Hikmah 2

Page 1

HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID” Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H Oleh KH Mustaghfirin Amin Assalamualaikum..... Alfatehah...... Alhamdulillah kita diberi kesempatan Alloh SWT mengikuti pengajian kitab Al Hikam.... Inilah HIKMAH ke 2 dari kitab yg ditulis oleh Syech Ibnu Athoillah tentang: AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID. Syech Athoillah menyampaikan hikmahnya: "KEINGINAN

KAMU

UNTUK

MENJADI

TAJRID

PADAHAL

ALLAH

SWT

MASIH

MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA ASBAB ITU PERTANDA KAU TERHANYUT DALAM SYAHWAT YANG SAMAR." "SEBALIKNYA KEINGINAN KAMU UNTUK BERPINDAH MENJADI ASBAB PADAHAL ALLAH SWT TELAH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA TAJRID BERARTI KAU TELAH TURUN DARI SEMANGAT DAN DARI DERAJAT YANG TINGGI." Hikmah ke 2 ini akan mendasari ide dasar dari aphorisme (dalil) yg diajukan oleh Syech Ibnu Athoillah. Oleh para pengulasnya, dijabarkan sebagai berikut : Manusia yang bergantung kepada amal adalah sifat manusia biasa yang hidup dalam dunia ini. Dunia ini dinamakan alam ASBAB.

Karena proses kelangsungan dibangun dari HUKUM SEBAB AKIBAT. Apabila

perjalanan hidup keduniaan dipandang melalui mata ilmu atau mata akal maka akan dapat disaksikan kerapian susunan sistem sebab akibat yang mempengaruhi semua kejadian. Hubungan sebab dengan akibat sangat erat. Mata akal melihat dengan jelas peran sebab dalam menentukan akibat. Benar bahwa asbab bisa dipandang sebagai KONSEP KONTINUM namun sebagai sebuah methologi, maka penjelasannya diterangkan secara kontras.

Ini ibarat menerangkan product yang tangible dan intangible......

Selanjutnya ulasannya adalah: Kerapian SISTEM SEBAB AKIBAT ini membuat manusia dapat mempelajari polanya dan mengambil manfaat dari kejadian alam. Manusia dapat menentukan unsur yang dapat merugikan kesehatan lalu menjauhinya dan manusia juga dapat menentukan unsur yang bisa dijadikan obat lalu menggunakannya. Manusia bisa membuat ramalan cuaca, pasang surut air laut, angin, ombak, letupan gunung berapi dll. Sistem perjalanan alam tersusun dengan sangat rapi dan sempurna, maka terbentuklah hubungan sebab dan akibat yang padu. Allah SWT mengadakan sistem sebab akibat yang rapi adalah untuk kemudahan manusia menyusun kehidupan mereka di dunia. Kekuatan akal dan pancaindera manusia akhirnya berkembang dan mampu menyandarkan kehidupan yang dikaitkan dengan perjalanan sebab akibat. Hasil dari kajian akal itulah yang melahirkan berbagai jenis ilmu tentang alam dan kehidupan, seperti ilmu sains, astronomi, kedokteran, teknologi dsb. Semua ilmu dibentuk berdasarkan perjalanan hukum sebab-akibat. Kerapian sistem sebab akibat menyebabkan HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID” Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

1/8


manusia terikat kuat dengan hukum sebab-akibat. Manusia bergantung kepada amal (sebab) dalam mendapatkan hasil (akibat). Manusia yang melihat kepada kekuatan sebab dalam menentukan akibat serta bersandar dengannya dinamakan AHLI ASBAB. Sistem sebab akibat sering membuat manusia lupa kepada kekuasaan Allah SWT. Mereka melakukan sesuatu dengan penuh keyakinan bahwa 'akibat' itu selalu lahir dari adanya 'sebab', seolah-olah Allah SWT tidak ikut campur lagi dalam urusan kehidupan mereka. Jadilah manusia mempertuhankan „SEBAB‟ karena telah dipandang sebagai si empunya kekuatan sehingga lupa kepada

'SANG PEMBERI SEBAB'.

