Prosiding Seminar Nasional Kehutanan Masyarakat

Page 1

PROSIDING

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT Bogor, 6-9 September 2011

Naskah:

Ahmad Aulia Arsyad Ahmad Rafiqulumam Andhika Vega Praputra Anita Hafsari Rufaidah Budi Yahma Wiharja Haidar Nina Indah Kumalasari

Editor:

Andri Santosa

2011


PROSIDING PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT Bogor, 6–9 September 2011

Naskah:

Ahmad Aulia Arsyad Ahmad Rafiqulumam Andhika Vega Praputra Anita Hafsari Rufaidah Budi Yahma Wiharja Haidar Nina Indah Kumalasari

Editor:

Andri Santosa

2011


Š 2011 Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Foto sampul depan: Š Yayan Indriatmoko/CIFOR Foto isi: Godi Utama Desain dan Layout: D. Andriadi Arsyad, A.A., Rafiqulumam, A., Praputra, A.V., Rufaidah, A.H., Wiharja, B.Y., Haidar, Kumalasari, N.I. dan Santosa, A. (ed) 2011 Prosiding: Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat. FKKM, Bogor, Indonesia.


Daftar Isi Sambutan & Pengantar Ketua Panitia

vii

Keynote Speech Menteri Kehutanan Republik Indonesia

ix

SEMINAR NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT 2011 1 KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU 1. Skema kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia 2. Dukungan Program & Kebijakan BPDAS-PS Dalam Pengembangan Usaha Kehutanan Masyarakat (Skala Kecil) 3. Tantangan Kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia

3 3 4 6

2 TANTANGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN JARINGAN KERJANYA 1. Tantangan Perubahan Sosial Dalam Kehutanan Masyarakat di Indonesia 2. Tantangan Jaringan Kehutanan Masyarakat dalam Forest Land Reform dan Sustainable Forest Management 3. Strategi Adaptasi Manajemen Perusahaan Dalam Menghadapi Dinamika Sosial Pengelolaan Hutan

10 10

3 PHPL & SVLK, PRAKTEK DAN PENGALAMAN LAPANG 1. Pengalaman Implementasi SVLK di Wonosobo 2. Memadukan Pengelolaan Hutan Rakyat dan Pengembangan Ekonomi Melalui Koperasi 3. Menata Kelembagaan Usaha Menghadapi Implementasi SVLK

17 17

4 REVIEW PEMAPARAN DAN DISKUSI HARI PERTAMA

22

5 KEHUTANAN MASYARAKAT DAN PERUBAHAN IKLIM 1. Kehutanan Masyarakat Dalam Skema REDD+ di Indonesia 2. Kajian Kebijakan Kehutanan Masyarakat dan Kesiapannya Dalam REDD+ 3. Tantangan Pemanfaatan Reforestrasi Rawa Gambut Berbasis HTI Berpola SUP

26 26 29 30

6 PELUANG & HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ & VCM (PENGALAMAN LAPANG) 1. Mengembangkan Kemitraan Dalam Konservasi Taman Nasional Meru Betiri 2. Mendekatkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari (PHBML) Dengan Pasar Karbon 3. Pengalaman FFI Dalam Mendorong REDD Pada Kehutanan Masyarakat 4. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Non Kayu di Hutan Adat Guguk 7 REVIEW PEMAPARAN DAN DISKUSI HARI KEDUA

12 13

18 19

33 33 34 35 36 42


PERTEMUAN NASIONAL FORUM KOMUNIKASI KEHUTANAN MASYARAKAT 2011 1 HALAL BIL HALAL & REFLEKSI FKKM 1. Halal Bil Halal 2. Refleksi FKKM – Kaji Cepat Isu Strategis dan Kelembagaan FKKM

49 49 50

2 REFLEKSI FKKM WILAYAH/REGIONAL 53 1. Sulawesi 53 2. Nusa Tenggara 53 3. Kalimantan 54 4. Sumatera 55 5. Jawa & Bali 56 3 DISKUSI UMUM DRAF STATUTA

57

4 KONSOLIDASI PARA PIHAK FKKM 1. Konsolidasi Akademisi 2. Konsolidasi Pemerintah 3. Konsolidasi Perusahaan 4. Konsolidasi LSM 5. Konsolidasi Masyarakat 6. Konsolidasi Pendiri

62 62 64 66 68 70 72

5 PERTEMUAN NASIONAL FKKM 2011 75 1. Pembukaan 75 2. Pembahasan Tata Tertib Pertemuan Nasional FKKM 2011 75 3. Pembahasan Agenda Pertemuan Nasional FKKM 2011 77 4. Pemilihan Pimpinan Sidang 78 6 AGENDA SIDANG : Laporan Dewan Pengurus Nasional FKKM 2008-2011

79

7 AGENDA SIDANG : Pembahasan Statuta FKKM

83

8 AGENDA SIDANG : Pembahasan Program Kerja FKKM

89

9 AGENDA SIDANG : Pemilihan DPN FKKM 2011-2014

95

MATERI PRESENTASI SEMINAR KEHUTANAN MASYARAKAT 2011 A SEMINAR SESI I : Kehutanan Masyarakat Dan Tantangan Legalitas Kayu 1. Dukungan Program dan Kebijakan DITJEN BPDAS-PS dalam Pengembangan Usaha Kehutanan Masyarakat 2. Kehutanan Masyarakat & Tantangan Legalitas Kayu 3. SVLK : Tantangan Dan Peluang Bagi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat B SEMINAR SESI II : Tantangan Kehutanan Masyarakat dan Jaringan Kerjanya 1. Tantangan Perubahan Sosial dalam Kehutanan Masyarakat di Indonesia 2. Strategi Adaptasi Manajemen Perusahaan dalam Menghadapi Dinamika Sosial Pengelolaan Hutan 3. Tantangan Jaringan Kehutanan Masyarakat dalam Forest Land Reform dan Sustainable Forest Management

99 99 115 125 131 131 137 134


C SEMINAR SESI III : PHPL & SVLK, Praktek dan Pengalaman Lapang 1. Pengalaman Implementasi SVLK di Wonosobo 2. Memadukan Pengelolaan Hutan Rakyat dan Pengembangan Ekonomi Melalui Koperasi 3. Penataan Kelembagaan Untuk Implementasi SVLK

147 147

D SEMINAR SESI IV : Kehutanan Masyarakat dan Perubahan Iklim 1. Kehutanan Masyarakat dalam Skema REDD+ di Indonesia 2. Kajian Kebijakan Kehutanan Masyarakat dan Kesiapannya dalam REDD+ 3. Tantangan Pemanfaatan Reforestrasi Rawa Gambut Berbasis HTI Berpola SUPK

173 173 183

E ROUNDTABLE DISCUSSION : Peluang & Hambatan Kehutanan Masyarakat dalam REDD+ & VCM (Pengalaman Lapang) 1. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Non Kayu Bagi Masyarakat Guguk 2. Pengalaman FFI Mengembangkan REDD+ Pada Hutan Desa Di Ketapang 3. Mengembangkan Kemitraan Dalam Konservasi Taman Nasional Meru Betiri 4. Mendekatkan PHBML Dengan Pasar Karbon

DAFTAR PESERTA/PARTISIPAN PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT 2011

157 165

193 207 207 213 215 223

233



SAMBUTAN & PENGANTAR

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT Bogor, 6–9 September 2011 Selamat Pagi Ass Wr. Wb. Yang terhormat •• Menteri Kehutanan Republik Indonesia; •• Dirjen Bina Usaha Kehutanan - Kementrian Kehutanan; •• Dirjen Bina Pengelolaan DAS & Perhutanan Sosial – Kementrian Kehutanan; dan •• Para pejabat di lingkungan Kementrian Kehutanan; •• Para pejabat pemerintah daerah peserta Pernas KM 2011; •• Pengurus FKKM di Nasional dan Wilayah, serta •• Para Penggiat KM & Masyarakat Pelaku Kehutanan Masyarakat Dalam kesempatan yang berbahagia, dimana Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat dilaksanakan bertepatan dengan bulan Syawal maka izinkanlah kami atas nama Panitia dan Sekretariat Nasional FKKM mengucapkan Minal Aidzin Mohon Maaf Lahir Batin .. Smoga semangat kebersamaan dan hikmah yang terkandung dalam suasana lebaran menemani kita selanjutnya ke depan Perlu kami sampaikan bahwa Pertemuan Nasional ini merupakan forum konsultasi, ajang sharing/tukar pengalaman dan mengemukakan posisi-posisi penting, utamanya dalam isu kehutanan masyarakat. Pertemuan ini dihadiri oleh pengurus FKKM di tingkat nasional, pengurus FKKM wilayah, dan wakilwakil partisipan dari para pihak yang terlibat dalam forum komunikasi kehutanan masyarakat : pemerintah, pemerintah daerah, akademisi, pelaku bisnis kehutanan yang konsen pada persoalan hutan dan masyarakat, kelompok civil society atau lebih dikenal dengan LSM/NGO, serta masyarakat pelaku kehutanan masyarakat. Kami mengundang kurang lebih 80 peserta dari luar Jabodetabek dan sekitar 70 para pihak di Jabotabek, partisipan FKKM. Dimana alhamdulillah sebagian besar dari daerah sudah berada di tempat ini serta sebagian lagi masih dalam perjalanan. FKKM memandang bahwa telah terjadi perubahan yang significan dalam gerakan kehutanan masyarakat, terutama dalam 2 dekade terakhir. Semangat ‘forest for people’ yang disuarakan sejak Kongres Kehutanan Dunia 1978 di Jakarta telah menjadi bagian penting dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Berbagai inisiasi dan program telah didorong oleh para pihak , baik pemerintah, perusahaan, akademisi dan LSM hingga kemudian kebijakan kehutanan masyarakat : HKm, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat pun lahir. Walau pada sisi lain kebijakan tentang Hutan Desa, Kemitraan dan Hutan Adat masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri yang tentu saja menjadi tanggung jawab kita bersama. Akan tetapi FKKM juga mencatat bahwa kebijakan tersebut masih perlu didorong dengan politik anggaran yang memadai dan proses birokrasi yang seharusnya lebih simple, yang seharusnya menjadi insentif bagi masyarakat yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia. Semangat pemberdayaan masyarakat juga seharusnya menjadikan sarana bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga hutan lestari masyarakat sejahtera tidak menjadi slogan semata.


viii   Prosiding

Persoalan sosial, ekonomi dan ekologi inilah yang selalu menjadi konsen FKKM dari waktu ke waktu. Walau demikian tantangan demi tantangan disadari akan terus dihadapi, seperti isu perubahan iklim, serta deforestrasi dan degradasi lingkungan. Kehutanan masyarakat pun menjadi bagian penting dalam upaya Indonesia berpartisipasi dalam persoalan global ini. Akan tetapi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dengan moratorium perizinan, kebijakan illegal logging, dan legalitas kayu dirasakan menjadi persoalan tersendiri ketika tenurial kehutanan belum selesai disepakati oleh para pihak pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia. Karenanya isu SVLK atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, Kebijakan Kehutanan Masyarakat, Dinamika Sosial Kehutanan, Komunikasi dan Hubungan Para Pihak, dan Skema Perubahan Iklim bagi Kehutanan Masyarakat menjadi isu-isu penting yang perlu dan akan dibahas bersama dalam Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat 2011 ini. Peran FKKM pada isu-isu tersebut pada akhirnya menjadi penting untuk menentukan posisinya dalam gerakan kehutanan masyarakat di Indonesia dan interaksinya dengan para pihak yang ada. Juga menjadi catatan para pihak tentang dukungan seperti apa yang harus diberikan kepada Penggiat KM dan Masyarakat Pelaku Kehutanan Masyarakat. Pada akhirnya kami berharap Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat yang akan dilangsungkan dalam 3 hari ke depan dan sudah kami awali tadi malam (6-9 September 2011) dapat berlangsung dengan baik. Pertemuan ini juga diharapkan dapat memantapkan posisi dan peran kehutanan masyarakat dalam kerangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat, memantapkan kontribusinya dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, memantapkan upaya dalam menghadapi pasar global dan tentu saja upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendukung upaya pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia. Panitia berterimakasih kepada para pendukung kegiatan ini sehingga Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat 2011 dapat terlaksana : Ford Foundation, Sinarmas Forestry, RAPP, Fauna Flora Indonesia, Kementrian Kehutanan, dan MFP Kehati DFID atau Multistakeholder Forestry Program. Demikian sambutan dan pengantar ini kami sampaikan agar menjadi catatan bagi kita semua, khususnya peserta Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat 2011.

Wass. Wr. Wb. SALAM KEHUTANAN MASYARAKAT Bogor, 7 September 2011 Andri Santosa Ketua Panitia Pernas KM 2011


KEYNOTE SPEECH MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT 2011 Cisarua, Rabu, 7 September 2011

Assalamualaikum warakhmatullagh wabarakatuh Yang saya hormati : Ketua Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Ketua Panitia Pelaksana Pertemuan Nasional (Pernas) Kehutanan Masyarakat 2011 Hadirin sekalian yang berbahagia, Salam sejahtera bagi kita semua, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, kepadaNya kita mengabdi dan memohon pertolongan, dan ridhoNya pula pada hari ini kita semua dapat hadir pada Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat 2011 di Cisarua. Semoga saudara-saudara dalam keadaan sehat walafiat. Karena masih dalam suasana lebaran, perkenankan saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H, mohon maaf lahir dan batin. Saya memberikan apresiasi kepada FKKM atas peransertanya terhadap pembangunan kehutanan dengan menyelenggarakan Pernas Kehutanan Masyarakat 2011. FKKM sebagai forum dialog dan belajar multipihak, saya harapkan senantiasa memberikan pemikiran yang cerdas dalam penyusunan kebijakan kehutanan yang dapat menjawab tuntutan global, terkait dengan isu pemanfaatan hutan yang berkeadilan, perubahan iklim, dan tenurial. Karena itu Pernas ini menjadi penting untuk memantapkan posisi dan peran Kehutanan Masyarakat dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Indonesia. Saudara sekalian yang saya hormati, Sesuai Undang-undang No. 41 Tahun 1999, pasal 20 mengamanatkan bahwa Pemerintah menyusun rencana kehutanan berdasarkan hasil inventarisasi hutan dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dan kondisi sosial masyarakat yang disusun menurut jangka waktu perencanaan, skala geografis, dan menurut fungsi pokok kawasan hutan. Hal tersebut diatur dalam pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004, dan penyusunannnya telah melibatkan para pihak (Stakeholder) kehutanan. Dengan melibatkan para pihak, maka masalah dinamika kompleksitas pengurusan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan diharapkan dapat ditampung dan dijabarkan dalam Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030, dan tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi untuk penyempurnaan di kemudian hari sesuai dengan perkembangan jaman. RKTN merupakan arahan makro indikatif sebagai acuan untuk penyusunan rencana pembangunan, rencana investasi dan rencana kerja usaha dalam skala geografis, jangka waktu dan fungsi pokok kawasan hutan. Karena itu dengan adanya RKTN ini diperlukan transformasi kelembagaan yang tidak dapat dihindarkan dan perlu direncanakan dengan baik untuk keberlanjutan dan keberadaan sumberdaya hutan. Hadirin yang saya hormati, Tekanan terhadap sumberdaya hutan telah menyebabkan semakin terdegradasinya sumberdaya hutan. Hal ini tercermin dalam proses review tata ruang yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah. Walaupun prosesnya


x   Prosiding

tidak mudah, namun hampir seluruh daerah mengusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan. RKTN memberikan arah pengurusan hutan ke depan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan, potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan serta mencapai posisi penting kehutanan Indonesia di tingkat regional, nasional dan global. Kondisi ini diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030 melalui optimalisasi dan pemantapan kawasan hutan, peningkatan produktivitas dan nilai sumberdaya hutan, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, peningkatan riset dan teknologi kehutanan, mewujudkan kelembagaan bagi tata kelola kehutanan secara efisien dan efektif, serta mengoptimalkan keunggulan komparatif sumberdaya hutan Indonesia. Dalam mewujudkan kondisi ideal sumberdaya hutan Indonesia seperti yang saya kemukakan tadi, tentu tidak mudah. Mengingat permasalahan kehutanan tidak hanya masalah teknis semata, tetapi juga masalah sosial, seperti pengentasan kemiskinan dikaitkan dengan penciptaan lapangan kerja untuk peningkatan perekonomian masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Karena itu peran FKKM sebagai forum multipihak menjadi penting untuk memberikan konsep-konsep pengelolaan yang aktual dengan perkembangan jaman. Sehingga kebijakan pembangunan kehutanan di masa depan dapat mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat dengan proporsional, sekaligus dapat menjawab isu-isu global terkait dengan perubahan iklim yang menjadi sorotan dunia. Saudara sekalian yang saya hormati, Kebijakan Kementrian Kehutanan pada intinya ada tiga hal, yaitu menanam dan memelihara pohon, penegakan hukum terhadap penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan non prosedural, dan pengembangan industri kayu berbasis hutan tanaman (HTI, HTR, HD, HKm, HR). Sedangkan kebijakan yang berkaitan dengan isu lingkungan adalah menghentikan ijin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut. Berkaitan dengan kebijakan penanaman pohon, pada tahun 2011 Kementrian Kehutanan merencanakan membangun Kebun Bibit Rakyat sebanyak 10.000 unit, dan melakukan RHL seluas 500.000 ha. Sedangkan untuk mendukung industri kayu berbasis hutan tanaman ditargetkan pembangunan HTI dan HTR seluas 500.000 ha, HKm dan Hutan Desa seluas 500.000 ha, dan Hutan Rakyat Kemitraan seluas 50.000 ha. Kementrian Kehutanan juga melakukan beberapa terobosan, diantaranya membangun persemaian permanen sebanyak 23 unit di 22 propinsi. Dalam pembangunan HTI 80% diberikan sebagai kawasan inti dan 20% sebagai kawasan plasma dalam bentuk HTR untuk rakyat. Demikian pula dalam pemberian ijin kebun, 80% sebagai kawasan inti, dan 20% sebagai kawasan plasma untuk rakyat. Kebijakan dan terobosan yang dilakukan Kementrian Kehutanan senantiasa ditujukan untuk rakyat (pro rakyat). Hal ini merupakan strategi Kebinet Indonesia Bersatu II dimana pembangunan nasional bermuara pada upaya untuk pengentasan kemiskinan (pro poor), penciptaan lapangan kerja (pro job), dan pertumbuhan ekonomi (pro growth), serta dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kaidah kelestarian yang tidak merusak lingkungan (pro environment). Dengan dukungan masyarakat luas, termasuk FKKM, saya harapkan pengelolaan hutan bersama masyarakat, di masa datang dapat menjadi salah satu basis dan potensi pembangunan kehutanan. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan ditempuh dalam penyediaan 5,6 juta ha untuk keperluan pengembangan pembangunan kehutanan berbasis masyarakat, seperti HKm, HD, HR, HTR, dan skema-skema lainnya. Melalui peningkatan partisipasi masyarakat dan mengembangkan kolaborasi pengelolaan kawasan hutan bersama masyarakat diharapkan menjadi salah satu


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   xi

solusi dalam penyelesaian konflik kawasan hutan, serta mampu menciptakan kelembagaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan menyejahterakan masyarakat. Pada kesempatan yang baik ini, kami sampaikan Pemerintah telah menetapkan suatu instrumen untuk mendukung pengelolaan hutan lestari, melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. 38 Tahun 2009 tentang Sistem Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu, ataupun lebih dikenal sebagai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). SVLK berlaku baik di hutan negara maupun hutan hak serta industri perkayuan, baik hulu maupun hilir. Sebagai suatu sistem, SVLK terbukti mempunyai kredibilitas yang tinggi. Pada bulan Mei yang baru lalu, saya bersama Komisioner Perdagangan Uni Eropa telah memaraf Perjanjian Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA). Pada saat diberlakukannya VPA sekitar awal tahun 2013 nanti, ekspor produk perkayuan Indonesia wajib disertai dengan sertifikat legalitas. Saudara-saudara yang saya hormati, Penerapan SVLK baru mulai berjalan efektif sejak satu tahun terakhir. Namun kemajuan unit bisnis kehutanan baik hutan maupun industri kehutanan menunjukkan capaian yang cukup signifikan. Penerapan SVLK di hutan hak juga mengalami kemajuan. Kementrian Kehutanan baru-baru ini memfasilitasi kegiatan verifikasi legalitas hutan rakyat di Kabupaten-kabupaten : Lampung Tengah, Wonosobo, Blora, Gunung Kidul dan Konawe Selatan. Hasil panenan dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar bagi tumbuh kembangnya industri pengolahan kayu. Industri pengolahan kayu tidak akan mendapatkan hasil verifikasi yang baik apabila sumber bahan bakunya tidak seluruhnya terverifikasi legalitasnya, termasuk yang bersumber dari hutan hak. Saudara-saudara yang saya hormati, Kebijakan dalam penerapan SVLK pada hutan rakyat, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, dan Hutan Desa adalah biaya murah, prosedur yang sederhana, mudah dan akuntabel. Melalui pertemuan ini kami minta semua pihak agar bersungguh-sungguh untuk berkomitmen merealisasikannya. Demikian pokok-poko pokiran yang saya perlu saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Akhir kata, saya berharap agar pertemuan ini dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan kehutanan Indonesia, sehingga kehutanan masyarakat benar-benar mampu berperan dalam ekonomi global melalui pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia. Dengan mengucapkan BISMILLAHI ROCHMANNIR ROCHIM, maka dengan ini Pertemuan Nasional Kehutanan Masyarakat dengan tema Memantapkan Posisi Kehutanan Masyarakat dalam Pasar Global dan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Indonesia, saya nyatakan dibuka. Wassamu’alaikum Wr. Wb. Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Zulkifli Hasan



SEMINAR NASIONAL

KEHUTANAN MASYARAKAT 2011



SEMINAR SESI I

KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU Bogor, 7 September 2011 (pk 10.00-12.30) Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Tema

Narasumber

Skema Kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia

Dirjen Bina Usaha Kehutanan : Dr. Ir. R. Iman Santoso MSc.

Dukungan Program dan Kebijakan BPDAS-PS dalam Pengembangan Usaha Kehutanan Masyarakat (skala kecil)

Dirjen Bina Pengeloaan DAS & Perhutanan Sosial : Dr. Ir. Harry Santoso MSc.

Tantangan Kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia

Direktur Program MFP Kehati DFID : Ir. Diah Raharjo

Moderator : Ir. Rakhmat Hidayat

1.  Skema Kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia Pembicara: Dr. Ir. Iman Santoso, MSc.

•• Selamat kepada FKKM yang telah membuat even yang bagus dan berhasil karena semua unsur orang penting hadir. •• Latar Belakang : Mengapa Indonesia perlu mendorong dan melaksanakan pengelolaan hutan produksi lestari ? karena nilai perdagangan produk kayu Indonesia masih signifikan terutama UE. Secara politis merupakan penanggulangan terhadap illegal logging dan perdagangannya untuk beralih kepada perdagangan kayu legal. Secara lingkungan memiliki keunikan keanekaragaman hayati di Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim (REDD+) dan jika dilihat dari Pembangunan: Hutan memberikan penghasilan bagi berjuta rakyat Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan •• Proses dan Pengembangan SVLK: SVLK dikembangkan secara multipihak, kemudian diwujudkan dengan aturan Permenhut P. 38/2009 yang berlaku bagi Hutan Produksi, Hutan Hak dan Industri Perkayuan (hulu-hilir) •• Prinsip SVLK: menuju tata kelola kayu yang baik melalui governance yang benar. Keterwakilan dari berbagai stakeholder dengan transparansi/keterbukaan informasi


4   Prosiding

•• 4 aktor dalam SVLK : Komite Akreditasi Nasional, lembaga penilai (LP-PHPL), Lembaga Verifikasi Independen, Lembaga Pemantau Independen dan Unit Usaha. •• Skema SVLK: Lembaga penilai dan verifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional audit unit usaha dalam dan luar hutan sertifikat PHPL jika lulus .. jika tidak ada peninjauan kembali pengamatan dan monitoring terhadap lembaga dan unit usaha. Skema SVLK sudah cukup jelas dan rapih. •• Proses penyusunan SVLK: SVLK dirintis tahun 2003 dengan berbagai pihak lintas departemen, sosialisasi di tiap propinsi dan instansi terkait, checking, negosiasi konsep dengan uni eropa. •• Voluntery Partnership Agreement : Kesepakatan uni eropa dengan negara penghasil kayu , dalam pemberantasan pembalakan liar dan perdagangan hasil hutan ilegal, tujuannya untuk menekan masuknya kayu illegal ke pasar UE, berbagi peran antara actor (Negara pengekspor/impor) •• Prinsip VPA: berlaku untuk semua kayu yang akan diekspor ke uni eropa, konsep harus sesuai dengan konsep Indonesia. (Prinsip: tidak diskriminatif, mengikuti hukum di Indonesia, kewajiban timbal balik (jaga hutan dan konsumernya), zero laundering) •• Mengapa membuat perjanjian VPA: untuk mencegah ilegal logging , melestarikan SDH, melaksanakan peraturan perundangan dan meningkatkan good governance. •• Manfaat: menyelamatkan pendapatan Negara, pengakuan terhadap kredibilitas SVLK, meningkatkan daya saing, memperoleh dukungan internasional, melalui jalur hijau •• Tahapan proses negosiasi: SOM 3x, TWG 7x, JEM 7 x, DVC 7 kali

2.  Dukungan Program Dan Kebijakan BPDAS-PS Dalam Pengembangan Usaha Kehutanan Masyarakat (Skala Kecil) Pembicara: Dr. Ir. Hary Santoso, MSc. (Dirjen BPDAS-PS)

•• Berdasarkan data yang dirilis oleh pemerintah saat ini terdapat 48,8 juta masyarakat sekitar hutan yang tergolong miskin, sehingga penting bagaimana memperkecil kesenjangan antara masyarakat di kawasan hutan dengan luar kawasan hutan. •• Indikator kemiskinan masyarakat dicirikan oleh: pendapatan, kemudahan akses, kemudahan perolehan informasi, kurang mantapnya kelembagaan, terbatasnya akses dalam pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi. •• Urgensi perubahan paradigm: Sentralistik  Desentralistik , timber based management resource  community based forest management, Usaha skala besar  usaha kecil menengah, produksi  produksi, rehabilitasi & konservasi, ekonomi  ekonomi sosial lingkungan. •• PP No. 6/2007 tentang pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat •• Sasaran untuk meningkatkan produksi hutan/lahan, memulihkan pengelolaan lahan, mengembangkan ekonomi , penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   5

•• Perhutanan sosial: dapat di hutan Negara/hak, dalam dan sekitar tanpa mengurangi aspek kelestarian hutan •• Kebijakan BPDAS-PS  Prioritas nasional : Konservasi SDA, fokus prioritas pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, melalui program peningkatan fungsi dan daya dukung DAS dan program pengembangan perhutanan sosial. Program pengembangan perhutanan nasional inilah yang menjadi fokus pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm) •• HKm: tujuan untuk pemberdayaan masyarakat setempat •• Juklak kehutanan masyarakat sudah cukup lengkap hanya saja implementasi dilapangan berlainan mengingat banyaknya keanekaragaman pihak pelaku. •• Kepastian hukum: jasa lingkungan •• Yang terpenting dalam HKm adalah besar dan perannya HKm terhadap penyerapan kerja •• Ijin usaha yang dikeluarkan bupati: untuk areal kerja 35 tahun tidak untuk dikuasi dan dimiliki •• Persoalan lain yang penting dari HKm saat ini dan belum banyak dilakukan adalah pemanfaatan jasa lingkungan, peraturan sudah ada tinggal menyerap minat investor. •• SK Mentri hangus jika tidak ada SK persetujuan dari gubernur sekurangkurannya 2 tahun •• Menurut data yang ada penerapan untuk hutan desa sangat rendah •• Kebutuhan kayu nasional 43 juta meter kubik pertahun, HKm dapat melengkapi gap kebutuhan kayu •• Peluang industry HKm sangat besar yang terpenting adalah prosedural dan legalitasnya •• Sasaran pembangunan HKM sampai 2014 ditargetkan 2 juta ha untuk verifiksi HKm, HD 500.000 Ha, HTR dan HHBK unggulan ? •• Industri HKm memiliki keunggulan komparatif : renewable, daurnya pendek, lahan dan agroklimat mendukung dll. •• Pembayaran jasa lingkungan tidak universal tapi spesifik dan harus ditetapkan dengan peraturan •• Ekonomi jasling: aliran air (jasa air), jasa alam, jasa flora/fauna/jasa hutan/ CERS (carbon Emision Reducing level) •• Prinsip: Pemerintah membayar sepanjang menyangkut pelayanan public (government pay) untuk infrastruktur, pengguna SDA yang harus bayar, siapapun yang merusak lahan paling besar adalah yang paling banyak membayar •• GAP antara perizinan dari menteri dengan pemerintah daerah.


6   Prosiding

3.  Tantangan Kehutanan Masyarakat dalam SVLK di Indonesia Pembicara: Diah Raharjo (Direkur Program MFP Kehati DFID)

•• SVLK atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu proses panjang dan ada 5 hal yang menjadi bahan diskusi, salahsatunya adalah mempromosikan kayu legal. •• SVLK merupakan system menyuluruh, tidak hanya isu besar kehutanan tapi terkait industri, dan perdagangan . •• MPF mengajak untuk melihat isu yang lebih luas dalam kehutanan masyarakat, karena masyarakat akan berhadapan dengan tata kelola kehutanan dan pasar •• Kendala pemenuhan kriteria dan indikator VLK HR (Hutan Rakyat): dokumen kepemilikan lahan, cap KR, nota penjualan, peta areal, SKU-SKB, izin IUPHHK. •• Kendala di HKm penting untuk menjadi perhatian pihak pendamping HKm agar dapat mempersiapkan masyarakat dalam verifikasi •• Tantangan umum: keterbatasan pengurusan administrasi lahan dan tata usaha kayu. •• Kelemahan kekurangan personil pendamping masyarakat dalam sertifikasi •• Bagaimana FKKM untuk mendiskusikan bagaimana capacity building dalam pendampingan masyarakat. •• Isu keterbatasan dana dalam verifikasi, unit usaha kecil sulit untuk melakukan pendanaan dalam verifikasi •• Isu Legalitas adalah isu utama yang akan dihadapi para pelaku KM, bagaimana caranya agar masyarakat dapat mendapatkan manfaat secara besar. Tanya Jawab/Tanggapan: Tanya

Jawab

Sesi 1: 5 orang Aiden Yusti - FKKM RIAU Harry Santoso : Dalam perolehan izin pembangunan Hutan Desa sedikit mengalami kesulitan, mengingat kebijakan yang ada berbeda dalam pelaksanaan : proses perijinan. Harapannya akan ada intervensi dari pihak pemerintah pusat ke pada daerah untuk mempercepat proses perijinan. Bentuk intervensi pemerintah seperti apakah yang dapat dilakukan oleh pemerintah, agar tercipta diskriminasi positif dalam pencapaian target Hutan Desa

Intervensi pemerintah dalam hal ini sudah cukup jelas yang tertuang dalam dalam Peraturan Menteri. Akan tetapi masa berlaku SK Menhut untuk perizinan paling lambat hanya berlaku untuk 2 tahun, jika melampaui batas maka SK izin tidak berlaku.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   7

Tanya

Jawab

Iman Santoso : Pembentukan forum kelembagaan multipihak Semenanjung Kampar, dalam rangka menjadi mitra sejajar KPHP. Akan tetapi KPHP menganggap seolah menjadi saingan forum dan sebaliknya. Mohon informasi terkait isu persaingan ini dan mohon dukungan penuh terkait kemelut Semenanjung Kampar agar tidak salah arah. Forum multipihak bagaimana yang sesuai agar sejalan dengan KPHP ?

