Fiqih Ukhuwwah Islamiyyah

Page 1

FIQIH UKHUWAH ISLAMIYAH (Bedah Buku al-Ukhuwwah al-Imaniyyah Min Manzhur ats-Tsaqalain)1 Ahmad Fadhil Pendahuluan Allah SWT menyatakan bahwa sesama muslim itu bersaudara. Tapi, jika kita perhatikan masyarakat kita yang merupakan masyarakat muslim karena mayoritas anggotanya beragama Islam, maka akan kita dapati bahwa ukhuwah islamiyah dan imaniyah kita sangat rapuh. Televisi sering memberitakan berbagai bentuk tawuran, seperti tawuran antar siswa, antar mahasiswa satu universitas, antar warga, antara demonstran dengan polisi, antar pendukung calon gubernur, bahkan antar pendukung tim sepakbola. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa relasi ukhuwah islamiyah dan imaniyah seringkali dapat dengan mudah dilupakan dikarenakan tekanan-tekanan material, emosional, dan spiritual yang dialami oleh masing-masing individu atau kelompok masyarakat muslim. Karena itu pembahasan tentang ukhuwah islamiyah sangat penting. Berkaitan dengan tema ini, banyak buku yang sudah dipersembahkan para ulama, di antaranya dengan judul al-Ukhuwwah alImaniyyah Min Manzhur ats-Tsaqalain karya Ayatullah as-Sayyid Muhammad Baqir al-Hakim. Buku ini memaparkan indikasi, pondasi, dan implikasi konsep ukhuwah Islamiyah, serta metode untuk menjaga dan mengembangkannya. Karena itu, sistematika buku ini pada garis besarnya dapat dibagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama, dijelaskan mengapa istilah bersaudara dipilih sebagai ungkapan bagi relasi antar sesama mukmin. Pada bagian kedua, dibahas asas atau pondasi bagi relasi ini, yang mencakup bahasan tentang bagaimana nisbah antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada manusia dan perlukah perjanjian setia antara sesama mukmin dinyatakan dalam bentuk akad? Pada bagian ketiga kita diajak membahas implikasi dari relasi ukhuwah yang berisi paparan tentang hak dan kewajiban antar sesama muslim. Pada bagian keempat dipaparkan metode menjaga dan mengembangkan persaudaraan antar sesama muslim. Indikasi Konsep Ukhuwah Islamiyah Sebagaimana diterangkan oleh ayat-ayat al-Quran, seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Allah SWT menyatakan bahwa sesama muslim itu bersaudara. Ia berfirman: โ€ซุฅู†ู…ุง ุงู„ู…ุคู…ู†ูˆู† ุฅุฎูˆุฉ ูุฃุตู„ุญูˆุง ุจูŠู† ุฃุฎูˆูŠูƒู… ูˆุงุชู‚ูˆุง ุง ู„ุนู„ูƒู… ุชุฑุญู…ูˆู†โ€ฌ (QS. al-Hujurat: 10) Dalam ayat lain: โ€ซูˆุงุฐูƒุฑูˆุง ู†ุนู…ุช ุง ุนู„ูŠูƒู… ุฅุฐ ูƒู†ุชู… ุฃุนุฏุงุก ูุฃู„ู ุจูŠู† ู‚ู„ูˆุจูƒู… ูุฃุตุจุญุชู… ุจู†ุนู…ุชู‡ ุฅุฎูˆุงู†ุงโ€ฌ (QS. Ali Imran: 103). Hubungan persaudaraan adalah hubungan historis dan alamiah dalam kehidupan manusia. Secara historis hubungan ini sudah ada sejak Allah SWT menciptakan pasangan bagi Adam as, lalu berkehendak agar Adam as dan istrinya turun ke bumi untuk melaksanakan tugasnya di dalam kehidupan dunia, lalu menganugerahi mereka anak-anak. Sejak saat itulah tercipta hubungan persaudaraan di antara anak-anak Adam, yang berlanjut hingga sekarang, dan akan terus berlanjut hingga tamatnya sejarah umat manusia. Hubungan ini juga merupakan salah satu bentuk hubungan alamiah manusia. Selain hubungan persaudaraan, ada bentuk hubungan alamiah yang lain, seperti hubungan orang tua-anak, hubungan suami-istri, hubungan kerabat, marga, suku, dan sebagainya yang masing-masing melahirkan konsekuensi, hak, dan kewajiban tersendiri. Mengapa persaudaraan dipilih Allah SWT sebagai ungkapan bagi hubungan antara orang-orang seiman? Mengapa tidak disebut mukmin adalah orang tua bagi mukmin lainnya untuk mengungkapkan adanya kasih sayang dan kelembutan di dalam hubungan mereka satu sama lain seperti ditunjukkan oleh ayat: โ€ซ ุฑุญู…ุงุก ุจูŠู†ู‡ู…โ€ฌ... (QS. al-Fath: 29)? Mengapa tidak disebut mukmin adalah anak bagi mukmin lainnya untuk mengungkapkan adanya kerendahhatian dan tawadhu di antara mereka seperti ditunjukkan oleh ayat: โ€ซ ุฃุฐู„ุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู†โ€ฌ... (QS. al-Maidah: 54)? Begitu halnya dengan hubungan suami-istri, pasangan hidup. Dalam beberapa riwayat tentang relasi kaum mukmin terungkap bahwa mukmin adalah penenang bagi mukmin lain, dan hubungan suami istri juga hubungan saling menenangkan seperti ditunjukkan oleh ayat: โ€ซ ูˆู…ู† ุฃูŠุชู‡ ุฃู† ุฎู„ู‚ ู„ูƒู… ู…ู† ุฃู†ูุณูƒู… ุฃุฒูˆุงุฌุง ู„ุชุณูƒู†ูˆุง ุฅู„ูŠู‡ุง ูˆุฌุนู„ ุจูŠู†ูƒู… ู…ูˆุฏุฉ ูˆุฑุญู…ุฉโ€ฌ... (QS. ar-Rum: 21)? Dengan merenungi ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi saw yang sebagian insya Allah akan kita baca dalam kesempatan ini, hubungan persaudaraan dipilih Allah SWTโ€”wallahu a'lamโ€”karena 1

Sebagian isi tulisan ini disampaikan sebagai materi dalam acara Penyejuk Hati Banten TV Agustus 2008 dan Khutbah Jumat di Masjid al-Muhajirin 1 Agustus 2008

