ARÇAKA#5 | MARCH 2015
1
2 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
3
ARÇAKA #5 MARCH 2016
/CONTENTS //Perspective
12
16
Eugenius Pradipto
Yuli Kusworo
20
24
Gubug Guyub
Klinik Kopi
30
34
Rumah Tumbuh Sederhana
Proyek Ipoh Bus
Senior Architect:
//Design
Local:
Alumni:
//Art.Space
38
//Point
42
Young Architect:
Local:
Worldwide:
43
Campus News:
Campus News:
HIMARSITA Berkunjung
Welcome Party Architecture 2015: Archiporia!
44
Campus News: Bedah Buku-Studi Kasus: 7 Arsitek Indonesia-Lahirnya Generasi Arsitek Baru
4 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
46
47
Architectural Events:
Architectural Events:
Peran Generasi Muda: Memadukan Lama dan Baru di Jogja
Revisited Modernism
48
52 Student Works\\
Design Competition:
Design Competition:
Gemah Ripah Loh Jinawi
Aryan Marta
56
59
Design Competition:
Resensi:
Tembalang Eco-Shelter
Evaluasi Efektivitas Interior Bangunan Hijau Komunitas Salihara Berdasarkan Aktivitas Penggunanya
60
Technology\\ & Innovation
68
Anjangsana\\
Material Bambu untuk Kelangsungan Hidup yang Lebih Baik
64
Jejak Arsitektur:
Fenomena & Lifestyle:
Semangat Menata Desa Sumberarum
Indonesia Berkebun
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
5
arsitektur & komunitas 6 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
/AGENDA // ARCHIPRIX SEA 2016: Architecture for the Public Good /PENDAFTARAN : /DEADLINE: /LINK :
1 Juli 2016 31 Juli 2016 archiprixsea.com/ competition
// ARCASIA TRAVEL PRIZE 2016 Humanitarian Architecture /DEADLINE: 8 April 2016 /JURI: Patama Roonrakwit, Chutayaves Sinthuphan, Vipavee Kunavichayanont, Sathirut Nui Tandanannd, Luke Yeung, Bea Vithayathawornwong /LINK : http://www.arcasia.org/ events/upcoming-events/370-arcasia-travelprize-2016
// INDOBUILDTECH JAKARTA
// ARCASIA Students’ Architectural Design Competition 2016 /DEADLINE: 21 Maret 2016 - 20 Mei 2016 (Submission of design to the respective National) 20 Mei 2016 (Deadline for Submission to the respective National) /LINK : arcasia.org
// WISWAKHARMAN EXPO 2016: Escape House (UGM)
/PENDAFTARAN : /DEADLINE: /JURI: /LINK :
28 Desember 2015 - 12 Maret 2016 13 Maret 2016 Budi Pradono, Eko Prawoto, IAI DIY www.wiswakharmanexpo. com
// WEX 2016 TALKSHOW: Jogja Mencari Ruang (UGM)
/WAKTU : /LOKASI:
25 - 29 Mei 2016 Indonesia Convention Center, ICE-BSD City, Indonesia /LINK : www.indobuildtech.com www.buildingshow.com/indobuildtech
/WAKTU : /LOKASI:
9 April 2016 Aula Indoor, Taman Budaya Yogyakarta /PEMBICARA: Marco Kusumawijaya, Ren Katili, Budi Pradono /LINK : wiswakharmanexpo.com
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
7
/ABOUT PENERBIT
BIRO PENULISAN DAN PENELITIAN HIMA TRIÇAKA UAJY
PELINDUNG
Ir. Soesilo Budi Leksono, ST. MT. (Kaprodi Arsitektur UAJY) Ir. Arief Heru Swasono, MTP, IAI, IPM (Ketua IAI DIY)
PEMBIMBING Dr. Ir. Y. Djarot Purbadi, M.T. REDAKTUR PELAKSANA
Yulius Duta Prabowo (Koordinator Biro)
PEMASARAN
Titus Abimanyu Dananjaya (Wakil Koordinator Biro) Aubrey Desti Gelisia
SEKRETARIS
Chripina Yovita Putri Aldea Febryan R
BENDAHARA Gabby Helen
TIM EDITORIAL
Yunita Fitriani Florentina Ditta Agustine Fransilya Tupamahu
PENASEHAT REDAKSI
Billy Gerrardus Santo Agnes Ardiana
VISI ARÇAKA Membangun kecerdasan, kecintaan, dan kelestarian dunia arsitektur nusantara yang berwawasan internasional . MISI ARÇAKA 1.Menyajikan informasi sesuai dengan realita dalam proses berfikir kritis mahasiswa. 2.Menjadi acuan dan pedoman untuk memperkaya keilmuan di bidang arsitektur 3.Membangun, mengajak, dan menginspirasi pembaca untuk sadar, berpikir, dan berkarya bagi masyarakat. CONTACT US: Biro Penulisan dan Penelitian Himpunan Mahasiswa Arsitektur TRIÇAKA Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 44, Sleman, Yogyakarta - Indonesia email : arcakauajy@gmail.com
8 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
/EDITORIAL FENOMENA ARSITEKTUR DAN KOMUNITAS Membaca judul “Arsitektur dan Komunitas” spontan muncul pertanyaan: Ada apa dengan Arsitektur ? Apakah ada masalah antara Arsitektur dengan Komunitas ? Mengapa mau diangkat dua tema ini digabungkan dalam satu perbincangan ? Bukankah sejak dua dekade ini Arsitektur di Indonesia sudah menjadi sahabat masyarakat ? Ada apa lagi kok mahasiswa Arsitektur Atma Jaya ingin menyorotinya secara khusus ? Tentu ada sesuatunya, tetapi apa ??? Fenomena arsitektur komunitas mengingatkan sosok Mangunwijaya dan Hasan Purbo, yang nyaris menjadi ”tugu panutan” kokoh dan monumental gerakan ini. Gerak ke bawah mendorong arsitektur menjadi berkah bagi semakin banyak orang, khususnya masyarakat yang tersisih dan terabaikan. Tesisnya, arsitektur berakar pada situasi kedaerahan, lokalitas unik, khususnya budaya masyarakat (local wisdom). Arsitektur solider dengan masyarakat, maka para arsitek paham karakter dan nafas kehidupan masyarakat. Gerakan ke bawah ini sungguh mulia, menjadi upaya nyata menghadirkan arsitektur di tengah-tengah kehidupan masyarakat bawah. Arsitektur lantas memiliki citra baru dan wajah ramah merakyat. Karya-karya arsitektur merakyat bukan berarti “tidak bermutu”. Banyak karya arsitektur merakyat merupakan karya arsitektur bermutu tinggi. Karya Mangunwijaya di permukiman kali Code pernah mendapat penghargaan internasional dan diakui kehebatannya oleh banyak kalangan di seluruh dunia. Arsitektur yang bergerak di kalangan masyarakat bawah sungguh mengabdi pada kehidupan masyarakat. Arsitek melibatkan diri lahir-batin dalam kehidupan masyarakat bawah. Pemikiran, keilmuan dan ketrampilan serta kreativitas arsitektur sungguh didedikasikan kepada masyarakat bawah yang harus dibantu. Arsitektur menjadi peduli dan menyatu jiwa-raga dengan masyarakat. Lewat proses “manjing ajur ajer” lahirlah arsitek komunitas, sejenis sosok dan gerakan arsitektur yang solider pada kehidupan masyarakat. Kongkritnya, menjadi arsitektur yang mencari solusi-solusi kreatif-inovatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat bawah. Arsitektur yang berarti, berfungsi, dan bermakna bagi kehidupan. Dari proses keterlibatan lahir-batin itulah lahir karya arsitektur yang unik. Arsitektur komunitas lahir dengan sukacita dari rahim masyarakat tersisih atau terabaikan. Fenomena arsitek komunitas kini telah berkembang meluas. Arsitek komunitas semakin menjadi gerakan perubahan yang berjaringan. Ideologinya sama, mengabdikan profesi arsitektur kepada kehidupan orang tersisih dan terabaikan; gerakan “membumikan” arsitektur. Para arsitek komunitas terjun langsung dan terlibat di dalam kehidupan masyarakat, menciptakan arsitektur bersama masyarakat, bersama dengan sesama arsitek, bahkan dengan komunitas-komunitas lebih luas, termasuk dengan komunitas di luar negeri. Berbagai kesulitan dialami dalam proses dan dilihat sebagai berkah. Arsitek komunitas yakin kreativitas lahir dari himpitan kesulitan. Victor Papanek dalam bukunya berjudul “Design for the Real World, Human Ecology and Social Change” (1984) mengajarkan bagaimana menjadi arsitek dan arsitektur yang menjadi berkah bagi masyarakat. Baginya, desain dapat menjadi kekuatan yang mengubah keadaan sosial-budaya dan kesejahteraan masyarakat. Ungkapan khas Papanek “… poverty is the mother of innovation” kiranya dapat menjadi fondasi gerakan ke bawah dunia arsitektur. Kemiskinan adalah lahan subur bagi tumbuhnya kreativitas desain (arsitektur), menjadi peluang arsitektur untuk menjadi berkah bagi kehidupan manusia. Para arsitek yang bekerja di tengah-tengah masyarakat muncul dari perjalanan hidup yang unik. Ada pengalaman unik masa lalu yang mendorongnya. Ada keprihatinan akan derita masyarakat, kelestarian alam dan budaya (heritage) yang terpendam. Pengalaman masa kecil ikut berperan membentuk karakter sang arsitek, bukan semata-mata bangku kuliah. Peran masa kecil dan bangku kuliah memiliki kontribusi dalam pembentukan karakter arsitek dan karya-karyanya. Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo pernah mengatakan, berkarya itu berbeda dari bekerja. Berkarya dituntun dan digerakkan oleh hati, sedangkan bekerja dilandasi kontrak kerja. Melukis itu berkarya sedangkan mengecat dinding itu bekerja dituntun ideologi upah. Keduanya sama-sama mengoleskan cat pada media lukis, namun beda arti dan makna. Mari membentuk diri menjadi arsitek berhati mulia, bukan sekedar tukang gambar. Ada hati dan jiwa di dalam profesinya, bukan sekedar profesi yang mengharapkan upah dari pemberi kerja. Mari menjadi generasi arsitek yang berkerja dengan hati. Arsitek yang berkarya mulia, berpartisipasi dalam karya Sang Pencipta, dalam kehidupan masyarakat. Mari menjadi berkah bagi sesama. Salam, Djarot Purbadi
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
9
10 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
/CONTRIBUTORS
biropenelitian&penulisan
Yulius Duta P
Titus Abimanyu D
Aubrey Desti
Gabby Helen
Chrispina Yovita
Aldea Febryan R
Yunita Fitriani
Florentina Ditta
Fransilya Tupamahu
ARS’13
ARS’13
ARS’14
ARS’13
ARS’14
ARS’14
ARS’13
ARS’14
ARS’14
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
11
/PERSPECTIVE/SENIOR.ARCHITECT EUGENIUS PRADIPTO
BERAWAL DARI KAMPUNG
12 ARÇAKA#5 | MARCH 20164|||MAY 2015
Text by Aubrey Desti Gelisia Sandi. Photos by Gabby Helen M
Lahir dan besar di perkampungan membuat Eugenius Pradipto dikenal menjadi arsitek ‘kampung’. Gaya khas kampungnya membawa Pradipto pada dunia yang lebih sosialis dan berbudaya. Bagi Pradipto, dunia begitu dipenuhi dengan hal-hal yang secara kebetulan mempertemukan Pradipto dengan lingkungan dan kesatuan masyarakatnya. Secara keseluruhan inilah komunitas.