Ternyata, Allah SWT melalui kekuasaan-Nya, telah meletakkan HUKUM SEBAB-AKIBAT di alam itu sebagai ciptaanNya yang paralel. Dia yang meletakkan kerapihan hukum sebab-akibat sebagai penciptaan yang sejajar dan Dia sangat berkuasa merombak hukum sebab akibat tersebut. Apa maknanya sejajar? Maknanya adalah SEBAB itu adalah MAKHLUK dan AKIBAT juga MAKHLUK. Alloh SWT menciptakan 'SEBAB' dan 'AKIBAT' sebagai dua makhluk yg TIDAK terkait karena usaha manusia. Beliau adalah Maha Penentu. Lihatlah, Saat Alloh SWT mengutus Para rasul dan para nabi dan membekalinya dengan membawa mukjizat untuk merombak hukum sebab-akibat, dan mengembalikan pandangan manusia kepada-Nya. Mukjizat para rasul yang didatangkan oleh Allah SWT, merombak berlakunya hukum sebab-akibat untuk menyadarkan manusia, bahwa pada hakikatnya yang berkuasa Allah SWT. Contohnya nabi Musa, kalau menggunakan hukum sebab akibat, pasti dia tidak bisa membelah laut dgn tongkatnya. Manusia mestinya melihat bahwa Alloh SWT adalah Sang Pemegang kekuasaan dan pencipta hukum sebab-akibat. Sehingga Dia kuasa menciptanya dan Dia kuasa mencabutnya. Orang yang melihat kepada kekuasaan Allah SWT dengan MATA HATI, akhirnya menata ulang persepsinya terhadap hukum sebab-akibat. Saat seseorang hanya menyandarkan dirinya kepada Allah SWT, dan bukan kepada amal yang menjadi sebab, maka orang yang seperti ini dipanggil AHLI TAJRID. Dalam konsep klasik dikatakan bahwa 'AHLI TAJRID' adalah ahli ibadah yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk beribadah. Dia berkeyakinan penuh bahwa rizki dan urusan kehidupannya akan disediakan oleh Alloh SWT. Tentu saja sangat naif kalau kita terus tanya, lha dari mana dia makan? Darimana dia menjalani roda kehidupan? AHLI TAJRID, seperti juga AHLI ASBAB, dalam kehidupan sehari hari juga melakukan sesuatu menurut peraturan sebab-akibat. AHLI TAJRID juga makan dan minum AHLI TAJRID memanaskan air dan memasak nasi dengan menggunakan api juga. AHLI TAJRID juga nikah dan beranak pinak. AHLI TAJRID juga melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan rizikinya. Itulah yg dimaksud dengan kontinum, bukan hitam putih saat memilah AHLI ASBAB dan AHLI TAJRID. Tidak ada perbedaan diantara amal AHLI TAJRID dengan amal AHLI ASBAB.

HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID” Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

2/8


Perbedaannya terletak di dalam diri mereka yaitu HATI. AHLI ASBAB melihat kepada kekuatan hukum alam. AHLI TAJRID melihat kepada kekuasaan Allah SWT yang mengatur hukum alam tersebut. Walaupun AHLI ASBAB mengakui kekuasaan Allah SWT tetapi penghayatan dan kekuatannya pada hati tidak sekuat AHLI TAJRID. Namun, keduanya adalah hamba Alloh SWT yang terkasih. Keduanya adalah sama. Keduanya mulia dihadapan Alloh SWT. Namun, dalam melakukan amal kebaikan AHLI ASBAB perlu melakukan mujahadah atau bekerja keras dengan menggunakan hukum sebab akibat. Mereka perlu memaksa diri mereka berbuat baik dan perlu menjaga kebaikan itu agar tidak menjadi rusak. AHLI ASBAB perlu memperingatkan dirinya supaya berbuat ikhlas dan melindungi keikhlasannya agar tidak dirusakkan oleh: 

RIA (berbuat baik untuk diperlihatkan kepada orang lain agar dia dikatakan orang baik),

TAKABUR (sombong dan membesarkan diri, merasakan diri sendiri lebih baik, lebih tinggi, lebih kuat dan lebih cerdik daripada orang lain) dan

SAMA'AH (mencari perhatian orang lain atas kebaikan yang telah dibuatnya dengan cara bercerita mengenainya, agar orang mengakui bahwa dia adalah orang baik).

