Penataan lansekap pantai
M
uncul pada tahun 1999, Grand Watu Dodol yang sebelumnya dikenal dengan nama Pelopoan,
merupakan sebuah daerah yang menjadi aset pemerintah daerah Banyuwangi dimana penghuninya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan lokasi pantai ini tidak hanya menjadikan ikan pasar sebagai tangkapannya, ikan hias dan terumbu karang juga menjadi target eksploitasi. Penggunaan bahan peledak dengan tujuan untuk menangkap ikan, tanpa disadari juga menghancurkan biota lainnya seperti koral dan terumbu karang, sehingga waktu itu, mata pencaharian nelayan tidak luput dari kegiatan merusak alam. “Dibutuhkan perubahan pola pikir untuk nelayan-nelayan ini,” ujar Bapak Aziz. Bapak Aziz sangat bersemangat ketika topik mengenai pelestarian pantai dan laut dijadikan bahan pembicaraan, selaku ketua dari POKDARWIS (Kelompok Sadar
Wisata), sudah menjadi pekerjaan dan hasrat Bapak Aziz untuk menjaga dan memantau perkembangan pelestarian wisata-wisata yang ada, termasuk Pantai Grand Watu Dodol. POKDARWIS dibentuk dengan terlibatnya Dinas Pariwisata yang bertujuan untuk melestarikan tempat-tempat wisata. Menurutnya, pariwisata merupakan prospek yang sangat baik untuk dijadikan wadah dalam proses perubahan pola pikir. Dengan melibatkan nelayan-nelayan yang dulu sering merusak biota laut dalam mata pencahariannya, Pak Aziz sukses merubah nelayan menjadi pelaku wisata Pantai Grand Watu Dodol. Terlibatnya nelayan sebagai pelaku wisata menjadikan Pantai Grand Watu Dodol sebagai lahan pekerjaan yang baru pada waktu itu. Pekerjaan yang ditawarkan antara lain seperti penjaga pantai, guide, penjaga warung, dan nahkoda ojek kapal. Awalnya, masyarakat tidak menanggapi hal ini dengan baik. Gagasan yang diberi Pak Aziz untuk
154 ARÇAKA #11 [ MARET 2019 ]
melarang para nelayan merusak alam malah tidak digubris. Para nelayan tersebut belum bisa melihat benefit dari lapangan pekerjaan di sektor pariwisata secara hal yang mereka tahu hanyalah hidup dari ikan sebagai mata pencahariannya. Usaha Pak Aziz tidak hanya sekedar verbal, namun dibuktikan dengan aksinya juga meyakinkan para nelayan tersebut untuk menjadi pelaku pariwisata dengan imingiming imbalan berupa gaji dengan jumlah tertentu, dan akhirnya para nelayan setuju dan dampak yang didapat justru sangat menguntungkan kehidupan dari para nelayan tersebut. “Sekitar 300 orang sudah bisa mendapatkan penghasilannya sendiri,” timpal pak Aziz. “GWD (Grand Watu Dodol) merupakan pariwisata berbasis masyarakat. Adanya sinergi antara masyarakat sebagai pelaku pariwisata dan Dinas Pariwisata sebagai penyedia pariwisata,” ujar ketua POKDARWIS ini.