Ayo Jelajah Sejarah Aceh 2019 - Disbudpar Aceh

Page 1


BUKU SEJARAH UNTUK ANAK-ANAK:

AYO JELAJAH SEJARAH ACEH Penulis: Drs. Tabrani Yunis Editor: Khairunnisak, S.S

DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH BIDANG SEJARAH DAN NILAI BUDAYA 2019


Pengarah Program Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh

Penulis: Drs. Tabrani Yunis Editor: Khairunnisak, S.S

Ilustrator: Yulfia Arnis

BUKU SEJARAH UNTUK ANAK-ANAK: AYO JELAJAH SEJARAH ACEH

Desain Sampul : Harris Safriadi Layouter : Harris Safriadi

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Jl. Tgk. Chik Kuta Karang Nomor 03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp. 0651-26206, 23692/ Fax. 0651-33723 E-mail : disbudpar.aceh@acehprov.go.id, website: http://disbudpar.acehprov.go.id


BUKU SEJARAH UNTUK ANAK-ANAK: Ayo Jelajah Sejarah Aceh Pengarah: Jamaluddin, SE., M.Si.Ak Penanggungjawab: Dra. Irmayani Ibrahim KETUA: Hafnidar, S.S., M.Hum WAKIL KETUA: Syukri, SE

Sekretaris: Sandra Andria, SE., M.Si Anggota: Jihaddul, SH Sutini, SE

DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH 2019


KATA SAMBUTAN Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Puji Syukur Kepada Allah SWT yang Maha Esa atas segala ridhanya, sehingga tujuan dibuatnya buku ini tersampaikan dan akan bermanfaat bagi Anak-anak masakini. Buku Sejarah untuk Anak ini tidak mungkin dapat diterbitkan tanpa

keterlibatan banyak pihak. Untuk itu kami menyampaikan rasa syukur dan penghargaan yang tinggi atas segala dukungannya. Dengan diterbitkan buku ini Sejarah Aceh terus terpelihara dan dapat memotifasi anak-anak untuk menjaga, melestarikan dan mencintai sejarah. Akhirnya, izinkanlah kami menutup dengan ucapan terima kasih, kepada penulis, Editor, Layouter dan ilustrator atas kerja keras menghadirkan sebuah buku sejarah anak-anak Aceh.

Banda Aceh, November 2019

Jamaluddin, SE,M.Si, AK Nip. 19750701 199903 1 002


KATA PENGANTAR PENULIS Bismilahirahmanirrahim. Alhamdulilah, puji syukur kita kepada Allah. Buku kecil yang berjudul “Ayo Jelajah Sejarah Aceh�, bisa hadir menjadi bacaan anak-anak, generasi masa kini. Sebuah buku yang disusun dengan halaman yang tidak tebal dan sarat. Buku yang diterbitkan dengan pertimbangan agar sesuai dengan selera anak-anak. Agar lebih mudah, pemilihan kata (diksi) yang digunakan juga yang dekat dengan dunia anak. Lalu, disajikan dengan gaya bahasa anak-anak, sehingga tidak menjadi bacaan yang berat dan rumit, karena buku ini, merupakan buku yang dirancang untuk disukai anak. Alasannya, ketika anak merasa suka dengan bentuk dan sajian serta cara menyajikan, maka anak-anak akan suka pula membaca dan memahami isi buku. Pokoknya, berbasis dan mempertimbangkan kebutuhan anak. Pada akhirnya diharapkan anak-anak akan suka membaca, mempelajari dan mencintai sejarah, serta mau menjaga situs-situs bersejarah yang ada di Aceh. Sebagai orang yang meramu buku yang pertama ini, mulai dari kata, kalimat dan paragraf hingga tersusun menjadi sebuah buku bacaan sejarah untuk kalangan anakanak ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan (apresiasi) yang setingginya kepada Dinas Pariwisata Aceh, dalam hal ini Kepala Bidang Cagar Budaya dan Sejarah, Dra. Irmayani yang telah menggagas dan mewujudkan hadirnya buku ini. Buku yang bukan hanya menjawab kebutuhan akan bacaan anak-anak mengenai sejarah, tetapi sebagai obat yang bisa mengurangi rasa galau akan hilangnya sejarah kejayaan Aceh dari ingatan anak-anak. Oleh sebab itu, terbitnya buku ini menjadi sangat penting untuk mengatasi minimnya pengetahuan anak-anak di Aceh akan kekayaan warisan sejarah Aceh pada masa lalu. Sekaligus pula untuk mengingatkan bahwa mereka yang masih berstatus anak-anak ini, untuk menjaga, merawat dan melestarikan sejarah dan situs-situs sejarah Aceh yang jumlahnya lebih dari 770 situs tersebar di Aceh ini. Semua sejarah dan situs sejarah Aceh yang ada saat ini adalah harta yang sangat berharga bagi anak-anak Aceh ke depan.


Buku ini, menjadi sangat berharga dan penting, ketika bisa dibaca oleh anak-anak yang merupakan pemilik masa depan. Namun, seperti kata pepatah, taka da gading yang tak retak. Buku ini, sebagai buku cerita sejarah bagi anak-anak yang pertama, bisa jadi banyak kekurangan di sana-sini. Bukan sebagai buku yang sudah sangat sempurna. Oleh sebab itu, buku ini bisa dijadikan sebagai pemantik, pemicu bagi yang peduli akan harta kekayaan Aceh ini untuk memperbanyak literasi sejarah yang ditujukan kepada anakanak pemilik era ini dan era esok. Semoga saja akan terbit lebih banyak buku sejarah yang bukan hanya ditulis oleh orang-orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak saat ini. Semoga dapat terwujud kelak. Terima kasih banyak, kepada semua pihak, yang sudah ikut terlibat dalam penyusunan buku ini, Bu Hafni dan kawan-kawan, para guru dan kepala sekolah dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MIN) se kota Banda Aceh yang telah berkontribusi pikiran dan pendapat dalam FGD yang menimang hadirnya buku ini. Selamat membaca dan mengambil manfaat. Salam

Tabrani Yunis



Wisata Sejarah Di Serambi Makkah

Yuuk‌! Kita

Jalan-jalan

Hore‌hari ini kita akan keliling kota Banda Aceh, mengunjungi tempat-tempat bersejarah bersama -sama, teriak Nayla dengan penuh semangat.