Jadi, AHLI ASBAB perlu memelihara kebaikan sebelum melakukannya dan juga setelah melakukannya. Suasana hati AHLI TAJRID berbeda dengan yang dialami oleh AHLI ASBAB. Jika AHLI ASBAB memperingatkan dirinya supaya ikhlas, AHLI TAJRID tidak lagi melihat kepada ikhlas karena mereka tidak bersandar kepada amal kebaikan yang mereka lakukan. AHLI TAJRID tidak menentukan perbuatannya ikhlas ataupun tidak ikhlas. Tapi pada penyerahan kepada Alloh SWT.

Mengapa?

Bila seseorang merasakan dirinya sudah ikhlas, padanya masih tetap ada dan tersembunyi ke-EGOAN DIRI yang membawa kepada RIA, dan UJUB (merasakan diri sendiri sudah baik) serta sama’ah. Gambaran tentang ikhlas adalah sebagai berikut : Apabila tangan kanan berbuat ikhlas dan tangan kiri tidak menyadari perbuatan itu. Orang ikhlas itu berbuat kebaikan dengan melupakan kebaikan itu. Contohnya: Jika seorang miskin diberi harta oleh jutawan, tentu orang miskin itu malu menepuk dadanya sendiri dihadapan jutawan itu sambil mengatakan bahwa dia sudah kaya. Orang tajrid yang diberi keikhlasan oleh Allah SWT, mengembalikan kebaikan keikhlasan mereka kepada Allah SWT. Ibaratnya, jika harta orang miskin itu pemberian si jutawan tadi, ikhlas orang tajrid adalah pemberian dari Allah SWT. Jadi, orang asbab bergembira karena melakukan perbuatan dengan ikhlas. Orang tajrid bergembira melihat Allah SWT yang memberi karunia untuk semua urusan. AHLI ASBAB diarahkan untuk menjadi syukur, AHLI TAJRID berada dalam penyerahan. Kebaikan yang dilakukan oleh AHLI ASBAB merupakan sapaan agar mereka ingat kepada Allah SWT yang memimpin kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh AHLI TAJRID merupakan karunia Allah SWT kepada kumpulan manusia yang tidak memandang kepada diri mereka dan kepentingannya. AHLI ASBAB melihat kepada kekuatan hukum sebab-akibat. AHLI TAJRID melihat kepada kekuasaan dan HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID” Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

3/8


ketentuan Allah SWT. Nah, dari sebagian kalangan AHLI TAJRID ini, Allah SWT memilih diantaranya untuk dijadikan subyek dalam meletakkan kekuatan hukumNya. Mereka yang terpilih itu bukan sekedar mengeliminir hukum sebab-akibat, malah mereka berkekuatan menguasai hukum sebab-akibat. Mereka adalah nabi-nabi dan para wali pilihan. Para nabi dianugerahi mukjizat dan para wali dianugerahi karomah. Mukjizat dan karomah merombak kekuatan hukum sebab-akibat. Lho, lalu apa AHLI ASBAB bisa dipilih oleh Alloh SWT? Tentu sangat bisa. Lihatlah, ketika nabi Musa mengusulkan saudara sepupunya Harun untuk diberi SK oleh Alloh sebagai nabi. Sahabat Umar r.a juga didoakan agar bisa diberi hidayah oleh Alloh untuk masuk Islam. Sunan Kalijogo yang perampok, juga diberi hidayah melalui ajakan Sunan Bonang. Gus Syam juga "menugaskan" saya sebagai kyai di hari minggu pagi untuk meng-upload lagi kepada jamaah surplus pengajian alhikam yg pernah diberikan oleh nya kepada saya. Orang awam cenderung gemar menjadikan kehidupan wali Allah SWT sebagai contoh. Utamanya yang memiliki banyak karomah. Timbul anggapan bahwa jika mau memperoleh karomah seperti mereka mestilah hidup seperti mereka. Orang yang berada pada peringkat permulaan cenderung untuk memilih jalan bertajrid dengan membuang segala ikhtiar dan bertawakal. Sikap melulu bertajrid membuat seseorang meninggalkan pekerjaan, isteri, anak-anak, masyarakat dan dunia seluruhnya. Kita bisa saksikan, bahwa banyak dari mereka secara serta merta melakukan ibadah secara berlebihan. Biasanya orang yang bertindak demikian tidak dapat bertahan lama. Kesudahannya dia mungkin meninggalkan kumpulan jamaahnya dan kembali kepada kehidupan duniawi. Bahkan ada yang kembali ke kehidupan yang lebih buruk daripada keadaannya sebelum berjamaah. Karena dia mau menebus kembali apa yang telah ditinggalkannya dahulu. Keadaan yang demikian berlaku akibat bertajrid secara membabi buta. Tentu tidak elok, orang yang baru masuk kedalam bidang latihan kerohanian sudah mau beramal seperti wali Allah SWT yang sudah berpuluh-puluh tahun melatihkan diri. Tindakan mencampakan semua yang dimilikinya secara tergesa-gesa membuatnya berhadapan dengan situasi yang dapat mengguncangkan imannya dan mungkin juga membuatnya berputus-asa. Apa yang harus dilakukan, bukanlah meniru kehidupan wali Allah SWT yang telah mencapai makom yang tinggi. Seseorang haruslah melihat kepada dirinya dan mengenal pasti kedudukannya, kemampuanya dan daya-tahannya. Ketika masih di dalam makom asbab, maka seseorang haruslah bertindak sesuai dengan hukum sebab-akibat. Dia harus bekerja untuk mendapatkan rizkinya dan harus pula berusaha menjauhkan dirinya dari bahaya atau kemusnahan. AHLI ASBAB perlu berbuat demikian karena dia masih terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dia harus sadar bahwa dia masih merasakan bahwa tindakan makhluk itu memberi pengaruh kepada kehidupan dirinya. Lalu apa tanda-tanda orang asbab itu? Tanda bahwa Allah SWT meletakkan seseorang pada kedudukan AHLI ASBAB adalah apabila langkah hidup dan tindakannya masih sesuai hukum sebab-akibat, namun posisi itu tidak menyebabkan dia meninggalkan kewajiban syariat tuntutan agama. Dia tetap merasa ringan nyaman untuk berbakti kepada Allah SWT. Dia tidak terjerat dengan nikmat duniawi dan tidak berasa iri hati terhadap orang lain. Bila kondisi di atas sudah terlalui, maka saat itulah terjadi kondisi yang matang untuk berhijrah dari asbab ke tajrid. Karena, apabila HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID� Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