B
erawal dari kegemarannya menggambar sejak SMP, Pradipto akhirnya berani memutuskan untuk menjadi seorang arsitek dengan memulai studinya di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1976. Pradipto mengaku bahwa belajar di bidang arsitektur tidak terlalu menarik seperti apa yang ia pikirkan sebelumnya. Cara berpikir yang matematis dan teknis, membuat Pradipto merasa tidak lebih tertantang dengan adanya perkuliahan tersebut. Hal ini yang akhirnya mempertemukan Pradipto dengan Teater Stemka, yaitu sebuah wadah bagi penyuka seni drama dan teater yang didukung oleh komunitas dalam lokalitas tertentu. Teater Stemka berdiri tahun 1969 yang didukung oleh komunitas pemuda di lingkungan Gereja Katolik Kumetiran, wilayah di bagian barat Malioboro. Baginya Teater Stemka adalah tempat di mana ia dapat merasakan interaksi satu sama lain dengan keakrabkan khas kampung. Melalui teater tersebut Pradipto bertemu dengan banyak orang kampung yang dapat mengingat kembali bagaimana ia tumbuh dan besar di perkampungan. Hal paling menarik dari sebuah teater adalah bagaimana ia dapat bertemu orang-orang yang terlibat di bidang seni dan sosial budaya. Melalui obrolan ringan, Pradipto memulai memahami bagaimana cara berpikir para ahli seni dalam merasakan kehadiran sebuah lingkungan. Bagi mereka, lingkungan layaknya teater yang memiliki penghayatan terhadap suatu proses. Satu pengalaman menarik adalah ketika Pradipto bertemu dengan seniman Rudjito, seorang ahli perancang panggung.
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
13
Warga Desa Sukatani melakukan Gotong royong bersama untuk pengecoran kolom jembatan
Maket mushola di Jumoyo
Mengenai peran arsitek bagi komunitas yang dalam hal ini masyarakat untuk ke depannya, Pradipto hanya berpesan, “Sebagai arsitek harus memahami tentang konsep kedaerahan dari masyarakat Indonesia serta pemahanan mengenai local wisdom yaitu terkait makrokosmos dan mikrokosmos. Dengan hal ini maka kita dapat memahami nafas dan karakter dari Indonesia itu sendiri.�
14 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Rudjito kala itu membangun sebuah panggung yang diperuntukan bagi W.S Rendra, di mana panggung tersebut dibangun secara sederhana namun dapat menyampaikan kesan dari penyair itu sendiri. Hal tersebut membuat Pradipto merasa malu sebagai arsitek karena tidak mampu membuat karya yang lebih baik daripada seniman. Hal tersebut yang akhirnya menggerakan Pradipto untuk mempelajari lebih tentang bagaimana cara berpikir seniman dalam teater melalui kehidupan sehari-hari dan masyarakat. Inilah yang mengubah Pradipto menjadi arsitek yang lebih memahami kehadiran lingkungan dan masyarakat ke depannya.
Tahun 1989, Pradipto memulai perjalanan studi lanjutnya ke Jerman. Tidak banyak ilmu yang ia dapatkan di negara ini. Namun Jerman membuat Pradipto membuka ‘keran’ cara berpikirnya mengenai arti sebuah kesatuan. Jerman mengajarkan bahwa manusia bukanlah individu yang dapat bekerja sendiri, namun merupakan sebuah kesatuan dengan orang-orang di sekelilingnya. Penghargaan sebaiknya diberikan orang dengan peran sekecil apapun itu. Inilah yang dipahami sebagai mikrokosmos. Pradipto menerapkan ini dalam sebuah proses pembangunan proyeknya yang melibatkan masyarakat sebagai ahli dan juga pemilik.
Memahami Makrokosmos dan Mikrokosmos
Sistem Partipasi yang Membentuk Karakter Masyarakat
Tahun 1986, Pradipto melakukan kunjungan ke Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Pembangunan hunian di Kampung Naga ini menarik perhatian Pradipto. Pembangunan hunian dimulai dari peletakan tungku. Bagi mereka tungku adalah sumber kehidupan yaitu tempat pengolahan makanan. Setelah tungku diletakan, maka pembangunan berlanjut ke dapur, ruang tengah dan ruang tidur. Adanya gradasi ruang memperjelas penekanan fungsi ruangan tersebut. Ruang dengan elevasi tertinggi merupakan ruang tengah yang merupakan pusat rumah tersebut. Dalam konteks ini, ruang tengah digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga. Adanya ketinggian ruang ini menekankan makna sebuah pusat yang secara vertikal menunjuk ke atas. Inilah yang kemudian dipahami Pradipto sebagai makrokosmos. Atas dasar pemikiran ini, Pradipto membangun sebuah gereja katolik di Klodran tahun 2006 dan mushola di Jumoyo pada tahun 2012. Gereja tersebut memiliki ruang tengah yang disokong kuat oleh 3 bambu kokoh yang berarti Tri Tunggal Maha Kudus. Bangunan mushola memiliki ruang tengah yang merupakan penggabungan arah kiblat dan makrokosmos. Ini berarti ruang tengah bukanlah ruang yang berada di tengah, namun merupakan sebuah pusat yang berfungsi sebagai pengikat antara dunia secara horizontal dan transenden.
Tahun 2013, Pradipto bersama Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) menjalankan progam pembangunan infrakstruktur jembatan sebagai sarana akses pejalan kaki dan kendaraan roda tiga untuk perkampungan. Progam ini berlangsung dua kali yaitu pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 Pradipto menangani 3 dari 9 lokasi yaitu Pandeglang, Sukabumi dan Banten. Tahun 2014, Pradipto menangani 6 kabupaten dari 8 kabupaten yang mereka kelola bersama. Melalui progam ini, Pradipto mengenalkan bagaimana pentingnya masyarakat sebagai pemilik proyek turut berperan aktif dalam proses perancangan hingga pembangunan. Inilah yang kemudian dikenal dengan sistem partisipasi aktif. Masyarakat secara mandiri membentuk organisasi masyarakat yang berfungsi mengatur hal teknis dan non teknis. Pradipto berperan sebagai arsitek sekaligus motivator yang mengarahkan pemikiran masyarakat. Semua proses terjalin dalam dialog yang melibatkan masyarakat sebagai penentu keputusan. Dengan adanya komunikasi dan kerjasama yang utuh, masyarakat ternyata mampu mendirikan jembatan untuk kampungnya sendiri. Pradipto mengakui ini adalah suatu karya yang luar biasa yang berasal dari masyarakat dan untuk masyakarat itu sendiri. Selain itu, progam ini menjalin keakraban dan kedekatan antara arsitek dan juga masyarakat. *******
Arch Timeline 1984 1981 - 1983 1984 1992 1998 1984 - now
Graduated from UGM Yogyakarta Architect at Kerta Gana Yogya Architect at Candrakirana Yogya Master from University of Stuttgart Doctorat from University of Stuttgart Lecturer Staff at UGM Yogyakarta
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
15
/PERSPECTIVE/YOUNG.ARCHITECT
YULI KUSWORO
ARKOM, GERAKAN ARSITEK UNTUK MASYARAKAT KECIL Text by Gabby Helen M. Photos by Alfa Desta
16 ARÇAKA#5 | MARCH 20164|||MAY 2015
“Karena arsitektur itu luas. Bukan masyarakat kalangan atas saja yang membutuhkan kita. Namun juga masyarakat golongan bawah yang perlu kita rangkul untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka menjadi lebih baik.” Berawal dari perjalanan bersama dosennya sebagai co-researcher, Pak Yuli mulai menemukan jati diri yang sebenarnya sebagai arsitek pada saat mengunjungi sebuah perkampungan kumuh yang berada di Kota Surabaya. Beliau mendampingi dosennya yang kala itu sedang melakukan beberapa penelitian di perkampungan. Tibatiba saja dihampiri oleh warga dan dimintai tolong untuk membantu warga perkampungan tersebut agar tidak digusur oleh pemerintah setempat. Bagi Pak Yuli, hunian adalah segalanya dari sudut pandang arsitek. Hunian merupakan sebuah kediaman dimana para pengguna dapat merasakan keamanan dan kenyamanan didalamnya. Tanpa berpikir panjang, Pak Yuli dengan sigap langsung membantu warga dengan melakukan pemetaan kampung tersebut dengan melibatkan warga perkampungan. Setelah melakukan pemetaan usulan pemetaan yang baru dan dibawa oleh warga ke pemerintah kota agar pemerintah dapat meninjau ulang penggusuran yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Usulan itu akhirnya disetujui oleh pihak pemerintah dan alhasil perkampungan tersebut tidak jadi digusur oleh pemerintah. Setelah kasus tersebut selesai, Pak Yuli merasa bahwa masyarakat sebetulnya membutuhkan pemahaman dan keahlian arsitek dalam menyelesaikan masalah hunian.