1


selain mengandung unsur kedekatan, ia juga mengandung unsur kesetaraan dan keseimbangan yang lebih tinggi daripada yang ada di dalam relasi-relasi alamiah lainnya. Unsur ini terdapat juga di dalam relasi-relasi lainnya, namun dalam perspektif Islam orang tua secara alami diberikan posisi yang lebih tinggi daripada anak, begitu juga suami diberikan posisi lebih tinggi dalam manajerial rumah tangga daripada istri. Atas dasar ketinggian posisi ini mereka memiliki kekuasaan secara relatif atas pihak yang posisinya lebih rendah yang perinciannya dipaparkan oleh para ahli fiqih. Perspektif ini tercermin dalam hak dan kewajiban sesama muslim. Mereka setara satu dengan lainnya dalam hal status sosial, darah, dan kehormatan. Setiap mukmin adalah elemen dari satu tubuh masyarakat tanpa penggolong-golongan dan pembeda-bedaan bagi yang satu atas yang lainnya. Ketika al-Quran menyatakan seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, ini bukan sekadar penghormatan dan anjuran, melainkan berimplikasi hukum-hukum sosial. Hadits-hadits menerangkan bahwa kedalaman dan kekokohan relasi ini tidak berbeda dengan relasi persaudaraan biologis, hanya ia tidak menimbulkan efek-efek hukum seperti saling mewarisi, keharaman menikah, atau yang serupa itu. Bahkan, hadits-hadits menerangkan bahwa relasi persaudaraan iman ini lebih baik daripada persaudaraan biologis dalam hal kedalaman, kekokohan, dan kelanggengan. Hadits-hadits itu di antaranya: โ€ซุงู„ู…ุคู…ู†ูˆู† ุฅุฎูˆุฉ ุชุชูƒุงูุค ุฏู…ุงุคู‡ู… ูˆู‡ู… ูŠุฏ ุนู„ู‰ ู…ู† ุณูˆุงู‡ู… ูŠุณุนู‰ ุจุฐู…ุชู‡ู… ุฃุฏู†ุงู‡ู…โ€ฌ โ€ซุฅู†ู…ุง ุงู„ู…ุคู…ู†ูˆู† ุฅุฎูˆุฉ ุจู†ูˆ ุฃุจ ูˆ ุฃู… ูˆุฅุฐุง ุถุฑุจ ุนู„ู‰ ุฑุฌู„ ู…ู†ู‡ู… ุนุฑู‚ ุณู‡ุฑ ู„ู‡ ุงู„ุฎุฑูˆู†โ€ฌ โ€ซุงู„ู…ุคู…ู† ุฃุฎูˆ ุงู„ู…ุคู…ู† ุนูŠู†ู‡ ูˆุฏู„ูŠู„ู‡ ู„ ูŠุฎูˆู†ู‡ ูˆู„ ูŠุธู„ู…ู‡ ูˆู„ ูŠุบุดู‡ ูˆู„ ูŠุนุฏู‡ ุนุฏุฉ ููŠุฎู„ูู‡โ€ฌ โ€ซุงู„ู…ูˆู…ู† ุฃุฎูˆ ุงู„ู…ุคู…ู† ูƒุงู„ุฌุณุฏ ุงู„ูˆุงุญุฏ ุฅู† ุงุดุชูƒู‰ ุดูŠุฆุง ู…ู†ู‡ ูˆุฌุฏ ุงู„ู… ุฐู„ูƒ ููŠ ุณุงุฆุฑ ุฌุณุฏู‡ ูˆุฃุฑูˆุงุญู‡ู… ู…ู† ุฑูˆุญ ูˆุงุญุฏ ูˆุฅู†โ€ฌ โ€ซุฑูˆุญ ุงู„ู…ุคู…ู† ู„ุดุฏ ุงุชุตุงู„ ุจุฑูˆุญ ุง ู…ู† ุงุชุตุงู„ ุดุนุงุน ุงู„ุดู…ุณ ุจู‡ุงโ€ฌ Pondasi Konsep Ukhuwah Islamiyah Setelah jelas bagi kita bahwa kaum mukminin itu bersaudara satu sama lain, sekarang kita akan menggali apa kandungan, pondasi, dan asas bagi relasi ini? Apakah hal ini berarti pengubahan hubungan seagama ini menjadi hubungan seketurunan dengan implikasi-implikasi yang sama, ataukah hubungan ini memiliki basis yang lain? Ayat-ayat al-Quran menyatakan, asas relasi ini adalah al-wala (loyalitas/kesetiaan). Allah SWT berfirman: โ€ซูˆุงู„ู…ุคู…ู†ูˆู† ูˆุงู„ู…ุคู…ู†ุงุช ุจุนุถู‡ู… ุงูˆู„ูŠุงุก ุจุนุถ ูŠุฃู…ุฑูˆู† ุจุงู„ู…ุนุฑูˆู ูˆูŠู†ู‡ูˆู† ุนู† ุงู„ู…ู†ูƒุฑ ูˆูŠู‚ูŠู…ูˆู† ุงู„ุตู„ูˆุฉ ูˆูŠุคุชูˆู† ุงู„ุฒูƒูˆุฉโ€ฌ โ€ซูˆูŠุทูŠุนูˆู† ุง ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ุงูˆู„ุฆูƒ ุณูŠุฑุญู…ู‡ู… ุง ุฅู† ุง ุนุฒูŠุฒ ุญูƒูŠู…โ€ฌ (QS. at-Taubah: 71) Dalam ayat lain Ia berfirman: โ€ซุฅู†ู…ุง ูˆู„ูŠูƒู… ุง ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ูˆุงู„ุฐูŠู† ุฃู…ู†ูˆุง ุงู„ุฐูŠู† ูŠู‚ูŠู…ูˆู† ุงู„ุตู„ูˆุฉ ูˆูŠุคุชูˆู† ุงู„ุฒูƒูˆุฉ ูˆู‡ู… ุฑุงูƒุนูˆู† ูˆู…ู† ูŠุชูˆู„ ุง ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ูุฅู†โ€ฌ โ€ซุญุฒุจ ุง ู‡ู… ุงู„ุบู„ุจูˆู†โ€ฌ (QS. al-Maidah: 55-56) Ayat ini menerangkan bahwa relasi antar kaum mukminin mencapai kondisi "partai" yang berafiliasi kepada Allah SWT dengan asas loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin. Ayat-ayat yang mengupas tema loyalitas menjelaskan bahwa loyalitas--yang menjadi asas ukhuwah islamiyah ini--terdiri dari tiga unsur: saling mencintai, janji untuk saling setia, dan kesediaan untuk saling membantu. 1. Cinta Indikasi loyalitas atau kesetiaan secara konvensional adalah cinta dan kasih antara orang yang loyal dengan yang diloyali. Secara bahasa, loyalitas, dalam bahasa Arab wala, berarti menempel atau sesuatu mengiringi sesuatu yang lain hingga menempel dengannya. Cinta dan kasih sayang juga mengandung hubungan seperti ini. Cinta kasih adalah salah satu tema yang diangkat al-Quran sebagai prinsip penting dalam loyalitas. Misalnya ayat yang mengungkap tema loyalitas lalu diiringi ayat yang mengungkap dengan tema cinta. Allah SWT berfirman: โ€ซูŠุงูŠู‡ุง ุงู„ุฐูŠู† ุงู…ู†ูˆุง ู„ ุชุชุฎุฐูˆุง ุกุงุจุงุกูƒู… ูˆุฅุฎูˆุงู†ูƒู… ุฃูˆู„ูŠุงุก ุฅู† ุงุณุชุญุจูˆุง ุงู„ูƒูุฑ ุนู„ู‰ ุงู„ูŠู…ุงู† ูˆู…ู† ูŠุชูˆู„ู‡ู… ู…ู†ูƒู… ูุงูˆู„ุฆูƒ ู‡ู…โ€ฌ โ€ซุงู„ุธู„ู…ูˆู† * ู‚ู„ ุฅู† ูƒู†ุชู… ุกุงุจุงุคูƒู… ูˆุฃุจู†ุงูˆูƒู… ูˆุฅุฎูˆุงู†ูƒู… ูˆุฃุฒูˆุงุฌูƒู… ูˆุนุดูŠุฑุชูƒู… ูˆุงู…ูˆู„ ุงู‚ุชุฑูุชู…ูˆู‡ุง ูˆุชุฌุงุฑุฉ ุชุฎุดูˆู† ูƒุณุงุฏู‡ุง ูˆุณุงูƒู†โ€ฌ โ€ซุชุฑุถูˆู†ู‡ุง ุฃุญุจ ุฅู„ูŠูƒู… ู…ู† ุง ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ูˆุฌู‡ุงุฏ ููŠ ุณุจูŠู„ู‡ ูุชุฑุจุตูˆุง ุญุชู‰ ูŠุฃุชูŠ ุง ุจุฃู…ุฑู‡ ูˆุง ู„ ูŠู‡ุฏู‰ ุงู„ู‚ูˆู… ุงู„ูุณู‚ูŠู†โ€ฌ. (QS. al-Taubah: 23-34) Cinta itu sendiri sering diangkat al-Quran sebagai tema independen. Misalnya dalam firman Allah: โ€ซู‚ู„ ุฅู† ูƒู†ุชู… ุชุญุจูˆู† ุง ูุงุชุจุนูˆู†ูŠ ูŠุญุจุจูƒู… ุง ูˆ ูŠุบูุฑ ู„ูƒู… ุฐู†ูˆุจูƒู… ูˆุง ุบููˆุฑ ุฑุญูŠู…โ€ฌ. Di sini cinta dijadikan sebagai salah satu poros kepatuhan kepada Rasul. Mula-mula, orang cinta kepada Allah. Maka, ia pun patuh kepada Rasul yang mengajarkan jalan yang lurus, dan ia pun melangkah di jalan itu. Maka, Allah pun cinta kepadanya dan mengampuni dosa dan kesalahan yang kadang dilakukannya saat melangkah di jalan tersebut. Artinya, orang yang patuh kepada Rasul dan melangkah di di jalan lurus terkadang melakukan dosa dan kesalahan dikarenakan kondisi lemah, lalai, atau lupa. Nah, cinta akan menjadi penolong baginya, di mana Allah akan mengampuni dosa-dosanya dikarenakan cinta itu.