KPHP Kampar akan dijadikan model pengelolaan lanskap hutan dengan menonjolkan konservasi, sehingga tidak akan ada kebijakan yang bertentangan dengan forum yang akan dibentuk. Lebih baik jika dirumuskan kembali antara forum dengn KPHP, sehingga forum diharapkan untuk mendekatkan diri kepada KPHP agar tujuan dan fungsi pembentukan menjadi jelas.

Diah Rahardjo : Ada tidak SVLK untuk di Riau?

Skema SVLK melibatkan peran penting NGO sebagai lembaga independen. Untuk di Riau sendiri telah ada satu perusahaan yang melakukan sertifikasi voluntary yaitu PT. RAPP

Christine Wulandari (UNILA) Harry Santoso : Klarifikasi terkait dengan perhitungan penyerapan tenaga kerja, apa kriterianya ? Berkenaan dg PP 6/2007 bagaimana nasib masyarakat yang berada di hutan kawasan KPA dan KSA ?

Terkait detail penilaian tentu saja ada, jika ingin mengetahui detailnya ada nanti bisa berdiskusi lebih jauh. Utk KPA dan KSA telah terbit PP 28/2011: Pemanfaatan dapat dilakukan di semua KPA dan KSA. Contoh di cagar alam, pemanfaatan plasma nutfah bisa di cagar alam. Hutan Wisata Alam ada pembagian kor public dan usaha.

Iman Santoso: Hutan Adat system legalitas kayu yang bagaimana yang bisa dibangun untuk hutan adat di lampung yang tidak berada di lingkungan hutan Negara.

Terkait dengan hutan adat. Mendukung masukan bu Christine, kami akan meninjau kembali peraturan yang ada.

Diah Rahardjo: Bagaimana program SVLK kedepan agar kegiatan pendampingan tetap berjalan ?

SVLK HTR menjadi diskusi yang tetap dilakukan, bagaimana skema verifikasi untuk hutan hak, yang menjadi hal penting adalah bagaimana mendampingi penyiapannya. SVLK instrument tata kelola kehutanan sehingga konteksnya tidak lagi menolak atau menerima tapi lebih kepada keharusan, masyarakat memang dipaksa untuk terjun dalam SVLK. Kehutanan Masyarakat masih memiliki peluang untuk ditingkatkan sehingga SVLK pun akan semakin berkembang.

Syamsu Alam (Masukan) Iman Santoso : Penerapan SVLK pada hutan rakyat agar lebih dipermudah Harry Santoso: Perlu peninjauan dan penekanan terhadap lembaga yang mengeluarkan izin Hutan Desa HR perlu ada dorongan yang lebih kuat, karena banyak HR yang dikonversi menjadi kebun, tidak hanya pembibitan tapi pemeliharaannya juga


8   Prosiding

Tanya

Jawab

Sofya Rahman (Masyarakat Adat Guguk) Aturan main pemanfaatan HA sudah ada, tapi ketika diskusi masyarakat guguk tidak mau memproduksi kayunya tetapi ingin jasa lingkungannya. Terkait hak sesuai UU 41 yang adanya hanya hak tapi aturan mainnya tidak ada, bagaimana jika HA dikategorikan kedalam Hkm ? Bagaimana solusi pemanfaatan jasa lingkungan di hutan adat guguk ?

Masyarakat Adat Guguk: sudah pernah di ekspose dan Perdanya masih diproses, perlu dicari kembali oleh campion apa kendalanya dan akan dilaporkan. Hutan tak ada maka produk yang lain tidak ada, perlu diingatkan supaya jangan sampai Hutan Adat Guguk di upayakan untuk pengusahaan yang lain Apakah hutan adat bisa dijadikan ke hutan desa atau hutan kemasyarakatan ? perlu meninjau perundang-undangan yang ada, apakah perlu merubah UU 41/1999 atau Perda yang lebih didorong : mana yang lebih praktis, kalau saya mendorong untuk di Perda kan.

Arif Aliadi (LATIN) defisit kayu 34 juta meter kubik pertahun, sedangkan 47 % kebutuhan kayu berasal dari hutan rakyat. Mohon di koreksi angka 47 % karena angka tersebut sangat mencengangkan. SVLK takut jadi penghambat dalam pengambangan industri kehutanan yang 47 % tadi Perlu birokrasi yang jelas pada setiap tipe hutan rakyat

Pasal 67 UU 41/1999, Hutan Adat dinyatakan dalam peraturan daerah, sehingga solusinya sepakat dengan pak Iman : jika ingin diperjuangkan di pasal 67 sudah jelas pengaturannya, sehingga perdanya perlu diajukan JPT yang ditetapkan pemerintah itu untuk hutan alam, demandnya 43 juta meter kubik dan memberikan potensi untuk hutan rakyat dan tidak angka mutlak. Memang GAPnya besar tapi sedikit tertolong dengan adanya hutan rakyat. Perlu pendekatan cultural

Sujarni Alloy (AMAN KALBAR) Mengapa bahasan terkait hutan adat sedikit Nanti bisa di diskusikan dengan pihak-pihak disinggung, padahal di lapangan hutan dalam Pernas KM ini, bagaimana langkah adat yang dimiliki cukup luas? dan tahapan/proses dalam SVLK. Karena ini instrument untuk perbaikan tata kelola Bagaimana tidak ada skema SVLK untuk sehingga tidak ada kehawatiran untuk hutan adat? menghambat SVLK HKm dengan menanam karet, mengalami HR perlu perawatan setuju. Hutan Rakyat kesulitan dalam pengadaan bibit dan merupakan hutan milik maka pemilik pembinaan karet serta perawatan dan yang merawat bukan pemerintah jika pemeliharaan. Ini bagaimana, karena pemerintah yang melakukan maka petani membutuhkan pendanaan yang besar? akan mejadi buruh di lahan sendiri. Jika mengalami kesulitan dapat bibit karet dapat menghubungi Balai Pengelolaan DAS setempat untuk bibit karet.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   9

Kesimpulan Kehutanan berbasis masyarakat memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai suplier kayu alternatif setelah hutan tanaman industri. Akan tetapi dalam perkembangan pasar global, pengembangan kehutanan masyarakat ini memiliki banyak kendala. Kendala tersebut adalah ketika pasar dunia mengharuskan adanya sertifikasi untuk setiap kayu yang akan dijual ke pasar asing, sertifikasi ini akan menunjukan legalitas kayu hasil produksi yang diperjual belikan. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau yang dikenal dengan SVLK merupakan skema yang ditawarkan untuk mengatasi kendala ini. SVLK merupakan suatu sistem verifikasi yang memberikan jaminan mutu kayu yang diperjualbelikan dipasar adalah kayu yang legal dan berasal dari hutan yang bersertifikasi secara lingkungan. Skema dan peraturan terkait SVLK sudah dianggap cukup jelas sehingga tantangan kehutanan masyarakat kedepan adalah bagaimana melakukan pendampingan terhadap masyarakat dalam sertifikasi hutan, karena di masa yang akan datang SVLK mutlak harus dilakukan oleh masyarakat.


SEMINAR SESI II

TANTANGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN JARINGAN KERJANYA Bogor, 7 September 2011 (pk 13.30-15.30) Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Tema

Narasumber

Tantangan Perubahan Sosial Dalam Kehutanan Masyarakat di Indonesia

Center of Social Forestry (CSF) : Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono MSc.

Tantangan Kehutanan Masyarakat Dalam Forest Land Reform dan Sustainable Forest Management

Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat : Ir. Muayat Ali Muhshi

Strategi Adaptasi Manajemen Perusahaan Dalam Menghadapi Dinamika Sosial Pengelolaan Hutan

Dewan Pengurus Pusat APHI : Dr. Bambang Widyantoro

Moderator : Andiko SH.

1.  Tantangan Perubahan Sosial Dalam Kehutanan Masyarakat di Indonesia Pembicara : Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono MSc. (Center for Social Forestry - CSF)

•• Deskripsi Perubahan Sosial, dimana perubahan tergantung dari dalam maupun luar. Respon perubahan masyarakat baik individu maupun sosial tidak pernah bersifat statis tetapi senantiasa berubah baik itu direncanakan/tidak direncanakan, diinginkan/tidak diinginkan, relatif cepat/lambat serta perubahan yang relatif besar/kecil. •• Perubahan sosial lebih cepat daripada perubahan alam, bahkan akan berpengaruh kepada lingkungan/SDA dimana sistem sosial tersebut bergantung, baik itu secara langsung/tidak langsung dan simultan (langsung/tidak langsung). •• Perubahan sosial masyarakat yang kehidupannya berbasis SDA akan memberi konsekuensi antara lain kepada kebijakan untuk merespon bagaimana cara untuk memenuhi harapan/tuntutan terhadap SDA dan menjaga agar SDA yang terbatas sebagai ekosistem tetap berfungsi dengan baik. •• Kebijakan dalam komunitas dan lingkungan alam yang homogen seperti di Indonesia serta semakin terbukanya berbagai hal akan menghadapi tantangan


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   11

••

••

••

••

••

••

••

••

yang lebih besar. Hal ini dikarenakan memiliki kepentingan/tujuan yang beragam, karakter/tradisi yang berbeda, serta kapital-kapital pendukung yang tidak sama. Konsepsi ideal kehutanan masyarakat memiliki karakter kunci antara lain perlibatan/partisipasi, jaminan akses/hak, proiritas manfaat (langsung), dan tanpa tekanan baik itu politik maupun ekonomi. Dalam KM istilah ‘kehutanan’ seharusnya tidak membatasi pada fungsi atau status kawasan, tidak terpaku pada bentuk hutan baik hutan murni maupun campuran, orientasi pengelolaan subsistens/komersil, cakupan pelibatan/ pemanfaatan/pengelolaan/pengolahan hingga ke pemasaran/perdagangan. Sedangkan istilah ‘masyarakat’ dalam KM perlu dipahami dan seharusnya memberi prioritas berturut-turut kepada komunitas yang hidup di dalam dan bergantung dari hutan (kehidupan dan penghidupan), komunitas yang hidup didalam tetapi tidak bergantung dari hutan dan komunitas yang hidup tidak di dalam tetapi bergantung dari hutan (penghidupan). KM pada dasarnya membutuhkan dukungan seperti pengelolaan hutan pada level mikro yaitu tingkat desa, dengan proses yang fleksibel/adaptif (konstekstual), kelembagaan kolaboratif (multipihak), dan keberdayaan masyarakat. Realita KM di Indonesia dibatasi dengan skema-skema resmi yang didesain atau disetujui oleh Kementrian Kehutanan (utamanya HKm, HTR, HD, PHBM; disamping KHDTI, HA, HR), Masyarakat harus menempuh prosedur pengusulan, verifikasi, perijinan standar yang panjang dan kaku guna memperoleh Hak Kelola dan selanjutnya juga izin pemanfaatan. Selain itu fokus areal dalam KM yang dimungkinkan adalah yang telah dicadangkan (dan telah ditetapkan Menhut) dan tidak sedang dibebani hak, padahal praktis hampir seluruh kawasan hutan sudah habis terbagi dalam areal IUPHHK. Dalam UU Kehutanan No 41/1999, klasifikasi hutan terbagi dua yaitu klasifikasi berdasarkan status (Hutan Hak dan Hutan Negara) dan berdasarkan fungsi (hutan konservasi, lindung, produksi). Kenyataan selanjutnya yaitu izin pengelolaan yang dikeluarkan oleh Pemda dalam skema-skema KM di Indonesia tidak sama/bukan izin pemanfaatan, dimana harus mengajukan kembali kepada Kementiran Kehutanan. Disamping izin pengelolaan, Pemda juga bertanggung jawab untuk memfasilitasi masyarakat dalam implementasi izin pemanfaatan, padahal sebagian besar Pemda tidak/belum mengetahui/memahami atau belum siap melaksanakannya. Sesederhana apapun prosedur KM akan disempurnakan, tetap akan menjadi kesulitan bagi masyarakat dikarenakan kapital di masyarakat yang dibutuhkan tidak memadai untuk mengadopsi sistem KM standar yang bukan berasal dari lokal. Perubahan sosial di internal masyarakat antara lain peningkatan jumlah populasi dan juga kebutuhan, pergeseran pola pikir dan persepsi, semakin longgarnya kelembagaan lokal, dan pertambahan kompetitor atas sumberdaya. Sedangkan perubahan ekternal masyarakat antara lain : (1) dinamika struktur sosial, politik dan administrasi, (2) perkembangan, penguasaan, penggunaan teknologi, (3) kompleksitas jaringan ketergantungan sosial dan demokratisasi yang terus bergulir di masyarakat. Konsekuensi yang bisa timbul dari perubahan internal maupun eksternal antara lain : (1) lahan/kawasan hutan yang dapat/memungkinkan dikelola masyarakat harus semakin luas (Bagaimana merespon alokasi kawasan hutan untuk KM?), (2) kompetisi dan kemungkinan konflik atas sumberdaya/ lahan semakin tinggi (Dapatkah persoalan tenurial atas lahan dan sumberdaya segera dituntaskan?),


12   Prosiding

(3) Tuntutan manfaat ekonomi produk/jasa (atraktivitas) semakin tinggi dari sumberdaya yang justru semakin terbatas (Sejauh mana ada inovasi teknologi atau dukungan kebijakan?), (4) Kapasitas kelembagaan, SDM harus semakin profesional dan jaringan harus semakin luas (Siapa/pihak mana yang siap untuk memfasilitasi?) •• Terdapat beberapa langkah-langkah kedepannya antara lain Aksi Top-Down dan Aksi Bottom-Up. Untuk Aksi Top-Down, terdiri dari : (1) dukungan serius dan konsisten dari seluruh eselon satu Kemenhut (dan Kementrian terkait) terhadap perkembangan KM, (2) komunikasi intensif antar tingkat pemerintahan, terutama antara Kemenhut dengan Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota), (3) desentralisasi dan devolusi pengelolaan hutan yang lebih besar (guna membangun kembali `kepercayaan`). Sedangkan Aksi Bottom-Up, antara lain : (1) penataan batas administrasi desa dan penguasaan lahan masyarakat (termasuk pola insentif/ disinsentif ), (2) pendampingan penguatan SDM (termasuk kelola usaha), (3) kelembagaan serta modal sosial (termasuk kolaborasi) di masyarakat

2.  Tantangan Jaringan kehutanan masyarakat dalam Forest Land Reform dan Sustainable Forest Management Pembicara : Ir. Muayat Ali Muhshi

•• Jaringan penting karena : (1) media untuk berbagi, seperti berbagi informasi, pengalaman, sumberdaya dan keahlian, mempublikasikan temuan dan hasil, mengurangi pengulangan dan kesalahan dan mendorong pemuda untuk menangani isu; (2)media untuk membangun kesepakatan seperti identifikasi topik penting dan strategis, membangun konsensus, menyepakati nilainilai bersama, membangun kerangka kerja, mendiskusikan dan menghadapi ancaman bersama; (3) media untuk membangun pengakuan, kepercayaan diri dan kredibilitas : meningkatkan kepercayaan diri masyarakat terhadap hasil pekerjaannya, membangun pengakuan dan harga diri, membangun kredibilitas. •• Beberapa temuan dari media yang digunakan dalam KM antara lain : (1) jaringan KM sulit diakses masyarakat lokal. Pada umumnya menggunakan media email, web dan barang-barang cetakan newsletter, majalah, dan buku. Hanya sedikit bahkan tidak ada yang mengunakan media audiovisual seperti CD dan film; (2) Terdapat gap antara diskusi kebijakan di tingkat nasional dengan lokal. Bagaimana membawa diskusi kebijakan ke tingkat lapangan; (3) Jaringan terdiri dari orang yang sama dari satu pertemuan ke pertemuan yang lain. Namun tidak banyak yang punya kegiatan dan interaksi di lapangan; (4) Terlalu banyak NGO dengan budget adminitrasi dan laptop; (5) Hanya sedikit sekali NGO dan Jaringan KM yang bekerja sampai tingkat kabupaten/propinsi. Padahal otoritas penerbitan ijin KM (HKm, HTR, Hutan Desa), maupun Perda Hutan Adat ada pada tingkat kabupaten/kabupaten; (6) Media yang mudah diakses oleh masyarakat/petani harus menjadi fokus jaringan KM. •• Pelajaran yang dapat dipetik dari jaringan yang diperoleh antara lain : (1) Sulit mendapatkan kesetaraan antara masyarakat dengan pihak lain dalam


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   13

pertemuan nasional multipihak, (2) Diperlukan upaya dan dana yang besar untuk menghadirkan masyarakat dalam pertemuan nasional multipihak, (3) Terdapat peran yang hampir sama antara lembaga dan jaringan yang bekerja di tingkat nasional. Masing-masing lembaga/jaringan harus menunjukkan kenunikan dan layanan yang diberikan, (4) Ada keterbatasan sumberdaya manusia dan finansial untuk membangun jaringan multipihak di tingkat wilayah (Propinsi dan Kabupaten), (5) Yang berkembang adalah lembaga dana lokal dan NGO yang bekerja sampai tingkat wilayah (regional), (6) Diperlukan pemberdayaan masyarakat agar masyarakat dapat menyuarakan aspirasi mereka sendiri di tingkat nasional. •• Tantangan dalam perkembangan jaringan KM yaitu : (1) Mungkinkah bisa dilakukan koordinasi dan sinergi antara lembaga, working group dan jaringan yang bekerja di tingkat nasional, (2) Bagaimana membangun mekanisme kerja jaringan selain pokja dan forum dalam menjalankan kerja kolektif baik antar NGO maupun multipihak, (3) Bagaimana jaringan bisa bekerja fokus sesuai keunikan dan layanan yang bisa diberikan, (4) Bagaimana melakukan fasilitasi jaringan masyarakat akar rumput untuk berbagi dan menyampaikan aspirasi masyarakat sendiri secara langsung, (5) Bagaimana mendisain kegiatan untuk masyarakat (pertemuan,pelatihan, workshop) yang disesuaikan dengan sumberdaya yang bisa dikontribusikan oleh masyarakat.

3.  Strategi Adaptasi Manajemen Perusahaan Dalam Menghadapi Dinamika Sosial Pengelolaan Hutan Pembicara : Dr. Bambang Widyantoro (Dewan Pengurus Pusat APHI)

•• Kondisi Faktual dalam aspek legal penggunaan lahan adalah terdapat beberapa masalah antara lain : 1) belum diakuinya hak-hak lokal (akibat tidak adanya bukti dokumen pendukung kepemilikan ‘warisan’); 2) Hukum negara VS hukum adat (?); 3) perbedaan persepsi legalitas penggunaan lahan; 4) Belum taatnya terhadap tata ruang; 5) belum sepenuhnya dilaksanakan ketentuan tata ruang dalam areal konsesi hutan tanaman (RTRW di beberapa provinsi belum ada Perda. Kondisi tersebut menimbulkan: tumpang-tindih penggunaan lahan, okupasi, dan klaim oleh pihak-pihak tertentu. •• Gambaran tingkat pengakuan dari kondisi sangat lemah sampai sangat kuat antara lain : Klaim dan Okupasi Lahan (diakui oleh keluarga/kelompok), Surat Pengakuan Hak atas Tanah dari Desa (diakui oleh desa dan tetangga desa), tanah individu/komunal dalam kawasan hutan diakui oleh dusun dan desa/adat, SKT/ Akta Tanah dari kepala desa (diakui oleh semua pihak namun belum memiliki kekuatan hukum), Surat Pengesahan Kepemimpinan Tanah Transmigrasi (diakui oleh semua pihak), dan Surat Tanah (sertifikat) dari BPN (diakui oleh semua pihak). •• Tipe dan status lahan untuk kerjasama pola partisipatif, kemitraan dan kolaboratif berdasarkan pengakuan hak-hak atas tanah/lahan. Contoh dalam kerjasama kemitraan dan kolaboratif (MoU) pada kawasan hutan antara lain klaim, okupasi (warisan nenek moyang). Pemerintah belum mengakui status legal kecuali melalui


14   Prosiding

proses panjang persetujuan pemerintah dan IUPHHK-HT (kuat bagi hukum Negara), Tanah Adat kuat bagi hukum adat tetapi belum kuat bagi Negara (harus ada Perda). •• Strategi adaptasi terdiri dari aspek pengetahuan, pemahaman, dan resolusi konflik Land-use. Contoh Kasus Strategi Adaptasi antara lain : 1) Tuntutan PPJ di WKS, Jambi; 2) Klaim masy./ petani di BP Grup, Kalimantan Selatan; 3) Klaim, okupasi, dan tumpang tindih areal kerja PT. Finnantara Intiga, Kalimantan Barat. •• Skema Strategi Adaptasi secara berurutan yaitu : 1) Pernyataan konflik, 2) observasi dan inventarisasi, 3) identifikasi masalah, 4) menetapkan mediasi dan pendampingan, 5) dialog atau musyawarah, 6) pengembangan, 7) menetapkan strategi dan rencana manajemen, 8) menetapkan rencana operasional, 9) pelaksanaan kegiatan, 10) monev kegiatan pembangunan HTI kolaboratif. •• Skema membangun kolaborasi/kemitraan dalam pembangunan HTI antara lain: a. Hak-hak Masyarakat dalam pembangunan HTI- pola kolaboratif antara lain: 1) Menerima pengakuan atas hak-hak tenurial, 2) Menerima hasil panen kayu, 3) Diperbolehkan akses ke dalam areal HTI untuk menanam tanaman pangan, hortikultura, dan karet, 4) Menerima diklat dan informasi tentang pekerjaan, 5) Turut serta dalam perencanaan dan monev, 6) Menerima bantuan saprodi (pupuk, bibit, insektisida, dll). 7) Dapat membeli sebagian saham perusahaan dengan harga wajar, 8) Menerima fasilitasi dan mediasi penyelesaian konflik, serta pendampingan dari Pemerintah/LSM. b. Hak-hak Perusahaan pembangunan HTI- pola kolaboratif antara lain : 1) Mengatur jalannya usaha operasional lapangan, 2) Memanfaatkan hasil HTI (kayu), 3) Hak mengelola properti sesuai izin (IUPHHK-HT), 4) Melanjutkan investasi tanaman HTI, 5) Hak memanfaatkan Hasil Hutan Kayu, 6) Membangun sarana/prasarana di dalam areal HTI, 7) Menerima jaminan dan keamanan berusaha, 8) Menerima mediasi penyelesaian konflik dari Pemerintah.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   15

Point penting

•• Kebijakan KM awal terbentuk dan terdapat kekurangan seperti sentralisasi yang belum berjalan. •• Dinamika politik dan sosial terjadi lebih cepat. •• Ditengah perubahan kebijakan yang lambat datang sektor lain yang menjanjikan Sesi tanya jawab dan masukan/saran C.P. Munoz (SMF) Industri pulp : Terdapat unsur pemerintahan Pengakuan institusi yang legal Tidak menyentuh, faktor investasi sangat mempengaruhi maka perlu dipertimbangkan.

Dalam kesepakatan sudah ada dalam lokasi tersebut (Bambang Widyantoro) Muayat Ali Muhshi Fungsi pendekatan harus layak, maka diperlukan Investasi daam bentuk unvestasi sosial

Exwan Novianto (Shorea) Diskusi akan lebih menarik apabila pasukan paling depan tidak menghilang/kosong Ketika kebijakan telah terbentuk tidak serta merta masalah selesai. Jika pemerintah yang menyediakannya, diperlukan juga kesadaran akan mematuhi, karena kecenderungan kita adalah melanggar aturan. Selama ini HKm berjalan karena terdapat faktor donor (yang sebenarnya) jika diteruskan tidak sehat. Diperlukan kerjasama yang baik terutama pemerintah sebagai jembatan antara masyarakat dan perusahaan Regenerasi : fkkm nyata gagal dalam melakukannya, karena orangnya masih ituitu ajah (masukan)

Mustofa Agung Sardjono : Dengan menggunakan aturan yang ada pasti gagal,maka diperlukan aturan-aturan yang berbeda. Seperti hal kecil yang bisa dirubah yaitu dengan menggunakan aturan yang berbeda, misalnya : keluarkan kayu dengan growong kecil yang dapat menguntungkan masyarakat. Dan tidak semua aturan merugikan masyarakat. Menyediakan kebijakan produk no kayu dan jasa alam lainnya yang kebanyakan dapat diperoleh di desa hutan. Bambang Widyantoro Kepatuhan terhadap adat itu sendiri. Perusahaan dengan senang hati berbicara dengan kelompok adat, masalahnya biasanya terdapat didalam kelompok masyarakat tersebut. Maka diperlukan kerjasama dengan pemerintah sebagai jembatan antara pengusaha dengan masyarakat yang selama ini pemerintah bertindak pasif. Muayat Ali Muhshi : Komitmen belum berwujud pada politik anggaran. Hkm yang dipersoalkan adalah kayu yang merupakan dana pemerintah Perlu didorong perizinan 1 paket dan otoritas di fokuskan, misalnya di BPDAS


16   Prosiding

Hari Alexander (UIN) Pikiran kita tentang hal-hal yang tidak penting harus dihindari, dan diperlakukan secara adil. Bagaimana menundukkan HKm ini dalam kedudukan makro

Tentang anggaran, berapa sih kontribusi untuk masyarakat sekitar, baik itu kesehatan, pendidikan, dari perusahaan yang berpendapatan milyaran rupiah. Diperlukan manajemen yang baik terutama dalam aspek sosial masyarakat. Jangan hanya menguntungkan perusahaan saja, melainkan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan yang kawasannya digunakan sebagai daerah produksi (Bambang Widyantoro)

Rustanto (SCF) Dinamika politik-menurut pengamatan sangat berpengaruh terhadap kebijakan dan dalam banyak kasus KM yang terjadi, apakah efektif atau tidak ? Tiap tahun terjadi apakah intensif Dengan kondisi perkembangan jaringan ini, seperti apa jaringan kedepan jika dibentuk oleh jaringan politik? Format/gagasan yang ditawarkan terdapat tahapan agar terdapat persiapan MoU

Persoalan kehutanan masyarakat biasanya yang datang itu kepala daerah, karena orang-orang tersebut yang lebih dekat atau tahu kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi MoU adalah forum komunikasi dalam membagun visi dan komunikasi (Bambang Widyantoro)


SEMINAR SESI III

PHPL & SVLK, PRAKTEK DAN PENGALAMAN LAPANG Bogor, 7 September 2011 (pk 15.30-17.30) Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Tema

Narasumber

Pengalaman Implementasi Asosiasi Pemilik Hutan SVLK Wonosobo Rakyat Wonosobo : Suwondo Memadukan Pengelolaan Hutan Rakyat dan Pengembangan Ekonomi Melalui Koperasi

Koperasi Comlog Girimukti Wana Tirta Kecamatan Pubian Lampung Tengah : Agus Sumantri

Penataan Kelembagaan Untuk Implementasi SVLK

Asosiasi Pengrajin Industri Kecil (APIK) Buleleng Bali : Gusti Putu Armada

Moderator : Ir. Irfan Bakhtiar

1.  Pengalaman Implementasi SVLK di Wonosobo Pembicara: Suwondo (APHR Wonosobo)

•• Pemilik hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo 80% dan mayoritas tanaman sengon •• Sebelumnya tidak mengetahui adanya SVLK, kemudian ada sosialisasi dari dinas kehutanan dan LSM •• Tantangan implementasi SVLK di Wonosobo : (1) Jalur distribusi kayu dari hutan rakyat  industri melibatkan banyak pihak (pedagang, suplaier); (2) Pedagang tidak mencari SKAU; (3) Kepala desa lokasi program tidak mengeluarkan SKAU (Jonggolsari, Kalimendong, Manggis, Durensawit); (4) Pedagang menggunakan SKAU dari desa/kepala desa bukan desa sumber kayu?; dan (5) Pelayanan dan bimbingan dari pemerintah terkait tata usaha kayu •• Setelah diskusi dengan LSM, perlu disiapkan : dokumen (bukti kepemilikan, sketsa lahan, batas lahan yang jelas, surat keterangan asal usul) •• 5 desa yang menjadi anggota APHR, 4384 pemilik HR terdiri 2698 KK, luas lahan 1228,6 Ha •• Tindakan awal sosialisasi, dilanjutkan penyiapan dokumen (bukti kepemilikan lahan, peta, SKAU–belum dapat dilakukan, batas lahan jelas)


18   Prosiding

•• Kesulitan sosialisasi pada masyarakat, karena masyarakat tidak cepat paham SVLK (paham bahwa kepemilikan lahan perseorangan tidak membutuhkan adanya implementasi SVLK)

2.  Memadukan Pengelolaan Hutan Rakyat dan Pengembangan Ekonomi Melalui Koperasi Pembicara: Agus Sumantri (Koperasi Comlog Girimukti Wanatirta, Lampung Tengah)

•• latar belakang : isu pemerintah  “hutan lestari, masyarakat sejahtera” •• budaya perusak hutan  banyak menebang kayu, menanam jarang (Kecamatan Pubian) •• adanya penebangan kayu illegal dan kebakaran hutan sudah biasa •• sistem ijon sudah biasa, saat panen tidak berhasil, nyolong kayu •• penebangan kayu sampai ke hutan lindung •• kawasan register 39, masyarakat miskin semua •• 2005 mulai diarahkan kegiatan ekonomi yang lebih benar •• Inisiatif kelompok masyarakat untuk memperbaiki pola tanam •• Wanakalam (LSM) mulai mengajak masyarakat memanfaatkan lahan yang sudah ada di hutan hak, dan lahan masyarakat yang lain •• 2007, dibentuk Kelompok HKm dan kelompok hutan marga •• Tujuan mengembalikan fungsi hutan (dinas kehutanan turut andil) : penanaman pohon •• Pemanfaatan air untuk listrik (kincir) •• Peluang usaha - pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan kayu, kepastian sumber kayu (SKAU) •• Pembentukan Koperasi Girimukti Wanatirta •• Diawali pendataan  jumlah kayu, pemilikan tanah, peta •• Awal 2010-2011 KWS gencar melakukan sosialisasi dan implementasi SVLK, sehingga akhirnya diterima masyarakat •• Pemetaan dan pemeriksaan kepemilikan lahan, registrasi anggota koperasi dari 5 kampung •• Hutan Rakyat 275 Ha •• Potensi di kawasan hutan lindung  hasil hutan bukan kayu, Potensi di hutan hak  hasil kayu, kebun, dll •• Istilah kampung = desa •• Kelembagaan  koordinasi dengan pemerintah (Dinas Kehutanan Lampung Tengah) •• Skema usaha  harus ada dokumen (SPPT dll), laporan penebangan kayu


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   19

•• Capaian kerja  kerjasama YKWS (program pendampingan), Badan Teritorial Telapak (dukungan alat kerja koperasi), Lembaga keuangan kampung wr 39, Sertifikasi kayu oleh sucofindo •• Masih terdapat krisis kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, Lemahnya pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan produk, Lemahnya modal, Kuatnya tengkulak dalam mempengaruhi perdagangan kayu, Adanya dugaan bahwa tengkulak memiliki backingan •• Harapan : (1) Pemerintah harus mampu mempromosikan produk hutan lestari kepada pengusaha dengan jaminan harga yang sesuai dengan Biaya Produksi; (2) Untuk Pengadaan barang dan infrastruktur pembangunan, semestinya pemerintah mengunakan produk-produk lestari.

