EDISI JULI 2013
SLiLiT
ARENA Jelas & Mengganjal
www.lpmarena.com
INDEKS
Jum’at, 12 Juli 2013
5| Hasil Dari Pemilwa yang tak Representatif
SLiLiT ARENA Diterbitkan Oleh: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
9| Pemilwa (pun) Lahir di Pusaran Konflik
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta baru saja selesai menyelenggarakan pesta demokrasi, yang diwujudkan dalam melakukan
Hingga hari H Pemilwa, APMP tetap menuntut penyelenggaraan Pemilwa ulang.
10|
12|
Berjalan untuk Sebuah Perubahan
Pecah Kongsi Malam H-1
Partai Aliansi telah melakukan audiensi dengan rektorat sepuluh kali dan tiga kali melakukan aksi massa.
Aksi yang rencananya akan digelar ketika pemilwa, buyar dikarenakan APMP tidak satu suara. Ini dikarenakan
14|
16|
FEBI, Legalitas Prodi Semata
Sengkarut Ortaker Baru
Selama ini, FEBI hanya berlindung dengan SK yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendis. Padahal, dalam aturan yang ada,
Struktural pejabat baru UIN Suka telah terbentuk berbekal PMA Nomor 26 tahun 2013, yang hingga saat ini masih dianalisis
Dewan Redaksi Anik Malussoleha, Munfa’ati
18|
20|
Pemimpin Redaksi Robi Kurniawan
Nurainun: Pemilwa yang Miskin Demokrasi
Pada Akhirnya Menyisakan Pelajaran
Nurainun Mangunsong, salah seorang dosen di Fakultas Syariah dan Hukum,
Pemilwa yang dikhwatirkan akan terjadi bentrok fisik ternyata tidak. Setelah pemilwa usai,
23|
24|
Kemahasiswaan Dinomorduakan
Fasilitas UIN Milik Siapa?
Pelindung Allah SWT Penasehat Rektor UIN Suka Pembina Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si Pemimpin Umum Taufiqurrohman Wk. Pemimpin Umum Ahmad Jamaludin Sekretaris Umum Ayu Usada Rengkaning Tyas Bendahara Puji Hariyanto
Redaktur Online Folly Akbar Redaktur SLiLiT Januardi Husin S Koordinator Liputan Wakhidatul Khoiriyah Staf Redaksi N Hafsanatul H, Ulufun N, Imra’atu S, Istikhana NH, Elmi, Andy, Fendi, Arif, Lilik, Khusni H,Chusna, Lugas, Mugiarjo, Ulfatul F, Anis, Dedik, Ghafur, Novi, Arifki, Ichus, Haetami, Bayu, Soim, Wulan, Riswan, Irsal, Ifa Rancang Sampul & Tata Letak Chafid, Sabik Lukisan Sampul Muka Ul-ul Poi-ser Judul: Membuka Kunci Fotografer Abdul Majid Direktur Perusahaan & Produksi Intan Pratiwi Koordinator Pusda Hasbullah Syarif
Perampingan struktur jabatan, ditambah kekosongan WR III, hingga saat ini tentunya berdampak
Beberapa fasilitas ruang publik yang ada di UIN Suka dimasukkan dalam sistem BLU. Artinya, selain mahasiswa,
26|
28|
Tantangan Milenium III: Tradisi dan Modernisasi Pendidikan Islam
Pemimpin “Tusuk Sate”
Pendidikan Islam memiliki catatan historis yang cukup panjang dalam perjalanannya.
Beberapa bulan lalu -maaf lupa tanggal tayangnya, Abdullah Hehamahua mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hal menarik terkait
Koordinator Jarkom Ardi Hartanto Saputra Koordinator PSDM Ahmad Taufiq Kantor Redaksi/Tata Usaha Student Center Lantai 1 No. 1/14 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Laksda Adi Sucipto Yogyakarta 55281 Telp. 085282638050 (Intan Pratiwi) http//: www.lpmarena.com
2
|
SLiLiT ARENA
SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Dan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan SLiLiT ARENA, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi LPM ARENA guna berdiskusi lebih lanjut. Wartawan SLiLiT ARENA dibekali tanda pengenal dalam setiap peliputan dan tidak menerima amplop dalam bentuk apapun
Jum’at, 12 Juli 2013
SURAT PEMBACA Rendahnya Penghargaan Untuk Sang Intelektual Muda*
P
enghargaan merupakan sebuah reward tersendiri bagi para intelektual muda kita. Tanpa adanya hal itu, yang akan terjadi adalah rendahnya sebuah motivasi belajar yang ada di dalam diri para intelektual muda kita. Penghargaan yang akan kita dapatkan nantinya bukan hanya bersifat materiil tetapi juga non-materiil. Jika kita melihat penghargaan yang ada di kampus putih kita, itu sudah lebih dari cukup. Dari Beasiswa Miskin, Beasiswa Gudang Garam, Beasiswa Djarum dan masih banyak lagi yang lainnya. Akan tetapi ada beberapa hal yang mengusik pikiran kami, Kenapa Beasiswa Penguatan Prodi pergi begitu saja? Kenapa Beasiswa Akademik Prestasi menghilang tanpa izin? kemudian Mengapa sekarang yang masih eksis hanya Beasiswa Miskin? Menurut berita yang kami dapatkan, “Semua Beasiswa yang hilang itu digabung dan ada di Beasiswa Miskin”. Atau janganjangan memang Beasiswa Prestasi dan Penguatan Prodi dihapus begitu saja? Mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut kami perlu penjelasan yang matang kepada para intelektual muda kita, agar tidak menimbulkan berita yang tidak-tidak di kampus putih ini. Memang ini hanya masalah label ataupun nama yang diberikan untuk beberapa beasiswa yang hadir di kampus kita. Tetapi sebuah label dan nama pun juga memiliki permasalahan yang serius. Nyatanya para intelektual muda kita mulai gusar dengan adanya penghapusan terhadap beberapa beasiswa yang ada. Imbas selanjutnya adalah para intelektual muda kita akan menangis. Menurut kami, apakah pantas para intelek muda yang berprestasi harus dimiskinkan? Apakah tepat jika intelektual yang berada di atas rata-rata kemudian harus dimiskinkan mental mereka? Jika memang beasiswa ini ditujukan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu dan otaknya berada di atas ratarata, maka kami bertanya, apakah mereka juga tidak menginginkan Beasiswa Prestasi? Menurut kami, pasti mereka akan mengambil Beasiswa Penguatan Prodi ataupun Akademik Prestasi bukan Beasiswa Miskin. Karena menurut kami, “Miskin tak apa, tetapi otak tetap juara. Miskin harta tidak masalah, tetapi jangan sampai mental miskin ada di jiwa kita”. Na'udzu billahi min dzalik. Memang kampus UIN Suka terkenal dengan pembiayaan yang murah, tetapi tidak lantas menjadi murahan. Karena bagaimanapun UIN sendiri mengharapkan mahasiswa yang berkualitas, oleh karenanya hargailah para intelektual muda yang berprestasi, niscaya mereka akan terus memberikan konstribusi lebih untuk dirinya, almamaternya, agamanya, dan bangsanya. Amin. Inilah kesedihan kami yang mewakili segenap para intelektual muda kampus putih UIN Sunan Kalijaga. Kami berharap kepada pihak yang bertanggung jawab mengenai hal tersebut, untuk segera mengambil langkah yang tepat. Dan jika memang ini sebuah sistem dan aturan yang berubah maka kami berharap perubahan tadi jangan berpihak kepada suatu kelompok (yang membuat aturan) saja. Tetapi cobalah untuk kemaslahatan orang banyak. Wallahu 'alam bii shawab. *)Muhammad Fazlur Rahman Mahasiswa semester enam Jur. Aqfil FUSAP
CATATAN KAKI “Perang”*
S
uatu waktu, keadaan kita tidak akan pernah lepas dari kata “perang”. Baik bentuknya fisik, wacana, maupun perang kepribadian. Memang benar apa yang dikatakan oleh Sun Tzu', ahli strategi perang China, “Dalam keadaan damai, bersiaplah untuk perang. Dalam keadaan perang, bersiaplah untuk berdamai.” Kita kerucutkan kalimat tersebut dalam konteks perang yang tidak hanya perang fisik. Dengan begitu, saya bisa mengatakan, di UIN Suka tengah terjadi “perang”. Baik di tingkatan mahasiswa maupun rektorat. Mungkin pikiran tentang “perang” di tataran mahasiswa tidak akan lepas dari konteks Pemilwa yang baru saja berlangsung. Sebenarnya tidak hanya itu. Perang di mahasiswa telah lama terjadi, sejak mulai terbentuk sekte-sekte golongan di kalangan mahasiswa. Golongan di mahasiswa bentuknya beragam sekali. Tidak usah berpikir golongan besar yang ada di UIN Suka hanya seputaran organisasisi esktra semisal PMII, HMI, IMM, KAMMI, dan yang sejenisnya. Tapi setiap perkumpulan, entah itu perkumpulan daerah, suku, jurusan, bahkan angkatan dalam suatu jurusan atau organisasi yang ada ialah bentuk dari suatu golongan. Golongan-golongan ini yang selalu “perang”. Perangnya beragam pula. Tapi yang pasti, asal muasal dari “perang” yang saya maksudkan ialah persoalan eksistensi. Setiap golongan pastinya ingin dianggap ada, paling tidak dianggap ada untuk dirinya sendiri dan golongannya. Bagi saya, dua orang atau lebih yang berkumpul, kemudian berbicara, dalam bentuk formal maupun tidak, ialah bentuk mereka menyusun strategi “perang”. Saya tidak pernah berpikiran bahwa apa yang dibicarakan dalam setiap perkumpulan merupakan bentuk kepedulian terhadap orang di luar mereka. Tidak pernah ada bentuk kepedulian yang murni dan ikhlas. Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisis menyebutkan, segala bentuk tindakan manusia merupakan proses pelampiasan atas kenikmatan pribadi yang terselubung nun jauh di alam bawah sadar. “Perang” di tingkatan rektorat kurang lebih sama seperti mahasiswa. Golongan masih menjadi penyebab utama setiap pertikaian yang ada. Namun hal ini masih saja persoalan “Sara” untuk dibicarakan, bahkan oleh orang yang paham. “Di atas segalanya kan sebenarnya ada etika,” kata Siswanto, mantan PR IV yang dilengserkan saat pergantian tata organisasi di UIN Suka. Mungkin Siswanto salah menilai juga. Etika yang dipakai ialah etika golongan. Lantas bagaimana harus memahami konteks perang di atas? Apakah harus menyelesaikan perang ini, kemudian kita akan damai? Hal ini mustahil dilakukan. Mungkin kita perlu mencermati apa yang dikatakan oleh Uciha Madara, salah satu tokoh revolusioner dalam kisah komik Naruto. Dalam chapter 625, Madara mengatakan, “Kerjasama tak ubahnya pertarungan sunyi”. Jika seperti ini, ARENA sendiri telah salah memahami makna “perang” yang terjadi, karena ARENA pernah memimpikan pertikaian beberapa golongan diselesaikan di meja perundingan. Pengalaman saya dalam wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam “perang”, mereka selalu bertanya balik: “Menurut pembacaan kalian sendiri bagaimana?” Sesungguhnya, setiap orang yang tengah ber-“perang”, ia akan selalu ingin tahu apa yang tengah ada dalam pikiran musuhnya. Karena dengan mengetahui hal itu, mereka akan dengan mudah mengendalikan ritme perang. Maka hati-hatilah dengan pertanyaan yang semacam itu. “Lantas apa yang ada dalam pikiran pembaca?”. *)Januardi Husin S Facebook: Juju Isme
SLiLiT ARENA
|3
Jum’at, 12 Juli 2013
EDITORIAL
Mahasiswa dan Jamuan Makan Pagi
P
emilwa UIN Suka telah selesai. Rutinitas sekali dua tahun tersebut rampung dengan menyisakan kesimpulan; Kampus kita memiliki permasalahan yang amat kompleks yang bertalian satu sama lain, mulai dari jajaran rektorat, birokrasi hingga mahasiswa. Akibatnya, satu persoalan saja dapat merembet ke persoalan lain dan berakhir dengan kesembrautan-tidak ditemui ujung-pangkalnya lagi. Akibat lainnya, mudahnya persoalan yang mengeruak kepermukaan, dialihkan kepersoalan lain sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Namun sayangnya langkah yang diambil tidak berorientasi pada penyelesaian masalah. Cendrung hanya meredamnya untuk jangka pendek. Maka, tidak heran jika dikemudian haritermasuk soal pemilwa juga- kita akan menemui persoalan yang serupa. Ada semacam kebiasaan dikampus kita untuk “mendiamkan” setiap persoalan. Dan keteteran lagi dan lagi dirangka yang sama dikemudian hari, seolah-olah kita tidak pernah belajar dari waktu yang lampau. Pada Pemilwa ini, secara garis besar hasilnya sama. Kelompok mahasiswa yang muncul sebagai pemenang dari gelanggang Pemilwa ini adalah kelompok yang berupaya memenangkan Kholid-Siswadi dipemilwa sebelumnya. Namun kata “Menang” disini tidak cocok dipakai, jikalaupun dipakai karena Pemilwa adalah agenda legal-formal- maka kata itu tidak punya makna sama sekali. Kosong-melompong. Kelompok yang menang dalam Pemilwa ini-pun tidak mau disamakan dengan kelompok Kholid-Siswadi. Alasan pertama; bukan dari partai yang sama. PD-Suka bukan PRM. Kedua, Bukan dari etnis yang sama. Isu etnis memang tidak lagi “bermain” dalam pemilwa kali ini. Dan berbagai alasan lain, seperti menghapus sejarah PRM selalu menang dalam Pemilwa dan sebagainya. Namun apa lacur, Semua mahasiswa sudah tahu -termasuk angkatan yang paling muda di UIN Suka- bahwa yang menang dalam Pemilwa kali ini tetap sama dengan pemilwa sebelumnya. Demokrasi memang menghendaki bahwa mayoritas-lah yang muncul sebagai pemenang. Mahasiswa paham itu. Tidak ada yang menyalahkan demokrasi yang memenangkan mayoritas. Namun mahasiswa menghakimi mayoritas itu dari demokrasi konteks politik mahasiswa. Itu karena satu alasan; Karena kelompok yang mayoritas itu tidak pernah berorientasi pada semangat mahasiswa UIN Suka. Tidak pada semangat ideologis mahasiswa. Dan tidak juga pada wilayah praktisakademisnya. Sempat ada yang membaca bahwa pemilwa 2013 ini akan menjadi semacam klimaks. Puncak dari kritikan atas Dema sebelumnya. Ada gerakan untuk perubahan. Namun gerakan ini pada dasarnya lemah. Karena berangkat dari motif yang berbeda dan memahami makna kata “Perubahan” itu berbeda pula. Sebuah Aliansi Perubahan yang belum matang. Kelompok politik mahasiswa dengan logika politik yang berbeda-beda yang berupaya menyatukan semangat politik mereka. Namun apa daya, dalam perkumpulan politik, kawan memang semu. Musuh dalam selimut siapa yang tahu. Namun yang menarik dari itu tetap sebuah pelajaran, bahwa kesolidan adalah harga mati untuk sebuah pergerakan. Pemilwa selesai, bukan berarti habis. Pengkawalan memang lebih murni
4
|
SLiLiT ARENA
diluar sistem. Dan seandai-nya gerakan perubahan ini terus terkonsolidasi kedepannya, bukannya tidak mungkin akan ada yang mengejutkan dalam Pemilwa dimasa depan. Selain itu, konsolidasi ini dapat memberikan kontribusi positif untuk mahasiswa berupa pembelajaran politik dan pengawalan isuwacana yang berkembang, mulai dari kampus hingga nasional. Pemilwa selesai. Cepat tanpa basa-basi, seperti jamuan makan pagi. Setelah sibuk kasak-kusuk di belakang dapur. Jamuan sarapan yang simpel. Tidak banyak tawaran hidangan, tidak banyak pula waktu untuk berleha. Soal gizi, kita dapat lihat efeknya setelah ini. Namun ada yang belum tercapai. Pemilwa semestinya dapat dijadikan ajang mahasiswa untuk berfikir ulang tentang gerakan, mendefenisikan fungsi serta peran mahasiswa itu sendiri dan menginsafi adanya kekuatan besar yang dimiliki mahasiswa dalam kancah nasional. Ditengah bobroknya pejabat dan aparat Negara, hilangnya orientasi nasional dan gagalnya pemerintah bergerak untuk kesejahteraan rakyat miskin, Mahasiswa dapat menjadi antithesis birokrasi. Lagi-lagi yang berada di depan merintangi. Dalam konteks Pemilwa kemarin saja, kita dapat melihat dan mengambil pelajaran, ranjau itu ada dalam kerangka gerakan mahasiswa itu sendiri. Bentuk gerakan mahasiswa yang belum otonom dalam bergerak, masih mengekor dan bergantung pada orang diluar dirinya. Salah satunya pada mantan aktifis yang diragui semangat dan motifnya sekarang ini. Hubungan ini dapat menjadi hubungan oportunis-pragmatis. Ketika itu idea gerakan dipertanyakan. Dan dapat jadi bergeser dari cita- cita intelektual. Mahasiswa dan ke-mahasiswa-an memang harus terus dikritisi. Biar tak mapan dengan defenisi yang telah digariskan. Bukankah tafsiran memang terus berkembang seiring dengan perkembangan sosial, biar tak terbuai dengan gebyar semangat zaman. Agenda kita setelah ini menerima mahasiswa baru. Dan itu artinya menjelaskan dan memperkenalkan kehidupan mahasiswa kepada mereka yang baru. Ke-mahasiswa-an seperti apa yang hendak kita jajakan kepada mereka? Apakah berdongeng tentang semangat '98 atau nonton video heorisme mahasiswa. Birokrasi jelas tidak bisa diharapkan membantu mahasiswa perihal ini. Bapak-ibu kita itu berfikiran pendek dan kadang seenak-nya sendiri. Maka kita-kita ini yang hendaknya terus mengkritisi itu semua. Jangan langsung kenyang dengan sarapan pagi ini. Tahannya takkan lama. Karena itu hendaknya kemahasiswa-an itu bukan sesuatu yang kering-gersang saja. Dema yang terbaru ini bukan lagi dituntut, karena 'tuntutan' tidak layak kepada mereka. Kelompok yang maju menjadi Dema itu berangkat dari keinganan mereka. Dan ketika itu menjadi ajang pembuktian; masihkan omongan mereka sebagai manusia dapat dipercaya. Mereka itu manusia, manusia yang menjadi mahasiswa dan menjadi birokratis lebih tepatnya. Pepatah mengatakan; manusia diajarkan dengan sindiran. Adakah sindiran ini dan semangat zaman ini dapat mereka mengerti. Setelah Dema-dema sebelumnya tak pernah paham sama sekali. [] Redaksi Redaksi menerima kritik dan saran terhadap editorial. kirim tulisan ke lpm_arena@yahoo.com. Bentuk tulisan utuh 400-700 kata. lampirkan biodata lengkap. judul file: Kritik Editorial.
