BGTL VOL27N3 NOVEMBER 2017

Page 1

BADAN GEOLOGI, KEMENTERIAN ENERGI & SUMBER DAYA MINERAL ISSN: 20566-777

BU L E T IN GE OLO G I TATA L I NG K U NGA N -

BGTL b u l e t i n g e o l o g i t at a l i n g k u n g a n

VO LU M E 27 NO M O R 3 NOV EM B E R 2 0 1 7

Keragaman Geologi Pulau Samosir EMAS JARGARIA SELAT MAIKOR Pemakaman Umum Sering Terlupakan dalam Perencanaan Kota

VOLUME 27 NOMOR 3, NOVEMBER 2017



Editorial

Ada buku tua berjudul Engineering Geology (1880) yang disusun oleh William Henry Penning (1838-1902). Dia mempelajari geologi dan teknik di bawah bimbingan C.H. Gregory. Pada 1867, ia bergabung dengan Survei Geologi Inggris. Selama bekerja ia antara lain melakukan survei geologi di Essex, Hertfordshire, Suffolk, Cambridgeshire, dan Lincolnshire. Karena sakit, dia mengundurkan diri pada 1882. Namun, karya tulisnya tetap dapat kita baca hingga hari ini, yaitu Text-Book of Field Geology (1876) dan Engineering Geology (1880) yang disebut-sebut buku pertama yang menggunakan istilah “Engineering Geology” atau Geologi Teknik. “Dalam pelaksanaan kerja teknik, ilmiah dalam perancangan dan cerdas dalam pekerjaan, kegagalan sering merebut keberhasilan, karena perhatian tidak ditujukan kepada fenomena geologi. Sejumlah contoh tak terhingga bisa menjadi bukti pernyataan tersebut, sementara sudah jelas sejumlah besar uang telah terbuang percuma pada spekulasi pertambangan yang langsung bisa dikatakan sebagai putus asa oleh siapapun yang memiliki keterkaitan dengan ilmu pengetahuan geologi,” ujar Penning dalam pendahuluan buku Engineering Geology. Itu pula yang tentu saja menjadi pertimbangan bagi redaksi untuk menurunkan tulisan seputar pentingnya geologi teknik pada penerbitan BGTL Vol. 27 No. 3 ini. Dalam tulisan T. Bachtiar bertajuk “Pemakaman Umum Sering Terlupakan dalam Perencanaan Kota” jelas menegaskan hal tersebut. Ini misalnya nampak dalam semacam pesan di ujung tulisannya. Katanya, “Karena memulasara dan menguburkan jenazah adalah kewajiban bagi yang hidup, maka yang masih hidup berkewajiban menyediakan TPU. Karena ada otoritas Negara di setiap kabupaten dan kota, maka otoritas Negara itulah harus hadir dalam menyediakan TPU yang layak bagi warganya.” Apalagi dalam profil berjudul “Dodid Murdohardono: Penafsir Bumi untuk Prasarana dan Sarana” jelas-jelas menggarisbawahi pentingnya geologi teknik. Tidak heran bila dalam wawancaranya Dodid menegaskan bahwa peran geologi teknik sangat penting, dalam penyelidikan pembangunan konstruksi dan infrastruktur. Bukan saja pendirian gedung-gedung, namun mencakup segala hal termasuk jembatan, jalan tol hingga pembangunan megastruktur lainnya.

Oki Oktariadi

Vol 27 No 3, November 2017

1


Surat Pembaca

Dengan hormat. Saya mendapatkan majalah ini dari anak saya, yang bersekolah menengah di Semarang. Senang sekali bisa melihat-lihat foto yang bagus dan menawan, yang berkaitan dengan pemandangan alam. Selama ini saya hanya bisa melihat keindahan saja, ternyata di majalah in disertakan juga penjelasannya. Walaupun penjelasannya sangat geologi, tetapi bagi saya cukup, setidaknya bisa mengerti sedikit tentang sejarah pembentukannya. Saya adalah ibu rumah tangga, yang menyukai kegiatan alam, karena sejak dibangku kuliah sering mengikuti kegiatan pecinta alam, manum hanya sebatas petualangan saja. Saya sangat bersyukur ada majalah geologi populer yang diterbitkan oleh PATGTL Badan Geologi, semoga tetap hadir menyapa penggemar, yang sebelumnya majalah serupa GEOMAGZ sudah almarhum. Yuli Rulianti, Semarang Dengan hormat. Sejak dulu saya pembaca setia salah satu majalah asing, sekarang diterbitkan berkala oleh satu-satunya grup penerbit besar nasional. Beberapa kali artikel sudah saya kirimkan, termasuk foto-foto perjalanan saya yang berkaitan dengan alam dan manusia, namun belum pernah dimuat. Kesukaan saya dengan lingkungan serta alam tumbuh sejak mengurus majalah dinding di kampus. Namun semenjak lulus mendapatkan pekerjaan administratif, bukan peliputan luar ruang. Namun disela-sela kesibukan kantor, saya sering memanfaatkan waktu traveling ke beberapa tempat. Kira-kira apakah redaksi majalah BGTL menerima naskah dan foto? seperti apa materi yang biasanya diterima, termi kasih. Heri Suhendi, Bandung

2

Vol 27 No 3, November 2017

Penanggung Jawab Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Rudy Suhendar. Ketua Dewan Redaksi Oki Oktariadi. Anggota Dewan Redaksi Dita Arif Yuwana, Andhy Darmadi Sipayung, T Bachtiar, Deni Sugandi, Ronald Agusta. Ketua Dewan Penerbit Adang Setiawan. Anggota Dewan Penerbit Sri Yuliani Hartati, Tursanti Dewi. Penata Letak Ayi Sacadipura. Ilustrator Dedi Umbara. Editor Bahasa CN. Annisa dan Atep Kurnia. Sekretariat Turinah, Ellia Kurnia MY. Sekretariat Redaksi: Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (Centre of Groundwater and Environmental Geology) Jalan Diponegoro 57 Bandung 40122. Telp. 022-7274676, 022-7274677 Faks. 022-7206167. Email: jlbg_geo@yahoo.com

Redaksi menerima artikel diketik dengan spasi rangkap, maksimal 5.000 karakter, ditandatangani serta disertai identitas. Format dalam bentuk digital dikirim ke alamat redaksi, dengan catatan dewan redaksi berhak menyunting kembali naskah yang diterima.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (BGTL) diterbitkan berkala tiga kali setahun oleh Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.


Daftar Isi

16

Emas Jargaria Selat Maikor

20

Jejak Cornelis de Groot di Hindia Belanda

26

Pemakaman Umum Sering Terlupakan dalam Perencanaan Kota

32

Mengupas Bumi Watuparunu

36

Dari Malang Untuk Migas Indonesia

38

Sasongko Ambang

Atep Kurnia

T Bachtiar

Novi Kristianti Nduru

Tursanti Dewi & Nanda Annisa

Dodid Murdohardono Penafsir Bumi untuk Prasarana dan Sarana Deni Sugandi

44

Seputar Hari Pertambangan

48

Jejak Peradaban Megalitik di Gunung Malabar

54

Pateteyang; Mengalir di Batuan Tua Bantimala

60

Keragaman Geologi Pulau Samosir

68

Resensi Buku; Mengenal Sifat dan Teknik Akuifer Karst

70

Vulkanik Purba di Teluk Saleh

84

Peresmian Sumur Bor di Minahasa Utara

86

Perlindungan Hukum Keunikan Geologi

88

Pelayanan Informasi Kegeologian

90

Flores Tengah dalam Balutan Tinggalan Sejarah Alam

Atep Kurnia

Deni Sugandi

Lilies Marie Maryati

Deni Sugandi

Titan dan Lilies Marie Maryati

Erick Setiyabudi

Donny Hermana

Rendy Rizky Binawanto

Agustina Djafar

Oki Oktariadi

Jembata Gandasoli, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Foto: Deni Sugandi

Vol 27 No 3, November 2017

3


DESA MEGALITIK DI KAKI INERIE

Kampung adat Bena terletak di kaki Gunung Inerie setinggi 2.230 mdpl. Gunungapi aktif ini dicirikan dengan bentuk kerucut yang nyaris sempurna, dan terakhir meletus 1882. Masyarakat lama meyakini bahwa penguasa gunung Yeta yang bersemayam di puncak gunung, melindungi kampung mereka. Keyakinan demikian dicirikan dengan tata letak kampung adat yang memanjang utara ke selatan, serta mengelilingi rumah ngadhu dan bhaga sebagai tempat tinggal roh nenek moyang dan penanda tolak bala. Teks dan Foto: Agustina Djafar

4

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

5


6

Vol 27 No 3, November 2017


KERUCUT ATAP SUMATRA

Gunung Kerinci yang berada di jajaran Bukitbarisan ini merupakan gunungapi aktif dengan ketinggian 3.805 mdpl. Gunungapi tertinggi di Indonesia ini termasuk ke dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 13.750 km2. Gunung Kerinci bertanah subur, berlimpah air dan berudara segar, sehingga menjadi rumah bagi tumbuhkembangnya berbagai tumbuhan, termasuk Raflesia arnoldi dan beragam burung. Gunung ini juga menjadi wahana pendakian. Para pendaki biasa memulai pendakian dari Kresiktuo selama 15 jam dengan beberapa kali istirahat dan bermalam di tengah kemegahan alam. Foto dan Teks: T Bachtiar

Vol 27 No 3, November 2017

7


MENGAMATI GUNUNGAPI KABA

Pengamat gunungapi adalah garda depan penyebaran informasi tentang aktivitas gunungapi. Termasuk pengamat Gunungapi Kaba setinggi 1952 m.dpl di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Pengamat itu sedang melakukan pengambilan percontoh di kawah. Gunungapi Kaba pertama kali tercatat meletus pada 1883, dan terakhir berupa peningkatan kegempaan pada Oktober hingga Desember 2009. Foto: Sam, Teks: Oki Oktariadi

8

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

9


10

Vol 27 No 3, November 2017


MUARA DI SELATAN KONAWE

Morfologi muara sungai-sungai di wilayah Lalonggombu, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, termasuk dalam satuan pedataran, dan melampar di sekitar daerah Tinanggea, pesisir pantai Kolona, Roda, Landono, Palangan, Laenea, Kondo dan Ranomeeto. Keseluruhan wilayah di kabupaten ini memiliki ketinggian di bawah +75 mdpl, yang dimanfaatkan untuk persawahan, pertambangan, perkebunan dan sebagian pemukiman. Pada pertemuan sungai dan laut itu terendapkan material-material hasil pelapukan dan erosi yang diangkut oleh air sungai. Foto dan Teks: Deni Sugandi

Vol 27 No 3, November 2017

11


PUNCAK JERUK BERALAS BREKSI

Air terjun atau curug ini berada di aliran Sungai Ciletuh di kawasan Geopark CiletuhPalabuhanratu. Curug ini terletak di Desa Mekarmukti, Kecamatan Waluran, yang berbatasan dengan Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas. Lokasinya sekitar 3200 meter dari jalan raya provinsi, serta melintasi hutan pinus dengan luas sekitar 500 hektare. Nama Puncakjeruk karena menurut legenda, konon di atas curug paling atas terdapat gundukan tanah yang menyerupai pulau kecil dan ditumbuhi pohon jeruk yang besar. Sehingga masyarakat menyebutnya Curug Puncakjeruk. Curug ini terdiri dari dua tingkat dengan lebar sekitar 50 meter dan tinggi masing-masing sekitar 15 meter. Batuan yang mendasarinya berupa breksi (produk gunungapi purba) yang diendapkan dalam lingkungan laut bagian dari Formasi Jampang Anggota Cikarang yang berumur Miosen Bawah (23 - 16 Juta Tahun yang Lalu). Foto dan Teks: Ronald Agusta

12

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

13


14

Vol 27 No 3, November 2017


GUNUNGAPI PURBA BALURAN

Kawasan Taman Nasional Baluran yang berlokasi di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur merupakan ujung dari antiklinorium Kendeng (Bemmelen, 1949). Pada jalur ini pernah muncul gunungapi aktif yang memuntahkan material vulkanik di sekitarnya berupa tufa, lava, dan lahar. Gunung Baluran itu sendiri tidak aktif lagi karena tidak mendapatkan pasokan magma dan hanya menyisakan bentukan gunungapi tua strato yang terus mengalami proses denudasi. Di sekitar gunungapi ini kini ada padang sabana yang khas. Foto dan teks: Oki Oktariadi

Vol 27 No 3, November 2017

15


Proses penyesaran dan pengekaran menghasilkan sisa-sisa daratan kecil di tengah selat.

16

Vol 27 No 3, November 2017


Emas Jargaria Selat Maikor Teks dan Foto: Sasongko Ambang

Kepulauan Aru yang terletak di tenggara Provinsi Maluku mempunyai lima selat yang dapat dilalui oleh kapal

bermotor dengan ukuran 20 - 30 GT. Oleh masyarakat

Aru, selat-selat tersebut, baik dalam ukuran apapun sejak dari dahulu sudah dikatakan sebagai sungai.

Kepulauan Aru yang menonjol di atas paparan Sahul

memiliki pulau berjumlah 547 pulau. Dari semua pulau

tersebut hanya 89 pulau yang ditempati oleh masyarakat, sisanya 458 pulau tidak berpenghuni, sehingga masih

banyak pulau kosong berukuran 17,6 sampai 28,8 km2

yang oleh masyarakat dijadikan tempat bercocok tanam, berburu atau tempat aktivitas ritual adat.

Vol 27 No 3, November 2017

17


Batuan bentuk jamur, tererosi dari proses pasang surut arus laut.

Di antara selat-selat di Kepulauan Aru ada Selat Maikor. Selat ini panjangnya 72,79 km dengan lebar bervariasi antara 80 – 500 m. Selat ini memisahkan Pulau Tarangan dengan Pulau Maikor – Pulau Koba berarah garis lurus Barat Laut Tenggara. Secara adminstratif selat ini berada pada tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Aru Selatan Utara, Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah.

vegetasi alami yang tak jarang akan jumpai berberapa satwa liar.

Aktivitas di selat ini tidak terlepas dari peran beberapa desa seperti Desa Tabarfane, Desa Maikor, Desa Juring, Desa Eresin, Desa Gomarsungai dan Desa Fatlabata. Selain desa-desa adat tersebut, di Selat ini juga ada dua dusun, yaitu Dusun Bangsal dan Dusun Jerukin yang secara administratif masuk dalam kepemerintahan Desa Maikor. Selat Maikor mempunyai daya tarik tersendiri bagi para petualang alam, baik itu petualang yang hendak menyusuri selat untuk mengamati keindahan bebatuan dari hasil pengekaran, serta berkunjung ke gua-gua tempat sarang walet dengan terlebih dahulu melintasi hutan

Akses menuju ke Selat Maikor atau kecamatan dan desa di wilayah Kepulauan Aru dari Dobo, ibukota Kabupaten hanya dapat ditempuh melalui jalur laut.

18

Vol 27 No 3, November 2017

Sementara masyarakatnya masih menggarap sumber daya alam secara tradisional, seperti berkebun, berburu dan melaut. Semua aktivitas masyarakat itu terfokus untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja, tetapi kelebihan hasil perburuan atau cocok tanam dijual ke Kota Dobo.

Dengan mempergunakan speedboat atau perahu bermotor nelayan/ masyarakat desa, riak permukaan air menghantar jiwa petualang untuk menyibak bumi Jargaria,

yang menjadi sebutan lain untuk Kepulauan Aru. Selepas dari pelabuhan Dobo ke arah selatan tujuan pintu Selat Maikor membutuhkan waktu perjalanan satu jam dengan menggunakan speedboat, atau tiga jam dengan perahu. Dalam perjalanan laut tersebut, mata para petualang akan disuguhi pulau-pulau yang pasti akan menimbulkan pertanyaan, “Apa gerangan nama pulau tersebut�. Di situ antara lain ada Pulau Maerang, yang dekat dengan Pulau Wokam. Pulau Maerang terbentuk akibat pengendapan material pecahan koral, kerang dan binatang laut yang membentuk daratan aluvial serta ditumbuhi vegetasi pantai. Sedangkan Pulau Babi adalah daratan kecil yang proses pembentukkannya bersamaan dengan Pulau Wamar, Pulau Ujir, Pulau Wasir dan sebagian kecil dari barat Pulau Wokam pada Zaman Tersier (66 juta tahun yang lalu). Pulau Babi yang oleh masyarakat adat Aru disebut juga Pulau Kumrer berada di bagian barat serta agak


Sund Dollars (Clypeasteroida), salah satu fosil yang ditemukan pada batugamping kalkarenite.

jauh dari Pulau Wokam. Pulau Babi merupakan pulau kosong, dan oleh salah satu warga Kota Dobo dijadikan tempat perternakan sapi. Selain itu juga, pulau ini merupakan tempat persinggahan para nelayan untuk melepas lelah atau menghindar dari besar terjangan gelombang laut. Untuk berpergian ke desa di Selat Maikor, atau menuju arah selatan timur Kepulauan Aru, para motoris biasa mengambil jalan pintas untuk menghemat waktu dan menghindar dari ombak besar saat musim tertentu. Biasanya Selat Barakai yang memisahkan Pulau Kobror dan Pulau Maikor serta Pulau Koba menjadi jalur alternatif tersebut. Sementara Pulau Ples pada selat ini menjadi rambu arah tujuan. Bila sasarannya desa-desa pada atau gerbang bagian timur Selat Maikor, maka arah kanan dan terus melintasi selat kecil yang memisahkan Pulau Maikor dan Pulau Koba adalah akses jalurnya. Pada selat-selat tersebut terdapat singkapan batuan gamping, pulau-pulau kecil serta sebaran

vegetasi bakau dengan berbagai spesies yang memang hidup pada kondisi perairan tenang. Fenomena geologi pada bentangan lahan Selat Maikor yang unik terlihat pada singkapan dinding-dinding batuan berbentuk relung dari hasil erosi pasang-surut arus laut membuat wilayah tersebut menarik bila dijadikan objek geowisata. Banyak yang menduga bahwa warna hitam pada bagian atas batuan tersebut hangus terbakar terik matahari. Padahal perubahan warna tersebut akibat lapukan batuan tercampur dengan sisa mahkluk hidup yang telah mati, kemudian larut bersamaan air yang merembes ke dalam pori-pori batuan gamping kalkarenit yang berwarna putih dan putih kekuningan. Namun, rencana pengembangan wilayah Selat Maikor menjadi objek geowisata oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru pada tahun-tahun sebelumnya masih terkendala akses ke lokasi. Kemudian pada Maret 2017, Pemkab Aru telah mengoperasikan empat buah kapal

cepat untuk menghubungkan Kota Dobo dengan kota-kota kecamatan. Selain itu untuk membuka keterpencilan wilayah, kerja sama dengan para pemangku kepentingan juga sangat perlu dilakukan. Mengingat dunia wisata sekarang ini, merupakan salah satu solusi percepatan pembangunan daerah. Dengan demikian, yang perlu dilakukan Pemkab Aru adalah memberi peluang kepada investor dalam membantu percepatan pembangunan kepariwisataan, dengan prinsip pembangunan harus memperhatikan aspek tata ruang. Apalagi saat ini setiap daerah berlomba untuk mempopulerkan wilayah masing-masing lewat pemberitaan di media sosial terkait lokasi-lokasi wisata, entah itu berupa foto panorama, selfie, poster, film atau penulisan-penulisan. Bagaimana dengan Aru? Penulis adalah Pegiat kebumian, PNS di Dinas DESDM Prov. Maluku

Vol 27 No 3, November 2017

19


Foto Cornelis de Groot van Embden. Sumber: Disertasi dRuiter

20

Vol 27 No 3, November 2017


Jejak Cornelis de Groot di Hindia Belanda Atep Kurnia

Bila kita ringkaskan dari ketiga sumber tersebut mengenai riwayat hidup serta rekam jejak Cornelis de Groot

di Hindia Belanda, alangkah baiknya kita menengok

keadaan Belanda di awal abad ke-19. Saat itu, karena berbagai desakan, agar Belanda tetap memainkan

peran penting di lapangan bisnis dan dalam kerangka

mempertahankan daerah jajahannya, terasa mendesaknya kebutuhan untuk menyediakan berbagai macam mineral

yang strategis, seperti besi dan batubara, disertai dengan para ahli yang kompeten di bidang tersebut. Cadangan dalam jumlah yang besar bisa memanfaatkan Hindia

Belanda, jajahannya di daerah Timur. Namun, dalam hal

para ahli, Belanda sama sekali nihil, tidak memiliki orang yang ahli di bidang pertambangan.

