Majalah Info Akuakultur Edisi Maret 2019

Page 1

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

www.infoakuakultur.com

Memburu

Si Pembunuh Senyap 15.000 Ekor Benih Kakap dari KKP untuk Kabupaten Probolinggo

Siaga AHPND

Usaha Budidaya

Udang Vaname di Tambak Terpal ISSN : 2477-1147

Harga Rp. 20.000

WhatsApp Marketing


Maximum vitality for offspring Vitalis 2.5 is an innovative feed for shrimp broodstock which provides specific nutrition and biosecurity for egg and nauplii production. Vitalis 2.5 is a highly digestible and stable, low temperature extruded pellet formulated with high end marine proteins, algae and micronutrients. For more information, please contact your local feed consultant.

www.skretting.com


Daftar Isi

30

8

Budidaya Teknologi Budidaya Sudah Lengkap, Produksi Udang Merangkak..........30

Dari Redaksi Evolusi di Edisi Ke-50......................4 Editorial Berdamai dengan ‘Tetangga’..........6 Surat Pembaca....................................7 Laporan Utama - Memburu Si Pembunuh Senyap.....8 - Lebih Baik Mencegah, ...............14 Daripada Mati Massal................14 Benih Cara Aklimatisasi Penebaran Benur..........................22 Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

www.infoakuakultur.com

Memburu

Si Pembunuh Senyap 15.000 Ekor Benih Kakap dari KKP

Pakan Mengelola Pakan Udang Anti-AHPND..................................26 Peralatan Pilah-pilih Pompa Air untuk Tambak Udang....................28

untuk Kabupaten Probolinggo

Siaga AHPND

Usaha Budidaya

28

Udang Vaname di Tambak Terpal ISSN : 2477-1147

Harga Rp. 20.000

WhatsApp Marketing

Cover : Desain : Eko Indriyanto Foto : Anto sunaryanto

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

Kesehatan & Lingkungan - Pentingnya Pencegahan Penyakit Viral dan Bakteri pada Tambak Udang..................32 - Good Management Practices dalam Budidaya Udang, Langkah Tangkal Penyebaran Penyakit.....................................38 Ekonomi & Bisnis Gurihnya Usaha Budidaya Udang Vaname di Tambak Terpal...........................42 Tokoh Suhendra, SE Anak Kampung Rezeki Kota..........44 Kolom Peran “Generasi Millenial” dalam Meningkatkan Perikanan Nasional.......................46 Berita Sekilas - Pasar Ikan Muara Baru...............48 - Dinas Perikanan Pamekasan - Gelar Pelatihan Pembenihan Ikan Air Tawar............................48 Organisasi FKPA Gelar Diskusi Terkait Penyakit Udang.............................49 Inspirasi Pertahanan Terbaik Menghadapi Kesulitan..................50

3


Dari Redaksi

Evolusi di Edisi Ke-50

Pemimpin Umum/ Pemimpin Redaksi: Bambang Suharno Manager: Darmanung Siswantoro Redaksi : Resti Setiawati Vira Elyansyah Yonathan Rahardjo Rochim Armando Koordinator Liputan : Aditya Permadi Kontributor : Cocon Rochim Armando Artistik/Produksi : Eko Indriyanto Marketing : Mariyam Savitri Rizky Yunandi

Saat sedang rapat redaksi

T

epat di bulan Maret 2019 ini Majalah Info Akuakultur sudah sampai ke edisi 50, artinya sudah sekitar 4 tahun majalah yang berfokus kepada perikanan budidaya ini terus memberikan informasi bermanfaat untuk seluruh stakeholders perikanan budidaya di Indonesia melaluli goresangoresan tintanya. Samahalnya manusia, di usia ke 4 tahun yang sudah bisa berjalan, berlari, dan serba ingin tahu segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Majalah Info Akuakultur pun demikian, terus belajar untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dari edisi ke edisi. Di edisi ke-50 ini kami jadikan momen di mana pertumbuhan dan perkembangan itu terjadi. Di mana perubahan proporsional isi dan tema, mulai edisi Maret dan seterusnya Majalah Info Akuakultur akan berfokus kepada informasi perudangan Indonesia di setiap rubrikasinya. Namun, tidak serta-merta menutup informasi seputar budidaya ikan dan lainnya, nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan isu yang berkembang. Tidak hanya soal proporsional isi, di era globalisasi saat ini juga menuntut segala sesuatu untuk praktis dan dinamis. Oleh sebab itu, perubahan pada Majalah Info Akuakultur juga menyentuh pada tampilan dan ukuran majalah yang sebelumnya berukuran 21cm x 28cm menjadi lebih pas 19cm x 24cm untuk menunjang kepraktisan. Perubahan ini kami lakukan atas dasar masukan dan kebutuhan seluruh pembaca Majalah Info Akuakultur di Indonesia yang setia menemani hingga di usia ke-4 ini. Beri kami dukungan dan doa untuk terus menjadi jendela informasi seputar perikanan budidaya yang mecerdaskan dan bermanfaat. Untuk mengawali perubahan tersebut, edisi kali ini kami mengulas lengkap seputar penyakit udang acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND). Semoga informasi yang disajikan dapat memberikan manfaat. Selamat Membaca v

4

Alamat Redaksi : Grand Pasar Minggu Jl Raya Rawa Bambu No 88A Pasar Minggu, Jakarta Selatan Telepon: 021. 782 9689 Redaksi email : redaksi.infoakuakultur@gmail.com Hp 0877 7829 6375 Marketing email: marketinggita@gmail.com Hp 0896 5473 3750

WhatsApp Marketing

Redaksi menerima artikel ilmiah populer dan artikel opini dari luar berikut foto dan ilustrasinya. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah isi. Naskah yang dimuat akan mendapat imbalan.

www.infoakuakultur.com facebook.com/infoakuakultur @infoakuakultur

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


PT Alltech Biotechnology Indonesia 18 Office Park, 25th Floor Jalan TB Simatupang, No. 18, Kebagusan Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520 Phone: 021-22783555


Editorial

Berdamai dengan ‘Tetangga’

P

ada Februari 2019, dalam sebuah workshop yang diselenggarakan Shrimp Club Indonesia (SCI) di Surabaya dengan tema “Waspada AHPND”, terungkap sebuah fakta yang mengejutkan. Sepuluh tahun sejak terdeteksi melakukan serangan, Vibrio parahaemolyticus masih menjadi momok hingga saat ini. Dalam presentasinya yang berjudul “EMS: Vietnam Story”, Nguyen Ngoc Binh dari Kemin, mengungkapkan bahwa pada tahun 2018 dampak serangan AHPND pada udang vaname di Vietnam mencapai 32% total produksi. Awal dampak serangannya mulai terendus pada tahun 2009, tetapi belum diketahui pelakunya. Baru pada 2013, V. parahaemolyticus terjaring tim peneliti dari Universitas Arizona dan ditetapkan sebagai tersangka. Meskipun begitu, masih saja terjadi serangan sporadis hingga 2018 lalu. Bakteri ini hidup di lingkungan perairan laut, yang menjadi sumber air media kolam atau tambak. Jadi, kehadirannya di tambak sangat bisa dimaklumi. Bersama udang, mereka ibarat tetangga yang hidup berdampingan dalam kesehariannya. Lalu, mengapa bakteri ini bisa begitu ‘marah’ dan mewabah hingga mengakibatkan kematian? Sebuah ulasan menarik tentang bagaimana seharusnya kita melihat keberadaan bakteri sebagai tetangga dituliskan oleh Tauhid Nur Azhar, Pendiri Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Dalam bukunya yang berjudul Jangan ke Dokter Lagi, Tauhid mengungkapkan sikap manusia pada umumnya yang langsung bersikap apriori alias curiga jika berhadapan dengan bakteri atau mikroba lainnya. Padahal, seperti halnya cacing, jamur, burung, ikan, monyet, gajah, atau pun umbi jahe, bakteri adalah makhluk ciptaan Tuhan yang punya hak hidup dan hak berinteraksi. Prasangka buruk dan pola pandang yang diwarnai ketakutan dan kecemasan ini kemudian menghasilkan komunikasi destruktif. Setiap mendengar kata bakteri, respon yang muncul dalam benak kita adalah “Tumpas!” karena ia adalah musuh yang pantas dan layak untuk dihabisi. Aksi kita yang senantiasa berniat mengalahkan dan menghancurkan justru memunculkan reaksi perlawanan yang tidak disengaja. Tindakan destruktif bakteri—seperti mengeluarkan racun—adalah upayanya membela diri saat masuk ke dalam sel makhluk hidup lain yang terasa asing,

6

menakutkan, dan menekannya. Akhirnya, bakteri pun bereaksi negatif. Kembali ke kasus AHPND, tingkat keganasan penyakit ini pada udang dipengaruhi oleh akumulasi toksin Pir yang dihasilkan bakteri patogen dalam organ pencernaan udang. Adapun produksi toksin Pir oleh patogen dipengaruhi jumlah populasi patogen dalam organ pencernaan. Sementara populasi patogen dalam organ pencernaan dipengaruhi oleh suhu tubuh atau lingkungan, kemampuan patogen berkompetisi nutrisi dengan mikroba non-patogen lain dalam organ pencernaan, serta influx patogen dari lingkungan seperti air media budidaya. Dengan kata lain, langkah yang bisa dilakukan adalah mencegah atau meminimalkan masuknya V. parahaemolyticus ke dalam organ pencernaan udang serta tidak tumbuh dan berkembang dengan subur di petak tambak. Menyeleksi benur SPF dan bebas AHPND, mengontrol kualitas pakan, dan sterilisasi calon air media di kolam tandon adalah langkah bijak untuk membatasi populasi patogen. Memberikan pakan dengan kualitas fisik dan nutrisi yang baik tentu berdampak positif pada daya imun udang. Begitu pula dengan terpenuhinya parameter lingkungan yang dibutuhkan, seperti kandungan DO, suhu, salinitas, dan parameter lainnya. Parameter air yang buruk bisa mengakibatkan stres pada udang dan menurunkan imunitasnya. Akibatnya, daya serang bakteri menjadi terasa lebih berat. Hanya saja, sterilisasi juga perlu mempertimbangkan dampak keamanan penggunaannya. Jangan sampai, semangat dan upaya ‘meracuni’ bakteri justru meracuni udang kita sendiri. Sebagai contoh, penggunaan klorin. Sebuah penelitian di Bangladesh menunjukkan bahwa penggunaan dosis klorin yang tinggi menurunkan produktivitas akibat naiknya tingkat kematian pada saat udang molting. Bisa jadi, ada dampak lain pada kesehatan udang yang belum teridentifikasi. Memang, banyak hal yang masih membutuhkan penelitian dan pengkajian lebih dalam. Dengan begitu, hasilnya bisa kita jadikan sebagai acuan agar bisa bersikap lebih bijak terhadap alam dan lebih bijak bersikap pada sesama makhluk Tuhan. v Rochim

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Surat Pembaca Bagaimana cara menurunkan kadar Ph kolam dengan alami? (Rajendra-Tangerang) Bisa menggunakan batang pisang yang dicacah dan ditebar­ kan dalam kolam, karena mengan­ dung saponan, alkoloid, tanin, dan polifenol. Selain itu batang pisang juga dapat digunakan sebagai media pakan alami.

Ada berapa jenis pakan udang buatan untuk vaname? (Devina-Cirebon) Adapun bentuk pakan udang berdasarakan ukuran/beratnya adalah : - Ukuran PL 15 s/d 4 gram diberikan dalam bentuk pellet. - Ukuran 5 s/d 14 gram diberikan dalam bentuk pellet.

Bagaimana cara mengetahui tingkat kematangan gonad pada ikan kerapu? (Andrea-Banten) Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui dengan cara mengurut bagian perut (striping). Sperma ikan yang siap dipijahkan

berwarna putih susu dan kental, sementara kematangan induk betina diketahui dengan cara kamulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin ikan kemudian dihisap.

Apa saja yang perlu diperhatikan dalam persiapan air agar tidak menyebabkan Masuknya bibit penyakit dan carrier pada budidaya udang vaname? (Mira-Cibubur) Desinfeksi menggunakan bahan dan dosis yang tepat untuk membunuh predator dan carrier, selain itu perhatikan juga ketinggian tambak 100 cm atau maksimal 120 cm untuk mendapatkan oksigen yang cukup dan suhu yang stabil. Ketinggian air treatment pond 170-200 cm agar kebutuhan air selama proses budidaya tercukupi.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

7


Foto-foto : Bambang Hanggono

Laporan Utama

Pengambilan sampel di tambak

Memburu

Si Pembunuh Senyap Dari sekian banyak penyebab penyakit udang yang telah terdaftar, tak ditemukan ‘jejak’ penyebab kematian massal pada udang ini. Lima tahun sejak dugaan serangan pertama di China, para ahli hanya bisa menyebutnya dengan istilah early mortality syndrome (EMS).

E

MS merupakan salah satu sindrom penyebab kematian massal udang yang terjadi pada saat udang di bawah usia 30 hari setelah penebaran dan menyerang bagian hepatopankreas (HP) udang. Tak heran, jika EMS disebut juga dengan acute hepatopancreatic necrosis syndrome (AHPNS). Demikian ungkap Bambang Hanggono, S.Pi., M.Sc., Perekayasa Madya dari Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo).

8

Dari China, AHPNS tersebar ke Vietnam dan Malaysia pada tahun 2011. Pada tahun 2012, EMS/ AHPNS mencapai wilayah Thailand. Pada tahun 2013, kasus AHPND ditemukan di wilayah Amerika Latin antara lain Meksiko, Honduras, dan Ekuador. Sementara tahun 2015, pihak kompeten otoritas Filipina mengumumkan adanya kasus AHPND di Filipina. Dampak dari serangan AHPNS ini memang dahsyat. Di Thailand, terjadi

kerugian hingga 50% pada tahun 2012. Sementara di Vietnam, kerugian mencapai 32% pada tahun 2018. Memburu ‘sang teroris’ Dibayang-bayangi serangan AHPNS yang belum diketahui pelaku dan pola serangannya tentu menjadi teror tersendiri bagi para pembudidaya udang. Tak ada yang bisa memastikan bagaimana AHPNS menyebar. Diduga, penyebarannya dimulai dari China, kemudian menyebar ke Vietnam dan Malaysia. Demikian diungkap dari dokumen presentasi yang ditulis Loc Tran, Linda Nunan, Rita M. Redman, Leone L. Mohney, Carlos R. Pantoja, Kevin Fitzsimmons, dan Donald V. Lightner, yang berjudul “Early Mortality Syndrome in Penaeid

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Shrimp, What It is, and How We Discovered It’s Cause”. Masih menurut dokumen tersebut, dampak serangan AHPNS di Vietnam sendiri mengakibatkan kerugian sebanyak milyaran dolar. Oleh sebab itu, dibentuk sebuah tim besar dari Amerika, Vietnam, Thailand, dan Indonesia untuk menemukan penyebab dan solusi mengatasi permasalahan ini. Mengacu pada pendapat NACA (2012; 2014), terdapat tandatanda klinis yang bisa digunakan untuk diagnosis dugaan, yang bisa dikonfirmasi lebih lanjut secara histopatologis. Tanda tersebut termasuk HP pucat keputihan karena kehilangan pigmen pada jaringan ikat yang merupakan kapsul HP, atrofi signifikan dari HP, intestinum dengan isi keputihan atau isi usus terputus atau kosong, serta bintik-bintik hitam atau garis-garis kadang-kadang terlihat pada HP. Selain itu, hepatopankreas lembek dan tidak mudah pecah jika dipencet antara ibu jari dan jari telunjuk serta timbulnya tanda-tanda klinis berupa kematian mulai dari 10 hari paskapenebaran. Demikian papar Arief Taslihan, Perekayasa Madya dari BBPBAP Jepara,

Arief Taslihan

Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa EMS/AHPNS termasuk kategori penyakit menular, yang kemungkinannya ditularkan lewat jalur fekal-oral, feses dan makanan. Dari tanda-tanda tersebut, tim gabungan peneliti mendapat kesimpulan bahwa secara mikroskopik ‘penyakit’ ini menunjukkan dua kondisi, yaitu disfungsi HP dan infeksi sekunder bakteri pada HP. Selanjutnya, muncul dugaan penyebab yang memungkinkan munculnya serangan AHPNS, yaitu (1) racun dari lingkungan atau pakan, serta (2) infeksi mikroba atau racun dari mikroba. Studi awal dilakukan di Vietnam pada Juli 2012 untuk mengetahui hubungan kolam yang terinfeksi AHPNS dengan racun alga serta tingkat pencemaran air dan sedimen. Hasilnya, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara AHPNS dengan

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

Foto: Resti

Foto: Pribadi

Foto: Pribadi

Bambang Hanggono

Yuri Sutanto

racun alga hijau-biru, diatoms, dinoflagellata, serta alga beracun lainnya. Demikian pula pada studi racun pakan, sedimen area kolam yang terkontaminasi AHPNS, serta pemberian pakan beku dari jaringan udang yang telah terkontaminasi AHPNS. Semuanya tidak menginduksi AHPNS. Begitu pula dengan injeksi intramuskular, gagal menginduksi AHPNS. Tipikal patologi AHPNS muncul pada percobaan pemberian pakan segar berupa jaringan udang windu (P. monodon). Pakan diberikan segar atau dingin—bukan berupa pakan beku— selama 5 hari pada SPF udang vaname (P. vannamei). Begitu pula pada percobaan kohabitasi, di mana 3 ekor udang windu yang terinfeksi AHPNS dibesarkan bersama 6 ekor SPF udang vaname selama 7 hari. Hasilnya, mucul gejala AHPNS pada udang vaname. Dari hasil percobaan tersebut disimpulkan bahwa EMS/AHPNS termasuk kategori penyakit menular, yang kemungkinannya ditularkan lewat jalur fekal-oral, feses dan makanan. Pertanyaannya, apa yang menjadi agen penularannya? Akhirnya, pada tahun 2013, patogen penyebab EMS/AHPNS

9


Udang vaname yang terinfeksi AHPND dengan hepatopankreas berwarna pucat.