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Hasil Dari Pemilwa yang tak Representatif Oleh: Januardi Husin
M
ahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta baru saja selesai menyelenggarakan pesta demokrasi, yang diwujudkan dalam melakukan Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) pada tanggal 3 Juni 2013 kemarin. Pemilwa, seperti halnya Pemilihan Umum di tingkatan nasional maupun daerah, digadang-gadangkan sebagai perhelatan paling akbar bagi gerakan-gerakan mahasiswa yang aktif di jalur politik mahasiswa. Dalam Pemilwa, mahasiswa memilih wakil-wakil mereka dalam tingkatan jurusan/Prodi (BEMJ/PS), fakultas (BEM-F), dan universitas (Dema/Presiden Mahasiswa). Di UIN Suka, sistem Pemilwa yang digunakan ialah sistem partai. Artinya, bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi dan mencalonkan dirinya dalam Pemilwa, harus melalui sistem kepartaian. Hingga saat, ini mekanisme calon independen belum ditentukan dan diberlakukan di UIN Suka. Dalam sejarahnya, Pemilwa di UIN Suka menggunakan sistem kepartaian pertama kali pada tahun 1999. Sebelumnya, sistem yang diberlakukan ialah masing-masing organisasi ekstra atau gerakan mahasiswa yang ada di UIN Suka kala itu, mengusung caloncalonnya dalam Pemilwa untuk menduduki jabatan BEM dan Dema. Partai yang ada pertama kali kala itu ialah Partai Solidaritas IAIN. Biasa disingkat PSI. Sejak saat itu, sistem Pemilwa di UIN Suka menjadi sistem kepartaian. Dan seluruh gerakan-gerakan mahasiswa yang ekstra kampus di UIN Suka membentuk partainya masingmasing. Hingga saat ini partai-partai yang ada di UIN Suka, basisnya masih dari gerakan-gerakan ekstra kampus. Misalnya, Partai Rakyat Merdeka (PRM) yang berbasis dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Partai Pencerahan berbasis Himpunan Mahasiswa Islam Dipo (HMI-Dipo). Partai Proletar juga dari HMI-MPO. Ada juga Partai Aliansi Demokrasi (PAD) dan partai PAS yang masing-masing basisnya
dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Khusus Pemilwa kali ini, ada partai baru. Yaitu Partai Demokrasi Sunan Kalijaga (PD-Suka). Partai ini notabene juga berbasis dari PMII. Hanya saja tidak semua anggotanya dari PMII. “Setiap partai memiliki basis gerakan mahasiswanya. Tapi kami tidak semuanya begitu. Sebagian ada mahasiswa yang non gerakan,” kata M. Saefuddin. Calon Presiden mahasiswa dari PD-Suka. Namun bukan berarti semua orang yang tergabung dalam gerakan-gerakan mahasiswa tersebut aktif di partai mahasiswa. Yang bergelut di partai hanya mereka yang berminat dengan perpolitikan. Dalam Pemilwa UIN Suka kemarin, hanya ada dua partai yang mendaftar, yaitu PRM dan PD-Suka. Sedangkan yang lainnya menolak mendaftarkan diri. Partai-partai tersebut kemudian beraliansi, yang bernama Aliansi Partai Mahasiwa untuk Perubahan (APMP). Setidaknya ada empat partai yang tergabung dalam APMP. Yakni partai Pencerahan, Proletar, PAS, dan PAD. Mereka sepakat untuk tidak mendaftarkan diri, karena menilai Pemilwa kali ini cacat secara demokrasi. Hal yang menjadi titik fokus mereka ialah persoalan pembentukan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM). Mereka menilai KPUM dibentuk dengan asas yang tidak transparan. Makanya, mereka menuntut untuk membubarkan dan mengadakan kembali pemilihan anggota KPUM. Sayangnya, tuntutan mereka ditolak oleh Dema, Senat Mahasiswa (Sema), dan rektorat selaku legalitor KPUM. “KPUM tidak transparan dalam perekrutan anggotanya. Orang-orangnya yang itu-itu juga,” kata Muhammad Habibi Miftahul Marwa. Habibi ialah ketua PAD. Mahasiswa Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, semester VIII. Asal Klaten, Jawa Tengah. Menurut Habibi, Pemilwa kali ini
merupakan Pemilwa yang paling buruk yang pernah dilaksanakan di UIN Suka. “Masih lebih baik Pemilwa tahun kemarin (2011),” katanya. Kendati hanya diikuti oleh dua partai, Pemilwa tetap saja berjalan sesuai agenda yang sudah ditentukan KPUM. Rektorat tetap mengabaikan tuntutan APMP. Menurut Sekar Ayu Aryani, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WR I), rektorat tidak dapat mencabut SK KPUM, karena Dema dan Sema menolak mengadakan kembali perekrutan anggota KPUM. “Susah sih. Yang namanya orang dialog itu kan harus ada hal yang dimungkinkan untuk dikompromikan. Ini dua-duanya (Sema-Dema dan APMP) harga mati. Ya susah,” katanya. Sekar sendiri ialah mantan Pembantu Rektor Bidang Akademik. Dalam perombakan Organisasi dan Tata Kerja (Ortaker) yang dilaksanakan pada akhir bulan April lalu, tepatnya tanggal 23 April 2013, ia ditunjuk untuk menggantikan tugas Ahmad Rifa'i, selaku Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan waktu itu. Saat pelantikan dirinya sebagai WR I, persoalan Pemilwa dan tuntutan APMP sudah lama bergulir. Jadi, bisa dikatakan bahwa ia mewarisi koflik Pemilwa sejak dari tangan Ahmad Rifa'i. Sebenarnya hanya PRM yang mendaftar ke KPUM. Kemudian KPUM membuka kembali jadwal pendaftaran partai. Saat itu pendaftaran partai peserta Pemilwa sudah tutup pada tanggal 23 April 2013. Kemudian dibuka kembali dan ditutup pada tanggal 10 Mei 2013. Sekar mengaku bahwa dirinya yang mengusulkan itu kepada KPUM. “Saya sudah bilang kepada KPUM, bahwa tentunya kalian ingin Pemilwa kali ini sukses dan mewakili seluruh golongan yang ada. Saya yang meminta mereka untuk memundurkan jadwal penutupan pendaftaran partai. Karena waktu itu saya mendapat sinyal dari aliansi bahwa mereka ada niatan ingin mengikuti Pemilwa,” ujar Sekar. Namun hingga jadwal pendaftaran partai ditutup kembali, hanya ada satu
SLiLiT ARENA
|5
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA partai lagi yang mendaftar, yakni PDSuka. Sementara tidak satupun dari APMP yang merubah niat mereka untuk tidak mendaftarkan diri dalam Pemilwa. “Saya sudah berusaha optimal untuk merangkul. Soal hasil untuk merangkul banyak golongan itu di luar kemampuan saya,” tambah Sekar. KPUM juga tidak dapat berbuat banyak terkait hal tersebut. KPUM berpendapat bahwa mereka hanya sebagai pelaksana. Tidak ada tugas KPUM untuk merangkul semua golongan yang ada. KPUM mengaku sebagai lembaga professional yang tidak boleh condong kepada salah satu partai. “Persoalan KPUM tidak ada sama aliansi (APMP). Urusan KPUM hanya mengumumkan bahwa pendaftaran sudah dibuka. Urusan apakah partai mau daftar atau tidak, kan urusan partai sendiri,” kata Ketua KPUM-U Nawawi S. Imam. Biasa disapa Imam. Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora semester VIII. Menanggapi tuntutan APMP untuk membubarkan KPUM, Imam mengatakan, “Setiap tuntutan APMP itu tidak ada yang berkenaan dengan KPUM. Tuntutan mereka itu bubarkan KPUM. Kan bukan wewenang saya. Itu kan wewenang rektorat. Masak saya mau mengundurkan diri. Kalau semisal SK KPUM dicabut rektorat, ya saya mundur. Bagi saya urusan mereka tetap sama rektorat. Saya cuma sebagai pelaksana.” Dengan hanya dua partai yang berpartisipasi dalam Pemilwa kemarin, menghasilkan kemenangan bagi pasangan Saefuddin-Badriyanto, untuk menduduki jabatan ketua Dema atau yang lebih popular disebut Presiden Mahasiswa (Presma). Mengungguli pesaing mereka dari PRM, Ahmad David-Ulhaq. Saefudin-Badriyanto unggul 1.562 suara. Dengan demikian, KPUM menetapkan bahwa Saefudin-Badriyanto sebagai calon Presma dan wakil Presma terpilih di UIN Suka untuk periode tahun 2013/2014-2014/2015. KPUM juga telah megesahkan seluruh hasil pemungutan suara BEM-F dan BEM-J/PS. Meskipun dalam calon BEM yang ada, masih terdapat beberapa calon tunggal, KPUM menganggap mereka sudah sah terpilih mewakili mahasiswa UIN Suka yang ada. “Mahasiswa yang milih itu, ketika
6
|
SLiLiT ARENA
sudah 60% itu ya sah. Bukan saya yang menetapkan, tapi sudah diatur dalam UU Pemilwa. Calon tunggal itu tidak masalah, ketika sudah 40% tercoblos, itu sudah terpilih dan tidak apa-apa,” kata Imam. Permasalahan yang muncul sekarang ialah seberapa besar orang-orang yang sudah terpilih dalam Pemilwa kemarin, dikatakan mewakili seluruh suara mahasiwa UIN Suka saat ini. Beberapa orang yang di wawancarai memandang, hasil dari Pemilwa kemarin belum merepresentasikan seluruh suara mahasiswa UIN Suka. Mereka ialah mahasiswa yang memilih untuk tidak menyumbangkan suaranya dalam Pemilwa kemarin. Atau istilah bekennya disebut Golput (Golongan Putih).
Suka. Dalam Pemilwa kemarin, Wiwid tidak ikut menyumbangkan suaranya. “Temen-teman FMN semuanya Golput. Karena melihat Pemilwa kali ini hanya satu golongan yang berpartisipasi, dan itu sudah disetting untuk begitu. Jadi ya nggak ada gunanya untuk ikut milih,” ujarnya. Wiwid mengatakan, hasil Pemilwa yang baru saja berlangsung tidak mencerminkan representasi dari seluruh mahaiswa UIN Suka. Menurutnya, ketidakikutsertaan beberapa partai merupakan tamparan keras bagi pihak-
Alasannya beragam. Sudut pandang yang mereka gunakan juga beragam. Sebagian dari mahasiwa tersebut saat ini ada yang ikut dalam salah satu gerakan mahasiswa, tapi tidak terjun dalam perpolitikan di kampus. Sebagian yang lain mahasiswa yang sama sekali tidak terlibat dalam salah satu gerakan mahasiswa, baik ekstra maupun intra, apalagi gerakan politik mahasiswa. Alasan utama mereka beranggapan demikian karena persoalan politik di UIN Suka yang tidak demokratis. Pemilwa yang dilakukan setiap tahunnya hanyalah suatu usaha untuk mempertahankan status quo. Mereka cenderung untuk tidak percaya dengan hasil rekapitulasi suara yang diumumkan oleh KPUM. “Pemilwa kali ini terlihatnya saja amanaman saja, tapi sesungguhnya bukan berarti nggak ada masalah. Oleh sebab itu, hasilnya perlu untuk dipertanyakan lagi,” kata Wiwid. Wiwid ialah mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Saintek, semester IV. Berasal dari Blora, Jawa Tengah. Nama aslinya Surya Wijayanti. Dalam mengemukan pendapatnya, Wiwid selalu mununjukan mimik yang mengebu-gebu.Wiwid tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN). Sebuah gerakan mahasiswa yang diresmikan pada tanggal 18 Mei 2003. FMN merupakan salah satu gerakan yang mengontrol demokrasi di Indonesia. Di UIN Suka sendiri, FMN hingga saat ini termasuk gerakan yang tidak ikut seta politik kampus. “Karena di UIN biasanya gerakan-gerakan Islam yang tumbuh,” kata Wiwid. Wiwid Sekjen FMN di UIN
Apa dia wakil ku? Kan kemarin, aku nggak ikut milih.
Jum’at, 12 Juli 2013
pihak yang terkait dalam Pemilwa kali ini. Wiwid tahu beberapa tuntutan APMP, termasuk masalah transparansi KPUM. Wiwid menyatakan kesetujuannya dengan APMP terkait transparansi KPUM. “KPUM sendiri masih dipertanyakan, siapa-siapa saja orangnya. Karena tibatiba saja sudah ada orangnya dan yang daftar Pemilwa ada dua partai. KPUM memang harus transparan.” Hampir serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Wiwid. Ada seorang mahasiwa yang aktif dalam Komunitas Mahasiswa Pecinta Demokrasi (KMPD)
UNIVERSITARIA UIN Suka. Namanya Dudi Malik. Agak sedikit aneh, karena dia biasa dipanggil Dude. Dude Kepala Suku (istilah yang digunakan untuk ketua-red.) KMPD. Dude mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, semester II. Rambutnya panjang. KMPD sendiri merupakan sebuah organisasi gerakan mahasiswa yang bertajuk sesuai dengan namanya, pecinta demokrasi. KPMD biasa di sebut Kemp. Orang-orang yang termasuk di dalamnya pun sering disebut “Anak Kemp”. Kemp tidak ikut gerakan politik di UIN Suka. Tidak juga termasuk atau berhubungan dengan organisasi-organisasi di APMP. Meskipun, Kemp mengaku sering juga memberikan pendidikan politik bagi mahasiswa. Artinya, sesungguhnya Kemp sangat peduli dengan kondisi perpolitikan di UIN Suka. “Pendidikan politik tetap dilakukan dengan cara pelatihan dan pendampingan kepada mahasiswa. Juga lewat selebaranselebaran liar,” kata Dude. Dude memandang perpolitikan di kampus itu tidak sehat. Konflik horizontal yang sering terjadi merupakan titik terlemah dari perpolitikan di UIN Suka. Menurut Dude dan Anak Kemp lainnya, Pemilwa yang konflik sengaja dipelihara untuk terus membuat mahasiwa melupakan pengawalan terhadap rektorat. “Mengenai konflik APMP kemarin, hasil analisis Kemp, ada settingan bahwa mahasiswa harus ribut secara horizontal, supaya tidak dapat menentang kebijakan dari rektorat,” ujar Dude. Mengenai demokratisasi di Pemilwa, Dude mengatakan, “Pemilwa kali ini cacat secara demokrasi. Sangat jauh berbeda dengan Pemilwa sebelumsebelumnya. Yang terjadi ialah membelenggu demokrasi dan untuk mempertahankan status quo. Wajar jika APMP tidak mau turut di Pemilwa, karena mereka berpikir, toh percuma berpartisipasi.” Dude memandang bahwa mahasiswamahasiswa yang non gerakan di UIN Suka, sesungguhnya apatis terhadap politik di kampus. Oleh sebab itu, katanya, partai politik di UIN Suka harus berbenah diri. “Seluruh golongan mahasiswa UIN juga tahu kalau ada satu golongan yang begitu mendominasi,” katanya.
Sementara untuk hasil Pemilwa yang ada saat ini, Dude mengatakan, hasil Pemilwa yang ada, tidak mencerminkan representasi dari mahasiswa UIN Suka. Karena menurutnya, Pemilwa kali ini yang paling buruk, walaupun tidak ada konflik saat hari pelaksanaan pemungutan suara. “Hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit mahasiswa yang berpartisipasi,” katanya. Kemudian dijelaskan bahwa hasil pemungutan suara yang dikeluarkan oleh KPUM sudah mewakili paling tidak 60% mahasiswa yang ada di UIN Suka. Dude mengatakan, “Saya tidak ingin melihat hasil rekapan yang dibuat oleh KPUM.” Menurut Dude, justru sikap professional KPUM yang harus dipertanyakan lagi. “KPUM seharusnya lebih bisa terbuka melihat situasi. KPUM seharusnya bisa mendengar keluhan dari partai yang sesungguhnya cukup banyak. Seharusnya KPUM bertanya, kenapa APMP ingin membubarkan mereka. Keberpihakan KPUM itu kemana?” katanya. Wiwid dan Dude mungkin bisa dikatakan mahasiswa yang paham tentang perpolitikan di kampus. Karena berasal dari gerakan mahasiswa yang mengawal dan berwacanakan demokrasi. Berbeda halnya dengan Kodirin, M.Lukman, Arief Yusup, dan Dani Kurniawan. Saat ini mereka tidak mengikuti gerakan mahasiswa apapun. Hanya Kodirin yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM) dan pernah mendaftarkan diri menjadi calon wakil BEM-PS, pada Pemilwa tahun lalu. Kodirin ialah mahasiwa asal Purwokerto, Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Saintek, semester VI. Tahun lalu pernah mencalonkan diri menjadi wakil ketua BEM-PS Pendidikan Biologi, dari partai Pencerahan. Namun kala itu gagal memenangkan pemungutan suara. Sejak saat itu hingga sekarang, Kodirin tidak lagi aktif di partai Pencerahan. Saat ini hanya aktif di UKM beladiri Cepedi. Lukman mahasiswa semester VI Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Arief jurusannya Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab, semester VI. Asal Kuningan, Jawa Barat. Sedangkan Dani mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Saintek, semester VI.
Karikatur oleh: Muhamad Aif Latif
SLiLiT ARENA
|7
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
peserta yang berpartisipasi.
Keempat mahasiswa ini sepakat bahwa Pemilwa belum merepresentasikan seluruh mahasiswa UIN Suka. Mereka tak begitu paham politik. Partai-partai mahasiswa yang ada di UIN Suka saja hanya beberapa yang mereka ketahui. Dani misalnya, ia hanya tahu di UIN Suka ada partai PRM dan partai PAS. Yang mereka tahu, di UIN Suka ada satu golongan yang begitu mendominasi. “Kemarin saya nggak ikut milih dalam Pemilwa, alasannya karena infonya kurang. Calon-calonnya juga nggak meyakinkan. Nyoblos atau enggak juga pasti yang menang itu-itu. Jadi nggak ngaruh, karena memang mereka massanya banyak,” kata Arief. Mereka bisa dibilang mahasiswa yang apatis terhadap politik di kampus. Alasannya beragam. Ada yang bilang tidak begitu berpengaruh, ada juga yang bilang males lihat mahasiswa yang konflik dalam Politik. “Kemarin saya juga tidak milih dalam Pemilwa. Nggak begitu ngerti perpolitikan kampus. Nggak begitu pengaruh juga bagi saya. Males liat mahasiswa-mahasiswa yang konflik itu,” ujar Lukman. Bagi mereka, hasil Pemilwa kemarin hanya menggambarkan demokrasi untuk satu golongan mahasiswa. Lukman mengatakan, hasil Pemilwa kemarin bukan representasi dari seluruh mahasiswa UIN Suka, hanya menggambarkan representasi dari sebagian golongan saja. “Pemilwa juga
8
|
SLiLiT ARENA
“Yang namanya demokrasi itu kan lebih dari satu. Menurut saya sekarang ini sudah sah. Persoalan yang lain tidak ikut itu kan lagi-lagi persoalan mereka.” Saefuddin menganggap, persoalan apapun yang terjadi pada Pemilwa kali ini, itu sebagai suatu proses. Ia berjanji akan merangkul kembali APMP dalam masa kepemimpinannya. Begitupun dengan pesaingnya dari PRM.
mungkin n g g a k demokratis. Nggak mewakili seluruh mahasiswa di UIN. Sebagian teman juga banyak yang nggak milih dalam Pemilwa,” kataya. Arif menambahkan, “Bagi saya Pemilwa bukan politik punya saya, itu hanya milik mereka.” Menanggapi hal seperti ini, Presma terpilih, M. Saefuddin mengatakan, biar bagaimanapun juga ia tetap representasi dari mahasiswa UIN Suka. Karena terpilih dengan jalur Pemilwa yang demokratis. “Jika ada yang bilang saya tidak representasi, ya itu urusan mereka lah. Tapi jika berbicara pesta demokrasi dan saya sudah terpilih, berarti saya representasinya. Ya-kan begitu. Dan saya nanti yang akan membawa nama lembaga kemahasiswaan,”katanya. Saefuddin mahasiswa semester VIII, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Ia biasa disapa Ucok. Menurutnya, Pemilwa kali ini sudah demokratis. Karena ada dua
“Teman-teman aliansi akan saya rekomendasikan dalam raker (rapat kerja) untuk dirangkul. Nanti kita akan komunikasikan. Saya sendiri dengan saingan saya di PRM masih berkomunikasi dengan baik, jika di kantin Dakwah masih ngopi bareng,” kata Saefuddin. Bebicara demokrasi di UIN Suka memang agak sulit untuk menentukan benang merahnya. Pihak yang ikut serta akan tetap mengakui bahwa di UIN Suka Pemilwanya sudah demokratis. Tapi yang tidak, apalagi yang Golput, tentunya memiliki pandangan yang berbeda. Kodirin memiliki pandangan mengenai hal ini. ia mengatakan, “Demokrasi saat ini sesungguhnya mengacu kepada definisinya. Jika diartikan sebagai suara mayoritas, maka saat ini sudah demokrasi. Jika dimaknai sebagai keterwakilan seluruh golongan, maka belum. Karena ada beberapa partai yang tidak berpartisipasi. Jika demokrasi dimaknai sebagai dari mahasiswa, untuk mahasiswa, dan oleh mahasiswa, maka saat ini di UIN belum demokrasi. Karena poin untuk mahasiswanya belum terpenuhi.”[]
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Pemilwa (pun) Lahir di Pusaran Konflik Hingga hari H Pemilwa, APMP tetap menuntut penyelenggaraan Pemilwa ulang. SG yang terbentuk mereka anggap tidak sah sebab lahir dari KPUM yang masih dalam pusaran konflik.
