BUNCH Oktober 2014 Vol: 8

Page 1




media sosial favorit? Semua orang pasti punya media sosial favorit, tapi kenapa ya media sosial itu yang jadi favorit? Yuk, simak jawaban beberapa teman kita!

ANGGRAINI HAPSARI Ilmu Psikologi F. Psikologi UI 2011

M. FADHILLAH MAKHBUL Akademi Kepolisian

DINAN FAKHRI Teknik Elektro STEI ITB 2013

Biasanya kalau online lebih sering untuk lihat update-an orang sih, gue nggak terlalu sering update informasi diri. Socmed favorit gue banyak nih; ada Path, Wordpress, sama Facebook, karena semuanya bisa melengkapi kebutuhan gue untuk saat ini. Kalau Path enaknya untuk keep in touch sama teman-teman dekat, karena circle-nya lebih kecil daripada Facebook. Facebook biasanya gue pakai untuk lihat tanggal ulang tahun teman, juga buat link sharing. Kalau Wordpress biasanya untuk menuangkan hobi gue. Gue kalau online itu untuk tahu perkembangan-perkembangan di dunia, juga untuk cari tahu apa yang sedang tren. Terutama untuk cari tahu apa yang terjadi dengan orang-orang di sekitar gue, misalnya teman gue. Socmed favorit gue Path dan Facebook. Biasanya gue main socmed itu untuk lihat newsfeed dan untuk chatting. Socmed favorit gue Facebook, karena menurut gue fiturnya banyak dan lengkap. Menurut gue Facebook socmed yang paling bagus kualitasnya sejauh ini.

DOK. PRIBADI DARIATUS SADIAH 04 | BUNCH 8TH EDITION/ OKTOBER/ 2014

ULFA RAFIDATILAH Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB 2013

DWIANA INTAN Ilmu Keperawatan FIK UI 2012

Biasanya sih gue online untuk update sesuatu aja sih. Biasanya gue share apa yang gue alami atau mengobrol dengan teman lewat socmed. Selain itu, gue juga bisa baca berita dari socmed. Socmed favorit gue? Twitter, karena sesuai dengan kebiasaan online gue tadi: sharing, baca berita, dan mengobrol dengan teman, tapi sekarang gue lebih sering main Path sih, karena interaksinya dengan teman dekat. Gue juga jadi nggak ngerasa nge-spam karena teman gue yang lain juga rajin update. Fitur Path juga lengkap. Kalau online, yang biasanya pertama kali gue lakukan itu balas chat, baik chat pribadi atau grup, karena takut ada info yang penting. Setelah itu baru gue buka fitur-fitur lain. Socmed favorit gue Path, Instagram, dan Twitter. Kalau Path, gue suka sistemnya. Bisa post semua hal dan setelahnya kita bisa buat link. Misalnya gue baru pergi ke suatu tempat, gue bisa link tempatnya dan post fotonya. Selain itu, gue juga suka Instagram. Enaknya di Instagram itu gue bisa belanja, juga bisa kepoin artis dalam dan luar negeri, haha. Kalau di Twitter, gue bisa mengakses info-info penting.

POST


L E B I H D E K AT D E N G A N

@liputan9

“Social media spark a revelation that we, the people, have a voice, and through the democratization of content and ideas we can once again unite around common passions, inspire movements, and ignite change.” –Brian Solis

P

ada kesempatan kali ini, tim redaksi BUNCH berkesempatan mewawancarai salah satu admin dari akun Twitter @Liputan9, yaitu Federal Marcos. Akun @ Liputan9 adalah salah satu dari sekian akun parodi yang diakui sebagai pionir akun parodi di Indonesia, dengan jumlah followers lebih dari 740.000 saat tulisan ini diturunkan, dan terus bertambah hingga saat ini. Awal Terbentuknya @Liputan9 Sebenarnya, @Liputan9 terbentuk hanya berawal dari keisengan Marcos (pemilik akun @Liputan9). Memang sejak dulu ia suka membuat akun-akun yang agak menyimpang di Twitter, namun tidak semua akun tersebut bertahan lama. Tanpa disangka, respon positif terhadap salah satu akun buatannya yaitu @Liputan9, akan sebesar ini. Akhirnya dari sekian akun yang ia buat, baru akun @Liputan9 lah yang berhasil bertahan dan memiliki jumlah followers yang cukup banyak. Suka dan Duka sebagai Admin Menurut Marcos, menjadi admin @Liputan9 memiliki suka dukanya tersendiri. Marcos mengatakan, pengalaman menyenangkan saat menjadi admin @Liputan9 adalah, “Saat banyak yang merespon tweet kita, baik reply maupun RT. Ada kepuasan tersendiri.”

DOK. PRIBADI nadia agniaty

Menjadi admin tersebut juga tidak lepas dari halhal yang kurang menyenangkan. Marcos mengatakan bahwa ada kekecewaan ketika parodi, atau maksud dari tweet-nya tidak ditangkap baik oleh mayoritas pemirsa, sehingga @ Liputan9 menjadi korban hujatan di timeline. Meskipun demikian, @Liputan9 sendiri tidak menganggap hal itu sebagai bentuk bullying, melainkan sebagai pembelajaran untuk kemudian hari. Peran Followers Bagi @Liputan9 Motivasi akun @Liputan9 untuk terus men-tweet adalah tentunya untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah followers. Meskipun memiliki jumlah followers yang cukup banyak, saat dikatakan bahwa akun @Liputan9 termasuk akun parodi yang terkenal, Marcos menyanggah hal tersebut. Menurutnya, akun @Liputan9 hanya sedikit lebih beruntung dari akun-akun parodi lainnya, dan mereka hanya bermodalkan jari untuk men-tweet. Akun @Liputan9 cukup interaktif dengan para follower-nya. Menurut Marcos, eksistensi akun @Liputan9 tidak lepas dari kontribusi followers-nya. Kontribusi followers sangat berarti bagi akun @Liputan9, sebab pada saat @ Liputan9 kehabisan topik, mereka akan mencari ide dari para followers-nya. Misalnya dengan melihat mention atau reply yang ditujukan pada mereka. Dari situ lah biasanya ide untuk men-tweet muncul. Harapan Terhadap @Liputan9 Perkembangan media sosial di Indonesia sangat pesat, dan @Liputan9 berusaha untuk terus mengikuti perkembangan tersebut. Terlebih lagi saat ini sudah ada meme comic hingga video parodi singkat. Marcos berharap, ke depannya @Liputan9 tidak hanya berhenti di Twitter. Ia juga meminta doa dan dukungan dari kita semua agar @ Liputan9 dapat terus bertahan dan berkembang.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 05


MANAJEMEN IMPRESI PADA

dunia maya AMINDARI FITRIYANTI ARVIDYANI ANINDITA

A

pakah kamu pernah menelan ludah melihat foto makanan yang teman kamu share di Instagram? Pernah iri karena temanmu sering check in di tempat-tempat yang ingin kamu datangi? Belum lagi foto-foto dia bersama pacarnya yang sangat romantis. Sepertinya hidup teman kamu bahagia sekali ya, tapi apa benar kenyataannya seperti itu? Apa benar apa yang ia tampilkan di media sosial sesuai dengan keadaannya di dunia nyata? STRATEGI Pencitraan Hogg dan Vaughan (2011) menyatakan bahwa orangorang menggunakan berbagai strategi untuk memperoleh citra positif dari orang lain. Hal ini dikenal sebagai manajemen impresi. Pada situs jejaring sosial, manajemen impresi dilakukan saat pengguna mengisi profil online mereka. Saat mengisi profil online, pengguna memiliki kontrol penuh terhadap informasi mengenai diri mereka. Mereka dapat memilih informasi yang akan mereka bagi atau mereka sensor. Pada situs jejaring sosial, pengguna juga lebih mudah untuk memalsukan atau melebihlebihkan informasi mengenai diri mereka dibanding saat berkomunikasi tatap muka (Krisanic, 2008). Hasil studi Lerner (2010) menunjukkan bahwa mahasiswa di sebuah universitas menggunakan manajemen impresi melalui pemilihan informasi dan foto yang ada profil mereka. Selain memilih informasi dan foto apa saja yang akan mereka masukkan, mereka juga menyeleksi hal-hal apa saja yang boleh orang lain lakukan kepada profil mereka. Misalnya A melakukan pengaturan sehingga orang lain tidak dapat melakukan tag foto dirinya karena takut foto yang di-tag adalah foto dirinya yang tidak ia sukai, atau A melakukan pengaturan sehingga orang lain tidak dapat menulis hal-hal negatif pada wall Facebook-nya. MENGAPA MELAKUKAN MANAJEMEN IMPRESI? Manajemen impresi seperti itu dilakukan karena beberapa alasan, yaitu (1) orang-orang khawatir terhadap post orang lain tentang diri mereka, sebab pemilik akun tidak ingin orang lain merusak citra yang ingin dibangun olehnya.