Lebih dekat dengan AHPND “Acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND) merupakan jenis penyakit dengan penyebab (etiologi) bakteri. Bakteri penyebab penyakit ini adalah strain virulen spesifik Vibrio parahaemolyticus, yang dinotasikan sebagai VPAHPND, berupa bakteri yang berisi satu atau lebih plasmid (DNA ekstrakromosomal),” terang Arief Taslihan.

10

Plasmid VPAHPND termasuk unik dan belum pernah dilaporkan sebelumnya. Ukuran plasmidnya besar, yaitu sekitar ~ 70 kbp (kbp = ribu pasang basa). Plasmid juga disebut sebagai pVPA3-1, yang ukurannya bisa sedikit berbeda. Apabila karena satu hal terjadi penghapusan (atau “curing”) dari pVA1, kemampuan strain virulen V. parahaemolyticus untuk menimbulkan AHPND akan hilang. Strain tanpa pVA1 akan gagal menyebabkan terjadinya

Foto:Mr. Chatree

ditemukan oleh tim dari Dr. Lightner (University of Arizona), yaitu bakteri Vibrio parahaemolyticus. Sejak tahun 2013 itu pula nama sindrom penyakit EMS atau AHPNS berubah menjadi AHPND atau acute hepatopancreatic necrosis disease. “AHPND perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan tingkat kematian udang yang sangat tinggi, yaitu mencapai 100% dalam waktu singkat. Negara-negara yang terjangkit AHPND mengalami penurunan produksi udang yang sangat signifikan. Sebagai contoh, produksi udang di Thailand menurun sampai 50% akibat AHPND,” ujar Bambang.

kerusakan, berupa pengelupasan sel dalam di tabung hepatopankreas (tubulus hepatopancreatic). “Kerusakan di jaringan hepatopankreas—akibat luruhnya saluran—inilah yang menjadi ciri khas AHPND,” jelas Arief. Kemampuan bakteri VPAHPND mengekspresikan toksin—yang mengakibatkan rusaknya saluran hepatopankreas—dikode oleh plasmid bernama Pirvp, yang bersifat sangat mematikan. Plasmid tersebut memiliki kesamaan (homolog) dengan plasmid yang ada pada Photorhabdus yang menginfeksi serangga. Toksin terbentuk dari dua sub-unit, yaitu PirAvp dan PirBvp. Namun, tidak seperti Pir toksin biner lainnya, hanya PirB (PirBvp, protein 50,1 kDa) dari V. parahaemolyticus yang mampu memicu AHPND histopatologis dalam tubulus hepatopancreatic. Adapun PirAvp (protein 12,7 kDa) hanya menyebabkan perubahan histologis kecil. Secara alami, gen penyandi Pirvp dapat mengalami penghapusan (delesi) dalam populasi bakteri penyebab AHPND. Hal ini dijumpai pada beberapa individu. Hilangnya gen Pirvp tersebut disebabkan

Hepatopankreas AHPND (kiri) dan Hepatopankreaas Normal (Kanan) ()

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


ketidakstabilan DNA akibat adanya transposon (elemen DNA yang dapat berpindah-pindah yang mengapit gen Pirvp. Ada perbedaan kestabilan gen Pirvp antar strain patogenik, dan terjadinya delesi menyebabkan hilangnya kemampuan strain virulen V. parahaemolyticus untuk menginduksi AHPND. Kematian umumnya terjadi dalam waktu 30 hari pada tambak udang dengan stadia tebar postlarvae (PL) atau juwana, dari berat 0,015—1,0 g. Dari uji infeksi laborators didapatkan informasi bahwa kematian akibat induksi terjadi dalam waktu 12 jam dari paparan strain VPAHPND dengan pemberian per os atau lewat pakan, jika pakan mengandung 108 CFU (unit pembentuk koloni) per gram inokulum. Kematian juga dapat diinduksi melalui perendaman dengan 108 CFU per gram inokulum. Pada fase akut, AHPND ditandai dengan degenerasi progresif akut tubulus HP secara besar-besaran, dari medial ke dorsal. Kondisi ini ditunjukkan dengan pengelupasan sel epitel tubulus ke dalam tubulus hepatopankreas (HP), lalu saluran HP mengumpul. Fase terminal AHPND ditandai dengan peradangan haemositik intra-tubular. Selanjutnya, infeksi sekunder bakteri dalam jumlah besar terkait dengan adanya nekrotik dan terkelupasnya sel tubulus HP. Belum berakhir Berhasil diketahuinya penyebab AHPND pada 2013 tidak lantas menghentikan wabah penyakit ini dengan serta-merta. Buktinya, AHPND merebak di Filipina pada 2014 dan Bangladesh sekitar 2017. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Melihat cepatnya wabah AHPND merebak di kawasan ASEAN, Indonesia bisa dinyatakan berhasil mencegah terjadinya epidemi penyakit tersebut

Pengujian AHPND dengan PCR konvensional.

di sentra budidaya udang kita selama 7 tahun terakhir. Namun, belum mewabahnya AHPND di Indonesia tidak berarti Indonesia akan bebas AHPND selamanya. Sebaliknya, semakin lama AHPND merebak di kawasan negara tetangga kita, semakin besar risiko terjadinya penyakit tersebut di sentra budidaya udang kita. Demikian pendapat Yuri Sutanto, Ph. D, Praktisi Penyakit Hewan Akuatik dari PT Central Proteina Prima. Menurutnya, ada dua hal terkait besarnya risiko yang menjadi ancaman budidaya udang di Indonesia. Pertama, patogen penyebab AHPND bisa menyebar secara alami ke

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

perairan Indonesia, misalnya lewat lalu lintas kapal, migrasi ikan, atau arus laut. Kemudian, patogen ini menjadi laten sampai tercipta kondisi optimal, saat patogen akan berkembang dengan pesat dan mewabah. Kedua, menurunnya kewaspadaan stakeholder budidaya udang—peme­ rintah, hatchery, tambak, atau pun penyedia saprotam—baik dalam hal penerapan prinsip biosekuriti maupun manajemen budidaya. Oleh karena itu, stakeholder harus tetap waspada dan melakukan adaptasi teknis untuk mengimbangi risiko AHPND yang semakin tinggi. v (Rochim/Resti)

11




Laporan Utama

Foto-foto : Bambang Hanggono

Lebih Baik Mencegah, Daripada Mati Massal Tambak udang vaname

Tak ada opsi mengobati. Sementara itu, penggunaan antibiotika untuk pencegahan di dunia perikanan bukan sebuah pilihan.

M

eskipun terbilang sukses dalam menangkal wabah AHPND, tak berarti budidaya udang Indonesia aman dari sergapan pembunuh udang berdarah dingin ini. Tak ada negara yang bebas atau steril dari AHPND, yang masuk melalui air laut sebagai Vibrio parahaemolyticus dan umum ditemukan di air laut. Apalagi, semua negara Asia yang membudidayakan udang di sekitar Indonesia telah terkena dampak AHPND. Demikian pendapat Fernando Castor, Asia Technical Manager-Epicore, USA.

14

“Tidak ada pengobatan untuk AHPND. Biosekuriti dan pencegahan yang baik adalah cara untuk mengendalikan penyakit ini,� ujarnya. Pernyataan Fernando Castor juga senada dengan pendapat Dr. Heny Budi Utari dari Departemen Animal Health Service PT Central Proteina Prima. Menurutnya, teknik budidaya udang di Indonesia berpeluang memunculkan AHPND, terutama jika budidaya tidak mengikuti kaidah, baik SOP atau CBIB. Sebagai contoh, petambak meremehkan biosekuriti, tidak memiliki tandon air untuk

pergantian air yang cukup, dan tidak memiliki sumber air berkualitas baik. Terlalu emosional untuk menebar udang dengan kepadatan tinggi, lebih dari 100 ekor/m2, berisiko terhadap peningkatan organik dasar, yang memicu peningkatan pertumbuhan vibrio. Apalagi ditambah fasilitas budidaya yang kurang memadai, daya dukung lahan pun menjadi semakin menurun. Sebagai contoh, kurangnya jumlah kincir dan sumber listrik serta setting yang tidak tepat sehingga tidak mendukung pembuangan limbah kolam. Konstruksi kolam kurang tepat, di mana letak outlet dan inlet berdekatan sehingga air buangan mengontaminasi inlet.

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Foto: Resti

Foto: Pribadi

Buruknya pengelolaan tambak lainnya yaitu tanah dasar tambak mengandung timbunan lumpur hitam dan kandungan pirit tinggi sehingga sangat berpotensi menjadi substrat untuk pertumbuhan vibrio. Selain itu, tambak juga tidak memiliki fasilitas kolam pembuangan yang dapat menampung air limbah dan perlakuan air sebelum dibuang ke lingkungan. “Di samping hal di atas, terdapat faktor yang tak kalah penting, yaitu perlunya monitoring kualitas air dan jumlah vibrio, baik di air maupun dalam tubuh udang—terutama green colony pada TCBS agar—sehingga diperlukan mini-lab. Begitu pula keberadaan teknisi budidaya yang paham terhadap terjadinya perubahan di kolam, peng­ aturan progam pakan, serta mampu membaca data perubahan kualitas air dan kesehatan udang,” papar Heny. Tingkat keganasan penyakit AHPND pada udang dipengaruhi oleh akumulasi toksin Pir yang dihasilkan patogen dalam organ pencernaan udang. Produksi toksin Pir oleh patogen dipengaruhi jumlah populasi patogen dalam organ pencernaan. Adapun populasi patogen dalam organ pencernaan dipengaruhi oleh suhu

Fernando Castor

Heny Budi Utari

tubuh atau lingkungan, kemampuan patogen berkompetisi nutrisi dengan mikroba non-patogen lain dalam organ pencernaan, serta influx patogen dari lingkungan (air budidaya). Oleh sebab itu, diperlukan langkah siaga yang perlu atau bisa dilakukan bersama untuk mencegah AHPND mewabah di Indonesia. Menurut Yuri Sutanto, Ph. D, Praktisi Penyakit Hewan Akuatik dari CPP, terdapat 3 langkah kewaspadaan yang perlu dilakukan petambak, yaitu (1) siaga hatchery, (2) siaga tambak, dan (3) pengawasan dan kebijakan.

Siaga hatchery Benur bebas AHPND merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah merebaknya penyakit tersebut di Indonesia. Pelaku usaha perbenihan perlu berkomitmen untuk menerapkan prinsip CKIB dan meningkatkan biosekuriti dalam proses produksi benur. Di segmen hatchery ini ada 2 faktor risiko utama yang perlu diwaspadai dan diambil langkah mitigasinya, yaitu (1) air laut untuk budidaya dan (2) pakan alami. Perairan laut merupakan habitat alami bagi mikroba kelompok vibrio, termasuk patogen AHPND. Oleh karena itu, disinfeksi air laut yang digunakan dalam proses produksi benur sangat penting dilakukan. Secara umum, ada 3 metode disinfeksi, yaitu ozonasi, UV, dan kimiawi. Dua metode pertama sangat efektif, tetapi memerlukan biaya investasi yang cukup besar. Sementara metode disinfeksi kiwiawi (klorinasi) cukup efektif untuk diimplementasikan di hatchery berskala kecil. Perlu diingat, disinfeksi tidak akan efektif bila air laut yang kaya bahan organik tidak difiltrasi terlebih dahulu (sand-filter). Dari sisi pakan alami induk udang, kebutuhan cumi dan polychaeta hampir seluruhnya dipenuhi dari

Pengujian AHPND dengan PCR

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

15


Udang vaname yang terinfeksi AHPND dengan hepatopankreas berwarna pucat.

tangkapan alam. Kedua pakan alami ini adalah reservoir vibrio sehingga berpotensi membawa patogen AHPND dari lingkungan perairan laut yang terkontaminasi ke dalam sistem produksi hatchery. Siaga tambak Langkah pertama yang perlu dilakukan petambak udang untuk mencegah merebaknya AHPND di tambaknya adalah dengan menggunakan benur bebas AHPND. Status bebas AHPND bisa diklaim dengan hasil uji PCR benur dengan metode analisis yang terstandarisasi oleh laboratorium yang kompeten. Dari beberapa metode analisis PCR yang digunakan untuk mendeteksi patogen, tingkat sensitivitas dari yang paling sensitif adalah: real-time PCR, nested-PCR, dan single-run PCR konvensional. Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah pengelolaan lingkungan budidaya, yaitu air dalam kolam budidaya dan perairan di luar tambak. Vibrio adalah mikroba alami di perairan laut dan akan berkembang pesat di kondisi yang kaya nutrisi (bahan organik). Oleh karenanya, manajemen limbah organik selama proses budidaya, seperti pembersihan dasar kolam secara rutin, manajemen

16

Udang vaname yang terinfeksi AHPND (kiri), dan udang vaname sehat (kanan).

pakan, dan pengelolaan plankton, tidak lagi hanya ditujukan untuk mencegah stres fisiologis pada udang—akibat amoniak, H2S, dan senyawa lain—tetapi juga untuk menekan risiko pertumbuhan vibrio patogen AHPND dalam kolam. Bahan organik yang menumpuk dapat dikonsumsi oleh udang sehingga berpotensi memfasilitasi infeksi masif patogen AHPND ke organ pencernaan udang. Terkait hal tersebut dan dalam konteks AHPND, risiko wabah pada budidaya kolam plastik (lined-pond) lebih rendah, sedangkan risiko wabah pada budidaya sistem bioflok lebih tinggi. Petambak juga sudah saatnya menerapkan pengelolaan limbah kolam yang kaya bahan organik. Limbah organik yang dibuang ke lingkungan tambak akan menjadi nutrisi bagi berbagai mikroba, termasuk patogen AHPND. Kondisi ini akan menurunkan kualitas dan keamanan perairan untuk budidaya. Pengelolaan limbah dengan cara mengendapkan lumpur, mengeringkan, dan tidak membuangnya ke perairan merupakan langkah awal yang bisa diterapkan. Selama ini, kematian udang yang masal dan mendadak banyak dikorelasikan dengan serangan WSSV.

