PROPOSAL TGA 8.30 CLARESTA XENA 315160162

Page 1

STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 8.30

Future Dwelling Based on Today “age in place”

DOSEN FASILITATOR Ir. Tony Winata, M. Sc

DISUSUN OLEH

Claresta Xena 315160162

PROGRAM STUDI SARJANA ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS TARUMANAGARA 2020


DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………..………………………………………………………………..i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 2 1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 2 1.2.

Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

1.3.

Tujuan dan Manfaat ........................................................................................ 5

1.4. Sumbangan Proyek ........................................................................................ 6 BAB II KAJIAN TEORITIKAL ................................................................................ 7 1.1. Dwelling ......................................................................................................... 7 1.2.

User and Generation ....................................................................................... 8

1.2.1.

Lansia .......................................................................................................... 7

1.2.2.

Karakteristik Lansia .................................................................................... 8

1.2.3.

Kebutuhan Lansia ..................................................................................... 11

1.3.

Budaya dan Peran Keluarga dengan Lansia di Indonesia ......................... 10

1.4.

Age Friendly Environment ....................................................................... 11

BAB III USULAN PROGRAM ............................................................................... 18 3.1. Ide Perancangan ........................................................................................... 20 3.1.1.Rancangan Program ....................................................................................... 20 BAB IV INVESTIGASI TAPAK ............................................................................. 14 4.1. Data dan Pemilihan Kawasan ............................................................................ 14 4.2. Pemilihan Tapak ................................................................................................ 16 4.3. Peruntukan tapak ............................................................................................... 17 4.4. Kondisi Eksisting dan Sekitar Tapak ................................................................. 18 BAB V STUDI PRESEDEN…………………………………………………………19 5.1. Enabling Village………………………………………………………………...19 5.1 Rukun Senior Living…………………………….…………………………….. 22 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… ii

1


BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Pada tahun 1960 – 1970an, Indonesia mengalami era penambahan bayi yang

luar biasa dikenal dengan fenomena baby boom. Fenomena tersebut menyebabkan angka kelahiran meningkat, dan pemerintah mulai menggerakkan program KB (Keluarga Berencana) untuk menekan pertumbuhan penduduk melalui kelahiran.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Fenomena populasi penduduk lanjut usia (ageing population) di Indonesia terus menerus meningkat. Berdasarkan data dari Bappenas dan BPS, pada 2015 jumlah lansia atau orang yang berusia di atas 60 tahun tercatat sebanyak 8,5%. Pada 2020, jumlah lansia diprediksi bertambah menjadi 10%. Badan Pusat Statistik memperkirakan jumlah penduduk lansia Indonesia akan mencapai 20% dari total penduduk atau sekitar 63,3 juta jiwa pada tahun 2045. Bahkan, Perserikatan BangsaBangsa memprediksi 25% penduduk Indonesia atau sekitar 74 juta orang adalah lansia pada tahun 2050. Saat ini, Indonesia khususnya di Jakarta mulai memasuki masa bonus demografi, dimana penduduk usia produktif berada pada jumlah yang lebih banyak, dan yang nantinya memegang peranan di tahun 2050 adalah generasi usia produktif saat ini.

2


Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Saat Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan jumlah populasi penduduk lansia mendominasi, maka beberapa dampak baik positif maupun negatif dapat terjadi. Pada saat ini, angka ketergantungan dikatakan sedang menurun dan diprediksi akan kembali meningkat di atas 50% dari 100% pada tahun 2030-2050 yang akan berdampak pada sektor ekonomi masa depan. Angka ketergantungan menunjukkan bahwa 50 orang usia produktif nantinya harus menanggung beban 100 orang usia lansia, sehingga beban ekonomi masa depan seperti menjadikan usia produktif sebagai “sandwich generation� yang juga harus memenuhi tuntutan hidup lainnya. Adanya PP yang membahas usia pensiun yang bertambah 1 tahun setiap kurun waktu 3 tahun dengan maksimal sampai 65 tahun. Hal ini berarti semakin lama waktu untuk dapat bekerja secara produktif untuk berpenghasilan hidup. Searah

dengan

pertambahan

usia,

lansia

akan

mengalami

penurunan/degeneratif baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan lansia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar, yang dapat menyebabkan menurunnya interaksi sosial. Kondisi lansia yang mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis dapat mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial, salah satunya adalah rasa kesepian (loneliness).