Vol 27 No 3, November 2017

21


Kata-kata tersebut termaktub dalam Eene bijdrage tot de kennis der Nederlandsch-Indische kolen (1866) atau “Satu Kontribusi Pengetahuan mengenai Batubara Hindia Belanda”. Penulisnya adalah Cornelis de Groot van Embden (1817-1896), mentor bagi para insinyur pertambangan pertama di Hindia Belanda sekaligus mantan kepala Jawatan Pertambangan Hindia Belanda yang pertama. Riwayat hidup Cornelis de Groot pertama-tama dapat kita simak dalam buku Nieuw Nederlandsch biografisch woordenboek Jilid ke-6 (1924), susunan J. Blok dan P.C. Molhuysen. Kemudian ada juga Eroïca: the quest for oil in Indonesia (1850-1898) karya J. Ph. Poley (2000), serta disertasi P.A.C. de Ruiter dari Fakultas Sains, Universitas Utrecht, yang berjudul Het Mijnwezen in Nederlands-Oost-Indië 1850-1950 (2016).

Foto Cornelis de Groot van Embden. Sumber: Wikipedia

“Bij het lezen van dit geschrift zal men wellicht iets opmerken dat ik elders reeds heb gezegd; in dat geval verzoek ik verschooning voor de berokkende moeite. Den 11” October 1865 kwam ik in het Vaderland, na eene afwezigheid van bijna zestien jaren en in het midden van Januari 1866 hoop ik weder naar Indië te vertrekken. Men zal het mij dus niet betwisten, dat mijne dagen in Nederland kort zijn en gaarne mij gelooven als ik zeg, dat mij de tijd ontbreekt tot het omwerken van dit uittreksel, waarbij alleen het mij mogelijk zoude zijn het overtollige te laten wegvallen; misschien zijn er ook, die niet hebben gelezen hetgeen in Nederlandsch-Indië reeds is geschreven over de Indischekolen: voor hen behoefde ik niet te snoeien”.

22

Vol 27 No 3, November 2017

Kutipan berbahasa Belanda tersebut, kira-kira berarti begini: “Manakala membaca tulisan ini, bisa jadi orang telah membacanya pada tulisan lainnya; dalam hal itu, saya memohon cuti. Pada 11 Oktober 1865, saya tiba di tanah air setelah hampir 16 tahun tidak menyambanginya dan pada pertengahan 1866, saya harap sudah pergi ke Hindia Belanda. Jadi saya tidak akan mempersalahkan bahwa waktu saya di tanah air hanya sebentar dan saya tidak mempunyai waktu untuk merivisi naskah ini dan menunda tambahan datanya; Barangkali pula ada yang belum membaca yang telah saya tulis di Hindia Belanda mengenai batubara Hindia Belanda: bagi mereka saya tidak usah meringkas naskah ini”.

Bila kita ringkaskan dari ketiga sumber tersebut mengenai riwayat hidup serta rekam jejak Cornelis de Groot di Hindia Belanda, alangkah baiknya kita menengok keadaan Belanda di awal abad ke-19. Saat itu, karena berbagai desakan, agar Belanda tetap memainkan peran penting di lapangan bisnis dan dalam kerangka mempertahankan daerah jajahannya, terasa mendesaknya kebutuhan untuk menyediakan berbagai macam mineral yang strategis, seperti besi dan batubara, disertai dengan para ahli yang kompeten di bidang tersebut. Cadangan dalam jumlah yang besar bisa memanfaatkan Hindia Belanda, jajahannya di daerah Timur. Namun, dalam hal para ahli, Belanda sama sekali nihil, tidak memiliki orang yang ahli di bidang pertambangan. Oleh karena itu, pada 1846, Raja Willem II mengeluarkan dekrit agar para mahasiswa yang menjanjikan dapat dididik serta dilatih teknik pertambangan di Koninklijke Academie di Delft. Tetapi


karena belum ada pembelajaran yang lengkap mengenai ilmu pertambangan, maka para siswa tersebut disekolahkan ke luar negeri, yaitu ke Inggris dan Jerman. Hal ini juga didedahkan dengan keputusan Menteri Jajahan pada 20 November 1846, perihal pembentukan korps insinyur pertambangan. Nah, pada musim panas 1847, direktur Koninklijke Academie, Dr. G. Simons mengusulkan agar para mahasiswa yang belajar di luar negeri itu membutuhkan pembimbing, dan Cornelis de Groot, yang saat itu sudah menjadi insinyur dalam Departemen Pekerjaan Umum, diangkat sebagai mentor bagi para mahasiswa yang diajari ilmu pertambangan tersebut. Menurut J. Blok dan P.C. Molhuysen (1924), Cornelis de Groot lahir pada 25 Maret 1817 di Delft, Selatan Belanda. Pada 1830, ia bekerja sebagai jurutulis pada penerimaan pajak, kemudian dua tahun kemudian, pada 1832 ia bekerja di pabrik karpet J. Heukensveldt. Selanjutnya ia mendaptar pada dinas ketentaraan pada 8 April 1833, dengan harapan diangkat sebagai perwira kavaleri, tetapi ternyata kemudian dia mengundurkan diri sebagai tentara pada 1 Mei 1840. Selanjutnya, ia kuliah sains terapan pada Universitas Delft sejak Januari 1843 dan lulus sebagai insinyur teknik sipil pada Juni 1846. Dua tahun sebelumnya, yakni pada Juli 1844, Cornelis sempat diangkat sebagai pegawai Departemen Pengairan Hindia Belanda. Di sisi lain, meski di Delft belum ada pengajaran mengenai pertambangan yang lengkap, sejak 1846, dengan bantuan Prof. S. Bleekrode, Cornelis dapat mempelajari hal-ihwal mengenai pertambangan dan meraih diploma insinyur pertambangan pada 1848. Alhasil dialah yang menjadi insinyur pertambangan pertama, sementara empat siswa yang disekolahkan di luar negeri baru menempuh ujian pada Januari

1850, kecuali Aquasie Boachie yang mendapatkan ijazah pada 1849. Dengan dekrit Kerajaan Belanda pada 19 Februari 1850, Cornelis diangkat sebagai Insinyur Kelas II bersama-sama dengan keempat para lulusan baru dari universitas luar negeri tersebut. Ia juga diangkat sebagai Kepala Pertambangan Hindia Belanda (chef van het mijnwezen), sementara keempat lulusan baru menjadi aspiran insinyur (aspirantingenieur). Akhirnya pada 8 Maret 1850, Cornelis bersama dengan empat insinyur tambang baru yakni S. Schreuder, F.E.H. Liebert (meninggal di Bangka pada 1852), O.F.W.J. Huguenin, pergi ke Hindia Belanda. Mereka berangkat dari Rotterdam dengan menumpang kapal laut “Batavia”, dan tiba di Batavia pada 3 Juli 1850. Sementara itu, sebelum mereka tiba, sebenarnya di Hindia Belanda telah dilakukan penambangan di dua lokasi, yaitu penambangan batubara sejak 1849 di pertambangan Oranje Nassau di Pelarong (dekat Samarinda, Kalimantan Timur) dan penambangan timah di Pulau Bangka. Sementara tugas yang dibebankan kepada Cornelis dan kawan-kawan adalah mengadakan survei geologi, batubara, dan bijih besi serta menyerahkan jasa eksplorasi/evaluasi kepada Departemen Pekerjaan Umum dan perusahaan swasta.

Setiba di Hindia Belanda, Jawatan Pertambangan berkantor di Bogor, di lantai dasar rumah Cornelis. Hal-hal pertama yang dilakukan Cornelis di sana adalah mengedepankan “eksplorasi batubara” sebagai perintah bagi kebanyakan stafnya, yang sesuai dengan kehendak

pemerintah yang sangat membutuhkan batubara dan besi. Oleh karena itu, menurut Poley (2000), tidak mengherankan bila pada kebanyakan penemuan adanya temuan minyak dan gas permukaan itu berada di pinggiran laporan lapangan mengenai survei batubara. Hasil-hasil pekerjaan lapangan Cornelis sendiri antara lain pada 1850/1851 mengadakan survei ke Kedung Waru (Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, NTvNI, 1850); Bawean (NTvNI, Vol 2, 1851); Februari 1851, dia mengeksplorasi Madura (NTvNI, Vol 4, 1853); pada Juni 1851, saat mengadakan penyelidikan lapangan bersama dengan JF de Dekker, Cornelis menemukan timah di Belitung yang konsesi pertambangannya dibuka pada 1852; pada Mei 1852, ia mengadakan survei keduakalinya ke Pulau Madura (NTvNI, Vol 4, 1853); pada penyelidikan ke Pengaron, Kalimantan, pada 1852, menghasilkan pendirian perusahaan tambang batubara oleh van Rijkswege dari Pertambangan Oranje-Nassau (de steenkolenmijn Oranje-Nassau). Mengenai penemuan timah di Belitung memang menarik, karena sebelumnya dilaporkan tidak prospektif. Hal ini disebabkan karena pada 15 April 1851, Dr. J.M. Croockewit melaporkan bahwa timah di Belitung tidak signifikan keberadaannya. Namun, di sisi lain, Cornelis yang sebelumnya telah memeriksa tambang timah di Cornwall, dia menemukan banyak sekali kandungan timah di Belitung. Oleh karena itu, setelah berkonsultasi dengan Pangeran Hendrik, didirikanlah Perusahaan Billiton (Billiton-maatschappij) pada 1852.

Vol 27 No 3, November 2017

23


Mengenai pertambangan, pada 3 Juni 1852, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan mengenai pertanggungjawaban para insinyur pertambangan (verantwoordelijkheden van de mijnbouwers), sekaligus sebagai pedoman bagi aktivitas penambangan di Hindia Belanda. Kemudian melalui keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda bertanggal 14 Februari 1855, Cornelis diangkat sebagai Insinyur Kelas 1 (ingenieur 1e klasse) pada 28 Agustus 1855. Selanjutnya, pada 1861, ia dipromosikan untuk menjadi Insinyur Kepala (hoofdingenieur), dengan kata lain diangkat sebagai Kepala Pertambangan (hoofd van het Mijnwezen). Pada gilirannya, Pertambangan yang semula bertanggungjawab terhadap Gubernur Jenderal Hindia Belanda, sejak 1863, secara resmi dimasukkan sebagai bagian dari Departemen Pekerjaan Umum (het Bureau Openbare werken, BOW). Pada Juni 1863, Cornelis diperintahkan untuk mengadakan penyelidikan lanjutan di Belitung, mengingat pendirian perusahaan tambang timah di sana. Implikasi keterlibatannya di Belitung, menurut Dekrit Kerajaan Belanda bertitimangsa 20 November 1865, sejak 1 Januari 1866, Cornelis dibebastugaskan dari pekerjaannya di Jawatan Pertambangan. Setelah kembali ke Belanda sebentar, pada tahun 1866 dia sudah kembali ke Hindia Belanda dan mengurus pengusahaan pertambangan timah di Belitung melalui Billitonmaatschappij hingga April 1871. Selama di Belitung, dia tinggal di Tanjung Pandan. Sejak April 1871 itu, Cornelis kembali ke Belanda. Dari Belanda, ia sempat pergi ke Amerika dua kali dan sekali ke Afrika, dengan maksud yang sama, yaitu melakukan penelitian pertambangan. Setelah kembali ke Belanda, Cornelis menulis catatannya pada eksploitasi di Belitung

24

Vol 27 No 3, November 2017

dengan menerbitkan buku bertajuk Herinneringen aan Blitong (1887). Di Belanda juga dia terus menerus mempromosikan mengenai pentingnya peran Hindia Belanda, untuk itu dia menjadi presiden bagi Indisch Genootschap (Himpunan untuk Hindia Belanda), yang digelutinya sejak 1872 hingga 1889. Selama bertahun-tahun lamanya, ia juga tercatat sebagai bendahara bagi het Koninklijke instituut van taal-, land- en volkenkunde (KITLV). Ditambah dengan aktivitasnya di lembaga ilmiah yang berada di Hindia Belanda, yaitu pada Koninklijke Natuurkundige Vereeniging in Nederlandsch-Indië (Himpunan Ilmuwan Alam Kerajaan Belanda di Hindia). Karena semenjak datang ke sana, nama Cornelis berikut bawahannya tercantum dalam Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (Jurnal Ilmu Alam Hindia Belanda) dan tercatat sebagai anggota Koninklijke Natuurkundige Vereeniging in Nederlandsch-Indië. Organisasi ilmiah yang didirikan pada 19 April 1850 oleh ahli biologi P. Bleeker saat itu mempunyai 31 anggota, 11 orang di antaranya tentara dan dokter. Selain yang telah disebutkan di atas, Cornelis tercatat pernah menulis antara lain: Zuider- en oosterafdeeling van Borneo, 1857; Tinslokken welke op Bangka onbenuttigd worden weggeworpen, 1858; Een woord betreffende eene beschouwing over de koolformatie op Borneo, 1859; Nota over marmer en graniet zoomede aangaande de bevinding van het Patjitan-marmer, 1859; Overzicht van de voornaamste proeven, omtrent mijnontginning in Nederlandsch Indië genomen, met uitzondering van Bangka en Belitong, 1862; Vervolg daarvan, betreffende Bangka en Belitong, 1864; Eene bijdrage tot de kennis der Nederlandsch-Indische kolen, 1866; Over de Borneosteenkolen en hare geschiktheid als brandstof, 1868; Mededeeling omtrent het Amerikaansche anglo-iron, 1874; Verslag aan de

Rotterdamsche Handelsvereeniging over ijzerertsgroeven in Oran in Algerië, 1874; Verslag aan de Mijncompagnie Nederland over de Caribou-Zilvermijn in Noord-Amerika, 1875; De Billitonconcessie, 1882; Mededeelingen naar aanleiding van de uitbarsting van den vulkaan Rakata (Krakatau), 1883; dan Herinneringen aan Blitong, historisch, lithologisch, mineralogisch, geographisch en mijnbouwkundig, 1887. Dari hasil pernikahan sebanyak empat kali, Cornelis hanya mempunyai dua orang anak lakilaki. Keduanya adalah C. de Groot, yang menjadi kepala administrasi perusahaan tambang timah Singkep (hoofdadministrateur der Singkeptinmaatschappij) dan E.G.C. de Groot van Embden, yang menjadi Walikota Boskoop (burgemeester van Boskoop). Insinyur pertambangan pertama sekaligus Kepala Jawatan Pertambangan Pertama di Hindia Belanda pertama yang bekerja untuk Jawatan Pertambangan Hindia Belanda selama sekitar 16 tahun, ditambah dengan pengusahannya pada penambangan timah di Belitung ini meninggal di Den Haag, pada 7 Juni 1896. Penulis adalah peminat literasi dan sejarah, tinggal di Bandung.

(Kanan atas) Tambang terbuka batubara di Kedungwaru, Sangatta, Kalimantan Timur, hasil rintisan 1850-1851. Foto: Deni Sugandi (Kanan bawah) Kolong-kolong atau kolam besar yang terbentuk bekas penambangan timah terbuka, di Belitung Timur, Bangka-Belitung. Foto: Deni Sugandi


Vol 27 No 3, November 2017

25


Pompa angguk di blok Cepu Jawa Timur. 26 Vol 27 No 3, November 2017

Foto: Deni Sugandi


Pemakaman Umum Sering Terlupakan dalam Perencanaan Kota T Bachtiar

Pada mula berdirinya Kota Bandung awal abad ke 19,

belum ada aturan atau kesepakatan masyarakat, bahwa menguburkan mayat harus dipusatkan di suatu tempat

yang sudah ditentukan. Pada saat itu belum ada makam komunal. Warga yang meninggal, mayatnya dikuburkan di lahan miliknya, apakah itu di kebun, di pekarangan

rumah, atau bila tidak memiliki tanah, maka mayat akan dikuburkan di lahan milik umum, seperti di sempadan sungai.

Danau Laguna Ternate

Vol 27 No 3, November 2017

27


Karena mayat tidak bisa pulang sendiri ke alam keabdian, maka yang masih hiduplah yang bertugas untuk menguburkannya. Ketika hidup, manusia diukur tinggi badannya, walaupun dia sedang berbaring di tempat tidur karena sakit. Tapi begitu meninggal, petugas penggali kubur akan bertanya kepada keluarga yang ditinggalkan, berapa panjangnya? Sebab tinggi saat ini sudah menjadi kedalaman kuburan yang sudah ditentukan dalam peraturan. Lika-liku penguburan mayat, lebih khusus bagi rakyat berpendapatan kecil di perkotaan. Di beberapa TPU di Cekungan Bandung, luas makam semakin sempit, sehingga tidak jelas mana batas-batasnya antara kuburan yang baru digali dengan kuburan yang sudah ada terlebih dahulu. Berjalan di pemakaman sama susahnya, harus melewati kuburan yang tak menyisakan sejengkal pun lorong bagi pengantar. Berjalan di dalam kuburan menjadi tak beretika lagi, menginjak-injak kuburankuburan yang berhimpitan. Bukan saja pada saat akan menguburkannya yang rumit, tapi pada saat membawa mayat pun bisa menjadi masalah. Rumah-rumah yang dibangun di wilayah yang tanpa perencanaan, terutama yang berada di dalam perkampungan super padat di tengah kota. Gangnya benarbenar dibuat asal lolos badan untuk berjalan. Belokan-belokan gangnya benar-benar 90 derajat, karena itu merupakan sudut bagian luar rumah. Keranda berisi mayat sepanjang tiga meteran, tidaklah mungkin bisa

28

Vol 27 No 3, November 2017

berbelok di gang bersudut siku-siku. Mayat harus dipangku bersamasama, lalu sedikit diberdirikan saat melewati belokan.

