6 minute read
Pantai Grand Watu Dodol
by ARÇAKA
Muncul pada tahun 1999, Grand Watu Dodol yang sebelumnya dikenal dengan nama Pelopoan,
merupakan sebuah daerah yang menjadi aset pemerintah daerah Banyuwangi dimana penghuninya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan lokasi pantai ini tidak hanya menjadikan ikan pasar sebagai tangkapannya, ikan hias dan terumbu karang juga menjadi target eksploitasi. Penggunaan bahan peledak dengan tujuan untuk menangkap ikan, tanpa disadari juga menghancurkan biota lainnya seperti koral dan terumbu karang, sehingga waktu itu, mata pencaharian nelayan tidak luput dari kegiatan merusak alam.
Advertisement
“Dibutuhkan perubahan pola pikir untuk nelayan-nelayan ini,” ujar Bapak Aziz. Bapak Aziz sangat bersemangat ketika topik mengenai pelestarian pantai dan laut dijadikan bahan pembicaraan, selaku ketua dari POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata), sudah menjadi pekerjaan dan hasrat Bapak Aziz untuk menjaga dan memantau perkembangan pelestarian wisata-wisata yang ada, termasuk Pantai Grand Watu Dodol. POKDARWIS dibentuk dengan terlibatnya Dinas Pariwisata yang bertujuan untuk melestarikan tempat-tempat wisata. Menurutnya, pariwisata merupakan prospek yang sangat baik untuk dijadikan wadah dalam proses perubahan pola pikir. Dengan melibatkan nelayan-nelayan yang dulu sering merusak biota laut dalam mata pencahariannya, Pak Aziz sukses merubah nelayan menjadi pelaku wisata Pantai Grand Watu Dodol.
Terlibatnya nelayan sebagai pelaku wisata menjadikan Pantai Grand Watu Dodol sebagai lahan pekerjaan yang baru pada waktu itu. Pekerjaan yang ditawarkan antara lain seperti penjaga pantai, guide, penjaga warung, dan nahkoda ojek kapal. Awalnya, masyarakat tidak menanggapi hal ini dengan baik. Gagasan yang diberi Pak Aziz untuk
Penataan lansekap pantai
melarang para nelayan merusak alam malah tidak digubris. Para nelayan tersebut belum bisa melihat benefit dari lapangan pekerjaan di sektor pariwisata secara hal yang mereka tahu hanyalah hidup dari ikan sebagai mata pencahariannya. Usaha Pak Aziz tidak hanya sekedar verbal, namun dibuktikan dengan aksinya juga meyakinkan para nelayan tersebut untuk menjadi pelaku pariwisata dengan imingiming imbalan berupa gaji dengan jumlah tertentu, dan akhirnya para nelayan setuju dan dampak yang didapat justru sangat menguntungkan kehidupan dari para nelayan tersebut. “Sekitar 300 orang sudah bisa mendapatkan penghasilannya sendiri,” timpal pak Aziz. “GWD (Grand Watu Dodol) merupakan pariwisata berbasis masyarakat. Adanya sinergi antara masyarakat sebagai pelaku pariwisata dan Dinas Pariwisata sebagai penyedia pariwisata,” ujar ketua POKDARWIS ini.
Dibalik kesuksesan yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah-masalah dan kendala yang dihadapi merupakan faktor penting dibalik perubahan citra Pantai Grand Watu Dodol. Rasa kurang percaya dan keraguan yang dimiliki oleh para nelayan menjadi salah satu faktor. “Perubahan pasti ada kendalanya” ujar Pak Aziz. Para Nelayan yang terbiasa untuk memancing dan menjala ikan sebagai sumber pendapatannya tampaknya ragu dengan prospek pariwisata sebagai sebuah usaha yang dapat menghasilkan uang. Perseturuan dengan warga sekitar tidak menjadi penghalang bagi Pak Aziz untuk merevitalisasi pola pikir masyarakat. Dibawah naungan Dinas Kelautan
Dalam perkembangan wisata perlu di perhatikan faktor 3A + 1I menurut Kevin Lynch antara lain, Aksesibilitas, Atraksi, Amenitas, dan Inovasi. Aksesibilitas Pantai GWD sangat strategis dan dekat dengan sektor penginapan sehingga memungkinkan turis untuk datang ke pantai tersebut. Dari segi atraksi, jika membahas tentang wisata alam, tentu saja pemandangannya, dalam hal ini, pantainya. Selain
Text by Bryan Dharmanta Photos by Hasan Aji M.
Provinsi Banyuwangi, dibentuk POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) dengan terlibatnya otoritas yang lebih tinggi, POKMASWAS dapat mengurangi para nelayan yang terus-terusan merusak laut dan turut andil dalam peran melestarikan wisata bahari ini.
Fasilitas publik yang dirancang oleh Budi Pradono
dari laut dan pasir, atraksi ojek kapal, jembatan selfie, amphitheatre menjadi penyokong utama dalam hal pemberian experience baru bagi pengunjung. Fasilitas-fasilitas seperti sentral kuliner, sumber listrik, dan wi-fi sudah menjadi amenitas yang kuat dan cukup untuk mendukung dan mewadahi kebutuhan pengunjung.
