Idul Fitri Dan Islamic Philanthopy

Page 1

Idul Fitri dan Islamic Philanthropy Oleh: Ahmad Fadhil, Lc., M.Hum. (Ketua Jur. Bimbingan dan Konseling Islam Fak. Ushuluddin dan Dakwah IAIN “SMH” Banten) Idul Fitri adalah hari yang agung karena pada hari inilah Allah memberikan pahala bagi orang-orang yang berpuasa. Apa pahala bagi mereka? Ali bin Abi Talib dalam khutbahnya pada Hari Idul Fitri mengatakan, “Pahala terkecil bagi sha’imin dan sha’imat adalah dipanggil oleh para malaikat di akhir bulan Ramadan, ‘Bergembiralah, karena Allah telah memaafkan dosa-dosa kalian di masa lalu.’” Tapi, Imam Ali langsung mengingatkan, “Karena itu, perhatikanlah oleh kalian perbuatan apa yang akan kalian mulai lakukan.” Artinya, jangan pernah terbersit pikiran untuk melakukan dosa dengan anggapan akan diampuni pada Ramadan yang akan datang. Peringatan ini disuarakan juga oleh A. Mustofa Bisri yang populer dengan panggilan Gus Mus dalam sebuah tulisannya, “Orang Islam memang berhak gembira pada hari Lebaran. Namun, mesti gembira yang Islami. Tapi, sayang, tradisi lebaran telah mengalami distorsi, telah berubah makna.” Salah satu distorsi yang terlihat jelas dari tradisi Idul Fitri kita adalah hilangnya nilai filantrofis pada orang-orang yang merayakan Lebaran. Kata filantropi berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencintai sesama. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal. Sikap ini sangat diajarkan oleh Islam. Kurikulum utama di Madrasah Ramadan adalah menguatkan nilai-nilai ini di dalam jiwa umat Islam. Kebutuhan material dan mental Manusia memiliki kebutuhan material dan mental. Bentuk memenuhi kebutuhan material orang lain sangat banyak, misalnya memberikan uang, membangunkan rumah, memberi makanan, dan menyumbangkan pakaian. Jafar ash-Shadiq berkata kepada Sadir ash-Shairafi, “Makin banyak harta seseorang, makin besar juga pertanggungjawaban yang diminta Allah atasnya. Jika kalian mampu menunaikannya, silakan.” Sadir berkata, “Bagaimana caranya?” Beliau berkata, “Dengan memenuhi kebutuhan saudara-saudaramu dengan hartamu.” Kebutuhan mental manusia lebih penting daripada kebutuhan material, tapi sering dianggap sepele sehingga diabaikan. Contohnya adalah mendukung orang yang sedang terpuruk dan membantunya mengambil keputusan yang benar, menolong orang yang dizalimi, 1


dan menghibur orang yang sedang sedih atau sakit. Ali Zainal Abidin berkata, “Sesungguhnya Allah mendekatkan seseorang di antara kamu ke surga dikarenakan satu kata yang dia ucapkan kepada saudaranya sesama orang beriman yang miskin.” Urgensi memenuhi kebutuhan orang lain Menolong dan memenuhi kebutuhan orang lain bukan bermanfaat bagi yang ditolong, tapi juga bagi penolong dan masyarakat secara keseluruhan. Manfaat itu sebagai berikut: 1. Menumbuhkan kekuatan mental dan fisik. Setiap manusia memiliki kekuatan intelektual, mental, fisik, dan kekuatan eksternal (seperti kekayaan dan kekuasaan). Semua kekuatan ini merupakan nikmat Allah. Jika dia menggunakannya untuk menolong orang lain, dia telah mensyukuri nikmat itu sehingga kekuatan-kekuatan itu bertambah. Jika tidak, maka dia telah melalaikan kewajibannya kepada Allah dan membuatnya kehilangan kekuatan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Allah akan bertanya kepada seseorang tentang kekuasaannya seperti menanyai kekayaannya. Dia berfirman, ‘Hamba-Ku, Aku telah menganugerahimu kekuasaan. Apakah kekuasaan itu telah engkau gunakan untuk menolong orang yang dizalimi atau membantu orang yang sedang dalam kesusahan?’” Imam Ali berkata, “Semakin banyak nikmat Allah pada seseorang, semakin banyak pula kebutuhan orang lain kepadanya. Jika dia menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan Allah atas nikmat itu, maka dia membuat nikmat itu langgeng padanya. Jika tidak, dia telah membuat nikmat itu musnah.” 2. Memberikan perasaan senang dan gembira. Orang tidak akan berbahagia kecuali dengan membahagiakan orang lain. Kebahagiaan itu seperti cinta, seseorang tidak akan memperolehnya kecuali dengan memberinya kepada orang lain. Ali bin Abi Talib berkata, “Salah satu bukti seseorang sangat berbahagia adalah dia berusaha membuat perbaikan bagi masyarakat. ... Orang yang paling baik hidupnya adalah orang yang membuat baik kehidupan orang-orang di sekitarnya. ... Kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang mulia adalah dengan memberi makanan kepada orang lain.” 3. Membuat seseorang merasa dirinya bernilai atau berharga. Bencana terbesar yang dirasakan oleh manusia adalah bila dia merasa dirinya telah tidak dibutuhkan lagi di dalam kehidupan ini. Bencana ini tidak dapat ditanggulangi kecuali