4/8


AHLI ASBAB berjalan menurut hukum asbab maka jiwanya akan maju dan berkembang dengan baik tanpa menghadapi kegoncangan yang besar yang dapat menepis semua hambatan yang menyebabkan dia berputus asa dari rahmat Allah SWT. Rohaninya akan menjadi kuat sedikit demi sedikit dan menghantarnya masuk ke dalam maqom tajrid dengan selamat. Akhirnya dia mampu untuk bertajrid sepenuhnya. Ada pula orang yang dipaksa oleh takdir supaya bertajrid. Orang ini asalnya adalah AHLI ASBAB yang berjalan menurut hukum sebab-akibat sebagaimana orang lain. Kemungkinan kehidupannya kering, gersang dan tidak dapat menambahkan kematangan rohaninya. Untuk itu, dia memerlukan perubahan jalan agar dia berkembangan sisi kerohaniannya. Selanjutnya takdir memaksanya untuk masuk kedalam alam tajrid. Dia akan mengalami keadaan dimana hukum sebab-akibat tidak lagi membantunya untuk menyelesaikan masalahnya. Usahanya buntu. Hidupnya juga gelisah. Bahkan beberapa kekayaan yang dimiliki mretheli satu persatu. Sekiranya dia seorang direktur, maka takdir mencabut jabatannya. Sekiranya dia seorang hartawan, takdir menghapuskan hartanya. Sekiranya dia seorang yang cantik, takdir menghilangkan kecantikannya itu. Takdir memisahkannya dari yang dikasihi. Pada peringkat permulaan, dia menerima kedatangan takdir tersebut. Sebagai AHLI ASBAB, dia tetap berikhtiar menurut hukum sebab-akibat. Keadaan menjadi semakin sulit, dia makin tidak berdaya untuk menolong dirinya. Lalu dia meminta pertolongan orang lain. Usahanya juga buntu. Setelah dia lelah berikhtiar, dan sistem sebab-akibat yang terjadi pada dirinya juga tetap tidak mampu mengubah nasibnya, maka dia tidak ada pilihan kecuali berserah diri kepada takdir. Dalam keadaan begitu dia akan lari kepada Allah SWT dan merayu agar Allah SWT menolongnya. Pada peringkat ini seseorang akan kuat beribadat dan menumpukan sepenuh hatinya kepada Tuhan. Dia sangat berharap Tuhan akan menolongnya. Tetapi, pertolongan tidak juga sampai kepadanya sehingga dia benar-benar terpisah dari apa yang dimiliki dan dikasihinya itu. Pupuslah harapannya untuk memperoleh miliknya kembali. Akhirnya dia ridho dan semeleh dengan kondisi itu. Dia tidak lagi merayu kepada Tuhan. Sebaliknya dia menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan. Akhirnya dia menjadi AHLI TAJRID sepenuh hati. Dia menyerah bulat-bulat kepada Allah SWT. Tidak ada lagi ikhtiar. Tiada pilihan dan tiada kehendak diri sendiri. Dia telah menjadi seorang hamba Allah SWT yang bertajrid. Saat itulah, Allah SWT akan mengurus kehidupannya. Makhluk Allah SWT seperti burung, ikan, kuman, kepithing dan sebagainya tidak memiliki tempat simpanan makanan. Mereka adalah AHLI TAJRID yang dijamin rezeki mereka oleh Allah SWT. Jaminan rizki Allah SWT itu juga berlaku bagi manusia. Lalu apa tanda2 orang itu menjadi tajrid? Tanda-tandanya Allah SWT meletakkan seseorang hamba-Nya di dalam makom tajrid ialah apabila Allah SWT memudahkan baginya rezeki yang datang dari arah yang tidak diduganya. Jiwanya tetap tenteram sekalipun terlihat secara fisik terjadi kekurangan pada rizki atau dia sedang menerima bala ujian. Tapi hatinya kaya. Jiwanya kaya. Dia tidak memerlukan lagi uluran bantuan dari makhluk, cukup Alloh SWT yg mengurusinya. Nah, di titik ini, kitab Al Hikam mewanti-wanti dengan hikmahnya di permulaan posting pagi ini. Sekiranya AHLI TAJRID secara sengaja memindahkan diri ke MAQOM ASBAB, maka maknanya dia melepaskan jaminan Allah SWT dan lalu bersandar kepada makhluk. Ini menunjukkan adanya keraguan HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID� Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