3.  Menata Kelembagaan Usaha Menghadapi Implementasi SVLK Pembicara: I Gusti Putu Armada, Ak (APIK Buleleng-Bali)

•• APIK hanya ada di Buleleng, munculnya Bottom Up •• Tujuan : meningkatkan kemampuan produksi •• Awal mula- 2006, Kesadaran bahwa UKM harus bersatu (komunal) supaya lebih kuat dan lebih siap untuk bisa berkompetisi dengan pengusaha besar/ memperjuangkan kesejahteraan •• Bergerak di produk kayu (produsen)  produk berbahan baku kayu •• Kemudian bergabung dengan kelompok bali utara •• 2013 apabila tidak mengimplementasikan SVLK maka usaha kayu akan mati •• Mencari/mendapatkan sertifikat tidak murah – perlu uang banyak •• Harapan : dapat berjuang bersama-sama melalui forum ini •• APIK membentuk divisi-divisi untuk menata kelembagaan usaha kayu : Unit Hutan Hak dan Unit Industri Kecil •• Permasalahan : belum memiliki ijin industri primer, di Buleleng cuma ada 2 •• Saat SKAU, ijin tebang ada, tapi pengolahan tidak bersertifikat, maka kayunya menjadi illegal lagi •• Orang kebanyakan belum menyadari SVLK dan pentingnya, karena belum tersosialisasi dengan baik


20   Prosiding

Tanya Jawab/Tanggapan: Tanya

Jawab

Sesi 1: 5 orang Didik Suhardjito (Fahutan IPB) Wonosobo belum menyebutkan keuntungan/ manfaat setelah SVLK Kepada industri, bagaimana support terhadap sumberdaya/bahan baku?

Belum merasakan manfaat secara ekonomi, tapi ada tawaran pengajuan harga dengan selisih 300 rb Adanya pendataan, masyarakat dapat mengakses BRI tanpa agunan Merasa hutan gundul dan tanah tidak Natsir Albas (FKKM Sulawesi Tengah) menghasilkan sehingga masyarakat Utk Agus Lampung : seharusnya judulnya miskin ‘program penebus dosa’, jika didokumentasikan Kemarau dan banjir menghancurkan bisa mendapatkan kalpataru, apakah ada lahan masyarakat peningkatan kelompok tani setelah 5 tahun? Mayoritas penggarap HKm bukan penduduk sekitar hutan Sih Yuniati (salah satu pendiri FKKM) Petani ingin merasakan implementasi Untuk SVLK, salah satu tantangannya adalah yang real, butuh adanya jembatan capacity building Penyuluh jangan makan gaji buta untuk implementasi 2013, apa kebutuhan Dari dinas kehutanan diharapkan masyarakat? adanya kegiatan pendampingan, jangan Apa yang mendasari teman-teman lampung tergantung LSM untuk mengubah orientasi? Tantangannya apa, dan perannya apa? Tentang HKm Fachrudin Riyadi (JAVLEC) Harapan bahwa SVLK menjadi kebutuhan masyarakat Konteks jawa, asosiasi lebih menarik bahwa masyarakat dapat dihadirkan pada forum ini Masukan: mana asosiasi pengeolaan hutan skala kecil? Dapat berpengaruh pada kebijakan. Minimal fkkm dapat memikirkannya Rakhmat Hidayat (WARSI - Jambi) Pengalaman memutus hubungan pabrik karet dengan petani melalui toke, Pendanaan untuk sertifikasi bagaimana? Apakah mungkin adanya perubahan kebijakan untuk aturan pendanaan? Petani ragu dengan SVLK, karena terbebani dengan pemungutan biaya Di Sumatra Barat jenis kayu seperti sengon tidak laku, diganti karet dll Pesan untuk FKKM : bisakah bikin sekolah lapangan?

Persepsi pedagang : asosiasi pengusaha kayu akan mengambil alih perdagangan kayu Pendekatan marketing belum ada, sehingga tujuan membentuk komunal (APIK) dapat memfasilitasi dan memperkuat posisi industry kecil di pasaran Asosiasi tidak tergantung pada donor, tapi membutuhkan donor, kalau tidak ada donor maka harus berjuang sendiri untuk survive


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   21

Kesimpulan:

•• Kayu adalah asset untuk mengembangkan ekonomi masyarakat •• Perlu adanya peningkatan kualitas kelembagaan •• Kelembagaan usaha kayu /kehutanan skala kecil perlu melihat dirinya sebagai embrio bisnis yang tidak lagi subsisten, sehingga lebih menjadi komersil •• Insentif bagi pengusaha  pasar yang lebih lebar •• Dengan organisasi, apapun bentuknya, posisi tawar pengusaha kecil dapat meningkat


REVIEW PEMAPARAN DAN DISKUSI HARI PERTAMA Bogor, 7 SEPTEMBER 2011 (pk. 19.30-20.30)

Reviewer : Dr. Ir. Didik Suharjito MSc. & Dr. Ir. Moira Moeliono MSc. Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Fasilitator : R. Yando Zakaria

Pra Sesi :

•• Peran masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari sangat penting; •• Peran FKKM sangat penting, sehingga kebijakan kehutanan dapat mengakomodir berbagai kepentingan para pihak; •• Kebijakan dan program HTI, HTR, HD, HKm untuk mewujudkan pro-poor, pro job, pro growth, pro environment; pengelolaan hutan oleh masyarakat dapat menjadi basis pembangunan kehutanan ke depan. 30 Tahun Perjuangan KM :

•• •• •• ••

KM masuk kebijakan dan program pemerintah Pengakuan adanya berbagai bentuk Kesadaran bahwa issue hak berpengaruh terhadap pasar global dan legalitas kayu CSO lebih akrab dengan pemerintah pusat (meskipun pejabat masih tetap pergi cepat) •• Swasta ikut berperan Tetapi ....

•• •• •• ••

Urusan KM masih panjang dan mahal Pusat berkomitmen tanpa anggaran Peraturan terlalu banyak dan mengekang Target tidak realistis dan tidak mempertimbangkan kebutuhan/keinginan daerah ataupun masyarakat •• Desentralisasi dan makin banyak kepentingan •• Permasalahan mendasar tetap ‘governance’ •• Fokus diskusi hari ini adalah tantangan-tangan KM: aras global dan lokal, eksternal dan internal Sesi I : Tantangan Legalitas Kayu KM

•• •• •• ••

Legalitas kayu terkait legalitas lahan, terkait Tata Ruang Kesenjangan antara Pusat-Daerah-Desa-Masyarakat, Produsen dan Konsumen Kesuksesan program SVLK ikut ditentukan demand konsumen Produk KM kayu masih dominan dan signifikan dalam perdagangan hasil hutan dan pengelolaan KM dituntut untuk lestari (SFM), sehingga sertifikasi CBFM dan SVLK relevan


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   23

•• Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh KM dalam menghadapi skema SVLK adalah: a. Kepastian lahan (land tenure) baik administrasi maupun batas-batas & tandatanda fisik masih lemah; b. Kapasitas masyarakat masih lemah, koperasi belum memperoleh IUPHHKm; c. Ketersediaan fasilitator yang berkualitas (untuk mewujudkan SFM, penguatan kelembagaan masyarakat) di tingkat lapangan masih sangat terbatas; d. Keterbatasan dana yang tersedia untuk fasilitasi/ pendampingan masyarakat •• Pemerintah terus melakukan penguatan legalitas lahan KM dan produknya dg : a. Membangun kerjasama dengan konsumen produk KM (EU) melalui VPA; b. Memberikan IUHHKm, HTR, HR, HD; c. Menyediakan kebijakan untuk produk non kayu KM: jasa alam, HHBK. •• Sumberdaya hutan juga harus berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan: a. Jumlah penduduk Indonesia yang tergolong miskin pada tahun 2010 adalah 31,02 juta orang (13,33 %), sebagian besar di pedesaan (19,93 juta orang); b. Penduduk desa hutan 48, 8 juta orang dan 10,2 juta diantaranya miskin (CIFOR 2004 dan BPS 2000); c. 37 juta jiwa atau 17,1 % dari penduduk Indonesia di 19.410 desa di 32 provinsi (BPS 2006-2009). •• Pengembangan KM sampai 2030 mencakup kawasan hutan 5,6 juta ha: a. Sudah dibangun sampai tahun 2011: 43.387,97 ha HKm, 631.628 ha HTR, dan 3.399 ha HD; Data sampai 5 September 2011: •• Usulan HKm 402.596 ha diverifikasi; 170.920 ha ditetapkan menteri ; 41.330 ha IUPHHKm); •• Usulan HD 181.541 ha diverifikasi; 65.234 ha ditetapkan menteri; 10.310 ha IUPHHD. b. Rencana sampai 2030: pembangunan hutan 4,9 juta ha (diantaranya 2,6 juta ha HTR) •• Target tahun 2014 adalah 2 juta Ha dicadangkan untuk HKm, 500 rb ha HD; HR kemitraan dan HHBK unggulan Sesi II : Tantangan bagi KM dan Peran Jaringan

•• Realita yang dihadapi KM: a. dibatasi pada skema-skema resmi; masyarakat harus menempuh prosedur pengusulan, verifikasi, perijinan standar yang cukup panjang; hampir seluruh arealnya pada kawasan hutan yang sudah habis terbagi; b. Pemda banyak yang kurang mendukung, tidak dapat menyediakan anggaran dalam APBD; c. Fasilitasi masyarakat kebanyakan jangka pendek; •• Tantangan ke depan : Pergeseran pola pikir dan perilaku, lebih rasional, kelembagaan lokal lebih longgar, kapital sosial semakin lemah, lebih banyak kompetitor (sawit)


24   Prosiding

•• Tantangan peran jaringan : a. Terdapat gap antara diskusi kebijakan di tingkat nasional dengan di tingkat lokal; jarang sekali jaringan yang sampai kabupaten; b. Sulit mewujudkan kesetaraan antar masyarakat; c. Media jaringan KM sulit diakses oleh masyarakat lokal (meskipun sekarang teknologi lebih tersebar merata –HP); Perlu dana besar untuk komunikasi/ pertemuan yang melibatkan masyarakat d. Koordinasi dan sinergi antar lembaga, working group dan jaringan yang bekerja di tingkat nasional; Mendorong assosiasi pengusaha hutan skala kecil e. Jaringan masyarakat akar rumput untuk berbagi dan menyampaikan aspirasi masyarakat sendiri secara langsung. Sesi III : Pengalaman PHPL & SVLK

•• SVLK telah mendorong petani HR di Wonosobo membentuk asosiasi; petani HKm Girimukti Wanatirta Lampung Tengah membentuk koperasi; Upaya penguatan kelembagaan lokal sedang terjadi; •• SVLK telah mendorong penguatan administrasi dan manajemen: penyediaan dokumen-dokumen (pemilikan lahan, peta, batas lahan, dll); •• SVLK di Komlog Girimukti Wanatirta Lampung Tengah telah meningkatkan harga jual kayu dari Rp 50-100 ribu menjadi Rp 400 ribu per batang (0,75-1,0 m3); Asosiasi Petani HR di Wonosobo belum mengalami penjualan kayu setelah SVLK, tetapi sudah ada tawaran harga Rp 900 ribu per m3, lebih tinggi dari harga biasanya Rp 600 ribu per m3; •• Upaya penguatan kelembagaan, berkolektif juga dilakukan oleh pengrajin industri kecil (APIK)


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   25

Kesimpulan :

•• Masalah mendasar tetap masalah Struktural: peraturan-kebijakan; rantai pemasaran, high cost economy •• Pemerintah masih mengandalkan peraturan yang kurang berarti di daerah •• Desentralisasi berarti usaha mendorong KM harus pada tingkat daerah •• Kasus sukses didasari oleh collective action (assosiasi dan koperasi) yang meningkatkan posisi tawar masyarakat •• Pendampingan masih diperlukan Diskusi Umum :

1. Sesi 1 agak luput dari catatan reviewer tentang hutan adat, terkait legalitas hutan adat. 2. Petani harus memperkuat dirinya sendiri, jangan tergantung pada pendamping. Apakah petani mempunyai keinginan untuk memperkuat dirinya dengan membentuk asosiasi di tingkat nasional. Adanya kekhawatiran mengenai asosiasi yang telah berdiri, apakah memang benar asosiasi tersebut berkepentingan untuk memajukan kesejahteraan rakyat? 3. Darimana tonggak 30 tahun perjuangan KM? 4. Kalpataru pertama merupakan perjuangan penghijauan dan telah diakui pemerintah. Sejarah harus diketahui dengan pasti.


26   Prosiding

SEMINAR SESI IV

KEHUTANAN MASYARAKAT & PERUBAHAN IKLIM Bogor, 8 September 2011 (pk 09.00-11.15) Notulen : Nina Indah Kumalasari Tema

Narasumber

Kehutanan Masyarakat Dalam Skema REDD+ di Indonesia

Direktur Bina Rencana Pemanfaatan & Usaha Kawasan Kemhut / Sekretaris Pokja Perubahan Iklim Kemhut: Dr. Ir. Agus Justianto MSc.

Kebijakan Kehutanan Masyarakat dan Kesiapannya Dalam REDD+

Wakil Sekretaris Nasional FKKM : Ir. Andri Santosa

Tantangan Pemanfaatan Reforestrasi Rawa Gambut Berbasis HTI Berpola Satuan Usaha Perhutanan Kerakyatan

Universitas Sriwijaya / Staf Khusus Gubernur Sumatera Selatan: Dr. Ir. Najib Armani MSc.

Moderator: Dr. Ir. Mubariq Ahmad MSc.

1.  Kehutanan Masyarakat Dalam Skema REDD+ Di Indonesia Pembicara : Dr. Ir. Agus Justianto MSc. (Direktur Bina Rencana Pemanfaatan & Usaha Kawasan Kemhut / Sekretaris Pokja Perubahan Iklim Kemhut)

•• REDD+ merupakan mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dan deforestasi dan degradasi hutan. Cakupan REDD+ menurut Bali Action Plan antara lain reducing emissions from deforestation (forest conversion), degradation (SFM practice), conservation (avoiding emissions/ carbon stocks conservation). •• Pelaksanaan REDD+ dI Indonesia diwadahi dalam lima bentuk kegiatan utama yaitu: 1) mengurangi laju deforestasi, 2) mengurangi degradasi hutan, 3) menjaga ketersediaan karbon melalui konservasi hutan, 4) menerapkan sustainable forest management, dan 5) stok karbon hutan. •• Kegiatan untuk menurunkan atau mencegah emisi dan meningkatkan serapan GRK antara lain : 1) praktek pengelolaah hutan produksi lestari, 2) pengelolaan kawasan konservasi dan lindung, 3) pembatasan konservasi hutan, 4) pemberantasan illegal logging, 5) penanggulangan kebakaran hutan, 6)


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   27

••

••

••

••

••

••

••

••

rehabilitasi lahan dan hutan terdegradasi, 7) pengembangan hutan perkebunan di lahan terdegradasi. Dalam hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas CO2, meningkatkan serasan CO2 dan meningkatkan resiliensi ekosisitem hutan terhadap perubahan iklim. Kebijakan pengelolaan hutan lestari terdiri dari sertifikasi pengelolaan hutan lestari, sertifikasi legalitas kayu dan peningkatan produktifitas HTI dan Hutan Rakyat. Sertifikasi pengelolaan hutan lestari, contohnya antara lain : sebagian besar areal HPH/IUPHHK-HA adalah hutan bekas tebangan (LOA) sehingga pemanenan harus berdasarkan growing stock yang ditetapkan setiap 10 tahun melalui Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB), sistem silvikultur yang tepat sesuai tapaknya dan menerapkan RIL, akan memberikan panenan kayu yang lestari yang sangat diperlukan oleh industri perkayuan Nasional. Sertifikasi PHL juga diterapkan pada HTI sehingga kelangsungan penyediaan bahan baku Industri Pulp & Kertas dapat lestari sebagai penyumbang devisa sekitar USD 5 M/tahun dan lapangan kerja dan multiplier effeknya sampai 2 juta orang terutama didalam/disekitar hutan. Sertifikasi legalitas kayu melalui upaya sertifikasi kayu dimana akan mengurangi kecepatan pembalakan liar dan memberikan tambahan pendapatan devisa sekitar USD2-3 Milyar panel dan wood working serta menyerap tenaga kerja rakyat kecil di ribuan industri di hilir (furniture). Kemudian untuk peningkatan produktifitas HTI dan HR guna meningkatkan produktifitas HTI dan HR melalui penerapan hasil riset, penyuluhan dan perbaikan infrastruktur akan menambah PDB. Kebijakan dalam pelaksanaan REDD+ adalah : 1) reformasi pembangunan sektor-sektor berbasis lahan; 2) pembuatan peraturan terkait pelaksanaa REDD+, seperti Permenhut No. 68/Menhut-II/2008, P.30/Menhut-II/2009, P.36/MenhutII/2009; 3) Pelaksanaan Demonstration Activities (DA): 4) pembangunan kapasitas dan kapabilitas dan komunikasi para pihak: 5) penyusunan STRANAS REDD; dan 6) penyusunan standar nasional pengukuran emisi GRK. Kegiatan REDD+ akan sukses bilamana mendapatkan dukungan dari masyarakat adat atau masyarakat lokal, terutama yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan dan atau ekosistem hutan. Peran dan dukungan masyarakat dapat melalui bentuk-bentuk yang telah diatur sesuai regulasi Peemerintah. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan, baik hutan negara maupun hutan hak yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteeraan masyarakat setempat melalui pemberdayaan dengan memperhatikan aspek kelestarian hutan. Dimana terdiri dari Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Rakyat, dan Hutan Tanaman Rakyat. Hal penting yang terdapat di Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan antara lain pemanfaatan SDH secara lestari, pemberdayaan masyarakat (akses masyarakat setempat atas pemanfaatan/usaha hasil hutan), penguatan eksistensi KPH di lapangan berbasis pengelolaan hutan lestari (dengan pengendalian teritorial kawasan hutan dan win-win solution), serta penguatan otonomi daerah (pengembangan jejaring pemangku kepentingan keluarga masyarakat, kabupaten, provinsi dalam proses pengurusan IUPHKm) FPIC (Free and Prior Informed Consent) adalah adalah satu proses yang memungkinkan masyarakat adat dan atau masyarakat lokal untuk menjalankan hak-hak fundamentalnya untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak


28   Prosiding

••

••

••

••

setuju terhadap sebuah aktivitas, proyek, atau kebijakan yang akan dilaksanakan di ruang kehidupan masyarakat dan berpotensi berdampak kepada tanah,kawasan, sumberdaya dan peri kehidupan masyarakat. Terdapat empat elemen FPIC yaitu free, prior, informed dan consent. Elemen Free, bermakna bahwa masyarakat memberikan persetujuan atau memutuskan untuk tidak menyetujui sebuah rencana aktivitas, proyek atau kebijakan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Elemen Prior, bermakna bahwa perolehan persetujuan itu dilakukan sebelum kebijakan atau kegiatan itu dilakukan. Dan elemen Informed, bermakna bahwa sebelum proses pemberian persetujuan, masyarakat harus benar-benar mendapat informasi yang utuh dalam bahasa dan bentuk yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Persoalan REDD+ pada tataran global antara lain : 1) tentang Safeguards: siapa yang akan menggunakan informasi ini untuk memonitor dan menjamin pelaksanaaannya? Bagaimana safeguard akan diukur (MRV for safeguard), 2) Apakah ‘Kesepakatan Cancun’ akan meningkatkan kerjasama negara pelaksana REDD+ dan donor, terkait dengan tata kelola yang baik sebagai bagian dari sistim monev nasional?, dan 3) Bagaimana RL akan ditetapkan (national dan subnational)? Definisi hutan dan degradasi hutan? Kaitan antara Kesepakatan REDD dalam text dengan nama dan bentuk pendanaan? Tantangan permasalahan di dalam negeri diperlukan beberapa aspek penting, antara lain : 1) semangat penyelenggaraan kehutan baik di tingkat pusat, provinsi , kabupaten/kota, 2) Cara pandang terhadap perhutanan sosial : sebagai paradigma, proyek, pencitraan, 3) Jejaring para pemangku kewenangan/ kepentingan belum terjalin secara solid, 4) Sikap Pejabat Publik (Gubernur, Bupati) yang masih beragam, 5) problem teknokratis ( yaitu tata kelola yang belum mantap, kapasitas institusi yang terbatas, budget terbatas, serta penanganan sistem silvikultur / budidaya pemanfaatan lahan hutan belum optimal), 6) Linkage kebijakan dengan isu?, 7) Inkonsistensi kebijakan dari sisi hulu sampai hilir (filosofi implementasi), dan 8) energi para mitra belum dikonsolidasikan secara efektif dan sinergik. Langkah-langkah kedepan yang perlu ditingkatkan antara lain : 1) Menyempurnakan proses teknokratis dengan membangun HKm, Hutan Desa dan Kemitraan Model sebagai alat demonstrasi ”Succes Story” kepada publik, meng-upgrade kapasitas institusi:Pelatihan, Workshop, meningkatkan budget dan menetapkan standar biaya, serta mengembangkan rencana operasional sistem silvikultur/budidaya dalam pemanfaatan lahan; 2) Konsolidasi intern Kementerian Kehutanan untuk memantapkan konsistensi kebijakan, 3) Memperkuat jejaring pemangku kewenangan pada level pemerintahan dalam bentuk komunikasi intensif, pertemuan regional, 4) Membangun jejaring pemangku kepentingan /mitra untuk menyatukan dan mensingkronkan energi yang berdampak sinergik antara lain : menggalang dana CSR, 5) Revitalisasi HHBK unggulan (persutraan alam, perlebahan nasional, rotan, gaharu).


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   29

2.  Kajian Kebijakan Kehutanan Masyarakat dan Kesiapannya Dalam REDD+ Pembicara: Ir. Andri Santosa (Wakil Sekretaris Nasional FKKM)

•• Ditemukan tiga pertanyaan kunci antara lain : (1) sejauh mana kebijakan KM yang telah ada dapat mendukung pengembangan KM di Indonesia? dan sejauhmana keterkaitannya dgn kebijakan REDD+?, (2) Apa persoalan dan tantangan implementasi kebijakan, serta gap kelembagaan yang dihadapi dalam tataran praktis dengan melihat kasus-kasus Lab KM ?,dan (3) Sejauhmana peluang, permasalahan, dan kesiapan KM dalam skema REDD+ ? •• Kebijakan KM dalam Peraturan Pemerintah PP No. 6 / 2007 dan revisinya PP No. 3/ 2008, pemerintah lebih operasional dan membuka ruang dan akses kelola hutan bagi masyarakat yang lebih luas melalui beberapa skema yaitu: Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat, dan Hutan kemitraan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah berkewajiban dan bertugas untuk memberdayakan masyarakat dengan cara menetapkan status hukum, merangkaikan/menyelaraskan kepentingan-kepentingan dari sektor dan pelaku yang berbeda-beda, memandu skema bagi hasil produksi/pemanfaatan, bimbingan teknis, pengembangan SDM, penyediaan informasi akses pasar dan mengeluarkan ijin pemanfaatan hutan. •• Terkhusus Hutan Adat, masih ada penyimpangan atau ketidak puasan dalam hak dan kejelasan •• Kesiapan dan persoalan KM antara lain : luas dan sebaran KM kecil-kecil dan terpencar, penyiapan dokumen PDD dan MRV , kelembagaan dan sumber SDM dan teknologi masih rendah. •• Kesimpulan antara lain : (1) persoalan kebijakan KM tidak hanya menyangkut dis harmoni kebijakan KM dan aturan pelaksanannya, tetapi hal ini juga terkait dengan aturan yang lebih tinggi, (2) pengakuan keberadaan masyarakat dan kepastian tenurial KM serta akses ruang kelola sebagai hal mutlak dalam upaya pengembangan KM dan upaya mitigasi perubahan iklim (REDD+),( 3) butuh komitmen kebijakan (termasuk anggaran) pusat/prov/daerah dan menterjemahkannya hingga dalam RTRWK, serta (4) besarnya gap kelembagaan KM dan butuhnya pendampingan/fasilitasi yang intensif. •• Rekomendasi : 1. Reformasi kebijakan UU Kehutanan dan Konservasi agar koheren dengan UUD 1945 dan UU otonomi daerah/UU otonomi khusus, UU Penataan Ruang dan UUPA, 2. Reformasi birokrasi dan membangun kesinergisan antara dirjen dan eselon kebawahnya serta mensinergisitas pemprov dan kabupaten, 3. Perlunya pembedaan proses pemberian hak kelola ke HKm/HD/HTR, bukan merupakan izin karena lebih bersifat pemberdayaan masyarakat dan upaya pengentasan kemiskinan, 4. Mendorong peran dan aktor utama masyarakat dalam pengembangan KM baik itu di kawasan konservasi, HP, dan APL. Meningkatkan relasi kekuasaan yang seimbang,


30   Prosiding

5. Segera menetapkan aturan operasional HA peraturan yang lebih tinggi terhadap keberadaan dan kejelasan status kawasan masyarakat adat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan deklarasi PBB, 6. Perlunya dukungan kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten yang lebih operasional untuk mendukung dan implementasi kebijakan KM, 7. Perlunya membangun kesepakatan-kesepakatan antar pihak yang diperkuat dengan pemerintah daerah terkhusus bagi model KM bentuk kemitraan, 8. Rencana dan target KM harus diturunkan dalam kebijakan daerah berupa RTRWK. 9. Pemerintah harus mempercepat dan merealisasikan pembentukan KPH dan penataan agar tidak konflik dan tumpang tindih, namun harus dilihat konflik kewenangannya 10. Perlunya pendampingan yang intensif yang dilakukan oleh berbagai pihak kepada masyarakat dalam penataan kelembagaan organisasi masyarakat pengelola KM. 11. Revisi dan penyederhanaan kebijakan KM termasuk: penggunaan dana-dana seperti DAK, BLU dan melimpahkan kewenangan pada pemerintah daerah / UPT Kemenhut. 12. Memberikan informasi yang luas dan memadai kepada masyarakat dan pemerintah daerah tentang skema REDD+, 13. REDD+ harus dilihat sebagai celah dalam mendorong pengakuan KM di Indonesia. 14. Indonesia harus jelas memilih model skema REDD apa yang dipilih baik pendanaan maupun baseline dan perhitungannya. 15. Adanya mekanisme PDKS (Perdagangan Domestik Karbon Sukarela) ataupun mekanisme wajib (pollution tax) yang harus dikembangkan pemerintah dalam mendukung pengurangan emisi. 16. Karbon: bonusupaya KM lebih kepada keberlajutan dan kesejahteraan

3.  Tantangan Pemanfaatan Reforestasi Rawa Gambut Berbasis HTI Berpola SUPK Pembicara: Dr. Ir. Najib Asmani MSc (UNSRI/Staf Khusus Gubernur Sumsel)

•• Hutan alam bukan suatu pajangan, dimana pemanfaatannya harus memperhatikan dampak ekologis, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Penyusutan luas hutan alam tidak berbanding lurus dengan pengentasan kemiskinan masyarakat sekitarnya. •• Rehabilitasi hutan membutuhkan waktu yang lama, dana besar, SDM dan manajemen bersinggungan dengan kebutuhan manusia sekitarnya •• Tantangan pengembangan HKm pada HTI diantaranya pasca moratorium, bagaimana HTI sebagai model tata kelola hutan berkelanjutan/HKm yang tinggi manfaat HHBK  bisa. Tambahan karbon dari kegiatan HTI sebagai intensif


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   31

••

•• •• ••

••

karbon dari kegiatan REDD+, pupuskah keinginan masyarakat sekitar HTI untuk memiliki ? Reorientasi adalah kejelasan arah pembangunan HKm Indonesia (momen moratorium untuk orientasi tata kelola hutan berkelanjutan/HKm yang mensejahterakan masyarakat sekitar hutan) Revitalisasi merupakan kesungguhan merehabilitasi dan melestarikan hutan (momen oslo sebagai pembelajaran kepedulian asing untuk lestarinya hutan RI) Regenerasi adalah keberadaan program HKm yang mampu mensejahterakan generasi penerus masyarakat sekitar. Katagori 1) hak, 2) perizinan dan 3) potensi dan dihubungkan dengan target penyampaian emisi dan stok karbon, 4) mekanisme intensif (bagaimana caranya memberlakukannya, perumusannya seperti apa), 5) informasi penyampaian Memanfaatkan income dan kontribusi untuk menurunkan emisi karbon.

Tanya Jawab/Tanggapan: Tanya

Jawab

Suwito - Pokja Pemberdayaan Masyarakat. Kategori : Hak = masyarakat diakui sebagai penguasa lahan dan pengusaha sebagai pemilik modal, kira-kira arahnya seperti apa antara konsesi dan perusahaan Perizinan = tentang tata cara perijinan HKm dan Hutan Desa, salah satu yang bisa dilakukan dalam pemanfaatan Sambusir (APHI) Sepertinya kita tumbuh optimis bahwa hutan kita akan baik, namun diperlukan kemauan dan kemampuan untuk memperbaiki hutan. Saran : marilah menjadikan contoh kecil untuk diangkat agar niat dan kemampuan masyarakat tetap berjalan untuk hutan adat di guguk

Najib Asmani : suwito= dalam HTI sekitar 15 % dari konsesi, masalahnya apakah yang diakui itu diketahui oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian, diperlukan penyelesaian dan sosialisasi kepada masyarakat akan haknya.

Sujarni Alloy - AMAN Kalbar Pada kawasan hutan adat dari sisi legalitas masih dalam perdebatan panjang, Sumarto - PHKA HP dan HL seharusnya tidak masalah, yang di utamakan adalah kegiatan yang berkaitan dengan populasi satwa, pemuliaan habitat terutama spesiesnya. Untuk ketersediaan air, geotermal, energi panas bumi.

Andri Santosa: Permasalahan soal KM : masih dipandang dengan setengah hati sehingga perlu di dorong dengan politik anggaran sendiri. Dalam kajian ini direkomendasi untuk dibahas dalam pengelolaan hutan. Dan ketika dikaitkan dengaan perluasan KM dengan usulan wilayah kelola untuk alokasi masyarakat dengan kebijakan yang jelas. Intensifkan ijin yang sudah ada dengan mendekatkan pasar ke sosial forest dan revisi permenhut agar prosesnya lebih mudah. Tantangan dari pak Endang akan dijawab FKKM dengan melakukan sinergi dengan stakeholder yang ada, dan menjadi program bersama. Berkenaan dengan REDD dimana skema belumjelas dan tahapan yang panjang, maka KM juga harus melihat pasar-pasar domestik yang bisa terjangkau dan dicapai oleh masyarakat.


32   Prosiding

Tanya

Jawab

Endang Setiawan - MFP Dalam aspek perizinan terdapat 41rb HA yang telah dapat perizinan. Banyak teman daerah bermasalah dalam pemda ada yang bilang BPDAS. Tantangan untuk FKKM : bagaimana mendorong Kemenhut untuk mempertegas komitmen pencapaian perizinan. Sih Yuniati – Pokja FKKM Bagaimana mempersiapkan soal REDD agar dapat diterima yang seharusnya memang dalam konteksnya. Proses internalisasi harus didorong, Akses untuk mendapatkan intensif dari REDD+ dan setuju untuk mengangkat potensi yang berada di Kehutanan Masyarakat. Dari sisi pemerintah sudah membuka diri dan saling mendorong untuk kesejahteraan masyarakat.

Najib Asmani : Kehutanan Masyarakat perlu diperkuat dengan lebih memikirkan bagaimana masyarakat sekitar dapat sejahtera. Antisipasi pengelolaan kehutanan melalui FKKM bersama-sama dengan bupati, ilmuwan untuk memantabkan kinerja REDD.