Kolam yang mengalami kematian masal udang di usia budidaya kurang dari 50 hari perlu dikarantina dan kasus kematian perlu segera dikonfirmasi ke laboratorium yang berkompeten untuk melakukan uji WSSV dan AHPND. Konfirmasi ini penting agar langkah penanganan kolam terdampak dapat dilakukan dengan tepat dan kontaminasi lingkungan tambak bisa dihindari. Selain itu, langkah perbaikan dan adaptasi teknis bisa dilakukan di siklus berikutnya. Mengutip Chanratchakool (2015), Heny Budi Utari menjelaskan bahwa kontaminasi AHPND di tambak yang berasal dari air berkisar 24,22%; lumpur atau tanah 14,79%; dan antarudang yang terinfeksi 24,5%. Dengan begitu, tindakan pencegahan adalah menyiapkan lingkungan tambak yang bebas AHPND di dalam sumber air yang akan dipergunakan untuk budidaya dan kolam, selain benur serta semua bahan aditif, probiotik, dan saprokan lainnya. Pada air, diperlukan adanya tindakan desinfeksi untuk meminimalisasi patogen yang masuk ke dalam sistem budidaya. Persiapan tambak meliputi desinfeksi dan pengeringan serta pembuangan lumpur dasar sebaik mungkin. Terlebih dasar tambak dari tanah disarankan

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


upgrade kebijakan dan program. Berikut beberapa hal yang dapat diimplementasikan KKP sebagai competent authority. Mengawasi dan memfasilitasi penerapan CKIB dan CBIB di hatchery dan tambak, termasuk mempermudah ijin importasi pakan alami dari wilayah bebas AHPND untuk menekan risiko kontaminasi di hatchery. Berkolaborasi dengan stakeholder lain untuk melakukan surveilan AHPND secara rutin di seluruh wilayah budidaya udang di Indonesia—baik tambak dan hatchery—sebagai bentuk early warning system. Badan karantina ikan menerapkan persyaratan bebas AHPND bagi benur dan pakan alami lokal yang akan dikirimkan keluar dari titik embarkasi, baik bandara maupun pelabuhan.

untuk diukur redoks potensialnya, yaitu lebih dari +50 mV. Selama budidaya, ikuti SOP/CBIB, mencegah penumpukan limbah organik sisa pakan, plankton mati, atau beban organik yang lain sebaik mungkin. Utamakan mengontrol pertumbuhan green colony kurang dari 100 cfu/ml di air dan kurang dari 100 cfu/g pada hepatopankreas udang. Pengawasan dan kebijakan Masih menurut Yuri Sutanto, KKP memiliki peran yang sangat penting dalam usaha bersama mencegah mewabahnya AHPND di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari pencapaian selama 7 tahun terakhir sejak AHPND merebak di ASEAN. Namun, risiko wabah AHPND yang semakin tinggi perlu diimbangi dengan

Mempersiapkan contingency plan dan containtment plan bila AHPND muncul di Indonesia. Containment plan akan jauh lebih efektif bila diterapkan sebelum wabah merebak ke berbagai wilayah budidaya udang di Indonesia. Langkah containment yang sistematis sangat mungkin diterapkan karena wilayah budidaya udang kita tersebar di berbagai pulau, lalu-lintas udang hidup antarpulau harus melalui pelabuhan udara dan laut, dan lembaga dan wewenang Karantina Ikan hadir di pelabuhan laut dan udara. Dengan kesiagaan, komitmen, dan kolaborasi stakeholder industri udang dalam mengantisipasi wabah AHPND di Indonesia, produksi udang nasional tak hanya diharapkan bisa dipertahankan, tetapi justru bisa ditingkatkan lebih baik lagi. v Rochim/Resti)

ltur.com

akuaku

www.info

.

Edisi No

9

aret 201

V/M 50/Tahun

Edisi No. 50/Ta

hun V/Maret 2019

ru

Membu

www.infoakuak ultur.

com

bunuh Si PemSenyap

KKP kapaptendaProribolinggo h Kabu or Beni untuk Ka 15.000 Ek HPND Siaga A Edisi No

. 50/Ta

Memb

hun V/M

Si Pembunuurhu Senyap

15.000 Ekor Ben

aret 201

9 www.info

ih Kakap dari KKP

akuaku

ltur.com

untuk Kabupaten

Usaha Vaname Udang k Terpal di Tamba

Si Pem Memburu bun Senyauph 15.0 Usaha Budid

Udang Vanaaya me di Tambak Terp al

1147

ISSN : 2477-

Harga

0

Rp. 20.00

WhatsApp

Marketing

ISSN : 2477-1147

Harga Rp. 20.000

00 Ekor

WhatsApp Marketing

Benih Ka

kap dari

untuk Ka bu

paten Pro

KKP

bolinggo

Siaga A

HPND

Usaha

Udang Budidaya Vaname di Tamba k Terpal ISSN : 2477-

1147

Harga

Rp. 20.00

0

WhatsApp

Marketing

Untuk Informasi Iklan Hubungi: Maryam Savitri Telp : 021-782 0408, Mobile : 0877 7829 6375 Email : marketinggita2018@gmail.com

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

Probolinggo

Siaga AHPND

ya Budida

Perikanan Budidaya Konsumsi adalah Fokus Kami Untuk Informasi Berlangganan Hubungi: Rizky Yunandi Mobile : 0896 5473 3750 Email : pemasaran.infoakuakultur@gmail.com

17


Siaga AHPND LoGo INFHeM

Sekilas AHPND AHPND (Acute Hepatopancreatic Disease) adalah penyakit udang yang disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus (Vpara) yang memproduksi toksin Pir yang berperan merusak hepatopankreas. Toksin ini disandikan oleh gene pada plasmid, yaitu suatu molekul DNA luarkromosom (extra-chromosomal DNA). Saat ini plasmid penyandi Pir toksin juga ditemukan pada bakteri inang non-Vpara, seperti V. campbellii, V. owensii, V. punensis, dan keberadaan plasmid tersebut mentransformasi inang terkait menjadi agen AHPND. Sebagai catatan: tidak semua strain V. parahaemolyticus, V. campbellii, V. owensii, V. punensis di alam membawa plasmid penyandi Pir toksin.

Oleh: Yuri Sutanto, PhD

Praktisi Penyakit Hewan Akuatik, PT Central Proteina Prima

18

Tingkat keganasan penyakit AHPND pada udang dipengaruhi oleh akumulasi toksin Pir yang dihasilkan pathogen dalam organ pencernaan udang. Produksi toksin Pir oleh pathogen dipengaruhi jumlah populasi pathogen dalam organ pencernaan. Populasi pathogen dalam organ pencernaan akan dipengaruhi oleh suhu tubuh/lingkungan, kemampuan pathogen berkompetisi nutrisi dengan mikroba non-patogen lainnya dalam organ pencernaan, dan influx pathogen dari lingkungan (air budidaya). Epidemi AHPND dimulai di China tahun 2009, dan kemudian menyebar ke Vietnam dan Malaysia (2011), Thailand (2012), Mexico (2013), Filipina (2014), dan Bangladesh (~2017). Epidemi ini telah membatasi kemampuan produksi udang negara terdampak, dan terutama terlihat dari efeknya terhadap tingkat produksi udang Thailand yang masih terpangkas ~50% sejak puncak produksi di tahun 2012. Melihat cepatnya wabah AHPND merebak di kawasan ASEAN, Indonesia bisa dinyatakan berhasil mencegah terjadinya epidemi penyakit tersebut di sentra budidaya udang kita selama 7 tahun terakhir. Akan tetapi harus disadari bahwa belum mewabahnya AHPND di Indonesia, tidak berarti Indonesia akan bebas AHPND selamanya. Sebaliknya, semakin

lama AHPND merebak di kawasan negara tetangga kita, semakin besar risiko terjadinya penyakit tersebut di sentra budidaya udang kita. Mengapa begitu? Pertama, pathogen penyebab AHPND bisa menyebar secara alami ke perairan Indonesia (e.g: lalu lintas kapal, migrasi ikan, arus laut) lalu menjadi laten sampai adanya kondisi optimal dimana patogen akan berkembang dengan pesat dan mewabah. Kedua, menurunnya kewaspadaan stakeholder budidaya udang (Pemerintah, Hatchery, Tambak, penyedia saprotam, etc) baik dalam hal penerapan prinsip biosekuriti maupun manajemen budidaya. Oleh karena itu, stakeholder harus tetap waspada dan melakukan adaptasi teknis untuk mengimbangi risiko AHPND yang semakin tinggi. Artikel ini selanjutnya akan membahas langkah siaga apa saja yang perlu/bisa dilakukan bersama untuk mencegah AHPND mewabah di Indonesia. Siaga Hatchery Benur bebas AHPND merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah merebaknya penyakit tersebut di Indonesia. Pelaku usaha perbenihan perlu berkomitmen untuk menerapkan prinsip CKIB dan meningkatkan biosekuriti dalam proses produksi Benur. Ada 2 faktor risiko utama yang perlu diwaspadai dan diambil langkah mitigasinya yaitu:

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Air Laut untuk budidaya Perairan laut adalah habitat alami bagi mikroba kelompok vibrio, termasuk patogen AHPND. Oleh karena itu, disinfeksi air laut yang digunakan dalam proses produksi Benur sangat penting dilakukan. Secara umum ada 3 metode disinfeksi yaitu ozonasi, UV, dan kimiawi. Dua metode pertama sangat efektif namun memerlukan biaya investasi yang cukup besar. Sedangkan metode disinfeksi kiwiawi (klorinasi) cukup efektif untuk diimplementasikan di hatchery berskala kecil. Perlu diingat bahwa disinfeksi tidak akan efektif bila air laut yang kaya bahan organik tidak difiltrasi terlebih dahulu (sand-filter). Pakan alami Cumi dan polychaeta yang merupakan pakan alami induk udang hampir seluruh kebutuhannya saat ini dipenuhi dari tangkapan alam. Kedua pakan alami ini adalah reservoir vibrio sehingga berpotensi membawa patogen AHPND dari lingkungan perairan laut yang terkontaminasi ke dalam sistem produksi hatchery. Untuk polychaeta, langkah terbaik untuk menghindari hal ini adalah dengan menggunakan polychaeta yang dibudidayakan dalam fasilitas karantina yang superb (biosecure) atau yang dibudidayakan di wilayah yang tidak terdampak AHPND (mis.: Eropa dan Amerika Utara). Budidaya polychaeta mandiri tidak mudah dan memerlukan investasi yang cukup

Hasil disinfeksi polychaeta dengan metode Heat-Cold Shock;

besar, karenanya untuk jangka pendek penggunakan polychaeta impor (beku) dari wilayah bebas-AHPND bisa menjadi alternatif. Sedangkan untuk cumi, langkah terbaik adalah menggunakan cumi beku yang ditangkap dari laut dalam dan organ dalamnya sudah dibersihkan. Tahap berikutnya yang bisa diterapkan di hatchery adalah melakukan pembersihan terhadap pakan alami sebelum diberikan kepada induk. Depurasi dan pembekuan tidak cukup efektif menurunkan muatan vibrio di pakan alami, terutama yang hidup dalam saluran pencernaan polychaeta. Hasil ujicoba kami pada polychaeta alam post-depurasi menunjukkan bahwa metode Heat-Cold shock cukup efektif mereduksi muatan vibrio lebih dari 100x (>2-log), seperti dapat dilihat di Gambar 2. Metode Heat-Cold shock adalah perendaman pakan

Alur perkembangan AHPND pada udang

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

alami di air 55â °C selama 15 menit dan langsung dilanjutkan dengan perendaman di air bersuhu 4-5â °C selama 10 menit. Kesegaran pakan alami sebelum perlakuan akan mempengaruhi efektifitas disinfeksi dan kualitas nutrisi pakan tersebut pasca perlakuan. Khusus untuk polychaeta, perlu dilakukan verifikasi/ ujicoba lapangan karena jenis dan kualitas polychaeta yang digunakan bisa berbeda antar wilayah hatchery. Tekstur cacing yang masih kenyal pasca proses mengindikasikan kualitas pakan yang masih baik. Siaga Tambak Langkah pertama yang perlu dilakukan petambak udang untuk mencegah merebaknya AHPND di tambaknya adalah dengan menggunakan Benur yang bebas AHPND. Status bebas AHPND ini bisa diklaim dengan hasil uji PCR Benur dengan metode analisis yang terstandarisasi dan oleh laboratorium yang kompeten. Dari beberapa metode analisis PCR yang digunakan untuk deteksi pathogen, tingkat sensitivitas dari yang paling sensitif adalah: Real-time PCR, nested-PCR dan single-run PCR konvensional. Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah pengelolaan

19


Tambak udang vaname

lingkungan budidaya, yaitu air dalam kolam budidaya dan perairan di luar tambak. Vibrio adalah mikroba alami di perairan laut dan akan berkembang pesat di kondisi yang kaya nutrisi (bahan organik). Oleh karenanya, manajemen limbah organik selama proses budidaya, seperti pembersihan dasar kolam secara rutin, manajemen pakan, dan pengelolaan plankton, tidak lagi hanya ditujukan untuk mencegah stress fisiologis pada udang (akibat ammonia, H2S, dll), tetapi juga untuk menekan risiko pertumbuhan vibrio pathogen AHPND dalam kolam. Bahan organik yang menumpuk dapat dikonsumsi oleh udang sehingga berpotensi memfasilitasi infeksi masif pathogen AHPND ke organ pencernaan udang. Terkait hal tersebut dan dalam konteks AHPND, risiko wabah pada budidaya kolam plastik (lined-pond) lebih rendah sedangkan risiko wabah pada budidaya sistem bioflok lebih tinggi. Petambak juga sudah saatnya menerapkan pengelolaan limbah kolam yang kaya akan bahan organik. Limbah organik yang dibuang ke lingkungan tambak akan menjadi

20

nutrisi bagi berbagai mikroba termasuk pathogen AHPND, dan ini akan menurunkan kualitas dan keamanan perairan untuk budidaya. Pengelolaan limbah dengan cara mengendapkan lumpur, mengeringkan dan tidak membuangnya ke perairan merupakan langkah awal yang bisa diterapkan. Selama ini kematian udang yang massal dan mendadak banyak dikorelasikan dengan serangan WSSV. Sudah saatnya juga petambak meningkatkan kewaspadaan. Kolam yang mengalami kematian massal udang di usia budidaya kurang dari 50 hari perlu dikarantina dan kasus kematian perlu segera dikonfirmasi ke laboratorium yang kompeten (Uji WSSV dan AHPND). Konfirmasi ini penting agar langkah penanganan kolam terdampak dapat tepat dilakukan dan kontaminasi lingkungan tambak dapat dihindari. Selain itu, langkah perbaikan dan adaptasi teknis bisa dilakukan di siklus berikutnya. Pengawasan dan Kebijakan KKP memiliki peran yang sangat penting dalam usaha kita bersama

mencegah mewabahnya AHPND di Indonesia, dan hal ini dapat dilihat dari pencapaian selama 7 tahun terakhir sejak AHPND merebak di ASEAN. Namun risiko wabah AHPND yang semakin tinggi perlu diimbangi dengan upgrade kebijakan dan program. Beberapa hal yang dapat diimplementasikan KKP sebagai competent authority adalah: Mengawasi dan memfasilitasi penerapan CKIB dan CBIB di hatchery dan tambak. Termasuk dalam hal ini adalah mempermudah ijin importasi pakan alami dari wilayah bebas AHPND untuk menekan risiko kontaminasi di hatchery. Berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk melakukan surveilan AHPND secara rutin di seluruh wilayah budidaya udang di Indonesia (tambak dan hatchery) sebagai bentuk early warning system. Badan karantina ikan menerapkan persyaratan bebas AHPND bagi Benur dan pakan alami lokal yang akan dikirimkan keluar dari titik embarkasi (bandara dan pelabuhan). Mempersiapkan contingency plan dan containtment plan bila AHPND muncul di Indonesia. Containment plan akan jauh lebih efektif bila diterapkan sebelum wabah merebak ke berbagai wilayah budidaya udang di Indonesia. Langkah containment yang sistematis sangat mungkin diterapkan karena: wilayah budidaya udang kita tersebar di berbagai pulau, lalulintas udang hidup antar pulau harus melalui pelabuhan udara dan laut, lembaga dan wewenang Karantina Ikan hadir di pelabuhan laut dan udara. Kesiagaan, komitmen dan kolaborasi stakeholder industri udang dalam mengantisipasi wabah AHPND di Indonesia sangat diperlukan untuk dapat mempertahankan (bahkan meningkatkan) produksi udang nasional. v

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur



Benih

Cara Aklimatisasi Penebaran Benur Teknik aklimatisasi dalam proses penebaran benur penting, agar panen optimal

Aklimatisasi Salinitas (kadar garam)

Aklimatisasi adalah proses penyesuaian suhu, salinitas (kadar garam) dan oksigen terlarut benur udang dari tempat asal (panti pembenihan) ke tempat yang baru (tambak). Sebelum melaksanakan aklimatisasi, hendaknya merencanakan waktu penebaran terlebih dahulu. Hal ini berkaitan dengan rencana pembelian dan pengiriman benur udang.

