Slilit arena 24 agustus 2014

Page 1

EDISI AGUSTUS 2014

www.lpmarena.com

SLiLiT

ARENA

Jelas & Mengganjal


DAFTAR ISI

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Mulai Dibenahi Setelah sempat menemui banyak masalah pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini UKM dan panitia OPAK sepakat untuk melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian OPAK dengan beberapa pembenahan. stupidphone

8 Bimtes,

FOTO SAMPUL LUGAS

6 Sosialisasi UKM

SUBARKAH

UNIVERSITARIA

DITERBITKAN OLEH: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta PENASEHAT Rektor UIN Sunan Kalijaga

Bimbingan Bonus Kaderisasi

PEMBINA Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si

Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra menjaring anggota. Di samping untuk memberi materi sebagai bekal ujian masuk kepada maba.

PEMIMPIN UMUM Ahmad Jamaludin WK. PEMIMPIN UMUM Dedik Dwi Prihatmoko

KANCAH

18 Beasiswa Miskin Mengancam Idealisme Mahasiswa Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan mahasiswa. Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa dengan seperangkat aturan yang menyebabkan mahasiswa lupa fungsi sosialnya

SASTRA

CATATAN KAKI

Tidakkah

Baju Baru

14 4

CERPEN|

Kau Melukai Keluasan Cinta? PUISI|

EDITORIAL

16 5

Kesediaanmu Ketetapan Hati

OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan

PUSTAKA

11 Mendudukkan Persoalan Di tengah perbincangan ringan, Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti, “kenapa orang kulit putih membuat begitu banyak barang berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit hitam hanya memiliki sedikit barang berharga di sini?” SLiLiT ARENA menundang semua kalangan masyarakat akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi guna berdiskusi lebih lanjut WARTAWAN SLiLiT ARENA DIBEKALI TANDA PENGENAL DALAM SETIAP PELIPUTAN DAN TIDAK MENERIPA AMPLOP DALAM BENTUK APAPUN

SEKRETARIS UMUM Annisatul Ummah BENDAHARA Chusnul Chotimah DEWAN REDAKSI Januardi S Husin, Roby Kurniawan PEMIMPIN REDAKSI Lugas Subarkah REDAKTUR ONLINE Ulfatul Fikriyah REDAKTUR SLiLiT Usman Hadi REDAKTUR BAHASA S Ghidafian Hafidz STAF REDAKSI Faksi, Iim, Tika, Mas’odi, Lilik, Novi, Fa’i, Ekmil, Mutiara, Maya, Amri, Fauzi, Shoim, Cakson, Yazid, Oli, Isma, Uul, Faisal, Ria, Khusna, Najib, Hasbul, Anis, Irsal, Surasuk, Riza, Elmi, Mugiarjo RANCANG SAMPUL & TATA LETAK Khaulah Pundi M, Sabiq FOTOGRAFER Abdul Majid DIREKTUR PERUSAHAAN & PRODUKSI Khusni Hajar KOORDINATOR PUSDA Andy Robandi KOORDINATOR JARKOM Rakhmat Efendi KOORDINATOR PSDM Arifki Budia Warman Kantor Redaksi/Tata Usaha Student Center Lantai 1 No. 1/14 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp.: +62857 259 151 49 a/n Khusni E-mail: lpm_arena@yahoo.com Website: www.lpmarena.com


SURAT PEMBACA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Tata Ulang Lahan Parkir Kampus!* Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Saya merupakan salah satu mahasiswa pengendara sepeda ontel di kampus ini. Maka termasuk pula-lah saya sebagai pengguna lahan parkir kampus. Saya begitu resah dengan perkembangan sepeda motor saat ini. Sebagian besar mahasiswa kini menggunakan sepeda motor sebagai moda transportasi kuliah. Bertambahnya jumlah kendaraan yang tidak bisa dikendalikan ini otomatis membuat lahan parkir kampus semakin membludak, akhirnya banyak kendaraan yang diparkir tidak pada tempatnya. Salah satu contoh adalah kondisi parkiran di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Lahan parkir yang disediakan di sebelah utara panggung demokrasi kini sudah tidak bisa menampung banyaknya sepeda motor mahasiswa lagi. Kini, area selatan panggung demokrasi dan sebelah barat gedung

rektorat lama—yang seharusnya bukan lahan parkir—sudah sering dipenuhi sepeda motor. Hal ini membuat kampus terlihat semrawut. Sudah dua tahun saya menuntut ilmu di kampus tercinta ini, akan tetapi selama ini pula saya belum melihat ada tandatanda bahwa area parkiran segera membaik. Mengingat sebentar lagi kita kedatangan wajah-wajah baru dari berbagai daerah, yang artinya akan bertambah pula jumlah kendaraan di kampus, sebaiknya pihak pengelola universitas yang terhormat segera menata kembali area parkir agar rapih dan aman. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb. *Hendrik Basguni Sukendar, mahasiswa semester V Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

SUDAH TERBIT

MAJALAH ARENA EDISI 40

PEMASARAN DAN DISTRIBUSI INTAN PRATIWI +62818 027 390 55

WONG CILIK DI PUSARAN KONFLIK www.lpmarena.com

3


CATATAN KAKI

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Baju Baru* Kita telah menginjakkan kaki dilangkah yang kemudian. Untuk mahasiswa lama, selamat memasuki semester baru. Untuk mahasiswa baru, selamat datang. Salam kenal. Inilah kampus, dunia yang Anda dambakan dan mungkin juga membuat penasaran. Silahkan melihat-lihat, meraba-raba, serta mengenal lebih dulu kampus baru Anda ini. Setelah melalui berbagai proses berbelit dan menjemukan, di sinilah kita. Terucap sukur pastinya, telah lolos dari saringan untuk siswa yang dianggap “bodoh” bermerk Ujian Nasional. Juga kelegaan, setelah melewati ribet administrasi pendaftaran guna mendapat cap anyar ini, mahasiswa. Tariklah nafas sejenak dan longgarkan kursi, sebelum membawa obrolan ini pada hal yang agak serius. Anggaplah Anda saat ini hendak memakai seragam baru. Seperti dulu awal masuk SMA, kita rasakan seragam baru tersebut punya rasa dan sensasi yang “lain”. Ia punya identitas dan tugas tersendiri. Seperti halnya sebuah seragam sekolah, baju mahasiswa ini juga menempel beberapa atribut penanda identitas dan tugas. Hanya, bentuk dan modelnya tak lagi seperti SMA yang harus sewarna dan dijahit di beberapa sudut. Lalu muncul pertanyaan, atribut seperti apa yang menempel pada baju ini? Pertanyaan ini bukan untuk mahasiswa baru saja, karena yang lama pun pasti membisu sejenak sebelum menjawabnya. Mengorek catatan yang dulu-dulu, jawaban dari pertanyaan di atas sangat beragam dan seolah saling bertentangan. Telah menjadi ritual tahunan di sini, sebelum memulai kuliah tahun ajaran baru setiap maba akan dihadapkan pada Sosialisasi Pembelajaran (Sospem). Di sana seringkali didefinisikan apa itu menjadi mahasiswa. Kurang lebihnya seperti ini: Mahasiswa itu ya belajar rajin. Tertib masuk kuliah (absensi kalau bisa 100%) dan mengerjakan setiap tugas. Lulus tepat waktu dan sebagainya dan seterusnya. Sebenarnya, tanpa melalui sosialisasi pun rasanya kita sudah tahu. Tapi kalau jawaban ini dilontarkan ke tengah-tengah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) sungguh akan ditertawakan oleh banyak orang. Yakin (karena setiap OPAK begitu) kalian akan mendengar bahwa mahasiswa adalah ; agen perubahan sosial, yang membela rakyat, siap turun ke jalan dan berani melawan. Sehingga tak ada ceritanya mahasiswa yang hanya kuliah dan mengerjakan tugas. Atribut baju baru ini akan semakin problematis tatkala Anda bertemu dan masuk ke dalam berbagai komunitas atau forum diskusi di kampus. Tapi begitulah kondisi yang akan Anda temu. Jadi, jangan dulu bingung. Tapi jangan juga terlalu dini yakin atas satu jawaban. Mundur lebih jauh, ada beberapa catatan sejarah tentang mahasiswa yang bisa dipertimbangkan. Konon, sebelum Indonesia merdeka, pendidikan adalah ruang eksklusif yang hanya bisa diakses oleh pihak tertentu. Orang macam kita ini (pribumi-inlander) kecuali berdarah biru tak bisa sekolah. Sebagaimana berlaku di School Tot Opleiding Voor Indische

