Memutus Rantai Dominasi atas Pangan

Page 1

MEMUTU S DOMINRANTAIA S I ATAS PANGAN CakaZine | Edisi-September001 2022-

Tim Redaksi IPSO_FACTOSanLeeTerbul Layouter Terbul Sumber ArtikeL A Growing Culture Apa yang selama ini telah kita lupakan adalah ketidakberlanjutan bukanlah keadaan bawaan—malah sebaliknya. Ketidakberlanjutan bukan dikarenakan oleh pilihan para petani untuk monokultur atau input berbahaya. Kebanyakan petani, utamanya mereka yang pernah bekerja sama dengan kami, sama sekali tidak ingin meng gunakan pupuk dan pestisida kimia. Mereka ter paksa mengikuti sistem yang ada karena industri agrikultur lebih menguntungkan korporasikorporasi yang menjual input, mengontrol perdagangannya, prosesnya, pembuatannya, serta pengecerannya.

Kelaparan tetap saja merajalela bahkan ketika stok pangan melimpah dan para petani dihadapkan dengan jeratan hutang yang merebak. Semuanya berakar dari sejarah kekerasan yang sama konsolidasi kekuasaan kolonial dan transnasional terhadap sistem pangan. Pengenaan revolusi hijau, perampasan secara terstruktur lahan-lahan petani guna memfasilitasi perusahaan transnasional, dan industrialisasi paksa terhadap dunia mayoritas telah menciptakan kesenjangan besar-besaran, dan mendorong para petani ke dalam ngarai ketergantungan.

DAFTAR ISI Bisakah Kita Berbicara tentang Pertanian Regeneratif? Sudah waktunya kita membicarakan hal ini. Dapatkah Petani Lahan-Sempit Memberi Makan Dunia? Kami membedah penelitian. Keberlanjutan adalah Produk Sampingan Keadilan130904

Dan karena sifat dari wacana ini, kami percaya ada masalah dengan posisi pertanian regeneratif sebagai kunci dari perubahan transformatif dalam sistem pangan. Mari kita lihat masingmasing masalah ini secara bergantian.

Mudah untuk ikut di belakangnya, sebagian kare na penggambarannya yang indah—mimpi tentang hidup selaras dengan sistem bumi, memperbaiki ekosistem, tanah yang sehat, pangan yang sehat, hidup sehat.

Penerjemah : Terbul Sebagai sebuah organisasi, kami selalu punya hubungan yang rumit dengan pertanian regeneratif; hal ini mungkin tidak mengejutkan bagi siapa pun yang sudah mengikuti kerja-kerja kami dalam kurung waktu tertentu. Tapi dalam beberapa hal, kami menghindar untuk betul-betul terlibat masuk ke dalam percakapannya, karena hal ini benar-benar rumit dan sulit. Sebenarnya kami ingin menunggu hingga kami menemukan lebih banyak bahasa untuk membicarakannya secara produktif, tapi seiring berjalannya waktu, kami menyadari bahwa mungkin tidak bakalan pernah ada waktu dimana pandangan kami ten tang ma-salah ini bisa ‘rampung’ dan siap untuk dibagikan. Jadi kenapa kita tidak bicarakan itu Siapasekarang?pun yang bahkan tidak secara langsung ter libat ke dalam sistem pangan tahu kalau pertanian regeneratif sedang naik daun. Pertanian regeneratif, bagi yang belum tahu, adalah sebuah prinsip dan se kumpulan praktik yang berjanji untuk mengatasi perubahan iklim dengan mengembalikan karbon atmosfir ke Ditanah.seluruh dunia, jutaan dolar mengalir ke proyekproyek baru pertanian regeneratif. Para seleb turut diikutsertakan. Organisasi-organisasi banyak muncul untuk mempromosikannya. Sekolah-sekolah di seluruh dunia dibuka untuk mengajarkan prinsipnya. Dan hal ini tidak sulit untuk dimengerti—pengikisan tanah dan degradasi lingkungan dalam pertanian merupakan isu yang nyata dan mendesak, serta ada juga suatu daya tarik intelektual tentang ‘regenerasi’ sebagai konsep dalam momen tertentu dalam sejarah. Kita jadi sangat sadar akan betapa ekstraktifnya dan degeneratifnya hubungan kita dengan planet ini. Sebuah alternatif seperti ‘regenerasi’ yang mengangkat pembaharuan, kelahiran kembali, dan hubungan timbal balik memang menarik. Ada elemen spiritual di dalamnya—perbaikan hubun gannya dengan bumi—menambah daya tarik.

Edisi 001 | September 2022 4Catatan Kaki Unhas Artikel Asli : https://agrowingculture.substack.com/p/can-we-talk-about-regenerative-agriculture

Semakin jelas bahwa ilmu pengetahuan yang menjadi dasar pertanian regeneratif sebagian besar berasal dari pengetahuan, pengalaman, dan kearifan masyarakat adat. Hal ini sering diakui di situs web organisasi-organisasi, tetapi sering kali sampai disitulah pengakuan itu berakhir, dan inilah masalahnya.

Praktiknya bukanlah sebuah masalah. Masalahnya lebih terletak pada wacana seputar pertanian regeneratif; dalam apa yang dipilihnya untuk difokuskan dan apa yang dikaburkannya.

Tak ada yang salah dengan mengejar impian dalam mengembalikan kesehatan tanah atau mempromosikan praktik pertanian ramah iklim.

BISAKAH KITA BERBICARA PERTANIANTENTANGREGENERATIF?

