Lembaga Pers Mahasiswa
natas
Scan Q R
www.natasmedia.com Alamat: Gedung Student Center lt. 2 Kampus II Universitas Sanata Dharma, Tromol Pos 29 Yogyakarta 55002. Surel Redaksi lpm.natas@gmail.com.
Cover by:
Margareta Kusumaningrum
Pendamping Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A Pemimpin Umum I Gusti Komang Mila Anggreni Dewi Sekretaris Hildegardis Astrin, Ni Made Dwi Rahya S. S. Bendahara Veronika Stela Dince Wiran Pemimpin Redaksi Media Cetak Kitana Larasati Redaktur Pelaksana Media Cetak Andreas Yuda Staf Media Cetak Felicia Tungadi, Dwi Rulistia, Maria Ariesta May Zendy, Abdul Aziz Pelu, Vincentius Dandy Ariputra Ginola, Angela Reza Widi Pratiwi, Fransiska Salupra Pemimpin Redaktur Media Online Jhon Cipta Levrando Aritonang Rajagukguk Redaktur Pelaksana Media Online Vincensius Adi Kelvianto Staf Media Online Irfan Arif Widiatmoko, Clara Vani Kurnia Sari Pemimpin Redaksi Bahasa Ni Luh Putu Rusdiyanti Staf Redaksi Bahasa Susiani Suprapti, Radixa Meta Utami, Louis IX King, Kristoforus Julyo Marenda, Yohanes Arkiang, Veronica Septiana
Kepala Divisi Artistik Pius Brilliantdaru Widya Kiswara Staf Illustrasi Margareta Kusumaningrum, Tyasti Anugrahani Staf Fotografi Grasiana Idha, Viktor Angga Prasetya Staf Layout Anastasia Aretia Anjani, Fransina Furak Junior Kepala Divisi Litbang Helena Winih Widhiasih Staf PSDM Dionisius Dwidarmoprojo, Abdul Fikri Pelu, Abdullah Azzam Staf PDI Griselda Afni Wulandari, Fransiska Novita Aurelia Rendo Kepala Divisi Jaringan Kerja Clarita Fransiska Simarmata Staf Jaringan Kerja Internal Elia Silvi Hendriani Christiana, Fajar Waskito Staf Jaringan Kerja Eksternal Kadek Asriyani, Josua Kabod Putra Gosal
daftar isi Fokus Redaksi 05 Mahasiswa Cerdas (atau) Humanis Oleh: Kitana Larasati Laporan Utama 08 Mahasiswa Sadhar Sudah Sadar? Oleh: Vincentius Dandy & Fadel Pelu 12 Mengulas Alasan Nepotisme Benar Atau Salah? Oleh: Felicia Tungadi & Dwi Rulistya Opini 18 Dinamika Politik Mahasiswa Oleh: Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. 22 Keringnya Perdebatan Kita Oleh: Aristayanu ‘Aye’ B. K. Infografik 24 Oleh: Tim Litbang Resensi Buku 27 Kenapa Berpuisi? Oleh: Gabriel Gradi Mahendra Resensi Film 30 Trilogi Rurouni Kenshin Oleh: Jhon Cipta Levrando Resensi Album 34 One OK Rock, Terbang Seperti Kertas Oleh: Jhon Cipta Levrando
4 | natas | FEB-APR 2019
Wawasan 38 Menakar Ulang Antroposentris Oleh: Andreas Yuda Jasmerah 42 Jejak Beringin dari Sukarno Oleh: Abdullah Azzam & Fikri Pelu Kontemporer 46 Gadis Multitalenta, Berjiwa Bisnis Oleh: Angela Reza Apresiasi 50 Mari Mengapresiasi, Mengharai Prestasi Oleh: Tim Media Onine Sastra 54 Syair Dondang Jalangsira Oleh: Rizky Ramadhan Maulana 56 Akhir 2018 Oleh: Muhammad Ikrom Jauhari Seni Rupa 57 Hegemoni Oleh: Silvester Wisnu Hanggarjati 58 Molotov Oleh: Silvester Wisnu Hanggarjati
FEB-APR 2019 | natas | 5
Fokus Redaksi
Mahasiswa Cerdas (atau) Humanis Grace Natalie, Fadli Zon, Neno Warisman, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, dan seterusnya. Oleh: Kitana Larasati
Nama-nama tersebut bisa kita jumpai di kanal sosial media terutama Twitter dan Facebook, yang serta merta merambah dunia pertelevisian setelah tahun sebelumnya pemilihan umum dan kampanye publik didominasi oleh politikus “bapak-bapak�. Lalu, iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Grace Natalie sebagai main contain, hadir dengan jokes grup Whatsapp usia 40 tahun ke atas, turut memperkuat elektabilitas dalam kepopuleran semata di kancah politik yang pada tahun 2019 ini yang didominasi oleh pemilih muda. Secara singkat dan masif, penyebarannya, nama-nama tersebut dan nama-nama baru yang akan bermunculan mudah dikenal dan diingat oleh masyarakat, dengan cara mereka memberikan pernyataan kreatif ikut menyumbangkan suara dalam kasus-kasus yang sedang in seperti dalam bentuk “penghargaan� hoaks, atau menyebarkan cuitan untuk mengkritisi pendukung antara pasangan calon (paslon) 01 dan 02. Secara otomatis, sikap elit politik tersebut ramai diperbincangkan karena menimbulkan dampak hingga ke jalur hukum dan menjadi sorotan warga internet dalam menentukan kandidat yang terbaik dari level pemilihan legislatif di daerah hingga pemilihan presiden. Tentu ada alasan mengapa elit politik dan pendukung militannya menggunakan sosial media sebagai ajang meraup legitimasi publik dalam upaya mencapai kepopuleran. Berdasarkan data yang dilansir dari Kontan.co.id tertanggal 15 agustus 6| natas | FEB-APR 2019
2018, menurut Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), jumlah pemilih muda pada pemilu 2019 mencapai angka 79 juta jiwa atau lebih dari 50% pemilih terdaftar di KPU. Mereka berpotensi besar untuk memenangkan kandidat yang telah diusung oleh partai besar atau partai muda seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Berkarya. Pemilih muda adalah usia yang ditetapkan KPU dalam daftar potensi pemilu yang dimulai dari usia 18 hingga 35 tahun. Menurut data dari Kontan, jika ditambahkan usia pemilih hingga 40 tahun, maka pemilih yang terdaftar di KPU mencapai 100 juta pemilih. Dengan tambahan, pemilih pemula dan muda mencapai kisaran 5 juta pemilih yang baru pertama kali menentukan pemilu di tahun 2019. Pendekatan pun gencar dilakukan dengan berbagai cara yang dianggap wajar hingga tidak wajar seperti penyebaran hoaks lewat platform sosial media, baik itu dalam bentuk framing berita maupun Broadcast Message dalam aplikasi chatting seperti Whatsapp yang biasanya disebarkan melalui grup keluarga besar atau kolega. Pendekatan ini cukup mumpuni karena karakter orang muda lebih bersikap dinamis dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, dan juga sikap apatis yang telah disematkan dalam cara pandang pemilih muda yang jenuh dengan pertikaian antar partai politik yang berasal dari tiap individunya. Kemudian, usia pemilih pemula dari 18 hingga 20 tahun cenderung mudah
sikap untuk golput. Hal ini bisa terjadi di lingkup fakultas apapun. Nyatanya, partisipasi dalam pemilihan organisasi politik kampus juga tidak melibatkan semua mahasiswa dalam menggunakan hak pilihnya, karena berbagai faktor seperti, kurangnya pengetahuan akan calon kandidat dan aksi yang telah dilakukan sebelumnya, maupun dampak organisasi yang masih samar-samar terhadap mahasiswa. Hal ini menjadi sebuah ingatan terhadap memoar yang pernah dikatakan oleh Romo Franz Magnis-Suseno, “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa�. Secara pragmatik, kata-kata tersebut adalah implementasi dari sikap anti golput yang ingin disampaikan kepada khalayak muda. Dengan ironi, Romo Magnis mengemukakan dukungannya untuk mendukung hak politik digunakan, yang serta merta berkebalikan dari persuasif yang disampaikan oleh partai politik maupun kandidat pemilu di kampus yang terlalu klise. Sejatinya, perkataan Romo Magnis itu tidak merujuk kepada pemilu yang signifikan, namun yang patut disematkan adalah bahwa golput berarti menolak berkontribusi apapun dalam demokrasi, menyalahkan negara atau institusi apabila sampai yang terburuk akan berkuasa karena dominasi hasil pemilu yang diraup dari hasil hoaks, seperti yang terjadi pada keadaan politik Indonesia saat ini. Namun, ketika pemilih muda tidak menyatakan dukungan yang sejatinya merupakan potensi besar dalam perubahan dan revolusi mental, tentu menjadi fakta yang menyedihkan. Doc. natas
dibentuk dalam pembentukan ideologi yang pada dasarnya belum terbentuk sempurna karena masih dalam usia pencarian jati diri. Sebab-sebab inilah yang kemudian melatarbelakangi elit politik untuk melibatkan partisipasi anak muda dalam berkampanye hingga aksi 212 yang sejatinya ada unsur politik di dalamnya. Bukan tidak mungkin bahwa pemilihan politik dan demokrasi kampus tidak mencontoh cara yang dilakukan oleh elit politik. Berdasarkan pendapat dari beberapa mahasiswa Sanata Dharma, kampanye yang dilkakukan saat pemilihan BEMU, BEMF, dan HMPS di Universitas Sanata Dharma dari tahun 2016 hingga 2018, masih jauh dari kategori kampanye hitam, karena masing-masing paslon menghindari cara untuk menjatuhkan lawan secara masif dan masih dilindungi kode etik dalam berkampanye yang dilin dungi oleh institusi kampus. Namun, karena kurang ada-nya pendekatan dengan mahasiswanya sendiri, membuat mahasiswa Sanata Dharma sebagian besar menjadi pasif untuk berpolitik di kampus. Hal ini sangat berbeda dengan aksi heroik mahasiswa dalam reformasi 98, hingga gugurnya seorang mahasiswa yang ditetapkan menjadi nama jalan, Mozes Gatotkaca. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Litbang natas, sebagian besar mahasiswa Universitas Sanata Dharma memiliki kecenderungan untuk berpartisipasi dalam menggunakan hak politik di kampus maupun di luar kampus. Namun berdasarkan pernyataan dari beberapa mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, secara terang-terangan mengemukakan
Fokus Redaksi
FEB-APR 2019 | natas | 7
Laporan Utama
Mahasiswa Sadhar Sudah Sadar? Oleh: Vincentius Dandy & Fadel Pelu
P
ada 20 April 1993, sesuai dengan SK Mendikbud No. 46/D/O/1993, IKIP Sanata Dharma dikembangkan menjadi Universitas Sanata Dharma atau lebih dikenal dengan Sadhar/USD. Lewat pengembangan ini, Universitas Sanata Dharma diharapkan tetap dapat memajukan sistem pendidikan guru sekaligus berpartisipasi dalam mencetak mahasiswa Indonesia yang unggul. Di dalam kampus Universitas Sanata Dharma terdapat organisasi mahasiswa internal kampus. Organisasi mahasiswa internal kampus adalah organisasi mahasiswa yang melekat pada kampus atau universitas, dan memiliki kedudukan resmi di lingkungan perguruan tinggi. Bentuknya dapat berupa Badan Legislatif Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat
8 | natas | FEB-APR 2019
Mahasiswa, maupun Himpunan Mahasiwa Jurusan. Sama halnya dengan sistem demokrasi Indonesia saat ini, kampus juga memiliki pesta demokrasi, seperti pemilihan ketua-ketua organisasi mahasiswa. Persis seperti yang diterapkan oleh negara, sebelum diadakannya pemilihan umum, terdapat kampanye, ataupun debat terbuka. Ini adalah bukti bahwa kampus adalah bentuk ideal dari penerapan demokrasi di Indonesia. Kinerja KPU Jelang Pemilihan Umum Pada pemilihan umum Presiden Mahasiswa (ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas atau berikutnya akan disebut dengan BEM Universitas) yang diadakan pada 5-16 November 2018 lalu, seluruh mahasiswa memiliki hak pilih yang sama. Layaknya Komisi Pemilihan
Laporan Utama
Doc. natas