3


Lansia seringkali merasa terasingkan dan kurang mendapat perhatian dari orang-orang disekitarnya, terutama dalam lingkup terdekat yaitu keluarga. Hal ini dikarenakan adanya arus globalisasi menjadikan arus informasi dan transportasi secara cepat, sehingga akan muncul transformasi budaya baru yang akan berkembang. Tingkat mobilitas penduduk akan tinggi menciptakan tuntutan perubahan tata hidup. Akhirnya, kehidupan dalam masayarakat pun berubah, nilai-nilai yang dianut turut berubah, dari sistem keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga inti/kecil. Sehingga berpengaruh terhadap peran dan hubungan lansia dengan anggota keluarga. Ketika beberapa dekade dulu, orang tua masih memiliki peran sebagai sumber pengetahuan bagi anak-anaknya karena mereka belum memiliki ‘bekal’ yang cukup. Namun di era digital dan arus informasi yang cepat telah tergantikan dengan kekuatan internet yang serba praktis. Generasi muda tidak lagi memandang orang tua sebagai tempat untuk bertanya dan berkomunikasi secara rutin. Hal ini mengurangi kesempatan orang tua dan anak untuk berbicara, bercerita, dan menjalin kedekatan emosinal secara intens. Kini, tidak heran apabila adanya lansia yang memilih hidup terpisah dari anak cucunya karena tidak ingin merepotkan mereka yang sudah memiliki keluarga dan sejumlah pekerjaan. Namun, tinggal di tempat seperti panti jompo yang dianggap mereka sebagai “pulau kecil� yang terisolasi belum menjadi pilihan sehingga banyak lansia masih memilih untuk tinggal sendiri di rumah mereka. Karakteristik budaya di Indonesia masih memegang erat sifat kekeluargaan. Kondisi tersebut mengundang banyak kerentanan yang juga harus dipikirkan antisipasinya dari sekarang. Terlebih, persoalan utama yang dihadapi banyak orang lansia di Indonesia adalah kesehatan. Semakin bertambahnya usia dan kurangnya dukungan kesehatan terhadap lansia mengakibatkan penurunan fungsi fisiologis tubuh. Akibatnya, berbagai penyakit degeneratif ditemukan pada lansia, khususnya penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes serta radang sendi dan rematik. Belum lagi menurunnya kemampuan kognitif lansia membuat banyak lansia dekat dengan demensia atau yang lebih dikenal dengan istilah kepikunan.

4


Karena, menjadi lansia berarti menduduki puncak siklus kehidupan manusia, Seharusnya, pemberdayaan dan dukungan terhadap lansia dalam mengaktulisasikan diri secara optimal dengan visi lansia yang sehat, mandiri, aktif dan produktif perlu ditingkatkan sebagai wujud penghormatan terhadap orang tua yang telah membagikan dan mewariskan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, serta keteladanan bagi generasi penerus, terutama di lingkungan keluarganya. 1.2.

Rumusan Masalah Adanya beberapa rumusan dari permasalahan yang diangkat dari isu ageing

population sebagai berikut, yaitu : 1. Bagaimana peran arsitektur untuk para senior(lansia) melakukan dwelling di masa depan ketika struktur masyarakat mengalami perubahan? 2. Bagaimana kehidupan di perkotaan menanggapi dukungan kesehatan fisik yang semakin menurun akibat bertambahnya umur pada lansia? 3. Bagaimana cara menghadirkan program dan fasilitas untuk lansia yang sehat, produktif, sejahtera dengan pendekatan perancangan age friendly?

1.3.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dan manfaat dari program yang direncanakan ini mengarah kepada : 1. Peningkatan kualitas hidup lansia untuk mencapai lansia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdayaguna bagi keluarga dan masyarakat. 2. Menyediakan wadah berhuni yang interactive untuk para warga senior menikmati waktu sehari-hari dengan fasilitas dan sarana pendukung untuk beraktivitas dan berinteraksi dengan orang-orang yang seumuran (komunitasnya), dewasa, ataupun anak-anak agar dapat meningkatkan kualitas dan semangat para warga senior karena merasa sudah tua dan tidak lagi mengerjakan sesuatu dalam karirnya. 3. Memberikan peluang bagi kalangan senior dan junior untuk bersama-sama melanjutkan kerja sebagai persiapan ketika memasuki fase lansia di beberapa tahun mendatang, memperluas edukasi, dan kesempatan rekreasi.

5


1.4.

Sumbangan Proyek Usulan proyek dengan program perancangan ini mengacu kepada 3 kriteria

SDGS (Sustainable Development Goals) : GOOD HEALTH AND WELL-BEING Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages.

DECENT WORK AND ECONOMIC GROWTH Promote sustained, inclusive and sustainable economic growth, full and productive employment and decent work for all.

SUSTAINABLE CITIES AND COMMUNITIES Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable

REDUCED INEQUALITIES Reducing inequalities in income as well as those based on age, sex, disability, race, ethnicity, origin, religion or economic or other status within a country

GENDER EQUALITY Achieve gender equality and empower all women and girls.

6


BAB II KAJIAN TEORITIKAL 2.1.

Dwelling Menurut Christian

Norberg-Schulz dalam bukunya “The

Concept

of

Dwelling� mengungkapkan bahwa, dwelling atau “hunian� mempunyai makna lebih mendalam dari sekadar atap yang menaungi di atas kepala kita dan sejumlah meter persegi ruang yang kita miliki. Menurutnya, dwelling mempunyai tiga arti; Pertama, ruang di mana kita bertemu dengan orang lain untuk bertukar produk, ide, dan perasaan, pada makna ini kita akanmendapatkan pengalaman kehidupan sebanyak mungkin. Kedua, dwelling mencapai kesepakatan dengan orang lain di mana kita akan dihadapkan