06 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014

“When an individual appears in the presence of others, there will usually be some reason for him to mobilize his activity so that it will convey an impression to others which it is in his interests to convey.� -Erving Goffman Kemudian (2) untuk mempertahankan identitas mereka yang sebenarnya, (3) menjaga citra institusi dimana mereka berada, serta (4) menjaga persepsi lawan jenis ketika melihat profil mereka. Tidak hanya di dunia nyata, identitas seseorang di dunia maya juga tidak lepas dari konteks sosial dimana ia berada. Identitas online tersebut dipengaruhi keanggotaannya di dalam suatu komunitas. Hogg dan Abrams (1988) menyatakan bahwa anggota dari suatu komunitas memiliki nilai-nilai dan karakteristik yang mirip, selain itu orang-orang juga membangun identitas online dengan memilih karakteristik atau hal-hal yang diterima teman-teman sebayanya. Hasil studi Shafie, Nayan, dan Osman (2012) juga menunjukkan bahwa identitas online, baik berupa teks maupun visual, dibangun berdasarkan nilai-nilai yang sesuai dengan persepsi teman sebaya, hubungan sosial, dan popularitas, melalui pemilihan username, bahasa, dan foto profil yang dipilih secara hati-hati. Meskipun profil yang ditampilkan dapat diatur oleh penggunanya, namun hasil studi Back et. al (2010) menunjukkan bahwa profil online seseorang tetap merefleksikan kepribadian ia yang sebenarnya, bukan merupakan bentuk dari ideal-self-nya. Kesimpulannya, hal-hal yang dipublikasikan sebagian orang melalui akun media sosial mereka bukanlah sesuatu yang bohong, hanya saja mereka memilih informasi apa saja yang mereka ingin orang lain tahu mengenai diri mereka, sehingga citra yang ditangkap oleh orang lain sesuai dengan yang mereka inginkan. Referensi: Back, et. al. (2010). Facebook profiles reflect actual personality, not self-idealization. Psychological Science OnlineFirst, 21(3), 372-374. DOI: 10.1177/0956797609360756 Hogg, M. A., & Abrams, D. (1988). Social identifications: A social psychology of intergroup relations and group processes. London: Routledge Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. (2011). Social psychology (6th ed.). London: Pearson Education Limited. Krisanic, K. (2008). Motivations and impression management: Predictors of social networking site use and user behavior. (Order No. 1472128, University of Missouri - Columbia). Pro Quest Dissertations and Theses, , 116. Diperoleh dari http://search.proquest.com/docview/304527436?accountid=17242. (304527436). Lerner, K. (2010). Virtually perfect: Impression management and identity manipulation on Facebook. Diperoleh dari https://www.saintmarys.edu/files/kelcey%20lerner.pdf Shafie, L. A., Nayan, S., & Osman, N. (2012). Constructing identity through Facebook profiles: Online identity and visual impression management of University Students in Malaysia. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 65, 134-140. DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.11.102


Anindita k. alkarisya biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 07


MENYOROTI KEPOPULERAN

media sosial S A AT I N I BERSAMA

Harry Susianto, Ph.D.

K

ini media sosial bukanlah sesuatu yang dianggap baru dan asing. Dalam perkembangannya, belakangan ini muncul berbagai media sosial baru yang juga menawarkan fitur baru serta unik, dan kemudian menjadi ciri khas situs atau aplikasi media sosial tersebut. Sebenarnya, apa yang menyebabkan media sosial begitu populer di berbagai kalangan kini? Mari simak hasil wawancara tim redaksi BUNCH dengan salah satu dosen di Fakultas Psikologi UI di bidang psikologi sosial, Harry Susianto, Ph.D., atau yang akrab disapa Mas Harry berikut. Apa daya tarik media sosial sehingga banyak orang Indonesia yang menggunakannya? Motivasi pengguna internet di Indonesia adalah untuk mencari kesenangan pribadi serta menjadikan internet sebagai sarana untuk menunjukkan dirinya. Media sosial memberikan kesempatan bagi penggunanya untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini dapat menjadi saluran bagi sisi narsisme seseorang yang tidak dapat ditampilkan di kehidupan nyata. Media sosial juga memungkinkan penggunanya untuk terhubung dengan temantemannya, terutama dengan orang-orang yang sudah lama telah terputus kontaknya. Mengapa orang sangat senang mengelola akun media sosial yang begitu banyak? Penduduk Indonesia menyukai hal-hal yang baru, sehingga mereka terus mencoba dan mengikuti perkembanganperkembangan media sosial baru yang terus bermunculan. Fiturfitur baru di media sosial yang baru membuat orang tertarik untuk mencobanya. Fitur ‘like’ dan ‘follow’ di sosial media juga memberikan reward bagi pengguna media sosial. Dengan mendapat banyak ‘like’ dan ‘follow’ di media sosialnya, seseorang bisa memperoleh status sosial tertentu. Hal ini merupakan kesenangan tersendiri bagi pemilik akun media sosial, sehingga membuatnya mau rajin mengelola banyak akun media sosial. Apakah penggunaan media sosial kini masih dalam batas wajar? Beberapa pengguna media sosial tidak menggunakannya secara

08 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014

Albertus Christian Anindita K. Alkarisya Sarah Gracia K wajar. Contohnya adalah Twitter yang akhir-akhir ini sudah mulai banyak disalahgunakan (tweetwar, akun-akun anonim yang tidak bertanggung jawab, tweetbot, dan sebagainya). Banyak orang yang berusaha memengaruhi opini publik dengan cara yang tidak bertanggung jawab, untuk kepentingan pribadi. Walaupun banyak orang yang menyalahgunakan media sosial, namun masih banyak pula orang yang menggunakan media sosial dengan wajar. Mengapa media sosial kerap disalahgunakan? Perkembangan internet di Indonesia berawal dari warnet yang penggunaannya tidak terkontrol. Lemahnya kontrol tersebut membuat semua orang bisa menjadi anonim di internet. Hal ini menyebabkan pengguna internet di Indonesia cenderung tidak bertanggung jawab terhadap konten yang diunggah di internet, termasuk media sosial. Apa dampak dari penggunaan media sosial bagi kehidupan nyata? Sisi positifnya mungkin lingkungan sekitar kita dapat lebih tenang karena setiap orang sibuk dengan urusan pribadinya, akan tetapi di sisi lain, bersosialisasi secara langsung menjadi jarang ditemui karena setiap orang merasa lebih nyaman untuk berkomunikasi tidak langsung. Selain itu, konsentrasi seseorang dapat berkurang. Untuk menyikapi dan menghindari dampak negatif yang mungkin terjadi, kita harus mengontrol sendiri penggunaan serta aktivitas kita di media sosial. Kita harus mengetahui kapan dan di mana kita dapat beraktivitas di media sosial, sehingga tidak sepanjang waktu terus dihabiskan di media sosial. Misalnya saja di kelas, sebaiknya mematikan telepon genggam agar perhatian dapat tertuju sepenuhnya pada pelajaran yang berlangsung, bukan sibuk mengecek update baru di media sosial. Kita juga harus memilih informasi mana yang kita butuhkan serta tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang kita terima.