Masalah pertama pada pertanian regeneratif adalah representasi dan kompensasi.

25 persen permukaan tanah dunia, tetapi mereka merawat sekitar 80 persen keanekaragaman hayati global. Masyarakat adat secara harfiah sudah memikul beban untuk melestarikan sistem bumi kita, dan berada pada posisi terbaik untuk memimpin gerakan seperti ini. Fakta bahwa mereka dikesampingkan mengurangi potensi perubahan transformatif apa pun.

5

“Kami tidak setuju dengan mereka yang menggunakan istilah tersebut, kami juga berpikir kalau itu hanya greenwashing,”

Edisi 001 | September 2022

tetapi hal itu tidak menjawab pertanyaan tentang apa yang membuat regenerasi begitu mudah untuk dikooptasi? Hal itu membawa kita ke mas alah kita berikutnya: Posisi apolitis pertanian regeneratif. Pertanian regeneratif berfokus pada lingkungan. Ia tidak membuat klaim tentang hak atau benarbenar mengomentari perlakuan orang-orang yang mengerjakan tanahnya. Ia berfokus pada pemulihan kesehatan tanah dan menggunakan praktik pertanian yang menurunkan jejak karbon pertanian. Hal ini membuatnya lebih mu dah untuk dikooptasi. Ada alasan mengapa kita tidak melihat Walmart atau Barilla mengklaim bahwa mereka berdiri di

Tentu saja, para pendukung pertanian regeneratif dapat mengatakan;

Illustrasi: Masyarakat Adat Hutan Amazon (BBC.com)

Karena pertanian regeneratif dapat dikurangi menjadi sejumlah hektar tanah ‘yang telah diperbaiki’, sangat mudah bagi peru sahaan untuk ikut bicara dan menjalankannya, memposisikan diri mereka sebagai ‘sosok yang lebih berkelanjutan' daripada yang lain.

Catatan Kaki Unhas

Masalah kedua pertanian regeneratif adalah kooptasi. Regenerasi telah menjadi kata kunci baru—‘Keberlanjutan 2.0'. Dengan semakin meningkatnya popularitas istilah tersebut, kita me-nyaksikan semakin banyaknya kemunculan film layar lebar yang menggambarkan selebriti yang berbicara tentang pentingnya kesehatan tanah, pembuat kebijakan dan ilmuwan berbicara tentang potensinya, dan perusahaan seperti Walmart mengumumkan bahwa mere ka akan menjadi 'perusahaan regeneratif' pada tahun 2050. Yang terakhir disebut adalah yang paling meresahkan.

Bagian terbesar dari pendapatan hasil keuangan nya tidak masuk ke masyarakat adat yang telah terpinggirkan selama berabad-abad, tetapi kem bali ke organisasi yang didominasi non-pribumi dan orang kulit putih. Masyarakat adat di seluruh dunia mewakili kurang dari lima persen populasi, mereka memang menge lola atau menguasai hanya lebih dari

Catatan Kaki Unhas

besar yang hanya mengejar keuntungan, atau pertanian skala kecil yang memilih untuk meng gunakan bahan kimia ini dengan berbagai alasan. Namun menurut pengalaman kami, sangat sedikit petani yang ingin terus menerus membeli pupuk dan pestisida yang mahal dan berbahaya untuk pertanian mereka; mereka melakukannya karena adanya kebutuhan untuk menghasilkan cukup uang untuk memberi makan keluarga mereka (karena harga sangat rendah dan mereka harus meningkatkan hasil panen untuk bertahan hidup), atau karena pemberian paket bersubsidi untuk inputnya dari perusahaan yang ujung-ujungnya dihentikan, membuat mereka terjebak dalam hutang dan bergantung pada penggunaan bahan kimia itu, yang seiring waktu, merusak tanah. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan ketika petani mengalami revaluasi, ketika kontri busi mereka didukung oleh pemerintah dan diintegrasikan ke dalam ekonomi lokal (misalnya ketika kita tidak lagi menyerahkan segalanya ke pasar dan malah memperlakukan makanan se bagai hak asasi manusia), keanekaragaman hayati dan praktik ramah-tanah yang diterapkan di pertanian mereka secara alami meningkat. Itu lah mengapa hanya berfokus pada praktik terlebih dahulu bisa terasa seperti meletakkan kereta di depan kuda; kita harus melihat sistem apa yang telah menciptakan degradasi tanah terlebih

Edisi 001 | September 2022 6

penyakit pada sistem pangan— padahal hanya karena tidak punya kapasitas un tuk melakukannya.

dahulu, jika tidak, upaya kita akan membantu meringankan beberapa efek terburuk tetapi tidak akan sampai ke akar masalah. Semua ini meresahkan karena memang ada kekuatan transformatif dalam membingkai regenerasi. Masalahnya adalah bahwa pemaha man populer saat ini tentang istilah dan gerakan di sekitarnya tidak memanfaatkan kekuatan itu untuk semua alasan yang telah kami uraikan di atas. . . . Pembingkaian yang kami buat untuk menggam barkan hal ini terbagi ke dalam kubu regenerasi Dangkal dan kubu regenerasi Mendalam Kubu Regenerasi Dangkal mengacu pada pemahaman saat ini tentang istilah yang telah kami uraikan sejauh ini, yang mendominasi wacana populer. Terpusatnya hanya pada orang kulit putih; Ia tidak mempromosikan kepemimpinan atau membagikan sumber dayanya kepada komu nitas yang duluan mengembangkan pengetahuan yang menjadi dasarnya; hal itu bersifat apolitis; mudah dikooptasi oleh kapitalisme. Sekali lagi, tidak ada yang secara inheren berbahaya tentang prinsip-prinsipnya dalam hal kemampuan mer eka dalam memberi keuntungan bagi iklim. Namun, ‘Kubu Regenerasi Dangkal’ tidak cocok untuk mengubah sistem pangan karena kegagalannya untuk menga tasi warisan eksploitasi dan kolonisasi, atau untuk mengatasi politik yang sulit dan pertanyaan berbasis hak. Jadi, masalahnya bu kan pada seolah-olahtransformatifjalanseolah-olahsajikanversiri;regeneratifpertanianitusenditapifaktabahwadangkaldi-(dandidanai)halituadalahmenujuperubahandibidangpertanian—ituadalahjawabanuntuk