4

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal

Artsen (STOVIA) sekolah tinggi kedokteran yang didirikan pemerintah kolonial pada tahun 1902. Mungkin inilah perguruan tinggi pertama yang ada di Indonesia. STOVIA adalah lembaga pendidikan eksklusif, hanya menerima mahasiswa dari golongan tertentu. Syarat jadi mahasiswa STOVIA adalah lulusan Europese Lagere school (ELS). ELS adalah sekolah rendah khusus untuk keturunan Eropa, Timur asing dan Priyayi Pribumi. Secara garis besar, agenda pendidikan waktu itu adalah menghasilkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan perdagangan, perusahaan dan pegawai rendahan di pemerintahan. STOVIA juga menerapkan disiplin ketat pada peserta didiknya. Melihat tujuannya adalah menghasilkan pekerja di bidang medis guna keperluan kolonial. Jejak-jejak disiplin itu masih bisa kita lihat sekarang, tata tertib ketat yang berjalan di kampus dan sekolah. Seleksi ketat dijalankan STOVIA dengan mematok spesifikasi tertentu untuk peserta didiknya. Yaitu harus mengantongi ijazah ELS. Syarat ini kemudian semakin naik standarnya—awalnya ELS, beberapa tahun berikutnya MULO lalu HBS (keduanya jenjang sekolah lebih tinggi dari ELS). Dari sana bisa di lihat bahwa sortir pengakses pendidikan telah ada dari zaman penjajahan dilakukan. Hal itu adalah politik pendidikan yang dijalankan oleh pihak Kolonial. Selain untuk mempertahankan tatanan sosial yang timpang (Holland-inlander atau pintar-bodoh), juga untuk menghasilkan tenaga kerja. Betapapun terdidik seorang inlander, ia tetaplah “kacung” Kolonial. Cetak biru pendidikan sebagai penghasil “kacung” itulah konsep kolonial waktu itu. Tapi kita tahu, ada saja yang bisa lepas dari tertib barisan. Mungkin karena manusia tak benarbenar bisa mutlak dicetak pengetahuannya. Muncullah tokoh kemerdekaan seperti Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusmo, Wahidin S. Husodo hasil didikan STOVIA. Bukannya menjadi pegawai kolonial, mereka malah menyulut api perlawanan kepada pemerintah kolonial. Juga proklamator kemerdekaan kita, Ir. Soekarno. Ia lulusan Technische Hoge School (THS), sekolah ini yang kemudian jadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Seokarno melenceng dari titah, sebaliknya ia menjadi salah satu aktor utama gerakan kemerdekaan Indonesia. Ia juga tercatat sebagai ketua pertama dari partai pertama yang memakai identitas Indonesia, Partai Nasional Indonesia. Tampaknya dua konsep besar—antara disipilin dan sortir ketat berbanding pergerakan sosial dan agen perubahan—yang menempel sebagai atribut mahasiswa Indonesia telah lama bersitegang. Tarik ulur satu dengan yang lain hingga kini masih berjalan. Entah sampai kapan. Untuk itu, sambil melihat dan mengenal kampus Anda, silahkan berpantas-pantas dengan baju mahasiswa ini di depan cermin. Kalau merasa belum cocok atau tak siap, tanggalkan saja. Jika siap, maka beban berat sebagai generasi pengisi kemerdekaan silahkan Anda emban. Jamaludin A. jamaludin_ahmd@yahoo.com


EDITORIAL

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Ribuan wajah baru datang menggentikan wajah lama. Generasi baru—siap tidak siap—akan meneruskan perjuangan kemahasiswaan. Perjuangan sebagai agen perubahan dan kontrol sosial. Perjuangan menolak lupa dokumentasi sejarah yang terlupakan oleh zaman dan melawan penindasan terhadap kaum marginal akan diserahkan pada pundak generasi baru ini. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial untuk sensitif terhadap kondisi sosial dan kritis terhadap penguasa. Karena jika bukan mahasiswa, lalu siapa lagi yang akan melakukannya? Rakyat kecil sudah terlalu sibuk dan lelah dengan pekerjaannya, sedangkan politikus terlalu sibuk memikirkan kepentingan golongannya. Mahasiswa sebagai pihak yang independen menjadi satusatunya kaum yang dianggap mampu untuk mengemban tugas ini. Begitu berat tanggung jawab mahasiswa ini mungkin mengagetkan mereka yang sebelumnya telah terbiasa dengan budaya di sekolah: memakai seragam, masuk pukul tujuh, upacara bendera, mendengarkan guru, mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS), dan berbagai aktivitas instruktif lainnya. Di sini lah pengkaderan organisasi mahasiswa berperan. Organisasi mahasiswa sebagai instrumen perjuangan mahasiswa dituntut untuk dapat merubah budaya sekolah tersebut. Budaya yang cenderung top down ini sudah tidak relevan lagi bagi seseorang yang sudah menyandang predikat mahasiswa. Mahasiswa bukan lagi seorang siswa yang harus terus dicekoki ilmu. Mahasiswa dianggap sudah memiliki cukup bekal untuk berdialektika dengan lingkungan akademisnya. Gerbang terdepan dari kaderisasi organisasi mahasiswa adalah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan

(OPAK). Di sini, mahasiswa baru (maba) akan dikenalkan pada dunia kampus. Atmosfir perlawanan dan heroisme mahasiswa banyak dihadirkan di sini. Orator yang tanpa lelah berteriak di atas panggung dan konflik pemicu perlawanan dari maba menjadi hidangan wajib di setiap penyelenggaraan OPAK. Pandangan negatif terhadap kampus dan negara selalu menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kepalan tangan kiri diacungkan, lagu “Darah Juang” pun dinyanyikan bagai perapalan ayat-ayat dalam doa pembakar semangat perjuangan. Pengenalan dengan metode seperti ini cukup menimbulkan efek kejut dan mendekonstruksi mindset maba. Maba yang tadinya ingin kuliah dengan “benar” dan lulus empat tahun jadi sedikit gentar. Tidak sedikit maba yang menjadi pesimis untuk meneruskan kuliahnya di kampus ini. Tapi dari titik ini lah, maba diharapkan membuka matanya lebar-lebar untuk melihat realitas yang terjadi hari ini dan tertantang untuk memberikan sumbangsihnya pada tanah air. Bila melihat tahun-tahun sebelumnya, OPAK kali ini mengalami beberapa kemajuan. Salah satunya adalah terselenggaranya sosialisasi UKM di hari pertama OPAK. Di bawah koordinasi Forkom UKM, baik sosialisasi indoor maupun outdoor, semua berjalan dengan lancar. Kelancaran ini tak lepas dari kepercayaan yang dijalin oleh semua pihak, baik UKM maupun panitia OPAK. Sikap kedewasaan dan saling pengertian telah membangun sebuah komitmen positif dalam pelaksanaan sosialisasi UKM. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk menciptakan iklim kemahasiswaan yang lebih sehat. Setidaknya tidak ada lagi mahasiswa yang tidak tahu bahwa UIN Sunan Kalijaga memiliki gedung Student Center. Redaksi

Redaksi SLiLiT ARENA menerima kritik dan saran terhadap editorial.Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail lpm_arena@yahoo.com. Bentuk tulisan utuh 400-700 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: Saran/Kritik Editorial_SLiLiT ARENA

DIBUTUHKAN WAKTU YANG LAMA UNTUK MEMBUAT SI KUPAT esalahan DAN HANYA BUTUH BEBERAPA DETIK UNTUK MEMAKANNYA afkannya

taqobalallahu mina wa minkum

minal ‘aidin wal paidin


UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Sosialisasi UKM Mulai Dibenahi Setelah sempat menemui banyak masalah pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini UKM dan panitia OPAK sepakat untuk melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian OPAK dengan beberapa pembenahan. Oleh Isma Swastiningrum

T

ahun ajaran baru, wajah-wajah baru. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaa (OPAK) menjadi ajang mahasiswa baru untuk mengenal dunia kampus. Tak hanya pihak universitas saja yang sibuk untuk menyambung regenerasi, pihak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pun berbenah diri untuk menyambut adikadiknya yang baru. OPAK merupakan salah satu alat yang dipakai UKM untuk memperkenalkan jati dirinya kepada mahasiswa baru (maba). Pengenalan UKM sendiri bisa dilakukan lewat sosialisasi saat OPAK maupun UKM Expo. Forum Komunikasi (Forkom) UKM telah membuat kesepakatan dengan pihak panitia OPAK, pihak Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Dema-U), maupun pihak universitas, bahwa sosialisasi UKM akan dilaksanakan dalam rangkaian OPAK tahun ini. Hal tersebut seperti yang diungkapkan ketua Forkom UKM, M. Haidar Ali. “Teman-teman ketua UKM akhirnya menyetujui 21 Agustus (2014), rencananya kami dari panitia sosialisasi UKM akan mengadakan sosialisasi UKM di OPAK,” ucap Haidar saat ditemui ARENA(15/8). Dari pihak Dema-U sendiri, Abdul Khalim, selaku anggota Kementerian Dalam Negeri mengatakan tahun ini, sosialisasi UKM dalam pelaksanaan OPAK akan melakukan banyak pembenahan, “yang jelas UKM butuh ruang regenerasi. Terkait sosialisasi UKM dalam OPAK, hal-hal yang kurang dalam pelaksanaan sebelumnya akan diperbaiki dalam tahun (2014) ini,” kata Khalim saat diwawancarai ARENA di warung kopi. Melihat absennya sosialisasi UKM di tahun 2013, bulan Juni lalu, ARENA telah mewawancarai beberapa UKM sebagai jajak pendapat konsep sosialisasi UKM. Seperti Mahasiswa Pecinta Alam Sunan Kalijaga (Mapalaska), Palang Merah Indonesia

6

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal

(PMI), dan Teater Eska. Riyan Hermawan selaku ketua Mapalaska, kala itu bersedia untuk dimintai pendapat mengenai sosialisasi UKM di tengah kesibukannya membuat perahu rafting. Menurut Riyan sosialisasi UKM sebaiknya dilakukan bersama-sama tetapi konsepnya jelas. “Dibuat petak-petak kayak expo. Disana ada kebebasan berkreasi sehingga ciri khas terlihat. Kalau sosialisasi UKM di UIN konsep sama, lokal (tempat) sama, ciri khas jadi tidak terlihat,” ujar mahasiswa berambut ikal ini. Berbeda dengan Mapalaska, UKM PMI menginginkan konsep yang lebih detail dan disertai dengan simulasi. “Saat sosialisasi ada semacam simulasi, kayak pertolongan. Misal ceritanya ada korban terus kita tolong, tidak hanya pengenalan secara lisan tetapi juga praktik. Dikonsep benar-benar. Semua maba tahu UKM itu apa aja. Jika tidak tahu sangat disayangkan,” kata Ahmad Anwar, ketua PMI. Anwar juga berharap tidak ada gesekan antara pihak UKM dan penyelengara OPAK. “Panitia kebanyakan dari luar UKM, sehingga terjadi intervensi, harapannya jangan sampai ada gesekan. Diperbaiki dengan komunikasi,” pesan mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester V ini. Jauhara Nadvi Azzadine, Lurah Teater Eska mengungkapkan sosialisasi UKM tidak sekedar mempertunjukkan, tidak sekedar difasilitasi lalu kesana tanpa apa-apa. “Biarlah kalau sosialisasi UKM itu diserahkan ke kita secara penuh nggak nanggung-nanggung. Jadi kita nggak sekedar undangan. Padahal niatnya di sini kita untuk sosialisasi. Kita itu dengan cara kita, gitu kan. Kalau emang dengan cara mereka terus semua yang mengatur itu mereka itu kita ya terkekang aja,” ucap Zadine. Zadine juga mengaharapkan adanya transparansi dana, “Kita bersedia ngurus sosialisasi UKM mau dananya berapa aja. Asalkan jelas dan yang ngatur kita.

Ada obrolan lah dengan kita gitu maunya kayak gimana? Biar nggak ada dusta di antara kita,” tambahnya malam itu di halaman Sanggar Teater Eska.

