Edisi Awal Tahun 2022

Page 1

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

1


DAFTAR ISI 10

ARTIKEL ILMIAH

36 10

Berawal dari Tugas, Berbuah Bra Pendeteksi Tumor

38

LAPORAN UTAMA

Habis Keok, Terbitlah Deni Efizon Jadi Calon Kuat

KILAS BALIK

Ismail Suko, Teguh Tegakkan Demokrasi

LAPORAN UTAMA

Cerita-cerita Rektor Idaman

13

LAPORAN UTAMA

ALUMNI

Hobi Menulis Dorong Khairul Jadi Wartawan

20

Menjemput Memori : Tiga Laga Terakhir Pilrek

42

KHAZANAH

Merawat Keragaman Budaya Berkat Kedoyanan

10 24

SEMPENA

Mimpi Jadi Nyata di Ajang KDI

46 FEATURE

48

REPORTASE

Blok B Rumah Sakit Pendidikan, Masih dalam Penantian

26

Anwar, Setumpuk Koran, dan Harapan

54

ESAI FOTO

52

Science Park UNRI

SELINGAN

Menagih Janji Empat Tahun Hutan Serbaguna Muchtar Lutfi

32

56

REPORTASE

Perlukah UNRI Punya Mahkamah Mahasiswa?

KAMPUSIANA

Wisata Masa Lalu UNRI, dari Presidium Sampai Rektor

4

Serba - Serbi Penutup Tahun

SEKAPUR SIRIH

22

6

Menyongsong Pilrek, Siapa Siap Berlaga?

SEULAS PINANG

30

Iklim Fisik dan Mental Pelajar, Buntut Pembelajaran Jarak Jauh

8

Evaluasi Adaptasi Sistem Pembelajaran UNRI Selama Pandemi

34

Rangkuman Peristiwa di Lingkungan UNRI Sepanjang 2021

OPINI

19 2

SASTRA

Gadis Surat

40

POTRET

Disambut Tari Tor-tor

KESEHATAN

44 51

POTRET

Silek Galombang

BUNDEL

Beda Zaman, Beda Sandungan

JENGAH

KALEIDOSKOP

59

Lima Kunci Raih Beasiswa Ala Khofifah

BEDAH BUKU

60

Fenomena Kebocoran Data, Dilema Kemajuan Teknologi

Manis Pahit Kopi Parahyangan

OPINI

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

DESAIN: HABY FRISCO


LAPORAN KEUANGAN

2021

STT: Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 1031/SK/Ditjen PPG/ STT/1983. ISSN: 0215-7667. Penerbit: Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Penasehat: Prof. Dr. Ir. H. Aras Mulyadi, DEA (Rektor UNRI), Prof. Dr. Iwantono, M. Phil (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNRI), Pembina: Dr. Awitdrus, M. Si (Wakil Dekan III FMIPA UNRI), dan Alumni Bahana Mahasiswa UNRI.

Pemimpin Umum Haby Frisco

Anggaran Tahunan Bahana Mahasiswa dijatah Rp60 juta tiap tahunnya. Tahun 2021, ada pengurangan anggaran 20 persen karena pandemi.

Pemimpin Redaksi Annisa Febiola

Januari

Rp10.000.000

Pemimpin Perusahaan Reva Dina Asri

Mei-Juli

Rp10.000.000

Sekretaris Malini

Juli

Rp4.000.000

Litbang & Bendahara Raudatul Adawiyah Nasution

Juli

Rp3.000.000

Redaktur Pelaksana Firlia Nouratama

Agustus

Rp3.000.000

Redaktur & Sirkulasi Andi Yulia Rahma

September

Rp15.000.000

Redaktur Muda Febrina Wulandari & Denisa Nur Aulia

Oktober

Rp3.000.000

Direktur Bahana Production House Rio Eza Hananda

Cetak majalah Mimpi Riau Mandiri Pangan No.288

Cetak majalah Mana Suaramu, Prof? No.289

Perayaan Milad LPM Bahana Mahasiswa

Kelas Jurnalisme Sastrawi V

Musyawarah Tahunan LPM Bahana Mahasiswa

Cetak Buku Hikayat dari Selembar Kertas

Kelas Jurnalisme Bahana

Videografer & Layouter Tegar Pamungkas

Dana Partisipasi

Ilustrator & Desainer Aditia Anhar

Oktober

Rp1.974.000

Oktober

Rp1.520.000

Kelas Tempo + Buku Bacaan

PJTLN Janang Persma Suara Kampus UIN IB

Pustaka & Dokumentasi Juanito Stevanus Reporter Firlia Nouratama, Malini, Rio Eza Hananda, Tegar Pamungkas, Febrina Wulandari, Andi Yulia Rahma, Aditia Anhar, Juanito Stevanus, Denisa Nur Aulia, Novita Andrian, Almuhaimin Kembara, Ellya Syafriani, Sakinah Aidah Fitri

Alamat Redaksi/Iklan: Kampus UNRI Binawidya, Arena Panjat Dinding, Jl. HR. Soebrantas, Panam, Pekanbaru. Telepon (0761) 475777. Email bahanaur@gmail. com. Dicetak pada CV. Mitra Irzani. Isi di luar tanggung jawab percetakan. Redaksi menerima tulisan berupa opini dan artikel karya orisinil. Redaksi berhak melakukan penyuntingan tanpa mengubah tujuan tulisan.


Sekapur Sirih

Serba-Serbi Penutup Tahun ELANG deadline, seluruh kru sibuk mengebut tugas masingmasing. Tak sedikit layar laptop terbuka, menatap dengan mata lelah dan mengantuk. Sesekali repot membolakbalikkan majalah BM lama. Majalah Tempo juga ternganga. Tak lain untuk cari referensi.

J

Dua bulan berjalan, BM bikin Kenal Bahana. Gerbang masuk bagi calon-calon pengurus BM masa depan. Tak perlu banyakbanyak, hanya 19 mahasiswa yang lolos sebagai kru magang. Hari penutupan Kenal Bahana jadi momen hangat bagi dua kru. Juanito dan Denisa resmi jadi kru tetap. Selamat berproses!

Malam itu, seluruh pekerjaan majalah harus beres. Utang majalah kepada pembaca setia BM harus dibayar tuntas. Produk ini mulai kami garap sejak September. Kendala demi kendala sempat menghalangi, kini kami persembahkan lembaran ini ke tangan pembaca.

November, waktu BM tersita banyak untuk memantau kasus kekerasan seksual di FISIP. Ikut andil, menjalankan peran sebagaimana media harusnya.

Banyak hal telah terjadi setahun ke belakang. Tak sedikit yang berubah. Terlebih, sejak pucuk pimpinan BM berganti pada Agustus lalu. Haby Frisco kini pegang tugas Pemimpin Umum. Lalu, Annisa Febiola Pemimpin Redaksi dan Reva Dina Asri Pemimpin Perusahaan. Tak lupa, selamat purnatugas pimpinan sebelumnya, Ambar Alyanada dan Meila Dita Sukmana. Kepengurusan baru, tentu semangat juga mesti baru. Satu persatu mulai dibenahi. Pertama, BM kejar ketertinggalan di media sosial. Konten-konten kreatif kini sudah lebih beragam dan segar. Semoga tetap konsisten.

4

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Bulan berikutnya, BM dipercaya jadi Koordinator Forum Pers Mahasiswa Riau. Raudatul Adawiyah Nasution mesti jalankan tugasnya setahun ke depan. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Begitu kata pepatah. Empat kru terbang mencari ilmu dan kawan baru. Febrina dan Rio melaju ke Padang. Mereka ikut Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut di Suara Kampus. Selang hitungan hari, Tegar dan Aditia juga meluncur ke Medan. Penuhi undangan dari Dinamika. Bonus penghujung tahun, awak kru tetap bertambah. Akel, Ellya, Sakinah, dan Novita menanggalkan status kru magang. Semoga BM terus melahirkan karya jurnalistik yang apik. Merawat tradisi akademis yang kritis, tentunya. Bersama majalah ini, kami ucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru 2022.


Sekapur Sirih

Pembaca yang budiman, Majalah kali ini menyigi kabar pemilihan rektor yang bakal mulai dilangsungkan tahun depan. Laporan Utama memetakan sosok calon Rektor UNRI tahun 2022 yang mencuat. Ada tujuh nama. BM lempar survei calon rektor idaman rentang September hingga Oktober lalu. Niat kami, menjemput sosok ideal dari segenap civitas academica. Baik versi mahasiswa, dosen, pegawai, juga alumni. Reportase mengabarkan rencana kelanjutan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan UNRI. Gedung ini terbengkalai sejak 6 tahun lalu. Rubrik yang sama, membahas pentingnya Mahkamah Mahasiswa. Lantas, perlukah lembaga yudikatif tersebut hadir? Rubrik Kampusiana menelusuri jejak kehadiran presidium universitas. Jabatan tertinggi, sebelum adanya rektor. Kemudian, perjuangan Ismail Suko Sang Martir Demokrasi hadir dalam Kilas Balik. Ia pegiat demokrasi Riau masa orde baru. Esai Foto menangkap potret taman ilmu atau Science Park UNRI. Feature hadirkan kisah Anwar, seorang loper koran yang berkeliling di sekitar Garuda Sakti. Ia optimis akan pekerjaannya, meski media cetak terus berguguran. Bagaimana stori Anwar?

siologi ini menangkan juara 2 Kontes Dangdut Indonesia. Rubrik Alumni berisi sosok Khairul Amri. Kisah perjalanannya hingga kini menjadi Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Riau. Artikel Ilmiah mengangkat penelitian mahasiswa Teknik Elektro. Adalah bra pendeteksi tumor payudara. Sedangkan rubrik Selingan menagih janji Hutan Serbaguna Muchtar Lutfi. Kebun buah yang digagas 4 tahun lalu ini dijanjikan layak panen pada 2021 ini. Kalakian, bagaimana kenyataannya? Beranjak dari kampus, BM ajak pembaca lebih dekat dengan kue Palito Daun. Palito Daun adalah makanan khas Melayu yang hampir punah. Kisahnya kami suguhkan dalam rubrik Khazanah. BM juga bikin Kaleidoskop yang merangkum peristiwa sejak awal hingga penghujung tahun. Seluruh proses liputan dalam majalah ini berjalan sejak September hingga Desember. Rehat dari liputan, ada Potret, Sastra, Opini, Jengah, Kesehatan, Bedah Buku, dan Bundel. Salam hangat, jabat erat. Selamat membaca!

Sementara rubrik Sempena, ada Haviz KDI. Mahasiswa So-

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

5


Seulas Pinang

Menyongsong Pilrek, Siapa Siap Berlaga? AKTU terus berputar, empat tahun tak terasa sudah berlalu. Bau-bau pemilihan rektor perlahan-lahan sudah tercium. Beberapa orang mulai sibuk petakan ancang-ancang sebelum positif mendaftar.

W

Masa Aras Mulyadi mengomandoi UNRI sudah hampir tiba di penghabisan. Tahun depan, sudah saatnya kampus biru langit ini punya pucuk pimpinan baru. Hampir sewindu, Guru Besar Bidang Biologi Populasi dan Ekologi ini duduk sebagai orang nomor satu. Pilrek tahun 2018 jadi momen yang mengantarkan Aras memangku jabatan rektor 2 periode. Tak mulus begitu saja, sampai molor berbulan-bulan. Terhitung tiga kali Kemenristek Dikti batal datang ke UNRI. Berdasarkan Statuta tahun 2017, rektor dipilih oleh Senat dan perwakilan kementerian. Porsinya 65 persen dari suara anggota Senat yang hadir, sementara 35 persen lagi dari kementerian. Lambannya proses pemilihan saat itu berbuah masam. UNRI sempat alami kekosongan pimpinan. Tempo Aras sudah finis, sementara rektor baru belum ada. Akhirnya, Kemenristek Dikti tunjuk seorang pelaksana tugas (Plt). Saat itu pula PT Hasrat Tata Jaya ambil kesempatan. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi, pengembangan dan penyedia jasa jalan tol itu memagari tanah kampus. Tanah yang masih dalam sengketa hitungan tahun. Belajar dari pengalaman, kita tentunya tak mau memori nahas ini terulang. Pesta demokrasi perlu dipersiapkan

6

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

secara matang. Baik dari si bakal calon maupun penyelenggara pemilihan. Bersiapnya sejumlah sosok menghadapi kontestasi pilrek adalah hal wajar. Seperti mengangkat-angkat namanya, mencari dukungan sejumlah pihak, hingga rancang janji yang manis. BM menjemput suara civitas akademika. Meskipun, yang punya hak suara hanyalah anggota Senat dan kementerian. Berangkat dengan karsa mengendus sosok figur calon rektor idaman. Baik dari mahasiswa, dosen, pegawai, hingga alumni sekalipun. Kembali lagi bahwa rektor akan mengimami seluruh unsur, bukan Senat semata. Baik buruk kebijakan, segenap elemen kampus akan menanggungnya. Survei terbuka selama dua pekan, sejak 28 September 2021. Sebanyak 16 nama kami sodorkan sesuai kriteria. Sejatinya, ada satu nama yang tak memenuhi kriteria, tapi ia digadang-gadang sebagai sosok idaman. Delapan di antara nama itu berpacu ke posisi tertinggi. Deni Efizon, Dedi Afandi, Bayhakki, Iwantono, Firdaus LN, Syafri Harto, Jimmi Copriady, dan Sri Indarti. Dari keseluruhan, tiga nama top masuk dalam lingkar terdekat rektor petahana. Sebagai pemuncak, sesungguhnya Deni Efizon bukan orang baru. Deni adalah satu-satunya kriteria yang layak asal Fakultas Perikanan, sama dengan Aras Mulyadi. Ia juga sempat tumbang di hadapan Aras, kala maju di tahun 2018. Keinginan jadi pucuk segala kebijakan masih mengendap di dalam diri Deni. Ia tegas nyatakan hendak bertarung kembali. Sedang Iwantono, bisa dikatakan se-

bagai orang yang khatam prosesi pilrek. Ia mengetuai panitia pilrek 2018 lalu. Periode keduanya, Aras menarik Iwantono sebagai wakil ketiga. Kemudian, ada Syafri Harto Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Ia yakin mampu kantongi dukungan Aras, wakilnya, serta anggota senat. Sementara itu, Sri Indarti jadi satu-satunya srikandi yang adekuat untuk ikut berlaga. Sayangnya, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dua masa ini, mengaku belum menentukan sikap. Masih abu-abu, antara maju atau diam. Berbanding terbalik dengan Deni dan Syafri, sosok lain menyatakan tak akan ambil bagian. Misalnya Firdaus, Dedi Afandi, dan Jimmi Copriady. Salah satu faktor yang mendukung mulusnya jalan untuk naik ke kursi pimpinan adalah elektabilitas. Apalagi ditambah dukungan dari tokoh yang punya gaung besar. Menilik hasil survei, tampak jelas gambaran peta politik ini. Tiga nama yang masuk lingkaran Aras Mulyadi tak menampik keikutsertaannya dalam kontestasi mendatang. Meskipun, Iwantono belum keluarkan pernyataan secara gamblang. Elektabilitas Syafri memang tinggi, bertengger di posisi enam besar. Sepertinya, Syafri harus mulai mengubur dalam-dalam mimpinya itu. Ia tersandung kasus kekerasan seksual. Ketika kasusnya mencuat, survei BM sudah tamat. Bekas sekretaris panitia pilrek 2014 itu sempat mengaitkan kasus pelecehan yang menjerat namanya sebagai penjegal cita-citanya jadi orang nomor satu UNRI. Tindakan Syafri ini mencerminkan bahwa jauh hari sebelum start, laga pilrek sudah jadi kambing hitam atas dosanya. Siapapun yang duduk sebagai UNRI 1, tentu harapan kita dialah yang jempolan dan loyal. Tak hanya loyal bagi keuntungan diri sendiri dan kolega terdekat semata. Seluruh civitas akademika menggantungkan harapan akan kejayaan UNRI di pundaknya.


Redaksi YTH - Cover Story

COVER STORY Ilustrasi : Aditia Anhar Masa Aras Mulyadi sebagai Rektor Universitas Riau sudah berada di penghujung, tahun 2022 akan berlangsung pemilihan rektor baru. Bahana Mahasiswa melakukan survei siapa yang akan menjadi Rektor UNRI berikutnya. Berdasarkan statuta Unri 2017 terdapat 17 nama yang memenuhi syarat untuk menjadi bakal calon rektor, terpilih 8 nama teratas. Mereka diwawancarai dan dimintai pendapat. Hanya 2 orang yang bersedia dan berencana maju, yakni Syafri Harto dan Deni Efizon. 6 sisanya masih ragu-ragu, belum kepikiran, dan tidak berminat. Siapakah yang akan menerima bunga calon rektor?

Pertanyaan: Mengapa mahasiswa UNRI Angkatan 2020, 2019 dan 2018 tidak bisa mengikuti program kampus merdeka sepenuhnya? Contoh: Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Studi Independen dan Magang Merdeka yang diakui SKS. ---Rahmi Ramadani, Kimia 2020

Kirimkan pertanyaan, kritik, dan saran Anda menyangkut semua tentang Universitas Riau, melalui: Email: bahanaur@ gmail.com atau Instagram: @bahana_unri Surat tersebut akan dimuat beserta tanggpan dari pihak terkait. Surat akan tetap dimuat jika tak mendapat tanggapan dari pihak terkait.

Jawaban: Yang tidak bisa itu siapa? Apakah ada datanya? Setahu saya, banyak mahasiswa yang ikut [Merdeka Belajar Kampus Merdeka]. Semua yang Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan keluarkan, UNRI ikut mendaftar. Di tahun pertama peluncuran MBKM, memang banyak UNRI belum mendaftar programnya. Namun, sekarang sudah banyak. Kita memang ketinggalan program pertukaran mahasiswa Permata Sari Belmawa. Studi independent juga banyak yang mendaftar. Pertukaran se-Sumatera ada, antarperguruan tinggi prodi to prodi banyak. Kalau yang Anda tanyakan anak 2020, memang tidak bisa. Sebab, baru boleh mendaftar kalau mahasiswa tersebut sudah semester 5. --- Yenita Roza --- Ketua MBKM Universitas Riau

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

7


Opini

Evaluasi Adaptasi Pembelajaran UNRI Selama Pandemi ANDEMI Covid-19 telah mengubah lanskap pendidikan di dunia secara luar biasa. Memaksa lembaga pendidikan untuk mencari alternatif moda belajar di tengah keterbatasan interaksi fisik. Walau sempat syok di awal penutupan kampus dan sekolah, banyak pelaku pendidikan yang beradaptasi sedemikian rupa terhadap tuntutan belajar daring. Dunia pendidikan benar-benar telah menjadi learning organization, organisasi pembelajaran yang cepat selama hampir satu setengah tahun terakhir.

digunakan sebagai media penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu dampak positif dari pandemi adalah bahwa mempercepat munculnya budaya baru dalam pengelolaan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran di berbagai belahan dunia.

Sebagaimana halnya banyak lembaga pendidikan di dunia, Universitas Riau (UNRI) juga merespon cepat tantangan pandemi terhadap proses pembelajaran. Ketika pemerintah mengumumkan penutupan kampus pada bulan Maret 2020, Rektor UNRI mengeluarkan Surat Edaran Rektor Nomor 2/ UN19/SE/2020 tanggal 15 Maret 2020.

P Oleh Prof. Dr. M Nur Mustafa, M.Pd Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Riau

Budaya baru itu adalah terkait dengan budaya digital dari stakeholders pendidikan. Budaya digital, secara umum didefinisikan sebagai hasil olah pikir, kreasi, dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet. Tak seperti kondisi sebelum pandemi, saat ini makin banyak guru dan dosen misalnya, yang menjadi semakin terampil dalam penggunaan perangkat pembelajaran berbasis digital. Pembelajaran dan pengajaran kemudian bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Lebih jauh, budaya digital ini tumbuh pesat belakangan tak hanya di kalangan guru atau dosen. Akan tetapi juga oleh pimpinan, pengelola, dan administrator pendidikan di seluruh dunia. Internet dengan segala perangkatnya kemudian secara masif

8

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022 FOTO: unri.ac.id

Hal ini misalnya, terlihat dari semakin banyak lembaga pendidikan yang membangun sistem digital dalam melayani mahasiswa. Tidak hanya dalam melayani kebutuhan yang bersifat administratif, juga dalam hal pelayanan proses pembelajaran. Berbeda dengan sebelum pandemi yang masih lebih banyak melalui moda tradisional. Pandemi dan Respon Universitas Riau

Salah satu isinya terkait kebijakan mengganti perkuliahan tatap muka dengan pembelajaran dari rumah atau belajar daring penuh. Keselamatan dosen dan mahasiswa sebagai prioritas utama. Untuk mendukung kebijakan ini, universitas berusaha membantu dosen dan mahasiswa mencari platform yang paling mungkin digunakan di tengah pembatasan yang datang tiba-tiba. Rektor UNRI, misalnya, melalui surat Nomor B/72/UN19/ PK.01.03/2020 tanggal 6 April 2020 memberitahukan kepada seluruh civitas akademika bahwa Google Classroom digunakan sebagai platform dan atau learning management system (LMS) utama bagi dosen dan mahasiswa selama pembalajaran daring di awal pandemi. Surat ini disusul Surat Edaran Rektor Nomor B/90/UN19/PK.01.03/2020 pada 27 April 2020. Isinya tentang pemberitahuan dan arahan penggunaan platform lainnya dari Google Meet untuk perkulihan tatap muka daring (moda sinkronus). Walaupun UNRI sesungguhnya telah memiliki LMS sendiri yang terintegrasi dalam sistem informasi akademik, namun Google Classroom


Opini

dan aplikasi lain dianggap cukup memadai. Sebab, semua data terkoneksi langsung ke server Google. Pada masa awal pandemi, tentu ada cukup banyak kendala yang dirasakan mahasiswa dan dosen selama pembelajaran daring. Kendala utama adalah ketersediaan infrastruktur pembelajarang daring dan kesiapan sumber daya manusia untuk melakukan belajar daring penuh secara efektif. Mendalami kendala dari sisi mahasiswa, seperti perangkat, jaringan, dan biaya koneksi internet yang jauh membengkak selama belajar daring. Untuk mengatasinya, UNRI telah melakukan beberapa upaya untuk mempercepat peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Universitas, misalnya. Sudah menyiapkan panduan pembelajaran daring untuk membantu dosen terkait teknis pembelajaran virtual. Juga, melaksanakan beberapa pelatihan berseri. Baik yang ditaja di level universitas, Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP), maupun fakultas. Pada saat yang sama, universitas juga tengah dalam proses membangun dan mengembangkan sistem pembelajaran daring atau LMS sendiri. Selain menyiapkan sumber daya manusia dan membangun sistem pembelajaran daring, UNRI juga telah membantu mahasiswa yang kena dampak pandemi. Bantuan itu berupa pemberian bantuan data internet kepada mahasiswa, bantuan pengurangan UKT, swab Polymerase Chain Reaction (PCR) gratis, dan bantuan lainnya. Evaluasi Pembelajaran Setelah berjalan lebih satu setengah tahun, universitas tentu perlu memantau perkembangan dan efektivitas pembelajaran daring ini. Apakah pembelajaran berlangsung dengan baik atau tidak. Apa saja kendala yang dihadapi dosen dan mahasiswa. Apakah infrastruktur pembelajaran daring sudah memadai atau belum.

Pusat Jaminan Mutu LPPMP UNRI telah lakukan survei kepada seluruh dosen sekitar akhir Mei 2020. Survei diikuti oleh 8.840 orang. Sebanyak 90,7 persen atau 8.015 orang mahasiswa dan 9,3 persen atau 821 orang dosen. Kemudian 5.648 di antaranya perempuan dan 3.185 laki-laki. Data menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa mengeluhkan masalah jaringan internet, pemakaian kuota, dan bertumpuknya tugas perkuliahan. Sebagian lain melaporkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami materi perkuliahan. Selain data di atas, ada banyak data lain yang menunjukkan bahwa pembelajaran daring memang menghadapi banyak kendala. Hasil survei oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi di awal tahun 2021 misalnya. Survei mengonfirmasi bahwa ada penurunan hasil belajar siswa setelah belajar daring sekian lama, sebagaimana diberitakan. Survei ini sejalan dengan hasil kajian peneliti Bank Dunia tahun 2020. Kajian itu memproyeksikan bahwa akan ada penurunan capaian pembelajaran siswa jika sekolah tatap muka ditiadakan. Atau, ketika proses pembelajaran diberlakukan daring secara penuh. Bank Dunia memproyeksikan bahwa jika sekolah tutup selama empat bulan secara terus menerus, maka diperkirakan akan mendegradasi capaian anak-anak Indonesia pada tes internasional seperti PISA sebanyak 11 poin. Dengan kata lain, peringkat PISA anak-anak Indonesia pada tes berskala internasional itu akan semakin menurun selama dan pasca pandemi. Capaian siswa pada tes PISA tentu hanya salah satu indikator saja. Ancaman lebih jauh dari keterbatasan pembelajaran daring selama ini adalah terkait adanya kemungkinan kesempatan dan capaian pembelajaran yang hilang (learning loss) dari siswa dan mahasiswa.