Oleh: Intan Pratiwi & Ahmad Taufiq
P
emilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) 2013 UIN Suka sudah selesai silaksanan. Student Government (SG) sudah terbentuk. SG saat ini terdiri dari legislatif dan eksekutif. Legislatif adalah Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) dan Senat Mahasiswa Fakultas (SEMAF). Sementara Eksekutif terdiri dari Dewan Mahasiswa (DEMA), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM-F), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J). Sementara yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) sudah ditiadakan sejak 2009. Elemen SG tersebut hanya dari dua partai. Sebab hanya dua partai itulah yang mengikuti pemilwa tahun ini. Yaitu Partai Rakyat Merdeka (PRM) dan Partai Demokrasi UIN Suka (PD-Suka). Sudah bukan rahasia lagi bahwa keduanya berbasis massa PMII yang mengikuti diklat partai. Maka, ada banyak pihak yang menganggap pemilwa kali ini menciderai demokrasi. Sehingga mereka tidak mengakui SG yang terbentuk. Mereka terutama adalah partai-partai yang tergabung dalam Aliansi Partai Mahasiswa untuk Perubahan (selanjutnya disebut APMP-red.). APMP terdiri dari Partai Pencerahan yang berbasis massa HMI, Partai Proletar berbasis massa HMI-MPO, Partai PAS dari KAMMI, dan Partai Aliansi Demokrasi (PAD) dari IMM. Awalnya APMP mempersoalkan keabsahan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) yang terbentuk. B a g i A P M P, K P U M d i b e n t u k berdasarkan sikap politis mayoritas. Indikasinya adalah minimnya sosialisasi dalam pembentukannya sehingga hampir semua anggota KPUM dari kader PMII. Apalagi memang kader PMII-lah mayoritas yang menjabat SG periode sebelumnya. Soal minimnya sosialisasi tersebut, rupanya juga diamini oleh Kholis, yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Sema-
U. Kholis yang ditemui di kantin dakwah (Fakultas Dakwah) awal Juni lalu mengatakan, ia baru mendapatkan informasi pembentukan KPUM setelah mendapatkan pesan singkat dari Ketua Partai PAS, Haitami. “Saya ketemu Haitami di depan SAB. Ia sendiri nggak tahu kapan sosialisasi Dema untuk pembentukan KPUM. Sehari sebelum ditutup saya baru tau. Saya sendiri sih tidak merasa KPUM itu ada. Itukan wewenang Dema,” papar Kholis pada sore hari itu. Nawawi S. Imam, selaku Ketua KPUM pun mengakui bahwa dirinya mengetahui pendaftaran KPUM dari sebaran pesan singkat (SMS) yang mengatasnamakan Dema. Diwakili oleh Azis, yang waktu itu menjabat sebagai Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Dema. Imam mengatakan, SMS itu kemudian menjadi acuannya untuk mendaftar KPUM. “Saya dapat info pendaftaran anggota KPUM dari SMS yang disebar oleh Mendagri. Saya nggak tau pasti siapa saja yang dapat SMS-nya. Tapi bentuk SMSnya sih semacam informasi yang disebarkan via pesan singkat itu,” ujar Imam yang ditemui di warung kopi. Imam mengatakan, sekitar ada 17 orang yang mendaftar KPUM. Imam pun tidak tahu banyak tentang bagaimana proses seleksi berlangsung. Hanya selang beberapa hari ia kemudian mendapatkan SMS untuk verifikasi data. Pembentukan KPUM yang terkesan tidak terbuka ini yang menjadi alasan APMP bahwa KPUM tidak sah dibentuk. “Pembentukan KPUM memang terkesan disembunyikan. Tidak Transparan. Buktinya sosialisasinya saja sangat minim. Sehingga hal tersebut menjadikan KPUM hanya terdiri dari satu golongan. Dan itu otomatis menciderai demokrasi,” ujar Aris Shoim, ketua DPP Partai Pencerahan. Protes dan Boikot Maka, protes telah berkali-kali
dilakukan. Baik yang berupa audiensi maupun aksi massa. Bahkan terhitung sepuluh kali audiensi dan tiga kali aksi massa. Protes tersebut ditujukan pada pihak rektorat agar rektorat turut campur dalam Pemilwa. Salah satunya adalah audiensi yang diadakan APMP dengan pihak rektorat di Rumah Makan Bale Ayu pada 20 Mei 2013. Dalam audiensi tersebut APMP menuntut diantaranya adalah perombakan KPUM dan pembentukan MKM. Tapi pihak rektorat tidak sertamerta menyepakati hal tersebut. Rektorat, diwakili Sekar Ayu Aryani (saat itu Pembantu Rektor bidang Akademik), dan Ahmad Rifa'i (saat itu Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan), hanya menyepakati diantaranya bahwa Pemilwa tidak akan dijalankan jika partai-partai dalam APMP tidak turut berkontestasi dan pihaknya akan membentuk tim independen. “Tim independen tersebut bakal berfungsi untuk mengawasi, dan menjadi tempat teman-teman mengadukan kecurangan dalam Pemilwa,” ujar Rifa'i. Tidak puas dengan hasil audiensi, APMP menggelar aksi damai pada Jumat (22/3). Jumlah peserta aksi lebih dari seratus mahasiswa gabungan dari empat anggota partai. Mereka menuntut empat h a l . Tr a n s p a r a n s i L P J D e m a ; Penyelenggaraan pemilwa yang transparan, jujur, adil dan independen; Membuka kembali pendaftaran KPUM secara transparan; Merevisi UndangUndang Pemilwa dan segera membentuk Mahkamah Konstitusi Mahasiswa. Menanggapi aksi tersebut, Ahmad Rifai mengatakan, tuntutan masa aksi sedang dalam proses. Butuh waktu beberapa hari untuk menyelesaikan masalah ini. Butuh koordinasi dengan pihak-pihak terkait terlebih dahulu. “Tidak mungkin lah dalam waktu sesingkat itu tuntutan mereka langsung bisa dilaksanakan,” katanya. Namun, meski bagi APMP KPUM tidak sah, KPUM yang terbentuk tetap
SLiLiT ARENA
|9
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
berjalan. Bahkan tanpa disangka, Ahmad Rifa'i, menurunkan Surat Keputusan (SK) KPUM. Sehingga otomatis rektorat menganggap sah keberadaan KPUM. Hal tersebut yang membuat APMP merasa didustai pihak rektorat. Sehingga protes dari APMP berlanjut. Aksi kedua digelar juga pada hari Jumat (22/03), setelah solat jumat. Kali ini mereka membakar ban di depan rektorat. Mereka menuding pihak rektorat mengkhianati perjanjian Bale Ayu. Mereka menuntut Pembantu Pektor III, bidang Kemahasiswaan, termasuk Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan turun dari jabatanya sebab tidak mampu mengakomodir mahasiswa secara utuh dalam Pemilwa. Mereka juga menuntut pencabutan SK KPUM dan menyerukan boikot Pemilwa. “Rekorat rupanya mendustai kita dengan memberi SK KPUM. Maka, kami menuntut untuk cabut SK itu sekarang juga,” kata Zulkarnain, salah satu demonstran, dalam orasinya. Sekar Ayu Aryani (setelah menjabat sebagai Wakil Rektor I bidang Akademik dan Kemahasiswaan) mengatakan, setelah beberapa audiensi dilakukan dirinya sempat mempertemukan pihak yang bertikai di meja perundingan. Menurut Sekar, tujuan dipertumakannya kedua belah pihak yang bertikai ini untuk mencari win-win solution dari persoalan yang sedang terjadi. Dari lima tuntutan Aliansi, hanya ada empat tuntutan yang dipenuhi oleh pihak rektorat. Satu tuntutan yang tak dipenuhi adalah pencabutan SK KPUM. Sekar
berpendapat, bahwa pencabutan SK KPUM ini kemudian menjadi hal yang tidak mungkin. Menurutnya, proses pembentukan SK ini melewati berbagai rapat dan penggodokan yang lama. “Dari, lima tuntutan kan sudah kita kabulkan empat. Itu sudah win-win solution. Kita tidak mungkin membubarkan KPUM. Karena, pemilwa harus segera dilaksanakan. Selain itu, pembentukan SK itu sudah melewati banyak penggodokan dan rapat. Kalau begitu saja dilepas lalu dibentuk lagi. Itu membutuhkan waktu yang sangat lama,” papar Sekar. Dalam audiensi itu pun akhirnya Sekar memutuskan untuk mengundur jadwal Pemilwa. Masa pendaftaran partai peserta pemilwa pun diperpanjang. Pada masa perpanjangan ini pun pihak KPUM sudah mengirimkan surat pada partai yang berada di parlement. Yaitu, Pencerahan dan PAS. Namun, sampai pada batas waktu akhir dua partai inipun tidak mendaftar. Hanya ada satu partai lagi yang mendaftar. Yaitu, PD-SuKa. “Waktu itu, sekertaris saya langsung yang mengantarkan surat kepada partaipartai. Tapi tidak ada yang mendaftar,” papar Imam. Aliansi masih pada pendirian yang sama. Pihak APMP pun merasa tak puas dengan kesepakatan ini. Hal yang terutama dalam tuntutan mereka adalah pembubaran KPUM. Dua minggu sebelum Pemilwa berlangsung mereka melakukan aksi massa kembali dengan membakar ban. Tapi mereka tidak ditanggapi oleh pihak rektorat. Selain hanya ada puluhan Satpam yang menghalangi mereka untuk menerobos ke dalam gedung. Hal tersebut menjadikan bentrok antara pihak keamanan dan demonstran. Akhirnya APMP tidak mengikuti Pemilwa tahun 2013 sebagai bentuk tidak mengakuinya mereka atas KPUM. Hingga kini mereka otomatis tidak mengakui keberadaan SG.[]
SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Dan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan SLiLiT ARENA, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi LPM ARENA guna berdiskusi lebih lanjut.
10
|
SLiLiT ARENA
Oleh: RM Bayu Sakti
W
akil Rektor bidang A k a d e m i k d a n Kemahasiswaan Sekar Ayu Aryani, tanggal 17 Mei 2013, siang itu tidak di UIN. Ia bersama Wakil Rektor lain dan Wakil Dekan UIN, sedang rapat yudisium SNMPTN Mandiri di luar. Rapat dialihkan karena tersirat kabar akan ada aksi di rektorat. Siang itu matahari terik. Ba'da jumatan, Aliansi Mahasiswa untuk Perubahan (APMP) memang menggelar aksi di depan pintu masuk PAU (gedung rektorat). Di lantai satu dan dua, beberapa pegawai PAU mengintip dari balik jendela. Mereka menyaksikan puluhan APMP mendatangi gedung PAU ramairamai. Di depan pintu masuk, beberapa satuan keamanan telah siap siaga. Massa aksi yang ingin bertemu dengan Rektor, sempat saling dorong dengan satuan pengamanan. “Kita hanya ingin bertemu Rektor. Kita tidak ingin bertemu dengan Satpam,” teriak salah seorang massa aksi. Ini adalah aksi terakir yang dilakukan aliansi dalam menuntut tanggung jawab rektorat mengurus Pemilwa. Sebelumnya, 1 mei 2013, Sekar bersamaNizar Ali-Adum dan Keuangan, Rahmat-Kabag Kemahasiswaan, Muharam- Kabiro AKK, duduk bersama APMP di gedung PAU. “Ini adalah audiensi yang ke-sembilan,” kata seorang dari aliansi. Pertemuan dilakukan di lantai satu sebelah barat gedung PAU. “Ya saya tahu tuntutan dari pihak aliansi. Tapi kalau boleh saya meminta kepada Anda, Ya ibaratnya kan begini ya, kalau yang namanya berunding, atau memutuskan sesuatu itu, kalau yang lainya maju, yang satunya harus mundur. Kalau semuanya ingin maju atau mundur, saya kira itu tidak akan ketemu,” ungkap Sekar dalam pertemuan itu. Pada pertemuan 1 Mei itu, Sekar juga mengatakan kesetujuanya terhadap adanya perubahan. Baginya, perubahan itu tidak akan terlaksana jikalau APMP
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Berjalan Untuk Sebuah Perubahan Partai Aliansi telah melakukan audiensi dengan rektorat sepuluh kali dan tiga kali melakukan aksi massa. Semua itu dilakukan agar terjadi perubahan dalam pemilwa 2013.
diri. “Rektor telah memberikan SK untuk pendaftaran diundur. Tetapi tetap tidak mendaftar,” u n g k a p Maragustam. Hal senada diungkapkan oleh Sekar. Katanya, ia dengan segala cara membujuk KPUM untuk m e n g u n d u r pemilwa, sampai akirnya mereka mau. Pemilwa akirnya ditetapkan tanggl 3 Juni 2013. Sampai hari pencoblosan, yang terdaftar menjadi partai sah, h a n y a d u a . Sementara aliansi t e t a p p a d a Abdul Majid/LPM ARENA keputusan awal. Mereka tidak ikut Seorang massa aksi menyampaikan orasi dihadapan massa APMP di depan gedung Rektorat UIN Suka. mendaftar di Massa menuntut peninjauan kembali undang-undang Pemilwa dan pembubaran KPUM (22/3) KPUM. Pihak rektorat dengan aliansi memang telah melakukan tidak masuk di dalam pemilwa. “Saya ini tidak akan terjadi apa-apa. beberapa kali audiensi. Namun tetap tahu bahwa Anda menganggap harus ada Nada berbeda diungkapkan oleh tidak menemui titik temu. Sekar sebagai perubahan. Saya setuju. Tapi kita harus Fauzan, dari partai Pencerahan. Katanya, fasilitator, sekaligus Wakil Rektor I, tidak menyadari bahwa tidak bisa secara salah satu tuntutanya ialah pembuatan bisa berbuat banyak. “Ya karena duadrastis,” ungkapnya. Mahkamah Konstitusi Mahasiswa duanya harga mati sih. Ya kalau udah Dalam perjalanan Pemilwa ini, (MKM). “Kita ingin diadakanya MKM. 'pokoknya', ya buntu. Siapapun yang rektorat telah membentuk tim mediasi Bukan tim mediasi,” ungkapnya ngajak dialog, ya buntu,” ungkapnya. untuk mengakomodir semua keluh kesah menceritakan. Selain itu, pihak aliansi Kursi Wakil Rektor bidang Akademik dalam Pemilwa. Tim ini sengaja dibentuk tidak meminta untuk mengundur dan Kemahasiswaan di tempati Sekar untuk berkomunikasi secara kultural pemilwa. “Kita tidak meminta sejak tanggal 23 April 2013. Belum genap dengan mereka. Tim mediasi diketuai mengundur pemilwa. Tetapi tinjau ulang dua bulan ia memangku jabatan, oleh mantan Pembantu Rektor bidang undang-undang pemilwa,” ungkap pemilihan Presiden Mahasiswa Kemahasiswaan, Maragustam Siregar. Fauzan. “Saat kita audiensi, pak Rektor dilangsungkan. “Dari awal saya tidak ada Bersama sepuluh anggota tim pernah mengatakan, dalam lima hari akan komitmen. Saya hanya menjalankan mediasinya, dalam Pemilwa ini berusaha mengakomodir semua tuntutan aliansi,” Kemahasiswaan ini. Saya disuruh duduk agar nama UIN Sunan Kalijaga tidak tambahnya. disini, ya saya lakukan semampu saya,” tercoreng. “Saya tidak mau adek-adek ini Masa pendaftaran Pemilwa sempat ungkapnya pelan.[] bertengkar. Ini demi UIN,” ungkapnya diundur selama satu minggu. Namun, saat ditemui. Katanya, ia yakin, Pemilwa pihak APMP tetap tidak mendaftarkan
SLiLiT ARENA
| 11
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Pecah Kongsi di Malam H-1 Aksi yang rencananya akan digelar ketika pemilwa, buyar dikarenakan APMP tidak satu suara. Ini dikarenakan berbeda pandangan terkait aksi.
Oleh: Robi Kurniawan
M
alam itu (2/6) sekelompok mahasiswa berkumpul. Mereka adalah Aktifis partai politik mahasiswa yang bergabung dalam Aliansi partai perubahan (APMP). Tergabunglah disana Partai Pencerahan, PAD, Partai Proletar dan Partai PAS. Malam itu mereka telah berjanji rapat di Kantor Muhammadiyah, depan Amplas. Masing-masing delegasi partai telah hadir dan jam sudah menunjukkan pukul delapan. Rapat-pun dimulai. Agenda malam itu adalah pembahasan rencana aksi untuk besok harinya. Setelah hari-hari sebelumnya Aliansi terus getol memperjuangkan aspirasi-nya untuk menolak keberadaan KPUM, yang berarti juga menolak Pemilwa yang diselenggarakan itu. Tercatat telah dilakukan sepuluh kali audiensi-baik yang formal mapun informal- dengan pihak rektorat dan tiga kali turun aksi. Aksi pertama dan kedua long march menuju rektorat. Dan kali yang ketiga unjuk rasa diwarnai dengan aksi bakar ban dan penyegelan rektorat. Malam terus bergerak, Manan, salah seorang kader Partai Proletar melemparkan argumen di tengah rapat. ”Kita hanya mempunyai dua pilihan. Antara turun (aksi besok harinya,Red) atau tidak. Jika turun, maka harus chaos. Karena yang ingin kita lawan itu adalah sistem,” ujarnya. Malam itu, pada mulanya juga langsung diagendakan persiapan teknis lapangan jika seluruh Partai Aliansi sepakat untuk turun aksi. Namun nampaknya malam itu belum berujung kesimpulan. Masingmasing partai ketika ditanyai sikapnya perihal akan turun atau tidak,
12
|
SLiLiT ARENA
P a r t a i PA S mengelak. Partai dengan bendera putih dan kotak hitam ini mengatakan kepada peserta rapat, jika seandainya APMP aksi dan keos, Partai PAS akan mundur dari Aliansi. Sontak ketika itu gabungan partai politik itu risau dan pembicaraan jadi alot. Setelah sebelumnya PAD, Partai Pencerahan dan Partai Proletar telah siap dan sepakat untuk turun aksi. “Kenapa nggak turun merubah untuk revolusi, bapak kita saja Khoemaini,”ujar Manan, kader Proletar yang punya tanggung jawab sebagai seksi keamanan. Perdebatan terus berlangsung, hingga jam sepuluh malam. Ketika itu Haitami, ketua Partai PAS, memohon izin kepada rapat untuk menemui seniornya. Ia ingin berembuk dulu dengan seniornya untuk bersikap dalam hari H pemilwa besok harinya. Peserta rapat mengizinkan. Pada mulanya waktu yang diberikan anggota rapat hingga jam sebelas malam saja, karena banyak hal yang mesti dibicarakan. Namun Haitami mengatakan tidak cukup sampai jam sebelas. Akhirnya diizinkan sampai jam 12 malam. Pembicaraan diistirahatkan sampai Haitami kembali. Ternyata sampai tenggat waktu yang diberikan habis, Haitami tak kunjung jua kembali. Aliansi mulai risau dan kesal. Haitami datang kembali sekitar jam setengah satu.