2


Dalam hadits-hadits, cinta dijadikan sebagai salah satu tema utama untuk memahami relasi-relasi sosial, relasi dengan Allah SWT, dan relasi dengan agama Islam. Misalnya, seseorang bertanya kepada Imam ash-Shadiq: โ€ซ" ู‡ู„ ุฃู† ุงู„ุญุจ ู…ู† ุงู„ุฏูŠู†ุŸโ€ฌApakah cinta bagian dari agama?" Imam menjawab: โ€ซู‡ู„ ุงู„ุฏูŠู† ุงู„โ€ฌ โ€ซุงู„ุญุจุŸโ€ฌ, "Apakah sebenarnya agama itu selain cinta?" Maksudnya, orang itu menanyakan apakah agama sekedar kewajiban seperti shalat, puasa, zakat, haji ..., ataukah cinta termasuk di dalamnya? Imam menjawab, asal dari kewajiban keagamaan adalah cinta, dan komitmen kepada kewajiban tak lain dari cara mengungkapkan cinta, karena cintalah yang mengantarkan kepada komitmen itu. Tema ini insya Allah akan kita gali lebih lanjut dalam tema cinta Allah dan cinta dunia. 2. Perjanjian Unsur loyalitas yang kedua adalah janji, ikrar, sumpah antara kedua belah pihak. Loyalitas bukan sekedar cinta, di mana seseorang mencintai orang lain, melainkan harus ada unsur lain, yaitu perjanjian antara kedua belah pihak, sebagaimana yang ada terjadi di masyarakat Arab--latar belakang sosiologis turunnya al-Quran--di mana satu kabilah yang hendak masuk ke dalam dalam ikatan loyalitas terhadap kabilah lain harus mengucapkan ikrar yang mengikat kedua belah pihak. Inilah yang membuat relasi ukhuwah imaniyah yang berbasis loyalitas pun menjadi sumpah dan ikrar antara kaum mukmin satu sama lain, hingga mencapai kondisi "kepartaian". Istilah "partai" seperti yang diungkap ayat 56 surat al-Maidah di atas mengandung makna perjanjian dan keterikatan antar kelompok. Dan "partai" yang terbentuk dari relasi imaniyah adalah hizbullah, "Partai Allah". Oleh karena itu, ketika menerangkan ciri orang beriman dan orang yang tidak beriman, al-Quran menyebut tema ikrar dan janji. Tentang orang yang beriman, Allah SWT berfirman: โ€ซูˆุงู„ู…ูˆููˆู† ุจุนู‡ุฏู‡ู… ุฅุฐุง ุนุงู‡ุฏูˆุงโ€ฌ, (QS. al-Baqarah: 177) Dalam ayat lain Ia berfirman: โ€ซุงู„ุฐูŠู† ูŠูˆููˆู† ุจุนู‡ุฏ ุง ูˆู„ ูŠู†ู‚ุถูˆู† ุงู„ู…ูŠุซุงู‚โ€ฌ, (QS. ar-Ra'd: 20) Sedangkan tentang orang yang tidak beriman, Allah SWT berfirman: โ€ซูˆุงู„ุฐูŠู† ูŠู†ู‚ุถูˆู† ุนู‡ุฏ ุง ู…ู† ุจุนุฏ ู…ูŠุซุงู‚ู‡ ูˆูŠู‚ุทุนูˆู† ู…ุง ุงู…ุฑ ุง ุจู‡ ุฃู† ูŠูˆุตู„ ูˆูŠูุณุฏูˆู† ููŠ ุงู„ุฑุถ ุฃูˆู„ุฆูƒ ู„ู‡ู… ุงู„ู„ุนู†ุฉ ูˆู„ู‡ู…โ€ฌ โ€ซุณูˆุก ุงู„ุฏุงุฑโ€ฌ. (QS. Ar-Ra'd: 25) Apakah ikrar atau perjanjian antara kaum mukmin di dalam bingkai ukhuwah imaniyah ini harus dilakukan secara formal atau tidak? Ini akan kita bahas kemudian insya Allah. 3. Saling menolong Unsur ketiga dari loyalitas adalah saling menolong. Artinya, seorang mukmin wajib menolong saudaranya sesama mukmin dikarenakan relasi keimanan. Al-Quran mengisyaratkan elemen ini dalam ayat: โ€ซูˆุงู„ุฐูŠู† ุกุงู…ู†ูˆุง ูˆู„ู… ูŠู‡ุงุฌุฑูˆุง ู…ุง ู„ูƒู… ู…ู† ูˆู„ูŠุชู‡ู… ู…ู† ุดูŠุก ุญุชู‰ ูŠู‡ุงุฌุฑูˆุงโ€ฌ, (QS. al-Anfal: 72) Maksudnya, orang-orang Islam yang telah mendengar seruan untuk bergabung dengan kaum muslim di Madinah, lalu mereka tidak berhijrah dan tidak bergabung, maka kaum muslim di Madinah tidak memiliki kewajiban untuk menolong mereka. Hal ini diungkapkan oleh al-Quran dengan "tiadanya ikatan loyalitas". Rasul bersabda: โ€ซู…ู† ุฃุตุจุญ ู„ ูŠู‡ุชู… ุจุฃู…ูˆุฑ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ูู„ูŠุณ ู…ู†ู‡ู… ูˆู…ู† ุณู…ุน ุฑุฌู„ ูŠู†ุงุฏูŠ ูŠุง ู„ู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ูู„ู… ูŠุฌุจู‡ ูู„ูŠุณ ุจู…ุณู„ู…โ€ฌ, "Orang yang tidak memperhatikan urusan kaum muslim, bukanlah bagian dari mereka, dan orang yang mendengar seruan 'wahai kaum muslimin', lalu tidak menjawabnya, maka ia bukanlah seorang muslim." Dalam hadits lain: โ€ซูˆุนู„ูŠูƒ ุจุฅุฎูˆุงู† ุงู„ุตุฏู‚ ูุฃูƒุซุฑ ู…ู† ุงูƒุชุณุงุจู‡ู… ูุฅู†ู‡ู… ุนุฏุฉ ุนู†ุฏ ุงู„ุฑุฎุงุก ูˆุฌู†ุฉ ุนู†ุฏ ุงู„ุจู„ุกโ€ฌ, "Jagalah teman sejati dan carilah mereka sebanyak-banyaknya, karena mereka adalah sandaran ketika sejahtera dan perisai ketika terkena bencana." Cinta Allah dan Ikrar Ukhuwah Telah dijelaskan bahwa cinta adalah elemen pertama walรข. Kita telah membaca ayat dan hadits yang menetapkan bahwa cinta adalah prinsip yang sangat penting dalam loyalitas. Tapi, masih tersisa pertanyaan, apakah cinta ini merupakan cinta karena maslahat dan kepentingan pribadi, cinta karena harta dan pemberian yang mungkin diberikan oleh seorang muslim kepada sesamanya, cinta karena dunia dengan berbagai hiasan, syahwat, dan kenikmatannya, sebagaimana yang menjadi kaidah dalam relasi anggota-anggota masyarakat dalam budaya materialisme Barat, ataukah cinta ini karena sesuatu yang lain? Ayat-ayat dan hadits-hadits dengan jelas menerangkan bahwa cinta antara seorang mukmin dengan sesamanya adalah cinta karena Allah SWT atau cinta di jalan-Nya, sehingga Allah-lah yang menjadi pondasi bagi hubungan dan relasi mereka. Cinta kepada sesama mukmin adalah bagian dari

