“Ekonomi Kreatif di Era Digitalisasi Perekonomian”
Ekonomi kreatif sebagai salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional semakin menunjukkan kontribusinya yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai fakta empirik, pada 2016, kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional adalah sebesar 7,44 persen. Pada 2017, industri ekonomi kreatif menyumbang sebesar kurang lebih 1.000 triliun rupiah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan meningkat sebesar kurang lebih 1.102 triliun rupiah pada 2018.1 Menurut data yang dihimpun oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), ada tiga sektor utama yang berkontribusi penting dalam industri ini, yakni fesyen, kuliner, serta kriya. 2 Istilah ekonomi kreatif mulai dikenal secara global sejak munculnya buku “The Creative Economy: How People Makes Money from Ideas” (2001) oleh John Howkins. Howkins menyadari akan lahirnya gelombang ekonomi baru berbasis kreativitas setelah melihat pada 2017, Amerika Serikat menghasilkan produk-produk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) senilai 414 miliar dolar yang menjadikan HKI ekspor nomor satu di Amerika Serikat. Secara singkat, Howkins mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai kegiatan ekonomi dalam
masyarakat
yang
menghabiskan
sebagian
besar
waktunya
untuk
menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini, menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan.3 Di Indonesia, merujuk pada definisi yang diberikan oleh Bekraf, ekonomi kreatif dan industri kreatif didefinisikan secara berbeda meskipun saling terkait satu sama lain. Dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2009-2015 (2008), disebutkan bahwa ekonomi kreatif adalah era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Sedangkan
“Semakin Diminati, PDB Ekonomi Kreatif Capai Rp. 1.000 Triliun”, diunduh dari http://www.bekraf.go.id/berita/page/8/semakin-diminati-pdb-ekonomi-kreatif-capai-rp1000-triliun, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 12.51 WIB. 2 “Bekraf: Kontribusi Ekonomi Kreatif ke PDB 2018 Lebih Dari Rp. 1.000 Triliun”, diunduh dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/01/170900726/bekraf--kontribusi-ekonomi-kreatif-ke-pdb2018-lebih-dari-rp-1.000-triliun, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 12.55 WIB. 3 “Apa Itu Ekonomi Kreatif”, diunduh dari http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/programs/apa-ituekonomi-kreatif/, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 13.17 WIB. 1
1
industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Mengacu pada konten buku digital berjudul “Pengembangan Industri Kreatif 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan RI, sedikitnya terdapat 14 sektor industri kreatif yang meliputi periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, kuliner, desian, fesyen, film, video dan fotografi, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset dan pengembangan. Melalui industri kreatif ini diharapkan dapat dibuka lapangan kerja baru, ditekannya angka pengangguran, tercipta sebuah masyarakat yang kreatif, kompetisi dunia bisnis yang lebih sehat, serta meningkatnya inovasi di berbagai sektor.4 Mengacu pada apa yang disebutkan dalam latar belakang tersebut, maka dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa ekonomi dan industri kreatif, dua terminologi yang saling terkait satu sama lain, memiliki potensi yang sangat besar dalam menyokong perekonomian nasional, khususnya dalam bentuk PDB. Namun demikian, tidak dimungkiri bahwa usia pengembangan ekonomi dan industri kreatif di Indonesia masih terbilang sangat muda, masih berproses untuk menjadi sebuah cabang industri yang mapan seperti halnya industri pertanian, manufaktur, tekstil dan sebagainya. Dikarenakan berusia muda, industri ini memiliki fragilitas dalam hal eksistensi dan pengembangannya. Fragilitas yang dimaksudkan di sini adalah kendala-kendala yang bersifat teknis operasional, serta yang bersifat kultural dan non-teknis. Kendala tersebut muncul baik pada para pelaku ekonomi kreatif, pegiat dunia industri, pemerintah, maupun masyarakat. Ada banyak sekali ragam kendala yang ditemui, antara lain kurangnya kualitas dan kuantitas SDM kreatif, kurangnya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, infrastruktur teknologi informasi yang belum kompetitif, dukungan pembiayaan yang belum lancar, iklim usaha yang belum mendukung tumbuhnya pelaku usaha kreatif baru, kurangnya apresiasi terhadap karya dan insan kreatif, akses pasar yang belum menggembirakan, hingga masalah