pestisidalahyangmengabaikanputarmengadvokasipengambilankekuatankeputusanmerekasebaikpraktikpertanianyanglebihberkelanjutan.Inipenting,karenabanyakwacanase-pertanianregeneratifalasanmengapaorangmenggunakanpupukkimiadanyangmenjadikontributorEntahperusahaanpertanianskala

belakang kedaula tan pangan atau bahkan agroekologi, karena keduanya memili ki sikap politik yang eksplisit tentang hak-hak petani serta promosi lem baga dan

“Mengapa kamu selalu menunjukkan apa yang salah dengan cara ketika mereka mencoba untuk mem bantu? Bukankah semua tindakan menuju sistem pangan yang lebih baik itu penting, bahkan jika itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip ideologismu?” Kami menyadari bahwa jenis perubahan yang kami bayangkan bersifat sistemik, dan dengan tambahan, cukup tinggi standarnya untuk mencapai ‘ideal’. Wajar jika menginginkan perubahan bertahap untuk merasa seolah-olah kita mengambil langkah ke arah yang benar.

Bahkan dengan masalah ini, rumah tersebut mungkin jadi indah; juga mungkin memberi beberapa orang tempat berlindung yang sangat mereka butuhkan. Tidak masalah bahwa kelom pok ini ingin membantu menyediakan tempat tinggal bagi orang-orang. Bukan itu yang kami kritiki. Niatnya memang mengagumkan. Kami hanya mencoba mengingatkan mereka akan fondasi tidak stabil yang bersembunyi di bawahnya. Untuk menunjuk orang-orang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pembangu nan rumah dan yang akhirnya jadi posisi terbaik untuk memimpin upaya tersebut. Kami mendesak orang-orang yang saat ini dipusatkan untuk mengambil beberapa langkah mundur; mengata si masalah struktural di bawah rumah sehingga nantinya dapat dibangun di atas tanah yang lebih kokoh; agar tidak runtuh dalam waktu beberapa tahun karena pondasi yang tidak stabil. Sehingga suatu hari dapat memberikan perlindungan bagi semua, bukan hanya bagi mereka yang memiliki sumber daya untuk mengaksesnya.

Edisi 001 | September 2022 7

Berikut adalah tekanan yang selalu kami hadapi. Kami seringkali mendapat penolakan atas apa yang kami bicarakan. Orang lain beranggapan bahwa kami hanya fokus pada sisi ‘negatif’ atau kritikan yang berat dari wacana pertanian—seperti yang kami sajikan di sini.

Tapi kita juga tidak bisa tinggal diam ketika wacana dominan tentang perubahan sistem pangan di negara-negara paling kuat di dunia sangat kurang fokus pada masalah keadilan. Narasinya sangat kuat; mereka membentuk apa yang kita dapatkan, apa yang boleh kita pertanyakan, topik apa yang terlarang. Mereka pasti membentuk solusi-solusi yang diajukan.

“Orang-orang hanya berusaha membantu,” ceritanya berlanjut.

Bayangkan jika ada kekurangan orang kritis dalam perumahan. Sekelompok orang yang baru-baru ini belajar bagaimana membangun rumah berkumpul untuk mulai membangunnya untuk memberi orang tempat tinggal yang mereka butuhkan. Semua orang bersemangat; uang mengalir untuk membantu usaha mereka. Untunglah rumah segera dibangun—bagaimanapun juga, orang-orang perlu ditampung. Tapi ada beber apa masalah. Pertama-tama, orang-orang yang mengembangkan pengetahuan membangun rumah selama ribuan tahun, yang ahli dalam membangun rumah—dan yang sejak awal mengajar kelompok ini untuk membangun rumah—tidak diminta untuk memimpin jalannya pembangunan rumah. Tak satu pun dari aliran uang masuk ke kantong mereka; semuanya masuk ke kelompok baru ini.Lebih buruk lagi, rumah itu dibangun di atas fondasi yang tidak stabil— kelompok baru ini sangat ingin membangun rumah dan mendapatkan perumahan sehingga mereka mengabaikan masalah struktural di bawahnya.

Catatan Kaki Unhas

‘Kubu Regenerasi Dangkal’ berteriak, “Kami membutuhkan rumah! Orang-orang tidak punya tempat berlindung!”. ‘Kubu Regenerasi Mendalam’ mengingatkan kita bahwa tidak peduli seberapa besar kita membutuhkan rumah, membangunnya di atas tanah yang tidak stabil tidak akan membuat kita lebih baik dari sebelumnya. ‘Kubu Regenerasi Mendalam’ mengaju kan pertanyaan yang sulit dan tidak nyaman; “Awalnya, mengapa ada orang-orang tanpa tem pat berlindung? Sistem mana yang menciptakan kekurangan perumahan ini, dan apa yang akan kita lakukan untuk memastikan bahwa mereka tidak terus menggusur orang, bahkan setelah kita membangun rumah? Siapa yang harus memimpin pembangunan rumah-rumah ini? Pengetahuan bangunan siapa yang kita andalkan? Apakah orang-orang itu mendapat kompensasi yang adil? Di tanah siapa kita memba ngun rumah-rumah ini? Bagaimana sejarahnya?”