Learning loss, secara umum diartikan sebagai kehilangan atau keterbatasan

pengetahuan dan kemampuan yang merujuk pada progres akademis. Hal ini umumnya terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau diskontinuitas dalam pendidikan. Anak-anak Indonesia dikhawatirkan kehilangan banyak kompetensi di masa depan yang seharusnya sudah mereka miliki pada usia tertentu. Ancaman ini tentu perlu disikapi secara bersama-sama dan sinergis antara berbagai stakeholders. Dalam konteks kampus, ancaman ini wajib disikapi secara terencana dan sistematis. Sehingga, efektivitas pembelajaran daring dapat ditingkatkan dan pada saat yang sama, learning loss bisa dihindari. Misalnya, Pimpinan kampus wajib terus membangun sistem dan infrastruktur pembelajaran daring yang representatif. Pada saat yang sama, para dosen harus terus belajar meningkatkan kapasitas dan kompetensi pengajaran daring yang notabene berbeda jauh dengan tatap muka langsung. Dosen harus bisa membangun apa yang disebut Anderson, dkk (2008) sebagai community of inquiry. Dengan begitu, mahasiswa tidak merasa sendirian selama proses pembelajaran. Proses itu harus dibangun dengan memastikan tiga hal. Pertama, mempersiapkan segala perangkat perkuliahan secara digital atau teahing presence, lalu memastikan ada interaksi yang cukup selama perkuliahan atau disebut social presence, serta memastikan bahwa tujuan pembelajaran tercapai (cognitive presence). Pada saat yang sama, mahasiswa juga harus melatih budaya belajar baru. Terutama dalam hal otonomi belajar. Mahasiswa tidak bisa lagi banyak bergantung pada penjelasan dosen dalam waktu yang terbatas. Mahasiswa harus aktif mencari dan mengeksplorasi sendiri materi perkuliahan dari berbagai sumber yang ada. Era digital ini sesungguhnya sangat memudahkan mahasiswa untuk mendapatkan jauh lebih banyak dari yang disampaikan dosen di dalam kelas virtual.* Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

9


Laporan Utama

Habis Keok, Terbitlah Deni Jadi Calon Kuat Bahana Mahasiswa jemput bola dengan lakukan jajak pendapat. Secara keseluruhan, Deni Efizon unggul 34,9 persen dari 1.653 responden. Ia bertengger di posisi pertama pilihan mahasiswa.

Oleh Malini

P

EMILIHAN rektor (pilrek) masih setahun mendatang. Namun, deretan nama-nama justru makin santer terdengar. Tak malu-malu lagi, beberapa nama tersebut bahkan terang-terangan ungkapkan keinginannya gantikan posisi Rektor Universitas Riau (UNRI). Bahana Mahasiswa (BM) jemput bola dengan lakukan jajak pendapat. Berangkat dari nama-nama favorit dari suara civitas akademika. Mahasiswa, alumni, dosen, serta pegawai. Survei yang berlangsung dua mingguan ini dibuka via Google Formulir. Terhitung sejak 28 September hingga tutup pada 13 Oktober 2021. Sebanyak 1.715 responden ikut beri pilihan. Namun, hanya 1.653 responden saja yang sah. Sedang 62 sisanya dianggap tidak valid dengan pelbagai alasan. Seperti mengisi lebih dari satu kali, tak melengkapi identitas, bahkan mengisi dengan asal-asalan. Bukan tanpa alasan, survei hadir untuk mengetahui sosok ideal orang nomor wahid harapan warga UNRI. Selain itu, BM juga soroti kriteria pemimpin yang diidamkan untuk lanjutkan estafet kedua Aras. Sedikitnya, ada 17 nama yang BM suguhkan dalam survei ini. Seluruhnya berasal dari jabatan struktural pejabat UNRI. Seperti wakil rektor, dekan, guru besar, dan orang-orang yang mencuat serta berpotensi mencalonkan diri. Semuanya adalah Iwantono, Azridjal Aziz, Jimmi Copriady, Firdaus, dan Dedi Afandi. Lalu Agus Sutikno, Mexsasai Indra, Syafri Harto, Usman Tang, dan Bintal Amin. Kemudian Sri Indarti, Syamsudhuha, Ari Sandhyavitri, Deni Efizon. Terakhir, ada Yanuar, Firdaus LN, dan Bayhakki. Meski tak penuhi kriteria sebagai bakal

10

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022


Ilustrasi: Aditia Anhar BM Bahana Mahasiswa 11 Edisi Awal Tahun 2022


Laporan Utama

calon rektor, nama Bayhakki nyatanya juga diidamkan oleh warga kampus Jantung Hati Masyarakat Riau. Secara keseluruhan, Deni Efizon unggul dengan total suara 599 atau 34,9 persen dari segenap responden. Sedangkan Dedi meraup suara sebanyak 341 suara atau 19,9 persen. Ada pula Bayhakki yang dapat 12 persen dengan jumlah 205 suara. Kemudian Bintal Amin 6,8 persen atau 116 suara. Terakhir, Iwantono mengantongi 97 suara dengan persentase 5,7 persen. Deni Efizon bertengger di posisi pertama pilihan mahasiswa. Total 290 suara tertuju pada dosen yang kalah di pilrek 2018 ini. Beda tipis dengan Dedi Efendi di posisi kedua dengan 270 suara. Menyusul nama Bayhakki 88 suara, Bintal Amin 53, dan Firdaus LN dapat 37 suara. Berbeda dengan kesukaan mahasiswa, Dedi Afandi justru paling banyak dipilih oleh dosen. Ia dapat 27 suara. Sedangkan Deni 19 raup suara. Kemudian Iwantono dan Syafri samasama 10 suara. Sedangkan Jimmi terima Copriady 6 suara. Sementara itu, pilihan para pegawai sedikit berbeda. Meskipun, Deni tetap jadi sosok favorit. Ia berhasil gaet 31 suara. Pilihan kedua jatuh pada Agus Sutikno dengan 11 suara dan Syafri Harto 8 suara. Iwantono dan Bintal Amin sama-sama dapat 3 suara. Sayang, hanya sedikit pegawai yang ambil bagian dalam jajak pendapat ini. Alumni juga menjagokan Deni. Ia terima 264 suara. Berikutnya Dedi dengan 42 suara, Firdaus 33, Iwantono 32, dan Sri Indarti 16 suara. BM membagi tanggapan warga kampus berdasarkan empat parameter. Pertama, asal kalangan yang memilih. Mahasiswa jadi civitas yang paling banyak ikut andil dalam survei. Persentasenya sekitar 56,9. Dari keseluruhan 857 suara, hanya 818 yang valid. Disusul oleh alumni dengan total suara 588 atau 34,3 persen. Keikutsertaan dosen hanya 85 suara atau 5 persen. Terakhir, pegawai dengan persentase 3,8 atau 65 suara saja. Jika dikotak-kotakkan menurut asal fakultas sebagai acuan, Fakultas Kedokteran ambil posisi nomor satu. Sebanyak 336 penghuninya

12

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

ikut berpendapat. Sedangkan suara paling minim berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kedua, berdasarkan figur sosok idaman. Sebanyak 34,1 persen responden menginginkan rektor yang dekat dengan mahasiswa. Sedangkan 29, 8 persen lainnya ingin orang yang visioner. Figur rektor yang berjiwa antikorupsi diidamkan 18,6 persen suara. Sementara 6, 5 persen lainnya ingin rektor yang religius dan 4,3 persen lagi kepingin sosok berkepribadian sederhana. Ketiga, pertimbanganpertimbangan sebelum melabuhkan pilihan. Misalnya pada kemampuan menjalin relasi yang dipilih sekitar 34 persen penanggap. Beda tipis untuk kategori pengalaman, 31,7 persen. Lalu, 23,8 persen lagi menilai calon rektor harus punya prestasi. Sedangkan 5,8 persen sisanya ingin sosok rektor dengan latar belakang pendidikan mumpuni. Keempat, program yang diharapkan, berkaca pada evaluasi rektor saat ini. Peningkatan pelayanan dan pengembangan kreativitas mahasiswa merajai. Setidaknya 41,6 persen responden mendambakannya. Sedang 33,5 persen lagi merasa perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana. Program peningkatan pelayanan administrsi dipilih oleh 9,3 persen responden. Terakhir, peningkatan dana bantuan penelitian serta keamanan dan kebersihan kampus masing-masing 8,5 dan 1,7 persen. Mekanisme Pilrek Masih Sama Ketentuan laga calon rektor tahun depan tak jauh berbeda dengan laga periode sebelumnya. Tyas Tinov selaku Sekretaris Senat beberkan hal itu. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (MenristekDikti) Nomor 19 tahun 2017 masih jadi acuan. Hanya ada sedikit perubahan yang memang sudah tertuang dalam Peraturan Menristek-Dikti Nomor 21 Tahun 2018. “Gak ada bedanya peraturannya,” ucap Tinov. Berpatokan kepada mekanisme pilrek 2018, calon rektor mesti patuhi

beberapa syarat. Hal tersebut juga diatur jelas dalam Peraturan Senat UNRI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor UNRI. Seperti memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2 tahun, minimal sebagai ketua jurusan atau ketua lembaga. Pun pimpinan tinggi pejabat Eselon II.a di instansi pemerintah. Calon rektor juga harus berpengalaman sebagai dosen dengan jenjang akademik paling rendah Lektor Kepala. Kemudian berpendidikan doktor—S3. Berkenaan usia, paling tinggi 60 tahun saat berakhirnya masa jabatan rektor yang menjabat. Ada empat tahapan hingga dapat rektor baru. Mulai dari penjaringan bakal calon, penyaringan calon, pemilihan calon, lalu penetapan dan pelantikan. Pertama, penjaringan bakal calon. Panitia Pilrek lah yang bertugas sepenuhnya. Tahap ini mesti dimulai paling lambat 5 bulan sebelum berakhirnya masa petahana. Lanjut ke penyaringan, maksimal 2 bulan di penghujung jabatan rektor. “Lihat situasi, lah, nanti. Bisa lebih awal,” lanjut Tinov. Penjatahan formasi suara pun tak berubah. Sebanyak 35 persen hak suara milik kementerian. Sedangkan anggota senat punya 65 persen hak suara. Masing-masing anggota punya hak yang sama. Peraturan Senat UNRI Nomor 4 Tahun 2018, perubahan atas Peraturan Nomor 3 tahun 2018 menyebutkan, pemilihan calon rektor dilakukan dalam rapat senat tertutup. Bersama dengan menteri atau pejabat kementerian yang ditunjuk. Rapat dinyatakan sah bila dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota senat. Bila tak terpenuhi, ada jeda waktu selama 30 menit. Namun jika masih tak sesuai ketentuan, rapat bisa dilanjutkan. Formasinya harus memenuhi sekurangkurangnya 50 persen ditambah satu, dari seluruh anggota senat. Saat ini, Tinov akui persiapan menyangkut pilrek masih belum ada, terkhusus pembentukan panitia. Semuanya menunggu keputusan senat. “Belum lah, ngapain cepat-cepat,” tuturnya. *


Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

13


Laporan Utama

Kalah di Periode Lalu, Kini Coba Lagi sebelumnya ini banyak dipilih oleh mahasiswa, alumni, dan pegawai.

melihat ada banyak potensi penunjang. Namun, perlu dikembangkan.

“Mungkin dengan ikutnya saya di periode dulu bersama dengan Pak Aras, mereka mungkin melihat dan mungkin ingin ada sosok baru,” ujarnya kepada kru Bahana Mahasiswa (BM).

Musabab dari turunnya peringkat itu, kata Deni, harus dibenahi. Setiap pemeringkatan punya indikatornya sendiri, sehingga petunjuk itu harus dijalankan maksimal.

Deni tak banyak pegang jabatan penting di kampus. Ia hanya berstatus dosen, pernah pula menjabat sebagai Pembantu Dekan IV. Kini, ia lebih aktif di luar kampus. Konsultan untuk Pupuk Kalimantan Timur—produsen pupuk urea di Indonesia—adalah satu di antaranya. Kemudian, terlibat sebagai tenaga ahli di beberapa kementerian dan panitia seleksi di sejumlah pemerintah daerah.

Sebut saja perkara sarana dan prasarana. Deni mengaku tak melihat perubahan berarti dalam kurun empat tahun ini. “Tidak ada yang berubah saya lihat hari ini. Saya lihat perkembangan di 4 tahun ini, begitu-begitu saja. Maaf saja, dari sisi pembangunan gedung mangkrak aja tidak terselesaikan.”

Sebagaimana pertandingan, mesti ada persiapan. Begitu pula dengan dosen Manajemen Sumberdaya Perairan ini. Ia sudah menggodok program-program yang akan ditawarkan setelah resmi mendaftar nanti.

“Iya, jadi saya sudah memang membulatkan tekad saya. Saya akan ikut dalam percaturan pemilihan rektor [pilrek] di 2022 nanti,” ungkap Deni Efizon.

K

EKALAHAN putra daerah Kuantan Singingi ini di 2018 tak membuat niatnya goyah. Deni mantap untuk mendaftar sebagai bakal calon rektor tahun akan datang. Ia terang-terangan menyibak keinginannya itu. Nama Deni mencuat sebagai salah seorang figur calon rektor idaman civitas akademika. Rival Aras Mulyadi dan Zulkarnain dalam pilrek periode

14

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Ia utarakan niatnya untuk membawa kampus biru langit jadi lebih baik. Jikalau terpilih, akan melanjutkan hal-hal positif yang diwariskan rektor sebelumnya. Tak lupa, melahirkan program baik yang baru. Gebrakannya tak banyak berubah dari rencana kala mendaftar di periode lalu. Universitas Riau (UNRI) hari ini, dalam kacamata Deni, tengah alami ketertinggalan. Secara garis besar, itulah yang mesti dikejar. Ketertinggalan pertama, soal peringkat. Kurun beberapa tahun belakangan, UNRI turun peringkat. “Kalau saya punya target, 20 besar masuk. Kalau bisa, di atas itu.” Sebelum jauh ke nasional, bisa mulai dari lingkup yang lebih kecil. Skop pulau Sumatra, misalnya. Ia targetkan UNRI setidaknya nomor tiga. Menyusul Universitas Sumatera Utara dan Universitas Andalas. Sebab, Deni

Tak hanya itu, dosen yang berusia 55 tahun ini juga soroti peralatan pendukung di laboratorium. Katanya, masih belum memadai. Sementara kini, perkembangan teknologi di luar sana sudah begitu canggih. Lebih lanjut, Deni juga punya program untuk tingkatkan kualitas sumber daya manusia. Baik untuk dosen, pegawai, juga mahasiswa. Begitu pula penghargaan bagi mereka yang berprestasi dan harumkan nama UNRI. Targetnya jika menjabat sebagai rektor, Deni akan jalin kerja sama lebih luas dengan pihak-pihak di luar kampus. Pengalamannya bekerja di perusahaan swasta PT Chaorean Pokphand Indonesia jadi pertimbangan. Tak lupa, menjemput alumni untuk bergandengan. Bicara prinsip swasta, bicara untung dan rugi. Itulah yang diadopsinya, harus mampu memanfaatkan peluang agar berkembang. “Saya yakin dan percaya, itu bisa saya lakukan,” tuturnya optimis. Namun, ayah satu anak ini tak akan mencalon di periode berikutnya jika kalah lagi. “Cukup, cukup, ini terakhir,” ucapnya sembari tertawa kecil.*Annisa Febiola


Laporan Utama

Mengaku Kantongi Dukungan, Syafri Harto Mantap Maju

tersenyum. Statuta UNRI tahun 2017 mengatur syarat menjadi pemimpin PTN. Misalnya paling tinggi berusia 60 tahun saat berakhir masa jabatan rektor yang menjabat. Lalu, berpengalaman managerial paling singkat dua tahun sebagai ketua jurusan, serta berpendidikan Doktor (S3). Pria asal Kuantan Singingi yang lahir di Indragiri Hulu ini penuhi seluruh syarat. Kini, ia menjabat sebagai Dekan FISIP. Menghitung usianya ketika mencalon pilrek nanti, dosen Hubungan Internasional ini masih berusia 55 tahun.

Syafri berujar, banyak pertimbangan sebelum ia mantap untuk mendaftar tahun depan. Pertama, katanya, adanya dukungan dari pihak-pihak yang ia sebut sebagai orang tuanya di kampus. “Misalnya Pak Yusri, dulu, ya. Ashaluddin Jalil, Sujianto. Sekarang di sana itu orang tua saya yang akan mem-back up kalau saya maju itu tentu rektor, WR [wakil rektor] 1, 2, 3, 4.”

F

IGUR lain yang juga mencuat sebagai sosok calon rektor ideal adalah Syafri Harto. Ia digadang-gadang akan maju memperebutkan kursi orang nomor 1 UNRI. Namanya banyak dipilih oleh kalangan dosen dan pegawai melalui survei. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) ini menyimpan ambisi untuk pilrek tahun depan. Kesiapan diri berlaga di pilrek, Syafri utarakan langsung saat kru BM menemuinya di ruang kerja. Bermodal dukungan wakil dekan dan beberapa staf di fakultas, ia cukup yakin untuk kalahkan kandidat lain. Saat ditanya, dengan lantang ia beri jawaban. “Jelas, dong. Itu pasti,” pungkasnya pada 25 Oktober lalu seraya

Ia jelaskan, tak akan maju tanpa restu orang-orang itu. Jika dukungan mengarah padanya, ia siap. “Kalau gak direstuinya, ngapain kita maju, kan. Bunuh diri namanya tu.” Secara hubungan emosional, Syafri mengaku masih menjalin hubungan baik dengan 52 orang anggota senat. “Saya optimis bisa maju, sebab hubungan baik yang terjalin dengan anggota Senat masih terjalin dengan baik.” Syafri punya prinsip untuk selalu bekerja keras. Ia berkata, akan melakukan segalanya jika terpilih menjadi rektor. Politik uang, haram baginya. Syafri menyebut, tak terbesit di kepalanya untuk berlaku curang. Sebab, tak ada

keberkahan jika perbuatan didominasi dengan uang. Menyoal janji program kerja, ia ingin benahi administrasi secara keseluruhan. Menata kelola keuangan pegawai, berbenah kegiatan kemahasiswaan dan alumni. Lalu, perencanaan, sarana, dan prasarana untuk meningkatkan kinerja pegawai, staf dan dosen. “Kalau pegawai serius kerja, kita beri reward dan ada punishment [bagi yang tak serius],” janjinya. Selain itu, ia juga berjanji akan bangun laman web UNRI yang kini masih tertinggal. Baginya, laman web sebagai pusat informasi lembaga. Syafri akan mengubah tampilan profil kampus. Pembaruan terhadap isi web setiap jam, setiap hari “Tidak ada website yang ditinggal begitu saja.” Berkaca melalui program kerja yang ia terapkan di FISIP, Syafri berencana melakukan sistem yang sama. Akunya, fakultas oranye menyediakan dana penelitian dan pengembangan untuk dosen maupun mahasiswa. Seperti halnya jurnal, buku, dan penelitian kreativitas mahasiswa. Tak bekerja sendiri, ia akan senantiasa gandeng tim. Setiap dosen dapat dana penelitian Rp15 juta. Dana pengabdian dianggarkan Rp10 juta, sedangkan Rp5 juta untuk buku panduan. Sementara publikasi jurnal internasional akan disokong Rp15 juta pertahun. Namun, dana tersebut tak diberikan jika dosen mendapat hibah dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Untuk program unggulan, Syafri tak mau beri bocoran. Belakangan, kasus dugaan pelecehan seksual oleh Syafri Harto muncul ke publik. Seorang mahasiswi bimbingannya melaporkan Syafri ke polisi tanggal 5 November. Tepat sehari setelah membuka kasus itu di media sosial Instagram milik Korps Mahasiswa Hubungan Internasional. Sampai majalah ini naik cetak, Syafri Harto berstatus tersangka.*Febrina Wulandari

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

15


Laporan Utama

Iwantono: Biarlah Orang Lain yang Menilai

lupa, pemilihan rektor itu yang menentukan adalah anggota Senat,” ucap mantan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Kerja Sama, dan Alumni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan itu.

jiwa kepemimpinan yang kuat. Seorang pimpinan adalah orang pertama dan paling bertanggung jawab terhadap institusi. Lalu, bijaksana. Pemimpin perlu bijak dalam berkomunikasi dan bersikap.

Iwantono menyebutkan, jajak pendapat yang santer tersebar bukan jadi satu-satunya tolok ukur. Melainkan berkemungkinan jadi salah satu pertimbangan. “Bahwa kemudian, suara civitas itu akan menjadi pertimbangan utama. Ya, bisa jadi juga bagi saya.”

Selanjutnya, punya visi yang kuat. Iwantono mengatakan, UNRI sedang di tahap menuju Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Salah satu tolok ukurnya adalah Pendapatan Negara Bukan Pajak atau PNBP. Dana bukan perolehan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Apabila dihitung-hitung, perlu sekitar 500 M dalam setahun. Sayangnya, UNRI baru mampu mengumpulkan 270 M pertahun.

Hasrat Iwantono maju sebagai kandidat rektor masih dibayangbayangi keraguan. Akunya, ia memang berpeluang untuk maju. Hanya saja, keputusan belum final.

N

AMA Iwantono disebut-sebut sebagai sosok ideal jadi pilot UNRI. Pria kelahiran Cirebon ini sudah masuk jajaran Guru Besar UNRI. Tak hanya itu, ia juga tengah duduki jabatan penting di rektorat. Tepatnya Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, sejak Januari 2019. Jajak pendapat yang dilakukan BM langsung hasilkan nama Iwantono sebagai kandidat 5 teratas calon rektor populer. Kru BM menemuinya di ruang kerja, lantai 2 rektorat. Siang itu, 21 Oktober, ia utarakan pendapat menyoal survei. Katanya, survei seyogyanya untuk menyerap aspirasi dan pandangan dari warga UNRI. Tak ada yang salah dengan hal itu. “Ya, itu sah-sah saja. Tapi jangan

16

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Dirinya merasa cukup, dengan amanah yang tengah diemban sekarang. Namun, Ia pun merasa berpeluang akan hal tersebut. “Hak mereka, tapi banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.” Iwantono pernah merasakan euforia pemilihan rektor saat dirinya ditunjuk sebagai Panitia Pelaksana Pemilihan Rektor (Panpilrek). Ia menjelaskan, seorang calon rektor harus memenuhi semua persyaratan. Seperti pernah mengajar sebagai dosen dan menduduki jabatan struktural setara eselon II. Masing-masing selama minimal dua tahun. Pada dasarnya, lanjut Iwantono, semua dosen berpeluang maju menjadi orang nomor 1 UNRI. Baik di dalam atapun di luar kampus. “Jadi, siapa saja boleh.” Iwantono ungkapkan kriteria figur calon rektor versinya. Pertama, punya

“Ini salah satu indikator kita masuk di klaster pertama,” ujarnya. Terakhir, mampu membangun relasi dengan stakeholder dan seluruh civitas akademika. UNRI harus bisa fokus kepada internasionalisasi. Iwantono menilai, selain prestasi mahasiswa, dosen juga harus punya kualifikasi internasional. Tambah lagi, akreditasi kampus pun harus mulai bergerak ke arah tersebut. “Saya orang fisika. Fisika itu sama di mana-mana. Jangan pula level fisika di UNRI jauh di bawah level fisika di Amerika. Padahal, bukunya sama, yang dibahas sama. Jadi, kita harus menuju ke situ,” pungkasnya. Iwantono menilai kepemimpinan Aras selama dua periode ini cukup bagus. Ia menyorot akuntabilitas keuangan UNRI mendapat predikat ‘wajar tanpa terkecuali’ selama empat kali berturut-turut. Sedangkan dari sisi klasterisasi kampus, memang masih pada level di bawah PTN-BH. “Harapannya, level UNRI bisa disamakan dengan kampus-kampus di luar negeri,” tutup Iwantono.*Firlia Nouratama


Laporan Utama

Sri Indarti Belum Tentukan Pilihan

S

RI INDARTI sudah malang melintang sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) selama dua periode. Namanya pun dianggap berpotensi melanjutkan posisi Aras Mulyadi yang sudah menjabat dua periode. Jika ia maju dan menang, maka Sri akan jadi pimpinan perempuan pertama di UNRI. Sebelum maju jadi dekan, Sri beberapa kali menjejal jabatan struktural di fakultasnya. Mulai dari Sekretaris Jurusan Manajemen sejak 2001 hingga 2003. Lalu naik menjadi Ketua Jurusan pada program studi yang sama.

Manajemen. Kemudian Wakil Dekan Bidang Akademik FEB, lebih kurang empat tahun. Tercatat dari 2010 hingga 2014. Meski sudah jelas rekam jejak pengalamannya, Sri belum tentukan sikap atas pencalonan rektor yang mendambakan namanya. “Kalau Ibu juga yang diwawancarai, tentu tidak independen jadinya,” ucap Sri lewat sambungan telepon pada 14 Desember. Keputusan untuk naik atau tidak, belum finis ia putuskan. “Karena sampai hari ini, Ibu belum menentukan pilihan.”*Firlia Nouratama

Selain itu, ia juga dipercaya emban tugas sebagai Ketua Program Studi S2

Jimmi Copriady: Maaf, Bapak Belum Lagi

M

AYORITAS suara alumni dan pegawai menunjuk Jimmi Copriady sebagai sosok ideal calon rektor. Ia seorang Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Organik dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Jimmi dapatkan gelar sarjana dan magister kimia di Universitas Padjadjaran, Bandung. Sedangkan gelar doktor ia peroleh dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Sayang, ia mantap tak bertarung. Dirinya bahkan belum terpikir sejauh itu, apalagi sampai harus bersaing dalam kontestasi pilrek. “Belum terfikir mau daftar,” begitu jawabnya melalui sebuah pesan WhatsApp kepada BM pada 16 Oktober.

memenuhi kualifikasi sebagai calon pemimpin nomor 1 UNRI. Lihat dari rekam jejaknya, ia pernah emban tugas sebagai Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FKIP periode 2011-2015. Kini, menjabat pula sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik FKIP. Bila mencalonkan diri tahun depan, Jimmi masih berusia 53 tahun. Ia kelahiran 1969 silam. Jimmi tak jelaskan secara gamblang perihal alasannya menolak maju. Berulang kali BM mengontaknya. Nihil, ia tak berikan jawaban. “Maaf… Bpk belum lagi,” tulisnya pertengahan Desember.*Annisa Febiola

Padahal secara persyaratan, Jimmi

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

17


Laporan Utama

Dedi Afandi: Saya Gak Ada Niat Nyalon

M

ESKI berada pada urutan kedua dengan suara terbanyak, tak lantas membuat Dedi yakin untuk maju merebut kursi Aras Mulyadi kini. “Saya gak pernah mempersiapkan diri jadi rektor,” katanya kepada BM pada 15 Desember. Mantan Dekan Fakultas Kedokteran ini mengaku bingung dan tak menduga bahwa namanya mencuat sebagai sosok calon rektor idaman. Dedi bertengger di urutan kedua survei secara keseluruhan. Ia paling unggul di kalangan dosen, dan unggul kedua dari versi mahasiswa dan alumni. Secara prasyarat, Dedi memenuhi seluruhnya. Usianya masih 45 tahun. Ia sudah mengajar sejak 2001, hingga jadi dekan pada 2017. Namun, dengan segalanya, ia tak berniat maju.

