Hikmah1

Page 1

HIKMAH 1: “PERBUATAN DHOHIR DAN SUASANA HATI” Ahad, 27 January 2013 (15 Rabi'ul awal 14 H) Oleh: KH Mustaghfirin Amin Assalamualaikum Alfatehah Alhamdulillah, kita diberi kesempatan oleh Alloh SWT, mengaji kembali kitab Al Hikam karya Syech Ibnu Athoillah. Hari ini kita akan mengaji hikmah ke 1: "PERBUATAN DHOHIR DAN SUASANA HATI". Mari kita simak bersama. Syech Ibnu Athoillah menyampaikan hikmahnya: "TANDA-TANDANYA ORANG YANG HANYA MENGANDALKAN DAN BERSANDAR KEPADA AMALNYA ADALAH KETIKA DIA MELAKUKAN KESALAHAN, DIA MERASA BERKURANG HARAPAN DAN PUTUS ASA ATAS RAHMATNYA ALLOH SWT" Kita diajak merenung tentang hakekat amal oleh Syech Ibnu Athoillah dalam permulaan hikmahnya di kitab Al Hikam ini. Amal

dibagi menjadi 2 jenis, yaitu PERBUATAN DHOHIR dan PERBUATAN HATI atau

suasana hati. Dalam realitas sehari hari, manusia dapat melakukan perbuatan dhohir yg serupa, tetapi dengan suasana hatinya berbeda. Pengaruh amal dhohir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amal dhohir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amal dhohir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun ia itu adalah amalan batin. Hati yang bebas dari bersandar kepada amal, adalah hati yang menghadap kepada Allah SWT, dan menyandarkan kepada-Nya tanpa membawa semua amalnya, baik dhohir atau batin. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, sebanyak berapapun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan untuk mendapatkan sesuatu. Orang seperti ini tidak membatasi kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah SWT Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri sudah barang tentu berbuat menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Orang arif tidak menjadikan amalnya sebagai alat untuk dijadikan SOP dalam ketuhanan Allah SWT atau ‘memaksa’ Allah SWT berbuat sesuatu menurut kehendak makhluk. Sopan santunnya, kita nggak boleh..@maksa.com kepada Alloh atas amal kita. Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia bergantung rapat dengan amalan dirinya, baik yang dhohir maupun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amal dhohir adalah mereka yang mencari faedah dunia. Sedang mereka yang kuat bersandar kepada amal batin adalah yang mencari faedah akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalnya menentukan apa yang akan diperoleh di dunia maupun di akhirat. Mereka hanya menyandarkan diri kepada amalnya

semata. Atau jika mereka bergantung

kepada Allah SWT, pergantungannya itu bercampur dengan keraguan. Dia merasa sudah berkontribusi dengan amalnya dan dengan ikhtiarnya. Setiap orang bisa memeriksa dirinya sendiri apakah kuat atau lemah ketergantungannya kepada Allah SWT. Hikmah 1 yang dikeluarkan oleh Ibnu Athaillah memberi petunjuk mengenainya. Lihatlah kepada hatinya saat terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat dia berputus asa dari HIKMAH 1: “PERBUATAN DHOHIR DAN SUASANA HATI” Ahad, 27 January 2013 (15 Rabi'ul awal 14 H)

1/3


rahmat dan pertolongan Allah SWT itu tandanya pergantungannya kepada-Nya sangat lemah. Padahal Allah SWT itu Maha Bijaksana. Kita tidak boleh putus asa atas rahmat Nya. Kegagalan mendapatkan apa yang diingini bukan berarti tidak menerima pemberian Allah. Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya, selamanya dia selalu memperoleh limpahan rahmat-Nya. Apapun juga yang Allah SWT lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmatNya. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak pernah berputus asa. Orang yang tidak beriman kepada Allah SWT berada dalam situasi yang berbeda. Ketergantungan

mereka

hanya disandarkan kepada amal mereka, termasuk ilmu dan usaha. Mereka berusaha berdasarkan kebisaan dan pengetahuan yang mereka kuasai. Mereka mengharapkan mendapat hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usahanya (termasuk pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmat dibalik kebijaksanaan Allah SWT mengatur perjalanan takdir. Mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya. Orang seperti ini melakukan amal karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah. Orang ini mungkin berharap, lewat amalnya dia dapat mengecap kemakmuran hidup di dunia. Dia berharap semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya dan dihindarkan