dunia nyata “ fe atu ri n g ”

dunia maya MADE CYNTHIA CANIA MUTIA “I fear the day technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots” –Albert Einstein Perkembangan Teknologi Masa Kini instein telah mengkhawatirkan satu generasi, dimana generasi tersebut akan menjadi bodoh karena teknologi. Jika melihat lingkungan sosial terdekat saat ini, kita masih mendapati interaksi yang dilakukan dengan cara mengobrol, mengerjakan tugas bersama, bercanda, dan lain-lain. Hal ini menggambarkan bahwa saat ini kita belum mencapai kebodohan yang dikatakan Einstein, tetapi kita memiliki kecenderungan untuk terbawa ke dalam arus teknologi. Jika di masa yang akan datang arus teknologi berhasil membuat angka ketergantungan terhadap gadget semakin tinggi, maka prediksi Einstein bisa jadi tepat, maka dari itu pandai-pandailah menggunakan teknologi dan katakan : “Hai teknologi, kami tidak akan menjadi idiot karenamu!”. Perkembangan zaman telah mengubah pandangan antara dunia nyata dan dunia maya dari “Versus” menjadi “Featuring”. Dahulu, dunia maya dianggap merusak generasi bangsa, karena informasi yang didapatkan dari dunia maya lebih banyak membawa pengaruh negatif, sehingga orang-orang merasa kita harus melawan dunia maya atau menganggap keduanya “versus”. Berbeda dengan saat ini, pengguna dunia maya lebih selektif memilah informasi dan menggunakan aplikasi yang tersedia, sehingga kita merasakan peran dunia maya sebagai pelengkap atau “featuring”. Featuring menggambarkan bagaimana dunia maya berperan sebagai pelengkap interaksi dalam dunia nyata, dan bukan sebagai Versus yang menuntut salah satu lebih kuat daripada yang lainnya. Peran dunia maya

E

sebagai pelengkap telah menjadi satu lingkup besar interaksi yang berhasil menjawab kebutuhan manusia masa kini. Dunia nyata dan dunia maya berhasil melakukan kolaborasi yang menghasilkan sebuah lagu dengan partitur nada yang sangat sempurna sebagai pelengkap dunia. Angka pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 yang dirangkum oleh Kemkominfo mencapai 82 juta orang. Bila mengacu pada pencapaian tersebut, menurut Kemkominfo Indonesia menjadi negara yang berada pada peringkat ke-8 pengguna internet terbesar di dunia. Penggunaan internet yang semakin meningkat membuat interaksi di dunia maya semakin menjadi budaya yang tidak dapat dihindari. Contoh sederhana yang sering ditemui adalah mengerjakan tugas kuliah melalui Google Drive dan aplikasi lainnya, mengadakan rapat mingguan yang tidak membutuhkan tatap muka secara langsung karena memanfaatkan aplikasi LINE, Facebook, dan aplikasi lain yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa dunia maya semakin dipilih untuk memudahkan manusia menyelesaikan aktivitas dengan lebih efektif dan efisien. Interaksi Sosial di Dunia Maya Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua atau lebih individu, yang mana perilaku individu mempengaruhi, mengubah, atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya (Bonner, 1953). Interaksi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, selain memudahkan perolehan informasi, interaksi juga dapat memperluas jaringan yang kita

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 09


miliki. Perkembangan media telekomunikasi memudahkan manusia untuk mengakses media sosial untuk berinteraksi di dunia maya. Interaksi tersebut dapat dilakukan melalui Facebook, E-Mail, Milis, Chatting, Skype, dan aplikasi lainnya. Interaksi di dunia maya membuat segala sesuatu menjadi lebih efektif dan efisien, hal inilah yang sangat dinantikan oleh manusia zaman modern yang mengharapkan segala sesuatunya lebih instan, tetapi interaksi pada dunia maya tidak selalu memberikan dampak positif bagi penggunanya, sebut saja salah satunya dampak manajemen impresi. Dunia maya berbeda jauh dengan dunia nyata. Interaksi yang terjadi pada dunia nyata menuntut spontanitas, kecakapan, dan pengetahuan, sedangkan dalam dunia maya seseorang dapat melakukan manajemen impresi, yaitu mengubah karakteristik dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan agar di terima di lingkungan sosial. Goffman (1956) menyatakan bahwa seseorang akan dengan sengaja berusaha menciptakan kesan tertentu terhadap dirinya untuk menghindari rasa tidak percaya diri pada penampilannya. Manajemen impresi dari pengguna yang tidak bertanggung jawab ini dapat berakibat fatal, misalnya kopi darat yang berujung penculikan atau bahkan maut. Hal inilah yang menyebabkan kita dituntut untuk lebih selektif dalam menggunakan aplikasi di dunia maya. Bentuk Interaksi Sosial di Dunia Maya VS Dunia Nyata Jika kita telisik secara rinci, sangat banyak faktor pembentuk interaksi sosial yang dapat dihubungkan dengan komunikasi dunia maya dan dunia nyata. Faktor pertama adalah faktor imitasi yang dalam bahasa Inggris berarti meniru. Menurut KBBI, imitasi adalah tiruan, yakni perbuatan meniru; bukan yang sejati, bukan tulen. Dalam dunia maya kita dapat

10 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014

menirukan gaya berbahasa atau menulis seperti orang lain, karena di dunia maya kita bebas melakukan apapun selama tidak melanggar UU ITE yang telah ditetapkan di Indonesia, sedangkan di dunia nyata kita dituntut untuk berbicara dengan spontanitas. Faktor yang kedua adalah sugesti. Menurut KBBI, sugesti adalah anjuran, saran, pengaruh yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya. Dalam dunia maya, sering kita temui forum-forum yang digunakan untuk mensugesti masyarakat agar membeli barang dengan menampilkan foto produk dengan apik, sedangkan di dunia nyata penjual dituntut untuk pandai berbicara ketika mempromosikan barangnya, karena dalam promosi tersebut membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik. Faktor yang ketiga adalah identifikasi. Menurut KBBI, identifikasi adalah tanda kenal diri; bukti diri; penentu atau penetap identitas seseorang, benda, dan sebagainya. Identifikasi dalam dunia maya dilakukan dengan melihat foto idola dan sifat idola melalui browsing di dunia maya, kemudian berusaha menirukannya. Tidak hanya penampilan, tetapi juga sifat yang dimiliki idolanya, sedangkan didunia nyata kita sangat sulit bertemu dengan idola untuk melihat penampilan dan mengetahui sifat yang dimilikinya. Faktor yang terakhir adalah simpati. Menurut KBBI, simpati adalah rasa kasih; rasa setuju kepada, kesudian, kecenderungan hati. Di dalam dunia maya sering dijumpai forum-forum yang berusaha untuk menarik simpati masyarakat dengan mempublikasikan gambar orang sakit, busung lapar untuk mendapatkan donasi dengan cara efektif dan efisien, sedangkan di dunia nyata sangat banyak hambatan saat mencari donatur, salah satunya adalah faktor biaya dan waktu.


MADE CYNTHIA Ada beberapa teori yang sangat menggambarkan interaksi sosial di dunia maya. Teori yang pertama adalah Reinforcement-affect Theory. Teori ini menunjukkan asumsi tentang reward dan punishment, yakni orang lebih cenderung mendekat kepada orang yang memberikan dampak positif terhadap diri kita, dan cenderung menjauh dari orang yang memberikan dampak negatif terhadap diri kita. Dalam dunia maya, kita akan lebih tertarik untuk menjalin komunikasi dengan orang yang menunjukkan penilaian positif terhadap kita, seperti kecenderungan memberi “like” status atau foto kepada orang yang juga memberi “like” pada status dan foto kita. Teori kedua adalah mengenai Social Exchange Theory, yang menyatakan bahwa hubungan akan terjalin jika terdapat keuntungan yang diperoleh dan diberikan terhadap orang lain. Dalam dunia maya, untuk menjalin hubungan seseorang cenderung memperhatikan untung dan rugi, melalui cinta, status, materi, informasi, atau jasa. Contohnya adalah ketika kita berteman hanya dengan orang-orang yang dapat diajak bertukar informasi mengenai ilmu pengetahuan. Teori yang ketiga adalah mengenai Equality Theory, yakni teori yang menjelaskan bahwa diperlukan suatu keadilan untuk menjalin suatu hubungan yang erat. Keadilan ini merujuk pada suatu hal yang diberikan di dunia maya harus bernilai sama dengan apa yang didapatkan dari dunia maya. Seperti yang dikatakan oleh Max Weber (dalam Sunarto, 2004) bahwa interaksi merupakan suatu tindakan sosial yang memberikan pengaruh timbal balik. Contohnya adalah ketika kita hanya mengomentari status orang yang sering mengomentari status kita.