Teriakan Nayla disambut sorak gembira kawankawannya di kelas. Lalu, Aqila yang suka dengan pelajaran sejarah, meneriakan lagi kepada kawankawan lain. Ada Nyanyak, Popon, dan juga Faiza, kawan sebangku Aqila. Semua tampak gembira

dan bersemangat ingin cepat-cepat berangkat. Kita akan berangkat bersama, kata Pak Mukhsin, guru sejarah yang mengajarkan pelajaran sejarah. Pak Mukhsin sudah memesan satu mobil khusus untuk membawa kita jalan-jalan keliling tempat bersejarah di

Banda Aceh. Asyik bukan? Seru Nyanyak yang juga sudah tidak sabar untuk berangkat. Tidak lama berselang, mobil labi-labi yang dipesan Pak Mukhsin sudah terparkir di depan sekolah. Ayo, kita semua ke mobil, seru Pak Mukhsin.




Masjid Baiturrahman Bukti Sejarah Aceh Yang Membanggakan. Semua bergerak cepat naik ke mobil dengan tertib. Pak Mukhsin mem berikan arahan sebentar sebelum berangkat. Nah, sekarang kita akan mengadakan perjalanan berkeliling ke tempat-tempat bersejarah di Aceh. Pertama, kita akan mengunjungi Masjid Raya, Baiturahman. Sebuah masjid megah yang terletak di jantung kota Banda Aceh. Siapa yang sudah sering ke Masjid Raya Baiturrahman ? tanya Pak Mukhsin. Popon sholat

yang

pernah

Jumat

ke

Masjid Raya, langsung mengangkat

tangan,

sambil berseru, saya

Pak. Wah, bagus, ujar Pak Mukhsin, yang lain bagaimana? Apakah kalian sudah tahu tentang Masjid Raya Baiturahman? Nayla, Aqila, Nyanyak dan Faiza, menggeleng-gelengkan kepala, mengisyaratkan bahwa mereka tidak tahu tentang Masjid Raya Baiturrahman.


Tidak lama kemudian, dari kejauhan, mereka melihat puncak Masjid Raya Baiturahman. Wow! Lihat! Kita sudah tiba di Masjid Raya Baiturahman. Mobil labi-labi masuk ke area parkir yang berada di lantai dasar. Nayla, Aqila, Nyanyak, Popon dan Faiza bergegas turun dari mobil dan berlari naik eskalator menuju ke halaman masjid yang begitu indah. Wahhh, banyak sekali pengunjung yang berada disini dan masjid dihiasi payung-payung besar ya? Indah sekali kata Popon. Pak Mukhsin meminta semua anak-anak, mendengarkan penjelasannya dulu. Alhamdulilah,

Kita

sudah

berada

di

Masjid

Raya,

Baiturahman.

Bagaimana perasaan kalian, senang bukan? Ya, sangat senang, jawab anak-anak.

Baiklah, kalau begitu, ujar Pak Mukhsin. Sekarang kita sudah berada di masjid Raya Baiturahman. Coba, apa yang kalian lihat dan rasakan?


Hmm, nyaman sekali, ucap Nayla. Apakah kita bisa berfoto dulu Pak? Tanya Aqila. Tapi, dengarkan dulu penjelasan Bapak. Nah, siapa yang bisa bercerita tentang sejarah Masjid Raya ini? Ayo, silakan ceritakan kepada temanteman. Ada yang bisa? semua terdiam dan berbisik-bisik, sambil mendorong teman untuk bercerita. Karena semua tidak ada yang mau mulai bercerita, akhirnya Pak Mukhsin pun menceritakannya. Nah, anak-anak sekalian. Masjid Raya Baiturrahman yang ada di depan kita ini, punya sejarah yang hebat. Ada yang tahu, kapan masjid ini didirikan? Tanya Pak Mukhsin. Ada yang

tahu? Tidak, jawab Nyanyak dan teman-temannya serentak.


Baiklah kalau tidak ada yang tahu, sekarang bapak akan ceritakan sejarahnya. Masjid Raya ini didirikan ratusan tahun yang lalu pada masa Kerajaan Aceh. Pada masa Sultan Iskandar Muda memimpin. Siapa yang tahu siapa Sultan Iskandar Muda? Anak-anak menggeleng-geleng, tidak tahu. Pak Mukhsin pun kembali melanjutkan penjelasannya.


Sultan Iskandar Muda adalah pemimpim kerajaan pada tahun 1607 – 1678 Masehi. Sudah lama bukan?, perlu Bapak jelaskan bahwa bangunan masjid ini tidak seperti hari ini saat pertama dibangun. Kemudian tidak

sebesar ini juga, tetapi lebih kecil. Kalian pernah melihat bangunan masjid yang terbuat dari kayu dan berlantai tanah? Kalau pernah lihat, begitulah wujud aslinya masjid raya saat itu. Belum ada keramik atau marmar yang menghiasi masjid, maka para jamaah menggunakan tikar alami untuk alas duduk untuk beribadah. Kalau sekarang sudah besar dengan banyak kubah, artinya masjid ini sudah pernah dibangun lagi dan diperluas. Ada yang tahu, kapan mulai dibangun lagi? Tanya Pak Mukhsin. Nah, Aqila yang dari tadi menyimak penjelasan pak Mukhsin, tiba – tiba langsung tunjuk tangan. Aqila menjawab, bahwa masjid raya dibangun lagi lebih besar dari sebelumnya pada masa pemerintahan Sultanah Nakiatuddin Syah, seorang pemimpin perempuan pada tahun 1675-1678

Masehi. Pembangunannya terus terjadi hingga kini. Hmm, bukan saja besar, tetapi juga indah dan megah, benar bukan? sekarang terdapat 136 buah tiang, 7 kubah, dan 5 buah menara. Bahkan sekarang lebih modern. Buktinya sekarang kita bisa berlindung di bawah payung raksasa ini, ucap Aqila.