2


dengan bekerja merawat anak-anak yatim, orang-orang cacat, orang-orang sakit, dan orangorang lanjut usia. 4. Mendekatkan dengan Allah. Mengabdi kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan orang lain adalah salah satu jalan terbaik yang mengantarkan kepada kedekatan kepada Allah SWT. Abu Abdillah meriwayatkan, “Allah SWT berfirman, ‘Setiap makhluk adalah tanggungan-Ku. Karena itu, yang paling Kucinta di antara makhluk-Ku adalah yang paling lembut terhadap makhluk-Ku dan paling keras dalam berusaha memenuhi kebutuhan mereka.” Siapa yang harus dilayani? Pengabdian pada masyarakat tidak terbatas pada satu lapisan, melainkan mencakup semua orang yang butuh, baik mukmin atau kafir–selama kafir ini tidak memerangi agama Islam dan umat manusia. Nash-nash telah menyebutkan beberapa golongan orang yang butuh, karena mereka memiliki keistimewaan. Di antaranya: 1. Orang tua Nabi saw bersabda, “Salah satu bentuk pengagungan kepada Allah SWT adalah menghormati mukmin yang sudah tua.” 2. Anak yatim. Imam Ali berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang memenuhi kebutuhan anak yatim sampai anak yatim itu berkecukupan, Allah mewajibkan surga untuknya, sebagaimana Dia mewajibkan neraka bagi orang yang memakan harta anak yatim.’” 3. Orang buta. Rasulullah saw bersabda, “Orang yang menuntun orang buta sebanyak 40 langkah, dosanya yang terdahulu akan diampuni.” Dalam hadits lain, “Orang yang memenuhi kebutuhan duniawi bagi orang yang buta dan berjalan dalam urusan itu sampai orang buta itu memenuhi kebutuhannya, maka hal itu akan memberinya kebebasan dari sifat nifaq dan kebebasan dari api neraka.” 4. Ulama. 3


Rasulullah saw bersabda, “Satu sedekah untuk ulama sebanding dengan 7000 sedekah (untuk selain ulama).” Imam Ali berkata, “Jika engkau melihat orang alim, maka jadilah engkau abdinya.” Penutup Pada khutbah Imam Ali—yang disinggung di awal tulisan ini—disebutkan juga bahwa hari Idul Fitri itu serupa dengan Kiamat. Beliau mengatakan, “Saat kalian keluar dari rumah menuju tempat salat, ingatlah keluarnya kalian dari kuburan menuju Tuhan. Saat kalian diam di tempat salat, ingatlah diamnya kalian di hadapan Tuhan. Dan, saat kalian pulang ke rumah, ingatlah pulangnya kalian ke tempat-tempat kalian di dalam surga.” Hari Idul Fitri ini adalah waktu bagi setiap mukmin untuk memulai persiapan menyongsong Ramadan tahun depan dengan melakukan berbagai kebaikan. Dia tidak akan menganggap kecil kebaikan apa pun. Sebab, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali bahwa kebaikan itu kecilnya pun besar, sedikitnya pun banyak. Jangan malu memberi walau sedikit, karena tidak memberi itu lebih sedikit daripada memberi sedikit. Jangan pula menganggap kecil sedikit pemberian yang engkau mampu karena engkau ingin memberi banyak. Sebab, sedikit pemberian kala kaubutuh lebih berguna bagimu daripada pemberian yang banyak kala kau tidak butuh. Min al-‘a’idin wa al-fa’izin. Taqabbalallah minna wa minkum. Sumber: Noor al-Islam, vol. 8, edisi 93-94.

4


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.