Dedikasi kepada Masyarakat Setelah lulus dari Universitas Kristen Duta Wacana pada tahun 2001, sebagai fresh graduate Pak Yuli bergabung dengan beberapa konsultan pembangunan yang ada di Kota Yogyakarta. Kedua perusahaan konsultan yang bergerak dibidang pembangunan itu ialah Puri Brata Konsultan dan Hara Konsultan. Namun, pekerjaan yang beliau geluti sebagai drafter tak bertahan hingga satu tahun. Pak Yuli memilih berhenti bekerja sebagai drafter dan memutuskan untuk membantu dosennya sebagai co-researcher. Bersama dengan dosennya, Pak Yuli melakukan beberapa penelitian tentang perkampungan yang ada di Kota Yogyakarta, Malang dan Surabaya. Sambil melakukan penelitian di Kota Surabaya, Pak Yuli melakukan pemetaan kampung sesuai permintaan warga yang mana kampung tersebut akan digusur oleh pemerintah kota. Selain itu, banyak proyek yang Pak Yuli lakukan sebagai kontribusinya dalam dunia arsitektur. Sebagai contoh, yaitu membantu warga Aceh dalam menghilangkan trauma atas bencana tsunami tahun 2004 dengan bersamasama membangun hunian. Berkat dedikasinya di Aceh, Pak Yuli mendapat penghargaan IAI Awards pada tahun 2008. Selain itu, Pak Yuli juga aktif dalam penataan dan pengembangan kampung, seperti pendampingan warga Kampung Pisang di Makassar
dalam melakukan pemetaan kampung agar tidak digusur oleh pemerintah setempat, pe metaan Kampung Nelayan di Kendari Sulawesi Tenggara, penataan kam pung susun di Waduk Pluit Jakarta bersama mahasiswa arsitektur UI, pemetaan kampung kumuh di Bantaran Kali Gajah Wong dan Winongo, serta pemetaan Desa Jagalan Kotagede sebagai desa wisata. Sebuah Gerakan untuk Masyarakat Kecil “Sebuah gerakan arsitek untuk masyarakat miskin.” Itulah pernyataan yang diucapkan oleh Yuli Kusworo ketika ditanya mengenai Arsitek Komunitas. Arsitek Komunitas Jogja atau disingkat dengan Arkomjogja merupakan sebuah profesi yang difokuskan untuk melayani masyarakat ekonomi kelas bawah. Menurut Pak Yuli, arsitek terbagi menjadi dua, yaitu arsitek yang konvensional dan komunitas. Arsitek konvensional yaitu arsitek yang melayani masyarakat menengah atas sedangkan arsitek komunitas sebaliknya. Arkom merupakan wadah bagi arsitek-arsitek yang peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat kecil. Dalam melaksanakan proyek-proyeknya, Arkomjogja selalu melibatkan komunitas yang bergerak di bidang sosial untuk turut terlibat didalamnya.
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
17
Pembangunan Gubug Guyub, salah satu hasil kolaborasi Arkom Jogja dengan Bambu Bos dan umat Paroki Boro
18 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
Terdapat tiga lingkup kerja Arkomjogja, yakni pascabencana, urban dan heritage. Di Indonesia juga terdapat komunitas-komunitas arsitektur lain seperti Arkomjogja yang merupakan bagian dari CAN (Community Architects Networks) yang berbasis di Asia. Lalu bagaimana cara arsitek memberikan kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat yang tidak memiliki
dana untuk membangun? Biasanya Arkomjogja mendapat sponsor dari pihak swasta dan pemerintah kota dalam menjalankan proyek-proyeknya. Selain itu, pihak Arkomjogja melakukan musyawarah bersama warga kampung dalam memecahkan permasalahan yang ada seperti pendanaan apabila tidak terdapat sponsorsponsor yang mendukung jalannya proyek.
***
“Yang membutuhkan jasa arsitektur di Indonesia terdiri 20% kelas atas dan 80% kelas bawah. Jangan takut untuk terjun ke bagian 80% hanya karena untuk mengikuti trend dan ‘penghasilan kecil’. Karena arsitektur itu luas dan bukan masyarakat kalangan atas saja yang membutuhkan kita namun juga masyarakat miskin yang perlu kita rangkul untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka menjadi lebih baik.” Arch Timeline 2001 2003 2003 2003 2010 - now 2014
Graduated from UKDW Yogyakarta Architect at Puri Brata Consultant Architect at Hara Consultant Assistant Lecturer at UKDW Yogyakarta Principle Architect of Arkomjogja Master of Disaster Management from UGM Yogyakarta
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
19
/DESIGN
20 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
GUBUG GUYUB Guyub dan Berdaya dengan Bambu
Text and photos by Yulius Duta Prabowo
R
encana pembangunan bandara baru di Kulon Progo menjadi potensi ancaman bagi kehidupan di desa-desa sekitarnya. Tentunya hal ini akan memacu pembangunan masif di sekitarnya berbanding terbalik dengan persiapan masyarakat desa yang begitu minim dalam mempertahankan tanahnya. Di lain pihak, terjadi fenomena yang menjadikan daerah Kulon Progo semakin rentan, yaitu perginya anak muda ke kota. Ada rasa tidak percaya diri pada kalangan anak muda untuk memberdayakan desanya. Dibangun pada bulan Juli hingga September 2015, Gubug Guyub diawali dengan pemetaan yang dilakukan oleh Paguyuban Deling Aji, Arkom Jogja, bersama warga desa untuk melihat potensi apa saja yang mampu diberdayakan. Bambu sebagai tanaman yang akrab dengan warga, diyakini akan menggerakan kesadaran lingkungan warga. Sebab bambu yang hampir dimiliki oleh semua warga di pekarangan rumahnya ini, akan menjaga tanah dan kualitas air desa serta mampu dikembangkan menjadi usaha komunitas. Konservasi Bambu Konservasi bambu selain bertujuan untuk kemandirian ekonomi warga, juga berguna untuk menjaga kondisi air tanah dan mencegah bencana seperti longsor. Konservasi bambu oleh warga diawali dengan edukasi mengenai rumpun bambu dan merawat bambu dengan baik, didampingi oleh Arkom Jogja dan Bambu Bos. Setelah dasar-dasar dikuasai dengan baik, warga mempelajari pembibitan dan pengawetan bambu. Dari hasil edukasi tersebut, maka lahirlah Paguyuban Deling Aji yang siap memperluas pengetahuan tentang bambu ke desa-desanya. Paguyuban Deling Aji terdiri dari 36 warga dari 5 dusun yaitu Boro, Gorolangu, Kalirejo, Balong, dan Samigaluh. Sebelum membangun Gubug Guyub, warga terlebih dahulu belajar memelihara rumpun bambu. Sebab memelihara rumpun bambu juga memelihara air tanah. Misalnya dengan mengetahui komposisi memotong bambu yang baik, dengan komposisi 1 bambu tua, 2 bambu sedang dan 4 bambu anak. Warga juga belajar mengenai pembibitan bambu dengan cara bedengan (menanam bibit di pekarangan) dan stek. Hingga saat ini warga telah berhasil membibitkan 5.000 bibit bambu apus dan 1.000 bibit bambu petung.
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
21
/DESIGN/LOCAL
Pengawetan bambu yang digunakan pada pembangunan Gubug Guyub dilakukan dengan sistem vertical soak diffusion (bambu dilubangi dan diletakkan dengan posisi berdiri) menggunakan cairan kimia boraks. Walaupun pengawetan bambu masih dilakukan dengan cara konvensional, hingga saat ini Paguyuban tetap berusaha mencari sistem pengawetan yang lebih ramah lingkungan. Bukan Sekedar Ruang Publik Gubug Guyub yang berlokasi di Halaman Gereja St. Theresia Lisieux bukan sekedar ruang publik, melainkan juga menjadi tempat guyub masyarakat serta memberdayakan bambu secara sungguh-sungguh sebagai material berkelanjutan. Bambu menjadi alat pemersatu dan gotong royong warga dengan semangat atau spiritualitas ngalap berkah (mengambil bagian untuk mendapatkan berkah). Gubug Guyub dibangun dari 900 batang bambu yang diperoleh dari gotong royong dan sumbangan umat Paroki Boro di 56 lingkungan. Bambu kemudian dikumpulkan, diseleksi, dibersihkan, dan diawetkan secara mandiri oleh warga. Bangunan bambu ini didirikan di atas 9 buah kolom setinggi 5 meter sebagai eksisting. Kolom-kolom itu merupakan sisa pembangunan ruang pertemuan paroki yang sudah 2 tahun diberhentikan karena biaya pembangunan yang sangat mahal. Sebagai gantinya, didirikan Gubug Guyub dengan konstruksi bambu yang tentu saja menghabiskan dana yang jauh lebih murah. Awalnya masyarakat hampir tidak percaya dengan penggunaan konstruksi bambu untuk ruang pertemuan yang sedemikian besar. Sebab dahulu mereka hanya mengetahui sistem sambungan bambu konvensional menggunakan pasak dan ikatan ijuk. Namun melalui edukasi berupa pengawetan hingga penerapan konstruksi modern pada bambu, mereka menjadi optimis dan bahkan mulai membangun dengan konstruksi bambu di desanya. Dari jalan yang bersebelahan dengan kompleks Gereja Boro, sudah terlihat bangunan bambu dengan atap khas menyerupai rumah kampung Srotongan,
22 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
namun dengan bukaan yang dilindungi tritisan sebagai sirkulasi udara. Bahan penutup atapnya terbuat dari daun nipah atau rumbia yang didapat dari daerah Cilacap. Penggunaan atap rumbia tersebut bersifat sementara untuk melindungi konstruksi bambu di bawahnya dari sinar matahari langsung dan hujan. Nantinya penutup atap akan diganti dengan bahan yang lebih tahan lama, misalnya ijuk. Lantai dasar bangunan bambu ini dipergunakan sebagai area pameran, sedangkan lantai di atasnya dipergunakan sebagai ruang pertemuan. Unik dan kreatif, begitulah kesan pertama ketika menuju lantai dasar Gubug Guyub. Lantai dasar ditutup dengan lantai beton berjumlah 56 buah, simbol dari 56 lingkungan yang ada di Paroki Boro. 56 Lantai beton tersebut memiliki motif yang berbeda-beda hasil dari kreatifitas masyarakat. Ada yang bermotifkan garis dan geometri, ada yang bermotif daun, dan bahkan ada pula yang bermotif hasil dari cetakan plat baja. Untuk menghindari tampias air hujan, bangunan semi terbuka ini memiliki tritisan yang lebar serta dinding anyaman bambu pada bukaan yang dekat dengan atap dan beberapa dipasang serong. Hal ini memungkinkan sirkulasi udara dapat mengalir dengan baik namun tidak mengijinkan air hujan masuk ke dalam ruang.
