RUMAH MAKAN DAGO PANYAWANGAN SEBAGAI SALAH SATU BANGUNAN ARSITEKTUR TEPAT GUNA DI DAGO, BANDUNG, JAWA BARAT
Nama : Fathimah Yahya NIM
: 15212008
ABSTRAK Bangunan adat tradisional merupakan salah satu contoh bangunan arsitektur tepat guna. Salah satu bangunan adat tradisional yang ada di Indonesia adalah bangunan tradisional Jawa Barat/Sunda. Saat ini banyak bangunan di Jawa Barat mengadaptasi bangunan tradisional, khususnya Sunda. Fungsi dari bangunan beranekaragam mulai dari resto, penginapan/guesthouse, atau hanya saung-saung saja. Salah satu bangunan yang mengadaptasi konsep suasana rumah adat tradisional Jawa Barat adalah rumah makan sunda Dago Panyawangan yang terletak di Dago Bawah, Bandung. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menilai apakah rumah makan tersebut termasuk salah satu bangunan arsitektur tepat guna. Penulis melakukan penelitian melalui observasi ke lokasi serta studi literatur. Penulis menyimpulkan bahwa rumah makan sunda Dago Panyawangan ini termasuk salah satu bangunan arsitektur tepat guna. Hal ini dilihat dari dua faktor yakni indikator keberhasilan teknologi tepat guna pada bangunan yang memiliki poin lebih dari 50. Komponen yang paling mempengaruhi keberhasilan teknologi tepat guna pada bangunan ini ialah aspek energi dan sosial budaya. Selain dari teknologi tepat guna, faktor kedua ialah penggunaan material alami berupa kayu dan bambu serta teknik sambungan komponen struktur menggunakan tali-temali menyatakan bahwa bangunan merupakan arsitektur tepat guna. Hal ini dikarenakan teknik sambungan tersebut hanya bisa dilakukan oleh tenaga manusia/konvensional. Kata kunci : Arsitektur Tepat Guna ; bangunan adat tradisional; rumah makan Sunda
I.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negeri yang kaya akan suku dan budaya. Ada sekitar 1300 suku dan adat tersebar mulai dari ujung Pulau Sumatra hingga Papua. Tiap suku budaya ini pastinya memiliki karakteristik unik mulai dari kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, hingga bangunan yang mereka tinggali. Bangunan tempat
tinggal khas dari masing-masing suku yang ada di Indonesia dikenal dengan nama rumah adat tradisional. Rumah adat tradisional merupakan salah satu local genius yang dimiliki oleh masyarakt Indonesia. Rumah adat di Indonesia dikenal dengan arsitektur atap dimana atap, menurut kepercayaan nenek moyang kita, merupakan bagian penting atau sakral sehingga paling dominan pada suatu rumah. Teknik dan metode membangun rumah adat juga menggunakan material, metode konstruksi, serta tenaga lokal. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam bentuk serta sambungan pada bangunan yang dikembangkan oleh masyarakat setempat, yang menghasilkan beragam jenis bangunan adat sesuai lokasinya. Maka dapat dikatakan bahwa rumah adat merupakan salah satu bentuk arsitektur yang tepat guna. Suku Sunda adalah salah satu jenis suku yang ada di Indonesia, tepatnya suku asli Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar dari bangunan tradisional yang ada di Jawa barat diadaptasi dari rumah adat Sunda. Saat ini, banyak bangunan di Jawa Barat yang mengadaptasi bangunan adat Sunda namun memiliki fungsi yang bermacam-macam. Dengan fungsi yang bermacam-macam ini penulis hendak menganalisis apakah tipologi rumah adat akan tetap tepat guna jika terjadi perubahan fungsi didalamnya. Oleh karena itu, saya mengambil kasus bagaimana arsitektur tepat guna bekerja pada bangunan tradisional yang memiliki fungsi sebagai restoran/rumah makan. Rumah makan bergaya Sunda yang dianalisis adalah rumah makan Dago Panyawangan yang terletak di daerah Dago Bawah, Bandung, Jawa Barat. 1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah rumah makan Dago Panyawangan merupakan bangunan arsitektur tepat guna? 2. Bagaimana arsitektur tepat guna diterapkan pada rumah makan Dago Panyawangan? II.
KAJIAN TEORI 2.1
Bangunan Adat Sunda
Pada umumnya bangunan rumah tradisional Jawa Barat berbentuk rumah panggung dengan ukuran yang relatif kecil. Setiap rumah biasanya memiliki kolam khusus yang disebut balong yang digunakan sebagai tambak kecil untuk budidaya ikan yang bisa dikonsumsi sendiri maupun dijual. Bangunannya
sederhana dan tidak permanen mengingat mata pencaharian masyarakat Sunda ialah berladang sehingga rumah pun berpindah mengikuti letak peladangannya. Bangunan adat tradisional Sunda juga dikenal dengan bentuk atap yang khas. Bentuk atap dengan silangan kayu atau simpulan berbentuk lingkaran di ujung atas bumbungannya. Bentuk silangan ini dikenal dengan sebutan cagak gunting atau capit hurang, mengisyaratkan adanya dunia atas yang maha luas. Sedangkan bentuk lingkaran melambangkan kehidupan di bumi yang bersifat berputar. (Ismet Belgawan Harun, 2011) Di dalam buku Arsitektur Rumah dan Permukiman Tradisional di Jawa Barat karya Ismet Belgawan Harun,dkk serta buku karangan Purnama Salura, bangunan tradisional Sunda berdasarkan bentuk atapnya dapat dibedakan sebagai berikut: a. Suhunan Jolopong Bangunan dengan atap sama panjang di kedua bidangnya.
