11 # ISSUE
CONT
PERSPECTIVE 10 | Adi Purnomo Makna Desain Sebagai Solusi 16 | RM Cahyo Bandhono Lokalitas Antara Arsitektur dan Pariwisata 22 |
Yoka Sara - Yoka Sara Internasional Kesinambungan Manusia dan Alam Dalam Desain
28 |
Collabo Design Studio Yogyakarta: Kota Budaya Penyedia Jasa
32 |
Kadek Sasta - SHL Asia Arsitektur dan Lansekap yang Berharmoni
38 |
Arkana Architect Bisnis Arsitektur Dalam Pariwisata
44 |
Seksi Pertamanan PU Banyuwangi Now
86 | DESIGN 50 | Rumah Atsiri Re-creation Citronella Factory 58 |
Museum Ullen Sentalu Berfilosofi dan Berbudaya
66 |
De Tjolomadoe Menjaga Kontinuitas di Tengah Perubahan Zaman
70 |
Jimbaran Bay Beach Junjung Tinggi Nilai Lokalitas
76 |
ABBC Building Pancingan Terhadap Seniman Kontemporer
80 |
Pendopo Sabha Swagata Modern & Berbudaya
4
ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Sapta Pesona Alun-Alun Banyuwangi
ALUMNI 91 | Cahyo Alkantana Menggunakan Ilmu Arsitektur Dalam Pengembangan Wisata di Gunung Kidul WORLWIDE 94 | Bangkok Pintu Gerbang Pariwisata Negara Gajah Putih GOLDEN SECTION
TENT POINT 106 | YYAF Meeting Marathon#7 107 |
ICVR #3
108 |
Pameran Seni Kontemporer "Celebration of The Future"
110 |
TKI-MAI XXIV Palu
ARTSPACE STUDENT WORKS TECHNOLOGY & INOVATION 124 | Rain Water Harvesting System
ANJANGSANA 126 | Situs Warung Boto Sempat Terlupakan, Kini Dikembangkan 130 |
Desa Adat Penglipuran Persinggahan Prajurit yang Kini Menjadi Desa Wisata
134 |
Pura Besakih Representasi Keseimbangan Alam yang Memikat Wisatawan
138 |
Desa Wisata Osing Desa Adat dengan Misi Besar Sebagai Suku Osing Terakhir di Banyuwangi
142 |
Mezzanine Eatery & Coffee Resto Unik Dengan Visual Ciamik
146 |
Pasar Papringan Gerakan Revitalisasi Desa oleh Pasar Papringan
149 |
Folk Garden Pengalaman Merindu Purnama di Ubud
152 |
Pantai Grand Watu Dodol Pantai Terbersih se-Asia Tenggara
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
5
ABOUT VISIARÇAKA Membangun kecerdasan, kecintaan, dan kelestarian dunia arsitektur nusantara yang berwawasan internasional
MISIARÇAKA 1. Menyajikan informasi sesuai dengan realita dalam proses berfikir kritis mahasiswa. 2. Menjadi acuan dan pedoman untuk memperkaya keilmuan di bidang arsitektur 3. Membangun, mengajak, dan menginspirasi pembaca untuk sadar, berpikir, dan berkarya bagi masyarakat.
PENERBIT
BIRO PENULISAN DAN PENELITIAN HIMA TRIÇAKA UAJY
PEMBIMBING Dr. Ir. Y. Djarot Purbadi, M.T.
PELINDUNG
Andi Prasetiyo Wibowo., S.T., M.Eng. (Kaprodi Arsitektur UAJY) Ir. Ahmad Saifudin Mutaqi, M.T., IAI, AA (Ketua IAI DIY)
SEKRETARIS
Skolastika Gadis
REDAKTUR PELAKSANA
Anita Purnama Sari (Koordinator Biro)
PEMASARAN
PENASEHAT REDAKSI A. Christian Pratama Putra Gilang Pidianku
Alfian Ramadhani (Wakil Koordinator Biro)
EDITORIAL BENDAHARA
Anita Purnama Sari Alfian Ramadhani
Bryan Dharmanta
WEBSITE issuu.com/arcaka SOCIAL facebook.com/arcaka instagram.com/majalah.arcaka CONTACT majalaharcaka@gmail.com
6
ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
AGENDA SEPEKAN ARSITEKTUR 2019: Pameran Akbar Arsitektur TANGGAL ACARA 03 Maret – 09 Maret 2019 Opening Hours 09.00 am to 20.30 pm VENUE Jogja National Museum LINK sepekanarsitektur.wixsite.com/sepekan19
SAYEMBARA DESAIN MASTERPLAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA SUKABUMI BATAS PENDAFTARAN 15 Maret 2019 DEADLINE 22 Maret 2019 TIM JURI H. Mochammad Ridwan Kamil, ST., MUD., IAI H. Achmad Fahmi, S.AG., M.MPD Dr. ir. H. Asep Irawan., M.Si
INDOBUILDTECH 2019: BUILDING MATERIAL & TECHNOLOGY EXPO
Abdul Rachman., A.TD Ar. Dedy Wahjudi., IAI Ar. Achmad D Tardiyana, IAI
TANGGAL ACARA 24 April – 28 April 2019 VENUE Grand City Expo & Covex, Gubeng, Surabaya LINK www.indobuildtech.com
PEKAN ARSITEK JOGJA ISTIMEWA: PAMERAN ARSITEKTUR
Ar. Ary Indra., IAI LINK www.sayembara.iaijabar.org
TEMU KARYA ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR INDONESIA XXXV YOGYAKARTA TANGGAL ACARA 28 Juli – 10 Agustus 2019 VENUE
TANGGAL ACARA 23 April – 27 April 2019 VENUE Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY Malioboro, Yogyakarta
Yogyakarta EMAIL tkimai35jogja@gmail.com
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
7
[ REDAKSI ]
Tiap wilayah memiliki misi untuk terus berkembang, ada yang fokus di bidang produksi seperti sektor industri dan sektor pertanian, ada juga yang cenderung di bidang jasa seperti sektor pariwisata. Pariwisata kota mulai meningkat secara konsisten sejak 1960-an dan menjadi salah satu faktor pertumbuhan tercepat dari perjalanan perekonomian negara-negara maju. Sektor pariwisata dapat menjadi core business suatu negara karena menyumbang PDB (Produk Domestik Bruto), devisa, serta lapangan kerja dengan mudah dan cepat. Melihat hal tersebut, tak jarang bila pariwisata dipilih sebagai sektor utama yang dikembangkan di suatu daerah. Kekayaan dan keunikan tiap daerah menjadi dasar dalam mengembangkan pariwisata yang kontekstual, sehingga perkembangan pariwisata tidak melampaui daya dukung wilayahnya serta dapat terwujud pariwisata yang berkelanjutan. Selain didukung oleh keindahan alam, kekayaan budaya, dan kehidupan sosial masyarakat, arsitektur juga memiliki kaitan penting dengan perkembangan pariwisata suatu daerah. Menteri Perdagangan Indonesia ke-30, Mari Elka Pangestu, pernah menyatakan bahwa sektor pariwisata tidak mungkin berkembang tanpa karya arsitektur yang memiliki nilai kegunaan, kekuatan, keindahan, dan estetika. Keterkaitan tersebut mencakup: arsitektur yang sengaja didesain sebagai objek wisata; arsitektur yang sengaja didesain sebagai pelengkap atau fasilitas penunjang objek wisata; dan arsitektur yang keberadaannya secara tidak langsung menunjang pariwisata daerahnya. Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai sektor andalan yang harus didukung oleh sektor lain, terutama infrastruktur dan transportasi, dalam mempercepat tercapainya target pariwisata 2019, yaitu 20 juta wisatawan mancanegara di Indonesia. Pada Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata III, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyampaikan Yogyakarta, Solo, Banyuwangi dan Great Bali masuk ke dalam 10 destinasi wisata yang siap dipromosikan untuk meningkatkan kunjungan wisata di Indonesia. Melihat hal tersebut, Arcaka issue #11 “Architourism : Architecture X Tourism� hadir dan menyajikan kondisi perkembangan pariwisata di kota-kota tersebut. Negara Thailand, khususnya Kota Bangkok, disajikan sebagai referensi bagi kota lain karena pariwisatanya terus melejit dari tahun ke tahun hingga mampu mendukung perkembangan sektor lain. Majalah ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran maupun referensi bagi para stakeholders untuk menjadi bagian dari terwujudnya kota pariwisata yang berkelanjutan. Jangan sampai sikap agresif dalam merespon pariwisata menjadi bumerang yang menyerang kekayaan budaya dan sumber daya kita.
Salam, Anita Purnama Sari Redaksi
8
ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Biro Penulisan dan Penelitian
Anita Purnama Sari Ars 16
Alfian Ramadhani Ars 17
Naomi Dian Ars 16
Natasya Angelina Ars 16
Brigita Murti Ars 16
Bryan Dharmanta Ars 17
Gede Krishna B. Ars 17
Hasan Aji M. Ars 17
Skolastika Gadis Ars 17
Rosalin Citra Ars 17
Maria Vika Ars 16
Brigitta Michelle Ars 15
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
9
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
“Saya hanya ingin orang-orang yang berkesempatan terlibat dengan saya bisa mengambil manfaat pelajaran untuk melihat ke depan.”
10 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ADI PURNOMO - MAMO STUDIO
MAKNA DESAIN SEBAGAI SOLUSI Text by Skolastika Gadis Photo by mamostudio, Dinas PU Banyuwangi
PERJUMPAAN ADI PURNOMO DENGAN ARSITEKTUR Totalitas Adi Purnomo dalam dunia arsitektur memang sudah tidak diragukan lagi. Namanya memang tidak asing di dunia arsitektur nasional, dari mahasiswa arsitektur sampai arsitek profesional. Perjumpaannya dengan arsitektur diawali dari pameran arsitektur di UGM (Universitas Gajah Mada) saat masih duduk di bangku SMP. Pameran yang menampilkan instalasi arsitektur ini mampu memikat hati Adi Purnomo sehingga ia mantap menjatuhkan pilihannya pada bidang ini. Tidak berhenti menjadi keinginan saja, Adi Purnomo pun akhirnya berhasil masuk dan lulus dari UGM. Semasa kuliah, ia sudah bekerja paruh waktu di sebuah kantor kontraktor di Yogyakarta sambil mengerjakan maket tugas akhir. Dengan pengalamannya tersebut, ia mendapat tawaran untuk membangun sebuah kantor di Yogyakarta atau Makassar selepas lulus kuliah, namun ia memilih untuk bekerja di perusahaan arsitektur di Jakarta untuk belajar.
PARIWISATA DI YOGYAKARTA Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan lokal hingga internasional. Masuk dalam sepuluh besar kota wisata di Indonesia tentu merupakan sebuah prestasi untuk kota ini. Sebagai seorang yang lahir dan tumbuh di Yogyakarta, Adi Purnomo tentu mengenal kota ini. Menurutnya, pariwisata di Yogyakarta merupakan hal yang natural. Semua potensi pendukung pariwisata sudah tersedia di kota ini, dari kebudayaan, vernakular, kuliner sampai alam pun ada.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
11
PARIWISATA NASIONAL Pariwisata kota tentu tidak dapat dipisahkan dengan arsitektur. Menurut pria yang akrab disapa Mamo ini, arsitektur merupakan gerbong dalam rangkaian kereta kebudayaan, bahkan bisa dibilang merupakan gerbong terakhir dalam situasi saat ini. Arsitektur memegang peran penting dan bahkan jawaban untuk permasalahan di bidang pariwisata itu sendiri. Selain arsitektur, terdapat juga aspek-aspek lain yang mendukung pariwisata, yaitu situasi politik yang berkembang di negeri itu, ekonomi dan juga persoalan sosial.
Dalam skala yang lebih kecil, arsitektur suatu kota dapat berperan pengundang wisatawan datang ke sana, sebagai contoh di berbagai negara maju, karya arsitektur menjadi primadona yang mendatangkan wisatawan, seperti Kota Bilbao di Spanyol. Pariwisata mampu menghidupkan kembali kota tersebut. Museum Guggenheim Bilbao karya arsitek kenamaan Frank O’ Gehry kala itu meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke kota tersebut. Di sisi lain, kunjungan wisata juga bisa berpengaruh pada sistem sosial, terlebih untuk daerah yang belum tersentuh.
Re-design area guesthouse Kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan
12 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
BANYUWANGI YANG BERSOLEK Seiring perjalanannya di dunia arsitektur, Adi Purnomo telah mendapat banyak kepercayaan dari banyak pihak. Adi beberapa kali dipercaya mengerjakan proyek yang diberikan pemerintahan, salah satunya ialah dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Di bawah pemerintahan bupati Abdullah Azwar Anas, Banyuwangi kini kian bersolek. Dalam prosesnya membangun kabupaten ini, Adi Purnomo dan beberapa arsitek lain diajak turut serta. Alasan Adi Purnomo cukup sederhana, “Tertarik, karena kesempatan langka,” ungkapnya. Awalnya kerjasama dengan Banyuwangi ini hanya dari undangan untuk berdiskusi. Tidak hanya dengan arsitek, bupati pun juga mengajak staff pemerintahan, kelompok-kelompok budaya serta
pers untuk bertukar pendapat. Proyek yang telah selesai Adi Purnomo garap di Banyuwangi antara lain kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan Banyuwangi dan Taman Blambangan. Setiap pengerjaan proyek tentu tidak dapat dihindarkan dari masalah, tidak terkecuali pada kedua proyek ini. Dari sistem birokrasi sampai pelaksanaan di lapangan yang tidak bisa sesuai karena belum pernah dilakukan. Dari proyekproyek tersebut, Adi selalu berusaha menjawab permasalahan apa yang ada. Masing-masing penyelesaian masalah yang ada selalu berujung pada penegasan fungsi dari tiap proyek yang ia rancang. Seperti pada Pendopo Sabha Swagata,
konsep yang diangkat yaitu mengembalikan bentuk atap sedekat mungkin dengan bentuk asli. Selain itu, Taman Blambangan mengalami perubahan berupa penghilangan pagar di sekitar untuk memberi kesan yang terbuka pada publik sehingga dapat digunakan secara maksimal. Dalam merancang bangunannya, Adi Purnomo tidak ingin menyematkan kekhasannya. Ia sebisa mungkin menjawab persoalan yang ia lihat menurut pandangannya, dan hal itu juga yang ia terapkan dalam merancang Banyuwangi. “Tapi mungkin justru itu yang jadinya terlihat,” katanya ketika ditanya mengenai apa kekhasan yang ia miliki. Harapannya semua desain Adi Purnomo di kabupaten ini dapat bermanfaat, khususnya bagi masyarakat Banyuwangi.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
13
Kompleks Pendopo Sabha Swagata (Courtesy from google images)
14 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
CAREER TIMELINE 1968 1986 1994 1998 2000 2008 2011 2016
Born Yogjakarta, Indonesia Studied architecture, Universitas Gajah Mada, Yogjakarta Junior architect, PAI, Jakarta Senior architect, DP Architects, Singapore Solepractice, Jakarta Founder of Mamostudio, Jakarta Mamostudio, Bogor Mamostudio, Serpong
AWARDS 2002 IAI Awards-Urban Houses * 2002 IAI-Young Architect Recognition * 2004 Tempo Magazine-Architect of The Year * 2005 IAI Awards-Ciganjur House * 2005 IAI Citations-Ragunan House * 2006 IAI Awards Jakarta-Tangkuban Prahu House * 2008 IAI Awards-Setia Budi House 2009 World Architecture Festival Finalist-Studi-o Cahaya (Cultural Category) 2009 ASRI Green Design Awards-Cilandak House 2009 ASRI Green DesignAwards-TeaterSalihara 2010 AR House Commendation-Studi-o Cahaya 2014 Best Asia Pacific Property Awards-TK Pahoa (Public Service Development) 2014 World Gold Winner FIABCI-TK Pahoa (Purpose Built Category) 2014 World Silver Winner FIABCI-TKPahoa (Sustainable Development Category) 2015 Commendation Future Arc Green Leadership Award–Guest House Banyuwangi 2015 IAI Awards–Studi-o Cahaya 2018
Green Leadership Award–Woodification-Futurarc BCI
2018 IAI Awards Jakarta –House #4 Tanah Teduh Development
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
15
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
16 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
R.M. CAHYO BANDHONO
LOKALITAS ANTARA ARSITEKTUR DAN PARIWISATA Text by Natasya Angelina T. Photos by Hasan Aji M. and Puri Design
“Yang paling penting adalah desainer harus kreatif, memiliki konsep yang kuat serta memberikan kenyamanan. Tidak ada yang salah dalam mendesain. Yang salah adalah ketika konsep tidak bisa memberikan manfaat bagi masyarakat luas.� -RM Cahyo Bandhono
RM Cahyo Bandhono merupakan seorang arsitek senior yang telah bergelut dalam dunia desain, perkotaan, perkampungan, komunitas, dan pariwisata selama puluhan tahun. Berbagai karya, mulai dari rumah tinggal, resort, tempat religi, private island hingga kawasan bisnis dan pariwisata telah ditanganinya, tersebar di berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Ditemui di kediamannya di daerah Bantul, Puri Brata, rumah sekaligus meditation resort dan galeri yang kerap dijadikannya sebagai tempat menyambut tamu, Cahyo membagikan sedikit kisah perjalanan dan pandangannya dalam dunia arsitektur, mengubah cara pandang kami akan dunia arsitektur dan urban yang sesungguhnya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
17
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
Area pendopo pada Puri Brata yang menjadi tempat Cahyo menyambut tamu dan kliennya
TRANSFORMASI DEKONSTRUKSI MENJADI VERNAKULAR Sejak duduk di bangku kuliah, Cahyo, begitu ia kerap disapa, sudah aktif dalam mendesain, seperti mengikuti berbagai sayembara, bekerja di biro arsitekur, hingga memimpin pertukaran mahasiswa ke National University of Singapore. Selain itu, ia juga pernah bekerja di Urban Development Management salah satu biro dari Swiss, serta bergabung dengan lingkungan hidup dari Jerman untuk konservasi lingkungan tropis. Berbagai pengalaman tersebut membuat pola pemikiran dan kiblatnya dalam merancang berubah. Ia menyadari bahwa orang luar justru memiliki minat dan ketertarikan yang tinggi terhadap budaya lokal, bahkan dengan khusus mempelajarinya. Cahyo yang dulunya merupakan penentang arsitektur vernakular dan pengagum berat Daniel Libeskind dan Derrida kemudian turut mempelajari dan melestarikan
18 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
budaya lokal ke dalam desainnya. Hingga kini, hampir semua proyek yang ditanganinya selalu menghadirkan elemen vernakular yang mengangkat nilai-nilai budaya lokal, mengantarkannya pada proyek yang selalu berhubungan dengan pariwisata dan pendukungnya, misalnya resort dan hotel.
MENGANGKAT NILAI BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL Setelah lulus, Cahyo kemudian bekerja di biro arsitektur Amerika yang berada di Indonesia, Triaco Bali Hijau selama kurang lebih tiga tahun. Pada tahun 2002, ia memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta dalam rangka melanjutkan studi Master Urban Design dan mencoba peruntungannya mendirikan sebuah biro dan konsultan arsitektur yang diberi nama Puri Design. Bergerak dalam bidang perencanaan dan perancangan arsitektur, kawasan, permukiman serta pembangunan komuni-
Puri Brata menggabungkan budaya Jawa, Bali, dan Tionghua dalam perancangannya
KENYAMANAN NOMOR SATU tas, Puri Design selalu menekankan akan warisan budaya lokal dan nilai historis pada lokasi tapak, sehingga tercipta keharmonisan dengan alam. Menurutnya, memperhatikan kearifan lokal dalam merancang dapat mengubah gaya hidup masyarakat, misalnya pada proyek Desa Ramah Burung Jatimulyo yang terletak di Kulon Progo. Bermula dari keresahan masyarakat sekitar akan eksploitasi keanekaragaman hayati dan sumber daya alam pada desa yang kerap memburu burung, kini diubahnya menjadi ekowisata pengamatan burung yang justru mengundang wisatawan untuk datang. Selain itu, Cahyo memanfaatkan potensi dengan menyediakan tempat pengolahan kopi sulingan di desa tersebut. Kini, tempat tersebut menjadi tempat wisata yang meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar.
Kenyamanan merupakan hal utama yang selalu diperhatikan dalam merancang. Menurut Cahyo, dengan terciptanya kenyamanan pengguna, bangunan tersebut akan lebih diapresiasi dan memiliki kesan yang melekat kuat untuk penggunanya, sehingga tertarik untuk kembali datang dan mempromosikannya. Selain kenyamanan, hal yang tak kalah pentingnya adalah keamanan penggunanya. Cahyo menambahkan, bahwa rasa nyaman dan aman merupakan hal yang saling terkait, dimana perasaan aman akan timbul bila penggunanya terlebih dahulu merasa nyaman. Untuk menciptakan kondisi yang nyaman untuk dihuni, orientasi matahari, arah angin, dan view selalu menjadi tiga pertimbangan utama dalam merancang. “Arsitektur itu seni, bukan teknis. Perhatikan sisi psikologisnya juga,” tutur Cahyo. Ia menambahkan, bahwa sebagai seorang arsitek seharusnya memberikan solusi, bukan hanya merancang hingga bangunan didirikan, namun memperhatikan perkembangannya jauh ke depan. “Misalnya membawa dampak yang baik bagi ekonomi warga sekitar,” tambahnya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
19
JOGJA PUNYA BANYAK POTENSI Ketika ditanya akan pendapatnya mengenai perkembangan pariwisata di daerah Yogyakarta, pria kelahiran Banjarmasin ini menuturkan, hingga saat ini Malioboro masih menjadi magnet utama. Tak jarang kita mendengar istilah “nggak afdol ke Jogja kalau belum ke Malioboro”. Ia berharap, harus ada kawasan baru selain Malioboro, karena Yogyakarta mempunyai banyak potensi, namun belum dimanfaatkan dengan baik. Menurutnya, seorang arsitek turut berperan dalam hal
tersebut dalam merancang sebuah karya-karya inovatif baru yang memperhatikan kenyamanan penggunanya. Hadirnya pembangunan kawasan industri ekonomi kreatif yang dikemas sebagai kawasan pariwisata yang tengah dikembangkan besar-besaran menjadi salah satu jawaban akan keresahan Cahyo. Letaknya di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, di atas lahan seluas 335 hektar, dan Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, di atas lahan seluas 381 hektar.
SILICON VALLEY-NYA INDONESIA Meskipun dikembangkan secara bersamaan, kedua kawasan ini menerapkan pendekatan konsep yang berbeda. Jika Kawasan Industri Piyungan melakukan pendekatan pada home industry seperti fesyen, kerajinan, dan kuliner, maka Kawasan Industri Sentolo melakukan pendekatan pada teknologi, yang mewadahi aktivitas generasi muda untuk menciptakan suatu karya, misalnya di bidang perfilman, animasi, dan game. Kedua kawasan ini bahkan digadang-gadang akan menjadi “Silicon Valley-nya Indonesia”.
Silicon Valley adalah sebuah kawasan yang meliputi daerah San Fransisco, Bay Arena, dan California yang dikenal sebagai tempat kelahiran pusat teknologi terbesar di dunia. Yahoo! dan Google, Sun Microsystems, Silicon Graphic, Cisco System dan 3com merupakan beberapa perusahaan besar yang dikembangkan pada kawasan ini, sehingga Silicon Valley kerap disebut sebagai jantung perusahaan teknologi dunia.
Piyungan Creative Economy Park, Bantul
Sentolo Cinema Economy Park, Kulon Progo
20 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
French Village of Turgo, Sleman
Sebagai arsitek yang dipercaya untuk menangani kedua proyek besar arsitektur urban design dan urban tourism ini, Cahyo yang berkolaborasi dengan arsitekarsitek muda yang tergabung dalam YYAF (Yogyakarta Young Architect Forum) untuk tiap unit bangunan arsitektur, pun tidak melupakan nilai lokalitas dalam perancangannya. Salah satunya dengan mengelola potensi alam yang ada pada tapak. Kawasan Industri Piyungan memanfaatkan hutan coklat, sungai, dan perbukitan yang telah ada sebagai salah satu bagian dari
obyek wisata, sementara Kawasan Industri Sentolo pun mempertahankan bangunannya tetap berada di atas sawah yang sengaja dibiarkan tidak diurug. Selain menjadi kawasan pariwisata, kedua kawasan industri ekonomi kreatif ini diharapkan tidak hanya mampu menarik para investor, namun juga memberi dampak positif bagi perekonomian di DIY, khususnya bagi industri kecil dan menengah.
CAREER TIMELINE 1996-1997 1998 1998-1999 1999-2000 1999-2002 2000 2003 2003-2013 2008 2008-sekarang 2014-sekarang
Bekerja di Urban Development Project – Yogyakarta Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta Bekerja di bawah German Redevelopment Autority – Pusat Pelatihan Lingkungan Hidup, Bali Bekerja pada Community Based Development di Sanur, Bali Bekerja di Konsultan Arsitek dan Urban Design, Triaco Bali Hijau sebagai Senior Architects Anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Cabang DIY Magister Teknik di Universitas Diponegoro, Jawa Tengah Bidang Urban Design Pemilik Puri Design, Konsultan Arsitek, Urban Design, Urban Landscape sebagai Senior Architects Belajar Pertanian dan Peternakan Kibut di Israel Pemilik Yayasan Dharma Brata: Bergeral pada Pertanian, Peternakan dan Tanaman Produktif Anggota Kamar Dagang dan Industri Bantul – Bidang Permukiman, Property dan Ekonomi Kreatif
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
21
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
YOKA SARA - YOKA SARA INTERNATIONAL
KESINAMBUNGAN MANUSIA DAN ALAM DALAM DESAIN Text by Rosalin Citra U. Photos by Bezaliel Tera & Yoka Sara International
Sudah bukan rahasia lagi jika Bali merupakan salah satu provinsi yang menjadi ikon pariwisata di Indonesia. Budayanya yang kental serta alamnya yang masih terjaga menjadikan Bali menjadi destinasi wisata impian, tidak hanya bagi wisatawan lokal namun juga wisatawan mancanegara. Hal ini menunjukkan betapa besarnya potensi pariwisata yang dimiliki oleh Pulau Dewata. Untuk itulah, tidak menjadi suatu hal yang mengherankan jika Bali memiiki banyak penggiat pariwisata, salah satunya, Anak Agung Yoka Sara.
22 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Bergerak dalam dunia arsitektur, Yoka Sara merupakan pendiri dari Yoka Sara International dan juga merupakan sosok seniman dan arsitek modern Bali yang telah berbagi pengalaman kreatifnya hingga ke dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan penghargaan-penghargaan bergengsi yang telah diterimanya, seperti penghargaan BCI Asia & Schott Design Award untuk karyanya The Sungai Villas & Spa di Prerenan, Bali pada tahun 2003.
SINERGI BANGUNAN DENGAN ALAM Dalam pendekatan desainnya, banyak karya dari Yoka Sara yang didasari prinsip arsitektur vernakuler, dengan penggunaan material-material lokal yang ada di sekitar. Tidak sedikit karyanya yang menggunakan material bambu dengan strukturstruktur yang rumit seperti proyek The Cocoon miliknya yang akan menjadi salah satu bangunan yang akan ada dalam proyek “Taman Saren�, sebuah proyek pengembangan desa wisata di Bali, juga Villa Kayu Aga yang terletak di Canggu, Bali.
Sebagai contoh, Vila Kayu Aga di Canggu, Bali yang menggunakan kayu dan bambu sebagai material utama. Dari segi desainnya pun Yoka Sara mengadaptasi unsur tradisional Bali, dimana bangunan hunian ini terdiri dari beberapa paviliun terpisah untuk kebutuhan ruang yang berbeda-beda. Meskipun terpisahterpisah, namun paviliun-paviliun ini tetap memiliki kemiripan dari segi bentuk dan desain sehingga dapat terlihat menyatu.
Walaupun material yang digunakan dalam beberapa proyeknya terbilang sederhana, hal ini justru menjadi ciri khas tersendiri yang dimiliki oleh Yoka Sara dalam hal mendesain. Oleh karena material lokal yang digunakan, ia bisa menciptakan sebuah desain yang menunjukkan bagaimana suatu bangunan bisa bersinergi dengan harmonis dengan alam di sekitarnya. Inilah yang juga membuat karyakaryanya banyak diapresiasi secara internasional.
Dikutip dari CASA Indonesia, dalam setiap desainnya Yoka Sara berusaha merespon bagaimana alam dan psikologi manusia itu berbicara dengan harmonis hingga tidak mengherankan jika karya-karyanya menjadi lebih personal, berbeda, dan spektakuler.
Maket Diamond Beach Hotel
Maket The Cocoon
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
23
Villa Kayu Aga (courtesy from archdaily.com)
PARIWISATA BALI DULU DAN KINI Berkesempatan untuk mewawancarai langsung, Yoka Sara bercerita kepada Tim Redaksi Arçaka bagaimana kebudayaan-kebudayaan Bali ternyata banyak dipengaruhi oleh budaya luar dan bagaimana kebudayaan itu bertransformasi hingga kini. Ia berkata, “Sejak zaman perdagangan pun karena banyaknya interaksi dengan pedagangpedagang dari Cina, banyak arsitektur Bali menjadi terpengaruh. Contohnya meru yang memiliki bentuk menjulang ke atas mirip pagoda.” Selain itu menurutnya juga ada konsep Bali-Lodge atau Bali-Teras pada arsitektur Bali yang menunjukkan adanya kesinambungan antara ruang tertutup dan terbuka, yang mana hal ini diadaptasi dari arsitektur Belanda. Terkait pariwisata, menurut Yoka Sara sendiri pariwisata Bali mulai terangkat namanya ketika pada tahun 1906 tokoh pantomim asal Inggris, Charlie Chaplin berkunjung ke Bali. Hal ini membuat Bali menjadi terkenal di kancah internasional dan orang-orang mulai menganggapnya sebagai The Lost World. Lalu pada tahun 1970-an, pariwisata Bali semakin berkembang dengan adanya perbaikan-perbaikan
24 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
transportasi yang memudahkan akses menuju Pulau Dewata ini. Dalam pandangan Yoka Sara, tren hotel dengan kamar banyak mulai tidak terasa keefektivitasannya pada sekitar tahun 1980-an. Barulah pada tahun 1990-2000-an fasilitas-fasilitas publik mulai dikembangkan, seperti restoran tepi pantai, beachclub dan villa. Kebutuhan akan beachclub dan villa yang kala itu berkembang pesat lahir dari kebutuhan akan pengalaman dan suasana baru dari para pengunjung ketika mengunjungi Bali. Yoka Sara menambahkan bahwa tiga aspek penting dalam membangun sebuah beachclub adalah experience, food, and sun. “Orang-orang datang ke beachclub untuk dapat suasana berbeda, makanan enak, juga sinar matahari untuk berjemur.” Baginya, pada saat ini manakala beachclub dan villa sudah mulai menjamur, yang bisa membuatnya berbeda satu sama lain hanyalah dari konsepnya. Bagaimana konsep tersebut bisa menjawab kebutuhan bisnis yang ada. Sebagai contoh, Ia menyebut Tamora Gallery Bali yang menyediakan berbagai fasilitas untuk anak-anak dengan konsep learn by play, suatu hal yang cukup berbeda dari beachclub kebanyakan.