Project Workshop & Public Space Architect Arkom Jogja Location St. Theresia Lisieux Church, Boro, Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta Year 2015 Building Area 150 m2
Lantai atas Gubug Guyub kerapkali digunakan sebagai Sekolah Minggu bagi anak - anak Paroki Boro
Bagi anak-anak Paroki Boro, Gubug Guyub sudah seperti tempat bermain mereka
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
23
/DESIGN
Menciptakan Kesederhanaan Klinik Kopi
24 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
Text by Titus Abimanyu & Aldea Febryan R Photos by Ondly Souhuwat & Titus Abimanyu
B
erbicara tentang kopi, pasti pikiran kita langsung terbawa menuju geraigerai kopi impor atau beberapa cafĂŠ di Paris, bahkan mungkin ke Brasil dengan kopi sebagai komoditi ekspor utama mereka. Atau mungkin bisa jadi tentang warung kopi sederhana di pinggir jalan yang disertai dengan obrolan obrolan kecil nan hangat. Semuanya memang tidak salah, namun tak perlu jauh ke Brasil atau Prancis untuk meminum segelas kopi. Kopi di Indonesia telah berkembang biak lebih banyak dari jumlah rakyat Indonesia. Indonesia diberkati dengan alamnya yang cocok untuk menanam kopi. Alamnya yang bergunung-gunung hingga berbukit-bukit, jelas menjadi surga bagi tumbuhnya tanaman kopi. Semua berawal pada 1696 ketika seorang Komandan VOC menanam tanaman kopi di sebuah daerah di Batavia (Jakarta) yang sekarang menjadi daerah Pondok Kopi dan tersebar hingga daerah Priangan. Tahun 1711, VOC mulai melakukan ekspor kopi hingga ke benua Eropa dan Kopi yang di ekspor yaitu Kopi Jawa menjadi kopi yang terbaik di Eropa. Pada era tanam paksa, VOC mengistimewakan kopi sebagai tanaman yang harus ditanam selain beberapa rempah lainnya. Hal ini menunjukan bahwa kopi telah menguntungkan bagi Indonesia, bahkan hingga saat ini. Pada dasarnya, Indonesia memiliki orang-orang yang gemar
berinteraksi dengan orang lain. Mulai dari bertegur sapa di jalan atau di selasar pejalan kaki, hingga ngobrol di gerai dan warung dengan secangkir kopi. Kegiatan inilah yang kemudian memunculkan istilah ngopi yang bisa diartikan minum kopi atau bisa juga ngobrol sambil minum kopi. Munculnya istilah ngopi tersebut kemudian dianggap merupakan peluang bisnis untuk mewadahi mereka dengan tempattempat yang nyaman dan menarik. Hal inilah yang membuat warung kopi banyak tersebar di Indonesia. Tempat yang Sederhana Salah satu tempat minum kopi di Yogyakarta adalah Klinik Kopi. Gerai kopi yang terletak di jalan Kaliurang ini memiliki konsep yang sederhana namun berbeda. Konsepnya adalah meracik kopi yang akan dihidangkan di depan pengunjung. Menariknya, pengunjung mengetahui tentang cara pembuatan kopi yang mereka pesan dari awal hingga akhir. Maka jika kesana, kita akan melihat mulai dari biji kopi yang di jemur didalam dome, atau proses roasting, atau proses seduh yang ditampilkan dihadapan pengunjung. Belum lagi ketika menyeduh kopi, sang peracik akan bercerita tentang kopinya mirip dalam sebuah klinik antara dokter dan pasien yang saling berinteraksi. Kesederhanaan juga diwujudkan dalam pembangunan rumah sekaligus warung ngopi tersebut. Rumah dua lantai ini rencananya
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
25
/DESIGN/LOCAL
memang akan dijadikan dua fungsi, yaitu sebagai hunian pribadi di lantai dua dan ruang produksi serta penjualan kopi dilantai bawah. Bangunan karya Yu-sing ini memadukan bambu dan beton tanpa cat. Dua material itu dipadukan dengan rimbunnya beberapa pohon dengan besaran sedang hingga kecil. Ketika ditanya mengenai konsepnya, mas Pepeng yang merupakan pemilik Klinik kopi mengatakan bahwa konsepnya adalah rumah tumbuh. Tumbuh yang dimaksud adalah, bahwa rumah ini pembangunannya dilakukan secara bertahap. Pada awal pembangunan, rumah memang hanya berfungsi sebagai hunian. Kemudian mulai dikembangkan menjadi warung untuk mewadahi para penikmat kopi. Penekanan konsep terlihat pada material yang digunakan yaitu perpaduan antara bambu dan beton. Harga bambu yang terjangkau menjadi alasan penggunaan material alami dalam bangunannya. Bambu digunakan pada area lantai dua yang masih dalam tahap pengerjaan serta pada area teras untuk duduk santai. Sedangkan beton digunakan pada bangunan utama walaupun beberapa bagian didalam rumah menggunakan bambu sebagai langit-langit. Rumah Produksi Kopi Mulai dari lantai dua, fungsi penggunaan ruangnya adalah tempat tinggal. Pada level ini, penggunaan material bambu menjadi sangat dominan. Mulai dari rangka-rangkanya, tangga dan langit-langitnya menggunakan material bambu. Atapnya hampir seperti atap panggang pe atau juga mirip atap jengki. Material pembentuknya juga menggunakan bambu dengan sistem ikat dan jepit di beberapa bagiannya. Terlihat dari bentuknya, pemilik sangat memperhatikan kenyamanan termal namun tetap sederhana. Beranjak dari lantai dua turun ke lantai satu yang merupakan tempat produksi kopi. Pusat dari kegiatan bangunan Klinik kopi terjadi disini. Mulai dari roasting, brewing hingga kopi seduh yang siap dinikmati. Materialnya terbuat dari batu bata dan semen yang dibiarkan tidak dicat sehingga memberikan unsur tenang dan mendukung warna
26 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
alami bambu. Penutup langit-langit menggunakan material bambu yang dipasang rapat. Warna bambu yang kekuningan serta didampingi warna abu-abu dari tembok beton menimbulkan efek hangat dalam ruangan tersebut. Jika sore hari, berkas-berkas sinar matahari dapat masuk melalui bukaan-bukaan yang mengelilingi bangunan. Bukaan jendela menggunakan material kaca dengan engsel putar yang diletakan ditengah. Sedangkan pintunya merupakan pintu geser yang menghemat tempat dengan daun pintu yang terbuat dari material kaca. Penutup lantai terbuat dari semen yang dihaluskan sehingga menciptakan suasana dingin dan gelap. Penutup lantai yang halus namun gelap menjadi reflektor rendah bagi cahaya buatan sehingga tidak menyilaukan mata. Pada bagian ruangan lain, terdapat beberapa foto-foto yang dipajang. Ruangan ini merupakan ruang penyimpanan kopi sekaligus ruang roasting. Selagi menunggu proses roasting selesai, pengunjung dapat menikmati pengalaman berjalan ke daerah Indonesia melalui beberapa karya foto yang menarik. Jika diamati, keseluruhan bangunan ini didominasi oleh warna gelap dan polos. Hal ini membentuk suasana fokus sekaligus hangat terhadap interaksi antar pengunjung yang dibangun, serta proses menyeduh kopi. Menarik! Tentang Beranda dan Gerimis Bubar Klinik kopi memang dikonsep dan didesain secara apik. Kesederhanaan dan suasana rumahan memang sengaja diciptakan untuk “memaksa� pengunjungnya kenal satu sama lain. Ide inilah yang kemudian mendorong terciptanya sebuah beranda di bagian depan (timur) dengan ukuran yang cukup luas. Tempat ini digunakan sebagai area minum kopi yang paling utama, sehingga dibangun tanpa penghalang dengan tujuan “talk to each other�. Beranda ini semua terbuat dari bambu, mulai dari rangka hingga langit-langitnya. Bambu yang digunakan pun sama dengan bagian ruangan lain, yaitu menggunakan bambu petung. Selain rangka, pada langit-langitnya menggunakan anyaman bambu. Bagian beranda lainnya yang menarik adalah pada
Mas Pepeng sedang membuatkan kopi untuk pengunjungnya.
lantainya yang berwarna-warni dan memiliki ornamen. Lantainya memang sengaja diekspos karena disana tidak disediakan tempat duduk lain, sehingga pengunjung diharuskan lesehan. Selain itu, untuk menciptakan suasana yang dingin dari suhu lantai dan dipadu dengan suara gemericik pada kolam ikan disebelahnya. Bagian selatan rumah, terdapat sebuah tempat yang kecil dengan dikelilingi tempat duduk bambu berundak. Lokasinya di sudut sebelah selatan rumah. Inilah tempat yang dinamakan Misbar, atau gerimis bubar (selesai). Tempat ini diciptakan bagi para pengunjung yang merokok. Mereka tetap bisa bercengkrama dengan yang lain karena disini disediakan tempat duduk berundak serta lampu taman sederhana. Suasananya terbuka, karena memang diciptakan tanpa atap. Serta dikelilingi tanaman-tanaman yang sengaja ditanam, seperti daun mint. Gerimis bubar memang tidak dapat digunakan
sewaktu-waktu karena penggunaanya tergantung dengan alam. Jika hujan, tempat ini akan kosong karena tidak adanya atap. Hal ini tanpa disadari akan membatasi ruang merokok pengunjung karena ketiadaan tempat. Klinik kopi memang dirancang dengan tujuan yang “mulia�. Mereka menanggapi isu sosial masa kini dengan mendesain bangunan yang memaksa penggunanya untuk berbicara satu dengan yang lainnya. Meninggalkan sisi individualis dan mulai bercengkrama, sehingga tak jarang dapat memunculkan gagasan-gagasan baru atau mungkin membentuk suatu komunitas baru. Sama halnya seperti Klinik kopi, mereka memiliki gagasangagasan baru yang terus tumbuh untuk menciptakan ruang yang lebih luas, sehingga konsep rumah tumbuh yang digagas tak akan pernah berhenti tumbuh.
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
27
Jalan setapak menuju bangunan utama Klinik Kopi
28 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
Suasana “Misbar” di Klinik Kopi yang dikelilingi kebun hidroponik sederhana.
Lantai dua yang digunakan sebagai rumah pribadi.
Bangunan bambu pada Klinik Kopi yang menggunakan tegel warna-warni sebagai penutup lantainya.
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
29
/DESIGN
Segitiga Sederhana Rumah Tumbuh Sederhana Text by Aldea Febryan R Photos by Yunita Fitriani & Courtesy of Angsu Architect
Project Location Year Area Architect Drafter Constructor Contractor
: Garasi & Ruang Kerja : Perumahan Soka Asri Permai, Kalasan, Yogyakarta : 2013 : 96,4 m2 (site), 45,4 m2 (building) : Angsu Architect : Adi Kristanto : Frengky Ola : Yakobus Obie & Vichtriari Intan
30 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
K
ali ini tim ARÇAKA berkesempatan untuk membahas salah satu karya dari alumni UAJY angkatan 2004, Gesang Herzan. Beliau memulai karirnya sebagai arsitek setelah menyelesaikan pendidikan arsitektur diawal tahun 2009 dengan bekerja sebagai arsitek junior di beberapa proyek. Pada akhir tahun 2010, beliau membentuk Angsu Architects dengan rekan sekampusnya yaitu Wahyu Meitriana, Yakobus Obie, Yusna Banon dan Rendra Gunarso. Karya arsitektur dari Angsu Architects sebagai studio arsitektur yang pada waktu
itu masih terhitung baru, cukup menarik untuk dibahas. Salah satunya adalah Pengembangan Rumah Purwomartani. Garasi dan ruang kerja di daerah Kalasan merupakan proyek pertama rumahan yang dikerjakan oleh Angsu Architect. Proyek tersebut merupakan pengembangan di kavling yang berada tepat di belakang kavling rumah induk. Sebelumnya, kavling tersebut adalah milik tetangga yang kemudian dibeli karena lokasi yang dirasa sangat strategis untuk pengembangan rumah induk. Kavling ini sudah memiliki akses jalan, sehingga memberi kesempatan untuk memilah akses. Jalan selatan cenderung baik untuk fungsi rumah tinggal, sedangkan jalan utara cenderung untuk fungsi tambahan. Sederhana dan modern, dua kata yang mampu menggambarkan ekspresi bangunan yang kami rasakan pertama kali. Penggunaan bentuk segitiga sederhana yang terjal pada fasad mampu mencuri perhatian karena bentuknya yang kontras dari bangunan di sekitarnya. Akan tetapi, penggunaan material kayu dan semen ekspos yang dominan mampu mengimbangi perbedaan tersebut dan membuat aksen yang berbeda.