penyakit. Semakin banyak amal kebaikan yang dilakukannya, semakin bertambah

besar harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya. Sebagian kaum muslimin mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salihnya sebagai tiket untuk memasuki syurga,

dan menjauhi neraka. Kerohanian orang

yang bersandar kepada amal sangat lemah, khususnya bagi mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka. Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka berharap perjalanan hidupnya lancar nyaman. Apabila hasilnya berbeda di luar skenario, mereka cepat panik dan gelisah. Bencana membuat mereka beranggapan, bahwa merekalah yang paling malang di dunia ini. Bila sukses memperoleh kebaikan, mereka merasakan kejayaan itu disebabkan kepandaian dan usaha mereka sendiri. Mereka mudah menjadi egois dan sombong. Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu hanya sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan karunia Allah SWT seperti terbukanya tabir yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan bahwa amalnya hanya berfungsi membawanya dekat kepada Tuhan. Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya seperti berzikir, sholat sunnah, berpuasa dan lain-lain. Bila dia tertinggal atau lupa melakukan amal yang biasa dilakukannya maka dia merasa dijauhkan oleh Tuhan. Inilah orang yang pada peringkat permulaan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui amalan. Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal. Kedua golongan tersebut berpegang kepada keberhasilan amal dalam mendapatkan sesuatu. Ahli ibadah yang masih diperingkat permulaan juga kuat bersandar kepada amalan batin seperti sembahyang dan berzikir. Jika mereka tertinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, mereka menjadi berkurang harapannya untuk mendapatkan anugerah dari Allah SWT. Dalam kaitan bersandar kepada amal ini, termasuk juga bersandar kepada ilmu. Baik itu ilmu dhohir HIKMAH 1: “PERBUATAN DHOHIR DAN SUASANA HATI� Ahad, 27 January 2013 (15 Rabi'ul awal 14 H)

2/3


atau ilmu batin. Ilmu dhohir adalah ilmu yang disnisbahkan pada kekuatan akal. Ilmu batin adalah ilmu yang menggunakan kekuatan hati saat menyampaikan hajat. Pasca level tersebut, sekiranya Tuhan mengizinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada maqom yang lebih tinggi. Orang yang di dalam maqom ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walau banyak. Namun hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut adalah karunia Allah SWT kepadanya. Jika tidak ada hidayat dari Allah SWT tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukan. Semuanya adalah karunia Allah SWT. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah SWT tentukan, tidak terlihat olehnya kekuatan perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya. Maqom ini dinamakan maqom ariffin yaitu orang yang mengenal Allah SWT. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal, merekalah juga kuat mengerjakan ibadat. Hatinya sentiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab. Lalu bagaimana tahapan-tahapan maqom arifin ini beribadah? Di awal perjalanannya, mereka kuat beramal sesuai syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang bisa membawanya mendekat kepada Allah SWT. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amal sebagai alat atau penyebab. Dia melihat semua amalnya adalah karunia Allah SWT. Kedekatannya dengan Allah SWT juga karunia-Nya. Dia mengenal Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, bodoh, serba kekurangan. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya hanya tertuju kepada Kodrat dan ketentuan Allah SWT. Jadilah dia seorang arif yang sentiasa memandang kepada Allah SWT. Di manakah posisi kita saat ini? Tanyalah pada dirimu. Kalau engkau melakukan kesalahan dan anda menjadi susah, itu maknanya sampeyan masih menyandarkan pada amal. Alhamdulillah..... Itulah makna hikmah yang pertama..... Semoga, jamaah surplus dapat mengambil hikmah dan manfaatnya..... Terima kasih...... Mohon maaf, bila ada khilaf... Alfatehah.....

HIKMAH 1: “PERBUATAN DHOHIR DAN SUASANA HATI� Ahad, 27 January 2013 (15 Rabi'ul awal 14 H)

3/3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.