Jejak Rekam Sosialisasi UKM Menengok sejarah sosialisasi UKM saat OPAK tahun 2011 yang dilaksanakan di gedung Multi Purpose (MP) UIN Sunan Kalijaga, saat itu sosialisasi UKM tidak berjalan dengan lancar karena panitia OPAK menyuruh maba untuk keluar (walkout) dari gedung MP. Maba yang belum begitu mengetahui seluk-beluk kampus pun mengikuti. Di sini tidak ada alasan jelas kenapa panitia OPAK menyuruh maba untuk keluar dari sosialisasi. Di tahun 2012 yang juga diselenggarakan di gedung MP, sosialisasi UKM kembali diwarnai aksi walkout. Selebaran dari Teater Eska dijadikan alasan walkout panitia OPAK karena dianggap sebagai provokasi. Di sisi lain pihak Teater Eska mengklaim selebaran itu merupakan kampanye kebudayaan dan refleksi, lebih mendidik ketimbang aksesoris OPAK yang dianggap Teater Eska tidak mendidik. Waktu Teater Eska belum usai tampil, suasana sudah ricuh, dan saat al Mizan sosialisasi, terjadi pertengkaran antar panitia OPAK di sekitar maba dari Fakultas Adab. Puncaknya, maba dari Fakultas Adab meninggalkan gedung MP, lalu diikuti oleh fakultas-fakultas lain. Kecewa dengan peristiwa itu, tahun 2013 UKM pun memilih untuk tidak melaksanakan sosialisasinya dalam rangkaian OPAK. Saat ditanya lebih lanjut tentang konflik apa yang sebenarnya terjadi antara Dema-U dan pihak UKM sehingga miss komunikasi sosialisasi UKM ini sering terjadi, Syaefuddin Ahrom al Ayyubi, ketua Dema-U mengungkapkan jika sebenarnya hal itu terjadi karena akumulasi kekecewaan masa lalu (yang selalu kisruh) dan Syaefuddin menyadari kurangnya ikatan emosi, belum adanya kesamaan visi,


UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

dan minimnya keharmonisan antara Dema-U dan pihak UKM yang dasarnya ada dalam satu atap rumah. “Durung biso guyub rukun agawe santosa (belum bisa hidup bersama rukun membuat sentosa). Filosofi ini belum merasuk,” ujar Syaefuddin. Sedangkan Haidar berpendapat konflik ini terjadi karena adanya kaderisasi yang tidak sehat di UIN sendiri. “Kaderisasi kurang sehat, kok kayak gitu. Kalau kita bandingkan dengan UGM, disana Sema-U, Dema-U, UKM-nya rukun dalam OSPEK-nya mereka bareng-bareng. Ketika sosialisasi UKM nggak ada kisruh,” ucapnya. Syaefuddin sendiri beralasan urusan sehat dan tidak sehat tergantung orang yang menilai. Ada standar pengetahuan yang berbeda di setiap orang dan itu tergantung dari ilmu pengetahuan dan pengalaman yang tiap individu miliki. “Pemaknaan sehat itu dalam kurung kaderisasi, sebenarnya masing-masing orang ini punya standar. Ada dimensi-

hati-hati propokasi! dimensi tertentu dimana kamu belum mengerti apa yang saya pahami, dan saya belum mengerti apa yang kamu pahami,” ujar Syaefuddin memberikan tanggapan.

Konsep Tahun Ini Sosialisasi UKM yang nanti akan diselenggarakan mengacu pada beberapa poin. Haidar menjelaskan, yang pertama, seluruh kendali sosialisasi UKM akan dipegang oleh anggota-anggota UKM. Baik keperluan, konsep acara, dan lain sebagainya harus disiapkan oleh teman-teman UKM sendiri. Kedua, acara akan dimasifkan. Selain waktunya yang panjang, dari pukul delapan pagi hingga empat sore, juga jumlah personelnya yang banyak. “Kami dari panitia sosialisasi UKM akan mengerahkan 250 orang untuk

meng-handle kegiatan sosialisasi UKM itu sendiri,” tutur Haidar. Ketika dikonfirmasi, pihak Dema-U sendiri juga akan mengerahkan sekitar seratusan orang, kalau hingga dua ratusan maka itu ditambah pihak birokrat dan pihak Dema-U, Sema-U. Pemasifan ini addalah untuk mengupayakan agar maba benar-benar tertarik dengan UKM. “Besok kita bikin kayak akademi film, diusahakan teknisnya indah. Yang kita munculkan yang pertama adalah bagaimana maba itu tertarik dengan UKM,” tambah Haidar. Untuk UKM yang memilih sosialisasi indoor, akan disediakan waktu 15 menit, sedangkan outdoor 20 menit. “Indoor-nya terserah masingmasing UKM. Kalau outdoor jelas praktek semua di Panggung Demokrasi (Pangdem). Nanti pas seremonial juga ada serah terima maba dari panitia OPAK ke panitia UKM,” kata Haidar. Beberapa UKM yang outdoor ada Mapalaska, Resimen Mahasiswa (Menwa), Inkai, Taekwondo, Pencak Silat Cepedi. Sedangkan sisanya indoor. Berdasarkan kesepakatan tentang pelanggaran, Haidar mengatakan jika yang melanggar adalah oknum-oknum panitai OPAK yang bikin kisruh, temanteman UKM tahun depan tidak mau sosialisasi lagi. Kedua, jika kekacauan disebabkan oleh pihak UKM, maka UKM harus siap-siap disepelekan birokrat universitas. “Kalau temanteman UKM itu misalkan nggak bisa meng-handle, maka kepercayaan universitas pada teman-teman UKM akan semakin disepelekan. Dan untuk OPAK-OPAK selanjutnya pasti akan diserahkan penuh ke pihak Dema-U tanpa nego lagi ke teman-teman UKM,” jelas Haidar. Khalim dari Dema-U berpendapat komitmen dan kepercayaan menjadi faktor utama kesuksesan pelaksanaan sosialisasi UKM dalam OPAK. “Ketika ada kesepakatan masing-masing elemen, kemudian adanya kepercayaan antar lembaga, saya kira konsekuensi itu tidak terlalu penting,” tutur mahasiswa jurusan Sosiologi ini. Karena menurut Khalim, yang terpenting bagi lembaga kemahasiswaan baik Sema-U, Dema-U, UKM adalah pengawalan kebijakan kampus.[]

www.lpmarena.com

7


UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Bimtes, Bimbingan Bonus Pengkaderan Bimtes menjadi sarana alternatif untuk membantu calon mahasiswa baru dalam mempersiapkan dirinya menghadapi ujian masuk. Kisi-kisi soal ujian regular akan dikenalkan kepada peserta saat pelaksanaan. Diharapkan dengan adanya hal ini akan membuat calon mahasiswa baru lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal yang ada. Samrizal sebagai ketua panitia bimtes Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengungkapkan bahwa pengadaan bimtes bertujuan untuk membantu calon mahasiswa baru dalam mengerjakan soal-soal ujian regular. “Bimtes ini buat bantu temen-temen mahasiswa baru menghadapi ujian nanti,” kata Samrizal. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan soal-soal bimtes yang didapatkan dari bagian Admisi. Selama dua setengah hari KAMMI akan melaksanakan bimtes di ruang Teatrikal Pusat Bahasa pada tanggal 11 Juli dengan menghadirkan beberapa fasilitator dari dosen UIN Sunan Kalijaga. Adanya bimtes juga mendapat tanggapan positif dari mahasiswa lama yang pernah mengikutinya. Seperti diungkapkan Ola, mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester V, “wah bagus ya, setidaknya buat prepare biar tahu gambaran soal nanti,” kata Ola.