RESTORASI BANJAR GERENCENG Menurut Yoka Sara, dalam melakukan proses restorasi tersebut perlu juga dilakukan tahapan konservasi dan juga pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, arsitek juga perlu memikirkan bagaimana membiasakan masyarakat dengan hasil renovasi yang dilakukan yang tentunya berbeda dengan bangunan aslinya. Ia juga menambahkan, “Dalam hal ini diperlukan Ngayah atau dedikasi sehingga suatu karya arsitektur tidak hanya mengandalkan unsur manusia atau ego arsitekturnya sendiri.� Baginya, arsitektur hanya membangun alurnya, sementara sisanya adalah harmonisasi baik itu dengan manusia, alam, maupun Sang Pencipta.
Dalam kariernya, Yoka Sara pernah merenovasi Banjar Gerenceng yang tidak hanya memperbaiki suatu bangunan secara fisik, tapi juga bagaimana sebuah sistem aktivitas yang terkait dengan bangunan itu bisa dibuatnya menjadi lebih optimal. Bale Banjar Gerenceng merupakan tempat pertemuan tradisional dari Banjar Gerenceng. Banjar ini merupakan salah satu gerbang masuk kota Denpasar. Dengan tidak adanya ruang kosong yang tersedia dan semakin padatnya kendaraan yang melintas, tempat yang dahulunya merupakan daerah agrarian ini berubah menjadi ruang kota yang ramai. Keadaan seperti inlah yang membutuhkan revitalisasi pada fungsi bale banjar itu sendiri.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
25
Restorasi Banjar Gerenceng
Maket The Cocoon
KETERTARIKAN DENGAN SENI INSTALASI Yoka Sara juga merupakan seorang arsitek yang terkenal akan kegemarannya dalam membuat karya seni instalasi. Terlahir dalam keluarga seniman, Yoka Sara kerap kali menggalang acaraacara seni seperti Sprites Art and Creative Biennale. Selain itu, ia juga turut berpartisipasi dalam event tahunan Art Bali dan banyak berkontribusi dalam kegiatan seni lainnya. Pada event Art Bali pun Ia dikenal akan kegemarannya bereksperimen menggunakan bahan-bahan bekas di sekitarnya yang bagi sebagian orang justru tidak banyak diperhatikan.
26 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Terbiasa membuat karya seni instalasi, nampaknya hal ini berpengaruh pada karya arsitektural Yoka Sara. Tak jarang ia bisa mendapatkan inspirasi dari hal-hal kecil di sekitarnya. Sebagai contoh, Yoka Sara pernah membuat maket miniatur untuk Diamond Beach Hotel hanya dengan menggunakan helaian daun dan sekumpulan tusuk gigi. Ia juga banyak membuat beberapa struktur bangunan dari bahan utama bambu untuk panggung musik, karya patung, selain untuk elemen rumah.
Mengutip dari laman web resmi Art Bali, Yoka Sara pernah membuat karya instalasi dengan struktur dari bahan sumpit bambu bekas yang dilem sambungannya dengan filter puntung rokok yang ia kumpulkan dari tempat pembuangan di restoran atau tempat sampah di Denpasar. Dari bahan dan teknis yang sama, ia menghadirkan karya baru yang berjudul “Bhinneka Tunggal Ika� pada tahun 2018 yang berupa struktur bangun persegi dengan penerapan warna pada beberapa bagian sumpitnya sehingga bisa menghasilkan gradasi warna di bagian dalam struktur tersebut, terutama ketika terpapar sinar matahari yang akan terbenam. Inspirasi akan karya ini muncul dari fenomena perilaku warganet di media sosial yang akhir-akhir ini memberi dampak pada persoalan etika berbangsa.
Karya Instalasi Yoka Sara pada event ART BALI 2018
UNIVERSALITAS DAN KEUGAHARIAN ARSITEKTUR Belajar dari Anak Agung Yoka Sara, membawa kita pada suatu pemahaman bahwa seni arsitektur tidak mesti lahir dari sesuatu yang sophisticated, tetapi dapat juga lahir dari suatu keugaharian. Kemampuan Yoka Sara dalam mendesain suatu seni arsitektur dengan menggunakan bahanbahan yang ada disekitarnya telah mampu untuk menunjukkan kekuatan dari sebuah nilai seni arsitektur. Dengan keunikan yang seperti ini, tentunya karya-karya seni arsitektur yang universal dan ugahari akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Maket Diamond Beach Hotel
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
27
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
COLLABO DESIGN STUDIO
“YOGYAKARTA: KOTA BUDAYA PENYEDIA JASA” Text by Bryan Dharmanta Photos by blog.blueprin.com
Adityo Gayuh by Bluprin Blog
“Aku termasuk orang yang percaya bahwa Yogyakarta itu bukan kota wisata. Yogyakarta itu merupakan kota budaya yang menyediakan jasa pariwisata,” begitu tanggapan Gayuh disaat redaksi Arçaka menanyakan pendapatnya mengenai pariwisata di Yogyakarta. Adityo Gayuh merupakan salah satu dari founder dari Collabo Design Studio yang lebih dikenal dengan singkatannya, CDS. Gayuh beserta CDS telah banyak membangun
28 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
proyek-proyek yang digunakan untuk menunjang pariwisata maupun objek wisata itu sendiri. Menanggapi isu pariwisata di Yogyakarta, Adityo Gayuh yakin bahwa Yogyakarta merupakan kota penyedia jasa pariwisata dan diperlukan citra baru agar potensi wisata Yogyakarta dapat meningkat dan menyediakan pengalaman wisata yang baru bagi para pengunjungnya.
BUKAN KOTA WISATA
PERUBAHAN GAYA HIDUP
masih ada. Keraton Kesultanan Yogyakarta contohnya. Dengan masih aktifnya kegiatan di area keraton untuk kebudayaan Yogyakarta tersendiri masih bisa terjaga dan bisa menjadi daya tarik wisatanya sendiri. Kemudian, ada seni kontemporer. Gayuh berpendapat bahwa ibukota dari kesenian kontemporer itu sendiri ada di Yogyakarta. Masalahnya adalah, apakah masyarakat masih mengunjungi tempat-tempat seperti itu? Apakah mereka masih melihat kebudayaan dan kesenian tersebut? “Potensi itu masih ada cuman masalahnya keadaan pasarnya sudah bergeser dan juga lebih menunjuk ke sikap masyarakat dalamnya sendiri yang kurang tertarik untuk pergi ke tempat-tempat yang seperti itu,” timpalnya.
“Bagaimanapun juga, perubahannya sekarang adalah orang berwisata selain untuk mendapatkan experience untuk mereka sendiri, mereka juga ingin membagikan experiencenya,” ujar Gayuh. Dewasa ini, perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial sudah tidak dapat dihindari lagi. Menurutnya, potensi Yogyakarta untuk tetap bisa dikatakan sebagai kota wisata sebenarnya
Banyak wisatawan yang menggunakan fasilitias ini untuk membagikan pengalaman mereka ketika berkunjung ke suatu tempat. Semua menjadi terpusatkan perhatiannya untuk mendapatkan eksistensi di dunia maya dengan oversharing the experience. “Berbeda dengan zaman dahulu, kita jalan-jalan, gelar tikar, dan bisa betah dengan berjam-jam tidak berbuat apa-apa,” ujar Gayuh.
Arsitek kelahiran Yogyakarta ini berpendapat bahwa Yogyakarta, seyogyanya bukan kota wisata. Menurut Gayuh, memang banyak wisatawan yang datang ke Yogyakarta, namun atraksi utama yang menjadi tujuan wisatawan tersebut bukanlah di Yogyakarta. “Misalnya, orang Jakarta ke sini mainnya ke Borobudur, ke pantai di Gunung Kidul, Imogiri, Kalibiru, hanya saja mereka menginap di Yogyakarta”, tutur Gayuh. Sudah ada pergeseran titel dari kota budaya menjadi kota penyedia jasa pariwisata.
Georgetown, Penang, Malaysia. dulu (Courtesy from Pinterest)
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
29
Georgetown, Penang, Malaysia. sekarang (Courtesy from Pinterest)
DULU & SEKARANG Menjelaskan kepada Redaksi Arçaka bahwa sudah terjadi pergeseran pasar yang mengakibatkan banyak masyarakat lokal tidak ingin mengunjungi tempat-tempat sejarah dan kebudayaan lokal di Yogyakarta seperti Keraton Yogyakarta, Taman Sari, dan lainnya. Tempattempat tersebut kurang cepat untuk menanggapi perubahan gaya hidup yang telah berkembang di masyarakat, sedangkan tempat wisata baru yang modern menawarkan hal-hal baru dan experience baru yang lebih menarik perhatian banyak orang, sehingga tidak mengejutkan kalau tempat-tempat bersejarah dan kebudayaan
kurang digemari oleh khalayak umum dewasa ini. Solusinya apa? Rebranding. “Mau tidak mau, kita harus mengemas ulang,” jawab Gayuh. Gayuh menyarankan solusi rebranding dengan membuat suatu aktivitas baru dan dikemas oleh tim agar lebih menarik lagi. Dapat dikutip sebagai contoh, Georgetown di Penang, Malaysia. Menurut Gayuh, pengelolaan yang baru pada Georgetown membuat area itu menjadi lebih menarik padahal site-nya yang memiliki ukuran kecil.
Gayuh juga mengutarakan prinsipnya dalam rebranding yaitu dengan mengikuti permintaan pasar. “Kita tidak mungkin melawan zaman. Kita boleh menjadi idealis namun tidak melawan arus zaman. Tugas kita adalah mengolah arus itu.”
30 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
PERAN ARSITEK DALAM MENJAGA PARIWISATA Arsitek harus bisa memasukkan genius logic sebuah kultur tertentu sesuai konteks wilayah dalam proyeknya. Mungkin tidak harus kita membangun bentuk bangunan yang lama, karena bangunan adalah penanda zaman. “Bangunan juga harus ikut zaman namun juga harus memiliki akar di daerah tersebut,” tutur Gayuh. Kalau kita membuat bangunan bergaya lawas, disamping bangunan yang lawas pula, masyarakat akan menjadi bingung antara mana bangunan tua yang asli dan yang baru. Kalau kita mendesain dari tidak ada menjadi ada, pendekatan minimalis harus diterapkan. Pendekatan minimalis juga harus efektif, dan cara kita mengetahui seberapa efektif dari proses pembangunan kita adalah dengan memperkirakan langkah-langkah kita dengan melihat site bangunan. Pemakaian material seramah lingkungan apapun tetapi jika ukuran site-nya besar, maka intrusi ke alam juga besar begitu juga sebaliknya. “Menurut saya, bangunan renovasi itu lebih hijau,” ungkap Gayuh. Sekarang banyak bahan-bahan material industrial namun Gayuh sendiri lebih suka menggunakan material lokal, karena selain emisi karbonnya lebih rendah dan menggerakkan usaha masyarakat lokalnya juga serta mengikutsertakan masyarakat lokal untuk ikut membangun dan mengembangkan pariwisata tersebut sehingga mereka tidak
hanya berperan sebagai penonton, jika kita menggunakan bahan yang berasal dari luar dan membangun di daerah tersebut, mereka hanya akan berakhir sebagai tukang dan kurang adanya rasa memiliki. Menurut Gayuh, penunjang utama pariwisata ialah tentang infrastruktur, misalnya jalan, dan yang kedua adalah transportasi publik. Bisa kita lihat sendiri saat long weekend macetnya seperti apa. “Kedua, ada transportasi publik, itu adalah hal yang paling buruk sejak saya lahir di Jogja. transportasinya ya begitu-begitu saja. sempat ada pembaharuan dengan adanya Transjogja tapi hanya di dalam kodya Jogja saja, saya mau pulang ke rumah saja tidak bisa padahal tidak jauh jaraknya,” imbuhnya dalam berbicara mengenai transportasi publik di Yogyakarta. HARAPAN Banyak pekerjaan rumah yang didapat oleh semua arsitek mengenai isu pariwisata ini. Menjadi sebuah tantangan bagi kita juga untuk mencari tahu caranya bagaimana agar bisa kembali menarik perhatian masyarakat untuk lebih menyukai tempat-tempat seperti museum/ keraton yang berpengaruh dalam budaya dan perkembangan kota. Gayuh juga beharap untuk adanya rebranding bagi tempat-tempat lama yang memiliki nilai budaya yang besar agar menjadi menarik kembali agar lebih disukai kembali oleh masyarakat-masyarakat dewasa ini.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
31
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
KADEK SASTA - SHL ASIA
ARSITEKTUR DAN LANSEKAP YANG BERHARMONI
32 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Text by Natasya Angelina Photos by Hasan Aji M. and courtesy from SHL Asia
Sampai saat ini, Bali masih dinobatkan sebagai destinasi wisata terfavorit di Indonesia. Dengan adanya pengembangan potensi dan sumber daya yang memanfaatkan kiprahnya dalam dunia pariwisata, bukan hal yang mengherankan bila akhirnya pulau ini melahirkan banyak biro arsitektur yang bergerak dalam bidang hospitality sebagai pendukung kegiatan pariwisata tersebut. Salah satunya adalah SHL Asia yang didirikan pada tahun 2010 oleh tiga mitra arsitek: Kadek Sasta, Made Sugiantara, dan Jung Yat dengan nama Studio Hijau Lumut.
BERAWAL DARI SAYEMBARA Setelah menyelesaikan pendidikan arsitektur di Universitas Udayana pada tahun 2003, I Kadek Agus J. Sastaparamartha atau yang lebih dikenal dengan Kadek sempat bekerja di Popo Danes Architect, sebelum akhirnya bergabung dengan Bensley Design Studio. Di studio inilah kemudian ia mengenal Jung Yat, salah satu founder SHL Asia yang merupakan alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tepatnya pada tahun 2008. Ide untuk mendirikan sebuah biro bersama datang beberapa tahun kemudian, setelah karya mereka terpilih saat mengikuti sayembara tertutup dalam merancang perencanaan lansekap sebuah resort. Dimulai dari nol, mereka menyewa sebuah tempat di gang kecil yang diubah menjadi sebuah studio.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
33
FILOSOFI CAMPUHAN Mengangkat filosofi campuhan, dimana campuhan merupakan sebuah tempat pertemuan dua buah sungai (atau lebih) bergabung menjadi satu yang dipercaya mengandung kekuatan spiritual baik yang kuat, SHL Asia selalu mengedepankan karakteristik yang berbeda dalam setiap desainnya. Menurut Kadek, setiap desain adalah eksklusif dan harus memiliki keistimewaannya sendiri, sehingga dalam perancangannya, inovasi-inovasi baru kerap dihadirkan tanpa melupakan nilai-nilai fungsionalnya. Selain fungsional, kenyamanan pengguna juga menjadi pertimbangan utama dalam merancang, dimana
hal tersebut dipresentasikan melalui arsitektur yang hormat akan alam, budaya, dan kegiatan yang terkandung di dalamnya. Harmoni antara ruang luar dan dalam menjadi poin yang selalu diperhatikan sehingga menjadi satu kesatuan yang terintegritas dengan baik, dimana keduanya saling mendukung. Bahkan, penataan lansekap bisa berfungsi sebagai “make up� untuk menutupi kekurangan yang ada dalam sebuah desain. Hal tersebut tentunya akan menambah nilai pada proyek yang dikerjakan. Misalnya, pada perancangan lansekap yang dilakukan pada Bis-
ma Eight yang memberi rainforest di tengah-tengah pekarangan, mengakali kesan panas dan masif yang ditimbulkan dari penggunaan mate-rial beton pada bangunan, kini menjadi salah satu daya tarik utama Bisma Eight. Atau kearifan lokal yang coba dimunculkan dalam penataan lansekap pada Natya Resort and Spa yang mengangkat konsep sawah (subak) dan tegalan, yang dapat dilihat secara keseluruhan maupun melalui pemilihan artwork. Seperti adanya kurungan ayam, lonceng sapi dan relief kehidupan sehari-hari yang sering ditemui pada desa-desa di Bali, secara fungsional akan menambah pengalaman bagi pengunjung.
Perencanaan lansekap Natya Resort and Spa
34 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Perancangan lansekap Bisma Eight
Tekof Caffee
Herbayu Aji mendesain rumah tinggalnya dengan menggabungkan antara rumah tinggal, kantor biro HBArcitectPlus dan juga Tekkof di dalam satu lingkungan rumah tinggalnya. Aura tropis nan minimalis amat terasa pada setiap detail desain pada bagian eksterior bangunannya. Selain good looking, bangunan rumah tinggal tersebut memiliki daya tarik tersendiri, dan berdesain up to date, yang disesuaikan dengan bentuk arsitektur minimalis masa kini. Baginya, arsitektur sudah menjadi bagian dari hidupnya. Komunikasi dalam Relasi Mengutamakan interaksi dalam usaha menambah relasi, Herbayu Aji memanfaatkan Tekkof sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan para client dari biro arsitekturnya. Tekkof sendiri baru berdiri pada bulan April 2017 lalu, dengan sasaran pengunjung yakni client, mahasiswa, serta para koleganya. Bentuknya sederhana dan muka bangunan berukuran 7 m2, Tekkof kini menjadi
sasaran utama para pelajar dan mahasiswa untuk tempat nongkrong dan bersantai bersama rekan rekan mereka. Berbicara mengenai relasi dengan pihak luar, Herbayu Aji bercerita jika Ia jarang sekali menawarkan dan memampangkan desain arsitekturnya dalam bentuk sayembara, lelang, maupun jenis penawaran lainnya. Dengan adanya Tekkof, ia berharap akan banyak pengunjung yang datang dan tertarik untuk melihat rumah serta kantornya, sehingga Tekkof dapat menjadi media untuk bertemu dan menambah client-client baru. “Yang terpenting dari menjalin sebuah hubungan kerja adalah dengan menjalin hubungan baik dengan banyak orang. Lalu yang kedua adalah mengurangi ego dan idealisme dari dalam diri sendiri. Karena bagaimanapun juga, client merupakan raja dan arsitek hanya bertugas sebagai penasehat akan ide desain dan suatu sentuhan yang ingin diberikan dalam suatu bangunan tersebut� katanya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
35
Folk Garden, Ubud
Jimbaran Bay Beach Resort and Spa
PERAN SEORANG ARSITEK Setiap klien mempunyai karakteristik dan keunikan masing-masing. Hal tersebut menjadi tantangan bagi arsitek dalam menerjemahkan keinginan klien ke dalam sebuah pengalaman desain yang merespon lingkungannya atas dasar pertimbangan yang jelas. “Arsitektur adalah tentang gaya hidup, tentang pilihan yang ditunjuk untuk mewakili kebutuhan, keinginan, dan maksud dari si pemberi tanggungjawab. Arsitek juga harus bergaya dalam menyikapi hal ini,” tuturnya lagi. Sejak kecil, seni sudah menjadi hal yang tidak asing baginya. Jean-Michel Basquiat adalah salah satu orang yang turut mempengaruhi cara pandangnya akan dunia seni. Menurut Kadek, orang kreatif adalah orang gila yang mampu mengembang suatu hal yang kelihatannya biasa menjadi hal yang bertajuk inovatif. “Ide gila itu dijaga. Apabila berhasil, maka loncat ke hal yang baru. Kalau belum, evaluasi kembali,” ungkapnya. Kemudahan mendapatkan informasi melalui media sosial digunakan sebagai review untuk mengkaji ulang desain yang telah dirancang. Namun, keberhasilan sebuah obyek hospitality tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya dukungan manajemen yang tepat dalam menciptakan rasa nyaman dan puas, sehingga pengunjung tertarik untuk kembali datang.
Buugan Village Resorts & Spa
“Karena dalam proses kecewa tersebut, akan diperoleh ide-ide gila selanjutnya, bagaimana menemukan solusi dalam mencapai keberhasilan.” – Kadek Sasta
36 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Mega Mendung Private Villa
PARIWISATA DI BALI PUN MELALUI SEBUAH PROSES Bagi Kadek, keberadaan Bali sebagai tujuan wisata bukan secara instan terjadi, namun melalui proses yang tidaklah singkat. “Dari penduduk berperingkat agraris hingga tergeser ke posisi kedua oleh pariwisata. Dari pesisir yang tentram menjadi pesisir yang hingarbingar. Dari bale daja berubah menjadi villa. Dari sawah menjadi lapangan golf. Terdapat perjalanan panjang yang menyertai,� jawab Kadek ketika ditanya pendapatnya akan perkembangan pariwisata yang ada di Bali.
Menurutnya, sumber daya manusia menjadi salah satu kunci, dimana etika turut memegang peranan penting dalam mendukung perkembangan pariwisata di suatu tempat. Adanya edukasi bagi sumber daya manusia seperti yang diterapkan oleh ITDC (Indonesian Tourism Development Coporation) merupakan salah satu hal dapat dilakukan dalam menyanggupi sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang pariwisata dan pelayanannya.
CAREER TIMELINE 1997-2003 2003-2005 2005-2010 2010-sekarang
Menempuh pendidikan di Universitas Udayana Jurusan Arsitektur Popo Danes Architect Bensley Design Studio Mendirikan Biro Arsitektur SHL Asia
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
37
PERSPECTIVE [ ARCHITECT ]
ARKANA ARCHITECTS
BISNIS ARSITEKTUR DALAM PARIWISATA Text by Naomi Dian Photos by M. Gifari and courtesy from Arkana Architects
Wawancara dengan Samuel Bonaventura dan Febri Adri Antonius
Dalam dunia arsitektur, perkembangan pariwisata merupakan isu yang selalu hangat untuk di-perbincangkan, terlebih bidang hospitality facilities. Pariwisata sebagai tulang punggung kota wisata selalu menuntut pengembangan sarana dan pra sarana pelayanan wisatawan, khususnya bidang amenities, accessibilities, dan attraction. Arsitektur secara mutlak berperan penting dalam dunia pariwisata. Sebuah karya arsitektur akan menghidupkan tujuan obyek wisata yang mengutamakan rasa nyaman secara optimal. Di sisi
38 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
lain, pariwisata berhubungan erat dengan budaya. Budaya akan memengaruhi prospek kegiatan pariwisata karena mencerminkan keadaan sosial dan alam suatu obyek wisata. Budaya selain sebagai media pertukaran informasi juga berperan sebagai daya tarik yang dapat dinikmati secara batiniah. Baik arsitektur, pariwisata, dan kebudayaan, ketiganya saling berkaitan satu sama lain. Tentunya hal tersebut harus diimbangi dengan penangan manajemen yang tepat supaya dapat mengimbangi perkembangan zaman.
Hal inilah yang dilakukan Arkana Architects sebagai biro arsitektur yang bergerak di bidang bisnis dan komersil. Berawal dari pertemuan singkat empat rekan di Bali, yaitu Samuel Bonaventura, Gathi Subekti, Febri Adri Antonius, dan Charles, kemudian tercetuslah ide untuk membentuk biro bersama. Secara resmi Arkana Architects terbentuk pada tahun 2015. Setelah empat tahun berdiri, Arkana Architects konsisten mempertahankan posisinya dengan 3 pemimpin tetap, yaitu Samuel Bonaventura, Gathi Subekti, dan Febri Adri Antonius. Berbicara mengenai asal usulnya, kata “Arkana” berasal dari Bahasa Jawa yang berarti “memberi terang”. Hal ini dimaksudkan Arkana Architects sebagai problem solver yang “memberi terang” pada klien yang selalu datang dengan membawa “masalah”. Hingga saat ini, Arkana Architects telah menyelesaikan kurang lebih seratus proyek. Kesan nyaman seperti berada di rumah sendiri yang tercipta karena keramahtamahan masyarakat Bali menjadikan Kerobokan, Bali sebagai lokasi kantor pusat biro ini. STRATEGI BISNIS ARKANA ARCHITECTS Upaya menjaga konsistensi di dunia bisnis arsitektur, Arkana Architects telah membuat strategi sejak awal pembentukan biro, seperti practice strategy dan operational strategy dengan membagi peran secara jelas dalam biro, sehingga tidak semua orang memegang pembagian kerja yang sama. Konsep ini secara jelas terlihat seperti peran Febri Adri Antonius dalam marketing bisnis, Samuel Bonaventura sebagai kepala studio, dan Gathi Subekthi sebagai direktur desain. Keberhasilan strategi tersebut membuktikan kemampuan bertahan biro ini dalam dunia bisnis arsitektur. Arkana Architects boleh berbangga hati karena saat ini klien datang untuk mencari biro ini, bukan sebaliknya.
PROSES MERANCANG Selama proses merancang, Arkana Architects selalu menggunakan pendekatan desain yang kontekstual, yaitu menyesuaikan kebutuhan klien dengan memerhatikan kondisi alam dan budaya lingkungan setempat. Biro ini tidak pernah menuntut klien untuk menurut pada idealisme rancangan desainnya, melainkan berusaha melibatkan klien untuk berdiskusi demi tercapainya kebutuhan klien. Arkana Arcchitects menyadari perannya sebagai sebuah biro arsitek, yaitu memberi tawaran desain bangunan yang baik, baru, memiliki identitas, serta berbeda dari yang pernah dibuat sebelumnya. Arkana Architects mengaku tidak memiliki idealisme tersendiri dalam proses desain. Biro ini tidak menggolongkan dirinya sebagai tipe arsitek yang idealis, sehingga ada proses diskusi, mulai dari desain interior ruangan hingga eksterior bangunan dengan klien. Diskusi selalu dimulai dari hal-hal berkaitan yang terkecil dan mendetail untuk kemudian dianalisis. Desain rancangan bangunan yang dibuat Arkana Architects biasanya bergaya tropical modern, yang mengadopsi bangunan tropis di Asia Tenggara. Melalui desainnya, Arkana Architects mempertahankan kelokalan melalui material yang digunakan.
Apabila ingin membuat biro, tidak hanya perlu mengerti tentang arsitektur, melainkan harus mengetahui keuangan dan marketing. Jika tidak mempunyai bekal cukup akan kedua hal tersebut, maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun branding. Oleh karena itu, harus ada planning secara matang jika akan membuat biro. – Arkana Architects
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
39
GATHER Proses awal adalah pertemuan pertama arsitek dengan klien dengan tujuan menggali selengkap-lengkapnya informasi dari klien, visi dari proyek atau story yang ingin disampaikan klien melalui proyek ini. Arsitek juga melakukan survey ke lokasi tapak untuk mengenalalisis lingkungan sekitar dan potensi tapak.
CONCEPT DESIGN Proses selanjutnya yakni mempresentasikan proposal dan sketsa konsep desain kepada klien. Proses ini bertujuan untuk menyamakan visi antara arsitek dengan klien, supaya tercipta chemistry di antara keduanya. Dalam langkah ini arsitek menilai sebuah masalah sebagai problem solver, bukan seperti artis yang menilai suatu obyek secara subyektif. Arsitek bukanlah artist, melainkan seorang desainer yang tidak dapat memaksakan kehendak sendiri akan bagus atau tidaknya suatu karya.
TECHNICAL DETAIL
SUPERVISION
Proses berikutnya adalah menyediakan Detail Engineering Design (DED) untuk keperluan konstruksi.
Proses terakhir adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek di lapangan.
40 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
PARIWISATA DARI SUDUT PANDANG BIRO Arkana Architects menyatakan bahwa segmentasi pariwisata di Bali sangat besar dan berbeda sekali dibanding kota lainnya. Disebutnya demikian karena biro ini sudah mengalami secara langsung berbagai pengalaman merancang di kawasan Bali. Wisatawan dari negara berbeda akan membentuk pasarnya masing-masing. Kebutuhan dan karakteristik tiap wisatawan akan berbeda tergantung dari asal negaranya, seperti wilayah Kerobokan hingga Canggu yang didominasi wisatawan asing Eropa dan Amerika Serikat atau Sanur yang didominasi masyarakat lanjut usia. Kuta yang didominasi masyarakat keturunan Tionghoa banyak meminta desain bangunan mewah yang tertutup dan dilengkapi AC.
Dilihat melalui sudut pandang wisatawan yang datang ke Bali, secara garis besar mereka mencari pengalaman akan wisata alam dan halhal baru yang menarik untuk didatangi. Febri Adri menyatakan bahwa sebesar 70% kliennya adalah warga negara asing Eropa dan Amerika, sehingga Arkana Architects sebisa mungkin memaksimalkan fasilitas akan karakteristik tersebut, seperti memunculkan konsep nature dalam desain bangunan, serta potensi-potensi kondisi eksisting yang bisa dioptimalkan. Dominansi pasar Arkana Architects merupakan bangunan komersial, seperti guest house, resort, cafĂŠ, hostel, hotel Hal ini mendorong Arkana Architects untuk cepat menyesuaikan diri ketika bertemu klien, karena mereka tidak hanya membicarakan mengenai desain saja, melainkan juga membicarakan tentang bisnis. Secara tidak langsung arsitek akan mengetahui dan belajar semua hal mengenai bisnis klien.
Sebatu Sanctuary Eco Resort
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
41
SEBATU SANCTUARY ECO-RESORT Sebatu Sanctuary Eco-Resort berlokasi di Tegalalang, Ubud, Bali. Sebatu Sanctuary EcoResort berupaya menghubungkan kembali manusia dengan alam. Tanah berbentuk C dirancang menjadi cagar alam bertema hutan yang menyediakan 6 villa dengan restoran umum dan kolam renang, serta tambahan rumah pribadi untuk klien. Untuk mendukung konsep tersebut, Arkana Architects menggunakan material struktural dan beton yang ringan untuk keseluruhan bangunan. Dengan demikian, menggunakan rumah kayu dan tenda untuk villa dan restoran. Kolam renang berbentuk organik mengintegrasikan sistem kolam bio, sehingga mendukung kehidupan ikan dan memproduksi air minum. Detail yang paling menarik adalah pohon matahari, yaitu pohon buatan dengan daun yang terintegrasi matahari. Pohon matahari ini dapat menyimpan energi ke dalam baterai, sehingga mengurangi biaya operasional. (Arkana Architects, 2016)
Interior kamar mandi outdoor
42 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Interior kamar tidur
Interior kamar mandi
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
43
[PERSPECTIVE]
BINCANG HANGAT BERSAMA BAPAK ALFIAN, SEKSI PERTAMANAN DINAS PU BANYUWANGI
BANYUWANGI NOW
Wawancara bersama Bapak Alfian Text by Naomi Dian Photos by Hasan Aji M. and Bezaliel Tera
“Kritik merupakan masa depan Banyuwangi yang lebih baik. Dahulu orang hanya singgah untuk buang air, sekarang kota ini menggaung untuk didatangi,”- Bapak Alfian, Seksi Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Banyuwangi
44 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Kabupaten Banyuwangi telah mengalami perombakan secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Terhitung dari 2010, brand lamanya, “The Sunrise of Java” berhasil mengenalkan Banyuwangi secara nasional selama lima tahun, dilanjutkan dengan brand baru “Majestic Banyuwangi” sejak 2017 lalu. Dalam sebuah keterangan pers, Azwar Anas mengatakan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Banyuwangi meningkat cukup signifikan. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan kuartal 1 2018, yakni ada penambahan sekitar 175.878 orang dari periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, angka tepatnya yakni sekitar 2,59 juta wisatawan yang terdiri dari kunjungan wisman bertambah sebanyak 2.913 orang dengan jumlah baku 51.755 nama serta wisnus bertambah 172.965 orang menjadi 2,53 juta orang. (Janna, 2018) Banyuwangi mampu memperluas branding dirinya sebagai destinasi pariwisata yang layak untuk disinggahi bukan hanya untuk wisatawan lokal, melainkan hingga wisatawan mancanegara.