Sumber : Hendi Anwar,2012
b. Tagog Anjing Bangunan dengan atap yang memiliki dua bidang atap yang bertemu pada garis bubungan yang tidak sama lebar.
Sumber : Hendi Anwar,2012
c. Badak Heuay Bangunan dengan atap mirip atap tagog anjing namun bidang atap bagian belakang melewati batang bumbungan sedikit.
Sumber : Hendi Anwar,2012
d. Perahu Kumereb Bentuk atap bangunan memiliki 4 bidang atap berbentuk perisai.
Sumber : Hendi Anwar,2012
e. Julang Ngapak Bentuk atap suhunan jolopong yang masing-masing bidang atapanya ada bagian yang ditekuk sehingga kemiringan atapnya lebih kecil.
Sumber : Hendi Anwar,2012
2.2
Teknologi Tepat Guna pada Bangunan Adat Sunda
Rumah bagi masyarakat Sunda bukanlah merupakan benteng perlindungan dari musuh sesama manusia, melainkan tempat berlindung dari kekuatan alam berupa hujan, angin, sengatan matahari, dan binatang. Oleh karena itu, bangunan rumah Sunda menggunakan material yang ringan, mudah dibuat oleh masyarakatnya, dan terdapat di lingkungan sekitar. Material yang digunakan biasanya kayu dan bambu yang mudah didapat. Lebih jelasnya anyaman bambu digunakan untuk dinding dan lantai, ijuk/alangalang tipis untuk penutup atap. Penggunaan material bangunan sepenuhnya dari alam yang diolah tanpa mengubah sifat dasar. Sambungan yang digunakan pun juga sambungan ikat menggunakan tali atau sambungan kayu. Jendela umunnya menggunakan jeruji dari kayu, lantai terbuat dari bambu yang disebut sebagai palupuh. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa rumah adat Sunda bersifat sementara karena tradisi masyarakatnya berupa ladang berpindah. Penggunaan material bangunan dari alam, memudahkan proses pengembalian material tersebut ke alam kembali, ketika kampung ditinggalkan penghuninya. Dengan demikian teknologi yang digunakan merupakan teknologi tepat guna. (Ismet Belgawan Harun,2011)
III.
OBJEK PENGAMATAN/OBSERVASI
Objek Pengamatan
: Rumah Makan Sunda Dago Panyawangan
Fungsi
: Rumah makan keluarga, gathering place,komersil
Lokasi
: Jalan Ir. H. Juanda 127, Dago Bawah, Bandung
Waktu
: Minggu, 16 November 2014 dan Selasa, 18 November 2014
Berikut adalah foto-foto objek pengamatan :
Gambar 1. Eksterior
Gambar 3. Ikatan pada komponen atap
Gambar 2. Interior
Gambar 4. Balong Sumber gambar : www.openrice.com
Sebagian besar bangunan fasad rumah makan ini mengikuti salah satu jenis rumah adat dengan bentuk atap Suhunan Jolopong dengan bumbungan cagak gunting. Namun, pada bagian depan bangunan ditambahkan dua atap kecil dengan sudut kemiringan yang sama yang terletak pada dinding depan bangunan. Interior bangunan disesuaikan dengan suasana rumah adat tradisional sunda yakni pada material alam serta hal yang biasa ditemukan di rumah adat, misalnya balong.
IV.
