BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH II
NUTRISI PADA LUKA BAKAR (TINJAUAN PUSTAKA)
Oleh Gerson Pulung
Pembimbing dr. Sumantri Sarimin, Sp.B, Sp.BP
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
1
NUTRISI PADA LUKA BAKAR
PENDAHULUAN Nutrisi diperlukan oleh orang sehat demikian juga dengan orang yang tidak sehat. Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Pada orang normal asupan nutrisi tiap harinya melalui oral yang termasuk dalam enteral feeding.1,2,3 Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi, juga dapat disebabkan oleh kontak dengan suhu rendah (frosh-bite). Luka bakar dapat menyebabkan kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan masalah fungsi maupun estetik. Oleh sebab itu pasien dengan luka bakar harus segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat atau ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang memadai. 4,5,7 INSIDEN Api merupakan penyebab cedera pada 1.000.000 orang di Amerika Serikat dan lebih dari 21.000 pasien memerlukan perawatan untuk penanganan luka bakar. Di Inggris sekitar 250.000 orang mengalami luka bakar tiap tahunnya, 175.000 orang yang
2
datang ke Unit Gawat Darurat dan 13.000 yang memerlukan rawat inap. Seribu orang yang menderita luka bakar berat dan memerlukan resusitasi cairan, dimana separuhnya adalah anak dibawah usia 12 tahun. Rata-rata 300 orang meninggal karena luka bakar. 1,3,6,8 Luka bakar merupakan masalah utama yang terjadi pada Negara berkembang. Di India lebih dari 2.000.000 yang mengalami luka bakar tiap tahunnya. Mortalitas lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan negara maju. Contohnya di Nepal tercatat 1700 kematian karena luka bakar tiap tahunnya pada populasi 20 juta. Angka kematian ini 17 kali lebih banyak dibandingkan dengan Inggris.2,4,67 Berikut presentasi penyebab luka bakar dan insiden luka bakar berdasarkan umur :1 Diagram 1 Insiden Penyebab Luka Bakar dan Insiden Luka bakar berdasarkan Umur
Pada diagram diatas tampak bahwa penyebab luka bakar tersering adalah api (flame) 55%, kemudian air panas (scalds) 40%, dan terakhir oleh bahan kimia dan listrik 5%. Sedangkan berdasarkan umur yang paling sering adalah usia 15 – 64 tahun (60%), 3
kemudian usia 5 – 14 tahun dan > 65 tahun masing-masing 10%, dan terakhir usia 1 – 4 tahun 20 %. PATOMEKANISME LUKA BAKAR Pasien yang mengalami luka bakar dengan atau tanpa cedera inhalasi mengalami proses inflamasi di seluruh tubuhnya atau lebih dikenal dengan systemic inflammatory respon syndrome (SIRS). SIRS dengan infeksi (sepsis syndrome) merupakan faktor penentu morbiditas dan mortalitas. Perubahan patologik metabolik, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan sistem koagulasi
yang terjadi menyebabkan
hipermetabolisme, peningkatan permeabilitas epitel, endotel dan seluler; perubahan hemodinamik klasik; mikrotrombosis yang luas. Manifestasi kardiovaskuler pada SIRS sebagian besar hilang dalam 24 – 72 jam, akan tetapi pasien mungkin saja masih mengalami hipermetabolisme sampai terjadi penyembuhan luka.2,3,5,9 Secara garis besar terjadi respon lokal dan respon sistemik akibat terjadinya luka bakar. Respon lokal yang terjadi telah digambarkan secara jelas oleh Jackson pada tahun 1947, yang meliputi : 2,3,6,8 1. Zona koagulasi Pada zona ini terjadi kerusakan maksimum dan kerusakan jaringan yang bersifat ireversibel karena telah terjadi koagulasi protein.2,3,9,10
4
2. Zona stasis Zona ini ditandai dengan perfusi jaringan yang menurun. Jaringan pada zona ini masih dapat diselamatkan. Tujuan resusitasi adalah untuk meningkatkan perfusi jaringan pada zona ini. Hipotensi yang lama, infeksi dan edema menyebakan zona ini kehilangan jaringan yang menyeluruh.4,6,8,9 3. Zona hiperemia Merupakan zona terluar dengan perfusi jaringan yang lebih baik. Zona ini akan cepat sembuh kecuali kalau terjadi sepsis berat atau hipoperfusi yang lama.2,4,6,8
Gambar 1 Respon lokal luka bakar
Ada tiga hal utama yang dapat terjadi pada luka bakar yang melibatkan respon sistemik yaitu : Burn Shock, Respon Metabolik, dan Respon Imun.