Catatan Moderator :

1. Manfaat dari REDD+ hanya akan diterima jika hutan tumbuh secara lestari, persyaratan yg diterima sama dengan SFM. Hal-hal khusus apa agar REDD dapat kita terima dengan baik 2. Masyarakat kita selalu bertanya apakah itu bermanfaat untuk kita atau tidak, ini perlu dipastikan 3. Banyak hal-hal yang belum jelas, mari setiap hal yang belum jelas kita ambil perannya.


ROUNDTABLE DISCUSSION

PELUANG & HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ & VCM (PENGALAMAN LAPANG) Bogor, 8 September 2011 (pk 11.15-13.00) Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Tema

Narasumber

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Non Kayu Bagi Masyarakat Guguk

Masyarakat Adat Guguk : Sofyan Rahman

Pengalaman FFI Dalam Fauna Flora International : Ir. Mendorong REDD pada Ahmad Kusworo MSc. Kehutanan Masyarakat Mengembangkan Kemitraan Dalam Konservasi Taman Nasional Meru Betiri

LATIN : Ir. Arif Aliadi MSc.

Mendekatkan PHBML dengan Pasar Karbon

IDEAS Consultancy Services : Ir. Daru Ascarya, MSc.

Moderator: Dr. Ir. Mubariq Ahmad MSc.

1.  Mengembangkan Kemitraan Dalam Konservasi Taman Nasional Meru Betiri Oleh : Ir. Arif Aliadi, MSc. (LATIN)

Pada kesempatan ini saya akan mencoba memaparkan mengenai Program kerjasama antara Taman Nasional Meru Betiri, Litbang Kehutanan Bogor dan LATIN yang didukung oleh ITTO terkait dengan REDD+. Project: Tropical Forest Conservation for Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation and Enhancing Carbon Stocks in Meru Betiri National Park (ITTO Project PD 519/08 Rev.1 (F)), dengan luasan 58. 000 ha. Tujuan diadakannya project ini adalah untuk membangun kerjasama positif dari berbagai pihak terkait, memfasilitasi terbentuknya kemitraan di TNMB, memfasilitasi terbentuknya program kerja kemitraan di TNMB dan memfasilitasi kesepakatan kerjasama antara berbagai pihak. Disekitar TNMB terdapat 11 desa yang menjadi objek penelitian dari desa tersebut 6 desa berbatasan langsung dengan taman nasional. Fokus utama project ini adalah lebih kepada rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mencegah perambahan. Peluang yang ada untuk menunjang pencegahan terhadap perambahan hutan adalah adanya komitmen masyarakat dalam menjaga hutan yang ditunjukan dengan


34   Prosiding

adanya program SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan). Dalam program tersebut terdapat beberapa kesepakatan yang menjadi komitmen masyarakat, yaitu : 1) Pengelola lahan yang terletak berbatasan langsung dengan hutan alam (zona rimba) tidak akan memperluas lahan dengan membuka hutan alam. 2) Apabila ditemukan adanya orang lain yang membuka hutan alam untuk dijadikan ladang baru, maka pengelola lahan terdekatnya yang bertanggung jawab dan akan diberi sanksi. 3) Bentuk-bentuk sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan keanggotaan dari kelompok tani. Akibatnya, bersamaan dengan pencabutan keanggotaan, maka hilang pula kesempatan untuk tetap mengelola lahan yang telah diolah sebelumnya. Rehabilitasi di Taman Nasional Meru Betiri telah dilaksanakan jauh hari sebelum program REDD+ masuk, sehingga untuk rehabilitasi kami langsung membentuk tipe lahan rehabilitasi yang telah dilakukan masyarakat, identifikasi 6 tipe lahan rehabilitasi tersebut menjadi peluang dalam rehabilitasi lahan. Tipe lahan pertama berupa lahan yang ditanami palawija sebagai tanaman utama, tipe lahan kedua lahan ditanami dengan palawija dan bibit pohon, tipe lahan ketiga dan 4 sama seperti lahan kedua hanya saja bibit pohon telah tumbuh besar, tipe lahan ke 5 palawija diganti dengan empon-empon (tipe 5 yang paling banyak menghasilkan bagi masyarakat. Tipe 6 (tipe yang diinginkan Taman Nasional Meru Betiri, palawija sudah hilang) dijadikan sebagai areal konservasi. Hambatan yang ada saat ini adalah belum ada landasan hukum untuk rehabilitasi yang dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan ketidakpastian dalam memanfaatkan hasil rehabilitasi dalam jangka panjang. Moderator: Pengelolaan Kemitraan di Taman Nasional Meru Betiri merupakan contoh konkrit Bagaimana kemitraan masyarakat dengan Taman Nasional yang selama ini berkonotasi negatif bisa diubah menjadi sesuatu yang bersinergi positif.

2.  Mendekatkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari (PHBML) dengan pasar karbon Oleh: Ir. Daru Ascarya, MSc. (IDEAS Consultancy Service)

Konsep PHBML merupakan konsep yang diterapkan oleh LEI, kuncinya adalah masyarakat menjadi Pengambil Keputusan atas Pengelolaan Hutan supaya menjadi lestari. Lestari akan tercapai: perekonomian yang semakin meningkat, kualitas lingkungan yang semakin baik, dan kehidupan sosial yang tetap berkelanjutan. LEI paling banyak melakukan sertifikasi di hutan rakyat. Saat ini Hutan Rakyat dapat dibedakan pada 24 tipe, dari ke-24 tersebut dapat dilihat mana tipe yang layak untuk perdagangan karbon. Kaitan PHBML dengan Perdagangan Karbon adalah: Dampak positif pengelolaan hutan lestari adalah peningkatan daya dukung lahan dalam menyediakan jasa lingkungan, Karbon sebagai salah satu komoditas hasil hutan yang bisa diperdagangkan melalui jalur compliance market maupun voluntary market.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   35

Compliance market, hambatan perjalanannya rumit dan panjang, multilateral agreement, dan melibatkan kepentingan antar Negara. Terbukanya peluang lebih besar dikembangkan mekanisme voluntary carbon market (VCM). Sekitar 17% carbon offset terjual dalam pasar voluntary di tahun 2006 dengan sumber dari Proyek CDM (Hamilton, 2007), Kesempatan baik mengembangkan pasar voluntary melalui ujicoba lapangan untuk menerapkan berbagai standar, prosedur, metodologi, dan teknologi yang kemungkinan bisa diakomodasikan dalam skema & aturan yang berlaku, Sedang dilakukan studi kelayakan perdagangan karbon untuk small scale di Indonesia, Kerjasama AFD, MoF, dan IDEAS sebagai konsultan (tahap Finalisasi). Taksiran potensi kayu hutan rakyat dengan basis citra Landsat tahun 2006‐2008 adalah sekitar 57 – 103, 5 juta m3 atau total taksiran rata‐rata potensi kayu pada areal hutan rakyat (indikatif ) seluas hampir 2,6 juta ha adalah sekitar 74,7 juta m3. Taksiran potensi karbon tegakan kayu hutan rakyat adalah sebesar 26 – 55 juta ton atau total taksiran rata‐rata potensi karbon adalah sekitar 40,7 juta ton pada luasan 2,6 juta ha.

3.  Pengalaman FFI Dalam Mendorong REDD Pada Kehutanan Masyarakat. Oleh: Ir. Ahmad Kusworo, MSc. (FFI)

Saat ini FFI sedang memiliki project pengembangan kehutanan masyarakat di Kalimantan Barat dan sampai saat ini telah berjalan 2 tahun. Lokasi pengembangan terdapat di daerah Kapuas Hulu dan Ketapang. Di Kapuas Hulu saat ini terdapat 18 Desa dengan luas 122.900 ha yang berkomitmen untuk mengurangi deforestasi dan 5 diantaranya telah ditunjuk sebagai Hutan Desa. Sedangkan di Ketapang saat ini terdapat 11 Desa Hutan Desa, tetapi hanya 3 Desa yang setuju untuk mengikuti program REDD. Perjuangan belum sampai ke REDD masih tahap fasilitator kea rah REDD, dan sampai saat ini masih pada tahap verifikasi karena masih terkendala dengan adanya pengurangan areal karena overlap dengan perizinan HTI. Berdasarkan perhitungan secara kasar saat ini pada areal gambut seluas 28.000 ha dapat mereduksi 30 juta ton karbon, akan tetapi perhitungan belum divalidasi. Besarnya potensi reduksi karbon tersebut sehingga desa-desa yang menjadi perwakilan layak untuk masuk skema REDD. REDD ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kehutanan masyarakat dan menolak konversi menjadi non hutan. Hambatan yang dialami saat ini adalah Perijinan yang cenderung sulit dan berteletele, overlapnya kepentingan lahan dengan konsesi HTI. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membuat KM layak menjadi RED yang dapat bersarang di nasional strategi, belum adanya intergrasi antara pihak nasional dengan regional dikarenakan adanya desentralisasi, KM seharusnya menjadi bagian terpenting dalam perubahan iklim. Mahalnya biaya untuk melakukan program REDD, pasar tidak menentu dan pasar cenderung dapat dibirokrasi, keadilan dalam perolehan klaim belum sepenuhnya tercapai.


36   Prosiding

Moderator: Peluang pembagian rejeki karbon trade dalam strategi nasional dapat dibedakan berasalkan hak dan jasa. Isu bagaimana menyangkutkan posisi klaim dalam strategi nasional perlu melihat input yang dimiliki.

4.  Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Non Kayu di Hutan Adat Guguk Oleh: Sofyan Rahman (Masyarakat Hutan Adat Guguk – Jambi)

Gambaran umum terkait dengan Hutan Adat Guguk adalah hutan adat yang terletak 3 km dari Kabupaten Bungo, lintas perbatasan Bangko dan Kerinci. Hutan ini di syahkan sebagai Hutan Adat berdasarkan SK Bupati tahun 2003 dan Peraturan Desa tentang Tata Kelola Hutan. Masyarakat Guguk adalah salah satu contoh masyarakat adat yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan adat peninggalan nenek moyang. Hal ini terbukti dengan masih terjaganya kondisi Hutan Adat Guguk dari dulu hingga sekarang, sebagai contoh konkrit saat ini di Hutan Adat Guguk masih ditemukan pohon jenis gaharu yang berdiameter lebih dari 78 cm. Hutan Adat Guguk memiliki potensi yang cukup tinggi yaitu sumber mata air, buah-buahan, kayu, lebah, gua walat dan tanaman biofarmaka (obat-obatan). Kondisi hutan adat yang masih asri inilah yang menjadikan keunikan bagi beberapa peneliti untuk melakukan kajian terkait REDD. Permasalahan yang dihadapi selama ini oleh masyarakat adalah : (1) Belum ada pengakuan dari pemerintah pusat, yang ada hanya dari pemda; (2) belum adanya rencana kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; (3) masih lemahnya kapasitas desa dan kelompok mengelola hutan adat; (4) Tidak termanfaatkannya potensi-potensi produktif, terutama produksi hutan non kayu; dan (5) Lemahnya dukungan atau support dari pihak yang kompeten. Moderator: Masyarakat Adat Guguk Jambi telah berhasil mempertahankan integritas hutan yang dikelolanya dan sudah ada riset yang menghitung stock karbon, jika diintegrasikan kedalam sistem pasar perlu ada recognisi terhadap hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan. Moderator :

Sebelum melakukan diskusi, akan ditentukan terlebih dahulu topik diskusinya. Kategori pertama terkait dengan hak: forest land tenuer reform; kedua : perizinan; ketiga terkait potensi: potensi dan peluang masyarakat untuk menyumbang reduksi karbon sangat besar, bagaimana peluang tersebut bisa kita gunakan dengan potensi yang ada dengan strategi nasional; keempat mekanisme insentif: perlu memikirkan mekanisme pembagian keuntungan karbon; dan kelima Bagaimana penggunaan informasi dan skil yang telah dilakukan dilapangan kepada para masyarakat luas untuk menjadi motor penyebaran informasi (based practice).


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   37

Tanya Jawab/Tanggapan: Tanya

Jawab

Sesi I Pak Suwito - WGP (kategori 1 dan 2) Pak Agus: Saat ini banyak dijumpai keberadaan wilayah kelola masyarakat lokal dalam areal konsensi. Sebagai salah satu contoh kasus Sungai Utik, misalnya disana terdapat beberapa kampung yang merasa bahwa hutan adalah haknya. Dalam konteks pemanfaatan jasling bagaimana pengaturan hak pada areal yang terjadi tumpang tindih kekuasaan lahan ? Bagaimana perkembangan di Kemenhut tentang Konferensi Internasiona di Lombok, arahannya seperti apa? Apakah ada keuntungannya? Perizinan: tata cara perizinan di Permenhut 37 salah satu kegiatan yang bisa dimanfaatkan adalah jasling, artinya masyarakat setelah dapat IUPHHK dapat membangun rencana kerja pemanfaatan jasling sehingga seharusnya pemanfaatan jasling tak perlu izin lagi, tapi mengapa di P 36 diatur kembali, dimana untuk memanfaatkan jasling perlu izin, yang prosesnya itu sangat sulit dan ini pemborosan proses dan biaya, usul tidak perlu dilakukan perizinan ulang jasling karena sudah termasuk kedalam izin HKm. Hal ini pula yang dikomplain oleh Kementrian Keuangan.

Pak Agus. Pak Suwito : terkait pengaturan areal tumpang tindih, HR kan diluar kawasan, permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme review tata ruang yang dapat dilakukan di semua tingkat. Terkait konferensi Lombok kebetulan tidak mengikuti jadi tak bisa jawab. Respon keuangan: kami sedang merevisi P36 dan mudah-mudahna bisa segera diselesaikan. Setuju dengan pak Mubariq, harus ada konsolidasi perizinan dengan adanya mekanisme baru, kami perlu masukan terkait pemahaman bagaimana mengatur mekanisme REDD plus karena hal ini merupakan satu hal yang baru. AMAN : Hutan Adat belum masuk ke regulasi yang ada sehingga legalitasnya masih dipertanyakan, berpendapat bahwa esensi dari FV (?) diharapkan dapat masuk dalam semua regulasi termasuk hutan adat. Mudah-mudahan dengan proses tersebut legalitas dipercepat. Adanya Sinergitas semua departemen, saya setuju karena ada dalam posisi paradok satu sisi mereduksi tapi di sisi lain ada factor ekonomi yang berhubungan dengan eksploitasi untuk kebutuhan hidup, hal ini harus segera dipecahkan, agar tujuan dapat tercapai.


38   Prosiding

Tanya

Jawab

Pak Sambosir (PT SBA - APHI) Mendengarkan persentasi bapak-bapak didepan sepertinya penuh optimistis hutan akan lebih baik, 2 hal yang ingin saya kemukakan dari hasil presentasi tersebut adalah adanya faktor kemauan dan kemampuan. Contoh 1 : jika dilihat di Hutan Adat Guguk, mereka memiliki kemauan tinggi untuk menjaga hutan dan memperbaikinya tapi sayang kemampuannya rendah, 2 hal ini yang harus disinergikan. Contoh ke 2 pak Najib perusahaan punya kemampuan dan kemauan dan berhasil, dari hal ini takut terjadi kekhawatiran dengan Hutan Adat Guguk jika kemauannya tidak disupport dan tidak di dampingi maka bisa terabaikan dan tidak peduli karena tidak memiliki kemampuan dalam hal pengurusan perizinan. Kesulitan komunikasi antara daerah dan pusat, apakah ada untuk memperkuat sinergi ini, contoh kecil ini harus diangkat agar kemauan dari masyarakat jangan tenggelam. Saran: sangat menghargai Masyarakat Adat Guguk dengan merawat luasan hutan yang kecil tapi sangat bernilai, meskipun belum ada izin, tapi tanda-tanda atau plang-plang harus dipasang agar semua orang luar, bisa tahu dan paham bahwa ini hak masyarakat guguk yang harus dipertimbangkan.

Pak Najib: Pak Alloy : Ini karena persepsi kami (tim peneliti), ketika kami meminta izin untuk melakukan research di perusahaan tersebut kami langsung mendapatkan izin bebas dalam akses penelitian, dari sini saya melihat ada itikad baik dari pihak perusahaan dan ini harus diekspose karena menyangkut orang banyak. Saya tidak akan ragu-ragu dalam menyampaikan kebaikan tanpa ada unsur keberpihakan. Sesuatu yang baik harus di ekspose. Stok karbon: HA ada masa jenuhnya pada masa tertentu pohon diatas 20 tahun tidak akan menyerap karbon lagi. Kami mengundang untuk datang ke Palembang untuk diskusi dalam pengembangan SFM. Perlu klarifikasi konteks terkait dengan lokasi penelitian itu dapat dilakukan melalui diskusi kecil, agar tidak mis-understanding. Pak Daru Tentang kemauan dan kemampuan adalah kunci dalam pengembangan hutan rakyat saya setuju. Jika kita lihat isu ini terkait dengan sertifikasi, sertifikasi menjadi hal yang penting jika masyarakat harus siap dari segi kelembagaan produksi, Sosial, dam ekonomi. Kesiapan masyarakat tidak begitu saja menjadikan jaminan, perlu ada unsur lain. Sebagai pendamping yang perlu disuport oleh lembaga donor agar masyarakat lebih siap dalam melakukan sertifikasi.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   39

Tanya

Jawab

Sujarni Alloy (AMAN Kalbar) Pertanyaan soal pada kawasan hutan adat dari sisi legalitas yang masih mengalami perdebatan panjang, Hutan Adat Guguk memiliki potensi cukup besar ini hanya satu tapi sangat penting, masih banyak hutan adat lain. Bagaimana melakukan progress tanpa melihat legalitas, atau bagaimana mengatasi legalitas ini tersendiri. Hal lain adalah terkait sinergitas antar departemen harus ada progress kedepan untuk penurunan reduksi karbon agar terjadi kesepahaman pemikiran agar tidak terjadi eksploitasi. Untuk Pak Najib: terkait dengan hasil penelitian mengapa menyebutkan satu nama perusahaan apakah anda sebagai humas perusahaan?

Kusworo: Yuni dan Alloy : terkait kompetisi antar sector, desentralisasi memberikan sumbangan besar dalam kompetisi tersebut, dan bupati memiliki andil besar dalam. Ada Gap yang besar antara tingkat nasional, sub nas dan tingkat lapak. Pemda agar lebih aktif dalam melakukan mitigasi REDD di tingkat lokal.

Sumarto (PHKA): Memberikan informasi Terkait HP dan HL: seharusnya sudah tidak ada masalah, dan untuk hutan konservasi akan terumuskan di PP 28 tahun 2011, semuanya boleh dimanfaatkan dengan permainan zona dan fungsi kawasan. Pertama, terkait dengan Meru Betiri segera diselesaikan masalahnya, karena semua yang ada di taman nasional fungsi sudah jelas, boleh melakukan apa saja tetapi fungsinya tetap konservasi, tolong perhatikan tujuan konservasinya. Harapan : kegiatan di Meru Betiri dapat memperhatikan konservasi. Terkait penggunaan jasling lainnya saat ini sedang dilakukan pengojlokan permenhutnya contoh wisata alam areal publik untuk masyarakat dan areal usaha, jangka waktu 55 tahun, 30 hari izin keluar, 1 tahun waktu perizinan terkait dengan pemanfaatan jasling.

Daru: Ada istilah Forest for People dan Forest for The People hanya untuk beberapa kepentingan. Saat ini adalah forest for people sesungguhnya. Forum ini harus bisa memberikan saran terkait insentif dan peluang yang lebih besr dalam pengelolaan hutan. Agus: Sudah ada upaya tingkat lokal untk membangun forum atau pokja terkait dengan REDD. Proses internalisasi harus terus didorong, potensi-potensi yang ada di KM perlu diangkat karena merupakan potensi besar Indonesia yang harus diperjualbelikan dalam mekanisme karbon yang ada saat. Saling mendorong dan manfaat yang sebesar besarnya untuk masyarakat.


40   Prosiding

Tanya

Jawab

Pemberdayaan masyarakat : perintah dari menteri, sebesar-besarnya diseluruh kawasan dan masyarakat merupakan faktor dominan dalam pembangunan, sudah ada proses pembinaan UPT untuk kegiatankegiatan pemberdayaan masyarakat. Tujuan : batas kawasan pasti, efektivitas pemberdayaan masyarakat dan konservasi, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. UPT sudah menguji coba HHBK boleh diambil dengan pembinaan, penakaran untuk usaha ekonomi berbasis konservasi, gogreen.

Andri: Permasalahan capaian KM : latarbelakang KM masih dijalankan dengan setengah hati sehingga perlu di dorong dengan politik anggaran tersendiri dengan sesuatu yang lebih simple. Hasil kajian kami memberi rekomendasi untuk membedakan proses hak kelola agar dapat memberikan isentif bagi masyarakat. Terkait Konferensi Lombok, FKKM akan mendorong perluasan KM, mendorong sinergitas akan didiskusikan dengan Kemenhut tanggal 28 ini. Mempercepat dan meperluas kelola rakyat dan ini akan jadi program FKKM. REDD skema belum jelas sehingga kami mendorong KM untuk melihat potensi lain di sekitarnya, contohnya jasling.

Sesi 2 Pak Endang (MFP) Mencoba membaca statistic yang diberikan oleh BPDAS terkait dengan aspek perizinan 170 ribu ha untuk skema HKM telah diizinkan, realita 41 ha yang baru dikeluarkan. Permasalahannya ada di pemda atau BPDAS kurang agresif, saya melihat ditingkat internal dephut pun ada masalah, komitmen untuk menjalankan peraturan ini pun sangat rendah, tantangan untuk FKKM bagamana mendorong Kemenhut untuk mempertegas komitmen pencanangan perizinan HKM. Sih Yuniati (Pokja FKKM) Jika melihat KM dan REDD+, sebenarnya persoalannya tidak hanya masyarakat, tapi pemerintah daerah : bagaimana mempersiapkan pemerintah daerah dalam konsep REDD agar pemerintah daerah dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Idenya : strategi pendampingan pemda dalam REDD.

Najib: KM perlu diperkuat dengan memperhatikan kesejahteraan, REDD dijadikan, perlu dilibatkan perusahaan dan perkebunan untuk memfasilitasi kehutanan masyarakat terkait pendanaan dengan pendekatan yang aktif. FKKM untuk menjadi fasilitator rakor gubernur bersama semua pihak untuk memantapkan komitemen masyarakat terkait REDD. Aliadi: Meru Betiri relevan untuk rehabilitasi, kami akan mengusulkannya untuk zona tradisinal dan zona 1 menjadi rehabilitasi dalam jangka waktu tertentu. PP 28 perlu didiskusikan kembali dalam rehabilitasi harus dilakukan oleh badan usaha, apakah harus oleh badan usaha, bagaimana dengan masyarakat? Apakah harus berbadan usaha juga? .


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   41

Tanya

Jawab

Rahma Mary (HuMa) Tenurial reform: diluar Jawa berkaitan dengan lahan rakyat kedalam konsensi, kalau di Jawa rakyat ke Perhutani. Terkait ini belum ada informasi terkait REDD di pulau Jawa, bagaimana sosialisasinya? Pak Agus: bagaimana implementasi project REDD di Jawa terkait dengan konsesi lahan dengan Perhutani?

Masy Guguk: Masyarakat tidak mengerti dengan persoalan di atas. Prinsip masyarakat : kerja hari ini harus dapat uang. Apapun bentuk aturan mainnya jangan melupakan Hutan Adat. Bantuan pemerintah tidak seimbang dengan apa yang masyarakat lakukan dan mohon hargai ini. Tolong beri bantuan dana pengelolaan.

Yunus (FKKM NTT) Kabar baik tentang PP 28/2011, sangat terimakasih: aspek pemberdayaan cukup baik, hanya di selalu kawasan konservasi ada permasalah di pemantapan kawasan hutan, tata batas belum jelas, zonasi juga belum mantap. Harapan : Dephut bisa mempercepat, agar kepastian pemanfaatan kawasan konservasi dapat terealisasi. Berharap FKKM mendampingi perumusan kebijakan pelaksanaan PP 28.

Moderator: Konferensi lombok ada rekomendasi agar Indonesia secara serius melakukan reformasi tenurial, tanggapan positif dari Kemenhut dengan adanya beberapa pertemuan yang konsentrasi terhadap konsep itu. Memikirkan secara praktis apa yang perlu dilakukan bersama-sama untuk forest tenur reform. Yando: Kesepakatan pembuatan roadmap tenurial dalam konteks kehutanan, draft sudah ada, rencana 28-29 september akan ada lokakarya antara civil society denga stakeholder yang lain utnuk mengangkat isu-isu tata ruang. Ada 5 fokus yang akan dilaksanakan dalam roadmap. Mengkaji menata ulang 3 wilayah yang bersinggungan tata ruang, tata guna, dan tata kuasa. terbagi kedalam penggunaan lahan, kehutanan untuk kehutanan tapi kekuasaannya ada di BPN. (1) Bagaimana mempercepat proses konflik di kawasan hutan, (2) Skema-skema kehutanan masyarakat betul memberikan nilai ekonomi yang tinggi dan nilai ekologi tinggi (3). Perluasan wilayah pengelolaan (paling tidak ada 19 ribu desa yang berkonflik di kawasan hutan dan ini merupakan start awal bagaimana pihak yang berkepentingan bisa duduk bersama). 3 catatan Penting :

1. Mengingatkan, Manfaat dari REDD+ hanya akan kita terima jika hutannya lestari artinya persyaratan untuk REDD sama dengan SFM. Hal khusus yang harus diperjuangkan adalah bagaimana menyetarakan REDD dengan SFM 2. Masyarakat, Apa manfaat yang dapat diambil dengan melakukan pengelolaan hutanadat, perlu kebijakan terkait insentif msyarakat. 3. Banyak hal yang belum jelas, mari mengambil peran untuk memperjelas agar mimpi kita bisa diwujudkan di masa depan.


REVIEW PEMAPARAN DAN DISKUSI HARI KEDUA Bogor, 8 SEPTEMBER 2011 (pk. 13.00-13.30)

Reviewer : Dr. Ir. Moira Moeliono MSc. & Dr. Ir. Golar MSc. Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Fasilitator : R. Yando Zakaria Sesi 7 Malam :

•• FKKM masih dibutuhkan •• Masih ada pihak yang semangat •• Tapi : a. Context telah berubah:politik (decentralisasi) ekonomi (pasar), sosial-budaya (litteracy, technology, nilai, ambisi) b. Pendampinganpemberdayaan berdaya lalu??? (escape?) Pertanyaan Muayat:

•• Apa fungsi FKKM ke depan? Membantu pemerintah membangun mekanisme operasional; memfasilitasi shared learning; •• Bagaimana bentuk terbaik memenuhi fungsi tsb? Jaringan tanpa bentuk? Fungsi not structure? Sesi Seminar IV : KM & Perubahan Iklim (REDD)

•• REDD+ : Mekanisme internasional untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. •• Bagian dari upaya pengurangan emisi GRK dari sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change, and Forestry) yang mencakup keseluruhan akitifitas ekonomi yang memanfaatkan lahan. •• Harus dikaitkan dengan Tata Ruang •• “Dukungan masyarakat adat dan atau lokal, terutama yang bermukim di dalam dan sekitar hutan : melalui skema-skema HR, HD, HA dan bentuk bentuk pemanfaatan berbasis masyarakat “sangat dibutuhkan” •• REDD+ untuk SFM untuk mitigasi perubahan iklim •• KM untuk SFM untuk kesejahteraan masyarakat •• KM berpotensi untuk REDD+ tetapi harus sepenuh hati… •• Tapi ada kontradiksi: a. Kebutuhan perut vs kesediaan masyarakat melestarikan/menjaga hutan  berapa nilai C /HHBK yang dibutuhkan untuk tidak hanya sekedar isi perut tetapi meningkatkan kesejahteraan? Siapa yang mau/harus bayar? b. HTI jawabannya?