Abdul Majid/LPM ARENA
Manan Syah Putra Nasution Seksi Keamanan Partai Proletar
Setengah jam telat dari waktu yang diberikan. Baru saja datang, Haitami mengatakan bahwa ia tidak dapat restu. Ia juga baru saja ditelpon Maragustam dan bertemu pihak PRM. Sontak ketika itu Aliansi emosi mendengar omongan Haitami. Habibi, ketua partai PAD, langsung pulang. Fauzan, Sekretaris Partai Pencerahan mengatakan “Kami kecewa. Tapi secara Aliansi, kami menghormati sikap PAS.” Manan menceritakan pada ARENA bahwa waktu itu, menurutnya, Haitami salah bicara. “Waktunya nggak tepat. Setelah aliansi sudah kesal dengan ia datang telat. Ia juga ngomong baru saja ketemu dengan pak Mara (panggilan Maragustam, Red) dan PRM. Haitami salah ngomong.” Aliansi Partai Politik Mahasiswa yang tergabung dalam APMP tersebut akhirnya tidak menemui kata sepakat
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
malam itu. Rencana aksi ketika pemilwa tidak jadi terlaksana. Dan malam itu jadi malam terakhir APMP mengadakan rapat dan pembicaraan perihal pemilwa 2013. *** Ditempat berbeda, malam yang sama, sekitar pukul setengah Sembilan-an, sekelompok Mahasiswa menemui Maragustam Siregar. Ia waktu itu duduk santai di ruangan tamu gedung club house UIN Suka. Tempat itu dijadikan markas para dosen dan pejabat rektorat yang menengahi persoalan mahasiswa hal pemilwa. Maragustam sendiri telah menerima SK dari rektorat membentuk Tim Mediasi antar partai mahasiswa. Mahasiswa yang datang berjumlah 15 orang. Maragustam tidak kenal seorang-pun dari mereka. Kelompok mahasiswa itu mengaku adalah utusan dari Partai Rakyat Merdeka (PRM). “Kalian siapa, Kalian PMII..?, saya juga senior PMII. Saya juga orang NU (Nahdatul Ulama, salah satu Ormas Islam, Red),” ucap Maragustam sambil menunjuk mahasiswa yang datang tersebut. Maragustam juga menunjuk pada dosen-dosen yang ada di club house tersebut. “Itu tuh, senior HMI. Itu juga ada senior IMM,” Magustam
Dok. Pribadi
Syaefuddin Anwar Ketua Partai Rakyat Merdeka (PRM)
menjelaskan. Maragustam menjelaskan pada ARENA, bahwa maksud ia menjelaskan background gerakan mahasiswa itu kepada kelompok mahasiswa yang datang tersebut supaya mahasiswa itu menghargai dan tidak macam-macam. “Tim independen yang terbentuk ini sudah sangat mewakili golongan mahasiswa. Dosen-dosen yang ada didalamnya ada yang senior HMI, PMII, ada orang PKS dan juga orang netral,” ujar Maragustam. Kelompok PRM yang datang menemui Maragustam, bermaksud hendak dipertemukan dengan pihak Aliansi. Maragustam langsung mengontak Haitami. “Waktu itu saya sudah membaca bahwa Aliansi sudah berobah komando. Dari Soim (ketua DPP Pencerahan, Red) ke Haitami.” Pembacaan tersebut telah dilakukan Tim audiensi dengan mendekatkan diri pada masing-masing gerakan mahasiswa. “Saya juga melihat bahwa partai PAS sudah pecah jadi dua kubu. Kubu Haitami dan kubu Maulana.” Maragustam mengontak Haitami. “Waktu itu ia bilang, sedang ada di Pakualaman.” Kemudian dipertemukan-lah PRM dan Haitami. Pertemuan mereka didampingi seorang dosen. “Saya pesan ke dosen yang pergi mendampingi untuk berdiri diluar saja. Tidak ikut nimbrung pembicaraan mereka. Mungkin ada kontrak-kontrak politik,” cerita Maragustam pada
ARENA. Kelompok PRM yang datang menemui Maragustam tersebut tidak diketahui identitasnya masingmasing. Maragustam-pun tidak kenal dengan mereka. Ketua PRM,
Syaefuddin Anwar, mengaku bahwa kelompok yang mendatangi Maragustam itu tidak atas nama Partai. Ia tidak pernah menginstruksikan kadernya untuk mendatangi Maragustam. “Memang benar, saya ditelpon pak Mara malam itu, waktu itu saya lagi di warung kopi. Saya nggak tau siapa yang datang,” terang Syaefuddin, yang biasa dipanggil Aan tersebut. Aan juga meminta salah seorang kadernya untuk menemui Maragustam di club house UIN. Namun kadernya menyampaikan padanya bahwa tidak ada siapa-siapa. Perihal mahasiswa yang membawa nama PRM itu dan kemungkinan ada kontrak politik, Aan mengatakan tidak ada kontrak politik dari PRM. “Tidak ada kontrak politik. Mungkin hanya silaturrahmi. Memakai nama PRM, ya, mungkin ada yang pengen ngeksis,” ujarnya sambil tertawa. Hal senada juga disampaikan David, calon Presiden mahasiswa dari PRM. “Itu PRM yang datang,” ujarnya. Lewat SMS ia mengatakan bahwa motif mendatangi Maragustam dan Haitami malam itu adalah untuk silaturrahmi dan berharap pemilwa aman. Ketika ditanyai perihal pembicaraan dengan Haitami, David tidak menjawab. Sedangkan Haitami sendiri, Hingga tulisan ini diterbitkan tidak menjawab konfirmasi ARENA. Ia mengaku berada di Jakarta dan dalam perjalanan ke Surabaya. Namun sempat membalas pesan singkat ARENA. Lewat pesan singkat itu ia mengatakan “Kalau ketemu PRM ya, tidak hanya PAS yang ketemu PRM, tapi partai lainnya juga. Kita ditawari koalisi tapi kita t o l a k , k a r e n a penyelenggaraannya tidak sehat,” dalam pesan singakatnya. Ketika ditanyai lebih lanjut ia tidak menjawab.[]
SLiLiT ARENA
| 13
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
FEBI, Legalitas Prodi Semata Selama ini, FEBI hanya berlindung dengan SK yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendis. Padahal, dalam aturan yang ada, pembentukan fakultas harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menpan bidang pendayagunaan aparatur negara. Namun hingga saat ini, FEBI belum menerima SK dari Menpan tersebut. Oleh: Arif Setiawan & Usman Hadi hanya untuk jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan, d a n u n t u k selanjunya bisa mengajukan perpanjangan izin dan memperoleh akreditasi. UIN Suka diharuskan segera mengajukan Statuta dan Organisasi dan Tata Kerja Lugas Subarkah/LPM ARENA (Ortaker). Sebelum Statuta dan Ortaker Seorang mahasiswi memasuki FEBI. FEBI hingga saat ini belum baru mendapat mendapatkan SK pendirian sebagai fakultas persetujuan, hal-hal yang berkaitan atu tahun ajaran penuh telah dengan tunjangan dilalui Fakultas Ekonomi dan jabatan tidak diperkenankan dibayarkan Bisnis Islam (FEBI) sebagai dari anggaran pemerintah. fakultas teranyar di UIN Suka. Dengan Untuk selanjutnya, keputusan dari bermodalkan Keputusan Direktur Dirjen Pendis tersebut juga menetapkan Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen bahwa bagi perguruan tinggi yang lalai Pendis) No: 522 Tahun 2012 tentang dalam hal perpanjangan prodi dan Persetujuan Pembukaan Fakultas memperoleh akreditasi, serta Ekonomi dan Bisnis Islam pada UIN mengajukan perubahan Ortaker, maka Sunan Kalijaga Tahun 2012, FEBI Dirjen Pendis berhak untuk mencabut akhirnya resmi didirikan pada tanggal 28 izin berdirinya FEBI. April 2012. Fakultas baru ini mewadahi Terkait dengan perpanjangan izin dua program studi (Prodi), yakni Prodi, diatur dalam Peraturan Direktur Ekonomi Syari'ah dan Perbankan Jendral Pendis No: Dj.I/529/2010 tentang Syari'ah. Pedoman Perpanjangan Izin Sampai saat ini, hanya ada dua PTAIN Penyelenggaraan Prodi pada Perguruan seluruh Indonesia yang sudah Tinggi Agama Islam (PTAI). Dalam pasal mendapatkan izin dari Dirjen Pendis 5 ayat 4 disebutkan bahwa untuk untuk membuka FEBI. Yaitu UIN Suka mengajukan perpanjangan izin Prodi, dan UIN Alauddin Makasar. Pemberian FEBI harus melampirkan SK atau izin ini dinilai ganjil, karena dalam aturan sertifikat akreditasi dari Badan Akreditasi yang ada, Dirjen Pendis hanya bisa Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), memberikan izin pembukaan fakultas atau tanda terima dari BAN PT bagi yang setelah ada rekomendasi tertulis dari sedang dalam proses akreditasi (lihat Kementerian Pendidikan Nasional. SLiLiT edisi 28 Juni 2012, “Memulai Keputusan Dirjen Pendis ini juga FEBI dengan Tangan Kosong�). Adapun disertai dengan berbagai ketentuan, pengajuan perpanjangan izin Prodi ini diantaranya : pemberian izin paling lambat enam bulan sebelum masa penyelenggaraan program studi Ekonomi berlaku program studi berakhir. Syari'ah dan Perbankan Syari'ah tersebut Selain itu FEBI juga diharuskan
S
14
|
SLiLiT ARENA
untuk melengkapi berkas administrasi hingga tingkat Menteri Pendidikan (Menpan). Karena sampai sekarang SK dari Menpan untuk FEBI memang belum ada, sehingga FEBI tak punya legalitas sebagai fakultas. Hal ini bisa dilihat dari Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia No. 394 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama pasal 17 ayat 4 yang menyebutkan bahwa perubahan, penggabungan, dan pemekaran fakultas pada perguruan tinggi agama negeri ditetapkan oleh Menteri Agama (Menag) setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri (Menpan) yang menangani bidang pendayagunaan aparatur negara. Sementara dalam ayat 6 disebutkan bahwa perubahan, penggabungan, dan pemekaran jurusan dan Prodi ditetapkan oleh Direktur Jenderal (Pendis). Terkait dengan wewenang Dirjen Pendis tersebut kemudian diperkuat dengan KMA Republik Indonesia No. 387 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Program Studi pada Peguruan Tinggi Agama Islam, yang mana dalam pasal 4 disebutkan bahwa persyaratan dan prosedur pengajuan izin penyelenggaraan program studi ditetapkan dengan keputusan Dirjen Pendis. Dan sampai sekarang ini FEBI hanya mengantongi SK dari Dirjen Pendis, yang berarti legalitas FEBI yang ada hanya legalitas Prodinya yakni Prodi Ekonomi Syari'ah dan Perbankan Syari'ah, sementara FEBI sebagai fakultas belum bisa dikatakan legal. Untuk UIN Alauddin Makasar, belum diketahui apakah sudah mendapatkan SK dari Menpan atau belum. Terkait hal ini Wakil Rektor I, Sekar Ayu Aryani tak membantah. Akan tetapi, menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah bagi FEBI, karena legalitas Prodi yang ada di FEBI sudah cukup, sedangkan fakultas hanya bertugas mewadahi saja.
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
“Fakultas itu kan hanya sebagai wadah saja, yang p e n t i n g k a n Prodinya. Kalau Prodinya sudah sah, sudah jalan saja nggak ada masalah, dan fakultas itu untuk mewadahi sudah,” terangnya. Imbas dari belum adanya SK dari Menpan, maka dekan FEBI tak mendapat tunjangan jabatan dari a n g g a r a n pemerintah. Sementara dana operasional FEBI menggunakan dana dari universitas lewat Badan Layanan Umum (BLU). “Kita masih dari universitas semua (semua dana untuk Lugas Subarkah/LPM ARENA FEBI masih dari universitas, red.), ya tenaga kependidikan serta investasi dan dari BLU-lah,” ungkap Sekar pengembangan. Karena status FEBI yang menjelaskan. belum mendapatkan legalitas dari Menurut penuturannya pula, meski Menpan, maka FEBI pun tak berhak tanpa SK dari Menpan, FEBI masih tetap untuk mendapatkan alokasi anggaran bisa dijalankan karena dekan dan wakil tersebut. dekan FEBI tidak dibayar oleh Guna memperoleh SK dari Menpan, universitas. pihak UIN telah berusaha melengkapi “SK Menpan belum turun tidak ada berbagai persyaratan ditingkat Menpan. masalah, yang penting UIN jangan dulu Menurut penuturan Muharram, Ketua membayar dekannya. Kalau ada dekan Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan yang mau tidak dibayar silakan saja Kerjasama (Biro AKK), proses peng-SK(membuka FEBI, red.). Kebetulan ada an FEBI sekarang telah sampai di Pak Ibnu Qizam dan Pak Misnaen tidak Menpan, dan sekarang Menteri Agama dibayar tidak apa-apa. SK Menpan itu (Menag) sedang mengurus kelengkapan hubungannya dengan pembayaran, administrasi di Menpan. karena semua yang dibayar negara itu Sementara itu, Kepala Sub bagian harus ada SK Menpan. Lha wong Pak Hubungan Masyarakat Kemenag Kantor Qizam itu tidak dibayar kok,” Wilayah Yogyakarta, Arif Gunadi tambahnya. menjelaskan bahwa seharusnya FEBI Padahal kalau kita menelisik pada sudah mendapatkan dana dari APBN, Undang-Undang (UU) Republik karena pendirian Prodi di FEBI sudah Indonesia No. 12 Tahun 2012 Tentang mendapatkan SK yang sah. Pendidikan Tinggi Pasal 89 ayat 1, “Kalau sudah ada SK, seharusnya disebutkan bahwa dana pendidikan tinggi dapat dana (APBN dari Menpan-red.)” yang bersumber APBN dan atau APBD katanya. Akan tetapi Arif menolak salah satunya dialokasikan untuk PTN menjawab perihal keganjilan SK yang sebagai dana operasional dosen dan dikeluarkan Dirjen Pendis untuk
SK Dirjen Pendis
memberi izin pembukaan FEBI. Sedangkan berdasarkan Ortaker UIN Suka, sampai detik ini, FEBI belum masuk di dalamnya. Padahal sebelumnya UIN telah diamanahkan untuk membuat satuta dan Ortaker baru. Ini semua bisa lihat pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia No. 26 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dalam pasal 10 hanya disebutkan tujuh fakultas yang ada di UIN, sedangkan FEBI belum termasuk di dalamnya. Menanggapi hal ini Sekar mengatakan bahwa FEBI memang belum ada dalam Ortaker yang baru, dan sebagai penggantinya nanti diadakan addendum. Addendum ialah semacam surat lampiran yang secara fisik terpisah dari surat pokok. Namun melekat secara hukum. “FEBI belum ada dalam Ortaker, karena Ortaker itukan sudah diusulkan sejak masa pak Amin (mantan Rektor). Jadi FEBI sebenarnya sudah kita usulkan, dan nanti ada yang namanya addendum. Ortaker itu (Ortaker 2013) sudah diusulkan sejak periode pertama pak Amin,” terang Sekar. []
SLiLiT ARENA
| 15
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Sengkarut Ortaker Baru Struktural pejabat baru UIN Suka telah terbentuk berbekal PMA Nomor 26 tahun 2013, yang hingga saat ini masih dianalisis kelemahannya. Persoalan lain ialah proses pemberhentian dan pengangkatan pejabat dalam Ortaker dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Oleh: Ayu Usada R. Tyas
P
ergantian struktural di rektorat menjadi suatu momen penting yang terjadi di UIN Sunan Kalijaga. Betapa tidak, universitas serta seluruh pernik akademik mulai dari kurikulum, kemahasiswaan, hingga kerjasama akan dikelola dengan penataan baru. Bahkan beberapa pejabat menempati jabatan dan bidang kerja yang baru. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013, disebutkan bahwa telah diadakan penataan kembali organisasi dan tatakelola kerja di UIN demi peningkatan mutu penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan. UIN Suka sendiri telah membentuk Organisasi dan Tata Kerja (Ortaker) baru dengan diadakannya pelantikan pejabat struktural pada tanggal 23 April 2013. Dalam PMA Nomor 26 Tahun 2013 tersebut, membahas penggantian istilah Pembantu Rektor (PR) dan Pembantu Dekan (PD) menjadi Wakil Rektor (WR) dan Wakil Dekan (WD). Selain itu, terjadi pemangkasan atau perampingan jabatan WR, yang saat masih menggunakan PR ada empat jabatan, kini hanya ada tiga. Yaitu WR I (bidang Akademik dan Kemahasiswaan) dan WR II (bidang
16
|
SLiLiT ARENA
Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan), dan WR III (bidang Kerjasama). Sementara di UIN Suka, untuk bidang Kerjasama (WR III) hingga saat ini masih kosong. Yang dilantik hanyalah WR I dan WR II. Masing-masing diisi oleh Sekar Ayu Aryani dan Nizar Ali. Persoalan lain ialah tentang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), yang masih belum dicantumkan dalam Ortaker tahun 2013. Hal ini bertentangan dengan amanat dari Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) No: 522 Tahun 2012 tentang Persetujuan Pembukaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam pada UIN Sunan Kalijaga Ta h u n 2 0 1 2 . D i r j e n P e n d i s mengamanatkan UIN Suka untuk memasukan FEBI dalam Ortaker terbaru. Akibatnya, dekan dan wakil dekan FEBI tidak mendapatkan tunjangan dari APBN/APBD. (khusus persoalan FEBI, silakan baca “FEBI Hanya Legal Sebagai Prodi.”). Proses pergantian struktural masih dimaknai berbeda oleh beberapa pejabat UIN Suka sendiri. Terbukti Siswanto Masruri, mantan PR IV (istilah sekarang Gedung Pusat Administrasi Umum (PAU) WR III) ini memiliki anggapan, pergantian wakil-wakil rektor belum pergantian jabatan dan pelantikan, memenuhi prosedur, sebab menurutnya perlu adanya sosialisasi m e n u r u t n y a terlebih dahulu. pemberhentian jabatan itu adalah wewenang Senat “Seharusnya hal-hal pergantian universitas. Selain itu, hal jabatan ini berhati-hati dan dengan yang paling disayangkan sosialisasi yang matang, karena ini akan dalam proses pergantian berdampak sistemik. Pergantian jabatan Ortaker kali ini ialah ini hampir tidak ada sosialisasi. Ini kan minimnya sosialisasi, (PMA- red.) hanya rumah jabatan. Yang sehingga terkesan terburuberhak mengangkat dan memberhentikan buru. Ia mengatakan, adalah Statuta,” katanya saat ditemui di memang selama ini telah kediamannya (12/06) lalu. banyak pembicaraan “Ya seharusnya melewati prosedur terkait Ortaker, banyak yang telah ada, pertimbangan etika juga usulan Ortaker baru dari ada. Prosedurnya ya tadi, hasil keputusan PTAIN antara lain di dibawa ke Senat, meminta Senat untuk Bandung, Jakarta dan membuat Statuta, baru dari sana Surabaya. Namun terkait melantik,” jelasnya.
Jum’at, 12 Juli 2013
PMA ini sendiri memiliki beberapa alur hingga turun menjadi PMA Nomor 26 Tahun 2013. Hal ini diungkapkan oleh Nizar Ali, selaku WR II terpilih. UIN Suka telah melewati beberapa proses yakni pembentukan Tim Penyusunan Ortaker serta mengikut sertakan tim tersebut dalam pertemuan nasional
UNIVERSITARIA seluruh PTAIN harus memiliki Ortaker yang baru d e n g a n persetujuan Menpan RB dengan target selesai tahun
2012. “Selanjutnya, berbagai pertemuan yang diprakarsai Kemenag dilakukan. UIN Sunan Kalijaga Yo g y a k a r t a mendelegasikan PR IV dan Kepala Biro A A K u n t u k menghadiri pertemuan Kemenag,” kata Nizar. Naskah Ortaker, tambah Nizar, telah dipersiapkan sebelumnya dan leading sektornya a d a l a h P R I V. Lugas Subarkah/LPM ARENA “Singkatnya diperoleh hasil Persetujuan Menpan pada akhir tahun 2012 dan kemudian di PMA kan Kementerian Agama (Kemenag) RI tahun 2013,” lanjutnya. Hingga untuk membahas Ortaker PTAIN. Ia terwujudnya struktur jabatan baru mengatakan, persoalan Ortaker ialah berbekal PMA Nomor 26 Tahun 2013 kewenangan dari Kementerian tersebut. Pendayagunaan Aparatur Negara dan Meski menurut keterangan Nizar, Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). PMA Nomor 26 tahun 2013 memiliki “Jabatan struktur Ortaker yang belum mendapat persetujuan Kemenpan memiliki konsekuensi tidak dapat dibayarkan tunjangannya. Ortaker UIN terakhir tahun 2006, belum mendapat persetujuan Kemenpan RB. Sehingga beberapa persoalan muncul terkait pembayaran tunjangan jabatan seperti PR IV, Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Asisten Direktur Pascasarjana,” jelasnya. Nizar mengatakan, hal tersebut yang melatarbelakangi Kemenag mendorong
beberapa kelemahan setelah dianalisis, sehingga Rektor menyusun Tim revisi PMA tersebut yang saat ini masih bekerja. Akan tetapi pergantian jabatan tetap dilakukan. “Setelah PMA Nomor 26 tahun 2013, terutama setelah penyerahan secara resmi di Kemenag, yang salah satu hasilnya adalah pelantikan bagi jabatan dengan nomenklatur baru. Akhirnya dilantiklah dua Wakil Rektor, beberapa dekan fakultas dengan nomenklatur baru, serta
wakil Wakil Dekan,” ujarnya. Menanggapi proses pemberhentian dan pelantikan beberapa pejabat struktural dalam Ortaker, Nizar mengatakan semuanya sudah sesuai prosedur yang ada. Menurut Nizar, dalam PP 66 Tahun 2010, pasal 58 F ayat (2), Senat universitas memberi pertimbangan dan melakukan pengawasan terhadap Rektor, Ketua atau Direktur dalam pelaksananaan otonomi perguruan tinggi hanya dalam bidang akademik. Sehingga proses pemberhentian dan pengangkatan tidak harus melalui Senat. Selain itu, permasalah kenapa di UIN Suka hanya melantik WR I dan WR II, Nizar mengatakan bahwa sampai saat ini Ortaker baru tersebut tengah dianalisis kekurangannya. Alasan lain karena terdapat kekurangan perlengkapan berkas untuk calon WR III. “Kewenangan memberhentikan dan mengangkat berada di tangan rektor sesuai PP 66 tahun 2010. Persoalan Rektor melantik hanya dua pasti berdasar pertimbangan yang matang. Informasi yang kami peroleh, terdapat persyaratan administratif yang belum terpenuhi oleh salah seorang wakil rektor yakni DP3 (daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan),” terang Nizar. Menurut Nizar, perampingan Ortaker ini memiliki implikasi positif terhadap rampingnya struktur (miskin struktur kaya fungsi), namun memiliki kelemahan yakni banyak pekerjaan yang menumpuk pada struktur yang ramping ini.[]
SLiLiT ARENA
| 17
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Nurainun: Pemilwa yang Miskin Demokrasi Nurainun Mangunsong, salah seorang dosen di Fakultas Syariah dan Hukum, melihat tidak adanya jaminan rotasi kepemimpinan menunjukan demokrasi yang gagal. Oleh: Indah Fajar Rosalina
P
Hanya dua partai besar yang mengikuti Pemilwa 2013 ini, yaitu Partai Rakyat Merdeka (PRM) dan Partai Demokrasi Sunan Kalijaga (PD-Suka) merupakan cerminan bahwa keadaan demokrasi di kampus semakin menurun. Partai-partai lain, yang bukan merupakan repesentatif organisasi ekstra yang sama, memilih untuk tidak ikut serta, karena sejak langkah awal Pemilwa dianggap telah gagal merangkul semua golongan. (baca “KPUM Lahir dari Pusaran Konflik” SLiLiT ARENA Maret 2013). Nurainun Mangunsong, Dosen Ilmu Hukum Fakultas Syariah, ikut berkomentar mengenai Pemilwa 3 Juni lalu. “Menurut saya justru yang namanya demokrasi itu harusnya diberi ruang organisasi mahasiswa untuk mengaktualisasi dirinya, buatlah regulasi sedemokratis mungkin. Kalau demikian regulasi seperti Pemilwa kemarin dikotori oleh kepentingan-kepentingan Parpol konservatif, itu menunujukan kegagalan demokrasi. Seharusnya demokrasi itu menjamin rotasi kepemimpinan secara demokratis,” ungkap Nurainun. Menurut hasil survey pusat data dan analisis ARENA, sebanyak 56% mahasiswa dari 370 responden, mengaku tidak akan ikut memilih dalam Pemilwa, hal ini diperkuat dengan sepinya kampanye dialogis di hampir seluruh
18
|
SLiLiT ARENA
Karikatur oleh: Lugas Subarkah
erjalanan Pemilwa 2013 telah usai, pesta demokrasi mahasiswa tahun ini rupanya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Benang kusut yang tak kunjung menuai perubahan, kini malah semakin ruwet. Mulai dari pembentukan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa yang menuai konflik, hingga kurangnya partisipasi mahasiswa dalam meramaikan pesta demokrasinya.