Inovasi harus ada dan harus diterapkan dikarenakan wisata tidak boleh bersifat stagnan dan statis. Memang wisata alam diunggulkan dengan alamnya yang mempesona, namun wisata bukan hanya wisata tetapi ada atraksinya juga, sesuatu untuk dijual. Tim GWD bekerja kooperatif dan penuh komitmen untuk memenuhi kepuasan pengunjung yang datang.
Dibalik maraknya isu yang bertajuk sampah pada pantai, Pantai Grand Watu Dodol justru menorehkan prestasi dengan menjadi pantai terbersih se-Asia Tenggara. Dari 108 kategori yang dinilai, Pantai GWD mendapatkan nilai 87,04 persen. Terlibatnya warga sekitar dalam pelestarian wisata ini tidak boleh dilupakan sebagai faktor penunjang kemenangan yang didapat oleh Pantai GWD, warga sekitar, penjaga dan pengelola pantai bekeja dengan kooperatif sebagai tim dengan rasa inisiatif dan rasa memiliki yang tinggi, bahkan kegiatan pembersihan pantai bagian luar dilakukan setiap hari pada pukul 5 pagi. Namun, tidak ada jalan yang selalu lurus. Musim hujan menyebabkan sampah-sampah dari daerah gunung terbawa ke daerah pantai. Hal ini kurang berkenan di hati Pak Aziz yang telah bersusah payah bersama tim untuk menjaga kebersihan pantai ini, sampah yang tidak dihasilkan oleh penduduk area Watu Dodol yang seharusnya tidak ada, malah mengotori pantai dan pembersihan pantai menjadi suatu pekerjaan tambahan yang seharusnya tidak ada.
Para pekerja yang membersihkan pantai sudah ada yang menjadi THL (Tenaga Harian Lepas), yang ikut andil dalam membersihkan pantai dan melestarikannya dengan inisiatif tinggi. “Semua
Sirkulasi menuju dermaga
yang beraktivitas dan merasa bekerja disini mencari uang, harus ikut andil,” tutur Pak Aziz. Sejak saat itu, hampir 100% nelayan telah berpindah profesi menjadi Pelaku Pariwisata yang menyediakan jasa pariwisata. Dengan citra Pantai GWD yang baru, para pelaku pariwisata yang sebelumnya tidak yakin bisa hidup dari pariwisata, sekarang merasakan buah manisnya. Selain mendapat penghasilan dari ojek kapal, mereka juga bisa mendapat ikan, merupakan win-win solution dikarenakan pengunjung juga mendapat pengalaman wahana yang baru
Pantai terbersih se-Asia Tenggara ini juga tidak luput dari keindahan biota laut, terutama koral dan terumbu karangnya. Adanya edukasi yang diberi mengenai budidaya terumbu karang berkualitas yang layak untuk menjadi rumah bagi para satwa air, dan menjadi lokasi snorkeling yang diminati oleh turis. Sepeda dan Sepeda Motor bekas yang sengaja diletakkan diantara terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi spot foto yang menarik bagi para turis yang snorkeling. Uniknya lagi, pasir Pantai Grand Watu Dodol berwarna hitam lho! Bukan karena kotor, melainkan karena kandungan mineral besi yang banyak menjadikan pasir pantai ini unik dan berbeda dari pantai-pantai lainnya.
Kapal-kapal nelayan yang dahulu hanya digunakan untuk melaut, sekarang juga digunakan sebagai ojek kapal yang digunakan untuk mengelilingi laut sampai ke pulau Tabuhan dan Menjangan dekat Bali. Selain kalian bisa menikmati panorama indah Selat Bali, kalian juga dapat memancing cukup merogoh dompet Rp. 200.000 saja, paket lengkap memancing, naik keliling dengan kapal sudah bisa anda dapatkan. Jangan lupa lakukan reservasi terlebih dahulu 1 minggu sebelumnya ya!
Banyak kegiatan berupa festival dilaksanakan untuk menarik perhatian pengunjung. Festival-festival terkenal yang pernah diselenggarakan antara lain Kuwung yang dilaksanakan pada 9 Desember 2017 lalu, menghadirkan banyak kesenian daerah yang beragam dari Bali, Banyuwangi bahkan Yogyakarta pun terlibat juga dalam acara ini. Kuwung sendiri memiliki arti pelangi, jadi bisa dibayangkan sendiri betapa meriah dan berwarnanya festival seni ini. Gandrung Sewu, yang merupakan kesenian lokal yang bertumbuh di Banyuwangi yang merupakan bentuk rasa syukur warga sehabis panen, juga pernah dijadikan acara festival. Ada juga festival Ngopi Sewu atau Ngopi Sepuluh Ewu 21 Oktober 2017 lalu dihadiri oleh wakil presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Sesuai namanya, Ngopi Sewu adalah acara minum kopi di daerah Banyuwangi. Menurut kepercayaan masyarakat, kopi menggambarkan keramahan dan kemurahan hati warga Osing. Seru banget ya!
Sudah tidak diragukan lagi kan alasan mengapa Pantai Grand Watu Dodol menjadi jawara se-Asia Tenggara, selain bersih, atraksinya juga menarik. Buat kalian yang ingin mengunjungi Banyuwangi dalam waktu dekat, jangan lupa menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Pantai Grand Watu Dodol dan mengalami sendiri pengalaman-pengalaman seru yang baru. Dijamin kalian tidak akan menyesal deh!
Perpaduan kolom bermaterial beton dan besi