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   43

••

•• •• •• ••

c. Paradox yang sama di tingkat nasional: reduksi emisi dan pertumbuhan ekonomi Di lain pihak, ada masyarakat (e.g Guguk) yang mengelola hutan/menjaga hutan terlepas dari insentif dari luar …. dan merasa tidak terdefinisinya manfaat sbg masalah REDD+,SFM tidak bisa jalan tanpa dukungan masyarakat  KM sebagai usaha memperoleh dukungan tersebut di seluruh kawasan Green belt untuk kegiatan kemasyarakatan; batas lebih pasti; semua HH diperbolehkan dgn syarat tercatat Tapi KM masih susah dan mahal, REDD+ lebih susah dan mahal (hitung carbon, MRV) HTI — peran perusahaan? Bapak angkat: mampu menekan aktivitas pencari kayu, mendorong pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkunganKemiskinan menurun

TANTANGAN

•• Semangat penyelengaraan kehutanan; cara pandang perhutanan sosial masih berorientasi project; jejaring belum solid; sikap pejabat publik masih beragam; tata kelola belum mantap •• Tidak terkait Tata Ruang, bagaimana memonitor pelaksanaan Tata Ruang •• Melihat keterkaitan berbagai kebijakan: SVLK, tenure, aturan yang lebih tinggi, •• Memperjelas wewenang dan mengatasi tarik-menarik kewenangan pusat-daerah, akses masyarakat rendah •• Dari pemberian ijin kepada pengakuan hak kelola •• Aturan main belum clear, siapa berperan apa tidak jelas •• Kesiapan KM: luasan kecil dan tersebar; penyiapan dokumen MRV sertifikasi dll —. High cost; kelembagaan dan SDM, teknologi rendah KEMITRAAN

•• Contoh-contoh yg berhasil— best practices/success stories •• Pertanyaan: a. Siapa punya hak menentukan arah ? b. Perlukah kesetaraan ? c. Pendampingan-kontribusi-bapak angkat-kemitraan •• FPIC instrumen yang dapat mengakomodasi kebutuhan MA (dan Masyarakat lokal) perlu diintegrasi dalam peraturan. tapi ….apa artinya ‘informed’ dan C bukan consultation •• Kesabaran dan respect Sesi Roundatable Discussion : KM, REDD+ & VCM

•• Masyarakat mengelola hutan kalau mau – tdk selalu mampu, pendampingan bisa membantu •• KM sangat sesuai untuk REDD+, tetapi bagaimana bersarang dalam program subnational, national, global


44   Prosiding

•• Pembiaran dan keterlanjutan di TN– bisa juga positif •• Usaha perijinan panjang dan berliku-liku tetapi proses negosiasi dengan masyarakat juga panjang dan berliku-liku …. Sudah ada langkah-langkah memperbaikinya •• KM (HR) potential untuk ikut dalam VCM •• Decentralisasi KESIMPULAN

•• Go green…. How green is green? (consider the context) •• Peluang keikut sertaan masyarakat dalam REDD+ besar sekali- bagaimana memanfaatkan best practices? •• Syarat KM & REDD+: a. Tenure: forest tenure reform b. Perijinan: akses …. reformasi proses sudah dimulai: perlu disederhanakan dan dibuat lebih aksesible c. pengetahuan/kemampuan (informed) di masyarakat tetapi juga pemda: peran utk FKKM? Penelitian? d. finance: investasi, mekanisme insentif; akses pasar/pemasaran •• Koordinasi & synergy antar sector tetapi juga department dalam sektor; pusatdaerah •• FPIC harus masuk dalam regulasi—- legalitas hutan adat •• Informed  internalization TAMBAHAN

•• Hutan alam bukan pajangan harus dimanfaatkan! •• Tetapi a. Manfaat langsung/tidak langsung b. Tidak semua bisa dihitung dengan uang… budaya, identitas .. c. Cara dimanfaatkan? d. Siapa yang memperoleh manfaat? e. Siapa yang bayar •• Forests for People …. Catatan dari Peserta :

Tanggapan Sumarto - PHKA •• Turunkan pedagang dan pengusaha maju ke pedesaan, perjuangkan. Sehingga terwujud green industry. •• Usaha yang harus dilakukan jangan hanya subsisten. •• Masyarakat dan LSM harus saling membangun keteladanan. •• Mengenai lahan usaha, lahan harus tetap merupakan lahan masyarakat. Masyarakat jangan hanya menjadi buruh. Untuk menghindari konflik dan perambahan hutan.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   45

•• Pemerintah harus membangun infrastruktur dan sebagainya. Wisma Wardana – Cakrawala Jambi •• Apakah masyarakat desa mengetahui potensi hutan mereka? •• Kalau tidak ada kontribusi langsung (REDD) beberapa tahun kedepan, maka akan semakin sulit untuk melakukan implikasinya. Bu Moira: •• Kita semua bertanggung jawab untuk perusakan hutan yang ada

PENUTUPAN SEMINAR NASIONAL Oleh : Andri Santosa (Ketua Panitia Pernas KM 2011)

•• Dengan berakhirnya pembacaan dan diskusi reviewer siang ini maka berakhir pula sesi seminar nasional kehutanan masyarakat •• Berikutnya kita akan memasuki Pertemuan Nasional FKKM 2011 •• Terimakasih kepada para pihak pendukung Seminar Nasional ini : narasumber, fasilitator, moderator, notulen, panitia, dan para peserta seminar, serta sponsor : MFP Kehati DFID, Ford Foudantion, Sinarmas Forestry, RAPP, Fauna Flora International, dan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia



PERTEMUAN NASIONAL FORUM KOMUNIKASI KEHUTANAN MASYARAKAT 2011



HALAL BIL HALAL & REFLEKSI FKKM Bogor, 6 SEPTEMBER 2011 (pk. 20.00-23.00) Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Fasilitator : Arif Aliadi & Sih Yuniati

Pembukaan & Pengantar : Andri Santosa (Setnas FKKM) •• Atas nama Panitia dan Setnas FKKM, kami mengucapkan selamat datang ke Cisarua – Bogor kepada para peserta Pertemuan Nasional FKKM 2011 •• Panitia menyampaikan permohonan maaf apabila ada hal-hal yang dirasakan kurang sesuai dan pas dalam mempersiapkan acara ini •• Acara selanjutnya akan difasilitasi oleh Arif Aliadi dan Sih Yuniati

1.  Halal Bil Halal Fasilitator : Sih Yuniati

•• Dalam halal bil halal peserta dibagi dalam beberapa kelompok secara acak (sesuai hitungan dari angka 1-5) •• Peserta diminta untuk berdiskusi dan menyajikan kebiasaan-kebiasaan halal bil halal di daerah masing-masing. Dari sajian tersebut akan dipilih satu kelompok yang memiliki tradisi unik untuk mempersentasikan kebiasaanya (Habitual action) dalam halal bil halal. •• Hasil diskusi kelompok dalam pemilihan adat/kebiasaan (Habitual action) dalam halal bil halal: Kelompok 1 : Betawi (Jakarta) Kelompok 2 : Jawa Tengah Kelompok 3 : Kalimantan Selatan Kelompok 4 : Sumatera Barat Kelompok 5 : Sulawesi Selatan •• Performance 1 : Kelompok 1 adat istiadat halal bil halal ala Betawi di Ciputat (kampung kuburan). Tradisi uniknya adalah setiap halal bil halal tidak perlu keliling ke setiap rumah, tapi cukup kumpul di kuburan, karena kampung kuburan memiliki keunikan dimana hampir seluruh wilayahnya adalah pemakaman umum, ketika lebaran tiba banyak orang yang nyekar ke pemakaman. •• Performance 2 : Kelompok 2 adat istiadat halal bil halal dari slawi. Slawi adalah kota kecil bagian dari tegal, adat istiadat lebaran di Slawi pada umumnya pulang kampung dan momen terpenting adalah silaturahmi, acara silaturahmi kerap kali diwarnai dengan ritual jawa berupa sungkeman. •• Performance 3 : Kelompok 3 adat istiadat halal bil halal ala Kalimantan Selatan. Makanan yang ada di Kalimantan Selatan ketika lebaran pada umumnya lontong sayur, opor, khas adalah ketupan kandangan. •• Performance 4 : Kelompok 4, yang khas dari Palembang adalah rendang telur.


50   Prosiding

2.  Refleksi FKKM – Kaji Cepat Isu Startegis dan Kelembagaan FKKM Oleh : R. Yando Zakaria (Koordinator SATGAS Kelembagaan) Fasilitator: Arif Aliadi

First Presentation: SATGAS Kelembagaan FKKM (Kajian Cepat Pemetaan Isu strategis dan Usulan Alternatif Sistem Kelembagaan FKKM) •• Satgas berawal dari Pertemuan Pra Munas yang memanfaatkan moment konfrensi internasional di Lombok pada tanggal 14 Juli 2011. Satgas dibentuk untuk menyusun materi yang akan dibahas dalam pertemuan nasional. Anggota terdiri dari 6 orang : M. Djauhari, Andiko, Hery Santoso, Mubariq Ahmad, R. Yando Zakaria, dan Andri Santosa. •• Hasilnya diharapkan menjadi catatan sebagai pegangan awal dalam pelaksanaan Pernas FKKM esok. •• Hasil amatan Satgas diperoleh matrik SWOT dalam permasalahan kehutanan: berupa isu strategis yang terbagi dalam kekuatan (Konsep KM lebih mantap sebagai alternatif pengelolaan hutan, tersedianya forum komunikasi dan jaringan kerja), kelemahan (FKKM tidak berbadan hukum, struktur kerja yang belum lancar antara pusat dan daerah, komitmen partisipan yang relatif rendah. Peluang (Partisipasi publik yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan publik, program perluasan KM oleh pemerintah, isu-isu climate change dan KM merupakan alternatif dalam isu ini), Ancaman (krisis 3 F : Feed, Food, Fuel), climate change, masalah SVLK dll) •• Dari pemetaan dasar masalah tersebut dapat dirumuskan tiga ranah pembaruan dalam FKKM: 1) pertama terkait dengan program yaitu pembaharuan kebijakan, Intensifikasi KM dan Ekstensifikasi KM. 2) Tata kelembagaan untuk menjawab status, kepengurusan secara hukum, 3) sistem daya dukung gerakan untuk mencari mekanisme pembiayaan organisasi. •• 3 ranah tersebut merupakan bahan pertimbangan dalam pernas. •• Terkait dengan 3 ranah tersebut akan dipetakan tentang situasi KM 10 tahun lalu setelah dan sebelum reformasi serta 10 tahun kedepan dilihat dari segi kepemilikan, pengakuan, perizinan, kemitraan. •• Dalam pembaharuan terdapat 3 hal perhatian utama: (1) Pembaharuan kebijakan: intinya menciptakan atau mendorong kebijakan KM dapat berjalan dengan cepat, (2) Intensifikasi KM yang ada: bagaimana meningkatkan praktek KM agar menghasilkan kelestarian hasil, dan (3) Ekstensifikasi KM : memperluas lahan kelola rakyat. •• Identifikasi pembaharuan kebijakan: Tata Penguasaan (Hutan Adat, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa), Tata pengurusan masing-masing model, Tata kelembagaan •• Isu Strategis Perluasan KM dalam program: FKKM dapat membuat target untuk pengembangan hutan rakyat, infrastruktur perluasan hutan rakyat (pendanaan dll), peran para pihak. Isu strategis pengembangan KM : KM menjadi kegiatan produksi yang produktif secara ekonomis, menjadi sebuah bisnis yang dapat bersaing dengan usaha yang lain, perlu memikirkan keahlian untuk pengembangan bisnis. •• Isu investasi tidak dapat mengandalkan projek bantuan •• Isu produktivitas dalam peningkatan hasil •• Isu kelembagaan 2 isu utama: Masalah badan hukum dan masalah struktur kerja. •• Struktur Kerja dan Peran Strategis: Pembaharuan Kebijakan KM Nasional dan Daerah berbeda dalam hal Kajian Legal dan Internal. Daerah lebih fokus dalam aksi lapangan dan nasional pada kebijakan


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   51

•• Badan hukum diperlukan FKKM untuk menjalankan kelancaran hubungan kerja dengan pihak lain, pembentukan yayasan dianggap lebih strategis karena internal governance lebih sederhana. •• Yayasan dibentuk oleh FKKM sebagai organinsasi yang dibutuhkan dalam operasionalisasi FKKM. Dimana hanya sebagai grand making dan grand management FKKM. Urusan program diserahkan kepada struktur kerja organisasi. •• Struktur kerja adalah alat untuk mencapai tujuan2 organisasi. •• Terdapat 3 kemungkinan hubungan antara organisasi di tingkat nasional dan daerah -- Bagian langsung dari struktur formal organisasi, tetapi tetap bersifat otonom -- Mekanisme kemitraan -- Mekanisme deployment •• System daya dukung gerakan -- APBN -- Donor -- Dana social/dana kemitraan -- Dana komersial -- KM trush fund Sesi klarifikasi keberadaan SATGAS:

1. Yang terpenting dalam organisasi adalah masalah legalitas, mohon dipertegas periode legalitasnya sampai kapan, mohon legalitasnya jangan hanya sampai sebatas yayasan, 2. Pembaruan kebijakan bukannya itu porsinya pemerintah??? Dan kebijakan itu berbeda tergantung daerahnya, FKKM akan sangat sulit jika melakukan pembaharuan kebijakan? 3. Peran FKKM it seharusnya seperti apa?? Struktur kewenangan untuk fokus diskusi selama 3 hari kedepan 4. Soal akses masyarakat apakah menghasilkan analisis untuk menjawab kendala2 akses masyarakat dalam kehutanan. 5. Jangan terlalu bermimpi terlalu jauh, kalau bisa organisasi yang sederhana tapi dapat mencakup semua hal, dan dapat mengena kesemua aspek 6. Kaitan antara intervensi strategis KM dengan peran strategis FKKM. Bagaimana pemetaan peran yang terdapat di masyarakat, karena intervensi strategis dapat dijalankan oleh semua lembaga yang ada dalam mayarakat. Peran yang masih kosong adalah mengembangkan dan mengelola pengetahuan dari pada penggiat KM dari berbagai masyarakat agar diperoleh kesadaran bahwa hutan rakyat harus disertakan dalam tata ruang, FKKM harus mampu mensuplai pengetahuan tentang pentingnya KM dalam tata ruang. 7. Peran dan Fungsi yang dijalan kan oleh FKKm saat ini apakah sudah tepat atau tidak (terorganisir belum) ? ketika bicara kelembagaan, jangan sampai FKKM bersaing dengan lembaga pendukungnya, sehingga perlu didiskusikan kembali terkait dengan sinergitas antara FKKM dengan lembaga pendukung. 8. Ada gagasan lain yang dapat menjadi pembanding, FKKM harus bercermin pada pembentukan masa lalu, ada perdebatan yang cukup serius yang dapat merubah struktur FKKM sehingga FFKKM tidak hanya beromantisme dengang masa lalu, agar tidak terjadi konflik antara berbagai pihak yang berada disekeliling FKKM. Keberadaan FKKM belum dapat menjawab permasalahan yang ada.


52   Prosiding

Tanggapan

1. Masalah FKKM: memang terdapat masalah-masalah dalam pengambilan keputusan, delegasi,dll. Disini kami membatasi masalah berdasarkan sisi kebutuhan, dan persoalan-persoalan lainnya seperti unit-unit kerja yang ada di FKKM. 2. Yang dimaksud pembaharuan kebijakan dalam hal ini adalah memang urusan pmerintah, namun FKKM perlu mendorong kebijakan tersebut baik itu dengan mengisi kekosongan dan membuat kebijakan menjadi berjalan. 3. Isu strategis dan kelembagaan menurut hasil diskusi 14 Juli di Lombok merupakan landasan yang paling tepat untuk Pernas 2011 untuk perolehan program dan peran FKKM kedepan. Pernas diharapkan dapat mumutuskan dan memberikan masukan terhadap program FKKM, Isu kelembagaan telah dibahas Pernas 2008 untuk menghilangkan gap antara nasional dan daerah harapan 2011 diharapkan akan lebih maju, karena tantangan kedepan akan lebih maju lagi.

Semua masih menganggap bahwa FKKM masih dibutuhkan salah satu perannya adalah dalam FKKM terdapat multistakeholder sehingga masih ada peran strategis yang dapat dimainkan FKKm sebagai forum yang dapat mempertemukan berbagai stakeholder. Dan inilah yang membedakan FKKM dengan yang lainnya. Fokus FKKM adalah bagaimana menperkenalkan paradigma KM dalam pengelolaan hutan, bagaimana mengintensifikasikan KM, betul/ tidak KM memiliki makna ekonomis, sosiologis, tantangannya adalah intensifikasi yang telah ada,belum lancar. Ada kebijakan yang menyebabkan intensifikasi dan ektensifikasi yang menghambat menyebabkan KM berjalan tidak lancar. Harapannya, walaupun tidak dilakukan secara sistematis mudah-mudahan tim sudah dapat memetakan permasalahan kehutanan yang ada saat ini dan akan datang.


REFLEKSI FKKM WILAYAH/REGIONAL Bogor, 7 SEPTEMBER 2011 (pk. 20.30-22.00) Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Fasilitator : Arif Aliadi & Sih Yuniati

Sulawesi Sulsel – M. Alif KS

•• FKKM Sulsel banyak mendorong masyarakat untuk belajar bersama, mencoba untuk membangun Hutan Desa. Output : 6 desa disekitarnya belajar sendiri dengan didampingi LSM lokal. Susahnya KM dibangun di areal konservasi. FKKM mencoba membentuk faskab (fasilitator kabupaten) di beberapa kabupaten dengan bantuan pendampingan LSM lokal. Di FKKM banyak belajar tentang HTR dan SVLK di Konawe Selatan. Sekolah lapang oleh FKKM juga diperlukan untuk mendampingi masyarakat, mulai dari hulu sampai hilirnya. Level yang paling banyak implementasinya adalah pihak kabupaten, lebih baik FKKM bekerjasama dengan pihak-pihak yang bisa bergerak di bidang ini. Banyak mitos tentang FKKM di level desa yang perlu diverifikasi. Sulteng – M. Natsir & Golar

•• Sponsor-sponsor FKKM terdahulu sudah mulai hilang, seperti menjadi dirjen dll. 3 tahun terakhir tidak ada kegiatan di Sulteng. FKKM Sulteng memiliki amanah, dan harus terus memegang amanah tersebut. Kedepannya diharapkan lebih baik lagi. •• Kendalanya adalah perijinan belum turun terkait dengan hak-hak kelola oleh masyarakat (tambahan dari Golar)

Nusa Tenggara : NTT & NTB NTB - Rahmat Sabani

•• FKKM NTB kekuatannya ada pada pemerintah, akademisi, dan NGO. Organisasi nampaknya perlu dibenahi. Tantangannya cukup berat, bersaing dengan pengelolaan hasil hutan bukan kayu dan HTI. HHBK seperti emas yang mempersulit untuk bersaing. Usaha pertambangan diperkuat oleh pembuatan ijin penambangan yang selalu ingin direvisi (KP). Tantangan FKKM NTB adalah terdapat sedikit kebingungan, untuk kedepan tidak cukup bagus. Karena terdapat persoalan administrasi yang sulit diminta pertanggung jawaban kepada FKKM oleh pemerintah. Tantangan di kabupaten adalah aturan baru mengenai kehutanan yang kurang diketahui, bahkan di dinas. Ada beberapa kabupaten yang cukup maju pada menghitung kontribusi masyarakat menjaga hutan. Memantapkan posisi KM adalah bagaimana memposisikan masyarakat.


54   Prosiding

Diskusi FKKM tentang aset kayu di hutan yang dikelola masyarakat sudah kuat argumentasinya. Hasil hutan bukan kayu yang diekspor belum memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan pendapatan, tidak ada cukup bukti juga. Membutuhkan satu mekanisme penyediaan data terhadap produk-produk masyarakat. Masyarakat bekerja sama dengan perusahaan pengelolaan air, tentang kesanggupan masyarakat memelihara ketersediaan debit airnya. Sudah ada cikal bakal asosiasinya, sekitar 15 rb KK yang sudah masuk. Tambang menjadi salah satu kompetitor yang dapat merusak sendi-sendi HKm. NTT – Yunus Takandewa

•• FKKM NTT pada prinsipnya mendapat dukungan Seknas mengenai hutan adat. Adanya keinginan untuk memperkuat lembaga adat. Lembaga adat desa benar-benar didukung oleh kepala desa, dengan diterbitkannya tata aturan adat yang diakui. Permasalahannya dari BPDAS dan dinas kehutanan ada kawasan yang tidak terkategori sebagai kawasan hutan, sekitar 5.000 Ha. Hutan tidak akan dirusak oleh masyarakat adat. Pengelolaan tetap terus dilakukan, pengkayaan hutan oleh lembaga adat, perluasan tanaman hutan di areal tanah milik masyarakat adat. FKKM mendorong dengan mitra-mitra (WWF) untuk pengelolaan hutan desa.

Kalimantan Ketapang - Ridwan

•• FKKM berdiri tahun 2004 di Kabupaten Ketapang. Melakukan penyuluhan melalui media massa dan elektronik, dengan sekali-kali datang ke kepala desa dan dewan adat dayak dan melayu tentang pengawasan dan pemanfaatan hutan. Apalagi saat maraknya illegal logging. Saat ini telah dilakukan pendekatanpendekatan untuk menyadarkan masyarakat. Kalimantan Barat – Sujarni Alloy

•• Ada dua karakteristik hutan yang didorong, yaitu HTI dan kelompok masyarakat adat yang jelas status tanah adatnya. Namun mengalami hambatan pada prosesnya, walaupun sekarang sudah dilakukan konsolidasi. Ada respon positif dari pemerintah, dan baru dibangun untuk kalangan akademisinya, serta ada rencana untuk kalangan pengusaha juga. Sei Kunang Sanggau – Dudun Handikto

•• Finnatara Intiga, sejak tahun 2009-2010 memberikan bantuan pada masyarakat untuk tumpang sari dengan tanaman pokok pinang arai. Sekarang dilakukan tumpang sari dengan empon-empon. Refleksi dari beberapa narasumber yang memberikan pencerahan adalah SVLK. Pengalaman sebagai salah satu perusahaan, persiapan yang perlu dicermati bersama, bagaimana mensuksesan program dimana semua harus memiliki sertifikasi (utamanya SVLK). Bagaimana pendampingan dan mendorong pihak-pihak terkait untuk mengembangkan industri ataupun bidang lain agar memiliki sertifikasi. Tugas berat apabila ditargetkan sampai 2013 untuk melakukan sistem sertifikasi legalitas kayu.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   55

Persiapan itu sangat penting, terutama menyiapkan pemahaman masyarakat dan dokumentasi, kemudian mensinergikan semua aspeknya. Sanjan Sanggau - Rufinus

•• Perkumpulan TOMaS, lebih pada hutan adat. Dengan FKKM sudah membuat penataan batas hutan adat, dengan membuat peta dengan luasan 230 rb Ha. Tujuan 2011 adalah berusaha mendapatkan pengakuan pemerintah daerah dengan peraturan bupati.

Sumatera Riau – Aiden Yusti

•• Sumatera akan memanfaatkan waktu walaupun sedikit, mudah-mudahan pengalaman dari Riau dapat menjadi pembelajaran bagi kegiatan FKKM di daerah lain. Berdiri 10 januari 2004. 2005 dilakukan musyawarah besar pertama. 2008 dilakukan musyawarah besar kedua, dengan koordinator Fadrizal Labay. Di Riau pemilihan Sekwil dan DPW dilakukan secara langsung, berdasarkan dukungan suara terbanyak. Kegiatan yang berhasil dilakukan atas nama FKKM : telah melegalkan FKKM Riau sebagai perkumpulan sekitar tahun 2008, sehingga mampu melakukan komunikasi kemana-mana dan mendapatkan ideide. Penanaman terhadap wilayah yang telah terdegradasi, membuat badan untuk mengelola penanaman tersebut. Dengan Sinarmas Forestry melakukan riset pembentukan desa konservasi. Dengan FAO melakukan kegiatan pelatihan skill masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan non kayu, di Jambi akan dilakukan pendorongan jaringan ekowisata dan pengelolaan HTR. Gebrakan kegiatan FKKM di Riau masih diperlukan. Harapannya ada peningkatan bagi FKKM di seluruh wilayah agar bisa sama-sama bergerak. Aceh – Anwar Ibrahim

•• Aceh, ada 4 wilayah masyarakat adat = mukim. Satu mukim terdiri dari beberapa desa. Hak ulayat atas hutan, ada satu kawasan hutan yang dilakukan REDD. Kehutanan bersifat keras, dengan undang-undangnya. Jambi – Wisma Wardana

•• Dalam struktural FKKM Jambi diposisikan sebagai fasilitator wilayah, kemudian dipilih menjadi DPN (2011). FKKM lebih banyak menjadi semacam mediator untuk beberapa kasus konflik kehutanan di jambi. Keanggotaan FKKM dari multipihak, secara tidak sengaja diluarnya terdapat perbedaan pendapat antara Warsi dan Sinarmas. Fasilitas yang diterima FKKM dari Dinas Kehutanan Jambi adalah berupa kantor. Lebih banyak menjadi pendengar untuk konflik-konflik kehutanan yang muncul. Jangan sampai pertemuan FKKM menjadi ajang caci‑maki. Lampung – Rini Pahlawanti

•• FKKM Lampung masih baru. Awal februari 2011 FKKM mengajukan diri dengan keanggotaan dari dinas kehutanan, BPDAS, NGO, masyarakat, dan


56   Prosiding

swasta. Kegiatannya adalah mensolidkan keanggotaan. Tugas awal mediskusikan draft AD FKKM. Rencana kerja yang ada terdiri dari 5 pokja yang mengarah pada usaha kehutanan masyarakat.

Jawa & Bali : Jawa – Heri Cahyono

•• Usaha kehutanan masyarakat sudah mulai marak dilakukan. Masih belum bisa melakukan konsolidasi dari sisi kelembagaannya. Dari kegiatannya mendapatkan stimulan di Jawa Timur, untuk melakukan satu kegiatan yaitu pengembangan insentif KM, penghitungan karbon. Inisiatif KM di jawa sudah berkembang. Komitmen untuk mendorong KM masih tetap kuat. (+) Arupa – Edi Suprapto

•• Arupa, terkait dengan tema, aktivitas di jogja dan jawa tengah sudah mantap. Namun untuk organisasi mengalami kemunduran pada advokasi, negosiasi, dan akses masyarakat dengan Perum Perhutani. Bali – Hesti Sagiri

•• Harapannya adalah organisasi FKKM dapat menjembatan antara pemerintah dengan masyarakat, dengan keinginan berbeda namun aturan yang sama. Kabupaten bukan pengambil keputusan, masih tetap jakarta. Peran FKKM penting untuk menjembatani pemerintah kabupaten, propinsi, dan jakarta. FKKM harus bisa memperlancar komunikasi antar pihak.


DISKUSI UMUM DRAF STATUTA FKKM Bogor, 8 SEPTEMBER 2011 (pk. 14.30-17.30) Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Fasilitator : R. Yando Zakaria

Pengantar : DPN FKKM Fadrizal Labay :

•• Dari periode kepengurusan kemarin mendapat amanat untuk membuat Anggaran Dasar/Statuta. Namun sampai saat ini masih berupa draft. •• Diharapkan setelah pertemuan nasional ini dapat direalisasikan Anggaran Dasar tersebut, atau dijadikan bahan rujukan untuk merumuskan Anggaran Dasar. Sujarni Alloy :

•• Dalam perjalanan FKKM banyak kendala yang dihadapi terutama mengenai legalitas. •• Sudah menjadi kebutuhan mendasar untuk mengesahkan Anggaran Dasar. •• DPN belum finalisasi draft tersebut, masih terdapat beberapa bagian yang blank karena kehadiran DPN tidak pernah 100%, paling banyak 50-70%. Laurel Heydir (Seknas) :

•• •• •• ••

Orang tidak bisa memahami tanpa pemahaman atau latar belakang yang cukup. Yang pertama perlu dipahami adalah hasil kajian kelembagaan dahulu. FKKM akan membantuk badan hukum seperti apa? Kajian saat ini belum mencapai substansi, padahal diperlukan terlebih dahulu.

Andri Santosa (WaSeknas) :

•• Sebelum kita masuk ke substansi, kami ingin menjelaskan latar belakang draf ini •• Pada Pernas 2008 FKKM sepakat untuk tidak melegalkan institusi atau forum ini •• Akan tetapi pada implementasinya kemudian dibutuhkan legalitas lembaga ketika funding tertentu meminta kejelasan legalitas FKKM ketika akan menerima dana •• Pada Rakernas Agustus 2008 juga dibahas masalah ini dimana kemudian menyerahkan hal ini kepada DPN •• Ketika berkomunikasi dengan Ford Foundation untuk rencana program maka persoalan legalitas lembaga dipersoalkan karena selama didukung oleh Ford, FKKM menggunakan UGM dan kemudian IPB. Karenanya dalam program Ford yang kemudian melalui UNILA disepakati ada slot dana untuk pembahasan legalitas FKKM ini •• Setnas kemudian meminta Andiko untuk melakukan kajian legalitas lembaga FKKM sehingga keluarlah Draf Anggaran Dasar ini. Dalam diskusi di Setnas FKKM kemudian diminta untuk menambahkan isu kelembagaan yang lebih luas daripada persoalan legalitas. Kajian kelembagaan ini kemudian dipresentasikan di Lombok pada 14 Juli 2011 dimana kemudian merekomendasikan SATGAS Kelembagaan •• SATGAS melakukan kaji cepat atas isu dan alternatif kelembagaan yang hasilnya telah dipresentasikan 6 September 2011 malam lalu •• Untuk pembahasan selanjutnya kami persilahkan bang Yando untuk memfasilitasi diskusi ini


58   Prosiding

Fasilitator : Yando Zakaria Sesi Pendalaman Masalah Kelembagaan (Keorganisasian) FKKM dan Pilihan-pilihan Jalan Keluarnya

•• Bagaimanapun draft ini memiliki latar belakang atas keputusan-keputusan sementara yang menjadi rujukan draft yang akan disepakati •• Apakah keputusan-keputusan tersebut dapat disetujui oleh forum? •• Ada persoalan cukup hangat menyangkut sistem kelembagaan fkkm •• Kekuatan dan Kelemahan Sistem Kelembagaan FKKM saat ini bisa dilihat hasil kajian dari Andiko, SH. •• Andiko menggunakan pisau bedah azas organisasi, apakah FKKM memiliki divisi, pelimpahan dan pembagian kerja, jenjang organisasi, dll yang sudah jelas? •• Azas Organisasi : Tujuan Yang jelas

Flexibelitas

Departem menisasi

Kesatuan perrintah

Pembagian Kerja

Jenjang Organisasi

Pelimp pahan weweenang Rentaang Kontrol

•• Hubungan Nasional dengan wilayah juga beragam : FKKM Riau jauh lebih otonom, lebih clear dibanding yang lain. •• DPN bertanggung jawab terhadap anggota DPN? Padahal DPN dibentuk ketika Pernas. •• Secara organisasi, FKKM masih terdapat banyak permasalahan. •• Satgas diminta untuk merancang proses tentang kelembagaan. •• Masalah status badan hukum vs masalah struktur/organisasi kerja, perlu dibedakan dan diselesaikan satu persatu. •• Sistem Kelembagaan/Keorganisasian: Dua isu yang dapat dibedakan satu sama lainnya

Masalah Status Badan Hukum

Masalah Struktur/organisasi Kerja

•• Alternatif pilihan  membadanhukumkan FKKM, FKKM memiliki satu atau lebih badan hukum yang dibutuhkan untuk mencapai cita-cita FKKM •• Statuta = fakta kesepakatan atas apa yang diinginkan forum •• Apa yang dibutuhkan fkkm? Menjadi badan hukum, atau memiliki badan hukum?


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   59

Dua Alternatif Pilihan ‘Me-badan Hukum-kan FKKM’

‘FKKM memiliki satu atau lebih badan hukum’

•• •• •• •• •• •• •• •• ••

•• •• •• ••

Yayasan? Organisasi masyarakat (ormas) Perkumpulan? Asosiasi profesi? ‘Badan Usaha Komersial’ PT Koperasi CV dst

Punya Yayasan untuk … Punya PT untuk …. Punya Koperasi untuk… Dan seterusnya

Diskusi Pendalaman: Gusti :

•• Membadanhukum menjadi persoalan yang besar •• Pertemuan nasional harus menjadi forum tertinggi dalam pengambilan keputusa Laurel :

•• •• •• ••

Banyak yang tidak bisa diisi apabila melembagakan FKKM Bagaimana nature dari perilaku organisasi FKKM Supaya tidak waste time, ada dua pilihan yaitu Yayasan atau Perkumpulan untuk menyokong FKKM Siapapun yang ada dalam badan hukum tidak bisa menjadi pengurus FKKM, agar tidak memiliki de jure dan de facto pada saat yang sama (prinsip monopoli). •• Setelah punya badan hukum, harus memiliki rekening sendiri •• Badan hukum hanyalah alat Berdy :

•• Apa kebutuhan yang mendasari harus berbadan hukum? •• DPN harus memberikan laporan pertanggungjawaban dahulu. Yando :

•• Masalah krusialnya adalah mengenai draft, karena kepengurusan 3 tahun pun masih berupa draft, padahal telah mencoba melalui konsultan. •• Membadanhukumkan maupun memiliki badan hukum bagi FKKM, mempunyai kekuatan dan kelemahan tersendiri. •• Banyak gerakan sosial yang membadan hukum kemudian mati Rahmat Sabani :

•• •• •• •• ••

Mengikat diri dalam status badan hukum, maka kewajiban dan hak akan saling sikut dengan urusan lain Apabila bukan ormas, maka akan menimbulkan banyak pertanyaan Lebih baik segera berpikiran realistis Bagaimana kewajiban dan hak dalam keberagaman? Tantangannya adalah bagaimana forum yang hadir harus mau mengikat diri dalam kewajiban dan hak yang disepakati. •• Mungkin bisa difokuskan minimal apa yang bisa mengikat komitmen bersama


60   Prosiding

Analisis Kekuatan & Kelemahan ‘Me-badan Hukum-kan FKKM’

‘FKKM memiliki satu atau lebih badan hukum’

•• Kemudahan dan Kekuatan •• Badan hukum sekaligus menentukan bentuk dan struktur organisasi •• ? •• ? •• Kesulitan dan Kelemahan •• Latar belakang dan ‘status kehadiran’ setiap anggota dalam format ‘FKKM’ saat ini sangat beragam •• Pilihan pada apapun bentuk badan hukumnya memerlukan semacam proses ‘matrikulasi’ dan/atau penyetaraan’ •• ?

