Edisi September-Oktober

Page 1

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa

1


Daftar Isi

Laporan utama ii

Feature

Kilas Balik

alumni Sempena Bedah Buku 2 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


REDAKSI YTH UKT Terlalu Tinggi

Liputan Laporan utama i

10

Laporan utama iii

18

Profil

32

Gelagat

46

Mahasiswa Universitas yang sudi menyampaikan keluhan saya ini. Saya ingin bertanya pada pihak Fakultas Ekonomi, bagaimana proses mengajukan penurunan UKT dari yang ditetapkan sekarang? Saya merasa terbeban atas biaya kuliah sebesar ini.

UKT Lagi Assalamualaikum. Terimakasih pada Bahana Kebijakan Uang Kuliah Tunggal nyatanya tidak berjalan sebagaimana dicanangkan. Kami masih disuruh membeli alat dan bahan praktikum. Apalagi praktikum adalah bagian dari mata kuliah yang wajib diambil. Jadi bagaimana realisasi UKT sebenarnya pak?

Non liputan redaksi yth

3

catatan rektor

4

sekapur sirih

6

Seulas pinang

7

Jengah

13

kolom

20

Cerpen

26

UR doeloe

35

Opini

36

mind-a

37

Kesehatan

43

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa

3


Catatan Rektor

UR Terus Berusaha Mencapai Visi SEBAGAI wujud dari implementasi visi Universitas Riau,

Prof. Dr. Ir. H. Aras Mulyadi, DEA— Rektor Universitas Riau Dirangkum dari pidato Rektor pada Sidang Terbuka Senat Universitas Riau bulan Februari dan Oktober 2016

, saya sebagai Pimpinan Universitas Riau, ingin menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan kinerja Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menjadi misi utama sebuah lembaga yang bernama universitas. Sejak 1 Oktober 1962, Universitas Riau atau UR selalu berkomitmen, membangun peradaban bangsa melalui lulusan-lulusan yang berkompetensi tinggi untuk menciptakan masyarakat cerdas, berinovasi serta bermanfaat bagi masyarakat luas. Ini seiring dengan jargon UR, Universitas Riau, Jantung Hati Masyarakat Riau. Hingga sekarang, 82.713 orang telah menjadi alumni. Maka sebanyak itu pula jutaan manfaat yang telah disebarkan bagi kehidupan masyarakat. Angka ini bukan hanya sebagai indikator, UR tergolong universitas besar yang ada di Indonesia, namun satu di antara universitas negeri yang tertua yang ada di “Bumi Lancang Kuning�. Terkait penyelenggaraan pendidikan nasional secara umum, perguruan tinggi dituntut untuk menemukan, mengembangkan dan menerapkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Kemampuan tersebut akan menentukan dan kepercayaan masyarakat yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi. Diwujudkan melalui tiga pilar utama, yaitu pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. UR sebagai Satuan Kerja dari Kementerian Riset, Tekonologi dan Pendidikan Tinggi atau Kemenristekdikti, turut mengambil peranan penting dalam menentukan dan kepercayaan masyarakat tersebut. Maka dari itu, dalam Rakernas Kemenristekdikti tahun 2016 lalu, ada empat poin sasaran utama yang menjadi tanggung jawab Perguruan Tinggi. Pertama, tersedianya program studi yang berkualitas pada seluruh strata pendidikan dan memenuhi tuntutan masyarakat pengguna dengan memanfaatkan potensi keunikan UR. Keterlibatan komunitas Iptek dan Pendidikan Tinggi melalui komitmen dalam pelaksanaan kebijakan dan program kegiatan. Pada 2016, UR sudah termasuk dalam kategori sebagai universitas besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fakultas, program studi, dosen tetap, pegawai dan mahasiswa. Ada 9 fakultas. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Perikanan dan Kelautan

4 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


catatan rektor

(FPK), Fakultas Pertanian (FP), Fakultas Teknik (FT), Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Kedokteran (FK). Sebanyak 460 orang Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur penunjang pelaksana administrasi. Jumlah kepemilikan dosen tetap 1072 orang, Profesor aktif 53 orang. Hingga saat ini, jumlah mahasiswa aktif Universitas Riau 34.398 orang. Jumlah Program Studi sebanyak 89. Jenjang pendidikan S3 3 program studi, S2 21 program studi, profesi 4 program studi, S1 52 program studi, D3 8 program studi dan D4 satu program studi. Alhamdulillah, dari 89 program studi 14 persen terakreditasi A, 75 persen terakreditasi B dan 11 persen terkreditasi C. Ini menandakan, Universitas Riau telah berkomitmen memberikan dukungan terhadap pembangunan masyarakat Indonesia yang berkelanjutan. Program Studi yang memperoleh akreditasi A yaitu Profesi Ners, Keperawatan, Agribisnis, Akuntasi, Biologi, Kimia, Ilmu Administrasi Publik, Ilmu Hubungan Internasional, Budi Daya Perairan, Ilmu Kelautan, Pemanfaatan Sumber Daya Perairan dan Teknologi Hasil Perikanan. Sementara itu, unit atau lembaga yang ada di UR meraih akreditasi A yaitu, Perpustakaan UR atas layanan perpustakaan. Selanjutnya Lembaga Pengembangan dan Penelitian Mutu Pendidikan atas pengadaan barang dan jasa pemerintah. Terakhir, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat dengan penelitian mandiri. Mengenai kinerja pendidikan dan pengajaran, UR memperbaiki proses belajar mengajar sehingga IPK mahasiswa rata-rata 3,0. Untuk IPK lulusan rata-rata 3.1. Lama studi dapat ditekan dari 5 tahun menjadi 4,5 tahun. Hasil ini senantiasa diperbaiki seiring dengan target yang ditetapkan. Berdasarkan pemeringkatan oleh UI . UR termasuk peringkat

ke-9 se-Indonesia, atau peringkat 217 Perguruan Tinggi terbaik di dunia yang memiliki komitmen tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup kampus. Sebelumnya peringkat ke10 se-Indonesia. Kinerja Kemahasiswaan UR, Pekan Seni Mahasiswa Daerah Riau pada 8 sampai 10 September 2016, yang digelar oleh Kemenristekdikti, UR meraih juara II dangdut putri Ririn Situmorang, juara II dangdut putra M. Isa, Juara III dangdut putra Juki, juara I pop putri Chindy Christy, juara I pop putra Abaay, juara I lukis Ulum, juara II lukis Khairul Sukmanudin, juara II komik strip Yosi Dwiharini, juara II baca puisi putri Tengku Novenia Yahya, juara III baca puisi putra Tri Yudha Purwanto, juara I keroncong putra Romi Kurniadi, juara I keroncong putri Della Putri, juara I seriosa putra Anggi, juara I seriosa putri Novi Isni, juara vocal group Tim UR, juara II fotografi hitam putih Ivan Malibu dan juara II fotografi warna Munawir Ghazali. Kedua, terciptanya lulusan berkompetensi tinggi, berkarakter budaya melayu yang bijak dalam mengembangkan sumber daya perairan. Hal ini sejalan dengan visi UR. Harian Riau Pos memfasilitasi Universitas Riau dalam mendokumentasikan kiprah alumni UR hingga saat ini. Pada halaman ke-32 setiap harinya, selau ada berita tentang alumni UR. Melalui ruang yang disediakan media ini, kita dapat menyorot tentang kiprah alumni yang telah berkontribusi nyata di tengah masyarakat. Ketiga, tersedianya hasil penelitian IPTEKS yang efisien dan efektif bagi pembangunan regional, nasional dan internasional. Berdasarkan Pemeringkatan pada Januari 2016, UR berada pada peringkat ke-5 di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia. adalah suatu sistem yang memberikan penilaian terhadap seluruh universitas terbaik di dunia melalui website universitas yang dilakukan terhadap lebih dari 20.000

edisi september-oktober 2016

Perguruan Tinggi di seluruh dunia. Ini merupakan poin penyemangat bagi komponen di universitas, untuk selalu menyediakan serta memberikan pelayanan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas. Selanjutnya, untuk kinerja Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Semakin tingginya perhatian UR pada bidang penelitian, 19 orang peneliti berhasil memperoleh status penelitian Hak Kekayaan Intelektual (Haki) dan Paten yang diberikan oleh Kemenristekdikti. Semuanya berasal dari FT 3 peneliti, FKIP 5 peneliti, FMIPA 7 peneliti, FE 2 peneliti, FISIP 1 peneliti dan PSIK 1 peneliti. Selain itu, UR juga sedang memproses beberapa penelitian untuk meraih status yang sama. Begitu pula dengan pemenang penelitian Dikti tahun 2016. Sebanyak Rp 7 Milyar dengan 132 judul penelitian diperoleh UR. Penelitian ini berasal dari KLN, MP3I, Fundamental, Kompetensi, Hiber, Stranas, Pupt, Doktor, Antar PT dan Pascasarjana. Indikator bahwa Universitas Riau merupakan lembaga yang berkompetensi tinggi, bukan hanya mewujudkan lulusan yang bermutu, namun juga memiliki implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang nyata untuk bermanfaat bagi masyarakat luas. Keempat, yaitu tersedianya sistem, model dan teknologi yang mampu memecahkan persoalan dasar institusi, masyakat dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Keempat poin tersebut, tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat untuk menempatkan, putra-putrinya di UR. Terlaksananya sasaran ini, tergantung kerja keras semua pihak mendukung UR terus maju dan berkembang dalam menghasilkan lulusan terbaik. Pada akhirnya dapat berkonstribusi terwujudnya peradaban bangsa yang lebih baik.*

Bahana Mahasiswa

5


Sekapur Sirih

SUKSESI DAN ANGGOTA BARU

Bahana Mahasiswa Musyawarah Tahunan Bahana Mahasiswa dan prosesi penyerahan kepemimpinan di Bahana. Foto: Rizky BM

HARI ketujuh di bulan November, tepat pukul 00.00, Bahana punya nakhoda baru. Melalui Musyawarah Tahunan, lelaki kelahiran Panipahan, Rokan Hilir jadi Pemimpin Umum merangkap Pemimpin Redaksi. Ia Suryadi M Nur. Memulai aktivitasnya di Bahana sejak 2011. Sebelumnya, posisi Pemimpin Umum dipegang oleh Ahlul Fadli, selama tiga tahun. Usai masa studi sebagai mahasiswa, mengharuskannya pula untuk melepas jabatan ini. Beberapa prestasi yang ditinggalkan tentu jadi motivasi bagi generasi penerus. Tak lupa pula kami ucapkan, selamat menjadi sarjana. Semoga ilmunya bermanfaat bagi bangsa dan negara. Bergantinya pimpinan, berganti pula struktur pengurus di Bahana. Pemimpin Perusahaan diamanahkan pada Jeffri Sianturi. Pria Batak ini, sebelumnya Redaktur Pelaksana. Sebagai penggantinya Agus Alfinanda dan tetap memegang amanah sebagai Litbang. Di bawah Redaktur Pelaksana ada tiga Redaktur. Redaktur Majalah diampu oleh Eko Permadi, Redaktur

Buletin oleh Rizky Ramadhan dan Redaktur Online oleh Nirma Redisa. Badru Chaeruddin bersama Eka Kurniawati mengelola iklan. Badru juga dipercaya sebagai fotografer dan mengembangkan pustaka Bahana. Sementara itu, yang mengurus administrasi di Bahana ada dua orang perempuan. Trinata Pardede dan Wilingga. Mereka sebagai Sekretaris dan Bendahara. Semoga awak baru Bahana ini semakin lebih baik dan tetap mengembangkan tradisi akademis yang kritis. Tak hanya berganti pengelola, Bahana juga kedatangan 15 anggota baru. Kami menyebutnya kru magang. Mereka diterima setelah melalui proses pendidikan dan latihan selama 3 hari. Dalam kesempatan yang sama ini pula, Misdawati diangkat sebagai kru tetap atau reporter Bahana. Ia sudah magang hampir satu tahun. Majalah ini merupakan edisi akhir tahun. Kasus pemukulan mahasiswa FH oleh staf kemahasiswaan, kami angkat dalam rubrik Laporan Utama. Kini, orangnya ditetapkan sebagai

tersangka. Proses hukumnya masih berjalan hingga kini. Di rubrik feature, kami tuliskan kisah Abdul Latif Hasyim yang hobi mengumpul benda sejarah hingga buat museum dirumahnya. Untuk menambah pengetahuan sejarah anda, kami mengkilasbalik Desa Pongkai yang tenggelam akibat pembangunan PLTA di Koto Panjang. Di rubrik gelagat, ada sosok Josmardi yang buat tertib parkir di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ada juga Feliatra di rubrik profil, akademisi UR yang pernah jadi Rektor di Universitas Pasir Pengaraian. Untuk mahasiswa, kami sajikan cerita Tengku Novenia Yahya, mahasiswa Pendidikan Fisika yang dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi. Masih untuk mahasiswa, Siswanti Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, mengolah lele dan rebung jadi sosis yang berserat tinggi. Tulisannya ada di rubrik artikel ilmiah. Untuk menemani waktu santai anda, beberapa non liputan juga kami sajikan. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat dan berkenan bagi pembaca sekalian.*

6 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Seulas Pinang

Menolak Cara Kekerasan ARDI ARMANDANU, mahasikemunduran dalam dunia akademis wa Fakultas Hukum (FH) dipukul terutama dalam hal kebebasan beroleh Popi Kurniawan alias Pai. Ia pendapat. Diedarnya surat tersebut staf Wakil Rektor Bidang Kemahajuga menggambarkan bahwa rektor siswaan dan Alumni. Ardi mengalaterlihat alergi terhadap kelembagaan mi luka memar di wajah. Imbasnya, mahasiswa. Tentu saja. Karena kelemPai dilaporkan ke pihak yang berwabagaan juga dilarang bertemu dan berjib. Kini, ia sebagai tersangka. cengkrama dengan mahasiswa baru saat upacara usai. Peristiwa ini terjadi di gedung FH jalan Prof Muchtar Lutfi—jalan Kedua, dalam konstitusi negara, masuk menuju kampus UniversiIndonesia merupakan negara hukum. tas Riau. Waktu itu, Ardi beserta Didalamnya ada perintah dan larangan. kelembagaan mahasiswa FH hendak Sanksinya tegas bagi yang melanggar. menggelar orasi di gedung kuliah Begitu juga dengan pemukulan yang mereka yang tak kunjung rampung terjadi. Teori Lawrance M Friedman dibangun. Sesuai rencana, mahasissoal efektif dan berhasilnya penegakan wa baru FH akan diajak terlibat. hukum dapat dicapai dengan tiga unsur : struktur hukum, substansi hukum Kebetulan, dihari yang bersadan budaya hukum. maan, Universitas Riau (UR) menggelar upacara HUT RI ke 71 sekaligus Struktur hukum berkaitan dengan penyerahan mahasiswa baru ke masaparat penegak hukum. Sudah empat Cove B Rizk Ramadha ing-masing ke fakultas. bulan kasus ini ditangani Polsek Tampan. Tentunya, aparat penegak hukum Bermacam atribut sudah dipasang dapat bekerja maksimal agar kasus ini di lokasi tujuan orasi. Tinggal menunggu mahasiswa lain bergabung. Sayang, Ardi yang sudah menunggu lama di cepat selesai. Beri keadilan dan kepastian hukum. lokasi justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Bicara substansi hukum, aturan perundang-undangan Bahkan atributnya dicopot dan dibawa pergi. yang mengatur tentang penganiayaan, dalam hal ini penyiLarangan orasi ini atas perintah Prof Aras Mulyadi se- dik belum mantap menerapkan pasal yang disangkakan laku Rektor. Beberapa hari sebelum 17 Agustus, ia menge- kepada tersangka. Apakah penganiayaan ringan, sedang, darkan surat ke seluruh fakultas yang isinya, melarang se- berat atau bahkan bukan merupakan tindak pidana. gala bentuk kegiatan dihari penerimaan mahasiswa baru. Hal ini disebabkan, alat bukti yang masih kurang. Untuk Ditambah lagi, UR kedatangan tamu dari Menteri Riset itu, penyidik harus mencari bukti-bukti untuk menguatkan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. posisi korban sebagai pencari keadilan. maksudnya hendaklah keadilan ditegakkan, walauDua alasan diataslah yang menyebabkan kelembagaan pun langit runtuh. mahasiswa FH terganggu saat hendak menyampaikan aspirasi. Mengenai budaya hukum, perilaku tidak terpuji yang MENYATAKAN pendapat dimuka umum atau lebih dilakukan staf rektorat UR tersebut sebenarnya masih bisa dikenal dengan demonstrasi merupakan hak setiap war- dicegah. Negosiasi dengan kepala dingin untuk mencari ga negara. Hal ini dijamin konstitusi dalam pasal 28 Un- solusi masalah. dang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni sejatiTahun 1998 tentang, kemerdekaan mengemukakan pen- nya menjadi penengah apapun yang terjadi di lapangan. Ia dapat di muka umum. merupakan dari ribuan mahasiswa. Sebagai perpanApa yang terjadi pada Ardi justru menciderai nilai- jang tangan rektor mengurusi mahasiswa. nilai konstitusi dan undang-undang yang menjamin hal Kedepannya, kekerasan yang terjadi di kampus jangan tersebut. Apalagi pemukulan itu dilakukan di dunia akad- sampai terulang kembali. Marwah kampus sebagai ranah emis. Tentunya, menciderai nilai dan moral akademis itu intelektual harus dijaga. Tidak boleh ada kekerasan dalam sendiri. bentuk apa pun. Aspirasi dan usaha untuk menyampaikan Melihat kasus ini, ada dua hal yang perlu diperhati- pendapat tidak boleh dikekang, selagi usaha tersebut dikan. Pertama, adanya surat edaran rektor. Ini merupakan jalankan dengan tertib dan baik.*

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa

7


sebuah tradisi di Daerah Tambang, Kabupaten Kampar. Masyarakat berkumpul untuk menangkap ikan di danau larangan.

