“PENINGKATAN KOMPETENSI APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MENYONGSONG ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0.”
Dewasa ini, diskursus mengenai revolusi industri 4.0. begitu mengemuka di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari level nasional hingga global. Diskursus tersebut menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan industri, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, hingga aspek hukum. Dalam bukunya yang berjudul The Industrial Revolution (2017), Prof. Klaus Martin Schwab, pencetus istilah revolusi industri 4.0., menyatakan bahwa saat ini manusia berada pada awal sebuah revolusi yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain.1 Secara spesifik, revolusi industri 4.0. dicirikan melalui penerapan konsep otomatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya. Otomatisasi ini menjadi sebuah alat bantu yang vital bagi para pelaku industri demi mencapai efisiensi waktu, tenaga kerja, serta biaya. Dinamika revolusi industri 4.0. juga menelurkan inovasi baru seperti hadirnya Internet of Things (IoT), big data, percetakan tiga dimensi, kecerdasan buatan, kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, penggunaan robot, serta mesin pintar.2 Indonesia sebagai sebuah negara bangsa yang terus bergerak maju dalam menunjukkan eksistensinya di panggung global sudah tentu merespons kemunculan revolusi ini dengan cermat dan hati-hati. Sejak tahun 2011, revolusi industri 4.0. sudah masuk ke Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, serta sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.3 Revolusi industri 4.0. pada dasarnya memiliki ekuivalensi dengan globalisasi, yang mana pada satu sisi berdampak positif, namun di sisi lain bersifat destruktif. “Bersiaplah Memasuki Revolusi Industri 4.0.”, diunduh dari https://beritagar.id/artikel/editorial/bersiaplah-memasuki-revolusi-industri-40, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.46 WIB. 2 “Mengenal Lebih Jauh Revolusi Industri 4.0.”, diunduh dari http://binus.ac.id/knowledge/2019/05/mengenal-lebih-jauh-revolusi-industri-4-0/, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.52 WIB. 3 “Makin Indonesia 4.0.: Strategi RI Masuki Revolusi Industri Ke-4”, diunduh dari https://manufacturingindonesia.com/making-indonesia-4-0-strategi-ri-masuki-revolusi-industri-ke-4/, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.59 WIB. 1
1
Beberapa dampak negatif yang muncul antara lain perubahan postur kejahatan dari yang sifatnya tradisional menjadi non-tradisional, dari nasional menjadi transnasional, proliferasi nilai-nilai budaya antar negara secara masif tanpa melalui proses filterisasi terlebih dahulu, eliminasi tenaga manusia, hingga munculnya efek dehumanisasi karena terlalu mengultuskan penggunaan tenaga mesin dan kecerdasan buatan dalam mengejar target produktivitas dan efisiensi. Salah satu gatra kehidupan berbangsa dan bernegara yang terimbas dampak negatif dari kehadiran revolusi industri 4.0. adalah gatra hukum. Pertama, kejahatan dan kriminalitas berkembang dalam bentuknya yang paling canggih karena didukung oleh kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Beberapa di antaranya
seperti
tindak
pidana
pencucian
uang,
kejahatan
narkoba,
perdagangan manusia, pembalakan liar, pembajakan di laut, hingga terorisme dan radikalisme. Revolusi industri 4.0. juga merupakan induk dari lahirnya kejahatan digital seperti perjudian dan prostitusi online, serta penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Kedua, berkembangnya ancaman keamanan tersebut secara otomatis menuntut peningkatan (upgrading) keahlian dan kompetensi aparat penegak hukum untuk mengatasinya. Yang terberat adalah adanya kekhawatiran bahwa kemajuan teknologi itu sendiri yang akan mengeliminasi keberadaan aparat penegak hukum karena teknologi mesin tidak hanya dapat mencapai efektivitas dan efisiensi, tapi juga tidak terikat pada relativitas integritas yang menjadi masalah utama aparat penegak hukum dewasa ini. Aspek hukum merupakan aspek vital yang sangat menentukan ketahanan nasional sebuah negara-bangsa. Tanpa hukum yang kuat, maka sulit untuk mewujudkan stabilitas dan keadilan dalam aspek-aspek lainnya, utamanya politik dan ekonomi yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat secara luas. Untuk mewujudkan aspek hukum yang kuat, dibutuhkan penegakan hukum (law enforcement) yang juga kuat, yang mana penegakan hukum tersebut membutuhkan aparat penegak hukum yang handal, baik dalam hal kuantitas maupun kompetensi dan keahlian. Merujuk pada apa yang disebutkan dalam latar belakang, aspek hukum merupakan salah satu aspek yang terimbas dari kemunculan fenomena revolusi industri 4.0. Tanggung jawab aparat penegak hukum di Indonesia seperti polisi, jaksa, hakim, pengacara, serta penegak hukum lainnya di berbagai lembaga 2