fakultas, dan kekosongan TPS pada jamjam tertentu saat Pemilwa berlangsung. Hanya Fakultas Tarbiyah yang antusias mengikuti pemilihan dan Fakultas Isoshum yang ramai dalam kampanye dialogis. Selain itu, maraknya calon tunggal di beberapa fakultas membuat mahasiswa mengeluh dan semakin menghilangkan minatnya berpartisipasi dalam Pemilwa. PRM mengutus sebanyak 52 kadernya dalam kontes pemilhan BEM-F dan BEM-J/PS. Sementara PD Suka, partai baru di UIN, hanya mengutus 12 kader untuk BEM-F dan BEM-J/PS di Fakultas Tarbiyah, Syariah dan Isoshum. Sementara di Fakultas Saintek, Dakwah, dan Ushuluddin pelaksanaan Pemilwa berlangsung dengan calon tunggal dari PRM saja. “Pemilwa kali ini gak ada pilihan lain,
dan calonnya yang dari fakultas cuma satu sehingga mau pilih atau tidak yang jadi tetap yang itu aja,” ungkap Istiqomah, mahasiswa Prodi Fisika semester IV yang memilih Golput karena menurutnya suaranya tidak berpengaruh pada hasil Pemilwa. Hal ini juga diamini oleh Gusti Fitta, mahasiswi KPI semester VI yang beranggapan Pemilwa tidak berpengaruh apa-apa buatnya. “Ada atau tidaknya Pemilwa, tidak ada pengaruhnya bagi saya. Kurangnya sosialisasi mengenai Pemilwa membuat saya tidak antusias juga,” ungkap mantan Presiden UKM JCM (Jamaah Sinema Mahasiswa) itu. Pada hari pemungutan suara, mahasiswa lebih memilih menggunakan aktivitasnya untuk kuliah dan kalau pun ikut memilih hanya untuk mengisi jam kuliah yang kosong. “Saya nggak minat, nggak tertarik, pemilu kampus banyak politik-
Jum’at, 12 Juli 2013
politiknya,” ungkap Rini, mahasiswi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam semester VI. “Tadi itu kelas kami tidak ada pelajaran, dari pada kami menganggur, lebih baik kami ikut berpartisipasi dalam Pemilwa,” terang Ridwan, mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Nurainun menjelaskan tindakan mahasiswa yang Golput dan rendahnya demokrasi mahasiswa saat ini dipengaruhi oleh tiga faktor penting. Yang pertama, tingkat kepercayaan yang rendah dari mahasiswa yang disebabkan gagalnya fungsi partai politik. “Golput itu menurut saya bisa dilatarbelakangi oleh rendahnya kepercayaan mahasiswa, yang disebabkan oleh ruang yang tidak diberikan kepada mahasiswa untuk bisa berpartisipasi. Misal, terkait kebijakankebijakan Parpol, sosialisasi Parpol kepada mahasiswa mengenai apa misivisi Parpol. Sehingga mahasiswa tahu, Parpol yang aksebtebel adalah Parpol yang seperti apa. Jadi ini adalah kegagalan kepemimpinan Parpol di dalam marketing. Dan di dalam marketing dalam rekruitmen, atau marketing dalam sarana pemberian suara agar mereka layak atau legitimate dalam memimpin,” terang Nurainun. Nurainun juga menambahkan, kualitas kepemimpinan student government (SG) yang tidak disertai dengan prestasi juga menjadi latar belakang rendahnya partisipasi mahasiswa. “Yang kedua adalah kegagalan pemimpin itu karena tidak didukung oleh kualitas pemimpin. Harusnya orang yang duduk di SG itu orang yang pintar, memiliki nasionalisme kedalam (UIN), dan yang paling penting adalah prestasi. Sudah saatnya mereka yang duduk itu adalah mahasiswa yang memiliki prestasi, sehingga mereka percaya dengan pemimpin, dan dapat memberikan pandangan positif terhadap mahasiswanya,” tambah Nurainun. Permasalahan horizontal antara mahasiswa dengan dekanat dan rektorat menurut Nurainun, juga merupakan faktor penting dari baik-tidaknya demokrasi kampus. “Dan yang ketiga adalah mahasiswa sekarang tidak lagi diurusi secara
UNIVERSITARIA struktural, secara regulative, dan kepemimpinan tingkat rektorat secara cultural gagal. Jadi dikatakan kita haus akan leader. Dari tingkat rektorat dan dekanat. Meskipun saya tidak mengeneral-kan, misalnya saja d i r i n g k a s n y a Wa k i l Rektor III bagian Kemahasiswaan (yang digabungkan dengan bagian Akademik-Red.), di satu sisi kita diuntungkan karena efisiensi kerja. Di satu sisi, sesungguhnya bidang Kemahasiswaan tidak terlalu berarti. Coba lihat sekarang, mahasiswa tidak diurus. Sehingga sekarang mahasiswa secara sistemik, struktural itu liar. Parpol konservatif Dok. Istimewa itu sudah begitu kuatnya di sistem, sehingga tidak bisa dikontrol. Jadi, jika Parpol baru itu muncul dengan melakukan perubahan-perubahan itu sulit, kalau pun bisa dengan reformasi sampai berdarahdarah. Tapi mahasiswa tidak suka itu, mereka lebih senang yang soft, damai tapi membawa perubahan,” terang Nurainun. Nurainun berharap, kedepannya mahasiswa tidak lagi apatis dan dapat menciptakan regulasi-regulasi yang baik dari setiap elemen untuk bersatu menciptakan perubahan. Ia tidak setuju dengan reformasi. Akan tetapi, hal itu bisa dilakukan referendum dengan mahasiswamahasiswa secara menyeluruh untuk mempercayai pemimpin yang baik. “Dema harus memberi ruang komunikasi, baik secara komunitas maupun individu. Tapi kenyataanya kan sulit, kita dihadapkan oleh watak-watak oligarki. Kalau Pemilwa mendatang masih terjadi manipulasi politik, rendahnya kepercayaan, dan kualitas kepemimpinan. Bisa jadi Pemilwa hanya sebagai ceremonial semata (peringatan demokrasi mahasiswa saja) yang tidak
Nurainun Mangunsong Dosen Fakultas Syari’ah & Hukum UIN Sunan Kalijaga
menyentuh esensi dari tuju a n Pemilwa sendiri. Mahasiswa sekarang yang dikedepankan adalah adu otot bukan adu intelektual dan perang ideologi. Itu yang sangat disayangkan, pemimpin yang duduk di bangku pemerintahan bukan mahasiswa yang berprestasi, tapi mahasiswa yang jarang kuliah, aktif pergerakan tetapi tidak mempunyai tanggungjawab dalam wujud prestasi,” tambah Nurainun[] \
SLiLiT ARENA
| 19
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Pada Akhirnya Menyisakan Pelajaran Pemilwa yang dikhwatirkan akan terjadi bentrok fisik ternyata tidak. Setelah pemilwa usai, masing-masing pihak yang sempat memanas, menggangapnya sebagai proses dan pembelajaran.
J
am sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Hari itu hari Minggu (2/6). Besok adalah hari Pemilwa. Nawawi S Imam, Ketua KPUM- Univ Pemilwa UIN Suka sedang berada di rektorat. Di gedung PAU itu ia sedang menerima surat suara dari percetakan. Ia menghitung-hitung jumlah surat suara yang datang. Khawatir akan kekurangan besok harinya. Isu akan ada pemboikotan Pemilwa yang sudah santer beredar tidak memberi efek apa-apa padanya. Ia sudah mendapat pesan dari Sekar Ayu, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan, bahwa apa-pun yang terjadi Pemilwa harus dilaksankan. Dan ia teguh dengan pesan Wakil Rektor itu. “Soal keamanan, itu-kan bukan wewenang dan tugas KPUM. Itu tugas Satpam,” ujar Imam. Ia juga telah di telpon oleh kepala Satpam UIN Suka bahwa Satpam akan mengamankan jalan-nya pemilwa. Satpam fokus untuk mengamankan aset Negara. Dan Imam setuju dengan itu. Untuk persiapan keamanan sendiri dari KPUM, Imam mengatakan tidak ada persiapan apaapa. “Nggak ada koordinasi dengan siapa-pun. Satpam pernah telpon saya. Katanya, semisal hari H ada fasilitas yang rusak, maka akan diproses,” cerita Imam. Setelah selesai mendata surat suara, ia pulang. Ia tidur sekitar jam satu pagi dan bangun jam enam kurang sepempat. Jam enam pagi Senin itu (3/6) ia dan anggota KPUM lainnya sudah harus memulai distribusi surat suara dari rektorat ke masing-masing fakultas. Jam tujuh distribusi selesai dan kemudian agendanya adalah seremonial. Ia
20
|
SLiLiT ARENA
Abdul Majid/LPM ARENA
Oleh: Robi Kurniawan
heran di beberapa fakultas kenapa masih ada pemilihan yang telat, seperti Fakultas Sains dan Te k n o l o g i y a n g mulai pemilihan jam setengah sembilan. “Kalau dari KPUM itu gak ada masalah sampai fakultas. M u n g k i n kendalanya ada di panitia fakultas m a s i n g - m a s i n g , ” Seorang mahasiswi memasukan lembar coblosan ke kotak suara (3/6) terangnya. Perihal masih ada Fakultas Syariah TPS II yang sempat surat suara yang kurang, seperti yang dipindah karena ruangan tersebut teradi di Jurusan Pendidikan Guru adalah kelas kuliah jurusan al-Ahwal Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Imam al-Syakhsyiyyah. mengatakan itu sebenarnya tidak Namun yang sedikit berbeda dari kurang. “Gak mungkin kurang. Pemilwa sebelumnya, Pemilwa 2013 Laporan-nya pas kok. 60% dari total ini tata keamanan kampus diperketat. mahasiswa aktif. Dan kalau Tiga kali dalam sehari itu, fakultasseandainya ada surat suara yang rusak fakultas dikunjungi Maragustam dan saja, kalau pengen minta ganti ke tim-nya. Pagi, sore dan malam. Pagi KPUM, harus diperlihatkan surat hari sekitar jam setengah sepuluh, tim suara yang rusak itu. Biar gak terjadi tersebut mengecek apakah Pemilwa kecurangan,” terang Imam. sudah mulai dijalankan. Sorenya, Selama hari H Pemilwa itu, Imam sekitar jam setengah tiga, mengecek standby di kantor KPUM. Senin itu, apakah Pemilwa sudah selesai atau perkuliahan tetap berjalan seperti belum. Dan malam harinya ketika biasa. Mahasiswa dan Dosen tetap terjadi penghitungan suara. Setiap masuk ruangan kelas biasanya. TPS, masing-masing dijaga dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di o r a n g S a t p a m y a ng terus gelar di ruang pertemuan masingberhubungan membagi informasi masing fakultas. Ada juga yang di dengan walkie talkie-nya. Bertanyagelar di kelas. Bagi kelasnya yang tanya apakah ada informasi terbaru terpakai, jika dosen-nya mau akan terjadi aksi bentrok atau tidak. mengalah, maka dosen akan mencari Jam dua siang seharusnya dalam kelas lain. Dan jika Dosen dan agenda TPS sudah ditutup. Namun di mahasiswa nya tidak mau mengalah Fakultas Tarbiyah pemungutan suara karena tidak memberi tahu dan minta belum juga kelar. Tim Mediasi izin sebelumnya, maka terpaksa meminta di fakultas yang telah selesai KPUM-fakultas akan pindah mencari p encoblosan dapat langsung kelas lain. Seperti yang terjadi di
Jum’at, 12 Juli 2013
Abdul Majid/LPM ARENA
Margustam Siregar Ketua Tim Mediasi Pemilwa 2013
penghitungan suara, namun KPUMU menolak. Alasannya, Imam tidak mau menyalahi kesepakatan rapat KPUM yakni pemungutan suara dilakukan serentak setelah pencoblosan surat suara selesai. Tim Mediasi sepakat karena sudah memperkirakan tidak akan terjadi bentrok fisik seperti yang diisukan. Akhirnya Penghitungan suara dimulai selepas magrib. Tanpa kendala keamanan. “Saya sudah feeling dari jauh-jauh hari, oh tidak akan terjadi apa-apa,” ungkap Maragustam, sekalu Ketua tim Mediasi. Tim Mediasi, Jalan keluar ? Tim ini dibentuk seirama dengan perpanjangan waktu pendaftaran Partai politik mahasiswa ke KPUM. Perpanjangan waktu pendaftaran ini melihat hanya ada satu partai yang mendaftar ketika itu. Partai Partai Rakyat Merdeka (PRM). Dalam perpanjangan waktu ini, tim audiensi ditugasi rektorat untuk membaca keadaan. Tim audiensi diketuai Maragustam Siregar. Mantan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan ini melihat hanya ada dua kemungkinan untuk partaipartai aliansi ketika itu. “Pertama, mereka ikut dan hasilnya kalah. Kedua, mereka akan gagalkan Pemilwa. Kita fikirkan kemungkinan kedua ini,” terang Maragustam. “Kalau Pemilwa diundur sampai waktu yang tidak diketahui, atau bekukan Dema, maka akan gontokgontokan. Kita bisa kena. Karena bukan hanya partai aliansi ini yang
UNIVERSITARIA
melawan. PRM ntar juga ikut melawan. Kalau bersatu kan susah. Maju kena. Mundur juga kena. Lebih baik maju kena,” tambah Maragustam sambil tertawa. Waktu perpanjangan pendaftaran partai politik hampir habis. Maragustam tidak melihat ada gelagat dari partai-partai aliansi untuk mendaftar ke KPUM. Tim Audiensi merubah rencana. “Tim audiensi ini ada sepuluh orang. Mereka tidak satu warna (background gerakannya berbeda, Red). Tim mediasi tidak boleh satu warna. Kita dekati masing-masing partai. Kirakira yang paling dekat dengan PRM siapa, PAD siapa, PAS siapa, Pencerahan siapa,” cerita Maragustam. Ia menawarkan jalan berunding. Namun tidak melihat gerakan untuk baik-baik. “Tidak mau berunding, kita kirim orang-orang untuk masuk kerusuk-rusuk masing-masing gerakan,” tambahnya dengan gerak irama tangan menusuk-nusuk kedepan. Maragustam menyelingi ceritanya dengan tertawa lagi. Makfut, Koordinator Aksi APMP mengatakan ketika ada pertemuan antara aliansi dengan rektorat sudah ada setting-an. “Ketika diundang, kita itu sudah di-setting. Ngapain kita hadir kalau pembentukannya (KPUM, Red) tidak benar. Kita pernah minta LPJ Dema. Mereka berikan. Tapi LPJ macam apa itu? LPJ kasih ke anak SMA saja,” ujar Makfut. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa yang dilawan Aliansi Partai adalah sistem. Perihal keberadaan tim audiensi, Makfut mengatakan yang diinginkan APMP adalah membentuk badan independen berupa Mahkamah
Konstitusi Mahasiswa (MKM). “MKM kita bisa meninjau ulang permasalahan Pemilwa,” ujarnya. Hal ini disepakati Manan, kader Proletar. Ia mengaku bahwa partai proletar tidak pernah diajak dihubungi untuk berunding. “Yang tidak pernah dihubungi itu Proletar. Kita gak tau kenapa kita tidak pernah diajak rektorat,” ujar Manan. “Mungkin karena kita tidak dididik untuk itu (kompromi politik, Red.). Kita main praktis saja. Kita dobrak sistem itu. Tidak untuk perut,” tambah Makfut menyindir. Makfut juga kader Partai Proletar. Ia juga mengatakan bahwa Maragustam lebih cocok jadi tim sukses saja. Atas komentar itu, Maragustam menimpali. “Tim mediasi lebih banyak untuk kepentingan rektorat. Supaya tidak terjadi anarkis,” ujarnya. Ketika ditanyai perihal ditunggangi kepentingan luar mahasiswa yang ikut serta dalam pertarungan politik mahasiswa dalam pemilwa 2013 ini, Maragustam memprediksikan ada. “Secara faktual tidak kelihatan. Namun secara filosofi mereka berdialog dengan orang luar,” ujarnya. Hal berbeda diutarakan Soim, ketua DPP partai Pencerahan. “Aliansi tidak ada ditunggangi siapa-pun. Untuk keperluan aliansi kita sama-sama. Iuran bersama.” Begitu juga disampaikan Makfut. “Ditunggangi sebenarnya tidak. Secara gabungan, aliansi mencoba independen. Meskipun memang, dalam aliansi itu banyak otaknya. Masing-masing orang punya kepentingannya,” terangnya. Pemilwa Usai, Lantas? Pemilwa kelar. Partai Demokrasi Sunan kalijaga (PD-SK) keluar sebagai pemenang mutlak berdasarkan data KPUM. Tugas Imam dan KPUM pun selesai. Imam mengatakan bahwa ia puas dengan perjalanan Pemilwa, walaupun
SLiLiT ARENA
| 21
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA sempat ada sentimen-sentimen pihak luar KPUM sebelumnya. “Ya, puas, karena sudah berjalan sesuai perkiraan sebelumnya. Setelah Pemilwa selesai, semua kembali biasa.” Begitu juga dari kalangan partai-partai politik, baik dari partai di aliansi maupun PRM dan PD-SK. “Efek positif dari Pemilwa kemarin, lancar komunikasi antar gerakan mahasiswa dan saya berharap itu berkelanjutan,” terang Makfut. Karena menurutnya, dari awal adanya APMP tidak ada istilah mencari kata menang. “Ini pembelajaran. Bukan mencari untung,” ujarnya lagi. Makfut melihat sebenarnya banyak mahasiswa yang sebenarnya mengetahui. “Sayangnya mahasiswa itu banyak yang hanya berfikiran bagaimana nilainya bagus. Nah. Ini yang jadi masalah. Coba fikir pakai akal sehat. Manusia sebagai makhluk diciptakan Tuhan harus kritis. Mahasiswa banyak yang tahu. Tapi diam saja. Organisasi dianggap mengganggu kuliah,” tambahnya. Hal serupa disampaikan Syaifuddin Anwar, yang biasa disapa Aan. Ia ketua DPP PRM. “Saya memandang ini sebagai proses. Dalam hal teknis saya merasa beruntung karena pengalaman ini, jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak ikut politik mahasiswa. Namun saya pengen bilang mas. Jangan menghujat organisasi, apa salahnya toh ya mas, kalau langsung bilang ke orangnya. Bukan
Nawawi S. Imam Ketua KPUM-U Pemilwa 2013
22
|
SLiLiT ARENA
menyalahkan lembaganya. Itu yang saya lihat kekurangan dari Pemilwa ini,” ujar Aan yang merasa kesal nama partai-nya acapkali disentil mahasiswa. Pertarungan politik mahasiswa dalam konteks pemilwa kemarin, telah menghabiskan 75% kosentrasi pihak rektorat. Ini disampaikan Sekar Ayu ketika ARENA mengadakan audiensi dengan pihak rektorat jelang Pemilwa. Pertarungan politik mahasiswa ini menurut Maragustam harus dipelihara. “Secara garis besar, orang kritis harus dipelihara dan dikembangkan. Kritis itu modal untuk orang maju. Saya malah melihat mahasiswa lebih demokratis dari pada dosen. Pemilihan Rektor misalnya,” terangnya. Kamis (4/7) lalu pasangan Saefuddin dan Badriyanto dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Dema baru di Convention Hall. Pasangan ini keluar sebagai pemenang Pemilwa 2013 ini. Maragustam melihat kekurangan pada Pemilwa ini terletak pada hanya dua partai yang mengikuti pemilwa. “Dua partai, hakikatnya satu. Itu tidak baik. Belum semuanya berkopetisi,” ujarnya. Aan, tidak sepakat partainya disamakan dengan PD-SK. Ia pada mula-nya memang terkejut dengan adanya partai baru itu. “Eh, kok orang-orangnya itu (orang yang dulu aktif di PRM, Red.). Mereka memang
mohon izin untuk keluar dari PRM. Aku udah ngeluarin surat keluar pada mereka,” cerita ketua PRM yang terpilih secara aklamasi itu.