untuk

dapat

menerima seperangkat

nilai-nilai

umum

di

masyarakat. Ketiga, mengandung arti ketika kita telah menjadi diri kita dengan memiliki dunia kecil pilihan kita sendiri. Kita dapat menyebut ketiga arti itu masingmasing sebagai dwelling / hunian secara kolektif, publik, dan pribadi. Ketiga tingkatan ini memiliki dimensi keruangan yang kompleks dalam sebuah konsep `dwelling`, karena `hunian`

dengan

konsep `berhuninya`

harus

dapat

memberikan

kontribusi menyeluruh dalam kehidupan manusia di bumi. Sedangkan, Martin Heidegger menggunakan istilah dwelling sebagai sebuah konsep menghuni atau cara khas ada (dasein) di dunia. Tinggal di rumah, tidak hanya berada didalamnya secara spasial dalam arti hanya menyisir dan berputar dalam lingkungan rumah saja. Sebaliknya, rumah sebagai sesuatu yang ada adalah milik dunia, dan orang yang menghuni didalamnya harus keluar untuk melihat langit-langit dunia. Hunian pada awalnya tidak merujuk pada tinggal di suatu tempat, tetapi lebih pada berhenti dan berlama-lama di jalan, dengan keraguan tentang ke mana harus pergi. Kata dwelling dalam bahasa Inggris kunonya adalah `dwellan` yang berarti mengembara (to wander) dan bertahan hidup (to linger). Secara filosofis, kata dwelling memberikan makna bahwa untuk bertahan hidup, tidak dapat dilakukan dengan berdiam diri atau menetap tetapi harus mengembara. Maka dwelling sebagai konsep menghuni dan ada di dunia berhubungan dengan menetap dan berkelana.

7


Dengan menetap dan berkelana inilah manusia belajar tentang konsep menghuni (sebagai ada) di dunia.

2.2.

User Target and Generation

Target user yang akan menjadi sasaran pemegang peran di kehidupan 20-30 tahun mendatang yaitu:

Sumber : Data riset pribadi

-

Generasi X (1965-1980) Kata X pada generasi ini dipopulerkan novel yang berjudul Generation X: Tales

for an Accelerated Culture yang ditulis Douglas Coupland. Melihat pola asuh kedua orang tuanya yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, generasi X pun mengikuti jejak tersebut. Akan tetapi, kehidupan antara pekerjaan, pribadi, dan keluarga mereka jauh lebih seimbang. Generasi ini juga sudah mulai mengenal yang namanya komputer dan video game dengan versi sederhana.

8


-

Generasi Y (1981-1995) Work life balance, itulah motto sebagian besar generasi milenial. Tidak melulu

mengejar harta, tapi milenial lebih mengejar solidaritas, kebahagiaan bersama, dan eksistensi diri agar dihargai secara sosial. Selain mengalami transisi dari segala hal yang bersifat analog ke digital, milenial atau generasi Y juga ini tumbuh seiring dengan semakin matangnya nilai-nilai persamaan dan hak asasi manusia, sehingga mempengaruhi pembawaan mereka yang bisa dinilai lebih demokratis. Meski hidupnya tampak selalu bersenang-senang, justru ini generasi yang digadang-gadang tengah memberi banyak pengaruh baik untuk masa depan bangsa. Para milenial lebih jeli dalam melihat suatu peluang, terutama bisnis dengan konsep yang lebih inovatif.

-

Generasi Z / Milenial (1996-2015) Dengan perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat di generasi

Z, mereka seolah tak bisa lepas dari gadget dan aktivitas media sosial. Alhasil, mereka lebih cepat memperoleh informasi dari pada generasi-generasi sebelumnya. Meski suka dengan hal yang bersifat instan, generasi ini tetap memilik kelebihan tak jauh berbeda hampir seperti ‘kakak-kakaknya’ terdahulu. Teknologi bagi mereka dapat melakukan apa saja termasuk belajar dan bekerja, bukan sekadar bersenang-senang. Maka tak sedikit dari Gen Z yang kini menjadikan media sosial sebagai lahan mereka untuk mencari penghasilan. Seperti membuka online shop atau menjadi influencer muda.

2.2.1. Ageing Population

9


Menurut World Health Organisation (WHO) yang dimaksud dengan lansia adalah seorang manusia yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia sendiri merupakan bagian dari kelompok tahapan terakhir dari suatu fase kehidupan manusia. Umur ini umumnya di Indonesia di gunakan sebagai usia maksimal kerja (pensiun). Kelompok lansia akan mengalami proses yang disebut Aging Process (proses penuaan) seperti penurunan fungsi fisik, mental, kognitif. Ditandai dengan berbagai gejala-gejala yang berpengaruh terhadap penurunan daya tahan tubuh dan daya ingat (pikun). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokan lansia dibagi menjadi: 1. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun). 2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun). 3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun). 2.2.2. Karakteristik Lansia Menurut Butler dan Lewis (1983) dan Aiken (1989) karakteristik lansia yang dibagi menjadi: 1. Keinginan untuk meninggalkan warisan, 2. Fungsi sebagai orang yang dituakan atau dihormati, 3. Kelekatan dengan objek-objek yang dikenal, 4. Perasaan tentang siklus kehidupan, 5. Kreativitas, 6. Rasa ingin tahu dan kejutan, 7. Perasaan tentang penyempurnaan dan penemuhan kehidupan, 8. Konsep diri dan penerimaan diri, 9. Kontrol terhadap takdir, 10. Orientasi ke dalam diri,

10


11. Kekakuan dan kelenturan. Selain itu juga karakteristik lansia memiliki ego yang sangat tinggi, minoritas (adanya perasaan dikucilkan atau terasingkan), gampang merasa putus asa, dan juga sensitive dengan barang-barang pribadinya.