P Oleh: Muhammad Fiqi Zulendra

22

enebaran benur udang dilakukan pada saat cuaca yang teduh. Umumnya penebaran benur udang dilakukan pada pagi atau sore hari karena pada waktu tersebut cuaca dalam keadaan teduh. Alat yang digunakan pada proses aklimatisasi adalah Thermometer untuk mengukur suhu, Refraktometer

untuk mengukur salinitas (kadar garam), DO Meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut. Namun demikian, pada umumnya pembesaran udang ditambak memiliki kadar oksigen terlarut >3 ppm. Hal ini didapat dari penggunaan kincir air/blower maupun pasang surut air laut. Sehingga yang diukur

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Thermometer

Refraktometer

pada saat aklimatisasi pada umumnya hanya suhu dan salinitas (kadar garam). Adapun tahapan-tahapan dalam proses penebaran benur adalah sebagai berikut : 1. Siapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan pada saat

aklimatisasi dan penebaran benur udang. Dalam hal ini yang harus disiapkan adalah Thermometer dan Refraktometer serta benur udang. 2. Buka box sterofoam yang berisi benur udang dengan hati-hati. 3. Apungkan plastik packing benur udang ke dalam tambak yang telah disiapkan. Pada saat mengapungkan plastik packing ini terjadilah proses aklimatisasi suhu dimana suhu didalam kantong akan menyesuaikan dengan suhu didalam tambak. Pada saat suhu didalam kantong dan didalam tambak sudah sama, biasanya ditandai dengan berembunnya kantong plastik benur. Proses aklimatisasi suhu dilakukan selama 20 menit. 4. Bukalah kantong plastik benur saat kantong plastik sudah berembun. Untuk mendapatkan hasil yang lebih

baik, ukur suhu kantong didalam kantong plastik dengan didalam tambak. Setelah sama dilakukan aklimatisasi salinitas (kadar garam) 5. Ambil sampel air didalam tambak dan ukur menggunakan refraktometer. 6. Lakukan aklimatisasi salinitas (kadar garam) dengan cara memercikkan air didalam tambak kedalam kantong plastik benur. Ambil sampel air didalam kantong plastik benur yang sudah dipercikkan air dari dalam tambak. Ukur menggunakan refraktometer. Jika salinitas (kadar garam) antara didalam tambak dan didalam kantong plastik benur sudah sama, plastik kantong packing dapat dimiringkan dan benur udang dapat langsung ditebar di tambak secara perlahan-lahan. Biasanya jika salinitas (kadar garam) didalam tambak dan didalam kantong plastik packing sudah sama, pada saat kantong plastik packing dimiringkan benur akan keluar dengan sendirinya. Aklimatisasi salinitas (kadar garam) dilakukan selama 10 menit. 7. Hidupkan kincir atau blower untuk mencukupi kebutuhan oksigen terlarut benur udang didalam tambak. Aklimatisasi sangat penting dilakukan karena bertujuan untuk mencegah benur udang tidak stress akibat dari proses transportasi benur yang terlalu lama sehingga tingkat kelangsungan hidup benur udang menjadi tinggi. Aklimatisasi yang dilakukan dengan benar juga merupakan salah satu faktor pendukung untuk mendapatkan hasil panen yang menguntungkan. v

Aklimatisasi Suhu

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

*Penulis adalah Instruktur Pertama Budidaya Perikanan Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung

23


Foto: Humas DJPB KKP

KKP serahkan dan lepasliarkan bantuan 15 ribu ekor benih kakap putih di Pantai Bentar Kabupaten Probolinggo. Saat Restocking kakap putih di Pantai Bentar

15 Ribu Ekor Benih Kakap dari KKP

K

untuk Kabupaten Probolinggo

ementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan komitmen untuk mendukung percepatan pembangunan perikanan di Kabupaten Probolinggo - Jawa Timur. Komitmen ini dibuktikan dengan pemberian berbagai program dan bantuan langsung bagi pelaku utama perikanan yakni pembudidaya ikan, nelayan, pengolah dan petambak garam. Total dukungan KKP tersebut diperkirakan hingga mencapai lebih kurang Rp. 14,05 milyar masing-masing terdiri dari input produksi, sarana perikanan, fasilitasi pembiayaan, perlindungan pelaku utama melalui asuransi dan sertifikasi hak atas tanah, pengembangan SDM anak pelaku utama perikanan dan bentuk lainnya. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangannya saat penyerahan bantuan pemerintah di Kabupaten Probolinggo.

24

Menyatakan bahwa program dukungan KKP diarahkan agar menyentuh langsung para pelaku utama. Menurutnya ada 2 (dua) fokus utama KKP yakni bagaimana dukungan ini dapat secara langsung meningkatkan produktivitas dan efisiensi, sehingga pelaku utama mendapatkan nilai tambah keuntungan yang lebih besar dan kapasitas usaha yang lebih kuat. “KKP terus mendorong peningkatan kesejahteran pelaku utama perikanan. Jadi, kami akan pastikan bahwa program ini bisa memberikan dampak positif bagi perbaikan struktur ekonomi masyarakat dan tentunya perekonomian daera,� jelas Slamet di depan ratusan masyarakat yang hadir di Pantai Bentar Probolinggo. Kegiatan penyerahan bantuan pemerintah juga turut dihadiri anggota komisi XI DPR RI, anggota IV

BPK RI, Wakil Bupati Probolinggo dan jajaran KKP, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten. Slamet menambahkan, bahwa berbagai program KKP sepanjang 4 (empat) tahun terkahir mampu memberikan efek positif terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Indikatornya yakni Nilai Tukar Nelayan (NTN) naik dari 109,86 di tahun 2017 menjadi 113,28 pada tahun 2018. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) untuk periode yang sama naik dari 99,09 menjadi 100,80. Nilai Tukar Usaha Nelayan (NTUN) naik dari 123,01 menjadi 126,68 dan Nilai Tukar Usaha Pembudidaya Ikan (NTUPi) pada periode yang sama naik dari 110,23 menjadi 113,27. Tren pertumbuhan NTN dan NTPi yang positif sepanjang tahun 2018 tersebut menunjukkan bahwa ada perbaikan struktur ekonomi masyarakat pelaku usaha perikanan (nelayan dan pembudidaya). Struktur ekonomi

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Foto: Resti

tersebut yakni peningkatan pendapatan yang berdampak pada perbaikan daya beli masyarakat, utamanya teradap akses kebutuhan dasar. Disisi lain capaian NTP tersebut juga berpengaruh terhadap peningkatan saving rate, dan memicu meningkatkan kapasitas usahanya melalui re-investasi. Sedangkan nilai NTUN dan NTUPi yang terus meningkat menunjukkan iklim usaha perikanan semakin baik dan efisien; Pendapatan pelaku usaha kelautan dan perikanan juga tercatat mengalamai kenaikan. Tahun 2017 rata-rata pendapatan nelayan sebesar Rp. 3,439 juta naik menjadi Rp. 3,636 juta pada tahun 2018 (angka sementara). Demikian pula dengan pembudidaya ikan, pada periode yang sama naik dari Rp. Rp. 3,298 juta menjadi Rp. 3,385 juta. “Kinerja positif tersebut tidak terlepas dari berbagai program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang secara langsung fokus dalam menciptakan efisiensi produksi dan nilai tambah,” kata Slamet. Anggota komisi XI, Muhkamad Misbakhun, mengatakan menyambut baik apa yang sudah dilakukan KKP khususnya yang berkaitan dengan program-program pro rakyat, menurutnya sudah saatnya sektor kelautan dan perikanan ini memberikan manfaat sebesar besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. “Saya sangat mengapresiasi upaya upaya Pemerintah. Saya berharap dukungan ini bisa dimanfaatkan sebaik baiknya,” tutur Misbakhun. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Bupati Probolinggo, Ahmad Timbul Prihanjoko, menyampaikan terima kasih atas berbagai dukungan Pemerintah pusat untuk Kabupaten Probolinggo. Ia berharap dukungan ini akan memberikan efek percepatan terhadap pembangunan di Probolinggo.

Slamet Soebjakto

“Kami atas nama masyarakat Probolinggo mengucapkan terima kasih. Saya berharap kunjungan bapak bapak semua bisa rutin dilakukan, tentunya dengan membawa program program bagi masyarakat,” ungkapnya. Sementara itu, anggota IV BPK- RI, Rizal Djalil mengatakan bahwa KKP dan Kementerian Pertanian merupakan ujung tombak dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Jadi perlu saya sampaikan bahwa kontek kunjungan saya ke daerah adalah untuk memastikan bantuan program bisa dilaksanakan secara transparan, terukur dan bisa dimanfaatkan sebaikbaiknya,” jelas Rizal. Peduli Lingkungan dan Kampanyekan Gemarikan Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan khususnya kelestarian stok sumberdaya ikan, dalam kesempatan tersebut juga dilakukan kegiatan pelepasliaran benih ikan kakap putih di pantai Bentar sebanyak 15.000 ekor yang merupakan hasil produksi dari BPBAP Situbondo. Dari sisi lingkungan akan menjaga kestabilan stok, sedang dari aspek ekonomi, diharapkan akan meningkatkan jumlah tangkapan bagi nelayan.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

“Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan, bahwa Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik di perairan laut. Ini tentunya harus disikapi secara serius oleh semuanya.Oleh karena itu, saya harus berkali-kali sampaikan agar kita semua senantiasa menjaga kebersihan, terutama berupaya untuk membebaskan perairan laut dari sampah plastik, karena ini menyangkut laut sebagai masa depan bangsa. Laut bersih, sudah barang tentu akan mampu menjamin masa depan kelestarian sumberdaya yang ada bagi kepentingan generasi mendatang,” tegas Slamet. Sementara itu, kegiatan gerakan memasyarakatkan makan ikan (Gemarikan) diisi dengan melakukan edukasi kepada 200 siswa SD dengan mengusung tema “Ayo Makan Ikan untuk Cegah Stunting” serta demo masak dengan bahan baku ikan. Sebagaimana diketahui, tahun 2018 KKP mencatat konsumsi ikan per kapita secara nasional yakni 50,69 kg/kapita. Angka ini menempatkan konsumsi ikan per kapita penduduk Indonesia dalam kategori tinggi. Selain itu, konsumsi ikan per kapita nasional dalam 5 (lima) tahun terakhir juga menunjukkan tren yang terus naik. Dimana sebelumnya di tahun 2014, konsumsi ikan per kapita tercatat baru sebesar 38,14 kg/kapita. WHO menetapkan batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Adapun konsen KKP yakni terus mengkampanyekan makan ikan khususnya pada generasi sekolah. v (Adv)

25


Pakan

Mengelola

Foto: Bambang H

Pakan Udang Anti-AHPND Saat mengambil sampel udang

Pakan adalah salah satu jalan yang memungkinkan bagi V. parahaemolyticus untuk masuk ke dalam sistem pencernaan udang. Semakin menumpuk populasi VPAHPND, semakin banyak dan kuat pula daya toksik racun yang ditimbulkannya.

M

enghadapi ancaman serangan AHPND yang menular dan cepat daya serangnya, pakan memiliki nilai yang sangat strategis dalam upaya menangkal dampak buruk bagi kesehatan udang. Memang, serangan AHPND tak dapat diobati dan penggunaan antibiotika dalam budidaya dilarang keras. Namun setidaknya, ada dua hal penting yang menjadi poin strategis dalam pengelolaan pakan, yaitu peningkatan sistem imun udang dan meminimalkan penularan penyakit lewat pakan. Minimalisasi penularan AHPND lewat pakan Ada dua segmen dalam budidaya udang, baik intensif, semi-intensif, maupun tradisional. Kedua segmen tersebut adalah pembenihan

26

(hatchery) dan pembesaran. Sesuai kebutuhan masing-masing segmen tersebut, jenis pakan pun dipilih sesuai kebutuhan. “Dari sisi pakan alami induk udang, kebutuhan cumi dan polychaeta hampir seluruhnya dipenuhi dari tangkapan alam. Kedua pakan alami ini adalah reservoir vibrio sehingga berpotensi membawa patogen AHPND dari lingkungan perairan laut yang terkontaminasi ke dalam sistem produksi hatchery,” jelas Yuri Sutanto, Ph. D, Praktisi Penyakit Hewan Akuatik dari CPP. Menurut Yuri, budidaya polychaeta mandiri tidak mudah dan memerlukan investasi yang cukup besar. Oleh sebab itu, langkah terbaik untuk menghindari AHPND dengan menggunakan polychaeta yang dibudidayakan dalam fasilitas

karantina superb (biosecure) atau dibudidayakan di wilayah yang tidak terdampak AHPND, misal Eropa dan Amerika Utara. Untuk jangka pendek, penggunaan polychaeta impor (beku) dari wilayah bebas-AHPND bisa menjadi alternatif. Sementara untuk cumi, langkah terbaik adalah menggunakan cumi beku yang ditangkap dari laut dalam dan organ dalamnya sudah dibersihkan. Tahap berikutnya adalah melakukan pembersihan terhadap pakan alami sebelum diberikan kepada induk. Depurasi dan pembekuan tidak cukup efektif menurunkan muatan vibrio di pakan alami, terutama yang hidup dalam saluran pencernaan polychaeta. “Hasil uji coba kami pada polychaeta alam post-depurasi menunjukkan bahwa metode heatcold shock cukup efektif mereduksi muatan vibrio lebih dari 100x (>2log),” ungkap Yuri. Metode heat-cold shock adalah perendaman pakan alami di air 55⁰C selama 15 menit dan langsung dilanjutkan dengan perendaman di

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


air bersuhu 4—5 ⁰C selama 10 menit. Kesegaran pakan alami sebelum perlakuan akan mempengaruhi efektifitas disinfeksi dan kualitas nutrisi pakan tersebut pascaperlakuan. Tekstur cacing yang masih kenyal pasca proses mengindikasikan kualitas pakan yang masih baik. Khusus untuk polychaeta, diperlukan verifikasi atau ujicoba lapangan karena jenis dan kualitas polychaeta yang digunakan bisa berbeda antar-wilayah hatchery. Dalam rangka meminimalkan penularan, pakan udang pabrikan pun perlu dipilih yang aman dan berkualitas, baik dari segi fisik pakan maupun nutrisinya. Dalam proses pembuatannya, pemilihan bahan baku dan proses pembuatan perlu diperhatikan. Maklum, beberapa bahan baku pakan bisa berasal dari laut, misalnya tepung ikan. “Dalam budidaya intensif, pakan protein tinggi diperlukan untuk budidaya. Selama pembuatan produk pakan, semua bahan tepung ikan harus diproses dalam ekstrusi panas dengan suhu tinggi untuk membunuh semua bakteri. Hasil mikrobiologi pakan tidak menunjukkan pertumbuhan vibrio,” ujar Fernando Castor, Asia Technical ManagerEpicore, USA. Penambahan mutu pakan “Pakan merupakan sumber protein tinggi untuk nutrisi pertumbuhan udang, metabolisme dan pencegahan terhadap patogen. Dalam keadaan tertentu, misalnya cuaca buruk, hujan lebat atau panas terik, perubahan parameter kualitas air, plankton crash, udang bisa mengalami stres. Dengan begitu, keberadaan pakan saja tidak cukup untuk langkah pencegahan terhadap pathogen, terutama bakteri Vibrio. Diperlukan feed additive berupa vitamin C sebanyak 3—5 g/ kg pakan, yang mempunyai kekuatan

untuk mengurangi stres,” papar Dr. Heny Budi Utari dari Departemen Animal Health Service PT Central Proteina Prima. Heny juga berpendapat perlunya penggunaan prebiotik—yang salah satunya mengandung fermentasi sumber karbohidrat atau sumber karbon, yeast, serta probiotik yang mengandung bakteri baik seperti Bacillus spp atau Lactobacillus spp. Penambahan komponen tersebut

Ketepatan dan kedisiplinan pekerja tambak dalam program pemberian pakan juga menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kualitas air tambak yang sehat. berfungsi untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan udang terhadap penyakit, termasuk langkah pencegahan terhadap AHPND. Aplikasi produk bacteriophage atau produk anti-quorum sensing dan produk herbal juga dilaporkan dapat mencegah AHPND. Bijak dalam pemberian pakan Pakan yang diberikan pada udang mempunyai kandungan protein kasar lebih dari 30% dan program pemberiannya harus disesuaikan dengan standar feeding program yang telah ditetapkan. Secara umum, pakan berfungsi untuk meningkat pertumbuhan bobot harian udang. Semakin tinggi pemberian pakan, percepatan pertumbuhan udang juga semakin tinggi.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

“Namun perlu diingat, hanya 30% pakan yang terkonsumsi untuk meningkatkan bobot udang. Sementara sisanya terbuang ke air sebagai limbah nitrogen, fosfor, dan karbon, tambah Heny. Limbah organik tersebut akan menumpuk di dasar tambak dan terurai di air sehingga meningkatkan oxygen demand. Tak hanya itu, limbah tersebut juga menghasilkan toksik metabolit yang tinggi. Pemberian pakan berlebih (over feeding) dan minimnya kadar oksigen akan memicu pertumbuhan plankton jenis blue green algae (BGA) dan green colony vibrio. Ketepatan dan kedisiplinan pekerja tambak dalam program pemberian pakan juga menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kualitas air tambak yang sehat. Jumlah pakan, waktu pemberian pakan, dan daerah sebaran pakan harus diperhatikan dengan cermat. Dengan begitu, udang akan mendapatkan pakan sesuai porsi atau dosisnya, sesuai dengan jam makannya, dan merata pemberiannya. Soal jaminan ketepatan pemberianpakan, Fernando Castor menyarankan penggunaan alat pemberi pakan otomatis yang bisa disetel pemberian dosis pakan dan waktu tebarnya. Dengan begitu, ketepatan program feeding bisa lebih terjamin. Hasilnya, kebutuhan pakan udang terpenuhi, tidak kurang dan tidak boros pakan. Kualitas air pun lebih terjaga. Memang, diperlukan kajian internal lebih lanjut tentang penggunaan tenaga manusia atau alat otomatis. Pasalnya, keberlanjutan usaha juga tidak hanya soal SOP, biaya produksi yang rendah, dan maksimalisasi keuntungan. Namun, keamanan usaha juga perlu diperhatikan dengan menimbang sosio-kultural masyarakat setempat. v (Rochim)

27


Peralatan

Pilah-pilih Pompa Air

Foto : Tambakudang.com

untuk Tambak Udang

Pompa air untuk tambak udang.