5
1. Burn shock merupakan proses kompleks dari disfungsi sirkulasi dan mikrosirkulasi yang tidak mudah ditangani dengan resusitasi cairan. Trauma pada jaringan dan syok hipovolemik menyebabkan pembentukan dan pelepasan mediator lokal dan sistemik yang meningkatkan permeabilitas vaskuler dan tekanan hidrostatik vaskuler meningkat. Mediator-mediator meningkatkan permeabilitas dengan merubah integritas endotel venula. Fase awal luka bakar terjadi dalam menit sampai beberapa jam (ebb phase), dipengaruhi oleh mediator seperti histamine, hasil dari aktivasi platelet, eicosanoids ,
zat proteolitik koagulasi, fibrinolitik dan kinin. Amine
vasoactive juga berperan dalam meningkatkan aliran darah mikrovaskuler atau tekanan vaskuler terutama saat terjadi edema.1 Karena hilangnya integritas mikrovaskuler, luka bakar dapat juga menyebabkan perubahan pada tingkat seluler.Penurunan cardiac output setelah luka bakar terjadi karena syok di tingkat sel, syok hipovolemik, dan meningkatnya systemic vascular resistance karena stimulasi simpatik oleh pelepasan berbagai mediator kimia. Syok pada miosit jantung terjadi karena kegagalan homeostasis kalsium dan disregulasi intraseluler.1,4,8,9,10 2. Respon Metabolik a. Hipometabolisme Terjadi pada fase awal respon metabolic (ebb phase) dimana bila tidak diatasi dalam beberapa jam dapat menyebabkan kematian.11,12
6
b. Hipermetabolisme Metabolisme glukosa meningkat oleh karena peningkatan gluconeogenesis dan glikogenolisis seperti halnya insulin plasma. Produksi glukosa meskipun
terjadi
hiperinsulinemia.
Hiperglikemia
menyebakan
eksaserbasi katabolisme otot meskipun tidak mempengaruhi Resting Energy Expenditure (REE). 2,11,12,13
Grafik 1. Ebb phase dan Flow Phase
Pada grafik diatas tampak bahwa fase Ebb diawali oleh suatu keadaany hipometabolisme, kemudian memasuki fase Flow diawali dengan katabolisme hebat dengan pemakaian protein sebagai sumber energi utama. Setelah itu terjadi anabolisme dalam beberapa minggu kemudian. Pemberian insulin eksogen menurunkan waktu penyembuhan daerah donor dan menurunkan lamanya waktu rawat inap.