Menurutnya, kriteria untuk menjadi pemimpin nomor satu UNRI mesti orang yang bisa memenuhi harapan civitas akademika. Sepengamatan Dedi, pelayanan di kampus masih terbilang kurang dan perlu ditingkatkan. Baik secara internal maupun eksternal. “Pelayanan secara internal kepada mahasiswa harus diperbaiki,” harapnya. Lelaki kelahiran Jambi ini berpesan, salah satu pekerjaan bagi rektor mendatang adalah memajukan teknologi informasi. Dengan begitu, tak akan bingung jika menghadapi situasi tertentu. Selain itu, perlu peningkatan pembelajaran dan penelitian. Tujuannya agar mahasiswa bisa mendapatkan

lebih banyak sumber belajar dan dapat meningkatkan mutu. “Saya gak ada niat nyalon, memang gak ada keinginan untuk itu,” tutup Guru Besar Bidang Ilmu Kedokteran Forensik.*Malini

Firdaus Tak Mau Daftar Jadi Rektor

mahasiswa dan alumni. Ia Guru Besar Bidang Ekofisiologi Tumbuhan. Tahun 2010 lalu, Firdaus pernah mencalonkan diri sebagai rektor. Ia berebut suara dengan Yohannes, Zulkarnaeni, dan Ashaluddin Jalil. Tapi, ia kalah.

N

AMA lain juga muncul dari fakultas pencetak calon guru, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sosok Firdaus LN mencuat sebagai figur calon rektor yang ideal dari sudut pandang

18

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Firdaus menyandang gelar sarjana Pendidikan Biologi di UNRI pada 1 Maret 1989. Ia lanjut studi magister Sains di Universitas Gajah Mada enam tahun kemudian. Sedangkan studi doktoral ia tempuh di Ecolge National Superieure Agronomi, Perancis tahun 2001. Pria kelahiran Dabo Singkep, Kabupaten Lingga ini enggan menjawab tawaran wawancara dari BM. Berkaca pada pencalonannya 2010 silam,

Firdaus memenuhi kriteria calon rektor. Ia lahir tahun 1964, artinya masih berusia 58 tahun di 2022 nanti. Berulang kali pesan dilayangkan ke nomor WhatsApp milik Firdaus. Tiga kali pesan, tak satupun dijawab sejak 22 Oktober. Kru BM coba jalan lain, menelepon langsung. Ia menjawab panggilan, namun tak banyak komentar. Firdaus menolak diwawancarai dan tak ambil pusing perihal hasil survei yang menyeret namanya. “Saya gak mau diwawancara dan gak mau daftar jadi rektor. Saya gak tahu hasil survei ada nama saya,” tegasnya menutup telepon pada 15 Desember.*Febrina Wulandari


FOTO : Unsplash.com

Sastra

S

EPTEMBER, 2016. Gadis kecil itu tiap hari Kamis selalu menggali tanah. Tangannya membawa kertas putih dan memasukkannya ke dalam sana. Setelahnya langsung memendam, dan berlari begitu saja tanpa ingin menoleh pada galiannya. Kadang aku yang memperhatikan turut geram, itu kertas apa. Lalu mengapa letak di sana. Apakah menjadi tren saat ini memendam kertas dalam tanah? Namanya Diana. Usia delapan tahun, duduk di bangku kelas dua SD. Ia anak tunggal dan hidup bersama ayahnya. Rumah kami berhadapan dan belum pernah kudengar ia bersuara. Sebagai tetangga yang kerap memperhatikan lingkungan sekitar, jarang sekali kulihat Diana bermain bersama teman-temannya. Gadis manis dengan lesung pipi yang tersembunyi di antara rambut-rambutnya itu lebih sering berdiam di rumah. Ia ke luar untuk sekolah, mengantar ayahnya ke halaman rumah, dan melakukan penggalian tanah. Selain itu, Diana berada di sangkarnya. Sudah setahun kami bertetangga, tidak pernah aku berbicara langsung pada gadis penuh teka-teki itu. Pernah suatu hari kuselidiki isi galiannya. Perginya Diana dari tempat, langsung buru-buru menjadi keingintahuanku. Aku langsung menggali dan mendapatkan secarik kertas putih kosong. Hanya tertulis namanya, tanpa ada tulisan lainnya. Pun sama, timbunan-timbunan kertas lainnya juga berisi dengan nama Diana. Padahal aku sangat berharap, gadis itu mengumpat atau mengatakan sesuatu yang membuatnya kesal di sana. “Diana?” tanyaku pada diri sendiri. Entah mengapa, terbesit keinginan untuk berbicara pada anak itu. Suatu sore pada hari Kamis. Aku berjalan-jalan sebentar di lingkungan perumahan kami, mencari makanan sembari memanjakan pandangan dari layar monitor dan gawai. Tidak jauh dari taman komplek, kujumpai Diana dengan baju biru panjang yang menutupi kakinya. Aku menghampiri anak itu, yang terlihat sibuk dengan kegiatan ‘penggaliannya’. “Hai,” sapaku. Diana jongkok, rambut-rambut halusnya menyembunyikan matanya yang sayu itu. Aku menjajarkan posisi dengan badannya, ikut berjongkok di samping Diana. Gadis itu, ia tidak menghiraukanku. Tangannya tetap pada sekop kecil sembari menggali-gali tanah. Aku masih terdiam, enggan bertanya hingga Diana menyudahi aktivitasnya. Usai membuat lubang, Diana mengambil secarik kertas dari saku baju. Matanya dipejamkan, menyadarkanku ternyata anak ini memiliki bulu mata yang begitu panjang. Dua menit ia mengkh-

Gadis Surat Oleh Ellya Syafriani

idmati kegiatan yang terlihat seperti tengah berdoa, lalu dibukanya kelopaknya. Diana membubuhkan coretan di kertas itu, kutangkap coretan yang tertulis namanya, Diana. Setelah itu, gadis itu langsung memasukkan kertas tadi, dan menimbunnya. “Apa kau selalu melakukan ini?” tanyaku saat kupikir ia sudah menyelesaikan kegiatannya. Diana mengangguk pelan tanpa menatapku. “Kenapa kau selalu menimbun kertas-kertas ini? Itu akan merusak tanah,” seruku padanya. “Itu caraku berdoa,” jawabnya singkat. Aku menyerngit heran, bertanya-tanya apa kepercayaan anak ini hingga cara berdoanya begitu berbeda. “Itu juga cara supaya kau tenang saat merindukan seseorang,” jelasnya lagi. Ah, gadis yang kusangka bisu ini ternyata begitu pandai dalam berbicara. “Diana, kau tengah merindukan seseorang bukan?” tanyaku kesekian kalinya. Kali ini, perasaan ingin tahu dan peduli bercampur menjadi satu. “Benar, Mbak, dan dia ada di dalam tanah.” Embusan angin dari pohon-pohon besar membuat rambut halus milik Diana melambai. Kami duduk bersebelahan di samping timbunan kertas miliknya, senyap dalam beberapa belas menit. Baik aku ataupun anak ini, kami menyimpan masing-masing suara. Kepalaku tengah berpikir, membentuk mapping dan membuat kesimpulan siapa yang di dalam tanah sana. Meskipun ini bukan urusanku, entah mengapa berbicara dengan anak delapan tahun ini cukup membuatku penasaran dan menguras pikiran. “Dia Ibu. Pasti kau bertanya-tanya, kan, Mbak?” aku terlompat sedikit lantaran terkejut. Khawatir bahwa Diana bisa membaca pikiran orang lain. “Iya, sempat penasaran,” balasku jujur. Diana, anak yang kusangka tertutup ini ternyata begitu terbuka. Ia bercerita ibunya meninggal dunia saat usianya 6

tahun. Itu artinya, dua tahun sudah Diana menyandang gelar piatu. Ibunya dulu bekerja di luar kota, membuat hubungan keduanya jarang berjumpa. Walaupun zaman sudah maju, ibunya selalu mengajarkan berkirim surat saat merindukan. Tidak ada email, atau SMS. Ibu dan Diana menggunakan perantara surat untuk saling memberi kabar. “Aku tetap mengirimkan kabar pada ibu kalau kabarku baik, nilai ulanganku tinggi, aku pergi liburan bersama ayah, aku sudah sarapan meskipun dipaksa, aku tidak lupa sikat gigi sebelum tidur, dan aku sudah pandai menyetrika baju sendiri. ” “Pasti sulit sekali lantaran terbiasa berkirim surat,” kataku asal. “Awalnya begitu. Hanya aku yang mengirimkan surat, dan ibu tidak membalasnya. Tapi pasti ibu sudah membuat balasan surat di sana. Mungkin ia bingung bagaimana cara mengirimnya.” “Lalu mengapa kertasnya kosong? Hanya namamu saja?” “Yang mau kusampaikan sudah kuucapkan dalam hati.” Lalu setelahnya kami kembali diam. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan Diana saat ini. Matanya menatap kosong pada pohon besar di hadapan kami, sambil dipeluknya kedua lututnya yang terlipat. Aku yakin sekali Diana rindu menulis panjang dalam surat untuk ibunya. Aku tidak tahu, sudah berapa Kamis ia menggali tanah untuk mengirimkan kabar. Pasti tidak menyenangkan, tidak mendapat balasan kabar dari orang yang diharapkan. Tapi Diana, gadis surat ini begitu bijak. Ia tenang dan tetap rutin menerbangkan kabar-kabar darinya. Ia memiliki pilihan, dan terus melakukannya hingga selesai. “Sampai kapan akan terus ditimbun kertas-kertas ini, Din?” “Sampai aku masih berjumpa dengan Kamis Kamis lainnya.”*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

19


Perolehan Suara Pilrek 2018. FOTO : ARSIP BM

Menjemput Memori: Tiga Laga Terakhir Pilrek Mengurai jejak pucuk pimpinan, UNRI hingga kini sudah miliki enam orang rektor. Masing-masing periode punya cerita sendiri tiap helatan pilrek.

Oleh Febrina Wulandari

K

AMPUS Universitas Riau (UNRI) sudah terbilang matang secara usia. Tepat 1 Oktober lalu, sudah 59 tahun menyuguhi pembelajaran bagi mahasiswa dengan beragam fakultas. Sepanjang usia itu, pergantian pimpinan sudah terjadi sembilan kali. Jauh sebelum mengenal rektor, UNRI pakai sistem presidium. Kaharuddin Nasution dan Arifin Achmad adalah presidium pertama dan kedua. Mereka kala itu juga tengah menjabat sebagai Gubernur Riau. Dulu, main tunjuk saja. Iklim demokrasi belum terasa di kampus ini. Hingga akhirnya, UNRI punya rektor definitif pertama, Muchtar Lutfi. Kini, UNRI sudah punya landasan dan dasar yang kuat. Peraturan dari pemerintah sudah mengatur dan

20

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

mengikatnya. Peraturan pemilihan rektor (pilrek) tak banyak berubah sedari berlakunya sistem rektor. Hawa demokrasi lebih hidup, meskipun tak melibatkan seluruh warga kampus. Kemenangan bergantung pada suara anggota Senat dan perwakilan kementerian. Komposisinya masing-masing 65 persen anggota senat dan 35 persen kementerian. Jika mengurai jejak pucuk pimpinan, UNRI hingga kini sudah miliki enam orang rektor. Setiap periode punya cerita sendiri tiap helatan pilrek. Bahana Mahasiswa sajikan kilas balik masa tempo terakhir. Tarik mundur ke tahun 2018. Desember tanggal 10 akan menentukan siapa pengganti Aras Mulyadi empat

tahun ke depan. Aras nyatanya belum puas duduk di bangku kerjanya itu. Ia kembali maju, berharap dua periode. Namun, Aras tak dapat tersisihkan oleh dua rivalnya, Deni Efizon dan Zulkarnain. Pria kelahiran Kuantan Singingi ini menggondol 68 suara. Deni menyusul dengan 11 suara. Terakhir, Zulkarnain hanya dapat satu suara. Jalan panjang hingga Aras duduk dua periode tak instan dan mulus. Maju mundur jadwal pemilihan jadi bumbu pelengkap. Alhasil, berbagai polemik pun muncul. Pertama, pemilihan yang awalnya dijadwalkan 11 Juli tertunda. Usut punya usut, proses penelusuran rekam jejak calon rektor oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) kala itu belum rampung. Habis pula waktu sebulan menanti.


Laporan Utama

Akhirnya, datang kabar baik dari Ibu kota. Sekretaris Jenderal Dikti kala itu—Ainun Naim—kabarkan bahwa pilrek dapat dilaksanakan pada 16 Agustus. Lagi-lagi, UNRI harus menelan kekecewaan. Dua hari sebelum pemilihan, tepatnya 14 Agustus, Ari Hendrarto Saleh selaku Kepala Biro Sumberdaya Manusia bilang, pilrek jangan dilaksanakan dahulu. Tak ada alasan yang jelas. Padahal, belum genap sehari Iwantono pulang dari Jakarta menjemput surat resmi pelaksanaan pilrek. “Ini perintah dari atasan saya,”jawab Ari ketika ditanya perihal alasan. Waswas mulai melanda. Mengingat masa jabatan Aras akan tamat pada 9 September. Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 9 Ayat 1 mengatur bahwa pilrek harus dilaksanakan paling lambat dua minggu sebelum masa jabatan berakhir. Artinya, pemilihan harus berlangsung paling tidak pada Jumat, 24 Agustus. Sebab, Sabtu dan Minggu bukanlah hari kerja. Ketidakpastian masih berlanjut sampai 9 September. Hari itu, Aras sudah tak masuk kantor lagi. UNRI yang saat itu tak bertuan bikin bingung seluruh civitas akademika. Pekerjaan di rektorat terbengkalai, sebab tak ada yang bisa berikan perintah. Mulai dari kendala pencairan anggaran, remunerasi tak bisa dibayarkan, hingga administrasi yang perlu diteken rektor. Kesempatan ini juga jadi momen bagi PT Hasrat Tata Jaya untuk mengeksekusi lahan sengketa di kampus Panam. Tiga hari kapal UNRI berlayar tanpa nakhoda. Teka teki siapa yang akan mengisi kekosongan akhirnya terjawab. Kemenristekdikti resmi menunjuk Agus Indarjo sebagai Pelaksana Tugas Rektor. Ia sendiri tengah menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti sejak 2015. Latar belakangnya sama dengan Aras, bidang perikanan. Sebuah panggilan masuk ke gawai Adel Zamri Ketua Senat, 29 September. Tak lain dari kementerian. Kabar baik ia terima, pemilihan akan dilangsungkan pada 5 atau 6 Desember. Adel pun menunggu surat resmi

mendarat di tangannya. Namun, sampai 2 Desember, hilal belum tampak. Tak mau menunggu terlalu lama, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ini berinisiatif terbang ke Jakarta dan menjemput sendiri. Ia temui staf kementerian sehari setelah kedatangannya. Pada hari yang sama, Adel sudah dapat jawaban dalam bentuk selembar surat. Isinya memberitahukan pilrek bisa dimulai 5 Desember jika proses rekam jejak sudah rampung. Sehari usai pulang ke Pekanbaru, Adel langsungkan rapat senat tertutup. Namun, kementerian mungkir janji. Sampai pada hari yang sudah dijanjikan, mereka tak kunjung datang. Adel hanya menerima sebuah surat via WhatsApp yang berbunyi pilrek ditunda kembali. Bagai menanam padi, tumbuh ilalang. Realita tak selaras dengan angan. Penundaan ketiga kalinya terjadi. Panitia masih belum mengetahui alasan mengapa pihak kementerian menundanya. Berkali-kali dibuat patah hati, akhirnya pilrek benar-benar terjadi. Jumat sore, 7 Desember, surat undangan sidang senat dilayangkan untuk memilih rektor. Pemungutan suara resmi dilakukan pada Senin, 10 Desember. Adel memimpin sidang senat pukul 12 siang. Lagi-lagi, Aras Mulyadi unggul.

Proses pemilihan memakan waktu lima bulan. Mulai dari pembentukan panitia pada 27 Februari. Lanjut ke tahap sosialisasi pada hari pertama bulan Maret. Lima hari berikutnya, panitia diskusikan jadwal pemungutan suara. Pembahasan tata tertib memakan waktu yang lama, sekitar sebulan. Baru rampung pada 10 April. Bakal calon dijaring selama lima belas hari, terhitung dari 11 sampai 26 April. Hingga pucuknya yang ditunggutunggu pada 9 Juni 2014, pilot UNRI akan segera berganti. Hari itu, lantai empat rektorat jadi tempat berjalannya pemilihan. Memakan waktu sampai dua jam, pukul 9 pagi sampai 11 siang. Seluruh anggota senat hadir, ada 74 orang. Tambah 40 suara dari kementerian. Pemilihan berlangsung dengan sistem coblos. Panitia menyediakan dua bilik suara. Seluruh suara dinyatakan sah. Aras unggul dengan 54 suara, hanya selisih 7 suara dengan Yanuar. Sedang Yusri bawa pulang 11 suara. Isyandi yang mengetuai panitia dan Syafri Harto sekretaris panitia mengumumkan rektor terpilih periode 2014 sampai 2018. Tak banyak warna kala pilrek periode ini. “Tidak banyak interupsi dilakukan oleh anggota senat. Karena sebelumnya kita sudah melakukan sosialisasi secara penuh mengenai proses dan tahapan pilrek UR,” cerita Isyandi.

Surut lagi empat tahun, pemilihan di tahun 2014 yang dimenangkan Aras Mulyadi untuk pertama kali. Ada tiga kandidat yang maju. Aras Mulyadi, Ali Yusri, dan Yanuar. Saat itu, Isyandi menjadi Ketua Komisi Pilrek (red: Ketua Panitia Pemilihan Rektor). Semuanya berjalan mulus sebagaimana pilrek pada umumnya. Mulai dari pendaftaran hingga puncaknya, hari pemilihan. Pada 20 Mei, Kementerian Hukum dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa UNRI gelar debat calon rektor. Keduanya juga adu visi misi dan tebar janji program kerja di lobi rektorat. “Jadi, debat kandidat ini ujungnya adalah jati diri UNRI agar dimiliki tiap civitas akademika dari para alumni maupun mahasiswa,” ujar Isyandi.

Kejadian di 2018 juga terjadi pada 2010. Pesta demokrasi pilrek tak pula mulus, ditunda beberapa kali. Tak banyak catatan mengapa pemilihan sampai ditunda. Saat itu, M. Nur Mustafa menjadi Ketua Komisi Pilrek. Empat bakal calon rektor berebut kursi nomor satu. Mereka adalah Yohannes, Zulkarnaeni, Firdaus LN, dan Ashaluddin jalil—petahana rektor. Usai bertarung merebut suara, sang petahana Ashaluddin Jalil menangguk 49 dari total 60 suara. Yohannes dan Firdaus berturut-turut memperoleh 10 dan 1 suara. Sementara Zulkarnain nihil dukungan. Guru besar bidang Sosiologi Perkotaan itu kembali jadi orang nomor wahid di kampus biru langit sampai 2014.*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

21


POTRET

22

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022


Rombongan PJTLN Pena Persma 2021 LPM Dinamika UIN SU disambut dengan Tari Tor-Tor oleh Pramuwisata setempat. Penyambutan dilakukan kala rombongan berdarmawisata di Desa Huta Siallagan, Samosir, Sumatra Utara.

FOTO: BM / TEGAR PAMUNGKAS

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

23


Sempena

Mimpi Jadi Nyata di Ajang KDI Hobi bernyanyi menjadi passion yang melekat pada Haviz. Ia bahkan dijuluki “Banci Panggung” oleh teman-temannya. Bukan karena gayanya, melainkan kesenangannya naik panggung. Oleh Aditia Anhar

“Saking senengnya nyanyi, kalo di acara tu kayak lebih baik aku gak ikut makan, daripada gak nyanyi,” begitu gurau Haviz.

H

AVIZ persembahkan tembang lagu diiringi tarian Zapin Melayu. Penampilannya sontak mengundang sorai juri. Tersebab pandemi Covid-19, nihil penonton di studio. Hanya dapat disaksikan dari balik layar televisi dan kanal YouTube. Ayu Ting Ting yang kala itu jadi juri, beri apresiasi dengan standing applause dan pujian.

Lagu Melayu Cindai ia senandungkan di atas panggung berhiaskan sorot-sorot lampu. Sehelai jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupu menyempurnakan penampilannya. Ia bikin lagu itu berpadu dengan musik RnB, Jazz, Melayu, dan Arab. “Ya, aransemennya aku buat mix biar grande gitu,” kata Haviz mengenang penampilannya . Seolah mimpi menjadi kenyataan, begitu Haviz menyebutnya. Ia menangkan posisi ke-2 di ajang Kontes Dangdut Indonesia (KDI) dengan perolehan vote 28 persen. Pencapaian Haviz bukanlah mulus. Beragam ajang sudah ia cicipi. KDI adalah palagan pencarian bakat penyanyi dangdut yang disajikan MNC TV.

Haviz di Panggung KDI. FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI

24

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Kecintaan Haviz akan seni dan musik Melayu sudah tumbuh sejak kecil. Putra dari pasangan Bainur Effendi dan Siti Rahmah ini memang besar den-

gan lagu Melayu. Ayahnya kerap mengajak Haviz bernyanyi sembari main alat musik. Ada saksofon, piano, gitar, hingga harmonika. Siti Rahmah akui, putranya itu tak pernah ikut kursus menyanyi. Bakatnya terasah sendiri dengan bernyanyi dan menonton YouTube. “Dia otodidak, karaokean, nengok YouTube. Bisa dibilang seperti bakat alami, lah. Belajar biola pun dengan Pak Ciknya,” ungkap Siti. Sejak dari bangku sekolah, Haviz kerap bertanding tarik suara. Mulai dari perlombaan antarkelurahan, antarsekolah, dan Festival Lomba Seni Siswa Nasional. Hobi bernyanyi menjadi passion yang melekat dalam diri Haviz. Ia bahkan dijuluki “Banci Panggung” oleh teman-temannya. Bukan karena gayanya, melainkan kesenangannya naik panggung. Sebut saja acara pernikahan, live music di cafe, ulang tahun, serta acara berbau musik lain. Sukri, teman Haviz, akui kerap mendengar ia bernyanyi di setiap kegiatannya. “Di kamar, kamar mandi, bahkan seperti radio di motor.” Lomba bernyanyi yang diadakan di kampus jadi tantangan baru bagi Haviz. Ia dapat pengalaman dan saingan baru. “Kalau di Dumai kan dah tau aja tu siapa saingannya. Nah, di sini muka-muka baru semua, jadi seru,” ujarnya kepada


Sempena

kru Bahana Mahasiswa. Sejumlah perlombaan tarik suara solo yang diadakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) kerap ia jajal. Posisi tiga besar tak pernah lepas dari genggamannya. “Sering, tuh, aku ikut perlombaan di FKIP. Bahkan, ada dua sertifikat yang belum kuambil karena keburu pandemi,” tutur Haviz. Menurutnya, ikut lomba jadi suatu perjalanan dan pengembangan potensi menyanyi. Hingga sampailah tahun 2019, Haviz coba kebolehannya di Liga Dangdut Indonesia (LIDA) yang disiarkan TV Indosiar. Lolos audisi, ia menjadi satu dari lima peserta asal Riau yang lolos ke babak audisi di Jakarta. Desember, ia terbang dari Pekanbaru ke Ibu kota. Meskipun golden tiket Haviz kantongi, sayangnya ia gagal menjadi duta provinsi. Alhasil, tak bisa lanjut ke babak berikutnya. Ia beranggapan, penampilannya yang kurang menarik menjadi faktor kegagalan. “Mungkin karena dulu aku berewokan dan gondrong, jadi gak good looking. Gak cocok untuk TV. Mungkin, ya,” kenang mahasiswa Sosiologi 2018 itu. Tarik mundur, ia juga sempat ikuti audisi Bintang Dangdut TVRI Riau. Namun, acara tak dilanjutkan karena aturan pembatasan akibat lonjakan kasus Covid-19. Seakan tak ingin berhenti berlaga, Haviz ikut audisi lagi pada 2020. Berbekal informasi dari temannya, Aidil— salah satu kontestan KDI tahun 2016. Mulanya, Haviz tak terlalu antusias dan ragu. Seminggu jelang pendaftaran tutup, ia putuskan mendaftar. Persyaratan pun ia kirim kepada penyelenggara. Tak berselang lama, tim produser KDI MNC TV meneleponnya. Kabar baik datang, Haviz lolos jalur Special Hunt.