Pompa air merupakan sebuah alat yang harus tersedia pada budidaya perikanan, terutama apabila letak sumber air lebih rendah dari ketinggian kolam. Letak sumber air juga menentukan dalam pemilihan jenis pompa yang akan digunakan.

K Oleh: Ali Suherman

Business Development Manager PT Maxima Arta Prima

28

ebutuhan pasokan air dalam budidaya perikanan, mengharuskan para pembudidaya wajib memiliki pompa dengan kualitas terbaik dan tahan lama. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pompa adalah kedalaman air yang akan dihisap dan berapa tinggi posisi air tersebut akan dialirkan serta daya listrik pompa. Daya listrik pompa harus sesuai dengan daya listrik yang tersedia di tambak. Pada saat ini sudah banyak

jenis pompa yang dijual di pasaran dengan claim tahan lama dan hemat listrik. Adapun jenis pompa yang tahan lama adalah yang memiliki lapisan epoxy coating yang tebal dan memiliki proteksi terhadap korosi. Setiap pompa yang mengeluarkan debit air yang besar pasti membutuhkan daya listrik yang besar pula. Perlu diperhatikan oleh petambak dalam memilih pompa air, adalah pompa air yang memiliki efisiensi tinggi. Pompa air yang memiliki

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


efisiensi tinggi adalah pompa air yang mampu mengeluarkan debit air yang memiliki dinamo motor dengan efisiensi tinggi, dimana dinamo langsung terhubung dengan kipas impeller yang memberikan putaran maksimal sehingga dapat mengeluarkan debit air yang tinggi. Pompa air biasanya digunakan untuk mengisi tandon dan mensuplai air untuk kolam budidaya. Penggunaan pompa air dengan kapasitas besar akan menghemat waktu dalam pengisian kolam. Untuk pengisian Tandon dan kolam biasanya menggunakan pompa submersible (pompa celup) dengan ukuran 12 inch, 10 inch dan 8 inch ataupun menggunakan pompa sentrifugal (pompa keong). Untuk penggunaan pompa submersible (pompa celup) sebaiknya pompa harus terendam paling tidak sampai batas impeller di dalam air supaya debit air yang dihasilkan tetap maksimal dan juga sebagai pendingin. Pompa air juga digunakan sewaktu masa budidaya karena keperluan penambahan air dan bisa juga dipakai untuk pembuangan kotoran dan sisa makanan dalam kolam atau yang biasa disebut siphon. Adapun pompa air yang digunakan untuk siphon adalah pompa yang berukuran 2 inch sampai dengan 4 inch. Saat panen, pompa air juga dipakai untuk membantu pengeringan kolam sehingga mempercepat proses dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Kegunaan dari pompa air sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air mereka sehingga membutuhkan pompa air kualitas terbaik dan tahan lama agar tidak cepat rusak. pompa air sendiri memiliki kegunaan untuk melakukan pemindahan air dari satu tempat ke tempat lainnya.

Pompa air juga memiliki banyak fungsi dan juga desainnya, khususnya dalam kegunaan untuk sehari-hari. Misalnya saja untuk memompa dari sumur atau sumber air lainnya seperti halnya sungai dan juga danau. Biasanya, pompa air saat ini telah didesain secara otomatis karena menggunakan listrik.

Dalam budidaya perikanan atau udang peran pompa sangat penting untuk mengisi air kolam, untuk itu perlu diperhatikan saat kita membeli pompa seperti performa pompa berkaitan dengan kapasitas, heads, dan daya listrik. Harus Diperhatikan dalam Membeli Pompa Air Tambak Mengetahui sumber air; adalah air yang akan dialirkan baik itu dari sumur yang digali, sumur yang dibor, ataupun sumber penampungan air dan juga lainnya. Mengukur tinggi permukaan air; yang nantinya akan digunakan untuk pompa. Karena tinggi dari permukaan air merupakan jarak yang harus diukur agar dapat dipasang dengan baik. Menghitung jarak tersebut tentunya bisa dilakukan oleh orang yang berpengalaman yang biasanya dengan menggantungkan paku pada seutas tali dan dimasukan untuk sampai ke bagian permukaan tali.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

Itulah yang bisa menjadi ukuran dengan panjang tali dari atas hingga ke bawah. Termasuk dengan perkiraan jika terjadinya musim hujan dan juga musim kemarau. Ketahui spesifikasi daya hisap dan dorong dari popa air; dengan membandingkan antara tinggi dan juga daya hisap dari pompa air tersebut karena tentunya membutuhkan daya hisap yang kuat. Menentukannya bisa dengan menggunakan pompa air yang memiliki daya hisap hingga sembilan meter jika permukaan air berada di permukaan yang kurang dari tujuh meter. Penggunaan daya listrik yang juga tidak kalah pentingnya karena harus disesuaikan dengan tepat. jangan sampai pompa air membutuhkan daya listrik yang lebih tinggi dibandingkan barang lainnya yang membutuhkan aliran listrik tersebut. Kualitas, harga dan juga garansi yang di mana pompa air yang baik memiliki bahan yang anti karat dan juga tahan lama. Selain itu juga harga yang terjangkau atau meskipun tinggi namun sesuai dengan kualitasnya yang juga memuaskan. Dalam budidaya perikanan atau udang peran pompa sangat penting untuk mengisi air kolam, untuk itu perlu diperhatikan saat kita membeli pompa seperti performa pompa berkaitan dengan kapasitas, heads, dan daya listrik, Pembudidaya perlu tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk memompa air sampai penuh atau sesuai yang diinginkan pada kolam-kolam tambak. Kemudian harus perlu menghitung luasan kolam kemudian dikalikan jumlah kolam, ketinggian air dalam kolam sampai didapatkan berapa meter kubik air yang dibutuhkan untuk kolam tambak, dengan itu pembudidaya dapat sesuaikan dengan kapasitas pompa. v

29


Teknologi Budidaya Sudah Lengkap,

Produksi Udang Merangkak Pembudidaya saat melakukan penebaran benur windu

Kelompok peneliti sumber daya lahan dan lingkungan budidaya, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros tahun 2019 akan melakukan kajian tentang efektifitas aplikasi dan tingkat adopsi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) berbasis klaster pada tambak tradisional di kabupaten Pinrang.

P

enanggung jawab kegiatan ini Dr. Tarunamulia, ST., M.Sc mengatakan, kajian ini akan berlangsung di kawasan pertambakan yang terpilih di kecamatan Lanrisang dan kecamatan Mattiro Sompe. “Secara bertahap kegiatan ini kita akan prioritaskan di kelurahan Lanrisang, desa Waetuoe kecamatan Lanrisang serta desa Patobong kecamatan Mattiro Sompe,” ungkap Tarunamulia. Tim peneliti BRPBAP3 Maros yang terlibat antara lain Prof. Dr. Ir. A. Akhmad Mustafa, MP dan Hasnawi, S.Kel, M.Si. Dijelaskan Taruna tentang latar belakang dilakukan penelitian ini, tingkat produksi dan produktivitas hasil perikanan khususnya komoditas udang tambak di Pinrang belum

30

sebesar di era tahun 1990-an. Padahal sudah banyak rekomendasi teknologi hasil penelitian yang telah disosialisasikan dan didesiminasikan baik dari lembaga pemerintah maupun swasta. Rekomendasi teknologi terse­ but antara lain Better Management Practices (BMPs) yang diperkenalkan oleh Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) pada tahun 2011. Teknologi tersebut tentang konsep untuk menurunkan risiko serangan penyakit terutama virus dan mengantisipasi masalah lingkungan lainnya. Kemudian teknologi BMPs diadaptasikan di tingkat lapangan dengan istilah Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Istilah CBIB tersebut telah ditetapkan dalam Kepmen KP No. 02

tahun 2007 dan Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. 65 tahun 2015. Tarunamulia menjelaskan, BMPs atau CBIB meliputi proses identifikasi faktor risiko hingga pada pengembangan praktek-praktek pengelolaan risiko. Hasil studi terkini menunjukkan bahwa CBIB ini hanya bisa sukses dan optimal dilaksanakan jika dipadukan dengan konsep pengelolaan lahan berbasis kluster. Konsep pengelolaan kluster (cluster management) telah terbukti sukses dalam memperbaiki pengelolaan akuakultur terutama pada berbagai negara yang sedang berkembang terutama di Asia. “Pendekatan ini memfasilitasi operasional kelompok-kelompok

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur

Foto-foto: Abdul Salam Atjo

Budidaya


atau organisasi pembudidaya yang menggabungkan aksi kolektif para pembudidaya skala kecil untuk mengatasi berbagai tantangan kebutuhan pasar bebas, ketahanan pangan, food safety, akses teknologi dan akses perbankan,” katanya. “Karena itu kami ingin mengetahui dan memberi solusi sejauh mana tingkat adopsi dan efektifitas teknologi hasil penelitian yang selama ini sudah dilempar ke masyarakat pembudidaya di lapangan,” tambah Tarunamulia. Menurutnya, secara nasional potensi lahan untuk budidaya tambak air payau di Indonesia hingga tahun 2011 tercatat sebesar 2.963.717 ha, namun baru dapat dimanfaatkan sekitar 23% (682.857 ha) (KKP, 2011). Lahan yang telah dimanfaatkan tersebut juga masih memiliki variasi produksi dengan tingkat produktivitas yang rendah. Selain kondisi pemanfaatan dan tingkat produktivitas lahan tambak yang rendah, hasil riset 10 tahun terakhir dari BRPBAP3 Maros, secara umum menujukkan adanya berbagai kendala teknis pengelolaan kawasan tambak di sentra-sentra produksi udang di Indonesia.

Panen Udang Windu

Hal ini menurut Tarunamulia antara lain disebabkan karena pengelolaan lahan tambak dikelola secara individual dan proses bimbingan teknis budidaya yang masih bersifat parsial dan cenderung tidak terkoordinasi. Sehingga kelebihan dan kekurangan dari teknologi yang diterapkan juga hanya dapat diketahui secara individu atau oleh kelompok-kelompok petambak tertentu. Rangkaian penelitian selain melakukan observasi langsung untuk

Peneliti dari BRPBAP3 Maros survei pemetaan tambak

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

pengumpulan data kualitas lingkungan tambak kegiatan riset ini juga akan melakukan wawancara dan Focus Group Discussion (FGD) pada klaster tambak terpilih. FGD tersebut akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan perikanan budidaya antara lain Dinas Perikanan, Balai Budidaya dan Balai Riset, penyuluh per­ ikanan, pedagang pengumpul, LSM, pengelola lingkungan, peng­usaha besar (eksportir) dan kelompok pembudidaya udang/ikan. Menurut Penyuluh Perikanan Kabupaten Pinrang, Abdul Salam Atjo, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi CBIB bagi pembudidaya udang di Pinrang, peneliti akan memanfaatkan perpaduan konsep Theory of Planned Behaviour (TPB) dan Technology Acceptance Model (TAM). Kedua pendekatan tersebut, kata Tarunamulia, selama ini terbukti efektif diterapkan di dunia industri. “Hasil dari kegiatan riset ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi untuk mendukung sistem budidaya tambak kepadatan rendah (ekstensif/ tradisional plus) yang berkelanjutan,” pungkasnya. v (Adit/Resti)

31


Foto: Anto

Kesehatan & Lingkungan

Udang yang mati di tambak.

Pentingnya Pencegahan

Penyakit Viral dan Bakteri pada Tambak Udang

Berbagai penyakit yang menyerang udang diketahui disebabkan oleh bakteri maupun virus, sebut saja WFD (white feces disease), WSSV (white spot syndrome virus), dan penyakit infectious myo necrosis virus, atau yang lebih dikenal dengan penyakit ‘Myo’ saja.

B

erdasarkan pengalaman para petambak, penyakit yang disebabkan virus bersifat sangat ganas dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petambak. Sebagai contoh, WSSV dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi pada udang budidaya.

32

Tidak tanggung-tanggung, angka kematian mengikuti pola logaritme. Artinya, angka kematian pada hari berikutnya dapat mencapai 10 kali lipat dari hari sebelumnya berdasarkan pengamatan. Tidak hanya itu, ketika penyakit sudah teramati pada waktu 3 – 5 hari, angka kematian dapat mencapai 100%.

Sementara itu, penyakit myo atau yang lebih lengkapnya infectious myo necrosis virus atau IMNV, disebabkan oleh virus yang biasanya menyerang udang vaname. Myo, pertama kali ditemukan, penyakit ini menyerang tambak udang putih di Brazil, sekitar tahun 2003. Di Indonesia

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


#TemukanLebih Minapoli.com merupakan platform jaringan informasi dan bisnis perikanan terintegrasi di Indonesia. Temukan dan jelajahi berbagai kebutuhan Anda di :

Pasarmina Marketplace produk & jasa perikanan.

Eventmina Media publikasi event-event perikanan.

Infomina Update berita & informasi perikanan terkini.

Mitramina

Gabung dan pasarkan produk Anda sekarang!

www.minapoli.com

Kunjungi

scan to visit


34

Foto: Pribadi

Serangan dan Penyebab Penyakit Seorang narasumber Info Akuakultur, Supono yang juga sebagai Dosen Universitas Lampung, mengungkapkan, bahwa penyakit WFD disebabkan oleh bakteri vibrio, sejenis bakteri heterotrof. “Penyebab penyakit WFD ini akan tumbuh dengan baik pada tambak yang banyak mengandung limbah bahan organik.� Kata Supono. Artinya, tambak dengan angka total organic matter-nya tinggi, menjadi tempat yang baik untuk perkembangan bakteri vibrio, penyebab penyakit WFD. Lantas, bagaimana dengan penyakit WSSV? Di lain pihak, Parjiyo, yang menjabat Teknisi Tunggal PT Dewi Laut Aquaculture, memaparkan, virus WSSV dapat menyerang baik udang vaname maupun udang windu. Penyebab penyakit WSSV, seperti diketahui dari namanya, disebabkan oleh virus, yang lebih dikenal dengan sebutan SEMB ((Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculo Virus). Virus ini termasuk golongan virus berbahan genetik DNA, dengan bentuk menyerupai batang. Menurut Parjiyo, penyebaran penyakit WSSV ini akibat oleh kehadiran hewan vektor (carrier), seperti hewan liar (kepiting, trisipan) dan crustacea lainnya. Ketika kualitas air menurun

Foto: Pribadi

sendiri, kejadian serangan penyakit pertama kali dilaporkan menyerang pertambakan di kawasan Situbondo, Jawa Timur pada tahun 2006. Berbeda dengan dua penyakit di atas, penyakit kotoran putih atau berak putih, disebabkan oleh sejenis bakteri vibrio. Akhir-akhir ini, petambak di daerah Purworejo, Jawa Tengah mengeluh terkait penyakit kotoran putih (WFD) yang menyerang udang budidayanya.