7
Pada tingkat seluler metabolisme glukosa terganggu karena pelepasan mediator kimia yaitu interleukin dimana piruvat dari sitosol tidak dapat masuk ke mitokondria. Gambar 2. Gangguan metabolisme glukosa
Gambar diatas menggambarkan dimana glukosa yang dirubah menjadi pirufat tidak dapat menghasilkan ATP dalam jumlah yang cukup dalam mitokondria karena mediator kimia. Akhirnya pirufat akan diubah menjadi laktat yang walaupun tetap menghasilkan ATP tapi hanya dalam jumlah kecil. Proteolisis juga dapat terjadi pada pasien dengan luka bakar, dimana protein diekskresi di urine dalam bentuk ureum. Hal ini menyebabkan peningkatan efflux asam amino dari otot skelet, termasuk juga asam amino glukoneogenik alanine dan glutamin.13,14,16 8
Gambar 3. Gangguan metabolisme protein
Pelepasan mediator kimia menyebabkan peningkatan pemeabilitas kapiler, akhirnya terjadi kebocoran protein, dan sintesi protein menurun sedangkan kebutuhan energy sangat tinggi. Lipolisis juga terjadi yang dapat menyebabkam steatosis hepatic. Pemberian β-bloker dapat mengatasi masalah ini. Gambar 4. Gangguan metabolisme lipid
9
Gambar diatas menunjukkan gangguan penggunaan lemak sebagai sumber energy, dimana asam lemak fatty acids sitoplasma tidak dapat masuk kedalam mitokondria untuk diubah menjadi ATP. c. Respon neuroendokrin Katekolamin sangat meningkat dan menjadi mediator endokrin yang utama sebagai respon metabolik. Sebaliknya Growth Hormon (GH) menurun pada cedera luka bakar.1,4,9 3. Respon Imunologi Terjadi penurunan respon imun yang mempengaruhi keduanya baik cellmediated maupun jalur humoral.2,4,5,6 Selain ketiga hal diatas terdapat juga perubahan pada sistem respirasi, dimana pelepasan mediator inflamasi menyebabkan bronko-konstriksi, bahkan pada pasien dengan luka bakar berat dapat terjadi adult respiratory distress syndrome.1,7,10 Gambar 5. Respon Sistemik pada luka bakar
.
10
Faktor resiko tinggi yang dapat menyebabkan kematian adalah usia yang lebih tua, luas luka bakar dan cedera inhalasi. Bagaimana ketiga hal ini saling berhubungan masih belum jelas. Berdasarkan kejadian klinis pasien dengan usia lebih dari 60 tahun dan luka bakar lebih dari 40 % ditambah dengan cedera inhalasi, persentase kematiannya mencapai 90%.1,9,10 Diagram 2. Faktor Resiko Kematian
Diagram diatas memperlihatkan resiko kematian yang sangat tinggi bila terdapat luka bakar yang luas pada usia yang lebih tua dan terbukti adanya trauma inhalaasi PEMBERIAN NUTRISI Pada awal tahun 1970an, Cureri dan kawan-kawan mengenal bahwa pasien-pasien dengan cedera thermal luas mengalami hipermetabolisme, dengan meningkatnya basal metabolic rate, meningkatnya konsumsi oksigen, keseimbangan nitrogen yang negatif, dan penurunan berat badan, membutuhkan kalori yang besar. Oleh karena itu, intake kalori
11
inadekuat menyebabkan penyembuhan luka yang lebih lama, menurunkan kemampuan imun, dan disfungsi seluler. Prinsip penanganan nutrisi adalah dengan pemberian enteral nutrisi dalam waktu < 24 jam untuk â&#x20AC;&#x153;feed the gutâ&#x20AC;? dan bukan â&#x20AC;&#x153;feed the bodyâ&#x20AC;?. Pasien dengan luka bakar luas bisa kehilangan 30 g nitrogen per hari karena meningkatnya katabolisme protein. Tidak hanya
ekskresi nitrogen urea dari urin yang