Rencana Pemilwa Mendatang Kedepan Maragustam mengharapkan ada semacam perubahan sistem yang mendasar dalam pemilwa. “Saya akan mendukung kita tidak lagi memakai sistem partai. Kita akan pakai prodi (pemilihan langsung wakil kelasnya, Red.). Mahasiswa-mahasiswa terbaik dari masing-masing kelas akan mewakili mahasiswa. Karena sudah lama dipantau. Baru persaingan secara sehat akan terjadi,” terang Dosen yang saat ini sibuk mengelola Pascasarjana UIN Suka. Namun ketika itu terjadi, Makfut melihat tidak akan ada pembelajaran politik. “Tidak ada komunikasi antar gerakan. Yang main adalah siapa yang berperan. Tapi, kita lihat nanti saja. Soalnya belum lakukan membacaaan juga. Itu urusan nanti,” ungkapnya. Ia juga melihat persoalan yang sama akan terjadi kembali jika pengelolaan OPAK kedepan juga untuk kepentingan satu golongan. Hal berbeda disampaikan Aan. Ia sepakat saja nantinya akan ada perubahan sistem. “Ditingkatan Prodi dan jurusan mungkin bisa. Namun sulit jika sudah tingkatan univ,” terangnya. Ketika hal ini disampaikan pada Imam, ia b e r k o m e n t a r . “ Ya n g h a r u s diperhatikan kedepan adalah Sema. Bagaimana Sema saat ini hanya ada Dua partai diparlemen. Sema harus bisa merangkul partai-partai di luar parlemen,” demikian timpal Imam. Perihal KPUM masa mendatang, Ia menambahkan bahwa KPUM hendaknya benarbenar professional. Tidak mengarah pada kepentingan salah satu golongan. “Semasa saya, ada anggota tim salah satu partai di KPUM. Dia mau mengarahkan KPUM ke partainya. Ya saya gak mau,” ceritanya. Ketika ditanya lebih lanjut siapa anggota tersebut, Imam tidak menjawab. “Ya ada-lah. Kedepan hendaknya tidak ada-lagi,” ujarnya sampil senyum. []
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Kemahasiswaan Dinomorduakan Perampingan struktur jabatan, ditambah kekosongan WR III, hingga saat ini tentunya berdampak pada tata kerja UIN Suka yang menjadi tidak efektif. Terlebih lagi, saat ini bidang kemahasiswaan dan akademik digabung menjadi satu. Oleh: Wakhidatul Khoiriyah
S
ejak tanggal 23 April 2013 stuktural pejabat baru UIN Sunan Kalijaga mengalami pergantian, hal ini ditandai dengan adanya pelantikan jabatan yang dilaksanakan pada tanggal tersebut oleh Rektor UIN Suka Musa Asy'ari. Dalam pelantikan tersebut ada penggantian istilah nama dari Pembantu Rektor menjadi Wakil Rektor. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 26 tahun 2013 yang membahas terkait hal tersebut. Di peraturan itu menyebutkan bahwa penggantian istilah Pembantu Rektor (PR) dan Pembantu Dekan (PD) menjadi Wakil Rektor (WR) dan Wakil Dekan (WD). Selain itu dalam peraturan tersebut disebutkan adanya perampingan jabatan WR, yang dulu ada empat jabatan kini hanya ada tiga yakni WR I (bidang Akademik dan Kemahasiswaan), WR II (bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan), dan WR III (bidang Kelembagaan dan Kerjasama). Pada hari pelantikan Rektor UIN Suka hanya melantik dua WR yakni WR I yang diduduki oleh Ayu Sekar Aryani dan WR II diduduki oleh Nizar Ali. Sedangkan untuk bagian kerjasama yang dulu diduduki oleh Siswanto Masruri (mantan PR IV) dan istilah sekarang WR III, pada hari itu tidak ada yang menggantikan. Bahkan masih kosong hingga saat ini. Pelantikan tersebut diawali dengan proses pembentukan tim penyusun Org anis asi Tata Kerja (Ortaker) baru,
dan mengikutsertakan tim dalam pertemuan nasional Kemenag RI yang membahas tentang Ortaker PTAIN. Baru setelah PMA Nomor 26 tahun 2013 ini turun, terutama setelah penyerahan secara resmi di Kementerian Agama yang salah satu hasilnya adalah pelantikan bagi jabatan dengan nomenklatur baru. Akhirnya dilantiklah dua Wakil Rektor, beberapa Dekan fakultas dan Wakil Dekan dengan nomenklatur baru. Perampingan jabatan dan tata kerja ini jelas berdampak pada efektifitas kinerja di jabatan-jabatan tersebut. Misalnya saja posisi bidang Kemahasiswaan dan kosongnya bidang Kerjasama. Bidang Kemahasiswaan saat ini dipegang oleh Sekar, yang dahulunya mengurusi bidang Akademik. Sekar mengaku, dirinya tidak diberikan informasi terlebih dahulu bahwa dirinya akan mengemban tugas bidang Kemahasiswaan. “Saya nggak tahu apa-apa. Saya pun mengetahui akan dilantik WR I pas hari H. Bahkan tidak pernah ditanyai kesediaan saya mengurusi soal kemahasiswaan,” ujarnya. Akibatnya, bidang Kemahasiswaan ini terkesan dinomorduakan oleh Sekar. Hal ini dikarenakan Sekar sesungguhnya tidak memiliki basic untuk mengurusi soal kemahasiswaan. “Saya akan kerja sebaikbaiknya. Kalau tidak berhasil apa boleh buat. Mohon maaf jika saya menomorduakan Kemahasiswaan, karena saya tidak terlalu mengerti mengenai hal tersebut,” kata Sekar. Hal ini juga dikeluhkan oleh Nizar. Ia
mengatakan, perampingan ini memiliki implikasi positif t e r h ada p rampingnya struktur (miskin stuktur kaya fungsi). Namun di sisi lain, implikasi kelemahannya ialah banyak pekerjaan yang menumpuk pada struktur yang ramping ini. Oleh sebab itu, Ortaker baru ini masih dianalisis kelemahannya. Sedangkan untuk persoalan jabatan WR III yang tidak dilantik dan masih kosong hingga saat ini, Nizar mengatakan, semua itu berada pada kewenangan Rektor. Sesuai dengan PP 66 tahun 2010. “Persoalan Rektor melantik hanya dua pasti berdasar pertimbangan yang matang. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, terdapat persyaratan administratif yang belum terpenuhi oleh salah satu Wakil Rektor, yakni DP3 (Daftar Penilaian Pelaksaan Pekerjaan),” katanya. Minimnya informasi pada persoalan Ortaker baru ini juga dikeluhkan oleh Siswanto Masruri. Menurutnya, seharusnya hal-hal pergantian jabatan ini berhati-hati dan dengan sosialisai yang matang karena berdampak sistematik. “Kalau yang saya tahu Rektor sebenarnya tinggal pengukuhan saja. Artinya, ini seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu,” jelasnya. Siswanto juga menjelaskan seharusnya hal ini melewati prosedur yang telah ada, pertimbangan etika juga ada, hasil keputusan dibawa ke Senat, meminta Senat untuk mengeluarkan statuta terlebih dahulu.[]
SLiLiT ARENA
| 23
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Fasilitas UIN Milik Siapa? Beberapa fasilitas ruang publik yang ada di UIN Suka dimasukkan dalam sistem BLU. Artinya, selain mahasiswa, pihak luar juga bisa menggunakan fasilitas ini untuk acara yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan akademik atau kemahasiswaan. Akibatnya, mahasiswa pun dituntut untuk bersaing dengan pihak luar dalam pemanfaatan ruang publik tersebut. Oleh: Ulfatul Fikriyah & Nurul Elmi
F
asilitas ruang publik yang ada di lingkungan universitas seyogyanya dibangun untuk kepentingan mahasiswa. Namun, berbeda halnya jika fasilitas tersebut sudah dikategorikan sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Keberadaanya di kampus tidak lagi menjadi milik mahasiswa semata. Karena pihak di luar mahasiswa juga bisa menggunakan fasilitas tersebut. Jika demikian, mahasiswa harus bersaing dengan pihak luar untuk menggunakan fasilitas yang ada. Persaingan tersebut pun beragam. Dari mulai legalitas (surat-menyurat), lobi, hingga ke tataran pembayaran uang sewa. Hal ini karena fasilitas ruang publik yang ada di lingkungan kampus memiliki beberapa aturan yang membuatnya menjadi berbayar. Demikian pula yang terjadi dengan beberapa ruang publik yang ada di UIN Suka. UIN Suka memiliki banyak fasilitas ruang publik, seperti Multi Purpose (MP), Convention Hall (CH), teatrikal, dan lain-lain. Fasilitas ruang publik ini memang masuk dalam BLU dan dikomersilkan, sehingga orang luar dapat memakai untuk berbagai kepentingan. Mereka dengan leluasa masuk, dan memakai fasilitas-fasilitas kampus dengan biaya. Dari kebebasan itu timbul indikasi diskriminasi bagi mahasiswa. Misalnya saja kasus yang terjadi pada Rahayu Kurniasih, mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa-Jurusan (BEM-J) Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) 2010-2012. Pasalnya pada masa jabatannya tahun lalu, ketika ia akan menggelar acara terjadi kemunduran jadwal. Acara tersebut ialah temu alumni dan seminar nasional PMI se-Indonesia yang awalnya akan diadakan pada 22-24 September 2012 di gedung CH, ia terpaksa harus mengundur menjadi tanggal 28-30 September 2012 karena CH dipakai pihak luar. Akibatnya, terjadi
24
|
SLiLiT ARENA
pembengkakan biaya yang luar biasa. “Ya karena harus diundur, biaya jadi membengkak. Untuk biaya penginapan peserta dari luar kota yang terlanjur datang sebelum tanggal 22,” ungkapnya. Melihat fenomena seperti ini, dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Humaniora Iswandi Syahputra mengatakan, dampak komersialisasi itu melenyapkan dinamika dan ruang aktualisasi mahasiswa. “Jadi komersialisasi kampus itu seperti Khomr. Ya nampaknya saja enak tapi sebenarnya mudharat sama kayak narkoba, mahasiswa akan mengalami proses penyumbatan atau penyulitan dari sistem birokrasi yang berjalan,” ungkapnya Selama tidak ada SOP (Standar Operasional Prosedur), aspek komersialisasi ini akan lebih diutamakan daripada memperhatikan kegiatan mahasiswa. Apabila ada SOP, mahasiswa dan orang luar yang sama-sama ingin memakai akan jelas siapa yang akan didahulukan. “Jika dibiarkan pada selera, jelas pihak luar yang didahulukan karena mereka membayar lebih tinggi,” kata Iswandi. Lebih lanjut Iswandi menuturkan bahwa seluruh aset milik UIN adalah milik negara. Dibangun dengan uang negara, dipelihara dengan uang negara, dan seharusnya dipakai untuk negara. Menurutnya masalah tersebut hanya konflik internal. “Yang satu ingin memacu pendapatan dengan penyewaan gedung karena itu menghasilkan, yang satu lagi ingin memanfaatkan untuk kepentingan negara yang seharusnya free,” ujar dosen yang aktif sebagai anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ini. Komersialisasi ruang publik ini sebagai dampak dari adanya BLU. Fasilitas seharusnya menjadikan ruang publik itu gratis, sebab kampus mendapat pemasukan yang terbilang besar dengan adanya penyewaan dari pihak luar.
“Karena dikomersilkan keuntungan uang itu untuk mensubsidi silang Anda-anda (mahasiswa-Red.) yang nggak punya uang. Dan seharusnya anggaran untuk mahasiswa pun harus lebih baik daripada sebelum UIN menggunakan sistem BLU (sehingga fasilitias kampus harus bayar). Dengan komersialisasi kampus uang kegiatan mahasiswa seharusnya meningkat secara signifikan seiring meningkatnya pendapatan UIN. Tetapi ternyata tidak,” kata Iswandi lebih lanjut. Suhairi, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi mengatakan ketidak setujuannya mengenai fasilitas ruang publik di kampus yang berbayar. Seharusnya fasilitas-fasilitas kampus yang berguna untuk pengembangan kegiatan mahasiswa bisa diakses secara gratis karena dari segi finansial, mahasiswa UIN masih terbilang kurang mampu. Apalagi mengingat dana untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa seringkali terlambat cair. “Harusnya bisa gratislah, biar mahasiswa tidak seperti babu di rumah sendiri,” ungkap mahasiswa yang aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Rethor ini. Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Rumah Tangga Ali Shodiq mengatakan, selama ini hasil penyewaan fasilitas itu hanya mampu untuk menutupi biaya pemeliharaan gedung. “Biaya sewa itu kan hanya untuk operasional, hanya membantu pemeliharaan. Contoh gini targetnya Satuan Unit Produktif (SUP) kan Rp. 2,5 miliar per tahun, itu tidak bisa terpenuhi. Nah kalau itu bisa lebih, baru bisa gratis untuk mahasiswa,” katanya[]
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA
Partisipasi Dosen di Suka Press Minim Suka Press ialah lembaga penerbitan di UIN Suka, guna mewadahi wacana yang berkembang. Namun hingga saat ini masih banyak dosen UIN Suka yang memilih menerbitkan wacana keilmuannya dalam bentuk buku di penerbit luar. Kendala utama ialah soal informasi yang minim. Oleh: Ulufun Ni’mah & Mugiarjo
T
untutan akan bersaing dengan kemajuan kualitas berfikir manusia semakin tinggi. Mahasiswa sebagai akademisi benarbenar dituntut akan hal itu, terutama dalam hal wacana keilmuan. UIN Suka pun memiliki peran untuk membentuk dan menciptakan wacana-wacana keilmuan baru baik untuk konsumsi mahasiswa UIN Suka sendiri maupun mahasiswa lain dan masyarakat umum. Oleh sebab itu, di UIN Suka dibentuk lembaga percetakan dan penerbitan, yang diberi nama Suka Press. Suka Press (SP) ialah salah satu wadah milik UIN Suka yang bertujuan untuk mewujudkan wacana keilmuan baru, terutama dalam bentuk buku. SP berdiri pertama kali sekitar tahun 1980an. Sejauh ini karya-karya terbitan SP masih bernaskah dari dosen-dosen UIN. Sedangkan dari pihak mahasiswa sendiri hampir tidak ada. Hanya ada satu buku yakni kumpulan artikel. Sebagai wadah yang telah disiapkan menampung wacana keilmuan, SP seyogyanya menjadi rujukan utama mahasiswa dan dosen yang ada di UIN Suka. Dosen-dosen di UIN Suka seharusnya memandang SP sebagai wadah yang paling tepat untuk menyalurkan wacana keilmuannya. Seperti yang dilakukan oleh Noorhaidi, Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum. “Saya menerbitkan beberapa karya di Suka Press untuk mengangkat pers universitas sendiri. Saya rasa, lebih bergengsi menerbitkan karyanya di Suka Press. Kalau di jurnal internasional terus, sering tidak terakses oleh UIN. Saya sangat optimis UIN terus maju dengan dorongan Suka Press,” kata Noorhaidi. Namun jika melihat fakta di lapangan, masih banyak dosen UIN Suka yang lebih memilih menyalurkan aspirasi wacana keilmuannya di beberapa penerbit di luar SP. Ada beberapa hal yang membuat mereka lebih menaruh pilihan pada penerbit lain, diantaranya ialah masalah informasi dan dukungan.
Faisal Ismail misalnya. Salah seorang dosen yang mengajar di Fakultas Dakwah mengungkapkan, dirinya mempunyai niatan untuk menerbitkan buku di SP, namun hal yang paling menghambat ialah masalah informasi. “Sepulangnya saya dari Montreal karena studi S3 saya selesai, saya belum mendapatkan info yang cukup akan Suka Press. Saya mendapatkan informasi lebih dari penerbit Titian Illahi Press, selain itu saya juga kenal dekat dengan pemiliknya,” katanya. Saat ini Faisal telah banyak menerbitkan buku di sepuluh penerbit, diantaranya Titian Illahi dan Tiara Wacana. Sama halnya dengan Khoiro Ummatin, salah satu staff pengajar di Fakultas Dakwah ini mengaku belum mendapatkan informasi yang cukup. “Saya belum pernah sama sekali menerbitkan buku di sana (Suka Pressred.). Karena infonya belum jelas. Apakah biaya produksi dari penerbit sendiri, atau dari dosen, atau berbagi porsi. Sesungguhnya ada niatan untuk memilih Suka Press, namun dukungan dari pihak fakultas kurang, ya saya pilih yang lain,” ungkapnya jelas. Dari pihak mahasiswa sendiri sesungguhnya menyambut baik adanya SP sebagai wahana pengembangan wacana di UIN Suka. Misalnya Zian Faradis dan Nur Elisa. Keduanya ialah mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum. Mereka mengaku bahwa memiliki buku terbitan SP. Namun keduanya berharap SP tidak hanya menerima naskah dari dosen, akan tetapi mulai untuk melirik wacana yang datang dari mahasiswa di UIN Suka. “Saya punya bukunya pak Mansyur, dia dosen kami juga. Kami rasa cukup bagus kualitasnya dan tidak kalah baik dari yang lain. Namun kami berharap ada naskah yang diterima Suka Press dari mahasiswa,” tutur Zian. Masalah informasi kepada para dosen, direktur SP Muhammad Affan sendiri mengaku sudah menyurati ke
setiap Prodi di masing-masing fakultas untuk menerbitkan karyanya di SP. “Untuk dosen, sudah kita surati ke semua Prodi. Tapi memang nggak banyak yang merespon,” katanya. Sedangkan untuk mahasiswa yang ingin menerbitkan bukunya di SP, SP tidak menutup kemungkinan tersebut. Hanya saja, selama ini naskah dari mahasiswa yang masuk ialah novel. “SP tidak menerbitkan novel. Walaupun tidak ada aturan tentang itu, tapi SP merupakan penerbitan yang menerbitkan buku ilmiah. Novel yang bisa diterbitkan ialah novel yang ada wacana ilmiahnya, misalnya saja novel yang dari Fakultas Ushuluddin,” kata Affan. Selama perjalanannya, SP sendiri memiliki program dan target yang mesti disukseskan. Dari keterangan Affan, untuk tahun ini SP melanjutkan program tahun 2012. Sebelum tahun 2012, penerbitan buku merupakan proyek. Pihak SP mengajukan anggaran ke universitas. SP mengajukan beberapa judul dan belum tentu semua judul itu diterima. Namun sejak tahun 2012, model itu berubah. SP diberi modal sekitar Rp 200 juta untuk menerbitkan 14 judul buku selama tahun 2012. SP telah melebihi target dengan menerbitkan 18 judul buku pada tahun lalu, sedangkan pada tahun 2013 ini, SP telah menerbitkan empat buku sampai bulan Mei kemarin. Dari sejumlah buku yang telah diterbitkan itu, naskah yang masuk sebesar dua puluhan pada tahun 2012 dan 12 naskah sampai Mei 2013. Tahun 2013, SP tidak menerima dana lagi, mereka mengelola hasil penjualan tahun 2012. Ada beberapa tahap dalam menerbitkan buku di SP. Pertama, penyeleksian naskah. Kedua, konsultasi ke SUP mengenai pangsa pasar buku tersebut. Jika bukunya secara akademik bagus tapi pangsa pasarnya agak berat, hal itu akan disampaikan pada penulis untuk dicari jalan keluarnya. Ketiga, proses setting dan editing kemudian
SLiLiT ARENA
| 25
Jum’at, 12 Juli 2013
UNIVERSITARIA cetak. Kriteria buku yang diterbitkan pada awalnya merupakan buku-buku penunjang kuliah. Sejak tahun 2012, tujuannya bukan hanya akademik tapi juga usaha sehingga buku yang diterbitkan selain harus bagus secara akademik, daya jualnya juga bagus. Pembiayaan penerbitan buku bisa dilakukan dengan beberapa cara, biaya penuh dari SP, biaya dari penulis, dan biaya dari SP dan penulis. Untuk biaya yang dari penulis, buku tetap bisa diterbitkan walaupun daya jualnya kurang bagus asalkan secara akademik buku itu bagus. Diprioritaskan yang menulis adalah dosen UIN Suka. Untuk royalti, yang diberikan SP pada penulis sebesar 10%. Target yang ingin dicapai SP ialah membayar utang Rp 200 juta tersebut, dan sudah mulai dicicil mulai April 2012 sebesar Rp 5 juta perbulan. Selain itu SP juga ingin memperlebar distribusi. Saat ini, distribusi buku-buku SP baru menjangkau Yogyakarta, Solo, Semarang, Magelang, dan Klaten. SP juga bekerja sama dengan distributor di Jakarta. Sejak tahun 2012, SP mulai mengalami kemajuan. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan jumlah dosen UIN yang menulis di SP, jika dulu SP mengajukan naskah, sekarang SP menerima dan menyeleksi naskah. Hal itu bisa jadi karena adanya pengakuan dari Kemenag dan Kemendikbud pada tahun itu. Pada tahun 1980-an akhir, SP juga mengalami masa jayanya. Saat itu, salah seorang dosen UIN, Mukti Ali, diangkat menjadi Menteri Agama pada tahun 1970-an. Karena ada nama besarnya, buku-bukunya yang diterbitkan oleh SP laris di pasaran. Penerbit kampus yang dananya masih bergantung pada universitas akan sulit berkembang. Penerbit kampus memang harus diberi modal, bukan proyek. SP sendiri hanya dapat memproduksi maksimal 1000 eksemplar untuk satu judul buku. Tujuan SP ialah sebagai media penyalur hasil kreativitas dan juga merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, di dalamnya terdapat pendidikan, pengabdian, dan penelitian. Penerbitan memang masuk pada poin akreditasi ISO (International Organization for Standarization), namun tujuan SP bukanlah sekedar itu, tapi memproduksi. SP memiliki beberapa hambatan.