PERAN DESAIN DALAM MEMBANGUN BANYUWANGI Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, ingin menanamkan perspektif baru kepada masyarakat bahwa bangunan atau fasilitas publik milik pemerintah tidak hanya berupa prototype, melainkan juga memiliki nilai. Menelaah dan belajar dari pemikiran Ir. Soekarno, presiden pertama NKRI, yang memprakasai pembangunan fasilitas publik guna memfasilitasi pelaksanaan Asian Games 1962 di Jakarta, seperti Monumen Selamat Datang, Hotel Indonesia, serta Stadion GBK, Azwar Anas juga memiliki pemikiran yang sama dengan membangun fasilitas publik berupa ruang terbuka hijau, bangunan pemerintahan, serta hotel.
PENTINGNYA SEBUAH RANCANGAN Secara kontekstual, apa pun yang dibangun saat ini, jangan sampai tidak bernilai di masa mendatang. Arsitektur dianggap sebagai legacy, sehingga peran arsitek dan arsitektur sangat dibutuhkan dalam pembangunan daerah. Hal ini didukung oleh buku “The Image of The City” karya Kevin Lynch yang menjelaskan bagaimana cara untuk membuat citra kota yang bagus dan menarik perhatian. Kota yang bagus adalah kota yang mampu membuat penduduknya sadar dimana posisi mereka, sehingga mereka bangga terhadap apa yang dimiliki kotanya. Landmark kota dibangun supaya masyarakat mengenali daerah yang ditempati, sehingga tidak kehilangan orientasi. Setiap landmark mempunyai keunikan tersendiri. Perlu diketahui bahwa sesuhungguhnya sebuah kota tidak selalu ber-landmark tugu. Kota dimaksudkan sebagai etalase karya arsitek, tentunya dengan memerhatikan tata ruang, sehingga bangunan-bangunan ini membentuk suatu kesatuan cerita. Azwar Anas menyadari pentingnya sebuah rancangan desain dalam membangun sebuah kota. Azwar Anas meyakini perlunya adanya rebranding Kabupaten Banyuwangi. Salah satu cara memperkenalkan Banyuwangi melalui branding, yaitu melalui pariwisata yang bagus dan karya arsitektural yang menarik. Ada titik-titik kejut pada kota, semisal Bandara yang bernuansa berbeda dari bandara kota lain, yaitu melalui konsep green. Dengan begitu, arsitektur menjadi bagian penting dari destinasi pariwisata yang menunjang pariwisata itu sendiri.
“Meskipun Indonesia tidak mempunyai dana, the show must go on. Apa pun yang dibangun saat ini pasti akan memiliki cerita di masa yang akan datang, walaupun pada saat ini peran tersebut belum terlihat.”- Ir. Soekarno
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
45
ELEMEN PEMBENTUK CITRA KOTA menurut Kevin Lynch Paths (jalur) Edges (tepian) Districts (kawasan) Nodes (simpul) Landmark (penanda)
Apabila ditelaah lebih jauh, merujuk pada teori pariwisata 3A (Amenities, Accesibilities, Attraction), sebuah kota yang memiliki potensi alam bagus tidak akan bersaing jika hanya mengandalkan potensi tersebut, harus ada atribut pendukung berupa fasilitas dan aksesibilitas. Menilik Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan SDGs, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi (1) berupaya mewujudkan tujuan ke-11, yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. Pemerintah secara tekun menggalakan pariwisata berbasis ecotourism (2). Dengan begitu, pembangunan harus selalu terukur supaya tidak menimbulkan efek negatif, sehingga diharapkan pembangunan di Kabupaten
Banyuwangi selalu berlanjut, mengingat kondisi geografis Kabupaten Banyuwangi kaya akan potensi alamnya, seperti perkebunan, laut, dan pegunungan. Suatu daerah membutuhkan penggerak utama untuk menumbuhkan kehidupannya. Sesungguhnya, Banyuwangi memiliki potensi tambang dan sektor pertanian yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan menyejahterakan ma-syarakat Banyuwangi. Akan tetapi, Azwar Anas memilih secara tepat untuk mengembangkan Banyuwangi melalui sektor pariwisata.
Teori pariwisata 3A (Amenities, Accesibilities, Attraction) yang diterapkan oleh Kabupaten Banyuwangi secara jelas dapat dilihat dalam objek wisata Kawah Ijen sebagai Geopark National. Objek ini memiliki kenampakan alam berupa blue fire. Amenities atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi, seperti sarana akomodasi untuk menginap, warung makan, tempat parkir, rest area, serta toilet umum. Amenitas diwujudkan melalui kelengkapan fasilitas semisal bangunan, RTH, serta indoor performance. Accesibilities atau aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi, seperti jalan raya, ketersediaan sarana transportasi, dan rambu-rambu penunjuk jalan. Aksesibilitas secara nyata terwujud melalui perbaikan jalan. Awalnya akses jalan menuju objek ini berupa jalan sempit dan untuk mencapai tempat ini wisatawan harus menyewa kendaraan dengan harga mahal. Jumlah wisatawan meningkat setelah jalan diperlebar dan diperbaiki. Attraction atau atraksi adalah produk utama sebuah destinasi yang berkaitan dengan “what to see” dan “what to do”. Attraction atau atraksi diwujudkan melalui parade budaya.
(1) Selanjutnya kami sebut pemerintah (2) Ecotourism atau ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan
46 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
KONSEP REBRANDING BANYUWANGI Pariwisata dianggap mampu mengangkat identitas lokal ke dunia global. Tercapainya visi dan misi tersebut merupakan andil dari semua pihak, baik sumber daya manusia yang membantu, serta potensi sumber daya alam yang sangat mendukung untuk dikembangkan. Banyuwangi telah memiliki perencanaan pembangunan yang komprehensif. Strategi pembangunan tersebut diwujudkan melalui banyak hal, salah satunya adalah arsitektur. Pemerintah bekerjasama dengan arsitek-arsitek besar dalam membangun ikon-ikon kota, seperti Andra Matin, Adi Purnomo, Budi Pradono, dan Yori Antar. Strategi ini akan mendorong Banyuwangi untuk memiliki benchmark3 standar kualitas bangunan, baik pemerintah atau investor. Diharapkan akan timbul prestise di kalangan investor, sehingga terdorong untuk membangun bangunan yang berkualitas sama baiknya dengan bangunan milik pemerintah. Dengan begitu, semua bangunan ikonik maupun komersial yang mendukung pariwisata di Banyuwangi akan tertata dengan apik. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membangun daerahnya dengan mengadopsi konsep dan teori-teori Kevin Lynch, serta pengembangan pariwisata yang komprehensif dengan teori tata ruang. Pemerintah menyadari bahwa peran desain tidak bisa berdiri sendiri, haruslah ada kesatuan. Pemerintah turut andil dalam pembangunan kota, dan tidak secara sengaja pasrah menyerahkan objek kepada para arsitek yang diundang.
Dalam pengembangan desain, pendekatan konsep yang dilakukan Andra Matin dan Adi Purnomo tidak hanya melulu dalam segi arsitektur saja, melainkan lingkup Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), meluas hingga perencanaan wilayah atau urban planning, sehingga karyanya selalu berintegrasi dengan kota. Andra Matin dan Adi Purnomo memandang bangunan bukanlah hanya sekedar dari bangunan saja melainkan bangunan sebagai heritage. Bangunan bukan juga hanya sekedar monumen yang mampu menampilkan diri sendiri, tetapi mereka melihat bangunan sebagai legacy. Legacy tersebut akan bertahan bersama dengan bangunan yang lain, sehingga besar bersama-sama. Melalui pendekatan konteks kawasan Banyuwangi semakin kaya karena dipengaruhi oleh bangunan-bangunan di sekitar dan pengembangan wilayah yang telah ada. Melalui pola pikir di atas, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berduet dengan arsitek-arsitek besar untuk berdiskusi mengenai konsep rebranding Kabupaten Banyuwangi. Pemerintah berupaya menyatukan unsur modern dengan kearifan lokal khas Banyuwangi. Arsitektur hijau berbalut karakteristik lokal tampil sebagai wajah baru pada bangunan-bangunan yang menjadi ikon di Banyuwangi, seperti Bandara Banyuwangi dan Taman Bahagia oleh Andra Matin, renovasi Kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan dan Taman Blambangan oleh Adi Purnomo, RTH Kedayunan oleh Yori Antar, revitalisasi Taman Sri Tanjung oleh Tim ITS Surabaya, serta revitalisasi Pantai Grand Watu Dodol oleh Budi Pradono.
Pantai Grand Watu Dodol
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
47
Skema hubungan antara arsitek dan pemerintah
RENCANA PEMBANGUNAN ZONA PARIWISATA Melalui pendekatan penataan kota, selalu ada pengkajian skala prioritas, dimana pengembangan diterapkan pada objek wisata yang paling banyak didatangi wisatawan. Banyuwangi memiliki 4 Bagian Wilayah Pengembangan (BWP) dengan kondisi masing-masing berbeda. Berbicara mengenai pengendalian dan pemanfaatan ruang, fasilitas perkotaan harus mendukung BWP tersebut dengan memenuhi persyaratan untuk wajib tertata secara teratur dan tetap berada di kota, karena kota harus tetap menjadi kota, dan desa pun harus menjadi desa. Namun, fasilitas pendukung diperbolehkan berada di spot-spot pariwisata yang jauh dari kota. Apabila ketentuan tersebut diacuhkan, maka dampak terburuk yang akan terjadi pada suatu kota adalah terjadinya urban sprawl atau perkembangan kota yang tidak terencana. Oleh karena itu, pemerintah
Pendopo Sabha Swagata Blambangan
48 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
menerapkan kebijakan desain yang mengikuti aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Banyuwangi, aksesibilitas, dan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sangat ketat di Banyuwangi. Tentunya, hal ini merupakan pembelajaran dari kota pariwisata lainnya, mengingat dewasa ini kotakota pariwisata di Indonesia mulai rusak karena pengembangan pariwisata yang tidak terkendali. Hal yang paling sering terjadi pada sebuah kota wisata adalah mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan daya dukung lingkungan. Sampah organik maupun non organik akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah wisatawan yang tak terkendali. Hal ini tentunya akan menyebabkan suatu ketidaknyamanan.
Musholla di kawasan Pendopo Sabha Swagata
ANGGARAN Kebanyakan pembangunan suatu daerah terhambat oleh kondisi anggaran keuangan pemerintah daerah itu sendiri. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan cermat mengatur skala prioritas pembangunan agar pembangunan daerah dapat terlaksana, tentunya secara adil dan sesuai kebutuhan. Fungsi merupakan faktor penentu utama proyek pembangunan yang seharusnya didahulukan terlebih dahulu. Selanjutnya, faktor finishing estetika suatu bangunan dilakukan seiring berjalannya waktu. Strategi pemasaran pariwisata melalui brand “Majestic Banyuwangi� telah dikemas secara tepat, sehingga selama beberapa tahun terakhir pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendapatkan banyak penghargaan, khususnya dalam pengembangan fasilitas publik. Berkaca pada diri sendciri, tantangan pembangunan suatu kabupaten harus dibedakan dengan tantangan pembangunan suatu kota. Luas wilayah kota yang lebih kecil dan mayoritas Koridor guesthouse di kawasan Pendopo Sabha Swagata
tidak bergerak di bidang agrarian tidak bisa disamaratakan dengan kabupaten yang memiliki luas wilayah lebih besar, sehingga kebijakan visi dan misi pengembangan daerah yang diterapkan di kabupaten berbeda jauh dengan kota. Pro dan kontra dalam masyarakat terhadap perubahan kondisi Banyuwangi tidak bisa dihindarkan, tetapi rebranding mampu membuktikan kehebatan eksistensi Banyuwangi di kancah pariwisata nasional maupun internasional.
Taman Sritanjung
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
49
Gedung A yang masih mempertahankan fasad dan struktur lama bangunan pabrik
50 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
DESIGN [LOCAL]
RUMAH ATSIRI:
RE-CREATION CITRONELLA FACTORY Text by Natasya Angelina Photo by Hasan Aji M. and courtesy of Rumah Atsiri Indonesia
Berdiri di atas lahan seluas 23.660 m2, Rumah Atsiri dulunya merupakan sebuah Pabrik Citronella yang dibangun pada tahun 1963. Pabrik ini merupakan hasil kerjasama ekonomi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Bulgaria di era pemerintahan Presiden Soekarno dalam memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat. Meskipun direncanakan akan menjadi pabrik pengolahan minyak atsiri terbesar di Asia, proyek ini harus dihentikan pada tahun 1986 akibat situasi ekonomi yang sedang tidak stabil kala itu. Setelah diambil alih oleh PT Atsiri Indonesia di tahun 2015, bekas Pabrik Citronella yang telah terbengkalai ini kemudian dihidupkan kembali sebagai tempat wisata edukasi dan rekreasi baru yang direvitalisasi layaknya cagar budaya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
51
Selain berfungsi sebagai green house, tempat ini juga difungsikan sebagai area fine dinning di malam hari
Bagian dalam green house
BUKAN SEKEDAR TEMPAT WISATA Menyadari potensinya yang besar, namun tidak dimungkinkan untuk kembali melanjutkan Pabrik Citronella, tempat ini kemudian ditranformasi dengan melakukan pendekatan yang berbeda dalam melanjutkan semangat Soekarno pada masa itu. Di tempat ini, pengunjung yang datang tidak hanya sekedar berwisata, melainkan diberi pelatihan, mulai dari cara menanam, merawat, panen, pasca panen, hingga distilasi tanaman jenis atsiri. Selain itu, pengunjung juga diajak untuk lebih mengenal minyak atsiri melalui Museum Atsiri. Adanya
Denah lantai 1
52 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
fasilitas Rumah Atsiri Lab turut mengikutsertakan anak-anak mendapat edukasi, sehingga tak jarang tempat ini dikunjungi oleh rombongan sekolah. Walaupun Rumah Atsiri resmi dibuka untuk umum pada Bulan Juni 2018 lalu, proyek ini belum sepenuhnya selesai. Sebagai penunjang kawasan pariwisata, Rumah Atsiri turut menyediakan fasilitas hotel dan MICE (Meetings, Incentives, Conference, and Exhibition) yang direncanakan akan mulai dibangun pada tahun 2020. Fasilitas ini dapat menampung hingga 300 orang.
Denah lantai 2
MEMPERTAHANKAN KESAN INDUSTRIAL Meskipun mengubah fungsi bangunan dan menambah bangunan baru, bangunan bekas pabrik yang sudah ada tetap dipertahankan. Ketiga gedung eksisting bekas pabrik masih berdiri kokoh pada konstruksi lama. Dominasi beton yang dibiarkan terekspos dan roster pada bangunan lama justru menjadi daya tarik utama. Selain itu, beton concrete yang menutup lantai hingga railing besi pada tangga yang telah berkarat tetap dibiarkan untuk mempertahankan kesan industrial bekas pabrik.
Melengkapi kesan industrial, material batu bata ekspos yang sudah ada tetap dipertahankan, memberi warna lain pada interior yang didominasi warna monokrom. Selain itu, apabila diperhatikan, terdapat pipa-pipa besi yang sengaja ditonjolkan pada dinding, yang berfungsi sebagai pelindung kabel. Untuk memaksimalkan fungsi bangunan, perubahan-perubahan minor dilakukan agar bangunan dapat digunakan kembali. Misalnya, pada bagian dalam ban-
Perbedaan antara bangunan lama dan baru yang terlihat jelas pada Rumah Atsiri Shop (lantai atas) dan Rumah Atsiri Lab (lantai bawah)
gunan, digunakan kaca nako untuk melapisi roster, sehingga tampias air hujan tidak masuk ke dalam ruang. Pemilihan kaca nako sebagai pelapis roster sendri telah melewati proses diskusi yang panjang sebelum akhirnya digunakan, dimana masalah akan tampias air hujan dapat diatasi tanpa mengubah tampilan fasad. Kelebihan lain dari penggunaan kaca nako adalah sirkulasi udara yang terjalin dengan baik di dalam ruang, sehingga ruangan tetap terasa sejuk tanpa adanya penghawaan buatan.
Amhpitheater pada sisi utara Gedung A yang difungsikan sebagai tempat diadakannya pertunjukkan
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
53
PEMISAHAN FUNGSI GEDUNG Untuk membedakan bangunan-bangunan yang berdiri secara terpisah pada kawasan ini, setiap gedung diberi nama yang berbeda, dengan fungsi yang berbeda pula. Sebagai penghubung antargedung, diberi jembatan yang selain difungsikan untuk mempermudah akses difabel, juga sebagai akses pengunjung ketika hujan, mengingat curah hujan di kaki Lereng Gunung Lawu yang cukup tinggi. Untuk mempermudah akses pengguna kursi roda, Timtiga Architect yang menangani proyek ini turut menyediakan fasilitas ramp di beberapa titik yang diperlukan.
GEDUNG A Gedung ini merupakan bangunan bekas pabrik yang memiliki ukuran paling besar diantara ketiga gedung lainnya. Gedung ini menampung lobi utama, workshop, merchandise shop, perfume class, essence shop, laboratorium, serta amphitheater di lantai satu.
Aksonometri
54 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Sementara di lantai dua, terdapat tea house yang dibagi menjadi area indoor dan outdoor. Uniknya, ruangan ini tidak memiliki dinding sebagai pemisah. Sebagai gantinya, diberi rangka baja yang dibiarkan terekspos. Beranjak ke lantai tiga, terdapat perpustakaan yang dulunya merupakan tempat penampungan air dingin sebelum dialirkan ke setiap mesin. Untuk mengakali keterbatasan ruang, disediakan area mezzanine dan rooftop untuk membaca, sementara bagian indoor digunakan sebagai tempat menyimpan rakrak buku Gedung A juga menampung kids lab pada lantai dasar, yang terdiri dari tiga kelas dan satu laboratorium. Warna cerah yang ditonjolkan dari pemilihan perabot serta penggunaan material kayu pada dinding dan lantai memberi warna yang berbeda pada gedung ini.
GEDUNG B dan C Sebelum difungsikan sebagai ruang produksi skala kecil, gedung B merupakan bekas gedung destilasi. Sementara, Gedung C yang merupakan bekas ruang steam boiler, kini diubah menjadi Museum Atsiri yang dinobatkan sebagai museum atsiri pertama di Indonesia.
Marigold Plaza
GEDUNG D Dulunya, tempat ini merupakan bekas bengkel mesin yang terhubung langsung dengan area parkir, sebelum akhirnya diubah menjadi restoran yang berorientasi langsung dengan taman yang memamerkan koleksi tanaman-tanaman atsiri, Marigold Plaza. Gedung ini juga menyediakan rooftop di atas resto, sehingga pengunjung dapat menikmati suasana taman sekaligus pemandangan kaki Gunung Lawu dari ketinggian. Untuk melingkupi area ini, digunakan susunan pot sebagai pengganti railing yang menambah kesan asri pada bangunan.
Penataan lansekap dan pola paving pada Marigold Plaza yang menyelaraskan pola roster pada fasad
Resto indoor
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
55
Rumah Atsiri dari atas
Jembatan sebagai akses sekunder menuju ruang spa
MEMBERI DAMPAK POSITIF Indonesia merupakan negara penghasil minyak atsiri nomor dua terbesar di dunia, dengan sekitar 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal. Bahkan, keberadaan minyak atsiri sebagai salah satu komoditas ekspor tradisional Indonesia sudah diberdayakan sebelum Perang Dunia II. Sayangnya, di saat yang sama pula Indonesia menjadi negara pengimpor parfum. Minimnya pengetahuan masyarakat menjadi salah satu hal yang cukup berpengaruh. Kehadiran Rumah Atsiri tentunya menjadi suatu langkah baru yang memberi dampak positif dalam pengembangan edukasi dan pengolahan di bidang minyak atsiri. Selain menjadi wahana edukasi dan rekreasi baru di daerah Tawangmangu yang terkenal sebagai kawasan pariwisata, adanya Rumah Atsiri turut berperan dalam meningkatkan potensi daerah secara signifikan, baik dalam perekonomian maupun sumber daya manusia di sekitarnya.
56 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Koridor sebagai jalur alternatif menuju area resto indoor
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
57
DESIGN [LOCAL]
ULLEN SENTALU
BERFILOSOFI DAN BERBUDAYA
Royal Room Ratoe Mas
58 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Text by Naomi Dian Photos courtesy from Museum Ullen Sentalu
Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan istilah Trilogi-nya. Tidak dipungkiri, masyarakat Yogyakarta memang tumbuh dan hidup dalam filosofi. Gunung Merapi, Kraton Ngayogyakarta, dan Pantai Selatan digambarkan terhubung oleh suatu sumbu imajiner, dengan Merapi sebagai porosnya . Tidak jauh dari Gunung Merapi, tepatnya di lereng Merapi, berdiri sebuah museum swasta yang mengoleksi berbagai warisan budaya Kerajaan Mataram. Koleksi museum merupakan working collections yang dibuat oleh pemrakarsa untuk mewujudkan sejarah, seni, dan budaya Jawa yang bersifat tak-benda (intangible) menjadi bendawi (tangible). Selain itu koleksi museum didapatkan dari berbagai pihak, seperti kerabat kerajaan, yayasan, dan juga hasil kerjasama dengan Balai Cagar Budaya DIY dan Jawa Tengah. Museum yang dimaksud adalah Museum Ullen Sentalu, yang diprakasai oleh keluarga Haryono.
“Bahwasannya museum ini adalah sebuah lembaga yang memamerkan peninggalan sejarah, khususnya budaya jawa, tetapi juga bertujuan sebagai wisata, sehingga kami menyuguhkan konsep pleasure and enjoyment, dengan memerhatikan standar amenities yang diperlukan, seperti toilet, musholla, dan tempat parkir,” – Ibu Ida, Humas Ullen Sentalu
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
59
Seiring dengan tujuannya untuk melestarikan seni budaya Jawa, Museum Ullen Sentalu memiliki misi mengedukasi sejarah kepada masyarakat. Misi tersebut diwujudkan Ullen Sentalu dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana, seperti educator tour, peraturan untuk tidak memotret atau menyentuh koleksi, serta bekerjasama dengan SD sekitar untuk mengajarkan murid-muridnya menari. Ullen Sentalu juga sering menjadi destinasi kegiatan studi banding. Ullen Sentalu ingin mengkomunikasikan kepada masyarakat
bahwa belajar sejarah tidak harus melalui pendidikan formal, melainkan bisa melalui museum. Sebagai museum yang pernah mendapat penghargaan sebagai Museum Swasta Terbaik dari pemerintah dan Komunitas Jelajah Museum membuatnya fokus untuk terus mengembangkan kemajuan museum. Suatu museum diharapkan selalu dinamis, karena jikalau tidak, maka akan ditinggalkan oleh masyarakat seiring berjalannya waktu.
NAPAK TILAS Ullen Sentalu merupakan singkatan dari Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku, yang memiliki arti dan doa, yaitu “Nyala Lampu Blencong Sebagai Petunjuk Manusia dalam Melangkah Meniti Hidup.� Ullen Sentalu diresmikan pada 1 Maret 1997, bertepatan dengan hari peringatan Serangan Umum 1 Maret. Tanggal tersebut sengaja dipilih untuk memperingati peran penting Yogyakarta dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Alasan pertama pemilihan lokasi adalah dari segi kepemilikan. Tak kalah menarik, dipandang dari segi filosofi, Kaliurang terletak di lereng Gunung Merapi. Orang Jawa percaya bahwa Merapi adalah tempat yang sakral, sehingga Merapi dianggap sebagai tempat tinggal para sesepuh/ leluhur, oleh karena itu segala yang berada di lerengnya dipercaya selalu mendapat berkah. MUSe Boutique, souvenir shop
60 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Eksterior Ullen Sentalu
KONSEP MUSEUM Museum Ullen Sentalu mengemas edukasi seni budaya melalui konsep pleasure and enjoyment. Di samping ilmu, pengunjung juga akan menerima nafkah batin melalui pengalaman berwisata. Pengunjung disuguhi nuansa hutan hujan tropis selama berada di dalam museum. Pengunjung akan merasakan keharmonisan dengan alam, yang tidak terdapat pada museum lain, yaitu keheningan dan kesejukan udara sekitar. Selain dalam bentuk fisik, konsep ini diwujudkan melalui fasilitas tur berpemandu oleh edu-
kator, serta larangan memotret selama di dalam museum. Edukator akan membawa pengunjung dalam penjelajahan seni dan budaya selama kurang lebih satu jam untuk mengedukasi pengunjung melalui narasi yang interaktif. Larangan memotret dimaksud-kan supaya pengunjung tidak hanya sibuk berselfie atau berswafoto saja, tetapi diharapkan mampu menikmati secara utuh edukasi di museum. Tenang saja, tidak perlu takut tidak akan ada jejak tilas jika Anda pernah ke sini, Museum Ullen Sentalu telah menyediakan tempat khusus untuk ber-selfie ria pada
spot-spot tertentu, seperti replika relief miring Gandavyuh, yang merupakan cuplikan kisah relief di Borobudur panil 30 tingkat II. Relief yang menceritakan tentang Sudhana yang mencari ilmu dan pengetahuan spiritual tersebut secara sengaja dipasang miring sebagai simbol keprihatinan terhadap budaya yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat, khususnya generasi muda. Di akhir perjalanan pengunjung akan disuguhi minuman jahe dengan 7 rempah rahasia pilihan sebagai wujud budaya keramah-tamahan keluarga Jawa.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
61
ARSITEK DAN DESAIN Museum Ullen Sentalu dibangun sesuai misi dan konsep desain dari pemrakarsanya, keluarga Haryono yang dipimpin oleh dr. Samuel J. Haryono, seorang onkolog dan dokter bedah. Dokter Samuel lahir dan besar di Yogyakarta. Berangkat dari tradisi Jawa, desain pembangunan Ullen Sentalu selalu dikaitkan dengan berbagai pendekatan filosofi Jawa. Sebelum memasuki lobby museum, terlihat jelas fasad berbentuk geometris, tetapi setelah memulai tur, pengunjung akan disuguhkan oleh fasad bangunan serba klasik dengan balutan batu alam hampir di seluruh bagiannya. Setelah ditelaah lebih jauh ternyata bangunan lobby museum merupakan bangunan baru. Filosofi Jawa menyatakan bahwa orang Jawa adalah orang yang hidup dalam suatu keharmonisan atau pas, visioner, jelas, dan tidak serba grusa-grusu. Dengan kata lain, bangunan museum tidak menolak adanya perkembangan zaman, hal ini terlihat jelas dari penambahan ruang-ruang baru tersebut yang terbentuk dengan gaya berbeda. Bangunan ini ingin menunjukkan bahwa suatu hal yang ‘old’ dapat menjadi harmoni jika dipadupadankan dengan sesuatu yang ‘new’, tentunya tetap dengan beberapa pertimbangan pas atau tidaknya. Satu hal yang ingin ditekankan, meskipun arsitektur terus berkembang, dalam bangunan tersebut harus tetap ada nilai kearifan lokal. Inilah yang dimaksud kedinamisan dalam museum. Pembangunan museum didasari oleh kearifan lokal, seperti penggunaan material lokal batu andesit yang ditambang dari area sekitar lokasi museum yang kemudian dibangun dengan teknologi lokal dan dikerjakan oleh pekerja dari desa Kaliurang yang ahli dalam membelah batu dan menyusunnya menjadi bangunan.
62 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Koridor ruang pameran
PENGALAMAN MERUANG Ullen Sentalu membentuk paradigma baru bahwa sebuah museum bukan hanya sebuah gedung prototype yang membosankan untuk dikunjungi. Museum Ullen Sentalu berusaha menyatukan koleksi museum dan arsitektur, baik dari ruang tata pamer, struktur ruangan, dan lay out bermacam bangunan sehingga menghidupkan lingkungan museum. Ruangruang yang ada tidak berdiri sendiri sehingga mengabaikan koleksi yang ada. Koleksi mengisi ruangan dan ruangan mengandung koleksi, keduanya saling bergantung. Ruang-ruang dan koleksi ini diatur secara berurutan sesuai
perjalanan waktu, sehingga mampu mengingatkan kembali memori peradaban yang sudah berlangsung ribuan tahun lalu. Koleksi lukisan yang dipamerkan di Museum Ullen Sentalu berfungsi sebagai media komunikasi edukator tur. Pemandu tur akan menuturkan cerita sejarah selama kurang lebih satu jam. Koleksi lukisan tersebut tidak memuat label teks atau keterangan, karena bertujuan bukan untuk mengapresiasi pelukisnya melainkan lebih pada isi lukisannya.
“Pengunjung yang tidak ditemani oleh tur pemandu akan mudah tersesat, karena sesuai namanya, “labirin” bertujuan untuk menyesatkan orang. Di sisi lain, rancangan labirin museum ini juga dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa keingintahuan pengunjung.”