meningkat, tapi juga sejumlah besar nitrogen dapat hilang melalui luka tersebut. Oleh karena itu, total nitrogen urea tidak secara akurat merefleksikan kehilangan semua nitrogen pada pasien luka bakar. Pasien dengan luka bakar 10% TBSA bisa kehilangan nitrogen 0,02 g/kgBB perhari. Pasien dengan luka bakar 11 â&#x20AC;&#x201C; 29 % TBSA, kehilangan nitrogen 0,05 g/kgBB perhari, sedangkan dengan luas luka bakar lebih dari 30% dapat menyebabkan kehilangan nitrogen sebanyak 0,12 g/kgBB perhari, yang sama dengan kehilangan 190 gram protein atau 300 gram massa otot.12,13,14,15 Proses katabolisme umumnya terus berlangsung sampai terjadi penyembuhan luka. Akan tetapi pada saat pasien memasuki proses anabolisme, perlu waktu 3 kali lipat untuk memulihkan ke kondisi otot sebelumnya. Oleh karena itu jika pasien membutuhkan waktu 1 bulan untuk penyembuhan luka dan donor site, memerlukan waktu 3 bulan atau lebih untuk mencapai berat badan dan massa otot sebelumnya. Dari data statistik ini menegaskan betapa pentingnya menghitung kebutuhan kalori pasien selama perawatan di rumah sakit. Tujuan dari pemberian nutrisi ini adalah untuk mencegah pemakaian simpanan kalori yang berlebihan dan menyediakan cadangan
nitrogen yang cukup untuk menggantikan atau
mendukung simpanan protein tubuh.10,11,15
12
Kebutuhan Kalori Besarnya peningkatan kecepatan metabolisme karena luka bakar berbanding lurus dengan luas luka bakar permukaan tubuh. Kebutuhan energy total (total energy expenditure) dapat meningkat 15 â&#x20AC;&#x201C; 100 % diatas kebutuhan normal. Formula secara matematika dipakai untuk menghitung kebutuhan kalori harian pada pasien â&#x20AC;&#x201C; pasien luka bakar. Formula yang paling banyak dipakai hampir diseluruh dunia adalah rumus Harris-Benedict. Tabel 1. Formula Harris-Benedict dan Formula Curreri
Penentuan berkala dari kebutuhan energi istitrahat melalui kalorimetri lebih akurat untuk menilai kalori yang tersimpan.Ekskresi nitrogen urin total (TUN/ total urine nitrogen) mudah untuk diukur dan secara akurat mencerminkan besarnya katabolisme yang terjadi. Nitogen urin total harus dimonitor secara regular, dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan nitrogen agar tetap positif. 10,16
13
Formula
yang
dipakai
secara
luas
adalah
rumus
Harris-Benedict,
yang
memperkirakan kebutuhan energi basal (BEE) sesuai dengan jenis kelamin, umur, tinggi badan, dan berat badan. Keterbatasan rumus Haris-Benedict adalah perkiraan kebutuhan yang berlebihan pada pasien dengan luka bakar dibawah 40% TBSA. Formula yang lebih spesifik untuk pasien dengan luka bakar adalah formula Curreri, yang berdasarkan berat badan dan luas luka bakar. Formula ini mungkin akan berlebihan perhitungan kebutuhan kalorinya pada pasien dengan luka bakar luas dan oleh karena itu rumus ini palig baik untuk pasien dengan luas luka bakar kurang dari 40 % TBSA.9,11,13 Evaluasi status metabolik yang berlanjut sangat diperlukan untuk melihat perubahan ukuran luka dan kondisi klinis. Kebutuhan metabolik menurun dengan penyembuhan luka bakar atau grafting, sementara disisi lain, daerah donor menciptakan suatu luka baru, yang dapat meningkatkan katabolisme. Perkembangan infeksi atau ARDS sangat meningkatkan katabolisme dan dapat merubah kebutuhan kalori. Pengukuran sederhana dari kebutuhan nitrogen dapat di nilai dengan total nitrogen urea 24 jam dari urin. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat mengukur kehilangan nitrogen pada luka bakar itu sendiri.. Transthyretin (prealbumin) berhubungan erat dengan status katabolik dan dapat dipakai menghitung kebutuhan kalori. C-reaktive protein dapat dipakai sebagai indikator status inflamasi, bila meningkat merupakan tanda peningkatan katabolisme. Pada pasien terintubasi, kalorimetri indirek dapat bermanfaat dalam mengukur kebutuhan kalori namun tidak seakurat formula Curreri.