PEMBAHASAN
Di dalam kuliah Arsitektur Tepat Guna, dijelaskan bahwa suatu bangunan disebut sebagai arsitektur tepat guna salah satunya ialah jika bangunan tersebut menggunakan teknologi tepat guna. Teknologi tepat guna ialah teknologi yang sederhana, mudah dipakai dan dimanage oleh masyarakat setempat, memberi efek positif pada masyarakat, yang ditujukan untuk membantu memecahkan permasalahan kebutuhan manusia dan lingkungan setempat. Bangunan dikatakan memiliki teknologi tepat guna jika memenuhi kriteria dari indikator keberhasilan tepat guna. Komponen penilaian dari indikator keberhasilan tepat guna ialah komponen ekologi, komponen energi, komponen ekonomi, serta komponen sosial/politik/budaya. Jika nilai total dari indikator keberhasilan tepat guna lebih dari 50 poin, maka bangunan tersebut menggunakan teknologi tepat guna. Berdasarkan indikator keberhasilan tepat guna, rumah makan Dago Panyawangan (lihat lampiran), poin yang didapat ialah 75. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan ini berteknologi tepat guna. Jika dianalisis komponen yang menyumbang poin paling besar ialah komponen energi dan komponen sosial budaya. Komponen energi terkait dengan aspek energi pada bangunan ini. Bentuk bangunan yang mengadaptasi rumah adat tradisional Sunda merupakan solusi efisiensi energi pada bangunan. Penggunaan material lokal yang alami menyebabkan pemeliharaan dan perawatan bangunan menjadi lebih mudah. Selain itu, efisiensi energi didapat dari penggunaan ventilasi dan pendinginan ruang secara alami, dimana pada dinding dengan anyaman bambu terdapat celah-celah sehingga angin semilir bisa masuk ke bangunan. Jika meninjau dari komponen sosial budaya, tentunya rumah makan ini menjadi salah satu bangunan yang mudah diingat baik oleh warga Bandung sendiri maupun warga luar Bandung. Bentuk rumah makan yang mengambil konsep suasana bangunan tradisional masyarakat setempat tentunya warga setempat tidak menolak keberadaan bangunan tersebut. Mengenai fungsi bangunan sebagai rumah makan juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wilayah setempat. Berhubung lokasi rumah makan yang terletak di daerah Dago sebagai daerah komersil dan tujuan wisata kota Bandung tentunya menjadi tambahan nilai positif untuk bangunan. Selain dari teknologinya, suatu bangunan dapat dikatakan tepat guna berdasarkan material yang digunakan, metode konstruksi bangunan, serta desain dari bangunan. Untuk kasus ini, penulis menganalisis dari penggunaan material serta sambungan komponen bangunan. Material bangunan ini didominasi oleh kayu dan bambu pada struktur bangunan. Komponen dinding dan sebagian lantai
menggunakan anyaman bambu. Antara komponen satu dengan yang lain disambung dengan teknik ikat menggunakan tali temali serta rotan. Dari jenis sambungan yang terlihat, dapat ditarik garis bahwa metode konstruksi bangunan sebagian besar dilakukan secara konvensional.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa rumah makan Dago Panyawangan yang terdapat di Jalan Ir. H. Juanda No 127, Dago Bawah, Bandung, Jawa Barat dapat dikategorikan sebagai arsitektur tepat guna. Hal ini dapat dilihat dari penilaian berdasarkan keberhasilan teknologi tepat guna serta penggunaan material kayu dan bambu pada bangunan. Selain itu sambungan dari komponen kayu dan bambu masih menggunakan rotan dan tali temali sehingga dapat dipastikan bahwa metode konstruksinya manual oleh tenaga pekerja, tidak menggunakan mesin.
DAFTAR PUSTAKA
Harun, Ismet Belgawan dkk. 2011. Arsitektur Rumah dan Permukiman Tradisional di Jawa Barat. Bandung : Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat Salura, Purnama. 2007. Menelusuri Arsitektur Masyarakat Sunda. Bandung : Cipta Sastra Salura Kuliah arsitektur tepat guna oleh Sugeng Triyadi Anwar, Hendy. 2012. Arsitektur Sunda. http:// hendi-udelll.blogspot.com diakses tanggal 18 November 2014 http://foto-bandung.blogspot.com/2009/04/rumah-makan-dago-panyawangan.html diakses tanggal 18 November 2014 http://crush-ice.blogspot.com/2012_12_01_archive.html diakses tanggal 18 November 2014 http://id.openrice.com/bandung/restaurant/rm-dago-panyawangan/53293/ diakses tanggal 18 November 2014
LAMPIRAN Tabel 1. Indikator Keberhasilan Tepat Guna Kasus : Rumah Makan Dago Panyawangan, Dago Bawah, Bandung Komponen Ekologi Tidak membuang polutan ke lingkungan Menjaga dan memelihara habitat alam Mengembalikan pada kondisi ekosistem makhluk dan lingkungan hidup Mendaur ulang sisa makanan organik dan membentuk tanah bagian atas subur Memproduksi bahan makanan Komponen Energi Konservasi Sumber Daya Alam Terbarukan Konservasi Sumber Daya Alam tak terbarukan Bijak menggunakan sumber energi terbarukan Promosi material daur ulang Mengurangi ketergantungan transportasi Komponen Ekonomi Long Life Management Biaya inisial dan operasional rendah Utamakan produksi skala kecil masyarakat setempat Utamakan hal yang berkaitan dengan mata pencaharian setempat sehingga menambah income Menggunakan keterampilan tenaga kerja setempat dan meningkatkan keterampilannya Komponen Sosial/Budaya Membuat masyarakat hidup lebih baik Membuat masyarakat lebih fleksibel dan adaptable terhadap persoalan baru Membuat masyarakat percaya diri dan bersahabat Masyarakat menjadi lebih memahami dan memanfaatkan teknologi tersebut Menjaga dan mebuat alam lebih indah TOTAL
10
5 v v v
0
-5
-10
v v v v v v v v v v v v v v v v v 75