Senketa Tanah Kassi - Kassi, Indikasi Praktek Mafia Peradilan

Page 1

Buletin Mahasiswa

Edisi I Th. I Mei 2008 Kohati Fisip Adakan Diskusi Matinya lembaga mahasiswa (Lema) “Tradisi pengecut VS tradisi melawan”, itulah tema diskusi yang di usung oleh Korps HMI-Wati (Kohati) Fisip, Rabu, (16/04) di Aula Prof. Dr. M. Syukur Abdullah. Ada pun yang menjadi pemateri dalam diskusi tersebut, yakni Pembantu Dekan III Fisip Unhas, Abdul Gafar, Pembantu Rektor III UVRI, serta Andi Zulkarnain, mantan Ketua Senat Ekonomi Unhas Periode 2006-2007. Diskusi yang berlangsung pada sore hari tersebut, sebagaimana temanya, banyak menyinggung bagaimana lembaga kemahasiswaan pada kontes kekinian yang mengalami stagnanasi, bahkan hampir sebagian lembaga dalam keadaan 'mati suri'. Mina, selaku panitia penyelenggara diskusi, menyatakan, “ini adalah upaya bagaimana mahasiswa bisa melihat kembali posisi serta peran lembaga mahasiswa yang selama ini hampir tidak terdengar lagi gaungnya. Selain itu, ia menambahkan bahwa mahasiswa selama ini hampir tidak melihat lembaga sebagai tempat belajar selain di ruang kuliah”, u c a p mahasiswa angkatan 2004 Fisip ini.

Pimpinan Umum Panjie Pimpinan Redaksi Fitriani B. Redaktur Ramadhani Editor Jie-Ghost Reporter Fakhri, Aminude Suradin Edy Kurniawan Haidir, Dilla Layout Joni, Dhean Pemimpin Perusahaan Edhy Silitonga Sirkulasi Oe_cHee, Adhyet_A

Screendocs Tr a v e l i n g 2008 Di Makassar Dalam r a n g k a mengemban gkan dunia perfilman di M a k a s s a r, Rumah Ide menjalin kerja sama d e n g a n beberapa komunitaskomunitas perfilman, baik di Makassar maupun di l u a r Makassar sendiri. Kegiatan y a n g bertujuan

Edisi I Th. I Mei 2008

KALEIDOSKOP

BULAN INI

untuk saling tukar pengetahuan, pengalaman, bahkan untuk memproduksi bersama-sama sebuah film ini berjalan dengan cukup ramai. Adapun organisasi yang tergabung dalam kegiatan ini yakni Rumah Ide, In-Docs, serta yang Supported Fakultas MIPA dan Fotografi Unhas. Kegiatan ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya, Aula Mattulada (H33), Jumat-Minggu, (18-20/04) dengan melakukan pemutaran film dan diskusi. Suparman, sebagai ketua panitia dari pihak Rumah Ide mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan serta mendekatkan film dokumenter kepada masyarakat luas. “Film-film yang akan diputarkan ke masyarakat luas ini bukan film seperti yang biasa ditonton oleh masyarakat seperti pada umumnya”, ucap alumni Mahasiswa Biologi angkatan 2000 ini.

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

HIMAHI- UH Selenggarakan HI Fest Festival Anti Globalisasi “Sebuah Langkah Kecil Untuk Dunia Yang Lebih Indah” itulah tema yang diusung oleh Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fisip Unhas Selasa-Kamis (2224/04), di Baruga Andi Pangeran Pettarani, Unhas. Kegiatan ini, yang diselipkan dengan diskusi dan penjualan buku oleh para undangan dari Panitia ini mendapat perhatian penuh dari kalangan Mahasiswa. Mawardin, selaku panitia penyelenggara kegiatan mengungkapkan, “kegiatan ini merupakan upaya mengampanyekan anti globalisasi, lebih-lebih dalam dunia pendidikan. Kegiatan ini memberikan pencerahan kepada kalangan Mahasiswa tentang globalisasi, serta dijadikan sebagai media perlawanan”, ucap Mahasiswa angkatan 2007 ini. EARTHCARE Adakan Seminar Nasional Selasa-Rabu, (22-23/04), EARTHCARE mengadakan Seminar Nasional di Pusat Kajian Penelitian dengan tema “Next Tropical Forest Stage” yang berakhir di parkiran depan Gedung Rektorat. Kegiatan yang dihadiri oleh Bapak Wali Kota, Ilham Arif Sirajjudin, serta pemateri dari Green Map pada hari pertama, banyak dihadiri oleh peserta yang kebanyakan dari kalangan Mahasiswa Unhas. Dengan penampilan beberapa band kampus Unhas serta kehadiran Nugie pada hari kedua, semakin mendapat respon dari kalangan Mahasiswa untuk melihat berlangsungnya acara tersebut. Yuyun, selaku ketua panitia mengatakan, “kegiatan ini selain dalam rangka memperingati Hari Bumi se-Dunia tetapi juga untuk mengembalikan Makassar yang asri. Setidak-tidaknya mengurangi pemakaian kertas dan melakukan penghematan terhadap pohon-pohon yang di tebang untuk selanjutnya dijadikan kertas”, ucap Mahasiswa Ilmu Kelautan angkatan 2005 ini.

Sekretariat Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Lt. I, Ruang Tempo, Kampus Unhas Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar 90245 0411 589 333

Catatan Khusus Sengketa Tanah Kassi-kassi Indikasi Praktek Mafia Peradilan Catatan Utama Gerakan Mahasiswa Fenomena Gerakan Abu-abu Ganti Ongkos Cetak_Rp. 2000


EDITORIAL Salam pers mahasiswa! Akhirnya, kita berjumpa kembali pada bullet-in Catatan Kaki. Menjadi lagu lama kami dihadang berbagai kendala yang hampir sama dengan kepengurusan lalu, sampai membuat penerbitannya terlambat satu bulan dari jadwal yang ditetapkan. Tapi itu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus berkarya dan menulis pemberitaan akan kebenaran, karena konon katanya kebenaran harus dikabarkan. Di tengah-agenda UKPM yang tumpang-tindih, kami memutuskan untuk tetap konsisten menebar informasi bagi pembaca bullet-in Caka. Terbitan kali ini, kami mengangkat persoalan gerakan mahasiswa dengan gerakan rakyat sebagai laporan utama. Persoalan-persoalan, yang terus menyudutkan rakyat saat ini, membuat mahasiswa harus bergerak untuk memperjuangkan nasib rakyat ke arah yang lebih sejahtera. Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM membuat rakyat semakin tercekik dan bernafas dengan setengah mati. Maka saat ini sudah seharusnya gerakan mahasiswa bergerak bersama gerakan rakyat, membongkar ketidakberesan yang dibuat oleh pemerintah, dan menumbangkan pemerintahan yang penuh omong kosong. Tak ada waktu untuk bersabar dalam derita yang semakin tak bisa ditawar. Rakyat sudah amat bersabar dengan segala kebijakan pemerintah yang jauh dari upaya mensejahterakan rakyat. Alih-alih menjawab permasalahan bangsa, pemerintah kita malah menyodorkan pada rakyat kecil angka-angka statistik tentang pertumbuhan ekonomi yang jelas tak dapat dimengerti. Untuk laporan khusus, kami menjelaskan kasus yang terjadi pada masyarakat Kassi-kassi. Kasus sengketa tanah, yang menang di tingkat Pengadilan Negeri tetapi masih menggantung kepastian hukumnya hingga sekarang, mengindikasikan mafia peradilan yang terjadi di Makassar masih sangat kental. Masyarakat Kassi-kassi, yang sudah bertahun-tahun tinggal di Kecamatan Rappocini ini, bersengketa dengan pemilik saham PT. Sinar Galesong Pratama, Rizal Tandiawan, dalam masalah kepemilikkan tanah seluas 8400 ² di Kelurahan Kassi-kassi. Dalam laporan ini, dihadirkan pada pembaca pengakuan salah seorang warga Kassi-kassi, Dg. Mussu, beliau berprofesi sebagai buruh bangunan. Beliau adalah salah satu warga yang tak gentar berjuang, turun aksi ke jalan berkali-kali hendak menuntut keadilan bersama-sama dengan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan organ mahasiswa yang mendampingi warga hingga tetes darah penghabisan. Cerpen karya Mustafa Ostafal Taffa, berjudul Serangga di Gedung Pengadilan, menjadi pilihan kawan kawan di keredaksian untuk mengisi rubrik Sastra. Manusia kerap terjebak di antara dua realitas yang berbeda. Yang pertama,

1

Edisi I Th. I Mei 2008 there no alarm... no surprises...

komune rumahpelangi realitas sebagai manusia yang geram terhadap korupsi yang berkembang biak di tubuh pemerintah. Di sisi lain, dia harus dihadapkan pada posisi sebagai penjaga sistem. Premis umum menyatakan bahwa manusia membutuhkan pengakuan dalam kehidupan sosialnya, sehingga tidaklah menjadi aneh ketika yang kedua menjadi pilihan. Manusia enggan berada dalam lingkungan yang tidak dikenalnya, yang membuatnya merasa seperti orang aneh. Bersama puisi Dedy de Goode dan Fadil Mbojo hendak dijelaskan bahwa dalam panggung kehidupan beberapa manusia berperan sebagai penjahat dan beberapa sebagai nabi. Kebenaran tertutupi ketika beberapa diantara penjahat memakai topeng nabi untuk menutupi kebusukan mereka. Sesungguhnya yang terkejam ketika seseorang menggunakan kenaifan yang lain dalam melakukan perbuatannya. Saat ini tidak seidikit kita lihat nabi bermunculan. Ada nabi yang berlomba-lomba mendirikan masjid, ada yang menyedekahi yatim piatu, nabi hendak membangun sekolah, nabi yang berteriak di jalan karena marah terhadap kenaikan BBM, nabi yang mengayuh becak demi sesuap nasi untuk si kecil di rumah. Juga puisi tentang teriakan-teriakan yang hampir hilang karena kuatnya penindasan pemerintah dengan semua cengkraman kekuasaannya . Kemiskinan yang semakin menghantui akibat bayang-bayang pendidikan yang semakin tak teraih. Bumi manusia karya Pramoedya Ananta Toer juga salah satu buku yang wajib dibaca, mengisahkan tentang perlawanan terhadap diskriminasi ras yang terjadi pada zaman Belanda. Buku ini patut dibaca bagi kawan yang resah akibat ulah imperialis. Perlawanan dapat dilakukan dengan cara apapun. Yang paling sederhana adalah dengan mengabarkannya. Begitu pula yang dilakukan HIMAHI dalam HI-Fest, dan EARTCARE dalam seminar lingkungannya. Selamat membaca. Jaga otak, tetap subversif.