14
Nutrisi utama yang perlu diperhatikan adalah karbohidrat, protein, lemak dan tak kalah pentingnya juga adalah vitamin dan mineral.12,15,16
Karbohidrat
Karbohidrat dalam bentuk glukosa merupakan sumber kalori terbaik dari golongan non-ptotein pada pasien dengan luka bakar. Cadangan glukosa yang tersimpan dalam jaringan otot (otot skeletal) biasanya harus dikorbankan bila kebutuhan nutrisi tidak adekeuat. Luka yang terjadi memakai
jalur glikolisis anaerob, menyebabkan
produksi laktat dalam jumlah besar. Di dalam hepar laktat diekstraksi dan dipakai untuk gluconeogenesis melalui siklus Cori. Alanin dan asam-asam amino lainnya dapat menyebabkan meningktanya gluconeogenesis. Meningkatnya ureogenesis, dengan urea yeng berasal dari pemecahan protein cadangan tubuh, bersamaan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi glukosa hepar. Karena pemakaian glukosa melalui jalur gluconeogenesis yang menggunakan cadangan protein, maka akan terjadi deplesi protein sehingga terjadi malfungsi dari glucose dependent energetic processes, dan terjadi skeletal muscle wasting. Kontrol hiperglikemia yang agresif merupakan aspek yang penting dalam perawatan pasien yang optimal. Bahkan pasien-pasien dengan toleransi yang relatif normal membutuhkan kalori yang lebih terhadap kemampuan tubuh untuk asimilasi glukosa dimana kira-kira kebutuhan kalorinya 7 gr/kgBB perhari (2240 kcal untuk laki-laki
15
dengan BB 80 kg). Oksidasi glukosa yang optimal selama terjadi hipermetabolisme pada pasien luka bakar terjadi pada intake kira-kira 5mg/kgBB per menit. Insulin dapat diberikan untuk mengontrol hiperglikemia dan sekarang dianjurkan pada pasien-pasien dengan luka bakar.11,12,13,14,,15
Protein
Kebutuhan protein 1,5 - 2 gr/kgBB per hari dengan fungsi ginjal yang normal pada orang dewasa sedangkan pad anak â&#x20AC;&#x201C; anak kebutuhan protein 3 gr/kgBB perhari. Kombinasi pemberian glukosa dengan protein akan memberikan hasil yang lebih baik untuk memenuhi keseimbangan nitrogen daripada dengan pemberian makanan yang terpisah. Pemberian protein akan memacu sintesis protein visceral dan otot, tanpa mempengaruhi kecepatan katabolisme. Glukosa eksogen akan memperlambat katabolisme, namun akan sedikit mempengaruhi sintesis protein. Kedua mekanisme tersebut akan memperbaiki keseimbangan nitrogen, dan pemberian glukosa yang cukup ( 7gr/kgBB perhari) dan protein (2 gr/kgBB per hari) harus diberikan pada pasien dengan luka bakar berat. Pada anak â&#x20AC;&#x201C; anak pemberian protein (23 % dari total kalori)
dapat memperbaiki system imunitas, menurunkan bacteremia, dan
meningkatkan harapan hidup.13,14,15,16
16
Lemak
Peranan lemak sebagai sumber energi non-protein tergantung dari luasnya luka bakar dan besarnya hipermetabolisme. Pemberian makanan rendah lemak dapat menurunkan komplikasi infeksi, memperbaiki penyembuhan luka, memperpendek rawat inap dan bahkan menurunkan mortalitas dibandingkan dengan pasien kontrol dengan diet standar demikian juga dengan diet tinggi lemak.Para ahli menyarankan pemberian lemak tidak lebih dari 30% dari kebutuhan kalori non-protein atau sekitar 1gr/kgBB perhari melalui lemak intravena dalam TPN. Komposisi merupakan hal yang utama dibandingkan kuantitas lemak. Lemak seperti minyak ikan sangat baik dimetabolisme tanpa harus melibatkan 15,16 Glutamine Beberapa asam amino berperan penting dalam pelepasan energy karena trauma. Alanin dan glutamin (GLU) adalah asam amino transport yang penting, dibuat dalam jumlah besar dari otot skelet untuk menyuplai energi ke hepar dan untuk penyembuhan luka. GLU juga berperan sebagai bahan bakar utama pada enterocyte dan limfosit dan juga berperan dalam menjaga integritas usus halus, menjaga fungsi imun saluran cerna, dan menurunkan permeabilitas intestinal karena cedera akut. Glutamin juga dapat mencegah translokasi endotoksin dan perluasan mediator inflamasi. Bahkan sebagai prekursor dari glutation, glutamin berperan sebagai antioksidan dan juga memperbaiki