3


cinta kepada Allah SWT. Cinta ini mengalir dari cinta seseorang kepada Allah, lalu kepada Rasul saw dan keluarganya, lalu kepada orang-orang yang shaleh, hingga kepada orang-orang mukmin. Inilah cinta yang dituntut dalam relasi seorang mukmin dengan sesamanya, dan bukannya cinta yang lain. Di dalam QS. At-Taubah 23-24 yang telah ditulis terdahulu, dinyatakan bahwa cinta di jalan Allahโ€”yang menjadi asas relasi kaum mukmin satu sama lainโ€”adalah cinta yang paling utama dan paling kuat. Kedua ayat ini menegaskan ketidakbolehan memberikan walรข kepada orang kafir meskipun ia ayah dan saudara sendiri. Selain itu, cinta seseorang kepada Allah harus lebih kuat daripada cintanya kepada ayah, anak, istri, keluarga, harta, tempat tinggal, serta berbagai hal lain yang menjadi objek cinta manusia secara alamiah. Tapi perlu segera ditegaskan bahwa al-Quran tidak menghendaki seorang mukmin memutuskan cintanya kepada ayah, saudara, anak, keluarga, bahkan harta, tempat tinggal, dan perniagannya. AlQuran justru menetapkan semua ini sebagai perhiasan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Ia berfirman: โ€ซุฒูŠู† ู„ู„ู†ุงุณ ุญุจ ุงู„ุดู‡ูˆุช ู…ู† ุงู„ู†ุณุงุก ูˆุงู„ุจู†ูŠู† ูˆุงู„ู‚ู†ุทูŠุฑ ุงู„ู…ู‚ู†ุทุฑุฉ ู…ู† ุงู„ุฐู‡ุจ ูˆุงู„ูุถุฉ ูˆุงู„ุฎูŠู„ ุงู„ู…ุณูˆู…ุฉ ูˆุงู„ู†ุนู… ูˆุงู„ุญุฑุซโ€ฌ โ€ซุฐู„ูƒ ู…ุชุงุน ุงู„ุญูŠูˆุฉ ุงู„ุฏู†ูŠุง ูˆุง ุนู†ุฏู‡ ุญุณู† ุงู„ู…ุฆุงุจโ€ฌ (QS. Ali Imran: 14) Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada objek-objek itu kepada manusia, tapi jika dikomparasikan dengan cinta kepada Allah, maka cinta kepada Allah harus lebih besar dan lebih kuat, dan Allah mengancam orang-orang yang lebih mencintai objek-objek tersebut daripada mencintai-Nya. Lebih dari itu, al-Quran menyerukan agar cinta seorang mukmin kepada Allah SWT lebih besar jika dibandingkan dengan cinta orang-orang kafir kepada tuhan-tuhan mereka, juga lebih besar daripada cinta siapa pun juga kepada apa pun juga. Allah SWT berfirman: โ€ซูˆู…ู† ุงู„ู†ุงุณ ู…ู† ูŠุชุฎุฐ ู…ู† ุฏูˆู† ุง ุฃู†ุฏุงุฏุง ูŠุญุจูˆู†ู‡ู… ูƒุญุจ ุง ูˆุงู„ุฐูŠู† ุฃู…ู†ูˆุง ุฃุดุฏ ุญุจุง ู„ู„ู‡โ€ฌ (QS. Al-Baqarah: 165) Unsur lain dari al-walรขโ€”basis relasi ukhuwah imaniyahโ€”adalah adanya perjanjian antara sesama mukmin. Perjanjian untuk saling setia, saling melindungi, saling memandang yang lain sebagai bagian dari diri sendiri ... ini sudah tercipta secara otomatis berdasarkan keimanan kaum mukmin tanpa perlu membuat akad perjanjian apa pun. Tapi, untuk mempertegasnya, disunnahkan bagi kaum mukmin untuk membuat akad janji setia di antara mereka satu sama lain. Akad ini menyerupai akad baiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Alasannya, setiap orang, dalam kondisi apa pun, wajib mematuhi Allah dan Rasul-Nya, baik ia membuat baiat atau tidak. Dengan kata lain, baik seseorang mengatakan, "Aku membaiatmu, wahai Rasulullah," atau tidak, ia tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan kewajiban dan mematuhi perintah-perintah yang berasal dari beliau. Meskipun demikian, tatkala seorang mukmin hendak masuk ke dalam komitmen kepada perintah dan larangan Allah SWT, ia diminta melakukannya melalui sebuah "baiat". Kaum mukmin terdahulu telah melakukan hal ini dengan cara membaiat Rasul. Sebab, mereka telah beralih dari kekafiran, kemusyrikan, dan penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya, kepada kondisi kepatuhan dan keislaman, dan diminta mengungkapkan peralihan tersebut dengan sebuah akad perjanjian yang disebut "baiat". Tapi, baik perjanjian ini dinyatakan dalam bentuk akad atau tidak, al-walรข antar sesama mukmin sudah mengandung makna akad. Dengan demikian, relasi ukhuwah imaniyah yang dibangun di atas prinsip al-walรข pun sudah mengandung makna perjanjian sekaligus akad dan baiat. Konklusinya, sehingga jika seorang mukmin mengabaikan relasi ini, berarti ia sudah mengabaikan kontrak perjanjian itu dengan segala implikasinya. Naudzubillah min dzalik. Posisi Relasi Ukhuwah Islamiyah Dalam Pandangan Islam Sebelum kita membahas hak-hak saudara seiman, kita ulas kembali bagaimana posisi relasi persaudaraan seiman menurut Islam. Sebagaimana telah diterangkan di atas relasi persaudaraan seiman merupakan bagian dari dasar agama dan bukannya sekadar hubungan sosial seperti relasi-relasi lainnya. Nilai relasi ini di sisi Allah adalah sebanding dengan nilai pengagungan agama-Nya. Orang yang ingin mengagungkan agama-Nya, harus mengagungkan relasi persaudaraan seiman, dan orang yang menyepelekannya, berarti telah menyepelekan agama-Nya. Dalam hadits diterangkan: โ€ซู…ู† ุนุธู… ุฏูŠู† ุง ุนุธู… ุญู‚ ุฅุฎูˆุงู†ู‡ ูˆู…ู† ุงุณุชุฎู ุจุฏูŠู†ู‡ ุงุณุชุฎู ุจุฅุฎูˆุงู†ู‡ ุจุฏูŠู†ู‡ ุงุณุชุฎู ุจุฅุฎูˆุงู†ู‡โ€ฌ Jadi, relasi persaudaraan seiman adalah salah satu kewajiban keagamaan yang harus ditunaikan manusia, bahkan merupakan taklif yang berimplikasi tanggung jawab dan hak-hak yang teguh yang dapat dituntut di hari Kiamat. Layaknya orang yang berhutang harta kepada orang lain yang harus membayarnya di dunia. Jika ia tidak membayarnya, maka pemberi piutang akan menuntutnya di hari Kiamat. Layaknya hak istri untuk menerima nafkah dari suami yang harus ditunaikan suami di dunia. Jika ia tidak menunaikannya, maka istri dapat menuntutnya di akhirat. Begitu juga hak istri untuk mendapatkan perlakuan yang baik. Suami harus menunaikan hak ini. Jika tidak, maka istrinya dapat menuntutnya di akhirat. Rasulullah saw bersabda: โ€ซุฅู† ุฃุญุฏูƒู… ู„ูŠุฏุน ู…ู† ุญู‚ูˆู‚ ุฃุฎูŠู‡ ุดูŠุฆุง ููŠุทุงู„ุจู‡ ุจู‡ ูŠูˆู… ุงู„ู‚ูŠุงู…ุฉ ููŠู‚ุถู‰ ู„ู‡ ุฃูˆ ุนู„ูŠู‡โ€ฌ

