BUNCH April 2013 Vol:4

Page 1



ATTIC

03

ABOUT THE TOPIC

Di bulan April ini ada hari yang terkenal sebagai April Fool’s Day yang terkenal sebagai hari penuh tipuan, kebohongan, dan kejahilan. Ternyata tidak hanya pada tanggal 1 April saja ‘tipuan’ ini terjadi dalam kehidupan kita. Merasa pernah ter tipu? Atau malah merasa sering ter tipu? Kesel gak sih? Memang sungguh banyak tipuan di sekitar kita dalam berbagai bentuk yang mungkin kita sadari dan tidak kita sadari. Ternyata tipuan tersebut akan sangat menarik apabila dilihat dari sudut pandang Ilmu Psikologi!

Redaksi

Karena itulah, Bunch edisi per tama di tahun 2013 ini akan membahas mengenai “Deception”, Ilmu Psikologi akan membantu kita menjelaskan beberapa fenomena meliputi tipuan dan kebohongan seper ti; kebohongan dalam hubungan romantis, alasan mengapa mata kita bisa ter tipu, dan bagaimana membaca kebohongan yang dibahas secara ringan! Menarik bukan? Akhir kata, selamat menikmati Bunch edisi per tama ini! Keep calm and don’t be fooled!

Redaktur Ar tistik dan Layout : M. Kautsar Ramadhan Sukin

-Pimpinan Redaksi

//COVER by jOHAN WAHYUDI

Penanggung Jawab : Ananda Findez Shidiq Pimpinan Redaksi : Johan Wahyudi Editor : Anabelle Wenas

Divisi Repor tase : Hana Paramytha Divisi Fotografi : Anggraini Hapsari Divisi Marketing : Dea Safirahilda

DITERBITKAN OLEH BIRO MEDIA BEM PSIKOLOGI UI Reporter: Hana Paramytha, Annabelle Wenas, Anggraini Hapsari, Dea Safirahilda, M. Kautsar R. Sukin, Johan Wahyudi, Gumilang Reza, Silvia Ranny Wafiroh, Andina, Chairunnisya Harahap, Kresenbud BEM IKM Psikologi UI 2013, Kastrat BEM IKM Psikologi UI 2013. Desain, Tata Letak, dan Percetakan: M. Kautsar R. Sukin, Johan Wahyudi. Fotografer: Anggraini Hapsari, Hanisa Amalina, Indira Wahyu Mutidianti, Yulia Setia Rina. Marketing & sirkulasi : Dea Safirahilda, Annabelle Wenas. ILLUSTRATOR : Lu’lu N. A. , Hana Paramytha.


04

“Dulu aku pernah punya teman sekolah yang ga diterima sama semua orang karena suka melebihlebihkan sesuatu yang sebenarnya ga ada. Salah satu contohnya, dia sering banget menggambarkan diri dia sebagai orang yang lemah kayak mengaku punya penyakit A sampai harus dioperasi dan dirawat sebulan padahal pada kenyataannya sehatsehat aja. Orang kayak gitu mungkin memang berbohong karena sudah menjadi kebutuhan dan malah menjadi jati dirinya gitu. Dia sendiri seper ti menikmati kebohongannya.” Hastin Melur Maharti, Psikologi UI 2011

“Ga tau juga kenapa dia ‘terbiasa’ untuk bohong. Mungkin faktor kebiasaan kali ya karena hal yang dibiasakan sejak kecil menjadi terbawa hingga dewasa. Salah satu contohnya adalah salah satu teman saya. Kan dulu kita samasama bersekolah di sekolah asrama. Dia bilang sama kita kalau dia mau izin balik ke rumah karena sakit. Eh Ibunya malah nelpon kita dan nanyain dia ada dimana. Selain itu dia juga pernah mengaku dirawat, punya barang ini itu, tapi ya ga ada buktinya.” Edy Irawan, Hubungan Internasional UI 2011

Oleh :

hana paramytha

BUNCH 4TH APRIL 2013

KEBOHONGAN

DI SEKITAR

KITA “Menurutku orang yang suka bohong terus-terusan terlepas dari apapun kondisinya itu adalah orang yang imajinatif. Ibuku punya rekan kerja yang hobinya bohong. Bilang kalau hari ini ada rapat, per temuan segala macam padahal kenyataannya ga ada. Trus dia pernah cerita kalau sedang usaha ini itu semacam investasi. Teman Ibu yang lain ter tarik, eh ternyata dia ga punya apa-apa. Ibu pernah nanya sama orangnya tentang kebiasaan bohongnya, terus orangnya cerita kalau dia berbicara apapun yang ada di otaknya sampai ga sadar kalau yang dia omongin itu hal bohong.” Gusti Ruri Lestari, Teknik Metalurgi dan Material UI 2012

“Aku punya teman yang kerjanya berbohong terus. Salah satu kebohongan yang cukup signifikan, dia bohongin satu sekolah tentang kirim pulsa. Jadi, dia pakai nomor ga jelas, minta kirim pulsa mengatasnamakan orang lain. Besoknya, tentu aja orang yang bersangkutan ga nger ti ketika ditanyai atau ditagihin pulsa dan itu berlangsung selama berbulan bulan bahkan sampai setahun. Pernah sih menduga, mungkin disebabkan sama krisis pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Secara kasar kayak pengen dilihat gitu.” Frea Petra Maheswari, Psikologi UI 2011

foto : istimewa

Bohong lagi, lagi, dan lagi! Pernah kenal sama orang yang kerjaannya berbohong terus-menerus terlepas dari apapun kondisinya? Menurut kalian, kenapa sih mereka terus berbohong? BUNCH menanyakan hal tersebut kepada temanteman kita di UI dan inilah jawabannya..