Supono

Parjiyo

ditambah dengan adanya kondisi udang yang lemah, maka udang akan sangat mudah terserang WSSV maupun Myo. WSSV, penyakit Myo (IMNV) sejauh ini hanya menyerang pada udang putih (vaname), biasanya pada DOC ≼30. Jadi, belum ditemukan penyakit myo menyerang jenis udang windu. Penyebabnya diketahui dari kualitas air tambak yang tidak stabil, dan terjadinya fluktuasi suhu dengan rentang yang besar.

dan V. Algynoliticus yang dapat mencapai 104 CFU/ml. Selanjutnya, jika diamati, kondisi pencernaan udang kosong atau putus-putus. Lain lagi dengan gejala penyakit Myo. Menurut Parjiyo, penyakit Myo dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut: - Otot/daging udang berwarna putih/memutih seperti kapas. - Udang yang sudah terinfeksi biasanya menepi di pinggir/ dinding tambak dengan kondisi lemah. - Terjadi nekrosis pada pada segmen terakhir, yang ditandai dengan ekor memerah. - Nafsu makan dan daya tahan udang menurun. - Terjadi kematian atau mortalitas pada udang. Ia melanjutkan, untuk serangan penyakit WSSV, gejala yang dapat diamati, antara lain terdapat bercak putih pada kulit udang terutama pada karapas, kondisi udang melemah, berenang di permukaan berputat putar kemudian mati, dan terjadi perubahan warna udang (discoloration) menjadi merah.

Gejala Penyakit dan Akibatnya Ketiga penyakit baik WFD, WSSV, dan Myo, sangat berdampak buruk terhadap pembudidaya udang. Bahkan, tidak jarang, penyakit ini dapat terhentinya produksi udang akibat kerugian ekonomis yang signifikan. Jika menilik ke belakang, gulung tikarnya budidaya udang windu pada masa 90-an di Indonesia, salah satunya akibat serangan WSSV. Berdasarkan pemaparan Supono, tambak-tambak yang sudah terserang penyakit WFD ditengarai dengan adanya peningkatan kandungan Vibrio di dalam air, V. vulnificus, V. parahaemolitycus,

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Langkah-langkah pencegahan penyakit WSSV dan Myo Langkah

Kapan

Penya­ring­an/ Persiapan filter air tambak, selama budidaya

Dimana

Bagaimana

Dari sumber • Menggunakan strimin 500 mikron (laut) ke Qp dan QP ke CP

Kenapa? • Mencegah carrier masuk sistem

Dari TP ke CP • Menggunakan strimin 300 mikro Sterilisasi air Persiapan air

Aerasi

Mengurangi kontaminasi

Isolasi tambak bermasalah

Penanggulangan

Pencegahan penyakit

Selama budidaya Persiapan air

TP dan CP

• Perlakuan dengan crustacid 1,5 ppm diulang setelah 3 hari

TP

• Sterilisasi air TP dengan crustacid

• Membunuh carrier yang lolos dari penyaringan dan yang menetas dari telur • Membunuh carrier

• Operasikan kincir selama perawatan dengan bahan kimia • Agar bahan kimia tercampur merata Selama TP • Operasikan kincir air saat perlakuan dengan bahan kimia • Agar bahan kimia tercampur rata budidaya • Operasikan kincir air sesuai dengan kebutuhan (DOC dan • Untuk memasok oksigen Semua CP biomassa) • Untuk memusatkan sentralisasi lumpur • Pada tambak yang terinfeksi jangan operasikan kincir • Untuk mencegah penularan pe­ yang posisinya dekat dengan tambak lain nya­kit ke tambak yang berdekatan • Mencegah kontaminasi air Persiapan TP dan CP • Perbaiki kebocoran tanggul, tambak dalam sistem • Selalu gunakan strimin 300 mikron setiap air masuk ke TP, SI, maupun CP, • Mencegah carrier masuk ke • Pasang alat biosecurity BSD dan CPD dalam sistem • Mencegah burung dan kepiting masuk sistem Selama Semua CP • Cek CPD terpasang sebelum tebar • Mencegah hewan liar masuk budidaya • Jangan gunakan peralatan dari tambak lain sistem • Pastikan semua peralatan steril • Mencegah kontaminasi • Cuci tangan dan kaki sebelum masuk area budidaya • Mencegah masuk penyakit • Tidak boleh sembarang orang masuk area budidaya Selama Semua • Pertahankan level air tambak terinfeksi lebih rendah dari • Mencegah infeksi ke tambak budidaya tambak tambak lain lain terinfeksi • Pasang terpal plastic antar tambak • Mencegah cipratan ke tambak • Geser kincir yang dekat tambak lain agak ke dalam lain • Kirim sampel udang ke lab: jika hasil negatif SEMBV, ulangi • Untuk mengetahui hasil test lagi. Jika positif stop budidaya (panen dan flush out) • Supaya tindakan tidak salah • Hindari persentuhan dengan air • Mencegah kontaminasi • Jangan mengambil udang • Perawatan dengan bahan kimia untuk membunuh virus Selama Tambak pada • Bunuh udang dengan klorin atau crustacide, • Untuk membunuh udang yang budidaya MBW < 5 g • Setelah 7 hari,keringkan kolam dan kumpulkan bangkai terinfeksi udang, dan dikubur dalam-dalam • Mencegah kontaminasi ke • Cuci kembali kolam dengan klorin tempat lain Pada • Panen secepatnya • Mencegah mewabahnya virus MBW > 5g • Pemanen tidak boleh ke tempat yang belum terinfeksi WSSV dan Myo • Peralatan panen harus disterilkan sebelum digunakan di tambak lain • Isi tambak dengan air untuk mencegah orang mengambil udang • Aplikasi dengan klorin dan crustacide • Keringkan kolam dan kumpulkan bangkai udang lalu dikubur/ dibakar Kapan saja Lingkup • Penyuluhan pada pekerja pembudidaya • Agar pekerja paham dan perusahaan/ mengerti betapa bahayanya tambak virus WSSV dan Myo TP dan CP

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

35


Usus putih atau udang udang yang terkena berak putih.

Sebelah atas udang normal, dan bawah udang keropos.

Penyebab Terjadinya Serangan Penyakit Terkait dengan faktor pemicu penyakit, Supono menguraikan penyebabnya. Menurutnya, faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan bakteri vibrio adalah air dengan kandungan organik yang tinggi. Adanya bahan tumpukan bahan organik yang berlebih akan menurunkan kualitas air tambak, yang pada akhirnya dapat menjadi sarang pertumbuhan vibrio penyebab penyakit WFD. Akan tetapi, ia berpendapat, konstruksi tambak, apakah itu terbuat dari tanah, semen, atau plastik, tidak berpengaruh signifikan terhadap terjadinya serangan penyakit WFD. Demikian juga dengan kejadian serangan penyakit WSSV dan Myo, menurut Parjiyo, faktor lingkungan sangat berperan, di antaranya adalah akibat kualitas air pada tambak budidaya yang tidak stabil, misalnya dengan terjadinya kematian plankton secara massal.

Tidak hanya itu, fluktuasi suhu dengan rentang yang besar turut memicu serangan kedua penyakit ini. Dari aspek udang, kurangnya asupan mineral dapat memicu penyakit ini juga. Faktor lain yang menjadi pemicu terjadinya serangan penyakit yaitu pakan yang berlebih (overfeed), rendah­nya angka DO (oksigen terla­rut), dan perubahan cuaca yang ekstrim.

36

Langkah Pencegahan dan Penanggulangan Pencegahan merupakan langkah yang paling efisien dalam menekan kerugian akibat serangan penyakit. Supaya tidak terserang penyakit WFD, petambak dapat melakukan beberapa langkah, seperti yang disarankan oleh Supono. Pertama, melakukan pengelolaan pakan secara ketat, dan mengganti air secara berkala (jika memungkinkan). Langkah berikutnya adalah aplikasi bakteri yang menguntungkan (probiotik) baik melalui pakan maupun aplikasi pada media (air tambak). Jika tambak sudah terserang, berikut tips-tips yang disampaikan

Supono. Penanggulangan penyakit penyakit WFD dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas air terutama kandungan bahan organik, meningkatkan populasi bakteri yang menguntungkan serta aplikasi bahan-bahan herbal yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan vibrio seperti daun mangrove dan ketapang. Terkait dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit WSSV dan Myo, Parjiyo memberikan pandangannya. Menurutnya, yang perlu dilakukan petambak adalah melakukan sifon secara berkala dan mengambil udang yang terinfeksi dan bangkainya dikubur atau dibakar agar tidak menyebar. Langkah lainnya yaitu aplikasi probiotik dan penebaran kapur secara berkala, pemberian multivitamin dan vitamin C secara berkala untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi pemberian pakan per hari sampai 50 %, dan terakhir dengan mengganti air yang cukup dengan cara buang dan isi (30-40%). v (Noerhidajat/Adit)

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur



Kesehatan & Lingkungan

Good Management Practices dalam Budidaya Udang, Langkah Tangkal Penyebaran Penyakit

G

ood management practices atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai praktik/ kegiatan manajemen yang baik dalam budidaya perairan (akuakultur) mampu meminimalkan risiko terpaparnya penyakit infeksius sekaligus menurunkan stres pada satwa akuatik. Dalam konteks akuakultur, yang menjadi obyek dalam GMP ini biasanya ikan dan udang. Untuk menghindari terjangkitnya penyakit dalam akuakultur, maka praktik biosekuriti dipandang sangat

38

Saat akan menebar kapur di tambak.

penting. Biosekuriti yang baik sebenarnya dapat meminimalkan paparan dan kerentanan udang terhadap patogen. Dengan menerapkan program biosekuriti dapat mengurangi kerugian akibat mortalitas. Siti Gusti Ningrum, yang menjabat sebagai Technical Advisor PT Sistar Indonesia, terkait dengan peranan biosekuriti dalam akuakultur, memaparkan pendapatnya. Menurutnya, patogen dapat masuk ke dalam suatu lingkungan, menyebar

dari satu sistem ke sistem lainnya dan menyebabkan penyakit. Setidaknya, menurut Ningrum, penyebaran penyakit tersebut dalam budidaya udang tergantung pada beberapa aspek, yang menyangkut udang, lingkungan (air), dan factor pekerja. Artinya, penyebaran penyakit tersebut sangat tergantung pada jenis spesies, status imunitas udang budidaya, kualitas air, dan reservoar air. Tidak kalah penting, pengetahuan pekerja di tambak itu sendiri tentang prinsip biosekuriti sangat berperan besar

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur

Foto: Nur Hudah

Belakangan ini, sejumlah penyakit yang sangat merepotkan seperti white feces disease (WFD), white spot syndrome, infectious myo necrosis, early mortality syndrome dan yellow head disease telah menimbulkan kegelisahan di kalangan petambak udang Indonesia.


Good management practice, langkah penting dalam biosekuriti Penerapan prinsip-prinsip good management practices sangat penting dalam biosekuriti budidaya udang. Ningrum memaparkan, faktor yang perlu diperhatikan secara serius oleh pembudidaya adalah kesehatan udang, dalam hal ini factor stress. Pasalnya, segala kondisi yang memungkinkan terjadinya stress pada udang dapat merusak kulit atau bahkan usus. Tidak berhenti disitu, stress dapat memicu terjadinya pelemahan sistem imunitas satwa akuatik sehingga memudahkan mereka terpapar suatu penyakit. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak pelaku usaha tambak yang menambahkan suplemen pakan, di antaranya vitamin C sebagai anti stress tanpa berusaha menghilangkan sumber stres pada satwa akuatik. Padahal, lanjut Ningrum, prinsip pemberian vitamin C bukanlah semakin sering semakin baik tetapi lebih bersifat frekuensi dan dosis yang tepat untuk membentuk kekebalan non-spesifik. Padahal, pemberian vitamin C yang melebihi dosis yang seharusnya akan memacu ginjal untuk melakukan ekskresi secara terus menerus. Akibatnya, hal demikian justru akan melemahkan kondisi kesehatan udang dan ikan. “Pada akhirnya, pertahanan tubuh ikan dan udang yang lemah akan sulit untuk melawan patogen,� ungkap Ningrum. Sehingga, hal ini akan berujung pada terserangnya udang dan ikan oleh penyakit akibat lemahnya daya tahan tubuh. Pemilihan benih yang sehat Langkah berikutnya untuk menjaga udang dari serangan penyakit yaitu

dengan melakukan seleksi benih yang bebas dari penyakit. Benih yang sehat merupakan suatu keharusan dalam berbudaya satwa akuatik terutama udang. Sebaiknya benih diperoleh dari pemasok yang memiliki reputasi yang baik. Dalam hal ini, Ningrum menyarankan, sebelum benih datang,

Foto: Pribadi

dalam keberhasilan budidaya untuk menangkal serangan penyakit.

Ningrum

sebaiknya dipelajari terlebih dahulu status kesehatannya, termasuk dari mana asalnya, apakah pernah ada kejadian penyakit dari tempat tersebut, apakah pemasok benih rutin melakukan pengujian terhadap suatu penyakit dan apakah mereka memiliki sertifikat bebas penyakit tertentu. Jika informasi mengenai status kesehatan benih ini tidak ada atau tidak jelas, maka perlu dilakukan pengujian sebelum benih tersebut masuk ke dalam lingkungan tambak budidaya. Penting menjaga kualitas air Kualitas air sangat menentukan kesehatan satwa akuatik dan berpengaruh pada keberadaan patogen. Kualitas air yang baik menjadi hal utama dalam pencegahan penyakit dalam akuakultur karena air adalah habitat mereka. Sumber air pun memiliki derajat risiko yang berbeda-beda. Setiap air yang akan digunakan dalam budidaya perairan

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

sebaiknya diuji terlebih dahulu supaya yakin bahwa air tersebut aman digunakan. Meskipun jumlah air yang belum jelas itu digunakan dalam jumlah kecil, tetap akan berpengaruh besar pada keseluruhan pasokan air. Menurut Ningrum, air bisa menjadi reservoar yang baik untuk patogen bertahan dalam lingkungan. Kualitas air yang buruk seperti banyaknya biofilm, sedimen, sisa pakan dan bahan organik lainnya dalam sistem air dapat meningkatkan kemampuan bertahan hidup patogen dan memudahkan penyebarannya. Aeromonas dan Vibrio adalah beberapa contoh bakteri yang sangat menyukai hidup di lingkungan perairan dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Bakteri-bakteri ini dapat hidup berdampingan dengan satwa akuatik tanpa menyebabkan penyakit. Tetapi, apabila kondisi ikan atau udang sedang stres, bakteri-bakteri ini akan mudah menginfeksi satwa akuatik kita. Seumur hidup mereka ada di dalam air sehingga apabila kita menciptakan habitat yang baik maka kesehatan mereka akan terpelihara dengan baik pula. Kendalikan penyebaran penyakit dengan disinfeksi Ningrum berpendapat, sebenarnya sangat mudah untuk mengendalikan penyakit menular dalam budidaya perairan yaitu dengan sanitasi yang baik dan disinfeksi dengan disinfektan yang tepat guna. Penggunaan vaksin kini kurang populer karena menurut para ahli vaksin pada udang tidak berfungsi sebaik pada unggas atau mamalia dikarenakan oleh udang adalah crustacea. Jenis hewan akuatik ini tidak memiliki sistem kekebalan yang kompleks seperti halnya pada vertebrata. Sementara itu, lanjut Ningrum, penggunakan antibiotika kini dikhawatirkan dapat meningkatkan

39


Foto: Istimewa

jangka pendek dan jangka panjang. Potassium peroxymonosulfate merupakan disinfektan yang efektif membunuh hampir semua patogen akuatik. Selain itu, senyawa ini non-toksik, tidak korosif, dan sangat aman untuk benih, lingkungan dan manusia. Penggunaan potassium peroxymonosulfate juga sangat hemat dan efisien. Hanya dengan 1% pengenceran saja, larutan senyawa ini sudah mampu membunuh bakteri, virus, parasit, fungi dan bahkan dapat membunuh moluska invasif pada konsentrasi 20 g/L selama 20 menit.