Jumlah penduduk di kotakota, baik yang lahir maupun yang datang, setiap tahunnya terus meningkat sangat pesat. Sementara makam, atau astana, kuburan, pasarean, luasnya belum bertambah. Karena memulasara dan menguburkan mayat itu merupakan tugas orang yang masih hidup, maka biaya penguburannya akan ditanggug oleh yang masih hidup. Bila orang yang meninggal itu hidup sebatangkara dan tidak memiliki harta, maka tetangganyalah yang bertanggung jawab. Di kota-kota besar, bukan saja piknik yang harus membayar karcis masuk, tapi masuk liang lahat pun ada tarifnya. Besarnya tarif retribusi ada aturannya, seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2011. Tarif penyediaan lahan yang digunakan pemakaman Rp37.500,00 per meter persegi untuk dua tahun, penggalian dan pengurugan Rp300.000,00 per makam. Kalau ahli warisnya tidak mampu untuk melakukan daftar ulang, maka Walikota berwenang untuk membongkar makam tersebut dan berhak menggunakannya kembali untuk kepentingan pemakaman. Pada mula berdirinya Kota Bandung awal abad ke 19, belum ada aturan atau kesepakatan masyarakat, bahwa menguburkan mayat harus dipusatkan di suatu tempat yang sudah ditentukan. Pada saat itu belum ada makam komunal. Warga yang meninggal, mayatnya dikuburkan di lahan miliknya, apakah itu di kebun, di pekarangan rumah, atau bila tidak memiliki tanah, maka mayat akan dikuburkan di lahan milik umum, seperti di sempadan


Peta Bandung 1920-an. Sumber: colonialarchitecture

Vol 27 No 3, November 2017

29


Sebaran perluasan perumahan di sebelah selatan kota Bandung. Foto: Deni Sugandi

sungai. Baru setelah adanya Bouwverordening van Bandung (Peraturan Pembangunan Bandung) akhir abad 19, di antaranya mengatur mengenai pembuatan dan pemeliharaan kuburan, baik bagi yang beragama Islam, Kristen, dan kuburan Cina atau sentiong. Dalam Map of Bandoeng, scale 1:25.000 yang terdapat dalam buku Bandoeng: the Mountain city of Netherlands India (SA Reitsma, 1892), nama jalan Banceuy (sekarang) itu masih bernama oude kerkhofweg, jalan kuburan tua. Dinamai kuburan tua karena di sebelah utara jalan ini terdapat sentiong dan kuburan Belanda. Perencanaan dan perluasan kota terus berlangsung. Semula, batas Kota Bandung sebelah timur baru sampai Kacakaca Wetan (gerbang kota sebelah timur) di sekitar Parapatanlima, dan di sebelah barat sampai Kacakaca Kulon (gerbang kota sebelah barat) sekitar Cheneese Tampleweg (Jl Kelenteng),

30

Vol 27 No 3, November 2017

maka pemakaman di sekitar jalan Banceuy itu kemudian dipindahkan ke sentiong Babakanciamis, dan kerkhof Belanda dipindahkan ke Kebonjahe. Jalan yang melintas di sebelah utaranya dinamai Nieuwe kerkhofweg, jalan pemakaman baru, sekarang JL Pajajaran. Selain memindahkan pemakaman ke Kebonjahe (sekitar tahun 1896), Pemerintah kota pun membuat pemakaman Pandu pada tahun 1932. Sentiong Babakan Ciamis dibongkar lagi, lalu oleh keluarga dan ahli warisnya sebagian dipindahkan ke Cikadut. Demikian juga kerkhof Kebonjahe dibongkar, berganti wujud menjadi gelanggang olahraga (GOR) Pajajaran. Data Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung, menuliskan bahwa dari total luas Kota Bandung 16.817.944 hektar itu terdapat Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Bandung seluas 152,36 hektar, yaitu: TPU Sirnaraga (dibuka tahun 1920, luas: 13,13 hektar), Cibarunay (dibuka tahun

1982, luas: 1,54 hektar), Cikutra (dibuka tahun 1950, luas: 11,75 hektar), Maleer (dibuka tahun 1944, luas: 5,43 hektar), Gumuruh (dibuka tahun 1965, luas: 0,97 hektar), Ciburuy (dibuka tahun 1965, luas: 2,3 hektar), Astanaanyar (dibuka tahun 1950, luas: 6,28 hektar), Babakan Ciparay (dibuka tahun 1973, luas: 3,09 hektar), Legokciseureuh (dibuka tahun 1944, luas: 1,64 hektar), Nagrog (dibuka tahun 1990, luas: 24,23 hektar), Rancacili (dibuka tahun 1990, luas: 3,05 hektar), Pandu (dibuka tahun 1932, luas: 11,67 hektar), dan Cikadut (dibuka tahun 1918, luas: 67,25 hektar). Ditambah pemakaman yang dikelola oleh keluarga, yayasan, Kompleks perumahan, dan oleh pemakaman yang dibuat khusus oleh perusahaan penyedia lokasi dan jasa pemakaman bagi yang mampu membeli kapling jauh sebelum malaikat maut menjemput. Dengan jumlah penduduk yang terus melejit, seperti data yang diterbitkan oleh BPS Kota Bandung tahun 2017,


bahwa kota Bandung yang dibagi ke dalam 30 kecamatan dan 151 kelurahan, jumlah penduduknya pada tahun 2016 sebanyak 2.490.622 orang, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,37 per tahun. Di sinilah letak permasalahannya. Kuburan sering terabaikan dalam perencanaan kota dan daerah. Kuburan yang paling akhir dibangun di Kota Bandung pada tahun 1990 di Nagrog, sudah 27 tahun. Sementara TPU Sirnaraga sudah 97 tahun.

Perkembangan kota yang terus mencaplok lahanlahan yang berada di tengah dan pinggiran kota dengan sangat rakus, tidak menutup kemungkinan astana sebagai lahan strategis di tengah kota menjadi korbannya. Para ahli waris dari yang sudah meninggal jangan dulu tenang ketika mayat sudah mendapatkan kapling di pemakaman. Sebab, bila ada investor yang sangat tertarik dengan lokasi yang sangat srategis di tengah kota, jatah 2,5 meter persegi bagi jasad yang sudah meninggal itu akan digusur juga. Dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2011, Walikota dengan persetujuan DPRD, dapat menetapkan perubahan peruntukan tanah makam untuk pembangunan yang menyangkut kepentingan umum sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK).

Ketika ketersediaan luas lahan pemakaman semakin berkurang, sementara jumlah penduduk kota semakin bertambah, sesungguhnya bukan saja perumahan untuk warga kota yang hidup yang harus mendapatkan jalan keluarnya, tapi juga astana bagi warga kota. Namun, sayang, TPU justru sering luput dari perencanaan kota dan daerah. Para ahli dapat menentukan kriteria lahan yang paling baik untuk dijadikan TPU. Misalnya: tanahnya merupakan tanah yang paling tidak subur (podsolik merah-kuning), lahan yang tidak produktif, bukan respan air, dan tidak berada di kawasan yang rawan longsor. Upaya pencarian lahan untuk pemakaman yang memenuhi kriteria itu adalah tugas mulai dari para ahli. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakanan, dinyatakan, “Penunjukan dan penetapan lokasi tanah untuk keperluan tempat pemakaman umum dilaksanakan oleh Kepala Daerah untuk masingmasing Daerah Tingkat II di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah”. Gubernur Jawa Barat menjawab semakin berkurangannya tempat pemakaman itu dengan menyediakan pemakaman, namun sayangnya TPU dengan peruntukan khusus di lingkungan Pemda Jawa Barat, seperti yang tercantum dalam “Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Taman Makam Purba Bakti Negara (TMPBN)” yang berada di Desa Sindangsari, Kecamatan Sukasari, Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Luas TMPBN 10 hektar itu hanya untuk “memakamkan jenazah pejabat Negara dan aparatur Pemerintah Daerah yang wafat atau tewas pada saat purna bhakti atau sedang

dalam masa tugas kedinasan, meliputi: a. Gubernur dan Mantan Gubernur beserta isteri/suami; b. Wakil Gubernur dan Mantan Wakil Gubernur beserta isteri/suami; c. Anggota DPRD dan Mantan Anggota DPRD; dan Pegawai Negeri Sipil dan Mantan Pegawai Negeri Sipil beserta isteri/suami”. Dalam sulitnya mencari lahan kuburan, bila saja Pemda Jawa Barat Peduli kepada warganya, lahan seluas 10 hektar itu setengahnya saja status hukumnya diganti menjadi TPU, ini akan mengurangi beban masyarakat yang kesulitan mendapatkan tempat yang layak saat hidup dan pemakaman yang layak saat meninggal. Lima hektar saja lahan itu yang berubah status menjadi TPU, dapat menampung paling banyak 20.000 jenazah, dengan perhitung mengunakan Pedoman Dinas Cipta Karya DPU tahun 1987, bahwa standar lahan untuk satu jiwa yang meninggal dunia dibutuhkan lahan seluas 2,5 meter persegi. Dengan perhitungan itu, maka lahan seluas satu hektar dapat menampung kurang lebih 4.000 jenazah, belum diambil untuk gang dan jarak antara makam bagi peziarah. Karena memulasara dan menguburkan jenazah adalah kewajiban bagi yang hidup, maka yang masih hidup berkewajiban menyediakan TPU. Karena ada otoritas Negara di setiap kabupaten dan kota, maka otoritas Negara itulah harus hadir dalam menyediakan TPU yang layak bagi warganya.* Penulis adalah anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung Catatan: Tulisan ini pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat, dengan beberpa perbaikan dan tambahan.

Vol 27 No 3, November 2017

31


Dinding tegak tebing di Pantai Watu Parunu, disusun tuff dan batugamping setinggi kurang lebih 30 meter

32

Vol 27 No 3, November 2017


Mengupas Bumi Watuparunu Teks dan Foto: Novi Kristianti Nduru

Bila kita memutari sisi tertimur Pulau Sumba menuju sisi selatan tampak singkapan batuan yang berbeda dengan perbukitan botak yang dihiasi oleh tonjolan batuan

kapur dan rumput coklat di daerah Waingapu. Mulai

memasuki kawasan Rindi, mulai terlihat hijau di sana-

sini. Batuan karang yang menonjol pun tampak berkurang kemudian perlahan hilang. Semakin ke Selatan, semakin sejuk pemandangan yang terlihat. Setelah 3 jam lebih

berkendara, tibalah di tempat yang sudah direncanakan yaitu di Pantai Watuparunu di Desa Lain Djanji, Kecamatan Wulla Waijelu.

Vol 27 No 3, November 2017

33


Singkapan perlipatan di sisi timur tebing Pantai Watu Parunu.

Di kejauhan tampaklah bukti sejarah toponimi pantai tersebut yaitu “watu” yang berarti batu dan “parunu” atau pintu. Bukti tersebut berdiri kokoh di antara hempasan ombak-ombak kecil, yaitu batu yang memiliki pintu (lubang) yang terdiri atas dua lubang. Sebelum mendekat ke ‘parunu’ tersebut, ada yang unik di salah satu sisi dinding batuan. Ada sisa cangkang moluska yang tertempel terbalik dan menggantung di salah satu ujung batu. Namun, dia tidak sendiri, melainkan didampingi batuan konglomerat di sisinya. Keduanya merupakan jenis batuan yang diendapkan, di lautan dangkal. Tetapi, pergerakan lempeng bumi, membawanya beranjak dari baringannya di dasar lautan dan kini menggantung di atas pantai. Bisa jadi ribuan atau jutaan tahun yang akan datang cangkang kerang tersebut kembali diselubungi air laut atau bahkan diliputi salju seperti Pegunungan Himalaya yang juga pengangkatan laut dangkal yaitu batuan gamping. Selain konglomerat dan gamping, lebih rinci lagi disebutkan adanya campuran tufa dan batu pasir di geologi Sumba

34

Vol 27 No 3, November 2017

Timur bagian selatan seperti yang tercantum di peta geologi kawasan tersebut. Tufa merupakan hasil letusan atau debu dari gunung api. Di lapangan memang terlihat sekali singkapan batuannya. Batunya ditandai dengan ciri-ciri mudah lapuk dan kekerasannya tak lebih dari 2, bisa dibuktikan dengan tertinggalnya goresan kuku pada permukaan batu. Yang paling keren itu, singkapan tufanya sangat besar dan membentuk dinding tegak lurus dengan permukaan air laut setinggi sekitar 30-35 meter dengan jejak berbentuk gelombang di sisi batuannya.

pengunjung harus menyeberang sungai dua kali. Selain itu juga akan melewati kawasan hutan yang berpohon besar dan lebat. Sungai pertama debit airnya pada musim kemarau hanya seukuran betis orang dewasa sehingga masih bisa dilewati mobil, sementara sungai yang kedua harus dilalui dengan berjalan kaki menyeberang badan sungai yang berlebar hampir 10 meter. Mata air panas tidak jauh dari sungai yang kedua. Jadi, selain dapat menikmati air panas tersebut, pengunjung juga dapat mandi bersih di kali selepas mandi ria di Pantai Watuparunu.

Jejaknya diperkuat dengan adanya sumber mata air panas di salah satu sisi tertutup di Desa Lain Janji. Mata air yang sangat eksklusif. Hanya keluar dari satu lubang sempit di antara batu-batuan dengan debit air yang kecil, palingpaling membutuhkan waktu sekitar 20 detik untuk mencapai jumlah 600 ml. Untuk mencapai mata air tersebut, pengunjung harus menempuh jarak hampir satu kilometer menuju barat dari Pantari Parunu. Kondisi jalannya masih berupa setapak tanah berbatu, dan

Dengan demikian, menikmati keindahan alam disertai bekal pengetahuan merupakan langkah yang praktis untuk menciptakan rasa menghargai dan menjaga alam. Sehingga, metode seperti ini dapat dilakukan oleh pihak pengelola pariwisata untuk mengadaptasi edutourism dengan penyampaian yang menarik dan dimengerti oleh semua kalangan. Penulis adalah pegiat kebumian.


Batu Berpintu di pantai Watuparunu bentukan alam yang terbentuk karena proses erosi. Pantai di Desa Lainjanji yang ditutupi oleh vegetasi jenis tertentu.

Vol 27 No 3, November 2017

35


Dari Malang Untuk Migas Indonesia Tursanti Dewi & Nanda Annisa Bertempat di kota Malang, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI), dan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), bergabung dalam kegiatan bersama, Joint Convention Malang 2017. Empat asosiasi profesi di bidang Minyak dan Gas Indonesia ini bergabung dalam satu tema ‘Natural Resources and Infrastructure Development for National Sovereignty� yang diselenggarakan dalam satu rangkaian dari 25 hingga 28 September 2017. Joint Convention Malang 2017 merupakan event tahunan atau agenda rutin kedua yang dilaksanakan oleh ke-empat asosisasi profesi sejak 2015. Sebelumnya telah dilaksanakan Joint Convention Balikpapan 2015, di ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Di konvensi ini diangkat persoalan yang sangat mendasar, tentang trend perminyakan, gas dan industrinya. Termasuk persoalan industri migas dan komoditas tambang, yang kini jatuh dititik harga terendah sejak dalam kurun waktu satu dekade ini. Sesuai dengan arahan ketua panitia, Fatrial Bahesti menjelaskan bahwa JCM berupaya mencari pemecahan masalah bagaimana sektor bisnis migas bisa tetap dalam kondisi kondusif. Upaya tersebut dibahas dengan menghadirkan para nara sumber dari perusahaan-perusahaan mandiri, badan riset hingga peneliti mandiri yang sama-sama memikirkan jalan keluar dari keterpurukan

36

Vol 27 No 3, November 2017

permasalah migas nasional. Tantangan yang harus dicarikan solusinya bersama-sama di buka dalam sesi diskusi, seminar hingga workshop yang dipandu oleh para ahli geosain, insinyur, dan profesional industri yang terkait. Upaya demikian menjadi harapan ke-empat asosiasi migas, berkumpul untuk memetakan kembali, merencanakan eksplorasi, produksi, investasi energi serta sumber daya alam ke tingkatan bisnis, melalui panduan kebijakan dari pihak pemerintah, dalam hal ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam. Dalam konvensi ini tidak hanya menekankan persoalan penurunan harga migas, tetapi dibahas pula mengenai distribusi dan kelangkaan energi di negara ini. Kelangkaan demikian menjadi pertanyaan mendasar, bahwa negara yang dikarunia sumber kekayaan energi yang melimpah, namun di beberapa daerah terpencil masih mengalami kelanggkaan sumber daya energi seperti Bahan Bakar Minyak/BBM, kekurangan pasokan gas rumah tangga hingga industri, sering terjadi pemadaman listrik dari pelosok hingga kota/kabupaten yang tersebar di Indonesia. Kelemahan ini tentunya tidak seiring dengan dukungan infrastruktur yang memadai, sehingga sangat mempengaruhi turunya iklim investasi di Indonesia. Selain membuka ruang-ruang diskusi melaui seminar dan workshop, event ini mengundang lembaga dan perusahaan swasta yang terkait dengan kegiatan migas. Diantaranya menampilakn pameran

perkembangan dan aplikasi kelimuan di bidang ilmu kegeologian, geofisika, teknik perminyakan, teknik pertambambangan, dan infrakstruktur. Pameran ini diharapkan menjadi jembatan untuk peserta yang hadir dari pelosok Indonesia, dengan disiplin dan keilmuan yang beragam di bidang migas, untuk bertukar informasi, diskusi dan mencari pemecahan, terutama peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang energi di Indonesia. Konvensi ini lahir dari kesepakan empat profesi yang terkait di bidang migas, untuk bergabung mencari kesepahaman, upgrade pengetahuan hingga mencari kesepakatan di bidang migas. Konvensi ini dimulai sejak 2003, yang awalnya melibatkan HAGI dan IAGI, kemudian 2015 mengundang dua asosiasi yang terkait, yaitu AFMI dan IATMI, menyelenggarakan konvensi di Balikpapan. Di JCM 2017 menyajikan 450 makalah teknis dalam bentu oral presentation, poster session, invited session, yang dipresentasikan dari 25 hingga 28 September 2017 secara simultan. Disampaikan oleh para tenaga profesional, mahasiswa, pihak pemerintah terkait hingga komunitas lokal yang sedang atau sudah menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR). JCM ditutup dengan kegiatan post-convention events, diantaranya Golf Competition dan Charity Fun Run pada tanggal 12 November 2017. Penulis adalah PNS di PAGTL BG


Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Ketua IAGI Sukmandaru Prihatmoko. Foto: Deni Sugandi Basuki Hadimuljono memberikan paparan peran ilmu geologi. Foto: Deni Sugandi

Vol 27 No 3, November 2017

37


Dodid Murdohardono

Penafsir Bumi untuk Prasarana dan Sarana Deni Sugandi

Peran geologi teknik sangat penting, dalam

penyelidikan pembangunan konstruksi dan infrastruktur.

Bukan saja pendirian gedung-gedung, namun mencakup segala hal termasuk jembatan, jalan tol hingga

pembangunan mega struktur lainya. Geologi teknik merupakan ilmu terapan untuk mendukung bidang teknis, mengupas pengaruh faktor-faktor geologi terhadap lokasi, disain, konstruksi, pelaksanaan

pembangunan dan pemeliharaan hasil kerja keteknikan. Geologi teknik biasanya berdampingan dengan

keilmuan teknik sipil, dan di Indonesia mulai diterapkan kurang lebih 50 tahun yang lalu.