5/8


tentang rahmat dan kekuasaan Allah SWT. Tindakan blunder seperti itu dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya berkah yang anugerahkan oleh Allah SWT kepadanya. Misalnya, Ada seorang AHLI TAJRID yang tidak mempunyai pekerjaan kecuali mengajari ngaji atau membimbing orang lain kepada jalan Allah SWT, walaupun tidak mempunyai pekerjaan. Rizkinya datang kepadanya dari berbagai arah dan tidak pernah putus tanpa dia meminta-minta atau mengharap-harap. Pengajaran yang disampaikan kepada murid-muridnya sangat berkesan sekali. Keberkahannya amat kentara seperti makbul doa dan ucapannya. Andainya dia meninggalkan suasana bertajrid lalu berasbab karena tidak puas hati dengan rizki yang diterimanya maka keberkahannya akan terlepas. Pengajarannya, doanya dan ucapannya tidak semanjur seperti dahulu lagi. Ilham yang datang kepadanya tersendat- sendat dan kefasihan lidahnya tidak selancar biasa. Naudzubillah min dzalik. Sekarang, banyak kita saksikan keadaan seperti itu: Seseorang hamba haruslah menerima dan ridho dengan kedudukan yang Allah SWT karuniakan kepadanya. Berserahlah kepada Allah SWT dengan yakin bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah SWT tahu apa yang patut bagi setiap makhluk-Nya. Allah SWT sangat bijak mengatur urusan hamba-hamba-Nya. Orang yang baru terbuka pintu hatinya setelah lama hidup di dalam kelalaian, akan mudah tergerak untuk meninggalkan suasana asbab dan masuk kedalam suasana tajrid. Keinginan bertukar maqom dengan pemaksaan merupakan tipu daya syahwat yang sangat halus. Orang yang telah lama berada dalam suasana tajrid, apabila kesadaran nafsu dirinya muncul, maka dia bisa jadi hanyut kembali kepada adanya keinginan, cita-cita dan angan-angan. Nafsunya mencoba untuk bangkit kembali menguasai dirinya. Orang asbab perlu menyadari bahwa keinginannya untuk berpindah kepada maqom tajrid itu mungkin secara halus digerakkan oleh EGO DIRI yang tertanam jauh dalam jiwanya. Orang tajrid perlu sadar, bahwa keinginannya untuk kembali kepada asbab itu mungkin didorong oleh NAFSU RENDAH yang masih belum berpisah dan bersih dari hatinya. Lalu, apakah tidak ada godaan bagi maqom asbab tajrid? Tentu ada! Maqom tajrid adalah maqom yang mulia, dan merupakan karunia besar yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Namun demikian, ketika pemiliknya masih hidup, terjadi pasang surut seperti pasang surutnya air laut. Ketika tajridnya sedang naik, maka rizki orang tajrid itupun biasanya ikut naik. Rizki mereka didatangkan bagaikan air laut yang sedang pasang. Sumbernya memancar terus-menerus seakan tidak bisa putus lagi. Namun ketika tajridnya sedang turun, mereka terkadang mengalami kekeringan rizki. Keadaan seperti ini bagi seorang tajrid merupakan bentuk ujian yang sangat berat. Betapa tidak, ketika dia harus menghadapi desakan kebutuhan realita yang tidak dapat dielakkan. Menghadapi tuntutan kebutuhan hidup sebagai seorang kepala rumah tangga. Mereka melihat kesulitan hidup yang dihadapi anak-anak dan istrinya, bahkan kadang-kadang dihadapkan pada masalah yang berat, anaknya sedang sakit keras misalnya. AHLI TAJRID juga bisa tergoda tatkala rizkinya sedang melimpah. Saat rizkinya banyak, dan akses mendapat rizki seolah terbuka, maka dia tergoda untuk mempertahankan, menambah, menguatkan dan berjaga2 untuk dia HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID� Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

