkresi besi, tetapi berwarna kehitaman : konkresi kapur berwarna keputihan, umumnya membuih dengan KCl : pecahan batu atau bahan lain sebagai pengisi

Ukuran • kecil • besar

: 0,2 1 cm : 1 2 cm

Jumlah • Sedikit • Sedang • Banyak • Banyak sekali

: < 3% : 3 15% : 15 50% : > 50%

Kekerasan • Lunak • Sedang • Keras

: dapat dipecahkan dengan memijit antara ibu jari dan telunjuk : dapat dipecah dengan kuku, tidak pecah kalau dipijit : baru pecah bila dipukul dengan palu

Penyebaran • tersebar rata dalam penampang • tersebar di sebagian tempat di penampang • merupakan suatu lapisan Corak Lain Seluruh Penampang Perakaran. Perakaran ditentukan dengan ukuran, jumlah, dan dalamnya ditemukan: Ukuran • halus • sedang • kasar

: < 2 mm : 2 10 mm : > 10 mm

Jumlah (% luas lapisan pada kedalaman tertentu) • sedikit : < 2% • sedang : 2 20% • banyak : > 20%

Ali Kabul Mahi

55

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. SURVEI TANAH


1. SURVEI TANAH Kedalaman diukur dari permukaan tanah (dalam cm) Padas. Padas (sementasi) adalah pengikatan krikil, konkresi, atau bagian bagian tanah oleh bahan pengikat seperti karbonat, silikat oksida, atau garam besi/ aluminium, kecuali liat. Keadaannya tidak tergantung pada kadar air tanah. Keadaan padas ditentukan dengan tingkat kekerasannya seperti dikemukakan berikut ini. • Lunak (agak memadas) :padas rapuh mudah dipecahkan dengan tangan, dan mudah ditembus bor tanah • Sedang (memadas) : padas keras, tahan tekanan, mudah dipecahkan dengan palu, sukar ditembus bor tanah • Keras (sangat meadas) : padas tidak menjadi lunak bila jenuh air, sukar dipecahkan dengan palu, tidak dapat ditembus bor tanah

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Kandungan CaCO3 Kandungan CaCO3 ditentukan dengan asam klorida 10%. Diukur secara relatif jelas tidaknya cara membuih kapur di tanah dengan tetesan asam khlorida. Bahan Organik Bahan organik ditentukan jumlah dan kemasamannya. Jumlah ditentukan dengan pengamatan mata terhadap warna kelam (hitam) dan ada tidaknya bahan organik yang belum lapuk. Bila perlu digunakan hidrogen peroksida (H2O2) untuk membedakan bahan organik (humus) dan bukan bahan organik yang memberikan warna hitam. Kemasaman humus ditentukan dengan pH meter. Corak Istimewa Lain Corak istimewa lain yang diamati, misalnya “krotovinas”, rumah/ liang semut/rayap/yuyu, bentukan gips, kalsit, dan lain lain. Diamati pula ada tidaknya: “clay coating” (warnanya), “slickenside”, “gley phenomena”, lapisan besi, mangan, dan lain lain corak yang mencirikan penampang.

56

Ali Kabul Mahi


PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN

P

engetahuan mengenai penutupan dan penggunaan lahan sangat penting, karena erat kaitannya dengan perencanaan pengembanngan wilayah. Pengkajian penutupan dan penggunaan lahan dapat dilakukan secara sistematis, sehingga kita dapat dengan cepat memantau setiap perubahan yang terjadi untuk dievaluasi dan dicarikan jalan pemecahannya. Penutupan dan penggunaan lahan dikelompok secara hirarki menjadi kelas tertentu, untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan baik proses pemantauan, inventarisasi, maupun perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan manusia dan kelestarian sumberdaya lahan itu sendiri. Penggunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen maupun siklis terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan untuk memenuhi kebutuhan kebendaan maupun spiritual atau kedua-duanya, sedangkan penutupan lahan adalah bagian lahan atau formasi-formasi alami yang belum pernah dijamah oleh tangan manusia, sehingga menunjukkan keadaan sumberdaya lahan itu sendiri. Berdasarkan keterangan tersebut, maka tumbuh-tumbuhan, rumput, dan hutan masuk dalam kategori penutupan lahan, sedangkan pertanian, pengemba-laan, dan kehutanan tergolong pada aktivitas. 1.1 Hirarki Penutupan dan penggunaan lahan dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya, dimulai dari ketegori Order sampai dengan tipe penggunaan lahan. Dent (1981 dalam Malingreau, dan Christiani, 1982) mengajukan pengelompokkan penutupan dan penggunaan lahan seperti dikemukakan berikut ini (Contoh areal bervegetasi).

Ali Kabul Mahi

57

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

2


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN • • • • • •

Order Suborder Famili Kelas Sub Kelas Tipe

: Bervegetasi : pertanian : pertanian menetap : persawahan : persawahan beririgasi : Selalu ditanami padi

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Berdasarkan pengelompokkan yang diajukan Dent (1981 dalam Malingreau, 1982) maka Malingreau dan Christiani (1982) mengelompokkan penutupan dan penggunaan lahan di Indonesia menjadi empat order, yaitu (i) Air (water), (ii) Areal bervegetasi (Vegetated Area), (iii) Areal tidak bervegetasi dan tidak diusahakan untuk pertanian (Non Vegetated, Non Cultivated Areas), (iv) Permukiman-Bangunan (Settlement-Built Up Areas). Secara rinci pengelompok-kan penutupan dan penggunaan lahan tertera pada Tabel 19. 1.2 Definisi Definisi kelas penutup/penggunaan lahan seperti yang dikemukakan Malingreau dan Christiani (1982) tertera pada Tabel 20. Tabel 19. Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan di Indonesia (Malingreau dan Christiani, 1982) Simbol W Wb Wb

58

1. 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.1.5 1.1.6

Penutupan dan penggunaan lahan AIR Tubuh Air Laut • Laut terbuka • Muara • Corong • Teluk • Atol • Selat

Ali Kabul Mahi

Keterangan Water Water bodies Sea • Sea open • Water inlet • Estuary • Bay • Atoll • Straight


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 19 (Lanjutan)

Wd

Wk

Ww Wb Wr Wa

V Vp F S Si Si2-3

Penutupan dan penggunaan lahan 1.2 Danau 1.2.1 • Danau Vulkasnik o Danau Kawah o Danau Kaldera 1.2.2 • Danau tektonik 1.2.3 • Atol karang tertutup 1.2.4 • Danau tapak kuda 1.2.5 • Laguna 1.3 Kolam 1.3.1 • Kolam ikan 1.3.2 • Tambak 1.3.3 • Tambak garam 1.4 Waduk 1.4.1 • Tujuan khusus 1.4.2 • Tujuan Jamak 1.5 Daerah Banjir 1.6 Rawa 2. Aliran air 2.1 Sungai, kali 2.2 Saluran irigasi 2.3 Saluran drainase 2.4 Irigasi dan saluran irigasi AREAL BERVEGETASI 1. Areal pertanian 1.1 Areal perrtanian menetap 1.1.1 • Tanaman semusim 1.1.1.1 o Padi sawah  Sawah irigasi - padi 2-3 kali

Sip

- padi - palawija

Si1

- padi 1 kali

Sic

- padi - tebu

Sr Sr1

 Sawah tadah hujan - padi 1 kali

Srp

- padi - palawija

Sp

 Sawah pasang surut

Keterangan Lakes • Volcanic lake o Crater lake o Caldera lake • Tectonic lake • Closed coral atoll • Oxbow lake • Lgoon Pond • Fish pond (fresh water) • Coastal fish pond • Salt pond Reservoir • Single purpose • Multi purpose Inundated area Marsh, swamp Water couses Stream, river, rivulet Irigation canal Drainage Irrigation and drainage Vegetated Area Cultivated areas Permanently cultivated • Field crops o Wetland rice  Irrigation sawah - continous rice - ricesecondarycrops - Rice-fallow - Rice – sugar cane  Rainfed sawah - Rice-fallow - Rice – secondarycrops  Tidal rice

Ali Kabul Mahi

59

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Simbol


2. PENUTUPAN  

DAN PENGGUNAAN LAHAN



Tabel 19 (Lanjutan)  

Simbol

Keterangan

- Rice-fallow  Deep water rice (swamp rice)  Sawah + ntercropping  Sawah and fish rearing U 1.1.1.2  Upland crops-dry fields Ut  Open field crops Us  Horticultural crops - Lowland vegetables - Upland vegetables A 1.1.2  Agroferestry system At 1.1.2.1  Intercropping in uplands crops (rows, fence, shelter, belts, …..) Ac 1.1.2.2  Kebun campuran  Mixed garden  jarang  open  rapat  dense Ap 1.1.2.3  Pekarangan  Homestead garden Ak 1.1.2.4  Kebun  Orchad Af 1.1.2.5  Talun  Forest garden Ac 1.1.3  Perkebunan  Estates Ac 1.1.3.1  Perkebunan perusahaan  Commercial estates  Tanaman keras  Bush or tree crops      Et - teh  - tea     Ek - karet - rubber Ec - kelapa - coconut     Eke - kopi - coffe     Ep - kelapa sawit - oil palm Penutupan dan-penggunaan Penutupan dan penggunaan Penutupan dan penggunaan Penutupan dan penggunaan Eco kakao - cocoa Simbol Keterangan Simbol Keterangan Simbol Keterangan Simbol Keterangan lahan- cengkeh lahan lahan lahan Ece - clove

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Sp1 Sl

Penutupan dan penggunaan lahan - padi 1 kali  Lebak  Sawah surjan  Mina padi  Pertanian lahan kering  Tegalan  Kebun sayur - Sayuran lahan basah - Sayuran lahan kering  Sistem agrohutan  Tegalan

Ete EteEteEte Etb EtbEtbEtb Epa Epa EpaEpa 1.1.3.2 Er 1.1.3.2 Er Er Er1.1.3.2 1.1.3.2 Et Et EtEt Ek Ek EkEk Ec Ec EcEc Eke EkeEkeEke Ep EpEpEp Eco Eco EcoEco Ece EceEceEce Ete EteEteEte Etb EtbEtbEtb Epa EpaEpa Epa 1.2 1.2 1.2 1.2 L L L L 1.2.1 1.2.1 1.2.1 1.2.1 60 Lh LhLhLh1.2.1.1 1.2.1.1 1.2.1.1 1.2.1.1

 Tanaman lain lain Tanaman Tanaman lain Othercrops crops Tanaman lain  Other crops  Other  crops Other - tembakau - tobacco tembakau - tobacco --tembakau tobacco - tembakau - -tobacco - tebu--tebu - sugar cane - sugar-cane tebu -sugar sugarcane cane - tebu - panili--panili - vanili panili - vanili- -vanili vanili - panili  Perkebunan rakyat rakyat  Small holding Small  Perkebunan Perkebunan rakyat holding Smallholding holding  Perkebunan rakyat  Small  Tanaman keras keras Tanaman  Bush tree crops Tanaman keras Bush treecrops crops Tanaman keras Bush or tree crops orBush orortree - teh --teh - tea teh - tea - -tea tea - teh - karet--karet - rubber karet - rubber- -rubber rubber - karet - kelapa - coconut kelapa - coconut --kelapa coconut - kelapa - -coconut - kopi--kopi - coffe kopi - coffe - -coffe coffe - kopi - kelapa sawit kelapa sawit - oil palm --kelapa sawit oilpalm palm - kelapa sawit - oil palm - -oil - kakao--kakao - cocoa cocoa kakao - cocoa- -cocoa - kakao --cengkeh clove - cengkeh - cengkeh - clove cengkeh - clove - -clove Tanaman lain Othercrops crops Tanaman lain  Other crops  Other  crops Other  Tanaman lain lain Tanaman --tembakau tobacco - tembakau - -tobacco - tembakau - tobacco tembakau - tobacco -sugar sugarcane cane - tebu - tebu--tebu - sugar cane - sugar-cane tebu panili vanili panili vanili - panili- panili - vanili - vanili Areal pertanian tidak menetap Non-permanently cultivated Areal pertanian tidak menetapNon-permanently Non-permanently cultivated ArealAreal pertanian tidak menetap Non-permanently cultivated pertanian tidak menetap cultivated   Shifting Shifting cultivation Ladang, Ladang, huma  Shifting cultivation  cultivation  Ladang, huma huma  Ladang, huma  Shifting cultivation Ali Kabul Mahi (mainlyfield crops) (mainlyfield (mainlyfield crops)(mainlyfield crops) crops)  Dalam hutan belukar  In forests cover  Dalam hutan belukar  In forests cover  Dalam hutan belukar  Dalam hutan belukar In forests cover In forests cover


 Perkebunan rakyat  Small holding  Tanaman keras  Bush or tree crops Et - teh - tea    2. PENUTUPAN- karet DAN PENGGUNAAN LAHAN Ek - rubber Ec - kelapa - coconut  Tabel 19 (Lanjutan) - kopi - coffe  Eke Ep - kelapa - oil palm Penutupan dan sawit penggunaan Simbol Keterangan lahan Eco - kakao - cocoa  -Tanaman  Other Ece cengkehlain - clovecrops Ete tembakau - tobacco  -Tanaman lain  Other crops Etb tebu sugar cane Ete - tembakau - tobacco Epa panili vanili cane Etb - tebu - sugar Er 1.1.3.2  Perkebunan  Small holding Epa - panili rakyat - vanili  Tanaman keras  Bush or tree crops 1.2 Areal pertanian tidak menetap Non-permanently cultivated - teh - tea LEt 1.2.1  Ladang, huma  Shifting cultivation (mainlyfield Ek - karet - rubber crops) Lh 1.2.1.1  Dalam hutan belukar  In forests cover Ec - kelapa - coconut La 1.2.1.2  Dalam alang-alang  In grass Eke - kopi - coffecover 1.2.2 Ep sawit - oil palm  Sistem- kelapa agrohutan  Agroforestry system Eco - kakaosari - cocoa forest Lts 1.2.2.1  Tumpang  In production Ece - cengkeh - clove forest Ltt 1.2.2.2  Tumpang sari tambak  In swamp Tanaman lain  Other crops Vn 2. Areal  bukan pertanian Non-cultivated areal Ete - tembakau - tobacco H 2.1 Hutan primer Forest (primary) Etb tebu - sugar Hpi 2.1.1  Hutan- iklim  Climatic forestcane Epa - panili 2.1.1.1  Hutan hujan dataran  High- vanili altitude rain forest        1.2 Areal pertanian Non-permanently cultivated  tinggi tidak menetap L 1.2.1  Hutan hujan  Mountain rain forest  Ladang, huma  Shifting cultivation     pegunungan (mainlyfield crops)   - 1000-2000 m dpl Lh 1.2.1.1 Penutupan Dalam hutan belukar  In forests cover Penutupan Penutupan Penutupan dan dan dan dan penggunaan penggunaan penggunaan penggunaan Simbol Simbol Simbol Simbol Keterangan Keterangan Keterangan Keterangan - > 2000 m dpl lahan lahan lahan lahan La 1.2.1.2  Dalam alang-alang  In grass cover Hutan Hutan hujan peg.  hujan peg.   Hutan Hutan hujan hujan peg. peg. 1.2.2  Sistem agrohutan  Agroforestry system (dominan spisies) (dominan spisies) (dominan (dominan spisies) spisies) Lts 1.2.2.1  Tumpang sari  In production forest --agathis -agathis agathis - agathis Ltt 1.2.2.2  Tumpang sari tambak  In swamp forest --araucaria -araucaria araucaria - araucaria Vn 2. Areal bukan pertanian Non-cultivated areal --dipterocarp -dipterocarp dipterocarp - dipterocarp H 2.1 Hutan primer Forest (primary) --campuran -campuran campuran - campuran pinus -pinus pinus - pinus Hpi 2.1.1  Hutan--iklim  Climatic forest 2.1.1.2 2.1.1.2 2.1.1.2 2.1.1.2   Hutan  Hutan Hutan Hutan hujan hujan hujan hujan dataran dataran dataran dataran   Low  Low Low Low altitude altitude altitude altitude rain rain rain forest forest forest 2.1.1.1  Hutan hujan dataran  High altitude rain forest rendah rendah rendah rendah (terutama (terutama (terutama (terutama hutan hutan hutan hutan tinggi dipterocarp, dipterocarp, dipterocarp, dipterocarp, <1000 <1000 <1000 <1000 mm m  Hutan  Mountain rain forest dpl) dpl) dpl) dpl) hujan pegunungan    Hutan Hutan Hutan Hutan eucalyptus eucalyptus eucalyptus eucalyptus   Eucalyptus Eucalyptus Eucalyptus Eucalyptus forest forest forest -Hutan 1000-2000    Hutan  Hutan Hutan jati jati jati jati m dpl   Teak Teak Teak Teak forest forest forest forest Hb Hb Hb Hb 2.1.1.4 2.1.1.4 2.1.1.4 2.1.1.4   Hutan  Hutan Hutan Hutan bambu bambu bambu bambu   Bamboo  Bamboo Bamboo Bamboo forest forest forest forest - > 2000 m dpl 1.1.3.2

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Er

2.1.2 2.1.2 2.1.22.1.2  Hutan Hutan edafik  Hutan Hutan edafik edafik edafik Ht Ht Ht Ht 2.1.2.1 2.1.2.1 2.1.2.1 2.1.2.1   Hutan  Hutan Hutan Hutan payau payau payau payau    mangrove mangrove mangrove mangrove    nipah nipah nipah nipah    palm palm palm palm Hc Hc Hc Hc 2.1.2.2 2.1.2.2 2.1.2.2 2.1.2.2   Hutan  Hutan Hutan Hutan pantai pantai pantai pantai Hs Hs Hs Hs 2.1.2.3 2.1.2.3 2.1.2.3 2.1.2.3   Hutan  Hutan Hutan Hutan rawa rawa rawa rawa Hg Hg Hg Hg 2.1.2.4 2.1.2.4 2.1.2.4 2.1.2.4   Hutam  Hutam Hutam Hutam gambut gambut gambut gambut 2.1.2.5 2.1.2.5 2.1.2.5 2.1.2.5   Hutan  Hutan Hutan Hutan riparian riparian riparian riparian 2.1.3 2.1.3 2.1.32.1.3 Hsk Hsk Hsk Hsk 2.2 2.2 2.2

Ali Kabul

 Hutan  Hutan Hutan Hutan panas panas panas panas Hutan Hutan Hutan Hutan sekunder sekunder sekunder sekunder (berbagai (berbagai (berbagai (berbagai

 Edaphic forest    Edaphic Edaphic Edaphic forest forest forest   Tidal  Tidal Tidal Tidal forest forest forest forest

  Coastal  Coastal Coastal Coastal forest forest forest forest   Swamp  Swamp Swamp Swamp forest forest forest forest   Peat  Peat Peat Peat swamp swamp swamp swamp forest forest forest   Riparian  Riparian Riparian Riparian forest forest forest forest (forest (forest (forest gallery) gallery) gallery) gallery) Mahi 61     Heat Heat Heat Heat forest forest forest forest Secondary Secondary Secondary Secondary forest forest forest forest


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

- campuran - pinus 2.1.1.2  Hutan hujan dataran  Low altitude rain forest rendah (terutama hutan 2. PENUTUPAN dipterocarp, <1000 m PENGGUNAAN LAHAN   DAN dpl)  Eucalyptus forest Tabel 19 (Lanjutan)  Hutan eucalyptus   Hutan jati  Teak forest  Hb 2.1.1.4  Hutan dan bambu  Bamboo forest Penutupan penggunaan Simbol Keterangan 2.1.2  Hutan edafik  Edaphic forest lahan Ht 2.1.2.1  Hutan payau  Tidal forest  Hutan hujan peg.  (dominan mangrovespisies) - agathis  nipah araucaria  -palm - dipterocarp Hc 2.1.2.2  Hutan pantai  Coastal forest - campuran Hs 2.1.2.3  Hutan rawa  Swamp forest - pinus Hg 2.1.2.4  Hutam gambut  Peat swamp forest  Riparian Low altitude rain forest 2.1.1.2  Hutan riparian hujan dataran 2.1.2.5 forest (forest rendah (terutama hutan gallery) dipterocarp, 2.1.3  Hutan panas <1000 m  Heat forest Hsk 2.2 Hutandpl) sekunder (berbagai Secondary forest  pertumbuhan) Hutan eucalyptus  Eucalyptus forest tingkat  Hutan  Teak forest 2.2.1  Formasi iklimjati  Climatic formation Hb 2.1.1.4 Hutanedafik bambu Bamboo forest 2.2.2   Formasi   Edaphic formation 2.1.2  Hutan edafik  Edaphic forest   B 2.3 Semak/belukar Shrubs/bush Ht 2.1.2.1 Hutankering payau 2.3.1   Daerah   DryTidal sitesforest  mangrove 2.3.1.1  Belukar  Continous thicket   nipah  2.3.1.2  Semak  Scatter shrubs Penutupan palm dandan  Semak pohon  Trees and shrubs Keterangan Hc Simbol 2.1.2.2 penggunaan Hutan pantai   Coastal forest lahan  Semak savana Shrubs savana Hs 2.1.2.3  Hutan rawa  Swamp forest 2.3.2  Daerah basah  Wet site forest Hg 2.1.2.4   swamp forest 2.3.1.2  Hutam Semak gambut  Peat Scatter shrubs 2.1.2.5  Hutan riparian  Riparian (forest  Semak dan pohon  Trees forest and shrubs gallery)  Semak savana  Shrubs savana 2.1.3   forest 2.3.2  Hutan Daerahpanas basah  Heat Wet site forest Hsk 2.2 Hutan sekunder (berbagai Secondary forest R 2.4 Rumput Grassdry forest tingkat pertumbuhan) 2.4.1  Kondisi kering  Dry condiitions 2.2.1   Formasi iklim   Climatic formation Ra 2.4.1.1 Alang-alang Alang-alang 2.2.2  Formasi edafik  Edaphic formation Rs 2.4.1.2  Savana  Savana (other grasses) B 2.3 Semak/belukar Shrubs/bush Rp 2.4.1.3  Padang rumput  Grazing area 2.3.1  kering  sites 2.5.2  Daerah Reboisasi  Dry Reforestation 2.3.1.1  Belukar  Continous thicket AREAL TANPA VEGETAS/USAHA PERTANIAN  Non-vegetated area 2.3.1.2  Semak  Scatter shrubs Dk 1. Daerah kritis, tandus Critical land  Semak dan pohon  Trees and shrubs Dc 2. Pantai pasir Coastal sand  Semak savana  Shrubs savana 2.1 Pantai Beach 2.2 Bukit pasir Dunes 2.3 Igir Rodges Dro 3. Batuan terungkap/gundul Rock outcrop Dlh 4. Lava dan lahar Lava and lahars 5. Pasir sungai Sandbars and river 6. Galian terbuka Open pits AREAL PERMUKIMAN/PEMBANGUNAN Settlement-builtup area K 1. Kota Town 2. Kampung Kampong/rural 3. Komplek industri Industrial complex 4. Lapangan terbang Airport 5. Jaringan komunikasi Communication network 6. Tempat rekreasi Recreation area

62

Ali Kabul Mahi






2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Definisi Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan (Malingreau dan Christiani , 1982) Jenis Penutupan dan penggunaan lahan

Definisi

1. Danau

Suatu kumpulan air yang dikelilingi daratan, menempati permukaan tanah yang cekung.

1.1 Danau Kawah

Kumpulan air yang tidak berpindah atau hampir tidak mempunyai sirkulasi dan terdapat di kawah.

1.2 Danau Kaldera

Kumpulan air yang terdapat pada dataran yang luas, di mana dataran ini terbentuk sebagai akibat runtuhnya sebagian dari kawah setelah memancarnya magma.

1.3 Danau Vulkanik

Kumpulan air pada suatu dataran yang sudah ada cekungannya terlebih dahulu.

1.4 Danau Tektonik

Kumpulan air yang terdapat pada depresi yang terbentuk sebagai akibat gerakan tektonik dari lapisan bumi yang keras.

1.5 Danau Atol

Atol yang tertutup yang dibagian tengahnya merupakan depresi dan kemudian diisi oleh air.

Danau yang berbentuk setengah lingkaran 1.6 Danau Tapal Kuda dan terjadi sebagai perkembangan meander suatu sungai. 1.7 Laguna

Kumpulan air yang tidak begitu dalam, terdapat di sepanjang pantai dan terpisahkan dengan laut oleh barier

2. Kolam

Sebagian lahan yang berisi kumpulan air dan dikelola untuk dimanfaatkan atau diambil nilai ekonominya.

2.1 Kolam Ikan

Suatu bentuk penampungan air tawar dengan ukuran relatif kecil yang biasanya terletak di sekitar permukiman, berfungsi untuk menternakkan ikan dan atau untuk per-sediaan air sehari-hari.

2.2 Tambak

Kumpulan air payau dengan pola teratur dan dikelola untuk memelihara ikan, dan sering ditumbuhi oleh vegetasi pantai.

2.3 Tambak Garam

Suatu area yang digenangi air laut dangkal yang dibuat untuk mengevaporasikan air laut dan mengekstraksikan garam pada musim kemarau Ali Kabul Mahi

63

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

AIR


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan Jenis Penutupan dan penggunaan lahan 3. Waduk

4. Teluk dan Kuala

Definisi Suatu bendungan air atau danau buatan di mana air dikum-pulkan dan disimpan, berfungsi untuk irigasi, pengendalian banjir, pembangkit tenaga listrik, rekreasi, dan lainlain. Bagian lahan yang terisi air yang terletak diperbatasan laut dengan daratan dan menjorok ke dalam daratan.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAERAH BERVEGETASI

1. Daerah Pertanian

Suatu lahan bervegetasi, di mana sumberdaya alamnya dikelola untuk tanaman pangan, serat, dan pohon. Antara daerah dikelola dengan yang tidak dikelola biasanya menunjukkan perbedaan pola yang jelas.

1.1 Pertanian Lahan Basah

Daerah pertanian yang dikelola untuk menetap menghasilkan paling sedikit satu kali tanaman pangan setiap tahun dan diusahakan sepanjang tahun (Indeks tanaman pangan, Crops index 1).

1.1.1

1.1.2

64

Sawah

Sawah irigasi

Daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman (transplanting) samapi beberapa minggu sebelum panen. Sawah yang mendapat pengairan dari saluran irigasi buatan. Menurut pola penanamannya sawah irigasi dibagi menjadi: (a) 2 x padi/tahun atau 5 x padi/2 tahun (b) 1 x padi selama musim hujan dan diikuti dengan tanaman sekunder (palawija) pada musim kemarau (ketela pohon, legum, jagung, tembakau, dan sebagainya). (c) 1 x padi selama musim hujan dan diberakan pada musim kemarau. (d) padi - tebu, sistem sawah di mana padi dan tebu dirotasikan sebagai tanaman utama.

Ali Kabul Mahi


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan

Sawah Tadah Hujan

Sawah pada dataran pantai yang mendapat pengairan dari air pasang dari suatu sistem kanal. Pola pertanamannya disesuaikan dengan air permukaan. Sawah pasang surut 1.1.4 Sawah Pasang dibagi menjadi: Surut (a) 1 x padi/tahun selama air pasang dan dikosongkan selama keadaan kering. (b) 1 x padi selama air pasang + 1 x palawija selama keadaan kering. 1.1.5

1.1.6

Sawah yang diusahakan pada dataran Sawah Lebak, rendah dengan air payau. Padi yang ditanam Rawa adalah varietas yang dapat tumbuh secara terapung. Sawah Surjan

Sawah dengan padi, sebagai tanaman utama, yang diselingi dengan tanaman sekunder dalam waktu dan lokasi yang sama. Tanaman sekundernya adalah kacang-kacangan, ketela pohon, dan lain-lain. Juga tanaman pohon seperti jeruk, turi, dan lain-lain.

1.1.7 Mina Padi

Suatu pola sawah yang dikelola bersamasama dengan peme-liharaan ikan. Sistem ini dijumpai dalam berbagai tingkat intensitas pengelolaan.

1.2. Pertanian Lahan Kering

Daerah yang ditanami tanaman setahun dan tahunan pada topografi berlereng, berteras, serta hanya mendapat air dari air hujan. Lahan semacam ini mempunyai pola pertanaman dan spisies tanaman yang sangat bervariasi, sehingga menyulitkan dalam klasifikasinya.

Ali Kabul Mahi

65

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1.1.3

Sawah yang hanya mendapat pengairan dari air hujan dan kadang-kadang diperlengkapi dengan sistem pengumpulan run-off lokal. Sawah tadah hujan dibagi menjadi: (a) 1 x padi/tahun pada musim hujan dan diberakan pada musim kemarau. (b) 1 x padi + 1 x palawija pada musimhujan. Tergantung pada pola hujannya, palawija mungkin ditanam mendahului padi.


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Penutupan dan penggunaan lahan

Definisi

1.2.1 Tegalan

Pola tataguna lahan yang ditanami padi, tanaman pohon, tanaman serat, dan diterapkan pada daerah berteras atau tidak. Lahannya hanya sebagian saja yang kosong. Musim, terutama curah hujan, cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanamannya. Tanaman yang biasa dijumpai adalah padi gogo, ketela pohon, jagung, kentang kedelai, dan kacang tanah.

1.2.2 Pesisiran

Tipe pertaniana lahan kering yang diterapkan pada daerah bukit pasir atau cekungan laguna, di mana bahan organik banyak diakumulasikan. Tanaman yang sering diusahakan adalah ketela pohon, leguminosa, dan jagung.

1.2.3 Kebun Campuran

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman pohon (tahunan) bercampur dengan tanaman setahun secara acak, barisan, atau sepanjang tepi area dengan penutupan tajuk kurang dari 30 persen. Lahan dibagian bawah diolah. Kebun campuran ini bentuk transisi antara lahan terbuka dengan talun.

1.2.4 Kebun Sayur

Daerah yang diusahakan untuk memproduksi tanaman sayur-sayuran dengan ritasi tanaman, seperti tomat, cabai, dan lain-lain. Di beberapa daerah di mana pemasaran dan iklim ikut memegang peranan, kebun sayuran merupakan pola yang menetap.

1.2.5 Pekarangan

Suatu sistem pertanian lahan kering yang berasosiasi de-ngan pemukiman dan ditanami berbagai jenis tanaman pohon, buah-buahan, bahkan bambu, dan lain-lain. Pola ini mempunyai hubungan fungsional, ekonomik, biofisik, dan kultur sosial dengan masyarakat sekitarnya.

1.2.6 Huma, Talun

Sistem pertanian lahan kering yang merupakan bentuk peralihan antara hutan dan kebun campuran, di mana vegetasi hutan setempat masih tetap ada, serta di bagian bawah tidak diolah.

66

Ali Kabul Mahi


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan Definisi

1.2.7 Perkebunan

Sistem pertanian lahan kering yang biasanya terdiri dari suatu jenis tanaman monokultur) yang dikelola untuk tujuan komersial atau dihasilkan untuk produksi.

1.2.8 Ladang

Sistem pertanian lahan kering yang melibatkan penebangan dan pembakaan vegetasi alami (pohon, semak, atau rumput). Penanaman dilakukan pada lahan yang telah dibuka dalam periode yang relatif singkat (3 sampai 4 tahun) dan kemudian lahan ditinggalkan dalam periode yang cukup panjang (10 sampai 20 tahun) sehing-ga vegetasi alami tumbuh kembali.

1.1.9

Sistem Agrohutan

1. Daerah Bukan Pertanian 2.1 Hutan

2.1.1 Hutan Produksi

Sistem pertanian lahan kering di mana lahan dikelola dengan mengadakan kombinasi antara tanaman pohon dengan tanaman budidaya atau hewan atau keduanya secara bersama-sama. Lahan yang tidak dikelola untuk produksi pertanian Lahan yang ditutupi oleh tanaman pohon yang secara biologis berhubungan dengan kehidupan masyarakat dalam lingkungannya, dan pengelolaan hutan ini dibawah pengawasan pemerintah. Hutan yang dikelola sebaik mungkin untuk tujuan komersial.

2.1.2 Hutan Lindung

Hutan yang dikelola untuk tujuan perlindungan tanaman dan mencegah erosi tanah, juga pengaturan/pengendalian air.

2.1.3 Hutan Suaka

Hutan yang dikelola untuk tujuan penelitian atau perlindungan terhadap tumbuhan dan atau binatang tertentu.

2.1.4 Hutan Wisata 2.1.5 Hutan Konversi

Hutan yang dikelola untuk pemenuhan kebutuhan wisata, terutama para turis. Hutan yang dapat diubah menjadi sistem pertanian, permu-kiman, dan untuk tujuan lainnya. Ali Kabul Mahi

67

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Penutupan dan penggunaan lahan


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Penutupan dan penggunaan lahan

Definisi

2.1.6 Hutan Primer

Hutan bervegetasi alami, belum terpengaruh oleh tindakan manusia, kerapatan hutan tidak dipengaruhi oleh variasi topo-grafi, tajuk tertutup, dan sering dijumpai sejumlah epifit, misal-nya Araucaria Pedocarpaceae, pinus, Agathis, dan sebagainya.

2.1.7 Hutan Iklim

Hutan yang dicirikan oleh iklim sebagai parameter utama, biasanya berkorelasi dengan ketinggian tempat.

2.1.8 Hutan Dataran

Hutan pada ketinggian tempat di atas1.000 m dari permukaan laut. Dibedakan menjadi: (a) Hutan sub-pegunungan: Hutan dataran tinggi (1.000 - 2.000 m) yang dicirikan oleh pohon dengan kanopi kecil, pohon bisa mencapai 30-40 meter. (b) Hutan pegunungan : di atas 2.000 m, yang dicirikan oleh pohon dengan kanopi yang lebih sempit bila dibandingkan dengan hutan subpegunungan, juga pohonnya lebih rendah, spesiesnya lebih sedikit, dan bunganya menggantung pada ranting.

Hutan pada ketinggian tempat kurang dari 1.000 m di atas permukaan laut. Spesies 1.1.9 Hutan Dataran vegetasi lebih banyak, pohonnya lebih tinggi Rendah bila dibandingkan dengan hutan dataran tinggi.

1.1.10 Hutan Musim

Hutan yang dicirikan oleh spesies vegetasi dengan daun gugur pada musim kemarau. Biasanya dijumpai pada daerah yang relatif kering di Indonesia, atau pada daerah yang berdrainase baik.

1.1.11 Hutan Edafik

Hutan yang dicirikan oleh struktur daerah dataran rendah, di mana kondisi hidrologinya (terutama pada waktu banjir) merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Vegetasi yang tumbuh berasosiasi dengan lahar, pasir pantai, kawah, sulfatar, dan sebagainya.

68

Ali Kabul Mahi


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan Definisi

1.1.12 Hutan Payau

Hutan di daerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air. Vegetasi utama adalah tipe mangrove, palma, dan nipah.

1.1.13 Hutan Pantai

Hutan yang terdapat di daerah pantai yang kering karena adanya gumuk pasir. Vegetasi umum yang dijumpai adalah cemara.

1.1.14 Hutan Rawa

Hutan yang terdapat di daerah aluvial dalam keadaan air tawar. Vegetasi yang umum dijum-pai adalah meranti.

1.1.15 Hutan Gambut

Hutan yang terdapat pada dataran rendah, seperti di Sumatera dan Kalimantan.

Hutan hidrofilus yang dijumpai pada dataran 1.1.16 Hutan Gallery banjir sepanjang sungai. Hutan ini sering berasosiasi dengan hutan musim. 1.1.17 Hutan Sekunder

Pada dasarnya, hutan sekunder merupakan perkembangan dari hutan primer yang telah mengalami perubahan oleh aktivitas manusia.

Vegetasi semak dan belukar biasanya mencapai ketinggian 2-4 meter. Istilah belukar digunakan untuk vegetasi yang lebih 1.1.18 Semak Belukar tinggi daripada semak. Biasanya belukar sering berasosiasi dengan ta-naman pohon atau savana. 1.1.19 Padang Rumput

Pada keadaan kering yang tumbuh adalah alang-alang (Imperata cylindrica), pada keadaan basah dijumpai vegetasi rumput dan rumput buluh.

1.1.20 Hutan Perkebunan

Hutan yang pada umumnya terdiri dari satu jenis tanaman pohon yang dikelola oleh Departemen Kehutanan.

Ali Kabul Mahi

69

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Penutupan dan penggunaan lahan


2. PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 20. Lanjutan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Penutupan dan penggunaan lahan

Definisi

DAERAH TIDAK BERVEGETASI, BUKAN PERTANIAN

Merupakan area yang secara permanen, atau sering tidak bervegetasi karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk tumbuhnya vegetasi

1. Daerah Kritis, Tandus

Daerah yang sering mengalami erosi karena hilangnya daya kohesif dari partikelpartikelnya, misalnya tanah gundul dan bahan induk tanah yang tersingkap.

2. Dataran Pantai

Dibedakan menjadi (a) Pantai: daerah akumulasi pasir dan krikil yang biasanya tanpa vegetasi. (b) Bukit pasir: daerah akumulasi pasir, gundul atau ditutupi oleh beberapa vegetasi xerofit. (c) Igir: lahan yang memanjang sepanjang dan sejajar garis pantai pada dataran yang lebih tinggi dari pada sekitarnya.

3. Batuan Gundul

Merupakan gumukan batuan yang tersusun dengan berbagai formasi, seperti dyke, plug, dume, karst, dan lain-lain.

4. Lahar

Daerah patahan yang bersifat basah atau berlumpur dari bahan pyroclastic (abu, batu, pasir, dan krikil) yang runtuh karena peristiwa gunung berapi. Tergantung pada umur lahar daerah ini bisa ditumbuhi oleh berbagai vegetasi,

5. Dataran Pasir

Daerah yang merupakan akumulasi pasir di sepanjang sungai.

Daerah galian terbuka yang biasanya 6. Galian (pit) Terbuka dijumpai di daerah pertambangan (nikel, tembaga, dan batu kapur).

70

Ali Kabul Mahi


SATUAN LAHAN

S

atuan lahan sangat diperlukan dalam proses evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan. Di dalam praktek evaluasi lahan, evaluasi justru dilakukan pada satuan-satuan lahan tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjamin tingkat ketelitian evaluasi dan memudahkan pekerjaan. Setiap wilayah tidak sama karakteristik dan kualitas lahannya, sehingga perlu melakukan pengelompokan ciri lahan yang sama atau hampir sama yang dikelompokkan menjadi satuan lahan tertentu, dan dapat digunakan sebagai satuan pewakil. Semakin detil satuan lahan, maka hasil evaluasinya juga akan semakin teliti. Oleh karena itu pengelompokan satuan lahan dilakukan berdasarkan tingkat ketelitian evaluasi yang akan dilakukan. Pengelompokkan satuan lahan merupakan kunci keberhasilan dan ketelian evaluasi yang akan dilakukan, terutama untuk melakukan evaluasi terhadap wilayah yang cukup luas, dimana kondisi lahannya sangat beragam. Pendekatan satuan lahan (Land Unit Approach) dida­sarkan pada keadaan fisik lingkungan yang dapat dibedakan pada foto udara dan mengujinya di lapang. Perbedaan sifat lahan seperti bentuk lahan (landform), tumbuhan, dan tanah dipetakan pada waktu yang sama oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Hasilnya disajikan secara terpadu dalam bentuk Peta Satuan Lahan yang ditunjang oleh skematik penampang, klimadiagram, dan tabel sumberdaya lahan yang merupakan legenda peta. Pelaksanaan pendekatan satuan lahan merupakan dampak positif perkembangan foto udara selama perang dunia kedua. Karena setelah perang dunia kedua izin penyediaan lebih luas untuk dipergunakan bagi perkembangan penelitian dan program pemetaan di banyak negara. Dua faktor lain yang mendorong pembentukan dan pelaksanaan survei satuan lahan yaitu (1) diperlukannya studi cepat mengenai sumberdaya lahan (Land Resources) tingkat tinjau bagi daerah-daerah yang belum diketa­hui, Ali Kabul Mahi

71

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3


3. SATUAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

dan (2) diperlukannya studi secara menyeluruh untuk mengambil keputusan perencanaan yang optimal. Pembentukan satuan lahan, dasar kerjanya dimulai dari pembagian bentang alam menjadi beberapa bagian berdasarkan kesamaan ciri yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan baik dengan bantuan interpretasi foto udara, dan atau citra penginderaan jauh lainnya. Hasil pembagian bentang alam dikelompokkan lagi berdasarkan kesamaan cir-ciri lahan lainnya, seperti lereng, jenis tanah, vegetasi, dan sebagainya. Pembagian bentang alam menjadi satuan-satuan lahan sangat tergantung pada tingkat ketelitian evaluasi yang akan dilakukan. Semakin detil evaluasi yang akan dilakukan maka keseragaman ciri lahanpun semakin banyak dan memerlukan pemetaan yang semakin detil pula. 3.1 Hirarki Spasial Hirarki Spasial Satuan Lahan disusun berdasarkan konsep pembagian bentang alam (Landscape) menjadi satuan-satuan tertentu secara hirarki dengan tujuan untuk memudahkan melakukan inventarisasi potensi lahan pada berbagai satuan lahan sesuai dengan keperluannya. Satuan Lahan seperti di kemukakan di atas merupakan pembagian bentang alam yang secara hirarkis dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristik lahan. Pengelompokkan ini dapat dilakukan dari kategori rendah ke kategori tinggi, misalnya pengelompokkan dilakukan dari Tapak Lahan (Land Site) menjadi Faset Lahan (Land Faset), kemudian Faset Lahan dikelompokkan menjadi Kompleks Lahan (Land Complex), lalu Kompleks Lahan dikelompokkan mejadi Sistem Lahan (Land System), dan akhirnya pengelompokan Sistem Lahan menjadi Kelompok Fisiogarafi (Physiographic Group). Cara tersebut di atas akan menghasilkan satuan lahan dengan sebaran masing-masing satuan lahan pada berbagai kategori terdeteksi dengan baik. Tetapi cara ini membawa konsekuensi waktu dan biaya yang tinggi, karena data yang diperlukan dimulai dari data yang sangat detil. Dengan kondisi data lahan yang ada di Indonesia saat ini, cara ini sangat sulit untuk dilakukan secara utuh. Pemecahan bentang alam dapat pula dilakukan dengan cara pembagian dari kategori tinggi ke rendah. Pembagian ini terutama didasarkan pada kesamaan pola bentuk lahan (landform) yang secara mudah dapat dibedakan pada foto udara, dan citra penginderaan jauh lainnya, seperti radar, landsat, dan sebagainya. Pembagian satuan lahan dimulai dari kategori tinggi, misalnya Kelompok Fisiografi (Physiographic Group), lalu masing-masing Kelompok Fisiografi dibagi menjadi beberapa Sistem Lahan (Land System), masing-masing Sistem Lahan dibagi menjadi beberapa Kompleks Lahan (Land Complex), masing-masing Kompleks Lahan dibagi menjadi beberapa Faset Lahan (Land Facet), 72

Ali Kabul Mahi


dan akhirnya masing-masing Faset Lahan dibagi menjadi beberapa Tapak Lahan (Land Site). Pembagian ini dapat dilakukan dengan baik dan ketelitiannya tinggi bila diketahui struktur hirarki spasial-nya. Pengamatan lapang cara kedua dilakukan pada daerah yang dapat mewakili masing-masing satuan lahan sebagai hasil interpretasi foto udara dan atau citra penginderaan jauh lainnya. Cara ini menghasilkan satuan lahan yang teliti tanpa harus mengorbankan waktu dan biaya yang tinggi. Pengelompokan bentang alam telah banyak dibahas oleh penelitipeneliti terdahulu. Mahi (1987) mengemukakan bahwa untuk mendekati permasalahan klasifikasi wilayah dapat dilakukan melalui pendekatan fisiografi (Physiographic Approach), karena fisiografi selain memberikan kemungkinan prediksi homogenitas karakteristik lahan, juga mempunyai kelebihan lain yaitu kemampuan pengenalan langsung di lapangan. Hal ini penting karena meningkatkan kemampuan pengenalan (recognizability) membantu memperbaiki kemampuan pemisahan kelas maupun penarikan batas (deliniation) sehingga dapat dilakukan secara langsung baik pada foto udara ataupun di lapang. Konsepsi dasar metode di atas didasari pemikiran bahwa area dengan kesamaan genesis, sebagai hasil aksi iklim yang sama terhadap batuan yang sejenis akan mempunyai sifat-sifat yang sama atau paling tidak “mirip�, oleh sebab itu daerah dengan sejarah tektonik yang sama dapat diasumsikan mempunyai sifat-sifat yang sama pula (Mahi, 1987). Menurut Wiradisastra dan Mahi (1992), perbedaan yang tegas antara cara pendekatan lama dalam pemetaan lahan dengan cara baru, melalui pendekatan fisiografi yaitu bahwa pada cara lama pengamatan banyak dilaksanakan di lapang melalui transek-transek, sedangkan cara baru lebih sesuai apabila menggunakan foto udara atau citra penginderaan jauh. Pada cara lama kompilasi data harus di arahkan waktu melakukan pengamatan lapang, karena keadaan lapang tidak seluruhnya dapat direkam. Permasalahan yang serius akan dihadapi bila variabel lahan yang dipergunakan sebagai kriteria kelas maupun deliniasi berupa sifat yang tidak dapat diukur langsung di lapang seperti pada penggunaan konsep pemetaan tanah. Cara ini dapat memberikan hasil yang memadai bila pemetaan dilakukan pada skala detil, dan bila parameter lahan yang digunakan berasosiasi dan berkorelasi dengan sifat yang terlihat langsung di lapang. Sebaliknya dengan menggunakan foto udara, pengumpulan data telah dapat dimulai sebelum ke lapang, dan kriteria kelas maupun cara deliniasi dikembangkan sejak awal. Di lapang pengumpulan data lebih ditujukan untuk menunjang hasil interpretasi dan menambah data yang tidak dapat diperoleh dari interpretasi foto udara.

