“PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTAHANAN”
Kebijakan dan strategi di bidang pertahanan ditujukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah NKRI, serta menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman yang bersifat militer dan non-militer. Dalam jangka panjang, agenda kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertahanan negara diwujudkan melalui perawatan dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), pengembangan serta penggantian alutsista agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, peningkatan kesejahteraan prajurit, pengembangan secara bertahap dukungan pertahanan, serta peningkatan peran industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI.1 Secara umum, kunci utama dalam menyelenggarakan kebijakan pertahanan negara adalah dengan mewujudkan kemandirian nasional. Indonesia bisa belajar dari praktik-praktik terbaik (best practices) di berbagai negara. Jepang misalnya, secara mandiri memiliki industri-industri strategis yang menopang bidang perekonomian dan pertahanan seperti Toyota, Mitsubishi, Honda, dan Kawasaki. Demikian pula halnya dengan Korea yang memiliki Samsung, Hyundai, dan Kia, serta negara adidaya Amerika Serikat yang mempunyai General Electrics (GE) dan Lockheed Martin Walmart.2 Indonesia juga memiliki industri-industri strategis dalam mendukung objektif pemerintah di bidang pertahanan seperti PT. Pindad (Persero), PT. PAL Indonesia (Persero), PT. Inka, PT. Krakatau Steel (Persero), PT. Dahana (Persero), PT. LEN Industri (Persero), PT. Industri Nuklir Indonesia/Inuki, serta PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Yang cukup membanggakan adalah produk-produk yang diproduksi oleh industri-industri strategis tersebut tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, tapi juga sudah merambah pasar Afrika, Amerika, Asia Tenggara, serta Timur Tengah.3 Namun demikian, meskipun Indonesia memiliki banyak industri strategis di dalam negeri, tidak serta-merta menjadikan Indonesia berada dalam kondisi aman. Saat “Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara”, diunduh dari https://www.bappenas.go.id/files/1113/5184/9209/bab-7__20091007161707__8.pdf, pada tanggal 9 Juli 2019, pukul 22.36 WIB. 2 Kerangka Acuan Diskusi Kelompok (DK) untuk Peserta Bidang Studi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) PPRA LIX Lemhannas RI T.A. 2019. Halaman 1. 3 “Industri Strategis Berorientasi Ekspor”, diunduh dari https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalamangka/ekonomi/industri-strategis-berorientasi-ekspor, pada tanggal 9 Juli 2019, pukul 22.53 WIB. 1
1
ini ancaman datang silih berganti, baik dari dalam, maupun dari luar yang dapat merongrong keutuhan NKRI. Kemajuan teknologi yang begitu pesat juga bermetamorfosis menjadi ancaman tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kejahatan dan ancaman di bidang siber, seperti kejahatan terorisme dan radikalisme yang menggunakan internet untuk rekrutmen anggota dan pencarian sumber pendanaan kegiatan. Pertama, karakteristik kejahatan berkembang menjadi semakin canggih dan bersifat lintas batas negara. Kedua, kemajuan teknologi mensyaratkan bahwa setiap negara bangsa harus secara berkesinambungan melakukan pemutakhiran terhadap teknologi pertahanan yang dimiliki. Rendahnya kapasitas bidang pertahanan sebuah negara dalam mengakomodasi dan mengadaptasi perubahan dan kemajuan teknologi akan berdampak negatif terhadap stabilitas dan keamanan negara itu sendiri. Di sinilah urgensi untuk mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang pertahanan. Seperti yang dijelaskan pada latar belakang bahwa okupasi industri strategis di bidang pertahanan, tidak serta-merta menjadikan Indonesia berada pada titik stabil dari ancaman dan gangguan pihak lain. Asumsi bahwa produk-produk industri strategis tersebut dapat memenuhi kebutuhan pertahanan domestik Indonesia juga tidak sepenuhnya benar. Hal ini terjadi karena dua hal, pertama, Indonesia masih gemar melakukan impor alutsista dari negara lain sehingga produk-produk industri strategis domestik kurang terserap dengan baik. Kedua, kurangnya anggaran pemerintah untuk meningkatkan kualitas produk khususnya terkait dengan pengembangan teknologi pertahanan. Kondisi kedua ini tak seharusnya terjadi apabila pemerintah tidak menempuh kebijakan impor, sehingga dananya bisa dipakai untuk pengembangan produk-produk industri strategis domestik. Selain kebijakan salah arah tersebut, terdapat juga permasalahan lain yang membelenggu pengembangan teknologi dan produk pertahanan Indonesia, antara lain minimnya riset-riset dan pengembangan di bidang teknologi pertahanan, kurang sinkronnya arah kebijakan lembaga penelitian dengan industri pertahanan, serta kurangnya sumber daya manusia terdidik dan terampil, baik
