6 minute read

Desa Adat Penglipuran

PERSINGGAHAN PRAJURIT YANG KINI MENJADI DESA WISATA

Desa Adat Penglipuran, pernah dengar sebelumnya? Mungkin namanya sudah tak asing lagi para pencinta desa wisata. Desa yang terletak di Kubu, Bangli, merupakan sebuah desa tradisional yang masyarakatnya masih menggunakan sistem adat dan agama sebagai pusat tatanannya. Masyarakat Desa Penglipuran secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan keagamaan berdasarkan ikatan adat istiadat dan sistem budaya. Desa ini ditata secara rapi dengan menjaga

Advertisement

Kondisi Desa Adat Penglipuran di pagi hari

keaslian bangunan dan budayanya, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan tradisional yang asri. Bermula dari zaman Kerajaan Bangli, tenaga masyarakat Desa Bayung Gede sangat dibutuhkan oleh Raja Bangli sebagai prajurit dan pembantu pekerjaan lainnya di kerajaan. Letak antara Desa Bayung Gede dengan pusat kerajaan cukup jauh berjarak sekitar 25 km, yang pada zaman itu hanya dapat ditempuh menggunakan kereta kuda atau berjalan kaki. Dengan jarak yang begitu jauh maka dibuatkanlah semacam benteng sebagai tempat beristirahat para prajurit. Lama-kelamaan para prajurit dan pembantu menetap di desa yang kemudian mereka beri nama Desa Penglipura. Penglipuran berasal dari kata “pengeling” yang artinya pengingat dan “pura” yang artinya tanah leluhur, secara umum penglipuran berarti pengingat tanah leluhur atau tanah asal muasalnya.

Text by Gede Krishna Photos by Hasan Aji M. & https://avonturir-indonesia.com/ portfolio/penglipuran-village/

Pura Puseh merupakan bagian dari Pura Khayangan Tiga di Desa Adat Penglipuran

ZONASI TRI MANDALA

DIANALOGIKAN sebagai pusatnya. Dengan tatanan menyimbolkan dunia para Dewa SEBAGAI TUBUH MANUSIA yang terbagi menjadi dua bagian dan nenek moyang leluhur. Area membentuk as Utara Selatan dengan ini terdiri atas Pura Penataran, Pura axis linear, as Utara Selatan tersebut Puseh dan pura pura lainnya.

Desa Adat Penglipuran difungsikan sebagai jalan dan open 2. Madia Mandala (tubuh): memang sarat akan nilai filosifis space untuk kegiatan bersama. merupakan area dimana pemudan budaya, nilai-nilai filosofis Dikarenakan sistem tatanan kiman penduduk terletak, selain itu diimplementasikan dalam bamasyarakatnya menggunakan sistem juga terdapat Pura Ratu Pingit, Pura nyak bidang, salah satunya tata adat dan agama, maka tata ruangnya Balai Banjar, Pura Dadia Dalem letak kawasan desa, Desa Adat pun secara simbolis disusun Tampuagan, Balai Banjar dan pada Penglipuran mengikuti pola Nawa berdasarkan tingkat kesuciannya sisi selatan terdapat tugu untuk Ambarrukmo Palace Hotel Sanga yaitu penggabungan orientasi yang disebut dengan Tri Mandala mengenang Pahlawan Bangli Anak gunung dan laut (Kaje-Kelod) serta yang juga dianalogikan sebagai Agung Anom Mudita. arah peredaran matahari. Desa ini tubuh manusia, yaitu: 3. Nista Mandala (kaki) : area terbagi menjadi dua bagian yaitu 1. Utama Mandala (kepala): yang terletak pada bagian paling jejer barat dan jejer timur dengan area yang disucikan, sehingga selatan desa sebagai simbolis ruang kontur menanjak dari arah selatan diletakkan di bagian yang paling yang tidak suci, disini terletak area ke arah utara dan Gunung Agung tinggi yaitu disisi utara. Area ini kremasi dan Pura Dalem

H U N I A N

Sejak dulu Bali terkenal akan kekhasan arsitektur tradisionalnya, material yang alami, filosofi tata ruang dan elemen-elemen dekoratifnya merupakan beberapa keunikannya. Hal ini juga dapat dilihat di Desa Adat Penglipuran yang merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat Bali. Pola hunian di desa ini disusun secara rapi dan seragam, setiap rumah disusun berjejer dengan rumah lainnya, tanpa adanya sekat atau spasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kontak sosial yang baik, terlebih di tiap-tiap pekarangan rumah terdapat pintu yang menghubungkan rumah satu dengan rumah lainnya, sehingga tata letak hunian juga berpengaruh pada pola aktivitas sosial masyarakat desa ini. Seperti halnya rumah adat Bali, setiap ruang memiliki perletakannya masing-masing. Sanggah (tempat sembahyang) terletak di sisi sebelah timur, paon meten yang terdiri dari tempat tinggal dan dapur terletak di bagian utara, sedangkan bagian barat terdiri dari lumbung tempat penyimpanan hasil bumi.

Tiap-tiap rumah terdapat pintu gerbang khas Bali yang disebut dengan angkul-angkul, angkulangkul disusun sebagai akses utama menuju rumah yang berada di depan pekarangan.