Ali Kabul Mahi

73

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3. SATUAN LAHAN


3. SATUAN LAHAN Perkembangan konsep satuan lahan (Land Unit) di Indonesia beranjak dari pendekatan fisiografi (Physiographic Approach) berkembang menjadi pendekatan sistem lahan (Land System Approach) atau Pendekatan Survei Terpadu (Integrated Survey Approach) oleh Christian dan Stewart (1968) di Australia. Model Land System terus dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan landform di Indonesia, agar informasi potensi lahan yang disampaikan lebih mendekati kenyataan di lapang. Perkembangan ini dipelopori oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor bekerjasama dengan FAO, sehingga muncullah konsep-konsep satuan  bentang alam, seperti “Catalogue of Landform for Indonesia”  oleh Desaunettes (1977), Land Unit oleh Kips, Djaenudin, dan Suharta (1981),  Land Unit oleh Buurman dkk. (1988), Land System oleh RePPProT (1988), dan Hirarki Spasial Satuan Lahan oleh Mahi (1994).

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

 

3.1.1 of Landform for Indonesia  Catalogue        Desaunettes (1977) mengelompokkan bentang alam atas dasar          kombinasi hubungan fisiografi, landform, tanah, dan penggunaan  lahan (landuse), yang secara hirarki tertera pada Gambar 2.         Gambar

2. Skema Hirarki Bentang Alam (Desaunettes, 1977)



Kompleks Katena Lahan (Complex of Land Catenas ) adalah satuan  lahan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan landform (misalnya:  lereng vulkan tengah) dengan kompleks asosiasi tanah dan pola       penggunaan lahan.  Katena Lahan (Land Catena) adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan tingkat penorehan          landform,  dengan tanah dan tipe penggunaan lahan. Faset  Lahan (Land  asosiasi       Facet) adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan keadaan           interfluve (wilayah yang dibatasi dan berada diantara dua aliran sungai           yang secara umum arahnya sama) masing-masing landform, seri atau         (Land   famili tanah, dan tipe penggunaan lahan. Elemen Lahan Element)           adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan gradien lereng, fase tanah, dan penggunaan lahan pada masing           masing bagian interfluve. Konsep ini ditujukan untuk survei tinjau,          

Ali  Kabul Mahi         74


3. SATUAN LAHAN

Misalnya: P.2.2. P.*.* = sistem dataran (plain system), .2.* = teras marin (marine terrace), .*.2 = berombak (undulating). P.2.2 = dataran teras marin berombak Berdasarkan legenda yang dikemukan Desaunettes (1977) bentang alam di Indonesia dibagi menjadi beberapa kelompok fisiografi (Physiographic Group), lalu masing-masing kelompok fisiografi dibagi menjadi beberapa satuan lahan atas dasar variasi landform dan relief yang ada. 3.1.2 Satuan Lahan oleh Kipp dkk. (1981) Satuan Lahan (Land Unit) oleh Kipp dkk. (1981), didasarkan pada pembagian bentang alam seperti dikemukakan Brink dkk. (1966 dalam Mitchell, 1973) yang membagi bentang alam menjadi tujuh bagian, dari kategori rendah ke tinggi adalah: Land Element, Land Facet, Land System, Land Region, Land Province, Land Devision, dan Land Zone. Akan tetapi dalam Kipp dkk. (1981) antara Land Facet dan Land System ditambahkan lagi Land Catena, seperti tertera pada Gambar 3. Satuan lahan yang dikemukakan Kipp dkk. (1981) adalah satuan lahan yang memiliki satu atau lebih komponen-komponen lahan yang mempunyai ciri-ciri khusus. Jadi Satuan lahan merupakan kesatuan lingkungan dengan berbagai ukuran yang dapat berdiri sendiri. Untuk keperluan praktis bentang alam hanya dibagi menjadi Elemen Lahan (Land Element), Faset Lahan (Land Facet), dan Sistem Lahan (Land System). Konsep ini bertumpu pada satuan Sistem Lahan (Land System).

Ali Kabul Mahi

75

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

skala 1:500.000 sampai 1:250.000, dengan menggunakan satuan lahan Kelompok Fisiografi. Pengidentifikasian landform yang tertera pada legenda didasarkan pada variasi kelompok fisiografi. Tingkat detil dan ketelitian landform yang diidentifikasikan tergantung pada tingkat detil dan ketelitian interpretasi foto udara yang digunakan. Pada umumnya menggunakan foto udara skala 1:50.000 sampai 1:100.000. Landform secara garis besar diberi notasi huruf menurut kelompok fisiografi dan dihubungkan dengan notasi angka di belakangnya. Angka pertama yang menyertai satuan yang lebih besar menunjukkan pola bentuk lahan (landform), sedangkan angka ke dua menunjukkan keadaan relatif.


            

3. SATUAN LAHAN

              

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

         

Gambar 3. Skema Hirarki Bentang Alam (Kipp dkk., 1981) 

Land  Zone  adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan       kesamaan intensitas iklim. Contoh: DAS Sekampung termasuk dalam          Humid tropical Land Zone. Land Division adalah satuan lahan yang            dikelompokkan berdasarkan kesamaan struktur umum nusantara.        Contoh: DAS  Sekampung termasuk dalam Indo-Philippine Archipelago           Land Division. Land Propvince adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan pemngelompokan landform secara luas. Contoh: DAS  Sekampung termasuk dalam Sumatra Land Province. Land Region adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan pengelompokkan landform pada sekala yang lebih kecil. Contoh: DAS Sekampung merupakan bagian dari Coastal Plain, Northeastern Lowlands, dan Barisan Range. Land System adalah suatu kesatuan besar geomorfik yang pada umumnya bersusunan geologi seragam. Secara geografik satuan lahan ini memiliki satu atau lebih hubungan topografi, tanah, dan vegetasi. Rejim agroklimat di dalam satu Sistem Lahan tidak berbeda nyata. Land Catena adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan pengulangan pola topografi, tanah, dan vegetasi. Land Facet adalah satuan lahan yang merupakan bagian dari land system atau land catena yang sama. Satuan lahan ini dikelompokkan berdasarkan kesamaan

76

Ali Kabul Mahi


3. SATUAN LAHAN satuan topografi dan struktur vegetasi. Land Element adalah satuan lahan terkecil yang dikelompokkan berdasakan kesamaan geologi, topografi, tanah, dan vegetasi. Simbol Sistem Lahan (Land System) yang dikemukakan Kipp dkk (981) berdasarkan ciri-ciri berikut.

Pembagian landform yang digunakan pada konsep ini didasarkan pada pembagian landform seperti yang dikemukakan Desaunettes (177) pada The Catalogue of Landforms for Indonesia dengan sedikit modifikasi. Penamaan tanah berdasarkan sistem taksonomi, dan pembagian penutupan/penggunaan lahan seperti yang dikemukakan Malingreau dan Christiani (1981).

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Landform ---------------------------------------------------tanah - Penggunaan/Penutupan lahan

3.1.3 Satuan Lahan RePPProT (1988) Untuk keperluan perencanaan proyek-proyek transmigrasi Tim  RePPProT (1988) mengelompokkan bentang alam berdasarkan  hubungan kombinasi pola landform, batuan/litologi, dan tanah. Secara hirarki bentang alam dikelompokkan menjadi Physiographic Type,  Land System, dan Land Facet, seperti tertera pada Gambar 4.         

Gambar 4. Skema Hirarki BentangAlam (RePPProT, 1988)  Physiographic Type adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan  kesamaan pola landform. Untuk Sumatera tipe fisiografi dibagi menjadi Tipe Fisiografi di daerah lowland yaitu terraces, fans,  lahars, peat swamps, floodplains, dan coast, sedangkan di daerah uplands terdiri dari plains,  hillocks, hills, mountains, dan volcanoes.          Pengertian Land System yang dikemukakan RePPProT sama dengan      saja   Sistem Lahan   yang dikemukan Kipp dkk. (1981), hanya penamaan didasarkan pada nama daerah di mana satuan ini secara dominan  pertama kali ditemukan, seperti Tanggamus di Lampung, Muara Beliti           Ali Kabul Mahi     77                 


3. SATUAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

di Sumatera Selatan, dan lain-lain. Untuk Sumatera dikelompokkan mejadi 78 Land System. Land Facet adalah satuan lahan merupakan bagian dari land system yang memiliki kesamaan landform, seperti dataran, kaki lereng, kaki bukit, lembah, dll. 3.1.4 Satuan Lahan oleh Buurman dkk. (1988) Konsep ini dikembangkan untuk memperbaiki beberapa kelemahan konsep Sistem Lahan yang dikemukakan Kipp dkk (1981) dan RePPProT (1988). Menurut Buurman dkk (1988), di antara kelemahan Sistem Lahan (Land System) yaitu digunakannya nama lokal tempat ditemukannya sistem tersebut. Untuk penggunaan yang luas hal ini kurang tepat, karena berdasarkan definisi Sistem Lahan, bahwa suatu daerah yang susunan morfologinya sama atau hampir sama tetapi keadaan iklimnya berbeda, maka Sistem Lahannya harus berbeda. Tim Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT, LRDC/Bina Marga) tahun 1985 telah memulai memakai sistem satuan lahan di Indonesia, dan legenda yang digunakan mirip dengan definisi Sistem Lahan di atas. Untuk keadaan sekarang dengan survei-survei yang dilakukan telah banyak dikumpulkan informasi mengenai tanah atau hubungan tanah dengan bentang alam, maka legenda dengan Sistem Lahan (Land System) adalah terlalu umum dan tidak akan dapat menampung inklusi detil secukupnya. Legenda Sistem Lahan (Land System) meskipun cocok untuk survei tingkat tinjau, kadang-kadang tidak mengandung informasi yang diperlukan untuk maksud klasifikasi kemampuan lahan (Vink, 1975), yang pada dasarnya banyak sekali diperlukan data lain di samping informasi mengenai tanahnya sendiri. Buurman dkk. (1988) mengajukan legenda satuan lahan yang terdiri dari landform dan kombinasi bentuk lahan dengan litologi, dan buku “The Catalogue of Landforms for Indonesia� digunakan sebagai dasar penamaan satuan lahan. Legenda yang diajukan (Tabel 21) dengan pertimbangan sebagai berikut (Balsem, Buurman, Dai, dan Hidayat, 1988): (1) Menggunakan nama-nama morfologi yang sederhana dan berulang. (2) Memiliki struktur hirarki. (3) Merupakan suatu sitem terbuka sehingga dapat disesuaikan di manapun di Indonesia. (4) Memberi keluasan dalam satuan-satuan, semuanya dapat dipetakan untuk diperlihatkan, yang ditentukan oleh skala peta. (5) Tidak memuat parameter iklim. (6) Mempunyai hubungan yang erat dengan legenda-legenda yang ada tanpa menimbulkan salah tafsir.

78

Ali Kabul Mahi


3. SATUAN LAHAN Tabel 21. Pembagian Legenda Satuan Lahan dan Kriteria Pembedaan Kriteria Pembedaan Kelompok umum morfogenik Litologi # Sejarah sedimentasi dan vegetasi # Landform dan topografi # Tingkat penorehan # Topografi # Tingkat penorehan

Level 2

Pada bentang alam datar Pada bentang alam lainnya

Level 3

Pada bentang alam agak datar Padan bentang alam lainnya

Level 4

Pada benatang alam sangat tertoreh

Level 5

Level ini belum dekembangkan. Level ini dapat digunakan untuk membagi lebih lanjut level atasnya, misalnya dengan karakteristik tanah.

Contoh: A* = grup aluvial A*.1.2 = lembah aluvial luas (tidak ada pembagian lebih lanjut) A*.1.2.1 = jalur meander (merupakan bagian dari A*.1.2) * = untuk litologi H* = grup perbukitan H*.1 = Perbukitan dengan pola random, ketinggian nyata, amplitudo < 300m H*.1.2 = Perbukitan dengan pola random, lereng cukup Curam (15 – 30%) H*.1.2.3 = Perbukitan dengan pola random, lereng cukup curam (15 – 30%), sangat tertoreh. 3.1.5 Hirarki Spasial oleh Mahi (1994) Untuk mengatasi kelemahan satuan Sistem Lahan (Land System) RePProT (1988) dan Land Unit Buurman dkk. (1988), maka Mahi (1994) mengajukan konsep pembagian bentang alam berdasarkan pembagian spasial, sehingga didapatkan hirarki spasial satuan lahan. Konsep satuan lahan yang diajukan berturut-turut dari kategori tinggi ke rendah, yaitu Kelompok Fisiografi (Physiographic Group), Sistem Lahan (Land System), Kompleks Lahan (Land Complex), Faset Lahan (Land Facet), dan Tapak Lahan (Land Site). Secara skematis konsep tersebut tertera pada Gambar 5, dan skema hirarki bentang alam tertera pada Gambar 6.

Ali Kabul Mahi

79

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Pembagian Grup level Level 1


 

3. SATUAN LAHAN



Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)





                       Gambar 5. Konsep Hirarki Spasial Satuan Lahan (Mahi, 1994)  



   

  

        Bentang Alam (Mahi, 1994) Gambar 6. Skema Hirarki Spasial

Dasar  pemikiran hirarki spasial dimulai dari Kelompok Fisiografi (Physiographic Group), karena pengelompokkan ini bertumpu pada        

       

Ali Kabul Mahi  80        


pola landform, dan kenampak-kannya mudah dikenali pada foto udara, citra radar, dan di lapangan. Memperhatikan proses pembentukan landform, lahan dapat dikelompokan menjadi satuan lahan yang disebut dengan Kelompok Fisiografi (Physiographic Group). Penamaan Kelompok Fisiografi (Physiographic Group) merupakan modifikasi sistem penamaan Desaunettes (1977) dan Buurman dkk. (1988). Masing-masing Kelompok Fisiogarfi (Physiographic Group) dapat dibagi lagi menjadi satuan lahan yang lebih sempit dengan memperhatikan kesamaan landform dan litologi. Satuan ini disebut Sistem Lahan. Untuk mendapatkan satuan lahan yang lebih homogen, masing-masing Sistem Lahan dibagi menjadi satuan yang lebih sempit berdasarkan kesamaan jenis tanah (great group) dan zone agroklimat Oldeman dkk (1979). Satuan ini memiliki kesamaan landform, litologi, jenis tanah, dan zone agroklimat. Satuan lahan ini disebut Kompleks Lahan. Satuan Kompleks Lahan dibagi menjadi satuan yang lebih homogen dengan memperhatikan faktor pembeda macam tanah, tipe agroklimat, dan kelas lereng. Satuan lahan yang didapat disebut Faset Lahan. Faset Lahan dibagi lagi menjadi satuan yang lebih homogen, dengan membagi macam tanah yang sama menjadi beberapa seri tanah, dan kelas lereng menjadi lereng tunggal. Pembagian Faset Lahan menjadi satuan yang lebih kecil disebut Tapak Lahan, dan secara spasial satuan ini tidak dapat dibagi lagi, sehingga Tapak Lahan merupakan satuan lahan terkecil. 3.2 Prosedur Survei Satuan Lahan Di dalam survei sumberdaya alam berdasarkan pendeka­tan satuan lahan, unsur-unsur penginderaan jauh, khususnya foto udara adalah alat yang essensial. Secara teoritis survei sumberdaya alam dapat dilakukan tanpa alat-alat survei udara tersebut, tetapi pada prakteknya penggunaan citra yang diambil secara vertikal hampir tidak dapat diabaikan. Jika tersedia peta topografi yang baik dan do­kumendokumen lain yang berisi data sifat-sifat lahan da­lam bentuk laporan, peta tanah, peta geologi, peta ve­getasi, dan sebagainya. Keadaan ini akan sangat menunjang. Bagaimanapun penggunaan foto udara akan meningkatkan kua­litas survei tersebut. Survei sumberdaya alam dengan pendekatan satuan lahan memerlukan para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Sejak fase pertama survei memerlukan pengetahuan yang sangat luas yang diberikan seseorang. Survei satuan lahan memer­ lukan tim para ahli yang bekerja bersama-sama baik di kantor maupun di lapang. Sekelompok ahli meliput tentang geomorfologi, geologi, pedologi, agroekologi, klimatolo­gi, dan hidrologi. Para ahli lain meliput tentang agrono­mi, konservasi tanah, dan agroekonomi yang bekerja terpi­sah dengan jadwal waktu yang berbeda. Berikut ini dikemukakan

Ali Kabul Mahi

81

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3. SATUAN LAHAN


3. SATUAN LAHAN prosedur survei yang dilakukan oleh kelompok ahli yang pertama Langkah-langkah Pemetaan Satuan Lahan, Prosedur survei yang dilakukan terdiri dari 8 (delapan) langkah, dengan urutan kerja seperti tertera pada Tabel 22. Pada prinsipnya urutan kerja tersebut dapat dilakukan pada setiap survei satuan lahan semi detil, dengan menggunakan foto udara. Tabel 22. Tahapan Pemetaan Satuan Lahan Semi Detil (Kips dkk., 1981) No.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

I

Tahap Kegiatan Kegiatan Persiapan

Kegiatan

Hasil

Studi referensi bahan pembuatan klimagram, interpretasi foto udara tahap awal, deliniasi sistem lahan sementara

Peta sistem lahan sementara dengan legenda sementara

II

Peninjauan Awal

Pengamatan dan perbaikan batas-batas sistem lahan sementara, deskripsi singkat Sistem Lahan yang mencakup keadaan geologi, landform, tanah utamna, penutupan lahan. penggunaan lahan

Peta lapang Sistem Lahan dengan legenda masingmasing Sistem Lahan

III

Interpretasi Foto Udara Tahap Dua

Deliniasi Katena dan Faset Lahan

Peta satuan lahan sementara dengan legenda sementara

IV

Survei Utama

Pengamatan dan perbaikan batas-batas sa-tuan lahan , deskripsi dan klasifikasi satuan lahan mencakup keadaan geologi, landform, topografi, tanah, penggunaan lahan, dan pengambilan contoh tanah

Inventarisasi satuan lahan, dan peta satuan lahan lapang

82

Ali Kabul Mahi


V

Kegiatan setelah pekerjaan lapang selesai

Analisis contoh tanah, perbaikan hasil interpretasi foto udara, identifikasi kode satuan lahan, pembuatan penampang dan tabel sumberdaya alam

Peta dan legenda akhir sementara

VI

Tinjauan Lapang

Pengamatan akhir batasbatas deskripsi satuan lahan yang terlewatkan

Legenda peta akhir

VII

Evaluasi lahan

Tabel evaluasi lahan

VIII

Survei Tahap Akhir

Membandingkan ciri-ciri lahan dengan kebutuhan tanaman untuk berbagai kemungkinan penggunaan lahan yang sesuai Memindahkan batasbatas pada peta dasar topografi, penyiapan laporan dan cetak

Peta satuan lahan yang dilengkapi de-ngan legenda akhir

1. Kegiatan Persiapan Survei dimulai dengan referensi seperti peta topogra­fi skala 1:25.000 - 1:100.000 dengan garis-garis kontur berwarna untuk dapat mempelajari topografi daerah survei. Di samping itu dipelajari pula publikasi yang lain untuk mendapatkan informasi mengenai geomorfologi dan geologi. Data iklim dikumpulkan dari berbagai sumber yang ter­sedia dan digunakan untuk membuat klimadiagram dengan gra­fik rata-rata bulanan mengenai temperatur, curah hujan, dan evapotranspirasi Inti Kegiatan Pralapang adalah: • Interpretasi foto udara pendahuluan, secara stereosko­pis, menggunakan foto udara infra merah hitam putih mi­nimal skala 1:50.000, • Foto digunakan untuk dikombinasikan dengan peta geologi, • Pada foto dideliniasi Sistem Lahan sementara, di mana polanya tampak secara khas, • Batas-batas dipindahkan pada mozaik foto skala 1:50.000, • Mozaik foto dipakai sebagai persiapan peta lapang, • Sistem Lahan diberi kode dan legenda sederhana yang disusun dengan penekanan bentuk lahan dan geologi.

Ali Kabul Mahi

83

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3. SATUAN LAHAN


3. SATUAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

2. Peninjauan Awal Kegiatan ini hanya merupakan kunjungan singkat untuk mempelajari daerah survei sejauh yang mungkin dilakukan. Tujuan kegiatan ini untuk mengecek batas-batas Sistem Lahan yang telah dibuat, melakukan koreksi bila perlu. Spesifikasi masing-masing Sistem Lahan ditentukan dari pe­meriksaan langsung pada tempat-tempat pewakil. Kegiatan ini menghasilkan peta lapang sistem lahan dengan konsep bagan legenda masing-masing Sistem Lahan dalam bentukbentuk geologi, bentuk lahan (landform), macam tanah uta­ma, dan penutupan/penggunaan lahan. 3. Interpretasi Foto Udara Tahap Dua Kegiatan ini seluruhnya diserahkan pada pelaksanaan kantor. Studi dilaksanakan secara sistematik pada masing-masing pasangan foto udara untuk mendeliniasi Sistem Lahan sementara berdasarkan bentuk lahan dan penutupan lahan/penggunaan lahan. Ketelitian diperlukan untuk membuat deliniasi sehingga secara kartografis masih dapat diterima. Hasil batas-batas dipindahkan ke mozaik foto. Hasil kegiatan interpretasi foto tahap dua adalah peta satuan lahan per­siapan dengan legenda sederhana yang ditekankan pada ben­tuk lahan dan penutupan lahan/penggunaan lahan. Sebagian besar pekerjaan lapang dikerjakan pada survei lapang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan pemeriksaan satuan lahan yang ada dan mem-perbaiki batas-batasnya. Tim lapang diberi legenda persiapan yang akan diperbaiki dan diperlukan selama survei. Foto udara harus selalu diperhatikan, dikonsultasikan. Masing-masing satuan lahan digambarkan dalam bentuk-bentuk geologi, landform, relief, lereng, tanah, dan penutupan lahan/ penggunaan lahan. Pada tempat-tempat pewakil satuan lahan dibuat profil tanah, dideskripsi, dan diklasifi-kasikan, serta pengambi­lan contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium. Sebagai tambahan dikumpulkan pula contoh tanah komposit lapisan atas (top soil), dan contaoh tanah Sistem Lahan utama dilakukan percobaan pot untuk mengetahui defisiensi unsur hara di daerah perakaran. Para ahli korelasi tanah mengun­jungi la-pangan untuk membantu memecahkan masalah pemetaan dan klasifikasi tanah. Survei ini berakhir dengan leng­ kapnya inventarisasi satuan lahan dan peta lapang satuan lahan. 4. Kegiatan Setelah Pekerjaan Lapang Selesai Setelah kembali ke kantor batas-batas satuan lahan diteliti dengan cermat melalui interpretasi foto udara. Identifikasi kode berikutnya diberikan pada masing-masing satuan lahan, menambah subkode untuk bentuk lahan, tanah, penggunaan lahan. Sub kode yang pasti

84

Ali Kabul Mahi


3. SATUAN LAHAN

5. Evaluasi Lahan Masing-masing satuan lahan dievaluasi untuk sejumlah tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan cara mencocokkan potensi lahan dengan persyaratan penggunaan yang diperlu­kan baik untuk pertanian maupun non pertanian. Hal ini dibicarakan secara rinci dalam pembahasan evaluasi lahan. 6. Survei Tahap Akhir Batas-batas satuan lahan dipindahkan dari foto udara ke peta dasar topografi skala 1:50.000. Peta satuan lahan yang masih bersifat fotografi direduksi pada skala 1:100.000 lalu dicetak. Kumpulan para ahli menulis laporan bersama-sama dengan me­nguraikan kegunaan, metodologi, dan penemuan survei. Perbedaan pokok antara pendekatan satuan lahan dengan satuan peta tanah, seperti tertera pada Tabel 23, terletak pada lima hal yaitu tim survei, interpretasi foto udara, klasifikasi dan satuan pemetaan, legenda, waktu dan biaya. 7. Tim Survei Survei tanah di Indonesia umumnya menggunakan para ahli dari satu disiplin ilmu, yaitu ahli tanah, walaupun kadang-kadang para ahli dibidang lain seba-gai konsultan. Titik esensial survei satuan lahan adalah karya terpadu berbagai disiplin ilmu, di mana para ahli tidak hanya me­ngumpulkan informasi pada daerah yang sama, tetapi melalui tujuan umum, memberikan sumbangan pemikiran dan metode pa­da masing-masing pekerjaan selama survei.

Ali Kabul Mahi

85

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

untuk tanah diberikan setelai hasil analisis laboratorium terse­dia Inti kegiatan ini yaitu menyusun legenda peta akhir. Isi legenda singkat tetapi menggambarkan keseluruhan sa­tuan peta tiap sistem lahan tinjauan lapang selama perjalanan singkat ke areal studi, suatu tim yang terdiri dari pimpinan tim, para ahli korelasi tanah meninjau daerah survei untuk meyakinkan bahwa deskripsi dan batas-batas satuan lahan telah tepat. Bentuk lahan, klasifikasi tanah, dan penutupan/ penggunaan lahan diteliti sekali lagi, dan diadakan perubahan bila perlu. Satuan lahan yang terlewatkan digambarkan sebagai pelengkap legenda peta.


3. SATUAN LAHAN Tabel 23. Perbedanan Antara Survei Satuan Lahan Dengan Satuan Tanah No Tim Survei 1. Tim Survei

Satuan Lahan Multi Disiplin

Satuan Tanah Disiplin Tunggal

2.

Interpretasi Foto Udara

Perbandingnan survei lapang dengan interpretasi FU rendah

Perbandingan survei lapang dengan interpretasi tinggi

3.

Klasifikasi/ Satuan Masing-masing Peta gambaran ciri lahan diklasifikasikan

Tanah diklasifikasikan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Satuan Peta adalah Satuan Peta kombinasi klasifikasi terutama ciri lahan menggambarkan takson tanah Sistem Lahan mempunyai zona agroklimat yang agak sama

Satuan Peta mungkin terletak dalam zona agroklimat yang berbeda

4.

Legenda

Kerangka bersifat hirarkis

Semua peta disebut satu demi satu, tidak dikelompokkan dalam kategori yang lebih tinggi

5

Waktu

Relatif cepat dan tidak mahal (Survei tinjau/semi detil)

Relatif lambat dan mahal

8. Interpretasi Foto Udara Survei satuan lahan titik beratnya mengandalkan pada hasil interpretasi foto udara. Perbandingan waktu pemetaan lapang dengan interpretasi foto udara jauh lebih rendah daripada survei satuan tanah. Diperlukan keseimbangan an­tara interpretasi foto udara dengan pemetaan lapang, yang menggambarkan tujuan survei. Jumlah pekerjaan lapang yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang teliti, peta yang dapat diandalkan, bagaimanapun metode pemetaannya. Dalam prosedur survei satuan lahan, interpretasi foto udara dilakukan dalam dua tahap. Pertama interpretasi Sis­tem Lahan dan kedua interpretasi Katena/Faset Lahan. interpretasi foto udaranya 86

Ali Kabul Mahi


3. SATUAN LAHAN

9. Klasifikasi dan Satuan Peta Pada survei satuan lahan gambaran masing-masing ciri lahan dikla-sifikasikan menurut sistem klasifikasinya. Ma­sing-masing satuan lahan digambarkan oleh beberapa kombinasi ciri-ciri lahan yang telah diklasifikasikan, dan bentuk lahan (landform) adalah kriteria pembeda utama. Pada survei satuan tanah satu sifat tanah diklasifi­kasikan, terutama digambarkan oleh seri tanah, katego­ri/takson tanah yang lebih tinggi atau oleh asosiasi/­kompleks tanah, dan kedua oleh lereng atau kriteria fase yang lain. Masing-masing Sistem Lahan mempunyai zona agroklimat agak seragam, sedangkan pada satuan peta tanah kemungkinan terletak pada zona agroklimat yang berbeda nyata. 10. Legenda Legenda peta satuan lahan adalah kerangka hirarki. Kerangka tersebut menunjukkan hubungan antar berbagai sa­tuan lahan. Hal ini membantu untuk menje-laskan penyebab pokok perbedaan bentang alam. Fasilitas ini dinilai lebih baik, khususnya untuk survei suatu daerah yang merupakan bagian yang lebih luas dari keadaan lingkungan yang ada (Mitchell, 1977). Skema penampang, klimadiagram, dan tabel yang berisi data umum disusun dalam bentuk yang jelas. Legenda satuan peta tanah menyebutkan semua satuan peta secara ringkas, dan tidak mengelompokkannya dalam kategori yang lebih tinggi. Pada peta satuan tanah juga menunjukkan adanya pengelompokkan atas dasar keadaan topografi, umumnya dalam satuan geologi dan geo­ morfologi. Tipe peta ini menduduki posisi pertengahan an­tara peta tanah yang biasa dilakukan dengan peta satuan lahan. 11. Waktu dan Biaya Survei satuan lahan pada skala tinjau atau semi detil tiap satuan areal memerlukan waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih rendah daripada survei satuan tanah, serta memerlukan foto udara. Semakin baik foro udara yang tersedia baik skalanya maupun mutu cetakannya maka hasil yang didapat akan semakin baik pula. Walaupun metode pendekatan satuan lahan dan satuan peta tanah berbeda pada akhirnya akan saling melengkapi. Di Indonesia mungkin perlu dipertimbangkan mengenai nilai pemakaian pendekatan satuan lahan pada survei tinjau atau semi detil, sedangkan metode survei satuan peta tanah di­batasi untuk survei detil bagi daerah yang mendapat perha­tian khusus Ali Kabul Mahi

87

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

sendiri hampir sama pada kedua metode survei. Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan semua ciri-ciri lahan. Pada survei satuan lahan mereka me­lihatnya sebagai bentuk keadaan lingkungan yang ada, sedangkan pada survei satuan tanah mereka melihatnya sebagai petunjuk keadaan khusus tanah.



EVALUASI LAHAN

E

valuasi dan perencanaan penggunaan sumberdaya lahan (Land Resources Evaluation and Planning) merupakan langkah yang harus dilakukan dalam rangka menentukan jenis penggunaan lahan, yang sesuai dengan daya dukung, berwawasan lingkungan, dan dapat dilakukan secara berkesinambungan baik secara fisik maupun finansial. Di dalam proses perencanaan penggunaan lahan, dilakukan evaluasi, untuk mengetahui daya dukung, potensi dan hambatan yang ada untuk suatu penggunaan tertentu, yang pada akhirnya akan berhubungan dengan kebutuhan dana untuk melaksanakan penggunaan lahan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar pemberdayaan sumberdaya lahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan kemampuan sumberdaya lahan untuk tujuan tersebut. Evaluasi Lahan adalah proses penilaian daya guna sumberdaya lahan untuk berbagai alternatif penggunaan. Dalam hal ini termasuk penggunaan produktif seperti: pertanian, kehutanan, perternakan, dan bersamaan dengan penggunaan tersebut disertai pula dengan pelayanan atau keuntungan lain, seperti: konservasi daerah aliran sungai, daerah wisata, dan perlindungan margasatwa. Ciri dasar Evaluasi Lahan yaitu membandingkan potensi sumberdaya lahan dengan kebutuhan berbagai macam penggunaan, karena pada kenyataannya berbagai macam penggunaan membutuhkan potensi sumberdaya lahan yang berbeda. Di dalam perencanaan penggunaan lahan harus selalu mempertimbangkan hubungan faktor fisik lingkungan, sosial, ekonomi, dan politik. Namun demikian yang sangat penting yaitu memasukkan pertimbangan ekonomi. Penggunaan lahan saat ini, merupakan pertanda dinamis adanya eksploitasi, baik perorangan maupun kelompok atau masyarakat, terhadap sumberdaya lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Istilah eksploitasi mengandung Ali Kabul Mahi

89

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4


4. EVALUASI LAHAN arti yang bersifat kultural, sosial, dan ekonomi, sedangkan istilah sumberdaya lahan mengemukakan adanya kemampuan wilayah yang berhubungan dangan faktor-faktor produksi yang bersifat biofisik, seperti: tanah, air, iklim, hewan, dan tumbuhan. Keputusan mengubah penggunaan lahan harus didasarkan pada kemungkinan pembangunan berkelanjutan yang akan memberikan keuntungan, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4.1 Konsep Dasar Sumberdaya Lahan Konsep dasar yang berhubungan dengan sumberdaya lahan meliputi: lahan, satuan peta lahan, penggunaan lahan, karakteristik dan kualitas lahan, kebutuhan dan faktor pembatas penggunaan lahan, dan perbaikan lahan, ciri lahan (land attribute), dan satuan lahan (Land Unit), seperti dikemukakan berikut ini. 1. Lahan Lahan terdiri dari lingkungan fisik, seperti iklim, relief, tanah, hidrologi dan vegetasi, yang secara luas mempengaruhi potensi penggunaan lahan. Istilah Lahan (Land) digunakan berkenaan dengan permukaan bumi dan semua sifat-sifat yang ada padanya yang penting bagi kehidupan manusia. Menurut Vink (1975) Konsep dasar Lahan (Land) itu sendiri adalah “wilayah di permukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis�. Penyusun biosfer meliputi atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, hidrologi, masyarakat tumbuhan dan hewan, dan akibat-akibat aktifitas manusia di masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi laut, pembukaan hutan atau vegetasi lainnya, dan akibat yang ditimbulkannya seperti salinisasi tanah. Karakteristik sosial dan ekonomi secara murni, tidak termasuk dalam konsep lahan, karena ia merupakan bagian yang berhubungan dengan sosial dan ekonomi. Berdasarkan konsep di atas, maka sumberdaya lahan dapat pula diartikan sebagai: a. ruang tiga dimensi yang tidak dapat diubah dan jumlahnya tetap; b. ekosistem buatan manusia yang dipengaruhi oleh proses alami; c. sumberdaya plasma nutfah; d. faktor produksi; e. benda konsumsi atau komoditi penunjang (pembuatan jalan raya, bangunan-bangunan, dan sebagainya; f. sumber kesenangan dan rekreasi; g. benda ekonomi modern dan politik; h. harta kekayaan tak bergerak, i. modal yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.

90

Ali Kabul Mahi


2. Satuan Peta Lahan Satuan Peta Lahan adalah satuan pemetaan karakteristik spesifik lahan yang mempunyai ciri-ciri yang sama atau hampir sama dalam satu kesatuan lingkungan. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tanah, hutan, geologi, geomorfologi, iklim, dan sebagainya. Keseragaman atau variabilitas satuan peta lahan tergantung pada skala dan intensitas penelitian yang dilakukan. Pada beberapa kasus, seringkali satuan peta lahan tunggal justru terdiri dari dua atau lebih tipe lahan dengan kesesuaian lahan yang berbeda. Sebagai contoh, daerah dataran banjir dipetakan sebagai satuan peta lahan tunggal, padahal pada kenyataannya daerah tersebut terdiri dari daerah aluvial berdrainase baik dan rawa cekungan. Oleh karena itu di dalam menentukan satuan peta lahan, hal ini harus dicermati karena dapat memberikan informassi yang menyesatkan. Variasi di dalam bentang lahan, sering kali menyebabkan perbedaan di antara satuan-satuan peta lahan lokasi setempat. Hal inilah yang menyebabkan survei tanah kadang-kadang harus pula memperhatikan batasan satuan peta lahan. Bagaimanapun, kecocokan tanah untuk penggunaan lahan tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek lingkungan lainnya, dan penanganan lahan yang dilakukan harus berdasarkan pada hasil evaluasi kesesuaian lahan. 3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan adalah “segala macam campur tangan manusia baik secara permanen maupun siklis terhadap sumberdaya alam dan atau sumberdaya buatan untuk memenuhi kebutuhan kebendaan maupun spiritual atau kedua-duanya�. Penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi penggunaan umum dan penggunaan khusus atau tipe penggunaan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan termasuk evaluasi hubungan satuan peta lahan dengan tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan, sangat ditentukan oleh keadaan fisik, sosial, dan ekonomi yang relevan dan secara umum berlaku di daerah bersangkutan. Macam penggunaan demikian merupakan subjek evaluasi lahan, yang mungkin terdiri dari macam penggunaan lahan umum atau tipe penggunaan lahan. 4. Karakteristik dan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan (FAO, 1976) adalah semua faktor-faktor lahan yang dapat diukur dan diduga, seperti kemiringan dan panjang lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, permeabilitas, biomas tumbuhan, dan sebagainya. Di dalam satuan peta lahan yang digambarkan adalah karakteristik lahan. Apabila karakteristik lahan langsung digunakan di dalam evaluasi sumberdaya lahan, maka

Ali Kabul Mahi

91

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN masalah yang timbul yaitu adanya interaksi di antara karakteristik lahan tersebut. Sebagai contoh, kerusakan erosi tidak ditentukan oleh kecuraman lereng saja, tetapi merupakan interaksi antara kecuraman lereng, panjang lereng, permeabilitas, struktur tanah, intensitas hujan, dan karakteristik lainnya. Dengan adanya masalah interaksi tersebut, maka untuk membandingkan tipe lahan dengan macam penggunaan lahan disarakan menggunakan batasan kualitas lahan. Kualitas Lahan adalah sifat-sfat atau atribute lahan yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (perfomance) yang berpebgaruh terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang dapat diestimasi atau diukur langsung di lapangan tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karaktearistik lahan (FAO,1976). Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatip terhadap penggunaan lahan, tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif adalah karena keberadaannya akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Contohnya: ketersediaan air, kepekaan erosi, bahaya banjir, kemudahan pencapaiannya (aksessibilitas). Bila data memungkinkan maka sekumpulan kualitas lahan lainnya, seperti tingkat produksi tanaman, pertumbuhan kayu rata-rata tahunan, dapat juga digunakan dalam proses evaluasi sumberdaya lahan. Terdapat sejumlah besar kualitas lahan, tetapi yang dipertimbangkan untuk kebutuhan macam penggunaan lahan hanya yang relevan saja. Kualitas lahan yang relevan dengan tipe penggunaan lahan, yaitu jika kualitas lahan tersebut dapat mempengaruhi tingkat input yang dibutuhkan atau dapat memberikan sejumlah manfaat atau kedua-duanya. Sebagai contoh, kapasitas tukar kation (KTK) adalah kualitas lahan yang relevan terhadap berbagai bentuk pertanian, karena dapat mempengaruhi input pupuk dan produksi tanaman. Ketahanan terhadap kerusakan oleh erosi tanah akan mempengaruhi biaya pekerjaan konservasi tanah yang dibutuhkan agar tanah dapat diusahakan, karena semakin tinggi kepekaan tanah terhadap erosi maka akan semakin tinggi biaya konstruksi konservasi yang diperlukan. Kualitas lahan kadang-kadang ada yang dapat langsung diukur dan diduga, tetapi seringkali digambarkan oleh rata-rata karakteristik lahan. Kualitas dan karakteristik lahan digunakan untuk menentukan pembatas kelas kesesuaian lahan, atau sebagai kriteria subklas. Beek dan Bennema (1972) mengenalkan konsep kualitas lahan utama. Konsep ini menunjukkan adanya kondisi atau karakteristik lahan yang menjadi hambatan langsung, atau yang dapat memenuhi

92

Ali Kabul Mahi


kebutuhan-kebutuhan pokok macam penggunaan lahan. Salah satu kebutuhan pokok tanaman adalah air, yang dapat dipenuhi oleh ketersediaan air. Di sini ketersediaan air bertindak sebagai kualitas lahan yang dipengaruhi oleh berbagai karakteristik lahan, yaitu tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, distribusi ukuran pori tanah, dan curah hujan. Berdasarkan konsep kualitas lahan utama, maka kualitas lahan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) Kualitas lahan yang berhubungan dengan ekologis, seperti kebutuhan hewan dan tumbuh-tumbuhan akan ketersediaan air, oksigen, radiasi, dan sebagainya. (2) Kualitas lahan yang berhubungan dengan intensitas pengelolaan lahan, seperti kemungkinan mekanisasi pertanian. (3) Kualitas lahan yang berhubungan dengan kemungkinan perubahan, seperti: respon terhadap pemupukan, kemungkinan untuk irigasi, dan lain sebagainya. (4) Kualitas lahan yang berhubungan dengan tindakan konservasi, seperti kepekaan tanah terhadap erosi. Sys (1980) membagi kualitas lahan menjadi kualitas lahan internal dan eksternal. Kualitas lahan internal adalah kualitas lahan yang berhubungan dengan tanahnya sendiri, seperti: ketersediaan air, oksigen, tempat berjangkarnya akar tanaman, unsur hara, dan ada tidaknya masalah salinitas, sedangkan kualitas lahan eksternal adalah kualitas lahan yang berhubungan dengan faktor lingkungan tanahnya, seperti: rezim temperatur yang cocok, ketahanan terhadap erosi, kemudahan rencana tata ruang, dan kemudahan pekerjaan di lapang. 5. Kebutuhan dan Pembatas Penggunaan lahan Kebutuhan penggunaan lahan adalah sekelompok kualitas lahan yang dibutuhkan untuk berproduksi dan pengelolaan penggunaan lahan, sedangkan faktor pembatas penggunaan lahan adalah kualitas lahan yang mempunyai pengaruh merugikan atau menghambat suatu macam penggunaan lahan. 6. Perbaikan Lahan Perbaikan Lahan adalah kegiatan yang mengakibatkan perubahan yang menguntungkan kualitas lahan. Perbaikan ini dapat berskala besar dan permanen, misalnya: pembuatan jaringan irigasi, atau pembuatan saluran drainase di daerah rawa. Perbaikan lahan skala kecil adalah perbaikan yang mempunyai pengaruh relatif kecil atau tidak permanen, dapat dilakukan sendiri oleh petani, contohnya: membersihkan batu-batu dipermukaan, pemberantasan gulma, dan sebagainya.