“Ekonomi Kreatif: Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Perkembangannya�, diunduh dari https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/ekonomi-kreatif.html, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 13.44 WIB. 4
2
tidak sinkronnya kebijakan di tingkat pusat dan daerah.5 Dengan merujuk pada ragam permasalahan yang ditemui tersebut, maka penulis berikhtiar untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut, yakni “Bagaimana Mengembangkan Ekonomi Kreatif di Era Digitalisasi Perekonomian?”. Diskursus mengenai ekonomi kreatif tidak terlepas dari daya saing suatu bangsa dan negara. Yakni bagaimana kreativitas yang dimiliki oleh masyarakat sebuah negara, melalui proses pematangan dan improvisasi yang berkelanjutan mampu menaikkan daya saing negara tersebut di panggung global. Oleh sebab itu, terminologi daya saing penting untuk dipahami terlebih dahulu. Daya saing menurut Michael Porter adalah salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya saing diidentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (Porter 1990 dalam Abdullah, 2002).6 Konsepsi daya saing yang dijelaskan Porter di sini memiliki beragam teori dalam tataran praksisnya. Ada teori keunggulan absolut yang diungkapkan oleh Adam Smith, serta ada teori keunggulan komparatif yang dipaparkan oleh David Ricardo dan John Stuart Mill. Teori keunggulan absolut dari Adam Smith menjelaskan bahwa suatu negara akan bertambah kekayaannya jika sejalan dengan peningkatan keterampilan dan efisiensi keterlibatan para tenaga kerja dan penduduk di negara tersebut dalam proses produksi. Sedangkan teori keunggulan komparatif David Ricardo menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut.7 Bagian Pembahasan ini akan mengupas secara terperinci mengenai permasalahanpermasalahan yang muncul di seputar isu ekonomi dan industri kreatif di era
“Inilah Kendala Pengembangan Ekonomi Kreatif”, diunduh dari https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-kendala-pengembangan-ekonomi-kreatif, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 14.00 WIB. 6 “Daya Saing”, diunduh dari http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14919/2/T1_522012023_BAB%20II.pdf, diunduh pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 14.29 WIB. 7 “Teori Perdagangan Internasional II”, diunduh dari http://bbs.binus.ac.id/ibm/2017/06/teoriperdagangan-internasional-ii/, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 14.47 WIB. 5
3
digitalisasi perekonomian, beserta alternatif solusi yang ditawarkan kepada pemangku kepentingan nasional. Alternatif solusi yang ditawarkan akan merujuk pada kondisi faktual serta teori seperti yang dipaparkan pada landasan teoritis, sebagai berikut:
a) Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia Kreatif selaku Pelaku Industri Ekonomi Kreatif; Dalam setiap sebuah proses industrialisasi, apapun ragam dan levelnya, aspek sumber daya manusia merupakan faktor pertama dan utama yang harus dimiliki, disamping modal-modal lainnya. Ini dikarenakan modal-modal lainnya yang sifatnya statis tidak akan mencapai daya guna apabila tidak memiliki sumber daya manusia sebagai eksekutornya. Dalam industri ekonomi kreatif, level urgensi sumber daya manusia menjadi semakin tinggi karena kreativitas bersumber dari daya cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Oleh sebab itu, upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia menjadi sebuah keharusan. Terlebih lagi Indonesia akan menyongsong bonus demografi pada 2025-2030 mendatang. Penduduk usia produktif seyogianya memiliki kreativitas yang tinggi sehingga tidak terjebak pada fenomena pengangguran dan kemiskinan. Upaya untuk merealisasikan visi sumber daya manusia kreatif ini seyogianya diwujudkan melalui jalur formal, yakni pendidikan. Mekanisme pendidikan kreatif tidak hanya diberlakukan di sekolah-sekolah kejuruan saja yang memang dispesialisasikan pada keahlian teknis, tapi mulai dibakukan pada sekolahsekolah umum melalui pemberlakukan kurikulum yang mewadahi kompetensi untuk menjadi manusia kreatif. Visi ini tidak berlebihan apabila mengacu pada besarnya dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN setiap tahunnya sebesar 20% atau kurang lebih 200 triliun rupiah.