8 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa

9


LAPORAN UTAMA

Dipukul Staf Kemahasiswaan Mahasiswa FH hendak orasi. Mengenang gedungnya yang tak kunjung usai dibangun. Namun mendapat perlakuan tak baik. Oleh Yona Setiawati

P

AGI, 17 Agustus, seluruh mahasiswa baru Universitas Riau memenuhi lapangan bola depan Fakultas Pertanian. Diikuti beberapa akademisi kampus. Dekan dan jajarannya serta Rektor berikut para wakilnya. Mereka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71. Serta penyerahan mahasiswa baru ke masing-masing fakultas. Upacara berlangsung hikmat sebagaimana biasanya. Rangkaian demi rangkaian agenda dilewati, hingga peserta upacara meninggalkan lapangan. Terkecuali bagi mahasiswa baru dan calon penerima beasiswa Bidikmisi. Bagi mahasiswa baru, mereka diperkenankan mendengar sosialisasi dari masing-masing kelembagaan mahasiswa tingkat universitas. Sementara, calon penerima Beasiswa Bidikmisi diarahkan ke Gedung Gasing. Di sini, mereka akan mendengarkan sosialisasi tentang beasiswa terkait. Hari itu, kelembagaan mahasiswa dari tiap fakultas ikut mendampingi mahasiswa baru. Tak terkecuali, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum—BEM FH. Selain ingin menyambut kedatangan mahasiswa baru, pagi itu, BEM FH juga hendak menggelar orasi dan doa bersama terkait pembangunan gedung FH yang tak kunjung rampung. Rencana ini sudah

diagendakan jauh hari dan melibatkan mahasiswa baru FH. Segala macam atribut sudah disiapkan. Termasuk spanduk, juga dipasang di gedung FH yang terbengkalai di jalan Prof Muchtar Lutfi. “Orasi ini sebagai momentum bagi mahasiswa baru, termasuk mahasiswa FH keseluruhan, untuk menolak lupa janji penyelesaian pembangunan gedung FH,” ujar Ardi Armandanu, eks anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FH. Orasi tak langsung dilakukan. Sebagian pengurus BEM masih mendampingi mahasiswa baru di lapangan. Rika Lestari, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FH, mencegah kelembagaan membawa mahasiswa untuk terlibat orasi. “Kami sudah minta izin ke Rektor. Kami hanya ingin mengajak mahasiwa baru doa bersama. Tapi Rektor minta bu Rika untuk mencegah jangan sampai ada yang turun orasi,” kata Ardi. Ardi menunggu mahasiswa lainnya di gedung FH yang terbengkalai. Di sini, ia bertemu dengan Dodi Haryono Dekan FH, Syafrial Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni beserta stafnya, Deski Permadi dan Popi Kurniawan, tengah memfoto spanduk yang telah dipasang. Ardi mendengar Syafrial marah dan memerintahkan stafnya untuk mencabut spanduk tersebut. Ardi kemudian menghubungi Aulia dan Hendri. Keduanya pen-

gurus DPM dan BEM FH. Hendri bertindak sebagai Koordinator Lapangan saat itu. Namun keduanya belum bisa menyusul Ardi karena masih berkutat dengan urusan mahasiswa baru di lapangan. “Saya minta Ardi tetap berjaga di lokasi,” jelas Hendri. Tak lama, dua orang staf kemahasiswaan pun mulai masuk ke gedung FH. Deski masuk dari sebelah kiri, sementara Popi Kurniawan yang kerap disapa Pay, lewat sebelah kanan. Ardi mengejar Pay, berharap agar spanduk tak dicabut. “Tolonglah bang, jangan dicabut spanduk ini.” “Kalau tanya sama bapak.

10 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


LAPORAN UTAMA

Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia di Universitas Riau pada 17 Agustus 2016.

bapak di bawah itu. Kalau saya diperintahkan,” kata Pay saat ditemui di ruang kemahasiswaan. Ardi mengatakan, ini aspirasi mahasiswa FH yang sudah lama bosan dengan janji-janji rektor. “Entah kapan kami pindah ke sini.” Pay tak menghiraukan. Ucapan Ardi berlalu begitu saja. Hingga ke lantai dua gedung, Ardi terus berusaha mencegah. “Tolonglah bang, ini aspirasi mahasiswa bang. Abang tak pernah jadi mahasiswa?” ujar Ardi kembali. “Abang pernah juga jadi mahasiswa. Kalau tidak suka, kami datangi Rektor, kemudian audiensi,”

jawab Pay. “Kalau abang pernah jadi mahasiswa, tolonglah. Ini aspirasi kami untuk menjaga marwah Fakultas Hukum,” Ardi kembali menegaskan. Pay tetap tak menghiraukan. “ . Lemah,” ketus Ardi, kesal. Pay langsung membalikkan badan. “Apa kamu bilang? lemah?” Tiba-tiba tangan kanan Pay mengarah ke pelipis kiri Ardi. Sementara tangan kiri Pay menggenggam pisau. Ardi terkejut. Ardi merasa pusing dan mendapat dua pukulan lagi. “Kenapa abang pukul saya,” Ardi mencoba protes dan tidak membalas.

edisi september-oktober 2016

Pay mendekat. Ardi pun begitu. “Okelah bang. Kalau kata lemah tadi buat abang marah, saya minta maaf,” kenang Ardi saat kejadian itu. Ardi terus berharap agar spanduk tidak dicabut, karena mahasiswa FH sebentar lagi akan datang ke lokasi. “Abang pernah jadi mahasiswa?” Ardi terus mengulang ucapan yang sama. Adu mulut terus terjadi. Pay tak terima dikata lemah oleh Ardi. “Kau tau, aku ni siapa? Aku ini angkatan 2001. Kau tau, aku ni anak palembang?” bentak Pay kembali. “Iya. Tahu aku anak Palembang,” jawab Ardi seketika.

Bahana Mahasiswa

11


LAPORAn UTAMA “Terus? Kau hargailah aku sebagai senior,” jawab Pay kembali. Ardi terus mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah bentuk aspirasi mahasiswa FH. Ia hanya meminta agar spanduk tidak dicabut. Permintaan Ardi tetap tak dihiraukan. Tangan Pay justru kembali mengarah ke wajah Ardi, bahkan mencekeknya sampai kancing baju bagian atas lepas. Tak hanya itu, Pay juga menendang Ardi hampir tersungkur. “Lebih dari sepuluh kali pukulan. Saya tetap tak memberi balasan,” kata Ardi. Ardi takut jatuh dari lantai dua gedung yang tidak berdinding, jika ia melawan. “Kalau tidak senang kau, ayo kita lapor ke Wakil Rektor III,” ajak Pay. Pay turun ke bawah. Ardi mengikuti dari belakang. “Pak, gimana staf bapak ini? Dia memukul saya,” ujar Ardi pada Syafrial yang berada di bawah. Belum sempat mendengar jawaban Syafrial, Pay justru kembali memukul Ardi dari belakang. Dodi Haryono yang melihat kejadian tersebut, berlari mengejar Ardi dan merangkulnya seketi ka. Pay terus memukul. “Dipukul bolak balik seperti ayam kampung,” kata Ardi. “Kau siapa? itu saya yang nyuruh cabut spanduk. Kenapa kau? Pak Dodi, bawa pergi anak ini,” kata Ardi, meniru ucapan Syafrial saat itu. Ardi merasa sedih dengan perlakuan Syafrial saat itu terhadap dirinya dan Dodi Haryono, selaku Dekannya. Harapannya pada Syafrial untuk melerai dan meredam perlakuan Pay, justru tak tampak, setelah mereka bertemu di bawah. “Saya kasihan lihat Dekan saya seperti tak punya marwah di sana,” kenang Ardi. Dodi terus merangkul dan membawa Ardi hingga ke tepi jalan. Mereka berdua hanya pasrah dan diam melihat spanduk dibawa menggunakan mobil. Ardi dan Dodi sedikit berlinang air mata melihat mobil pergi meninggalkan lokasi. “Bapak tau Di, memang perjuangan kita begini. Jangan putus asa. Tidak sampai di sini perjuangan kita,” Ardi mengenang ucapan Dekan nya. Menurut penjelasan Pay, ia tidak ada memukul Ardi.

Ia hanya mendorong berkali-kali menggunakan tangan kiri hingga ke pinggir dan menarik kerah baju Ardi. Pay tersinggung dengan kata lemah yang dilontarkan Ardi. “Bagi saya itu hinaan.” Hingga turun ke bawah, Pay juga merasa tak ada memukul Ardi. Ia mengaku hanya emosi dan memang sempat ingin mengejar Ardi lagi, namun cepat dihalangi oleh Dodi. “Udah Pay. Udah,” kata Pay meniru ucapan Syafrial yang saat itu berusaha melerai. Deski Permadi yang berada di atas gedung, mengaku, juga tidak melihat kejadian pemukulan itu. Ia hanya mendengar suara teriakan. “Posisi saya agak jauh di sudut gedung.” SYAFRIAL sudah mengetahui rencana orasi yang hendak dibuat oleh kelembagaan mahasiswa FH dua hari sebelum kejadian. Saat itu Abdul Khoir Presiden Mahasiswa, menyampaikan perihal tersebut padanya. Namun Syafrial mencegah agar itu tidak dilakukan. Dengan alasan, persoalan gedung FH hanya Dekan langsung yang mengetahui. Keesokan harinya, Khoir—sapaan Abdul Khoir—memfasilitasi audiensi kelembagaan mahasiswa FH dengan Rektor. Pertemuan ini berlangsung di ruang DPH Rektorat lantai empat. Prof Aras Mulyadi, Rektor UR sampaikan sebab tak dilanjutkannya pembangunan gedung tersebut. Kelembagaan mahasiswa FH tetap pada niatnya untuk menggelar aksi sesuai waktu yang telah direncanakan. Mengetahui hal ini, Syafrial mulai kesal karena satu hari sebelumnya sudah dilakukan audiensi dengan Rektor. Ditambah lagi, UR kedatangan tamu dari Direktur Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Syafrial beserta stafnya, Deski dan Pay langsung menuju lokasi dan memerintahkan keduanya membuka spanduk yang terpasang di gedung FH. Syafrial sempat melihat Ardi dan Pay bertengkar saat melepas spanduk. “Kamu jangan marah sama Pay. Marah sama saya. Saya sebagai WR 3 yang perintahkan dan minta tolong sama dia,” ucap Syafrial saat ditemui di ruangannya. Meski begitu, mahasiswa FH tetap melakukan orasi dan doa bersama tanpa atribut.

DUA hari menjelang 17 Agustus, Rektor Universitas Riau mengeluarkan Surat Edaran. Isinya, melarang kegiatan lain di luar upacara bendera. “Surat itu resmi,” kata Dodi Haryono, saat ditemui di ruangannya. Karena mengetahui mahasiswa FH akan menggelar orasi pada saat penyambutan mahasiswa baru, Dodi memanggil mahasiswanya. Intinya, Dodi melarang rencana tersebut. Dodi juga memberitahu Rika Lestari agar melakukan hal serupa terhadap mahasiswa yang akan melakukan orasi. “Kita harus mengindahkan kebijakan Rektor,” terang Dodi. Terkait kehadirannya di gedung FH saat terjadi pemukulan terhadap Ardi, Dodi mengatakan, sebenarnya ia hanya menyempatkan diri untuk memastikan keadaan gedung FH, selepas mengikuti upacara kemerdekaan. “Kebetulan berbarengan dengan pak Syafrial,” jelas Dodi. Dodi juga melihat Pai mencopot spanduk. Namun, Dodi mengaku tidak tahu menahu soal pemukulan yang terjadi pada Ardi. Ia masih di luar gedung bersama Syafrial. “Pak, ada apa tu berisikberisik?” kata Dodi, meniru pertanyaan Syafrial saat itu. “Sepertinya mereka ribut,” balas Dodi. Dodi dan Syafrial segera mendekat ke arah gedung. Mereka melihat Pay dan Ardi adu mulut dan saling dorong. “Hanya saling dorong yang saya lihat kala itu,” kenang Dodi. Dodi juga melihat tangan kiri Pay menggenggam pisau, tapi bukan untuk mengancam dan melukai Ardi. Kata Dodi, pisau itu digunakan saat menanggalkan spanduk. Dodi pun langsung menengahi kegaduhan tersebut dan membawa Ardi keluar. Rika yang diminta konfirmasi terkait kejadian di gedung gasing tidak mau menjawab pertanyaan kru Bahana. Katanya, apa yang dijelaskan Dekan itu sudah cukup. *

12 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Jengah Hai para kompetisi! Siapa yang kenal dengan Pekan Kreatif Mahasiswa? Ini satu event akbar yang diselenggarakan oleh Kemenristekdikti tiap tahun. Lomba ini berkenaan dengan ide sebuah riset, pengabdian, penelitian dan wirausaha. Idenya dituangkan dalam bentuk proposal. Jika layak, Dikti akan mendanai usulan proposal tersebut untuk diimplementasikan oleh mahasiswa pengusul. Besaran dananya dari Rp 2 juta hingga Rp 12,5 juta. Ada lima bidang PKM yang dapat anda ajukan. PKM penelitian, kewirausahaan, pengabdian, teknologi dan kar ya cipta. Ada dua jenis PKM khusus lagi yang dapat anda ikuti. Yakni, PKM artikel ilmiah dan gagasan tertulis. Untuk info lebih lanjut, silahkan download panduan di Buat anda yang masih mahasiswa baru dan belum punya pengalaman jangan berkecil hati. Saya hendak berbagi tips untuk memudahkan anda mengikuti kegiatan ini. Anda yang mahasiswa baru, disarankan agar memperhatikan poin f pada syarat kriteria dan pengusulan. Keanggotaan setiap kelompok PKM-P disarankan

PKM untuk Mahasiswa Baru berasal dari minimal dua angkatan yang berbeda. Artinya, anda harus menawarkan diri untuk bergabung pada senior yang berpengalaman. Anda juga harus terlibat aktif menyumbangkan ide dan saran dalam kelompok. Jangan terkesan numpang nama. Belajar dan berdiskusilah lebih banyak pada mereka yang sudah berpengalaman. Hal ini penting untuk dimasa akan datang jika anda masih tertarik untuk mengikuti kegiatan ini. Bergabunglah pada kelompok sesuai dengan kategori PKM yang diminati. Diskusikan hal itu bersama. Jika berminat pada PKM penelitian, anda dan kelompok bisa mengunjungi laboratorium riset, lalu temui senior yang sedang tugas akhir. Barangkali mereka dapat memberikan ide serta saran. Intinya harus banyak bertanya. Jika tidak, anda dapat melakukan pencarian lewat . Tapi harus

hat-hati, jangan sampai melakukan plagiat. Hal lain yang dapat anda lakukan dengan berdiskusi pada dosen. Ikutilah PKM ini sesuai bidang yang anda rasa mampu. Buatlah sebuah ide yang menarik, unik, bermanfaat, bersifat kearifan lokal dan ramah lingkungan. Susunlah proposal anda dengan baik dan benar sesuai pedoman. Hindari kesalahan sekecil apa pun seperti , margin yang tidak tepat dan hal teknis lainnya. Biasanya, akan melihat hal teknis seperti itu terlebih dahulu. Persiapkan secara matang. Hindari kebiasaan dikejar alias memanfaatkan waktu kepepet. Terakhir, berdoalah semoga proposal anda didanai. Jangan menyerah. Semoga sukses.*

Belajar Efektif dan Tugas Selesai Tepat Waktu Seringkali mahasiswa merasa sulit mengatur waktu belajar, bermain, berorganisasi, istirahat bahkan waktu makan. Apalagi mahasiswa Fakultas Teknik atau sains. Selain belajar teori di kelas, mahasiswa juga mengaplikasikannya langsung dalam bentuk praktikum di laboratorium ataupun di lapangan. Namun hal tersebut bukanlah masalah. Dengan menerapkan cara belajar yang efektif, segala tugas akan selesai tepat waktu. Berikut cara yang bisa dilakukan: Ikuti perkuliahan dengan baik. Jangan pernah bolos. Biasakan mencatat hal-hal penting yang disampaikan dosen supaya mudah ketika mereview materi. Pahami pola belajar diri sendiri. Tiap orang berbeda dalam memahami materi perkuliahan. Sebagian terbiasa mengingat semua tulisan di buku catatan atau buku teks, sebagian lagi senang mengingat melalui gambar

dan tulisan berwarna. Kenali diri dan terapkan teknik belajar yang sesuai. Pilih tempat belajar yang nyaman. Bisa di perpustakaan kampus, di taman kampus, di rumah atau di kamar sendiri. Ini mampu meningkatkan memori saat belajar. Hasilnya, banyak materi yang bisa anda pahami. Buat jadwal belajar. Mulailah membagi waktu untuk mengerjakan tugas, buat laporan praktikum dan belajar. Ikuti jadwal tersebut secara konsisten dan jangan menunda pekerjaan. Belajar yang terjadwal akan jadi pedoman harian untuk tetap belajar setiap hari tanpa absen. Berikan sanksi untuk diri sendiri jika melanggarnya. Kerjakan tugas jauh hari sebelum deadline supaya hasilnya maksimal. Banyak mahasiswa yang mengandalkan sistem kebut

edisi september-oktober 2016

semalam dalam mengerjakan tugas. Hal tersebut sangat tidak efektif. Itu dapat mengurangi fokus dalam memahami tugas. Tiba waktunya belajar, jauhkan diri dari gadget. Jika perlu putuskan jaringan internet. Seringkali notifikasi media sosial mengganggu fokus belajar. Berikan rehat bagi diri sendiri dari aktifitas belajar. Misal, setelah belajar selama satu jam, istirahatlah lima sampai sepuluh menit dengan kegiatan santai. Sekedar minum atau jalan-jalan. Jika telah memasuki waktu tidur hentikan aktivitas belajar. Belajar efektif bukanlah belajar secara terus menerus sehingga tidak tidur. Saran belajar efektif ini bisa diterapkan oleh semua mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa pintar atau mahasiswa rajin saja. Semoga bermanfaat!*

Bahana Mahasiswa 13


LAPORAn UTAMA

Mahasiswa FH lakukan aksi terkait pemukulan terhadap Ardi. Foto: Wila BM

edisi september september--oktober oktober 2016 2016 14 Bahana Mahasiswa edisi


LAPORAN UTAMA

Mahasiswa Hukum Menempuh

Upaya Hukum Tak terima dengan penganiayaan terhadap dirinya, Ardi dibantu teman-teman kelembagaan melapor ke Polsek Tampan. Oleh Yona Setiawati

edisi september september--oktober oktober 2016 2016 Bahana Mahasiswa 15 edisi


LAPORAn UTAMA

U

SAI melaksanakan shalat Ashar di Masjid Akramunnas kampus Universitas Riau Gobah, Ardi ditemui oleh Hendri dan Aulia, tepat di depan gedung D3 Akuntansi. Mereka bertanya soal pemukulan yang dialami oleh Ardi. “Setelah itu saya dengar mereka buat rapat. Saya tak ikut rapatnya,” kata Ardi. Pukul 10 malam, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa—BEM—dan Dewan Per wakilan Mahasiswa— DPM—mendatangi Kepolisian Sektor

surat bukti telah melakukan visum. “Hasilnya saya tidak tahu. Itu Penyidik yang ber wenang mengambil suratnya,” jelas Ardi. Setelah itu, Ardi menunggu cukup lama kelanjutan atas laporan yang ia buat. Hari kelima di bulan September, BEM Universitas Riau menggelar aksi terkait foto kongkow-kongkow bebera pa pejabat Polresta Pekanbaru dan Polda Riau. Foto tersebut dianggap tidak pantas karena salah seorang dalam foto merupakan petinggi perusahaan yang tersangkut kasus ke-

Polsek Tampan. Ardi dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP. Namun, Ardi diminta untuk mencari alamat beberapa pihak terkait dalam kasus ini. Seperti, alamat Syafrial Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dodi Haryono Dekan Fakultas Hukum serta dua Staf Kemahasiswaan Deski Permadi dan Popi Kurniawan alias Pay. “Saya bingung juga saat diperintah begitu. Seharusnya Penyidik yang cari alamat,” jelas Ardi. Namun, Ardi tetap berusaha mencari alamat