Ali Kabul Mahi

93

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7. Tipe Penggunaan Lahan Tipe penggunaan lahan adalah serangkaian spesifikasi teknis yang berhubungan dengan sifat fisik, sosial, dan ekonomi. Hal tersebut berdasarkan kondisi lingkungan saat ini atau keadaan yang akan datang, dengan adanya perbaikan lahan skala besar, seperti pembuatan irigasi atau saluran drainase. Tipe penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi tipe penggunaan ganda dan majemuk. Tipe Penggunaan Ganda adalah penggunaan lahan secara sekaligus lebih dari satu jenis penggunaan, yang masing-masing memerlukan persyaratan atau input tersendiri dan memberikan hasil yang berbeda. Sebagai contoh daerah hutan produksi digunakan juga untuk tempat wisata. Tipe Penggunaan Majemuk adalah penggunaan lahan lebih dari satu jenis penggunaan. Penggunaan lahan yang berbeda mungkin dilakukan dalam waktu yang berbeda (misalnya rotasi tanaman) atau dalam waktu yang sama tetapi di tempat yang berbeda dalam satuan lahan yang sama (misalnya mixed farming). 4.2 Prinsip Dasar Evaluasi Lahan Di dalam pelaksanaan evaluasi lahan (FAO, 1976) terdapat 6 (enam) prinsip dasar yang menjadi fondasi pendekatan dan metode evaluasi. Keenam prisnsip dasar ini perlu dipahami dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipilah-pilah sesuai dengan keinginan kita, seperti dikemukakan berikut ini.

(1) Evaluasi lahan meliputi evaluasi kesesuaian lahan, yaitu

penilaian dan pengklasifikasian macam penggunaan secara khusus. Prinsip ini merupakan wujud pengenalan, bahwa setiap macam penggunaan lahan memerlukan persyaratan. Sebagai contoh: suatu dataran banjir aluvial dengan pembatas drainase, dapat sangat sesuai untuk pertanaman padi tetapi tidak sesuai untuk banyak bentuk penggunaan lahan pertanian lahan kering. Konsep kesesuaian lahan ditujukan untuk penggunaan lahan secara khusus dengan masingmasing kebutuhannya, misalnya kelembaban tanah, kedalaman perakaran, dan sebagaimya. Kualitas tipe lahan (misalnya: adanya kelembaban atau kecenderungan untuk banjir), dibandingkan dengan persyaratan masing-masing penggunaan lahan. Oleh karena itu baik lahannya sendiri maupun penggunaannya sama-sama menjadi dasar dalam menetapkan kesesuaian lahannya.

(2) Evaluasi lahan meliputi evaluasi kebutuhan, yaitu evaluasi keuntungan yang mungkin didapat dengan input yang diperlukan pada tipe lahan yang berbeda

94

Ali Kabul Mahi


Lahan itu sendiri jarang tanpa input jika memiliki potensi produksi, oleh karena itu pada dasarnya setiap penggunaan lahan pasti memerlukan input, baik berupa tenaga kerja atau barang. Untuk mengumpulkan buah-buah tumbuhan liar saja memerlukan tenaga, jadi tenaga tersebut merupakan input yang diperlukabn sehingga buah-buah tumbuhan liar dapat terkumpul, yang mungkin selanjutnya dapat digunakan atau dijual guna mendapatkan uang. Oleh karena itu menggunakan hutan balantara untuk konservasi alam juga memerlukan input aar hasil yang didapat sesuai dengan yang direncanakan. Kesesuaian penggunaan lahan dinilai dengan membandingkan kebutuhan input, seperti tenaga kerja, pupuk, atau konstruksi jalan, dengan barang yang dihasilkan atau keuntungan lain yang mungkin didapat. Dengan kata lain bahwa evaluasi lahan merupakan evaluasi kebutuhan yang diperlukan untuk mengoptimalkan hasil yang akan didapat pada tipe penggunaan lahan tertentu. Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang harus dipegang.

(3) Evaluasi lahan memerlukan pendekatan terpadu berbagai

disiplin ilmu Di dalam pelaksanaan/proses evaluasi lahan memerlukan sumbangan pemikiran dari para ahli ilmu alam, teknologi penggunaan lahan, ekonomi, dan sosiologi. Secara khusus evaluasi kesesuaian selalu memasukkan pertimbangan ekonomi untuk tingkat yang lebih besar atau kecil. Pada evaluasi kualitatif, pertimbangan ekonomi mungkin hanya digunakan dalam bentuk umum, tanpa perhitungan-perhitungan biaya dan pendapatan, sedangkan pada evaluasi kuantitatif, perbandingan keuntungan dengan input di dalam perhitungan ekonomi memegang peranan utama dalam penentuan kesesuaian. Pada saat suatu tim melakukan evaluasi diperlukan beberapa ahli. Dalam hal ini biasanya meliputi para ahli bidang ilmu alam (geomorfologi, tanah, dan ekologi), teknologi penggunaan lahan (agronomi, kehutanan, irigasi/irrigation engineering, pengelola perternakan), ekonomi, dan sosiologi. Hal ini memerlukan suatu kombinasi fungsi dalam pertimbangan praktis, tetapi pada prinsipnya tetap merupakan aktifitas terpadu berbagai disiplin ilmu mengenai studi lahan, penggunaan lahan, pengaruh sosial dan ekonomi.

(4) Evaluasi lahan dilakukan terhadap keadaan fisik, sosial, dan

ekonomi daerah setempat. Faktor-faktor iklim regional, tingkat kehidupan, ketersediaan tenaga kerja, kebutuhan akan pekerjaan, keadaan pasar lokal dan ekspor, sistem kedudukan lahan yang secara sosial politik dapat diterima, dan

Ali Kabul Mahi

95

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


4. EVALUASI LAHAN ketersediaan modal, merupakan bentuk-bentuk yang berhubungan dengan proses evaluasi lahan. Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai contoh, adalah suatu hal yang tidak realistis bila pada lahan yang sesuai untuk pertanaman padi, misalnya pada negara-negara yang biaya tenaga kerjanya tinggi, tidak menggunakan mekanisasi akan tetapi menggunakan sejumlah besar tenaga kasar sehingga memerlukan biaya dalam jumlah besar. Asumsi yang mendasari evaluasi lahan akan berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, dan pada beberapa tingkat di antara areal-areal yang berbeda pada negara yang sama. Jarang dari sekian banyak faktor-faktor tersebut diambil secara keseluruhan. Untuk menghindari kesalah pahaman dan untuk membantu di dalam melakukan perbandingan di antara arealareal yang berbeda, maka sebelumnya perlu ditetapkan asumsi-asumsi secara tegas.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

(5) Evaluasi lahan mengacu pada penggunaan berkelanjutan

Pada waktu melakukakan penilaian kesesuaian, maka aspek-aspek yang berkenaan dengan kerusakan lingkungan harus diperhitungkan. Hal ini dapat terjadi, misalnya, bentuk-bentuk penggunaan lahan yang dimunculkan dengan keuntungan yang tinggi dalam jangka pendek, tetapi menunjukkan adanya erosi tanah, padang rumput yang makin lama makin rusak, atau kerugian-kerugian karena perubahan sungai di daerah hilir. Konsekuensi demikian lebih berat daripada keuntungan dalam jangka pendek, menyebabkan lahan tersebut dikelaskan sebagai tidak sesuai untuk keperluan seperti disebut di atas. Prinsip ini bukan berarti bahwa lingkungan sebaiknya dipertahankan dalam keadaan tidak berubah seutuhnya. Pertanian secara normal, termasuk pembukaan vegetasi alami yang ada, tingkat kesuburan tanah yang dapat ditanami mungkin tinggi atau rendah, tergantung pada pengelolaan, tetapi jarang pada tingkat yang sama seperti keadaan di bawah vegetasi alami. Apa yang dibutuhkan untuk setiap tujuan penggunaan lahan, kemungkinan yang diakibatkannya pada lingkungan, harus dinilai setepat mungkin, dan penilaian demikian diperlukan untuk pertimbangan dalam penentuan kesesuaian penggunaan lahan tersebut. (6) Evaluasi lahan dilakukan terhadap lebih dari satu jenis penggunaan Pekerjaan evaluasi lahan dilakukan (misalnya evaluasi terhadap pertanian dan kehutanan) pada dua atau lebih sistem pertanian yang berbeda, atau terhadap individu tanaman. Sering juga dilakukan evaluasi terhadap penggunaan yang ada dengan kemungkinan perubahan-perubahan, salah satu penggunaan yang baru, atau

96

Ali Kabul Mahi


modifikasi penggunaan yang ada. Evaluasi kadang-kadang bertujuan pula untuk membandingkan bentuk-bentuk penggunaan dengan tanpa adanya penggunan, misalnya membiarkan lahan dalam keadaan tidak berubah. Tetapi pada prinsipnya tetap adanya pembandingan. Evaluasi hanya dapat diandalkan, jika keuntungan yang mungkin didapat dan input yang diperlukan untuk setiap macam penggunaan dapat dibandingkan dengan sekurang-kurangnya satu alternatif penggunaan, dan biasanya dengan beberapa alternatip penggunaan yang berbeda. Jika hanya satu penggunaan yang dipertimbangkan, tanpa adanya alternatif penggunaan yang lain, ada bahayanya, yaitu bahwa sesungguhnya mungkin lahan tersebut sesuai untuk penggunaan yang lain, dan mungkin lebih menguntungkan dengan tidak menggunakannya. 4.3 Tipe Evaluasi Lahan Pelaksanaan evaluasi lahan dapat dilakukan pada kondisi biofisik yang ada di lapangan, yang dikenal dengan evaluasi kualitatif, dan dapat pula dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi biofisik, sosial, dan ekonomi, yang dikenal dengan evaluasi kuantitatif. 4.3.1 Evaluasi kualitatif Evaluasi kualitatif adalah evaluasi kesesuaian lahan berdasarkan kondisi biofisik untuk berbagai macam penggunaan yang digambarkan dalam bentuk kualitatif, seperti sangat sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal, atau tidak sesuai untuk penggunaan spesifik. Pertimbangan ekonomi hanya digunakan sebagai latar belakang penentuan macam penggunaan lahan yang dipilih, karena perhitungannya tidak didasarkan pada perhitungan biaya dan harga secara spesifik. Walaupun penilaian tersebut digunakan untuk menentukan batas antara lahan sesuai dan tidak sesuai, akan tetapi penilaiannya hanya diduga secara kasar untuk mengetahui secara umum apakah macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan akan menguntungkan atau sebaliknya akan merugikan. Evaluasi kualitatif terutama digunakan dalam survei tinjau (reconnaisance), sebagai kegiatan pendahulaun dalam rangka penelitian yang lebih detil. Pada kenyataannya hasil evaluasi kualitatif dimungkinkan untuk diintegrasikan dengan berbagai aspek kepentingan baik sosial dan ekonomi maupun lingkungan. Hasil evaluasi kualitatif tetap valid untuk beberapa tahun, atau sampai adanya teknologi baru yang diperkenalkan 4.3.2 Evaluasi kuantitatif Evaluasi kuantitatif dapat dilakukan sebagai evaluasi kuantitatif secara fisik dan evaluasi kuantitatif secara ekonomi.

Ali Kabul Mahi

97

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN a) Evaluasi kuantitatif secara fisik adalah evaluasi yang melakukan penilaian kuantitatif terhadap produksi atau keuntungan lain yang diharapkan, misalnya produksi tanaman, daging sapi atau wool, laju pertumbuhan kayu, kapasitas rekreasi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan produksi tersebut tentunya memerlukan input yang juga dalam bentuk kuantitatif, misalnya ton pupuk, hari-orang tenaga kerja, dan sebagainya. Perhitungan ekonomi di dalam evaluasi ini digunakan sebagai dasar utama. Evaluasi kuantitatif secara fisik seringkali digunakan sebagai dasar evaluasi ekonomi, yang sangat tepat untuk evaluasi tujuan khusus, seperti pendugaan laju pertumbuhan yang diharapkan dari berbagai spisies kayu yang berbeda (kenaikan rata-rata tahunan). b) Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya diberikan dalam bentuk keuntungan atau kerugian masingmasing macam penggunaan lahan. Nilai uang dapat digunakan pada data evaluasi kuantitatif secara fisik, yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi. Sementara itu istilah tinggi atau sesuai marginal dan batas antara kelas-kelas kesesuaian digunakan juga dalam istilah ekonomi. Hal ini menekankan bahwa evaluasi ekonomi tidak semata-mata hanya membatasi pada pertimbangan keuntungan atau kerugian saja, akan tetapi konsekuensi yang lain, seperti lingkungan dan sosial, juga menjadi bagian hasil evaluasi kuantitatif secara ekonomi yang dikombinasikan dengan data ekonomi sebagai dasar pengambilan keputusan. Evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek-proyek khusus dalam pengambilan keputusan perencanaan dan investasi. Melalui penggunanaan nilai uang, akan memudahkan melakukan pembandingan bentuk-bentuk produksi yang berbeda. Hal ini memungkinkan karena dapat menggunakan satu harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang akan dibandingkan. Nilai uang juga dapat digunakan pada keuntungan yang tidak dapat diraba, seperti nilai air yang tidak tercemar, nilai wisata atau keindahan. Perhitungan arus uang selalu diperlukan, karena dengan perubahan asumsi tingkat suku bunga (discount rates) dan umur proyek yang dipertimbangkan akan mempengaruhi hasil evaluasi. Perbedaan tipe evaluasi akan terjadi pada perbedaan kesesuaian aktual dan kesesuaian potensial. Evaluasi kesesuaian lahan aktual masih dapat menerima perbaikan kecil pada sumberdaya lahan sebagai bagian spesifikasi tipe penggunaan lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan potensial mengacu pada nilai lahan di masa datang apabila melakukan perbaikan lahan skala besar. Sebagai contoh, evaluasi lahan pasang surut yang saat ini digunakan untuk produksi atau penggunaan lain,

98

Ali Kabul Mahi


4. EVALUASI LAHAN

4.4 Tujuan Evaluasi Lahan Tujuan evaluasi lahan adalah memprediksi segala konsekuensi yang mungkin terjadi bila ada perubahan penggunaan lahan. Seorang petani yang telah siap menanam jagung tidak memerlukan prosedur formal evaluasi lahan. Nilai lahannya tergantung pada biaya yang dikeluarkan dan produksi yang diperoleh. Evaluasi lahan menjadi penting apabila akan dilakukan perubahan penggunaan lahan, seperti perubahan dari hutan menjadi lahan pertanian atau penetapan hutan sebagai taman wisata, atau perubahan penggunaan lahan karena memasukkan teknologi baru seperti tambahan irigasi sprinkler, pengenalan mekanisasi pertanian pada areal-areal yang sebelumnya hanya menggunakan tenaga kerja manusia dan hewan, atau langsung melakukan pengeboran untuk mendapatkan sumber air. Prediksi produksi atau keuntungan lain pada lahan yang sesuai, diperlukan untuk menentukan kebutuhan input, pengelolaan praktis, dan konsekuensi perubahan terhadap lingkungan. Konsekuensi tersebut termasuk kemungkinan kerusakan tanah oleh erosi pada lahan-lahan yang digunakan dengan tanpa memperhatikan teknik konservasi tanah. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa evaluasi lahan meliputi evaluasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi dan pengaruh dari perubahan tersebut, baik ditinjau dari sudut penggunaan lahan maupun terhadap lahannya sendiri. Oleh karena itu di dalam evaluasi lahan (FAO, 1976) termasuk mempertimbangkan (a) ekonomis tidaknya usaha penggunaan lahan, (b) konsekuensi sosial bagi masyarakat di daerah bersang-kutan dan bagi negara, dan (c) konsekuensi merugikan atau menguntungkan bagi lingkungan. Untuk menjawab tantangan-tantangan ini semua, maka evaluasi lahan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) Bagaimana pelaksanaan pengelolaan sumberdaya lahan yang dilakukan saat ini?, dan kemungkinan apa yang akan terjadi bila pelaksanaan pengelolaan tersebut tetap dipertahankan? (2) Perubahan apa saja yang mungkin dan dapat dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya lahan saat ini? (3) Apakah ada macam penggunaan lahan lainnya yang secara fisik memungkinkan, dan secara sosial dan ekonomi menguntungkan? (4) Dari macam penggunaan lahan tersebut, mana yang mungkin

Ali Kabul Mahi

99

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

maka penilaiannya diutamakan pada keputusan melakukan reklamasi. Akan tetapi bila pada lahan tersebut akan dibuat irigasi, maka evaluasi ekonomi kesesuaian potensial harus dipertimbangkan sebelum membuat keputusan untuk penanaman modal.


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN memberikan produksi secara berkelanjutan dan keuntungan lain? (5) Kerugian apa yang mungkin timbul, bila pengaruh fisik, sosial, dan ekonomi digabungkan pada masing-masing macam penggunaan lahan? (6) Input apa yang secara berulang diperlukan untuk menghasilkan produk atau meningkatkan daya guna lahan dengan pengaruh kerugian minimal? (7) Keuntungan apa yang didapat dari masing-masing macam penggunaan lahan? Apabila dalam pengenalan macam penggunaan lahan yang baru meliputi perubahan pada lahan secara nyata, sebagai contoh, rencana irigasi, maka diajukan pertanyaan tambahan, sebagai berikut: (8) Perubahan apa yang diperlukan pada kondisi lahan saat ini, yang mungkin dilaksanakan dan diperlukan, dan bagaimana cara melaksanakannya? (9) Input permanen apa yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan tersebut? Proses evaluasi lahan bukan hanya ditujukan untuk menentukan perubahan penggunaan lahan, tetapi melengkapi data untuk dasar pengambilan keputusan dalam memilih macam penggunaan lahan yang paling sesuai, dengan dasar pertimbangan tersebut di atas. Cara ini akan efektif apabila hasil evaluasi lahan secara normal memberikan informasi dua atau lebih potensi macam penggunaan lahan pada masing-masing daerah termasuk konsekuensi keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan masing-masing penggunaan tersebut. 4.5 Intensitas Evaluasi lahan Pengelompokan kegiatan evaluasi lahan tergantung pada tipe evaluasi lahan yang akan dilaksanakan. Setiap kegiatan evaluasi lahan dimulai dengan konsultasi awal yang berhubungan dengan tujuan evaluasi, asumsi-asumsi dan pembatas yang akan dipakai, dan metode yang diikuti. Detil urutan kegiatan yang akan dilaksanakan, tergantung pada intensitas survei dan macam pendekatan yang akan dilaksanakan, seperti dikemukakan berikut ini. Tingkat intesitas evaluasi lahan dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu survei tinjau (reconnaissance), semi detil, dan detil. Ketiga tingkat intensitas tersebut berhubungan erat dengan skala peta yang akan dihasilkan. Survei Tinjau (reconnaissance) berhubungan dengan kegiatan inventari-sasi sumberdaya dan kemungkinan pembangunan secara lebih luas pada skala regional dan nasional, dan evaluasi lahan

100

Ali Kabul Mahi


dilakukan secara kualitatif sedangkan analisis ekonomi hanya dilakukan secara umum. Hasil evaluasi berguna untuk perencanaan nasional dan menentukan pilihan prioritas pembangunan daerah. Survei Semi Detil adalah tingkat survei yang berhubungan dengan tujuan spesifik, seperti studi kelayakan proyek pembangunan. Pada tingkat ini analisis ekonomi menjadi pertimbangan yang lebih penting, dan evaluasi lahan yang dilakukan adalah evaluasi lahan kuantitatif. Survei ini akan memberikan informasi untuk mengambil keputusan pemilihan suatu proyek atau pembangunan khusus atau perubahan lain yang akan dilaksanakan. Survei Detil mencakup survei untuk menyusun rancangan dan perencanaan pertanian yang telah pasti. Survei ini sering kali dilakukan setelah ada kepastian untuk pelaksanaan suatu proyek. 4.6 Pendekatan Evaluasi lahan Hubungan antara survei sumberdaya dan analisis sosial dan ekonomi serta perumusan penggunaan lahan, tergantung cara pendekatan evaluasi lahan yang akan dilakukan. Pendekatan evaluasi lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) pendekatan dua tahap, dan (b) pendekatan paralel, seperti tertera pada Gambar 7 (FAO, 1976). Pada pendekatan dua tahap, analisis tahap pertama berhubungan dengan evaluasi lahan kualitattif, yang selanjutnya (walupun tidak terlalu penting) diikuti oleh tahap kedua yang berhubungan dengan analisis sosial dan ekonomi. Pada pendekatan paralel, evaluasi lahan kualitatif dan kuantitatif dilakukan secara bersamaan, oleh masing-masing tim atau oleh tim yang sama. Oleh karena itu pada pada pendekatan paralel analisis hubungan antara lahan dan macam penggunaan lahan berjalan bersamaan dengan analisis sosial dan ekonomi.

Ali Kabul Mahi

101

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


  

4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

                       

      

       

 

 

 

 



  



  

 





 

   Gambar 7. Pendekatan Dua Tahap dan Paralel 

102

Ali Kabul Mahi

 


4.6.1 Pendekatan Dua Tahap Evaluasi dilakukan dua tahap pekerjaan. Tahap pertama adalah evaluasi kualitatif, dan tahap kedua adalah analisis sosial ekonomi. Pendekatan Dua Tahap merupakan evaluasi yang sering digunakan dalam inventarisasi sumberdaya untuk tujuan perencanaan secara umum, dan studi untuk penilaian potensi produksi yang bersifat biologi. Kelas kesesuaian lahan pada tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang dipilih pada saat dimulainya survei, misalnya: areal yang dapat ditanami jagung, tomat, atau untuk perternakan. Peranan analisis sosial ekonomi pada tahap pertama terbatas pada pengarahan jenis penggunaan lahan tertetu. Setelah tahap pertama dilakukan secara lengkap, maka hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan. Hasil ini digunakan untuk tahap kedua, yaitu analisis sosial ekonomi yang dapat dilakukan segera atau dalam jangka waktu tertentu. 4.6.2 Pendekatan Paralel Evaluasi yang dilakukan pada pendekatan ini adalah analisis sosial ekonomi bagi macam penggunaan lahan. Analisis ekonomi dilaksanakan bersamaan dengan survei dan penilaian fisik. Macam penggunaan lahan yang dievaluasi mengarah pada modifikasi yang biasanya dilakukan pada penelitian. Pada kasus lahan pertanian, modifikasi yang dilakukan termasuk pemilihan tanaman dan rotasi tanaman, taksiran input modal dan tenaga kerja dan penetapan luas lahan optimum. Untuk hal yang sama juga terjadi pada kehutanan, modifikasi meliputi pemilihan spisies, waktu tanam, penjarangan atau penebangan atau usaha-usaha untuk melindungi kerusakan hutan dan hasil hutan. Metode ini dianjurkan untuk rencana khusus dalam pengembangan suatu proyek dalam tingkat semi detil dan detil. Pendekatan Paralel diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih tepat dalam waktu yang lebih cepat. Cara ini memberikan kemungkinan lebih baik untuk memusatkan kegiatan survei dan pengumpulan data serta keterangan yang diperlukan untuk evaluasi. Walaupun demikian Pendekatan Dua Tahap tampaknya lebih sistematis karena memiliki kegiatan yang terpisah dengan analisis sosial dan ekonomi, sehingga memungkinkan penjadualan kegiatan dan penggunaan staff, yang berhubungan dengan waktu pelaksanaan survei dan ketersediaan dana. Didalam pelaksanaan evaluasi lahan, seperti penyiapan data, dan pebuatan peta dasar dapat dilakukan dengan pendekatan disiplin tunggal dan pendekatan, seperti tertera pada Gambar 8 dan 9.

Ali Kabul Mahi

103

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


 

4. EVALUASI LAHAN

     

   





 

 

            





   

     

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

 

            

    

 

 

 



 Gambar 8. Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan  Pedekatan Disiplin Tunggal (Mahi, 1994)

104

Ali Kabul Mahi






4. EVALUASI LAHAN

 

   

  

    







  

  

 

          

      

 

 

 





  

 

    

    

        

 

     



Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

    





  

 

 

   





 Gambar 9. Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Pendekatan Holistik (Mahi, 1994)   

Ali Kabul Mahi

105






  4. EVALUASI LAHAN  lahan      4.7 Prosedur Evaluasi Prosedur evaluasi lahan (FAO, 1976) pelaksanaan       menggambarkan     evaluasi lahan, yang ditentukan oleh tipe pendekatan yang akan  digunakan, apakah dua tahap atau paralel. Kegiatan utama evaluasi  lahan tertera pada Gambar 10 dan secara rinci tertera pada Tabel 24.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

   

                                                                 

106

 Gambar 10. Skema Kegiatan Utama Evaluasi lahan

Ali Kabul Mahi


4. EVALUASI LAHAN Tabel 24. Prosedur Evaluasi Lahan

Pra survei atau tahap perencanaan

Penjelasan tipe penggunaan lahan,

Aktifitas Utama Konsultasi awal • Tujuan • Asumsi-asumsi • Mempelajari keadaan wilayah, • Data yang dibutuhkan Rencana evaluasi • rencana survei • staf dan waktu, • model, • masalah/ pemecahan

Macam penggunaan lahan: • mempelajari tipe penggunaan lahan yang ada dan kemungkinan di masa datang, meliputi: • input • produk • hubungan keduanya

Aktifitas yang berhubungan dengan lahan

Ketersediaan data lahan

Survei mengenai lahan • Survei dasar sumberdaya, • Satuan peta lahan,

Tinjauan sementara, termasuk pencocokan survei lapang

• Karakteristik dan kualitas lahan, • Perbaikan lahan

Kebutuhan dan pembatas tipe penggunaan lahan Pencocokan persyartan Penggunaan lahan dengan potensi lahan • Pencocokan • analisis dampak lingkungan • analisis sosial ekonomi • pengecekan lapang

Ali Kabul Mahi

107

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tahap

Aktifitas yang berhubungan dengan penggunaan lahan


4. EVALUASI LAHAN Tinjauan hasil sementara (pembahasan sesuai prinsip) Jika perlu, melakukan modifikasi tipe penggunaan lahan

Jika perlu, melakukan pengumpulan tambahan data Tahap pencocokan akhir

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Klasifikasi kesesuaian lahan Hasil atau setelah pengamatan lapang

Tipe penggunaan lahan • deskripsi • input, • produk • hubungan keduanya

Setelah evaluasi

Implementasi hasil perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan

Persiapan hasil • peta kesesuaian lahan • laporan • pencetakan peta • penyajian hasil

Kegiatan utama evaluasi lahan adalah sebagai berikut:

(1) Konsultasi awal, meliputi tujuan evaluasi, data, dan asumsi yang digunakan sebagai dasar evaluasi.

(2) Deskripsi macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan dan kebutuhan macam penggunaan lahan yang diperlukan.

(3) Deskripsi satuan peta lahan yang menggambarkan keadaan kualitas lahannya.

(4) Pembandingan tipe penggunaan lahan dengan tipe lahan. (5) Analisis sosial ekonomi. (6) Analisis dampak lingkungan. (7) Klasifikasi kesesuaian lahan, baik kualitatif atau kuantitatif. (8) Penyajian hasil evaluasi. Hal penting yang perlu dicatat bahwa di dalam prosedur evaluasi lahan ada unsur-unsur yang berulang atau berputar, seperti tertera pada Gambar 10. Oleh karena itu walaupun berbagai aktivitas yang diperlukan telah digambarkan dengan baik, tetapi pada kenyataannya sejumlah revisi tetap harus dapat dipertimbangkan dalam waktu dekat sebagai akibat temuan yang didapat pada periode selanjutnya. 4.7.1 Konsultasi Awal Konsultasi awal antara peneliti dan pemprakarsa penelitian adalah langkah awal yang sangat penting dalam keseluruhan kegiatan evaluasi 108

Ali Kabul Mahi


lahan. Pertemuan yang dilakukan bukan merupakan pertemuan biasa dengan keterangan-keterangan singkat, tetapi dalam pertemuan tersebut dilakukan pertukaran pendapat secara dua arah tentang tujuan evaluasi dan macam evaluasi yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Kerangka Acuan (Term of Reference) sebaiknya dibuat fleksibel, sehingga memungkinkan dilakukannya modifikasi bila ditemukan hal-hal baru selama penelitian. Persoalan yang harus diputuskan pada tahap konsultasi awal adalah: 1) Tujuan evaluasi, 2) Data dan asumsi yang akan digunakan sebagai dasar evaluasi, 3) Luas dan batas areal yang akan dievaluasi, 4) Macam penggunaan lahan yang ada saat ini yang relevan untuk dipertimbangkan, 5) Tipe pendekatan evaluasi yang akan digunakan (dua tahap atau paralel), 6) Tipe klasifikasi kesesuaian lahan yang akan diterapkan, 7) Intensitas dan skala survei yang dibutuhkan, 8) Tahapan aktivitas evaluasi. 4.7.1.1 Tujuan Evaluasi Kebutuhan pertama untuk mencapai tujuan pembangunan atau perbaikan yang diusulkan adalah menentukan kebutuhan dan faktor pembatas macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Kebutuhan dan faktor pembatas tersebut didiskusikan di antara pelaksana survei, para ahli teknologi penggunaan lahan (ahli agronomi, ahli kehutanan, dan sebagainya), ahli bangunan, ahli ekonomi, perencana, pemerintah, dan penduduk yang akan terkena pengaruh proyek. Hal tersebut sangat penting untuk mengidentifikasi tujuan umum usulan perubahan, serta formulasi umum dan spsesifik rancangan usulan untuk memenuhi tujuan evaluasi. Tujuan umum mungkin berupa produksi pangan untuk kebutuhan sendiri, sehingga usulan untuk mencapai hal tersebut termasuk peningkatan produksi padi atau bahan pangan lainnya, seperti peningkatan produsi ternak, dan perluasan irigasi perlu diidentifikasi. Usulan umum tersebut dapat dibagi ke dalam usulan spesifik, seperti lokasi pertanian tanaman pangan dengan mekanisasi atau irigasi pada daerah lembah. Contoh lain tujuan umum adalah persiapan lahan untuk permukiman, sehingga di dalam pelaksanaan evaluasi lahan besar kemungkinan akan mengurangi penggunaan lahan untuk perdesaan melalui perkembangan perkotaan. Sebaliknya mungkin beberapa tujuan spesifik, seperti penanaman hutan untuk kayu bakar atau penyediaan lahan untuk kepariwisataan bagi masyarakat kota. Oleh karena itu kesemuanya ini perlu diidentifikasi untuk menentukan tujuan

Ali Kabul Mahi

109

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

perencanaan yang lebih tepat. Salah satu dari usulan umum dan spesifik dapat menghasilkan tujuan evaluasi lahan. Tujuan umum pada survei tinjau adalah inventarisasi sumberdaya dan identifikasi kemungkinan pembangunan, sedangkan tujuan spesifik ditujukan untuk survei semi detil dan detil. Tujuan perencanaan membantu untuk mendapatkan, atau sekurangkurangnya merupakan penilaian pertama macam penggunaan lahan yang relevan. Bila tujuan evaluasi sangat spesifik, seperti lahan untuk perkebunan teh rakyat, maka aktivitas survei dipusatkan pada tipe informasi yang relevan untuk penggunaan perkebunan teh, dan tipe lahan yang akan disurvei. Pengalaman menunjukkan bahwa jika penentuan klasifikasi kesesuaian lahan hanya untuk satu macam penggunaan saja dapat menyesatkan. Oleh karena itu diperlukan klasifikasi alternatif macam penggunaan lahan lainnya. Hal ini dibutuhkan bukan hanya untuk keperluan perubahan, akan tetapi juga untuk kelanjutan penggunaan saat ini, karena dengan pengelolaan yang ada saat ini apakah masih perlu untuk melakukan modifikasi atau sebaliknya. 4.7.1.2 Data dan Asumsi yang mendasari evaluasi Berbagai data dan asumsi yang didapat baik fisik, maupun sosial, ekonomi, dan politik untuk setiap wilayah tidak selamanya spesifik. Bagaimanapun setiap informasi yang didapat harus selalu dicatat. Untuk menghindari daftar pertanyaan yang terlalu panjang, diperlukan deskripsi awal tentang areal studi yang menyangkut beberapa hal berikut, yaitu: a) lokasi dan kemudahan keterjangkauannya, b) zone iklim, c) topografi, d) perbaikan lahan yang telah dilakukan (misalnya: reklamasi, drainase), e) jumlah penduduk dan laju pertumbuhah penduduk, f ) tingkat kehidupan (misalnya: Produk Nasional Bruto per kapita), g) pendidikan h) basis ekonomi yang ada, i) infra struktur ekonomi (misalnya: jalan, pelayanan kota), j) subsidi pemerintah, k) luas pertanian atau pengusahaan lahan lainnya, l) sistem status lahan, m) sistem politik yang ada. Dengan keadaan ekonomi dan sosial yang selalu berubah akan mengakibatkan klasifikasi kesesuaian lahan yang telah dibuat pada akhirnya menjadi usang, oleh karena itu latar belakang informasi ini

110

Ali Kabul Mahi


akan membantu di dalam memutuskan faktor yang relevan dalam evaluasi lahan salanjutnya, setelah klasifikasi kesesuaian lahan dibuat. Di samping keadaan umum tersebut di atas, terdapat juga asumsiasumsi yang digunakan sebagai dasar evaluasi, yang mempengaruhi interpretasi dan penggunaan hasil studi, baik secara temporal maupun spasial. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: (a) Keterbatasan informasi yang digunakan (misalnya, hanya menggunakan informasi tanah yang ditunjukkan oleh peta tanah), akan memberikan hasil evaluasi yang terbatas. (b) Tingkat kepercayaan dan kesesuaian data yang tersedia, baik di dalam maupun di luar areal studi (misalnya, menggunakan data curah hujan beberapa kilometer dari areal studi). (c) Lokasi, dalam hal ini yang berhubungan dengan pasar, dan pemasokan input dapat mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan. (d) Demografi (misalnya, laju pertumbuhan penduduk meningkat atau menurun). (e) Pelayanan dan infra struktur (misalnya, pelayanan perbaikan, fasilitas kredit, pelayanan penyuluhan pertanian), akan tetap atau diperbaiki). (f) Tingkat penggunaan input (misalnya, penggunaan input secara berulang, seperti pupuk dsb., apakah tetap seperti adanya atau akan ada peningkatan). (g) Status lahan dan kondisi kelembagaan lainnya. (h) Permintaan, pasar, dan harga. (i) Perbaikan lahan. Bila akan mengklasifikasikan kesesuaian lahan potensial perbaikan yang diperlukan harus diuraikan. (j) Dasar analisis ekonomi, seperti: ada atau tidak beban biaya angsuran modal, termasuk sebagian atau seluruhnya, pertanian rakyat menggunakan tenaga kerja keluarga atau tidak, termasuk pula biaya yang dikeluarkan suku bunga (dicount rate) dalam perhitungan rasio biaya manfaat. 4.7.1.3 Luas dan Batas Lahan Luas dan batas lahan yang akan dievaluasi harus ditetapkan sebelum mempersiapkan evaluasi. Suatu wilayah mungkin akan dipilih untuk macam penggunaan lahan yang relevan berdasarkan potensi penggunaan yang ada. Pada saat akan melakukan survei yang lebih intensif, maka peta-peta yang telah dihasilkan oleh survei sebelumnya, seperti survei tinjau, dan atau survei yang kurang intensif lainnya, dapat digunakan untuk memilih areal untuk macam penggunaan spesifik.

Ali Kabul Mahi

111

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


4. EVALUASI LAHAN 4.7.1.4 Macam Penggunaan lahan yang relevan Pemilihan macam penggunaan lahan yang ada dan relevan untuk dipertimbangkan didasarkan pada tujuan evaluasi, latar belakang keadaan fisik, sosial, dan ekonomi wilayah. Indikasi tujuan evaluasi apakah mengarah pada penggunaan umum atau spesifik. Pada beberapa kasus latar belakang fisik, seperti iklim yang sama di seluruh areal yang dipertimbangkan, akan mengurangi selang pembatas penggunaan lahan yang relevan. Ada juga faktor pembatas sosial dan ekonomi, seperti tingkat kehidupan, status lahan milik pribadi atau kelompok akan mempengaruhi penentuan macam penggunaan lahan yang relevan.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4.7.1.5 Pendekatan Evaluasi Pemilihan pendekatan evaluasi yang akan digunakan, sangat tergantung pada tujuan evaluasi, skala, intensitas penelitian, dan waktu yang tersedia. 4.7.1.6 Tipe klasifikasi Kesesuaian Lahan yang digunakan Pemilihan klasifikasi kualitatif atau kuantitatif, kesesuaian aktual atau potensial, dibuat sebagai dasar tujuan, skala dan intensitas evaluasi. Klasifikasi kualitatif biasanya dilaksanakan untuk survei tinjau, dan tujuan perencanaan umum, sedangkan klasifikasi kuantitatif digunakan untuk tujuan yang lebih spesifik. Bila akan melakukan perbaikan lahan dalam skala besar, seperti drainase, reklamasi, atau irigasi maka membutuhkan klasifikasi kesesuaian potensial. Pada kasus demikian memungkinkan untuk menambahkannya pada klasifikasi kesesuaian lahan yang ada, atau membandingkan manfaat yang didapat dengan ada atau tidak adanya usulan pengembangan. 4.7.1.7 Cakupan, Skala, dan Intensitas Survei yang diperlukan Keputusan menentukan cakupan, skala, dan intensitas survei yang diperlukan, dimaksudkan untuk membandingkan antara data yang diperlukan sesuai dengan tujuan evaluasi, dengan data yang telah siap tersedia. Sifat data yang diperlukan sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan (seperti: survei tanah untuk penggunaan pertanian, survei ekologi untuk padang rumput pengembalaan). Hal ini diperlukan untuk meninjau informasi yang tersedia, seperti peta topografi, foto udara dengan cakupannya, peta tanah, data debit sungai, penduduk, produksi, dan data statistik lainnya, termasuk proyeksi kebutuhan masing-masing data tersebut. Data yang ada dibandingkan dengan kebutuhan evaluasi, baik tipe maupun intensitasnya. Keputusan yang akan dibuat, termasuk apakah memerlukan foto udara yang baru yang mencakup seluruh areal

112

Ali Kabul Mahi


4. EVALUASI LAHAN

4.7.1.8 Tahapan Kegiatan Di dalam membuat keputusan awal yang berhubungan dengan aspek-aspek tersebut di atas, perlu memperhitungkan waktu yang dialokasikan untuk masing-masing fase kegiatan dan fase relatifnya. Konsultasi awal merupakan bagian penting proses evaluasi lahan. Dengan kejelasan tujuan dan asumsi memungkinkan untuk merencanakan aktifitas selanjutnya yang langsung diarahkan untuk informasi yang relevan dengan tujuan evaluasi, dan sebaliknya untuk menghindari pemborosan waktu dan biaya survei yang akan menghasilkan informasi tipe dan intensitas yang tidak tepat. Beberapa keputusan yang diambil selama konsultasi awal, lalu dimodifikasi oleh pengulangan selama evaluasi, sehingga keputusan yang demikian akan tetap fleksibel. Bila kesepakatan yang dibuat, termasuk kesepakatan antara pelanggan dan konsultan, maka tambahan yang akan dibuat untuk modifikasi berikutnya ditentukan oleh diskusi dan kesepakatan selanjutnya. 4.7.2 Deskripsi Macam Penggunaan Lahan Identifikasi dan deskripsi tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan merupakan bagian yang sangat penting di dalam prosedur evaluasi lahan. Beberapa pertimbangan pembatas penggunaan yang relevan disusun sesuai dengan tujuan dan asumsi. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat dibedakan, yaitu: a) Macam penggunaan lahan yang telah ditentukan sejak dimulainya prosedur evaluasi lahan, b) Macam penggunaan lahan dikemukakan secara umum pada permulaan prosedur evaluasi lahan, dan dapat mengalami modifikasi serta penyesuaian, sesuai dengan hasil prosedur evaluasi. Keadaan pertama di atas dapat ditemukan ditemukan pada survei kualitatif dengan tujuan evaluasi macam penggunaan secara umum, seperti pertanian lahan kering, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, rekreasi, dan sebagainya. Pada keadaan pertama tersebut macam penggunaan lahan digambarkan secara umum sebelum melakukan klasifikasi kesesuaian lahan. Keadaan kedua terdapat pada proyek perbaikan lahan yang diinginkan, termasuk beberapa macam usaha pertanian, produksi ternak, atau kehutanan. Oleh karena itu pada keadaan kedua ini modifikasi dilakukan selama proses evaluasi

Ali Kabul Mahi

113

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

studi, apakah survei tanah diperlukan dan jika diperlukan berapa skala dan kerapatan pengamatan, data ekonomi apa saja yang harus dikumpulkan.