Umum (KPU) skala nasional, kampus Sanata Dharma juga mempunyai organisasi KPU yang berfungsi untuk mengumpulkan dan mengolah bahan penyusunan rencana pemilu serta sebagai organisasi pengatur pelaksanaan pemilu. Sebelum melakukan pemilihan umum, KPU Universitas melakukan sosialisasi kepada perwakilan himpunan jurusan/ prodi dengan tujuan memperlancar koordinasi untuk kegiatan pemilihan umum Presiden BEM Universitas. Selain sosialisasi terhadap himpunan, KPU BEM Universitas juga mengadakan konsolidasi terhadap Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas dan BEM Universitas. Acara konsolidasi tersebut hanya didatangi oleh perwakilan DPMU dan BEMU yang dilaksanakan 5 Oktober 2018. Dita, salah satu anggota panitia KPU mengaku telah mengadakan kampanye
formal dan debat kandidat pada tanggal 22-26 Oktober 2018, di 4 kampus berbeda di Universitas Sanata Dharma, antara lain di kampus Mrican, Paingan, Kentungan, dan Kota Baru. “Kita ada acara kampanye, bentuk kampanyenya itu bebas. Kita bebasin dari paslon, mau kampanye dari media sosial, bikin video, bikin spanduk, atau stiker. Lalu, kita sebagai KPU memfasilitasi kampanye formal dan acara debat antar paslon. Kegiatan itu dibuat di empat kampus berbeda. Kita juga membolehkan para mahasiswa, siapa saja, untuk ikut menonton debat tersebut,� terang Dita. Selain itu, Dita juga menerangkan cara perekrutan panitia KPU Universitas sebagai bentuk demokrasi, “Kami pakai oprec (open recruitment). Jadi, semua mahasiswa bisa ikut dan mencalonkan diri,� jelas Dita. FEB-APR 2019 | natas | 9
Laporan Utama
Menjelang pemungutan suara, KPU menyebarkan titik Tempat Pemungutan Suara (TPS) di setiap kampus di Universitas Sanata Dharma. Pada kampus Mrican, TPS berada di Tangga Cinderella, Pendopo PGSD, Lantai 3 PGSD, Lantai 2 FE, PAK/PE, pertigaan PBI, di depan Sekre FE, Student Hall, dan BAA. Lokasi TPS di kampus Paingan berada di depan Sekre Farmasi, bawah tangga FST, bawah tangga JPMIPA, depan sekre BK, perempatan Psikologi, Laboratorium Farmasi, Hall Selatan, dan Parkiran. TPS di kampus Kentungan berada di ruang kelas. Selain itu, letak TPS di kIampus Kota Baru berada di Hall. Informasi ini kami lansir dari akun instagram @kpuusd. Mengukur Kesadaran Mahasiswa Menurut data penghitungan suara dari KPU, total mahasiswa yang mengikuti pemilu Presiden BEM Unversitas Sanata Dharma mencapai 6.219 mahasiswa. Angka tersebut merupakan kalkulasi dari semua mahasiswa di empat kampus berbeda. Rekapitulasi hasil penghitungan suara oleh KPU tahun ini menunjukkan bahwa paslon nomor urut 1 mendapatkan 15% suara, paslon nomor urut 2 memperoleh 27% suara, paslon nomor urut 3 mencapai 35%, sedangkan Paslon nomor urut 4 berhasil mengumpulkan 23% suara mahasiswa pemilih. Namun terdapat fakta lain di balik angka hasil pemilihan umum tersebut. Menurut data dari KPU USD, jumlah mahasiswa aktif Universitas Sanata Dharma adalah 10.114 orang. Artinya, mahasiswa yang tidak ikut memilih adalah sekitar 3.895 orang. Jika data itu diolah, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah mahasiswa yang ikut 10 | natas | FEB-APR 2019
berpartisipasi pada pemilihan umum Presiden BEM USD hanyalah 62,8% dari total seluruh mahasiswa aktif USD. Jika dibandingkan dengan rekapitulasi jumlah pemilih dalam pemilu Presiden BEM tahun sebelumnya, yakni 65,74%, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan partisipasi mahasiswa terhadap pemilihan umum Presiden BEM Universitas. Data dari pihak KPU menerangkan bahwa terdapat 5.318 mahasiswa di kampus Mrican, namun yang mengikuti pemilu Presiden BEM hanya 2.719 mahasiswa. Pada kampus Paingan terdapat 4.226 mahasiswa aktif, tapi jumlah pemilih hanya mencapai 3.020 mahasiswa. Kampus Kentungan dengan jumlah mahasiswa sebanyak 299 orang, dengan jumlah peserta pemilu sebanyak 263 mahasiswa, serta kampus Kota Baru yang memiliki jumlah mahasiswa 271 orang dengan jumlah pemilih sebanyak 217 mahasiswa. Secara spesifik, kampus Kentungan adalah kampus dengan kesadaran partisipasi pemilu tertinggi, yaitu sebanyak yaitu 88%, diikuti kampus Kotabaru yaitu 80%, lalu kampus Paingan sebesar 71,46%, pemilih, dan posisi terakhir ditempati oleh kampus Mrican dengan 51% pemilih. Fungsi Organisasi Internal Kampus Dio, salah satu anggota BEM Universitas. yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, menjelaskan bahwa banyak program kerja yang berhasil dilaksanakan. Ia pun menyebutkan program kerja tahun sebelumnya. “Proker (program kerja) yang terlaksana tahun lalu adalah USD menginspirasi, yaitu kegiatan yang mengumpulkan para mahasiswa yang
ingin berlontribusi untuk mengajar di desa-desa. Selain itu, terdapat juga International Schoolarship dan beberapa program unggulan lainnya,” jelas Dio. Ia juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa program kerja yang tidak terlaksana, seperti Olimpiade Sanata Dharma. Program tersebut tidak dapat berjalan karena lomba-lomba yang diadakan kurang menarik, sehingga tidak banyak mahasiswa yang berminat mengikutinya. “Kami juga menimbang, (proker) mana yang bagus buat mahasiswa, mana yang ngga. Ditambah lagi kan keputusan dari WR (Wakil Rektor), dibolehin apa ngga,” terang Dio Lain halnya dengan organisasi Himpunan. Menurut Jul, Ketua Himpunan Sejarah, bukanlah perkara mudah untuk memahami kemauan setiap mahasiswa, “Aku coba membenahi cara dan model sosialisasi kegiatan. Contohnya membuat grup WA untuk seluruh angkatan mahasiswa sejarah, agar koordinasi lebih mudah,” jelas Jul. Pekerjaan Rumah untuk Organisasi Kampus Tabita, seorang mahasiswi prodi akuntansi, menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukan KPU Universitas dalam hal mengkampanyekan kegiatankegiatannya belum optimal. Menurutnya, media daring adalah salah satu wadah yang paling efektif untuk melakukan sosialisasi. Namun, beberapa media daring organisasi mahasiswa kampus kurang update terhadap kinerja mereka. “Kalau bisa akun media daring seperti Twitter dan situs web dari BEMU itu diaktifin lagi. Soalnya kan gak semua mahasiswa dari Sadhar tuh punya Instagram. Bisa jadi ada mahasiswa yang
Laporan Utama
hanya aktif di Twitter,” tegas Tabita. Saat kami melakukan penelusuran Twitter dan web resmi BEM Universitas, tanggal terakhir posting pada website resmi BEM Universitas pada kolom berita yaitu 18 Juli 2017, pukul 16:59:49 WIB. Berita tersebut membicarakan tentang pelantikan kepengurusan BEM Universitas Sanata Dharma. Veren, mahasiswi prodi Sejarah, mengaku bahwa ia dipaksa oleh panitia yang berada di TPS untuk ikut dalam pemilihan ketua dan wakil ketua BEM Universitas. “Waktu itu aku selesai kelas, pas turun tangga pintu utama kampus 1, aku dipaksa gitu buat milih,” tutur Veren. Namun, Dita selaku panitia KPU membantah hal tersebut. “Kita mengajak buat mas atau mbanya untuk milih. Tapi kalau mereka gamau ya kita ngga akan maksa, soalnya itu hak mereka sendiri,” jelas Dita. Ros, seorang mahasiswi prodi PBI menjelaskan bahwa sejauh ini, ia sama sekali tidak tahu program kerja dan kinerja BEM Universitas. “Aku udah terlalu sibuk dengan tugas ini-itu, mending aku fokus sama tugasku dulu, sebelum ngurusin kegiatan kampus,” ungkap Ros.
FEB-APR 2019 | natas | 11
Laporan Utama
MENGULAS
ALASAN NEPOTISME BENAR ATAU SALAH? Oleh: Felicia Tungadi & Dwi Rulistya
S
emua fakultas, kecuali fakultas sastra, memiliki Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Namun, untuk fakultas teologi, farmasi, dan psikologi mereka tidak memiliki HMPS dan sebagai gantinya mereka memiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Fakultas sastra yang tak memiliki BEMF hanya memiliki HMPS pada ketiga program studi (prodi) masingmasing.“
U
niversitas Sanata Dharma adalah salah satu universitas swasta Katolik yang sudah berdiri sejak 1955 dengan nama awal PTPG (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) Sanata Dharma. Universtitas Sanata Dharma sendiri untuk saat ini memiliki tujuh fakultas S1 dan program pascasarjana. Ketujuh fakultas untuk jenjang S1 tersebut antara lain, Ilmu Pendidikan dan Keguruan, Sastra, Ekonomi, Farmasi, Psikologi, Sains dan Teknologi, serta Teologi. Semua fakultas, kecuali fakultas
12 | natas | FEB-APR 2019
Sastra, memiliki Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas dan (Himpunan Mahasiswa Program Studi) HMPS. Namun, untuk fakultas Teologi, Farmasi, dan Psikologi mereka tidak memiliki HMPS dan sebagai gantinya mereka memiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Fakultas Sastra yang tak memiliki BEMF hanya memiliki HMPS pada ketiga program studi (prodi) masing-masing. Tentu saja BEM Fakultas merupakan wadah untuk mahasiswa memperoleh informasi. Dimulai dari HMPS setiap
Laporan Utama
Gubenur BEM Farmasi
Doc. natas
Wakil Ketua HMPS PGSD
Doc. natas
prodi lalu baru disampaikan ke BEM Fakultas dan terakhir ke BEM Universitas. Namun, ketika ditelusuri ternyata dari ketujuh fakultas tersebut ada satu fakultas yang tidak memiliki BEM Fakultas, yaitu Fakultas Sastra. Dalam wawancara pada Selasa (19/02), Bram selaku wakil ketua HMPS Sastra Indonesia (Sasindo) awalnya terkejut ketika mengetahui Fakultas Sastra tidak memiliki BEM fakultas. “Ya, saya awalnya kaget, gak ada BEM Fakultas Sastra sementara yang lain ada,” jelas Bram. Menanggapi hal serupa, salah satu
mahasiswa Sanata Dharma yang tidak ingin disebutkan identitasnya terkejut ketika mengetahui fakta tersebut. “Kagetlah, ku pikir semua fakultas itu ada BEMnya.” ujarnya ketika diwawancarai. Selanjutnya ketika ditanyai nepotisme di lingkungan kampus, dia mengaku prihatin terhadap adanya nepotisme apalagi di lingkungan kampus. Menurutnya, mahasiswa adalah orang yang sudah tergolong dewasa dan juga calon penerus bangsa. Jika di lingkungan pendidikan saja telah ada praktik nepotisme berarti secara tidak langsung pembentukan karakter mahasiswa kedepannya tercipta FEB-APR 2019 | natas | 13
Laporan Utama
untuk melakukan nepotisme. Sejalan dengan mahasiswa anonim ini, Gubernur BEM Fakultas Farmasi (BEMF), Arnold juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap nepotisme di lingkungan kampus. Di fakultas Farmasi sendiri, nepotisme itu tidak terlihat. “Bisa dilihat dari kepribadiannya selama berdinamika. Sangat jarang kami merekrut orang yang sudah dikenal lama,” ucapnya. Dalam perekrutan sendiri, menurutnya sisi subjektif masih dapat terlihat, “Saya sisi subjektifnya lebih mengarah ke divisi humas karena performa BEMF sendiri ditentukan dengan orang-orang yang selama ini didekati. Untuk sistemnya tidak berdasarkan nepotisme, tapi berdasarkan (pengalaman dan kemampuan) apa yang dia punyai.” Sebagai tambahan untuk memperkuat penolakannya terhadap nepotisme di BEMF di akhir wawancara dia menyatakan, “Diharapkan untuk tidak ada, kita harus melakukan penyetaraan karena semua orang berhak untuk dipilih,” tambah Arnold. Lebih lanjut mahasiswa anonim tadi ketika ditanya mengenai munculnya nepotisme di fakultas Sastra karena tidak adanya BEM Fakultas bisa saja terjadi. Menurutnya, jika fakultas tidak memiliki BEM maka fakultas tersebut tidak ada yang mengontrol. BEM Fakultas kehadirannya dimaksudkan untuk mengontrol dan wadah aspirasi mahasiswanya terhadap prodinya. 14 | natas | FEB-APR 2019