“Lepas magrib saya datang ke Polsek Tampan bersama Pay dan Deski untuk diperiksa. Malam itu juga Pay ditetapkan sebagai tersangka,” sebut Syafrial. Tampan, Jalan Merak Sakti No. 04 HR Subrantas, Panam. Ardi beserta teman-temannya melapor pada Polisi setempat. Kata Ardi, Indra Rangkuti dari Menteri Hukum dan Advokasi BEM Universitas Riau juga hadir saat itu. Setelah membuat laporan, malam itu juga, Ardi diminta untuk melakukan visum pada bagian tubuh yang terkena pukulan. Ardi masih ditemani temanteman kelembagaan menuju Rumah Sakit Bhayangkara Jalan Kartini, untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Setelah diperiksa beberapa jam, Ardi kembali ke Polsek Tampan untuk mengantar

bakaran lahan. Aksi berlangsung depan Polda Riau. Ardi ikut serta dalam aksi tersebut. Saat aksi berlangsung, secara tak sengaja, Ardi bertemu dengan Kanit Intel Polsek Tampan Ipda Raja Kosmos. Ardi mengenal Kosmos saat melapor kasusnya di Polsek Tampan, malam 17 Agustus lalu. “Pak. Bagaimana kelanjutan laporan saya kemarin?” tanya Ardi. “Belum ada dipanggil lagi setelah itu?” Ardi meniru jawaban Kosmos. Besoknya, Ardi pun menerima panggilan untuk datang ke

tersebut. Hanya alamat Syafrial dan Dodi Haryono yang didapat. Meski sudah di BAP, Ardi kembali menunggu lama. Tak ada kabar sama sekali terkait kelanjutan laporannya. Hingga akhirnya, BEM Universitas Riau beserta BEM FH mendatangi Kepolisian Resort Kota—Kapolresta—Pekanbaru. Kelembagaan mahasiswa ini meminta Kepala Polresta memerintah Penyidik Polsek Tampan segera menindaklanjuti laporan Ardi. Beberapa hari setelah kedatangan BEM Universitas Riau dan BEM FH, Ardi kembali dipanggil untuk datang ke Polsek Tampan. Hasil pemanggilan itu, Ardi menerima dua surat. Pertama, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan atau SP2HP. Satu dari lima poin dalam surat menjelaskan, Brigadir Saprijal Panjaitan ditunjuk sebagai Penyidik Pembantu dalam perkara ini. Kedua, Pemberitahuan Perkem-

Saprijal Panjaitan. Foto: Eko BM

edisi september september--oktober oktober 2016 2016 16 16 Bahana Bahana Mahasiswa Mahasiswa edisi


LAPORAN UTAMA

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Polsek Tampan

bangan Hasil Penyelidikan. Poin kedua dalam surat ini menjelaskan, perkara yang diduga tindak pidana penganiayaan ini telah ditindaklanjuti ke tahap Penyidikan. Beberapa orang telah diperiksa diantaranya: 1. Ardi Armandanu sebagai pelapor diperiksa pada 7 September 2016 2 Deski Permadi sebagai saksi diperiksa pada 30 September 2016 3. Syafrial sebagai saksi diperiksa pada 30 September 2016 4. Dodi Har yono sebagai saksi diperiksa pada 30 September 2016 5. Popi Kurniawan sebagai saksi diperiksa pada 30 September 2016. Pada hari yang bersamaan telah dibuat Berita Acara Perubahan Status, dengan kata lain, Popi Kurniawan sudah diperiksa sebagai tersangka. Kedua surat di atas tertanggal 3 Oktober 2016. “Lepas magrib saya datang ke Polsek Tampan bersama Pay dan Deski untuk diperiksa. Malam itu juga Pay ditetapkan sebagai tersangka,” sebut Syafrial. Pay dikenakan pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tentang tindak pidana penganiayaan. Ancamannya penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. “Sekarang Pay wajib lapor dari Senin sampai Jumat,” ujar Saprijal Panjaitan. Dua hari setelah menerima surat tersebut, Kelembagaan Mahasiswa FH menggelar orasi di lapangan futsal depan gedung N FH. Peristiwa pemukulan terhadap Ardi juga direkonstruksi ulang dalam orasi ini. Mahasiswa berpuisi dan mengirim pesan singkat secara serentak pada Rektor. Isinya, meminta kejelasan status lahan FH. Mahasiswa FH juga menuntut, pecat staf kemahasiswaan yang memukul Ardi dan mengevaluasi

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. “Kami menolak premanisme di kampus,” ujar Alvis Vega Desra, Gubernur BEM FH. Setelah Pay ditetapkan sebagai tersangka, minggu awal Oktober, penyidik melimpahkan hasil penyidikan ke Kejaksaan Negeri— K e j a r i — Pe ka n b a r u. Tiga minggu kemudian, Kejari mengembalikan berkas tersebut ke penyidik. Pasalnya, unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan belum terpenuhi. Ditambah lagi, saksi-saksi yang diperiksa oleh penyidik mengaku tidak melihat pemukulan terhadap Ardi. Soal hasil visum, penyidik tidak mau menyebutkan luka yang dialami oleh Ardi tergolong tingkat berapa. “Sekarang kami berusaha melengkapinya,” kata Saprijal. UPAYA damai mulai terlihat dalam kasus ini. Pasca menerima SP2HP, Dodi Haryono memanggil Ardi ke ruangannya. Ada juga Rika Lestari selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan. Ardi ditemani Gubernur BEM FH, Wakil Gubernur BEM FH, Ketua Umum DPM dan Wakil Ketua Umum DPM. Dodi dan Rika meminta Ardi untuk tidak melanjutkan proses hukum yang sedang ditangani Polsek Tampan tersebut. Kata Ardi, mereka mau saja berdamai, asal terpenuhi dua syarat yang mereka ajukan. Pertama, mereka minta Rektor datang langsung ke FH untuk audiensi bersama mahasiswa. Dalam audiensi tersebut, mereka berencana mengajukan dua opsi pula. Meminta lahan dan gedung baru FH

edisi september-oktober 2016

di Panam atau permanenkan gedung FH di Gobah. “Syarat yang kedua, turunkan Wakil Rektor III,” tegas Ardi. Permintaan itu tak serta merta langsung disetujui dalam pertemuan tersebut. Sehingga, Ardi direncanakan dipertemukan dengan Pay di rektorat. “Saya dengar, di sana ada Wakil Rektor II dan Wakil Rektor III juga,” kata Ardi. Ardi tetap tidak ingin bertemu jika bukan Rektor langsung yang hadir dalam mediasi. Dodi Haryono berkata lain. “Mahasiswa saya sudah minta maaf. Pay juga sudah minta maaf. Saya harap kasus ini diselesaikan secara mediasi. Kita tunggu Rektor memfasilitasi mediasi ini,” harap Dodi. Berkas Ardi akan diserahkan kembali oleh penyidik ke Kejari Pekanbaru, November ini. Kata Saprijal Panjaitan, tidak ada lagi proses damai kalau sudah dilimpahkan ke kejaksaan. “Proses hukum terus berjalan.”*

Bahana Mahasiswa 17


LAPORAn UTAMA

UR Selalu

Kalah Ditiap upaya hukum yang dilakukan, UR bersama institusi terkait dalam sengketa lahan ini selalu kalah dalam persidangan. Oleh Rizky Ramadhan

PT HTJ layangkan gugatan, namun ditolak hakim dengan alasan gugatan tidak jelas

G

Agustus 2007

Agustus 2008

Gugatan kedua PT HTJ. Hakim nyatakan lima bidang tanah sah milik HTJ, namun menolak tuntutan sita jaminan.

UR ajukan banding, namun menurut hakim tidak ada bukti baru dalam memori banding. Hakim juga dapat uraikan rincian lima bidang tanah.

EDUNG Fakultas Hukum (FH) Universitas Riau (UR) Jalan Prof Muchtar Lutfi—Rektor pertama UR—dibangun pada tahun 2005. Pembangunan ini terhenti karena lahan tempat berdirinya gedung tersebut disengketakan. Pasalnya, satu tahun kemudian, PT Hasrat Tata Jaya (HTJ) selaku pemilik lahan melayangkan gugatan. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menolak gugatan tersebut dengan mengeluarkan putusan nomor 83/Pdt.G/2006/PN.PBR. Keputusan ini dikeluarkan pada 14 Juli 2007. Alasannya, gugatan HTJ tidak jelas alias kabur. Dalam liputan majalah Bahana Mahasiswa edisi Maret-April 2012, HTJ hanya menggugat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Pemerintah Povinsi (Pemprov) Riau dan UR. Satu bulan setelah putusan tersebut keluar, HTJ kembali melayang-

kan gugatan di pengadilan yang sama. Gugatan ini teregister No.75/ Pdt/G/2007/PN.PBR. Kali ini ada enam tergugat. Depdiknas, Pemprov Riau, Gubernur Riau, Panitia Pembebasan Tanah Daerah Tingkat II Kabupaten Kampar, UR dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekanbaru. HTJ meminta majelis hakim mengabulkan seluruh tuntutannya. Menyatakan lima bidang tanah sengketa sah milik HTJ. Juga tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menghukum tergugat menyerahkan tanah dalam keadaan kosong atau secara tanggung renteng bayar ganti rugi Rp 55.471.500.000. Besaran ganti rugi berdasarkan patokan harga yang dibuat HTJ, Rp 300 ribu per meter persegi. Menyatakan sita jaminan sah dan berharga. Lima tergugat berikan jawaban atas tuntutan HTJ. Namun hakim menolak jawaban tersebut dan memenangkan HTJ. Majelis hakim menyatakan, lima

UR lanjutkan upaya hukum ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Namun HTJ dinyatakan mampu membuktikan sebagai pemilik tanah yang sah

bidang tanah sah milik HTJ. Tergugat harus menyerahkan tanah dalam keadaan kosong atau secara tanggung renteng bayar ganti rugi sebesar Rp 36.981.000.000. Tergugat juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp 1. 444.000. Namun, hakim menolak tuntutan HTJ terkait sita jaminan. Alasannya, dalam perkara ini tidak pernah dilakukan sita jaminan. Di waktu yang bersamaan, tergugat melakukan upaya banding pada 21 Agustus 2008. Mereka keberatan atas putusan majelis hakim PN Pekanbaru. Hakim dianggap tidak mempertimbangkan sertifikat hak pakai 14 dan 15 tahun 2002. Namun, hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru berkata lain. Tak ada hal baru dalam memori banding yang diajukan. Hanya mengulang fakta yang ada sebelumnya. Meski begitu, ada beberapa poin yang jadi pengecualian dalam putusan hakim PT. Terkait lima bidang tanah, hakim

18 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


LAPORAN UTAMA

Kondisi terkini gedung Fakultas Hukum. Foto: Rizky BM

24 November 2011

2012

Awal Tahun 2015

September 2015

UR ajukan Peninjauan Kembali (PK). HTJ lewat kuasa hukumnya tanggapi melalui Kontra Memori PK sebanyak dua kali.

Majelis hakim keluarkan putusan, UR dan Gubri kalah

UR meminta bantuan Kementerian Keuangan, Kemenkeu kemudian ajukan Derden Verzet.

Memori Perlawanan dari Kemenkeu masuk ke PN, namun nasib tidak memihak UR. HTJ tetap menang.

menguraikan rinciannya. Tanah tersebut awalnya milik M. Nasir, Roduiya, Molek Dtk Monthi, Roslaini dan Maisin. Selanjutnya, hakim tidak sepakat semua tergugat menanggung ganti rugi. Hanya Depdiknas, Pemprov Riau dan UR. Alasannya, Depdiknas dan Pemrpov Riau sebagai pemegang hak pakai dan UR sebagai pengguna. Sementara, Gubri dan Tim Pembebasan Tanah sebatas membebaskan lahan dan ganti rugi. Sedangkan BPN hanya menerbitkan sertifikat. Tak sampai di sini, UR melanjutkan upaya hukum ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Empat akademisi UR diberi kuasa sebagai Penasihat Hukum. Diantaranya Sukanda Husin, mantan Dekan FH; Dodi Har yono, Pembantu Dekan II FH kala itu; Gusliana HB, Pembantu Dekan I FH kala itu dan Erdianto Efendi, dosen FH. Materi kasasi juga diajukan tergugat lainnya. Depdiknas, Pemprov Riau, Gubri dan BPN. Tergugat kem-

bali menelan pahit. Pada 8 April 2010, kasasi pun ditolak lewat putusan No.3014 K/PDT/2009. MA menilai, HTJ mampu membuktikan dalil gugatannya sebagai pemilik tanah yang sah. Dodi Haryono saat itu menjelaskan, memori kasasi tergugat lebih pada hasil pembuktian. Sementara MA menjelaskan, hasil pembuktian surat bukan wewenangnya. Dengan kata lain, kasasi melihat penerapan hukum. Apakah melampaui batas kewenangan, salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku. Dalam waktu yang berbeda, UR mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 24 November 2011, sementara Gubernur Riau pada 28 Oktober 2011. Perkara permohonan PK terdaftar dengan nomor 75/PDT.G/2007/ PN.PBR. Masing-masing tergugat mengajukan dua alasan PK yang sama. HTJ lewat kuasa hukumnya memberi tanggapan melalui Kontra

edisi september-oktober 2016

Memori PK sebanyak dua kali. Pertama, 14 November 2011 dan 27 Desember 2011. Intinya, HTJ meminta majelis hakim menolak memori PK kedua tergugat. Majelis hakim mengamini permohonan HTJ. Pada tahun 2012, majelis hakim mengeluarkan putusan. UR dan Gubri kembali kalah. Perlawanan tak berhenti di situ. Awal 2015, Tim Tanah UR berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyelesaikan sengketa tanah ini. Alasannya, tanah tersebut milik negara. Kemenkeu kemudian lakukan derden verzet (perlawanan) terhadap HTJ. Memori perlawan terdaftar di PN Pekanbaru pada September 2015. Nasib tetap tidak memihak pada UR. HTJ tetap menang. “Walaupun HTJ menang, tanah itu tetap tidak bisa dieksekusi. Tanah itu milik negara,� ujar Azhar Kasymi, Kabag UHTL-BMN UR sekaligus Sekretaris Tim Tanah UR.*

Bahana Mahasiswa 19


Kolom

Right to Know dan 'Pesta' Pilkada

Ilham Muhammad Yasir, SH, L.LM, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru 2010 – 2013, Komisioner KPU Provinsi Riau, Divisi Hukum & Pengawasan 2014 – 2019. Saat ini sedang menyelesaikan Program Doktoral di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.

“SEPI. Senyap. Tak meriah.” Potongan kalimat itu yang selalu dilontarkan, setiap kali masyarakat dimintai tanggapan mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015, lalu. “Tak ada baliho, spanduk di pinggir jalan atau di pohon-pohon. Biasa-biasa saja,” kritik seorang pewarta media beberapa waktu lalu. Bagi masyarakat, ternyata pilkada selama ini dipahami sebagai ‘pesta’. Tak terkecuali di kalangan kuli tinta alias wartawan, juga serupa. Jika pesta, sudah pasti ada kemeriahan. Ada hingar-bingar musik, dangdutan, arak-arakkan, pengerahan massa, makan gratis dan sedihnya lagi: ada juga bagi-bagi uang! Persepsi keliru itu tertanam bertahun-tahun. Meriah, semarak, dan . Itulah yang namanya Pilkada. Jika tak meriah, itu bukan Pilkada. Karena pilkada kita masih dianggap sebagai ‘pesta’, makanya biayanya jadi mahal. Kelirunya, media juga ikutikutan. Pemahamannya sama. Yang semestinya menjalankan fungsi sebagai kontrol sosial. Tapi, sebaliknya lebih menonjolkan fungsi bisnisnya. Menarik sebanyak mungkin uang dari calon. Bentuknya macam-macam. Ada advertorial, ada rubrik khusus, galler y foto, sampai kepada upaya memcalon tertentu dengan pemberitaan. Medialah yang paling getol membangun persepsi, jika Pilkada tak semarak. Sebenarnya, ada 2 (dua) prinsip dasar di media. Pertama, media sebagai kontrol sosial. Yaitu memberikan pencerdasan dan pendidikan politik kepada masyarakat. Sedangkan, kedua, media sebagai institusi bisnis. Jika

variabel pertama yang ditonjolkan, media akan paham dan akan menjalankan fungsi mulianya itu. Lalu membuat perbandingan, dan mengoreksi kekeliruan pada pilkada sebelumnya. Sebaliknya, jika media tak menyadari sebagai kontrol sosial, maka variabel kedua yang akan muncul. Karena pendekatannya semata-mata . Yaitu, bagaimana para calon menyiapkan sebanyak mungkin anggaran. Menyiapkan belanja iklan yang besar. Kalau perlu ada pasangan calon yang membuat kontrak pemasangan iklan dengan media. Sebagai imbalannya media akan ikut mem-branding melalui pemberitaan. Bahkan, ikut membantu mengisu setiap pemberitaan miring terhadap si pasangan calon. Maka tak terhindarkan di pilkada selalu muncul perang opini di antara sesama media. UU Pers dan Penyiaran Memang saat ini ada kekuatan penyeimbang, yaitu media sosial seperti dan , tapi kekuatan media ini masih belum tergantikan. Alasan lain, akses media sosial belum seluas jangkauan media mainstream. Inilah kemudian kenapa para penguasa media dan para politikus, mau terlibat penguasaan kendali akses jaringan media. Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan dua instrumen payung, bagi produk jurnalistik, baik media cetak maupun elektronik. kedua UU ini lahir pasca