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

lahan. Dalam kenyataannya kedua hal tersebut perbedaannya tidak begitu tegas, karena penyesuaian atau pemikiran kembali terhadap penggunaan lahan dapat dilakukan pula pada kondisi yang pertama. Identifikasi kebutuhan atau persyaratan yang diperlukan bagi suatu penggunan lahan, diperlukan untuk membandingkannya dengan potensi masing-masing tipe lahan yang ada. Masing-masing macam penggunaan lahan memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda. Hal ini pulalah yang menentukan kelas kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Faktor pembatas untuk masing-masing tipe penggunaan lahan diidentifikasi pada saat yang bersamaan dengan pengidentifikasian kebutuhan penggunaan lahan. Kabutuhan dan faktor pembatas ini memberikan indikasi data yang diperlukan untuk pelaksanaan evaluasi, dan kondisi alam ini perlu disurvei. 4.7.3 Deskripsi Satuan Peta Lahan Di dalam prosedur evaluasi lahan perlu melakukan survei sumberdaya fisik, walaupun kadang-kadang informasi yang tersedia telah cukup. Survei yang dilakukan mencakup survei tanah atau hubungan tanah dengan bentuk lahan, dan kadang-kadang pekerjaan ini meliputi survei sumberdaya padang rumput atau lingkungan lainnya, inventarisasi hutan, survei air permukaan atau sumberdaya air tanah, atau studi engeenering jalan. Objek survei tersebut diperlukan untuk menentukan batas satuan peta lahan dan menentukan kualitas lahannya. Deliniasi satuan peta lahan didasarkan pada bagian karakteristik lahan yang telah siap dipetakan, umumnya adalah bentuk lahan, tanah, dan vegetasi. Bagaimanapun juga pada tingkat survei sumberdaya, kualitas lahan diyakini mempunyai efek nyata terhadap tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Oleh karena itu perhatian khusus harus diberikan pada kualitas lahan tersebut selama survei lapang. Sebagai contoh survei untuk proyek irigasi, perhatian khusus diberikan pada sifat fisik tanah, kualitas dan ketersediaan air, dan keadaan lapang yang berhubungan dengan metode irigasi yang dipertimbangkan. 4.7.4 Pembandingan Tipe Penggunaan Lahan dengan Tipe Lahan Titik utama di dalam prosedur evaluasi lahan adalah variasi data dan pembandingannya dengan kebutuhan macam penggunaan lahan, di mana pembandingan memegang peran utama untuk klasifikasi kesesuaian lahan. Data tersebut adalah: (1) Macam penggunaan lahan yang relevan, kebutuhan, dan pembatasnya. (2) Satuan peta lahan dan kualitas lahannya. (3) Keadaan sosial dan ekonomi.

114

Ali Kabul Mahi


4. EVALUASI LAHAN

4.7.4.1 Mencocokkan Kebutuhan Penggunaan lahan dengan Tipe Lahan Pada tahap awal evaluasi biasanya telah difikirkan tipe penggunaan lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi, sifat-sifat fisik lahan, sosial dan ekonomi daerah bersangkutan. Studi dan survei sistematik selanjutnya mengakumulasikan data yang mengindikasikan kebutuhan macam penggunaan lahan yang lebih luas, untuk menyelaraskannya dengan informasi kualitas lahan secara lebih teliti. Proses ini merupakan penilaian dan adaptasi bersama tipe penggunaan lahan dan peningkatan pengetahuan kualitas lahan yang akan dicocokkan. Pencocokan sebagai inti langkah interpretasi survei sumberdaya di dalam prosedur evaluasi lahan, yang didasarkan pada fungsi hubungan antara kualitas lahan, kemungkinan perbaikan lahan, dan kebutuhan macam penggunaan lahan. Bentuk sederhana pencocokan adalah pencocokan kebutuhan fisik tanaman spesifik (seperti rumput, pohon, dsb) dengan kondisi lahan yang akan memberikan prediksi produksi yang mungkin dicapai. Pencocokan menjadi lebih kompleks apabila faktor produksi dilengkapi dengan karakteristik tipe penggunaan lahan lainnya, termasuk aspek non fisik, seperti intensitas tenaga kerja dan modal. Sebagai contoh pada suatu tipe penggunaan lahan tanaman tahunan, seperti kelapa sawit. Dalam hal ini kebutuhan kelembaban tanah yang akan menentukan titik layu di zone perakaran, dan produksi dapat dibuat tidak menentu oleh keadaan tegangan kelembaban tanah tersebut. Ketersediaan kelembaban diidentifikasi sebagai kualitas lahan yang relevan bagi tipe penggunaan lahan tersebut. Ketersediaan kelembaban masing-masing satuan lahan yang ditanami kelapa sawit digambarkan oleh karakteristik lahan, seperti curah hujan, kedalaman perakaran, dan kapasitas ketersediaan air. Hasil tanaman pada kondisi kelembaban optimum, dapat digunakan untuk standar pengelolaan spesifik. Penggunanaan karakteristik kecuraman lereng, permeabilitas tanah, stabilitas struktur tanah, dan intensitas curah hujan, adalah parameter ketahanan erosi yang representatif yang dihitung pada masing-masing satuan lahan yang relevan. Di dalam studi kualitatif, kerusakan erosi dapat dibedakan ke dalam kelas: tanpa, ringan, sedang, dan berat, dan sekurang-kurangnya yang terakhir ini di kelaskan sebagai tidak sesuai. Di dalam studi kuantitatif dilakukan perhitungan biaya konstruksi dan pemeliharaan tindakan konservasi tanah untuk masing-masing tingkat kerusakan erosi, dan menaksir konsekuensi ekonomi dengan adanya biaya tersebut bagi Ali Kabul Mahi

115

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Pembandingan kebutuhan macam penggunaan lahan dengan tipe lahan digambarkan terpisah dari analisis sosial dan ekonomi, walaupun di dalam prakteknya mungkin terjadi tumpang tindih.


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

proyek atau usahatani yang akan dilaksanakan. Tujuan pencocokan tersebut, antara laian adalah: • Mengecek relevansi dan mendapatkan deskripsi tipe penggunaan lahan, • Menentukan pengelolaan dan perbaikan spesifik yang diperbolehkan untuk masing-masing tipe penggunaan lahan pada masing-masing satuan peta lahan yang sesuai, dan kebutuhan input (modal, tenaga kerja, dsb.), • Menaksir nilai keuntungan masing-masing tipe penggunaan satuan peta lahah yang sesuai. 4.7.4.2 Diagnose Prosedur Prosedur untuk menaksir input dan manfaat antara lain, adalah sebagai berikut: • Perhitungan langsung, misalnya jumlah lokasi atau tipe lahan yang berbeda, dengan melakukan survei areal, • Metode simulasi dengan menggunakan model matematik yang menentukan hubungan antara manfaat (seperti produksi tanaman) dengan kriteria diagnosis, • Penilaian imperik yang berdasarkan dugaan hubungan antara manfaat dengan kriteria diagnosis. Prosedur pertama lebih disukai, karena ia mungkin akan mendapat informasi dari percobaan pertanian, satuan usahatani, percobaan kehutanan, atau pilot projek areal pembangunan untuk sistem pertanian yang berbeda. Apabila hal demikian tidak tersedia, maka langkah yang akan dilakukan untuk mendapatkannya yaitu dilakukan penelitian secara cepat. Penelitian secara ini dimaksudkan untuk mendapatkan standar bagi prosedur kedua dan ketiga. Prosedur kedua relatif lebih sedikit penggunaannya, tetapi hal ini sangat potensial untuk masa datang, bila data kuantitatif hubungan lingkungan dan penggunaan lahan yang lebih teliti telah tersedia. Prosedur ketiga, seringkali dibangun dari tabel konversi, yang mana kriteria diagnostik dihubungkan dengan kelas kesesuaian lahan yang berbeda. Nilai kesesuaian lahan tergantung derajat kualitas lahan yang dibutuhkan penggunaan lahan. Pada masa lalu tabel konversi ini seringkali didasarkan pada karakteristik lahan. Sebagai contoh lahan dengan kemiringan lereng > 50 tidak dapat jatuh pada kelas lahan yang lebih tinggi. Oleh karena direkomendasikan agar tabel konversi menghubungkan kelas kesesuaian lahan dengan faktor pembatas yang didasarkan pada kualitas lahan. Sebagai contoh, lahan dengan tingkat kerusakan erosi sedang dapat dikeluarkan dari dua kelas kesesuaian yang lebih tinggi untuk penggunaan lahan yang dapat

116

Ali Kabul Mahi


4. EVALUASI LAHAN

4.7.4. 3 Penaksiran Input dan Manfaat Salah satu tujuan menilai usulan perubahan yang diinginkan di dalam penggunaan lahan adalah membandingkan manfaat yang didapat dengan input atau biaya yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat tersebut. Manfaat dapat berupa produksi, pelayanan, atau keuntungan lain yang tidak dapat diraba (intangable). Produksi termasuk tanaman, panenan padang rumput, produksi ternak, produksi kayu atau ekstrak hutan. Keuntungan yang tidak dapat diraba termasuk pekerjaan rekreasi, penyediaan fasilitas rekreasi dan wisata, konservasi alam (fauna dan flora), dan pertimbangan estetika. Manfaat konsevasi air, apakah oleh konservasi tumbuhan di dalam daerah tangkapan hujan atau melalui konstruksi penampungan lahan dataran banjir, dapat dianggap sebagai produksi atau menfaat yang tidak dapat diraba. Manfaat pertama dinilai secara fisik, seperti volume produksi, jumlah wisatawan, lalu selanjutnya dapat diterjemahkan dalam bentuk nilai ekonomi, yang didasarkan pada asumsi harga, dsb. Evaluasi manfaat yang tidak dapat diraba merupakan persoalan khusus dalam evaluasi lahan. Penggunaan lahan untuk rekreasi atau proteksi sebagai cadangan sumberdaya alam, tidak memerlukan hasil perhitungan manfaat yang dapat diukur secara langsung, dan secara khusus sulit menterjemahkan manfaat demikian dalam istilah ekonomi. Di dalam pendekatan komersial murni, mungkin diperlukan keputusan politik, mengatur kebutuhan areal lahan untuk estetika, kesehatan, pendidikan, dan konservasi. Di dalam metode penilaian lahan, kualitas lahan memiliki pengaruh positif dan negatif pada penggunaan rekreasi dan konservasi. Sebagai contoh kapasitas daya dukung digambarkan sebagai hari-orang pertahun persatuan areal akan dapat menghitung kesesuaian lahan untuk rekreasi. Kelangkaan lahan untuk suatu tipe penggunaan lahan dan jarak dari pusat penduduk, kadang-kadang relevan untuk dipertimbangkan. Dalam hal ini memerlukan analisis input atau biaya, yang akan digunakan untuk menilai produksi, yang teridiri dari input (modal) yang berulang dan yang tidak berulang. Sebagai manfaat, input pertama kali digambarkan dalam bentuk fisik, yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam bentuk biaya. Pada kasus input berulang, pertama-tama diperlukan teknik pengelolaan secara khusus, yang dijelaskan secara detil seperti yang diberikan pada deskripsi tipe penggunaan lahan. Barang dan jasa yang diperlukan agar didaftar, antara lain sebagai berikut,

Ali Kabul Mahi

117

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

diusahakan. Tabel tambahan dapat disusun berhubungan dengan kriteria diagnostik yang dikombinasikan dengan karakteristik lahan.


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

• Material input berulang, seperti benih, pupuk, • Air irigasi, • Keperluan tenaga kerja, baik yang memiliki keterampilam maupun yang tidak memiliki keterampilan, • Mekanisasi, seperti operator, perawatan, dan penyusutan, • Kebutuhan transportasi. Penilaian yang sama dilakukan pada kebutuhan input untuk modal kerja, termasuk kebutuhan perbaikan lahan skala besar jika diperlukan, input berulang dan tidak berulang, lalu dikonversi ke dalam bentuk biaya. 4.7.5 Analisis Sosial dan Ekonomi Dalam studi kualitatif, analisis sosial ekonomi hanya dilakukan secara umum. Hal ini meliputi (a) inventarisasi tujuan pembangunan oleh pemerintah, (b) alat dan data ekonomi makro yang tersedia, (c) Informasi umum tentang pertanian dan ekonomi perdesaan, (iv) kecenderungan perkembangan ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini, (d) Inventarisasi infrastruktur secara teknis dan kelembagaan, (e) informasi penduduk, (f) laju pertumbuhan yang ada, dan (g) kemungkinan perubahan laju pertumbuhan di masa datang, (h) Informasi sosial, seperti sistem kedudukan/status lahan, potensi tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Identifikasi permasalahan faktor pembatas, seperti kekurangan tenaga kerja musiman, kondisi status lahan yang merugikan, atau sarana jalan ke pasar dan pelayanan yang buruk. Prospek pemasaran komoditi dinilai dengan melakukan pembandingan keuntungan (comparative advantage) dengan daerah lain yang berhubungan dengan komoditi yang bersangkutan. Sebagian besar informasi tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan diskusi dengan petani, pedagang, pejabat, publikasi pemerintah, internasional, dan dari perwakilan-perwakilan pembangunan lainnya. Dalam studi kuantitatif, analisis ekonomi memainkan peranan penting, walaupun sifat analisisnya beragam, tergantung pada tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan dan intensitas penelitian yang dilakukan, apakah pada tingkat semi detil atau detil. Analisis sosial dan ekonomi yang dilakukan sering berhubungan dengan studi kelayakan dan perumusan proyek. Dalam proyek pengembangan sumberdaya lahan, kelangsungan ekonomi pembangunan yang diusulkan dinilai dalam dua cara, yaitu (a) berkenaan dengan pengguna sumberdaya lahan, dan (b) berkenaan dengan negara secara keseluruhan. Bentuk analisis yang pertama, berhubungan dengan kelangsungan hidup petani, perusahaan, atau pelaksana perwakilan pemerintah. Apakah penggunaan yang diusulkan akan menguntungkan mereka dari sudut pandang pengguna 118

Ali Kabul Mahi


lahan. Bentuk analisis kedua menyangkut apakah pembangunan yang diajukan akan menguntungkan masyarakat, misalnya, penduduk suatu negara atau daerah secara keseluruhan. Hal tersebut di atas dinilai dengan analisis cost-benefit sosial. Dalam hal ini biaya dan keuntungan disesuaikan dengan nilai kelangkaan (opportunity cost) sumberdaya masyarakat. Pendugaan suplai merupakan bagian penting dalam menentukan klasifikasi kesesuaian kuantitatif. Pada tingkat semi-detil biasanya analisis cost-benefit secara tentativ, akan membantu sebagai petunjuk prosfek ekonomi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Pada tingkat detil analisis ekonomi didasarkan pada data yang berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya dan alokasinya oleh produsen, hubungan input-output, pola penjualan, biaya dan harga, dan keperluan serta ketersediaan kredit. Dalam hal ini analisis “cost-benefit” atau metode analisis ekonomi kuantitatif lainnya perlu diterapkan pada tingkat ini. Kriteria investasi yang umum digunakan adalah (a) ReturnCost Ratio(RC), (b) Net Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV), (c) Internal Rate of Return (IRR), (d) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), (e) Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) 4.7.6 Analisis Dampak Lingkungan Pertimbangan dampak lingkungan, atau konsekuensi kemungkinan terjadinya perubahan lingkungan sebagai akibat adanya penggunaan lahan perlu dievaluasi secara keseluruhan. Kesesuaian penggunaan lahan merupakan langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan, karena jenis penggunaan lahan yang diusulkan merupakan penggunaan lahan yang berkelanjutan yang tidak merusak. Aspekaspek penting yang perlu dinilai, sehubungan dengan pengaruhnya yang dapat menurunkan mutu lingkungan, antara lain yaitu erosi tanah, salinitas tanah, penurunan kesuburan, penimbunan limbah industri, limbah pestisida, dan sebagainya tergantung pada tipe penggunaan lahannya. Kegiatan pembangunan dipengaruhi dan mempengaruhi lingkun­gan hidup. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup disebut ekosistem pembangunan. Pembangunan bertujuan meningkatkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat. Dapat pula dikatakan pembangunan bertujuan meningkatkan mutu hidup rakyat, karena di dalam pemba­ngunan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati, kabutuhan dasar untuk kelang­sungan hidup yang manusiawi, dan derajat kebebasan untuk memilih. Penggunaan sumberdaya lahan dengan tanpa memperhatikan potensi dan kendala yang ada akan mempercepat terjadi kerusakan baik fisik maupun kimia, karena kedua unsur utama ini ­ber­interaksi sedemikian rupa sehingga menentukan kemampuan tanah untuk Ali Kabul Mahi

119

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN dapat dimanfaatkan bagi suatu penggunaan. Apabila sumberdaya lahan digunakan untuk pertanian, pada areal tersebut akan terjadi ­pro­ses pengur­asan unsur hara/kimia tanah yang terdapat di dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Apabila pengelolaan tanah tidak dilakukan dengan baik, maka kesuburan tanahnya semakin rendah. Pada pengelolaan yang sama, semakin subur tanah maka kerusakan karena erosi akan semakin kecil. Sebaliknya semakin tidak subur tanah, kerusakan erosi akan semakin besar dan cepat. Kerusakan tanah karena erosi akan berakibat pada daerah hilirnya, yaitu terjadi banjir dan pendangkalan sungai serta danau/waduk yang ada di ­bawah­ nya. Apabila Sumberdaya lahan digunakan untuk non pertanian, seperti jalan, bangunan, maka kerusakan yang mungkin terjadi yaitu kerusakan ­fi­siknya. Tanah akan semakin padat, kandungan air dan udara di ­da­lam tanah rendah, sehingga tanah terse­but tidak dapat lagi ­ber­fungsi menahan/menampung air. Hal ini berhubungan dengan daerah resapan yang harus diperta­hankan. Untuk mengatasi ini perlu ada daerah terbuka pada suatu kawasan pembangunan, seperti pertokoan, perumahan, dan gedung-gedung perkantoran. Katakanlah bahwa setiap komplek bangunan minimal menyediakan 30% arealnya menjadi areal terbuka dan dapat diresapi air hujan. Penggunaan lahan tidak saja menghasilkan manfaat, tetapi juga menghasilkan resiko. Misalnya sungai kita bendung, sehingga dengan bendun­g­an didapatkan manfaat listrik, tamba­han air irigasi, dan terkendalinya banjir. Resikonya ialah tergenangnya kampung dan sawah di daerah genangan, tergu­surnya penduduk, dan ­ke­punahan jenis tumbuhan dan hewan. Kayu dalam hutan kita tebang, maka devisa dalam jumlah besar akan didapatkan dari ekspor kayu tersebut. ­Se­baliknya akibat penebangan kayu dihutan, yaitu kita mengha­ dapi resiko kepunahan hewan dan tumbuhan, bertambahnya erosi, rusaknya tata air, dan tumbuhnya padang alang-alang. Kerusa­kan hutan akan memberikan dampak negatif terhadap lingkun­gan berupa: (a) flora dan fauna penting sebagai sumber plasma nutfah terancam punah, (b) aliran permukaan dan erosi meningkat sehingga kesubur­an tanah menurun, pencemaran sungai, serta pendangka­lan sungai, waduk, dan pantai di daerah hilir, dan (c) fluktuasi debit air sungai yang besar antara musim kemarau dan hujan, karena kawasan hutan kehilangan fungsinya atau ­ku­rang berfungsi sebagai pengatur tata air. Batubara dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik, dan dengan itu timbul resiko pencemaran udara oleh debu, jelaga, dan gas SO2. Transportasi kita tambah sehingga hubungan dari satu tempat 120

Ali Kabul Mahi


ke tempat lain menjadi mudah, tetapi resikonya yaitu pencemaran udara, kebisin­gan, dan kecelakaan lalu lintas. Pertambangan minyak dan gas bumi akan menghasilkan bahan bakar minyak dan gas bumi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit energi berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Devisa dalam jumlah besar akan didapatkan dari ekspor minyak dan gas. Resiko yang mungkin ditimbulkannya adalah tercecernya minyak baik di darat maupun di lepas pantai, yang diakibatkan oleh proses penambangan sampai pada proses pengangkutan. Dalam proses produksi kegiatan agroindustri memberikan hasil sampingan berupa limbah padat dan cair. ­Se­makin banyak limbah padat yang tercampur limbah cair akan mengakibat­kan: (a) peningkatan zat padat yang merupakan senyawa organik (b) peningkatan kebutuhan oksigen untuk mikroba pembusuk senyawa organik. Kebutuhan oksigen ini dinyatakan dalam satuan BOD (Biochemical Oxygen Demand), (c) peningkatan kebutuhan oksigen untruk proses-proses kimia dalam air, yang dinyatakan dalam satuan COD (Chemical Oxygen Demand), (d) peningkatan senyawa zat-zat beracun di dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar keluar dari ekosistem akuatik itu sendiri, (e) derajat kemasaman (pH) air yang rendah (kurang dari 6) Pencemaran air yang melampaui baku mutu lingkungan akan mengakibatkan: (a) terganggunya kehidupan biota perairan, (b) air tidak dapat digunakan untuk keperluan rumah tang­ga, irigasi (pertanian), dan peternakan, (c) bila digunakan untuk mandi badan gatal-gatal. Menyimak beberapa contoh di atas, jelas bahwa ekosistem pembangunan ini merupakan suatu hal yang perlu dikaji secara ­sek­ sama sebelum kita memutuskan untuk melakukan suatu kegiatan ­pem­bangunan. Evaluasi secara menyeluruh perlu dilakukan untuk ­men­g­antisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi, dan sekaligus menentukan tindakan yang akan dilakukan. Pandangan dan analisis keadaan masa lalu dan di masa datang harus menjadi landasan ­tin­ dakan yang akan dilakukan saat ini. Dampak yang mungkin terjadi akibat suatu kegiatan, dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Bagi dampak yang sifatnya positif baik terhadap sumberdaya lahan, perlu dipertahankan dan bila mungkin terus ditingkatkan. Usaha-usaha penanganan dampak antara lain dapat dilakukan sebagai berikut: Ali Kabul Mahi

121

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN


4. EVALUASI LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

1. Kerusakan Hutan Bila kita konsekuen mempertahankan hutan lindung, maka diharapkan dampak positifnya, yaitu menghindari banjir, menekan erosi, meningkat­kan kualitas air perairan, memantapkan debit sungai ­se­panjang tahun atau perbedaan debit musim kemarau dan musim hujan rendah, menghindari musnahnya plasma nutfah, menghindari ­peruba­h­an iklim baik secara makro maupun mikro. Oleh karena itu dampak kerusakan hutan harus diatasi dengan mempertahankan hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai, danau, dan sumber mata air lainnya. 2. Penggunaan Lahan (Landuse) Berdasarkan kenyataan saat ini penggunaan lahan justru tanpa memperhatikan potensi dan keterbatasan sumberdaya lahan, ­se­ hingga pengelolaan yang diberikan tidak sesuai yang diharapkan, bahkan tidak ada sama sekali. Akibat tindakan tersebut, daerah-daerah kritis semakin luas, bahaya banjir semakin besar, degradasi kesuburan tanah semakin cepat, dan daya dukung lahan semakin menurun. Penggunaan lahan untuk perkebunan rakyat diusahakan oleh rakyat, dan perkebunan besar diusahakan oleh swata dan BUMN. ­Per­kebunan besar dikelola secara intensif dengan jenis tanaman ­ke­lapa sawit, karet, kelapa, nenas, dan tebu. Perkebunan kelapa ­sa­wit, karet, telah melakukan tindakan konservasi tanah dan air ­de­ngan baik terutama dengan cara menanam tanaman penutup tanah ­se­cara permanen dan menghindari tumbuhnya tanaman alang-alang di areal kebun. Tindakan ini ternyata telah dapat menekan erosi ­sam­pai di bawah batas erosi yang masih dapat dibiarkan. Perkebunan rakyat umumnya diusahakan secara tradisional dan ditanami dengan tanaman kopi, lada, kelapa, karet, dan cengkeh. Tanaman kopi banyak ditanam pada ketinggian > 400 m dpl dengan kemiringan lereng > 15%, tanpa tindakan konservasi tanah dan air sehingga rawan erosi. Selanjutnya lahan usahatani tegalan dan ­la­dang ditanami dengan palawi­ja dan umumnya pada kemiringan lereng >8%, tanpa tindakan konservasi tanah dan air, sehingga erosi tinggi dan pro­duktivitas tanah cepat menurun. Untuk mengatasi dampak penggunaan yang tanpa memperhatikan daya dukungnya, yaitu harus dilakukan dengan menyesuaikan dengan daya dukung sumberdaya lahan, melakukan tindakan konservasi tanah, dengan mengatur pola tanam, menanam tanaman penutup tanah, pembuatan teras, rorak, dan menjaga kesuburan tanah dengan memanfaatkan sisa tanaman sebagai mulsa.

122

Ali Kabul Mahi


3. Tata Ruang Pengaturan penggunaan lahan untuk kawasan industri dalam ­ta­ta ruang dilakukan di samping pertimbangan ekonomi juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan dampak nega­tif yang ­di­tim­ bulkannya. Kegiatan agroindustri memerlukan air dalam jumlah yang cukup banyak, baik untuk pendinginan mesin maupun dalam proses pengolahan bahan baku. Demikian halnya bila mentaati penataan ruang, misalnya dalam sekala yang lebih detil, yaitu mengharuskan adanya kawasan terbuka sekurang-kurangnya 30% luas areal komplek bangunan gedung baik bertingkat atau biasa Hal ini sangat bermanfaat bagi kawasan resapan air tanah, dan menjaga keseimbangan dinamika tanahnya sendiri. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan kerusakan yang akan terjadi memerlukan ketajaman pendugaan dampak. Semakin baik pendugaan yang dilakukan maka akan semakin baik penentuan tindakan pengelolaan yang dilakukan. Misalnya untuk menduga kemungkinan besarnya limbah industri dapat dilakukan dengan cara mempelajari dan mengetahui ­pro­ses/tata ­ker­ja industri yang bersangkutan sampai dengan ke­mungkinan proses penanganan limbah baik yang telah berja­lan maupun yang akan ­di­rencanakan. Peranan penataan ruang dalam mengatasi dampak negatif penggunaan lahan adalah, bahwa penggunaan lahan yang direncanakan telah disesuaikan dengan daya dukung lahannya. Oleh karena itu perencanaan penggunaan lahan harus didahului dengan evaluasi lahan.

Ali Kabul Mahi

123

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

4. EVALUASI LAHAN



EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

E

valuasi Kemampuan Lahan adalah evaluasi potensi lahan bagi penggunaan sistem pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman atau peruntukan tertentu yang lebih spesifik, seperti peruntukan masing-masing jenis tanaman, jalan, permukiman, dan sebagainya. Evaluasi ini sifatnya lebih umum dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang sifatnya lebih khusus. Evaluasi Kemampuan Lahan prosesnya setara dengan Evaluasi Kesesuaian Lahan secara kualitatif, karena dasar pertimbangannya dititik beratkan pada potensi fisik lahan. Evaluasi kemampuan lahan dilakukan dengan car membandingkan sifat-sifat fisik lahan dengan persyaratan penggunaan lahan secara umum. Dalam evaluasi kemampuan lahan pertimbangan sosial dan ekonomi belum dimasukkan. Hasil akhir evaluasi kemampuan lahan yaitu didapatkannya kelas kemampuan lahan dan diharapkan sampai dengan satuan pengelolaan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya lahan agar dapat berproduksi dan kelestariannya terjaga. Dengan mengetahui kelas kemampuan lahan dari hasil evluasi kemampuan lahan, didapatkan cara-cara yang harus dilakukan, yaitu perencanaan penggunaan lahan secara umum, dan melakukan perbaikan lahan agar dalam penggunaan lahannya tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian, sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan.. Istilah kemampuan lahan pada mulanya dikenalkan dan digunakan oleh USDA (Klingibiel dan Montgomery, 1961) untuk menunjukkan “kemampuan suatu daerah untuk berproduksi tanaman pertanian dan rumput makanan ternak tanpa menimbulkan kerusakan dalam waktu yang panjang�. Kemudian Supraptohardjo dan Robinson (1975) mendefinisikan Klasifikasi Lahan sebagai hasil evaluasi terhadap lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, atas dasar ciri yang dimiliki, dan Ali Kabul Mahi

125

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

menen-tukan tingkat penggunaannya agar lahan tersebut dapat digunakan secara lestari. Arsyad (1990) mendefinisikan Klasifikasi Kemampuan Lahan sebagai penilaian lahan secara sistematis, dan pengelompokkannya ke dalam kategori tertentu, atas dasar sifat-sifat yang menjadi penghambat dan ancaman bagi penggunaannya. Sejalan dengan Arsyad (1990), Dent dan Young (1981) berpendapat bahwa klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses pengelompokkan lahan ke dalam kelas tertentu, terutama didasarkan atas faktor pembatas permanen. Evaluasi Kemampuan Lahan dititik beratkan pada evaluasi fisik terhadap karakteristik atau komponen lahan, yang menjadi faktor pembatas permanen atau sulit mengatasinya bagi suatu penggunaan pertanian secara umum. Berdasarkan faktor pembatas tersebut lalu lahan dikelompokkan menjadi kelas tertentu sesuai dengan bobot pembatas. 5.1 Klasifikasi Kemampuan Lahan Sistem klasifikasi kemampuan lahan, yaitu membagi lahan ke dalam sejumlah kategori menurut faktor penghambat untuk penggunaannya. Ada tiga kategori yang digunakan, yaitu Kelas, Sub Kkelas, dan Satuan Pengelolaan. Kelas. Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi. Penggolongan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat permanen atau sulit diubah. Dikenal delapan kelas dalam kemampuan lahan yang diberi nomor angka rumawi I sampai VIII. Kelas kemampuan lahan secara umum dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kelas I sampai IV yang dapat digunakan untuk pertanaman, dan kelas V sampai VIII yang tidak dapat diusahakan untuk pertanaman. Menurut Arsyad (1990), kelompok kelas I sampai IV sesuai untuk tanaman semusim, dan kelompok kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk tanaman semusim. Resiko erosi tanah akan meningkat dari kelas I ke kelas IV, untuk mengatasi ini diperlukan pemilihan tanaman yang sesuai dan memerlukan tindakan konservasi yang lebih mahal serta pengelolaan yang lebih intensif. Kelas I sampai IV, sering pula disebut dengan lahan yang dapat ditanami dengan sangat baik, baik, sedang, dan marginal. Kelas IV dapat diusahakan untuk pertanaman apabila dikelola dengan sangat intensif. Kelas V tidak sesuai untuk tanaman, selain karena bahaya erosi juga karena kelembaban dan batu yang berlebihan. Kelas VI sampai VIII, tidak dapat digunakan untuk pertanaman karena faktor pembatas permanennya sangat besar. Sebagian besar lahan ini terdiri dari lereng curam. Kelas VI dapat dikelola dengan cara memperbaiki

126

Ali Kabul Mahi


keadaan padang rumput prngembalaan. Kelas VII hanya diguna-kan untuk padang rumput pengembalaan dan hutan, sedangkan kelas VIII tidak dapat diusahakan untuk produksi tanaman komersial, kelas ini cocok untuk cagar alam atau tempat rekreasi. Sub Kelas. Sub kelas menunjukkan jenis faktor penghambat di dalam kelas. Pada tingkat sub kelas dikenal delapan macam faktor penghambat (modifikasi dari Arsyad, 1990), yaitu tekstur (t), topografi (l), drainase (d), kedalaman tanah (k), keadaan erosi (e), krikil/batuan (b), bahaya banjir/ genangan (o), dan salinitas (g). Satuan Pengelolaan. Satuan pengelolaan adalah tingkat terendah dalam struktur klasifikasi kemampuan lahan, yaitu merupakan pengelompokkan lahan yang mempunyai respon yang sama terhadap sistem pengelolaan tertentu. Satuan pengelolaan ini dapat meliputi berbagai tanah yang berbeda, tetapi mempunyai sedikit variasi dalam tingkat dan jenis faktor penghambat penggunaan lahan dan cocok untuk tanaman yang sama. Struktur klasifikasi tertera pada Tabel 25. Tabel 25. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan Keterangan

Kelas

Sub Kelas

Satuan Pengelolaan

Satuan Peta Lahan

I IIe1 IIe Dapat digarap

II

SPL1 SPL2, dst

IIe2 IIe3, dst

IIc IIes III IV V Tidap dapat digarap

VI VII VIII

Ali Kabul Mahi

127

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN 5.2 Kelas Kemampuan Lahan Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi delapan kelas, seperti tertera pada Gambar 11, dan masing-masing kelas kemampuan diuraikan dibawah ini. Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat Cagar Pengembalaan Garapan Hutan Alam/ Kelas Kemampuan Produksi Sangat Hutan Lahan Terbatas Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Intensif Lindung I HAMBATAN/ II ANCAMAN III MENING-KAT, IV KESE-SUAIAN V DAN PILIHAN VI PENGGU-NAAN VII

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

BERKU-RANG

VIII

Gambar 11. Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan (Arsyad, 1990) Kelas I Lahan kelas I mempunyai sedikit hambatan yang membatasi penggunaan-nya. Lahan ini sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, seperti tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput, hutan, dan cagar alam. Lahan kelas I mempunyai satu atau kombinasi dari beberapa karakteristik lahan berikut. (1) terletak pada topografi hampir datar (0 - 3 %), (2) ancaman erosi kecil, (3) kedalaman tanahnya dalam ( > 90 cm), (4) berdrainase baik, (5) mudah diolah, (6) kapasitas menahan air tinggi, (7) subur atau responsif terhadap pemupukan, (8) tidak terancam banjir, dan (9) keadaan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya. Di daerah beriklim kering yang telah dibangun fasilitas irigasi, maka lahannya dapat di masukkan ke dalam kelas I jika bertopografi hampir datar, daerah perakaran dalam, permeabilitas dan kapasitas menahan air baik, dan mudah diolah. Lahan yang telah di masukkan ke dalam kelas I ini mungkin sebelumnya memerlukan perbaikan seperti perataan topografi, pencucian garam, atau penurunan permukaan air 128

Ali Kabul Mahi


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

Kelas II Lahan kelas II memiliki beberapa hambatan atau ancaman keru-sakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi sedang. Lahan ini memerlukan pengelolaan yang hati-hati termasuk di dalamnya tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah di-usahakan untuk pertanian. Hambatan pada lahan ini sedikit dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Lahan ini sesuai untuk tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan cagar alam. Hambatan atau ancaman pada lahan kelas II adalah kombinasi dari beberapa karakteristik lahan berikut: (1) lereng yang landai (3 - 8 %), (2) kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah mengalami erosi sedang, (3) kedalaman tanahnya agak dalam ( 50 - 90 cm), (4) struktur tanah dan daya olah agak kurang baik, (5) salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan akan timbul kembali, (6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak, (7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, tetapi tetap sebagai pembatas pada tingkat sedang, (8) keadaan iklim kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaannya. Lahan kelas II memberikan pilihan penggunaan yang kurang dan tuntutan pengelolaan yang lebih berat dari lahan kelas I. Lahan ini mungkin memerlukan sistem pertanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi, pengendalian air lebih, atau metode pengelolaan jika dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah. Di dalam peta kelas kemampuan lahan II diberi warna kuning. Ali Kabul Mahi

129

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

tanah dalam musiman. Akan tetapi jika hambatan tersebut akan terjadi kembali, maka lahan ini tidak dapat di masukkan ke dalam kelas I. Lahan yang berkelebihan air dan mempunyai lapisan bawah yang permeabelititasnya lambat tidak di masukkan ke dalam kelas I. Lahan kelas I yang dipergunakan untuk penanaman tanaman pertanian, memerlukan tindakan pengelolaan untuk memelihara produktivitas, berupa pemeliharaan kesuburan dan struktur tanah. Tindakan tersebut dapat berupa pemupukan dan pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, penggunaan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang, dan pergiliran tanaman. Di dalam peta kelas kemampuan lahan I diberi warna hijau.


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN Kelas III Lahan kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Lahan ini mempunyai pembatas yang lebih berat dari pada lahan kelas II, dan jika dipergunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah maka tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa. Hambatan yang terdapat pada lahan kelas III membatasi lama peng-gunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman, yang merupakan kombinasi beberapa karakteristik lahan berikut: (1) lereng yang agak miring atau bergelombang (8 - 15 %), (2) peka terhadap erosi atau talah mengalami erosi yang agak berat, (3) seringkali mengalami banjir yang merusak tanaman, (4) tanah lapisan bawah berpermeabilitas lambat, (5) kedalaman tanah dangkal (25 - 50 cm), terdapat: batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan), yang membatasi perakaran dan simpanan air, (6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas menahan air rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang, atau (9) hambatan iklim sedang. Kelas IV Hambatan dan ancaman kerusakan pada lahan kelas IV lebih besar dari pada lahan kelas III, dan pilihan tanaman menjadi lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim memerlukan tindakan pengelolaan yang lebih hati-hati, dan tindakan konservasi yang lebih sulit menerapkannya dan memeliharanya, seperti teras bangku, saluran bevegetasi, dan dam peng-hambat, di samping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang pengembalaan, hutan lindung, dan suaka alam. Hambatan atau ancaman kerusakan lahan kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi karakteristik lahan berikut: (1) lereng yang miring atau berbukit (15 - 30%), (2) kepekaan arosi besar atau telah mengalami erosi agak berat, (3) kedalaman tanah dangkal (25 - 50 cm),

130

Ali Kabul Mahi


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

(4) kapasitas menahan air rendah, (5) sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman,

(6) Kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi walaupun telah didrainase,

(7) salinitas atau kandungan natrium tinggi, dan (8) keadaan iklim kurang menguntungkan.

Pada peta kelas kemampuan lahan IV biasanya diberi warna biru.

