Media Indonesia - 22 Desember 2010

Page 1

Layanan Berlangganan & Customer Service

Ginjal Suporter untuk King Riedl Riedl memang pelatih yang sukses membawa sepak bola Vietnam menjadi kekuatan di Asia Tenggara. Olahraga, Hlm 28

SMS: 08121128899 T: (021) 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: cs@mediaindonesia.com

Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim)

MI/PANCA SYURKANI

MEDIAINDONESIA .COM

J U J U R B E R S UA R A

RABU, 22 DESEMBER 2010 | NO.10891 | TAHUN XLI | 28 HALAMAN

Ical, Sultan, dan SBY Bertemu di Istana

EDITORIAL

Ruang Gelap Dana Partai

Suhu politik menjelang pembahasan RUU Keistimewaan DIY diperkirakan segera turun. Thalatie Yani

D

ENGAN berbagai cara, masyarakat Yogyakarta menentang RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) karena isinya tidak serta-merta menempatkan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Di Bantul, DIY, Paguyuban Dukuh (Pandu) Bantul memberikan cap jempol darah sebagai bentuk dukungan terhadap keistimewaan Yogyakarta dengan opsi Sultan dan Paku Alam ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, bukan dipilih. Di tengah suasana yang memanas itu, kemarin terjadi pertemuan dua tokoh sentral yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan HB X yang dihadiri Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Sumber-sumber Media Indonesia memastikan ketiga tokoh bertemu di Wisma Negara lingkungan Istana Presiden sekitar pukul 14.30 WIB. Pertemuan berlangsung sekitar 1 jam. ‘’Ketiganya bertemu dan tentu saja terkait dengan RUU Keistimewaan Yogyakarta,’’ kata sumber itu. Pertemuan itu diperkirakan dapat menurunkan suhu politik menjelang pembahasan RUU Keistimewaan DIY oleh DPR dan pemerintah yang dimulai awal 2011. Sebelumnya pada Sabtu (18/12) Abu-

rizal yang biasa disapa Ical bertemu dengan Sultan di Keraton Yogyakarta. Selain sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Ical juga menjadi Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi pendukung SBY-Boediono. Salah seorang yang dekat dengan Ical membenarkan bahwa terjadi pertemuan Ical, Sultan, dan SBY, namun dia buruburu mengatakan tidak tahu apa yang dibicarakan. Wakil Sekjen DPP Partai Golkar yang juga juru bicara Ical, Lalu Mara, mengatakan dia mendengar pertemuan tersebut ada. Dia bahkan menjelaskan Ical semestinya mempunyai sebuah acara, tetapi ditundanya. “Namun, saya sedang tidak bersama Ical hari ini (kemarin),” jelasnya. Sultan kemarin juga dijadwalkan hadir dalam sebuah pertemuan di Bali, tapi dibatalkan karena mendadak harus ke Jakarta. Membantah Pertemuan Ical, Sultan, dan SBY di Istana itu sangat tertutup bagi pers. Para juru bicara dan staf khusus Presiden tegas-tegas membantah adanya pertemuan itu. Hingga tadi malam tidak ada satu pun dari lingkungan Istana yang membenarkan pertemuan tersebut. “Tidak ada, tapi saya sendiri tidak ikut,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Pasha kepada wartawan. Menurut Julian, acara Presiden pada pukul 14.00 adalah menerima Menpora Andi Mallarangeng sebagai kader Par-

MI/SUSANTO

MI/ARDI T RISTI

CAP JEMPOL DARAH: Warga melakukan aksi cap jempol darah di Sewon, Bantul, DIY, kemarin. Aksi itu merupakan simbol kesetiaan terhadap keistimewaan Yogyakarta. tai Demokrat sekaligus membicarakan prestasi olahraga di Tanah Air. ‘’Setelah itu saya tidak tahu,’’ kata Julian. Acara tersebut tidak dijadwalkan. Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix

Vernando Wanggai juga mengaku tidak tahu-menahu mengenai pertemuan tersebut. Velix mengaku sedang berada di Bandung. (AO/AU/*/X-4) thalatie@mediaindonesia.com

PSSI Eksploitasi Timnas demi Uang MEROKETNYA prestasi timnas Indonesia langsung dimanfaatkan PSSI untuk menaikkan harga tiket pada laga final kedua (29/12) AFF Suzuki Cup 2010 melawan Malaysia di Stadion Gelora Utama Bung Karno. Penaikan paling signifikan un tuk VVIP dari Rp500 ribu menjadi Rp1 juta. Kategori III (tribune atas) yang tidak pernah naik sejak babak penyisihan hingga semifinal, juga dinaikkan dari Rp50 ribu menjadi Rp75 ribu (lihat tabel). Akibat kebijakan itu, PSSI mendapat kritik dari berbagai pihak. Budayawan Radhar Panca Dahana dalam wawancara dengan Metro TV mengatakan PSSI sengaja mengeksploitasi timnas dengan menaikkan harga tiket. “Jangan ambil keuntungan dari timnas itu untuk kelompok sendiri,” sindirnya. Mantan manajer timnas Indonesia pada 1999 IGK Manila juga tak kalah keras melontarkan kritiknya. Menurutnya, penaikan harga tiket hanyalah ajang cari uang dari rakyat. “Rakyat kecil itu antre untuk mendapatkan tiket seharga Rp50 ribu dengan kepanasan, kehujanan, kok malah dinaikkan. Masak mau cari uang dari rakyat lagi? Ini kan hiburan rakyat kecil.” Menteri Pemuda dan Olahraga Andi