Dokumentasi oleh Angsu Architect
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
31
/DESIGN/ALUMNI
Rak dinding pada ruang kerja membuat ruang terlihat lebih ringkas
32 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
Konsep rumah tumbuh dimaksudkan agar rumah mampu dikembangkan secara berkala dengan penambahan lantai. Desain diimplementasikan dengan pemilihan konstruksi atap yang menggunakan rangka besi hollow. Pemilihan atap tersebut terhitung lebih efisien untuk biaya pembangunan selanjutnya, karena atap besi hollow dalam desain ini cukup mudah untuk dilepas-pasang dan dapat digunakan kembali sebagai atap untuk lantai 2. Penataan ruang dalam bangunan ini cukup fleksibel. Selain sebagai ruang kerja dan garasi, pemilik juga menginginkan adanya peluang untuk menggunakan ruang tersebut sebagai ruang pertemuan dan ruang bermain. Kebutuhan tersebut diakomodasi dengan bentuk dasar ruang yang memanjang dan terbuka ke arah taman. Untuk menjaga privasi dan hirarki, ruang kerja dan garasi ini tetap dibatasi dengan lemari sekat yang dapat dilipat searah dinding, sehingga tidak mengganggu saat ruangan digunakan untuk pertemuan dan bermain. Selain itu, taman sebagai ruang terbuka bisa juga dijadikan sebagai ruang tambahan saat pertemuan. Konfigurasi dan konstruksi detail dalam bangunan ini masih dapat dikembangkan lagi agar ruangan menjadi lebih nyaman dari sisi penghawaan dan pencahayaan alami. Ide desain mengenai ventilasi atap yang belum terealisasi pada tahap pembangunan ini bisa menjadi
Konsep Pengembangan
catatan prioritas untuk pengembangan selanjutnya. Selain berfungsi untuk meningkatkan kualitas sirkulasi udara, ide mengenai ventilasi atap serta skylight ini sekaligus dapat digunakan untuk memasukkan lebih banyak cahaya alami ke dalam ruangan. Setiap bangunan memiliki kelebihan dan kekurangan. Usaha untuk menyatukan harapan, kebutuhan dan batasan yang ada dalam sebuah karya arsitektur, tentu menghadirkan pengalaman yang menarik bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Arch Timeline Aloysius Gesang Herzan Amino 2009 2008 - 2011 2011 - 2014 2011 - now 2014 - now
Graduated from UAJY Co-Founder & Designer of Insfilo Creative Production Founder & Architect of Angsu Architect Co-Founder & Creative Director of Insfilo Creative Production Founder & Architect of GH Studio
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
33
/DESIGN
Berdayakan Masyarakatnya Lewat Komunitas
PROYEK IPOH BUS Text by Yunita Fitriani Photos by Courtesy of #Edgy and Archdaily
34 ARÇAKA#5 | MARCH 2015
I
poh Bus adalah sebuah halte yang didedikasikan sebagai sarana transportasi masyarakat yang ada di Kota Ipoh bagian Perak-Malaysia. Halte bus ini dibangun karena kota Ipoh adalah kota kecil yang tidak memiliki sistem kereta api untuk daerah dalam kota, dan juga merupakan salah satu inisiatif untuk mempromosikan kota Ipoh. jumlah taksi yang sedikit dan tarifnya yang mahal, membuat salah satu anak muda bernama Alex Lee berinisiatif membentuk sebuah komunitas yangmelakukan sistem perbaikan kondisi halte bus Berdiri sejak bertahun-tahun membuat keadaan halte bus semakin tak terawat dan di penuhi oleh lumut. Sehingga membuat masyarakatnya merasa tidak nyaman untuk menggunakan halte bus tersebut. Bahkan di kotakota kecil lainnya juga memiliki permasalahan yang sama. Tidak terurus dan diabaikan. Dengan dana yang tidak mencukupi membuat keadaan bus bekerja secara tidak optimal. Dimulai dari langkah sederhana Alex Lee mengajak beberapa keluarga dan teman-teman sekitarnya untuk memperbaiki keadaan halte.Mereka membeli sekaleng cat air dan kuas, kemudian mengecat di beberapa tempat pemberhentian halte.
Keadaan Halte bus sebelum di perbaiki
Mereka terlebih dahulu membersihkan halte yang ada di sekitar kompleks mereka, memberi cat warna kuning pada bagian atap halte dan di beri gambar yang menarik. kemudian di lanjutkan di beberap kompleks lainnya, bekerja sepanjang waktu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil kerja yang didapat oleh komunitas tersebut membuat keadaan halte bus menjadi terlihat seperti baru lagi. Dewan kota juga turut serta membantu, dengan memberikan penambahan beberapa fasilitas, yaitu dengan memperbaiki bentuk atap halte. Komunitas ini juga berusaha untuk mempromosikan wisata bus Ipoh kepada masyarakat sekitar dan para wisatawan asing. Proyek Ipoh bus kedepannya akan memberikan fasilitas baru. Memberikan rute peta yang menarik dan mengelilingi tempat wisata yang ada di kota Ipoh. Dengan adanya kegiatan sistem perbaikan dari komunitas ini, proyek-proyek buspun ikut berdiri di kota-kota kecil lainnya. Banyak masyarakatnya merasa senang dan mulai menggunakan bus Ipoh sebagai alat transportasi mereka.
Halte bus saat proses pengecatan
ARÇAKA#5 | MARCH 2015
35
/DESIGN/WORLWIDE
Proyek Ipoh bus yg dilakukan oleh alex lee dan kawankawan saat ini akan berfokus pada pengembangan sosial dan budaya kota yang diprakarsai untuk warga. Proyek ini akan memandu orang-orang atau para wisatawan dalam melakukan perjalanan. Langkah pertama yang mereka tempuh adalah membuka layanan market dengan membuat stand di pasar dan menjual beberapa kerajinan tangan yang terbuat dari kertas membentuk sebuah miniatur, atau grafiti pada kanvas kayu. Kemudian sekaligus ikut mempromosikan wisata bus pada penduduk setempat atau wisatawan melalui proyek ini. Mereka bahkan telah melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur untuk menjual barang dagangannya demi
meningkatkan usaha proyek Ipoh bus. Bagi pengguna transportasi bus Ipoh akan di berikan sistem panduan yang akan menampilkan rute Bus, dan konten penting lainnya untuk melengkapi sistem fitur lainnya, antara lain tempat wisata kuliner, atraksi lokal dan pengembangan sektor industri sekitarnya. Besar harapan bagi komunitas ini, dengan membuat panduan bagi pengguna transportasi Ipoh Bus akan memperluas basis jumlahnya penumpang, dan membuat kota Ipoh menjadi lebih hidup. Karena kota yang hidup akan cenderung menarik orang-orang berbakat, membuka industri untuk datang kesana dan meningkatkannya.
Alex Lee (25) adalah pemrakarsa dari “Tiny Space” sebuah toko yang menjual barang seperti kartu remi, kantong tas handmade, dan aksesoris. Hanya di butuhkan sekitar 80000RM untuk memulai usaha “Tiny Space”. Lee pindah ke Ipoh setelah bekerja di perusahaan arsitektural di Kuala Lumpur beberapa tahun yang lalu. Untuk kedepannya, Lee berharap dapat mempromosikan hasil kerajinan tangannya untuk dijual seiring berjalannya Proyek Ipoh Bus ini.
36 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
“
We won’t ever solve the problem unless we use people’s own capacity to build. So, with the right design, slums and favelas may not be the problem but actually the only possible solution.
”
Alejandro Aravena
2016 Pritzker Architecture Prize Laureate
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
37
/ART-SPACE
Thanks for your participation!
Human Behavior
by Raka Ardanta ARS14
38 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
39
/ART-SPACE
Thanks for your participation!
by Lanang Tegar ARS14
40 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
by Sarah Caroline ARS14
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
41
/POINT/CAMPUS NEWS
HIMARSITA BERKUNJUNG
Siang itu cuaca di Yogyakarta cukup cerah dan cenderung panas. Beberapa bis berderet di lahan Parkir kampus Teknik Universitas Atmajaya Yogyakarta dan beberapa mahasiswa dengan jaket almamater warna merah tua memasuki lobby kampus didampingi teman-teman mahasiswa arsitektur Atmajaya. Mereka adalah HIMARSITA (Himpunan Mahasiswa Arsitektur) Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya yang melakukan kunjungan ke Universitas Atmajaya Yogyakarta dan disambut oleh HIMA Triçaka selaku tuan rumah mahasiswa arsitektur Atmajaya Yogyakarta. Kunjungan mereka ke Fakultas Arsitektur Atmajaya sebagai bagian dari tour mereka di Yogyakarta untuk mempelajari Arsitektur Jawa secara menyeluruh. Kunjungan antar Himpunan ini dimaksudkan untuk menjalin relasi silaturahmi antara HIMARSITA dan HIMA Triçaka
dan dalam rangka belajar bersama mengenai arsitektur Tradisional Jawa. Kunjungan setengah hari ini dimulai dengan perkenalan anggota, serta penjelasan sistem dan Program Kerja kedua himpunan. Beberapa kegiatan tanya jawab serta sharing terbuka tentang permasalahan yang terjadi dan diselingi guyonan, kian mencairkan suasana kedua himpunan ini. Selanjutnya adalah Kegiatan diskusi tentang materi yang dipimpin oleh bapak Agustinus Madyana Putra selaku dosen Arsitektur Atmajaya Yogyakarta. Diskusi berisi Penjelasan tentang Terbentuknya Yogyakarta pada tahun 1756, hingga garis imajiner antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Penjelasan menggunakan teknik sketsa membuat diskusi pada siang itu semakin menarik. Sebagian besar merasa antusias tentang sejarah berkembangnya Yogyakarta dan di
42 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Text by Titus Abimanyu Photo by Ondly Souhuwat
sekitarnya. Intinya, penjelasan itu mengarah pada cikal bakal arsitektur Yogyakarta yang juga merupakan bagian penting dalam perkembangan arsitektur Jawa. Hampir semua teman-teman HIMARSITA tertarik tentang perkembangan arsitektur Yogyakarta. Sesi tanya jawab pada akhirnya menutup materi pada siang itu. Pada akhir acara, temanteman HIMA Triçaka mengajak berkeliling mengenalkan isi “rumah” mereka kepada teman-teman HIMARSITA. Mulai dari studio hingga halaman belakang kampus. Akhirnya perjumpaan itu berakhir di lobby depan kampus dengan berjabat tangan dan foto bersama dari kedua himpunan. Masingmasing dari kedua himpunan memberikan kenang-kenangan dan mengungkapkan kesan yang positif.