Special Hunt adalah tahap pertama pencarian bakat melalui media sosial, rekomendasi alumni KDI, dan rekomendasi pemerintah daerah. Ia tak percaya begitu saja, bahkan mengira sebuah penipuan. Namun, unggahan Instagram resmi MNC TV meruntuhkan keraguannya. Haviz dan 9 peserta lainnya perlu mengisi biodata dan kirim video bernyanyi tanpa musik via aplikasi RCTI+. Berlanjut ke tahap audisi online melalui aplikasi Zoom. Haviz bawakan lagu Fatwa Pujangga. Hitungan hari, ia dinyatakan lolos untuk audisi di hadapan juri artis. Seminggu usai pengumuman itu, Haviz berangkat dari Dumai ke Pekanbaru. Ia bawa koper besar, berikut keyakinan akan masuk grand final. Segenap prasyarat perjalanan lengkap, ia lepas landas pada 5 Juli ke Jakarta. Ia terbang seorang diri. Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, tujuannya ke apartemen Somerset Grand Citra, Jakarta Selatan. Kamar nomor 1702 jadi tempat istirahat selama kontes. Tibalah saatnya audisi. Haviz mendapat Batch 2 tampil di depan juri. Ia tampil dengan biola di tangannya. Lagu Ayu Ting Ting berjudul Sorga di Telapak Kaki Ibu membawanya lolos dengan golden tiket menuju 20 besar. Kebahagiaan itu ia kirim kepada ayah dan ibu. Haviz tunjukkan tiket via panggilan video WhatsApp. “Sempat aku prank kalau aku gagal. Tapi pas aku tunjukin tiket itu, loncat-loncat mereka,” cerita Haviz menjelaskan reaksi keluarganya sembari tertawa. Penampilan perdana, ia berhasil masuk ke 10 besar usai nyanyikan lagu

Ridho Rhoma Lets Have Fun Together. Penampilan hari itu menurutnya paling buruk. Juri juga menyatakan ketidakpuasan. Haviz mengaku dalam kondisi lelah, mengantuk, dan suara mulai serak. Namun, voting melalui SMS menyelamatkannya. Haviz berada di posisi tertinggi kedua dan lanjut ke babak 5 besar. Kali ini, ia bawakan lagu Iis Dahlia dan melenggang ke babak final.

Kebahagiaan tergambar jelas dari pancaran wajah Haviz. Namanya keluar sebagai runner-up KDI 2020. Gelar pemenang kedua sudah di tangan, Haviz jalin kontrak dengan Manajemen Star Media Nusantara selama 5 tahun. Single perdananya berjudul Hampir Gila.

“Nama Haviz KDI dipake sampai saat ini. Sampai mati pun, mungkin akan dikenal sebagai Haviz KDI,” tukasnya. Kesibukan Haviz bergulat dengan kontes tarik suara, tak lantas membuatnya padam dalam dunia akademik. Selama audisi, Haviz tetap ikuti kuliah secara daring. Bolos dari kuliah bukan solusi bagi Haviz. Rina Susanti, dosennya mengakui hal itu. Ia beri kelonggaran bila Haviz sedang latihan atau gladi yang tak bisa diundur. Muhammad Haviz Burahman nama lengkapnya. Teman beri nama akrab Pisbur. Ia anak sulung dari dua bersaudara. Adik perempuannya kelas 2 SMA. Putra daerah Dumai ini juga aktif berorganisasi. Ikut Forum Anak Dumai pada 2013 dan jadi duta anak. Sementara di kampus, ia berkegiatan di Ikatan Mahasiswa Sosiologi bagian minat bakat kesenian. Kerap juga maju menjadi moderator dan pembawa acara. Ibunya berharap Haviz tetap patuh agama, tak sombong, dan tak lupa dengan tujuan awal. “Ya, memang dari kecil cita-citanya jadi artis dan masuk TV, mungkin memang itu jalannya. Selagi positif, kita orang tua pasti dukung terus,” tutup ibu dua anak ini.*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

25


Reportase

Blok B Rumah Sakit Pendidikan, Masih dalam Penantian Blok B RSP Unri tengah dalam proses untuk lanjut dibangun. Berbeda dari sebelumnya, kini kementerian PUPR yang akan turun tangan pegang kendali pembangunan. Oleh Annisa Febiola

E

NAM kali sudah berganti kalender. Walakin, gedung blok B Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau (UNRI) masih terbangai. Bangunan yang direncanakan menjulang 7 lantai ini biasa disingkat RSP. Secara kasat mata, tak tampak satupun kemajuan pembangunan per 31 Desember 2015—saat kontrak berakhir. Bergerak masuk sekitar 650 meter dari Gerbang HR. Subrantas, RSP berada di sisi kanan jalan. Baru tiga lantai kerangka bangunan yang terpasang. Sebagian tiang beton tampak mulai menghitam. Tak sedikit pula lumut bersemi. Sementara kerangka besi sudah berangsur berkarat diserang cuaca. Rerumputan liar juga menyemak di beberapa sudut bagunan. Sejak 2012 hingga kini, RSP baru melayani pasien di blok A. Ia bersusun empat lantai. Namun, bangunan ini dinilai tak mampu menampung pasien dengan kapasitas besar. Pasalnya, hanya ada 45 bed saja yang tersedia. Hal ini pula yang dikeluhkan Direktur RSP Surya Hajar Fitria Dana. Surya inginkan kelanjutan pembangunan blok B sebagai solusi. “Kalau tempat yang sekarang ini kan kecil, kemarin aja bahkan sampai full. Jadi sangat kewalahan, karena memang keterbatasan tempat,” kata Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi itu. Kabar kelanjutan pembangunan RSP sudah tersiar ke telinga civitas akademika, namun masih samarsamar. Bahana Mahasiswa (BM) pun

26

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

menelusurinya, berangkat dari sistem perencanaan. Orang nomor satu dalam urusan perencanaan di UNRI tentu Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi. Jabatan itu dipegang Syaiful Bahri, mantan Dekan Fakultas Teknik. Syaiful ungkapkan, pembangunan blok B RSP UNRI memang tengah dalam proses untuk dilanjutkan. Fasilitas layanan kesehatan ini masuk ke dalam prioritas penyelesaian Konstruksi Dalam Pengerjaan atau KDP. Adalah program pemerintah untuk menuntaskan pembangunan aset-aset negara yang mangkrak. “Kalau tidak salah, ada 11 atau 9 gedung rumah sakit di seluruh Indonesia mangkrak,” sebut dosen Teknik Kimia ini di ruang kerjanya, lantai 2 rektorat, 14 September. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pun mengundang tim perencanaan dari UNRI untuk diskusi. Tepatnya pada 21 hingga 24 April 2021 secara virtual. Pembahasan kala itu menyoal koordinasi penyelesaian pembangunan RSP. Bak kata pepatah, pengalaman adalah sebaik-baiknya guru. Jika sebelumnya proses pembangunan diserahkan kepada UNRI, kali ini berbeda. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lah yang akan turun tangan pegang kendali.

Blok A Rumah Sakit Pendidikan UNRI. FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

“Karena pengerjaannya menyangkut nanti lelang, maka disepakati kalau diserahkan ke universitas lagi, nanti tidak selesai juga. Makanya disepakati, PUPR sendiri yang akan mengeksekusinya,” begitu tutur Syaiful kepada BM. Kepala Bagian Perencanaan UNRI, Armia juga utarakan hal serupa. “Mulai dari lelang sampai jadi, itu sepenuhnya di PUPR. Kalau dalam pembangunan fisik setakat ini, UNRI terlibat dalam penyiapan dokumen perencanaannya secara final sesuai standar.” UNRI sudah bentuk tim khusus perencanaan kelanjutan pembangunan. Melibatkan Rektor, Kuasa Pemegang Anggaran, Wakil Rektor IV, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Direktur RSP, Kejaksaan, Satuan Pengawas Internal, serta tim teknis. Rektor Aras Mulyadi mengetuai. Tim juga telah bikin linimasa perencanaan. Pertama, menuntaskan dokumen hasil uji struktur bangunan. Uji


Reportase

struktur bermaksud untuk mengetahui kekuatan struktur bangunan setelah enam tahun diterpa panas dan hujan. Prosesnya, diakui Armia sudah berjalan mulai 2020. Namun, sempat terhalang akibat pandemi Covid-19. Akhirnya, pelaksanaan uji baru dimulai tahun 2021. Menakar bagaimana ketahanan bangunan terhadap gempa, berapa kekuatan sambungannya, juga ketahanan pondasi awal. Tak hanya itu, seluruh material yang sudah melekat harus disesuaikan pula dengan standar teranyar. Apabila ditemukan material yang tak penuhi standar itu, perlu adanya peningkatan ataupun penguatan. Berbekal seluruh uji tadi, kata Armia, harapannya tak akan muncul masalah di kemudian hari jika bangunan sudah siap pakai. UNRI gandeng Yayasan LAPI dalam pelaksanaan uji struktur. LAPI sendiri merupakan salah satu unit usaha Institut Teknologi Bandung (ITB) yang

sudah ada sejak 2004 silam. Namun, uji ini masih berjalan alias belum rampung. “Masih proses uji struktur oleh LAPI ITB,” terang Armia pertengahan Desember. Targetnya, uji struktur kelar pada tahun 2021. “Sampai akhir bulan, lah,” sebut Misparman selaku PPK kala dihubungi BM via telepon seluler, 15 Desember. Nanti, bila hasil uji sudah dikantongi dan sesuai standar, tugas berikutnya ialah meninjau studi kelayakan. Berlanjut ke dokumen masterplan dan rencana strategis. Dokumen masterplan ini mencakup ihwal anggaran, jumlah ruangan serta posisinya, kebutuhan peralatan, serta sumber daya manusia (SDM) yang akan mengisi bangunan. Dokumen masterplan kemudian disampaikan ke Kemendikbud-Ristek. Hasil uji analisis struktur akan sangat menentukan nasib dokumen-dokumen berikutnya. Studi kelayakan dan

masterplan dibahas bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Lolos dari pembahasan ini, pindah ke kajian dokumen Detail Engineering Design atau DED. Renacananya, akan dilakukan pada 2022 mendatang. Bentuknya berupa rancangan dari konsultan untuk pengerjaan bangunan sipil dalam bentuk gambar. Selain berfungsi sebagai rencana gambar kerja, DED juga bisa jadi pedoman dalam perawatan serta perbaikan bangunan ke depan. Tak hanya itu, di dalam dokumen DED juga tercakup Rencana Anggaran Biaya atau RAB. Isinya perhitungan keseluruhan harga pekerjaan nanti. Armia mengaku, hingga kini, pihak kampus belum tahu pasti jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk merampungkan blok B. “Karena hasil studi kelayakan belum, DED belum, perhitungan RAB belum. Kecuali sudah dapat,” ujar PPK ketika pembangunan blok B RSP tahun 2015 ini. Perencanaan pembangunan RSP sejatinya sudah mulai dibahas sejak tahun 2009. Berkaca pada plan di tahun itu, Armia mengungkapkan bahwa keseluruhan blok B butuh dana sekitar Rp120,3 M sampai tuntas. Jumlah itu hanya untuk fisik bangunan saja, belum termasuk fasilitas dan SDM. Sementara, anggaran yang melekat pada fisik bangunan baru Rp26,9 M. Berdasarkan perhitungan bagian perencanaan tim, realisasi bangunan fisik baru menyentuh lebih kurang 22 persen. Waktu terus berjalan, kebutuhan biaya juga terus bertumbuh. Sebelum melanjutkan, rincian biaya perlu disesuaikan kembali dengan kondisi kini. Terlebih ihwal harga material. “Mungkin bisa-bisa untuk penyelesaiannya, kita butuh dana di atas Rp120 M, lah,” sebut Armia sembari menunjukkan lembaran perencanaan miliknya (21/9). Belum habis rangkaian dokumen yang mesti disiapkan kampus biru langit. Dokumen Rencana Kerja dan Syarat-syarat juga harus finis. Dokumen yang disingkat RKS ini termasuk dalam bagian DED. Isinya mulai dari persyaratan kualitas dan kuantitas material bangunan, dimensi, prosedur pemasangan material, hingga pelbagai syarat lain yang wajib dipenuhi oleh

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

27


Reportase

Tampak dalam bangunan gedung RSP yang belum rampung.

FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

Blok B Gedung RSP dari depan.

perusahaan kontraktor. Usai dokumen DED beres, perlu peninjauan ulang. Gunanya menyesuaikan dengan standar terbaru 2021. Tak lagi menggunakan standar berdasarkan perencanaan awal di tahun 2009. Lepas standar terpenuhi, tim perencanaan harus kirimkan dokumen DED ke Kemendikbud-Ristek untuk diteruskan ke Kementerian PUPR pusat. Muaranya, tim akan membahasnya kembali bersama dengan PUPR di pusat. Pada level ini, kata Armia, prosesnya cukup rumit. Pembahasan bisa sampai puluhan kali.

28

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Tumpukan material bangunan.

Masih kata Armia, dokumen juga akan dirapikan kembali. Bahkan setelah PUPR memutuskan dokumen tersebut sudah sesuai. Ia menyimpulkan bahwa Kementerian PUPR akan mengulik detail seluruh dokumen. Terakhir, ada pula dokumen dukung yang harus dilengkapi UNRI. Usai pertalian dokumen terpenuhi, eksekusi pembangunan dimulai medio 2022. Kali ini, proyek RSP diselesaikan dengan kontrak tahun jamak atau multiyears. “Tergantung kesiapan kita terkait dengan penyiapan dokumen. Semakin lambat dokumen ini final, maka semakin lambat proses

pelelangan oleh PUPR,” ucap Armia lagi. Sepengamatannya, tak ada kendala teknis dalam rancangan pembangunan. Hanya saja, keterbatasan soal dana. Uang Kuliah Tunggal mahasiswa tak memungkinkan bila dikorbankan sebagai sumber dana pembangunan RSP. “Bukan tidak bisa, bisa-bisa saja. Namun, fasilitas pendidikan dan pengajaran kita belum sempurna. Jadi, prioritas dulu untuk kebutuhankebutuhan mahasiswa secara umum,” ulasnya menutup.*


Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

29


Kesehatan

Mahasiswa sedang kuliah daring. FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

Iklim Fisik dan Mental Pelajar, Buntut Pembelajaran Jarak Jauh Oleh dr. Suri Dwi Lesmana, M.Biomed, Sp.Par.K Dosen KJFD Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau

H

AMPIR dua tahun, dunia berada dalam keadaan pandemi Covid-19 yang menyebabkan perubahan tatanan kehidupan dari berbagai sektor. Salah satunya bidang pendidikan. Pendidikan merupakan elemen yang terkena dampak paling besar selain ekonomi. Pertama dalam sejarah, pendidikan diharuskan beralih dari sistem pembelajaran tatap muka ke sistem daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Yakni sejak dikeluarkan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020. Pandemi tidak boleh menghentikan pendidikan, justru saat inilah kesempatan untuk mengimplementasikan teknologi informasi dalam pembelajaran. Adanya perubahan besar ini mengharuskan peserta didik maupun pengajar beradaptasi melaksanakan kegiatan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan terjadi. Dengan PJJ, pendidikan tetap berjalan dan kompetensi tetap dapat dicapai.

30

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Di samping sisi positif, PJJ tentu saja memunculkan banyak permasalahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari situs web Kemendikbud, ada beberapa temuan selama satu tahun PJJ akibat pandemi Covid-19. Seperti banyaknya anak didik yang tidak dapat memahami pelajaran dengan baik, dikarenakan belum terbiasa mengikuti pembelajaran daring menggunakan platform PJJ. Selain itu, masalah teknis juga menyebabkan anak kesulitan mengikuti PJJ. Bantuan kuota pulsa yang diberikan Kemendikbud dianggap belum maksimal menutup permasalahan dalam PJJ. Sebab, banyak anak didik di daerah terluar dan tertinggal yang tidak memiliki perangkat belajar yang diperlukan, sinyal untuk mengakses internet juga sulit. Dana untuk membeli pulsa cukup besar yang dikeluarkan oleh Kemendikbud menjadi sia-sia. Temuan lainnya yaitu hubungan batin antara anak didik dengan guru menjadi terbatas, karena mereka tidak pernah saling sapa dan bertatap muka secara langsung.


Kesehatan

Pandemi tidak boleh menghentikan pendidikan, justru saat inilah kesempatan untuk mengimplementasikan teknologi informasi dalam pembelajaran.

Dari sudut pandang kesehatan, PJJ dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Baik fisik maupun mental. PJJ menyebabkan screen time menjadi lebih panjang, bahkan dapat berlangsung lebih dari 12 jam. Hal ini menyebabkan mata harus menatap layar dan berakomodasi terus menerus dalam waktu lama, hingga menyebabkan kelelahan atau disebut astenopia.

Astenopia dapat menimbulkan gejala seperti mata kabur, padangan ganda, sakit kepala, mata panas, dan keluhan penglihatan lain. Jika dibiarkan, tentu saja dapat menimbulkan masalah yang serius. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya astenopia untuk kelancaran proses PJJ selanjutnya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah menggunakan gadget maksimal dua jam, dengan jarak 40 sampai 50 cm dan disiplin membatasi waktu penggunaan. Jika diharuskan menghadapi PJJ dalam waktu lebih dari dua jam, maka terapkan rumus 20-20-20. Artinya setiap 20 menit menatap layar, istirahatkan mata selama 20 detik dengan cara mengubah pandangan ke arah lain atau benda yang berjarak 20 kaki atau 6 meter. Atau dapat juga dengan melakukan relaksasi mata. Menggosok kedua telapak tangan lalu meletakkan telapak tangan yang hangat di atas kelopak mata yang dipejam atau memijat pelan kedua pelipis. Perlu juga diperhatikan pengaturan tingkat kecerahan layar serta menjaga kesehatan mata dengan mengonsumsi makanan bergizi. Terutama yang mengandung vitamin A yang baik untuk kesehatan mata. Selain permasalahan kesehatan mata, dampak PJJ bagi kesehatan fisik yang lain adalah kurangnya aktivitas motorik yang berujung pada bertambahnya berat badan. Sehingga, menyebabkan kelebihan berat badan. Yang tidak kalah penting, kurangnya aktivitas motorik akibat PJJ juga menyebabkan ketegangan otot, tension type headache, kelelahan berkepanjangan, serta gangguan pencernaan.

angan sinyal saat belajar, serta tidak memiliki perangkat yang baik menjadi beberapa pencetus. Beberapa keluhan yang dirasakan seperti cemas, takut, jenuh, stres atau anak muda menyebutnya dengan istilah gabut, hingga menimbulkan depresi. Gangguan ini terjadi akibat kegagalan adaptasi terhadap perubahan. Diperparah dengan terbatasnya sosialisasi, kesepian, suasana rumah yang kurang kondusif untuk belajar dan kesulitan memahami pelajaran, serta tekanan orang tua. Perasaan tidak nyaman ini terutama dirasakan pada peserta didik tingkat peralihan. Misalnya seperti mahasiswa baru, siswa kelas VII dan kelas X yang diharuskan beradaptasi dengan lingkungan pendidikan baru, namun tidak dapat mengenal lingkungannya secara langsung.

Anxiety disorder tidak hanya terbatas pada gangguan kesehatan mental saja. Namun, juga menyebabkan keluhan fisik yang disebut gangguan somatoform. Contohnya sakit kepala, mual, muntah, pusing, gemetar, hingga pingsan. Anxiety disorder ini harus ditindaklanjuti sedari dini. Pemerintah telah menyediakan layanan kesehatan mental yang dapat diakses secara daring sebagai wujud keseriusan pemerintah menghadapi ancaman kesehatan mental di era pandemi. Sehingga, permasalahan kesehatan mental kelompok rentan khususnya anak dan remaja dapat diatasi dengan baik sebelum menyebabkan efek yang lebih serius. Di samping itu, hal yang paling penting dalam mencegah permasalahan kesehatan mental adalah penguatan pendidikan keluarga. Meskipun diyakini pengasuhan dan pendampingan belajar anak di era pandemi menjadi tantangan tersendiri, namun keluarga memiliki tanggung jawab menciptakan kenyamanan belajar untuk anak-anak di rumah.

Selain kesehatan fisik, yang sering diabaikan adalah kesehatan mental. Kondisi pandemi sendiri secara tidak langsung menyerang kesehatan mental masyarakat. Gangguan cemas (anxiety disorder) merupakan salah satu wujud gangguan kesehatan mental di tengah masyarakat akibat pandemi. Gangguan ini juga dapat muncul akibat PJJ. Stres dengan adanya perubahan, tugas yang menumpuk, ketakutan kehil-

dr. Suri Dwi Lesmana, M.Biomed, Sp.Par.K

“Jadikan setiap tempat adalah sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru” —Ki Hajar Dewantara—

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

31


Kampusiana

Wisata Masa Lalu UNRI, dari Presidium Sampai Rektor Sebelum Muchtar Lutfi, Unri sudah punya 2 pimpinan. Kala itu sistem rektor belum berlaku, hanya presidium. Oleh Tegar Pamungkas

M

ELANGKAH masuk dari gerbang utama Jalan SM. Amin, tanaman pucuk merah berbaris dari arah timur hingga barat. Persis membelah dua lajur jalan. Bila sudah tiba waktunya, tukang kebun menyulap bentuk tanaman itu dengan perkakas tempurnya.

Suwardi, Kaharuddin mantap mendukung gagasan berdirinya perguruan tinggi. Bahkan, ia pernah menjadi penasehat Panitia Persiapan Perguruan Tinggi Riau sebelum pegang jabatan gubernur. Kala itu, statusnya sebagai Ketua Penguasa Perang Riau Daratan.

Pucuk merah ditata sedemikian rupa. Hingga membentuk pola huruf bertuliskan U-N-I-V-E-R-S-I-T-A-S-R-I-A-U berturut-turut. Huruf demi huruf terpisah jarak sekitar 2 sampai 3 meter.

Sikap yang sama juga masih melekat dalam diri Kaharudin setelah amanah Gubernur Riau berlabuh padanya. Ia bahkan ditunjuk sebagai Ketua Umum Persiapan Perguruan Tinggi Riau (P3TR) pada 29 September 1960 silam.

Jalan Prof. Drs. Muchtar Lutfi namanya. Pemilihan nama ini bukan tanpa alasan. Ia seorang yang penting dalam sejarah panjang kampus biru langit. Rektor definitif pertama Universitas Riau (UNRI) dipegang olehnya. Terhitung selama sembilan tahun, sejak 1980 hingga 1989.

Kaharuddin, di bawah naungan P3TR, membuat Akademi Ilmu Usaha Negara atau AIUN. Tak lama, berganti nama menjadi Yayasan UNRI. Lagi-lagi, Kaharudin dipercaya menjadi Ketua Umum. Tak sendiri, ia didampingi Kolonel Soerjosumpeno sebagai Ketua Kehormatan.

Meski tercatat sebagai rektor perdana, kampus yang kini terpusat di Panam ini sudah punya dua pimpinan sebelum Muchtar Lutfi. Kala itu, sistem rektor belum berlaku, melainkan presidium. Kaharuddin Nasution—Gubernur Riau masa itu—adalah yang pertama. Ia mengemban tugas presidium rentang 1962 sampai 1967.

Sutan Balia pun diutus melawat ke Jakarta. Misinya menemui utusan Menteri Perencanaan, Teknologi Informasi, dan Pelaporan (PTIP). Ia kembali pulang dengan membawa serta poin prasyarat untuk dirikan universitas.

Kaharuddin jadi gubernur menggantikan SM. Amin. Begitulah kata Suwardi Mohammad Samin. Sosok yang akrab disapa Suwardi M.S ini seorang tokoh sejarawan dan budayawan kenamaan Melayu. Sejak kedatangannya di Riau, kata

32

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Bagian arsip UNRI masih menyimpan bukti itu. Butir persyaratan berbunyi: “Universitas harus memilki Fakultas Exacta, Voeding schollen yang cukup untuk ditampung dalam fakultas yang akan diberikan, perumahan dosen dan karyawan, sumber keuangan yang nyata.” Gayung bersambut. Kabar baik datang dari Menteri PTIP tanggal 8 September

1962. Pemerintah pusat merestui berdirinya UNRI. Dua hari berselang, menteri kembali menghubungi yayasan. Berikut petikan isinya:

Sebagai penjelasan dari kawat Menteri PTIP no. 10958.B.Pend.62 telah pula diterima surat no. 451/MPTIP/1962 tanggal 10 September 1962 yang isinya antara lain : 1. Pada tahun akademis 1962/1963 dapat dibuka suatu Universitas Negeri di Pekanbaru. 2. Untuk taraf permulaan Universitas tersebut terdiri dari : Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam dan Fakultas Perikanan Surat dari Menteri PTIP datang kembali 12 hari kemudian. Helaian itu bernomor 123 tahun 1962. Inti pokok surat menyatakan penetapan berdirinya UNRI per 1 Oktober 1962. Semua beban anggaran ditanggung secara mandiri oleh yayasan. Hari itu pun diperingati sebagai lahirnya UNRI, hingga kini sudah menginjak usia 59 tahun. Kaharudin mengusahakan agar persyaratan tergenapi. Ia gandeng donatur untuk membangun perumahan bagi karyawan dan dosen UNRI. Tanah di samping Kampus UNRI Gobah dipilih jadi lokasi. Kini, tempat itu berada di Jalan Ali Kelana, Kecamatan Sail, Pekanbaru. Masuk dari Jalan Pattimura, rumah-rumah itu ada di sayap kanan Jalan Ali Kelana.


Kampusiana

Foto Rektor UNRI dari masa ke masa di Rektorat UNRI. FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

“Rumah-rumah itu dibangun oleh UNRI pas awal-awal berdirinya, rumah itu digunakan untuk dosen pada waktu itu,” jelas Suwardi kepada Bahana Mahasiswa sembari mengarahkan telunjuknya ke arah Jalan Ali Kelana. Waktu terus bergulir, Yayasan UNRI berangsur-angsur bikin fakultas. Bahkan, sudah punya dua fakultas pada 1962 itu. AIUN pun berubah menjadi Fakultas Ketatanegaraan atau Ketataniagaan. Belakangan, berubah lagi menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik— akibat peleburan AUIN per 1 September 1965. Tak hanya itu, hadir pula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Tercatat, fakultas ini pernah memisahkan diri menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta Cabang Pekanbaru pada Mei 1964. Berjalan masuk ke tahun 1963, Fakultas Ekonomi dan Bisnis beserta Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam turut

lahir. Fakultas Perikanan setahun kemudian.

menyusul

Selama menjabat, perwira berdarah Batak itu dibantu Letnan Kolonel Imam Sudarwo, R. Sadikun, dan Surono S. H sebagai anggota presidium. Sedangkan Moch. Saronto jadi Pembantu I Presidium, berikut Ali Mansjur Pembantu II Presidum. Kaharuddin pun purna pada 1967. Ia diganti Arifin Achmad. Pria kelahiran Bagan Siapi-api ini emban tugas Presidium UNRI selama sebelas tahun, hingga 1978. Setahun bekerja, Arifin berhasil mempersatukan kembali IKIP Jakarta Cabang Pekanbaru ke UNRI. Fakultas itu kemudian dipecah menjadi Fakultas Keguruan dan Fakultas Ilmu Pendidikan. Keduanya sepakat bersatu kembali, bergabung setelah 15 tahun. Baik Kaharudin dan Arifin, keduanya sama-sama Gubernur Riau sekaligus pemangku kuasa anggaran. Harapan dana dilabuhkan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Riau. Memang pada masa itu, kata Suwardi, belum ada anggaran dari pemerintah pusat untuk UNRI.