38

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

39


Pertemuan kami dimulai dengan perbincangan dengan kondisi geologi lingkungan di perkotaan, bersama T Bachtiar. Percakapan dibuka mengupas perihal penurunan muka tanah, atau disebut juga land subsidence yang kini menjadi masalah populer. Walaupun digolongkan sebagai siklus geologi, sedimentasi di daerah cekungan, bisa juga disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah. Kekosongan ruang berbentuk rongga membentuk lubang yang disebut sink hole. (whittaker and Reddish, 1889). Bisa juga karena adanya aktifitas vulkanik dan tektonik. Dalam perbincangan ini kami membahas sedikit tentang penurunan tanah di wilayah ibu kota. Dari catatan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementrian PUPR, Jakarta mengali menurunan muka tanah yang signifikant, antara 5 hingga 12 cm per tahun. Hal ini menjadi ancaman, karena Jakarta akan semakin rentan tergenang air pasang dan banjir. Dalam keterangan selanjutnya, Dodid menjelaskan bahwa akan terjadi dampak lainya, diantaranya meningkatnya resiko kerusakan pada infrastruktur jalan dan jembatan, degradasi bangunan yang diikuti dengan penurunan nilai properti. “ini sudah terjadi di Jakarta, dan wilayah bagian timur Bandung, teruma daerah industri� jelas Dodid. Pembicaraan kami dibuka dengan sesuatu yang menjadi santapannya, bagian dari penelitian geologi lingkungan, terutama rekomendasi tata kota. Pria setengah baya yang dilahirkan di Yogyakarta, 62 tahun yang lalu menjelaskan juga bahwa pengambilan air tanah yang berlebihan, khususnya di daerah industri di Jakarta, menyebabkan penurunan tanah. Hal ini dibenarkan dengan data lapangan bahwa hampir

40

Vol 27 No 3, November 2017

separuhnya, warga Jakarta belum beralih menggunakan air PAM, sehingga berdampak langsung pada penurunan tanah. Bisa dibayangkan bila ini terjadi, maka Jakarta dan sekitarnya akan turun kurang lebih 1,2 meter dalam kurun waktu 10 tahun. Pembukaan wawancara ini ternyata sangat memikat, sehingga melebar tetapi masih berkaitan. Maklum saja, bahasannya mulai dari teknis hingga kebijakan karena ia pernah menjabat sebagai orang nomor satu di lingkungan Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi, sebagai Kepala Pusat dari 2010 hingga 2013. Kini mengajar di STEM Akamigas, Cepu Jawa Timur. Karena domisili di Bandung, maka ia lakukan satu perjalanan pulang dan pergi setiap minggu, antara Cepu dan Bandung, menggunakna moda transportasi kereta api, dikenal PJKA disingkat plesetan Pulang Jumat Kembali Ahad. Lahir di kota istimewa yang pernah disebutkan oleh Sri Sultan, dituangkan dalam Amanat 5 September, bentuk dukungan Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat terhadap pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjadikan Yogyakarta menjadi kota istimewa. Dalam administratif disebtu Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui putusan Mahkamah tentang UndangUndanga Nomor 23 Tahun 2004, dengan alasan sejarah. Di kota inilah Dodid kecil besar, menuntut ilmu mulai dari sekolah dasar, menengah hingga atas. Lahir dengan nama lengkap Dodid Murdohardono M. 29 September 1955, dari keluarga sederhana. Kecintaannya terhadap keilmuan geologi lahir saat kecil mengikuti kegiatan pramuka. Kegiatan cinta

alam ini menggiringnnya untuk memperdalam pemaknaan alam dari segi sains, bahwa segala sesuatunya selalu melalui proses pembentukan. Proses-proses pembentukan alam inilah yang selalu menarik minatnya, saat ia aktif di kegiatan kepramukaan menjelang akhir di sekolah menengah atas di Yogyakarta. Tanpa dorongan keluarga, Dodid muda melanjutkan pilihannya melalui tes dan diterima di jurusan Geologi kampus negeri Yogyakarta. 1981 ia menuntaskan kuliahnya di Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Walaupun berbekal pernyataan lulus sarjana dan belum diwisuda, ia memberanikan diri untuk mencari lowongan pekerjaan di lingkungan Badan Geologi. Melalui informasi alumni UGM, ia dikenalkan dengan direktur Direktorat Geologi Tata Lingkungan yang kini Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PAGTL). Pada November 1981 bergabung sebagai honorer di lingkungan PAGTL, dan diangkat Calon Pegawai Negeri Sipil 1983. Selama kuliah ia menyambi beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan geologi teknik. Pematangan di jurusan inilah yang kira-kira membawanya menekuni bidang keilmuan ini. Tahun 1979 hingga 1980 pernah terlibat dalam pekerjaan Contruction Plan of Dams di Kali Samin, duduk sebagai asisten geologi. Dan sebelumnya 1979 sebagai asisten praktikum Geologi Dasar dan Mineral Optik di Jurusan Teknik Geologi, UGM. Penelitian-penelitian inilah yang mematangkannya menjadi ahli geologi teknik, yang berperan dalam pembangunan konstruksi bangunan, jembatan hingga jalan tol. Kini Dodid duduk sebagai dosen dan Kepala Unit Penjaminan Mutu


Ekspresi saat menjelaskan geologi teknik. Foto: Deni Sugandi

di Sekolah Tinggi Energi dan Mineral Aka Migas Cepu, yang biasa disingkat STEM Akamigas. Tugasnya selain mengajar, mengembangkan peneratan Sistem Penjaminan Mutu, akreditasi, mulai dari penyusunan Manual Mutu, Prosedur Mutu, Standar Mutu hingka perangkata Audit Mutu di lingkungan STEM Akamigas. “Siswanya berasal dari beragam latar belakang lembaga, hingga perorangan, baik dari Pertamina, oil company, dari dinas-dinas pemerintahan hingga kini paling banyak dari umum� jelas Dodid. Kecintaanya mengajar sebenarnya tidak ada dalam kamusnya, terbukti saat duduk di semester terakhir, dosen pembimbingnya menyarankannya untuk menduduki jabatan dosen, namun ia tolak. Namun selepas jabatannya sebagai Kepala Pusat di Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan, ia melanjutkan karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai

pejabat fungsional oleh pejabat berwenang dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk mendidik, mengajar atau/melatih PNS pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah, disebut Widyaiswara. Dodid menjelaskan bahwa peran geologi teknik sangat penting, dalam penyelidikan pembangunan konstruksi dan infrastruktur. Bukan saja pendirian gedung-gedung, namun mencakup segala hal termasuk jembatan, jalan tol hingga pembangunan mega struktur lainya. Geologi teknik merupakan ilmu terapan untuk mendukung bidang teknis, mengupas pengaruh faktorfaktor geologi terhadap lokasi, disain, konstruksi, pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan hasil kerja keteknikan. Pengetahuan ini telah diadaptasi dan diterapkan beberapa abad yang lalu, contohnya adalah pembangunan candi-

candi yang tersebar di negeri ini. Peran geologi teknik muncul dari penentuan tempat, pemilihan batu yang disusun hingga pemeliharaan bangunan, yang hingga kini masih bisa kita saksikan. Geologi teknik biasanya berdampingan dengan keilmuan teknik sipil, dan di Indonesia mulai diterapkan kurang lebih 50 tahun yang lalu. Peran geologi teknik adalah intepretasi dari hasil-hasil penelitian ahli geologi; pengungkapan jenisjenis batuan, sifat, mekanik dan perkiraan pada struktur bawah tanah, bentuk lapangan dan hidrologi. Dibaca juga proses yang berlangsung seperti endogen dan eksogen yang dapat berpengaruh pada bangunan. Intepretasi geologi teknik kemudian menjadi dasar-dasar penyusunan konsep, perencanaan dan konstruksi yang akan dilaksanakan oleh ahli teknik sipil.

Vol 27 No 3, November 2017

41


Saat liburan beserta keluarga di Borobudur. Foto: Dokumen Pribadi

Salah satu kegiatan aplikasi teknis geologi teknik, dalam mendukung konstruksi rencana jalur pipa pembuangan sedimen waduk Mrica. Geologi teknik memberikan informasi mengenai kondisi geologi untuk mendukung kegiatan perencanaan konstruksi sipil, salah satunya untuk kegiatan survey awal kelayakan lokasi untuk jalur pipa pembuangan sedimen. Ahli geologi teknik tidak hanya di lapangan, namun ada pula kegiatan penelitian yang dilakukan di dalam laboraratorium. Untuk kegiatan lapangan meliputi pengamtan kondisi mekanika tanah dan batuan, yang dapat teramati secara langsung untuk mengetahui tingka tkekuatan tanahm dari tanah bagian atas hingga tanah lapuk ringan. Penelitian lapangan ini biasanya menggunakan alat disebut Sondir. Data tersebut diintepretasi dalam bentuk laporan rekomendasi untuk rekonstruksi bangunan penopang pipa dan memadukan

42

Vol 27 No 3, November 2017

data dari sumur uji (test pit). Penelitian di laboratoruium meliputi pengujian physical properties, seperti pengukuran berat jenis tanah, kadar air dan atterberg limits. Pengujian sondir test merupakan salah satu pengujian penetrasi yang bertujuan untuk mengetahui daya dukung tanah pada setiap lapisan serta mengetahui kedalaman lapisan pendukung yaitu lapisan tanah keras. Hal ini dimaksudkan agar dalam mendesain pondasi yang akan digunakan sebagai penyokong kolom bangunan diatasnya memiliki factor keamanan (safety factor) yang tinggi sehingga bangunan diatasnya tetap kuat dan tidak mengalami penurunan atau settlement yang dapat membahayakan dari sisi keselamatan akan bangunan dan penghuni didalamnya. Uji Sondir dapat digunakan untuk mengetahui profil tanah, kepadatan relatif (untuk pasir), kuat geser tanah, kekakuan

tanah, permeabilitas tanah atau koefisien konsolidasi, kuat geser selimut tiang, dan kapasitas daya dukung tanah. Banyak terjadi kegagalan struktur (bangunan roboh/ runtuh) akibat tidak diperhatikan pentingnya pengujian soil test ini, untuk itu sangat disarankan untuk melakukan pengujian tanah (sondir) ini, sehingga dapat didesain jenis pondasi yang aman dan efektif sesuai dengan karakteristik tanah dari bangunan yang akan dibangun. Karir profesionalnya dimulai pada 1 Maret 1983 duduk sebagai staf Seksi Pemetaan Geologi Teknik, di Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral. Tahun berikutnya 1997 pernah menjabat Tim Pakar Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta, sekaligus di tahun yang sama sebagai Dosen tidak tetap pada program Spesialis I, pengembangan Sumber Daya Air,


Bersama keluarga besar. Foto: Dokumen Pribadi

kerjasama Kementrian Pekerjaan Umum dan ITB. Kemudian 1998 sebagai Kepala Seksi Geoteknik di DGTL. 1989 mengikuti pendidikan Pasca Sarjana Program Master of Science di Geotechnology di Universitas Lulea, Swedia. Penelitian lapangan untuk memenuhi jenjang S2, ia mengambil sampling dan penelitian di Terminal Purwokerto, Jawa Tengah. 1989 survey Peta Geologi Teknik Kota Administratif Purwokerto, yang disampaikan pada Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI keXVIII di Yogyakarta. 1992 membuat Guidelines for Surficial Geological Mapping, Environmental Geology for Landuse and Regional Planning, hasil kerja sama dengan German Environmental Geology Advisory Team for Indonesia and Directorate of Environmental Geology tahun 1992. Selain sebagai nara sumber dan laporan-laporan penelitian, ia

pernah terlibat dalam penyusunan peraturan, diantaranya duduk sebagai Tim Penyusunan Keputusan Presiden Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah Indonesia, Tim Penyusun Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 20111 tentang Kebijakan Nasional Sumber Daya Air, di Dewan Sumber Daya Air Nasional. Tim Penyusunan Peraturan Presiden Nomer 88 Tahun 2012 tentang Sistim Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi, Tim Penyusun Peraturan Menteri Nomer 15 Tahun 2012 tentang Penghematan Penggunaan Air Tanah, Badan Geologi. Tim Penyusun Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Kriteria Kawasan Peruntukan Pertambangan, Tim Peninjauan Kembali Peraturan Pemerintah Nomer 26 Tahun 2008 tentang RTRWN sektor ESDM dan Tim Peninjauan Kembali Keputusan Presiden Nomer 54 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Jabodetabekpuncur, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. Selama karirnya, telah menghasilkan 68 laporan penelitian lapangan dari 1982 hingga 2009. Sejak 2007 duduk sebagai Kepala Seksi Informasi sebagai P2K, diantaranya merencanakan Museum Karts di Pracimantoro, kemudian di dimulai pembangunan pada 2009. 1982 bertemu dengan calon istri asli dari Singaparna Tasikmalaya, kemudian setahun kemudian Desember 1983 menikah dan dikaruniai lima anak, dan anak pertama lahir 1985. Penantian panjang ini karena istri belum bisa menyesuaikan dengan tugas seorah ahli geologi, yang harus penelitian di lapangan berbulan-bulan. Dodid dan keluarga kini tinggal di sekitar daerah utara Bandung. Penulis adalah anggota dewan redaksi BGTL & fotografer kebumian.

Vol 27 No 3, November 2017

43


Menteri ESDM Ignasius Jonan membuka Pekan Pertambangan & Energi Expo 2017 secara simbolis. Para Penerima Penghargaan “ Subroto Award 2017� Jakarta Theater.

44

Vol 27 No 3, November 2017


Seputar Hari Pertambangan Teks dan Foto: Donny Hermana

Selasa, 26 September 2017, Menteri ESDM buka Pekan Pertambangan & Energi Expo 2017.

Menteri Energi

dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan membuka Pekan Pertambangan dan Energi pada Selasa 26

Septmeber 2017 di J.W. Marriott Hotel Jakarta, Kegiatan dihadiri lebih dari 500 undangan termasuk hadir Menteri Perindustrian, Wakil Menteri Keuangan, Wakil Menteri ESDM, Mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro serta para pimpinan BUMN di Sektor ESDM.

Vol 27 No 3, November 2017

45


Sebelum acara pembukaan Pekan Pertambangan dan Energi terlebih dahulu disampaikan Laporan Ketua Panitia Pelaksana Ananda Idris, dalam laporannya Ananda Idris menyatakan bahwa Kementerian ESDM berkomitmen untuk terus menyempurnakan tata kelola yang mendorong peningkatan investasi pada sektor energy di Indonesia. Keberadaan ESDM di Indonesia lebih dari 130 tahun, sejarah ini tidak terlepas dari perjuangan dan kerja keras putra putri bangsa Indonesia. Sebagai ucapan syukur atas pencapaian ESDM, di Hari jadi pertambangan dan Energi yang jatuh pada tanggal 28 September serangkaian kegiatan akan dilaksanakan. Dalam memperingati Hari jadi Pertambangan dan Energi Tahun 2017, ESDM memberikan kepercayaan kepada INDOMINERGY (Indonesia Mining & Energy) untuk berkontribusi dalam Pertambangan dan Energi Expo 2017. Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan adalah seminar, Lokakarya, dan Pameran. Seminar tersebut dimaksudkan sebagai wadah untuk mempublikasikan kebijakan yang penting di sector ESDM untuk diketahui seluruh pemangku kepentingan di sektor ESDM. Sedangkan lokakarya dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada pegawai dan karyawan agar semakin produktif dalam bidang masing-masing. Adapun pameran dimaksudkan sebagai sarana promosi bagi perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan di lingkungan ESDM. Dalam pengantar Pembukaan Pekan Pertambangan dan Energi Menteri ESDM menyampaikan bahwa Kementerian ESDM berkomitmen untuk terus menciptakan tata kelola yang mendorong peningkatan investasi sekaligus mewujudkan energy berkeadilan bagi rakyat Indonesia. Sektor ESDM dengan investasi lebih daru US$ 27 miliar

46

Vol 27 No 3, November 2017

tahun 2016, merupakan prime mover bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Keberadaan sektor ESDM Indonesia telah dimulai lebih dari 130 tahun yang lalu. Berbagai perubahan fundamental telah dilalui oleh sector ini, termasuk perubahan rezim kontrak, reformasi kelembagaan dan prioritas pengembangan energy. Kematangan dan capaian sektor ini merupakan buah kerja keras dan pengalaman seluruh pemangku kepentingan sektor ESDM. Sejarah ESDM tidak lepas dari perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Memperingati hal tersebut, pada tanggal 28 September telah ditetapkan sebagai Hari Jadi Pertambangan dan Energi. Tahun ini. Hari jadi Pertambangan dan Energi akan diperingati dengan berbagai rangkaian kegiatan selama bulan September 2017 (“Pekan Hari Jadi Pertambangan dan Energi”), mulai dari Pertambangan dan Energi Expo, Malam Penghargaan Energi (“Subroto Award”), Bakti Sosial, Ziarah hingga Upacara Bendera.

Menteri ESDM Pimpin Apel HUT Pertambangan Dan Energi Ke-72 KAMIS, 28 SEPTEMBER 2017 Humas – Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan memimpin Apel Hari Ulang Tahun Pertambangan dan Energi ke-72 yang jatuh tepat hari ini, Kamis (28/9). Rangkaian Apel HUT Pertambangan ini diisi dengan pembacaan sejarah singkat dan Keputusan Presiden Penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi, pemberian Bintang Jasa, serta penampilan Marching band dari Locomotive PT-KAI. Penetapan hari Jadi pertambangan Dan Energi didasari dengan dua peristiwa penting yang bernilai

sejarah, pengambil alihan gedung Chishitsu Chosacho (Jawatan Pertambangan dibawah Pemerintahan Jepang) dan penggantian nama lembaga menjadi Jawatan Tambang Geologi pada tanggal 28 Oktober merupakan landasan utama ditetapkannya Hari Pertambangan Dan Energi. Perayaan apel HUT Pertambangan Dan Energi ini dilaksanakanan dalam rangka meneladani perjuangan, pengorbanan dan pikiran-pikiran terbaik dari para pendahulu kita. “ Saya berharap suatu ketika rangkaian sejarah ini bisa tersambung begitu rupa, dan hadir disini seluruh Menteri yang pernah memimpin Kementerian ini dengan segala kompleksitas dan tantangannya masing-masing,” ujar Jonan dalam sambutannya. Ignasius Jonan berterima kasih kepada Purnomo Yusgiantoro, yang telah mengusulkan tanggal 28 September sebagai hari jadi pertambangan dan energi.“Kita menyampaikan kepada pendahulu kita, Purnomo Yusgiantoro yang telah mengusulkan 28 September sebagai Hari jadi pertambangan Dan Energi dan kemudian ditetapkan oleh Presiden ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,” ujar Ignasius Jonan Sebelum melaksanakan apel, rangkaian HUT Pertambangan Dan Energi telah diawali dengan ziarah ke makam Arie Frederick Lasut di TPU Sasanalaya, Yogyakarta. A.F. Lasut adalah seorang Geolog professional, seorang pembelajar yang dari waktu ke waktu prestasinya sangat membanggakan dan ketika pemerintah berpindah dari Jepang ke Belanda.”Sebetulnya beliau bisa memilih hidup tenang berkolaborasi dengan pemerintah pendudukan karena sepanjang 19451949 yang datang kepada beliau bukan saja tekanan, bukan saja teror, tapi juga rayuan-rayuan, godaan himbauan untuk bergabung kepada pemerintah pendudukan Belanda dan beliau memilih jalan lurus


Tabur Bunga di Makam Pahlawan AF Lasut Sasanalaya Yogjakarta 22 September 2017

memilih jalan membela bangsanya yang barusaja melalui masa transisi,” lanjut Jonan. “Perjuangan Arie Lasut dan para pemuda, adalah perjuangan yang ditempatkan dalam kontek memindahkan kekuasaan dan lainlain dalam tempo yang sesingkat singkatnya dan secara seksama. Diantara data dan informasi yang dikejar Pemerintah Belanda adalah informasi mengenai kekayaan bumi kita,” lanjut Jonan . Heroisme beliau-beliau lanjut Jonan dapat kita jadikan teladan terus-menerus dan berjuang hari ini konteksnya berbeda, tidak perlu menyabung nyawa seperti A.F.Lasut, hanya butuh kejernihan berpikir, kebersihan hati dan kelurusan sikap kita, meskipun kita memerlukan spirit yang sama. Spirit untuk memperjuangkan sebesarbesar kemakmuran masyarakat,

memperjuangkan hak publik diatas segala kepentingan yang lain. Rangkaian kegiatan memperingati HUT Pertambangan Dan Energi ke-72, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan beserta jajaran Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kementerian ESDM melakukan tabur bunga di makam Arie Frederick Lasut seorang Pahlawan Kemerdekaan yang berkontribusi besar terhadap dunia pertambangan yang berada di Taman Pemakaman Umum (TPU) Sasanalaya, Yogyakarta. Jumat, 22/9.

hormat yang sebesar-besarnya atas keridhoan dan keikhlasan juga pengorbanan A.F. Lasut dalam mengabdi kepada perjuangan demi kejayaan nusa dan bangsa . “Kami bersumpah dan berjanji perjuangan para pahlawan adalah perjuangan kami juga, dan jalan kebaktian yang ditempuh adalah jalan kami juga,” ujar Sudirman Said sesaat sebelum meletakkan karangan bunga di makam A.F. Lasut. Sabtu (23/9).