Catatan Kaki Unhas

‘Kubu Regenerasi Mendalam’ adalah jenis kubu yang melampaui persoalan tanahnya dan melihat seluruh sistem nya: orang-orang yang telah terpinggirkan dan tertindas sepanjang sejarah pertanian. Distribusi sumber daya yang tidak merata. Peran ekstraksi kapitalis. Ini semua tidak dapat dipisahkan dari tujuan regenerasi sistem bumi. ‘Kubu Regenerasi Mendalam’ bersifat politis. Hal ini bertentangan. Hal ini berarti kembalikan sumber daya yang telah ditahan dari masyarakat adat dan kelompok pertanian. Berarti distribusikan ulang kekuasaan.

Edisi 001 | September 2022 8

Edisi 001 | September 2022 9

Catatan Kaki Unhas

Apa yang kami lakukan bukanlah mengkritisi niat dari mereka yang ingin membantu membuat perubahan bertahap. Apa yang kami coba lakukan adalah mengingatkan orang-orang tentang pertanyaan kritis tersebut yang akan memberikan fondasi yang stabil untuk perubahan yang transformatif dan langgeng. Kami berharap perspektif ini dapat menambahkan beberapa refleksi pada percakapan tentang regenerasi. Kami berharap ini dapat memicu dialog di dalam komunitas kalian, bahwa kita semua dapat merenungkan seperti apa perubahan transformatif dalam konteks kita, dan bahwa kita dapat bergerak maju dengan niat dan optimisme.

Kita sering kali melontarkan kata “berkelanjutan”. Kita sering kali berandai-andai jika saja solusi yang berkelanjutan tak segera ditemukan, maka sesegera mungkin juga kita akan tiba di titik tanpa adanya jalan pulang—dimana sumber daya akan ter kuras habis, ekosistem akan ambruk, dan bumi akan kehilangan kemampuannya untuk beregenerasi. Akan tetapi, di tengah pembicaraan ini, kita jarang mem pertanyakan mengapa justru praktik-praktik yang tak berkelanjutan ini yang menjadi kebiasaan kita. Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menuju “keberlanjutan” selalu saja terpusat pada solusi yang dapat mempertahankan laju tingkat per tumbuhan, konsumsi, ekstraksi, dan eksploitasi. Kita senantiasa berjinjit di atas akar permasalahannya sembari mencari solusi-solusi inovatif yang justru melanggengkan sistem penindasan dengan gaya yang Pembingkaian“berkelanjutan”.dari“keberlanjutan” yang paling marak dipakai terpusat pada solusi teknokratis1 untuk masalah yang diciptakan oleh industri itu sendiri. Pada kasus ini, “solusi berkelanjutan” acap kali bersifat teknis, yang hanya menawarkan solusi pada tataran gejala, seperti bagaimana cara mempro duksi lebih banyak pangan untuk mengakhiri kelaparan, bagaimana cara melacak dan mengelola input dengan pusat data, atau bagaimana cara mem permudah akses pasar komoditas untuk membantu para petani mengatasi hutang-hutang mereka.

https://www.instagram.com/p/CfnOTv0sh6e/?igshid=MDJmNzVkMjY=Asli:Artikel

KEBERLANJUTANPRODUKADALAHSAMPINGANKEADILAN San Lee

Edisi 001 | September 2022 10

1 Teknokrasi ada lah bentuk sistem dimana para pakar teknologi menguasai ranah pengambilan keputusan. Sistem ini berakar pada kepercayaan bahwa ke banyakan masalah adalah masalah saintifik yang hanya bisa diatasi dengan teknologi, bukan masalah sosial yang memerlukan intervensi politik.

“ Penerjemah:

Mereka tak menyasar pertanyaan pokok seperti mengapa kelaparan masih saja ada di tengah pro duksi pangan yang cukup untuk memberi makan dunia 1.5 kali lipat, atau mengapa sistem yang me maksa petani terjerumus ke dalam lubang hutang masih saja dipertahankan.

Dengan kata lain, “solusi berkelanjutan” cenderung membiasakan para petani dengan sistem yang sama sekali tidak adil, alih-alih melawan ketidakadilan itu sendiri.