05

tentang kebohongan

narasumber : Dra. Sri Fatmawati Mashoedi, M.Si oleh : Hana Paramytha Apakah ada orang yang tidak berbohong sepanjang hidupnya? Rasanya sulit dipercaya. Sri Fatmawati Mashoedi, atau yang akrab disapa Mbak Wiwiek adalah dosen psikologi sosial Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dalam wawancara ini, beliau memaparkan fakta seputar kebohongan. Gara-gara setitik kebenaran, sempurna suatu kebohongan Orang kurang yakin dan sedang mengalami kecemasan adalah pihak yang lebih mudah untuk dibohongi. Namun ada juga hal yang membuat orang mudah dibohongi, yaitu bila orang tersebut melihat adanya setitik kebenaran pada kebohongan yang dilakukan oleh orang lain. Disinilah kehebatan seseorang dalam berbohong berperan untuk menampilkan sisi “benar” dari apa yang ia sampaikan sehingga kebohongannya bisa dipercaya. Imbalan dan hukuman, penyebab kebohongan utama Pernyataan yang secara sengaja dikemukakan oleh seseorang dengan maksud menipu orang lain dapat digolongkan sebagai berbohong. Dalam kebohongan, selalu ada imbalan yang diinginkan atau hukuman yang dihindari. Ada empat kategori imbalan yang memotivasi seseorang untuk berbohong, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar, af iliasi dalam rangka memperkuat hubungan yang diinginkan atau memperlemah hubungan yang diinginkan, melindungi atau meningkatkan harga diri dan untuk mencapai kepuasan diri seper ti berbohong untuk humor. Namun, berbohong bisa saja didorong oleh keinginan untuk menolong orang lain. White Lies tidak berbahaya dibandingkan Black Lies? Pikir lagi! Ketika kita berbicara mengenai white lies, kita harus melihat dulu mengenai “kebaikan” dari kebohongan

foto : HANISA AMALINA

Fakta tersebut. Kebaikan itu menurut sudut pandang siapa? Berdasarkan kebaikan dari sisi si pemberi white lies atau objek white lies? Belum tentu sesuatu yang kita anggap baik ternyata memang betul-betul baik bagi orang yang kita bohongi. Bagaimana jika white lies yang kita lakukan ternyata justru menyengsarakan orang tersebut? Oleh karena itu, dalam melakukan white lies kita benar-benar harus melakukannya berdasarkan kepentingan orang tersebut, bukan karena kepentingan pribadi atau pihak lain. Akan tetapi, kejujuran selalu lebih baik dibandingkan kebohongan terlepas dari white atau black lies. Kadangkala kita tidak sadar jika kita tengah berbohong Biasanya seseorang dapat mengetahui apakah dirinya berbohong atau tidak. Namun, terkadang sukar untuk menyadari apakah kita berbohong atau tidak. Misalnya, anda membuat sebuah rumah yang bagus dan anda melontarkan per tanyaan “Menurut pendapat anda, bagaimana rumah baru saya ini?”. Pikirkanlah, apakah per tanyaan ini murni anda ajukan untuk mengetahui pendapat orang lain atau sekadar mendapatkan pujian mengenai kehebatan rumah anda? Waspada jebakan pikiran dalam mendeteksi kebohongan! Forrest dan Feldman (dalam Baron & Byrne, 2003) dalam penelitiannya menemukan adanya peranan faktor kognitif dalam mendeteksi kebohongan. Menurut penelitian tersebut, pikiran yang ter tuju untuk mendeteksi adanya kebohongan justru membuat seseorang gagal menemukan adanya kebohongan karena kita cenderung untuk memperhatikan katakata dibandingkan tanda-tanda nonverbal yang mengindikasikan kebohongan.

biro media bem ikm f.psi ui 2013


06 Learning to Detect

Deception from Movies:

Lie to Me foto : ISTIMEWA

series

Oleh :

JOHAN WAHYUDI

B

eberapa f ilm dan series seringkali memakai prinsip, teori, dan fenomena psikologi baik sebagai plot, topik, dan penokohannya. Beberapa contoh f ilm yang topiknya didominasi psikologi adalah Fight Club (1999) dan A Beautiful Mind (2001) yang membahas tentang schizophrenia, Memento (2000) dan 50 First Dates (2004) yang membahas tentang anterograde amnesia, ser ta Rain Man (1988) yang membahas tentang autistic savant. Teori psikologi yang mengkaji perilaku manusia ternyata memiliki peran yang cukup besar dalam mendeteksi tipu muslihat. Salah satunya adalah microexpression dan body language yang dapat menjadi panduan dalam mendektesi kebohongan yang disampaikan secara lisan. Salah satu contoh serial televisi yang memakai topik ini dengan sangat dominan adalah ‘Lie to Me’. ‘Lie to Me’ adalah serial televisi yang diproduksi oleh Fox Broadcasting Company berawal pada bulan Januari 2009 sampai Januari 2011. Dalam serial ini, Dr. Cal Lightman (Tim Roth) beser ta timnya yang tergabung dalam ‘The Lightman Group’ harus menyelesaikan berbagai perkara yang diajukan oleh kliennya dengan memanfaatkan aplikasi dari teori psikologi mengenai microexpression, facial action coding system, dan body language untuk mendapatkan informasi mengenai kebenaran dari kasus tersebut. Sebagai contoh penerapan teori body language adalah apabila seseorang tidak

BUNCH 4TH APRIL 2013

yakin dengan perkatannnya ia akan cenderung mengangkat sebelah bahunya, dan apabila seorang pria merasa tidak aman ia akan cenderung menutupi bagian depan alat kelaminnya dengan kedua tangannya. Contoh dari microexpression yang dapat dibaca dengan facial action coding system adalah terangkatnya kedua alis dan membesarnya pupil selama sepersekian detik ketika seseorang merasa terkejut. Microexpression berguna untuk mendeteksi kebohongan dengan membandingkan ucapan dengan ekspresi yang ditampilkan, apabila tidak cocok, maka ada kemungkinan bahwa ucapannya adalah bohong. Dr. Cal Lightman yang menjadi karakter utama disini sendiri merupakan penggambaran dari seorang psikolog ahli dalam microexpression dan body language dalam dunia nyata yaitu Paul Ekman. Di dalam serial ini, metode yang dipakai oleh tokoh-tokohnya untuk mengidentif ikasi kebohongan ternyata berasal dari teori psikologi yang memang valid. Karena berasal dari teori, metode-metode ini cenderung aplikatif bagi kita yang menontonnya dan dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun secara teori terlihat cukup aplikatif, ternyata dalam menggunakannya diperlukan serangkaian latihan. Pesan yang ingin disampaikan melalui serial ini adalah jangan sampai berprasangka buruk dengan orang lain karena salah dalam mengobservasi!