Ketakutan di Masa Depan “Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”, tagline yang sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat tersebut menggambarkan bagaimana perkembangan teknologi berdampak pada kehidupan manusia masa kini. Dengan berkembangnya teknologi, kita dapat melihat dengan mata telanjang bahwa banyak orang yang memiliki gadget lebih dari dua buah. Jumlah gadget yang lebih dari cukup memudahkan kita komunikasi dengan orang yang berada jauh dari kita, sehingga yang terjadi adalah orang yang berada di dekat kita menjadi terabaikan. Jika hal ini terus terjadi, dunia nyata akan semakin mengkhawatirkan, karena setiap pertemuan akan dihiasi dengan kesibukan menggunakan gadget yang berlebihan. Dampak terparahnya adalah mengubah pandangan “featuring” menjadi “versus”, sehingga kita harus menghindari bahkan meninggalkan dunia maya. Untuk mengurangi kemungkinan buruk tersebut, ada sebuah tips sederhana yang mungkin dapat anda terapkan. Cobalah membuat kesepakatan untuk mematikan semua gadget setiap mengadakan pertemuan bersama orang terdekat Anda, di kafe, restoran, atau di kantin kampus. Percayalah, dengan tidak bergantung dengan gadget, komunikasi dalam dunia nyata akan semakin sayang untuk dilewati! Daftar Pustaka Bonner, H. (1953). Social psychology, an interdisciplinary approach. USA: American Book Company. Goffman, E. (1956). The presentation of self in everyday life. NY: Doubleday. Effendy, O. U. (2003). Ilmu, teori dan filsafat komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Sunarto, K. (2004). Pengantar sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. Suharsono & Retnoningsih, A (2005). Kamus besar bahasa Indonesia, Edisi lux. Semarang: CV.Widya Karya.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 11


FENOMENA

selfie AMINDARI N. FITRIYANTI

“After we go to the bathroom, can we go smoke a cigarette? I really need one. But first, let me take a selfie.” - #Selfie, oleh The ChainSmokers

PUTRI BAYU

S

elfie. Suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Aktivitas memotret diri sendiri ini memang semakin marak sehingga Oxford Dictionary pun memasukkan kata ‘selfie’ menjadi salah satu kosakata baru. Dalam kamus tersebut, selfie diartikan sebagai foto satu atau beberapa orang yang diambil oleh orang-orang itu sendiri, biasanya menggunakan smartphone dan diunggah di media sosial. Apabila kalian melihat orang yang menggunakan alat pemotret lalu mengarahkan lensa kamera ke dirinya sendiri, maka itulah yang disebut dengan selfie. Aktivitas selfie tidak dapat berkembang apabila tidak ditunjang dengan teknologi yang semakin canggih. Dahulu, untuk menghasilkan suatu foto dibutuhkan serangkaian tahap yang cukup memakan waktu dan sulit dilakukan. Berbeda dengan zaman sekarang, yang mana kita dapat menghasilkan ribuan foto dalam hitungan menit. Ada dua bentuk teknologi yang mendukung berkembangnya selfie: Alat pemotret dan internet. Tanpa kedua hal ini selfie tidak akan mungkin menjamur seperti sekarang. Apakah Selfie Merupakan Bentuk Narsisme? Foto selfie berbeda dengan foto yang diambil dengan cara ‘biasa’. Alasannya, selfie menghasilkan gambaran seseorang secara lebih personal. Coba pikirkan, apa yang menyebabkan Anda melakukan selfie ketika mengunjungi suatu tempat? Rutledge (2013), dalam tulisannya menjelaskan bahwa orang yang melakukan selfie seakan bermaksud untuk menceritakan sedang apa dirinya, di mana, dan bersama siapa. Foto itu tidak memiliki tujuan khusus selain bercerita (bandingkan dengan foto ijazah, foto keluarga, atau foto profil). Oleh karena itu, orang lain akan terfokus pada menerjemahkan ceritanya dan kurang peduli foto itu digunakan untuk apa. Kemudian, narsistik merupakan sebuah gangguan kepribadian yang tergolong pada Cluster B (yang bercirikan dramatic/erratic). Orang-orang narsistik menyukai kebesaran atau grandiosity (mengembangkan rasa akan kepentingan

12 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014

diri sendiri diiringi ekspektasi bahwa mereka diperlakukan secara special dan merasa berhak atas perlakuan yang menguntungkan atau bebas dari peraturan yang mengikat orang lain), kehilangan rasa empati, serta menginginkan perhatian dan kekaguman dari orang lain secara konstan (Kendall & Hammen, 1995). Kata kuncinya ialah perhatian orang lain. Dengan melakukan selfie dan mengunggahnya di media sosial, secara sadar maupun tidak seseorang ingin mendapatkan perhatian orang lain terhadap potret dirinya. Ia ‘memaksa’ orang yang melihat foto tersebut untuk memikirkan cerita di baliknya. Pada sisi lain, orang yang narsistik juga akan berusaha untuk menarik perhatian orang lain terhadap keunggulan dirinya (Alloway, Runac, Qureshi, & Kemp, 2014). Akan tetapi itu belum cukup untuk menghubungkan selfie dengan narsisme. Masih banyak ciri yang ada pada orang narsistik yang tidak ada pada mereka yang melakukan selfie. Misalnya orang yang narsistik, menurut penelitian, mengalami tingkat empati yang rendah. Apakah mereka yang sering melakukan selfie pasti kurang berempati? Tidak, belum tentu. Orang yang melakukan sering selfie tidak selalu narsistik, dan orang yang narsistik tidak melulu memuaskan diri dengan selfie. Dengan kata lain, selfie dan narsisme bukan suatu hal yang sama, melainkan hanya beririsan. Ini berarti bahwa hanya sebagian hal dari narsisme yang sama dengan selfie, begitupun sebaliknya. Referensi: Selfie. (n.d). In Oxford Dictionary Online. Diperoleh dari http://www.oxforddictionaries.com/ definition/english/selfie. Alloway, T., Runac, R., Qureshi, M., & Kemp, G. (2014). Is Facebook link to selfishness? Investigating the relationship among social media use, empathy, and narcissism. Social Networking, 3, 150-158. http://dx.doi.org/10.4236/ sn.2014.33020 Kendall, P.C., & Hammen, C. (1995). Abnormal psychology. Boston: Houghton Mifflin Company. Rutledge, P.B (2013, July 6). Making sense of selfie. Psychology Today. Diperoleh dari http:// www.psychologytoday.com/blog/positively-media/201307/making-sense selfies


BERSEMBUNYI DI DALAM

anonimitas ALBERTUS CHRISTIAN Descha Annisa Ask.fm alian para pengguna ask.fm pasti sudah familiar dengan kalimat “Off anon, dong, jangan beraninya nge-judge tapi anon!” atau “Mentang-mentang anon seenaknya aja bisa ngomong apapun tanpa dipikir dulu!”. Ya, seperti namanya, ask.fm adalah sebuah media sosial yang menyediakan tempat bagi seseorang untuk mengajukan sebuah pertanyaan (Penanya) kepada orang lain (Pengguna) dan kemudian dijawab oleh orang tersebut. Uniknya, ask.fm menyediakan fitur “ask anonymously”. Fitur ini dapat membuat seseorang menjadi anonim saat memberikan pertanyaan pada orang lain.

K

Anonimitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anonimitas adalah suatu hal yang tidak ada nama. Berangkat dari sebuah media sosial di atas (ask.fm), munculah sebuah fenomena karena adanya anonimitas. Penanya di ask.fm berani untuk melakukan bullying atau penindasan dalam bentuk verbal karena ia tidak dikenali secara langsung oleh pengguna lain. Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri juga terkenal beberapa media sosial yang berbasis anonimitas, contohnya Whisper dan Secret, yang juga menimbulkan masalah bullying (Hansen, 2014). Sekarang timbul sebuah pertanyaan, apakah media sosial yang berbasis anonimitas selalu menimbulkan dampak negatif seperti cyberbullying (penindasan melalui internet)? Dampak Negatif Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu dampak negatif dari anonimitas adalah timbulnya cyberbullying. Anonimitas telah teridentifikasi menjadi sebuah penyebab adanya deindividuasi, yakni keadaan di mana seseorang kehilangan pengendalian dalam dirinya ketika ia tidak terlihat atau tidak diperhatikan sebagai individu (Festinger, Pepitone, and Newcomb dalam Silke, 2003). Sudah banyak penelitian mengenai hal ini, salah satunya adalah hubungan anonimitas dengan tingkat agresivitas seseorang.