Kelaparan tetap saja merajalela bahkan ketika stok pangan melimpah dan para petani dihadapkan dengan jeratan hutang yang merebak. Semuanya berakar dari sejarah kekerasan yang sama konsolidasi kekuasaan kolonial dan transnasional terhadap sistem pangan. Pengenaan revolusi hijau, perampasan secara terstruktur lahan-lahan petani guna memfasilitasi perusahaan transnasional, dan industrialisasi paksa terhadap dunia mayoritas3 telah menciptakan kesenjangan besar-besaran, dan mendorong para petani ke dalam ketergantungan.ngarai

Edisi 001 | September 2022 11

Solusi berkelanjutan justru lebih terfokus untuk membantu para penindas menangani masalah yang digaungkan secara berlebih-lebihan kepada masyarakat—masalah yang hanya dapat diatasi dengan berinvestasi pada teknologi “ramah lingkungan” bernilai miliaran dolar. Dan ketika teknologi tersebut telah dikembangkan, para petani akan dibebankan dengan praktik-praktik baru, tak peduli seberapa besar kesenjangan sosial yang terjadi. Korporasi transnasional telah mencengkeram kendali atas sistem pangan hingga memaksa para petani ketergantungan praktik-praktik monokultur dan juga bahan kimia berbahaya yang merusak tanah serta mata pencaharian mereka. Sedekade berlalu, korporasi yang sama meminta para petani untuk menganekaragamkan tanaman mereka—mungkin praktik paling kuno dalam per tanian—untuk meningkatkan ketangguhan tana man dan menambah kesehatan tanah. Tanggung jawab untuk beradaptasi lagi-lagi dibebankan ke para petani, sementara korporasi yang memiskinkan mereka tetap menghasilkan miliaran. “solusi berkelanjutan” jelas tidak mengatasi masalah yang tepat. Sistem pangan industri tak lain merupakan hasil eksploitasi dari alam, petani, dan masyarakat pribumi. Kegagalan dalam menyasar kesenjangan sosial yang diciptakan oleh dunia minoritas2, diperburuk dengan adanya solusi berkelanjutan serta praktik-praktiknya yang dapat dengan mudah membuat suatu kondisi yang menunjang kelangsungan eksploitasi tersebut secara terus-menerus.

Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menuju “keberlanjutan” selalu saja dibingkai se demikian rupa agar tak menyasar kesalahan yang melekat dalam sistem. Perubahan terstruktur pun dikesampingkan. 2 dunia minoritas merujuk pada negara-negara yang biasanya dikenal sebagai “negara maju”, walaupun negara-negara ini cenderung memaksakan kehendak mereka kepada seluruh dunia, faktanya, mereka adalah minoritas. 3 dunia mayoritas merujuk pada negara-negara yang biasanya dikenal sebagai “negara berkembang”, yang faktanya, menyusun sebagian besar populasi dunia.

Catatan Kaki Unhas

(Pixabay)WuzefeSumber:

Catatan Kaki Unhas

(comunicaffe.com)Brazil

Pada kenyataannya, ketidakadilan sosial dan degradasi lingkungan satu sama lain saling mem perkuat produk-produk dari sistem pangan yang tak adil. Ketidakadilan sosial melahirkan lebih banyak ketidakadilan sosial. Ketidakmampuan sistem industri untuk benar-benar menyasar “keberlanjutan” terlihat makin jelas dalam kega galannya menghadapi fakta-fakta yang ada, kare na untuk melakukannya dibutuhkan penyediaan ganti rugi dan pembagian lahan serta kekayaan. Jika kita benar-benar membicarakan keadilan, maka kita tidak akan dapat menghindari fakta bahwa secara jangka panjang, keadilan berarti pembagian kekuasaan dan pada akhirnya perom bakan sistem dominasi itu sendiri. Membicarakan keadilan sudah pasti akan memperhadapkan kita dengan dengan peninggalan-peninggalan kolonialisasi, industrialisasi, dan eksploitasi yang membangkitkan sistem dominasi hari ini. Reparasi, redistribusi, dan keadilan sosial adalah hal-hal yang genting jika kita ingin berada pada jalur “keberlanjutan”.

4 Chappel, M. Jahi et al. “Par ticipation In A City Food Security Program may be Linked to Higher Ant A- and B-Diversity: An Explorato ry Case from Belo Horizonte, Brazil.” Agroecology and Sustainable Food System, 2016.

Solusinya jauh lebih sederhana, terus-terang, dan hemat biaya. Tapi amat sulit bagi kita untuk betul-betul melangkah menuju solusi yang tepat, karena untuk melakukan itu dibutuhkan redis tribusi sumber daya dan kekuasaan, dan itu akan mengancam sistem penindasan yang selama ini telah menguntungkan para penindas.

Edisi 001 | September 2022 12

Ketika kita mulai melihat masalah-masalah ini melalui kacamata kekuasaan, maka dengan segera kita akan mengetahui dengan jelas mengapa praktik-praktik keberlanjutan amat sulit untuk digunakan dalam sistem penindasan saat ini. Seorang dramawan, Bertolt Brecht, pernah mengatakan, “Tiada siapapun yang dapat menjadi orang baik untuk waktu yang lama jika kebaikan tidak sedang menjadi tuntutan.” Solusi berkelan jutan yang sebenar-benarnya adalah yang men dukung dan menormalisasi praktik-praktik keberlanjutan. Solusi yang memandang keadilan sosial sebagai hal yang esensial untuk keadilan lingkungan. Kota Belo Horizonte, Brazil, telah selangkah lebih maju menuju kebijakan keamanan pangan mereka yang revolusioner, yang tak hanya menga kui pangan sebagai hak legal tiap-tiap warga negara, tapi juga menyediakan sumber daya sosial ekonomi dan keamanan bagi para petani untuk menyusun sistem pangan mereka sendiri. Ketika sedang mengkaji dampak dari kebijakan Belo Horizonte tentang sistem pangan lokal, Jahi Chappell, seorang agroekolog menemukan bahwa dengan mendukung kesejahteraan para petani, maka secara substansial praktik-praktik agroekologis serta keamanan pangan pada kota itu juga ikut terpengaruh. Lebih luar biasanya lagi, Chappell juga menemukan hubungan yang tak ter pisahkan antara peningkatan keamanan pangan dan diversifikasi pertanian untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan itu.4

Belo Horizonte dengan kuat menggambarkan bahwa sistem keberlanjutan pangan bukan hanya sekedar sistem pangan.Kita tak perlu mengha biskan miliaran untuk menemukan kembali solusi dan praktik-praktik berkelanjutan. Lagipula, yang tak berkelanjutan bukanlah praktik-praktik kita, tapi sistem itu sendiri.