•• Kebersaman antar latar belakang dan status para anggota yang berbeda tetap terus dapat dipupuk dan tidak terganggu oleh proses-proses matrikulasi/ penyetaraan •• Status badan hukum tidak mengungkung ‘FKKM’ sebagai sebuah komunitas dan gerakan sosial •• Badan hukum hanya instrumen untuk memperlancar gerakan

Rini :

•• Ada Anggaran Dasar, tapi tidak ada Anggaran Rumah Tangga •• Kajian yang dilakukan Andiko masih bersifat satu atau beberapa pilihan. •• Kita harus berada ditengah-tengah, dengan kondisi yang aman dan nyaman Yando :

FKKM tidak boleh abu-abu, harus memutuskan kekiri atau kekanan Edi Suprapto :

•• Mungkin lebih baik memilih FKKM membentuk Yayasan untuk tujuan tertentu, untuk melegalisasi tindakan-tindakan yang dilakukan FKKM Gusti :

•• Kita bukan berada pada persimpangan piilhan, tapi apakah FKKM memiliki satu atau lebih badan hukum •• Kita bukan berpikiran apakah FKKM akan dibadan hukumkan •• Benarkah organisasi atau individu rela menjadi anggota FKKM? •• Perlu adanya donasi untuk menunjang organisasi Yunus :

•• Kita sedah sepakat bahwa FKKM tidak akan membadanhukumkan, karena akan terjebak pada persoalan administratif Dwi Sudarsono :

•• Secara administrasi, kita lebih memilih Yayasan •• Akan tetapi secara nature lebih baik Perkumpulan dibanding Yayasan, karena akan terjebak pada urusan administrasi dan keanggotaan •• Perkumpulan dapat berdasarkan akte saja


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   61

Laurel :

•• Kita terjebak pada kesalahan pemahaman antara menjadi Yayasan dengan memiliki Yayasan •• Kedepannya kita menyusun berdasarkan realita yang ada saja •• Harus ada pertanggungjawaban sekretariat kepada DPN Yando :

•• FKKM tidak dibadanhukumkan, tetapi membuat beberapa badan hukum untuk menunjang FKKM •• Pengaturan keanggotaan, mekanisme organisasi, dsb dikaji melalui draft yang sudah dibuat, dalam rangka memperbaiki struktur organisasi FKKM Break...10 menit Yando : Kesimpulan Pokok Diskusi :

•• Pilihannya adalah model 2 (FKKM membentuk satu atau lebih badan hukum, sesuai kebutuhan, untuk memperlancar pencapaian tujuan gerakan FKKM) •• FKKM menyusun sebuah statuta sebagai pedoman operasional berorganisasi •• Saat ini, FKKM hanya perlu membentuk satu (1) Yayasan yang kedudukannya dalam FKKM akan diatur dalam statuta •• Yayasan yang dibentuk FKKM memiliki kewenangan yang terbatas (melakukan kontrak kerja dengan pihak lain dan pertanggungjawaban keuangan); masa tugas dewan-dewan yang ada dalam yayasan dibatasi/atau bersamaan dengan Kepenguruan FKKM •• Anggota dewan-dewan yang ada dalam Yayasan tidak boleh merangkap jabatan pada Kepengurusan FKKM ? Penyempurnaan ‘Statuta FKKM’: 4 Kelompok masalah

1. Kelompok 1 : Bab I - Bab V 2. Kelompok 2 : Kelengkapan Organisasi dan seterusnya (Bab VI – Bab XI) 3. Kelompok 3 : Mekanisme Pengambilan Keputusan dan seterusnya (Bab XII Bab XIII , dan Bab XVII - 20) 4. Penyusunan Program dan seterusnya (Bab XIV – XVI)  Materi untuk diskusi kamar.

Kesimpulan Sementara :

•• Pembahasan draf statuta dilakukan di masing-masing kamar, dan hasilnya diplenokan.


KONSOLIDASI PARA PIHAK FKKM Bogor, 8 SEPTEMBER 2011 (pk. 19.30-23.30)

KONSOLIDASI AKADEMISI (20.00-23.30) Notulen : Nina Indah Kumalasari Fasilitator : Christine Wulandari (Univ. Lampung) Peserta Konsolidasi :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Nurul Qomar (Univ. Riau) Udiansyah (Univ. Lambung Mangkurat) Golar (Univ. Tadulako) Muh. Alif KS (Univ. Hasanudin) Rahmawaty (Univ. Sumatera Utara) Emi Roslinda (Univ. Tanjung Pura)

Pembahasan Draf Anggaran Dasar/Statuta :

•• Mengganti TEMPAT KEDUDUKAN pada BAB I menjadi BENTUK, WILAYAH  NAMA, BENTUK, WILAYAH KERJA DAN WAKTU •• Menghapus tanggal 23 pada deklarasi FKKM menjadi 24 September 1997 saja (Pasal 3) •• Kedudukan FKKM di Bogor (Pasal 4) menjadi catatan diskusi kelompok ini tetapkan di Bogor •• Mengusulkan perubahan Pasal 6 menjadi : a. Peduli dan berkomitmen terhadap pengembangan Kehutanan Masyarakat (KM) b. Kesetaraan antarpihak c. Keadilan d. Kebersamaan e. Transparansi f. Membangun kepercayaan g. Saling menghargai h. Kesetaraan gender. •• Mengusulkan MAKSUD pada BAB III diganti menjadi VISI, MISI dimana MISI bisa dijabarkan ‘melalui organisasi masyarakat yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, pertanggungjawaban, dan keberlanjutan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya (Pasal 7 bagian c) •• Mengusulkan dihapusnya DAN USAHA pada BAB IV •• Melakukan perubahan Pasal 8 menjadi : •• FKKM untuk mencapai tujuannya melaksanakan kegiatan : a. Mendukung proses-proses pengembangan kelembagaan kehutanan masyarakat melalui penyebaran informasi, pengembangan konsep, penguatan kapasitas dan perumusan kebijakan b. Pendorong (motivator) kebijakan dan pengembangan kehutanan masyarakat •• Pasal 10 diusulkan sbb : Anggota FKKM adalah para pihak yang memiliki konsern dan kepedulian terhadap KM


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   63

•• Pasal 11 Ayat 1 diusulkan dihapus •• Pasal 12 diusulkan direvisi sbb : Anggota FKKM diterima melalui tertib administrasi dengan ketentuan sebagai berikut ... •• Usul penghapusan ‘denga partisipasi lain’pada Pasal 13 •• Pasal 15 menjadi : Keanggotaan FKKM dinyatakan berakhir apabila : 1. Meninggal dunia; 2. Mengundurkan diri secara resmi 3. Dikeluarkan bilamana terbukti telah melanggar AD dan prinsip-prinsip FKKM •• Usul : Pasal 17 dihapus •• Pengusulan penambahan ‘dipilih dalam Pertemuan Nasional’ di Pasal 18 •• Pasal 21 diusulkan diganti menjadi : Pertanggungjawaban kinerja DPN disampaikan dalam Pertemuan Nasional kepada Para Pihak Anggota FKKM. •• Mengusulkan perubahan pertemuan DPW dari semula minimal 3 bulan sekali menjadi 6 bulan sekali (Pasal 29) •• Perubahan Pasal 30 menjadi : Pertanggung-jawaban kinerja DPW disampaikan dalam Pertemuan Wilayah kepada anggota FKKM di wilayah •• Pasal 56 menjadi : Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan dalam Pertemuan Nasional •• Pasal 57 menjadi : a. Pembubaran FKKM hanya dapat dilakukan dalam Pertemuan Nasional atau Pertemuan Nasional Luar Biasa b. FKKM hanya dapat dibubarkan atas usulan dan disetujui oleh sedikitnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir dalam Pertemuan Nasional atau Pertemuan Nasional Luar Biasa c. Usulan pembubaran FKKM dapat ditindak lanjuti bila diusulkan oleh minimal dua pertiga dari jumlah anggota •• Pasal 58 menjadi : Apabila FKKM bubar, seluruh aset dan kekayaan FKKM dilimpahkan kepada Lembaga / Organisasi yang memiliki konsern sejenis terhadap KM berdasarkan keputusan organisasi. •• Pasal 59 menjadi : Anggaran Dasar ini mulai berlaku setelah Pertemuan Nasional FKKM. Untuk program setuju dengan usulan Yando dkk (SATGAS)

Wakil anggota setiap kamar/pihak makimal 3 orang dimana dari Akademisi diusulkan : 1. Nurul Qomar (Univ Riau) 2. Emi Roslinda (Untan) 3. Christine Wulandari (Unila)


64   Prosiding

KONSOLIDASI PEMERINTAH (20.10-22.00) Notulen : Ahamd Aulia Arsyad Fasilitator : Fadrizal Labay (Prop. Riau) Peserta Konsolidasi :

1. Hesti Sagiri (Pemkab Buleleng-Bali) 2. Syamsu Alam (Pemkab Bantaeng-Sulsel)

Pembahasan Draf Anggaran Dasar/Statuta :

•• Bentuk kelembagaan FKKM adalah forum, yang kemudian membentuk Yayasan •• Kedudukan di ibukota negara •• Ketika FKKM menjadi sebuah organisasi yang mendorong percepatan pemerintah atau memajukan masyarakat, sebaiknya dekat dengan lembaga pendidikan •• Kesetaraan gender harus ada •• Kegiatan dari FKKM apakah hanya 6 saja? •• Apabila ditambahkan kegiatan pemberdayaan, mungkin akan berbenturan dengan kegiatan NGO •• Tetapi mungkin pemberdayaan tersebut dapat dimaksudkan pendampingan CF dan mitra •• Wilayah pemerintah termasuk pada dialog kebijakan •• Keanggotaan FKKM adalah seluruh warga negara RI yang concern dan commit pada pengembangan KM •• Mekanisme penerimaan keanggotaan harus ditentukan secara jelas •• Pasal 15 mengenai akhir dari keanggotaan FKKM tidak diperlukan •• DPW apakah menjadi bagian dari struktur hirarki? •• DPW bisa membantu pokja, pokja merupakan pembantu kelengkapan sekretariat •• DPN dan DPW hanya sebagai fungsi koordinasi •• DPW merupakan organisasi FKKM di tingkat daerah/wilayah dengan pelaksananya sekwil •• Masa kepengurusan DPN harus jelas, dengan 3 tahun masa kepengurusan dan pelaksanaanya yang harus ditegaskan •• Pertanggungjawaban DPN dilakukan dalam pertemuan nasional pada akhir masa baktinya •• Untuk mengeksekusi anggaran, FKKM memerlukan badan hukum •• Forum membentuk sebuah Yayasan yang akan mendukung aktivitas forum •• Yayasan mengatur anggaran/budget untuk kegiatan-kegiatan forum •• DPN hanya seperti DPR fungsinya, memandatkan Seknas yang menjadi eksekutif, dan DPN tidak dibayar (hanya bisa dibayar sesuai dengan waktu kerja saja) •• Seknas yang bekerja full time, dengan sistem penggajian tertentu •• Adanya kekuatiran mengenai penggemukan organisasi apabila setiap propinsi memiliki DPW •• DPW berfungsi sebagai penghubung/koordinasi di daerah •• Apabila keanggotaan sudah ter-register, maka harus ada pembagian tugas yang jelas •• Kelembagaan FKKM ada di tingkat nasional dan daerah, jangan terpaku pada struktur karena akan terjebak pada perangkap hirarki •• DPW dan DPN hanya berbeda di wilayah kerjanya saja


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   65

•• •• •• •• •• •• ••

•• •• •• •• •• •• •• •• •• •• •• •• •• ••

Seknas dan seluruh stafnya bekerja full time, dan dibayar untuk itu Mekanisme pengambilan keputusan menjadi penting Teknis organisasi menyangkut perilaku organisasi Pasal 45 C, jika dilakukan, FKKM berbentuk badan hukum, bukan membentuk badan hukum. Seharusnya diganti “oleh badan hukum yang dibentuk oleh FKKM pusat” Pasal 46 B perlu ditambahkan “atau rapat kerja wilayah” Komunikasi jaringan dilakukan oleh Seknas, penetapan kesekretariatan perlu persetujuan DPN/DPW (pasal 47 C sampai E) Jenis-jenis pertemuan: musyawarah nasional/pertemuan nasional, mungkin perlu dilakukan penggantian nama dari pertemuan nasional menjadi musyawarah nasional; rapat kerja nasional atau wilayah; reguler meeting nasional atau wilayah; rapat rutin; rapat kerja biasa Keputusan tertinggi ada pada musyawarah nasional Musyawarah nasional dilakukan sekali 3 tahun DPN rapat rutin 3 bulan sekali, pasal 23 Regular meeting dilakukan pada waktu tertentu, lebih baik namanya diganti menjadi pertemuan berkala, atau dengan bahasa Indonesia yang lebih baik DPD/DPK apakah diperlukan? Karena DPW berada ditingkat propinsi Jika dibutuhkan dapat dibentuk DPK di Kabupaten/kota, dengan pelaksananya sekretaris kabupaten/ kota Pasal 51, ditambahkan kesertaan DPD/DPK apabila telah dibentuk Monev dirasakan penting, apalagi untuk kegiatan-kegiatan lapangan. Apakah sudah dapat dipenuhi oleh CF? Pasal 52 sebaiknya hanya sampai tahap administrasi saja Sekwil melakukan tembusan saja, bukan pertanggungjawaban DPN maupun DPW melakukan Audit Keuangan Seknas dan Sekwil, tapi pelaksanaannya dapat menggunakan akuntan publik Sumber pendanaan FKKM bisa darimanapun yang sah dan tidak mengikat Perubahan statuta hanya dapat dilakukan dalam musyawarah nasional Pembubaran tidak perlu dibahas

Isu-isu :

Pemda – (a) masalah Alokasi Dana yang minim untuk pengembangan KM; (b) masalah Pendampingan Pemda untuk Masyarakat Masih Terbatas; (c) masalah Legalitas (proses perijinannya) yang masih sedikit, Partisipasi Pemda masih kurang. •• Yang harus dilakukan : a) perlu ada kerjasama FKKM dengan APKASI dan Kemendagri untuk diseminasi tentang KM; b) Kementerian Kehutanan harus melakukan Advokasi tentang Alokasi Dana DAK/DEKON untuk melakukan porsi pendanaan yang memadai kepada pengembangan KM. Perlu Alokasi Dana Bansos/BR/Dana Khusus untuk pengembangan KM; c) Diharapkan setiap kabupaten mengalokasikan Dana Sharing untuk pendampingan; d). Legalitas FKKM Mendampingi Pemda dan Masyarakat, meningkatkan peran para pihak yang lebih permanen atau jangka panjang untuk melakukan percepatan perluasan wilayah kelola KM; e) Perlu ada Alokasi Dana Khusus untuk Sekolah Lapang/Lab KM di setiap kabupaten.


66   Prosiding

KONSOLIDASI PERUSAHAAN (20.00-22.00) Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Fasilitator : Purwadi Soeprihanto (Forespect) Peserta Konsolidasi :

1. 2. 3. 4.

Dian Novarina (PT RAPP) Dudun Handikto (PT Finnantara Intiga) I.G. AK. Sumantri (PT Sinarmas Forestry) Khaerul Basyar (PT RAPP)

Pengantar Diskusi: Purwadi Soeprihanto

Mengamati pelaksanaan Pertemuan Nasional yang diadakan FKKM tadi siang terdapat beberapa hal yang perlu dikaji: •• Pertemuan Nasional yang dibuat terlalu tergesa-gesa (karena mengejar program MFP) •• Tergesa-gesanya kegiatan Pertemuan Nasional menimbulkan sekretariat lebih konsen kepada agenda acara bukan substansi acara •• Sehingga isu penting yang perlu menjadi perhatian menjadi tidak terbahas (nol) •• Salah satu yang menjadi isu penting adalah kelembagaan FKKM •• Isu kelembagaan hanya dimuat di draft statuta, tadinya statuta tidak akan ditampilkan, tapi berdasarkan masukan dari berbagai pihak, statuta merasa penting untuk di angkat ke forum agar permasalahan kelembagaan dapat terjawab (tidak nol), karena masalah kelembagaan ini sudah berlangsung selama 3 tahun •• Statuta diangkat kepermukaan, akan tetapi terjadi miss understanding, karena statuta yang diangkat kepermukaan lebih mengedepankan konsep ART/AD FKKM, forum beranggapan statuta tersebut adalah untuk membahas legalitas FKKM padahal sebetulnya tidak demikian. •• Statuta mengangkat 4 isu penting dan dari 4 isu penting tersebut hanya dibahas prinsip kuncinya saja, karena terbatas waktu, prinsip kunci ini yang nanti akan diusulkan untuk Rakornas Kepengurusan yang baru •• Prinsip-prinsip kunci yang penting tersebut adalah: masalah Keanggotaan, Alat dan Kelengkapan Organisasi, dan Proses Mekanisme Pengambilan Keputusan •• Berdasarkan diskusi tadi siang FKKM sepakat untuk tidak dilembagakan tapi tetap berbentuk forum. •• Khawatir akan mengalami kesulitan dalam prosedural perolehan donatur, sepakat FKKM untuk dibentuk sebuah Yayasan atau Lembaga Hukum •• Jadi hubungannya adalah:

FKKM sebagai sebuah Organisasi

Internal DPN, Seknas, DPW dan Faswil (yang bekerja secara rutin)

Eksternal Yayasan

•• Yayasan dibentuk FKKM konsepnya hanya untuk melakukan interaksi dengan pihak ekternal (donatur, program kerja dsb), Yayasan hanya sebagai kendaraan dan FKKM sendiri tetap melaksanakan tugas dan pokok fungsi rutin organ internal seperti biasa.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   67

Pokok Diskusi Yang Diangkat Kelompok Perusahaan:

1. 2. 3. 4.

Hubungan antara FKKM dengan Yayasan Masalah Keanggotaan FKKM Mekanisme Pengambilan Keputusan Isu Tambahan: jati diri Kehutanan Masyarakat dan Jaringan Multipihak

Konsep Masukan Tim:

1. Hubungan FKKM dengan Yayasan •• Dalam operasional FKKM dapat membentuk organisasi berbadan hukum sesuai peraturan perundangundangan Indonesia •• Yayasan yang dibangun terdiri dari : pendiri, pembina, pengurus dan pengawas •• Forum besok harus menunjuk pendiri, pembina, pengurus dan pengawas. •• Bu Dian : Bagaimana hubungan kerja FKKM dengan Yayasan? •• Pak Purwadi : Yayasan akan bertindak sebagai eksekutor budgeting (khusus mengurus transaksi keuangan dari donatur/ kontrak-kontrak kerja) sehingga pengurus tidak boleh merangkap DPN dan Seknas. DPN dapat berfungsi di Pembina dan Pengawas, Pendiri Yayasan adalah founding father FKKM •• Bu Dian: Jika Yayasan berfungsi sebagai penyalur dana kegiatan di FKKM, berarti Yayasan yang men-drive FKKM, seharusnya Yayasan berada diatas FKKM bukan dibawah? •• Pak Purwadi: Yayasan hanya sebagai kendaraan saja, tapi dalam legalitas tidak bisa karena Yayasan lebih tinggi kedudukannya, karena yang akan mebuat kontrak dan bertanggungjawab dengan donor adalah Yayasan bukan FKKM •• Pak Purwadi: Diakali dengan membatasi Yayasan dengan dua fungsi yaitu fungsi kontraktual dan mekanisme transaksi keuangan tanpa ada kegiatan •• Di Statuta Yayasan hanya menjalankan fungsi sebagai kontraktual dan mekanisme transaksi keuangan serta mediasi dari pihak eksternal ke internal FKKM. •• Yayasan harus memiliki bargainning power : Yayasan dibangun oleh Kongres, bukan FKKM. Karena kongres merupakan pemegang keputusan terbesar dan nantinya Yayasan akan bertanggungjawab kepada kongres. 2. Skema Pengambilan Keputusan Terdapat dua skema yang akan ditawarkan, yaitu: a. Skema pertama: Seknas bertanggungjawab ke DPN b. Skema kedua: DPN dipilih berdasarkan perwakilan golongan, DPN membentuk GBPK dan mengangkat/memberhentikan seknas, tapi tidak memiliki tanggungjawab kepada siapa-siapa (sama seperti konsep zaman orde baru) 3. Mekanisme Keanggotaan •• Keanggotaan FKKM harus jelas dan dibatasi untuk memperkecil peluang adanya oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan •• Keanggotaan harus ada proses registrasi atau pendaftaran •• Konsep sifat keanggotaan mau seperti apa? terbuka/tertutup •• Terbuka: siapapun boleh menjadi anggota asalkan orang tersebut konsen terhadap kehutanan masyarakat


68   Prosiding

•• Tertutup: perekrutan anggota berdasarkan syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh kesepakatan bersama forum •• Perlu diadakan tingkat keanggotaan yang terdiri dari: anggota biasa, luar biasa, dan anggota kehormatan. •• Anggota biasa terdiri dari: masyarakat, pemerhati, eminem personal, swasta dan pemerintah •• Selanjutnya anggota tersebut harus dibatasi keanggotaannya •• Sebelum dibatasi anggota biasa dikelompokan kedalam beberapa kategori: Kategori lembaga (masyarakat, pemerhati, swasta dan pemerintah) dan kategori personal (eminem personal: pendiri, akademisi) •• Keanggotaan masing-masing kelompok dibatasi berdasarkan voting sebesar 20 %. 4. Isu Tambahan: jati diri Kehutanan Masyarakat dan jaringan multipihak •• FKKM merupakan forum yang mengikat berbagai pihak, sehingga sangat penting untuk memperjelas konsen masing-masing simpatisan •• FKKM harus jelas konsentrasinya, jika konsen di KM, bentuk KM seperti apakah yang dapat mencakup kepentingan semua multipihak agar dapat mengikat semua dalam satu sinergi contoh: LEI yang konsen dalam sertifikasi dan kepentingan beberapa pihak jelas, mereka menjadi anggota karena memang mereka butuh dan tertarik dengan sertifikasi dan memiliki kepentingan untuk itu tapi KM? •• Dari sudut pandang perusahaan: FKKM saat ini dinilai sebagai media relatif enak untuk diajak berembug persoalan di perusahaan, tapi apakah konsen perusahaan terhadap KM? •• Perlu memperkuat jaringan multipihak dalam rangka mendorong perluasan KM.

KONSOLIDASI LSM/NGO (20.00-22.00) Notulen : Haidar Fasilitator : Wisma Wardana (Cakrawala) dan Berdy Steven (SUPHEL) Peserta Konsolidasi : Wisma :

Sebelum melakukan diskusi, dipaparkan sejarah terbentuknya FKKM hingga kondisi saat ini. Hal ini ditujukan untuk menyatukan pemahaman akan FKKM dan mempermudah arah diskusi selanjutnya Pembahasan Draf Anggaran Dasar/Statuta :

•• •• •• •• •• ••

Pasal 1: tambahkan “forum” Pasal 2: berbentuk forum Pasal 3: 24 Pasal 4: ditambahkan berkedudukan di Bogor dan dapat berpindah sesuai dengan kebutuhan. Memasukkan Visi (pasal 7), Misi (pasal 8) munas tahun 2008 pada BAB III Visi dan Misi Mengganti tujuan dengan Tujuan Strategis yang ada pada munas 2008


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   69

•• Hapus kata “usaha” di bab 4 •• Hapus kata “trust building” •• FKKM, merupakan forum komunikasi antar pihak, itulah keunggulan FKKM (menurut Adam dari Sulawesi Selatan) •• Harus jelas sifat Keanggotaan FKKM •• Tambahkan Advokasi di kegiatan FKKM •• Anggota FKKM adalah individu–individu dan institusi yang memiliki komitmen dan kepedulian yang sesuai dengan Visi Misi FKKM •• Tidak perlu lagi ada definisi dari kata “Anggota” •• Hapus kata CF menjadi KM •• Apakah sama ketentuan anggota untuk individu dengan organisasi ? Hal ini perlu diatur di statuta •• Harus dibedakan ketentuan anggota yang mewakili individu dan anggota yang mewakili institusi/ organisasi.. namun hal ini ditolak forum untuk dibahas pada diskusi kali ini •• Diusulkan ada pasal khusus untuk USAHA •• Pasal 14: pertemuan di ganti “kegiatan” •• Pasal 15: keanggotaan FKKM dinyatakan berakhir apabila : 1. Mengundurkan diri, 2. Meninggal dunia bagi individu, 3. Apabila institusi lembaga bubar / pailit, 4. Tidak lagi memenuhi syarat keanggotan •• Untuk pertama kalinya anggota FKKM adalah Pendiri dan Peserta Pertemuan Nasional FKKM September 2011 •• Tingkat propinsi harus otonom, tidak ada intervensi dari FKKM.. oleh karenanya forum ini memutuskan pasal-pasal yang mengatur DPW dihapus •• BAB VIII : kata DPW dirubah menjadi FKKM wilayah •• Pasal 38 dihapus •• Harus diberikan pasal dalam BAB VIII : FKKM wilayah •• Isi BAB VIII : 1. FKKM wilayah akan menyesuaikan berbagai kebutuhan sebagaimana kebutuhan wilayah, 2. FKKM mengkoordinasikan perkembangan ke Sekretariat Nasional (memberikan informasi perkembangan wilayah) •• Pasal 50: ditambah 1 poin; 6. musyawarah nasional luar biasa •• Pasal 55: tambahkan poin usaha-usaha FKKM, dan diletakkan setelah poin a •• Pasal 59: anggaran dasar mulai berlaku setelah 9 september 2011 •• Penyusunan program tidak ada yg ditambahkan, masih sama dengan yang sudah disusun sebelumnya •• Menambahkan pasal terkait khusus untuk DPN dan SEKNAS


70   Prosiding

KONSOLIDASI MASYARAKAT (20.00-22.00) Notulen : Ahmad Rafiqulumam Fasilitator : Sujarni Alloy Peserta Konsolidasi :

1. Laporan Pengurus Nasional dan DPW FKKM •• Usulan : Laporan pengurus DPN disampaikan pada Perwil dan DPW disampaikan kepada anggota pada saat Pernas 2. Pembahasan Draf Anggaran Dasar/Statuta : •• Pada BAB I Pasal 2, mengusulkan berbentuk Asosiasi. Namun menurut peserta dari Sanggau Kalimantan menyatakan bahwa bentuk Asosiasi tidak menyepakati. Menurut Alloy bentuk organisasi meliputi Yayasan, Asosiasi, PT, dan CV. Peserta dari Kalimantan mengusulkan bahwa FKKM diikutkan pada FKKI. Menurut Alloy, kelemahan Perkumpulan adalah dari segi Keanggotaan. Aturan main sesungguhnya Forum adalah Anggaran Rumah Tangga. Forum ini tetap seperti biasa, dan banyak dari peserta masyarakat mengusulkan menjadi Forum Multi pihak. •• Untuk Keanggotaan BAB V Pasal 10 : dalam keanggotaan penamaan CF berubah menjadi KM. Menurut salah satu peserta mengusulkan pada pasal 17 DPN merupakan organ tertinggi untuk diganti menjadi Pertemuan nasional •• Untuk keanggotaan berakhir tidak ada permasalahan. Untuk Pasal 21 mengenai pertanggungjawaban DPN disampaikan melalu Pertemuan Nasional. Pada Pasal 29 mengenai DPW bertemu minimal 6 bulan sekali yang dihadiri oleh Faswil •• Pada mekanisme pengambilan keputusan, dari pihak masyarakat mengusulkan pengambilan keputusan tertinggi adalah Pernas, sehingga terdapat tambahan Pasal 48 •• Pada Pasal 56 Perubahan AD hanya dapat dilakukan pada Pertemuan Nasional. Pasal 57 pembubaran FKKM dan Pasal 58 pembubaran berdasarkan keputusan organisasi. •• Pada Pasal 59 AD ini di berlakukan setelah Pernas FKKM ini 3. ISSU strategis FKKM 2011-2015 : •• Meningkatkan kapasitas organisasi dan fungsi pelayanan anggota FKKM •• Mendorong kebijakan dan tata kelola di bidang kehutanan yang kolaboratif •• Mejadikan FKKM sebagai pusat informasi dan media kehutanan terbesar dan terlengkap di Indonesia. •• Kemandirian FKKM 4. Program Kerja : a. Peningkatan kapasitas organisasi dan memaksimalkan fungsi pelayanan kepada anggota FKKM melalui program : pelatihan database bagi petugas seknas dan sekwil bagian infokom, pelatihan jurnalistik, pengadaan dana, melakukan assessment potensi wilayah dalam upaya pengembangan KM


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   71

yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan prinsip lestari dan berkelanjuta. Memfasilitasi belajar antar petani b. Mendorong kebijakan dan tata kelola di bidang kehutanan yang kolaboratif melalui program Advokasi Kebijakan di bidang kehutanan c. Membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi anggota di bidang KM. d. Membangun hubungan yang sinergis dengan multi pihak. e. Memfasilitasi penyelesaian konflik multi pihak f. Mendorong proses belajar bersama multi pihak dalam pembangunan hutan yang lestari, g. Merumuskan dan membuat model Kehutanan Masyarakat versi FKKM, h. FKKM mendorong percepatan pembahasan PP tentang Hutan Adat dan PP PHBM i. Menjadikan FKKM sebagai pusat informasi dan media kehutanan terbesar dan terlengkap di Indonesia. Melalui program pembuatan database Kehutanan Masyarakat. Menerbitkan Warta dan Jurnal secara berkala, membangun sistem informasi yang baik. j. Kemandirian financial meliputi : memfasilitasi anggota terhadap akses pasar, Membangun unit usaha berbasis KM, dan Fundrising 5. Hasil kajian cepat Seknas/SATGAS ? 6. Draft statuta (meliputi: bagian yang kosong seperti status, keanggotaan) memperjelas instrument keorganisasian. 1. Usulan pengurus anggota DPN harus ada yang diwakili oleh masyarakat petani dan masyarakat adat. Alasan nya adalah masyarakat merupakan objek dan subjek. Untuk usulan Kandidat Pengurus / DPN adalah : a. Anwar Ibrahim (Sumatera) b. Sujarni Alloy (Kalimantan) c. Muhamad Adib (Jawa) d. Gusti Putu Armada (Bali) e. Subhan (Sulawesi) Jika FKKM berbentuk Yayasan maka, dari pihak masyarakat juga mengusulkan untuk dapat masuk ke dalam Pengurus Yayasan FKKM, yakni Yunus Takandewa dari NTT


72   Prosiding

KONSOLIDASI PENDIRI (20.00-22.00) Notulen : Budi Yahma Wiharja Fasilitator : Muayat Ali Muhshi Peserta Konsolidasi :

1. Sih Yuniati 2. Didik Suharjito

I. KELEMBAGAAN

Bab I : Nama. Tempat Kedudukan, Waktu, Lambang Pasal 1: Nama.... Pasal 2: Tempat Kedudukan ... Pasal 3: Waktu dan lambang ... Pasal 4: Lambang ..... Bab II : Azas dan Prinsip Pasal 6: Kesetaran antar pihak: gender, lapisan dan golongan Bab IV : Kegiatan dan Usaha Pengembangan kehidupan aspek sosial ekonomi politik masyarakat di sektor kehutanan dan lingkungan hidup Bab V: Keanggotaan FKKM bersifat terbuka bagi orang yang mempunyai kepedulian dan melakukan aktifitas yang bergerak di bidang KM dengan memegang azas dan prinsip FKKM. Keanggotaan FKKM bisa individu atau lembaga, dari multipihak yang terdiri dari unsur-unsur: Pemerintah, Masyarakat, Akademisi dan Lembaga Penelitian, Swasta, LSM, Legeslatif. Hak dan Kewajiban: Kewajiban: aktif dalam kegiatan KM, keaggotaan otomatis gugur apabila tidak memenuhi pasal.. (persyaratan keanggotaan FKKM) Bab VI: Struktur Organisasi terdiri dari: 1. DPN 2. DPW: Propinsi dan Kabupaten 3. Seknas 4. Sekwil 5. Kelompok Kerja Hubungan kepengurusan antar nasional dan daerah: bersifat fungsional , dan dalam rangka pelaksanaan program. Wilayah bersifat otonom.