07

BLACK &WHITE

LIARS IN MOVIES

Dalam sebuah film, seringkali dijumpai tokoh dengan kebohongan yang merugikan (black lies) meskipun ada juga yang berbohong demi kebaikan (white lies). Berikut ini adalah beberapa karakter dalam film dengan kebohongan yang mereka miliki. Black atau white? You decide!

1.Frank Abagnale Jr. (Catch Me If You Can) Frank kabur dari rumah pada usia 16 tahun dan untuk memenuhi kebutuhannya, ia memalsukan cek dengan menyamar sebagai pilot, asisten profesor, dokter anak, pengacara, dan agen rahasia. Dengan IQ mencapai 140, dan ketangkasan luar biasa, Frank menjadi sangat sulit ditangkap. Pada usia 21 tahun, ia sudah menjadi buronan internasional dengan memalsukan dan mencairkan cek sejumlah $25.000.000 di 26 negara. Menariknya lagi, Frank Abagnale ini bukan merupakan tokoh f iktif. Frank Abagnale Jr. yang asli kini mendirikan perusahan yang bergerak di bidang penanganan kasus penipuan. Frank has Black / White Lie? Semua kebohongan yang di buat oleh Frank ber tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, atau untuk menutupi kebohongannya yang lain, bahkan tidak ragu untuk merugikan banyak orang.

foto : ISTIMEWA

2.Guido (Life Is Beautiful) Orangtua yang baik selalu jujur terhadap anaknya. Apa benar demikian? Guido, seorang Bapak keturunan Yahudi yang tinggal di kamp konsentrasi setiap hari membohongi anaknya yang baru berusia 5 tahun, Joshua. Ia mengatakan bahwa kamp konsentrasi adalah sebuah permainan yang pemenangnya akan memperoleh hadiah berupa tank. Karena serangkaian kebohongan inilah Joshua kecil tetap dapat ber tahan dalam kondisi psikologis yang baik selama berada di kamp. Joshua akhirnya dapat dengan selamat keluar dari kamp meskipun sayangnya, Guido tidak bisa keluar bersamanya. Guido has Black / White Lie? Alasan utama Guido berbohong adalah demi kebaikan anaknya dan tidak merugikan siapapun. Jika Guido tidak berbohong, anaknya tidak akan dapat keluar dari kamp dengan selamat.

3.Severus Snape (Harry Potter) Snape bergabung dengan kelompok penyihir gelap death eater saat Voldemor t menunjukan penghargaan atas kemampuannya. Diluar dugaannya, keanggotaan tersebut secara tidak langsung menyebabkan kematian Lily, wanita yang paling ia cintai sekaligus ibu dari Harry Potter. Semenjak itu, sepanjang hidupnya ia menjalani peran ganda sebagai mata-mata Voldemor t sekaligus anak buah Dumbledore untuk membalas kematian Lily. Saat Snape meninggal, orang-orang tetap mengira bahwa Snape adalah penjahat yang mengabdi pada Voldemor t. Meskipun pada kenyataannya, ialah yang membantu Harry Potter mendapatkan pedang legendaris untuk membunuh Voldemor t. Snape has Black / White lie? Bagaimana menurut kalian?

Oleh :

ANGGRAINI HAPSARI

biro media bem ikm f.psi ui 2013


foto : hanisa amalia

08

Oleh :

GUMILANG REZA

T

Kebohongan dalam Hubungan Romantis

ak semua hubungan romantis berjalan sesuai dengan keinginan kita. Malah seringkali, hubungan romantis terpaksa berakhir karena adanya kebohongan. Berdasarkan sebuah studi, sebagian besar individu (92%) mengaku telah berbohong pada pasangannya. Saat tidak berbohong secara eksplisit kepada pasangan, banyak pula yang mengakui bahwa mereka sedang menyembunyikan informasi atau mencoba menghindari pembahasan topik-topik ter tentu dengan pasangannya secara keseluruhan. Meskipun berkata jujur dan dimenger ti menjadi faktor penting dalam hubungan romantis, kebohongan juga dibutuhkan, bahkan dalam kondisi terbaik selama hubungan tersebut (Miller & Stiff, 1993, Solomon, 1993 dalam Cole, 2006). Hubungan romantis pun memiliki dua aspek yang memicu dan “menyuburkan� kebohongan dan kerahasiaan: kesempatan yang berlimpah dan kebutuhan untuk itu. Untuk mendapatkan manfaat dan kebaikan dari sebuah hubungan intim (misalnya dukungan f isik dan emosional), penting bagi kedua pihak untuk saling mengenal satu sama lain dengan baik. Tanpa keintiman dan pengetahuan bersama terkait karakteristik pasangan, manfaat tersebut tak mungkin didapatkan. Itulah mengapa keterbukaan dan kejujuran menjadi landasan penting dalam suatu hubungan Dalam sebuah hubungan, kita sering kali begitu mempercayai pasangan kita dan menganggap diri kita mengenalnya dengan baik, padahal kenyataannya tak selalu demikian (Miller & Stiff, 1992