“Social media’s greatest assets –anonimity, virality, and interconnectednessare also its main weaknesses” – Evgeny Morozov Penelitian Zimbardo (dalam Silke, 2003) mengatakan bahwa seseorang yang yakin identitasnya tidak diketahui orang lain cenderung untuk bersikap agresif. Anonimitas dalam media sosial memang dapat menimbulkan cyberbullying (salah satu bentuk agresivitas yang dilakukan melalui internet). Hal ini disebabkan salah satunya karena individu merasa ia tidak dikenali siapapun, sehingga ia bebas bertindak tanpa takut menerima dampak dari lingkungan sekitar. Dampak Positif Selain sisi negatif, ada pula sisi positif. Begitu pula dengan anonimitas dalam media sosial. Ada beberapa dampak positif anonimitas di media sosial, di antaranya adalah meningkatkan hubungan interpersonal seseorang. Menurut Junco (2013) dalam penelitiannya, murid-murid sekolah yang sebelumnya pemalu di kelas tetapi cukup aktif dalam media sosial (walaupun anonim), dapat meningkatkan hubungan interpersonal mereka secara bertahap di dunia nyata. Murid yang awalnya tidak berani untuk berpendapat di kelas, seiring berjalannya waktu ia mampu untuk mengutarakan pendapatnya. Fenomena ini terjadi karena murid merasa ia ternyata mampu untuk mengungkapkan pendapatnya di hadapan umum. Sekarang kita tahu bahwa anonimitas dalam media sosial dapat menimbulkan berbagai macam dampak, baik positif maupun negatif. Tidak dipungkiri lagi bahwa dewasa ini media sosial sudah menjadi bagian dari hidup kita. Sekarang tugas kita adalah berlatih untuk mengontrol bagaimana kita menggunakannya. Jangan sampai sebuah fitur anonimitas yang sebenarnya dapat membantu kita untuk melakukan suatu hal bermanfaat jadi disalahgunakan untuk perbuatan yang tidak baik dan merugikan pihak tertentu. Referensi: Hansen, P. (2014, June 6). Anonymous social media apps encourages cyberbullying. Wsoctv. Diperoleh dari http://www.wsoctv.com/news/news/local/hidden-social-media-apps-encourage-cyberbullying/ngF6y/. Junco, R. (2013). Can online anonymity be a good thing?. On Tell Me More. Washington, D.C.: National Public Radio. Silke, A. (2003). Deindividuation, anonimity, and violence: Findings from Northern Ireland. The Journal of Social Psychology, 143, 493-499.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 13


cyber bullying AMINDARI N. FITRIYANTI FADHILAH ERYANANDA

S

elain sekian banyak dampak positif dari media sosial yang kita rasakan sehari-hari, ada pula dampak negatif yang dapat terjadi dari maraknya penggunaan media sosial. Fenomena negatif yang tadinya hanya dapat terjadi didunia nyata, seiring dengan berkembangnya media sosial bergeser ke dunia maya, seperti contohnya fenomena bullying. Selama ini mungkin yang terlintas dipikiran kita jika mendengar kata ‘bullying’ adalah sekelompok gadis SMA yang menyerang adik kelasnya secara langsung. Nyatanya, bullying juga dapat dilakukan di media sosial. Menurut riset yang dilakukan badan seperti NSPCC, bullying banyak dilakukan di kalangan remaja dan pengguna media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube. Menurut sebuah situs Tokunaga, sekitar 20 sampai 40 persen anak pernah terlibat dalam cyberbullying, baik sebagai pelaku ataupun korban, namun kebanyakan dari mereka tidak menyadarinya (Zaida, 2014). Sebuah survei yang dilakukan oleh Li (2005) kepada 177 kelas siswa di kota urban, menunjukkan bahwa hampir 54% dari siswa merupakan korban bullying dan lebih dari seperempat dari mereka mengalami cyberbullying. Hampir 60% dari para korban cyberbullying adalah perempuan, sementara lebih dari 52% yang melakukan cyberbullying adalah laki-laki.

“I had to stay weak, and stay silent, because if I say one logical thing I shall be teased until the last breath.” - Yasmeen Khair sosial dan orang tersebut tidak dapat membela diri. Bentuk dan metode tindakan cyberbullying amat beragam. Menurut Li (2005) bentuk cyberbullying dapat berupa pesan ancaman melalui email, mengunggah foto yang mempermalukan korban, membuat situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok korban, hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan membuat masalah. Materi cyberbullying yang berupa tulisan, foto, atau video dapat didistribusikan secara worldwide dan seringkali tidak bisa dihilangkan.

Mengapa Seseorang Melakukan Cyberbullying? Motivasi pelaku melakukan cyberbullying dapat dibedakan melalui identitas yang ditampilkan saat melakukan cyberbullying. Jika pelakunya memakai identitas sebenarnya maka pelaku sedang mencari popularitas, sebab biasanya yang ‘diserang’ adalah tokoh terkenal. Jika pelakunya anonim, mereka memiliki motivasi untuk melampiaskan kemarahan, kekesalan hati, dan rasa tidak suka yang terpendam terhadap korban. Pelaku cyberbullying biasanya bersifat anonim, menggunakan nama lain, atau berpurapura sebagai orang lain. Semakin tinggi tingkat anonimitas pelaku, semakin tinggi pula kekejaman dalam melakukan cyberbullying (Mishna, Cook, Gadalla, Daciuk, & Solomon, 2010). Cyberbullying dapat menjadi momok yang menyeramkan Bagaimana Batasan Disebut Cyberbullying? sebagai dampak negatif dari penggunaan media sosial yang Menurut Smith (dalam Menesini, Calussi, & Nocentini, berlebihan. Untuk itu, sebagai pengguna kita perlu mengetahui 2008), tindakan yang dilaporkan sebagai agresif, sengaja dengan jelas batasan-batasan dalam menggunakan media sosial. dilakukan oleh kelompok atau individu, dengan menggunakan Eksis tanpa anarkis, siapa takut? media elektronik, berulang-ulang dan dari waktu ke waktu, terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah membela Referensi: Menesini, E., Calussi, P., & Nocentini, A. (2008). Cyber bullying and psychological health symptoms. dirinya sendiri disebut cyberbullying. Poster Workshop, XXth ISSBD Conference. Sesuai definisinya, suatu tindakan dikatakan Mishna, F., Cook, C., Gadalla, T., Daciuk, J., & Solomon, S. (2010). Cyber bullying behaviors among middle and high school students. American Journal of Orthopsychiatry, 80(3), 362-374. DOI: cyberbullying ketika pelaku bertindak di luar batas kepada 10.1111/j.1939-0025.2010.01040.x. orang lain yang dianggap tidak berdaya dengan cara mengirim Li, Q. (2005) New bottle but old wine: A research of cyberbullying in schools. Journal Computers in Human Behavior Volume 23 Issue 4, July, 2007 dan memuat materi yang dapat merusak kredibilitas, menghina, Pages 1777-1791 DOI: 0.1016/j.chb.2005.10.005 dan menyerang kehidupan sosial lainnya lewat internet/media Zaida, E. (2014). Ancaman cyberbullying bagi remaja. Diperoleh dari http://depoknews.com/ ancaman-cyberbullying-bagi-remaja/

14 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014


BERAKSI DI SITUS

media sosial

Shitta Mutyahara

langdon

pUTRI BAYU

A

pabila diibaratkan sebagai toko, situs media sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya tergolong toko yang ramai pengunjung. Memang, menjadi pengguna situs media sosial tersebut belakangan ini menjadi sebuah tren tersendiri. Semua ini tidak terlepas dari peran internet, yaitu jaringan komputer global yang menghubungkan jaringan komputer lokal dengan jaringan komputer lainnya (Giles, 2003). Selama masyarakat memiliki alat untuk mengaksesnya, maka selama itu pula mereka saling terhubung. Kemudahan untuk saling terhubung tersebut menjadi pijakan untuk kemudahan lain. Mulai dari kegiatan berinteraksi sehari-hari hingga media pengembangan bisnis. Ada Kemudahan, Ada Pula Permasalahan Sebagaimana internet memberi masyarakat kemudahan, ia juga bisa berujung malapetaka. Banyak sekali kasus yang berakhir di meja hijau karena kesalahan di dunia maya. Terutama dalam ranah situs media sosial seperti Path, Facebook, dan Twitter. Apa yang Anda tulis dan gambar yang Anda unggah bisa membawa masalah. Contohnya saja kasus-kasus seperti Florence yang berujung ke penjara, atau pemalsuan akun dengan menggunakan foto dan identitas pribadi orang lain. Berikut segelintir hal yang perlu diwaspadai dalam menggunakan situs media sosial: • Ketiadaan privasi (O’Keeffe et al.,2011) Hal ini dapat terjadi apabila pemilik akun tidak bijak dalam melakukan aktivitasnya di situs media sosial, seperti memberikan keterangan diri dan menyebarluaskan aktivitas terbaru. Kata bijak disini berarti mampu mempertimbangkan apa yang pantas dipublikasikan, dan apa yang sebaiknya hanya menjadi konsumsi pribadi.