Tiap-tiap rumah di desa ini memiliki bentuk angkulangkul yang sama, meskipun dengan warna dan ornamen yang berbeda-beda. Keseragaman angkul-angkul inilah yang membuat Desa Adat Penglipuran terlihat sangat rapi dan teratur jika dilihat dari luar.

Potensi material berupa bambu dan kayu digunakan dengan baik, hal ini membuat arsitektur di desa ini dapat bersaing dengan arsitektur di luar Bali. Penggunaan material kayu sangat banyak diterapkan, baik sebagai ornamen ataupun digunakan sebagai struktur. Selain material kayu, terdapat juga material bambu, pada bagian atap paon (dapur) material bambu dipilih sebagai material pengganti genteng, pemasangannya dengan cara dibilah lalu ditumpuk menjadi beberapa lapis, hal ini bertujuan untuk membendung air agar tidak masuk ke dalam ruangan. Selain atap, bambu juga dimanfaatkan menjadi dinding (bedeg) bangunan terutama bangunan paon (dapur).

Kekhasan dan keunikan yang dimiliki desa adat ini menjadikannya wisata primadona bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Ramainya wisatawan yang datang tidak lepas dari pengaruh potensi desa adat yang dikelola dengan baik dan orisinalitas arsitekturnya yang masih terjaga hingga sekarang.

Penggunaan material bambu sebagai atap dan dinding pada bangunan paon atau dapur

MASYARAKAT DESA

Bicara tentang Desa Adat Penglipuran memang tak akan ada habisnya, selain asrinya lingkungan desa, kehidupan masyarakatnya juga menarik. Keseharian masyarakat Desa Adat Penglipuran adalah petani bambu dan pengrajin. Dikelilingi oleh hutan bambu yang sangat luas, membuat masyarakatnya memanfaatkan tanaman bambu menjadi benda yang memiliki nilai seni serta nilai jual, seperti gantungan kunci, angklung, ukiran bambu dan berbagai kerajinan lainnya.

Kerajinan berbahan bambu sangat diminati oleh para pengunjung untuk dijadikan sebagai oleh-oleh khas Desa Adat Penglipuran. Jamu khas Penglipuran yang disebut dengan Loloh Cemcem Penglipuran juga menjadi salah satu produk yang diminati, loloh yang terbuat dari dedaunan dan rempah-rempah ini merupakan produk yang khas dan jarang ditemukan di luar Bali. Belum lengkap rasanya jika ke desa ini tidak melihat kerajinan bambu dan mencoba Loloh Cem-Cem Penglipuran.

Kehidupan masyaraktnya tidak lepas dari adat istiadat yang menjunjung tinggi nilai budaya, gotong royong, asas kekeluargaan dan musyawarah. Masyarakat Desa Adat Penglipuran terdiri dari Warga Desa Pengayah Arep berjumlah 76 orang yang tidak boleh berkurang atau bertambah, Warga Desa Pengayah Roban dan Pengayah Daha Truna jumlahnya dapat bertambah atau berkurang. Sistem pemerintahan di desa ini secara otonom lepas dari lembaga pemerintahan, dipimpin oleh seorang kelian adat yang dibantu oleh 2 orang penyarikan. Sikap penduduk yang mendukung, terbuka dan ramah terhadap setiap pengunjung yang datang, menciptakan kenyamanan pengunjung untuk datang dan berlama-lama di desa ini. Hal-hal lain yang menarik wisatawan untuk datang adalah sistem pemerintahan Desa yang khas dengan sistem Ulu Apadnya yang jarang ditemui di desa-desa lain di luar Bali.

POTENSI PARIWISATA

Potret masyarakat Adat Penglipuran

Desa Adat Penglipuran telah melakukan konservasi budaya dan lingkungan sejak tahun 80-an, yang bertujuan untuk menjaga fleksibilitas Desa Kala Patra, yaitu kelenturan interpretasi masyarakat di wilayah ini dalam kurun waktu tertentu. Barulah pada 1993 Pemerintah Bangli menetapkan Desa Adat Penglipuran sebagai desa wisata, hal ini bertujuan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Bangli pada waktu itu. Dengan begitu adanya konservasi yang awalnya bertujuan untuk menjaga fleksibilitas budaya dan lingkungan secara tidak langsung memikat daya tarik masyarakat luar untuk datang menikmati suasana desa ini.

Kemajuan pariwisata Desa Adat Penglipuran semakin meningkat karena didukung dengan adanya aspek atraktif berupa kesenian dan upacara adat sakral maupun profan yang sering diadakan di Desa Adat Penglipuran. Selain itu fasilitas penunjang (amenities/ amenitas) juga menjadi faktor penting bagi pertumbuhan pariwisata di desa ini, tersedianya homestay, rumah makan dengan suasana pedesaaan, rumah-rumah yang menjual berbagai kerajinan tangan, serta fasilitasfasilitas publik seperti toliet, dan fasilitas lainnya membuat wisatawan betah menghabiskan waktu lebih lama di sini.

Pura Penataran Desa Pekraman Penglipuran ramai dikunjungi sebagai salah satu objek foto

This article is from: