F
b. ,fu;r
F
o o z o F
o
z E
; 6 z E f
JEPRET
1.ISU
3.
PetaKotaDalamTigaStudi-- ------2
4. APA KATA MEREKA TENTANG
2. BUNGA RAMPAI Problematika Kehidupan Kota dan $trategi sustainable
city
Menuju
-101
KOTA..Ill4
5. LIPUTAN tfieraksi Kampung Kota dalam Keberagamannva_ - -l0g
ldentitas
-HADISABARIYUNUS---- -------,6 MenataKora,Mencaripartisipasi _ l3Z
Membaca Benluk, Mengenal
_lZ0
Menguak Tanda,Membaca Kola : Ihwal $emiotika
Kota-:--..-:_*l':*"*GeliatBisnisFropertiYogyakgta.. Kota yang Menyingkirkan Allah; Tentang Tuhan Matr:opolis'Modern
dalam
6' RISET '.Menyaffin.TamanEudaya'tteneltra
nYogyak
:I,,8fi
da am
Atiyatul lzzah
efrnisi kota yang acapkali diajukan menjadi semacam teori-teori yang tidak baku. Setiap kota memiliki hak keanekaragamannya sendiri. Menelusuri sejarah pembentukannya dengan mitos kelahiran dan perkembangannya sekaligus. Kota, sebagai sebentuk realitas sosial, tidak mungkin dihindari dari lajur perkembangan zaman. Kota adalah sebuah teritori yang pengertiannya terus berubah sejalan dengan dinamika kota itu sendiri. Dalam konsep Jawa, contohnya, tak dikenal istilah kota. Yang ada hanya nago,ra, di mana wilayah itu adalah ke mana pun "orang pergi ke luar tanpa melintasi sawah". Sementara, orang Melayu menyebutnya bandar: tempat persinggahan kapal-kapal, bongkar muat barang, transaksi jual-beli-dan dari sini pula umumnya peradaban tumbuh, sebuah kota berkembang. Pemahaman ini tentunya datang dari mereka yang akrab dengan laut, dengan wilayah kepulauan, yang mengandaikan bandar/l<ota'sekadar lokasi transit: tempat masuk dan keluar, datang untuk kemudian pergi lagi. Bandar/kota dalam hal ini adalah gerbang. Beberapa defrnisi (secara etimologis) "kota" dalam bahasa lain yang agak pas dengan pengertian ini, seperti dalam bahasa Cina, kota artinya dinding, dan dalam bahasa Belanda kuno, kota, tuin,bisa berarti pagar. Dengan demikian, kota adalah suatu batas.l
Jff IqhlF.l_ BALAIRUNG
fr
r")!ti!4fi/Hxr'lr]ilfi
Kota terus berkembang, walaupun niscaya ada proses yang terlambat sekaligus berlari pesat. Terlambat karena ia mengalami kolonialisasi dan feodalisasi yang berulang-ulang dalam berbagai motifnya. Perubahan toh tidak linier, jika mengingat masa lalu pembentukannya yang kompleks. Inferior dengan kurun ruang dan waktu atas pembatasan tata ruang kota secara politik. Kota-kota cenderung memiliki sejarah sesuai konteks siapa yang menabur kekuasaan paling kencang. Yang terbangun dari yang lampau menjadi pertimbangan penting bagi setiap keputusan pembang'unan kota. Halhal tersebutlah yang memengaruhi pembentukan kota kelak. Dan berlari pesat ketika modernitas telah mengalir deras ke sana. Ketika kota me4jadi ambisi bagi rep$esentasi warga dunia. Di Indonesia rangkaian proses transformasi budaya dari kehidupan agraris ke industri, kemudian ke dalam era industrijasa dapat diamati pada kota-kota besar, semuanya berlangsung secara simultan, dan terjadi dalam kunrn waktu yang relatif singkat. Kota menjadi konsentrasi modernitas, yang diawali dari bergesernya pemahaman yang kosmosentris ke antroposentris, kemudian secara sekaligus telah mengangkut pelbagai fasetnya: rasional, fungsional, efektif, dan seterusnya. Ia kemudian menciptakan suatu wilayah yang tertata, terprediksi, terkontrol. Ia mengatur yang priv4t dan yang publik, mewujudkan suatu lingkup administratif, merapikan segala sesuatu yang tadinya karut-marut. Dan, tentu saja, memperkenalkan dan menempatkan modamoda ekonomi sebagai faktor yang begitu determinan. Kajian perkotaan tidak hanya mengemukakan fenomena wilayah geografrs tertentu (place), tapi juga seperangkat kegiatan (worh) dan dinamika penduduk (folh). Hal tersebut mengantarkan pada benang merah untuk terus dipetakan dalam tiga kontinum pembahasan. Setidaknya pembicaraan akan diurai dengan kajian perkotaan yang bermaksud mengenali
kondisi perkotaan secara demografis yang pelik. Selain itu disertai kompleksnya perspektif sosiologis yang kaya dan dinamik. Kemudian muasal kota dirunut dari turunan perancangan kota (urban design). Di sini, kota
lebih berdimensi fisik dan lebih dekat dengan dinamika arsitektural dengan menekankan pada keindahan dan kenyamanan ruangruang perkotaan. Sedangkan yang terakhir ialah pembahasan perkotaan dalam telaah studi perencanaan kota (urban planning), suatu kajian yang mengarah pada penataan ruang yang dekat hubungannya dengan
kewilayahan lalu bermuara pada tata guna lahan dengan mengadaptasi setiap lekuk tata ruang perkotaan.2 Kehadiran perkotaan tidak terlepas dari gesekan-gesekan spasial dan kultural. Dalam sejarahnya, selalu saja ada yang ditelikung dan didominasi, digusur dan dikonversi demi terbentuknya sistem perkotaan yang seragam. Termasuk bagaimana lahan-lahan pertanian dikonversikan fungsinya menjadi kemegahan kota yang lebih strategis secara ekonomis. Industrialisasi tampak mewah bagi pertanian yang lengang dan terpojok. Dua hal, desa dan kota, merupakan sebentuk kehidupan yang utuh dan saling melanjutkan. Desa-desa mengungsikan penduduknya secara tak sadar ke kota. Pemerhati masalah kota, Manuel Castells,
menyamakan urbanisasi sebagai modernisasi, sedangkan masyarakat modern ekuivalen dengan masyarakat kapitalisme liberal.s Walaupun tampak berlebihan, pernyataan itu semakin menegaskan cerita satire tentang penduduk desa yang menggadaikan sawah untuk menjadi tenaga kerja di kota. Mereka berharap penghidupan layak dari silaunya industri. Padahal di era industri (produksi) manusia merupakan unsur dari gegap gempita sistem produksi: tenaga kerja. Hanyajadi salah satu dari alat produksi yang lain laiknya modal, SDA, teknologi, dan lainJain. Lain halnya dengan kehidupan sebelumnya yang menyebut manusia adalah sesama, keluarga, tetangga dan saudara. Dari sinilah dikotomi kota dan desa mulai muncul. Klasifikasi termasyhur Ferdinand Tonnies, membentangkan kota dan desa menjadi pengertian ge maenschaft dan gesselschaft, statu penjelasan klasik yang
popular untuk memaparkan defrnisi desa dan kota di dunia ketiga. Kini, masyarakat kota menjadi bagian kecil dari seluruh sistem perkotaan, sistem industri. Studi perkotaan tentu saja tidak bisa dipisahkan dari kajian demografi yang J
Uft I{AL BALAIRUNG ENI$KCI/XX/2fi
CIfi
dinamik. Migrasi manusia toh tidak memiliki impak terhadap industri saja, tapi juga kepadatan permukiman penduduk. Perkotaan selalu mengandaikan migrasi penduduk yang sangat masif. Selalu ada puluhan ribu orang berbondong-bondong bermigrasi ke kota. Misalnya, Yogyakarta, yang konon terkenal dengan sebutan kota pelajar, selalu mendatangkan orang-orang
baru untuk menjadi penduduknya' Sebut saja kepadatan penduduk ideal sebuah permukiman 5000 jiwa/km2, kota Yogyakarta sudah melampaui jauh dari ketentuan tersebut.a Sementara, persoalan bentukan permukiman pun menjadi pembicaraan hangat di perkotaan. Kepadatan penduduk secara simultan juga mengakibatkan persoalan permukiman di perkotaan' Kampung yang diyakini sebagai permukiman alternatif perkotaan menjadi tersingkir. Kota menjadi sepetak peta yang berpagar bila mengacu pada permukiman yang mengalami pengotakan kelas sosial atau jenis kesukuan dan sebagainya. Kolong-kolong sosial yang diciptakan terbatas dan parsial, setidaknya, secara simbolik, dapat terbaca bahwa terdapat ruang-ruang yang dibatasi kelas sosial, kultural maupun politik. Ambil contoh permukiman sebagai ukuran simbolik kelas sosial tertentu. Cermin yang terpancar adalah ruang-ruang yang gaduh sekaligus sepi. Gaduh dalam keberagaman lokal, sepi dalam simponi kebersamaan kelas sosial. Kondisi ini dipicu oleh perkembangan kota
itu sendiri, baik dari paradigma struktural mengenai masalah tata ruang maupun konsep sebuah kota modern dan pascamodern yang melampaui nilai etis humanisme. Selain itu, perlu juga mencermati sebentuk kehadiran dinamika kultural, politik identitas, dan struktur sosial ekonomi yang terjadi. Kampung mulai menyisih ke pinggir, ke tepian wilayah yang berjubal dan gerah. Wilayah yang diandaikan sebagai citra keterbelakangan. Kampung menjadi wilayah yang sering menjadi bulan-bulanan petugas tata ruang kota untukjenis penggusuran atau teguran-teguran yang mengganggu
keindahan spasial kota. Akan tetapi, seperti pernah dituturkan James C. Scott, selalu ada perlawanan sederhana, walaupun pada
JU RNAL BALAIRUNG EDISI4O/X}II2OO6
kenyataannya pembangunan kota terus berjalan. Sikap defensif dari gerakan perkotaan saat ini yang mencitrakan kekuatan generasi kosmopolitan dan universalisme: gerai-gerai pertokoan, kesenangan rekreatif di klub-klub malam, etalase-etalase dalam mal-mal yang sejuk dan lapang, juga sajian kuliner yang beraneka ragam. Kota menjadi manifestasi dunia yang dimampatkan. Menjadi garisgaris labirin keseragaman budaya dunia. Koneksi inter subyektif sosial politik dalam kota-kota peradaban. Menampakkan konsepsi ruang-mang yang seragarn dalam gelagat taktik ekonomi transnasional. Gedung-gedung kotak me4julang menengadah ke langit, menengarai a kesibukan kinetis dan kerja-kerja mekfinik. Terlihat menjadi desain yang mencitra\an \ kota saat itu. Desain kota tampak menjadi jejak-jejak ruang sejarah perkotaan. Bagaimana peradaban bekeda dan melakukan intervensi terus-menerus terhadap kota. Entah itu gedung kotak yang congkak atau kubah yang melengkung, perkembangan sejarah perkotaan akan tampak dari artikulasi arsitekturnya. Studi mengenai desain kota layak menjadi uji kendali telaah kota. Misalnya, arsitektur kota merupakan konsepsi sejarah ruang yang panjang. Kajian simbolis dari desain-desain monumen kota bisa juga dijadikan jejak langkah menafsirkan keberpihakan regenerasi kota. Bahkan, bentukan tata ruang Yang tergambar dalam peta kota pun bisa bercerita. Mengandaikan kisah-kisah yang nostalgis, seolah-olah kabar penting yang perlu dimonumenkan. Nama-nama jalan, alun-alun ataupun pasar. Walaupun pada kenyataanya, segala gejala sosial perkotaan yang timbul tak lepas dari perencanaan tata ruangnya. Sebelum kota mengeluarkan simboUcitranya, fungsi perencanaan tak boleh diabaikan. Sebelum ada mal dan ruang-mang berinteraksi. Sebelum lahirjenis kericuhan kelas sosial permukiman. Disinilah studi perencanaan kota menemu-kenali alasan fungsionalnya. Memastikan apakah konsep perencanaan sudah benar adanya bagi kemaslahatan masa depan, yaitu perencanaan yang peduli terhadap nilai-nilai humanisme dan daya
tahan lingkungan. Demi memenuhi pemberdayaan kota berkelanjutan. Bentukan frsik tata ruang yang semrawut memang seringkali dituduhkan pada kota negara dunia ketiga. Akan tetapi, sebagian besar kebijaksanaan tata ruang selama ini mengejar pertumbuhan
tingkat ekonomi makro.s Rencana tata ruang kota berfungsi sebagai sarana penunjangnya, menjadi komoditas bagi yang lainnya. Tata ruang menjadi alat untuk memuluskan kepentingan pihak tertentu. Pembangunan kota lebih berorientasikan kepada siapa yang punya kuasa. Sudah selayaknya perencanaan tata
ruang kota bisa mengakomodasi berbagai kepentingan. Salah satu tawaran yang cukup masuk akal adalah perspektif perencanaan yang tidak hanya fisik tapi
juga perencanan sosial. Mengubah kebijaksanaan top down menjadi bottomup. Proses pembentukan tata ruang kota yang partisipatif menjadi proses yang tak boleh ditinggalkan saat ini. Tawaran tersebut semacam solusi bagi persoalan markab dan penyelewengan pembangunan kota. Sering kali proyek-proyek model /op down d.an pusat kurang sesuai dengan kemaslahatan. Aspirasi dari masyarakat tidak terakomodasikan di dalam ketetapan rencana tata ruang kota. Dalam beberapa hal fungsi perencanaan menjadi agenda penting bagi pembangunan kota. Menengarai berbagai kepentingan yang bercokol dan beradu sikut di dalamnya. Masyarakat dengan tuntutan yang tiada habisnya, pemerintah dengan proyek-proyek yang tak pernah selesai dan industri dengan taktik bisnisnya. Mereka punya kaki dengan cara berjalannya, juga punya kepala dengan cara berpikirnya. Peta kota, dengan segala centang-perenangnya, merupakan konsep yang sedang menjadi. Menarik garis dan lajur sejarah kontekstual ruang dan waktunya. Kota-kota akan jadi isu yang tak pernah selesai. []
JU
RI{AL BALAI RUNG
.A\L\\
ik4q5
ffi"
f;
fi ISI4OIXH/?I}fi fi
biasa dari 47Vo menjadi kurang lebih 617o (IINCHS, 1976). Meningkatnya jumlah
Oleh karena pada dua dekade mendatang sebagian besar penduduk dunia akan
bertempat tinggal di kota-kota (kurang lebih 60% penduduk dunia), sudah sewajarnyalah apabila perhatian terhadap kota-kota dengan segala aspek kehidupannya menjadi semakin besar. Hal ini tentu saja sejalan dengan makin besarnya persoalan ekonomi, sosial, kultural, frsikal, dan lingkungan yang akan muncul, sehingga pemikiran-pemikiran serius untuk mengelola pertumbuhan kota
(urban ma,nagemcnt) {rakin diperlukan kehadirannya. Damp/<-dampak negatif globalisasi, perbumlfuhan penduduk yang besar dapat ditekan seminimal mungkin serta mampu memberikan peluang yang Iebih baik bagi penduduk untuk menikmati suasarla kekotaan lebih nyaman untuk mencapai kebahagiaan lahir batin. Tidak berlebihan kiranya ungkapan yang dicetuskan olehThe Global Conference on the Urban Future (Urban 21) berikut:
Hadi Sabari Yunus Guru BesarStudi Kota Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada, adalah juga Chrbf Edrtormajalah intemasional lhe lndoneslan Joumal of Geography dan Ma.lalah Geogra,i /ndonesla. Banyak menulis buku tentang koia.
f)ada saat ini, hampir 507o penduduk bumi bertempat tinggal di LlJRlanet daerah perkotaan. Sebagian besar pakar perkotaan sependapat bahwa kurang lebih dua dekade mendatang, penduduk yang bertempat tinggal di daerah perkotaan akan mencapai sekitar 60Vo. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa kota-kota yang ada akan mengalami tekanan yang semakin besar untuk memenuhi kebutuhan penghuninya akan perumahan, lapangan
pekerjaan dan pelayanan. Tidaklah berlebihan kiranya diungkapkan, ditinjau dari aspek kesejarahan (historical perspectiue) kota dapat berfungsi sebagai *motor' perkembangan ekonomi, sosial, kultural, dan politik. Namun dapat pula justru dari kotalah mulainya kemerosotan peradaban suatu bangsa. Persoalan inilah yang mengharuskan munculnya pemikiranpemikiran yang cemerlang untuk mengelola perkembangan kota agar tetap dalam jalur pertumbuhan yang positif dan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan baik bagi kota
itu sendiri maupun wilayah di sekitarnya (spread effect) dan bukan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi daerah di sekitarnya. Dengan adanya globalisasi, peranan kota-
kota menjadi semakin penting di dalam menyebarluaskan informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin majunya teknologi komunikasi membawa dampak
yang sangat signifrkan pada sendi-sendi kehidupan. Dalam makna yang lebih luas, globalisasi sendiri merupakan transformasi sosial, kultural, ekonomi dalam lingkup global. Perubahan perilaku, gaya hidup dan struktur masyarakat ke arah konvergensi global telah, sedang, dan akan menembus batas-batas etnik, wilayah, dan bahkan
penduduk di kota-kota tersebut ternyata
tidak tersebar merata di seluruh dunia, akan tetapi terjadi di kota-kota wilayah benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Tapi jauh sebelum itu, negara-negara sudah mengalaminya. Saat ini kurang lebih 75Vo penduduknya bertempat tinggal di daerah perkotaan dan terdapat kecenderungan pergeseran penduduk dan pekerjaan dari kota-kota besar ke kota-kota yang lebih kecil. Bahkan di Eropa Timur, sebagai contoh, terjadi tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung menurun dan penduduk perkotaan mulai mengalihkan perhatiannya untuk kembali ke daerah perdesaan.2 Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Koch-Weiser, M anag ing D ir e ct or B ank Dunia,
di Konferensi Habitat II: "By the time of Habitat lll in 2015, twenty $even cities will have passed the 10 million mark, 516 cities will have passed the 1 million mark and the urban population will have passed the 4 billion mark. Population will spread beyond metropolitan borders to secondary centers and far into what we are now largely rural areas."
"How can we influence the development of towns and cities in such a way that all their inhabitants have a share in economic, technological and social progress, enioy cultural diversity and a sound environment and can pafticipate democratically in shaping where they
negara.
Sementara itu, penduduk negara-negara
live?a
Kota sebagai pusat kegiatan sosial, politik, ekonomi dan kultural akan mengalami dampak globalisasi paling nyata, karena di sana terdapat konsentrasi tempat tinggal penduduk terbesar dan intensitas komunikasi paling tinggi. Akibatnya, introduksi peradaban, gaya hidup yang telah berkembang di negara-negara Barat sangat cepat ditiru oleh masyarakat kekotaan yang kemudian akan dengan cepat pula menyebar ke daerah-daerah di sekitarnya. Sayangnya, tidak semua gaya hidup barat cocok dengan kondisi lokal negara berkembang, sehingga dampak negatif dari globalisasi akan lebih menonjol dari pada dampak positifnya. Di samping arus globalisasi dengan segala konsekuensinya di bidang sosial, kultural, ekonomi, teknologi, dan politik, di kota-kota negara berkembang juga menunjukkan pertumbuhan penduduk cukup signifrkan. Kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus dan tinggi ini akan berdampak serius pada kehidupan sosial, ekonomi, kultural, dan kondisi fisikal perkotaannya. JUftNALBALAIRUNGIilI$I4O/XX/;OOS
7
sedang berkembang yang tinggal di daerah
Menunrt laporan PBB, antara tahun 2000 - 2025, penduduk yng tinggal di daerah
perkotaan akan mengalami kenaikan jumlah 2 kali lipat dari, 2,4 milyar (1995) menjadi 5 milyar. Suatu kenaikan proporsi yang luar
perkotaan masih kurang dari 40Vo pada
permulaan milenium ketiga ini dan urbanisasi (pengaliran penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan) masih dalam tarafyang sangat tinggi. Di kawasan
TABEL 1. Penduduk Perkotaan dan Tingkat Pertumbuhannya 1980 - 2(}25
2025
19aO-
2000- 2()2l)2(l()5 202s
19aO
20()()
39
47
57
2,6
2,2
L,7
27
38
49
4,4
4,O
3,0
69
75
80
0,8
0,3
0,1
82
L,2
L,O
0,9 1,5
74
1945
60
67
73
3,1
2,0
68
80
85
3.1
1,8
1,1
27
38
50
3,6
2,4
2,0
77
70
72
1,4
t,3
t,3
29
4t
52
3,8
2,9
2,1
77
76
81
0,5
0,3
0.9 NsB: Neeara
*i,ifl
iil:",Ti,T:
Sumber: WRI (1998), UNFPA (1998), UNDP (1998), wB (1998).
JURN\IAL BALAIRUNG HOiSI4OIXXIz(]OS
Asia, Afrika, dan Amerika Latin, peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dari tahun 2000-2025. Khusus di benua Asia, antara tahun 2000 - 2025
booming di kota-kota telah mengakibatkan pemekaran kota secara fi.sik yang luar biasa dan kemudian diikuti oleh meningkatnya jumlah penduduk karena migrasi. Hal ini telah terjadi pada dekade pertengahan abad 20. Namun demikian, pada akhir abad
Di negara maju,
diperkirakan akan tedadi perubahan persentase jumlah
adanya industrial
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan d,ai3}Vo menjadi sekitar \OVo, walaupun pada saat yErng bersamaan juga terl'adi penurunan tingkat pertumbuhan
boaming di kota-kota
20 terlihat penurunan pekerja manufaktur dan tercatat hanya antara
jumlah penduduk dai2,8Vo menjadi kurang lebih2,UVo. [Lhat Tabel
11.
l77o-327o saja, pekerja pelayanan masih mendominasi dan tercatat 60Vo-7 \Vo,
telah mengakibatkan
Kecenderungan dan Pemicu Aglomerasi Penduduk Perkotaan
sementara itu pekerja-pekerja yang terkait dengan informasi telah meningkat dari sekitar 257o (1920) menjadi kurang lebih 40Vo pada tahun 1990.7 Di negara sedang berkembang, terlihat gejala kebalikannya di mana proporsi petani
pemekaran kota
ft ".ur. global, baik negara maju .\ -aopon negara sedang berkembang l:.';f mengalami pening\atan jumlah penduduk
$ecara fisik yang luar
perkotaan, akan tetapi jugf mengalami penurunan tingkat pertambahannya.rBuatu hal yang perlu dicatat adalah bahwasanya kerrisentrasi penduduk perkotaan terbesar tidak lagi berada di negara maju, namun berada di negara sedang berkembang. HaI yang mengejutkan adalah bahwa pada tahun 20L5 yarlg akan datang, 18 dan27 mega cities (kota besar dengan penduduk sama atau lebih dari lOjutajiwa) di dunia ini, berada di Benua Asia dan dari 358 kota-kota dengan penduduk sama atau lebih dari 1 juta jiwa, lebih dari 153 di antaranya juga berada di Benua Asia [Tabel 2]. Banyak faktor yang menyebabkan pertumbuhan eksplosif kota-kota, namun kebanyakan pakar
biasa dan kemudian
d.an primary producers lainnya telah mengalami penurunan dan pekerja industri mengalami kenaikan. Walau ada beberapa perkecualian, adanya international diuision of labouti secara umum telah membawa keuntungan tersendiri, yaitu meningkatnya pendapatan per capita.8
eniek.BALAlRUNG
diikuti oleh rneningkatnya jumlah
Kedua, berkaitan dengan terjadinya reuolusi
transportasi. Kemajuan di bidang transportasi telah meningkatkan jarak tempuh mobilitas penduduk,
penduduk karena migrasi.
mengidentifikasi empat kekuatan utama sebagai pemicunya. Pertama, berkaitan dengan proses industrialisasi. Di negara maju, adanya ind.ustrial
.
# &
Ketiga, adalah reu olusi telekomunikasi. Peranan teknologi komunikasi tidak berdiri sendiri namun berbarengan dengan makin canggihnya teknologi transportasi. Kalau pada masa lalu, dalam melaksanakan kegiatannya, manusia harus melakukan dengan face to face contact, maka setelah adanya revolusi
&
s
:
,iTol(yQ,:!
Beurng ::Ensa.-,':1:,: l:':::
calcufra
Dsllii: :::,: I
::::
ranJtn
Seoul
iieJS::: 27.770
::g;*6$:
::3$:Si.ti: L9.423
12.362 :7;892.,' LL.673
.ig;r&r: D.62r
,-f'ez.:' .9.2&t
:,
Osaka
Batsliqk:: .:
'
1.641
l
5.085
'li3+3.:l
10.601 r.:r.5661
+?:593,' 15.998
:'&316r'
::r:
Lahore
4,22
27.373
,7.NtO
1 r'1
't{yitiesbts* : . Tehecn
1s.093
':d5$a2:
10.687
l'{tt:tru,)litir'ld:: Itdtirle4:
:.,q{p:,
.
Bombay
::$1rii1gli61 : ,rakarta :r: (ir6ahia: .rr,
'
'i{,711,,
13.139 :::11;345:: L0.767
::iO;{Et,: 10.602
:i1A;$57:'
-. n;96.
+3s
ri:4#F;' rr,$i4ri 1,67
:'EjtS
:
"
2,73 4,98r, 1,98
:3,88'l 3,a4 .i..5;l?':' 0,24
ral9-:"
::-:
.3S
. 2,34 i::,,3r4*
:
dari j arak yang jauh (far away contact). Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya urban dweller exodus ke daerah perdesaan di sekitar kota, di samping adanya pengangkutan massa yang semakin mudah dan murah ke tempat ker{a di pusat kota. Gejala inilah yang pada gilirannya kemudian memacu perluasan frsik kota.
3;$l 2,33 1,91
:::L-75: 0,32
.:.1i*5tl 3,55
''?irli
,.'*,5{: 2.30
-"#
di bidang telekomunikasi, manusia dapat melakukannya
1,89
:i:Ii53.
:
# *f&sJ
barang, jasa, dan informasi. Maraknya transportasi massa dan penggunaan mobil pribadi telah menyebabkan proses desentralisasi penduduk dan fungsi-fungsi, jauh dari pusat kota sehingga pemekaran kota dalam artian fisik terjadi sangat hebat. Pada perkembangannya kemudian hal ini telah menjadi wacana yang hangat karena diperkirakan akan menjadi ancaman terhadap keberadaan sustainable city.
o z
.
f E 6
!c
-9 E
JURNALBALA|RUNGTDt$t40Ixx/Z0CIfi
I
10 J{JHiltAt BALATRUNG [fiisr40lxx/rsl:6
Pada permulaan abad 21, diketahui adanya revolusi informasi yang telah mengintegrasikan teknologi komputer, telekomunikasi, televisi menjadi medium tunggal untuk generasi informasi, penyimpanan informasi dan juga pertukaran informasi. Akibatnya, terjadilah revolusi ekonomi baru yang telah menciptakan jaringan kerja antara kota-kota di seluruh dunia menjadi
s;aatu sistenx interaksi dan interdepend,ensi global yang sango.t kompleks. Hal ini akan menjadi pemicu terciptanya international diuision of urban labour. Dalam sistem jaringan keda global ini, dapat dikenali adanya beberapa kota dunia @lobal cities) yang berfungsi sebagai pusat pertukaran informasi global dan pengendaliannya. Sementara itu, sebagian besar kota-kota masih berperan sebagai sub-global cities yang memberikan pelayanan global pada bidangbidangtertentu. Di bawah order sub-global cities, dTkenal apa yang disebut sebagai regiondl cities yangbe{peran sebagar prouider kebutuhan barang dan jasa untuk skala wilayah regional. Sedangkan order paling kecil adalah country towns yangberperan sebagai prou ider barang dan jasa pada tingkat lokal atau daerah di sekitar kota yang bersangkutan.
Keempat, adalah transformasi politik.
Walaupun peranan aspek ini tidak sejelas seperti ketiga kekuatan yang lain, namun harus diakui bahwa adanya transformasi poti&ik, khususnya decolonization process
telahSendorong muncul dan tumbuhnya ibu kota rpgara-negara yang baru. Hal ini disebabkan terjadinya pemusatan kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kultural yang pada awal berlakunya sistem politik pemerintahan yang baru selalu terpusat pada ibu kota negara. Akibat selanjutnya adalah terciptanya magnetic forces yang besar terhadap penduduk maupun fungsifungsi yang lain untuk menuju ke pusat.e Beberapa pakar memprediksikan bahwa sekitar tahun 2O25 hampir semua kota di dunia akan tedalin ke dalam jaringan kekotaan global yang menggunakan sistem otomasi produksi, sistem otomasi transportasi dan sistem otomasi komunikasi yang memberi berbagai kemudahan bagi penduduk kota dalam menyelenggarakan kehidupannya. Perihal globalisasi teknologi tersebut sering disebut sebagai teknologi 3K, yaitu komunikasi, komputer, dan kendali. Perkembangan teknologi yang demikian pesat itu berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Dari waktu ke waktu, teknologi berkembang semakin canggih dan sebagai contoh adalah komputer yang hampir setiap tahun muncul generasi baru dengan kemampuan semakin tinggi, cara pengoperasian yang semakin sederhana
dengan harga yang semakin terjangkau.
pembang:unâ&#x201A;Źrn. Dan gejala keempat adalah
Teknologi komunikasi menghasilkan produk baru yang memperrnudah, mempercepat dan mempermurah hubungan antar manusia dan antar wilayah. Teknologi informasi menciptakan produk yang semakin kecil, semakin hemat energi dengan kapasitas semakin besar dan sanggup melakukan fungsi yang semakin banyak dalam memproses dan memanipulasi informasi, dalam artian mengolah, menyimpan, dan menampilkan data atau informasi. Sementara itu, teknologi kendali memberi kemampuan pada pemakai untuk mengatur berbagai piranti komunikasi dan
munculnya upaya penggabungan kota-kota antar negara dalam bentuk segitiga pertumbuhan (growth triangle). Gejala-gejala tersebut muncul karena adanya perubahan
informasi baik dari jarak dekat maupun jauh. Penggunaan LEO (Low Earth )rbit) untuk menunjang hubungan langsung HP secara global, integrasi berbagai macam piranti komunikasi, informasi, dan kendali yang mErmpu mengintegrasikan media konvensional (koran, radio, televisi) dari berbagai tempat yang berbeda ke dalam satu perangkat sehingga dapat diakses dari berbagai tempat lain.lo
ekonomi global, penyesuaian struktur keruangan, peningkatan intensitas kegiatan, kemajuan teknologi informasi, dan penerapan teknologi komputer yang semakin luas di berbagai aspek kehidupan. Globalisasi telah mendorong munculnya paradigma produksi baru yang didasarkan pada teknologl yang mengarah pada internasionalisasi produksi, pembagian kerja interna sional (international diuision of labour) dan meningkatnya peranan kota dalam perkembangan ekonomi dan integrasi internasional.l2 Dengan demikian, proses pengkotaan yang terjadi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi [a] region-based urbanization dan lbl city -based urbanization. Proses pengkotaan yang merupakan aktualisasi gabungan dari kota-kota besar (region-based urbanization) maupun
pengkotaan daerah kedesaan di sekitar kota (city -based urbanization) menuntut
pencermatan kajian cermat dan mendalam, sehingga dampak frsikal, ekonomi, sosial, kultural, dan lingkungan yang muncul tidak mengakibatkan ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable deuelopment). Peranan geografi sebagai ilmu yang menekankan kajianlya pada fenomena geosfera dalam dimensi keruangan dan kewaktuan, menjadi mencuat dalam upayanya mengenali permasalahan kehidupan, menemukenali variabel yang berperanan, mengidentifrkasi proses interaksi dan interdependensi antar variabel, mengevaluasi dampak dan upaya
I?end Aglomerasi Kekotaan di Asia-Pasifik
f
fntut<
I I \-/
kawasan Asia-Pasifik, pada
akhir abad 20 sampai permulaan milenium ketiga ini, telah terjadi
pola perkembangan perkotaan yang
istimewa. Gejala pertamo adalah munculnya upaya penggabungan kota-kota kecil dengan kota besar di dekatnya. Wilayah kekotaan besar yang kemudian terbentuk dikenal dengan istilah extended metropolitan region (EMR) yang kemudian merupakan inisiasi terbentuknya mego, city. Beberapa contoh kiranya dapat dikemukakan di sini: Klang Valey Conidor yang menghubungkan Kual Lumpur, Shah Alam dan Klang; Jabotabeh yang menunjukkan bergabungnya Jakarta, Bogor, Tangerang d an Bekasi; Manila-Quezon di Pilipina; O saka-Kobe, Tohyo-Yohohama, I$roto-Osaka-Kobe di Jepang Beijing-Tianjin, Hongh,ong-Gungzhou di China; Seoul-Puson di Korea dan Taipei-Kaoshiung di Taiwan. 11
iuftFJAL BALATRUNG Em$t4.0txx/20CIs
I
sebagai akibat regional based urbanization
maupun city based urbanization tersebut. Geografr kota tidak lain merupakan cabang ilmu geografi yang menekankan dan memfokuskan studinya pada pola dan proses
sosial, ekonomi, spasial dan lingkungan yang
terjadi pada sesuatu kota atau sistem kotakota dalam konteks keruangan, ekologis, dan kompleks wilayah. T\rgas utamanya adalah [1] menemukenali permasalahan kekotaan yang terkait dengan pokok bahasan di atas; [2] mengevaluasi dampaknya terhadap kehidupan manusia dalam dimensi keruangan dan kewaktuan, serta [31 menemukan dan merumuskan cara memecahkan permasalahan tersebut baik dalam bentuk upaya preventif, kuratif, rehabilitatif maupun inovatif. Permasalahan kekotaan yang muncul pada permulaan abad 21 milenium ketiga ini memang sangat banyak. Bbperapa permasalahan aktual
kekotaan da[at dikemukakan di sini antara latn permas$ahan kemiskinan yang merebak ; permasalalan pengad.aan perumahan bagi penduduk miskin di hota; permasalahan perkembangan kenampakan fisih kota yang tidak terkendali; permasalahan penyediaan lapangan kerja; permasalahan degradasi
hualitas linghungan kota ; permasalahan tingginya arus urbanisasi; permasalahan hesernrawutan lalu lintas transportasi di hota
dan masih banyak kiranya yang belum dan
tidak mungkin diungkapkan semuanya dalam tulisan ini. Permasalahan Kemiskinan di Kota
n rf'asaran KemrsKrnan or Kof,a memang merupakan hal mendesak l\/l l. YI y.r,g nal"os ditangani. Berdasarkan
tinggi baik pada masa sekarang maupun
data dari World, Bank (1989), 330 juta penduduk perkotaan atau27,7Vo dari seluruh penduduk perkotaan hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut, sekitar 137 juta di antaranya hidup di kota-kota Benua Asia; 77juta berada di kota-kota Benua Amerika, khususnya Amerika Latin; 55 juta hidup di kota-kota Benua Afrika dan selebihnya hidup di kota-kota Eropa Timur dan Tengah. Dibandingkan dengan jumlah penduduk perkotaan pada benua yang
Oleh karena wilayah perkotaan merupakanp rospektus habitat homo urbanus, disiplin yang mengkhususkan diri pada studi kota menjadi semakin penting sejalan dengan kecenderungan perkembangan kotakota kecil, sedang, menengah, besar sampai mega city pada milenium ketiga ini. Pemerhati masalah perkotaan dan kekotaan khususnya pakar geografi kota, makin 1
permasalahan keruangan yang timbul
mitigasi dan atau eliminasi dampak negatif dan promosi dampak positif untuk mencapai tingkat kesejahteraan penduduk yang lebih masa yang akan datang.
Gejala hedua adalah te{adinya internasionalisasi kota-kota kecil seiring dengan makin tingginya intensitas hubungan global kota-kota besar. Gejala hetiga adalah meningkatnya peranan kota-kota pantai sebagai katalisator modernisasi dan
banyak diharapkan kehadirannya dan dibutuhkan dalam rangka memecahkan
12 JURnTAL BALAIRUNc EDrsi4c/xx/zrCIfi
bersangkutan, Asia mempunyai proporsi paling kecil yaifii 23Vo saja dan berturut-turut diikuti oleh Amerika Latin27%o, Eropa fimur dan Tengah 34Vo danAfrika menunjukkan proporsi paling tinggi yaitu 42Vo. Narrtn, dilihat dari segi jumlah penduduknya, Benua Asia menunjukkan tingkat paling banyak jumlah penduduk
Geografi kota tidak
lain merupakan
miskinnya.
cahans ilmu geo$rafi
Gambaran kemiskinan di kota pernah dilukiskan oleh Robert McNamara (1975) sebagai:
yang menekankan dan 'The
urban poor
exist
in thoroughty squatid conditions,
afflicted by malnutrition, devoid rudimentary sanitary facilities, lacking employments, possesslng minimum shelter, if at all."
me
mfokuskan
studinya pada pola Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa masalah kemiskinan tidak semata permasalahan lokal, namun juga berdimensfregional, nasional dan bahkan global, sehingga upaya penanggulangannyapun selalu terkait dengan skala keruangant. Aplikasi paradigma pembangunan nasional yang menekarrkan pada Accelerated Ind,ustrial Deuelopment Strategy (AIDS) perlu dimbangi dengan kebijakan Ac cel.erated Rural Deuelopment Strategy (ARDS) banyak disarankan oleh para pakar untuk mengatasi permasalahan regional yang muncul pada pertengahan abad 20.13 Di samping itu, beberapa kebijakan lokal untuk untuk mengatasi \ kemiskinan antara lain perluasan lapangan kerja dan \ kesempatan peningkatan penghasilan, khususnya di ) sektor informal karena sebagian terbesar penduduk / miskin beke{a pada sektor ini; pembangunan tempat tinggal yang terjangkau masyarakat miskin di kota; pemenuhan kebutuhan dasar air minum, sanitasi, pendidikan dan kesehatan; perbaikan mekanisme pemberian pelayanan kepada penduduk miskin.la
[u..lah
ekonomi, $Ba$ial dan
lingkungan yang
terjadi pada sesuatu kota atau sistem kota-
kota dalam konteks keruangan, ekologis,
dan kompleks wilayah.
Permasalahan Perumahan
\
dan proses $o$lal,
Pengaliran penduduk dari daerah perdesaan yang masif ke kota-kota juga bukan semata persoalan lokal, namun juga terkait dengan permasalahan regional dan global. Makin banyaknya jumlah penduduk dan makin meningkatnya volume dan frekuensi kegiatan penduduk di kota menuntut semakin banyaknya lahan untuk pembangunan per-umahan dan fungsi-fungsi kekotaan. Hal ini telah memicu dan memacu perkembangan fisik kota yang tidak terkendali karena fungsi monitoring dan kendali dari institusi pemerintah tidak bedalan sebagaimana mestinya. Hilangnya lahan pertanian produktif, subur dan beririgasi teknis, maraknya spekulasi lahan, meroketnya harga pasaran lahan, pola sebaran bentuk pemanfaatan lahan yang semrawut, meningkatnya polusi udara, air, dan tanah, penurunan produksi dan produktivitas pertanian, degradasi kualitas lingkungan, menipisnya komitmen petani terhadap lahan dan kegiatan pertanian adalah beberapa contoh dampak negatif dari perkembangan frsik kekotaan yang tidak terkendali.l6 Di samping itu, merebaknya permukiman liar (squatter settlements) dan meluasnya permukiman kumuh (slums) di bagian dalam kota di kota-kota negara sedang berkembang menjadi beban yang semakin berat bagi pemerintah kota untuk mengatasinya.lT Para pakar sependapat bahwa penduduk di negara sedang berkembang, khusubpya Benua Asia sedang mengalami urban reuolution) karcna saat ini sedang terjadi suatu pergeseran,ledrpat tinggal dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan dan diperkirakan pada dua dekade abad 2l millenium ketiga sebagian besar penduduk Asia akan tinggal di daerah perkotaan. Dalam kurun waktu antara 1980 dan 2020, penduduk perkotaan di Benua Asia akan bertambah 2 kali lipat dan tingkat kekotaannya akan mendekati 50%.16 Hal inilah yang menghantui kota-kota di Asia, karena keadaan tersebut akan diikuti oleh permasalahan pengadaan infra struktur, tuntutan akan perumahan dan penyediaan kesempatan kerja yang memadai dan sementara itu kemampuan finansial
perumahan yang mendesak memang
Mt:t#it:#:i:y;::::##:Yff
1:*,.T;'*"
pemerintah kotanya masih dipertanyakan. Gejala serupa pernah dialami Amerika Serikat, namrul proses peralihan dari daerah kedesaan ke daerah kekotaan (urban transition) yang terjadi sangat berbeda dengan apa yang terlihat di negara berkembang. Sebagaimana dikemukakan oleh Ginsburg,ls transisi kekotaan di Amerika Serikat menuju ke perkembangan ekonomi lebih baik
tinggal (rumah) mempakan dua hal yang sangat sulit dipecahkan di daerah perkotaan. Keterbatasan lahan, tingginya harga lahan, tingginya harga material bangunan, tingginya upah tenaga kerja merupakan faktor-faktor penentu tingginya harga rumah di daerah perkotaan, khususnya untuk masyarakat miskin.ls Meningkatnyajumlah penduduk di kota sebagai akibat dari natural growth maapttnmigration yang masuk ke kota mengakibatkan densifrkasi penduduk dan bangunan perumahan meningkat dengan cepat, sehingga di beberapa bagran di dalam kota bahkan telah mencapai death point.
JURNALBALA|RUNGEDiSt40Ixx/200s 13
14 JURNAL BALATRUNG [ntsufilxx2*06
"[.-.] this condition reflects the progression of the space economy to a state of what might consider maturity; that is to a condition whereby areas of possessed of substantial comparative advantage, would be drawn effectively, through improved transpoftation network, into the n
ation
al
geog ra ph
ic
stru ctu re - "
Sementara itu, apa yang te{adi di negara berkembang perlu kehati-hatian yang tinggi dalam menganalisisnya. Hal ini dikarenakan apa yang tedadi di negara berkembang belum tentu akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Hal ini terkait dengan peranan desa dan kota, sumber daya manusia, organisasi
pemerintahan, latar belakang sosial, kultural, historis, dan teknologi yang ada di negara berkembang berbeda dengan apa yang terdapat di negara maju. Masalah Deteriorisasi Lingkungan
]t
/fasalah
lingkungan yang mengalami degra<iasii<ualitas, merupakan IV I 4 Y 4,ancarnan yang tidak boleh diabaikan terhadap kota-kota yang berfungsi sebagai engines of economic growth. Deteriorisasi lingkungan dapat mengancam kesehatan penduduk kota. Meningkatnya polusi udara, air, dan volume sampah padat yang tidak dapat ditangani dengan baik merupakan zrncaman serius terhadap
kesehatan dan menurrrnnya kesehatan dapat menurunkan produktivitas ke{a. Yang dimaksudkan dengan lingkungan kekotaan (urban enuironment) adalah totalitas kondisi fisik, sosial, kultural, ekonomi, politik, dan institusional dari ekosistem yang mengelilingi dan menopang kehidupan manusia dan akhirnya menentukan kualitas kehidupan di kota.2oDi sini jelas bahwa pemahaman lingkungan kekotaan selalu bercifat human oriented I human centered dan meliputi lingkungan artifrsial dan natural yang menyediakan sumber daya untuk kota dan akhirnya sangat mempengaruhi pertumbuhan kota. Penanganan masalah lingkungan harus melibatkan berbagai disiplin ilmu dan terkoordinasi secara terpadu untuk mencapai sasaran yang sama yarlat liuable city d.alam kerangka sustainabl.e deueloprnent.
sekian banyak permasalahan Yang dikemukakan di bagian terdahulu, tidak akan ada manfaatnya aPabila upaya
Masalah Kepadatan Lalu Lintas
ffir"x?Iffi"T"ffi;l"i:ii#'"
.L Y J-penduduk dan meningkatnya kegiatan kekotaan adalah makin padatnya lalu lintas. Ketidaklancaran lalu lintas di kota mempunyai dampak yang luas terhadap seluruh aspek kehidupan. Kegiatan perekonomian, kualitas lingkungan, mobilitas penduduk, barang dan jasa dan kegiatan pemerintahan sangat terkait dengan kelancaran lalu lintas di kota. Kelancaran lalu lintas diharapkan dapat menimbulkan efek berantai yang positif terhadap semua aspek kehidupan di kota. Penanganan masalah kepadatan lalu lintas tidak dapat semata-mata dipecahkan dengan penambahan panjang dan lebar jalan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa investasi di bidang ini kalau tidak disertai dengan kebijakan lain diibaratkan membuang uang ke dalam lubang hitam (upaya yang sia-sia) dan teori ini kemudian
terkenal sebagai black, hole theory.2r Pendasaran rasional teori ini adalah dengan penambahan jalan, berarti peningkatan kapasitas jalan dan pengangkutan menjadi lebih mudah. Namun demikian, perembetan kenampakan frsik kekotaan ke arah luar \urban sprawb jrtgqakan terpacu, rata-rata tempuh pe4'alanan lemakin meningkat, permukiman bertafrbah padat dan akhirnya akan terjadi kant6ng-kantong baru kepadatan lalu lintas yang tinggi di tempat
lain yang berarti penyebaran kemacetan lalu lintas. Penataan ruang dengan beberapa peraturan yang mengikat setiap bentuk perubahan pemanfaatan lahan hanrs selalu menyertai setiap kebijakan transportasi, sehingga kekhawatiran tercebur ke dalam black hole dapat dihindari atau paling tidak diminimalisir.
pemecahannya tidak mengarah ke pencapaian sustainability pada suatu kota melalui pola pembangunan yang dikenal sebagai sustainable deuelopment. Dalam hal ini setiap upaya pembangunan selalu diarahkan untuk pemanfaatan sumber daya secara optimal untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang, dan masih memberikan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk memanfaatkannya dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kiranya apa yang dikemukakan olehWorld Comission on Enuironment and Deuelopment (WCED) tahun 1987 terkait hal di atas perlu dikemukakan di sini yang sekaligus merupakan ungkapan kekhawatiran umat manusia terhadap masa depan generasi selanjutnYa: "Humanity has the ability to make development sustainable - to ensure that it meets the needs of the present generation without compromising the abitity of the future generations to meet their own needs. This means that, put most simply' we must not rob the generations that come after us; rather we should seek to leave them a larger and a better tegacy than we had ourselves."
Dalam ungkapan yang senada kita sudah mendengar perihal pemanfaatan sumber daya ini yaltu bahwa sumber daya yang ada saat ini buhan merupakan warisan neneh nl.oyang hita, tetapi merupahan pinjaman dari anak cucu. Dalam ungkapan tersebut, baik yang dikemukakan oleh WCED maupun ungkapan berbahasa Indonesia menyiratkan tuntutan tanggung jawab pemanfaatan sumber daya demi kesejahteraan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Dalam kaitannya dengan kota, sustainable deuelopmenl mempunyai misi sebagai
Sustainable City, Antara Harapan dan Kenyataan
berikut:
N/fr*TT]"i#x"x?T:r*lri"ngrngar ruang yang
I YI
"...sustainable city aims at achieving balanced development in which economic forces (e.9. efficiency); social considerations (e.g' equity and access to facilities) and environmental concerns (e.9. qualtty of life) are brought together from the viewpoint of a green society.'z2
sangat
terbatas, semuanya tidak akan dapat dipaparkan dalam tulisan ini. Namun kiranya dapat dikemukakan di sini, suatu esensi yang mengemuka pada awal milenium ketiga ini, yaitu tentang sustainabl.e city. Dari JUftNALBALATRUNGEDl$i40/xx/2CI0fi
l5
16
JURNALBALATRUNGHnT$t4iltxx/afififi
T\rjuan utama pembangunan kota adalah pencapaian kesejahteraan penduduk kota pada saat ini maupun saat yang akan datang dalam kerangka tatanan kehidupan kota yang berwawasan lingkungan. Tatanan mana tidak boleh bertentangan dengan tatanan
regional (supralocal) dan bahkan tatanan global @lobal leuel). Jelaslah kiranya bahwa ada 5 butir penting yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan kota menuju isisustainable city, yaitu: [1J pertimbangan ekonomi (economic considerations); 127 pertimbangan sosial (social considerations); [3] kepedulian lingkungan (enuironmental concerns); [4] kesejahteraan penduduk (population welfare) dan [5] kompatibilitas konsep sustainable dari skala lokal, regional,
sampai global.23 Kebanyakan Negara Berkembang belum memperhatikan butir-butir tersebut secara serius dan menyeluruh. Akibatnya, banyak kendala-kendala internasional yang dialami oleh negara tertentu dalam pemasaran produksi di luar negeri karena dianggap bertentangan dengan salah satu atau beberapa butir yang terkait dengan konsep
global sustainable d.eueloprnent Sebagai contoh lain adalah terjadinya konversi lahan pertanian produktif beririgasi teknis ke pemanfaatan lahan non pertanian yang tidak terkendali di Indonesia. Mengingat disparitas yang semakin lebqr antara produksi bahan pangan denga\konsumsinya, seyogyanya pemerintah bertinQak lebih konsisten dan konsekuen dalaln melindungi lahan pertanian tersebut dari konversi yang
terlalu dini. Pengubahan paradigma pembangunan kota yarrg bercifat urban oriented ke paradigma yang bersifat rurban (ral-urban) oriented sangat mendesak untuk diterapkan, apabila komitmen bangsa ini untuk mencapai misi sustainability dalam pembangunan, khususnya pembangunan kota, masih tetap tinggi. Sejalan dengan pemahaman sustainable deuelopment yang kemudian diaplikasikan pada suatu kota, perlu dipahami pula beberapa elemen penting yang terkait dengan ungkapan rTreeting the needs ofthe present generation di satu sisi, dan ungkapan without .jeopardizing lcompromising the ability of the future generations to meet their own needs di sisi lain. United Nations Conference on
Human SettLements (1996) telah mencoba
menjabarkan kedua perspektiftersebut. Hal yang terkait dengan kebutuhan generasi saat ini pada suatu kota meliputi tigahal, yaitu [11 kebutuhan ekonomi leconomic needsl; [2] kebutuhan sosial, kultural dan kesehatan (social, cultural and health needs) dan [3] kebutuhan politik (political needs).2a Kebutuhan ekonomi meliputi kemampuan mengakses semua sumber daya untuk dimanfaatkan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya penduduk perkotaan miskin (the urban poor). Di samping itu economic security diharapkan dapat dirasakan oleh semua penduduk kota, khususnya pada saat tidak mampu beke{a lagi, sakit, cacat dan menganggur. Khusus untuk kebutuhan sosial, kultural dan kesehatan, lebih ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang sehat, aman, te{angkau serta dilengkapi dengan fasilitas permukiman yang memadai. Penyediaan air bersih yang cukup, jaringan sanitasi dan drainase yang baik, transportasi yang lancar, pemeliharaan kesehatan yang cukup, pendidikan yang terjangkau serta program pengembangan anak-anak yang terarah dan terstruktur. Fasilitas tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari polusi menjadi dambaan setiap warga kota. Kesemuanya dapat dicapai asalkan dalam masyarakat perkotaan tidak terdapat disparitas pendapatan terlalu besar. Kebutuhan politik terkait dengan kebebasan berpendapat dan berpartisipasi dalam kancah politik baik lokal maupun nasional, partisipasi dalam perencanaan pengembangan wilayah (lokal, regional dan nasional) mulai dari tahap pra perencanaan sampai tahap implementasi proyek pengembangan dan monitoring pelaksanaan pembangunan. Hal yang terkait dengan ungkapan without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs rneliprti 4 aspek, yaitu:
ancaman terhadap kualitas kehidupan itu sendiri apabila penambahan jumlah kendaraan bermo'tor terjadi terus menerus;
Tujuan utama pembangunan kota
[3] Pemanfaatan yang
lestari (sustainable use) dari
adalah pencapaian
reneus abl,e re source s.
Pemanfaatan sumber daya air, khususnya air bersih betul-betul diharapkan
kesejahteraan
secara bijak, di samping
penduduk kota pada
adanya kiat untuk
mempertahankan kuantitas dan kualitasnya. Upaya
saat ini maupun saat
menjaga recharge areo, agar
tetap berfungsi merupakan keharusan. Penutupan permukaan tanah atau pengerasan permukaaan tanah di daerah pemasok air yang berakibat tidak berfungsinya recharge area sebagai daerah resapan air, harus dihindarkan; [4] Penanganan limbah padat dan cair di kota agar diupayakan dapat diproses dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan di kota (intra frontier dimension), maupun terhadap kehidupan di daerah sekitar kota atau daerah lain yang lebih jauh (inter frontier dimension). Sintesis upaya pemenuhan kebutuhan generasi sekarang
yang akan datang dalam kerangka tatanan kehidupan kota yang berwawasan
(meeting the needs ofthe present generdtion) tanpamengancam
kemampuan generasi yang akan datang (without jeopardizing the ability of the future generations to m.eet their own needs) dapaL dituangkan ke dalam lima strategi, yai1ut:
lingkungan,
1. Strategi kesatu terkait dengan pemanfaatan energi dan
pemeliharaan kualitas
2. Strategi kedua terkait
)
Terbuka
Hijau;
udarl
denga4 pemanfaatan lahan dan Ruang
___/
3. Strategi ketiga terkait dengan pemanfaatan air, bahan bangunan dan penanganan limbah;
[1] Kiat rntuk meminimasikan pemanfaatan dan pemborosan sumber daya yang tidak terbaruk an (non renewable resources), termasuk di dalamnya penghematan bahan bakar minyak dan mengusahakan peningkatan substitusi"renewable resoltrces". Kedua hal ini belum mendapat perhatian yang proporsional dari pemerintah Indonesia, walau sudah banyak masukan para pakar yang mengisyaratkan adanya ancarnan serius terhadap keduajenis sumber daya tersebut;
4. Strategi keempat terkait dengan kebijakan di bidang
transportasi; 5. Strategi kelima terkait dengan kesehatan, kenyamanan,
ketenteramandan ketenanganhidup. Strategi yang terkait dengan pemanfaatan energi dan pemeliharaan kualitas udara yang layak hirup menyangkut antara lain penghematan pemanfaatan energi baik untuk rumah tangga dan industri, pengurangan jumlah kendaraan bermotor
[2] Meminimasikan dan menghindarkan pemborosan
khususnya kendaraan pribadi dan mendorong pemanfaatan mass transportation modes. Strategi yang terkait dengan pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau meliputi upaya preservasi lahan pertanian, perluasan jalur-jalur hijau dan kantong-kantong hijau di dalam maupun di pinggiran kota serta penataan permukiman sehingga ruang terbuka tetap tersedia untuk setiap lingkungan tempat kediaman (neighbourhood). Strategi yang terkait dengan
aset kultural, historis, dan natural di kota yang tidak
terbarukan seperti jalur hijau, taman bermain dan tempat rekreasi. Keberadaan vegetasi di kota sangat penting dalam memelihara kenyamanan tinggal serta sangat menentukan kualitas udara, sehingga menurunnya jumlah vegetasi di kota analog dengan menurunnya kualitas udara dan makin besarnya JURNALBALAIRUNGEDISI4O/XXI2fiO6 17
1
I
JURI'IAL BALAIRUNc EDrsr4CItx.vtoCIfi
pemanfaatan air, bahan bangunan dan penanganan limbah menyangkut upaya penghematan pemanfaatan air bersih, penanganan limbah cair maupun padat dari industri dengan baik sampai taraf reusable quality, mencegah pembuangan limbah yang belurn diproses, baik limbah rumah tangga maupun industri ke sungai-sungai atau ke laut, meminimasihan jumlah limbah padat, cair, organik maupun nir organik.
Strategi kebijakan transportasi terkait dengan upaya pembatasan pemakaian
kendaraan bermotor pribadi, perbaikan sistem transportasi massa, memasyarakatkan pemakaian sarana transportasi bebas polusi (seperti sepeda)
untukjarak yang relatifdekat di dalam kota. Strategi kebijaksanaan yang terkait dengan visi liuability, human amenities dan health termasuk upaya peningkatan taraf kesehatan penduduk, pendidikan, penekanan tindak kejahatan, perbaikan perumahan, khususnya untuk golongan masyarakat
miskin di kota.25 Kelima strategi tersebut saling terkait satu sama lain sehingga upaya dalam penanganannya harus dilaksanakan secara integral. Pemberdayaan masyarakat baik individu maupun kelompok termasuk NGO, untuk berpartisipasi dalam mencapai sustainable city, perltt didorong. Upaya praktis yang meliputi lima ltrategi utama tersebut perlu diterjema#an ke dalam bahasa pembangunan sebagai operasionalis asi good gouernance, suatu kerangka acuan implementasi rencana oleh pemerintah kota dalam mencapai sustainable city Penutup
ft "*ogu sekeiumir lonraran gagasan sa.ya samparKan oalam Eulrsan .\yoog )Jlr',i, menjadi pemicu dan pemacu para
Menquak Tanda Md-mlffica Kota
pemerhati kehidupan kota untuk lebih menggiatkan kegiatan penelitian mengenai kota, karena pada masa mendatang sebagian besar penduduk akan bertempat tinggal di kota. Kesejahteraan penduduk sangat tergantung pada baik-buruknya tempat hunian atau permukimannya. Dan usaha untuk menciptakan kenyamanan permukiman tergantung pada usaha kita bersama.
:
thwal $ennfrffitilkm ffimffim
W
ll JIJffi'\A{. BALAIRUNG L;MI$I4OIXW?OOS
I9
20
JURNAL BALATRUNG HDisr4fllxx2CIfi$
selintas apa itu semiotika disusul pembahasan pertautan semiotika dan kota serta bagaimana analisa semiotika bisa diaplikasikan untuk menganalisis kota, antara lain dengan mengambil contoh Kota Yogyakarta. Apa itu Semiotika?
ala- Foundotion of the Theory of Sign ft I I Charles Morris menulis, "Peradaban LJ manusra bergantung paoa ranoa oan sistem tandao dan pikiran manusia tak terpisahkan diriterfun gsinya tanda-j i ka tidak malah mentalitas diidentikkan dengan fungsi tanda itu"s. Pada buku yang ditulisnya kemudian, Morris menyatakan, "Bahkan, tidaklah kedengaran fantastis jika memercayai tanda sebagai sains yang fundamental tentang manusia sebagaimana konsep atom bagi ilmu frsika dan sel bagi biologi"o. Sentralnya konsep tanda sesungguhnya bisa juga dilacak pada Kamus
Budi lrawanto Pengajarpada Jurusan llmu Komunikasi, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada dan Program Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pasca Sarjana UGM
A great city buift in accordance with all rules of architecture and suddenly shaken by unpredictable and incalculable force Kandinsky (1969:57)
f /ow our<anrarl seKaoar oereuan lu"g"nan yang menjulang, jalan raya l{ J. Iyang silang-menyilang, kendaraan yang lalu-lalang, orang-orang yang bergegas seperti lari tunggang-langgang. Kota lebih dari itu semua. Sebuah kota menyimpan sejarah, kenangan, nostalgia, identitas dan juga utopia. Itulah mengapa kota Yogyakarta, umpamanya, menyandang pelbagai julukan. Mulai dari kota sepeda, kota pelajar, kota budaya, kota wisata, hingga yang terbaru kota yang toleran (city of tolerance). Sebagaimana dikatakan oleh Manuel Castells "Kota seperti halnya seluruh realitas sosial adalah produk sejarah, tidak hanya pada materialitas fisiknya tapi juga makna budayanya ... Sebuah kota (dan setiapjenis kota) adalah apa yang akan diputuskan masyarakat
secara historis terhadap kota itu. Perkotaan adalah makna sosial yang diterakan pada bentuk spasial oleh masyarakat secara historis."2
Maka, setiap kota sejatinya memiliki makna budayanya yang terkait erat dengan sejarahnya. Begitu pula ruang perkotaan
bukanlah sesuatu yang beku dan statis, melainkan terbentuk oleh hubunganhubungan sosial yang senantiasa berubah. Menurut Michel Foucault, "seluruh sejarah ruang masih menunggu untuk ditulis-yang akan sekaligus menjadi sejarah kekuasaan-
kedua istilah ini dalam arti jamak-mulai dari strategi besar geopolitik sampai taktiktaktik kecil dalam habitat."3 Karena itu, penulisan (termasuk interpretasi) tentang kota sesungguhnya merupakan ikhtiar untuk melihat ruang sebagai bentuk konstruksi sosial. Jika kota dipahami sebagai ruang sosial, maka ia mengandaikan adanya pluralitas yang simultan, yang menurut Doreen Massey, "saling-silang, tumpangtindih, saling berdampingan, atau berada dalam hubungan paradoks atau antagonisme."a Pendeknya, ruang perkotaan adalah konstruksi dan materialisasi relasirelasi sosial yang bisa mengungkapkan pelbagai asumsi dan praktik budaya.
Berangkat dari pandangan konstruktivis terhadap kota tersebut, tulisan ringkas ini merupakan upaya untuk melakukan eksplorasi terhadap kemungkinan yang bisa dilakukan oleh semiotika dalam melakukan tafsir terhadap kota. Dengan kata lain, kota dipahami sebagai sebuah teks yang berisi jaringan rumit tanda-tanda yang senantiasa terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa pun. ada bagian awal akan dikenalkan secara JURNAL BALATRUNG [ilist40/xx12006 2
Ninth New Collegiate yang memiliki 40 entri terkait dengan tanda, misalnya signature, resign, design, significant, dan seterusnya. Webster's
1
Persoalannya lantas: Apakah tanda itu? Mengapa ada tanda? Dari mana tanda berasal? Ada berapajenis dan tipe tanda itu? Apa yang menjadi dasar klasifikasi tanda itu? Apa kuasa yang dimiliki tanda?
Bagaimana tanda-tanda itu menyatakan satu dengan yang lain? Apa saja ragam penggunaan yang bisa diterakan pada tandatanda itu? Disiplin yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara sistematis dan komprehensif adalah semiotika, sebuah
doktrin atau teori umum tentang tanda7. Dengan kata lain, semiotika berkaitan dengan makna dan pesan dalam berbagai bentuk dan konteksnya. Sebuah "tanda" (bahasa Yunani: semeion; bahasa Inggris: sign; bahasa Perancis: sig'rze) adalah sesuatu yang merepresentasikan atau menyatakan sesuatu yang lain dalam benak seseorang. Menurut Hjemslev8 tanda dibentuk pertama-tama sebagai "ungkapan" (expression) seperti: kata, suara atau simbol, dan sebuah "isi" (content) atau sesuatu yang melengkapi ungkapan. Misalnya, Bunga Lili sebagai ekspresi secara tradisional berkaitan dengan kematian, orang Timur dan kebangkitan. Merokok berkaitan dengan
22
JURNAL BALATRUNG Eslst4o/x);tuCIfi
rokok atau kanker dan Marilyn Monroe berkaitan dengan seks. Masing-masing kaitan ini bersifat sosial dan arbitrer (manasuka), karenanya beberapa jenis berada di antara ungkapan dan isi.
Dalam pengertian Aart van Zoeste tanda tidak hanya terbatas pada benda. Segala sesuatu yang dapat diamati atau dapat dibuat teramati merupakan tanda. Suatu peristiwa atau tidak adanya peristiwa, suatu struktur yang kita temukan di dalam sesuatu, suatu kebiasaan - semuanya dErpat dianggap sebagai tanda. Proses kaitan atau pertautan antara ungkapan dan isi bersifat sosial, dan tergantung pada sudut pandang pengamat. Sebuah tanda pada dasarnya tidaklah lengkap karena mensyaratkan adanya interpretant atau konteks. Peristiwa pemaknaan (signify ing euezf) merupakan upaya mengaitkan ungkapan dan isi' Ketika interpretant berubah, tanda-tanda berubah maknanya. Di balik setiap gagasan atau kisah dunia sosial senantiasa ada interpretant lain. Hasil dari interpretasi sebagaimana Pierce menyebutnya merupakan interpretant dari tanda. Jadi, interpretant adalah tanda yang berkembang dari tanda yang telah dulu ada dalam benak orang yang menginterpretasikannya. Secara rinci Pierce menyatakan:
A slgn ls something which stands to somebody or something in some respect or capacity. lt addresses somebody, that is, creates in the mind of that person an equivalent sign, or perhaps a more developed sign. The sign which it creates I call the interpretant of the first sign' The sign stands for something, its obiectlo
,, Sign* /\
lnterpretant
â&#x201A;Ź
Obiect
Gambar 1. Skema tanda menurut Charles Sanders Pierce
Maka, antara tanda dan yang ditunjuknya memiliki relasi: tanda mempunyai sifat representatif. Sementara, tanda dan representasi mengarahkan pada interpretasi; tanda mempunyai sifat interpretatif. Kendatipun, -enoiot Aart van Zoestll harus
diakui bahwa dalam semiosis representasi dan interpretasi niscaya sama-sama hadir. Tetapi, representasi, pada dasarnya tetap lebih fundamental
dari interpretasi. Sementara itu, menunrt Saussurel2, tanda
dan yang ditunjuknya
merupakan kombinasi antara konsep dan citra-suara; sebuah kombinasi yang tak terpisahkan. Sebagaimana tampak dalam bagan berikut:
memiliki relasi: tanda
at /
__---,,,-----\ Konsep \.
lWbilyiT ____=/
antara simbol dengan referent bersifat tidak langsung. Seperti halnya Saussure, Ogden dan Richards menempatkan simbol pada posisi kunci simbol mengarahkan dan mengorganisasikan pemikiran kita'
Maka, antara tanda
Simbol danreference dalam model Ogden dan Richards sama dengan penanda dan tinanda dalam model Saussure, sebagaimana bisa disimak pada skema
berikut:
mempuniai sifat |
representatif.
Y
Gambar 2. Tanda sebagai kombinasi konsep dan citra-bunyi menurut Saussure
Sementara, tanda dan
Tbtapi, terminologi ini agaknya tidak memuaskan Saussure, ia kemudian memodifikasi:
Referenee
representasi
Setiap tanda dalam sebuah teks diorganisasikan ke dalam sistem yangbemakna menurut konvensikonvensi tertentu yang oleh knlangan semiotisi disebut dengan kode Gifufiins de). Kodekode iai 6slampaui teks yang tunggal. Sebag3inana dinyatakan oleh Stephen HeatIU'semen-tana setiap kode adalah sistem, tidak semua sistem adalah kode.'Ia menambalrkan, 'sebuah kode bisa dibedakan dengan melihat koherensinya, homogenitasnya, sistematisasinya, dihadapkan pada heterogBnitas ltesan yang diartikulasikan di sepanjang kode.' Dengan demikian, rnakna setiap tanda kode di rnana ia disituasikan; kode memberikan kerangka sehingga tanda bisa
mengarahkan pada
"Kami usulkan untuk tetap memakai kata signe (tanda) untuk menunjuk keseluruhannya, dan mengganti concept (konsep) dan image acoustique (gambaran akustis) masing-masing dengan petanda dan tinanda; istilah-istilah yang terakhir ini memiliki kelebihan, yaitu menandai oposisi yang memisahkan keduanya, atau memisahkan mereka dari keseluruhan di mana mereka menjadi bagian13."
interpretasi; tanda mempunyai sifat
Relasi antara petanda dan penanda - dan ini amat krusial'- adalah arbitrer, tidak bermotif dan tidak alami.
Simbol
Gambar4. Skema tanda menurut Ogden dan Richards
interpretatif.
Tidak ada kaitan logis antara kata dan konsep atau antara penanda dan petanda, suatu hal yang membuat pencarian makna dalam teks menjadi sangat menarik sekaligus problematis.
<lipahami. Sementara itu,
Mengacu pada pembagian segitiga ala Pierce, Ogden dan Richards menggunakan istilah referent yang sama
dalam pengertian yang sehari-hari kode memang dekat dengan hal-hal yang berbau
misteri. Di desa saya tinggal dulu, kode adalah isyarat yang harus dipecahkan oleh para petaruh dalam lotere (misalnya, SDSB, tortor, dan
Signification extemal reality or meaning Gambar 3. Skema tanda menurut Ferdinand de Saussure
seterusnya). Di sisi
lain, kode juga berarti aturan yang ketat dan sistematis seperti
dengan objek dalam model Pierce , reference sama dengan
interpretant ala Pierce dan symbol sama dengan tanda
yang bisa kita
ala model Pierce. Dalam model Ogden dan Richards reference dengan referenl memiliki hubungan yang erat begitu pr;.la symbol dengan reference. Tetapihubungan
temukan dalam Hammurabi Code dt JL'RNAL BALATRUNG EDtsl40lxx/200s
23
24
JURNAL BALAIRUNG EDtst40,ryxz006
tanah Persia. Dari dua pengertian umum ini, Arthur Asa Berger meramunya dalam
negosiasi, dan resistensi (Hall; Morley); kode ideologis: individualisme, kebebasan,
konsep yang disebutnya culture code (kode budaya) yakni sesuatu yang mengarah pada budaya kita yang kita tahu, tetapi mempunyai struktur yang jelas dan sangat spesifikla. Dengan kata lain, bagi Berger, culture code ad.alall struktur rahasia yang membentuk atau-Znemengarrrhi perilaku.
patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, progresivisme dan saintisme (Fiske); termasuk kode yang penting adalah konsumerisme dan populisme. Semiotika mulai menjadi pendekatan utama dalam kajian budaya pada 1960-an, pemicunya antara lain adalah publikasi karya Roland Barthes (1915-1980). Tbrjemahan dari esei-esei popular Barthes (yang sebagian ditulis untuk keperluan media massa) ke dalam bahasa Inggris, Mythologies,TT disusul oleh tulisan-tulisan Barthes pada tahun 1970-an dan 1980-an, menjadikan semiotika menyedot perhatian banyak sarjana. Adopsi semiotika di Inggris amat kuat dipengaruhi oleh karya-karya penting yang lahir dari Centre for Contemporary of Cultural Studies (CCCS) terutama di bawah kepemimpinan seorang sosiolog neo-
Mengutip pendapat Jonathan Bignell, konsep kode sangat berguna dalam membagi tanda ke dalam kelompok-kelompok.l5 Begitu pula, para teoritisi telah menemukan dan amat gampang memisahkan kode-kode itu sendiri ke dalam kelompok-kelompok. Beragam tipologi kode bisa ditemui dalam banyak literatur tentang semiotika (Lihat, Fiske, Eco dan Barthes). Daniel Chandlerl6 merujuk pada mereka yang paling banyak disebut dalam konteks studi media dan komunikasi, membagi kode ke dalam tiga kategori. Pertam.a, kode-kode sosial yang dalam pengertian yang lebih luas, semua kode-kode semiotik adalah kode-kode sosial. Kode sosial ini terdiri dari: bahasa verbal (fonologis, sintaksis, leksikal, prosodik, dan paralinguistik); kode-kode ragawi (kontak ragawi, orientasi fisik, penampilan, ekspresi wajah, pandangan, anggukan kepala, dan
postur), kode-kode komoditas (fesyen, pakaian, dan mobil); kode-kode behav-
ioral
(protokol, ritual, permainan-peran,
permainan); kode-kode regulatif (kode jalan bebas hambatan, kode praktik profesional). Kedua, kode-kode tekstual yang terdiri dari: kode-kode ilmiah, termasuk matematika; kode-kode estetik, termasuk berbagai seni ekspresif (puisi, drama, lukisan, patung, musik, dsb); genre, kode stilistik dan retorik: narasi (plot, karakter, aksi, dialog, setting, dan seterusnya), eksposisi, argumen; kode media massa, meliputi kode-kode fotografis, televisual, filmis, radio, koran dan
majalah, baik teknis maupun konvensi (format). Ketiga, kode interpretif yang tak banyak kesepakatan sebagai kode semiotik. Kode interpretatif
terdiri dari: kode perseptual: persepsi visual (Hall; Nichols; Eco,) (harap dicatat, kode ini tidak mengasumsikan komunikasi yang inten-
sional); kode produksi dan interpretasi: pensandian (encoding) dan pengawasandian (dccoding) teks-dominan (hegemonik),
Manris Stuart Hall (1969-1979). Kendatipun kini semiotika tidak lagi menjadi satu-satunya metode dalam kajian budaya, ia tetap saja penting bagi para sarjana yang hendak memahami dinamika budaya. Penting dicatat, istilah "semiologi" (semiology) mengacu pada tradisi Sausurrean, sedangkan istilah "semiotika" (semiotics) mengacu pada tradisi Piercean. Meski demikian, kini "semiotika" lebih banyak dipakai sebagai istilah umum (umbrella term) yang meliputi pelbagai bidang studi. John Hartley pernah mencatat, "Semiotika tidak sepenuhnya disiplin akademis dengan pendekatan teoritis beserta metode analisisnya. Ia belum secara luas dilembagakan sebagai'subjek.' "Definisi ringkas semiotika, kita tahu, adalah "studi tanda" (atau "teori tanda"). Studi tentang tanda dan cara kerjanya yang disebut dengan semiotika, menurut Fiske,18 memiliki tiga ranah kajian. Pertama, tanda itu sendiri. Kajian ini mencakup pelbagai macam tanda, dengan berbagai cara tanda mengirimkan makna dan cara relasinya pada mereka yang menggunakannya. Tanda merupakan konstruksi manusia yang hanya bisa dimengerti melalui makna yang diberikan oleh manusia yang membuatnya. Kedua,
kode atau sistem tempat tanda diorganisasikan. Studi ini meliputi berbagai JURNAT- BALATRUNG
HD!S|4*/XXâ&#x201A;Ź*0S 25
cara kode dikembangkan untuk
mempertemukan kebutuhan masyarakat atau kebudayaan, atau untuk
mengeksploitasi saluran komunikasi agar cocok bagi pengirimnYa. Ketiga,
kebudayaan di mana kode dan tanda beroperasi. Ini pada\khirnya tergantung pada penggunaan ko{e dan tanda berdasarkan bentulf an keberadaan kebudayaan itu serdiri. Sementara itu, Aart van Zoestle membuat kategori tiga ragam semiotika. Pertama, apabila studi tanda berPusat Pada penggolongannya, pada hubungan dengan tanda-tanda lain, pada caranya bekerjasama
dalam menjalankan fungsinya, maka itu adalah sintaks semiotik. Kedua, apabila studi tentang tanda itu menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya, maka itu adalah kerja semantik semiotik. Ketiga, apabila studi tentang tanda itu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirimnya atau penerimanya, maka itu adalah keda Pragmatik
semiotik. Semiotika juga menawarkan sejumlah asumsi dan konsep dengan melakukan
analisis sistemik terhadap sistem simbolik. Kendati semiotika didasarkan pada bahasa, tetapi bahasa hanya merupakan salah satu dari pelbagai sistem tanda yang berada pada tingkatan yang kompleks. Sistem tanda bisa secara longgar maupun ketat saling berkaitan atau mengartikulasikan, dan relasi di dalamnya bisa bermacam-macam: homologis, analogis bahkan metaforis. Para semiotisi sosial memperlakukan kehidupan sosial, struktur kelompok, kepercayaan, praktik, dan muatan relasi sosial sebagai analogi fungsional dari unit-unit yang menstruktur bahasa. Dengan memperluas posisi semiotika, seluruh komunikasi antarmanusia memperlihatkan tanda-tanda - sebuah sebuah teks yang "dibaca". Akan tetapi, harus diakui, masih terjadi ketidaksepakatan tentang penggunaan dan relevansi gagasan atau analogi linguistik dengan analisis sosial. Semiotika dan Kota
Jik" kota disingkap dimensi ^ I simboliknva, maka semiotika mampu Q/ -urr"orakan aiat untuk
26
JURNAL BALAIRUNG rDtsl4illxx/zo*fi
memahaminya. Setidaknya ada sejumlah objek di perkotaan yang bisa dijadikan sebagai objek kajian dengan menggunakan metode semiotik, antara lain: Pertama,jalan raya yang menjadi urat nadi yang menggerakan ekonomi kota maupun sarana bagi mobilitas kota bisa menjadi objek kajian semiotika yang menarik. Bahkan, di Indonesia, juga tempattempat Iain di dunia, jalan raya juga menjadi panggung untuk melakukan Protes (demonstrasi) maupun untuk
mempertontonkan identitas tertentu. Kadangkala dalam waktu-waktu tertentu jalan rayajuga menjadi panggung bagi festival dan karnaval yang dihubungkan dengan ritus tertentu atau kepentingan industri pariwisata. Demonstrasi, protes, festival, dan karnaval bisa dijadikan bahan kajian yang menarik dikaitkan dengan identitas kota. Kota Rio de Janerio (Brasil), misalnya, amat terkenal dengan karnavalnya yang warna-warni. Seperti halnya kota-kota besar lain di Indonesia, Persoalan penggusuran kaki lima, penertiban anakanak jalanan dan pelacur jalanan adalah
peristiwa-peristiwa yang ikut mewarnai jalanan di Yogyakarta. Kelompok masyarakat yang tersisih ini membentuk subkultur dengan simbol-simbol khas yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain. Di sisi lain, pemberian nama-nama jalan di kota Jakarta, misalnya, pernah diteliti oleh antropolog Belanda Peter J.M' Nas20 untuk mengetahui tatanan simboliknya. Begitu pula, studi yang dilakukan Sarkawi Husain2l tentang perebutan simbol nama jalan di Kota Surabaya. Nama jalan menjadi penanda bagi rezim yang tengah berkuasa. Pada masa kolonialisme Belanda, namanama jalan di Surabaya mengacu pada namanama orang Belanda yang dianggap berjasa bagi pemerintah kolonial Belanda, seperti, D aend.elstraat, Spilemanstraa| Alting straat, dan seterusnya. Sementara itu, pada masa pemerintahan RI nama-nama jalan itu diubah menjadi nama-nama pahlawan nasional maupun lokal. Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Peter J.M Nas, setelah kemerdekaan ada ikhtiar dari pemerintah untuk menghapus memori kolektif pada pemerintahan kolonial Belanda. Dalam era Orde Baru, sejumlah nama jalan lebih banyak mengabadikan nama-nama pahlawan
dari kalangan militer ketimbang sipil, seperti Jalan Jenderal Soedirman, Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Jalan Jenderal Achmad Yani, dan seterusnya. Secara semiotis, nama-nama jalan
\
bangunan era Soekarno, misalnya, ditandai oleh
-
Yada akhifnya, kOta [3k
itu mengacu pada ideologi
penguasa dan keinginanannya membentuk kemurnian
pernah kering
identitas nasional. Kini nama-nama jalan itu kian terkubur oleh sesa\rya papan reklame dan iklan yang mengusung merek plpduk-produk tertentu. Ini menandai bahwa jalan tak sepefuhnya menjadi ruang publik yang nyaman dan bebas kepentingan. Sebaliknya, menjadi medan pertarungan kekuasaan yang kini tengah dikusai oleh tuan besar pasar, baik domestik maupun transnasional.
menawarkan objek
kajian maupun ilham
yang menantang
Kedua, arsitektur dari beragam bangunan yang banyak menyesaki kota tak kurang menariknya menjadi objek kajian semiotika. Fokus perhatian bisa diberikan pada desain bangunan yang takjarang mengacu pada kode tertentu. Desain arsitektur malahan kerap diklaim sebagai bagian penting dari identitas sebuah kota.
Menurut semiotisi Italia Umberto
teoritisasi baru. Tantangannya
fungsi utama (primer) bagunan adalah denotasi dan fungsi keduanya (sekunder) adalah rona yang tak terbatas dari konotasi. Makna primer adalah makna yang ingin disampaikan sang perancang (arsitek), sedangkan makna sekunder muncul dan tak lagi dalam kontrol sang perancang. Kode arsitektur, menurut Eco, telah ada sejak manusia mulai berkonsep arsitektur E,co22,
kemudian adalah batas
imajinasi kita dalam melakukan penafsiran
yang mengacu pada kode bahasa
(linguistik).
berbekal metode
Dalam studinya terhadap
arsitektur kompleks pertokoan di
semiotika.
Glodok (Jakarta) pasca kerusuhan
Mei 1998, Abidin
Kusno2s
menemukan bahwa bangunanbangunan baru yang didirikan di atas
lokasi kerusuhan itu menjadi penanda untuk melupakan sekaligus mengingat peristiwa traumatik itu. Sejumlah bangunan yang pernah
me4jadi tempat tedadinya kerusuhan 13-14 Mei 1998 itu, disulap menjadi arsitektur modern menandai area Glodok sebagai tempat penjualan barang-barang elektronik. Arsitektur baru ini bisa
ditafsir sebagai upaya menyembuhkan trauma dengan melupakan kenrsuhan yang pernah terjadi pada Mei 1998. Studi Abidin Kusno2a sebelumnya tentang simbolisme kota di Indonesia melakukan komparasi arsitektur bangunan yang dididirikan pemerintah era Soekarno dan Soeharto. Arsitektur
JL,'NI{AI. BALAIRUNG ENI$I4OIKKI2OO6
27
28
JURNAL BALATRUNG Enrsr4nlxxlroils
untuk melakukan d.ialog antara tradisi dan "i"ginan (yang merupakan warisan pemerintah modernisme kolonial Belanda. Sebaliknya, era Soeharto ditandai oleh
t
upaya untuk melakukan're-tradisionalisasi", terutama mengacu kode arsitektur Jawa. Misalnya, berbagai bangunan yang didirikan selalu mengacu bentuk joglo Jawa dan penamaan menggunakan bahasa Sanskerta. Sementara itu, Prijotomo2s dengan menggunakan semiotika mengkaji arsitektur Jawa yang menggunakan petungan (perhitungan menurut hari dan bulan Jawa) sebagai pedoman perancangan arsitektur. Ketiga, monumen-monumen atau museum yang
banyak dididirikan di kota sebagai bagian dari penghormatan terhadap tokoh-tokoh yang beq'asa besar darn commernoration (upaya untuk mengenang peristiwa bersejarah). Pada masa Soekarno, monumen yang bertebaran di Jakarta, seperti Monumen Nasional (Monas), Monumen Selamat Datang, yang dipenuhi gelora revolusi kemerdekaan Indonesia merupakan "pemanggungan"diri Soekarno yang menjadi simbol komunikasi antara pemimpin dan rakyatnya. Sementara itu, pada masa Orde Baru, banyak berdiri monumen untuk mengenang dan upaya melakukan glorifikasi pada para pahlawan yang sebagian besar dari kalangan militer. Pada masa Orde Barr ini monumen tak hanya menjadi penanda pengingat dasar legitimasi kekuasaan rezim Orde Baru, tapi juga upaya melakukan stigmatisasi kalangan komunis. Monumen Lubang Buaya (Pancasila Sakti) merupakan upaya Orde Baru mentransmisikan secara simbolik "bahaya laten" komunis dan peran penting kalangan militer menyelamatkan negara. Lewat monumen itu, juga diorama yang ada di sekitarnya, kekejaman komunisme direproduksi secara simbolik dan kepahlawan militer diabadikan. Di samping itu, pada masa Orde Baru, di berbagai kota banyak didirikan monumen Adipura sebagai penanda kepedulian pemerintah pada perkara lingkungan (terutama kebersihan). Akan tetapi, ini hanya siasat penguasa untuk mengelabui rakyat dalam menangani perkara lingkungan hidup yang berhenti pada dimensi ritualistik dan simboliknya, tanpa pernah secara serius dibarengi kebijakan pemerintah yang konkret dan sistemik. Keempat, pembagian wilayah ke dalam zona-zo a tertentu (zoning) untuk kepentingan ekonomis maupun politis di setiap kota layak dikaji dengan pendekatan semiotika. Di jantung kota lazimnya merupakan zona bisnis dan perdagangan (central business district) atau apartemen-apartemen mewah, taman-taman kota dan di pinggiran digunakan untuk permukiman atau kawasan industri. Di negara-negara ketiga (kadangkala di negara maju) penentuan zona acapkali mengabaikan (setidaknya tidak memprioritaskan) kelompok
masyarakat miskin atau mereka yang tidak memiliki akses ekonomi maupun politis. Penciptaan zona itu lebih mirip pada "ghettoisasi" (yang mulanya didasarkan pemilahan secara rasialis maupun kelas). Pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, dilakukan segregasi permukiman yang ketat antara penduduk pribumi (termasuk kalangan budak) dengan penduduk berkulit putih. Pemerintah kolonialis juga memperkuat zona yang telah dibuat para penguasa feodal-tradisional yang memisahkan antara permukiman kalangan bangsawan (ningrat) dengan rakyat jelata. Pada masa Orde Baru hingga Reformasi ini nyaris tak ada zona di perkotaan yang tak dipersembahkan untuk kepentingan bisnis. Misalnya, taman kota, fasilitas olah raga bisa gampang digusur menjadi pusat perbelanjaan atau supermarket mewah. Ioi menunjukkan, ruang bukanlah sesuatu yang netral dan imun dari kekuasaan ekonomi maupun politik. Kelima, ruang-ruang marginal yang menjadi habitat kelompok tersisih (subaltern groups) penting untuk dikaji dengan pendekatan semiotika. Ruang-ruang ini acapkali menjadi sasaran bagi kebijakan pemerintah kota yang tak jarang bersekongkol dengan kaum kapitalis (lokal,
nasional atau multinasional). Barangkali salah satu karakteristik yang khas berkaitan dengan persoalan zoning ini adalah penggusuran terhadap menj amurnya permukiman kumuh (liar) dan aktivitas
sektor informal. Keenam, berbagai rua4g maupun fasilitas publik acapkali menjadi medan pertarungan simbolik antara pemerintah kota dan warga kota. Ini bisa menjadi objek kajian semiotika yang menarik. Sebagai kota yang dihuni banyak seniman, Kota Yoryakarta, misalnya, menjadi lanskap yang luas sebagai ekspresi artistik. Jika kita susuri Kota Yogya, maka akan kita temukan banyak seni mural pada dinding-dinding kosong dan tiang jembatan layang. Ini tak hanya merepresentasikan ekspresi individual senimannya, tapi juga acap menjadi medium kritik sosial. Bahkan, mural bisa pula dilihat sebagai upaya merebut ruang publik di kota yang telah dikolonisasi oleh iklan media luar ruang atau kampanye (propaganda) politik pemerintah kota. Begitu pula, pelbagai grafrti yang bisa
ditemukan di dinding-dinding tepi ialan (termasuk juga pada fasilitas publik)
menarik ditafsirkan lebih jauh sebagai penegasan identitas kelompok (anak muda), maupun serangan terhadap fasilitas publik. Ketuj uh, pertarungan antara tatanan simbolik tradisional sebuah kota dengan kepentingan kapitalisme. Di Yoryakarta, misalnya, bisa ditemukan berbagai bangunan warisan budaya (cultural heritage). Yoryakarta yang semula Kota Istana atau Kota Keraton (dibangun pada 1756), memiliki tatanan simbolik yang unik. Poros Parangkusumo-Panggung Krapyak-T[gu dan Gunung I\t[erapi yang dianggap memiliki "garis imajiner" menarik untuk ditafsir lebih jauh. Sementara itu, bangunan-bangunan warisan budaya itu kini kian terancam arus deras kapitalisme. Maraknya pembagunan mal atau hypermarket di YogTakarta telah memicu wacana publik yang menyoal identitas Yogyakarta dan kian derasnya arus konsumsi hingga ke wilayah pinggiran kota. Tentu saja, objek yang bisa dikaji tidak hanya terbatas pada ketujuh hal di atas. Masih terbuka kemungkinan lain mengeksplorasi sisi lain ruang perkotaan. Karena itu, amat diperlukan kemampuan menangkap aspek simbolis maupun representasional kota. Dalam perkembangan kajian kota belakangan ini, justru banyak ditelaah imaji tentang kota dalam karya sastra, seni rupa, media dan sinema.26 Bahkan, dalam kajian ftlm (cinema studies) kota mempunyai tempat yang istimewa sebagaimana tampak dari pasangan istilah "city lcincma." Di sini kota dipahami dalam dimensi imajinernya yang berbeda dengan telaah yang lazimnya dilakukan lewat pendekatan sosiologi perkotaan.
ade.BALAIRUNG
maupun melahirkan subkultur tertentu. Beragam relasi sosial dan kuasa, praktik budaya dan ekonomi tumpah-ruah di kota. Dan kota-kota di Indonesia bukanlah 'pengecualian. Pada akhirnya, kota tak pernah kering menawarkan objek kajian maupun ilhdm yang menantang teoritisasi baru. Tantangannya kemudian adalah batas imajinasi kita dalam melakukan penafsiran berbekal metode semiotika.l]
Catatan Penutup
-ll tTrnar,Karangan llmuwan ctan disiplin ihiu sosiat dan humaniora It/I IVlt".ira<iap kota kini terus
meningkat. Ini barangkali tidak bisa dilepaskan dari perubahan politik, ekonomi, sosial, dan kultural yang kian menderas akibat proses globalisasi. Dalam proses besar ini kota menjadi ruang di mana seluruh arus perubahan dari berbagai penjuru bertemu. Pada saat yang sama, kota juga mendedahkan pandangan kosmopolitanisme JURNAL BALAIRUNG EDtst40,ryXl200c
29
30;uffiru,qi-
BALATRUNG xiltfiie.*iv';{"t?a*fi
-"M* jl,fl,A
fitkfl#lifi ffi
HENGEMBANGAN RRI PUBTIC RELATIONS *n,-** M C.
dA#tSd
I
N
GreiiK
*6.ffilffi#u
AJEMEN RIIEI$ t[[HNh.'lEMEN
Siilfi
UOB INTERVIEW
-@
C'BAHASA INDONESIA
LEADERSHIP &
ffifIffi MARlGilrlNGP
;9USTo*l[EtrSERVICEt* I
OU
B@UND
:::
AMT
W
ffi W
'(rK:ittfr6qjMORVI
T'
\v/Nz^r^l7mur] *. 32
Tentang Tuhan dalam Metropolis Modern JLIHF{AL BALAIRUNG
Hffi
t$t4*lx}#frilr:$
klise massal kota. Moncong-moncong meriam
pikir ini diarahkan pada iblis-iblis tanpa paras, seperti.l 1). Teori urban(isasi) 2). Keberagaman etnik dan politik perbedaan
3). Nostalgia dan memori 4). (Pen) citra (an) kota melalui film, tulisan, dan media.
Mereka inilah yang berada dekat dalam radius percumbuan seronok, Iiar kita. Tapi, dalam tulisan ini, kita tidak akan memeriksa dan mengambil kemolekan itu sattr persatu secara detail serta penuh antusias. Melainkan, diskursus duniabersama dalam tulisan ini mau bermula dan dibangun dari beberapa asumsi dasar, antara lain (I) kota itu anti-jenuh. Dengan kata lain, selalu dalam kebelum-selesaian. Hasrat pertumbuhan dan penciptaan ruang amoral kesenangan serta dunia-bersama yang diisi "iblis-iblis rasionalis-pragmatis-sadistis-
A. Agus Rois Lahirdi Cirebon, 26 Januari 1983, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM semester Vll. Selarit momen visi yang menjadi kompas kehidupan [bersama burung batinnya] ialah "berteologi di umatdi tengah nuansa pelumpaan akan yang lain dalamjejak yang sama".
Zaman modern adalah zaman di mana orang terkurung bagai para nomad purba yang sedemikian gagapnya manakala tahu diinya bercokol di sebuah hotel yang dijejali oleh
iblis-iblis sadlsfis, laknat, penuh hingar-bingar suara, berkilauan dan bermandikan cahaya lampu.
-Joseph Conrad Pengantar
A llah, manusia, dan ruang (kota) yang dimukimi hidup adalah tiga gugus 4,A &asar penyangga dari kita. Namun, ketiganya serentak terhadirkan dan
disingkirkan dalam kembara yang sama sekaligus yang lain. Thlisan ini, setidaknya berusaha menarik batasan tegas atas antinomi tersebut. Ketika, kota ditafsir, lagi dan lagi, sebagai teks negatifdari duniabersama. Sejauh dipahami hangat-hangat feses kita, lanskap kota kerap menjadi loczs penelitian dan diskursus, entah itu
memperdebatkannya dari kemilau-kelam modernitas atau di teropong melalui lensa keruh bahasa post-modernitas. Isi kota itu kemudian dikeluarkan menjadi feses suci bagi produk sosiologi dan antropologi (dengan kelindan cultural studies -ny a) perkotaan untuk wajib di teroka. Tak sampai di sini, ia
ditambatkan sebagai jangkar amsal
hedonis-utilitaris-tiranis" dengan seonggok naluri "apa pun boleh dilakukan, karena Allah, memang benar (?), sudah mati!". (II) Libido kapitalisme, di saat sekarang, ialah tiran baru yang terus dilirik, dikagumi, dan dibatinkan dalam hiruk-pikuk metropolis modern. Kenapa bisa te{adi? Jawaban sementara, karena manusia mengalami penumpulan ada. Antara melupakan dan kelupaan. Kapitalisme hasrat serta despotisme modal lokal dan global adalah roh'Hitler' banr. Mereka dielukan riuh. Sebab, ia memuat banyak prinsip kesenangan dan harapan melambung lewat janji-janji besar memukau, menyilaukan. (III) Kabur, hilang, dan kematian yang "sakral", mitis. Ini menyaratkan wajib hadir dan bermukimnya yang'profan". Yakni, merebaknya kultus uang, perayaan berhala tubuh, sembahyang kekerasan, dan liturgi kekuasaan dalam kuil-kuil metropolis
dogmatika bagi mereka. Manusia menjadi
jinak atasnya. Kegaduhan birahi-birahi rasionalitas rimbanya di cangkok oleh
epikurisme, diinvasi oleh humor gila-gilaan dari tebaran daya pesona magis kota. Di
samping aura jijik yang dikandungnya. Bersama kohesi sosial ini manusia di buat tak berdaya dan terpukau.
Menjejak lebih jauh ke palung makna diskursus mereka, yakni kampung dan kota adalah debat pikiran purba yang terus berlanjut sampai kini dan nanti. Basis ekonomi, politik, serta budaya (di dalam perbedaannya melahirkan dua tesis "bayi kembar" yang saling bertegangan). Kota dengan wajah garang kekerasan, egoisme sentris, dan kosmopolitanisme semu. Sementara kampung dengan ciri pertemanan dan kedamaian bersama. Ada banyak tema besar yang dapat diungkit dari tubuh kota, entah itu sekadar dijadikan sebagai kliseklise raksasa setengah gaib peribadatan massal dalam kolase kemas5ruran atau sebatas montase repertoar rasio musim gersang yang sublimasi atasnya adalah radikalisasi taksonomi kota.
modern.
Selain itu, basis komunitas etis-politis, dalam fase ini, ditenggarai mengalami pengkerdilan peran. Kurang peka menanggapi atau malah membiarkan, melengos, tanpa mau ambil pusing bertanggung jawab atas patologi-patologi di dalam metropolis modern. Basis komunitas etis-politis yang kehilangan momok, kewibawaan dalam dimensi tuturan serta
Disinilah kita, yang karena tidak sempat pikir untuk mengambil jeda panjang dengan gampangxya di grring lalu di sihir oleh dan melakukan perbincangan akan atau untuk mau berperang gerilya melawan serbuan
.,'T Jt,RNAL BALATRUNG fDtst40lxx/200fi
33
34
iuRNALBALAIRUNGrDisr40x{xit006
pengambilan keputusan bersama yang penuh keadaban, bukanlah apa-apa. Ini normal,
karena sejatinya iblis-iblis merayakan mantra "apa pun boleh", di mana nilai-nilai, tata aturan hukum didegradasikan hingga ke titik minus. Tiada berbekas.
Alih-alih tak banyak yang benar-benar tumbuh, berkembang dan hidup dalarn mood chaos ini. Banyak dari manusia modern malah mendengungkan kidung harap, "Andai saja metropolis bisa diam sejenak, kiranya peluang hidup damai dan sejahtera bersama niscaya akan surplus dan mudah didapat". Ini paradoks, sebab penciptaan harapan hidup damai di atas panik publik kematian dunia-bersama adalah sesuatu yang mustahil. Dan, bukankah kegaduhan di dalam metropolis modern kerap menumbuhsuburkan teror di samping menanduskan, menggelapkan dan membunuh Allah? Anti jenuh, kapitalisme hasrat, kultus uang, berhala tubuh, sembahyang kekerasan, dan liturgi kekuasaan yang memuncak pada
ekskursus negatif, adalah faktualitas dari dunia-bersama itu sendiri. Artinya, ketersingkiran Allah bukan sekadar heboh dongengan berabad-abad yang berpuas
diri
sebatas bisik-bisik picik kecil di telinga. Tapi, kini, mulai menyusup dan mengambil tempat suci di segenap organ manusia metropolis modern. Seorang filosof sekaligus, kalaulah sebutan ini boleh disematkan padanya, mistikus babbon dari "Timur", Siddharta Gautama, mempunyai catatan khusus tentang itu. Dalam nlagnum opus-nya,
Dhammapado, ia memberikan traktattraktat penjelas atau semacam pasal-pasal definitif menlenai "teater horror" kondisi niscaya dari metropolis modern yang berujung di titik nol. Mengalami defisit penghayatan.
Di mana, tragiknya metropolis modern, kita menyebutnya bolak-balik di sini duniabersama, akan disesaki oleh "sedimentasierosi-erupsi-transendensi", demikian saya menyebutnya, di luar frasa lain yang memiliki daya gereget lebih. Ketersingkiran dan keruntuhan Allah dalam metropolis modern. "Kota atau tubuh ini," demikian ungkap Buddha Gautama, "benar-benar rapuh, tempat penyakit dan rentan
membusuk. Dia akan hancur berkeping-keping dan menjijikan. Sesungguhnya kehidupan di kota ini berakhir
$elain itu, basis
dengan kematian".2 Sebuah tesis yang sungguh mencengangkan dan ganjil
komunitas etis-politis,
bukan dari seorang nabi zaman kita, dimana ia berani memaklumatkan sadis bahwa gelegak hasrat primitif lokal dan kontemporer global dari iblis-iblis rasionalis-
ditenggarai mengalami pengerdilan peran. Kurang peka menanggapi atau ade.Balairung
tragik.
menghalau kelewat liar dan beringas serta penuh gegapgempita akan frksasi narasi "keindahan" dunia-bersama. Selain perkataan Buddha Gautama di atas. Dapat pula dilihat dalam kata-kata requiem Thomas Hobbes mengenai commonweo.lth, ata:u dunia-bersama ini. "Dunia-bersama dalam faset-faset tertentu, pasti mengalami keruntuhan, "Mortal God" atau "Allah yang Fana".s Penerus Socrates, yakni Plato dalam traktat agng Republic-nya menulis sebagai berikut, "Karena segala yang terl'adi harus runtuh-musnah, demikian juga dengan suatu konstitusi "polis" keadilan tidak akan ada terus-menerus, melainkan pecah berserakan menjadi
malah memhiafkan, ,
mglgng0$, tanpA maU
prouaca.tus. Keguguran yang disengaja. Ia hancur di lumat mulut waktu dan tangan-tangan kasar demon, tidak oleh Sebuah datum "teater horror" kengerian yang
murid perempuannya adalah eksponen massa6 sekaligus iblis cabul. Iblis keseharian, di luar itu, ialah abang Haji yang semarak
dalam fase ini,
pragmatis-sadistis-hedonis-utilitaris-tiranis untuk meluputkan dan mengelak diri beserta kawanannya dari segala pendar auratis-mitis (sebaliknya terhadap yang erotis, mereka kerasan berlama-lama. Menghidupi sampai luber dengan jouissance atau hasrat histeris dan ilusi semarak riang tanpa bentuk) merupakan penggalan-penggalan perwajahan yang dapat kita kenali secara cermat dailocus zamaln kekinian. Atau, hemat saya, fenomena itu merup akan tahsonomi hota paling mutakhir yang tentakel-tentakel baja "kapitalistiskonsumeristis-hedonis-tiranis" gigantisnya sanggup menyeret, menghisap, melumat, dan menafikkan manusia serta Allah untuk tetap gaduh sebagai yang durjana dalam kemesuman yang banal sekaligus Ketercampakan, kejatuhan serta ambruknya kerajaan Allah adalah subteks-subteks primordial arkan-real politik dari keberadaan dunia-bersama itu sendiri. Dunia-bersama sebagai "ruangl' yang dihidupi pentolan-pentolan demon durjana adalah selaksa abortus
yang lain.
"sakral" mitis jadi kehilangan daya sihirnya. Seorang pria, guru mengaji pesantren, yang menggagahi murid-
ambil pu$ing bertangguns jawah atas patologi-patologi
di dalam metropolis
melaknat goyangan pantat penyanyi dangdut sebagai tindakan amoral. Namun, jahilnya, dalam sejuta gaduh obrolan itu, dia menyempatkan diri sibuk bermesraan dengan seorang perempuan di salah satu kamar hotel. Pendeta dengan pendeta yang beitikai memperebutkan altar khotbah kala hendak kebaktian pagi adalah pentolan-pentolan setan, di samping juga pecandu kekerasan Persis sama dari bentuk itu, inkuisitor gereja Katolik, ulama-ulama Islam, dan para WaIi di jawa yang memaksa dan menghukum seorang Gallileo, Al Hallaj, dan Siti Jenar untuk mau menanggalkan "ajaian sesat"nya. Lalu, rabbi-rabbi Yahudi yang menularkan baksil kebencian terhadap Yesus kepada orang banyak dan meminta dia dihukum salib merupakan iblis laknat. Pun ciuman Judas ialah transkripsi tidak terbantahkan dari ciuman iblis. Bhiksu, pedande agung, guru sekolah, dosen, mahasiswa, tentara, pegawai kantoran negeri, anak sekolah yang menistakan dirinya, entah di hotel, losmen, gubukgubuk mesum, atau lorong-lorong gang DoIi adalah iblis-iblis metropolis. Kelakuan anggota dewan saat sidang yang asyik tidur dan saling bunuh, merampas dana korban bencana, meminta kenaikan gaji adalah demon. Mereka adalah "iblisiblis hedonis-hipokris-rasis" elemen-elemen kemesuman dari dunia-bersama. Thansparansi mengenai "iblis" yang jahat di duniabersama merupakan inti generator pemikiran Jean Baudrillard dalam Zo lTansparance du Mal: Essai sur Les Phenomenes Extremes (TYanparansi dari "Iblis" Yang Jahat: *Yang Jahat," Essay Dalam Fenomena Kengerian, 1990)?. demikian kata Berdyaev, "bercabang dari kebebasan yang liar". Iblis dari dunia-bersama yang kita bicarakan dalam tulisan ini, tidak dicipta-pahami sebagai yang "sakral" mitis metafisis di sana. Jauh terletak dari dunia keseharian. Melainkan, ikut bercokol di dalamnya membawa keangkuhan dan kesadisan dari yang rata-rata. Kesadisan lewat yang rata-rata ialah ekskursus negatif atau buah dari, meminjam istilah Ernst von Schenk, kecemasan di dalam dania(Angst Um Die Welr)8. Kebungkaman dan kebisuan yang kekal dari ruang-ruang tak berhingga ini (seperti halnya taksonomi (atau geometri) kota membuat saya cemas kesepian.
modern.
berkeping-kepind'.' Sampai di sini kita, jangan latah absen memahami bila 'yang jahat", kedurjanaan sejak mulanya, tidak mesti alien berwajah garang, bermuka ganjil, leviathan buas, atau setan menyeramkan. Melebihi itu semua. Kedurjanaan, seringkali-ini paradoksnya-tampil (tanpa pernah diduga-duga di masa silam) melalui yang rata-rata.s Iblis di dalam yang rata-rata ialah massa yang kelupaan akan ada. Dengan kata lain, kelaziman atau kelatahan iblis-iblis menelan habis ruang arkanreal politik dunia-bersama. Yang riil dari ini ialah yang
-Pen)
Demikian kata Pascal.
iUHNAL BALATRUNG EDiSI40/XXJ?00S 35
36
JURI'tAt- BALATRUNG EDISi4fi/x)#20il6
Wisata seks bebas, revolusi seksual (atau
imunitas tubuh), terorisme, rasisme, anarkisme, kapitalisme hasrat, kultus uang, berhala tubuh, barbaritas etnisitas, praktik konsumerisme, kemiskinan, kelaparan, pengg"usuran, perampokan, perkosaan,
sodomi, pengrusakan massal, kanibalistis media, penculikan, pembunuhan, kemacetan, polusi udara, pemanasan global, tsunami, banjir bandang, gunung meletus, gempa bumi, dan seterusnya adalah "iblis-iblis,, jahat yang harus diperangi. "Keberadaan "iblis" yang jahat merupakan problem bagi orang beriman"s. Tesis dengan corak seperti ini, tentu membingkai dalam arti yang positif. Ditangkap sebagai momen harmoni. Partikularitas laki-perempuan atau surganeraka adalah palung dasar tak terbantahkan dan niscaya terselami. Begitu kumandang mereka. Dan, bisa jadi tidak berlebihan untuk mengatakan demikian bagi tawanan kelumrahan dari lautan populisme yang serba baik itu. Di sana "yang jahat,, ditundukan oleh mereka sebagai suara lirih pertaubatan dalam sesorah nyaring kepungan pemberkatan.
Inilah sebuah refleksi'buih, besar yang mendamparkan manusia ke penjara Guantanamo optimisme. Oswald Spengler memberikan undangan meriah bagi kita untuk sama-sama berani melumat rasa itu hingga halus dan sampai tandas. "Optimisme," demikian tulisnya,,.adalah sebuah ketakutan". Magis optimisme yang sanggup men5rulap plausibilitas ada-arcanum dalam jargon komitmen adalah perburuan menentang ketakutan. Dari situ meqjadi jelas teraba bila ketakutan di tala menuju ke ruang dramaturgi gerombolan sebagai kuasa antiteror. Dan, para pedagogi busuk, birokrat laknat, negarawan culas, kaum urban lalim, operator penilap uang, manusia proyek, politikus massa berkutat dengan peluh dan darah di ruang itu demi lancarnya dikte-dikte
tersebut.
Lalu apa yang tersisa? Tidak mudah untuk menjelaskan itu. Tapi, ada satu calon pasti, yaitu iblis-iblis metropolis tanpa paras atau semaca dunia ironi dari amalgama purba ketakutan yang ditunggangi oleh sebentuk keberanian entah. Dengan kata
lain, optimisme merupakan rasionalitas
tunggangan yang di kejar harapan. Jadi, yang
bersama keseharian yang banal dan jorok. Dengan kalimat lain, ia adalah sebuah tawaran, undangan terbuka untuk menjadi mistikus kesehariqn di antara kepungan setan-setan tiran metropolis modern atau
parodi, dramaturgi, atau pesta ala
iblis-iblis sadistis dunia-bersama. Lebih dari itu, ringkasnya, orang disarankan agar
jahat dalam kekosongan mimik itu ironi. Segala tumpukan hasil kebiadaban iblisiblis sadistis yang bedejal di sekqjur tubuh dunia-bersama, entah itu hasil dari sebuah
Dyonissian tidaklah sanggup menggentarkan nyali mereka agar lekas patuh. Semakin membandel, itu justru yang ada. padahal, keruntuhan peradaban dunia-bersama sekonyong-konyong muncul, karena yang "satanik" jahat surplus. Dengan demikian dapat diartikan, kehancuran itu basis dari dunia-bersama. Melalui pelepasan daya-daya destruksi_ ekstasis ego dan massa inilah
Allah ditaklukan, dinistakan, diasingkan sekaligus dibunuh. Boleh di kata, destmksi
itu ibarat feses. Sebelumnya ia ditampung pada kloaka-kloaka gigantis. Dan, pengalaman dengan feses itu privat. Feses ialah barang yang menjijikan juga demonic. Destruksi adalah momen disersi dari yang
jahat. Akan tetapi, destruksi pun merupakan penyeragaman dalam polesan gaya hidup, cara berpakaian, makan, berkomunikasi dan
lain macam. Maka, tidak aneh bila kemudian sang nabi kita berkata lirih, "Kota atau tubuh ini," demikian tulis Budha Gautama, ,,terdiri dari tulang-tulang yang dibungkus kulit, daging, dan darah. Di sinilah terdapat kelapukan dan kematian serta tempatnya kesombongan iri hati".lo Maka dari itu, pentolanpentolan iblis sadistis dan gerombolan setan manusia tiran yang mendiami lanskap dunia-bersama atau bermukim dalam metropolisll maupun megapolis superlatifl2 ialah contoh paling vulgar nan seronok untuk dan juga
itu.
Dan, saya kira, tidak ada lagi tesis sepadat
ini mengenai dunia-bersama
manakala hendak diteropong dari model dialektika negatif. Sebab, tesis atau aphorisma ini, setidaknya sanggup menghadirkan gereget yang lebih. Semacam rehat reflektif meskipun mortalitas ikut terkandung di dalamnya. Bahkan, saya begitu tergoda untuk cepat-cepat mengatakan bahwa frasa panjang ini ialah gemuruh metaporis dari kebangkmtan T\rhan, kematian Allah. Karena, melaluinya manusia diajak berabstraksi, berpikir tenang dalam hening di tengah kegaduhan duniaJURNAL BALATRUNG IDtsl40lxx/200s
37
tidak bandel merengek-rengek guna tinggal
immortal di kota. Akibatnya, daya auratis-mitis, dalam dunia-bersama begitu rapuhnya untuk dilecehkan dan dicungkil keluar dari relung dasar kehidupan. Yang erotis, itu sebagai gantinya. TUbuh, uang, dan waktu ialah yang erotis.ls Mereka diberhalakan, menjadi kultus, dan ritus keseharian. Dengan kata lain, magnet dari dunia-bersama, tidak lain, tiga di atas itu. Apa-apa yang dimiliki ini' yaitu tubuh, uang, dan waktu' Lalu, pesat
mengajak agar iblis-iblis eksodus ke dalam
kuil-kuil pemujaan konsumerisme, kapelkapel pendoa anarkisme, dan masjid-masjid angkuh sekularisme. Sementara, m4ntra dan tempat bagi kesederhanaan, kesabaran menjadi lenyap bersama kesalehan. Sebab, semua telah ditumbalkan. Mantra suci "bosan hidup di kota!", ini tidaklah diujarkan iblis, melainkan malaikat. Jadi, kota adalah ruang bagi, lebih lengkapnya, para nomad, pemuja tubuh, petarung uang, pendaki karier, penghisap mimpi, pencuci mulut, penjilat kekuasaan, pencibir Tuhan, peneguk kebosanan, pelumat identitas, dan penyelam kekerasan. Buddha Gautama Yang hiduP di Paruh abad ke 6 SM14 memberikan lagi diagnosa
kelam lain dari dunia-bersama. "Lihatlah, kota atau tubuh yang (setiap waktu) dipermolek ini dipenuhi dengan bercakbercak noda, najis, serta terdiri dari rangkaian tulang, daging, dan banyak memerlukan perawatan. Ia tidak kekal dan selalu berubah keadaanr'rya".15 Sementara itu, Lewis Mumford, dengan mengutiP pendapat Patrick Geddes, mengatakan tiap peradaban bersejarah mestilah selalu
dimulai dengan keberadaan iblis-iblis
melakukan penziarahan "hidup ke mati" di dalamnya. Ditemui ajal. "Manusia," demikian tulis Schiller, "ialah selalu pada akhirnya sampul dari ketiadaan absolut". Duniabersama dalam perkembangan akhir, pada faset-faset tertentu disudahi dengan hamparan debu, puing-puing bangunan, serakan tulang-belulang, mayat-mayat sisa pembantaian. Mengalami kehancuran.l6 Jadi, menjadi sangat aneh manakala iblis-iblis "manusia' ponggah berbangga hati pernah, kini, dan nanti tinggal di dalam duniabersama sampai tertawa terpingkal-pingkal' "Mengapa terbahak-bahak' Mengapa
bergembira," demikian kata Buddha, "kalau kota ini selalu terbakar dan dicengkram oleh kekelaman...?".17
Dunia-bersama yang dijejali sisa-sisa rangka dari masa yang PernahjaYa sebelumnya, bukan lagi oikos, Polis, oligopolis, metropolis atau megapolis, melainkan nekropolis, kota kematian. Darinya, yang masih bisa dikenali lebih ialah erupsi kekerasan yang tertinggal menjadi
jejak "luka lebam basah" sejarah: perasaan trauma, bangkaibangkai kendaraan bermotor yang terkena amukan massa, bangunan yang luluh lantak karena dirusak, dibakar, dijarah, diterjang pasang tsunami, diguncang bom dan gempa bumi; juga perkosaan, perbudakan, pembersihan etnis dan seterusnya. Di negeri ini, yang gigantis dari hasrat primitif sadistis yang mengalami pelepasan paling satanik, bertebaran dimana-mana, mulai dari kota kecil di ujung Banda sampai Abepura. Tbrlebih kota-kota besar, semisal Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, dan Makasar. Kota-kota kecil di pulau Sumatera, Jawa, dan Bali pasca tragedi
"Lubang Buaya" 1965 adalah ladang penghancuran iblis "manusia' oleh iblis "manusia'lain yang sama-sama terbuat dari kulit, daging, dan darah. Sebagai ingatan dari dunia-bersama ini, gelegar jumlah korban pembantaian dari peristiwa itu hanya satu tingkat di bawah gramatika negatif di
"manusia" yang bergerombol dalam suatu
Auschwitz, Daachau, dan Buchwald yang
locus. Dan, lancang kegaduhan obrolan sekaligus percakapan di antara iblis-iblis adalah titik interseksi bagi terbentuknya dunia-bersama. Terlepas dari genesis duniabersama seperti itu, perjalanan polis setakar sama dengan iblis-iblis "manusia" yang
parang, golok, clurit, arit, pedang, pacul, dan pentungan adalah alat-alat sederhana untuk menuntaskan hasrat kegilaan membunuh.
38
JURNALBALAIRUNGEDISl40/xx/2006
diotaki rezim totalitarianisme Hitler'l8 Namun, lebih gilanya, modus pembantaian 1965 jauh melebihi kebrutalan Nazi' Pisau,
Ciri lain, pembantaian berlangsung secara sporadis. Hanya dalam beberapa hitungan bulan. Bayangkan, Nazi butuh waktu bertahun-tahun untuk menghabisi orangorang Yahudi. Dan, Khmer Merah di Kamboja, setidaknya, perlu 4 tahun. Lainnya, orang yang dituding PKI dibantai waktu malam hari dan sebelum dibawa jauh untuk dibantai, dijagal beramai-ramai: dengan tubuh disayat-sayat, diburai jeroannya, lidah dan kemaluan disembelih, mata dicungkil, leher digorok layaknya hewan kurban. Pun, banyak dari mereka terbunuh di dekat rumah dilihat istri, anak, dan sanak saudara lain. Ladang tebu, hutan lebat sungai adalah "neraka" peristirahatan terakhir bagi jenazah itu. Kota Banda Aceh, tatkala penguasa pusat republik ini memberikan stigma negatif "sarang pembangkang dan hendak membentuk negErra baru", lalu dilabeli tanda
tingginya itu, tanpa ampun mengganyang dan mencabikcabik daging binatang hidup menggunakan grgr mereka. Kebringasan massal di Situbondo banyak diarahkan pada bangunan tempat ibadah dan pemeluk agama lain. Inilah salinan dari manuskrip purba pesta Dyonissian yang ditulis ulang orang-orang Situbondo. Di sana orang beragama, setali tiga uang dengan beriman mengingkari nilai-nilai agarna dan iman itu sendiri. Wajah-wajah beringas lalu-lalang dijalan-jalan raya memekikan keras kata-kata "bakar gereja!", "Kristen babi!", "bunuh mereka... Bunuh orang-orang Kristen!". Gereja, sekolah, kantor pengadilan, toko-toko, pom bensin, kendaraan bermotor, dan orang-orang tak berdosa menjadi santapan kemarahan iblis-iblis. Dirusak, dibakar, dan dibunuh sambil Allah diteriakan lantang. Lima nyawa manusia melayang mati gosong dan27 bangunan rusak parah merupakan erupsi kekerasan dari tragedi Situbondo.le Tiga bulan sebelum tragedi itu meletus, bantengbanteng "liar" ketaton di Jakarta mengamuk kalap. Pada
silang merah DOM (Daerah Operasi Militer), ikut menorehkan gambar kelam dunia-bersama. Segalanya, kala itu, ditelantarkan dan diberangus sampai ke titik minus. Mengalami peristiwa negatif, penduduk hidup dalam serba ketakutan. Keramahtamahan mereka dihisap kebandelan dan kebengisan muka-muka tentara dan setan-pemberontak. Malam adalah momok menakutkan. Karena, dia merupakan panggung dari "teater horror" penghancuran "manusia" oleh iblis-iblis
hari yang dikenal sebagai peristiwa 27 Juli 1996, sejumlah orang binasa hanya untuk berebut kuil-kuil
kekuasaan, lencana gengsi, dan piala karier. Toko-toko dan kendaraan bermotor terkena sapuan kemarahan banteng-banteng iblis. Diobrak-abrik, dibakar. Lebih jauh ke belakang lagi di tahun 1983 metropolis Jakarta dengan Tanjung Priok-nya menjadi miseropolis atau kota penderitaan bagi jemaah pengajian Amir Biki.
sadistis. Di dalam keremangan malam itu pulalah setan-setan tiran bergentayangan melaknat dan memburu mangsa yang jadi barang buruan. Manusia
lawan politik" dianiaya,
ajeng.BALA|RUNG
diperkosa, dan dibunuh secara massal. Mereka yang tergabung dalam kerumunan dan larut jatuh ke wilayah
obrolan biasa dikedai-kedai kopi ialah mangsa iblis-iblis. Mereka diciduk, diinterogasi dan dihakimi sebagai provokator massa.
Dua tahun berselang dari tragedi Situbondo. Metropolis Jakarta di tahun 1998, antara tanggal 13-15 Mei di detik-detik awal keruntuhan rezim Orde Baru, kembali diributi iblis-iblis sadistis, setansetan tiran dan hantu-hantu brutalis. Segala keganjilan yang terlihat jelas mendapatkan hukuman semena-mena dari para desporado pribumi. Rumusan agung dan suci manusia di dalam corpus-corpus teologis, entah
itu
sebagai khalifah di muka bumi atau sesama gambar citra Allah,
kehilangan tuahnya. Sirna dilahap ekstasis ego. Ngerinya torehan destruksi ini tidak dilepas secara privat begitu saja, melainkan minta disertakan ke yang lebih. Ekstasis kawanan ialah yang lebih itu, kekerasan yang dipucat-pasikan secara massal, tidak lain, dirancang buat mengakali ketakutan yang dikandungnya. Takut menelan kekerasan sendiri di dalam dunia-
Kota Situbondo di tahun 1996 kerasukan hasrat untuk mengekalkan kehancuran peradaban kota. Situbondo yang dibingkai kelewat eksotis sebagai "kota santri" berani mementaskan "teater horror" Dyonissian yang tanpa disertai Allah. Dahulu, manusia-iblis yang turut serta di dalam keriuhan festival Dyonissian dengan sejuta gelegak hasrat
bersama.
JI.,'RNAL BALAIRUNG EMISI4S/XXI?0fi{}
39
40
JURNAL BALATRUNG r0rsr4CIlxx/2006
Moralitas yang kehilangan daya sengat dan rasionalitas pencerahan yang raib kemana entah, dalam ,,teater horro/, kekerasan dunia-bersama dibuktikan lewat serangkaian kejadian panjang mengerikan. Perempuan-perempuan Cina, karena mereka bukan warga pribumi totoh, tetapipendatang atau bangsa kreol serta beragama Kristen,
'
martabatnya dinistakan sampai ke taraf binatang. Didegradasikan ke derajat barang. Mengalami depersonalisasi. Diperkosa dan dibunuh. Kendaraan bermotor, toko-toko, mal-mal dilaut-apikan dan dijarah isinya. T\ra, muda, dan anak-anak saling berebut "daging" dosa"di atas penderitaan sesamanya, bak sekawanan burung kondor dan mastodon-mastodon kelaparan. Hasil telusur terbaru Tim Gabungan pencari Fakta (TGPF) atas korban Thagedi Mei 1998, terdapat 283 korban meninggal, 101 korban
luka-luka, 92 perempuan diperkosa, lalu
ribuan rumah, toko, kantor nrsak parah dan kena jarah. Kerugian fisik ini ditaksir mencapai angka 2,b triliun.2o
Jika kita kemudian ingin menjejer banyak locus dunia-bersama atau keruntuhan peradaban metropolis modern, selain 4 kota di atas, konflik etnis, teologis, politis, dan ekonomis yang meletus di Kedungombo, Tasikmalaya, Rengasdengklok, Sanggau Ledo, Banjarmasin, Ujung pandang, Karawang, Tegal, Pekalongan, Blambangan, Dili, Sampit, Sambas, Ambon, poso, Ambalat, Abepura, Tuban, STPDN, LINHAS, UKI, dan lain-lainnya. Kemudian peristiwa Malari, bom malam natal, bom Bali I dan II, bom Kuningan, bom J.W.M Marriot, bom Kedubes Australia, anarkisme penonton sepakbola, brutalisme FpI dan FBR, penggusuran, pengrusakan tempat ibadah dan ajaran dari suatu aliran keagamaan yang dianggap sesat, tawuran antar pelajar, perang antar desa, tawuran mahasiswa dengan sopir angkot, carok massal, kemiskinan, busung lapar, putus sekolah, korupsi, utang negara, tsunami, banjir bandang, gempa bumi dan seterusnya adalah ikon yang dapat berkisah banyak mengenai iblis "yang jahat" dari dunia-bersama. Kota atau tubuh ini, yang dalam pemahaman Buddha terdiri dari tulang yang dibungkus kulit, daging, dan darah, merupakan momen ontologis. Sedangkan lapuk, mati, sombong, dan iri hati ialah
momen etis-epistemologis-nya. Kesemua itu adalah gramatika keruntuhan melalui mesin penghancuran yang menjadi ironi tatkala benar-benar te{adi. Karena, kegamangan
bumi telah merekahkan langit untuk menyabdakan pesan Allah lewat tuturan manusia. Ini dibuktikan dengan perkataan Yesus. "Dagrng memakan daging? Betapa
menjijikan perbuatan itu!',21 Namun, kota tidak hanya rangka yang dilapisi kulit, daging, dan darah. Mengatasi semua itu, yakni taksonomi terindrai, dunia-bersama selalu dalam horison makna ,,lebih dari apa yang kita pandang-dengar-dan-rasa-kata_ kan". Setab, yang defrsit tidak pernah mengelak jauh dari dunia-bersama. Di sini dibayangkan, dalam taksonomi kota, tulang belulang menrpakan metafor kemegahan arsitektur bangunan beserta sang perancang itu sendiri. Sementara yang plastis ialah kulit, kala dengan semenamena, diartikan sebagai barang perhiasan, harta benda yang dibuat bungkam, patuh. Yaitu, yang dianggap bernilai lebih. Entah itu sebagai gaya hidup atau barometer kekuasaan, seperti uang. Dihadapan uang, manusia dan iblis-iblis sama melatanya. Melata untuk ditinggikan sebagai fazend.a (tuan iblis) atau direndahkan seturut hazienda (budak iblis). Ini sama halnya dengan tubuh. T\rbuh di dalam dunia_ bersama tak lagi imun. Melainkan, lelap dibiarkan dihinggapi iblis-iblis sadistis_ nomadis,22 karena ia menyukainya. Iblis_iblis mengembara dari satu tubuh ke tubuh yang lain tanpa pernah betah singgah. Lewat
perebutan sekaligus penyerahan tubuh_tubuh
inilah kepenatan didulang-buang dan kecemasan disingkirkan jauh. T\rbuh sebagai tubuh yang disetubuhi oleh tubuh y.rrg ,u-u dalam sorot yang lain mendaulatkan kekerasan. Artinya, mengerti ,,daging, dosa ialah mendodet tubuh dalam kemesumannya yang paling banal. Berhala tubuh, bukan tubuh berhala. "(Demikian tubuh) politik (atau sebaliknya),? tulis Frank Zappa, "adalah jalan darah dari d,an bagi industri hiburan yang dipersesak bany ah -banyaft,,.zz Dengan kata lain, tubuh adalah koloni ,,teks,, baru bagi pengagum kegaduhan era pascakolonial.2a
Kini, sampailah kita pada derajat metafor paling akhir, darah. Darah berciri sama dengan air. Mengalir. Darah metropolis JURNAL BALA|RUNG EUt$t4CIlxx/z00s 4
1
modern mengalir ke dalam sungai-sungai banalitas. Iajauh beda dengan gambaran sungai Venice di Italia, sungai Rhein di Jerman, dan sungai Thames di Inggris. Tapi,
lebih menyerupai tampilan kali Ciliwung, kali Utan Kayu, atau got-got di daerah Kemang yang kotor, bau dan menjijikan. Lain dari itu, darah metropolis modern bukan darah para ningrat raja-raja Jawa, kesultanan Deli, raja Batak yang bervrarna biru atau darahjongosnya yang merah kecoklatan. Darah metropolis bukan A, AB, B, atau O. Akan tetapi, darah kapitalistis, kondumeristis, hedonistis, dan tiranis. Dunia-bersama tidak hanya rangka, kulit dagrng, dan darah. Jauh di dalamnya tersimpan pula amalgama kehancuran, magma kekerasan, dan akar destruksi yang paling renta. Yaitu, menghancurkan "musuh 'iblis' politik" yang abnormal dengan cara mengancam, memarahi, melaknat, menistakan, meludahi, menyentil, menjewer, menampar, memukul, menendang, menyeret, mencambuk, menggantung, menggorok, menguliti, mendodet, mencincang, mutilasi, mencabik-cabik, mengganyang, memperkosa, membunuh, melempar, merobohkan, mengebom, membakar dan sebagainya hingga yang dilecehkan "abnormalitas" itu mati terkapar membusuk. Semua itu dimungkinkan terjadi karena keangkuhan dan sikap mendengki yang dikobarkan
sejenak patuh menginsyafr, sebaliknya kala berjarak adalah kegaduhan yang tiada pernah henti. Memeriksa kota dengan menolak pandangan negatif Nietzsche dan Spengler, seperti yang pernah dike{akan Hans Thirring2s sebelumnya, bukanlah jantung dari tulisan ini. T\rlisan ini adalah sebuah rancangan penelitian tentang "kota yang menyingkirkan Allah atau tentang T\rhan
dalam metropolis modern" disorot dari mata fenomenologis frlsafat. Adapun isinya merupakan undangan terbuka untuk berani meluapkan getar spirit kebandelan Jo-Sagen atau, berfilsafat ala Nietzsche, tidak takut buat mengatakan "ya" bagi ketersingkiran, kebangkrutan, dan kehancuran Allah duniabersama. Saya kira, di zaman sekarang,
ketersingkiran Allah dan juga keruntuhannya tak lagi sekadar hipotesis atau. glossolia semata. Tapi, lebih dari itu, kokoh menjadi batu postulat. Dan, tugas kenabian kita ialah merawatnya. Dengan kata lain, segala diskursus mengenai Allah dalam duniabersama harus berujung pada ketersingkiran. Ini tidak boleh tidak. Atau memaklumatkan ulang kematiannya seperti apa yang pernah disemburkan Nietzsche dalam sabda kidung Zarathustra-nya. "Kemanakah Allah?" tanya
pentolan-pentolan iblis.
Nietzsche pada sekawanan orang yang tengah bergumul di dalam sebuah polis atau agora, "kita telah membunuhnya-kalian dan saya. Kita semua adalah pembunuhnya".26
Kiranya lebih dari separoh "iblis-iblis rasionalis-pragmatis-hedonis-tiranisutilitaris" yang bergerombol di dalam dunia-
Demi menghidupkan ruang hairos di sini, maka saya akan mengatakan bahwa sesungguhnya kehidupan dalam dunia-
bersama dengan segala macam sorot rupa, tubuh, dan hati yang paling memuakkan, itu akan menerka bahwa aphorisma Buddha Gautama di atas melebihi batas ambang ketakutan yang dimiliki. Sanggup membuat kemtan-kerutan di dahi, layaknya gambar wajah seorang tua Yunani, Plato. Atau, ingin menyamai tampilan patung P"}rodin "The Thinker" yang biasa ditemukan pada lembar sampul dan isi buku-buku filsafat. Nakalnya, supaya pendar makna frasa agung itu raib tak ditelan telinga mereka, iblis-iblis melakukan pembangkangan. Brutalisme kapitalistis, kanibalisme konsumeristis, dan vandalisme hedonistis volume hasratnya dinaikan setinggi mungkin. Namun, celakanya, dihadapan kata-kata itu tatapan liar iblis-iblis mengalami kebungkaman atau
bersama telah menjebak, melecehkan, melumat, memuntahkan dan memberakan yang "sakral" mitis itu sendiri. Lalu,
42
JURt'iAL BALATRUNG rDisr4fllxx/?0*6
akankah kita "manusia" masih tidak peduli dengan palung-palung dasar kehidupan yang
mitis? Sebuah pertanyaan liat yang tidak ingin di jawab dalam tulisan ini. Namun, tetap dibiarkan menggantung dan telanjang seksis alamiah. Jantung Tulisan
(^t keselumhan, uraian ulisan ini, ".*u terlihat sistematis akan saya \,.rpuya )r.-f toungkan ke dalam beberapa pemikiran kecil. Pertama, menelusuri kembali jejak-jejak defrnisi mengenai dunia-
bersama dan-ini dilakukan dengan penuh ketergesaan, tidak pa4jang lebar-ringkasan mungil perihal rentang sejarahnya. Kedua, mencoba lebih masuk atau semacam Erncangan ke dalam bahasan inti, yakni taksonomi duniabersama dalam distansi. Dengan ini, saya mau menunjukan bahwa taksonomi dunia-bersama bila hendak diurengerti dan dipahami, di awal, dia perlu menjadi gaya penghayatan pencandraan lewat tatapan atau-saya juga akan menyebutny a-intipan fenomenologis. Sebelumnya, harus dipahami pula bahwa intipan fenomenologis akan dunia-bersama adalah semacam strategi berputar balik, supaya kita tidak mengarus masuk ke palung banalitas dan sekaligus semi-rancangan agar "manusia" iblis-iblis jengah bertindak gaduh sebagai yang"jahat" durjana. Lain kata, untuk menjadi mistikus keseharian dalam duniabersama ini, mau tidak mau, gaya penghayatan harus diinspeksi. Mata, telinga, mulut, hidung, kulit dan darah perlu tunduk pada kemenubthan (lebenswelt) sepenuhnya. Ketiga, membahas satu dari sekian banyak fragmentasi-fragmentasi taksonomi dunia-bersama dalam perspektif ekskursus negatif. Yang negatif dari dunia-bersama, setidaknya dalam tulisan ini, jelas diwakili oleh tiga hal: (I) kultus uang, (II) kapitalisme hasrat dan (III) berhala tubuh. Ketiga ini, kiranya dapat dianggap benar sebagai awal sekaligus puncak keruntuhan yang mitis metafrsis. Dengan kata lain, tulisan ini merupakan salinan proyek tegas nan cerah cara kerja Nitzsche dan Simone Weil. Ikut menegaskan kembali kefanaan dan absennya Allah dalam dunia-bersama. Dan, "Kota yang Menyingkirkan Allah", ini merupakan imbas dari berjubelnya "yang jahat", kedurjanaan itu sendiri. Sekali lagi, hiruk-pikuk metropolis modern, tanpa pernah benarbenar kita sadari, ternyata sanggup menistakan, memuntahkan, membunuh, dan mencampakan keluar yang mitis metafisis (Tlrhan) dari rumah adanya.
kemegahan arsitektur bangunan raksasa yang menumpas tanah rakyat, kerumunan manusia entah
hiruk-pikuk metropolis
itu karena ditelantarkan tsunami,
modern, tanpa pernah
gempa bumi atau mereka "iblisiblis nomadis" yang asYik cakaP di mal-mal dalam kegaduhan obrolan yang menampik diskursus rasio, kebebasan, dan kesejahteraan. Juga, ia merupakan temPat bagi pendulang kekayaan, pendaki karier, penjilat kekuasaan, peneguk kepuasan dan seterusnYa adalah mantra suci yang terus diraPalkan tiap kali berada di metroPolis mbdern. Selain itu, kePongahan, syak wasangka, dan ketakutan adalah peneguhan identitas menyimpang yang dilazimi' Mereka inilah yang menjadi otak
benar.benar kita sadari, ternyata sanggup menistakan, memuntahkan, membunuh, dan mencampakan keluar
ade.BALAIRUNG
yang mitis metafisis (Tuhan) dari rumah adanya.
pembangkitnya. Mendakwa teramat bebas dunia-bersama melulu sebagai pusat pencerahan, lumbung kenikmatan, ini tidak dapat diterima' Sama halnya, mendakwa dunia-bersama sebagai yang "jahat" durjana. Dunia-bersama adalah dua itu. Di satu sisi, pentolan-pentolan iblis dari dunia-bersama, itu melindungi diri sendiri dan kawanannya. Mengusahakan perdamaian. Di sisi lain, mereka aktif meluluhlantakan "lawan politik" atau memunculkan keributan. Duniabersama adalah pharmakon sekaligus pharmahos. Yang jauh lebih penting dan dianggap mendesak perlu, saya kira, dari sekadar pendefrnisian apa itu dunia-bersama atau apa itu kota, ialah pertanyaan: apa makna mengota (hidup di dalamnya) dan bagaimana manusia dari dunia-bersama sanggup mengolah dan merawat ruang atau tempat persinggahan itu dari kerusakan yang datang mendera sewaktu-waktu. Sejurus sama, menurut peranggapan Plato, manusia mencikalkan sebuah polis, karena palung dasar motif pragmatis yang di kandungnya untuk bisa terus menerus eksis di bidang ekonomis. Jadi, asas kemanfaatan atau lanskap pragmatis-utilitaris-instrumental adalah
Menuju Pendefinisian tentang Kota dan Jejak Sejarah
A pa itu kota atau dunia-bersama? Ia adalah lebih A a*i apa yang dilihat. Para nomad atau kaum 4. Iurban beserta gaya hidupnya tidaklah berada di mana-mana, tapi berada dalam dunia-bersama. Di samping memiliki sesuatu yang lebih. Dunia-bersama menyimpan bermacam-macam defisit di dalamnya. Artinya, dunia-bersama sebagai metropolis modern itu berwajah ganda. Melelapkan. Namun, serentak membangunkan kesadaran. Dan,'manusia,, iblis-iblis yang berada di dalam radius kenias5ruran mereka, kerap
lebenswelt atau dunia punggung keseluruhan polis
itu
sendiri, di awal khitah bercokolnya. "Bila begitu, menurut saya polis terbentuk karena seorang individu tak merasa cukup pada dirinya sendiri. Akan tetapi, memerl ukdLn banyak mal aikat-malaikat penolong... Demikianlah yang satu ikut membantu yang lain, yang satu untuk kebutuhan yang satu, yang lain untuk kebutuhan yang tain. Dan heterogenitas kebutuhan terkumpul di suatu tempat bagi mereka yang membutuhkan dan mereka yang
mengalami keterjeratan. Mereka lupa bila ambiguitas dunia-bersama bisa dilampaui. Kota atau dunia-bersama memuat segala apa pun itu. Yang memesona sekaligus menjijikan. Mulai dari JURNAL BALAIRUNGEDIS|4O/XXI?OO6
43
44
JURhtAt BALAIRUNc Eiltst4illxxlzCI{is
memberikan, pada suatu pemukiman bersama yang kita sebuf polis... Jadi, alasan berdirinya polis, seperll yang diuraikan tadi, adalah kebutuhan kita... Dan yang peftama, terbesar dari itu ialah pengadaan pangan demi eksrsfensl, keberlangsungan hidup"-zt
Dalam teks-teks kesejarahan Melayu lama28 dunia "timur" dilukiskan dengan sangat pekat bila keberadaan dunia-bersama dimulai dengan pusat pemerintahan, ini bentuknya bisa kerajaan, ambtenaar dagang kolonial, syahbandar, balaikota, dan sebagainya, yang dikelilingi oleh benteng,
pasar, alun-alun, dan tempat ibadah. Corpusini menjadi penanda klasik utama dari taksonomi dunia-bersama. Namun, dewasa ini mereka sudah digeser dan digilas apartemen-apartemen, hotelcorpus ruang fisik
hotel, mal-mal, bank-bank, pabrik-pabrik, dan pusatjajanan malam (seperti pub, cafe, diskotek, karaoke, lounge spa dan warung remang-remang).
Balik lagi ke awal, yaitu teoritisasi sejarah kota yang di gagas paling antik di "barat". Dikatakan bahwa di dalam peradaban Yunani, ada terkandung istilah q,gord, yakni tempat warga masyarakat polis saling bedumpa guna membincangkan berbagai persoalan bersama, terutama persoalan yang berkaitan dengan politik. Arti politik di sini, bukan seperti pengertian sekarang: tempat bagi penjilat kekuasaan, pendaki karier, dan petarung uang. Ia merupakan kebebasan tanpa pra-syarat bagi kewargaan dunia-bersama sebagai antipoda dari kriminalitas polis "yang jahat" yang menunggalkan kekuasaan tiran dan pemaslrngan atas proyek "kebebasan" duniabersama. Pun epos sejarah Yunani yang memanggul lain pengertian agora adalah, semacam, sebuah pasar yang berada di Athena, yang termahs5rur dengan praktik sistem demokrasi. Selain sebagai pasa\ agora berfungsi sebagai tempat, di mana warga masyarakat bisa bergerombol, mengobrol, memadu kasih, menyapa, berdialog, mencari solusi, mencari kesepahaman, membuat konsensus, mengumpat, berdebat, berceloteh, menggosip, memfitnah di dalam duniabersama.
Metropolis modern ialah, dengan demikian dapat di kata dalam tulisan ini, manusia-iblis dalam teritorium arcanum bionik-plastis dengan skala isi gigantis. Atau, manusia-iblis dalam ukuran raksasa dan di dalamnya penuh sesak oleh kuil-kuil
pemujaan kapitalisme, konsumerisme, hedonisme serta rumah-rumah mewah iblis dengan segala cakupan pentolan-pentolannya yang beragam yang membingkai kerja teknis sebagai moda nilai keseharian dimana genset "desa" tribalistis-harmonis menjadi ditelantarkan.2s Dan, Allah sebagai antipoda dari semua itu di kota ialah "teks" negativitas yang kecil.
Dimulai dengan kota Henokh yang didirikan Kain pertama kali (Kejadian 4: l7), saat ini kota bermunculan di mana-mana, terutama di dunia ketiga atau (negaranegara berkembang). Kota tak hanya pesat dalam kuantitas tempat, tapi populasi penduduk juga ikut bertambah. Menurut data statistik pada tahun 1950 hanya ada 7 kota berpenduduk lebih dari 5jutajiwa. Kemudian, jumlah ini meningkat gendut menjadi 34kota, setelah rentang 35 tahun. Dan, diperkirakan dalam 35 tahun ke depan, akan ada sekitar 93 kota di dunia yang berpenduduk lebih dari 5jutajiwa. Suatu perkembangan yang luar biasa eksplosif, ini terlebih bagi negara berkembang. Catatan prediksi tahun 2020, 80 dari 93 kota-kota besar terletak di negara berkembang.sO Skala polis yang menjadi gigantis, dimungkinkan pula, karena adanya fertilitas.sl Untuk Indonesia sendiri, diperkirakan Bappenas, jumlah penduduk perkotaan akan merangkak cepat dengan kisaran la}u 4Vo per tahun, sehingga pada awal kwartal tahun 2020 jumlah populaBi penduduk perkotaan mencapai 60Vo d,ai total penduduk Indonesia.32 Entah fenomena ini, merebaknya kuantitas penduduk, sebuah berkat atau kutuk bagi kita? Di negara-negara Eropa pertumbuhan penduduk begitu dianjurkan, akan tetapi di negara-negara berkembang pertumbuhan merupakan amalgama keruntuhan. Bayangkan, di Calcutta, 500.000 orang tidak memiliki tempat tinggal.s3 Sedangkan di 8ra271,700.000 anak dibuang oleh orang tua mereka dan harus hidup melunta-lunta di jalan-jalan kota Sao Paulo. Di negeri ini, Jt,RNAL BALATRUNG EDtSt4iliX)7200S
45
semisal Jakarta, ribuan orang hidup di kolong jembatan, rumah-nrmah lapak dan kardus, serta bantaran kali menanggung kegetiran (baca: digusur paksa) yang seakan tiada pernah habis, demi satu frasa agung "keindahan dan ketertiban kota".
Di bawah ini adalah gambaran jelas mengenai dinamika kota dalam rentang sejarah dunia.sa (lihat skema/tabel) Distansi di dalam Dunia-Bersama: Dalam Intipan Fenomenologis
emisal, manusia menatap atau-di sini kiua akan menyebutny a--iniipan lnnr*n nologis atas dunia-bersama dari lanskap berjarak atau dengan ruang distansi. Sosok apakah yang akan muncul kemudian? Ayunya wajah dunia-bersama, ini
l^l .\ )*l
seperempat kebenaran. Sementara sisanya, yang tiga perempat ialah pucat pasinya waj ah dunia-bersama yang disanggah kebinalan, gelak tawa, dan obrolan iblis-iblis
metropolis. Kota Yogyakarta mulai berlagak binal di awal tahun 1990, karena keranjingan gaya hidup, model, dan despotisme modal bila diintip dari kejauhan, di atas bukit Piyungan. Entah itu waktu pagi, siang, sore, dan malam, hasilnya sama: mendapati rasa keterpukauan. Keterpukagan atas apa? Sebaran ribuan nyala kerlap-kerlip
lampu malam kota yang digeneratori oleh bangunan
publik global, seperti hotel, apartemen, menara bank-bank, rumah-rumah kaum nomad, dan gedung-gedung pencakar langit. Jangan harap bisa mengenali rumah lapak. Pendaran kosmetis bedak dan gincu tebal lain yang sanggup diintip ialah barisan lalu lalang transportasi serta lenguhan mesin hasrat kapitalisme. Perlu di ingat disini. Makna antara tatapan dan intipan tidaklah sama. Ada tatapan itu diseberang intipan. Dengan kata lain, tatapan ialah tatapan. Tatapan mengupayakan alteritas tanggung jawab. Ia menggerakkan ruang empati. Tapi, sekaligus juga menjalankan ego yang arkan-tiran di dalam penjara panoptikon. Dan, ketidakhadiran keterbukaan, kerelaan serta tanggung jawab merupakan celah bagi intipan itu sendiri g'una menyerang habis dan menduduki faktualitas keseharian. Maksudnya, dalam intipan, latah terjadi, apa yang namanya, barbaritas pencandraan. Di sebut barbaritas, karena mata hanya mau mengambil tubuh-realitas dalam kepurapuraan. Hasrat purba mata itu selalu menginspeksi ada. Mengambil tanpa pernah mau memberi. Lalu, sepintas kita lihat di sini. Tubuh seakan-akan mau diandaikan sebagai medan jajahan bagi mata. Memang benar demikian. Sebab, kita tahu, dalam setiap peradaban, tubuh ialah ruang yang dihasrati mata. Bahkan sorotan mata lelaki terhadap perempuan dalam budaya patriarkhi, tak lain tidak, tertuju pada tubuh.
BmLoS :: ,',,MlNClroS ANANG
cmNGcg*E
inrogmfis: agus.BALA|RUNG
46
JURNALBALAIRUNGEiltst4filxxr2fifi$
Sampai di sini intipan, kita bisa sedikit mencermati dalam-dalam, itu dipompa angin ambiguitas. Di satu sisi, intipan memampukan individu dan sekutunya menjadi berani dalam kekaburan dan sekaligus mendatangkan perasaan takut, di sisi lain. Takut untuk dikenali, kepergok yang lain sebagai iblis "yangjahat"
Di kOta, tUbUh m e n ye m pa
jau
h
ua
ri flff":il*:'*:il'tr',"ffh::'il#l';llfiffr '.i"' miskin, gelandangan, pengemis, pemulung, para waria,
dari dunia-bersama.
mitos dan logos suci.
Dalam banyak kebudayaan, intipan tidak terjamah legalitas. Melainkan, memunculkan dan mencukupkan diri dengan sindiran, olok-olok, dan umpatan. Sebagai contoh, di Bali. Di sana, di beberapa desa ataumasyarakat setempat menyebutnya-4anjar, ia tidak terjamah hukum adat. Oleh karenanya, mereka dengan enteng, tanpa memperdulikan tatapan etis, menjadikan itu sebagai bahan olok-olok. Tubuh," demikian anggapan lama, "merupakan yang sakral" sudah tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya. Makna baru yang diemban tubuh ialah gelar dagangan, etalase birahi di dalam metropolis modern. Genealogis intipan di Bali,
I
f#;nt#::lllffi:i5i"l:T;Ti*;lT3#""'' adalah mereka yang diblokade iblis-iblis rasionalis-
Tuhu
h hukan lasi !ffiX1'fi1:ffHJ}|'nf,H:3:J'ffi,"hiil'*u".,
ditakSif Sebagai p e nja
Keheranan kita semakin menumpuk saat membaca bagaimana dalam suasana keganjilan mencekam, mereka diremukkan menjadi pentolan-pentolan setan
ra j i wa . ::Hfi
'.;I}ffitJ;i},l?ffi [t::il:ff;TJs'"'
pengejaran musuh politik. Pengerahan massa dalam
MeIai
nkan saya H:::::
ini dipicu tuturan lisan
turun-temurun perihal Rajapala yang menceritakan seorang lelaki mengintip para bidadari. Alkisah menyebutkan ada 7 bidadari, yang baru turr.n dari
Ognqhavatan r*"i''
H*'"ii:il"it *'ilH:*:li*
if*
Atomisasi massa, bukan tidak memandang ruang perversi ego antara kawan dan lawan, melainkan itu disatukan hasrat titan-mutan kapitalistis, kultus uang dan berhala tubuh.
individualitas dalam
kayangan dan hendak mandi di sungai.3s Bahkan banyak para teruna (lelaki muda) di kampung menanggapi datardatar saja kebiasaan mengintip. Intipan menjadi vulgar, tidak ditutup-tutupi karena, dirasa, jauh dari "yang
Kapitalisme Hasrat, Kultus Uang, dan Berhala Tubuh
mood gerombolan, T 7^.,rtuLrsme aoalan saran saf,u mesrn JA h..rut metropoirs modern atau, apa I \."g oleh Edward Soja disebut, post-metropolis.
jahat", kedu{anaan. Pernyataan, "persoalan mengintip merupakan hal yang lumrah", ini menangguk resiko besar bila diucapkan dalam kultur geografrs serba teologis. Karena, seakan mau mengacak-acak refleksi besar moralitas. Untuk sejenak kita akan meninggalkan adigium saleh tersebut dan bertanya. Jika di desa fenomena intipan ditanggapi sebagai hal yang biasa. Maka, bagaimana itu jadinya di kota? Intipan sebagai ritus peribadatan wajib iblis-iblis metropolis modern. Di mana ia merupakan momen "suryival" peneguhan diri.
jalannya operasi massa kota. Alhasil, pun di kota, ketakutan tidak menjalar akut di wilayah tatapan. Melainkan pada teritorium episentrum persentuhan'
Di samping, pergulatan kesenangan badani (atau hedonisme), di sini, kesenangan atau kenikmatan merupakan "yang baik", "yang awal", dan "tujuan akhir". Kenikmatan adalah keadaan negatif (seperti rasa sakit, kegelisahan hidup) yang dianggap tidak ada. Dengan kata lain, maxim rasio terpusat pada geometri kesenangan. "Kenikmatan," demikian ungkap Epikuros, "adalah awal dan akhir hidup yang bahagia". Dan, kesenangan beroleh dipetik, manakala hiruk-pikuk rasio di dalam polis dijauhi dengan cara: larut dalam percakapan, berkumpul bareng teman-teman, menjalin obrolan, penyingkiran akan yang mitis, menolak kematian, dan seterusnya.
agus.BALA|RUNG
Hasrat kapitalistis pada gilirannya adalah pengukuhan kultus uang dan berhala tubuh. Dan, uang sanggup menyamaratakan individu menjadi elemen "yang lain" tiran melalui ketakutan yang di tularkannya dan hasrat tajam penjilat kekuasaan. Takutjatuh miskin. Dan, lebih dari itu, uang juga rela melumat sesama demi kepentingan pribadi yang memaklumatkan persekutuan dengan iblis-iblis rasionalis-pragmatis. Ia adalah magnet sosial bagi eskalasi polis, di samping pentolan-pentolan untuk menjadi lebih titan.
"Kalian tidak akan berzina (menjadi iblis-pen)," demikian kata Yesus, "sepanjang dapat menjaga matamu".36 Tanpa adanya intipan "manusia" iblis-
iblis tidak akan menjadi iblis-iblis biblis-nihilis metropolis. Namun, di dalam metropolis modern orang sesungguhnya tidak saling mengintip, akan tetapi menatap dalam kebungkaman di bawah diktum komando rasio ketakutan melalui blokade atas yang lain. Demikian,
Titan-mutan hasrat kapitalistis di Eropa bermutasi dari abad XIV-XIX. Denyut pacunya dimulai dengan kota JURNAL BALATRUNG EDtst40/xx12000
47
48
JURNAIBALAIRUNGEnTsi4s/xx/rCI*fi
Di bawah ini adalah sedikit kisah penggalan dari "Kota yang Menyingkirkan Venice di tahun 1380 yang merupakan
episentrum persentuhan dagang di Eropa Selatan dan Laut Tengah. Sekitar tahun 1500 Venice mulai ambruk. Kota Antwerp adalah persinggahan berikutnya, untuk kemudian bermutasi kembali, melakukan gerak balik ke kawasan Laut Tengah, tepatnya di Genoa. Antara tahun 1510-1560 kota Genoa mulai kehilangan daya gigit. Dan, Amsterdam menganeksasi peran mutan (sebagai episentrum perekonomian berskala gigantis) hampir dua abad lamanya. Kebangkrutan VOC di tahun 1799 dan keruntuhannya di Hindia Belanda pada akhir abad ke XVIII adalah, salah satu biang keladi kefanaan Amsterdam. London menjadi mutan kapitalistis baru, setelah Amsterdam, yang akan bertahan sampai awal abad ke )O( dari Revolusi Industri hingga runtuhnya imperium Inggris, dengan kemerdekaan Amerika. Dan, sejak 1929 hingga kini roh mutan ganas kapitalistis gigantis berada di jantung megapolis superlatifNew York dengan pangsa pasar bursanya.sT
Di kota, tubuh menyempal jauh dari mitos dan logos suci. T[buh bukan lagi ditaksir sebagai penjara jiwa. Melainkan gaya penghayatan individualitas dalam mood gerombolan. Arkian, ia ditelanjangi dan direparasi sampai ke titik nol. Atau dijadikan kuil-kuil pemujaan hasrat serta sesembahan baru dalam kapel-kapel pesolek voyeuristis metropolis.
Dengan demikian, interseksi komunikasi (yang banal) di dalam metropolis modern
tercatatjelas dari ketiga hal itu. Tapi, bagi para pemujanya, mereka adalah pendarpendar bintang kejora yang teramat indah. Dengan kata lain, hasrat kapitalistis, kultus uang, dan berhala tubuh adalah metropolis galacticos-nya. Mereka itu, lain perkara, di mata pemberontak merupakan "yang jahat", besar di congkak dan snobisme yang berkubang di riak-riak kedangkalan. Banalitas kota. Kota yang Menyingkirkan Allah
u
A pakah Allah ada?", dan kalaupun A ada," demikian kata Hans Kung, 4 Isiapakah Allah itu?. Apakah
'ya,
kepercayaan akan Allah urrng juga musnah? Apakah agama masih menyimpan masa
depan?; Bukankah telah ada moral dan ilmu sebagai ganti agama? Tidakkah kemudian lewat evolusi, agama lekas menemui ajalnya". Untuk menjawab kesangsian Hans Kung mengenai keberadaan Allah dan sekaligus ikut mempertegas kumandang kematian Allah atau-supaya tidak terlihat ekstrem, saya menyebutny a--hetersinghiran
Allah, Thomas J.J. Altizer, seorang teolog radikal Amerika, dalam fragmen-fragmen kecilnya, menuliskan, "Kita harus menyadari bahwa kematian Allah merupakan daturn fakta sejarah (yang tidak bisa kita pungkiri), bahwa Allah telah mati di dunia. Dalam sejarah dan keberadaan kita".38 Bahkan, saya kira pengejaran akan Allah dan membunuhnya setelah tertangkap, jauhjauh hari pernah dengan giat diusahakan oleh beberapa pemikir. Beberapa di antaranya adalah Denis Diderot, Voltaire, Baron d'Holbach, Friedrich Nietszche, Ludwig Feurbach, Karl Marx, Charles Darwin, Sigmund Freud, Albert Camus, Jean-Paul Sartre, Dostoyevski, dan Simone Weil. Kalau kita cermati sejak era Nietzsche kepercayaan akan yang mitis dan struktur keagamaan yang mapEm sudah dibuat runtuh. Dengan perkataan lain, agama tinggal rangka atau cangkang kosong-tanpa isi, kulit, daging, dan darah sama sekali-dari kala-kala sebelumnya yang selalu jaga dan pernah sedemikian jaya, yakni pada abad pertengahan, di mana rasio manusia zzrmannya dipenuhi begitu banyak AllahAllah. Gagasan perihal Allah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi dalam dunia (mestinya) hatus batal ketika kejahatan, kriminalitas, dan destruksi menjadi suatu kelaziman di dalamnya. Kekejaman yang te{adi berulang-ulang ini pada akhirnya akan menjadi teks-teks dunia-bersama yang diliputi awan kelam "budaya kekerasan". Bahkan, perbincangan teologis sudah "runtuh" mengalami pembusukan atau dekadensi setelah zamar modern datang. Karena, hiruk-pikuk percelotehan Allah di abad tengah sirna, semua itu menjadi tidak relevan lagi buat dibicarakan. Sebab, keselamatan bukan atau tidak terdapat pada iman akan kata-kata. Melainkan sudah digantikan oleh ilmu,3e pasar, uang, galeri, dan seterusnya.
iURNAL BALATRUNG HDtSi40/xx12006
49
Allah" danMortality Godyang dibedol dari kanon-kanon suci keagamaan.
Kota Sod.om. Kata Sodom dalam bahasa induknya ialah sesuatu yang diberanguskan. Kota ini terletak di bagian selatan Laut Mati yang diluluhlantakan Allah karena kekejian penduduknya. Sodom adalah kota bagi para pasangan lesbian dan homo. Dibandingkan dengan San Francisco yang terkenal dengan gerakan kaum homo atau Hawai dan Belanda yang mengesahkan pernikahan antar pasangan lesbian dan homo, kota Sodom masih lebih rusak dari itu semua. Sampai-sampai rumah Nabi Luth sempat digedor-gedor mereka oleh harena tamu-tamu Luth itu (Kejadian 19: 5) dan (Qs. A Araaf 80-84), (Qs.Al Hijr 59-77), (Qs. Asy Su'araa' 160-175), (Qs.Al Qomar 33-40). Kota Babilon Semarak kota Babilon, saat itu, mampu mengalahkan kepopuleran Asyria. Sampai-sampai Babilon menjadi salah satu kekuasaan terbesar di Timur Tbngah. Secara berkala dan sporadis Babilon menyerang Israel dan mengacaukan Yenrssalem setelah bangsa Asyna angkat kaki dari sana. Antara tahun 606 dan 597 SM, Raja Nebukadnezar menyerang
Yerrrsalem tiga kali, menghancurkan kota '
tersebut, membunuh penduduknya dan memaksa tawanan berjalan sejauh 900 mil
ke Babilon. Jadi, Babilon adalah suatu kota yang melakukan penganiayaan besar terhadap umat Allah. Ini sama persis dengan "kado genocide" bangsa Aria yang melumat hampir habis kaum Yahudi. Kota Niniwe. Ialah kota yang didirikan Raja Namrud, sekaligus juga merupakan pusat kekaisaran Asyr"ia. Niniwe, kota yang didiami oleh orang-orang jahat dan bengis, para pembunuh, perampas dan orang-orang yang suka menyerbu serta menghancurkan bangsa-bangsa lain. Dan, untuk memulihkan kekacaubalauan tersebut Allah mengirimkan Yunus. Tapi, tetap saja ia mengalami kefanaan yang tragik. Hancur. (Qs. Yunus 98103) dan (Qs. Ash Shaafaat 139-148).
Nah, marilah kita kini berpikir ulang sejenak dengan berkaca pada epos di atas. Maka, jika ini dapat dikata, rumusan Hans Kung4 untuk: 1) Tidak membunuh, 2) Tidak berbohong, 3) Tidak mencuri, 4) Tidak
50
JURNAL BALATRUNG EDrst40/x.v2006
berbuat kejahatan dan 5) Respek akan persaudaraan serta mencintai anak-anak (kemanusiaan-Pen.), ini masih tetap dipegang sebagai patokan nilai bersama, memang benar mendapatkan gaungnya dan adakah itu semua masih bercokol gagah di
dalam dunia-bersama atau metropolis modern? Metropolis modern sangat gagap
untuk bentuk-bentuk ini. Karena, iblis-iblis metropolis terbiasa melatih diri dengan cara isolasi, fosilisasi dan menjadi spektator bagi lautan perbedaan di tengah arus buih kerumunan. Jadi, penduduk metropolis kalau bukan iblis-iblis adalah*seperti apa yang dikatakan David Riesm arr-lno,ss leissure.al Dan, tulisan ini mau ditutup dengan "ironi" perkataan Julia I(ristevaa2, dalam karya mamut-nya mengenai'Yang Jahat" amalgama keruntuhan dunia-bersama. "Kegilaan sanggup menjebak manusia dalam
perilaku kebinatangan (dan atau keiblisanPen.) dan berkubang dengan (hasil) muntahannya sendiri, mengembara melampaui segala gelegak fantasi: kekerasan, darah, kematian. Manusia berkubang dalam palung kesadisan dengan tidak mengonggokan sedikitpun rasa kepuasan, ilusi, atau harapan. Inilah sebuah (datum kengerian) honor neraka yang Allah menjadi nihil. Tidak ada ialan keselamatan, tidak ada optimisme, tidak ada kemanusiaan.....tidak ada tempat bagi rasa memaafkan (dan yang ada hanyalah pembusukan)".
Lalu sebagai bahan pembanding akhir yang diproyeksikan buat menegaskan kembali tesis ganjil di atas ialah memajukan dengan rela selarit sajak Ahmadun Yosi Herfanda dalam Nyanyian Kota Peradaban.as "Di kota peradaban orang-orang mencai Tuhan di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bankbank dan perkantoran. Politikus pun mengaum: di mana Tuhan di mana? Birokrat menjawab sambil menguap: di sini Tuhan di sini. Ketika orang-orang berdatangan yang teronggok cuma berhala kekuasaan, meninggalkan Tuhan dalam dirinya, orang-orang makin sibuk mencari Tuhan, memanggil-manggil: Tuhan, di mana kau Tuhan? Di sini Tuhan di sini jawab suara di hotel-hotel dan ketab malam. Ketika orang-
riiliiiiiili#
orang berdatangan, yang terhampar cuma kelamin-kelamin rindu bersebadan. Di kota peradaban orang-orang mencari Tuhan hilirmudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk diskotik dan pasar-pasar swalayan. Orangorang lupa, Tuhan dalam hati sendiri tak pernah pergi".
ff#iii+
ffi iiii
Bila memang benar demikian, lalu kita patut menggugat ulang dengan cara bertanya kritis-pesimis, "Apakah makna dan kegunaan (atau manfaat) dari pemikiran agama di saat (atau di abad metropolis modern-Pen) ini?".44
ii.:
l;r:# .1.,i+ :il1::ir:
l1
iriiriilril:;
,.]{"Jmf!,*ti"
BALAIRUNG f;:#lSi4*i};X/f
fi
ils
5
1
52
Jt"JiqruAL BALATRUNG
f;
st${4filxxrtfliln
MAinkAn
Harmrni Bisnis Anda
Bnrsarna kami . v
I ,tfll....
'r',4'
Sisftis Hnd****{n Hmrxasl'{gt BIs}'{ls r&RPsBcay*
Geliat ,#"i+rygpffi
Wisma Bisnis Indan*d* Jl. K.H. Mas Mansyur No. 1?A, Jakarta Pusat 1il22$ TeLp. 021 - 57901023, faks. 0?1 - 57$ff10e4
ffi
se6;A;i Ritual Bhru padifrbuh
www.bisnis"com
(Studi Kasus Para Clubbers di Hugo's Cafe)
a e 2
o
Hatib Abdul Kadir Otong Sangaji Lahirdi Flores, kecil di Ambon, besar di Blitar dan kini tengah kuliah di semester terakhirAntmpologi-UcM.
Pemerhati tubuh sosial dan telah menghasilkan dua buku mengenai kegemarannyaitu, Tubuh Tato (2006), menyusul lan gan_Tangan Kuasa Dalam Kelamin(2006), sebuah buku tentang kekuasaan seksuilitasdilndonesia,
dengan kata pengatarBenAnderson. Terima kasih penulis ditujukan kepada Mas Aries AriefMundayat, dosen 'Antropologi perkotaan,'yang sangat inspiratifdan Mas lrwan, dosen "Studi Tubuh dan Masyarakat', yang selalu mempunyai id+ide brilian serta orisinil.
etidaknya terdapat beberapa pusat hiburan malam yang menyajikan atmosfir musik techno di Yogyakarta. Lokasinya dapat kita temui pada beberapa tempat seperti Embassy, JJ (Jogia-Jogia), Pappilon, Gudang, T;-'s hingga Hugo,s. Semakin menjamurnya pusat dunia hiburan malam ini mengindikasikan bahwa ruang publik yang tersedia pada kawasan kota seperti Jalan Solo, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Magelang hanya disediakan bagi mereka yang mampu mengaksesnya dan membutuhkan kekuatan kapital yang tidak sedikit pula. Dengan kata lain, hanya warga kelas menengah dan elit kota yang sering masuk ke dalam ruangan hiburan malam khususnya Hugo's. Fenomena tempat hiburan malam inilah yang akan saya uraikan
kemudian. Ruang Hugo's sebagai Ranah Kosmologi Kapitalisme
T)
ndltg \$pace ) DersangKuran dengan
l]I,,;H,J'fffi"::HT:ililtJi.;tin, struktur dan relasi sosial ekonomi. Makna ruang kemudian menciptakan, mengontrol, dan mentransformasi suatu teritori @tace) atau wilayah geografis. Dan yang terkontrol dalam ruang adalah masyarakat pada suatu teritori atau tempat (place). Gaya pemikiran
dan pengetahuan memainkan peranan penting dalam mode transformasi nrang. Dari sinilah kemudian muncul ruang-ruang imaji kota seperti ruang publik dan ruang privat. Singkatnya, jika berbicara ruang kita akan berbicara batas yang melingkupi tataran kosmologi (bounded space), sedangkan tempat (place) kita hanya membicarakan batas material yang hanya nampak secara vis:ual (bord,er place). Dar]r argumentasi di atas maka tulisan ini secara garis besar akan mengangkat tema permasalahan salah satu kota sebagai ruang "kosmologi kapitalisme', dengan argumentasi sebagai berikut: Pertama, mang kota sebagai ranah berkembang biaknya kosmologi kapitalisme.
Takjauh beda dengan tempat lain, akses untuk menikmati hiburan malam di Hugo,s pun tampaknya lebih didominasi warga perkotaan kelas menengah ke atas. Mayoritas dari mereka antara lain mahasiswa dari golongan mampu secara frnansial, peke{a dengan gaji tinggl @hite colar workers), hingga tante-tante kesepian. Kedua, tanah merupakan suatu investasi yang tidak pernah turun harganya, khususnya pada kawasan perkotaan, tentu membuat investor yang menanamkan usaha di lahan perkotaan selalu membangun ruang publik yang mempunyai nilai profit tinggi. JURNAL BALATRUNG EDtSi40lx)72006
55
Seperti toko, rumah toko, restoran, mal, hypermarket dan pusat hiburan malam. Kesemua mode bangunan tersebut dianggap mampu mengembalikan modal kepada mereka (baca: pengusaha). Hal ini sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Sahlins sebagai Cosmologies of Capitalism.r Cosmologies of Capitalism pada masyarakat kota dapat terlihat pada setiap bangunan kota, khususnya.yang berada di pingiran jalan utama, di mana nyaris atau bahkan semua tak ada yang hanya berfungsi sebagai rumah semata. Namun difungsikan sebagai bangunan yang mempunyai profrtabilitas tinggr. Setiap bangunan tersebut selalu menghadap ke badan jalan utama sebagai bentuk usaha untuk pengumpulan modal dan laba dengan cara menggaet ribuan calon pembeli dari para pendatang dan tamu lewat yang diharapkan mampir setiap harinya. Khususnya di Hugo's, implikasi dari adanya kosmologi kapitalisme dengan pengembalian profrt yang lebih, mengakibatkan tingginya harga bagi para tamu atau bos yang berdatangan ke ruang-ruang publik ataupun semi publik seperti tempat hiburan malam Hugo's. Kosmologi kapitalisme ruang Hugo's ini merupakan salah satu penguat adanya culture area nting kota yang tidak didasarkan pada etnis, asal-usul kelahiran, agarna, dan ras. Namun bergeser ke batasbatas berdasarkan kekuatan profesi, alat produksi, kapital (uang, tanah, dan rumah). Demarkasi area yang didasarkan pada kekuatan kapital ini menyebabkan Hugo's menjadi sebuah ruang publik yang semu (quasi public space). Dikarenakan aksesibilitas publik untuk masuk ke dalamnya bukan didasarkan pada identifrkasi batas sosial (socially bounded), melainkan pada ikatan ekonomi (economically bounded). Sederhananya, Anda mampu
mengakses Hugo's
jika mampu membayar
35
(Kalimantan Timur), KB (Kalimantan Barat). Atau daerah- daerah yang mempunyai biaya hidup lebih tinggi di banding Yogyakarta, seperti B (Jakarta), D (Bandung), L (Surabaya) dan BG (Palembang). Dan ketika mereka memasuki tempat ini, segala biaya minuman dan bentuk pelayanan lainnya tentu lebih murah dibanding di daerah asal mereka atau mereka tetap mempunyai kekuatan kapital
untuk mengonsumsinya. Keempat, pilihan waktu luang yang dihabiskan dengan cara menunda tidur dan minum kopi atau alkohol telah menjadi karakter tersendiri bagi kelas menengah urban. Objek pilihan waktu luang inilah yang kemudian memunculkan kafe, bar-bar, dan warung kopi (tauerns) komersil di tengah kota2. Adanya waktu lu.ang (leisure time) bag1 warga kelas menengah yang dihabiskan dengan mendatangi dunia malam seperti Hugo's, tentu membutuhkan biaya yang tidak murah. Dengan kata lain, biaya (cosf) waktu luang yang dihabiskan di Hugo's akan lebih mahal dibanding mereka yang menghabiskan waktu luang di kawasan hiburan malam lainnya seperti Parkir Spaces, Bunhera, b
ahkan P aj eh s ans . W akbt luang yang
digunakan para customer di Hugo's ini juga menunjukkan bahwa mereka telah selesai dengan permasalahan kebutuhan mendasar lainnya (Beyond Basic I Suruiual Needs) yang cukup menggelisahkan bagi warga kelas bawah. Kontestasi Ruang dalam Hugo's
TTtwrrs hari Rabu, Jumat, dan Sabtu J{ musik yang disajikan berbentuk I \rr" e techiicdengan panduan beberapa DJ. Musik
ini merupakan
perpaduan antaraAmerican House Music d,an European Techno Music. Kini musik-musik tersebut dicampur lagi dengan beberapa elemen lainnya seperti a,mbient, techno,
ribu rupiah untuk sekali masuknya. Di dalam, Anda akan menjadi tamu terhormat jika mampu membeli sajian minuman"open bot" yang minimal seharga 900 ribu rupiah.
progressiue trance, qtbertrance, house, jungle, drum n bass, techstep, garage hingga big beat.
Ketiga, akses masuk ke dalam hiburan malam Hugo's selalu didominasi oleh warga kelas menengah kota, tampak pada beberapa motor atau mobil yang masuk ke area parkir. Khusus pada plat mobil atau motor yang datang, mayoritas berasal dari daerahdaerah kaya di luar Yogyakarta seperti KT
Pada hari-hari tersebut, di atas jam 11 malam, ketika kaki kita mulai memasuki ruangan dansa yang terletak di lantai dua, telinga kita akan disambut dengan dentuman musik bernada riang dan ceria. Ketika hari semakin dini, ruangan akan semakin dipadati oleh pengunjung. Pada
56
JURNALBALATRUNG[illsr4fllx]#zoos
Mode disiplin keseharian ini membuat masyarakat kota tidak sadar sudut- sudut ujung ruangan setengah gelap terdapat beberapa pasangan yang telah sangat mabuk. Sesekali mereka berpelukan dengan gontai, berciuman bahkan saling meraba dengan tangan gemulai dan sedikit sempoyongan. Namun demikian, kebanyakan kaum perempuan merupakan subjek yang lebih mabuk, dibandingkan laki- Iaki. Karena porsi minuman lebih diistimewakan kepada kaum perempuan, dan
bahwa sebenarnya mereka tengah
sela4jutnya laki-lakilah yang akan menjadi "pelindung" pada pasangan tersebut, baik selama di ruangan tersebut hingga dalam perjalanan pulang.
d
Pada beberapa goyangan yang mengikuti dentuman musik, akan diketahui mana orang yang benar-benar sering, jarang, dan bahkan baru pertama kali datang ke Hugo's. Bagi mereka yang sering datang, seperti kaum gay yang biasa bergoyang pada sisi kanan depan lantai dansa (dance floor), mernpunyai gaya menari yang mampu mengikuti ritmik dentuman musik dengan serasi, sangat padu bahkan rancak mencolok. Gaya menari merupakan hal yang tidak dapat disepelakan atau dipandang asyik semata. Karena dari
ijad i kan Ohjek
target kgkuasaan.
Bagi para pengguna liquid, goyangan mereka akan
Jembatan Mabuk para Clubber di Hugo's Gaf6 Yogyakarta
"."
r,i i-iit;tn
Rs
'trii'l .; ir":tf
ti=1!
3{ri.,ip+= r!.ii+ iri--:.ii
.-:,
naik). Pada 6eol musik yang melambat, beberapa anggota badan pengguna chernical, terutamajari, akan bergerak secara sinkron mirip orang yang terkena Parkinson. Gerakan badan seperti ini tak akan ditemui pada para pengguna liquid. yang juga tengah "on".
Belakangan,sebuah hasil penelitian menunjukkan, kandungan ekstasy atau beberapa chemical lainnya, mempunyai efek halusinasi yang repetitifjika digunakan dalam keadaan hening atau t npa selingan musik apapun. Namun penggunaan ekstasy ini menjadi lebih arunan beat-beot musik techno vang mempunyai unsur repetitif pula-6 Disiprin Kota dan ,,Ruang-Ruang perariannya,
perangkat teknologi dan arsitekural yang mengkanalisasi individu-individu menjadi satuan yang seragam dan patuh. Contoh akurat tampak pada lernpu merah sebagai representasi berhenti meski pada akhirnya menciptakan sebuah kemacetan (bukan kesemrawutan); pedestrian yang mewajibkan tubuh berjalan pada sisi kanan atau kiri; mal yang menghadirkan mode panoptikon (pengawasan) melalui hidden cdnlerd sehingga gerak tubuh akan selalu merasa diawasi; rumah yang harus mempunyai nomor; jalan yang harus mempunyai nama; hingga kota yang harus menghasilkan imaji (kota budaya; kota pelajar, dan sebagainya.), mempakan narasi kekuasan negara selalu yang beroperasi. Secuil mode disiplin dalam kota ini, selalu hadir melingkupi artikulasi keseharian masyarakat. 7 Mode disiplin keseharian ini membuat masyarakat kota tidak sadar bahwa sebenarnya mereka tengah dijadikan objek dan target kekuasaan. Hal ini bisa kita lihat pada manipulasi yang diberlakukan terhadap tubuh, di mana tubuh dibentuk, dilatih, ditaklukkan, diseremonikan, dibuat lebih berketerampilan, dikalkulasikan hingga didisiplinkan dalam mode pembangunan kota. Menilik pada tulisan Hakim Bey,
tampak seperti tengah melayang dengan alur yang cenderung lambat. Goyangan ini akan terlihat semakin
' 'i.:,,.'
Sebaliknya pada pengguna chemical, ketika tengah 'on', semua anggota badan akan bergerak secara sinlron mengiringi beat-beat musik yang cepat dan tinggi (baca:
fl)ada tempat-tempat tertentu kota mengandung f serangkaian ruang pendisiplinan yang mengontrol J- tubuh urban. Kota hadir melalui kekuatan
kita akan mengetahui apa yang tengah diminum atau ditenggak oleh para tamu di tempat tersebut. Bagi para peminum alkohol yang bersifat cair (liquid) tentu akan mempunyai geliat goyang yang berbeda dengan para pengguna obat-obatan yang bersifat tablet(chemical).Tak heran jika kemudian dari berbedanya goyangan tersebut, terbentuk kontestasi di antara para pengguna keduanya. Kontestasi tersebut dapat berupa bentukan komunitas tersendiri (baca: geng) antara geng liquid dan geng chemical (Lihat tabel di bawah). Namun demikian kontestasi geng ini tak berlanjut hingga ke tataran perkelahian atau bentuk kekerasan lainnya.
:1-?
dengan gerakan kepala yang seakan melemah.
dan ::::19111-l*"
gaya bergoyang itulah maka
infogmfs:agoes.BAtAlR(lG
mengalun ketika beat-beat musik dinaikkan oleh sang DJ. Alunan goyangan terlihat pada gerakan anggota tubuh yang hanya menonjol pada bagian kaki dan tangan
JUHNAL BALATRUNG Hmtsi40/xx12006
57
58 JURNALBALAIRUNGf;Dtst4orxxlzoilfi
yang memengaruhi individu secara psikologis serta orang lain secara sosial. Secara psikologis kehidupan malam mampu memberikan kelegaan, melupakan masalah meski sesaat, dan ketenangan bagi para pelakunya. Sedangkan secara simbolik, bentuk, tatanilai, serta sistem ritus, kehidupan malam yang disajikan di Hugo's mampu menjalin jaringan komunitas hingga menjadi sebuah ikatan kelompok yang solid dan saling memerhatikan.
dengan kons epnya TAZ (Tbmporary Area Zone), y ang mengulas suatu daerah otonom
Kedua,, secara definitif Geertz memaknai agama dalarn lima karakteristik,
bagi para bajak laut pada waktu-waktu tertentu, sebuah ruang yang tepat jika digambarkan pada mode pelarian kaum urban dari berbagai kepenatan kota yang mendisiplinkan tersebut8. Pandangan Bey
yakni: (1) a system of symbols which acts to (2) esta.blish powerful, peruasiue, and long' lasting moods and motiuations in men by (3) formulating conceptions ofa gerueral order of eristence and (4) clothing th.ese conceptions with such an aura of factuality that (5) the moods
oleh para clubbers dengan berbagai suasana hati beragam yang terkumpulkan menjadi seragam tatkala memasuki Hugo's. Dari sanalah kemudian muncul suasana hati seperti trance, melayang, hingga oz.
and motiuations seern uniquely realistic.
Ritus adalah salah satu bagian atau perangkat dari agama. Namun, dengan uraian di atas bukan berarti saya kemudian bermaksud menyamaratakan konsep agama dengan clubbing. Melainkan, hanya ingin menempatkannya pada tataran ritus. Dalam artian, ritus menjadi bagian penting dalam sebuah agama meski ritus itu sendiri bukan bagian keseluruhan dari agama.
tentunya mempunyai aplikasi akurat jika kita melihat pada berbagai gerak tubuh para clubber yang datang di Hugo's. Sebagaimana yang dikatakanBey: In all encompassing
party, aTemporary Autonomous Zone, place where just maybe you can loose yourself in a state of mental, phsical, chemical, liquid euen hissing and hughing. (Hakim Bey via Duncombe,2002: 118). Mengapa Hugo's disebut sebagai Autono mous Zone? Karena disinilah orang dapat
berbuat semau dan sesukanya selama tidak melanggar batas- batas yang dianggap merugikan sesama. Segala tindakan mereka yang bebas dan otonom tersebut tentu sulit
bahkan tidak bisa dilakukan di luar areal zone Hugo's, ini seperti di kebun, jalanan atau bahkan di rumah, di mana daerah-daerah tersebut selalu berada di bawah pengav/asan berbagai orang-orang yang tentu tidak menyepakati terhadap beberapa tindakan yang telah diargumentasikan Bey di atas. Dan mengapa disebut Tbmporary? Karena
waktu otonom mereka terbatas, yakni ketika Hugo's membuka jasa layanan hiburan malam, yang berkisar antara pukul 23.00 hingga pukul 04.30, menjelang adzan subuh dikumandangkan dengan merdu dan berayun. Narasi kehidupan malam di atas kemudian mendorong saya untuk membuat asumsi bahwa ia adalah bagian dari sebuah ritus. Mengapa ritus? Ada dua argumentasi. Pertama., kehidupan malam di Hugo's telah menjadi suatu kumpulan peristiwa, yang kemudian digambarkan dan dinarasikan hingga mernbentuk sebuah fakta. Jika kemudian peristiwa kehidupan malam tersebut terjadi berulang secara terus menerus atau berulang pada waktu-waktu tertentu, seperti adanya "Rabu Gaul", "Friday Night Fever" dan "Hot Weekend", peristiwa yang telah bergeser ke ruang fakta ini menjadi lengkap untuk disebut sebagai sebuah fenomena, yaitu fenomena ritus dalam kehidupan malam kaum urban,
Atau: (1) Sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk (2) menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam tradisi manusia (3) merumuskan konsepkonsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semaeam pancaran faktualitas sehingga (5) suasana hati dan motivasimotivasi itu tampak realistise. Layaknya sebuah ritus dalam agama, maka kehidupan malam di Hugo's juga merupakan tindakan yang mampu mempersatukan antara dunia nyata dan dunia imajinatif dalam bentuk-bentuk simbolis. Bentuk-bentuk simbolis ini mampu menstimulir lahirnya ide-ide yang ada pada manusia. Sebagai misal, simbol tulisan "Jogia Party Abiss" atau tulisan Hugo's yang selalu ada di setiap sudut berbagai mobil mewah yang sering berkeliling di kota Yoryakarta mampu memberikan ide dan imaji manusia mengenai kesenangan, hurahura, mabuk, dan bahkan seks bebas. Meski tertanam dalam pemikiran individu, namun simbol-simbol kehidupan malam tersebut menjadi terangkat dan terkuak ketika ia ditampilkan, sehingga simbol menjadi sesuatu yang bersifat publik di jalanan. Simbol ritus kehidupan malam mampu menjadi pembangkit motivasi yang kuat. Dengan kata lain, tindakan ritus dilakukan karena dalam kehidupan malam tersebut terkandung sistem simbol kekuatan serta kewibawaan yang sifatnya dahsyat, penuh gelora dan sensual, tentunya. Bentuk kekuatan ini dapat terlihat pada pada kekuatan daya bujuk kehidupan malam yang dilakukan secara berkesinambungan (baca: ketagihan) secara terus-menerus, sehingga ada perasaan yang tidak enak, kesepian bahkan "tidak gaul" jika pada suatu malam, clubbing tidak dilakukan. Selanjutnya, kehidupan malam memberikan kontribusi JURFJAL BALAIRUNG IDI$I4OIXX/?OOS
5g
Dua karaktreristik di atas dijalankan
Sepuluh Ritual dalam Dunia Gemerlap Hugo's
fit " di atas adalah argumentasi serta analisis, berikut akan saya narasikan - | serta analogikan sepuluh alasan, Ql mengapa kegiatan para clubbers }uga termasuk sebagai bagran dari ritual:
Pertama, hibriditas pakaian dan waktu ritus. Kegiatan ini memang menjadi suatu fenomena abad kekinian di mana ia mengandung unsur-unsur ritual, layaknya kepercayaan atau agama yang telah ada sebelumnya. Mengacu pada makna ritus yakni tindakan yang mempersatukan dunia nyata dengan dunia imajinatif dalam bentuk simbolis seperti pakaian atau beberapa
60
JURI{AL BALATRUNG rDrsr4filxx/?*ts
aksesoris lainnya, tentu kegiatan malam ini masuk dalam kategori tersebut.
Di sini saya akan membandingkan dengan simbolitas pakaian, misalkan dengan agama Islam yang ada di Indonesia: Sedangkan makna ritual merupakan ketertiban yang dilakukan pada satuan waktu dan ruang secara berulang. Kedua, dandan menjelang pergi. Hampir semua bos, setiap pergi ke tempat dunia
malam seperti Hugo's selalu akan berdandan dengan sebaik mungkin. Membersihkan diri, berpakaian bersih, berbau harum dengan semerbak parfum. Para tamu menjadikan Hugo's sebagai tujuan yang didatangi dengan keharusan berpakaian rapi dan wangi dan tak ada satupun di antara mereka yang berpakaian kumal atau tak bebersih diri sebelumnya. Konsep bersih diri ini merupakan sesuatu yang serupa dengan konsep wudlu dalama agama Islam atau konsep bebersih diri ketika seseorang hendak bepergian menuju tempat suci lainnya untuk melakukan suatu ritual tertentu. Dua kesamaan ritus urban dengan ritus agama ini adalah munculnya perasaan bersalah dan tidak sah secara hukum jika tak melakukan ritus berdandan dan bebersih diri.lo Bahkan, bagi para tamu Hugo's yang hanya bersandal, diwajibkan mengenakan kaos kaki, sebagai duplikasi sepatu. Pihak penyambut tamu Hugo's akan mengenakan biaya Rp 5000,sebagai pengganti kaos kaki yang telah
disediakan. Ketiga, salaman, berciuman dan berpelukan. Merupakan hal biasa yang akan kita temui pada setiap tamu./bos yang datang di Hugo's. Mereka seakan menjadi satu karena mempunyai motif serta tujuan yang sama. Keakraban dan keintiman kemudian akan terjalin dengan padu tatkala musik
berdentum. Dari sanalah kemudian konsep PLUR yang terkenal diantara katm clubbers mulai tertanam, yakni Peace, Loue, Unity and Respecl. Adagium yang berawal dari kalangan kelas menengah penikmat raue par-ty ini sangat dipegang teguh oleh kalangan clubbers sehingga jarang terjadi kekisruhan atau percekcokan secara mencolok di dalam ruangan Hugo's, karena masingmasing dari mereka merasa mempunyai kesamaan tujuan yakni mencari puncak kesenangan melalui jembatan PLIJR tersebut. Empat unsur PLUR yang ada dalam katm clubbers ini tentu sama dengan pandangan dalam unsur agama Islam yakni uhhuwah atau saling menghormati dan mencintai antar sesama unitas internal agama. Mode juga dapat kita temui pada konsep cinta kasih pada agama Kristen.
mempunyai kepribadian luar biasa yang terejawantahkan melalui penampilan dan improvisasi dalam memainkan beat-beat piringan musik dengan
Namun disisi lain,
serasi dan menghentak.
adegan peluk-cium ini
Jika kita memasuki ruang Hugo's atau tempat clubbers manapun, maka posisi DJ akan ditempatkan pada bagian tengah dengan posisi podium yang lebih Lingg; (plateau stage) dibanding para clubber yangberada pada saf lantai dansa. Jika menilik pada penelitian Geertz maka posisi sentrum DJ bisa dianggap sebagai Focus Gatheredls . Dalam artian, banyaknya konsentarsi kalangan yang datang hanya tergantung, terfokus dan terkonsentrasi pada satu titik objek, dalam hal ini adalah DJ. Sedangkan clubbers merupakan jemaat yang mempunyai semangat @hirah I mass feruer) dimana mereka juga sangat tergantung dengan pimpinan sang imam dalam memunculkan dentuman musik yang mampu membuat mereka menjadi senang dan selalu bergelora (desiring machine). Fenomena ini dapat kita lihat dalam agama apa pun, seperti pada pengkhotbah di waktu ritus sholat Jum'at atau ekaristi umat Katholik yang selalu menampilkan seorang pembicara sebagai fokus di tengah-tengah umat yang tengah berkumpul.
menjadi kecaman serta kutukan bagi kaum agamawan atau moralis.
Salah satu lahirnya stimulus PLUR ini dikarenakan pada beberapa penggunaan obat-obatan chemical pada clubbers mempunyai efek psychedelic amphetaminel, yaitw penenangjiwa dan beberapa efek lainnya yang bersifat mengurangi sifat agresivitas manusia (diminishes aggression).rl Selain menurunkan sifat-sifat agresi menuju ke ketenangan, efek yang ada dalam beberapa MDMA juga menjadikan PLUR mampu melahirkan kekaburan pada batas- batas antar kelas (class consciousness), suku, agama, ras. Kaburnya batas-batas kesadaran yang bersifat primordial ini pada akhirnya membentuk sebuah kekuatan komunal baru pada ruang Hugo's. Atau lebih tepatnya disebut dengan lahirnya
Kelima, sifat ketagihan(addicted). Sifat ini timbul karena keinginan untuk selalu bertemu sang DJ, yang mampu memenuhi hasrat clubbers dalam mendengarkan dentuman musik
kaurn homosocial yang mempunyai tingkat emosi setara, bersama dan bersatu (emotion of communism)-
yang repetitifdan khas. Gaung musik techno yang repetitif ini mampu menimbulkan kesenangan, kegembiraan dan menghilangkan perasaan susah dan sakit untuk sementara. Istilah yang tepat untuk ini adalah morphic resonance. Morphic atau morphin merupakan salah satu zat yang mampu menghilangkan rasa sakit bagi para penderita perang atau mereka yang tergeletak tak berdaya di bangsal
Tak hanya itu, penggunaan beberapa MDMAjuga
mempunyai efek yang melembutkan rasa (effi.minate efffect) bagi setiap para penggunanya. Efek
ini
mempunyai kekuatan dalam mensublimasi hormon maskulin menjadi rendah, sehingga beberapa hormon feminin pada tubuh meningkat. Timbulnya effiminate eflfect intla}a yang kemudian membuat batas hubungan pengguna laki- laki dan perempuan menjadi kabur dan menyatu. Tak mengherankan jika kemudian, setiap mereka bertemu berimplikasi pada sapaan dalam bentuk peluk-cium yang telah menjadi kebiasaan bahkan
rumah sakit. Sedan g)<an re s onance merupakan gaung atau bunyi alunan musik yang berirama.
kewajibanl2.
Namun di sisi lain, adegan peluk-cium ini menjadi kecaman serta kutukan bagi kaum agamawan atau
Dengan demikian morphic mempunyai efek yang
moralis lainnya.
r e s onance
Batasan-batasan tindakan privat (peluk-cium), yang sehanrsnya dilakukan oleh pasangan resmi dan di dalam kamar gelap penuh rahasia, menjadi kabur ketika adegan ini dilakukan di ruang publik yang terbuka.
kemudian membuat sang clubbers menjadi ketagihan. Ada sesuatu yang terasa kurang bahkan menggelisahkan jika sarg clubbers tidak datang pada malam-malam tertentu seperti Rabu, Jumat, atan
Keentpat, bertemu sang imam di ruang gemerlap. Sang imam dalam hal ini adalah DJ. Posisi DJ menjadi sentrrrm bagi kalangan clubbers. DJ, layaknya dalam agama, adalah imam bahkan nabi. Ia dianggap
Sabtu malam. Meminjam istilah Freud, tindakan ini kemudian JURhIAL BALA|RUNc
rDtsl40/xxl200s 6
1
62
JUfthJAl BALATRUNG ar:rsr4fi/xx/?fifl6
melahirkan neurosis ob sessional, sifat ketagihan dan merasa berdosa jika tidak dilaksanakan. Tidaklah berlebihan jika kemudian kadar neurosis obsessional pada kalang clubbers inijuga terjadi pada kaum agamawan yang tengah mengadakan ritual sholat atau berdzikir di mana ia akan gelisah, merasa ada yang kurang dan berdosa jika pada waktu yang seharusnya ritual
tersebut dilaksanakan namun tidak dilaksanakannya.la
lstilah Morphic Resonance ini mengacu kepada mode trance yang diakibatkan oleh beat-beat repetitif yang dilakukan seorang
umat dan alunan musik dalam suatu ritus. Beat iri dapat terlihat pada mode dzikir atau wirid sufr muslim yang sangat mengalun, kadang lambat dan kadang cepat hingga membawa si pewirid ke kesadaran yang setengah melayang. Coba simak ungkapan Howell (2001) berikut: "Dzikir consists of repetitions of phrases containing the name of God, typically progressively shoftened to rapid repetition of the final syllable. Being highly repetitive and rhythmical, dzikir can stimulate altered states of consclousness under certain circumstances. ln this way, it differs from the obligatory prayers, which generally do not have the same psychological potential. Thus, although dzikir is by no means always pertormed as pafi of a mystical quest (for example, it commonly constitutes paft of the ldul Fiti holy day prayers pefiormed by the whole commun$ at the mosque), it is especially suited to that purpose. Wirid (1.) are shorf passages from the Qur'an, recited in Sufi practice before or after the dzikir, often repetitively. The recitation of particular wirid in specified numbers of repetitions may be assrgned to aspirants by their spiritual director to meet their individual needs at cefiain times, whether for spiritual inspiration in their mystic quest or for a mundane purpose such as healing or protection. The notion that the wirid can help the practitioner access divine inspiration connects to the use of wirid in Javanese to mean "teaching" or "guidance." However, the wirid may also be given, much like an amulet, to anyone needing practical help, regardless of whether he or she has "higher" spiritual aspirations, and so in debased usages it grades into magical practices.as
Keenam, hedonisme dan autisme kolektif. Ungkapan ini merupakan istilah yang cukup tepat bagi para clubbers. Hedonisme mempunyai makna sebagai perasaan yang acuh tak acuh atau "autis" terhadap lingkungan sekitar yang ada di luar komunitas mereka. Hedonisme ini terindikasi pada penyerahan ketubuhan clubbers pada dentuman musik yang sepenuhnya dianggap mampu mengubah eksistensi tubuh mereka menuju ke arah dunia yang penuh dengan halusinasi dan imajinasi kesenangan. Hedonisme selain mempunyai unsur seperti nihilisme (meminjam istilah Nietszche) juga berkarakter apolitis terhadap berbagai situasi yang bersangkutan dengan nilai-nilai ideologis. Sehingga sangat tidak pas jika kemudian kita menghampiri para clubbers tersebut dengan beberapa pertanyaan seperti, "bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena meningkatnya pengangguran di Indonesia?" ; " apa pendapat Anda mengenai karakter orang miskin di Indonesia?"; atau bahkan, "bagaimana peluang SBY di Pemilu mendatang?". Paradigma hedonisme ini sejajar pula dengan ritual yang dilakukan pada kaum beragama yang melihat bahwa unsur dunia adalah kesementaraan sehingga jalan nihilis, pragmatis, acuh tak acuh terhadap dunia sekitar di luar mereka, apolitis yang bersifat keakheratan (eskatologis) adalah jalan terbaik menuju surga di akherat sana. Yang penting bagi kaum beragama kemudian adalah bagaimana memanjakan T\rhan dengan menyanjungnya sepanjang hari melalui ritus yang tak berujung dan tak
berakhir. Ketujuh, trance. Tak sadarkan diri. Tlance merupakan pengalaman sekaligus kenangan tak sadarkan diri yang paling mengesankan dan menyenangkan bagi para clubbers. Salah satu jembatan trance ini adalah dengan menggunakan minuman bersifat liquid ata:u menenggak beberapa b.utir chemical ke dalam
mulut mereka masing-masing. Tbance ini juga diakibatkan adanya pengalaman supersensoric yang menghubungkan para clubbers, sebagai umat jemaah, dengan DJ, sebagai imam dalam rit:ual clubbing. Jika kita amati pada beberapa ritual agama, maka trance menjadi salah satu kewajiban
JURNAL BALATRUNG rDlst4illxlvz00s
mutlak bagi para jemaat. Konsep hhusyuk dalam agama merupakan salah satu jembatan bagi umat menuju trance di rr;,arl;a ketika khusyuk ia tidak lagi mengingat apaapa yang ada disekitarnya, tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya, bahkan tidak menjawab terhadap siapa yang memanggil. Kedelapan,upacara suci. Penggunaan
liquid ataa chemical menjadi jembatan menuju ke arah arah senasib dan kebersamaan, trdnce, PLUR, dan berbagai unsur ritual bagi para clubbers yang telah saya gambarkan di atas. Kejadian ini senrpa dengan setiap upacara beberapa kepercayaan atau agama tertentu yang menggunakan sebuah alat tertentu untuk menuju ke arah ritual sesungguhnya, atau menandakan bahwa ia telah mengikuti ritual tersebut. HaI ini dapat kita lihat di upacara suci sakramen
(holy sahramez) ekaristil6 pada agama Katholik, di mana sang pastor/pendeta akan
memberikan semacam roti kering dari gandum pada umatnya yang kemudian ditelan sebagai bagian dari upacara suci tersebut. Inti dari sakramen upacara suci yang dilakukan pada karm clubbers ataupun kaum agamawan tersebut sama dan satu,
yakri makes better.
Atat:- membuat segalanya
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kesembilan, kaburnya dunia nyata dan imaji. Pandangan mata, bagi mereka yang telah mabuk sebagai ritual, pada dunia real akan kabur dan berbeda tipis dengan dunia imajinatif yang utopis. Pada kaum clubbers ritual mabok menjadi sesuatu yang berkesan karena di sana suasana hati dan motivasi terbentuk menjadi tampak realistis. Hal ini tentu sama dengan pandangan kaum beragam yang sering melihat bahwa agama sebagai bagian dari tingkatan ritus. Dalam pandangan ini agama melihat bahwa ritus merupakan tindakan yang mampu mempersatukan antara dunia nyata dan dunia imajinatif dalam bentuk-bentuk simbolis. Layaknya aspek psikologis pada agama,
ritual dunia malam para clubber dalam ruangan Hugo's, Ss, ataupun Embassy, pun secara psikologis mampu memberikan ketenangan dan kestabilan bagi para penganutnya. Sedangkan secara simbolik, bentuk, tata-nilai, serta sistem seperti
63
64
JURNALBALAIRUNGEDrsr4filxxltCIilo
berbagai ritus, upacara keagamaan, hingga pesan yang disampaikan DJ+chemical dan
liquid+dentuman musik juga merupakan unsur yang mampu menjalin jaringan menjadi sebuah ikatan kelompok yang solid dan saling memperhatikan. Layaknya agama, dunia gemerlap juga mampu menanamkan kekuatan nilai simbolis sehingga menggugah emosi, sentimen afeksi, nafsu dan perasaan dalam suatu suasana. Meminjam istilah Geertz, dalam dunia gemerlap pun terd.apat logico meaningful system layaknya dalam ritus sebuah agama. Istilah Geertz ini merujuk pada satuan tindakan yang mengintegrasikan berbagai kesatuan gaya, kesatuan implikasi logis serta kesatuan
makna dan nilai ke dalam soliditas masyarakat melalui dogma, larangan, anjuran, dan perintah yang kemudian harus dijalankan. Dengan kata lain, logic meaningful memandang bahwa sekelompok sosial yang terdiri bagian-bagian kelompok yang terikat satu sama lain atau oleh fungsifungsi yang diatur dari suatu kekuatan pusat sebagai sebab yang menggerakkannyaiT.
Tatkala melakukan ritus, tubuh tengah mengalami dua hal biner yang tercampur menjadi satu, yakniphenotnena dan noulnena. Phenomena merupakan sesuatu yang dapat ditangkap indera tubuh seperti tengah mabuk; tengah melayang; sedikit tak sadarkan diri; merasa nyaman dan lega. Sedangkan Noumena adalah realitas yang tak dapat tangkap indera tubuh seperti merasa terbang ke langit ketqjuh; merasa bertemu malaikat, merasa di surga bahkan merasa tengah menjadi Thhan. Bagi para clubbers yang.mabuk, dunia ny ata (being) menjadi satu dengan dunia khalayan dan imaji (seem.ing). Dalam unsur agama pun layaknya demikian, di mana dunia nyata (material bumi kekinian) menjadi disatukan dengan dwia seeming (surga, neraka, alam kubur). Inilah yang kemudian membuat umat beragama melihat bahwa mabuk merasa telah tergantikan oleh praktik ibadah yang mempunyai fungsi nyaris serupa. Memang dunia nyata dan dunia imajinatif para clubbers dan ritual agama sama-sama kabur dan menyatu. Kesepuluh, terakhir. Bukankah umat clubbers yang tengah mabuk sering berkata
bahwa ia kini tengah melayang dan berada di langit ke trju.h (seeming), sama saja dengan umat beragama yang berkata bahwa suatu saat ia akan berada di surga (seeming). Sama-sama percaya...[1
iri
tt
. .'l
l
I
ilf!ft "d Y
ill.!i#i
tnti* li',.
,iu+.j i:$ rlitll'
lii;:i
:::a::;ir,.;
tli.'r:t:+
ffiffi
(Studi Kasus Komparasi Selamefan Sosrokusuman dan Sari Mulyo)'
"it.iRF,iAl-
BALAIRUNG Hiit$t4fljy;x/?*CIs
65
66
Jt.jRr\iAL BALATRUNG rulr$r4ffxx/rilfifi
ai), selapanan (saat bayi berusia 35 hari), tedhak sinten (tuntn tanah pertama kali), nyapih (saat bayi tidak lagi menyusui), gaulan (tumbuh gigi pertama) danpitonan (tujuh bulan setelah kelahiran). Dahulu Selametan dilakukan secara rowa, (besanbesaran), mereka yang punya acara mengadakan kenduri dengan mengundang banyakjagongan (para tamu) dan tenaga untttk rew angan (membantu). Konon suguhan makanan (punjungan atau tonjokan) sangat beragam, dan para tamu yang datang biasanya memberi sumbangan bagi tuan rumah. Terlepas dari itu, makna selametan itu sendiri berasal dari kata slamet(selatnat) yang didefinisikan sebagai"ora ono opo' opo"(tidak ada apa-apa).2 Sedangkan
Odit Budiawan Odit Budiawan lahirdantumbuh di Yogyakarta. Saat ini ia tengah bergelut untuk lepasdari studinya di Jurusan Antropologi Budaya, Fakultas llmu Budaya UGM. Pemuda yang memiliki cita-
*lapanan yang juga termasuk dalam
cita menjadi intelektual namun tetap rockandrol/
selametan, dilakukan setelah bayi memasuki usia tiga puluh lima hari. Selapanan itu sendiri mempunyai pengharapan bahwa sang
ini, selain pemah bekerja di Lentera Sahaja, ia
juga pegiat kelompok diskusi film "Lajar Tantjap'.
etan besar itu bernama'globalisasi'. Ia telah lama datang dalam kehidupan manusia. Bahkan, setan itu telah mampu melahirkan pola nuansa penggabungan sebagai strategi, hingga resistensi (masyarakat) dalam menyikapi sebuah tradisi. Hal ini juga terjadi, khususnya pada masyarakat perkotaan. Lahirnya istilah "glokalitas" merupakan salah satu indikator bahwa fenomena globalisasi justru'tidak' menghadirkan sebuah keseragaman pola kebudayaan. Fenomena selametan yang berkaitan dengan
daur hidup manusia mampu menjadi contoh perwujudan glokalitas. Karenanya, selametan tetap dilaksanakan masyarakat perkotaan, walaupun dengan cara yang berbeda dari cara tradisional. Pun demikian, adanya selametan, ritus, atau upacara merupakan suatu upaya untuk mencari keselamatan, ketentraman dan sekaligus menjaga kelestarian alam semesta. Sehubungan dengan itu, tulisan ini akan mencoba mencermati dua hal, yaitu antara komparasi waktu (diakronih) dan komparasi secara keruangan (sinkronik). Ulasan pertama akan membahas mengenai bagaimana strategi wErrga kota ketika menghadirkan nuansa lokalitas (yang dianggap berhubungan dengan) daur hidup itu di tengah masa krisis mereka, juga di
antara berbagai ragErm dan riuhnya globalitas kebudayaan. Sedangkan yang kedua akan memberikan gambaran tentang bagaimana staregi waktu tersebut menjadi lebih terpecahkan ketika ia diterapkan secara keruangan, seperti yang te{adi pada masyarakat urban di Sosrokusuman, yang notabene merupakan warga kelas menengah ke bawah, dibandingkan dengan strategi yang ditampilkan oleh warga Sarimulyo yang berasal dari kalangan kelas menengah ke atas. Dengan kata lain, komparasi keduanya dilakukan dengan membandingkan antara masyarakat yang bermukim di daerah kumuh (slum) dengan masyarakat di daerah permukiman yang lebih tertata rapi. Sekelumit mengenai Selapanan
T)
lI,
oda kehidupan manusia Jawa masih an seiri ng
ffi #:;ff,lilTffi *:den
peringatan (upacara) yang berkaitan dengan 'daur hidup'manusianya. Upacara itu disebut dengaln selametan, yarrg di tujukan untuk 'memperingati' peristiwa kelahiran, khitanan(sunatan), perkawinan, dan kematian. Sedangkan dalam selam.etan peristiwa kelahiran saja, masyarakat Jawa mempunyai beberapa bentuk, seperti brokohan (saat bayi lahir), sepasaran (saat bayi berusia 5 hari), temburi (penanaman ariJURNAL BALATRUNG rDtst40lx)(?000
67
bayi tak mengalami'apa-apa' (tidak tertimpa sesuatu yang buruk), baik berupa gangguan dari makhluk halus maupun gangguan kesehatan. Dalam rewango.n selapanan, warga akan saling membantu untuk meringankan beban penyelenggara. Orang yang diminta membantu adalah orang-orang yang memiliki keahlian tertentu, misalnya ahli memasak. Makanan yang biasanya disajikan dalam selapanan ini adalah nasi putih dan gudangan. Gudangan sendiri adalah merupakan lauk tradisional yang terdiri dari saJruran, telur, dan bumbunya yang terbuat dari parutan kelapa. Gudangan ini bermakna agar sang bayi senantiasa bugar segar, seperti segarnya sal rran. Setelah acara selapanan itu, para ibu yang datang membantu akan diberikan ulih-ulih (oleholeh berupa makanan) sebagai ucapan terima kasih atas jasa dan bantuan yang diberikan kepada keluarga yang mengadakan selapanan. Selain rnttkrewanga!, pata ibu juga datang ke rumah penduduk yang mengadakan selapanan pada siang atau sore hari dengan membawa sumbangan. Sedangkan para bapak dan pemuda datang pada malam hari untuk melak,okan jagongan
juga kenduri yang bertujuan untuk mendoakan sang bayi. Ada pula berbagai sesaji yang dipakai dalam upacara
68 JURNAL BALATRUNG EDtsi40/xx/2fl06
selapanan. Ragam sesaji itu antara lain adalah: Gandih, berupa batu berbentuk lonjong yang diberi gambar mata, hidung, dan bibir. Kemudian batu tersebut dibungkus kain sehingga menyerupai bayi yang sedang diselimuti. Makna dari gandih adalah agar makhluk halus tidak mendekati sang bayi, tapi mendekati gandih. Kemudian pada pintu .masuk diberi daun nanas yang dibentuk 'inirip ular, dan daun sirih yang masih ada
tangkainya diberi kapur sirih, kemudian keduanya digantungkan di pintu masuk utama rumah. T[juannya adalah agar sang bayi tidak diganggu oleh makhluk halus. Berikutnya, sapu lidi yang sudah dicuci lama, diletakkan di balik pintu ruangan tempat bayi tidur. Benda itu digunakan sebagai "senjata" untuk melindungi bayi dari gangguan makhluk halus. Selain itu terdapatjuga tiga sesaji yang berupa intuk-intuk (tumpeng kecil), yang ditaruh di atas tempurungkelapa. Bubur Sengholo yaitu bubur putih yang di atasnya diberi bubur merah, dan yang terakhir adalah Urapan yang terdiri dari kacang panjang dan kangkung yang tidak dipotong-potong, maknanya agar sang bayi berumur panjang. Ketiga sesaji ini diletakkan di bawah tempat tidur sang bayi, tujuannya untuk keselametan dan harapan agar sang bayi selalu hormat dan berbakti kepada orang tua. Selametan selapanan seringkali juga dilanjutkan dengan pemotongan rambut bayi oleh para tamu yang hadir, khususnya pinisepuhlorang tua dan dukun bayi. Pemotongan rambut bayi ini dinamakan parasdn. Selesai memotong rambut, kepala bayi diolesi perasan daun dadap serep agar si anak selalu mengalami hidup yang tenang dan tenteram. Hal ini dimaknai sesuai dengan sifat daun dadap serep yang dingin. Setelah pemotongan rambut, sang bayi digendong oleh orang tuanya sambil dikelilingkan di depan tamu yang hadir di ruangan itu. Bisa juga para tamu undangan satu persatu menggendong sang bayi. Dalam pengajian ini, para tamu berdoa untuk kesehatan dan keselamatan sang bayi dari bahaya atau gangguan.
Selapanan di Kampung Sosrokusuman3
esensi tradisi selapanan
T 7" pung Sosrokusuman dikenal sebagai daerah dengan penduduknya yang padat, rumah-rumah l{ I lSerhimpitan, dan rata-rata bertingkat ekonomi
Esa.
itu sendiri, yang masih sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada T\rhan Yang Maha
menengah ke bawah. Khususnya penduduk di RT 16, sekitar 95 Vo dai mereka bekerja di sektor informal yang kebayakan berprofesi pedagang ro,tenga.n (pedagang kaki lima yang menjual makanan). Perkampungan ini terletak di kawasan pertokoan Malioboro atau tepatnya persis di selatan Mal Malioboro dan berbatasan dengan Hotel Mutiara. Kampung yang hanya berjarak setengah kilometer arah utara keraton Yogya ini termasuk bagian
Selapanan di Sarimulyo
'l Tegtatan selapanan ini terkonsentrasi di RT 01 kL ** 01, Kampung Sarimulyo, Dusun Manggung, I llGlurahan Catur T\rnggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi perkampungan ini terletak di sekitar Jalan Kaliurang kilometer 5. Batas wilayah secara adminisrtatif RT 01, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Toko Merah, batas sebelah selatan adalah Waroeng Steab batas sebelah timur adalah Jalan Kaliurang dan batas sebelah barat adalah Gang Pandega Sari.
daerah administratif Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan.
Rumah penduduk terpusat menjadi satu dan tidak menyebar. Banyak rumah menempatkan dapurnya yang rata-rata berukuran 0,5 x 0,5 metef di depan rumah. Banyak jalan di pinggir gang dimanfaatkan untuk menjemur pakaian atau sekadar memarkir sepeda motor. Lalu bagian mulut gang biasanya dimanfaatkan sebagai tempat beq'ualan makanan pokok. Penduduk Sosrokusuman merupakan masyarakat yang sangat majemuk. Mereka yang melaksanakan tradisi selapanan tidak hanya beragama Islam, tetapi juga mereka yang beragama lain.
,"ruxakna
Menilik tata ruangnya, perkampungan ini cenderung lebih teraturjika dibandingkan dengan daerah pertama, Kampung Sosrokusuman. Ketika telah selesai dengan permasalahan pemenuhan kebutuhan pokok @asic needs), penduduk kawasan ini mulai memperhatikan 'nilai estetika' pada kawasan permukiman. Malah banyak diantara rumah-nrmah penduduk tampak
selamefan itu
terkesan mewah, di balik pagar yang menjulang tinggi terdapat taman-taman yang tampak terawat. Rumah penduduk terpusat menjadi satu dan teratur, seperti bentuk kompleks perumahan. Gang kampung cukup lebar sehingga mampu dilewati dua buah mobil dari arah yang berlawanan.
sendiri herasal dari kata
Kini, Tkadisi selapanan banyak mengalami perubahan. Bebeberapa warga yang memiliki hajatan tidak lagi mengundang tetangga di sekitarnya untuk datang. Sebagai gantinya, mereka dikirim beberapa potong kue atau roti dengan alasan kepraktisan (tidak datang dan makan di rumah penyelenggara juga tidak merepotkan tetangga sekitar dengan rewangan), sehingga lebih ekonomis. Adapun roti sebagai alternatif hidangan selapanan, tak lepas dari pemilihan merek roti. Tentu saja, merek roti yang dihidangkan sangat bervariasi dan hal tersebut dapat menegaskan status seseorang. Sehingga, setiap elemen kecil yang disajikan akan muncul simbolisme. Meskipun menggunakan roti, sebagai simbol globalisasi yang telah masuk ke dalam aspek lokal, masih ada syarat-syarat yang terdapat pada selapanan, sepertijenang merah, jenang putih, dan bubur sumsum sebagai simbol lokal yang tetap dipertahankan. Tentu saja penyiasatan ini tetap tidak mengurangi Tabel
slamef (selamat) yang
Dilihat dari sisi ekonominya, penduduk Sarimulyo termasuk ke dalam golongan masyarakat menengah ke atas. Kriteria yang digunakan sebagai batasan adalah mata pencaharian penduduk, kondisi, dan situasi permukiman. Pekerjaan penduduk sangat beragam dan rata-rata pada sektor formal seperti aparat TNI, pegawai negeri, dosen, atau departemen negara, serta
didefinisikan sebagai 'o
ara orro opo*opo"
{tidak ada apa-apa},
I.JUMLAH PENDUDUK
pengusaha sektor
jasa dan perdagangan.
o z
o z
l E
l E
5
Penduduk yang berdomisili di RT 16
Penduduk tercatat di catatan sipil
Jumlah penduduk
KK
84
5KK
15
20
25
KK penduduk
Sumber : Data
jiwa
:e
jiw
jiwa ; Sosrokusuman hingga Juni 99
RT 16
JUHNAT_ BALATRUNG
}1
rffi st4CItxx/2006 69
JUMLAH KEPALA
=E
JUMLAH PENDUDUKASLI
E
JUMLAH PENDATANG
= =
:
E
.9 .E
JUMLAH PENDUDUK
Sumber: data penduduk RT 01 RW 01, Kampung Sarimulyo hingga Juni 2005
70 "iLtRNALBALAIRUNGEfirsr4fllxxzr*s
Di kampung Sarimulyo ini terdapat banyak rumah pondokan atau kos yang ditempati mahasiswa dari luar daerah. Hal ini,dikarenakan lokasinya yang dekat dengan kampus UGM. Penduduk kawasan ini mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali.
Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat silaturahmi dan sebagai ajang urun rembug demi kemajuan kawasan mereka. Hubungan antara penduduk asli dan pendatang yang kebanyakan merupakan anak. kos terbilang rukun. Bentuk keselarasannya dengan penduduk setempat tampak dengan adanya perkumpulan anak-anak kos yang dinamakan "Perkumpulan Pemuda Sarimulyo". Di kampung Sarimulyo, perangkat pertama yang dilakukan pada acara selapdnan adalah pemotongan rambut si bayi. Potongan rambut bayi lakiJaki ditanam di sebelah kanan pintu, sedangkan potongan rambut bayi perempuan ditanam di sebelah kiri pintu. Dalam pelaksanaannya, selapanan di tempat ini terdapat o.ntongamong gud.angan atao bancakan, disediakan
jajan pasar yang komplit, dan bunga setaman. Terdapat berbagai macam sesaji serta peralatan (benda-benda) yang mempunyai makna tertentu dalam upacara ini, salah satunya adalah bunga setaman
tersebut. Selain itu, karena mayoritas penduduknya beragama islam, maka acara selapanan dilengkapi dengan pengajian yang dihadiri oleh orang tua paruh baya, baik lakilaki maupun perempuan. Dalam pengajian ini, para tamu berdoa untuk kesehatan dan keselamatan sang bayi dari bahaya atau gangguan. Sesudah didoakan, ada acara parasa,n atau pemotongan rambut bayi. Setelah pemotongan rambut, sang bayi digendong oleh orang tuanya sambil dikelilingkan di depan para tamu yang hadir di ruangan itu. Para tamu pun juga diperbolehkan untuk menggendong sang bayi. Setelah selesai menghadiri acara selapdnan, para tamu dibei bancahan sebagai tanda terima kasi}l.. Bancahan
iri
berupa bungkusan yang isinya terdiri dari berbagai macam roti. Bancakon sendiri berasal dari kata ancak, artinya daun pisang yang dianyam dibentuk kotak yang diisi nasi dan lauk pauk. Sedangkan bagi para
undangan yang tak dapat hadir, bancahan akan diantarkan ke rrmah mereka masingmasing.
Untuk persiapan acara, pihak penyelenggara memilih untuk memesan makanan pada jasa katering karena dirasa lebih praktis. Namun, sebagai pelengkap, penyelenggara tetap menggunakan tenaga para tetangga untuk memasak beberapa makanan lainnya. Dalam mengadakan upacara selapanan, biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp 1,5 - 2 j&a. Relasi Sosialdan Kosmologi Kaum Urban dalam Selapanan
fleiapanon.
.\ A-/
sebagai bagian dari
selom etan mentpakan salah satu
aspek keagamaan yang dihasilkan dari berbagai simbol dan metafor yang ada dalam masyarakat.a Selapanan dalam kebudayaan Jawa menggabungkan ranah kesatuan mistis dan kesatuaan sosial yang tercampur di dalamnya. Lebih jelasnya, kosmologi arwah nenek moyang juga tradisi peninggalan masa lalu yang bersifat seeming (tampak/terlihat), diadukkan ke dalam relasi sosial antartetangga, handai taulan, dan sanak keluarga hingga menjadi satuan yang bersifat being (nyata).
Kegiatan selapanan merupakan salah satu gerakan kesadaran kolektlf (collectiue consciousness) yang didasarkan pada penentuan jarak, di mana undangan lebih bersifat teritorial antartetangga. Singkatnya, apa pun latar belakang kepercayaan yang
dianut oleh anggota masyarakat, serta terlepas dari kenal ataupun tidak, akrab maupun renggâ&#x201A;Źrng, mereka akan hadir ke dalam selapanan tersebut. Pada tataran selapanan menunjukkan bahwa kepercayaan Jawa mempunyai basis yang lebih universal dan lebih mendalam dibanding agamaagama samawi yang cenderung bersifat lebih eksklusif. Kegiatan selapanan yang dilakukan masyarakat urban mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai pengendalian sosial (social control), media sosial (social media), norma sosial (sociol standard) dan pengelompokan sosial (social alignment). Pada ruang kontrol sosia\ ngerasani (membicarakan orang lain) merupakan unsur
iUHNAL BALATRUNG EDiSt40txxlz006 7 1
terkuat yang dilakukan jika beberapa warga yang diundang sering tidak datang atau bahkan acuh terhadap berbagai kegiatan. Dalam upacara selapanan, kontrol sosial dibentuk menjadi sebuah kesepahaman yang harmonis dan selaras. Namun setidaknya terdapat ada tiga hal yang mengindikasikan adanya kontrol sosial di dalam selapan, yaitu: Pertama, pada beberapa permintaan yang diucapkan sang pemimpin doa, selalu diakhiri dengan kata nggih (ya) dengan nada datar dan khidmat oleh para undangan. Ucapan ini merupakan simbolisasi kemufakatan yang disetujui oleh seluruh undangan demi pencapaian sebuah
harmonisasi kolektif yang dijembatani melalui upacara selapanan ini. Kedua, selapanan dapat dijadikan sebagai parameter relasi sosial, karena ia lebih bersifat tidak wajib (bisa juga dikatakan sunnah). Setidaknya terdapat tiga upacara yang benar-benar dianggap penting dalam masa-masa krisis daur hidup keluarga Jawa, yaitu Ttngheban untuk munculnya anak sulung yang berada dalam kandungan; Babaranl Brokohan pada masa kelahiran bayi itu sendiri; dan Pitonan, ketika sang bayi berusia tujuh bulan. Sedangkan posisi selapanan nyais mempunyai kesederajatan dengan peringatan masa krisis sang anak dalam kosmologi waktu orang Jawa, seperti Telonan, kehamilan yang memasuki bulan ketiga; dan Taunan, upacara peringatan kepada anak per tahunnya. Dengan demikian selapanan bisa diadakan bisajuga tidak.s Implikasi yang muncul adalah peringatan selapanan nyaris datar, namun tetap khidmat. Daya pemicu para undangan untuk hadir maupun daya teatrikal penyelenggara tak semeriah ketika mengalami masa-masa krisis seperti tiga hal yang disebutkan di atas.
Ketiga, secara kolektif orang Jawa mempunyai pola pandang bahwa kekuatan, kesaktian, dan kekuasaan terikat dalam sistem kosmologi Jawa yang sifatnya pulsatif (berdenyut) dan repetitif (berulang).6 Kosmologi tersebut termanifestasikan dalam aksi sosial ketika seseorang anak yang sulit diatur (bandel), nakal, ataupun keras kepala, maka orang Jawa akan
72 JURNAL BALATRUNG EDrsi40rxx/200fi
mengungkapkan sasaran kritik dengan membalikkan waktu, seperti "Koe ndhisik kui wis di selapanke durung ha,ro wong tuwamu, hoh nahale koyoh ngene? (Kamu dulu sudah diselapan-kan atau belum, kok nakalnya minta ampun). Agar hal tersebut tak terungkap maka berbagai bentuk selannetan pun dijalankan oleh mereka. Selapanan jtga digunakan untuk mencegah datangnya serangan penyakit yang bersifat kelangitan (sulit diterima akal sehat dan kedokteran ilmiah), maupun penyakit yang sifatnya hebumian yang rata-rata terjadi pada usia
balita. Sebagai media sosial (social media), selapanan menjadi salah satu ajang berkumpul di sela-sela pergumulan dengan pekerjaan mereka masing-masing. Selain itu, di dalam perkumpulan yang bersifat temporer tersebut mereka juga menyempatkan membahas beberapa persoalan sosial kemasyarakatan, meski sambil lalu. Media sosial dalam selapanan mempunyai ruang demokrasi yang otonom tersendiri bagi warga kota. Mereka duduk bersila dalam satu ruangan yang datar, identitas para undangan yang datang diperlakukan sama, tak seorang pun merasa diperlakukan lebih ataupun kurang dan nyaris tak seorang pun yang menganggap dirinya lebih rendah dari pada orang lain ketika sedang berbincang-bincang.
Sebagai norrna sosial, setidaknya terdapat tiga hal mengapa selametan, khususnya selapanan, menjadi seperangkat nilai, peraturan dan tindakan yang diajukan serta dipersyaratkan terhadap suatu individu. Pertama, selapanan merupakan bagian dari tingkatan ritus, sehingga upacara selapanan dipandang sebagai tindakan serta usaha untuk menggabungkan antara dunia nyata dan dunia imajinatif dalam bentuk-
bentuk simbolis. Kedua, di dalam selapanan terkandung sistem simbol kekuatan serta kewibawaan yang sifatnya mistis, sukar dicerna oleh rasio maha dahsyat dan luar" biasa. Bentuk dari semua itu dapat terlihat pada kekuatan tradisi selapanan yang dijalankan turun temurun, sehingga ada perasaan tidak enak, merasa berdosa bahkan huwalat jika tidak dilaksanakan. Selain itu, dorongan pengadaan selapanan dapat juga didasarkan
pada pengalaman mistis yang pernah dialami para penganutnya. Seperti sering merancaunya sang bayi dalam waktu yang lama, atau meninggalnya si bayi dengan tiba-tiba.
$elapanan juga
Hadirnya istilah "involusi kota" serta'neotradisionalisme" pada masyarakat urban adalah untuk mengaburkan batasan dari konsep gaya dan cara hidup masyarakat kota (Urban way of life) seperti yang digambarkan oleh Louis Wirth.lo Secara kosmologis, fenomena selapanan merupakan fakta sosial yang mampu menedang batas antara rural-urban secara geografis. Selapanan menjadi salah satu identitas kaum urban yang bersifat komunal dan religius. Bentuk
adanya kelanjutan dari hudaya desa di
disampaikan mampu me4jalin jaringan menjadi sebuah ikatan kelompok yang solid dan saling memperhatikan. Selapanan di.jalankan kaum urban dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda, juga dengan u"iurg.t suasana hati yang terkumpulkan. Maka dari sanalah kemudian muncul kata-kata khidmat dan penuh kasih.
persiapan pada selapanoz mengandung seperangkat ikatan nilai, norma ritual hingga bentuk resiprositas. Sepanjang perjalanan awal hingga akhir sebuah upacara selapanan, individualitas pelaku kebudayaan menjadi ternafikkan. Ia tergerus oleh struktur tradisi yang telah ada sebelum berbagai individu (baca: kaum urban) itu lahir dan bernafas di bumi. Karena itulah kemudian kepercayaan (beliefs) dan pengetahaan (knowledge) pada masyarakat dibentuk menjadi sebuah relasi sosial yang bersifat komunal, dan menjadi identitas lokal tersendiri.ll Upacara selapanan yang dilakukan setelah genap sebulan seorang bayi lahir ini, menjadikan kaum urban mempunyai identitas lokal, di mana interaksi yang tersaji di antara mereka bukan sesuatu yang bersifat ekonomi semata, melainkan pada basis sosial. Sebagaimana yang tergambar pada bagan sederhana di bawah ini:
perk0taan Atau Sghagai
-
ini disebabkan oleh berbagai
urban.s
mensindikasikan
Ketiga, selapanan menjadi bagian tindakan sosial sekaligus psikologis kaum urban. Selapanan mempunyai kontribusi terhadap sistem pandangan duria (world ulera) sehingga mampu memengaruhi psikologis individu serta orang lain. Dampak psikologisnya, selapanan mampu memberikan ketenangan dan kestabilan batin bagr yang telah mengadakannya. Sedangkan tata cara pelaksanaan, sopan santun, serta doktrin yang
Suasana hati
ruang kota. Disorganisasi inilah yang kemudian memunculkan perilaku'individual pada masyarakat
mAtA fantai Antaffi
budaya dgsa dan
simbol
keramat dalam selapanan sebagai unsur inheren yang
merekat'
budaya lqota, Fada
Pada ruang pengelompokan sosial (social alignment)
berkaitan erat dengan identitas. Ciri khas masyarakat
Sosrokusumandansarimulyoketika-".rg.d.Iiu.r kaWaSan $OSfOkUSUmAn
upacara selapanan mempunyai perbedaan pada tatanan perangkat upacara (uba rampe), pemakaian simbol-
simboldalamupacara
t
setapanan,kebahasa#'""in" tgflihat hahWa fgla$i _
ffi=
tersebut termasuk dalam ranah praktik kebudayaan. Selapananjuga mengindikasikan adanya kelanjutan dalam SgrflpAffAfi dari budaya desa di perkotaan atau sebagai mata rantai antara budaya desa dan budaya kota. Pada kawasan sosrokusuman terlihat bahwa relasi dalam selapanan mgfUpAk8n fnAtfi fAntai merupakan mata rantai dari "involusi kota".i Indikator ini dapat kita lihat pada mayoritas penduduk yang , bergelut di sektor informal, kehidupan '*inVOIUSi kOtat'. subsisten, dan memiliki nilai komunalitas yang tinggr. Meski sektor pekerjaan mereka tak berbasis pada lingkup agrikultural, diteruskannya kegiatan selapanan menunjukkan bahwa komunitas kota tengah berkelindan sebuah simbiosis antara hal-hal berbau kuno, mistis dan baru, kesemuanya dipadu dalam satu dunia. Berarti, proses modernisasi terbukti mampu menghimpitkan dua fenomena antara tradisi dan perubahan. Sehingga, hasilnya adalah sebuah gerakan kultural yang kontinyu
r""*;J;i;t
dafi
Pada studi kas.us selapanan,'pemisahan' identitas yang terl'adi adalah, penduduk tidak dibedakan berdasarkan kelas sosial, melainkan kebudayaan. Apakah ia datang atau tidak ke acara selametan yang tengah diadakan? Apakah ia hendak menyelenggakan selapanan, ketika sang istri melahirkan atau tidak? dan beberapa pertanyaan kultural lainnya. Pada basis religi, jaringan makna dan simbol yang terkandung pada
melalui simbol-simbol jati diri kolektif.8 Louis Wirth, sosiolog mazhab Chicago School, yang
mendapatkan ide segar dari Tonnies (gemmeinscahftgesselchaft) berpendapat bahwa, masyarakat kota akan
7
memunculkan disorganisasi pada beberapa perangkat komunal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan gerak perangkat komunal masyarakat dianggap tidak efektif ketika menghadapi mobilitas, densitas (kepadatan) dan kompleksitas yang tinggi pada JLiRNAL BALATRUNG ECItst40rxx/200fi
73
4
iURNAL BALATRUNG EDrst40ix)#2s06
selapanan menjadi sebuah formula dan konsep tersendiri bagi warga urban. Dengan kata lain, selapanan mempunyai logika 'kebenarannya' sendiri seperti pemunculan terhadap rasa komunalitas, pembentukan moralitas dan sejenisnya.
Ditinjau dari spasial keruangannya, kawasan Sosrokusuman maupun Sarimulyo mempunyai atmosfer "kosmologi kapitalisme" yang demikian kuat.12 Di Sarimulyo, hampir semua rumah yang terletak di pinggir Jalan Kaliurang, tak hanya berfungsi sebagai rumah (tempat berlindung) saja, namun juga dimanfaatkan untuk usaha sektor jasa ataupun perdagangan. Pada lapisan kedua, tepatnya kawasan di Sarimulyo, kosmologi tersebut masih mengental. Nyaris semua bangunan rumah dimanfaatkan untuk usaha kos-kosan. Dalam hal ini, selapanan merupakan sebuah ruang relasi sosial yang menghimpit
di antara kelindan kosmologi kapitalisme tersebut. Kegiatan ini nyaris tidak dideterminasi oleh motif ekonomi sebagai landasannya. Ruang sosial tersebut nampak pada kegiatan: -
Rewangan, tenaga memasak.
Punjungan I tonjokan: pemberian sumbangan kepada pihak penyelenggara. -
-Dari pihak si penyelenggara yang memberikan ulih-ulih (cenderamata bempa makanan) kepada para undangan. Pada contoh pertama, pihak penyelenggara nyaris tidak menghisap nilai lebiln(surplus ualue) yang dipunyai para tenaga memasak (reutang). Tidak ada eksploitasi. Sepi dari nilai akumulasi kapital yang hendak diambil oleh penyelenggara selapanan. Tfadisi rewang, sumbangan, dan kenduri atau pengajian ini merupakan media sosial untuk menciptakan kebersamaan, kegotongroyongan, integritas, solidaritas, dan interaksi antarwarga masyarakat, Sedangkan pada contoh kedua dan ketiga sistern punjungan dan
ulih-ulih tid,ak
berbasis kompetitif. Dalam artian bahwa nilai punjungan atan ulih-ulih bersifat' fluktuatif, tergantung kekuatan ekonomi dari pihak penyelenggara maupun orang yang diundang.
Glokalitas Selapanan: Antara Strategi dan Tradisi
T ! I-.f
ahirnya kota modern merupakan hasil
,dari polesan negara bangsa.
Sedurrgkan negara bangsa merupakan anak kandung modernitas itu sendiri. Di
dalam kota inilah kemudian bergulat tiga entitas, ranah lokalitasls yang cenderung dijalankan oleh kaum urban, nasionalitas yang termanifestasikan melalui ruang birokrasi negara bangsa, serta globalitas yang digerakkan sistem ekonomi kapitalisme global. Kemudian salah satu anak kandung yang dihasilkan dari pergulatan ketiganya adalah munculnya ruang glokalitas. Glokalitas itu sendiri mampu menghindari proses globalisasi yang selama ini dikarakteristikkan melalui arus ekonomi dan budaya. Serta dipahami hanya melalui serangkaian evolusi linear yang tertata rapi dan homogen. Sebaliknya, meminjam istilah Appadurai, globalisasi kemudian harus dipahami sebagai sebuah'arus ide baru yang kontras' dan akan membentuk serangkaian kondisi yang kompleks, rur.nit, beraneka ragam, bahkan saling tumpang tindih.la Pengaruh globalisasi dalam pelaksanaan selapanan dapat dilihat dari beberapa bagian upacara, seperti tata cata pelaksanaannya dan makanan yang dihidangkan. Mereka cenderung untuk meninggalkan tradisi reu)angan dan kenduri. Karena penduduk yang menyelenggarakan selapanan memang
tidak mengumpulkan warga sekitar untuk kenduri, melainkan langsung membagikan makanan hantaran berupa kue. Makanan hantaran bukan lagi makanan tradisional berupa nasi gud.angan. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Kampung Sarimulyo, kegiatan berkumpul masih tetap dilaksanakan dengan mengadakan pengajian sebagai pengganti kenduri. Makanan yang disajikan dan dihantarkan ke para tetangga berupa nasigudangan. Perbedaan pelaksanaan selametan pad,a dua daerah observasi ini lebih dikarenakan faktor tradisi, ekonomi dan efisiensi. Masyarakat Sosrokusuman yang cenderung berekonomi menengah ke bawah lebih memilih tidak mengadakan kenduri atau pengajian dikarenakan alasan ekonomi.
JURNALBALA|RUNGHDiSt40/xxt200fi
75
Berbeda dengan masyarakat Sarimulyo yang sebagian besar penduduknya berstatus tingkat ekonomi menengah ke atas.
Dalam tradisi selapanan, aspek global dan aspek lokal merupakan dua hal yang saling melengkapi. Pada masyarakat Sosrokusumat, agar" lebih praktis maka penyajian makanan diganti dalam bentuk kue yang langsung dapat diakses di beberapa pedagang sepanjang Malioboro, etalaseetalase di Mal Malioboro atau pasar tradisional Beringharjo. Sedangkan pada masyarakat Sarimulyo, bentuk makanan tradisional tersaji utuh dengan tambahan beberapa kue dan roti. Konon, dahulu seseorang yang memiliki hajatan mengundang masyarakat sekitar untuk datang ke rrrmahnya, demikian pula penduduk sekitar juga memiliki kesadaran untuk datang memberikan bantuan dalam bentuk bantuan tenaga memasak. Akan tetapi, sekarang orang menganggap lebih praktis bila mengunakan jasa katering. Oleh karena itu banyak makna yang berubah
ketika orang lain sudah tidak turut serta membantu pelaksanaan, di mana sikap kegotong-royongan yang dulu masih kuat dimiliki, menjadi terkikis. Salah satu faktor yang memunculkan selametan mampu bersifat lokalitas tersebut justru pada faktor ekonomi, di mana masyarakat Sarimulyo yang berpenghasilan lebih, bekerja di sektor formal akan mengalokasikan dana mereka untuk keperluan selapanan dengan perangkat yang lebih utuh, lebih banyak dibanding masyarakat perkotaan yang berpenghasilan 'cukup', seperti masyarakat Sosrokusuman. Tidak heran apabila persiapan dan pernakpernik upacara tradisi selapanan masyarakat Sarimulyo lebih lengkap daripada yang te{adi di masyarakat Sosrokusuman.
Bentuk selametan merupakan sebuah kosmologi unik yang termanifestasikan ke dalam aksi sosial sekaligus fakta sosial (doy to day interaction) d,alam lingkungan suatu komunitas. Oleh karena itu, di dalam komunitas tersebut tradisi tetap dilaksanakan (meski harus disiasati dan dimodifikasi), sebagai wujud'ungkapan rasa ketidak-mauan' mereka terhadap hilangnya
76 JURI'JAL BALATRUNGrilrsr4*txxlzCIilfi
akar tradisi, dalam hal ini budaya Jawa. Kata-kata 'ngeli tor ojo keli'(lktt arus tapi jangan sampai terbawa arus) serasa mampu menjadi wajangan hebat guna menjalani rumpilnya kehidupan orang Jawa ketika godaan setan bernama globalisasi itu masih saja runtun. []
ri:il;'ii#r.ts
{ffi*yu# H*t* d$n F*$fsipasl F'offi
tidak bersambung
Orang sekelas dan sesibukAnda membutuhkan koran yang aktual, ringkas dan tidak bertele-tele. Tidak perlu lagi koran yang tebal, susah dibawa dan dengan berita-berita yang bersambung ke halaman lain. Koran Tempo dengan format kompak, lebih ringan dan lebih fokus, serta pas dengan kebutuhanAnda.
78
JURNAL BALATRUNG EDrsr40/xx/2006
rffiI
dimunculkan John Maynard Keynes pada
tahun 1930-an, yang terbukti ampuh mengatasi krisis malaise, ternyata tidak berkutik ketika harus dihadapkan pada arus neoliberalisme. Parahnya, kemunculan gagasan neoliberalisme hampir bersamaaan dengan arus demokratisasi gelombang ketiga. Gelombang ketiga demokratisasi, menurut Huntington, dimulai pada 25 april L974 di Lisabon, Portugal2. Gelombang
Sahrul Mawardi Sahrul Mawardi lahir dan besardi Malang. Sejaktahun 2004 hrjrah ke Yogyakarta untuk menekuni studi Hubungan lntemasional di Fisipol UGM. Kini selain bergiat di PMll Gadjah [Iada dan LPPM Srntesa Fisipol,
juga aktifdi Unit Fotografi UGM.
demokratisasi ketiga ini terjadi terutama di negara-negara sedang berkembang, termasuk Brasil. Menyebarnya kedua gagasan besar dalam kurun waktu yang hampir bersamaan ini mengakibatkan demokrasi identik dengan
Rusman Nurjaman Lahirdan besardi Cianjur, Jawa Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, lelaki yang pernah
neoliberalisme.
belajar mengaji di Pondok Pesantren Al Hasanah,
Warungkondang, Cianjur ini melanjutkan studinya di Fakultas Filsafat UGM, Mantan editor dwimingguan Balairung Koran (BALKON) dan Redaktur Jurnal
BALAIRUNG UGM. Kini tengah berserjus menyelesaikan kuliahnya yang sempat tertunda.
There's no alternatif (Margaret Thatcer)
T 7ot^, sebagaimana peradaban modern K ,.rr* menopangnya, actalan sesuatu I \u"g ambivalen. Ambivalensi kota
ini tampak dari pelbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Kota menawarkan
materi dan informasi yang melimpah ruah. Kota juga menyrguhkan kepada kita sebentuk kehidupan yang terintegrasi lewat demokratisasi, sesuatu yang menjadi sentral dalam konteks perbincangan negara-bangsa beberapa dekade terakhir ini. Tapi takjarang juga kota menampakkan wajahnya yang bengis dan tak ramah pada para pendatang. Tingginya tingkat kriminalitas dan kemiskinan menjebak dan menjadi muara terakhir bagi mereka orang-orang kalah, para pendatang yang kalah berkompetisi dalam
kultur produksi liberal-kapitalis. Tak hanya itu, kota juga masih menyisakan banyak persoalan yang terkait dengan isu SARA, etnis, dan bahkan pada pembedaan ruang dan jabatan struktural, dan semacamnya. Wajah kota hanya menjadi serpihan-serpihan yang ratak oleh beragam perbedaan. Demikianlah, wajah kota tak ubahnya sekeping mata uang. Thlisan ini tak berpretensi menjelaskan kota yang mendua itu, melainkan hanya membahas salah satunya. Selanjutnya tulisan ini hanya mengurai lebih jauh ihwal
kehidupan kota yang demokratis lewat partisipasi politik tingkat tinggi seperti yang dialami salah satu kota dunia ketiga Porto Alegre, Brasil, dengan perencanaan anggaran partisipatorisnya.
A dalah'the iron lod.y'Margaret Thatcer, A e"tauna ilIenteri inggris"di akhir a ldekade 1970-an, yang menyatakan bahwa tidak ada sistem ekonomi yang mampu menyelamatkan perekonomian global selain sistem ekonomi neoliberal. Te{adinya resesi ekonomi global di tahun 1970-an akibat munculnya konsesi negaranegara pengekspor minyak yang memonopoli harga minyak dunia hingga melonjak tajam menjadi latar belakang lahirnya ide ini. Sistem ekonomi yang mulanya diusung Milton Friedman dan Friederich Von Hayek ini mempunyai beberapa gagasan pokok antara lain: menjadikan ekonomi sebagai kunci untuk memahami dan mendekati berbagai masalah, penggusuran arena hidup sosial menjadi urusan individual, dan pemindahan regulasi dari arena sosial ke
urusan personall Gagasan pokok neoliberalisme ini tentu saja berimplikasi jauh ketika dimasukkan pada tataran kebijakan pemeritah suatu negara, termasuk di dalamnya adalah kota. Konsep negara kesejahteraan lama yang iuRF{AL BALAIRUNG [Dtst40/xxl20*6
79
Perlawanan terhadap neoliberalisme bukannya tidak dilakukan kalangan sosialis demokratik. Berbagai bentuk perlawanan mulai digalakkan, dari perlawanan narasi sampai implementasi. Salah satu implementasi kebijakan perlawanan atas kebenaran tunggal neoliberal adalah demokrasi yang terjadi di Porto Alegre, Brasil. Sebagai salah satu kota metropolitan di Brasil, Porto Alegre tentunyajuga mengalami dampak arus neoliberalisme dan demokratisasi. Akan tetapi, sejak kemenangan partai sosialis kiri dalam pemilihan walikota pada tahun 1988, implementasi kebijakan di kota itu telah berhasil memisahkan neoliberalisme dari
arus demokratisasi. Maka, tak heran jika kemudian perhelatan World Social Forum (WSF)3 diadakan di kota ini. Dikuasainya Porto Alegre secara politik oleh partai-partai sayap kiri, ditambah keberhasilan mereka menciptakan kebijakan berdasarkan partisipasi rakyat telah mematahkan narasi yang mengidentikkan demokrasi dengan neoliberalisme. Bahkan bisa dikatakan bahwa kota ini kemudian menjadi ibukota bagi kaum sosialis. Tak hanya itu, modelparticipatory budgeting (anggaran partisipatoris) juga menjadi ikon kebijakan pemerintah kota itu. Sebagai salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat, anggaran partisipatoris telah berhasil mendemokratisasikan Porto Alegre. Mungkin ide kebijakan ini memang tidak genuine dari kota itu, tetapi tentu saja hal itu tidak menjadi persoalan.
80
JURTALBALATRUNGTDTsi4fi/xx/?ocfi
Jika ditilik lebih jauh, setidaknya ada tiga konteks level sosial berbeda yang memengaruhi keberadaan anggaran partisipatoris di Porto Alegre. Pertama, adalah level global, di mana pada saat itu dunia mengalami masa yang disebut sebagai gelombang ketiga demokratisasi dan kemunculan arus neoliberalisme. Level kedua adalah konteks nasional negara Brasil yang pada waktu itu baru saja lepas dari rezim militer otoritarian, level ini lebih memengaruhi anggaran partisipatoris di Porto Alegre pada awal-awal kemunculannya. Ketiga, konteks lokal kota Porto Alegre
sendiri, tempat segala hiruk-pikuk masyarakat terjadi. Ketiga pendekatan itu mungkin berbeda namun ketiganya tidak terpisah satu sama lain. Ada relasi yang menghubungkan level sosial tersebut dalam memengaruhi keberadaan anggaran partisipatoris di Porto Alegre. Maka, tulisan ini bermaksud me4jelaskan bagaimana hubungan antara
ketiga level sosial yang telah disebutkan memengaruhi partisipasi politik masyarakat metropolis Porto Alegre. Selain itu, penting juga untuk diketahui mengenai bagaimana anggaran partisipatoris (yang merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat) dirumuskan. Relasi Demokrasi dan Partisipasi
(^t ebelum membahas rcntang ketiga .\*orrr"*s sosral yang memengarum lr.;f demokratisasi di Porto Alegre, alangkah baiknya kita menarik tali penghubung antara demokrasi dan
partisipasi. Perdebatan mengenai pengertian demokrasi mungkin tidak akan ada habisnya. Demokrasi bisa berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tetapi mungkin, bagi sebagian kalangan, demokrasi lebih dimaknai dari sudut pandang berbeda. Dalam tataran yang lebih teoritis, misalnya, perdebatan tentang pengertian demokrasi setidaknya bisa dibagi menjadi dua golongan, yakni demokrasi substansial dan demokrasi prosedural.
Demokrtasi substansial menekankan adanya jiwa, kultur, dan ideologi demokratis
yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik, lembaga-lembaga
pemerintahan maupun perkumpulan-perkumpulan kemasyarakatan. Dalam implementasinya, ternyata demokrasi jenis ini lebih banyak bersifat utopis, rasional, dan ideal sehinggga perlahan-lahan demokrasi ini mulai kehilangan pengaruh.a Dalam keperiodean teorisasi demokrasi, demokrasi substansial merupakan aliran klasik yang banyak dibahas sebelum tahun 1970-an.
Pengaruh Level Global
]t
ketiga diawali oleh jatuhnya rezim militer otoritarian di Portugal pada 25 April 1974. Gelombang ini pun menghantam hampir seluruh negara berkembang yang pada masa itu sedang dikuasai rezim otoriter, termasuk Brasil. Gelombang ini begitu cepat menyebar sehingga dalam kurun waktu 15 tahun setelah titik awal, gelombang demokratisasi ini melingkupi ruang global. Sentar 30 negara telah bergeser dari otoriterisme menjadi demokrasi, dan 20 negara mendapat
JlKa nggflf?
pengaruhnyaT.
kesejahteraan
Pada tahun 1970-an ini pula arus neoliberalisme mulai mengemuka. Disebabkan oleh melambungnya
memperbesar birokrasi
liberalisasi dan partisipasi. Lalu, apa yang disebut partisipasi? Huntington mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara preman (priuate citizen) yang bertujuan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini, berdasarkan makna tindakannya, juga bisa dibagi menjadi dua, yakni, partisipasi mobilisasi dan partisipasi otonom. Model pertama diartikan sebagai partisipasi yang dilakukan warga negara tanpa mereka mengetahui akan makna tindakan mereka. Sedangkan yang disebut belakangan, diartikan sebagai partisipasi dengan pengetahuan warga negara akan makna tindakannya. Setelah memnut tali penghubung antara demokrasi dan partisipasi, barulah kini kita bisa mencari lebih jauh mengenai partisipasi politik di Porto Alegre sebagai salah satu model adanya demokratisasi di tingkat kota dengan merunutkan faktor-faktor yang memengaruhinya, dari level global sampai level terkecil, yaitu kondisi kota itu sendiri.
dan berpengaruhnya gagasErn
yang mempengaruhi terjadinya demokratisasi politik di Porto Alegre. Menyebarnya demokratisasi gelombang
Sejak 1970-an, teorisasi demokrasi mulai bergeser ke arah penciptaaan prosedur. Di sini penekanannya bukan pada demokrasi sebagai tujuan, tetapi demokrasi sebagai metode politik. Adalah Joseph Schumpeter yang menjadi pelopor terkemuka demokrasi model ini. Menurut Schumpeter, demokrasi merupakan pengaturan kelembagaaan untuk mencapai keputusan-keputusan politik di mana individu-individu, melalui perjuangan memperebutkan suara rakyat pemilih, memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan5. Sejalan dengan pemikiran Schumpeter, Robert DahI merumuskan suatu tatanan politik yang disebutnya poliarki6. Tatanan ini menekankan pentingnya dua variabel utama untuk mencapai demokrasi, yakni
/fenyebar
l, I neoliberal dalam sektor ekonomi dan IYla"mokrasi di sektor politik menjadi dua faktor I
negara dan kekuasaaan para
paham neoliberal8.
teknokrat untuk mgng0ntfOl kaUm pe
harga minyak dunia setelah negara-negara Arab membentuk OPEC, resesi ekonomi pun terjadi. Pengangguran dan inflasi mencapai lebih dari 20 persen di sejumlah nega-ra. Akibatnya, banyak negara-negara dunia sedang berkembang banyak yang tidak mampu membayar hutang. Keadaan ini menimbulkan munculnya ide baru dalam dunia ekonomi. Paham keynesian perlahan-lahan mulai ditinggalkan dan diganti dengan
ke rj a, s e b a I i k n ya,
Pada mulanya neoliberalisme digunakan oleh Inggr:rs dan Amerika Serikat sebagai dasar mereformasi kebijakan ekonominya. Namun, pada tahun 1980-an, paham itu mulai menyebar. Negara-negara yang
HffJ.-,11i;1*1ffiffi?,ffi*,.n$ffi :l'"H]ffi
i,";o,
Latin yang saat itu sedang berkuasa juga mulai menerapkan kebijakan vang sama'
Anggaf1ll
Pengaruh Level Nasional: Brasil
partisipatoris
T) rasil, negara tempat Porto Alegre berada, adalah lf, salah satu negara yang pernah mengalami pemerintahan rezim militer otoritarian. Selama l-, memberikan ruang 21 tahun, dari 1964-1985, demokrasi Brasil dimasukkan
publik bagi Y fakyat .
jelata UntUk ikUt men gontro
rezim militer otoritarian ke dalam tempat sampah. sebelumnya, Brasil yang merdeka dari penjajahan Portugal pada tahun 1822, pernah mengalami masa demokratis setelah perang dunia II, yakni sejak tahun rsao-1e64. Masa ini, menurut teori Huntington mengenai demokrasi, menrpakan masa demokratisasi
*'"Ji"ffi I kebija ka n T:;*ati
ams demokratisasi gerombang
kedua, Brasil mengalami arus demokratisasi gelombang
pemerintrhfj;ffi JUHf\,IAt BALAIRUNG f,ilISl4il/XHI?ilflfl 81
82 JURr{AL BALATRUNG rDrsi4illxi#?rrfi
,"li1#il*f;_}]fffi:.j]tll,x'fjl"X-"*
mereka baru mengalami kembali pemerintahan yang demokratis pada tahun
Level Domestik: Kondisi Masyarakat Porto Alegre
1985.
J)orto Alegre, satu di antara sekian f banyak kota-kota besar yang ada di J- Brasil, merupakan ibukota negara
Pada masa rezim militer berkuasa, bisa diperkirakan bahwa ternyata Brasil juga terpenganrh paham neoliberal. Brasil mengalami apa yang disebut sebagai keajaiban ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mereka mencapai persentase angka l2Vo.
sayap
bagian Rio Grande Do Sul. Secara geografis, kota ini terletak di 30 derajat Lintang Selatan dan 51 derajat Bujur Barat. Oleh karena letaknya yang strategis, di dekat perbatasan dengan Uruguay dan Argentina, kota yang didirikan pada pertengahan 1700an ini tumbuh dan berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan dan perindustrian Brasil, tak heran jika pertumbuhan penduduk di kota ini selalu meningkat dari tahun ke tahun. (Lihat tabel
Akan tetapi, hal itu tidak menjamin terjadinya pemerataan pendapatan masyarakat Brasil. Survei Bank Dunia pada waktu itu menunjukkan bahwa Brasil merupakan salah satu diantara 26 negara dengan tingkat pendapatan yang tidak
merata.ll Selama kurun waktu itu, pertumbuhan industri hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kelas menengah dan diabaikannya investasi pemerintah
kepemimpinan walikota Porto Alegre dari tampuk PT. Partai sayap kiri lainnya yang berbasis di Porto Alegre adalah Democratic Labour Party (PDT). Secara ekonomi, Porto Alegre merupakan salah satu kota yang paling makmur di Brasil. Akan tetapi, layaknya fenomena
Tabel
Brasil. Setidaknya terdapat tiga partai
,
+tt !
73,0
135,9
UA
?s,8
l?0;2
I(emisliinan
ka latin fls70-1090)
'"i'
EJ s*: rfinir
.
yang terjadi di kota-kota besar lainnya, ketimpangan ekonomi juga terjadi di Porto Alegrela. Ketimpangan ekonomi yang menjurus pada kemiskinan menjadi salah satu problem yang hanrs dipecahkan oleh pemerintah kota. Selama rentang tahun 1970-1990, terjadi pergeseran angka kemiskinan dari yang sebelumnya terpusat di perdesaan menjadi terpusat di kota.
l.'
.*iil
1)
Faktor lain yang tedadi di level nasional adalah disusunnya konstitusi banr
Brasil Jq60-t
(Lihat tabel 3)
Brasil pada tahun 1988. Konstitusi itu merubah Tabel 2
Anggaran Partisipatoris di Porto Alegre: Mekanisme dan Proses Sumber htto://en.wikipedia.org^vikiiporro
Ategre
per
11 Mei2006
A pa yang disebut dengan anggaran A partisipatoris? Sergio Baierler6 l- I*""defrnisikannya sebagai kontrak
14{d# 1Sfrfim
lrfifl*s
r1ffi
lffis0fil
ffifi&
# ffiffi
?sfi00 wewenang dan sumber daya $ ffi $OBffi dan dana kepada negara CftBE* bagian dan pemerintah kota. ffi
Yang terpenting dari
62,9
rsfi
n9:
bekerja di sektor pertanian menjadi indikasi munculnya fenomena tersebut. (Lihat tabel
r
1980
infografis : abdee.BALAll
berkurangnya penduduk yang
pemerintah kota (municipalIty). Konstitusi itu memerintahkan transfer
Hanya saja, secara konseptual keadilan sosial dalam konteks anggaran partisipatoris sedikit berbeda dengan keadilan sosial dalam konteks negara kesejahteraan klasik (welfare state) yang dikalahkan oleh neoliberalisme. Titik perbedaan itu terletak keterbukaan proses politik. Jika negara kesejahteraan memperbesar birokrasi negara dan kekuasaaan para teknokrat untuk mengonhol
Secara politik, Porto Alegre merupakan basis massa dari partai-partai sayap kiri
untuk memenuhi pelayanan dasar
hubungan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian dan
anggaran partisipatoris dengan model-model penganggaran yang lain, yakni kontrak sosial yang bottom-up d,an keadilan sosial.
2)
kesej ahteraan masyarakat.
Kesenjangan pendapatan ini juga terjadi dalam struktur hubungan kota dan desa. Tak ayal, jika kemudian hal ini memacu urbanisasi. Meningkatnya sektor penduduk yang bekerja di sektor industri dan jasa serta
kiri yang mendominasi konstelasi
politik kota itu. Partido dos Tlabalhadores (PT) merupakan partai sayap kiri terbesar di Brasil Sejak tahun 1989, PT menduduki kursi walikota Porto Alegre. Sebelum akhirnya pada tahun 2004, Socialist People's Party (SPP), berhasil merebut kursi
z
f d
3 q
ffi$tr}
o o
rffiffi
dikeluarkannya konstitusi itu rffi ,ffit adalah dibukanya peluang dan mekanisme partisipasi sosial secara
!
o
I
{1
langsung dan tidak langsung, sesuatu yang selama ini terbelenggul3.
!8ru
!9S 1ffi
l*ffi}
Y**r
,/.i\
E
peilumDullanpendudut{
(d \:-,/)Porto ategre ,.luRNAL BALATRUNG rffi
o o .E
st4fitxx/2fi06 83
-0g0pt00b)
sosial yang bersifat bottorn-up (dai masyarakat) yang mengombinasikan struktur (kebijakan publik) dan proses (gerakan sosial untuk membuka ruang bagi aksi-aksi warga negara) dengan didasarkan pada partisipasi langsung dan keadilan sosial untuk menJrusun anggaran publik (dan membentuk manajemen bersama yang ekspansifl. Defi.nisi tersebut mengandung beberapa konsepsi yang membedakan
84
.iLJRi',lAL BALATRUNG
illlisufl/xxl?**s
kaum pekerja, sebaliknya, anggaran partisipatoris memberikan ruang publik bagi rakyat jelata untuk ikut mengontrol kebijakan pemerintahlT. Proses keterbukaan politik seperti ini tentu saja membutuhkan partisipasi otonom dari seluruh lapisan masyarakat. Brian Wampler mendefinisikan anggaran
partisipatoris sebagai keterlibatan langsung rakyat dalam menentukan kebijakan tentang penganggaran daerah. Hal inijuga dapat diartikan sebagai upaya membangun demokrasi.ls
Struktur anggaran partisipatoris terdiri atas 16 forum regional dan 5 forum tematis (kesehatan, pendidikan dan layanan sosial, pembangunan ekonomi dan budaya, organisasi umum kota). Penrusunan anggaran dimulai sejak bulan Maret, pada bulan itu dipilih delegasi dari tiap kelompok guna mewakili suatu wilayah. Delegasi itu bertugas menggali dan menerima usulan yang akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan
selanjutnya, antara bulan April-Juni (Lihat
tabel
4).1e
Bagaimana Anggaran Partisipatoris Mengakomodasi Kaum Miskin?
Wafga ataU
T ayaknya kota-kota besar negara dunia ketiga, I .kemiskinan di Porto Alegre menjadi sesuatu yang IJ.rir..ya kerap ditemui. Oleh karena itu, salah satu
penduduk kota,
pertanyaan penting mengenai anggaran partisipatoris di kota itu adalah apakah sistem itu mengakomodasi kepentingan kaum miskin kota? Jika "ya", bagaimana hal itu terbentuk? Selama ini partisipasi politik seringkali mengabaikan peran dari kaum miskin. Kaum miskin seringkali hanya menjadi partisipan mobilisasi ketimbang partisipan otonom. Lalu, apakah model anggaran partisipatoris di Porto Alegre mempunyai kaitan dengan proyekgood gouernance? Adakah persamaan di antaranya keduanya? Terkait hal ini, akan lebih baik kalau kita mengetahui konsepsi d,ai good g ou ernance itu sendiri.
sehagai elemen
1. Dalam kolaborasi yang dibangun, pemerintah tetap bermain sebagai figur kunci namun tidak mendominasi, yang memiliki aktor-aktor non-pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan publik 2. Kekuasaan yang dimiliki pemerintah harus ditransformasikan, dari yang semula dipahami sebagai kekuasaan atas menjadi kekuasaan untuk
terpenting dari duniakehidupan kota,
tak
pgfnah d i man us ia ka
Agenda Global Good Governance
menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebutuhan, dan menyelesaikan masalah publik
3. Adanya posisi dan peranan yang saling menyeimbangkan antaranegara, NGO, swasta, dan
*"7*'l:'*I:i.",,
mampu mendesain urang struktur dan kultur organisasi agar siap dan mampu menjadi
katalisator bagi institusi lainnva
5.
Negara harus melibatkan semua pilar
n, ilffi:i:#ffiffiff'"}iii*t?ffifilt" pemberian layanan publik
/f\ermin ologl good gouernnance beranjak sejak tahun I fgg6. Diusung oleh beberapa lembaga I i.rt"-.sional seperti LINDP dan World Bank,
dihargai sebagai
terminologi ini menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan oleh lembaga-lembaga internasional tersebut dalam memberikan bantuan baik pinjaman maupun hibah. Adapun terjemahannya, terminologi ini menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau meqjadi urusan pemerintah. Kredonya yang terkenal ad.alah gouernance without
subjek yang sadar.
Dari keenam prinsip itu, terdapat persamaan dan perbedaan mendasar antara konsep partisipasi yang tprjadi di Porto Alegre dengan partisipasi dalam terminologi good guernance. Persamaan di antara keduanya adalah dalam hal adanya keterlibatan warga sedangkan perbedaannya terletak pada permasalahan pengurangan kewenangan pemerintah. Partisipasi politik di Porto Alegre (anggaran partisipatoris) hanya melibatkan elemen warga tanpa melibatkan sektor swasta sedangkan konsep good gouernance melibatkan peranan swasta di dalam penyusunan kebijakan
gouernm,ent.
Meskipun perspektif got)ernance mengimplikasikan terjadinya pengurangan peran pemerintah, namun bukan berarti pemerintah tidak mempunyai peran dalam mengelola urusan publik. Setidaknya ada enam prinsip dalam memahami hal ini:
,,
6. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan kebutuhan, dan penyelesaian masalah publik.
pemerintah.
:1:'Brmilill! ilclâ&#x201A;Źa,ei it*ft{i!!{ru , en*ian:
engalaman Porto Alegre dalam uraian di atas menjadi cerminan bagi kehidupan urban di kotakota di Indonesia, utamanya dalam ranah kebijakan perkotaan. Adakah faktor-faktor serupa muncul sehingga memungkinkan terwujudnya partisipasi politik warga kota yang tinggi sebagaimana dialami Porto Alegre?
.
alur Penyusunan anggaran PailisiDatoris
Porto alsgm
Sejarah mencatat, beberapa kota di Indonesia terbangun oleh kerajaan-kerajaan yang bersifat konsentris yang berujung pada terbentuknya masyarakat hierarkis dan berpola relasi politik paternalisme (patronklien). Walaupun bukan terbentuk dari suatu kerajaan, kota juga merupakan hasil bentukan tuan-tuan tanah yang boleh dikatakan memiliki hubungan bersifat feodal dengan masyarakat.
z tf a J
q o o
!
o
T .a
o o .E
JUHNAL BALAIRUNG EiltSt40,xxl200fi
85
86 JURNALBALAIRUNGf;ntsi4ilrx.vr0fi6
Perencanaan pembangunan kota-kota di Indonesia selama ini dikendalikan dari atas, dari penguasa (top-down). Warga atau penduduk kota, sebagai elemen terpenting dari dunia-kehidupan kota, tak pernah dimanusiakan, dihargai sebagai subjek yang sadar. Mereka tak lebih dari angka-angka statistik yang menjadi referensi "kebijakan" pemerintah kota. Penggusuran, pencaplokan lahan, kelangkaan ruang publik dan pelbagai persoalan kota lain yang kadang berujung konflik, mencerminkan tidak adanya dialog yang bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak. Padahal, bukankah sebuah kota pada hakikatnya didasarkan pada konsensus, pada "kontrak sosial" yang mengatur bagaimana menggunakan ruang terbatas yang ada.20 Pengelolaan Kota Perlu
m-dhffi I *3{*Y -q- T: # n5:"*"7lt
ff*J
*
,1"..r*&
#!
Partisipasi Warga. Namun, kini zaman sudah berganti rupa. Bergulirnya wacana otonomi daerah pasca kejatuhan rezim otoritarian-birokratik dibawah pimpinan Soeharto yang membawa angin segar bagi keberlanjutan iklim demokrasi di negeri ini, mestinya menjadi momentum untuk kembali. merumuskan kebijakan pemerintah kota yang partisipatif. Partisipasi politik warga kota menjadi urgen bagi kelangsungan demokrasi itu sendiri, manakala kita dihadapkan pada persoalan kemandulan demokrasi perwakilan yang tak lagi bertaji. Dan, mengingat kota yang selama ini dicitrakan sebagai "kiblat peradaban", demokratisasi tingkat tinggi menjadi semacam teladan yang baik untuk diikuti oleh wilayah administratif atau level pemerintahan di bawahnya, seperti desakalau kita masih mengamini pendikotomian desa-kota. Tak hanya itu, partisipasi politik warga juga menjadi penting karena turut mendorong semua potensi dan daya kreasi masyarakat akan tergali dan berdaya guna. Dengan demikian, kita pun bisa berharap untuk tidak lagi mendengar kebijakan pemerintah kota yang selama ini kerap mencederai akal sehat.[]
M ena_ng Ka-p Km*ffi* ffi
..,Uffif,,,,q1 BALAIRUNG
ilfi lSt4rifi)#frfi*fi
87
88
#.*mmx;L## mm-H-tff jt Jrqi,'rnl- BALATRUNG [iltst4fi/xxl:fit:fi
ffiffiffm
#
area pun bagi mereka yang tak punya daya apa pun untuk menghadapinya. Kejar
Kejahatan yang memberi ancaman langsung terhadap kenrsakan harta benda, frsik dan
Jakarta. Judul film, yang dibintangi oleh para personel P Project, minimal bisa
nyawa manusia. Pencopetan, pencurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, adalah sederet kecil tindak kriminalitas di kota yang saban hari bisa kita temui. Dibumbui dengan segala bentuk kekerasan, jumlah dan jenisnya pun semakin meningkat
menggambarkan bagaimana persaingan yang ada di kota, Tari yang dibintangi Rano karno dan Meriam Belina, bisa juga menjadi gambaran bagaimana ia menawarkan sesuatu yang dianggap menjanjikan.
dari waktu ke waktu. Kejahatan bertambah menakutkan bilamana media massa dalam pemberitaannya, mengenai tindak kejahatan, hanya memanfaatkan unsur dramatization of euil yangterkandung di dalamnya. Sehingga kian mengerikan suatu kejahatan, dipandang mempunyai nilai berita yang tinggi oleh pengelola media. Dalam konteks ini, media
Demikian sebuah kota, menawarkan berbagai kesempatan menuju yang lebih baik. Adakah memang demikian? Bisa jadi. Tetapi tentu tidak sesempurna yang dibayangkan kebanyakan orang. Justru sebaliknya, kota mengalami fragmentasi. Keterpecahan.
Ryan Sugiarto Pemah nyantri di Pondok Pesantren "Hasyim Asy'arie" Yogya, aktif di -Sanggar Talenta Kanisius" (2000). Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM ini pemah menjadi Koordinator Balairung Koran (BALKON) periode
2005, Pemimpin Umum BALAIRUNG UGM
1/ltttrt Alliance, kerja sama antara Bank Dunia dan UN Habitat, dalam f \-/ salah satu tulisannya menyatakan:
menyelesaikan skripsi dan bersama kawan-kawannya sedang membidani Komunitas Kembang Merak
6(at .\ )r.:f
aat saya duduk di bangku kelas 3 SD, ada pengalaman yang tak bakal rcllupakan. Dalam Perjalanan menuju sekolah, di terminal bus saya melihat kerumunan orang sedang mengelilingi sesuatu. Dipandu rasa ingin tahu kanak-kanak saya, saya mendekat dan
melihat sesosok mayat dalam kondisi mengerikan disandarkan di tembok terminal. Mayat itu laki-laki, berpakaian kumal, dan berwajah murung. Yang paling mengerikan, ada beberapa lubang kecil yang masih mengeluarkan darah dari tubuh mayat itu." (B. Hari Yuliawan, Basis No. 11-12 Tahun ke52 2003) lmajinasi Tentang Kota
f /ot" adalah imajinasi. Kom adalah mimpi yang ada dalam benak setiap t{ I \.ung. Nlungkin demikian satu ungkapan yang bisa menggambarkan betapa
"ruang" yang satu ini menjadi demikian menyihir. Tak aneh karenanya berbondongbondong manusia merangsek dan tersedot ke
dalamnya.
Ia menjanjikan mimpi-mimpi yang tidak didapat di desa. Ia menyuguhkan beragam pilihan yang membuat orang merasa terkesima. Beragam imaji yang tersuguhkan di kota semakin menambah daya tariknya yang luar biasa. Tak ada yang tak dijumpai
Menyikapi maraknya kej ahatan
"Dalam satu generasi, mayoritas penduduk negara- n egara berkembang ahan hidup di
di kota. Mulai dari hiburan, janji akan kesejahteraan ekonomi dan ruang yang menyediakan kesetaraan bagi berbagai kalangan.
Kota merupakan magnet bagi segala sesuatu yang ada di luarnya. Manusia dari berbagai ras datang ke kota demi penghidupan yang lebih baik. Maka ia, manusia, tidak hanya membawa tubuhnya. Ia justru membawa pikiran dan tentu adat dari daerah asalnya. Ia membawa sebuah cita-cita tentang kesejahteraan, impian tentang kemakmuran dan mungkin harapan menjadi manusia modern di kota. Tetapi kota bukanlah area yang mampu menampung semua imajinasi liar dari semua pendatang yang berlari ke dalamnya. Kota bukanlah ruang elastis, yang sewaktu-waktu semakin melebarkan areanya, menampung beribu pendatang masuk dan ingin hidup di dalamnya. Kotajuga bukanlah ruang yang siap menjanjkan segala kesejahteraan, kemakmuran, kemewahan.
Bahkan sebaliknya, kota selalu memperlihatkan kekejamannnya kepada
do.erah perkotaan. Jumlah penduduk perkotaan di negara-negara berhembang akan tumbuh d.engan 2,5 miliar, sa,ma dengan jumlahpenduduk perkotaaru di seluruh dunia saat ini. Slum Upgrading, Making the Cities Work (USAID, 2001) menyebutkan, kota-kota menaw arhan harapan kehidupan alternatif dan kesempatan yang tersernbunyi." Karena itu, orang-orang miskin datang dan menetap di kota-kota, dan permukiman kumuh merupakan pilihan yang rasional karena kendala sosial dan ekonomi mereka.
Tbntu saja, kenyamanan juga tak terjamin di sana. Kedamaian akan dihadapkan pada kekacauan. Antara keramahan dan kriminal hanya berjarak tipis. Membayangkan kota tentu ada beragam motif tindak kriminal di sana. Tengok saja ragam acara di televisi kita dewasa ini. Buser; Fakta, Tiham, TW ad,alah nama-nama program televisi yang menayangkan beragam tindak kriminal,
kejahatan.
anak manusia yang tersedot masuk ke dalamnya. Kota menelantarkan mereka yang
mempunyai imajinasi tentang kehidupan yang lebih baik. Ya demikianlah kota menjadi pembunuh yang tanpa ampun. Kota tidak pernah menyediakan, bahkan secuil JURT\JALBALAIRUNG EDISI4O/XXI?OO6
turut membantu penyebaran fear of crime (rasa takut terhadap kejahatan) ke tengah masyarakat. massa
Memasuki "Ruang" yang Dijejali Kriminalitas
2004-
200t2006. Kini sedang
89
Hampir tiap hari kita disuguhi beritaberita kejahatan yang nyaris tiada henti. Ingatan kita seperti kerangiang yang siap menampung segala macam bentuk informasi kejahatan. Dari sekianjenis kejahatan itu, yang paling menimbulkan ketakutan masyarakat adalah kejahatan kekerasan.
90
JURhtAL BALATRUNG EDrsr40/xx/2006
,
kekerasan yang melanda kota-kota besar di Amerika Serikat (AS), misalnya, direktur Federal Bureau oflnvestigation (FBI), Louis J Frech, dalam tulisannya bedudul Responding to Violent Crime in America (Buletin FBI, Law Enforcement, 1994) mengetengahkan suatu istilah yang mungkin tepat untuk menggambarkan realitas kejahatan yang tengah berkembang. Istilah itu: epidemic of uiolence (wabah kekerasan). Fenomena ini
juga terjadi di kota-kota di dunia, termasuk Indonesia. Pun demikian dengan yang disampaikan Ronny R Nitibaskara, Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia dengan kej ahatan kekerasan
(u
iolence crime).L
Kota Roma, Italia, adalah satu contoh di mana tindak-tindak jahat adalah hal biasa. Seorang Andreotti, mantan Perdana Menteri Italia menyatakan demikian,"Di Italia tak ada malaikat ataupun setan, yang ada adalah pendosa kecil". Tak sampai di situ, penguasa yang terpilih selama tujuh kali berturut-turut ini dengan berangnya berkata, "Jangan mencari malaikat di Italia (Roma) meski di sini banyak gereja, jangan pula mencari setan di sini. Patung malaikat bisa ditemukan dan dibeli di sembarang tempat, termasuk di tepi jalan. Tetapi patung setan, tak usahlah dicari.2" Cerita Andreotti seolah membenarkan berbuat salah dan jahat adalah biasa bagi orang Italia. Karenanya berkembang pula ungkapanjika ada enam
ribu orang bersalah, akhirnya tak seorang pun dinyatakan bersalah. Begitu mudah kesalahan itu dihapus dan dilupakan. Bagaimana dengan kota kita? Hampir sama, jika tidak boleh dikatakan lebih buruk. Kejahatan demi kejahatan bisa saja dianggap menguap begitu saja. Orang bahkan takut untuk melihatnya, apalagi
yang lahir adalah kebudayaan kota yang
melaporkannya. Soal angka, tindak kriminal yang te{adi di Indonesia mengalami kenaikan yang relatif tinggi. Pada tahun 2004, misalnya, tingkat kejahatan mencapai angka 196.931 kasus. Dari jumlah tersebut yang bisa diselesaikan hanya sekira 56 persen. Pada tahun berikutnya mengalami peningkatan kasus, tercatat sejumlah 209.673 kasus pada tahun 2005. Artinya meningkat sejumlah 18. 742 kasus. Baik berupa kejahatan konvensional seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan lainnya, ataupun kejahatan kerah putih/pidana khusus (white collar crime), seperti korupsi dan penyalahgunaan jabatan lainnya.
Di Jakarta selama tahun 2002 kasus pedudian naik 61,29 persen dari248 kasus pada 2001 menjadi 400 kasus pada 2002. Sementara kasus narkotika rl.alk 44,29 persen dari 1.831 kasus pada 2001 menjadi 2.642 kasus pada 20O2. Sedangkan kasus pemerkosaan naik dari 89 kasus pada 2001 menjadi 107 kasus pada 2002 atau naik 20,22 persen. Sementara itu, jumlah tindak pidana
mengalami
dehumanisasi; kebudayaan kota telah menampilkan $atu
2002 dibanding 2001 mengalami kenaikan dari 33.284 kasus pada 2001 menjadi 34.270 kasus pada 2OO2 atar naik 2,96 persen. Namun, penyelesaian tindak pidana itu juga mengalami kenaikan sebanyak 2,92 persen. Risiko penduduk
terkena tindak pidana mengalami kenaikan pula sebesar 9,86 persen. Sementara kasus kebakaran naik 16,15 persen dari 421 kasus pada 2001 menjadi 489 kasus pada2002.a Tingkat kriminalitas seperti ini tentu akan semakin meningkat. Dalam tiga tahun terakhir, potensi orang mengalami kejahatan relatif sama, yaitu 85 orang per 100.000 penduduk per tahun.s Kondisi ini semakin meresahkan masyarakat. Manusia mengalami dehumanisasi. fidak saja oleh materi tetapi juga persoalan hubungan sosial. Kota juga telah men- dehumanisasi-kan manusia. Kota membentuk, mengarahkan gaya hidup, dan tidak mengizinkan kita untuk "kembali" pada keutuhan sebagai manusia.
$pesies yang $edang sekarat, Egologi adalah fenomena
Gambaran ini tidak saja terjadi di kota besar atau kota metropolis, tetapi sudah mewabah di kota-kota kecil. Salah satunya lantaran berkembangnya sub kebudayaan modern yang tidak terlepas dari konteks perubahan sosial yang mengikutinya. Proses ini menandai perkembangan kota-kota dengan kompleksitas fungsinya yang tidak lagi sekadar administratif dan komersial, malah justru menjadi medan
Tabel 2.
Terdakwa/tertuduh berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Menurut jenis Kejahatan/pelanggaran dan Golongan umur di Propinsi DIY Tahun 2OO3.
Itecenderu-ngan manusia yang dengan
logosnya {pencarian
o z
4. Penbakaa!
,rr:rl -ll:tii.],ji r','il
l d
kebenaran dan
.= q
I
7.
MeEalsrE Eateral/arit*t
:
pengetahuan) bersedia
g
â&#x201A;Ź
13.
Pensdra
19.
DatuJatrta!
mencari dan melakukan
tindakan-tindakan yang dimotivasi oleh kepentingan egonya
22- liubveBi
25. Psltotrcptta
o z E .q =
atau dirinya.
28. Pelarâ&#x201A;Źguu E
2003
2004
2005
2006 s/d
JURI{AI BALAIRUNG EDt$t40JXX/200fi
I1
bagi simpul-simpul yang memengaruhi sistem nilai dan norna warga masyarakatnya.6 Di Daerah Istimewa Yogyakarta, gambaran serupa dapat kita
jumpai. Jumlah perkara pidana tahun 2003 di Dry tercatat sebanyak 52.645 kasus dengan jumlah terdakwa 52.934 orang. Data di tabel 2 ini adalah perkara yang sudah masuk dalam Pengadilan Negeri Yoryakarta dan hasil proses penyelesaiannya. Dari angka yang terpampang dalam tabel di atas, maka dapat dibaca betapa banyak modus kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan oleh manusia. Kejahatan konvensional masih mendominasi tingkat kriminal di Yorya dengan angka tertinggi pada kasus pencurian sebesar 440 kasus. Dari BPS Yogya tahun 2003, isi lembaga pemasyarakatan juga didominasi kasus pencurian sebesar 206 kasus. Kasus berbeda tedadi pada tahun 2003. Lembaga Pemasyarakatan Wirosaban, Yoryakarta, sebagian besar dihuni oleh mereka yang tersangkut perkara narkoba. Angkanya mencapai 268 orang atat25,26 persen, psikotropika sebanyak 146 orang atau sekira 13,76 persen, dan di urutan ketiga kasus pencurian sebanyak 206 orang atau20,7 persen.
Anehnya, sampai saat ini tipologi kejahatan kerah putih seperti korupsi dan penyalahgunaan jabatan belum banyak terendus. Data tahun 2003 hasil laporan BPS Yorya mengambarkan hal itu. Hanya empat kasus yang menunjukkan model kejahatan ini ada dalam tabel di atas. Kejahatan pun tak pandang bulu. Ia bisa dilakukan oleh siapa pun, dengan golongan umur mana pun. Orang dewasa, kaum muda, bahkan sampai mereka yang terhitung masih anak-anak. Suatu kejahatan bisa dilakukan dengan diam-diam, bahkan juga secara massal. Tbngok saja kasus peperangan antarkelompok warga dalam satu kota, antarras dan pada ujungnya kekerasan antaragama. Kejahatan atau kriminal bisa dilatari oleh apa pun. Dari urusan seputar perut, perebutan kepentingan politik dan kekuasaan, hingga kejahatan yang menggunakan isu SARA. Semuanya dengan mudah membuat orang melakuktm apa pun untuk memenuhi hasratnya.
Demikian sebuah kota memendar nalar kejahatannya. Daftar ini masih di luar tindak kejahatan yang diketahui oleh aparat. Laksana gunung es, jauh di dalamnya terjadi
tindakan kejahatan yang lebih besar dari angka-angka yang didapat. Tak semua kasus diketahui, dan terdaftar oleh pihak kepolisian. Pun demikian, tak semua kasus yang terdata dapat diselesaikan dengan tuntas. Begitulah gambaran kejahatan dunia kota. Sebuah ruang yâ&#x201A;Źrng dijejali kriminalitas. Ruang yang setiap saat dapat menyuguhi dan memaksa kita bersentuhan dengan kejahatan, model apa pun itu. Di kota besar, manusia menjadi tegang, agresif, tergesa-gesa, neurotik dart terkadang merasa kesepian. Menelisik Akar Kejahatan Manusia
]\/fxl'l-H;nr;:LH::;:il Y lpembacaannya atas realitas
4
tatanan sosial masyarakat. Oleh sebab itu, tentu kita sepakat manusia mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang daya cipta dan daya khayal. Begitu juga bahwa kehidupan manusia bisa bersifat spontan, berpetualang dan bebas berkreasi apa pun. Tetapi kita perlu bertanya dari manakah asal kemampuan dan daya yang luar biasa pada manusia itu? Tbadisi pemikiran barat mendorong kita untuk menanggap naluri-naluri yang lebih halus dalam manusia sedikit banyak dipengaruhi dan &kondisikan oleh kerumitan-kenrmitan organisasi sosial yang ada dalam masyarakat. Seolah-olah sifat masyarakat ialah menghancurkan segala sesuatu yang segar dan asli dalam semangat manusia. Masyarakat kita hanyalah menindas kecenderungan-kecenderungan alamiah dari orang-orang yang hidup di dalamnya, sekaligus membatasi tindakan
potensial manusia.T Salah satu prestasi manusia yang paling mengesankan dalam masyarakat adalah masyarakat memungkinkan sejumlah besar manusia hidup dan tinggal bersama-sama dalam satu ruang yang relatif sempit tanpa saling berhimpitan. Namun begitu, jika manusia hidup dalam ruang, ia menjadi manusia yang mementingkan JURNAL BALATRUNG EDtst40/xx12006
93
kepentingannya sendiri dan hanya dituntut oleh rasa keterdesakan batinnya, maka kita akan dihadapkan pada gambaran desakmendesak dan kekacauan yang mungkin tak bisa terbayangkan oleh kita. Tetapi kita mempunyai aturan-aturan' Kehidupan sosial tidak pernah sesederhana seperti seorang manusia menginginkan kehidupan pribadinya. Dalam konteks inilah keberadaan aturan kadang membatasi orang, namun ia tetap berperan menjaga keselarasan dalam pola hubungan antarmanusia. Dengan begitu jika kita menyepakati adanya aturan dan ia mempunyai peran yang signifikan dalam kehidupan manusia, dengan sendirinya akan ada yang lebih ditegakkan. Perilaku mana yang diterima masyarakat. Perilaku mana pula yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Pertanyaannya yang timbul kemudian, seperti apa perilaku menyimpang itu? Kepustakaan sosiologi memiliki argumen kenapa sebuah perilaku di kategorikan sebagai perilaku menyimpang.8 Perilaku
diangap menyimpang karena semata-mata masyarakat tidak mampu menanggungnya. Setiap sistem sosial menghendaki perilaku tertentu dari orang-orang yang hidup di dalamnya untuk melangsungkan kehidupan sistem dari generasi ke generasi. Tidak sebatas itu, setiap kegiatan atau tindakan yang terlalu mengganggu pelaksanaan tugastugas pun dianggap menyimpang. Sementara dalam kajian psikologi lebih dekat dengan korosep deuiant behauiour, perilaku yang berbeda dari masyarakat kebanyakan. Dalam pembahasan tentang masyarakat
primitif, Emile Durkheim menyatakan dengan caranya sendiri: "...ada sejumlah besar tindakan yang pernah ada dan masih dianggap iahat (baca: menyimpang) tanpa dengan sendirinya merusak masyarakat. Bahaya sosial apakah yang akan timbul bila orang menyentuh benda yang terlarang, menyentuh hewan atau manusia yang kotor membiarkan api suci padam, makan daging teftentu, tidak membawa persembahan tradisional di atas makam orang tua, mengucapkan rumusan doa secara tidak tepat, tidak merayakan hai raya dan sebagainYa? s
94
JURNAL BALATRUNG EDrsr40/xx/2008
Sehingga dalam konteks ini yang
mendasari sebuah perilaku menyimpang merupakan Elncaman bagi satu kelompok, komunitas atau lebih luas lagi bagi masyarakat. Ia laiknya "pohon faktor" dari berbagai tindakan manusia yang salah satu sisinya menghasilkan kriminalitas atau kejahatan. Selain merugikan si penderita, perilaku ini juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban. Pertanyaan lanjutannya: mengapa manusia melakukan kekerasan, bertindak jahat kepada sesama? Dari mana muasal kekerasan di dalam tubuh manusia? Sigmund Freud membeberkan dua
teorinya tentang insting manusia. Insting kehidupan dan insting kematian.lo Keduanya yang mendasari manusia menjalani proses kehidupan. Keduanya selalu ada dalam benak manusia. Insting kehidupan atan eros, insting untuk mempertahankan substansi hidup, tetang cinta dan kesadaran kebersamaan. Sementara itu di sisi lain manusia mempunyai insting kematian (thanatos). Insting thanatos menj alani sisi lain manusia, keburukan dan tindak perusakan terhadap diri atau lingkungannya. Dari sinilah segala tindak bernama hasrat untuk bertindak jahat itu muncul, dan menjelma dalam berbagai tindak kirminal yang dilakukan manusia. Insting ini bisa tertuju pada organisme itu sendiri ataupun pihak lain. Kedua insting inilah yang melatari apa yang terjadi dalam alam pikir manusia. Fenomena gunung esjuga tak kalah apiknya untuk menganalisis betapa kondisi masyarakat kita adalah orang-orang sakit, yang setiap saat dapat kambuh dan melakukan tindakan-tindakan anarkis. Pada saat yang bersamaan, tanpa disadari manusia akan meneguhkan eksistensi dirinya dengan melakukan tindak kejahatan. Dua hal ini kadang tidak disadari oleh manusia, dan telah mendarah-daging dalam tubuhnya. Kesemuanya sangat diperlukan bagi peneguhan eksistensi manusia. Insting bukan merupakan kemewahan yang bisa diperoleh setelah terpenuhinya kebutuhan yang lebih rendah. Orang melakukan bunuh diri karena kegagalan melakukan hasrat cinta,
kekuasaan, ketenaran dan dendamnya. Hasrat manusia dapat mengubah manusia dari "tak berarti" menjadi pahlawan, atau menjadi makhluk yang berupaya menghayati hidup. Seperti yang pernah dikatakan oleh filsuf pencerahan Perancis, D'Holbach, "Unhomme sans passions or cesseraitr d,'etre un homme" (manusia tanpa hasrat atau keinginan bukan lagi manusia).11 Hasrat atau keinginan sangatlah vital, karena manusia bukan lagi manusia tanpa kesemuannya itu12.
BegitUlah gambafan kejahatan dUnia kOta,
Hasrat atau insting, bagi Freud, akan tetap dan selalu ada dalam diri manusia. Pada saat tertentu, manusia dikuasai oleh insting kematian ini. Freud, setelah perang dunia kedua mempunyai dua pandangan baru tentang insting kematian dan eros.ls Pertama, tentang kekuatan dan intensitas desakan agresif-destruktif pada manusia yang terpisah dari seksualitas. Dalam teori insting kematian, kesadaran mengenai kedestruktifan mengemuka seutuhnya. Ia menjadi salah satu kutub yang eksis, yang karenanya menjadi pergulatan pada kutub lain, yait:o eros dan membentuk esensi kehidupan itu sendiri. Keagresifan dan Kedestruktifan menjadi fenomena primer dalam kehidupan. Pandangan hedua, eros dalam setiap substansi kehidupan, bertujuan menyatukan semua hal yang menjadikan peradaban manusia. Dalam konteks lebih luas, sifat-sifat buruk tersebut akan menjadi bagian "karakter sosial"-gejala yang bisa ditemukan dalam sebagian besar warganya. Atau dalam bagian kelompok yang lain sifat-sifat ini hanyalah penyimpangan individual dari norma-norma dalam
Namun demikian, Fromm menambahkan komentarnya tentang kedestruktifan. "Saya yakin telah menjelaskan, dalam bab ini, kedestruktifan ini bukanlah bawaan dan bukan pula fitrah manusia, juga bukan sesuatu yang lazim didapati dalam diri semua manusia," Kata Frommls. Hanya kalau kita melihat fenomena itu lebih dari sebuah
$ebuah ruang yang h::ffi:lffitr-[lXtlijl$Hi:f' d
ijeja
I
i
kf i m i nal itaS
Ru a n g ya n s set i a
"
p -
. Saat dapat
menyuguhi dan memaksa kita
bersentuhan dengan
masyarakat, yang boleh jadi mengganggu dan memengaruhi anggota
masyarakat. Masih sealur pemikiran dengan Freud, Erich Fromm, penerus generasi psikoanalisis, menyatakan agresi harus dibedakan menjadi dua bagian yang didasarkan pada aspek neurofisiologi agresi (kajian
kejahatan, model apa
pun itu, Di kota
Masyarakat perkotaan mempunyai alasan yang mendasari cara-cara mengekspresikan perjuangan, agresi, dominasi, penaklukan dan penghambaan.
il*tx1::ri#I11ll;iil?1,1ffiH"i:.ffijeraskan Lebih lanjut ia menjelaskan, cara-cara baru yang ditempuh wtlrga kota tprsebut bersifat "cermat, efrsien, 16. acapkali destruktif, atau malah bahkan sadis" Lebih lanjut Mumford menerakan, hasrat untuk menghancurkan kehidupan dan ketertarikan terhadap semua yang telah mati (nekrofilia) tampaknya peradaban perkotaan -engalamiperkembangan dalam baru. Lebihjauh bahkan terdapat pada tatanan sosial.