Pada akhirnya, hanya keadilan sosial dan kedaulatan pangan lah yang memperbolehkan para petani untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan dan adaptif. Apa yang selama ini telah kita lupakan adalah ketidakberlanjutan bukanlah keadaan bawaan—malah sebaliknya. Ketidakberlanjutan bukan dikarenakan oleh pilihan para petani untuk monokultur atau input berbahaya. Kebanyakan petani, utamanya mereka yang pernah bekerja sama dengan kami, sama sekali tidak ingin menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Mereka terpaksa mengikuti sistem yang ada karena industri agrikultur lebih menguntungkan korporasikorporasi yang menjual input, pembuatannya,perdagangannya,mengontrolprosesnya,sertapengecerannya.

Edisi 001 | September 2022 13Catatan Kaki Unhas Solusi dan praktik-praktik berkelanjutan dalam ketidakhadiran keadilan sosial secara moral membalikkan masalah yang sebenarnya, menempatkan tanggung jawab akan perubahan ke pundak mereka-mereka yang tertindas. Konsolidasi kekuatan sistem pangan telah memaksa para petani melakukan praktik-praktik yang tak berkelanjutan, hal itu malah diperparah dengan solusi-solusi palsu yang membebani petani untuk mengubah cara mereka bertani.

Edisi 001 | September 2022 14

Catatan Kaki Unhas Ilustrasi: Roman Cieslewicz. Ksiadz Marek (Friar Marek). 1963.

Dengan semakin terkikisnya hak-hak para petani, opsi mereka pun menjadi sedikit: ketidakberlanjutan atau hutang-hutang yang melumpuhkan.

Dan sistem dimana para petani tidak memiliki kebebasan untuk memilih tak akan memberikan titik terang untuk menuju keberlanjutan yang sejati. Kita telah melihat masalah ini dengan cara yang terbalik; Yang kita butuhkan terlebih dahulu adalah keadilan. Niscaya, keberlanjutan akan ikut serta.

Sumber: Gaonkisan (pixabay)

Catatan Kaki Unhas

Hari ini, saya ingin meluangkan sedikit waktu untuk membahas pertanyaan itu.

https://agrowingculture.substack.com/p/can-small-scale-farmers-feed-the?s=r&utm_campaign=post&utm_medium=webAsli:Artikel

Sebuah kontroversi hadir tentang seberapa besar porsi pangan yang diproduksi oleh petani-petani kecil dan berlahan sempit. Pertanyaan yang sulit untuk dijawab, namun begitu penting. Jika me mang pertanian lahan-sempit benar-benar berhasil menghilangkan kelaparan di hampir seluruh penjuru dunia, maka tentu saja hal itu akan men jadi pukulan telak bagi sistem industri pertani an, apalagi jika mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan sosial yang disebabkan olehnya. Beberapa tahun terakhir, para peneliti telah men coba untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini. Akan tetapi, beberapa studi kunci telah muncul untuk mendikte kita ke arah yang salah, dan men ciptakan konsekuensi mengerikan bagi pembuatan kebijakan. Mari menyelam lebih jauh.

Ipso_facto

Dapatkah makanlahan-sempitpetanimemberidunia?

Kami membedah penelitian.

Penerjemah:

Saat di awal-awal saya bekerja pada sistem pangan, saya begitu penasaran tentang produk tivitas dalam pertanian. Tumbuh di negara dunia minoritas, hampir seluruh makanan yang ada, berasal dari industri pertanian skala besar. Yah, mau tidak mau, Saya—seperti orang kebanya kan—sejak lama percaya bahwa industri pertani an adalah kerja setan, kejahatan yang diperlukan, prasyarat yang tidak menguntungkan mengingat jumlah penghuni planet ini yang kian membludak. Begitu saya belajar tentang pentingnya budidaya pertanian lahan sempit demi keanekaragaman hayati dan pelestarian budaya, pertanyaan kemudian bersarang di kepala saya, apakah pertanian semacam ini betul-betul dapat memberi makan dunia?

Edisi 001 | September 2022 15

pangan yang dihasilkan dari praktik berburu dan meramu, yangtambahanyangkotaperkotaandenganpastoralisme,memancing,begitujugaproduksipangandanpinggiranberlahansempit,menyumbangkandarimakanandikonsumsi. 20%

70%

30% Vincent Ricciardi dan Sarah Lowder: pertanian lahan-sempit hanya produksi pangan global. 70%30%

pangan dunia dihasilkan dari berlahanpetani-petanisempit.

tahun terakhir, terdapat dua jurnal yang telah terbit dan mencoba untuk “membong kar” statistik 70 persen ini. Vincent Ricciardi dan Sarah lowder, bersama sejawatannya, yang menerbitkan jurnal tersebut, menyatakan bahwa pertanian lahan-sempit hanya akan menyumbang 30 persen produksi pangan global—anjlok besar. Akibatnya banyak pemberitaan yang menggiring bahwa pertanian lahan-sempit tidak lebih efisien dalam upaya penyediaan pangan global dan mesti ditopang dengan investasi ke industri pertanian.