Benar sekali Aqila, bagus kata Pak Mukhsin. Jadi, masjid raya yang indah dan megah ini juga tempat yang penting pada masa pejuang Aceh melawan penjajahan Belanda, orang Aceh menggunakan Masjid Raya sebagai markas pertahanan. Kalian pasti sudah pernah membaca sejarah tentang Belanda yang ingin menguasai Aceh tahun 1973. Belanda ingin menguasai Aceh dengan merebut Masjid Raya terlibih dahulu, pertama Belanda melakukan serangan ke masjid mereka gagal hingga jenderal Belanda bernama

Kohler tewas di masjid. Akhirnya pasukan Belanda mundur ke pantai. Belanda tidak terima kekalahannya, kemudian Belanda datang kembali dengan jenderal yang baru, bernama Van Swieten. Kali kedua, akhirnya Belanda berhasil menguasai masjid raya. Padahal, Tuanku Hasyim Banta Muda dan Panglima Teuku Umum Lueng Bata beserta pasukannya sudah

berusaha dengan gigih mempertahankan agar Masjid Raya. Oooo, begitu ya? Tanya Popon, iya jawab Pak Mukhsin.


Selanjutnya Letnan Jenderal Van Swieten berkeinginan membangun kembali masjid raya yang sudah rusak karena serangan mereka.

Kemudian dibuatlah rancangan masjid oleh arsitek De Bruins dan dibantu oleh seorang penghulu dari Jawa Barat, agar sesuai dengan ajaran Islam. Wah, panjang sekali sejarahnya ya? Ujar Nayla lagi.

Hmm, ceritanya belum selesai. Masih ada sejarah peletakan batu pertama dilakukan dan oleh siapa, bukan? Coba dengar sebentar lagi ya, ujar Pak Mukhsin. Peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Raya Baiturahman dilakukan oleh Jenderal Van der Heyden pada tahun 1879. Barulah pada tahun 1881 diserahkan kepada Teungku Kadi Malikul Adil yang diiringi dengan tembakan meriam sebanyak 13 kali dan kenduri sebagai rasa syukur. Sudah tahu semua tentang sejarah Masjid Raya bukan? Tanya pak Mukhsin. Semua anak-anak menjawab serentak, sudah. Tapi, perjalanan kita belum selesai. Kita akan berkunjung pula ke makamnya Sultan Iskandar muda nanti.


Tapi Pak, ujar Faiza. Kita belum berfoto-foto. Bukankah kita perlu membuat foto kenangan dan nanti kita bisa bagikan di media sosial agar

semakin banyak yang tertarik datang ke Aceh? Baiklah, ayo kita berfoto dulu. Silakan selfie dan jangan lama-lama ya. Kita akan segera ke tempat bersejarah lainnya. Kata Pak Mukhsin. Ayo cepat!

Kita naik labi- labi, ajak Pak Mukhsin, sembari semua

bergerak menuju labi-labi. Ayoooo‌. Seru semua anak.

Masjid Baiturrahman




Museum Aceh Anak-anak semuanya, sekarang kita menuju Museum Aceh. Kira-kira kita akan sampai disana dalam waktu 5 menit. Sebenarnya, kita bisa ke sana dengan berjalan kaki, tapi karena kita akan mengunjungi beberapa tempat lagi, kita menggunakan labi-labi saja. Persis lima menit, mereka tiba di depan sebuah Rumah Tradisional Aceh yang lumayan besar. Ayo kita masuk lewat pintu gerbang dan tu coba lihat di sebelah kanan kita ada sebuah lonceng besar. Itu, namanya lonceng, “Cakra Donya�. Jelas Pak Mukhsin. Nah, di sini ada dua tempat yang akan kita kunjungi. Pertama kita akan masuk ke museum dan kemudian kita akan ke Makam

Sultan Iskandar Muda. Siapa yang sudah sering datang ke Museum Aceh ini? Tanya Pak Mukhsin lagi.

Saya Pak! Seru Nyanyak. Saya sudah beberapa kali datang ke museum ini bersama ayah. Jawab Nyanyak penuh semangat. Wah, hebat kamu Nyanyak. Kamu pasti sudah banyak tahu tentang museum ini, Puji Pak Mukhsin.


Saya tahu sedikit Pak, tapi saya pernah membaca buku informasi

mengenai museum ini. Kata Nyanyak lagi. Kalau begitu, kita masuk ke museum cepat -cepat dan Nyanyak mohon bantu jelaskan kepada kawan – kawan juga ya.

Baiklah, teman-teman. Ayooo kita masuk agar kita punya waktu melihat benda-benda satu-persatu peninggalan sejarah Aceh yang hebat. Jadi, Museum Aceh ini adalah museum yang didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan diresmikan oleh Gubernur bernama Jenderal H.N.A Swart, pada tanggal 31 Juli 1914. Saat itu bangunannya belum seperti sekarang. Dulu bangunannya hanya satu yaitu Rumah tradisional Aceh saja.

Ayo! Siapa yang sudah sering melihat rumah Aceh? Tanya Nyanyak kepada teman-temannya. Saya! Jawab semua anak-anak.


Rumah Aceh itu tinggi dan terbuat dari kayu, seringnya disebut juga rumah panggung. Awalnya Rumah Aceh museum itu berasal dari pavilion Aceh yang ditempatkan di arena pameran kolonial (de Koloniale Tentoonsteling) di Semarang pada tanggal 13 Agustus sampai dengan 15 November 1914. Sudah lama sekali bukan? Ya Pak. Jawab Nayla. Nah, pada tanggal tersebut, pavilion Aceh berhasil berhasil memperoleh empat medali emas, 11 perak, tiga perunggu dan piagam pengjargaan sebagai pavilion terbaik. Wah! Hebat sekali bukan? Sebut Aqila. Ya, tentulah sangat hebat, Bayangkan saja lho, tahun 1914. Apalagi dapat empat medali emas. Wow! Ternyata Aceh masa lalu itu hebat sekali ya Pak? Tanya Faiza lagi. Ya, begitulah sejarahnya. Kata Pak Mukhsin lagi.