Baginya, tiap peradaban sejarah diawali dengan penduduk dan pusat keramaian (polis),lalu diakhiri dengan hamparan debu dan tulang-belulang (nehropolis), atau kota kematian yang di dalamnya hanya dipadati pusing-puing sisa pembakaran, bangunan yang hancur berkeping-keping, pemaksaan kehendak dan pembantaian penduduk atau perbudakan. Lebih lanjut ia menceritakan bagaimana penghancuran total kota
Babilonia:
frsiologi). Tabel 3 mencoba menerangkan keduanya.
besar, manusia
Tabel 3.
menjadi tesang, :::;T;::::#"iZ:,: ":;:';:,:i::;:';:";i::,',";ni:'::,'::, tanah, sebanyak mungkin aku leburkan dan tenggelamkan
Pembedaan agresi menurut Erich Fromm yang didasarkln pada Neurofisiologi Agresi
agresif, tergesagesa, neurotik dan
terkadang merasa kesepian. dan manusia o z f E 4
96
: .E
JUHI"IAL BALAIRUNG
"Penduduk kota beserta rumah-rumah mereka, dari fondasi hingga atapnya, aku hancurkan, aku luluhlantakkan, dan ku
[Dlsl4ilJx]7200s 95
t-,
JuRNALBALAIRUNGriltsl4*x{xltfios
kedalam Sungai Arakthu. Di sepaniang wilayah kota ku buat kanat, lalu kugenangi wilayah itu dengan air, fondasinya iuga ku hancurkan. Aku buat kehancuran lebih sempurna ketimbang kehancuran akibat baniir." 17
Sejarah peradaban, dari penghancuran Carthage dan Yerusalem, hingga penghancuran Hiroshima, dan begitu juga penduduk, tanah, dan pepohonan di Vietnam. Dalam konteks ini maka kota sudah menemukan egologinya.l8 Pada titik ini mental yang terbangun dalam masyarakat yang memadatsesaki kota menjadi sebuah masyarakat dan individu yang cenderung mengarah pada masyarakat kota yang sedang menderita schizofrenia cultural-masyarakat manusia yang berwajah garang, berwatak keras dan berperilaku liar serta brutal, yang satu sama lain saling bermusuhan dan agresif.
Pendeknya, yang lahir adalah kebudayaan
kota yang mengalami dehumanisasi; kebudayaan kota telah menampilkan satu spesies yang sedang sekarat. Egologi adalah fenomena kecenderungan manusia yang dengan logosnya (pencarian kebenaran dan
pengetahuan) bersedia mencari dan melakukan tindakan-tindakan yang dimotivasi oleh kepentingan egonya atau dirinya. Egologi merupakan fenomena psikologi motivasi tingkahJaku manusia yang bersumber pada perwujudan dan pemuasan kepentingannya si aku atau ego
itu sendiri. Ada dua unsur dalam hal ini. Pertama, unsur kepentingan memuasi ego sendiri dalam perilaku dan tindakan manusia. Kedua, bila kedua egologi berada dalam hidup bersama bernama masyarakat, dia akan bertabrakan dengan ego-ego lain. Hingga dalam titik puncak ekstremnya, terjadilah pertumpahan darah lantaran kepentingan ego yang satu dilawan dengan kekerasan oleh ego yang lain, lantaran manusia yang satu melawan yang lain. Herbert Marcuse melihat hal ini sebagai the new barbarian, seolah-olah menemukan bentuknya yang paling nyata. Dalam relasinya dengan kajian psikologi, antroplologi, maupun sosiologi, ada beberapa hal yang menguatkan tingkat agresivitas manusia. Mendukung te4'adinya kriminalitas di daerah perkotaan, dan menciptakan masyarakat neobar-bar ini. Pertama,lahan tempat tinggal yang tidak memadai dan kepadatan penduduk kota yang semakin tak tertangani. Sebagai gambaran, barangkali kita bisa menilik bagaimana kondisi kepadatan Yog5zakarta.
o z f
t
=
cq
..e .=
Dengan mengambil gambaran di Kota Ketiga, pola interaksi individu yang egonya tercerabut dari komunitasnya dan
Yog5rakarta, hanya seluas 1 persen dari keseluruhan luas Propinsi DIY, yaitu 32,50
km per segi,jumlah penduduk yang menempatinya sebanyak 12. 246 jiwa. Tingkat kepadatan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. Sementara itu secara keseluruhan di Propinsi DIY tingkat kepadatannya mencapai angka 1-.011 jiwa per km per segi. Inilah gambaran dari teori kepadatan (density).
Kondisi kepadatan semacam ini menimbulkan kesesakan.penduduk (crowd,ing)te . Ia merupakan kondisi subyektif individu terhadap keterbatasan ruang. Kesesakan merupakan dimensi psikis, sedangkan kepadatan merupakan dimensi fisik. Keduanya syarat munculnya perasaan sesak.
Kedua, pengaruh teknologi dan
indutrialisasi. Psikolog humanis, Erich Fromm, mengatakan bahwa manusia modern yang hidup di era globalisasi sedang mengalami keterasingan (alienasi) dari keluhuran kemanusiaannya. Perasaannya telah kosong dan rohaninya rusak. Hal ini disebabkan karena manusia yang hidup di era modern mengarahkan pemikirannya pada "berhala-berhala" yang diciptakan oleh media massa dan pendapat umum,
pemerintah atau para pemimpin politik, sains dan teknolog!. Kemudian menciptakan ketergantungan terhadap "berhala" yang sebenarnya mereka ciptakan sendiri. Senada dengan Fromm, Emile Durkheim mengistilahkan fenomena tersebut sebagai "anomie". Rusaknya semua ikatan sosial tradisional yang disebabkan oleh karena organisasi kolektif yang sesungguhnya telah dikesampingkan dan semua kehidupan sosial telah lenyap. Durkheim yakin bahwa hidup
dalam negara yang berpolitik modern tidak jauh berbeda dengan "debu-debu liar". Begitu pula Ferdinand Tonnies melakukan analisis mendalam mengenai masyarakat modern, kemudian membuat pembedaan antara "komunitas tradisional" lgemeins chaft) dan masyarakat modern (gesellfchaft) yang telah kehilangan ikatan sosial murni. Durkheim mendapati bahwa peristiwa bunuh diri meningkat seiring dengan perkembangan laju industrialisasi, dan tak lain karena anomie
informasi yang terbuka. Perkembangan dunia sosial dewasa
ini menggambarkan
kemungkinan-kemungkinan terjadinya peniruan atas perilaku bisa dengan mudah dilakukan. Terlebih lagi menyangkut motivasi dan rasionalisasi tindakan dari satu ke lain orang. Demikian halnya untuk sering, lama dan intensifnya pergaulan dalam kelompok yang mendukung nilai-nilai penyimpangan. Maka akan mudah tercerap dalam dirinya. Kekosongan moral dan disorientasi nilai yang dialami ego inilah yang dapat
interaksi dalam kelompok akan menuju pada bentuk penyimpangan terhadap aturan. Realitas seperti ini menjadi persoalan yang senantiasa terus berkembang dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk dunia yang tinggi, kemajuan teknologi yang jauh meninggalkan kemampuan kebanyakan orang untuk mengecapnya, menjadi beberapa hal faktor pendorong terakumulasinya kejahatan demi kejahatan. Disebabkan energi dan sumber daya ekonomi
fasistis, fundamentalistis menimbulkan pesona luar biasa pada manusia-manusia yang terisolasi satu sama lain. Mereka mengisi kekosongan moral dalam dirinya dengan suara kelompok atau otoritas di luar diri mereka sebagai substitusi kesadaran moralnya. Bergabung dengan massa dan bersama-sama melakukan tindakan destruktif merupakan bentuk penegasan diri egonya yang panik melalui penegasan
terkonsentrasi di wilayah perkotaan, dengan jumlah penduduk yang berlebih, sementara tidak semua penduduk mampu mengakses energi dan sumber daya tersebut, pun mendorong lahirnya tindakan-tindakan kekerasan dengan derajat agresivitas yang sangat tinggi. Ketika agregasi kepentingan masyarakat kota tidak menemukan saluran yang legal, maka ditempuhlah jalan-jalan yang ilegal. Praktik-praktik manipulasi, mewabahlya korupsi, kolusi, dan konspirasi. Dan pada saluran yang lain akan menciptakan kekerasan, kejahatan yang tinggi menjadi fenomena umum yang nyaris menjadi sebuah kewajiban. Kota terus menerus "berdiam" dari berbagai patologi
kelompok.20
yang menimbunnya.
Bagan di bawah ini mencoba menerangkan bagaimana posisi individu dalam sebuah kelompok kecil atau ganh. Seseorang mengalami afiliasi dengan kelompoknya. Nampak bahwa pola di atas mencoba memetakan bagaimana posisi seorang individu dan pola interaksinya dengan kelompok. Artinya sebagian besar pola
Kota, yang sebagian besar warga dunia berada di dalamnya, kian berlari menuju jagat masa depannya. Secara fisik bahkan ia menua, dan daerah lain di sekelilingnya mulai berlari menujunya. Menjadi kota. Menjadi wadah-wadah baru bagi fragmentasi kehidupan warganya. Menj anjikan kesejahteraan yang tak kunjung datang bagi kebanyakan orang. Sebaliknya
menjelaskan mengapa sebuah ideologi atau sistem nilai tertutup bersifat etnosentris,
mendatangkan kesengsaraan bagr segolongan besar manusia di dalamnya. bergerak menjadi megacity dan dibangun berdasarkan asas liberal kapitalis, telah melahirkan alienasi sosial, keserakahan, kekerasan dan anarkisme. Kesemuanya itu adalah bagian dari fragmen kehidupan dan kebudayaan
z tf
5
: _q
kota. sumberi Plrviro,Vot q; ,985
98
JURFJALBALAIRUNGHDtsi40/xx/2000
tersebut. .JUftNAt BALATRUNG E#t$t40]xx/Z0fifi
g7 ***dflH{rr#I
Menggantang Masa Depan Kota
ebudayaan merupakan strategi atau rencana yang dibuat manusia dan iarahkan kepada hari depan.22 Barubaru ini kita sering berusaha meramalkan Indonesia 2030. Mencari Visi Indonesia 2b tahun mendatang, menggantang harapan masa depan kota. Bisakah?
Richar Rogger, arsitek perkotaan kenamaan asal Inggris, menyatakan kota, terlebih ibukota, mempunyai peran penting dalam perkembangan peradaban. Kota merupakan tempat bertemunya berbagai unsur kemajemukan masyarakat. Tak ada demokrasi tanpa warga kota.23 Namun sampai saat ini dalam kota, tak ada pergeseran yang berarti untuk menyelamatkan kaum urban, paling tidak menyediakan rasa aman dan nyaman untuk kehidupan yang lebih baik. Van Peursen hanya menyarankan agar manusia tetap berpegang pada ranah etis. Tanpa pertimbangan-pertimbangan etis, manusia tidak dapat mengambil tanggungjawab atas keadaannya. Baginya penilaian-penilaian etis ini membuka manusia untuk membaca kemungkinan-kemungkinan baru yang melampaui keadaan yang ada, dan ini dilihatnya sebagai arah pertanggungan jawab penuh manusia yang bebas dan dewasa. Memahami apa yang te{adi dalam keadaannya yang sekarang. [1
1,,"rri[r,l.4
J[Jffi I\}A,L BALAIRUNG AMI-Si4fr1xHI'iilfifi
99
11iri;fiir#
r*g#*"i&ee
s€sss+ ==*€€€s*- s F.€-s:s:=t's.'
.
.:
:
a Kata Mereka tenta Ancol Spekfakulen Geliat Pemtiangunan Rekreasi di Perkotaan Ancol pun kian siap untuk berkompetisi. Hal ini terlihat dari visi dan
masyaraKal perKof,aan Lertebln yang Tl "*, l{tinggai di kawasan metropoiiran seperri Jukunu. hari libur menjacii sangar isrimewa -U
untuk berkumpul dan menghabiskan waktu bersama keluarga guna berekreasi. Sebagai lempat tujuan rekreasi. Taman Impian Jaya Ancoi memberikan konstribusi besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Konsep per-rnainan yang mendidik diharapkan dapat menarik minat anak-anak untuk belajar sekaligus berekspresi. Di tengah ketal,nya pe rsa in gar antarpemsahaan pengelola pu61ic seruice, Ir. Budi Karya Sumadi. Direktur Utama PT Pembangu.nan Jaya Ancoi, harus berpikir lebih jeli dan inovatif. Terbukti dengan semakin banyak variasi hiburan yang disuguhkan kepada pengunjung seperti pementasan kabaret, ice uorld, 4D, dan iainJain. Selain itu, pada hari minggu pengunjung ditawarkan diskon khusus untuk segar raga. Tak ketinggalan, suguhan makanan y..,g."pur. te{amin rasanya. terjangkau kantong. dan dengan berbagai pilihan pun tersedia.
misi Ancol kedepan. "Arucol adi ikon nasional dan menjadi yang terbaik di Asia Tenggara," ungkap lulusan teknik arsitektur UGM ini dengan penuh optimisme. Sp ehtahule r menj
Menanggapi permasalahan pengaturan
tata r-uang Kota Jakarta, pria yang mengawali karirnya sebagai arsitek di Jaya Properti pada tahun 1982 ini, menuturkan, "Kunci dari Jakarta untuk menjadi lebih baik adalah dengan membangun secara vertikal dan mengurangi urbanisasi." Untuk menghemat lahan. bangunan dibuat beflingkat ke atas. Sedangkan industriindustri seharusnya dialihkan ke daerah sehingga banyak menyerap tenaga kerl'a di daerah. Mereka pun tak harus ke kota.l I
Ratri
Bangun Kota Ala Fadel Muhammad suatu wiiayah bukan hal yang f)"*brnernan mudah. ''Sejak awa'|. saya memfokuskan f pembangunan Provinsi borontalo pada iiga I bidang. yaitu: SDM, pertanian. dan perikanan.'' ungkap Ir. H. Fadel Muhammad (54) ketika ditemui di Gedung Pusat Antar-Universitas UGM lantai ke-2. Fadel adalah gubernur pertama Provinsi Gorontalo. Sebagai gr:bernur, ia memiliki konsep pengembangan Gorontalo sebagai kota Agropolitan. Konsep pengembangan yang perekonomianlya berbasis pertanian. Perekonomian Gorontalo kemudian tumbuh secara signifikan dan merata. Pada awal masa jabatannya. kemiskinan masyarakat Gorontalo mencapai 72so.kjni turun drastis menjadi 317o. Pendapatan masyarakatnya, yang awalnya rata-rata Rp1,9 juta. kini naik tajam menjadi Rp4 juta. Guna membangun Gorontalo. Fadel sudah mempunyai visi je.las. yaitu membangut masyarakat yang mandiri. berbudaya entrepeneur, d.an berlandaskan agama dalam kerangka NKRI. Xarena itu pula, dia menerima penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasionai 20O4. Pad,a tahun yang sama, Penghargaan Darma Karya Nugraha 2004 sebagai Gubernur Terbaik Tingkat Nasional atas Pembangunan Propinsi Goronta'lo diterimanya. Semua itu diperoleh di tahun ketiga dirinya menlabat sebagai gubernur. Baginya, infrastruktur menjadi sarana untuk mempercepat pertumbuhan dan pengembangan
wilayah. Selain itu, pengembangan budaya masyarakat Gorontalo
tetap dilakukan. Pengembangannya
didasari moto masyarakat Gorontalo,'adat bersendikan sara, sara berlandaskan Alquran'. Secara umum, Fadel berpendapat, ada tiga hal yaag terkait dengan pengembangan masyarakat, pertama, pembangunan harus dilaksanakan secara partisipatif radanya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat da)am membangun Gorontalol kedua, men jadikan Gorontalo berbasis SDM. pertanian. dan perikanan; dan ketiga, masyarakat yang memiliki budaya, saling menopang satu sama lain. "Kelemahar Pemda selama ini terletak pada keinginan untuk membangun berbagai bidang sementara dananya terbatas," tutur pria kelahiran Ternale 20 Mei ini. Pembangunan hanrs flokus. "lbararnya. jika kita ingin merobohkan dinding dengan menembaknya sementara pelurunya terbalas. kita harus menentukan sasaran tembakan secara cermat dan
tepat. Jangan asal tembak," tutup kandidat Doktor
llmu Adminisl,rasi Publik UGM.[l S. Bela Nagari
,!
ns
.L$- !;.r:.r: : : ?'
I
,.,-'
**
:l
''$'iti i'it;'',rl .r ,r/I:rjI ;:: {rlr..' ir.'i r: t i.t,.
i,-,f-r-t fl*f,,,'':ffif
irf i,*; ir iji",. ija., :' >o.'.;j1:,,Ji lf ,i,t 't. t|"
n'
1 '
ll
ilI i:l !rl 5$S
,{,
,1 5t!
,$
;
tl-
-lTi I {r' p:. l(.*'I ':l;:tS: If t,S..'8 ffi .'e. 4i l; I -i""s.l$*FiI -..;ld-Jiirj. fi, '0., :;id;i ,u*'' ,i, iH :'. , iiMi .l "'ir; 1li !ii ;,,... i{
:
';;Si i ;
i;
ii
f d f,;."[Jii;u i
,:
F
+.1"tq.r5
ld
mF
ffi
@ili&l;*;
t,.:
t{in
li*aaqf...t
Fill up these special holidays wirh lots of great funs, only in Ancol iakarta baycity.
Rkles, attractions. 4D movie, water [un. bemhes. and con-4es are presented in ttriitling. entertaining. and exciting ways. to give spectacular moments that you and your whole farnily would never ever foryet. So. don't miss it!
:â&#x201A;Ź
& f.+--1
F '1
&L{*"'
xgl.!!lE%u*r-' jakarta baycity
i
,,&
E-
'"v
nr #-ngoi. ,W
.',,,
senggol undur-undur, poci-poci dan masih banyak lagi permainan yang seru khusus untuk anak-anak dan pastinya aman.
jakarta hay*ity
Di Dunia Fantasi wahananya terbagi dalam beberapa kawasan yang ditampilkan serta ditata sesuai ciri khas masing-masing kawasan sehingga memberikan impress tersendiri bagi pengunjung.Kawasan tersebut antara lain kawasan Indonesia,kawasan Eropa,kawasan Jakarta,kawasanAsia,kawasan Balada Kera dan kawasan Amerika. Semua hadir di Dunia Fantasi untuk kesenangan anda dan dapat menjadi
Ancol Jakarta Bay City ft .\il
ebagai kawasan wisara terpadu dan o., wisata nasional Ancol telah l:,-rf melakukan berbagai perubahan agar para pengunjung mendapatkan suatu inspirasi baru jika datang berekreasi ke ancolAncol kni menuju kawasan terbak di asia tenggara dan
tingkat i mencanangkan th 2015 dan dengan tiga
hingga
hembusan angin,cipratan air,getaran dan gerakan tempat duduk yang penggunaannya telah disesuaikan denganjalan cerita frlm tersebut.Jadi para pengunjungpun dapat ikut di frlm terlibat dalam tersebut.
Kawasan wisata PT.Pembangunan Jaya Ancol yang dapat menjadi pilihan anda
antara lain
:
Putri Duyung
Hotel resort di tepi teluk Jakarta yang hadir dalam suasana eksotik serta dibalut dengan bangunan khas Mediterania dan Indonesia Timur.Berbagai fasilitas serta paket-paket eksklusif yang membuat anda lebih merasa nyaman.
Atlantis Water
pilihan anda. petualangan #ffir di bumi Atla tampilan kapal dengan
Pantai Marina
1.
Sebagai pusat wisata laut serta tempat
excellence (tiga
2. 3.
raga pesiar
yang bergaya kosmopolitan pan)
pertama di
runtuh serta
semakin
bah
masrng-masrng
dari logo
rl:tJ
Sebagai kawasan wisata te.$adu dan
yang ung
terbesar di Asia Tenggara Jaya Ancol menyediakan
ang
berm.afna sebagai kom wisata terpadu Ancol. Perubahan yanglainyaitu dengan
dapat merg(berikan
m yang mdrilsrjk bagi anda.[]
serta
yang dapat
Atlantis Water Ad
6
lIl1 pembahan secara frsik dari berb$g&$a6+rp,q #' H\ cJ # tenang rekreasi diAncol.Perubahan ter;$&$ jauh dan dari kebfringan kota Jakarta serta meliputi perubahan Dufan,Gelanggang jauh dari polusi.Perpaduan antara hutan dan Samudra serta Gelanggang Renang. laut semakin menambah eksotiknya pulau Di Dufan(Dunia Fantasi) sendiri ada ini.Disini Anda akan merasakan ketenangan festival parade beserta
drumband.Gelanggang Samudra dengan konsep Negri Seribu Satu Malam ditambah lagi dengan wahana edutainment baru sinema 4D yang pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tbnggara.Wahana ini telah diresmikan 16 Juni 2006 lalu.Gelanggang Renang telah diubah menjadi Atlantis Water Adventure,yang bercerita tentang hilangnya bumi Atlantis dengan impresi kapal pecah,bangunan runtuh ditambah dengan'
dapat anda a Ancol
anr
terjun,kolam rainbow ombak,kolam pelangi,kolam riam dan kol t menikmati renang spiral.Disini kita
yang barr adalah ikan dan identitas laut seperti air dengan
kolam arus
pecah,
hilang
terutama anak-anak. macam kolam
Perubahan yang perubahan logo yang
gubernur Sutiyoso.
menyediakan fasilitas kamar antara lain bilas umum, keluargp. iE ,VlP,dilengkapi dengan air panaq {dB i dingin.Ditambah dengan mushopa j&di "hise ' bermain-main dan bersenang-sdnang tanpa melupakan sholat.
dan kenyamanan.
Gelanggang Samudra
Pariwisata flora fauna dengan berbagai pertunjukkan satwa serta pentas lumbalumba hadir dengan konsep Negri Seribu Satu Malam. Ditambah lagi wahana baru sinema 4D yaitu pertuqiukkan film 3 Dimensi yang telah ditambah dengan berbagai special efek yang memberi kejutan bagi anda seperti
.
J|,RNAL BALATRUNG 80tst40Jru,il2006
1
flh#ffi''d * wa@rtd j*k*rta f:aycity
07
Dunia Fantasi
Dunia Fantasi hadir dengan berbagai wahananya yang menarik serta mempunyai tantangan dan memacu adrenalin kita seperti
Roller Coaster(Halilintar),Kicir-kicir,air terjunNiagara-gara dan masih banyak lagi jadi siapkan jantung anda dan kalahkan ketakutan anda ketika memulai menaiki berbagai permainan menantang di Dunia Fantasi.Namun tenang disini juga ada wahana permainan yang bisa dinikmati dengan ketenangan dan tentunya aman bagi anak-anak seperti istana boneka,mobil 1
08 ;unr'rnL
BALATRUNG rir{$r4rllxxrr*r:s
,a
"
, F
l
Sejarah panjang kampung kota di Yagya seorah mencirikan kekhasan interaksi. alan-jalan sempit itu membelah dua wilayah. Tiap sudutnya menawarkan persahabatan dengan senyuman yang ramah. Tak satupun kendaraan yang melintas di wilayah ini yang dinaiki. Di sisi lain, sebagai tamu kesopanan pun harus dijaga. Di keraton, misalnya, ketika bertemu dan bertanya kepada Abdi Dalem Keraton,
tim liputan Balairung harrs membungkuk dengan sopan layaknya bertemu pejabat. Suasana itu penuh selaksa makna mencirikan kekhasan Yorya. Perkembangan Yoryakarta tak pernah lepas dari statusnya sebagai daerah istimewa. Status itu ditandai dengan keberadaan keraton yang cukup berpengaruh terhadap aspek kehidupan warga. Feodalisme pun terlahir. Adanya Kerajaan Mataram menempatkan sultan pada posisi sentral. Akhirnya, kita dapat lihat Sultan sebagai penguasa Keraton Yoryakarta Hadiningrat sekaligus pemegang pucuk
pemerintahan legal formal, yaitu sebagai gubernur. Sejarah feodal itu menyiratkan pola hubungan raja dengan kawulanya. Pola itu sampai kini masih terlihat, pola hubungan yang terikat. Warga Yogya masih segan berhadapan dengan kekuasaan. Mereka cenderung rnanut terhadap segala sesuatu yang diinginkan rajanya. Pada bagian lain,
1
10 tunrunr-
BALATRUNG EDrsr40/x.)i(/?006
warga berlindung di balik keraton dan sultannya. Pola permukiman warga Yogya yang seperti ini sudah terbentuk sejak dulu O.ihat tulisan "Membaca Bentuk, Mengenal Identitas").
Kampung di perkotaan pada zaman Belanda berfungsi,sebagai tempat permukiman para penduduk pribumi. Mereka tinggal di daerah pinggiran. Sebaliknya, penduduk Eropa tinggal di dalam rumahrumah bergaya barat dengan jalan aspal yang lebar. Pola seperti itu sekarang sudah tidak berlaku lagi, tapi diferensiasi sosialnya masih tetap bertahan. Kini, sebagian besar penduduk elite Indonesia tinggal di daerah yang sebelumnya merupakan permukiman eksklusifEropa, sedangkan orang kecil tetap di kampung, kampung kota.
Melirik dari kesejarahannya, keberadaan kampung kota sangat menarik. Bentuk komunitas kampung sangatlah beranekaragam. Kampung kota berupaya membentuk rupanya. Ia berusaha untuk mengakomodasi segala kepentingan yang terintimidasi tempo dulu. Oleh pihak kolonial Belanda, kampung sering dinyatakan sebagai tempat tinggal orangorErng yang terpinggirkan. Akan tetapi, di dalamnya, kampung menyimpan kebersahajaan, kesederhanaan, dan keluguan.
Dengan nuansa dan latar belakang
islamnya yang menonjol. "Adanya Kauman :untakngurusi
berbeda, kampung kota hadir dan
'*Orang Cina sana itu
menyelimuti wilayah administratif Kota Yogyakarta. Alasan perkembangan kampung kota pun seakan tidak lepas
kan membawa
dari perkembangan dan modernisasi kota. Lihat saja beberapa kampung kota di Yogya, misalnya, Kampung Kauman yang masih saja bertahan dengan keteraturan sistem sosial dengan berpijak pada aspek agama; Kampung Ketandan yang terbentuk dari komunitas etnis Cina (Tionghoa); dan Kampung Tirngkak yang telah merenovasi dirinya menuju kampung yang lebih beradab. Ketiga kampung tersebut menunjukkan ihwal yang berbeda. Walau demikian, kampung kota tetap
keahlian sendiri menurut marganya," kata Pak Is, lsman I
ndarto (46), yans
i
Masjid Gede," kata Ahmad Kamaludinningrat (65), yang sampai saat ini masih menjadi penghulu kraton (lihat pula tulisan oMernbaca Bentuk, Mengenal ldentitas"). Sebagai kampung islam, Kauman Yogyakarta mempunyai ciri yang dapat dibedakan dengan Kampung Kauman yang lain. Perbedannya, hampir seluruh warga di Kauman Yogyakarta menganut Muhammadiyah. Di tempat ini pulalah, pada tahun 1912, organisasi
Muhammadiyah lahir. Lahirnya Muhammadiyah membuat nuansa kehidupan warga Kauman berubah. Yang tadinya berpola sinkretisme, warga Kauman berubah menjadi purifikasi islam. Hingga saat ini keberadaan Kauman tidak dapat
usa *ffi#:}ff"*tr Y#?,ffi$y,.1;-TH#?"T4",
dua yang lainnya, yaitu ketakmiran masjid dan RW. masjid berperan sebagai pelestari ikatan kampung, sedangkan RW berperan sebagai institusi administrasi legal formal. "Setiap kali orang mendengar Kauman Yoryakarta, mesti mereka akan mengingat Muhamamdiyah. Muhammadiyah sangat mewarnai Kauman." kata Budi Setiawan (49) ketua RW 12.
merupakan kepala RW I:l1g-*"
meneruskan keberlangsungan pola-pola interaksi kampung pada umumnya. Semua itu dapat ditilik dari pola kehidupan sosial yang masih terjalin di antara warganya.
06 di Ketandan, Kebgradaannya tidak
eberapa remaja purri berkerudung dengan rok hijau tampak tengah kembali ke asramanya. Di depan rumah-rumah yang berbaris di sepanjang gang telihat ibu-ibu sedang asyik berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan. Mereka mungkin hanya menghabiskan waktu, menunggu magrib tiba. Suasana keseharian itulah yang tampak di Kampung Kauman Yogya.
T) ffi -LJ
dapat dipisahkan
dari' f*:1*
lataf belakang sebet um bermis
Menurut keterangan Azman Latif (46), wakil Ketua Muhammadiyah Yogyakarta, yang juga merupakan asli Kauman''Karena Muhammadivah basian dari tiga pilar Kampung Kauman, maka hingga sekarang masih memengaruhi kehidupan warga Kauman." Tiga pilar tersebut, kata Azman, mempunyai fungsi tersendiri. Antara pilar satu dengan yang lain tidak
rasi. llTl,f,l,,i'tr; H*i?#i:*ii'f,fffitegit,, penting.
Seperti kampung kota pada umumnya, bangunanbangunan rumah di sana berjajar rapi, berdampingan erat. Di sela-selanya, banyak terdapat gang-gang kecil yang menjelaskan, kampung itu padat penduduk. Berjalan di sepanjang gang-gang Kauman kita akan menemukan banyak simbol keagamaan khas Muhammadiyah. Seakan serbuan arus globalisasi yang mengharuskan keterbukaan tidak mempan di kampung
itu. Kauman merrrpakan salah satu kampung yang masih kental dengan kekhasannya. Kampung Kauman, yang terbentuk berdasarkan nuansa agamis, paling tidak masih meneruskan pola hubungan yang dulu sudah terkonstr-uksi hingga sekarang. Pembentukan Kauman tidak dapat dilepaskan dari adanya Masiid Gede (1492). Pada saat itu Keraton Yoryakarta memberik-an sebidang tanah di sekitar Masjid Gede kepada penghulu dan pengurus masjid. Jumlah anggota masyarakatnya lama-kelamaan pun terus berkembang. Mereka saling menikahkan anakanaknya sehingga menjadi sebuah kampung dengan ciri
'
JURhIAL BALAIRUNG INISI4OfXX/2fi0$
IIl
1
12 tunrunl
BALATRUNG [Disl4fl/x]#2s0s
Tiga pilar itu pun sampai sekarang masih menjadikan Kauman eksklusif. Hanya mereka yang beragama islam yang bisa menetap di Kauman. "Kita akan protes kalau ada pendatang yang tinggal di sini nonmuslim," tegas Budi. Walaupun begitu, penduduk Kauman tidak seratus persen beragama islam, melainkan ada juga yang nonmuslim. Ada dua keluarga nonmuslim yang menetap sejak dulu di Kauman. "Mereka sudah tinggal sejak tahun '50-an," jelas Budi. Interaksi mereka dengan penduduk Kauman lainnya sampai saat ini baik-baik saja. Namun, karena segala kegiatan di Kauman selalu bernuansa agamis, merekapun akhirnya sulit mengaktualisasikan diri mereka ke dalam warga Kauman. "Pernah mereka (keluarga nonmuslim-Eed) diundang rapat kampung, tapi pasti ngga pernah hadir," tambah Budi. Namun demikian, tiga pilar pembentuk Kauman sebagai kampung agamis tetap saja tidak bisa sepenuhnya melawan derasnya arus modernisasi.
Rumah-rumah kecil yang terpotong ruas jalan sekira satu meter membuat Modernisasi memaksa Kauman mengalami perubahan tak terkecuali perubahan dalam bidang keagamaan. Kesimpulan itu diakui Budi Setiawan. Modernisasi, dengan kemajuan informasinya, membuat kualitas keagamaan warga Kauman mengalami penurunan. Penurunan itu terutama terjadi pada generasi mudanya. "Sikap eksklusif tetap, tetapi kualitas keberagamaan berubah. Saat ini abis magib jarang kita mendengar di rrmah penduduk Kauman baca Alquran, semuanya digantikan dengan TV, "jelasnya. Akan tetapi, bukan faktor itu saja penyebab menurunnya kualitas keagamaan. Pola pengaderan yang kurang baik menjadi faktor lain penyebab menurunnya kualitas keagamaan itu. Budi memandang, saat
ini
kegiatan organisasi Muhammadiyah di Kauman kurang bagrrs. Selaku ketua pemuda Kauman, Muhammad Abduh (25), sependapat dengan Budi. Menurut Abduh, generasi muda Kauman saat ini tidak seperti generasi muda Kauman sebelumnya. Generasi dahulu lebih agamis dari generasi muda Kauman sekarang. Jiwa ke-Muhammadiyahan generasi sekarang tidak sekental generasi sebelumnya. Malah yang terjadi sekarang, pemuda Kauman menjadi terkotak-kotak. Bagian Utara dan Tengah Kauman berkumpul pemuda berbasis intelektual. Mereka pada umumnya merupakan pemudapemuda yang aktif di organisasi Muhammadiyah. Bagian Selatan Kauman berkumpul pemuda yang menamakan diri forrm pemuda Kauman (FPK). "Kalau ada acara di sekitar alun-alun seperti sekaten, konser musik, mereka ini (FPK-Red) yang menguasai lahan parkir," ujar pemuda lulusan UIN Yogyakarta.
Abduh berkata, menurunnya kualitas beragama sering dibicarakan di temu warga kampung. Perwakilan generasi muda juga diundang di setiap pertemuan warga yang membahas tentang generasi muda Kauman. "Generasi tua Kauman menyadari hal itu. Mereka pun gelisah. Pemuda Kauman sekarang, kata mereka (generasi hta-Red), berbeda orientasi. Perruda sekarang cenderung pragmatis," tambah Abduh.
Ta ffi l)
erbeda <iengan Kauman, warga
x"turrdan menyiratkan berbagai
aspek pemnentuK rtetanctan dengan Iatar belakang Cina tentunya. Karena wilayahnya yang berada di pusat perekonomian kota (Malioboro), sebagian besar warga Ketandan adalah pebisnis. Mereka, seperti kebanyakan orang Cina daratan, banyak melakukan kegiatan niaga, mulai dari membuka toko kelontong sampai toko dengan skala yang cukup lumayan.
"Orang Cina sana itu kan membawa keahlian sendiri menurut marganya," kata Pak Is, Isman Indarto (46), yang juga merupakan kepala RW 06 di Ketandan. Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari latar belakang sebelum bermigrasi. Sebagai contoh, marga Wui itu pekerjaannya sebagai tukang kayu, sedangkan marga Siu pekerjaannya sebagai pedagang kelontong. "Jadi mereka kalau menurut cerita, berimigrasi ke Jawa ini peker{aan mereka tetap diteruskan," tambah Pak Is.
ini
Sumbangsih mereka dari kegiatan bisnis tidak bisa dipandang sebelah mata. Kegiatan ekonomi yang mereka lakukan dapat menyerap banyak pekeda di Yogya. Di Ketandan, warga fionghoa banyak membuka toko perhiasan (emas) dan mempekerjakan orang-orang yang bukan Tionghoa. Selain bisnis, Ketandan punya kekhasan dibanding dengan kampung lainnya. Di Ketandan semacam terdapat wilayah yang membedakan daerah kaya dengan daerah kurang mampu. Akan tetapi, wilayah tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Orang-orang Ketandan bagian selatan umumnya banyak membuka toko emas, sedangkan orang Ketandan bagian utara
hanya bekerja di sektor informal dalam skala kecil. Pola interaksi yang tedalin pun berbeda. Hubungan sosial antara warga Ketandan selatan tidaklah seakrab hubungan warga
Ketandan utara. Di Ketandan utara, sekira pukul 9 malam masih banyak pintu rumah yang terbuka. Situasi tersebut seakan membuka tangan bagi siapa saja yang ingin bertamu. Kontras dengan suasana di Ketandan selatan. Di waktu yang bersamaan, banyak rumah-rumah mendadak senyap seperti tak berpenghuni. Padahal, pagi hingga sore, rumah itu digunakan untuk
menjual emas. JURNAL BALATRUNG EDist40lxxl2fi0s 1 13
Ketandanbagianutara seringbercengkrama di luar rumah. Mereka acapkali berinteraksi dengan tetangganya untuk sekadar ngobrol atau bersenda g'urau. Pola interaksi dan rasa kekeluargaan pun lebih terasa di antara mereka. Kedekatan itulah yang terlihat tatkala tim liputan Balairung bertanya
tentang keberadaan Pak Fauzi, ketua RW 04 di Ketandan. Dengan spontan, salah seorang warga menjawab, "Pak Fauzi sedang beker{a." Terbersit indikasi, di antara warga Ketandan utara akrab terhadap aktivitas warga lain di lingkungannya. Ahmad Fauzi bercerita, pola interaksi sosial di Ketandan memang berbeda dengan kampung lainnya. Walau ada pembagian administratif yang jelas, seperti ketua RT maupun RW, tidak ada kegiatan yang secara formal menyatukan warga. Warga Ketandan tak memiliki perkumpulan semacam karang taruna ataupun PKK laiknya kampungkampung pada umumnya. Pak Is membenarkan hal tersebut. Sudah semenjak 1960 tinggal di Ketandan, ia merasakan perbedaan pola berkomunitas di Kampung Ketandan dengan kampungkampung lainnya. Di Ketandan, Pak Is telah merasakan lima periode menjabat ketua RW. Lamanya kepengurusan lantaran tidak ada warga yang mau menggantikannya kala itu. "Sampai saat ini masih belum ada regenerasi karena mereka (orang-orang Ketandan-Red) sibuk di bisnis," keluh Pak Is.
Model seperti itu sudah tampak pada generasi mudanya. Karena mereka mampu, anak-anak mudanya disekolahkan di luar negeri. "Buat kami, ya seperti penjara. Ya, kami harus memilih kepengurusan itu kan sulit. Karena orang-orangnya di situ (di luar negeri-Red) sehingga regenerasi agak macet
di Ketandan," imbuh pemilik toko batik Juwita di Malioboro ini. Bahkan, rapat-rapat yang pernah diadakan untuk mempertemukan warga di ketiga RW ini pun mengalami kesulitan. "Pernah ketika mau mengadakan rapat, ngundang orang dua puluh yang datang cuma empat. Padahal kitangundang dua puluh hingga tiga puluh orang dari tiga RW yang ada di Ketandan," tambah Pak Is.
I 14 ;unrunl
t
oleh warga
BALATRUNG rrrsi4CIrxlm0r6
Pola hubungan yang terbangun dengan warga sekitar Ketandan pun akhirnya dipaksa melalui acara-acara tertentu saja,
seperti memperingati hari Kemerdekaan
17
Agustus tiap tahunnya. Pada perayaan acara 17-an ini setiap kepala RW menyerukan agar warganya harus datang."Masa satu tahun sekali kumpul aja ngga bisa, kan kebangeten. Kalau sampai ngga datang, misalnya, akan saya buat srilit ngurus KTP dan surat-surat yang ada hubungannya dengan saya," ancam Pak Is.
Sehari sebelum peringatan 17-an, mereka diajak kerja bakti membersihkan kampung. Momen sep-erti inilah yang dapat mempersatukan seluruh warga Ketandan di saat yang bersamaan. "Kalau ke{a bakti, mereka membawa alat-alat sendiri. Mereka membawa pacul, sapu, dan serok. Kalauudah gitu mereka bareng dan membaur untuk membersihkan Kampung Ketandan ini," kata Pak Is yangjuga merupakan anggota Paguyuban Pengusaha Ahmad Yani (PPAY)
ini. Selain acara l7-al, warga Ketandan juga dapat bersatu melalui acara yang dapat dinikmati bersama. Pada perayaan Imlek tahun 2006, misalnya, atas usul dari Sri Sultan Hamengkubuwono, kemudian diteruskan oleh Herry Zudianto (Walikota Yogya-Red), Ketandan mengadakan acara Pekan Budaya Tionghoa. Acara itu sontak mendapat tanggapan positif dari warga Ketandan. Mereka antusias karena saat pemerintah rezim orde baru, perayaan tersebut dilarang. Walaupun tidak sepenuhnya warga Ketandan adalah Tionghoa, mereka dapat berbaur dan bergotong royong demi penyelenggaraan acara tersebut. "Acara itu benar-benar diselenggarakan dan dipersiapkan oleh warganya (Ketandan-.Red) sendiri," kata Pak Is dengan mantap.
Dalam sekejap, Ketandan yang semula hanya permukiman orang Tionghoa bisa disulap laiknya "China Tou)n". Perayaan yang banyak menampilkan budaya khas Cina, 2731 Januari 2006, dihadirkan dalam Pekan Budaya Tionghoa. Dalam beberapa hari, Ketandan disetting menjadi Pecinan. Berbagai atraksi, dari liong, samsi, hingga wushu, digelar di sana. "Acara i1ot koyo membawa Ketandan kembali pada masa lalu," kenang Pak Is.
Pameran foto sejarah, lukisan, peragaan busana, pameran, dan lomba makanan khas Tionghoa Yogya ada di sana. 'Wgga hanya itu, penqunjung pun bisa menikmati pertunjukanpertunjukan khas Tionghoa, lomba dan pameran lampion, pameran kebaya dan batik, serta ramalan dan Feng Shui,"
Ciptomulyo merupakan asrama penampungan anak-anak terlantar milik pemerintah. Keberadaan mereka di asrama dulu dijamin oleh pemerintah. Namun, sejak tahun 1965 jaminan tersebut berhenti hingga sekarang. Mbah Djenal mer{elaskan, "Nggih sak sawisipun meniho pemerintah sa,ffLpun nglepasahen mboten njamin. lajeng namung diijinke nxanggon w onten mriki ning mados
tambah Pak Is. Maka tidak salah jika kampung Ketandan pun dipilih sebagai contoh kampung kota pembauran yang toleran baik itu oleh Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X, Walikota Herry Zudianto, dan juga Yogya Heritage Society. Oleh sebab, warganya yang dapat bersatu tanpa memandang asal-usulnya. Permukiman yang terbentuk jauh bersamaan dengan Puro Pakualaman mengakibatkan mereka yang menyebutnya warga keturunan dengan warga pribumi bisa membaur tanpa ada sentimen sosial dan kesenjangan yang selalu diperdebatkan.
piyambak tedhanipun. (sesudah itu, pemerintah sudah membiarkan, tidak menjamin lagi. Kemudian hanya bertempat tinggal di sini, tapi cari makan sendiri)." Laiknya asrama pada umumnya, Ciptomulyo tidak memiliki RT/RW. Mereka dipimpin oleh seorang kepala asrama. Pengurus asrama ditempatkan secara terpisah. Tempat hunian pengurus bernama Gatitomo. Tempatnya terletak di sebelah selatan asrama Ciptomulyo. Ciptomulyo waktu itu belum terkenal ganas. Orang-orang yang suka berbuat onar belum datang. Asrama masih dihuni
A da satu kampung di Yorya yang berusaha memperbaiki A citra yang dulunya melekat karena dianggap sebagai 4, Ikampung "hitam" oleh warga di sekitarnya. Kampung itu bernama Karanganyar. Kampung yang dulunya menjadi tempat bermukim warga marginal, kini berangsur-angsur pulih. Pembentukan kampung Karaganyar bisa dibilang lebih modern. Pada era 1945 hingga tahun 1976 di Kampung Karanganyar Lor berdiri asrama bernama Ciptomulyo, sebagai tempat penampungan orang terlantar, dan Gatitomo, sebagai hunian bagi pengurus penampungan Ciptomulyo. Di penampungan ini dulunya banyak warga Karanganyar Lor yang diberi ketrampilan-ketrampilan di dunia kerja supaya mereka tidak disebut kaum "hitam" lagi.
Dj e n a I m e n i r a
''
o.'"
sebelumnya, penghuni Ciptomulyo tidak hanya anakanak terlantar, melainkan juga orang dewasa yang
"
"Nggih riki rumiyin hampung inghang rctwo,n, hathah gali. Pohohipun kahthah tiyang ingkang bertindak kasaL remen herengan, rem,en judi, pohohe mo-limo meniho. (Dulu di sini kampung yang rawam, banyak preman. Banyak orang bertindak kasar, senang berkelahi, senang judi, ya mo-
lima
i, ;*1,il::#Jf.H*:[:.1?1Xl1:+l# lilffi
PgmUdanya dUlU bUkan berbuatonardijalanan' Pencitraan kampung Ciptomulyo pun berubah. Mbah
ma,es Iag i, mema n g
3jffi:ffi1'ff:l;I:".#;"#]JtHil-f$
tarerare
Peircitraan orang-orang Ciptomulyo setelah itu terkenal
" wonten rnergi nanxuns senssotan pun nggak mau. Sopo siro li:T:kasat ngamuk. Ngetohke bolo (Cuma senggolan di jalan
langsung marah. Memanggil teman-temannya-Red)," mbah Djenal'
itu)" tutur Mbah Djenal (70 tahun).
SOPO ing$Un," tutur
Kakek yang telah tinggal di Karanganyar sejak tahun 1948 ini merupakan salah satu warga yang masih berdiam di Karanganyar sampai sekarang. Ketika pertama kali datang, Karanganyar belum berwajah kampung. Tempat ini masih asrama, tempat menampung anakanak terlantar. Asrama itu bernama Ciptomulyo. "Niki Buntuhipun pun asranLd.
.
Memori mengenai latar belakang Karanganyar pun masih hinggap di benak anak-anak mudanya. Mendung (20), sebagai salah satu pemuda yang tinggal di sana sejak 1984, cukup tahu keberadaan Karanganyar di mata orang-orang sekitarnya. Ia melihat latar belakang kampungnya sangat komplek. "Katanya, dulu memang bisa dibilang kampung urakan atau kampung preman atau kampung gelap gittt lah," ungkap Mendung. HaI itu juga diakui oleh Sri Murwani (55), istri Ketua RW 18. Sri sudah tinggal di Karanganyar sejak tahun
Asrama ning kangge, rwniyin hangge ndmpung anak-anak terlantar. Nggih riki, barek-barek nihu (ini asalnya asrama. Asrama untuk menanipung anak-anak
'
terlantar. Ya.., di barak-barak itu)," jelas mbah Djenal.
JUfth]A,t BALAIRUNG f;ffISI4CIIXX/2fi0S
I 15
1
l6
;unruru
BALATRUNG rCIisr4fl/xx/:ilfis
1981. Kini ia menjabat sebagai ketua PKK di RW 18. Ia bercerita saat itu, sekitar tahun 80-an, hampir tiap malam selalu ada orang yang malak (meminta uang) dari kampungnya sendiri. "Kalau malam dulu banyak orang yang malak, mabuk, dan tawuran di sekitar jalan ini (JI.
Sisingamangaraja-Red)," ungkap Sri. Polisi dan petugas keamanan pun hampir tiap
malam menyatroni kampung ini untuk menangkap copet dan bandit yang biasanya
lari ke daerah ini. Walaupun demikian, perkelahian di Karanganyar termasuk jarang. Kalaupun ada, percekcokan hanya antarindividu. Mbah Djenal menambahk an, nMangheh diselesaikke RW- RT cekap. (Nanti cukup diselesaikan oleh RT-RW)."
Mbah Djenal melihat perkelahian yang tefadi malahan lebih banyak disebabkan oleh partai politik. Bahkan pada tahun 70an, perkelahian sempat memanas. Salah satu partai sempat mengerahkan massa banyak. Untuk angkutannya, mereka mengerahkan lima belas truk untuk datang ke Kampung Karanganyar. Walaupun sempat terjadi adu frsik, orang-orang Karanganyar tidak pergi.
Mbah Djenal pun pernah merasakan bagaimana rasanya mengurus orang-orang Karanganyar yang kasar-kasar. Untung ia tahu cara mengatasi warganya. Mbah Djenal dapat memegang orang yang dianggap berpengaruh di Karanganyar saat ittt."Ngoho (orang yang jago-Red ), kalau istilahnya," jelasnya. Darman merupakan salah satu orang yang pernah paling ditakuti di Karanganyar. Ia kala itu terkenal sebagai orang yang selalu ingin menang sendiri. Dulu tugasnya sebagai keamanan di wilayah Karanganyar. Kalau di luar, Darman menarik pajak untuk keamanan. "Tapi, sekarang pindah di Imogiri," cerita Mbah Djenal.
Untuk mengatur wâ&#x201A;ŹrrgErnya, mbah Djenal tidak bertindak keras. Mbah Djenal pun tidak ingin mencari gara-gara. Ia juga mencari keselamatan. Mbah Djenal pun dapat ngemong wargar:ya dengan baik. Prinsipnya, "Semua orang ganas itu bisa dimong kok," kenangnya mengingat saat mengordinasi warga Karanganyar. "Pembicaraan shna itu tidak perlu saya salahkan. Kalau sana bilang gimana. Saya ya hanya ngedongi saja. Dak perlu saya mbantah, saya salahkan gak perlu. Nanti
malah jadi berabe."
Untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat pembangunan kampung, Mbah Djenal meminta bantuan Darman. Mbah
Djenal menggerakkan Darman secara halus. Setelah itu, Dartnan yang perintah. Karena ditakuti, Darman menggerakkan warga dengan mudah. "Saya yang menggerakkan, mau buat apa? Saluran air atau mau buat apa? Saluran air semua dimintai untuk jaminan, jaminan yang ke{a itu. Terserah situ (Darman-Red) pokoknya," kenang mbah Djaenal.
Tidak hanya warganya secara llmum, "pemudanya pun juga ogah-ogahan. Mbah Djenal menilai, pemudanya dulu bukan nroles lagi, memangnggak mau. Sopo siro sopo ingsun. Proses yang panjang membuat orangorang Karanganyar Lor ini pun perlahan pulih. Banyak dari mereka yang meninggalkan daerahnya untuk mencari penghidupan baru. Bagi yang menetap, mereka memilih bekerja di sektor informal. Kini kampung Karanganyar Lor pun secara struktur sosial kemasyarakatannya hampir tidak berbeda dengan kampung lainnya. Pembagian RT dan RW yang jelas dan juga kegiatan karang tarunanya sudah be{alan sebagaimana kampung-kampung lainnya.
Perubahan kehidupan warga Karanganyar Lor itu juga terkait dengan kebijakan pemerintah menempatkan tempat tinggal pegawai negeri di sisi paling barat Karanganyar Lor (sepanjang Jl. Raya Sisingamangaraja) di tahun 80-an. Penempatan itu dapat diartikan untuk memadati kampung Karanganyar Lor agar isinya tidak hanya orang-orang yaiag ngga benen Nlbah Djenal menjelaskan, "Kalau sekarang banyak, kalau sebelah muka, disini semuanya pegawai negeri. Kalau di belakang sana ya masih banyak yang pancaroba (pekerjaannya tidak tetap-Eed). Dekat
sungai sana." Selain itu, pada tahun 1980-an pula, setelah tentara melakukan operasi pemberantasan, gali-gali di Kampung Karanganyar banyak yang melarikan diri. Kodim sudah memiliki daftarnya. Akan tetapi, dari mereka ada pula yang menyerah. Pada umumnya, mereka yang lari adalah penjahat-penjahat yang besar. "Kalau yang dipanggil mau, njerrcngan hanya diberi nasehat atau disakiti.Tapiyc- ndak seberapa. Kan kebanyakan, sudah takut. Kesalahannya besar kan gak mau, kan lai. JURNAL BALATRUNG EDtst40/xx2006 1
l7
Lari, tertangkep itu terbunuh, dibunuh," tutur Mbah Djenal. Setelah itu, Karanganyar berangsurangsur aman. Warga yang tinggal sebagian besar sudah garlrti."Yo baik /o sekarang. Artinya yang menempati kan sudah orangorang baik semua. Dari kampung semua, artinya mempunyai nalar sehat," tutur Mbah Djenal. Di kalangan remajanya, Ia berpendapat, "Kalau sekarang ibt kan pemudanya lebih mewarga."
Penilaian tentang pola hubungan pemuda yang ada di Karanganyar berbeda dengan apa yang diungkapkan Pak Basuki, selaku ketua RW 01 di Kampung Ngelak (kampung sebelah timur Karanganyar). "Walaupun dulu (tahun 80-an) Kampung Karanganyar dianggap sebagai kampung orang buangan tapi pemuda antara kampung satu dengan yang lainnya saling mengenal dan sering ngumpul bersama. "Waktu dulu saya dan teman-teman saya sering ngumpul dengan pemuda-pemuda, tidak hanya Ngelak dan Luwanu, Karanganyar pun orang-orang:nya saya kenal. Tapi sekarang pemudanya paling hanya mengenal pemuda di tingkat RW saja," imbuh Pak Basuki.
Interaksi sosial penghuni kampung ini memang tidak bisa seintens dulu. Sekarang banyak pemuda terdidik dan mempunyai kesibukan di luar sehingga terkadang waktu berinteraksi dengan pemuda di sekitarnya pun menjadi terbatas. Orang-orang yang dulunya tinggal di penampungan pun lambat laun berkurang dan banyak yang keluar dari Karanganyar. Kampung Karanganyar memang tidak seangker dulu, tapijangan dikira keadaannya cukup baik-baik saja. Pada penghujung tahun 2005 terdapat ketidakrukunan yang mendera antara golongan tua dengan golongan muda. Masalah perbedaan aliran agama menjadi pemicunya. Kampung Karanganyar Lor yang mempunyai dua RW dan enam RT ini seakan terfragmentasi karena kenangan masa lalunya. Sejarah kampung yang dulunya berdiri penampungan orang-orang termarginalkan dan asrama pengurus penampungan tersebut berlanjut pada pola interaksi antarwarganya dalam memandang orang-orang di luar RW-nya, yaitu antara RW 18 dan RW 19. 1
l8
tunttm
BALATRUNG Enr$r40rx);120fiCI
Warga RW 19 dipandang oleh warga RW 18 sebagai pembuat onar. Pandangan itu
terkait dengan adanya penampungan Ciptomulyo yang ada di RW 19 kala itu. Padahal sekarang ini banyak orang-orang dulunya pernah tinggal di penampungan Ciptomulyo keluar dari RW 19. Namun stereotipe warga RW 18 terutama golongan tua pada warga RW 19 masih miring hingga sekarang. Ketidakharmonisan ini kini tampil dengan isu aliran agama tertentu, dimana RW 18 cenderung menganut paham Muhammadiyah, sedangkan RW 19 adalah NU (Nahdlatul Lilama). Pada setiap acara yâ&#x201A;Źrng diadakan pemuda RW 18 dan 19 selalu saja ada pandangankeeurigaan yang kolot dari golongan orang tua pada pemuda RW lain. "Waktu pemuda RW 19 mau sholat di masjid pernah ada yang nglarang karena cara sholatnya pakai caranya NU," ungkap Guntur (22) selaku pengurus Karang Taruna yang bermukim di RW 19. Guntur menambahkan, "Selama ada pandangan-pandangan picik dari golongan tua, keharmonisan di antara dua RW di Kampung Karanganyar Lor akan sulit dihidupkan." Senada dengan hal tersebut, Mendung juga ikut mengomentari interaksi yang sekarang ada di Kampung Karanganyar. "Permasalahan utara dan selatan yang terjadi sekarang tu ya kayak biasalah, perbedaan pandangan masalah agama sebagainya. No itu masih ada," kata Mendung. "Jadi memang kadang sok pengotak-ngotakkan itu masalah pandangan kebijakan prinsip dasar gerakan. Biasanya ada perbedaan, misalnya, ada yang memakai Muhammadiyah mungkin ada yang mahai NU. Sentimentil," tambah Mendung.
Terkait dengan masalah pandangan sinis golongan tua RW 18 kepada pemuda RW 19. Mendung mengatakan, "Gap-gap utara dan selatan (RW 19 dan RW L8-Red) malahan yang membangun adalah golongan tua di RW 18". Masalahnya cuma perbedaan pandangan agama saja kemudian menjadi masalah yang besar. Perbedaan pandangan itu memengaruhi dan membuka kembali luka lama. "Jadi gctp-gaprrya itu yang membentuk adalah golongan tua," jelas mahasiswa advertising UGM ini.
abdee.BALAlRl.JNG
T 7" untuk menjembatani warga kota l{ J- Iryang tidak bisa sepenuhnya
warga kota. Selain itu, kampung kota juga menyiratkan sifat egaliter kampung seperti yang ada di pedesaan.
tersalurkan di pusat-pusat perumahan elite kota. Keberadaan mereka suka atau tidak suka memang mempunyai persepsi sendirisendiri di tengah-tengah warga kota. Ada yang menganggap kampung kota sebagai masalah kesemrawutan kota. Akan tetapi, ada pula yang memperjuangkannya sebagai bentuk masa depan kota yang akan terrrs bertahan dalam derap pembangunan kota. "Keberadaan kampung kota mau tidak mau menghiasi pola permukiman kota yang selalu berupaya merias wajahnya dengan segenap pola pembaruan dan pembangunan," ungkap Yosi (29) sebagai aktivis LSM Yayasan
Kampung kota menurut Yosi dapatlah menjadi konsep tandingan pembangunan di Kota Yogya, bahkan Indonesia yang melulu Jakarta sentris. "Modernisasi yang ada di kota-kota biasanya hanyalah dinilai sebagai pengg:usuran dari pihak penguasa untuk membentuk wajah kota seturut kota-kota modern atau megapolis di Amerika, tanpa
pung kota ada dan bertahan
Pondok Rakyat.
Cerita tentang kampung memang beragam jenisnya. Masih banyak kampungkampung di Yogya yang mempunyai cerita dalam keberagaman interaksinya. Misalkan saja, Kampung Kricak yang ada di jalan Yogya-Magelang yang dulunya berlatarbelakang orang-orang dari kelompok merah (PKI); ataupun Kampung Sidomulyo yang menjadi tempat bermukimnya para waria. Dalam keberagaman hidup di perkotaan, mereka yang tidak bisa dikategorikan dalam golongan mapan, seakan dianggap sebagai sampah kota. Namun apalah daya, ketika orang-orang yang terlempar dari sengitnya persaingan kota, mereka mulai membentuk sebuah komunitas di tengah-tengah kota. Kampung di dalam kota sebagai tempat yang bisa mengakomodasi dan melindungi diri mereka. Kampung menyiratkan aspek kebersamaan dari berbagai kepentingan
ada aspek kebersahajaan yang
menyertainya," komentar Yosi. Kampung di tengah-tengah kota tidak bisa semata-mata dinilai sebagai mundurnya pembangunan dan modernisasi kota. "Justr-u kampung kota dapat dijadikan alternatif arah pijakan pembangunan bagi para pembuat kebijakan. Konsep kamirung yang dapat membuat masa depan pembangunan di kota menjadi lebih akrab wajahnya," ungkap Yosi.
Akhirnya pembangunan dan modernisasi
itu tidaklah semata-mata milik segelintir warga kota. Pembangunan dan modernisasi menjadi hikmat yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota. "Bentuk kebersahajaannya, ya kampung," tandas Yosi.
Mampukah wajah kampung kota bertahan di tengah mendemnya arus modernisasi pembangunan kota? Kampung kota di Yogya berupaya membentuk wajahnya, Yogya dengan keberagamannya kebudayaan yang ada sebelumnya. Masihkah wajah Yogya bertahan seperti dulu? Yorya yang tetap eksotik. Yogya yang menawarkan persahabatan dan kefeodalannya.[]
JL,Rl,lAt- BALAIRUNG flnl$l4filxx/2fifls 1
19
t,f
lii:
,i,i
menambahkan bangunan tembok di bagian ring g it an (emperan-E e d)," bttlorrty a.
p
Seperti yang diterangkan Natsier, bangunan-bangunan nrmah di Kotagede merupakan hasil dari proses panjang yang
sifatnya dialektis. Dari sisi arsitektur, rumah-rumah tersebut selalu berkembang dan mengadopsi unsur dari luar. Saat agama Islam baru pertama kali dikenalkan, nuansa Hindu masih terasa kental. Di setiap rumah, terdapat senthong atau yang lebih dikenal dengan joglo . Senthong yang dilengkapi dengan tempat tidur tersebut (biasanya berupa kamar khusus) digunakan sebagai tempat pemberian sesaji kepada Dewi Sri. "Masyarakat kala itu beranggapan bahwa Dewi Sri akan hadir di rumah mereka dan memberikan hasil panen yang melimpah," terang Natsier pula. Selain itu, rumah-rumah
Napak tilas arsitektur permukiman kata Yagyakarta. Sebuah ikhtiar melawan lupa. atahari mulai condong ke arah barat, merahnya langit menandakan waktu maghrib hampir tiba. Deruman suara sepeda motor, lalu lalang sepeda onthel, deretan pedagang pasar menjajakan dagangannya, sampai bau harum aroma masakan dari warung makan yang begitu menggugah selera. Semua bercampur baur dalam keramaian. Sesore itu, pasar Kotagede masih menunjukkan
geliatnya. Sekira tiga ratus meter ke arah utara, memasuki kampung Pekaten, situasi berubah senyap. Hanya terlihat tiga-empat orang berjalan sepintas melewati gang-gang sempit. Di kiri kanan gang terdapat tembok memanjang dengan pintu kayu di tengahtengahnya. Masuk ke dalam pintu kayu tersebut, di dalam tembok memanjang, tampak rumah-rumah penduduk berjajar rapi. Barulah terasa suasana kampung yang sebenarnya, anak-anak kecil berlarian diawasi oleh para orang tua. Nyatanya, permukiman khas Kotagede satu sama lain memang berada di dalam blok-blok tembok memanjang ( wall hou se l. IJmumnya, bhngunan di Kotagede berusia ratusan tahun. Bekas-bekas peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam masih dapat ditelusuri dengan jelas, meski beberapa situs sejarah tak lagi utuh. Di
tengah kehidupan yang semakin termodernkan rupanya kota yang menrpakan cikal bakal terbentuknya Yogyakarta ini masih bertahan dalam keasliannya.
Menurut M. Natsier, pendiri Yayasan
Kanthil, sebuah lembaga seni budaya dan pariwisata Kotagede, sejarah panjang Kotagede bermula dari berdirinya Kerajaan Mataram Islam pada akhir abad 16. Pembentukan ibukota Mataram Islam mengacu pada konsep catur gatra tunggal (empat komponen dalam satu kesatuan), yaitu pasar, alun-alun, keraton dan masjid. Pasar Kotagedelah yang pertama kali dibangun untuk membangun sentra ekonomi. "Dari berkembangnya pasar inilah, kehidupan sosial masyarakat mulai terbentuk," tutur Natsier Bertandang ke Kotagede seperti mendapat suguhan artefak sejarah. Selain pasar, di kawasan ini kita masih bisa menemukan rumah-rumah tua yang berdiri sejak abad 18. Tbngok saja kediaman milik Sudibyo (50) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Mbong. Rumah tersebut terletak di Kampung Citran dan didirikan pada tahun 1775. Menurut lelaki paruh baya ini, rumah itu sudah ditempati beberapa generasi dalam keluarganya. "Jadi, umurnya memang sudah tua sekali. Makanya, semenjak saya tempati, saya renovasi dengan JURhIAL BALAIRUNG EDISI4O/XXI?OOS 12
1
penduduk banyak yang menggunakan ornamen ukir-ukiran bunga dan binatang. Sesuai dengan ajaran Hindu, simbol-simbol dalam falsafah kehidupan banyak yang dicitrakan atas makhluk hidup. Pada prinsipnya, rumah Jawa atau rumah joglo tergabung atas beberapa bagian. Bagian depan terdiri atas pendapa, emper atatpringgitan, dan rumah utama atau dalem. Di sebelah kanan atarkii dalem terdapat sayap bangunan berupa ruang tambahan yang dinamakan gandole. Bagian belakang terdapat dapur memanjang atau pa.u)on. Yang terakhir, bagian belakang sebelah kiri atau pofrizoaz merupakan tempat untuk mandi dan sumur. "Bentuk bangunannya selalu semacam itu. Makanya, di Kotagede tidak pernah terjadi kebakaran karena pawon dekat sumur danjauh dari rumah utama," tambah Natsier. Selain itu, dalam model arsitektur rumah Jawa juga dikerial emper omah atatbiasa disebut ngem.perd.n (emperan). Adalah bagian
tambahan paling tepi rumah tradisional Jawa di Kotagede. Emper omah berad.a di depan dalem, sehingga membentuk beranda.
Karakteristik emper omah Kotagede ini biasa dijumpai pada bangunan rumah joglo lengkap yang memiliki pendapa. Emper omah merupakan ruang antara dalemyang tertutup dengan longkangan yang terbuka. Karenanya, ada yang berujud teras terbuka (dengan penutup atap tanpa dinding), semi
1
22
.rumrunl BALATRUNG Enrsr4fi/xx/r*os
tertutup dengan menggunakan gebyoh ruji (teralis) sebagai dinding muka, dan terutup dengan dinding tembok serta bukaan berupa pintu-jendela kupu tarung. Berbagai enxperdn omah y ang berkembang
di Kotagede menjadi spesifik karena keterbatasan lahan. Terutama bagian rumah yang berbatasan langsung dengan lorong yang sempit. Dalam kondisi ini sangat jarang ditemukan emperan rumah yang berhadaphadapan. Berbeda dengan entperan omah pada umumnya yang memungkinkan
terwujudnya komunikasi antar rumah. Perlahar-r ajaran Islam mulai dikenal dan berkembang di masyarakat. Pemahaman baru mengenai Islam, rupanya memengaruhi pola pikir penduduk ketika itu. Hal ini,
misalnya, disimbolisasikan dalam pengg:unaan interior bangunan. Berbeda dengan sebelumlya, meski tata ruang dalam rumah Joglo tetap sama, ornamen-ornamen yangdigunakan dalam membangun rumah tidak lagi mencitrakan makhluk hidup. Mereka beralih menggunakan ukir-ukiran kaligrafi. Fungsi senthong jtrga berubah. Dari tempat sesaji, ruang pemujaan tersebut diubah fungsinya menjadi mushola atau tempat sholat. Pendapa, pahiwan, gandole, mauprrn ngenxpercln tetap dipertahankan. Mengingat Kotagede adalah ibukota Kerajaan Mataram Islam, didirikanlah sebuah Masjid Agung. Menumt Ikaputra, dosen Arsitektur UGM, masjid tersebut merupakan simbol kota Islam. Bentuk arsitektur masjid terlihat memiliki afilisiasi Islam-Hindu. "Meski telah memeluk Islam, raja masih mempertahankan tradisi Hindunya" jelas pengamat sejarah arsitektur
ini. Sekira tahun 1,682, campur tangan kekuasaan Belanda merambah masuk ke Kerajaan Mataram. Orang-orang Belanda mulai mendirikan bangunan-bangunan baru dengan mengadopsi arsitektur asal tanah kelahiran mereka sendiri. T\:juannya supaya kekuasaan Belanda dapat terlihatjelas, tak kalah dengan kekuasaan kerajaan setempat. Setelah itu, tak sedikit pula warga Kotagede yang membangun rumah dalam bentuk serupa. Ornamen-ornamen yang ada sama sekali berbeda dengan ciri arsitektur Jawa. IIkir-ukiran yang digunakan membentuk
Pangeran Mangkubumi merancang keraton
dengan langgam arsitektur Barok menjadi ciri khas hunian orang-orang Kalang. Masyarakat Kalang, yang merupakan golongan saudagar kaya bumiputera, dalam membangun memang rumah sering menggunakan unsurunsur estetika non lokal.
Memasuki tahun 1960-an, rumah-rumah baru
dan kompleksnya berdasar konsep spiricrown (mahkota Ratu Belanda), tiang-tiang bergaya Eropa, pintu berukuran besar, pengg'unaan kaca patri, dan jendela-jendela di seluruh ruangan.
tual "Sa ngkan
Rumah khas Jawa yang dicirikan dengan suasana remang-remang, kemudian berubah menjadi terang benderang. Fungsi ruang pun turut berubah. Ruang-ruang dalam rumah dibangun sesuai kebutuhan keluarga itu sendiri. Senthong yang dulunya merupakan pusat kegiatan keluarga, pada masa ini ditiadakan. "Akibat pengaruh Belanda dan penduduk mulai mengenyam pendidikan modern, mereka mulai mengenal adanya pembagian ruang seperti kamar kerja, kamar pribadi, dan ruang tamu," ungkap Natsier. Padahal, menurut lelaki warga asli Kotagede ini, sebelumya masyarakat tradisional Jawa tidak mengenal pembagian ruang
Paraning frumadi"
yang artinya asal dan
tujuan makhluk hidup.
dibangun dengan arsitektur modern yang sifatnya simpel, dan praktis. Pecahan-pecahan botol dihancurkan untuk dijadikan dinding yang berkelip-kelip. Atapnya tinggi dan luas. Warga menyebutnya rumah jengki karena bentuknya kecil. Sama halnya dengan rumah bergaya Belanda, rumahjenis ini pun sangat mementingkan privasi, terbukti dari adanya pembagian ruang berdasar kebutuhan. Keberagaman jenis .arsitektur di Kotagede, menurut Natsier, ternyata sangat dipengaruhi oleh pola interaksi penduduk setempat. Hubungan antar warga dapat
tercerrnin dari bentuk arsitektur rumahnya. Misalnya, rumah Joglo mencirikan pemiliknya masih memiliki keterkaitan erat dengan kerajaan. IJmumnya, warga yang masih mempertahankan unsur lokal merupakan penduduk asli yang mewarisi rumah Joglo dari nenek moyangnya.
Pada dasarnya,
berdasarkan privasi. Selain bercorak arsitektur Belanda, model bangunan
di Kotagede yang mengadopsi unsur arsitektur asing lainnya tampak pada rumah Barok (Baroque). Sebenarnya, Barok merupakan satu gaya arsitektur yang dikembangkan untuk bangunan sakral Gereja dan Puri bangsawan pada awal abad XVII di Italia, dan menyebar ke Eropa. Langgam gaya ini dicirikan dengan garis outline lengkung-lingkar. Penggunaan unsur asing tersebut menunjukkan keterbukaan terhadap unsur dari luar dan lepas dari aturan kerajaan. Model rumah
mangsia hgfaSal dafi kesucian, dunia tempat
hidup adalah suci, dan
ft ebagai pusat tata pemerintahan, Kotagede sering .\mendapat ancaman dari luar maupun dari dari terjadi
}r.;Tdalam tubuh kerajaan sendiri. Saat pemberontakan Tlunajaya, misalnya. Dengan alasan keamanan, tata pusat pemerintahan Mataram Islam dipindahkan ke Pleret. Kerajaan hanya membawa prajurit-prajurit serta pengawal raja. Para pengrajin dan abdi dalem yang merawat makam dan masjid tetap ditinggal di Kotagede.
manusia harus kemhali
ke kesucian lagi.
Seiring meningkatnya jumlah penduduk dan keterbadasan lahan, alun-alun beralih fungsi menjadi permukiman penduduk. Daerah itu kini dikenal dengan sebutan Kampung Alun-a1un. Begitu pula dengan dq,lemdalem pangeran, yang ditinggalkan oleh para bangsawan kerajaan, turut berubah meqjadi Kamprng Dalem.