Benur yang siap ditebar di tambak.

resistensi strain patogen sehingga malah menimbulkan banyak kerugian di masa depan. “Oleh sebab itu, biosekuriti kini menjadi alat utama untuk mengontrol penyakit yang lebih aman dan efektif,� paparnya. Sekarang sudah banyak metode disinfeksi yang bisa digunakan dalam budidaya perairan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah logistik, toksisitas residu dan biaya menentukan disinfektan apa yang paling tepat untuk usaha budidaya perairan. Di Indonesia, masih belum ada regulasi yang jelas dalam pengaturan penggunaan disinfektan. Padahal, di negara lain, sudah mulai banyak yang memperhatikan keamanan kesehatan manusia dan lingkungan akibat dampak dari penggunaan disinfektan terutama dalam jangka panjang. Disinfektan yang paling umum digunakan di Indonesia adalah disinfektan kimia karena metode ini sangat berguna meskipun tingkat efektivitas bervariasi

40

tergantung jenis penyakit yang ada di lapangan. Gunakan disinfektan yang lebih aman Disinfektan yang sangat mudah ditemukan dan murah adalah klorin. Senyawa ini memang efektif membunuh bakteri, virus, parasit dan fungi. Akan tetapi, lanjut Ningrum, klorin bersifat korosif dan berbahaya untuk manusia. Air yang sudah diberi perlakuan dengan klorin harus dideklorinasi terlebih dahulu dengan sodium thiosulfat ataupun produk lainnya dan harus diuji terhadap adanya residu klorin. Tentu saja hal-hal demikian akan sangat menyusahkan pengusaha tambak karena menambah biaya produksi. Selain itu, meskipun digunakan dengan konsentrasi rendah, klorin masih mampu membunuh benih akuatik. Hal-hal inilah yang masih menjadi masalah utama dalam budidaya perairan. Disinfektan yang baik seharusnya dapat memberikan keuntungan baik

Cegah depopulasi, terapkan biosekuriti yang baik Biosekuriti yang baik lebih menjanjikan dalam penurunan risiko kerugian dan mencegah depopulasi akibat adanya penyakit infeksius yang melanda usaha kita. Untuk menjalankan program ini, lebih baik jika kita bekerja dengan profesional yang berpengalaman di bidang kesehatan hewan akuatik, product specialist dan teknikal akuakultur. Sumber benih dan air juga sangat penting untuk menjamin patogen spesifik tidak masuk dengan mudah ke budidaya perairan kita. Oleh sebab itu diperlukan karantina, pengujian dan pemantauan yang berkelanjutan selama siklus produksi. Progra penyuluhan kepada pekerja tambak juga dinilai penting dalam pengendalian penyakit bahkan visitor juga harus mengikuti protokol biosekuriti. Selain itu, petambak harus mengenal lebih dekat dengan patogen yang umum melanda perairan dapat mengatur strategi pengendalian penyakit. “Terakhir, pilihlah disinfektan yang didukung penelitian dengan publikasi memadai, memiliki efisiensi yang baik dan aman untuk satwa akuatik, manusia dan lingkungan.� pungkasnya. v (Noerhidajat)

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


COMING SOON Buku INOI Eds IV 2019

INDEKS OBAT IKAN INDONESIA

Buku ini berisi informasi lengkap tentang obat ikan yang beredar di Indonesia. Itu sebabnya buku INOI dapat menjadi buku pegangan yang sangat penting bagi berbagai kalangan yang terkait dengan obat ikan, baik aparat pemerintah, kalangan usaha obat ikan, para pengguna obat ikan, sarjana perikanan, dokter hewan, peneliti maupun akademisi. Gedung ASOHI. Ruko Grand Pasar Minggu, Jln Raya Rawa Bambu No. 88A Pasar Minggu-Jakarta Selatan. Telp: 021-7829689, 021-78841279, Fax : 021-7820408. Email: gita.pustaka@gmail.com

Pesan Sekarang Harga Khusus

Rp 100.000,-

a Free Ongkir Se-JABODETABEK a Bonus Majalah Info Akuakultur a Bonus Buku INOI Eds III 2016

Pemesanan Buku: HOT LINE / WA : 0896 5473 3750 / 0856 8800 752 Diterbitkan Oleh :

Akuakultur M a j a l a h

P e r i k a n a n

rmen an Pe /2019 g n e P id en-K gkap Dilen No.1/Perm t Ikan RI ba KKP entang O t

B u d i d a y a

Didukung Oleh :


Ekonomi & Bisnis

Gurihnya Usaha Budidaya

Udang Vaname di Tambak Terpal

Dari perawat beralih profesi menjadi pembudidaya udang vaname kolam terpal. Inilah kisah inspiratif Wahyu Mudhofar, pembudidaya udang vaname dari salah satu kabupaten di pesisir selatan pantai Jawa, Trenggalek.

“S

aya lulusan D3 keperawatan di sebuah akademi keperawatan di Trenggalek,” ujar Wahyu, yang memiliki Tambak Retjo Agung di Pantai Konang, Desa Nglebeng, Kec. Panggul, Kab. Trenggalek. “Sebelumnya saya bekerja sesuai bidang saya, yaitu di keperawatan. Semenjak lulus, saya bekerja sebagai perawat di salah satu puskesmas di Gorontalo. Karena kurangnya perhatian pemerintah, saya pun pindah profesi,” lanjutnya. Awal persentuhan Wahyu dengan ide mengembangkan tambak udang vaname kolam terpal ini juga cukup unik. Kala itu, ia bertemu dengan salah seorang pemancing ikan yang tersesat dan lupa jalan pulang di lahan pertaniannya yang masih ditanami jagung.

42

“Singkat cerita, si pemancing bercerita bahwa dirinya pernah bekerja pada sebuah tambak di Jepang. Semua sistemnya diceritakan kepada saya. Dari situlah saya termotivasi membuat tambak,” kenang Wahyu. Motivasi yang mendorong Wahyu melakukan budidaya di tambak terpal karena lebih hemat biaya dan perawatannya mudah. Menurutnya, keunggulan penggunaan kolam terpal, yaitu harganya murah; pengaplikasiannya sangat mudah, hanya menggunakan benang jahit; dan mudah dibersihkan. Sementara kekurangannya terletak pada area yang tidak terkena air, yang akan cepat rapuh. Untuk memenuhi kebutuhan tambak udang vanamenya yang

berjarak 1 kilometer dari laut, Wahyu menyuplai air payau dengan menggunakan sumur bor. “Pada masa awal budidaya, saya membuat 2 buah kolam terpal dengan ukuran 40 m x 40m dengan biaya 400an juta. Saat ini sudah 8 kolam dengan sebagian kolam binaan. Alhamdulillah, saat ini sudah mempekerjakan 6 orang,” ungkapnya bersyukur. Kendala usaha Bukan tanpa masalah, di awal, hampir semua kebutuhan tambak Wahyu terkendala, mulai dari benur, lahan, peralatan, penyakit, sampai pemasaran. “Ceritanya panjang, Mas. Saya pernah ketipu hingga ratusan juta dari benur dan peralatan,” ujarnya. Kisahnya, pada awal percobaan ada seseorang yang menawarkan benur de­ ngan harga 55 rupiah per ekor. Kebetulan saya mengkoordinir teman-teman tambak yang lain untuk mengambil pada orang tersebut. Benur memang datang. Namun, setelah panen dan dihitung, hasilnya jauh dari jumlah yang seharus-

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Potensi ekonomi Berbicara soal potensi usaha tambak udang vaname dengan terpal, Wahyu mengatakan bahwa usaha ini sangat mudah diterapkan oleh masyarakat. Menurutnya, hal terpenting yaitu harus tahu hal-hal vital dalam budidaya udang vaname di tambak terpal. “Pada dasarnya, budidaya itu menyenangkan. Apabila kita merawatnya secara intensif, hasil No.

Item

Foto-foto : Resti

nya dibeli. “Padahal saya menggunakan pakan untuk bibit yang banyak. Karena bibit kurang dan pakan terlalu banyak, saya mengalami kerugian yang cukup besar,” tuturnya. Persoalan juga muncul pada oknum yang sama, yaitu pada pengadaan genset. Pembelian awal mesin Fusso bekas seharga 20 jt, berikut dengan pemasangan. Setelah sampai, terpasang, dan diuji coba, ternyata mesin tersebut tidak menyala. Dengan alasan hendak membeli peralatan, oknum tersebut melarikan diri. Setelah 3 minggu mencari oknum tersebut dan tidak ada hasil, Wahyu pun memutuskan memperbaiki sendiri genset tersebut dengan memanggil teknisi. Setelah pembongkaran mesin, ternyata semua sparepart mesin harus diganti total. “Ya, begitu mas. Pada masa itu masih masa-masa belajar, jadi buat pengalaman saja,” terang Wahyu dengan bijak.

Wahyu Mudhofar

tidak akan mengkhianati proses. Pembuangan limbah sangat mempengaruhi kelangsungan budidaya. Hal ini disebabkan limbah bisa mencemari lingkungan serta menimbulkan bakteri jahat dan virus untuk tambak kita,” terang Wahyu. Bagi para pemula yang terjun di bidang pertambakan, Wahyu mengingatkan agar jangan ragu melangkah dan terus berusaha menggali ilmu. “Ilmu tambak selalu berkembang. Dulu, udang size 40 bisa dipanen pada umur 90 hari, sedangkan sekarang bisa dicapai hanya dengan 60 hari. Sementara sekarang masih dalam percobaan mendapatkan size 40 pada umur 45 hari,” terangnya. Wahyu memberikan gambaran umum usaha budidaya tambak udang

Keterangan Jumlah

Harga (Rp)

Nilai (Rp)

Biaya produksi per siklus 1

Benur

300 ribu ekor

2

Pakan

9.000 kg

45,00

13.500.000,00

12.500,00

112.500.000

3 4

Obat-obatan dan vitamin

25.000.000,00

25.000.000,00

Lain-lain (Listrik, solar, dll.)

15.000.000,00

15.000.000,00 178.000.000,00

Total Hasil panen

7.000 kg

70.000,00

Keuntungan kotor per siklus

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

490.000.000,00 312.000.000,00

dengan menggunakan kolam terpal. Menurutnya, pada tambak terpal bisa digunakan kepadatan 200—350 ekor/ meter kubik. Idealnya, penebaran benur di bawah 200 ekor per meter persegi. Untuk menunjang perawatan kualitas air, kincir diberikan sebanyak 1 buah kincir per 175 meter kubik. Budidaya tambak udang vaname bisa dipanen pada 70 hari dengan ukuran 40 ekor/kg. Pada tebaran 300 ribu benih/petak, dalam waktu 70 hari bisa dipanen 6—7 ton. Harga udang biasanya akan turun drastis di awal tahun, yaitu di bulan Januari—Maret. Untuk size 40, harga di kisaran 80—90 ribu/kg. Sebagai contoh asumsi perhitungan, harga benur di kisaran 40—60 rupiah per ekor. Pada 1 petak tambak ukuran 36 m x 36 m, biasanya ditebar 300 ribu benih dengan kepadatan 250 ekor per meter. Dengan rata-rata umur panen 70 hari, pakan yang dihabiskan sebanyak 9 ton. Panen sebanyak 6—7 ton per petak dengan harga rata-rata 70 ribu/kg. Untuk gaji karyawan, Wahyu mengeluarkan 2 juta per bulan dan bonus 1.000 rupiah per kilogram ketika panen. Pakan yang ia gunakan disuplai langsung dari pabrik di Lampung dengan harga 12.500 per kilogram. Sementara biaya obat, fermentasi, dan lain-lain, menghabiskan biaya sekitar 25—30 juta per siklus/petak. Secara sederhana, analisis usaha per siklus bisa dilihat pada tabel. Dengan catatan, hitungan tersebut belum menyertakan modal investasi berupa persiapan lahan dan peralatan yang bisa digunakan berkali-kali alias digunakan beberapa siklus. Melihat keuntungan yang diperoleh per siklus 70 hari atau 2 bulan lebih ini, pantas jika Wahyu Mudhofar beralih profesi. Pasalnya, laba usaha budidaya udang dengan kolam terpal ternyata memang gurih. v (Rochim/Adit)

43


Tokoh Inovasi PT Kinglab Indonesia untuk Perudangan PT Kinglab Indonesia sejak tahun 2010 adalah agen tunggal di Indonesia untuk produk-produk IQ2000 series yang sudah lama menjadi market leader di dunia termasuk di Indonesia untuk PCR test kit pada penyakit akuatik (udang dan ikan). PT Kinglab Indonesia saat ini memproduksi peralatan PCR portable yang bisa digunakan oleh siapapun, di manapun dan kapanpun yang mana sebelumnya pengujian penyakit ikan dan udang menggunakan metode PCR ini harus dilakukan di fasilitas laboratorium tertentu, pada suhu tertentu, dan dilakukan oleh operator yang ahli. PCR portable ini menjadi terobosan dan teknologi baru sehingga investasinya lebih murah, waktu uji lebih cepat tapi kualitas uji tetap akurat. Sistem ini sudah diakui oleh OIE dan FAO. “Pada awal tahun ini kami juga memperkenalkan fully-automatic PCR dimana semua pengujian akan dilakukan oleh robot/mesin sehingga petambak hanya menaruh sampel saja ke wadah yang sudah tersedia dalam mesin tersebut dan dalam waktu 90 menit mereka akan mengetahui hasil uji PCR-nya apakah positif atau negatif,” ungkapnya. Dalam pandangan Suhendra, perkembangan budidaya udang di Indonesia saat ini sangat bagus karena prospek bisnis yang cukup menguntungkan jika berhasil, sehingga banyak area-area baru yang dibuka untuk ekspansi lahan budidaya udang. Masih banyak lahan-lahan berpotensi menjadi area budidaya udang jika di-support oleh pemerintah dengan kemudahan perijinan dan prasarana dan sarana pendukung lainnya karena semua hasil panen udang ini untuk keperluan ekspor sehingga mendatangkan devisa. Namun bisnis udang yang menjanjikan juga bagai dua sisi koin yang berbanding terbalik apabila melihat kenyataan bahwa penyakit-penyakit udang juga cukup serius, seperti WSSV, IMNV, WFD, dan EHP. Belum lagi ada penyakit-penyakit lainnya yang sudah terjangkit di Negara-negara tetangga seperti wabah AHPND/EMS.

Suhendra, SE Anak Kampung Rezeki Kota “Saya benar-benar produk desa yang memang mengadu nasib merantau di ibukota.”

L

ahir di kampung Mapur di Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masa kecil Suhendra, SE yang juga merupakan Direktur PT Kinglab Indonesia menghabiskan masa kecilnya di sana. Beliau merupakan sosok putra daerah yang berhasil menaklukan Ibukota. Suhendra sendiri mengawali karir sebagai staff akunting di pabrik tekstil dan tetap menimba ilmu dengan mengikuti kuliah malam di Universitas Bina Nusantara. Setelah lulus kuliah, dirinya sempat pindah kerja di perusahaan multinasional di bidang distribusi peralatan laboratorium yang berkantor pusat di Singapura hingga akhirnya diangkat sebagai General Manager/Country Manager untuk Indonesia. “Setelah berkarir di perusahaan tersebut, saya memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri yaitu PT Kinglab Indonesia dan beberapa perusahaan lainnya,” ungkapnya pada redaksi Info Akuakultur.

44

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


“Kita berharap wabah AHPND/EMS ini tidak terjadi di Indonesia. Perlu dukungan semua stakeholders dan pemerintah untuk menjaga AHPND/EMS ini tidak menjadi wabah di Indonesia dan seandainya kalau sampai terjadi, bisa dapat dilakukan tindakan-tindakan yang komprehensif untuk membatasi penyebarannya karena dampak kerugian akibat AHPND/EMS ini sangat besar,” tutur Suhendra. Pandai posisikan diri Lingkungan kerja yang nyaman juga menjadi salah satu rahasia yang membuat PT Kinglab Indonesia terus bisa bersaing hingga saat ini. Di mata karyawannya, Suhendra dinilai pandai memposisikan diri sebagai rekan kerja dan bagian dari tim kerja. Ia berusaha untuk selalu rendah hati dan memberi perhatian terhadap semua masalah-masalah karyawan. Semua karyawan menjadi penting, ucapnya, karena punya tugas masing-masing dan memiliki kontribusi tersendiri terhadap jalannya operasional perusahaan sehari-hari. Tentunya juga didukung dengan SDM yang skillful dan friendly, produk yang tepat dengan kebutuhan customer, Produk yang inovatif dan kompetitif, Pelayanan purna jual yang lengkap.

Suhendra bersama rekan kerja di Kinglab Indonesia.