BUNCH 4TH APRIL 2013

dalam Cole, 2006). Akibatnya, sulit bagi individu untuk menyadari kebohongan pasangannya; meskipun sadar akan hal itu, sulit bagi individu untuk menerimanya (Cole, Leets, & Bradac, 2002 dalam Cole, 2006). Kondisi itulah yang membuat kesempatan untuk membohongi pasangan terbuka lebar. Selain memberikan berbagai manfaat, sebuah hubungan juga dapat membuat individu terkekang dan merasa perlu untuk berbohong. Seiring dengan semakin dekatnya individu dengan pasangannya, berkata jujur menjadi sesuatu yang makin sulit dan pelik (Cole, 2005 dalam Cole, 2006). Pasangan cenderung terlalu menuntut, melit (ingin mengetahui segalanya), dan merespon dengan kurang baik saat kejujuran diungkapkan (Cole, 2001, Lippard, 1988 dalam Cole, 2006). Sehingga untuk menghindari perdebatan dan per tengkaran, kebohongan dianggap menjadi jalan keluar terbaik dalam menghadapi kekangan yang muncul di suatu hubungan. Singkatnya, kontradiksi dalam sebuah hubungan kejujuran dan kebohongan, manfaat dan kekangan adalah kondisi yang tak bisa dihindari. Kita menaruh kepercayaan kepada seseorang yang paling mungkin membohongi kita, begitu juga sebaliknya. Namun, kombinasi seimbang dari aspek ber tolak belakang itulah yang membuat suatu hubungan romatis berjalan baik. Lagi pula, sebagaimana diungkapkan oleh C. S. Lewis, “to love at all is to be vulnerable�.


09

Baik & Buruknya

Kebohongan foto : YULIA SETIA RINA

“Enggak kok, baju kamu bagus!� “Maaf Kak, aku gak bisa ikut rapat karena lagi gak enak badan..�

Oleh :

Silvia Ranny Wafiroh

P

ernah mendengar kalimat-kalimat tersebut? Atau ada yang pernah mengatakan demikian kepada kalian? Sebaiknya kalian berhati-hati karena kalimat-kalimat tersebut bisa jadi salah satu bentuk dari deception. Menurut para ahli, deception adalah usaha untuk membuat orang lain percaya dengan suatu informasi salah supaya mendapatkan manfaat ter tentu, termasuk melalui lelucon (jokes), pemalsuan, penipuan, bahkan pembohongan untuk hal baik (white lies) (Hyman, 1989). Deception yang dilakukan seseorang tergantung dari tujuannya. Per tama, deception sering digunakan ketika seseorang ingin memelihara hubungan baik dengan orang lain. Misalnya, Ani terpaksa mengatakan bahwa baju yang dipakai Beta bagus semata-mata karena ia tidak ingin melukai hati Beta, walaupun sebenarnya ia tidak suka dengan model bajunya. Kedua, deception juga sering digunakan untuk membenarkan tindakan kebohongan ter tentu, misalnya tidak ikut rapat dengan alasan sakit padahal sebenarnya hanya lelah biasa. Bentuk deception berikutnya adalah untuk menjaga image (jaim) di hadapan orang lain, misalnya Cinta mengatakan bahwa ia harus sampai di rumah maksimal jam 9 malam karena ingin dianggap sebagai anak yang penurut. Terakhir, bentuk deception yang tak jarang terjadi adalah deception yang ber tujuan untuk menusuk orang lain dari belakang, atau mengambil manfaat ter tentu dari orang lain untuk diri sendiri. Misalnya Wina selalu ber teman dengan Shafa karena Shafa dikenal sebagai anak orang yang pandai.

Setiap hari, Wina selalu berada di samping Shafa untuk belajar bersama. Namun, deception Wina mulai terkuak ketika ia menolak permintaan Shafa untuk membantunya belajar materi kuis ketika Shafa tidak masuk kuliah. Hal ini Wina lakukan karena ingin nilai kuisnya lebih bagus daripada nilai Shafa. Selain di kehidupan sehari-hari, teknik deception juga sering dilakukan ilmuwan dalam penelitiannya. Misalnya, ilmuwan yang tidak memberi tahu tujuan penelitian yang dilakukan kepada par tisipan sampai penelitian tersebut berakhir. Teknik deception dalam penelitian masih diperdebatkan oleh para ilmuwan karena dengan teknik tersebut par tisipan merasa dibohongi dan tidak nyaman. Namun, ilmuwan masih sering melakukan deception untuk memperoleh informasi yang akurat. Walaupun beberapa tujuan deception membawa manfaat untuk kita, akan lebih baik kalau kita menunjukkan sikap alami diri kita di depan orang lain. Selain itu, dengan mengatakan kebenaran kepada seseorang, bisa jadi kebenaran yang kita ungkapkan tersebut menjadi sarana bagi orang lain untuk belajar dan mengubah dirinya menjadi lebih baik. Seper ti kata pepatah, katakan sejujurnya walau itu pahit. Yuk, just be yourself and show who you really are! Referensi: Hyman, R. (1989). The psychology of deception. Annual Reviews Psychology, 40, 133.

biro media bem ikm f.psi ui 2013


10

Misbelief

About Pathological

LYING “Art is a lie whose secret ingredient is truth” - Ian Leslie, 2011

S

eper ti yang dilansir dalam situs Celeb Dir ty Laundry, Kim Kardashian dinilai merupakan pathological liar. Hal ini disebabkan karena dia berbohong mengenai kondisi fer tilitasnya untuk memperoleh simpati. Selain itu kebohongan yang dilakukannya diduga untuk meningkatkan rating reality show ‘Keeping Up With Kardashians’. Apakah benar Kim Kardashian mengidap pathological lying? Ternyata jawabannya tidak. Simak pembahasan berikut untuk mengetahui fakta yang sebenarnya. The Truth About Lies 1. Manusia pada umumnya melakukan tiga kebohongan pada setiap 15 menit percakapan (Bar tolini, 2004). 2. Daripada mengalami hidung yang memanjang, individu yang sering berbohong memiliki sekitar 25% white matter yang lebih banyak pada bagian otak prefrontal cor tex. Penemuan tersebut diperoleh dari studi yang dilakukan oleh University of Southern California (USC), Los Angeles (Holden, 2005). 3. Pada umumnya individu mulai menderita pada usia 16 tahun. Selain itu perbandingan antara jumlah pria dan wanita yang menderita PL cenderung seimbang (King & Ford, 1988). Dalam kehidupan sehari-hari berbohong sering digunakan sebagai strategi untuk memperoleh kemakmuran, keamanan, status sosial, sampai menarik