Bahkan, atas keberhasilan tersebut, kepala dan kurator museum, Bapak Stammeshaus

mengusulkan

kepada

Gubernur

Aceh

agar

pavilion

tersebut dibawa kembali ke Aceh untuk jadi museum. Lokasinya berada di sebelah Timur Blang Padang. Baiklah, kalau begitu, Bapak akan lanjutkan ceritanya. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Maka, setelah Indonesia merdeka, Museum Aceh ini menjadi milik pemerintah kita. Lalu, pada tahun 1969, museum dipindahkan dari Blang Padang ke tempat sekarang, di desa Peuniti yang letaknya tidak jauh dari pendopo Gubernur Aceh. Oya, lanjut Pak Mukshin, ayo kita masuk ke dalamnya, agar kita bisa melihat lebih dekat. Ajak Pak Muksin. Nah, coba amati dengan baik.

Rumoh Aceh itu terdiri dari serambi depan, serambi belakang dan ruang tengah. Kalau dalam bahasa Aceh, ketiga ruang tersebut masing-masing disebut dengan seuramo keu, seuramoe likot dan rumoh inong. Jelas Pak Mukhsin.


Jadi, sesuai dengan namanya masing-masing, bagian-bagian itu pun

mempunyai fungsi masing-masing. Serambi depan untuk menerima setiap tamu yang datang. Serambi belakang untuk ruang makan dan dapur. Sedangkan rumoh inong atau ruang tengah adalah tempat tidur yang sering disebut dengan juree.

Tahukah kalian bahwa lantai bangunan Rumoh Aceh ini memiliki 44 tiang, dan dua

pintu dengan anak tangga masing-masing. Maka, apa yang

menjadi istimewa dengan rumah Aceh ini, ternyata sangat kokoh atau kuat. Padahal, bagian-bagian rumah ini hanya diikat dengan tali ikatan tali ijuk, pasak atau baji sebagai pengganti paku dan sekrup. Bahkan lagi, ragam hias yang terdapat pada Rumoh Aceh, merupakan pola-pola umum ukiran kayu tradisional Aceh yang khas. Dikatakan khas, karena terdiri dari pola belah ketupat dan kaligrafi. Coba lihat pada dinding Rumoh Aceh, Pinta Pak Mukhsin. Terdapat banyak lukisan para pahlawan Aceh. Nah, kalian semua ingat nama-nama pahlawan Aceh, bukan?


“Saya tidak ingat semua Pak�,

kata

Mungkin,

Nayla.

teman-teman

lain tahu. Baiklah,

kata

Pak

Mukshin lagi. Mari kita

perhatikan setiap lukisan tersebut satu-per satu, yang

pertama,

Sultan

Iskandar Muda. Kedua, Teungku Chik Di Tiro,

Cut Nyak Dhien, Teuku Nyak Arief, Teuku Umar Johan

Pahlawan,

Mutia dan lain-lain.

Cut

Museum Aceh

Hebat bukan? Pak Mukhsin menyakinkan anak-anak. Sekarang semua sudah tahu, Aceh itu memiliki kekayaan sejarah yang perlu kita pelajari bersama. Sekarang mari kita ziarah ke makam Iskandar Muda yang ada di samping museum.




Makam Sultan Iskandar Muda Nah, benar kan? Makam Sultan Aceh itu sangat dekat. Kata Pak Mukhsin. Oo iya, ujar Popon. Tapi, kuburan Sultan Iskandar Muda yang mana?

Wah, sabar dong Pon. Ujar Nayla. Kita tunggu saja penjelasan Pak Mukhsin. Baiklah, jawab Popon. Nah, anak-anak. Sekarang kita berada di sebuah kawasan, kuburan atau makam Sultan Iskandar Muda. Nah, siapa di antara kalian yang tahu tentang Sultan Iskandar Muda? Ayo, siapa yang pernah membaca sejarahnya? Tanya Pak Mukhsin, sambil berkata, yang bisa bercerita nanti akan diberikan hadiah. Ada yang mau menceritakannya? Nyanyak dengan sigap berkata, saya! Baiklah Nyanyak, Silakan ceritakan apa yang Nyanyak ketahui.


Setahu Nyanyak pak, Sultan Iskandar Muda adalah pemimpin hebat dari kerajaan Aceh dan berhasil membuat Aceh jaya sekali, dan meninggal pada tahun 1636.

Wah, hebat kamu Nyanyak, puji Pak Mukhsin.

Kamu pasti rajin

membaca, ya? Ya, selain itu Sultan Iskandar Muda meninggal pada usia muda, ketika masih berusia 43 tahun. Sayangnya, setelah beliau meninggal, tidak ada anak laki-lakinya yang masih hidup untuk melanjutkan kekuasaan. Sehingga kemudian tahta kekuasaan diserahkan

kepada menantunya, Sultan Iskandar Thani yang berkuasa sejak tahun 1636-1641. Setelah Iskandar Thani pun meninggal, lalu tahta kerajaan pun dipegang oleh istri Iskandar Thani yakni Sultanah Tajul Alam Safiatuddin yang juga dikenal sebagai puteri Sultan Iskandar Muda.


Apa lagi yang Nyanyak tahu? Tanya Pak Mukhsin lagi. Ya, pada masa itu, Sultan Iskandar muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas dalam menerapkan syariat Islam. Menurut sejarah, Sultan Iskandar Muda bahkan pernah menghukum puteranya sendiri, Meurah Pupok karena melakukan perbuatan yang dilarang agama. Sultan

Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan kebijakan tentang riba. Nah, tahu tidak teman-teman? tanya Aqila. Sultan Iskandar Muda kala itu sangat besar kekuasaanya tidak hanya Aceh tapi juga sampai ke Palembang. Dan memiliki pasukan gajah yang luar biasa dalam pasukan pertahanan keamanan. Wah, hebat sekali Aceh pada masa lalu, ya Pak Mukhsin? Tanya Faiza. Ya, pada masa Iskandar Muda memang dikenal seluruh dunia, timbal Pak Mukhsin. Anak-anak pun mengangguk-angguk dan berdecak kagum. Kalau ada yang mau mengabadikan dalam foto, silakan difoto ya, lanjut Pak Mukhsin. Kita akan berangkat ke tempat bersejarah selanjutnya.