Produktivitas bagi Lansia Berdasarkan hasil jurnal ilmiah psikologi oleh Santi Sulandri dan Dicks Martyasanti, ciri-ciri lansia produktif adalah : -

Lansia merasa percaya diri bahwa dirinya masih mampu melakukan suatu pekerjaan.

-

Adanya rasa ingin berbagi pengalaman.

-

Suka bersosialisasi.

-

Tidak bisa diam (gemar bekerja)

-

Biasanya aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

-

Melakukan banyak pekerjaan walaupun itu bukan di bidangnya.

-

Memiliki banyak ide.

-

Mencari kegiatan positif seperti jalan pagi/ olahraga ringan untuk menjaga kestabilan kesehatan yang dimiliki.

-

Merasa akan tanggung jawab kebutuhan ekonomi keluarga.

-

Kembangkan hobi sesuai dengan kemampuan.

2.2.3. Kebutuhan Lansia -

Kesehatan mental pada Lansia Bertambahnya usia akan diiringi dengan timbulnya berbagai penyakit,

penurunan fungsi tubuh, keseimbangan tubuh dan resiko jatuh. Menurunnya status kesehatan lansia ini berlawanan dengan keinginan para lansia agar tetap sehat, mandiri dan dapat beraktivitas seperti biasa misalnya mandi, berpakaian, berpindah secara mandiri. Ketidaksesuaian kondisi lansia dengan harapan mereka ini bahkan dapat menyebabkan lansia mengalami depresi.

11


Penyebab lansia mengalami depresi: •

Masalah kesehatan

Kesepian dan terisolasi

Berkurangnya tujuan hidup

Perasaan takut (akan kematian, masalah keuangan, dan kesehatan)

Kehilangan sesuatu yang dicintai (pasangan, keluarga, teman, atau peliharaan) Hasil penelitian Brett, Gow, Corley, Pattie, Starr, dan Deary (2012)

menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor terbesar yang memengaruhi kualitas hidup. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup lansia. Latihan fisik sangat penting bagi lansia dalam meningkatkan kualitas hidup. Latihan yang teratur dapat meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mental. Latihan juga berperan penting dalam mengurangi risiko penyakit dan memelihara fungsi tubuh lansia (Ko & Lee, 2012). Latihan dapat mencegah kelelahan fisik karena meningkatkan fungsi kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem imun dan sistem endokrin. Latihan juga dapat menurunkan gejala depresi (Chung, 2008).

Beberapa faktor yang masih dapat dikontrol dan menjadi tindakan pencegahan seperti: 1. Menjadikan pikiran untuk tetap aktif 2. Aktif secara fisik dan mental 3. Penuhi kebutuhan vitamin 4. Kunjungi dokter saat mengalami keluhan kesehatan 5. Menjaga pola makan 6. Menjaga kualitas tidur

-

Kemampuan Kognitif pada Lansia Penurunan kognitif lansia menyebabkan munculnya demensia yaitu berbagai

gejala yang mempengaruhi kemampuan fungsi otak dalam mengingat (memori),

12


berpikir, bertingkah laku, dan berbicara (berbahasa). Demensia bukan nama dari sebuah penyakit, tetapi gangguan kesehatan mental. Ini menggambarkan gejalagejala yang mengganggu fungsi otak. Gejala dari demensia antara lain seperti hilang ingatan, sulit menyelesaikan masalah, sulit berencana, perubahan karakter, berhalusinasi, dan sebagainya.

2.3.

Active Ageing Framework Penuaan aktif adalah proses mengoptimalkan peluang kesehatan, partisipasi,

dan keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup sebagai orang menua. Penuaan aktif berlaku untuk individu dan kelompok populasi. Hal ini memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka untuk kesehatan fisik, sosial, dan mental sepanjang perjalanan hidup dan untuk berpartisipasi dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan kapasitas mereka, sambil memberi mereka perlindungan, keamanan dan perawatan yang memadai ketika mereka membutuhkan bantuan. Kata "aktif" mengacu pada partisipasi berkelanjutan dalam urusan sosial, ekonomi, budaya, spiritual, dan kemasyarakatan, bukan hanya kemampuan untuk aktif secara fisik atau berpartisipasi dalam angkatan kerja. Lansia yang pensiun dari pekerjaan dan mereka yang sakit atau hidup dengan disabilitas dapat tetap menjadi kontributor aktif bagi keluarga, teman sebaya, komunitas, dan bangsa mereka. Penuaan aktif bertujuan untuk memperpanjang harapan hidup sehat dan kualitas hidup semua orang seiring bertambahnya usia, termasuk mereka yang lemah, cacat, dan membutuhkan perawatan. “Kesehatan� mengacu pada kesejahteraan fisik, mental dan sosial sebagaimana dinyatakan dalam definisi kesehatan menurut WHO. Dengan demikian, dalam kerangka kerja penuaan yang aktif, kebijakan dan program yang mempromosikan kesehatan mental dan hubungan sosial sama pentingnya dengan kebijakan yang meningkatkan status kesehatan fisik. Menjaga otonomi dan kemandirian seiring bertambahnya usia adalah tujuan utama baik bagi individu maupun kebijakan.

