KEAMANAN MARITIM INDONESIA: TINJAUAN PRAKTIS DAN TEORETIS
Oleh: Boy Anugerah, S.I.P., M.Si., M.P.P. (C) sebagai bahan masukan kepada Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. Jazilul Fawaid, S.Q., M.A.
DEFINISI KEAMANAN MARITIM
Christian Bueger menyatakan bahwa Keamanan Maritim sedikitnya mengandung empat konsep keamanan, yakni kekuatan laut atau kekuatan angkatan laut (sea power), keselamatan laut (marine safety), ekonomi laut dalam (blue economy), serta keamanan manusia (human security).
Secara garis besar terdapat empat bidang keamanan maritim, yakni: (1) bidang keamanan maritim yang terkait dengan kedaulatan negara (domain militer), (2) bidang keamanan maritim yang menyangkut penegakan hukum di laut (domain para penegak hukum multisektor), (3) bidang keamanan maritim yang menyangkut keselamatan pelayaran (domain badan pemerintah yang mengawasi transportasi dan pelayaran laut), serta (4) bidang keamanan maritim yang menyangkut penjagaan dan kelestarian lingkungan laut (domain instansi pemerintah yang mengampu tugas khusus).
DEFINISI KEKUATAN MARITIM Kekuatan Laut (Sea Power) tidak hanya terbatas pada kekuatan angkatan laut (Naval Power) saja, tapi juga seluruh komponen kekuatan maritim nasional yang memiliki arti lebih luas, yakni terkait dengan: 1. Kontrol terhadap perdagangan dan perekonomian internasional melalui laut. 2. Penggunaan dan kontrol terhadap sumber daya laut. 3. Penggunaan kekuatan angkatan laut dan perekonomian maritim sebagai instrumen diplomasi, penangkalan dan pengaruh politik pada masa damai, serta pengoperasian angkatan laut pada masa perang.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara barkarakteristik maritim, kekuatan laut merupakan hal yang sangat penting sebagai modal dalam membangun dan mendayagunakan kekuatan maritim nasional. Indonesia sendiri memfokuskan pembangunan kekuatan maritim pada tiga hal, yakni: 1. Sumber daya manusia. 2. Sumber daya alam. 3. Kebijakan publik.
TEORI KEAMANAN MARITIM
Alfred Tayer Mahan dikenal sebagai pakar maritim berpengaruh di Amerika Serikat pada paruh terakhir abad ke-19. Dalam bukunya yang berjudul The Influence of Sea Power Upon History ia menjelaskan secara komprehensif mengenai hal-hal yang diperlukan oleh sebuah negara untuk menjadi kekuatan maritim dunia. Teori-teori yang dipaparkan Mahan lebih lanjut menjadi dasar strategi maritim negaranegara besar untuk mencapai bentuk sebagai negara maritim yang ideal.
Dalam karyanya Mahan menjelaskan bahwa untuk membentuk dan mengembangkan kekuatan laut, sedikitnya terdapat enam karakter yang harus dimiliki oleh sebuah negara. Enam karakter tersebut antara lain: (1) kedudukan geografis, (2) bangun muka bumi yang meliputi bentuk tanah dan pantai, (3) luas wilayah, (4) jumlah penduduk yang turun ke laut, (5) karakter nasional (penduduk), serta (6) karakter pemerintah, termasuk lembaga-lembaga nasional.
DASAR HUKUM KEAMANAN MARITIM DI INDONESIA UU No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan the United Nations Convention of the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Terkecil. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
LANSKAP MARITIM INDONESIA
Data Rujukan Kelautan Nasional yang diluncurkan pada tanggal 10 April 2018 oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai fasilitator, menginformasikan data sebagai berikut:
Luas wilayah kelautan, terdiri dari perairan pedalaman dan perairan kepulauan seluas 3.110.000 km2, serta laut teritorial seluas 290.000 km2. Luas wilayah berdaulat, terdiri dari zona tambahan seluas 270.000 km2, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3.000.000 km2, serta landas kontinen seluas 2.800.000 km2. Luas perairan Indonesia seluas 6.400.000 km2. Luas daratan Indonesia seluas 1.900.000 km2. Luas NKRI (darat dan perairan) seluas 8.300.000 km2. Panjang garis pantai sepanjang 108.000 km dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 17.504 pulau. Meskipun atribut geografis sebagai negara maritim tersebut memberikan keuntungan potensial bagi Indonesia, namun terdapat potensi ancaman dari maraknya kejahatan transnasional di lautan.