Memang Fakultas Farmasi tidak memiliki HMPS tetapi mereka memiliki DPMF. Untuk cara kerjanya sendiri, DPMF membuat kotak yang ditempatkan di samping papan pengumuman fakultas dekat Sekretariat Fakultas Farmasi. DPMF yang akan mengevaluasi setiap proker BEMF. Meskipun terkadang ada yang menyalahgunakan untuk main-main, tetapi sampai saat ini cara tersebut efektif. DPMF sendiri memiliki peranan penting karena digunakan untuk mengevaluasi laboratorium, laporan, sekretariat, dan dosen. “Misalnya ketika ada proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan mahasiswa, DPMF akan menyalurkan aspirasi dari kotak aspirasi yang kemudian ditindaklanjuti ke dosen. Dosen kemudian melakukan refleksi sendiri dan nanti ada perubahan yang bisa dirasakan,” pungkasnya. Kotak aspirasi ini juga berjalan di prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Wakil ketua HMPS PGSD, Anindita Trie Swastika, menjelaskan cara kerja kotak saran ini diedarkan ketika kuliah umum. Sedikit berbeda dengan di Fakultas Farmasi. Jadi HMPS PGSD ini membuat kotak saran tersebut untuk mengetahui apa yang diinginkan, kritik dan saran untuk ke depannya lebih baik. Keterlaksanaan Program Kerja Di tahun 2016-2018, dari 32 program kerja yang berhasil dikumpulkan
Laporan Utama
mulai dari HMTE, HMPS Pendidikan Sejarah, HMJPMIPA, HMPS Pendidikan Biologi, HMPS Sastra Indonesia, HMPS Sastra Inggris, HMTI, HMPS Pendidikan Kimia, HMPS PGSD, Keluarga Mahasiswa Teknik Mesin (KMTM), HMPS Akuntansi, HMPS Bimbingan dan Konseling, HMM, HMPS PBSI, Himapensi, HMPS PBI, HIMKA dan HMJM sampai BEM Universitas, BEM Fakultas Ekonomi, BEM Fakultas Psikologi, BEM Farmasi, dan BEM FKIP diketahui bahwa 98% keterlaksanaan program kerja mereka berhasil. Dua persen sisanya, tepatnya di tahun 2016 di Program Studi Sastra Indonesia ketidakterlaksanaan tersebut terjadi pada program mading, majalah Karsa yang hanya terbit sekali. Di tahun 2017-2018 program kerja HMPS dan BEM yang berhasil didapat sekitar 100% keterlaksanaan program kerja mereka berhasil. Mahasiswa lain sebut saja Guji (nama samaran), ketika ditanyai tentang program kerja HMPS akankah berhasil atau tidak apa ada sangkut pautnya dengan kehadiran BEM Fakultas. Menurutnya BEM Fakultas itu membantu mengkoordinasi program-program kerja HMPS agar tertata rapi. BEM Fakultas jika diibaratkan adalah kepala dan patokan untuk mengarahkan HMPS di bawahnya agar berjalan dengan baik. “Jadi menurutku lebih terarah dan punya tujuan yang pasti dan jelas. Ada pertanggungjawabannya,” tambahnya. Meskipun tanpa BEM Fakultas
tetap ada pertanggungjawaban tergantung dari individu, tetap saja BEM Fakultas diibaratkan seperti kepala. Menurutnya Fakultas Sastra seperti tidak memiliki kepala, tidak mempunyai patokan. 1 HMPS PGSD sendiri memiliki program kerja yang lumayan banyak. Namun prodi hanya mengizinkan satu proposal saja yang masuk. Bisa dikatakan bahwa ini adalah hambatan mereka juga untuk menjalankan program kerja yang sudah mereka susun. Menurut Anin, prodi seperti membatasi mereka untuk berkegiatan jika hanya satu proposal saja yang diizinkan masuk, belum lagi waktunya terpotong revisi. “Apabila untuk proker (program kerja) yg istilahnya “mepet” dalam artian waktu, untuk menutupi dana itu ya kami iuran terlebih dahulu atau menggunakan uang kas,” tambah wakil ketua HMPS PGSD, Anindita Trie Swastika Berikutnya adalah dari ranah HMPS Sasindo. Menurut Stephen, program kerja untuk tahun lalu terlaksana semuanya, dari awal sampai akhir, mulai dari pelatihan HMPS, pelatihan jurnalistik, Haksi sampai Festival Sastra. Tidak seperti tahun 2016/2017 ada program kerja yang tidak terlaksana, tapi tahun 2017/2018 terlaksana dengan baik. Hambatan yang dialami juga hampir sama seperti di HMPS PGSD yaitu revisi proposal kegiatan memakan waktu yang lama. Fakultas Sastra memiliki tiga program studi yang pastinya memiliki 1 FEB-APR 2019 | natas | 15
Laporan Utama
kegiataan sendiri dan pasti menumpuk di sekretariat. Hal tersebut masih bisa dimaklumi dan wajar, jika revisi tersebut lama. Namun untuk urusan dana kampus tetap mendukung dan selalu turun. Seorang mahasiswa prodi Sejarah yang lain juga menyatakan bahwa selama ini ia kurang bisa merasakan kinerja HMPS karena belum terlalu mengikuti program kerjanya. “Mungkin karena saya yang jarang berbaur atau kurangnya dilakukan sosialisasi,” ucapnya. Nepotisme, Benar atau Salah? Nepotisme sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintahan. Selain itu nepotisme juga diartikan sebagai perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat. Nepotisme memang memiliki stigma yang buruk di mata masyarakat. Bagi Stephen, di awal baginya nepotisme itu stigma buruk tapi setelah masuk kuliah nepotisme tidak buruk juga. “Kenapa buruk orang ngecapnya ambil yang cuma deket doang kasarannya cuma dapet jabatan tapi kerja gak ada,” ujarnya. Sebagai tambahan dia menjelaskan bahwa misal ada orang yang dikenal lalu direkrut lalu orang tersebut bisa bekerja. Kemudian lahir anggapan bahwa itu nepotisme meskipun orang tersebut bisa bekerja dengan baik. Menurutnya, nepotisme tidak melulu buruk. Ada juga baiknya tergantung cara orang tersebut bersikap. Mengenai orang-orang yang cenderung nepotisme di lingkungan kampus memang cukup banyak terjadi. Stephen juga menambahkan, orang menganggap nepotisme buruk ketika orang 16 | natas | FEB-APR 2019
yang direkrut lewat ‘teman dekat’ mereka tidak bekerja dengan baik. Namun ada dua kemungkinan hal itu bisa terjadi. Pertama, dia tidak memiliki kerja yang jelas, tidak tahu harus melakukan apa. Kedua dia memang tidak bisa atau malas. “Untuk itu setiap orang dikasih kerja yang jelas, lalu bisa kita dorong untuk ngelakuin itu. Kalo ada yang gak jalan kita bisa dorong mereka, ketika kita gak punya gambaran kerja yang gak jelas, bisa juga terjadi kek gitu,” ungkapnya. Selain Gubernur BEM Fakultas Farmasi, Anin juga menyuarakan ketidaksetujuannya tentang nepotisme. Nepotisme adalah tindakan buruk, jika sebuah organisasi atau kepanitiaan ditanamkan hal yang buruk maka hasilnya pun ikut buruk. “Kami harus profesional sekalipun itu teman dekat kita sendiri. Kami harus tegas,” tambah Anin. Di PGSD sendiri untuk menentukan ketua dan wakil diperlukan delegasi dari masing-masing kelas sejumlah dua orang. Setelah itu ada wawancara sebanyak dua kali. Pertama wawancara dengan pengurus HMPS yg saat itu menjabat dan yg kedua wawancara dengan Kaprodi dan Wakaprodi. Berbeda dengan HMPS Sasindo. Fakultas Farmasi sendiri menentukan Gubernur dengan cara pemilu lalu Gubernur terpilih memilih dua wakil, yaitu wakil eksternal dan wakil internal. Untuk keanggotaan sendiri, HMPS Sasindo lebih mengutamakan niat mahasiswa Sasindo untuk bergabung. HMPS Sasindo sudah tidak melihat lagi pengalaman SMA mereka. “Angkatan baru, baru satu semester, enam bulan, tiga sampai empat bulan efektifnya, jarang ketemu paling adik-adik tingkat yang sering ketemu sama kakak tingkatnya yang jadi pengurus lebih mudah, jadi kita udah tahu orangnya seperti apa,” tambah Stephen menjelaskan perbedaan
open recruitment tahun lalu dan sekarang. Menanggapi ini, mahasiswa anonim dari Sastra Indonesia tadi malah menganggap rentan terjadi nepotisme jika seperti itu. Seolah-olah pejabat periode sebelumnya menggaet orang orang yang hanya mereka kenal untuk masuk ke dalam pemerintahan. “Sedangkan orang-orang yang mereka tidak kenal seperti terblacklist ataupun sebaliknya orang-orang yang mereka sudah kenal dipin (ditandai dalam daftar teratas) pada urutan atas,” ujarnya. Tidak melulu hanya di prodi Sastra Indonesia, menurutnya dilihat dari cara pergaulan mahasiswa kampus yang rata-rata seperti itu (teman dekat) memungkinkan terjadinya nepotisme. Namun mungkin tidak sangat kuat karena adanya BEM Fakultas. BEM Fakultas memang tidak terlalu menentukan nepotisme akan hilang atau tidak. Akan tetapi jika sebuah fakultas tidak memiliki BEM Fakultas dan hanya HMPS maka terjadi keeksklusifan dan solidaritas yang kurang. Sedangkan mengenai keanggotaan HMPS Sasing, Revo mengatakan bahwa untuk oprec anggota, ia menyerahkan semua ke koordinatornya. “Sejauh ini belum ada kubu-kubuan di dalam HMPS, walaupun di Sasing sendiri ada. Untuk CO, aku dan wakilku yang memilih karena cukup krusial dan kami harus kenal dulu dengan orangnya. Terlebih untuk organisasi dan proker jangka panjang, kami rasa satu tahun itu terlalu lama untuk mencoba percaya dulu. Lebih baik kami ambil sendiri orang-orang yang berkualitas dan sudah kami percaya,” ungkapnya. Untuk HMPS Sejarah, David mengatakan kebanyakan yang dilakukan organisasi lain adalah voting, tapi baginya ada cara lain yang bisa dilakukan. “Ada baiknya yang pertama dilakukan adalah adanya yang mencalonkan diri dan
Laporan Utama
dicalonkan. Selanjutnya tinggal pemilihan anggota-anggotanya,” lanjutnya. “Kebetulan tidak ada unsur pemaksaan dalam pemilihan, hanya sebelum kepngurusan yang lama berakhir sempat disuruh-suruh beberapa orang.” Mengenai unsur nepotisme dalam kepengurusan, ia menjelaskan hal itu pasti ada terjadi dalam suatu organisasi agar dibilang asik. “Menurut saya selama satu circle orang-orangnya bisa menjamin keberlangsunagn organisasi dengan baik, fine-fine saja. Buat saya nepotisme gak masalah selama dalam hal yang benar, karena bisa saja ketua memilih orang terdekat agar akrab,” pungkasnya. Saat ditanya keinginannya memiliki BEM Fakultas Sastra, Guji menjawab, lebih baik BEM Fakultas Sastra diadakan. “Menurutku ya, di fakultas Sastra itu kayak belum terikat dalam solidaritas. Kita aja kadang sama anak Sejarah atau Sasing gak saling kenal dan terkadang malah saling crash (berbeda pendapat),” ujarnya. BEM Fakultas sebenarnya diperuntukkan menjaring suara-suara mahasiswa di setiap prodi. Pertanyaan selanjutnya yang muncul bagaimana fakultas sastra menjaring suara mahasiswa dari setiap prodi? Bram menjawab bahwa selama ini yang mereka berkomunikasi lewat medsos. Jika memang ada yang dibahas mereka akan berkumpul, diskusi lalu baru menyampaikannya. “Sebenernya BEM Fakultas Sastra perlu diadain tapi juga diadain orangnya gak terlalu banyak yang aktif nanti, nanti malah mubazir, asalkan ketiga prodi (Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Sejarah) masih punya misi yang sama akan tetap lancar,” ujar Stephen ketua HMPS sasindo periode 2018/2019.