Kepindahan tata pusat pemerintahan tersebut ternyata tidak membawa pengaruh yang berarti bagi perekonomian penduduk Kotagede. Mereka di sana tetap dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan kerajaan. Hal ini dikarenakan mata pencaharian warga adalah pengrajin perhiasan yang terus menerus menerima pesanan dari berbagai tempat. Keraton tetap memesan perhiasan dari Kotagede. Pun pemerintah Belanda, seluruh perhiasan yang dibutuhkâ&#x201A;Źurnya dipasok dari kawasan ini. Nama gang-gang yang terbentuk pun sesuai dengan spesialisasi kerajinan perhiasannya, seperti Gang Berlian,dan Gang Alumnium. Akibatnya, secara ekonomi masyarakat Kotagede lebih makmur *Karena itulah, dibanding dengan masyarakat agraris. 1
24 lunrum BALATRUNG Enrsr40rru#2006
mereka mampu membuat rumah berbentuk joglo yang memakan biaya tinggi," jelas
Natsier. Kepindahan ibu kota Mataram Islam tak berhenti sampai di P1eret, tapi ter-us berpindah ke Pajang (sekarang Kartasura, Surakarta). "Saat ini, Pleret dan Pajang tidak memiliki ciri khas yang bisa ditengarai kalau dulu pernah menjadi ibu kota," kata Ikaputra, "letak pusat pemerintahan diluluhlantakkan oleh musuh," lanjutnya kemudian. Tahun 1775,kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua. Pangeran Mangkubumi
yang telah berhasil menumpas pemberontakan merasa upayanya tidak
dihargai. Kemudian terjadilah peristiwa Palihan Nagari atau pembagian dua kerajaan menjadi Kasunanan Surakarta (Sunan Pakubuwono III) dan Kasultanan Yoryakarta (Pangeran Mangkubumi) sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti. Pangeran Mangkubumi merancang keraton dan kompleksnya berdasar konsep spiritual "Sanghan Paraning Dumadi" yang artinya asal dan tujuan makhluk hidup. Pada dasarnya, manusia berasal dari kesucian, dunia tempat hidup adalah suci, dan manusia harus kembali ke kesucian lagi. "Seperti para pendahulunya, Pangeran Mangkubumi mulai mendirikan keraton dengan mbabat alos (membuka lahan baruRed)," terang lkaputra. Menurutnya, ditilik secara tata ruang, falsafah keselarasan, kesatuan, dan keseimbangan ini ditampakkan dalam rancangan susunan keraton dan kompleksnya. Dalam merancang Kota Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I (Sultan HB I)
tiap-tiap komponen ruang, seperti bangunan, warna dan ukiran. Tagt Golong-gilig yang terletak di perempatan Jalan Mangkubumi, misalnya. Bangunan ini memiliki makna simbolis dari konsep manunggaling hawula gusti, yartu konsep persatuan antara rakyat dan raja dalam melawan Belanda. Komponen kota kemudian dibangun bertahap mengikuti alur garis imajiner. Keraton sendiri terletak pada sumbu utamanya. Susunannya adalah Panggung Krapyak dan Alun-alun Kidul di selatan keraton serta pasar dan Pal Putih di utara keraton. Keraton sendiri dikelilingi oleh Benteng Baluwerti. "Pada masa itu te{adi perubahan dalam mengkonsepsikan calzr gatra turuggal. Oleh Sultan, keraton dijadikan sumbu utama. Alun-alun dibangun rnenjadi dua bagian, alun-alun utara dan alun-alun selatan." tutur Ikaputra. Begitu pula dengan masjid. Karena Sultan dianggap sebagai
pemimpin Islam di Jawa, maka Masjid Aguog berada di sisi barat alun-alun utara dan mengacu pada sumbu imajiner Gunung Merapi dan Laut Selatan. (Lihat Skema 1) Permukiman penduduk mulai berkembang sesuai dengan penempatan
catur gatra. Keraton, sebagai pusat kerajaan
dikelilingi oleh per"mukiman bangsawan maupun abdi d,alem pengurus keraton. Mereka menempati kawasan di dalam benteng (7ero benteng) maupun di luar benteng (jaba benteng). Pengurus Masjid Agung pun
tinggal di belakang masjid dan membentuk perkampungannya sendiri yang kemudian dikenal dengan Kampung Kauman. Sementara permukiman Pecinan tumbuh seiring berkembangnya Pasar Beringharjo. (Lihat Skema 2) Diah Arnawati (25), staff Jogja Heritage Society (JHS), menuturkan, ketika kegiatan masyarakat Yogyakarta mulai merambah di berbagai bidang. Keraton kemudian membangun berbagai fasilitas umum seperti pasar, perkampungan serta dalem pangeran. "Pembagian kawasan benteng antara jaba dan.iero beteng didasarkan atas kepentingan kerajaan yang tidak bisa dicampuri masyarakat luas," kata Diah, "lagipula aktivitas pengurus keraton tidak bisa disamakan dengan masyarakat biasa," tambahnya. Golongan aristokrat seperti peng:urus keraton yang memiliki darah bangsawan menempati jenjang stratifrkasi sosial yang lebih tinggi. Hal ini nampak dari sikap rakyat biasa yang enggan menyamai kebiasaan maupun gaya hidup keluarga
kerajaan. Mulai dari aktivitas sehari-hari yang mereka lakukan sampai pencitraan secara simbolik seperti arah maupun bangunanrumah. Hingga saat ini, penduduk sekitar keraton menyebut rumah-rumah bangsawan dengan sebutan rrmah halang. Bentuknya yang besar memang menyerupai rumah milik masyarakat Kalang di Kotagede. Perbedaan arsitektural antara rumah satu dengan yang lain mencirikan adanya perbedaan status sosial. Hunian rakyat biasa maupun abdi
SKEMA 2
dalem, semuanya memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu penggabungan antara rumah kampung dengan limasan. 'Yang jelas rumahrumah tersebut ornamennya sangat sederhana. Hal itu menunjukkan bahwa secara sadar, sebagai seorang rakyat biasa, mereka tidak boleh menyamai bentuk kediaman para bangsawan," ungkap Diah. Sebagian dari para bangsawan kerabat dekat raja tinggal dijero beteng. Selain itu, di jero beteng terdapat semacam perkampungan tempat abdi dalem yang sehari-harinya bertugas melayani keraton. Sejarahwan Djoko Suryo, dalam Kota lama Kota Baru mencatat, tempat tinggal para abdi dalem berdasar spesialisasi kerja tersebut membentuk perkampungan yang terbagi atas tujuh penggal jalan. Kampung Kemitbumen menjadi tempat tinggal abdi dalem hemit bumi yang bertugas sebagai pembersih
keraton. Kampung Siliran menjadi tempat tinggal para abdi dalem silir, yaitu mereka yang bertugas mengurus penerangan keraton. Kampung Gamelan merupakan abdi dalem yang bertugas mengurusi kuda keraton. Kampung Pesindenan merupakan tempat tinggal abdi dalem pesinden atanwiraswara. Selain itu, ada pula Kampung Nagan tempat penabuh gamelan .lawa, Kampung Patehan tempat penyedia minuman di keraton serta Kampung Suranatan tempat tinggal para ulama keraton. Sementara kampung tempat tinggal para bangsawan juga diberi nama sesuai dengan nama pangeran yang mendiaminya. Seperti Pakuningratan, Jayakusuman, Ngadikusuman, Panembahan, Mangkubumen, Suryadiningratan, dan sebagainya. Letak dalem pangeran menyiratkan seberapa besar kekuasaannya
di masyarakat. Jarak antara keraton dengan setiap dalem pangeran menunjukkan batasan
ini, turut mempertimbangkan juga dimensi kosmologis. Hal itu ditegaskan dalam garis imajiner
kekuasaannya. Semakin jauh berarti semakin berpengaruh.
yang menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Selatan. Sebagai sebuah tipe kota Jawa, struktur kota
Yogyakarta juga didasarkan pada konsep catur gatra tunggal. Rancangan tersebut diwujudkan sedemikian rupa sehingga ke mana pun seseorang pergi, dia akan menemui makna filosofi Jawa dalam
rtt
l!-
infografis
Sumber: Dise,hsi lkaputra, Ph,D
JURI{AL BALATRUNG rffi$14(}fxx/2CIil6
1
25
1
26
tunr'l,r\L BALATRUNG rnrsufllxxlztlfis
Dalam dalem pangeran, selain rumah utama, terdapat pula rumah-rumah limasan yang dihuni oleh keturunan-keturunan pangeran yang lain. Kumpulan rumah limasan yang mereka tempati itu seakan membentuk suatu komunitas tersendiri di lingkungan dalem para pangeran. Selain itu, terdapat p:ula dalerndalemkecll yang dihuni oleh bangsawan yang lebih rendah tingkatannya. "Mereka umumnya tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga keraton," kata
Sesuai dengan penempatan abdi dalem. di setiap kampung, abdi dalem pengurus masjid menempati daerah di belakang Masjid Agung. Lorong-lorong sempit yang menjadi penghubung antar gang, dan rumah yang berhimpitan seakan membungkus nuansa kental keakraban dan sikap ramah penduduk Kauman. Fuad Riyadi dalam Kampung Santri menyimpulkan, meski ' banyak warga yang menjabat sebagai pejabat kerajaan, kesan feodal tidak terlihat dalam kampung ini. Sebagai kampung kota, Kauman merupakan bagran dari unsur pembatas tata ruang Kota Yogyakarta, yang mencirikan batasan kawasan titik kilometer nol kota Ngayogyakarta Hadiningrat. Sri Sultan Hamengkubuwono I, yang bergelar Senapati Ing Alaga Khalifatullah Sayyidin-Panatagama, sebagai perancErng utama, mendasarkannya pada konsep tata ruang taqwa.
Padahal, menurut lelaki
warsa asli Kotageda
ini, sebelumya
Ikaputra.
masyarakat tradlsiona!
ebelum sekolah-sekolah formal memasyarakat, dalem keraton menjadi wahana pembelajaran. Banyak penduduk yang menitipkan anaknya wbtkngenger (ikut mengabdi) didalem pangeran. Di sana mereka diajarkan berbagai macam keahlian, seperti mengurus kuda, meracik minuman, menari, macapatan dan merawat keris. Bila ada salah satu anak ngenger yang memiliki keahlian lebih, ia akan dibawa ke keraton untuk dipertemukan kepada Sultan. "Bisajadi mereka diangkat jadi bangsawan dan menemp ati dalem yang lebih kecil," jelas Ikaputra. Sementara anak ngenger yang menjadi abdi d.alem diberi tanah untuk tempat tinggal, "dari sinilah cikal bakal kampmg abdi
Jawa tldak mengsnal pembagian ruang
Semasa perErng gerilya, selain berfungsi sebagai sarana ibadah, masjid juga menjadi bagian dari pusat kegiatan yang dipakai sebagai tempat pengadilan, upacara salatjenazah korban perang, dan sebagainya. Kehadiran Masjid fuung sendiri merupakan ekspresi simbolik keberadaan sebuah kerajaan Islam. Bagi Sultan HB I, simbol tersebut tidak lain adalah upaya pelestarian kebiasaannya semasa perang gerilya melawan Kompeni Belanda, di mana pada setiap poros pasukannya didirikan masjid, musola atau langgar'
herdasarkan privasi.
d,alem,"imb:uhnya. Beberapa dalem pangeran tersebut hingga kini masih digunakan oleh masyarakat sekitar. Selain sebagai tempat tinggal pribadi, pendapa dalem pangeran sering dipakai untuk kepentingan warga. Sebut saja misalnya, rapat warga, latihan gamelan, latihan tari dan berbagai acara kampung dan kesenian lainnya.
Kehadiran Kauman bermula dari Kawedanan Pengulon yang berhubungan dengan pengaturan kemakmuran Masjid Agong. UYrtuk tugas menjaga
kelangsungan ibadah, Sultirn menempatkan sejumlah alim ulama dari berbagai pesantren. Mereka dijadikan pegawai kasultanan dalam jajaran birokrasi Kawedanan Pengulon. Jajaran tersebut terdiri dari pata ketib, pegawai kasultanan setingkat peneu)u anonx y arrg bertanggungjawab atas terselenggaranya Khotbah Jumat; Modin, berasal dari sebutan muadzin, yang bertugas mengumandangkan azan; abdi dalem
)slGmao 7 llalem{dsm $skitar
:
tmafrt
lwal
I E
JUHIIAI BALAIRUNG
EDiSI4O/XXIZCIflS 1
27
1
28 lunruni
BALAIRUNG EDlsl40/xx/2006
Barjamangah, ditugaskan untuk memenuhi syarat salat jamaah salat jumat; yang terakhir adalah para merbot atau marbut. Mereka bertugas mengatur pemeliharaan fisik masjid. Bersama dibangunnya Masjid Agung Kauman, yang mengadopsi model Masjid Agung Demak yang dibangun Walisongo, dibentuk pula lembaga kapengulon. Lembaga ini dipimpin oleh seorang pengulu-jab atan abdi dalem setingkat nayaka (mentrilruntuk seluruh urusarl keagamaan di Keraton $dtarilU Ngayoryakarta, sekaligus surrrDer:Disartasi lkaputra, Ph.D berfungsi sebagai Penasihat
dewan daerah. "Pengulu diberijatah tanah oleh Sultan. Semua penghuni Kauman dulunya abdi dalem, rumah saya ini termasuk tanah keraton," ungkap Ahmad Muhsin, pengulu Masjid Kauman. Selain
tanah keraton, mulai bermunculan pulalah tanah-tanah wakaf yang digunakan sebagai fasilitas umum. Para pengulu tersebut merupakan cikal bakal terbentuknya permukiman di belakang Masjid Agu.rg Kauman. Para ulama dan santri yang mengobdikan
diri kepada sultan, berhak mendapat fasilitas berupa tanah gaduha.n, yang terletak di sekitar Masjid Agung dan berjumlah total 192.000 m2. Sebagai imbalan dari gajinya, mereka mendapat pula tanah pelungguh yang berada di wilayah pedesaan. Menurut Muhsin, orang-orang biasa menyebutnya tanah bengkok, Tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Kanjeng Pengulu memperoleh tempat tinggal sekaligus kantornya dt dalem Pengulon yang terletak di sebelah utara halaman masjid. Rumah jawa tradisional dalam pola joglo berpendapa ini dikelilingi halaman luas berbatas benteng gapura. Tanah gaduhan ketib amin danketib kulon berada di sebelah barat masjid. Sementara hetib anom dxrketib tengah menguasai tanah diantara wilayah ketib amin-kulon dan masjid. Tanah untak ketib lor terletak di sebelah barat laut masjid. Ketib wetan mendapat jatah di utara Pengulon. Ketib iman, ketib cendana danketib senemi ditempatkan di barat daya masjid. Tanah para abdi dalem setingkat jaj ar berada diantara pembagian para penewu dan bupati. Para merbot mendapat bagian tepat di arah barat masjid, berdempetan dengan makam. Gugusan tempat tinggal para pejabat masjid disekitar masjid fuung disebut daerah Pekauman. Nama itu merupakan hadiah dari keraton yang berasal dari kata qaufti, yaitu pejabat keagamaan disamping lurah atau kepala kampung. Dari nama pekauman itulah, perkampungan di sekitar Masjid Agung Yoryakarta disebut Kauman. Pada dasarnya, setiap Kerajaan JawaIslam selalu memiliki perkampungan yang disebut Kauman. "Secara fisik, Kauman bentukan Sultan HB I dan bentukan Walisongo berbeda," kata Ikaputra. Kauman
yang ada di sekitar Masjid fuung Demak, tutur Ikaputra, tidak terpola dan rumahrumah penduduknya menyebar ke segala arah, namun tetap berada di sekeliling Masjid Agung. Sementara Kauman di Yogyakarta menjadi satu kawasan permukiman tersendiri dengan banyak ganggang kecil. Rumah-rumah penduduk di Kauman rata-rata menghadap ke arah utara atau selatan. "Masyararakat Kauman kebanyakan memilih menghadapkan rumahnya ke arah selatan," jelas Ahmad Muhsin. "Soalnya keraton sendiri pintu utamanya menghadap utara. Karena itulah masyarakat biasa tidak ingin menyamai
Rumah cagar budaya yang tercatat pun hanya sebagian kecil saja, masih banyak yang terlewat dan tidak mendapat perhatian khusus.
Hingga kini, masih banyak persoalan mengenai penjagaan bangunan di kawasan heritage. Belum lagi dengan adanya bencana gempa yang telah melanda. Gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Ritcher, 27 Mei 2OOG lalu, meluluhlantakkan sebagian dari Kota Yogyakarta. Kawasan Kotagede dan keraton yang penuh dengan jejak-jejak perjalanan panjang Mataram Islam mengalami kerusakan yang cukup parah. Menurut data yang diperoleh dari JHS, 87 rumah tradisional jenis Joglo mengalami kerusakan, yaitu delapan rumah hancur total, 46 rumah rusak parah, 17 rumah rusak sebagian, dan 16 rumah lainnya mengalami keretakan. Kediaman milik Pak Mbong, yang dilansir sebagai bangunan tertua karena berusia lebih dari 200 tahun itu rata dengan tanah. Dalem-dalem pangeran di keraton pun banyak yang mengalami kerusakan. Indah Sulistyana (23), Koordinator Relawan JHS di Kotagede, menuturkan, hancurnya Rumah Joglo di kawasan itu dikarenakan struktur bangunan yang digunakan belum seperti sekarang ini. Struktur tersebut adalah struktur utama dan struktur pengisi. Struktur utama terdiri dari tiarglsaha, sloof, dar. ring balh (blandar), sementara struktur pengisi adalah dinding.
keraton," imbuhnya. Sejak tahun 1900, Kauman berkembang menjadi sentra batik. Permukiman ini kemudian memfasilitasi kota, akibatnya banyak bermunculan rumah-nrmah toko di pinggir-pinggir jalan. Masyarakat kemudian sanggup membangun rumah joglo berukuran besar. "Yang jelas setiap rumah mempunyai senthong sebagai pusatnya," tutur Dauzan Farouk (82), warga asli Kauman sekaligus pendiri Perpustakaan Mabulir. Rumah joglo tersebut dihuni secara turun temurun.
Ikaputra menyimpulkan, karena keterbatasan lahan di Kauman, maka warga terpaksa membagi rumah Joglo miliknya menjadi beberapa bagran untuk diwariskan kepada anak-anak mereka. "Ada yang mendapat bagran pendapa, ada pula yang mendapat bagran rumah utama," papar
"seharusnya struktur nrmah Joglo yang kuat seperti itu. Fondasi ditanam di bawah tanah, dibangun sLoof, tianglholm," jelas Indah, "fungsinya adalah sebagai penahan agar bila dinding runtuh, saha dantumpang sorj masih bisa kuat berdiri" tambahnya. Dalam struktur ini, dinding bersifat fee dan bukan sebagai penopang bangunan. Tiang bangunan harus bersifat elastis. Str-uktur rumah Joglo seperti itu menghindarkan keruntuhan rumah total bila terjadi gempa. Lain halnya dengan rumah Joglo jaman dulu. Secara umum rumah joglo jaman dulu terdiri dari dua struktur yaitu: struktur kayu (saka, umpgh, tumpang sari) Enuel.ope lbrick (bata, dinding, tidak ada tiang). Pada masa itu, struktur Joglo dijadikan satu, antara struktur utama dan pengisi. Dinding dijadikan sebagai penopang bangunan karena belum adanya sloof, tianglkolm. Fondasi pun tidak tertanam di bawah tanah. Bisa dikatakan pula tidak ada fondasi, yang ada hanyalah umpah (tempat berdirinya so&o). Lebih lanjut Indah memaparkan, kayu sahahanya tertanam sekitar 3 cm dari umpak bahkan ada yang tidak tertanam sama sekali, hanya menemPel di atas umpak. Hal inilah yang menyebabkan tidak kuatnya rumah-rulnah joglo jaman dahulu. Akibatnya, jika terjadi gempa, semua bangunan yang tidak berfondasi secara kuat, langsung hancur total. Selain mendedah konsep rekontruksi Joglo pasca gempa, dibentuk pula Program Orang T\ra Asuh Pusaka. Program tersebut, menurut Sinta Karolin (32), anggota tim relawan JHS, berfungsi untuk mencari penyandang dana rekontruksi bangunan cagar budaya."Persoalannya, kami mendengar kabar dari Mas
Ikaputra. Namun sayangnya, kawasan yang sempat eksis dalam perdagangan batik tersebut berangsur-angsur mengalami kemunduran.
Natsier, warga mulai menjual rumah tradisionalnya ke tangan investor gelap dengan harga sangat murah," keluh Sinta.
"Makanya, rumah joglo banyak yang dipugar. Karena masyarakatnya tidak sanggup merawat rumah lama. Tidak seperti warga Kotagede y#g kaya-kaya," jelas Dauzan Farouk.
Konsep rekontruksi dan ery bangunan bersej arah yang digagas JHS merupakan re cou
f /""n"san lbgyaxarua memang namnak dari keunikan bangunan Ll\ ltradisionalnya. Banyak pihak yang
a +
kemudian merasa berkepentingan untuk melestarikannya. Namun malang, nuansa keunikan tersebut perlahan-lahan memudar. Berganti dengan bangunan-bangunan modern yang tidak memperhatikan identitas kota. Menjual estetika tanpa etika. JURi,,iAL BALAIRUNG EDISI40JXX/2006 |
1
29 L.
30;ttnrunl
BALATRUNG
riltst4fllxx:ilils
langkah awal dalam menunjukkan kepeduliannya. Namun, rekontruksi cagar
W
budayatentunyatakbisa
dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Pihak-pihak yang berkepentingan harus tetap
mempertahankan nilai historis
:rliiili:d
yang terkandung. Karakter kota melekat pada bangunan bersejarahnya. Jika hasil kebudayaan masa lalu itu
direkontruksi secara serampangan, hilang pulalalah identitas masyarakatnya. Kita akan lupa darimana kita bermula. Karena dalam peninggalan sejarah, hasil kebudayaan suatu
Oibangw oleh llffirokubumno V[, gaal id mcepattr kediaman milik Futd tertua t*amBtigkubmm X
peradaban terekam.
Dibary{n oleb Hamengku!ffim V[ olb.ngur olEh Hffiengkubt]Wo
vl
Bibegun qhh ilasstgkubumnq VII
Eumah atdt
*
.6$rt
Selanjutnya, bagaimana peran pemerintah dalam menangani rekontruksi di berbagai lini, termasuk kawasan heritage? Banyak hal mendesak yang harus dipikirkan untuk kembali
drIM
ii',-ii,$
membangrrn Yogyakarta. Kita Rumah tradisional yang hancur di Kotagede (data sebagian)
telah kehilangan banyak harta benda. Namun, sebagai kawasan budaya, masihkah kita membiarkan perjalanan panjang sejarah Yogya turr.t terkikis? [ ]
.;
,w :tij
r: "$-
!:
!
infografis : abdee.BALA|RUNG
infografis : abdee.BALAIRuNG
jl.jHl!,4t BALATRUNG
ffi
fi tst4CI/xxl?ilfl
sI31
)
0 zl t oi
Kota menjadi medan tarik ulur pelbagai kebutuhan dan kepentingan. Menjaga dan menata kata kemudian menjadi agenda yang tak bisa ditawar-tawar para pemangku-kepentingan (stakeholders). U paya.upaya fasilitasi dicanangkan, meski parfisrpasi murni dan mandiri anggota publik yang lain masih sulit dicari. Masih bergantung pada pemerintah. erkembangan kota adalah sesuatu yang tak terelakkan. Saban kota tak bisa menghindar dari perubahan. Adanya industrialisasi dan modernisasi adalah sejumlah pemicunya. Iklim berusaha dan masuknya investasi juga tak dapat dihindari. Baik karena impak dari luar, macam globalisasi, maupun karena sifat khas tiap daerah dengan peluang bisnisnya yang jeli dilirik pemodal. Sentra-sentra ekonomi berdiri, dan urbanisasi pun terjadi. Kota akhirnya padat, bukan hanya oleh manusia, tapi juga oleh rumah-rumahtempat orerng-orang yang hidup dan beraktivitas di kota tinggal-serta pelbagai bangunan yang mereka dirikan untuk menunj ang moda perekonomiannya.
Tak terkecuali kota Yoryakarta. Seperti jamaknya kota, nyaris di seluruh wilayahnya terdapat bangunan, terutama yang dipakai sebagai permukiman penduduk. Bangunan ini pula yang akhirnya mendominasi wilayah kota Yogyakarta (tabel 1). Lahan pun makin terbatas. Luas tanah tetap, padahal manusia beserta kebutuhannya akan tempat bermukim kian bertambah. Sementara bangunan yang sudah ada pun tak luput dengan segala persoalan. Mulai dari mengatur penataannya yang mesti sesuai dengan kondisi geografis wilayah, hingga dampaknya yang melahirkan kawasan kumuh. Pelbagai nrpa bangunan, baik yang
disediakan pemerintah bagi kepentingan umum, yang didirikan pihak swasta, juga rumah-rumah milik warga, itu tentu tak bisa diabaikan. S6mua butuh penataan.
Telunjuk kita akan langsung mengarah ke pemerintah untuk menyebut siapa yang palingbertanggung jawab akan hal ini. Paling tidak, secara administratif dan legalformal, pemerintahlah "pemilik" sekaligus penanggungiawab sebuah kota, semua isinya, beserta segala dinamika di sana. Terbatasnya lahan, membludaknya wErrga, dan kepadatan yang terus meningkat adalah sejumlah hal yang mesti diperhatikan' Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Strategi pembangunan perumahan dan permukiman pun amat diperlukan. Inilah yang mendasari pen5rusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) Pemkot Yogyakarta, terutama untuk tahun 2005-2014. Dirintis sejak 2003, RP4D mencakup keseluruhan kebutuhan pengaturan dan mekanisme penJrusunannya sejak perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, juga pengawasan hasil pembangunan perumahan dan permukiman,
: s .E
Sumber: Yogyakarta dalam Angka tahun 2004
dan terorganisasi. Juga agar pelbagai kepentingan terwadahi, rencana-rencana sektoral dan peraturan yang terkait pun
33
Yogyakarta.
dapat terakomodasi. Ini juga sebagai bahan yang siap diteruskan ke pemerintah propinsi menjadi draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang dibahas di legislatif (DPRD) setempat. Desember 2005 lalu mulai dirancang pelaksanaan beserta penJrusunan naskah akademik program ini di tingkat kota. Naskah akademik inilah yang nantinya menjadi embrio Raperda.
Dari data yang tersedia kemudian juga muncul rekomendasi beserta programprogram pembangunan permukiman yang bisa ditempuh. Setiap kecamatan memang berbeda. Contohnya, Kecamatan Danurejan yang diusulkan menjadi pilot project pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) atau pembang:unan sumur resapan air hujan di Kecamatan Mantrijeron,
Alur pembuatan naskah akademik sebenarnya tak terlalu pelik. Berpedoman buku penyusunan RP4D, naskah akademik dibuat secara kontraktual antara kelompok kerja teknis (Pokjanis) sebagai narasumber dengan pihak pelaksana eksternal yang ditunjuk Pemkot untuk mengumpulkan data kondisi kota Yogyakarta termutakhir selama setahun ini. Setiap tahap kegiatan mereka mesti dikonsultasikan terlebih dahulu ke Po$anis. Setelah itu, pelbagai permasalahan yang ditemukan di lapangan dibahas dengan instansi-instansi yang berwenang di tiap bidang. Hasilnya disusun ke dalam database yang akan terus dicek, baik validitasnya maupun jika ada perubahan-perubahan terbaru yang muncul.
Rekomendasi untuk mengembangkan rusunawa, membangun kembali rumah tak layak huni, dan merehabilitasi fisik rumah, hampir disebut di semua kecamatan.
RP4D adalah "skenario umum" untuk mencegah pelbagai masalah dalam pembangunan permukiman. Harapannya, pembangunan tersebut dapat optimal, lancar,
JURN,qL BALATRUNG Efi tsr40lxx/2006 I
Analisis dari database tersebut memungkinkan munculnya beberapa "proyeksi dan prediksi". Misalnya perkiraan arah perkembangan permukiman, penetapan program kawasan dan lingkungan siap bangun (Kasiba dan Lisiba), rumah susun, juga rencana peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh maupun peremajaan kota (urban renewal). Termasuk ramalan perihal bachlog rumah (selisih antara rumah yang tersedia dengan kebutuhan warga) hingga sepuluh tahun mendatang. Juga indikasi adanya pertumbuhan penduduk alami secara konstan dan meningkatnya migrasi ke kota
1
34,:unrum
BALATRUNG
rnlst4rlxx/ts*fi
Selain itu, dalam RP4D juga disebutkan program-program yang sekiranya mendesak. Program ini merujuk Perda Kota Yogyakarta No. 15 tahun 2002 tentang Rencana Strategi Daerah (Renstrada) tahun 2002-2006. Bidang pusat pertumbuhan dan pelayanan jasa diletakkan di poin pertama. Selain meningkatkan sElrana-prasarana kota, bidang ini juga mencanangkan pengembangan sistem jaringan ekonomi dan pusat saluran distribusi jasa dan niaga
antar-kecamatan. Hanya saja, visi-misi Pembangunan Perumahan dan Permukiman Kota rupanya
belum jelas, sehingga mesti "mendompleng" visi-misi pembangunan Kota Yogyakafta 20 tahun ke depan, 20062026. Kendati rentang periode pembangunan itu dibagi ke empat Visi Antara lima tahunan, di atas kertas rencana itu masih terkesan muluk dan tampak gamang menentukan spesifikasi dan prioritas di antara ketiga status kota yang disebut-sebut dalam visi tersebut. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) itu menyebutkan, "Kota
Ya, Musrenbang memang tak bisa dianggap sepele.
Dilihat dari dasar pelaksanaannya, Musrenbang mengacu amanat UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari landasan formal ini, pemerintah pusat dan daerah diwajibkan membuat rencana pembangunan, baik jangka panjang maupun jangka menengah, setiap tahunnya. Inilah yang kemudian disebut RPJPD dan RPJMD oleh Pemkot.
. Dalam pelaksanaan Musrenbang, setiap pemerintah daerah mengkoordinasi unit-unit terkait dan pemerintah daerah yang ada di bawahnya. Di tingkat kota, misalnya, Bappeda Kota memfasilitasi forrrm Satuan Kerja Perangkat Daerah (SIPD). Di sini dibahas usulan program yang ditawarkan pihak kecamatan, desa dan
Yoryakarta sebagai Kota pendidikan berkualitas, pariwisata berbasis budaya, dan pusat pelayanan jasa, yang berwawasan lingkungan." Selain RPJPD,
kelurahan. Di setiap jenjang pemerintahan muncul masukan. Pembahasan dilakukan dan dicari kesepakatan. Nantinya ini menjadi rumusan dan masukan untuk memperbaiki rancangan RKPD. Di
Pemkot juga memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahunan.
Pihak Bappeda
Perumusan kedua rencana itu sebagai
langkah Pemkot untuk menata permukiman kota. Bila dirunut, agenda tersebut merupakan kebijakan pembangunan yang berpangkal di pemerintah pusat. Menteri Negara
menyatakan Musrenhang msmang
bukan satu-satunya
Perencanaan Pembangunan NasionaV Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri, 14 Februari 2006 silam menerbitkan surat edaran bersama. Isinya, perihal petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang tahun 2006.
cara menyalurkan aspirasi warga, Kanal-
Musrenbang atau Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah forr.m untuk menghasilkan kesepakatan antar-pelaku pembangunan dari tingkat kelurahan hingga nasional. Musrenbang diselenggarakan untuk memperoleh bahan dalam penJ rsunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun berikutnya. Segala masukan dari ajang ini menjadi dokumen perencanaan tahunan. Program ini dicanangkan pemerintah pusat untuk mengetahui aspirasi warga bagi pembangunan wilayahnya. Prosesnya berjenjang, berturut-turut dari tingkat yang paling bawah. Mulai dari desa atau kelurahan, kecamatan, dan pemerintah kota atau kabupaten serta propinsi. Hasilnya dibawa ke Rapat Koordinasi Pusat dan dipakai sebagai materi dalam penJ rsunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
kanal untuk menyuarakan
tingkat kota, Musrenbang berlangsung di kantor Bappeda Kota, akhir Maret hingga pekan pertama April 2006 lalu. Pelbagai ihwal kemaslahatan warga kota Yoryakarta dikupas di forum ini. Tak terkecuali soal permukiman dan saranaprasarana wilayah. Dinas Permukiman Sarana Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta, instansi yang bertanggung jawab urusan ini, memperoleh jatah mempresentasikan program penataan-kotanya pada Rabu (2913). Ini terutama mencakup persoalan perumahan dan fasilitas umum. "Pembangunan (kota) berbeda-beda, tergantung tiap daerahnya," ucap Ir. Aries Prastiani, Kepala Bidang Permukiman Kimpraswil.
Kimpraswil bertindak di wilayah operasional. Sementara urusan kebijakan dan perencanaan tetap menjadi wewenang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta. Sayangnya, jalur ini masih terkesan formal. Sejak tingkat desa hingga sampai di level kota, Musrenbang cuma melibatkan beberapa pihak terutama mereka yang bersinggungan dengan pemerintahan daerahnya. Memang, ada cetusan dari wakil warga, namun
kepentinganwargaH"#ffi1X",'ilfi'*-*;i:"J#:I1il:i::ffi:1T--., desa,il<elurahan yang harusnya berasal dari rembug
baik individu atau [il?J;;?J":[',JJ,ffl5iH',i"*ffi1ffi"ffi" terjadinya distorsi karena mata-rantai penyaluran
*Tff;Jili;ll
komunitas tetap dibUka.
Pemkot YogS'akarta menerima surat edaran bersama itu 8 Maret 2006 lalu. Bernomor 1181/ M. PPN/ 02 /2006.0801 244/ SJ dan bersifat sangat segera, edaran tersebut terutama ditujukan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota. ,,Itu terbuka, siapa pun boleh (mengakses dan mengetahuinya)," kata Dra. Pratini, staf Tata Usaha Bappeda Kota.
1
Draf petunjuk teknis ini disampaikan sebagai pendahuluan. Maklum, kendati Musrenbang amat penting, peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara penJrusunan dokumen perencanatrn dan penyelenggaraan program tersebut belum terbit. JURIqAL BALATRUNG Eili$t40/xxl200s 1 35
t,
36 ;unru,q
:#ffi;
Musrenbang memans
bukan satu-satunya cara menyalurkan aspirasi wElrga' Kanal-kanal untuk menyuarakan kepentingan warga baik individu atau komunitas tetap dibuka. "IJsulan
BALAIRUNG Eutsi4*lxxizoflfi
perorangan juga kita tampung, lewat website kita atau UPIK," kata Ir. Hary Setyowacono, MT., Kepala Sub Bidang Sarana Prasarana Bappeda Kota Yogyakarta. UPIK yang ia maksud adalah Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan, wahana yang dibuka Pemkot di dunia maya untuk menampung unek-unek warga. Diakuinya, Musrenbang belum menyentuh semua keinginan s/a heholders Kota Yoryakarta.
Jaring Asmara. Ini bukan judul lagu dangdut. Istilah ini untuk menyebut "Penjaringan Aspirasi Masyarakat" supaya gampang dan enak diucapkan. Inilah instnrmen lain untuk menunjang data hasil Musrenbang. Bappeda kota merangkul Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM untuk membantu mengetahui aspirasi warga. Sejak 2003, saban tahunnya LPPM meneliti apa saja yang menjadi keinginan warga kota Yoryakarta. "Jaring Asmara merupakan bagian advokasi kebijakan untuk memberi rekomendasi, yang arahnya untuk memperbaiki proses kebijakan," ucap Dr-Tech. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., Ketua LPPM UGM. Hasil penjaringan aspirasi ini nantinya dibandingkan dengan temuan yang diperoleh Bappeda dari hasil Musrenbang. Keduanya dipresentasikan. Lalu, bisa diketahui apakah penelitian LPPM tersebut cocok dengan data Pemkot. Masukan dari Jaring Asmara ini untuk melengkapi materi penJrusunan RPJMD, terutama untuk setahun mendatang. Harapannya, kebijakan yang diambil Pemkot kelak benar-benar sesuai dengan keinginan warga. Namun Jaring Asmara tidak sampai menentukan program mana yang akan diterapkan. LPPM hanya menunjukkan hasil analisisnya dan skala prioritas program yang mesti diambil Pemkot. Sebatas memberi rekomendasi. "LPPM tidak terlibat banyak. Dan bukan lembaga pengambil keputusan," ujar Danang.
'lainnya. Kapasitas mereka dalam meneliti dan data yang mereka punyai dirasa amat membantu. Dengan cara seperti ini Danang yakin pengambilan kebijakan kota Yogyakarta akan lebih baik. "Kebijakan kota Jogia paling maju dan bagus di antara (kebijakan) kota-kota di Indonesia yang lain."
Musrenbang. "(Musrenbang) Keterwakilannya kurang, beberapa saja," kata Rini Rachmawati S.Si., MT., ketua peneliti Jaring Asmara Kota Yogyakarta 2006. Menurut staf pengajar Fakultas Geografi UGM ini, Jaring Asmara adalah contoh pergeseran pengambilan kebijakan dari yang konvensional menuju bentuk partisipatory planning. Maksudnya, dari kebijakan yang bersifat np-down oleh
Sepanjang Februari 2006 silam, LPPM menyebar kuisioner kepada 1350 responden. Jumlah sampel ini ditentukan secara proporsional dengan jumlah warga di tiap lingkup wilayah kecamatan di kota Yogyakarta. Diambil dari usia produktif, 1645 tahun, mereka diminta mengisi draf pertanyaan via wawancara langsung dan
pemerintah ke masyarakat, kini masyarakat dilibatkan langsung dalam pengagendaan hajat hidupnya. Sehingga, bagi Rini, pelaksanaan Jaring Asmara ini sangat perlu. "Masyarakat terlibat dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat sudah punya
tatap muka. Para responden dibagi ke lima kategori dengan kuota tiap kelompoknya berbeda. Pamong, seperti Ketua RT dan Ketua RW, mendapat porsi \Vo. Tokoh masyarakat juga mendapat persentase yang sama. Organisasi lokal, macam Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Karangtaruna dan Program Kesejahteraan Keluaraga (PKK), sebesar 207o. Sedangkan warga masyarakat jatahnya paling banyak, yartu'3|Vo. Angka yang tak kalah besar, B0%, diberikan pada usahawan.
wadah, peluang, dan kesemPatan'" Jaring Asmara memang tidak menerrnpung semua suara masyarakat atau pamong warga. Akibatnya, ia belum mampu menggambarkan kondisi masyarakat secara utuh. Pada kenyataannya, aspirasi dan penerapan kebijakan sering kali tidak berkaitan. Selain pihak Pemkot yang kurang
proaktif menyosialisasikan aturan itu, warga sendiri pun terkadang tak acuh. "Pengaturan secara khusus tidak ada," kata Widayat (45), Ketua RT 40 RW 09 Kricak Kidul, Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo. Untuk tahun ini, kata dia, warga yang mendirikan rumah atau bangunan diwajibkan melapor ke Ketua RT. Hanya, ketentuan pihak kelurahan itu belum terealisasi. Widayat sejauh ini belum pernah menerima catatan pembangunan rumah baru dari warganya. Kendati dalam Renstrada pertumbuhan kota di aspek ekonomi menjadi hal utama dan mendesak, dalam penelitian ini pun pengusaha berskala besar belum sepenuhnya terwakili. Dari sampel yang diambil, kuota untuk usahawan lebih binyak diisi oleh usaha kecil menengah (UKM). Alasannya, pemilik usaha-usaha besar sering kali tak berada di tempat. 'Agak sulit ketemu," ungkap Rini. Baginya, hal inijustru bukan sebagai kekurangan. Sebab, tema pembangunan kota Yogyakarta tahun 2007 memberi tempat lebih besar pada ekonomi kerakyatan. Tematik kota Yogyakarta sebagai "Pusat Pelayanan Jasa dan Perdagangan yang Berbasis Ekonomi Kerakyatan" yang dicanangkan Pemkot
Kategori-kategori warga inilah yang tak dimiliki Musrenbang. Sehingga Jaring Asmara dipercaya lebih mampu menu4jukkan aspirasi dari beraneka latar belakang responden. Selain itu, data yang diasup lebih heterogen ketimbang
I.rtD
Dengan mendorong pusat-pusat studi memberi kontribusi terhadap pembangunan kotanya, program ini salah satu upaya untuk
melibatkan pihak kampus. Selain LPPM dengan Jaring Asmara-nya, Pusat Studi Thansportasi dan Logistik (Pustral) dan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM juga diajak dalam merumuskan perencanaan kebijakan kota
1
JUftNAL BALA|RUNG flfl tst40lx]il2006
1
37
L
38 tunrum
BALATRUNG rnist40/xxlt006
tampaknya sejalan dengan temuan LPPM. Hasit Jaring Asmara memang menunjukkan kota Yogyakarta kondusif untuk lingkungan usaha. "Tlen-nya sekarang pusat-pusat perdagangan. Cukup optimis untuk mengembangkan usaha (di Kota Yogyakarta)," ujar Rini. Ada sembilan fungsi usulan program pembangunan dari hasil penjaringan aspirasi itu. Di bidang perumahan dan fasilitas umum, dari penelusuran LPPM UGM, yang mendapat perhatian warga adalah persoalan transportasi. Layanan publik ini diusulkan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Yarrg tak kalah penting, perihal pembangunan dan pemeliharaan jalan dan
jembatan. Program pengembangan jalan dan sarana transportasi mendominasi prioritas program usulan hasil Jaring Asmara. Sementara program tentang tata ruang kota dan perumahan rupanya tak terlalu menarik perhatian responden. Mengenai temuan itu, Ketua Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Drs. Sukamdi, M. Sc., menganggapnya wajar. "Logis dan masuk akal," katanya. Warga saat ini tak memandang perumahan sebagai permasalahan terpenting. Sukamdi menengarai warga tak terlalu memusingkan urusan perumahan karena di pinggiran kota masih tersedia lahan. Harga tanah di kawasan itu juga relatif murah ketimbang harga tanah di kota. "Untuk persoalan penrmahan, masyarakat masih punya pilihan," tambahnya. Orang-orang yang datang ke kota umumnya mengikuti kebutuhan ekonomi. Inilah cikal bakal urbanisasi. Walau terus meluas dan bergeser ke pinggiran kota, akumulasi penduduk masih terpusat di kota. Termasuk para pekerja komuter yang datang dari luar kota Yoryakarba. "Anekdotnya," kata dia, " jumlah penduduk kota Jogia siangnya dua kali lipat daripada kalau malam hari." Agar lebih dekat dengan lokasi kerjanya, masyarakat berpenghasilan rendah bermukim di kota atau pinggiran kota. Lantaran secara ekonomi terdesak, rumah mereka pun seadanya. Sampai-sampai ada yang tinggal di bedeng. Di samping lebih murah, itu ditempuh karena akses transportasi Yoryakarta juga belum
memadai. Untuk persoalan yang terakhir ini sebenarnya juga
Dinamika permukiman selalu berkaitan dengan perencanaan dan kebijakan yang telah ditentukan. Kadang saling berhadapan. Seperti perkembangan bisnis perumahan tersebut, galibnya mengikuti prosedur yang berlaku. Saat aset tanah milik Pemkot diminati, pihak pengembang tak begitu saja memperoleh izin berbisnis aset publik ini. Pengembang boleh masuk apabila segala pemntukan lahan sudah sesuai. Bila ada suatu wilayah diincar investor, namun dalam perencanaan sudah dialokasikan untuk kebutuhan warga, seperti untuk pembangunan rumah susun, pengembang tak diberi kesempatan berinvestasi. Hari juga menampik tudingan kalau selama ini pemkot'main mata'dengan pihak investor. "Pemerintah orientasinya bukan mencari
dialami warga luar-kota yang strata ekonominya lebih tinggi. Bedanya, mereka dapat mengatasinya dengan tinggal di komunitas hunian-hunian baru. Itulah sebabnya bisnis perumahan di Kota Yogyakarta muncul dan berkembang. "Kalau transportasi baik, enak juga
tinggal di luar kota," kata Sukamdi. Maka, baginya, saat ini yang paling urgen adalah penyediaan p ublic utilitie s, sepefti jalan dan sarana transportasi tadi. Untuk mengatasi kebutuhan
Dafi kaCamata KgtUa
keuntungan,"tegasnya. Adanya komunitas-komunitas baru oleh
Komisi c DPRD Kota
warga akan perumahan dengan
ffr#il*Hl*f
.:ffi1[1H3.'5il_:A
inkrusif
lingkungannya dibuka. Misalnya, tembok tidak dibangun
keterbatasan lahan, digalakkan u ertical housing. Permukiman dibangun secara vertikal, lazim sebagai rumah susun. Sukamdi mengingatkan, penempatan bangunan seperti ini mesti tepat. Masalah sanitasi dan kondisi
Yogyakarta,::*1ff[-#i];".i,H*:H,fl"ffi:]1i.*]9,11,.*," (pengembang dan lingkungannya-Eed) kan saling
SUpfiyantO UntUng, v'
kOndisi hiStOfiS dan
sekitar sebagai daerah resapan air harus diperhatikan. Yang tak
kultural, yang identik
kalah serius, aspek budaya. "Masyarakat kita belum terbiasa di rumah susun," ujarnya.
dengan pgla '
eningkatan penduduk dan jumlah permukiman
pefmUkiman kampUil$,
tak lepas dengan basis Kota Yog5.akarta di bidang jasa. "Kota Jogja," kata Sukamdi, "tak mungkin jadi (kota) industri." Sektor jasa memang menjadi kekuatan ekonomi bagi
dapat menjadi kendala
Kota Yogyakarta. Bidang pendidikan dan budaya, dua bidang yang
identik dengan Kota Yogyakartajuga berada dalam sektor ini. Termasuk juga jasa dalam penyediaan rumah dan permukiman yang mulai marak. Iklim berusaha yang kondusif ini, seperti halnya temuan Jaring Asmara, rupanya turut memengaruhi pengaturan dan penataan kota Yoryakarta.
kgbiiakan t permukiman.
Yang kemudian kena imbas adalah sektor agraris. Pemkot tidak mengalokasikan peruntukan lahan pertanian dalam RTRW-nya. Alasannya, mengatur irigasi yang terhubung dengan sawah di daerah Bantul amat sulit. Boleh jadi kelak lahan pertanian akan semakin susut. Seiring perkembangan kota, area pertanianlah,juga lahanlahan terbuka, yang dikorbankan. Mereka mesti mengalah pada pendirian bangunan-bang'unan baru. Kendati demikian, Pemkot menjamin lahan-lahan pertanian yang sudah ada tidak akan terganggu. "Bukan berarti meniadakan pertanian," Hari Setyowacono dari Bappeda buru-buru mengingatkan.
JilHrdAL BALATRUNG
Permukiman kota Yogyakarta terlanjur menjamur.
Hffi
t$t4{]Jxx/2fiilfi 1 39
1
40 ;unnim
BALATRUNG rfirsr4CI,ryxr?oils
membutuhkan," kata Hari. Ketika berlangsung public hearing (dengar-pendapat) dengan pengembang, Pemkot menuntut penyediaan fasilitas sebagai langkah tanggung jawab sosial, seperti membangun m-asjid, ir"-p"ru""itt bangunan RW dan ruang rapat desa.
,,-^T'i1:
para pensembang itu bukannva tak
fff ffi::-Xffi ffi ';ItrffiTffi
tilf,ffi f;,:*
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mereka susun. Bersama Rencana Umum Tata Kota (RUTK),
RTRW membagt pola penataan kota ke dalam dua bentuk, yakni permukiman kampung dan yang bukan kampung. Yang disebut terakhir inilah, mengacu perumahan-perumahan yang dikembangkan pihak pemodal tersebut. Pemilahan Kampung dan non-kampung itu menjadi dasar pengaturan kota. Kedua bentuk itu mengikuti kondisi perkotaan. Bila permukiman baru tercipta seiring kebutuhan warga dan adanya investor, kampung sudah ada jauh sebelum perencanaan Pemkot itu lahir. Kampung tak bisa dipisahkan dengan pola permukiman kota Yoryakarta. Kaitannya dengan aspek kultural yang menonjol di kehidupan masyarakatnya. Sehingga, pihak Pemkot hanya bisa menyesuaikan. "Kita (Pemkot-Red) tidak menciptakan pola permukiman (kampung-Eed) itu. Kondisi sudah seperti itu," tambah Hari Setyo. Dengan sistem community action plan, pihak pemkot memfasilitasi warga menangani kampungnya sendiri. Sistem itu menempatkan komunitas kampung sebagai penentu perencanaan lingkungannya.
Dari kacamata Ketua Komisi C DPRD Kota Yoryakarta, Supriyanto Untung, kondisi historis dan kultural, yang identik dengan pola permukiman kampung, dapat menjadi kendala kebijakan permukiman. Permukiman Kota Yoryakarta terlanjur menjamur. Sehingga, "Kebijakan yang diterapkan terkesan fleksibel dan menyesuaikan," katanya. Kalau bangunan itu diatur, menurutnya, akan muncul persoalan baru dan akan ada banyak hal yang harus
turut dibenahi. Perumahan yang telah lama berdiri tersebut tidak mungkin dibongkar. "Dengan
pdrtimbangan kemaslahatan masyarakat," katanya. Namun konsekuensinya, akan ada pembenahan. Perkampungan di pinggir sungai, misalnya, posisinya diatur supaya tidak membelakangi sungai. Selain itu, akan dibangun jalan setapak di bantaran sungai, di muka rumah-rumah itu. Ini bertujuan
untuk penghijauan dan keindahan kota. Pemerintah berharap dengan kebijakan tersebut akan menyokong upaya
mempercantik kota. "Kebijakan ini sudah dan masih tetap akan dilakukan oleh pemerintah dan telah mendapat tanggapan positif dari masyarakat setempat, tinggal bagaimana merealisasikannya saja." Berdasar catatannya, hanya sekira 17.000 dari 70.000-an bangunan di kota Yoryakarta yang punya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bangunan-bangunan itu tidak memiliki persyaratan layak bangun. "Kebanyakan bangunan tersebut sudah berdiri sejak lama." Tak terkecuali rumahrumah warga yang berpola kampung. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan Batam, misalnya. Ia menyatakan, di sana permukiman dibangun di atas lahan kosong. Ihwal atur-mengatur pun bukanlah persoalan yang rumit. Perencanaan juga jauh lebih gampang. Celakanya, kata Supriyanto, instansi pemerintah Yogyakarta memberi pengakuan atas bangunan tersebut. Misal dengan diberikannya fasilitas penunjang, seperti listrik dan akses telepon.
Ini seakan kontras dengan pandangan dari pihak eksekutif. Dalam poin-poin presentasi "Mewujudkan Kampung sebagai Tempat Interaksi yang Utuh Bagi Masyarakat Perkotaan Yoryakarta", Walikota Yogyakarta Herry Zudianto tampak
dari gedung parlemen daerah. Kenyataan ini berpangkal dari anggapan bahwa kampung tak selalu menjadi lingkungan tinggal yang nyaman dan sehat. Ia tetap berpotensi untuk tumbuh menjadi kawasan kumuh. Penanganannya nyatanya belum tuntas. Beberapa wilayah di Kota Yogyakarta turut men5rumbang 47.393 hektar area kumuh di Indonesia. Ada 17,2 juta jiwa yang hidup di
menekankan pentingnya keberadaan kampung. Bahkan paparannya dalam seminar "Sinergi Program Menuju Perumahan dan Infrastruktur Perkotaan yang Terjangkau" di Jakarta, 7 Maret 2006 silam itu menyebut kampung "menjadi roh dan jiwa kota". Tentu, yang ia maksud, relasi sosial kampung, bukan bentuk secara fisik.
Namun, apa pun sebutan Walikota untuk membanggakannya, kampung tak selamanya bisa lepas dari masalah. Meski menjadi ciri permukiman kota Yogyakarta, pola kampung belum menjadi pijakan dalam pengambilan kebijakan dan penataan kota secara keseluruhan. Upaya bukannya tak ada. Perda mengenai kebijakan pemukiman, saat ini, medio Mei 2006, sedang digodok. Langkah ini merupakan tindak lanjut atas peninjauan ulang Perda No. 6 tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota. Perbedaan perda sebelumnya dengan yang kini tengah dibahas ada pada visi Kota Yogyakarta. Perda terdahulu belum memuat bagaimana bentuk kota Yogyakarta dalam jangka waktu yang lama sampai 50 tahun mendatang. Maklumlah, dalam Laporan Akhir Penyusunan Naskah Akademik Kota Yogyakarto saja, disebutkan terdapat empat kawasan Kota Yoryakarta. Selain kawasan kampung dan sempadan Sungai Code dan Winongo, juga terdapat permukiman yang termasuk cagar budaya dan peninggalan
koloniaL Nah, di perda yang baru nanti, rencana penataan kota secara menyeluruh tersebut dirumuskan. "Ini mencontoh kota-kota di RRC atau di Jerman yang konsepnya direncanakan begitu matang," kata Supriyanto Untung, ketua komisi yang mengampu bidang fasilitas perkotaan itu.
sana. Angka-angka itu kini boleh jadi membengkak, mengingat data tersebut diambil pada tahun 2000.
Salah satu langkah yang diambil bahkan tergolong radikal: pemerintah pusat "minta tolong" lembaga tingkat dunia. Dengan kata lain, mereka kembali berutang untuk mengatasi problem kawasan kumuh ini. Inilah sisi lain sebuah pola kebijakan permukiman yang juga sampai di Kota Yogyakarta.
Pemerintah, melalui Departemen Pekedaan Umum (DPU), sebetulnya telah punya komitmen mengatasi lingkungan permukiman kumuh. Memang, hasilnya tak terlalu besar. Pada 2004 silam, misalnya, mereka hanya sanggup menyusutkan 2.87 5 hektar area permukiman kumuh. Mengapa sekecil itu? Mudah ditebak. Apalagi alasannya kalau bukan terbatasnya pundipundi negara. APBN tidak mencukupi. APBD juga tak terlalu menolong. Padahal, pemerintah sudah nekat mematok target tahun 2010 kelak terwujad cities without slums-kota-kota di Indonesia bebas dari lingkungankumuh. Adalah Asian Development Bank (ADB) yang kemudian sudi memberi rpinjaman: untuk menutupi kekurangan dana program tersebut. Suntikan dana itu terbukti manjur. Program Neighboorhood Upgrading and
Bahasan lain dalam rancâ&#x201A;Źrngan perda itu adalah pengembangan wilayah. Batas-batas wilayah kota menjadi tidak jelas mengingat semakin padatnya bangunan dan
permukiman, ruas jalan yang menyempit, serta populasi yang meledak. Memang kota Yogyakarta berencana melakukan pengembangan kota. Dan saat ini, menurut Supriyanto Untung, tengah dibuat
Shelter Sector Project (NUSSP) pun muncul.
Diutamakan bagi permukiman kumuh perkotaan, NUSSP menjalin pola kemitraan antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Ikhtiar ini, seperti tercantum dalam Pedoman Umum NUSSR sekaligus
regulasinya.
Penyikapan atas potensi patologi kampung tak hanya di tatar regulasi atau
sebagai penguatan kelembagaan di tataran
komunitas. JUHNAL BALAIRUNG EDISI4O/XXI?O{}S I 4
1
Nah, di sinilah warga dan pemerintah kota atau kabupaten punya peran dan posisi strategis. Kapasitas dan kesiapan mereka diperlukan untuk menjaga keberlanjutan langkah ini. Apalagi sejak otonomi daerah,
142 runrum
BALAIRUNG rursi4o/xx/2oCIfi
segala kebijakan mengenai pembangunan
sepenuhnya menjadi tugas pemerintah daerah. Langkah NUSSP ini sebatas 'mengail' komitmen pemerintah daerah setempat untuk mengembangkan permukiman yang laik bagi masyarakat
miskin di wilayahnya. NUSSP menyasar 5.000 hektar
lingkungan permukiman kumuh di 32 kota atau kabupaten di Indonesia. Lebihjauh, program ini berupaya mendongkrak kualitas hidup 2jutajiwa pendudukyang ada di sana. Program ini awalnya memang diwujudkan dalam bentuk penyediaan dana sesuai kapasitas fiskal tiap kota/kabupaten. Dengan harapan, nantinya pemerintah kota,/ kabupaten dapat mengucurkan dana lebih besar dari APBD-nya ketimbang yang dianggarkan sebelumnya. Melalui NUSSP pula, selain menjadi penyelenggara, pemerintah kota/kabupaten juga terbantu dalam menemukan formula dan strategi terbaik penJrusunan RP4D-nya. Kota Yoryakarta memulai NUSSP pada 2005, di delapan kelurahan. Antara lain Kelurahan Giwangan, Gedongkiwo, Parakan, dan Ngampilan. Selain itu, Kelurahan Notoprajan, Baciro, Pringgokusuman, dan Suryoatmajan juga disasar program ini. Yang diterapkan program prasarana dasar lingkungan, seperti peningkatan kualitas jalan, sanitasi, sampah, dan drainase. Sementara perbaikan perumahan belum berl'alan.
Baru di tahun 2006 ini program tersebut rencananya dimulai. Tercatat 22 kelurahan yang akan menjadi target. Berbeda dengan program prasarana dasar yang ada di bawah koordinasi LPMK program permukiman menjadi wewenang Permodalan Nasional Madani (PNM)-badan rekanan DPU untuk pelaksanaan NUSSP secara nasional. Sedangkan, "Pimpro (Pimpinan proyek) dan satuan kedanya yaitu Kimpraswil (kota)," kata Aries Prasetiani. Aries menyatakan sejauh ini masih dalam tahap verifrkasi lokasi. Verifikasi dilakukan untuk menguji kembali kelayakan tiap kelurahan memperoleh program ini. Sebab, pemetaan kelurahan telah disusun setahun silam hingga jangka waktu 2009. Sosialisasi NUSSP kedua ini, menurut Aries, akan berlangsung awal Juni 2006.
T
uas kota Yogyakarta memang
keraton, kecamatan, BPN, lalu rembukan," ucap Sugiyarto. Informasi disampaikan Pemkot secara bersama-sama dengan keraton hingga perangkat pemerintahan terkecil. Pelibatan setiap pihak itu, Supriyanto Untung melihatnya sebagai dampak demokratisasi yang berusaha diwujudkan pemerintah dalam setiap pengambilan keputusan menyangkut kepentingan publik. "Semua kebijakan publik, termasuk pemukiman, selalu melalui kajian akademik, uji kelayakan, public hearing, dan meminta usul-saran masyarakat, stakeholders, juga pemilik modal." Sebab, unsur-unsur itu yang akan memainkan'aturan mainnya' . Harapannya tidak ada satu pihak yang akan dirugikan. Dengan kata lain, mekanisme kebijakan tidak lagi top-down. Peran pemerintah sebetulnya telah tereduksi dengan hanya berperan sebagai pelayan atau
I-#3#-l'l'"1;#;:;:',JHll;, menata segala macam aspek keruangan dan kebijakannya dalam wilayah yang terbentang sekira 32,5 km2 ini menjadi perkara mudah. Di samping karakteristik kawasannya beragam, juga tidak terlepas dari banyaknya aktor yang terlibat dalam pemmusan kebijakan. Jelas yang utama adalah pemerintah. Lalu, ada pihak pengembang yang menanamkan investasi di sektor perumahan. Ada pula kalangan kampus, seperti kiprah pusat-pusat studi UGM. Tak lupa lembaga asing macam ADB yang terlibat NUSSP tersebut. Ktrusus di Yogyakarta, bisa ditambahkan keberadaan keraton. Keraton cenderung terkesan manut menyikapi kebijakan penataan kota pemerintah. Pihak yang satu ini memang tak dapat diabaikan begitu saja. Kota Yogyakarta memang punya "keistimewaan" dalam hal kekuasaan: birokrasi dan aturan formal memang berlaku, tapi keraton juga masih punya taji. Namun, menurut Supriyanto Untung, Ketua Komisi C DPRD Kota Yoryakarta, dalam mengambil keputusan, keraton lebih berfungsi sebagai "orang luar". Artinya, keraton akan selalu ikut keputusan DPRD Kota, karena keraton lebih berorientasi kepada masyarakat. "Pihak keraton membuka pintu seluas-luasnya untuk disinkronkan dengan kebijakan kota," kata dia yangjuga Sekretaris Fraksi Demokrat dan Persatuan DPRD Kota itu.
mediator. Semestinya, di masa otonomi daerah sekarang ini, apa yang diutarakan wakil rakyat tersebut bukan hal muskil. Namun kenyataannya segala alur dan mekanisme pengambilan kebijakan masih menempatkan pemerintah sebagai aktor sentral.
Sementara inisiatif warga secerra langsung bukanlah hal yang mudah dijumpai. Mereka harus difasilitasi layaknya program Jaring Asmara. Partisipasi muncul hanya
ketika diminta pemerintah. Ini juga berlaku dengan lembaga-lembaga yang dirangkul pemerintah untuk melakukan fasilitasi itu. "Kalau mereka (pemerintah-Red) butuh, mereka undang kita," kata Deva Fosterharoldas S. ST.M.Sc., pengaj ar Magister Perencanagn Kota dan Daerah, Jurusan Planologi, Fakultas Teknik UGM. "Mungkin punya ide banyak, tapi tidak semudah itu."
Akhirnya, kajian kebijakan sekadar mengikuti keadaan, tidak ada upaya melembagakan peran-peran pelbagai pihak itu. 'lVacana yang disodorkan," kata Deva, "sebagus apa pun belum bisa diterapkan." Selalu muncul benturan kepentingan, karena tak ada kajian khusus dan baku akan kebijakan itu. Ia mencontohkan National Housing Otority di Amerika Serikat. Badan yang berisi pemerintah, akademisi, dan pihak lainnya dalam posisi setara mengkaji dan merumuskan kebijakan perumahan. Pelibatan berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan pun menjadi agenda yang belum selesai. Pemerintah tampaknya masih mendominasi, sementara partisipasi warga menjadi sesuatu yang sulit dicari. Bahkan warga, seperti dalam temuan LPPM, agaknya belum melihat persoalan perumahan dan tata kota sebagai prioritas utama. Yang punya perhatian lebih justru para pihak pengembang hunian barr.. Dengan lebarnya peluang pasar, bukan mustahil penentuan kebijakan penataan kota nantinya berpijak pada potensi itu. Deva pun mengingatkan, "Masalah perumahan bukan hanya penyediaan saja, tapi penghuninyajuga." Lontaran ini seakan menggambarkan kondisi pengambilan kebijakan perumahan dan tata kota Yogyakarta. Setiap penghuni mesti turut memikirkan kondisi rrmahnya. Kalau tidak, berarti bukan'rumah' atau kotanya yang bermasalah, melainkan'penghrrninya'! []
Namun penataan permukiman dan lahan yang berhubungan dengan keraton tak jarang memunculkan riak. Kekuasaan keraton yang masih besar berbenturan dengan kebandelan sebagian warga. Soal tanah keraton, misalnya. Tanah yang dipinjamkan keraton untuk dibangun atau sebagai rumah tinggal itu dapat diminta kembali sewaktu-waktu. Sementara warga terkadang memakainya secara ileg:al. Padahal, secara hukum, "Eksistensi tanah keraton masih diakui," kata Sugiyarto, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Yogyakarta.
Status tanah harus diurus hinggajelas. Di sinilah keberadaan keraton tampak kuat. Untuk mendapatkan sertifikasi tanah itu, sebelumnya warga mesti memintaizin ke pihak keraton. Sertifikat dari BPN baru turun setelah keraton memberi rekomendasi. "secara hukum, yuridis, keraton eksis," ujar Sugiyarto. Akan tetapi, pemberlakuan prosedur perizinan itu tak berjalan mulus. Warga rupanya kerap mengabaikan ketentuan tersebut. "Dalam praktiknya warga menempati tanpa izin." Karena di luar kewenangannya, Pemkot hanya menjadi fasilitator antara keraton dengan warga. Caranya dengan memberi informasi kepada warga tentang keberadaan tanah keraton dan pentingnya sertifikat lahan tersebut. Ia menunjuk Kelurahan Terban sebagai contoh. "Ada pihak
.lui{hJqL BALAIRUNG LDI:."d,1
Pemerintah akan terus disebut-sebut. Warga yangjuga punya kontribusi untuk menentukan kemaslahatannya pun harus lewat mediasi Pemerintah.
/I'lntb 143
1
44 ;unitm
BALATRUNG rr.lr$r4fl/xxr?*0rl
BAI.AI RUN GYIJEB.IDi UCTGALLERYABO UTUSCONTACT
ffiumafl fa& lagr sekadar fermp*f Serfrmdrng. f*Sffr #a,ri
itlu,,
rs/rilalr fefa# memjadf fumrusdffas y#r?#
rxemgurifr*mgkan. flrfraf say* Hogyakarfa yer]g menlzunjukam g*flmf
#f ranr,h forsnfs propeffi. H*ru*farma di ffm&upsfem $Isnram, Sumber: Daerah lstimewa Yogyakarta Dalam Angka, Tahun 2004
uasana ramai tak pernah luput di sekitar kawasan Jalan Magelang, Jalan Kaliurang, dan Jalan Gejayan. Berada dalam satu kabupaten yaitu Sleman, ketiganya merupakan wilayah aglomerasi Yogyakarta. Lalu-lalang kendaraan dan beq'ubel aktivitas masyarakat semakin me;nbuat sesak. Melihat lebih jauh, daerah lingkar utara Daerah Istimewa Yoryakarta
ini mempunyai aksesibilitas yang lebih tingg. Ketersediaan fasilitas umum dan prasarana sosial terbilang memadai, Pendidikan, perdagangan, dan jasa menjadi hal yang dominan di wilayah ini. Imbasnya, kepadatan penduduk pun relatif besar. Kondisi semacam ini nampak dari data statistik mengenai kepadatan penduduk di Daerah Istimewa Yoryakarta (DIY) tahun 2004. Kota Yogyakarta, yang luasnya 32,50 km2 atau hanya L,027o dai 3.185,80 km2 luas Propinsi DfY, mempunyai kepadatan penduduk 12.246 jiwa,ikm2. Sedangkan Kabupaten Sleman dengan l.oas 574,82krrr2 atalu l8,04Vo dari luas DIY dihuni rata-rata 1.642 jiwalkm'?.
(Lihat Tabel
1)
Tabel di atas menunjukkan tingkat kepadatan penduduk DfY yang relatiftinggi. Kepadatan Kota Yorya pun terlihat cukup signifrkan. Pertambahan penduduk Kota Yogyakarta tahun 2004 mencapai l,8%o. Sementara itu di Kabupaten Sleman, kepadatan penduduk pada tahun 2004
menunjukkan kenaikan
0,42Vo.
2012 kebutuhan rumah diprediksi akan mengalami kenaikan. Penyebabnya adalah bertambahnya jumlah penduduk, yaitu 939.951 jiwa dengan kebutuhan rumah 234.988 unit.
Tingkat
kepadatan dan pertambahan penduduk yang tinggi tentu menuntut peningkatan sarana dan prasarana perumahan di daerah yang bersangkutan. Sederhananya, setiap peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan.
Beberapa kecenderungan di atas
memperlihatkan terj adinya ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan ketersediaan rumah. Penyediaan rumah ini dipenuhi oleh empat kelompok, yaitu Perum Perumnas, BTN untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Real Estat Indonesia (REI), dan perorangan. Sayangnya, selisih kebutuhan dan penyediaan rumah tersebut justru menurun. Tahun 2001 saja selisih kebutuhan dan penyediaan rumah mencapai
Lalu, apa konsekuensinya? Di masyarakat tedadi kompetisi. Terlebih untuk bertahan hidup dan menikmati suasana perkotaan. Selain itu, kotajuga selalu berkembang dan berubah, baik dalam standar hidup maupun peluang yang muncul. Misalkan perubahan akan kebutuhan tempat tinggal atau pemmahan yang bisa berlangsung sangat ramai. Kebutuhan rrmah menumt Badan Perencanaan Daerah DfY berkisar antara 1120Vo. Angka ini akan terus meningkat tiap tahunnya. Untuk tahun 2005 lalu, misalnya, dari kebutuhan masyarakat akan rumah sebanyak 89.430 unit, baru bisa tersedia 26.519 unit. Proyeksi kebutuhan rumah atas jumlah penduduk di Sleman pun cukup tinggi. Berdasarkan data dari Badan
60.631
unit.(Lihat Tabel
1
47
2)
Namun, ternyata mendirikan rumah tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus diperhitungkan, antara lain regulasi pemerintah dan lingkungan sosial dan alam. Adanya sebuah konsep akan memengaruhi tatanan yang sudah ada. Pada dasarnya, konsep perumahan memiliki acuan agar terbentuk sebuah wilayah yang nyaman untuk dihuni.
Perencanaan dan Pembang:unan Daerah (Bappeda) Sleman, diprediksikan tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Sleman 889.424jiwa. Kebutuhan rumah pada saat itu akan mencapai 224.373 unit. Pada tahun
JURNAL BALAIRUNG EDtSt4fiJXX/?00s
unit, sedangkan pada tahun 2005
mengalami peningkatan mencapai 62.911
Pemerintah pun mulai menelurkan konsep Tl.ibina pada tahun 1990-an, yaitu bina manusia, bina usaha, dan bina
1
48,;unrum
BALATRUNG Hmrsr4fi/xxl?*os
lingkungan. Ketiganya dikombinasikan dalam wujud Pemmnas. Selang beberapa lama, konsep tersebut diubah menjadi Tlidaya dan kemudian menjadi Caturdaya. Sebenarnya tak jauh beda dari konsep sebelumnya, hanya penamaannya saja yang berubah, yaitu daya manusia, daya usaha, daya lingkungan, dan daya lembaga. Aspek fisik dan nonfrsik manusia diselaraskan dengan lingkungan alam dan realitas sosial budaya masyarakatnya. Didirikan pemerintah pada 18 Juli L974 dengan Peraturan Pemerintah No, 29/797 4 juncto 1211988 juncto t5/2004, Perum Perumnas berperan sebagai penggerak pembangunan perumahan dan permukiman. Sasarannya, menurut Abdullah Alif S.H., staf Perum Perumnas Cabang Yogya, adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Pemmnas didirikan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan rumah. Selain itu juga berupaya mendorong perkembangan perkotaan yang terarah," terangnya.
Di Yogya, Perumnas berada di empat lokasi berbeda, yaitu Condong Catur dan Minomartani yang terletak di Kabupaten Sleman, serta Guwosari dan Tfimulyo yang berada di Kabupaten Bantul. Pembangunan Perum Perumnas Condong Catur, misalnya, menjadi pionir pembentukan perumahanperumahan di sekitar daerah itu.
Setiap Perum Perumnas di Yogya memiliki luas tanah dan jumlah unit rumah yang berbeda-beda. Perumnas Condong Catur memiliki luas tanah 20,68 ha dengan jumlah rumah 1.249 unit. Perumahan ini memiliki tipe rumah yang sedikit. Berbeda dengan di daerah Minomartani, yang memiliki luas tanah 32,67 ha dengan 1.952 unit rumah, perumahan ini memiliki tipe rumah yang lebih bervariasi. (Lihat Tabel 3)
terhukanya kesempatan
lTebutLrhan
membuahkan kompetisi
masyarakat akan rumah semakin
Il'nmil;.Hlf-1";:?lff3rTi#T
permasalahan yang timbul, beberapa kalangan justru memandangnya sebagai angin segar untuk membuka peluang bisnis di bidang properti. Keterbatasan campur tangan pemerintah dan terbukanya kesempatan membuahkan kompetisi untuk mendirikan perumahan sebagai komoditi yang meng:untungkan. Bak jamur di musim penghujan, muncul para pengembang, yang lebih dikenal dengan istllah deu eloper, mengerubuti Yogyakarta.