Tidak jauh berbeda saat di lingkungan kantor, dalam lingkunan keluarga, Suhendra juga kerap kali meluangkan waktu untuk keluarganya ketika memiliki waktu luang dan bermain bersama Nickholas Kenzo Misael, yang lahir pada 26 Maret 2011. “Biasanya saya akan menjadwalkan cuti setiap minggu untuk bekerja dari rumah saja supaya bisa mempunyai waktu luang lebih bersama-sama dengan keluarga, atau terkadang menyempatkan diri untuk pulang kampung, jalanjalam dalam negeri dan luar negeri,” tutur lelaki yang suka membaca ini. Mengenai selera lidah, Suhendara mengaku memiliki banyak menu-menu favorit, Terutama makanan Bangka seperti bakmi, martabak, otak-otak, empek-empek, dan lainnya. Banyak makanan sederhana juga yang saya suka seperti baso, siomay, dan tahu/tempe. Bicara kesuksesan, menurut Suhendra, “kesuksesan adalah memiliki keluarga yang utuh dan bahagia, hidup kita bisa berdampak serta menjadi berkat bagi orang lain,” ujarnya. Saat ini, Suhendra membeberkan, untuk harapan yang ingin dicapai, bahwa Ia mendirikan foundation atau yayasan sosial untuk membantu orang-orang miskin di desa-desa dan membangun tempat-tempat ibadah di kampungkampung terpencil. v (Vira)

Biodata Nama Lengkap & Gelar : Suhendra, SE Instansi : Direktur PT Kinglab Indonesia Pendidikan Sekolah SD : SDN 356 Mapur, Bangka SMP : SMPN 3 Sungailiat, Bangka SMA : SMK Pancaran Berkat, Jakarta Barat Perguruan Tinggi : Universitas Bina Nusantara, Jakarta Barat Suhendra bersama istri dan anak semata wayangnya.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

45


Kolom

Peran “Generasi Millenial�

dalam Meningkatkan Perikanan Nasional Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Indonesia tahun 2035 diperkirakan mencapai 305,7 juta jiwa. Maka pertambahan pertahunnya diproyeksikan sebanyak 2,5 juta per tahun dan pertambahan dalam 20 tahun ke depan bertambah sekitar 50,2 juta jiwa.

S

Oleh: Rifqi Dhiemas Aji Konsultan Teknis Peternakan dan Perikanan PT. Natural Nusantara

46

elain itu, masih berdasarkan data BPS, pada tahun 2015 sekitar 53,3% dari penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Lalu diproyeksikan pada tahun 2035 mendatang, arus urbanisasi akan meningkat menjadi 66,6%. Sehingga arus urbanisasi yang tinggi, diprediksikan akan mengurangi jumlah penduduk di pedesan dan berdampak pada produsen pangan yang rata rata berdomisili di desa, baik perikanan, peternakan dan pertanian secara umum akan mengalami penurunan. Berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait pertumbuhan industri sektor perikanan, produksi perikanan nasional mengalami kenaikan pada angka diatas 23 juta ton dimana tahun 2015 pada angka 20 juta ton. Angka tersebut bisa saja terus terjaga atau naik jika pemerintah mengeluarkan kebijakan atau promosi terhadap sektor perikanan yang lebih baik. Indonesia sendiri pada awal tahun 2018 sudah menerbitkan roadmap Making Indonesia 4.0 yang menjelaskan jika sektor makanan dan minuman menjadi prioritas pertama

dari 5 prioritas unggulan di era Revolusi Industri 4.0. Kekhawatiran dalam produksi perikanan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional adalah berkurangnya luas lahan perikanan budidaya akibat alih fungsi lahan yang berpindah, menurunnya minat pelaku budidaya perikanan dalam beternak ikan yang diakibatkan pengaruh sektor lain yang lebih menjanjikan serta lemahnya sumber daya manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan. Dengan pengetahuan dan kemampuannya dalam berbagai sektor, anak muda atau generasi penerus ini harus menyadari bahwa kontribusi dalam dunia perikanan sedang ditunggu tunggu. Baik sebagai tenaga ahli perusahaan, pemerintahan, enterpreneur maupun sociopreneur yang bergerak dalam memajukan perikanan Nasional. Sebab, sektor perikanan hampir selalu menjadi anak tiri dalam pembangunan, karena pola pikir yang tertanam pada generasi muda saat ini adalah pekerjaan atau usaha di bidang perikanan kurang menjanjikan dibandingkan dengan menjadi pekerja kantoran. Hal tersebut juga dapat menjadi alasan mengapa arus urbanisasi sangat tinggi, karena orang di desa menganggap mencari peruntungan di kota lebih baik ketimbang membangun sendiri desanya masing-masing. Dalam revolusi keempat ini, kita menghadapi serangkaian teknologi

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Sumber: Udemy

baru yang mengombinasikan berbagai disiplin ilmu dengan dunia digital. Teknologi teknologi baru ini akan berdampak pada semua disiplin, ekonomi dan industri, bahkan akan menantang ide kita tentang arti manusia. Teknologi ini memiliki potensi besar menghubungkan jutaan manusia melalui web, meningkatkan efisiensi bisnis dan organisasi secara drastis, dan membantu regenerasi lingkungan alami melalui manajemen aset yang lebih baik, mengurangi kerusakan yang terjadi. Pada era Revolusi Industri 4.0 ini, secara bersamaan Indonesia mengalami bonus demografi dimana jumlah usia kerja produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia kerja non produktif. Hal ini perlu diantisipasi dan diarahkan untuk menampilkan sisi positif dari bonus demografi yang terjadi. Generasi muda nan produktif ini perlu diarahkan dan ditumbuhkan “ruh� dalam membangun sektor perikanan Nasional mengingat perikanan masih merupakan sektor penting bagi kebutuhan pangan Nasional. Tidak sedikit saat ini mulai bermunculan inovasi inovasi hasil

kreasi anak muda di bidang perikanan yang sangat diperlukan pada saat ini. Beberapa inovasi yang sudah mulai bertumbuh seperti platform digital untuk pelaku perikanan dan investor perikanan yang dapat menghubungkan akses permodalan, pemasaran, serta manajemen perikanan. Inovasi lainnya seperti jejaring bisnis lewat sistem aplikasi yang mengutamakan efisiensi sehingga bisa tercapainya kemudahan dalam transportasi, logistik, komunikasi, serta produksi lewat jejaring. Disisi lain, generasi muda yang berkecimpung dalam budidaya perikanan juga harus mampu dan selalu siap apabila harus beternak mandiri secara intensif serta siap mendampingi apabila dibutuhkan oleh pelaku perikanan tradisional di lapangan. Kemajuan teknologi ini akan memaksa para peternak rakyat di perdesaan untuk beradaptasi. Namun, peran generasi muda dan pemerintah harus terus mendukung masyarakat supaya memiliki daya saing dengan penyediaan infrastruktur dan kebutuhan untuk menuju digitalisasi. Pangan dan perikanan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dan harus

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

selalu menjadi bagian dalam prioritas pembangunan negeri ini. Menengok pada sektor industri perikanan Indonesia yang secara data telah menunjukkan angka perkembangan yang positif walau belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, padahal dengan potensi sumberdaya perikanan yang melimpah seharusnya sektor ini mampu menjadi sektor andalan. Sejatinya membahas tentang perikanan kedepan harus melingkupi berbagai persoalan-persoalan yang sangat mendasar dan substansial. Pada Saat sekarang ini kehadiran dan peran pemerintah sangatlah diharapkan, berbagai persoalan penting yang berpengaruh terhadap ketahanan dan keberlanjutan perikanan menjadi penting dan harus menjadi perhatian semua kalangan terutama kalangan pemegang kebijakan. Isu lingkungan dan perijinan yang kerap kali dilontarkan terhadap sektor perikanan oleh berbagai kalangan, baik dari internal maupun kalangan eksternal menjadi “bola liarâ€? yang berpotensi merugikan bahkan mengancam keberlanjutan industri perikanan di negara kita. v

47


Berita Sekilas

Pasar Ikan Muara Baru

P

residen Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan Pasar Ikan Modern Muara Baru, Jakarta, sebagai pasar ikan modern pertama di Indonesia pada 14 Maret 2019. Nantinya, Pasar Ikan Modern Muara Baru akan menjadi percontohan untuk diadopsi pasar ikan lain di seluruh Indonesia. Jokowi menjelaskan fasilitas yang tersedia dalam pasar ikan modern menghapus paradigma budaya tentang tempat transaksi ikan dekat pelabuhan. “Ke depan untuk seluruh provinsi, sebagai contoh nantinya pembangunan di provinsi-provinsi yang lain, termasuk fasilitas di dalamnya,” kata Jokowi dalam keterangan resmi Sekretariat Kabinet. Bangunan Pasar Modern Muara Baru merupakan gedung tiga lantai dilengkapi dengan fasilitas penunjang

modern berisikan 896 lapak ikan segar. Terdapat juga 155 unit kios maritim, 8 unit food court, 2 unit ice flake machine kapasitas 10 ton, area pemasaran retail, laboratorium, chilling room kapasitas 30 ton. Pasar Ikan Modern Baru juga memiliki area bongkar muat, pengepakan, depot es dan garam, serta instalasi pengolahan air limbah (IPAL). “Pasar ikan bisa jadi destinasi wisata,” kata Susi. Data Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) mencatat pasar ikan Muara Baru memasarkan sekitar 400 ton ikan senilai Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar. Produk yang ada di Pasar Ikan Muara Baru berasal dari wilayah Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Mayoritas ikan adalah kembung, cumi,tongkol, kakap, udang, patin, bawal, dan mujair. (berbagai sumber)

Dinas Perikanan Pamekasan Gelar Pelatihan Pembenihan Ikan Air Tawar

P

uluhan pengusaha budidaya ikan mengikuti pelatihan pembenihan ikan air tawar yang digelar oleh Dinas Perikanan Pamekasan, di Balai Benih ikan Teja Timur, Kabupaten Pamekasan. Pelatihan pembenihan ikan air tawar ini, juga dihadiri dua pemateri Hendra Muharyanto dan Mokhamad Sori daru Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim.

48

Kepala Dinas Perikanan Pamekasan melalui Sekretaris Dinas Perikanan Pamekasan, Fathor Rosid menyampaikan, pelatihan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para peternak dalam budidaya ikan. “Jadi lewat pelatihan pembenihan ikan dapat menentukan pakan ikan sehingga bisa menentukan mutu kualitas ikan,” ujar Fathor Rosid, Rabu (13/3/2019). Selain itu, ia meminta

kepada semua peserta, untuk dapat memahami baik materi maupun praktik pembenihan ikan. “Kalau sudah paham, maka peserta bisa praktek di rumah masing-masing. Semoga sukses dalam budidaya ikan,” imbuhnya. Sementara, Hendan Muharyanto menyampaikan, pelatihan pembenih­an ikan air tawar ini merupakan kegiatan yang harus diikuti oleh peternak ikan. Setelah mengikuti pelatihan, peserta diharapkan mampu menentukan pakan budidaya ikan dengan benar sesuai standar yang telah ditetapkan. “Jadi bagaimana setelah ikut pelatihan ini mampu menentukan pakan budidaya ikan dengan tepat,” katanya. Ia menambahkan, kesalahan mengelola pakan dan menentukan pakan ikan sangat mempengaruhi kualitas dan jumlah dari ikan yang dihasilkan pada saat panen. (Tribun)

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur


Organisasi

FKPA Gelar Diskusi Terkait Penyakit Udang

foto-foto: harli

Sebagai salah satu sentra budidaya udang, Lampung memiliki banyak Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di bidang budidaya komuditas andalan ekspor nasional.

Saat pembukaan diskusi yang digelar FKPA

Suasana di acara diskusi yang digelar FKPA

M

eski demikian, wabah penyakit bakterial melanda tambak-tambak di Lampung seperti, infectious myo necrosis virus (IMNV), white feses disease (WFD), atau pun white spot syndrome virus (WSSV). Maraknya isu tersebut membuat Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur (FKPA) akhirnya menggelar diskusi bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Penyakit Untuk Meningkatkan Produksi Yang Berkesinambungan,” bertempat di Emersia Hotel & Resort Lampung pada 22 Februari 2019. Pada diskusi tersebut menghadir­ kan pembicara antara lain Prof. Jeong-Dae Kim, Ph.D (Profesor Collage Of Animal Life Sciences Kang won National University Korea, Kukuh Nirmala (Peneliti Plankton IPB), dan Mr. Grin Swangdacharuk (Aquaculture Technical Manager-APAC @LanXess, Thailand.

Target peserta sebanyak 150 orang, namun karena antusias yang begitu tinggi peserta yang hadir mencapai 250 orang. “Acara ini sangat bagus, karena terdapat muatan teknologi untuk budidaya yang saat ini menghadapi banyak sekali masalah penyakit, saya juga sangat tertarik dengan pemaparan yang disampaikan oleh Kukuh Nirmala Peneliti Plankton IPB,” ujar Doni salah satu peserta diskusi yang turut hadir. Hal senada juga diungkapkan oleh Harli peserta lainnya, yang menyambut sangat positif diskusi dari FKPA ini, “Ini merupakan sinyal bahwa dibutuhkan kebersamaan, kekompakan, dan kesamaan sikap untuk mencegah berulangnya serangan penyakit yang terjadi pada udang, diskusi seperti ini tentu sangat bermanfaat bagi petambak untuk mengantisipasi dan sebagai sarana berbagi informasi,” katanya.

Info Akuakultur | Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019

Kukuh Nirmala Peneliti Plankton IPB, dalam materi yang disampaikannya juga menjelaskan faktor-faktor pemicu serangan penyakit pada udang, yakni seperti pada udang melalui genetik nutrisi, lingkungan (mencakup kualitas air, kualitas sedimen/tanah/iklim/cuaca), serta patogen (kelimpahan jenis virulensi). Dalam diskusi budidaya ini diikuti para praktisi udang berasal dari teknisi tambak udang, pakan, obat, sarana tambak serta pelaku bisnis udang. Sementara itu, Ketua FKPA Lampung Taufik Hidayat berharap dengan kegiatan ini mendapatkan kesimpulan untuk penanganan penyakit yang cocok untuk budidaya udang. “Kami FKPA Lampung selalu berupaya studi banding untuk mencari solusi bersama dengan peningkatan produksi Udang di Lampung,” tandasnya. v (Vira)

49


Inspirasi

Pertahanan Terbaik Menghadapi Kesulitan Aditya Permadi

Cuaca yang panas dan terik di Desa Labuhan Maringgai, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, tidak menyurutkan semangat para petani udang untuk datang ke rumah milik Muhyar.

M

uhyar, yang juga merupakan petani udang setempat menjadikan rumahnya sebagai tempat “menimba ilmu� bagi para petani udang di Desa Labuhan Maringgai. Lantas, apa yang dipelajari di sana? Bersama Joko Waluyo teknisi dari Behn Meyer dan Muhammad Fitri dari Gold Coin, para petani udang yang hadir belajar dan mendapatkan informasi seputar penyakit udang serta cara mitigasi serangan penyakit udang yang mulai merebak di wilayah Lampung Timur. Selain itu, para petani yang hadir juga mendapatkan informasi tentang manajemen pakan udang yang tepat dan benar. Antusiasme petani yang hadir sungguh luar biasa, mereka aktif bertanya dan bercerita tentang keluhankeluhan dalam berbudidaya udang. Diskusi santai yang diselingi gelak tawa dan candaan petani seakan melupakan kondisi tambak udang mereka yang tengah diserbu virus yang diduga White Spot Syndrome Virus (WSSF). Dari Muhyar dan kawan-kawan kita bisa belajar sebuah hal yang berharga, yaitu sebuah ketekunan. Bahwa budidaya udang itu tidak mudah, selain membutuhkan modal yang tidak sedikit, risiko yang dihadapi juga besar, mulai dari keliru memilih pakan, kualitas benur yang kurang baik, cuaca ekstrim, sampai puncaknya yaitu serangan

50

penyakit yang mengakibatkan kematian massal sehingga berujung pada kerugian. Sejatinya sukses budidaya udang harus memahami filosof teknis secara detail sesuai kondisi lapangan. Kemudian memahami manajemen budidaya udang secara utuh, sarana produksi juga harus cukup dan terjamin mutunya. Kemudian, sangat penting memiliki tenaga teknis yang berpengalaman dan teruji untuk terus memantau kondisi tambak budidaya, dan sebuah keharusan bahwa petani udang bertekad kuat dan disiplin mengikuti persyaratan teknis dan non teknis, serta konsisten dalam menerapkan teknologi anjuran yang inovatif dan adaptif. Ketahuilah, bahwa ketekunan adalah elemen dasar bagi setiap insan yang ingin mencapai keberhasilan dan ketekunan merupakan metode paling praktis untuk menghasilkan sebuah hasil terbaik bagi kita semua. Ketekunan juga merupakan jalan terbaik untuk memperoleh kesuksesan pada setiap bidang dan usaha yang sedang dijalani. Walaupun mayoritas petani udang di sana hanya memiliki petak-petak tambak kecil, namun tiada jalan yang lebih baik bagi mereka untuk menjadi besar selain melakukannya dengan tekun dan terus berulang-ulang mencoba. Apa yang diraih mereka sekarang adalah hasil dari usaha-usaha kecil yang dilakukan terus-menerus. Keberhasilan bukan sesuatu yang didapat begitu saja, semua dicapat dengan proses dan keyakinan akan tujuan dan jalan yang sedang ditekuni. Sebab, ketekunan adalah kemampuan untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan. v

Edisi No. 50/Tahun V/Maret 2019 | Info Akuakultur




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.