2
sebagai pemikir maupun pelaksana teknisnya.4 Sehingga dengan demikian yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan ilmiah kali ini adalah “Bagaimana mengembangkan teknologi pertahanan di Indonesia?”. Konsepsi dasar yang dianut oleh Indonesia dalam menyelenggarakan kebijakan pertahanan negara adalah sistem pertahanan rakyat semesta atau disingkat dengan sebutan Sishanrata. Sishanrata sendiri didefinisikan sebagai konsep yang ditetapkan bangsa Indonesia sebagai cara menghadapi dan mengatasi serangan dan gangguan yang dilakukan negara-bangsa lain terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.5 Ada fakta menarik yang menunjukkan betapa adiluhungnya konsepsi Sishanrata ini. Tidak dimungkiri bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertahanan telah menghasilkan banyak senjata dan peralatan tempur yang canggih seperti Weapon Mass Destruction (WMD), baik dengan menggunakan bahan kimia, biologi, maupun nuklir. Namun demikian, keunggulan di bidang persenjataan tersebut tidak secara otomatis bisa menaklukkan bangsa dan negara lain. Indonesia misalnya pada zaman revolusi fisik yang hanya menggunakan
bambu
runcing dan
strategi
gerilya
dalam
menghadapi
persenjataan canggih Jepang dan Belanda. Pembelajaran dari fakta tersebut adalah bahwa unsur yang memungkinkan netralisasi keunggulan teknologi, khususnya senjata, adalah peran rakyat yang bersama kekuatan militer melakukan berbagai usaha untuk membuat bangsa penyerang terpukul dan menghindari atau mengatasi dampak dari keunggulan teknologi penyerang. Poin penting yang hendak penulis garisbawahi dari penggunaan teori Sishanrata ini ada dua, pertama; rakyat adalah kunci utama dalam sistem pertahanan, kedua; meskipun demikian, pengembangan teknologi adalah sebuah keharusan yang harus dilakukan secara kontinyu mengikuti kemajuan zaman dan dinamika ancaman yang ada. Bagian
Pembahasan
ini
permasalahan-permasalahan
akan
mengupas
yang
muncul
secara di
terperinci
seputar
mengenai
upaya
untuk
mengembangkan teknologi pertahanan di Indonesia. Alternatif solusi yang “TNI Ungkap Kendala Mewujudkan Kemandirian Industri Pertahanan”, diunduh dari https://news.okezone.com/read/2016/02/11/337/1309877/tni-ungkap-kendala-mewujudkankemandirian-industri-pertahanan, pada tanggal 9 Juli 2019, pukul 23.23 WIB. 5 “Sistem Pertahanan Rakyat Semesta”, diunduh dari https://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1634, pada tanggal 9 Juli 2019, pukul 23.37 WIB. 4
3
ditawarkan akan merujuk pada kondisi faktual serta teori seperti yang dipaparkan pada landasan teoritis, sebagai berikut:
a) Penguatan Sektor Pendanaan Terhadap Industri Strategis di Indonesia Kita masih memiliki memori kolektif yang baik bagaimana krisis moneter dan finansial pada 1998 meluluhlantakkan industri strategis di Indonesia. Beberapa industri strategis yang limbung pasca dihantam krisis di antaranya yakni PT. Dirgantara Indonesia (Pesero), PT. Pindad (Persero), serta PT. PAL (Persero). Dewasa ini, industri-industri strategis tersebut masih eksis dan tetap mampu menjalankan fungsinya dalam memproduksi kebutuhan strategis di bidang industri pertahanan seperti pesawat terbang, helikopter, serta kapal laut. Hanya saja objektivitas dalam memenuhi sisi kualitas dan kuantitas bisa dikatakan belum dicapai secara optimal. Kendala-kendala tersebut muncul karena lemahnya sisi pendanaan. Ada banyak pernak-pernik masalah terkait sisi finansial ini. Jika dilihat secara makro, pengelolaan industri strategis di Indonesia masih belum memuaskan. Industri-industri tersebut mengalami kekurangan modal, ditinggalkan oleh para ahli dan teknisinya, serta masih minimnya pesanan yang sesuai dengan �core business� mereka. Untuk menyikapi kondisi ini, upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan penguatan di sektor finansial atau pendanaan adalah melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).6 Skema lainnya yang bisa ditempuh dan bersifat jangka panjang antara lain menaikkan pagu anggaran untuk kementerian terkait seperti Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Pertahanan. Skema lainnya adalah dengan mengundang sektor swasta nasional untuk berpartisipasi membangunan pertahanan negara. Swasta nasional di sini diharapkan memainkan peran yang lebih vital ketimbangan menempuh opsi impor atau mengundang swasta asing dengan dalih alih teknologi dan lainlain.