Artinya, kampus UNRI masih berstatus universitas swasta. Penunjukan presidium semata-mata hanya untuk mengamankan kondisi keuangan kampus. “Bapak masuk jamannya Arifin Achmad, waktu itu beliau dibantu 3 presidium. Pembantu Presidium I Kailani Hasan, Pembantu Presidium II Muchtar Luthfi, Pembantu Presidium III Soehartoko,” ujar pria kelahiran Koto Sentajo yang sudah jadi dosen FKIP UNRI sejak tahun 1966 ini. Waktu berjalan, status UNRI pun berubah jadi kampus negeri. Kabar gembira itu datang di penghujung tahun 70-an. Sebagaimana kampus negeri pada umumnya, rektor adalah pimpinan nomor satu. Mau tak mau, penunjukan rektor harus disegerakan. Menjawab ihwal ini, segera saja Farid Kasymi ditunjuk menjadi Rektor Interim UNRI. Sementara waktu, ia emban tugas krusial itu. Utamanya, bertanggung jawab mempersiapkan perubahan sistem presidium menuju sistem rektor. Rentang masa jabatan Farid selama 2 tahun, sejak 1978. Hingga dapatlah nama Muchtar Lutfi sebagai rektor pertama. * Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

33


KALEIDOSKOP 2021 FEBRUARI

JANUARI

Menanti Cairnya Refund UKT Keraguan melanda mahasiswa lantaran refund UKT tak kunjung sampai ke rekening. Sebanyak 3.500 mahasiswa semester sembilan program sarjana dan mahasiswa semester tujuh program diploma ajukan permohonan. Kata Boy Riwa selaku Bendahara Penerimaan UNRI, lamanya proses tidak terlepas dari data yang tidak lengkap, rekening yang tidak atif, dan penyesuaian jam kerja pegawai dengan kondisi pandemi.

Metode Hybrid sebagai Strategi Pembelajaran Kala Pandemi UNRI rencanakan metode pembelajaran secara hybrid. Metode ini merupakan kombinasi pembelajaran tatap muka dan daring. Mata kuliah teori tetap dilakukan secara daring. Sementara seminar, praktikum, dan konsultasi boleh tatap muka.

Program Cheris, Upaya Menigkatkan Ketahanan Pangan Riau Program Cheris digagas oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), berkerjasama dengan berbagai pihak. Program ini, kata Rio Zakaria selaku Ketua CECT Universitas Trisakti, meliputi kegiatan yang membantu menunjang aktivitas pertanian. Misalnya penyediaan sarana produksi, pelatihan, dan pendampingan. Ada pula pelatihan pemasaran digital dan promosi hidup sehat siaga Covid-19. Terakhir, pembangunan sumber air bersih sebagai hasil kerja sama dengan LPPM UMRI.

JUNI

MEI

DESAIN: HABY FRISCO

PSB UNRI Berikan Alternatif Cegah Banjir di Pekanbaru Pusat Studi Bencana UNRI susun beberapa strategi untuk menghadapi banjir. Langkah awalnya dengan cara mengeruk atau normalisasi sungai. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya rekayasa agar kapasitas tampung sungai kembali normal. Taktik selanjutnya yaitu membuat tanggul di daerah banjir. Terakhir, merawat daerah resapan air.

Surat Balasan Wakil Dekan III, Menjawab Teka-Teki Pemira FH Maryati Bachtiar selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Kerja Sama dan Alumni FH keluarkan surat balasan atas pengajuan Surat Keputusan. Hal ini terkait kepengurusan BEM dan DPM FH yang tak bertuan akibat polemik.

Suhu Wan Terpilih Jadi Tiga Fakultas Protes Akibat Ketua Umum IKA UNRI Mahasiswa Rekomendasi Tak Lolos PPRU Kongres V Ikatan Keluarga Alumni Universitas Riau (IKA UNRI) telah rampung. Nama Ketua Umum IKA UNRI yang baru pun sudah didapat. Dialah Wan Muhammad Hasyim, atau akrab disapa Suhu Wan. Hingga 2025 mendatang, Suhu Wan akan melanjutkan nakhoda Ahmad Hijazi.

Adithia Devin Prayuda, mahasiswa Fakultas Teknik merasa ada kejanggalan dalam penerimaan panitia PPRU kali ini. Terutama untuk penerimaan peserta rekomendasi. Setiap fakultas diminta oleh BEM UNRI untuk mengirimkan peserta rekomendasi maksimal delapan orang. Namun, peserta yang dikirim malah tak diloloskan.

SUMBER: BAHANAMAHASISWA.CO

FOTO: DARI BERBAGAI SUMBER

SEPTEMBER

OKTOBER Portal Kukerta Eror, Pengisian Pemungutan Suara Ulang Pemira UNRI Logbook Diulang LPPM minta mahasiswa kukerta mengisi ulang logbook. Isinya laporan kegiatan harian yang dilakukan mahasiswa saat mengabdi kepada masyarakat. Besri Nasrul selaku Koordinator Pusat Layanan Kukerta menyebutkan, masalah ini terjadi akibat terlalu banyaknya data yang dimuat ke dalam server.

34

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Sempat terjadi pemungutan suara ulang, pemira UNRI dilaksanakan secara daring. Pasalnya, e-voting tak bisa diakses oleh mahasiswa sebagai DPT. Kaharuddin HSN DM terpilih menjadi presiden mahasiswa dan Razali wakilnya.

Milad UNRI 59 Tahun Baliho bertuliskan Milad 59 diturunkan perlahan dari atas Gedung Rektorat UNRI. Aksi ini dilakukan oleh sembilan mahasiswa Komando Mapala Winnetou FT. Jokowi-Presiden RI berharap hari jadi ke-59, UNRI menjadi kampus yang inovatif, mampu bersaing ditingkat nasional dan juga global.

Kedok Sakit Mental Si Predator Seksual Seorang mahasiswa FKIP melecehkan 13 orang teman sejurusannya. Kejadian terungkap dari unggahan foto korban pada salah satu akun Twitter. Pelaku menjabat sebagai ketua divisi kerohanian di himpunan jurusan. Korban alami traumatis dan ketakutan mendalam. Namun, tidak ada tidakan tegas dari pengambil kebijakan.


Sepanjang tahun 2021, berbagai peristiwa terjadi di lingkungan Universitas Riau (UNRI). Kejadian-kejadian yang mungkin pembaca lewatkan kami rangkum dalam kaleidoskop ini.

APRIL

MARET

Aksi Kawal Blok Rokan oleh BEM UNRI Aksi ini dipelopori oleh BEM UNRI, lantaran mendukung Blok Rokan agar dikelola sepenuhnya oleh Indonesia. Blok Rokan ialah penyumbang sebanyak 24 persen untuk produksi nasional. Saat ini dioperasikan oleh PT CPI dengan rata-rata jumlah produksi 170 ribu barel perhari. BEM lantas mengajak mahasiswa untuk menyuarakan hak putra-putri Riau. Apalagi untuk urusan pengelolaan produksi minyak. Sebab, disinyalir mampu menyejahterakan masyarakat Riau.

BEM UNRI Jadi Korpus BEM SI Saat 132 Delegasi Walkout

Agus Sutikno, Dekan Baru Fakultas Pertanian

BEM UNRI terpilih sebagai Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia atau BEM SI tahun 2021. Hasil ini didapat dalam Musyawarah Nasional BEM SI ke-14 di Universitas Andalas. Terpilihnya BEM UNRI lantaran rivalnya, BEM Politeknik Negeri Jakarta memilih mundur. Saat Munas berlangsung, 132 delegasi memilih meninggalkan ruangan sidang dengan alasan solidaritas. Alasannya, panitia tidak mengizinkan 8 delegasi yang belum tuntaskan syarat administrasi untuk masuk.

Senat Fakultas Pertanian menetapkan Agus Sutikno sebagai Dekan periode 2021-2025. Hasil ini didapat setelah 20 anggota senat gelar pemungutan suara di aula fakultas. Hanya ada dua calon yang bertarung. Agus Sutikno kumpulkan 14 suara, sedang Ahmad hanya menggaet 6 suara.

JULI AGUSTUS

Bahana Terbitkan Majalah

Bahana Menangkan Kompetisi AJI

Bahana terbitkan majalah tentang tanggapan guru besar UNRI terhadap tes wawasan kebangsaan. Namun, tak satupun akademisi menunjukkan simpatinya akan nasib 51 pegawai KPK yang dipecat. Majalah kali ini berjudul Mana Suaramu, Prof?

Bersempena Milad ke-27 tahun, AJI helat kompetisi karya jurnalistik. Bahana menangkan kompetisi dalam kategori artikel terbaik yang berjudul Petani Penyandang Meja Hijau dari majalah berjudul Mimpi Riau Mandiri Pangan.

DESEMBER

NOVEMBER Pelecehan Seksual Berdalih Hubungan Ayah dan Anak

UNRI Peroleh Emas di Pimnas Ke-34

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melakukan pelecehan seksual terhadap Bintang—nama samaran—mahasiswi bimbingannya. Kasus terjadi pada 27 Oktober saat bimbingan skripsi di ruang kerja Syafri Harto. Tak terima, Bintang mengadu pada dosen, ketua jurusan, dan sekretaris jurusan untuk segera mengganti dosen pembimbingnya. Bintang malah diolok oleh petinggi jurusan.

Yanni Irma Waty Simanjuntak, Melinda Sari, Berliana Iga Lestari, serta Ismah ikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora. Bertajuk Pengembangan E-Modul Interaktif Berbasis Guided Inquiry Untuk meningkatkan Penguasaan Konsep Materi Larutan Penyangga Dalam Model Blended Learning. Buahnya, mereka mendapatkan medali emas pada 29 Oktober.

Irjen Kemendikbud Datangi Guru Besar UNRI Bertambah Jadi 82 orang UNRI, Minta Rektor Bikin Satgas Ad Hoc Tak kunjung ada kejelasan kasus pelecehan seksual Syafri Harto, Chatarina Muliana—Inspektur Jenderal Kemendikbud-Ristek—datang ke kampus biru langit. Ia minta Aras Mulyadi bentuk satgas Ad Hoc, selaras dengan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Prof. Dr. Drs. Syapsan, M.E., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan. Ia dapat gelar sarjana dari Ilmu Ekonomi UNRI. Sementara gelar magister ia dapat pada 2008 di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Tujuh tahun kemudian, gelar doktor ia dapat di fakultas yang sama.

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

35


Artikel Ilmiah

Berawal dari Tugas, Berbuah Bra Pendeteksi Tumor Rando dan kawan-kawannya menciptakan bra medis untuk mendeteksi adanya tumor payudara. Penelitian dapat sokongan Rp190 juta dari Kementerian. Oleh Andi Yulia Rahma

E

MPAT sekawan dari Jurusan Teknik Elektro cetuskan sebuah rancangan penelitian. Terhitung setelah dua setengah tahun mereka menempuh pendidikan di Universitas Riau, tepatnya semester lima. Berawal dari tugas mata kuliah Antena dan Propagasi, diam-diam Yusnita Rahayu ajukan rancangan tersebut ke Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (InSINas) di tahun yang sama, 2018 silam. Yusnita dosen yang mengampu tugas tersebut. InSINas merupakan buah program kementerian dan Teknologi Sumber Daya Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Proposal dari skema pendanaan riset berasal dari instansi atau lembaga yang berbadan hukum. Seperti Seperti Lembaga Pemerintah NonKementerian, Balitbang Kementerian, serta Balitbang Daerah. Bisa pula Industri BUMN atau Swasta, Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta, dan Organisasi Kemasyarakatan. Program ini mendapatkan hibah penelitian dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kala itu. Adalah Rando Saputra, Muhammad Fadhlurrahman Hilmi, Rosdiansyah, dan Maulana Hafez Reza. Tim ini mengangkat judul riset Rancang Bangun Wearable Antenna Flexible Pada Medical Bra Untuk Mendeteksi Tumor Pada Payudara. Singkatnya, penelitian ini berbuah temuan berupa bra medis pendeteksi tumor. World Health Organization tahun 2018 merilis data bah-

wa tumor merupakan muasal penyakit kanker yang sangat mematikan. Kanker payudara salah satunya. Global Burden of Cancer mencatat ada 2.089 juta kasus kanker payudara di seluruh dunia. “Itu kan memang deadly banget yah, gak ada obatnya sampai saat ini. Kecuali dengan cara diangkat, itupun belum masih bisa sembuh,” ucap Rando ceritakan alasan awal penelitian mereka. Nasib mujur, pengajuan proposal mendapat restu. Dana sebesar 190 juta Rupiah dikucurkan guna biaya penelitian sekaligus tugas akhir. Maklum saja, rancangan ini pada awalnya hanya bekal penelitian tugas akhir menjemput gelar. Rando yang mengetuai tim mengatakan bahwa penelitian bra medis hanya bertujuan untuk mendeteksi tumor. Namun, tak bisa melacak keberadaannya. Menurut Rando, jika sudah lebih dalam, namanya bukan penelitian lagi, melainkan proyek yang besar. “Kita gak tahu kedalamannya, kita gak ngukur. Posisinya juga kita gak tahu. Cuma, kayak di sebelah kiri ini ada, loh.” Tiga tahun penelitian berjalan, sudah banyak perkembangan yang tampak. Terhitung sejak 2018 hingga 2021. Tahun pertama, tim melakukan pemodelan dan simulasi terhadap kelenturan antena. Rando bersama tim merancang antena mikrostrip dengan Bra pendeteksi tumor. FOTO: DOK. NARASUMBER

36

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

perangkat lunak dan keras. Perangkat lunak seperti ANSYS HFSS, Microsoft Excel, MATLAB, dan Sigma Plot digunakan untuk rancangan dan simulasi antena. Pun mengolah data hasil pengukuran. Sedangkan pengukuran antena pakai alat Vector Network Analyzer. Ada beberapa tahap yang mesti dilewati. Mulai dari menghitung dimensi antenna. Perangkat lunak seperti ANSYS HFSS dipakai dalam perancangan ini. Tujuannya tak lain sebagai permodelan antena. Barulah kemudian simulasi. Antena itu dirancang dengan frekuensi kerja 6 GHz. Apabila tak ada kinerja yang dihasilkan, maka dilakukan karakterisasi. Dengan kata lain, ukuran atau dimensi antena mikrostrip tersebut harus diubah. Setidaknya ada tiga ubahan dalam proses karakterisasi ini. Antara lain pencatuan atau coplanar waveguide. Fungsinya mengubah panjang dan lebar saluran pencatu. Lalu, mengubah dimensi pada patch untuk mendapatkan return loss paling rendah. Menggeser frekuensi kerja. Terakhir mengubah dimensi ground adalah yang terakhir. Selain itu, ada pula substrat yang menjadi komponen penting dalam merancang bra medis ini. Substrat merupakan bahan dielektrik untuk membatasi lapisan tambalan dan pertahanan. Posisinya ada di bagian dalam bra,


Artikel Ilmiah

untuk memudahkan deteksi tumor pada payudara. Rando dan kawan-kawan sepakat memilih substrat berbahan fleksibel berjenis Polyethylene (PET). Serupa dengan antena fleksibel, substrat jenis ini dipilih sebab lebih mudah diatur. Murah dan mudah pula digunakan. Tahun kedua, bikin purwarupa atau prototipenya. Persiapan produksi pun sudah mulai dilakukan pada titik ini. Masing-masing tempurung pada bra dipasangi antena. Bentuknya seperti patch atau tambalan persegi panjang berukuran 17,6 x 14,5 milimeter. Sifatnya fleksibel, dengan ukuran yang lebih kecil dan relatif ringan. Antena mikrostrip dipilih mengingat biaya yang diperlukan tidak begitu besar. Tak hanya karakterisasi, antena juga diolah pada tahap fabrikasi. Fabrikasi adalah proses mengolah komponen setengah jadi untuk selanjutnya dirangkai, dibentuk, dan dimanipulasi. Alhasil, tercipta barang baru dengan nilai tambah dan fungsi. Pencetakan antena mikrostrip tak lupa dilakukan. Rando dan tim bukan orang pertama yang meneliti bra medis ini. kata Rando, penelitian serupa sudah ada sejak 2013. Bedanya, antena yang dipakai berbentuk papan keras, seperti motherboard PCP yang ada di komputer. Sedangkan pada riset teranyar mereka, lebih mudah digunakan. Bonusnya, tak mendatangkan efek berbahaya. “Simpel. Tinggal dipakai, deteksi, udah,” pungkasnya. Mulanya, bra dibagi menjadi empat kuadran. Kemudian disusun secara mimo array. Setiap kuadran berisi dua antena. Satu bra dilengkapi 16 antena mikrostrip. Rando menyebutkan, tak ada perhitungan khusus untuk menentukan jarak dan titik setiap antena. Musababnya, bentuk bra tak bulat sempurna. Berangkat dari hal tersebut, hanya perlu penyesuaian dari segi ukuran dan pembagian kuadran saja. Beralih ke simulasi rancangan awal. Ternyata, frekuensi yang diinginkan tak tercapai, hanya 6 GHz saja dan return loss di bawah -10 dB. Hasil tersebut tidaklah optimal. Cepat tanggap, karakterisasi pun dilakukan sebagai solusi. Usaha tak pernah sia-sia, dapatlah hasil simulasi yang diinginkan. Lanjut, fabrikasi dan pengukuran

Rando bersama Bra pendeteksi tumor ciptaannya. FOTO : DOK. NARASUMBER

parameter dilakukan dari antena. Tak dapat di Pekanbaru, Rando terbang ke Bandung untuk mengukur antena menggunakan Vector Network Analyzer. Ia menuju Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Yusnita mengatakan, uji langsung dilakukan menggunakan breast phantom. Berupa alat peraga model payudara yang sudah memiliki tumor. Ketika pengukuran, posisi tumor sudah diketahui. Letaknya pada posisi ketiga yang ditempati antena 1 dan 5. Untuk menambah keakuratan, 4 metode pengukuran ditempuh. “Mereka memutar-mutar medical bra sebanyak empat putaran,” jelas Yusnita. Kehadiran tumor terlihat melalui visualisasi dalam domain waktu. Tampak grafik dengan setiap gelombang, sesuai dengan hasil uji. Metode ini dipilih karena waktu pemindaiannya relatif cepat. Tak hanya itu, biaya yang dibutuhkan lebih ramah di kantong. “Dipakai, dikabelin, kemudian diukur. Lalu, hasilnya bisa dilihat dalam bentuk grafik,” ringkas Rando. Berikutnya tahap peremajaan model. Tujuannya meningkatkan nilai wearable agar bra layak dipakai. Rando dan tim menggabungkan bra medis dengan model bra pada umumnya. Bulat dan terbungkus kain penutup di sisi dalam dan luarnya. Harusnya, penelitian ini sudah sam-

pai ke tahap uji ke pasien. Namun, lanjut Yusnita, pihak InSINas minta tim untuk bikin bra dari jenis bahan lain. “Kalau dulu, Rando pakai pet. Sekarang mereka minta pakai bahan jin, nanti disulam.” Hingga sampai di tahun 2021, fokus ke rekayasa sistem dan uji pra-klinis. Targetnya yakni hasilkan laporan, produk, serta jurnal. Daftar paten sederhana pun telah tercapai. Fadhlurrahman—juga tergabung dalam tim—dapat topik penelitian pula untuk tugas akhirnya. Berkat bergabung dengan Tim InSINas. Penelitian yang ia ambil tak jauh berbeda dengan rekan sejawatnya, Rando. Fadhlurrahman gunakan sensor dengan bahan elastis, sedangkan Rando masih gunakan plastik. “Feedback-nya, sih, gak perlu mengeluarkan biaya, karena dapat dana dari InSINas,” hematnya. Enam jurnal internasional jadi target dari penelitian ini. Satu di antaranya sudah terbit pada tahun pertama. Empat sisanya terbit masing-masing pada tahun kedua dan ketiga. Sedangkan untuk buku, telah terbit dengan judul Implementasi Wearable Teknologi pada Pemodelan Flexible Antenna sebagai Pendeteksi Dini Kanker pada Organ Tubuh di tahun ketiga.*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

37


Foto : Buku “Ismail Suko : Martir Demokrasi dari Riau

Kilas Balik

Ismail Suko, Teguh Tegakkan Demokrasi Ismail adalah aktor sejarah Riau. Bukan hanya ada sekadar gelar martir demokrasi yang tersemat pada namanya. lebih daripada itu, ia punya makna tersendiri bagi banyak orang. Oleh Raudatul Adawiyah Nasution

P

EREMPUAN tua berbalut pakaian serba cokelat muncul dari balik pintu. Ia dibantu seorang tukang asuh, mendorong kursi rodanya. Kru Bahana Mahasiswa tengah menunggu di ruang tamu rumahnya usai salat Asar. Sebuah buku bersampul hitam pekat tergolek di pangkuan. Kumpulan lembaran itu bertajuk Ismail Suko Martir Demokrasi dari Riau. “Bapak ramah, mudah diajak bicara. Diajak ngomong, senang,” ujar Roslaini Suko sembari sesekali membolak-balikan buku di tangannya. Ia kawan hidup Ismail Suko. Sosok Gubernur Riau terpilih pada 2 September, 36 tahun silam. Namun, tak kunjung dilantik oleh presiden.

38

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Masih tajam ingatan Roslaini, rentetan peristiwa saat keluarganya alami tekanan. Ia bagikan memori itu kepada BM, penghujung Oktober lalu. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 mengatur, harus ada calon unggulan dan pendamping dalam pemilihan gubernur. Imam Munandar, gubernur sebelumnya dicalonkan kembali sebagai kandidat unggulan. Kemudian muncul A. Rahman Hamid dan Ismail Suko jadi kandidat bakal calon pendamping. Kubu Imam susun strategi sedemikian rupa. Mereka kudu raup 35 suara dari 37 jumlah suara dengan 40 anggota DPRD Tingkat I Riau. Imam inginkan perolehan suara yang signifikan. Ia pun perhitungkan agar dua calon saingannya kebagian masing-masing

satu suara saja. Siapapun yang menerima lebih dari satu suara, akan jadi pendampingnya. Sayang, siasat politik itu meleset dari plan. Beberapa hari jelang pemilihan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau gelar rapat. Pertemuan di Kantor DPD Partai Golkar, Jalan Diponegoro itu membahas perihal siapa yang akan memilih salah satu calon pendamping. Tujuannya, supaya jelas peta perolehan suara masing-masing kandidat. “Saya sendiri ditentukan untuk memilih Imam Munandar,” kenang Roslaini. Kerinduan masyarakat Riau memilih putra daerah sebagai gubernur jadi pergolakan. Dilema ini membulatkan tekad publik untuk memenangkan Ismail Suko. Thamrin Nasution—Mantan DRPD Riau—dalam buku Tragedi Riau Menegakkan Demokrasi menulis, angan-angan itu jadi kunci terjadinya tragedi September kelabu tersebut. Thamrin kala itu pegang peran jadi tim sukses Ismail. Ia berhasil kumpulkan 19 dari total 40 suara. Gerakan ini nyaris tak terdeteksi oleh pemerintah pusat. Pertemuan demi pertemuan pun digelar. Menariknya, tak satupun yang bertempat di Riau. Pagi hari di 2 September 1985, Thamrin datangi rumah Roslaini di Jalan Gajah Mada, Pekanbaru. Roslaini hanya menyambut di teras rumah. “Sudah, kak?” begitu tanya Thamrin lalu pergi. Roslaini pun bingung dibuatnya. Sementara itu, dirinya tak terlibat langsung dalam upaya menolak Imam Munandar. Tepat malam sebelum hari pemilihan, sanubari Roslaini tergerak untuk memilih Ismail. Salat tahajud memantapkan hatinya. Baginya, Imam tak layak memimpin Riau untuk kedua kali, menengok rekam jejaknya. “Bukanlah karena dia suami saya. Sekali-kali, tidak! Tidak. Karena keyakinan saya bahwa dia mampu di samping calon lainnya,” sebagaimana tertulis dalam buku Tragedi Riau Menegakkan Demokrasi. Hasil pemilihan kala itu pun bikin dunia perpolitikan nasional era Orde Baru ramai. Imam Munandar, kandidat titipan pusat kalah dari Ismail Suko yang raih 19 suara. Sedangkan A. Rah-


Kilas Balik

man Hamid hanya dapat 1 suara. Pasca kemenangan, bukan hanya ucapan selamat yang mengalir kepada keluarga Ismail Suko. Ancaman juga datang bertubi-tubi. Sebut saja ancaman akan membakar rumahnya. “Saya sendiri menerima telepon yang menyatakan Ismail Suko dan keluarga akan dihancurkan,” ucapnya bercerita. Jarum jam menunjuk pukul 10 malam, Thamrin menelepon Ismail. Ia sampaikan pesan dari Baharuddin Yusuf, Ketua FKP DPRD Riau saat itu. Ismail harus bertolak dari Pekanbaru. “Apa alasannya?” tanya Ismail bingung. “Ada orang yang mau datang menemui Abang,” balas Thamrin. “Urusan apa?” “Saya tidak tahu. Mungkin soal kemarin.” “Kalau begitu, saya berangkat ke mana?” tanya Ismail lagi. “Terserah Abang,” tutup Thamrin. Ismail cari akal, hendak ke mana ia pergi. Akhirnya, Jakarta jadi tujuan Ismail dan istri. Ia boyong serta iparnya, Achmad Natar Nasution. Terbang dengan pesawat dari Padang adalah rencana. Ismail Suko gunakan nama samaran Bandaharo. Istrinya pakai nama Ros Dj, sedangkan iparnya Achmad saja. Sementara di Cengkareng, sudah ada yang menjemput rombongan Ismail dan bawa mereka ke Hotel Orchid. Hanya anggota DPR RI Mohammad Akil dan Thamrin saja yang tahu ihwal kedatangan mereka. Namun, Baharudin Yusuf kemudian tahu dari Akil. Sejatinya, para elit Bumi Lancang Kuning ini memang menahan diri untuk tak menemui Ismail Suko di hotel. Bahkan, tak mau ambil risiko untuk sekadar menelepon. Hitungan jam berselang, Ismail dan Achmad datangi rumah Arifin Achmad di Jalan Basuki, Jakarta Pusat. Sore itu, ada juga Mohammad Akil, Samad Thaha, Muzni Tambusai, serta Baharuddin Yusuf. Baharuddin sampaikan hasil pertemuannya bersama Sudharmono. Ia Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Golkar. Pesannya, agar masalah Ismail bisa beres dengan jalan yang baik. Tak perlu menimbulkan masalah yang berlarut-larut.