PETA AGHT KEAMANAN MARITIM INDONESIA (1/3) Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP RI), kejahatan illegal fishing yang terjadi pada awal sampai dengan pertengahan tahun 2019 berjumlah sekitar 38 kasus. KKP berhasil menangkap 38 kapal ikan ilegal, dengan rincian 15 kapal ikan asing (KIA) Vietnam, 13 KIA Malaysia, dan 10 KIA Indonesia. Jumlah tersebut menambah total tangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh KKP sepanjang 2014-2019 dengan jumlah 582 kapal. Lain halnya dengan penyelundupan narkoba, menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, jalur laut adalah jalur paling rawan penyelundupan narkoba. Hal tersebut didukung oleh data yang mengungkapkan bahwa 90% dari total kasus terjadi melalui jalur tersebut. Kasus yang terjadi pada akhir tahun 2019, pihak terkait yaitu Polri, BNN dan Bea Cukai, menggagalkan penyelundupan narkoba dengan modus penjemputan dari kapal ke kapal (ship to ship) yang dibawa masuk dari Malaysia menggunakan sampan motor menuju Sumatera Utara dengan barang bukti sabu-sabu seberat 37 Kg.
PETA AGHT KEAMANAN MARITIM INDONESIA (2/3) Terkait dengan perompakan di laut, penelitian dan hasil riset oleh peneliti luar negeri pada tahun 2008 mengemukakan bahwa perairan di sekitar kepulauan Indonesia memiliki peringkat di antara yang paling rentan bajak laut di dunia. Sedangkan data yang dikeluarkan oleh International Maritime Bureau (IMB) dilaporkan bahwa kasus pembajakan dan perompakan bersenjata terhadap kapal dari tahun 2015 sampai dengan kuartal pertama 2019 khususnya di wilayah Asia Tenggara dengan keterangan sebagai berikut: Negara/Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
Indonesia
21
4
7
9
3
Selat Malaka
1
-
-
-
-
Malaysia
3
-
1
1
-
Filipina
2
2
9
2
1
Singapura
2
-
-
-
-
Thailand
1
-
-
-
-
PETA AGHT KEAMANAN MARITIM INDONESIA (3/3)
TNI Angkatan Laut sebagai salah satu institusi yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di laut, pada kurun waktu dua tahun terakhir ini, dalam penindakannya juga telah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp.1.780.817.672.515,- pada Tahun 2018, dan Rp.2.891.280.133.275,- pada Tahun 2019.
Rekap data pelanggaran wilayah laut pada Tahun 2018, pelanggaran Kapal terjadi 15 kasus oleh negara sebagai berikut: Malaysia (3), Vietnam (5), Singapura (2), Tiongkok (3) dan Kanada (2), adapun pelanggaran Pesawat Udara/Heli, 3 kasus oleh negara : Tiongkok (2) dan Kanada (1). Sedangkan pada tahun 2019, pelanggaran kapal terjadi 21 kasus yang dilakukan oleh kapal-kapal dari negara : Malaysia (4), Vietrnam (9), Amerika (1), Singapura (4) dan Tingkok (3), sedangkan pelanggaran Pesawat Udara/Heli, terjadi 108 kasus oleh negara : Amerika (4), Singapura (96), Tiongkok (2), Australia (2), Cayman Island (1), Kanada (1), Filipina (1) dan Maldives (1).
GARIS BESAR AGHT KEAMANAN MARITIM Lemahnya komitmen nasional sebagai bangsa maritim disebabkan oleh belum komprehensifnya pemahaman komponen bangsa mengenai konsep negara maritim dan negara berkekuatan maritim, serta kebijakan nasional di bidang maritim yang belum dijabarkan secara menyeluruh ke segenap lapisan masyarakat. Belum optimalnya kapasitas pengamanan maritim yang tercermin dari: 1. Lemahnya pembangunan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), penguatan kapasitas SDM, serta pembangunan infrastruktur berbasis maritim. 2. Belum dijadikannya pulau terdepan, terluar, terpencil sebagai benteng terdepan dalam pengamanan maritim. 3. Belum adanya sinergi para pemangku kepentingan nasional di bidang keamanan maritim.
STRATEGI PENGUATAN KEAMANAN MARITIM (1/2)
Agar komitmen nasional sebagai negara maritim menjadi solid dan terintegrasi ke seluruh komponen bangsa, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:
ď ą Kebijakan nasional di bidang maritim (global maritime fulcrum) dijabarkan secara menyeluruh ke segenap lapisan masyarakat; ď ą Pemahaman yang komprehensif mengenai konsep negara maritim dan kekuatan maritim (maritime power) dijadikan sebagai pedoman didalam memproduksi kebijakan teknis pengelolaan penduduk, sumber daya alam, dan geografis; ď ą Konsep negara maritim dan kekuatan maritim diintegrasikan ke dalam kebijakan pemerintah dalam mengelola gatra kehidupan nasional, baik ideologi (Wasantara dan Tannas), politik (kebijakan luar negeri berbasis maritim), ekonomi (pembangunan kekuatan maritim terpadu), sosial budaya (pemberdayaan rakyat sebagai elemen kekuatan maritim), serta pertahanan dan keamanan (TNI yang tangguh).