20 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Kolom

reformasi. Wajar, jika di sana-sini masih terdapat sejumlah kelemahan. Untuk UU Pers, pakar hukum pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Dr H Andi Abu Ayyub Saleh SH MH menilai banyak kekurangan. UU ini lahir terburuburu hanya satu tahun setelah reformasi. Pertama, di pasal 3 ayat (1) UU Pers mengatur fungsi pokok pers, yaitu fungsi informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi pokok ini selalu dikalahkan oleh fungsi tambahan, yaitu di Pasal 3 ayat (2) UU Pers, di mana pers bisa berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Realitanya, fungsi ini yang kemudian menguat. Pers sebagai lembaga sosial kehilangan perannya. Tugas sosial yang mengabdi pada kepentingan publik terbentur oleh kepentingan pasar informasi dari industri media. Kedua, pasal 10 UU Pers, mengatur perusahaan pers memberi kesejahteraan kepada jurnalis dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih. Sayang, instrumen ini hanya di atas kertas. Jarang ada perusahaan media mau mentaati ketentuan ini dan tidak ada celah di UU ini yang bisa memberikan paksaan untuk ditaati. Sedangkan di UU Penyiaran, masih terdapat sejumlah persoalan. Salah satunya, dorongan kuat merevisi UU ini. Persoalannya ditenggarai, kuatnya monopoli pengusaha bermodal kuat di bisnis penyiaran. Keprihatinan ini pernah dilontarkan mantan Presiden BJ Habibie. Menurutnya, perlu revisi UU Penyiaran untuk menjamin pers bebas. “Era globalisasi, informasi tidak boleh dikendalikan oleh satu kekuatan saja,” kritik Habibie. Koreksi Pilkada Sesungguhnya, pilkada kali ini ingin mengoreksi model pilkada sebelumnya. Yaitu melahirkan figur kepala daerah yang ideal. Inilah yang kemudian disiasati ketika wacana memisahkan antara UU Pemda dengan UU pilkada. Soalnya, sejak pilkada periode 2005 – 2008 dan 2010 – 2013, pilkada masih menyatukan antara pengaturan tentang pemerintahan

dengan pemilihan kepala daerah dalam UU No. 32/2004. Fokus mengoreksi sejumlah kelemahan di sepanjang dua periode pelaksanaan pilkada langsung di Indonesia. Yang paling anyar, adalah model pembatasan kampanye di media. Rumusan ini sebenarnya sudah masuk sejak naskah akademis UU pilkada masuk ke gedung Senayan di tahun 2011. Sayangnya mangkrak, dan baru mulai dibahas jelang berakhirnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Disahkan akhir masa sidang jabatan anggota DPR periode 2009 – 2014. UU No. 22/2014 tak sampai umurnya 1 kali 24 jam, presiden SBY ketika itu langsung mengeluarkan Perppu No.1/2014. Sebagai akibat diaspora perseteruan antara koalisi Merah-Putih dan koalisi Indonesia Hebat di Senayan, Pilkada langsung, oleh mayoritas anggota DPR dikembalikan melalui pemilihan di DPRD. Tentunya mencederai semangat reformasi, sehingga presiden SBY harus buru-buru mengeluarkan Perppu No. 1/2014. Karena inti pokoknya fokus menyelamatkan Pilkada langsung, sehingga sejumlah norma di Perppu No. 1/2014 sulit untuk diterapkan. Makanya anggota DPR yang baru periode 2014 – 2019, sepakat mengesahkan dulu Perppu No.1/2014 menjadi UU. Akhirnya yang disepakati adalah menetapkan Perppu No.1/2014 menjadi UU No. 1/2015 dengan catatan akan dilakukan revisi. Maka secara berturut-turut keluarlah UU No. 8/2015, dan UU No. 10/2016 masing-masing sebagai revisi pertama dan kedua atas UU No. 1/2015 tentang pilkada. Kampanye di Media Di UU No. 1/2015 hanya mengenal pembatasan pemasangan iklan kampanye, bukan pembatasan pemberitaan di media. Justru di UU No. 1/2015 berikut peraturan turunannya melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) memberikan ruang yang luas bagi pemberitaan pilkada, baik melalui media cetak, elektronik maupun online. Pasal 65 UU No. 1/2015 memperkenalkan jenis kampanye

edisi september-oktober 2016

yang dapat dilakukan pasangan calon, partai politik pengusung atau gabungan partai politik pengusung, dan tim kampanye, yaitu: pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik/debat antar pasangan calon, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga, iklan di media massa. Tak ada satu pasal pun yang melarang pemberitaan di media selama kampanye, maupun sebelum masa kampanye. Lebih rinci Peraturan KPU No. 12/2016 perubahan atas PKPU No. 7/2015 tentang kampanye, memberikan keleluasaan yang luas. Bahkan boleh dikatakan peraturan KPU ini sangat menghormati kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik. Tak ada satu ruang pun di tahapan pilkada, yang tak bisa diakses oleh publik. Prinsipnya, pemberitaan dan penyiaran kampanye di media berimbang dan adil. Bahkan, dibolehkan menyediakan rubrik khusus yang memberitakan kampanye para pasangan calon, dengan catatan semua pasangan calon mendapat porsi yang sama. KPU dengan jajarannya di KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota tak hanya pada masa kampanye saja mudah diakses. Untuk membantu membangun kebebasan pers dan keterbukaan informasi, KPU telah menyediakan sejumlah data informasi melalui Pusat Pelayanan Informasi Publik (PPID). KPU juga Mengaktif kan seluruh website untuk menginformasikan setiap tahapan pilkada. Misal, adanya Sistem Informasi Pilkada (Sitap), Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Logistik (Silog), Sistem Penghitungan (Situng) dan Sistem Informasi Penyelenggara Pemilu (SIPP). Kesemuanya bisa diakses luas oleh masyarakat dan media melaui atau . Semoga pilkada ini tak ada sudut ruang sekecil apapun yang ditutup-tutupi, sepanjang itu haknya publik, maka publik berhak untuk tahu ( ). Semoga!*

Bahana Mahasiswa 21


Feature

Museum

Abdul Latif Hasyim 22 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Feature Kediaman pribadi dijadikan museum. Banyak benda sejarah yang dikoleksi. Semuanya diperoleh dengan uang pribadi. Oleh Rizky Ramadhan

P

AGAR COKELAT yang sudah berkarat itu tampak terbuka. Pekarangannya dipenuhi berbagai macam tumbuhan. Sebuah kolam dengan air yang menghijau terlihat depan pintu masuk. Jembatan dibuat di atas kolam untuk melintas. Rumah itu cukup besar dengan warna jingga di bagian luar. Di teras, beberapa tiang sepelukan orang dewasa jadi penyangga. Jendela, pintu dan kursi terbuat dari kayu. Dominasi warna bagian dalam rumah berubah jadi hijau dengan plafon cokelat. Sebelah kanan pintu ada cermin besar berukir. Di atasnya foto sepasang suami istri. Di sepanjang ruang tamu, beberapa foto serta lukisan terpajang. Sang empunya rumah memang memiliki hobi melukis. Aroma masakan sesekali tercium. Maklum, sang pemilik rumah sedang memasak. Seorang pria berbusana muslim merah tua menghampiri. Rambut dan kumisnya telah memutih, menandakan umurnya tak lagi muda. Di jarin-

ya terikat dua cincin batu akik. Ia, Abdul Latif Hasyim. Bergelar Datuk Bagindo, Kepala Suku Melayu Bendang Kenegerian KuokÂŹ, Bangkinang . Latif seorang guru yang memiliki banyak prestasi akademik baik tingkat provinsi, nasional ataupun internasional. Mulai dari mahasiswa teladan Riau, guru teladan tingkat nasional, kepala sekolah teladan di Canada hingga kepala sekolah terbaik pada penghargaan . Tak hanya akademis, Latif juga memiliki banyak penghargaan atas keterlibatannya dalam seni dan budaya. Latif sering meneliti tentang kebudayaan Melayu dan benda bersejarah. Banyak benda sejarah peninggalan orang-orang terdahulu yang disimpan. Latif bercerita tentang masa kecilnya yang sering bermain di rumah soko bendang milik neneknya, di Kuok. Mulai dari ruang tamu hingga loteng rumah banyak ditemukannya barang antik. Namun saat itu, Latif belum mengerti nilai dari benda-benda tersebut. Bila musim layang-layang tiba, Latif bersama temannya justru memecahkan benda-benda itu. Lalu, serpihan kacanya digiling hingga halus jadi bubuk untuk digilas dengan benang layang. “Kalau ketahuan, orang tua negur tapi diceritakan sejarah tentang benda itu,â€? kenang Latif. Kesadaran Latif akan nilai benda sejarah sejak menempuh pendidikan menengah atas. Hasrat untuk menjaga benda-benda langka pun terus tumbuh dalam dirinya ketika berstatus sebagai mahasiswa di Universi-

Rumah Abdul Latif Hasyim dan beberapa Arca yang ia simpan. Foto: Rizky BM

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa 23


Feature tas Riau. “Kadang benda-benda itu banyak yang diperjual belikan,” kata Latif. Latif dan keluarganya kerap berkunjung ke Malaysia. Kadang tiga kali dalam satu tahun. Di Malaysia, Latif selalu menyempatkan untuk ke museum. Benda-benda yang ia lihat di museum ini tidak jauh beda dengan apa yang ada di daerah kampar. Seperti keris, tumbuk lada, piring, gong, musik dan pakaian. Ada juga mata uang emas dari Aceh dan juga arsip buku kuno dari Kepulauan Riau. Latif yakin bahwa, benda-benda itu memang dari daerah Kampar. Latif merasa, apa yang pernah dilihatnya semasa kecil terbuang begitu saja tanpa dirawat. Berbeda dengan yang dilihatnya di negeri jiran. Latif semakin tergerak untuk melindungi benda-benda sejarah yang ada di daerah kelahirannya. Ditambah lagi, dari kunjungannya ke berbagi museum yang ada di negeri sendiri, Latif menilai pemerintah kurang perhatian. “Disinilah saya berinisiatif, setidaknya benda milik keluarga harus saya selamatkan.” Berangsur-angsur, Latif mengumpulkan benda-benda tua milik keluarganya di rumah soko bendang di Kuok dan dipindahkan ke rumahnya. Ada p er ka ka s

rumah tangga, piring, keris, parang, guci, buku dan ukiran lama. Setelah menikah, koleksi benda bersejarahnya semakin bertambah. Mertua, sanak saudara hingga tetangga ikut membantu Latif mengumpulkan benda-benda tersebut. Kini, benda kuno yang Latif simpan totalnya sekitar empat ratus lebih dari beberapa jenis benda. Latif tak membuat rincian nama bendanya, namun ia mengkategorikan jenis benda pada satu tempat penyimpanan. Keris disimpan dalam koper di gudang sebelah kanan ruang makan. Bermacam bentuk dan motif keris tersimpan. Bahkan menurutnya, ada keris dari masa Kerajaan Majapahit. Di seberangnya ada ruang kecil tempat menyimpan jenis parang, tombak dan pedang. Adapula meriam kecil dengan motif pucuk rebung, salah satu motif khas melayu. Sebelah ruang kecil itu ada satu ruangan dengan peti kayu berisi teko, perkakas rumah tangga, setrika besi dan kendi. Benda di dalam peti sudah dibungkus koran, “Agar tak cepat rusak,” jelas Latif. Di dekat peti ada beberapa guci keramik, sebagian sudah pecah sedang yang lain masih utuh. Mulai dari kecil hingga besar, berbagai warna dan motif. Berjalan sedikit ke belakang, lalu belok kanan, ada sebuah gudang dengan dinding kusam. Dalam gudang ini terdapat lemari besar di sisi kanan dan kiri. Di sudut ruangan ada peti kayu. Di dinding atas peti melekat dua lukisan Sukarno. Yang satu tengah duduk sedang satunya berdiri. Dalam peti itu sendiri berisi perkakas rumah tangga. Beberapa diantaranya baru dibeli Latif. “Karena tak ada tempat penyimpanan makanya dicampur,” ujar Latif. Di ruang ini, ada tangga menuju lantai dua. Di bawah tangga

Abdul Latif Hasyim. Foto: Rizky BM

terdapat banyak arca batu yang tersusun. Ada dewa–dewa dalam agama Hindu, Budha serta batu yang diukir pada zaman megalitikum. Naik ke lantai dua, terlihat angklung menempel di tembok dekat tangga. Masuk ke ruangan sebelah kiri ada piring dari zaman dinasti Cina, guci, lukisan serta buku tua bertumpuk. Kami tidak dapat masuk ke dalam karena di lantai penyusunannya masih berantakan. Kata Latif, ruangan tersebut tengah direnovasi. Benda kuno yang disimpan Latif belum pernah diuji di laboratorium. Latif tak punya dana untuk mendatangkan peneliti dari pusat. “Pun di Riau tidak ada yang bisa mengujinya,” ujar Latif. Namun, benda miliknya pernah diperlihatkan pada peneliti Malaysia. Mereka membandingkan benda milik Latif dengan benda dari luar negeri yang sejenis. Misal, keramik milik Latif dibandingkan dengan keramik di China dan Eropa. Dengan bahan pembuatan yang sama, motif dan struktur juga sama. Namun mereka katakan, benda milik Latif lebih tua. Semakin banyaknya koleksi benda tua di rumah, Latif mulai mendaftarkan rumahnya untuk dijadikan museum. Itu dilakukan mulai 4 Juli 2008. Usaha Latif tak serta merta terwujud meski berulangkali ia melapor ke Dinas Pelestarian Sejarah di Jakarta. Berbagai dokumen sebagai persyaratan seperti, foto benda, dan proposal ia siapkan. Pemerintah pusat kemudian menanggapi, untuk izin pendirian museum cukup lewat pemerintah daerah. Dengan syarat, harus punya yayasan atau lembaga yang menaungi. Latif memiliki yayasan Darul Amal yang berdiri sejak 1991. Yayasan ini milik ibunya. Pernah mendirikan masjid dan sekolah di Kuok. Setelah itu, Latif diminta untuk berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata untuk pendataan benda-benda miliknya. Dinas Pariwisata kemudian meminta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala atau BP3 Batusangkar, untuk datang ke rumah Latif dan mengecek benda-benda tersebut. Kurang lebih satu minggu, tim BP3 melakukan pengukuran benda, membuat spesifikasi dan

edisi september september--oktober oktober 2016 2016 24 Bahana Bahana Mahasiswa Mahasiswa edisi 24


Feature klarifikasi zamannya. Sebagian yang sudah divalidasi kemudian diberi nomor. Ada kode yang dibuat, namun Latif tak tahu artinya. “Mereka pun tidak menceritakan artinya,” ketus Latif. BURHANUDDIN, mantan Bupati Kampar dan Latif pernah bertemu untuk diskusi terkait benda bersejarah. “Begitu dia tahu saya peneliti, setiap ada yang berhubungan dengan sejarah dia nelfon saya langsung,” kenang Latif. Bahkan ketika ada seminar tentang budaya di luar daerah, Latif selalu diundang. Saat masih menjabat, Burhanuddin pernah berencana untuk membangun museum. Latif diminta untuk mengisi. “Pernah dua kali diminta. Tahun 2010 dan 2011. Tapi saya tidak mau,” kenangnya. Menurutnya, jika nanti barang hilang tak ada yang mau tanggungjawab. “Nanti kalau diserahkan ke Pemda, habis masa jabatan dia diganti, disangka milik Pemda, bahaya kan?” Untuk mengumpulkan benda-benda tua itu, Latif harus mengeluarkan dana pribadi. Uangnya diperoleh dari hasil menjual barang-barang pribadi, melelang lukisan karyanya, pembuatan kendaraan hias, pameran dan lain sebagainya. “Asal ada dana saya turun ke lokasi. Masuk goa, hutan dan tempat lainnya,” tutur Latif. Latif berkeliling mulai dari Kuok, 13 Koto Kampar, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Siak, Natuna, Kalimantan, Jawa dan Bali. “Yang belum pernah itu Indonesia bagian timur dan Aceh.” Menurut Latif, Pemerintah Daerah tidak menaruh perhatian lebih ke sektor tersebut. “Bayangkan, saya sendiri bisa menyelamatkan hingga 400 benda. Kalaulah kompak Pemda mencari pasti bisa sampai ribuan,” saran Latif. Jefri Al Malay sependapat dengan Latif. “Alangkah baiknya, pemerintah membantu melestarikan benda peninggalan sejarah yang ada.” Jefri seorang sastrawan Riau. Juga sebagai asisten dosen Fakultas Ilmu Budaya—FIB— Universitas Lancang Kuning. Kesehariannya, Jefri juga bekerja sebagai wartawan di Riau Pos. Menulis seni dan budaya melayu di rubrik Ranggi, mingguan. Tulisan Jefri tentang museum Latif pernah terbit di rubrik ini.

Setelah perkenalannya, Jefri bersama Dr. Junaidi, Dekan FIB membantu Latif untuk menyusun benda-benda miliknya terutama manuskrip ke dalam katalog. Saranan, Kepala Seksi Sejarah dan Konservasi Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kampar mengatakan, pemerintah sudah melakukan upaya penanganan benda bersejarah. Seperti pendataan benda kuno yang dimiliki penduduk di tiap kecamatan di Kabupaten Kampar. “Kami tidak bisa menarik atau meminta benda tersebut karena itu benda turun-temurun milik keluarga. Pun, Pemerintah Kampar belum punya museum untuk menyimpannya,” jelas Saranan. Saat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berada dalam satu institusi, Pemerintah Kabupaten Kampar pernah mengajukan usulan pembangunan museum ke Pemerintah Pusat. Hingga kini usulan tersebut belum juga terkabul. “Padahal untuk lahan kita ada. Namun dana jadi alasan tak terselesainya rencana ini.” Latif cerita, 80 persen benda di rumahnya sebagian besar didapat di daerah Kampar. Sisanya dari daerah Bengkalis, Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Maluku. Seringnya Latif meneliti budaya membuat warga tahu bahwa ia juga menyimpan benda bersejarah. Dari sinilah beberapa orang datang untuk mengantar benda padanya. Kata Latif, orang yang mengantar benda ke rumahnya punya alasan beragam. Ada yang datang karena butuh biaya, takut benda tersebut membawa bala, namun adapula yang takut ditangkap aparat karena menyimpan benda langka. Ada juga warga yang menitipkan benda atas dasar kepercayaan, kalau benda itu disimpan pasti tak selamat. Makanya diberikan ke Latif dengan imbalan ganti rugi. Pun, ketika orang itu suatu waktu datang kembali untuk melihat benda, masih ada. Bila ada yang mengantar benda ke rumah, Latif selalu bertanya asal usul benda tersebut. Hal ini untuk mengetahui sumber benda dan membuat ringkasan cerita mengenai benda tersebut. Namun ada yang malah takut ketika ditanya dan tidak datang lagi. “Mungkin dikiranya kita mau nangkap.” Asnin, pemuda yang sering mem-

edisi september-oktober 2016

bantu Latif meneliti benda bersejarah mengatakan, orang yang menemukan benda bersejarah ini secara hukum tidak terlindungi karena mereka merasa mudah di kriminalisasi. “Itu yang menyebabkan barang itu tidak muncul di permukaan. Padahal benda itu banyak.” Asnin sempat mendengar, seseorang dari Kuok menemukan meriam. Meriam tersebut dibawa ke rumah untuk disimpan. Lalu, datang aparat sambil bawa pistol. “Terpaksa diserahkan dan akhirnya dijual.” Saranan mengungkapkan, bagi masyarakat yang mengantar benda ke pemerintah akan diberi reward seperti penggantian harga atas barang tersebut. “Namun sampai saat ini belum ada masyarakat yang melakukannya.” LATIF berdiri, kemudian beranjak menuju ruangan lain. Sekembalinya ia membawa bungkusan plastik. “Ini fosil kerang laut,” tunjuknya ke beberapa kerang yang sudah membatu. Kerang ini didapat di daerah Kuok berkat informasi dari masyarakat. Tak hanya kerang, Latif juga menemukan dayung yang sudah membatu. Selain itu, Latif dan tim pernah melakukan penggalian sedalam 65 meter. Di sana ditemukan air dengan kadar garam yang tinggi. Air itu kemudian Latif bawa dan disimpan dalam wadah tertutup di rumahnya. Tak hanya fosil kerang, Latif juga menunjukkan fosil telur yang berukuran cukup besar. Ada tiga fosil yang diperlihatkannya. Satu masih utuh dengan bentuk bulat telur, sedang dua lagi sudah pecah. Bagian dalam yang sudah pecah terlihat warna kuning seperti kuning telur. Sekilas memang tampak seperti batu biasa, namun ukuran dan juga bentuk serta bagian dalam tampak berbeda. “Apalagi tak hanya tiga ini yang kami lihat disana, tapi ada banyak dan daerah sana bukan daerah berbatu,” ujar Latif. Abdul Latif Hasyim tetap akan menyimpan benda bersejarah yang ada di rumahnya. Ia tak akan menjual walau . Karena menurutnya, benda itu haruslah dijaga. Laki-laki yang pernah meraih pada 2011 sebagai kepala sekolah terbaik ini, berharap akan timbulnya kesadaran di masyarakat arti pentingnya sejarah.*

Bahana Mahasiswa 25


Cerpen

Buku Oleh Aurel Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Hari ini aku tidak menghiraukan panasnya matahari. Aku tetap berlari dengan membawa lima buku tulis yang telah usang di tangan kanan ku. Aku juga tak menghiraukan sepasang kaki ku telah lembab karena beberapa kali terendam genangan air di lubang jalan. Hati ku senang dengan hasil usaha ku hari ini. Ketika aku memasuki halaman sebuah bangunan kayu, aku memanggil beberapa teman ku yang berada di teras bangunan tua itu. “Hei, lihatlah benda apa yang ada di tangan ku!” seru ku sambil berlari dan mengangkat tangan yang memegang buku tulis itu. Ari, Sofyan, Eri dan Dita mendekat dengan wajah berbinar. “Buku apa saja yang kamu bawa itu, Aji?” tanya Eri. “Entahlah. Sepertinya ini buku catatan Matematika, Bahasa Indonesia dan Biologi. Tapi dengan tingkatan kelas yang berbeda,” jawab ku. Kami berlima duduk di teras bersama – sama. Dita segera mengambil kelima buku itu dan memeriksa isi dari setiap lembarannya. Beberapa saat kemudian, Dita memanggil ku yang sedang asyik bercakap dengan teman lainnya. “Aji,” panggilnya dengan wajah tak bersemangat dan melambaikan tangannya agar aku mendekatinya. Ketika aku duduk disisinya, dia menunjukkan sesuatu yang ada di halaman buku. Ternyata tulisan yang ada di kelima buku itu telah luntur karena terkena air. Karena penasaran, Ari, Sofyan dan Eri ikut melihat.