FEB-APR 2019 | natas | 17
Opini
Dinamika POLIT
KERESAHAN, KEPEMIMP
S
ejarah mencatat, mahasiswa selalu menduduki posisi dan peran terdepan di dalam mengatasi persoalan-persoalan krusial bangsanya. Mereka adalah aktor terdepan dan tonggak sejarah berbagai perubahan besar di negeri kita. Mahasiswa dan pemuda hadir sejak benih kebangsaan mulai tumbuh di tahun 1908 melalui Budi Utomo, tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda yang legendaris, persiapan Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, perubahan-perubahan fundamental di tahun 1966, 1974, 1977, 1990, serta lengsernya kekuatan militeristik Orde Baru Soeharto di tahun 1989. Dengan sifat dan watak kritis, ketajaman intelektual, energi yang besar, serta sikap independensi yang mereka miliki, sangat wajar jika mahasiswa terpanggil melakukan perubahan untuk masa depan bangsa dan negaranya. Aktivitas akademis mahasiswa di dalam kampus seringkali membuat mereka resah ketika mendapati kenyataan di dalam masyarakat yang jauh dari harapan. Mereka merambah kegiatan di luar kampus dengan melakukan berbagai aksi yang kemudian
18 | natas | FEB-APR 2019
dikenal sebagai “pergerakan mahasiswa�. Mahasiswa adalah pelopor dalam menumbangkan kekuasaan otoriter dan militeristik Orde Baru dalam gerakan reformasi tahun 1998. Mereka menuntut sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Bangsa ini harus meninggalkan regim Orde Baru yang otoriter dan penuh dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Melalui pendudukan gedung DPR/MPR, akhirnya mahasiswa berhasil memaksa presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Sejak saat itu bangsa Indonesia memasuki sebuah era baru, era reformasi. Keberhasilan proses reformasi dimulai dari Pemilu 1999 yang diikuti oleh banyak partai, kebebasan pers dan media, kebebasan umat beragama (Konghuchu masuk menjadi salah satu agama di Indonesia), pemisahan POLRI dan TNI, TNI kembali ke barak, reformasi POLRI (polisi sipil), upaya penumpasan KKN dan banyak UU direvisi menjadi pro-rakyat. Proses menuju cita-cita reformasi tentu belum tuntas. Keresahan Pascareformasi Salah satu persoalan yang menjadi
Opini
TIK Mahasiswa
PINAN, DAN PERGERAKAN
Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
ironi bangsa, yang mencuat pascareformasi adalah menguatnya politik identitas yang menggerus kebhinekaan bangsa Indonesia. Setelah rezim otoriter Orde Baru dengan sosok Leviathannya berakhir, ikatan sosial dan toleransi semu yang dibangunnya pun berakhir. Keadaan tidak bertambah baik. Leviathan Orde Baru telah membuahkan anak kandungnya: Leviathan Moral Orde Reformasi. Benih-benih perbedaan dan konflik sosial yang ditekan selama pemerintahan militeristik Orde Baru sebagai SARA kini bangkit bagai monster yang siap mencari mangsa dalam rumah bersama Indonesia. Monster itu pun kini menggerogoti manusianya dan memasuki kesadaran kolektifnya. Dalam uraiannya berjudul “Censorship in Post Suharto Indonesia: From a Military Dictatorship to Dictatorship of the Moral,” Katerina Valdivia Bruch (2012) memaparkan berbagai bukti tentang kediktatoral moral kelompok intoleran terhadap keragaman ekspresi budaya Indonesia. Beberapa di antaranya sebagai berikut. (1) Kriminalisasi terhadap 64 anak punk di Aceh dalam sebuah konser. Mereka ditangkap polisi syariah, digunduli,
dibina dengan ajaran dan moral Islam, dan diberi pakaian Muslim; (2) Pelarangan dan penghancuran patung Bima dan Gatotkaca di Purwakarta (2010), di Pekanbaru (2010); (3) Pelarangan patung Tiga Mojang karya Nyoman Nuarta di Bekasi (Juli 2010); (4) Pelarangan pameran lukisan Sigit Pius Kuncoro oleh Gerakan Pemuda Kabah (GPK) Desember 2000 di FKK Yogyakarta karena ada sebuah lukisan telanjang; (5) Pelarangan karya instalasi Agus Suwage dan Davy Linggar dalam acara HUT Bank Indonesia di Jakarta (2005) oleh sekitar 200 orang anggota FPI karena terdapat gambar telanjang Adam dan Hawa; (6) Pelarangan pameran seni patung, lukisan, dan karya instalasi Dadang Christanto (2002) di Solo bertajuk “The Unspeakable Horror” karena mengangkat tema pembantaian PKI di Indonesia; (7) UU Antopornografi dan Antipornoaksi (2008) yang mengatur sensor terhadap media massa, penyiaran, dan film. Perkembangan terbaru soal moral dictatorship terjadi Aceh yang memanfaatkan keistimewaan daerahnya. Sebuah aturan yang ‘tidak masuk akal’ adalah larangan perempuan yang FEB-APR 2019 | natas | 19
membonceng sepeda motor ‘duduk mengangkang’ (maksudnya duduk menghadap ke depan) yang dihubungkan dengan upaya menegakkan syariat, nilai budaya, dan adat masyarakat Aceh. Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariah (JMSPS) melalui juru bicaranya Affan Ramli menilai hal tersebut sebagai pembodohan publik dan meniru Taliban Pakistan. Berdasarkan kajian JMSPS, tidak ada satu pun hukum syariat atau fikih sepanjang perkembangan studi pengetahuan Islam yang berbicara tentang larangan duduk mengangkang bagi perempuan dalam berkendaraan. "Demikian juga tidak ada satu pun adat Aceh, baik adat istiadat maupun hukum adat, yang melarang perempuan duduk mengangkang di kendaraan," kata Affan Ramli, juru bicara JMSPS, Ahad, 13 Januari 2013 (lihat Warsidi, 2013). Sekalipun diprotes dengan keras, Perda Syariah itu tetap diberlakukan. Yang paling mutakhir adalah penolakan warga dusun Karet, Pleret, Bantul terhadap pelukis Slamet Jumiarto untuk sekedar mengontrak rumah di dusun tersebut. Alasannya sederhana, karena Slamet Jumiarto beragama Katolik. Kasuskasus intoleransi lainnya yang terjadi di Bantul antara lain pembubaran sedekah laut, penolakan bakti sosial karena dinilai ada unsur Kristenisasi, pemotongan salib dalam penguburan warga Kristiani, dan sebagainya. Pengaturan, pelarangan, dan penghancuran kegiatan berekspresi tersebut pada umumnya berlangsung dengan aman tanpa ada pembelaan dan perlindungan dari pihak pemerintah dan kepolisian, terutama karena pelaku aksi tersebut mengenakan atribut Muslim. “While they use the muslim clothes, they feel protected as they think that police cannot beat muslims, because they would 20 | natas | FEB-APR 2019
‘beat’ (be against) religion as well” (Bruch, 2012). Keberagaman bangsa ini juga mulai dimonolitikkan. Monster penyeragaman wawasan, seperti yang terjadi pada penyeragaman ideologi ‘Pancasila’ versi Orde Baru, terjadi melalui basis moralitas dan agama di atas kepentingan sebagai satu bangsa. Hal ini jelas mempersempit ruang untuk menghayati kebersamaan lintas kelompok (Budianta, 2012: 265). Penelitian yang dilakukan sejumlah LSM menunjukkan bahwa sekarang semakin banyak ruang publik yang diwarnai dengan identitas kelompokkelompok eksklusif (Budianta, 2011: 264). Di kota-kota besar bermunculan perumahan mewah yang menjual dan mempromosikan pembedaan sosial dan eksklusivitas gaya hidup secara terangterangan. Di samping itu, bermunculan pula perumahan-perumahan dengan identitas keagamaan, seperti perumahan Islami. Di Yogyakarta dan kota-kota lainnya, muncul pula fenomena rumahrumah kost yang menerima mahasiswa dari kelompok tertentu saja. Hal itu pun dituangkan secara jelas dalam brosur atau pun papan pengumuman di depan rumah. Liliwati Kurnia (Budianta, 2011: 264) menunjukkan gejala masyarakat perkotaan modern di abad ke-21 ini melakukan segregasi sosial melalui penelitian di Pasar Baru. Di Pasar Baru, segerasi ruang dilakukan berdasarkan identitas kelompok. Hal ini, menurutnya, sangat rentan dan menjadi sasaran dalam konflik komunal daripada ruang yang memungkinkan interaksi lintas batas. Bandingkan fenomena ini dengan fenomena masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang melakukan kontrol atas populasi penduduk Hindia Belanda dengan cara menciptakan perkampungan
berdasarkan kelompok etnis dan rasial (Alkatiri, Rizal, dan Sohib, 2011). Pemilihan umum, khususnya Pilpres 2019, memperlihatkan adanya kecenderungan menguatnya politik identitas. Hal ini sebenanya sudah dimulai dari Pilkada Jakarta yang berhasil melengserkan Basuka Tjahaya Purnama (Ahok). Pernyataan dan perilaku para politisi, mulai dari pusat sampai daerah menunjukkan secara jelas menguatkan gejala persaingan politik identitas: nasionalisme versus agama. Apa yang dapat kita lakukan menghadapi fenomena ini? Kepemimpinan USD Dalam sebuah pertemuan di Kalikuning, 16 Mei 2014, Rektor Universitas Sanata Dharma, Drs. Johanes Eko Priyatma, M.Sc., PhD. memaparkan gagasannya agar “Universitas Sanata Dharma dikembangkan menjadi sebuah Sekolah Pemimpin�. Rektor berharap agar USD mampu mencetak calon-calon pemimpin untuk Indonesia. Lulusan USD harus mempunyai kompetensi 3C, yaitu competence, conscience, dan compassion. Compassion itu berarti kesediaan untuk mengambil tanggung jawab dan hal ini erat kaitannya dengan leadership. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, lulusan Sanata Dharma diharapkan mampu memperjuangkan empat nilai dasar USD, yaitu: mencintai kebenaran, memperjuangkan keadilan, menghargai keragaman, dan menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia. Kepemimpinan adalah kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan sebuah keterampilan sosial (social skill) yang menunut keterlibatan dalam membangun kehidupan bersama
yang lebih adil, damai, dan sejahtera. Nilai-nilai dasar itu tentu tidak hanya dimengerti sebagai sebuah pengetahuan kognitif, melainkan perlu diwujudkan di dalam perjuangan dan pergerakan nyata. Sanata Dharma sedang merancang berbagai model pelatihan kepemimpinan bagi semua mahasiswa USD. Lulusan USD harus mampu menulis dan berbicara, karena kepemimpinan berkaitan dengan “how to influence people�. Forum-forum diskusi yang lebih terbuka, pusat studi dan riset mahasiswa, diperlukan untuk merencanakan strategi aksi dan pergerakan nyata menyelesaikan persoalan bangsa di bidang ideologi, politik, sosial, ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Pada tanggal 23 Maret 2019 yang lalu, di Yogjakarta diadakan sebuah deklarasi bertajuk Alumni Jogja Satukan Indonesia. Deklarasi yang dilaksanakan di Stadion Kridosono ini diikuti alumni berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Yogyakarta. Dalam deklarasi ini, delegasi alumni Sanata Dharma adalah yang paling banyak. Kegelisahan dan keresahan akademisi di kampus benar-benar diwujudkan di dalam perjuangan dan pergerakan nyata untuk membangun masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik, lebih damai, dan lebih sejahtera. Melalui aksi nyata tersebut, sebagian nilai dasar USD ikut diperjuangkan. Pascareformasi, belum terlihat aktivitas dan pergerakan mahasiswa yang masif dan tegas memperjuangkan kepentingan nasional. Beberapa gerakan kecil yang melibatkan mahasiswa terlihat lebih sebagai gerakan politik partisan yang tidak mewakili kepentingan bersama, kepentingan nasional. Keresahan, kepemimpinan, dan pergerakan mahasiswa selalu ditunggu momentumnya. FEB-APR 2019 | natas | 21
Opini
Keringnya Perdebatan Kita Aristayanu ‘Aye’ B. K.
K
eringnya perdebatan kita lewat tulisan mungkin karena ketidaktahuan kita atas sistem-sistem pada media kampus. Sampai hari ini, saya masih percaya bahwa keringnya perdebatan kita sekarang ini, bukan karena keringnya ide di dalam kepala kita Kawan terbaik adalah musuh berpikir paling tangguh. Setidaknya saya mendengar ucapan ini dari seorang teman dari kampus seberang. Waktu itu kami sedang duduk berdua, saling menatap gawai, dengan cangkir kopi yang mulai mendingin. Sedingin suasana kami, yang tak kunjung memulai percakapan. Kami tiba di sebuah cafe setelah sama-sama berbelanja buku. Aktivitas kami setelah sampai bukan malah mengobrol, tapi menunduk memandangi isi timeline riuh dengan perdebatan dunia maya. Mulai perdebatan politik hingga perdebatan mengenai cara memakan bubur yang diaduk atau tidak. Setelah beberapa waktu, mata kami mulai lelah karena sinar radiasi gawai, kami saling memandang, dan kami tertawa. Ternyata pertemuan kami makin berjarak karena gawai di tangan kami. Keputusan telah diambil, meletakkan gawai di tengah
22 | natas | FEB-APR 2019
meja dengan keadaan tertutup. Perbincangan kami mulai dengan percakapan ringan perihal pilihan buku, alasan-alasan kecil mengapa buku harus disampul, dan sisi menarik dari isi buku. Ia seorang pembaca sastra yang cukup tekun, beberapa cerpennya diterima di media masa daring. Ia bercerita soal longgarnya kolom-kolom yang harusnya bisa diisi oleh mahasiswa. Kemampuannya yang terus ia asah dalam penulisan, ditambah longgarnya persaingan antar mahasiswa membuatnya mampu melenggangkan karyanya untuk dibaca banyak orang. “Mahasiswa sekarang sepertinya tidak menganggap bahwa kampus adalah laboratorium mereka,� katanya sambil menyeringai. Sejurus dengannya, saya sepakat. Saya mengeluhkan media online yang dimiliki pers kampus, yang isinya hanya sawang laba-laba karena sepinya berita, juga opini-opini mahasiswa untuk kampusnya. Ia bertanya soal mengapa saya tak mencoba untuk mengirimkan beberapa tulisan saya untuk pers kampus. Saya kebingungan. Pertama, saya tidak mengerti kepada siapa harus menyodorkan tulisan saya. Kedua, lagipula ketika saya sudah mengirimkannya akankah ada pembaca
yang tergerak hatinya untuk membaca atau bahkan sangat mulia jika pembaca tersebut mengirimkan tulisan balasan. Kebudayaan kita, tumbuh dengan perdebatan-perdebatan keras yang membangun. Lekra dan Manikebu misalnya, perdebatan soal humanisme universal atau realisme sosialis misalkan. Semua perdebatan tentang bagaimana ideologi berjalan menjalar dari aliran darah dan menjadi cara kita dalam berpikir dan bertindak. Saya teringat. Di taman Beringin Soekarno, suara-suara lirih membincangkan teori, mulai dari perdebatan Marx dan Bakunin, hingga bagaimana begawan sastra kita, Pramoedya memulai karya-karya hebatnya dari Buru. Di Fakultas Sastra—karena saya dari Prodi Ilmu Sejarah—dengan lantang suara-suara beberapa orang membacakan puisi Rendra, dengan gitar ala blues yang bermandikan Vodka. Sungguh, iklim yang benar-benar baik. Namun sayang iklim yang baik ternyata tidak menumbuhkan perdebatan keras lewat tulisan. Beberapa waktu belakangan, saya mulai tahu bahwa banyak mahasiswa kampus ini yang cenderung mengirimkan tulisannya ke media-media besar. Sapere Aude. Mereka menjalani ketersesatan dan menemukan jalan yang benar kemudian. Sendiri. Sangat disayangkan bahwa kampus dengan iklim yang baik seperti ini, dengan timbunan buku-buku di dalam perpustakaan, dengan mereka yang terlanjur memilih jalan Sapere Aude, tidak mampu bertemu dalam wadah yang sama untuk saling menyapa melalui ide-ide segar yang siap dituliskan. Eka Kurniawan sebelum menjadi seperti sekarang, ia terpengaruh dengan karya Knut Hamsun yang berjudul Lapar,
Opini
yang mana isinya adalah menceritakan tentang kehidupan sepi penulis yang melebihi kehidupan gelandangan. Ia lapar, menjual segala sesuatu yang mampu ia jual, tapi ia menolak untuk menjadi gelandangan ataupun pengemis. Ia menyadari bahwa dalam dirinya, ia mampu melakukan sesuatu, yaitu menulis. Proses kepenulisan tiap orang berbeda-beda, ada yang memilih jalan sunyinya, ada yang memilih riak arus yang menyiksa, bahkan ada yang menulis dengan menanti senja ataupun hujan. Tak ada jalan yang mudah. Begitu juga saat tulisan telah selesai. Ditolak redaktur, revisi ulang tulisan, membongkar isi kepala dan buku-buku. Dan saat tulisan diterima, permasalahan lain muncul juga, invoice lambat, atau bahkan tidak ada invoice sama sekali. Tapi satu hal yang saya ingat dari sosok Pramoedya. Menulis adalah soal keberanian, bagaimana sebuah tulisan tidak hanya berorientasi pada uang, tapi pada sebuah keabadian. Verba volant, scripta manent. Kampus adalah laboratorium terbaik, karena ia dekat dengan kita, menjadi bagian kita, dan setiap jengkal perubahannya pasti akan tergambar jelas lewat mata kita. Kampus sudah selayaknya menjadi wadah pertemuan ide. Tempat tumbuhnya intelektual publik yang mampu mengkritisi lingkungan di mana kakinya berpijak. Mari membasahi keringnya perdebatan kita ini dengan saling menyapa melalui tulisan. Karena kawan yang baik adalah musuh paling tangguh dalam berpikir. Mari berkawan. Begitu.
