Pemillu dan Sirkulasi Kepemimpinan Oleh: Dr. H. Jazilul Fawaid, S.Q., M.A., Wakil Ketua MPR RI Periode 2019-2024 Pilpres 2024 masih akan berlangsung tiga tahun lagi. Namun demikian, partai-partai politik sudah melakukan persiapan dari sekarang. Ada yang menyebutnya sebagai pemanasan politik, ada juga yang menyebutnya senam politik, dan masih banyak lagi. Banyak nama yang diprediksi akan bertarung dalam Pilpres 2024, utamanya didominasi oleh kader-kader terbaik dari partai politik. Pilpres 2024 sendiri diprediksi akan menjadi pesta demokrasi yang akan berlangsung menarik dan sangat kompetitif mengingat hajatan ini tidak diikuti oleh petahana (incumbent) sehingga kompetisi dijamin akan lebih cair dan terbuka, serta kuat dorongan dari masyarakat agar kompetisi melibatkan lebih dari dua pasang calon. Ketiadaan petahana dalam Pilpres 2024 merupakan konsekuensi logis dari amanat konstitusi bahwa seorang presiden hanya boleh menjabat selama dua periode saja. Hal ini juga merupakan mandat reformasi agar ada pembatasan masa jabatan presiden. Sedangkan dorongan masyarakat agar Pilpres 2024 diiikuti oleh lebih dari dua pasang calon merupakan wujud refleksi dan pembelajaran dari Pilpres sebelumnya, yakni 2014 dan 2019, bahwa kandidasi yang bersifat vis a vis dua pasang calon saja dapat menimbulkan polarisasi yang tajam di masyarakat. Polarisasi tersebut juga menimbulkan dampak turunan (derivative effects) seperti maraknya black campaign, hoaks, ujaran kebencian, hingga segregasi nasional. Fungsi politik 2024 sejatinya tidak melulu mengenai Pilpres saja, tapi juga Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada). Partai politik sebagai pilar demokrasi dituntut untuk mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik agar ketiga jenis Pemilu tersebut dapat menjadi sarana untuk mengelevasi (elevate) kualitas demokrasi di Indonesia. Fungsi-fungsi seperti rekrutmen politik, pendidikan politik, dan kaderisasi politik harus diperkuat agar partai politik mampu menyodorkan calon terbaik untuk berkontestasi. Frasa “terbaik” di sini tidak hanya merujuk pada loyalitas kepada partai politik saja, tapi juga kompetensi, integritas, dan komitmen untuk berkontribusi secara nyata bagi kemajuan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya penguatan nilai dan praktik demokrasi. Untuk memenangkan kontestasi, ada banyak pilihan strategi dan taktik yang ditempuh oleh partai politik seperti penyerapan aspirasi dari internal partai dan rakyat mengenai nama kader yang potensial dinominasikan untuk maju, melakukan survei elektabilitas terhadap posisi partai politik dan kader yang dinominasikan, hingga melakukan penjajakan dan komunikasi politik dengan kekuatan politik lainnya, khususnya partai politik lainnya yang memiliki kursi di parlemen. Terkait komunikasi politik, hal ini lumrah dilakukan mengingat persyaratan untuk menominasikan Capres dan Cawapres adalah memenuhi ambang batas 20 persen kursi di parlemen dan 25 persen suara sah nasional atau lazim dikenal sebagai presidential threshold. Demokrasi dan sirkulasi kepemimpinan Terlepas dari segala persiapan yang dilakukan oleh partai politik menjelang Pemilu 2024, penting untuk memaknai kembali Pemilu sebagai salah satu instrumen demokrasi. Meskipun bukan satu-satunya instrumen demokrasi, namun peran