Keterhata$an campur
tangan pemerintah dan
perumahan sebagai
Heri, Kepala Kawasan ReaI Estat Paradise, juga menilai sama. "Daerah di sepanjang Jalan Magelang hingga Jalan Gejayan merupakan lokasi strategis untuk bisnis perumahan," ungkapnya. Penilaian itu dipengaruhi oleh dua aspek besar, yaitu aspek keamanan dan aspek kenyamanan serta kemudahan mengaksesnya. Sayangnya, pembangunan dan perkembangan perumahan yang pesat dan marak justru membuat daerah resapan air yang berlokasi di Kabupaten Sleman ini berkurang. Beberapa kecamatan yang termasuk wilayah kabupaten ini, seperti Gamping, Mlati, Ngaglik, kapasitas air tanahnya menurun. Padahal keempat kecamatan ini merupakan daerah dengan kebutuhan perumahan terbesar di Kabupaten Sleman. (Lihat Tabel 4)
konnoditi yang
Penurunan kualitas air tanah terjadi karena konsep perumahan yang semestinya tidak diberlakukan ketika membangun perumahan. "Konsep perumahan itu salah secara
untuk mendirikan
keilmuan," ujar Ir. Didik Kristiadi, MIA, MAUD dosen Arsitektur, Fakultas Teknik UGM. Menurutnya, perumahan yang tumbuh di sepanjangjalan itu lebih karena desakan permintaan masyarakat yang tinggi. "Akhirnya penrmahan yang ada tidak sesuai dengan tata ruang kota," sesalnya. Padahal resapan air tanah yang ada bisa disiasati sehingga tak berubah. Didik mencontohkan negara adidaya, Amerika Serikat. Di negeri itu ketika akan dibangun sebuah perumahan, resapan air sebelum dan sesudah pembangunan harus sama. "Di sana (Amerika Serikat-Eed), resapan air harus dibuat tetap, bagaimanapun caranya, misalnya saja dengan adanya danau buatan di dalam perumahan. Meski harus menambah biaya, nilai jualnya justru lebih tinggi," terang Didik lagi. Menanggapi tuduhan Didik, pihak PT. Tiga Saudara Group membantah. "Dalam membangun perurrahan, kita (PT. figa Saudara Grottp-Red) tak asal bikin, tapi juga memikirkan hal-hal yang lain. Misalnya saja, sanitasi air dibuat dengan sebaik mungkin," jelas Fajar, staf marketing PT. Tiga Saudara
rnBnsuntungkan, Bak
Tak pelak, Kabupaten Sleman pun terpilih untuk dijadikan sasaran utama bisnis ini. Hal ini menjadi musim wajar ketika menilik keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh di wilayah aglomerasi ini. Beberapa lokasi yang menampakkan fenomena semacam itu dapat penghujan, para ditemukan dari bilangan Jalan Magelang, Jalan Kaliurang, hingga Jalan Gejayan. Di sepanjang jalan itu terhampar komplek-komplek perumahan dengan pengemhafig, yang berbagai kelas. Mulai kelas biasa hingga yang berlabel real estat pun ada. Tak ketinggalan, papan reklame yang menjulang seolah menyita pandangan mata untuk dengan melihatnya. Di jalan inilah lokasi untuk bisnis perumahan dinilai paling strategis.
jamur di
muncul
lebih dikenal
istilah developer,
Group
monseruhffit! .
Ymgyakanta.
Munculnya berbagai permasalahan perumahan di sepanjang daerah lingkar utara ini membuat pemerintah turun tangan, berupaya mengendalikan pembangunan perumahan yang ada. Akhirnya diputuskan, pembangunan perumahan ke depannya akan terkonsentrasi fi Ksgamatan Depok dan ibu kota kecamatan yang masuk dalam wilayah perkotaan, bukan daerah pertanian dan resapan air (recharge area). Pasalnya kapasitas pembangunan rumah di wilayah Sleman sudah melewati batas. Ir. H. Frisky Kusuma A.S.W., Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman pun mengamini kenyataan itu. "(Wilayah) Sleman kalau di data, (sudah) kelebihan rumah," ungkapnya. Tetapi, alih-alih menyelesaikan persoalan, peraturan pemerintah justru dinilai kurang tegas, berbelit-belit, dan terkadang menyulitkan para pengembang. PT. Ttimitra Kencana Mataram, misalnya, memerlukan waktu relatif lama hanya untuk memproses perizinan pembebasan tanah. "Kurang
1
J{Jffi ruAL BALATRUNG Hn,st4fr/xxl?frflm
1
49
50 ;unrum
BALATRUNG Enlsr40rx)v2006
,'NlA Tabel 3
,(.9
.ti o
? ,9.,,
perkara mudah. Kesadaran inijuga yang kemudian mendorong terbentuknya Real Estat Indonesia (REI). Secara umum, organisasi ini turut memfasilitasi kepentingan anggotanya dalam pengembangan bisnis properti. Termasuk salah satunya, usaha memfasilitasi promosi pada masyarakat, seperti pengadaan pameran properti. Di Yogyakarta saja, setidaknya terdapat 68 pengembang yang tergabung dalam REI. Para pengembang yangjuga anggota REI biasanya memiliki beberapa penrmahan di daerah Yogyakarta. Sebagai contoh, PT. Bayu Adji Utama memiliki empat lokasi perumahan di Wilayah Kabupaten Sleman. Tengok juga PT. Sinar Waluyo, sembilan perumahan telah dibangun yang sebagian besar berada di wilayah Sleman juga. Tak ketinggalan PT. Perwita Karya, mereka punya lima perumahan yang tersebar di wilayah yang sama. Tampaknya, perumahan yang didirikan pihak-pihak pengembang disebabkan keuntungan yang ditawarkan oleh Yogyakarta, terutama wilayah Kabupaten Sleman. Salah satu anggota REI, PT. figa Saudara Group membuka lahan bisnis perumahan di Yogyakarta sejak Agustus 2000. Yoryakarta dinilai memiliki investasi yang besar. "Nilai investasi di Yogyakarta itu sangat besar dan menguntungkan. Jakarta saja mungkin kalah," ujar Fajar, salah seorang staf marketing PT. Tiga Saudara
lebih enam bulan," cerita Unka, anggota staf marketing PT. Tfimitra Kencana Mataram. Sejumlah hambatan di atas memicu para pengembang untuk melebarkan bisnis perumahan ilegal alias tanpa mengantongi izin dari pemerintah. Tak ayal, banyak perumahan yang sudahjadi, tetapi izin dan sertifikat dari pemerintah belum didapat. 'Yang penting bangun dulu, izin belakangan," ujar Didik di ruang kerjanya. Unka menegaskan, "Banyak pengembang yang
nakal. Tak memiliki Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)."
Padahal perizinan merupakan hal penting dan patut untuk diperhitungkan oleh pihak pengembang. Keabsahan bisnis yang mereka Iakukan bergantung pada proses ini, terutama dalam hal kepemilikan tanah dan IMB. Pentingnya izin tersebut tercantum dalam Perda Kab. Sleman No.19/2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Retribusi pun ditarik oleh pemerintah Kabupaten Sleman yang berdasar pada Surat Keputusan Bupati Sleman No.5/IGp. KDIVA/2003. (Lihat Skema 1)
Group.
Hal ini ditambah dengan laju perkembangan wilayah Kabupaten Sleman yang terus meningkat dalam bisnis perumahan. Fajar mencontohkan daerah Condong Catur. "Kalau bikin perumahan di sana (Condon g C atar-Red)' gah memperhitungkan harga, bisa rugi," ujarnya sambil tertawa. Hal ini bisa terjadi karena daerah tersebut mempunyai nilai investasi yang tinggi. Selain itu, kemungkinan harga naik juga sangatlah besar. "Kenaikan itu minimal 72Vo tiap tahun," tambahnya. Dengan modal awal sebesar Rp95 juta, figa Saudara Group kini sudah mampu meraup omzet tiap bulannya berkisar Rp2 milyar. Pada bulan Mei 2006 lalu, misalnya, omzet yang diperoleh mencapai Rp2 milyar. Sedangkan pada pertengahan Juni 2006 saja, omzet sudah mencapai angka Rp2,1 milyar. "Padahal, setiap bulan kita (PT. Tiga Saudara Group-Red) menargetkan FT.
keuntungan Rp5 milyar. Sayang belum tercapai," ujar Fajar ketika ditemui di kantornya di Jalan Monjali No. 153, Yogyakarta. Perumahan yang sudah dibangun pun bisa dikatakan cukup banyak. Setidaknya, PT. Tiga Saudara Group telah membangun kurang lebih 30 perumahan di lima daerah yang berbeda, yaitu daerah Godean lima perumahan; Jl Magelang tiga perumahan; Jl. Kaliurang sembilan perumahan; Purwomartani sebanyak tiga perumahan; sedangkan di Condong Catur dan Seturan ada sepuluh perumahan.
Memang, mengatur bisnis perumahan di tingkat kebijakan pemerintah bukanlah Jt-JRfl,iAt BALAIRUNG Hiltsi4{}lxx/?fiilfi
1
5
I
Sumber: Kompas, 20 Februari 1
52 ;ururum BALATRUNG Eilrsx4fi/xxr?i]0s
2OOG
Harga yang ditawarkan pihak pengembang berdasarkan atas tipe rumah yang akan dibeli oleh konsumen. Tipe yang ditawarkan mulai dari tipe 21 hingga tipe 60. Harganya pun bervariasi, berkisar antara Rp55
juta hingga Rp400 juta-an.
Target konsumen yang diincar oleh pengembang tak hanya berada di wilayah Yogyakarta saja, tapi mencakup daerah lain. "Pada umumnya tipe 21-36 target konsumennya orang Yogya, tapi tipe 36-60 target konsumennya para pendatang, misalnya saja, orang dari Kalimantan, Papua, dan Jakarta," terang Fajar lagi.
Sayangnya,
pembangunan dan perkembangan perumahan yang pesat
Serupa dengan PT. Tiga Saudara Group, pengembang PT. Thimitra Kencana Mataram pun memandang bisnis ini menguntungkan. Didirikan pada November 2005, PT.
dan marak justru
Thimitra Kencana sudah membangun dua penrmahan di daerah Jalan Kaliurang dan di Jalan Damai. Pemilihan lokasi juga tak lepas dari pengaruh dan keuntungan wilayah Kabupaten Sleman. "Di daerah utara Yogyakarta, nilai investasi dan pertumbuhan bisnisnya cepat," ujar Unka, anggota staf marketing PT. Tfimitra Kencana Mataram. Banyaknya akademisi yang tinggal di sekitar wilayah ini pun menjadi salah satu faktor penentu meningkatnya grafrk penjualan. Pasalnya, td< sed'furt ma)rasrswa yang mem)))r untu\ mem'be)i rumah dibandingkan dengan menyewa kamar indekos. Layanan birokrasi yang satu pintu pun ikut membantu proses bisnis ini. "Dengan birokrasi yang berpusat di Kabupaten Sleman, bisnis dan perizinan bisa dilakukan. Selain itu, faktor ini menjadi pendukung kelebihan yang dimiliki wilayah Kabupaten Sleman," tutur Unka. Target konsumen PT. Thimitra Kencana Mataram adalah masyarakat kelas menengah ke atas. Dengan harga berkisar dari Rp160 juta-an hingga Rp600 juta-an.
membuat daerah
Tak avatr, hanvak
resapan air yang
perurnahanya*lsff#"T.1ll.J;LilllrllTll"li;.Tff;Jft
Iiff#;;"'',?Xffi:,T;"ffilfiii#'il,:il',Xtf:" berdiri ini masih melihat kondisi pasar. "Dua bulan terakhir (April hingga Mei 2006-Eed) omset mencapai Rp1,2 milyar," ujar Unka. Layaknya sebuah proses bisnis, ada saatnya mereka pun mengalami kemandekan, bahkan terkadang merugi. "Biasanya, harga rumah tidak akan turun. Tapi suku bunga yang terus berubah mempengaruhi penjualan," kata Fajar. Hal serupa pun diungkap oleh Unka "Melihat keadaan dan kondisi pasar serta iklim bisnis harrs terus dilakukan supaya bisa memantau peluang yang ada.". Sebagai contoh, pada tahun 2004, masyarakat banyak berminat untuk membeli rumah bertipe 36. Namun, grafrk penjualan rumah tak bisa selalu sama. Minat masyarakat terhadap rumah mengalami peningkatan dan penurunan. Pada akhir tahun 2004, penjualan tipe 36 melonjak tinggr. Namun akhir tahun berikutnya, dengan tipe yang sama, penjualanjustru
dan s*rtifikat dari "
pemerintah balum d
i, N g a g
idapar, *ryans pent'
hetrakangan," ujar Ii
k,
mildik
kapasitas air tanahnya
di ruang
Kgfjanya' [nBnurun.
1
#i:H#ffi
m:::ll?t',",,,,
Pola interaksi yang sama juga dapat dilihat di lingkungan sekitar perumahan yang membangun berbagai perkumpulan, misalnya, pada pertemuan RT, dasawisma, hingga usaha membangun daerah perumahan dengan swadaya dari masyarakatnya.
kemandirian bagi penghuninya dapat tercipta. Namun, suasana tersebut tak bisa ditemui di perumahan berlabel elite.'Interaksi yang terjadi di perumahan untuk golongan menengah ke atas sedikit
terjadijustru sudah bisa terpetakan. Wujud nyata dari pola itu adalah dengan adanya satu tempat yang dijadikan pusat dari aktivitas warga perumahan secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fasilitas yang disediakan pihak oen-o+-tnba ng, seperti f em pa t ol a h ra ga -, sa I on kecan ti k an, ir"?utgainya. Semua itu dikemds dalam ben,tk club house. Ternpat inilah yang menjadi pusat dari aktivitas dan interaksi antarwarga penghuni perumahan tersebut. berbeda. Pola yang
Dengan pola yang terpetakan itu, banyak bentuk interaksi sosial yang sudah jarang ditemui. Misalnya saja perilaku bertegur sapa di jalan-jalan, bersilaturahmi dengan tetangga. Satu tempat yang memiliki fasilitas lengkap seolah telah menjadi tempat perkumpulan raksasa para penghuninya untuk sekadar melakukan interaksi. Dinamika yang terjadi di seputar per-umahan tampaknya tak pernah bisa dihilangkan. Selama manusia masih beranak pinak, salah satu kebutuhan dasar, yaitu rumah, akan terus ada dan semakin berkembang. Padahal, kini timbul ketidakseimbangan yang terjadi antara kemampuan masyarakat yang masih rendah dan daya dukung lingkungan yang semakin terbatas. Pada akhirnya, perumahan yang ada sekarang masih merupakan wujud atas usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tak lain untuk mengakomodasi perkembangan kota itu sendiri. []
menurun. fi"rRI{AL BALATRUNG EDt$t4fl/xxl200s
#f,*
ns ffif:X-X$Ii-T:H:::il.Ht3:tr ;.Ti3#'
hangun dulu, iatn
kahupaten ini, $epertl M r at
ai rou"
Soalnya status sosialnya sama," ungkap Masdik.
yfing tenmasuk wilayah
s,
ll,r**"rmi:T:3?IJf,*:Hiiu,
suda h jad i, teta pi iei n nff?T::1,11
Eeberapa kecamatan
G a m p in
perumahan menjadi sebuah kawasan
Masdik, Ketua RW 13 Perumnas Condong Catur,
berlokasi di Kahupaten $Le(\g.R lrr\ heqk\rqq.$$
T/eb.radaan
53
1
54 tunruai BALATRUNG ErlrsN4.0/xxtz0*6
Kecamatan
graphic: Adhi
li,,:,,"I,,,t1,1,i"..til
Klasifikasi bangunan
(lMB) /m'zluas lantai
dibangun mulai 1991
ffi +, '..,
"
ryffirhermp#I *,ri## +d_
RW 03 di Klitren, rendahnya tingkat perekonomian warganya telah berdampak pada kemampuan warganya menciptakan permukiman yang layak huni. "Rata-rata kemampuan finansial penduduk daerah ini masih rendah," ujarnya. Bahkan, menurutnya, ada beberapa rumah yang dihuni oleh tiga atau empat Kepala Keluarga (KK). tetrle 1! (eprdBtan Pendudqk Lima Kelurahao
Pertumbuhan kota dibarengi pertambahan jumtah penduduk yang kian meningkat dari tahun ke tahun, menambah tantangan dalam mewujudkan kawasan permukiman layak huni di Kota Yogyakarta.
Data diolah dari BpS dan Kecamatan Gondokusufran
Kecamatan Gondokusuman memang
memiliki tingkat bach log (ketidakseimbangan jumlah rumah dengan jumlah keluarga terdaftar) terbesar, mencapai 23,65Vo dari keseluruhan jumlah bach log Kota Yoryakata. Data Pemerintah Kota dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan, berdasar Kartu Keluarga dan KTP Kota Yogyakarta Tahun 2004, jumlah back log di tahun 2004 sebesar 22.107 (jumlah KK terdaftar 106.169 jiwa dan jumlah rumah 84.062). (Lihat tabel 3). Tingginya tingkat bach log yang hampir tersebar di seluruh wilayah Kota Yogyakarta, semakin menambah kesemrawutan penataan kota. Kenyataan itu dibenarkan oleh Dr. Eko Sugiharto, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH), UGM. Menurutnya, penataan permukiman di Kota Yogyakarta memang amburadul
Tabâ&#x201A;Źl 2r Kepadatan Penduduk Kota Yasyakarta
engan luas hanya menca'pai 32,50 km2, serta memiliki jumlah
penduduk sekira 398.004 jiwa, Kota Yoryakarta memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DfY tahun 2004, tingkat kepadatan penduduk Kota Yogyakarta mencapai 12.246 jiwa,4<mr. Padahal, kepadatan penduduk yang layak dalam sebuah kota adalah 5000 jiwa/kmr. Karenanya tak aneh apabila kebutuhan akan lahan permukiman di kota gudeg ini menjadi kebutuhan yang kian mendesak bagi tiap warganya.
Di tengah pesatnya arus kemajuan kota, lahan tidak hanya dipergunakan untuk permukiman semata. Lahan juga kebutuhan pokok bagi perkantoran, pusat-pusat bisnis, serta pembang'unan sarana-prasarana publik. Kondisi ini bemjung pada penataan kota yang tumpang tindih dan semrawut. Lahan untuk permukiman pun kian berkurang. Bahkan, kebutuhan ini takjarang semakin tersisihkan. Layaknya di kota-kota besar, pemandangan permukimanpermukiman padat dan kumuh juga kerap ditemui di Kota Yogyakarta. Timbulnya permukiman kumuh di tiap kawasan memiliki sebab yang berbeda-beda. Di Kecamatan Gondokusuman, misalnya, tepatnya di RW 03 Kelurahan Klitren,
atau semrawut karena tanpa perencanaan yang jelas dan ketiadaan pihak yang menata. "Kebanyakan
permukiman kumuh timbul akibat kepadatan penduduk yang kian meningkat serta letaknya yang berada di pinggiran Kali Belik. Kelurahan Klitren memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Dengan kepadatan penduduk sebesar 2S.7LO jiwa.rkm'z, Kelurahan Klitren menempati posisi kelurahan terpadat di Kecamatan Gondokusuman. Angka yang cukupjauh dari perhitungan ideal.
pembangunan perumahan
dilaksanakan oleh warga masyarakat sendiri yang kebanyakan kurang memenuhi syarat tata lingkungan dan
o z f E
4
kesehatan," tutur Eko.
Jumlah itu memperlihatkan betapa tingginya angka kepadatan penduduk Kota Yogyakarta. Tingginya angka kepadatan
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2404. BpS
Tahel 3,
penduduk inilah yang menyebabkan
Juml.h xx , Rumeh dafi
terjadinya pertumbuhan lingkungan yang
Back Log Kota Yogyakarta Tahun 2OO4
-
Pemerintah, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam permasalahan
ini, terkesan angkat tangan. Selama ini, pemerintah berkutat
tidak terkendali, tidak terencana, dan tidak tertata. Meskipun Gondokusuman bukanlah kecamatetn terpadat di Kota Yogyakarta,
rata-rata angka kepadatan penduduk di
pada perencanaanperencanaanyang
kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta di atas 5000 jiwa/km2. Menilik data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, hanya Kecamatan Umbulharjo-lah yang mendekati angka ideal dengan kepadatan
jiwa/km,. (Lihat tabel 2) Selain itu, persoalan ekonomi menjadi pemicu keterbatasan penduduk dalam menciptakan lingkungan yang layak huni. Seperti yang diungkapkan Suparno, Ketua 8.557
JilftNAI- BALATRUNG EDtSt40/xxl200fi I 57
Ialu muluk-
fruluk, tanpa ada tindak lanjut
o zl
yang jelas.
&
sumbâ&#x201A;Źr: Kota Yogyakarta dsiar; Andia 2004.
I
58 ;unrunL
BALAIRUNc rntst4fi/xx1:CICIn
BPS
Kondisi ini setidaknya tergambarkan dalam bvklr Kota
Indonesia Masa Depan oleh B. N. Marbun. Ia menyebutkan, pembagian peruntukan tanah untuk perumahan, perkantoran, pertokoan, dan industri masih sering tambal sulam.
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah sebenarnya tidak serta merta tinggal diam. Menurut Ir. Eko Suryo, permukiman kumuh kebanyakan terjadi di daerah yang penduduknya berekonomi rendah. Untuk itu pembangunan pusat bisnis pun diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup perekonomian masyarakatnya dengan membuka lapangan kerja baru, terutama bagi warga di sekitarnya. Penanganan ini ternyata bukanlah hal yang solutif. Kedekatan antara permukiman dengan pusat bisnis justru mendatangkan berbagai permasalahan baru. Tengok saja permukiman di dekat mal Saphir Square, di Desa Sapen, Kelurahan Demangan, Kecamatan Gondokusuman. Penduduk di daerah ini harus rela terganggu oleh polusi suara berupa kebisingan yang dihasilkan peralatan proyek. Selain itu mereka juga terkena dampak lain seperti polusi udara dan polusi air. Untuk polusi udara, sudah dirasakan penduduk di permukiman tersebut semenjak awal pembangunan. Asap tebal dengan jarak pandang 3-4 meter yang dihasilkan dari kerja mesin genset, kerap mengganggu aktivitas warga sehari-hari. 'Asap tebal itu kadang masuk ke rumah kami," terang Moch. Jasin, salah satu warga setempat.
Menurut lr. Hko $uryo,
Hal ini juga dapat dilihat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Yoryakarta Nomor 4 Tahun 1988. Di dalam Pasal 52 menyebutkanjarak ideal antara bangunan perumahan dengan bangunan perumahan lainnya harus mempunyai jarak bangunan sekurang-kurangnya tiga meter. Namun, nyatanya persyaratan itu sering kali terabaikan. Menurut Ir. Eko Suryo, Kepala Dinas Permukiman dan Pasarana Wilayah (Kimpraswil) Yogyakarta, dengan melihat penduduk kota yang semakin padat, maka pembangunan pemmahan dengan jarak yang ideal menjadi suatu kemustahilan. "Angan-angan itu terlalu romantis," kilahnya. Menurrrtnya pembangunan mmah boleh berhimpitan asalkan mendapat ijin dari warga di sekitarnya.
Hal ini dibenarkan Suparno dengan melihat keadaan di RW 03 Kelurahan Klitren. "Sampai saat ini belum ada pertengkaran warga akibat jarak rrmah mereka yang berdekatan," tukas Suparno. Fakta ini membuktikan, kedekatan jarak rumah bukanlah suatu masalah bagi
Kepala Dinas Permukiman dan Pasarana Wilayah
(Kimpraswil) Yogyakarta, dengan
melihat penduduk kota yang semakin padat,
Selain itu, penduduk juga masih dihantui oleh pencemaran air. Musababnya adalah kedekatan jarak sumur peresapan mal Saphir dengan sumur warga. Belum lagi ditambah terjadinya ketumpang tindihan peng:unaan saluran peresapan air hujan yang bercampur dengan air limbah.
maka pembangunan
penduduk,.
Namun demikian, ternyata ada masalah lain yang tak kalah pelik. Jarak yang terlalu dekat dibarengi dengan padatnya jumlah penduduk, mengganggu keseimbangan lingkungan. Mulai dari permasalahan sanitasi, drainase, sampah, hingga permasalahan udara. Jarak rumah yang sempit, sirkulasi udara di dalam rumah-rumah wtrrga pun terganggu. Hasilnya, kondisi udara yang lembab di dalam rumah. Padahal, kondisi seperti ini mempermudah munculnya berbagai macam penyakit, misalnya, demam berdarah. Penyakit ini disebabkan oleh nyamukAid.es Aegepty yang gemar bersarang di tempat kurang bersih dan lembab. Tak hanya sampai di situ, permasalahan air bersih pun kerap menghinggapi kehidupan warga. Karena sempitnya lahan kosong, jarak antara sumber air bersih (sumur) dengan tempat pembuangan (septic tank) menjadr tidak ideal. Kenyataanya beberapa sumur warga tercemar bakteri koli tinja. "Apalagi setiap rumah dihuni oleh lebih dari satu Kepala Keluarga sehingga tentu saja menghasilkan banyak limbah," tandas Suparno. Padahal menumt Dr. Eko Sugiharto, jarak ideal antara sumur dengan septic tank seharusnya 10 meter. Untuk mehgatasi itu, ia'mengatakan, langkah yang harus ditempuh adalah dengan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) Komunal. Akan tetapi, lagi-lagi keterbatasan lahan merfadi kendala. Tak salah bila Agus Susanto, salah satu anggota tim pembangunan IPAL Komunal di Umbulharjo, menyatakan bahwa pemerintah harus berani mencarikan lahan.
perumahan dengan
Hasil penelitian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (BBTKLPPM Yk) menyatakan kualitas air sumur Moch. Jasin tidak memenuhi syarat air minum menurut Kep. Men. Kes. RI No.
jarak yang ideal menjadi suatu
kemustahilan, o'Angan,
907/IVIen. Kes./ SIV YLA2OOZ,
karena parameter nitrat melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan dan ph (derajat keasaman) di bawah kadar minimum. Kadar nitrat yang ideal adalah 50 mg/l namun kadar nitrat di sumurnya
angan itu terlalu
romantis," kilahnya.
JURNAL BALA|RUNG EDtSt40/xx12006 I
mencapai 83, 64 mg/I. Sedangkan ph yang ideal adalah 6,5-8,5 mg;/I, namun ph air sumur Jasin mencapai 6,3 mgA. Pencemaran itu disebabkan letak toilet peke{a proyek yang sangat dekat dengan permukiman warga.
Seiring pembangunan pusatpusat bisnis itu, kota pun semakin berkembang. Bangunanbangunan beton yang kokoh
59
1
60 ;utrum
BALATRUNG
rilt$i4iltxx/tcfls
berdiri di mana-mana. Wilayah yang berbau tanah semakin jarang ditemui. Sebagian ' besar wilayah sudah beraspal atau dikonblok sehingga daya resap air tanah menjadi berkurang. Tak ayal lagi setelah hujan mereda, air menggenangi di beberapa kawasan di Jogia. Menumt data dari Kimpraswil, kawasan-kawasan itu antara
lain:
1. Sepanjang kali Belik 2. Jl. Kemasan, Kotagede 3. Kemandungan, Kraton 4. Jl. Sawojajar, Panembahan 5. Jl Patehan Kidul-Patehan Wetan' 6. Jl. Batikan, Umbulharjo 7. Jl. Tegalturi, Umbulharl'o 8. Pertigaan SD Giwangan, Umbulha{o
9.
Jl. Andong, Depan SMKK
10. Jl. Veteran Permasalahan ini ditanggulangi pemerintah dengan membangun sistem drainase. Panjang saluran drainase yang ada di Kota Yoryakarta mencapai t232Krr,. Sistem drainase di Kota Yogyakarta mengandalkan sistem pembuangan air permukaan ke sungai atau anak sungai, baik dari lingkungan permukiman maupun daerah terbangun lain menuju ke saluran-saluran air hujan kemudian dibuang ke sungai dan akhirnya ke laut. Sebagian besar saluran mempunyai sedimentasi berupa sampah, kotoran dan pasir atau tanah yang cukup tinggr. Demikian juga kondisi mulut dan sepanjang gorong-gorong sering tersumbat pasir dan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya menjadi penyebabnya.
Nyatanya, masih banyak masyarakat yang membandel membuang sampah dan limbah ke dalam saluran drainase. Kenyataan ini dibenarkan oleh Agnes Maria Sri Rejeki, salah seorang warga RT 20 RW 05, Jl. Patehan Wetan, Kraton, salah satu daerah yang masih tergenang air tatkala turun hujan. Ia mengatakan, kebanyakan penduduk di daerahnya suka membuang sampah, terutama bangkai ayam dan bangkai tikus ke saluran drainase. Padahal menurutnya saluran drainase hanya boleh dibuka oleh pihak Dinas Kebersihan
Keindahan dan Pemakaman (DKKP)." T\rtup lubang saluran drainase seharusnya hanya dibuka oleh petugas, namun banyak warga yang melanggarnya," tukasnya.
Keterbatasan lahan untuk permukiman di Kota Yogyakarta memang semakin mengkhawatirkan. Untuk itu pemerintah telah mencanangkan program RUSLINAWA (Rumah Susun Sederhana Sewa). Untuk
wilayah Kota Yogyakarta, sampai saat ini baru dibangun satu RUSUNAWA, di sempadan Kali Code. Untuk program sepuluh tahun ke depan pemerintah merencanakan pembangunan RUSUNAWA di beberapa kecamatan, antara lain di Kecamatan Tegalrejo, Gedongtengen, Gondokusuman, Danurejan, Ngampilan, Mergangsan, Wirobrajan, dan Umbulhado.
digunakan oleh pemiliknya. Kondisi ini
berakhir setelah lahan tersebut dijual. Ihwalnya, si pemilik baru menutup lahan dengan pagar seng. Tentu saja warga tidak dapat lagi mempergunakan lahan itu untuk beragam aktivitas, sebut saja berolahraga atau arena bermain anak-anak. Dengan kondisi seperti ini, mereka mempergunakan beberapa halaman milik warga untuk acaraacara RW, seperti perayaan hari kemerdekaan atau hari raya kurban. Untuk memenuhi kebutuhan olahraga, mereka harus puas dengan ruang tertutup di balai warga yang hanya cukup untuk bermain
tenis. Pada perkembangannya, penutupan
kosong tersebut dipenuhi ilalang. Nyamuk
Terkait pembangunan RUSUNAWA ini, Dr. Eko Sugiharto berpendapat bahwa ia setuju saja jika akan dibangun RUSUNATWA, namun sarana infrastrukturnya, mulai dari air bersih, jalan, jarak serta penerangannya haruslah dipenuhi. Ia juga menambahkan, sebaiknya RUSUNAWA juga dilengkapi taman, baik untuk bermain anak-anak maupun untuk sekadar menghirup udara alam. "Manusia itu ditakdirkan bersentuhan dengan alam," ujarnya berfrlosofi. Namun persoalan keterbatasan lahan rupanya tidak serta-merta berhenti di situ. Masih di Kelurahan Klitren, permasalahan ini juga berdampak pada terbatasnya lahan yang diperuntukan bagi kebutuhan interaksi sosial antarwarga. Akibatnya, warga tidak memiliki ruang terbuka yang memadai. Padahal, persentase lahan terbuka beserta fasilitas sosial dan fasilitas umum seharusnya mencapai angka 40Vo dari setiap zona permukiman. Sedangkan yang baru tersedia rata-rata hanya sekitar 20Vo.P,;:uang interaksi ini idealnya berbentuk lahan terbuka yang dapat dipergunakan warga sebagai tempat olahraga, bersantai, mengobrol, atau sekadar melepaskan kejenuhan. Ternyata kondisi di lapangan amatlah berbeda, padatnya bangunan di kelurahan ini menyebabkan terbatasnya ruang terbuka yang dapat dinikmati
demam berdarah pun berkembang di daerah tersebut. Warga juga tidak mau berpangku tangan ketika beberapa anggota warga terkena serangErn nyamuk demam berdarah. Mereka berusaha menghubungi pemilik lahan untuk membersihl<annya dari ilalang. Akan tetapi, upaya itu malah mendapat respon negatif. Si pemilik tampak tidak peduli. Akhirnya, warga sepakat untuk membersihkan sendiri tanah tersebut. Setelah pagar dijebol, warga bergotongroyong membasmi ilalang. Hasilnya, mereka
dapat kembali menikmati lahan tersebut sebagai lahan terbuka bersama. Warga menyadari mereka tidak selamanya dapat menikmati lahan tersebut. "Jika pemiliknya ingin membangun lahan tersebut, ya silahkan," tutur Drs. Sugiarto (53), ketua RW 05. Ia pun menjelaskan, yang dipermasalahkan penduduk selama ini adalah lahan yang dibiarkan kosong oleh si pemilik yang kemudian menjadi sarang nyamuk demam berdarah. "Padahal, kalau dia memperbolehkan warga menggunakan lahan itu, sarang nyamuk juga tidak akan ada," tambah Sugiarto. Selain itu, sebenarnya RW 05 dapat mengakses sebuah lapangan yang terletak di RW 04. Akses itu didapat karena penggunaannya dilakukan secara bersamaan oleh beberapa RW. "Sebenarnya bagi kami, itu belum cukup. Kami merasa ruang untuk berolahraga dan bermain bagi anak-anak masih kurang," ujar Sugiarto.
bersama.
Misalnya kenyataan yang dialami warga RW 05. Dahulu, warga RW 05 masih dapat menikmati sepetak lahan terbuka yang tidak JURNAL BALATRUNG EDtst40rxx/2006
ini
justru menuai masalah baru karena lahan
1
6
I
I
62 ;unnim
BALAIRUNG tmsr4*/xru?0fis
Beberapa RW di Klitren Lor mempunyai nasib serupa, seperti di RW 14, misalnya. Dahulu mereka memiliki lahan terbuka yang cukup luas untuk digunakan bersama. Namun sekarang, lahan tersebut tinggal kenangan. Saat ini di atas lahan telah berdiri Akademi Akuntansi (AA) YKPN dan (Akademi Teknologi Arsitektur) ATA YKPN. Keduanya berdiri sekira tahun 70-an. Kedua kampus ini menawarkan kepada warga
Klitren untuk mempergunakan lapangan mereka pada hari-hari tertentu. "Sudah beberapa kali lahan terbuka kami digusur bangunan," ujar Slamet H.P., ketua RT 62. Ia menceritakan, awalnya mereka menggunakan lapangan (sebelum berdiri
YKPN) sebagai ruang terbuka. Ketika kampus-kampus mulai dibangun, mereka menggunakan lahan kosong milik warga. Akan tetapi, lahan milik warga juga dibangun. Terakhir, mereka menggunakan lahan kosong dekat kuburan Kelurahan Klitren. Walaupun begitu, penggunaannya tidak bertahan lama. Pasalnya si pemilik lahan mendirikan bangunan di atas lahan miliknya. Hingga sekarang, mereka belum menemukan lahan terbuka pengganti.
Hampir keseluruhan RW di Klitren mempunyai kendatra minimnya kepemilikan ruang terbuka. Karena semakin sedikitnya lahan kosong yang dapat digunakan oleh warga, mereka pun harus mencari alternatif dan berpikir kreatif guna mendapat ruangruang terbentu yang bisa digunakan sebagai lahan terbuka. Padahal, mereka membutuhkan lahan terbuka untuk banyak keperluan. "Kami butuh tempat untuk bermain anak," tutur Slamet. Ruang bermain untuk anak dibutuhkan agar kreativitas mereka tidak terancam dan direnggut oleh TV. Keberadaan ruang bermain juga menghindarkan anakanak dari bahaya bermain di jalan. "Selain itu, kami juga membutuhkan lahan terbuka yang dapat menjadi pembauran warga asli dengan warga pendatang," tambah Slamet. Slamet membayangkan, suatu saat ruang terbuka berbentuk lapangan atau taman bermain akan terwujud. Tempat itu bisa dijadikan arena bermain anak, arena bagi warga untuk berinteraksi sosial, sekaligus penyaluran bakat warga, baik olahraga ataupun bakat lainnya.
Lahan terbuka telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat perkotaan. Keberadaannya dapat menjadi area interaksi sosial bagi masyarakat. Fungsi ini penting dipertahankan agar masyarakat tidak menjadi pribadi yang individualis. Saat ini di daerah permukiman padat huni memang tidak mungkin lagi untuk dibangun lahan terbuka bagi warganya. Karena itulah, menurut Anggi Minarni, Ketua Komunitas Ruang Publik Kota (Krupuk), untuk mengatasinya diperlukan hutan kota yang dapat diakses masyarakat secara bebas. Selain dapat dipakai masyarakat untuk menghirup udara segar, hutan kota juga berfungsi untuk mengurangi polusi kendaraan bermotor. Adanya ruang terbuka tidak sekadar sebagai arena interaksi sosial, tapi juga sebagai area penyegaran dan rekreasi yang dapat diakses gratis oleh masyar:akat. "Pemerintah harus memberi fasilitas di mana masyarakat tidak perlu membayar. Rakyat sudah membayar pajak sehingga juga berhak untuk mendapat ruang publik yang memadai," tegasnya. Menurut Arrggr, idealnya jumlah lahan terbuka haruslah lebih banyak dari pada jumlah bangunan. Di Kota Yogyakarta, penataan kota tidak direncanakan dengan baik. Lahan lebih banyak digunakan untuk tempat hunian. Jumlah ruang terbuka hijau menjadi kurang. Padahal selain kepadatan hunian, volume kendaraan juga mengakibatkan tingginya tingkat polusi udara. Solusinya dengan membangun hutan kota. Tidak seperti selama ini, pembangunan sekadar membangun taman-taman dengan tanaman kecil yang berpagar. Akan tetapi, pembangunan dapat dikombinasikan dengan pohon-pohon yang berfungsi untuk kerindangan, keteduhan, serta mengurangi polusi kendaraan. Lahan yang diperlukan tidak harus luas. "sayangnya begitu ada lahan kosong, yang keluar justru semangat dagang,,,
Menurut Anggi, idealnya jumlah lahan
terbuka haruslah lebih banyak dari pada
jumlah bangunan.
Di
Kota Yogyakarta, penataan kota tidak
direncanakan dengan baik.
sesal Anggi.
Lebih lanjut ia mengatakan, adanya ruang terbuka yang memadai di Kota Yoryakarta dapat membuat wisatawan merasa lebih nyaman. "Alhirnya, para wisatawan tersebut akan terus merindukan Jogfa dan ingin segera kembali di sini," tuturnya.
mengalami perubahan menjadi lahan terbuka yang dipergunakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk lingkup kota, perubahan fungsi dapat terlihat pada penggunaan trotoar. Penggunaan trotoar menjadi lahan perdagangan ataupun lahan parkir telah mengubah fungsi awal keberadaan trotoar'
Akan tetapi, tidak semua wilaYah mengalami kondisi seperti itu. Nyatanya masih ada segelintir wilayah yang mampu menata dan menjaga lingkungannya sehingga Iingkungan permukiman yang rapi dan indah dapat terwujud. Pemandangan seperti ini masih dapat ditemui di permukiman RW 08 Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman. Suasananya sangat berbeda dengan beberapa wilayah lainnya di Kecamatan Gondokusuman. Rumah warga yang tersusun rapi dengan ruas jalan yang bersih dan lengang menjadikan warganya semakin betah untuk tinggal. Selain itu, rindangnya pepohonan semakin
mempercantik permukiman ini. Permukiman ini dikerjakan oleh Jawatan Rumah-Rumah Pemerintah RePublik Indonesia Sementara (RIS) atas titah Sultan Hamengkubuwono IX dari tahun 1949 sampai 1952. Semenjak berdirinYa, permukiman ini diperuntukkan bagi para pegawai negeri Kota Yogyakarta saat masa RIS. Karena pembangunan telah direncanakan oleh pemerintah, maka saranaprasarana lingkungan di permukiman itu pun tercukupi. Mulai dari air bersih sampai dengan saluran air limbah, saluran air hujan, serta sirkulasi udara. Bahkan di tengahtengah permukiman yang berbentuk melingkar itu dibangun sebuah taman yang indah dan asri. Saat ini, banyak rumah yang dibangun bertingkat, efeknya sirkulasi udara terganggu dan penyinaran matahari ke dalam rumah warga. Para warga pun meresponnya, paguyuban di RW 08 menetapkan aturan bahwa rumah-rumah warga tidak boleh melebihi ketinggian 6 meter. "Setiap rumah di sini tidak boleh dibangun lebih dari 6 meter (ketin gglan-Red)," tutur Langkir Notodisuryo, Ketua RW 08. Tak sebatas itu, bapak paruh baya ini menambahkan untuk menciptakan lingkungan agar terlihat sejuk dan asri, tiap-tiap rumah diwajibkan untuk
Kurangnya nrang terbuka menyebabkan adanya transfungsi lahan di ruangruang perkotaan. Pada
tingkat permukiman perkotaan, transfungsi dapat terlihat di Klitren. Di wilayah ini, fungsi lahan kosong milik pribadi .Jilfi
f,,il\,t-
BALAIRUNG ilnt6t4fl/Xfr/?*fifr
1
63
1
64 ;umr'lm BALAIRUNG
Hiltsi4CIrx.vzosti
memiliki pohon atau tanaman. "Bagi yang tidak memiliki lahan, penanaman pohon dapat diatasi dengan menanam di dalam pot yang digantung di teras rumah," terangnya. Kondisi ideal permukiman di daerah itu selain karena keteraturan pembangunan frsikjuga didukung oleh kesadaran warganya. Kerja bakti membersihkan lingkungan tiap tiga minggu sekali merupakan perwujudannya. Bahkan muncul kesepakatan di antara warga untuk tidak membuang sampah sembarangan dan penjadwalan waktu pembuangan sampah. Sampah baru boleh dibuang pada pukul enam pagi ataupun sesaat sebelum sampah diangkut oleh petugas pada pukul sembilan pagi. Hal ini untuk menghindari penumpukan sampah yang dapat menimbulkan bau tidak sedap. "Jika sampah dibuang sore hari, maka akan menimbulkan bau tidak sedap," ujar Langkir. Ia menambahkan, jika tidak diatur hal ini dapat menggangu pemandangan warga sekitar, terutama di sore hari di saat sebagian warga memanfaatkan waktu untuk berjalan-jalan. Selain karena kesadaran penduduk yang tinggi akan permasalahan Iingkungan, kondisi inijuga didukung faktor perekonomian serta tingkat pendidikan warganya yang relatif tinggi.
Tbrnyata indikator itu bukanlah jaminan, tidak semua penduduk memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan di sekitarnya. HaI ini tentu menjadi peke{aan rumah bagi semua pihak yang merasa prihatin dengan kondisi lingkungan perkotaan, tak terkecuali pemerintah. Memang penyelesaian masalah ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, tugas ini benar-benar harus segera dilaksanakan sebelum kondisi lingkungan perkotaan semakin memprihatinkan. Tentunya semua penduduk kota di negeri ini, tidak hanya di Kelurahan Klitren, senantiasa terus berharap kondisi tempat tinggalnya menjadi lebih baik. Nyaman untuk dihuni dan indah untuk dipandang. Pertanyaannya, sampai kapan impianimpian ini dapat terwujud selama penataan lingkungan kota masih centang-perenang dan tanpa perencanaan yang jelas.[1
" :
l.::!:ii:lril: i:i:ri: : Ir::
.
;:lt
lr.,,,','t t
t:
r:,
:
'
information " r ,
#vea1ed. . . iiil1
ii:iir,.,,#i :'i: ii:illi
.,,rrr"rr_.0r,*r, i ,.r,"rq
..rr,,.*
##p,r ##tr$
*frF*
,'###
,*tffi il
!
:.
o*+#
dffi f$#d
,'M
'!
M
#gffiH; #g H##H
.rydd tr
o
ffi : , r:li ,:ii
kosong. Hadirnya sebuah kota adalah di atas kepentingan-kepentingan yang memiliki tujuan tersendiri. Kepentingan itu kemudian
melahirkan kebutuhan kota. Dalam perkembangannya, dialektika tentang apa yang dibutuhkan sebuah kota dari masa ke masa terus terjadi.
Di antara perubahan-perubahan kota, sebagian dilakukan dengan rencana matang demi pencapaian suatu tujuan. Perubahan semacam ini, antara lain dilakukan dengan regenerasi kota. Sebuah konsep yang bertujuan meremajakan kembali kawasan
Menyajilsn Tamaq Budaya,
perkotaan. Pada proses regenerasi ini terlihat simbol-simbol akan tujuan dan pemaknaan kota pada suatu waktu. Regenerasi kawasan perkotaan menyimpan misi dan tujuan tentang kota apa yang ingin dibentuk. Ia berisi perihal penggambaran kota itu sendiri.
HffiffiffiffiffiffiffiffiffiB ffiffiyffiffiffi,fr:,q,m.,,
Noviana Rahmawati
ota, sebuah kesatuan ruang yang
memiliki karakter tersendiri. Kota emiliki bahasan total mengenai fenomena sosial yang meliputi aspek budaya, bahasa, politik dan ekonomil. Tampilan kota seperti pola yang tertata dan memiliki benang merah. Namun, di balik penampakan itu, pada dasarnya ia terdiri dari bagianbagian yang harus dijaga, diperbarui, atau diperhitungkan kembali kemanfaatannya. Dalam totalitas itu, setiap detail adalah bagian, seperti mata rantai yang saling bertautan, bukan terpisah satu sama lain. Bahkan setiap detail itu merupakan keunikan. Dan menjadi cermin perwajahan kota yang seakan mau berkata: Akulah kota
itu! Juga kota Yoryakarta, berbagai julukan yang melekat pada kota ini tak lain ialah karena apa yang hidup dan dihidupi di sana. Sinergi yang diciptakan menghasilkan perpaduan warna berbeda bagi setiap kota. Bangunan yang menjulang tinggi, jalan raya yang silang-menyilang, lalu-lalang kendaraan, orang yang lari tungganglanggmg, ini menjadi gambaran umum sebuah kota. Namun lebih dari itu, sebuah kota menyimpan sejarah, kenangan, nostalgia, identitas dan utopia2. Inilah yang menentukan ciri spesifik sebuah kota. Sebuah citra kemudian terbentuk, yakni
Sebuah kawasan perkotaan memiliki arti penting dalam pembentukan citra kota. Selain menjadi bagian dari kota, sebuah kawasan perkotaan adalah cermin. Pemukiman kumuh, misalnya. Ia mencirikan kota dengan tarafhidup penduduk yang rendah secara ekonomi. Regenerasi kota berkaitan dengan pembaruan fisik suatu kawasan perkotaan, dan lebih dari itu, regenerasi kota adalah langkah awal dalam
tersusun atas keberagaman dan kekayaan unsur yang dimiliki. Munculnya sekolah dan pergurutrn tinggi, menuai julukan kota pendidikan. Keindahan dan kekayaan alam maupun budaya, menjadikannya kota pariwisata. Lahir dan tumbuhnya seni, seniman dan juga,berbagai aktivitas kebudayaan, membuatnya pantas untuk disebut sebagai kota budaya. Tentu saja kesemua ini saling menghidupi demi keselarasan dalam kekotaan. Jadi, jejakjejak kota dalam upaya mengarahkan menjadi kota seperti apa? Adalah gambaran pembentukan citra kota itu sendiri. Meski dalam satu kesatuan utuh, kota tak bisa lepas dari kepungan perubahan. Arus zaman membentuk karakter manusia itu sendiri, yang kemudian memiliki pola berbeda dalam penyikapan-penyikapan terhadap hal-hal di sekitarnya, juga bagaimana manusia itu menghidupi ruang bernama kota. Di sinilah identitas, kekhasan dan ciri sebuah kota, dipertaruhkan. Serbuan kebebasan harus dibayar dengan pertahanan diri yang tangguh, untuk tetap menjadi sebuah kekokohan entitas. Tidak hanya berubah, kota bergerak dengan dinamis. Serba cepat, bahkan instan. Berbagai kepentingan inilah yang membuatnya demikian. Kota bukan drama monolog, karena ia tak lahir dari rrang
penentuan arah pembangunan kota. Kebutuhan akan regenerasi kawasan perkotaan dirasa semakin penting karena berbagai faktor, antara lain, meningkatnya kebutuhan untuk mengubah citra kota (reimagining city), dan pemanfaatan kultur sebagai suatu industri. Untuk memenangkan ii.,
.i
"
ji
persaingan kota di dunia, sebuah kota harus memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dibandingkan dengan kota-kota lain. Salah satu cara untuk memiliki keunggulan tersebut ialah dengan re-imagining cityl.
Strategi dalam regenerasi kota dirancang berdasarkan kebutuhan kota dan kondisi awal kawasan perkotaan. Regenerasi kota mengenal berbagai strategi, antara lain: gentrivikasi, konservasi, cultural quarter dar, revitalisasia. Revitalisasi sebagai bagian dari regenerasi kota memiliki arti penting, terutama untuk kota yang memiliki nilai historis tinggr. Sejak dua dekade terakhir, kesadaran akan membangun kembali (revitalisasi) kawasan pusaka arsitektural di kota-kota dunia meningkat tajam. Kota lama dan bangunan tuanya identik dengan kawasan yang kurang bergairah bagi warga kota. Padahal dengan sedikit sentuhan baru, akan membuat ruang arsitektur area ini menjadi hidup dan muda kembalis. Hal-hal tersebut mendorong BPPM UGM Balairung untuk melakukan penelitian tentang revitalisasi kawasan perkotaan. Salah satu kawasan perkotaan Yang mengalami revitalisasi adalah kawasan kebudayaan Malioboro, salah satunya kawasan di belakang Benteng Vredeburg. Dikenal sebagai kawasan Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Kawasan ini sangat penting mengingat salah satu benda cagar budaya Yogyakarta, berada di sini, yaitu Gedung Militair Societeit yang kini diganti namanya menjadi Gedung Kesenian Sositet. Selain itu, dalam proses revitalisasinya,
.;
li',,
1674 fiengan,bankrsn Fangeun Puger dan Kraeng
JURNAL BALATRUNG ED|S|40/XX/2006
1
67
I6t .;u*ruai BALAIRUNG
f;mt$i4*txx/ff*t:fi
ditempatkan gedung baru TBY di sini. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah: Bagaimana revitalisasi Kawasan Taman Budaya mengkonstruksi irnage kota Yogyakarta sebagai kota budaya? Menggunakan metode kualitatif dengan penyajian deskriptif, mencoba menemukan jawaban. Objek yang diteliti adalah kawasan TBY. Kawasan TBY berada di belakang Benteng Vredeburg
yaitu di Jl. Sriwedani No.1. Pada awal pengelolaan, ia disebut kawasan TBY, yang terdiri dari belakang Benteng Vredeburg sampai kawasan Shopping Centre lama yang sekarang dalam proses pembangunan g"una dijadikan Gedung Taman Pintar. Sebelum mengalami revitalisasi, kawasan TBY terdiri dari Gedung Kesenian Sositet, dan asrama tentara. Sisanya ialah tanah lapang. Kawasan ini pernah menjadi lokasi penting dalam peq'alanan sejarah Yogyakarta, yaitu pada saat berdomisilinya orang-orang Belanda di kota ini. Pembangunan gedung kesenian dengan nama Societeit Militair diperkirakan bersamaan dengan berdirinya Benteng Vredeburg merupakan bangunan markas pendudukkan Belanda di Yogyakarta. Gedung kesenian ini dibangun sebagai tempat hiburan yang menampilkan berbagai pagelaran seni dan pertunjukkan. Hiburan ini diperuntukkan bagi tentara-tentara Belanda. Perayaan hari kelahiran Ratu Wilhelmina juga diselenggarakan di gedung ini. Pada masa itu, sekitar Gedung Kesenian Sositet pernah dijadikan pemakaman Belanda. Gedung Kesenian Sositet yang menurut lampiran draf Raperda Propinsi DIY tentang pengelolaan kawpsan cagar budaya, tercatat sebagai salah satu benda cagar budaya. Menilik sejarahnya, kepastian waktu pendirian dan siapa arsiteknya tidak diketahui secara pasti. Dalam catatan laporan rekaman "Gedung Bekas Militair Societeit" Yogyakarta oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DfY tahun anggaran 1991/lgg2 disebutkan, sejak Sultan Hamengku Buwono I pada saat
Regenerasi kawasan
!D
@
E F e z o
perkotaan menyimpan
misi dan tujuan tentang kota apa yans ingin
dibentuk" la benisi perihal penggambaran kota itu sendiri"
penjajahan Belanda gedung tersebut sudah ada dengan nama Gedung Societeit de Vereeniging berada di sebelah timur bangunan Benteng Rustenburg yang sekarang dikenal dengan nama Benteng Vredeburg.o Kawasan ini dibangun dan dijadikan kawasan kebudayaan dengan berbagai pengembangan aktivitas budaya di dalamnya, di samping pembangunan frsik. Revitalisasi kawasan ini meliputi pembangunan gedung TBY yang baru dan perbaikan Gedung Kesenian Sositet. Pencapaian-pencapaian yang ingin diraih dalam revitalisasi kawasan sangat berkaitan dengan adanya bangunan TBY melalui berbagai misinya. Misi TBY antara lain: (1) Memberikan ruang kreatif bagi seniman dan budayawan untuk mempresentasikan karya-karya kreatif dan pemikiraannya; (2) Menjadi pusat laboratorium pengembangan dan pengolahan seni, dokumentasi dan informasi seni dan budaya; (3) Meningkatkan kompetensi dan kemampuan masyarakat dalam mengapresiasi seni dan budaya. Untuk menjadi kebudayaan, sudah bermodal keberadaan i!,.,r..' ii
memiffi bantu*n, 8eland*: m+-+yera*$
lteldlr;'Eeh.61um rl
rffiringgai',ia m.dnunju!, Adipai!, Ansfflr,tntlJft dengan gelar Amangkurat ll. 1$78' Anangkurat, ll ke, Jeram dan berlernu Cornelis Speelman lalu fiensndatangani perjanjtan
;'1i"1'1 ""f.1"
+
Gedung Kesenian Sositet. Dalam perkembangannya, setelah selesai pendudukan Belanda, gedung ini bertahan sebagai gedung kesenian. Penggunanya adalah para penyelenggara pementasan dan pertunjukkan yang menyewa di Gedung Kesenian Sositet.
kesepakatan bersama antara Sri Sultan Hamengku Buwono X, BAPPEDA Propinsi Dry DPRD Propinsi DIY, Walikota Yogyakarta dan Dirjen Kebudayaan pada tahun anggaran 1999/2000. Setelah itu, adalah peletakan batu pertama Gedung TBY yang baru. Dan sejak tahun 2005, setelah Gedung TBY Purna Budaya akhirnya diserahkan oleh Propinsi DIY kepada UGM, maka seluruh aktivitas TBY resmi berada di kompleks Gedung Kesenian Sositet.
Saat ini, yang disebut kawasan TBY meliputi Gedung Kesenian Sositet dan gedung baru TBY. Di jalan menuju kawasan ini terdapat anak panah bertuliskan "The Window of Yogyakarta". Ini sesuai benar dengan visi kontemporer TBY, yaitu terwujudnya "The Window of Yogyakarta" menuju pusat budaya terkemuka di tingkat nasional dan internasional. TBY adalah bangunan di samping Gedung Kesenian Sositet. Gedung ini dibangun pada tahun 1978 dengan SK Mendikbud RI No. 027610./ 1978 bersama dengan Taman Budaya lain di berbagai propinsi di Indonesia. Kawasan TBY diharapkan menjadi "The Window of Yogyakarta", masyarakat nusantara maupun mancanegara akan bisa mengenal, mengetahui potensi seni dan budaya yang dimiliki Kota Yogyakarta. Semangat inilah yang hendak dituangkan dalam upaya menghidupkan kembali kawasan TBY.
Gedung TBY cukup megah dan besar,
ditambah dua tangga yang dibangun simetris memberi kesan tersendiri. Gedung TBY adalah gedung pertunjukkan yang khusus dibuat sebagai wadah berbagai aktivitas
pohon keeil dan selebihnya masih berupa tanah gersang dan panas. Menurut Dyan
tertanggal 13 Mei 1991. Renovasi dilakukan dengan catatan, ada rekaman dengan foto,
Anggraini Rais, pimpinan TBY, memang keadaan TBY masih belum terbuka dengan kesan birokratis yang terserak di sana- sini. Namun, sejauh ini TBY berusaha menjadi terbuka dengan menggamit seniman dan budayawan dari berbagai kalangan. Sebut
video dan gambar. Perekaman data Gedung Kesenian Sositet bertujuan
saja Genthong H. Selo Ali, Sapto Raharjo, Eko Prawoto, Landung Simatupang, Kak Wess, dll. Berasama mereka ini TBY mengadakan ker{a sama, pertemuan rutin. Dan salah satu hasilnya adalah menggagas konsep TBY agar mampu menjadi wadah kebudayaan bagi masyarakat Yogyakarta secara umum denganjangkauan yang lebih luas7.
kebudayaan dilakukan dan dikembangkan. Demi mewujudkan dirinya menjadi "The Window of Yogyakarta", TBY berusaha menghidupi kebudayaan dengan fasilitasfasilitas memadai untuk pementasan kesenian. Gedung TBY terdiri dari berbagai ruang, Concert Hall dengan kapasitas ribuan orang dan so und system yang mendukung, ruang pameran yang lapang dan ruang seminar. Sisi-sisi kanan dan kiri lantai dasar gedung dibuat ruang-ruang yang digunakan karyawan TBY. Pada dinding dalam ruangruang kantor terpasang berbagai karya lukisan berbagai aliran.
Revitalisasi kawasan TBY berawal dari dimintanya gedung TBY Purna Budaya di kompleks UGM untuk digunakan sebagai tempat kegiatan mahasiswa oleh UGM berdasar SK No.UGi\[/422|PL/IY tanggal 23
Selain pembangunan gedung baru TBY, renovasi Gedung Sositet merupakan, kalau boleh dapat di kata, bagian terpenting dari proyek revitalisasi di kawasan ini. Renovasi dilakukan pada tahun anggaran t997/1992. Pelaksananya adalah Bagian Proyek Perbaikan Lingkungan Penrmahan Kota Kawasan Malioboro dan Kraton, Proyek Perumahan Rakyat dan Penataan Bangunan DIY, Departemen Peke{aan IJmum Kantor Wilayah Propinsi DfY. Pada tahun anggaran t99lll992 sasarannya ialah renovasi Gedung Kesenian Sositet. Mengingat gedung tersebut memiliki nilai sejarah tingg. Maka, perencanaan renovasi disinergikan dengan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DfY. Renovasi dilakukan setelah selesai koordinasi dan tercapai kesepakatan mengenai hal tersebut. Kesepakatan berdasar surat Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DfY
Konsep gedung kesenian TBY yang megah,
kantor yang dihuni karyawan berseragam, menjadikan gedung ini tampak eksklusif di
Januari 1995. Sejak saat itu, mulai digagas pembangunan Gedung TBY baru, dan dipilih lokasi kompleks Gedung Kesenian Sositet. Sebagai langkah awal rencana, terbentuk
tengah budaya Jawa yang mengembangkan
rasa'pahewuh'. Akan tetapi, lingkungan sekitarnya tidaklah rindang dan sejuk, tanaman yang ada hanya berupa pohon-
mendokumentasikan bangunan meliputi sebelum, selama dan setelah proses renovasi. Diharapkan, data-data perubahan lengkap dan kronologis mengingat pentingnya bangunan ini, khususnya berkaitan dengan fungsi. Prosesnya memakan waktu dua tahun. Tak sebatas itu, beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu ikut dilibatkan. Terutama bidang sejarah dan arkeologi. Usaha ini adalah nilai penting dalam proses renovasi. Revitalisasi semacam ini sudah selayaknya dilakukan demi terjaganya nilai historis bangunan yang sudah ada. Kini Gedung Sositet relatiflebih kokoh, dan bisa digunakan sebagaimana mestinya tanpa mengurangi nilai sejarah di dalamnya. Meski ruangan pertunjukan hanya satu dan berkapasitas sekitar 300 pengunjung, tapi
tak menyurutkan masyarakat untuk berkunjung ke sana. Ihwalnya, sedari awal gedung ini cukup dikenal masyarakat Yogyakarta karena sering digunakan untuk berbagai acara. Secara keseluruhan, gedung TBY dan Gedung Sositet di bawah pengelolaan yang sama. Taman Budaya adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kebudayaan Propinsi DfY. Pengelolaannya meliputi segala hal yang berkaitan dengan kegiatan dan pengembangan TBY. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung terjadwal dengan baik. Selain agenda TBY sendiri, kedua gedungjuga disewakan. Pagelaran seni dan pameran adalah kegiatan yang paling sering
rl'i
r
l-r
{.?,.
.,
?..$ultaa,$.eAtngtgiW
anatny*.,'nxiii:*ie,:seilapi.b,*Cuigal'str jtl,tbdldgtul SilfttfOttOt,ll.:,,,',, ':,., : ":'::'r'1..'ti,:.'1,:.,,'1 r,r ,.:,rl',.,.::i..
i
f
,,$ultan,Harn6rgkr,rB*wsno menentang',kdbji4l$n kebijaksn' GnbcrfirrJender.rl Behnda fiaende[$,,.
:,
,fiak:halid*g.brnb.agaiJe([ega,&9m**Ernkaiait.g$,,
9 O*tobElt?55 iGrena Kra{snr b+lum, ee{esai dihangun;
:deea:,'Eelandc:,hanyar'fliemberikanr tanah,'yallg:,1*fi9*urrg
,}L}ffiN,#,I- BALAI RUNG ffifl}IS{4*JXX/T**fi
I7
1
I
72 ;*mrum BALAIRUNG
ffi ffi
rsid*rx)#?##rj
.di
:''
pengunjung dan kendaraan bermotor. Di seberang gedung TBI aktivitas ekonomi toko Progo yang tak pernah sepi turut meramaikan sekitar kawasan TBY. Belum lagi sebelah utara dan sekitarnya. Pun kesibukan khas di Pasar Beringharjo ikut pula meriuhkan. Keramaian di sekitar kawasan kebudayaan tentu membawa dampak tersendiri, terutama masalah keamanan yang membutuhkan penanganan khusus. Satpam disiagakan di pos dekat pintu masuk. Walau berada di lingkungan yang ramai, kegiatan seni dan budaya di TBY tidaklah terganggu. Peredamnya, tak lain, adalah fasilitas kegiatan in door gedung yang memadai.
Ymmry rwmmkmmtmpm *mrwxpmk mmfrmg mmfim$t
fumkmr* nrcmdmfr hmr"n6mrnmmTmpH, ffNmgmfrmnyffi Hffi$tffi mmhm*mm rmmmjmd$ rffiffi$tffi
Gedung TBY yang megah dan Gedung Kesenian
w,*ffi
!D
@
q%w,qew$w%ww(eqqq?ffiE:'.ff
:ffi ::{:*:H{:*l'J{S:ilJ":-""'
sepanjang Jl. Malioboro dan sekitarnya. Meskipun ia
7 c z
sffi
o
ffi fr trffi ffi
rx
mtm
qx
|j1X??1ff"["::ilT##l'J:f,,:11T*,X'if,T" fisik semacam ini menjadi bagian tak terpisahkan dari
h Nd my
dilakukan. Baik diselenggarakan TBY, pihak luar yang menyewa, maupun keqjasamas. Untuk menyewa dikenakan harga sekitar 5 juta rupiah sekali pentas di Concert Hall.Ruang pentas Gedung Sositet lebih murah, hanya bertarif ratusan ribu rupiah. Pengkondisian pun dilakukan di sekitar kawasan TBY. Salah satunya penertiban pasar sayuryanghampir memenuhi Jalan Sriwedani, tepat di depan kompleks gedung TBY ini hingga menutupi keberadaan gedung TBY. Setelah penertiban, Taman Budaya terlihat lebih luas dan tidak lagi tertutupi. Namun, meski sudah ditertibkan, suasana sekitar kawasan ini pada dasarnya ramai karena adanya aktivitas ekonomi. Pemandangan Shopping Centre misalnya, salah satu pusat perbelanjaan buku di Yogyakarta yang berada di sebelah selatan, itu saban hari menghasilkan suara bising
m wffi n'$, s ffi p ffi nt
fr ffi[l1fJ,i["#:::ffi
lTffi ff;fi,T;'"1t.,..
pffiffi#fiffif,ffiilt #mf'X PffiffiffifffiEt
me4jadi ruang publik representatif seniman atau bud.ayawan, seperti pagelaran dan pameran karya seni. Sementara awam masih terabaikan. Selebihnya,
kmnym ffiffiffifr, ffimrmmntmrm
kawasan ini pun lengang. Kecuali hari-hari tertentu yang memang khusus dan nrtin digunakan masyarakat umum untuk berkumpul dan menikmati acara terbuka
ffiwffirTT $Hffisfr Ft tmnahmikan"
di halaman TBY. Cita-cita menjadikannya tempat yang lebih terbuka dan nyaman bagi publik hingga kini masih dalam rencana. Telah dirancang pembangunan bangunan tambahan di tengah-tengah di antara gedung TBY dan Gedung Kesenian Sositet. Konsep bangunan ini berbeda dengan kedua gedung yang telah ada. Ruangan yang akan dibangun bentuknya terbuka, mirip koridor, namun disekat ruang-ruang tanpa j
:
.,i
trlliBr yang , m*riyaitltc hahrrra dq*rah- ltâ&#x201A;Źsultafran .da11 Pakualaman rnerupakan Daerah lstimewa yang
hagia*,dari Repubtk lridonesir' rnenurutBasal
,ffi
l'"!ll:
lilrj j '
:i.'1
ti
.1S,
memfasilitasi kegiatan-kegiatan seni yang biasa diapresiasi masyarakat kelas menengah ke atas. Kegiatan-kegiatan semacam ini hanyalah bagian kecil dari realitas kebudayaan Yog,akarta. Sebagai ruang publik, kawasan TBY masih jauh dari konsep ruang publik yang terbuka dan nyaman bagi berbagai kalangan. Menurut Arie Setyaningrum, Sosiolog UGM, misalnya TBY sebagai ruang publik tidak mengadopsi konsep alun-alun. Padahal selama ini
dinding pinggir. Bangunan ini nantinya akan digunakan sebagai ruang untuk kegiatan umum. Misalnya, untuk belajar seni patung, lukis, dll. Diharapkan dengan adanya tambahan gedung ini, TBY lebih terbuka dan lebih mudah diakses masyarakat. Kesan eksklusif pun bisa dihilangkan. Berbatas pagar yang tinggi dengan pintu gerbang yang dijaga satpam, terbentuk dinding imajiner yang membedakan dua dunia yang ditampakkan berbeda. Realitas masyarakat sekitar dengan segala aktivitas keseharian, dan pencitraan kota budaya yang tengah dibangun kawasan TBY. Ini bukan hanya persoalan bangunan fisik semata yang akan selesai dengan penambahan sarana lain untuk memberi kesan inklusif. Kawasan
TBY menjadi ruang publik, namun pada penyerapan atas kepentingan publik masih belum beragam. Baru menampung sebagian kecil kepentingan publik. Merujuk tulisan Yasraf A. Piliang berjudul Minimalisme Ruang Publih: Budaya Publih di dalam Abad In formasi, tingkatan-tingkatan kepublikan sangat ditentukan besaran daya tampung anekaragam bentuk dan kepentingan publik tersebut. Semakin besar daya serapnya dan semakin beragam yang diserapnya, semakin baik kualitas kepublikan sebuah ruang. Sebaliknya, semakin kecil daya serap ruang dan semakin seragam yang diserap, semakin
buruk kualitas kepublikan ruang tersebute. Selanjutnya, Yasraf A. Piliang mengutip Donald Horne dalam The Public Culture: The Tliumph of Industriallsm, menerangkan bahwa budaya bersama yang diwadahi ruang publik sebagai budaya publik. Jadi, ruang
ti+.
@
I b E
czv o
publik pada tingkat tertentu mampu mengkristalkan berbagai kebudayaan yang sebelumnya saling silang- menyilang dan bertemu di ruang publik. Muncullah kebudayaan yang dimiliki bersama sebagai budaya bersama. Kemudian disebutkan pula pada masyarakat yang dibentuk oleh semangat industrialisasi atau pascaindustrialisasi, ada kecenderungan sebuah budaya mendominasi bahkan memonopoli ruang publik dalam wujud representasi dan tindakan. Sehingga, kebudayaan yang sesungguhnya bagian kecil realitas dianggap merepresentasikan keseluruhan realitaslo. Pada lionteks kawasan TBY sebagai ruang
publik, telah terjadi hal demikian.
Yogyakarta mampu tercitrakan melalui alunalunnya. Perihal gedungnya tidak menjadi masalah, namun kesulitan akses masuk gedung ini yang harus dipertanyakan. Misalnya, kesulitan memarkirkan kendaraan yang membuat orang enggan berkunjung. Juga konsep-konsep acara yang dibuat, masyarakat sekitarnya justru sama sekali tidak dilibatkan dalam acara yang membahas tentang mereka sendiri.ll
Baik pengunjung TBY maupun Gedung Kesenian Sositet, sebagian besar pecinta seni berkelas menengah ke atas. Hal ini bisa dimengerti karena berdasarkan catatan agenda bulanan TBY, sebagian besar acara berupa pertunjukan-pertunjukan in door misalnya teater dan ketoprak. juga pameran yang digelar baik pameran lukisan ataupun pameran kain batik dari berbagai daerah dan negara.
Citra Yogyakarta sebagai kota budaya, antara lain ingin dicitrakan melalui pencitraan kawasan TBY, dilihat dari kuantitas pertunjukkan kesenian yang diselenggarakan TBY tergolong sudah berkembang dengan cukup pesat. Pengembangan kesenian dan kebudayaan difasilitasi dengan baik oleh TBY, misalnya C oncert H all befiar af internasional. Menggalang kerl'asama dengan berbagai pihak, menjadi duta kesenian Yogyakarta, sudah dan terus dilakukan. Bukan hanya dalam negeri, TBY juga bekerjasama dengan luar negeri.