“Terima sajalah apa yang ada dulu. Suatu hari nanti pasti dapat yang lebih baik,” kata Eri sedih. Ketika kami melihat wajah Eri, kami ikut merasakan kesedihan itu. “Iya. Mungkin buku itu sudah kemarin di luar. Jadi sudah terkena air hujan tadi malam,” kata Ari. “Aji,” panggil Sofyan. “Ya?” sahutku. “Dimana kamu menemukan buku itu tadi?” “Di tempat sampah depan SMP Cendikia. Maaf, aku tidak bisa mencari yang lebih baik dari itu,” kataku merasa bersalah. Ari mendekatiku. “Tenanglah, Aji. Impian anak jalanan pasti bisa dicapai. Masih ada hari esok untuk mencari buku,” kata Ari bijak. “Hei, aku punya usul,” kata Dita. Aku dan ketiga temanku memandangnya. “Gimana kalo kita kumpulkan saja tulisan yang masih bisa dibaca. Sisanya kita jual ke Mang Asep. Jadi hasil kerja Aji hari ini nggak sia–sia.” “Aku juga punya beberapa koran dan botol bekas untuk dijual ke Mang Asep. Ya buat tambah – tambah. Mudah–mudahan hari ini kita bisa makan cukup,” kata Sofyan. “Boleh juga tuh. Ayo kita ke sana sekarang,” kata Eri. Setelah diambil beberapa lembar yang masih bisa dibaca, akhirnya kami menjual buku–buku itu kepada Mang Asep. Matahari sudah mulai turun. Saat perjalanan pulang, tiba–tiba seorang siswa SMP diserempet sepeda

motor hingga terjatuh. Beberapa buku yang dibawanya berantakan. Pengendara sepeda motor itu tidak mempedulikan siswa itu. Kami yang melihat kejadian langsung mendekati siswa berseragam putih biru itu dengan penuh luka memar. “Kamu nggak apa–apa, kan?” tanya Ari. “Nggak. Saya nggak apa–apa, kok,” katanya sambil berusaha berdiri. Sementara itu, Dita dan aku sibuk memunguti buku dan kertas yang jatuh ke tanah. Ketika memunguti benda–benda itu, aku menemukan buku tebal yang selama ini ku cari. Aku ingin sekali membuka dan melihat isi buku itu. Ketika aku menoleh ke arah Dita, tanpa disengaja dia juga menoleh ke arah ku. Beberapa saat kami saling pandang. Dita menggelengkan kepalanya seakan tahu apa yang ada dipikiran ku. Dengan enggan aku menyusun buku itu diantara buku lainnya. “Ni, kertas mu. Lain kali hati–hati, ya?” kata Dita sambil menyerahkan tumpukan kertas itu. “Lukanya mau diobati dulu? Biar nggak infeksi,” kataku sambil memberikan buku–buku itu. “Nggak usah. Makasih banyak ya udah nolongin aku. Oh ya, maaf merepotkan kalian,” kata siswa SMP itu sungkan. “Nggak apa–apa. Kami hanya kebetulan saja lewat sini. Mau diantar pulang?” tanya Ari. “Nggak usah. Saya sudah nelpon sopir buat dijemput di seberang sana,” katanya sambil menunjuk ke

26 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Cerpen

arah kantor camat. “Oh, kalo gitu kami tinggal, ya?” kata Dita. “Oh ya. Sekali lagi makasih, ya. Daaah,” ia melambaikan tangan. Kami juga melambaikan tangan dan berjalan menjauh darinya. Setelah siswa SMP itu tak terlihat lagi, Dita memecahkan lamunan ku. “Ada apa dengan buku yang tadi?” tanya Dita dengan berbisik. “Dulu aku pernah dengar, kalo buku tebal itu adalah rangkuman dari beberapa pelajaran. Sebaiknya kita bisa menguasai ilmu dasar dulu, kan?” kataku. “Hei, kamu dengar dari mana? Setauku, semua orang yang promosi niatnya agar barang yang dijualnya laku. Makanya dia berusaha agar kita tertarik dengan apa yang dijualnya,” kata Sofyan. “Kalo yang promosi guru nggak mungkin bohong, ‘kan?” kata ku. Semua temanku hanya mengangguk. “Tapi kalo misalnya kita beli buku itu kira–kira harganya berapa, ya?” kata Eri sambil setengah berkhayal. “Yang pastinya uang makan kita sebulan belum bisa membeli buku setebal itu,” sambut Sofyan. “Kalo misalnya kita masuk ke perpustakaan wilayah, gimana? Kita kan bisa pinjam buku disana,” usulku. “Aji, kamu jangan mimpi, ya. Si Abdul belum masuk ruangannya saja sudah diusir. Gimana nasib kita nanti kalo masuk sana,” kata Dita. “Terima nasib sajalah. Banyak – banyak berdoa. Siapa tau dalam

waktu dekat ini Tuhan mengabulkan doa kita,” kata Eri. Malam telah datang. Hari ini kami tidak mendapatkan ilmu yang baru. Ketika kami melaksanakan sholat, kami berdoa kepada Tuhan agar Dia segera mengabulkan permohonan kami. Keesokan harinya, Ari memanggil ku dan teman–teman yang masih terlelap. Kami terkejut dan langsung bergerak menuju arah suara. Ternyata Ari sedang berdiri di depan pintu sambil memegang sebuah buku tebal yang kuinginkan selama ini. Wajah kami langsung berbinar ketika melihat benda yang dipegang oleh Ari. Kami langsung mendekati Ari dan berusaha merebut buku itu. “Doa kita akhirnya dikabulkan Tuhan, Ji,” kata Ari sambil mengangkat buku itu tinggi – tinggi. “Alhamdulillah. Tuhan telah mendengar doa kita, “ kataku sambil ikut memegang buku itu. Tanpa sadar sebuah amplop berwarna hijau jatuh dari dalam buku. Seketika kami langsung terdiam. Dita mengambil dan membuka amplop itu dan membaca isinya. “Untuk orang yang menolongku kemarin, Aku ucapkan terimakasih banyak kepada kalian karena telah peduli dengan ku. Sebagai ucapan terimakasih ku, terimalah buku ini. Buku ini akan membantu kalian untuk menjadi orang yang sukses nantinya. Aku minta maaf jika aku telah lancang mengetahui keinginan kalian untuk memiliki buku ini. Dan aku juga minta maaf karena tadi malam

edisi september-oktober 2016

aku mengikuti kalian dari belakang, karena aku ingin tahu apa yang kalian butuhkan. Kalau saja kalian punya waktu luang, datang saja kerumah ku di Jalan Allura nomor 12A. Wassalam. Margaretha Setelah membaca surat tersebut, kami saling berpandangan dan tersenyum senang. “Akhirnya apa yang kita cari sudah kita dapatkan hari ini, ya?” kata Eri senang. “Iya. Malahan lebih dari yang harapkan. Kita bukannya mengumpulkan uang untuk membeli buku ini, melainkan diberi orang lain,” kata Ari. “Ayo, kita bersiap–siap untuk bekerja! Jika tidak, harapan kita yang lain diambil oleh orang. Sepulang kerja, barulah kita baca bukunya sama–sama,” kata Sofyan. “Iya, aku juga mau ke Asep untuk menyortir botol bekas. Simpan saja buku itu di tempat yang aman,” kata Eri. “Biar aku simpan di dalam lemari baju. Agar tidak basah, sebelumnya buku itu akan aku balut dengan kain,” kata Dita. Dia mengambil buku itu dari tangan Ari. Akhirnya kami bisa meneruskan perjuangan kami menuju cita–cita. Aku yakin Tuhan mengabulkan doa kami melalui orang yang telah kami tolong. Aku yakin, sebuah kebaikan akan menghasilkan rasa manis karena balasan dari kebaikan itu sendiri.*

Bahana Mahasiswa 27


Kilas Balik

Secuil Kisah Tenta

28 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Kilas Balik

ng Pongkai Pongkai adalah desa yang tenggelam dikarenakan pembangunan PLTA di Koto Panjang. Akibat proyek ini, warganya dipindahkan ke tiga lokasi yang berbeda. Oleh Eka Kurniawati

S

Bekas waduk PLTA di Desa Pongkai Istiqamah Foto: Badru BM

edisi september-oktober 2016

ORE itu, sekitar pukul lima, Darusama duduk di beranda rumah. Di tangannya ada sebuah buku yang tampak lusuh. Seperempat halamannya sudah hilang. Kalimat dalam buku tersebut masih menggunakan ejaan lama. Meski sudah berumur lanjut, Darusama membaca tanpa kacamata. Darusama, warga Desa Pongkai Istiqomah. Saat dikunjungi, ia bercerita sejarah pemindahan warga Desa Pongkai. Menjelang akhir tahun 1983, masyarakat Kecamatan XIII Koto Kampar berkumpul di Pesantren Batu Besurat. Mereka membahas rencana pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA. Buku Gugusan Candi Muara Takus yang diterbitkan oleh Proyek Pembinaan Permuseuman Riau, menjelaskan, pembangunan PLTA Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar dimulai pada 1992. Proyek ini digarap oleh . Kerjasama Pemerintah Indonesia dan Jepang. Untuk itu, dibangun sebuah bendungan yang akan menaikkan air Sungai Kampar Kanan dari 76 meter menjadi 85 meter. Hal ini mengakibatkan terjelmanya sebuah waduk yang sangat luas. Sehingga sejumlah desa, lahan pertanian, perkebunan serta hutan ikut terendam. Sebelum hal itu terjadi, warga akhirnya bertemu membahas langkah selanjutnya. Pertemuan itu menghasilkan 17 kesepakatan yang

Bahana Mahasiswa 29


Kilas Balik tertuang dalam beberapa lembar surat. Salah satunya, warga meminta supaya kuburan bersejarah juga dipi ndahkan. Beberapa permasalahan timbul saat itu. Mulai dari tawar menawar harga lahan sebagai ganti rugi hingga permintaan warga akan desa baru yang mereka tempati. Enam tahun berikutnya, pemerintah membentuk tim verifikasi masalah tanaman dan bangunan. Hal ini bertujuan untuk menentukan lokasi tempat tinggal baru bagi warga plus lahan untuk bertanam. Satu tahun setelah tim bekerja, warga kembali mengajukan beberapa permohonan. Mendukung sepenuhnya program pemerintah berkenaan dengan proyek pembangunan PLTA Koto Panjang di Kecamatan XIII Koto Kampar. Masyarakat minta pemindahan penduduk secara utuh dan dilakukan bersamaan, pola ganti rugi dan mendapatkan pemukiman ditambah dengan kebun karet. Desa yang baru harus berada diantara Kelurahan Batu Besurat dengan Desa Koto Tuo. Tepatnya di selatan Muara Takus. Surat dibuat pada 21 Desember 1990 dan ditujukan pada Bupati Kampar. Ditandatangani oleh Pucuk Adat, Ninik Mamak, Kepala Desa dan diketahui Saleh Tuima, Camat XIII Koto Kampar kala itu. Beberapa pemuka masyarakat juga ikut membubuhkan tandatangan. Seperti, cerdik pandai, ulama, Imam Masjid, Ketua Pemuda, Tokoh Wanita, Kepala Dusun, Ketua Pembangunan serta Bilal Masjid. Satu tahun berikutnya, warga mulai dipindahkan. Proses ini dilakukan tiga tahap. Pertama, sebagian warga dipindahkan ke Desa Pongkai Istiqomah. Tiga tahun kemudian ke Desa Pongkai Selatan Siberuang dan Desa Mayang Pongkai. WARGA berbondong-bondong meninggalkan Desa Pongkai. Laki-laki mengangkut barang dengan sepeda ontel sementara perempuan berjalan kaki. Butuh waktu lebih kurang tiga jam untuk sampai ke tempat tinggal baru mereka, Desa Pongkai Istiqomah. Sebanyak 260 Kepala Keluarga hidup sederhana. Rumah mereka berdinding papan dan beratap daun. Begitu juga sarana pendidikan. Ada

Darusama, tengah membaca buku tua miliknya Foto: Badru BM

30 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Kilas Balik satu sekolah dengan empat ruangan. Sebenarnya, warga tak dizinkan untuk tinggal di Pongkai Istiqomah. Pemerintah berencana untuk menempatkan mereka ke desa transmigrasi. Hal ini ditolak oleh sebagian warga. “Kami sempat diusir oleh tentara. Bahkan perut saya pernah diinjak waktu itu karena membangkang tak mau pindah,” kenang Novel Effendy yang bergelar Datuk Bosau. Alasan warga memilih Pongkai Istiqomah karena, ketersediaan lahan pertanian dan perikanan yang cukup memadai. Selain itu, Pongkai Istiqomah merupakan situs penggalian tanah pembuatan Candi Muara Takus. “Karena kami membangkang, kami dicap sebagai PKI,” tutur Novel. Meski begitu, warga tetap bertahan dan membangun desa dengan swadaya dan bergotong royong. Mulai membangun rumah hingga membuat jalan dilakukan secara bersama. Usaha ini akhirnya menjadi perhatian pemerintah dengan membentuk tim perencanaan desa persiapan. Tahun 1999, Pongkai Istiqamah disahkan menjadi desa persiapan. Peresmian dilakukan dengan memotong satu ekor kerbau. Warga mengundang gubenur dan bupati untuk hadir dalam syukuran saat itu. Kerbau dibeli dengan iuran oleh warga. “Hal ini kami lakukan bangganya bisa tingal di desa ini,” ujar Novel. Satu tahun kemudian, Pongkai Istiqamah resmi menjadi desa defenitif. Sejak itu, berbagai bantuan mengalir. Seperti jalan aspal, air bersih dan listrik. Di luar institusi desa, bermacam organisasi pun dibentuk. Seperti organisasi kepemudaan, Lembaga Kedatukan, Lembaga Adat Melayu dan Lembaga Adat Kampar. Ada kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan Pimpinan Adat. Non muslim tidak dibenarkan tinggal di desa ini. Juga bagi mereka yang menikah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku akan dikenakan sanksi. Selain itu, berbagai kegiatan yang hendak dilakukan harus mendapat restu terlebih dahulu dari Pimpinan Adat. Jika tidak, kegiatan tersebut tak bisa dilaksanakan meski Pimpinan Desa memberi izin. Orang di luar desa yang hendak

bertempat tinggal di Pongkai Istiqamah harus menunjuk identitas terlebih dahulu, seperti KTP. Setelah itu, orang tersebut harus membeli suku. Istilah ini disebut pulang induk. Prosesnya dengan membeli kambing satu ekor. Warga tak dilarang membantu jika orang yang punya tujuan tak memiliki uang. Ada empat suku yang terdapat di Pongkai. Suku Domo, Piliang, Melayu dan Patapang. Tiap suku terbagi lagi. Suku Domo terbagi tiga, yaitu Domo Kampong Dalam, Domo Koto Rendah dan Domo Parit. Suku Piliang terdiri atas, Piliang Kasindo dan Piliang Makato Majo. Sedangkan suku Melayu terdiri dari, Melayu Datuk Reno, Melayu Senaro Kayo dan Melayu Majo Kayo. LAIN pula yang dialami oleh warga desa Pongkai Selatan Siberuang. Warga dipindahkan ke tempat ini pada 1994. Mereka diangkut dengan truk malam hari dan diturunkan di jalan. Dalam keadaan gelap, mereka tak tau sama sekali di mana lokasi rumah yang akan ditempati. “Tak ada yang bisa dilihat,” kenang Azimi saat ia dan istrinya dipindahkan. Mereka ambil inisiatif untuk melempar batu kesegala arah. Jika terdengar suara genteng berarti di situ arah rumah. Setelah itu, warga buat undian untuk menentukan nomor rumah yang ditempati. Rumah ini juga tersedia sumur dan kamar mandi di luar rumah. Azmi mengenang, tempat tinggal mereka penuh semak belukar yang lebih tinggi dibandingkan rumah. Untuk membersihkan lingkungan, warga melakukannya secara gotong royong. Awal mula tinggal di tempat ini, warga hanya berharap bantuan dari pemerintah. Seperti makanan sehari-hari. Sebab, belum ada matapencaharian ditempat mereka hidup. “Lahan untuk berkebun juga belum produktif,” kata Narusdi, istri Azimi. Kesulitan lain yang dialami oleh warga adalah, letak desa mereka yang jauh dari akses lainnya. Air yang juga sebagai kebutuhan hidup sehari-hari tidak mudah untuk didapat. Sumur akan kering jika satu minggu saja tak diguyur hujan. Kalau sudah begitu, warga harus mencari air ke desa sebelah. Jarak yang ditempuh sekitar tujuh kilometer. Kondisi ini memicu sebagian

edisi september-oktober 2016

warga memilih pindah dengan menjual tanah yang dimiliki. Tanah pun dijual dengan harga murah supaya cepat laku. Dari sini, pendatang dari luar daerah mulai banyak menempati Pongkai Selatan Siberuang. “Sekitar 80 persen warga di sini pendatang,” jelas Azimi. Kata Mairizon, Sekretaris Desa Pongkai Selatan Siberuang, untuk mempertahankan kebudayaan asli Pongkai, pihak pemerintah melakukan pembinaan Ninik Mamak. Hal ini didukung dengan dibangunnya balai adat untuk pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. MESKI Desa Pongkai kini sudah lenyap karena pembangunan PLTA, desa baru yang jadi tempat tinggal warga tetap menggunakan kata Pongkai. Seperti yang telah dijelaskan, Pongkai Istiqomah, Pongkai Selatan Siberuang dan Mayang Pongkai. M. Suhaimi Zain, Promotor Komunitas Matangkari, menjelaskan, Pongkai berasal dari kata Pangkal atau Pangke. Warga Desa Muara Takus menyebutnya Pongqo. Saat itu, warga Cina yang berkunjung ke Muara Takus tak bisa mengucap kata pongqo. Sehingga mereka menyebutnya dengan sebutan Pongkai. “Kata ini kemudian populer dari generasi ke generasi. Akhirnya melekat kata Pongkai untuk nama desa ini.” Ramli, Ninik Mamak, katakan, Pongkai berasal dari bahasa Cina yakni, Ponghai yang artinya tanah galian. Tanah galian yang dimaksud yaitu, tanah yang digunakan untuk pembuatan Candi Muara Takus. Buku Gugusan Candi Muara Takus, terbitan Proyek Pembinaan Permuseuman Riau menjelaskan, Pongkai berasal dari bahasa Cina yang berarti Pong adalah Lubang, dan Kai adalah Tanah. Pongkai merupakan sebuah desa yang terletak disebelah hilir Batang Kampar, atau sekitar 8 kilometer dari Desa Muara Takus. Menurut cerita masyarakat setempat, batu bata yang digunakan untuk membangun candi Muara Takus berasal dari desa Pongkai. Awal mulanya batu bata diangkut melalui jalur sungai. Karena beban angkut terlalu berat, batu dipindahkan melalui tenaga manusia. Dengan cara berbaris dari Desa Pongkai hingga ke lokasi pembangunan candi. Batu bata lalu diulur dari satu tangan ke tangan yang lain.*