FEB-APR 2019 | natas | 23
Infografik
Beberapa waktu lalu, Tim Litbang UKPM Natas telah melakukan survei online melalui google form yang disebar kepada mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD) untuk mengetahui tanggapan mahasiswa mengenai euforia pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden RI yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019. Sebanyak 285 mahasiswa USD telah menanggapi survei ini. Dikutip dari UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, “Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.� Dengan demikian, berikut merupakan data yang didapatkan oleh Tim Litbang UKPM Natas mengenai minat/respon Mahasiswa USD terhadap pemilu setelah melakukan survei pada tanggal 19 Februari 2019.
63,5%
Keyakinan Mengikuti Perkembangan Politik Pemilu
29,8%
6,7% Ya
Tidak
Rencana Untuk Golput Dalam Pemilu
Bodo Amat
83%
11,6% 2,5% Ya
Tidak
Bodo Amat
FEB-APR 2019 | natas | 25
Saat ini, golongan putih (golput) sering diartikan sebagai tindakan tidak memilih siapapun di antara semua pasangan calon (paslon). Dibandingkan dengan awal kemunculannya di Indonesia, ada perbedaan dalam penggunaan kata tersebut. Dalam majalah Ekspres edisi 14 Juni 1971, golput diartikan sebagai tindakan datang ke kotak suara lalu mencoblos kertas su-
ara secara tidak sah, yaitu di luar gambar paslon. (Kutipan Ekspres diambil dari artikel “Bagaimana Golput Muncul Pertama Kali dalam Sejarah Indonesia� Tirto.id)
Media yang digunakan untuk melihat perkembangan politik pemilu
63,2%
27,7%
1,4% Medsos
26 | natas | FEB-APR 2019
TV
Koran
7,7%
Lain-lain (YouTube, Twitter, Berita Online, Buku, Pembicaraan orang)
Resensi Buku
Kenapa Berpuisi?
Oleh: Gabriel Gradi Mahendra
Jejak sejarah memuat sedikit gambaran tentang sejak kapan manusia berpuisi. Misal, pahatan dalam bahasa Mesir kuno di sarkofagus dan dinding piramida kota Saqqara, Mesir, mengabadikan teks religius yang telah ada sejak abad ke-25 SM. Motif pemujaan transendental ini kemudian berkembang menjadi hiburan lisan di desa atau ruang tengah istana. Dalam sejarahnya (yang masih terus ditulis), puisi menjadi tanda kesepahaman antar sesama manusia mengenai konsep kehidupan. Tiap individu memiliki kehidupannya masing-masing, dan ternyata puisi—dan berbagai ekspresi seni lain—menunjukkan adanya resonansi antara kehidupan si penyair dan pembacanya. Di situlah, puisi senantiasa mendapat tempat khusus di tengah peradaban yang terus berubah. Lalu, “Membunuh Sokrates” yang adalah kumpulan puisi Benny Pradipta—di
mana puisi-puisi ini perlu ditempatkan? Menarik bahwa Benny mengambil satu fase akhir dari kehidupan Sokrates, filsuf eksentrik yang hidup pada tahun 469-399 SM di Athena, Yunani. Legendanya, setelah dibiarkan memperlihatkan karismanya sebagai pemikir yang maju, Sokrates mendapat perintah untuk dieksekusi mati dari pengadilan Athena. Tuduhannya adalah tidak menghormati dewa-dewi dan merusak mental anak-anak muda. Bagaimana bisa— dari dipuja—Sokrates berubah menjadi pesakitan yang berhak dihukum mati? Dalam opininya di The Guardian, Bettany Hughes menulis ‘a confident society can ask questions about itself; when it is fragile, it fears them.’ Semula Athena begitu hidup dan mengagungkan demokraFEB-APR 2019 | natas | 27
si, modernitas dan estetika. Di situ, pemikiran Sokrates konon mengasah daya kritis seluruh isi kota. Mulai dari orang biasa, tentara, hingga para pelacur. Dalam atmosfer Athena yang penuh percaya diri ini, Sokrates yang karismatik masih bisa ditolerir. Namun saat perlahan-lahan ekonomi Athena ambruk, kelaparan, daya kritis kaum muda pada pikiran para sophist, dan protes pun merajalela. Athena menjadi pusing atas membanjirnya masalah yang terjadi. Nahas bagi Sokrates, sebagai guru yang suka mengajar anak muda di agora kota Athena, ia, seperti disebut Hughes, menjadi ‘kambing hitam 28 | natas | FEB-APR 2019
bagi kekecewaan Athena’. Judul ‘Membunuh Sokrates’ sekilas seperti hadir sebagai ode untuk Sokrates. Namun, pencermatan lebih pelan menampakkan benang merah puisi-puisi dalam kumpulan ini. Membunuh Sokrates lebih terlihat sebagai permenungan si penyair atas upayanya untuk menjadi manusia—lebih lagi, manusia yang mawas, sadar diri. Dalam keutamaan Sokratik, mawas diri (sophrosune) sendiri adalah satu dari 4 keutamaan lain selain keberanian (andreia), kebijaksanaan (sophia), dan keadilan (dikaioshune).
Doc. natas
Benny Pradipta tidak ingin terlalu mudah mengakui bahwa ia telah ‘mawas diri’ sebagai manusia. Kelihatannya begitu. Ini terlihat dalam “Jalan Simpang Sanata Dharma”, “Percakapan Ini Tentu Tak Pernah Terjadi”, “Mencari Hati Sokrates” dan “Alegori Burung Gagak”. Di situ tampak antusiasme Benny Pradipta dalam menyelami arti menjadi manusia. Di saat bersamaan, ada kehati-hatian dan skeptisisme ringan yang kerap membisik bahwa ia belum selesai menjadi manusia yang mawas.
takan?” Kita mungkin bertanya “Kenapa Benny Pradipta menciptakan puisi ini?” Pada akhirnya peristiwa berpuisi mengembalikan penyair dan pembacanya pada medan bahasa. Di sini manusia bisa saling terhubung dan menemukan abstraksi dari individualitas hidup masing-masing. Di sini, puisi-puisi Benny Pradipta memulai perjalanannya sendiri: perjalanan sebagai suatu ekspresi, perjalanan untuk menemukan pembacanya sendiri.
Kembali pada pertanyaan dalam judul ini: “Kenapa puisi dicipFEB-APR 2019 | natas | 29
Resensi Film
Trilogi
Rurouni Kenshin SANG PENDEKAR TERKUAT Oleh: Jhon Cpita Levrando
T
RILOGI RUROUNI KENSHIN, merupakan hasil adaptasi dari seri manga dan serial anime populer dengan jumlah penggemar yang besar di banyak negara. WarnerBros sebagai pemegang hak edar internasionalnya, Rurouni Kenshin mewujudkan mimpi seluruh penggemar di belahan dunia melalui kisah Kenshin yang terdiri dari tiga bagian. Film pertama dirilis pada tahun 2012, kemudian dilanjutkan dengan babak keduanya di tahun 2014, dan diakhiri dengan babak ketiga yang dirilis dua bulan setelah film keduanya dirilis. Pada filmnya yang pertama RUROINI KENSHIN (2012), mengisahkan tentang pasca perang Bakumatsu, mantan pembunuh (Hitoukiri Battosai), Kenshin Himura berjanji untuk membela mereka yang membutuhkan tanpa membunuh. Lalu, ia pergi mengembara ke beberapa tempat di Jepang dengan membawa 30 | natas | FEB-APR 2019
Berdasarkan seri manga ‘Samurai X’ ditulis oleh Watsuki Nobuhiro Direktur film :Keishi Ohtomo Bahasa : Japanese Pemeran :Takeru Sato, Emi Takei, Koji Kikkawa, Yu Aoi, Muneta Aoki, Teruyuki Kagawa, Taketo Tanaka, Yosuke Eguchi, Tatsuwa Fujiwara Sinemaografer : Takuro Ishizaka Genre : Aksi, Samurai, Sejarah
Resensi Film
Sumber: www.wallpaperaccess.com
pedang terbalik (samurai sakabatou) dan ia meninggalkan masa lalunya sebagai samurai tanpa tuan. Kemudian, Kenshin tinggal bersama teman barunya, Kaoru Kamiya, di sekolah samurai (Dojo). Ketika Kanryuu Takeda, kepala gangster obat opium yang menjual dan meracuni penduduk, sementara di tempat lain terjadi kegaduhan karena ada kasus Battosai yang membunuh polisi. Kenshin bersama teman baru lainnya, Sanosuke, ikut membantu Kenshin menyelamatkan kota dan menghentikan teror yang dilakukan oleh Battosai. Filmnya yang kedua menjelaskan tentang masa lalu Kenshin, saat masih menjadi seorang pembunuh. Kenshin digambarkan menjadi seorang yang kejam, ambisius, dan berbahaya karena dahulu pernah dikontrak pemerintah dan menghabisi setiap orang yang menjadi oposisi pemerintah. Shisio
Makoto, mantan Ishin Shishi Hitokiri (dikenal dalam jajaran sebagai penerus Battosai). Shisio yang menuntut keadilan atas pengkhianatan yang dilakukan pemerintah, sehingga pembunuhan besarbesaran kepada aparat pemerintah pun terjadi. Shishio Makoto menghabiskan dekade berikutnya untuk mengumpulkan kekuatan dan mengembangkan milisi anti-pemerintah yang dipimpin oleh grup pribadi sendiri prajurit elite (Juppongatana). Kini pemerintah hanya bisa meminta bantuan kepada Kenshin Himura untuk menghentikan rencana jahat Shishio dan anak buahnya yang berencana menghancurkan era baru di Jepang yang telah mengambil alih zaman samurai. Film ketiga sekaligus menjadi akhir dari trilogi Rurouni Kenshin ini merupakan sekuel dari film sebelumnya. Film ini diawali dengan keberhasilan Shishio yang mengendalikan pemerintah. FEB-APR 2019 | natas | 31
Resensi Film
Pada saat yang sama, Kenshin dinyatakan sebagai buronan oleh pemerintah. Kenshin melanjutkan petualangan terakhirnya dengan menghadirkan guru lamanya, Hiko Seijuro. Di bagian ini, Kenshin diajari untuk memahami tentang rasa takut akan kematian dan kemauan untuk hidup. Shishio yang telah mengumpulkan pasukan dan sebuah armada dengan meriam, siap menggulingkan era Meiji (Meiji-ishin). Tampil realistis menghancurkan ekspektasi Film yang memiliki banyak unsur aksi dan seni bela diri menggunakan pedang, namun tetap konsisten menggunakan aktor yang berakting secara manual dan minim Computer Generated Image (CGI). Bahkan, beberapa adegan pertarungan dalam film tersebut tidak didominasi oleh CGI dan efek suara serta efek visual terdengar begitu nyata, seolah-olah pertarungan terjadi di depan mata penonton. Beberapa penggemar mengapresiasi kamerawan yang berperan besar dalam kesuksesan film ini. Di beberapa forum diskusi, ada yang mengatakan bahwa efek rekaman kamera berputar karena melibatkan beberapa belas orang dalam tiga puluh detik nonstop. Meskipun ini hanyalah pendapat salah seorang penggemar yang belum tentu profesional dalam bidang sinematografi, namun di dalam film memang banyak sekali adegan yang ditangkap dengan satu sorotan kamera. Adegan ini tentunya tidak akan mungkin bisa tercapai jika salah satu pameran melakukan kesalahan. Sehingga penggemar pasti berpikir bahwa adegan pertarungan yang terjadi pastinya dibuat dengan perhitungan dan keseriusan yang sangat baik. Meskipun begitu, ada beberapa efek CGI yang cukup apik karena menambah kesan yang luar biasa saat pertarungan terjadi. Mulai dari efek tebasan pedang,
32 | natas | FEB-APR 2019
api yang muncul saat pedang terhunus dari sarungnya, serta debu dan abu yang berada di bekas pembakaran. Teman perjuangan Sanosuke Sagara yang lebih sering dipanggil dengan nama Sano, lebih menonjolkan diri sebagai tokoh sampingan yang hanya menjadi pendukung untuk Himura Kenshin. Sepanjang film yang pertama dan kedua, Sano hanya ditampilkan beraksi dan bertarung dengan tokoh antagonis pendukung lainnya dan sekaligus terdapat beberapa humor di sela-sela pertarungannya. Seperti di filmnya yang pertama, saat ia kelelahan dan mengajak makan lawannya karena ia merasa lapar. Meskipun begitu, Sano tidak digambarkan sementah itu selama muncul di setiap adegan pada film. Pasalnya, saat tokoh utama mengalami gejolak batin dan mengalami keterpurukan, Sano selalu menjadi orang yang menggiring alur cerita agar tidak mengalami antiklimaks. Kamiya Kaoru adalah gadis yang menjadi tokoh utama perempuan dalam trilogi film ‘Rurouni Kenshin’. Setelah bertemu dan diselamatkan oleh Kenshin, Kaoru meminta dia untuk tinggal di Dojo. Meskipun awalnya hubungan mereka terkesan formal, peran Kaoru pada dasarnya berfungsi sebagai faktor pendorong utama Kenshin dan sebagai penyelamat pada konflik batin yang dialami Kenshin. Hubungan mereka perlahan-lahan terlihat seperti cinta, layaknya keindahan pohon Sakura. Megumi Takani adalah tokoh pendamping lainnya yang muncul di seri film pertama dan sempat berpihak pada tokoh antagonis sebagai dokter sekaligus pembuat opium untuk dijual dan meracuni warga di Jepang. Meskipun dia dipaksa untuk memproduksi opium, sampai