I

Copyleft

SILAHKAN MENGGANDAKAN DAN MENYEBARLUASKAN SEMUA ISI/MATERI DALAM BULETIN INI, SELAMA TIDAK UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIL

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Edisi I Th. I Mei 2008 badan jalan jadi fenomena tidak simpatiknya masyarakat terhadap gerakan mahasiswa. Alhasil, isu yang sebenarnya disuarakan mahasiswa dekat dengan mereka namun gaungnya tidak kesampaian. Akhir-akhir ini, gerakan mahasiswa pula kurang peka terhadap isu kerakyatan. Contohnya, mahasiswa baru bergerak ketika dampak kebijakan yang kurang populis dari pemerintah langsung mengujam ketenangan mereka di kampus. Sementara di luar sana, masih banyak pelanggaran HAM yang tidak tuntas, ada kasus sengketa tanah rakyat melawan korporasi yang menunggu uluran tangan, ataupun program sekolah alternatif untuk rakyat kecil. Ketika ada kasus kematian warga Bontoduri karena kelaparan, mahasiswa kurang tanggap untuk memajukan isu pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dengan menuntut tanggung jawab pemerintah. Justru euforia sebagai kaum intelektual lebih direkatkan dengan aktivitas elegan di kampus misalnya mengikuti seremonial politik untuk merebut lembaga atau menyebar khutbah-khutbah yang tidak berkorelasi dengan kenyataan hidup dan pengambilan hak. Kampus bukan lagi jadi tempatnya orang-orang yang ingin melakukan perubahan, namun jadi penjara ide-ide besar karena sebagian mahasiswa memilih untuk mengkeramatkan idenya di pelataran Baruga, di ruang Seminar, di kantin, dan setelahnya tertidur di pondokan bersama idenya. Setelah beberapa lama gerakan rakyat Makassar dan mahasiswa berjalan sendiri-sendiri, akhirnya ada kesepahaman untuk membangun sebuah ruang perlawanan dengan tipikal tertentu. Diantaranya, Solidaritas Rakyat Anti Kekerasan (Sorak), Solidaritas Rakyat untuk Kassi-kassi dan Bontoduri, Gerakan Rakyat Makassar (Geram), Forum Perjuangan Rakyat Menggugat (FPRM). Fenomena bersatunya elemen yang terdiri atas mahasiswa, serikat rakyat, buruh, dan NGO menjadi varian tersendiri dalam mengadvokasi kasus rakyat. Misalnya, Geram yang fokus pada isu pendidikan, Sorak yang fokus kepada kasus kekerasan terhadap rakyat, dan Solidaritas untuk Kassi-kassi dan Bontoduri pada masalah sengketa kasus tanah warga di kecamatan bersangkutan, dan FPRM merupakan front konsolidasi hari buruh. Dengan gerakan yang terorganisir dan permanen seperti ini upaya mengadvokasi kasus rakyat pula dapat disukseskan. Sehingga konsolidasi gerakannya besar dan sebuah ancang untuk revolusi pada suatu saat nanti. Sebelumnya permasalahan mengenai gerakan mahasiswa dan rakyat periode 1998 yaitu adanya platform (bentuk dasar) yang beragam dari berbagai organ yang belum dapat dipertemukan. Sehingga strategi/taktik bersama untuk merespon perkembangan ekonomi politik pasca kediktatoran Soeharto pun belum berhasil dirumuskan. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya problem individualis dari masingmasing organ pergerakan yang ada. Serta kemunculan reformis gadungan yang sama sekali tidak membawa spirit perubahan, akan tetapi masih diberi kesempatan oleh rakyat untuk memimpin, dengan tetap mengadopsi kebijakan rezim orba dan kebijakan neoliberal. Hal yang terpenting, semua itikad pengawalan tersebut berakar pada analisis yang sama mengenai pemerintah yang tidak pro rakyat, serta upaya sistematis

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

CATATAN UTAMA untuk melakukan perubahan. Akan tetapi, sejarah yang pernah mengukir perpecahan karena perbedaan kepentingan tidak boleh dilupakan begitu saja. Setidaknya menjadi motivasi untuk sekedar menghilangkan pragmatisme gerakan. Ataupun meradikalkan perlawanan massa dengan mendekatkan mereka dengan realitas yang menindas dan dominasi kaum elit agar merakyatlah seluruh perangkat perubahan itu. Ketika kita melihat lebih dekat perjuangan mereka maka akan timbul pertanyaan sampai kapan front aksi seperti ini akan bertahan? Apakah akan disesuaikan dengan target yang mereka kawal? Setelah itu pantaskah gerakan ini pulang ke rumah untuk tertidur lagi? Rasanya, gerakan yang terpisahpisah tidak pula tidak memiliki kemampuan untuk membuat gebrakan, apa iya? “Perjalanan sebuah front memang timbulnya dari penyesuaian keinginan-keinginan anggota dan bertemu pada satu titik dengan strategi yang akan diperbincangkan bersama. Tentu saja akan ada target yang relevan pula dengan tipikal masing-masing organisasi. Perjalanan perubaahan besar tidak pula harus disandarkan pada persoalan kuantitas. Pulang ke rumah pun tidak berarti tertidur tapi dapat berarti mengkonsolidasikan kekuatan baru untuk memajukan isu baru pula. Maka penting untuk membuat praktek organisasi maju dengan pembacaan geopolitik. Dan perumusan langkah progresif itu yang terpenting,” tutur Aminude dari FMN Makassar. Masa Depan Gerakan Rakyat Gerakan rakyat sesungguhnya harus mulai diinjeksikan oleh mahasiswa dengan memperlebar basis untuk merangkul kepentingan rakyat. Diluar kampus perlu pengorganisiran yang cermat terhadap obyek kontradiksi pokok dari kebijakan negara serta situasi kapitalisme global misalnya buruh dan petani. Program perjuangan pun semestinya lebih komprehensif serta terstruktur ini untuk pola perjuangan ke depan yang hak otoritasnya bukan hanya pada mahasiswa saja. “Ideologisasi” merupakan skala prioritas bagaimana membangun kesadaran yang mapan, yang tidak bertumpu pada momentum saja. Perlu ditekankan bahwa injeksi ideologisasi ini tidak selalu mengacu pada aliran politik tertentu, tetapi tingkat radikalisme dan militansi seseorang. Bahwa sesungguhnya menggerakkan revolusi harus pula dengan gerakan revolusioner. Fenomena gerakan Makassar harus mulai tanggap terhadap konstalasi politik negara dan kinerja pemerintah. Menjadi awal yang baik untuk memulai membangun kembali perjuangan untuk menebus kesalahan Reformasi'98 yang hampir tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Sepuluh tahun Reformasi dan 100 tahun kebangkitan Nasional hanya menjadi perayaan yang tidak ada bedanya dengan hari libur biasa. Belum ada perubahan semenjak perjuangan besar itu. Malah rakyat tetap dihujani oleh praktek politik dan kebijakan yang tidak populis mulai dari rencana kenaikan BBM pada awal bulan Juni 2008 hingga ancaman krisis pangan. Yang bakal menjadi bencana kemanusiaan yang mestinya mulai di perhatikan serta dicari solusinya.Yang mengemuka dari sebuah gerakan bukan kuantitas entitas yang ada di dalamnya tetapi kemampuan melakukan pressure (tekanan) terhadap kebijakan negara.(Ftr, Ed)

22


CATATAN UTAMA

Edisi I Th. I Mei 2008

GERAKAN MAHASISWA FENOMENA GERAKAN ABU-ABU Konsepsi Mahasiswa Mahasiswa adalah sebutan untuk mereka yang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi, ataupun kelas elitnya para intelektual. Setiap saat berhadapan dengan realitas berbeda mengenai kebijakan ekonomi politik negara maupun realitas palsu yang diciptakan oleh pemodal dan birokrasi serakah melalui kerangka media. Setiap saat yang namanya mahasiswa ini akan berhadapan dengan ruang kuliah yang dosennya lebih banyak merepresentasikan pengalaman dan kesuksesannya dibandingkan mencoba menjadi orang yang tampil kecil bahkan kritis. Setiap itu pula ada mahasiswa yang tersadar, tidak perduli atau larut dalam halusinasi sesat dosen. Bukan itu saja, kurikulum pendidikan yang berbasis konvensional masih saja diadopsi sehingga pola berpikir peserta didik pun layaknya mesin yang mulai dari onderdil hingga praktek kerja hampir sama. Ber-Mahasiswa seolah dianggap jenjang merebut partisipasi politik. Sehingga ada yang rela menjadi perpanjangan tangan partai politik, berstatus quo ria, ataupun menjadi tipe yang tidak lazim. Mahasiswa kerap diidentikkan dengan gerakan massa yang memiliki power. Tetapi juga diklasifikasikan sebagai subyek yang terlibat perebutan kursi di “Senayan”. Dalam bingkai politik tentu, yang tidak putusnya menciptakan lingkaran setan kekuasaan. Politik merupakan hal yang paling ditakuti di satu sisi karena potret buram tentang orang yang berkhianat maupun melegitimasi kepentingan pasar dan perut. Namun, nikmat di sisi yang lain karena merupakan kendaraan untuk memperoleh kekuasaan, dan siapa yang tidak tergoda dengan yang satu ini? Sisi manusia dengan potensi keserakahan sebenarnya diuji disini, apalagi untuk zaman sekarang yang pemerintahnya lebih sering mengisi dompet sendiri dibandingkan memberi sesuap nasi kepada rakyat. Intinya, dapat cepat kaya dengan cara seperti ini. Moral force merupakan gerakan awal yang pernah diusung. Akan tetapi , tidak begitu mampu membuat perubahan signifikan terhadap posisi kekuasaan yang kuat, pula begitu ketinggalan untuk pola pengakaran gerakan. Kekuatan politik yang bersumber pada kebijakan negara, serta merta hanya dapat disentuh oleh isu ataupun tuntutan yang politis pula. Kewajiban mahasiswa dilandasi oleh posisi kelas yang bisa mengidentifikasi benar atau tidak pemerintah menjalankan amanatnya. Sehingga kewajiban dan pengabdian yang sejati ialah kembali kepada rakyat. Akan tetapi realitasnya, mahasiswa lebih banyak merelakan dirinya terjerumus dalam arus politik partai tertentu maupun penjaja permanen ekstasi gaya hidup ala kapitalisme.

2

“Perubahan” merupakan pondasi untuk bergerak. Sehingga titik akhir perjuangan ada pada konsekuensi ini. Mahasiswa mesti jadi pelopor perubahan, yakni penggerak revolusi sejati. Kita juga harus kembali kepada hakekat dasar kemanusiaaan dan kewajiban akan keilmuan. Apakah benar kita telah menjadi orang yang berilmu? Sebab orang yang berilmu akan mempraktekan pengetahuannya dan tidak bungkam melihat realitas sosial yang tidak wajar. Sebagaimana kegelisahan orang-orang yang rela wajah dan tubuhnya dijilat terik matahari dan menghirup asap knalpot kendaraan serta berteriak meminta kembalinya Freeport, Inco, serta tanah rakyat tidak digusur. Negeri yang kaya tapi diperdaya oleh kepentingan segelintir orang ini sebenarnya telah patut kita perhatikan. Jangan lagi ada Dg Basse-Dg Basse baru, yang mati di lumbung padi ataupun amarah (April Makassar Berdarah) baru yang timbul dalam negara hukum yang ingin menegakkan supremasi hukum. Kalau menurut Karl Marx, bahwa para filsuf banyak mengartikan dunia dengan berbagai cara, padahal yang terpenting sebenarnya adalah merubahnya. Dalam artian teori keilmuan yang selama ini kita peroleh harus dikembalikan pada muatan materilnya yakni praktek. Praktek perjuangan dalam gerakan di mana pun, posisi mahasiswa terhadap penguasa harus selalu kritis, bahkan jika bisa menjadi katalisator bagi tergulingnya sebuah rezim yang tidak demokratis. Demokratisasi ini pula perlu ditegakkan di dalam kampus yang memenjarakan ruang-ruang kemerdekaan berpendapat.