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   73

Bab VII: DPN 1. Jangka Waktu Kepengurusan: 3 tahun 2. Anggota DPN: Wakil dari masing-masing pihak 3. Kewenangan: a. Memilih dan memberhentikan Seknas b. Memberikan arahan program Seknas c. Mengawasi kerja Seknas d. Menyelenggarakan Musyawarah Nasional FKKM e. Membina dan Menegakan Pelaksanaan Statuta Kewajiban : Melaksanakan mandat FKKM Bab VIII: DPW Jangka waktu kepengurusan, kenggotaan, kewenangan dan kewajiban sama dengan DPN (disesuaikan pada tingkat wilayah). Bab IX: Seknas Dipilih dan diangkat oleh DPN Masa Kerja: 3 tahun Kewenangan: Memilih dan mengangkat perangkat organisasi Seknas (Kesekretariatan dan Pokja) Bab X: Sekwil Jangka waktu, kewenangan sama dengan Seknas (pada tingkat wilayah) Bab XI: Kelompok Kerja (Organ Fungsional dari Seknas) disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan program. Tugas pokok: membantu Seknas dalam melaksanakan program . Kesekretariatan Seknas (Organ Struktural Seknas) disesuaikan dengan kebutuhan. Tugas: membantu manajemen dan organisasi Seknas Bab XII: Pembentukan Yayasan dan Bentuk Badan Hukum Lain. DPN dapat membentuk yayasan dan atau bentuk badan hukum lain yang mempunyai fungsi terbatas dalam rangka penggalangan dana. Personal badan hukum dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada DPN. Masa kepengurusan personal Yayasan disesuaikan dengan jangka waktu kepengurusan DPN. Catatan: Anggota DPN sebagai pengambil keputusan tertinggi dalam badan hukum tersebut. BabXIII: Pengambilan keputusan 1. Pengambilan keputusan tertinggi pada Musyawarah Nasional. Meliputi : Perumusan Visi, Misi, Statuta, Sosok dan Fungsi Organisasi, Strategi dan Program FKKM, memilih DPN, 2. Keputusan kebijakan strategis FKKM oleh DPN: seperti pernyataan/sikap politik FKKM, membangun hubungan dengan lembaga lain yang strategis. 3. Keputusan kebijakan operasional dilakukan oleh Seknas. Catatan: Ketetapan Munas kali ini harus mampu memututuskan pokok-pokok substansi Statuta DPN baru yang terpilih diberi mandat menyelesiakan Statuta dan membentuk Yayasan paling lambat satu tahun.


74   Prosiding

Uraian lebih detail tentang statuta diuraikan tersendiri (Anggaran Rumah Tangga) II. REFLEKSI:

1. Berperan dalam menjaga sosok FKKM sesuai yang diamanatkan. 2. Governance FKKM harus difungsikan, ada pembagian jelas antara DPN dan Seknas, serta antara anggota DPN. 3. Anggota DPN dari masing-masing pihak maksimum dua orang dan bisa dilakukan pergantian antar waktu bagi masing-masing bagi pihak dan diatur dalam ketentuan tersendiri (ART). III. PEMILIHAN ANGGOTA DPN

Tidak ada keterwakilan dari pendiri untuk periode berikutnya. IV. PROGRAM

1. Pendampingan kepada Pemda dalam mendorong pengembangan KM 2. Memfasilitasi Pengembangan Kapasitas Asosiasi Kelompok Masyarakat sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan mereka 3. Memperjuangkan penyederhanaan prosedur perijinan KM 4. Pengembangan kurikulum KM 5. Penelitian Partisipatif Kolaboratif sebagai bagian belajar bersama.


PERTEMUAN NASIONAL FKKM 2011 Bogor, 9 SEPTEMBER 2011 (pk. 08.30-17.30) Notulen : Nina Indah Kumalasari

1.  PEMBUKAAN : DPN FKKM (Sujarni Alloy), pk 08.30-08.45 DPN sebagai SC Pertemuan Nasional FKKM mengumumkan perubahan Agenda Pertemuan per tanggal 9 September 2011 dimana akan dilakukan dengan Sidang Pleno dan Sidang Komisi yang akan dipimpin oleh Pimpinan Sidang Pimpinan Sidang Sementara akan dipimpin oleh DPN FKKM Pimpinan Sidang Sementara : Fadrizal Labay (DPN FKKM), pk 08.45-09.30

2.  PEMBAHASAN TATA TERTIB PERTEMUAN NASIONAL FKKM 2011 Draf TATA TERTIB PERTEMUAN NASIONAL FORUM KOMUNIKASI KEHUTANAN MASYARAKAT Pasal 1 Ketentuan Umum Pertemuan Nasional adalah forum tertinggi organisasi dalam pengambilan keputusan yang dijalankan secara demokratis dengan keterlibatan aktif seluruh anggota untuk menentukan Garis- garis Besar Arah Program dan Statuta Anggaran Dasar Pasal 2 Tujuan Pertemuan Nasional Tujuan Umum Pertemuan Nasional FKKM adalah meletakkan Pondasi untuk Menata dan Arah Organisasi secara profesional berdasarkan Asas Musyawarah dan Mufakat. Pasal 3 Peserta Peserta Pertemuan Nasional adalah perwakilan multi pihak yang diundang secara resmi oleh Panitia Pertemuan Nasional FKKM Pasal 4 Hak dan Kewajiban 1. Hak: a. Peserta berhak mengikuti seluruh agenda Pertemuan Nasional b. Setiap peserta mempunyai hak suara dan hak bicara untuk mengemukakan pendapat c. Hak suara pada saat pemilihan pengurus FKKM diwakili oleh masing-masing pihak d. Setiap pihak memiliki hak satu (1) suara 2. Kewajiban Peserta: a. Peserta wajib mengikuti seluruh Agenda Persidangan b. Peserta wajib menjaga ketenangan, keamanan dan ketertiban Pertemuan Nasional


76   Prosiding

1. 2. 3. 4.

Pasal 5 Tata Cara Berbicara Peserta yang hendak berbicara dan mengemukakan pendapat harus menyampaikan terlebih dahulu kepada Pimpinan Sidang dengan cara mengangkat tangan Peserta yang dimaksud pada Ayat 1 di atas, baru boleh berbicara dan mengemukakan pendapat apabila Pimpinan Sidang memberikan kesempatan Peserta tidak diperbolehkan memotong pembicaraan orang lain baik untuk meluruskan maupun untuk membantah tanpa persetujuan Pimpinan Sidang Pimpinan Sidang berhak untuk membatasi dan menghentikan pembicaraan peserta apabila terlalu bertele-tele dan tidak sesuai dengan topik yang sedang dibahas.

Pasal 6 Sidang–siding Sidang dalam Pertemuan Nasional FKKM terdiri dari Sidang Pleno dan Sidang Komisi 1. Sidang Pleno adalah Sidang yang dihadiri oleh seluruh peserta untuk: a. Membahas Laporan DPN; b. Membahas dan menetapkan Statuta FKKM; c. Membahas dan menetapkan Arahan Program; d. Memilih dan menetapkan DPN 2. Sidang Komisi adalah Sidang yang dihadiri oleh Anggota Komisi untuk membahas : a. Komisi Statuta dan Organisasi; b. Komisi Program dan Strategi Pembiayaan Pasal 7 Pimpinan Sidang 1. DPN menjadi Pimpinan Sidang Sementara sebelum pemilihan dan penetapan Pimpinan Sidang tetap Pertemuan Nasional 2. Pimpinan Sidang merupakan perwakilan dari masing-masing pihak. 3. Sidang Komisi dipimpin Fasilitator yang dipilih oleh peserta Sidang Komisi Pasal 8 Pengambilan Keputusan 1. Keputusan dalam Pertemuan Nasional diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat 2. Apabila musyawarah tidak dapat dicapai maka keputusan diambil dengan cara pemungutan suara 3. Dalam pengambilan keputusan, masing-masing pihak mempunyai satu hak suara Pasal 9 Penutup Tata Tertib ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Bogor Pada Tanggal : 9 September 2011 Ttd PIMPINAN SIDANG SEMENTARA


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   77

Pembahasan Draf Tata Tertib :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pasal 1, ok Pasal 2, ok Pasal 3, ok Pasal 4, point hak (a, b, c, d), ok dan point kewajiban (a, b), ok Pasal 5, tata cara bicara. ayat 1, 2, 3, 4, ok Pasal 6, sidang-sidang. Ayat 1, 2, ok. Pasal 3a menjadi ”komisi statuta dan organisasi” Kata-kata munas menjadi pernas, replace all Pasal 7, ayat 2 menjadi “Pimpinan sidang terdiri dari per wakilan dari masing-masing pihak” Pasal 7, ayat 3 menjadi “Sidang komisi dipimpin oleh seorang fasilitator yang dipilih oleh peserta sidang komisi.” 10. Pasal 8, ok 11. Pasal 9, ok

3.  PEMBAHASAN AGENDA PERTEMUAN NASIONAL FKKM 2011 AGENDA PERTEMUAN NASIONAL FKKM Bogor, 9 September 2011 WAKTU

AGENDA

08.15 – 09.30

Pimpinan Sidang : DPN FKKM 2008-2011 1. Pembahasan Tata Tertib & Agenda Pernas FKKM 2. Pemilihan Pimpinan Sidang

Dipimpin Oleh Pimpinan Sidang Terpilih 09.30 – 10.30

Laporan DPN

10.30 – 10.45

Coffe/Tea Break

10.45 – 11.45

Presentasi Draf Statuta ( Hasil Rekapitulasi Kamar) & Pembahasan

11.45 – 13.30

ISHOMA

13.30 – 15.00

Sidang Komisi Komisi Statuta & Kelembagaan Komisi Program & Pembiayaan

15.00 – 15.15

Coffe/Tea Break

15.15 – 17.00

Sidang Pleno

17.00 – 17.45

Pemilihan Pengurus Nasional FKKM

17.45 – 18.15

Penutupan


78   Prosiding

4.  PEMILIHAN PIMPINAN SIDANG Usulan Pimpinan Sidang dari masing-masing pihak: 1. LSM/NGO = Berdy Steven 2. Pemerintah = Syamsu Alam 3. Perusahaan = Sambusir 4. Akademisi = Udiansyah 5. Masyarakat = Anwar Ibrahim


AGENDA SIDANG : LAPORAN DEWAN PENGURUS NASIONAL FKKM 2008-2011 Pimpinan Sidang : Udiansyah Notulen : Nina Indah Kumalasari Waktu : 09.30-10.30

Laporan DPN : Christine Wulandari •• Satu hal yang meresahkan dalam kepengurusan ini adalah tentang Kelembagaan •• Beberapa program coba dijalankan, walau belum sempurna .. baik dengan donor maupun program kolaborasi dengan pihak lain •• Kejelasan bentuk dan statuta perlu dipertegas dalam pertemuan kali ini Tambahan Laporan DPN : Andri Santosa I. Pendahuluan

•• FKKM didirikan pada tanggal 24 September 1997 di Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta •• FKKM sebagai wadah pertukaran informasi dan perumusan gagasan, kebijakan, program dan gerakan KM. •• FKKM mencairkan kebekuan hubungan dan membangun saling kepercayaan antar pihak melalui kegiatan studi banding, studi kolaboratif dan diskusi kebijakan. II.  Tata Kelola Lembaga

•• Kelembagaan FKKM pada periode awal dipimpin oleh Ketua, Sekretaris dan Anggota dengan Fasilitator Wilayah di tingkat wilayah. •• Sejak RM VI di Jakarta kelembagaan FKKM terdiri dari DPN yang merupakan wakil multipihak dengan Seknas sebagai pelaksana. •• Pengembangan FKKM Wilayah dengan struktur kelembagaan yang lengkap tidak mudah. •• Sementara di tingkat nasional dihadapi persoalan legalitas kelembagaan sebagai identitas dalam penggalangan dana. III.  Program Kerja dan Implementasi

RENCANA KERJA (Pernas Juni 2008 & Rakernas Agst 2008) 1. Arahan Program Kerja : •• Memperluas wilayah kelola KM dan proses belajar bersama •• Mengembangkan media pertukaran informasi dan promosi KM •• Melakukan mediasi konflik-konflik pengelolaan hutan •• Memfasilitasi proses-proses perubahan kebijakan yang sesuai prinsip-prinsip KM 2. Isu Strategis : Tenurial & Ruang Kelola 3. Rekonstruksi Kelembagaan FKKM


80   Prosiding

IMPLEMENTASI (Project Lab KM – FF, Kerja-kerja Kolaboratif dg INAFE, Pokja Konservasi, DKN, Kemhut, dll) 1. Mengintegrasikan KM & Isu REDD 2. Mendorong program kemitraan dg para pihak, termasuk private sector 3. Memperluas Networking, arahan lebih lanjut dari pertemuan nasional 4. Mendorong isu strategis (tenurial & ruang kelola) 5. Penyebaran informasi KM melalui milis, warta, jurnal, web, fbgroup 6. Studi Kebijakan 7. Share Learning 8. Kajian Kelembagaan FKKM CAPAIAN 2008-2011 1. Mendukung penguatan kolaborasi 4000 ha rehabilitasi oleh masyarakat di TNMB 2. Mendukung penguatan Hutan Adat Nasinoah 500 ha & Koto 100 ha (TTS-NTT) 3. Mendukung usulan pengajuan 6 Hutan Desa Bantaeng 4. Mendukung penguatan Hutan Tutupan Adat Sanjan 237 ha (Sanggau-Kalbar) 5. Mendukung penguatan HKm Rigis Jaya sebagai ‘Laboratorim’ HKm & Perubahan Iklim 6. Mendukung Usulan 6 Hutan Mukim Aceh 7. Mendorong pembelajaran bersama 8 lokasi dengan 8 tipologi 8. Menerbitkan WARTA 4 edisi selama 2010 9. Menerbitkan kembali Jurnal KM 10. Mendukung penerbitan WARTA FKKM Riau dan New Letter M-Betiri 11. Terlibat aktif dalam proses-proses perubahan kebijakan KM IV.  Keuangan dan Aset Lembaga

•• Laporan Keuangan 2008 – 2011 disajikan dalam bentuk laporan arus kas (cash flow) •• Kinerja keuangan disajikan dalam format komparasi arus kas antar tahun, mencakup: •• penerimaan dan belanja •• persentase biaya overhead (administrasi dan umum) & biaya program terhadap total biaya •• persentase sumber dana terhadap penerimaan •• Laporan asset lembaga disajikan dalam bentuk inventaris, merupakan asset tidak bergerak dalam kondisi baik (lihat lampiran) •• Asset-asset tersebut sebagian merupakan bagian dari inventaris program Ford Foundation yang masih berjalan dan sebagian telah menjadi inventaris FKKM, juga inventaris hibah dari ESP USAID project. V.  Hambatan dan Kendala Pencapaian Kinerja

KELEMBAGAAN : 1. Tidak implementatifnya struktur kerja dalam Buku Saku Kelembagaan FKKM 2. Kebutuhan Badan Hukum sebagai persyaratan penerimaan hibah/donatur HUBUNGAN ANTAR PIHAK : 1. Ketiadaan badan hukum mempengaruhi hubungan FKKM dengan lembaga lain 2. Sifat cair dalam forum seperti FKKM mengaburkan kejelasan anggota dan representasinya sbg FKKM


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   81

REPOSISI PERAN : Diharapkan ada pembagian peran yang jelas antar pihak yang bergerak di isu kehutanan masyarakat, juga pergerakan-pergerakan yang melalui jaringan seperti FKKM —- akan sangat membantu dalam memperkuat dukungan pergerakan perhutanan sosial dan KM di Indonesia. PENANGANAN KONFLIK/MEDIASI : Banyak lembaga yg sudah menangani/mediasi konflik, FKKM harus mengambil sikap & prioritas jika tetap ingin melakukan hal ini VI. Rekomendasi

ISU TENURIAL & RUANG KELOLA •• Kejelasan dan keadilan tenurial harus terus didorong oleh FKKM baik dengan skema-skema yang sudah ada melalui HKm, HD, HTR, Hutan Adat •• Ruang Kelola yang sudah didapatkan oleh masyarakat perlu diperkuat dengan peningkatan kapasitas, dukungan modal, dan akses pasar serta teknologi •• Ruang kelola yang belum diakui secara legal harus diperjuangkan KOMUNIKASI •• Komunikasi internal diantara pengurus FKKM baik diantara pengurus nasional, diantara pengurus wilayah, maupun diantara pengurus nasional dan pengurus wilayah serta dengan anggota perlu dikelola dengan lebih dinamis dan humanis dengan aturan yang jelas. •• Komunikasi eksternal FKKM dengan lembaga lain perlu diperkuat dan diperbaiki untuk mensinergikan gerakan kehutanan masyarakat yang sudah ada. Berbagi informasi dan pengetahuan serta kemampuan menjadi kunci penting dalam membenahi komunikasi eksternal. •• Komunikasi yang lebih informatif dan inovatif perlu didorong dan dikembangkan dengan media-media sosial yang lebih bisa diterima oleh para pihak, pendukung kehutanan masyarakat. »» Strategi yang perlu dilakukan adalah bagaimana menangkap interest donor dan isu-isu yang akan digerakkan dalam program. Tambahan : Christine Wulandari FKKM sudah dikenal luas oleh para pihak dan sekarang selain menjadi Anggota dari ... juga CSAG – ITTO, mitra dari RRI. Pandangan dan Masukan

Sih Yuniati : 1. Pertama-tama saya sampaikan apresiasi kepada Andri Santosa yang walau jabatannya sebagai Wakil Seknas tetapi berperan lebih dari jabatannya 2. Kita sebagai FKKM harus bangga karena banyaknya forum multipihak yang ada saat ini merupakan buah kerja FKKM juga 3. Lembaga donor harus bisa disiati dengan interest dan isu yang mereka punyai dengan kepentingan kita, FKKM 4. Belum melihat hubungan konsolidasi antara pusat dengan wilayah, apakah terdapat hambatan tertentu... ? Muh. Alif :

1. Saya sepakat dengan ibu Sih untuk memberikan apresiasi kepada Saudara Andri Santosa atas kinerjanya selama ini


82   Prosiding

2. Usulan di daerah sangat murah .. tanpa biaya yang mahal dan di dukung oleh fungsi multipihak di kabupaten untuk di wilayah. Ini harus menjadi perhatian kita semua dimana penguatan FKKM di wilayah harus lebih diperkuat ke depan 3. KM seharusnya sudah menjadi Paradigma, bukan lagi sebagai gerakan (pesimis). Seharusnya KM menjadi solusi dan FKKM mempunyai daya tahan secara internal maupun eksternal Gusti Putu Armada : 1. Mengapresiasi FKKM yang ada 2. Keuangan yang ada disini bukan untuk dipertanggungjawabkan, idealnya antara yang menyusun dan mengawasi berbeda karena akan menyangkut dengan budgeting. Tanggapan DPN/Seknas : Andri Santosa •• Hubungan Setnas dan wilayah beragam, tapi Setnas terus berupaya berkomunikasi dengan wilayah •• Setuju, untuk ke depan harus ada fungsi penyusunan dan pengawasan dalam budgeting. Ke depan ada fungsi atau orang khusus di DPN yang bertugas melakukan tugas ini •• Perlu juga kami sampaikan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkan ini adalah per 29 Agustus 2011 dan nilainya kemudian akan dikurangi untuk kegiatan Pertemuan Nasional ini yang diperkirakan menghabiskan biaya 400-500 juta rupiah. Kemudian juga ada alokasi-alokasi lain untuk penyelesaian project dari Ford Foundation. Ini perlu diketahui agar tidak ada optimisme yang berlebihan tentang keuangan FKKM.


AGENDA SIDANG : PEMBAHASAN STATUTA FKKM Pimpinan Sidang : Berdy Steven Notulen : Ahmad Aulia Arsyad Waktu : 10.45-11.45 & 14.00-15.00

Paparan Kompilasi Masukan Para Pihak atas Draf Statuta FKKM : Laurel Heydir

STATUTA FORUM KOMUNIKASI KEHUTANAN MASYARAKAT

Pada Musyawarah Nasional Ke-8 FKKM yang diselenggarakan di Cisarua pada tanggal 6-9 September 2011, peserta Munas FKKM merumuskan dan menyepakati Statuta FKKM yang merupakan pedoman keorganisasian FKKM sebagai-berikut: Nama, Sifat, Tempat Kedudukan dan Waktu

Lembaga yang dideklarasikan pendiriannya di Yogyakarta pada tanggal 23-24 September 1997 ini bernama FORUM KOMUNIKASI KEHUTANAN MASYARAKAT disingkat FKKM yang didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya. FKKM merupakan lembaga multi-pihak yang bersifat nasional, independen dan non-partisan. Azas dan Prinsip

FKKM berazaskan Pancasila dan berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. FKKM diselenggarakan dengan prinsip-prinsip: kepedulian terhadap pengembangan kehutanan masyarakat di Indonesia, kebersamaan, kesetaraan antar para pihak, transparansi dan akuntabilitas. Maksud dan Tujuan

FKKM dibentuk dengan maksud untuk mendorong terciptanya pengelolaan sumberdaya hutan Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan. FKKM bertujuan memfasilitasi dialog antar para pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan dan mewadahi proses belajar multi-pihak berkenaan dengan pengembangan kehutanan masyarakat di Indonesia yang sound secara ekonomis dan ekologis serta berkesesuaian dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat tempatan. Kegiatan dan Usaha

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, FKKM melakukan berbagai kegiatan dan usaha, antara-lain: a. Mendorong perubahan cara pandang berbagai pihak dari pemanfaatan sumberdaya hutan yang eksploitatif (sehingga merusak kualitas lingkungan/[ekologi] dan memarjinalkan masyarakat tempatan)


84   Prosiding

ke arah pengelolaan sumberdaya hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan. [Ini kiprah FKKM di arena kebijakan] b. Menggerakkan penerapan konsep-konsep kehutanan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia yang sound secara ekonomis dan ekologis serta berkesesuaian dengan nilai-nilai sosialbudaya masyarakat tempatan. [Ini kiprah FKKM pada implementasi KM di lapangan] Kegiatan dan usaha tersebut dilaksanakan dalam bentuk, antara-lain: a. Pertemuan regular b. Penelitian kolaboratif c. Kajian kebijakan d. Pengembangan jaringan [networking] e. Penyebaran informasi/publikasi f. Studi banding Keanggotaan

FKKM beranggotakan perseorangan dan/atau lembaga yang peduli terhadap pengembangan kehutanan masyarakat di Indonesia. Anggota FKKM berasal dari berbagai pihak pemangku kepentingan di bidang pengelolaan sumberdaya hutan yang meliputi: pemerintah [pusat dan daerah], pengusaha, akademisi, penggiat ornop/LSM [organisasi non-pemerintah/ lembaga swadaya masyarakat] dan masyarakat tempatan [masyarakat adat dan/ atau masyarakat setempat]. Anggota FKKM dicatat dalam Daftar Anggota FKKM [Pilihan registrasi anggota—untuk dipilih salah-satu: (1) Stelsel aktif—anggota mendaftarkan diri kepada Pengurus FKKM; atau (2) Stelsel pasif—Pengurus mendata anggota FKKM] Hak dan Kewajiban Anggota

Hak anggota meliputi, antara lain: a. Dapat mengikuti berbagai kegiatan di lingkungan FKKM b. Dapat mengakses berbagai fasilitas yang diselenggarakan oleh FKKM Kewajiban anggota meliputi, antara-lain: a. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan FKKM b. Menjaga nama baik FKKM Berakhirnya Keanggotaan

Berakhirnya keanggotaan karena: a. Wafat (untuk perseorangan)/bubar (untuk lembaga) b. Mengundurkan diri c. Dipecat dari keanggotaan FKKM Alat Perlengkapan Organisasi

a. Musyawarah Nasional b. Dewan Pengurus [Nasional]


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   85

c. Sekretariat [Nasional] d. Kelompok Kerja e. Mitra Kerja di Daerah Musyawarah Nasional adalah media pengambilan keputusan tertinggi organisasi. Pada Munas, Dewan Pengurus [Nasional] yang mengakhiri periode kepengurusannya menyampaikan laporan penyelenggaraan FKKM kepada konstituen FKKM peserta Munas. Munas memilih Dewan Pengurus [Nasional] untuk periode kepengurusan 3 (tiga) tahun mendatang. Dewan Pengurus [Nasional] adalah … Sekretariat [Nasional] dipimpin oleh Sekretaris Eksekutif/[Nasional] dibantu oleh Staf Sekretariat yang masing-masingnya menjalankan tugas kesekretariatan tertentu. Kelompok Kerja bersifat ad-hoc untuk menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu. Mitra kerja FKKM adalah individu, lembaga, dan/atau kelompok … Badan Hukum Organisasi Hingga Munas Ke-8 FKKM di Cisarua, 6-9 September 2011, konstituen FKKM menyepakati tidak memBadan-Hukum-kan FKKM. Namun, FKKM dapat membentuk [satu atau beberapa] Badan Hukum untuk menyelenggarakan fungsifungsi tertentu. Pada Munas Ke-8 FKKM disepakati untuk membentuk sebuah Yayasan yang berfungsi sebagai kelengkapan legalitas/administrasi FKKM dengan ketentuan sebagai-berikut: •• Kepengurusan Yayasan tidak identik dengan Kepengurusan FKKM. Kepengurusan Yayasan hanya nama-nama yang dicantumkan pada Akta Yayasan tanpa kewenangan secara de-facto dalam penyelenggaraan Kepengurusan FKKM. Kepengurusan FKKM diselenggarakan oleh Dewan Pengurus [Nasional] FKKM dan Sekretariat [Nasional]. •• Kepengurusan Yayasan dibentuk pada Munas untuk periode 3 (tiga) tahun bersamaan dengan periode Kepengurusan FKKM. •• Dewan Pengurus [Nasional] FKKM dapat ditunjuk sebagai Dewan Pembina dan/atau Dewan Pengawas Yayasan. [untuk dicermati] •• Pengurus Yayasan—yang terdiri dari sekurang-kurangnnya: seorang Ketua, seorang Sekretaris dan seorang Bendahara—dipilih dalam Munas. •• Untuk menghindari konflik kepentingan, pelaksana Sekretariat FKKM tidak boleh dijabat oleh mereka yang namanya tecantum dalam Akta Yayasan. •• Manakala yang akan dipilih sebagai pelaksana Sekretariat FKKM namanya tercantum dalam Akta Yayasan, maka Akta Yayasan harus diubah terlebih dahulu dengan mengeluarkan nama tersebut sebelum yang bersangkutan dapat diangkat sebagai pelaksana Sekretariat FKKM. Catatan—untuk dituangkan pada Rekomendasi/Keputusan Munas Ke-8 FKKM: Pada Munas Ke-8 FKKM ditunjuk … untuk mengurus pembuatan Akta Pendirian Yayasan (dengan merujuk pada Statuta FKKM), mengurus Surat Keterangan Domisili Yayasan, mengurus NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), mengurus rekening bank atas-nama Yayasan [serta meregistrasikan Yayasan di Kementerian Hukum dan HAM].