Kelas V Lahan kelas V tidak terancam erosi, akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan, sehingga membatasi pilihan penggunaannya, dan hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang pengembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam. Lahan ini mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Lahan ini terletak pada topografi datar atau hampir datar tetapi tergenang air, sering terlanda banjir, atau berbatu-batu, atau iklim yang kurang sesuai, atau kombinasi dari berbagai hambatan tersebut. Contoh lahan kelas V: (1) lahan yang sering dilanda banjir, sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal, (2) lahan dengan topografi datar tetapi keadaan iklimnya tidak memungkinkan untuk berproduksi bagi tanaman secara normal, (3) lahan dengan topografi datar atau hampir datar tetapi berbatubatu, dan (4) lahan yang tergenang dan tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan. Pada peta kelas kemampuan lahan V diberi warna hijau tua. Kelas VI Lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan lahan ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam. Lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi karakteristik lahan berikut: (1) berlereng agak curam (30 - 45%), (2) ancaman erosi berat atau telah tererosi berat, (3) kandungan garam larut atau natrium tinggi,

Ali Kabul Mahi

131

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

(4) kandungan batu-batu banyak, (5) kedalaman tanah sangat dangkal, dan (6) iklim tidak sesuai.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Lahan kelas VI yang berlereng agak curam jika digunakan untuk pengembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Lahan kelas VI yang kedalam tanahnya dalam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tidakan konservasi berat. Pada peta kelas kemampuan lahan VI diberi warna oranye. Kelas VII Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi secara ketat. Lahan kelas VII yang kedalaman tanahnya dalam dan tidak peka erosi jika digunakan untuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara konservasi tanah vegetatif, di samping dilakukan tindakan pemupukan. Lahan kelas VII mempunyai hambatan atau ancaman kerusakan yang berat dan tidak dapat dihilangkan, seperti (1) berlereng curam (45-65%), (2) telah tererosi berat yaitu berupa erosi parit, dan (3) kedalaman tanahnya sangat dangkal. Pada peta kelas kemampuan lahan VII diberi warna coklat. Kelas VIII Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan ini bermanfaat sebagai hutan lindung, suaka alam, dan tempat rekreasi alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII adalah: (1) berlereng sangat curam (>65%), (2) keadaan batu-batu atau batuan banyak sampai sangat banyak, (3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII, adalah lahan dengan batuan terungkap, pantai pasir, dan puncak gunung. Pada peta Kelas VIII diberi warna putih. 5.3 Kriteria Kemampuan Lahan Klingebiel dan Montgomery (1961) tidak mengemukakan kriteria yang lebih pasti untuk mengelompokkan lahan ke dalam kelas, subkelas, dan satuan pengelolaan. Oleh karena itu dengan berbagai modifikasi yang telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama oleh Arsyad (1990), telah dikembangkan kriteria penentu kelas kemampuan lahan yang didasarkan pada faktor-faktor penghambat penggunaan lahan, baik yang bersifat permanen maupun faktor lain yang sulit

132

Ali Kabul Mahi


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

(1) Lereng dan Erosi Kecuraman lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng, semuanya mempenga-ruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman lereng dapat diketahui dari peta tanah atau peta topografi, sedangkan panjang dan bentuk lereng tidak tercatat pada peta tanah. Faktorfaktor tersebut seringkali menjadi petunjuk jenis tanah tertentu, dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengelolaan tanah dapat dievaluasi dan sebagai bagian satuan peta. Jika tersedia hasil penelitian tentang besarnya erosi di bawah sistem pengelolaan tertentu atau kepekaan tanah (nilai K), dapat digunakan untuk mengelompokkan tanah pada tingkat kelas. Kecuraman lereng dikelompokkan sebagai berikut. A = 0 sampai 3% (datar), B = 3 sampai 8% (landai atau berombak), C = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang), D = 15 sampai 30% (miring atau berbukit), E = 30 sampai 45% (agak curam), F = 45 sampai 65% (curam), G = > 45% (sangat curam). Kepekaan erosi tanah (nilaiK) dikelompokkan sebagai berikut. KE1 = 0,00 sampai 0,10 (sangat rendah), KE2 = 0,11 sampai 0,20 (rendah), KE3 = 0,21 sampai 0,32 (sedang), KE4 = 0,33 sampai 0,43 (agak tinggi), KE5 = 0,44 sampai 0,55 (tinggi), KE6 = > 0,56 (sangat tinggi). Kerusakan erosi yang telah terjadi dikelompokkan sebagai berikut. eo = tidak ada erosi, e1 = ringan : kurang dar 25% lapisan atas hilang, e2 = sedang : 25 sampai 75% lapisan atas hilang, e3 = agak berat : lebih dari 75% lapisan atas dan kurang dari 25% lapisan bawah hilang, e4 = berat : lebih dari 25% lapisan bawah hilang, e5 = sangat berat : erosi parit. (2) Kedalaman Tanah Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi per-tumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak

Ali Kabul Mahi

133

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

diubah. Faktor penghambat tersebut dikelompokkan sebagai berikut (Mahi, 1987; Arsyad, 1990):


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas keras, padas liat, padas rapuh, atau lapisan plintit. Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut. k1 = > 90 cm (dalam), k2 = 90 sampai 50 cm (sedang), k3 = 50 sampai 25 cm (dangkal), k4 = < 25 cm (sangat dangkal). (3) Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi: kapasitas tanah menahan air dan unsur hara, permeabilitas tanah, dan ber-bagai sifat fisik serta kimia tanah lainnya. Tekstur tanah dikelompokkan sebagai berikut. t1 = halus : liat berdebu dan liat, t2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, dan lempung liat berpasir t3 = sedang : debu, lempung berdebu, dan lempung, t4 = agak kasar : lempung berpasir, t5 = kasar : pasir berlempung dan pasir. (4) Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah dikelompokkan sebagai berikut. P1 = < 0,5 cm/jam (lambat), P2 = 0,5 sampai 2,0 cm/jam (agak lambat), P3 = 2,0 sampai 6,25 cm/jam (sedang), P4 = 6,25 sampai 12,5 cm/jam (agak cepat), (5) Drainase Drainase dikelompokkan sebagai berikut. do = berlebihan; air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah, sehingga tanaman akan segera mengalami kekurangan air, d1 = baik; tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat, atau kelabu, d2 = agak baik; tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwana kuning, kelabu, atau coklat, pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan), d3 = agak buruk; lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan

134

Ali Kabul Mahi


5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

d5 =

bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah), buruk; bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan, sangat buruk; seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air menggenang di pemukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

(6) Faktor-Faktor Khusus Faktor penghambat lain yang mungkin terdapat adalah bahan kasar, batu-batuan, bahaya banjir, dan salinitas. Bahan kasar dikelompokkan sebagai kerikil dan batuan kecil, sedangkan batubatuan dikelompokkan ke dalam batuan lepas dan batuan tersingkap. Kerikil adalah bahan kasar yang berdiameter 12 mm sampai 7,5 cm bila berbentuk bulat, dan berukuran 15 cm sampai 40 cm jika bentuknya gepeng. Batuan kecil adalah batuan yang tersebar di permukaan tanah, berdiameter 7,5 sampai 25 cm (berbetuk bulat) atau bersumbu memanjang 15 sampai 40 cm (berbentuk gepeng). Batuan lepas adalah batuan yang tersebar di permukaan tanah dan berdia-meter lebih dari 25 cm (bentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm (berbentuk gepeng). Batuan tersingkap adalah batuan yang terungkap di permukaan tanah yang merupakan bagian batuan besar yang terbenam di dalam tanah. Kerikil dikelompokkan sebagai berikut. bo = 0 sampai 15% volume tanah (tidak ada atau sedikit), b1 = 15 sampai 50% volume tanah (sedang), b2 = 50 sampai 90% volume tanah (banyak), b3 = > 90% (sangat banyak). Batuan kecil dikelompokkan sebagai berikut. bo = 0 sampai 15% volume tanah (tidak ada atau sedikit), b1 = 15 sampai 50% volume tanah (sedang); pengolahan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan agak terganggu, b2 = 50 sampai 90% volume tanah (banyak); pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu b3 = > 90% (sangat banyak); pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan, dan pertumbuhan tanaman terganggu. Batuan lepas dikelompokkan sebagai berikut. bo = < 0,01% luas areal (tidak ada), b1 = 0,01 sampai 3% permukaan tanah tertutup (sedikit); Ali Kabul Mahi

135

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

d4 =


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN pengolahan tanah dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman, b2 = 3 sampai 15% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang, b3 = 15 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit, b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekalai tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian. Batuan tersingkap dikelompokkan sebagai berikut. bo = < 2% permukaan tanah tertutup (tidak ada), b1 = 2 sampai 10% permukaan tanah tertutup (sedikit); pengolahan tanah dan penanamam agak terganggu, b2 = 10 sampai 50% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah dan penanaman terganggu, b3 = 50 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahan tanah dan penanaman sangat terganggu, b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekalai tidak dapat digarap. O0 = O1 = O2 = O3 = O4 =

Ancaman banjir/genangan dikelompokkan sebagai berikut. tidak pernah; dalam priode satu tahun tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam, kadang-kadang; banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam priode kurang dari satu bulan, selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur terjadi banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam, selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam.

Salinitas tanah dinyatakan dalam kandungan garam larut atau hambatan listrik ekstrak tanah, dan dikelompokkan sebagai berikut. go = bebas = 0 sampai 0,15% garam larut; 0 sampai 4 (EC x 103 mmhos/cm pada suhu 25o C), g1 = terpengaruh sedikit = 0,15 sampai 0,35% garam larut; 4 sampai 8 (EC x 103 mmhos/cm pada suhu 25o C), g2 = terpengaruh sedang = 0,35 sampai 0,65% garam larut; 8-15 (EC x 103 mmhos/cm pada suhu 25o C), g3 = terpengaruh hebat = lebih dari 0,65% garam larut; lebih dari 15 (EC x 103 mmhos/cm pada suhu 25oC.

136

Ali Kabul Mahi


5.4 Prosedur Evaluasi Pelaksanaan evaluasi kemampuan lahan dapat dilakukan dengan cara pende-katan disiplin tunggal dan pendekatan holistik seperti tertera pada Gambar 12 dan 13. Ketelitian kedua pendekatan ini tergantung pada tingkat pemetaan yang dilakukan, baik satuan tanah maupun satuan lahannya. Berdasarkan hasil penelitian Mahi (1987), bahwa dengan bantuan interpretasi foto udara pelaksanaan pemetaan kelas kemampuan lahan dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat, dan akurat. Evaluasi kemampuan lahan dengan pendekatan disiplin tunggal bertumpu pada satuan peta tanah yang dibuat atau yang telah tersedia ditambah dengan beberapa faktor pembatas lainnya, secara bersama-sama dibandingkan dengan kriteria kelas kemampuan lahan untuk mendapatkan kelas kemampuan lahannya. Evaluasi kemampuan lahan dengan pendekatan holistik, dilakukan pada satuan-satuan lahan yang telah diketahui karakteristik lahannya, sehingga dengan potensi dan hambatan yang ada pada masing-masing satuan lahan tersebut lalu dibandingkan dengan kriteria kelas kemampuan lahan untuk mendapatkan kelas kemampuan lahannya, seperti tertera pada Tabel 26. Tabel 26. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Penghambat/ pembatas 1. Lereng permukaan 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman tanah 5. Tekstur tanah

I

II

III

IV

V

VI

A B C D A E KE1, KE3 KE4, KE6 (*) (*) KE2 KE5 e0 e1 e2 e3 (**) e4 k0 k1 k2 k2 (*) k3 t1, t1, t1, t1, t1, t2, t2, t2, t2, t2, t3, t3, (*) t3, t3 t3 t4 t4 t4

6. Permeabilitas

p2, p3

p2, p3

7. Drainase 8. Krikil/batuan 9. Ancaman banjir 10.Garam/salinitas (***)

d1 b0 O0 g0

d2 b0 O1 g1

p2, p3, p4 d3 b1 O2 g2

p2, p3, (*) p4 d4 d5 b2 b3 O3 O4 g3 (**)

(*)

VII VIII F

G

(*)

(*)

e5 (*) t1, t2, t3, t4

(*) (*)

(*)

p5

t5

(**) (**) d0 (**) (**) b4 (**) (**) (*) g3 (*) (*)

Catatan: (*) = dapat mempunyai sebarang sifat, (**) = tidak berlaku, (***) = umumnya terdapat di daerah beriklim kering. Ali Kabul Mahi

137

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN






5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

     

   





 

 

            





   

     

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

         

 

 

  

   

  

 



 

Gambar 12. Evaluasi Kemampuan Lahan dengan Pedekatan Disiplin Tunggal (Mahi, 1994)

 

138

Ali Kabul Mahi






5. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

 

   

  

    







   

     



            

 

          

      

 

 

 





  

            

 

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

    





  

 

 

   





  Gambar 13. Evaluasi Kemampuan Lahan dengan Pendekatan Holistik (Mahi, 1994) 

Ali Kabul Mahi

139



EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

K

esesuaian lahan adalah kecocokan macam penggunaan lahan secara spesifik pada tipe lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan suatu areal dapat berbeda-beda, tergantung pada potensi dan faktor penghambat yang terdapat pada sumberdaya lahan bersangkutan apabila akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara spesifik. Perkataan spesifik mengandung arti bahwa pada suatu areal tertentu mungkin saja sangat cocok untuk penggunaan A misalnya, tetapi tidak cocok untuk penggunaan B. Hal ini sangat tergantung pada persyaratan yang diperlukan oleh suatu penggunaan tertentu tersebut. Kesesuai lahan sekaligus juga dapat memberikan gambaran daya dukung penggunaan lahan bagi jenis penggunaan tertentu. Mungkin daya dukungnya tinggi untuk penggunaan A misalnya, tetapi sangat rendah untuk penggunaan B. Dengan mengetahui kelas kesesuaian lahan dapat pula diketahui perbaikan apa yang diperlukan apabila suatu penggunaan akan dilakukan pada suatu areal, dan berarti dapat pula diketahui biaya yang diperlukan baik biaya tetap (fixed cost) maupun biaya tak tetap (variabel cost), sehingga dapat memprediksi besarnya keuntungan yang mungkin dicapai. Perencanaan penggunaan lahan sangat memerlukan hasil evaluasi kesesuaian lahan, yang akan dijadikan dasar perencanaan pengelolaan yang akan diterapkan. Evaluasi Kesesuaian Lahan adalah penilaian kecocokan tipe lahan terhadap tipe penggunaan lahan spesifik, seperti penggunaan lahan untuk tanaman jagung, padi, kopi, cengkeh, tempat rekreasi pantai alam/hutan/budaya, permukiman, perternakan, dan sebagainya. Kesesuaian tiap macam penggunaan lahan dinilai, diklasifikasikan, dan disajikan untuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna lahan. Pada hakekatnya evaluasi kesesuaian lahan merupakan evaluasi kecocokan potensi dan faktor penghambat Ali Kabul Mahi

141

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

tipe lahan terhadap kebutuhan penggunaan lahan (FAO, 1976). Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, mengisyaratkan bahwa setiap tipe lahan, harus dievaluasi kesesuaiannya bagi macam penggunaan lahan tertentu, baik yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan, sehingga didapatkan berbagai alternatif macam penggunaan lahan secara berkesinambungan dengan berbagai sistem pengelolaannya. 6.1 Struktur Klasifikasi Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi empat kategori klasifikasi, yaitu Order, Kelas, Sub Kelas, dan Unit (Tabel 27) Order : Menggambarkan macam kesesuaian, dibagi dalam sesuai atau tidak sesuai Kelas : Menggambarkan tingkat kesesuaian di dalam kelas, Sub Kelas : Menggambarkan macam pembatas atau perbaikan yang diperlukan dalam tingkat kelas, Unit : Menggambarkan sifat tambahan yang diperlukan untuk pengelolaan dalam tingkat sub kelas. 6.1.1 Kesesuaian Lahan Tingkat Order Kesesuaian lahan tingkat order merupakan penilaian tipe lahan apakah sesuai atau tidak untuk macam penggunaan lahan tertentu. Oleh karena itu pada tingkat order hanya dibagi dua, yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Ada tiga pertimbangan pokok sehingga lahan dikelaskan tidak sesuai untuk suatu tujuan penggunaan, yaitu (1) Secara teknis tidak praktis. Misalnya: kedalaman tanah sangat dangkal atau tanahnya sangat berbatu, (2) Secara ekologi tidak dapat dibenarkan. Misalnya: akan mengakibatkan erosi tanah sangat berat, dan (3) Secara ekonomi tidak menguntungkan. Misalnya: pendapatan dari dugaan produksi lebih kecil daripada biaya input yang diperlukan. Order S: Sesuai (Suitable). Tipe lahan yang termasuk dalam order ini adalah tipe lahan yang dapat digunakan secara berkelanjutan untuk macam penggunaan lahan tertentu, dengan tanpa atau sedikit resiko kerusakan sumberdaya lahan. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pengelolaan lahan ini akan memuaskan setelah memperhitungkan input yang diberikan. Order N : Tidak Sesuai (Not Suitable). Tipe lahan yang termasuk dalam order ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah kegunaannya untuk suatu tujuan tertentu.

142

Ali Kabul Mahi


6.1.2 Kesesuaian Lahan Tingkat Kelas Kesesuaian lahan tingkat kelas menggambarkan tingkat kesesuaian dalam order. Simbol Kelas diberi nomor urut yang ditulis di belakangnya, (Tabel 5). Nomor urut menunjukkan tingkat kelas yang menurun dalam suatu order. Banyaknya kelas dalam tiap order sebenarnya tidak terbatas, tetapi dianjurkan menggunakan tiga kelas dalam order sesuai dan dua kelas dalam order tidak sesuai. Penentuan jumlah kelas didasarkan pada keperluan minimal untuk mancapai tujuan penafsiran. Jika order Sesuai (S) dibagi tiga kelas dan order Tidak sesuai (N) dibagi dua kelas, maka pembagian serta definisinya seperti diuraikan berikut ini. Kelas S1: Sangat Sesuai (Highly Suitable). Tipe lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai faktor pembatas yang tidak berarti, atau berpengaruh sangat nyata terhadap produksi dan tidak akan menaikkan input yang biasa diberikan. Tabel 27. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan (FAO, 1976) Order

Kelas S1

S. Sesuai

S2 S3

N. Tidak Sesuai

N1 N2

Sub Kelas S2w S2e S2we Dsb

Unit

S2e-1 S2e-2 Dsb

N1w N1e Dsb

Kelas S2: Cukup Sesuai (Moderately Suitable). Tipe lahan ini mempunyai faktor pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan, atau lebih meningkatkan input yang diperlukan. Kelas S3: Sesuai Marginal (Marginally Suitable). Tipe Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang serius untuk tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan input yang diperlukan. Kelas N1: Tidak Sesuai pada Saat Ini (Currently Not Suitable). Tipe lahan ini mempunyai faktor pembatas yang lebih serius, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya saja tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Ali Kabul Mahi

143

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Kelas N2: Tidak Sesuai Permanen (Permanently Not Suitable). Tipe lahan ini mempunyai faktor pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan berkelanjutan. Batas S1/S2 merupakan batas terbawah tipe lahan yang sangat sesuai, yaitu pada kondisi yang lebih rendah daripada kondisi optimum, misalnya: produksi tanaman atau hasil/manfaat lainnya. Lahan sangat sesuai bukanlah lahan yang sempurna, akan tetapi merupakan gambaran lahan terbaik dan sesuai dengan yang diharapkan. Batas S2/S3 membedakan lahan yang agak sesuai dengan lahan sesuai marginal. Lahan ini digambarkan sebagai lahan yang masih cocok untuk suatu penggunaan tertentu, hanya saja memerlukan sedikit tindakan, dan dari sudut ekonomi dan lingkungan masih tetap aman. Perlu diingat bahwa lahan sesuai marginal masih termasuk dalam order sesuai untuk suatu penggunaan tertentu, dan hal ini tidak dimaksudkan untuk melangkahi batas lahan tidak sesuai. Lahan tidak sesuai dibedakan dalam dua kelas yaitu lahan tidak sesuai saat ini (N1), menunjukkan bahwa lahan tersebut secara teknis masih memungkinkan akan tetapi tidak ekonomis. Hal ini mungkin terjadi karena kondisi harga pada saat ini yang tidak menguntungkan sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan harga yang lebih menguntungkan atau dengan adanya perkembangan teknologi, sehingga lahan N1 dapat diperbaiki. Lahan N2, merupakan lahan tidak sesuai permanen, digunakan untuk lahanlahan yang tidak disukai karena tidak terlihat adanya kemungkinan untuk diperbaiki secara teknis yang ekonomis. Secara umum lahan kelas N2 ditujukan pada lahan-lahan yang sangat curam, gambut dalam, batuan tersingkap. dan daerah-daerah yang kering. Batas antara S3 dan N1 dibedakan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan berubah dengan waktu, misalnya: perubahan biaya dan harga, sedangkan batas antara N1 dan N2 merupakan batas fisik dan biasanya bersifat permanen. Sebagai pelengkap penentuan kelas kesesuaian lahan perlu pula dipertimbangkan keadaan produksi yang mungkin dicapai di bawah suatu keadaan optimal, tanpa memberikan input khusus terhadap kualitas lahan yang ada, seperti tertera pada Tabel 28.

144

Ali Kabul Mahi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Kelas

Produksi (% produksi) yg diharapkan di bawah keadaan optimal, tanpa memberikan input khusus pada kualitas lahan yang ada

Input atau tindakan pengelolaan khusus yg diperlukan pada kualitas lahan yg ada untuk mencapai produksi > 80% pada kondisi optimal

S1, Sangat Sesuai

> 80%

Tidak perlu

S2, Cukup Sesuai

40% - 80%

S3, Sesuai Marginal

20% - 40%

N, Tidak Sesuai

< 20%

Diperlukan input yg dapat dilaksanakan dan ekonomis Diperlukan input yang dapat dilaksanakan dan hanya ekonomis di bawah keadaan yg baik Faktor pembatas sangat besar, sehingga tidak dapat diatasi dengan penambahan input atau tindakan pengelolaan

Sumber: (Dent dan Young, 1981) 6.1.3 Kesesuaian Lahan Tingkat Sub Kelas Kesesuaian lahan sub kelas mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas kesesuaian lahan. Tiap kelas kecuali S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas, tergantung pada jenis pembatasnya. Jenis pembatas ini ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas, seperti tertera pada Tabel 5. Dengan mengetahui jenis pembatas ini, berarti telah dapat diduga hal-hal yang harus dilakukan apabila areeal yang dievaluasi akan digunakan untuk suatu tipe penggunaan tertentu. Hal ini sangat berguna apabila kita akan melakukan pembukaan areal baru untuk tipe penggunaan lahan yang direncanakan, dan atau mengantisipasi jenis-jenis penggunaan yang dapat dilakukan pada suatu areal atau wilayah dalam pengembangan selanjutnya. 6.1.4 Kesesuaian Lahan Tingkat Unit Kesesuaian Lahan Tingkat Unit merupakan pembagian sub kelas kesesuaian lahan. Semua unit yang berada dalam satu sub kelas akan mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas, dan mempunyai jenis Ali Kabul Mahi

145

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 28. Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Tingkat Produksi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

pembatas yang sama pada tingkat sub kelas, seperti tertera pada Tabel 5. Unit yang satu berbeda dengan unit lainnya dalam hal sifat-sifat atau aspek tambahan tentang pengelolaan yang diperlukan, dan merupakan pembedaan detil mengenai pembatas-pembatas penggunaan lahan. Diketahuinya pembatas secara detil akan memudahkan penafsiran dalam pengelolaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini sekaligus sebagai bahan pertimbangan dalam perhitungan ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan yang akan dilakukan. 6.2 Penggunaan Lahan Pertanian Di dalam prakteknya setiap macam penggunaan lahan memerlukan persyaratan khusus, baik untuk pertanian maupun bukan pertanian. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan pertanian tertera dalam Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian oleh Djaenudin dkk., (2000; 2003). Gambaran umum kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan tertera pada Tabel 29, dan hal ini baru sebagian, sedangkan kualitas dan karakteristik lainnya kalau diperlukan dapat ditambahkan atau dikurangi sesuai dengan tujuan evaluasi dan kondisi lahan di daerah yang dievaluasi. Penentuan nilai-nilai karakteritik lahan yang berhubungan dengan kedalaman tanah adalah tekstur, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation (KTK), reaksi tanah atau derajat kemasaman (pH), unsur hara dalam tanah (N, P2O5, K20) yang disesuaikan dengan zone perakaran tanaman yang dievaluasi. Sebagai contoh untuk tanaman semusim yang berakar serabut (monokotil) cukup sampai kedalaman 30 cm, tetapi untuk berbagai tanaman tahunan yang berakar tunggang (dikotil) perlu lebih dalam, biasanya sampai kedalaman antara 60 - 100 cm. Tabel 29. Kualitas dan Karakteristik Lahan Pertanian (Djainudin dkk. 2003). Simbol

No. Kualitas Lahan

tc

1. Temperatur

wa

2. Ketersediaan air

oa

3. Ketersediaan oksigen

146

Ali Kabul Mahi

No. Karakteristik Lahan 1. Temperatur tahunan ratarata (0C) 1. Curah hujan tahunan ratarata (mm) 2. Curah hujan selama masa pertumbuhan 3. Bulan-bulan kering (< 60 mm) 4. Kelembaban (%) 1. Drainase


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN 1. Testur tanah 2. Bahan kasar (%) 3. Kedalaman efektif (cm)

Gambut

4. Media perakaran

sisipan

6. Bahan

mineral/ pengkayaan 7. Kematangan gambut 1. 2. 3. 4.

KTK liat (cmolc kg-1) Kejenuhan basa (%) pH H2O C Organik

nr

5. Retensi hara

xc xn xs

6. Toksisitas 7. Sodisitas 8. Bahaya sulfidik

eh

9. Bahaya erosi

1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi

fh

10. Bahaya banjir

1. Genangan

lp

11. Penyiapan lahan

1. Batuan di permukaan (%) 2. Singkapan batuan (%)

1. Salinitas/DHL (ds/m) 1. ESP (%) 1. Kedalaman sulfidik (cm)

Deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan berikut ini (Djainudin dkk. 2003). 1. Temperatur (tc) Suhu udara tahunan rata-rata dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada. Apabila data ini tidak ada, maka dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut sebagai berikut: 26,3oC – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC) 2. Ketersediaan Air (wa) Ketersediaan air dipengaruhi oleh keadaan curah hujan tahunan rata-rata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan kelembaban, yaitu: (1) Curah hujan Curah hujan dinyatakan dalan curah hujan tahunan ratarata (mm), atau dalam curah hujan rata-rata selama masa pertumbuhan. Curah hujan dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada. Ali Kabul Mahi

147

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

rc

4. Ketebalan (cm) 5. Ketebalan (cm) jika ada


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

(2) Bulan kering

Bulan kering merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun yang jumlah curah hujannya kurang dari 60 mm/ bl.

(3) Kelembaban udara

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Kelembaban udara merupakan kelembaban udara rata-rata tahunan yang dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada. 3. Ketersediaan Oksigen (oa) Karakteristik lahan yang manggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas drainase, yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. Kelas drainase dibedakan sebagai berikut. Cepat (excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi), Agak cepat (somewhat excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik yang tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi atau aluminium serta warna gley (reduksi), Baik (well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm, Agak baik/sedang (moderately well drained). Tanah mempunyai kondukti-vitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai > 50 cm, Agak terhambat (somewhat poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke 148

Ali Kabul Mahi


permukaan. Tanah demikian cocok untuk tanaman padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai > 25 cm, Terhambat (poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebgaian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan, Sangat terhambat (very poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan. 4. Media Perakaran (rc) Karakteristik lahan yang mempengaruhi media perakaran terdiri dari (a) tekstur tanah, (b) persentase bahan kasar, (c) kedalaman efektif, (d) ketebalan gambut dan kematangan gambut (untuk tanah organik) 1) Tekstur tanah, Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter < 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan tertera pada Tabel 30, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur (Gambar 14). Tekstur dibagi menjadi: a) Halus : liat berpasir, liat, liat berdebu, b) Agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu c) Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu d) Agak kasar : lempung berpasir kasar, lempung berpasir, lempung berpasir halus e) Kasar : pasir, pasir berlempung f ) Sangat halus : liat (tipe mineral liat 2:1) Ali Kabul Mahi

149

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 30. Menentukan Kelas Tekstur di Lapangan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3p10

Kelas Tekstur

1

Pasir (S)

2

Pasir berlempung (LS)

3

Lempung berpasir (SL)

4

Lempung (L)

5

Lempung berdebu (SiL)

6

Debu (Si)

7

Lempung berliat (CL)

8

Lempung liat berpasir (SCL)

9

Lempung liat berdebu (SiCL)

10

Liat berpasir (SC)

11

Liat berdebu (SiC)

12

Liat (C)

150

Sifat Sangat kasar sekali,tidak membentuk gulungan, serta tidak melekat. Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat. Agak kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat. Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat. Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat

Ali Kabul Mahi


Gambar 14. Segitiga Tekstur (Soil Survey Staff. 1992 2) Bahan kasar Bahan kasar merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah dengan ukuran >2mm. Bahan kasar dinyatakan persen volume, yang dapat dibedakan sbb: sedikit < 15% sedang 15% – 35% banyak 35% - 65% sangat banyak > 60% 3) Kedalaman tanah Kedalaman tanah, menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembanngan perakaran dari tanaman yang dievaluasi. Kedalaman tanah dibedakan menjadi: sangat dangkal < 20 cm dangkal 20 – 50 cm sedang 50 -75 cm dalam > 75 cm

Ali Kabul Mahi

151

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN 4) Ketebalan gambut Ketebalan gambut digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan. Ketebalan gambut dibedakan menjadi: tipis < 60cm sedang 60 – 100 cm agak tebal 100 – 200 cm tebal 200 – 400 cm sangat tebal > 400 cm

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

5) Kematangan gambut Kematangan gambut digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik, atau fibrik. Makin banyak seratnya menunjukkan belum matang atau masih mentah (fibrik). saprik*, hemik*, fibrik* = saprik/hemik/fibrik dengan sisipan/ pengkayaan bahan mineral 5. Retensi Hara (nr) Karakteristik lahan yang mempengaruhi retensi hara adalah KTK liat, kejenuhan basa, reaksi tanah (pH H2O), dan kandunngan C-organik, sebagai berikut: 1) KTK Liat KTK liat menyatakan kapasitas tukar kation fraksi liat, didapat dari persamaan berikut: 100 KTK liat = ----------- x KTK tanah (cmlc kg-1) % liat 2) Kejenuhan basa Kejenuhan basa adalah jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam tiap kg contoh tanah yang dinyatakan dalam %. KB dihitung dengan persamaan berikut: Jumlah Basa-Basa dapat ditukar (cmolc kg-1) KB = -------------------------------------------------------- x 100 % KTK tanah (cmolc kg-1) 3) Reaksi tanah Reaksi tanah adalah nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedangkan pada tanah basah diukur di lapangan. 4) C-organik adalah kandungan karbon organik tanah dalam persen. 152

Ali Kabul Mahi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN 6. Toksisitas (xc) Toksisitas dipengaruhi oleh kondisi salinitas tanah, yaitu kandungan garam terlarut yang dicerminkan oleh daya hantar listrik. Salinitas tanah dapat diketahui dengan mengukur: daya hantar listrik (DHL) atau Electrical Conductivity(EC) larutan tanah di lapangan (ECa).

ESP = Nadd (cmolc kg-1) x KTK-1 (cmolc kg-1) x 100 %

Nilai ESP 15 % adalah sebanding dengan nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13. Nadd SAR = -------------------------(V (Na + Mg) x 2-1) 8. Bahaya Sulfidik (xs) Bahaya sulfidik dinyatakan oleh kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik atau pirit (FeS2) tersebut. Kandungan pirit dapat diuji di lapangan dengan cara meneteskan H2O2 pada lapisan tanah yang akan diuji. Apabila setelah ditetesi H2O2 terdapat buih, hal tersebut neandakan adny lapisan pirit (FeS2). 9. Bahaya Erosi (fh) Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion) erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak. Kondisi profil tanah yang ideal tertera pada Gambar 15.

Ali Kabul Mahi

153

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7. Sodisitas/Alkalinitas (xn) Sodisitas menggambarkan kandungan natrium dapat ditukar, yang dinyatakan dalam nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%) yaitu dengan perhitungan berikut.


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tingkat bahaya erosi dibagi berdasarkan pada jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/th), yaitu:

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yg hilang (cm/th) Sangat ringan (sr) < 0,15 Ringan (r) 0,15 - 0,9 Sedang (s) 0,9 - 1,8 Berat (b) 1,8 - 4,8 Sangat berat (sb) > 4,8

Gambar 15. Penampang profil tanah 10. Bahaya Banjir (fh) Bahaya banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh kedalaman banjir (x) dan lamanya banjir (y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Kedalaman banjir dibagi menjadi: Kedalaman banjir 1. < 25 cm 2. 25 - 50 cm 3. 50 - 150 cm 4. > 150 cm 154

Ali Kabul Mahi

Lamanya banjir 1. < 1 bulan 2. 1 – 3 bulan 3. 3 – 6 bulan 4. > 6 bulan


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Bahaya banjir diberi simbol Fx,y (dimana x adalah simbol kedalaman banjir dan y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir dibedakan menjadi:

Sebagai contoh persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman kelapa sawit, jagung, dan salak, berturut-turut tertera pada Tabel 31 sampai Tabel 34, sedangkan untuk berbagai komoditi pertanian yang lebih lengkap dapat dilihat pada Djainudin dkk. (2000 dan 2003). Tabel 31. Persyaratan Penggunaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis JACK) Persyaratan penggunaan (Kualitas/Karakteristik lahan) 1. Temperatur (tc) 1.1 Temperatur rerata (0c) 2. Ketersediaan air (wa) 2.1 Curah Hujan (mm) 2.2 Lama bulan kering (bulan) 3. Ketersediaan oksigen (Oa) 3.1 Drainase 4. Media perakaran (rc) 4.1 Tekstur 4.2 Bahan kasar (%) 4.3 Kedalaman tanah (cm) Gambut 4.4 Ketebalan (cm) 4.5 + dengan sisipan/ pengkayaan 4.6 Kematangan

S1

S2

S3

25 –28

22 - 25 28 – 32

20 - 22 32 - 35

1700 – 2500 1450 - 1700 1250- 1450 2500 - 3500 3500 - 4000 <2 baik, sedang

h, ah, s < 15 > 100 < 60 < 140 saprik +

2-3

agak terhambat

3-4

N

< 20 > 35 < 1250 > 4000 >4

sangat terhambat, terhambat, agak cepat cepat

15 – 35 75 – 100

ak 35 – 55 50 – 75

k > 55 < 50

60 –140

140 –200

> 200

140 – 200 saprik, hemik +

200 – 400 hemik, fibrik +

> 400 fibrik

Ali Kabul Mahi

155

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Simbol Kelas bahaya banjir (F) Kombinasi lamanya dan kedalaman banjir (Fx,y) Fo Tanpa F1 Ringan F1.1, F2.1, F3.1 F2 Sedang F1.2, F2.2, F3.2, F4.1 F3 Agak berat F1.3, F2.3, F3.3 F4 Berat F1.4, F2.4, F3.4, F4.2, F4.3, F4.4


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 31. (Lanjutan) Persyaratan penggunaan (Kualitas/Karakteristik lahan) 5. Retensi hara (nr) 5.1 KTK liat (cmolc kg-1) 5.2 Kejenuhan basa (%) 5.3 pH H2O 5.4 C-organik 6. Toksisitas (xc) 6.1 Salinitas (ds m-1)

S1

S2

S3

> 16 > 20 5,0 – 6,5 > 0,8

< 16 < 20 4,2 – 5,0 6,5 – 7,0 < 0,8

< 4,2 > 7,0 -

-

<2

2-3

3-4

>4

-

-

-

-

7. Sodisitas (xn) 7.1 ESP (%)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. Bahaya Sulfidik (xs) 8.1 Kedalaman Sulfidik (cm)

N

> 125

100 - 125

60 - 100

< 60

9. Bahaya erosi (eh) 9.1 Lereng (%) 9.2 Bahaya erosi

<8 sr

8 - 16 r - sd

16 - 30 b

> 30 sb

10. Bahaya banjir (fh) 10.1 Genangan

F0

F1

F2

> F3

<5 <5

5 - 15 5 - 15

15 - 40 15 - 25

> 40 > 25

11. Penyiapan lahan (lp) 11.1 Batuan di permukaan (%) 11.2 Singkapan Batuan (%)

Sumber: Djaenudin, dkk. 2000 Keterangan: Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; k = kasar; + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat. Tabel 32. Persyaratan Penggunaan Lahan Jagung (Zea mays) Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan 1. Temperatur (tc) 1.1 Temperatur rerata (0c) 2. Ketersediaan air (wa) 2.1 Curah Hujan (mm) 2.2 Lama bulan kering (bulan)

156

S1

S2

S3

20 –26

26 – 30

16 - 20 30 - 32

< 16 > 32

> 1600 300 - 400

< 300

30 - 36

< 30

500 – 1200 1200 - 1600 400 - 500 < 42

Ali Kabul Mahi

36 - 42

N


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 32. (Lanjutan) Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan

4. Media perakaran (rc) 4.1 Tekstur 4.2 Bahan kasar (%) 4.3 Kedalaman tanah (cm) Gambut 4.4 Ketebalan (cm) 4.5 + dengan sisipan/ pengkayaan 4.6 Kematangan 5. Retensi hara (nr) 5.1 KTK liat (cmolc kg-1) 5.2 Kejenuhan basa (%) 5.3 pH H2O

S2

S3

N

baik, agak cepat, terhambat sangat agak sedang terhambat, terhambat cepat h, ah, s < 15 > 60

15 – 35 40 – 60

ak 35 – 55 25 – 40

k > 55 < 25

< 60 < 140 saprik +

60 –140 140 – 200 saprik, hemik +

140 –200 200 – 400 hemik, fibrik +

> 200 > 400 fibrik

> 16 > 50 5,8 – 7,8 > 0,4

< 16 35 - 50 5,5 – 5,8 7,8 – 8,2 < 0,4

< 35 < 5,5 > 8,2 -

-

<4

4-6

6-8

>8

< 15

15 - 20

20 - 25

> 25

> 100

75 - 100

40 - 75

< 40

<8 sr

8 - 16 r - sd

16 - 30 b

> 30 sb

F0

-

F1

> F2

<5 <5

5 - 15 5 - 15

15 - 40 15 - 25

> 40 > 25

5.4 C-organik 6. Toksisitas (xc) 6.1 Salinitas (ds m-1) 7. Sodisitas (xn) 7.1ESP (%) 8. Bahaya Sulfidik (xs) 8.1 Kedalaman Sulfidik (cm) 9. Bahaya erosi (eh) 9.1 Lereng (%) 9.2 Bahaya erosi 10. Bahaya banjir (fh) 10.1 Genangan 11. Penyiapan lahan (lp) 11.1 Batuan di permukaan (%) 11.2 Singkapan Batuan (%)

Sumber: Djaenudin, dkk. 2000 Keterangan: Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; k = kasar; + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat.