Mahasiswa Makassar Menghadapi Angkatan Barbar Pendekatan "moncong senapan" telah menjadi prosedur standar militer di Indonesia dalam menghadapi setiap oposisi politik terbuka dari rakyat kebanyakan. Peristiwa Aceh, Lampung, Tanjungpriok, Nipah, Timika dan Timor Timur, serta penggusuran paksa para petani dan pembunuhan buruh Marsinah, merupakan fakta tak terbantahkan tentang perilaku militer dalam menangani persoalan sosial-politik di Indonesia. Kami, mahasiswa dan pemuda Indonesia, sangat mencemaskan masa depan bangsa ini, jika gaya politik barbar seperti itu masih terus berlanjut (Pernyataan sikap SMID, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi sebelum reformasi 98)

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Edisi I Th. I Mei 2008 dari hal. 2 negara menjalankan roda politiknya. Demonstrasi mahasiswa di Makassar, semenjak Orba hingga saat ini, senantiasa direpresi dengan kekuatan militer bersenjata lengkap. Rakyat yang akan dieksekusi tanahnya pun akan diserang peluru dan hujaman sangkur. Jika kembali pada perjuangan kemerdekaan dahulu, orang-orang yang memegang senjata ataupun bambu runcing itu identik dengan pejuang rakyat. Akan tetapi, sekarang justru kemapanan kehidupan membuat para aparat mulai dari TNI, Polri, Kopassus dsb, seolah-olah menjadi cukong negara dan kapitalisme global. Atau cenderung seperti “anjing penjaga modal”. Ada beberapa kasus yang membuktikan betapa kerasnya negara ini memperlakukan rakyatnya. Misalnya, peristiwa Amarah (April Makassar Berdarah) tahun 1995 yang menimbulkan 3 korban jiwa, penyerangan aparat ke dalam kampus UMI (2003), kasus eksekusi tanah warga di Jeneponto yang menewaskan Muhammadong dan melukai puluhan orang (2007), kasus mahasiswa Palopo yang direpresi aparat ketika demo mengenai penolakan eksplorasi tambang (2008), kasus represi aparat terhadap mahasiswa Kendari yang menolak penggusuran PK 5 (2008). M e r u p a ka n sederetan peristiwa yang semestinya ditanggapi dengan berbagai pertanyaan, sebenarnya dimana keberpihakan aparataparat tersebut? Atau apakah yang mereka pahami tentang kewajiban terhadap negara. Apakah sesungguhnya yang mendominasi negara ini bukan rakyat sesungguhnya, siapakah yang membiayai kehidupan keluarga mereka? Dan untuk apa institusi mereka dibentuk? Seperti apa pula demokratisasi yang selalu diagung-agungkan itu? April lalu, tepatnya di Ballroom Hotel Clarion, Kapolda Sulsel melakukan sosialisasi kembali mengenai UU No. 9 Tahun 1998 mengenai penyampaian pendapat di muka umum yang menjadi dilema baru bagi kebebasan berpendapat. Pasalnya, aturan ini bertolak belakang dengan spirit yang diusung. UU yang kembali ke permukaan ini, mengatur aspirasi kemanusiaan dengan metode administrasi yang mengekang. Ada yang mengatakan bahwa negara ini kurang kerjaan sehingga harus mengurusi persoalan penertiban demonstrasi, mengapa aparat keamanan negara ini tidak menangkap orang-orang yang lebih jelas merugikan rakyat banyak, misalnya pengkorup uang rakyat. Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

CATATAN UTAMA Sebenarnya kita diminta untuk sedikit cermat mengamati tingkah laku pemerintah yang aneh. Mulai mengatur ketertiban demonstrasi dengan alasan pengamanan terhadap massa aksi, sementara di lain sisi, senang menyukseskan proyek dengan investor asing untuk pembabatan hutan, atau pembukaan pertambangan di area sawah rakyat, eksploitasi tambang minyak dan gas serta menjual aset rakyat atau menjadi pelanggeng kepentingan pemodal. Diantaranya, kasus Lapindo yang tidak mengakomodasi hak warga bahkan telah mencabut jatah makan warga yang dirugikan serta kasus lain yang lebih banyak. Kepentingan segelintir penguasa inilah yang menciptakan siklus kekerasan struktural yang menindas rakyat. Pemerintah sebagai pengelola kekuasaan negara, pemodal yang memiliki kepentingan pasar serta militer, sebagai angkatan barbar menjadi kolaborasi yang membuat posisi yang tertindas semakin tertindas dan yang berada di dalam arusnya sebagai sentrum kekayaan. Tidak sampai disitu, kaum agamawan di n e g a r a k i t a mengadopsi kekerasan sama halnya seperti polisi moral dan akhlak, perpanjangan lidah kebijakan negara. Adalah sederet organisasi yang m e n ga ta s n a m a ka n agama yang lain untuk m e n i n d a s keberimanan yang lain dengan pemberian identitas “haram”. Misalnya, kasus pengrusakan tempat ibadah maupun rumah warga yang menganut aliran Ahmadiyah. Sehingga kebobrokan institusi-institusi ini menjadi roda bagi pembangunan perlawanan massa terhadap cengkeraman Negara. Gerakan Mahasiswa dan Fenomena Unjuk Rasa Pembangunan citra yang buruk mengenai gerakan mahasiswa di Makassar diantaranya pengganggu stabilitas umum. Menjadi alat hegemoni pemerintah untuk menjauhkan keterlibatan rakyat dalam momen perubahan sosial politik. Masyarakat yang dirundung kejengkelan ketika mahasiswa menunda perjalanan mereka saat memenuhi

TETAP

TOLAK BHP 21


CATATAN KHUSUS Pada tanggal 11 September 2007, akhirnya hakim Pengadilan Negeri memutuskan bahwa sebidang tanah di Kelurahan Kassi-kassi yang digugat oleh pengusaha Rizal Tandiawan, dimenangkan oleh warga Kassi-kassi. Rizal Tandiawan melalui kuasa hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Masalahnya, pengajuan banding yang diterima Pe n g a d i l a n T i n g g i t e l a h melewati batas waktu yang ditentukan, yaitu 14 hari setelah pembacaan putusan. Akibatnya, warga Kassikassi harus terancam kembali kehilangan tanah yang seharusnya sudah menjadi milik mereka. Sekali lagi, indikasi praktek mafia peradilan mulai terlihat dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

Sejarah Tanah Adat 2

Tanah seluas 8.400 m yang menjadi sengketa bertempat di RT. 5 RW 10 Kecamatan Rappocini, Kelurahan Kassi-kassi, merupakan tanah adat dari kerajaan Gowa, berdasarkan Surat Rincik Tanah, Persil No. 48 CII, Kohir No. 9 Cl. Kemudian berdasarkan Mahkamah Syariat di Makassar maka ditetapkan tertanggal 3 Mei 1979, Andi Muda Dg. Serang bersama saudara dan sepupunya sebagai yang berhak atas tanah tersebut. Kemudian tahun 1996, A. Muda Dg. Serang memberikan kuasa kepada dua orang untuk menjual lahan tersebut, yakni Petta Indar dan Zaenab Dg. Tarring. Berdasarkan surat kuasa penjualan, mereka menjual tanah kepada warga yang sekarang menguasai tanah secara cicilan berdasarkan surat perjanjian cicilan tanah. Dan terhadap warga yang sudah melunasi pembayaran, akan diperkuat bukti kepemilikannya dengan Akta Notaris/PPAT antara ahli waris A. Muda Dg. Serang kepada warga.

Edisi I Th. I Mei 2008

Kasus Sengketa Tanah Kassi-kassi Indikasi Praktek Mafia Peradilan ”Awalnya yang memiliki tanah ini adalah Bunta Karaeng Madalle, lalu diwariskan kepada Andi Muda Dg. Serang. Melalui makelar Andi Muda Dg. Serang yang bernama Petta Indar dan Zaenab Dg. Taring, kami membeli dengan cara menyicil tanah ini mulai tahun 1997 hingga 2000. Kondisi tanah pada waktu itu terendam air setinggi leher. Kemudian warga secara swadaya menimbun air dengan tanah hingga dapat ditempati,” tutur Daeng Mussu, salah seorang warga Kassi-kassi yang berada di garis depan dalam memperjuangkan tanah warga Kassikassi. Tanah tersebut dihuni sekitar 63 KK (Kepala Keluarga) atau 500 warga. Sebahagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh bangunan, tukang becak, sopir angkutan umum, dan sebagainya. Selain dari lokasi tanah yang sekarang dimiliki dan dikuasai warga, tiba-tiba tahun 1998 Rizal Tandiawan, pemilik saham PT. Sinar Galesong Pratama, mengklaim tanah warga Kassikassi sebelah selatan tanah warga sebagai miliknya. Orang-orang Rizal membangun pondasi tahun 1998 lalu tahun 2003 mereka membangun tembok sebagai batas tanah. ”Sebenarnya dasar klaim tanah Rizal Tandiawan adalah tanah Khaerani Sula Lipu seluas 12.367 m2. Sertifikat tanah Khaerani Sula Lipu dijaminkan di Bank Bumi Daya, lalu dimenangkan oleh Rizal Tandiawan. Kalau tanah yang itu, benar adalah miliknya. Tapi masalahnya, ia berusaha memperlebar klaim lokasi hingga ke sebelah utara, tepatnya tanah warga kassi-kassi yang sekarang,” tambah lelaki paruh baya itu.

Pertahanan Panjang Menuju Kemenangan Awal Anehnya tahun 2006, pihak Rizal Tandiawan mengaku sebagai pemilik tanah warga yang luasnya 8.400m2. Dasar klaimnya adalah dari transaksi jual beli antara Ahli Waris Bunta Karaeng M a d a l l e b e rd a s a r ka n S H M N o . 21096/Kassi-kassi Surat Ukur No. 01364/2006, tanggal 05 Juli 2006. Sementara menurut warga, pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak pernah mengukur tanah di lokasi tersebut sejak warga berada disana. Kemudian pihak Rizal Tandiawan melapor pada kepolisian Makassar Timur. Beberapa polisi kemudian memanggil sejumlah warga ke kantor Polresta Makassar Timur untuk dimintai keterangan. Salah satunya adalah Daeng Musu. ”Saya sempat diinterogasi oleh polisi mengapa membeli tanah tersebut, kepada siapa membeli dan bagaimana kondisinya saat membeli,” jelasnya. Tiga hari setelah diperiksa, polisi memberi Dg. Musu surat panggilan untuk ahli waris (anak dan kemenakan Andi Muda Dg. Serang). Beberapa anaknya, seperti Dg. Ngemba, Dg. Tutu, Haji Bau, dan Dg. Makka yang datang ke polresta langsung ditahan tanpa melalui prosedur pemeriksaan terlebih dahulu. Ia menambahkan bahwa mereka yang ditahan bisa keluar, dengan syarat bertanda tangan diatas kertas kosong. Ternyata tanda tangan tersebut digunakan oleh kuasa hukum Rizal Tandiawan sebagai surat pernyataan bahwa mereka telah keliru menjual tanah. Beberapa kali diperiksa oleh

Edisi I Th. I Mei 2008

CATATAN KHUSUS

Dg. Musu sempat m e n ge m u ka ka n b a h wa j i ka panitera dan juru sita tidak diproses secara hukum, maka jelas ini mengarah ke praktek mafia peradilan. Namun Fajlurrahman berpendapat lain, ia menjelaskan b a hwa ya n g d i s e b u t m af i a peradilan adalah ketika proses hukumnya sedang berjalan. ”Persoalannya dalam kasus ini, keputusannya sudah final. Yaitu keputusan Pengadilan Negeri. Sedangkan ajuan banding yang dilakukan Rizal langsung batal demi hukum”, ujar Fajlur singkat. S e ca ra ko n s e ps i o n a l , sebuah kesalahan praktisi hukum dapat disebut praktek mafia peradilan apabila memiliki lima ciri berikut. Yang pertama, faktor uang yang menyebabkan hilangnya independensi hakim. Kedua, adanya interest. Artinya, jika hakimnya mengetahui bahwa kasus yang ditanganinya ”basah”, sehingga hakim memutuskan untuk menikmati. Yang ketiga, adanya intervensi. Intervensi yang dimaksud datang dari berbagai pihak. Misalnya Politikus, atasan langsung , kerabat, maupun kawan-kawan. Keempat, ketidakmampuan sang hakim dalam bidang hukum yang ditanganinya. Dan kelima, ketidak konsistenan hakim dalam doktrin yang digunakan. Dari lima ciri ini praktek mafia peradilan dapat diidentifikasi. Wawan juga menjelaskan bahwa praktek mafia peradilan belum bisa dibuktikan, meskipun indikasi kesalahan prosedural pengadilan memang ada. Indikatornya, beberapa sidang di Pengadilan Negeri ternyata menyalahi proses hukum acara, misalnya sidang yang dilakukan di ruang hakim bukan di ruang sidang sebagaimana mestinya, serta hakim yang membuka sidang bukan Ketua Majelis hakim. Lalu tidak ada pemeriksaan setempat yang seharusnya dilakukan oleh hakim. Ini semua menjadi indikator bahwa prosedur peradilan memang sangat kacau.