Mengawali acara ziarah, dibacakan riwayat hidup A.R.Lasut oleh Kepala Pusat Survei Geologi Muhammad Wafid A.N. Dilanjutkan dengan mengheningkan cipta yang dipimpin langsung oleh Menteri ESDM.

“Kami berdoa agar arwah para pahlawan diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan ditempatkan pada tempat yang sebaik-baiknya,” lanjut Jonan. Usai berdoa, Menteri ESDM beserta Keluarga Besar A.F. Lasut yang hadir meletakkan karangan bunga dan menaburkan bunga di makam A.F.Lasut dan istrinya, Nieke Maramis.

Dalam sambutannya Menteri ESDM, Ignasius Jonan menyatakan

Penulis adalah humas di PSG, Badan Geologi.

Vol 27 No 3, November 2017

47


Bentuk prasasti Batu Linggau.

48

Vol 27 No 3, November 2017


Jejak Peradaban Megalitik di Gunung Malabar Teks dan Foto: Rendy Rizky Binawanto

Peninggalan yang diperkirakan berasal dari Kerajaan

Malabar ini sering ditemui sekitar lereng utara gunung. Salah satunya berada di areal Kampung Citiis, Desa

Baros, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebagian peninggalan ini telah diamankan

oleh seorang tokoh masyarakat yang peduli terhadap peninggalan leluhur. Peninggalan yang berhasil

diamankan di antaranya Prasasti Batu Tapak, menhir, Batu Linggau, dan Batu Gamelan. Sementara itu,

peninggalan lainnya masih berada di kompleks gunung

berupa Prasasti Batu Pedang, Pasir Kuda, dan beberapa bentuk prasasti yang diperkirakan bekas peninggalan megalitik Malabar kala itu.

Vol 27 No 3, November 2017

49


(Atas) Dinding tegak yang membentuk lembah Gunung Malabar (Kanan atas) Kerucut Gunung Malabar dari arah selatan. (Kanan bawah). Diduga prasasti Batu Tapak di bongkah batu andesit.

50

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

51


Jejak-jejak kepurbakalaan di tepian Cekungan Danau Bandung Purba masih tersimpan dan harus ditelaah lebih lanjut untuk proses ekskavasi. Berbagai peninggalan yang ditemukan dalam lintas peradaban masih terus ditemukan dalam lingkup mangkuk besar Bandung. Ketidaktahuan masyarakat terhadap objek-objek penting ini menjadi perhatian para ahli arkeolog dan sejarawan untuk menyelamatkan situs yang ditemukan. Dulu di tanah Priangan, khususnya Bandung, setidaknya berdiri beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan kecil tersebut adalah Kerajaan Malabar, di antara lereng Gunung Malabar yang hingga kini masih perlu dikembangkan lebih lanjut di manakah titik sebenarnya keberadaan kerajaan tersebut. Namun, kian berkembangnya zaman, peninggalan objek yang diperkirakan berasal dari Kerajaan Malabar satu per satu mulai ditemukan. Di antaranya dapat diselamatkan dan disimpan dengan baik oleh tokoh-tokoh masyarakat. Gunung Malabar (+2343 M.dpl) yang merupakan titik tertinggi dari cekungan selatan Bandung adalah gunung api yang sudah tidak aktif. Letusan besar terakhir kala itu seperti yang diungkapkan oleh R. SoeriaAtmadja dan kawan-kawan (1991), setidaknya terjadi sekitar 4,4 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Letusannya mengeluarkan material vulkanik berupa lava, tufa, dan breksi, hingga batu apung dan mengisi lembahlembah gunung dengan material utamanya adalah lava andesit.

52

Vol 27 No 3, November 2017

Bila berkunjung ke kawasan gunung tersebut akan sangat mudah menemui bongkahan andesit mulai sebesar kepalan tangan hingga sebesar rumah. Keberlimpahan material batu yang terdapat di kawasan gunung ini menjadi modal untuk Kerajaan Malabar berkembang. Mereka dapat membuat arca, monumen atau prasasti sebagai ciri dari bahan dasar batu andesit. Beberapa batuan menhir yang tertata pun ditemukan di area kawasan Gunung Malabar. Ini menandakan bahwa tradisi megalitik Kerajaan Malabar memang menempati lereng gunung api tersebut. Peninggalan yang diperkirakan berasal dari Kerajaan Malabar ini sering ditemui sekitar lereng utara gunung. Salah satunya berada di areal Kampung Citiis, Desa Baros, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebagian peninggalan ini telah diamankan oleh seorang tokoh masyarakat yang peduli terhadap peninggalan leluhur. Peninggalan yang berhasil diamankan di antaranya Prasasti Batu Tapak, menhir, Batu Linggau, dan Batu Gamelan. Sementara itu, peninggalan lainnya masih berada di kompleks gunung berupa Prasasti Batu Pedang, Pasir Kuda, dan beberapa bentuk prasasti yang diperkirakan bekas peninggalan megalitik Malabar kala itu. Prasasti Batu Tapak Ada dua buah Batu Tapak yang dianggap sebagai prasasti yang kini diamankan oleh tokoh masyarakat sekitar. Yang pertama bongkah batu andesit berdiameter kurang lebih 70 cm. Bentuknya sangat unik.

Pada alas batu yang datar ada sebuah jejak telapak kaki kiri yang melengkung tajam di ujung jemarinya. Warga menamainya sebagai Batu Tapak Jin. Anggapan tersebut berdasarkan pada imajinasi dan pemikiran mereka tentang proses pembuatan jejak kaki tersebut. Karena tidak mungkin bila seorang manusia biasa yang melakukan hal demikian pada sebuah batu berbahan padat seperti lava andesit. Bongkah batu yang kedua tidak kalah misterius. Jejak telapak kaki kanan yang berukuran lebih besar daripada yang pertama membekas pada alas batu berbentuk prisma segi empat. Bentuknya membulat berbeda dengan Batu Tapak yang pertama. Jika dilihat, ukuran telapak kaki pada bongkah batu yang kedua ini dua kali lebih besar dari ukuran kaki orang dewasa pada umumnya. Diperkirakan jejak tersebut berasal dari manusia bertinggi besar. Penemuan prasasti tersebut menjadi pembuka hipotesis untuk dikembangkan lebih lanjut mengenai kajian ilmu arkeologi dan antropologi yang terdapat di sana. Penemuan itu pun membuka tabir mengenai jejak peradaban yang dahulu mendiami gunung api tersebut, bahwa kemungkinan besar Kerajaan Malabar saat itu memang menempati lereng utara Gunung Malabar. Prasasti Batu Gamelan Selain dua buah batu yang mempunyai nilai arkeologi, ada pula sebuah batu yang dikira warga sebagai alat musik pada zaman batu. Bongkah batu


Batu yang dimaknai seperti alat musik pukul, disebut Batu Gamelan di lereng Gunung Malabar.

andesit berbentuk segi panjang dengan panjang 50 cm x 120 cm dan tinggi 20 cm itu dipercaya sebagai alat musik peradaban saat itu. Bongkah batu andesit ini memiliki tiga nada yang berbeda dan nyaring. Layaknya mata alat musik gamelan yang terbuat dari perunggu maupun berbahan kuningan, batu andesit ini pun memiliki suara yang sama dengan alat musik gamelan. Batu andesit yang dikenal sebagai Batu Gamelan ini ditemukan pada situs megalitik lainnya, seperti yang ditemukan di Leles, Garut, dan juga di Cianjur, Jawa Barat. Gunung Malabar pun menjadi tempat berpijaknya sang Bujangga Manik, rahib dari Kerajaan Sunda. Dalam

perjalanannya menemui tempattempat suci dari Jawa hingga Bali pada abad ke-15, ia mengunjungi Gunung Malabar di selatan Bandung sebelum akhirnya berpijak ke Gunung Patuha. Kunjungannya ke Malabar sangat mungkin dengan alasan keberadaan leluhur dirinya yaitu Kerajaan Malabar. Penemuan benda-benda pusaka kuno seperti arca dan prasasti ini memunculkan hipotesis yang beragam. Ditambah pula dengan cerita rakyat atas keberadaan sebuah peradaban yang pernah menempati titik tertentu, memang perlu diadakannya penelitian lebih lanjut. Folklor yang berkembang di kalangan masyarakat menjadi penting untuk dikaji dan menyatukannya

dalam kajian disiplin ilmu yang terkait. Ini menjadi salah satu kekayaan sejarah yang terdapat di bumi Nusantara. Sangat baik bila nantinya dikembangkan menjadi objek belajar bersama. Namun, untuk menjalankan hal tersebut para ahli harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dan masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga situssitusnya. Jangan sampai situssitus tersebut dijadikan alat tempat bisnis atas nama pribadi. Dan apabila dapat dikelola dengan baik, kekayaan budaya sejarah Indonesia dapat menjadi bahan ajar yang baik kepada anak cucu kita nanti. Penulis adalah pegiat kebumian, mahasiswa Geografi Universitas Bale Bandung.

Vol 27 No 3, November 2017

53


Kenampakan aliran Sungai Pateteyang di saat musim kemarau, dengan bongkah – bongkah batuan berumur Trias - Kapur

54

Vol 27 No 3, November 2017


Pateteyang,

Mengalir di Batuan Tua Bantimala Teks dan Foto: Agustina Djafar

Sungai Pateteyang selain menyimpan bukti sejarah tentang pembentukan Pulau Sulawesi, sungai ini

memiliki panorama yang sangat indah, rindangnya

pohon di pinggir sungai menambah kesejukan sungai tersebut, sehingga sangat baik untung dikembangkan menjadi salah satu jalur geowisata.

Pelangi di selatan pantai Ujunggenteng. Foto: T. Bachtiar

Vol 27 No 3, November 2017

55


Singkapan olisostrome di Sungai Pateteyang.

Sungai Pateteyang merupakan cabang Sungai Pangkajene, yang mengalir relatif arah timur laut – barat daya di daerah Bantimala, Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Nama sungai ini tidak seterkenal nama Bantimala dengan Kompleks Tektonik Bantimalanya, yang terkenal dengan batuan bancuhnya (melangÊ Bantimala). Daerah Bantimala terletak sekitar 70 km arah utara dari kota Makassar, dan dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat melalui jalur perbukitan sekitar dua jam perjalanan. Setelah melewati Kota Maros, di sisi kiri dan kanan jalan terlihat hamparan persawahan dan empang berlatar deretan perbukitan batugamping (kars), membentuk morfologi yang menyerupai

56

Vol 27 No 3, November 2017

kars menara (tower karst), yang merupakan salah satu ciri khas kars Maros - Pangkep. Selain itu dalam perjalanan menuju Bantimala, kita akan melewati salah satu wilayah konsesi pertambangan, yaitu pabrik semen milik PT. Semen Tonasa, yang merupakan pabrik semen terbesar di Kawasan Indonesia Timur. Kondisi jalanan sebelum memasuki daerah Bantimala relatif sempit dan berkelok-kelok, di antara tebing dan jurang, sehingga perlu kehati-hatian.

Sungai Pateteyang mengalir di lembah yang termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bantimala. Untuk menuju sungai ini, pengunjung harus menurungi lereng dengan kemiringan berkisar 45 derajat, dari pinggir jalan melalui

perkebunan milik warga. Sungai Pateteyang merupakan salah satu lokasi tipe tersingkapnya batuan tua di Kompleks Tektonik Bantimala. Jika ingin menyusuri sungai ini sebaiknya dari arah hulu sungai, tempat tersingkapnya batuan yang lebih tua (kompleks akresi Bantimala), dan pada saat musim kemarau sehingga debit air sungai tidak terlalu tinggi dan aliran sungai tidak deras. Sungai Pateteyang merupakan sungai periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim hujan volume airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau volume airnya sedikit. Di beberapa tempat dijumpai jeram sungai, dan butuh tenaga ekstra untuk melintasi jeram tersebut. Selain itu banyaknya bongkah-bongkah berukuran besar di pinggir sungai, memberikan sensasi


Singkapan rijang radiolaria di Sungai Pateteyang yang telah mengalami perlipatan.

tersendiri dalam menyusuri sungai ini.

Sungai Pateteyang selain menyimpan bukti sejarah tentang pembentukan Pulau Sulawesi, sungai ini memiliki panorama yang sangat indah, rindangnya pohon di pinggir sungai menambah kesejukan sungai tersebut, sehingga sangat baik untung dikembangkan menjadi salah satu jalur geowisata. Kompleks Tektonik Bantimala Batuan yang tersingkap di Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak Zaman Trias sampai Kuarter.

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bantimala merupakan bagian dari tepian Kalimantan Timur (Sundaland) yang terpisah sejak kala Miosen bersamaan dengan pembentukan Selat Makassar. Kelompok batuan ini disebut kompleks Tektonik Bantimala yang tersusun oleh batuan metamorf (kompleks akresi) yaitu glaucophane schist, hornblende-mica schist, eclogite, granulite, phyllite, dan metaquarzite berumur Trias, melange dengan komponen sekis, kuarsit, metachert, metabasal yang berumur Jura-Kapur dan batuan sedimen yang meliputi serpih kersikan, batupasir, batulempung, dan rijang radiolaria berumur Kapur (R Sukamto, 1985). Himpunan-himpunan batuan tersebut tersingkap dengan jelas di sepanjang aliran Sungai Pateteyang. Selain batuan itu, di Sungai Pateteyang tersingkap juga Breksi sekis yang merupakan lapisan

terbawah dari pada rijang radiolaria Kompleks Bantimala yang oleh Kaharuddin M.S (2015) disebut sebagai endapan olistostrome yang belum pernah diekspose oleh peneliti terdahulu, dengan ciri-ciri sangat spesifik yaitu sortasi sangat jelek, bagian bawah tidak berlapis, gradasi butir menghalus ke atas, berselang seling dengan rijang, terdapat bongkah-bongkah besar yang mengambang dalam matriks pasiran, pada bongkah-bongkah olistolit terdapat kesan deformasi tektonik (tekstur tektonit), dan pada lapisan rijang di atasnya terkadang ditemukan bongkah dan kerakal di dalamnya. Rijang Radiolaria Bantimala Salah satu daya tarik Sungai Pateteyang adalah pada bagian hilir sungai tersebut (sebelum pertigaan sungai), tersingkap perlapisan batuan rijang radiolaria yang telah mengalami perlipatan.

Vol 27 No 3, November 2017

57


Singkapan Metaquartzite di Sungai Pateteyang.

Radiolaria merupakan hewan renik bercangkang silika yang tidak lebur pada kedalaman laut lebih dari 4.000 meter. Berdasarkan teori Carbonate Compensation Depth (CCD) bahwa pada kedalaman antara 3.000 hingga 4.000 m terjadi laju pelarutan partikel bahan karbonat yang lebih cepat daripada laju pengendapannya. Yang artinya pada kedalaman tersebut cangkangcangkang foraminifera yang terbuat dari karbonat akan larut. Hal ini membuktikan bahwa lantai samudera yang terletak pada kedalaman lebih dari 4.000 m akan tertutup cangkang-cangkang radiolarian yang menjadi lumpur, dan umumnya disebut radiolarian ooze, lumpur/selut radiolaria. Lumpur radiolaria ini menutupi lava basal yang biasanya berbentuk bantal yang dimunculkan ke permukaan dasar samudera di retakan tengah samudera.

58

Vol 27 No 3, November 2017

Mengacu pada teori tektonik lempeng munculnya rijang radiolaria di permukaan sebagai akibat proses penunjaman (subduksi), seharusnya berasosiasi dengan lava bantal dan batuan-batuan penyusun kerak samudra, rijang tersebut akan menumpang di atas lava bantal, atau jika lava bantalnya tidak tersingkap, maka rijang ini menumpang di atas batuan ofiolit yang lain, seperti diabas, gabbro, dan peridotit. Akan tetapi singkapan rijang di Bantimala ditemukan berlapis dengan batupasir asal tepi benua, dan di dalam batupasir itu terdapat rombakan-rombakan batuan metamorf sekis mika. Singkapan rijang Bantimala tidak ditemukan di atas lava bantal ataupun batuan kerak samudra yang mengindikasikan bahwa rijang yang ada di Bantimala bukan merupakan rijang yang harusnya berada pada seri OPS (Oceanic Plate Stratigraphy).

Hal tersebut tentunya menimbulkan banyak pertanyaan bagi para ahli geologi, bagaiman mungkin batuan yang terbentuk di kerak samudera ditemukan bersama-sama dengan batuan yang berasal dari tepi benua? Awang Satyana dalam Catatan Kecil Pak Awang (7 Mei, 2014) menyatakan bahwa, rijang radiolaria Bantimala ini mengacaukan susunan stratigrafi lempeng samudera. Karena begitu uniknya, masalah ini telah diketahui sejak Sukamto (1978), termasuk pelopor penelitian modern geologi Sulawesi Selatan, menyebutnya sebagai unusual unconformity. Meskipun sangat rumit, keberadaan rijang tersebut sangat menarik karena menunjukkan sesuatu tentang tektonik Sulawesi Selatan yang lain daripada yang lain pada umur Kapur. Penulis adalah PNS di MG/BG


Puncak lipatan antiklin yang menyerupai huruf “V� terbalik pada perlapisan rijang radiolaria di Sungai Pateteyang

Singkapan Granulit di Sungai Pateteyang.

Vol 27 No 3, November 2017

59


Keragaman Geologi Pulau Samosir Foto dan Teks: Oki Oktariadi

Ketika berada di sekitar Danau Toba, semua orang akan terkagum-kagum dengan keindahan fenomena alamnya, yang merupakan salah satu fitur vulkanik

yang paling luar biasa yang terbentuk selama Kuarter atau dua setengah juta tahun yang lalu. Keragaman

geologi di sekitar Danau Toba termasuk keberadaan,

penyebaran, dan keadaannya sudah diteliti dan dapat

menggambarkan evolusi geologi. Batuan, mineral, fosil, tanah dan bentangalam adalah bagian integral dari keragaman alam tersebut.

60

Vol 27 No 3, November 2017


Lembah Sagala, sebuah lembah indahDinding di lingkaran kaldera Gunung Toba diPusukbuhit, Utara Kabupaten yang dipercaya Samosir tempat Siraja Batak diturunkan. Tempat tersebut di kenal dengan nama Sianjur Mulamula. Perkampungan Sianjur Mula Tompa yang masih dapat dikunjungi sampai saat ini sebagai model perkampungan pertama

Vol 27 No 3, November 2017

61


Danau Toba

Gunungapi Pusukbuhit Pulau Samosir

Posisi Gunung Pusukbuhit di Kaldera Danau Toba. Diambil oleh instrument Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) yang terpasang di Satelit Terra NASA pada tanggal 28 Januari 2006. Gambar dari dua sudut disatukan untuk menggambarkan keseluruhan area.

Kawasan Kaldera Danau Toba, dapat melalui Kota Medan dengan berkendara darat selama sekitar 4 jam ke Kota Parapat, pintu gerbang Danau Toba menuju Pulau Samosir. Dari Tigaraja, kota pelabuhan Parapat, dapat menyeberang ke Samosir dengan kapal kayu atau speedboat. Bila berkendara roda empat, harus melalui Ajibata sekitar 1 km dari Parapat. Di sana ada ferry penyeberangan setiap 2 jam sekali. Bila dengan speedboat, dapat langsung menuju hotel yang cukup tersedia di sekitar Tuktuk dan tidak jauh dari kota Tomok. Selanjutnya dapat menentukan pilihan lain untuk menikmati panorama Danau Toba. Kota pilihan lain adalah Balige, sekitar 1 jam perjalanan darat ke arah selatan Parapat. Balige dapat dicapai sepuluh menit dari Bandara Silangit dan di sekitarnya dapat menikmati pemandangan

62

Vol 27 No 3, November 2017

di Hutaginjang, pegunungan kota Muara yang merupakan lokasi pandang Sipinsur, lokasi pandang Tarabunga, dan pemandangan dari Dolok Tolong. Selain itu di Balige ditemukan balairung dengan arsitektur Batak yang memesona. Sementara itu dengan dibukanya Bandara Silangit pada 2013, maka perjalanan dari Medan melalui udara dapat dipersingkat lebih dari tiga jam, karena dari bandara tersebut ke Pangururan masih harus jalan darat selama satu jam. Alternatif lain menuju Danau Toba adalah melalui Tele. Dengan perjalanan darat melalui Kabanjahe ke Tele dapat langsung memasuki Pulau Samosir. Dari Tele ke Pangururan dapat ditempuh sekitar 1 jam. Sebelum Pangururan pengunjung bisa menyaksikan keindahan gunung yang disakralkan, yaitu Pusukbuhit. Di lereng gunung itu ditemukan pemandian air hangat.