Denah Ullen Sentalu Sumber: Dokumen Prbadi
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
63
Makna yang disampaikan secara verbal seringkali lebih utuh dibandingkan non verbal yang dapat terdistorsi oleh interpretasi pembaca. Bentuk karya lukis seperti itu disebut Conceptual and Imaginary Narrative Painting atau disingkat Narrative Painting dan tercipta berdasarkan buah pikir lewat tulisan, penuturan atau pengalaman melihat langsung suatu kejadian yang kemudian diungkapkan dalam bentuk lukisan. Proses demikian merupakan ‘imaginative reconstruction’ and ‘reaffirming memory and history in tangible form’ dengan urutan yang sempurna (Lowenthal, 1985: 4, 191). Berbeda dengan Contextual Painting yang hampir semuanya mengandalkan dari yang dilihat tanpa interpretasi rumit, Narrative Painting tak ubahnya seperti rangkaian snapshot atau motion picture untuk menuangkan intangible happening atas peristiwa masa lalu yang belum didokumentasikan atau peristiwa masa kini yang dituturkan atau ditulis oleh pelaku atau saksi sejarah dengan melibatkan team work yang terdiri dari kaum akademisi yang melakukan riset lapangan dan literatur, pakar sejarah dan kebudayaan, juru tafsir bahasa dan simbol, para perupa yang ahli dalam gaya lukisan realism dan surrealism, untuk secara bersama-sama merangkai berbagai penggalan kisah atau benda tinggalan dalam bentuk lukisan. Conceptual idea tersebut selanjutnya diintepretasikan secara imaginatif dan naratif untuk menampilkan nilai estetika dan aspek komunikatif. Mataram Kuno yang diwakili dengan bermacam bangunan candi terbuat dari batu andesit yang tersebar di ‘bhumi
64 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
mataram’ ditampilkan dalam tata ruang pameran tetap: Guwo Selo Giri (Gua Batu Gunung) yang terletak tiga meter di bawah permukaan tanah menyerupai gua masa silam atau bunker bangunan modern dengan struktur seluruhnya mirip bangunan candi, yaitu terdiri dari batu andesit yang dibiarkan terbelah tanpa polesan. Kesan menyatu dengan alam disekitarnya dan kenangan (mnemonic) akan kebesaran mahakarya arsitektur Hindu-Budha milik dinasti Mataram Kuno dikembangkan lebih jauh menjadi bangunan yang akan mengingatkan siapapun yang pernah berkunjung ke permandian Tamansari akan lorong Sumur Gumuling menuju masjid bawah tanah di Taman Sari yang dibangun oleh dinasti Mataram Kini. Keluar dari lorong Guwo Selo Giri terhampar tangga ‘stairway to heaven’ menuju Taman Kaswargan (Heavenly Hills) dengan struktur punden berundak yang akan mengingatkan kebudayaan megalitikum yang pernah ada ratusan ribu tahun silam atau mengingatkan tangga Hastonorenggo di bukit Imogiri, menuju ke persemayaman raja-raja Mataram Kini. Sementara itu Kampung Kambang yang terletak diatas air (mengambang) dibangun menyerupai kampung rumah orang Kalang yang tinggal di ibukota kuno Mataram Kini atau Mataram Islam periode Pertama (Mataram Islam periode Kedua adalah kurun waktu setelah perjanjian Giyanti) di Kotagede dengan jalanan sempit menyerupai gang dan dibuat berkelak-kelok menyerupai struktur labirin Minoan. Pengunjung yang tidak ditemani oleh educator tour akan mudah tersesat, karena sesuai namanya labirin yang berfungsi untuk menyesatkan orang tapi dalam rancangan museum dimaksudkan untuk menumbuhkan
rasa keingin-tahuan (curiousity) yang ditumbuh-kembangkan, setelah curiousity rangkaian tour pertama atas Guwo Selo Giri dibawah permukaan tanah. Konon menurut legenda yang masih hidup hingga saat ini, labirin adalah ruang bawah tanah istana Minoan yang didalamnya dipelihara monster Minotaur berujud kepala banteng dengan tubuh manusia. Setiap tahunnya, monster itu menuntut korban 7 gadis dan 7 perjaka dari Yunani, sebelum akhirnya ditumpas oleh pangeran Theseus putra raja Aegean dari Yunani. Bentuk labirin di Kampung Kambang, selain membuat pengunjung curious, dimaksudkan untuk mengingatkan (mnemonic) akan kampung warga Kalang di Kotagede. Dimana diantara jalanan di kampung sempit itu terdapat rumah saudagar yang menyimpan bermacam benda berharga mirip koleksi dalam sebuah museum. Guwo Selo Giri (Gua Batu Gunung) adalah ruang pamer untuk koleksi tetap (Exhibition Hall for Permanent Collection) yang terdiri dari lobby dan hall utama. Pada bagian lobby terdapat beragam foto lukisan cat minyak dari berbagai ukuran dengan tema Tari dan Musik Tradisional Jawa. Tata pamer (lay out display) dengan menempatkan semua lukisan pada dinding dimaksudkan untuk memberi jarak pandang dan ruang gerak (prosemic) bagi pengunjung yang ingin melihatmya secara perspektif dan bukan close up. Di ruangan juga terdapat seperangkat alat musik gamelan yang merupakan simbol kebesaran (masterpiece) kebudayaan Jawa, khususnya dari Kraton. Karena setiap raja Jawa yang bertahta memiliki mandat agung untuk menciptakan koreografi, setidaknya satu jenis tarian, sebagai simbol hanggabeni ikut melestarikan warisan
budaya leluhur. Sedangkan di sudut ruangan yang merupakan centerpoint dimana setiap pengunjung setelah melewati pintu masuk akan langsung melihatnya, ditempatkan lukisan berjudul Tari Topeng. Seperangkat musik Gamelan yang sebagian besar tersebut juga membuktikan kebesaran kebudayaan Jawa karena jenis musik perkusi (diketuk/dipukul) adalah jenis musik paling kuno milik hampir seluruh peradaban umat manusia dimuka bumi dan sementara bangsa lain masih berbentuk sederhana, pada Kebudayaan Jawa telah berkembang sangat lengkap dan rinci. Pada bagian hall utama terdapat deretan foto dokumenter dan lukisan milik Kraton dan Pura milik dinasti Mataram Kini yang terdiri dari foto dan lukisan para raja, ratu dan putri bangsawan dari Kraton Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegara dari Solo dan Kration Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Paku Alam dari Jogja. Pada ujung Guwo Selo Giri terhampar tangga menuju Kampung Kambang dan Taman Kaswargan. (Museum Ullen Sentalu, 2019)
“Sejarah sebagai penuntun jalan ke depan, supaya tidak lagi mengulang hal-hal yang sama dan/atau yang salah.�
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
65
DESIGN [LOCAL]
DE TJOLOMADOE:
MENJAGA KONTINUITAS DI TENGAH PERUBAHAN ZAMAN Text and Photos by: Brigitta Michelle
Mesin Giling Tebu
66 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Di era media sosial ini, banyak bermunculan tempat wisata yang menawarkan nuansa tersendiri, baik untuk posting foto semata maupun berkumpul bersama keluarga dan teman. Sayangnya, masih sedikit tempat wisata yang menawarkan edukasi sekaligus estetika. Hal ini berbeda dengan De Tjolomadoe yang terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. . Memiliki cerita yang unik, perjalanan De Tjolomadoe menjadi destinasi wisata melalui rute yang cukup panjang. Awalnya merupakan pabrik gula yang berdiri sejak 1861, De Tjolomadoe sempat tidak beroperasi lagi karena keadaan pabrik yang sudah tidak layak. Berbagai upaya renovasi mendorong transformasi pabrik gula ini menjadi tempat wisata yang edukatif juga menarik untuk diabadikan dengan kamera. De Tjolomadoe terbagi menjadi beberapa bangunan dalam satu kompleks. Tatanan bangunan ini menunjukkan pembagian pengolahan gula pada waktu pabrik beroperasi. Karena sekarang sudah dijadikan tempat wisata, beberapa bagian fasad bangunan sedikit diubah menggunakan material kaca untuk memberikan suasana baru yang nyaman bagi pengunjung, namun masih mempertahankan beberapa bagian bangunan seperti bentuk lubang pintu yang melingkar. Penggabungan massa gedung yang terpengaruh arsitektur Indische dengan dinding kaca menggambarkan upaya konservasi yang adaptif terhadap kondisinya yang sekarang sebagai tempat wisata. Upaya ini tetap mempertahankan kontinuitas bangunan awal juga membuat De Tjolomadoe menarik untuk didokumentasikan.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
67
Gambar Lantai Asli Pabrik
Tampak samping De Tjolomadoe
Mesin-mesin pengolahan gula dipajang di sepanjang bangunan. Letaknya dapat dibagi menjadi dua area, yang di sini disebut sebagai stasiun, yaitu stasiun gilingan dan stasiun penguapan. Stasiun gilingan dimanfaatkan sebagai ruang pajang yang memuat beberapa foto pabrik sebelum direnovasi, sedangkan di stasiun penguapan terdapat beberapa toko dan cafĂŠ, juga ruang serbaguna yang dapat disewakan untuk berbagai acara. Hal ini membuat De Tjolomadoe memiliki daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata.
Mesin giling tebu
Stasiun penguapan
68 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Tidak ingin mengabaikan estetika, beberapa bagian pabrik tetap dipertahankan misalnya lantai dengan warna hitam dan kuning. Ada bagian lantai yang tetap dibiarkan seperti aslinya karena kondisi lantai yang masih utuh. Namun sudah banyak lantai yang rusak maka lantainya direstorasi sesuai rancangan awal dengan material baru. Selain itu, rel di tengah bangunan juga dipertahankan sehingga pengunjung dapat membayangkan seperti apa sistem distribusi di pabrik saat sedang sibuk-sibuknya. Di bagian luar terdapat taman yang ditata rapi dengan berbagai jenis tanaman, dilengkapi dengan elemen taman lainnya seperti tempat duduk dan lampu taman sehingga pengunjung dapat menikmati suasana taman juga kompleks De Tjolomadoe secara keseluruhan.
Lansekap kompleks
Lantai asli pabrik
Secara keseluruhan, De Tjolomadoe merupakan tujuan wisata yang menawarkan berbagai fasilitas menarik untuk dikunjungi, sehingga pengunjungnya dapat mengagumi dan “menghidupi� suasana pabrik saat masih sibuk beroperasi. Selain itu, keunikan bentuk bangunan dan usaha konservasi yang dilakukan juga membawa De Tjolomadoe menjadi salah satu destinasi wisata yang kaya di bidang arsitektur, yang edukatif dan banyak makna. Hal ini membuktikan bahwa De Tjolomadoe upaya konservasi tidak berarti stagnan begitu saja, tetapi terbuka terhadap perubahan juga kontinuitas .
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
69
DESIGN [LOCAL]
JIMBARAN BAY BEACH
JUNJUNG TINGGI NILAI LOKALITAS Text by Natasya Angelina Photos courtesy from SHL Asia & Jimbaran Bay Beach
Area drop off Jimbaran Bay Beach
70 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Pada mulanya, Jimbaran dikenal sebagai desa tradisional dimana mayoritas penduduknya merupakan nelayan dan petani. Seiring dengan berkembangnya infrastruktur pariwisata yang signifikan di daerah Bali, populasi mayoritas lokal di tempat ini kemudian beralih ke arah industri pariwisata. Lokasi Jimbaran yang berada di Kuta Selatan, berdekatan dengan Sanur dan Nusa Dua serta Bandara Internasional Ngurah Rai dan Jalan Tol Bali Mandara menjadi salah satu alasan tempat ini dikenal sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi wisatawan. Hal tersebut diiringi dengan meningkatnya berbagai akomodasi penginapan yang berlomba-lomba menarik minat wisatawan, dari resort bergaya tradisional khas Bali hingga hotel berbintang dengan desain yang modern. Jimbaran Bay Beach Resort & Spa merupakan salah satu pilihan dari banyaknya beach resort di daerah ini, tepatnya berada di Jalan Pantai Kedonganan. Menyediakan 118 kamar dan suite dengan suasana tenang khas tepi pantai, resort berbintang empat ini kerap menjadi pilihan bagi para pelancong bisnis dan liburan domestik dan internasional.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
71
Baruna Sky Lounge Restaurant & Bar pada area rooftop
Selain didukung oleh fasilitas restoran, spa, kolam renang, gym, lounge, pool bar dan roof bar dengan tempat berjemur, Jimbaran Bay Beach juga menyediakan ruang rapat multifungsi dan ballroom berukuran 360 m2, serta wedding chapel pada rooftop, sehingga tak jarang tempat ini dipilih sebagai lokasi pernikahan, pesta, dan acara-acara tertentu. Letaknya yang berada dekat dengan Pantai Kedonganan dan Teluk Jimbaran menjadi nilai lebih, terutama ketika langit meny-
ajikan pemandangan matahari terbenam yang indah di atas teluk terlihat dengan jelas. Salah satu hal yang membedakan Jimbaran Bay Beach dengan resort lain adalah adanya fasilitas bath up pada balkon kamar, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan pantai sembari berendam dengan privasi yang terjaga.
MENGUSUNG KONSEP OPEN PLAN Terbatasnya ukuran lahan menjadi tantangan bagi SHL Asia dalam merancang Jimbaran Bay Beach agar terkesan luas untuk menciptakan kenyamanan pengunjung. Sesuai dengan keinginan klien, digunakanlah konsep ruang terbuka sebagai solusi. Hal tersebut diterapkan dengan meminimalisir penggunaan dinding dan jendela, terutama pada area publik seperti lobi dan restoran, sehingga tercipta kesan lapang. Selain itu, langit-langit pada area lobi yang tinggi
serta restoran semi-terbuka yang memiliki akses langsung ke kolam renang juga merupakan respon terhadap iklim daerah Jimbaran yang panas dan lembab. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan sirkulasi cahaya dan udara dalam ruang. Sebagai solusi terbatasnya lahan, dimanfaatkan ruang vertikal, seperti penggunaan tanaman rambat yang memberi kesan asri pada bangunan. Penggunaan warna-warna senada seperti cokelat dan putih yang
72 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ditonjolkan dari penggunaan material dan perabot pada setiap ruang juga memberikan kesan lebih luas. Untuk menghindari kesan monoton, pengolahan material serta perabot dimainkan dan ditata dengan apik, misalnya pada susunan kayu yang digunakan pada plafon ditata dengan acak namun estetis pada restoran dan spa, pemilihan perabot custom, hingga permainan pencahayaan yang tepat dalam menciptakan suasana ruang yang terkesan hangat dan nyaman.
Konsep open plan dan penataan fungsi yang tepat membuat pool area seluas 391,26 m2 tetap nyaman, baik dari segi visual maupun sirkulasi
Penggunaan dinding kaca pada area lobi sebagai salah satu penerapan konsep open plan
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
73
HIU Restaurant & Wine Lounge
Baruna Sky Lounge Bar
KEMUDAHAN MAINTENANCE Kemudahan maintenance menjadi aspek yang diperhatikan dalam pemilihan material. Selain estetika, daya tahan material pun menjadi pertimbangan, sehingga dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama. Misalnya, pada penggunaan batu
Bubu Pool Bar
74 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
alam yang selain tahan lama, juga tidak membutuhkan banyak perawatan. Penggunaan material daur ulang juga diterapkan pada beberapa area, seperti pada kolam renang yang menggunakan kayu daur ulang yang ketahanannya telah teruji di ruang luar.
Interior kamar tipe Gopala dengan fasilitas bath up pada balkon
LOKALITAS DI TENGAH MODERNISASI Ketika memasuki area resort, pengunjung akan disambut dengan kanopi yang menaungi area drop off menjadi main attraction yang iconic. Bentuk ini terinspirasi dari bubu, alat perangkap ikan tradisional yang digunakan oleh nelayan, mengingat letak resort yang berada di tepat di tepi pantai. Bentuk ini kemudian ditransformasikan dengan gaya yang lebih modern, tidak seperti bubu yang terbuat dari potongan bambu, namun menggunakan material besi dan kaca tebal. Beranjak ke dalam bangunan, kesan mewah yang terlihat dari desain
bangunan terasa nyaman dan hangat berkat penataan ruang yang estetik. Selain mengakali ruang agar terkesan luas, perpaduan konsep modern dan tradisional Bali juga diterapkan dalam memaksimalkan desain. Tidak melupakan nilai-nilai lokalitas, konsep tradisional Bali dapat dilihat melalui pemilihan artwork sebagai elemen estetika, serta penggunaan material-material lokal, misalnya kayu, batu bata, dan batu paras yang didapatkan dari daerah sekitar. Yang menarik, selain menekankan unsur lokalitas pada desain bangunan, resort yang dibangun pada tahun 2016 ini juga “mengenalkan” budaya Bali melalui penamaan ruang, seperti Manukrawa, Panyembrahma, dan
Trunajaya untuk guest room, dan Puspanjali, Gopala, Condong, Legong, Pendet, Janger, hingga Kecak untuk suite room, yang diambil dari nama tarian tradisional khas Bali. Perpaduan konsep yang menyatu dengan alam dan menjunjung nilai lokalitas sebagai “identitas” ini diharapkan dapat meningkatkan nilai sebuah resort and spa, sehingga menjadi daya pikat tersendiri bagi para pengunjung. Walaupun berada di lahan terbatas, bukan menjadi halangan bagi Jimbaran Bay Beach untuk tetap mengutamakan kenyamanan melalui desain fungsional yang elegan namun sarat akan nilai lokalitas.
Detail kanopi pada area drop off
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
75
DESIGN [LOCAL] ABBC BUILDING
PANCINGAN TERHADAP SENIMAN KONTEMPORER Text by Bryan Dharmanta Photos by Bezaliel Tera
Bali dikenal dengan banyaknya wisata alam yang indah, serta kesenian tradisionalnya yang kuat membuatnya kerap dijadikan destinasi wisata. Selain wisata alam, kesenian merupakan daya tarik yang kuat untuk pariwisata Bali, banyak kesenian tradisional dan kontemporer bermunculan membuat suasana Bali lebih berwarna. Bali merupakan pulau dengan nuansa budaya tradisional yang kuat sehingga banyak dari kebudayaan kontemporer tersebut tidak dapat berkembang dengan maksimal apalagi menyaingi kesenian tradisional tersebut. Dengan desainnya yang sederhana dan unik, ABBC Building dihadirkan sebagai jawaban bagi para seniman kontemporer di Bali. Bentuk dan penggu-
76 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
naan warna yang sederhana sengaja digunakan untuk merangsang ‘ketidaktahanan’ seniman kontemporer terhadap banyaknya tempat kosong yang tidak diolah.
Bangunan ini berdiri di kompleks ITDC yang berkolasi di Nusa Dua, Bali. Diresmikan oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D pada 9 Oktober 2018, bertepatan dengan acara IMF – World Bank Annual Meeting. Nusa Dua sendiri diyakini merupakan daerah baru yang netral sehingga diharapkan kebudayaan kontemporer dapat berkembang di daerah itu.
Nusa Dua dipilih selain karena kenetralan kebudayaan, infrastrukturnya yang mendukung seperti adanya hotel dan pertokoan serta lokasi yang strategis, jaraknya yang berdekatan dengan Kuta dan Seminyak membuat tempat ini tidak dapat dihindari dari perhatian para wisatawan baik yang berdomisili di Indonesia maupun luar negeri. Tidak banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menampung akomodasi bagi pengunjung
GROUND ZERO Berawal dari ide ingin membuat sebuah festival di Bali, Heri Pemad selaku founder ARTJOG bersama kerabatnya I Made Aswino Aji memulai survey untuk memilih tempat dan gedung di Bali dan
hasilnya nihil. “Tidak ada bangunan yang layak di Bali untuk pameran” keluh pemuda yang akrab disapa dengan Aji ini. Bangkit dari hasil yang nihil ini, bermodalkan bantuan dari BEKRAF mereka membangun ABBC ini yang sudah direncanakan sejak tahun 2017, namun atas permintaan BEKRAF untuk dibarengi dengan acara tahunan IMF, maka proyek pembangunan diundur menjadi tahun 2018. “Bangunan ini sih jadi harapan ya untuk orang-orang kreatif di Bali” tutur Aji. Selain diperuntukkan untuk pengembangan kesenian kontemporer di Bali, tidak menutup kemungkinan juga dapat digunakan oleh seniman dari luar kota. Tidak dapat dipungkiri kesenian tradisional memegang peringkat atas dalam pengaruh kebudayaan Bali sehingga tidak banyak ruang yang diberikan bagi kesenian kontemporer
untuk mengembangkan sayapnya di dunia kesenian Bali. Meskipun kecil, kesenian kontemporer masih berkembang namun progress perkembangannya kalah dengan daerah-daerah lain seperti Yogyakarta. “Kalau untuk kontemporer, ada galeri namun tidak terlalu banyak dan tidak terlalu besar juga. Kalau art shop yang menjual lukisan-lukisan gitu banyak, untuk keperluan pameran, jumlahnya masih terlalu sedikit,” tutur Aji. Tidak luput dari kendala yang ada, bangunan ini dinilai kurang memiliki unsur kebudayaan “Bali” sehingga perizinannya menjadi sedikit sukar. Namun, permintaan agar bangunan ini merupakan bangunan yang polos. Dengan proses tawar-menawar dan penjelasan akan kebutuhan seniman akan bangunan polos, akhirnya diberikan izin untuk mendirikan bangunan.
Tampak Depan by Adityo Gayuh
Tampak Samping by Adityo Gayuh
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
77
Denah ABBC Building by Adityo Gayuh
FLEKSIBILITAS SAHABAT KREATIVITAS Bangunan yang menggunakan konsep warehouse dengan bangunan dominan atap pelana memberi kesan yang masif dan luas. Penekanan pada fitur fleksibilitas sangat kelihatan dengan tidak adanya sekat permanen yang membatasi antar ruang, serta penggunaan cartwheel pada kios cendera mata diluar, semua diaplikasikan dengan tujuan untuk memfasilitasi seniman kontemporer saat berkarya. “Karena kita tidak bisa memperkirakan hasil instalasi mereka akan jadi seperti apa,” timpal Gayuh yang merupakan arsitek dari ABBC itu sendiri. Material yang dipakai juga memperhatikan kebutuhan dari para seniman tersebut. UPVC dipilih dikarenakan warnanya yang sudah putih sehingga tidak diperlukan pengecatan kembali, dan dapat dimanfaatkan untuk seniman juga sebagai media instalasinya.
78 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Gedung yang bersifat knock down yang siap dibongkar dengan material UPVC, dan disajikan sebagai “kanvas” bagi para seniman. “Gedung harus bisa direspon dan tidak mengganggu karya” timpalnya. Kepolosan ini membuka banyak kemungkinan instalasi yang diminta oleh para seniman sehingga bangunan ini harus siap menghadapi banyak perubahan tergantung dengan permintaan seniman. Penggunaan struktur baja oversized juga memberi penopang bangunan yang kuat dengan tujuan agar karya-karya dapat dipajang tanpa perlu mengkhawatirkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi saat pemajangan instalasi. Sekat-sekat dinding yang ada saat event pameran merupakan sekat temporer yang dapat dipindahkan dan dimodifikasi. Apabila seniman meminta untuk melubangi dinding, lantai, atau mengecat bagian bangunan, sangat diperbolehkan, asal dikembalikan seperti keadaan semula setelah acara berakhir.
PARIWISATA BARU Kalau selama ini Bali dikenal dengan pariwisata kebudayaan dan tradisi, Art Bali juga dibuat dengan tujuan menciptakan objek wisata baru. Keinginan besar bagi I Made Aswino Aji untuk merangsang komunitas-komunitas seni yang lain untuk ikut serta membuat event. Tidak hanya di gedung ini namun saat pelaksanaan event Art Bali itu sendiri di bulan Oktober, diadakannya festival di seluruh Bali.
Respon masyarakat yang tidak disangka oleh Aji ternyata sangat baik. Dengan diadakannya tiket gratis untuk semua pengunjung ber KTP Bali pada awal pembukaan setiap hari Selasa. Peningkatan jumlah pengunjung merubah pandangan Aji yang awalnya masyarakat umum memiliki minat kesenian yang rendah. Kebiasaan untuk berbagi pengalaman di media sosial menjadi ide dan platform yang baik untuk publisitas bangunannya agar lebih dikunjungi oleh masyarakat lainnya.
Untuk kalian semua yang merasa merupakan komunitas kreatif, sangat diperbolehkan untuk menyewa bangunan ini digunakan untuk acara pameran pribadi kalian. Sesuai dengan pesan dari BEKRAF bahwa boleh menggunakan bangunan ini asalkan penggunanya merupakan komunitas kreatif..
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
79
DESIGN [LOCAL]
KOMPLEKS PENDOPO SABHA SWAGATA BLAMBANGAN
MODERN & BERBUDAYA
Dewasa ini, jika berbicara tentang pendopo di suatu tempat maka yang terbersit di pikiran adalah sebuah bangunan konservatif dengan empat pilar penyangga yang pada umumnya segan untuk dikunjungi oleh masyarakat sekitar, namun hal ini tidak akan anda temui pada Kompleks Rumah Dinas Bupati Banyuwangi.
80 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Text by Rosalin Citra Utami Photos by Hasan Aji M.
Memasuki area kompleks pendopo, anda akan menemui pos satpam di dekat gerbang masuk menuju pendopo. Di sana anda akan disambut oleh anggota Satpol PP yang akan dengan senang hati menemani anda berkeliling melihat-lihat kompleks pendopo tanpa dipungut biaya apapun. Kondisi inilah yang menjadikan Pendopo Sabha Swagata Blambangan sebagai destinasi baru pariwisata Banyuwangi
BABAK BARU KOMPLEKS PENDOPO BLAMBANGAN
KONSEP ECO-FRIENDLY PADA BANGUNAN
Kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan bisa dibilang mengalami transformasi yang cukup besar. Dahulu hanya digunakan sebagai Rumah Dinas Bupati Banyuwangi, kini Pendopo Sabha Swagata Blambangan telah mengembangkan fungsinya menjadi salah satu destinasi wisata di Banyuwangi yang sayang untuk dilewatkan.
Secara keseluruhan, keadaan kompleks pendopo pasca renovasi menjadi lebih asri dan sejuk, serta lebih banyak bangunan eco-friendly di dalamnya seperti yang bisa dijumpai di sebelah kanan-kiri area pendopo. Di bagian barat, bangunan yang digunakan sebagai guesthouse bagi tamu-tamu pemerintahan tersebut beratapkan rumput hijau yang jika dillihat dari luar menyerupai bukit yang tampak menyatu dengan alam sekitar kompleks pendopo. Bentuk bangunan yang menyerupai bukit pada tayangan serial anak Teletubbies tahun 90-an ini, membuat warga Banyuwangi kerap menyebut bangunan ini sebagai Bukit Teletubbies.
Untuk menunjang pengembangan fungsi tersebut, berbagai renovasi mulai dilakukan sejak tahun 2012 di bawah pemerintahan Bupati Azwar Anas. Dalam proyek renovasi ini, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi secara khusus mendatangkan arsitekarsitek ternama Indonesia seperti Adi Purnomo, Andra Martin, Yori Antar, Budi Pradono serta Ahmad Djuhara.
Bukit Telletubies
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
81
Terdapat dua pintu masuk menuju guesthouse yang masing-masing terletak pada ujung bangunan. Bila masuk lebih dalam, bisa kita dapati lorong panjang yang dipenuhi dengan kerajinan-kerajinan tangan khas Banyuwangi. Walaupun bentuknya mirip bunker bawah tanah, ruang-ruang di dalam bangunan ini dipenuhi skylight untuk pencahayaan optimal. Hal ini berhasil membuat ruangan menjadi terang tanpa perlu menyalakan lampu di siang hari. Pada sisi kiri bangunan terdapat tujuh kamar VIP yang diperuntukkan bagi tamu-tamu penting pemerintahan. Tiap kamar pada bangunan ini juga memiliki beranda yang disekat untuk privasi tiap tamunya. Sedangkan persis di seberang kamar VIP, terdapat kamar-kamar yang diperuntukkan bagi para ajudan dari tamu-tamu yang datang. Ornamen-ornamen khas Banyuwangi seperti lukisan dan ukiran digunakan untuk menonjolkan kultur Banyuwangi pada bangunan ini. Beberapa area seperti area makan juga dihiasi tanaman rambat yang membuat suasana asri terasa hingga ke dalam ruangan. Simetri dengan bangunan guesthouse di bagian barat, gedung PKK dan Dharma Wanita yang terletak di bagian timur juga diubah menjadi �bukit Teletubbies�. Hal inilah yang membuat area terbuka di belakang pendopo terlihat kian luas karena seolah-olah kompleks pendopo diapit oleh dua bukit hijau yang memanjang hingga ke bagian belakang kompleks.
Koridor guesthouse
82 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Interior guesthouse
Sebelum direnovasi, bangunan ini berfungsi sebagai kantor biasa dengan atap genteng. Namun sang arsitek, Adi Purnomo berpendapat bahwa pendopo dan rumah dinas seharusnya menjadi satu-satunya hal yang menonjol dalam kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan. Hal ini bukan berarti bahwa di dalam Kompleks Pendopo Blambangan tidak hanya terdapat pendopo dan rumah dinas saja, namun ada juga bangunan lain yang menjadi penunjang seperti guesthouse. Berkaitan dengan guesthouse ini masalah privasi juga menjadi salah satu hal yang harus dipikirkan karena letaknya yang berhadapan dengan rumah dinas. Dari hal inilah, Adi Purnomo kemudian berusaha membuat desain yang dapat mengisi “ketiadaan� fungsifungsi pendukung bagi rumah dinas dan pendopo, tetapi juga tidak mengalahkan dominasi dari keberadaan rumah dinas dan pendopo itu sendiri. Ketiadaan tadi diwujudkan Adi Purnomo menjadi sebuah bangunan dengan desain yang menyatu dengan lansekap. Hal ini juga sesuai dengan usulan untuk membuat taman-taman besar di setiap aset pemerintahan sebagai bentuk perhatian terhadap pembangunan yang mengacu pada keseimbangan alam dan manusia yang menggunakannya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
83
Area pendopo
PENDOPO SABHA SWAGATA BLAMBANGAN Bangunan utama dari Kompleks Sabha Swagata Blambangan ini terletak pada bangunan pendopo itu sendiri. Berada di tengah area kompleks, bangunan yang kerap digunakan untuk menjamu para tamu pemerintahan Banyuwangi, serta menjadi tempat bagi Bupati Banyuwangi memberikan sambutannya ini masih bergaya kolonial berupa ruang terbuka dengan balok kayu sebagai soko guru. Lantainya pun masih menggunakan tegel abu-abu. Sebelumnya lantai ini pernah diganti menjadi lantai granit, namun kemudian diubah kembali menggunakan material aslinya yaitu tegel.
Lebih lanjut Adi Purnomo, sang arsitek yang memimpin renovasi, mengemukakan bahwa keadaan pendopo saat ditemuinya sudah bukan merupakan pendopo dengan bentuk orisinilnya. Yang ada hanyalah pendopo yang telah diperbarui pada bagian kolom dan struktur bajanya. Keadaan inilah yang kemudian membuatnya tertarik untuk melakukan renovasi dengan mengusulkan kemungkinan melacak kembali material lama dan mendirikan pendopo tersebut kembali agar bisa dibuat semirip mungkin dengan bangunan aslinya.
Sokoguru penyangga pendopo
84 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Musala, dirancang oleh Andra Matin
Konsep desain dari pendopo ini jelas terpusat pada tujuan untuk menampilkan atap pendopo agar bisa kembali sedekat mungkin dengan bentuk aslinya meskipun strukturnya telah berbeda. Kondisi pendopo yang pada saat itu menggunakan plafond datar, dengan soko guru yang seolah-olah menopang atap kemudian diubah menjadi bentang baja yang sama sekali tidak bersentuhan dengan soko guru yang tertinggal. Sebagai pemanis, kolom-kolom pada pendopo ini juga dipenuhi dengan ukiran-ukiran khas Banyuwangi.
Bangunan ini menggunakan kayu ulin Kalimantan pada keseluruhan bangunannya. Dengan bahannya yang tahan air, kayu ulin Kalimantan dipilih dengan tujuan untuk mengurangi kebutuhan akan perawatan dari musala itu sendiri. Musala ini juga dikelilingi kolam ikan yang membuatnya seolah-olah terlihat mengapung.
Pada bagian belakang dari kompleks Sabha Swagata ini juga terdapat Rumah Osing empat atap yang merupakan rumah tradisional Suku Osing, suku tradisional Banyuwangi. Dalam area Rumah Osing ini juga terdapat sumur Sri Tanjung yang konon dipercaya jika orangorang yang datang ke sana dan mencuci mukanya maka akan cepat mendapatkan jodoh. `Variasi bentuk dan gaya yang bisa ditemui pada bangunan-bangunan dalam kompleks pendopo ini menjadikannya unik karena berani menggabungkan gaya arsitektur modern tanpa menghilangkan sisi tradisional kebudayaan Banyuwangi itu sendiri. Inilah salah satu titik kuat yang membuat banyak orang tertarik untuk datang berkunjung ke Kompleks Pendopo Sabha Swagata Blambangan ini
Material didominasi kayu ulin Kalimantan
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
85
SAPTA PESONA ALUN-ALUN BANYUWANGI Text by Brigita Murti & Skolastika Gadis Photos by Hasan Aji M.