BUNCH 4TH APRIL 2013

perhatian lawan jenis. Namun ternyata tidak semua kebohongan mempunyai tujuan ter tentu. Kebohongan yang sering dilakukan secara berulang dan tanpa motif untuk memperoleh keuntungan eksternal merupakan karakteristik dari pathological lying (PL). Jika kebohongan biasa dilakukan untuk mencapai tujuan, keuntungan eksternal, dan terlepas dari hukuman, maka pathological lying sering dianggap tidak rasional (Dike, 2008). Bahkan, pada kasus ter tentu perilaku pathological lying dapat mengakibatkan kerugian bagi individu yang melakukannya. Delbrück dan pseudologia phantastica Meskipun def inisi mengenai kebohongan sudah diciptakan dan dikembangkan selama berabad-abad, def inisi mengenai PL baru per tama kali didapatkan pada tahun 1892 oleh Delbrück. Delbrück melakukan pemeriksaan mengenai kebohongan yang dilontarkan oleh kelima pasiennya (Healy & Healy, 1915) dan menurutnya, kebohongan tersebut sangat diluar batas normal sehingga membutuhkan kategori baru yang dia sebut sebagai pseudologia phantastica. Istilah PL dan pseudologia phantastica seringkali digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kasus serupa, namun hingga sekarang masih terjadi perdebatan mengenai apakah kedua istilah tersebut memang menggambarkan fenomena yang sama (Dike, Baranoski, & Griff ith, 2005).


foto : INDIRA WAHYU MUTIDIANTI

11

Oleh :

Annabelle Wenas

How to deal with pathological liars? Tantangan dalam penanganan pathological lying adalah ketidakmampuan penderita untuk membedakan kapan mereka mengatakan kebenaran dan kebohongan. Oleh karena itu cognitive behavioral therapy (CBT) dapat menjadi opsi yang tepat untuk membantu penderita PL. Melalui pendekatan terapi ini, penderita akan belajar untuk mengidentif ikasi situasi dimana mereka biasanya melakukan kebohongan. Kemampuan mengidentif ikasi situasi tersebut merupakan tanda kesiapan penderita PL untuk mendapatkan intervensi mengenai cara memperbaiki perilaku kedepannya.

dilakukan oleh penderita PL selalu berada di luar batas normal, tidak memberikan keuntungan, dan bahkan merugikan. Karena karakteristik tersebut, beberapa peneliti mencoba menyimpulkan bahwa perilaku berbohong sendirilah yang menjadi gratif ikasi bagi Individu yang menderita PL. Reward dari perilaku PL bersifat internal dan terkadang tidak disadari oleh individu, tidak seper ti kebohongan pada umumnya dimana reward bersifat eksternal dan secara sadar diperoleh (Dike, 2008). Oleh karena itu marilah kita menelaah lebih jauh sebelum menilai seseorang menderita pathological lying!

Gangguan kepribadian dan pathological lying PL perlu dibedakan dengan gangguan lainnya yang juga memiliki gejala berupa kebohongan seper ti antisocial personality disorder (APD) dan factitious disorder. Kebohongan yang terdapat pada penderita APD dilakukan untuk memperoleh keuntungan eksternal. Tidak seper ti PL, APD juga diser tai dengan riwayat conduct disorder pada masa kecil (Dike, 2008). Sedangkan pada factitious disorder kebohongan yang dilontarkan juga berbeda dengan PL karena ber tujuan untuk memperoleh ‘peran sakit’. Penderita factitious disorder secara sengaja menciptakan gejala-gejala penyakit agar mendapatkan perawatan sebagai individu yang sakit (Kring, 2010). Level, frekuensi, dan konsekuensi dari perilaku PL memang dianggap tidak rasional bagi individu yang tidak menderitanya. Kebohongan yang

Referensi: Bar tolini, L. (2004). Why we lie: The evolutionary roots of deception and the unconscious mind. Library Journal, 129(12), 114-114. Retrieved from http://search. proquest.com/docview/196768158?accountid=17242 Dike, Charles. (2008). Pathological lying: Symptom or disease? lying with no apparent motive or benef it. Psychiatric Times, 25(7), 67-73. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/204645339?accountid=17242 Dike, C., Baranoski, M., & Griff ith, E. (2005). Pathological lying revisited. The Journal Of The American Academy Of Psychiatry And The Law, 33(3), 342–349. Retrieved from http://www.jaapl.org/content/33/3/342.full.pdf. Healy, W., & Healy, M.T. (1915), Pathological lying, accusation, and swindling: A study in forensic psychology. Boston: Little, Brown. Retrieved from http://babel. hathitrust.org/cgi/pt?id=uc2.ark:/13960/t6sx67b6f;seq=5;view=1p Holden, C. (2005). A lying matter. Science, 310(5746), 227-227. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/213607684?accountid=17242 Ian L. (2011). Born Liars: Why we can’t live without deceit. London: Quercus. Kim Kardashian Lied About Fer tility Issues To Gain Sympathy Like Khloe Kardashian?. http://www.celebdir tylaundry.com/2013/kim-kardashian-liedfer tility-issues-gain-sympathy-khloe-kardashian-0301/. Diunduh pada hari Minggu, 17 Maret 2013. King, B.H., & Ford, C.V. (1988). Pseudologia fantastica: Acta psychiatrica scandinavica. 77 (1): 1–6. Retrieved from http://onlinelibrary.wiley.com/ doi/10.1111/j.1600-0447.1988.tb05068.x/pdf

biro media bem ikm f.psi ui 2013


12

Lie Detection

foto : indira wahyu mutidianti

TECHNOLOGY

Oleh :