26
|
SLiLiT ARENA
Pertama, masalah distribusi. K e d u a , sumber daya manusia. Di SP hanya ada delapan kru, e n a m diantaranya b u k a n tenaga tetap dari UIN. Ketiga, naskah yang masuk tidak semuanya memenuhi kriteria. Sulit menemukan naskah yang ilmiah sekaligus mengikuti tren pasar. Ada dosen-dosen yang memiliki nama besar namun tidak menerbitkan bukunya di SP. SP sendiri maklum karena SP tidak mampu memberikan reward sesuai nama besar mereka. Kontribusi SP dalam menciptakan wacana baru yaitu dengan mengadakan event untuk merangsang wacana di bidang akademika di UIN. SP mengadakan pameran yang sifatnya internal tiap empat bulan sekali. SP juga ikut mensponsori kegiatan-kegiatan mahasiswa dan dosen, seperti seminar dan bedah buku, kegiatan itu juga sebagai saluran promosi SP. SP mengikuti wacana yang berkembang di UIN Suka, yaitu integrasi-interkoneksi. Sebagai bagian dari UIN, SP berkomitmen untuk mempromosikan karya yang integratifinterkonektif. SP tidak ada kegiatan yang secara khusus membentuk wacana baru. Menurut Affan, ada kecenderungan wacana di tingkatan mahasiswa itu menurun jika dibandingkan saat masih IAIN. “Kelompok diskusi jarang, kalau dulu, kampus tidak pernah mati. Faktornya banyak, baik internal maupun eksternal. Mahasiswa sekarang hanya mencukupkan wacana mereka di kelas, budaya kehidupan semakin pragmatis, tuntutan kuliah agar cepat lulus, masuknya budaya-budaya barat,” katanya. “Di tingkatan aktivis mahasiswa pun, tidak seperti zaman aktivis dulu. Salah satu produk yang harus dihasilkan kampus adalah wacana. Produksi wacana itu penting. Mahasiswa perlu dididik untuk bergelut dengan pena (dalam mengembangkan wacana-red.)” tambah Affan.[]
Oleh: Cecep Jaenudin* Pendidikan Islam memiliki catatan historis yang cukup panjang dalam perjalanannya. Bermula dari masa-masa awal perkembangan Islam pada abad ke7 M sampai abad ke-21 M saat sekarang ini. Dari rentetan sejarahnya yang menembus kurang lebih 14 abad, tentulah pendidikan Islam mengalami pasang-surut dalam eksistensinya terhadap berbagai persoalan yang dihadapi. Madrasah dan Al-Jami'ah adalah salah satu buah warisan pendidikan Islam. Kedua lembaga ini telah lahir sejak awal abad ke-11 M. Madrasah Nizhamiyah barangkali menjadi salah satu bukti sejarah awal mula lahirnya lembaga pendidikan Islam pada saat itu. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu tidak lepas dari sentuhan historis pendidikan Islam di atas. Dalam sejarahnya justru pendidikan Islam telah mengalami peramuan sedemikian rupa sebagai akibat dari pertemuan dengan budaya-budaya nusantara saat itu. Bahkan mengalami fase-fase pembaharuan dalam konteks keindonesiaan sendiri. Keadaan di atas telah didokumentasikan oleh Azra dalam salah satu buah penanya yang berjudul P e n d i d i k a n I s l a m Tr a d i s i d a n Modernisasi di Tengah Millennium III. Tak hanya memaparkan tentang pembaharuan-pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam bingkai historis, tapi juga memberikan kririk untuk lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam menghadapi segala resistensi millenium ke-III. Azra membagi pembahasannya ke dalam tiga bagian dalam buku ini. Bagian pertama Azra membahas pendidikan Islam sendiri yang merupakan tema besarnya. Menariknya pembahasan ini tidak dilakukan secara monoton. Azra menyajikannya dengan memberikan bumbu-bumbu disiplin keilmuan lain. Lihatlah bagaimana dia memulai
Jum’at, 12 Juli 2013
PUSTAKA
Tantangan Milenium III: Tradisi dan Modernisasi Pendidikan Islam
pembahasan bab pertamanya ini dengan pengertian-pengertian dasar pendidikan. Dipadukan dengan tradisi-tradisi keilmuan Islam dalam arah rekonstruksi peradaban Islam. Modernisasi pendidikan, signifikansi sains dengan pendidikan, pendidikan politik, politik pendidikan serta kebangkitan “santrinisasi” dan sekolah elit muslim menambah citarasa pemaparan pendidikan Islamnya. Bagian kedua Azra mencoba mengetengahkan peranan pesantren dan surau dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia. Warna-warna historis nusantara cukup kental di sini. Perkembangan pesantren dan surau dibahasnya dengan begitu apik dari tradisi menuju pemodernisasiannya. Kedua lembaga pendidikan itu (baca: Pesantren dan surau) adalah warisan kekayaan pendidikan Islam di Indonesia. Meskipun eksistensi surau saat ini telah tenggelam dalam kancah pergulatannya. Pesantren-pesantren kontemporer saat ini pun diulasnya. Meskipun tidak secara detail, namun Azra cukup banyak menyebutkan nama-nama lembaga pendidikan tersebut, baik yang ada di Jawa maupun yang berada di luar Jawa. Di bagian ketiga Azra juga menyempatkan membahas tentang IAIN/UIN dalam perspektif tradisi dan pembaharuan. Perjalanan institusi ini dipaparkannya mulai dari awal sejarah rintisan sampai pengembanganpengembangannya sampai saat ini. Azra juga memberikan beberapa tanggapan terhadap respon kontra transformasi IAIN menjadi UIN. Tentang kurikulumkurikulum nasional IAIN ia bahas dalam subbab tersendiri. Tidak hanya mengkritisinya, ia juga menawarkan konsepsi solusi alternatif tentang problematika kurikulum tersebut. Studi desertasi S3 dan PPs atau S2 dalam
kecenderungan kajian Islam dan arah pengembangan kualitasnya juga diulas khusus oleh Azra di sini. Sedikit mengemukakan tulisannya, Azra mengatakan sudah bukan saatnya lagi santri dari Madrasah ataupun mahasiswa Al-Jami'ah (IAIN/UIN) merasa rendah diri. Sebab pada merekalah sesungguhnya ekspektasi sosial masyarakat dan ekspektasi akademik negeri ini bertumpu. Tidak hanya menjadi kaum intelegensia bangsa tapi juga menjadi intelektual yang membawa penyegaran dan pembaharuan di masyarakat. Terlebih telah banyak lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah mengalami modernisasi sesuai perkembangan dinamika zaman. Meskipun memang madrasah dan al-jami'ah masih sering “dianaktirikan” oleh Kemendikbud. Hanya saja ada beberapa catatan kecil untuk buku yang sangat menarik ini. Pertama, catatan kaki dalam buku ini dirasa masih kurang. Catatan kaki yang ada dirasa belum memadai dan hanya di beberapa halaman awal saja. Itu juga hanya untuk penjelasan suatu istilah atau pemikiran tertentu. Tampaknya akan cukup kesulitan bagi pembaca yang ingin merujuk langsung ke rujukan sumbernya, meskipun Azra telah mencantumkan daftar rujukan sumber-sumbernya yang cukup banyak di daftar pustaka. Kedua, pendidikan Islam yang dibahas tidak dalam konteks global, akan tetapi lebih banyak membahasnya dalam form keindonesiaan. Pendidikan Islam di luar Indonesia hanya dibahas selintas-selintas saja. Ketiga, di akhir-akhir tulisannya Azra cenderung mengunggulkan salah satu institusi lembaga pendidikan Islam. Barangkali hal ini bisa ditinjau ulang tak u t- tak u t k alau memu n cu lk an sensitifitas fanatisme akademisi dari institusi-isntitusi pendidikan Islam yang
Dok. Pribadi
lain. Namun tak dapat dinafikan bahwa buku setebal 322 halaman ini memberikan wawasan intelektual yang kaya. Buku ini pernah diterbitkan oleh Logos pada tahun 1999 dan diterbitkan kembali pada 2012 kemarin oleh Kencana. Meskipun tema besarnya pendidikan, namun rasanya buku ini penting untuk dibaca setiap akademisi yang berada dalam atmosfer dunia pendidikan. Terlebih bagi mereka yang bernafas di lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, sekolah Islam dan perguruan-perguruan tinggi agama Islam baik negeri maupun swasta. *)Peresensi adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Redaksi SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan resensi ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail : lpm_arena@yahoo.com. Panjang tulisan 800-1500 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: resensi SLiLiT
SLiLiT ARENA
| 27
Jum’at, 12 Juli 2013
KANCAH
Pemimpin “Tusuk Sate” Dok. Istimewa
Oleh: Zamhari*
B
eberapa bulan lalu -maaf lupa tanggal tayangnya, Abdullah Hehamahua mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hal menarik terkait kepemimpinan. Acara tersebut dikemas dalam program acara “Damai Indonesiaku” TV One. Pentolan KPK tersebut menyampaikan peristiwa penting mengenai kekosongan kepemimpinan setelah Rosulullah Saw wafat. Ketika itu, para sahabat merasa tidak layak untuk menggantikan posisi Rosulullah Saw, padahal kata Rosulullah mereka sudah dijamin masuk surga. Hal ini dikarenakan ketaatan para sahabat mengenai salah satu hadits yang pernah disampaikan Rosulullah, “Jangan beri jabatan bagi orang yang meminta jabatan”. Oleh karena itu, walaupun para sahabat merasa mempunyai kapasitas, tapi para sahabat tidak pernah mau meminta jabatan. Selain rakyatnyalah yang memilih, para sahabat menunjukkan kelemahannya masing-masing karena sadar bahwa menjaga amanah merupakan hal yang berat. Pada saat yang sama, walaupun yang didaulat untuk menjadi pemimpin adalah sahabat Umar ra, namun Umar ra merasa bahwa yang lebih berhak adalah Abu Bakar ra, akhirnya Umar ra pun berbaikan dengan Abu Bakar ra untuk menjadi pemimpin. Kemudian pada saat Umar ra menjadi pemimpin menggantikan Abu Bakar ra, Umar menganggap tak ada satupun yang mau jadi menteri. Umar ra lantas marah, lalu berkata “Pilihlah pemimpin yang lain jika tidak ada yang mau membantu saya”. Salah seorang sahabat pun berkata, “Perintahkan kami, kami akan sami'na wa atho'na. Kembali ke awal, bahwa para sahabat tidak mau meminta jabatan, perlawanan pun tidak ada ketika penunjukan menteri karena para sahabat tahu kapasitas Umar ra sebagai pemimpin. Bahkan ketika menjelang Umar ra wafat, beliau melarang agar jangan ada lagi keturunannya menjadi pemimpin. Padahal waktu itu anaknya sendiri Abdullah sangat layak bahkan masuk dalam 7 formatur. Kisah teladan diatas seharusnya menyadarkan seluruh elemen warga bangsa Indonesia akan pentingnya kepemimpinan. Saat ini, kepemimpinan menjadi suatu hal yang asing di telinga masyarakat, padahal Islam justru menganggap semua adalah urusan agama. Masyarakat dininabobokan dengan “gado-gado” kebobrokan sosial, padahal penyebab utamanya tidak lain tergantung siapa yang memimpin. Usman bin Affan ra pernah menyampaikan dalam perkataannya: “Allah Swt akan menghilangkan kemaksiatan-kemaksiatan yang tidak dapat digunakan Al Quran untuk menghilangkannya, maka Allah Swt gunakan kekuasaan untuk menghilangkan kemaksiatankemaksiatan”, (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An Nihayah). Dari perkataan Usman ra diatas jelas bahwa manusia memang pembuat kerusakan. Maka untuk mencegahnya tidak bisa hanya dibacakan ayat Al Quran, namun ada beberapa kemaksiatan yang dimusnahkannya harus dengan kekuasaan lewat kebijakankebijakan. Maka, memilih dan terpilihnya seorang pemimpin merupakan penentu mewujudkan negara baldatun thoyyibatun warobbun ghafur. Namun jika kita cermati saat ini, generasi pemimpin negeri ini seperti dikonstruksi menjadi budak-budak kekuasaan dan
28
|
SLiLiT ARENA
kepentingan bangsa lain. Seperti tusuk dan sate, keduanya tak dapat dipisahkan. Jika tidak ada salah satunya, entah itu sate ataupun tusuknya tidak akan memiliki daya jual. Sate biasanya terdiri dari beberapa daging kecil, itulah calon-calon pemimpin nepotisme di negeri ini. Ayah, ibu, anak dan saudara-saudaranya berhimpun menjadi penguasa. Calon pemimpin tipe seperti ini tinggal “pasang badan”, entah mempunyai kualitas, ketenaran ataupun dianggap pemimpin atau tidak oleh yang dipimpinnya yang penting “PD”. Sedangkan tusuknya adalah mereka yang bekerja di bawahan, menebar citra, bahkan menjadi dalang dari calon pemimpin yang diajukannya sendiri. Tusuk inilah sekuat tenaga menghalakan segala cara untuk menguasai semua lini perpolitikan. Hasilnya, tak ada persaingan sehat dalam menentukan pemimpin, ironisnya calon pemimpin hanya dari golongannya saja. Pemimpin yang terpilih pun tak lebih dari boneka yang memang sengaja disiapkan untuk menempuh liku-liku kebijakan jauh diatas integritas dan kualitas. Boro-boro menampung aspirasi dari bawahan, mensejahterakan rakyatnya, buat laporan pertanggung jawaban saja tidak bisa bung! Ia menjadi daging empuk yang siap ditusuk di bagian mana saja guna menjalankan misi golongannya. Jelas! Jangan heran jika kebijakan-kebijakan yang timbul luar biasa aneh, nyleneh, bahkan menjadi parodi karena di luar nalar manusiawi. Pemimpin seperti ini tak mempunyai ketegasan membela prinsip keadilan, bahkan karena diperdalang suatu kelompok, pemimpin seperti ini menjadi korban virus “tusuk sate”, setelah dipakai langsung dibuang di tempat onggokan sampah. Pemimpin yang tak dianggap! Walhasil, huru-hara ada dimana-mana, tak hanya di birokrasi pemerintahan negara, pemimpin universitas, bahkan sampai jajaran mahasiswa. Pemimpin yang tak memimpin! Kampus tak Menghasilkan Pemimpin Pendidikan merupakan faktor fundamental dalam upaya mencetak calon pemimpin. Mahasiswa yang dituntut menjadi sosok pemimpin di tengah masyarakat bergelar agen of change tidak dapat dipisahkan sebagai salah satu icon penting pengawal perjalanan bangsa. Disisi lain, kampus merupakan bekal pembelajaran politik beradab menuju perpolitikan yang lebih tinggi, jika dibawah saja sudah menghalalkan segala cara untuk berkuasa, diatas apa jadinya? Begitu banyak ketimpangan di lembaga yang seharusnya menjadi teladan etika dan moral. Dari hari kehari, dunia pendidikan Indonesia semakin bias, bahkan mengalami distorsi peran yang sangat drastis. Begitu banyak refleksi yang dilakukan tokoh-tokoh masyarakat hingga stakeholder, namun pada akhirnya langkah terhenti menjadi bekuan wacana. Banyaknya persaingan tidak sehat yang dilakukan kalangan terdidik mencerminkan kegagalan pendidikan. Pendidikan saat ini hanya mementingkan ketenaran pemberitaan di media massa daripada kualitas sebenarnya. Pendidikan yang menbentuk generasi-generasi pemimpin “tusuk sate”. Timbulah pertanyaan, ilmu-ilmu yang diajarkan perguruan tinggi saat ini apakah benarbenar untuk mencetak pemimpin guna mencari solusi? Atau hanya pendidikan yang mendidik untuk tabah dan sabar
Jum’at, 12 Juli 2013
SASTRA
Sebuah Puisi
menerima keadaan terpuruk selama ini? Ataukah pendidikan yang menyediakan manusia-manusia yang siap menempati pos perusahaan yang sejatinya bukan milik Indonesia? Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Dari beberapa pertanyaan diatas, hal ini tentu saja tidak terlepas dari tanggung jawab serta ketegasan pemimpin universitas. Di dalam teori education transfer bank yang dikemukakan Paulo Freire, Ia mengibaratkan ilmu sebagai air di dalam gelas yang di tuangkan ke gelas lain. Pendidikan yang berkutat sebatas memindahkan materi dari dosen ke mahasiswa. Mahasiswa tidak diajak untuk mengembangkan gagasan baru diluar apa yang sudah ada. Mahasiswa menjadi tekstual sehingga bayangan imaginasi hanya berdiri ditempat. Ideologi yang ada malah menjadi pengungkung solusi gagasan yang dibutuhkan dinamika kehidupan. Salah sejak dalam pikiran! Bahaya bila education transfer bank terus menjamur, jika mahasiswa tidak mempunyai imaginasi tatanan masyarakat apa yang ingin dicapai, tidak ada tolak ukur untuk menjadi lebih baik. Pikiran mahasiswa dikonstruksi sedemikian rupa untuk meremehkan persoalan bangsa yang kian akut. Ironisnya, pendidikan saat ini mensematkan pendidikan yang saling menjatuhkan guna mempertaruhkan menang atau kalah. Implikasinya, kebersamaan untuk maju bersama nihil, terlahirlah budaya pemimpin “tusuk sate�. Proses pembelajaran mewajibkan absensi 75 persen perlu dipertimbangkan kembali. Jika hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan mengajar dosen, pembelajaran tersebut hanya akan membuang-buang waktu. Disini, peran dosen sangat urgen karena minat ataupun tidak suatu ilmu tergantung bagaimana cara dosen mendistribusikannya. Banyaknya aksi plagiat jurnal, skripsi ataupun tesis tentu tidak terlepas dari kurang tepatnya proses pembelajaran. Implikasinya, saat ini banyak kita jumpai pemimpin bergelar profesor namun plonga-plongo dalam memimpin. Walaupun mahasiswa dituntut mandiri, namun alangkah lebih baiknya mendapat penjelasan lebih komprehensif. Jika tidak, mahasiswa banyak yang kurang paham, dari situlah tugas yang menumpuk dikerjakan asal-asalan. Tidak sedikit mahasiswa yang mencari tugas copy paste dari internet, bibitbibit generasi korupsi pun bermunculan. Jika hal kecil seperti ini tidak difikirkan, mungkin saja budaya berfikir di negeri ini akan sirna. Untuk itu, mari budayakan berfikir untuk mengetahui mana yang dapat membawa kemajuan dan mana yang membawa kemerosotan. Karena bagi orang berfikir, hidup di tengah lingkungan penuh kritikan justru akan membawa dirinya menuju kejayaan, sedangkan hidup di tengah pujian hanya akan membuat binasa. Tentu kritikan yang dibangun adalah kritikan dalam rangka mengasah jiwajiwa kepemimpinan pemegang prinsip kebenaran.