Welcome Party Architecture 2015
Archiporia!
Pada hari Sabtu, 12 September 2015, Biro A.S.IC (Party, Sport and Music) Hima Triçaka menyelenggarakan acara Welcome Party Architecture atau biasa disingkat Welparch. Sesuai dengan namanya, Welparch bertujuan untuk menyambut mahasiswa baru Fakultas Teknik Arsitektur UAJY angkatan 2015. Acara ini secara rutin diadakan setiap tahunnya. “Pada dasarnya, Welparch merupakan acara penyambutan mahasiswa baru (2015). Namun, pada acara Welparch tahun ini, kami mencoba untuk membuat angkatan 2015 membaur antar individu. Kami mencoba untuk membuat angkatan 2015 ini tidak hanya membaur di dalam lingkup kelas saja, namun mencakup lingkup angkatan juga,” jelas Arga, salah satu pengurus Biro ASIC. Welparch kali ini berlangsung mulai pukul 14.00 WIB di lapangan parkir belakang Kampus 2 UAJY. Tahun ini tercatat sebanyak 169 mahasiswa mengikuti Welparch. Angkatan 2015 dibagi menjadi 14 kelompok kecil yang diarahkan untuk mengikuti game-game dalam beberapa pos biro Hima Triçaka. Namun, pada tahun ini Welparch dibuat sedikit berbeda dari segi acara. Biro
Text by Aubrey Desti Gelisia & Chrispina Yovita Photos by Ondly Souhuwat
A.S.IC telah mempersiapkan sebuah game spesial untuk memperebutkan korsa Hima Triçaka. Korsa Hima Triçaka tersebut merupakan identitas dari Hima Triçaka .Korsa ini bisa diperoleh dengan menukarkan 13 slayer, termasuk slayer dari kelompok pemenang. “Jadi, selain angkatan 2015 merasa disambut oleh kakak-kakak angkatannya, mereka diharapkan bisa menyatu sebagai angkatan,” imbuh Arga. Berbagai ungkapan kegembiraan diungkapkan oleh mahasiswa angkatan 2015 ,” Welparch Seru! Selain mendapatkan pelajaran dan motivasi dari sharing kelompok bersama kakak dari Hima Triçaka , kita juga bisa senang-senang setelahnya.” Ungkap Zaro, salah satu mahasiswa baru Angkatan 2015. Welparch 2015 berakhir dengan sukses dan meriah. “Semoga Welparch tahun selanjutnya dapat lebih meriah lagi tanpa meninggalkan esensinya,” tutup Tian, ketua panitia Welparch 2015. Acara diakhiri dengan ucapan selamat datang dan selamat bergabung untuk angkatan 2015 dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Triçaka.
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
43
/POINT/CAMPUS NEWS
Bedah Buku-Studi Kasus
7 ARSITEK INDONESIA: Lahirnya Generasi Arsitek Baru
B
iro Ceramah dan Diskusi (Cerdis) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Triҫaka UAJY kali ini mengadakan bedah buku dan studi kasus pada tanggal 21 November 2015 di Pendopo Mangunsenjayan Jamur Sendarejo Minggir, Sleman. ‘7 Arsitek Indonesia: Lahirnya Generasi Arsitek Baru’ merupakan buku yang kali ini dibedah dengan penulisnya sendiri sebagai narasumber. Mereka adalah Peter Yogan Gandakusuma dan Murni Khuarizmi sebagai penulis. Tak ketinggalan, hadir pula Stanley Wangsa, Effan Adhiwira, serta Ariko Andikabina yang karya arsitekturalnya dimuat dalam buku tersebut. “Setiap zaman pasti melahirkan subyek-subyek yang kita pandang sebagai role model. Buku ini mengajak para pembaca untuk melihat jalan yang lainnya”, ucap Peter Yogan atau yang kerap disapa Peyo dalam
44 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Text by Yulius Duta Prabowo Photo by Ondly Souhuwat
presentasinya. Buku ini ingin meyakinkan pembaca, bahwa arsitektur bukan sekedar rumah murah, rumah impian atau bahkan rumah super mewah. Melainkan pemahaman akan rancang dan bangun kehidupan. Selain bedah buku, ada pula sesi studi kasus yang dibawakan oleh bapak Ignatius Purwanto Hadi atau pak Pur mengenai Pendopo Mangunsenjayan, kediamannya sendiri. Ia menceritakan pengalaman masa kecilnya hingga proses renovasi bangunan Joglo Trajumas tersebut. Bedah buku dan studi kasus ini begitu bermanfaat terutama bagi mahasiswa arsitektur. “Menjadi calon arsitek yang progresif”, itulah yang kerap kali dilontarkan oleh Pak Peyo. Bahwa untuk mencapai desain yang baik, hendaknya kita sebagai mahasiswa arsitektur harus berani berproses secara lebih dan tidak pernah berhenti belajar atau progresif.
“
Architecture has to be greater than just architecture. It has to address social values, as well as technical and aesthetic values.
”
Samuel Mockbee
2004 AIA Gold Medal Award
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
45
/POINT/ARCHITECTURAL EVENT
Peran Generasi Muda
Memadukan Lama dan Baru di Jogja
S
ore itu, pendopo nDalem Natan Royal Heritage perlahan-lahan dipenuhi oleh sekumpulan anak muda. Rupanya sedang berlangsung sebuah House Tour serta talkshow dengan tema “Peran Generasi Muda, Memadukan Lama dan Baru di Jogja”. Acara yang berlangsung di salah satu warisan budaya kerajaan Mataram Baru dari abad ke-17, merupakan hasil kerjasama Senthir dengan Center for Heritage UGM, Jogja Society dan nDalem Natan Royal Heritage. Talkshow yang berlangsung pada Kamis 22 Oktober 2015 tersebut menghadirkan pembicara-pembicara muda yang memiliki dedikasi pada pelestarian heritage Yogyakarta. Pembicara pertama ialah Ardhyasa F. Gusma sebagai pemenang pertama Sayembara Penataan Malioboro dengan konsepnya “Teras Budaya” yang mendefinisikan Malioboro sebagai ‘perpanjangan’ teras dari Keraton. Panelis berikutnya adalah Nusieta Ayu dan
46 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Text by Yulius Duta Prabowo Photo by Aubrey Desti
Felix Krisnugraha sebagai Duta Museum DIY 2015 yang ‘mengkinikan’ museum dengan program Wajib Kunjung Museum serta publikasi melalui media sosial guna mempopulerkan kembali museum sebagai ruang publik. Panelis ketiga, Eko C Saputro mempresentasikan tugas akhirnya, Desain Mall di Jogja. Dengan konsep mall adaptive reuse, yang menjawab desain mall tematik sebagai ruang publik serta ‘mengkinikan’ bangunan heritage dengan fungsi baru. Panelis keempat, Fani Atmanti yang menceritakan pengalamannya selama bekerja di Kengo Kuma Associates yang ‘mengkinikan’ Shanghai Shipyard menjadi bangunan mix used dengan fungsi baru. Talkshow ditutup dengan sejumlah pertanyaan serta diskusi yang menambah keseruan malam itu. Sebagai anak muda, jangan hanya bisa berwacana. Yuk, mulai bergerak dan melestarikan budaya kita!
/POINT/ARCHITECTURAL EVENT
Revisited Modernism
P
ada tanggal 3 November 2015 Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) mengadakan sebuah seminar dengan tema Modernism. Seminar tersebut menghadirkan beberapa pembicara baik dari dalam maupun luar negeri. Seminar tersebut dihadiri oleh 89 peserta yang berasal dari UKDW sendiri dan beberapa universitas lainnya. “Membicarakan modernitas itu seperti membicarakan momen perubahan” ujar pak Mahatmanto, seorang pengajar dari Universitas Kristen Duta Wacana sebagai salah satu dari pembicara. Pada masa kini, kita memiliki tanggung jawab serta tantangan yang berbeda. Kita perlu untuk menerjemahkan tantangan tersebut agar dapat melaluinya. Menurut Pak Mahatmanto untuk dapat menanggapi tantangan tersebut, kita harus tanggap terhadap realita yang ada. Memandang arsitektur bukan sebagai sesuatu yang karyanya dilihat pada bentuk, tapi kepada niat untuk merespon keadaan agar lebih baik. Modernisme dalam arsitektur itu bukan berarti kita kembali membawa segala sesuatu lama persis seperti keadaan sebelumnya.
Text by Fransilya Tupamahu Photo by Courtesy of Revisited Modernism
Pak Priyo Pratikmo salah satu pembicara pada seminar tersebut membahas tentang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau yang dikenal sebagai Romo Mangun. Beliau mengatakan bahwa religiusitas itu bukan kembali ke masa lalu, tapi masa lalu tersebut dibahas dengan cara yang kekinian. Mengakhiri pembahasannya Pak Priyo Pratikmo mengajak kita agar melihat arsitektur itu sebagai suatu media. Hal menarik lainnya dari seminar ini adalah dua orang pembicara yang berasal dari Singapura, Laura Miotto dan Savina Nicolini. Kedua orang pembicara tersebut memaparkan tentang sosok Lina Bo Bardi, salah satu pionir arsitektur modern di Brazil. Lina Bo Bardi adalah seorang arsitek asal Brazil yang tertarik pada arsitektur modern. Selain bangunan, Lina Bo Bardi juga banyak berkarya diantaranya dunia furnitur dan dunia jurnalistik. “Seminarnya sangat menarik, karena kita tidak hanya mendapat pengetahuan tentang arsitektur modern di Indonesia saja tetapi juga dari luar Indonesia.“, begitu kata Jane salah seorang peserta seminar tersebut.
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
47
/STUDENT.WORKS/COMPETITION
GEMAH RIPAH LOH JINAWI
GALERI BUDAYA NUSANTARA
‘Gemah Ripah Loh Jinawi’ yang merupakan semboyan kehidupan bermakna tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Merupakan rancangan galeri yang memakmurkan dan menentramkan melalui konsep Permakultur: humanism, ecological, dan recycled. Galeri ini akan menjadi generator muda-mudi yang peduli Budaya Nusantara melalui rangkaian aktivitas pembelajaran, sistem, dan praktik Permakultur secara nyata.