Ali Kabul Mahi

157

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

3. Ketersediaan oksigen (Oa) 3.1 Drainase

S1


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 33. Persyaratan Penggunaan Lahan Salak (Salacca edulis) Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan 1. Temperatur (tc) 1.1 Temperatur rerata (0c) 2. Ketersediaan air (wa) 2.1 Curah Hujan (mm)

S1

S2

S3

22 –28

28 - 34 18 – 22

34 - 40 15 - 18

< 15 > 40

1000 – 2000

500 - 1000 250- 300 2000 3000 - 4000 3000

baik, sedang

agak terhambat

h, ah, s < 15 > 75

15 – 35 > 75

ak, sh 35 – 55 50 – 75

k > 55 < 50

< 60 < 140 saprik +

60 –140 140 – 200 saprik, hemik +

140 –200 200 – 400 hemik, fibrik +

> 200 > 400 fibrik

> 16 > 35 6,0 – 7,0 > 1,2

< 16 20 - 35 4,5 – 6,0 7,0 – 7,5 0,8 – 1,2

< 20 < 4,5 > 7,5 < 0,8

-

6. Toksisitas (xc) 6.1 Salinitas (ds m-1)

<4

4-6

6-8

>8

7. Sodisitas (xn) 7.1ESP (%)

< 15

15 - 20

20 - 25

> 25

8. Bahaya Sulfidik (xs) 8.1 Kedalaman Sulfidik (cm)

> 125

100 - 125

60 - 100

< 60

9. Bahaya erosi (eh) 9.1 Lereng (%) 9.2 Bahaya erosi

<8 sr

8 - 16 r - sd

16 - 30 b

> 30 sb

10. Bahaya banjir (fh) 10.1 Genangan

F0

F1

F2

> F2

2.2 Lama bulan kering (bulan) 3. Ketersediaan oksigen (Oa) 3.1 Drainase

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

N

4. Media perakaran (rc) 4.1 Tekstur 4.2 Bahan kasar (%) 4.3 Kedalaman tanah (cm) Gambut 4.4 Ketebalan (cm) 4.5 + dengan sisipan/ pengkayaan 4.6 Kematangan 5. Retensi hara (nr) 5.1 KTK liat (cmolc kg-1) 5.2 Kejenuhan basa (%) 5.3 pH H2O 5.4 C-organik

158

Ali Kabul Mahi

< 250 > 4000

terhambat, sangat agak cepat terhambat, cepat


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 33. (Lanjutan) Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan 11. Penyiapan lahan (lp) 11.1 Batuan di permukaan (%) 11.2 Singkapan Batuan (%)

S1

S2

S3

<5 <5

5 - 15 5 - 15

15 - 40 15 - 25

N > 40 > 25

Keterangan: Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; k = kasar; + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat. Tabel 34. Penilaian Kesesuaian Lahan Salak (Salacca edulis) Persyaratan Penggunaan (kualitas/Karakteritik Lahan) 1. Temperatur (tc) 1.1 Temperatur rerata (0c) 2. Ketersediaan air (wa) 2.1 Curah Hujan (mm) 2.2 Lama bulan kering (bulan) 3. Ketersediaan oksigen (Oa) 3.1 Drainase 4. Media perakaran (rc) 4.1 Tekstur 4.2 Bahan kasar (%) 4.3 Kedalaman tanah (cm) Gambut 4.4 Ketebalan (cm) 4.5 + dengan sisipan/ pengkayaan 4.6 Kematangan 5. Retensi hara (nr) 5.1 KTK liat (cmolc kg-1) 5.2 Kejenuhan basa (%) 5.3 pH H2O 5.4 C-organik

Kelas Kesesuaian Lahan Nilai data 22 1.550

Kelas Usaha Kelas Kesss Perbaikan Kess Aktual Potensial S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Sedang

S1

Lempung berpasir 3% 60

S3 S1 S3

0

12 45 6,0 0,8

S1

S2 S1 S1 S2

S1 S3

S1

S2

Ali Kabul Mahi

S1 S3 S1 S3 S1

S2 S1 S1 S2

S1 S3

S1

S2

159

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Sumber: Djaenudin, dkk. 2000


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN 6. Toksisitas (xc) 6.1 Salinitas (ds m-1) 7. Sodisitas (xn) 7.1ESP (%) 8. Bahaya Sulfidik (xs) 8.1 Kedalaman Sulfidik (cm) 9. Bahaya erosi (eh) 9.1 Lereng (%) 9.2 Bahaya erosi 10. Bahaya banjir (fh) 10.1 Genangan

<4

S1

10

S1

>150

S1

12 Sedang

S2 S2

Tidak pernah

S1

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

11. Penyiapan lahan (lp) 11.1 Batuan di permukaan (%) 0 11.2 Singkapan Batuan (%) 0 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (A)

S1 S1

S1

S1

S1

S1

S1

S1

S2

S2 S2

S1

S1

S1 S3

S1 S1 Potensial (P)

S1 S1 S1 S2 S1 S1 S3

Keterangan: Usaha perbaikan dapat dilakukan, kelas kesesuaian lahan naik satu tingkat Sumber: Djaenudin, dkk. 2000 Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; k = kasar; + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat 6.3 Penggunaan Lahan Non-Pertanian Evaluasi lahan dilakukan tidak hanya untuk keperluan penggunaan lahan pertanian, tetapi juga dilakukan terhadap penggunaan nonpertanian, seperti lahan untuk pembuatan gedung, pembanngunan jalan, lahan untuk tempat rekreasi, tempat pembuangan sampah, lapangan golf, dan sebagainya, secara rinci dikemukakan berikut ini (Sarwono, 1988). 6.3.1 Tempat Tinggal (Gedung) Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk tempat tinggal didasarkan pada kemampuan lahan penopang pondasi gedung, dalam hal ini yang berperan adalah daya dukung tanah, dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan (density), tata air tanah (wetness), bahaya banjir, plastisitas dan tekstur, potensi mengembang dan mengkerutnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Tanahtanah bertekstur liat yang banyak mengandung liat tipe 2:1 akan banyak mengadsorbsi air sehingga mempunyai nilai batas cair tinggi. Nilai batas cair berhubungan erat dengan “compressibilitas� 160

Ali Kabul Mahi


tanah (penurunan volume tanah oleh beban/tegangan yang bekerja pada tanah tersebut). Semakin tinggi nilai batas cair maka maka nilai compressibilitas semakin besar (Nash, 1951 dalam Sarwono, 1988). Dikemukakan pula bahwa daya dukung tanah bertekstur pasir dan kerikil sebagai pondasi lebih besar daripada tanah bertekstur liat, hal ini dipengaruhi oleh ke-mampuan liat mengadsorbsi air lebih banyak sehingga menjadi lunak. Adanya rembesan kapiler air tanah yang dangkal menyebabkan tanah menjadi agak jenuh air. Di daerah tropika dan daerah beriklim kering, evaporasi akan berlangsung cepat. Akan tetapi evaporasi akan terhambat di bagian tengah bangunan karena tanah tertutup bangunan. Hal ini menyebabkan tanah di bagian tepi lebih kering daripada di bawah bagian tengah bangunan, dan pada tanah bertekstur liat akan menyebabkan perbedaan pengkerutan maupun kekuatan tanah, sehingga sering terjadi penurunan di bagian tengah dan menimbulkan keruntuhan (Nash, 1951 dalam Sarwono 1988). Karena seringnya terjadi keruntuhan bangunan pada tanah-tanah bertekstur liat maka beban yang bolehkan paling tinggi sepertiga dari kekuatan tanah tersebut dan pondasi dibangun lebih dalam sehingga proses pengerutan tanah tidak terjadi atau sampai pada kedalaman batuan (Jumikins, 1962 dalam Sarwono, 1988). Kriteria kesesuaian lahan untuk pembuatan gedung tertera pada Tabel 35. Tabel 35. Kesesuaian Lahan Tempat Tinggal (Gedung) Karakteristik Lahan

Drainase

Air tanah musiman (1 bulan atau lebih) Banjir Lereng Potensi mengembang mengkerut Besar butir (Unified group)

Kesesuaian Lahan Baik Sedang Buruk Dengan ruang di bawah tanah Agak buruk Baik sampai Sedang sampai sangt sangat baik buruk

Tanpa ruang di bawah tanah Sedang sampai Agak Buruk sampai cepat buruk sangat buruk Dengan ruang di bawah tanah > 150 cm >75 cm <75 cm Tanpa ruang di bawah tanah >75 cm >50 cm <50 cm Tanpa Tanpa Jarang – sering 0–8% 8 – 15 % >15 % Rendah

Sedang

GW, GP, SP, GM, ML, CL, GC, SM, SC, CL, dengan PI dengan PI<15 = 15 Ali Kabul Mahi

Tinggi CH, MG, OL OH

161

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Batu kecil

Agak banyak – sangat banyak Sedang – sangat Tanpa Sedikit banyak Dengan ruang di bawah tanah 50 – 100 >100 cm <50 cm cm Tanpa ruang di bawah tanah 100 – 150 >150 cm < 100 cm cm

Tanpa - sedikit

Batu besar (batuan)

Dalamnya hamparan batu

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Keterangan: LL = Liquid limit,

Sedang

PI = Plasticity index

6.3.2 Septic-tank Lapangan drainase untuk septictank adalah suatu sistem serapan tanah untuk air limbah rumah tangga dan merupakan saluran (trench) dalam tanah yang diletakkan sedemikian rupa, sehingga aliran dari septic-tank dapat didistribusikan secara merata ke dalam tanah (Ehler, 1958; US Departement Of Health, 1967 dalam USDA, 1971 dalam Sarwono 1988). Kriteria kesesuaian lahan untuk septictank tertera pada Tabel 36. Tabel 36. Kesesuaian Lahan Septic-Tank Karakteristik Lahan

Kesesuaian Lahan Baik Sedang Peralihan Cepat, agak – agak cepat - sedang sedang lambat

Buruk Agak Permeabilitas lambat – lambat <25 mm/ Hidrolic conductivity > 25 mm/jam 15 - 25 mm/jam jam menit/ >24 menit/ Perkolasi < 18 menit/cm 18 - 24cm cm Dalamnya air tanah >180 cm 120 – 180 cm < 120 cm KadangBanjir Tidak pernah Jarang kadang Atau sering Dalamnya lapisan > 180 cm 120 – 180 cm < 120 cm kedap air (batuan) Agak banyak– Batu kecil Tanpa - sedikit Sedang sangat banyak Batu besar (batuan)

162

Tanpa Ali Kabul Mahi

Sedikit

Sedang– sangat banyak


6.3.3 Pembuatan Jalan Jalan adalah jalan yang terdiri dari (1) tanah setempat yang telah diratakan (tebal penggalian maupun pengurugan tanah kurang dari 6 m) dan dinamakan subgrade; (2) lapisan dasar (base) yang terdiri dari krikil, batu pecahan, penstabil tanah dari kapur atau semen; (3) lapisan permukaan yang fleksibel (aspal) atau keras (beton), atau krikil yang direkatkan di daerah-daerah pedesaan. Jalan ini dilengkapi pula dengan saluran drainase pada bagian tepi jalan (Jumikin, 1962 alam Sarwono, 1988). Sifat-sifat tanah yang dipertimbangkan dalam perencanaan dan pembuatan jalan adalah kekuatan tanah, stabilitas tanah, dan jumlah tanah galian-urugan yang tersedia (USDA, 1971 dalam Sarwono, 1988). Kekuatan tanah ditunjukkan oleh kelas tanah menurut sistem Unified, dan potensi tanah mengembang dan mengerut. Perbandingan ukuran butir Unified tertera pada Tabel 37 sampai 39. Stabilitas tanah dipengaruhi oleh tata air tanah dan bahaya banjir; sedangkan lereng, kedalaman hamparan batuan, jumlah batu di permukaan, dan tata air tanah berpengaruh terhadap perataan tanah yang diinginkan. Jumikin (1962, dalam Sarwono, 1988) mengemukakan bahwa jalan yang dibangun pada tanah plastis atau mempunyai nilai batas cair tinggi lapisan dasar jalan (base) yang terdiri dari batu pecahan akan bercampur dengan tanah sehingga bangunan jalan akan rusak (disintegrated) setelah mendapat beban beberapa kali. Kadar air tanah pada kejadian tersebut adalah 18%. Untuk menghindari kerusakan jalan karena hal ini maka pada lapisan antara tanah yang plastis dengan batu pecahan diberi lapisan pasir beberapa centimeter. Penurunan bangunan jalan pada tanah bertekstur halus lebih besar daripada tanah bertekstur kasar, karena lepasnya air dari massa tanah jauh lebih lambat pada tanah bertektur halus sehingga penurunan tanah akibat beban kendaraan masih berlangsung meskipun tanah telah dipadatkan. Tanah bertekstur halus sulit dipadatkan pada kadar air tinggi, dan pada tanah berdebu bila dipadatkan berulang-ulang akan menjadi lunak. Dikemukakan pula bahwa pengerasan tanah harus cukup tebal pada tanah-tanah plastis. Tujuan pemadatan adalah untuk menambah kekuatan tanah dan mengurangi daya serap air oleh massa tanah yang menyebabkan penurunan kekuatan tanah (Nash, 1951 dalam Sarwono, 1988). Kekuatan tanah terhadap bangunan jalan banyak dipengaruhi oleh kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah kekuatan tanah semakin rendah Untuk menghindari kadar air lebih yang menyebabkan perbedaan kekuatan tanah maka pada tepi bangunan jalan dibangun saluran drainase. Kriteria kesesuaian lahan untuk pembuatan jalan tertera pada Tabel 40.

Ali Kabul Mahi

163

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 37. Ukuran Butir (USDA, 1971 dalam Sarwono, 1988) No

Fraksi

1 2 3 4

Krikil Pasir Debu Liat

Ukuran butir mm) menurut Unified AASHO USDA 80,0 – 4,7 80,0 – 2,0 80,0 – 2,0 4,7 – 0,074 2,0 – 0,074 2,0 – 0,05 < 0,074 0,074 – 0,005 0,05 – 0,002 < 0,074 < 0,005 < 0,002

Tabel 38. Sistem klasifikasi tanah Unified (Unified Stated Department of Defense, 1957 dalam Jumikin, 1962, dalam Sarwono, 1988)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Nilai Nilai sebagai sebagai pondasi (daya Uraian Simbol subgrade dukung) Tanah berbutir kasar (lebih dari 50% lebih kasar dari 0,074 mm Krikil (% butir lebih kasar dari 4,7 mm melebihi % butir antara 4,7 mm dan 0,074 mm) Kurang dari 5% lebih halus dari 0,074 mm  Tersusun baik (well graded)  Tersusun buruk (poor graded) Lebih dari 5% lebih halus dari 0,074 mm  Hampir seluruh bahan halus adalah debu  Hampir seluruh bahan halus adalah liat

GW GP

Sangat baik Baik-sangat baik

Baik Baik

GM GC

Baik Baik

Baik Baik

SW SP

Baik Cukup baik –baik

Baik Baik/ kurang baik tergantung beban

Pasir (% butir antara 4,7 mm dan 0,074 mm melebihi % butir lebih kasar dari 4,7 mm) Kurang dari 5% lebih halus dari 0,074 mm  Tersusun baik (well graded)  Tersusun buruk (poor graded)

164

Ali Kabul Mahi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Nilai Nilai sebagai sebagai pondasi (daya Uraian Simbol subgrade dukung) Tanah berbutir halus (lebih dari 50% lebih halus dari 0,074 mm) Debu berbahan organik rendah (Batas cair lebih dari 20+4/3 indeks plastisitas)  Batas cair di bawah baik Buruk, menimML Kurang kadar air 50% dari berat – cukup baik bulkan aliran  Batas cair di atas kadar MH Kurang baik Kurang baik air 50% dari berat Liat berbahan organik rendah (batas cair lebih dari 20+4/3 indeks plastisitas )  Batas cair di bawah baik Menjadi baik/ CL Kurang kadar air 50% dari berat – cukup baik kurang baik  Batas cair di atas kadar baik Menjadi baik/ CH Kurang air 50% dari berat – cukup baik kurang baik Liat dan debu kaya bahan organik  Liat dan debu denngan baik Menjadi baik/ batas cair di bawah OL Kurang – cukup baik kurang baik kadar air 50% dari berat  Liat dan debu dengan

batas cair di atas kadar air 50% dari berat Tanah berkadar organik tinggi Keterangan:

OH

Buruk -kurang baik Buruk

Pt

Tidak sesuai Tidak sesuai

Tersusun baik berarti distribusi ukuran butir merata tanpa ada kekosongan pada salah satu kelas ukuran butir. Tersusun buruk berarti distribusi ukuran butir tidak merata atau hanya terdiri dari satu kelas ukuran butir.

Ali Kabul Mahi

165

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 38. (Lanjutan)


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 39. Hubungan antara kelas tekstur USDA, UNIFIED, dan AASHO(*) Kelas tekstur USDA dan simbol Liat: “c”, liat berdebu: “sic”

Simbol Unified

Simbol AASHO

CH MH CL

A-7 A-7 A-7

Sifat tanah • Liat • •

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Lempung liat berdebu, “sicl”

CL

A-7

ML-CL

A-7

CH

A-7

MN

A-7

• • • •

Lempung liat, “cl”

CL ML-CL CH MH

A-6/A-7 A-6 A-7

A-7

Lempung, “l”

Lempung berdebu, “sil”

ML-CL CL ML

A-4 A-6 A-4

ML-CL ML

166

ML CL SC

• agak plastis (A-6 liat >

21 %)

• Batas

cair rendah, plastis • Plastisitas rendah (A-7 bila liat > 21% • Agak plastis (A-6 bila

liat >21%).

• Plastisitas rendah (A-7

CL Berdebu; “si” Liat berpasir, “sc”

mengembangmengkerut tinggi Liat mika, besi oksida, kaolinit Batas cair rendah, liat < 45% Batas cair rendah, plastis (A-6 bila liat <30%) Batas cair rendah, agak plastis (A-6 bila liat <30% Batas cair tinggi, liat mengembangmengkerut tinggi Batas cair tinggi, mika, besi oksida, liat kaolinit Batas cair rendah, plastis Batas cair rendah, agak plastis Batas cair tinggi, liat mengembangmengkerut tinggi Batas cair tinggi, mika, besi oksida, liat kaolinit

bila liat > 21%).

• Plastis

A-4 A-7 A-7

Ali Kabul Mahi

• Plastisitas rendah. • Halus > 50% • Halus > 50%

kurang

atau


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 39. (Lanjutan)

Lempung berpasir, “sl” Lempung berpasir halus, “fsl”

Kelas tekstur USDA dan simbol Lempung berpasir sangat halus, “vfsl” Pasir (halus, sangat halus) berlempung, “ls”, “lfs”, “vfls”

Simbol Unified

Simbol AASHO

Sifat tanah

SC SC CL

A-6 A-2-6 A-6

• Plastis. Halus 36 - 50%. • Plastis. Halus 35% atau

SM SC SM-SC SM

A-2/A-4 A-2-4 A-2-4 A-4

ML ML-CL SM-SC

A-4 A-4 A-4

kurang.

• Plastis. Halus > 50%. • Plastisitas rendah. • Plastis. • Agak plastis. • Tidak

plastis. Halus 50% atau kurang. • Tidak plastis. Halus > 50%. • Agak plastis. Halus > 50%. • Agak plastis. Halus 50% atau kurang.

Simbol Simbol Unified AASHO Sifat tanah ML-CL A-4 • Agak plastis. ML A-4 • Plastis rendah. • Tidak • • •

Pasir, “s” Pasir halus, “fs” Pasir, “s” Pasir halus, “fs” Pasir sangat halus, “vfs” Pasir kasar, “cs”

SP-SM SM SP SP-SM SM SP SM SL

A-3 A-2-4 A-3 A-3 A-2-4 A-3 A-4 A-4

• • •

SM; GM SP-SM SM SM

A-1 A-1 A-1 A-2-4

• • • •

• • • • •

plastis. Halus 35% atau kurang. Agak plastis. Halus 35% atau kurang. Plastis rendah. Halus > 35%. Sedikit atau tidak plastis. Halus 5-10%. Halus 10%. Halus < 5%. Halus 5-10%. Halus 10%. Halus < 5%. Plastisitas rendah. Sedikit atau tidak plastis Halus < 5%. Halus 5-12%. Halus 13-35% Halus > 25%

Ali Kabul Mahi

167

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Kelas tekstur USDA dan simbol Lempung liat berpasir, “scl”


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 39. (Lanjutan) Kelas tekstur Simbol USDA dan Unified simbol Krikil, “G” 50% GP; GM lewat saringan GM at No.200, 50% GC bahan kasar lewat GM at saringan No. 4 GC GM GC

Simbol AASHO

Sifat tanah

A-1 A-1

• Halus <5%. • Halus 5-25%.

A-2

• Halus 26-35%.

A-4 A-6

• Halus > 35%. • Halus > 35%.

Tabel ini dapat digunakan sebagai pendekatan bila data engineering tidak tersedia. *)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 40. Kesesuaian Lahan Untuk Pembuatan Jalan Karakteristik Lahan Drainase Banjir

Baik c, ac, b, ab Tanpa

Kesesuaian Lahan Sedang Buruk aj j, sj *) Kurang dari satu Lebih dari satu kali kali dalam 5 tahun dalam 5 tahun 8 – 15% >15%

Lereng 0 – 8% Dalamnya hamparan >100 cm 50 – 100 cm <50 cm batuan Subgrade 0-4 5-8 >8 indeks AASHO Subgrade GW, GP, SW, SP CL dengan PI = 15, indeks Unified GM, GS, SM, SC CL dengan PI >15 CM, MH, OH, OL, Pt Potensi mengembangRendah Sedang Tinggi mengkerut Batu besar 0 – 3% 3 – 15% >15% Batu besar 0 – 0,01% 0,01 – 01% >0,1% (Batuan) *) c = cepat; b = baik; aj = agak jelek; ac = agak cepat; ab = agak baik; j = jelek; sj = sangat jelek 6.3.4 Penimbunan Sampah Berbentuk Galian Tempat Penimbunan sampah berbentuk galian merupakan galian tanah untuk menimbun sampah setiap hari, kemudian ditutup dengan lapisan tanah setebal kira-kira 15 cm. Bahan tanah penutup diperoleh dari tanah bekas galian tersebut. Setelah galian tanah penuh sampah permukaan ditutup dengan lapisan tanah setebal kira-kira 60 cm. Croney dan Lewis (1947 dalam Nash, 1951 dalam Sarwono, 1988) 168

Ali Kabul Mahi


telah mengamati kerusakan pada jalan-jalan yang dibangun pada tanah yang banyak mengandung liat montmorillonit setelah musim kering yang panjang. Kerusakan tersebut ditunjukkan oleh retakan memanjang. Pada pembuatan jalan baru tanah harus dipadatkan sebaik-baiknya untuk menjadikannya lebih kuat dan dan kekuatannya seragam. Pemadatan dapat dilakukan dengan baik dan diperoleh kepadatan maksimum pada kadar air tertentu. Penentuan lahan yang sesuai untuk tempat penimbunan sampah dipengaruhi oleh tata air tanah (drainase tanah, kedalaman muka air tanah, dan permeabilitas tanah), lereng, tekstur, kedalaman hamparan batuan, dan jumlah batu di permukaan (USDA, 1971 dalam Sarwono, 1988). Kemungkinann terjadi percemaran terhadap air tanah dapat ditunjukkan oleh kedalaman muka air tanah dan permeabilitas tanah. Air tanah akan tercemar bila dekat dengan dasar galian penimbunan sampah dan bila tanah permeabel. Untuk mencegah pencemaran terhadap air tanah pada tanah yang permeabel, dasar dan dinding galian dipadatkan. Dasar galian diusahakan cukup datar dan dibuat menurut kontur untuk menghambat rembesan air ke bagian lain. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat penimbunan sampah berbentuk galian tertera pada Tabel 41. Tabel 41. Kesesuaian Lahan Tempat Penimbunan Sampah Berbentuk Galian (USDA, 1971 dalam Sarwono, 1988) Karakteristik Lahan Dalamnya air tanah musiman (g) Drainase (d) Ancaman banjir (f) Permeabilitas (p) Lereng (s) Tekstur sampai kedalaman 150 cm (t) Dalamnya hamparan batuan (i) Batu (sb) Batu besar/batuan (sr) Keterangan

Kesesuaian Lahan Baik Sedang

Buruk

>180 cm

180 cm

<180 cm

c, ac, b, ab Tanpa <5cm/jam 0 – 15% lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, lempung liat berpasir

aj, ab Jarang 5 cm/jam 15 – 25%

j, sj Sering >5 cm/jam >25%

lempung liat berdebu, lempung berliat, liat berpasir, pasir berlem-pung

liat, gambut, krikil, liat berdebu

>180 cm

180 cm

<180 cm

0 – 0,1% 0 – 0,01

0,1 – 0,3% 0 – 0,01

>0,3% >0,01%

c = cepat; b = baik; aj = agak jeles; ac = agak cepat; ab = agak baik; j = jelek; sj = sangat jelek Ali Kabul Mahi

169

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN 6.3.5 Tempat Pembuangan Sampah Terbuka Pembuangan sampah secara terbuka dilakukakan di atas permukaan tanah. Tanah yang digunakan untuk menutup tempat sampah yang dilakukan setiap hari atau setelah penuh di datangkan dari tempat lain. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah secara terbuka tertera pada Tabel 42 (Sarwono, 1988). Tabel 42. Kesesuaian Lahan Tempat Pembuangan Sampah Secara Terbuka Karakteristik Lahan

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Kedalaman air tanah Drainase tanah Ancaman banjir Permeabilitas Lereng (s) Keterangan:

Baik >150 cm c, ac, b, ab Tanpa <5 cm/jam 0 – 8%

Kesesuaian Lahan Sedang Buruk 100 – 150 cm <100 cm aj j, sj Jarang Sering 5 cm/jam >5 cm/jam 8 – 15% >15%

c = cepat; b = baik; aj = agak jelek; ac = agak cepat ab = agak baik; j = jelek; sj = sangat jelek

6.3.6 Bahan Urugan Kriteria tanah yang sesuai untuk bahan urugan penutup sampah tertera pada Tabel 43 dan yang sesuai untuk bahan urugan jalan pada Tabel 44. (Sarwono, 1988). 6.3.7 Lapangan Tempat Bermain (Play Ground) Lapangan tempat bermain adalah suatu tanah lapangan yang dapat digunakan untuk bermain sepak bola, bola voli, badminton, basball (softball), dan lain-lain oleh raga permainan. Daerah demikian akan terus menerus diinjak oleh para pemain. Oleh karena itu diperlukan daerah-daerah yang datar, drainase yang baik, dan mempunayi tekstur serta konsistensi yang dapat menyebabkan permukaan tanah menjadi teguh (firm)> Di samping itu tanah harus tidak berbatu-batu. Kriteria kesesuaian lahan untuk lapangan tempat bermain (Play Ground) tertera pada Tabel 45 (Sarwono, 1988). Tabel 43. Tanah Untuk Bahan Penutup Tempat Sampah Kesesuaian Lahan Baik Sedang Buruk sangat gembur, Konsistensi lembab lepas, teguh sangat teguh gembur Karakteristik Lahan

170

Ali Kabul Mahi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Tebal tanah Krikil/krakal (% volume) Batuan Lereng Drainase *)

lid, li *) <50 cm

<15%

15 – 35%

>35%

0 – 0,1% <8% Lebih baik dari buruk

0,1 – 3% 8 – 15% Lebih baik dari buruk

>3% >15% Buruk – sangat buruk

p = pasir; pl = pasir berlempung; l = lempung; lp = lempung, berpasir; d = lempung berdebu; lli = lemoung liat; llip = lempung, liat berpasir; llid = lempung liat berdebu; d = debu; li = liat; lip = liat berpasir; lid = liat berdebu.

Tabel 44. Kriteria Tanah Untuk Bahan Urugan Jalan Kesesuaian Lahan Sedang Buruk ML, CL Klasifikasi besar butir GW, GP, SW, SP, CL (PI>15), CH, dengan Unified GC, SM, SC MH, OL, OH, Pt PI<15 Karakteristik Lahan

Klasifikasi besar butir AASHO Mengembangmengkerut Lereng Batu (%volume) Batuan (%Volume) Drainase

Baik

0 -4

5-8

>8

Rendah

Sedang

Tinggi

0 –15% 0 –3% 0 – 0,1% Cepat – agak cepat

15 –25% 3 –15% 0,1 – 3%

>25% >15% >3% – sangat Agak buruk Buruk buruk

Tabel 45. Kesesuaian Lahan Tempat Lapangan Bermain (Play Ground) Karakteristik Lahan Drainase tanah Bahaya banjir Permeabilitas Lereng Tekstur tanah permukaan *)

Kesesuaian Lahan Baik Sedang Buruk c, ac, b, ab ab, aj aj, j, sj (air tanah >75 cm) (air tanah >50 cm) (air tanah <50 cm) Sekali dalam 2 Lebih dari satu Tidak pernah tahun kali dalam 2 tahun Agak lambat, Sangat lambat, Sangat cepat sedang lambat 0 – 2% 2 – 6% >6% lip, lid, li, p, pl, lp, lph, lpsh, l, ld lli, llip, llid, pl tanah organik

Ali Kabul Mahi

171

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

lli, lip, p, lp, l, lcl, llip, pl, d llid, organik >100 cm 50 – 100 cm

Tekstur


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Tabel 45. (Lanjutan) Karakteristik Lahan Krikil dan krakal (d = 2 mm–25 cm) Batu ( d >25 cm) Batuan (bedrock)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

*)

Baik

Kesesuaian Lahan Sedang

Buruk

0

>20%

>20%

0 0

0,01 – 3% 0,01 – 0,1%

>3% >0,1%

p = pasir; pl = pasir berlempung; l = lempung; lp = lempung berpasir; ld = lempung berdebu; lli = lempung liat; llip = lempung liat berpasir; llid = lempung liat berdebu; d = debu; li = liat; lip = liat berpasir; lid = liat berdebu. c = cepat b = baik aj = agak jelek ac = agak cepat ab = agak baik j = jelek sj = sangat jelek

6.3.8 Tempat Berkemah Tempat berkemah adalah tempat untuk menginap dengan tenda dan kendaraan kemah (camp trailer) dan semua aktivitas di luar kemah (outdoor living). Tanah harus mampu untuk dilewati berulang kali oleh kaki manusia atau secara terbatas oleh kendaraan. Kriteria ksesuaian lahan untuk tempat berkemah tertera pada Tabel 46 (Sarwono, 1988). 6.3.9 Tempat Berpiknik Tempat piknik adalah daerah taman yang secara intensif digunakan untuk piknik. Kendaraan yang melewati jalan-jalan dalam taman dibatasi intensitasnya. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat piknik tertera pada Tabel 47 (Sarwono, 1988). Tabel 46. Kesesuaian Lahan Tempat Berkemah Karakteristik Lahan Drainase tanah *) Banjir Permeabilitas Lereng Tekstur tanah permukaan *) Krikil dan krakal (d = 2 mm – 25 cm) Batu (d >25 cm) Batuan (bedrock) 172

Kesesuaian Lahan Baik Sedang Buruk c, ac, b, ab ab, aj aj, j, sj (air tanah >75 cm) (air tanah >50 cm) (air tanah <50 cm) Tanpa dalam Banjir dalam Tanpa musim kemah musim kemah Agak lambat, Sangat lambat, Sangat cepat sedang lambat 0 – 8% 8 – 15% >15% Lip, lid, pasir lepas Lli, llip, llid, pl terbang), lp, lph, lpsh, l, ld (bukan pasir lepas) (mudah organik 0 – 20%

20 – 50%

>50%

0 – 0,1% 0,01%

0,1 – 3,0% 0,01 – 0,1%

>3,0% >0,1%

Ali Kabul Mahi


6. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN *)

p = pasir; pl = pasir berlempung; l = lempung; lp = lempung berpasir; ld = lempung berdebu; lli = lempung liat; llip = lempung liat berpasir; llid = lempung liat berdebu; d = debu; li = liat; lip = liat berpasir; lid = liat berdebu. c = cepat b = baik aj = agak jelek ac = agak cepat ab = agak baik j = jelek sj = sangat jelek

Tabel 47. Kesesuaian Lahan Tempat Berpiknik

Drainase tanah *)

Kesesuaian Lahan Sedang

Baik

Buruk

aj, j, sj c, ac, b, ab Ab, aj (air tanah <50 cm – (air tanah >50 cm) (air tanah 50 cm) dekat permukaan)

Banjir

Tanpa

Banjir 1-2 kali selama musim piknik

Banjir > 2 kali selama musim piknik

Lereng

0 – 8%

8 – 15%

>15%

lp, lph, lpsh, l, ld

lli, llip, llid, pl (tidak lepas)

lip, lid, pasir lepas, organik

0 – 20%

20 – 50%

>50%

0 – 3% 0 - 0,1%

3 – 15% 0,1 – 3%

>15% >3%

Tekstur tanah permukaan *) Krikil dan krakal (d = 2 mm – 25 cm) Batu (d >25 cm) Batuan (bedrock) *)

p = pasir; pl = pasir berlempung; l = lempung; lp = lempung berpasir; ld = lempung berdebu; lli = lempung liat; llip = lempung liat berpasir; llid = lempung liat berdebu; d = debu; li = liat; lip = liat berpasir; lid = liat berdebu. c = cepat, b = baik, aj = agak jelek, ac = agak cepat, ab = agak baik, j = jelek, sj =sangat jelek

Ali Kabul Mahi

173

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Karakteristik Lahan



EKONOMI SUMBERDAYA LAHAN

E

konomi sumberdaya lahan pada prinsipnya adalah (a) melakukan analisis pendapatan (Margin Analysis) sistem pertanian atau nonpertanin dengan analisis discount cash-flow, dan (b) melakukan penelitian tentang keuntungan yang didapat dari sistem pertanian didasarkan pada jenis tanaman atau sistem pertanian lainnya, seperti perternakan, tanaman pangan, lainnya, atau penggunaan lahan non pertanian lainnya. Analisisekonomi sumberdaya lahan ini sangat diperlukan sebagai bahan pertimbanngan penggunaan lahan secara kuantitatif. Di dalam istilah kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan kulitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif berdasarkan hasil evaluasi yang mempertimbangkan faktor biofisik lahan, sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif merupakan evaluasi kesesuaian lahan berdasarkan pertimbangan faktor sosial ekonmi. 7.1 Analisis Margin Analisis margin diperlukan untuk mempertimbangkan jenis penggunaan lahan yang akan dipilih setelah mengetahui kesesuaian kualitatifnya, berdasarkan pertimbangan ekonomi, dalam hal ini yang banyak digunakan dalah analisis finansialnya. Di dalam analisis pendapatan (Margin Analysis) pada prinsipnya melakukan hala-hal berikut (Ibrahim, 2003): a. Memilih alternatif penggunaan lahan yang memungkinkan, seperti tanaman atau penggunaan lainnya, dengan menggunakan hasil analisis avaluasi lahan secara kualitatif berdasarkan kondisi biofisik, b. Estimasi kebutuhan input berulang (secara fisik) sebagai variable cost untuk masing-masing penggunaan sesuai dengan kesesuaian lahannya, Ali Kabul Mahi

175

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7. EKONOMI EVALUASI LAHAN c. Estimasi jumlah produksi secara fisik yang mungkin didapat, dengan memperhatikan kelas kesesuaian lahannya, d. Mengetahui harga input dan produk, e. Estimasi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) lainnya di dalam sistem pertanian atau sistem satuan produk lainnya. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh. Misalnya iuran irigasi, pajak, alatalat, sewa lahan, dan mesin. Biaya tidak tetap (Variable Cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh output. Misalnya sarana produksi dan tenaga kerja. f. Estimasi kemungkinan perbaikan lahan yang diperlukan secara fisik, sehingga dapat dimasukkan sebagai biaya tetap (fixed cost), g. Membuat asumsi ekonomi yang diperlukan, seperti harga real atau bayangan, tenaga kerja, social discount rate, dan umur proyek, h. Alokasikan cash flow input dan produksi dalam tahun atau bulan, sesuai kebutuhan analisis. i. Analisis biaya-manfaat. Sebelum melakukan analisis biaya manfaat ada beberapa hal pokok yang perlu dipahami, yaitu yang berhubungan dengan Compounding Factor, Discount Factor (Ibrahim, 2003), (a) Compounding Factor Compounding Factor adalah suatu bilangan yang digunakan untuk menilai nilai uang pada masa yang akan datang (future value) seperti tertera pada Tabel 48, dengan formula sebagai berikut: (1+i)n Keterangan: i = internal rate (suku bunga yang berlaku) n = umur ekonomi proyek. (b) Discount Factor Discount Factor Adalah suatu bilangan yang digunakan untuk menilai nilai uang pada saat sekarang (present value), seperti tertera pada Tabel 48, dengan formula sebagai berikut: DF = (1+i)-n Keterangan: i = interest rate (suku bunga yang berlaku) n = umur ekonomi proyek

176

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 48. Contoh Perhitungan Future dan Present Value Misal

1. Nilai P saat ini untuk nilai P 10 tahun yg akan datang adalah

P = 10,000,000.00 PV = P * (1+i)^-n = 2,945,883.48 n = 10

2. Nilai P saat ini untuk nilai P 10 tahun yang lalu adalah:

i = 0.13

FV = P * (1+i)^n

(c) Interest Rate Interest Rate adalah tingkat suku bunga per periode waktu atau disebut juga sebagai social opportunity cost of capital yang digunkan sebagai discount rate atau compounding rate. Nilai i dapat pertahun, perkuartal (3 bulan) atau persemester (6 bulan). Apabila nilai i pertahun 12%, maka per kuartal = 3% (=12/4%), dan persemester = 2% (=12/6%). (d) Cicilan Pinjaman Bank Apabila modal usaha didapat dari pinjaman bank, maka perhitungan cicilan bunga dan pengembalian modal, seperti tertera pada Tabel 49, didapatkan dengan formula berikut ini. R = An x { i / (1 – (1+i)-n)} Keterangan: R = Jumlah cicilan pembayaran pinjaman An = Jumlah Pinjaman i = Tingkat suku bunga per tahun n = Jangka waktu pinjaman

Ali Kabul Mahi

177

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

= 33,945,673.90


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 49. Jadual Pelunasan Kredit Selama 5 Tahun (Rp), (Ibrahim, 2003) Th

Annuity

Bunga

Jumlah Pengemb.

Jumlah

Sisa

(Cicilan)

13%

Pengembalian

Kredit

0 1 2 3 4 5

(3 x 6)

Pokok Pinjaman (2 - 3)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

An = i = n= R= R=

(4 + 5) (6 - 5) 0 0 0 10.000.000,00 1.300.000,00 1.543.145,43 1.543.145,43 8.456.854,57 1.099.391,09 1.743.754,34 3.286.899,77 6.713.100,23 872.703,03 1.970.442,40 5.257.342,17 4.742.657,83 616.545,52 2.226.599,91 7.483.942,08 2.516.057,92 327.087,53 2.516.057,90 9.999.999,98 0,02 10.000.000,00 (Jumlah pinjaman, Rp. dan dibungamajemukkan pertahun) (suku bunga pertahun, 0,13 persen) (Jangka waktu pinjaman, 5 tahun) An*(i/(1-(1+i)^-n)) 2.843.145,43 (Cicilan pertahun, Rp.) 0 2.843.145,43 2.843.145,43 2.843.145,43 2.843.145,43 2.843.145,43

7.2 Analisis Biaya Manfaat Analisis biaya manfaat erat hubungannya dengan studi kelayakan, untuk mengetahui sejauhmana gagasan usaha (proyek) yang direncanakan dapat memberikan manfaat (benefit), baik dilihat dari financial benefit maupun social benefit (Ibrahim, 2003). Perhitungan ini sangat diperlukan dalam menentukan komoditi berhubungan dengan pengembangan agropolitan yang direncanakan. Hasil analisis biaya manfaat merupakan indikator modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomi proyek. Apablia dalam perhitungan telah menunjukkan kondisi yang feasible (layak), maka pelaksanaannya akan jarang mengalami kegagalan. Kegagalan hanya akan terjadi karena faktorfaktor uncontrolable seperti banjir, gempa bumi, perubahan peraturan pemerintah, di samping data yang digunakan tidak relevan. Perkiraan benefit (cash in flow) dan perkiraan cost (cash out flow) yang menggambarkan tentang posisi keuangan di masa yang akan datang dapat digunakan sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan usaha (proyek). Di pihak lain dengan adanya hasil perhitungan kriteria investasi, penanam modal dapat menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah modal yang ditanam lebih baik pada proyek atau lembaga keuangan seperti Bank, dan lain sebagainya.

178

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Analisis biaya manfaat yang banyak digunakan (Ibrahim, 2003), seperti dikemukakan berikut ini:

A = R/C R = Py * Y C = FC + VC A = (Py * Y)/(FC +VC) Keterangan; R = penerimaan, Py = harga output, Y = output FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) Biaya tetap (FC) biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh. Misalnya iuran irigasi, pajak, alat-alat, sewa lahan, dan mesin. Sebaliknya biaya tidak tetap (VC) biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh output. Misalnya sarana produksi dan tenaga kerja. Secara teoritis rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan juga tidak rugi, namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan si peneliti. Contoh perhitungan nisbah R/C tertera pada Tabel 50. Tabel 50. Analisis Ekonomi Usahatani Jagung per Hektar Lahan No. 1. 2.

Uraian Penerimaan a. Produk (kg) b. Harga (Rp/Kg) Biaya-biaya a. Biaya Variabel Bibit Pupuk Pestisida Tenaga Kerja

Intensifikasi 3.825.000,00 4.500,00 850,00 1.651.438,00 1.551.063,00 220.000,00 495.000,00 75.000,00 7.610.625,00

Jagung Non Intensifikasi 2.125.000,00 2.500,00 850,00 1.380.375,00 1.280.000,00 100.000,00 130.000,00 1.050.000,00

Ali Kabul Mahi

179

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7.2.1 Return Cost Ratio (RC) Return Cost Ratio(RC) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya, banyak digunakan dalam analisis usahatani, terutama tanaman semusim untuk sakali musim tanam. Secara matemati dapat ditulis dengan rumus:


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN No.

Uraian

3. 4.

b. Biaya Tetap Sewa Lahan Pajak Penyusutan alat Pendapatan Nisbah R/C

Intensifikasi 100.375,00 75.000,00 2.875,00 22.500,00 2.173.563,00 2,32

Jagung Non Intensifikasi 100.375,00 75.000,00 2.875,00 22.500,00 744.625,00 1,54

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Sumber: Mahi dkk. (1999) 7.2.2 Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) Gross B/C adalah perbandingan antara jumlah PV arus benefit (kotor) dengan jumlah PV arus biaya (kotor). Semakin besar Gross B/C berarti proyek relatif semakin menguntungkan. Sama halnya dengan Net B/C jika NPV > 0 maka B/C > 1. dan layak diusahakan. Semakin besar dari itu maka semakin menguntungkan. NPV < 0 maka B/C < 1. dan tidak layak diusahakan dan contoh perhitungan gross Cost Ratio tertera pada Tabel 51. Formula gross benefit cost ratio adalah sebagai berikut: n n Gross B/C = ∑ (Bt (1+i)-t x {∑ (Ct (1+i)-t }-1 t=1 t=1 7.2.3 Net Present Value (NPV) Net Present Value sering diterjemahkan sebagai nilai bersih sekarang atau disingkat NPV, merupakan selisih antara manfaat dengan biaya pada discount rate tertentu. Jadi NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan biaya yang dikeluarkan dalam suatu proyek (usahatani). Perhitungan Net Present Value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Kriteria kelayakan dengan menggunakan analisis NPV adalah: NPV>0: maka layak untuk diusahakan, dan NPV<0 : maka tidak layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan net present value = 0 ini berarti proyek tersebut berada dalam keadaan break even point (BEP) di mana TR = TC dalam bentuk presnt value. Untuk menghitung NPV di dalam sebuah gagasan usaha (proyek) diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan benefit dari proyek yang direncanakan. Contoh perhitunngan NPV tertera pada Tabel 51. Secara singkat formula untuk net present value adalah sebagai berikut, n n -t NPV = ∑ (NBt) x (1+i) = ∑ (Bt – Ct) x (1+i)-t t=1 t=1 atau 180

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN

Di mana: Bt adalah benefit sosial kotor proyek pada tahun t, yang terdiri dari segala jenis penerimaan atau keuntungan non-finansial yang diterima atau dirasakan oleh penyelenggara proyek dalam tahun t, apakah sebagai pembayaran rendemen atau pengembalian investasi semula. Ct adalah biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t, termasuk segala jenis pengeluaran, baik yang bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, daan sebagainya) maupun yang rutin, baik dalam bentuk uang atau non-finasial, yang dibebankan kepada penyelenggara proyek dalam tahun t (termasuk investasi semula dalam tahun ke-nol dan seterusnya). t adalah waktu n adalah lama kegiatan/umur ekonomis proyek. i adalah social opportunity cost of capital yang dipergunakan sebagai social discount rate. PV (Bt) adalah nilai manfaat sekarang (present value Benefit), merupakan nilai manfaat (benefit) dikalikan dengan dicount factor tertentu. PV (Ct) adalah nilai biaya sekarang (present value Cost), merupakan nilai biaya (cost) dikalikan dengan dicount factor tertentu. 7.2.4 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif (+) dengan jumlah net benefit yang telah di discount negatif (-). yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. dengan formula sebagai berikut: n n Net B/C = {∑(B-C) x (1+i)-t }positif x {∑(B-C) x (1+i)-t}-1 negatif t=1 t=1 Jika nilai Net B/C lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan usaha/ proyek tersebut layak untuk dikerjakann dan jika lebih kecil dari 1

Ali Kabul Mahi

181

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

n NPV = ∑ (Bt – Ct) x (1+i)-t t=1 atau n n NPV = ∑ (Bt x (1+i)-t) - ∑ (Ct x (1+i)-t) t=1 t=1


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN (satu) berarti tidak layak untuk dikerjakan. Untk Net B/C sama dengan 1 (satu) berarti cash inflow sama dengan cash outflow. dalam present value disebut dengan break even point (BEP). yaitu total cost sama dengan total revenue. Jadi jika NPV > 0 maka B/C > 1. dan layak diusahakan. Semakin besar dari itu maka semakin menguntungkan. NPV < 0 maka B/C < 1. dan tidak layak diusahakan. Contoh perhitungan Net Benefit Cost Ratio tertera pada Tabel 51 (Mahi dkk., 1999) Tabel 51. Arus Biaya dan Penerimaan Usahatani Kakao dengan DF 10%

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tahun

Arus Penerimaan

Arus Biaya

Net Benefit

DF 10%

PV (B)

PV (C )

NPV

1

562.500

1.694.190

(1.131.690)

0,9090

511.313

1.540.019

(1.028.706)

2

562.500

701.660

(139.160)

0,8260

464.625

579.571

(114.946)

3

1.105.217

526.265

578.952

0,7510

830.018

526.947

303.071

4

1.647.933

740.500

907.433

0,6830

1.125.538

359.439

766.099

5

1.890.650

845.000

1.045.650

0,6210

1.174.094

459.851

714.243

6

2.976.083

1.204.000

1.772.083

0,5640

1.678.511

476.580

1.201.931

7

2.976.083

1.052.000

1.924.083

0,5130

1.526.731

617.652

909.079

8

2.976.083

1.052.000

1.924.083

0,4670

1.389.831

491.284

898.547

9

2.976.083

1.052.000

1.924.083

0,4240

1.261.859

446.048

815.811

10

2.976.083

1.052.000

1.924.083

0,3860

1.148.768

406.072

742.696

11

2.976.083

1.279.500

1.696.583

0,3600

1.071.390

378.720

692.670

12

2.976.083

1.050.000

1.926.083

0,3190

949.370

408.161

541.210

13

2.976.083

1.050.000

1.926.083

0,2900

863.064

304.500

558.564

14

2.976.083

1.050.000

1.926.083

0,2630

782.710

276.150

506.560

15

2.976.083

1.050.000

1.926.083

0,2390

711.284

250.950

460.334

16

2.459.210

1.024.000

1.435.210

0,2180

536.108

228.900

307.208

17

2.459.210

872.000

1.587.210

0,1980

486.924

202.752

284.172

18

2.459.210

872.000

1.587.210

0,1800

442.658

156.960

285.698

19

2.459.210

872.000

1.587.210

0,1640

403.310

143.008

260.302

20

2.459.210

872.000

1.587.210

0,1490

366.422

129.928

236.494

47.825.680

19.039.115

28.786.565

17.724.527

8.383.491

9.341.036

182

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Goss B/C = PV(B)/PV ( C) = 2,11

NPV Negatif = 1.143.652

Net B/C = NPV(+)/NPV(-) = 9,17

NPV Positif = 10.484.689 NPV = (NPV+) - (NPV-) = 9.341.036

i1 i2 NPV1 NPV2 IRR

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7.2.5 Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return sama dengan rate of return atau tingkat rendemen atas investasi bersih. Dapat pula dikatakan bahwa IRR adalah nilai discount rate sosial yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol. Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) atau dikenal juga dengan discount factor (DF) dikatakan proyek/usaha tersebut feasible, bila sama dengan SOCC berarti pulang pokok dan di bawah SOCC proyek tersebut tidak feasible. Untuk menentukan besarnya IRR secara cepat dapat dilakukan melalui program komputer terhadap set data net benefit, atau secara sederhana dapat dilakukan dengan cara coba-coba. Untuk itu harus dihitung nilai NPV1 dan NPV2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV1 telah dan sebaliknya apabila nilai NPV1 menunjukkan angka negatif maka discount menunjukkan angka positif maka discount factor yang kedua harus lebih besar dari SOCC factor yang kedua berada di bawah SOCC atau discount factor. Berdasarkan hasil percobaan ini, nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan nilai NPV negatif yaitu pada NPV = 0, dan contoh perhitungan IRR tertera pada Tabel 52 dan Tabel 53. Formula untuk IRR dapat didekati dengan Rumus berikut: IRR = i1 + {(NPV1 x (NPV1 –NPV2 )-1 x (i2 –i1)}

= tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1. = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2. = NPV pada discount rate1(i1). = NPV pada discount rate 2 (i2). = 0.10 + [{11.116.6 x (11.116.6 – (-48))-1}x (0.24-0.18)] = 23.97%

Tabel 52. Perhitungan IRR Industri yang Mengolah Hasil-Hasil Pertanian Tahun 0 1 2

Net Benefit (Rp.000) (20.000) (15.000) 5.000

DF18% 1,0000 0,8475 0,7182

Present Value (Rp.000) (20.000) (12.713) 3.591

DF 24% 1,0000 0,8065 0,6504

Ali Kabul Mahi

Present Value (Rp.000) (20.000) (12.098) 3.252

183


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 52. (Lanjutan) DF18% Present Value DF 24% Present Value 0,6086 3.652 0,5245 3.147 0,5158 4.126 0,4230 3.384 0,4371 4.371 0,3411 3.411 0,3704 5.186 0,2751 3.851 0,3139 5.336 0,2218 3.771 0,2660 5.586 0,1789 3.757 0,2255 5.863 0,1443 3.752 0,1911 6.115 0,1164 3.725 NPV 11.114 (48) IRR = 23,97% (melalui program komputer) = 23,97% (berdasarkan perhitungan coba-coba spt rumus di atas)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tahun 3 4 5 6 7 8 9 10

Net Benefit 6.000 8.000 10.000 14.000 17.000 21.000 26.000 32.000

7.2.6 Profitability Ratio Profitability Ratio marupakan suatu rasio (nisbah) perbandingan antara selisih benefit dengan biaya operasional dan pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah investasi. Nilai dari masing-masing variabel dalam bentuk present value atau nilai yang telah di discount dengan discount factor dari Social Opportunity Cost of Capital yang berlaku dalam masyarakat, dapat ditulis dengan formula sebagai berikut, dan contoh perhitungan PR tertera pada Tabel 54. n n n PR = {∑ Bt x (1+i)-t - ∑ OMt x (1+i)-t} x {∑ (It x (1+i)-t }-1 t=1 t=1 t=1 Berdasarkan data pada Tabel 54, nilai PR adalah sebagai berikut: PR = (69.651.60 – 26.113.80) x (32.712.50) -1 = 1.33 Ukuran yang digunakan dalam hasil perhitungan Profitability Ratio sama dengan rasio sebelumnya. apabila PR > 1 maka dikatakan feasible (layak). PR < 1 dikatakan tidak layak. dan PR = 1 dikatakan dalam keadaan Break Even Point.

