Senjata Diplomasi Itu Bernama DK PBB NUSANTARANEWS.CO – Tak bisa dimungkiri bahwa Security Council atau yang dikenal dengan sebutan Dewan Keamanan (DK), merupakan bagian paling strategik dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi supranasional yang mewadahi ratusan negara-bangsa berdaulat di seluruh dunia. Dengan menjadi anggota DK PBB, sebuah negara memiliki kewenangan untuk menentukan pencalonan anggota baru, merekomendasikan kandidat Sekretaris Jenderal PBB dan penunjukan hakim Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ), termasuk wewenang untuk menentukan sanksi bagi negara yang melakukan kejahatan perang atau melanggar norma-norma internasional. Pemilihan anggota tidak tetap DK PBB pada Juni 2018 nanti tentu saja akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan peran yang lebih besar di panggung internasional, utamanya dalam mewujudkan tata dunia yang lebih adil dan damai. Amanat konstitusi yang termaktub dalam Preambul UUD 1945 alinea ke empat yakni ikut serta memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial tentu akan lebih mudah dikonkretisasikan apabila Indonesia mampu menjadi anggota pada badan paling prestisius di PBB tersebut. Niatan Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap bukanlah bersifat ahistoris dan tanpa alasan. Pertama, Indonesia sudah pernah tiga kali menjabat sebagai anggota tidak tetap, yakni keanggotaan pada periode 1974-1975, 1995-1996, serta 2007-2008. Selama tiga periode keanggotaan tersebut, Indonesia tidak kesulitan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua, Indonesia memiliki keunggulan karena sudah bergabung dengan misi operasi perdamaian PBB sejak tahun 1957. Saat inipun, 2.700 personel pasukan perdamaian Indonesia sudah bergabung dengan sembilan misi operasi PBB dan berkomitmen untuk menambah lagi jumlah personel sebanyak 1.040 orang hingga tahun 2019. Ketiga, Indonesia membutuhkan power yang lebih besar untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Belakangan ini, situasi dan kondisi geopolitik global suka tidak suka menempatkan Indonesia pada posisi yang cukup sulit. Status sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia membuat Indonesia mau tidak mau harus peduli terhadap isu genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar, konflik pemerintah Thailand dengan gerakan muslim di Thailand bagian selatan, termasuk konflik klasik antara Palestina dan Israel. Untuk menyelesaikan agenda-agenda tersebut dengan tetap berpijak pada pencapaian kepentingan nasional Indonesia, dibutuhkan amunisi yang lebih mumpuni. Melalui keanggotaan pada DK PBB, Indonesia memiliki daya tekan yang lebih besar kepada