“The more passionate and argumentative I get, the more followers and friends I make online,” - Tasha Turner

• Kesalahpahaman (Giles, 2003) Berinteraksi di situs media sosial memang membawa banyak keuntungan, salah satunya Anda dapat berkomunikasi tanpa mengkhawatirkan jarak. Pada sisi lain interaksi seperti ini juga memiliki kekurangan. Komunikasi melalui Facebook dan sebagainya merupakan komunikasi dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, apa yang Anda tulis berbentuk verbal dan tidak menunjukkan pesan non-verbal. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahpahaman berbagai pihak, apalagi jika tidak didukung dengan tata bahasa yang tepat. • Cyberbullying (O’Keeffe et al., 2011) Kesalahpahaman dapat berujung pada kebencian. Kondisi ini bisa menggiring pihak yang membenci melakukan bullying. Pihak tersebut dapat menyebarluaskan informasi yang buruk tentang pihak yang di-bully. Keadaan seperti ini dapat berakhir ke kasus depresi dan bunuh diri. Beretika Dalam Dunia Maya Tiga masalah di atas menghadirkan sebuah pertanyaan bagi penulis: Apa yang harus dilakukan untuk menghindarinya? Jawabannya ialah etika. Meskipun situs media sosial ada di dunia maya, masyarakat harus tetap menjaga sopan santun selayaknya interaksi di dunia nyata. Masyarakat harus berpikir kritis tentang apa, bagaimana, dan kapan suatu informasi dapat disebarluaskan. Mereka juga harus berpikit kritis, mampu melihat dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu menghargai posting milik orang lain. Kesadaran bahwa situs media sosial memiliki banyak keterbatasan juga mengambil peran dalam menciptakan interaksi yang nyaman dan aman. Referensi: O’Keeffe, G.S., Pearson, K.C., & Council On Communication And Media. (2011). The impact of social media on children, adolescents, and families. Pediatric, 127, 800-804. doi: 10.1542/peds.2011-0054 Giles, D. (2003). Media psychology. London: Lawrence Elbaum Associates.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 15


Menilik Sisi Lain Dunia Maya Melalui Film

disconnect “Everything you do, someone out there can see.” - Mike Dixon, Disconnect

ISTIMEWA Dhia Rahmi

D

isconnect (2012) adalah salah satu dari banyak film dengan konflik yang dipicu oleh penggunaan internet dan situs jejaring sosial. Dalam film ini, terdapat 3 fokus cerita yang masing-masing disambungkan oleh hubungan dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam masing-masing cerita. Cerita pertama bercerita tentang Cindy dan Frank, sepasang suami-istri yang baru saja kehilangan anak bayi mereka. Mereka menemukan bahwa rekening bank dan kartu kredit mereka diretas (hacked) dan digunakan tanpa sepengetahuan mereka oleh orang yang tidak dikenal. Setelah meminta tolong pada detektif spesialis cyber crime, mereka lalu mengetahui bahwa kemungkinan peretas informasi pribadi mereka adalah teman mengobrol Cindy dalam sebuah support group online. Cerita kedua berfokus pada seorang remaja usil bernama Jason, serta temannya, Fry yang mengerjai seorang teman mereka yang bernama Brian, lewat Facebook dengan membuat akun palsu untuk berpura-pura menjadi seorang bernama Jessica yang menyukai Brian. Konflik memuncak ketika Brian mencoba bunuh diri karena Jason dan Fry menyebarkan foto provokatif yang Brian kirimkan pada ‘Jessica’. Cerita ketiga adalah cerita dari seorang reporter perempuan. Lama menjadi reporter, Nina ingin meliput cerita yang signifikan. Ia menemukan situs yang menyediakan orangorang dengan berbagai jenis kelamin dan kisaran umur yang bersedia menampilkan dirinya lewat webcam untuk menuruti permintaan seksual apapun yang diminta. Ia lalu mendapatkan narasumber bernama Tyson dari situs tersebut, yang pada akhirnya ‘dikhianati’ oleh Nina. Trusting People on The Social Media? Berbagai konflik dalam film Disconnect ini terjadi karena karakter-karakternya menaruh kepercayaan terlalu besar pada orang yang mereka kenal lewat internet. Cindy

menaruh kepercayaan dengan menceritakan kehidupan pribadinya pada teman mengobrolnya di support group, Brian termakan tipuan temannya dengan menaruh kepercayaan pada apapun yang dikatakan ‘Jessica’, dan Tyson menaruh harapan dan kepercayaan untuk bisa diselamatkan dan dapat tinggal bersama oleh Nina yang ternyata melaporkan ‘agensi’-nya ke FBI. Online trust dapat muncul dari berbagai faktor. Pertama, dari rasa nyaman yang dirasakan saat berinteraksi lewat internet. Menurut Mckenna dan Green (2002), orang-orang yang memiliki kecemasan sosial dan sering merasa kesepian lebih menyukai interaksi online karena mereka dapat berkomunikasi dengan percaya diri tanpa harus mengalami kecemasan yang dirasakan saat berinteraksi tatap muka. Kedua, internet menyediakan lawan bicara dengan kemungkinan memiliki teman atau kenalan yang sama (mutual friend) lebih kecil. Dengan begitu, kerahasiaan dari apapun yang diketahui lawan bicara di internet lebih terjaga. Contoh dari rahasia tersebut, yaitu sifat asli kita yang berbeda dengan apa yang diketahui orang-orang di sekitar kita (Mckenna, Green, & Gleason, 2002). Selain beberapa aspek tersebut, film ini menunjukkan bahwa banyak pengguna internet belum mengetahui bahaya dari mengekspos hal yang bersifat privat ke dalam internet. Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya insiden dan hal-hal yang dapat merugikan seperti dalam film Disconnect ini, kita perlu melindungi privasi kita dengan meningkatkan kesadaran mengenai keamanan dalam berinteraksi lewat internet. Referensi: Mckenna, K. Y. A., Green, A. S., & Gleason. M. E. J. (2002). Relationship formation on the internet: What’s the big attraction? Journal of Social Issues, (58)1, pp. 9-31. New York University. Diperoleh dari: http://www.jrichardstevens.com/articles/McKenna onlinerelation.pdf Mckenna, K. Y. A., & Green, A. S. (2002). Virtual group dynamics. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, (6)1, pp. 116-127. New York University. DOI: 10.1037//1089-2699.6.1.116. Diperoleh dari:http://www.ece.ubc. ca/~leei/519/2002-VirtualGroupDynamics.pdf

16 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014


ada apa

Di Media Sosial Sekarang?

AMINDARI N. FITRIYANTI KASTRAT BEM FAKULTAS PSIKOLOGI UI

K

emarin ada yang baru di Pemilu 2014. Penggunaan media sosial mulai menjadi tren kampanye Indonesia. Sebut saja Twitter, Facebook, BBM, telah menjadi modal kampanye yang mulai dilirik dalam Pemilu. Wajar saja, persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72%, tertinggi di Asia, mengalahkan Cina (67%), bahkan negara Asia dengan teknologi internet maju, pemanfaatan media sosialnya rendah, seperti Korea Selatan (49%) atau Jepang (30%) (Mohamed, 2013). Kota Jakarta menjadi tempat yang memiliki persentase penggunaan Twitter terbanyak. Dengan kata lain, media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari sebagian besar masyarakat negeri ini. Meskipun demikian, besarnya angka pengguna media sosial tersebut tidak diiringi oleh kualitas pemberitaan yang dimuat. Sering kita temui kampanye hitam yang tak memiliki sumber kredibel hadir meracuni indahnya perdamaian di negeri ini. kampanye di sosial media Walaupun seruan untuk kampanye sehat gencar dilaksanakan, kampanye hitam tetap menjadi sesuatu yang tidak bisa terbendung. Sebenarnya permasalahan utamanya bukan pada kampanye hitamnya, melainkan kampanye hitam tersebut menjadi suatu provokator efektif masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pemberitaan yang selalu ramai diperbincangkan di Facebook dan Twitter mengenai isu-isu SARA yang tidak bersumber. Terlebih lagi banyak orang dengan mudahnya membuat kultweet dan status mengenai kampanye hitam yang tak berdasar tersebut. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk suasana demokrasi Indonesia.