Sepertinya sangat serius dalam menggarap kabupatennya menjadi lebih baik. Dengan menjunjung unsur-unsur Sapta Pesona, Banyuwangi menggaet arsitek-arsitek ternama dalam misi perubahan ini. Dengan berbagai strategi, pemerintah Banyuwangi mampu melihat potensi dari wilayahnya untuk dikembangkan menjadi kota pariwisata. Dalam lima tahun terakhir kita sudah dapat mendengar gaung dari pariwisata Banyuwangi yang sangat signifikan. Alun-alun Banyuwangi yang terletak di pusat kota saat ini sudah menjadi pemenuh kebutuhan masyarakat. Dengan menggunakan konsep menerus, sekuensi yang terbentuk dari Taman Sritanjung, Pasar Sritanjung, Taman Blambangan dan Keinggrisan menjadi keunikan tersendiri. Setelah mengolah Taman Sritanjung dan Taman Banyuwangi,
pemerintah Banyuwangi sedang menyusun rencana untuk mengonservasi Keinggrisan yang merupakan bangunan cagar budaya, bangunan militer peninggalan zaman Belanda yang termasuk cagar budaya. Taman Sritanjung dan Blambangan, telah didesain ulang dalam proses pengembangannya dari taman publik yang sekadar pelengkap menjadi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya kesadaran masyarakat atas kebutuhan taman publik, fasilitas publik apapun pasti akan diterima dan dirawat oleh mereka. Tanpa disadari masingmasing taman memiliki preferensi atas pengunjung yang datang, misalnya di Taman Sritanjung lebih didominasi oleh anak-anak dan orangtua karena kondisi taman yang aman dan nyaman. Kondisi yang luas dan hijau pada Taman Blambangan
86 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
mengundang masyarakat Banyuwangi untuk berolahraga pada pagi dan sore hari. Pada awalnya kedua taman ini berkonsep sebagai obyek wisata, menjadikan perkotaan sebagai city tour. Meningkatkan fungsi RTH dari sekadar taman menjadi sarana studi sosial budaya juga, dengan mengadakan pertunjukan seni budaya. Dalam unsur 3A pariwisata, taman berperan sebagai atraksi pelengkap obyek wisata, sehingga mengundang wisatawan untuk datang. Oleh sebab itu orang-orang yang hadir akan membantu branding tempat tersebut, lewat foto dan cerita di media sosial. Dengan konsep yang Instragammable, pemerintah Banyuwangi mengupayakan agar pembangunan ini layak untuk dipublikasikan.
DESIGN [LOCAL]
TAMAN SRITANJUNG Taman Sritanjung, terletak tepat di depan Pendopo Sabha Swagata Banyuwangi. Penamaan taman ini diambil dari tokoh legenda Banyuwangi. Taman ini pertama kali direnovasi pada September 2011 dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini. Pengembangan yang dilakukan tidak sampai mengganggu kegiatan yang ada di sekitar taman. Fasilitas-fasilitas di taman ini justru menyesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat. sehingga masyarakat dapat ikut ambil bagian dalam merawat taman mereka. Lokasi taman yang strategis turut mengundang animo masyarakat untuk berkunjung ke taman ini. Selain dekat dengan Pendopo Sabha Swagatta, taman ini juga terletak di dekat mall pelayanan publik serta di barat Masjid Agung Baitturahman. Dapat dikatakan, sepi bukanlah kata yang akrab dengan taman ini. Pengunjung taman ini termasuk stabil, bahkan di siang hari, taman ini masih kerap dikunjungi, puncaknya terjadi setiap hari libur dan akhir pekan.
Taman Sritanjung terletak berdekatan dengan taman kota lainnya, Taman Blambangan. Memiliki konsep alun-alun kembar, namun fungsi dari taman ini berbeda dengan Taman Blambangan. Target pengunjung yang datang pun berbeda, yaitu anakanak, keluarga dan orang-orang lanjut usia, karena itu kenyamanan dan kegiatan yang dilakukan di taman ini berpengaruh pada fasilitas yang ada. Fasilitas penunjang taman ini antara lain, tempat duduk, amphitheater yang dapat digunakan sebagai tempat berekspresi ataupun sekadar duduk-duduk. Selain itu terdapat juga keran air siap minum, kioskios pedagang, area parkir yang luas serta air mancur sebagai salah satu atraksi di taman ini. Terdapat pula jalur untuk berjalan kaki, perkerasan jalur tersebut menggunakan batu koral berukuran kecil yang membentuk suatu pola di taman ini. Di antara perkerasan tersebut, ada juga jalur refleksi injak batu.
l:nsekap Taman Sri Tanjung
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
87
Lapangan basket salah satu fasilitas yang disediakan untuk berolahraga
TAMAN BLAMBANGAN Sebelum mengalami re-design, Taman Blambangan yang berada di tengah-tengah urban jungle hanya menjadi taman pasif seperti alun-alun pada umumnya. Dikelilingi pagar dan trotoar yang sempit, hanya satu setengah meter, menjadikan taman ini sangat tertutup, tidak ramah dan kurang aksesibel bagi masyarakat. Oleh Bupati Banyuwangi dan Adi Purnomo kemudian menghilangkan semua pagar dan memperluas trotoar, yang sangat sering ini dijadikan untuk area jogging. Perubahan yang kecil ini mampu membantu masyarakat untuk sadar atas kebutuhan taman dalam kehidupan sehari-hari. Selain untuk kegiatan sehari-hari, Taman Blambangan sering digunakan untuk festivalfestival. Belum lama ini Taman Blambangan menjadi venue dari festival batik, dengan konsep street fashion, festival ini memanfaatkan pedestrian yang sangat lebar sebagai catwalk. Terdapat juga acara Culture Everyday, di mana ada pertunjukan seni setiap malam, diisi oleh anak-anak sekolah untuk mengembangkan kreatifitas dan sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang juga membantu sebuah tempat untuk tetap hidup. Di Taman Blambangan sendiri ada tiga titik untuk mengadak event, lapangan terbuka di tengah-tengah, Gesimbu untuk acara yang lebih tertutup dan membutuhkan tribun, serta pendopo kecil di pinggir taman.
88 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Fasilitas trotoar sering digunakan untuk olahraga pagi dan sore
REVITALISASI RUANGRUANG PUBLIK UNTUK PARIWISATA Disamping tempat-tempat untuk mengadakan acara, Taman Blambangan juga menyediakan lapangan basket dan permainan-permainan sederhana untuk olahraga di sepanjang trotoar, mendukung para pengunjung yang datang dengan tujuan aktivitas fisik. Jika berbicara mengenai arsitektur dalam pariwisata, Banyuwangi mungkin jarang dilirik oleh wisatawan. Banyuwangi lebih dikenal dengan wisata alamnya, seperti pantai-pantai dan Kawah Ijen. Namun jika melihat lebih dalam lagi, konsep penataan kota yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah, Banyuwangi memiliki potensi wisata yang luar biasa. Kawasan alun-alun kota Banyuwangi mempertahankan “sistem pemerintahan macapat”, di mana Lapangan Tegal Masjid (Taman Sritanjung) sebagai
tempat berkumpulnya warga (alun-alun) terdapat di tengah-tengah, lalu Pendopo sebagai pusat pemerintahan di sisi utara lapangan, Masjid Jami’ sebagai tempat ibadah di sisi barat lapangan, penjara sebagai perlambang keamanan (kini menjadi Mall of Sritanjung) di sisi timur Taman Blambangan dan Pasar Banyuwangi sebagai pusat kegiatan ekonomi di sisi selatan lapangan. Setelah melakukan desain ulang untuk alun-alun Banyuwangi dengan memberikan beberapa fungsi, seperti fungsi edukasi dan eksibisi, diharapkan dapat menjadi daya tarik utama dari pariwisata Banyuwangi. Status kota pariwisata dapat dicapai melalui pendekatan lain, tidak harus melalui arsitekturnya, tapi dapat dicapai dengan tata kota dan RTH.
Panggung kecil sebagai alternatif untuk pertunjukkan seni
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
89
DESIGN [ALUMNI]
CAHYO ALKANTANA
MENGGUNAKAN ILMU ARSITEKTUR DALAM PENGEMBANGAN WISATA DI GUNUNG KIDUL Text by Brigita Murti Photo by Hasan Aji M.
B
erawal dari membuat film-film dokumentasi mengenai wisata bawah laut, Cahyo Alkantana menjadi salah satu penggerak dalam pariwisata petualangan di Indonesia. Setelah selesai kuliah, Cahyo ingin melakukan sesuatu untuk Indonesia dengan mendokumentasi lewat film, menjelajah Indonesia untuk membuka tempat-tempat wisata. Berbekal ilmu diving dari komunitas PALAWA (UKM Pecinta Alam Mahasiswa UAJY) yang dulu diikuti, Cahyo memiliki misi untuk memopulerkan wisata bahari. Perjuangan dari tahun 1992 akhirnya menghasilkan hasil yang sangat berharga bagi pariwisata di Indonesia.
Arsitektur dalam ilmu perencanaan dan estetika, PALAWA dari segi petualangan. Dua bidang ini dikombinasi menciptakan kejituan Cahyo Alkantana dalam menilik potensi setiap daerah untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Saat mengambil keputusan untuk tidak berada di bidang konstruksi, Cahyo juga merasa cukup berat karena ketika memulai aksi petualangan ini, semua dilakukan sendiri. Berpegang pada modal keyakinan bahwa bahari Indonesia bisa diperkenalkan ke dunia, dari bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, Cahyo berjalan mantap untuk menempuh dunia ini. Melalui film-film dan foto untuk mengenalkan suatu tempat menjadi objek wisata disamping mendapat penghasilan untuk penghidupan.
ARSITEKTUR DAN PALAWA, DARI KEGEMARAN MENJADI PROFESI Hobi berpetualang dan keikutsertaan di PALAWA menjadi latar belakang utama atas apa yang dikerjakan saat ini. Menjabat sebagai ketua PALAWA selama lima tahun menjadikan kuliah arsitektur sedikit berjalan lambat, namun tidak mengurangi semangat Cahyo Alkantana dalam melaksanakan misi sebagai mahasiswa UAJY. Saat itu, rektor UAJY sangat mendukung aktivitas PALAWA yang sangat mengedepankan misi UAJY menyatukan mahasiswa dari berbagai daerah. Selama ekspedisi yang dilaksanakan dua kali dalam setahun, PALAWA berpetualang sekaligus melakukan presentasi di daerah-daerah untuk mempromosikan UAJY.
Diinisasi oleh Operation Wallacea, ekspedisi mahasiswa-mahasiswa Inggris mengenai hutan dan bahari, Cahyo dipercaya sebagai ekspedition leader dan instructor selama enam bulan. Kemudian mulai dengan membuat film-film dokumenter mengenai alam bawah laut, walaupun dengan tim yang sangat minimal, akhirnya banyak tempat-tempat baru yang dibuka. Efektifitas Operation Wallacea sangat tinggi, 700 orang dalam 6 bulan, juga menjadi awal pengenalan atas dunia bawah laut Indonesia. Dari situ kesempatan untuk studi S2 dan S3 di Inggris didapat untuk mendalami mengenai Enviromental Science.
“Yakinlah bahwa masa depan dari arsitektur itu masa depan yang cerah, dalam jalan apapun ilmu arsitektur akan dipakai.â€? 90 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
KEPRIHATINAN YANG MEMBUAHKAN WAJAH BARU PARIWISATA Setelah melalui seluruh perjalanan dan petualangan wisata alam, Cahyo Alkantana kembali ke kota di umur 37. Memasuki usia 40 dan merasa cukup lelah untuk keliling Indonesia, Cahyo bercitacita membuat sesuatu di kampung halamannya, di Yogyakarta. Ketika Cahyo Alkantana menjabat sebagai ketua Federasi Speleologi Indonesia selama 12 tahun, sebuah perhimpunan penjelajah gua, Cahyo mendapat inspirasi untuk mengembangkan gua di Gunung Kidul. Gunung Kidul sudah tidak asing lagi bagi Cahyo Alkantana karena sejak mahasiswa bersama PALAWA sudah sering melakukan ekspedisi ke Gunung Kidul dan 600 gua sudah dimasuki. Di Gunung Kidul terdapat gua yang tidak kalah dengan Gua Padirek, yaitu Goa Jomblang. Cahyo akhirnya memilih Goa Jomblang untuk dikembangkan dengan mengubah paradigma orang Indonesia mengenai wisata caving, hal ini menjadi tantangan baru bagi Cahyo Alkantana setelah mengembangkan wisata diving di Indonesia.
10 tahun lalu ketika masuk ke Gunung Kidul, pohon-pohon ditebang untuk kayu bakar sehingga hutan-hutan gundul. Kontras dengan apa yang saat ini telah berkembang di Gunung Kidul. Setelah ada Goa Jomblang, Kali Suci dan Pindul, tempat-tempat ini dipromosikan dengan berbagai cara, seperti pameran-pameran ke seluruh dunia, mendatangkan selebriti, digunakan sebagai tempat action film dan permainan-permainan amazing race. Dalam lima tahun sudah booming, percepatan ekonomi sangat tinggi hingga saat ini sektor pariwisata menjadi sumber pendapatan daerah tertinggi. Dalam hal ini masyarakat juga banyak terlibat, sebagai pemandu wisata, membuka rumah makan dan menyewakan transportasi. Dari situ masyarakat jadi memiliki pemasukan sehingga tidak merambah hutan lagi. Jika Wakatobi dibungkus dengan taman nasional, Gunung Kidul melegalkan status pariwisatanya dengan payung geopark yang juga disetujui oleh UNESCO.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
91
92 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Keprihatinin muncul begitu kembali ke Jogja. Salah satu magnet Jogja adalah pariwisata, namun terkadang hanya dijadikan destinasi wisata hanya satu hari. Orang-orang biasanya ke Jogja dengan menyelesaikan perjalanan ke Borobudur, Prambanan, Keraton, Malioboro dalam satu hari. Berangkat dari situ, Cahyo ingin agar orang-orang datang ke Jojga tidak hanya untuk satu hari, tapi bisa sampai dua atau tiga hari. Akhirnya Cahyo menyulap Gunung Kidul untuk menarik wisatawan, sehingga para pelancong dapat menambah dua malam untuk menjelajah Gunung Kidul. Cave diving sebagai salah satu andalan Goa Kemblang
UNTUK TEMAN-TEMAN YANG BERGELUT DALAM BIDANG ARSITEKTUR Cahyo mengakui bahwa Ilmu arsitektur adalah ilmu yang spektakuler, buktinya banyak para pejabat dengan latar belakang arsitek yang memberikan hasil yang baik. Menggali potensi kota dari yang sudah ada menjadi lebih bagus. Belajar dari tidak ada menjadi ada, dari tanah kosong menjadi gedung. Ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Cahyo Alkantana untuk teman-teman mahasiswa yang masih bergelut dalam perjuangannya di arsitektur. “Yakinlah bahwa masa depan dari arsitektur itu masa depan yang cerah. Tidak harus di bidang konstruksi, tapi disemua lini apapun semua mengunakan ilmu arsitektur. Untuk serius dalam menyelesaikan kuliah dengan ide-ide out of the box dan menjadi leader, tidak hanya sebagai follower. Masih banyak lapangan pekerjaan lain yang butuh peran dari arsitek. Kemudian dengan mengembangkan kemampuan berorganisasi akan memberikan kemudahan di waktu mendatang dalam sosial dan networking.�
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
93
DESIGN [ WORLD WIDE ]
BANGKOK,
PINTU GERBANG PARIWISATA NEGARA GAJAH PUTIH Text by Maria Vika Photos by Anita Purnama Sari
Kompleks Kuil Wat Pho
Siapa yang tidak kenal dengan ibukota Negara Thailand ini? Ya, Bangkok (dalam nama resmi disebut Krung Thep Maha Nakhon) adalah kota terbesar sekaligus terpadat di Thailand. Disebut sebagai kota paling kosmopolitan di Asia (menurut wikitravel) dengan wajah dan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan ibukota pada umumnya; bangunan tinggi, lalu lintas padat, kemacetan, dan semarak kehidupan yang beragam. Siapapun yang pernah berkunjung ke Thailand, pasti hampir semua diantaranya pertama kali menginjakkan kaki di Kota Bangkok. Bagai pintu gerbang, Kota Bangkok memiliki hampir semua akses transportasi baik darat, udara, hingga air, termasuk diantaranya adalah bandara internasional.
Meskipun dibentuk dari sebuah pusat perdagangan kecil dan pelabuhan yang melayani Kerajaan Ayutthaya di tepi barat Sungai Chao Phraya, Kota Bangkok saat ini telah bertransformasi dan berkembang menjadi sebuah kota modern. Walaupun demikian, jauh di dalamnya Bangkok masih menyimpan harta karun dari sejarah kerajaannya. Dalam Bahasa Thailand, nama Bangkok tetap menunjukkan kepada kota tua di tepi barat sungai.
WORLD’S TOP TOURISM CITY Area tropis seluas 1.569 km2 ini, Kota Bangkok terbagi atas 50 distrik atau khet, yang masing-masing memiliki potensi dan pesonanya masing-masing.
94 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Pusat spiritual, pendidikan, politik, hingga komersial bagi para penduduk lokal maupun pendatang, serta pusat budaya, surga kuliner, dan gemerlap kota yang penuh warna bagi para wisatawan. Sehingga tidak heran, Bangkok menjadi hutan urban dimana pertumbuhan proyek-proyek kian pesat dan jumlah pendatang yang terus meningkat. Celah potensi yang dapat dilihat dan terus disikapi secara baik lewat pembenahan dan perkembangan oleh pemerintah maupun penduduk setempat, menjadikan Bangkok adalah salah satu tujuan wisata paling favorit di dunia. CNN mencatat,
Bangkok berada pada urutan kedua dalam “Top 20 World’s Top Cities for Tourism� dengan jumlah total kedatangan adalah 22,4 juta pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 23,6 juta pada tahun 2018. Jumlah ini bahkan mengalahkan Singapore, Jepang, hingga London. Angka tersebut sudah tidak mengherankan lagi, sebab Bangkok memiliki berbagai atraksi wisata dan keunikan yang menjadi daya tarik para wisatawan. Salah satu yang menjadi andalannya adalah wisata sejarah, sebab Bangkok memiliki peninggalan istana kerajaan yang
megah dan indah, juga berbagai kuil dengan desain arsitektur yang khas, menarik minat para turis untuk sekedar berfoto maupun mempelajarinya. Hal ini pulalah yang menjadikan Thailand mendapat julukan Negeri Seribu Pagoda. Selain berwisata sejarah, mayoritas wisatawan berlibur ke Bangkok untuk mendapatkan pengalaman berbelanja serta mencicipi kuliner dengan berbagai varian jenis dan harga. Mulai dari sekelas street food dan belanja tawar-menawar, hingga belanja sekelas fashion designer dunia dilanjut makan malam ala
dinner cruise semuanya ada di sini! Tidak hanya itu, Bangkok juga memiliki banyak kebudayaan yang tertuang dalam festival-festival maupun kebiasaan masyarakatnya yang melekat. Bagai kota yang tidak pernah tidur, Bangkok selalu ramai oleh lautan manusia dan hirukpikuk kendaraan, mulai dari pasar di pagi hari hingga kehidupan malamnya yang dinamis. Hal inilah yang kemudian yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk membuka peluang maupun mengembangkan sektor pariwisata di Bangkok.
Eksterior dan detail arsitektur dari kompleks Kuil Wat Pho di Bangkok, Thailand.
Suasana dan eksterior dari kompleks Kuil Wat Arun di Bangkok, Thailand.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
95
BELAJAR DARI BANGKOK Bagi yang pernah merasakan langsung berada di Bangkok, pasti akan setuju dengan berbagai pendapat tentang kesan pertama dan komentar terkait Bangkok seperti macet, panas yang menyengat, maupun padatnya manusia yang tidak jarang memberikan kesan kurang nyaman. Fakta-fakta tersebut memang kerap melekat pada setiap ibukota di negara belahan dunia manapun, termasuk di Jakarta, Indonesia. Terlepas dari komentar-komentar tersebut, sebaiknya kita perlu berkaca pada Bangkok, terlebih dalam sektor pariwisatanya. Selain dari data-data yang telah dipaparkan, Bangkok saat ini memang sudah selangkah lebih maju dibandingkan dengan Indonesia khususnya dalam urusan mengakomodasi semua kepadatan tersebut, mulai dari sektor transportasi hingga fasilitas lainnya. Di Bangkok, hal-hal tersebut sudah lebih teroganisir.
SEKTOR TRANSPORTASI Berwisata di Bangkok terbilang cukup mudah, sebab pemerintah sudah memberikan berbagai pilihan transportasi umum yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan dan budget penggunanya. Untuk transportasi tradisional, terdapat Tuk-Tuk, kendaraan roda tiga yang menyerupai bajaj atau bemo. Selain itu, juga terdapat angkutan modern seperti bus maupun taksi, mulai dari taksi motor, taksi mobil berargo, hingga taksi online yang kini kian digemari karena praktis dan efisien. Salah satu hal yang berbeda, Bangkok telah lebih dahulu memiliki sistem angkutan umum modern yang mampu mengangkut lebih banyak lagi penumpang seperti BTS Skytrain, MRT, dan Airport Rail Link. Selain itu, di Bangkok juga memanfaatkan potensi alaminya yaitu Chao Phraya sebagai salah satu alternatif lain untuk transportasi dengan kapal ataupun taksi sungai. Kemacetan menjadi sudah lebih teratasi. Masyarakat dan pengguna lainnya pun dapat secara langsung merasakan manfaatnya dengan berpindah tempat secara mudah, nyaman, aman, dan lebih tepat waktu. Kemudahan transportasi ini juga kemudian banyak dimanfaatkan wisatawan hingga agen-agen wisata dengan membuat paket wisata dengan transportasi, seperti Tuk-Tuk tours, Bike tours, Canal tours, dan lainnya. Terbukti, sektor transportasi memiliki pengaruh yang besar dalam bidang pariwisata.
96 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Suasana lalu lintas dan infrastruktur Kota Bangkok
Selain kemudahan transportasi, berwisata di Bangkok tidak akan sesulit yang dibayangkan. Walaupun kadang terhalang masalah bahasa yang berbeda, namun semua akomodasi berwisata sudah sangat lengkap di Bangkok. Mulai dari semua jenis dan kelas hotel yang memudahkan untuk menginap, hingga segala jenis makanan dapat dengan mudah ditemui di Bangkok. Hal lain yang dapat dipelajari dari Bangkok adalah keamanannya. Tingkat tindakan kriminal di Bangkok sangatlah rendah. Selain itu, para pengguna jalan juga berkendara dengan baik dan tertib. Bunyi klakson, kendaraan yang saling mendahului sembarangan hingga yang melanggar lampu apil sangat jarang dijumpai, tidak seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Berwisata maupun menetap di Bangkok pun menjadi terasa lebih aman.
SEKTOR AKOMODASI
Hal ini juga dirasakan bagi para penyandang disabilitas. Di Bangkok, hampir semua fasilitas penunjang telah ramah difabel, mulai dari banyaknya toilet umum khusus, juga telah tersedianya ramp pada jembatan penyeberangan dan trotoar, serta tempat duduk khusus pada transportasi umum. Selain itu, ada satu hal lagi yang dapat dipelajari dari Bangkok terkait kebersihannya. Meskipun memiliki kepadatan tinggi, namun kota ini terlihat jauh lebih bersih. Tidak tampak sampah berserakan di jalan maupun yang dibuang sembarangan di sungai. Hal ini juga dapat dirasakan di dalam transportasi umum maupun fasilitas seperti jalan dan taman, dimana sampah yang terlihat sangatlah minim. Artinya, telah ada kesadaran dari para masyarakat maupun turis yang datang serta bagi pemerintah maupun pengelola tempat untuk selalu menyediakan tempat sampah hampir di setiap sudut kota maupun di area tempat wisata. Dalam berbagai sisi, memang Indonesia memiliki banyak persamaan dengan Thailand. Masih dalam satu rumpun, berada dalam belahan benua yang sama, menyebabkan iklim, cuaca dan secara penampilan fisik personal, juga potensi alam hingga selera kulinernya memiliki banyak kemiripan. Namun, dalam segi tata fisik kota, khususnya dalam segi pariwisata, sepertinya kota-kota di Indonesia harus banyak berkaca dan mengambil sisi-sisi positif yang telah terlebih dahulu dikembangkan di Bangkok. Sehingga, potensi yang ada di Indonesia dapat dikembangkan dengan sebaik mungkin untuk memajukan dalam skala daerah maupun nasional. Keindahan Kota Bangkok dengan Sungai Chao Phraya sebagai salah satu potensi utamanya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
97
Pura Besakih, Bali
98 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
[GOLDEN SECTION] [ GOLDEN SECTION ]
ARCHITOURISM Text by Anita Purnama Sari & Alfian Ramadhani
Pertumbuhan pariwisata kota dialami baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Sejak 1960-an, pariwisata kota mulai meningkat dan secara konsisten menjadi salah satu faktor pertumbuhan tercepat dari perjalanan perekonomian negaranegara maju. Kedatangan transit internasional di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,4 juta pada tahun 2020 dan 1,8 miliar pada tahun 2030 (UNWTO, 2016).
Salah satu aspek kuat yang dapat menjadi branding suatu kota atau kawasan adalah citra atau karakteristik sebagai gambaran aspek fisik yang khas dan melekat pada kota yang dapat menciptakan representasi kota bagi penduduk maupun pengunjung. Dalam buku “Image of The City”, Kevin Lynch mengungkapkan ada lima elemen pembentuk image kota secara fisik, yaitu: path (jalur), edge (tepian), distric (kawasan), nodes (simpul) dan landmark (penanda). Kelima elemen ini dapat mewakili cita rasa suatu kawasan dan memberikan citra yang kuat terhadap kota. Elemen tersebut digunakan untuk membentuk mental map yang digunakan untuk memudahkan mengingat atau merekam elemen-elemen fisik suatu kota (Lynch, “The Image of The City”, 1960).
Pertumbuhan pariwisata kota tercermin dalam empat proses yang saling terkait: keberadaan wisatawan; keinginan oleh otoritas lokal atau perusahaan untuk menyambut wisatawan di wilayah mereka; penolakan pariwisata, seperti sikap negatif terhadap pariwisata; dan pandangan pariwisata dalam menafsirkan dunia (Stock, 2007).
Tidak dapat dipungkiri dalam pembentukan karakteristik suatu kota peran arsitek selalu melekat dalam proses pembentukannya, baik dari segi estetika maupun fungsi dari bangunan-bangunannya yang nantinya akan menjadi kesatuan yang akan menarik bagi penduduk kota tersebut ataupun wisatawan yang sedang berkunjung.
PARIWISATA X KOTA
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
99
PARIWISATA X ARSITEKTUR Pada era sekarang arsitektur juga telah mamasuki ranah pariwisata hal ini ditunjukan oleh Her Pramtama, mantan Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), mengungkapkan bahwa pemerintah telah menunjukkan keseriusannya mengelola sektor pariwisata. Keseriusan tersebut terbukti dengan adanya bidang khusus dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mengelola bidang desain dan arsitektur. Menurutnya, desain dan arsitektur berkaitan erat dengan sektor pariwisata. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ke-13, Mari Elka Pangestu, dalam sambutannya membuka Jakarta Architecture Triennale (JAT) 2012 dan Malam Penganugerahan IAI Jakarta Awards 2012. Mari Elka Pangestu mengungkapkan pentingnya arsitektur dalam sektor pariwisata. “Sektor pariwisata tidak mungkin berkembang tanpa karya arsitektur yang memiliki nilai kegunaan, kekuatan, keindahan, dan estetika,” ujar Mari. “Gedung atau ikon arsitektur juga bisa menjadi stand alone daya tarik wisata,” lanjutnya. Menurutnya ada tiga nilai yang dijadikan pedoman untuk mengarahkan arsitektur yang merupakan subsektor dari ekonomi kreatif, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup juga nilai tambah. Pertama, mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan tetap memperhatikan kondisi sosial budaya. Kedua, mendukung pengembangan karya arsitektur yang memperhatikan kondisi alam dan lingkungan di Indonesia. Ketiga, mengedepankan konservasi lingkungan melalui karya arsitektur yang mengembangkan konsep arsitektur hijau (green architect), ramah lingkungan dan efisien. Perkembangan sektor pariwisata melahirkan konsep pengembangan pariwisata yang membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam atau disebut dengan ekowisata. Ekowisata atau ecotourism menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu: keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat.
100 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Perkembangan ekowisata melahirkan alternatif pariwisata yang tujuannya beriringan dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Ekowisata secara berkelanjutan atau Sustainable Ecotourism memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu: ekonomi, masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. The International Ecotourism Society (2002), menyebutkan “Ecotourism is responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being of local people”. Dari definisi ini, ekowisata merupakan perjalanan wisata berbasis alam yang kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga keberadaan lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal di dalamnya harus dilestarikan. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003). Dalam penerapannya, sebuah objek wisata akan dikatakan berhasil jika telah memiliki 3A yaitu suatu parameter untuk menunjukkan sebuah objek wisata yang baik menurut Spillane (1994) dan Yoeti (1997). Menurut mereka, tercapainya sebuah industri wisata tergantung pada Attraction (atraksi), Accesbility (akses), dan Amenities (fasilitas). Ketika parameter tersebut telah tercapai, masih dibutuhkan sutatu inovasi agar terciptanya suatu industri wisata yang berkelanjutan. Dengan demikian, sektor wisata dapat disebut berkelanjutan apabila telah memiliki 3A+1I. Hal ini membuat arsitek berperan penting dalam pencapaianya parameter tersebut yang juga membranding suatu kawasan/ objek wisata. Sehingga arsitektur dan pariwisata merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Dalam buku “Image of The City”, citra kota pada umumnya dipengaruhi oleh lima elemen pembentuk citra fisik suatu kota yaitu: Path, edge, district, nodes, dan landmark. Kelima elemen tersebut akan membentuk suatu pental map yang akan memberi cita rasa akan citra dari kota tersebut, sehingga suatu
kota akan memiliki suatu citra yang berbeda-beda dengan kota lain dan memberikan memori yang berbeda-beda pula terhadap penduduk ataupun wisatawan. Suatu objek wisata akan terlihat kejelasan struktur visualnya dengan adanya suatu elemen fisik kawasan/objek yang bersifat ekspresif dan suportif. Elemen-elemen tersebut menurut Shirvani (1985) dapat diidentifikasi melalui keberadaan: a. Bentuk dan massa bangunan Menyangkut aspek fisik seperti ketinggian, besaran, gaya bangunan, skala dan proporsi, bahan, tekstur dan warna sehingga menghasilkan suatu fisik yang behubungan harmonis.
b. Aktifitas suport Keterkaitan antara fasilitas ruang dengan seluluh kegiatan yang menangkut peggunaan ruang yang bersifat saling mengisi dan saling melengkapi. Dengan begitu, suatu objek akan menghasikan suatu karakter visual. Menurut Rapoport (1977) karakteristik sosial budaya masyarakat melatarbelakangi karakter visual objek tersebut. Dalam konteks ini, karakteristik sosial budaya masyarakat akan mempengaruhi pembentukan karakteristik visual suatu kawasan, meski letak geografis yang sama, namun sosial budaya masyarakat yang berbeda akan membentuk suatu karakterisitik visual yang berbeda pula.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
101
PARIWISATA X MASA DEPAN Dalam city tourism and culture terdapat 3 produk yaitu heritage, heritage + art, heritage + art + creative industri yang terbagi dalam 4 sektor yaitu desa, kota, kota besar dan kota metropolis. Dalam jurnal “City Tourism and Culture�, ATLAS mendifinisikan bahwa pergerakan seseorang dalam mendapatkan pengalaman atraksi budaya dari sebuah kota di dalam satu negara yang berbeda dari tempat-tempat lain akan memperoleh pengalaman baru tentang budaya kota tersebut. Pada definisi kedua, yang lebih menekankan tentang operasional city tourism and culture adalah pergerakan seseorang yang lebih spesifik terhadap budaya, seni, heritage sebuah kota yang tidak mungkin dialaminya di tempat atau kota mereka sendiri.
Dalam penggambarannya terdapat 2 figure yang ATLAS gambarkan, yaitu : Gambar 1: sumbu vertikal sebagai parameter makna dan pengukuran terhadap sifat dari wisata dan jumlah pelaku wisata tersebut. Sumbu horizontal sebagai paramater dari industri wisata hubungan antara supply and demand
Gambar 2 : Lingkaran dalam (I) merupakan unsur utama dalam wisata budaya yang terbagi menjadi dua yaitu wisata warisan budaya dan wisata kesenian. Lingkaran luar (II) merupakan unsur sekunder yang terbagi menjadi dua elemen yaitu gaya hidup dan industri kreatif.