”Saya ambil contoh Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006, dalam peraturan ini jelas tidak diatur bagaimana tata letak bagi rakyat miskin, maka jangan heran sering terjadi kasus sengketa tanah di Makassar.” ungkapnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rakyat kecil terlalu sering menjadi korban produk peraturan yang gagal. Walaupun dalam proses pembentukannya banyak pihak yang dilibatkan seperti NGO, namun kenyataannya sangat sedikit perhatian pemerintah dalam tata kelola kota khususnya bagi rakyat kecil. Mengenai kemungkinan kasus ini akan dibawa ke Komisi Yudisial, Wawan mengemukakan, ”kewenangan Komisi Yudisial hanya memilih calon hakim agung dan melakukan pengawasan, artinya dalam kerangka menjaga wibawa dan martabat hakim. Bandingnya hanya kesalahan juru sita dan panitera, masalah penyampaian putusannya. Panitera melalui juru sita menyampaikan putusan, begitu pun juru sita menyampaikan dua bulan setelah pernyataan banding, jadi bukan kewenangan Komisi Yudisial.” singkatnya. Tapi apakah benar kelalaian panitera dan juru sita dapat disebut sebagai praktek mafia peradilan. Ataukah mereka hanya korban dari prosedur peradilan yang kacau. Logika hukum yang sederhana sebenarnya dapat menjawab banyak pertanyaan mengenai ketidakjelasan prosedur peradilan. Seharusnya ada undang-undang yang mengatur batas waktu penyampaian putusan pada pihak berperkara yang tidak hadir. Jika tidak ada, maka dapat menjadi celah yang digunakan oleh pelacur hukum untuk berbuat tidak adil. Selain itu, Pengadilan Tinggi harus memiliki sanksi yang jelas terhadap panitera yang lalai dalam kinerja dan tanggung jawabnya. Dengan demikian, dapat mencegah ketidakadilan yang terjadi di kalangan rakyat kecil. (dhny,hdr)

”Kalau panitera tidak diproses secara hukum, maka ini mengarah ke praktek mafia peradilan, dan masyarakat akan mempertahankan tanahnya sampai tetes darah penghabisan,” tutur Dg. Musu dengan tegas.

Ian dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), salah satu organ pendamping hukum kasus ini, menjelaskan dari sudut pandang yang lain. Menurutnya kasus sengketa tanah yang banyak terjadi di Makassar dikarenakan kesalahan pemerintah. Peraturan pemerintah tidak mengatur secara jelas tata letak dan tata ruang bagi rakyat miskin.

another world is POSSIBLE

kami warga Kassi yang berjumlah 60 KK memang hidup di bawah garis kemiskinan yang tak terperikan kami memang tak paham hukum kami memang hanya pekerja kasar dengan gaji harian yang berprofesi tukang batu, daeng becak maupun supir pete-pete kami memang tak mampu membiayai anak-anak kami untuk bersekolah tinggi namun kami telah bersyukur hidup damai dan tentram di atas rumah gubuk yang kami bangun di atas tanah kami sendiri tanah yang dulu masih berawa-rawa yang kami beli dari hasil jerih payah kami yang bertahun-tahun kami cicil hingga saat ini dan miskinnya persediaan kami hidup di atas tanah kami kami telah bahagia dan bersyukur kami tak pernah merongrong pemerintah untuk memberikan subsidi atau hal-hal yang terkait dengan hak warga kami pun tak pernah mengemis atau mengganggu orang-orang kaya atau pengusaha (jeritan nurani warga Kassi-kassi)

3

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

20


kepolisian membuat warga memutuskan untuk meminta bantuan hukum kepada lembaga yang pakar dalam kasus ini. ”Pertama-tama kami ke LSM LAPAR di Toddopuli 10. Pada waktu itu, Pak Iqbal, pengacara LAPAR m e m p e r te m u ka n wa rga dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Sejak saat itu YLBHI menjadi kuasa hukum warga,” kenang pria yang mengaku berprofesi buruh bangunan ini. Selain itu, pihak Rizal Ta n d i a w a n p e r n a h mengintimidasi warga agar menjual tanah warga dengan harga 2-5 juta per kapling dengan luas tanah yang bervariasi. Alhasil, 26 KK menjual tanah ke Rizal Tandiawan. Warga yang menjual tanah dinilai telah mengkhianati Andi Muda Dg. Serang karena sebahagian dari mereka yang menjual justru belum melunasi cicilan ke Andi Muda Dg. Serang. Menanggapi hal ini, Wawan menjelaskan, ”yang terjadi kemarin bukan proses jual beli tanah tapi bentuk intimidasi. Kalau sesuai hukum formil, harus melalui akta jual beli di PTAT. Akan tetapi, masyarakat yang buta hukum akan memilih cara penjualan yang lebih mudah. Melalui PTAT, prosesnya agak lama dan mahal. Sebenarnya yang terjadi, sudah tidak ada kebebasan warga dalam menjual tanahnya sebab pihak Rizal telah melapor ke Polresta M a k a s s a r T i m u r. J a d i w a r g a menandatangani bukti penjualan tanah di bawah teror,” jelasnya. Menurut warga, awalnya niat kedatangan polisi hendak melakukan proses mediasi. Akan tetapi kenyatannya polisi justru menangkap dan memenjarakan pewaris tanah yang menghalang-halangi proses penjualan tersebut. Orang-orang yang bertanda tangan sebenarnya dalam keadaan merdeka, tapi nyatanya mereka di bawah tekanan polisi. Jadi, waktu itu sama sekali bukan bentuk transaksi, tapi penekanan dan pembodohan. Warga Kassi-kassi, ahli waris dan YLBHI pun berjuang bersama memenangkan kasus ini. Sebelum kasus ini mulai dibuka di Pengadilan Negeri,

4

Edisi I Th. I Mei 2008

Edisi I Th. I Mei 2008

CATATAN KHUSUS

dari hal. 5

CATATAN KHUSUS

”Saya sempat diinterogasi oleh polisi mengapa membeli tanah tersebut, kepada siapa membeli dan bagaimana kondisinya saat membeli,” warga Kassi-kassi berupaya meminta perlindungan ke komisi A DPRD Makassar. ”Kami tidak direspon sama sekali, malah mereka menyuruh warga meminta bantuan Asisten I Pemkot sebagai mediator negosiasi dengan kuasa hukum Rizal Tandiawan. Akan tetapi proses negosiasi sepertinya berat sebelah, karena menganjurkan warga agar menerima ganti rugi dengan sejumlah uang. Tapi saya katakan bahwa saya tidak akan menerima ganti rugi tetapi saya katakan saya hanya menerima ganti untung,” lanjut Dg. Musu yang bertindak sebagai perwakilan negosiasi warga. Pemerintah mengalkulasi semua biaya yang pernah dikeluarkan warga sejak penimbunan, pondasi, hingga biaya membangun rumah, akan tetapi kuasa hukum Rizal Tandiawan tidak setuju. Dan negosiasi pun batal. Kegagalan mediasi pemerintahan direspon pihak kuasa hukum Rizal secara emosional, usaha sabotase pun dilakukan. Salah satunya dengan mematok dan membangun pondasi di

tanah sengketa. ”Tapi saya segera mencabut patok tersebut ketika orangorang suruhan Rizal telah pergi. Pencabutan patok menyebabkan empat orang warga dipanggil oleh Polresta Makassar Timur. Diantaranya adalah Dahlan, Majid, Dg. Natsir, dan Hamzah, yang sesungguhnya tidak terlibat sama sekali dalam pencabutan patok. Namun dengan bantuan YLBHI, akhirnya Dg. Musu dan empat warga lainnya dapat dilepaskan pihak kepolisian. Seminggu setelahnya pada tahun 2006, kuasa hukum Rizal Tandiawan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri untuk mendapatkan tanah tersebut. Sumber masalah dari kasus sengketa tanah yang sering terjadi di Makassar terletak pada alat pembuktiannya. Dalam prakteknya, masyarakat kita lebih senang memakai hukum adat, dan tanah adat sangat jarang bukti kepemilikannya. Warga yang menguasai tanah hanya dapat membuktikan lewat penguasaan fisik. Kepemilikan tanah di daerah pedesaan akan lebih mudah dibuktikan dibanding di perkotaan. Daerah perkotaan memiliki banyak pendatang yang mengaburkan sejarah kepemilikan tanah. Pakar hukum perdata Universitas Hasanuddin, Farida P. M e n ge m u ka ka n , ” S e o ra n g ya n g mempunyai tanah harus melakukan pembuktian formil (pembuktian tertulis) untuk mendapatkan kepemilikannya secara sah.” Menurutnya, ada tiga jenis Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

sebab itu pihak panitera (yang mengurus administrasi pengadilan), melalui juru sita ( yang bertugas memberitahukan keputusan peradilan) bertugas menyampaikan putusan majelis hakim.” jelasnya. Ternyata dalam prakteknya, banyak kekurangan prosedur peradilan muncul disana-sini. Pertama, tidak ada batas waktu dalam Undang-Undang yang mengatur batas penyampaian putusan yang dilakukan panitera. Panitera hanya memakai hitungan kebiasaan, kalau domisili pihak yang tidak hadir masih sekota, maka batasannya hanya 14 hari. Hitungan ini diambil berdasarkan buku pedoman teknis peradilan, bukan Undang-Undang Peradilan. Disinilah celah panitera untuk lolos dalam proses hukum. Kedua, tidak ada bukti/catatan yang menuliskan tanggal keluar penyampaian surat pemberitahuan dari juru sita ke kuasa hukum RT, jadi pihak tergugat terutama pihak pengadilan tidak tahu kapan juru sita sudah memberitahukan putusan pada kuasa hukum pihak yang kalah. Mengenai k e t i d a k j e l a s a n we don’t need capitalism p ro s e d u ra l peradilan, lelaki yang mengaku buta hukum ini punya kritik tersendiri, ” ka l a u m e m a n g tidak ada UU yang mengatur tentang batas waktu pengajuan banding, tidak mustahil setelah 10 tahun pun banding tetap bisa dibuka”, kritik Dg. Musu.