86   Prosiding

Pertemuan dan Pengambilan Keputusan

Pertemuan FKKM terdiri dari: a. Musyawarah/[Pertemuan] Nasional b. Rapat Dewan Pengurus [Nasional] c. Rapat Kesekretariatan Musyawarah Nasional diselenggarakan 3 (tiga) tahun sekali dengan mengikutsertakan segenap konstituen FKKM … Penyusunan Program Kerja … Pemilihan Dewan Pengurus [Nasional] … Pertanggung-jawaban Dewan Pengurus [Nasional] … Pemilihan Kepengurusan Yayasan … Rapat Dewan Pengurus [Nasional] … Rapat Kesekretariatan … Pendanaan Organisasi Perubahan Statuta Pembubaran Organisasi Aturan Peralihan Aturan Penutup

PEMBAHASAN DAN MASUKAN :

•• Draft secara umum sudah disetujui, namun masih perlu beberapa perbaikan, dengan klarifikasi berupa pernyataan/pernyataan dari forum Sesi Respon Forum atas Statuta : Muh. Alif :

•• •• •• ••

KM sebagai Paradigma KM, yaitu pedoman untuk bertindak Logika biner tidak layak dipakai untuk KM Sudah waktunya FKKM merubah KM dari sekedar gerakan Penting diatur dalam Statuta atau disebutkan mengenai alat organisasi wilayah, bukan hanya sebagai pengurus •• Kalau nasional ditandai warna kuning, mengapa wilayah/daerah tidak? Wisma :

•• Maksud dan tujuan poin B, (kegiatan dan usaha) •• Statuta penting untuk merumuskan FKKM wilayah bisa dibentuk dengan syarat minimal adanya keterwakilan para pihak di daerah setempat, kemudian menyelenggarakan musda minimal 1 tahun sekali. Jangan hanya sebagai mitra kerja di daerah. •• Perlu dijelaskan dalam Statuta mengenai pembentukan badan usaha beserta mekanismenya


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   87

Purwadi :

•• Keanggotaan FKKM terdapat pilihan, untuk mendorong tata kelembagaan yang baik, mungkin lebih baik dipilih yang aktif •• Mekanisme pengambilan keputusan belum dimasukkan dalam Statuta •• Masing-masing kamar seharusnya memiliki persentase suara, yaitu 20%, bukan dinyatakan dalam satu suara •• Mustinya DPN bertanggungjawab kepada MUNAS •• Fungsi eksekutif diperankan Seknas, fungsi mandataris diperankan DPN yang kemudian menunjuk Seknas •• Agenda Munas seharusnya terdapat pertanggungjawaban Seknas kepada Munas, apakah diterima atau tidak •• Yayasan akan memiliki tanggungjawab yang sangat besar kepada pihak ketiga, jangan hanya sebagai nama saja. Fungsi yayasan FKKM ada 2 : fungsi kontraktual dan fungsi transaksial •• Seknas akan membuat budgeting yang kemudian disetujui DPN, kemudian disampaikan pada Yayasan •• Selain pemilihan DPN, penting untuk Dewan Pembina, Dewan Pengurus, dan Dewan Pengawas pun perlu ditentukan dalam forum •• Muayat : Lebih baik lakukan diskusi lebih kecil untuk membahas masalah kompromi Adam :

Apakah tidak perlu mencantumkan tanggungjawab FKKM terhadap pengembangan KM? Laurel :

•• Statuta yang dibuat untuk FKKM Nasional, jadi tidak berbenturan dengan daerah •• Lebih baik membahas FKKM daerah, lebih baik mengadakan Munas selanjutnya •• Konsep, banyak varian KM. Jika dihapus menjadi konsep, maka akan menjadi ideologi bukan konsep lagi •• Riau sudah otonom, bukan hirarki struktural, tidak bisa langsung dimasukkan Nasional •• Badan hukum (legal person) vs badan usaha (PT, CV, koperasi) •• Pilihan stelsel, apabila dipilih aktif, maka tidak memerlukan daftar ulang bagi yang sudah terdaftar •• Pertanggungjawaban, peran utusan hanya bertanggungjawab pada yang mengutus, bukan pada forum •• Terdapat kesalahpahaman antara kerja Seknas dengan DPN mengenai pertanggungjawaban Muayat :

•• Menurut pendiri, wilayah diperlukan tanpa hubungan hirarkis dengan nasional atau otonom. Hubungan berupa fungsional dan kontraktual •• Keanggotaan lebih baik bersifat cair dan dikelola di wilayah, lebih baik menjadi stelsel pasif saja Pimpinan Sidang :

•• Wilayah diatur dalam Statuta •• Anggota diatur menjadi pasif •• FKKM sebagai gerakan Muayat :

•• Yayasan walaupun ada tidak perlu nampak •• Perlu melihat 3 tahun ke depan terlebih dahulu


88   Prosiding

Christine : •• Apabila mengacu bahwa Yayasan hanya dibawah meja, berarti teman-teman di Yayasan yang akan melakukan kegiatan, nanti hanya orang-orang itu saja. Alloy :

•• Keberatan apabila Yayasan hanya dibuat dibawah laci, atau jangan harap akan ada rapat. Terkait dengan Yayasan, mesti ada mekanisme karena bertanggungjawab kepada pihak ketiga, terkait pada funding. Dwi Sudarsono :

•• Aturan terkait Yayasan harus tercantum pada statuta, menjadi pasal atau bab tersendiri. Harus jelas dan spesifik. •• Sebaiknya diatur bagaimana otorisasi keuangan Baju abu2 :

•• Kita setengah hati antara kebutuhan, tapi menghindar dari kondisi cair. •• Yayasan sudah disepakati merupakan suatu proses yang akan dijalankan kedepannya Rahmat Sabani :

•• Yayasan bukan organ FKKM, perlu diatur secara jelas bagaimana hubungannya Wisma :

Yayasan perlu melakukan rapat satu kali untuk membahas keperluan pendanaan. Irfan :

•• Jangan sampai FKKM menjadi NGO. Jangan istilahkan Yayasan sebagai dapur, lebih baik dompet •• Seknas dibayar, pembina adalah DPN Muayat : Apabila Yayasan menjadi dapur, berarti mencari duit untuk FKKM. Pimpinan Sidang :

•• •• •• ••

Akan diatur mengenai badan hukum, dan hubungannya dengan FKKM DPN hanya bisa menjadi pembina atau pengawas, orang lain yang menjadi pengurus Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, akan diatur dalam mekanisme tertentu DPN setiap kamar 4, dengan satu koordinator, dan satu suara


AGENDA SIDANG : PEMBAHASAN PROGRAM KERJA FKKM Pimpinan Sidang : Syamsu Alam Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Waktu : 15.30-17.00 Pimpinan Sidang :

Masing-masing kamar/pihak telah membahas tentang program kerja FKKM. Kami mengundang masing kamar/pihak untuk menyampaikan program kerja yang diusulkan. Kamar/pihak yang akan mengusulkan program terdiri dari: 1. Kamar/pihak Masyarakat 2. Kamar/pihak Pengusaha 3. Kamar/pihak LSM/NGO 4. Kamar/pihak Pemerintah 5. Kamar/pihak Akademisi

Pemaparan 1. Usulan Program Dari Kamar/Pihak Masyarakat Oleh: Sujarni Alloy Mengacu pada Isu Strategis FKKM 2011-2025

•• Meningkatkan kapasitas organisasi dan fungsi pelayanan FKKM (menjawab hubungan Seknas dg wilayah) •• Mendorong kebijakan dan tata kelola di bidang kehutanan kolaboratif •• FKKM sebagai pusat informasi dan media kehutanan terbesar dan terlengkap di Indonesia (belajar dan mengakses informasi, seharusnya FKKM banyak mengakses data seluruh kehutanan) •• Kemandirian finansial A.  Program Kerja dalam Meningkatkan Kapasitas Organisai dan Fungsi Pelayanan FKKM

1. Pelatihan database bagi petugas di Seknas dan Sekwil bagian infokom 2. Pelatihan jurnalistik [seknas & sekwil] u/ Warta]. Keunggulan seknas memiliki rutinitas mencetak warta, tapi sumber daya manusia yang ada dalam teknis penerbitan warta kurang memadai. 3. Pengadaan dana yang cukup untuk menjalankan program 4. Melakukan assesment potensi wilayah dalam upaya pengembangan KM yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan prinsip lestari dan berkelanjutan. 5. Memfasilitasi belajar antar petani B.  Program Kerja dalam Mendorong Kebijakan dan Tata Kelola di bidang Kehutanan Kolaboratif

1. Melakukan advokasi kebijakan di bidang kehutanan


90   Prosiding

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi anggota di bidang KM Membangunan hubungan yang sinergis dengan multi pihak Memfasilitasi penyelesai konflik multi pihak Mendorong proses belajar bersama multi pihak dalam pembangunan hutan yang lestari Membangun pilot model KM versi FKKM FKKM mendorong percepatan pembahasan PP tentang Hutan Adat dan PP PHBM

C.  Program Kerja dalam FKKM sebagai Pusat Informasi dan Media Kehutanan

1. Membuat database tentang kehutanan 2. Menerbitkan Warta dan Jurnal secara periodik 3. Membangun sistem informasi menejemen berbasis kelompok D.  Program Kerja Kemandirian Finansial

1. Memfasilitasi anggota terhadap akses pasar 2. Membangun unit-unit usaha berbasis KM 3. Fundrising

Pemaparan 2. Usulan Program dari Kamar/ Pihak Pengusaha Oleh: I.G. Sumantri A.  Pembaharuan Kebijakan

•• Mendorong peran serta Pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengatur tata kuasa pengelolaan hutan kemitraan

•• Mendorong peran serta para pihak untuk membuat pedoman kemitraan. Karena banyak pola kehutanan masyarakat sehingga perlu adanya pedoman untuk menjadi acuan bersama. •• Mendorong Pemerintah untuk terlibat aktif dalam kelembagaan kemitraan •• Peningkatan peran dalam mendorong proses yang transparan dan adil dalam penetapan dan pengalokasian dana-dana bantuan pemerintah (cq. KBR, kredit BLU) pada kelompok-kelompok KM B. Ekstensifikasi

•• Mendorong Pemerintah untuk membuat kebijakan yang bisa digunakan untuk membangun kemitraan swasta dengan masyarakat •• Mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan pemanfaatan kawasan konservasi dengan sistem kolaborasi dengan masyarakat dalam pola KM yang dapat menjadi payung hukum bagi unit bisnis (pemegang IUPHHK-HT/HA) •• Mendorong para pihak untuk membuat forum yang lebih memperhatikan kemitraan swasta dengan masyarakat


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   91

•• Memfasilitasi pertukaran pengalaman antar wilayah sehingga keberhasilan KM dapat ditularkan ke wilayah-wilayah lainnya •• Mendorong manfaat sertifikasi PHPL-SVLK bagi peningkatan nilai kayu/tegakan di pasaran sehingga pengembangan KM lebih menarik bagi masyarakat sekitar hutan •• Mengadvokasi kelompok KM dalam pengembangan jaringan bisnis dan informasi perkembangan pasar kayu secara nasional (informasi pasar harga-harga kayu) C. Intensifikasi

•• Mendorong peran serta para pihak untuk memfasilitasi pembentukan dan peningkatan kapasitas kelembagaan kemitraan yang dapat menjadi lembaga bisnis yang berbasis kayu maupun non kayu. Contoh : LMDH dengan Perhutani, KUB dengan Finnantara •• Memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber benih yang berkualitas untuk dikembangkan kelompok KM sehingga produktifitas hasil kayu lebih meningkat •• Meningkatkan peran AMAN sebagai lembaga bisnis pengembangan KM (Hutan Adat)

Pemaparan 3. Usulan Program Kerja dari Kamar/Pihak NGO Oleh: Wisma •• Bagaimana FKKM mampu membangun advokasi anggaran kepada pemerintah. FKKM harus mampu memperjuangkan 3 triliun untuk kehutanan masyarakat. Rasionalitas angka dapat di identifikasi dengan identifikasi melalui projek ideal dalam pengembangan KM (alokasi dana dari pemerintah). •• Mendorong pelaksanaan PNPM kehutanan Tambahan (Irfan) : •• Argumentasi pernyataan bahwa peluang kebijakan yang ada telah beragam HKM, HA, HD dan PHBM. Paradoksal tidak disertainya anggaran yang memadai, contoh untuk pendampingan 1 ha KM diperlukan dana Rp 600.000,00. Jika hal ini tidak dijadikan sesuatu yang konkrit maka tahun kedepan permasalahan inipun akan sama. Setelah tercapai baru kita akan melakukan loncatan terhadap program lain. Tambahan (Edi Suprapto) : •• Hambatan yang kita ketahui di seminar pertama dan kedua adalah anggaran. Sehingga diperlukan = 1. Advokasi Anggaran, dan 2. FKKM Nasional harus memecah kebekuan birokrasi KM. Tambahan : Ada beberapa capaian yang telah dicapai oleh FKKM, dan pertanyaanya mau diapakan pengelolaan FKKM di wilayah.


92   Prosiding

Pemaparan 4. Usulan Program Kerja dari Kamar/ Pihak Akademisi

Oleh: Golar Kebijakan

•• KM di kawasan Konservasi (Zona Khusus, Zona Tradisional, HKm, dll) •• Mendorong penyelesaian RPP Hutan Adat •• Kebijakan terkait Penyederhanaan Akses dan Tata Kelola terhadap Skema-skema KM (Hutan Desa , HKm, Kemitraan, dll) •• Revisi (Penyempurnaan) kebijakan terkait REDD+ tentang akses dan benefit sharing pada masyarakat lokal •• Kebijakan penerapan SVLK di Hutan Rakyat yang adaptif dan berkelanjutan Intensifikasi

•• Penguatan laboratorium KM, dan atau pembangunan sekolah lapang KM sebagai tempat belajar bersama •• Penguatan kelembagaan dan tata kelola KM •• Pengelolaan sistem informasi KM, Warta, Jurnal dan media komunikasi lainnya •• Capacity building para pihak (Kelola KM, Jasa lingkungan, Penyiapan REDD+, SVLK) Ekstensifikasi

•• Perluasan site pengusulan wilayah kelola KM •• Memanfaatkan jejaring FKKM dan mitra di daerah, nasional dan internasional untuk share learning dalam kerangka perluasan site KM •• Pengembangan riset-riset KM secara kolaboratif antar FKKM Nasional dan Wilayah Pemaparan 5. Usulan Program Kerja dari Kamar/ Pihak Pemerintah

Oleh: Hesti Sugiri Isu-isu yang dapat dituliskan

•• Alokasi dana Pemda minim untuk KM, karena gap komunikasi. Pemda tidak pernah ada komunikasi antara pusat dan daerah sehingga pusat dan daerah jalan sendiri •• Pendampingan masih terbatas baik kualitas dan kuantitas di kabupaten. Sarjana kehutanan dan pertanian sangat kurang, ketika diminta menjadi fasilitator memiliki hal yang sulit dalam melayani pertanyaan masyarakat


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   93

•• Legalitas: perizinan yang sangat lambat. Anggaran berlaku satu tahun tapi masyarakat lambat •• Partisipasi pemda kurang karena 3 hal tersebut Program yang perlu dilakukan:

•• Kerjasama FKKM dengan APKASI dan Depdagri untuk diseminasi tentang KM; KM tidak termasuk bagian yang dianggarkan dalam keuangan Depdagri. •• Kemenhut, Advokasi: secara khusus pemerintah pusat sudah mengalokasikan dana DAK dekon. PNPM kehutanan sudah dibicarakan tapi implementasi belum muncul. KBR perencanaan baik tapi kalah dari segi politik. •• Setiap kabupaten memiliki Dana Sharing tetapi sulit tidak terkordinasi karena kurang komunikasi pusat dan daerah, sehingga relevansi output tidak ada •• Legalitas: FKKM pada tingkat kabupaten harapanhya bisa berfungsi sehingga kabupaten bisa mengalokasikan anggaran. FKKM mengarahkan program kerja agar alokasi dana kegiatan jelas untuk apa, pemerintah perlu masukan, Permendagri No 13 bisa dilakukan. KM bisa dianggarkan •• Alokasi dana khusus untuk sekolah lapang. SDM yang dimiliki kehutanan cuma 7 orang padahal luasan 50 ha. Anggaran 5 Milyar tapi yang mengerjakan 5 orang sehingga sulit untuk menyusun target anggaran (Kab Buleleng). •• FKKM bisa mengkomunikasikan semua permasalahan KM dengan baik. Pimpinan Sidang :

Terdapat empat fokus utama, yang dapat dilihat dari hasil pemaparan: 1. Advokasi Kebijakan HA, HKm, HD 2. Advokasi Kebijakan Anggaran (fokus untuk 3 tahun kedepan): Dana KM banyak anggarannya tapi belum terserap contoh dana DAK, Depdagri dll. KM semua lintas kepentingan (pertanian, kehutanan, sosia;l, ternak dll) jadi pantas dapat PNPM. Kunci keberhasilan penentuan program adalah pusat. 3. Pengingkatan kapasitas para pihak 4. Tempat belajar bersama Pembahasan dan Masukan : Rustanto :

•• Menambahkan persentasi 5 kamar ada satu poin terlewat yaitu terkait reposisi kelembagaan dan dalam statuta pun dibahas adanya pengembangan jaringan, dan saya tidak melihat program yang spesifik terkait itu. •• Apakah dengan dibentuknya capasity building dengan segala ketentuan, apakah ini tidak berat bagi FKKM selaku forum. Andri Santosa:

•• Menanggapi pertanyaan mas Tanto, kita kembalikanke pertanyaan siapa FKKM ? dan akan dibebankan kepada FKKM atau kita semua ? •• Sekarang kondisinya berbeda, perlu reposisi peran. Jika program dijalankan maka dijalankan oleh bersama, FKKM harus memilih program strategis yang relevan ke depan tidak semua perlu dijalankan sendiri


94   Prosiding

Piminan Sidang :

FKKM tidak kerja sendiri FKKM hanya memfasilitasi Irfan:

•• Sepakat dengan mas Andri dan mas Tanto: FKKM kegiatannya banyak, dan harus memilih ketika FKKM menjadi FKKM bukan jaringan. •• Saran: harus memeras semua program-program yang ada dimana yang akan dilaksanakan adalah agendaagenda yang harus dan akan dilakukan. Yunus:

•• Usul konkrit dan saran: ini ekstraknya program kedepan diinventarisasi mana yang akan menjadi mana areal seknas atau mana yang akan menjadi program wilayah tinggal di sinkronisasikan. •• Setnas sebagai kawasan belajar tingkat nasional karena materi yang disajikan dalam pernas sudah mencakup semua bidang, sehingga permasalahanpun dapat teridentifikasi. Jangan memberi beban kepada Seknas sesuai dengan kapasitas. Natsir :

Konkrit, HPH yang dilepas untuk dijadikan hutan pemanfaatan HA, KM Muayat:

•• Mengapa FKKM harus dikasih uang oleh Ford Foundation ? •• Bagaimana FKKM mendorong penyederhanaan birokrasi perizinan. •• Jangan menggantungkan hidup kepada donor, dephutpun bisa memberikan dana atau pihak lain melalui CSR. Pimpinan Sidang:

Agar pekerjaan FKKM tidak tabrakan ada spesifikasi yang harus dilakukan dalam ciri khas. Program perlu dipilih kembali melalui tim perumus bentukan DPN.


AGENDA SIDANG : PEMILIHAN DPN FKKM 2011-2014 Pimpinan Sidang : Sambusir Notulen : Anita Hafsari Rufaidah Waktu : 17.00-18.00 Pimpinan Sidang :

•• Masing-masing kamar/pihak untuk mengusulkan nama-nama yang akan duduk di DPN •• Berdasarkan pemaparan banyak tantangan dan peluang yang bisa kita dapatkan, tapi semua memiliki tujuan yang sama yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. •• Sudah saatnya semua pihak bersinergi untuk menjalankan semua rumusan yang telah ditetapkan, agar ada komunikasi aktif antara masing-masing kamar/pihak. •• Perwakilan yang akan diusulkan diharapkan dapat menghasilkan kinerja dan manfaat baik untuk masyarakat. •• Apakah perlu waktu untuk menentukan wakil dari semua kamar? Tanggapan dan Masukan : Laurel:

Untuk Yayasan : DPN bisa sebagai Pembina, Pengawas dan Pengurus bisa segera ditentukan Ketua, Sekretaris, dan Bendahara, juga perlu ditunjuk petugas untuk mengurus legalisasi Yayasan. Natsir :

Yang dipilih disini DPN saja dan nanti DPN yang bangun personil Yayasan jangan sampai ada kesamaan derajat. Laurel:

berarti saya harus merubah redaksi ? Pimpinan Sidang:

memang sudah diketok pemilihan ada 2, yaitu DPN dan Yayasan. Alloy:

Kesepakatan FKKM harus terpisah dengan Yayasan, agenda sekarang tidak dalam konteks pemilihan Yayasan, tapi masing-masing kamar hanya mengusulkan beberapa nama untuk pemilihan Yayasan, nanti DPN yang milih. Pimpinan Sidang:

Sidang di skor 5 menit untuk kamar atau pihak-pihak menentukan wakil dalamnya sebagai DPN FKKM


96   Prosiding

USULAN DPN DAN PENGURUS YAYASAN: Kamar

Perwakilan

Jabatan

Keterangan

Akademisi

Christine W. Udiansyah Emi Roslinda Nurul Komar

Ketua DPN Koordinator

UNILA UNLAM UNTAN UNRI

Pengusaha

Wakil Ketua DPN Dian Novarina CP. Munoz Bambang Widiantoro IBW Putra

Masyarakat

Sujarni Aloy Anwar Ibrahim Subhan Muhamad Adib

LSM

Berdy Steven Wisma Rustanto Rahmat Hidayat

Pemerintah (Daerah dan Pusat)

Syamsu Alam Hesti Sagiri Fadrizal Labay Kemenhut??

Koordinator

Koordinator

Yayasan

Kalimantan Sumatera Sulawesi Jawa-Bali

Yunus T. Sukoco G. P. Armada

Jawa Sumatera Sulawesi Jambi

M. Nasir

Sulsel Bali Riau

Pimpinan Sidang :

Demikian DPN 2011-2014 mudah-mudahan FKKM bisa lebih baik dari sebelumnya. Masukan

Purwadi: Koordinator harus dipilih munas bukan oleh anggota. Christine: Mohon dibahas juga mengenai kinerja selama periode transisi. Laurel: Silahkan diskusi di milinglist saja, seharusnya panitia scan KTP untuk leglitas, transisi tinggal diputuskan 2 bulan atau 3 bulan. Andri : DPN terpilih rapat 10 menit untuk pemilihan koordinator, termasuk waktu transisi, Masyarakat: Yang sibuk Waseknas, harus dikukuhkan sebagai seknas sehingga bisa lebih aktif


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   97

DPN FKKM 2011-2014

Akademisi :

Pengusaha :

Masyarakat :

LSM :

Pemerintah :


98   Prosiding

REKOMENDASI PENGURUS YAYASAN FKKM 2011-2014 : Masyarakat :

LSM :

Pimpinan Sidang : Udianyah (DPN terpilih) Keputusan Rapat DPN adalah

Memandatkan Sdr. Laurel Heydir untuk menyelesaikan/finalisasi Statuta FKKM. Memperpanjang masa kerja Seknas sampai 31 November 201 dengan tugas (1) menyelesaikan pekerjaan yang sedang berjalan,(2) membuat program strategis 2011-2014, dan (3) memfasilitasi pemilihan Seknas FKKM 2011-2014.


MATERI PRESENTASI SEMINAR FKKM

SEMINAR SESI I: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU DUKUNGAN PROGRAM DAN KEBIJAKAN DITJEN BPDAS-PS DALAM PENGEMBANGAN USAHA KEHUTANAN MASYARAKAT

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


100   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   101


102   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   103


104   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   105


106   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   107


108   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   109


110   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   111


112   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   113


114   Prosiding


SEMINAR SESI I: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU


116   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   117


118   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   119


120   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   121


122   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   123


124   Prosiding


SEMINAR SESI I: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN TANTANGAN LEGALITAS KAYU SVLK: TANTANGAN DAN PELUANG BAGI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT


126   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   127


128   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   129



MATERI PRESENTASI SEMINAR FKKM

SEMINAR SESI II: TANTANGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN JARINGAN KERJANYA TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM KEHUTANAN MASYARAKAT DI INDONESIA

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


132   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   133


134   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   135


136   Prosiding


SEMINAR SESI II: TANTANGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN JARINGAN KERJANYA STRATEGI ADAPTASI MANAJEMEN PERUSAHAAN DALAM MENGHADAPI DINAMIKA SOSIAL PENGELOLAAN HUTAN


138   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   139


140   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   141


142   Prosiding


SEMINAR SESI II: TANTANGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN JARINGAN KERJANYA TANTANGAN JARINGAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM FOREST LAND REFORM DAN SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT


144   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   145


146   Prosiding


MATERI PRESENTASI SEMINAR FKKM

SEMINAR SESI III: PHPL & SVLK, PRAKTEK DAN PENGALAMAN LAPANGAN PENGALAMAN IMPLEMENTASI SVLK DI WONOSOBO

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


148   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   149


150   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   151


152   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   153


154   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   155



SEMINAR SESI III: PHPL & SVLK, PRAKTEK DAN PENGALAMAN LAPANGAN MEMADUKAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGEMBANGAN EKONOMI MELALUI KOPERASI


158   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   159


160   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   161


162   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   163



SEMINAR SESI III: PHPL & SVLK, PRAKTEK DAN PENGALAMAN LAPANGAN PENATAAN KELEMBAGAAN UNTUK IMPLEMENTASI SVLK


166   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   167


168   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   169


170   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   171



MATERI PRESENTASI SEMINAR FKKM

SEMINAR SESI IV: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN PERUBAHAN IKLIM KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM SKEMA REDD+ DI INDONESIA

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


174   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   175


176   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   177


178   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   179


180   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   181


182   Prosiding


SEMINAR SESI IV: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN PERUBAHAN IKLIM KAJIAN KEBIJAKAN KEHUTANAN MASYARAKAT DAN KESIAPANNYA DALAM REDD+


184   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   185


186   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   187


188   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   189


190   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   191


192   Prosiding


SEMINAR SESI IV: KEHUTANAN MASYARAKAT DAN PERUBAHAN IKLIM TANTANGAN PEMANFAATAN REFORESTASI RAWA GAMBUT BERBASIS HTI BERPOLA SUPK


194   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   195


196   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   197


198   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   199


200   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   201


202   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   203


204   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   205



ROUNDTABLE DISCUSSION: PELUANG DAN HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ DAN VCM (PENGALAMAN LAPANGAN) PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN NON KAYU BAGI MASYARAKAT GUGUK

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


208   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   209


210   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   211



ROUNDTABLE DISCUSSION: PELUANG DAN HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ DAN VCM (PENGALAMAN LAPANGAN) PENGALAMAN FFI MENGEMBANGKAN REDD+ PADA HUTAN DESA DI KETAPANG


214   Prosiding


ROUNDTABLE DISCUSSION: PELUANG DAN HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ DAN VCM (PENGALAMAN LAPANGAN) MENGEMBANGKAN KEMITRAAN DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI


216   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   217


218   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   219


220   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   221


222   Prosiding


ROUNDTABLE DISCUSSION: PELUANG DAN HAMBATAN KEHUTANAN MASYARAKAT DALAM REDD+ DAN VCM (PENGALAMAN LAPANGAN) MENDEKATKAN PHBML DENGAN PASAR KARBON


224   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   225


226   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   227


228   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   229


230   Prosiding


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   231


232   Prosiding


DAFTAR PESERTA/PARTISIPAN PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT 2011 BOGOR, 6-9 SEPTEMBER 2011 NO

NAMA

1 2 3 4 5 6 7

Achmad Rafiqul Umam Adam Kurniawan Ahmad Aulia Arsyad Ahmad Kusworo Aiden Yusti Agus Hernadi Agus Justianto

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Agus Sumantri Amsurya W.A. Andhika Vega Praputra Andiko Andri Santosa Anita Hafsari Rufaidah Anny A. Antonius Sumadi Haryoko Anwar Ibrahim Arif Aliadi Asep Muyana Asep Saefullah Aslan Sianipar Asmadi

22 23 24 25 26 27

Bambang Riyanto Bambang Supriyanto Bambang Widyantoro Basri Berdy Steven Budi Yahna Wiharja

28 29

Christine Wulandari C.P. Munoz

30 31 32 33

Darsono Daru Ascarya Dede Suryana Diah Raharjo

LEMBAGA/INSTANSI A Fahutan IPB BALANG – Bantaeng, Sulsel FEMA IPB FFI – Fauna Flora International, Jakarta FKKM Riau UN-REDD Direktur Bina Rencana Pemanfaatan & Usaha Kawasan – BUK, Kemhut RI Koperasi GM Wanatirta – Lampung Tengah Burung Indonesia – Bogor PILI – Bogor HuMa – Jakarta FKKM Fahutan IPB SAMDHANA – Bogor Kadishut Kabupaten Sanggau - Kalbar Mukim Aceh LATIN – Bogor Yayasan PUTER Indonesia FKKM PT Satria Perkasa Agung – Jakarta FKKM Riau B Kementrian Kehutanan RI Direktorat PJLK2HL – PHKA, Kemhut RI APHI LKD – Lembaga Konservasi Desa, Riau SUPHEL – Solo, Jawa Tengah Fahutan IPB C Universitas Lampung/FKKM PT AA/SMF – Jakarta D Petani HKm – Lampung IDEAS Consultant – Bogor POKLAN – Jawa Barat MFP Kehati

PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT


234   Prosiding

NO 34 35 36

NAMA Didik Suharjito Dudun Handikto Dwi Sudarsono

37 38 39 40 41 42 43

Eddy Sudiono Edi Suprapto Eko Yuli Witoto Emi Roslinda Endang Setiawan Ery N. Dahlan Exwan Novianto

44 45 46

Fachrudin Rijadi Fadrizal Labay Fajar Kaprawi

47 48 49 50 51

Gladi Hardiyanto Gloria Samantha Godi Utama Golar Gusti Putu Armada

52 53 54 55 56 57 58 59 60 61

H. Artim Haidar Happy Tarumadevynto Hari Cahyono Harry Alexander Harry Santoso Hasantoha Adnan Syahputra Hendra Purnadi Hermont A.Y. Mella Hesti Sagiri

62 63 64 65 66 67 68 69 70

I.G.A.K. Sumantri I.G.N Andika Indrastuti I Ketut Mangku I Made Suarnatha Iman Santoso Irfan Bakhtiar Iriani Jayasantika Irma Dana

71

Jomi Suhendri S.

72 73

Kasmita Widodo Khaerul Basyar

LEMBAGA/INSTANSI Fahutan IPB PT Finnantara Intiga SAMANTHA Foundation – NTB E APHI ARUPA – Yogyakarta PT. INHUTANI III Universitas Tanjung Pura MFP Kehati PHKA Kemhut RI SHOREA – Yogyakarta F JAVLEC – Java Learning Centre, Yogyakarta BLH Propinsi Riau/DPN FKKM PETRA – Medan, Sumatera Utara G LEI - Lembaga Ekolabel Indonesia, Bogor NG Indocitra KOPI – Bandung Universitas Tadulako – Palu, Sulawesi Tengah APIK – Buleleng, Bali H Petani HKm - Nusa Tenggara Barat FEMA – IPB ASFN – Jakarta Faswil FKKM Jawa Timur UIN/POLIGG Dirjen BPDAS-PS Kemhut RI FKKM Dit. Bina Usaha Hutan Tanaman – BUK Kemhut RI FKKM NTT Dishubun Kabupaten Buleleng – Bali I PT SMF – Jakarta Biro Hukum Kemhut RI KaBadan Penyuluhan Kemhut RI BUMDES – Buleleng, Bali Yayasan Wisnu – Bali Dirjen BUK Kemhut RI MFP Kehati PUTER Indonesia – Bogor SAMDHANA – Bogor J FKKM Sumbar K JKPP – Bogor PT RAPP


PERTEMUAN NASIONAL KEHUTANAN MASYARAKAT   235

NO

NAMA

74 75

Laurel Heydir Lea Alexandra

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91

M. Adib M. Ali Syaputra M. Gusti Zainal M. Natsir Abbas M. Sidik M. Syukur Mahendra Taher Maidi Ward Marwan Azis Moh. Djauhari Moira Moelinono Muayat Ali Muhshi Mubariq Ahmad Muh. Alif KS Mustofa Agung Sarjono Myrna Safitri

92 93 94 95 96 97

Najib Asmani Nurhadi Nurmartamtoro Naufal Achmad Nina Indah K. Nurul Qomar

98 99 100

Puji Purwadi Soeprihanto Pra Budi Winarto

101 102 103 104 105 106 107 108

Rahma Rahmat Hidayat Rahmat Sabani Rahmawaty Ridwan Rini Pahlawanti Rufinus Rustanto

109 110 111 112 113 114

Sambusir Satriyo Hadi Sih Yuniati Sofya Rahman Soni Trison Subhan

LEMBAGA/INSTANSI L FKKM Megaswara – Bogor M LMDH – Lembaga Masyarakat Desa Hutan, Jawa Tengah LKD – Lembaga Konservasi Desa, Riau FKKM Sulsel FKKM Sulteng YKWS – Yayasan Konservasi Way Seputih, Lampung MFP Kehati SSS – Sumatra Supporting Support BUK Kemhut RI FKKM/BERITA LINGKUNGAN KpSHK – Bogor CIFOR – Bogor DPN FKKM UI/WB Universitas Hasanudin Universitas Mulawarman Epistema –Jakarta N Universitas Sriwijaya KAIL – Jawa Timur PT. SAM/RHM TLKM UH – Tim Layanan Kehutanan Masyarakat, Univ Hasanudin IPB FKKM Riau P KEHATI – Jakarta DPN FKKM BPPHH – BUK, Kemhut RI R HuMa – Jakarta WARSI/FKKM Jambi KONSEPSI – NTB Universitas Sumatera Utara FKKM Ketapang - Kalbar FKKM Lampung Perkumpulan TOMAS – Kalimantan Barat SCF – Sulawesi Community Foundation S PT SBA/SHR RINCONG – Aceh CAPABLE – Jakarta Masyarakat Adat Gukguk – Jambi Fahutan IPB FKKM Sulsel


236   Prosiding

NO 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125

NAMA Sugeng Raharjo Sugeng Suyono Suhendri Sujarni Alloy Sukoco Sumarto Suharno Susy Fauziah Suwito Suwondo Steve Rhee Syamsu Alam

126 127

Teguh Rahardja Titik Wahyuningsih

128

Udiansyah

129

Veny Iswati

130 131 132

Wawan Wiratno Wisma Wardana

133 134 135 136 137 138 139

Y. Arihadi Yofri Haryadi Yogi Irmamuddin Yando Zakaria Yuslam Fikri Ansari Yunus Takandewa Yuyu Arian

LEMBAGA/INSTANSI FFI – Fauna Flora International, Jakarta Koperasi Wana Manunggal Lestari – Yogyakarta WATALA – Lampung DPN FKKM DPN FKKM Direktur PJLK2HL - PHKA Kemhut RI HuMa – Jakarta WGP – Working Group Pemberdayaan APHR – Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat, Wonosobo – Jateng Ford Foundation - Jakarta Pemerintah Kabupaten Bantaeng – Sulsel T KLN Kemhut FKKM U Universitas Lambung Mangkurat V LATIN – Bogor W KLN Kemhut RI PHKA Kemhut RI Jambi/DPN FKKM Y RECOFTC – Bogor RRI – Bogor KOPI – Bandung, Jabar KARSA – Yogyakarta KOPI – Bandung, Jabar FKKM NTT PT SMF – Jakarta



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.