Mallarangeng juga gerah dengan ulah PSSI tersebut. Ia mendesak PSSI menurunkan harga tiket kelas tribune. “Untuk VIP atau VVIP, yang beli adalah orang yang punya banyak uang. Kalau tribune? Saya minta PSSI menurunkan harga (tiket) tribune.” Untuk mengatasi masalah tersebut, Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memberi solusi. Ia menyarankan agar PSSI tidak menaikkan harga tiket, tetapi memperbaiki pembelian tiket. Tujuannya supaya tidak ada penonton yang telantar. Meski dikritik habis-habisan, PSSI bergeming. Ketua Panitia Lokal (LOC) Joko Driyono berkilah penaikan itu sudah harga mati dan tidak bisa diganggu gugat. “Saya tidak tanggapi protes terkait penaikan harga tiket. Sori, yah, kebijakan ini tidak untuk didialogkan.” PSSI memang bersikukuh menaikkan harga tiket. Pasalnya, untuk menggeber target pemasukan Rp10,5 miliar, salah satu cara adalah dengan cara itu. Joko beralasan LOC sudah menggelar rapat dengan Komite Eksekutif (Exco) PSSI sebelum memutuskan menaikkan harga. Selain itu, LOC sebenarnya sudah mengumumkan bakal menaikkan secara bertahap setiap babak. (Nav/*/R-1)

MI/PANCA SYURKANI

EUFORIA: Para suporter timnas Indonesia saat merayakan kemenangan atas Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/12).

REFORMASI ternyata tidak membuat partai politik kian mandiri. Bahkan, boleh jadi partai politik di Indonesia yang paling enak di dunia. Mereka bisa hidup bukan oleh kekuatan sendiri, melainkan karena kucuran dana dari pemerintah dan berbagai sumbangan. Mengelola partai di wilayah yang luas seperti Indonesia memang tidak gampang. Bayangkan harus membangun kantor di 33 provinsi, 75% kabupaten, dan 50% kecamatan. Di Indonesia sekarang ini terdapat 398 kabupaten dan 93 kota serta 6.300 kecamatan. Sayangnya, sejak lama negara membiarkan partai hidup dan berkembang bukan oleh kekuatan sendiri, melainkan disusui. Itulah yang tecermin dalam UU Partai Politik terbaru hasil revisi, yang disahkan DPR pekan lalu. Undang-undang itu menyebutkan partai politik masih memperoleh kucuran dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Hebatnya lagi, pagu sumbangan dari badan usaha atau perusahaan dinaikkan dari Rp4 miliar menjadi Tanpa akuntabilitas Rp7,5 miliar. Ironisnya, melonjaknya dan transparansi, pagu sumbangan dari perusahaan itu tidak diiringi dengan sama artinya berbagai ketentuan yang je- membiarkan dana las dan tegas. Padahal, fakta memperlihatkan transparansi partai bergerak dan akuntabilitas laporan ke- di ruang gelap. uangan partai sangat buruk. Bila itu dibiarkan, Laporan dana dari APBN, misalnya, yang sebenarnya jangan berharap sudah memiliki format baku partai mampu berdasarkan Permendagri No 24/2009, banyak dilabrak menjadi kekuatan partai-partai politik dengan antikorupsi.’’ berbagai alasan. Partai Demokrat adalah salah satu contohnya. Sampai bulan lalu, partai peraih terbanyak kursi dalam Pemilihan Umum 2009 itu belum juga menyerahkan laporan pertanggungjawaban dana bantuan parpol. Bukan cuma banyak partai yang lelet menyerahkan laporan keuangan. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) malah mencatat penyalahgunaan dana bantuan partai politik sebesar Rp24,6 miliar di 20 provinsi pada 2009. Itu baru dana yang dikucurkan lewat APBN. Bagaimana dengan dana dari sumbangan perorangan dan perusahaan? Jelas, lebih gelap. Gelap karena publik tidak pernah tahu asal usul dana dan penggunaannya. Celakanya, biar ada ketentuan-ketentuan yang memagari perkara dana politik itu, partai politik yang melanggar ketentuan tersebut toh dibiarkan. Lebih celaka lagi, sanksi yang dijatuhkan juga banci. Belum pernah ada parpol yang laporan keuangannya melanggar dikenai sanksi pembubaran. Karena itu, wajar bila ada desakan agar hasil audit laporan keuangan partai politik tidak cuma diberikan kepada Komisi Pemilihan Umum, tapi juga ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Bagaimanapun, di tengah belum mandirinya partai politik, naiknya pagu sumbangan dari perusahaan hingga Rp7,5 miliar memang hanya menciptakan peluang bagi praktikpraktik korupsi dan politik dagang sapi. Tanpa akuntabilitas dan transparansi, sama artinya membiarkan dana partai bergerak di ruang gelap. Bila itu dibiarkan, jangan berharap partai mampu menjadi kekuatan antikorupsi. Jangan pula berharap pemerintah sekarang dan mendatang bisa bersih dan transparan. Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi: mediaindonesia.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.