Catatan Kaki Unhas Pada 2019 silam, ETC Group mempublikasikan sebuah laporan berjudul “Who Will Feed Us?” mereka mengutip statistik yang mengatakan bahwa 70 persen pangan dunia dihasilkan dari petani-petani berlahan sempit (mereka berhasil menghasilkan 70 persen dari pangan yang di gunakan untuk memberi makan orang-orang, di luar tanaman yang dialihkan untuk bahan bakar nabati, pakan untuk ternak, ataupun penggunaan non-pangan lainnya). Perbandingan ini amatlah penting—mereka tidak mengeklaim para petani kecil menghasilkan 70 persen kalori bersih, tetapi 70 persen makanan yang dikonsumsi oleh Merekamanusia.menegaskan, berdasar data yang ada, 50 persen hasil produksi pertanian global untuk konsumsi manusia dapat dikaitkan dengan pertanian lahan-sempit dengan luas di bawah 5 hektar (ini menjadi hal yang relatif tidak memancing perselisihan dalam penelitian ini). Kemudian, mereka menambahkan pangan yang dihasilkan dari praktik berburu dan meramu, memancing, pastoralisme, begitu juga dengan produksi pangan perkotaan dan pinggiran kota berlahan sempit, yang menyumbangkan 20 persen tam bahan dari makanan yang dikonsumsi. Produksi pangan semacam ini kebanyakan informal— dan begitu diremehkan—akibatnya sulit untuk memastikan angka pastinya, tapi tetap saja ini merupakan cara yang sangat penting bagi orangorang untuk menghasilkan pangan mereka Beberapasendiri.

Edisi 001 | September 2022 16

Lebih lanjut, Food and Agriculture Organization (FAO) dari PBB akhirnya menetapkan angka 30 persen menggantikan statistik 70 persen sebelumnya, terlepas dari kenyataan bahwa jurnal-jurnal ini penuh dengan kesalahan metodologis dan masih membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

Mari kita coba lihat penelitian ini, kita mulai dari jurnal Ricciari. Sekalipun mereka mencoba mengobrak-abrik angka statistik yang ditetapkan oleh ETC Group (dengan menyebutnya “zombie statistic”), nyatanya mereka menjawab pertanyaan yang jauh berbeda dari apa yang mereka klaim. Bukannya mencari angka pasti seberapa besar pertanian lahan-sempit atau industri pertanian menyediakan pangan global, mereka hanya membandingkan hasil produksi antara pertanian lahan-sempit dengan industri pertanian. Kenyataannya, industri pertanian mengalihkan jumlah hasil panen yang cukup besar untuk bahan bakar nabati, pakan ternak, dan penggunaan non-pangan lainnya. Bahkan penambahan kalori untuk pakan ternak, yang mana masih punya kontribusi dalam ketahanan pangan, sangat tidak efisien; LSM GRAIN dan IATP memperkirakan dari setiap 100 kalori yang diberikan kepada hewan ternak, ujung-ujungnya yang kita konsumsi hanya sekitar 17 sampai 30 kalori melalui daging yang diperoleh. Mengukur produksinya saja tidak cukup untuk menghitung seberapa besar sumbangsih yang diberikan dalam penyediaan pangan, hal ini tentu tidak berkenaan dengan pokok persoalan. Selain itu, kumpulan data mereka hanya mencakup 55 negara (atau dua perlima dari populasi global). Lebih dari seperdua negera tersebut adalah Eropa, dimana pertanian lahan sempit, nyatanya, memang lebih dimarjinalkan Sementara negara-negara di Afrika, Asia Tenggara, dan wilayah lain yang mayori tas persediaan pangannya dihasilkan dari pertanian lahan-sempit, justru mereka abaikan. Mirisnya mereka mengeklaim tentang produksi pangan secara global.

Jurnal yang dipublikasikan oleh Lowder juga tidak jauh lebih baik.

Tim Ricciardi juga mengambil referensi dari studi lain yang menggunakan kumpulan data yang men cakup lebih lebih banyak negara. Mereka mene mukan jika mereka menggunakan metode mereka dalam studi tersebut, mereka dapat menyimpul kan bahwa 76 persen dari pangan dihasilkan dari

Catatan Kaki Unhas

pertanian dengan luas lahan di bawah 5 hektar, presentase yang lebih tinggi lagi dibanding dengan yang ETC Group estimasikan. Sungguh tidak masuk akal jika mengabaikan negara-negara yang notabenenya menggunakan pertanian lahan-sempit, tidak memasukkan metode mereka dalam menghasilkan pangan mereka, dan kemudian membuat klaim tentang kemampuan produksi pangan global.

Penulis seolah membuat asumsi bahwa tanah dan produksi memiliki hubungan korelatif; jika pertanian skala besar memiliki 80 persen lahan pertanian, maka pertanian semacam ini juga yang mestinya yang menghasilkan 80 persen dari produksi pangan.