4


Hadits ini menerangkan bahwa ukhuwah islamiyah bukanlah hak Allah saja, tapi juga hak manusia. Orang tidak dapat mengatakan, karena Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih, maka Ia akan mengampuni kelalaiannya dalam menunaikan hak sesama muslim. Allah tidak menerima tobat seseorang atas kesalahan yang berkaitan dengan hak sesama manusia, sebelum ia meminta maaf kepada orang yang dilanggar haknya, lalu orang itu merelakannya. Lebih dari itu, penunaian hak sesama dijadikan Allah SWT sebagai pendahuluan bagi penunaian hak-Nya. Artinya, orang belum dapat dikatakan telah memenuhi hak Allah, sebelum ia memenuhi hak sesamanya. Dalam sebuah hadits: โ€ซุฌุนู„ ุง ุณุจุญุงู†ู‡ ุญู‚ูˆู‚ ุนุจุงุฏู‡ ู…ู‚ุฏู…ุฉ ู„ุญู‚ูˆู‚ู‡ ูู…ู† ู‚ุงู… ุจุญู‚ูˆู‚ ุนุจุงุฏ ุง ูƒุงู† ุฐู„ูƒ ู…ุคุฏูŠุง ุงู„ู‰ ุงู„ู‚ูŠุงู… ุจุญู‚ูˆู‚ ุงโ€ฌ Dalam hadits lain: โ€ซู„ ุชุถูŠุนู† ุญู‚ ุงุฎูŠูƒ ุงุชูƒุงู„ ุนู„ู‰ ู…ุง ุจูŠู†ูƒ ูˆุจูŠู†ู‡ ูุฅู†ู‡ ู„ูŠุณ ู„ูƒ ุจุฃุฎ ู…ู† ุถูŠุนุช ุญู‚ู‡โ€ฌ Dalam hadits lain: โ€ซุฃุนุฑู ุงู„ู†ุงุณ ุจุญู‚ูˆู‚ ุฅุฎูˆุงู†ู‡ ูˆุฃุดุฏู‡ู… ู‚ุถุงุก ู„ู‡ุง ุฃุนุธู…ู‡ู… ุนู†ุฏ ุง ุดุฃู†ุงโ€ฌ Dalam hadits lain: โ€ซู…ุง ุนุจุฏ ุง ุจุดูŠุก ุฃูุถู„ ู…ู† ุฃุฏุงุก ุญู‚ ุงู„ู…ุคู…ู†โ€ฌ Hadits-hadits ini menerangkan bahwa pemenuhan hak sesama mukmin adalah tugas keagamaan yang sangat penting. Pemenuhan hak sesama mukmin merupakan mukadimah atau pengantar dan juga jalan bagi seseorang untuk dapat menunaikan hak Allah. Pemenuhan hak membuat seseorang menjadi manusia teragung di sisi Allah, karena hak-hak ini merupakan hak-hak yang paling agung di sisi Allah. Sebaliknya, menelantarkan hak-hak ini mengakibatkan penelantaran ukhuwah. Artinya, pilar ukhuwah hancur dikarenakan tidak dipenuhinya hak, karena ukhuwah berbasis hak-hak tersebut. Dengan demikian, berkaitan dengan pertanyaan kita di awal bagian ini, bagaimanakah posisi relasi ukhuwah imaniyah dalam pandangan Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa posisinya sangat penting dan ia menempati derajat yang sangat tinggi. Hak-Hak Saudara Seiman Banyak sekali riwayat yang menerangkan topik ini. Beberapa riwayat mengandung penegasan yang sangat keras atas hak-hak mukmin, sehingga dikatakan, "Kalian tidak akan mampu menunaikan semuanya jika aku menyebutkan semuanya." Karena itu, seorang mukmin membutuhkan penyempurnaan akhlak, ketakwaan, dan pendidikan dalam derajat yang tinggi agar dapat menunaikannya. Dan karena itu, riwayat-riwayat hanya menjelaskan sebagian hak saja dengan redaksi yang berbeda-beda agar mayoritas manusia tidak terjatuh ke dalam kesusahan. Jika kita menelusuri riwayat-riwayat yang menjelaskan hak-hak sesama muslim, maka kita dapati ada riwayat yang menyatakan bahwa hak muslim satu sama lain ada 70, tapi yang diuraikan hanya tujuh. Ada riwayat yang menyebutkan sejumlah hak, ada riwayat lain yang menyebutkan sejumlah hak yang lain. Masing-masing riwayat ini menyebutkan jumlah dan jenis hak yang berbeda-beda. Artinya, pembuat syariat memperhatikan kondisi sosial umat, orang yang berbicara dengannya, dan hak sesama mukmin apa yangโ€”biasanyaโ€”diabaikan oleh penanya, sehingga ia menegaskan hak tersebut. Ringkasnya, riwayat-riwayat ini berkarakter mendahulukan yang paling penting dan paling sering menjadi objek ujian bagi umat. Akan tetapi, jika kita hendak mengidentifikasi seluruh hak ini, lalu mengklasifikasinya dalam kategori-kategori umum yang memuat tema-tema yang disebutkan di dalam riwayat-riwayat tersebut, maka kita dapat mendeduksi 7 kategori utama, yaitu: menghormati, mengasihi, menasihati, menolong, berempati, menjaga relasi, dan menjaga nama baik. 1. Menghormati Penghormatan dan pengagungan seorang mukmin adalah salah satu hak sesama mukmin. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah: โ€ซ ุฃุฐู„ุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู†โ€ฌ... (QS. al-Maidah: 54) Kerendahan di dalam ayat ini tidak berarti kehinaan, melainkan tawadhu dan penghormatan, seperti yang ada dalam relasi orang tua-anak yang dijelaskan oleh ayat: โ€ซูˆุงุฎูุถ ู„ู‡ู…ุง ุฌู†ุงุญ ุงู„ุฏู„ ู…ู† ุงู„ุฑุญู…ุฉโ€ฌ Ayat ini menjelaskan bahwa "kehinaan" ini adalah kerendahan kasih sayang, tawadhu, dan kelembutan terhadap orang tua. Tawadhu antar mukmin adalah ungkapan tentang penghormatan dan pengagungan mereka satu sama lain. Jika mukmin itu berilmu, maka ia lebih berhak lagi untuk dihormati. Begitu juga jika mukmin itu lebih tua, maka ia juga lebih berhak lagi untuk dihormati. Riwayat-riwayat dalam kategori ini di antaranya: โ€ซู…ู† ุฅุฌู„ู„ ุง ุนุฒ ูˆุฌู„ ุฅุฌู„ู„ ุงู„ู…ุคู…ู† ุฐูŠ ุดูŠุจุฉ ูˆู…ู† ุฃูƒุฑู… ู…ุคู…ู†ุง ูุจูƒุฑุงู…ุฉ ุง ุจุฏุฃ ูˆู…ู† ุงุณุชุฎู ุจู…ุคู…ู† ุฐูŠ ุดูŠุจุฉ ุฃุฑุณู„โ€ฌ โ€ซุง ู…ู† ูŠุณุชุฎู ุจู‡ ู‚ุจู„ ู…ูˆุชู‡โ€ฌ Termasuk dalam kategori ini sikap memulai membaca salam. Membaca salam adalah adab umum, tapi antar sesama mukmin, ia termasuk hak. Rasulullah saw bersabda: โ€ซุฃูˆู„ู‰ ุงู„ู†ุงุณ ุจุงู„ู„ู‡ ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ู…ู† ุจุฏุฃ ุจุงู„ุณู„ู…โ€ฌ