13


Sumber : World Health Organization

Selain itu, penuaan terjadi dalam konteks orang lain - teman, rekan kerja, tetangga, dan anggota keluarga. Inilah sebabnya mengapa saling ketergantungan serta solidaritas antargenerasi (memberi dan menerima dua arah antara individu serta generasi yang lebih tua dan lebih muda) merupakan prinsip penting dari penuaan aktif. Anak kemarin adalah dewasa hari ini dan besok menjadi nenek atau kakek. Kualitas hidup yang akan mereka nikmati sebagai kakek-nenek bergantung pada risiko dan peluang yang mereka alami sepanjang perjalanan hidup, serta cara generasi penerus saling membantu dan mendukung saat dibutuhkan.

2.3.1. Potensi Active Ageing Pendekatan penuaan aktif terhadap kebijakan dan pengembangan program memiliki potensi untuk mengatasi banyak tantangan penuaan individu dan populasi. Ketika kesehatan, pasar tenaga kerja, ketenagakerjaan, pendidikan dan kebijakan sosial mendukung penuaan aktif, maka akan berpotensi terjadi: 1.

Lebih sedikit kematian dini pada tahap kehidupan yang sangat produktif.

2.

Lebih sedikit kecacatan yang terkait dengan penyakit kronis di usia tua.

3.

Lebih banyak orang menikmati kualitas positif kehidupan seiring bertambahnya usia.

4.

Lebih banyak orang yang berpartisipasi secara aktif seiring bertambahnya usia dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat, dalam peran yang

14


dibayar dan tidak dibayar dan dalam kehidupan rumah tangga, keluarga dan masyarakat. 5. Biaya yang lebih rendah terkait dengan perawatan medis dan layanan perawatan.

2.4.

Budaya dan Peran Keluarga dengan Lansia di Indonesia Budaya yang terdapat di struktur masyarakat Indonesia saat ini masih bersifat

kekeluargaan, dimana disebutkan bahwa sistem keluarga besar (extended family) yang biasanya terdiri dari 3 generasi, sampai ke anak cucu. Dimana, orang tua bergantung kepada anaknya, yang terkadang dapat menciptakan disabilitas bagi orang tua, sehingga mereka menjadi tidak mandiri dan produktif, otomatis fungsi motorik juga menurun. Kedepannya, arus globalisasi menjadikan arus informasi dan transportasi secara cepat, sehingga akan muncul transfromasi budaya baru yang akan berkembang. Tingkat mobilitas penduduk akan tinggi menciptakan tuntutan perubahan tata hidup. Akhirnya, kehidupan dalam masayarakat pun berubah, nilai-nilai yang dianut turut berubah, dari sistem keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga inti/kecil. Hal ini menjadikan nilai-nilai yang berlaku pada generasi sebelumnya tidak lagi menjadi panutan bagi yang selanjutnya, seperti halnya pemberian perhatian kepada orang tua.

15


2.5.

Ageing Population di DKI Jakarta

Menurut data hasil Susenas 2019, penduduk lanjut usia (lansia) di DKI Jakarta didominasi kategori lansia muda (60 – 69 tahun) sebesar 71%. Masih terdapat lansia yang berada pada kelompok umur diatas 70 tahun dan persentasenya cukup besar (29%). Hal tersebut memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan angka harapan hidup di DKI Jakarta. Persentase rumah tangga lansia di DKI Jakarta sebesar 21,18% pada tahun 2019. Menurut status keanggotaan rumah tangga, lansia yang masih berstatus sebagai kepala rumah tangga ada sekitar 71%.

Pola bertempat tinggal lansia juga berkaitan erat dengan kesehatan lansia. Gambar diatas menunjukkan bahwa lansia paling banyak tinggal bersama dengan keluarga mereka sebesar 42% dan tiga generasi sebesar 31%. Umumnya, kehidupan lansia yang masih memiliki pasangan akan diperhatikan oleh pasangannya. Sedangkan lansia yang berstatus sebagai orang tua/mertua kehidupannya akan diperhatikan oleh anak atau menantunya. Berdasarkan status perkawinan, lansia didominasi oleh status kawin sebesar 59% dan cerai mati sebanyak 37%.

16


Angka melek huruf lansia di DKI Jakarta cukup tinggi, sekitar 98,02%. Sebagian besar lansia pernah mengenyam pendidikan, yang paling banyak adalah lansia tamat SMA/Sederajat dan tamat SD/Sederajat sebesar 27%. Hanya sedikit lansia yang tidak pernah sekolah sebesar 4%. Persentase lansia di DKI Jakarta yang bekerja sebesar 32%. Lansia didominasi oleh lansia yang mengurus rumah tangga sebesar 42%. Hanya sedikit lansia yang menganggur karena persentasenya hanya sekitar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk usia lanjut yang ingin tetap produktif untuk mengisi hari-hari tuanya.