48 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
5 BESAR LOMBA DESAIN GALERI BUDAYA NUSANTARA EXPORIVM UKDW 2015
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
49
/STUDENT.WORKS/COMPETITION
50 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
51
JUARA 3 AFAIR UI i-Shelter 2016
DIAN GLORIA 130115117
ALVIN P 130115039
CHRISTOPHER BAHANA 130115100
MAIN IDEA Kenyataan bahwa manusia harus berusaha untuk bertahan hidup tak lepas dari peran alam dalam menyediakan sumber daya, guna memenuhi kebutuhan dasar (hierarchy of needs) manusia tersebut. Namun, manusia seakan tidak menyadari bahwa secara perlahan usaha mereka untuk bertahan hidup justru memberikan efek negatif bagi alam. Melalui delapan barang yang dibawa mampu membantu usaha manusia dalam bertahan hidup tanpa melibatkan melibatkan bahan plastik sedikit pun dengan memadukan sumber daya yang sudah tersedia di alam. Dan ruang berukuran 3 x 3 m tersebut memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan diri sendiri, sesama dan alam semesta pula, sehingga manusia kembali disadarkan bahwa manusia membutuhkan alam, bukan alam yang membutuhkan manusia. Proses hidup secara berdampingan pun dapat tercipta.
CONCEPT
Proses ini (bertahan hidup-alam-sensibel) dianalogikan ke dalam bentuk arsitektur shelter melalui bentuk segitiga yang merupakan perwujudan dari hirarki kebutuhan dasar manusia dan bentuk wadah yang merupakan perwujudan dari makna shelter sendiri yaitu mewadahi kebutuhan berlindung dan rasa aman. Pada setiap level shelter merupakan sarana perwujudan dari lima tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Prinsip desain arsitektur tradisional yaitu rumah panggung diterapkan pada perancangan sebagai bentuk respon desain terhadap eksisiting. Segitiga merupakan bentuk yang stabil dan sesuai diterapkan pada kondisi eksisting.
52 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
BUILDING PROCESS
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
53
AKSONOMETRI TERURAI
54 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
55
TEMBALANG ECO-SHELTER SEMARANG BUS RAPID TRANSIT
JUARA 1 Sayembara Desain Halte Trans Semarang MINIATUR UNDIP 2015
ALFIAN ROMBE 130114659
RIFKY M. 130115121
LATAR BELAKANG & PERMASALAHAN Kota Semarang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah yang menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perekonomian dan lain-lain. Kebutuhan akan transportasi menjadi sangat penting keberadaannya. Trans Semarang/BRT menjadi salah satu yang populer digunakan masyarakat saat ini. Namun pemanfaatan fungsi halte Trans Semarang belum dimanfaatkan secara optimal dan cenderung banyak disalahgunakan oleh sebagian besar masyarakat Semarang. Hal ini dikarenakan halte yang dirasa kurang nyaman, fasilitas yang kurang memadai serta tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketidakdisiplinan masyarakat yang tidak taat aturan menjadikan citra yang buruk bagi warga Semarang. Hal ini membuat perilaku warga menjadi semakin ironis, dan seakan ketidakdisiplinan hidup tidak pernah hilang dan terus tercermin dalam perilaku sebagai warga masyarakat.
KONSEP DESAIN Keinginan membuat sebuah halte yang dapat menunjang pejalan kaki dalam memudahkan aktivitas lain dan penertiban angkutan umum serta menjadi sarana interaksi sosial bagi masyarakat sekitar.
Massa bangunan diletakkan di atas trotoar dengan lebar 2.1 m dan massa bangunan dengan panjang 8m
Memisahkan akses menuju ke halte dan pedestrian. Dengan begitu kenyamanan pengguna halte tidak terganggu dan pedestrian tidak perlu lewat dengan masuk ke dalam halte. Kemiringan ramp 8 derajat untuk kenyamanan bagi penyandang disabilitas.
Rongga udara di antara lapisan atap dan bukaan berupa krepyak untuk sirkulasi udara. Dengan begitu udara panas dalam bangunan dapat keluar dan udara segar masuk ke dalam bangunan. Akses bagi pengguna halte untuk naik ke dalam bus
Vertikal Garden sebagai area hijau dan juga meregenerasi kualitas udara di sekitar halte. Debu akibat aktivitas kendaraan yang masuk ke dalam bangunan dapat disaring.
56 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
VARIATY OF SEMARANG Ide dasar dari pembentukan bentuk dari Halte Trans Semarang ini mengambil bentuk dari beberapa bangunan yang ada di kota Semarang yang merupakan karakteristik khas kota Semarang sebagai kota budaya yang terdiri dari beberapa macam budaya.
Tiang dari Pasar Johar Semarang
Landasan halte dari bentuk Pola lantai Halte motif Atap klenteng Sam-Poobangunan Kolonial (Lawang kawung tradisional Jawa Kong Semarang Sewu)
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
57
Susana interior
Ruang tunggu dilengkapi dengan ture bus dan ruang iklan untuk m
58 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
/STUDENT.WORKS/RESENSI
Nama : Melinda Natasya Konsentrasi : Desain Interior, Fakuktas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Institut Teknologi Bandung (ITB) Judul jurnal : Evaluasi Efektivitas Interior Bangunan Hijau Komunitas Salihara Berdasarkan Aktivitas Penggunanya Bangunan Komunitas Salihara merupakan salah satu bangunan hijau yang ada di Indonesia. Dibangun tahun 2008, bangunan yang berupa kompleks ini dirancang oleh tiga arsitek Indonesia yaitu Adi Purnomo, Marco Kusumawijaya dan Andra Martin. Masing-masing merancang tiga bangunan yang berbeda: teater, galeri dan kantor. Konsep ramah lingkungan diterapkan pada perancangan Salihara ini. Di sisi lain Komunitas Salihara, yang termasuk pengguna tetap bangunan memiliki berbagai program kegiatan yangn diselenggarakan tiap tahun dengan tema yang berbeda. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana hubungan antar bangunan yang berkonsep hijau ini dengan aktivitas pengguna di ruang interior. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penerapan konsep hijau pada bangunan Komunitas Salihara tidak sesuai dengan kebutuhan aktivitas pengguna ruang interior sehingga bangunan yang berkonsep hijau tersebut tidak efektif. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara konsep perancangan dan kebutuhan aktivitas interior pengguna. Sehingga aspek ramah lingkungan yang menjadi aspek utama dalam perancangan bangunan, sementara kebutuhan pengguna dikorbankan.
n informasi tarif, jadwal keberangkatan, memudahkan para pengguna halte
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
59
/TECHNOLOGY & INNOVATION
MATERIAL BAMBU UNTUK KELANGSUNGAN HIDUP YANG LEBIH BAIK Text by Chrispina Yovita Putri Source from http://www.bamboogrove.com, http://www.archdaily.com/ and http://www.calibamboo.com Photo courtesy of http://www.greenschool.org/, http://www.archdaily.com/ and http://decanteddesign.com/
60 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Green School, Banjar Saren, Badung, Bali oleh PT Bambu
Bambu tentunya bukan merupakan material yang asing di telinga kita. Dalam perjalanannya, bambu sudah mengalami fase naik turun dalam pamornya. Sebelumnya, bambu pernah identik sebagai bahan material bangunan bagi masyarakat kalangan bawah. Namun, sekarang bambu sudah dipergunakan secara menonjol di segala jenis arsitektur dan membuat nilai bambu menjadi tinggi. Dari bangunan rumah sampai ke bangunan publik, bambu sudah banyak diekspos sebagai material utama atau setidaknya sebagai aksen dari bangunan-bangunan arsitektural.
Arsitektur Bambu Kuno Pada waktu lampau, bambu tidak dikenal sebagai material bangunan yang bermutu tinggi. Di daerah yang banyak menggunakan material bambu seperti Cina dan India, bambu dipergunakan oleh masyarakat kelas bawah sebagai material utama untuk bangunan rumah. Namun setelah diketahui bahwa bambu adalah material yang mudah dikembangkan dan memiliki harga yang terjangkau, bambu mulai dipergunakan secara umum di Eropa Barat dan Amerika. Karakteristik Bambu Bambu merupakan tumbuhan non kayu dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Bambu diklasifikasikan sebagai golongan rerumputan, bahkan dijuluki sebagai rumput raksasa. Kendati demikian, bambu memiliki kekuatan yang luar biasa sebagai material alam yang hidup. Material ramah lingkungan ini memiliki kualitas yang relatif sama
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
61
/TECHNOLOGY & INNOVATION
dengan kebanyakan konstruksi kayu, baja dan besi, namun dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ketiga material tersebut. Bambu merupakan material bangunan yang unik karena kaku dan padat. Meskipun kaku, bambu merupakan material yang fleksibel karena dapat dibengkokkan sesuai keperluan. Daya rentang bambu berbanding lurus dengan usia bambu: kekuatan seratnya semakin kuat seiring dengan semakin tua usia bambu. Sumber Daya Terbarukan Berbeda dengan kayu yang membutuhkan waktu antara dua puluh sampai dengan enam puluh tahun untuk siap dipanen, bambu hanya memerlukan waktu yang terbilang singkat untuk beregenerasi. Sementara itu, spesies-spesies bambu yang pada umumnya dipergunakan sebagai material bangunan dapat dipanen dalam jangka waktu tiga sampai enam tahun saja. Bambu menjadi sumber daya terbarukan yang paling efisien mengingat bahwa kayu sebagai material bangunan pada umumnya semakin langka untuk didapatkan. Bambu merupakan sumber daya alam yang perlu digencarkan pemeliharaan serta penggunaannya karena bambu dapat mengurangi efek dari pemanasan global. Bambu lebih mampu menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen lebih banyak daripada tumbuhan berkayu, selain itu juga karena regenerasinya yang cepat. Bambu Sebagai Material Bangunan Sebagai material yang awet dari sumber daya alam yang terbarukan, popularitas bambu semakin meningkat seiring dengan konsumen yang mulai berwawasan lingkungan. Dan bagi arsitek, bambu bukan hanya sekadar sebuah material dekoratif saja. Karena nilai lebihnya sebagai material alam yang hidup, bambu mulai dipergunakan umum tidak sebagai bagian dari sebuah struktur saja, namun sudah menjadi bagian utama dari sebuah struktur. Bambu sudah mulai dikenal manusia dan dimanfaatkan fungsinya sebelum abad ke-10. Namun bambu sebagai material bangunan baru pertama kali digunakan oleh masyarakat Asia mulai abad ke-10. Alasan mengapa bambu seringkali digunakan sebagai material bangunan bukan hanya karena kekuatannya saja, namun juga karena manfaatnya terhadap lingkungan.