STRATEGI PENGUATAN KEAMANAN MARITIM (2/2)
Agar kemampuan pengamanan wilayah maritim yang sudah ada saat ini semakin optimal, maka diambil langkahlangkah sebagai berikut: ď ą Pembangunan kekuatan maritim (maritime power) modern yang dilaksanakan secara komprehensif, adaptif, dan berkelanjutan seperti: implementasi doktrin pertahanan negara, pengadaan dan modernisasi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), penguatan kapasitas sumber daya manusia (militer dan non-militer), pembangunan pelabuhan laut, pembuatan pasar bagi pemasaran dan penjualan produk-produk kelautan dan perikanan, penguatan kapasitas industri strategis di bidang maritim, peningkatan kualitas teknologi di bidang maritim, serta kerja sama regional dan global dalam menghadapi AGHT di bidang maritim.
ď ą Menjadikan pulau-pulau terdepan, terluar, dan terpencil sebagai keuntungan geografis dengan memanfaatkannya sebagai benteng terdepan di dalam konsep pengamanan wilayah maritim. ď ą Meningkatkan sinergi dan kolaborasi yang sistematis dan terstruktur di dalam penyelenggaraan keamanan maritim antar institusi terkait meliputi TNI, Polri, K/L terkait, BUMN/BUMD strategis, pemerintah daerah, swasta, serta penguatan partisipasi masyarakat.
POROS MARITIM DUNIA: STRATEGI BESAR Gagasan poros maritim dunia pertama kali diperkenalkan dalam kampanye Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014. Substansi penting dalam gagasan ini adalah mengajak segenap komponen bangsa untuk mengenali kembali jati dirinya sebagai bangsa bahari (bangsa maritim). Selain itu, ide ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia memahami bahwa eksistensi lautan bukan berlaku sebagai pemisah, melainkan pemersatu pulau-pulau besar dan kecil yang terdapat di wilayah nusantara, seperti halnya yang termaktub dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
Kebijakan poros maritim dunia muncul dengan berpijak pada dua asumsi dasar. ď ą Pertama, bahwa politik luar negeri harus sesuai dan relevan dengan karakter suatu negara secara geografis, atau sesuai dengan latar belakang historis serta didukung oleh paradigma geopolitik dan geostrategisnya. Dalam konteks ini, kebijakan poros maritim dunia memiliki keterkaitan sejarah dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, konsep Wawasan Nusantara, serta UNCLOS 1982 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Penetapan kebijakan poros maritim dunia juga menjadi pengingat segenap komponen bangsa bahwa selama ini Indonesia telah terlalu lama menegasikan matra laut sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian. ď ą Kedua, penetapan kebijakan poros maritim dunia harus dapat menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara dalam merespons pergeseran sistem internasional dan kekuatan global. Kebijakan ini lebih lanjut diintroduksi oleh Presiden Joko Widodo ke dunia internasional pada Indonesia Summit di Beijing dan Pelabuhan Nanjing, 8-12 November 2014, serta KTT ASEAN di Naypyidaw, Myanmar, pada 13 November 2014.
IMPLEMENTASI POROS MARITIM DUNIA Pada tataran lebih lanjut, kebijakan poros maritim dunia menjadi panduan bagi Indonesia untuk terlibat pada aliansi yang lebih besar yakni forum Indo-Pasifik (Indo-Pacific Power) yang sangat bernilai esensial bagi Indonesia dan negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan poros maritim dunia ini secara konsisten digaungkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam setiap kunjungan ke mancanegara dengan memanfaatkan berbagai forum internasional. Kebijakan ini menuai respons positif dari negara-negara lain seperti Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Australia, serta negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris. Respons positif ini tidak hanya dalam wujud apresiasi, melainkan potensi kerja sama yang besar. Pemerintah Tiongkok misalnya, langsung menyatakan komitmennya untuk berinvestasi sebesar 2 miliar dolar AS. Dua BUMN Tiongkok telah menandatangani nota kesepahaman dengan BUMN Indonesia sebagai hasil nyata kunjungan Presiden Joko Widodo ke Tiongkok pada 26-27 Maret 2015. Selain Tiongkok, negara lainnya yang menujukkan animo untuk berinvestasi di Indonesia adalah Korea Selatan dan Australia dengan nilai investasi mencapai 9,34 miliar dolar AS. Tercatat 8 investor yang berminat menanamkan modal untuk proyek-proyek galangan kapal.