6/8


dan keluarganya. Maka, hanyutlah dia dan kembali menjadi seperti AHLI ASBAB. Cilakanya, kalau yg mau dipertahankan itu malah terlepas dari genggamannya. Mengapa?

Karena datangnya sebab-sebab yang bisa

menghasilkan akibat itu bukan dari arah yang dikehendaki dan bukan pula dari usahanya sendiri. SEBAB itu karunia. AKIBAT juga karunia. Menghadapi keadaan seperti itu, kadang hati AHLI TAJRID menjadi goyang, bahkan putus asa. Alhamdulillah... Kalau kita simpulkan, berikut adalah tanda-tanda dari AHLI ASBAB: 1.

Bersandar pada kekuatan sebab yang menentukan akibat.

2.

Bergantung pada amal (sebab) dalam memperoleh pahala/hasil (akibat).

3.

Mengakui kekuasaan Allah walaupun masih lemah di penghayatan hati.

4.

Masih perlu bermujahadah (berjuang), memaksa diri untuk berbuat baik dan masih perlu untuk menjaga kebaikan itu agar tidak menjadi rusak.

5.

Masih perlu memperingatkan dirinya agar ikhlas dan perlu menjaga agar keikhlasannya tidak dirusak oleh sifat-sifat yang tidak terpuji di hati mereka.

6.

Kebaikan yang dilakukan olehnya adalah merupakan teguran agar mereka ingat kepada Allah yang memimpin mereka kepada kebaikan.

7.

Sebagian dari AHLI ASBAB yang selalu bermujahadah, oleh Allah dikaruniakan ilmu dunia hingga menjadi mulia dunia.

8.

AHLI ASBAB beramal dengan bermuara pada syukur.

Sementara 1.

AHLI TAJRID:

Bersandar pada kekuasaan Allah dan tidak meletakkan kepada hukum sebab akibat, tidak bergantung pada amal perbuatan.

2.

Melakukan segala sesuatu menurut peraturan hukum sebab akibat, layaknya ahli sebab, tetapi tetap bersandar pada pengakuan akan kekuasaan Allah terhadap hal yang berlaku pada hukum sebab akibat.

3.

Tidak melihat kepada ikhlas karena tidak bersandar pada amal.

4.

Segala kebaikan yang tercipta di dirinya selalu dikembalikan kepada Allah yang telah mengaruniakan kebaikan itu kepadanya.

5.

Kebaikan yang dilakukan olehnya adalah merupakan karunia Allah padanya yang sudah tidak lagi memandang diri dan kepentingannya.

6.