Pendopo Gubernur Ketika bergerak ke pintu gerbang keluar komplek makam Sulatan Iskandar Muda, Popon melihat sebuah bangunan tua. Lalu ia bertanya pada Pak Mukhsin. Oya Pak. Itu bangunan apa yang di seberang sana? Ooo, itu adalah pendopo Gubernur, jelas pak Mukhsin. Apakah kita juga akan ke pendopo Gubernur? Tanya anak-anak serentak. Ya, kita akan ke sana. Ayo kita berangkat ke sana. Kita berjalan kaki saja ya. Kan, hanya menyebarang saja. Horeee, kita sekarang ke pendopo Gubernur, seru mereka gembira. Kita melapor dulu pada petugas keamanan ya. Kata Pak Mukhsin. Baik anak-anak! Sekarang kita bisa masuk ke Pendopo Gubernur. Kalian bisa mengamati, bertanya dan juga boleh selfi. Yang penting semua harus tertib. Begitu petuah Pak Mukhsin.


Ini memang sebuah bangunan tua, ya bangunan zaman dahulu. Ya dibangun pada tahun 1881. Sudah lama sekali bukan? Bangunan ini dibangun di atas bekas Istana Sultan Aceh yang disebut Dalam. Nah, di atas bangunan “Dalam” itu dibangun sebuah rumah pemerintah. Dulu, Gubernur Belanda pertama yang menghuni istana ini pada tahun 1881 adalah Letnan Jenderal K. Van der Heijden yang oleh orang Aceh disebut

“Jenderal

Bermata

Sebelah”

karena

ketika

memimpin

pertempuran di Samalanga, sebelah matanya cedera ditembus peluru

lasykar Aceh. Pada masa pendudukan Jepang (1942- 1945), hanya satu petinggi Jepang yang sempat menempati “istana” tersebut yaitu Jenderal Mayor Syozaburo Iino. Tetapi setelah Indonesia merdeka, pada tahu 1945, bangunan tersebut berubah nama menjadi pendopo Gubernur dan oleh orang Aceh disebut pula dengan nama Meuligoe.


Nah, kalau kita perhatikan kontruksi bangunan pendopo ini, secara

keseluruhan tampak sekali perpaduan arsitektur Eropa dan tradisional yang bisa kita lihat pada bangunan berbentuk pendopo yang dibuat dari bahan-bahan kayu serta ornament yang menghiasinya. Kalau ciri Eropa, kita bisa lihat pada pintu dan jendela yang tinggi dan lebar.

Nah, apakah ada pertanyaan anak-anak? Tanya pak Mukhsin. Ya ada pak. Jawab Popon. Mengapa bangunan ini tidak dirombak menjadi rumah Gubernur yang lebih modern? Hmmm. Tentu saja tidak bisa. Jawab Pak Mukhsin. Kalau bangunan ini diganti dengan bagunan baru, kita tidak akan pernah ada lagi bukti sejarah kita, tambah Pak Mukhsin.

Kalau Popon pernah mendengar orang-orang menyebut Pinto Khop. Di manakah pinto Khop itu Pak? Tanya Popon. Apa Popon tertarik untuk ke sana? Tanya Faiza.


Ya, Popon ingin sekali ke sana, biar semakin banyak tahu tentang sejarah

Aceh. Benar kan kawan-kawan? Seru Popon. Baiklah, sekarang selagi kita sedang melakukan wisata sejarah di tempat -tempat bersejarah di kota Banda Aceh, maka sangat menarik kalau kita bisa melihat langsung ke Pinto Khop itu. Ayo kita ke sana anak-anak! Pendopo Gubernur



Khop”


Pinto Khop Ayo, siapa yang tahu tentang Pinto Khop? Hmm, Pak Mukhsin lah. Kita minta Pak Mukhsin menjelaskan kepada kita. Setuju teman-teman? Ya, setuju, jawab anak-anak. Baiklah. Kata Pak Mukhsin. Bapak akan menjelaskan tentang Pinto Khop. Jangan malas mencatat ya, pesan Pak Mukhsin. Nah. Pinto Khop itu bagian dari bangunan Gunongan yang di seberang kita, kalian lihat itu, Pak Muksin menunjuk ke kiri ke arah Gunongan. Pinto Khop mirip pintu gerbang, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1636-1641 Masehi. Pinto Khop

merupakan pintu masuk dari belakang istana yang digunakan oleh Sultan Iskandar Tsani ketika memancing di sungai yang mengitari Istana Kerajaan Aceh.


Pinto Khop

Menurut cacatan dalam naskah kuno karya Nuruddin Ar-Raniry, kitab Bustanul Salatin, Sultan Iskandar Tsani itu adalah Sultan yang alim dan adil. Sang Sultan memerintahkan agar hukum agama dipatuhi dan

dijalankan dengan baik. Sayangnya, masa beliau menduduki tahta hanya 5 tahun. Apakah kalian tahu, siapa Sultan Iskandar Tsani? Tanya pak Mukhsin. Dengan lancar Nayla menjelaskan. Bahwa Sultan Iskandar Tsani adalah menantu yang juga anak angkat dari Sultan Iskandar Muda, dan ia menjadi pemimpin kerajaan pada usia 25 tahun, setelah Sultan Iskandar Muda, karena Sultan Iskandar Muda tidak mempunyai putera laki-laki lagi.


Wah, Nayla hebat ya. Ia bisa menjelaskan sejarah kepada kita. Nayla pasti suka membaca buku sejarah, benar kan Nayla? Ya, tentu saja. Dengan banyak membaca sejarah, kita bisa banyak mengetahui sejarah. Iyakan Pak Muksin? Pak Muksin menganguk dan tersenyum, tapi ingat, cerita sejarah kita masih ada ya dan banyak yang belum kita ceritakan.