Puncaknya, Baharuddin minta Ismail bikin surat pernyataan mengundurkan diri dari pencalonan gubernur. “Apakah tidak sebaiknya lebih dulu menanyakan ke daerah? Apakah mengundurkan diri ini dapat diterima oleh teman-teman?” Ismail Suko bertanya. “Ini adalah tanggung jawab saya,” balas Baharuddin. Waktu itu, kata Roslaini, memang tak ada jalan keluar. Satu-satunya pilihan adalah mengikuti perintah pimpinan. Tepat 6 September 1985, suaminya harus mengundurkan diri sebagai Gubernur Riau terpilih. “Kalau begitu, baiklah,” Ismail mengiyakan. Surat pernyataan sudah Ismail teken. Ia serahkan esok harinya kepada Sudharmono di Kantor Sekretariat Negara Republik Indonesia. Alih-alih merasa tenang, ia justru takut masyarakat Riau kecewa. “Tentu aman, tidak ada apa-apa. Jangan khawatir,” pesan Sudharmono. Ismail juga sampaikan pengunduran dirinya kepada Imam Munandar. Mereka bertemu di kantor Perwakilan Pemerintah Daerah Riau, Jalan Otista Jakarta. Imam seketika langsung memeluknya. “Apakah Pak Ismail ada dalam keadaan sehat-sehat?” “Alhamdulillah. Sehat, Pak.” Usai Imam Munandar dilantik, Departemen Dalam Negeri menjadikan Ismail Suko sebagai anggota DPR RI/ MPR utusan Daerah Riau. Semacam kompensasi atas pengunduran dirinya. Sejak saat itu, ia bawa keluarga untuk menetap di Jakarta.

Sosok yang Disiplin dan Ingat akan Hal Kecil Ismail Suko di mata anaknya ialah pribadi yang ceria. Bibirnya ringan memuji orang lain. Ayahnya, kata Septina Primawati, sangat disiplin mendidik anak. Bahkan, hal kecil seperti etika meletakkan barang dan mengembalikannya usai dipakai. Putri sulung Ismail itu ingat betul bagaimana pola yang diajarkan ayahnya. Seperti bila habis pakai gunting, mesti dipulangkan ke tempat semula. “Jika ayah menemukan ada yang me-

langgar, bisa ribut.” Sedari kecil, Ismail tekankan kepada seluruh anaknya supaya tak punya sifat sombong. Pernah sekali, masa kanakkanak adiknya bercerita ke temannya bahwa mereka punya televisi berwarna. Ismail Suko pun mengetahui dan langsung menasihati anaknya. “Gak boleh pamer, belum tentu kita lebih dari orang. Bisa saja dia lebih, tapi dia biasa saja,” tutur Septina meniru ucapan ayahnya. Sedangkan dalam skop yang lebih luas, Ismail adalah aktor sejarah Riau yang vokal menegakkan demokrasi. Bukan hanya sekadar gelar martir demokrasi yang tersemat padanya. Lebih dari itu, ia punya makna tersendiri bagi banyak orang. Mosthamir Thalib, misalnya. Ismail dianggap sangat bermakna bagi alam demokrasi Indonesia. Apalagi saat tragedi pemilihan gubernur, di mana pemerintahan terpusat pada satu kekuasaan saja. Bak diikat tali sehasta, demokrasi di seluruh daerah di Indonesia jadi terpaksa redup. “Pak Ismail sangat teguh pendiriannya, tidak mengerti neko-neko. Ingat pada yang kecil-kecil,” ujar Mosthamir (12/10). Ia menulis buku Ismail Suko Sang Martir Demokrasi Riau bersama Sofyan Samsir. Ismail langsung yang menunjuk. Ismail tak mudah lupa akan sesuatu. Sebagaimana saat Mosthamir menulis biografinya. Selama penyuntingan, Ismail kudu baca kembali setiap bagian yang sudah ditulis. Bila ia merasa ada yang kurang atau tak sesuai, mesti diperbaiki. “Pak Ismail perlu selaras teks dengan konteksnya. Saya perlu selari alur peristiwanya dengan jalan berkisahnya.” Layaknya pemimpin Melayu, Ismail Suko memenuhi kapabilitas dan integritas jadi Gubernur Riau. “Kalau tak sesuai, dia tak pernah setuju. Tapi, dia melawan dengan cara dia melawan,” kata Mosthamir. Martir demokrasi dari Riau ini tutup usia 71 tahun. Kata Roslaini, sebelumnya Ismail didiagnosa mengidap penyakit jantung. Rumah Sakit Mahkota Malaka jadi saksi bisu hembusan napas terakhirnya pada 16 Mei 2011. Jenazahnya disemayamkan di Tempat Pemakaman Umum Rejosari.* Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

39


Bedah Buku

Buku Babad Kopi Parahyangan. FOTO : BM/ELLYA SYAFRIANI

Manis Pahit Kopi Parahyangan Karim jadi saksi penindasan terhadap petani kopi. Ia berusaha menanggalkan sistem tanam paksa yang bertahun-tahun di tanah Sunda. oleh Febrina Wulandari EDAI kopi di tepi pelabuhan muara jadi saksi saat seorang pelaut tua berdongeng panjang lebar. Sesekali ia sempatkan menyeruput kopi. Keberadaan lapak tak jauh dari dermaga yang kerap disinggahi oleh pelaut.

K

Pelaut tua bercerita tentang perjalanannya mengarungi lautan. Bualan dari mulutnya itu menghanyutkan semua pengunjung kedai. Karim, satu di antaranya. Pemuda asal tanah Minang ini terkesima dibuatnya. Sorot mata Karim yang mengisyaratkan keingintahuan membuat pelaut tua jadi tertegun. “Nak, siapa namamu?” tanya pelaut. “Awak Karim,” jawabnya . Tekad Karim untuk mengenal dunia kian bulat usai menyimak stori pelaut tua.

40

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Saat itu juga, maksud hatinya hendak merantau ke Parahyangan. Parahyangan tak sekadar nama desa di pulau Jawa. Adalah sarangnya mutiara hitam. Novel buah karya Evi Sri Rezeki ini berkisah sejarah kemanusiaan di nusantara. Terkhusus di Negeri Parahyangan, semasa sistem tanam paksa oleh kolonial. Buku dengan total 347 halaman ini juga sajikan perjalanan kopi pada abad penjajahan Belanda. Penikmat kopi dan penggemar sejarah sangat serasi dengan karya kesusastraan satu ini. Evi menjahit perjalanan Karim. Mulai dari persaingan sesama kerabat di kapal pelaut tua, cerita kepergian pelaut, hingga akhirnya Karim bertemu keluarga di Cianjur. Ia berjumpa dengan Ujang dan istri, serta 6 orang anak mereka. Tak

Novel buah karya Evi Sri Rezeki ini berkisah sejarah kemanusiaan di nusantara. Terkhusus di Negeri Parahyangan, semasa sistem tanam paksa oleh kolonial. Buku dengan total 347 halaman ini juga sajikan perjalanan kopi pada abad penjajahan Belanda.


Bedah Buku

hanya keluarga lama yang Karim temui, juga bersua keluarga baru. Sampailah perjalanan Karim pada ironi di bumi Parahyangan. Ia jadi saksi, di mana petani kopi mengalami penindasan. Karim pun turut menjadi budak di sebuah ladang milik kompeni. Karim berusaha untuk menanggalkan tanam paksa yang bertahun-tahun menjerat pribumi di tanah Sunda. Evi membagi bukunya atas beberapa babak. Setiap bagian menyimpan makna tersendiri. Lika-liku kehidupan tercermin jelas di dalamnya. Babak pertama pembuka adalah sketsa kegigihan dan keteguhan hati Karim yang membawanya melanglang buana mengenal dunia. Ia kini tak hanya terkungkung di kampung halaman saja. Berbekal petuah orang tua yang selalu ia ingat, menyesuaikan diri di tanah orang. Pada bagian ini pula, makna keikhlasan diajarkan. Restu orang tua mengiringi kepergian Karim. Sifat pantang

menyerah membuat Karim pantang pulang sebelum tujuan yang ia citacitakan tercapai. Begitu banyak rintangan dan cobaan yang menantangnya. Alhasil, ia menjadi orang yang sabar dan selalu menebar perdamaian. Babak kedua buku mengisahkan, kerabat Karim kerap memancing amarahnya. Sesekali tersulut, tapi ia redam dengan mengingat tujuan terbesarnya. Adalah menjadi saudagar kopi, bukan mencari musuh. Maju ke babak ketiga. Karim mengingatkan bahwa ilmu harus selalu diikat dengan pena. Ia ingat orangorang tinggi. Ia adopsi kebiasaan di kapal dagang milik Eropa. Ada juru catat yang selalu membawa buku dan pena, termasuk saat tengah bekerja sekalipun. Karim pun mulai membiasakan untuk selalu menenteng catatan kecil. Ia abadikan apapun yang tertangkap oleh matanya melalui kalimat-kalimat bahasa ibu. Makna perjuangan tergambar dalam babak berikutnya. Risiko akan selalu ada mengiringi setiap tindakan yang diambil. Dalam upaya mendapatkan sesuatu, pengorbanan adalah pembayarnya. Evi contohkan kisah si pelaut tua yang berkelana mencari ayahnya. Bertahun-tahun pergi meninggalkan keluarga. Evi menghadirkan arti kehilangan melalui fragmen ini. Pelaut tua pergi berpindah kapal, meninggalkan Karim dan kawankawannya. Kepergian itu demi tujuan melanjutkan hidup. Namun, ia ingin mati di laut. Sepeninggal pelaut tua,

Judul: Babad Kopi Parahyangan Penulis: Evi Sri Rezeki Halaman: 347 Tahun terbit: 2020 Penerbit: CV Marjin kiri

mereka mengambil jalan masing-masing. Sedang makna persahabatan tak pula ketinggalan. Ketika berpisah, Ote— budak kapal dari Nias—dan Karim saling memberikan harta berharga yang mereka miliki. Sementara itu, bagian lain buku ini ceritakan makna perjuangan. Bagaimana Karim mempelajari seluk beluk ladang tempatnya bekerja. Parahyangan. Potret keberanian juga hadir dalam cerita ini. Penggambarannya tampak ketika transaksi penjualan kopi yang Karim garap bersama teman-temannya di ladang. Hal ini mereka lakukan sebagai celah mengatasi kemiskinan dan budaya tanam paksa. Menariknya, kejujuran dan pemikiran Karim membuat pemimpin ladang terkesima. Hingga akhirnya, ia mengangkat Karim jadi mandor di ladang. Karim tak segan mengkritik apapun yang ia lihat salah. Pemikirannya yang juga cerdas mengubah kehidupan pribumi. Hasilnya, masyarakat Parahyangan mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya. Sebagai penutup, Evi sajikan kisah Karim yang berhasil mengubah sistem tanam paksa. Meskipun sistem tersebut tak sepenuhnya dihapuskan, namun masyarakat tak lagi merasakan kesengsaraan. Sosok Karim berani bertindak dan menyuarakan suara rakyat. Di tangannya pula, bumi Parahyangan akhirnya merasakan kebahagiaan serta mandiri dalam kehidupan. Penulis merampungkan buku ini dengan sajian menu berbagai kisah dan pengalaman. Mengajak pembaca untuk belajar seluk beluk kopi. Baik cara menanam, menggilling, sangrai, sampai meracik kopi. Lengkap dengan deskripsi, seolah-seolah pembaca melihat langsung seluruh prosesnya. Buku ini lahir dengan bahasa yang jelas. Sesekali diselipkan bahasa daerah seperti Sunda, Minang, dan Bahasa Belanda—sedikit membingungkan pembaca. Ketiadaan catatan kaki juga menyulitkan pembaca, sebab ada beberapa istilah asing tanpa keterangan penjelas. Akhir kata, selamat menikmati buku Babad Kopi Parahyangan bertemankan secangkir kopi.*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

41


Alumni

Hobi Menulis Dorong Khairul Jadi Wartawan Oleh Malini

U

Khairul Amri. FOTO: DOK. NARASUMBER

42

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

ANG 375 ribu rupiah jadi upah pertama pria bernama Khairul Amri. Kala itu masih berstatus magang di Riau Pos. Jumlah ini bertambah seratus ribu saat ia naik menjadi calon reporter. Riau Pos kemudian beri kepercayaan padanya lagi, menjadi redaktur halaman utama koran pada 2008. Kontrak sebagai reporter magang tak ia dapatkan begitu saja. Khairul perlu berproses setahun sampai resmi diangkat sebagai karyawan kontrak— bekerja sebagai reporter. Kalender berganti, Khairul lagi-lagi mendapat kabar baik. Ia naik sebagai Redaktur Pelaksana rubrikasi Xpresi Young Smart and Creative di koran Riau Pos. “Awalnya, ngeri-ngeri sedap juga, bisa gak jadi wartawan.” Guna meningkatkan kualitas dirinya, Khairul ikut sertifikasi profesi dalam Training Uji Kompetesi Wartawan Lembaga Pers Dr. Soetomo di Medan. Ada pula Uji Kompetesi Dewan Pers yang ia tempuh pada 2012. Dua tahun berselang, jabatan Wakil Pemimpin Redaksi Riau Pos sudah dalam genggamannya. Padahal sebelumnya, Khairul baru saja didapuk untuk tugas Editor in Chief Xpresi the Magazine Riau Pos. Lebarkan sayap, ia makin berani ambil amanah Wakil General Manager dan bergabung di media cetak Pekanbaru Pos Group. Media ini ada di bawah naungan Riau Pos Group. Salah satu teman Khairul, Adnan, mengakui bakat Khairul. Khususnya dalam memimpin media. Adnan mengenal Khairul ketika bertemu dalam kegiatan jurnalistik. Keduanya akrab dan dekat saat sama-sama bekerja untuk Pekanbaru Pos. Selain itu, ia mengenal Khairul sebagai sosok yang teguh pendirian-


Alumni

Tulisannya acap nongol di beberapa surat kabar harian sejak kuliah. Baik lokal hingga nasional. Alhasil, tulisan terbit, hobi pun makin tajam.

nya. Pun memiliki banyak relasi. “Orangnya visioner, bergaul, idenya gak pernah habis,” cerita Adnan. Tiga tahun lalu, Khairul pernah mendirikan Yayasan Paud Raudatul Jannah. Kali ini bukan orang lain yang ia jadikan rekan, melainkan sang istri, Rokiah. “Semuanya dilalui dengan ketidakpercayaan. Kayak takut-takut gitu. Tapi karena tekad, saya harus bisa,” kenang Khairul. Rokiah, mengenal suaminya sebagai sosok pemimpin yang sangat diandalkan keluarga. Hal ini sudah tampak sejak di bangku kuliah. Pasalnya, sang suami sering menjadi pemimpin kegiatan. Khairul juga tekun menggeluti dunia tulis-menulis. Terbukti melalui karya tulisannya yang acap nongol di beberapa surat kabar harian. Baik lokal hingga nasional. Hasilnya, tulisan terbit, hobi pun makin tajam. Padahal, sebelum berkecimpung di dunia jurnalistik, Khairul bekerja di PT Patra Dok Dumai pertengahan 2001. “Gak betah dia kerja di kantor gitu, lalu masuk lamaran kerja di Riau Pos,” pungkas ibu satu anak ini menceritakan suaminya. Modal nekat, Khairul beranikan diri ikut tes menjadi wartawan. Dorongan orang sekitar ternyata kuat. Kebanyakan memberi saran untuk bertahan, hingga tempat baru memberi kepastian ihwal pekerjaan. “Masuk jam 7, pulang jam 5. Capek, waktu itu enggak semangat. Kalau gak ada kerja, bikin artikel saja. Itulah artikel diterbitin. Kerja di BUMN [Badan Usaha Milik Negara], tapi mengkritik pemerintah lewat artikel,” kenangnya. Khairul lahir dari pasangan Abu Yazid dan Syamsinar Nur, 43 tahun silam. Tepatnya 23 Oktober di Tanjung Be-

rulak, Air Tiris, Kampar. Ia menempuh pendidikan dasar di SDN 007 Tanjung Berulak. Setelah tamat, Khairul putuskan tinggal bersama pamannya untuk lanjut sekolah di Madrasah Tsanawiyah Tanjung Batu, Kepulauan Riau. “Paman saya itu, dari bangun sampai tidur, saya disuruh buat jadwal. Kadang bangun dari subuh, awak disuruhnya ke masjid, dia di rumah,” kata Khairul. Jenjang akhir sekolah, ia tamatkan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru. Tahun 1993 hingga 1996. Usai tamat, Khairul putuskan berkuliah di Universitas Riau (UNRI). Pilihannya berlabuh pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sekitar empat tahun ia habiskan untuk lulus. Sejak kuliah, biaya pendidikan tak pernah dibebankan kepada siapapun. Khairul banyak ikut program beasiswa, itulah solusi. Salah satunya beasiswa Supersemar pada 1996. Dua tahun kemudian, ia dapat lagi beasiswa dari pemerintah. “Orang tua gak kuat secara ekonomi. Untung saya dibantu beasiswa, dari semester satu sampai selesai,” tambah Khairul. Selama berkuliah, Khairul tak hanya aktif berorganisasi, melainkan juga ikut beragam pelatihan kepemimpinan. Ia pernah jadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan. Lalu Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam cabang Dumai. Terakhir, menjadi Pemimpin Umum Media Pers Ilmu Kelautan— Buletin Catatan Maritim. “Saya pernah berjuang jadi Sekjen [sekretaris jenderal] di Makassar, kebetulan kita kalah sama anak Unhas [Universitas Hasanuddin]. Mereka tuan rumah, akhirnya mereka jadi Sekjen.

Waktu itu saya ditunjuk jadi Korwil [Koordinator Wilayah] Barat,” ulas Khairul. Yeeri Badrun yang juga teman dekat Khairul semasa kuliah mengatakan, Khairul seorang pemberi saran yang baik. “Kebiasaan orang baik. Beda sama saya, dia malaikat, saya setannya,” gurau Badrun. Dosen Biologi Universitas Muhammadiyah Riau ini berpendapat, sosok Khairul bisa mengayomi teman-temannya. Tak pernah pula membedakan siapapun temannya, dari berbagai latar belakang. Mulai Februari 2021, Khairul mendapat amanah sebagai Ketua Serikat Perusahaan Pers Riau. Berangkat dari sini, ia menyudahi jabatannya di Pekanbaru Pos September lalu. Tugas lain sebagai Direktur Utama PT Inforiau di Pekanbaru juga tengah ia jalani. Khairul pernah terbitkan buku berjudul Menulis Itu Mudah. Ia uraikan pengalaman empirisnya selama sibuk jadi wartawan. Tahun ini, buku keduanya terbit dengan judul 12 Tulisan 23 Kisah Terpilih. Kali ini, ia bercerita kisah hidupnya. “Jangan sekali-kali mengharap bantuan orang lain. Jadilah diri sendiri, bantulah diri sendiri dan orang di sekitar,” tutupnya. *

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

43


POTRET

44

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022


Berberapa pemuda berlatih Silek Galombang di halaman Masjid Nurul Iman, Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat. Gerakan Silek Galombang menggambarkan ketegasan, ketangkasan serta kekuatan.

FOTO: BM / RIO EZA HANANDA

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

45


Khazanah

Merawat Keragaman Budaya Berkat Kedoyanan Oleh Rio Eza Hananda

Palito Daun termasuk salah satu jenis kudapan Melayu. Bentuknya unik. Apabila lipatan daun pembungkusnya dibongkar, pangkalnya nampak seperti sumbu pelita.

L

EMBARAN demi lembaran daun pisang ia sulap menjadi wadah berbentuk limas. Tangan-tangannya bergerak lincah, menandakan sudah cakap. Tumpukan daun yang sudah bersih bersusun tepat di hadapan Yulfi Erni. Daun itu berwarna lebih gelap, sebab sudah disangai di atas api. Daun itu takah-takahnya seukuran tangan orang dewasa. Bila dihitung dengan penggaris, panjang dan lebarnya rerata 20 x 7 sentimeter. Patera itu dilipat menjadi dua bagian, meski tak simetris. Satu tangan Yulfi mengunci rapat daun yang sudah terlipat, kemudian menusukkan lidi. Sisi atas daun sengaja dibiarkan terbuka sedikit, sebagai pintu masuk adonan. “Orang asli sini menyebut wadah itu dengan nama sangkar,” ucap Yulfi, warga Air Tiris, Kampar yang menjual Palito Daun. Palito Daun. Itulah nama penganan yang membuat Yulfi sibuk sedari tadi. Maklum saja, salah satu pelanggannya sudah menunggu. Dalam Bahasa Ocu, Palito Daun disebut kelompok Kawa. September lalu, kru Bahana Mahasiswa bertandang ke Air Tiris. Semata demi mencari dan “merawat” Palito Daun. Kudapan ini termasuk salah satu jenis tambul tradisional Melayu. Tempo dulu, tidak semua orang bisa menyantapnya. Eksklusif bagi golongan tertentu saja. Biasanya, kaum bangsawan saja, misalnya perayaan adat.

46

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Berbeda dengan kini. Sudah banyak orang-orang menjajakan makanan tersebut di pasar tradisional, termasuk Yulfi. Kehadiran Palito Daun pun masih terbilang istimewa. Pasalnya, kue ini kerap nongol dalam acara pemerintahan dan pernikahan. Nama Palito Daun punya filosofi sendiri. Alasan utama ialah bentuknya nan unik. Apabila lipatan daun pembungkusnya dibongkar, maka akan nampak seperti sumbu pelita atau sumbu palito di bagian pangkal. Sekilas, penampakan Palito Daun seiras kue talam. Bentuk keduanya terkadang sulit dibedakan. Lantaran warna hijau daun pisang sebagai pembungkus. Beda desa, beda pula cara mengemas. Sebenarnya, ahli pembuat Palito Daun Air Tiris ada di dua desa. Naumbai dan Tanjung Berulak. Elfineri, adik kandung Yulfi ceritakan, perbedaan ada pada pengikat daun yang digunakan. Kalau biasanya menggunakan lidi, diganti dengan staples. Kemudian, bentuk sangkar dan komposisi bahannya disamakan dengan kue talam jagung. “Padahal, berbeda,” ungkap Elfineri. Elfineri akui pernah melihat Palito Daun yang dibuat orang lain. Bentuknya tidak seperti yang biasa dibikin keluarganya. Lebih menyerupai kue talam. Itupun, lagi-lagi menggunakan staples.


Khazanah

Hanya cara makannya saja yang sama. Mengamati sangkar Palito Daun yang asli, lubangnya lebih kecil. Sementara yang tiruan, kata Elfineri, moncongnya tak seperti bikinannya. Lebih lebar, bahkan tak nampak model limas. “Ada bentuk mulut sangkarnya ternganga-nganga gitu dari yang asli di sini. Dulu sempat konflik. Kemarin ada yang mengklaim Palito Daun asli daerah dia, tapi kan aslinya emang dari daerah Air Tiris sini,” tuturnya. Memang diakui oleh Siska—Saudara Yulfi, bahan pembuatnya tak jauh beda dengan kue talam. Butuh gula aren, santan kelapa, serta tepung terigu. Pemilihan kelapa tak boleh sembarangan. Mesti yang berusia remaja. Tak terlalu tua, tak juga terlalu muda. Masyarakat Kampar biasa menyebutnya piowan. “Artinya tu, muda telampau, tua belum,” lanjut Siska. Kelapa diparut dan diperas. Tak lupa gunakan saringan di bawahnya agar tak ada ampas yang ikut. Tekstur santan yang baik, kata Siska, tak terlalu encer dan tak pula terlalu kental. Satu liter santan dipadukan dengan 8 sendok makan tepung terigu. Tangan Siska sigap mengaduk rata adonan putih itu. Ia juga menambahkan bahan pelengkap seperti 2 sendok gula putih dan 1 sendok garam. Potongan kecil gula aren berbentuk dadu lebih dulu masuk ke sangkar. Barulah adonan kue berlabuh di atasnya. Palito Daun mentah itu diantarkan ke dua buah dapur yang masing-masing seluas 20 meter persegi. Tak hanya proses mengadon saja yang harus dicermati. Ada pula teknik khusus dalam memasaknya. Pertama, dandang diisi air dan rebus hingga mendidih. Kue yang masih setengah jadi tadi disusun rapi dalam kukusan, lalu rebus dengan api sedang. Penutup dandang tak boleh terlalu rapat, supaya adonan yang belum matang tidak meluber ke luar dari sangkar. Hanya butuh 15 menit saja sampai Palito Daun matang sempurna. Begitu diangkat, aroma khasnya seketika menyasar hidung. Palito Daun dipindahkan ke nampan sampai tak begitu panas lagi. Tangan Siska sibuk mengipas-ngipas kue itu. Barulah bisa dimasukkan ke dalam kemasan agar tak basi. Siska bilang, Palito Daun dapat bertahan lebih dari 12 jam di luar kulkas.

