CATATAN KINERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) PADA ENAM BULAN PERTAMA TAHUN 2020 (JAN – JUN 2020)
Selama enam bulan pertama 2020, berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparansi Internasional Indonesia (TII), OTT yang dilaksanakan KPK hanya sebanyak 2 (dua) kali, yakni terhadap Bupati Sidoarjo, Saifullah, dan Eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Sepanjang tahun 2020, KPK telah menetapkan 5 (lima) orang tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni Harun Masiku (Mantan Caleg PDI-P), Nurhadi (Mantan Sekretaris MA), Rezky Herbiyono (Swasta, Menantu Nurhadi), Hiendra Soenjoto (Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal), serta Samin Tan (Pemilik PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal). Dari kelima orang tersebut, sampai saat ini baru dua yang berhasil ditangkap. Hal ini menimbulkan kesan bahwa terjadi pembludakan jumlah buronan KPK, namun minim upaya penangkapan.
Dalam pandangan ICW, secara garis besar kinerja KPK tahun ini belum memuaskan. Ada 4 (empat) persoalan mendasar yang menyebabkan kinerja KPK belum optimal, sebagai berikut: Pertama, upaya penindakan yang dilakukan KPK turun drastis dan justru kerap menimbulkan polemik di masyarakat. Kedua, fungsi pencegahan yang dijalankan KPK belum berjalan optimal. Hal ini dapat dilihat dari minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Ketiga, kebijakan internal KPK seringkali hanya didasari atas penilaian yang bersifat subjektif semata. Bahkan, terdapat kecenderungan dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat dilihat dari pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru tentang publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, serta pada beberapa kasus terdapat perlakuan khusus terhadap tersangka. Keempat, fungsi Dewan Pengawas KPK belum berjalan efektif sebagaimana yang diamanatkan dalam UU. No. 19/2019. Sejak Dewan Pengawas KPK dilantik, hampir tidak ada temuan penting terkait potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK.
Citra KPK semakin memburuk tatkala muncul dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK, Firli Bahuri, terkait penggunaan helikopter pada saat berada di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Firli Bahuri dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Dewan Pengawas KPK atas penggunaan fasilitas transportasi mewah berupa helikopter saat hendak berziarah ke makam orang tuanya di Baturaja pada 20 Juni 2020. Hal ini bertentangan dengan kode 1
etik pimpinan dan anggota KPK yang dilarang bergaya hidup mewah dalam menjalankan tugasnya. 
Berbagai kritik dari kelompok masyarakat madani tersebut di atas coba ditampik oleh KPK. Merujuk pada pernyataan Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, sepanjang Semester Pertama 2020, KPK telah mengeluarkan sebanyak 30 Sprindik dengan total 36 tersangka penyidikan dalam kasus. 36 tersangka tersebut terdiri dari OTT pada KPU dan kasus di Sidoarjo, pengembangan suap anggota DPRD Sumatera Utara, anggota DPRD Muara Enim, pengembangan kasus proyek pengadaan jalan di Bengkalis, serta kasus dugaan korupsi di PT. Dirgantara Indonesia. KPK mengklaim bahwa beberapa kasus tersebut masuk kategori kasus kakap dengan potensi penyelamatan uang negara yang cukup besar. Kasus Bengkalis dengan nilai proyek sebesar 2.5 triliun rupiah, potensi kerugian keuangan negara sebesar 475 miliar rupiah. Sedangkan pada kasus PT. Dirgantara Indonesia, kerugian negara sebesar 205,3 miliar rupiah dan 8,65 juta USD.

Masih merujuk pada pernyataan Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, selama Semester I 2020, telah dilakukan penahanan terhadap 27 orang tersangka. Total pemulihan aset di tahun ini dinilai cukup tinggi. KPK telah menyetorkan uang denda dan rampasan sebesar 63,068 miliar rupiah ke kas negara.
Jakarta, 7 Juli 2020
Boy Anugerah, S.IP., M.Si., MPP. Tenaga Ahli A-48 MPR RI
2