Resensi Film
Sumber: www.wallpaperaccess.com
akhirnya ia bisa kabur berkat bantuan Kenshin. Megumi digambarkan seperti seorang wanita yang cantik dan feminin. Ten Sword or Juppongatana Juppongatana atau yang sering disebut dengan sepuluh prajurit yang paling tangguh pada masa restorasi Meiji. Mereka memiliki kekuatan serangan khusus, berkumpul, dan diperintahkan oleh Makoto Shishio untuk memimpin pasukan revolusioner melawan pemerintah Meiji. Mereka melayani Shishio sebagai kelompok antagonis dari seri ‘Kyoto Arc’. Meskipun di film, akting mereka terkesan sangat minim. Penggemar juga merasa maklum karena sangat tidak mungkin menjelaskan latar belakang setiap Juppongatana di trilogi Rurouni Kenshin. Tapi sangat tidak keren jika menonton film tersebut tanpa mengenal sosok yang membuat Shishio menjadi tokoh antagonis yang paling menyeramkan sekaligus menyebalkan. Berikut anggotanya: • Seta Sojiro (The Tenken) yang menggunakan gaya bertarung Shukuchi dan Kenjutsu yang hilang seolah-olah mereka diberikan dari langit dengan kehadirannya. • Kariwa Henya, juga dikenal sebagai ‘Henya, the Flighted’. Menggunakan gaya
yang berpusat di sekitar harfiah terbang dalam pertempuran, dan menggunakan pisau serta bom mesiu. • Honjo Kamatari, juga dikenal sebagai ‘Kamatari, the large Scythe’. • Yukyzan Anji, juga dikenal sebagai ‘Anji, the Destroying Bright King’. Otot yang marah dan sangat terlatih, mengklaim gelar Raja Kebijaksanaan dari pengetahuan Buddha yang menggunakan seni bela diri tangan ke tangan, bersama kenpo dan teknik merusak meluluhkan kuat yang dikenal sebagai Mastery two layers. • Sadojima Hoji, juga dikenal sebagai ‘Hoji, the one hundred Fold Knowledge’. Terampil dalam keahlian menembak dengan senapan, pedang berasal dari pikiran yang tajam dan sangat licik. • Sawagejo Cho, juga dikenal sebagai ‘Cho, the Sword Hunter’. Menggunakan berbagai pisau dan pedang langka yang unik dan desain yang sangat mematikan dan fatal yang ia telah kumpulkan selama bertahun-tahun. • Uonuma Usui, juga dikenal sebagai ‘Usui, the Blind Swordsman’. Seorang pembunuh buta, seperti setan, mengaku telah mendapatkan kemampuan ekstra dan dikenal sebagai mata hati. • Iwanbo, juga dikenal sebagai ’Iwanbo, the round devil’. Orang gila yang penuh lemak dan selalu menggunakan kekerasan tak terduga dan kacau. • Saizuchi, Seorang angkatan darat yang dikenal sebagai ‘The Yin and Destroyer’. Seorang pria tua kecil yang licik, manipulatif, dan kikir. • Fuji, Juga dikenal sebagai seseorang yang menghancurkan. Seseorang yang menakutkan karena sering dijuluki ‘Raksasa dari manusia’. Sumber: www.kenshin.fandom.com
FEB-APR 2019 | natas | 33
Resensi Album
ONE OK ROCK
Oleh: Jhon Cpita Levrando
O
NE OK ROCK - 35XXV, merupakan album ketujuh yang dirilis pada 11 Februari 2015. Dari tiga belas lagu yang ada di album 35XXV, tiga di antaranya sudah terbit lebih dahulu, yaitu ‘Mighty Long Fall’ yang menjadi soundtrack dari film ‘Rurouni Kenshin’ pada pertengahan tahun 2014, dan juga ‘Decision’ serta ‘Cry Out’. Dari tiga belas daftar lagu, ‘Paper Plans’ menjadi lagu yang paling unik di antara semua lagu. Komposisinya adalah yang paling nyentrik jika dibandingkan dengan lagu-lagu lain di album ini, juga karena ONE OK ROCK hampir tak tergambar dalam lagu ini (seriously, a song that doesn’t feature ONE OK ROCK as a face). Berikut beberapa judul lagu yang ada pada album 35XXV:
34 | natas | FEB-APR 2019
“Terbang Seperti Kertas”
• 3XXXV5 • Take Me To The Top • Cry Out • Suddenly • Mighty Long Fall • Heartache • Memories • Decision • Paper Planes (featuring Kellin from Sleeping With Sirens) • Good Goodbye • One By One • Stuck In The Middle • Fight The Night Lagu ‘Good Goodbye’ mungkin menjadi satu-satunya lagu yang bisa langsung disukai dengan sekali dengar
Resensi Album
Sumber: www.wallpapercave.com saja. Tapi untuk bisa jatuh cinta dengan lagu-lagu baru ONE OK ROCK, orang perlu mendengarkannya lebih dari satu kali. Komposisi lagu-lagu di album ini terdengar lebih rumit, namun kita bisa merasakan kemegahannya, terutama bila membayangkan live performancenya di panggung yang besar. Apa itu ONE OK ROCK? ONE OK ROCK adalah band rock Jepang, yang dibentuk pada tahun 2005. Band ini beranggotakan Takahiro Moriuchi (vokalis), Toru Yamashita (gitaris, pemimpin band), Ryota Kohama (bassist), dan Tomoya Kanki (drummer). Mereka telah memainkan banyak gaya musik yang berbeda, dengan lagu-lagu mulai dari alternative rock, emo, post-hardcore, dan pop rock. Nama ONE OK ROCK berasal dari frasa bahasa inggris one o’clok yang berarti ‘pukul satu tepat’. Mereka dulunya berlatih
band setiap akhir pekan pukul satu pagi, sehingga one o’clock dijadikan nama band mereka. Bahasa Jepang tidak mengenal perbedaan antara r dan l, sehingga o’clock disebut o’crock; oc diganti menjadi OK, sehingga akhirnya ok rock dipakai oleh mereka sebagai nama band. Satu hal yang menarik pada 35XXXV, yaitu dominannya bahasa inggris, padahal mereka merupakan band yang berasal dari Jepang. Mereka telah memasukkan lirik bahasa inggris sejak debutnya, dan secara bertahap semakin banyak bahasa inggris yang digunakan dalam lagu mereka. Melalui enam album sebelumnya, jumlah penggemar mereka menjadi lebih banyak. Selain itu, penggemar mereka yang kebanyakan berasal dari negara-negara yang berbahasa inggris membuat mereka lebih mudah dikenal lebih banyak orang. Lirik lagu yang dibuat oleh Taka sangat elegan dan FEB-APR 2019 | natas | 35
Resensi Album
masuk akal secara gramatikal dan logis. Dia bahkan belajar menggunakan katakata kasar secara efektif. Ada dua lagu yang menonjol saat pertama kali didengar. Yang pertama adalah ‘Paper Planes’, menampilkan vokal Kellin dari Sleeping With Sirens, lagu alternative-rock yang dipengaruhi pop. Yang kedua adalah ‘Fight the Night’ (all of them are soft synth pads, bass, and percussion). Arti dari XXXV Judul album ini terkesan misterius, karena pada cover albumnya yang berwarna merah dan di tengahnya terdapat garisgaris putih dan hitam, membentuk pola XXXV. Desain yang cukup simpel jika dibandingkan dengan album sebelumnya, Jinsei x Boku dengan desain yang rumit dan seperti membentuk ilusi seperti sebuah mata dari berbagai alat musik. Banyak penggemar di berbagai forum diskusi berusaha memahami makna yang terkandung di cover album tersebut. Mungkin saja garis dan bentuk angka romawi yang terdapat pada cover album memiliki kode dan tanda. Maksudnya untuk memperingati sepuluh tahun atau satu dekade dari ONE OK ROCK. Tahun 2015 menandai sepuluh tahun ONE OK ROCK yang memang didirikan sejak 2005, tapi mengapa harus menggunakan angka 35? Beberapa penggemar berusaha menganalisis misteri tersebut, ada yang cukup logis dan banyak sekali menggunakan teori liar yang nyentrik. Salah seorang dari mereka berpendapat, angka 35 adalah sebuah penjumlahan dari angka-angka yang dibaca dalam bahasa Inggris dan Jepang. Jika kita membaca angka-angka tersebut, maka kita dapat menyebutkan nama ONE OK ROCK (but, it sounds weird). Jadi seperti 1+0+9+6+9+10=35, yang dapat diartikan 36 | natas | FEB-APR 2019
“I think what’s left after everything got destroyed is the most precious.” -Taka menjadi one, o, kyuu, roku, kyuu, 10, kalau dibaca maka akan menjadi ONE OK ROCK 10. Tepatnya, memperingati 10 tahun ONE OK ROCK, meskipun juga sedikit aneh karena menggabungkan penggunaan dua bahasa dalam penjumlahan. Masalahnya, bagaimana dengan XXXV? Ternyata kode XXXV ini juga terlihat di tangan vokalis ONE OK ROCK, Taka. Namun ada sedikit perbedaan pada tato yang terdapat di tangan Taka. Terdapat titik di tengah yang memisahkan XX dan XV. Yang jika diterjemahkan akan menjadi 20 dan 15, jika digabung akan membentuk angka 2015. Cukup membingungkan dan juga sedikit aneh, karena tato itu
Sumber: www.wallpapercave.com menggabungkan penggunaan dua bahasa dalam penjumlahan XX.XV daripada menggunakan MM.XV. Namun, tato yang berada di tangan Taka tidak bisa semudah itu untuk dikaitkan dengan album mereka yang ketujuh. Satu dekade dan tahun perilisan album ketujuh, tapi apakah seperti itu maksudnya? Meskipun terlihat cukup menarik, namun Taka pernah menjelaskan arti dari XXXV pada albumnya. Pada sebuah wawancara dengan Okamoto Akira, Taka ditanyai dengan pertanyaan berikut.
A: “So, what’s the meaning of album title 35XXXV?” T: “I found this number ’35’ a lot in America when we did the production. This number would be written on the bill of my meal and also on signposts. I found it too impressive as we met it during the making and it marked our turning point, so i decided to use it for the title. Everyone was over interpreting and wondering what’s the meaning of ‘35’, but it doesn’t have any meaning after all. LOL”
FEB-APR 2019 | natas | 37
Wawasan
Menakar Ulang Antroposentris Oleh: Andreas Yuda
Pernahkah
kita
mem-
ber daya alam yang nahasnya
bayangkan seandainya bumi— yang dihuni 7,6 miliar manusia—tanpa pepohonan? Tentu tidak mungkin bukan? Sebuah kemustahilan manusia hidup tanpa pohon, jika itu yang terjadi maka sudah dipastikan peradaban manusia akan terhapus.
sampai sekarang tidak disadari manusia. Perlahan namun pasti, jika manusia tidak segera memperbaiki alam dan sadar secara penuh bahwa alamlah sumber dari segala kebutuhan hidup maka niscaya manusia akan punah.
Pohon merupakan sumber makanan bagi hewan dan manusia. Pohon juga dapat berfungsi untuk menyerap salah satu gas berbahaya yang dihasilkan manusia yakni karbon dioksida (CO2). Menyongsong era Revolusi Industri 4.0, semakin banyak ditemukan kasus ekspansi lahan guna membangun suatu pemukiman serta proyek-proyek industri. Dari sini peran pohon mulai berkurang dan manusia mulai masuk masa-masa genting. Krisis sum38 | natas | FEB-APR 2019
Dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dikenal konsep cagar alam. Soemarwoto, Otto dalam Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan 1989:102 mengatakan bahwa “Cagar alam adalah sebidang lahan yang dijaga untuk melindungi fauna dan flora yang ada di dalamnya. Di dalam cagar tidak dibolehkan adanya segala jenis eksploitasi. Konsep pelestarian alam juga mengenal cagar biosfer oleh UNESCO yang dipakai pada akhir dasawarsa 1970-an begitupun juga dengan taman
Wawasan
nasional.� Dengan cagar alam, upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi lebih jelas. Hutanhutan di Indonesia semakin dijaga kelestariannya meski masih ditemui kasus pembakaran hutan. Berdasarkan laporan World Wide Fund for Nature (WWF) berjudul The Environmental Status of Borneo 2016, pertumbuhan pesat pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah salah satu pendorong deforestasi terbesar di Kalimantan. Tentu hal ini akan berakibat pada perubahan fungsi hutan dan iklim, terlebih tanaman sawit yang tidak dapat disandingkan dengan tanaman lainnya.