Lain lagi dengan cara menyantapnya. Mula-mula, pegang bagian atas sayap Palito Daun yang tebal memakai telunjuk. Sementara sayap tebal di bawah pegang dengan ibu jari. Ketika ingin melahapnya, posisikan telunjuk di atas, sedangkan ibu jari di bawah. Dorong dan cucup Palito Daun ke dalam mulut secara bersamaan. Praktik cara makan seperti ini sudah eksis sejak dahulu. Begitu mendarat di mulut, rasa gurihnya langsung terasa. Teksturnya lembek dan mudah hancur di lidah. Rasa manis hadir pula dari gula aren yang manis meluber di mulut. Bahkan, setelah ditelan, rasa manisnya masih tinggal. Tambah lagi dengan sensasi lengket di langit-langit. Yulfi rutin menyetok dua puluh tungkus Palito Daun setiap hari di kedainya. Satu kemasan berisi dua belas buah. Harganya mulai dari sepuluh ribu hingga seratus ribu. Sedari kecil, keluarga Yulfi sangat suka Palito Daun. Bahkan, budenya sengaja membuat kue ini untuk kudapan keluarga karena saat itu tak ada yang menjual. Berawal dari pengalaman ini, 2012, Yulfi dan keluarga berinisiatif bikin berbagai macam penganan untuk dijual. Sampai kini, mereka masih mendagangkannya. Kue Palito Daun di Rumah Makan Anga Nasir adalah usaha keluarganya. Bersama sang ayah Nasir Yusuf dan 3 saudarinya. Siska Andriani, Elfineri, dan Netty Periwati. “Kami belajar secara otodidak aja, semuanya bisa kami. Dulunya nanya ke kakaknya ayah, terus juga lihat pembuatannya pada saat ada acara di sini. Setelah itu langsung dipraktikkan sendiri di rumah,” tambah Elfi. Kesukaan kakak beradik ini pada Palito Daun mempertahankan kehadiran kue ini. Biar tak habis dimakan zaman. Mereka terus membuatnya, hingga berbagai generasi bisa mencicipi. Tahun 2013 menyimpan memori kebanggaan bagi Yulfi dan teman-temannya sesama pembuat Palito Daun. Mereka pernah membuat 600 ribu buah Palito Daun hingga cetak rekor dari Musium Rekor-Dunia Indonesia. Hari itu bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Kampar. *

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Palito Daun. FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

47


Feature

FOTO: BM/HABY FRISCO

Anwar, Setumpuk koran dan Harapan Hampir semua koran Anwar sudah punya tuannya sendiri. Kadang, koran sudah ludes sebelum sampai ke pelanggan, bisa pula sebaliknya. Oleh Haby Frisco

S

UATU pagi di pertengahan September, Jalanan Garuda Sakti, Kota Pekanbaru sudah ingar. Lalu lalang kendaraan bikin asap dari knalpot membubung. Tak jarang, raungan suara mesin truk singgah ke telinga. Saya putuskan menepi sejenak di bibir jalan. Seorang pria yang tengah celingakcelinguk menyita perhatian saya. Ia hendak menyeberang. Hilir mudik kendaraan yang kian ramai membuat

48

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

langkah kakinya tertahan. Saat itu, jam di tangan menunjukkan pukul sembilan. Matahari mulai merangkak naik, panas begitu terik, terasa menembus baju. Baju batik, celana bahan, lengkap dengan peci hitam bercorak. Begitu setelannya. Tak lupa, jam tangan serta sepatu merek Ventela. Tangan kirinya memangku setumpuk koran berbalut plastik hitam. Bahu kiri menyandang tas berwarna hitam. Saya menarik tuas gas motor pelan,

putuskan menghampirinya. “Ada koran apa aja, Pak?” “Ada Riau Pos dan Tribun Pekanbaru, mau yang mana?” tanya loper koran itu sembari membuka bungkusan koran. Tangan kanannya sigap menarik satu koran Riau Pos dari tangan kiri. Lalu ia sodorkan. Loper koran itu bernama Anwar. Tangannya membawa 15 eksemplar koran Riau Pos dan 10 dari Tribun


Feature

Pekanbaru. Saban hari, Anwar bisa menjajakan 34 eksemplar koran. Riau Pos menjatah hanya 19 eksemplar, harganya 5000 Rupiah. Anwar dapat untung 1000 Rupiah untuk satu koran. Sedangkan Tribun Pekanbaru berikan 11 eksemplar dengan harga satuan 3000 Rupiah. Anwar hanya perlu menyetor 2.200 untuk setiap koran yang laku. Tak cuma dari dua media, Anwar juga jual 4 eksemplar koran Pekanbaru Pos. Produk dari tiga media itulah yang banyak peminatnya. Menurut Anwar, Tribun Pekanbaru dan Riau Pos selalu dapat tempat di hati pembaca, karena berisi informasi umum. Lain dengan Pekanbaru Pos yang seakan telah jadi bacaan wajib bagi sekolahan dan instansi pemerintahan. Pun, ia memang tak punya kenalan dari media Riau lain. Tambah lagi, lokasi kantor media yang jauh. “Saya gak tau kantornya. Gak ada juga yang ngasi ke saya,” ujar Anwar. Dulu, Anwar juga sempat bawa koran Pekanbaru MX. Peminatnya banyak, sebab kerap beritakan kasus kriminal dan kejahatan. Sekarang, sudah susah laku. Kedatangan wabah Covid-19 jadi musabab berkurangnya jatah Anwar. Sebelum itu, ia bisa menenteng sampai 40 koran setiap hari. “Dulu, kalau lebaran, dari kantor bisa memberi THR isinya uang. Sekarang, hanya minuman kaleng saja,” kenangnya seraya tertawa. Pembeli setia Anwar mayoritas pekerja swasta dengan rerata usia 20 tahun ke atas. Kini, ia punya tiga pelanggan bulanan dan 11 pelanggan harian koran Riau Pos. Sementara untuk Tribun Pekanbaru, ada 11 pelanggan harian yang langsung bayar begitu koran sampai. Ada pula yang mingguan, dibayar tiap hari Minggu. Sedangkan pelanggan empat koran Pekanbaru Pos membayar tiap bulan, seharga Rp60 ribu. Setidaknya Rp150 ribu bisa ia kantongi dari tiap pelanggan bulanan Riau Pos. Koran Tribun Pekanbaru perbulan Rp75 ribu. Bila ambil langganan mingguan, Anwar dapat

Rp21 ribu. Pembeli juga tak jarang berikan bonus, atau menolak uang kembalian.

pesatnya perkembangan akses portal berita daring. Faktor lain, minat baca masyarakat yang cetek.

Hampir seluruh koran Anwar sudah punya tuannya sendiri. Sederhananya, ia hanya mengantar ke pelanggan. Meskipun begitu, bisa saja pelanggan tak membeli koran pada hari tertentu. Tak jarang pula koran sudah ludes sebelum ia sampai di tempat pelanggan. Sebagai solusi, ia langsung menghubungi pemasok untuk mengantarkan koran langsung ke pelanggan.

Perjalanan Anwar menggalas koran mulai dari pagi. Waktu startnya tak menentu, tergantung kapan pemasok datang mengantar ke rumahnya di Perumahan Jati Karya. Koran di tangan, ia langsung mendagangkannya. Rute Anwar tak terlalu jauh, sekitar enam kilometer.

Anwar menyetor pendapatan saat penyalur datang mengantarkan koran baru. Sekaligus meretur koran yang tak terjual di hari sebelumnya. Ia bisa meraup Rp30 ribu perhari. Menurutnya, penghasilannya telah cukup untuk makan, bahkan beli tempat tidur dan gawai. “Alhamdulillah, udah sempat juga punya tabungan. Cuma istri yg belum punya,” katanya sembari terbahak. Lancarnya pekerjaan yang dilakoni Anwar bukan lantaran karena banyak pembaca. Ia seperti terus ketiban pulung dengan punya pelanggan tetap. Ia tak putus harapan dalam profesinya. Sekalipun masa depan media cetak sudah diprediksi bakal redup. Anwar tetap optimis, penjualan koran akan tetap ada. Ia berpikir, orang akan tetap butuh koran. Selalu ada pembacanya. “Kadang baca berita lewat handphone buat sakit mata. Bagi anak sekolah, koran diperlukan untuk tugas kliping. Ataupun nanti cuma dipakai untuk jadi lap, yang pasti ada pembeli.” Adi, salah satu pelanggan Anwar yang berprofesi sebagai tukang pangkas menuturkan, ia masih berlangganan koran Tribun Pekanbaru karena suka membaca. Selain itu, pelanggannya kerap suka membaca koran sembari menunggu antrian ketika akan memangkas rambut. Perubahan yang Anwar rasakan selama berjualan koran terlihat dari jumlah halaman. Dulu bisa 40, kini hanya 20 halaman saja. Minat pembeli semakin menurun sejak media cetak perlahan beralih daring. Koran pun makin tergerus dengan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 40 jadi titik awal. Berlanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 12, lalu ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 187 di dekat rumah Anwar. Perjalanan terus ke Jalan Melati, singgah di kedai Fotokopi Kencana. Semuanya langganan bulanan Pekanbaru Pos dan harian Riau Pos. Sepanjang Jalan Melati, Anwar mampir di Butik Amanah, Bidan Fitri, dan satu bengkel motor yang jadi pelanggan harian Riau Pos. Masih di jalan yang sama, ia melipir ke Toko Harian Putra Tunggal, pelanggan mingguan Tribun Pekanbaru. Ada pula masing-masing dua rumah yang berlangganan kedua media itu. Kemudian laundry dan warung sarapan pagi, pelanggan harian Tribun Pekanbaru. Memasuki Jalan Garuda Sakti, Anwar berhenti di Fotokopi Garuda. Pelanggan harian Riau Pos. Pindah ke Lontong Medan dekat persimpangan Jalan Kamboja. Persis di seberang jalan ada Pangkas Rambut Sumatera— langganan harian Tribun Pekanbaru. Bergerak maju 150 meter, Anwar sampai di bengkel motor Honda, langganan bulanan Riau Pos. Anwar berbelok arah ke Jalan Buluh Cina. Ia singgah di 3 tempat fotokopi. Fotikopi Farel, Jaya Bersama, dan Aji Natar. Mereka pelanggan harian Riau Pos. selain itu, juga Bubur Ayam Aa Bandung dan Kaos Kaki Kayyisa. Terkadang, Anwar sampai ke dalam kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Lebih sering, Anwar hanya sampai di Warung Bambu Kuning. Ia putar arah, berbalik pulang ke rumah. Sekalikali ada orang yang menawarkan tumpangan. Biasanya, Anwar sudah Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

49


bulan ketika kelas empat SD. Sedari lahir, Anwar telah mengalami tunadaksa—kelainan anggota tubuh dengan tidak lengkapnya jari kaki. Ia baru bisa berjalan saat umur enam tahun. “Saya disabilitas ringan. Alhamdulillah penglihatan tidak terganggu, masih nampak, kok. Cuma agak silau kalau panas,” begitu tuturnya.

FOTO: BM/HABY FRISCO

sampai di rumah pukul 2 siang. Paling jauh, ia berjualan koran sampai Kualu. “Kebetulan waktu itu ada keperluan. Tak sanggup jalan jauh-jauh, capek,” tukasnya. Simpang Buluh Cina seakan jadi batas “wilayah kekuasaan“ sendiri bagi Anwar dengan loper koran lain. Seakan sudah punya rute tersendiri. Seingatnya, dia pernah berjumpa dengan dua pengasong koran lain. Salah satunya bernama Adi. “Saya pernah bertemu dengan bapak bapak, biasanya pakai topi. Dia cepat dan koran yang dia bawa lebih banyak,” cerita Anwar.

Sebelum Mantap Jual Koran Kisah hidup Anwar seakan tak lepas dengan koran. Lelaki kelahiran 1980 ini telah menghabiskan hampir separuh hidupnya untuk berdagang surat kabar. Anwar kecil hidup bersama neneknya, sejak umur empat bulan. Ia anak kedua dari tiga bersaudara. Umur enam tahun, ia sudah doyan baca koran. Bahkan, kata Anwar, neneknya sampai tidak percaya kala itu. Menginjak usia sembilan tahun, ia pindah ke Pekanbaru untuk menetap dengan orang tua. Sampai di Kota Bertuah tahun 1990, Anwar mengulang sekolah di SD Negeri 030 Jalan Riau setelah pernah menuntut ilmu satu tahun di Duri. Masa pendidikan Anwar tak mulus. Penyakit polio pernah membuatnya absen tiga

50

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Uniknya, Anwar gampang mengingat. Ia dapat mengingat secara detail sampai tanggal peristiwa penting dalam hidupnya. “Alhamdulillah, itu nikmat dari Allah.” Meski dengan keterbatasannya, Anwar tetap tamat pendidikan dasar. Tak lama, tepatnya tahun 1997, sang ibunda mengantarkannya ke Palembang untuk diasuh di Panti Sosial Bina Jaksa—program Dinas Sosial. Ia menempuh pendidikan di SMP terbuka khusus disabilitas, sampai selesai SMA. “Dulu depsos [departemen sosial] tidak ada di Pekanbaru. Di sana, fasilitas gratis semua. Ada tempat tidur dan lemari.” Tujuh tahun berjalan, Anwar kembali ke Pekanbaru. Ia menumpang bus seorang diri tanpa dijemput ibunda. Keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah pupus dihantam biaya. Biaya sekolah adiknya adalah prioritas keluarga kala itu. Satu tahun Anwar luntang-lantung tanpa kegiatan yang jelas. Ia putuskan mengadu nasib ke Dumai. Kisah panjang berdagang koran dimulai di sini. Masa itu, ia menjajakan koran Dumai Pos dan Tribun. Berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya. “Pernah suatu hari, air laut pasang, saya tergelincir dan semua koran yang dibawa basah semua. Untung saya gak tenggelam,” kenang Anwar dengan tawa yang ringan. Habis waktu enam tahun di Dumai, Anwar balik ke Pekanbaru. Kali ini ia menjajal pekerjaan baru, pengasuh Panti Asuhan Ar-Rahim yang tak jauh dari rumahnya. Kesehariannya mengontrol kegiatan anak panti. Anwar

ceritakan, rutinitasnya dari bangun tidur hingga tidur lagi. Sempat juga ia coba duduk jadi penerima tamu. Selama jadi pengasuh, Anwar terima honor sekali dalam setahun. “1,5 juta honor yang diberi,” aku Anwar. Ia rasakan, penghasilan itu tak mencukupi kebutuhan sehari-sehari. Akhirnya, ia bulat untuk berjualan koran lagi setelah tiga tahun vakum. Pertualangan Anwar di jalanan mulai kembali tahun 2014. Ia merintis dari awal, belum punya pelanggan sama sekali. Namun, ia tak berjualan sampai malam karena memikirkan risiko yang jauh lebih besar daripada keuntungan yang ia dapat. Entah perihal cuaca atau orang yang berbuat jahat. “Dari dulu selalu jalan kaki, takut pakai motor, jalanan ramai, kata Anwar. Keluarga Anwar tak pernah melarangnya cari rezeki dengan cara jualan koran. Justru, salut akan kegigihannya. Meski dengan keterbatasan, ia tetap bisa mandiri menghidupi diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Apalagi, abang dan adiknya telah berkeluarga dan punya kesibukan masing-masing. Yesi Wahyuni, adiknya mengatakan bahwa Anwar tak kenal lelah dalam berusaha. Bahkan, ia bisa beri uang kepada ayahnya. Anwar memang dekat dengan keluarga. Keponakannya juga sering ia beri jajan. “Pak Anwar sangat gigih, hujanhujanan dia tetap jualan. Dulu juga pernah sekalian jual tisu.” Jualan koran bukan satu-satunya usaha yang Anwar coba. Rentang 2016 hingga 2017, ia jual pulsa di rumah yang ia tinggali bersama ayah, abang, dan kakak iparnya. Kini, fokusnya semata-mata menjajakan koran. Tak lagi mencoba usaha lain. Ia pula tak menganggap kekurangannya sebagai penghambat. Anwar suka berjualan koran karena suka membaca, suka informasi. “Gak masalah menjadi loper koran. Apapun usahanya, selagi halal,” ucap Anwar menutup perbincangan. *


Bundel

FRISCO BM/HABY ILUSTRASI:

Beda Zaman, Beda Sandungan ELALU ada solusi untuk setiap masalah. Tak terkecuali oleh wabah corona. Tahun 2021, kali kedua Pemilihan Raya Universitas Riau (Pemira UNRI) berjalan dengan sistem daring. Pasangan Kaharuddin—Razali rebut suara terbanyak dari mahasiswa. Sampailah keduanya duduk jadi Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2021/2022.

S

Pandemi mengubah hampir seluruh babak Pemira jadi virtual, termasuk pendaftaran. Para bakal calon harus mendaftar melalui pranala bikinan panitia. Panitia menyuguhi berkas pendaftaran yang dapat diunduh. Tak sulit, bakal calon hanya perlu masukkan alamat email mahasiswa untuk masuk ke laman itu. Seluruh tahap lainnya turut beradaptasi. Sampai pada proses pemilihan, pakai aplikasi E-Voting. Mahasiswa perlu siapkan Kartu Tanda Mahasiswa. Iwantono—Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni berpendapat, pemenang sebenarnya dalam pesta demokrasi adalah seluruh mahasiswa UNRI. Tak hanya pasangan yang unggul. “Kami bangga sebagai pemimpin melihat perjuangan dan tahap proses kalian,” ujarnya. Detik demi detik terus berjalan. Menyusul pula perkembangan di semua aspek, termasuk dalam hal pemilihan pimpinan di kalangan mahasiswa. Bahana Mahasiswa mengajak pembaca menengok perjalanan Pemira dalam arsip Bahana edisi April 2005 silam. Koran berjudul Wajah Suram Pergerakan Mahasiswa. Lain masa, lain cerita. Hasil Pemira 2021 dibatalkan, sebab layanan penyedia yang belum mumpuni. Lain dengan Pemira tahun 2005 yang alami pengunduran. Terjadi dua kali, hingga berujung pemboikotan. Api pemantiknya adalah aspirasi beberapa mahasiswa yang tak digubris oleh Panitia Pemilihan Umum (PPU). Keluhan demi keluhan mereka utarakan. Pertama, protes pamflet—sebagai media penyampaian informasi—yang dibuat terkesan memihak kepada salah satu kandidat. PPU sama sekali tak membantahnya. “Kita memang sadar kalau pamflet itu akan mengundang

kerusuhan. Makanya setelah mendapat persetujuan SC [Steering Committee], kita sepakat untuk tidak menyebarluaskan,” aku Mujahit, Ketua PPU mengklarifikasi. Adanya pelanggaran jadwal Pemira jadi keluhan kedua. “Situ kan masih baru dan kita ragu. Namun setelah dipertimbangkan, kita putuskan untuk tetap mengikutkannya dengan konsekuensi melanggar jadwal Pemira,” tambahnya. Puncak Pemira berubah menjadi sejarah hitam pesta demokrasi pada 19 April. Semuanya jauh dari perkiraan. Mengacu rencana awal, hari itu akan jadi penentu pemimpin eksekutif mahasiswa UNRI periode 2005/2006. Musababnya, panitia buka pendaftaran pemilih di Prodi Ilmu Keperawatan (PSIK) ketika masa tenang. Keributan pun tak bisa dihindari. Tak berbuah penyelesaian, panitia dan massa berembuk. Keributan kecil selingi rapat tersebut. Meski pembahasan berlangsung alot, semuanya sepakati tiga poin. Pertama, Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) ambil alih fungsi dan tugas Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) dan mekanisme pembubaran diserahkan kepada PPU. Kedua, untuk menjaga netralitas dan independensi PPU, hak suaranya dicabut. Ketiga, Pemira diundur selama dua hari. Mahasiswa pun merasa hak politiknya dilecehkan. Pemboikotan adalah wujud kekecewaan itu. Saat pemungutan suara berlangsung, berbagai kegaduhan muncul. Mulai dari merebut kertas suara, menghancurkan Tempat Pemungutan Suara di setiap fakultas, hingga membawa aneka senjata tajam dan penyegelan sekretariat BEM. Mereka tak terima karena pemungutan suara tetap dilaksanakan. Dengan niat temukan solusi, pengurus kelembagaan menghadap Pembantu Rektor III untuk diskusi. Kesimpulannya, pelaksanaan Pemira diserahkan kepada masing-masing kelembagaan yang sah untuk menentukannya.*Febrina Wulandari

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

51


Science Park

5

4

52

Oleh Rio Eza Hananda

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022


1 Esai Foto

P

OTRET Science Park kini tak terawat. Sebelum pandemi, taman dekat gerbang HR. Soebrantas ini ramai. Puncaknya tahun 2017. Kawasan ini biasanya dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan berdagang. Pemandangannya asri dan sejuk. Kalau musim hujan datang, beberapa orang datang memancing. kontur tanahnya lunak berawa.

2

Sampai saat ini, tak nampak ada aktivitas. Hanya sesekali Engineering Service Unit tampak bersih-bersih. Beberapa fasilitas terlantar bahkan hilang. Kalau hujan, sebagian area akan tergenang air.

1. Beberapa potongan kayu kecil sampai besar berserakan

3

2. Tumpukan material bangunan yang tergeletak di area pembangunan Science Park 3. Gazebo yang baru dibangun 4. Papan yang tertulis pengetahuan umum kini sudah tak bisa dibaca dengan baik 5. Wastafel dekat Science Park tampak usang. Tak ada air untuk mencuci tangan. Sampah daun memenuhi bak cuci

5

Rumput panjang menghiasi taman. Palang peringatan rusak terletak sembarangan. Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

53


Selingan

Menagih Janji Empat Tahun Hutan Serbaguna Muchtar Lutfi Suwondo janjikan hutan serbaguna Muchtar Lutfi akan berbuah hasil dalam Empat tahun. Setakat ini, hanya mangga, rambutan dan sirsak yang tumbuh konstan. Tetapi tiba musim berbuah, monyet dahulu ambil start.

Oleh Andi Yulia Rahma

P

ALANG besi setinggi tiga setengah meter itu masih berdiri tegak. Dahulu dicat dengan warna hijau yang pekat. Sekarang permukaannya bahkan sudah mengelupas dan hampir pudar termakan usia. Palang bertuliskan “Hutan Serbaguna Muchtar Lutfi” menancap ke tanah. Hanya perlu berjalan lurus dari Bumi Perkemahan Pramuka Universitas Riau (UNRI) sekitar 100 meter, untuk sampai ke sana. Tepat di sisi kanan jalan. Mendekat sedikit, pohon-pohon buah dengan tinggi pukul rata sekitar 3,5 meter sudah menyambut. Setiap pohon berjarak 5 meter. Akses jalan tersebut justru membelakangi palang. Ditambah lagi, tumbuhan liar hidup setinggi lima meter menghadap bagian depan palang. Jaraknya hanya sekitar dua meter saja. Sejauh ini, hanya tiga dari enam pohon saja yang konstan tumbuh— sejak akhir 2019. Ada sirsak, rambutan, dan mangga. Fakta ini juga diamini Desmantoro, Penanggung Jawab Hutan. “Kalau mangga, setiap musim mangga, sudah mulai berbuah,” ungkapnya. Toro menjelaskan, sebenarnya beberapa buah sudah mulai berkembang sejak akhir 2018 lalu. Meski daunnya belum tampak rimbun, hasil buah mulai tampak. Musababnya,

54

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

penanaman pohon merupakan hasil pembiakan secara vegetatif. Artinya, termasuk tanaman produktif. Beberapa pohon yang ditanam dalam hutan seperti mangga, enau, dan tampui. Selain itu, ada juga jambu bol, manggis, serta meranti. Penamaan Muchtar Lutfi mengingat perannya yang cukup penting. Salah satunya karena ia Rektor Definitif pertama UNRI. Ia juga berhasil memindahkan lokasi Kampus UNRI dari Gobah ke Panam. Hutan yang diresmikan November 2017 itu lahir atas kerja sama Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UNRI dengan Badan Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Indragiri-Rokan. Bahana Mahasiswa (BM) juga pernah meliput perihal ini dengan tajuk UR Resmikan Hutan Serbaguna Muchtar Lutfi. Kala itu BM wawancarai Suwondo—Koordinator PSLH. Ia klaim dalam empat tahun, hutan ini akan buahkan hasil. Konsep hutan seluas 10 hektare ini dirancang agar punya banyak fungsi. Peran hutan yang mulanya hanya fungsi ekologis, kata Toro, kini bisa beragam. Bisa untuk konservasi, edukasi, sampai ekowisata. Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan kembali ceritakan soal

pemeliharaan hutan. Sejatinya, UNRI dapatkan fasilitas penuh dari BPDASHL selama tiga tahun. Mulai awal diresmikan sampai 2019. Fasilitas itu meliputi penyiapan pembibitan, penyulaman, pemupukan, hingga penyiangan secara berkala. “Semua biaya dari kita,” ucap Toro pada 1 Oktober. Tahun pertama dimulai dengan mengganti tanaman yang sudah mati dengan tanaman baru. Tak lupa memberantas hama dan penyakit secara berkala. Begitu juga tahun berikutnya, tak jauh berbeda. Hanya saja intensitas pengerjaan tidak sesering 2018. Terutama dalam hal penyiangan. Layaknya jalanan, ada yang mulus, ada pula kerikilnya. Toro mengungkapkan kendala yang ia alami. Seperti kondisi tanah yang jadi masalah cukup marginal. Apalagi tanah di blok