Bahana Mahasiswa 31


Profil

Feliatra di ruang kerjanya, gedung Faperika usai wawancara. Foto: Jeffri BM

32 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Profil

Jadi Rektor di Tanah

Kelahiran Sejak SD hidup berpindah-pindah. Namun kembali ke tanah kelahiran untuk memimpin satu universitas. Oleh Jeffri Sianturi

V

ALENTINA keluar dari ruang seminar . Seketika tangan kanannya ngusap dada seraya menarik nafas. Tidak begitu lama ia berada dalam ruangan. Ia baru saja menemui Feliatra. “Pak Feli cepat kali kasih pertanyaan.” Valen baru saja melaksanakan ujian skripsi. Feliatra salah seorang pengujinya. Feliatra, seorang Guru Besar Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Disela-sela menjalankan tugas sebagai dosen dan membimbing mahasiswa, Feliatra juga diamanahkan sebagai Rektor di Universitas Pasir Pengaraian atau UPP, Kabupaten Rokan Hulu. Amanah itu diemban sejak 2007, ketika UPP masih bernama Politeknik Pasir Pengaraian. Feliatra juga sempat ditunjuk sebagai Direktur Akademi Kebidanan Pasir Pengaraian. Akhir September lalu, Feliatra baru saja menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai Rektor di tanah kelahirannya sendiri. “Sekarang tinggal menyelesaikan laporan keuangan untuk disa mpaiakan pada yayasan,” ujar Feli saat ditemui di ruang . Tiga tahun jelang masa jabatannya berakhir, Feliatra buat kebijakan dalam hal akademis kampus. Ia meniadakan perkuliahan di hari Jumat. Katanya, ini meniru perkuliahan di Arab. Selain itu, mahasiswa Universitas Pasir Pengaraian juga diwajibkan mengikuti Pekan Kreativitas Maha-

siswa dan mengikuti kuliah industri. Untuk Pekan Kreativitas Mahasiswa atau PKM, mahasiswanya sudah ikut kompetisi ke Nusa Tenggara Barat dan Pontianak. Feliatra mewajibkan dosen nya membimbing mahasiswa. “Kalau tidak akan dipotong gaji.” Eko Yurman Syafrizal, mahasiswa Jurusan Olahraga UPP, mengaku, termotivasi dengan ajang PKM. Terlebih lagi diundangnya pemateri dari luar untuk memberi pemahaman dan semangat mengikuti kompetisi. Namun, Eko meminta agar aturan wajib mahasiswa untuk mengikuti kuliah industri dikaji ulang. “Terlalu memberatkan,” jelas Eko, usai mengikuti pembekalan PKM di Rektorat Universitas Riau lantai empat, beberapa waktu lalu. Selama Feliatra menjabat Rektor, sudah delapan orang dosen yang melanjutkan studi ke jenjang doktor. Termasuk Hardianto yang kini jadi Pembantu Rektor 1 UPP. Hardianto dan ketujuh rekan lainnya mengambil studi doktor di Universitas Negeri Jakarta. Untuk menjaga komunikasi sesama akademisi UPP, Feliatra buat grup . Anggotanya, dosen dan pegawai kampus. Kini, Adolf Bastian dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lancang Kuning, menggantikan posisi Feliatra. ANAK keempat dari tujuh bersaudara ini lahir di Dalu-Dalu, Rokan

edisi september-oktober 2016

Hulu, lima puluh tiga tahun silam. Lahir dari pasangan almarhum Abdullah Rahman dan Nurseha. Feliatra dan keluarga meninggalkan tempat kelahiran ketika masih duduk di kelas satu sekolah dasar. Sebab, sang ayah jadi guru agama di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah Kuok, Kabupaten Kampar. Mereka tinggal di rumah dinas sekolah. Waktu itu tahun 1970. Feliatra beserta keluarga harus berjalan kaki selama dua hari ke Pasir Pengaraian. Dari sini, mereka menunggu kendaraan yang akan menuju Pekanbaru untuk berhenti di Kuok. “Waktu itu dari kampung kami menuju Kuok menghabiskan waktu tiga hari,” kenang Afrial Abdullah, kakak kandung Feliatra. Afrial Abdullah Direktur Bank Riau-Kepri bidang Kredit dan Syariah. Saat duduk di kelas delapan, Feliatra harus ikut keluarga lagi pindah ke Bangkinang. Sang ayah dipindahkan kerja ke Departemen Agama. Di sini pula ia menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bangkinang. Pendidikan diperguruan tinggi ia mulai dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Feliatra memilih Jurusan Ilmu Kelautan melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 1982. “Itu pertama kalinya penerimaan mahasiswa baru yang diseleksi ujian tertulis secara nasional,” kenang Feliatra. Ketika jadi mahasiswa, Feliatra tidak tergolong aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan kampus. Ia banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan bertandang ke Pustaka Wilayah. Prinsipnya, cepat tamat dan pulang kampung bantu keluarga. Pustaka Wilayah yang sering dikunjungi Feliatra dulunya terletak di Jalan Gajah Mada yang kini jadi Rumah Dinas Rektor Universitas Riau. Seingatnya, pustaka itu menyimpan banyak buku, nyaman dan bersih. Kalau ingin bacaan baru, Feliatra kadang cari buku ke Pasar Bawah. “Ke sana cuma baca saja karena tak punya uang,” ungkap Feli, yang hobi baca komik detektif kala itu. Tidak butuh waktu terlalu lama

Bahana Mahasiswa 33


Profil bagi Feliatra untuk menyelesaikan studinya. Selama empat tahun Feliatra sudah menyandang gelar Insinyur dan jadi mahasiswa pertama yang tamat diantara teman seangkatan di Ilmu Kelautan. Judul skripsinya, Pengaruh Penggunaan Es Terhadap Kesegaran Ikan Kembung Betina . Setelah tamat kuliah, Feliatra langsung diangkat jadi asisten dosen untuk membantu mengajar mahasiswa dan penelitian dosen. Ia pernah jadi asisten Azna Ali, Azna Maamoen dan A Karim. Sampai akhirnya jadi dosen tetap tahun 1988. Dua tahun jadi dosen, Feliatra dapat beasiswa untuk melanjutkan

langsung balik, main-main dululah disana,” ungkap Feli sambil tertawa. Jelang menghabiskan masa beasiswa, Feli memilih melancong kebeberapa negara. Inggris, Swedia, Jerman dan Belanda. Ia juga pernah mengunjungi benua Antartika saat diajak penelitian oleh dosen pembimbingnya. “Mungkin saya orang pertama di Unri yang datang kesana,” kata Feli. Sepulangnya dari Francis, Feli dikenalkan orang tuanya dengan Zurnaidah yang sekarang menjadi istrinya. Keduanya sama-sama dari Pasir Pengaraian. Setelah menikah, Feliatra sempat bekerja di Perusahaan Eksportir Ikan Tuna di Jakarta. Sesekali

usaha itu tidak berbuah hasil. Sebagai akademisi, kini, Feli terus melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Tahun 2012 hingga 2015, Feli pernah meneliti pemanfaatan bakteri probiotik asli Indonesia yang diisolasi dari udang sebagai alternativ perbaikan kualitas pakan udang dan ikan budidaya. Penelitian ini dibiayai Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi senilai Rp 375 juta. Penelitian lainnya tentang, uji efektifitas bakteri probiotik asli Indonesia dalam mengatasi Vibrio SP pada udang windu. Untuk dana penelitian ini bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Universitas Riau,

“Saya ingin tetap sibuk seperti biasa. Kalau tidak akan cepat gemuk. Orang sibuk biasanya lebih kreatif bagi waktu,” ungkap Guru Besar yang juga jadi tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ini. pendidikan strata dua di University Aix Marsell Ill France dengan konsentrasi Biologi Laut. Hanya satu tahun ia menyelesaikan pendidikan ini. Judul tesisnya, . Di kampus yang sama, Feliatra melanjutkan studinya kejenjang doktor dengan promotor yang sama, Dr Micheline Bianci. Gelar doktor ia raih tiga tahun berikutnya. Disertasi doktornya, . Selama kuliah di Francis, Feli dibiayai oleh Direktorat Perguruan Tinggi dalam jangka waktu lima tahun. “Waktu itu Menteri Pendidikannya Daud Yusuf.” Feli juga mengikuti program bahasa Francis enam bulan sebelum kuliah. “Selesai kuliah tidak mau

ia juga harus ke Pekanbaru memberi kuliah. Ketika krisis ekonomi 1998 melanda Indonesia, Feliatra dan istri memutuskan untuk kembali ke Riau dan menjabat Kepala Pusat Penelitian Kawasan Pantai. Namun, Feli tetap menjadi dosen di almamaternya. Dikampus Ilmu Kelautan, Feliatra dikenal seseorang yang energik di mata Nursyirwani. Mereka berteman sejak mahasiswa. Nur—sapaan akrabnya—sering terlibat satu tim dalam beberapa kali penelitan dengan Feli. Nur, sekarang jadi Sekretaris Jurusan Ilmu Kelautan. Feliatra sendiri pernah jadi Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada 2002. Dua bulan setelah jadi Dekan, Feli pun meraih gelar Profesor. Feli juga pernah bertarung untuk memperebutkan kursi nomor satu di Universitas Riau tahun 2006. Sayang,

sebesar Rp 25 juta. Untuk pengabdian pada masyarakat, pernah dilakukan di Desa Anak Setatah Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti pada 2015. Feli katakan, ia aktif melakukan penelitan tiap tahun. Pernah menerbitkan sepuluh buku termasuk buku ajar dan publikasi Internasional. Rencananya, tahun depan akan menerbitkan jurnal untuk publikasi di Jepang. Prinsipnya, ia tidak lupa meneliti dan publikasi jurnal terutama yang terakreditasi scopus. “Saya ingin tetap sibuk seperti biasa. Kalau tidak akan cepat gemuk. Orang sibuk biasanya lebih kreatif bagi waktu,” ungkap Guru Besar yang juga jadi tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ini.*

34 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Mind-A

UR Doelo edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa 35


Opini

Menilik Kembali Sistem BPJS Kesehatan Oleh Laila Kurnia Fitri. Penulis adalah Center For Indonesian Medical Student’s Activities disingkat CIMSA. Sebuah organisasi mahasiswa yang fokus pada kesehatan masyarakat dibawah naungan Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS kesehatan sudah dua tahun diberlakukan. Bagaimana pelaksanaan BPJS kesehatan? Apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan ? Sesuai pasal 14 UU BPJS, setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah berdiam di Indonesia minimal enam bulan wajib menjadi peserta BPJS kesehatan paling lambat 2019. Ketentuannya, setiap peserta akan ditarik iuran jaminan kesehatan sesuai kelas ruang perawatan yang diinginkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Dikenakan denda administratif sebesar 2 persen per bulan dari total iuran yang tertunggak jika terlambat bayar. Menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat berhak mendapat pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis yang diperlukan. Hak promotif dan preventif berupa penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, Keluarga Berencana, dan skrining kesehatan. Selain itu, peserta mendapat alat bantu kesehatan yang jenis dan plafon harganya sudah ditetapkan. Fasilitas ambulan diberikan untuk pasien rujukan. Pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan sistem bertingkat. Tingkat pertama yaitu pelayanan non spesialistik yang meliputi administrasi, pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah sesuai kebutuhan,

pemeriksaan diagnostik tingkat pertama, dan rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi. Untuk pelayanan rujukan tingkat lanjut terbagi dua yaitu rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan meliputi administrasi, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, tindakan medis spesialistik sesuai indikasi, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan penunjang diagnostik lanjutan, rehabilitasi medis, transfusi darah, pelayanan kedokteran forensik, dan pelayanan jenazah. Rawat inap terdiri dari perawatan inap non intensif, perawatan inap di ruang intensif dan pelayanan lain yang ditetapkan oleh menteri. Pemerintah tidak menjamin layanan kesehatan diluar yang ditetapkan. Misal, melakukan pelayanan di fasilitas yang tidak bekerjasama dengan BPJS, pelayanan keluarga berencana dan menyediakan alat kontrasepsi. Selain itu, pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program hanya jaminan kecelakaan kerja, kosmetik atau estetika, ortodentis, gangguan kesehatan akibat obat atau alkohol, sengaja menyakiti diri sendiri, pengobatan komplementer, pengobatan eksperimental, makanan bayi, susu, perbekalan kesehatan rumah tangga dan pelayanan kesehatan akibat bencana atau wabah. KELEBIHANNYA, membantu masyarakat Indonesia menengah kebawah. Sebelumnya ada anggapan masyarakat takut berobat ke fasilitas kesehatan. Biaya mahal

dan tak terduga. Dengan adanya BPJS kesehatan, masyarakat tidak takut lagi untuk segera berobat. Tentu semakin banyak nyawa yang terselamatkan. Bagi dokter, tindakan medis dapat dilakukan hingga selesai. Karena sudah ada jaminan biaya pengobatan. Contoh kasus jika tidak menjadi peserta BPJS kesehatan, dokter beri saran pada pasien untuk melakukan atau cuci darah. Namun, pasien menolak karena kekurangan biaya. Padahal tindakan medis ini sangat perlu untuk kesembuhan pasien. Sama halnya dengan pasien minta cepat pulang dari rumah sakit sementara belum sembuh total. Dengan BPJS kesehatan, pasien akan ditangani hingga sembuh dan apapun saran dari dokter maka pasien akan siap menjalaninya tanpa khawatir soal biaya. KEKURANGANNYA, sosialisasi sistem atau aturan BPJS kesehatan belum maksimal dilakukan. Sebagian masyarakat kurang memahami mekanisme dan aturan BPJS kesehatan. Contoh, masyarakat menderita sakit gigi. Lantas ia pergi ke dokter gigi untuk melakukan tindakan medis. Dalam aturannya, atau perawatan gigi tidak termasuk dalam jaminan pelayanan BPJS kesehatan. Masyarakat yang tidak mengetahui terpaksa membayar biaya pengobatannya sendiri. BPJS kesehatan menggunakan sistem subsidi. Peserta yang tidak pernah sakit, preminya hangus. Saat bersamaan dapat digunakan peserta lain yang sakit. Itu pun hanya mendapat pelayanan sampai kelas satu. Jika pasien ingin fasilitas tambahan, mengeluarkan uang lebih.