184

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN

Tahun 1

Arus Penerimaan -

Arus Biaya

Net Benefit

df 13%

NPV

df 48%

NPV

5.198.500

(5.198.500)

0,884956

(4.600.442)

0,675676

(3.512.500)

2

-

4.202.000

(4.202.000)

0,783147

(3.290.782)

0,456538

(1.918.371)

3

2.520.000

4.442.000

(1.922.000)

0,693050

(1.332.042)

0,308471

(592.882)

4

3.960.000

4.578.000

(618.000)

0,613319

(379.031)

0,208427

(128.808)

5

7.560.000

4.734.000

2.826.000

0,542760

1.533.840

0,140829

397.982

6

12.960.000

2.169.083

10.790.917

0,480319

5.183.077

0,095155

1.026.805

7

17.820.000

5.257.857

12.562.143

0,425061

5.339.673

0,064294

807.666

8

25.200.000

5.286.000

19.914.000

0,376160

7.490.847

0,043442

865.097

9

34.560.000

5.798.000

28.762.000

0,332885

9.574.434

0,029352

844.236

10

40.128.000

6.234.000

33.894.000

0,294588

9.984.777

0,019833

672.211

11

40.800.000

6.582.000

34.218.000

0,260698

8.920.552

0,013401

458.538

12

37.800.000

12.195.083

25.604.917

0,230706

5.907.205

0,009054

231.837

13

47.520.000

13.970.000

33.550.000

0,204165

6.849.719

0,006118

205.253

14

52.800.000

14.681.857

38.118.143

0,180677

6.887.055

0,004134

157.568

15

47.520.000

15.750.000

31.770.000

0,159891

5.079.729

0,002793

88.734

16

44.880.000

16.050.000

28.830.000

0,141496

4.079.337

0,001887

54.407

17

47.520.000

16.730.000

30.790.000

0,125218

3.855.460

0,001275

39.261

18

46.620.000

18.035.083

28.584.917

0,110812

3.167.561

0,000862

24.628

19

46.620.000

19.510.000

27.110.000

0,098064

2.658.515

0,000582

15.782

20

44.400.000

21.610.000

22.790.000

0,086782

1.977.768

0,000393

8.964

21

44.400.000

23.501.857

20.898.143

0,076798

1.604.946

0,000266

5.554

22

44.400.000

25.290.000

19.110.000

0,067963

1.298.778

0,000180

3.432

23

42.180.000

26.870.000

15.310.000

0,060144

920.812

0,000121

1.858

24

39.960.000

25.275.083

14.684.917

0,053225

781.608

0,000082

1.204

25

39.960.000

30.650.000

9.310.000

0,047102

438.519

0,000055

516

812.088.000

334.600.403

477.487.597

Total

83.931.913

NPV = 83.931.913,25

NPV(+) = 93.534.211

Net B/C = 9,74

NPV(-) = (9.602.298)

(241.028)

IRR = i1 + (NPV1/(NPV1–NPV2)*(i2 –i1)) IRR = 47,90%

NPV(1) = 83.931.913 NPV(2) =

(241.028)

i (1)= 0,13 i (2) = 0,48

Ali Kabul Mahi

185

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 53. Perhitungan Gross B/C, NPV dan Net B/C Usahatani Kakao dengan DF 15%


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7. EKONOMI EVALUASI LAHAN 7.2.7 Pay back Period (PBP) Pay Back Period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis pay back period dalam studi kelayakan perlu ditampilkan untuk mengetahui berapa lama usaha (proyek) yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat jangka waktu pengembalian investasi maka proyek tersebut semakin baik. karena perputaran modal semakin lancar. Formula pay back period adalah sebagai berikut n n PBP = Tp-1 + { ∑ It - ∑ Btcp-1 } x (Bp)-1 t=1 t=1 Di mana PBP = Pay Back period Tp-1 = Tahun sebelum terdapat PBP Ii = Jumlah investasi yang telah di discount. Bicp-1 = Jumlah benefit yang telah di discount sebelum pay back period. Bp = Jumlah benefit pada pay back period berada n = Jumlah tahun i = tingkat bunga Berdasarkan hasil perhitunganm discount faktor pada Tabel 54. besarnya Pay Back Period dihitung sebagai berikut; PBP = 5 + {(32.719 – 29.137) x (7.778)-1} = 5 + 0.4596 tahun (= 5 tahun 5 bulan 15 hari) Untuk nilai Tp-1 dihitung secara kumulatif dari nilai benefit yang telah di discount yaitu (7.182 + 7.303 + 7.221 + 7.431 = 29.137) karena ada tahun kelima terdapat kumulatif benefit yang berada di bawah jumlah investasi yang telah di discount. Apabila diambil kumulatif benefit hingga tahun keenam, disini jumlah benefit lebih besar daripada jumlah investasi yang telah di discount. Selanjutnya untuk nilai Bp yaitu jumlah benefit pada PBP adalah sebesar 7.778. artinya pada tahun keenam terdapat jumlah kumulatif benefit sama dengan jumlah investasi.

186

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 54. Perhitungan Profitability Ratio dan Pay back Period Industri Hasil Pertanian (Ibrahim, 2003)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Investasi (Rp.000) 20.000 15.000

Biaya Operasi (Rp.000)

Net Benefit (Rp.000)

5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000 12.000 13.000

DF18% 1,0000 0,8475 0,7182 0,6086 0,5158 0,4371 0,3704 0,3139 0,2660 0,2255 0,1911

10.000 12.000 14.000 17.000 21.000 25.000 30.000 36.000 46.000

Investasi (It) (Rp.000) -20.000,00 -12.712,50 32.712,50

Benefit (Bt) (Rp.000)

OMt (Rp.000)

3.591,00 3.651,60 3.610,60 3.496,80 3.333,60 3.139,00 2.926,00 2.706,00 2.484,30 26.113,80

7.182,00 7.303,20 7.221,20 7.430,70 7.778,40 7.847,50 7.980,00 8.118,00 8.790,60 69.651,60

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tahun

PR = (69.651,6 – 26.113,80)/32.712,50 = 1,33 PBP = 5,459658 tahun (= 5 tahun 5 bulan 15 hari)

7.2.8 Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah titik pulang pokok di mana total revenue = total cost. Apabila studi kelayakan atau analisis proyek telah dapat menentukan jangka waktu dalam pengembalian total biaya, lalu timbul pertanyaan lainnya apakah perusahaan akan mampu menanggung segala biaya sebelum tercapai titik break even point, selama itu juga perusahaan tersebut masih menderita kerugian. Formula penghitung break even point adalah sebagai berikut: n n BEP = Tp-1 + {( ∑ TCt - ∑ Btcp-1 )} x (Bp)-1 t=1 t=1 Di mana: BEP = Break Even Point, Tp-1 = Tahun sebelum terdapat BEP TCi = Jumlah total cost yang telah di discount, Bicp-1 = Jumlah benefit yang telah di discount, Bp = Jumlah benefit pada break even point berada Perhitungan BEP tertera pada Tabel 55 dan 56. Berdasarkn data pada Tabel 55 didapat nilai BEP sebagai berikut: (TCi = 57.964,70; Bicp-1 = 52.743,00; B9 = 8.118.00) BEP = 8 + {(57.964,70 – 52.743,00) x (8.118.00)-1} = 8,6432249 tahun = 8 tahun 7 bulan 22 hari Ali Kabul Mahi

187


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 55. Perhitungan BEP Industri yang Mengolah Hasil-Hasil Pertanian (Ibrahim, 2003) Tahun

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Investasi (Rp.000) 20.000,00 15.000,00

Total Cost (Rp.000) 20.000 15.000 5.000 6.000 6.000 7.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000

Benefit (Rp.000)

10.000 12.000 14.000 17.000 21.000 25.000 30.000 36.000 43.000

DF18% 1,0000 0,8475 0,7182 0,6086 0,5158 0,4371 0,3704 0,3139 0,2660 0,2255 0,1911

PV (Benefit) (Rp.000)

7.182,00 7.303,20 7.221,20 7.430,70 7.778,40 7.847,50 7.980,00 8.118,00 8.217,30 69.078,30

PV (Cost) (Rp.000) 20.000,00 12.712,50 3.591,00 3.651,60 3.094,80 3.059,70 2.592,80 2.511,20 2.394,00 2.255,00 2.102,10 57.964,70

Jumlah benefit s/d tahun kedelapan = 52.743,00 BEP = 8 + ((57964.70 - 52743.00) / 8118.00) Tahun = 8,6432249 Tahun

Tabel 56. Perhitungan BEP Usahatani Kakao Tahun

Arus Penerimaan

Arus Biaya

Net Benefit

df 13%

PV(B)

PV(C )

NPV

1

-

5.198.500

(5.198.500)

0,884956

0

4.600.442

(4.600.442)

2

-

4.202.000

(4.202.000)

0,783147

0

3.290.782

(3.290.782)

3

2.520.000

4.442.000

(1.922.000)

0,693050

1.746.486

3.078.529

(1.332.042)

4

3.960.000

4.578.000

(618.000)

0,613319

2.428.742

2.807.773

(379.031)

5

7.560.000

4.734.000

2.826.000

0,542760

4.103.265

2.569.426

1.533.840

6

12.960.000

2.169.083

10.790.917

0,480319

6.224.928

1.041.851

5.183.077

7

17.820.000

5.257.857

12.562.143

0,425061

7.574.581

2.234.908

5.339.673

8

25.200.000

5.286.000

19.914.000

0,376160

9.479.229

1.988.381

7.490.847

9

34.560.000

5.798.000

28.762.000

0,332885

11.504.500

1.930.066

9.574.434

10

40.128.000

6.234.000

33.894.000

0,294588

11.821.241

1.836.464

9.984.777

11

40.800.000

6.582.000

34.218.000

0,260698

10.636.464

1.715.912

8.920.552

12

37.800.000

12.195.083

25.604.917

0,230706

8.720.683

2.813.477

5.907.205

13

47.520.000

13.970.000

33.550.000

0,204165

9.701.897

2.852.178

6.849.719

14

52.800.000

14.681.857

38.118.143

0,180677

9.539.722

2.652.667

6.887.055

15

47.520.000

15.750.000

31.770.000

0,159891

7.598.009

2.518.279

5.079.729

188

Ali Kabul Mahi


7. EKONOMI EVALUASI LAHAN Tabel 56. (Lanjutan) Tahun

Arus Penerimaan

16

Net Benefit

df 13%

44.880.000

16.050.000

28.830.000

0,141496

6.350.351

2.271.015

4.079.337

17

47.520.000

16.730.000

30.790.000

0,125218

5.950.355

2.094.896

3.855.460

18

46.620.000

18.035.083

28.584.917

0,110812

5.166.070

1.998.509

3.167.561

19

46.620.000

19.510.000

27.110.000

0,098064

4.571.743

1.913.229

2.658.515

20

44.400.000

21.610.000

22.790.000

0,086782

3.853.134

1.875.365

1.977.768

21

44.400.000

23.501.857

20.898.143

0,076798

3.409.853

1.804.907

1.604.946

22

44.400.000

25.290.000

19.110.000

0,067963

3.017.569

1.718.791

1.298.778

23

42.180.000

26.870.000

15.310.000

0,060144

2.536.894

1.616.082

920.812

24

39.960.000

25.275.083

14.684.917

0,053225

2.126.879

1.345.272

781.608

25

39.960.000

30.650.000

9.310.000

0,047102

1.882.194

1.443.675

438.519

Total

812.088.000

334.600.403

477.487.597

139.944.790

56.012.877

83.931.913

BEP TC TB (tp-1) tp-1 (tahun) BEP

PV(B)

PV(C )

NPV

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Arus Biaya

= tp-1 + {( TC - TBp-1 ) * (Bp)^-1} = Rp.56.012.877 = Rp.54.882.972 = 10 Tahun = 10,11 tahun = 10 tahun, 1 bulan, 10 hari

Ali Kabul Mahi

189



PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

P

erencanaan penggunaan lahan (Landuse Planning) merupakan proses merencanakan penggunaan lahan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sumberdaya lahan bersangkutan, baik secara fisik maupun sosial ekonomi. Oleh karena itu di dalam merencanakan penggunaan lahan yang akan dilakukan, maka sebelumnya harus melakukan evaluasi kesesuaian lahan, baik secara biofisik (kesesuaian lahan kualitatif) maupun sosial ekonomi (kesesuaian lahan kuantitatif), untuk menilai daya dukung dan potensi sumberdaya lahan pada suatu wilayah. Perencanaan penggunaan lahan yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan daya dukungnya, agar pemanfaatan sumberdaya lahan dapat manguntungkan dan dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas atau secara lestari. Daya dukung sumberdaya lahan dapat diketahui berdasarkan hasil evaluasi lahan yang dituangkan dalam bentuk kelas kesesuaian lahan, terutama dalam kelas kesesuaian lahan kualitatif, baik aktual maupun potensial. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan tersebut, yang sebaiknya dilakukan sampai dengan tingkat unit, akan diketahui faktor apa saja yang harus diperbaiki untuk mencapai nilai optimum. Dalam hal ini akan berhubungan dengan jumlah input yang diperlukan dengan output yang mungkin didapat, sehingga berapa keuntungan yang mungkin didapat dapat dihitung. Oleh karena itu di dalam proses penyusunan perencanaan penggunaan lahan telah termasuk pula perhitunganperhitungan ekonomi baik secara finansial (financial benefit) maupun sosial (social benefit). Karena setiap perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Pada proses evaluasi lahan didapatkan kelas kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan tersebut lalu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang cocok Ali Kabul Mahi

191

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

pada areal yang dievaluasi. Apabila diketahui kelas kesesuaian tingkat unit, akan semakin mudah untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan agar perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan yang diinginkan. 8.1 Proses Perencanaan Penggunaan Lahan Di dalam perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) harus mempertimbangkan segala macam kemungkinan yang dapat terjadi, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Sebagai pedoman proses perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan urutan pekerjaan sebagai berikut (FA0, 1976): (1) Mengetahui berbagai kebutuhan atau persyaratan bagi suatu penggunaan lahan, sebagai dasar untuk melakukan perubahan atau perbaikan penggunaan lahan atau perencanaan penggunaan lahan yang baru. (2) Melakukan identifikasi tujuan perencanaan penggunaan lahan, apakah untuk penggunaan lahan pertanian atau non-pertanian, (3) Perumusan perencanaan pengunaan lahan, termasuk macammacam penggunaan lahan yang direncanakan beserta pengenalan kebutuhan dan faktor pembatas macam-macam penggunaan lahan tersebut. (4) Pengenalan dan penentuan satuan lahan pada wilayah atau areal yang direncanakan. (5) Melakukan evaluasi kesesuaian lahan kualitatif, dengan membandingkan karakteristik lahan dengan persayaratan atau kebutuhan macam-macam penggunaan lahan yang direncakan. Pada tahap ini akan dihasilkan berbagai alternatif penggunaan lahan yang mungkin direncanakan pada wilayah atau areal yang dievaluasi. (6) Memilih alternatif macam penggunaan yang disukai untuk masingmasing tipe lahan. (7) Analisis rancangan proyek atau detil yang lain, dari daftar alternatif macam penggunaan lahan yang diajukan. Di dalam kasus khusus dapat dilakukan studi kelayakan. (8) Keputusan untuk pelaksanaan pekerjaan. (9) Pelaksanaan pekerjaan. (10) Pemantauan pelaksanaan pekerjaan. Evaluasi lahan didahului oleh pengenalan kebutuhan bagi berbagai perubahan penggunaan lahan yang diambil. Di sini termasuk pengenalan kemungkinan bagi pengembangan penggunaan produktif yang baru, seperti rencana pengembangan pertanian berkelanjutan, atau perencanaan hutan, atau pelayanan seperti taman nasional, tempat rekreasi, dan sebagainya. Pengenalan

192

Ali Kabul Mahi


kebutuhan macam penggunaan lahan diikuti oleh identifikasi tujuan perubahan dan formulasi penggunaan lahan secara umum dan secara khusus. Proses evaluasinya sendiri meliputi deskripsi macammacam penggunaan lahan yang dipertimbangkan, dan penilaian serta membandingkan berbagai macam penggunaan lahan yang mungkin memberikan harapan dengan masing-masing tipe lahan pada areal yang dievaluasi. Petunjuk ini diperlukan untuk memberikan rekomendasi penggunaan lahan yang dipilih. Rekomendasi tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan yang dipilih pada masing-masing tipe lahan yang ada. Tahap selanjutnya meliputi analisis penggunaan terpilih secara lebih terinci. Perencanaan penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman pengambilan keputusan penggunaan lahan, di mana sumberdaya lingkungan di tempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan, dan pada waktu yang bersamaan tetap melakukan usaha-usaha konservasi sumberdaya tersebut untuk masa datang. Perencanaan tersebut harus didasarkan pada pemahaman terhadap sumberdaya alam dan macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Banyak contoh kerusakan sumberdaya alam dan ketidak berhasilan, baik perorangan maupun perusahaan, dalam usaha penggunaan lahan, karena kegagalan dalam memperhitungkan hubungan antara lahan dan macam penggunaannya. Oleh karena itu evaluasi lahan berfungsi memberikan pemahaman dan pengenalan bagi para perencana penggunaan lahan, dengan cara membandingkan macam penggunaan lahan dengan tipe lahan tertentu, untuk mendapatkan macam penggunaan lahan yang paling diperkenankan, baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi. 8.2 Tipe Penggunaan Lahan Untuk menentukan tipe penggunaan lahan yang akan dipilih (FAO, 1976), perlu meneliti dan mempertimbangkan hal-hal yang dikemukakan berikut ini, dan contoh deskripsi tipe penggunaan lahan tertera pada Tabel 57.

1. Hasil

Hasil merupakan pertimbangan utama untuk menentukan tipe penggunaan lahan yang akan direncanakan. Hasil yang perlu dipertimbangkan menyangkut produksi, dapat berupa (a) barang seperti tanaman, daging dan atau produk perternakan lainnya, kayu, dsb., (b) pelayanan atau keuntungan lain yang mungkin didapat seperti: fasilitas rekreasi, konservasi margasatwa, daerah aliran sungai, daerah tangkapan hujan yang akan menghasilkan air, dan sebagainya.

Ali Kabul Mahi

193

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

2. Orientasi Pasar

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Pertimbangan orientasi pasar dapat dibedakan menjadi: (a) produksi untuk kebutuhan hidup sendiri, (b) produksi untuk kebutuhan hidup sendiri ditambah dengan tujuan komersial, (c) produksi untuk tujuan komersial ditambah untuk tujuan kebutuhan hidup sendiri, dan (d) produksi sepenuhnya untuk tujuan komersial. Tipe penggunaan lahan untuk tujuan kebutuhan hidup sendiri termasuk juga bila lebih kurang 20% produksi total dijual, dan sebaliknya tipe penggunaan lahan untuk tujuan komersial termasuk pula bila lebih kurang 20% dari produksi total digunakan untuk kebutuhan hidup sendiri. 3) Intensitas dan Sumber Modal Intensitas modal secara kuantitatif dibedakan ke dalam intensitas modal tinggi, sedang, dan rendah. Pertimbangan ini didasarkan pada investasi yang diberikan pada setiap hektar atau satuan usaha lainnya, dan biaya yang diperlukan saat ini untuk tiap hektar atau satuan usaha lainnya. Di samping intensitas modal perlu pula dipertimbangkan sumber modalnya, apakah modal sendiri atau melalui pinjaman dari lembaga keuangan, seperti bank, kopersai dan lain sebagainya. 4) Intensitas Tenaga Kerja Intensitas tenaga kerja secara kuantitatif dibedakan ke dalam kelas tinggi, sedang, dan rendah. Intensitas tenaga kerja merupakan kebalikan atau lawan daripada intensitas modal. Pertimbangan intensitas tenaga kerja didasarkan pada penggunaan tenaga kerja orang-bulan perhektar atau satuan usaha lainnya. 5) Sikap dan Pengetahuan Teknis Pada negara-negara yang telah berkembang hal ini merupakan suatu keharusan. Akan tetapi pada negara-negara yang sedang berkembang dalam menentukan tipe penggunaan lahan, perlu mempertimbangkan tingkat melek huruf, pendidikan umum, pengetahuan/keterampilan dan pendidikan pertanian, dan tingkat penerimaan terhadap inovasi baru. 6) Tenaga Kerja Dalam perhitungan tenaga kerja perlu diperhatikan, apakah tenaga kerja yang digunakan sepenuhnya tenaga manusia, tenaga hewan, traktor, atau tenaga mesin lainnya, baik masing-masing atau keterpaduan diantaranya. Secara kuantitatif persentase tenaga manusia, hewan, dan mesin yang diperlukan dapat dikonversi ke dalam joule/hektar.

194

Ali Kabul Mahi


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

8) Luas Lahan dan Cara Penanganannya Pertimbangan luas lahan menentukan tipe penggunaan lahan yang layak dilaksanakan, seperti pertanian, peternakan besar (ranch), hutan produksi, dan sebagainya. Di samping itu perlu pula dipertimbangkan cara penanganan lahan yang akan dilakukan, hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan bentang lahannya. Apabila bentang lahan datar dapat dibagi dalam blok-blok, akan tetapi bila bentang lahan berbukit atau bergunung harus memperhatikan pola kontur, dan sebagainya. 9) Status Lahan Pertimbangan status lahan merupakan hal penting, karena menyangkut kelangsungan dan kemantapan pengusahaan lahan, yang dapat dibedakan menjadi: (1) Kepemilikan Lahan, hal ini meliputi (i) kepemilikan keluarga petani, seperti: pertanian rakyat, perkebunan rakyat, hutan rakyat, peternakan (ranch), dsb., dan (ii) kepemilikan gabungan beberapa keluarga petani, pertanian rakyat, perkebunan rakyat, hutan rakyat, peternakan (ranch), dsb. (2) Sewa, meliputi sewa tunai, sewa tenaga, dan bagi hasil. (3) Milik masyarakat, meliputi pertanian bersama (koperasi), pertanian atau pertanaman perkampungan (tanah adat), dsb. (4) Kepemilikan besar, seperti perkebunan besar (swasta), peternakan besar, dsb. 10) Infrastruktur yang Diperlukan Pertimbangan infrastruktur yang diperlukan meliputi (i) jalan masuk ke pabrik pengolahan, (ii) pabrik pengolahan, (iii) penggergajian kayu, (iv) pelayanan penyuluhan (seperti pengendalian hama penyakit, dsb), (v) jalan transportasi untuk pengangkutan barang/hasil, seperti gula, ternak, dsb. 11) Input Secara umum ada tiga tingkatan input yang dapat digunakan untuk membedakan keadaan pertanian, yaitu:

Ali Kabul Mahi

195

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

7) Mekanisasi Secara mendasar, proses produksi yang akan dilaksanakan dapat dibedakan: (i) proses produksi sepenuhnya dilakukan secara mekanik, (ii) proses produksi secara non mekanik, dan (iii) proses produksi dengan menggabungkan cara mekanik dan non mekanik. Penggunaan mesin dapat dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan utama, seperti pengolahan tanah, penanaman, penyiraman atau penyemprotan hama penyakit, panen, tranpsortasi, dan sebagainya.


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

(a) Input rendah. Hal ini terutama digunakan pada pertanian

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

tradisional. Di sini tanpa melakukan pemupukan baik dengan pupuk buatan maupun pupuk organik. (b) Input sedang. Hal ini terutama dilaksanakan dalam praktekpraktek pertanian oleh petani-petani yang telah menerima pemyuluhan, tetapi pengetahuan atau sumberdaya modalnya masih terbatas, seperti perbaikan teknik pertanian, dosis pemupukan, dan praktek pemanfaatan bahan organik. (c) Input tinggi. Hal ini terutama dilakukan dengan sumberdaya modal dan tenologi tinggi, seperti pemupukan pada tingkat pendapatan maksimum, pengendalian gulma dan hama penyakit secara kimiawi, dan pelaksanaan teknik-teknik konservasi tanah dan air. Input Air dan Pengairan. Air bukan hanya diperlukan bagi pertanian beririgasi saja, tetapi diperlukan pula bagi pertanian tadah hujan. Dalam hal input air perlu diperhatikan tentang jumlah kebutuhan air, cara pemberiannya, penyebaran dan pelaksanaannya, dan waktu pemberiannya. 12) Karakteristik Pertanaman Usaha pertanian pada areal-areal yang baik biasanya diusahakan untuk tanaman tahunan. Karakteristik pertanaman dapat dibedakan menurut persamaan berikut. A R = --------- x 100% A+L di mana: R = faktor pertanaman, dalam persen, A = jumlah tahun berturut-turut tanah diusahakan, L = jumlah tahun tanah diberakan. Apabila R < 66% berarti sistem pertanaman tidak menetap atau sistem bera, dan bila R > 66% berarti sistem pertanamannya menetap. Praktek-praktek penanaman yang perlu dipertimbangkan adalah: 1) Persiapan lahan, termasuk pembukaan lahan, 2) Pengolahan tanah, 3) Penanaman, termasuk pembibitan, penyulaman, dan waktu penanaman, 4) Pemupukan, termasuk waktu dan sistem pemupukan, 5) Penyiangan, termasuk waktu dan cara penyiangan,

196

Ali Kabul Mahi


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

13) Karakteristik Perternakan Seperti halnya karakteristik pertanaman, maka dalam sistem perternakanpun tergantung pada beberapa karakteristik, yaitu jumlah dan tipe ternak yang diusa-hakan, intensitas ternak, dan kebebasan pengembalaan ternak. Intensitas ternak merupakan perbandingan jymlah satuan ternak per kilometer persegi padang rumput. Sistem perternakan diklasifikasikan menjadi mengembara penuh, setengah mengem-bara, dan menetap/makanan diangkutkan oleh manusia. Pertimbangan tentang praktek produksi peternakan dan kehutanan tersebut termasuk pertimbangan tentang praktek pengolahan hasilnya. 14) Produksi dan Hasil Dalam pertimbangan produksi dan hasil perlu melakukan dugaan hasil yang mungkin didapat baik berupa tanaman, daging, kayu, atau produksi lainnya, tiap satuan luas masing-masing tipe usaha tani atau satuan pengelolaan lainnya. 15) Informasi Ekonomi Informasi ekonomi merupakan bagian penting dalam deskripsi penggunaan lahan. Parameter utamanya diduga dari: (a) Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya pertanian dan biaya lainnya yang tidak termasuk dalam biaya pertanaman atau tanaman khusus, (b) Biaya tak tetap (variabel cost), yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pertanaman atau tanaman khusus, (c) Nilai produksi, (d) Pendapatan usahatani kotor (gross margin), yaitu nilai produksi (hasil x harga) dikurangi biaya tak tetap (variable cost), (e) Pendapatan usahatani bersih, yaitu pendapatan kotor untuk semua tanaman dan atau hasil lainnya dikurangi biaya tetap, (f) Tingkat pendapatan, yaitu dugaan pendapatan perkapita keluarga petani. Secara lebih detil masalah ini telah dibahas dalam Bab Ekonomi Evaluasi Lahan (Bab 5).

Ali Kabul Mahi

197

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

6) Pengendalian hama penyakit, 7) Panen, dan 8) Pengolahan hasil.


             

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

Tabel 57. Deskripsi Tipe Penggunaan Lahan Perkebunan Gula   di Ethiopia (Dent dan Young, 1981) PERKEBUNAN GULA BERIRIGASI SKALA BESAR Macam Penggunaan: Pertanian beririgasi; Tanaman tahunan. Ringkasan: Pertanaman tebu beririgasi dilaksanakan secara pertanian komersial dengan luas lahan lebih dari 1.500 ha; intensitas modal tinggi; intensitas tenaga kerja sedang; pengendalian mesin dilakukan oleh tenaga manusia; sistem pertanian dilaksanakan dengan teknologi tinggi, dan tingkat input tinggi. Pertanaman tebu beririgasi dilaksanakan secara pertanian komersial dengan luas lahan lebih dari 1.500 ha; intensitas modal tinggi; intensitas tenaga kerja sedang; pengendalian mesin dilakukan oleh tenaga manusia; sistem pertanian dilaksanakan dengan teknologi tinggi, dan tingkat input tinggi.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Persiapan: Pertanian dilaksanakan di dataran aluvial yang merupakan dataran banjir sungai besar, pada ketinggian 400-1.200 m di atas permukaan laut. Areal ini memiliki iklim semi arid sampai savana (Koppen B Shw sampai Aw) dengan curah hujan tahunan rata-rata 300 sampai 650 mm per tahun. Lahan ini sebelumnya ditumbuhi semak dan digunakan untuk padang rumput. Dengan irigasi tebu dapat tumbuh baik pada beberapa tipe tanah, masing-masing memerlukan tidakan pengelolaan secara khusus. Pada pengembangan awal diperlukan investasi yang tinggi, dan pada tingkat pendapatan selanjutnya harus cukup untuk membayar gaji dan melunasi biaya atau hutang secara angsuran. Kemampuan studi engineering dan rancang bangun merupakan hal yang sangat penting, dan digabungkan dengan pemilihan lahan secara hati-hati. Deskripsi: Produksi: Tebu (Saccharum officinarum) yang tumbuh di bawah kondisi irigasi,



Orientasi Pasar: 100% produksi komersial,



Intensitas Modal. Intensitas modal tinggi. Investasi modal lebih dari $ 250 per hektar. Biaya berulang lebih dari $ 50 per hektar. Intensitas Tenaga Kerja Intensitas tenaga kerja sedang, 0,25-2,5 orang-bulan perhektar per tahun. Beberapa pekerjaan dilakukan dengan mesin, metode intensitas tenaga kerja terutama dilakukan untuk penanaman dan pemotongan batang tebu. Sikap dan Pengetahuan Teknis. Pertanian dilaksanakan oleh manajer dan staf professional lulusan sarjana atau diploma pertanian. Diperlukan pula para teknisi dan supervisi, ditambah dengan tenaga kerja dalam jumlah yang agak banyak baik berketrampilan sedang maupun yang tidak berketerampilan. Tenaga: Tenaga penggerak mesin, ditambah dengan tenaga kerja manusia. Pelaksanaan dan Mekanisasi Pekerjaan yang dilaksanakan dengan mesin, yaitu penyiapan lahan, pembumbunan, pemupukan dan penyemprotan hama penyakit, dan pengangkutan hasil tanaman dari lapangan. Pekerjaan yang dilakukan Tabel dengan tenaga manusia, yaitu penanaman, penyiangan dengan cangkul, dan pemotongan batang tebu dengan machetes (pisau besar yang digunakan untuk memotong).

Ali Kabul Mahi

198dan Penanganan Lahan. Luas

Luas lahan pertanian lebih dari 500 hektar, dibagi dalam bentuk blok-blok,


Tenaga: Tenaga penggerak mesin, ditambah dengan tenaga kerja manusia. Pelaksanaan dan Mekanisasi

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN Pekerjaan yang dilaksanakan dengan LAHAN mesin, yaitu penyiapan lahan, pembumbunan, pemupukan dan penyemprotan hama penyakit, dan pengangkutan hasil tanaman dari lapangan. Pekerjaan yang dilakukan Tabel dengan tenaga manusia, yaitu penanaman, penyiangan dengan cangkul, dan pemotongan batang tebu dengan machetes (pisau besar yang digunakan untuk memotong). Luas dan Penanganan Lahan. Luas lahan pertanian lebih dari 500 hektar, dibagi dalam bentuk blok-blok, dibatasi oleh lereng-lereng lahan yang tidak sesuai. Status Lahan: Pertanian besar, dimiliki dan dilaksanakan oleh perusahaan negara. Infrastruktur yang Diperlukan

Input Input tinggi. Metode modern dengan teknologi tinggi dan modal besar. Varietas tanaman dipilih sehingga cocok untuk daerah rendah dan sedang di Ethiopia. Pemupukan dilakukan dengan dosis mendekati tingkat pendapatan maksimum. Tanaman tebu memerlukan N dan K tinggi, tetapi P rendah. Dosis pemupukan kira-kira 100-200 kg N/ha, 20-90 kg P/ha, dan 125-160kg K/ha untuk 100 ton hasil tebu/ha. Dengan pertanaman ratoon keperluan N meningkat yaitu untuk mendorong pertumbuhan vegetatifnya. Pada tanah-tanah berat dapat diperbaiki dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Perlin-dungan tanaman dilakukan pada tanah-tanah yang pH-nya >8.0 terhadap penya-kit kerdil, sedangkan masalah nematoda kemungkinannya terdapat di tanah-tanah berpasir.

 pengawasan ketat terhadap pengairan  yang dilakukan dengan memompa air dari sungai. Pemberian air dilakukan dengan alur-alur keperluan air air alur-alur (furrow) (furrow) dan dan siphon. siphon. Selama Selama pertumbuhan pertumbuhan vegetatif vegetatif keperluan diperkirakan 21 hari hari pada pada diperkirakan sebesar sebesar 1500 1500 meter meter kubik kubik per per hektar hektar dengan dengan selang selang waktu waktu 21 tanah berpasir tanah yang yang berkapasitas berkapasitas penyediaan penyediaan air air tinggi, tinggi, sedangkan sedangkan pada pada tanah-tanah tanah-tanah berpasir selang batang selang waktunya waktunya dipersingkat dipersingkat menjadi menjadi 88 hari. hari. Selama Selama masa masa pembentukan pembentukan batang pemberian irigasi secara ringan tetapi berkali-kali, sedanangkan selama pemanjangan pemberian irigasi secara ringan tetapi berkali-kali, sedanangkan selama pemanjangan batang pemberian batang kedalaman kedalaman ditingkatkan, ditingkatkan, dan dan selama selama pematangan pematangan batang batang selang selang pemberian air pemberian ini ini air ditingkatkan, ditingkatkan, antara antara pemberian pemberian sampai sampai dengan dengan penyetopan penyetopan pemberian menyebabkan menyebabkan pemasakan. pemasakan.   Input Air dan Prakteknya: Diperlukan

Karakteristik Pertanaman Sistem pertanian tanaman tahunan sedang dengan masa tumbuh 3-8 tahun tergantung kesesuaian lahan. Faktor tanaman dan indeks pertumbuhan keduanya > 70%, tanpa rotasi tanaman. Periode pertanaman sampai panen pertama 15-18 bulan. Panenan tanaman ratoon dilakukan secara kontinyu selama 3-8 tahun. Frekuensi panenan dan jumlah ratoon yang dapat dipanen sebelum penanaman kembali menjadi penting pada tanah yang kelas kesesuaiannya tinggi dan sedang. Praktek Penanaman Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah, pembumbunan; jarak baris 1,1-1,4 m, jumlah tanaman per hektar 21.000 – 35.000, penanaman dilakukan pada alur-alur dan dibumbun setelah 3 bulan. Tindakan konservasi tanah tidak diperlukan pada lahan datar. Total pupuk P dan K diberikan pada saat tanam, sedangkan N diberikan 3 bulan setelah tanam. Pekerjaan panenan yang dilakukan termasuk pembakaran tanaman sebelum panen, pemotongan, dan pengangkutan ke tempat pengolahan hasil. Pemotongan dengan tangan. Pengangkutan batang dilakukan secepatnya ke pabrik pengolahan untuk mengurangi terjadinya kehilangan kandungan gula (sucrose). Untuk menghindari kerusakan karena salinitas dilakukan perbaikan drainase atau pencucian dengan pemberian iklim Ali Kabul Mahiair, terutama pada saat199 lebih kering, atau saat terlihat adanya gejala penimbunan garam. Produksi dan Hasil

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jalan masuk ke pabrik pengolahan, sebainya di lokasi pertanian. perbaikan varietas tanaman, pelayanan khusus mengenai agronomi, tanah, dan entomologi. Sangat diperlukan jalan transportasi yang baik.


Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah, pembumbunan; jarak baris 1,1-1,4 m, jumlah tanaman per hektar 21.000 – 35.000, penanaman dilakukan pada alur-alur dan dibumbun setelah 3 bulan. Tindakan konservasi tanah tidak diperlukan pada lahan datar. Total pupuk P dan K diberikan pada saat tanam, PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN yang dilakukan sedangkan N diberikan 38.bulan setelah tanam. Pekerjaan panenan termasuk pembakaran tanaman sebelum panen, pemotongan, dan pengangkutan ke tempat pengolahan hasil. Pemotongan dengan tangan. Pengangkutan batang dilakukan secepatnya ke pabrik pengolahan untuk mengurangi terjadinya kehilangan kandungan gula (sucrose). Untuk menghindari kerusakan karena salinitas dilakukan perbaikan drainase atau pencucian dengan pemberian air, terutama pada saat iklim lebih kering, atau saat terlihat adanya gejala penimbunan garam. Produksi dan Hasil Di bawah pengelolaan yang baik, hasil pertanaman pertama 100-175 ton tebu per hektar dengan kadar gula 10-16%. Dengan tanaman raton berturut-turut akan terjadi kemunduran hasil. Berdasarkan penurunan hasil, tanah bera, dan periode penanaman kembali, rata-rata produksi sekurang-kurangnya mencapai 50.000 ton tebu per tahun dari luas areal pertanaman 500 hektar tersebut. Informasi Ekonomi: ($ /ha/th):  Biaya tetap

: 40 (termasuk pengembalian modal),

 Biaya tak tetap

: 50 - 70, pada lahan kelas S1 lebih rendah daripada S2

 Nilai produksi

: 120 - 150, pada lahan kelas S1 lebih tinggi daripada S2

 Pendapatan kotor

: 50 - 100,

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

 Pendapatan bersih pertanian : 10 - 60, 



 Tingkat pendapatan: tidak dihitung. Untuk modal tipe penggunaan lahan yang intensif seperti ini, data ringkasan demikian hanya untuk menunjukkan kemungkinan biaya yang diperlukan dan pendapatan yang dicapai.