102 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Untuk mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai batas-batas kewajaran. Daya dukung ekowisata dipengaruhi faktor motivasi wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasinya. Daya dukung ekowisata tidak hanya terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspekaspek lain seperti: 1. Kapasitas ekologi yaitu kemampuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan; 2. Kapasitas fisik yaitu kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan; 3. Kapasitas sosial yaitu kemampuan daerah tujuan untuk menyerap pariwisata tanpa menimbulkan dampak negatif pada masyarakat lokal; 4. Kapasitas ekonomi yaitu kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal.
WORLD WIDE. Tiap tahun, Mastercard menyusun “Global Destination Cities Index� dengan memeringkat lebih dari 160 kota berdasarkan tingginya popularitas mereka di kalangan turis. Survei ini tidak hanya mendata jumlah pengunjung dan pengeluaran selama berwisata, tetapi juga memperkirakan ke mana orang akan berkunjung pada tahun berikutnya. Perusahaan baru saja merilis indeks terbarunya, dengan tempat-tempat di jalurnya menjadi 2018 kota yang paling banyak dikunjungi. Master Card telah menetapkan Bangkok, Thailand sebagai destinasi wisata terbaik nomor satu di dunia dalam hal jumlah wisatawan yaitu sekitar 21,47 juta per tahun mengungguli Kota London, Paris, Roma, Dubai, dan New York.
Drumm (2002) menyatakan pengembangan ekowisata harus:
bahwa
dalam
Memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; 2. Melibatkan stakeholders (perorangan, masyarakat, eco-tourists, tour operator dan institusi pemerintah maupun non pemerintah) dalam tahap perencanaan, pembangunan, penerapan dan pengawasan; 3. Menghormati budaya-budaya dan tradisi- tradisi lokal; 4. Menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para masyarakat lokal, stakeholders dan tour operator lokal; 5. Menghasilkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; 6. Mendidik para stakeholders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah wisatawan di Bangkok dapat dikategorikan menjadi faktor utama dan faktor pelengkap. Faktor utama mencakup tempat wisata, bisnis transportasi, bisnis penginapan, bisnis makanan dan restoran, dan bisnis wisata. Sedangkan faktor pelengkap mencakup bisnis cinderamata, bisnis konferensi, bisnis informasi, bisnis keselamatan dan Selama tiga tahun berturut-turut, layanan, dan penyediaan layanan Bangkok menjadi kota paling populer masuk dan keluar. Selain itu, faktor bagi para pelancong internasional. Hal lain yang tidak kalah penting adalah tersebut membuktikan bahwa Bangkok keselamatan wisatawan. Keselamatan memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dari kejahatan lokal seperti pencopet, menjadi tujuan wisata terbaik sekarang pemerkosaan, pembunuhan maupun dan di kemudian hari. Pencapaian itu dari krisis politik seperti protes dipengaruhi oleh beberapa hal, antara nasional atau aksi demonstrasi lain banyaknya situs bersejarah yang dengan kekerasan pada orang umum. menarik, jalanan dipenuhi kuliner lezat, atraksi budaya dan alam yang semuanya mudah diakses dan harganya terjangkau bagi wisatawan. Di Thailand, pariwisata telah dikembangkan dan diperluas secara terus menerus sebagai sumber utama pendapatan devisa bagi perekonomian negara. Pariwisata tidak hanya membantu memperluas ekonomi dan pekerjaan, tetapi juga pertumbuhan infrastruktur. Ketika terjadi resesi ekonomi, salah satu solusi terbaik untuk menyembuhkannya yaitu promosi pariwisata sebagai solusi strategis yang berkelanjutan.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
103
BAGAIMANA PENERAPANNYA DI INDONESIA? Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III 2018 di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, sebagai upaya meningkatkan sinergisitas antara Pusat dan Daerah dalam rangka percepatan pembangunan kepariwisataan naional untuk mewujudkan tercapainya target pariwisata 2019, yaitu 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia. Menpar Arief Yahya menjelaskan, Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai sektor andalan yang harus didukung oleh semua sektor lain, terutama sektor infrastruktur dan transportasi, dalam mempercepat tercapainya target pariwisata 2019. “Sektor pariwisata Indonesia yang sangat menjanjikan. Sektor ini
menjadi core business Indonesia. Pariwisata menjadi penyumbang PDB, devisa, serta lapangan kerja paling besar dan mudah dan cepat,” ujar Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani, Sabtu 22 September 2018. “Sektor pariwisata Indonesia sendiri diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto sebesar 15% di tahun 2019 yang artinya, menghasilkan sekitar Rp 280 triliun bagi devisa negara serta dapat menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019. Lebih jauh, sektor pariwisata diyakini mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih tersebar di seluruh negeri ini,” imbuhnya. Menpar Arief Yahya menjelaskan
104 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
destination branding dan integrated marketing communication plan pada 10 destinasi yang siap dipromosikan sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisman. Kesepuluh destinasi yang dimaksud adalah Medan; Great Kepri; Great Jakarta; Bandung; Yogyakarta, Solo, Semarang (Joglosemar); Banyuwangi; Great Bali; Lombok; Makassar; dan Bunaken, Wakatobi, Raja Ampat. Pembangunan dilakukan dengan melibatkan multi-disiplin ilmu yang berbeda sebagai suatu tim untuk saling bekerjasama, semua pembangunan Banyuwangi menerapkan konsep green building dengan prinsip berkelanjutan, highlight 55 destinasi wisata dengan tetap memperhatikan daya dukung wilayahnya.
Berdasarkan penelitian Leechai Panyawongkam (2010) tentang pariwisata, melestarikan dan mempertahankan tujuan wisata dalam nilai yang tepat merupakan hal yang penting untuk menarik lebih banyak wisatawan di masa mendatang. Pengembangan pariwisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yaitu ekowisata yang berkelanjutan (sutainable ecotourism).
SUMBER DAN REFERENSI Albert Postma, Dorina-Maria Buda, Katharina Gugerell. 2017. The future of city tourism. Journal of Tourism Futures Vol. 3 Issue: 2, pp.95-101 European Travel Commission Research Group. 2005. City Tourism & Culture - The European Experience. Madrid: World Tourism Organization. Koolrojanapat, Siravit. 2016. An Enhancement Of International Tourists To Bangkok, Thailand: Influence Factors. Thailand: Academics World 52nd International Conference, Los Angeles, USA. Kementrian Pariwisata Republik Indonesia. 2016. Siaran Pers Rakornas Kepariwisataan ke-II “Sinergi Pusat dan Daerah Menuju 12 Juta Wisman dan 260 Juta Wisnus Tahun 2016”. Diambil dari: http://www. kemenpar.go.id/asp/detil.asp?id=3150 (5 Januari 2019) Kompas.com. 2012. Memperkuat “Perjodohan” Arsitektur dan Pariwisata. Diambil dari: https://properti. kompas.com/read/2012/10/22/11432443/memperkuat.quotperjodohanquot.arsitektur.dan.pariwisata (4Januari 2019). Morton, Caitlin. 2018. The 10 Most Popular Cities of 2018. Diambil dari: https://www.cntraveler.com/ galleries/2015-06-03/the-10-most-visited-cities-of-2015-london-bangkok-new-york (4 Januari 2019). O’Hare, Maureen. 2018. Most visited: World’s top cities for tourism. Diambil dari: https://edition.cnn.com/ travel/article/most-visited-cities-euromonitor-2018/index.html (4 September 2019) Yadika, Bawono. 2018. Genjot Pariwisata, Menpar Targetkan 20 Juta Turis Asing pada 2019. Diambil dari: https://www.liputan6.com/bisnis/read/3652709/genjot-pariwisata-menpar-targetkan-20-juta-turis-asingpada-2019 (5 Januari 2019). Yustiana, Kurnia. 2018. 3 Program Utama Kemenpar untuk Capai Target Kunjungan Turis di 2019. Diambil dari: https://travel.detik.com/travel-news/d-3470135/3-program-utama-kemenpar-untuk-capai-targetkunjungan-turis-di-2019 (5 Januari 2019).
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
105
POINT [ ARCHITECTURAL EVENT ]
YOGYAKARTA YOUNG ARCHITECTS FORUM Text by Skolastika Gadis
MEETING MARATHON#7 Photo by Romanus Elshadai
Sudah kali ke-tujuh Meeting Marathon yang diprakarsai oleh YYAF (Young Yogyakarta Architects Forum) diadakan. Meeting Marathon ini sendiri merupakan salah satu wadah untuk berbagi dan bertukar pikiran mengenai isu-isu yang sedang mereka hadapi di dunia arsitektur. Masih sama seperti periode sebelumnya, forum yang diadakan pada tanggal 18 Januari 2018 lalu bertempat di Hotel SwissBell-Boutique di Jalan Sudirman Yogyakarta. Meeting Marathon #7 secara khusus mengangkat topik “Scale and Proportion�. Kedua hal ini merupakan masalah dasar karena akan berpengaruh langsung pada visual yang tercipta. Dalam memperdalam isu ini, YYAF mengundang pula dua arsitek profesional sebagai pembicara yaitu Wiyoga Nurdiansyah (Wiyoga Nurdiansyah Architect) dari Jakarta dan Adikritz (RDMA Architect) dari
Bandung. Pemilihan kedua arsitek ini didasarkan pada latar belakangnya yang merupakan alumni brio andramatin, sehingga mempunyai karakter tersendiri dalam desainnya. Selain itu, melihat juga bagaimana Andra Matin membagi ilmunya dan pada akhirnya dikembangkan. Sesi pertama diawali Adikritz dengan membawa tiga karyanya yang mendukung, yaitu: Melting Fengshui, Catchy Ring dan Drums Habitat. Karya pertama berkaitan tentang fengshui, dan bagaimana aturan-aturan dalam fengshui berpengaruh pada bangunan seperti zonasi ruang. Proporsi dalam karyanya juga dipengaruhi oleh hirarki yang tercipta juga permainan elevasi bangunan. Angka-angka yang dipilih dalam menentukan ukuran di setiap karyanya selalu berkisar di kelipatan tiga. Selain menjadi kekhasannya dalam mendesain, angka ini juga didasarkan pada pertimbangan material yang beredar di pasar. Karya terakhir adalah hotel tabung, dengan menggabungkan
106 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
fengshui serta memaksimalkan potensi tapak dan material yang ada. Berikutnya sesi dilanjutkan oleh Wiyoga Nurdiansyah, menjelaskan tentang bagaimana proses desainnya dilakukan. Proses desain yang ada antara lain, reduction, tropical reform, urban module, capturing, serta organic parametric. Masing-masing proses berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dihadapi. Reduction muncul karena adanya masalah budget pada suatu desain. Penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan melakukan eksplorasi, terhadap material dan juga lahan. Proses desain selanjutnya yang ia tekankan ialah capturing, tentang bagaimana tapak dapat menjadi potensi di suatu desain. Selain itu, Wiyoga juga menceritakan pengalamannya dalam mendesain panggung untuk konser penyanyi Tulus. Penekanan pada skala dan proporsi juga diterapkan pada proyek ini. Bagaimana proporsi ruangan yang diatur dengan permainan elevasi dan ukuran ruang akan memengaruhi kesan tercipta bagi artis itu sendiri. Sesuai dengan tujuan forum ini, sesi ditutup dengan tanya jawab. Sesi ini membebaskan partisipan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat mereka terkait topik yang diangkat ataupun mengenai presentasi dari kedua pembicara. Pada akhirnya manusia harus bertanggung jawab untuk ikut menjaga bumi. Sebagai arsitek pun demikian, upaya yang dapat dilakukan adalah penerapan skala dan proporsi yang baik.
POINT [ ARCHITECTURAL EVENT ]
Pesan Dari Dua Negara Untuk Anak Muda Kembali Menghidupkan Desa Text and Photos by Brigita Murti
ICVR #3 ICVR (International Converence Village Revitalitation) merupakan acara dua tahunan mengenai revitalisasi desa. Diselenggarakan di suatu desa dengan melibatkan warga lokal dan menjunjung nilai-nilai lokalitas, yang sederhana dan tidak berlebihan, serta kemandirian (tidak bergantung dengan material-material atau segala sesuatu dari luar). ICVR hadir sebagai forum orang-orang yang peduli pada desa dan prihatin terhadap isu revitalisasi desa. Di acara ini terdapat seminar, workshop, pameran dan ekskursi. Pameran dan ekskursi bertempat di di rumah-rumah warga yang digunakan untuk homestay ICVR. Sebelumnya ICVR #1 dilaksanakan di Desa Caruban, Temanggung, Jawa Tengah, dan ICVR #2 di Ato, Yamaguchi, Jepang. Prinsip penyelenggaraannya bergantian di Indonesia dan Jepang karena kedua negara ini memiliki fenomena yang serupa, yaitu sudah tidak adanya anak muda di desa sehingga banyak sekolah ditutup. Atas dasar ini, ICVR memilih desadesa yang ada di Indonesia dan Jepang sebagai tempat pelaksanaannya. Pemiihan tempat juga tidak melulu bambu, melainkan memungkinkan sekali di suatu desa dengan potensi lain yang dimiliki, mengembangkan desa sesuai dengan konteks dan potensi desa tersebut. Lokasi ICVR #3 dan Pasar Papringan yang bersamaan di Dusun
Ngadiprono kemudian mencetuskan ide pemberian fasilitas penginapan (homestay). Pengembangan homestay diharapkan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tempat tinggal dan lingkungan masyarakat setempat, serta aspek kehidupan sosial budaya, lingkungan, adat, arsitektur dan perencanaan tata ruang desa. Mengangkat judul “COOLABORATION� ICVR #3 ingin memberikan semangat kolaborasi, dimana saat ini sudah bukan masa untuk berjalan sendirisendiri. Kegiatannya mencakup Seminar, Workshop, Ekskursi, Homestay, Pertunjukan Sendratari, dan Exhibition. Pembicara lokal dan internasional diundang sebagai pembicara seminar tentang revitalisasi desa. Dua lokakarya digelar dengan tema Pendidikan Kontekstual dan Kewirausahaan Sosial dengan pelatihan langsung dibantu oleh para ahli. Ada juga kegiatan Jelajah Tambajutara, Tambajutara adalah akronim dari Taman Bambu Jalan Trasah, nama yang mewakili kegiatan menggabungkan keindahan taman bambu dan jalur batu. Tambajatura diharapkan menjadi ruang publik baru melalui penanaman desain lansekap kolaboratif yang baik. Di hari terakhir ICVR #3, peserta mengunjungi Pasar Papringan dan menggelar pameran yang berisi serangkaian pengembangan proyek revitalisasi desa yang diprakarsai oleh Spedagi dan Proyek PraKonferensi ICVR # 3 (PPK)
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
107
Pameran Seni Kontemporer
ARCHITECTURE ABBC
CELEBRATION OF THE FUTURE Text by Skolastika Gadis Photos by Bezaliel Tera
Pameran Rutin Seni dan Pulau Bali merupakan dua hal yang saling berkaitan. Selain seni tradisional, seni kontemporer pun berkembang cukup pesat di Bali dan mendapat apresiasi serta respon positif. Pameran seni kontemporer bertajuk “Celebration of the Future” atau “Selamatan Masa Depan”. Pameran ini berlangsung pada tanggal 15 Desember 2018 - 15 Januari 2019 sekaligus menjadi wadah bagi
para seniman untuk mengekspresikan ide mereka terhadap isu tersebut dan bertempat di gedung Art Bali, Bali Collection. Pameran ini melibatkan 47 seniman dengan 20-30% adalah seniman lokal Bali. Koleksi karya seni kontemporer yang dipamerkan berupa lukisan, instalasi, patung dan obyek; yang mengekspresikan “masa depan” dari setiap seniman tersebut. Masih seperti pameran sebelumnya, “Beyond the Myth”, pameran ini juga diselenggarakan HPAM. Meskipun begitu terdapat perbedaan koleksi pada pameran ini, yaitu lebih didominasi oleh lukisan yang berukuran besar. Sebelum memasuki ruang pameran, para pengunjung akan disambut dengan teks kuratorial dari Rifky Effendy dan Ignatia Nilu selaku kurator pameran ini dan memberi pandangan mengenai “masa depan” tersebut.
108 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
POINT [ ARCHITECTURAL EVENT ]
“Masa depan adalah suatu kredo manusia dan peradaban melangkah ke depan, bagaimanapun samar dan selalu tak pasti, “masa depan” selalu menjadi tujuan kolektif setiap masyarakat atau bangsa.” Terletak di Kawasan ITDC Nusa Dua ini dibuka dari pukul 10.00 – 22.00 WITA setiap harinya. Biaya yang diperlukan untuk masuk ialah Rp 50.000,00. Setiap hari Minggu terdapat potongan harga untuk pelajar dan mahasiswa dengan menunjukkan kartu pelajar atau kartu tanda mahasiswa saat membeli tiket. Keramaian pada pameran ini berlangsung setiap akhir pekan dengan pengunjung lokal sampai internasional. Ke depannya pameran serupa akan dapat terus dilakukan rutin setiap bulannya dengan tema-tema yang lebih beragam. Pameran ini disambut oleh banyak penikmat seni serta mendapat respon
yang positif dari tiap pengunjungnya. Redaksi Arçaka juga meminta pendapat salah satu pengunjung pameran ini. “Bagus, koleksinya juga bagus. Harganya sesuai untuk koleksi yang seperti ini,” pendapat Dita (19 tahun, mahasiswa, asal Ungasan, Bali), salah satu pengunjung Art Bali. Dengan antusias yang besar seperti saat ini, tampaknya sebuah pameran sejenis akan menjadi sebuah atraksi wisata tersendiri. Secara tidak langsung kehadirannya di suatu kota juga akan menjadikannya sebagai destinasi wisata baru. Konsep wisata dan seni inilah yang membuatnya berbeda dengan wisata lainnya sehingga akan mampu bersaing dengan jenis wisata lainnya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
109
POINT [ ARCHITECTURAL EVENT ]
TEMU KARYA ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR INDONESIA TKI-MAI XXXIV PALU, SULAWESI TENGAH Text by Maria Vika Wirastri Photos by Maria Vika Wirastri & Instagram @tkimai34sulteng
SALAM NUSANTARA Temu Karya Ilmiah Mahasiswa Arsitektur Indonesia atau yang biasa disingkat TKIMAI merupakan sebuah event momentual tahunan sekaligus sebuah wadah serta forum bagi Mahasiswa Arsitektur se-Indonesia untuk menjalin komunikasi, berdiskusi, bertukar pikiran, ide, gagasan, juga untuk mengembangkan potensi dan kreativitas, serta memperluas wawasan dalam berarsitektur. Tidak hanya itu, acara yang sudah dimulai sejak tahun 1982 ini juga mengajak para mahasiswa arsitektur untuk memberikan sumbangsih pemikiran maupun solusi serta implementasi hasil dan eksplorasi keilmuannya bagi daerahdaerah setempat dalam ruang lingkup arsitektur. Acara terbesar Mahasiswa Arsitektur Indonesia (MAI) ini sebagai upaya mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta dalam upaya menjaga rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan tanggung jawab, serta keseimbangan kualitas mahasiswa arsitektur
dari Sabang hingga Merauke yang tersebar dari berbagai institusi atau perguruan tinggi, yang kemudian terbagi dalam 20 Badan Pekerja Rayon (BPR) di setiap propinsi atau wilayah bagian di seluruh Indonesia. Sehingga tidak menutup kemungkinan, acara ini juga menjadi media studi banding antar MAI demi kemajuan arsitektur Indonesia. Mereka berkumpul untuk mengikuti serangkaian kegiatan yang terdiri dari opening ceremony, seminar nasional, diskusi ilmiah, pengabdian masyarakat, sayembara nasional, workshop, study architecture, talkshow, pameran, forum komunikasi dan ditutup pada acara closing ceremony. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun dengan tuan rumah dan tema atau konsep yang berbedabeda. Tidak hanya untuk para mahasiswa arsitektur saja, TKIMAI juga diharapkan dapat menjadi kolaborasi antara mereka dengan masyarakat umum setempat, pemerintah, pihak akademisi dan juga praktisi arsitektur.
Opening ceremony dan diskusi ilmah, dua kegiatan dalam serangkaian acara TKIMAI. Sumber: Instagram @tkimai34sulteng
110 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ARCHIPELAGO Pada kesempatan tahun 2018 ini, TKIMAI dilaksanakan di Sulawesi Tengah dengan tuan rumahnya yakni BPR X. Menjadi yang ke-34, TKIMAI kali ini menawarkan tema utama yaitu “Archipelago”, yang berarti lautan terpenting. Konsep tema ini mengandung makna bahwa Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau beserta penghuninya, pasti memiliki nilai-nilai dan tradisi yang berbeda, termasuk dalam dunia arsitektur yang kemudian kita sebut arsitektur nusantara. Keberagaman ini merupakan identitas sekaligus budaya asli kita, sehingga penggunaan tema ARCHIPELAGO diharapkan dapat menjadi cerminan maupun tujuan yang dapat dicapai dalam TKIMAI 34, dimana seluruh mahasiswa arsitektur dapat bersamasama menjaga keberagaman dan kekayaan yang ada bagai lautan terpenting yang menjadi unsur penghubung pulau-pulau, bukan sebagai unsur pemisah. Dengan begitu, keberagaman dapat menjadi pemersatu melalui TKIMAI sebagai salah satu sarananya. Menyikapi tema tersebut, TKIMAI 34 yang telah dilaksanakan sejak Minggu, 26 Agustus hingga 3
September 2018 ini terbilang sukses. Sebanyak 250 panitia dari Universitas Tompotika Luwuk, Universitas Modako Toli-toli, dan Universitas Tadulako Palu telah berproses bersama untuk Sulawesi Tengah hingga akhirnya dapat menjadi tuan rumah bagi kurang lebih 700 orang peserta dari seluruh Indonesia. Tidak hanya melibatkan mahasiswa arsitektur saja, TKIMAI 34 juga telah berhasil melibatkan pihak-pihak luar seperti masyarakat, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sulteng, IAI Nasional, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, serta Ikatan Alumni mendukung penuh jalannya kegiatan ini mulai dari persiapan hingga hari pelaksanaan, baik secara finansial maupun kebijakan juga tambahan ide dan gagasan. Sejumlah kegiatan dalam TKIMAI 34 dilaksanakan di 4 tempat berbeda yakni Kota Palu, Desa Doda Kabupaten Poso, Desa Jaya Bakti Kabupaten Banggai dan Desa Kabalutan Kecamatan Talatako Kepulauan Togean. Setiap peserta harus mengikuti beberapa kegiatan wajib ditambah paket kegiatan yang dapat mereka pilih sesuai minat mereka.
“Sangat menyenangkan bisa mendapat keluarga baru, teman-teman mahasiswa arsitektur se-Indonesia. Bisa saling bersilaturahmi dan bertukar ilmu mengenai arsitektur maupun perkembangan jaman.“ ujar Adi, salah satu mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang menjadi peserta TKIMAI 34.
PALU BERDUKA Belum genap sebulan pasca kegiatan TKIMAI 34, berita duka datang dari Sulawesi Tengah, tepatnya Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Gempa bumi dan tsunami yang menerpa tidak hanya memakan banyak korban jiwa, namun juga menyebabkan kehilangan bagi teman-teman khususnya dari Rayon X selaku panitia kegiatan. Seperti layaknya teman dan saudara, duka ini pun juga ikut dirasakan oleh mahasiswa arsitektur di Indonesia lainnya, khususnya yang menjadi peserta pada TKIMAI 34 lalu. Bagaimana tidak, Palu sudah bagaikan rumah baru bagi mereka. Dan kini, hampir tidak ada apapun yang tersisa kecuali material bangunan rusak yang ditarik kembali oleh ombak Tsunami. Salah satu venue yang terparah bahkan tidak tersisa adalah Refans Cafe, sebuah resto
dengan nuansa tepi pantai, yang merupakan tempat diadakannya closing ceremony TKIMAI 34. Tidak perlu menunggu lama, inisiatif dan bantuan-bantuan langsung berdatangan dari MAI rayon-rayon lain. Mulai dari bantuan logistik dan finansial, hingga beberapa delegasi bahkan turut hadir langsung di lokasi bencana untuk memberikan bantuan. Semua sudah tertangani, baik dari bantuan tersebut maupun dari pemerintah, sehingga pembangunan sudah mulai bisa dilakukan kembali. Oetman Lawryan Morangki, selaku sekretaris TKIMAI 34 mewakili seluruh panitia maupun mahasiswa arsitektur di Sulawesi Tengah mengucapkan banyak terima kasih terhadap segala bantuan serta perhatian dari teman-teman MAI.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
111
Proses pembangunan kembali yang dilakukan BPR X Sulteng bersama dengan warga.
Bantuan dari para mahasiswa arsitektur Indonesia yang diberikan langsung kepada korban bencana melalui Posko MAI Peduli. Sumber: Instagram @tkimai34sulteng (https://www.instagram.com/p/BoqdMmFrWD/)
Seperti telah disebutkan, Kota Yogyakarta dibawah BPR IV Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Paguyuban Mahasiswa Arsitektur Yogyakarta (PAMIY), akan menjadi tuan rumah untuk TKIMAI yang ke-35 pada 28 Juli hingga 10 Agustus 2019 mendatang. Hal ini merupakan sebuah capaian dan output dari hasil diskusi bersama dalam Forum Komunikasi di TKIMAI 33 Jakarta dan 34 Palu. Keseriusan dalam menjadi tuan rumah pun sangat terlihat, dimana setidaknya telah terpilih 380 panitia dari total 9 universitas maupun akademi teknik arsitektur di DIY yang telah bersama-sama berproses untuk menyukseskan acara ini. Mengangkat tema “Wajah Kota�, TKIMAI 35 Yogyakarta memiliki tujuan utama yakni untuk menggali potensi autentik yang ada pada tiap kota (khususnya Kota Yogyakarta), agar semua peserta memahami pentingnya menjaga, melestarikan, dan mengembangkan potensi yang ada di daerah mereka agar tidak sekedar meniru konsep-konsep yang ada di negara lainnya. Hoseo Viadolorosa selaku ketua acara ini menambahkan, TKIMAI 35 Yogyakarta akan menarik untuk diikuti oleh para mahasiswa arsitektur di seluruh Indonesia karena konsepnya yang sedikit berbeda dimana karakter akan lebih ditekankan, untuk itu pengabdian masyarakat akan diadakan selama 2 minggu dan bisa diikuti oleh seluruh peserta. Selain itu, masih ada konsep closing ceremony sebagai penutup yang akan terasa luar biasa karena diadakan di salah satu tempat wisata di Yogyakarta yang sangat terkenal dan indah.
Menuju TKIMAI 35 Yogyakarta
112 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
POINT [ ART SPACE ]
Composition City
by Bernadetta Septarini ARS 16
Pasar Beringharjo by William Susanto ARS 18
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
113
POINT [ ART SPACE ]
churcHUB of Fellowship by Alvian Imantaka ARS 13
114 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Lobby by Alvian Imantaka ARS 13
Kids Hallway by Alvian Imantaka ARS 13
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
115
STUDENT WORKS [ COMPETITION ]
116 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
117
118 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
119
1st Winner Sayembara EXPORIVM 2018
“SPACETACULAR”
CHRISTIAN TJAHJA ARS’ 16
boo-cun.
J NENG
HANDREAN CANDRA ARS’ 16
Boocun merupakan gabungan dari kata “Bucun” dan “Bamboo”. Bucun berasal dari bahasa Bali yang berarti pojok (karena site berada di pojok pertigaan). Bamboo mengintepretasikan bahwa hampir seluruh bangunan menggunakan material bambu.
Latar Belakang Pulau Bali dinobatkan sebagai destinasi terbaik di dunia oleh TripAdvisor pada 2017. Di Indonesia, Bali menjadi tujuan destinasi nomor 1 bagi wisatawan mancanegara. Bali tidak hanya terkenal akan keindahan alam dan kulinernya tetapi juga karena tradisi kebudayaan yang unik. Keberagaman budaya ini tersebar di 8 Kabupaten dan 1 Kota Madya di Pulau Bali. Namun, hanya Denpasar, Badung, dan Gianyar (Bali Selatan) yang ramai akan wisatawan sehingga pertumbuhan ekonomi di Bali tidak merata. Banyaknya wisatawan asing yang datang juga membawa dampak positif dan negatif.
120 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
I MADE LAKSANA MATRA.K ARS’ 16
Jineng merupakan bangunan tradisional Bali yang menggunakan konsep Tri Angga, yakni yang terdiri dari kepala (utama), badan (madya), dan kaki (nista). Terdiri dari Tempat berdiskusi di lantai 1 dan tempat menyimpan barang berharga seperti alat keperluan upacara dan hasil panen di lt 2. Saat ini jineng sudah sangat jarang ditemukan di bali.
STUDENT WORKS [ COMPETITION ]
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
121
122 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
123
124 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
125
[ TECHNOLOGY & INNOVATION ]
RAIN WATER HARVESTING Text by Alfian Ramadhani Photos courtesy rainwaterharvesting.org and google images
meningkatnya populasi manusia, tidak meratanya distribusi air, Air merupakan salah satu kebutuhan terpenting bagi kehidupan terlebih untuk manusia. Dalam survey yang dilakukan oleh Direktorat mengembangan air minum, PT. Cipta karya pada tahun 2006 setiap orang di Indonesia membutuhkan setidaknya 144 liter perhari dari jumlah tersebut setidaknya ada 65 liter pemakaian untuk mandi atau 45% dari total pemakaian air bersih. Walaupun jumlah air di bumi yang tersedia sangat banyak namun jumlah air bersih yang tersedia tidak lah sebanding dengan permintaan yang ada sehingga masih banyak orang menderita kekurangan air bersih. Kekurangan air dipicu meningkatnya jumlah permintaan yang sebanding dengan
126 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
meningkatnya polusi air, dan pemakaian air yang tidak efisien seperti yang di sebutkan Chiras (2009). Chao-Sien Liaw & Yao-Lung Tsa (2004) menyebutkan memanen air hujan merupakan alternatif sumber air yang sudah dilakukan selama berabad-abad di berbagai negara yang memiliki masalah kekurangan air. Air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk multi tujuan seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi, dan bahkan dapat digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan (Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008; Worm, Janette & van Hattum, Tim, 2006).
Untuk mendesain kapasitas tanki yang optimun beberapa
Manfaat RWH yang didapat di dalam bangunan komersial
parameter yang di perhitungkan sebagai berikut:
membuat penggunaan air menjadi efisien. Pemanenan air hujan
1.) Ukuran area untuk daerah resapan
adalah bagian penting dalam menentukan keramahan lingkungan
2.) Intesitas air hujan
bangunan. Sistem pemanenan air hujan memungkinkan menjadi
3.) Tingkat pengisian rata-rata dalam suatu site
sumber cadangan air, sebagai konservasi dan digunakanya kembali air hujan yang tertimbun sehingga dapat memberikan potensi yang signifikan untuk memberikan manfaat lingkungan serta ekonomis.
Kapasitas tangki harus cukup untuk menampung debit air dari
Manfaat RWH untuk bangunan komersial yaitu: 1. Mengurangi pasokan air induk sebesar 40-50%
intensitas hujan tertinggi. Perbandingan tingkat rata-rata pengisian
2. Mengurangi limpasan dan dampak yang berbahaya
ulang dengan debit air yang masuk merupakan faktor yang penting.