Sebagian dari AHLI TAJRID dipilih oleh Allah untuk memegang dan menguasai hukum sebab akibat hingga mampu mengubah ketetapan hukum tersebut, seperti para rasul, nabi, dan para wali Allah.

7.

AHLI TAJRID meletakkan ibadahnya dan bermuara pada penyerahan.

Begitulah pembahasan klasik tentang AHLI ASBAB dan AHLI TAJRID. Di zaman kini, konsep itu juga masih berlaku, bahkan diperkaya dengan beberapa pandangan . Salah satunya, bahwa AHLI ASBAB dan tajrid itu tdk dikhotomis. Tidak sepanjang waktu. Dan konsep karomah berubah, bukan kesaktian atau mukjizat fisik, tetapi lebih soft berbasis pengetahuan, sikap dan memanfaatkan alam. Kondisi asbab dan tajrid pun silih berganti, seiring dengan intensitas pemahaman, kondisi dan waktu.

HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID� Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

7/8


Misalnya, Gus Syam ketika jam 3 pagi, saat itu dia berperan sebagai tajrid, yg dimakmumi oleh semua jamaah surplus. Syech achsin, setiap Selasa sampai Kamis di Jakarta berperan sebagai asbab....sedangkan saat mengajar di unisma malang yg tidak diberi honor, dia berganti menjadi tajrid. Kondisi asbab dan tajrid pun silih berganti, seiring dengan intensitas pemahaman, kondisi dan waktu. Kita nggak perlu nunggu tahun depan untuk merasakan menjadi AHLI ASBAB atau tajrid. Kita bisa mulai hari ini. Diam - diam. Tanpa expose, juga tanpa SK. Kita pun tak perlu khawatir dengan godaan. Godaan itu, banyak ragam dan bahasanya. Misalnya, godaan pada Gus Syam saat menjadi tajrid ditugaskan keng romo kuliah di Yogya: begini godaan syetannya ".....Gus Gus, kuliah itu beda dengan ngaji! Kau tidak perlu jadi kyai!".

Alhamdulillah, godaan syetan itu tak

terwujud. Gus Syam sekarang menjadi Gus di Malang dengan pesantren yg lebih besar dari pesantren di Blitar.... [Gus Syam: Subhanallah... Hebatnya Kyai Must @ghfirin : LEMPAR PAHALA, SEMBUNYI AMAL ... Itulah Tajrid... PonpeS GlobaL 99,9% kepemiliKan Kyai Must@ghfirin , 0,001% saya sama Kyai Agus... : Sbg cantrik nya Kyai Must@ghfirin .. М̤̣̈ ӓtůяºѝϋẅϋή Kyai... Mohon Doa nya... Saya bisa istiqomah & amanah...] Godaan pada Bu Mia: " ....Alaaaaaaah ngapain kau bangun sholat malam tiap hari.....kadang2 saja sdh cukup....kau kan harus kerja besok. Ingat lho kau harus profesional....istirohat cukup...agar besok bisa fit di kantor....toh, kau itu seorang asbab...” Begitulah, godaan akan silih berganti baik tatkala orang berperan sebagai asbab maupun sebagai tajrid. Bahkan, kadang2 godaan itu seperti dorongan untuk menjadi tajrid atau asbab. Itulah sebabnya, setelah berkontempelasi dan melakukan perenungan, maka Syech Ibnu Athoillah menyampaikan hikmahnya : "KEINGINAN

KAMU

UNTUK

MENJADI

TAJRID

PADAHAL

ALLAH

SWT

MASIH

MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA ASBAB ITU PERTANDA KAU IKUT DALAM SYAHWAT YANG SAMAR." " SEBALIKNYA KEINGINAN KAMU UNTUK BERPINDAH MENJADI ASBAB PADAHAL ALLAH SWT TELAH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA TAJRID BERARTI KAU TELAH TURUN DARI SEMANGAT DAN DARI DERAJAT YANG TINGGI." Alhamdulillah..... Akhirnya pembahasan asbab dan tajrid selesai. Jadilah asbab dengan amal yg ikhlas dan Jadilah tajrid dengan penuh penyerahan kepada Alloh SWT. Apapun posisi kita. Apapun kondisi kita. Semoga pengajian ini bermanfaat. Mohon maaf bila ada khilaf. Alfatehah.

HIKMAH 2 : “AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID” Ahad, 03 Feb 2013, 25 RaA 1434 H

8/8


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.