Pengenalan Organisasi

Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra menjaring anggota. Di samping untuk memberi materi sebagai bekal ujian masuk kepada maba. Oleh Rifai Asyhari

B

eberapa organisasi ekstra kampus UIN Sunan Kalijaga menyambut dengan antusias ujian regular bagi calon mahasiswa baru tahun 2014. Hal ini terlihat dari banyaknya stand

8

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal

pendaftaran bimbingan tes (bimtes) di depan laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi yang disediakan bagi calon mahasiswa baru. Sejak 28 Mei sampai 10 Juli 2014, stand pendaftaran bimtes terus dibuka.

Tidak hanya menguntungkan peserta, bimtes juga berdampak langsung kepada penyelenggara. Bimtes menjadi salah satu metode efektif untuk mengenalkan organisasi ekstra kampus. Dengan cara seperti ini, banyak peserta yang pada akhirnya memutuskan bergabung dengan organisasi tersebut. Steering commite bimtes Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Cecep, menjelaskan bahwa selain sebagai bentuk partisipasi, bimtes juga menjadi lahan pencarian kader baru. “Kalau motif bimtes sendiri selain untuk


UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Kalau motif bimtes sendiri selain untuk partisipasi juga menjadi lahan pengkaderan kedepanya

partisipasi juga menjadi lahan pengkaderan kedepanya,” kata Cecep. Ia mengungkapkan bahwa bimtes adalah metode yang cukup efektif untuk mengenalkan organisasinya sekaligus menjaring kader baru. Ia memperkirakan bahwa sekitar 50% kader HMI MPO mengenal organisasi berlambang bulan bintang tersebut dari bimtes. “Kalau jumlah pasti gak tau, tapi mungkin ada sekitar 50% ,” jelas cecep. Hal ini juga diamini Samrizal, dengan menyelenggarakan pendampingan jelang ujian berarti juga menjadikan diri sebagai orang pertama yang membantu peserta memasuki kampus UIN Sunan Kalijaga. “Dengan mengadakan bimbingan tes berarti juga ada kecenderungan orang pertama yang membantu di sini. Jadi wajar kalau akhirnya mereka gabung sama kita,” kata Samrizal. Tanggapan berbeda dijelaskan Solhan, ketua bimtes Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Baginya, mencari kader baru bukan termasuk dalam motif pengadaan bimtes. Bimtes memang diadakan sebagai sarana pendampingan saja. Kalaupun ada peserta yang kemudian bergabung dengan organisasinyahal tersebut dianggapnya bonus. “Kalau ada peserta yang kemudian masuk PMII itu bonus aja. Karena di dalem bimtes kita cuman melakukan pendampingan bukan pengenalan organisasi, apalagi ngajak buat masuk PMII,” jelas Solhan.

Intervensi Dema Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini Dewan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Dema-U) turut ikut andil dalam mengkoordinir pelaksanaan bimtes. Sebelumnya pelaksanaan bimtes hanya dikoordinasi oleh pihak organisasi ekstra. Hal ini terkait dengan adanya teguran dari pihak rektorat kepada Dema-U mengenai semrawutnya bimtes di tahun

sebelumnya. Menyikapi hal ini, DemaU bertindak cepat dengan memberlakukan sistem baru. Dema-U sebagai organisasi intra kampus, secara aturan memang tidak diperbolehkan melaukan intervensi terhadap agenda organisasi ekstra kampus. Namun dalam hal ini, sebelumnya telah ada kesepakatan diantara keduanya. Seperti diungkapkan Syefuddin Ahrom al Ayyubi, Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, bahwa pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan beberapa organisasi ekstra untuk mencari kesepakatan bersama terkait hal ini. “Secara aturan memang gak boleh. Kemaren kita diskusi dengan kawankawan organ apakah hal ini mau dinaungi oleh Dema. Hal yang berbau akademik yang kemudian Dema bisa bantu ya akan kita bantu,” ungkap Syaefuddin. Tujuh organisasi ekstra terdiri dari PMII, HMI MPO, HMI DIPO, KAMMI, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM), Front Mahasiswa Nasionalis (FMN) dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis (GMNI) sebelumnya telah mengadakan pertemuan merancang strategi bimtes di bawah naungan Dema-U. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya durasi pendaftaran peserta bimtes dari tanggal 28 Mei sampai 10 Juli, satu lokasi pendaftaran di depan laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi dan biaya bimtes sebesar Rp 35.000,00. Menanggapi hal ini, panitia penyelenggara bimtes berkomentar positif. Seperti dinyatakan Solhan, bahwa dengan aturan semacam ini akan memperkuat kekeluargaan dan menghilangkan kesan persaingan di antara organisasi ekstra. “Kami setuju aja, dengan ini kita akan semakin kuat kekeluargaanya dan menghilangkan kesan persaingan di antara organ,” kata Solhan.[]

www.lpmarena.com

9


a

aren

SELAMAT ATAS DIWISUDANYA

Intan Pratiwi

Muhaimin

Anik Susiyani

Ayu Usada Rengkaning Tyas

Indah Fajar Rosalina

KOOR. PERUSAHAAN 2012-2014

KOOR. JARKOM 2010-2012

BENDAHARA 2010-2012

SEKRETARIS 2013-2014

REDAKTUR BAHASA 2013-2014

HAL YANG MENGGEMBIRAKAN. Mungkin Habib sedang mencoba untuk meloloskan diri, Hajar masih berkutat untuk meluluskanya, dan Melani juga Anik terjebak dalam lingkaran log in SIA UIN Suka. Tahun ini Rimba, Hari, Opik, Robi, Juju, Taufiq, Folly, Bayu dipastikan bersama kami mengawal jalannya kehidupan mahasiswa, masyarakat tanpa kelas. Lebih dari pada itu, hasrat selalu mewujudkan mimpi seliar apapun meski kenyataan hadir dengan brutal. Keep moving forward comrade!

Wis uda, RAKYAT MENUNGGU!


SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

PUSTAKA

Mendudukkan Persoalan*

A

pa yang tergambar di benak pembaca ketika sepintas melihat sampul buku yang akan dikupas? Sampul bagian atas terdapat sebagian wajah berkulit hitam dengan bintik-bintik putih melingkar pada kedua matanya. Sampul bagian bawah tampak seorang kulit putih dengan kaca mata bingkai hitam. Gambar ini memaparkan perbedaan pola hidup di antara keduanya. Gambar atas identik dengan pola hidup tradisional, jauh dari ke-modernan, terisolir dan sangat bergantung pada alam sekitar tempat tinggal mereka. Gambar bawah; seorang kulit putih, hidup di perkotaan atau setidaknya bukan pedalaman, hidup dengan berbagai rupa fasilitas bahkan dimitoskan sebagai orang cerdas karena memakai kaca mata. Hal yang mengherankan adalah mengapa cara menikmati hidup gambar pertama berbeda dengan gambar kedua, padahal keduanya, hidup pada bumi yang sama dalam waktu yang sama pula. Beralih ke skala yang lebih besar. Negara-negara yang ada di semua benua, berdasarkan kriteria tertentu dikelompokkan ke dalam negara maju dan negara berkembang. Negara maju dipandang mapan dalam banyak hal; pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Negara berkembang identik dengan distribusi kesejahteraan yang kurang merata, terutama di daerah pedalaman. Di tingkat lokal, Indonesia misalnya, potret semacam itu juga terjadi. Distribusi kesejahteraan yang sangat tidak merata dibanyak daerah sehingga mengharuskan pemerintah membuat kementrian tersendiri, secara khusus menangani pembangunan daerah tertinggal. Program tersebut seyogianya menjadi apresiasi bersama. Hanya saja, ada persoalan mendasar yang harus didudukkan bersama, yaitu sebab-sebab dari ketertinggalan itu. Tugas utama buku ini adalah memberikan jawaban perihal mengapa laju perkembangan berjalan secara berbeda di setiap daerah bahkan tingkat benua sekalipun.