Muasalnya, kawasan ini lebih banyak
lt!,
Menjadi duta yang membawa nama Yogyakarta ke kancah pergaulan dunia, itulah TBY. Sekali lagi, TBY merupakan sebuah proyek realisasi program pemerintah di bidang kebudayaan. Sesuai dengan salah satu misi TBY sebagai "The Window of Yogyakarta" yaitu meningkatkan kompetensi masyarakat mengapresiasi seni dan budaya, kawasan TBY
,''19'Otlober,t94S, Barisan:FenJaga. [Jn1l{x,fl*ri (Nl' i' : dengan bersenjata lengkap menduduki rumah bekas Tyokan Ji_ift rd,4t_ BALAIRUNG Etlt$r4fi/xHlff
#*s
1
75
bukan hanya bertugas menampilkan Yogyakarta kepada masyarakat luar, namun adalah menjadi milik bersama masyarakat Yogyakarta. Pengembangan kebudayaan itu tentu tidak dimaksudkan sebagai usaha membangun kebudayaan sebatas pementasan, dan pertunjukkan senibudaya yang seringkali hanya bisa dikonsumsi golongan orang-orang tertentu. Masing-masing kawasan suatu kota memberikan warna tersendiri bagi perwajahan kota. Kawasan TBY hadir pengembangan budaya yang menuju konsep 'l'"1 ruang publik, namun masih sarat kendala. Ruang yang cenderung eksklusif, menjadi persoalan tersendiri. Pembenahan di sanasini masih diikhtiari. Sebagai "The Window ofYogyakarta," kawasan TBY berada pada titik proses bagaimana menghidupi kegiatan- kegiatan kesenian dan membangun kerjasama dengan pihak-pihak yang mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan sumbangsih terhadap ketersediaan ruang publik yang ideal di Yogyakarta belum menunjukkan perkembangan berarti. Jadi, spirit kebudayaan yang terepresentasikan di sini, baru bagian kecil dari realitas sosial
masyarakat Yogyakarta. []
ffi
#-## WffiSeJarah Yffiffi&trd ffi&Y& qtTo g yakarta iiv
swB
&
I
&*
Terima Kasih!
ffi hJ
&*"
-4-^Jr--
Kepada anda yang telah menjadi pelanggan abadi Balairung
Gembong Priyono
' 19f0 Direktur Jenderal Kebudayaan,
{"1
lda Bagus Mantr:a,
A$A
li,'i,/iF?.ffi ,e,}
.,menfjbagas berdirinya Taman Budaya di beberapa propinsi di
Basuki Yusuf Iskandar ffilffiJHru r)#s ffip,icJ Tffit-ffiKfifr{uhlIK,eS{}
11 Mafet 1977 rr*an Budaya Yosyakarta {Purna ) dibangun di daerah Bu{aksumur {sekarang komp}ek6 ) dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku
Darwis Khudori
lX sebagai Wakil Presiden Rl $aat itu,
I
'
{yA'/e"sAr'}
Purna Budaya menjadi unlt pelaksana teknik
p#r,It}ffi t{ ftlhl{Y/\T}
;bidang kebudayaan di bawah Dirjen Kebudayaan Taman Budaya dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Rl N0.0276/0/1978.
1991
Oitatut<an pembaharuan pada organisasi dan iata
ke{a Purna Budaya berdasarkan SK Menteri Pendidikan
dan
Kebudayaan Rl No. 0221/O/1991.
1995 U"utui Mendikbud
Rl datam surat No. UcWt422t
PLl06/lV, Rektor UGM meminta Gedung Purna Budaya yang berada di kompieks Bulaksumur UGM, untuk tempat {egiatan
.Llii"lil I!':i i:]
mahasiswa UGM. Atas kesepakatan Sri Sultan Hamengku Buwana X, BAPPEDA Prop.
Dli
Anda akan mendapatkan edisi terbaru Jurnal mahasiswa Balairung seumur hidup hanya dengan donasi sebesar Rp. 500.000,00
DPRD Prop. DIY Walikok Yogyakarta";.
dan Dirjen Kebudayaan, gedung seni budaya Taman Budaya
N.A,M,A. L,E N G,KA.P .:..,,...,,.
.
Yogyakarta dikembangkan di kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg.
1999
geraasarran Undang-Undang Nomor: 22
tahun
I
1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah, maka Taman Budaya Yogyakarta masuk pada struktur Pemerintah Daerah dalam hal ini
Dinas Kebudayaan dan Pariwisala Propinsi
DIY ,
adalafi
,
.
.*../,
Keputusan Gubernur DIY No. 161/2002, Taman
. ."'.,. I Budaya
Yogyakarta secara resmi menjadi UPTD Oinas
Kebu.ddiiai:;" i'
2002
eerOasarkan Perda No.7 tahun
2002dan
dan Pariwisata Propinsi DIY
',
RP-- . a, :.-- :.:.-.i
:r: :.::.i.:
-ij, .,i.;
-
..
-,--,-..
-,= ..r.r.
:
Melalui hansfer ke rekening Tahapan BCA KCU Yogyakarta No.037
Hanum Ayuninggas
"ii,irufi,qL BALAIRUNG trlli!:iit1i) i :ntt,lli)Iii(j 17 7
235 5296- a.n. Dian Mentari Alam (lampirkan formulir ini serta bukti transfer lewat Fax. 427 4 - 56617 1 atau kirimkan via pos ke Perumahan Do*en UGM Bulaksumur B'21, Ypgyakarfa 55281)
ilili
nto:
kemauan dan kerja keras merupakan keniscayaan yang diyakininya. Terbukti,
embahas masalah perkotaan ada banyak nama yang dapat dijadikan referensi. Andy Siswanto salah satunya. Pria ini memang dikenal memiliki konsistensi di bidang pengembangan kota di Indonesia, mulai dari arsitektural, planologi, hingga ranah urban design. Penataan kota berdasarkan frsik dan fungsinya, meliputi ruang publik, lingkungan, aksesibilitas masyarakat, serta desain gedung ia geluti. Ide-ide segar seolah tak pernah lelah mencuat dari pemikirannya.
Andy memiliki hal tersebut. Melalui Bandarharjo ia tunjukkan kontribusi dan mewujudkan idealismenya: Seluruh Rakyat Indonesia Punya Rumah.
Kerja kerasnya tak sekadar berhasil membuahkan kondisi kota yang lebih baik. Lebih dari itu, beberapa karya pun sempat mendapatkan penghargaan, tak jarang pula menjadi acuan baik di kancah nasional maupun internasional. Tidaklah mengherankan bila kini ia ditunjuk menjadi Deputy of Housing and Settlemenl (Deputi Perumahan dan Permukiman) dalam program rekonstruksi Aceh pascatsunami 2005.
Bagi khalayak umum sosok beretnis Tionghoa ini mungkin masih terdengar asing. Padahal kontribusinya dalam pembangunan kota-kota di nusantara tidak sedikit. Melalui buah pikirnya tentang konsep manajemen pro rakyat kqcil, ia perkotaan
Di usia
baya,
mela .i:
;+:ll:i
energik saat nan
i, sernrawllt" cll
kota.,tserikuteBdi!i.4$
r;ilitll:llt. i
ancafan .rii.$
Kota. Lama
rldfii Lampung,.,dan kota laia larrg"-'r dua dekade lulusan Universii,MadisoE $4erika Serikat ini :r kota dan permasalahannya. r{i+!
1 1=!ra:t..a rt:
r r.I
1 I
--ll wak!{.i tersebut tidak he{qfa perencanaan
p.,&li mengadapi ffiil*i5mht{tan. B*foJran
+
teralamatkan padanya. sinisme yang teikadang Pun dukungan lamban, alanannya. Memang, bagr pria yang akiab disapa Andy ini, 1
80 ;unnnL
BALATRUNG r*,$l4filxxr2*00
'
.manajemen perkotaaa y4ng bAihl-. Eed). I{edua, fenomena kota tua itu nilai lahannya lebiih tingg!.1'Garipada nilai bangunannya. di 0rang yang tertarik saha, menganggap ban Iayak digunakan kembali. Nah,
itu investasinya bagus, bangunan tua yang ada dirasa menghambat, kemudian dihancurkan agar bisa menyediakan ruang yang lebih banyak. Yang kedua ini dikenal dengan creatiue destruction ('penghancuran' kota karena tidak mampu menyelaraskan berbagai kepentingan seperti ekonomi, sosial, dan politik dalam penataan kota-Red).
Kmtm-k*tm twm d# $er#mxts" *Em {trx ffi'E*ffi##$ffiruxE #um
Kemudian, yang juga jadi masalah adalah bagaimana mencari jalan keluar agar kota-kota lama dan bangunan kuno bisa difungsikan kembali sekaligus dilindungi.
Pemerintah kulang memiliki keahlian dalam hal reuitalitation maruagement (kebijaksanaan berkaitan dengan penentuan distribusi, komposisi dan dinamika
Dibutuhkan perencanaan dan desain kota yang membuat kota meqjadi lain dan menarik. Melalui desain yang menyangkut kemampuan teknis kota. Misalnya, mendesain ba iadi hotel yang pun
,, iirl:::llll i! l irii! i rrr:
s*ff #m"
sd, rucfe*m
'll
i::li:::ir1'1{-lil 1,;d11t :i:
ffii
{p*etgfumffi#ffinffiffi k**m Bagaimana bangunan-banguan tua tersebut dapat
kmn*rxm tE#ak iffi#ffieffifuffiffi* $$3ffi
Agar bangunan-bangunan kuno dapat berfungsi sehagaimana yang Anda sebutkan tadi, langkah seperti apa yang bisa dilakukan?
fugmm
ffi'serffikvffi* dEr$ smrqd$ri.
#md$ w*sm#ffiffisffi
pembangunan kota-Red). Conseru ation management (kebijaksanaan berkaitan dengan penentuan distribusi, komposisi dan dinamika pembangunan kota-Eed)-nya pun masih lemah. Orang-orang yang tertarik dengan konservasi juga masih ketinggalan langkah, terutama arsiteknya. Lebih banyak pengamatan dari pada solusi. Bagaimana membuat bangunan kuno itu bisa berfungsi secara ekonomi, menguntungkan investasi, tapi sekaligus masih dalam aturan-aturan konservasi? Dua hal inilah yang bila bisa diselaraskan, maka kota-kota tua akan
selamat.
hm$, ff*#mprem, t&#mk
s}#j#ffiTffi
ffi p#ilk#â&#x201A;Ź*ms3
Hffia'B#
h*ak*ffi*ffi"
ff*Sss. f***reesn*
km&m
difungsikan kembali sesuai dengan bentuknya semula?
Ya itu tadi salah satunya. Namun masalah kota tua kan bukan hanya masalah bangunan, tetapi juga masalah kawasan. Karena itu, perlu juga ilmu urban conseruation dan reuitalitation Di sini peranan pemerintah dan pengembang besar sekali,
menyangkut infrastruktur, kualitas lingkungan, serta sarana transportasi. Bayangkan saja Jakarta. Daerah
rumit dan macet. Itu butuh pere[canaan transportasi yAng baik. Agar kawasan tersebut bisa terus menjadi kawasbn. kuno, :me$tfulya disediakan area khusus untuk pejalan kaki sebab gangnya kecil-kecil. Meka dibutuhkan pula alrli transportasi, bukan sekadar pengamat, untuk',irneme.eahkan ma$alah lalu-lintas agar bisa, Iebih lanear sekaligus menyamankan sLasiunnya yang
J
knik dan'fidg&:,mldah. Memqne lebih dari pada praktik. Pada intinya kan
para pejalan kaki.
Itu permasalahan teknis yang pemeeahaonla tidak semudah yang :diliiearakan'di koran-koran. Investor sendiri sebenarnya haayak juga yang sudah mulai ' tertarik dengat'bangunan kuno. Memang .mahal; crrma bagaimana menyatukan yang ,Iarna,dgngan yaag baru:,.itu yang penting. Hal ini harus diintensifikasi dan, lagiJagi,
bisa mengatasi kelemahan.daU, ksktiian *".y.""C selama ini terjadi, saya'kira yang terjadi terus adalih sef destruction. Umu;r ran tid{figkan; bertahqt+r..lama, Borobudur pun bi ambruk. Itu jadi belenggu
menyangkut urban design serta
membutuhkan kemampuan arsitek dan urban designeryarrg tahu bagaimana
pemba
menggabungkan antara the old and the new.
JURI\IAL BALAIRUNG EDtst40/xxl2co$
I8
1
182
tttw.u p,:-BALATRUNG *frifrit+*lv:t.t?.ilt1{i
Kalau semua bangunan mau dicagar kayak Borobudur, tidak boleh ini tidak boleh itu, ya sudah. Negaralah yang suruh merawat. UU (Undang-undang-8e d) Cagar Budaya terlalu konservatif untuk bangunan, cocoknya untuk candi dan benda-benda arkeologis. Kalau kota, bangunan, segi
arsitekturnya nggah bisa diperlakukan kayak gitu, kecuali yang semi-historik (bangunanbangunan yang memiliki nilai sejarat,-Red'1. Misalnya bangrrnan waktu proklamasi 17 Agustus dijadikan museum. Nanti dibuat agar mirip persis. karena nilai sejarahnya tinggi sekali. Tetapi hams diingat, tidak semua bangunan memiliki ailai sejarah yaqg tinggi. Da1am hal itulah UU Cagar Budaya,:. kurang memberi klasifrkasi. :
.... Setiap zaman atau periode waffiu dalan ma$ydftkat, tenfu mempunyai perbedaan gaya bangunan tersendiri. Sebenarnya, di mana letak perbedian:mendasar antara bangunan kuno atau lama dengan hangunan saat ini?
Bang,unan lama ada ni.lai sejarahnya, punya gaya sendiri, dan adanya di kota lama. Sedangkan bangrrnan sekarang nilai sejarahnya masih dalam proses, gayarrya masuk ke wilayah modern, dan adanya bisa di mana-mana. Pengaruh modernisme terhadag gaya bangunan sekarang seperti apa?
Begini, sejarah kan biasanya,sambungmenyambung. Arsitektur modern dulu
Terkait dengan seni dan budaya tadi. ArsiteKur post modern
#f'#mg: desfgfSf d* Nndmdiciptakan untuk melawan arsitektur lama karena dianggap sudah tidak cocok lagi dengan sistem yang dengan ekonomi dan ekologinya. Pemberontakan oleh modernisme sebenarnya gerakan yang menarik sekali, punya rasionalisasi sendiri. Bangunan kuno, misalnya, sering dianggap feodal, tidak egaliter, tidak cocok dengan industri sekarang, mahal, estetikanya bertele-tele, terlalu
Ft
ada,
banyak ukir-ukiran, dan
rain-rain
Konsep bangunan tama yang banyak dijunpai di tndonesia
ffim$mffi
*
$}
a
km& * m g # ffi I ffi
pm ilmucatyffi, He Emd*i1*g*A $..
8r,,,.,'*:T;.YTil-*ff#: X?J;i?lTililiffi,'lliJ"
mh*Emym.
Mmmmf}g Im$ tmfmmffiil$k
^ e _ .,
ke&*m&fuffig?fXp# *d*Eeh,
sepefti
ilmax ymmg h#ru.
kitm gmk* hefr*jffin
xmrr
yffi
k*tg.
*r:*:I"*
ffi
ffi d i h a# ru h km fij ir *x
ys
BT
#
km
mm
r- tum F* ffi
#msr6rre Fs.#6frs#r
lr*
lXi,tTH',Tiilf,i'T*ffi.bersirat
historis-
itu terlalu rasional, punya kelemahan di
f"ffi;::ii.i,Ll#l:;ru:*ffilX;:,ff1ffi
endapat bahwa komunikasi yang paling gampang itu melalui Itu adalah
komunikasinya melampaui kata-kata. Kan bahasa adalah hal yang sangat mendasar dari komunikasi. Karena itu, posmo memberi variasi yang betul-betu1 luas, lepas dari kerumunan ortodoksi modernisme.
$qfrtm
sebenarnya menghambat dan
n,
Posmodernisme itu mencoba menjawab kritik modernisme. Orientasinya pada neo-classicisrn (paham tentang standar tradisional yang bersifat universal dan langeng-Red), dan neo-historicisrn (gerakan lingustik
r f ansu;l-l:lffilrf;j"ifff| t?i*
d*gmiffi k*tm- #f*mf*
tempat.
ffifi:;Tt;3_TtilH l1yr1:iJ;,,ji"*,tll
klasik dengan modern. Kebudayaan itu menurut saya tidak bisa putus, harus nyambung.
modernisme
T*t*pi Harusnya begitu, kota tua menjadi urban morphotogy m*imnmfu and typology (patokan tentang bagaimana suatu kota dibentuk sehingga memiliki karakteristik *$dmk fu*$mjgf t*mt6ng tradisional, modern, industri, perdagangan-ft ed) kota yang spesifik. Yang tradisional kalau bisa dilindungi. Apalagi yang masih utuh, tata ruang'nya bagus, bentuknya bagus, t**f$ de$A$ref:y*, jangan dirusak. Dan yang modern harusnya yang menyesuaikan. Tapi kalau tidak bagus, ya tidak usah, c. kasihan yans punya mehi*ggA deEgm't pfffiktiE{ itu
E
ffieyffi Effie$L$k k#
halnya kota lama Semarang dan Keraton Yogyakarta, bisakah dikatakan sebagai corak asli kota-kota lndonesia?
Jadi konservasi
e# ffi
orientasinya kan tebih ke konsep budaya, seiarah, dan ekonomi. Menurut Anda apakah lndonesia telah mengarah ke sana?
Lalu, perbedaannya dengan arsitehur modern dalan hal apa?
u,
negara maju, hak yang diambil oleh negara tadi mendapat ganti rugi. Nah, Indonesia itu belum punya rnanagement dan keuangan kota yang baik, jadi tidak mudah. Mestinya pengembangannya harus adil. Tetapi memang rumit karena kekuatan ekonomi, sosial, dan pihak penata kota itu tadi. Kalau tidak bisa teratasi, ya
kEtm remsEh
ffi'Effisih kunmmg, ffimtmu*
Modernisme dalam hal
ini adalah suatu teori yang kita masuk ke dunia yang
menganggap bahwa arsitektur
reuitalitation tiga
ka;rans, Ki*a
$*h!fu
S*ke
W*C&fi&=
dE tatAfmm
ffi&sanfi rn*ffiffkin
FAd*itAl yGffiffi
gp*
abstrak, yang lebih positif. Jadi bentuk-bentuk yang dulu
tidak ada, bentuk geometri murni yang diubah, garisbidang-ruang yang di sebenarnya tetap
ikan, yang diulur-ulur, dan muncul.
jalan,
-.1-E*'-
#. +93:.fE
iiltr+ *Li*i
ias Ydlayahr&. Kalau Bali arsitektur banyak gapuraarsitelitur motlern di, Tha* rin
ini berkaitan dengan sistem inau6**; I'Fer3ititan bahanr: estetikelifudustri, itu semua mefi il6Uken,,', irye dient s (rnasqkan,' bahaa.bahan-Eed ) dan,,pealberontakan
untuh'teorL'ksakata'untukmengktnsepoixa-narsitektur ;:, 11=q:a+
+.,ri#,r!id
semuanya menarik.
i+:4-+:.fl!
":l6qf?tr-i; :#+t*ttd'
EisSut:
ada yang punya pretensi membuat satu itu diktator dan bodoh. JUHNAL BALAIRUNG fifi $I4O/XXI2OOS
T
83
1
84
";uniunL BALATRUNG EDrsr40lxxtz0il6
Bagaimana praktiknya di lndonesia?
Kalau saya masuk ke Indonesia kelemahannya adalah, kita suka belajar sejarah kota. Tetapi tidak belajar tentang teori desainnya, sehingga dalam praktik kita masih kurang. Kita lebih suka di tataran wacana. Padahal yang bagus adalah teori dan praktiknya nyarnbung. Di universitas, yang mengajar urban design belum tentu seorang urban designer. Padahal analoginya sama kayak dunia kedokteran profesional, yang mengajar operasi bedah harus yang bisa membedah. Kalau enggak kan pasiennya mati semua. Arsitektur juga sama, kalau bisa yang mengajar desain harus desainer yang punya kemampuan tinggi. Lihat saja, isi desain-desain bangunan di Indonesia Iumayan, tapi lebih banyak yang medioker daripada yang high-style (menengah ketimbang yang berkualitas tinggi-Red). Saat ini gaya arsitektur minimalis lagi marak dan banyak digunakan dalam pengembangan kota. Tanggapan Anda tentang gaya arsitektur semacam ini?
Itu bagian dari arsiteklur modern yang saya bilang tadi, menghilangkan ornamen. Itu ketinggalan zaman. Sejarahnya orang Jepang mempraktikkan modernisme dengan teori Zen (aliran Budha yang berkembang di Jepang dengan ciri-ciri kesederhanaan untuk
pertemuan lintas etnis, lintas gender, interaksi yang heterogen, ada pendapatannya. Pokoknya semua orang bisa masuk ke situ. Mau demo juga boleh di situ. Itu ruang publik yang sukses, dan tentu lingkungannya juga sehat. Selain itu, bersifat frguratif, terdefrnisi jelas. Di sini ada perbedaan teori ruang publik antara posmo dan modernisme. Kalau modern, ruang yang bebas tidak bisa ditangkap bentuknya, ruang itu transenden. Dia nggah ada frgurnya, nggak ada bentuknya. Kalau misalnya gelas, ruang di dalamnya itu yang figuratif. Nah seperti itulah ruang publik yang bagus, figuratif. Anda tidak bisa membuat ruang publik tanpa kejelasan batas dari mana sampai mana. Tapi nggak mesti di ruang terutup, Simpang Lima Semarang (alun-alun yang berada di pusat kota-Red) saya rasa bisa jadi contoh yang agak figuratif. Saya rancang demikian sehingga imbas bangunan
sekitarnya ikut figuratif. Karena frgurasi itu tergantung bangunan yang berada di sekelilingrrya.
Alun-alun Yogya, Malioboro, kenapa sukses? Karena dia figuratif. Bangunannya kan berderet mulai dari Tirgu (stasiun kereta api yang terletak.di bagian utara MalioboroRed), batasnya jelas, terus sampai di alun-
asosiasi perencanaan kota di Amerika Serikat di bidang tata perencanaan kawasan atau kota-Red). Konsepnya saya pikir
sendiri, kira-kira harusnya seperti apa perencanaan rekonstruksi desa-desa di Aceh. Dari desa lantas membentuk wilayah kota. Jadi harus dua arah, ada perencanaan kota dan perencanaan desa. Mengenai figurasi, tidakkah desa lebih figuratif ruang publiknya, sepefti tanah lapang yang jelas untuk bermain, selain itu pennukiman yang nyaman?
Itu masalah struktur sosial. Kalau saya, kota suka, desa juga suka. Yang membuat kota sukses kan karena ada aglomerasi (pemusatan-Red), mencerminkan budaya yang beda dengan desa. Budaya industri, modernisasi, yang bisa lebih efrsien, yang produktif, itu ciri utama kota. Tbrus masuk ke keuangan, pelayanan masyarakat, dan itu menumbuhkan relasi antarpihak yang ketat dan berdekatan. Karenanya, kota menjadi lebih kompleks, lebih padat. Kalau desa kan kebanyakan basis ekonominya bidang tertentu. Misalnya pertanian, pertambangan. Karena penduduknya sedikit, lingkungannya juga masih enak. Problemnya adalah apa yang disebut urban itu bias. Kita cenderung lebih pro pembangunan kota daripada desa. Kalo
Ini menyangkut negara. Peranan negara diperlukan untuk melindungi yang lemah. Kalau dari negara itu belum ada upayanya, LSM ikut-ikut, profesional seperti saya, hehe-he...ikut bantu-bantu biar gak tergusur. Tetapi sebaiknya memang negara, yang pegang. Kalau negara yang bagus LSM-nya
(Lembaga Swadaya Masyarakat-red) gah banyak, negara yang gah karu-karuan LSMnya banyak. Nah, itu bisa membantu juga bisa memperkeruh juga. Seharusnya negara memberdayakan rakyat karena negara diciptakan untuk menjaga lingkungan, membantu yang lemah, dan lain-lain. Kalau negara gah berperanan, jadinya nanti bisa macam-macam. Saya membayangkan nanti ke depannya negara yang berperanan besar. Kalau negara maju hampir semua sudah beres karena peranan negaranya.
Jadi, peranan negara diperjelas, negara ada hukumnya, ada BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan-fted), dan sebagainya. Sebenarnya ini yang harus dipraktikkan dengan lebih jelas.'Yang ng'urus pasar ya negara, kalau negaranya pandai kan, oke. Stasiun ya negara, terminal bis ya negara, jangan preman atau NGO (NozGouerntn ent Organitation-Red) gitu, atau swasta nanti jadi mahal. Bagaimana
menuju pencerahan'
contoh
barrr.
seperti Yogyakarta, misalnya
dibir*ikan pasar yang main, tetapt',negara mengambil alih, menginterupsi pasai:;,,,Lahan diberikan sebagai iaminan r+atuk oG:rf*-
lln**
kasus publik yaag seideal dilakukan untuk dianggap berhasil
- mpelajari urban desig*,. kota harus sampai:,?ada errbon sebatas u|ban pl.anning. Urban
Indonesia ini ketinggalan, ya
ahlinya. Memalrg ini baru. Tapi yang masih kurang. banyak,
llii.
Untuk Aceh, dirintis dalam konsep uil (perencanaan desa-red), untuk mendapat American
mas/t Wujung terjadtnya luga permukinan kaun misfin, bagaimana tignurut Anda?
diusulkan
ketimpangan':lti
Associa-
tion Award, (penghargaan yang diberikan oleh ..IUft t'{A[- BALATRUNG EDt$i4.*lxx/20fr# 1
85
1
86
;unnrru- BALATRUNG EDrsr4*txx/t006
per:yelesaiannya,. negara }:arrya ngurusin
izi
Kita memang masih sangat ketinggalan ilmu dan praktiknya. Indonesia kan masih senang baca text booh,
fdmgmnm fimrmm
penuh referensinya. Selain itu, program perumahan harus masuk zrborz management-nya, harus jadi satu kesatuan. Ini menyertakan pula peranan masyarakat, tentunya dengan adanya intervensi negara yang maksimal. ini apakah peranan tersebut telah dilaksanakan oleh pemerintah?
Kemudian tanah-tanah di Indonesia juga banyak jelas- Untuk Fgnef.|mmruffiffiilI sekali yang kepemilikannya masih gah membereskan itu, dengan iklim negara seperti indonesia, membutuhkan 50-80 tahun. Padahal untuk Pffif[Ifl]ffiftffif] Pffiffit[[tS pemba.rsunan perkotaan masalah tanah itu penting.
fl??ffie.E
hmrpmnmn mmhmgmi
Tanah ilegal atau slum squater harus ditangani negara, mereka dipindahkan, dirumahkan kembali ke tempat mmkm[f; delam ftq*mtmkm yang lebih layak. Atau tanah ilegal itu dibeli negara untuk dibagikan ke rakyat, rakyat suruh beli dengan yang disubsidi negara. Nah begitu, dan untuk itu psmhffngrlnffir! kmtm- harga uangnya dari mana? Uangnya ini dari bisnis tanah. Kalau negara mau bisnis tan-ah, dia punya infrastruktur, membuat peraturan, itu $smr*& dia punya kekuasaan, dia keuntungannya banyak sekali. Kayak developer, tapi developer yang memihak ke rakyat. Terus tanah-tanah dfitmmEgurnff nssere$ ini harganya dikembangkan dimasukkan ke pasar sebagaian untuk mensubsidi rakyat. Kayak Housing Authority (semacam departemen yang berkaitan dengan bmrusmhm perumahan-Eed) Singapore itu. Tanah, ta.u nggah? Ita rnmrmka bisa membuat kaya raya. Secara tradisional itu pemilik di mana-mana'
ffiffiffiffi#rffihffirIm *ffihffi$r
Sejauh
kmtm, Lmhmm jmmpmrx
Belum, wong n'egara malah memeras rakyat, memeras pedagang, pengusaha yang belum ada di level entrepreneur pun juga kena. Harusnya negara itu punya kemampuan kayak di Singapura. Pengembangan kotakota di Singapura itu negara yang melakukan: d.euelopment-nya, ya planning-nya, negara yang menentukan. Banyak up-grading dari pemerintah melalui perumahan dan penataan kota secara baik dan terencana. Namun untuk konteks Indonesia yang paling penting adalah masalah permukiman dibereskan terlebih dahulu. Itu intinya. Di Bandarharjo misalnya, saya usahakan kepemilikan lahan, tanahnya buat rakyat. Rakyatnya saya suruh beli tanahnya daripada dibeli sama orang kaya. Mereka juga sudah lama tinggal di sana, dulu goA diusir, setelah beranak pinak dan jadi kota terus diusir. Itu kan gah benar.Harusnya dicarikan jalan keluar. Tapi urusan gini kan struktural, jadi prinsipnya ada di pemerintahan. Saya kan jtganggak bisa mengurusi seluruh Indonesia.
d*fuflmrkmrt pffisffin yffifrrffi
Tidak
rffiaiffi. tmtmpi rleffifiirffi rneffiffiffif'Ylhfrf, rT}ffi ffi ffi
jusa
mfrflFr,
ir1tBruJpSfi pffiffiffi
usrrmk
fl.
nyicrl. Fokuknyffi ffi?#ffib#r; aksss
Lmltmru d$fumr'frkm*r
*ehagml jmrnirlm*t
r;i:"[ffi rfffJ#;?};Ii,?;'J"**''
keuangan yfrng lehih
**m*e*k
Melihat kondisi lndonesia yang masih sulit rasanya membangun kota secara humanis, tidak ada penggusuran-penggusuran, pun ildak adapermukiman kumuh, strategi sepefti apa yang harus dilakukan pemerintah dan stakeholder lainnya? Agar hal'hal semacam ini tidak
terjadi lagi.
*rffns mi*kin,
sffipffiyffi
rmu*dah
kepada ffierok&"
Diberikan program pembaruan, disediakan rumah dan infrastruktur yang baik. Kalau negara lebih kuat kaliarm, Mereka disuruh lagi, dibangunkan , dikasih aan
ang lebih mudah
i*ranaya aidlralidis ih*Ipii;ffi jiiga.,.Ada ;y,ang -pulei {iset, mengor individu swadryq juga. Karena ada y diadiir qeoflxa sssial:sleh informal, diserahkan kepada pasar. I
:,
11sl6u,ti6ak dikeiola pasti ada. SeharUsnya lahan-
tr*ihan it+dikelo1a. Mere.ha yaag,digusur dirumahkan,
agar mereka China
tidak
':, JURNAT.BALATRUNG EDlst40 txxllaas
187
I
88 lunrunL
BALAIRUNc EDtst40/nu2006
ada orang yang tidak punya rumah.
kalau perlu diberi AC di pasar tradisional. Di Indonesia yang seperti itu terbengkalai, pengelolaannya diserahkan pada swasta' Menurut saya bodoh itu. Kalau saya jadi menteri, bisa saya atasi itu, he..he..he...Yang dibutuhkan memanglah langkah taktis yang praktis dan konkret. Percuma kalau cuma
jadi sa{ana terrs ke4ja, itu sepertiga pendapatan diambil untul nyicil apartemen. Jadi antara penawaran sama pendapatan disesuaikan.
Melihat fenomena di lndonesia, privatisasinya tidak merata. Kota berkembang diskriminatif, mal menjamur, pasar tradisional meluntur. Bagaimana sih membedakan sektor yang mestinya diswastakan atau
berwacana.
Sayangnya fakta menunjukkan adanya peranan pasar
cenderung orientasinya keuntungan bukan
wuiudkan?
Sederhana. Saya ingin semua orang Indonesia itu punya rumah yang layak. Rumah saya dulu di Wonosobo itu kecil. Rumah kan merupakan kebutuhan mendasar. Tetapi perumahan itu haruslah secara enuironment bagus, indah, berkebudayaan,
juga bertujuan. Saya yakin jika ini tercermin di permukiman di perkotaannya, bisa memberi efek ke banyak hal.
"dinegarakan"?
yang lebih dominan daripada negara, pasar kan
Telah cukup banyak yang Anda lakukan berkaitan urban design. Kalau boleh tahu, sebenarnya apa motivasi Anda di balik itu semua? Atau, impian yang ingin Anda
Kalau pasar tradisional itu mestinya ditangani negara, kalau ditangani konglomerat ya habis. Negara harus mengambil alih yang menjadi publik. Intinya,,;Slayah
Kira-kira untuk mengarah ke sana apa yang harus dilakukan?
Mengintegrasikan perencanaan regional, kota, ekonomi dan investasi. Jadi harus mendistribusikan prestasi-prestasi di desadesa. Ekonomi sama industri itu luar biasa pentingnya. Ekonomi untuk perdagangan, masalah keuangan. Sementara industri itu yang membuat peradaban kota. Kalau cuma agama, itu jadinya kayak candi Borobudur.
B
eringharj o
(
p
asa*,.*itadisional..'!fu aI
jqdi menarik, "'padan-al,.,lskasinye.i ya kan? Itu harusnya ditata dan di
fted)
Jadi j angan hanya mengkritik' p,ilidagangan,,' itu nomor satu. Lihat saja Cina, miq4,ln a. Mereka bisa maju karena hal itu yang kemudian dipadukan bersama urban d,euelop'
Eropa, Atnei{ka, pasar dengan baik, tak kalah.ramai
Belum, dan harrs,diperjelas dulu.. Saya
kan bicara sistemnya, yang bisa diswastakan ya swastakan. Swasta.eenderung lebih efisien daripada negara, ada kompetisi yang lebih adil. Kalau untut nal yang sifatnya bisnis lebih baik jangan sama negara.
,,.
,.1..:;',',.;:tlt " "
i.';.lt:'o
''
ment.
Dentangan lonceng jam terdengar ,,1:,:l berulang, Iangit yang semakin gelap menandakan malam yang melarut. Kami menghentikan perbincangan, berpamitan untuk pulang. Energi yang terpancar dari Andy tak terlihat meredup, tetap tersenyum ia mengantar kami ke pintu gerbang seraya berulari'Kala:r uanti m: _ih arJa yang ingin ditanyakan, main lagi saja ke sini!"Ll
Aipa yang dituttuhkan
masalah
W*oF,arr;;.tg.k#
.:,
Seperii yang ilutuh penanganan secara kuno agar berfungsi kembali, diperbaiki, kesehatannya Orang kan ingin nyaman, listrik jangan lupa, ,.i {.J
h{ruAi- BALAT RU
N
G [ ff $l4fJ,ixx/?fi i
*ri 1 I g
jadi politikus. Ada ilmu yang lain. I
90 ;uml*nl" BALATRUNG ffi r$r4*/xxrrilfl6
keputusan, masyarakat selalu dilibatkan. "Lembaga kami tidak hanya bergerak dalam bidang arsitektur, tetapi juga memiliki program capacity building (pemberdayaan
masyarakat-Red)," jelasnya. Kapasitas masyarakat juga turut diperhatikan,
Potret Dedikasi
Sang M?,Ffiffn andarharjo merupakan kawasan yang terletak di tengah Kota Semarang, Jawa Tengah. Dulunya identik sebagai sarang para kriminal. Masyarakat enggan memasukinya. Wilayah yang tak jauh dari pelabuhan Tanjung Mas iui, terlihat kumuh. Keadaan tanah yang mudah ambles, sanitasi air yang tidak lancar, hingga air yang selalu tergenang tujuh sampai delapanjam per hari, serta perumahan penduduk yang tidak tertata dengan baik menambah semrawutnya pernrukiman berpenduduk 16.000 jiwa ini. Kondisi ini menyebabkan roda ekonomi berjalan lambat, berat, bahkan beranjak mati. fak heru, jika sempat mendapatkan julukan. "The Poorest ofThe Poor"-nya S"rna"arrg. Sebagai sebuah permukiman pun, Bandarha4'o jauh dari layak huni. Andy salah satu orang yang prihatin akan kondisi wilayah ini. Melalui lembaganya, PT Wiswakharman, perusahaan jasa konsultan yang bergerak dalam bidang perumahan ini, ia memberdayakan masyarakat eetempat dan berkeinginan untuk membah citra dan kondisi yang ada di daerah tersebut. Diawali pada tahun 1991, ia mulai masuk kawasan itu. Namun, niat traik tersebut Lrukanlah perkara mudah. Berbagai tantangaR dan haurbaten pun berdatangan. Penoiakan sebagian masyarakat, misalnya. Bayangan akan terjadi penggusuran membuat masyarakat curiga terhadap ssliap orang atau kelompok dari luar yang masuk Bandarharjo, tak terkeeuali Andy
misalnya dengan mengadakan penyuluhan dan pelatihan keterampilan agar mereka bisa hidup mandiri dan lebih baik. Sarananya beragam, seperti melalui pengajian, arisan, dan kegiatan lainnya. Hambatan lain yang tak kalah peliknya berasal dari pemerintah. Pemerintah pada awalnya sempat tidak setqju dengan usahanya. Tetapi, setelah mengetahui arah dan tujuan program secara detail, mereka berbalik mendukung. Langkah awal yang dilakukan oleh Andy adalah pemberdayaan masyarakat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). . Lembaga ini digunakan sebagai tempat menyetresaikan,messlll hefsg fl',Misal a FCrgelolean in{raetruktw seperti air bersih, taman, rumah ambles, rumah susun dan .lain-laiil$hasi1,,pefllbahsn ke arah r:pethaikan sediliiti,derrii: sedikit mulai
tampak. Di'bidang ekotot$i misalnya, KSM ,rnempuayai uuii-unit usaha seperti koperasi ',ikan :.ang juga melaksanakan kegiatan - am. Masalah amblesnya tanah siinp " yaqg'kerap teriadi di Bandarharjo pun mulai teratasi de-ngan biaya swadaya mereka , sendiri. Selain itu, KSJ\{ juga sebagai faeilitater prog{+rn pelatihan komputer.
,'
,
lWasalah ldin yang,'menjadi
titik
fokus fudi sslarjutuya' adalah:,sertifikasi tanah. Pasalnya,, tanah Xarrg'salama ini mereka
tempati tefnyata belum bersertifikat. Bahkan, tanah tersebut sebenarnya milik
Namun Andy tak patah arang. Pendekatan dilakukan. Pemahaman pun diberikan kepada masyarakat secara langsung. Setiap pengambilan
Pelindo Empat,,perusahaan pemerintah yang menangani pelabuhan Tanjung Mas yang 1
92
;,;ffi runL BALATRUNG ilffi !fl r4ftlxrJ?rril{l
Namun ia melihat masyarakat Bandarhar{o telah lama mendiami tanah tersebut. Sedari awal pemerintah mendiamkan saja. Rumah dan bangunan lainnya terlanjur dibangun oleh masyarakat. Tidak adil jika kemudian mereka tiba-tiba harus digusur. Sebelum timbul permasalahan, Andy bergerak cepat melakukan advokasi dan sertifrkasi tanah. Proposal pun dilayangkan kepada pemerintah. Intinya meminta pemerintah untuk menjual tanah itu kepada masyarakat dengan sistem angsuran. Tidak hanya itu, lobi-lobi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juCa dilakukan. Akhirnya, berkat adanya dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda), konsultaa, dan LSM lainnya, prcses,pa:fang serbifikasi tanah : berbuah:keberhasilan Sejak tahun.L$91,',',, masyarakat Bandarharjo sudah bisa tidur nyenyak di atas tanah bersertifrkat sah. Kekhawatiran terjadinya penggusuran tidak pernah membayangi mereka lagi. Mer*sakan adanya manfaat secara langeung, pr*gram rerritalisasi dan pembangunan kawasen yang diusung Andi pun semakin didukung oleh
li/arga Bandarharjo. Keberhasilan sertifikasj tanah ini juga yang meqiadi alasan kegiatan' ini diganjar penghargaan dari United Nati*n, Habitat Award (Penghargaan Perserikatan' Bangsa-bangsa bidang permukiman ). '
Di tahun 1992, perencanaan dan pembangunan wilayah di Bandarha{o dimulai. Awal kegiatan lebih diutamakan
beserta lembaganya.
"-BALAIRUNG',:.,, :" 191
sebelumnya di bawah otorita pemerintah daerah.
PT.
pada proses perencanaan bersama masyarakat. Kegiatan awal pada tahap ini adalah berembug untuk menentukan fasilitas dan kegiatan apa saja yang memang
diinginkan masyarakat untuk mendukung
Program Pembangunan Fisik Bandarharjo
mungkin untuk menyelamatkan diri. Rencananya bukit-bukit
.Pembmgmrumahbm (Triguna dm non trigm) o
Rehabilitasi
o Fasilitas
2. Perumahm 3. Small Credit
.
Suprstruktur
Ekonomi
Rumah contoh Rumah Sum tahap
o
Perbaikm
Rmah
tersebut. Selanjutnya, di tahun 1994 kegiatan-kegiatan yang bersifat pengadaan prasarana fisik baru dimulai. Alat-alat berat seperti buldoser mulai masuk ke wilayah ini, dan pembang'unan dilakukan. Program ini dimulai dengan membuat nrmah yang layak huni, pembangunan perpustakaan, pembangunan rumah susun, perbaikan jalan, perbaikan sanitasi, dan sarana frsik lainnya. Ternyata aktivitas ini tidaklah semulus rencana awalnya, pembangunan sempat juga terhenti karena masalah dana. Kegiatan baru dimulai lagi tahun 1999 berkat dana pinjaman Bank Dunia Seakaa.tak malr ketinggalan, warga Banda*arjojuga' membuat proposal untuk penyelesaian bangunan. Prioritas pembangunan selanjutnya adalah bangunan yang belum ada di kawasan itu. Kegiatan awal yang dipilih adalah pembangunan fasilitas MCK (Mandi,,Cuci, Kakus) dan kamar mandi, dengan alasan untuk mengurangi kebiasaan masyarakat yang awalnya sering mandi dan buarig air tresar: di sungai Semarang. Akhirnya program ini menggelinding selama dua sampai tiga tahun. Selanjutnya Pengelolaan infrastruktur diserahkan kepada masyarakat. "Saya ingin warga bisa manfiri dan tidak selalu bergantung pada proyek iai. Selain itu saya juga bisa treralih ke wilayah
lain," ungkapnya. Wismakarman tidak lepas tangan beptu sda,.pe*dampingan dan pengadaan kegiatan'rnasih berj alan. Andy Siswanta *esekali' juga masih datang ke
5. Suprdtrukhtr
Setelah sekian lama dan melalui proses yang panjang, perubahan tampak jelas terlihat mengitari wajah Bandarha4'o. Infrastruktur yang lebih tertata membuat roda ekonomi masyarakat bergerak lebih dinamis. Kawasan kumuh yang identik dengan sarang kriminalitas telah terlihat bersih. Banjir pun sudah enggan untuk sekadar mampir. Jika dulu masyarakat awam saja malas untuk memasukinya, sekarang investor berebut masuk untuk berinvestasi. Tak hanya itu, Bandarhado telah menjadi model nan manis rntuk urban design bagi pemerintah dalam menata kota.
sosial
6. lnfiastmktur
II
rmah
uit m2 10uit 283 unit l0uit
RVr'.
1500
RW. 02
RW.02,RT.01 Jl.Hromudin RW03 danRW 05
sehat melalui dma bergulir
t3000m2 RW02
. Pemmggmgm ikm "Kopin' . Penggamm ikm "KoPin" . Work shop jok d,an pokalm
+ 1650
m2 Kali Semmg I l0OO m2 Kali Semmng t2351tt2 Kali Semumg
I
43
Rum
. Gedug Kopqasi
I
Rvr'o4
. Hman Resouce Developmetrt . Gedung PertemumArea GLD . Jalan . Druinage
lmit
JL. Hasmudin
m' 20000 m'
RW. 03 - RW.07 RW. 02 - RW. 07
Lmtai dasu Rusu
kios unit
lwit
Tahap
RW.08
10500
. Jembatm . Smpah
untuk mempermudah akses masyarakat menuju bukit-bukit ini disiasati dengan membangun jalan. Sementara itu, untuk wilayah yang tidak memiliki bukit akan dibuatkan bukit baru. Tanah yang akan digunakan rencananya berasal dari tanah rusak, yang tidak terpakai.
' Namun pelaksanaannya tak semudah yang dibayangkan. Penanganan Aceh masih terkesan lambat. Luasnya areal yang harus diperbaiki setelah gempa sepanjang 800 kilo meter dan ketidakseriusan berbagai pihak yang terkait, pemerintah dan NGO (Non Goverment Organization) adalah kendalanya. Dialog yang sering dilakukan tidak dibarengi langkah konkret.
Jl.Hasmudin-
TmahMc
r Air bersih
konsultan perrnukiman di Yoryakarta. figa tahun kemudian ia sempat menangani konservasi arsitektur kota Kudus dan merancang perencanaan pembuatan konsep alun-alun Simpang Lima, Semarang. Perhatiannya pada pengembangan kotakota di Indonesia ini bertujuan mengantisipasi potensi kehancuran yang mungkin terjadi. Baik pada tatanan, arsitektur serta manajemen kota, dan masyarakatnya sendiri. Kota yang unggul dalam hal aglomerasi mestinya budaya yang menarik dan mencermi i dan
Bagi Andy Siswanto, Bandarhado adalah satu dari sekian banyak kota atau kawasan tempat ia mengaplikasikan ilmunya. "Saya ingin antara praktik dan teori seimbang," tegas alumni teknik arsitektur UGM ini. Masih banyak kota-kota lain yang pernah dipoles mantan dosen Fakultas Teknilr Universitas Katolik Soegiopranota, '. ' Semarang ini. SoIo, Boniirng, Batam,hanya
02
66
o Pasa
o
kehidupan mereka. Misalnya seperti pembentukan KSM baru lainnya, pelatihan bahasa Inggris, kursus komputer, kursus buta huruf, dan sebagainya. Pematangan program ini dilakukan pada periode 1993 sekaligus pelaksanaan kegiatan yang bersifat pemberdayaan atau non fisik
sosial, ekonomi.
o
Scheme
4.
mah
Umm,
ini akan
dibangun di dekat permukiman penduduk, dengan catatan tidak memindahkan atau menggusur permukiman warga. Selain itu,
Meskipun realisasinya agak lama. Proses keqja mulai penggarapan ide hingga menjadi langkah konkret masih sangat membutuhkan tenaga dan waktu yang sangat lama. "Toh, tsunami siklusnya tidak setiap tahun," imbuhnya.
,
rtea, .EsLuLe Estate tengah memasuKt memasuki uunxa dunia,Eeal ini IIU jqCa Juga f,engan Deuel,opmcnt di Malarrg, Bandung, Batam,
beberapa contoh lain saja.
n an tua.
Usaha gigih dan kepiararaiaanya memang, bisa dilihat dari dulu. Sewaktu masih ' "'
Iama'yaqg ada
menjadi dosen, ia lebih mengutamakarl memperbaiki ketimbang hanya berka*rentar: dan meagkritisi. Prinsip tebih baik tierLindak ketimbang sekadar bicara memaag selalu diterapkannya. Terbukti setiap keirsep y.arrg ia telurkan kerap kali diwujudkea'deng*n tindakan nyata ke masyarakat Mulaihidarrg perencanaan kota hiu$ga argitelrtur.' r : ' ,,"
dal
Setelah menyabet gelar insinyur dari Teknik Arsitektur UGM, pada tahun 1981 maestro bidang arsitektur dan perencanaan ini langsung menjadi ketua,tim Study Urban Heritage yang diadakan sebuah lembaga
sana. i
Li
=List
BALAIRUNG
r* ts;4"r,t.yt/:*ll* 1 93
rn
r.=
il ,5.i';:i:!5' -..:1i-,:,1
r.:il'-r;ll
gpenuukirnen' a$,{FS,ksntinyg.i+
i
"""'r":
alengankonsep
,i"{:::,r-.
,
nse+ asfsi$:asi pembuatan bukittsunaml bukit). datang kembali &asyarakat bisa seeepat
;dffi;fi;#;;;;;;;G;;il,r,,;+i$, for,"tl.. herbagai penghargaan. Aina Augsociation
..&Irningsward(peng$$! *' -gqrEncanaan permakimfiI::
94 ;unru*
BALATRUNG Enrst4*lru{/trss
,,,bidang
i.,
Flanning Association Award (penghargaan A6g*si Perencanaan kota
tata perencanaan
di bidaus perkotaan.
[1
.
", o-',
yeEgidibe
E*eupe
1
,.
Atas segala usaha dan pemikiran, serta petualangannya dalam u.*it"tt t d* plsiiiilo i, Andy mernang pantas meraih L ;':r+'t-;,.*ilii,:l.ii"
dil$i[onesi4", t menangani
,
',, dan kbe.rapa k*a,:Idiinya. Biasanye'ia apartemen, mendesain untuk sektor .*astr. swasta, apartwen, juga pertokoan yang pro rakyat banyak, khu*us*;r.a rirhsyarakat mer_,.-'$@!rkebawS
Rintangan datang ketika ia menginjak kelas lima Sekolah dasar (SD). Kondisi keuangan keluarganya saat itu sangat memprihatinkan sampai-sampai Andy harus
Kgadaan
perekonomianP,i:[:l;#lt*1H,Hf ;it'*.T?lxi."ringkat Pertama Katolik yang baru saja dibuka. Sekolah tersebut ternyata juga menerima siswa yang tidak lulus SD. Jadilah ia melanjutkan sekolah.
keluarga yang
Meskipun kualitas pengajaran di sekolah debutan tersebut jauh dari kata memuaskan, gairah belajar Andy pantang mengendur. Ia adalah satu-satunya dariz} teman sekelasnya yang lulus Ujian Nasional (LIN). Tak tanggung-tanggung ia meraih nilai terbaik IJN sekabupaten Wonosobo. Ironisnya, setahun berselang setelah kelulusan, SLTP tersebut gulung tikar. "Sekolah itu memang diciptakan khusus untuk saya," qjarnya berseloroh. Prestasi yang berhasil diraihnya mengantarkan lelaki kelahiran Wonosobo, 5 November 1954 ini ke Yoryakarta. SMU John College De Brito menjadi tempatnya menimba ilmu selanjutnya. Di SMU tersebut minatnya pada bidang uisual art, menggambar, fisika, dan matematika pun semakin terasah.
sederhana
memotivasinya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Uniknya, ia ingin v mempgrbaiki han
ya
bukan
ke h i d u p a n n y
.lo*..r, Arsitektur UGM kemudian menjadi pilihannya selanjutnya. Meskipun sempat bimbang
a ffil*f#H1ffi:';':f}"#ffi:il#:tffi
Saja tetapi jUga
l7l aya bicaranya kalem, terkesan tenang dan datar, I 1:ditambah dengan kacamata tebal membuat \1! Andy Siwanto nampak sebagai,pribadi yang'egrius. ,,',,
,
*
belakang keluarganya yang pebisnis. Akan tetapi, untuk dapat menghdsilkan karya yang |asrafnva. fungsional bagi orang banyak menuntunnya ke dunia Qenap dua
..
ti!:lr,
D.emikian'qoeok dengan predikatnya'sibagai,s6l6l,satu er.gitekrrclan urban desi$lv'er andal Indonesia. Namun, heian,'ltu,,Strni ;6g$,,.',,', , . , BALAIRUNG berbincang dengannya.
,
;rlJj.il ;r.lr:".
Ti:mbuh di lingkungan kota kecil Wonosobo, Jawa Tengah, dengan segala keterbatasan menjadikan Andy Siswanto akrab dengan kerasnya tempaan hidup. Keadaan perekonomian keluarga
li:r'
';,liii$
,:i:Ill:ir ;iF
.ri+i.:n
yang sederhana memotivasinya untuk memiliki kehidupan,lr.ang,,,,:,,,.,
lebih baik. uniknya, iaingin memperbaiki bukan hanya ;:,1;.,,,;1,.. ,.,.,:;: kehidupannya saja tetapi juga masyarakat. Dari kecil bapak satu bermanfaat bagi masyarakat. Karya itu dibuktikan
j',,
,.,
le*a*., .":'..i,". .rri..,.,,
Berkisah tentang masa kecilnya, putra pasangan Kwik Tjeng Kok dan Tan Pie No ini menuturkan lebih senang menghabiskin *ebagra4 besar waktur,rya untuk bermain kilimUang belaiar. Meski kerap mendapat perlakuan yang berbeda selaku ketur"nan Tionghoa, tak membuatnya kapok bermain dengan anak-anak
kampung.
,,,.,
:
,, l,;r ,,,.,
Soeg$apraaata,,Di kampus itu pulala} ia.:bertemu dengan tambatan hatinya, Han Ay Lie.
istri saya itu mau merl4aftar jadi ,.:*bsâ&#x201A;Źn"iLINIKA j.ug&, saya yang mâ&#x201A;Źngevahla*i cuniculum
.,,r",:. "Cerita-qyar'du1tr
.-
+.rBee-ny+,1@#Ia.$$.Et *,
,
acaiii*'ge1E*r:tl*tlihlr'klrrartg* akhirnya mern:utuskan untuh
Uorp
. Setelah
pasangan
bereelang, pasangan insinyur i:ri
']lri:rrir,"
l'itr:;liit,
JUHh'AL BALATRUNG f, nt$i4fi,ryy/2#fi s I S5
I $S ;unust- BALATRUNG Enrsl4*rxxl?ficCI
ini lama
i r :nt ii..: .,;:;:::l
'".:j "rl l:il
,:r
melanjutkan studi ke luar negeri. Ketika itu, Andy Siswanto memperoleh beasiswa di Milwaukee, Amerika Serikat, sementara istrinya di Kanada. 'Jadi, lnng distance marriage gitu," kenangnya sambil tertawa. Amerika rupanya telah berhasil menjerat hati seorang Andy Siswanto. Kejelasan peraturan dan kedisiplinan penduduknya membuat Andy betah berlama-lama di Negeri Paman Sam. Amerika memfasilitasi kesenangannya bekerja di bawah tekanan. Tak menyia-nyiakan, lelaki yang mengaku worhaholic ini memilih bekeda sembari kuliah. Ia sempat merangkap sebagai asisten dosen dan sering mengikuti proyek pembangunan kota. Selama empat tahun menetap di
Amerika, tak kurang dari satu setengah tahun terakhir digunakannya untuk bekerja secara profesional. Tentunya, dengan berbekal gelar M.Arch di bidang arsitektur dari Universitas Winconsin, Milwaukee, Amerika Serikat dan M.Sc di bidang Perencanaan Kota dan Wilayah dari universitas yang sama di Madison, Amerika Serikat. Waktu yang cukup singkat untuk menyabet dua gelar sekaligus.
Niatan untuk menetap di Amerika ternyata tidak disetujui sang istri. Tahun 1985 mereka kembali ke Semarang. Tak menyiakan waktu, membuka biro
dirinya saja. Lelaki paruh baya ini kemudian kembali memperdalam ilmunya di AA Graduate School, London, Ingris. Pada tahun 2001, gelar P.hD resmi diraihnya untuk bidang H ousing and Urbanism. Nampaknya Andy tak puas hanya sekedar bermimpi. Walaupun usianya sudah berkepala lima, ia tak kurang usaha menghidupi mimpinya. Saat ini ia sedang menjajal usaha baru di bidang estate. Bukan sebagai perancang, tetapi pemegang saham. Menurutnya, pemegâ&#x201A;Źrng saham akan mempunyai pengaruh yang lebih besar dari sekedar perancang. Dengan menjadi.pemegang saham ia dapat turut menentukan rencana pemukiman yang sesuai dan ideal.
Bicara soal idealisme terhadap perkembangan perkotaan Indonesia, penyuka musik klasik ini bertutur, "Indonesia butuh lebih dari 50 tahun lagi untuk berbenah, terutama pada sistem regulasinya. Lamanya proses "pembenahan" tersebut menurut Andy diperparah dengan banyaknya ahli yang hanya pandai memaparkan wacana tanpa pengajuan alternatif solusi. Ia menyayangkan betapa kurangnya ilmu
praktik Indonesia dalam masalah perkotaan dan pemukiman. Kelak jika berkesempatan menulis buku, ia ingin memaparkan konsep teoi urban design berbasis praktik lapangan. "Saya ingin
dari
Tak hanya tentang kegemaran, Andyjuga
berkisah tentang penyesalan terbesarnya. Diakuinya, penyesalan terbesar Andy adalah tidak dapat menyaksikan perkembangan buah hatinya dengan seksama. Berkeliling dalam rumahnya, bertebaran foto putra semata wayangnya, Jonathan Kwik Han Chung. Mungkin sebagai penebus rasa sesalnya. Karena kesibukannya iajadi tidak bisa menunggui Jonathan. Padahal, proses perkembangan manusia itu miracle sekali, {' sesalnya. Meski Andy merasa kurang lengkap sebagai ayah, bagi Bejo Andy adalah guru
yang hebat. Mahasiswa Andy di UNIKA, sekaligus partner kerja selama 10 tahun di Wismakharman itu menuturkan bahwa Andy Siwanto selalu melakukan terobosan dalam metode pembelajarannya. "Seringnya kita nonton film yang ada arsitekturnya yang bagus-bagus, atau belajar di luar ruangan, di
tempat-tempat yang punya arsitektur ruangan yang hebat," kisahnya.
Dalam tataran kerja, Andy Siswanto dikenal sebagai sosok yang tegas dalam membawahi anak buahnya. Ia tak segan
turun langsung ke lapangan dan masuk ke masyarakat. Menurut Priyambodo, salah seorang teknisi lapangan yang bekerja bersama Andy Siswanto, "Pak Andy cukup dekat dengan warga Bandarharjo terutama karena Pak,andy selalu mencoba untuk hadir dan mendamping! warga delarn setiap fase pada'proee$ Baodarhado," ungkaBnya. Bag:i Priyambodo, sobok. Andy Siswanto adalah nKonsep-konsep,
pfoyek-proyek
Georaftg konseptor hebat,' Pak Andy *olalu bclq daa terkadang agak sulit dimengerti tapi kalau kita bisa mengi ti a;kan banyak'sekali pembelajaran yang.kita peroleh," tambahnya lagi.
,r,.":Kontribusi Andy dalam ranah penataan
kotasel fu prorakyat danberusaha meniggkatkan kulitas daerah pinggiran' dari Bandarha!$o,,eampai Solo. Rupanya si Andy
m**ademikian terinspirasi dengan Romo trVlangunwtjaydr dosennya semasa kuliah.
yang ,{,$,aye,in-gin bisa, sgperti Romo Mangun membuat proyrk bagi kesejahteraan rakyat di Kali Code," ujarnya. "Sudah ter-wujud, Pak?," tanya kami. Beliau hanya tersenyum saja sambit' ile$rh*,tulkan letak
kacamatanya.ll
JilAru&
BALATRUNG Enr$I4*lxxr?00fi l
97
I
08 ;*mitp,l-
BALAIRUNG [ffi istdfi/xxltfi{i{i
Sederhananya, data mutakhir yang ada di Eropa Barat waktu itu selalu dipunyainya. Pertanyaan yang muncul selanjutnya,
bagaimana awal imajinasi itu tertata rapi dan terbentuk sehingga ia bisa mencipta? Tanggapan untuk ini adalah: buta. Ya, May buta sejak kelahirannya hingga empat tahun pertamanya. Tetapi pada saat itu May Kecil selalu dibombardir dengan cerita-cerita dan dongeng-dongeng peri oleh neneknya. Ketika
sudah terbebas dari kebutaannya, ia dibombardir ayahnya untuk membaca bukubuku pelajaran sebanyak-banyaknya. Mulai
dari buku matematika, buku-buku doa, sejarah alam dan berbagai buku yang tak ia mengerti sepenuhnya. Sedemikian galaknya sang ayah, dia diharuskan menyalin buku
Merawat Mimni
geografi 500 halaman. MaY kecilPun
ffiAhA'"Xffi{-rNffi Ryan Sugiarto
J)acla mulanya adalah mimpi. Bermimpi besar, bersama. Itulah sihir VanS selalu didengungkan kepada kami ketika kali pertama J-f "tedenrmus masuk" dalam lembaga ini, bahkan hingga sekarang. ya, BAIAIRTING hidup dengan mimpi-mimpi besarnla. Bermimpi besar. Bermimpi tentang apapun. Tentang sebuah badan penerbitan pers mahasiswa, tentang nilai-nilai. pun tentang sebuah komunitas yang bernama Indonesia. Bermimpi tentang sebuah dunia yang lebih baik. Demikianlah sebuah mimpi terus kami (re)produksi. Mimpi dan/atau imajinasi. Bagi kami bermimpi tidak sekadar membutuhkan keberanian. Ia sekaligus menuntut matangnya kemampuan mengingat. Agar ia tidak
tertelan lupa.1
Paralel dengan proses ini, saya teringat dengan apa yang dialami oleh Karl May, tepatnya Karl Freidrich May. seorang sastrawan kerahiran Jerman yang terkenal dengan cerita petualangannya. Karangan yang panjang lebar. Ia
menyebutnya "suatu genre bam." Pertanyaannya, bagaimana seorang Jerman yang hidup di pedalaman mampu mengisahkan cerita-cerita ala 1001 malam yang berlokasi di negerinegeri eksotis itu? Mulai dari Amerika Utara dan Selatan, termasuk Meksiko; Afrika utara; Kepulauan Samoa bahkan serbia. fimur Tengah dan Balkan; Asia selatan, Tenggara, dan Timur. semuanya lengkap diceritakan dengan gamblang, geografisnya, botaninya. Lengkap pula dengan adat
istiadatnya.2
Jawabnya, tak lain: imajinasi dan semata imajinasi. Tetapi ketika tiba pada detail, tak pelak, dibutuhkan sepasukan data yang harus dikerahkan. Data yang membantu May sehingga mampu menyampaikan ceritanya dengan penuh akurasi. Ia memanfaatkan perpustakaannya yang lengkap. JURH,4L BALATRUNG
rfi lsi40/xxl200s
1
99
berargumentasi: buat apa mempelajari geografi jika tidak diterapkan dalam suatu setting cerita.3 Dari sanalah segala karyanya dimulai. Dan menggetarkan sejarah kesusastraan. Tbpat, dengan proses yang dilakoni May, BALAIRTING sedikit banyak mempunyai persamaan dengan proses yang dilaluinya. Pertama,, semua yang dilakukan oleh BALAIRUNG bertolak dari sebuah mimpi. Sebuah Imajinasi. Dari sebuah mimpi, kami melangkah, dan meneruskan sebuah cita-cita sejarah yang telah dipancang oleh para pendiri. Dan tentu memperbaharui. Kedua, betapa May begitu mengagungkan sebuah pusat data yang lengJrap:
perpustakaan. Pun dengan kami. Sejak
masih dalam format majalah hingga alih rupa menjadi jurnal,a pusat data begitu penting dalam pefalanan BALAIRUNG. Nilai penting pusat dokumentasi dan atau perpustakaan menjadi semakin terasa, mengingat kerja-kerja kami tidak saja sekadar ingin menginformasikan sebuah peristiwa dan data. Jauh lebih dari itu. Kami hendak menyodorkan kepada Anda, para pembaca, makna apa dibalik fakta.5 Tidak
sekadar ingin bermain di wilayah jurnalistik an sich, tetapi bergerak di wilayah keilmuan;
menjadi intelektual. Dan tentu saja yang lebih esensial, kerjakerja jurnalis adalah juga keja-kerja seorang ilmuwan.6 Tak pelak "rumah kaca" atat pusat dokumentasi menjadi begitu penting. Ia diharapkan marnpu memantau dunia,
200 ..:unrunt BALATRUNG r*isl4s/xxl?G06
atau dalam konteks ini Indonesia dengan kesejarahannya. Ia tidak sekadar membantu wartawannya untuk menulis. Melainkan juga menjadi rujukan tempat ide ditelanjangi. Dan sebuah jurnal tentu harus dan menjadi wajib didukung oleh pelbagai literatur dan dokumentasi untuk menggagahi ide, mendalami analisis. Mengedepankan akurasi penulisan.
Bukankah ilmu pengetahuan berkembang
jika pemikiran-pemikiran itu terdokumentasikan? Pun sebaliknya pemikiran-pemikiran dan khasanah ilmu akan musnah jika dokumentasi musnah pula. Ingatlah tentang reno.issance, ia terjadi karena cathtan-catatan zaman Yunani kuno, yang lama ditelantarkan, ditemukan kembali. Maka pemikiran yang sempat mati, seakan menemukan kembali nyawanya. Ingat pula bagaimana pemikiran Islam mengalami kemunduran, karena karya pemikiran yang dituangkan dalam pustaka ditenggelamkan dalam laut hingga menjadi laut hitam? Begitulah ketangguhan sebuah data yang lengkap. Perpustakaan yang menghidupkan. Itu juga yang sedang kami mimpikan. Membangun "Iabirin dokumentasi", membangun "rLrmah kaca"I . Bersinggungan dengan ini, BALAIRUNG laiknya sebuah laboratorium gagasan dan sekaligus scriptorium.s Di mana sebuah tema dipilih, dan dihidupi tentu dengan pertimbangan apa yang kami anggap penting untuk disampaikan kepada khalayak yang lebih luas. Dengan sebuah harapan dari sinilah, Jurnal BAIAIRUNG, hadir dan sekaligus menjadi polisi lalu lintas gagasan, pemikiran. Dengan topangan data yang siap melayani. Seperti halnya para penggagas zamai pencerahan patut berterima kasih kepada rahib-rahib.di biara Ordo Santo Benedictus yang penuh dengan labirin perpustakaan. Dari merekalah pencetus ideide pencerahan ini meletupkan khasanah ilmu pengetahuan. Kami pun harus membangun lokus itu. Dokumentasi adalah jembatan ke masa depan. Begitulah kira-kira. Sebuah generasi bisa maju, karena pemikiran-pemikiran sebelumnya yang dituliskan dalam sebuah script, dan terdokumetasikan dengan baik.
eorang May adalah penulis frksi. Ia hanya menggunakan segenap
imajinasinya. Bahkan ia begitu memukau dalam menggambarkan kisahnya yang meramu dan mencampuradukkan antara khayalan dan data nyata. Menulis laporan jurnalistik hampir sama dengan menulis frksi, hanya berbeda pada hasil akhir. Siapa yang percaya bahwa tetralogi Buru ada hanya karena imajinasi Pramoedya Ananta Toer semata? Ia telah melakukan riset. Berangkat dari pengalaman yang sangat kaya. Dan hasilnya luar biasa.
Maka mimpi dan/atau imajinasi tak akan pernah lepas dari realitas. Imajinasi yang keluar dari realitas tak akan pernah menemukan bentuknya. Hanya akan terpuruk dan membusuk. Realita adalah titik pangkal mimpi. Bermula dari realita, mimpi bergerak ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah dan ke seluruh penjuru. Oleh sebab itu, segepok data berupa terbitan-terbitan pers mahasiswa semenjak awal kemerdekaan Indonesia, hingga pascareformasi sekarang ini, kami lirik dan
kami olah kembali. Imajinasi kami untuk membangun pusat dokumentasi pers mahasiswa, kami pijakkan dari realitas ini. Sekira 4000 eksemplar terbitan pers mahasiswa berupa majalah dan 3000 eksemplar berupa tabloid yang dikirimkan oleh para pegiat pers dari seluruh Indonesia dengan segala zamannya, kami
dokumentasikan. Memang tidak mudah, mengurus sekian banyak terbitan yang selalu datang. Tapi ini
menjadi tantangan bagi kami, BALAIRUNG,
untuk menghargai sebuah proses, sebuah karya dan mendokumentasikannya. Tentu
kami harus berterima kasih kepada semua pegiat pers mahasiswa, yang sampai saat ini masih bisa bertukar dan berkirim karyanya. Tbntu ia akan menjadi referensi yang luar biasa. Sekali lagi sebuah media, atau siapa pun mereka, membutuhkan referensi bacaan yang banyak. Dengan demikian ia tidak serta merta ada. Dibutuhkan serangkaian tindakan menjamin pencapaian peran yang diinginkan. Kami, BALAfRUNG, sepenuhnya sadar, Iamanya hidup sebuah jurnal belum menjamin pencapaiannya. Oleh karena itulah
kami berusaha terus dan tenrs, membangun mimpi-mimpi besar. Meneguhkan kembali sebuah pencapaian, memancang ide, dan
memastikan perangkatnya. Sebuah jurnal dan komunitas intelektual, pembaca sekaligus penulis, wartawan dan/atau ilmuwan. Perlu dan membutuhkan dokumentasi yang siap melayani. Dalam setiap pengedaan Jurnal BALAIRLING, tema yang diangkat untuk kemudian didedah dan didalami, selalu coba kami kulik dari berbagai referensi. Pada mulanya adalah tema. Dari tema itulah kemudian kami kumpulkan berbagai data pendukung; buku, data statistik, makalah diskusi, artikel dan tulisan dalam koran yang kemudian dikliping, dan tentu juga berbagai referensi berupa soft data dari internet, kami kais dan kami pelajari. Diolah dan didokumentasikan untuk menjadi data pendukung dari gagasan yang sedang diangkat.
melupakannya, demikian kata Nietzsche. Jika yang dilakoni melupakan sejarah, apa-apa yang sudah lewat mungkin akan terbebas dari beban sejarah yang pernah ada. Tetapi ia tidak mempunyai bekal pengetahuan yang cukup untuk menjalani perjalanan selanjutnya. Punjika kita tidak bisa melupakannya, ia hanya menjadi orangorang yang romantis-nostalgis; ia hanya akan tenggelam pada kenangan masa silam yang menjebaknya. Bekerja pada kerangka waktu yang lampau, sementara dirinya berada pada kekinian dan masa yang mempunyai arah. Demikian sebuah sejarah memang tak bisa dilepaskan dari proses perjalanan menuju pencapaian mimpimimpinya. Karena mimpi dan/atau imajinasi tak penah mati. Dan BAIAIRUNG hendak merawat dan menghidupi mimpi itu. Tentu bukan tanpa kebaruan. [1
Dengan langkah demikian, tidak mustahil akan terkumpul seperangkat data lengkap untuk satu tema. Demikianlah cara kerja jurnal. Menggagas ide, mengumpulkan data pendukung, dan mengembangkannya menjadi sebuah tulisan yang sarat dengan akurasi data. Baik data lapangan berupa pengumpulan fakta-fakta yang terkait dengan tema, maupun data sekunder berupa
data- data dokumentasi lainnya. Begitulah langkah untuk menguasai sebuah gagasan dan mengembangkan khasanah pengetahuan sekaligus merefleksikannya.e Bukankah itu tugas seorang wartawan dan/atau ilmuan? Sama seperti Karl May, pencapaiannnya ditentukan oleh imajinasi dan data yang memadai. Maka, BALAIRLING hendak mengembangkan kapasitasnya. Mewujud dalam jurnal mahasiwa yang didalamnya
didukung dengan pelpustakaan yang memadai. Tbntu data-data yang tertata rapi dan siap digunakan setiap saat. Dan yang lebih penting adalah membangun semangat keilmuan.lo Tbpat disinilah semangat jurnal mahasiswa, pers mahasiswa didudukkan.
Dokumentasi laiknya sebuah jembatan antara masa lampau dan masa depan. Sebagaimana sejarah yang akan menentukan jalannya sendiri. Kami percaya dan sadar sejarah memang harus disikapi dengan mendua yang arif. Mengingat dan sekaligus JURNAL BALATRUNG EDt$t40rxyJ2006 20
1
202
:
U
=it=qi
BALAI RUNG
[l!-=!a*,i<.Xit***
SAOAN DE^JERBITAN PEFS IV]AHASISWA
BALAIRUNG
UNIVERSITAS GADJAH MADA
sa wxsn, $rur r,xilrL$sl$N wffi etE\fHg& a r$r:X$$*
?,* B
"L:=
&
....
.:
@.' -eâ&#x201A;¬F' - ei:a:..4::=.a-!--
"4F;'' a'
'
GLORY BY THE GUN