“Gunongan”


Gunongan Taman Buat Putroe Pahang Anak-anak, bapak jelasin sedikit yah, Putroe Pahang adalah istri dari Sultan Iskandar Muda, Putroe Pahang berasal dari Pahang, Malaysia.

Sang isteri selalu rindu pada kampungnya tersebut, Sultan Iskandar Muda lalu membuat sebuah gunung tiruan dengan tamannya juga, agar isterinya bisa terhibur. Bangunan itu kemudian disebut dengan Gunongan.

Fungsinya juga sebagai tempat ganti pakaian permaisuri

setelah mandi di sungai Isyiki yang mengalir di tengah-tengah istana. Begitulah sejarahnya. Ada yang ingin tahu lebih lanjut tentang Gunongan ini? Tanya Pak Mukhsin. Popon

yang

sejak

tadi

terus

menyimak

penjelasan

langsung

mengacungkan tangan, untuk bertanya. “Apakah bangunan itu hanya satu ruangan saja?


Tidak Jawab Pak Mukhsin. Perlu kita ketahui bahwa kompleks ini terdiri

dari tiga bagian. Ada Gunongan, kandang dan paterana, batu berukir. Gunongan sendiri memiliki denah segi delapan yang berlekuk-lekuk menyerupai gunung bertingkat tiga. Nah, coba lihat di puncaknya itu. Ada hiasan berupa permata berkelopak. Cantik bukan? Kalau kita perhatikan dengan baik, pada setiap puncak bisa kita lihat hiasan berupa permata berkolopak berbentuk menara bunga yang sedang mekar. Lalu ada kandang yang merupakan bangunan berdenah segi empat yang berfungsi sebagai pemakaman. Nah, di setiap sisi dinding bangunan diperindah dengan motif sulursuluran. Pada

bagian atas setiap sisi dinding terdapat kelopak bunga

berpucuk runcing, berjumlah 12 buah. Paterana batu berukir adalah sebuah batu berbentuk silinder yang terletak di samping kiri bagian depan

gunongan. Apa fungsi atau kegunaan bangunan tersebut? Tanya Nayla.


bangunan

kerrawang

berpola tersebut

berfungsi sebagai tempat

Gunongan

Nah,

penobatan Sultan. Sudah

faham semua bukan? Semua

mengangguk,

menyatakan bahwa mereka sudah faham.

Kalau semua sudah faham, barangkali ada baiknya kita melihat ke seberang jalan. Coba lihat ke seberang jalan. Apa yang kalian bisa lihat? Kuburan - kuburan, jawab Aqila. Kita kesana ya pak?



Poucut


Kerkhof Poucut Kuburan Belanda Terbesar Kuburan siapa saja di situ? Tanya Nyanyak. Nah, itu Kerkhof namanya, ya kan pak. Jawab Popon. Iya anak-anak, lebih lengkapnya disebut Kerkhof Peutjut. Ini adalah kompleks kuburan Belanda yang terluas di Indonesia. Sampai saat ini sebuah yayasan dari Belanda dan pemerintah kita masih terus menjaga dan merawat tempat ini sebagai bukti sejarah gigihnya perjuangan rakyat Aceh.

Kita bisa melihat banyak sekali kuburan di sana. Menurut catatan sejarah, di kompleks kuburuan iti ada 2200 kuburan serdadu Belanda yang gugur karena perang di Aceh.


Lalu, mengapa namanya disebut Kerkhof? Tanya Aqila. Disebut Kerkhof karena kata itu berasal dari Bahasa Belanda, jawab Pak Mukhsin. Kalau dalam bahasa Belanda, Kerkhof itu berarti makam atau kuburan. Sedangkan kata Peutjut berasal dari kata pocut, yaitu panggilan untuk anak kesayangan Sultan Iskandar Muda yang juga dikuburkan disini, Meurah Pupok. Sekarang coba pergi medekati pintu gerbangnya. Apa yang bisa dilihat? Tanya Pak Mukhsin. Oya, ada sejumlah nama serdadu marsose di dinding-dinding gerbang

yang merupakan tulisan dalam bentuk pahatan. Jawab Popon. Juga ada tahun meninggalnya juga lho. Kerkhof Poucut

/




SENTRAL TELEPON Ketika sedang mengamati nama-nama para marsose Belanda di dinding gerbang Kerkhof, tiba-tiba Faiza menoleh ke arah jalan. Ia melihat sebuah bangunan kecil yang unik di dalam sebuah taman kecil, dekat Gunongan. Dengan penuh penasaran, Faiza memanggil Aqila dan bertanya. Hi Aqila, coba lihat bangunan kecil yang di sebelah Gunongan itu. Kamu

tahu bangunan apa itu? Aqila menggeleng tidak tahu. Faiza semakin penasaran. Ia kemudian betanya kepada Mukhsin. Pak Mukhsin memberikan jawaban, " Kita juga akan ke sana.". Mendengar jawaban Pak Mukhsin, Faiza semakin berse-

mangat dan ingin segera ke bangunan yang unik itu. Tetapi ia masih belum tahu, bangunan apa yang ia lihat tersebut.


Usai mengamati semua yang ada d Kerkhof, Pak Mukhsin memanggil

semua anak-anak dan menyampaikan pesan bahwa komplek kuburan ini dijaga dan dirawat, karena memberikan pelajaran sejarah kepada kita semua, bagaimana para leluhur

kita telah berjuang hidup dan mati

dengan

benda

mengorbankan

harta

juga

untuk

kemerdekaan.

Nah, sekarang kita akan lanjutkan perjalanan kita ke tempat bersejarah lainnya yang buat Faiza penasaran dari tadi. Ayo kita ke sana! Ajak Pak Mukhsin. Horeeee, seru Faiza yang sejak tadi ingin segera ke sana. Ayo cepat Pak. Kata Faiza. Baik, mari kita naik labi-labi saja, biar nanti kita bisa parkir mobil lebih dekat. Ujar Pak Mukhsin. Asikkk, kita sudah tiba di lokasi. Ayo lihat bangunan kecil itu. Cantik ya? Kata Popon.