negara menjadi semakin berat karena kejahatan berkembang semakin canggih. Hal ini menuntut aparat penegak hukum untuk terus-menerus meningkatkan keahlian dan kompetensinya. Kondisi aparat penegak hukum tanah air saat ini juga tidak bisa dikatakan tangguh apabila merujuk pada jumlah kejahatan yang masih tinggi di masyarakat, termasuk juga integritas yang masih sering diragukan oleh publik. Beberapa permasalahan aparat penegak hukum dalam relevansinya dengan revolusi industri 4.0. di antaranya yakni, masih kentalnya paradigma konvensional di kalangan aparat penegak hukum, minimnya pengetahuan dan dukungan sarana-prasarana berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam proses kerja aparat penegak hukum, rekrutmen aparat penegak hukum yang belum selektif dan berbasis pada tantangan kekinian, serta gatra siber yang belum dikelola secara optimal dalam mewujudkan stabilitas keamanan negara. Dengan demikian yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan ini adalah “Bagaimana meningkatkan kompetensi aparat penegak hukum dalam menyongsong era revolusi industri 4.0.?� Eksistensi aparat penegak hukum tidak terlepas dari tujuan pembentukan hukum itu sendiri di masyarakat. Pada hakikatnya, hukum ditujukan untuk mengatur dan menciptakan ketertiban di masyarakat. Oleh sebab itu, dibentuklah semacam tata nilai dan aturan untuk disepakati dan dijalankan bersama. Hukum ini tertuang dalam berbagai bentuk, baik yang sifatnya tertulis maupun tidak tertulis. Agar hukum efektif dalam merealisasikan objektif yang hendak dicapai, dibutuhkan penegakan hukum (law enforcement). Di sinilah urgensi dan peran penting aparat penegak hukum sebagai media dalam mewujudkan penegakan hukum yang dimaksud. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandanganpandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap-tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya.
3
Jadi, penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsepkonsep tersebut menjadi kenyataan.4 Bagian
Pembahasan
ini
akan
mengupas
secara
terperinci
mengenai
permasalahan-permasalahan yang muncul di seputar isu revolusi industri 4.0. dan dampaknya terhadap aktualisasi dan peran aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum di Indonesia. Alternatif solusi yang ditawarkan akan merujuk pada kondisi faktual serta teori seperti yang dipaparkan pada landasan teoritis, sebagai berikut:
a) Pentingnya Perubahan Paradigma Penegak Hukum Yang Sesuai Dengan Kondisi dan Tantangan Zaman Hukum merupakan sebuah aspek kehidupan dan juga disiplin ilmu yang berkembang sangat cepat dan dinamis. Ibi Societas Ibi Ius, yakni hukum bergerak sesuai dengan gerak dan perkembangan masyarakat. Oleh sebab itu, fenomena berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang begitu masif dan canggih dewasa ini sudah seyogianya direspons dengan formulasi hukum yang juga sesuai dengan tantangan yang ada, termasuk dalam hal penegakannya serta aparat hukum yang melakukan proses penegakan hukum tersebut. Kendala dalam penegakan hukum saat ini apabila dihubungkan dengan revolusi industri 4.0. adalah masih kentalnya persepsi, paradigma, atau cara pandang yang konvensional di kalangan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas sehari-hari. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik birokrasi di Indonesia sendiri yang masih belum mengakomodasi tantangan revolusi industri 4.0. sepenuhnya. Sebagai contoh, pelaksanaan administrasi di kantor yang masih bertumpu pada penggunaan kertas, padahal dewasa ini semua hal sudah mengalami digitalisasi. Yang paling tidak efisien adalah upaya menemukan hukum atau melakukan studi perbandingan hukum ke luar negeri yang memakan waktu dan biaya, padahal dalam zaman revolusi industri saat ini pertukaran informasi sudah tidak membutuhkan perpindahan jarak lagi,
“Pengertian Penegakan Hukum�, diunduh dari http://digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 04.00 WIB. 4
4
semua
bisa
dikomunikasikan
dan
didapat
tanpa
harus melakukan
perpindahan lintas batas negara.