Hutan atau vegetasi pada umumnya dapat menyerap CO2 di suatu lingkungan
yang sedang tercemar oleh asap kendaraan bermotor, pabrik atau instalasi yang gas buangnya berupa karobonmonoksida maupun karbondioksida. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hutan berfungsi sebagai penyaring udara. Hutan merupakan suatu ekosistem yang relatif stabil, sehingga dapat diperhitungkan sebagai variable independent dalam perencanaan permukiman, persawahan, perladangan. Berkaitan dengan perencanaan permukiman, vegetasi juga dapat dijadikan daya dukung untuk lingkungan sekitarnya. Perencanaan ini bisa dilihat pada beberapa kampus di Indonesia. Sejak delapan tahun yang lalu diperkenalkan konsep green campus atau kampus hijau. Pemanasan global menjadi masalah serius manusia, dengan meningkatkan efisiensi FEB-APR 2019 | natas | 39
penggunaan sumber energi di kampus, pemanasan global dapat sedikit teratasi. Green Campus bukan sekadar membuat kampus berwarna hijau dengan menanam pepohonan atau mengecat tembok dengan warna hijau agar senada dengan warna pohon. Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, Dosen Pendidikan Biologi USD mengatakan, “Pada intinya, green campus lebih pada istilah carbon footprint atau jejak karbon. Jejak karbon dapat dilihat dari konsumsi, misalnya penggunaan air minum, air sumur, beberapa titik air tempat tadah hujan dan ada indeksnya, sehingga dari situ memunculkan skor seberapa ramah lingkungan kampus�. Di sisi lain keikutsertaan civitas kampus dan konstruksi bangunan juga diperhitungkan dalam menentukan apakah suatu kampus dapat 40 | natas | FEB-APR 2019
dikatakan green campus atau bukan. Dengan begitu mahasiswa-mahasiswi sebagai seorang akademisi harus lebih bijak dalam mengelola lingkungan agar terjadi relasi yang seimbang antara manusia dan alam. Komitmen Universitas Sanata Dharma sejak awal berdiri adalah untuk membangun kampus yang ramah lingkungan semakin diwujudkan dengan tata kelola lingkungan yang baik. Penggunaan panel surya di kampus dua, Paingan, menjadi salah satu contoh bagaimana pengelolaan energi alternatif digunakan. Pembuatan sumur resapan pun juga mengikuti aturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Penggunaan paving block di area beringin ekonomi juga digunakan dalam rangka pelestarian lingkungan. Pengembangan
biogas
di kampus dua juga sedang digencarkan meski beberapa kali mendapat respon yang negatif dari beberapa pihak. Beberapa hal yang disesalkan dari mahasiswa adalah mengenai kesadaran untuk membuang sampah. Alih-alih mengembalikan piring pada penjual dan membuang sampah pada tempatnya, pada jam-jam istirahat di panggung realino akan ditemukan banyak sampah yang berupa gelas plastik dan itu akan terus bertambah. Komitmen membangun kampus berwawasan lingkungan hidup memang baik tetapi, jika tidak didukung oleh civitas kampus tentu upaya menjadikan konsep green campus menjadi sia-sia.
perlahan terasa.
dampaknya
akan
Mari direnungkan kembali. Lingkungan hidup bukan hanya mengenai manusia. Lingkungan hidup adalah mengenai segala unsur di bumi yang saling berhubungan. Sekali lagi, manusia tidak dapat seenaknya berlaku tidak adil pada alam. Pembakaran hutan, pembuangan limbah ke sungai, dan penggunaan bahan kimia untuk pepohonan dapat berakibat fatal bagi kehidupan, bukan hanya manusia tapi juga flora dan fauna.
Hal-hal kecil seperti ini jika tidak ditangani secara serius akan berimbas pada rusaknya lingkungan, mungkin tidak secara langsung namun FEB-APR 2019 | natas | 41
Jasmerah
JEJAK BERINGIN DARI SUKARNO
Oleh: Abdullah Azzam & Fikri Pelu
B
eringin atau ficus benjamina ialah pohon yang memiliki sifat eukariotik—di mana selnya berupa susunan selulosa. Pohon ini melambangkan sila ketiga dalam Pancasi-
Beringin Sukarno, yang berada di kompleks Universitas Sanata Dharma. Pohon ini telah berusia 56 tahun. Seperti namanya, pohon ini disematkan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno ketika
la: Persatuan Indonesia. Badan pohon yang besar serta dahan yang menjuntai lebar membuat orang bisa berteduh di bawahnya. Begitulah, sama halnya dengan rakyat Indonesia bisa berteduh di bawah naungan negara Indonesia. Selain itu, sulur dan akar yang menjalar kemana-mana namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa.
kunjungan ke kampus tersebut pada tanggal 8 April 1961. Ketika itu Sanata Dharma masih bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Sanata Dharma, dan kunjungan Bung Besar tersebut saat institusi ini baru berusia lima tahun.
Di Yogyakarta banyak sekali pohon beringin. Salah satu yang ikonis ialah 42 | natas | FEB-APR 2019
Hubungan baik Ir. Sukarno dengan rektor pertama Sanata Dharma, Prof. Dr. N. Driyarkara S.J. tentu mempunyai andil dalam diskursus Pancasila. Sukarno dikenal sebagai salah satu inisiator dan Driyar-
Jasmerah
Sumber : www.wandirana.wordpress.com
kara sebagai pengulas “filosofi negara” yang gigih. “Makanya ketika pembangunan asrama mahasiswa Realino selesai, Sukarno-lah yang meresmikan sekaligus menanam pohon beringin ini,” ujar Paulus Wiryono S.J.,
Atambua, Sukarno menanam beringin yang sampai sekarang masih tumbuh subur2.
mantan Rektor Universitas Sanata Dharma1.
tetapi sekaligus dengan beberapa ahli untuk mengurusnya. Bibit dan beberapa ahli itu adalah rencana Sukarno untuk menghijaukan padang arafah yang gersang. Warisan Sukarno itu sampai sekarang masih bisa dijumpai. Kerajaan Saudi bahkan menyebut pohon itu “Syajarah Sukarno atau Pohon Sukarno” sebagai penghargaan atas jasa baik Sukarno.3
Selain menanam beringin di Gejayan, Proklamator Kemerdekaan yang juga Presiden Pertama RI, juga mewariskan hal serupa di Pulau Timor. Ketika berkunjung ke Atambua tahun 1955 dan menginap semalam di daerah perbatasan dengan negara Timor Leste tersebut. Selepas menyampaikan pidato di lapangan umum Kota
Pada 1955, ketika naik Haji, Bung Besar tak hanya membawa bibit pohon
FEB-APR 2019 | natas | 43
Jasmerah
Sumber : www.natasmedia.com
Kecintaan Sukarno pada pohon atau tanaman berangkat dari masa kecilnya yang dekat dengan alam. Dalam biografi yang disusun Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, dia dan teman-temannya suka bila sebuah pohon tumbuh. Dengan begitu mereka bisa bermain dengan daun-daun juga tangkainya, kadang untuk sado-sadoan, atau bermain kuda-kudaan. Sukarno kecil juga menganggap sungai adalah sahabatnya. Menurut Bambang Widjanarko dalam Sewindu Dekat Bung Karno menyebut sang presiden sangat perhatian kepada taman dan pepohonan yang mengisinya. Hampir tiap pagi dia meminta Bambang 44 | natas | FEB-APR 2019
menemaninya berkeliling memperhatikan taman-taman Istana. Apabila ada pohon yang terlantar atau rusak, dia akan sangat marah4. Menjelang kematian, salah satu yang dipikirkan Sukarno adalah tempat rindang penuh pepohonan “...dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus.... dan aku ingin rumahku yang terakhir ini terletak di daerah Priangan yang sejuk...,“ tulisnya dalam surat wasiat. Menurut Drs. Silverio R. L. A. S., M. Hum, pengajar di program studi Ilmu Se-
jarah, Universitas Sanata Dharma, beringin dilambangkan Bung Karno sebagai pohon yang mampu mengayomi, akarnya mampu menampung air, yang tentunya diartikan air sebagai sumber kehidupan.5 Dalam artian harapan Bung Karno tentang persatuan dan keadilan sosial mendesak untuk segera diperbicangkan pada ruang publik. Hal ini karena persatuan nasional hari ini telah menghadapi permasalahan sesungguhnya di tengah-tengah segmentasi dan fragmentasi sosial akibat krisis multidimensi, terlebih adanya pertarungan politik praktis di berbagai tingkatan.
Referensi
Jasmerah
1 Hiroki. April 13, 2018.ILCIC-Lembaga Bahasa USD 2 Dion DB Putra Pos Kupang 5 Juni 2017 Beringin Soekarno Masih Berdiri Kokoh di Atambua.hal 1 3 M.F. Mukthi. 08 June 2015. Kisah Sukarno dan Pohon-pohonnya.Sukarno gemar menanam pohon, mulai dari tanah Karo sampai jazirah Arab. Orang-orang menamainya Pohon Sukarno.Historia id 4 M.F. Mukthi. 08 June 2015. Kisah Sukarno dan Pohon-pohonnya.Sukarno gemar menanam pohon, mulai dari tanah Karo sampai jazirah Arab. Orang-orang menamainya Pohon Sukarno. Historia id 5 Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma. 28/12/2013, 20:05 WIB. “Megawati Sempatkan Diri Kunjungi Beringin Soekarno di Jogja”. Artikel Kompas.com
Sumber : www.wandirana.wordpress.com
FEB-APR 2019 | natas | 45
Kontemporer
Gadis Multitalenta, Berjiwa Bisnis Oleh: Angela Reza
Doc. natas
Ester Deborah Kalauserang sedang membawa dua lukisan wajah karyanya. Foto: Maria Ariesta May Zendy
Esther Deborah Kalauserang adalah seorang mahasiswi Universitas Sanata Dharma yang menjadi pebisnis muda selama masa kuliahnya. Pemilik nama panggil “Deborah� ini lahir di Yogyakarta pada 17 April 1998. Saat ini, dia sedang mengejar S1-nya di program studi Sastra Inggris semester 6. Hobi melukis yang dia pupuk sedari usia empat tahun, kini telah menampakkan hasil dengan berjualan lukisan wajah. 46 | natas | FEB-APR 2019
Lukisan wajah karya Deborah dapat dilihat pada akun Instagram @ichocolaticarts. Lukisan tersebut dibuat dalam bentuk A4 dengan kertas khusus (bukan kertas HVS). Dia hanya menerima pesanan untuk area di pulau Jawa. Deborah telah merintis bisnis lukisan wajah mulai SMA kelas XII hingga saat ini. Selama mengarungi statusnya sebagai seorang pelukis wajah, Deborah hanya mengandalkan
Kontemporer
Youtube sebagai pelatih mengembangkan talentanya.
dalam
Bisnis lukisan wajah tersebut berawal dari permintaan keluarga dan teman-teman dekatnya saja. Seiring berjalannya waktu, pemesanan lukisan wajah semakin meningkat. Namun, Deborah tidak selalu menerima pesanan karena harus menyesuaikan situasi yang sedang dia hadapi. Ketika kesibukan dunia kampus melanda, Deborah hanya menerima beberapa pesanan lukisan saja atau bahkan tidak menerimanya, sedangkan ketika libur panjang kesempatan itu dimanfaatkan untuk menerima pesanan. Libur panjang pada semester ganjil yang lalu, Dia telah menerima pesanan hingga 10 lukisan. “Lumayan juga buat tabungan,� ucap Deborah di sela cerita bisnisnya. Biasanya, Deborah membutuhkan waktu 3-4 hari untuk menyelesaikan sebuah lukisan. Pengaturan waktu yang baik perlu diterapkan
kala menghadapi pesanan lukisan yang bersamaan dengan kegiatan kampus. “Membuat lukisan bagus harus meditasi dulu, kalau aku suka dengerin lagu, suasananya harus tenang,� kata gadis berambut hitam dan berkaca mata tersebut. Maka, tidak mudah bagi Deborah untuk langsung tenggelam dalam dunia lukisnya ketika waktu senggang. Dia pun harus menenangkan hati dan memfokuskan pikirannya dahulu untuk melukis dengan baik. Deborah lebih suka melukis pada saat tengah malam, sekitar pukul 22.00-01.00 WIB. Suasana tenang yang tercipta saat tengah malam adalah waktu yang tepat untuk menggores kertas bagi Deborah. Bisnis Deborah yang cukup menguras banyak waktu dan tenaga ini tentu perlu dibayar dengan harga yang pantas. Deborah mematok harga Rp200.000,00 per lukisannya. Ketika SMA, Deborah hanya mematok harga Rp50.000,00. Namun, setelah melihat FEB-APR 2019 | natas |47
Kontemporer
karya-karya pelukis lain yang dijual lebih dari harga tersebut dia pun menaikkan harga jual lukisannya. Dia juga ingin karyanya lebih diapresiasi. Saat masih kanak-kanak, Deborah sangat suka menggambar tokoh-tokoh animasi. Ketika beranjak remaja, dia mulai menggambar wajah seseorang. Wajah pertama yang dia lukis adalah Kevin Aprilio, seorang pianis terkenal tanah air. Kemampuan Kevin Aprilio dalam bermain piano telah memikat hati gadis berdarah Sumatra-Jawa ini. Tak disangka, salah satu penyebab kekaguman tersebut adalah bakat musik yang juga dimiliki Deborah. Tidak hanya seorang pelukis saja, kemampuan Deborah dalam bermusik juga patut diapresiasi. Biola, piano, dan gitar merupakan alat pengasah bakat Deborah dalam bermusik. Selama kuliah, Deborah menyalurkan bakatnya dalam bermusik melalui keikutsertaannya di berbagai kegiatan, seperti mengisi acara JAK48 | natas | FEB-APR 2019
SA 2017 sebagai pemain keyboard dan menjadi salah satu pengarang jingle INSADA 2018 sekaligus sebagai salah satu pemusiknya. Pada tahun 2016, Deborah juga bergabung dalam UKPS Akustik Sasing, Stringcoustic, yang sekarang namanya sudah menjadi ELMO. Dia menjadi salah satu pengarang lagu untuk Potluck Sastra Inggris angkatan 2017 dengan judul Ignite the Fire. Lagu tersebut telah dirilis saat inisiasi jurusan Sastra Inggris angkatan 2017 yang merupakan lagu pertama ELMO. Selain di kampus, Deborah juga menjadi pemusik di Gereja. Pada tahun 2005, Deborah juga pernah bergabung dengan sebuah orkestra musik bernama AMARI Jogja (Ansambel Musik Anak dan Remaja Jogja). Keterampilan dalam menggambar dan bermusik masih belum cukup bagi Deborah. Keterampilan dalam mengajar pun juga sedang digelutinya saat ini. Pada sela kesibukan, Deborah bahkan menyempatkan diri untuk mengajar di Jogja Partiane Academic. Dia membantu
Kontemporer
yayasan yang sekarang tengah dikelola oleh kedua orangtuanya. Yayasan tersebut terdiri atas siswasiwi SD dan SMP. Gadis multitalenta ini juga memiliki hobi menulis. Kegemarannya ini juga sedang dia kembangkan. Pada tahun 2016, Deborah pernah menulis sebuah artikel tentang sekolah yayasan Jogja Partiane Academic di koran Kompas. Bakat menulis juga ia kembangkan melalui sebuah akun webnya. Sedari kecil Deborah sudah gemar menulis. Bahkan ketika SMP pun, ia menulis sebuah buku tentang fiksi sejarah dan telah mendapatkan International Standard Book Number (ISBN), namun sayangnya belum
sebelum kita mencobanya.” Kalimat Deborah ini menjadi ajakan bagi kita untuk tidak takut menghadapi setiap rintangan dan keluarlah dari zona nyaman. “Don’t judge a book but it’s cover,” tambah Deborah lagi. Dia ingin mengajak kita untuk melihat seseorang tidak hanya dari penampilan yang tampak saja. Pengalaman berharga Deborah dapat menjadi api penyulut semangat untuk mengembangkan bakat yang kita miliki. Setiap orang tentu memiliki kemampuan, tergantung bagaimana seseorang itu mengolah kemampuan yang dimilikinya. Jika bukan diri sendiri yang mengolah, lantas siapa lagi?
