Media Indonesia - 20 Desember 2010

Page 1

Bintang Baru Gokar Indonesia Setelah sukses menjuarai karting nasional dan Asia, Sean bercita-cita tampil di Formula One (F1). Sosok, Hlm 11

Layanan Berlangganan & Customer Service SMS: 08121128899 T: (021) 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: cs@mediaindonesia.com

Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim)

MI/ M IRFAN

MEDIAINDONESIA .COM

J U J U R B E R S UA R A

SENIN, 20 DESEMBER 2010 | NO.10889 | TAHUN XLI | 28 HALAMAN

RUU Yogyakarta Kembali ke Awal PERDEBATAN RUU Keistimewaan Yogyakarta dimulai kembali dari awal. DPR berkeras jika konsep gubernur utama yang ditawarkan pemerintah tak lebih sebagai kata ganti dari pararadhya, konsep yang diusung pemerintah pada draf 2009. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari F-PDIP Ganjar Pranowo di Jakarta, kemarin. “Sama saja, hanya mengganti kata, walau memang ada derivasi yang di situ ditulis lebih detail,” kata Ganjar. Pemerintah, lanjutnya, masih menganggap pengisian jabatan gubernur bukan ranah keistimewaan yang dimiliki Kesultanan Yogyakarta. Sikap itu diperjelas dalam draf yang diserahkan ke DPR RI pada Kamis (16/12) lalu. F-PDIP beranggapan hal itu semestinya ditanyakan terlebih dahulu kepada Kesultanan Yogyakarta dan Paku Alaman sebagai pemegang keistimewaan. “Apakah penetapan itu bagian dari keistimewaan atau tidak.” Anggota Komisi II DPR RI dari F-PKS Agus Poernomo menyatakan peliknya perdebatan akan dimulai dari paradigma yang terkandung dalam pertimbangan yang dijadikan dasar oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan

EDITORIAL

Mahalnya Ongkos Kegamangan

MI/ PANCA SYURKANI

Sempurna Menuju Bukit Jalil Timnas lebih dahulu melakoni laga final tandang ke Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, pada 26 Desember. Irvan Sihombing

MI/ SUSANTO

Ganjar Pranowo Wakil Ketua Komisi II DPR Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyebutkan pemilihan kepala daerah diselenggarakan secara demokratis, sedangkan mayoritas fraksi di DPR ingin berangkat dari Pasal 18 ayat 1 huruf b soal keistimewaan daerah diakui negara. “Kita mulai dari lex specialis yang terkandung dalam Pasal 18b ayat 1, yakni negara mengakui kekhususan dan keistimewaan suatu daerah. Demokratis itu tetap masuk, tetapi prosedur pengangkatan dan lain-lain itu diatur secara internal,” ungkap Agus. Di sisi lain, konsep yang ditawarkan pemerintah juga mengandung kerumitan. Bagaimana pemerintah menempatkan sultan dalam dua jabatan yang memiliki kewenangan dan kewajiban berbeda. “Itu akan menimbulkan masalah saat pertanggungjawaban,” tukasnya. (Din/X-6)

MELAJU KE FINAL: Suporter timnas Indonesia merayakan gol ke gawang Filipina yang dicetak Cristian Gonzales (foto bawah) pada laga semifinal leg kedua AFF Suzuki Cup di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, tadi malam. Indonesia akan berhadapan dengan Malaysia di final.

T

IM nasional Indonesia tampil sempurna. Dari lima kali laga di AFF Suzuki Cup 2010, Firman Utina dan kawan-kawan selalu menang. Kemenangan terakhir diraih tadi malam, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, saat skuat ‘Merah Putih’ kembali menekuk Filipina 1-0 di leg kedua semifinal turnamen yang dulu bernama Piala Tiger itu. Cristian ‘El Loco’ Gonzales kembali menjadi penentu langkah timnas menuju final melawan Malaysia pada 26 dan 29 Desember. Setelah pada leg pertama Gonzales memperdayai kiper Neil Etheridge dengan kepalanya, tadi malam pemain naturalisasi kelahiran Uruguay itu menjebol kiper ketiga klub Inggris, Fulham, itu dengan tendangan voli kaki kiri di menit ke-43. Itu menjadi gol ketiga Gonzales di turnamen ini, sekaligus menempatkan dirinya sebagai top scorer. Gol spektakuler dari jarak sekitar 30 meter itu sekaligus menjadi gol keenam bagi Gonzales sejak resmi berkostum ‘Merah Putih’ mulai 1 No-

vember. “Saya tidak memikirkan top scorer, yang penting Indonesia menang,” kata Gonzales seusai laga. Dengan kemenangan agregat 2-0 atas The Azkals (julukan timnas Filipina), ‘Pasukan Garuda’ selangkah lagi mencapai cita-citanya meraih gelar juara AFF untuk kali pertama sejak 1996. Sejak turnamen dua tahunan itu digelar, timnas sudah empat kali tampil di final, yakni pada 2000, 2002, 2004, dan 2010. Namun, dalam tiga partai puncak sebelumnya, timnas selalu kandas. Perjalanan anak asuh Alfred Riedl kali ini diiringi dukungan luar biasa dari masyarakat di Tanah Air. Sejumlah pecinta timnas rela menginap di sekitar Gelora Bung Karno demi mendapatkan tiket. Mereka antusias menonton aksi impresif Nasuha, Okto Maniani, Ridwan, Bustomi, juga Yongki Ari Bowo, penyerang muda usia 20 tahun pengganti posisi Irfan Bachdim. Lebih dari 70 ribu tiket ludes. Bahkan, ribuan orang yang tidak kebagian tiket rela menyaksikan laga lewat layar lebar di empat titik Gelora Bung Karno.