Dari Pangururan ke Tuktuk dapat ditempuh perjalanan darat sekitar 1 jam. Selama menuju Pangururan, keadaan topografi sekitar Danau Kaldera Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, kelerengannya bervariasi mulai dari yang datar, landau, agak curam, curam, sangat curam sampai dengan terjal. Sementara permukaan Danau Toba berada pada ketinggian 903 m.dpl dan daerah tertinggi tangkapan air hujannya berada pada ketinggian 1.981,5 m.dpl. Karena berada di ketinggian, maka Samosir tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170 C - 290 C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. Ketika berada di sekitar Toba, semua orang akan terkagum-kagum dengan keindahan fenomena alamnya, yang merupakan salah satu fitur vulkanik paling luar biasa yang terbentuk


Gunung Pusukbuhit menjulang tinggi, dilihat dari Viewpoint Tele, Kabupaten Samosir.

selama Kuarter atau dua setengah juta tahun yang lalu.

Sejarah yang kaya dengan hasil penelitian selama lebih dari satu abad, telah menghasilkan informasi yang penting dalam ilmu kegunungapian, yaitu dengan diketahuinya pola pembentukan bentang alam, adanya kaldera silikat, evolusi geokimia, pola periodik letusan. Semuanya dapat menggambarkan pola migrasi aktivitas vulkanik ke barat yang menghasilkan letusan supervulkano. Untuk mengetahui keragaman geologi yang mengggambarkan keunikan Kaldera Toba dapat ditelusuri dan berpedoman pada peta geologi dan hasil penelitian-

penelitian terdahulu terutama yang dikemukakan oleh RW van Bemmelen (1939) dan Chesner dan Rose (1991), seperti dijelaskan berikut ini. Sesar Tebing Kaldera Danau Toba Secara umum struktur geologi di Pulau Samosir dibagi atas dua kelompok yaitu: Kelompok Pulau Samosir dan Kelompok Tebing Danau Toba. Lembah yang ada di Kabupaten Samosir, di antaranya Lembah Limbong, Lembah Sagala, dan lain-lain. Lembah yang diperkirakan dibentuk oleh sesar berada di sepanjang tebing Toba yang membentuk roman muka bumi seperti tebing-tebing curam dan lembah-lembah. Lembah tersebut umumnya diisi endapan alluvium dan bahan rombakan akibat longsoran lama maupun baru dari batuan Formasi Kluet (Puk), Tufa Toba (Qvt), dan batuan vulkanik Gunung Pusukbuhit. Endapan tersebut

berupa kerikil, pasir, lumpur, kipas konglomerat, tanah diatome, dan koral. Tufa Toba Tufa Toba (Qvt) merupakan batuan yang paling luas menutup dataran sekitar Toba. Batuan ini tersebar luas terutama pada dataran tinggi yang relatif datar di sekeliling Toba. Ketebalan endapan ini dapat mencapai 500 meter pada daerah depresi di sekitar Toba. Keadaan itu disebabkan oleh letusan-letusan besar paroksismal menyemburkan abunya hingga ke lapisan stratosfer dan disebarkan ke seluruh permukaan bumi.

Endapan tebalnya jatuh di sekitar pusat letusan di sekitar Toba dan menghasilkan tufa Toba, batuan berwarna putih dengan butiran-butiran

Vol 27 No 3, November 2017

63


Bukit Sibagiat, salah satu bukit yang ada di Kabupaten Samosir yang disusun oleh kalsilutit dari Formasi Kualu (Mtks).

gelas vulkanik, fragmen kuarsa, dan matriks gelas berukuran lempung. Kejadian itu tidak berlangsung dalam satu kali saja. Hasil penelitian stratigrafi atas lapisan tufa Toba dan pengukuran umur absolutnya, menunjukkan adanya lapisan-lapisan tufa hasil letusan sekitar 74.000, 450.000, 840.000, dan 1,2 juta tahun yang lalu, menghasilkan perulangan 375.000 tahun dengan deviasi standar 15.000 tahun (Chesner et al. 1991 dan Dehn et al. 1991, dalam Rampino & Self, 1993). Gunung Pusukbuhit Menurut sejarah budaya Toba, pemukiman pertama bagi orang Batak adalah daerah Sianjur Mulamula, yang terletak di dua lembah yang indah, yaitu Lembah Limbong dan Lembah Sagala. Sianjur Mulamula berada di kaki bukit

64

Vol 27 No 3, November 2017

sebelah barat Gunung Pusukbuhit pada ketinggian 150 m diatas permukaan air Danau Toba. Secara geologi Pusukbuhit merupakan bagian dari vulkanisme intra Kaldera Toba yang berada di sepanjang barat daya cincin fraktur antara Pusikbukit dan Pulau Pardepur. Akibat aktivitas yang terus berlangsung, Pusikbuhit naik lebih dari 1000 m di atas danau dengan ketinggian 1982 m, hampir 200 m di atas dinding kaldera barat. Sebagian besar kompositnya terdiri atas andesit piroksen (61-65% berat SiO2) dan beberapa aliran lava hornblende dasit (68-69% berat SiO2) (Chesner, 1991). Sebagai bukti fisik aktivitas tersebut di lereng utara Pusukbuhit sekitar Desa Siogungogung, Kecamatan Sianjurmulamula, terdapat aktivitas hidrotermal, fumarola, solfatara, dan mata air panas. Sementara alterasi batuan pada lereng timur laut Pusukbukit

searah dengan dinding kaldera. Walaupun ada unsur bahaya letusan Pusukbuhit, tetapi bagi masyarakat, Toba lebih merupakan berkah alam yang harus dijaga kelestariannya, bukan ditakuti. Tiadanya aktivitas Gunung Toba, setelah letusan terakhir puluhan ribu tahun lalu, menjadikan wilayah ini relatif aman dihuni. Bagi mereka, khususnya warga Kabupaten Samosir, apa yang dalam kajian geologi disebut sebagai sisa Gunung Toba, sekarang adalah tempat berpijak yang nyaman dan Pusukbuhit pun dianggap menjadi penyangga bumi yang kokoh dan menampilkan keelokan lain di kawasan Kaldera Danau Toba. Kalsilutit Sibaganding Samosir Batuan Tersier di Kawasan Danau Toba merupakan salah satu batuan dasar (basement rocks) selain batuan berumur Pra-Tersier. Batuan Tersier berupa batuan sedimen, seperti batupasir, konglomerat, serpih,


batu lanau, batu pasir meta kuarsa, metawake, batusabak, batu gamping dan sebagainya. Selama fase diastrofisme/tektonik Intra Miosen, zona Bukit Barisan terangkat dan terlipat, demikian juga zona retakan dan Patahan Semangko mulai terbentuk. Batuan Pra-Tersier di Kabupaten Samosir ada di bagian utara dinding Kaldera Toba, yaitu anggota batugamping Sibaganding Formasi Kualu (Mtks) berumur Miosen Tengah-Miosen Awal. Batuannya tersusun oleh kalsilutit berwarna abu-abu pucat gelap dengan lapisan chert yang tidak menerus. Sementara kalsilutit adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batu gamping dan fosil, berukuran sangat halus, berwarna putih, kecoklatan, kemerahan, tekstur klastik, struktur kadang-kadang memperlihatkan perlapisan buruk. Metasedimen Permokarbon Batuan metasedimen Pra-Tersier yang tersebar di Samosir merupakan batuan dasar (basement rocks), yang termasuk Kelompok Tapanuli berumur Karbon Akhir - Perm Awal, di antaranya adalah Formasi Bahorok (Pub); terdiri dari wake malihan, batusabak, masif, tidak berlapis dan konglomerat malihan. Formasi Kluet (Puk); terdiri dari batu sabak, filit, arenit, kuarsa malihan, batugamping malihan. Munculnya batuan tua atau PraTersier ini terjadi selama fase diastrofisme/tektonik Intra Miosen. Pada saat itu zona Bukit Barisan terangkat dan terlipat dan zona retakan yang berlanjut terjadinya Patahan Semangko mulai terbentuk dan akhirnya membentuk bentang alam seperti saat ini. Batuan-batuan berumur Tersier umumnya keras dengan bidangbidang tidak menerus seperti bidang perlapisan, kekar dan sesar, dan ditemukan atau menempati tebing terjal di sekeliling Danau Toba. Pada umumnya batuan tersebut mulai

mengalami pelapukan dan sering terjadi longsor, apalagi bila ada gempa. Andesit Haranggaol Salah satu batuan Tersier yang muncul ke permukan Kaldera Toba adalah Formasi Gunungapi Haranggaol (Tmvh). Formasi ini terdiri dari andesit plagioklas, andesit hornblende dan dasit, aglomerat dan lahar (Yokoyama dan Hehanussa, 1981). Sedangkan van Bemmelen (1970) sebelumnya menggambarkan batu serupa di Haranggaol muncul di bagian baratlaut gawir antara Silalahi dan Binangara yang dip-nya mengarah ke SSE dengan ketebalan total mencapai 800 m. Namun, percontoh yang dikumpulkan di sekitar danau di daerah ini adalah di dasarnya berupa tufa dan di atasnya yang tampak adalah breksi bagian dari Haranggaol Dasit Tuff. Demikian pula van der Maarel (1948) menemukan singkapan breksi andesit di dasar lereng bagian utara Samosir. Chesner dan Rose (1991) menafsirkan batuan menengah yang mewakili stratovolcano yang besar, berpusat di bagian utara kaldera ini yang ditandai bangunan-bangunan vulkanik busur utama Sumatra. Singkapan lainnya dari batuan vulkanik pra-kaldera ini jarang ditemukan, tapi beberapa andesit breksi yang sangat terubah di dekat kaldera selatan bagian timur dari Muara ditemukan berupa singkapan kecil andesit dan diorite di sepanjang pantai selatan Samosir, dan lava andesit di sepanjang pantai utara danau ke arah Teluk Bakara. Andesit pra-kaldera juga telah dipetakan oleh Aldiss dan kawan-kawan (1982), yaitu berada pada bagian timur danau di sekitar pelabuhan Bakara dan singkapan di dinding kaldera di baratdaya Pusikbuhit. Teras dan Pengangkatan Baru Bumi Samosir Bentuklahan Samosir seperti saat ini dimulai pasca letusan 74.000 tahun yang lalu yang membentuk danau

vulkano tektonis akibat proses tanah terban (subsidence) yang terjadi karena bagian dalamnya berupa magma naik ke permukaan melalui celah tektonik dan membentuk gunung api. Ruang yang ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak bumi dan kemudian beban permukaan yang begitu besar menyebabkan terjadinya terban. Bagian yang terpotong menjadi beberapa bagian bukit. Bagian yang cukup besar berada di bagian tengah dengan posisi miring ke arah barat berupa Pulau Samosir dan bagian lain yang posisinya lebih rendah selanjutnya tergenang air membentuk danau. Fenomena yang menarik dari Pulau Samosir ini adalah saat ini aktivitas pengangkatan di bagian barat Samosir terus berlangsung yang dipicu oleh erupsi magma yang muncul ke permukaan membentuk Gunung Pusukbuhit dan di beberapa tempat seperti di kedua sisi Lembah Sihotang dan sekitar Pintubatu Palipi. Adapun di Pintubatu muncul kegiatan fumarola dan mata air panas yang intens sehingga terjadi ubahan hidrotermal, sedangkan di bukit sisi kiri Lembah Sihotang terlihat pengikisan (erosi permukaan) yang instens terutama pada sungai berpola radial. Satu lagi yang mengindikasikan adanya pengangkatan adalah adanya intrusi hypebysal di dasar danau pada selat sempit sekitar Bukit Page. Informasi ini di dapat berdasarkan hasil interpretasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Chesner dan kawankawan. Ketiga hal tersebut telah mengindikasikan terjadinya pengangkatan dan teras teras baru. Menurut Chesner dan Rose (1991) kejadian tersebut merupakan pengaruh yang kuat atas kehadiran intrusi hypabyssal (cryptodomes) dan kehadirannya berlangsung bersamaan dengan erupsi dasit terbaru di Pusikbuhit. Berdasarkan hasil penelitian, untuk sementara Chesner dan kawan-kawan mencoba

Vol 27 No 3, November 2017

65


menafsirkan bahwa magma terbaru telah masuk ke dalam subsistem vulkanik Toba dan memperlihatkan aktivitasnya di timur Samosir. Danau di Pulau Samosir Banyak yang tidak menduga bahwa di sekitar Samosir ada danau lainnya, di antaranya Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang. Terbentuknya kedua danau tersebut tidak terlepas dari proses geologi yang berlangsung dalam pembentukan Samosir. Kegiatan tektonik yang menyebabkan Samosir terangkat dengan terbentuknya teras-teras bebatuan, endapan teras atau endapan danau yang sekarang dijumpai di permukaan daratan. Selanjutnya oleh gempa yang sering terjadi, batuan yang belum padu dan jenuh air itu mengalami pelulukan (liquefaction), seperti yang terlihat di beberapa tempat di sekitar Sidihoni dan Aek Natonang. Indikasi terjadinya pelulukan tanah yang dapat diamati, di antaranya pada lahan yang rata di sekitar Sidihoni, secara perlahan muncul gundukan-gundukan tanah, terutama pada musim kemarau setelah terjadi getaran-getaran gempa yang sering terjadi dan bila musim hujan gundukan-gundukan tersebut sebagian hilang tererosi, kecuali yang sudah ditumbuhi rerumputan. Menurut warga, hal seperti itu terjadi berulang-ulang dan lahan pun secara perlahan kehilangan material tanahnya dan menjadi tempat genangan air dan lama kelamaan berubah menjadi kolam atau danau. Tufa Samosir Tufa Samosir merupakan batuan kedua terbesar yang menutup hampir seluruh Samosir, yang terdiri dari batu pasir tufa, batu lanau, batu lumpur dengan konglomerat, dan sedikit tanah diatome. Tufa Samosir ini merupakan batuan yang terendapkan di Danau Toba, merupakan salah satu bentuk cekungan yang menjadi tempat terjadinya proses

66

Vol 27 No 3, November 2017

sedimentasi. Berjalannya proses sedimentasi, proses tektonik berupa pengangkatan juga berlangsung, terbukti dengan ditemukannya lapisan diatomit pada elevasi 1.050 m.dpl di Samosir, maka endapan tersebut memberikan indikasi bahwa Samosir pernah menjadi dasar danau. Diduga dasar danau tersebut telah naik hingga 150 meter. Sesar Pulau Samosir Akhirnya 74.000 tahun yang lalu, Toba mengalami erupsi raksasa dengan VEI (Volcanic Explosivity Index) sebesar 8 yang memuntahkan tufa yang lebih muda (YTT). Erupsi terakhir ini memacu keruntuhan struktur yang mengakibatkan amblasnya kubah di atas magma termasuk dua kubah raksasa, yakni blok Samosir dan blok Uluan. Runtuhan inilah yang menciptakan kaldera raksasa. Kemudian air kemudian mengisi dan memenuhi kaldera. Tetapi Samosir dan Blok Uluan (Porsea dan Prapat) belumlah terbentuk karena belum terangkat lagi. Terbayang Danau Toba tanpa Samosir, Parapat dan Porsea? Pada beberapa masa setelah terjadi erupsi raksasa, ketiga daerah tersebut mungkin masih tenggelam di bawah air yang mengisi kaldera.

Setelah erupsi, tekanan magma di bawah kaldera terbentuk terus mengisi ruang-ruang magma yang kosong yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan lapisan kubah yang runtuh. Akibat pengangkatan ini kandungan tufa yang lebih muda pada Samosir dan kandungan tufa yang lebih tua pada blok/daerah terangkat, dan menjadi terekspos. Seiring waktu pengangkatan berjalan, struktur sesar pun secara

perlahan terbentuk dan selama proses pengangkatan tersebut, kubah riolit meletus sepanjang patahan curam Samosir. Bongkahan hasil pengangkatan inilah yang menghasilkan Samosir, Sibaganding (Pardepur) dan Semenanjung Uluan yang ada hingga saat ini. Para ahli mengelompokkannya menjadi kelompok struktur geologi Pulau Samosir. Secara umum struktur geologi yang berkembang berupa patahan dengan arah umum sejajar memanjang di Samosir yang terdiri dari tiga bagian, yaitu sesar di pantai timur Samosir sesar di bagian tengah pulau, dan sesar di bagian baratlaut. Sumbat Lava Tuktuk Aktivitas penting lainnya sejak letusan 74.000 tahun yang lalu, ada beberapa erupsi kubah lava yang berukuran kecil sampai sedang. Dalam Kaldera Toba pasca-YTT tersebut, vulkanisme, umumnya terkonsentrasi di dua daerah, yaitu di bagian lingkaran baratdaya fraktur dan sepanjang bagian utara patahan Samosir di timur laut Pulau Samosir. Di semenanjung Tuktuk beberapa erupsi kubah lava saling tumpang tindih, terutama pada lereng curam di sepanjang tiga patahan paralel dengan patahan Samosir utama. Sementara dua ekstrusi kubah lava berada lebih ke utara di dasar sesar utama. Namun, tidak ada singkapan, karena telah ditutupi sedimen endapan danau, maka kubah lava tersebut diduga relatif muda. Berdasarkan hasil identifikasi batimetri yang berada sekitar 5 km tenggara dari semenanjung Tuktuk, teridentifikasi sebagai kubah lava yang berada di dasar danau. Penulis adalah Fungsional di PATGTL Badan Geologi KESDM


Aktivitas hidrotermal, fumarola, solfatara, dan mata air panas di kaki Gunung Pusukbuhit atau sekitar Desa Siogungogung, Kecamatan Sianjurmulamula. Tufa Samosir yang sering terlihat di pinggiran jalan, merupakan batuan yang menutup hampir seluruh Pulau Samosir. Keberadaan Diatome membuktikan bahwa Tufa Samosir semula diendapkan di dasar Danau Toba, yang kemudian terangkat oleh peristiwa Teknono-vulkano.

Vol 27 No 3, November 2017

67


Mengenal Sifat dan Teknik Akuifer Karst Atep Kurnia Judul Buku: Karst Aquifers – Characterization and Engineering Penyunting: Zoran Stevanovic Penerbit: Springer International Publishing Switzerland Tahun Terbit: 2015 Tebal: xx + 692 halaman

68

Vol 27 No 3, November 2017

Pada tahun 2015, Springer International Publishing Switzerland menerbitkan satu buku tebal yang berkaitan dengan sifat dan teknik akuifer karst. Buku tersebut berjudul Karst Aquifers – Characterization and Engineering atau Akuifer Karst – Sifat dan Teknik. Buku setebal 692 halaman ini disunting oleh Zoran Stevanovic dari Pusat Hidrogeologi Karst, Jurusan Hidrogeologi, Fakultas Pertambangand an Geologi, Universitas Belgrade, Serbia (Centre for Karst Hydrogeology, Department of Hydrogeology, Faculty of Mining and Geology, University of Belgrade, Serbia).