5


Begitu juga mendoakan orang yang bersin dan memenuhi undangan, baik undangan jamuan, walimah pernikahan, takziyah, zikir, atau lainnya. Bahkan, saking pentingnya sikap saling menghormati dan saling tawadhu antar sesama mukmin, ia tidak boleh mengeluarkan kata yang menampakkan ketidaksenangannya di hadapan sesama mukmin. Di dalam riwayat diterangkan: โ€ซู„ู„ู…ุณู„ู… ุนู„ู‰ ุฃุฎูŠู‡ ู…ู† ุงู„ุญู‚ ุฃู† ูŠุณู„ู… ุนู„ูŠู‡ ุฅุฐุง ู„ู‚ูŠู‡ ูˆูŠุนูˆุฏู‡ ุฅุฐุง ู…ุฑุถ ูˆูŠู†ุตุญ ู„ู‡ ุฅุฐุง ุบุงุจ ูˆูŠุณู…ุชู‡ ุฅุฐุงุนุทุณ ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ุญู…ุฏโ€ฌ โ€ซู„ู„ู‡ ุฑุจ ุงู„ุนุงู„ู…ูŠู† ู„ ุดุฑูŠูƒ ู„ู‡ ูˆูŠู‚ูˆู„ ู„ู‡ ูŠุฑุญู…ูƒ ุง ููŠุฌูŠุจู‡ ููŠู‚ูˆู„ ู„ู‡ ูŠู‡ุฏูŠูƒู… ุง ูˆูŠุตู„ุญ ุจุงู„ูƒู… ูˆูŠุฌูŠุจู‡ ุฅุฐุง ุฏุนุงู‡ ูˆูŠุชุจุนู‡ ุฅุฐุง ู…ุงุชโ€ฌ Dalam hadits lain: โ€ซุฅู† ู…ู† ุญู‚ ุงู„ู…ุคู…ู† ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุคู…ู† ุงู„ู…ูˆุฏุฉ ู„ู‡ ููŠ ุตุฏุฑู‡ ูˆุงู„ู…ูˆุงุณุงุฉ ู„ู‡ ููŠ ู…ุงู„ู‡ ูˆุงู„ู†ุตุฑุฉ ู„ู‡ ุนู„ู‰ ู…ู† ุธู„ู…ู‡ ูˆุฅู† ูƒุงู† ููŠุกโ€ฌ โ€ซู„ู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ูˆูƒุงู† ุบุงุฆุจุง ุฃุฎุฐ ู„ู‡ ุจู†ุตูŠุจู‡ ูˆุฅุฐุง ู…ุงุช ูุงู„ุฒูŠุงุฑุฉ ุงู„ู‰ ู‚ุจุฑู‡ ูˆู„ ูŠุธู„ู…ู‡ ูˆู„ ูŠุบุดู‡ ูˆู„ ูŠุฎูˆู†ู‡ ูˆู„ ูŠุฎุฐู„ู‡ ูˆู„ ูŠุบุชุงุจู‡ ูˆู„ ูŠูƒุฐุจู‡ ูˆู„โ€ฌ โ€ซูŠู‚ูˆู„ ู„ู‡ ุฃู ูุฅุฐุง ู‚ุงู„ ู„ู‡ ุฃู ูู„ูŠุณ ุจูŠู†ู‡ู…ุง ูˆู„ูŠุฉ ูˆุฅุฐุง ู‚ุงู„ ู„ู‡ ุฃู†ุช ุนุฏูˆูŠ ูู‚ุฏ ูƒูุฑ ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุตุงุญุจู‡ ูุฅุฐุง ุงุชู‡ู…ู‡ ุงู†ู…ุงุซ ุงู„ูŠู…ุงู† ู…ู† ู‚ู„ุจู‡โ€ฌ โ€ซูƒู…ุง ูŠู†ู…ุงุซ ุงู„ู…ู„ุญ ููŠ ุงู„ู…ุงุกโ€ฌ 2. Mengasihi Sebagaimana telah dijelaskan, kasih adalah asas relasi mukmin dengan sesamanya. Kategori ini mencakup tidak mendendam; mencintai dan mematuhi karena Allah, dan tidak mengeksploitasi mukmin lainnya dalam keburukan seperti memanfaatkan persahabatan dengan saudaranya seiman untuk berbuat zalim atau maksiat; menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya sendiri. Tentang tidak mendendam kepada sesama mukmin, ayat al-Quran mengisyaratkan: โ€ซูˆุงู„ุฐูŠู† ุฌุงุกูˆุง ู…ู† ุจุนุฏู‡ู… ูŠู‚ูˆู„ูˆู† ุฑุจู†ุง ุงุบูุฑ ู„ู†ุง ูˆู„ุฎูˆุงู†ู†ุง ุงู„ุฐูŠู† ุณุจู‚ูˆู†ุง ุจุงู„ูŠู…ู† ูˆู„ ุชุฌุนู„ ููŠ ู‚ู„ูˆุจู†ุง ุบู„ ู„ู„ุฐูŠู† ุฃู…ู†ูˆุง ุฑุจู†ุงโ€ฌ โ€ซุฅู†ูƒ ุฑุกูˆู ุงู„ุฑุญูŠู…โ€ฌ (QS. Al-Hasyr: 10) Sebelum ayat ini, al-Quran menerangkan bahwa kaum mukmin tingkatan pertama yang membantu Nabi saw menegakkan pilar-pilar Islam terbagi menjadi dua golongan, yaitu Muhajirin dan Anshar. Ayat ini menerangkan bahwa tingkatan kaum mukmin berikutnya, yaitu para pengikut tingkatan pertama, adalah orang-orang yang berkarakter tidak menaruh dendam. Jadi, tidak mendendam adalah salah satu hak kaum mukmin dari sesamanya. Tentang mematuhi sesama mukmin karena Allah dan tidak mengekspoitasi ukhuwah untuk keburukan, diterangkan dalam riwayat: โ€ซุงู…ุง ุญู‚ ุฃุฎูŠูƒ ูุฃู† ุชุนู„ู… ุฃู†ู‡ ูŠุฏูƒ ูˆุนุฒูƒ ูˆู‚ูˆุชูƒ ูู„ ุชุชุฎุฐู‡ ุณู„ุญุง ุนู„ู‰ ู…ุนุตูŠุฉ ุง ูˆู„ ุนุฏุฉ ู„ู„ุธู„ู… ู„ุฎู„ู‚ ุง ูˆู„ ุชุฏุนโ€ฌ โ€ซู†ุตุฑุชู‡ ุนู„ู‰ ุนุฏูˆู‡ ูˆุงู„ู†ุตูŠุญุฉ ู„ู‡ ูุฅู† ุฃุทุงุน ุง ูˆุฅู„ ูู„ูŠูƒู† ุง ุฃูƒุฑู… ุนู„ูŠูƒ ู…ู†ู‡โ€ฌ Tentang menyukai bagi sesama apa yang disukai bagi diri sendiri, diterangkan: โ€ซูุฃุญุจุจ ู„ุบูŠุฑูƒ ู…ุง ุชุญุจ ู„ู†ูุณูƒโ€ฌ 3. Menasihati Kata nasihat di dalam hadits-hadits memiliki dua makna. Pertama, makna populer seperti yang sudah biasa dipahami, yaitu mengarahkan sesama kepada kebaikan, kebenaran, dan kemaslahatan, serta memberinya wejangan sesuai perbedaan keadaan yang dialami masing-masing orang. Kedua, nasihat dalam pengertian ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan perbuatan yang dilakukan untuk sesama mukmin. Seorang mukmin terkadang meminta mukmin lainnya untuk melakukan pekerjaan. Maka, mukmin lainnya itu harus "nasihat" dalam mengerjakannya. Artinya, harus mengerjakannya secara tulus, sungguh-sungguh, dan profesional, seolah-olah ia mengerjakannya untuk diri sendiri, sehingga ia mengerahkan seluruh kemampuannya agar pekerjaan itu terlaksana sebaik dan semaksimal mungkin. Termasuk dalam makna nasihat, seseorang tidak menutup-nutupi apa yang bermanfaat bagi saudaranya sesama mukmin, melainkan menunjukkan, mengajarkan, dan membantunya agar mampu melakukan hal tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi. 4. Menolong Nasihat dalam pengertian yang pertama dapat termasuk kategori ini. Sebab, Rasul bersabda: โ€ซ ูˆูŠู†ุตุฑู‡ ุธุงู„ู…ุง ุงูˆ ู…ุธู„ูˆู…ุงโ€ฌ..., "Menolongnya ketika ia zalim atau dizalimi." Makna menolong seseorang ketika ia dizalimi adalah, โ€ซุฃู…ุง ู†ุตุฑุชู‡ ู…ุธู„ูˆู…ุง ููŠุนูŠู†ู‡ ุนู„ู‰ ุฃุฎุฐ ุญู‚ู‡โ€ฌ, "Menolongnya ketika ia dizalimi adalah membantunya memperoleh haknya." Sedangkan makna menolong seseorang ketika ia zalim adalah, โ€ซูุฃู…ุงโ€ฌ โ€ซู†ุตุฑุชู‡ ุธุงู„ู…ุง ููŠุฑุฏู‡ ุนู† ุธู„ู…ู‡โ€ฌ, "Menolongnya ketika ia zalim adalah mencegahnya dari kezaliman." Artinya, menasihati dan mengarahkannya kepada kebenaran dan hidayah, karena orang itu telah menzalimi dirinya sendiri dengan keluar dari jalan kebenaran, sehingga ia terkena siksa dan murka ilahi di dunia dan akhirat. Jadi, nasihat dan wejangan dari sesama mukmin mencegah orang itu dari kezaliman, dan dengan demikian termasuk juga dalam kategori menolong. Termasuk juga dalam kategori menolong sesama mukmin adalah tidak membuat musuh dapat menguasainya. 5. Berempati Semua manusiaโ€”termasuk mukminโ€”biasa tertimpa musibah dan bencana, baik berupa bencana yang menimpa seluruh manusia seperti sakit dan kehilangan orang yang dicintai, maupun bencana yang menimpa kaum mukmin sebagai pengecualian, seperti kemiskinan dan kepapaan. Pada jenis yang