3. RWH mempromosikan konservasi air dan energi
Dalam perhitungannya dapat di asumsikan dengan kapasitas tangki
4. Sistem ini mudah dipasang, dioperasikan, dan dipelihara
isi ulang didesain untuk menampung debit air dari sedikitnya 15
5. Dapat digunakan untuk beberapa tujuan non-minum
menit debit air yang masuk saat intesitas hujan yang tertinggi.
6. Sustainable enviroment
(Untuk Pulau Jawa, intesitas curah hujan 20 mm dan 50 mm untuk
7. Dapat memenuhi permintaan kebutuhan air bersih
yang terkategori hujan sangat deras (berdasarkan frekuensi1981-2010
8. Ekonomis
tahun)). Terkait akan pariwisata, air bersih merupakan kebutuhan primer yang amatlah penting. Para wisatawan baik lokal maupun interlokal Untuk area 100 m2. volume tanki yang dibutuhkan untuk Pulau Jawa = 100 x 0.020 x 0.85 = 1,7 m3 (1,7 liter)
membutuhkannya untuk keperluan sehari-hari untuk diminum, mandi, dsb. Oleh karena itu peran arsitek untuk mulai menerapkan bangunan dengan rain water harvesting sangat dibutuhkan selain sebagai penyedia cadangan kebutuhan air bersih konsep ini juga mendukung suatu bangunan yang dapat berkelanjutan dengan lingkungan.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
127
SITUS WARUNG BOTO
“SEMPAT DILUPAKAN, KINI DIKEMBANGKAN” Text By: Bryan Dharmanta Photos By: Romualdus Romy
T
empat apa yang pertama kali terlintas di benak kita jika kita mendengar kata “Yogyakarta”? Kebanyakan orang tentu saja akan menyebut tempat-tempat seperti, Malioboro, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Candi Borobudur yang bahkan tidak berlokasi di Yogyakarta pun tak luput dari itinerary para turis ketika berkunjung ke kota wisata ini. Yogyakarta dapat kita ibaratkan sebagai tambang emas yang belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan potensinya. Banyak sekali tempat-tempat wisata yang terlupakan bahkan bagi penduduk lokalnya sendiri salah satunya adalah Situs Warungboto. Pada masa kejayaan Keraton Yogyakarta, banyak tempat-tempat khusus yang dibangun dan digunakan sebagai tempat istirahat bagi raja dan ratu yang dikenal sebagai pesanggrahan. Pesanggrahan ini dilengkapi dengan fasilitas kolam pemandian, secara namanya sendiri pesanggrahan berarti pemandian. Banyak pesanggrahan yang dibuat dan salah satunya adalah Situs Warungboto yang dahulu dikenal dengan sebutan Pesanggrahan Rejawinangun. Berdiri pada tahun 1785, ketika itu Sultan Hamengkubowono II masih bergelar sebagai seorang putra mahkota. Sebelum masa renovasinya setelah terkena dampak dari gempa pada tahun 2006, tempat ini digunakan sebagai guesthouse untuk menjamu tamu-tamu kerajaan.
GEMPA 27 NOVEMBER 2006 & BPCB 27 November 2006 menjadi tanggal duka bagi warga Yogyakarta, gempa berkekuatan 6.2 SR menurut United States Geological Survey yang berdurasi 57 detik itu telah berhasil merusak banyak properti daerah. Banyak perumahan, pertokoan, dan obyek wisata yang hancur dibuatnya, salah satunya adalah Situs Warungboto. Sejak saat itu, kondisi situs ini menjadi sangat memprihatinkan, banyak reruntuhan dan puing-puing,
dinding ditumbuhi tumbuhan liar. Tempat yang pada zamannya digunakan untuk kepentingan petinggi daerah telah dilupakan dan terbengkalai dan akan rusak dimakan zaman. Badan Pelestarian Cagar Budaya atau BPCB menanggapi hal ini dan mengupayakan usaha untuk memperbaik kawasan lingkungan ini agar pulih seperti sediakala dan proses renovasi selesai pada tahun
128 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
2016. Sejak saat itu, banyak turis dan masyarakat lokal yang mulai berkunjung kembali ke tempat ini. Selain itu, ada beberapa renovasi yang terjadi pada saat itu, renovasi pada tahun 2009 bertujuan untuk melakukan pemugaran di beberapa pendopo, lalu pada tahun 2016 dilakukan renovasi kembali untuk melakukan pemugaran di bagian tengah bangunan kolam, bangunan bertingkat yang ada di sisi selatan, barat, dan area pagar.
AJANGSANA [ JEJAK ARSITEKTUR ]
Tempat bersejarah yang pernah menjadi tempat persinggahan bagi raja dan ratu sempat hilang dari pikiran warga Yogyakarta dan rusak terkena bencana alam. Warungboto kini di restorasi dan hadir kembali sebagai wisata sejarah yang wajib di kunjungi dikarenakan keunikannya dan keindahan arsitekturalnya“
POPULER KEMBALI Salah satu penyebab kembalinya aktivitas pengunjung di Situs Warungboto ini dikarenakan pernah dipakai sebagai tempat bagi pasangan Kahiyang Ayu putri dari Presiden RI, Joko Widodo mengadakan pemotretan pra nikah bersama calon suaminya, Bobby Nasution. Pengaruh dari orang-orang yang memiliki nama dan cepatnya berita yang tersebar juga membuat masyarakat menjadi penasaran dan ingin mengunjungi tempat ini, pasalnya, mereka ingin tahu juga apa daya tarik tempat ini sehingga digunakan sebagai tempat pemotretan pernikahan.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
129
Pesanggrahan Rejawinangun terletak di perbatasan antara Kabupaten Rejawinangun, Kecamatan Kotagede dan Desa Warungboto, Kecamatan Umbulharja, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan saat ini sisa-sisa bangunan Pesanggrahan Rejawinangun hanya dikenal dengan nama Umbul “Warung Bata�. Pesanggrahan Rejawinangun berbatasan langsung dengan penduduk lokal di utara dan selatan. Sisi timur berbatasan dengan Sungai Gajah Wong, dan sisi barat berbatasan dengan Jalan Veteran Yogyakarta. Kompleks ini terdiri dari pagar pembatas dan bangunan tempat tinggal. Ketika masih digunakan sebagai pesanggrahan milik sultan, Pesanggrahan Rejawinangun didirikan di menghadap kedua sisi barat dan timur Sungai Gajah Wong dengan memanfaatkan undakan sungainya. Antara sisi timur kompleks bangunan dan sisi barat sungai memiliki sumbu imajiner yang membentang dari timur ke barat.
130 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Situs Warungboto buka setiap hari dan beroperasi dari pukul 8 pagi hingga 5 sore. Cukup dengan merogoh dompet seharga 3000 rupiah saja, anda sudah dapat masuk dan merasakan pengalaman baru tempat wisata tua ini. Tentu saja karena ini tempat bersejarah, kalian juga bisa menambah banyak ilmu pengetahuan baru, baik sejarah, alam, dan bahkan arsitektur. Ayo kita sebagai generasi muda ikut dalam upaya pelestarian warisan peninggalan nenek moyang dan pendahulu kita, meskipun merupakan tempat wisata tua, dijamin akan membawa kalian kembali ke zaman dahulu dan merasakan suasana sejarah yang begitu kuat dan pastinya, kalian tidak akan menyesal deh!
Kompleks bangunan pesanggrahan di sisi barat Sungai Gajah Wong saat ini masih menyisakan ruang yang cukup luas. sisa bangunan di sisi barat sungai di Desa Warungboto, yaitu peninggalan kuno Pesjrahan Rejowinangun disebut “Warungboto Umbul�. Pesanggrahan Rejawinangun di sisi barat Sungai Gajah Wong terdiri dari bangunan inti yang terletak di pagar
pembatas dan memiliki ruang utama yang merupakan pusat keramat. Bangunan diindikasikan sebagai bangunan imitasi. Selain itu ada dua kolam yang bulat dan persegi. Kedua bangunan itu berdinding bata dengan perekat dan lepa. Bangunan pertama di bagian barat berbentuk bulat, dengan udara di tengah. Kolam kedua terletak di sebelah timur kolam pertama. Sumber air
berasal dari kolam pertama yang dialirkan melalui saluran terbuka yang menghubungkan kolam pertama dan kedua. Dua kolam renang bertingkat dengan istilah jendela persegi panjang. Selain itu, Anda juga dapat menemukan fasilitas yang tersedia dari beberapa kamar dan juga menemukan bangunan pendapa.
Berdasarkan papan informasi di lokasi, kompleks Pesanggrahan Rejowinangun di sisi timur Sungai Gajah Wong lebih rendah dari sisa tanah di sisi barat. Ada kolam berbentuk “U� yang juga dikelilingi oleh dinding bata dengan panjang 6 m, tinggi 3 m, dan tebal 60 cm. Di
salah satu sudut kolam terdapat pot bunga yang cukup besar, terbuat dari batu bata. Bagian utara dan selatan bangunan ini, masingmasing dengan patung manuk (burung) Beri. Sampai sekarang, tidak diketahui penggunaan tertentu dari kompleks bangunan sisi
timur ini. Namun, sampai tahun 1936 masih terbukti jika kompleks bangunan sisi timur dibagi menjadi tiga kompleks yang membentang utara-selatan dengan pagar pembatas dan terhubung oleh jalan berpagar dengan lebar sekitar 30 meter.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
131
ANJANGSANA [ JEJAK ARSITEKTUR ]
DESA ADAT PENGLIPURAN :
PERSINGGAHAN PRAJURIT YANG KINI MENJADI DESA WISATA
Text by Gede Krishna Photos by Hasan Aji M. & https://avonturir-indonesia.com/ portfolio/penglipuran-village/
Kondisi Desa Adat Penglipuran di pagi hari
Desa Adat Penglipuran, pernah dengar sebelumnya? Mungkin namanya sudah tak asing lagi para pencinta desa wisata. Desa yang terletak di Kubu, Bangli, merupakan sebuah desa tradisional yang masyarakatnya masih menggunakan sistem adat dan agama sebagai pusat tatanannya. Masyarakat Desa Penglipuran secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan keagamaan berdasarkan ikatan adat istiadat dan sistem budaya. Desa ini ditata secara rapi dengan menjaga
keaslian bangunan dan budayanya, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan tradisional yang asri. Bermula dari zaman Kerajaan Bangli, tenaga masyarakat Desa Bayung Gede sangat dibutuhkan oleh Raja Bangli sebagai prajurit dan pembantu pekerjaan lainnya di kerajaan. Letak antara Desa Bayung Gede dengan pusat kerajaan cukup jauh berjarak sekitar 25 km, yang pada zaman itu hanya dapat ditempuh menggunakan kereta kuda atau berjalan kaki. Dengan
132 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
jarak yang begitu jauh maka dibuatkanlah semacam benteng sebagai tempat beristirahat para prajurit. Lama-kelamaan para prajurit dan pembantu menetap di desa yang kemudian mereka beri nama Desa Penglipura. Penglipuran berasal dari kata “pengeling” yang artinya pengingat dan “pura” yang artinya tanah leluhur, secara umum penglipuran berarti pengingat tanah leluhur atau tanah asal muasalnya.
Pura Puseh merupakan bagian dari Pura Khayangan Tiga di Desa Adat Penglipuran
ZONASI TRI MANDALA DIANALOGIKAN SEBAGAI TUBUH MANUSIA
sebagai pusatnya. Dengan tatanan yang terbagi menjadi dua bagian membentuk as Utara Selatan dengan axis linear, as Utara Selatan tersebut Desa Adat Penglipuran difungsikan sebagai jalan dan open memang sarat akan nilai filosifis space untuk kegiatan bersama. dan budaya, nilai-nilai filosofis Dikarenakan sistem tatanan diimplementasikan dalam bamasyarakatnya menggunakan sistem nyak bidang, salah satunya tata adat dan agama, maka tata ruangnya letak kawasan desa, Desa Adat pun secara simbolis disusun Penglipuran mengikuti pola Nawa berdasarkan tingkat kesuciannya Sanga yaitu penggabungan orientasi Ambarrukmo yang disebut dengan Tri Mandala Palace Hotel gunung dan laut (Kaje-Kelod) serta yang juga dianalogikan sebagai arah peredaran matahari. Desa ini tubuh manusia, yaitu: terbagi menjadi dua bagian yaitu 1. Utama Mandala (kepala): jejer barat dan jejer timur dengan area yang disucikan, sehingga kontur menanjak dari arah selatan diletakkan di bagian yang paling ke arah utara dan Gunung Agung tinggi yaitu disisi utara. Area ini
menyimbolkan dunia para Dewa dan nenek moyang leluhur. Area ini terdiri atas Pura Penataran, Pura Puseh dan pura pura lainnya. 2. Madia Mandala (tubuh): merupakan area dimana pemukiman penduduk terletak, selain itu juga terdapat Pura Ratu Pingit, Pura Balai Banjar, Pura Dadia Dalem Tampuagan, Balai Banjar dan pada sisi selatan terdapat tugu untuk mengenang Pahlawan Bangli Anak Agung Anom Mudita. 3. Nista Mandala (kaki) : area yang terletak pada bagian paling selatan desa sebagai simbolis ruang yang tidak suci, disini terletak area kremasi dan Pura Dalem
HUNIAN Sejak dulu Bali terkenal akan kekhasan arsitektur tradisionalnya, material yang alami, filosofi tata ruang dan elemen-elemen dekoratifnya merupakan beberapa keunikannya. Hal ini juga dapat dilihat di Desa Adat Penglipuran yang merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat Bali. Pola hunian di desa ini disusun secara rapi dan seragam, setiap rumah disusun berjejer dengan rumah lainnya, tanpa adanya sekat atau spasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kontak sosial yang baik, terlebih di tiap-tiap pekarangan rumah terdapat pintu yang menghubungkan rumah satu dengan rumah lainnya, sehingga tata
letak hunian juga berpengaruh pada pola aktivitas sosial masyarakat desa ini. Seperti halnya rumah adat Bali, setiap ruang memiliki perletakannya masing-masing. Sanggah (tempat sembahyang) terletak di sisi sebelah timur, paon meten yang terdiri dari tempat tinggal dan dapur terletak di bagian utara, sedangkan bagian barat terdiri dari lumbung tempat penyimpanan hasil bumi. Tiap-tiap rumah terdapat pintu gerbang khas Bali yang disebut dengan angkul-angkul, angkulangkul disusun sebagai akses utama menuju rumah yang berada di depan pekarangan.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
133
Tiap-tiap rumah di desa ini memiliki bentuk angkulangkul yang sama, meskipun dengan warna dan ornamen yang berbeda-beda. Keseragaman angkul-angkul inilah yang membuat Desa Adat Penglipuran terlihat sangat rapi dan teratur jika dilihat dari luar. Potensi material berupa bambu dan kayu digunakan dengan baik, hal ini membuat arsitektur di desa ini dapat bersaing dengan arsitektur di luar Bali. Penggunaan material kayu sangat banyak diterapkan, baik sebagai ornamen ataupun digunakan sebagai struktur. Selain material kayu, terdapat juga material bambu, pada bagian atap paon (dapur) material bambu dipilih sebagai material pengganti genteng, pemasangannya dengan cara dibilah lalu ditumpuk menjadi beberapa lapis, hal ini bertujuan untuk membendung air agar tidak masuk ke dalam ruangan. Selain atap, bambu juga dimanfaatkan menjadi dinding (bedeg) bangunan terutama bangunan paon (dapur). Kekhasan dan keunikan yang dimiliki desa adat ini menjadikannya wisata primadona bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Ramainya wisatawan yang datang tidak lepas dari pengaruh potensi desa adat yang dikelola dengan baik dan orisinalitas arsitekturnya yang masih terjaga hingga sekarang. Penggunaan material bambu sebagai atap dan dinding pada bangunan paon atau dapur
MASYARAKAT DESA Bicara tentang Desa Adat Penglipuran memang tak akan ada habisnya, selain asrinya lingkungan desa, kehidupan masyarakatnya juga menarik. Keseharian masyarakat Desa Adat Penglipuran adalah petani bambu dan pengrajin. Dikelilingi oleh hutan bambu yang sangat luas, membuat masyarakatnya memanfaatkan tanaman bambu menjadi benda yang memiliki nilai seni serta nilai jual, seperti gantungan kunci, angklung, ukiran bambu dan berbagai kerajinan lainnya. Kerajinan berbahan bambu sangat diminati oleh para pengunjung untuk dijadikan sebagai oleh-oleh khas Desa Adat Penglipuran. Jamu khas Penglipuran yang disebut dengan Loloh Cemcem Penglipuran juga menjadi salah satu produk yang diminati, loloh yang terbuat dari dedaunan dan rempah-rempah ini merupakan produk yang khas dan jarang ditemukan di luar Bali. Belum lengkap rasanya jika ke desa ini tidak melihat kerajinan bambu dan mencoba Loloh Cem-Cem Penglipuran.
134 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Kehidupan masyaraktnya tidak lepas dari adat istiadat yang menjunjung tinggi nilai budaya, gotong royong, asas kekeluargaan dan musyawarah. Masyarakat Desa Adat Penglipuran terdiri dari Warga Desa Pengayah Arep berjumlah 76 orang yang tidak boleh berkurang atau bertambah, Warga Desa Pengayah Roban dan Pengayah Daha Truna jumlahnya dapat bertambah atau berkurang. Sistem pemerintahan di desa ini secara otonom lepas dari lembaga pemerintahan, dipimpin oleh seorang kelian adat yang dibantu oleh 2 orang penyarikan. Sikap penduduk yang mendukung, terbuka dan ramah terhadap setiap pengunjung yang datang, menciptakan kenyamanan pengunjung untuk datang dan berlama-lama di desa ini. Hal-hal lain yang menarik wisatawan untuk datang adalah sistem pemerintahan Desa yang khas dengan sistem Ulu Apadnya yang jarang ditemui di desa-desa lain di luar Bali.
POTENSI PARIWISATA Desa Adat Penglipuran telah melakukan konservasi budaya dan lingkungan sejak tahun 80-an, yang bertujuan untuk menjaga fleksibilitas Desa Kala Patra, yaitu kelenturan interpretasi masyarakat di wilayah ini dalam kurun waktu tertentu. Barulah pada 1993 Pemerintah Bangli menetapkan Desa Adat Penglipuran sebagai desa wisata, hal ini bertujuan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Bangli pada waktu itu. Dengan begitu adanya konservasi yang awalnya bertujuan untuk menjaga fleksibilitas budaya dan lingkungan secara tidak langsung memikat daya tarik masyarakat luar untuk datang menikmati suasana desa ini.
Kemajuan pariwisata Desa Adat Penglipuran semakin meningkat karena didukung dengan adanya aspek atraktif berupa kesenian dan upacara adat sakral maupun profan yang sering diadakan di Desa Adat Penglipuran. Selain itu fasilitas penunjang (amenities/ amenitas) juga menjadi faktor penting bagi pertumbuhan pariwisata di desa ini, tersedianya homestay, rumah makan dengan suasana pedesaaan, rumah-rumah yang menjual berbagai kerajinan tangan, serta fasilitasfasilitas publik seperti toliet, dan fasilitas lainnya membuat wisatawan betah menghabiskan waktu lebih lama di sini.
Potret masyarakat Adat Penglipuran
Pura Penataran Desa Pekraman Penglipuran ramai dikunjungi sebagai salah satu objek foto
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
135
AJANGSANA [ JEJAK ARSITEKTUR ]
PURA BESAKIH
REPRESENTASI KESEIMBANGAN ALAM YANG MEMIKAT WISATAWAN Text by Gede Krishna Photos by Hasan Aji M.
Mother Temple, begitulah sebutan Pura Besakih yang merupakan pura terbesar di Bali. Terletak di kaki Gunung Agung, menjadikan pura ini semakin megah dengan suasana pegunungan yang berpadu dengan pemandangan alam, ritual, dan budaya masyarakat Bali. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan spiritual umat Hindu di Bali yang keasliannya masih terjaga hingga saat ini. Sebelum berdiri megah seperti sekarang, Pura Besakih dulunya merupakan hutan belantara. Menurut penuturan Bendesa Adat Besakih, Jero Mangku Widiarta, mengatakan bahwa, asal muasal Pura Besakih
bermula ketika Rsi Markandeya, seorang guru spiritual yang berasal dari India menetap di Pulau Jawa, dan melakukaan pertapaan di Gunung Hyang (Gunung Dieng, di Jawa Tengah). Beliau mendapatkan wahyu untuk merambas hutan di lereng barat daya Gunung Agung. Di tempat ini, Rsi Markandeya menanamkan kendi yang berisikan logam dan air suci, oleh masyarakat Bali disebut dengan Pancadatu. Tempat penanaman kendi ini kemudian diberi nama Basuki yang artinya selamat, inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya Pura Besakih.
Bale Kulkul dan Bale Pegat merupakan salah satu bangunan yang akan dilihat pertama kali ketika memasuki Pura Penataran Agung.
136 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Pura Basukian Puseh Jagat diyakini merupakan tempat pertama Rsi Markandeya menanam Panca Datu
KONSEP TRI HITA KARANA YANG MENCERMINKAN KEHAROMONISAN Konsep yang digunakan sebagai dasar tatanan Pura Besakih adalah konsep Tri Hita Karana yang bermakna keharmonisan antara Tuhan, alam semesta dan manusia. Pura Agung ini dibangun berdasarkan arah mata angin sebagai cerminan keseimbangan alam semesta. Pura Agung Besakih memiliki 18 kompleks pura yang menjadikannya sebagai pura terbesar di Bali, terdiri dari 1 pura utama yaitu Pura Penataran Agung dan 17 pura lainnya dengan fungsi dan luas yang berbeda-beda.
PURA PENATARAN AGUNG Pura Penataran Agung menjadi bukti sejarah peradaban nenek moyang Bangsa Indonesia, dikarenakan terdapat punden berundak yang digunakan oleh nenek moyang sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang bersemayam di gunung-gunung. Gaya Arsitektur ini tidak ditemukan di tempat lain di luar Indonesia. Selain itu di dalam area Pura Penataran Agung terdapat tiga candi yang melambangkan konsep ketuhanan umat Hindu Bali yang dijadikan sebagai pemujaan utama di pura ini, yaitu Tri Murti, yang terdiri dari Dewa Brahma (Dewa Pencipta), Dewa Wisnu (Dewa Pemelihara), dan Dewa Siwa (Dewa Pelebur).
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
137
MERU Salah satu yang menjadi daya tarik wisatawan di Pura Besakih adalah Meru. Meru sebagai ciri khas dari penggayaan arsitektur Bali juga terdapat di pura ini. Meru merupakan bangunan suci dengan bentuk atap yang bertumpang tinggi. Bangunan meru di Pura Besakih memiliki jumlah atap yang berbeda-beda yaitu tumpang 1, 3, 5, 7, 9, 11 sesuai dengan makna dan filosofisnya. Dua bangunan suci Meru Tumpang Sebelas terdapat di Pura Penataran Agung, yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Ratu Manik Makatel.
ANTUSIASME WISATAWAN
138 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Dari banyaknya keunikan dan kekhasan Pura Besakih tak heran jika banyak wisatawan lokal maupun macanegara datang berkunjung tiap harinya. Mereka datang dengan berbagai maksud dan tujuan dari yang hanya sekedar berfoto-foto sampai dengan bersembahyang, ataupun mendalami sejarah dan keagungan Pura Besakih. Pura Besakih yang buka setiap hari kecuali Hari Raya Nyepi ini, mendapat respon yang baik dari para pengunjung. Mereka dengan antusias melihat bentuk bangunan, upacara-upacara adat, pementasan kesenian, dll. yang dilaksanakan di Pura Besakih, namun dengan tetap menghormati tata krama yang berlaku.
Gelung Agung atau Kuri Agung, yaitu pintu untuk keluar masuk ke Mandala Kedua Pura Penataran Agung.
Walaupun pada tanggal 29 Juni sampai dengan 2 Juli 2018 kemarin Gunung Agung sempat beberapa kali terjadi hembusan, tak mengurangi daya tarik pengunjung untuk datang kesini. MOPKPA, yang berdiri sejak 2016 dan merupakan badan yang berfokus pada pengelolaan kawasan Pura Besakih tepatnya perihal
pelemahan, yaitu yang berhubungan dengan manusia, menuturkan bahwa pada tahun 2018 sebanyak 179.925 wisatawan mancanegara datang ke Pura Agung Besakih, tiga negara yang menyumbang pengunjung terbanyak adalah Prancis, Spanyol, Jerman. Sedangkan, untuk wisatawan lokal
yang berkunjung adalah sebanyak 30.866. Merupakan angka yang sangat banyak, mengingat Pura Besakih bukan merupakan objek yang sengaja dibangun untuk pariwisata, melainkan tempat yang digunakan sebagai pusat kegiatan spiritual di Bali.
DAYA TARIK SPIRITUAL, ADAT ISTIADAT DAN ALAM Dilihat dari jumlah pengunjung yang datang per tahunnya di Pura Besakih, dapat dikatakan bahwa pura ini memiliki magnet tersendiri untuk menarik wisatawan. Pura ini mempunyai daya tarik yang tinggi dalam bentuk atraksi kesenian, upacara adat dan nilai luhur yang terkandung. Walaupun Pura besakih bukan merupakan objek yang sengaja dibangun untuk pariwisata, tetapi Pura Besakih memiliki sarana pokok kepariwisataan yang baik. Dengan adanya paket perjalanan tour ke pura ini, yang tersedia dalam bentuk travel agent, tour operation, dan lainnya dapat mempermudah wisatawan untuk datang. Bagi para
pengunjung yang ingin menginap dan bermalam, juga homestay di sekitar kawasan Pura Besakih. Sedikit turun dari area pura, terdapat warung-warung makan, disekitarnya juga tersedia pusat perbelanjaan tradisional yang menjual oleh-oleh khas Bali. Salah satu hal yang tak kalah penting yang membuat pengunjung betah adalah kebersihan dan keamanan. Kebersihan di area Pura Besakih sangat terjaga, terdapat kotak sampah di setiap sudut pura, petugas DKP (Dinas Kebersihan Pertamanan) yang terdiri dari tiga armada, yaitu petugas kebersihan dari pihak manajemen, pihak
kecamatan dan dari Propinsi Bali, petugas kebersihan ini bekerja dari pukul 07.00-16.00 dan bertanggung jawab atas kebersihan di wilayah Pura Besakih. Pecalang atau pihak keamanan adat bertugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah Pura Besakih. Dengan keberadaan Pura Besakih yang kental akan arsitektur lokal, nilai spiritual dan keaslian adat istiadatnya sendiri sebagai objek utama yang dibantu dengan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan dan usaha yang dikelola dengan baik, menjadikan Pura Besakih diserbu ratusan ribu pengunjung dari berbagai penjuru dunia setiap tahunnya.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
139
SUKU OSING Desa Kemiren, desa dengan luas 117.052 m2 ini adalah desa terakhir yang menyimpan adat dan budaya asli Suku Osing. Suku Osing dipercaya sebagai suku asli Kerajaan Blambangan dan cikal bakal terbentuknya Kabupaten Banyuwangi. Banyak kegiatan tradisi suku ini yang masih berjalan karena adat budayanya yang kuat. Beberapa diantaranya adalah Tumpeng Sewu, Kopi Sepuluh Ewu, dan Mepe Kasur.
LOKASI Desa ini memiliki letak yang strategis di wilayah perjalanan menuju ke Kawah Ijen, memanjang hingga tiga kilo meter, yang kedua sisinya (utara dan selatan) dibatasi oleh dua sungai, Gulung dan Sobo. Letak desa ini mempengaruhi penataan ruang desa berderet memanjang dari timur ke barat.
Alat menumbuk padi pasa zaman dahulu, saat ini digunakan sebagai alat musik tradisional
Bangunan tidak boleh berorientasi ke timur-barat karena secara kosmologis orientasi tersebut menghadap ke kawasan gunung (di sisi barat). Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat Desa Kemiren kepada nenek moyang yang masih kental dan tradisi, adat istiadat yang masih berlangsung. Pada 1995, Desa Kemiren di ditetapkan sebagai desa adat, dengan harapan dapat memfasilitasi wisata edukasi dan budaya mengenai Suku Osing di Kabupaten Banyuwangi
140 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ] Struktur atap kayu dengan empat tiang
AJANGSANA [ JEJAK ARSITEKTUR ]
WARISAN BUDAYA DI DESA KEMIREN
DESA ADAT DENGAN MISI BESAR SEBAGAI SUKU OSING TERAKHIR DI BANYUWANGI
Text by Brigita Murti Photos by Natasya Angelina
RUMAH ADAT OSING Konsep ruang rumah Osing memperlihatkan adanya centralitas dan dualitas. Dualitas pada rumah Osing membagi zona atas laki-laki dan perempuan, luar-dalam, kiri-kanan, gelap-terang, sakral-profan, ditambah depanbelakang. Centralitas memperlihatkan bahwa Jrumah merupakan pusat/sentral dari rumah Osing, yang terdiri dari Bale, Jrumah dan Pawon. (Sari, 2018) Rumah Adat Suku Osing dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan bentuk atap yaitu Cerocogan, Baresan, dan Tikel Balung. Jenis-jenis atap ini dahulunya dijadikan penanda strata sosial yang ada di masyarakat Suku Osing. Cerocogan merupakan atap bagi kaum yang kurang mampu.