Yah, bukan unik

dan

sebagai

cantik, tapi tampak

Sentral Telepon

jelas

bagunan

kuno.

Sambut Nayla. Baik. Sekarang kita sudah berada disebuah bangunan

bersejarah yang ada di kota Banda Aceh, jelas Pak Mukhsin. disebut

Bangunan dengan

telepon,

ini

sentral sebuah

peninggalan Belanda juga. Letaknya juga tidak jauh dari

Masjid

Raya

Baiturrahman. Kalau kita

lihat

bangunan

itu,

bentuknya bulat seperti mercusuar. Walau pun kecil, bangun itu dibangun berlantai dua. Nah, kalau ada yang mau tahu kapan bangunan ini dibangun, Pak Mukhsin akan memberi tahu kepada kalian semua, ujar Pak Mukhsin.


Ya Pak. Kami ingin tahu kapan bangunan itu dibangun. Pinta Aqila.

Baiklah, sambung Pak Mukhsin lagi. Bangunan yang tampak kecil berwarna putih itu dibangun ketika perang Aceh masih berkecamuk. Dibangun dengan separuh beton tebal di bagian bawah dan di atasnya terbuat dari bahan kayu yang tahan cuaca. Bagian bawahnya dijadikan sebagai perisai kalau ada penyerangan laskar Aceh. Ingat ya! Gedung ini difungsikan sebagai gedung yang memberikan pelayanan telepon pada masa itu, pertama dan satu-satunya sejak tahun 1903. Dahulu, bangunan ini menjadi miliknya Militer Belanda yang digunakan untuk kepentingan perang Aceh. Nah, lanjut Pak Mukhsin. Pada masa pendudukan Jepang di tahun 19421945, Jepang menggunakan gedung ini untuk keperluan komunikasi saat perang juga. Barulah setelah kemerdekaan Indonesia sampai menjelang

tahun 1960 bangunan kuno ini dipakai sebagai kantor Telepon Militer Kodam I/ Iskandar Muda dan disebut dengan wiserbot (WB) Taruna dan selanjutnya kantor ini digunakan oleh KONI, kantor surat kabar Atjeh Post dan hingga sekarang menjadi kantornya PSSI.


Kalian tahu apa itu PSSI? Tahu Pak. jawab Popon lagi.

Ternyata gedung kecil yang tadi membuat Faiza penasaran itu memiliki sejarah yang panjang dan sekaligus menjadi bukti sejarah tentang telepon di Aceh. Wah, selayaknya bangunan itu dijaga agar tidak dihancurkan ya. Jelas Popon.

Lalu, sekarang kita akan kemana lagi? Tanya Nyanyak yang sejak tadi ,menyimak penjelasan Pak Mukhsin. Selanjutnya kita akan ke Taman Sari. Kita berjalan kaki saja ke sana. Jaraknya dari Sentral telepon hanya beberapa meter saja. Ayo kita menyeberang jalan.




TOWER AIR TAMAN SARI Ya, ternyata sangat dekat-dekat semua ya. Dekat dengan sentral telepon, dekat dengan Kerkhoff, dekat dengan Gunongan dan juga sangat dekat ke Masjid Raya Baiturahman pula. Wah, enak sekali, kata Popon. Teman-teman, sekarang coba lihat ke bangunan tinggi dan berwarna

putih itu. Ayo kita mendekat, seru Nayla. Pak Mukhsin kemudian mulai menjelaskan tentang bangunan yang disebut dengan Tower Air Taman Sari. Nah, kata pak Mukhsin. Bangunan ini adalah bangunan ini adalah bangunan peninggalan Belanda juga. Bangunan yang digunakan untuk pengelolaan air bersih untuk kota Banda Aceh diresmikan oleh pemerintah Belanda. Maka, kalau kita lihat arsitekturnya, tampak khas Belanda dengan pola yang simetris dan berwarna putih. Selain itu juga terdapat corak yang mencirikan bangunan Belanda, namun

cukup sederhana, karena fungsinya hanya sebagai tower air.

Atap

bangunan pun sederhana, hanya dengan menggunakan seng yang berbentuk kubah.


Bahan bangunannya juga mayoritas beton dengan bentuk bundar. Ada sebuah pintu kayu yang menghadap ke barat. Kelihatan di bagian atas

menara ini bentuknya lebih lebar. Jadi menara ini difungsikan sebagai tempat penampungan air dan kemudian dialirkan ke rumah-rumah pejabat Belanda. Lalu, setahun kemudian, kegiatan produksi air mulai berlangsung. Sumber airnya diambil dari pegunungan Glee Taron, Mata Ie, Aceh Besar. Jauh bukan? Sambung Pak Mukhsin dalam nada bertanya. Setelah ditampung di tower ini, lalu

dibagikan

kebutuhan

dan

militer

dan

dialirkan pengawas

untuk sipil

pemerintah di Kuta Raja (sekarang Banda Aceh). Sebenarnya, bentuk menara air ini mirip dengan menara air di Medan dan water teron di Magelang, Jawa Tengah. Pemerintah Hindia Belanda memang serius

dalam mengelola air. Nah, begitulah sejarahnya anak-anak yang cerdas.

Ada

pertanyaan?

Tanya

pak

Mukhsin. Anak-anak mengeleng, kami paham pak, jawab mereka hampir bersamaan.