dapat diterbitkan. Saat ini ia sedang tekun menulis puisi-puisi dan berharap karyanya kelak dapat diterbitkan dalam bentuk sebuah buku. Pada akhir perbincangan Deborah berkata, “Jangan takut untuk mencoba hal baru. Bukan hanya untuk usaha tetapi juga untuk semua yang kita kerjakan. Jangan menghakimi FEB-APR 2019 | natas | 49
Apresiasi
MARI MENGAPRESIASI, MENGHARGAI PRESTASI Oleh:Tim Media Online
M
enurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apresiasi mempunyai arti kesadaran terhadap nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu, kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah. Kegiatan apresiasi ini tidak hanya berhubungan dengan seni, tetapi apa pun yang memang dapat diapresiasikan. Apresiasi dapat dipahami sebagai penilaian terhadap sesuatu. Kegiatan apresiasi tidak hanya berhubungan dengan seni, tetapi segala hal yang memang dapat diapresiasikan. Wujud apresiasi tentu berbeda-beda dari setiap orang yang merasakannya, karena sense of beauty and aesthetic akan cara pandang yang dimiliki setiap orang tentulah sangat berbeda. Ada banyak cara menilai sebuah karya sebagai apresiasi. Misalnya seperti empatik yang berarti melibatkan pikiran
50 | natas | FEB-APR 2019
dan perasaan. Tingkat apresiasi seni ini lebih berupa tangkapan indrawi aatau tangkapan dari indera-indera. Lalu estetis dalam kamus merupakan penilaian terhadap keindahan tersebut, apresiasi seni ini berupa pengamatan dan penghayatan. Kemudian kritik berbentuk klarifikasi, deskripsi, menjelaskan, menganalisis, evaluasi, hingga mengambil kesimpulan. Deretan Prestasi Mahasiswa Mahasiswa Sanata Dharma juga mampu mengukir prestasi di berbagai bidang keahlian. Tak hanya kecerdasan dalam kelas maupun Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) saja yang menjadi tujuan capaiannya, namun juga prestasi-prestasi mahasiswa di luar bidang akademis. Prestasi yang diperoleh pun tak hanya tingkat universitas saja melainkan sampai tingkat nasional dan internasional juga. Universitas Sanata Dharma menyelenggarakan sebuah ajang apresiasi bagi
Apresiasi
mahasiswa yang mampu meraih prestasi setiap tahunnya. Mahasiswa terpilih akan diberi gelar Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) dengan pertimbangan mahasiswa tersebut harus memiliki hard skills maupun soft skills yang mumpuni serta aktif dalam kegiatan-kegiatan di kampus baik itu ranah kurikuler, kokurikuler, dan juga ekstrakurikuler. Tujuan akhir dari adanya penghargaan ini adalah menciptakan sebuah lingkungan yang sangat kondusif untuk membantu mahasiswa mencapai prestasi luar biasa dan membanggakan serta berkelanjutan setiap tahunnya. Marlina Sutandi adalah salah satu Mahasiswa Berprestasi Universitas Sanata Dharma pada periode tahun 2015. Mahasiswi psikologi ini bersama teman-temannya membuat proyek Komik Sains untuk anak-anak tuna netra. Dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), poster dari program tersebut ikut dita-
mpilkan dan mendapatkan apresiasi yang luar biasa hingga bisa meraih juara dua atau setara perak. Program tersebut direalisasikan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa pengabdian masyarakat atau Program Kreativitas Mahasiswa–Pengabdian kepada masyarakat (PKM-M) yang diikuti oleh Marlina Sutandi di Universitas Sanata Dharma. Melansir dari laman www.berkuliah.com, Marlina bekerja sama dengan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB-N) 1 Bantul. Program PKM-M Komik Sains untuk tuna netra ini diawali dengan diskusi mendalam dengan para guru dari SLB-N 1 Bantul. Tujuan utama yang terpikirkan adalah agar para penyandang tuna netra khususnya anak-anak dalam usia sekolah tetap bisa belajar sains dengan menggunakan alat peraba yang biasa mereka gunakan sehari-hari untuk berkomunikasi dan mempelajari sesuatu. Melalui diskusi awal tersebut FEB-APR 2019 | natas | 51
maka ditentukanlah materi sains yang akan diberikan dan kemudian digunakan dalam Komik Sains yang nantinya akan dibuat. Setelah materi ditentukan kemudian tim PKM-M memikirkan cara materi-materi tersebut dituangkan dengan semestinya kedalam bentuk komik bagi penyandang tuna netra. Proses selanjutnya adalah mencetak Komik Sains tersebut dengan bantuan Resource Centre SLB-N 1 Bantul. Hurufhuruf braille beserta gambar-gambar timbul disusun sedemikian rupa dalam Komik Sains tersebut yang dapat diraba oleh para penyandang tuna netra guna proses pembelajaran sains. Proses pembelajarannya terbilang cukup mudah yang melibatkan siswa tuna netra dari SLB-N 1 Bantul, SLB Yaketunis Yogyakarta, dan SLB PGRI Yogyakarta. Hasil yang sangat mengejutkan didapat dari hasil uji coba penggunaan Komik Sains ini yaitu peningkatan pemahaman dari para siswa tuna netra yaitu menjadi 94,44% dari sebelumnya hanya 11,11% dalam pengetahuan berbagai hal tentang sains. Marlina Sutandi tidak hanya aktif dalam lingkup universitas untuk skala na-
52 | natas | FEB-APR 2019
sional saja melainkan juga dalam skala internasional. Ia pernah mengikuti program Global Korea Scholarship-Exchange Student in Psychology Major yang ia jalani pada tahun 2014 lalu tentu saja di Korea Selatan. Selain itu pada tahun yang sama ia juga aktif dalam Konferensi International Association for Relationship Research (IARR) yang diadakan di Melbourne, Australia pada 10-13 Juli 2014. Di samping berbagai kegiatan tersebut, Marlinda juga aktif dalam Pusat Pelayanan Tes & Konsultasi Psikologi (P2TKP) milik kampus dan juga sebagai co-fasilitator PPKM-1 serta PPKM-2. Dedikasi Marlina sangat besar untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Satu lagi mahasiswa Sanata Dharma yang bahkan juga pernah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Albertus Ivan Brilian meraih juara pertama tingkat dunia dalam dua kategori sekaligus di ajang 62nd International Pharmaceutical Students’ Federation (IPSF) World Congress 2016 di Harare, Zimbabwe. Nama mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ini bahkan diberitakan di portal-portal berita nasional salah satunya dalam Liputan 6. Poster yang dipresentasikan
Ivan berjudul “Self-learning Herb Cabinet for Blind Children” awalnya merupakan hasil dari program kreativitas mahasiswa milik kelompoknya yang lolos didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi. Selain prestasi yang diraih secara individu oleh tiap mahasiswa, ada pula torehan juara yang pernah diraih oleh Unit Kegiatan Kampus (UKM) Universitas Sanata Dharma. Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Cantus Firmus (CF) tampil pada Festival Folklor Nusantara 2018. Berdasarkan postingan dari akun Instagram milik PSM CF sendiri, tampak prestasi yang berhasil diraih sebagai juara kedua dari total 12 finalis yang ada di kompetisi ini. Selain itu, PSM CF pun mendapat kesempatan untuk unjuk kebolehan dalam Konser Sumpah Pemuda yang ditayangkan oleh kanal televisi Indosiar. PSM CF memang termasuk salah satu UKM di Sanata Dharma yang kerap menjuarai berbagai perlombaan. Giatkan Apresiasi Langkah Universitas Sanata Dharma mengadakan sebuah acara untuk mengapresiasi mahasiswanya yang ber-
prestasi tentu langkah yang baik. Acara apresiasi semacam ini sebagai bentuk pujian dan penghargaan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang terpilih sehingga para Mawapres tersebut bisa merasa senang dan bangga akan pencapaiannya serta tergugah untuk kembali lagi berkarya. Kegiatan ini juga dapat memberi dukungan kepada mahasiswa lain untuk dapat ikut berkarya dan menyumbang ide kreatif yang berguna untuk banyak orang. Apresiasi memberi suatu semangat terhadap suatu hasil dan juga memberi motivasi untuk pengembangan sebuah karya atau suatu karangan seseorang. Hal ini bisa dikembangkan dengan pikiran, perbuatan dan pengembangan kepribadian seseorang. Terlebih lagi, manfaat apresiasi bagi sebagian besar orang hanya dipandang sebelah mata. Selain itu, ada pula hal yang harus dimiliki untuk menilai suatu karya. Kepekaan emosi atau perasaan, memiliki pengetahuan dan pengalaman masalah kehidupan dan kemanusiaan, memiliki pemahaman aspek kebahasaan, dan memiliki pemahaman unsur-unsur estetika pada sebuah karya.
FEB-APR 2019 | natas | 53
Sastra Syair Dondang Jalangsira (Kisah si palu keadilan)
Jalangsira ! jalangsira ! Kisahnya melegenda sampai kepantai utara, Tak terusik budak-budak aksara merajalela, Membentang wibawa raja kolong-kolong nestapa. Hoi! Jalangsira si palu dosa, Rakyatnya adalah roh halus penghuni purnama, Yang jiwanya hanyut dibadai raksa, Hilang dalam hitam, lenyap disunyi candra. Sekejab mereka berkubu dengan sukma, Merajut rahang surya agar cepat menganga, Berburu napas yang terengah diujung kepala, Namun apa daya siangnya masih lama. Jalangsira tertawa... “adakah gerangan kerja buat hamba?� Tanya lugu sang budak dihadap paduka, “budak-budak dungu bakarlah yang serupa?� Laut mengamuk ditimbun tanah berlava, Yang dicuri saat gunung tak berdaya, Langit pun sesak seakan asma, Dipenuhi asap hitam penyiksa dada. 54 | natas | FEB-APR 2019
Sastra Ah.. sakit! Sakit badan!, Jalangsira mendengar rintih dibalik kepalan, Ia lari, lari membentur raja budak yang sedang makan, Sekejap tangannya merogoh seloki batang leher lalu dipatahkan. Belum mati! “kejar pembudak yang lari!” Jalangsira sigap meniti cahaya lalu lompat diujung terali, Kakinya berayun mendarat tepat didahi. “Hoi! Kepung istana dengan rajam neraka” “Demi tanah Ibuku yang kau siksa” Seketika leher raja digilas golok Jalangsira, Itulah akhir dari kisah sang raja. Hoi! Jalangsira si palu dosa! Jalangsira dari awan!, Sorai budak yang kini merdaka dari tawanan, Inilah kisanya! Jalangsira yang melegenda lewat kicauan, Sang palu keadilan, lambang kebebasan. Sehabis hujan, 7/07/2018 Rizky Ramadhan Maulana
FEB-APR 2019 | natas | 55
AKHIR 2018 Tak ada yang lebih baru Dari lumbung kesedihan orangtuamu Tak ada yang lebih cepat Dari tetesan air mata saudaramu Teriakan jiwamu, Adalah ledakan kembang api yang bosan Terhadap tingkah lakumu ditahun lalu
Bukalah jendela kamarmu sejenak Diluar ada pengusaha besar dan bernama Sedang mengintipmu
Akan mengajakmu untuk merayaknnya Dengan cara yang sangat berbeda Ialah sang pemilik saham kehidupan, Tuhan Beranjaklah, dan temui Ia di sudut jiwa Kemudian ledakkan lah dirimu Di dalam leadakan cinta-Nya
Muhammad Ikrom Jauhari Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga
56 | natas | FEB-APR 2019
Seni Rupa
Molotov Silvester Wisnu Hanggarjati
FEB-APR 2019 | natas | 57
Seni Rupa
Hegemoni Silvester Wisnu Hanggarjati
58 | natas | FEB-APR 2019