ANTARA/ PRASETYO UTOMO

Di dunia maya, kemenangan Indonesia, tadi malam, juga membetot perhatian bintang Manchester United Rio Ferdinand, penyerang Liverpool Ryan Babel, dan kapten Arsenal Cesc Fabregas. “Selamat untuk Indonesia karena mencapai final,” tulis Babel dalam akun Twitter-nya, @RyanBabel. “Aku tahu dari twitfam-ku di Indonesia kalau mereka sudah mencapai final, selamat!” tulis Ferdinand di akun @rioferdy5. “Selamat untuk semua fans sepak bola di Indonesia atas kemenangannya. Selamat menikmati!” tulis Fabregas di akun @cesc4official. Partai final akan berlangsung dengan sistem home and away,

26 dan 29 Desember. Indonesia akan lebih dahulu melakoni laga tandang ke Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Skuat ‘Merah Putih’ pernah membungkam Malaysia 4-1 di Bukit Jalil pada semifinal Piala AFF 2004/2005. Lolosnya Malaysia ke final disambut dengan antusias oleh penduduk di negeri jiran itu. Pelatih Malaysia K Rajagopal pun menyatakan sudah siap berhadapan dengan Indonesia. “Pertandingan akan berbeda. Ini adalah tahun kejutan bagi Malaysia. Kami mencapai final dan saya pikir kami akan meneruskannya.” (*/X-7) irvan@mediaindonesia.com Berita terkait hlm 27

ADA pertanyaan yang menjengkelkan, yaitu mengapa perdebatan soal subsidi, khususnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), seperti lingkaran setan yang tidak ada putusnya? Sebagian jawabannya tak kalah menjengkelkan: karena pemangku kepentingan di negeri ini terlalu takut untuk tidak populer. Setiap pembatasan subsidi, apalagi pemangkasan, mengandung risiko politik. Risiko itu bisa berupa kritik amat tajam dengan tuduhan pemerintah tidak prorakyat. Tapi, bukankah pemimpin dipilih untuk berani menanggung risiko? Bukankah demi kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang, seberat apa pun tantangan mesti dihadapi? Sebagian besar elite politik sudah mafhum bahwa subsidi BBM di negeri ini dari waktu ke waktu terus membebani anggaran negara. Di APBN 2011, misalnya, subsidi BBM dipatok lebih dari Rp95 triliun, atau memakan hampir 10% anggaran negara. Masih bisa dimaklumi jika subsidi itu jatuh ke tangan yang berhak. Akan tetapi, kenyataannya subsidi itu justru mengalir ke kantong-kantong mereka yang mampu. Lebih dari 50% subsidi premium, contohnya, dikonsumsi mobil pribadi. Kendati sudah mengetahui buruknya distribusi dana subsidi, penyelenggara negara ini tidak punya nyali yang cukup untuk menghentikannya. Kegamangan terus menghantui sehingga ongkos yang mesti ditanggung pun kian membengkak. Fakta paling nyata dari kegamangan itu ialah rencana pemberlakuan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Ide yang ditawarkan sejak 2008 itu hingga kini terus mulur-mungkret. Pada awal 2010, ide tersebut kembali diwacanakan, bahkan sempat hendak diujicobakan pada Juni 2010. Juni terlewati, waktu pembatasan pun digeser ke Ok- Jika sekarang tidak tober. Eh, meleset juga. ada yang berani Lalu, diwacanakan lagi mengambil risiko, bakal dilakukan mulai 1 Januari 2011 untuk wila- sampai anak cucu yah Jabodetabek. Tapi, bupun subsidi BBM akan ruknya persiapan dan perencanaan membuat target terus membebani.” waktu tersebut pun lagi-lagi tak tercapai. Komisi VII DPR yang membidangi energi meminta pemerintah mematangkan konsep pembatasan tersebut dan membawanya kembali ke DPR Januari nanti. Target pelaksanaan pembatasan pun mulur lagi ke akhir kuartal pertama 2011. Karena terus molor, target pengurangan subsidi pun gagal diraih. Semula, dengan asumsi mulai Januari ini konsumsi BBM bersubsidi di Jabodetabek sudah bisa dibatasi lalu disusul seluruh Jawa-Bali pada pertengahan 2011, kuota BBM bersubsidi bisa dihemat 4 juta kiloliter, atau senilai Rp8 triliun. Namun, serangkaian kegamangan membuat target penghematan itu meleset, bahkan amat mungkin cuma bisa dihemat 1 juta kiloliter atau setara Rp2 triliun. Lalu, muncullah berbagai saran alternatif, seperti mengapa tidak ada keberanian untuk menaikkan harga BBM secara bertahap? Toh, dengan menaikkan Rp300 per liter, misalnya, subsidi bisa berkurang mencapai Rp10 triliun. Lalu, akhir tahun depan dinaikkan lagi bertahap hingga mencapai harga keekonomian. Bukankah kita sudah memiliki pengalaman memutus ketergantungan BBM bersubsidi dengan mengonversi minyak tanah ke gas? Dalam kurun tiga tahun, sejak 2007, konversi itu mampu mengurangi subsidi hingga Rp21,38 triliun. Ketika itu, ada sosok Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berani mengambil risiko tidak populer. Jika sekarang tidak ada yang berani mengambil risiko itu, sampai anak cucu pun subsidi BBM akan terus membebani. Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi: mediaindonesia.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Media Indonesia - 20 Desember 2010 by Asmat - Issuu