ANABELLE WENAS

T

eknologi pendeteksi kebohongan telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Walaupun begitu, penggunaan teknologi ini masih bisa terbilang kontroversial. Ter tarik untuk mencoba salah satunya? 1.Poligraf Poligraf merupakan alat perekam parameter f isik yang diatur oleh bagian sistem syaraf dibawah kontrol kesadaran. Parameter f isik yang direkam antara lain adalah laju detak jantung dan pernapasan, tekanan darah, respon vasomotor (bagian otak yang mengatur suhu tubuh), dan gerakan otot. Hasil perekaman dari poligraf diasumsikan mengindikasikan respon stress jangka pendek yang diasosiasikan dengan kebohongan. Poligraf merekam parameter f isik saat subjek ditanyakan serangkaian per tanyaan. Namun, munculnya respon stress jangka pendek itu ternyata tidak hanya diasosiasikan dengan adanya kebohongan; respon tersebut juga berkorelasi dengan proses mental emosional seper ti takut, marah, dan terkejut. Sehingga poligraf tidak bisa benar-benar murni mendeteksi kebohongan. 2.Analisa Suara Sejak tahun 1960, analisa suara telah digunakan untuk mendeteksi kebohongan. Teknologi ini berfungsi untuk merekam aspek percakapan seper ti nada, frekuensi, intensitas, dan getaran suara yang diasumsikan dapat menjadi sinyal kebohongan. Teknologi analisa suara seringkali digunakan oleh industri perbankan dan

BUNCH 4TH APRIL 2013

asuransi untuk menilai kebenaran pernyataan klien. Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebohongan, program merekam respon untuk mengatur per tanyaan, dan variasi percakapan saat operator mencoba untuk menggali pernyataan klien. Dalam pengunaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil tes kebohongan: • Lokasi tempat subjek menjalani tes kebohongan. Misalnya, tes yang dilaksanakan dalam setting laboratorium dapat menyebabkan kecemasan yang berpengaruh pada ketepatan hasil tes • Individu yang memiliki gangguan kepribadian ter tentu mungkin saja berbohong untuk mengisi kesenjangan memori • Bias dan perilaku penguji kebohongan selama tes berlangsung juga dapat mempengaruhi hasil tes Selain dua alat teknologi diatas, masih ada beberapa teknologi pendeteksi kebohongan lainnya seper ti electroencephalography (EEG) dan face recognition. Sayangnya, belum ada satupun yang betulbetul dapat dipercaya. Agar teknologi ini dapat bekerja maksimal, konf irmasi dengan metode pendeteksi kebohongan lain juga perlu untuk dilakukan. Still care to try? Referensi: Almeida, Mara. (2011). Detecting Deception. http://www.parliament.uk/brief ingpapers/POST-PN-375. Diunduh pada hari Senin, 25 Maret 2013.


13

foto : anggraini hapsari

#Hoax Oleh :

DEA SAFIRAHILDA

T

ak masuk akal tapi masih saja dipercaya! Hoax seringkali diar tikan sebagai berita bohong yang sengaja disebar untuk dipercayai oleh orang banyak. Di masa per tukaran informasi mengalir dengan cepat, hoax juga mengalir dengan mudah. Anehnya meskipun materi hoax sulit diterima kebenarannya, masih saja ada yang mempercayai “kebenaran” dari hoax tersebut. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa hoax mudah dipercayai: 1. Keterbatasan informasi Terkadang individu mempercayai hoax bukan karena individu tersebut gampang dibohongi melainkan karena keterbatasan arus informasi yang datang kepada orang tersebut. Seper ti drama radio ‘War of The Worlds’ yang sempat menggegerkan kota New York pada tahun 1930-an. Semua warga New York berbondong-bondong mencari perlindungan dari “invasi alien” akibat drama radio yang sering mereka dengar. Pasalnya, saat itu warga New York hanya memiliki radio sebagai sumber informasi yang mereka miliki sehingga mereka menganggap “invasi alien” benar adanya. 2. Tingkat popularitas Informasi Hoax seringkali mengandung berita yang bombastis sehingga secara tak langsung turut menjadi salah satu genre informasi yang cukup dinikmati oleh kalangan masyarakat. Respon positif atas berita inilah yang membuat petinggi media massa terus menghadirkan berita tersebut sepanjang hari meskipun kebenaran berita tersebut masih diper tanyakan. Pemberitaan yang dilakukan secara terus

menerus dan mencolok ini dapat menyebabkan mata kita seakan menjadi ter tutup pada kebenaran yang ada. 3. Ketertarikan Selain itu, faktor keter tarikan juga berpengaruh dalam proses pencarian kebenaran. Manusia cenderung melakukan selective attention yaitu pemfokusan pada suatu aspek spesif ik dan mengabaikan yang lain (Klumpp & Amir, 2009) sehingga seseorang yang memang tidak begitu memperhatikan topik hoax yang disebarkan biasanya tidak peduli dan percaya saja dengan berita tersebut tanpa mengonf irmasikannya kembali. 4. Confirmation bias Selain sumber informasi, kepercayaan seseorang mengenai hal ter tentu dapat mempengaruhi kecenderungan untuk mempercayai sebuah hoax. Menurut teori conf irmation bias, manusia memiliki kecenderungan untuk lebih mudah mencari dan menerjemahkan informasi mengenai apa yang telah ia percayai dan yakini sebelumnya. Jika berita bohong tersebut berkaitan atau mendekati hal yang dipercayai, maka berita yang bersifat kebohongan tersebut lebih mudah diterima dan bahkan dapat dianggap sebagai sebuah kebenaran. Oleh karena itu, seiring dengan derasnya arus informasi, kita harus pintar-pintar memilih informasi dengan benar dan tidak mudah percaya dengan segala pemberitaan yang ada. Jangan sampai terjebak dengan hoax ya!

biro media bem ikm f.psi ui 2013


SUMBER :ISTIMEWA

14

Oleh :