62 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Arsitektur Bambu Kini Kini, beberapa tokoh arsitek sudah mulai kembali mempopulerkan bambu melalui karya-karya mereka. Di Indonesia sendiri, beberapa arsitek sudah berani mengekspos bambu sebagai akses sekaligus struktur utama dalam karyanya seperti The Green Village dan The Green School karya PT Bambu, Bamboe Koening Resto karya Effan Adhiwira dan Dancing Mountain House karya Budi Pradono. Ada pula bangunan Kontum Indochine CafĂŠ dan Bamboo Wing di Vietnam dan Jardine de Mexico Restaurant karya Vo Trong Nghia. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bambu mulai dilirik kembali karena mulai terbukanya pengetahuan akan manfaat besar bambu terhadap lingkungan. Bambu menjadi salah satu solusi pemanasan global yang dapat disumbangkan oleh para arsitek melalui konsep green architecture untuk menciptakan karya yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Bamboo Wing karya Vo Trong Nghia
Jardine de Mexico Restaurant karya Vo Trong Nghia
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
63
/ANJANGSANA
Semangat Menata Desa Sumberarum
D
esa Sumberarum berada sekitar 20 Km arah Barat Laut ibukota Sleman. Sekilas desa ini nampak sama seperti desa-desa lainnya, namun sesungguhnya desa ini memiliki potensi yang sangat besar terutama di bidang pariwisata. Diawali dengan program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) oleh pemerintah pada tahun 2010 lalu, desa ini kini giat melakukan pembangunan. Desa Sumberarum merupakan penggabungan dari empat Kelurahan Lama yaitu Kelurahan Lama Puluhan, Kelurahan Lama Jitar, Kelurahan Lama Sejati dan Kelurahan Lama
Sermo. Desa Sumberarum memiliki 16 Padukuhan yang terdiri dari 35 RW (Rukun Warga) dan 76 RT (Rukun Tetangga). Berdasarkan letak geografinya, di sebelah Timur Desa Sumberarum sebagian besar lahan digunakan untuk pertanian sedangkan di sebelah Barat yang dilalui oleh Sungai Progo lahan tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian padahal lahannya memiliki kontur yang indah. Selain itu disini terdapat tempat wisata rohani Goa Maria Sendang Jatiningsih yang ramai dikunjungi setiap tahunnya. Oleh karena itu desa ini memiliki beragam potensi yang dapat dikembangkan.
64 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Text by Florentina Ditta Agustine Photos by Olivia Laimena
Peta wilayah Desa Sumberarum
Kondisi lahan di Desa Sumberarum bagian Timur yang di dominasi daerah pertanian
Melalui musyawarah tingkat padukuhan/desa, penataan Desa Sumberarum dibagi menjadi tiga kawasan yaitu kawasan Pingitan untuk daerah kios atau pertokoan, Karanganjir untuk embung serta Sejati Pasar dan Sejati Desa untuk pasar. Penataan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan lahan dan potensi yang ada serta mensejahterakan masyarakatnya sendiri. Saat ini Desa Sumberarum sedang merencanakan program kawasan wisata yaitu wisata outbond dan wisata pendidikan. Kawasan wisata outbond ini rencananya akan dibangun di hutan jati di tepi Sungai Progo lengkap dengan tracking trail dan flying fox-nya. Sedikit berbeda dengan kawasan wisata outbond, pada kawasan wisata pendidikan akan dibangun waterboom yang dihiasi dengan miniatur candi dan pura.
Pak Amin Widodo, Kabag Pembangunan Desa Sumberarum mengatakan bahwa pembangunan kawasan wisata ini masih terkendala oleh dana. Tentu saja untuk pembangunan seperti ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Kemarin sih kita sudah mengajukan proposal kepada investor di Shanghai, China,” cerita Pak Amin. Meskipun saat ini pembangunan kawasan wisata tersebut masih menunggu datangnya investor namun keseriusan Desa Sumberarum dalam pembangunan ini tidak diragukan. Para tenaga ahli pun sudah didatangkan untuk mendesain kawasan outbond maupun waterboom. “Semua sudah kita persiapkan, hanya tinggal menunggu investor supaya pembangunan bisa dimulai,” Pak Amin menambahkan.
Pak Amin Widodo, Kabag Pembangunan Desa Sumberarum menjelaskan program pembangunan Desa Sumberarum
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
65
/ANJANGSANA/JEJAK.ARSITEKTUR
Desain main gate pada kawasan wisata outbond
Desain bangunan outbond yang berbentuk seperti dome
66 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
Siteplan kawasan wisata waterboom
Di era modern seperti ini, keunikan menjadi salah satu hal yang penting dalam merencanakan suatu bangunan. Hal itulah yang menjadi sebuah pemikiran awal dari desain bangunan di wahana outbond dan waterboom ini. Desain yang ditawarkan sangat unik dari segi konsepnya hingga bentuk bangunannya yang tergolong antimainstream. Selain memiliki estetika yang unik, bentuk bangunan tersebut ternyata bertujuan untuk memberikan nilai edukasi terhadap para wisatawan. Pembangunan ini akan dapat memberdayakan masyarakat sekitar serta mempromosikan Desa Sumberarum. Keunikan dari bangunan tersebut akan meningkatkan minat para wisatawan. Sasarannya tidak hanya untuk wisatawan lokal namun untuk
wisatawan asing yang berkunjung ke Yogyakarta. Pembangunan ini merupakan sebuah inovasi dalam mengembangkan suatu kawasan. Dengan menggali potensi-potensi yang ada serta memanfaatkannya dengan baik dapat membuat suatu kawasan menjadi lebih potensial dan bernilai investasi yang menjanjikan. Pembangunan serta penataan suatu kawasan akan berhasil jika ada keseriusan dari pemerintah maupun masyarakat dalam mengelolanya. Dengan adanya penataan yang baik, suatu kawasan akan dapat menunjang meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya.
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
67
/ANJANGSANA/FENOMENA&LIFESTYLE
Text by Titus Abimanyu D Photos by Courtesy of Sigit Kusumawijaya (@IDBerkebun)
Aksi tanam masal komunitas Indonesia Berkebun di Springhill
INDONESIA BERKEBUN:
MARI TANAM KOTA Kicauan walikota Bandung Ridwan Kamil untuk mengajak masyarakat kota menanam dilahan nganggur ternyata ditanggapi positif oleh followers nya, sehingga beliau merasa perlu untuk menindak lanjuti kicauannya dalam sebuah aksi nyata.
68 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
G
ayung bersambut, Ridwan Kamil kemudian mengundang beberapa orang untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut. Antara lain Sigit Kusumawijaya, Achmad Marendes, Shafiq Pontoh dan aktivis media sosial lainnya yang akhirnya didaulat menjadi co-inisiator untuk aksi sosial ini. Mereka mendiskusikan tentang urban farming bagi masyarakat Jakarta. Langkah awal adalah mengkampanyekan melalui sosial media sambil memberikan workshop kepada masyarakat tentang urban farming. 20 Februari 2011 dilakukan tanam perdana yang diprakarsai Jakarta Berkebun dengan meminjam lahan seluas 4000m2 milik Springhill Residence di Jakarta. Tanaman yang di tanam pun merupakan tanaman yang bermanfaat dan tidak sulit, yaitu kangkung, bayam dan beberapa
tanaman konsumsi lainnya. Aksi nyata itu kemudian tersebar melalui akun twitter dengan hashtag #jktberkebun dan menular ke kotakota sekitarnya seperti Bandung dan Bogor. “Mereka iri dengan kami dan pengen juga menggiatkan di kotanya, akhirnya diguide sama Jakarta Berkebun untuk caracaranya dan disetujui”. ujar Sigit Kusumawijaya selaku co-inisiator Jakarta Berkebun. Tak berapa lama berselang, beberapa daerah mulai tertarik dan mengikuti gerakan ini sehingga terbentuklah beberapa jaringan di daerah-daerah dengan ama yang seragam. Beberapa institusi pendidikan juga memulai dengan aksi sosial mereka sendiri dan mulai bergabung. Merasa gerakan ini menuai hasil positif, mulai tercetus sebuah nama Indonesia Berkebun sebagai wadah utama dari 45 jaringan di seluruh Indonesia.
Kegiatan yang Bermanfaat Kota memang hanya memiliki lahan kosong yang terbatas, masyarakatnya pun termasuk yang malas repot. Maka, perlu cara yang berbeda pula untuk mengajak masyarakat menjadi gemar menanam. Para penggiat Indonesia Berkebun selalu menggunakan “Fun Theory” untuk menekankan bahwa menanam merupakan kegiatan yang penting. Teori ini dikemas dengan kegiatan pendukung seperti masak bersama, panen raya, live music serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan menumbuhkan minat masyarakat terhadap kegiatan menanam. Kegiatan Urban Farming yang digagas Indonesia Berkebun bukan tanpa konsep. Kegiatan ini dilakukan demi terciptanya 3E (edukasi, ekologi, ekonomi) pada kalangan urban. Konsep edukasi bertujuan
PENGHARGAAN Web-Heroes oleh Google Asia Pacific. Inc. World Urban Farming Network, UNEP PBB 2011 UNESCO Youth Conferences, Paris. Mengedukasi masyarakat untuk cinta lingkungan
ARÇAKA#5 | MARCH 2016
69
/ANJANGSANA/FENOMENA&LIFESTYLE
Aksi tanam bersama untuk mendukung ketahanan pangan
untuk memberikan pemahaman tentang cinta lingkungan. Caranya, dengan mengadakan berbagai seminar, workshop dan melakukan edukasi secara berkelanjutan baik melalui media sosial maupun media informasi lainnya. Selanjutnya adalah konsep ekologi. Konsep ini menciptakan sebuah pemahaman tentang memanfaatkan lahan mati diperkotaan untuk ditanami. Selain itu, lahan yang tidak produktif diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi sekitarnya. Konsep ekonomi, yang ditujukan untuk menumbuhkan ketahanan pangan pada masyarakat perkotaan
dengan mengajak masyarakat menanam sendiri secara mandiri dan hasil panennya dapat dikonsumsi. Menanam dan berkebun memang bermanfaat. Sebuah riset mengatakan bahwa berkebun membakar 380 kalori dalam satu jam. Selain itu berkebun juga menghilangkan stres dan menjadi sarana berinteraksi terhadap sesama. Menanam dan berkebun sendiri juga lebih aman dan sehat, karena dilakukan secara alami dan tanpa bahan kimia pestisida sehingga apa yang dikonsumsi dapat terkontrol dengan baik. Indonesia Berkebun saat ini telah menginjak
70 ARÇAKA#5 | MARCH 2016
tahun ke 4 sejak tanam perdana mereka oleh Jakarta Berkebun pada tahun 2011. Jaringannya juga telah tersebar di 36 kota dari Aceh hingga Papua dan 9 kampus di Indonesia. Dalam perkembangannya, Indonesia Berkebun telah didukung pemerintah baik daerah maupun pusat. Penyediaan lahan di daerah juga banyak diberikan untuk media berkegiatan beberapa jaringan Indonesia Berkebun. Secara Nasional, Indonesia Berkebun telah banyak diundang sebagai narasumber di kantor Kementrian, baik sosial hingga keuangan.
WE WANT YOU!
TO BE THE NEXT CONTRIBUTORS FOR OUR NEXT ISSUES
ARÇAKA #6: ARCHIPRENEUR EDISI SEPEKAN ARSITEKTUR 2016
{ kritik, saran, dan info : arcakauajy@gmail.com } ARÇAKA#5 | MARCH 2016
71
72 ARÇAKA#5 | MARCH 2016