Namun nyatanya tidak semua pertanian memiliki tingkat produktivitas yang sama. Faktanya, Ricciardi sendiri bahkan mene mukan per hektar lahan garapan pertanian berlahan sempit cenderung menghasilkan lebih banyak hasil panen bila dibandingkan dengan pertanian skala besar. Ia juga mene mukan bahwa bagi banyak pertanian skala besar (lebih banyak daripada pertanian kecil), jumlah produksi kalori yang cukup banyak dialihfungsikan menjadi bahan bakar nabati, pakan ternak, dan penggunaan-penggunaan lainnya. Selain itu, ia juga menemukan bahwa pertanian dengan luas lahan di bawah 2 hektar menyediakan proporsi yang lebih banyak dari hasil panen mereka sebagai pangan, sementara pertanian dengan luas lahan di atas 1,000 hektar memiliki proporsi yang besar untuk gagal panen. Sederhananya, mengukur jumlah produksi tidak akan mem beritahukan kita banyak hal tentang ketahanan pangan. Kendati demikian, produksi tetap menjadi salahsatu faktor yang penting. Pada akhirnya, Lowder, dalam jurnalnya, ber asumsi bahwa dikarenakan petani kecil hanya memiliki sedikit lahan, mereka juga tentunya hanya menghasilkan sebagian kecil pangan. Itulah intinya-sekalipun petani kecil hanya memiliki sedikit lahan, mereka tetap berperan besar dalam upaya memberi makan dunia; mereka menghasil kan lebih banyak pangan dibandingkan pertanian skala besar tiap hitungan per hektar.

Edisi 001 | September 2022 17

Hadirnya kedua jurnal tersebut menyebabkan banyak berita utama yang dapat membuat pem baca jadi frustasi seperti Hanna Ritchie dari Our World in Data, yang bertuliskan “petani kecil mem produksi sepertiga dari pangan dunia, setengah kali lebih sedikit dari apa yang banyak berita klaim.” Ketika kita mencoba surfing di browser “berapa banyak jumlah pangan yang dihasilkan oleh petani kecil,” maka kedua jurnal itulah yang akan muncul, berdasarkan penelitian yang— sungguh—begitu cacat. Secara normatif, mungkin menjadi begitu penting untuk menggali kedua sisi perdebatan ini. Butuh lebih banyak penelitian untuk menjalani bentuk pertanian seperti apa yang akan dijalani, tentu dengan perhitungan di semua eksternalitas dan dampak lingkungan yang ada. Tapi, jurnal-jurnal ini, bukannya menambah wawasan dalam perde batan ini malah hanya membuatnya seolah tidak bermakna. Asumsi yang mereka hadirkan tidak menyentuh pertanyaan yang ada. Dan implika si dari penelitian seolah menahtahkan industri pertanian yang notabenenya adalah kerja setan. mengukur keberhasilan dengan indikator pro duksi saja tidaklah cukup. Perlu adanya perluasan metrik untuk bisa berbicara lebih lanjut tentang keanekaragaman hayati, dampak lingkungan, Hasil yang mereka peroleh juga lebih banyak diperuntukkan untuk orang-orang, daripada penggunaan non-pangan. Mereka juga mampu memproduksi pangan dengan sumber daya yang minim dan tanpa eksternalitas lingkungan dan sosial yang biasanya industri pertanian gunakan untuk mengatasi dampak kerusakan dari kerja industri mereka. Kedua jurnal ini juga mendefinisikan “Pertanian Kecil” sebagai pertanian dengan lahan di bawah dua hektar, FAO sendiri telah menyatakan bahwa menstandarisasi pertani an berdasarkan luas lahan bukanlah tindakan yang bijak karena anggapan “kecil” di tiap-tiap negara begitu variatif.

Edisi 001 | September 2022

19Catatan Kaki Unhas Pada akhirnya, framing perdebatan sejauh ini menempatkan tanggung jawab secara tidak adil kepada petani kecil untuk membuktikan apakah mereka dapat menghasilkan pangan yang cukup untuk “Feed the World” (walaupun ada banyak data tingkat negara yang menunjukkan pertanian lahan-sempit menghasilkan lebih banyak dibanding pertanian skala besar).

Karena itu, perlu mempertanyakan mengapa tanggung jawab yang sama tidak ditempatkan pada industri pertanian agar dapat menilai sumbangsih industri pertanian yang rendah dalam produksi pangan dunia; mengapa begitu banyak limbah; mengapa dari banyak pangan yang dihasilkan justru tidak dialokasikan secara efisien padahal lahan dan sumber daya yang dimiliki begitu besar. Salah satu faktor yang berkontribusi dalam masalah ini kemungkinan adalah mereka-mereka yang berada di posisi kekuasaan pengambilan keputusan berada di Dunia Minoritas, di mana sebagian besar pangan diproduksi secara industrial. Tampaknya tidak masuk akal bagi mereka bahwa pertanian lahan-sempit benar-benar bisa lebih produktif per-hektarnya daripada pertanian industri besar. Tetapi sebagian besar dunia tidak mendapatkan pangan mereka dari industri itu. Beberapa percaya bahwa mereka harus melakukannya. Tetapi kemanjuran sistem industri masih jauh dari terbukti, terutama ketika gagal panen, pemborosan, dan penggunaan non-pangan diperhitungkan. Faktanya, bukti-bukti yang ada menunjuk tepat ke arah yang berlawanan.

Penting bagi kita semua untuk mempertanyakan hal ini; apa artinya jika saja industri pertanian tidak dapat (dan tidak ingin) memberi makan dunia? Seiring dengan memburuknya krisis iklim, kita dengan serentak tersadar akan kerusakan besar yang diakibatkan oleh sistem industri degradasi lingkungan, konsolidasi korporat, eksploitasi, dan penghapusan budaya. Apa artinya jika ternyata selama ini kita salah? Walaupun begitu, waktu tetap akan berputar, sementara masa depan dari sistem pangan kita bergantung pada jawaban tepat yang kelak kita temukan. catatankaki.org

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.