Selingan

FOTO: BM/RIO EZA HANANDA

rambutan, kondisinya tak tergolong bagus. Ditambah lagi dengan ketiadaan porositas. Kalau hujan datang, air hanya menggenang. Kesimpulannya, dengan kondisi tanah yang demikian, potensi dan produktivitasnya rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, Toro dan tim sepakat membuat asupan humus tanah yang cukup. Alasannya, tak lain agar tapak tubuh yang tak sempurna bisa direkayasa. Kendala lain juga datang dari cuaca Pekanbaru yang panas. Pun tantangan sosial dari civitas akademika. Sejak awal, tak semua unsur mendukung program pembangunan hutan serbaguna. Usut punya usut, pelaksaan program ini sempat ramai di media sosial empat tahun lalu. Toro bahkan bilang, pernah dihadang sekitar puluhan mahasiswa saat pertama kali datang. Usai bicara

baik-baik, mereka ambil langkah mundur dan ikut mendukung. Tiga tahun turun tangan merawat, hutan serbaguna kini diserahkan ke Kepala Bagian Sub Rumah Tangga UNRI. Kondisi tanaman yang telah mampu menghidupi dirinya sendiri menjadi alasan kuat. Habib selaku Kepala Sub bagian Rumah Tangga UNRI menjelaskan hal serupa. Sejak dua tahun lalu, kawasan lahan sudah ia kelola bersama tim. Mereka juga masih rutin melakukan pemupukan. Namun, ihwal buah, belum ada yang bisa dinikmati. “Duluan monyet daripada kita. ‘Kan buat ekosistem,” kelakarnya saat dihubungi BM lewat sambungan telepon (22/11). Habib menambahkan, ada tim lapangan yang mengelola kebun. Tenaganya dari Rumah Tangga

bagian Umum. Seperti tenaga harian Engineering Service Unit. Tetapi, hal itu bukan pekerjaan yang rutin. Pemeriksaan hanya dilakukan seminggu sekali. Rumah Tangga, menurut Habib, memprioritaskan pengamanan batas lahan. Terkait pengamanan total, memang tak ada. Penyiraman sampai pemupukan, misalnya. Tak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Patroli oleh satuan pengamanan atau Satpam UNRI juga menjadi pendukung. Biasanya keamanan kampus melakukan patroli di daerah perbatasan. Hal ini turut dibenarkan Elianto selaku Komandan Satpam UNRI. “Hanya patroli yang diterapkan dan diberdayakan.”*

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

55


Reportase

Perlukah UNRI Punya Mahkamah Mahasiswa? Kampus biru langit perlu punya Mahkamah Mahasiswa. Tugas lembaga yudikatif yang selama ini dirangkap oleh DPM UNRI dinilai tidak ideal. Oleh Reva Dina Asri

G

Zainul Akmal Dosen Fakultas Hukum (FH) UNRI

56

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

ENTINGNYA pembentukan lembaga Mahkamah Mahasiswa sudah jadi buah bibir setahun belakangan. Setidaknya, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Riau (UKM UNRI) sudah ajukan kelahirannya. Sayang, pinta itu berujung penolakan. “Alasannya, karena Pleno IV tak ada lagi pembahasan. Langsung ke pengesahan,” kata Tegar Pamungkas. Ia kru Bahana Mahasiswa yang ikut dalam Musyawarah Mahasiswa (musma) secara daring, pertengahan Oktober Pagi itu, satu persatu pimpinan kelembagaan mahasiswa kampus dengan jargon Jantung Hati Masyarakat Riau ini sampai di Aula Rusunawa. Mulai pukul delapan, 15 Oktober. Tampak muka presiden (Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta wakilnya, ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan panitia. Ada pula Panitia Pengawas dan Panitia Pemilihan Raya (Pemira) Universitas. Perlengkapan penunjang seperti monitor Zoom sudah siap. Botol hand sanitizer menanti tepat di depan pintu masuk. Peserta yang hendak menuju ruangan mesti sterilkan tangan. Kursi bersusun dengan jarak, mengikuti aturan protokol kesehatan. Tampak jelas gambaran suasana musma dari balik layar. Penyelenggaraan secara daring ini bukan pertama

kalinya, terhitung sudah dua kali sejak tahun lalu. Maklum saja, pagebluk Covid-19 belum habis. UNRI sudah berusia 59 tahun. Namun, hingga kini belum punya organisasi yang berwenang sebagai pengawas dan pemantau jalannya peraturan, alias lembaga yudikatif. Tarik ke tahun 2015, pembahasan terkait lembaga itu pernah diajukan beberapa kali. Berkaca pada sistem pemerintahan Indonesia, lembaga yudikatif bertanggung jawab mengawal, mengawasi, dan memantau jalannya Undang Undang Dasar (UUD). Pun mengawasi hukum di negara. Sementara menengok tatanan organisasi di UNRI, setakat ini hanya melibatkan DPM untuk tugas-tugas tersebut. Zainul Akmal—Dosen Fakultas Hukum (FH) UNRI—akui bahwa kampus biru langit perlu punya Mahkamah Mahasiswa. Menurutnya, kehadiran lembaga ini akan memutus sengketa yang terjadi dalam proses interpretasi Undang-Undang (UU). Soal kewenangannya, dapat dirembukkan dalam proses pembentukan. Ketika itu, syarat terbentuknya harus disetujui oleh seluruh mahasiswa atau perwakilan yang legal. Pasalnya, lembaga ini akan diduduki oleh mahasiswa dan bekerja pada mahasiswa pula. “Jadi, kedudukannya bergantung pada keputusan bersama saat pembentukan. Setingkat universitas saja atau sampai jurusan, seperti sengketa Pemira,” ujar Zainul. Zainul memandang, tugas lembaga yudikatif yang selama ini dilakukan secara rangkap oleh DPM universitas itu tak ideal. Sebab, pengawasan yang


Reportase

Ilustrasi: Saufa Yuthika BM

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

57


Reportase

Zainul memandang, tugas lembaga yudikatif yang selama ini dilakukan secara rangkap oleh DPM universitas itu tak ideal. Sebab, pengawasan yang dilakukan dalam proses peradilan, berbeda dengan pengawasan dalam lembaga legislatif. Fungsi pengawasan yang dimiliki lembaga legislatif hanya berkisar pada kinerja eksekutif.

dilakukan dalam proses peradilan, berbeda dengan pengawasan dalam lembaga legislatif. Fungsi pengawasan yang dimiliki lembaga legislatif hanya berkisar pada kinerja eksekutif. “Tapi, ini lucu. DPM yang membuat aturan, lalu mereka juga yang menilai sesuai atau tidaknya aturan itu,” ungkapnya. Berbekal pertimbangan yang ada, Zainul sebutkan bahwa rektor sebagai pemangku kekuasaan tertinggi di perguruan tinggi mesti segera keluarkan keputusan yang mengatur kelembagaan mahasiswa. “Kelembagaan ini sah jika disepakati seluruh mahasiswa. Tapi secara hukum, ini tak berlaku, sebab terputus pada aspek yuridis.” Buka mata lebih luas, beberapa kampus besar yang menganut sistem presidensial punya Mahkamah Mahasiswa. Sebut saja Universitas Indonesia. Lembaga yudikatif sudah lahir sejak 2006. Tugasnya lekat dengan independensi dalam memutus sengketa kemahasiswaan. Lihat pula ke Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Hakim di lembaga yudikatif kampus ini punya tugas menginterpretasi Perundang-Undangan Kelembagaan ITS. Ditambah lagi, upaya peradilan jika terdapat konflik antarlembaga. Kedudukannya setingkat dengan lembaga universitas lain. Baik BEM sebagai lembaga eksekutif, DPM sebagai lembaga legislatif, dan UKM. Adapun di dalam kepengurusannya, terdapat lima hakim. Semuanya melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Menegakkan hukum dan keadilan bagi mahasiswa di ranah kampus. Lembaga yudikatif ini umumnya tak melibatkan dosen. Keilmuan dosen hukum biasa hanya diminta dalam proses persidangan, sebagai saksi ahli. Pengetahuan dosen dapat jadi pertimbangan bagi hakim untuk buat putusan. “Untuk orang yang cocok duduk sebagai hakim di lembaga, ya, mahasiswa hukum,” tu-

58

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

tur Zainul. Apabila ingin mengikutsertakan mahasiswa di luar FH, mesti ada wadah pelatihannya. Misal dengan merutinkan selama beberapa bulan. “Meski tak menjamin ia akan lebih paham dari mahasiswa Fakultas Hukum yang sudah belajar setiap harinya.” Pendapat serupa juga sempat dilontarkan Refaldo Asta pada Sidang Pleno III. Ia salah satu anggota DPM sekaligus peserta peninjau. Mahasiswa Ilmu Pemerintahan ini inginkan lahirnya lembaga baru setingkat universitas. Mahkamah Mahasiswa, yang akan menjadi bagian dari lembaga yudikatif kelembagaan mahasiswa, misalnya.

Rantai Sengketa Kelembagaan Mahasiswa, Siapa yang Putuskan? Musma yang merupakan agenda tahunan juga merupakan ajang ribut tahunan. Pasalnya, perbedaan pendapat—kadang berujung perselisihan—kerap tak temukan jalan tengah. Sebut saja dalam Pemira Universitas yang kerap sarat konflik. Steering Committee (SC) justru didapuk sebagai pengambil keputusan tertinggi. Sementara, anggota di dalamnya bagian dari petinggi BEM dan DPM. Indra Lukman Siregar, mahasiswa FH 2015 juga menyesalkan perihal itu. Seringkali, kata Indra, persoalan yang SC selesaikan tak memuaskan. Ia ungkap kembali masalah yang menimpanya saat mendaftar sebagai bakal calon Gubernur FH pada 2018 lalu. Contoh lain, kasus Pemira FH yang bikin BEM dan DPM di kampus Gobah itu lumpuh. Terhitung Oktober 2020 hingga November 2021, roda tak bergerak. Musababnya, hasil penetapan panitia Pemira tak diakui oleh sejumlah mahasiswa. Mahasiswa protes saat surat aktif Min Amir Habib—calon wakil Gubernur mahasiswa—tak diakui. Ia gugur di

tahap verifikasi berkas. Haknya untuk bergabung dalam organisasi, kata Indra, sudah diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Nomor 12 Tahun 2012. “Itu hak aku sebagai mahasiswa, tapi diputus oleh mereka.” Selama ini, Pemira diatur dalam UU Pemira sebagai produk legislatif DPM. Aturan tersebut berpatok pada Prolegun. Isinya rekomendasi UU yang diusulkan oleh peserta sidang dalam musma. Salah satu urgensi perlunya kehadiran Mahkamah Mahasiswa adalah mengawasi jalannya Perundang-undangan yang jadi produk legislatif itu. DPM bertindak sebagai pembuat sekaligus pengawas efektivitas perundang-undangan. Permendikbud-Ristek Nomor 12 Pasal 77 mengatur tentang Organisasi Kemahasiswaan. Ayat lima menyebut, ketentuan lain mengenai organisasi kemahasiswaan diatur dalam statuta perguruan tinggi. Indra juga bilang, Kelembagaan Mahasiswa UNRI belum mengantongi Peraturan Rektor tentang Kelembagaan Mahasiswa sejak 2012. Indra yang pernah duduk di Kementerian Hukum, Advokasi, dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM UNRI ini sempat ajukan hal itu untuk diadvokasi. Namun, pimpinan BEM mengindahkannya. “Bagaimana mungkin, lembaga yang tak punya legalitas memutuskan hak orang lain? Sendirinya tak punya hak yang diakui universitas,” sebut Indra. Saat sengketa pencalonannya silam, Indra akui tak memperpanjang. Sebab, ia sendiri ragu atas legalitas DPM dan BEM. “Lalu, apakah UUD KM [Undang-Undang Dasar Kelembagaan Mahasiswa] yang dibuat oleh mahasiswa sah di mata hukum? Sementara mereka belum memiliki legalitas atau dasar hukum yang mengikat,” tanya Indra. *


Jengah

Lima Kunci Raih Beasiswa ala Khofifah IAPA yang tidak mau mendapatkan beasiswa? Siapa yang tidak mau meringankan beban biaya pendidikan yang ditanggung orang tua? Siapa yang tidak mau menambah pengalaman? Aku yakin semua orang pasti mau, ya. Lalu, apakah bisa aku mendapatkan beasiswa spektakuler yang diinginkan? Jawabannya adalah bisa!

S

Oleh Nur Khofifah Saadiah

Agar keinginan mendapatkan beasiswa itu tercapai, ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Jangan sampai terlewatkan satu langkah pun, berikut tips dan triknya:

1

Dimensi Waktu

Bagi masyarakat umum dan khususnya seorang muslim, diperlukan adanya dimensi waktu. Poros waktu sebagai cambuk berkahnya waktu dari semua aktivitas yang akan kita lakukan dinamakan dimensi waktu. Apa maksudnya? Tidak lain adalah sepertiga waktu di penghujung malam, yakni salat Tahajud. Bagi seorang muslim, kita dapat melakukan salat Tahajud dan memohon apa yang kita inginkan kepada Allah. Insyaallah, Sang Pencipta akan memudahkan segala urusan kita. Memulai hari dengan tahajud dapat membawa keberkahan dalam beraktivitas. Tak hanya bagi umat muslim, pun untuk umat beragama lainnya. Contohnya, orang Jepang dan orang Barat yang memiliki manajemen waktu, akan terbangun pada pukul 4 pagi untuk belajar. Maka jangan ragu untuk bangun lebih awal, ya!

4

2

Berani Bermimpi

Ini merupakan bentuk optimisme dalam menjalani kehidupan. Jika kita tidak pernah punya mimpi, kapan kita akan memulai berjalan lebih jauh lagi? Mimpi harus dilandasi dengan niat baik dan perencanaan yang matang. Bukan mimpi dalam tidur atau sekadar angan saja. Mari mulai dengan tekad yang kuat. Ibarat orang yang akan membangun rumah, yang lebih dulu dipikirkan bukanlah warna cat rumah, marmer berkilauan atau konsep padang rumput. Tetapi pondasi menjadi hal utama yang harus dipikirkan dan dipersiapkan. Sama halnya dengan mimpi, jika memiliki mimpi dapat meraih beasiswa maka niat yang baik menjadi pondasinya.

Akan Ada Saatnya

Setelah lelah berjuang, bertindak, dan merasa puas dengan usaha diri sendiri, pasti ada kesempatan untuk menuai apa yang sudah diperjuangkan. Sebagai contoh, sedikit pengalamanku sebelum masuk universitasku di Bogor. Aku ditolak 12 universitas impianku sebelum akhirnya ambil jeda (gap year) dan memilih belajar bahasa Inggris di Pare. Hampir semua teman SMA ku sudah berkuliah di universitas impian, sedangkan aku ditolak 12 universitas. Padahal aku sudah berjuang semaksimal mungkin. Apakah

Allah tidak adil padaku? Tidak, Allah itu adil kok, Maha Adil. Allah punya rencana terbaik untukku. Aku yakin ada kejutan yang akan kudapatkan setelah berjuangn dengan proses yang panjang. Ternyata benar, tidak ada yang sia- sia. Aku berkuliah di universitas swasta dengan beasiswa. Orang tuaku tidak perlu membayar biaya pendidikan kuliahku. Lebih spektakuler lagi, sekarang aku sedang menjalani study abroad tepatnya di University of Limerick, Ireland, Europe. Alhamdulillah.

Penerima beasiswa di University of Limerick Irlandia Program IISMA 2021

3

Berani Bertindak

Ketika mimpi sudah tersusun rapi, tulislah di buku atau tempelkan pada dinding kamar sebagai motivasi. Sebagai refleksi atau cerminan diri, sudah sejauh mana tindakan meraih beasiswa itu. Lalu, mulailah perencanaan. Ingat, tidak ada sesuatu yang instan. Tulislah rencana harian atau to do list. Apa saja yang akan dilakukan sejak bangun tidur sampai terlelap tidur lagi. Dengan demikian, kita bisa melihat apa saja kegiatan yang telah dikerjakan dan lihat prosesnya. Ibarat menulis dengan pensil, tulis saja. Lalu, titipkan penghapusnya kepada Allah. Biarlah Allah yang berhak mewujudkannya atau menghapusnya lalu memberikan pengganti yang lebih baik. Belajarlah dengan berulang-ulang dan nikmati prosesnya. Maka, ayo berani bertindak!

5

Ubah Pola Pikir

Sebagai contoh, bermimpi meraih beasiswa luar negeri. Maka, pola pikir harus diubah. Berawal ingin mendapatkan beasiswa karena untuk mendapatkan A, B, C, maka diubah menjadi “Aku akan berusaha memberikan X, Y, Z jika dipercaya menerima amanah beasiswa ini.” Impian yang besar bukanlah impian yang membesarkan pemiliknya, namun yang membesarkan sekitarnya.

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

59


Opini

Fenomena Kebocoran Data, Dilema Kemajuan Teknologi oleh Al Aminuddin, ST, M.Sc Dosen Jurusan Ilmu Komputer FMIPA, Universitas Riau

SU kebocoran data pribadi melalui sertifikat vaksin meramaikan publik belakangan. Isu pun berkembang. Dari publik yang merasa aplikasi inisiasi pemerintah tidak aman digunakan, sampai pakar IT ikut berpendapat bahwa hal itu bukan kebocoran data karena peretasan atau hacking. Akan tetapi, kesalahan desain fitur aplikasi yang memungkinkan data pribadi bisa diakses dengan mudah.

I

Publik sejenak lupa bahwa isu kebocoran data yang lebih besar pernah terjadi tak lama ini. Bocornya data peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Namun, entah kenapa isu terakhir ini tidak banyak “sponsor” masuk untuk memeriahkan suasana. Mungkin, karena yang bocor kebanyakan data rakyat jelata. Isu data bocor ini tentu berdampak positif dan negatif. Pertama dampak positifnya, publik jadi tahu mengenai pentingnya perlindungan data pribadi dalam melindungi privasi. Memang begitulah kita, selalu efektif belajar dari pengalaman sendiri, walau harus dibayar dengan harga mahal. Kecuali, kalau kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. Bangsa eropa puluhan tahun sebelum adanya teknologi web—apalagi Google dan sejenisnya, sudah melihat potensi penyalahgunaan data pribadi. Sehingga, mereka segera membuat aturan pengelolaan data pribadi. Sekarang, diperkuat kesaktiannya dalam bentuk General Data Protection Regulation (GDRP). Kembali ke tanah air, dampak negatif dari peristiwa bocornya data sertifikat vaksin presiden tentu membuat image pemerintah di mata publik seakan tidak becus dalam mengurus data pribadi. Kebocoran data dapat terjadi dalam

60

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

dua kondisi. Kondisi pertama, kebocoran yang tidak disengaja, dan ini memungkinkan terjadi. Penyebabnya bisa berbagai macam, salah satu yang populer adalah peretasan atau hacking. Memang di era internet dan digitalisasi saat ini, tidak ada aplikasi yang 100 persen aman. Sebab, keamanan itu sendiri bukanlah sebuah status yang tetap, tapi sebuah proses yang berjalan terus menerus. Hari ini aman, besok belum tentu. Namun, peretasan akan mudah terjadi pada aplikasi yang tidak melewati siklus pengujian atau audit keamanan yang benar dan menyeluruh. Bisa diakibatkan oleh minimnya anggaran, rilis aplikasi dikejar deadline, atau less-experienced developers yang salah merancang aplikasi, dan lain sebagainya. Penyebab data bocor yang tidak disengaja lainnya juga bisa karena kesalahan dalam desain fitur akses data pada aplikasi. Misal, sebelumnya tidak dikonsultasikan secara baik dengan berbagai pihak. Biasanya, ini terjadi karena kebiasaan kita yang beranggapan bahwa pekerjaan membuat aplikasi hanya tanggung jawab programmers atau developers saja. Akibatnya, tidak jarang orang-orang ini bekerja sendirian memeras otak, berimprovisasi dalam merancang aplikasi. Idealnya, semua pihak mesti terlibat. Mulai dari owner aplikasi sampai dengan pengacara jika perlu. Tujuannya memastikan kelayakan aplikasi yang dibuat, baik secara bisnis maupun secara hukum. Kondisi kebocoran kedua—ini yang berbahaya—karena disengaja, alias bocor “halus”. Data bocor ke mana-mana, tapi diam-diam dengan sepengetahuan pemilik aplikasi. Ini tentu tidak boleh terjadi, karena hubungan cinta antara pengguna

FOTO: BM/RIO EZA HANANDA


Opini

dengan pemilik aplikasi tidak boleh dikhianati. Pemilik aplikasi tiba-tiba berubah menjadi Data Broker. Mereka menjual atau memberi akses ke data kita karena tekanan oleh pihak tertentu secara ilegal tanpa sepengetahuan dan izin kita. Data yang dijual bisa saja yang bersifat pribadi. Mulai dari data identitas diri, rekam medis, pandangan politik, bahkan orientasi seksual. Data bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sempit pihak tertentu, mulai dari kepentingan kampanye sampai jualan produk obat-obatan. Ini tentu melanggar privasi kita. Tapi kemudian, ada saja oknum

pengguna aplikasi yang mengatakan kenapa mesti takut atau khawatir soal privasi? ‘Kan kita tidak pernah melakukan kejahatan atau sedang menyembunyikan sesuatu?

pribadi masyarakat, karena kita sama layak dan bermartabatnya seperti manusia di belahan bumi lain seperti di Eropa yang data pribadinya tidak boleh sembarangan digunakan.

Privasi adalah tentang hak dasar kita untuk orang lain tidak mengetahui apa yang menjadi hal pribadi kita.

Kita pun paham, di sisi lain pemerintah tentu ingin menjaga iklim industri digital yang sedang tumbuh subur untuk meningkatkan perekonomian nasional. Keseimbangan ini perlu dipikirkan, dirancang, dan diwujudkan. Mendapatkan pendapatan negara sambil tetap menjaga dan melindungi hak dasar masyarakat kita. Saya yakin, kita bisa.*

Berbagai pihak terus menerus mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Hanya melalui undang-undang ini, aplikasi–aplikasi yang nakal dan tidak disiplin dapat ditertibkan. Ada konsekuensi dalam mengelola data

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

61


Humas

Advetorial

Universitas Riau

Guru Besar, untuk Pencerahan Menjawab Persoalan di Tengah Masyarakat URU Besar merupakan wujud dari capaian tertinggi seorang dosen dalam kiprahnya sebagai pendidik di Perguruan Tinggi. Tentunya, akan ada hak dan serta kewajiban yang melekat padanya setelah dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam suatu bidang keilmuan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

G

ada. Adanya pengembangan keilmuan, tentunya berlandaskan semangat inovasi serta kolaborasi keilmuan.

Profesor—sebutan lain Guru Besar—memiliki kewajiban khusus untuk menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk pencerahan bagi masyarakat. Karya ilmiah pastinya berisi sejumlah rekomendasi yang menjadi pokok pikiran. Tujuannya memberikan pemahaman serta pencerahan untuk menjawab persoalan yang tengah terjadi di masyarakat.

“Sebagai organ pelaksana dalam penyelenggara pendidikan tinggi, saya mengajak seluruh unsur di UNRI agar dapat memperhatikan mutu dan kualitas pendidikan yang diselenggarakan di UNRI. Mari kita bersama-sama mengerahkan segala potensi kita masing-masing sesuai dengan porsi yang telah menjadi hak, kewajiban serta tanggung jawab yang kita punya pada perguruan tinggi ini,” ujar Rektor.

Selain itu, juga memberi telaah kepada kita semua. Mengingat hasil karya akademik itu merupakan sistematika penyusunan terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, solusi yang diberikan melalui kajian akademik ini jelas dapat menjadi solusi tepat, melalui pemahaman dan pencerahan yang diurai pada pokokpokok pikiran itu. Begitulah pentingnya ilmu pengetahuan. Integritasnya akan tetap terjaga jika selalu dikawal oleh pakarpakar yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Guru Besar sejatinya adalah peyangga dari bidang keilmuan yang

62

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

Rektor Universitas Riau (UNRI), Prof Dr Ir Aras Mulyadi DEA pada brrbagai kesempatan, menyampaikan kepada Guru Besar yang ada di UNRI agar bersama-sama menjaga budaya akademik guna mendukung terlaksananya Tridarma Perguruan Tinggi di UNRI.

Lebih lanjut, Rektor, menyebutkan UNRI telah memiliki sebanyak 105 program studi (prodi) yang tersebar di 10 fakultas. Sebanyak 39 persen telah terakreditasi A, 54 persen terakreditasi B, dan 7 persen lagi terakreditasi C. Namun, beberapa program studi belum terakreditasi karena baru berdiri. Beberapa waktu lalu, UNRI juga telah membuka Prodi S-3 Ilmu Administrasi Publik. Pembukaan prodi ini adalah bentuk upaya UNRI menyediakan layanan pendidikan tinggi kepada masyarakat. Tak lain sebagai bagian dari perwujudan tujuan negara Indonesia untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. “Inilah gambaran kualitas dan mutu jenjang pendidikan yang diselenggaran di UNRI. Akreditasi prodi merupakan bentuk dari hasil evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program untuk menentukan kelayakan program akademiknya,” ujarnya. “Seiring dengan lajunya perkembangan akreditasi prodi di UNRI, kita dapat melihat salah satu parameter penentu kualitas itu adalah Guru Besar. Alhamdulillah, pada Desember 2021, UNRI juga kembali menambah jumlah Guru Besar. Kini ada 82 orang Profesor,” jelas Aras. Adapun jumlah Guru Besar UNRI berdasarkan fakultas, FKIP memimpin dengan 19 orang. Lalu FPK punya 18 orang Guru Besar dan FEB dengan 14 orang. Menyusul FMIPA 13 orang, FT 8 orang, FP 6 orang. Kemudian FISIP 3 orang dan FK 1 orang. Hanya saja, dari FH dan FKP belum ada Guru Besar. “Selaku pimpinan Universitas Riau, tentunya Saya sampaikan terima kasih kepada seluruh Guru Besar UNRI serta seluruh pihak yang telah mendukung terlaksananya Tridarma Perguruan Tinggi di kampus UNRI, yang sejalan dengan visi UNRI Menjadi Universitas Riset, Unggul, Bermartabat di Bidang Sains dan Teknologi di Kawasan Asia Tenggara 2035,” terangnya ***?


Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022

63


64

Bahana Mahasiswa Edisi Awal Tahun 2022


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.