M e l a w a n Melalui Kontra Memori Banding Berdasarkan urutan kejadiannya, juru sita memberitahukan putusan ke kuasa hukum Rizal Tandiawan pada tanggal 25 September 2007 setelah pembacaan putusan. Namun salah satu kuasa hukum Rizal Tandiawan pada saat itu, tidak mau menerima pemberitahuan dengan alasan dia bukan koordinator tim kuasa hukum. Oleh karena itu, pemberitahuan secara sah baru diterima koordinator kuasa hukum Rizal, tanggal 2 November 2007. ”Menjadi tidak logis ketika juru sita baru memberitahukan putusan dua bulan setelah pembacaan putusan tanggal 11 september 2007,” papar Wawan. Sesuai ketentuan KUH Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata), juru sita dapat membuat catatan sebagai bukti telah memberitahu tim kuasa hukum Rizal Tandiawan. Namun ternyata juru sita tidak menulisnya. Ini mengindikasikan memang terjadi kelalaian tugas panitera. Dimana seharusnya panitera dan juru sita mempertanggungjawabkan akibat dari perbuatan mereka. Langkah selanjutnya, kuasa hukum masyarakat menuntut pemeriksaan panitera dan juru sita sebelum kasus Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

bandingnya dibuka. ”Kalau panitera tidak diproses secara hukum, maka ini mengarah ke praktek mafia peradilan, dan masyarakat akan mempertahankan tanahnya sampai tetes darah penghabisan,” tutur Dg. Musu dengan tegas. Senada dengan Daeng Musu, kuasa hukum warga akan menuntut ke Pengadilan Tinggi (PT) untuk memproses juru sita. Dengan begitu, juru sita akan mengaku bahwa sebelumnya mereka sudah melaporkan kepada kuasa hukum Rizal. Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan untuk memeriksa fakta-fakta hukum mengenai kasus ini. Menurut Wawan, secara teoritis, upaya menjawab memori banding pihak penggugat disebut 'Kontra Memori Banding'. Di dalam kontra memori banding, kuasa hukum warga memohon eksepsi. Dasar eksepsi adalah terjadinya kesalahan prosedural banding. Dimana terjadi pelanggaran batas waktu banding yang ditetapkan oleh panduan teknis peradilan. Sebenarnya jika mengikuti panduan, 14 hari hanya terhitung sampai 25 September 2007. Jadi, pengajuan banding tanggal 12 November 2007 yang melewati batas waktu to make us happy dianggap tidak sah. Secara hukum, h a k i m Pe n ga d i l a n Tinggi bisa menolak pengajuan banding Rizal karena dianggap tidak sah. Fa j l u r ra h m a n Jurdi, salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum UH pun angkat bicara, ”memori banding pihak p e n g g u gat s e ca ra otomatis akan batal demi hukum dan keputusan Pengadilan Negeri lah yang sah secara hukum.” Ia menambahkan bahwa kuasa hukum warga harus mencari bukti yang menunjukkan letak kesalahan panitera. Kalau ada bukti, panitera bisa dilaporkan sebagai tindak pidana pemalsuan keputusan hakim ke pihak kepolisian. ”Praduga saya, ada kong kalikong antara juru sita dan kuasa hukum penggugat”, tuturnya. hfss

Indikasi Praktek Mafia Peradilan Menurut Wawan, Ketua Pengadilan Tinggi menjelaskan bahwa ada kode etik dimana dia tidak boleh memberitahukan nama-nama Majelis Hakim yang akan memimpin sidang, termasuk kepada staf panitera. Yang mengetahui hanya Ketua Pengadilan Tinggi seorang. Ini untuk menjaga independensi hakim. ”Ini mungkin itikad baik. Masalahnya Rizal Tandiawan sudah sering berurusan dengan Pengadilan Tinggi. Ada analogi bahwa hakim adalah pelacur dan pengusaha adalah lelaki hidung belang. Jika pelacurnya lagi butuh duit maka dia yang akan menghubungi lelaki hidung belangnya. Hakim yang mengetahui penggugat adalah Rizal Tandiawan, pemilik saham PT Sinar Galesong Pratama, maka bukan mustahil dia

19


CATATAN KHUSUS

Kesalahan Prosedural Pengadilan Namun kebahagiaan warga tidak berlangsung lama, Rizal Tandiawan ternyata mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Sesungguhnya kekhawatiran warga bukanlah pada ajuan banding Rizal Tandiawan. Warga yakin sepenuhnya bahwa kemenangan

akan selalu berpihak pada kebenaran. Salah satu kuasa hukum warga, Wawan (YLBHI), mengatakan bahwa secara prosedur hukum setiap orang dapat mengajukan upaya hukum, namun tetap dalam jalur yang ada. Masalahnya yang terjadi, kuasa hukum Rizal Tandiawan mengajukan banding melewati batas waktu yang biasa dipakai dalam undang-undang peradilan yaitu 14 hari setelah pembacaan putusan. ”Berdasarkan ketentuan peradilan, pengajuan banding hanya 14 hari setelah pembacaan putusan.Biasanya, pihak berperkara, b a i k p e n g g u gat ata u p u n ku a s a h u k u m n y a t i d a k h a d i r. O l e h bersambung ke hal. 19

Sketsa Lokasi Berdasarkan Pemeriksaan Setempat, Tanggal 16 Agustus 2007 Tanah Milik Said Pardi

UTARA

Rumah Warga Lain (Tanah Milik H. Said Pardi) SELATAN

JL. BERINGIN I Tanah Milik Warga (Pihak Tergugat)

TANAH WARGA LAIN (Dahulu Tanah H. Said Pardi)

PERMATA HIJAU BLOK K JALANAN PERMATA HIJAU BLOK K

TANAH MILIK SEMEN TONASA DAN TANAH WARGA

PERMATA HIJAU LESTARI

J A L A N A N

Rizal Tandiawan Berdasarkan SHM NO. 21096/ KASSI-KASSI RUMAH KAMPUNG

Tanah Yang Telah Dikuasai Oleh Rizal Tandiawan Berdasarkan SHM NO. 21096/ KASSI-KASSI

sambungan hal. 9

Tanggal 11 September 2007 Majelis Hakim Pengadilan Negeri melalui pembacaan putusan Pengadilan Negeri 13/pdt.G/2007/PN.Mks memutuskan tanah tersebut tetap milik warga Kassikassi.

PERMATA HIJAU

SASTRA

Edisi I Th. I Mei 2008

Edisi I Th. I Mei 2008 Serangga Di Gedung PengadilanSerangga Di Gedung PengadilanSerangg

telah mempengaruhi pita suara mereka. Ini kasus yang pertama terjadi disini.”

“Kalau saya keracunan zat kimia apa?”

“Keracunan pestisida. Tadi kamu menjadi sukarelawan pembasmi serangga, namun prosedur keselamatan dari efek racun serangga agak terabaikan. Efek racun serangga itulah yang mengganggu kesadaranmu, hingga pingsan.”

Orang-orang bersuara serangga ternyata kudengar juga di UGD. Kali ini saya pasti tak bermasalah dengan pendengaranku, karena dokter itu juga mengakui adanya orang-orang bersuara aneh seperti dalam film serangga alien antagonis di Starship troopers dan Man In Black. Bedanya, serangga-serangga disini berada di pihak protagonis versus sindikat antagonis koruptor. Saya sama sekali tidak ingat tentang keikut-sertaanku dalam tim penyemprot serangga. Seingatku tadi ikut berdemonstrasi dan manyaksikan pengadilan tindak pidana extra-ordinary crime (kejahatan luar biasa) berupa korupsi. Jika memang saya dalam tim itu, pastilah harus kusesali keikutsertaanku membunuhi serangga. Makhluk-makhluk hexapoda (berkaki e n a m ) t e r s e b u t t e l a h b e r h a s i l

melumpuhkan koruptor dan aparat hukum yang membelanya. Saya tak tahu pasti, yang mana mimpi atau kenyataan antara berdemonstrasi maupun menjadi sukarelawan penyemprot serangga? Saya mungkin telah berada di dua realitas pada saat bersamaan, yakni seperti yang kualami dan juga sebagaimana yang disampaikan dokter tersebut. Mungkinkah saya telah berada di realitas dunia paralel tempat serangga membasmi para koruptor. Realitas dunia paralel ala teori Fisikawan Stephen Hawkings pasti telah terjadi padaku. Saya merasa sangat mengantuk dan kupastikan untuk tertidur. Semoga kali ini bermimpi indah untuk bertemu dokter cantik itu, dalam suasana yang tak dijejali p a r a koruptor di bangsal UGD. Di dalam mimpi atau dunia paralel, akan kuajak dokter manis untuk bersatu bersama serangga memusnahkan sindikat koruptor. Apalagi yang kini harus dilakukan untuk melawan koruptor, selain cuma dalam mimpi. Hanya dalam mimpi para koruptor bisa dibasmi. Itu pun harus butuh bantuan total serangan massif serangga.()

PERMATA HIJAU LESTARI

TANAH MILIK DRS. H. ABU BAKAR DENI CS

TANAH PERKAMPUNGAN WARGA

PERMATA HIJAU LESTARI

PERMATA HIJAU LESTARI

at all the millions here we must have died along a long long time ago

Keterangan: : Tanah Milik Warga (Pihak Tergugat) : Tanah Yang Telah Dikuasai dan Ditembok Oleh RIZAL TANDIAWAN berdasarkan SHM NO. 21096/Kassi-Kassi

5

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

18


SASTRA

Edisi I Th. I Mei 2008

OSTAFOLOGI

semua kembar” akan selalu bisa dimanipulasi oleh politikus Indonesia yang berkuasa di parlemen. Bila 24 orang Papua meminta suaka di Australia, itu pun merupakan 'aksi seperempat kesia-siaan' belaka. Mereka memang diberi 'visa sementara', agar lebih lama menjadi komoditas politik dan pencarian popularitas di antara politikus setempat.

Penjahat dan Nabi Ada penjahat yang pura pura menjadi nabi Ada nabi yang terpaksa menjadi penjahat Ada penjahat yang dikira nabi Ada nabi yang dikira penjahat

Politikus Australia jauh lebih busuk dari mayoritas politikus Indonesia. Politikus Australia pernah memanfaatkan ungkapan “kitorang semua kembar” pada kaum Aborigin. Satu orang Aborigin yang dimanipulasi politikus Australia, berarti satu juta lainnya ikut serta dalam manipulasi in-absentia. Penduduk asli itu pun tersisih ke gurun dan menjadi gelandangan di pinggir kota (suburban homeless). Pasti orang-orang Papua yang sekarang mendapat 'visa sementara', hanya akan menjadi obyek manipulasi “kitorang s e m u a ke m b a r ”. B i l a A b o r i g i n b i s a dimanipulasi, maka akan sama mudahnya melakukannya pada orang Papua. Aborigin dan Papua sama-sama “kitorang kembar identik”.

Ada orangorang memuja penjahat Hanya karena membangun masjid Membangun rumah sakit, sekolah, dan tamantaman Padahal keuntungan yang didapatkan jauh lebih banyak Ada orang membenci nabi Hanya karena berteriakteriak di jalanan Ini tak adil, tak merata. Kita harus protes Atau sekalikali berontak. Sebab, kekeraspalaan Tak akan hancur hanya dengan menunggu

Sejahat-jahatnya politikus Indonesia, belum ada yang resmi menjadi partai rasialis. Di Australia terdapat Partai Satu Bangsa yang dipimpin Pauline Hanson, sebagai partai rasialis yang berjaya di Negara Bagian Queensland. Pauline Hanson termasuk yang anti-Aborigin dan ras apapun di luar kulit putih. Warga Papua ini hanya menambah daftar baru orangorang yang dibenci Pauline Hanson dan para pengikutnya. Pauline Hanson, politikus berwajah cantik ini, juga didukung teman selingkuhnya David Oldfield. “Kitorang kembar identik” akan susah hidup tenang bila dua pasangan rasialis mendapat dukungan politik yang lebih luas selain hanya dari Queensland.