Tampak samping dan rumah osing, lengkap dengan tiga jenis atap. (Yolanda & Alyssandrea, 2017)
Baresan merupakan atap bagi kaum ekonomi menengah, dan Tikel Balung merupakan atap bagi kaum ekonomi tinggi. Namun, di zaman modern ini sebagian besar rumah penduduk telah menggunakan gabungan dari ketiga jenis atap tersebut. (Yolanda & Alyssandrea, 2017) Ruang utama Rumah Adat Osing ini adalah Bale, Njerumyah, dan Pawon. Sedangkan ruang penunjangnya yaitu, amper, ampok, dan pendopo. Bale merupakan bagian depan rumah yang berfungsi sebagai ruang tamu dan ruang untuk melakukan kegiatan adat. Njerumyah, bagian dalam rumah yang privat atau ruang keluarga (area tidur). Di bagian ini area tidur tidak dibatasi menggunakan dinding tetapi hanya ditandai dengan penggunaan selambu pada tempat tidur. Dalam njerumyah terdapat empat tiang (saka Tepas) melambangkan musyawarah dan penyatuan kedua belah pihak orang tua saat anak-anak mereka menikah. Pawon merupakan area servis yaitu dapur. Selain sebagai tempat memasak pawon juga berfungsi sebagai area melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci, menyetrika, dan sejenisnya. Pada zaman dahulu, pawon juga digunakan sebagai tempat bertamu, sehingga letaknya sering ditemui di depan rumah. Amper, bagian rumah paling depan yang biasanya disebut teras. Teras ini berfungsi sebagai pekarangan yang biasa ditanami bunga atau pohon berbuah. (Yolanda & Alyssandrea, 2017) Material utama Rumah adat ini adalah Kayu Bendo yang banyak ditemukan di seluruh daerah Banyuwangi. Kayu ini dipilih sebagai material utama karena kayu ini tidak terlalu keras namun kuat, tidak disukai rayap, dan ringan. Kayu Bendo digunakan sebagai pondasi utama bangunan dan kadang digunakan sebagai dinding. Selain itu, digunakan juga anyaman bambu yang biasa disebut dengan gedhek sebagai dinding, dilengkapi dengan ikatan tali tampar kedug yang terbuat dari sabut pohon aren. Pemilihan kayu/bambu sebagai material utama juga karena dianggap memiliki nilai-nilai baik dan buruk. (Yolanda & Alyssandrea, 2017)
Denah rumah adat suku osing (Sumber: Suprijanto, Rumah Tradisional Osing : Konsep dan Bentuk, 2002)
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
141
Rumah Osing pada umumnya mirip dengan rumah tradisional khas Jawa
Struktur utama rumah Osing berupa susunan rangka empat tiang (saka) kayu dengan sistem tanding tanpa paku, tetapi menggunakan paju (pasak pipih). Keunikan rumah adat ini dibandingkan dengan rumah adat daerah lain terletak pada sistem pembangunannya yang menggunakan sistem knock down serta pembangunan rumah yang menerapkan sistem ekologi di dalamnya. Konstruksi bangunan dapat dibongkar pasang sehingga bangunan bisa dipindahkan. Pondasi tidak ditanam melainkan hanya didirikan dan diikat tanpa paku, membuat Rumah Osing tahan gempa. Banyak dari mahasiswa yang menggunakan Rumah Osing sebagai objek penelitian dan mempelajarinya langsung ke Desa Kemiren agar dapat diterapkan ke bangunan-bangunan di daerah rawan gempa. Rumah Adat Suku Osing ini dibangun berdasarkan potensi budaya, tradisi, dan aktivitas masyarakat sekitar, sehingga rumah adat ini selaras dengan alam sekitarnya. Indonesia yang memiliki iklim tropis dan bercurah hujan tinggi mempengaruhi bentuk dan penggunaan material rumah adat ini. Rumah Adat Suku Osing ini menggunakan material yang banyak ditemui di sekitar desa, yang secara tidak langsung menggunakan menunjukkan bahwa rumah ini menerapkan pendekatan ekologi desain. Penggunaan material dinding yang
142 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
terbuat dari gedhek dan kedug membuat suhu ruangan tidak terlalu tinggi, karena material ini memiliki celahcelah tipis yang dapat membuat perputaran udara dalam ruangan, material dinding ini juga menyerap panas berlebih. Celah-celah yang ada di ampik-ampik dan dinding juga membuat rumah ini mendapatkan pencahayaan alami dari matahari yang tidak berlebih, cahaya ini cukup untuk membantu kegiatan dalam rumah tanpa harus menggunakan cahaya buatan. Bentuk atap yang tinggi dan meruncing ke atas berfungsi untuk mengalirkan udara, dan bentuk atap yang runcing membuat aliran air hujan jatuh dengan cepat ke tanah. (Suprijanto, 2002)
Ruang dan bentuk rumah Osing tidak direncanakan, dirancang dan dibuat dari luar, tetapi lebih terbentuk dari dalam melalui rangkaian proses berdimensi waktu. Konsep ruang disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad hidup sehari-hari, dan dipengaruhi oleh penilaian makna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang menghuni atau melakukan kegiatan di ruang tersebut. Organisasi ruang merupakan manifestasi sifat tertutup, berhati-hati dan curiga masyarakatnya. (Suprijanto, 2002) Konsep bentuk Rumah Osing yang tidak mengenal hierarki dan identik dengan bentuk rumah Kampung, berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat Osing (Kemiren) yang cenderung egaliter dan mewakili lapisan masyarakat biasa. Nama-nama bagian-bagian rumah dan susunannya merupakan pengungkapan pesan, makna dan kehendak sebagai ekspresi rasa dan karsa pemiliknya. Makna tersebut tidak terkandung dalam bentuk Interior Rumah Osing
itu sendiri, melainkan dalam diri manusianya, karena pada dasarnya manusia yang menginginkan bentuk tersebut mencerminkan sifat laten dan asosiasional, bukan sekedar memenuhi tuntutan fungsional, sekaligus menggambarkan apresiasinya terhadap cipta dan karya. (Suprijanto, 2002) Keberadaan Rumah Osing di Desa Kemiren membuatnya secara tidak langsung menunjang pariwisata di Kabupaten Banyuwangi. Banyak wisatawan yang menjadikan Desa Kemiren sebagai salah satu tempat
yang wajib dikunjungi. Disamping sebagai tempat beradanya Suku Osing terakhir di Kabupaten Banyuwangi, desa ini juga menawarkan kebudayaan yang masih kental dan tradisi-tradisi yang masih sering dilakukan. Dengan adanya Rumah Osing yang memiliki struktur bangunan tahan gempa, diharapkan dapat menjadi contoh untuk bangunan-bangunan di daerah rawan gempa dan dapat membantu mengurangi resiko kerusakan yang terjadi karena bencana alam.
Anyaman bambu (gedheg) yang digunakan untuk dinding
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
143
ANJANGSANA [ FENOMENA&LIFESTYLE ]
MEZZANINE EATERY & COFFEE
RESTO UNIK DENGAN VISUAL CIAMIK Text by Rosalin Citra Photos by Hasan Aji M.
Eksterior Mezzanine
Anda yang gemar menghabiskan waktu untuk berwisata kuliner, mungkin kerap kali mencari restoran atau tempat makan yang unik, asyik, dan memiliki konsep berbeda dari yang lain. Atau mungkin bagi para kawula muda, aspek Instagramable justru menjadi suatu hal yang patut dipertimbangkan. Hal inilah yang sekiranya ingin diwujudkan oleh Mezzanine Eatery & Coffee. Restoran yang berlokasi di Jalan Palagan Tentara Pelajar KM 8 No. 30, Yogyakarta ini berani tampil beda dengan konsep arsitekturnya yang terbilang unik serta menu-menunya yang menggoda. Interiornya pun dipenuhi mural-mural cantik yang sangat cocok untuk para millennials.
144 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
SUMMER TROPICAL GARDEN Berawal dari keinginan Bambang, sang pemilik yang gemar berkebun untuk membuka sebuah family restaurant dengan atmosfer yang berbeda, Mezzanine Coffee & Eatery hadir dengan konsep Summer Tropical Garden. Konsep taman tropis ini langsung terasa begitu kita menginjakkan kaki di restoran ini. Pertama datang, anda akan disambut oleh bangunan berdinding kaca yang dipenuhi dengan berbagai macam tanaman. Dari luar, bangunan ini sekilas akan terlihat seperti rumah kaca, namun jika anda masuk lebih dalam bisa anda dapati interior kayu dan struktur baja ringan yang dibiarkan terekspos. Perabot-perabot menyerupai meja dan kursi taman juga bisa dengan mudah ditemui disini.
Plang nama dan branding Vast Store
Karena konsep Tropical Garden inilah, Mezzanine Eatery & Coffee memilih menggunakan tanamantanaman asli yang dipilih langsung oleh sang owner, daripada menggunakan artificial plant yang meskipun dari segi perawatan tentu akan lebih mudah. Untuk itu Mezzanine sangat berkomitmen dalam pemeliharaan tanaman-tanaman tersebut dengan menghadirkan tukang kebun khusus yang melakukan perawatan rutin.
Interior Mezzanine
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
145
KESEMPURNAAN KONSEP Melengkapi konsep bangunan yang terbuka, Mezzanine Eatery & Coffee hadir dengan berbagai karya seni mural serta desain interior unik yang dirancang oleh Paulus Mintarga, seorang arsitek asal Kota Solo, Jawa Tengah. Endi Yogananta selaku Marketing Communication dari Mezzanine sempat menjelaskan makna dibalik nama Mezzanine itu sendiri. Kata “Mezzanine” diambill dari kata “Mezani” yang berarti bangunan antara dinding dan atap. Sementara angka sembilan (nine) dipilih karena dipercaya sebagai angka yang mendekati kesempurnaan. Bentuk ‘kesempurnaan’ itu sendiri berusaha ditunjukkan melalui bentuk bangunan dan desain interior yang dimiliki Mezzanine Eatery & Coffee. Walapun disebut sebagai family restaurant, Mezzanine Eatery & Coffee juga tetap ingin merangkul anak-anak muda untuk bisa menikmati suasana berbeda yang dihadirkan di tempat ini. Untuk membentuk target pasar yang lebih luas inilah, mezzanine membagi bangunannya menjadi zonazona berbeda. Lantai atas yang dipenuhi ornamen-ornamen instagrammable seperti mural yang kerap menjadi spot foto, lebih ditujukan untuk anak muda. Sementara itu, lantai bawah yang lebih kuat nuansa tamannya, diperuntukkan untuk pengunjung yang lebih dewasa, yang mencari suasana tenang untuk bercengkrama. Untuk anda yang menginginkan ruang yang lebih privat, Mezzanine juga menyediakan dua ruangan tertutup yang juga dapat digunakan sebagai tempat meeting.
GOOD FOOD, GOOD AMBIENCE Berbicara tentang sebuah eatery, tentunya menumenu makanan yang dihadirkan akan menjadi andalan utamanya. Menghadirkan Joko Ireng, seorang chef kenamaan Indonesia, Mezzanine hadir dengan berbagai menu makanan yang tentunya sayang untuk dilewatkan. Awalnya Mezzanine hanya menyediakan menu-menu western, namun kini menu masakan Indonesia pun bisa dengan mudahnya anda jumpai. Selain suasananya yang sangat terbuka bagi segala kalangan, Mezzanine juga kerap kali menggelar eventevent menarik yang juga sangat memperhatikan jangkauan pasar mereka yang luas. Bermodalkan sebuah panggung indoor, Mezzanine kerap mengundang artis-artis terkenal idola para millenials untuk mengisi event-event mereka. Sebut saja The Finest Tree, The Virgin, Andra & The Backbone, serta sederet nama lainnya. Sedangkan untuk pengunjung yang sudah lebih dewasa, artis yang didatangkan pun tak kalah menarik, contohnya Fariz RM dan Kla Project. Hal ini tentu sangat mencerminkan tagline mereka yaitu “Good Food Good Ambience”.
146 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
POTENSI PARIWISATA Walaupun baru mulai ikut meramaikan dunia kuliner Jogja sejak soft opening-nya tanggal 27 November 2017 lalu, namun apresiasi besar dari masyarakat akan kehadiran Mezzanine Eatery & Coffee jelas sekali terasa. Karena konsepnya yang terbilang unik dan cukup langka, tak jarang pula banyak wisatawan luar Jogja yang menyempatkan waktunya untuk datang ke sini, terbukti dengan banyaknya selebgram maupun influencer dari kota lain yang menjadi langganan di tempat ini.
Hal ini juga diakui oleh Endi Yogananta. Ia mengungkapkan bahwa artis, selebgram, maupun influencer yang datang ke Mezzanine sangatlah dijaga kepuasannya. Unggahan-unggahan foto mereka pada jaringan media sosial, serta review baik yang diberikan sangat membantu Mezzanine Eatery & Coffee untuk melakukan branding tanpa harus mengeluarkan upaya khusus, terbukti dengan popularitas yang diraih Mezzanine sejak tahun pertama berdiri.
Pada waktu yang akan datang, Mezzanine Eatery & Coffee berencana untuk melakukan perluasan pada beberapa bagiannya. Sudah tentu dengan adanya perluasan ini akan membuat Mezzanine menjadi lebih sempurna dalam bukan saja jenis kuliner yang variatif, tapi juga dalam menyajikan hiburan berupa berbagai event menarik serta bisa menghadirkan ketenangan bagi pengunjungnya dalam menikmati visual arsitektur yang khas tropis ini.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
147
PASAR PAPRINGAN
GERAKAN REVITALISASI DESA OLEH PASAR PAPRINGAN Text by Brigita Murti Photos by Hasan Aji M.
Interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli
Siapa yang tidak penasaran dengan pengalaman berbelanja menggunakan tas dari anyaman bambu dan bertransaksi menggunakan koin bambu? Pengalaman unik ini bisa kita rasakan di Pasar Papringan, terletak di Dusun Ngadiprono, Temanggung. Dari jam enam pagi, para pedagang sudah siap dengan makanan-makanan tradisional dan kerajinan-kerajinan berkualitas dari bambu. Ketika saya dan Tim Arcaka sampai di Pasar Papringan, kami disambut dengan suara gamelan dan pertunjukan seni di dekat area masuk. Suasana pasar yang ramai dengan kesibukan pedagang dan pembeli bertransaksi menjadi fokus utama kami ketika berkeliling di Pasar Papringan.
Kata papringan berasal dari Bahasa Jawa yang berarti bambu. Bambu yang menjadi potensi utama dari daerah tersebut diambil sebagai nama Pasar Papringan. Tempat ini kemudian berkembang menjadi sebuah tempat dengan bambu sebagai karakteristik utamanya, dari bahan dasar utama yang digunakan, kerajinan yang dijual serta perlengkapan-perlengkapan lain yang digunakan untuk berbelanja di sini. Spedagi Movement, penggarap dari Pasar Papringan, memiliki misi agar anak muda tujuan akhirnya bukan di kota, melainkan kembali ke desa untuk mengembangkannya, karena sesungguhnya semua sum-
148 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
ber daya berasal dari desa, kota hanya mengambilnya dari desa. Spedagi Movement ingin membuat desa model yang bisa dilihat oleh orang-orang bahwa ada arah baru pengembangan desa. Ini disadari bahwa tahap yang saat ini dicapai masih sangat awal dan masih memiliki PR yang banyak, namun dengan bergerak bersama-sama diyakini akan menjadi sebuah proses panjang yang berbuah. Sejauh ini dengan bisa menginspirasi orangorang untuk datang dan mendapat masukan-masukan dari tapi bisa menjadi dukungan yang sangat membantu.
ANJANGSANA [ FENOMENA&LIFESTYLE ]
Keunikan pasar ini terletak pada penggunaan koin bambu untuk bertransaksi, setiap 2000 rupiah bernilai satu koin bambu. Koin bambu yang sudah ditukar tidak dapat dikembalikan atau ditukar kembali menjadi uang rupiah, namun dapat terus digunakan di Pasar Papringan berikutnya. Kita tidak akan menemukan kantong plastik, piring maupun sendok plastik di pasar ini, dengan memanfaatkan kerajinan bambu sebagai tas belanja dan batok kelapa sebagai mangkok, Pasar Papringan mengedukasi pengunjung dalam mengurangi penggunaan plastik
Mainan-maianan tradisional berbahan dasar bambu, seperti mobilmobilan dll. juga dijual di pasar ini, untuk mengenalkan kearifan lokal kepada anak-anak saat ini yang sudah mulai meninggalkan permainanpermainan tradisonal. Para pedagang yang berjualan di Pasar Papringan mengaku senang dengan adanya pasar ini. Jika tidak berjualan, mereka hanya di rumah saja sebagai Ibu Rumah Tangga atau petani. Dengan adanya Pasar Papringan jadi ada keuntungan dan pemasukan tambahan, ada aktivitas dan kesibukan, berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai daerah. Sebelum dikembangkan pada 2016 lalu, daerah yang digunakan sebagai Pasar Papringan adalah tempat orang-orang membuah sampah, kotor dan banyak beling-beling. Namun warga lokal dan para penggarap Pasar Papringan mentransformasi tempat ini menjadi salah satu atraksi di Temanggung yang dicari-cari orang.
Mainan tradisional bambu yang sudah jarang dimintati
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
149
Hasil tani dari Desa Ngadiprono yang dijual di Pasar Papringan
MISI REVITALISASI DESA Yang ingin disampaikan dari Pasar Papringan adalah pengalaman dari beraktivitas di sini, dengan tidak menggunakan plastik, tentang makanan sehat, tentang kerajinan-kerajinan berkualitas baik, yang akhirnya bertatap muka dan bertransaksi. Pasar Papringan menjadi media baru dalam menghadirkan kembali kearifan lokal yang sudah dilupakan. Pasar Papringan mengaplikasikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Dusun Ngadiprono memiliki bambu, sehingga penggunaan bambu digali menjadi potensi yang bisa diangkat menjadi konteks dan kebutuhan masyarakatnya. Yang disasar adalah semua kalangan, karena setiap orang punya peran masing-masing dalam pendidikan kontekstual, baik itu anak-anak, orangtua maupun lansia. Isu penggunaan plastik yang saat ini sedang hangat dibicarakan menjadi keresahan manusia terhadap alam. Konsep yang dihadirkan oleh Pasar Papringan dapat menjadi titik awal kesadaran orang-orang untuk benarbenar mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan seharihari. Misalnya, membawa tas belanja sendiri agar tidak perlu menggunakan kantong plastik, juga menggunakan tempat makan dan botol minum sendiri agar tidak perlu membeli kemasan atau botol plastik. Bagi teman-teman yang ingin merasakan betapa indahnya alam kita walaupun tanpa kehadiran plastik, dapat mengunjungi Pasar Papringan setiap hari Minggu Pon dan Minggu Wage. Tas bambu sebagai pengganti kantong plastik
150 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
FOLK POOL & GARDEN
PENGALAMAN MERINDU PURNAMA DI UBUD
Terletak di jantung kota, Folk Pool & Garden hadir sebagai bar pertama di Ubud dan bioskop musiman di tepi kolam renang. Hadir dengan suasana yang menenangkan, Folk menyediakan area privat dengan sofa berjejer di pinggir kolam renang dengan makanan yang beragam mulai dari menu grill hingga vegetarian dan minuman-minuman klasik. Tempat ini sangat cocok untuk dinikmati bersama dengan teman dekat sewaktu berlibur di Ubud, atau tempat berkumpul melepas penat melepaskan penat dari pekerjaan. Text by Brigita Murti Photos by Folk Pool & Garden
KARAKTER Karakter tempat ini tercipta setelah owner menambahkan beberapa fasilitas di tahun 2017. SHL Asia digaet sebagai partner untuk mendesain Folk Pool & Garden yang baru untuk meningkatkan daya tarik bagi pengunjung. SHL Asia bergerak dari apa yang sudah dimiliki Folk dan memberikan sedikit pendekatan lain pada desain. Material seng-seng bekas yang sudah berkarat dan kayu ulin bekas digunakan untuk gazebo, berkonsep rustic dan ecletic. Selain desain bangunan, SHL Asia juga membuat karya seni yang dibentuk
kustom dengan kesan kasar, seperti Fatima hand yang berada di langitlangit joglo. Setelah bertransformasi menjadi Folk yang baru dengan menambahkan beberapa fasilitas, pihak owner dan pengelola merasa sangat puas karena karakter dari Folk Pool & Garden muncul dan mulai menarik pengunjung lebih banyak. Keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa jauh pengunjung menikmati tempat tersebut, bisa dalam bentuk review maupun fotofoto di media sosial. Titik-titik yang awalnya dirasa tidak berhasil, tiba-tiba menjadi titik utama untuk berfoto oleh pengunjung.
Dalam proyek dengan tipologi hospitality, banyak hal yang harus diperhatikan, dari operator yang harus mengerti kapasitas untuk mendatangkan pengunjung, budget dari owner, serta dari segi desain estetika dan fungsi. Ketiga hal ini harus saling bersinergi, membuat satu sama lain bangga dan percaya diri dengan eksistensinya. Ada juga satu hal penting dalam hospitality yang tidak dapat dinilai oleh suatu standar yaitu experience. Pengalaman menjadi sesuatu yang menghidupkan suatu tempat dan desain, yang pada akhirnya menjadi tidak ternilai harganya oleh pengunjung.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
151
Teepee, tenda berbentuk kerucut yang dimodifikasi untuk area privat pengunjung
Folk Pool & Garden memberikan pengalaman dalam dua aspek, yaitu pengalaman desain dan pengalaman dari segi pelayanan. Dari segi desain, dapat dilihat dari material yang digunakan dan pengolahan ruang luar, pemanfaatan kolam yang sudah ada dengan menambahkan fasilitas kafe ditengahnya. Teepee (tenda berbentuk kerucut) disediakan di deck kolam renang di sekelilingya, memberikan ruang privat sendiri bagi pengunjung.
152 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
Fatmawati hand, karya seni yang dirancang khusus oleh SHL Asia
Dari segi manajemen adalah bagaimana Folk mampu menarik orang-orang untuk datang ke sana melalui strategi pemasaranya di media sosial, bagaimana mereka mengolah suatu acara dan menghiasnya. Acara-acara rutin diadakan baik sehari-hari, mingguan maupun bulanan. Purnama Merindu menjadi salah satu acara bulanan yang cukup dinanti-nanti, yaitu menikmati paket makan malam khusus dibawah bulan purnama. Dengan menyediakan tempat yang nyaman dan makanan khas dari Folk, pengunjung tertarik untuk merasakan pengalaman melihat bulan purnama dengan cara yang berbeda. Pengunjung yang menikmati kegiatan-kegiatan yang ada mampu menjadikan suatu desain yang baik menjadi sangat hidup. Suasana yang ditawarkan di malam hari
Selain desainer/ arsitek dan aktivatiornya, keberhasilan suatu desain juga didukung oleh manajemennya karena desain tidak dapat berdiri sendiri. Dari desain yang baik, kemudian dengan eksekusi yang maksimal dapat memberikan pengalaman yang tidak terlupakan bagi pengunjung. Sebagai suatu atraksi wisata, Folk mampu memberikan inovasi yang dapat mempertahankan tempat ini untuk terus berkembang. Dalam arsitektur yang bergerak di bidang pariwisata, perlu didukung oleh beberapa multi-disiplin ilmu yang berbeda, yaitu arsitek selaku desainer, pengunjung selaku aktivator, manajemen selaku inovator, dan tidak lupa pihak lain seperti CS yang membantu dalam maintanance.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
153
Penataan lansekap pantai
M
uncul pada tahun 1999, Grand Watu Dodol yang sebelumnya dikenal dengan nama Pelopoan,
merupakan sebuah daerah yang menjadi aset pemerintah daerah Banyuwangi dimana penghuninya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan lokasi pantai ini tidak hanya menjadikan ikan pasar sebagai tangkapannya, ikan hias dan terumbu karang juga menjadi target eksploitasi. Penggunaan bahan peledak dengan tujuan untuk menangkap ikan, tanpa disadari juga menghancurkan biota lainnya seperti koral dan terumbu karang, sehingga waktu itu, mata pencaharian nelayan tidak luput dari kegiatan merusak alam. “Dibutuhkan perubahan pola pikir untuk nelayan-nelayan ini,” ujar Bapak Aziz. Bapak Aziz sangat bersemangat ketika topik mengenai pelestarian pantai dan laut dijadikan bahan pembicaraan, selaku ketua dari POKDARWIS (Kelompok Sadar
Wisata), sudah menjadi pekerjaan dan hasrat Bapak Aziz untuk menjaga dan memantau perkembangan pelestarian wisata-wisata yang ada, termasuk Pantai Grand Watu Dodol. POKDARWIS dibentuk dengan terlibatnya Dinas Pariwisata yang bertujuan untuk melestarikan tempat-tempat wisata. Menurutnya, pariwisata merupakan prospek yang sangat baik untuk dijadikan wadah dalam proses perubahan pola pikir. Dengan melibatkan nelayan-nelayan yang dulu sering merusak biota laut dalam mata pencahariannya, Pak Aziz sukses merubah nelayan menjadi pelaku wisata Pantai Grand Watu Dodol. Terlibatnya nelayan sebagai pelaku wisata menjadikan Pantai Grand Watu Dodol sebagai lahan pekerjaan yang baru pada waktu itu. Pekerjaan yang ditawarkan antara lain seperti penjaga pantai, guide, penjaga warung, dan nahkoda ojek kapal. Awalnya, masyarakat tidak menanggapi hal ini dengan baik. Gagasan yang diberi Pak Aziz untuk
154 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
melarang para nelayan merusak alam malah tidak digubris. Para nelayan tersebut belum bisa melihat benefit dari lapangan pekerjaan di sektor pariwisata secara hal yang mereka tahu hanyalah hidup dari ikan sebagai mata pencahariannya. Usaha Pak Aziz tidak hanya sekedar verbal, namun dibuktikan dengan aksinya juga meyakinkan para nelayan tersebut untuk menjadi pelaku pariwisata dengan imingiming imbalan berupa gaji dengan jumlah tertentu, dan akhirnya para nelayan setuju dan dampak yang didapat justru sangat menguntungkan kehidupan dari para nelayan tersebut. “Sekitar 300 orang sudah bisa mendapatkan penghasilannya sendiri,” timpal pak Aziz. “GWD (Grand Watu Dodol) merupakan pariwisata berbasis masyarakat. Adanya sinergi antara masyarakat sebagai pelaku pariwisata dan Dinas Pariwisata sebagai penyedia pariwisata,” ujar ketua POKDARWIS ini.
PANTAI GRAND WATU DODOL
PANTAI TERBERSIH SE-ASIA TENGGARA
Dibalik kesuksesan yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah-masalah dan kendala yang dihadapi merupakan faktor penting dibalik perubahan citra Pantai Grand Watu Dodol. Rasa kurang percaya dan keraguan yang dimiliki oleh para nelayan menjadi salah satu faktor. “Perubahan pasti ada kendalanya� ujar Pak Aziz.
Text by Bryan Dharmanta Photos by Hasan Aji M.
Para Nelayan yang terbiasa untuk memancing dan menjala ikan sebagai sumber pendapatannya tampaknya ragu dengan prospek pariwisata sebagai sebuah usaha yang dapat menghasilkan uang. Perseturuan dengan warga sekitar tidak menjadi penghalang bagi Pak Aziz untuk merevitalisasi pola pikir masyarakat. Dibawah naungan Dinas Kelautan
Provinsi Banyuwangi, dibentuk POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) dengan terlibatnya otoritas yang lebih tinggi, POKMASWAS dapat mengurangi para nelayan yang terus-terusan merusak laut dan turut andil dalam peran melestarikan wisata bahari ini.
Fasilitas publik yang dirancang oleh Budi Pradono
Dalam perkembangan wisata perlu di perhatikan faktor 3A + 1I menurut Kevin Lynch antara lain, Aksesibilitas, Atraksi, Amenitas, dan Inovasi. Aksesibilitas Pantai GWD sangat strategis dan dekat dengan sektor penginapan sehingga memungkinkan turis untuk datang ke pantai tersebut. Dari segi atraksi, jika membahas tentang wisata alam, tentu saja pemandangannya, dalam hal ini, pantainya. Selain
dari laut dan pasir, atraksi ojek kapal, jembatan selfie, amphitheatre menjadi penyokong utama dalam hal pemberian experience baru bagi pengunjung. Fasilitas-fasilitas seperti sentral kuliner, sumber listrik, dan wi-fi sudah menjadi amenitas yang kuat dan cukup untuk mendukung dan mewadahi kebutuhan pengunjung. Inovasi harus ada dan harus diterapkan dikarenakan wisata
tidak boleh bersifat stagnan dan statis. Memang wisata alam diunggulkan dengan alamnya yang mempesona, namun wisata bukan hanya wisata tetapi ada atraksinya juga, sesuatu untuk dijual. Tim GWD bekerja kooperatif dan penuh komitmen untuk memenuhi kepuasan pengunjung yang datang.
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
155
Sirkulasi menuju dermaga
Dibalik maraknya isu yang bertajuk sampah pada pantai, Pantai Grand Watu Dodol justru menorehkan prestasi dengan menjadi pantai terbersih se-Asia Tenggara. Dari 108 kategori yang dinilai, Pantai GWD mendapatkan nilai 87,04 persen. Terlibatnya warga sekitar dalam pelestarian wisata ini tidak boleh dilupakan sebagai faktor penunjang kemenangan yang didapat oleh Pantai GWD, warga sekitar, penjaga dan pengelola pantai bekeja dengan kooperatif sebagai tim dengan rasa inisiatif dan rasa memiliki yang tinggi, bahkan kegiatan pembersihan pantai bagian luar dilakukan setiap hari pada pukul 5 pagi. Namun, tidak ada jalan yang selalu lurus. Musim hujan menyebabkan sampah-sampah dari daerah gunung terbawa ke daerah pantai. Hal ini kurang berkenan di hati Pak Aziz yang telah bersusah payah bersama tim untuk menjaga kebersihan pantai ini, sampah yang tidak dihasilkan oleh penduduk area Watu Dodol yang seharusnya tidak ada, malah mengotori pantai dan pembersihan pantai menjadi suatu pekerjaan tambahan yang seharusnya tidak ada. Para pekerja yang membersihkan pantai sudah ada yang menjadi THL (Tenaga Harian Lepas), yang ikut andil dalam membersihkan pantai dan melestarikannya dengan inisiatif tinggi. “Semua
156 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
yang beraktivitas dan merasa bekerja disini mencari uang, harus ikut andil,� tutur Pak Aziz. Sejak saat itu, hampir 100% nelayan telah berpindah profesi menjadi Pelaku Pariwisata yang menyediakan jasa pariwisata. Dengan citra Pantai GWD yang baru, para pelaku pariwisata yang sebelumnya tidak yakin bisa hidup dari pariwisata, sekarang merasakan buah manisnya. Selain mendapat penghasilan dari ojek kapal, mereka juga bisa mendapat ikan, merupakan win-win solution dikarenakan pengunjung juga mendapat pengalaman wahana yang baru Pantai terbersih se-Asia Tenggara ini juga tidak luput dari keindahan biota laut, terutama koral dan terumbu karangnya. Adanya edukasi yang diberi mengenai budidaya terumbu karang berkualitas yang layak untuk menjadi rumah bagi para satwa air, dan menjadi lokasi snorkeling yang diminati oleh turis. Sepeda dan Sepeda Motor bekas yang sengaja diletakkan diantara terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi spot foto yang menarik bagi para turis yang snorkeling. Uniknya lagi, pasir Pantai Grand Watu Dodol berwarna hitam lho! Bukan karena kotor, melainkan karena kandungan mineral besi yang banyak menjadikan pasir pantai ini unik dan berbeda dari pantai-pantai lainnya.
Kapal-kapal nelayan yang dahulu hanya digunakan untuk melaut, sekarang juga digunakan sebagai ojek kapal yang digunakan untuk mengelilingi laut sampai ke pulau Tabuhan dan Menjangan dekat Bali. Selain kalian bisa menikmati panorama indah Selat Bali, kalian juga dapat memancing cukup merogoh dompet Rp. 200.000 saja, paket lengkap memancing, naik keliling dengan kapal sudah bisa anda dapatkan. Jangan lupa lakukan reservasi terlebih dahulu 1 minggu sebelumnya ya! Banyak kegiatan berupa festival dilaksanakan untuk menarik perhatian pengunjung. Festival-festival terkenal yang pernah diselenggarakan antara lain Kuwung yang dilaksanakan pada 9 Desember 2017 lalu, menghadirkan banyak kesenian daerah yang beragam dari Bali, Banyuwangi bahkan Yogyakarta pun terlibat juga dalam acara ini. Kuwung sendiri memiliki arti pelangi, jadi bisa dibayangkan sendiri betapa meriah dan berwarnanya festival seni ini. Gandrung Sewu, yang merupakan kesenian lokal yang bertumbuh di Banyuwangi yang
merupakan bentuk rasa syukur warga sehabis panen, juga pernah dijadikan acara festival. Ada juga festival Ngopi Sewu atau Ngopi Sepuluh Ewu 21 Oktober 2017 lalu dihadiri oleh wakil presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Sesuai namanya, Ngopi Sewu adalah acara minum kopi di daerah Banyuwangi. Menurut kepercayaan masyarakat, kopi menggambarkan keramahan dan kemurahan hati warga Osing. Seru banget ya! Sudah tidak diragukan lagi kan alasan mengapa Pantai Grand Watu Dodol menjadi jawara se-Asia Tenggara, selain bersih, atraksinya juga menarik. Buat kalian yang ingin mengunjungi Banyuwangi dalam waktu dekat, jangan lupa menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Pantai Grand Watu Dodol dan mengalami sendiri pengalaman-pengalaman seru yang baru. Dijamin kalian tidak akan menyesal deh!
Perpaduan kolom bermaterial beton dan besi
ARÇAKA #11 [MARET 2019 ]
157
PRESENTED BY
MEDIA PARTNER