mengapa kita terlalu mudah percaya? Pertanyaannya, apakah masyarakat di luar sana sepasif itu dalam menerima informasi? Apakah semudah itu masyarakat percaya isu SARA? Tidak ada jawaban bulat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Menggeneralisasi masyarakat pun merupakan suatu sesat pikir yang sangat buruk. Untungnya, di fakultas psikologi ini, kita mempelajari satu hal yang mudah-mudahan dapat menjawab masalah ini. Masih ingatkah pada Teori Confirmation Bias? Confirmation Bias berarti hanya mempercayai hal-hal yang sesuai dengan kepercayaan yang dianut, harapan, atau hipotesis sederhana (Nickerson, 1998). Di Indonesia, dari beberapa kasus terlihat bahwa masyarakat kritis hanya pada lawan dari pilihannya saja dan tanpa alasan yang jelas terkesan menolak semua informasi dari lawannya. Hal ini dapat dikatakan sebagai kritis berat sebelah, sehingga beberapa masyarakat terkesan termakan oleh kampanye hitam. apa yang kita perlu perbuat? Akhir kata, Menurut Paul dan Elder (2002), berpikir kritis memerlukan upaya lebih dan butuh latihan untuk membiasakanya. Dengan momentum ini sebaiknya kita melihatnya sebagai suatu bentuk proses latihan masyarakat dalam kritis menerima informasi sehingga demokrasi ini semakin dewasa nantinya. Referensi Mohamed, A. (2013, November 5). Di 5 media sosial ini, orang Indonesia pengguna terbesar sedunia. Diperoleh dari http://www.merdeka.com/uang/di-5 media-sosial-ini-orang-indonesia-pengguna-terbesar-dunia.html Nickerson, R. S. (1998). Confirmation bias: A ubiquitous phenomenon in many guises. Review of General Psychology, 2(2), 175-220. doi:http://dx.doi. org/10.1037/1089-2680.2.2.175 Paul, R. W., & Elder, L. (2002). Berpikir kritis. New Jersey: Financial Times Prentice Hall.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 17


MENCARI

inspirasi seni DAN MEMEPLAJARI

LEWAT MEDIA SOSIAL

M

enjelajahi internet rasanya tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai hal mampu diperoleh dari internet dan mendorong kita untuk menciptakan berbagai gagasan serta karya baru nan cemerlang, terlebih dengan hadirnya media sosial yang beraneka ragam. Saat menikmati dan menghasilkan karya seni, media sosial seakan menjadi gudang dan wadah bagi kita untuk menemukan inspirasi dan berbagi ekspresi jiwa. Sebagai contoh, tengok saja dua media sosial yang memfasilitasi karya seni auditori dan karya seni visual: Soundcloud dan Instagram. Soundcloud memungkinkan musik yang diciptakan dan diunggah oleh para penggunanya dapat didengar dan diakses oleh banyak orang, sementara Instagram memungkinkan banyak orang untuk berbagi kreativitas, cerita, dan hidup lewat foto atau gambar (Jenkins & Sanchez, 2013). Kedua media sosial tersebut dapat dengan mudah diakses tidak hanya melalui browser komputer, namun juga melalui aplikasi telepon genggam. Berbagi dan menemukan inspirasi seni pun menjadi mungkin dengan adanya media sosial Tumblr. Tidak hanya dimiliki secara perseorangan, berbagai institusi seperti sekolah seni pun rupanya memiliki akun Tumblr yang mana sebagian karya para muridnya dipublikasikan, misalnya Columbus College of Art and Design (http://ddccad. tumblr.com), School of the Art Institute of Chicago (http:// saic.tumblr.com), Parsons the New School for Design (http:// parsonadmission.tumblr.com/), School of Visual Arts (http:// schoolofvisualarts.tumblr.com), dan Minneapolis College of Art and Design (http://mcad-illustration.tumblr.com) (Hefnawy, 2014).

AMINDARI N. FITRIYANTI KRESENBUD BEM FAKULTAS PSIKOLOGI UI

Mempelajari seni pun rupanya dapat dilakukan lewat media sosial. YouTube memiliki berbagai video tutorial menggambar, membuat prakarya, maupun bermain alat musik, yang sudah tak terhitung jumlahnya. Carlos (2012) melakukan penelitian mengenai fenomena belajar seni lewat media sosial ini. Pada penelitiannya, partisipan diberikan kesempatan untuk mempelajari seni dengan bergabung di sebuah komunitas online (semacam forum). Partisipan dapat memublikasikan blog, foto, dan video serta dapat mengirim pesan, berbincang, dan berdiskusi dalam forum tersebut. Dengan mempelajari seni lewat media sosial, para partisipan menemukan bahwa mereka banyak belajar hal ketika menganalisis karya yang dipublikasikan orang lain dan membaca komentar-komentar online mengenai karya tersebut. Beberapa partisipan bahkan mengaku bahwa mereka merasa lebih nyaman untuk mengamati dan mengomentari hasil karya seni orang lain di media sosial dibanding di dunia nyata. Mencari inspirasi seni tidak harus selalu dilakukan dengan pergi refreshing ke pantai, gunung, atau objek wisata lainnya. Mempelajari seni pun tidak harus selalu ditempuh lewat kursus. Cukup manfaatkan media sosial yang ada. Praktis dan tidak dipungut biaya! Referensi Castro, J. C. (2012). Learning and teaching art: Through social media. Studies in Art Education, 53(2), 152-169. Diperoleh dari http://search.proquest.com/doc view/933127698?accountid=17242 Hefnawy, A. (2014, May 13). 5 inspiring art school Tumblrs to spur your creativity. Dipublikasikan di http://www.shutterstock.com/blog/art-school tumblrs-to-inspire Jenkins, J. & Sanchez, R. L. (14 November 2013). Soundcloud and Instagram, music and pictures unite. Diperoleh dari http://www.socialmediadelivered. com/2013/11/14/soundcloud-and-instagram-music-and-pictures-unite/

18 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014


MENGENAL PSIKOLOGI MELALUI SENI

psyfest 2014

dok. pribadi Publikasi psyfest

P

sychology Festival (PSYFEST) 2014 merupakan acara yang telah diselenggarakan ketiga kalinya oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. PSYFEST 2014 ini mengangkat tema “Look Around! It’s Bigger Than You Think! PSYFEST 2014 ini bertujuan untuk memperkenalkan ilmu psikologi dan manfaat pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari kepada masyarakat umum melalui iklim seni. PSYFEST 2014 terdiri dari beberapa segmen acara, diantaranya adalah seminar, talkshow, exhibition, lomba serta penampilanpenampilan. Acara ini akan diadakan selama dua hari, yaitu 12-13 September 2014 di Koridor Upper Ground (depan Marks & Spencer) Kota Kasablanka dan Food Society Kota Kasablanka. BAGAIMANA LIPUTAN ACARANYA? Hari pertama PSYFEST 2014 dibuka dengan sambutan ketua pelaksana PSYFEST 2014, juga Ketua BEM Psikologi UI 2014 dan dekan Fakultas Psikologi UI. Selanjutnya performa dari Bilik Musik membuka rangkaian acara PSYFEST 2014. Rangkaian acara pertama seminar bertemakan “Plan Your Future Career”. Seminar ini ditujukan bagi fresh graduate serta masyarakat secara umum yang ingin mengetahui tentang karir dan pekerjaan. Pembicara seminar adalah Alexander Sriewijono (Psikolog dan Direktur Daily Meaning, Career Consultant). Selain seminar, ada pula exhibition yang memuat berbagai karya seni dan games menarik. Exhibition tersebut memperkenalkan psikologi melalui berbagai karya yang dimuat. Exhibition tersebut berjalan pada kedua hari PSYFEST 2014 di area Food Society. Hari pertama ini ditutup dengan penampilan dari Abel Makanjama.