Berawal dari sebuah pertanyaan Juli 1972, Jared Diamond, penulis buku ini, sedang meneliti evolusi burung di Papua New Guinea. Ia ditemani seorang penduduk lokal, Yali namanya. Di tengah perbincangan ringan, Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti, “kenapa orang kulit putih membuat begitu banyak barang berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit hitam hanya memiliki sedikit barang berharga di sini?� Jarred tersentak mendengar pertanyaan sederhana Yali. Sederhana namun kompleks dan tidak mudah untuk menjawabnya. Pertanyaan Yali baru dicarikan jawabannya dua puluh lima tahun setelah pertanyaan tersebut muncul, dan buku Guns, Geerm & Steel ini merupakan jawaban dari pertanyaan Yali. Memang tidak bisa dipungkiri, orang kulit putih banyak

Judul

GUNS, GERM, AND STEEL (BEDIL, KUMAN, DAN BAJA) Penulis JARED DIAMOND Penerjemah HENDARTO SETIADI & DAMARING TYAS Penerbit

KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA Tahun

CETAKAN I, 2013 Tebal

XIV +624 HALAMAN ISBN 978 979 91 0526 4

www.lpmarena.com

11


PUSTAKA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

menciptakan teknologi meskipun ada juga yang diciptakan oleh orang kulit hitam kendati dalam jumlah yang terbatas. Apakah secara kualitatif ras dan bangsa tertentu menduduki posisi lebih tinggi dibanding ras-bangsa lain sehingga wajar saja ketika mereka lebih banyak mencipta? Mengiyakan pernyataan tersebut akan menggiring kita pada sikap rasis serta bentuk diskriminasi manusia dan peradaban. Paradigma destruktif semacam itu sungguh menyesatkan, mengundang timbulnya permusuhan. Dalam sejarah, tercatat banyak tindakan diskriminatif terhadap kalangan tertentu. Ambil contoh, di Afrika pernah berlaku sistem apartheid, sistem politik dan sosial yang tidak waras, tak berperikemanusiaan. “Hukum� yang dibuat, menempatkan kelas manusia berdasarkan warna kulit. Orang kulit hitam meskipun pribumi dan sebagai mayoritas, 75 persen dari keseluruhan, tidak berhak memberikan suara dalam pemilihan umum, tidak berhak ikut partai politik kulit putih, tidak diperbolehkan masuk bioskop, hal yang paling menyakitkan adalah orang kulit hitam tidak diperbolehkan bermukim bersama dengan kulit putih, mereka diharuskan tinggal di lokasi tertentu (Antonio Cassese: 2005).

Peran sentral Geografis (lingkungan) Bukan maksud untuk menyalahkan keadaan dan menyesali kenapa keadaan yang kurang menguntungkan hanya terjadi pada lokasi tertentu saja, tetapi untuk mengetahui cara kerja dari keadaan itu sendiri berikut konsekuensi yang ditimbulkan. Jarred Diamond sampai pada kesimpulan bahwa keadaan tidak berjalan lurus dan berimbangnya perkembangan di semua benua dan peradaban bukan disebabkan oleh faktor kekurangan dan potensi biologis melainkan karena ketimpangan sosial dan ketiadaan kesempatan yang sama (perbedaan kondisi geografis). Pemahaman terhadap mekanisme (cara kerja) geografis setidaknya mengarahkan kita pada kesimpulan objektif dan egaliter. Pemahaman bahwa ummat manusia—apa pun warna kulitnya, ras dan bangsanya—memiliki kesamaan dalam potensi adalah jalan terbaik daripada sibuk mencari-cari perbedaan-perbedaan yang tak jelas dan terkesan sebagai sikap mengangkat diri sendiri dan kelompoknya ke atas awan. Keberadaan Guns (bedil, senapan), Germs (kuman), & Steel (baja) sesuai judul buku sangat mempengaruhi laju perkembangan sejarah suatu bangsa. Memiliki persenjataan lengkap (bedil, baju perang, kuda) yang tidak dimiliki masyarakat lain jelas merupakan satu keunggulan. Dalam beberapa pertempuran, bedil menjadi 'pemain utama'. Pertempuran Cajamarca yang terekam dalam buku ini—penulis anggap pertempuran tidak biasa dalam sejarah. Bagaimana tidak, Pizarro dengan kekuatan hanya 62 prajurit berkuda ditambah 106 prajurit infanteri dapat mengalahkan

12

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal

pasukan Atahuallpa berkekuatan 80.000 orang prajurit. Secara hitung-hitungan waras 168 orang tidak akan mampu mengalahkan 80.000 prajurit. Namun realitas berkata lain. Dengan sangat mudah pasukan Atahuallpa terkalahkan, Atahuallpa sendiri terbunuh. Jelas Pizarro menang berkat bedil melawan senjata tradisional kendati jumlah prajurit mereka terlampau banyak. Bangsa yang terkalahkan kehilangan kebebasan dan terjajah di negeri sendiri. Hasil ciptaan yang sudah sejak lama terbangun dan menjadi kebanggaan tiba-tiba dihilangkan oleh penjajah. Bagaimana dengan kuman? Dalam penelitiannya, Jarred menemukan bahwa kuman atau bakteri cenderung mempertahankan diri sembari menyebarkan diri. Pada awalnya, korban yang diinfeksi akan mati dalam jangka waktu singkat. Tapi karena sifat bakteri ingin bertahan lama, bakteri akan berevolusi menjadi lebih 'bersahabat' dengan inangnya. Kematian inang (induk) berarti kematian pula bagi bakteri. Perlu diketahui kuman yang mematikan lahir dari hewan yang didomestikasi (hewan liar yang dijinakkan menjadi hewan lokal dan dapat dimanfaatkan). Penduduk yang lebih awal mendomestikasi hewan merupakan korban pertama dari bakteri tersebut. Satu hal yang menguntungkan bagi pendomestikasi awal bahwa bakteri yang mereka bawa menjadi bumerang bagi kelompok lain yang belum pernah menghadapi bakteri semacam itu sebelumnya. Dalam beberapa peperangan, kuman menjadi faktor penentu kemenangan, pasukan musuh mati sebelum bertempur karena lebih awal terserang kuman yang dibawa pihak lawan. Mengapa tidak setiap daerah memiliki senjata, kuman dan teknologi yang sama sehingga sejarah disetiap tempat berjalan beriringan? Jawabannya lagi-lagi tergantung pada kondisi bentang alamnya. Kondisi geografis daerah tertentu jutaan tahun lalu mempengaruhi kondisi saat ini, terjalin benang merah yang dapat ditelusuri titik awal dan akhirnya. Daerah dengan potensi pangan yang berlimpah cenderung akan berkembang lebih cepat dan unggul, dari segi perlengkapan militer salah satunya. Konsentrasi penduduk dengan pangan mencukupi bahkan lebih, tidak hanya tertuju pada bagaimana caranya memperoleh makanan, tetapi juga berpikir ke arah cara mempertahankan kedaulatan wilayah. Lain halnya dengan penduduk yang menempati daerah dengan stok pangan terbatas, sehingga mengharuskan mereka mencari pangan ke daerah lain. Konsentrasi pemburu itu terpusat pada pengumpulan pangan, bagi mereka, bedil bukanlah hal penting , mengisi perut lapar adalah kebutuhan mutlak. Dari segi kepemilikan teknologi, Jarred membantah dengan keras pernyataan bahwa teknologi hanya mampu diciptakan oleh bangsa tertentu. Menurutnya setiap bangsa memiliki potensi serupa dalam hal penciptaan teknologi, yang


SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

penting bukan sekadar penciptaan teknologi, tetapi bagaimana teknologi itu diterima dan digunakan oleh masyarakat. Daerah strategis ditambah keterbukaan komunikasi dengan daerah lain memungkinkan suatu daerah meminjam dan memanfaatkan teknologi buatan daerah lain. Nasib daerah terisolir, hanya memanfaatkan teknologi ciptaan sendiri, tanpa teknologi pinjaman buatan daerah lain. Islam dalam perjalanan sejarahnya pernah menduduki puncak kegemilangan peradaban. Lokasi strategis diapit oleh teritori China, India dan komunikasi intens dengan Yunani memungkinkan Islam untuk mempergunakan ciptaan sendiri sembari mengakumulasi ciptaan dari bangsa-bangsa lain. Sejarah tinggal sejarah. “Kejayaan masa lalu bukan jaminan kejayaan bagi masa depan,� demikian petuah Jarred. Akhirnya penulis mengajak pembaca menelusuri lebih lanjut konsekuensi-konsekuensi geografis yang banyak dipaparkan Jarred Diamond dalam buku ini. Anda akan dibuat kenyang oleh data-data sejarah dan sejauh pembacaan penulis, akan sulit ditemukan dalam literatur lain; asal-usul tulisan berikut dampaknya bagi perkembangan peradaban, teknologi awal, asal-usul kuman mematikan, potensi pangan dan hewan di beberapa daerah. Berbeda dengan penulis lainnya, Jarred tidak sekedar mencantumkan daftar literatur

PUSTAKA

yang digunakan, ia sekaligus mengarahkan pembacanya mengeksplorasi sendiri literatur yang dianggap mumpuni sesuai dengan tema yang dibahas. Hal lain yang menarik, Jarred seringkali memunculkan pertanyaan-pertanyaan kemudian menampilkan jawaban sementara yang ada dan mengemuka di masyarakat tetapi kemudian mempertanyakan kembali akurasi dari jawaban yang ada. Jawaban akhir Jarred diambil dari simpulan peristiwa sejarah yang terjadi. Penggalan sejarah yang dipelajari tidak hanya sekali terjadi, tetapi berulangkali. Dari situ terlihat bahwa teori determinisme lingkungan sangat relevan dan benar-benar berangkat dari penelitian ilmiah, bukan hanya asumsi semata. Buku ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat sejak pertama kali diterbitkan. Tak tanggung-tanggung, buku ini mendapatkan penghargaan bergengsi, hadiah Pulitzer pada 1998. Terakhir, untuk mendapatkan pemahaman utuh, pembaca diharapkan membaca dengan tertib, bab demi bab. Bab berikutnya merupakan penjelasan dari bab sebelumnya. Selamat membaca. *Khoirul Amri, mahasiswa semester V jurusan JS Fakultas Syariah dan Hukum

lpmarena.com ...sebelum cuci muka

www.lpmarena.com

13


SASTRA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

CERPEN

Tidakkah Kau Melukai Keluasan Cinta? “Apa kau pernah melakukannya?” Suatu kali di masa lalu, kau bertanya seperti itu kepadaku. Aku mengangguk, tetapi kemudian aku sangsi dengan anggukan itu. Untuk apa aku mengangguk, sedangkan pertanyaannya juga tidak jelas. Melakukan apa? pikirku, dan ini tak sempat kutanyakan padamu. Kemudian aku kembali mendengar suaramu. Suara yang itu juga, suara yang sama, yang bahkan akan terus kuingat sepanjang waktuku. “Setiap malam aku melakukannya, sebelum tidur.” “Sebelum tidur?” “Ya. Tidak mungkin hal itu kulakukan saat kita sedang tidur, bukan?” Aku membenarkannya. Kau merasa senang, tersenyum bangga. Tampaknya kau pun merasa bahagia karenanya. Aku senang kata-kataku bisa membuatmu bahagia. “Satu-satunya hal yang dapat seseorang lakukan saat sedang tidur adalah bermimpi.” “Ada lagi lainnya, kurasa.” Kau menambahkan, “Mengigau dan mengorok.” Aku tak menanggapi. Seorang temanku sering melakukannya. Saat sedang tidur, dia melakukannya. Ah, aku berpikir ulang; apa tidak salah jika aku mengatakan demikian? Bukankah mengigau, mengorok, bahkan mimpi sekalipun tidak dilakukan secara sadar? Bukankah itu terjadi secara alamiah? Tetapi, kakekku pernah bilang bahwa seumur hidupnya dia tidak pernah bermimpi, mengigau, maupun mengorok. Banyak orang tidak mempercayainya, tentu, termasuk juga aku pada awalnya, tetapi ketika suatu kali aku melihatnya sendiri sedang tidur, aku percaya. Ditambah kesaksian nenekku, istri tercinta yang setia kepada kakekku. Suatu malam aku sedang tidur, bermimpi bertemu dengan kakekku itu. Di dalam mimpi itu, dia sedang duduk menghadap kolam yang banyak mengapung bunga teratai putih yang indah. Kakek menyukai bunga-bunga itu. Di kolam itu, ikan-ikan dipelihara, berenang-renang ke sana ke mari, dan dia melihatnya. Ikan-ikan itu tampak begitu senang dan gembira. Wajah kakek pun tampak cerah, bahagia. Seakan-akan keriangan ikan-ikan itu memantul pada diri kakek dan melekat erat menjadi rona wajahnya, yang muncul dari hatinya. Aku mendekatinya, dan kemudian kudengar dia bertanya. “Apa kau percaya, kakek tidak pernah bermimpi, mengorok, juga mengigau?” Kakek bertanya padaku.