Menurut James W. LaMoreaux dalam “Foreword”, “Professor Zoran Stevanovic dikenal secara internasional karena keahliannya di bidang karst. Dia telah mengembangkan kursus, Characterization and Engineering of Karst Aquifers, yang berkolaborasi dengan sejawat dan mantan mahasiswanya serta keunggulannya telah diakui oleh UNESCO”. Sebagaimana yang terbaca dari judulnya, buku ini berkisar di sekitar akuifer karst. Menurut Zoran Stevanovic, sebagaimana yang ditulisnya dalam “Preface”, buku ini terdiri dari tiga


bagian. “Bagian pertama lebih bersifat pengenalan. Bagian ini termasuk tinjauan sejarah mengenai penelitian karst. Di samping itu juga mengenai presentasi terminologi dasar karst, gambaran lanskap dan ciri-cirinya, serta diskusi mengenai ketersebaran dan pentingnya sumber daya air karst. Bab mengenai sifat akuifer karst terdiri dari beberapa subbab. Ini merupakan panduan pada analisis dan evaluasi akuifer kars dari berbagai sudut yang sangat penting bagi pemanfaatan dan atau perlindungannya secara optimal. Meskipun hidangan mengenai metodologi riset bukanlah maksud utama buku ini, namun tinjauan atas metode-metode yang ada dan kerap diterapkan juga diberikan, bersama dengan penilaian atas aspek praktik dan batasannya”. Lebih lanjut, Zoran menyatakan, “Bagian kedua buku ini terdiri dari beberapa kontribusi tulisan oleh para ahli di bidang-bidang terkait. Topiktopiknya termasuk pertimbangan pada teori dan praktik ringkas mengenai langkah-langkah yang paling penting dalam pengendalian dan perlindungan teknik akuifer karst, seperti hubungan antara air permukaan dan air tanah, penganggaran dan penilaian sumber daya air tanah, evaluasi keluarnya mata air, dan memperkirakan kekebalan akuifer terhadap polusi. Bab-bab dimaksud menjelaskan bagaimana untuk memperagakan lingkungan karst secara fisik maupun secara matematis dan bagaimana memonitor sistem airnya juga termasuk di dalam bagian ini. Bab terakhir menyajikan katalog intervensi teknik yang memungkinkan untuk pengendalian aliran karstik. Penyumbatan “ponor” dan rongga, penempatan selimut atas permukaan karst, dan pembangunan tirai-tirai “grout” adalah beberapa pengukuran yang dimaksudkan untuk menggunakan potensi hydropower dari air karst atau untuk mencegahnya dari kehancuran”. “Bagian ketiga mencakup pengalamanpengalaman praktis dalam pengelolaan air karst. Bagian ini terdiri dari satu artikel pengenalan dan 15 artikel studi kasus di berbagai bidang hidrogeologi karst. Artikel pengenalan dimaksudkan untuk menyediakan panduan umum mengenai bagaimana berhubungan

dengan masalah-masalah karst, menciptakan konsep untuk riset, mengevaluasi hasil-hasil yang diperoleh, dan mengoptimalkan solusisolusi teknis. Diskusi mengenai konflikkonflik khas antara para pengguna air dan resolusi pengelolaannya bersama dengan penilaian atas akibat pada lingkungan dari berbagai pengukuran dan konstruksi dalam karst juga dibahas di sini. Studi-studi kasus berikutnya yang menggambarkan masalah-masalah yang sangat umum terjadi pada pengelolaan air karst terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama termasuk penilaian atas ketersediaan air tanah, perkiraan mengenai efek atas ekstraksi yang terlalu berlebihan sebagai pengukuran permanen atau sementara untuk menanggulangi kekuarangan air. Kelompok kedua termasuk empat presentasi yang berkaitan dengan pemasukan (inflow) air karst di dalam pertambangan bawah tanah, kebocoran dari reservoir, dan bercampurnya garam dan air danau dengan air tanah yang baru. Kelompok ketiga terdiri dari enam tulisan yang membahas mengenai kualitas air tanah dalam konteks perlindungan, pencemaran, remediasi, pemanasan, dan pembagiannya,” ringkas Zoran. Para penulisnya pun sangat mumpuni. Semuanya ada 22 orang ahli dari beberapa negara. Bila kita sebutkan, yaitu Bartolomé Andreo (Spanyol); Ognjen Bonacci (Kroasia), Veselin Dragišic (Serbia), Francesco Fiorillo (Italia), Nico Goldscheider (Jerman), Igor Jemcov (Serbia), Neven Kresic (Amerika Serikat), Neno Kukuric (Belanda), James W. LaMoreaux (Amerika Serikat), Judit Madl-Szonyi (Hungaria), Peter Malík (Slovakia), Ana I. Marín (Spanyol), Alex Mikszewski (Amerika Serikat), Petar Milanovic´ (Serbia), Saša Milanovic´ (Serbia), Mario Parise (Italia), Milan M. Radulovic´ (Montenegro), Nataša Ravbar (Slovenia), Vesna Ristic´ (Serbia), Zoran Stevanovic (Serbia), Ljiljana Vasic (Serbia), dan Vladimir Živanovic (Serbia). Dari sejumlah kontributor tulisan itu berasal dari daerah Eropa Timur, terutama dari negara Serbia. Mengapa demikian? Jawabannya bisa dilihat

dari keterangan yang diberikan oleh penyunting tulisan-tulisan tersebut. Terutama berkaitan dengan alasan mengapa dia menyanggupi ajakan James W. LaMoreaux untuk menyunting buku tersebut. Jawaban mengapa harus Serbia terletak pada alasan pertama Zoran Stevanovic. Di situ, dia menulis bahwa, “Pertama-tama, saya merasa bahwa hal ini merupakan semacam pengakuan terhadap pentingnya dan berkualitas tingginya lembaga pendidikan yang saya ikuti, yaitu Universitas Belgrade. Universitas ini memiliki tradisi panjang dalam bidang hidrogeologi dan disiplin yang terkait dengan karst. Jurusannya didirikan pada permulaan abad ke-20 oleh karstologis terkenal Jovan Cvijic. Kita patut berterima kasih kepadanya serta kepada disertasinya yaitu Das Karstphänomen, karena dengan demikian para penjelajah karst di seluruh dunia menggunakan istilahistilah berbahasa Slavia, yakni “doline”, “ponor”, “polje”, “uvala”, dan sebagainya. Sejak saat itu, banyak ahli hidrogeologi karst berbangsa Yugoslavia dan Serbian lainnya yang menjadi terkenal dan projek-projeknya berhasil diterapkan dalam regulasi teknis untuk permukaan karst dan air tanah”. Secara umum, menurut saya bahasa yang digunakan dalam buku ini tidak terlalu teknis, sehingga orang awam sekalipun bisa menyimak penuturan dari buku ini. Hal tersebut memang menjadi pertimbangan penyuntingnya, bahkan disadari benar, sehingga wajar bila ia menyatakan bahwa “Meskipun kebanyakan pra pengguna buku ini merupakan para profesional dengan latar belakang geologi atau hidrogeologi, kami mencoba untuk menggunakan bahasa yang tidak sepenuhnya teknis, melainkan bahasa yang bisa diakses oleh audiens yang lebih luas. Dengan jalan demikian, metodologi, studi kasus, dan pengalaman yang telah diperoleh seharusnya bisa menguntungkan bagi para pengelola air yang bekerja dalam pengelolaan karst”. Jadi, mari mengenal sifat dan teknik akuifer karst dari buku ini! Penulis adalah penulis lepas, tinggal di Bandung.

Vol 27 No 3, November 2017

69


Vulkanik Purba di Teluk Saleh Foto dan Teks: Deni Sugandi

Cahaya emas yang menimpa dinding tegak,

memperlihatkan perlapisan yang menandakan kerucut

Tambora dibentuk dari letusan berkali-kali, membangun

tubuhnya yang konon menggapai angkasa setinggi 4.000

mdpl. Namun siapa sangka, dibalik pesonanya tersimpan

sejarah dahsyat gunungapi digolongkan letusan terdahsyat jaman modern 1815. Letusan super vulkano tersebut

melontarkan setidaknya seratus kilometer kubik rempahrempah batu, pasir hingga bongkah-bongkah pijar.

70

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

71


Cahaya pagi menimpa Dinding tubir Kaldera Tambora dari sebelah selatan. Celah ini merupakan puncak tertinggi 2.851 dpl. di sebelah selatan, dibandingakan puncak di tubir di sebelah utara yang lebih rendah. Titik tertingi bisa dicapai melalui jalur pendakian Pancasila, perjalanan dan pendakian menyusuri lereng sebelah timur yang ditutupi vegetasi lebih lebat dibandingkan jalur pendakian Dorocanga dan Kawinda Toi. Dari data penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.[14] Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM Âą 200 tahun, 3050 SM dan 740 Âą 150 tahun. Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.

72

Vol 27 No 3, November 2017


Pelamparan lava basalt, di lereng sebelah selatan pendakian Dorocanga. Aliran lava merupakan salah satu ciri letusan besar, merendahkan gunung dari ketinggian +4300 m menjadi +2851 m, dan membentuk kaldera selebar 7 km sedalam 1200 m.

Kerucut sinder Dongo Tabe yang terbentuk jauh sebelum pembentukan Gunung Tambora.

Vol 27 No 3, November 2017

73


Pembentukan Gunungapi Tambora dimulai 1812, mulai menunjukan gejala aktivitasnya dan puncaknya pada bulan April 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 Ă— 1011 meter kubik. Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusanletusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.

74

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

75


Danau Satonda atau disebeut juga Danau Motitoi dengan ketinggian muka air sekitar 1-2 m di atas permukaan laut, mempunyai panjang sekitar 1,2 km dan lebar 0,9 km, dengan luas permukaan 0,77 km2 . Kedalaman maksimumnya adalah 69,5 m dengan rerata 44 m, dan dengan volume 0,034 km3 . Derajat keasamannya (pH) berkisar 7,08 – 8,27, dan suhu berkisar 28,3 – 39,0 oC. Danau ini merupakan danau asin dengan salinitas sekitar 29,4 – 37,2 ‰.

76

Vol 27 No 3, November 2017


Stromatolites di tepian pantai Danau Satonda, merupakan struktur terumbu berkapur yang terbentuk dari alga, serpulid, foramininfera dan cyanobacteria, sangat mirip dengan tipe stromatolites yang pernah tersebar luas di samudera bumi pada era awal Paleozoikum yang dimulai sekitar 4.500 juta tahun lalu. Pembentukan stromatolit terumbu Satonda di Danau Motitoi ditemukan terbatas pada lapisan permukaan sampai kedalaman batas oksigen/H2S (24-26 meter).

Danau Satonda dapat dijadikan sebagai laboratorium oseanografi-purba, Pulau Satonda sendiri menawarkan kondisi alami yang sangat menarik untuk pengembangan pariwisata yang telah mengantarkan dinobatkannya Pulau Satonda sebagai Taman Wisata Alam Laut sejak tahun 1999.

Vol 27 No 3, November 2017

77


Air Mata Jitu yang mengalir di batugamping, kemudian membentuk ceruk-ceruk yang bertingkat. Travertin adalah batuan karbonat yang terendapkan secara kimiawi di darat, pada rembesan, mata air, dan sepanjang aliran sungai. kawasan air terjun yang ditutupi vegetasi da pohon hutan yang lebat, menyebabkan suasananya selalu teduh. Tinggi air terjun hanya puluhan meter saja, namun di bawahnya, ada tiga tingkat dasar sebelum air mengalir ke alur sungai di bawahnya.

78

Vol 27 No 3, November 2017


Dinding kurang lebih 10 meter yang disusun oleh terumbu karang dan pecahan batugamping koral, umur Miosen Akhir-Pleistosen kemudian terangkat dan mengalami karstifikasi. Bentukan alam proses yang panjang ini, kemudian menjadi salah satu kawasan kunjungan wisata alam. Di kawasan Pulau Moyo dan Pulau Satonda, direncanakan bagian dari taman wisata alam laut dan taman buru seluas 31.200,15 hektare yang dikelilingi Teluk Saleh.

Vol 27 No 3, November 2017

79


KAWAH TOMPALUAN DAN AKTIVITASNYA

Gunung Lokon di berada di dataran Tinggi Tomohon. Gunungapi aktif ini pernah meletus 30 kali, 9 kali diantaranya disertai abu dengan ketinggian lebih dari 1000 m berwarna abu-abu kehitaman. Letusan terbesar terjadi pada 23 Februari 2002, dengan ketinggian abu letusan mencapai 2500 m. Peningkatan aktivitas kegunungapiannya terjadi pada 2011. Pusat aktivitasnya terletak di Kawah Tompaluan. Teks dan Foto: Mando Manguleh

80

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

81


PANTAI ATUH DI NUSA PENIDA

Pantai yang berada di ujung barat daya Pulau Nusa Penida ini dicirikan dengan bentukan alam yang menarik. Dindingnya tegak dengan pulau karang atau stack, terbentuk oleh tatahan ombak laut Samudera Hindia. Dinding terjal tersebut merupakan hasil erosi yang diinduksi gelombang di dekat permukaan laut Samudera Hindia kemudian meruntuhkan batuan di atasnya. Hasil prosesnya membentuk garis pantai dengan dinding terjal vertikal sepanjang garis pantai Nusa Penida. Foto: Eka Sutrisno Teks: Deni Sugandi

82

Vol 27 No 3, November 2017


Vol 27 No 3, November 2017

83


Peresmian Sumur Bor di Minahasa Utara Teks dan Foto: Lilies Marie Maryati

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, meresmikan bantuan sumur bor air bersih di Desa Warisa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Sabtu (21/05). Peresmian yang ditandai dengan pemutaran air bersih oleh Menteri ESDM itu disaksikan langsung oleh Gubernur Sulawesi Utara, Bupati Minahasa, Bupati Minahasa Utara, Bupati Minahasa Selatan, Walikota Bitung, anggota komisi VII DPR RI, serta jajaran SKPD setempat. Bantuan Sumur bor tersebut merupakan bagian dari komitmen Kementerian ESDM dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam melakukan pelayanan publik khususnya oleh Badan Geologi Kementerian ESDM. Pelayanan kegeologian kepada masyarakat berupa pemboran air tanah tersebut telah dilakukan di beberapa daerah dengan mempertimbangkan skala prioritas daerah mana yang mengalami kesulitan utnuk mendapatkan air bersih. Peresmian sumur bor air tanah ini merupakan hasil kegiatan yang dilakukan pada tahun 2016 yang tersebar di lima kabupaten dankota di Sulawesi Utara. Kabupaten Minahasa satu Sumur Bor (Desa Warisa Kampung Baru, Kecamatan Talawan dan Desa Maen, Kecamatan Likupang), Kabupaten Minahasa satu Sumur Bor (Desa Teling, Kecamatan Tombariri). Kabupaten Minahasa Selatan satu Sumur Bor (Desa Pinapalangkaw, Kecamatan Suluun Tareran), dan Kota Bitung satu Sumur Bor (Kelurahan Lirang, Kecamatan Lembah Utara)

84

Vol 27 No 3, November 2017

Dalam sambutannya Menteri ESDM Ignasius Jonan menyampaikan bahwa keberadaan sumber air bersih merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri. Namun menurutnya di beberapa wilayah di Indonesia masih ada masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, bahkan harus mengambil dari sumber air yang letaknya relatif jauh dari lokasi permukiman. Kondisi tersebut dinilainya menjadikan masyarakat tidak produktif secara ekonomi karena waktu kerja mereka dimanfaatkan untuk mendapatkan air bersih. “oleh sebab itu pemerintah perlu melakukan upaya pemanfaatan sumber air tanah melalui eksplorasi dan pembangunan sumur bor air tanah di daerah yang secara gidrogeologis masih memungkinkan dijumpai kandungan air tanah dalam jumlah yang cukup memadai”, ujarnya. Dalam kesempatan tersebut Menteri ESDM yang didampingi PLT Kepala Badan Geologi, Rida Mulyana juga meminta Komisi VII DPR RI yang menjadi mitra Kementerian ESDM untuk bersamasama meningkatkan program kegiatan bagi kepentingan masyarakat. “Kementerian ESDM bersama mitra kami di komisi VII DPR RI merasa perlu untuk meningkatkan berbagai program kegiatan yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, salah satunya adalah pembangunan sumur bor air tanah di daerah yang masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih”, ucap Jonan. Sejak tahun 2005 hingga tahun

2017 badan geologi Kementerian ESDM telah melaksanakan pembangunan sumur bor sebanyak 1.795, dengan potensi cakupan layanan komulatif sekitar 5,2 juta jiwa. Untuk pembangunan sumur bor di wilayah Provinsi Sulawesi Utara telah dilaksanakan sejak tahun 2007 hingga 2017 mencapai 28 sumur dengan potensi cakupan layanan komulatif sekitar 81 ribu jiwa. Menteri Jonan menyebut pada tahun 2018 Kementerian ESDM akan tetap mengalokasikan program kegiatan pengeboran air tanah di wilayah yang mempunyai potensi untuk dilakukan pembangunan pemanfaatan air tanah sesuai dengan kondisi geologisnya. Dalam sambutannya Menteri juga memberikan apresiasi atas segala dukungan Pemerintah Provinsi maupun kabupaten dan kota di Sulawesi Utara yang telah menyelesaikan sebagian proses hibah sumur bor tersebut. “dengan selesainya proses hibah maka pihak pemerintah kabupaten dan kota dapat melakukan pemeliharaan dan pengembangan sumur bor tersebut, sehingga dapat secepatnya membantu dan dimanfaatkan masyarkat khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Fasilitas sumur bor yang telah dibangun berupa sumur dan pompa selam beserta bangunannya. Kemudian mesin generator dengan kapasitas 10 KVA beserta genset dan bak penampungan air dengan kapasitas 5.000 liter. Penulis adalah Humas Sekretariat Badan Geologi


Mengeri ESDM Ignasius Jonan saat memberikan sambutan. Foto: Lilies M.

Tim Humas dan Kapus PAGTL Andiani. Foto: Lilies M.

Vol 27 No 3, November 2017

85


Perlindungan Hukum Keunikan Geologi Teks dan Foto: Deni Sugandi

Muka bumi yang rapuh selalu menjadi incaran kegiatan ekstrasi, yang berseberagan dengan kegiatan konservasi. Ekstrasi berarti penambangan, menggali sumber daya mineral bumi, sedangkan konservasi sebaliknya, berupaya melalukan perlindungan pada keunikan bentang alam, batuan dan kelangkaanya. Salah satunya adalah Cagar Alam Nasional Geologi Karangsambung, di Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini ditetapkan melaui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2187K/40/MEM/2006, yang tertuang diantaranya di Pasal 51 PP 26/2008 tentang kawasan lindung geologi sebagai salah satu kawasan lindung nasional. Terjemahan dari Peraturan Pemerintah tersebut kawasan lindung geologi adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utamanya adalah melindungi kelestarian gejala geologi, yang mencakup di dalamnya adalah kawaan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Kekayaan Cagar Alam Nasional Geologi

86

Vol 27 No 3, November 2017

Karangsambung merupakan ceriminan pengejawantahan aturan, perlindungan fenomena geologi unik yang jarang ditemukan di tempat lainya, bukti geologi proses tektonik , yang ditemui di 32 situs geologi di kawasan ini. Kebijakan dalam penataan ekstrasi dan konservasi menjadi penting, karena berhubungan dengan hajat hidup banyak. Penataan ruang terbuka sebagai kawasan konservasi menjadi utama antara lain resapan air, geologi lingkungan dan kawasan lindung merupakan ranah dan tanggung jawab Badan Geologi, di bawah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk merekomendasikan penataan. Dalam pengantar pembukaan kegiatan Sosialisasi Peraturan Bidang Geologi, Andiani selaku Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan (PAGTL) menjelaskan bahwa telah dipayungi tiga peraturan yang mengatur perihal perlindungan Kawasan Cagar Alam Geologi. Diantaranya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 32 Tahun 2016, mengenai pedoman Penetapan Kawasan Cagar alam Geologi. Kedua adalah Permen ESDM No. 2 Tahun 2017 tentang cekungan air tanah di Indonesia dan Permen ESDM no. 20 Tahun 2017 tentang pedoman penetapan nilai perolehan air tanah. Sosialisasi ini disampaikan dihadapan tamu undangan para kepala Dinas ESDM Tingkat Provinsi se-Indonesia, Para Pejabat Eselon I, II di lingkungan KESDM dan Badan Geologi serta Media cetak, televisi, Radio dan online.