17


BAB III METODE PERANCANGAN 3.1.

Pendekatan Everydayness Architecture dalam Berhuni Konsep arsitektur dalam kehidupan sehari-hari (everyday) dipopulerkan oleh

Henry Lefevbre. Arsitektur yang dimaksud adalah arsitektur yang dulunya tidak diberi nama dan tanda. Melainkan, arsitektur yang muncul dan terbentuk dari praktek-praktek masyarakat sebagai penghuni dalam menjawab masalah-masalah kehidupan mereka, yang memiliki karakter berdasarkan kebiasaan yang dibentuk secara berulang. Everydayness merupakan upaya untuk menghilangkan peralihan fungsi suatu tempat. Peralihan fungsi ini tercipta karena adanya demand yang membuat aktivitas baru mengubah fungsi ruang yang ada. Sehingga menciptakan heterogenitas ruang yang memperkuat karakter domestisitas kawasan. Namun karena perkembangan teknologi dan arus globalisasi saat ini menghilangkan heterogenitas yang tercipta menjadi suatu ancaman tersendiri terhadap pemaknaannya. Secara perlahan, manusia cenderung meninggalkan everydayness yang sebenarnya menjadi yang homogen karena adanya modernisasi. Dalam bukunya “The Everyday and Everydayness� , Lefevbre tidak hanya meneliti gagasan tentang kehidupan sehari-hari dan masalah yang tercipta, tetapi juga melihat perubahan yang telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari sejak awal era modern. Lefevbre menjelaskan bahwa siklus yang ada (siang dan malam, hidup dan mati, kelaparan dan kepuasan) dibayangi oleh kebutuhan untuk bekerja dan kebutuhan untuk konsumsi. Lefevbre menyebutkan bahwa orang-orang cenderung pasif / individualis dalam pilihan mereka di kehidupan sehari-hari karena pola hidup dan tradisi masyarakat modern terkekang oleh tuntutan ekonomi. Rutinitas sehari-hari yang repetitif, harus bekerja setiap hari dan selalu menyibukkan diri. Sehingga, kegiatan masyarakat cenderung monoton, terpisah-pisah dan terasing dengan adanya tembok atau dinding sebagai pembatas mereka. Alam, manusia, keseharian, dan arsitektur berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi secara timbal balik, seperti simbiosis mutualisme dimana alam

18


memaksa manusia menciptakan konsep “berhuni” yang kemudian menjadi ciri khas manusianya. Arsitektur dalam kehidupan sehari-hari seharusnya mementingkan bagaimana tubuh bereaksi, bagaimana arsitektur dapat memberikan kenyamanan dan kebutuhan bagi tubuh penggunanya, dimana penglihatan, sentuhan, pendengaran dan aroma penciuman menjadi faktor-faktor yang sangat penting. 3.2.

Pendekatan Age-friendly Environment in Cities Pendekatan age friendly environment juga dapat disebut dengan istilah

“multigeneration space” atau “intergenerational space”, dengan memanfaatkan adaptasi atau penyesuaian terhadap potensi ekonomi dan skills improvement sebagai penunjang aktivitas bagi penduduk yang lebih senior sambil juga membina generasi yang lebih muda untuk berkembang mempersiapkan fase lansia nantinya. Sehingga keduanya menjadi tetap aktif dan produktif dalam memenuhi kehidupan sehari-hari.

Age friendly environments in the city principles: 1. Housing that allows residents to age in place. 2. Robust community health programs. 3. Opportunities

for

continuing

work,

education, and recreation for all ages (life cycles). Age friendly built environment : 1. Autonomy and independence 2. Health and wellbeing 3. Security and resilience 4. Social connectedness

Sumber : Cities Alive, Designing for Ageing Communities

19


BAB IV PROGRAM PERANCANGAN 3.1.

Ide dan Visi Perancangan Ide rancangan dalam dalam perancangan ini muncul dari akar permasalahan inti

yaitu meningkatnya jumlah lansia (ageing population) di tahun 2050 disertai dengan perubahan struktur masyarakat, keluarga, dan lingkungan binaan secara makro. Dengan konsep “Integrate young and old populations” menjadi ide awal perancangan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia masa depan dan berdaya guna dalam kontribusi masyarakat untuk mematahkan stereotype lansia tidak berdaya dan menyusahkan. Serta memberikan peluang bagi kaum muda atau usia produktif untuk mendukung kelanjutan hidup lansia dan persiapan memasuki fase lansia di masa depan. Lansia 20-30 tahun mendatang : Generasi X (1965-1980) Usia produktif 20-30 tahun mendatang : Generasi Y dan Z 3.1.1. Rancangan Program Rancangan program pada tapak dibagi menjadi dua yaitu program utama dan program penunjang. Program utama didalam tapak ini yaitu mewadahi kebutuhan berhuni lansia sehari-hari, melakukan aktivitas fisik dengan sifat rekreasional. Adapun fasilitas olahraga dan fasilitas penunjang yang dimasukan dalam program

untuk

menunjang

kegiatan

kaum

muda

sebagai

wujud

konsep

“multigeneration space”. Independent living space

• • •

Bedroom Bathroom Dining space

20


Health and Wellbeing

• • • • • • • •

Virtual Reality Experience Dance studio VR Walking Platform Arena Martial arts Yoga & meditation space Memory care Rage room experience Outdoor walking platform