6


pertama, ada hak sesama mukimin untuk dijenguk, dan pada jenis yang kedua, ada hak mereka untuk dibantu kesusahannya secara langsung dengan bantuan harta atau secara tidak langsung dengan usaha tertentu yang meringankan beban mereka. Semua ini dijelaskan di dalam hadits. 6. Menjaga Relasi Hingga Setelah Mati Relasi antar sesama mukmin tidak terbatas pada saat mereka hidup, melainkan hingga setelah mati. Hak mukmin setelah mati di antaranya mengurus jenazahnya, mendoakan ampunan baginya, dan menjaga harta dan keturunannya. Mukmin yang sudah mati tidak memiliki kesempatan lagi untuk melakukan amal saleh yang dapat mendekatkan dirinya dengan Tuhan. Karena itu, saudaranyalah yang berperan sebagai pengganti baginya untuk melakukan amal saleh baginya. Dalam hal ini, peran saudara seiman sama dengan peran yang dilakukan anak saleh. 7. Menjaga Nama Baik Pada kategori pertama telah dijelaskan hak sesama mukmin untuk mendapat penghormatan secara langsung (di hadapannya). Lebih dari itu, Islam menjelaskan bahwa hak ini pun berlaku saat mereka tidak ada (sudah meninggal dunia).

7


Turn static files into dynamic content formats.

Createย aย flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.