36 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Opini Sistem rujukan bertingkat berdasarkan jenis penyakitnya, menimbulkan antrian untuk mendapat tindakan medis. Misalnya tindakan bedah yang tidak bersifat mengancam nyawa, pasien harus dirujuk ke rumah sakit pemerintah pusat. Tentu memerlukan proses yang lama. Tidak hanya itu, belum semua rumah sakit menerapkan BPJS. Ada kemungkinan pasien salah dalam memilih rumah sakit untuk mendapatkan layanan kesehatan BPJS. Belum lagi masalah layanan kamar pasien di suatu rumah sakit. Tidak semuanya tersedia untuk pasien BPJS. Hal ini dapat dimaklumi karena BPJS menggunakan asuransi dari negara yang memerlukan proses yang panjang. Dengan besarnya dana operasional sebuah rumah sakit apalagi swasta, tentunya

ada proporsi untuk pasien BPJS dan pasien non BPJS. Mengenai obat yang diberikan, berbeda antara pasien BPJS dan non BPJS. Ini menjadi pertimbangan dokter memilih jenis obat yang efektif dan efisien tetapi dengan biaya yang lebih murah sesuai kesanggupan pasien. Pro dan Kontra dari BPJS Kesehatan ini tentunya akan terus berlanjut. Sistem baru di dunia kesehatan. Perubahan diperlukan untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Harus dilakukan pembenahan di berbagai sisi. Sosialisasi atau pengenalan sistem BJPS kesehatan terus digalakkan. Agar masyarakat tidak merasa kebingungan. Sehingga memahami bagaimana proses, persyaratan dan kondisi dari sistem jaminan kesehatan ini. Ketidakpahaman masyarakat

1

ini tentunya berdampak buruk pada kepuasaan yang didapat saat berobat. Selain itu, jaminan kesehatan ini diharapkan dapat mencakup ke seluruh lapisan masyarakat terutama kelas menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan, BPJS Kesehatan tidak memungut iuran masyarakat yang tidak mampu. Terutama untuk mahasiswa kedokteran, setelah lulus akan menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan. Harus mengerti apa saja kompetensi dokter umum lalu sarana kesehatan serta obat-obatan mana yang dapat ditanggung oleh BPJS. Jika program pemerintah ini dapat berjalan maksimal, masyarakat peserta BPJS kesehatan dapat merasakan keringanan biaya dan mendapatkan pelayanan yang sesuai. Tentu memajukan kesehatan rakyat Indonesia.*

7

13

2

15 5 4

Menurun

12

1. Lembaga pers mahasiswa UR 3. Tman pendidikan ekologi 5. Mahasiswa pwcinta alam 7. salah satu pers di Riau 9.mata uang cina 11. mata uang malaysia 13. ilmu yang mempelajari tentang ikan 15. syarat gelar s1

10

Kupon Hadiah

11

3

6

14 8

Mendatar

9

2. Rektor UR 4. Kurang Darah 6. Pemimpin Fakultas 8. Gelar sarjana d3 10. salah satu suku di Kalimantan 12. ilmu yang mempelajari tentang sosial 14.park (ind) 2 Pengirim beruntung akan mendapat hadiah dari Bahana Mahasiswa

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa 37


Alumni

Pulang ke Bumi Lancang Kuning Setelah meniti karir di Batam selama kurang lebih delapan belas tahun, ia putuskan kembali ke Riau. Hendak berkontribusi untuk tanah kelahiran. Oleh Agus AlďŹ nanda

Ahmad Hijazi di rumah dinasnya, usai yasinan berjamaah. Foto: Agus BM

edisi september september--oktober oktober 2016 2016 38 38 Bahana Bahana Mahasiswa Mahasiswa edisi


Alumni

P

ARKIRAN rumah dinas di Jalan Gajah Mada, Pekanbaru, mulai ramai. Saat itu malam Jumat. Dalam rumah akan diadakan yasinan. Penghuni rumah bernama Ahmad Hijazi. Malam itu Hijazi terlambat pulang karena ada urusan di luar kota. Meski begitu, yasinan tetap berjalan sebagaimana biasa. Ahmad Hijazi diangkat jadi Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Agustus lalu, setelah mengikuti proses assessment tiga bulan sebelum dilantik. Hijazi dilantik langsung oleh Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, di Balai Pauh Janggi Gedung Daerah Provinsi Riau. Hijazi menggantikan posisi M Yafiz yang memasuki masa pensiun sejak Juli 2016. Sebelumnya, Hijazi sempat menjabat sebagai Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau Bappeda Provinsi Riau, 31 Agustus 2015. Sempat juga beberapa bulan menduduki posisi sebagai Pelaksana Tugas Bappeda Provinsi Riau. Awal karirnya sebagai birokrat dimulai pada tahun 1994. Hijazi melamar di Kementerian Perindustrian. Lamarannya diterima dan ditempatkan di Kantor Wilayah Perindustrian Riau. Satu tahun kemudian, Hijazi pindah ke kota Terubuk, sebagai Pelaksana Tugas Kepala Seksi Industri Aneka Kantor Departemen Perindustrian, Kabupaten Bengkalis. Hijazi birokrat tulen. Sebelum menduduki beberapa posisi penting di Riau, Hijazi belasan tahun meniti karir di provinsi tetangga yang masih satu rumpun. Tepatnya di Batam Kepulauan Riau. Karirnya di kota yang dulu bagian dari Provinsi Riau ini dimulai sejak September 1996. Hijazi menjabat Kasubsi Sarana Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan Kandepperindag Kota Batam hingga 1999. Jabatan Kepala Seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka Kandepperindag Kota Batam juga pernah ia duduki sampai tahun 2001. Masih di tahun yang sama, Hijazi pindah ke Pemerintah Kota Batam. Jabatannya sebagai, Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Perindag Kota Batam dan Pelaksana Tugas Kasubdin Bina Program Dinas Perindag Kota Batam.

Satu tahun kemudian, Hijazi merangkap tiga jabatan sekaligus. Kepala Seksi dan Pelaksana Tugas Kepala Bidang Program serta Pelaksana Kepala Dinas Perindag Kota Batam. Hijazi pun mendapat penghargaan pangkat prestasi luar biasa dan diangkat secara definitif sebagai Kepala Bidang Bina Program, tahun 2003. Tak lama, dua bulan kemudian ia ditunjuk sebagai Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri. Karir Hijazi terus berlanjut. November 2004, Hijazi dilantik sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang sebelumnya ditunjuk sebagai pelaksana tugas. Tak habis disitu, empat tahun kemudian, Hijazi dilantik sebagai Kepala Dinas Industri Perdagangan

semakin bulat. Makmur Kasim, CEO Riau Pos menilai, wajar Hijazi ditunjuk sebagai Sekda. “Hijazi cerdas, tekun, kriteria seorang pemimpin itu komplit sama dia. Ditambah pengalaman di Batam,” ujar Makmur. Makmur Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Riau, teman semasa kuliah Hijazi. Makmur mengingat masa kuliah, Hijazi sebagai sosok yang sederhana dan rapi. “Ia disiplin. Pakaian selalu rapi dan gak mau pakai jeans. Tampilannya necis, sepatunya pantofel salah. Dari wibawanya sudah kelihatan semenjak kuliah. Kalau bahasa kampung aku disebut Tunak,” kenang Makmur.

“Alhamdulillah. Interaksi dengan tokoh intelektual itu juga membentuk intelektual kita,” ucap Hijazi. dan ESDM. Hijazi pun mengundurkan diri dari jabatan tersebut, Oktober 2012, namun dipercaya sebagai Staf Ahli Bidang Tata Kota Transportasi Massa dan Teknologi Informasi. Merasa karir dan jabatannya sudah mentok, Hijazi akhirnya memutuskan kembali ke tanah kelahiran. “Balek ke Riau karena panggilan hati. Bekerja 18 tahun di Batam, membuat saya terpanggil untuk membangun Riau,” ujar suami dari Rabaina ini. Menurutnya, banyak potensi yang bisa dikembangkan di Riau. Ia bertekad, pengalaman selama berkarir di Batam akan diterapkan dan dikembangkan di Riau. “Memang tidak mudah. Perlu kerja keras dan proses,” tekad Hijazi. Keinginan dan tekad ini sudah lama dipikirkan oleh Hijazi. Sempat berpikir akan pindah ke Jakarta. Karena dorongan dan dukungan dari teman-teman serta demi mengabdi untuk tanah kelahiran, tekad itu pun

edisi september-oktober 2016

AHMAD HIJAZI, alumni Fakultas Ekonomi Universitas Riau. Pernah tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen, setelah mengikuti Seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri, tahun 1987. Awalnya hendak memilih Jurusan Akuntansi. Katanya, waktu itu Akuntansi jurusan dengan akreditasi cukup bagus. “Pilihan manajemen sudah tepat. Karena untuk seorang Sekda dibutuh kan kemampuan manajemen untuk memimpin sebuah institusi. Ilmunya sangat berguna,” jelas lulusan Program Pasca Jurusan Ilmu Manajemen Universitas Airlangga ini. Sebelum masuk kuliah, Hijazi sempat bekerja di PT. Riau Sakti United Plantations. Perusahaan pengolah perkebunan kelapa hibrida dan nanas, di Pulau Burung, Indragiri Hilir. Hijazi bekerja selama enam bulan. Gajinya dipakai untuk biaya pendaftaran kuliah. Dibantu dengan beasiswa Supersemar, Hijazi terus

Bahana Mahasiswa 39


Alumni menyelesaikan kuliahnya. Masa jadi mahasiswa, Hijazi tergolong aktif dalam berbagai organisasi kampus. Semester empat perkuliahan, Hijazi sudah menjabat sebagai Wakil Ketua Senat Mahasiswa FE. Satu tahun setelah tanggungjawabnya berakhir, Hijazi justru memegang amanah dibeberapa lembaga kampus lainnya. Diantaranya: Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa FE, Ketua Divisi Dakwah Remaja Masjid Akramunnas Universitas Riau dan Presidium Senat Mahasiswa Universitas Riau. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua atau EFEC. “Di luar kampus, saya pernah jadi Ketua Umum Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Inderagiri Hilir (HIPPMIH) Pekanbaru,” kenang Hijazi. Bagi Hijazi, pengalaman berorganisasi yang paling berkesan saat

Jasa Keuangan atau OJK. Mereka pernah ikut penelitian lewat Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia untuk survei masalah produksi cengkeh. “Waktu itu surveinya di Rokan Hulu,” kenang Djonieri. Teman Hijazi lainnya yang juga pernah bersama-sama di presidium SMPT, Wijatmoko, sekarang Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Riau. Skala nasional, Hijazi bersama rekan-rekannya juga tergabung dalam Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia disingkat ISMEI. Mereka kerap menaja berbagai kegiatan ilmiah. Seperti seminar dan lokakar ya. Karena kegiatan ini, Hijazi kerap bertemu dan berdiskusi dengan beberapa ekonom Indonesia. Seperti Sumarlis, Emil Salim dan Wijoyo. “Khazanah pemikiran ekonomi kita betul-betul menyesuaikan dengan dinamika, setelah bertemu dengan

melintas. Setelah tamat kuliah, Hijazi aktif di Ikatan Cendikiawan MusIim Indonesia atau ICMI. Tak heran lagi, Hijazi selalu meluangkan waktu berdiskusi dengan beberapa tokoh nasional seperti, Denny JA, Eep Saefulloh Fatah, Nurcholis Madjid dan Jimli Ashiddique. “Alhamdulillah. Interaksi dengan tokoh intelektual itu juga membentuk intelektual kita,” ucap Hijazi. AHMAD HIJAZI memang terlahir dan dididik dalam keluarga yang tergolong agamis. Kakeknya, Abdurrahman Sidiq seorang ulama yang cukup dikenal. Masyarakat memanggilnya Tuan Raja Guru, seorang Mufti Kerajaan Indragiri. Orang tua Hijazi juga memiliki madrasah bernama SD Negeri Hidayat Mumpah di Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri Hilir.

“Waktu itu, isu yang dihadapi terkait lingkungan dan pemerintah yang bersifat sentralistik,” kenang Hijazi. menjadi Presidum SMPT. Hijazi merasakan betul dinamika pergerakan mahasiswa waktu itu. Ditambah lagi dalam beberapa kesempatan Hijazi memimpin rapat dan harus mengambil satu keputusan bersama. “Waktu itu, isu yang dihadapi terkait lingkungan dan pemerintah yang bersifat sentralistik,” kenang Hijazi. SMPT kepanjangan dari Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi. Waktu itu, belum dikenal yang namanya Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM. Keanggotaan SMPT perwakilan dari masing-masing senat fakultas, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan, Ketua Badan Per wakilan Mahasiswa dan Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa. Kepengurusannya menggunakan sistem presidium. Salah seorang teman Hijazi yang juga ikut jadi presidium adalah Djonieri, Direktur Perencanaan Keuangan Otoritas

mereka,” kata Hijazi. Keilmuan Hijazi tidak terbatas pada diskusi saja. Sebagai mahasiswa yang memegang teguh tri darma perguruan tinggi, Hijazi juga terlibat dalam beberapa demonstrasi. “Saat demo, kita harus menunjukkan idealisme dan menunjukkan yang benar.” Kata Djonieri, Hijazi seorang konseptor demo. Mereka biasa menyusun konsep aksi di kos Hijazi bersama teman-teman senat lainnya. Wijatmoko juga mengakui, Hijazi sebagai konseptor tiap aksi yang akan dilakukan. “Dia di belakang layar. Kami yang jadi eksekusi,” kenang Wijatmoko. Salah satu demonstrasi yang diingat Wijatmoko kala itu, menolak Kapal Akatsuki Maru melintas di Selat Malaka. Pasalnya, kapal ini mengangkut bahan nuklir. Penolakan ini tersebar di media dan berbuah hasil. Kapal milik Pemerintah Jepang tersebut tidak jadi

Hijazi pernah jadi murid di sekolah ini. Ibunya seorang guru agama dan guru ngaji. Meski begitu, Hijazi melanjutkan pendidikan formalnya di SMPN 1 Tembilahan dan SMAN 2 Tembilahan. “Prinsipnya, belajar agama tidak mesti harus formal, bisa informal, juga bisa belajar dengan tokoh dan ulama,” ujar pria kelahiran 24 September 1967 ini. Keluarga memang memberikan laluan kepada Hijazi untuk belajar di sekolah umum. Berbeda dengan saudara kandung lainnya. “Saya memang orientasi umum, tetapi tidak melepaskan nilai agama,” jelas ayah lima orang anak ini. Sebab itu, Hijazi rutin melaksanakan yasinan tiap kamis malam, di mana pun ia bertugas dan menjalankan karir. Tradisi tersebut sudah ia lakukan sejak masih berada di Mumpah, kampung halamannya.*

40 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Sempena

Tengku Novenia Yahya

Mahasiswa Fisika dengan Bakat Sastra

Ia dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi karena karyanya dalam metode pembelajaran ilmu Fisika. Disamping itu, sebagian aktivitasnya banyak diisi di dunia sastra. Oleh Jeffri Sianturi

edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa 41


Sempena

S

EORANG perempuan memarkir sepeda motor dekat kantin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidika n—FKIP—Univer sit a s Riau. Pakaian, jilbab, tas hingga kaca matanya serba cokelat. Siang itu ia baru selesai melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di SMAN 1 Pekanbaru. “Dari Bahana ya?” tanyanya seketika. Obrolan pun berlanjut di teras ruang F1 tak jauh dari Sekretariat Himpunan Mahasiswa Pendidikan Fisika alias Himapefsi. Perempuan itu bernama Tengku Novenia Yahya. Mei lalu ia dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi Universitas Riau 2016. Penghargaan tahunan ini diperoleh setelah melewati beberapa rangkaian seleksi yang dimulai dari tingkat fakultas. Beberapa hal yang jadi penilaian diantaranya, akademik, aktifitas organisasi, kepribadian dan kemampuan berbahasa Inggris. Peserta juga diwajibkan membuat satu karya ilmiah untuk dipresentasikan depan para penguji. Tengku—panggilan sehari-hari perempuan kelahiran Rambah, Rokan Hulu ini— menyuguhkan satu konsep belajar ilmu Fisika dengan sederhana. Ia menamakannya atau PIL. Berikut caranya yang ia tuangkan dalam buku: Persiapkan yuk! coba isi mangkuk kaca mu yang cembung dengan air sampai penuh. Kemudian masukkan salah satu jari mu kedalam air. Lihatlah dari samping mangkuk, apa yang terjadi? Hasilnya adalah, jari anda akan terlihat besar. Air dalam bejana berfungsi sebagai lensa cembung. Lensa ini berusaha untuk perbesar bayangan. Jika bejana datar maka tidak akan terjadi seperti itu. Perintah di atas bagian dari eksperimen mengenai optika. PIL, memuat rancangan sederhana dalam belajar ilmu Fisika. Memakai bahan sederhana dan mudah ditemukan. Dalam buku PIL yang dibuat sendiri oleh Tengku, terdapat lima bab dengan beberapa pembahasan terhadap ilmu terkait. Mulai dari gerak dan gaya, zat dan kalor, zat alir atau fluida, optika serta gelombang dan bunyi. Semua dijelaskan secara lengkap, baik bahan yang diperlukan untuk percobaan maupun cara mempraktekkannya. Lewat buku ini usaha Tengku berbuah hasil. Ini kedua kalinya Tengku

unjuk kemampuan untuk mewakili fakultas. Tahun sebelumnya, ia hanya berada diperingkat lima lewat karya , satu teknik belajar Fisika yang berusaha memancing daya nalar siswa supaya berpikir kritis dan bicara ilmiah. Tengku termotivasi untuk mengikuti ajang pemilihan mahasiswa berprestasi, setelah menyaksikan langsung sosialisasi dari Azhari yang juga jadi mahasiswa berprestasi tahun 2014. Azhari pernah kuliah dijurusan Hubungan Internasional. “Azhari datang langsung ke BEM FKIP untuk menjelaskan informasi tersebut,” kata Tengku. Sejak itu, Tengku mulai akrab dengan seniornya Elisa Riska Almala, mahasiswa Pendidikan Ekonomi yang juga hadir ketika sosialisasi berlangsung. Segala informasi dan pengalaman ia cari tahu lewat Elisa yang pernah meraih peringkat tiga dalam ajang yang sama. “Bagaimana bisa kayak kakak? Tolong kasih bimbingannya ya,” Elisa meniru ucapan Tengku saat pertemuan dalam sosialisasi itu. Elisa menyarankan Tengku, agar terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kampus. Terkait penulisan karya ilmiah, Elisa juga mengkoreksi berbagai teknik penulisan. Mulai dari sistematika penulisan, teori pendukung, daftar pustaka hingga saran dalam karya ilmiah. “Bahkan kami komunikasi lewat e-mail,” ujar Elisa. Elisa dan Tengku pernah terlibat satu tim lomba sosial ke Jepang. “Tapi waktu itu kami belum terlalu akrab,” kenang Elisa. Tidak sulit bagi mereka untuk saling akrab. Tengku dan Elisa bahkan sering nginap bersama. Mereka saling betukar pikiran. Memberi masukan tiap permasalahan yang dihadapi. Elisa bahkan meyakinkan Tengku karena sempat tak percaya diri, malam sebelum tampil untuk mempresentasikan karyanya. “Saya sudah yakin Tengku akan dapat peringkat pertama,” ucap Elisa. Prediksi serupa juga sempat dirasakan oleh Muhamad Nasir, Dosen pembimbing Tengku. Katanya, banyak peningkatan yang terlihat dari Tengku dan persiapan dia juga sudah matang karena kar ya tulis yang dibuat sudah banyak perbaikan. “Ide Tengku sudah bagus tinggal saya poles sedikit saja,” ucap Nasir. Selain Tengku, mahasiswa berprestasi lainnya juga diraih Elfira

Novia dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Muhamad Abrar dari Program Studi Ilmu Keperawatan. Masing-masing menduduki posisi kedua dan ketiga. Tengku pun berhak mewakili Universitas Riau untuk meraih gelar yang sama diskala nasional. Sayangnya, hal itu belum tercapai. “Karena saya belum pernah mengikuti kompetisi ditingkat international,” jelas Tengku. Sebenarnya, Tengku pernah mendapat tawaran mengikuti kompetisi di Bangladesh, Jepang dan Thailand. Tawaran itu pupus karena persoalan dana. Katanya, belum ada pihak yang sanggup bantu berangkat kesana. Tengku berencana akan mengikuti Pekan Kreatifitas Mahasiswa. Ia tengah memperbaiki buku PIL untuk mendapatkan izin pustaka nasional dan penerbitan. Selain itu, Tengku sedang membantu merintis perkumpulan awak muda Riau, forum mahasiswa asal Riau yang berprestasi di univeritas se-Indonesia. Perkumpulan ini bertujuan untuk menularkan ilmu yang didapat pada siswa sekolah. Juga turut mensosialisasikan perguruan tinggi dan beasiswa yang tersedia. “Terkadang kita yang merantau, balik kampung bingung mau lakukan apa. Maka tercetus forum ini,” ucap Tengku. TENGKU, bungsu dari tiga bersaudara. Masa kecil dan pendidikan formalnya dilewati di tanah kelahiran. Setelah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Rambah, Tengku melanjutkan pendidikan ke SD 001 Rambah. Ibunya mengajar di sekolah ini. Tengku melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Rambah dan SMA Negeri 2 Rambah Hilir. Jarak SMP dan SMA sekitar lima belas menit berjalan kaki. Waktu jadi siswa, Tengku kerap mewakili sekolah nya untuk mengikuti perlombaan baca puisi ke Universitas Riau. Tengku bahkan meraih juara pertama. Tak hanya itu, ajang ini juga diikuti hingga tingkat nasional seperti, Jakarta dan Lombok. Sejak itu, ia termotivasi untuk mengembangkan bakatnya di dunia sastra. “Saya dikenalkan dengan sastra oleh guru bahasa Indonesia bernama, Asep Odang Kurnia,” tutur Tengku. Asep banyak menularkan ilmu