“Problematika Industri Pertahanan Indonesia�, diunduh dari http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/keamanan/475-problematika-industri-pertahanan-indonesia.html, pada tanggal 9 Juli 2019, pukul 23.54 WIB. 6
4
b) Optimalisasi Sumber Daya Nasional Dalam Mendukung Pengadaan Teknologi Pertahanan Tidak dimungkiri bahwa industri pertahanan tanah air saat ini masih tergantung pada produk luar negeri. Hanya sebagian kecil saja produk-produk yang dapat diproduksi di dalam negeri. Setidaknya inilah fakta empirik yang ditemukan oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada 2018 yang lalu. Dengan kata lain, industri pertahanan nasional masih jauh dari cita-cita akan terwujudnya kemandirian nasional dalam bidang pertahanan. Kemandirian yang dimaksudkan di sini mencakup tiga hal utama, yakni pemeliharaan alutsista, pengaruh Indonesia dalam industri global, serta kemandirian mutlak berupa kapasitas sendiri dalam memproduksi semua komponen alutsista. Dalam aspek pemeliharaan misalnya, masih ada komponen alutsista yang pemenuhannya melalui skema impor.7 Menyikapi permasalahan tersebut, solusi yang bisa ditempuh secara garis besar adalah melalui pendayagunaan sumber daya nasional secara maksimal. Indonesia memiliki bahan baku yang melimpah. Bahan baku inilah yang harus diolah dengan penguasaan teknologi agar kebutuhan alutsista komponen per komponen dapat dipenuhi secara mandiri. Terkait masalah finansial, solusi merujuk pada poin a yang telah disampaikan.
c) Dukungan Penuh Terhadap Lembaga Penelitian Dalam Mendukung Kebutuhan Industri Strategis Pertahanan Indonesia Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam mendukung sektor pertahanan tanah air merupakan bidang cakup dari lembaga penelitian. Oleh sebab itu, secara rasional, agar lack dalam penguasaan IPTEK tersebut bisa dihilangkan, maka dukungan penuh terhadap lembaga penelitian harus diberikan. Dukungan penuh di sini bersifat multidimensional, seperti dukungan pendanaan atau finansial, sinkronisasi dengan peta jalan, visi, serta objektif yang disasar oleh industri-industri strategis, konektivitas dengan beragam stakeholder, khususnya kementerian atau lembaga negara terkait, serta kaderisasi sumber daya manusia sejak dini “Kemandirian Industri Pertahanan Masih Rendah�, diunduh dari https://www.beritasatu.com/nasional/530100/kemandirian-industri-pertahanan-masih-rendah, pada tanggal 10 Juli 2019, pukul 00.01 WIB. 7
5
dikarenakan kebutuhan akan akademisi dan praktisi di bidang teknologi pertahanan akan semakin meningkat ke depannya.
Teknologi dan pertahanan adalah dua konsepsi yang memiliki keterkaitan erat di era globalisasi yang berlangsung pesat saat ini. Kemajuan di bidang teknologi telah mengkonversi kejahatan level tradisional menjadi kejahatan canggih yang sulit dihentikan. Oleh sebab itu, pertahanan sebagai sektor yang melakukan filterisasi hingga aksi punitf terhadap beragam ancaman tersebut membutuhkan inovasi dan pemutakhiran secara berkala dan responsif. Pengembangan teknologi menjadi kata kuncinya. Studi yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa sedikitnya ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mencapainya, yakni penguatan sektor pendanaan, optimalisasi sumber daya nasional, serta dukungan penuh lembaga penelitian di bidang pertahanan.
Daftar Pustaka: “Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara”, diunduh dari https://www.bappenas.go.id/files/1113/5184/9209/bab-7__20091007161707__8.pdf Kerangka Acuan Diskusi Kelompok (DK) untuk Peserta Bidang Studi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) PPRA LIX Lemhannas RI T.A. 2019. “Industri Strategis Berorientasi Ekspor”, diunduh dari https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/industri-strategisberorientasi-ekspor “TNI Ungkap Kendala Mewujudkan Kemandirian Industri Pertahanan”, diunduh dari https://news.okezone.com/read/2016/02/11/337/1309877/tni-ungkap-kendalamewujudkan-kemandirian-industri-pertahanan “Sistem Pertahanan Rakyat Semesta”, diunduh dari https://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1634 “Problematika Industri Pertahanan Indonesia”, diunduh dari http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/keamanan/475-problematika-industripertahanan-indonesia.html “Kemandirian Industri Pertahanan Masih Rendah”, diunduh dari https://www.beritasatu.com/nasional/530100/kemandirian-industri-pertahananmasih-rendah
6