Ada pula penjahat yang menyewa nabi Yang sebenarnya juga penjahat Untuk melakukan propaganda jahat Agar terkesan seperti propaganda nabi Ada pula nabi yang menggunakan cara penjahat Merebut harta dan benda yang mereka sebut hak Lalu orangorang ramairamai menyanjungnyanjung Ia seperti nabi. Meski di korankoran ia dikatakan penjahat

Apa yang terjadi dengan kinesika tinjumu? Provokator sebagai agen partai politik, terlihat kesuksesan pekerjaannya dari setiap kerusuhan yang ditimbulkan dalam demonstrasi. Demonstrasi sesekali perlu juga rusuh, sebagai suatu skenario yang tak melibatkan provokator. Politikus penipu rakyat meramaikan adegan tinju amatir di gedung DPR. Organisasi mahasiswa ekstrakampus dan organisasi intrakampus, juga biasa menjadi ring tinju satu ronde oleh kaum amatiran. Mereka meletakkan otaknya dalam kepalan tangan. Jika otak dan kesadaran tertutup dalam kepalan tangan, maka tak butuh provokator untuk meninju orang lain.

Penjahat dan nabi adalah dua kutub Yang sesekali saling bertolak dan sesekali saling menarik Tapi penjahat adalah kepalsuan Nabi adalah ketulusan Meski tetap sulit untuk menilai Mana penjahat mana nabi

Selama masih terjadi arena tinju amatir dadakan, makaIndonesia tak akan kekurangan stok provokator, politikus, dan juga koruptor. Bila anggota parlemen Jepang,

Deddy de Goode

6

Edisi I Th. I Mei 2008

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

how would you know you’re sleeping, wide awake in a revere. am I really here? or just a dream...................

Korsel, atau Taiwan suka berantem, itu karena memang mereka merupakan anggota honoris causa dari Yakuza, Triad, Kura-Kura Ninja, atau sekedar bernostalgia saat berdemo melawan polisi anti huru-hara. Bhiksu Shaolin yang terkenal dengan 'Tinju Winchun', 'Kepalan Tinju Selatan', dan 'Tinju Tanpa Bayangan' malah jarang mempraktekkan adegan tinju liar. Pertunjukan kekerasan oleh anggota DPR-RI, premahasiswa 'preman mahasiswa', aparat militer, dan Polisi Hura-Hura (PHH) sama sekali tak dilakukan untuk satu pun episode kebajikan. Tak pernah aktivis demonstrasi atau demonstran dibekali kekuatan bertinju selama kuliah atau ketika mengkaji wacana kritis. Idealisme mahasiswa hanya keras dalam 'resistensi kekuasaan' dan radikal dalam antidominasi. Sikap keras dalam pelaksanaan idealisme mahasiswa, semuanya tak pernah didukung oleh 'aliran tinju manapun'. Kekerasan pada mahasiswa lazim dilakukan oleh aparat represif negara. Bahasa apakah yang harus selalu disimbolkan dengan kepalan tinju, jika bukan untuk pertunjukan kekerasan? Negara bukan hanya menguasai bahasa kekuasaan. Ia juga selalu menyebarkan 'pragmatisme kekerasan' melalui aparat-aparatnya yang berseragam atau tanpa seragam. Thomas Hobbes (1588-1679) menyebut negara sebagai Leviathan atau 'monster yang berwajah dingin'. Leviathan juga menggemari kekerasan, darah, penggusuran, dan berbagai kekejian. Pelaksana tugas Leviathan berupa polisi, tentara, dan Satpol Pamong Praja. to be continued

17


SASTRA

Edisi I Th. I Mei 2008

Kami Orang Miskin Kami orang miskin Pendidikan mahal kami terlantar Parapemimpin hanya memberikan vonis bagi kami Apakah kami yang miskin harus tak bersekolah Menerima semua yang ditetapkan Kenapa hanya mereka yang mampu Bisa memperoleh pendidikan Dimana hak-hak kami yang miskin Wahai pemimpin Banyaknya yang harus menderita Karena kebijakan yang engkau berikan Berupa BHP (Badan Hukum Pembodohan) Sehingga kami tak mampu membayar Wahai pemimpin ingatlah Kalian mampu menindas semua tubuh dan kehidupan kami Tapi kalian tak akan pernah mampu menindas semangat Untuk memperjuangkan hak-hak kami Satu kata turun atau kami turunkan Suara-suara Teriakan

Fadil Mbojo

dari hal. 12

Edisi I Th. I Mei 2008

tangan, membuat mereka yang sudah bosan bersidang kemudian melakukan pemukulan meja. Pemukulan acak juga menghantam orang lain dari kelompok penjuru yang berbeda. Suasana menjadi panik dan ruang sidang makin kacau.

Orang-orang kemudian meninggalkan ruang sidang tanpa ada hasil yang menggembirakan kecuali rasa kesal, pingsan, memar, dan harga diri yang lecet. Pembangunan menara Babel yang sudah mencapai ketinggian 666 M gagal total, setelah sidang yang penuh kepala tinju menemui deadlock (jalan buntu). Pembangunan ini menghasilkan hal yang baru bagi mereka yakni adanya profesi tambahan berupa provocator (agak mirip promotor tinju) yakni, “Orang yang menjadikan arena sidang menjadi arena tinju amatir kaum berdasi secara keroyokan.” Kejahatan politikus kerah putih di masa sekarang bisa dilihat dari sikap anggota parlemen DPR, yang bertinju tanpa promotor demi kepentingan partai masing-masing. Provokator saling bertinju di DPR menjadi tontonan yang paling memuakkan dari seluruh aktivis mereka yang nonsense. Kemudian muncul juga istilah politics (politik) untuk menyatakan kecerdikan dan kelicinan pada praktek politic. Politics kemudian “dikata-bendakan” sebagai cara untuk mencapai kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, partai, negara, dan sebagainya. Politics dan politic kemudian menjelma dalam banyak bidang seperti politician (politisi/politikus), political animal (berpolitik secara kotor), political observer (pengamat politik), political science (ilmu politik), sexual politics (hubungan seksual untuk kepentingan politik), politicization (politisasi), political asylum (perlindungan politik), dan sebagainya.

Teriaklah wahai saudara Suaramu adalah senjatamu Jangan biarkan penindas menginjakmu Mereka dipilih melalui suara kita

Bukan hal yang kebetulan jika politician diartikan sebagai politikus. Mayoritas politikus Indonesia memang cuma tikus kantor yang mempercalokan dana bencana alam, melakukan studi banding yang tak berguna, demagog (pemberi kampanye janji palsu), korupsi berjamaah, berkelahi di ruang sidang seperti preman lampu merah, dan berbagai tindakan yang mengerat uang negara.

Jangan pernah menunduk dan ditindas Teriaklah mereka pantas untuk diteriakkan Wahai saudara teriaklah Jangan menahan suaramu yang Mulai kusam didalam gua yang gelap

Manipapualasi (manipulasi terhadap orang Papua) Pembangunan menara mercuar ala Babel sebenarnya tak pernah berhenti secara total. Proyek mercusar Babel sukses terbangun pada Monumen Nasional (Monas) dan Monumen Mandala di Makassar. Pembangunan menara Babel di Indonesia dilanjutkan oleh Soekarno dengan membangun Monas di 'lapangan Banteng/lapangan Singa' di daerah Gambir. Lapangan itu berubah pula sebagai lapangan Monas dan menjadi kebun binatang untuk rusa-rusa urban-gaul. Pada jaman Orba dibangun pula proyek mercusuar yang

Mari kita menolak kepemimpinan yang menindas Kalau kita tunduk pasti tertindas Maka kita bangkit untuk melawan Karena diam awal dari penindasan

7

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

OSTAFOLOGI d is eb u t M o n u m en M a n d a la M a ka s s a r u nt u k mempertuankan heroisme politikus Soeharto merebut Irian Jaya dengan cara 'Penentuan Pendapat Rakyat' (Pepera). Monumen Mandala juga menjadi simbol Babelonia (kutukan menara Babel) untuk operasi militer Mandala Tri Komando Rakyat (Trikora) dalam merebut Irian Barat dari Belanda. Khusus untuk merebut Irian Barat, Soekarno memiliki koleksi khusus pidato agitprop (agitasi propoganda) yakni “Bebaskan Irian Barat : kumpulan pidato Presiden Soekarno tentang pembebasan Irian Barat 17 Agustus 1961-17 Agustus 1962. Pepera sangat enteng dilaksanakan “semudah membalik telapak kaki' (Cat: Bila ingin membalik telapak kaki, lakukan dengan dengan cara bersalto). Prinsip orang Papua “kitorang semua kembar” telah termanipulasi, hingga terlihat di mata PBB mayoritas orang Papua setuju bergabung dengan RI. Secara stereotype disebutkan tentang semua wajah orang Papua beserta tubuh, rambut kriting, kulit, dan koteka terlihat bagai produksi kembaran kloning besar-besaran. Beberapa orang saja yang setuju dengan Pepera, bisa seolaholah mewakili ribuan kembaran kloning lainnya. Satu orang yang menyetujui Pepera bisa di-copy paste ribuan kali. Dengan demikian para politikus dan pihak militer mudah menjadikannya sebagai proyek politik terbesar di era Orde Lama maupun Orde Baru.

Aborigin dan Papua ditipu politikus Australia Gugatan Majelis Rakyat Papua (MRP), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan sejumlah faksi di Papua pada keabsahan Pepera, itu agak susah dilaksanakan. “Kitorang

turn off your TV

turn on your RADIO 16


SASTRA

Edisi I Th. I Mei 2008

Edisi I Th. I Mei 2008

RESENSI

Serangga Di Gedung Pengadilan

Oleh: Mustafa Ostafal Taffa Berbagai jenis serangga telah muncul di kota Makzat. Tanpa menunggu jawaban dari polisi yang bersuara jangkrik Serangga bertelur dan berbiak di gedung pengadilan. dan hama penggerek batang padi, saya langsung masuk dan Serangga-serangga tersebut tak banyak menimbulkan berdiri di arah paling belakang. Saat itu hakim ketua akan gangguan apa-apa di luar area gedung tersebut. Dua bulan bersiap membacakan vonis atau tuntutan hukum. Seperti lalu, di pengadilan tersebut seorang pejabat negara menjadi tadi, saya juga mendengar suara-suara aneh di loudspeaker terdakwa korupsi. Seperti biasa selalu ada pendemo anti- (pengeras suara). Suara hakim ketua, mirip derik belalang tua korupsi di depan pengadilan. Saya ikut terlibat dalam yang sedang makan daun. demonstrasi di pihak anti-korupsi. Lebih dari sepuluh meter dari arah kami, ada demonstran lain yang berpakaian seragam “Nampaknya kali ini ada gangguan sound system, ya?” ormas pemuda parpol. Sebagian lainnya juga mengenakan tanyaku hendak kupastikan mungkin ada gangguan teknis kaos berwarna-warni mewakili masing-masing parpol pada sistem tata suara di mikropon, mike, loudspeaker, atau mendukung para koruptor. yang lainnya. Orang yang kutanyai juga bersuara aneh seperti hakim ketua. Saya jadi kalut dan meninggalkan gedung “Saya sebaiknya masuk menyaksikan suasana pengadilan.” pengadilan. “Jangan lupa bawa KTP, ada pemeriksaan disana!” Di depan pintu masuk sudah tersedia petugas polisi yang bertugas menjaga gedung pengadilan. Mereka juga bertugas melindungi para koruptor yang akan diarak keliling kota, selepas pembacaan vonis bebas. Birokrasi pemeriksaan KTP di pengadilan persis seperti cara Pemda melaksanakan operasi Yustisi pada kaum miskin kota. Di depan petugas, saya langsung menyodorkan KTP.

Di luar gedung pengadilan tak tampak lagi seorang pun demonstran anti-koruptor. Cepat sekali mereka pulang, bukan seperti biasanya.