42 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Kesehatan Sempena tentang puisi dan teater ke Tengku. Asep mengingatkan Tengku, baca puisi bukan sekedar berteriak, yang paling penting pesan dan maksud puisi tersebut tersampaikan ke pendengar. Meski kuliah di Jurusan Pendidikan Fisika, Tengku tidak menanggalkan bakatnya dibidang seni dan sastra. Menurutnya, sastra wadah refreshing. “Setelah belajar tentang rumus dan angka, perlu penyeimbang

otak kiri dan kanan.� Terbukti, semester kedua perkuliahan, Tengku ikut lomba baca puisi di Palangkaraya. Berbagai kompetisi lain pun diikuti. Debat pendidikan di Bengkulu perihal kurikulum 2013. Setahun kemudian, ikut lomba pekan bahasa regional Sumatera. Membahas pengaruh bahasa alay di media terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Tengku juga terlibat da-

Patah Tulang Jangan Dibiarkan BIMO tiba-tiba merasakan nyeri di pergelangan kakinya. Seketika Tim medis memeriksa pergelangan kaki Bimo. Hasilnya, terjadi pembengkakan. Saat itu ia mengikuti pelatihan pasukan elit se-Sumatera di Universitas Riau pada Oktober 2016. Pelatihan ini bagi para mahasiswa yang ingin menjadi mahasiswa elit, tangguh dan displin dalam bertugas. Latihannya pun sangat keras. Harus memiliki fisik serta mental kuat. Rupanya, Bimo sebelumnya pernah mengalami hal yang sama. Ia hanya berobat ke Panti Pijat. Penyembuhan pada pergelangan kaki Bimo tidak sempurna. Sedikit bengkok. Cedera pada sistem gerak merupakan sering kita temukan. Berdasarkan data (WHO), trauma muskuloskeletal atau cedera pada sistem gerak meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Amerika Serikat pada tahun 2013, angka kejadian trauma mencapai 833.311 jiwa dimana 55,53% menderita patah tulang atau fraktur . Selama lebih dari 30 tahun, dokter di dunia telah mencatat meningkatnya jumlah dari tulang pergelangan kaki yang patah ( ). Lebih dari 1 juta orang masuk ke unit gawat darurat tiap tahun dengan masalah pada pergelangan kaki. Pergelangan kaki meliputi dua buah sendi. Letaknya di atas satu sama lain. Pergelangan kaki yang patah bisa satu atau lebih tulang. Begitu juga dengan cedera pada jaringan atau ligamen. Ligamen ini ber fungsi menghubungkan

tulang. Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28, patah tulang merupakan pemecahan suatu bagian, khususnya tulang atau hilangnya kontinuitas tulang. Gejala umum yang dirasakan adanya riwayat cedera, rasa nyeri jika ditekan, gangguan fungsi akibat putusnya kontinuitas tulang, gangguan pendarahan dan bengkak di bagian tulang yang patah. Apabila gejala umum tersebut tampak, secara klinis kita dapat menduga seseorang terkena patah tulang. Untuk mengetahui lebih lanjut, perlu diperiksa menggunakan X-Ray. Secara klinis, patah tulang dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan terbuka. Jenis patah tulang menurut waktunya dibagi tiga. Yaitu komplikasi segera, dini dan lama. Komplikasi atau efek patah tulang segera merupakan kerusakan langsung dirasakan. Berupa pembengkakan, luka tembus, terputusnya pembuluh darah akibat pecahan tulang. Komplikasi dini terjadi beberapa hari setelah kejadian patah tulang. Berupa matinya jaringan kulit otot, infeksi sendi atau sindroma kompartemen yaitu menumpuknya cairan darah pada lokasi yang terjadi patah tulang. Komplikasi lama meliputi kegagalan pertautan ( ), salah taut ( ), terlambat bertaut ( ), , dan berbagai penyakit akibat tirah baring yang lama.

edisi september-oktober 2016

lam Forum Kenegarawanan Muda di Sumatera Barat. Mereka diseleksi oleh Yaya san Dompet Dhuafa untuk diajarkan kepemimpinan dalam sebuah lembaga politik. Kini, Tengku memegang jabatan sebagai Sekretaris Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa alias BEM Universitas Riau.*

Pada umumnya, tulang yang patah dapat melakukan penyembuhan sendiri apabila dibiarkan dan dijaga. Namun, apabila terjadi salah posisi dan dibiarkan terlalu lama tanpa dibawa ke dokter, tulang yang patah dapat terhubung pada posisi yang tidak sesuai atau bengkok kemudian mengeras. Hal ini dikenal dengan . Mal-union menimbulkan nyeri dan menyebabkan pembengkakan. Area yang mengalami maluniontidak mampu lagi menahan beban berat. Malunion menganggu kualitas organ tubuh, sistem gerak dan bahkan kebiasaan hidup. Yang perlu anda ketahui, prinsip menangani patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi). Mempertahankan posisi tersebut selama masa penyembuhan (immobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan . Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong Edisi 3, immobilisasi dapat dilakukan menggunakan bidai ataupun kain segitiga panjang berupa mitela ataupun . Apabila Anda merasa mengalami patah tulang , segera lakukan immobilisasi dengan sesuatu benda yang keras kemudian diikat pada bagian yang patah. Sehingga tidak akan bergeser. Setelah melakukan immobilisasi segera bawa ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa. Jangan ragu untuk mengeluarkan sedikit uang, dikarenakan anggota tubuh anda merupakan aset berharga bagi anda yang tidak ternilai harganya.

Bahana Mahasiswa 43


Bedah Buku

Judul buku : Wiji Thukul Teka-Teki Orang Hilang

Suyono, Purwanto Setiadi, Redaksi KPG Tim Produksi : Djunaedi, Eko Punto Pambudi, Aji Yuliarto, Rizal Zulfadli, Kendra H, Agus Dermawan, Tri Watno Widodo Tahun terbit : 2013 (cetakan ketiga, Februari 2016) Tebal halaman : 160 hlm; 16 cm x 23 cm

Cerita Akhir Seorang Penyair

S

YAIR itu penggalan puisi Wiji Thukul. Ia buat pada 1986. Judulnya Peringatan. Selalu didengungkan saat orasi hingga kini. Wiji Thukul lahir dengan nama Wiji Widodo, di Solo 26 Agustus

1963. Ia lahir dari keluarga penarik becak. Keluarganya seorang Katolik. Sejak kecil setiap ahad pagi ia selalu mengajak adiknya sembahyang di Kapel Sorogenen. Saat itu ia aktif menjadi anggota kos kapel. Ia sering membawa novel serial silat karangan Asmaraman Sukowati, Koo Ping Hoo. Selain buku itu, Thukul kerap

membawa buku yang disewa dari perpustakaan kampung. Selain minat baca yang tinggi, Thukul juga sudah mandiri sejak kecil. Sejak SMP, ia sudah kerja macam-macam. Mulai dari loper koran hingga jadi calo tiket bioskop. Selulus SMP, Thukul masuk

44 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Bedah Buku Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia atau SMKI di Solo, Jurusan Tari. Selama bersekolah di SMKI, Thukul masih aktif di kapel. Barulah ketika anak-anak kapel akan membuat teater tentang kelahiran kristus, Thukul diperkenalkan dengan Cempe Lawu Warta. Thukul kemudian gabung dengan Teater Jagat—kependekan dari Teater Jejibahan Agawe Genepe Akal Tumindak—dibawah asuhan Cempe Lawu Warta. Ia bergabung pada 1981, saat itu ia masih kelas II di SMKI. Kondisi ekonomi keluarga yang susah, Thukul memutuskan berhenti sekolah. Ia menyuruh adiknya tetap melanjutkan sekolah sedangkan ia kerja di sebuah toko mebel dekat Keraton Solo sebagai tukang pelitur. Ia malah menghabiskan banyak waktunya di Jagat. Nama semulanya Widodo diganti Lawu menjadi Thukul. Wiji Thukul berarti biji tumbuh. Lawu sepertinya mengikuti tradisi di Bengkel Teater buatan Rendra yang kerap memberi nama kepada anggotanya. Awalnya Lawu merasa kesulitan saat mengajari Thukul. Lelaki krempeng itu tak bisa menyayi, ditambah dengan sulitnya ia menyebut “r” pada latihan vokal, ia juga tidak peka di bidang musik. Selain musik, Thukul tidak bisa bermain teater ataupun menari, meskipun ia pernah mengambil jurusan tari sewaktu di SMKI. Namun akhirnya Lawu menemukan bakat tukul sebagai pujangga. Ia suka membaca dan menulis. Disinilah Thukul hingga ia menemukan jati dirinya. Mulanya Thukul buat puisi tentang diri dan lingkungan sekitarnya. Sampai akhirnya puisi Thukul kian lugas dan kritik sosial kian kental. Thukul menerbitkan kumpulan puisinya berjudul Puisi Pelo pada 1985. Selain mengirim karyanya ke media massa, ia biasa mengamen keliling Jawa. Nama Thukul kian berkibar. Hingga ia pun berselisih paham dengan Cempu Lawu. Sejak itu thukul tak aktif lagi di Jagat. Ia kemudian bersama Halim yang juga aktivis kebudayaan membuat Sanggar Suka Banjir sesuai dengan tempat tinggal yang mereka jadikan sanggar yang acapkali banjir. Thukul mengajak istrinya Siti Diyah Surijah alias Sipon tinggal di sini.

Pada suatu waktu, Thukul, Semsar dan Mulyono berdiskusi di tepi pantai Brumbun, Tulungagung, Jawa Timur. Topiknya penculikan dan penganiayaan hingga tewas Marsinah—seorang buruh yang melakukan seni instalasi patung. Mereka sepakat membentuk Jaringan Kesenian Rakyat atau Jaker. Tujuannya menaungi sesama seniman untuk melawan tindakan represif pemerintah. Beberapa anggota inti Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) yang kemudian hari jadi Partai Rakyat Demokratik bergabung. Jaker pun terpecah karena perbedaan prinsip. Anggota inti seperti Semsar, Mulyono dan Hilmar keluar dari Jaker. Thukul menjadikan Jaker sebagai sayap PRD. Sebelumnya, Thukul pernah ikut aksi demonstrasi bersama ribuan buruh dan mahasiswa lain di sepanjang jalan menuju PT Sri Rejeki Isman . Kerusuhan akhirnya pecah. Aparat membabi-buta membubarkan demonstran. Saat itu Thukul ditangkap dan dihajar habis-habisan karena dianggap sebagai dalang demonstrasi. Dipukul, tendang bahkan kepalanya dibenturkan ke kap mobil jip, menyebabkan mata kanannya rusak. PADA 22 Juli 1996 Thukul membacakan puisi saat deklarasi berdirinya PRD di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta. Ditambah kerusuhan 27 Juli 1996 pengambil alihan kantor pusat PDIP. Sejak itulah pelarian Wiji Thukul dimulai. Hampir separuh hidupnya ia habiskan untuk sembunyi dan berlari dari kejaran pemerintah. Dibulan yang sama juga Tim Mawar dibentuk oleh Komando Pasukan Khusus atau Kopassus untuk menculik aktivis. Thukul nomaden. Ia selalu berpindah dari satu rumah ke rumah lain, satu daerah ke daerah lain. Dari Solo mula-mula ia ke Wonogiri, lalu ke Yogyakarta, Magelang dan kemudian Salatiga. Selama perjalanan ini ia menulis puisi Aku Diburu Pemerintahku Sendiri. Setelah itu pindah ke Jakarta untuk menemui Yosep Stanley Adi Prasetyo dan Arif Budiman, disini ia juga menulis puisi Buat L.Ch & A.B. Thukul semakin sering berpindah. Pontianak, Solo, Jakarta,

edisi september-oktober 2016

Parangtritis, Cikokol, Bengkulu, dan beberapa tempat lainnya sejak Juli 1996 hingga Mei 1998. Thukul diberi kode Kulkas. Ibarat benda yang dipindah tangan oleh beberapa aktivis prodemokrasi, PRD dan seniman. Selama persembunyiannya Thukul kerap hubungi Sipon. Ia tanya tentang kedua anaknya Wani dan Fajar. Selain itu Wahyu adik kandung Thukul, Lawu, Jaap Erkeleens dan beberapa Aktivis Prodemokrasi. Bom meledak di unit 510 Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat pada 18 Januari 1998. Kata Prabowo Subianto, aktivis itu belum ahli merakit bom. “Salah sentuh jadinya meledak.” Peristiwa itu menjadi dalih pemerintah menyapu bersih aktivis. Gerak Thukul tak terlihat lagi. Ia raib. Tak ada kabar sama sekali. Keluarganya menanti. Hingga kini, Wiji Thukul yang Tuna Wicara itu tak lagi tersiar rimbanya. Masih hidup, atau mati. BUKU ini mengisahkan perjalanan Wiji Thukul dari kecil hingga akhirnya ia hilang. Jejak persembunyian Thukul dan juga latar kehidupan dia sebagai bingkai cerita. Pembaca akan dibawa menyelami kehidupan Wiji Thukul. Bagaimana perasaan was-was, ketakutan dan paranoid yang muncul akibat tindakan represif pemerintah saat itu. Alur cerita bolak-balik membuat pembaca semakin merasakan intensnya gangguan dan serangan mental yang dialami Wiji Thukul. Penulis dalam buku ini langsung terjun ke lapangan, ke gang-gang sempit dan tempat terpencil yang memiliki kaitan langsung dengan Wiji Thukul sehingga kita sebagai pembaca mendapat gambaran yang lebih jelas tentang dimana Thukul saat itu, bagaimana tempat persembunyiannya. Gaya penulisan naratif membuat buku Wiji Thukul Teka-Teki Orang Hilang semakin mudah untuk dibaca. Secara keseluruhan buku ini cukup bagus untuk dibaca kalangan pelajar, mahasiswa maupun umum. Sebuah buku yang menjadi jilid perdana dari seri prahara-prahara orde baru yang diangkat dari liputan khusus Tempo.

Bahana Mahasiswa 45


Gelagat

Peluit Josmardi Tiupan peluitnya buat mahasiswa tertib memarkirkan kendaraan. Oleh Nirma Redisa

J

OSMARDI meniup peluitnya berkali-kali. Mengenakan seragam cokelat dan topi hitam, dari bawah pohon mangga ia menggerakkan tangan sembari memberi aba-aba pada mahasiswa yang hendak memarkir kendaraan. Jos—sapaan Josmardi— yang bertugas di Fakultas Perikanan Universitas Riau. Peluit selalu jadi senjata andalan apabila mahasiswa sembarangan memarkir kendaraan. Matanya selalu fokus menatap kendaraan yang keluar masuk parkiran. Tidak hanya salah memarkir kendaraan, mahasiswa yang mengahalangi pengendara lain untuk keluar masuk parkiran, atau terlalu lama ngobrol di parkiran, siap-siap menerima teguran dengan peluit dari pria 63 tahun ini. Jos mulai bertugas sejak tahun 2012. Katanya, parkiran

Faperika sangat amburadul kala itu. Mahasiswa memarkir kendaraan s em ba ra nga n hingga jalur keluar masuk jadi terhalang. Melihat kondisi tersebut, butuh waktu tiga hari saja baginya untuk menormalkan

keadaan parkiran kembali. “Saya memikirkan bagaimana anak-anak ini bisa keluar masuk dengan lapang dan tidak terhalang,” ujar Jos. Jos sangat tegas. Kendaraan yang parkir harus tersusun rapi dan sama lurus. Bahkan ia tak segan-segan menegur mahasiswa yang tak mengindahkan hal tersebut. Menurutnya, mahasiswa lebih takut dengan bunyi peluit. “Duduk aja saya sini dah rapi sendirilah parkir tu,” ujar pria yang menggunakan cincin batu akik ini. Meski begitu, Jos juga tak tinggal diam jika masih melihat kendaraan parkir tidak rapi. Jos akan mendekati kendaraan tersebut dan merapikannya. Tanggungjawab Jos sebagai security tidak hanya pada parkiran depan Faperika. Sesekali Jos juga harus meninjau kondisi parkiran di belakang fakultas. Kebijakan yang sama juga diterapkan bagi mahasiswa yang memarkir kendaraan. Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa dan tidak memadainya tempat parkir, sempat membuat mahasiswa memarkirkan kendaraan di pinggir jalan antara Fakultas Pertanian dan Faperika. Ini menyebabkan bus kampus agak terganggu ketika melewati jalur tersebut. Dekan Faperika sempat menegur. Solusinya, lahan parkir depan Faperika semakin diperluas meski masih di atas rumput dan belum disemenisasi. Meski lahan parkir semakin diperluas, tidak sulit bagi Jos untuk memantau kendaraan agar tetap parkir rapi. Cara Jos mengatur parkiran Faperika menjadikannya sangat dikenal oleh mahasiswa. “Tampangnya

tegas tapi orangnya lumayan asik,” ujar M. Muhajir, mahasiswa semester satu jurusan Budidaya Perairan. Mahasiswa baru ini belum pernah kena peluit Jos. Lain hal dengan Witri Ramona, mahasiswa semester lima Manajemen Sumberdaya Perairan sangat dekat dengan Jos. Satu hari Jos tidak kerja karena sakit, Ramona menyempatkan diri untuk menjenguk. “Jos orang yang luar biasa karena sangat disiplin dalam hal keamanan parkir.” Ramona pernah kena peluit Jos. Saat itu ia sedang terburu-buru hingga memarkirkan sepeda motornya sembarangan. “Dek. Dek. Pindahkan lagi. Rapikan!” kenang Ramona, menirukan gaya Jos saat itu. Soal waktu, Jos juga dikenal disiplin. Ia datang ke kampus paling lambat pukul setengah tujuh dan pulang pukul lima. Tidak hanya mengurus kendaraan agar terlihat parkir dengan rapi, Jos juga selalu waspada terhadap keamanan kendaraan. Ditahun awal bertugas, Jos pernah memergoki pencuri helm. Saat itu ia sedang di pos dan melihat ada helm berjalan sedangkan mahasiswa sudah masuk kelas. Seketika Jos keluar dan mendapati seseorang hendak mencuri helm tersebut. Orang tersebut sempat tak mengaku. Jos tak menghiraukan dan langsung mengambil helm dari tangan orang tersebut. “Orang itu pun lari,” kenang pria satu orang anak ini. Bagi Jos, mata security harus liar memperhatikan keadaan kiri, kanan, depan dan belakang. “Tugas utama security menjaga keamanan. Kalau duduk aja semua orang bisa.”*

46 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Witra edisi september-oktober 2016

Bahana Mahasiswa 47


48 Bahana Mahasiswa edisi september-oktober 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.