Tower Air Taman Sari




BANK INDONESIA Sebenarnya, masih ada objek wisata sejarah yang ingin kita kunjungi seperti replika pesawat Seulawah 01 yang letaknya di Blang Padang, Gedung Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Banda Aceh, Kampung Pande, Makam Teungku Tuan Di Kandang dan Makam Syiah Kula. Namun, karena waktu yang kita miliki sudah sangat terbatas, tidak mungkin kita

bisa mengunjungi semua objek wisata sejarah hari ini. Kita harus mengunjungi lagi tempat – tempat bersejarah tersebut dilain waktu, ujar Pak Mukhsin. Jadi, untuk hari ini sebagai kunjungan terakhir kita adalah Bank Indonesia (BI). Ada yang pernah tahu tentang bank Indonesia? Ada yang sudah pernah masuk ke Bank Indonesia? Tanya Pak Mukhsin kepada anak -anak yang ingin segera bisa melihat dari dekat Bank Indonesia. “Saya sering lihat ketika melintas di jalan Cut Mutia, dekat dengan Polres Banda Aceh�, Jawab Popon. Tapi belum pernah masuk dan juga belum pernah tahu, seperti apa di dalam bangunan Bank Indonesia tersebut. Pasti di BI banyak sekali uangnya ya Pak? Tanya Popon lagi.


Ya, tentu saja banyak uangnya. Jawab Faiza. Kita bukan mau lihat

uangnya, tapi berkunjung dan mencari tahu tentang sejarah Bank itu, ya kan Pak? Sambung Faiza. Benar sekali, ujar Pak Mukhsin lagi. Kita ke Bank itu untuk mendapatkan keterangan tentang bangunan yang bersejarah itu. Sekarang, mari kita berangkat ke sana. Kita juga harus segera ke sana, agar tidak terlambat. Jangan sampai Banknya tutup. Baiklah. Ayo kita berangkat sekarang, ujar Nayla dan Aqila serentak. Ya, ayolah. Mereka sudah menunggu kedatangan kita, sambung Pak Mukhsin. Kurang dari 10 menit, mereka sudah tiba di gerbang BI yang letaknya di dekat

pinggir sungat atau kali Aceh yang membelah kota Banda Aceh.

Anak-anak turun

labi-labi dan bergegas masuk ke ruang tamu. Di sana

sudah ada petugas yang akan memberikan penjelasan tentang Bank.


Pak Rizal, yang berfungsi sebagai humas mempersilakan semua peserta masuk dan duduk di tempat yang telah disediakan. Anak-anak tampak

begitu ingin bertanya. Lalu, Aqila yang selalu punya rasa ingin tahu yang tinggi, langsung bertanya. “ Pak!, apakah kami sudah boleh bertanya? Pak Rizal langsung menjawab, sekarang biarlah Bapak jelaskan dahulu ya. Nanti kalau mau bertanya, silahkan jangan malu-malu. Nah, gedung ini disebut dengan Gedung BI. Bangunan yang merupakan peninggalan Belanda. Sebenarnya, ini dulu adalah sebuah rumah sakit Binnen Hospital, kemudian digunakan menjadi sebuah bank dengan nama De Javashe Bank (DJB) pada tahun 1828. Bangunan ini adalah hasil rancangan arsitek terkemuka di Hindia Belanda, yang didirikan pada tahun 1910. Nah, bila kita melihat ciri khas gedung, maka gedung

BI dirancang dengan penggunaan barisan

horisontal dari tiang-tiang yang disatukan dengan penghubung berupa kayu atau bahan lain di atap bangunan.

Jendelanya yang besar dan

panjang tidak hanya untuk kebutuhan udara masuk tapi sangat memperindah bangunan yang tinggi tersebut.


Tapi ingat, lanjut Pak Rizal.

Ceritanya belum selesai. Masih ada lagi

lanjutannya. Nah, ada yang tahu kalau Indonesia pernah dijajah oleh Jepang? Tanya Pak Rizal. Hmmm, Popon sigap menjawab. Ya, pernah Pak. Tapi tidak lama. Menurut sejarah, hanya tiga tahun setengah (3.5 ) tahun. Benar sekali Popon. Sambut Pak Rizal. Pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini sempat ditutup oleh Jepang pada tahun 1942. Namun, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya menjadi milik Indonesia dan menjadi Bank Indonesia pada tahun 1951. Nah, begitulah sejarah Bank Indonesia ini. Jadi kalian sekarang boleh bertanya. Ada yang mau bertanya? Tanya pak Rizal. Pak. Apakah bangunan Bank Indonesia ini akan dibongkar dan dibangun lain sehingga menjadi lebih besar? Tanya Aqila.


Pak Rizal menjelaskan. Nah, bangunan ini adalah bangunan bersejarah

bagi bangsa Indonesia. Jadi bangunan ini tidak boleh kita hancurkan, karena akan menghilangkan jejak sejarah bangsa kita. Coba bayangkan, kalau bangunan ini dipugar akan menghilangkan bentuk aslinya jika tidak dilakukan dengan aturan yang berlaku di negara kita, maka nilai sejarahnya juga akan berkurang. Sebagai generasi muda harus rajin

membaca sejarah bangsa. Pesan Presiden Indonesia pertama, Bung Soekarno, kita tidak boleh melupakan sejarah. Terima kasih banyak Pak, sudah membantu kami bisa memahami sejarah gedung Bank Indonesia yang megah dan bernilai sejarah ini. Ujar Nayla. Baiklah, perjalanan kita berakhir hari ini. Terima kasih banyak Pak Rizal, sambung Pak Mukhsin. Semoga anak-anak sepulang dari sini akan menyampaikan cerita ini kepada teman-teman di sekolah yang belum

sempat berkunjung seperti mereka. Nah, mengingat waktu yang kita miliki hanya sedikit lagi dan kita harus kembali ke sekolah, sebaiknya kita segera menuju ke labi-labi.


Tapi jangan lupa, kata Aqila. Kita harus menulis tentang cerita perjalanan keliling mengunjungi tempat-tempat bersejarah hari ini. Ya, nanti kita menulis dan kita kirim ke majalah anak-anak ya. Jadi kalau semua menulis tentang pengalaman kita ini, kita sudah ikut membantu generasi muda memahami sejarah Aceh dan sejarah bangsa kita, lanjut Faiza. Alhamdulilah, kita harus bangga dengan kekayaan sejarah Aceh kata Pak Mukhsin. Ayooo kita kembali ke sekolah sebelum orang tua kalian datang menjemput. Bank Indonesia



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.