DEPARTEMEN KREASI, SENI, DAN BUDAYA

B

icara tentang kebohongan, kali ini kami mau mengangkat satu karya seni yang lagi nge-hype banget akhir-akhir ini dan sukses menipu kita dengan sensasi 3D yang luar biasa. Ya, karya seni berupa lukisan ini bernama Trick Art. Trick Ar t dapat memanipulasi daya pandang manusia yang sering disebut sebagai optical illusion. Trick ar t memberikan kesan bahwa lukisan benar-benar nyata dan bukan lukisan dua dimensi biasa. Untuk membuat trick ar t, dibutuhkan perpaduan warna, perspektif, ser ta teknik pencahayaan yang sangat detail. Mr. Kamiyama, seorang perwakilan trick ar t dari Jepang menyatakan bahwa trick ar t adalah penggabungan dari warna dan sudut perspektif yang membuat lukisan menjadi terlihat 3D. Lukisan ini belum lengkap tanpa ada interaksi dengan manusia. Jadi, pengunjung harus berinteraksi pula dengan lukisan ini (kompas.com). Trick Ar t memanfaatkan tiga unsur utama dalam menciptakan ilusi visual, yaitu ilusi geometri, f isiologi, dan ilusi psikologi. Ilusi geometri berhubungan dengan konsep struktur benda, ilusi f isiologi melibatkan proses antara otak dan mata, sedangkan ilusi psikologi berhubungan dengan perasaan dan penalaran. Manusia

Trick Art: Menipu Diri Melalui Lukisan memiliki kecenderungan untuk membuat judgement dan mengobservasi suatu benda. Manusia biasanya membuat asumsi akan suatu objek tanpa benar-benar memperhatikan objek tersebut. Hal ini berdampak pada otak yang membuat kesimpulan yang salah akan objek yang dilihat mata sehingga menghasilkan ilusi sensoris (trickar t.jp). Kesenian ini per tama kali muncul pada tahun 1980 di Jepang. Pada tahun 1987, seorang pencinta seni berkebangsaan Jepang, Kenzu Kazumume, mulai mendirikan sekolah untuk para seniman trick ar t yang bernama S.D Corporation. Semenjak itu Kenzu juga mulai memperkenalkan kesenian ini kepada dunia. Trick ar t mulai diperkenalkan di Indonesia melalui sebuah pameran yang dilaksanakan selama dua bulan, pada tanggal 2 Desember 2012 – 3 Februari 2013 di sebuah mall di Jakar ta. Saat ini trick ar t dapat dinikmati sepanjang tahun di museum trick ar t yang terletak di kaki gunung Takao, Jepang. (RH/Kathy) Sumber: http://koran-jakar ta.com/index.php/detail/view01/107218 http://www.svanapaper.com/japanese-trick-ar t-explosion-in-jakar ta/ http://www.trickar t.jp/en/

Halo sivitas psikologi! Perkenalkan, kami dari Depar temen Kreasi, Seni, dan Budaya BEM IKM Psikologi UI. Pada tahun ini, kami akan menghiasi satu halaman dalam majalah BUNCH melalui program kerja PARTIKEL (pakom dan ar tikel). Secara bergantian, kolom ini akan diisi oleh hasil karya Kresenbud dan sivitas F.Psi UI berupa ar tikel, resensi karya seni (buku, musik, dan f ilm), ulasan acara, puisi, dan lain-lain. Bagi kalian yang suka menulis ar tikel tentang seni, mau berbagi pengetahuan akan hasil karya seni, suka menulis puisi, atau ingin memberi ulasan acara-acara yang keren, boleh banget untuk kasih ar tikelnya ke kresenbud dengan mengirimkan ke kresenbud.bempsikoui2013@gmail.com.

BUNCH 4TH APRIL 2013


foto : INDIRA WAHYU MUTIDIANTI

15

Oleh :

DEPARTEMEN KAJIAN STRATEGIS

P

olitik? Mayoritas orang langsung menghubungkan politik dengan kesan negatif. Kotor, licik, bahkan korup. Orang-orang di sekeliling gue malah anti sama politik. Duduk di kursi dewan? Masuk par tai politik? Nggak deh! Beberapa orang bilang politik itu ga jelas. Makanya mereka lebih suka beraksi konkret, mengabdi ke masyarakat. Kalo gue sih rada males ikut ‘pengabdian masyarakat’ gitu. Gue yakin yang paling penting adalah diri sendiri hidup bener, nggak nyusahin orang lain. Tanggung jawab paling penting adalah tanggung jawab pada diri sendiri... ya kan? Tapi apa bener politik itu kotor? Ada nggak sih politikus yang bener-bener bersih? “Nggak mungkin ada, bro,” kata temen gue, Udin. “Buat dapetin jabatan itu modal mereka gede banget. Kalo bukan mau cari untung, paling nggak mau balik modal lah.” “Wah, jangan gitu, bro.” Tiba-tiba temen gue yang lain, Ujang, ikut komentar. “Kita ga bisa nebaknebak niat orang. Ada juga kok yang emang mau tulus kontribusi.” “Mungkin ada yang begitu. Tapi setelah masuk sistem pasti kecipratan lumpur juga,” kata Udin kukuh. “Intinya ya tetep, politik itu kotor, penuh muslihat.” Di kepala gue mulai kebayang sesuatu yang aneh. Gimana kalo kira-kira gue yang lugu begini jadi anggota DPR? Mungkin kayak domba yang masuk kandang macan. Gue pasti dimakan. Ngerii..

“Jangan salahin politiknya,” Ujang melanjutkan, “Kalo politik jadi keliatan kotor, Itu mah gara-gara oknum. Dan kebetulan oknumnya lagi banyak. Bukan ga mungkin kok bro kalau mau ngejalanin politik yang bersih. Tapi ya kita ga mungkin ngelakuin itu sendiri. Butuh temen, butuh temen yang banyaaak.” Kemudian di kepala gue mulai kebayang.. kalau gue sebagai domba bisa ngajak ribuan domba lain buat masuk ke dalam kandang itu, mungkin gue bisa menggeser populasi macan. Mungkin macanmacan bakal ter tarik buat berubah jadi domba. Hehehe absurd nih. “Hmm mungkin teorinya emang gitu Jang,” kata Udin. “Tapi gue sekeluarga tetep ga suka sama politik. Gue udah janji ke emak gue ga bakal masuk ke dunia kotor begitu.” “Yaa gapapa sih. Tiap orang punya cara beda buat berbuat baik kan. Yang penting..” sambil menepuk pundak kami berdua, si Ujang bilang, “Jangan kehilangan harapan sama politik, bro.”