b) Pelatihan dan Pendidikan Berkala serta Pengadaan Sarana dan Prasarana Yang Memadai Guna Mendukung Kinerja Aparat Penegak Hukum Dalam peningkatan kualitas atau mutu aparat penegak hukum, aspek pendidikan dan pelatihan menjadi kunci. Tanpa dukungan pendidikan dan pelatihan yang memadai, maka kompetensi aparat penegak hukum akan sulit bersaing dan terhambat dalam memenuhi objektif yang ditetapkan. Pendidikan dan pelatihan di sini sudah tentu diarahkan pada hal-hal yang sifatnya berfokus pada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung proses kerja sehari-hari. Sebagai contoh, saat ini banyak lembaga atau instansi pemerintah yang mengembangkan whistle blowing system dan knowledge management sebagi bentuk respons terhadap tantangan revolusi industri 4.0. Whistle blowing system dimaksudkan di sini adalah sebagai risk management tools dalam mencegah kecurangan yang terjadi di lingkungan pemerintah. Sementara itu, knowledge management hadir untuk mewadahi buah pikir dan kreativitas aparatur negara. Keduanya membutuhkan keahlian di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang baik dalam pengoperasiannya. Kedua sistem ini banyak terbengkalai, mampu diadakan tapi tidak dioperasionalisasikan dengan baik. Kendalanya adalah pada kompetensi aparatur negara yang menjalankannya. Selain kehalian atau kompetensi, kapasitas dan mendukung pengadaan sarana dan prasarana juga merupakan kunci. Terlebih lagi peralatan teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu cepat sehingga membutuhkan upgrading secara berkesinambungan.
c) Kesesuaian Pola Rekrutmen Aparat Penegak Hukum dengan Tantangan dan Kebutuhan Revolusi Industri 4.0. Aspek hukum memiliki urgensi tinggi dalam dinamika berbangsa dan bernegara. Hukum menjadi panglima yang mengatur operasionalisasi gatragatra lainnya dalam mencapai tujuan nasional. Hanya saja tidak dimungkiri 5
bahwa pola pendidikan di perguruan tinggi dan sistem rekrutmen aparat penegak hukum menjadi titik yang harus terus-menerus dibenahi. Di perguruan tinggi, bidang hukum berkembang menjadi jurusan favorit, namun belum menempati posisi sebagai bidang yang sangat selektif untuk ditempati. Padahal kunci untuk melakukan perbaikan hukum adalah bibit-bibit aparatur hukum yang unggul sejak dini. Para bibit unggul masih menjadikan bidang kedokteran dan akuntansi sebagai pilihan utama mereka. Seleksi aparat penegak hukum di berbagai lembaga negara juga belum berbasis revolusi industri 4.0. Seleksi masih bertumpu pada hal-hal dasar serta kompetensi teknis yang sifatnya reguler, belum hal-hal yang sifatnya visioner dan futuristis seperti cara pandang dan visi untuk sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang. Yang cukup memprihatinkan, kriteria kemampuan fisik masih menjadi bobot penilaian terbesar. Oleh sebab itu, dibutuhkan perubahan kriteria, tata nilai, dan kurikulum dalam proses rekrutmen aparat penegak hukum agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang ada. Revolusi industri 4.0. suka tidak suka menghadirkan dilema dalam kehidupan bernegara, salah satunya adalah kapasitas dan kompetensi aparat penegak hukum. Ancaman dan tantangan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga menuntut peningkatan kompetensi dan keahlian aparat penegak hukum dalam lajur yang sama cepatnya dengan pola perubahan tantangan dan ancaman tersebut. Di sisi lain, ancaman eliminasi keberadaan aparat penegak hukum dengan tenaga mesin dan robotik juga terus membayangi. Namun demikian, upaya yang bersifat berkesinambungan dan komprehensif dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi aparat penegak hukum terus dilakukan, utamanya melalui perbaikan di jalur rekrutmen, serta pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Daftar Pustaka: “Bersiaplah Memasuki Revolusi Industri 4.0.�, diunduh dari https://beritagar.id/artikel/editorial/bersiaplah-memasuki-revolusi-industri-40, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.46 WIB. “Mengenal Lebih Jauh Revolusi Industri 4.0.�, diunduh dari http://binus.ac.id/knowledge/2019/05/mengenal-lebih-jauh-revolusi-industri-4-0/, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.52 WIB. 6
“Making Indonesia 4.0.: Strategi RI Masuki Revolusi Industri Ke-4”, diunduh dari https://manufacturingindonesia.com/making-indonesia-4-0-strategi-ri-masukirevolusi-industri-ke-4/, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 00.59 WIB. “Pengertian Penegakan Hukum”, diunduh dari http://digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf, pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 04.00 WIB.
7