perluasan heat shock protein yang dapat
melindungi sel dari stress dan trauma. 17
Selama cedera berlangsung, GLU dengan cepat dipakai dari serum dan otot, sehingga akan membatasi sintesis protein visceral, oleh karena itu GLU merupakan â&#x20AC;&#x153;asam amino esensialâ&#x20AC;? pada luka bakar. Dosis pemberian GLU yang dianjurkan pada pasien luka bakar adalah 0,25 â&#x20AC;&#x201C; 0,5 gr/kgBB perhari baik secara parenteral maupun enteral.14,15 Arginin Arginin juga berperan penring pada metabolism post luka bakar. Arginin dapat menstimulasi T-lymphocyte, meningkatkan fungsi natural killer, dan menstimulasi sintesis nitrit oksida yang berperan penting dalam resistensi infeksi. Namun ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pemberian ARG dengan control tidak memberikan
hasil
yang
bermakna
sehingga
ARG
sekarang
tidak
direkomendasikan.15,16 Asam Amino Rantai Cabang Asam amino rantai cabang seperti leusin, isoleusin, dan valin diketahui sebagai katabolisme otot endogen melalui stmulasi sintesis protein dan sebagai substrat energi. Dalam penelitian klinis pada pasien trauma maupun pasien di ICU nutrisi yang diperkaya dengan asam amino rantai cabang dapat meningkatkan balans nitrogen namun tidak mempengaruhi angka harapan hidup. Sedangkan penelitian pada hewan dan uji klinis pada pasien dengan luka bakar nutrisi yang diperkaya
18
dengan asam amino rantai cabang tidak memperbaiki outcome pasien, sintesis protein, maupun fungsi imun, jadi tidak direkomendasikan.1,16 Vitamin dan Mineral Tambahan vitamin dan mineral seperti vitamin A, C, D, zinc, selenium, dan Fe juga dapat membantu penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dan pertumbuhan epitel. Vitamin A juga berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah kerusakan akibat radikal bebaas. Vitamin C berperan sangat penting dalam penyembuhan luka dan dianjurkan pemberian 1000 mg per hari. Pasien dengan luka bakar ditandai dengan adanya hipoalbuminemia, rata â&#x20AC;&#x201C; rata nilanya 1,7 gr/dl dan tidak pernah lebih dari 2,5 gr/dl pada luka bakar yang luas. Fe penting sebagai protein pembawa oksigen dan juga sebagai kofaktor pada berbagai enzim. Zinc dibutuhkan oleh banyak metalloenzyme. Dosis zinc yang dianjurkan 220 mg/hari. Selenium berperan penting dalam fungsi limfosit dan bahkan meningkatkan imunitas sel.15,16
19
Tabel 2. Kebutuhan mikronutrisi
JALUR PEMBERIAN NUTRISI Pemberian nutrisi dapat melalui enteral maupun parenteral. Total nutrisi enteral merupakan cara yang paling baik pada pasien dengan luka bakar luas sedangkan total
20
nutrisi parenteral hanya diberikan bila jalur enteral tidak dapat dilakukan karena total parenteral nutrisi juga berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Pada pasien luka bakar berat dapat terjadi gastroparesis yang juga membatasi nutrisi intragaster, khususnya pada awal periode luka bakar. Pemberian nutrisi postpyloric dapat mengatasi gastroparesis. Obat-obat yang bersifat prokinetik juga dapat membantu.2,12,16 Komposisi nutrisi yang optimal adalah tinggi protein, tinggi karbohidrat, rendah lemak dan serat. Perlu juga penambahan glutamat, vitamin, mineral, dan trace element pada komposisi total enteral nutrisi.
21