biro media bem ikm f.psi ui 2013


16

liputan

+ aid psychological

first

Oleh :

dok. pribdai

-andina -chairunnisya harahap

P

ernah dengar kabar tentang penggusuran pedagang di stasiun kereta api se-jabodetabek? Masih akrab dengan tagar #PocinMencekam atau #Kalideres ? Sejak September 2012 lalu, pedagang di stasiun se-Jabodetabek resah akan isu penggusuran. Di beberapa stasiun surat pemberitahuan mengenai rencana PT. KAI (Kereta Api Indonesia) ingin melakukan penertiban peron sudah beredar. Pedagang pun dilanda kebingungan mengenai nasib mereka. Sudah bertahun-tahun mereka mencari nafkah untuk kehidupan keluarganya di stasiun tersebut dan sekarang terancam digusur. Dari awal bergulirnya isu ini, beberapa mahasiswa dari UI sudah bergabung untuk memperjuangkan hak pedagang, mempertahankan kios yang selama ini disewa secara resmi dan merupakan sumber penghidupan pedagang. Menyadari dampak langsung yang ditimbulkan oleh penggusuran paksa tersebut seper ti cemas, perasaan takut, histeris, bahkan trauma terhadap pedagang, beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi UI yang kemudian tergabung dalam tim Psychological First Aid (PFA) aktif berkontribusi untuk memberi bantuan psikologis untuk mengurangi dampak tersebut. Tim PFA membuka posko crisis center sebagai pusat pemberian bantuan psikologis di setiap stasiun. Posko crisis center ini didukung oleh Dompet Dhuafa, Pusat Krisis, dan Ibu Clara Handayani yang merupakan psikolog pendamping PFA. Tim PFA juga sudah mendapatkan pelatihan pemberian bantuan psikologis (psychological f irst aid) oleh Ibu Clara. Menurut Sphere (2011) dan IASC (2007) dalam buku ‘Psychological First Aid: Guide for

BUNCH 4TH APRIL 2013

f ield worker’ yang diterbitkan oleh WHO (2011), PFA merupakan gambaran aksi kemanusiaan dan respon berupa dukungan bagi sesama manusia yang menderita dan membutuhkan dukungan psikologis. Tim PFA merasa pedagang yang tergusur membutuhkan dukungan psikologis karena proses penggusuran tersebut terjadi secara paksa dan juga adanya teror dari petugas terkait. Selain memberi bantuan untuk para pedagang stasiun yang tergusur, tim PFA juga hadir untuk pedagang stasiun lainnya yang terancam dengan rencana penggusuran oleh PT. KAI. Di sini tim PFA bertugas sebagai pemberi informasi agar pedagang tidak cemas akan kelanjutan nasib kios-kios mereka. Dalam hal ini PFA dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) dalam memperoleh informasi mengenai hal-hal yang bersifat hukum (yudisial). Kecemasan pedagang tidak hanya bersumber dari kekurangan informasi, tapi juga timbul karena adanya petugas Brimob yang berjaga di stasiun yang dilengkapi dengan senjata laras panjang. Kehadiran Brimob tersebut memberikan tekanan psikogis pada pedagang. Begitu banyak cerita yang didengar, beragam ekspresi tidak terduga yang terlihat, dan pelajaran yang di dapat oleh Tim PFA dari proses pendampingan pedagang stasiun KRL se-Jabodetabek ini. Perlu diketahui juga bahwa PFA tidak hanya terbatas pada pendampingan pedagang saja, tapi juga terbuka untuk pendampingan kelompok lainnya. Bagi teman-teman yang tertarik untuk ikut bergabung tunggu informasi kami selanjutnya!


BUNCH

OKT

2012

Oleh :

m. kautsar r. s.

17

biro media bem ikm f.psi ui 2013


18

THE LIE WE TOLD TO OURSELVES

Oleh :

LU'LU N. A. & HANA PARAMYTHA

1.

“Manusia juga bisa menjadi “Pinokio” ketika berbohong. Dengan mengombinasikan ilmu termografi dan psikologi, Peneliti dari Universitas Granada, Spanyol memvalidasi adanya “Pinocchio Effect”, yaitu kenaikan suhu di sekitar hidung dan otot orbital di sisi dalam mata ketika seseorang berbohong. Selain itu, suhu di sekitar wajah cenderung menurun ketika melakukan aktivitas mental yang berat dan meningkat ketika diserang kecemasan.”

2. 3. 4.

Oleh :

HANA PARAMYTHA

“Kabar gembira untuk orang yang pesimis. Berdasarkan studi yang dilakukan dalam rentang waktu 1993-2003 dan melibatkan 40,000 par tisipan, orang yang pesimis cenderung untuk hidup lebih lama dan lebih sehat dibandingkan orang yang terlalu optimis dalam memandang hidup. Alasannya, orang yang pesimis terhadap masa depan cenderung untuk hidup lebih berhati-hati, menjaga kesehatan dan keselamatan dibandingkan orang yang terlalu optimis.”

“Iklan kampanye positif tidak selamanya efektif untuk menjaring massa. Iklan kampanye yang menimbulkan ketakutan seper ti iklan dengan musik yang mencekam dan gambar kekerasan justru menyebabkan orang mencari informasi lebih banyak dan mengingat banyak fakta dibandingkan iklan yang menimbulkan antusiasme penonton. Oleh karena itu, iklan kampanye negatif seringkali digunakan ketika posisi kandidat tengah ter tinggal.” “Orang cenderung untuk berbohong dalam tulisan ketimbang berhadapan langsung secara tatap muka. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berbicara melalui email berbohong 5x lebih banyak dibandingkan orang yang berbicara secara tatap muka. Sedangkan orang yang berbicara lewat instant message berbohong 3x lebih banyak dibandingkan secara tatap muka.”

INGIN TAHU LEBIH BANYAK MENGENAI DECEPTION? AKSES ARTIKEL BUNCH LAINNYA DI

BEMPSIKOLOGI.UI.AC.ID


19

biro media bem ikm f.psi ui 2013



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.