Tujuan dari sosialisasi ini adalah agar tercapainya pengelolaan geologi lingkungan, air tanah, dan tata ruang yang sejalan antara Pusat dan Daerah. Dilaksanakan di Auditorium Badan Geologi, Jalan Diponegoro Nomor 57 Bandung, Rabu, 25 Oktober 2017. Dalam penyampainnya, Andiani berharap penerbitan tiga peraturan menteri ESDM yang terkait air tanah dan geologi lingkungan, bisa memberikan dampak langsung kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat. Dita Arif Yuwana dalam paparannya menyampaikan kriteria Kawasan Caga Alam Geologi (KCAG). Kawasan yang memiliki keunikan batuan dan fosil, keunikan bentang alam dan keunikan proses geologi, sedangkan Cagar Alam Geologi (CAG) adalah obyek geologi yang terbentuk secara alami dan karena keunikannya memerlukan upaya perlindungan. Penetapannya dilakukan di pusat oleh Keputusan Menteri ESDM, berdasarkan hasil verifikasi Bada Geologi. Ia menambahkan bahwa manfaat adanya KCAG adalah sebagai kawasan pengembangan riset ilmu kebumian dan pengembangan pariwisata, sehingga diperlukan kepastian hukum. Turunan kepastian hukum tersebut harus berlaku bagi pemerintah, masyarakat dan swasta untuk pemanfaatan dan pengembangannya. Penulis adalah dewan redaksi BGTL, fotografer kebumian.


Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Andiani memberikan sambutan.

Narasumber Ais Kusworo, Mochamad Wachyudi Memed, dan Dita Arif Yuwana.

Vol 27 No 3, November 2017

87


Pelayanan Informasi Kegeologian Teks dan Foto: Titan dan Lilies M. Maryati

Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan media sosial begitu pesat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mensosialisasikan dan mempromosikan kegiatan Badan Geologi, demikian diungkapkan Priatna pada Seminar Strategi Pelayanan Publik Bidang Geologi kepada Masyarakat di Auditorium Geologi, Rabu (18/10/2017). Priatna, Kepala Subbagian Humas dan Kerjasama yang mewakili Sekretaris Badan Geologi dalam sambutannya juga menegaskan Media adalah partner utama Badan Geologi, dengan demikian harus terjalin kerjasama yang baik karena masyarakat sekarang semakin tanggap terhadap kinerja pemerintah. Selaras dengan Priatna, Sonya Hellen jurnalis dari Harian Kompas sebagai moderator menegaskan agar Badan Geologi lebih aktif mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat. Dokumen hasil penelitian yang Badan Geologi harus lebih intens dipublikasikan kepada masyarakat melalui berbagai media. Masyarakat harus tahu dan mengerti, produk apa saja yang telah dihasilkan dan kermanfaatannya untuk masyarakat. Pejabat Badan Geologi harus lebih peduli dan memahami bagaimana cara berkomunikasi dengan masyarakat. Strategi apa yang harus dilakukan oleh Badan Geologi supaya Badan Geologi bisa diketahui oleh masyarakat luas. Menurut Sonya selama ini kegiatan dan kebijakan dari Presiden Jokowi bisa selalu

88

Vol 27 No 3, November 2017

diberitakan media karena orang di sekitar Presiden peka terhadap publikasi apa yang dibutuhkan Presiden dan ada orang (humas) yang menggerakkannya. Ariana Soemanto dari Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama (KLIK) Kementerian ESDM mengungkapkan, secara data, Badan Geologi di lingkungan kementerian ESDM bukan yang terbanyak dalam pemberitaan di media tetapi yang paling minim mendapat respon negatif masyarakat. Artinya meski volume berita kecil tapi Badan Geologi betul-betul melayani masyarakat dan kebermanfaatannya dirasakan masyarakat. Badan Geologi sebagai lembaga pemerintah yang langsung melayani kepentingan masyarakat harus lebih proaktif menyampaikan informasi jangan menunggu ditanya media. Badan Geologi harus jadi pihak pertama yang menyebarkan informasi mengenai tugas fungsinya jangan sampai orang lain yang menyampaikan. Karena apabila informasi kegeologian yang terkait dengan masyarakat muncul dari pihak lain, dikuatirkan informasi yang muncul tidak akurat dan menimbulkan dampak negatif. Sedangkan bila Badan Geologi atau kementerian ESDM yang pertama kali merilis berita, maka segala dampak yang ditimbulkan dari peristiwa itu akan mudah dikontrol. Membina hubungan dengan media

menurut Arya Sinulingga sangatlah mudah dan tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. Hanya diperlukan kemauan untuk menjadikan media teman yang baik. Media sudah barang tentu haus akan informasi, oleh karena itu informasi sekecil apapun harus diberikan kepada media. Badan Geologi mempunyai banyak informasi menarik untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Ketika media membutuhkan informasi, membutuhkan ilmu, saat itulah Badan Geologi bisa bekerja sama dengan media untuk memberitakan kegiatan dari Badan Geologi. Kenali media dengan memetakan jenis dan cara kerja masing-masing media, demikian Arya menegaskan dengan semangat. Dengan mengenali media akan memudahkan dalam menyediakan informasi dan pendistribusian jenis berita. Apakah melalui siaran pers, konfrensi pers maupun press release. Apakah cukup dengan teks saja ataukah harus dengan visualisasi berita. Dalam hal memproduksi berita, haruslah memperkuat data. Karena tanpa data ibarat menyetir mobil dengan mata tertutup. Kerjasama pihak humas dan teknik haruslah lebih ditingkatkan karena pihak humas kuat dalam mempublikasikan berita tapi lemah dalam konten begitu juga sebaliknya. Penulis adalah Humas di Sekretariat Badan BG.


Suasana penyampaian presentasi dan diskusi di ruang auditorium Badan Geologi. Foto: Deni Sugandi

Sonya Hellen saat menyampaikan pembuka diskusi pelayanan informasi kegeologian. Foto: Deni Sugandi

Vol 27 No 3, November 2017

89


Flores Tengah dalam Balutan Tinggalan Sejarah Alam Erick Setiyabudi

90

Vol 27 No 3, November 2017


Situasi Cekungan Soa yang dibatasi gunungapi dengan kondisi daerah gersang dan tampak persawahan daerah limpah banjir tempat berhuma disaat musim penghujan (Foto diambil pagi hari disaat uap air masih menutupi sebagian perbukitan di bagian Timur Cekungan. Foto: Deni Sugandi Kerucut Gunungapi Ebu Lobo dari kejauhan, dilihat dari lokasi penggalian fosil di Ola Bula, Ngada, NTT

Vol 27 No 3, November 2017

91


Bagian timur wilayah

Indonesia, tepatnya Pulau Flores merupakan bagian dari wilayah Kepulauan

Sunda Kecil (the Lesser

Sunda Island) dan bagian dari Wallacea. Pulau ini memiliki kekayaan alam yang melimpah dengan gugusan gunungapi

yang membentang dari barat ke timur, bagian dari Wallacea yang

memiliki flora dan fauna yang berbeda dengan

Paparan Sunda maupun Sahul serta bagian dari Kepulauan Indonesia

yang memiliki budaya

dan bahasa yang sangat beragam.

Salah satu keunikan hayati Flores ialah komodo, Varanus komodoensis, yang merupakan satu-satunya jenis hewan melata (reptil) besar yang masih hidup di muka bumi ini. Konon komodo ini hanya terdapat di Pulau Rinca, Pulau Komodo dan Pulau Terungpadang, Riung. Dalam bidang paleontologi vertebrata, Flores dikenal kaya kandungan fosil vertebrata. Riwayat penemuan dan penelitiannya diawali pada 1956. Saat itu, Raja Nagakeo, Yosep Djuwa Dobe Ngole menemukan tulang “raksasa� di kampung Olabula, kemudian di dilaporkan kepada seorang pastur Theodore Verhoeven dari Mataloko. Verhoeven kemudian mulai meneliti dan melakukan penggalian di dataran Flores untuk mengetahui keberadaan fosil vertebrata dan manusia purba. Setahun kemudian, Hooijer dari National Museum of Natural History, Leiden, memberi nama material fosil gajah Olabula dari Pastur Verhoeven sebagai Stegodon trigonochepalus florensis. Pada 1961, Hartono (Djawatan Geologi) melakukan penelitian Geologi/Stratigrafi temuan fosil Stegodon di daerah Ola Bula. Beliau menyusun urutan Stratigrafi Cekungan Soa (dari tua ke muda) sebagai berikut : Formasi Ola Kile terdiri dari Breksi Vulkanik, secara tidak selaras ditutupi oleh Formasi Ola Bula yang tersusun oleh tufaan, batupasir tufaan dan batugamping (Gero Limestones). Puluhan tahun kemudian, antara 1991 – 1994, ada kerja sama penelitian antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia (Dr. Fachroel Aziz) dengan Utrecht University (Dr. P.Y. Sondaar) dan National Museum of Natural History, Leiden,

92

Vol 27 No 3, November 2017

Belanda (Dr. J. de Vos). Dari kerja sama tersebut ditemukan fosil vertebrata, gajah purba yang telah punah, Stegodon florensis yang secara in situ berasosiasi dengan alat batu (artefak) dari Matamenge dan Boaleza dilaporkan oleh Marienger&Verhoeven (1970) dan selanjutnya berasumsi bahwa Flores sudah dihuni oleh mamusia Pleistosen Tengah, Homo erectus dari Jawa. Namun, pernyataan ini diragukan sebagian kalangan ahli arkeologi karena diragukan identifikasi alat batu dan kurang jelas data stratigrafi. Tim juga berhasil menemukan kembali lokasi penelitian/penggalian lama Verhoeven di daerah Olabula, Matamenge dan Boaleza dan menemukan pula asosiasi Stegodon florensis dan artefak in situ di penggalian Matamenge seperti yang telah dilaporkan oleh Maringer dan Verhoeven (1970) di samping itu menemukan sisa fosil Stegodon kerdil (Stegodon sondaari) di lokasi Tangitalo serta berhasil pula menemukan lokasi baru yang kaya akan fosil vertebrata di Dozodalu. Data kemagnetan purba menunjukan bahwa batas perobahan arah magnet Matuyama-Brunches terletak dibawah lapisan yang mengandung fosil stegodon dan artefak dengan demikian ditafsirkan umur Stegodon dan artefak ialah sekitar 750.000 tahun lalu. Akan tetapi hal ini masih diragukan oleh Bellwood (1997). Kemudian antara 1998 – 2001, ada kerja sama penelitian antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia (Dr. Fachroel Aziz) dan University of New England, Australia (Dr. Mike Morwood) dengan tema


Rekonstruksi Homo Floresiensis berkelamin perempuan. Sumber: Museum Smithsonian

“Archaeology and Palaeontology of the Ola Bula Formation, central Flores”. Penelitian ulang yang yang dilakukan oleh Morwood (1998) secara meyakinkan menyatakan bahwa artefak dari penelitian ini tidak diragukan lagi telah berhasil memupuskan keraguan tentang asosiasi fosil Stegodon florensis dan artefak di daerah Cekungan Soa. Bahkan telah diketahui secara meyakinkan bahwa lapisan yang mengandung Stegodon florensis dan artefak berumur sekitar 800.000 – 880.000 tahun lalu dan Stegodon sondaari berumur 900.000 tahun lalu. Dua tahun kemudian, antara 2003 – 2006 ada lagi penelitian bersama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia (Dr. Fachroel Aziz) dan University of New England, Australia –University of

Wollongong, Australia (Dr. Mike Morwood), dengan tema “Astride The Wallace Line”. Adapun implikasi dari temuan ini menunjukkan bukti kuat bahwa penghunian Flores telah berlangsung jauh dari perkiraan semula. Selama ini dianggap bahwa daerah di timur garis Wallace baru saja di huni oleh manusia modern, Homo sapiens sekitar 40.000 dan 60.000 tahun lalu (lih.Bowdler 1993, Davidson & Noble 1992). Suatu pertanyaan besar bagaimana caranya manusia purba, Homo erectus dapat mencapai ke Flores? Apakah dia sebagai moyang manusia kerdil, Homo florensiensis dari Liangbua? Tiga tahun selanjutnya, pada 2009 hingga 2014, sebagai tindak lanjut MoU antara Badan Geologi, Bandung, Indonesia dan University of Wollongong, Australia, tentang penelitian ilmu kebumian

(Earth Sciences), maka diadakan penelitian bersama antara Pusat Survei Geologi, Badan Geologi (Dr. Fachroel Aziz) dan School of Earth and Environmental Science, University of Wollongong (Dr. Mike Morwood), bertemakan “In Search Of The First Hominins”. Pada penelitian ini, alat batu yang berumur sekitar 800.000 - 1.000.000 tahun lalu telah ditemukan di berbagai lokasi di daerah, Cekungan Soa, Flores Tengah. Hal ini menunjukan awal keberadaan manusia di sana. Bahkan suatu temuan yang mengejutkan dunia ilmu pengetahuan yaitu dengan ditemukannya sejenis manusia endemik, Homo floresiensis yang mendapat nama julukan Hobbit di gua Liang bua, Manggarai. Masih banyak misteri yang perlu diungkapkan seputar keberadaan

Vol 27 No 3, November 2017

93


Hobbit ini. Di antaranya, apakah manusia yang membuat alatbatu di Cekungan Soa merupakan moyangnya? Dengan riwayat penelitian yang demikian panjang dan tentu saja kekayaan fosil yang tak terhingga banyaknya, Flores memang sarat potensi. Potensi tersebut adalah bagaimana kandungan fosil yang sangat melimpah dapat dimanfaatkan sebagai museum lapangan (site museum) yang dapat dilihat langsung di lokasi. Di situ dapat dilihat bagaimana kondisi fosil tersebut yang masih tertanam pada masa dasar litologi. Dengan demikian, potensi yang terkandung di Cekungan Soa, dapat dijadikan objek pariwisata daerah maupun nasional karena Cekungan Soa merupakan lokasi terbesar bagi situs paleontologi di Asia Tenggara. Selain itu, Flores Tengah dikenal dengan ritual berburu yang diadakan setiap tahun sekali, di mana masing-masing kampung bersatu padu baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Mereka bersama-sama menuju hutan tertentu yang disepakati secara adat dan bergantian waktu bagi masing-masing kampung dan suku. Pada akhirnya, hasil buruan kemudian di arak keliling kampung sambil menyanyikan lagu kemenangan dalam sebuah pantun dan diakhiri di sebuah “Pheo” tempat batu bercabang tempat persembahan kepada leluhurnya. Di samping itu, ada budaya yang identik dengan adat “Pangur” di Pulau Bali, yakni meratakan gigi sebagai tanda akil balig dan tusuk telinga bagi anak-anak perempuan. Masyarakat di sekitar Cekungan Soa, juga memiliki adat penguburan yang masih mengikuti kebiasaan nenek moyang Austronesia dengan jenazah yang

94

Vol 27 No 3, November 2017

masih terlipat seperti halnya kebiasaan adat di Pulau Sumba. Keragaman hayatinya merupakan bagian dari daerah Wallacea. Hal ini dicirikan dengan flora dan fauna yang memiliki kharakteristik, di mana selain Komodo, jenis binatang roden yang masih hidup dan menjadi komoditi sebagai menu makanan penduduk setempat di saat berladang tinggal di huma sambil berburu dengan binatang piaraan anjing masingmasing. Oleh karena itu, tikus besar dan Landak, banyak diburu penduduk sekitar Cekungan Soa karena cukup berkembang biak. Namun semua potensi tersebut dapat kita bandingkan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Di lapangan, setiap turis yang turun di sekitar Cekungan Soa, yakni ibukota Kabupaten Ngada di Kota Bajawa yang hanya sekejap berkeliling kota lalu akan kembali ke tempat semula. Ya, dianggap sebagai ibukota transit oleh sebagian wisatawan domestik maupun luar negeri untuk sekadar melepas lelah sambil minum bir di rumah makan yang hanya dipandang seperti warung tegal di pinggir jalan, selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan ke arah Ende dengan kawah Kalimutu yang sudah terkenal di dunia dari perjalanan awal Pulau Komodo di Kabupaten Manggarai Barat. Sedangkan Kota Bajawa sebagai ibukota Kabupaten Ngada yang memiliki segudang aksesoris sumber daya alam sedikit dilirik. Nyatalah “Kemilau Jamrud dari Timur” ternyata belum terpoles oleh gemerlap kemasan pariwisata, sementara dunia ilmu pengetahuan sudah lebih jauh mengenal Flores dengan Komodo dan manusia Purba “Hobbit” (Homo floresiensis) yang paling aneh dengan tipe manusia yang hidup di

pulau dengan segala keterbatasan nutrisi dengan kondisi gersang di Flores. Akankah kita masih menutup mata dengan kandungan fosil vertebrata yang tersebar di perbukitan di dalam Cekungan Soa yang terbesar kandungannya di Asia Tenggara seperti halnya taman dinasaurus di Mongolia, Australia, Kanada maupun Amerika? Kita memiliki potensi yang sama dengan yang ada di luar negeri bahkan dengan masih adanya bukti manusia yang lebih tua dari Liang Bua. Bahkan nenek moyang manusia Flores Liang Bua diyakini berasal dari dataran Soa sejak 1 juta tahun lalu ditemukan bersama alat batu yang banyak tersebar membentang dari barat ke timur yakni dari Kobatua – Mata Menge – Malahuma hingga Ola Bula. Penulis adalah Penyelidik Bumi di Pusat Surveg Geologi, Badan Geologi

(Atas kanan) Lokasi penggalian Trench 32 di Matamenge, Soa, Ngada, NTT. Lokasi penelitian paleontologi fosil awal manusia Homo florensiesis (Morrwood et al., 2004) Foto: Deni Sugandi (Bawah kanan). Lokasi galian Tangi Talo terkandung ragam fauna secara stratigrafi di bawah galian Ola Bula hasil penelitian Verhoeven. Foto: Deni Sugandi


Vol 27 No 3, November 2017

95


Seorang relawan pendamping lokal memperlihatkan bentuk fragmen gigi gajah purba, yang tertanam di breksi yang diduga produk endapan gunungapi Welas purba. Foto: Deni Sugandi Beberapa fosil yang tesingkap karena erosi di salah satu situs penelitian di Ola Bula . Foto: Deni Sugandi

96

Vol 27 No 3, November 2017


PALU GEOLOGI

Palu geologi adalah sahabat untuk geosaintis dan bagi mereka yang bekerja di bidang kebumian. Alat bantu ini sangat penting dan memiliki keguaan untuk mengambil percontohan batuan di lapangan. Penggunaan palu tersebut terbagi dua jenis, ujung bagian runcing (pick point) atau pointed tip digunakan untuk membelah batuan beku, sedangkan jenis lainya pipih (chisel point) digunakan untuk memukul batuan sedimen, dengan cara mengait perlapisan batuan. Peruntukan penggunaan ini penting karena dapat memberikan pengaruh baik keselamatan maupun percontohan batuan yang akan diambil. Percontohan batuan harus dipilih batuan dalam keadaan segar atau baru. Karena batuan keras, biasanya dipilih bagian yang lebih lunak atau rapuh. Sumber: aliexpres.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.