ADA APA DI HARI KE-2? Hari kedua PSYFEST 2014 dibuka dengan lomba mewarnai dan menggambar bagi anak-anak usia 4-11 tahun. Lomba tersebut diadakan di UG Koridor Mark & Spencer. Bersamaan dengan itu, di area Food Society diadakan pula talkshow mengenai parenting. Talkshow tersebut menghadirkan Dra. Tika Bisono, M. Psi T, Psikolog (Psikolog) dan Febria Silaen (Assistant Managing Editor Fimela Network) sebagai sharer. Talkshow ini mengangkat tema “Learning Through The Child’s Lens”. Talkshow selanjutnya juga tak kalah menarik. Talkshow bertemakan “Find Your Mr/Mrs. Right” dibawakan oleh Dian Wisnuwardhani, S. Psi., M.Psi (Psikolog, dosen Psikologi Sosial F.Psikologi UI). Talkshow ini berisi bagaimana pemilihan pasangan bagi dewasa muda. Talkshow ini mengundang pasangan Zee Zee Shahab dan Prabu Revolusi sebagai sharer. PUNCAK ACARA YANG SPEKTAKULER Setelah kedua talkshow tersebut, ada grand closing yang juga tak kalah menarik. Grand closing tersebut dibuka dengan penampilan dari Kencana Pradipa dengan persembahan tari nusantaranya. Tak juga itu, ada pula penampilan band dari Ladia, Doglas n Soulkeeper, dan Ruang Dua. Puncak acara grand closing ditutup dengan penampilan spesial dari Endah n’ Rhesa. Endah n’ Rhesa tampil membawakan beberapa lalu yang memukau para penonton yang hadir di sana.

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 19


BERMAIN DAN BERKARYA BERSAMA DI

dok. pribadi

piastro 2014

Publikasi pIASTRO

S

iapa yang tidak tahu Piastro? Kompetisi seni dan olahraga tahunan yang dibawa oleh Departemen Olahraga dan Rekreasi BEM Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini merupakan salah satu kegiatan besar yang akan diikuti oleh mahasiswa Fakultas Psikologi dari seluruh universitas di Indonesia, serta kalangan umum lainnya. Psychology in Art and Sport through Competition tahun 2014 membawakan tema We Play As One yang lahir dari isu psikologi belongingness, yang berarti rasa kepemilikan dan memiliki antara satu individu dan individu lainnya. Isu psikologi dan tema yang diangkat ini diharapkan dapat membuat para peserta Piastro 2014 akan bertanding sebagai satu kesatuan yang tergabung sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi seluruh Indonesia. Selain itu, belongingness yang merupakan kebutuhan dasar manusia ini juga akan dituangkan ke dalam bentuk interaksi antarpanitia, antarpeserta, dan antara perserta dan panitia pada semua rangkaian acara, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan rasa saling memiliki terhadap Piastro.

penghargaan dengan nominasi seperti Best Costume, Best Persyaratan, dan nominasi Ter-Piastro. Piastro Award ini diharapkan dapat meningkatkan semangat dan atmosfer berkompetisi semua orang yang berpartisipasi pada Piastro 2014. Antusiasme dan serunya Piastro 2014 sudah dapat dirasakan semenjak masa pendaftaran Piastro 2014, yaitu pada tanggal 2 Agustus hingga 10 September, technical meeting pada tanggal 20 September, gathering night pada tanggal 25 September, opening ceremony pada tanggal 26 September dan akan dilanjutkan dengan penyelenggaraan kompetisi. Piastro berakhir pada tanggal 4 Oktober 2014 yang merupakan closing ceremony yang akan diadakan pada GOR Bulungan Jakarta Selatan. Selain rangkaian acara tersebut, pada 5 September yang lalu Piastro 2014 juga telah mengadakan seminar yang bertajuk “Men vs Women: Do they really come from a different planet?�, mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan bagaimana cara menghadapi perbedaan tersebut.

Berbeda dengan Piastro sebelumnya, Piastro 2014 akan diramaikan dengan kompetisi yang baru pertama kali dipertandingkan di Piastro, yaitu mural. Meskipun demikian, cabang lomba lainnya seperti basket, futsal, fotografi, modern dance, dan tari tradisional juga akan menjadi kompetisi panas karena tingginya antusiasme peserta. Kompetisi seru dan menyenangkan tidak hanya diadakan di atas panggung maupun lapangan. Pada Piastro 2014, kompetisi tersebut juga akan dibawa ke bangku penonton. Panitia sengaja mengadakan Piastro Award dengan nominasi Best Supporter untuk mengapresiasi para pendukung peserta kompetisi yang telah menambah semangat peserta. Selain nominasi Best Supporter, Piastro Award juga akan memberikan

Jadi, tunggu apa lagi? Mari mencetak sejarah dengan menjadi bagian dari Piastro 2014. Bagi teman-teman yang ingin berpartisipasi pada Piastro 2014 namun tidak tahu harus bertanya kepada siapa, tanyakan langsung pada Astroman! Maskot Piastro 2014 ini tahu segala hal mengenai Piastro. Temui Astroman dengan mengakses media sosial seperti Twitter (@piastropsikoui), laman Facebook (Piastro Psikologi UI), atau langsung mengakses laman web Piastro 2014 (www.piastropsikoui.com). Dengan senang hati, Astroman akan menjawab pertanyaan kamu seputar Piastro 2014.

20 | BUNCH 8TH edition/oktober/ 2014


U P D AT E

did yo u k n ow ? 15 SITUS JEJARING SOSIAL TERPOPULER FACEBOOK // T WIT TER // LINKEDIN // PINTEREST // GOOGLE PLUS+ // TUMBLR // INSTAGRAM // VKONTAKTE | VK // FLICKR // MYSPACE // MEETUP // TAGGED // ASK.FM // MEETME // CLASSMATES I N D O N E S I A P E R I N G K AT K E - 8 D I D U N I A

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan, pengguna internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang, 80% di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia. POPULAR SOCIAL MEDIA IN INDONESIA

Situs jejaring sosial yang paling banyak diakses pengguna internet di Indonesia antara lain Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook dan peringkat 5 pengguna Twitter. FAC E B O O K U S E R S

Pengguna Facebook masih lebih banyak berusia muda, akan tetapi pengguna berusia 45 hingga 54 tahun berkembang 45% sejak akhir tahun 2012. FAC E B O O K P R I VAC Y

2.5 miliar pengguna Facebook menyebarkan konten pribadinya, tanpa menghiraukan privasi dirinya. SECOND BIGGEST SOCIAL MEDIA

Pengguna Google+ meningkat sebanyak 33% dari Juni 2012 ke Maret 2013, sehingga menjadi jejaring sosial terbesar kedua di dunia. MEDIA SOSIAL DAN PEKERJAAN

1 dari 10 dewasa muda ditolak oleh pekerjaannya karena konten yang terdapat pada profil media sosial mereka. FAC E B O O K FAT I G U E

“Facebook Fatigue”, menyebabkan semakin banyak remaja beralih ke Twitter, sehingga kini 24% remaja menggunakan Twitter, meningkat dibandingkan tahun 2011 yakni 16%. Referensi:

Riskia RamadHina S.

ANINDITA k. alkarisya

Adler, E. (2013, Desember 16). Social media engagement: The surprising facts about how much time people spend on the major social ne works. Business Insider Indonesia. Diakses dari http://www.businessinsider.co.id/social-media-engagement-statistics 2013-12/#U8y8GZG8_1p Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2014). Pengguna internet di Indonesia capai 82 juta. Diakses dari http://ko info.go.id/ Susskind, J. (2013, Juli 24). 12 facts about social media in 2013 you didn’t know. IVN. Diakses dari http://ivn.us/2013/07/24/12-social-media stats-of-2013-you-didnt-know/ Smith, C. (2013, Oktober 18). Social media demographics: The surprising identity of each major social network. Business Insider. Diakses dari http://www.businessinsider.com/a-primer-on-social-media-demographics-2013-9?IR=T& eBiz MBA. (2014). Top 15 most popular social networking sites August 2014. Diakses pada 4 Agustus 2014, dari http://ww webizmba.com/articles/social-networking-websites

biro media/ bem fakultas psikologi ui/2014 | 21


Menurun: 1.Anonimitas 2.Cyberbullying 4.Facebook 5.Selfie 6.Exchange 7.Impresi Mendatar: 3.Kesalahpahaman 5.Silentreader 8.Reward 9.Equality

KUNCI JAWABAN MENDATAR

MENURUN




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.