 8.3 Analisis Kelayakan Finansial   Untuk menentukan kelayakan penggunaan lahan yang akan direncanakan berhubungan erat dengan manfaat yang akan didapat       dengan adanya penggunaan lahan yang direncanakan. Dari sudut  manfaat, penggunaan lahan dapat menghasilkan manfaat, baik         finansial (financial benefit) maupun sosial (social benefit). Manfaat sosial tinjauannya lebih daripada manfaat finansial,   luas     oleh karena  itu manfaat sosial disebiut pula dengan manfaat makro, dan manfaat           finansial disebut dengan manfaat mikro. Dari sudut pengelola            penggunaan lahan analisis yang akan dilakukan lebih ditekankan          pada kelayakan finansial, akan tetapi untuk kepentingan yang lebih luas maka studi kelayakan lebih ditekankan pada kelayakan sosial. Di           dalam perencanaan penggunaan lahan yang akan dibahas saat ini            lebih ditekankan pada kelayakan finansial untuk macam penggunaan           lahan yang direncanakan.   hal  yang  harus       Beberapa dipertimbangkan di dalam analis kelayakan finansial penggunaan lahan, yaitu perkiraan investasi, biaya operasi  dan pemeliharaan, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan,      analisis kriteria  investasi, perhitungan break even ponit dan  Pay back Period, Proyeksi laba rugi dan aliran kas.                  Ali Kabul Mahi 200 


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

8.3.1 Usahatani Jagung Komoditas jagung merupakan komoditas penting seiring dengan semakin berkembangnya agroindustri pakan ternak baik di Lampung maupun di sekitar daerah Jabotabek, permintaan komoditas jagung semakin meningkat sebagai bahan baku industri tersebut. Pengembangan komoditas jagung dilakukan melalui program intensifikasi dengan menggunakan benih jagung hibrida yang memiliki keunggulan dalam hal produksi. Analisis finansial usaha tani jagung skala petani disajikan pada Tabel 58. dengan menggunakan nilai nisbah pendapatan kotor dan biaya kotor, yaitu nisbah R/C. Pada Tabel 58 terlihat bahwa nisbah R/C usahatani jagung lebih besar dari satu, baik dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan maupun dengan biaya tunai. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha tani jagung cukup menguntungkan. Tingkat keuntungan akan bertambah jika ada kenaikan harga output. Kenaikan harga jagung dimungkinkan terjadi sewaktu-waktu sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran, baik di pasar lokal, regional, maupun internasional. 8.3.2 Usahatani Ubikayu Usaha tani ubikayu belum intensif sepenuhnya, sehingga produktivitas yang dicapai belum optimal. Pada saat ini (setelah krisis ekonomi) harga ubikayu relatif meningkat dengan tajam. Tanaman ubikayu relatif terus berkembang mengingat komoditas ini sangat adaptif pada kondisi lahan marjinal dan risikonya paling rendah dibandingkan dengan komoditas-komoditas palawija lainnya. Oleh karena itu perbaikan harga akan sangat merangsang peningkatan produktivitas ubikayu di tingkat produsen. Analisis ekonomi usaha tani komoditas ubikayu disajikan pada Tabel 59. Tabel 58. Analisis Finansial Usahatani Jagung tiap Hektar No

Uraian

1

Riancian Biaya a. Benih (kg) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga

Jumlah Fisik 25,00 500,00 4,00 25,00

Harga (Rp/sat.) 3.750,00 1.538,00 12.000,00 5.000,00

Ali Kabul Mahi

Nilai (Rp)

93.750,00 769.000,00 48.000,00 125.000,00

201

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Untuk melengkapi pembahasan masalah tersebut di atas berikut ini disajikan berbagai studi kasus dengan dengan perhitungan kelayakan finansial penggunaan lahan yang direncanakan.


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN 2 3

- Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan (kg) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

75,00 1,00

5.000,00 0,00

375.000,00 0,00

0,00

0,00

0,00

1.410.750,00 5.500,00

600,00

1.285.750,00 3.300.000,00

2,34

2,57

Sumber: Mahi dkk., 1999

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 59. Analisis Ekonomi Usahatani Ubikayu tiap No

Uraian

1

Riancian Biaya a. Bibit (bt) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan (kg) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

2 3

Jumlah Fisik 0,00 200,00 0,00 50,00 75,00 1,00

0,00

Harga (Rp/sat.) 0,00 1.538,00 0,00

5.000,00 5.000,00 0,00

0,00 307.600,00 0,00 0,00 250.000,00 375.000,00 0,00

0,00

0,00

16000

Nilai (Rp)

932.600,00 125,00

682.600,00 2.000.000,00

2,14

2,93

Sumber: Mahi dkk., 1999 Pada Tabel 59 terlihat bahwa rasio R/C usaha tani ubikayu lebih besar dari satu, baik dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan maupun dengan biaya tunai. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha tani ubikayu cukup menguntungkan. Keuntungan masih dapat ditingkatkan lagi apabila menanm varietas yang produktivitasnya lebih tinggi.

202

Ali Kabul Mahi


8.3.3 Usahatani Kedelai Komoditas kedelai merupakan salah satu komoditas yang penting di mana komoditas tersebut merupakan komoditas nasional. Akan tetapi saat ini petani belum mampu meningkatkan produktivitas kedelai sampai pada tingkat yang menguntungkan jika dibandingkan dengan komoditas lain terutama jagung yang produktivitasnya lebih tinggi, risikonya lebih rendah, dan pasar jagung lebih terjamin dengan harga yang lebih menarik. Analisis subsistem usaha tani kedelai disajikan pada Tabel 60. Pada Tabel 60 terlihat bahwa rasio R/C usaha tani kedelai lebih besar dari satu, baik dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan maupun dengan biaya tunai. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha tani ubikayu cukup menguntungkan. Tabel 60. Analisis Ekonomi Usahatani Kedelai tiap Hektar No

Uraian

1 Riancian Biaya a. Benih (kg) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai 2 Penerimaan (kg) 3 R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai) Sumber: Mahi dkk., 1999

Jumlah Fisik 35 225 2 50 75 1,00 0,00 900

Harga (Rp/sat.)

1900 1.538,00 12.000,00 5.000,00 5.000,00 0,00 0,00

1.800,00

Nilai (rp)

66.500,00 346.050,00 24.000,00 250.000,00 375.000,00 0,00 0,00 1.061.550,00 811.550,00 1.620.000,00 1,53 2,00

8.3.4 Usahatani Kacang Tanah Kacang tanah merupakan komoditas potensial untuk dikembangkan, memiliki kegunaan yang tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya. Analisis usahatani kacang tanah disajikan pada Tabel 61. Pada Tabel 61. terlihat bahwa rasio R/C usaha tani kacang tanah lebih besar dari satu, baik dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan maupun dengan biaya tunai. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha tani kacang tanah cukup menguntungkan.

Ali Kabul Mahi

203

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 61. Analisis Ekonomi Usahatani Kacang Tanah tiap Hektar No Uraian 1 Riancian Biaya a. Benih (kg) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai 2 Penerimaan (kg) 3 R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai) Sumber: Mahi dkk., 1999

Jumlah Fisik 35,00 225,00 2,00 50,00 75,00 1,00 0,00 700,00

Harga Nilai (rp) (Rp/sat.) 1.900,00 66.500,00 1.538,00 346.050,00 12.000,00 24.000,00 5.000,00 250.000,00 5.000,00 375.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.061.550,00 811.550,00 1.700,00 1.190.000,00 1,12 1,47

8.3.5 Usahatani Nanas Nanas biasanya ditanam pada lahan kering dan sudah banyak diusahakan oleh masyarakat walaupun masih dalam skala kecil. Analisis usaha tani komoditas nanas disajikan pada Tabel 62. Berdasarkan Tabel 62 dapat dilihat bahwa usahatani nanas cukup menguntungkan. Terlebih jika dilakukan intensifikasi dan penggunaan bibit nanas yang memadai. 8.3.6 Usahatani Pisang Komoditas pisang umum diusahakan petani pada lahan kering sebagai tanaman tumpangsari di lahan pekarangan, kebun atau di ladang. Teknologi yang digunakan umumnya masih sederhana dan belum intensif. Intensifikasi tanaman pisang diduga dapat meningkatkan produksi per satuan luas, sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Analisis ekonomi usahatani pisang dengan asumsi teknologi semiintesif disajikan pada Tabel 63. Berdasarkan Tabel 63 dapat dilihat bahwa usahatani nanas cukup menguntungkan. Terlebih jika dilakukan intensifikasi dan penggunaan bibit pisang yang memadai.

204

Ali Kabul Mahi


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

No

Uraian

1 2 3

Riancian Biaya a. bibit (bt) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan (bh) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

Jumlah Fisik

Harga Nilai (Rp) (Rp/sat.) 0 0,00 1.538,00 653.650,00 0,00 0,00 5.000,00 85.000,00 5.000,00 10.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 748.650,00 663.650,00 500,00 1.550.000,00 2,07 2,34

0 425,00 0,00 17,00 2,00 1,00 0,00

3.100,00

Sumber: Mahi dkk., 1999 Tabel 63. Analisis Ekonomi Usahatani Pisang tiap Hektar dengan Teknologi Semi Intensif dan Pola Monokultur No

Uraian

1 2 3

Riancian Biaya a. Bibit (bt) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan (tdn) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

Jumlah Fisik 1.100,00 350,00 5,00 50,00 75,00 1,00 0,00 1.000,00

Harga (Rp/sat.) 250,00 1.538,00 12.000,00 5.000,00 5.000,00 0,00 0,00 3.000,00

Nilai (Rp) 275.000,00 538.300,00 60.000,00 250.000,00 375.000,00 0,00 0,00 1.498.300,00 1.248.300,00 3.000.000,00 2,00 2,40

Sumber: Mahi dkk., 1999

Ali Kabul Mahi

205

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 62. Analisis Ekonomi Usahatani Nanas tiap Hektar


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN 8.3.7 Usahatani Pepaya Komoditas pepaya dapat diusahakan pada lahan kering baik secara monokultur atau sebagai tanaman sisipan pada lahan darat atau kebun. Analisis usahatani komoditas pepaya disajikan pada Tabel 64.

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 64. Analisis Ekonomi Usahatani Pepaya tiap Hektar No

Uraian

1 2 3

Riancian Biaya a. Bibit (bt) b. Pupuk (kg) c. Pestisida (kg atau l) d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

Jumlah Fisik

Harga (Rp/sat.)

Nilai (Rp)

1.500,00 600,00 2,00

200,00 1.538,00 12.000,00

300.000,00 922.800,00 24.000,00

26,00 40,00 1,00 0,00

5.000,00 5.000,00 0,00 0,00

35.000,00

130.000,00 200.000,00 0,00 0,00 1.576.800,00 1.446.800,00 10.500.000,00 6,66 7,26

300,00

Sumber: Mahi dkk., 1999

8.3.8 Usahatani Rambutan Komoditas rambutan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup banyak diusahakan oleh petani baik secara monokultur ataupun campuran dengan komoditas lain di lahan pekarangan ataupun di lahan kebun yang lainnya. Analisis usahatani komoditas rambutan disajikan pada Tabel 65. Tabel 65. Analisis Ekonomi Usahatani Rambutan tiap Hektar No

Uraian

1

Riancian Biaya a. Bibit (bt) b. Pupuk (kg) c. Pestisida (l) d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan

206

Jumlah Fisik 0,00 50,00 0,00 25,00 20,00 1,00 0,00

Ali Kabul Mahi

Harga (Rp/sat.)

0,00 1.538,00 0,00 5.000,00 5.000,00 0,00 0,00

Nilai (Rp)

0,00 76.900,00 0,00 125.000,00 100.000,00 0,00 0,00 301.900,00


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN 2 3

Total biaya tunai Penerimaan (kg) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

6.000,00

176.900,00 3.000.000,00 9,94 16,96

500,00

8.3.9 Usahatani Cabe Merah Usaha tani cabe merah sudah banyak dilakukan petani dengan cara yang intensif. Pasar cabe merah sering berfluktuasi dan pada saat musim panen raya kadang-kadang harga sangat rendah. Kendati demikian petani tidak jera untuk mengusahakan komoditas ini karena memang cabe merah merupakan komoditas pokok yang dibutuh banyak orang. Analisis usaha tani cabe merah disajikan pada Tabel 66. Tabel 66. Analisis Ekonomi Usahatani Cabe Merah tiap Hektar Luas Usaha No

Uraian

1 2 3

Riancian Biaya a. Bibit (kg) b. Pupuk (kg) c. Pestisida d. Tenaga kerja (HKP) - Dalam keluarga - Luar keluarga e. Sewa tanah (ha) f. Pajak dan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya tunai Penerimaan (kg) R/C (biaya diperhitungkan) R/C (biaya tunai)

Jumlah Fisik 1,00 500,00 8,00 150,00 75,00 1,00 0,00 2.500,00

Harga (Rp/sat.) 300.000,00 1.538,00 17.000,00 5.000,00 5.000,00 0,00 0,00 12.000,00

Nilai (Rp)

300.000,00 769.000,00 136.000,00 750.000,00 375.000,00 0,00 0,00 2.330.000,00 1.580.000,00 30.000.000,00 12,88 18,99

Sumber: Mahi dkk. 1999

8.3.10 Usahatani Salak Komoditas salak juga telah banyak diusahakan oleh petani, dan banyak petani yang telah berhasil dalam mengembangkan tanaman salak tersebut. Keuntungan bertani salak menurut petani antara lain: pemeliharaannya mudah (tidak perlu intensif), jika telah berbuah akan terus sepanjang waktu sehingga pola produksi dapat sinambung setiap bulan. Analisis usahatani salak pada Tabel 67 (Mahi dkk., 1999). Berdasarkan Tabel 67 dapat dilihat bahwa usaha tani salak jika dilakukan dengan baik (paling tidak semi intensif) memiliki peluang yang sangat besar dalam memberikan keuntungan kepada pengelolanya. Ali Kabul Mahi

207

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Sumber: Mahi dkk., 1999


No 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Tahun

Penerimaan (Rp) 10.000.000 3.764.020 4.936.100 10.084.100 16.680.000 17.449.800 24.454.780 25.431.855 26.408.930 27.386.005 28.363.080 29.340.155 30.317.230 31.294.305 32.271.380 33.248.455 34.225.530 35.202.605 36.179.680 37.156.755 38.133.830 39.110.905 40.087.980 41.065.055

Total Biaya (Rp) 11.720.500 2.933.050 2.079.750 2.283.250 2.694.250 3.573.700 4.810.000 5.059.900 5.074.500 5.322.600 8.178.000 6.336.550 6.354.750 6.599.250 6.619.250 7.712.200 7.635.000 7.875.900 7.899.500 8.138.600 9.040.550 9.152.550 9.179.750 9.415.250 9.444.250

Net Benefit (Rp) (11.720.500) 7.066.950 1.684.270 2.652.850 7.389.850 13.106.300 12.639.800 19.394.880 20.357.355 21.086.330 19.208.005 22.026.530 22.985.405 23.717.980 24.675.055 24.559.180 25.613.455 26.349.630 27.303.105 28.041.080 28.116.205 28.981.280 29.931.155 30.672.730 31.620.805

CF/DF 15% 2,6600 2,3131 2,0114 1,7490 1,5209 1,3225 1,1500 1,0000 0,8696 0,7561 0,6575 0,5718 0,4972 0,4323 0,3759 0,3269 0,2843 0,2472 0,2149 0,1869 0,1625 0,1413 0,1229 0,1069 0,0929 Jumlah

TC = TBp-1 = Bp = tp-1 (tahun) = BEP (tahun) =

PV(B) (Rp) 23.130.608 7.570.789 8.633.270 15.336.656 22.059.300 20.067.270 24.454.780 22.114.657 19.968.945 18.006.743 16.216.683 14.587.243 13.106.975 11.764.688 10.549.571 9.451.286 8.460.028 7.566.561 6.762.241 6.039.012 5.389.403 4.806.515 4.283.993 3.816.007 304.143.223

Rp107.123.281 Rp96.797.892 Rp24.454.780 7,00 7,42 tahun

PV(C) (Rp) 31.176.763 6.784.323 4.183.120 3.993.419 4.097.617 4.726.218 5.531.500 5.059.900 4.412.609 4.024.650 5.377.168 3.622.943 3.159.434 2.853.038 2.488.421 2.521.132 2.170.344 1.946.802 1.697.944 1.521.163 1.469.342 1.293.518 1.128.141 1.006.159 877.615 107.123.281

NPV (1) (Rp) (31.176.763) 16.346.285 3.387.669 4.639.851 11.239.038 17.333.082 14.535.770 19.394.880 17.702.048 15.944.295 12.629.575 12.593.740 11.427.809 10.253.937 9.276.267 8.028.440 7.280.943 6.513.226 5.868.617 5.241.078 4.569.669 4.095.885 3.678.374 3.277.834 2.938.391 197.019.942

CF/DF 57% 23,5124 14,9761 9,5389 6,0757 3,8699 2,4649 1,5700 1,0000 0,6369 0,4057 0,2584 0,1646 0,1048 0,0668 0,0425 0,0271 0,0173 0,0110 0,0070 0,0045 0,0028 0,0018 0,0012 0,0007 0,0005

NPV (2) (Rp) (275.577.468) 105.835.151 16.066.082 16.118.006 28.597.929 32.305.719 19.844.486 19.394.880 12.966.468 8.554.639 4.963.446 3.625.329 2.409.650 1.583.725 1.049.447 665.299 441.948 289.586 191.124 125.026 79.847 52.423 34.485 22.509 14.780 (345.484)

Ali Kabul Mahi

208

Tabel 67. Analisis Finansial Usahatani Salak Pondoh

7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Rp197.019.942 7,32 56,93%

NPV = Net B/C = IRR =

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


8.3.11 Usahatani Kakao Kelayakan ekonomi suatu usaha (usahatani) jangka panjang harus memasukkan dimensi waktu dengan analisis melalui penggunaan diskonto. Diskonto merupakan suatu teknik dimana dengan teknik tersebut dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi “nilai biaya pada masa sekarang”. Dalam menganalisis apakah suatu proyek (usahatani) itu layak atau tidak maka biaya maupun manfaat dinilai pada waktu sekarang (Present Value). Contoh usaha pertanaman kakao yang ditanam di areal pertanaman kelapa yang telah menghasilkan dikemukakan berikut ini. Usaha ini memerlukan investasi 2 juta rupiah, di mana investasi tersebut Rp.1.500.000,- dipinjam dari bank dengan suku bunga 13%, dan yang Rp.500.000,- dari dana sendiri. Perhitungan NPV, Net B/C dan IRR terterta pada Tabel 68. Dengan perkiraan suku bunga 13%, Benefit sebesar Rp.27.914.565,- dan biaya sebesar Rp.19.911.115,- didapatkan nilai NPV sebesar Rp.7.135.107,66, Net B/C sebesar 7,43 dan IRR sebesar 56%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha penanaman kakao di areal kelapa layak untuk dilaksanakan. 8.3.12 Usahatani Karet Arus biaya, penerimaan, serta analisis NPV, Net B/C, serta Gross B/C untuk komoditas karet tertera pada Tabel 69 (Mahi dkk., 1999). Perkiraan suku bunga 10% maka diperoleh NPV sebesar Rp8.534.793,55 yang berarti proyek (usahatani) tersebut menguntungkan karena NPV>0, sedangkan nilai IRR sebesar 22%. Selain itu dipertegas dengan analisis Net B/C yang bernilai > 1 (3,49 artinya penggunaan biaya sebesar satu rupiah akan menghasilkan benefit 3,49 rupiah). Begitu pula ketika perkiraan suku bunga lebih tinggi yakni 20% maka diperoleh NPV sebesar Rp551.533,38 atau masih lebih besar dari nol meskipun nilainya berkurang. Analisis B/C menunjukkan bahwa Net B/C sebesar 1,19 yang berarti penggunaan biaya sebesar satu rupiah akan memberikan benefit sebesar 1,19 rupiah (Mahi dkk. 1999).

Ali Kabul Mahi

209

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


Uraian

Jumlah Rupiah Tiap Tahun

15

16

Tabel 68. Perkiraan Kelayakan Investasi Kakao pada Areal Pertanaman Kelapa yang Telah Menghasilkan tiap Hektar (Mahi dkk., 1999) No

11

20

Jumlah

10

9.562.500

34.785.550

2.196.710

6

2.196.710

2.713.583

562.500

5

2.713.583

2.759.210

2.713.583

562.500

4

2.713.583

2.759.210

1.628.150

562.500

3

1.085.433

3.276.083

542.717

562.500

2

0

3.276.083

0

562.500

1

Arus Masuk

3.276.083

A. Penj. Biji kakao

562.500

0

1

3.276.083

44.348.050

562.500

2.190.650

562.500

1.647.933

562.500

1.105.217

562.500

562.500

562.500

562.500

Penj. Kelapa

Goss Margin

2

Arus Keluar

5.686.615

B.

10.752.000

344.000

528.000

632.359

856.500

0

344.000

528.000

0

152.000

0

344.000

706.000

0

0

0

344.000

708.000

0

227.500

0

344.000 708.000

0

0

0

344.000 708.000

0

152.000

0

344.000 496.000

0

5.000

0

344.000 384.000

49.063

12.500

377.409

262.265 264.000

92.482

0

333.990

217.660 484.000

130.905

996.000

0

295.556

390.690

307.500

261.563

164.909

231.472

195.000

500.000

1

Investasi awal Sarana Produksi Tenaga Kerja

4

3

1.128.132

952.727

1.166.972

1.271.472

1.204.000

1.052.000

1.279.500

1.050.000

1.024.000

872.000

19.427.464

1.499.990

2

Peralatan

5

2.120.662

6

20.863.929

Pemb. Bunga Pemb. Pinjaman Jumlah

1.604.129

3.738.088

0,0868

24.920.586

1.474.929

139.210

283.082

0,1415

1.887.210

1.892.171

208.697

260.282

0,1599

1.735.210

1.697.096

302.541

333.912

0,2607

2.226.083

1.890.471

442.429

299.487

0,2946

1.996.583

1.761.271

556.911

333.612

0,4803

2.224.083

781.301

845.971

310.812

0,5428

2.072.083

408.817

424.059

919.178

0,6133

137.877 129.617

250.735

72.144 -565.632

89.831

0,6931

480.961

0,7831

22.874 -1.558.162

-442.973

152.490

0,8850

0

Benefit

-500.000

-1.378.904

-565.632

Pajak 15%

1,0000

0

C

Net Benefit

-500.000

-1.558.162

D

DF 13%

E

NPV

Ali Kabul Mahi

210

-500.000

F

2,86 4.308.874 30%

4.802.397

G Net B/C NPV IRR

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

Umur (tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Tabel 69. Arus Biaya dan Arus Penerimaan Usahatani Karet dengan DF 13%

Arus Penerimaan 1.061.711 1.516.730 2.123.422 2.426.768 2.730.114 2.881.787 1.668.403 3.033.460 3.033.460 3.185.133 3.185.133 3.336.806 4.398.517 4.246.844 3.943.498 3.640.152 3.640.152 3.336.806 3.336.806 3.185.133 2.881.787 2.881.787 2.578.441 2.578.441 2.275.095 73.106.386

GrossB/C = 1,60 Net B/C = 2,10 IRR = 22%

Arus Biaya

Net Benefit

2.145.504 587.491 556.092 464.061 414.216 625.677 685.842 651.096 617.683 595.985 553.341 524.515 488.747 467.605 435.561 426.357 387.825 370.780 345.107 329.787 318.849 286.802 266.644 254.688 236.687 323.589 209.925 200.368 186.037 177.507 14.134.368

(2.145.504) (587.491) (556.092) (464.061) (414.216) 436.034 830.888 1.472.326 1.809.085 2.134.129 2.328.446 1.143.888 2.544.713 2.565.855 2.749.572 2.758.776 2.948.981 4.027.737 3.901.737 3.613.711 3.321.303 3.353.350 3.070.162 3.082.118 2.948.446 2.558.198 2.671.862 2.378.073 2.392.404 2.097.588 58.972.018

DF (10%) 13% 0,8850 0,7831 0,6931 0,6133 0,5428 0,4803 0,4251 0,3762 0,3329 0,2946 0,2607 0,2307 0,2042 0,1807 0,1599 0,1415 0,1252 0,1108 0,0981 0,0868 0,0768 0,0680 0,0601 0,0532 0,0471 0,0417 0,0369 0,0326 0,0289 0,0256

PV (B)

PV (C)

NPV (10%)

509.959 644.702 798.746 807.834 804.260 751.275 384.910 619.325 548.075 509.273 450.684 417.828 487.410 416.462 342.226 279.558 247.397 200.690 177.602 150.026 120.122 106.303 84.171 74.487 58.163 9.991.490

1.950.263 485.268 417.625 316.953 257.228 352.882 351.837 304.062 261.897 230.050 199.203 167.320 141.737 122.980 104.099 93.382 76.795 66.740 56.598 49.138 43.045 35.277 29.864 25.978 21.775 19.537 15.954 13.825 11.720 10.118 6.233.151

(1.950.263) (485.268) (417.625) (316.953) (257.228) 157.078 292.865 494.684 545.937 574.210 552.072 217.590 477.588 425.095 405.174 357.303 341.033 420.669 359.865 293.088 236.514 212.120 170.826 151.624 128.251 100.584 90.348 70.345 62.767 48.045 3.758.338

NPV negatif = (3.427.337) NPV Positif = 7.185.676

8.3.13 Usahatani Kelapa Sawit Arus biaya, penerimaan, serta analisis NPV, Net B/C, serta Gross B/C kelapa sawit disajikan pada Tabel 70 (Mahi dkk., 1999). Menggunakan perkiraan suku bunga sebesar 10% maka diperoleh NPV usahatani kelapa sawit sebesar Rp3.973.098,98 yang berarti proyek (usahatani) tersebut menguntungkan karena NPV > 0. Selain itu dipertegas dengan analisis Net B/C yang bernilai lebih besar dari satu (3,35 artinya penggunaan biaya sebesar satu rupiah akan menghasilkan benefit sebesar 3,35 rupiah). Begitu pula ketika perkiraan suku bunga lebih tinggi yakni 20% maka diperoleh NPV sebesar Rp426.188,62 atau masih lebih besar dari nol meskipun nilainya berkurang. Analisis B/C menunjukkan bahwa Net B/C sebesar 1,28 yang berarti penggunaan biaya sebesar satu rupiah akan memberikan benefit sebesar 1,28 rupiah (Mahi, dkk. 1999). Ali Kabul Mahi

211

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Tabel 70. Arus Biaya dan Arus Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit dengan DF 10% Umur (tahun)

Arus Penerimaan

Arus Biaya

Net Benefit

DF (10%)

PV (B)

PV (C)

NPV (10%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

313.853 502.288 765.380 865.431 1.057.358 1.221.887 1.466.344 1.696.914 1.782.070 1.866.812 1.866.812 1.866.812 1.866.812 1.866.812 1.866.812 1.782.070 1.782.070 1.696.914 1.696.914 1.612.171 1.612.171 1.527.429 1.527.429 34.109.564

1.318.675 481.638 443.200 443.200 689.200 443.200 443.200 443.200 443.200 689.200 443.200 443.200 443.200 443.200 689.200 443.200 443.200 443.200 443.200 689.200 443.200 443.200 443.200 443.200 689.200 13.223.913

(1.318.675) (481.638) (129.347) 59.088 76.180 422.231 614.158 778.687 1.023.144 1.007.714 1.338.870 1.423.612 1.423.612 1.423.612 1.177.612 1.423.612 1.423.612 1.338.870 1.338.870 1.007.714 1.253.714 1.168.971 1.168.971 1.084.229 838.229 20.885.651

0,909000 0,826000 0,751000 0,683000 0,621000 0,564000 0,513000 0,467000 0,424000 0,386000 0,360000 0,319000 0,290000 0,263000 0,239000 0,218000 0,198000 0,180000 0,164000 0,149000 0,135000 0,123000 0,112000 0,102000 0,092000

235.704 343.063 475.301 488.103 542.425 570.621 621.730 655.009 641.545 595.513 541.375 490.972 446.168 406.965 369.629 320.773 292.259 252.840 229.083 198.297 180.563 155.798 140.523 9.194.259

1.198.676 397.833 332.843 302.706 427.993 249.965 227.362 206.974 187.917 266.031 159.552 141.381 128.528 116.562 164.719 96.618 87.754 79.776 72.685 102.691 59.832 54.514 49.638 45.206 63.406 5.221.160

(1.198.676) (397.833) (97.139) 40.357 47.308 238.138 315.063 363.647 433.813 388.978 481.993 454.132 412.847 374.410 281.449 310.347 281.875 240.997 219.575 150.149 169.251 143.783 130.925 110.591 77.117 3.973.099

NPV negatif = Rp.1.693.647

Gros B/C = 1,76 Net B/C = NPV+/NPV- = 3,35 IRR = 23,0%

NPV Positif = Rp.5.666.746

8.3.14 Usahatani Jahe Seorang petani berencana membuka usaha perkebunan jahe dengan luas areal 5 ha (Ibrahim, 2003). Untuk melaksanakan kegiatan tersebut dibutuhkan biaya investasi sebagai berikut: a) Traktor tangan 1 buah dengan harga Rp.9.000.000,b) Cangkul 10 buah @ Rp.10.000,c) Parang 10 buah @ Rp.5.000,d) Garu 4 buah @ Rp.7.500,e) Biaya pemagaran per ha Rp.120.000,f ) Biaya pembangunan gubuk Rp.500.000,g) Investasi lainnya, yaitu setiap awal tahun masih diperlukan biaya penggantian peralatan rata-rata Rp.100.000,-

212

Ali Kabul Mahi


Biaya operasi dan pemeliharaan dalam usaha perkebunan jahe terdiri dari: a) Pengolahan tanah per ha Rp.60.000,b) Biaya pembuatan bedengan per ha 100.000,c) Biaya penggalian alur tanam per ha Rp.50.000,d) Biaya pemupukan per ha Rp.200.000,e) Biaya bibit per ha Rp.150.000,f ) Biaya penyiangan per ton produksi Rp.50.000,g) Biaya pengangkutan per ton produksi Rp.10.000,h) Gaji 2 orang tenaga kerja tetap, diperhitungkan per orang per bulan Rp.150.000,i) Owners fee pengusaha per bulan Rp.300.000,j) Sewa tanah per ha per tahun Rp.50.000,k) Biaya variabel lainnya diperkirakan rata-rata per bulan sebesar Rp.60.000,Proyek ini membutuhkan dana investasi sebesar Rp.14.000.000,dimana sumber dana direncanakan Rp.6.000.000,- menggunakan modal pinjaman dari bank dan sisanya Rp8.000.000,- merupakan modal sendiri. Dana pinjaman bank dengan tingkat bunga 13% per tahun dan dimajemukkan setiap tahun selama 5 tahun. Rencana produksi dalam satu tahun adalah satu kali panen. Pada tahun pertama, hasil produksi yang direncanakan hanya seluas 3 ha, tahun kedua 4 ha, dan tahun ketiga s.d kelima seluas 5 ha. Jumlah produksi berdasarkan pengalaman 10 ton per ha, dengan harga jual Rp.750,-/kg. Usaha perkebunan jahe ini pada tahun kelima masih mempunyai scrap value dari investasi sebesar Rp.1.000.000,- yaitu nilai sisa dari alat-alat pertanian. Berdasarkan data hasil penelitian ini, apakah usaha ini layak untuk dikembanngkan dilihat dari finacial benefit? Penyelesaiannya adalah sebagai berikut: a) Untuk memudahkan penyelesaian, perlu diadakan rekapitulasi biaya seperti tertera pada Tabel 71. b) Selain biaya di atas, biaya lainnya yang merupakan biaya tetap adalah biaya pengembalian pokok pinjaman (cicilan kredit) dan biaya modal (bunga pinjaman) seperti tertera pada Tabel 72. c) Buat tabel untuk perhitungan NPV, IRR, dan Net B/C Ratio tertera pada Tabel 73, dan perhitungan Break Even Point tertera pada Tabel 74 dengan menggunakan formula yang telah dikemukakan sebelumnya.

Ali Kabul Mahi

213

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 71. Rekapitulasi Biaya Usaha Perkebunan Jahe (Rp.000)

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Jenis Biaya A. Biaya Tetap Alat-alat Pemagaran Scrap Value Penyusutan B. Biaya Variabel Pengl tanah Bedengan+alur Pemupukan Bibit Penyiangan Pengangkutan Gaji Karyawan Owner Fee Sewa Tanah Lainnya Jumlah A + B

1

2

9.780,00 360,00 0,00 1.600,00

0,00 120,00 0,00 1.600,00

180,00 450,00 600,00 450,00 1.500,00 300,00 3.600,00 3.600,00 150,00 720,00 23.290,00

Tahun 3 0,00 120,00 0,00 1.600,00

240,00 600,00 800,00 600,00 2.000,00 400,00 3.600,00 3.600,00 200,00 720,00 14.480,00

4

5

0,00 0,00 0,00 1.600,00

300,00 750,00 1.000,00 750,00 2.500,00 500,00 3.600,00 3.600,00 250,00 720,00 15.690,00

0,00 0,00 1.000,00 1.600,00

300,00 750,00 1.000,00 750,00 2.500,00 500,00 3.600,00 3.600,00 250,00 720,00 15.570,00

300,00 750,00 1.000,00 750,00 2.500,00 500,00 3.600,00 3.600,00 250,00 720,00 16.570,00

Tabel 72. Jumlah Pengembalian Pokok Pinjaman dan Bunga Usaha Perkebunan Jahe (Rp000) Th

Cicilan

Bunga (3x6)

Jml PPP (2 - 3)

1 0 1 2 3 4 5

2 0,00 1.705,89 1.705,89 1.705,89 1.705,89 1.705,89

3

4

0,00 780,00 659,63 523,62 369,93 196,25

0,00 925,89 1.046,25 1.182,27 1.335,96 1.509,63

Keterangan: PPP = Pengembalian Pokok Pinjaman JP = Jumlah Pinjaman

214

Ali Kabul Mahi

Jumlah Pengembalian (4 + 5) 5 0,00 925,89 1.972,14 3.154,41 4.490,37 6.000,00

Sisa Kredit (JP - 5) 6 6.000,00 5.074,11 4.027,86 2.845,59 1.509,63 0,00

An = Rp6,000,000 i = 0.13 n=5 R = An*(i/(1-(1+i)^-n)) R = Rp1,705,887.26, (cicilan)


8. PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 73. Perhitungan NPV, Net B/C, dan IRR Usaha Perkebunan Jahe (Rp.000) Tahun

Uraian

NPV IRR Net B/C

1

2

22.500,00 22.500,00 23.290,00

30.000,00 30.000,00 14.480,00

3 37.500,00 37.500,00 15.690,00

925,89

1.046,25

1.182,27

1.335,96

1.509,63

780,00 24.995,89 -2.495,89 0,00 -2.495,89 0,8850 -2.208,75

659,63 16.185,88 13.814,12 2.072,12 11.742,00 0,7831 9.195,71

523,62 17.395,89 20.104,11 3.015,62 17.088,49 0,6931 11.843,18

369,93 17.275,89 20.224,11 3.033,62 17.190,49 0,6133 10.543,25

196,25 17.275,88 21.224,12 3.183,62 18.040,50 0,5428 9.791,66

8.280,00

-8.280,00 0,00 -8.280,00 1,00 -8.280,00

4

5

37.500,00

37.500,00 15.570,00

37.500,00 1.000,00 38.500,00 15.570,00

= 30.885,05 = 77% = 3,94

Tabel 74. Perhitungan Break Even Point Usaha Perkebunana Jahe

Tahun 0 1 2 3 4 5

Total Cost (Rp.000) 8.280,00 24.995,89 18.258,00 20.375,51 20.291,54 20.459,50

Benefit (Rp.000) 22.500,00 30.000,00 37.500,00 37.500,00 38.500,00

DF 13% 1,0000 0,8850 0,7831 0,6931 0,6133 0,5428

PV (TC) (Rp.000) 8.280,00 22.120,26 14.298,69 14.121,25 12.445,18 11.104,60 82.369,98

PV (B) (Rp.000) 0,00 19.911,50 23.494,40 25.989,38 22.999,45 20.896,26 113.291,00

BEP = Tp-1 + ((∑TCt-∑Btcp-1)/Bp), = 3,56 Tahun Tp-1 = 3 ∑TCt = Rp.80.421 Bp = Rp.25.989

Ali Kabul Mahi

215

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

Pendapatan a. Hasil produksi c. Scrap Value Gross Margin Investasi Awal Operating Cost Kredit Bank a. Pokok Pinjaman b. Bunga Bank Total cost Benefit Pajak 15% Net Benefit D.F. 13% Pressent Value

0



Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 290 hlm. Balsem, T. P. Buurman, J. Dai, A. Hidayat. 1988. “Legenda Peta Land Unit Suvai Tinjau LREP Sumatera”. Pertemuan teknis pembakuan sistem klasifikasi dan metode survei tanah. Bogor 29-31 Agustus 1988. Bakosurtanal-Puslitan. Bogor. 11hlm. Beek, K.J. and J. Bennema. 1972. Land Evaluation for Agricultural Land Use Planning. An ecological methodology. Dept. of Soil Science and Geo-logy. Agricultural University. Wageningen. 165 pp. Brinkman, R. and A.J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural Purpose. IILRI. Wageningen. 116 pp. Buurman, P., T. Balsem, H.G.A. dan van Panhuys. 1988. Klasifikasi Satuan Lahan untuk Survei Tingkat Tinjau Sumatera. Laporan Teknis No 3a. Versi 1.2. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. 38 hlm. Christian, C.S. and G.A. Stewart. 1968. Methodology of Integrated Survey. Proc. Unesco Conf. on Aerial Survey and Integrated Studies. Toulouse Franc. p. 233-278. Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen & Unwin. London. 278 pp. Desaunettes, J.R. 1977. Catalogue of Landform for Indonesia. FAO/ UNDP Land Capability Appraisal Working Paper No. 13. Soil Research Institut Bogor. 147 p. Djaenudin D., Marwan H, H Subagyo, Anny Mulyani, dan N Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Balitbang Pertanian, Departeman Pertanian. Bogor 264 hal. Ali Kabul Mahi

217

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR PUSTAKA


Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR PUSTAKA Djaenudin D., H Marwan, H Subagyo, A Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditi Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak. Balitbang Pertanian, Departeman Pertanian. Bogor 154 hal FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. FAO, Rome. 72 p. FAO-CSR. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey. Centre for Soil Research. Bogor. Indonesia. 106 pp. Ibrahim, M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis (Edisi Revisi). Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. 249 hal. Kenchington, R., 1995. Managing marine environment: background, scales, complexity and information needs, Workshop BI-NERIC Training ini Basic Concepts of Integrated Coastal Zone Resource Management and Utilisation of information Technology, Townsville, 15-17 March 1995, 13p. Kips, Ph. A., D. Djaenudin, and Nata Suharta. 1981. The Land Unit Approach to Land Resources Survey for Lan­ duse Planning with Particular Reference. Project Technical Note No. 11 CSR. Bogor. 28 p. LREP. 1987. A Work Program for Provincial Physical Plan­ning. Land Resource Evaluation and Planning Project. WP 3 Doc. Bakosurtanal, Cobinong. 50 p. Mahi, A.K. 1987. Evaluasi Kemampuan Lahan Melalui Pendekatan Bentang Lahan di Daerah Lampung Utara. Tesis (S2), FPS. IPB. Bogor. 148 hlm. Mahi, A.K. 1994. Pendekatan Hirarki Spasial Sistem Lahan Dalam Evaluasi Lahan Pertanian Terkomputer. Disertasi S3 Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 269 hlm. Mahi, AK., A.I. Hasyim, S. Ramli, T. Syam, Udin Hasanudin, A. Syarnadi, Erwanto, dan Fahri. 1999. Perencanaan dan Strategi Pengembangan Sentra Agroindustri di Kabupaten Dati II Lampung Tengah. Kerjasama Pemerintah Daerah Tingkat II, Badan Perencanaan Pembangunan daerah dengan Lembaga Penelitian universitas Lampung. 138 Hal. Mahi, AK., 2005. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Unila, 250 hal Malingreau, J.P. 1978. “Penggunaan Lahan Pedesaan”. PUSPICS UGM BAKOSURTANAL. Yogyakarta. MEXE. 1969. A Review of Studies on Terrain Evaluation. MEXE report No. 1123. Oxford. New York.

218

Ali Kabul Mahi


Michell, C.W. 1973. Terrain Evaluation. Longman Group Ltd. London. 221 p. RePPProT. 1988. Land System and Suitability. Map sheet Tanjungkarang, Kota Agung. Regional Physical Planning Programe for Transmigration. Sarwono, H. 1988. “Penerapan Survei Tanah Untuk Bidang Bukan Pertanian”. Makalah Pertemuan Teknis Pembakuan Sistem Klasifikasi dan Metode Survei Tanah, Bukit Tinggi 29--31 Juli 1988. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. 185 hlm. Soil Survey Staff. 1992. Kunci Taksonomi, edisi pertama Bahasa Indonesia, SMSS Technical Monoraph No. 6. Sys, C. 1979. “Evaluation of the Physical Environment for Irrigation In term of land characteristic and land qualities”. In Land Evaluation Criteria for Irrigation. World Soil Resources Report 50: Pp. 60-76. Sys, C. 1980. Land Evaluation. State University of Ghent. International Trainning Centre for Post-Graduate Soil Scientist. Ghent. 319 pp. Townshend, J.G.R. 1981. Regeonalization of Terrain and Sensed Data, in“ Terrain Analysis and Remote Sensing. George Allen&Unwin. London. p. 109-132. Trojer, H. 1976. Weather Classification and Plant-Weather Relationship. SRI-FAO. Bogor. 85 pp. Vink, A.P.A. 1975. Landuse in Advancing Agriculture. Spring-Verlag. New York. 394 p. Wiradisastra, U.S, dan A.K. Mahi. 1992. Studi Lingkungan Tapak (Site) Satuan Lahan Potensial pada Daerah Aliran Sungai Sekampung. PPLH Lembaga Penelitian IPB. Bogor. 73 hlm. Wood, S.R. and F.J. Dent. 1983. A Land Evaluation Computer System: Methodology. CSR-FAO. Bogor. 205 pp.

Ali Kabul Mahi

219

Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggnaan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning)

DAFTAR PUSTAKA





Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.