HIKMAH 4: TADBIR MANUSIA Pengajian SurpluS, 17 Februari 2013, 09 RaT 1434H Oleh KH Mustaghfirin Amin Assalamualaikum.... Alfatehah....... Alhamdulillah kita bisa bertemu dalam pengajian Al Hikam. Syech Ibnu Athoillah menyampaikan hikmahnya yg ke 4 : “TENANGKAN DIRIMU DARI MEMIKIRKAN URUSAN DUNIAWI (TADBIR), KARENA APA YANG TELAH DIRENCANAKAN ALLAH SWT BAGIMU, TIDAK PERLU KAMU IKUT SIBUK MEMIKIRKANNYA.” Syech Athoillah menyambung hikmah ke tiga dengan nasehat yang penuh semanak dalam hikmahnya yg ke 4 : "tenangkan dirimu dari tadbir, karena sudah ada Dzat selain dirimu (yakni Alloh SWT) yg mengelola nya, untuk itu kau tidak perlu repot2 mengaturnya..." Setelah mengaji hikmah ke 3, kita diingatkan tentang takdir. Murid diwanti wanti agar jangan lupa bahwa segalanya itu telah ditentukan oleh Alloh SWT. Dalam realitasnya, masih terdapat murid yg galau hatinya, khususnya galau memikirkan kehidupannya. Memikirkan, mengelola, merencanakan dan mengambil langkah langkah aksi untuk meraih cita-citanyanya itulah yg disebut tadbir. Tadbir dalam pengertian netral adalah “pertimbangan seksama intelektual atas akibat (hasil) dari sebuah urusan, kemudian diikuti dengan implementasi, jika akibat tersebut adalah baik-tepat atau penolakan jika hasilnya diperkirakan akan buruk.” Dengan kata lain tadbir adalah mengelola kehidupan atau manajemen kehidupan. Dengan pengertian tersebut, ada dua aspek penting tadbir : Sentralitas hasil akhir (outcomes) dan proses yang dilakukan dalam meraih hasil. Lho pak, pengajiannya sekarang kok pakai definisi segala? Mbok jangan neko-neko!. Poro sedulur dan hai para murid, ini itu akibat instruksi gus syam yg kemaren nginep di guo hiro'. Gus Syam maido....kalau pengajian itu mbok jangan yg ndeso nemen, agar sedikit kelihatan ngilmiah. Saya bingun dibuatnya...... Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Ranah akal ialah ilmu. Tentu saja cakupan ilmu itu sangat luas, bermula dari akar, pohon atau pokok, kemudian ranting, dahan, dan daun. Setiap ranting ada ujungnya, yaitu solusi.Biasanya Ilmu itu sepakat pada tataran globalnya, tapi manakala sdh sampai di cabang apalagi ranting, maka ilmu berselisih. Dan bahkan bertolak belakang. Jawaban kepada sesuatu masalah selalu berubah-ubah menurut pendapat baru yang ditemui. Apa yang dianggap benar pada mulanya disalahkan pada akhirnya. Oleh sebab sifat ilmu yang demikian, menjadikan orang awam yang larut terbuai membahas tentang sesuatu masalah bisa mengalami kekeliruan dan kekacauan pikiran.Salah satu perkara yang mudah mengganggu fikiran ialah soal takdir atau qodho' dan qodar yg telah dibahas di hikmah ke 3.
@Bu Mia, jika soal takdir ini dibahas dan ditanyakan hingga kepada yang detil, kecil, halus dan rumit, maka seseorang akan menemui kebuntuan karena ilmunya tidak mampu menjawab dengan konkrit. Makanya, qodho' dan qodar tidak diimani dengan akal. Takdir hendaknya diimani dengan hati. Tugas ilmu ialah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu bergerak menggoyang keimanan maka ilmu itu harus diputus dan hati dihadirkan untuk tunduk dengan iman. Kalam Hikmat keempat ini membimbing kita ke arah itu agar iman tidak dicampur dengan keraguan. Selama nafsu dan akal menjadi penghalang apalagi dijadikan panglima, maka beriman kepada hal yg ghaib dan menyerah diri secara total menyeluruh kepada Alloh SWT tidak akan dicapai. Qodho' dan qodar itu termasuk dalam perkara ghaib. Perkara ghaib hanya bisa disaksikan dengan mata hati atau basirah. Mata hati tidak dapat dilihat jika hati kita terselimuti oleh tabir nafsu. Nafsu adalah kegelapan. Tentu saja bukan kegelapan lahiriah tetapi kegelapan dalam keghaiban. Kegelapan nafsu itu menghijab atau menutupi, sedangkan mata hati memerlukan cahaya ghaib untuk dalam melihat perkara ghaib. Cahaya ghaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya pada roh. Cahaya atau nur pada roh hanya bersinar apabila sesuatu itu selalu terhubung dengan Allah SWT. Mengapa? HIKMAH 4: TADBIR MANUSIA Pengajian SurpluS, 17 Februari 2013, 09 RaT 1434H
1/4