Workspace & Growth-Oriented

• • • •

Library Art & Craft class Cooking skill space Painting

Recreation and entertainment

• • • • • • • • • •

Live music/ music therapy Eco-Community Garden Child-care Kids Adventure Space Club house Wall-climbing Performance art Garden sitting area Cafe & Wii Sport Retail

Virtual reality in use as part of physical therapy after a traumatic brain injury.

Virtual reality arena

21


Rage room for relieving stress and emotion. Smash all the things until broke to pieces.

Virtual reality walking platform

Adapun kegiatan seperti jogging track (VR walking platform) bagi lansia dan kaum muda akan dibuat berbeda karena ikut menyatu dengan bangunan sehingga jalur jogging tidak hanya jalur biasa tetapi memiliki medan dan pengalaman ruang yang berbeda (outdoor-indoor) sehingga dapat beraktivitas fisik secara tidak sadar. Secara umum, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan waktu olahraga untuk lansia sebagai berikut. •

Olahraga intensitas sedang minimal 150 menit dalam seminggu, atau intensitas berat 75 menit dalam seminggu.

Olahraga keseimbangan paling sedikit 3 kali seminggu.

Olahraga kekuatan/ketahanan otot minimal 2 kali seminggu.

Program ekstensif bagi para lansia, dengan kebijaksanaan mereka untuk mengajar anak-anak dengan energi mereka tentang berkebun pada program “Eco-community garden” sehingga memberi manfaat bagi kedua generasi.

22


BAB V INVESTIGASI TAPAK 4.1.

Data dan Pemilihan Kawasan Dasar awal pemilihan Kawasan diawali dengan pendataan jumlah penduduk

lansia berdasarkan jenis kelamin dan usia yang paling banyak di DKI Jakarta menurut Data Statistik (Open Data Jakarta) yaitu Kabupaten/kota Jakarta Utara. Dari kawasan kota, kemudian data menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia terletak di Kecamatan Penjaringan, Kelurahan Pejagalan.

Gambar. Grafik bar Jumlah Penduduk Lansia berdasarkan kabupaten/kota DKI Jakarta

23


Gambar. Grafik bar Jumlah Penduduk Lansia berdasarkan Kec. di Jakarta Barat

Gambar. Grafik bar Jumlah Penduduk Lansia berdasarkan kelurahan di Kec. Penjaringan

24


Gambar. Posisi wilayah kel. Pejagalan di Kec. Penjaringan Sumber : Google earth

Gambar. Batas kelurahan Pejagalan Sumber : Google earth

Kelurahan Pejagalan memiliki luas 3,2318 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 88.221 jiwa. 4.2.

Pemilihan Tapak Terpilihnya tapak didasari oleh beberapa alasan, yaitu : 1. Peruntukan lahan sesuai dengan program yang akan dirancang. 2. Aksesibilitas tinggi, dapat dijangkau oleh transportasi umum seperti bajaj, angkutan umum (mikrolet), dan bus mini transjakarta.

Gambar. Transportasi umum

Gambar. Transportasi umum

3. Dekat dengan fasilitas-fasilitas umum seperti : - Fasilitas Pendidikan seperti, SDN Pejagalan 03 Pagi, SDN Pejagalan 01 Pagi, SDN Pejagalan 05 Pagi, SMA Permata Indah, Pusaka Abadi High School.

25


- Fasilitas Keagamaan untuk berbagai kepercayaan, seperti Gereja Katolik Santo Philipus Rasul, Teluk Gong, Gereja Huria Kristen Batak Protestan Jakarta Kota, Gereja Injil Kristus, Masjid Al-Fagor, Vihara Satrya Dharma, Kelenteng Kwan Sheng Tuah dan Su Kong Bio. 4. Kurangnya fasilitas untuk rekreasi, healing holisctic, olahraga dan works & skill improvement space bagi generasi milenial dan kaum senior untuk meningkatkan produktivitas, sehingga dapat menjadi potensi untuk dikembangkan pengaplikasiannya ke tapak. 5. Dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit Duta Indah (600m), Permata Indah Medical Centre. 4.3.

Peruntukan Tapak

Tapak berada di Jl. Teluk Gong Raya Peraturan zonasi sesuai Rencana Kota Zona K.1 : Zona Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa Luas

: ¹ 7.600 m²

KDB : 50 KLB

:2

KB

:4

KDH : 35 Tipe

:T

26


4.4.