b) Link and Match antara Pelaku Ekonomi Kreatif dan Dunia Industri; Seperti yang diutarakan pada latar belakang bahwa eksistensi ekonomi kreatif tidak hanya ditujukan bagi kepentingan para pelaku ekonomi kreatif saja, yakni pendapatan dan kesejahteraan mereka secara parsial, tapi pada sekup yang lebih besar, mampu berkontribusi secara positif kepada perekonomian nasional. Untuk merealisasikan hal tersebut, dibutuhkan konektivitas antara pelaku ekonomi
4
kreatif dengan dunia industri agar memiliki signifikansi dalam bentuk sumbangsih pada pendapatan nasional (PDB). Jamak dalam dunia industri bahwa sebuah implementasi kegiatan ekonomi, dibutuhkan kesesuaian dengan selera pasar para pelaku industri. Secara singkat hal ini dapat dideskripsikan melalui peristilahan supply and demand, atau dalam bahasa umum “ada barang, ada uang�. Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah sudah membentuk sebuah badan selaku pemangku kepentingan yang tidak hanya mewadahi dan membina para pelaku ekonomi kreatif saja, tapi juga menjembatani link and match antara kedua pihak tersebut, yakni Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Tentu saja ini tidak menjadi beban dan tanggung jawab Bekraf saja. Instansi lainnya yang terkait seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta BKPM selaiknya menyingsingkan lengan baju agar sektor industri yang masih muda ini bisa bergerak dan melesat cepat dalam mendukung pembangunan nasional.
c) Dukungan Pendanaan dan Optimalisasi Investasi di Sektor Industri Kreatif; Pendanaan menjadi kata kunci lainnya bagi pengembangan industri ekonomi kreatif di Indonesia. Menjadi kata kunci karena banyak industri ekonomi kreatif bergerak stagnan bahkan mati sebelum berkembang karena terbentur dana operasional yang tidak sedikit, padahal bidang yang mereka jalankan memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk mewujudkan visi ini, hal pertama yang dibutuhkan adalah pemetaan sebaran industri ekonomi kreatif di Indonesia, lengkap dengan analisis klasifikasi berdasarkan sektor usahanya, skala bisnisnya, besar omsetnya, sumber pendanaan, prospek bisnis dalam jangka panjang, serta kontribusi masingmasing terhadap pemerintah daerah. Hal ini bisa dilakukan oleh BPS, maupun Bekraf. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dipetakan pelaku ekonomi kreatif mana saja yang membutuhkan dukungan dana untuk riset dan pengembangan ke depan. Kontribusi dari Kementerian Koperasi dan UMKM juga dituntut mengacu pada banyaknya ekspekstasi publik akan dukungan dana dari negara untuk menginisiasi sebuah usaha ekonomi kreatif baru. Selain itu, agar boosting pendanaan di sektor ekonomi kreatif semakin kuat, upaya untuk menarik kerja sama pemerintah dan swasta, serta adanya investasi asing yang masuk juga terus 5
digalakkan. Di sinilah peran serta lintas lembaga negara dibutuhkan bagi tujuan yang lebih besar, yakni kuatnya perekonomian dan ketahanan ekonomi nasional.
Simpulan Industri ekonomi kreatif merupakan sebuah industri ekonomi yang masih muda sehingga
memiliki
kerentanan
yang
tinggi
dalam
hal
eksistensi
dan
pengembangannya. Untuk itu, diperlukan beragam langkah strategis dan konkrit untuk memecahkan beragam kerentanan tersebut, agar jangan sampai potensi besar yang dimiliki oleh industri ini berhenti di tempat atau mengalami penurunan kontribusi. Adapun upaya konkrit yang disodorkan penulis secara garis besar ada tiga, yakni peningkatan mutu dan jumlah SDM, konektivitas dengan dunia industri, serta penguatan di sektor pendanaan dan investasi.
Daftar Pustaka: “Semakin Diminati, PDB Ekonomi Kreatif Capai Rp. 1.000 Triliun”, diunduh dari http://www.bekraf.go.id/berita/page/8/semakin-diminati-pdb-ekonomi-kreatif-capairp1000-triliun “Bekraf: Kontribusi Ekonomi Kreatif ke PDB 2018 Lebih Dari Rp. 1.000 Triliun”, diunduh dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/01/170900726/bekraf-kontribusi-ekonomi-kreatif-ke-pdb-2018-lebih-dari-rp-1.000-triliun “Apa Itu Ekonomi Kreatif”, diunduh dari http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/programs/apa-itu-ekonomi-kreatif/ “Ekonomi Kreatif: Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Perkembangannya”, diunduh dari https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/ekonomi-kreatif.html, pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 13.44 WIB “Inilah Kendala Pengembangan Ekonomi Kreatif”, diunduh dari https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-kendala-pengembangan-ekonomi-kreatif “Daya Saing”, diunduh dari http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14919/2/T1_522012023_BAB%20II. pdf “Teori Perdagangan Internasional II”, diunduh dari http://bbs.binus.ac.id/ibm/2017/06/teori-perdagangan-internasional-ii/
6