“Boleh saya masuk pak?” tanyaku. Tak ada jawaban dari mereka, tapi hanya sibuk membolak-balik KTP, tanpa membaca apapun yang tertulis di sana. Tak ada kesan untuk memeriksa siapa saya, padahal saya memang bukan pemilik KTP tersebut. Mereka saling berbicara dengan bahasa yang tak pernah saya mengerti. Hebat, polisi sudah berhasil menciptakan bahasa sendiri, yang tak bisa kumengerti. Bahasa mereka lebih rumit dari Esperanto (bahasa ciptaan Marc Okrand), Bushmen (suku semak Afrika), Navajo (bahasa Indian di perang Pasifik), dan Klingon (bahasa alien di film Star Trek). Sebenarnya, saya tak yakin para polisi bisa secerdas itu dengan membuat bahasa tersendiri.

memutuskan Babah Ah Tjong sebagai pelaku pembunuhan itu. Babah Ah Tjong membunuh Herman Mellema karena tamunya itu sering memakai jasa di rumah bordir itu dengan tidak membayar sepeser p u n . Cobaan terhadap keluarga Nyai Ontosoroh tidak hanya sampai di situ, Maurits Mellema yang merupakan anak kandung Herman Mellema hasil perkawinan yang sah Herman Mellema dengan seorang wanita Belanda, menuntut hak kekayaan ayahnya. Tidak hanya itu, Maurits juga meminta Annelis saudara tirinya agar dipulangkan ke Eropa karena tidak pantas dibesarkan oleh seorang pribumi seperti Nyai Ontosoroh. Perlawanan pun dilakukan oleh Minke dan Nyai Ontosoroh, dengan bekal finansial yang cukup Nyai menyewa seorang pengacara. Minke dengan kepandaiannya menulis terus menebarkan perlawanan atas arogansi orang-orang belanda di tanah airnya sendiri. Perjuangan mereka didukung oleh pemilik salah satu surat kabar lokal sehingga Minke memiliki akses yang tetap untuk terus melancarkan perlawanan melalui tulisannya. Pengacara yang disewa Nyai terus mencermati surat dan dokumen yang bisa membantu membebaskan Annelis dari cengkeraman Maurits Mellema. Namun kekuasaan sistemik yang dimiliki oleh pemerintah Hindia Belanda dengan pengadilannya yang dengan sangat terbuka membedakan perlakuan pribumi dan keturunan Eropa, kekalahan menjadi hasil yang diterima Minke dan Nyai Ontosoroh. Dengan ketegarannya Nyai Ontosoroh berucap pada Minke di akhir buku ini, “Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormathormatnya. (Fhr_Ald)

Join’ with us at PENA EMAS 2008 Pekan Nasional Pers Mahasiswa

Mulut mereka memang terbuka dan seperti sedang bicara satu sama lainnya, tapi suaranya bukan suara manusia. Hanya terd engar seperti bunyi jangkrik. Sebagian lainnya terdengar b e r b i c a r a seperti suara hama penggerek batang padi yang sedang memotong-motong tangkai bulir buah. Saya tak mengerti, apa sedang terjadi. Jangan-jangan saya telah b e r h a l u s i n a s i a k i b at ge j a l a heatstroke (terkena sengatan matahari) saat demonstrasi tadi, sehingga kesadaranku mulai menurun.

8

“Pers Mahasiswa Mencari Jalan Pulang” Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

15


SASTRA Mereka hanya meninggalkan bentangan spanduk yang dijejer di seberang jalan gedung pengadilan. “Kalian semua cuma serangga pemakan daun muda”, “Kutu busuk menggerogoti uang negara”, dan “Dasar kecoak para koruptor”. Seingatku tadi tak ada spanduk berbunyi demikian yang kami bawa. Lagi pula saya ikut terlibat langsung dalam pembuatan spanduk tersebut. Tak ada satu pun tulisan yang berkaitan dengan tema serangga. Saya memutuskan menemui para demonstran pro-koruptor, untuk meminta informasi kemana perginya para demonstran anti-korupsi. “Demonstran yang anti-korupsi, pergi kemana semuanya?” tanyaku pada pimpinannya. Ia menjawab atau lebih tepatnya seperti menggerutu padaku. Seperti yang terjadi di gedung pengadilan, jawaban dan gerutuannya tak kumengerti. Ia juga bersuara seperti jangkrik. Orang-orang lainnya juga bersuara seperti dengungan ribuan kepakan sayap belalang atau tawon. Kini bukan hanya pendengaranku yang mulai aneh, pandanganku juga berubah. Diantara mereka sudah ada yang terlihat bertampang kecoak, kutu rambut, hama wereng, dan sebagainya. Saya jijik melihat semua demonstran pro-koruptor yang bermetamorfosa menjadi serangga. Mereka sepertinya bersikap ganas dan kanibal, dengan saling memangsa sesamanya. Saya berlari secepat mungkin. Sekitar dua puluh menit berlari, semua rombongan demonstran anti-koruptor sudah terlihat tepat di belokan jalan. Syukur, saya sudah melihat spesiesku berupa manusia.

Edisi I Th. I Mei 2008 Ternyata aku belum mati.Indikasi kesadaran yang belum pulih, bila masih susah membedakan mana suster atau dokter, apalagi bila mereka sama-sama ramah dan manis. Setelah menyaksikan dan mendengar suara-suara serangga, kini melihat dokter manis bersuara terindah. Sebuah pengembalian kesadaran yang melebihi kemanjuran semua obat-obatan. Di ruangan UGD (Unit Gawat Darurat) nampaknya penuh dengan pasien. Ada yang berpakaian pengacara, jaksa, hakim, dan polisi. Ada juga orang yang mengenakan seragam parpol. Wajah, badan, kaki, dan tangan mereka kemerah-merahan dan penuh bentol-bentol. Terdakwa korupsi yang kulihat di dalam gedung pengadilan itu pun bernasib demikian pula. Mereka semua mengeluh dan mengerang, tapi suaranya tak seperti suara manusia. “Dok, apa yang terjadi dengan mereka? Suara mereka terdengar sangat menakutkan.” “Mereka semua terkena serangan serangga di dalam dan di sekitar gedung pengadilan. Kemungkinan sengatan serangga-

bersambung ke hal. 18

Bumi Manusia Bumi Manusia ditulis oleh Pramoedya

Data Buku

Ananta Toer saat mendekam di penjara Judul : Bumi Manusia yang terletak di Pulau Buru pada tahun Penulis : Pramoedya Ananta Toer 1975. Bumi Manusia mengambil latar Penerbit : Lentera Dipantara 2005 ketika politik etis diberlakukan. Minke Halaman : 538 hal. 13,5 x 20 cm yang jadi tokoh protagonis di novel ini : Rp. 68.000 adalah pribumi yang sekolah di Hogere Harga Burger School (HBS) yang merupakan sekolah lanjutan tingkat menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Keluarga Minke merupakan golongan Belanda, Eropa atau elit pribumi dengan priyayi dimana ayahnya seorang Bupati B bahasa pengantar bahasa Belanda. yang patuh terhadap pemerintah Hindia Belanda. Walaupun begitu ia tak suka Petualangan Minke dimulai ketika menerima ajakan teman sekolahnya dengan ayahnya yang suka menjilat pada Robert Suurhof untuk menghadiri pemerintah Hindia Belanda. Ditengahundangan berkunjung ke Boerderij tengah cerita Minke pernah dibawa oleh Buitenzorg (Perusahaan Pertanian) milik polisi yang dibayar oleh ayahnya. Minke Herman Mellema di Wonokromo, salah sudah lama tidak membalas surat-surat satu kecamatan di Kota Surabaya. Di dari ayah dan ibunya sehingga ia tidak sana ia bertemu Nyai Ontosoroh, istri tahu bahwa ayahnya akan diangkat jadi simpanan dari Herman Mellema beserta Bupati B. Di acara pelantikan, Minke kedua anaknya, Annelis dan Robert ditunjuk sebagai penerjemah bahasa Mellema. Minke dan Annelis akhirnya Belanda dan Melayu untuk ayahnya. s a l i n g j a t u h c i n t a d a n m a k i n Annelis yang tak bisa jauh dari Minke pun mendekatkan hubungan Minke dengan jatuh sakit saat menanti kepulangan keluarga Mellema. Minke. Berbeda dengan adiknya, Robert Mellema sejak awal pertemuannya Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai perempuan tangguh yang pantang dengan Minke sudah menaruh rasa menyerah dengan pengetahuan yang benci terhadap Minke yang seorang luas bekal dari kemauannya untuk terus pribumi. Sebagai keturunan Belanda, ia belajar. Menulis dan membaca diajarkan selalu memandang rendah pribumi oleh Herman Mellema sedari awal ketika walaupun seorang priyayi. Darsam, mengangkatnya menjadi gundik. Mulai orang kepercayaan Nyai Ontosoroh, saat itu ia menyadari akan pandangan menjemput Minke saat tiba di Surabaya, miring tentang dirinya sebagai gundik memberitahukan bahwa nyawa Minke dan berjanji untuk terus belajar hingga sedang terancam karena Robert dia bisa keluar dari pandangan tersebut Mellema merencakan pembunuhan atas dan dipandang sebagai manusia Minke.

“Kau baik-baik saja?” Seorang dari mereka, terlihat cemas melihatku. “Entahlah! Penglihatan dan pendengaranku agak terganggu.” “Kau memang agak pucat. Tolong panggilkan tim medis!” Beberapa orang berbaju putih, cepat mengangkatku ke atas tandu dan diangkut ke mobil ambulans. Setelah itu semuanya serba gelap, saya pingsan. “Sudah siuman ya!” Seorang perempuan berwajah manis, memberiku sapaan ternyaman hari itu.

seutuhnya. Minke dengan kemampuan menulisnya yang mumpuni mampu berjuang melawan segala tekanan yang diberikan kepadanya, Annelis dan Nyai Ontosoroh. Perist iwa p emb u n u h an H erma n Mellema menjadi ujian awal bagaimana Minke mampu mempertahankan kehormatan diri serta menegakkan kebenaran ditengah diskriminasi terhadap pribumi oleh orang-orang Eropa.

“Apa yang terjadi denganku?” Tanyaku sambil menebaknebak apakah dia dokter, suster, atau bidadari. Tebakan ini kuperlukan untuk memastikan kembalinya kesadaranku secara normal. Ini juga untuk memastikan siapa tahu saya sudah berada di surga dan ketemu bidadari. Saya merasa hampir mati di pengadilan. Syukur bila mati, langsung masuk sorga dan ketemu bidadari. “Kamu terkena gejala keracunan!” jawabnya singkat. Kuperhatikan di tanda pengenalnya, ia memang dokter yang berwajah bidadari. Ini berarti kesadaranku sudah mulai pulih.