Gagak: untuk Randu yang Empat Oleh: Damar Langit Wisesa*
Terbias itu muka Di hampar tubuh-tubuh tembok bisu Berjingkrak jemari Sekadar ini dan pagi Di tebas-tebas petir morgana Gagak menari di randu empat Yang disurat yang ditera Mengemis doa dan sabda Dari rusuk-rusuk gemintang putih Lantas gila Jelaga hanya untuk yang bermata Angin deru berparau Seruak kecewa dari imagi-imagi yang cedera Biasakan saja Atau mau sejauh mana Menghentak menggemertak tiang panji Pada arang-arang jalan Pada nurani gurun bumi Sampai itu biduk-biduk memotretkan Untuk sketsa langit senja nanti *)Penulis adalah Mahasiswa Semester IV Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
*)Takmir Masjid Sunan Kalijaga Zamhariblogresmi.blogspot.com
Lukisan latar oleh: Ul-ul Poi-ser
SLiLiT ARENA
| 29
SASTRA
Jum’at, 12 Juli 2013
Sebuah Cerpen
Isyarat Dari Surga Oleh: St. Nuryati Sholikah*
D
inginnya angin malam merasuk dalam sukma. Duduk bermenung dengan frame-frame hidup seorang diri, pandangannya menerawang jauh ke langit-langit angkara. Angkara yang digelutinya selama bertahun-tahun. Dini hari, pukul 01.00 WIB telah beranjak pada detik dan menit, tapi Laki-laki itu belum tahu apa mesti ia perbuat. Seketika mengalir air mata di pipinya, hangat. Tersentak dia ketika ada seruak tarkhim berkumandang, “Ternyata sudah pukul empat pagi rupanya.. hmmh” gumam laki-laki itu. Tak disangka waktu terlangkahi begitu cepat. Lantas dia masuk masjid yang yang tak jauh dengan asrama kamarnya, sekitar 5 meter ke kanan lalu belok ke kiri tepat di depan balai RK. Setelah diambilnya air wudhu ia segera mendirikan shalat sunnah sebagaimana yang telah diajarkan guru agamanya di SD dulu. Tak tertinggal pula memanjatkan tahmid pada Gusti Yang Maha Kuasa serta do'a. Sejenak setelah shalat ia melemparkan pandangannya ke tembok-tembok masjid yang masih temaram dalam dua lampu putih di atas mimbar dan pojok kanan depan. Ia terkejut bukan main saat mendapati ternyata masih pukul setengah tiga pagi dari jam masjid yang ada di tembok kiri masjid. Dia bertanya-tanya, dan bingung. Dalam hati ia berkata “Lho.. siapa yang mengumandangkan tarkhim tadi? padahal ini masih malam dan sholat subuh kurang 2 jam lagi”, dengan penuh keheranan. Kemudian ia coba mencari dari mana asal suara itu. Ternyata suara itu dari arah barat. Suaranya semakin jelas dan kian merdu mengalun dalam telinga. Seperti qiroahqiroah yang pernah didengarnya dari Guru Qira'atnya di Aliyah dulu. Tapi kelihatannya bukan dari masjid dekat pesantren karena dia sudah hafal betul suara kaset yang akan diputarkan ketika menjelang subuh. Ia terus berjalan kearah barat dengan segudang kepenasaranannya akan suara itu. Lantas ia melihat sesosok bayangan kakek-kakek bersorban hijau dengan jubah putih dan satu tongkat yang di pegang di tangan kanannya. Ia bergegas lari mengajar si kakek tua. Tapi entah kenapa kakinya begitu kaku untuk dilarikan, juga lidahnya yang seketika menjadi gagap untuk memanggil kakek tua itu. Dia berusaha keras, meronta, menerjang-nerjang kekakuannya, meneriak-teriakkan mulutnya. Dan….. “ Kang Khafid…! Bangun kang… sudah mau subuh ini..” Seketika Khafid terperanjat bangun, matanya reflek menatap orang yang membangunkannya dengan tatapan yang masih belum sadar. Begitu juga dengan tangannya yang tibatiba bersiap seperti seorang karateka menangkis serangan. “Asep…????” Tebak Khafid yang perlahan element-element kesadarannya mulai aktif on live lagi.
30
|
SLiLiT ARENA
“Muhun kang.. simkuring..” Sambut Asep dengan senyum ramahnya di pagi itu. Dia teman sekamarnya yang berasal dari Ciamis di pesantren AR ROHMAD, “Ah kau.. aku kira siapa…” Khafid mulai menguasa dirinya lagi. “Iya Kang.. maaf ngganggu takutnya nanti kang Khafid malah kebablasan tidurnya..hee” “Ayo kang subuh dulu…” Asep mulai merapikan peci dan baju muslimnya, serta menaburi wewangian untuk melenyapkan harum peraduannya. “Iyaa.. maksih ya.. kamu duluan saja Sep, aku ke kamar mandi sebentar..” Khafid mulai turun dari tempat tidurnya. Sehabis pulang ngaji subuh ia bertanya kepada Asep tentang kejadian malam tadi, adakah Asep juga mendengarkan tarkhim itu. Namun Asep hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban pada pertanyaan-pertanyaan Khafid. Pernyataan bahwa ia tidak tahu. Khafid masih penasaran dengan suara tarkhim itu, terlebih pada kakek tua yang dilihatnya. Malamnya Khafid kembali terbangun dan melaksanakan sholat malam, kemudian ia berzikir panjang, di sela-sela zikirnya tiba-tiba terdengar kembali suara tarkhim yang pernah ia dengarkan dua hari yang lalu. Setelah menyelesaikan zikirnya, ia keluar dari masjid menuju ke pendopo yang tak jauh dari masjid pesantren. “Allah… Di mana ini?? Apa aku ngelindur tadi malam..” Khafid melihat dia ternyata tertidur di pendopo. Ia terbangun setelah mendengar seseorang yang membawa Al-Qur'an, ia terkejut ternyata yang membawa Al-Qu'an itu ialah kyainya kemudian ia meminta maaf karena telah lancang tidur di pendopo, tempat biasa KH. ROHMAN BAKRI mendalami ilmu. “Sedang apa kamu disini nak…?” kata kyai. “Maaf sebelumnya kyai, saya tidak bermaksud lancang berada di tempat belajar kyai, tapi karena saya mendengar suara tarkhim yang sangat merdu nan indah tadi saya menuju ke pendopo ini, karena kalau dari sini suaranya sangat jelas,” ungkapnya. Lalu kyai Rahman berkata “ sejak kapan kamu mendengar suara itu” “Sejak malam senin kemarin dan malam ini” ! kata Khafid. “Apakah kamu tahu siapa yang melantunkan ayat al-qur'an itu”. “Tidak kyai, malah saya berfikir kalau suara itu adalah suara kyai”. Belum selesai Khafid menjelaskan, kyai nya berkata “Nak, apakah kamu tahu ciri-ciri suaraku dengan suara itu?” “Ya kyai saya hafal betul nada suara kyai tapi suara ini beda,
Jum’at, 12 Juli 2013
saya belum pernah mendengar suara yang merdu seperti itu”. Dengan mantap sang kyai berkata, “Itu suara malaikat.” Sambil berlalu menuju ke teras pendopo. Kemudian Khafid menyusulnya dan berkata “Suatu malaikat kyai”. “Ya betul , itu isyarat Allah dari surga kepada hambanya yang senantiasa bertaqwa”. “Lantas untuk siapa isyarat itu diberikan”. Kyai nya menjawab “Kepada orang yang pernah mendengarnya”. “Jadi suara itu salam dari surga untuk …”, belum selesai ia berbisik pada hatinya, kyai nya menyela “ Ya Nak, itu isyarat untuk mu.” Seolah kyai nya tahu apa yang ada dalam hatinya. Lalu ia berkata pada kyai nya “Apakah seorang pecundang yang pernah mencuri dan banyak dosa seperti saya masih mempunyai kesempatan untuk masuk surga??”. Lalu kiaynya menjawab “Allah lebih tahu tentang hamba-Nya, bukankah perhitungan Allah tidak pernah meleset..”. “Ya kyai” dengan mantap ia menjawab. Beberapa tahun kemudian Khafid lulus. Suatu malam kyai Rohman bermimpi disebuah taman yang sangat indah nan elok, dan tak pernah ia melihatnya di dunia, lalu datanglah seorang berbaju putih nan bercahaya. Kemudian kyai itu mendapati seorang pemuda sedang berdiri disamping sebuah ayunan dekat danau yang airnya indah sekali, sedang bercanda ria dengan para wanita cantik nan bening wajahnya. Lalu kyai bertanya pada seorang disampingnya. “Siapa pemuda dan siapa pula wanita yang bersamanya?” jawab seorang itu “Itu Khafid, muridmu dulu dan wanita itu adalah para bidadari yang akan menjadi kekasihnya disurga ini,” jawab orang itu. Kemudian kyai itu langsung bangun dan ia selalu bermimpi seperti itu hingga 3 kali berturut-turut. Lantas ia langsung menemui Asep teman Khafid yang masih nyantri di pondok. Lalu Asep menceritakan semua yang terjadi pada Khafid setelah keluar dari pondok. Tersentak pak Kyai ketika mengetahui bahwa Khafid berasal dari keturunan Ulama besar tanah jawa, dan ia juga berhasil mendirikan pondok pesantren di lingkungan tempat barunya. Padahal dia masuk kepondok sebagai seorang narapidana yang kabur dari penjara. Ia merasa telah lelah dan capek telah menggeluti dunia-duina
SASTRA
Sebuah Cerpen
Lukisan oleh: Ul-ul Poi-ser
kenistaan dengan barang-barang penyubur nafsu dunia yang membuatnya keranjingan bak binatang. Lantas beliau mengucapkan kalimat innalillahi wainnailaihi roojiun setelah mendengar kalau Khafid telah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Karena sakit keras lalu kyai menceritakan peristiwa yang sangat istimewa itu kepada para santrinya saat mengaji malam.[] *)Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Suka
SLiLiT ARENA
| 31
Jum’at, 12 Juli 2013
KANCAH
Pemilwa atau Pemil “we” ? Dok. Istimewa
Oleh: Hasriyani Mahmud*
J
ika menilik kembali fenomena pemilwa di UIN Suka yang telah diselenggarakan, maka kata apa yang patut untuk menggambarkan keadaan tersebut? Menarik dan Miris, begitulah saya menyebutnya. Kenapa demikian? Karena kedua kata tersebut-lah yang mampu mengambarkan dan menyampaikan pikiran serta perasaan saya ketika menganalisis fenomena pemilwa tahun ini. Pesta demokrasi untuk memilih pemimpin; mulai dari calon Ketua BEM-J, calon Ketua BEM-F serta yang paling utama Calon Presiden Mahasiswa dan Calon Wakil Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Walau menjadi ajang pemilihan yang rutin namun setiap periodenya memiliki fenomena yang menarik untuk diangkat dan didiskusikan. Hal yang menarik dan miris yang pertama, yakni diawali dari desas-desus beberapa pertanyaan yang mengandung konotasi. Benarkah terjadi intervensi ataupun diskriminasi pada beberapa partai politik dari beragam ormawa lainnya? Mengingatkan pada teori populer “yang mayoritas pasti yang berkuasa”, atau “yang mayoritas pasti menang dari yang minoritas”. Apakah teori tersebut sangat relevan dengan fenomena pemilwa periode ini, atau memang sejak beberapa periode lalu sudah jadi seperti ini?. Nampaknya tesis diatas memang benar, jika seperti itu maka penulisan pemilwa tahun ini akan berevolusi dan didekonstruksi menjadi pemil”we” yang berarti pemilihan kita, mengandung makna kepemilikan satu kelompok, menggambarkan betapa eksis dan berkibarnya dominasi hanya dari satu bendera. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kedua kandidat Calon Presiden Mahasiswa memang berada pada bendera yang sama. Jadi pemilihan hanya diantara golongan/kelompok kita (pemil“we”). Kata “we” tersebut akan jauh lebih baik jika diperluas, yakni akan jauh lebih bermakna; Kita yang global, universal dan tidak dari satu naungan saja. Dengan fenomena ini mengingatkan saya pada penggalan kalimat Samuel P. Huntington dalam tesisnya yang kemudian dijadikan buku berjudul The Clash Of Civilization and the Remaking of World order. Arti penggalan kalimat dalam buku tersebut kurang lebih berbunyi “Kita akan mengenal siapa kita ketika kita tahu siapa yang bukan kita”. Apakah yang terjadi benar demikian? Jika ya, maka jelas intervensi dan diskriminasi memang punya ruang untuk berkembang dan tumbuh dengan suburnya. Fenomena kedua, adanya isu perkembagan Politik Dinasti. Berkenaan dengan diskursus kontroversial tersebut mengajak kita untuk menengok salah satu teori politik yang sangat populer dalam mempertahankan pemerintahan dan kekuasaan, yakni teori Ashobiyah yang masih relevan sampai politik zaman kontemporer ini. . Teori Ashobiyah yang digagas Ibn Khaldun tersebut sebenarnya mempunyai dua pengertian. Salah satunya bertendensi pada makna negatif, yaitu menimbulkan kesetiaan
32
|
SLiLiT ARENA
dan fanatisme buta yang tidak didasari aspek kebenaran. Konteks pengertian inilah yang tidak dikehendaki dalam sistem pemerintahan dan tata nilai masyarakat muslim. Karena akan mengaburkan nilai-nilai kebenaran yang diusung prinsip-prinsip agama. Jika Ashobiyah terjadi, maka akan menjadi bibit lahirnya Politik Dinasti tanpa memperhatikan aspek kesesuaian dalam masyarakat dan pemerintahan. Politik Dinasti bisa kita artikan dengan siasat dan bentuk pemenuhan kekuasaan, seperti kerajaan yang turun temurun tanpa melihat apakah baik atau tidak pemerintahan/kelompok-nya. Kita coba mengkomparasikan ini dengan sepak-terjang kelompok mayoritas tersebut. Berharap jangan sampai kelompok mayoritas tersebut menjadi gelap hatinya dan terobsesi akan kekuasaan, sehingga akan terus membangun dan mempertahankan Politik Dinasti. Semoga Politik Dinasti ini tidak terjadi. Karena itu mahasiswa dituntut lebih cerdas dalam memilih. Dan juga jangan sampai ada upaya ikut serta Birokrasi kampus yang kebetulan Rektor dan Wakil Rektor dari kelompok/bendera/golongan atau fakultas yang sama. Karena jika mengandalkan demikian, maka besar kemungkinan Politik Dinasti ini tidak bisa dicegah atau ditepis lagi. Fenomena menarik dan miris ketiga, saya menyebutnya sebagai sikap Ignore mahasiswa, baik KPU atau mahasiswa awam yang harus disejahterahkan. Realitas yang ketiga ini disajikan dari perkawinan analisa lapangan dengan hasil penelitian Lembaga Survey Exact (LSE) bulan Maret-Mei 2013 lalu. Tim Riset ini diketuai Staf HRD Exact Sina Mauludi, mahasiswa jurusan Psikologi semester IV bersama dengan Member of Exact: Einstein Generation yang mayoritas semester II sebagai anggotanya. Riset dilakukan dengan membagikan angket. Data jumlah populasi mahasiswa aktif 2009-2013 diambil dari PKSI. Data tersebut kemudian digunakan sebagai penentuan jumlah populasi dan sample survei pemilwa 2013. Setelah mengkalkulasi dan menganalisis data sampailah pada tahap kesimpulan sementara yakni berkisar 60-70 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak tahu terkait tentang Pemilwa, mulai dari jadwal pelaksanaan, siapa yang terlibat, partai yang ada di UIN Suka, yang bisa berpartisipasi jadi kandidat dan hal-hal kecil lain-nya. Tantangan tim Riset EXACT: Einstein Generation ini ketika angket tersebut diberikan pada mahasiswa aktifis yang beraviliasi di salah satu partai politik maka mereka akan mendapatkan tatapan sinis, dicurigai dan bahkan didebat karena dianggap meneliti hal yang sensitif. Demikian hasil perbincangan saya dengan Vice Directure Exact, Tri Sunaryanto, Mahasiswa jurusan. Pendidikan Fisika semester IV selaku Pendamping Tim Riset Einstein Generation ini.
Jum’at, 12 Juli 2013
Kesimpulan sementara dari penelitian Exacters (LSE) dan juga Fakta di lapangan pada tanggal pelaksanaan Pemilwa tersebut membuat-ku matang dengan tesisku bahwa terdapat Fenomena menarik dan miris pada masa Pemilwa yakni sikap ignore akut mengrogoti sebagian besar Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, baik yang akademisi maupun yang aktifis. Dari kedua sumber wacana pelabelan Ignore tadi ditambah lagi dari diskusi dan share teman-teman berkisar peristiwa pemilwa, mengantarkan-ku pada perkiraan bahwa sekitar 50% Mahasiswa tidak memilih atau menjadi golput, baik i t u k a r e n a m e r e k a menginginkannya, begitu pula bagi m e r e k a y a n g t i d a k menginginkannya tapi kondisi yang membuatnya seperti itu. Semuanya terangkum dalam Ignore Perfect. Jika sudah seperti ini, bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan? Ternyata adakalanya Mahasiswa akademisi dan aktivis berada pada penyakit yang sama; mengidap Ignore akut dan Banalitas Intelektual dan terkadang tidak konsisten. Paragraf ini kupersembahkan bagi teman-teman yang terpilih menjadi Pemimpin sekaligus Wakil mahasiswa yang akan menjadi teladan, penyedia sarana dan pengakomodasi keperluan mahasiswa. Jalinan komunikasi yang baik antara pemimpin dan masyarakatnya merupakan hal yang urgent. Tapi pada kenyataannya ini tidak berjalan baik di lapangan. Mayoritas pemimpin tidak mengindahkan keinginan rakyatnya, begitu-pula masyarakatnya yang tidak mau tahu dengan perpolitikan dan pemerintahan dilingkungannya. Kurangnya komunikasi dan interaksi sosial antara pemimpin dan yang dipimpinnya menciptakan jarak antar personal. Hal inilah yang menyebabkan sikap ignore akut tumbuh subur pada jiwa Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kami dari seluruh mahasiswa yang akan dipimpin sangat mengharapkan terjaganya hubungan personal dan komunikasi yang baik. Begitupula transparansi dan pemerataan keadilan dan kesejahteraan tanpa memandang golongan. Pertama, kami ucapkan selamat untuk Ketua BEM-J dan Ketua BEM-F di semua Fakultas, dan buat Presma dan Wapresma baru. Kedua, yang merasa dari kelompok mayoritas berarti kalian diberi kewajiban untuk merangkul minoritas bukan malah menginjak mereka. Maka jangan
KANCAH
Karikatur oleh: Lugas Subarkah
memakai ashobiyah yang akan jadi bibit politik dinasti tapi gunakan ashobiyah yang bermakna positif dengan menunjuk pada konsep persaudaraan. Dalam sejarah peradaban Islam konsep ini akan membentuk solidaritas sosial masyarakat Islam untuk saling bekerjasama, mengesampingkan kepentingan pribadi (self-interest), dan memenuhi kewajiban kepada sesama. Semangat ini kemudian mendorong terciptanya keselarasan sosial dan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam menopang kebangkitan dan kemajuan peradaban. Mari memandang kata kita; kami; we secara global, universal, holistik dan komprehensif tanpa memandang, memagari atau membatasi diri dari bendera, corak suatu kelompok. Karena dengan memahami itu maka akan nampak kelebihan kita adalah kita yang mampu memulai, dan kita juga yang mampu untuk mengakhiri. (We can fly the Flag of their respective with Peacefully Together). *)Mahasiswi jurusan Aqidah & Filsafat FUSAP Penulis saat ini aktif di Assaffa, EXACT, UKM SPBA, For. Maksiat, ILP2MI, & MITI
Redaksi SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan opini ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail : lpm_arena@yahoo.com. Panjang tulisan 800-1500 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: opini SLiLiT Dan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan SLiLiT ARENA, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi LPM ARENA guna berdiskusi lebih lanjut.
SLiLiT ARENA
| 33
Jum’at, 12 Juli 2013
ADVETORIAL
Pentas Tadarus Puisi ini ialah yang ke-18. Teknologi merupakan hal yang tidak bisa ditolak oleh zaman ini. Namun sebagai manusia, kita juga tidak boleh terlena akan hal itu. Bukan perihal baik dan buruk, bukan pula benar dan salah. Karena kita menyadari teknologi bagian dari kita. Tadarus Puisi kali ini sebagai penyadaran dan upaya menyambut bulan suci Ramadlan Dipersembahkan oleh Teater Eska UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
di
Hamid Rodhi
34
|
SLiLiT ARENA
Jum’at, 12 Juli 2013
MEGACHOT
maoe ataoe tidak
SLiLiT ARENA
| 35