Kondisi Eksisting dan Sekitar Tapak

Gambar. Kondisi eksisting tapak Sumber : Google maps

Gambar. Kondisi eksisting sekitar tapak Sumber : Google maps

Gambar. Kondisi Eksisting Sebrang Tapak Sumber : Google maps

Gambar. Kondisi eksisting sekitar tapak Sumber : Google maps

Daerah Teluk Gong dikenal sebagai tempat rantau orang bagan, didominasi oleh fungsi hunian (perumahan) dan area perdagangan dan jasa (ruko). Daerah ini juga banyak ditemui kelenteng dan makanan daerah Bagan, serta alat-alat untuk sembahyang. Aksesibilitas yang tinggi di daerah tapak dikarenakan terhubung dengan daerah Angke, Pluit, Kapuk sehingga menjadi perlintasan mobilitas tinggi. Di Pasar Jaya Teluk Gong yang terletak di depan tapak juga terdapat fasilitas komersil dan rekreasi seperti bioskop yang belum lama muncul.

27


BAB VI STUDI PRESEDEN

5.1.

ENABLING VILLAGE

Sumber : Archdaily

Sumber : Archdaily

Arsitek

: WOHA

Lokasi

: Singapura

Kategori

: Community Center

Tahun

: 2016

Enabling Village merupakan area inklusif yang mengintegrasi edukasi, pekerjaan, olahraga, retail, lifestyle dan menghubungkan orang-orang disabilitas dan lansia dengan masyarakat. Bangunan ini memiliki 6 area yaitu Nest, Playground, The Hive, Village Green, Hub dan Academy dengan karakter dan program yang berbeda.

28


Selain itu terdapat area untuk pameran karya dari komunitas-komunitas agar

pengunjung

dapat

melihat

dan

meningkatkan wawasan mereka. Sumber : Archdaily

Terdapat area berupa tangga dan ramp yang juga dijadikan sebagai tempat untuk duduk-duduk dan amphitheatre.

Sumber : Archdaily

Tepat di bawahnya terdapat banyak pipa-pipa besar yang dijadikan sebagai struktur dan sebagai tempat untuk duduk dan bersantai.

Sumber : Archdaily

29


5.2.

Rukun Senior Living, Bogor Dengan

Village,

Rukun

konsep

Retirement

Senior

Living

menyajikan Retirement Village yang pertama dengan kompleks perumahan The Villas yang diciptakan khusus bagi usia 50+ dengan gaya hidup yang mandiri dan dinamis. The Villas at Rukun Senior Living berlokasi di Sentul, Bogor dan menyajikan lima tipe villa yang dapat dibeli dengan kepemilikan HGB.

Sumber : Google

Setiap villa dirancang dengan perhatian terhadap keselamatan dan kenyamanan warga senior sehingga menjadi rumah yang ideal dengan bertambahnya usia.

Sumber : Google

Keunikan perumahan The Villas yang tidak tersedia di manapun juga di Indonesia adalah lokasinya yang terintegrasi dalam Rukun seperti berada di sebuah pulau. Rukun Senior Living menyajikan konsep Continuing Care Retirement Community (CCRC) di mana setiap fase hidup seorang senior dapat dilayani dengan ragam tipe hunian dan layanan yang tersedia.

30


Selain perumahan The Villas, juga tersedia sarana Senior Resort dengan unit hunian berbentuk apartemen, sentra kegiatan dan layanan aktivitas senior club, kamar hotel ramah senior untuk penginapan jangka pendek, dan sarana pertemuan untuk ragam acara grup senior seperti reuni dan arisan. Disamping

itu

juga

tersedia Rukun Senior Care yang menyajikan sarana hunian dengan layanan dan program kegiatan khusus

bagi

senior

dengan

demensia, dan juga jasa perawatan bagi senior yang membutuhkan dukungan lebih dalam kehidupan sehari-harinya

PROGRAM-PROGRAM EDUKATIF UNTUK PRODUKTIVITAS

31


5.3.

The Inversion Future Ageing

32


Program : -

Modular residence unit Augmented reality entertainment Virtual reality entertainment Club houses Multipurpose plaza Music studio Delivery tubes Cyborg center Wall climbing Retail and cafe Carpark

33


DAFTAR PUSTAKA Heidegger, M. (1971). Building, Thinking, Dwelling. Poetry, Language, Thought, Norberg-Schulz, C. (1985). The Concept of Dwelling on the Way to Figurative Architecture. https://www.who.int/ageing/publications/Global_age_friendly_cities_Guide_English. pdf http://statistik.jakarta.go.id/statisik-penduduk-lanjut-usia-di-dki-jakarta-tahun-2019/ https://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-lansia-provinsi-dkijakarta/resource/5012ccd0-69e4-4759-84de-402a7ae908b6?view_id=e6b06d7e-32834fc0-9a6b-5b524162f8df https://news.detik.com/kolom/d-4935700/baby-boomers-menuju-lansia https://www.arup.com/perspectives/publications/research/section/cities-alivedesigning-for-ageing-communities https://www.agefriendlyeurope.org/sites/default/files/AFEINNOVNET_D4.3_PRINTED-VERSION_0.pdf http://environment-ecology.com/environment-and-architecture/113-phenomenologyplace-environment-and-architecture-a-review-of-the-literature.html http://www.supernovastudio.co.uk/portfolio/docs/the-everyday.pdf

34


35


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.