9

RESENSI

Edisi I Th. I Mei 2008

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Setelah bergaul dengan keluarga Mellema, Minke membuat tulisan mengenai Nyai Ontosoroh dan dimuat dalam Koran S.N v/d D dengan judul “Een Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik ken” (“Seorang Nyai Biasa yang Luar biasa yang Aku Kenal”), dengan memakai nama Eropa Max Tollenaar. Dalam d i s ku s i s o re ya n g d i a d a ka n d i sekolahnya, Robert Suurhof mengangkat tulisan Minke tersebut dalam forum diskusi, dengan mengkritik

terlebih dahulu tulisan tersebut. Di akhir pemaparannya, ia mengungkap jati diri Max Tollenaar yang tak lain adalah siswa H.B.S dan temannya sendiri Minke. Setelah kejadian itu Minke merasa sekolahnya menjadi tempat yang tak nyaman, siswa mencemooh perilakunya yang tinggal satu atap dengan seorang Nyai. Berbeda dengan orang-orang di sekolahnya, Jufforow Magda Peters guru yang sangat dikagumi oleh Minke, memuji kemampuan menulis Minke. Melalui buku ini, Pram menggambarkan keganasan pemerintah kolonial Hindia B e l a n d a d a l a m m e m p e r l a ku ka n pribumi. Pada saat Herman Mellema tewas di rumah plesiran Babah Ah Tjong, pemerintah Hindia Belanda yang tak ingin harga dirinya sebagai bangsa Eropa hilang hanya karena kasus ini, berusaha menyudutkan Nyai Ontosoroh yang notabene adalah pribumi. Dengan memanfaatkan media massa yang dimilikinya, Nyai Ontosoroh terus disudutkan melalui berita-berita sebagai penyebab utama kematian Herman Mellema. Tentunya dengan kerjasama yang baik Minke dan Nyai Ontosoroh menampik tuduhan tersebut dengan tulisan-tulisan yang dimuat di mediamedia lokal yang masih peduli terhadap pribumi. Di akhir kasus ini, pengadilan

14


SKETSA Tan

Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka, lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatra Barat, 2 Juni . Menurut keturunannya, ia termasuk suku bangsa Minangkabau, ia termasuk s a l a h s e o ra n g t o ko h bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh. Yamin dan lain-lain. Tan Malaka adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin , dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal, dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot serta berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangannya yang gigih dan radikal, Tan Malaka dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris. Dia kukuh mengkritik pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pascarevolusi kemerdekaan Indonesia karena kurang puas terhadap pemerintahan Hindia-Belanda maupun pemerintahan di masa Soekarno. Walaupun berpandangan komunis, ia juga sering terlibat konflik dengan kepemimpinan Partai Komunis Indonesia. Tahun 1921, ia pergi ke Semarang untuk bertemu dengan Semaoen dan mulai terjun ke kancah politik saat kongres PKI 24-25 Desember 1921. Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin. Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini juga banyak berdiskusi dengan Semaoen (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia B e l a n d a . S e l a i n i t u j u ga m e re n c a n a ka n s u a t u pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggotaanggota PKI dan SI (Syarikat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursuskursus semacam itu, sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya. Melihat hal itu, Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan: pertama, memberi banyak jalan (kepada murid) untuk mendapatkan mata pencaharian (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lainlain). Kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk

10

Edisi I Th. I Mei 2008

Edisi I Th. I Mei 2008

AGENDA

Tan Malaka

Pahlawan Tanpa Tanda Nisan mengikuti kegemaran (hobi) mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan. Dan ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar. Tan Malaka tak hanya sebatas pada usaha mencerdaskan masyarakat Indonesia tapi juga pada gerakangerakan dalam melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh p e m e r i n t a h a n H i n d i a - B e l a n d a , b e r u p a a d a ny a ketidaksesuaian upah dengan jam kerja buruh, adanya kekerasan yang dilakukan pemimpin Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat, agar melihat adanya eksploitasi terhadap kaum buruh. Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan buruh, “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner�. Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik, tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program, dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian, tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI. Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda, ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat di pundaknya. Januari 1922, ia ditangkap dan dibuang ke Kupang karena dianggap dalang dari pemberontakan oleh buruh menuntut ketidakadilan yang dilakukan Hindia Belanda. Pada Maret 1922, Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda. Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan mengakibatkan sikap “bunuh diri� bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan pada tahun 1926 kembali bergejolak walaupun berskala kecil di beberapa daerah di Indonesia. Pemberontakan itu mampu dihentikan dalam waktu singkat oleh pihak penjajah. Belanda dapat mengakhirinya dengan mudah. Akibatnya, ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh, dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

13


SKETSA Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan, dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan anggota/simpatisan PKI. Maka perjuangan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun. Juni 1927, Tan Malaka memproklamirkan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya, Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia" (Naar de Republiek Indonesia). Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925. Prof. Moh. Yamin, sejarahwan dan pakar hukum kenamaan Indonesia, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar, ”Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philipina sebelum revolusi Philipina pecah….” Ciri khas gagasan Tan Malaka adalah: (1) Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah berdasarkan ilmu bukti, (2) Bersifat Indonesiasentris, (3) Futuristik, dan (4) Mandiri, konsekuen serta konsisten. Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku, brosur, dan ratusan artikel di berbagai surat kabar terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya, “MADILOG”, mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara “Text Book Thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan di semua karya Tan Malaka, serta permasalahannya dimulai dengan Indonesia. Kongkritnya rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Jika kita membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, budaya sampai kemiliteran (Gerpolek; Gerilya Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan kita temukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesiaan serta benang merah kemandirian, sikap konsekuen dan konsisten yang direnda jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangan implementasinya. Peristiwa 3 Juli 1946 didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948, dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu. Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggarjati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta. Dan pada tahun 1949, tepatnya bulan Februari, Tan Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela Proklamasi” di Pethok, Kediri,

11

Edisi I Th. I Mei 2008 Jawa Timur. Dalam versi buku yang berjudul, P.K.I Sibar Contar Tan Malaka, mengutip tanggal 19 Februari 1949, Tan Malaka hilang (ditembak dan dibuang di sungai Brantas), dari versi lain yang dikutip dari wikipedia indonesia, ensiklopedia, Tan Malaka wafat di Jawa Timur, 21 Februari 1949. Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963, menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional. Kita bukan nabi, kita bukan ahli nujum. Kita berlaku seperti dokter. Walaupun si sakit merasa tidak enak, tetapi ditunggu sampai ada symtomen (baru mengadakan), diagnose (baru memeriksa) apa sakit yang sebenarnya. Kita sebagai dukun atau dokter masyarakat tidak berlaku seperti ahli nujum. Kita menunggu dulu, walaupun kita tahu pertentangan kelak bisa berubah menjadi pertempuran atau perjuangan, tetapi kita tidak boleh seperti ahli nujum mengatakan; ini mesti kalah dan ini mesti menang. Sikap semacam ini ialah sikap seperti Joyoboyo, sebab belum symtomen itu keluar kita memerlukan beberapa tempo buat mengadakan sikap yang pasti terhadap kejadian Internasional. Saya harap ini dimengerti benar. Kita yakin atas kemenangan kita sendiri, seperti Columbus yakin, bahwa jika dia berlayar terus ke timur dia akan sampai ke Amerika. Tetapi kapan dia akan sampai dan mana persis jalan yang dia lalui, itu tidak bisa ditentukan dengan pasti lebih dulu. Itu tegantung kepada beberapa faktor di dalam dan di luar dia sendiri. Kita harus yakin dan orang yang tidak mempunyai keyakinan tidak mempunyai pendirian. Dan keyakinan mesti berdasarkan filsafat serta perhitungan yang tinggi. Tetapi putusan yang pasti, kesimpulan atau sikap yang pasti harus diambil setelah cukup symtomen (baru mengadakan). Uraian Mendadak 1948

Edisi I Th. I Mei 2008 MANUSKRIPSA OSTAFOLOGI MATIKIRI 05 Oleh: Ostaf Al Mustafa Ketika kata tak lagi bisa berbahasa Menara Babel atau menurut istilah ordo Freemasonry disebut Babalon, dibangun dari empat penjuru selama ratusan tahun. Demikian luasnya dasar menara mercusuar itu sehingga para mandor, kontraktor, developer, koruptor (suatu bentuk professional sampingan dalam suatu proyek), shaman (dukun sakti), surveyor, supervisor, aparat dinas PU (Pekerjaan Umum/Jasa Marga), buruh, kepala tukang, manajer keuangan, logistik, keamanan, arsitek, maupun buruh dari empat penjuru menara tak pernah lagi berkomunikasi satu sama lainnya. Mereka saling terisolasi di antara sudut-sudut menara yang dibangun sangat kuat bagai benteng Fort Knoxx. Beberapa generasi telah berganti dalam 'proyek mercusuar', sehingga generasi itu melakukan spesialisasi kekastaan. Keluarga mandor, kontraktor, dan koruptor menjadi kasta bangsawan/aristokrat/p enguasa/monarki. Keluarga shaman menjadi kasta orang suci Brahmanolog. Brahmanolog singkatan dari Bramatheus (Dewa Menara Api), shaman (dukun), dan log (ahli). Keluarga buruh, orangorang bertangan kidal, dan 'pemikir kiri' menjadi antropolog, sosiolog , marxolog, maydaylog, dan internationale-log. Bidang logistik dan keamanan menjadi bulog dan bulldog. Dalam penggantian generasi itu terjadilah pula perubahan kosa kata, tenses (bentuk kalimat), zeitworter (bentuk waktu kalimat), dan bahasa hampir secara keseluruhan. Ketika pembangunan menara mercusuar semakin tinggi hingga mencapai 666 meter, para developer 'pembangun' saling bertemu di convention centre plenary hall (ruang konvensi besar). Disitulah terjadi kekacauan yang tak pernah disangkadisangka yakni semua utusan dari empat penjuru menara tak saling bisa nyambung dalam kata-kata. Tema pembicaraan dan letter of intent (nota kesepahaman) tak pernah disepakati, karena bahasa sudah sangat berbeda. Katakan politik dengan kepalan tinju Ketika bahasa lisan dan tulisan tak lagi saling dimengerti,

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

OSTAFOLOGI maka digunakanlah bahasa isyarat tangan, kinesika telapak tangan, atau bahasa jari-jari. Bahasa kinesika tangan ternyata bisa saling dipahami dan mereka bisa menyetujui sejumlah hal hanya melalui isyarat tangan dan gerakan jari-jari. Terakhir mereka menemui jalan buntu untuk memikirkan cara menyatakan kesepakatan, persetujuan, atau quorum dalam bahasa jari-jari tangan. Salah seorang di antara mereka membuat tanggapan secara provoke (usulan yang menimbulkan semangat) dan politic (cerdik dan licin). Dengan cara melipat jempolnya, ia membuat isyarat bahwa masing-masing satu jari mewakili setiap pihak penjuru. Jadi bila keempat jari itu bergabung maka akan terbentuklah sebuah kesepakatan. Kesepakatan dalam 'bahasa tangan' disimbolkan berupa 'kepalan', “ketupat bengkulu” atau 'tinju'. Kepalan tinju mewakili dua opsi yakni, “sepakat untuk sepakat” atau “sepakat untuk tidak sepakat”. Mereka setuju dengan usulan te rs e b u t . U nt u k menyatakan persetujuan bersama, maka masing-masing p i h a k m e m p e r l i h a t ka n simbolisasi 'kepalan tangan'. Mereka semua saling menghadapkan tinju ke atas, ke samping, ke depan, dan ke belakang untuk menyatakan 'persetujuan yang bisu'. Sebaliknya, kepalan tinju dan acungan tangan yang acak bisa pula mengacaukan suasana sidang. Kekacauan karena ulah provokator dipicu oleh tanggapan yang provoke. Jika ruang sidang makin bertambah 'balau-kacau', maka itu pasti ulah para politikus/politisi. Secara cerdik dan licin, mereka mengolah kehebohan tinju amatir menjadi peristiwa politik. Bagi para petinju amatir di ruang sidang DPR, pepatah Zen memiliki pertanyaan, ”Apa yang terjadi dengan tinjumu, ketika kamu membuka tanganmu?” Politic suatu kecerdikan dan politics untuk memperbodoh Dalam suasana euforia kesepakatan dan histeria kebersetujuan, kepalan tinju secara tak sengaja mengenai orang lainnya. Orang yang terkena tinju, tentu saja mengalami r a s a s a k i t . R a s a s a k i t a k i b a t t e r ke n a ke p a l a bersambung ke hal. 16

12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.