14

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal


SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

“Aku percaya, Kek,” jawabku. “Orang-orang tidak percaya itu.” “Oh.” “Ya, hanya kau dan nenek yang percaya.” “Kakek senang, bukan?” “Ya, kakek senang, masih ada yang percaya kata-kata kakek.” Seumur hidupku, sejak kecil hingga aku berumur 24 tahun, yang aku tahu, kakek memang tidak pernah berbohong. Dia seorang yang sederhana, ulet dalam bekerja, dan tidak pernah memikirkan upah apa pun. Seumur hidupnya, yang kutahu, kakek bekerja di sawah, sejak pagi hari sebelum matahari terbit, pulang ketika waktu Dhuhur hampir tiba, kemudian berangkat lagi sekitar jam satu siang, dan pulang sore pada pukul lima. Kakek tidak pernah mengerjakan shalat lima waktu, itu karena memang dia tidak bisa mengerjakannya. Kakek tidak pernah mengaji, tidak bisa membaca al-Quran, juga tidak pernah menghapal Surah, termasuk doa-doa. Bahkan, aku tidak pernah tahu, seumur hidupnya apakah kakek pernah berdoa atau tidak. Aku hanya berpikir, dia berdoa dan berharap, tetapi itu tidak pernah dia katakan pada siapa pun. Doanya langsung disampaikan dari hatinya, kepada Tuhan, dan hanya Tuhan yang mendengarnya. Pasalnya, kakek juga jarang bicara. Beberapa kali bicara denganku, itu pun ketika aku mendekatinya dan mulai mendahului bertanya, dan dia akan menjawab sekenanya, seperlunya. Kakek begitu polos. Percakapan dengan kakek di atas, hanya terjadi di dalam mimpiku. Aku membayangkan, andaikan aku dan nenek tidak percaya kata-kata kakek, siapa yang percaya? Apa kakek akan kecewa dan bersedih hati? Tetapi, aku percaya, kakek akan bersikap biasa, bahkan aku yakin segala sesuatu baginya hanya ditujukan untuk Tuhan. Cukup Tuhan percaya, dan melihat tingkah lakunya, begitu kurasa apa yang ada di hatinya. Kau meneruskan apa yang ingin kau katakan. Kau pun berkata bahwa apa yang kau lakukan sebelum tidur, adalah berdoa, didahului berwudhu, juga menggosok gigi. Aku tersenyum. Kau bertanya kenapa aku tersenyum. Aku menjawab, kata-katamu seperti menyindirku. Aku tak pernah melakukan itu. Kemudian kau diam. Itu yang pernah kau katakan beberapa tahun yang lalu. Tentu kau masih mengingatnya, bukan? Sekarang aku tahu, kau berada di rumah, memiliki istri, dan seorang anak. Kau hidup sebagai petani di sebuah desa di pesisir pantai selatan Jawa. Kita sama-sama orang

SASTRA

pesisir, katamu dulu, tetapi sejak aku menikahinya, aku lebih pesisir sekarang. Aku mengangguk. Saat kau mempunyai anak, aku mendengarnya dari ibuku, tetapi aku tidak datang ke rumahmu. Kau tahu, aku sedang merantau saat itu. Anakmu perempuan, anak yang manis, seperti ibunya. Kau memutuskan tidak melanjutkan kuliah, hanya tamat SMA di salah satu sekolah di Yogyakarta. Aku meneruskan kuliah, juga di kota yang sama, tetapi kini aku tahu, kita selalu sama: kita tak pernah tahu apa-apa. Kadang aku berpikir, apa yang kau lakukan sangatlah tepat, segera menikahi perempuan itu. Kebanyakan yang lainnya, sampai seumurmu belum mencapai keadaan sepertimu: berkeluarga. Kuharap kau merasa bahagia. Aku berdoa, semoga. Tetapi, mungkin, hal yang tidak pernah kau rasakan bahwa bahkan sampai saat ini aku masih tetap menunggu seseorang, sementara kau sudah tidak lagi menunggunya. Kekasih kita. Aku merasa jauh tertinggal darimu, meski aku menempuh kuliah. Tetapi, sekali lagi, bahkan pada saat-saat terakhir aku menempuh kuliahku, di semester delapan, aku merasa tidak berkutik dengan sikap seorang dosen yang egois. Ini menurutku. Aku ingin menceritakan padamu. Kuharap kau mau mendengarnya. Lalu, suatu hari aku ingin kita sama-sama pergi ke laut saat malam hari, berjalan menyusur pantai sambil mendengar debur ombak yang tiada berhenti, ditemani bulan dan jutaan bintang di langit (kalau ada, kalau malam cerah dan tak berawan). Dan kita bercakapcakap tentang apa saja, mengenang kejadian masa-masa kecil kita dahulu. Kau, yang berjiwa petualang, dan aku yang sepertinya juga iya, kau Scorpio dan aku Sagitarius, tetapi kita sama-sama misterius di mata kita sendiri. Seorang dosen perempuan, menjabat sebagai ketua program studi di mana aku kuliah, dia menjadi dosen pembimbing skripsiku, dengan sikapnya yang menurutku egois dan otoriter, tiba-tiba secara sepihak berkata bahwa aku harus mengganti judul proposal skripsiku. Judul itu sudah berbulan-bulan mengalami proses panjang, direvisi berkali-kali pada dosen reviewer, dan lagi sudah disepakati rapat persetujuan judul (tema) skripsi. Aku mendapat dua dosen pembimbing, katakanlah dia bernama A, dosen pembimbing satu, dan B, dosen pembimbing dua. A, tiba-tiba saja pada suatu siang (saat itu di ruang dosen hanya dia seorang) berkata padaku, saya sudah membaca proposal skripsimu, dan juga sudah membaca draft produkmu (kebetulan, skripsiku adalah jenis pengembangan produk atau R&D, dengan produk

www.lpmarena.com

15


SASTRA

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

PUISI* berupa novel, untuk pengembangan karakter siswa, dan ini sesuai dengan kurikulum 2013), tetapi itu tidak realistis, dan tidak marketable, apalagi pada materi biologi. Saya sarankan untuk ganti judul. Ada dua pilihan: pindah ke eksperimen atau tetap R&D, tetapi dengan tema yang berbeda. Aku tak berkutik mendengar kata-katanya. Apakah aku perlu mendebatnya? Apakah aku perlu membela proposal skripsiku? Aku cukup penakut dan merasa tidak berkuasa. Apalagi dia seorang ketua jurusan. Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak berkutik. Aku hanya mengangguk, dengan hati dongkol dan sedih. Aku pun keluar meninggalkan ruangan dosen. Seketika itu aku benar-benar merasa dunia perkuliahan benar-benar kacau, dihuni orang-orang yang egois dan tidak menghargai. Tetapi apakah memang demikian? Aku tidak mengatakan semuanya. Itu persoalan seseorang, individual. Tentu, mendengar cerita ini, kau mungkin akan menanggapinya dengan hal-hal sederhana yang kau tahu yang kau pelajari di desa. Kau berbaur dengan masyarakat, jiwamu semakin luas, dan kau semakin bersikap lebih bijak. Itu yang terpatri dalam diriku. Kau pun tahu itu. Pada saatnya nanti, kita akan bertemu, dan cerita ini akan kusampaikan padamu. Bahkan, aku mungkin tidak akan malu-malu berkata bahwa untuk menjadi sepertimu, aku perlu menempuh empat tahun kuliah di tanah rantau, sementara hidup yang begitu sederhana, bagimu sudah kau pahami sejak kau tamat SMA. Aku merasa benar-benar tertinggal jauh darimu. Aku selalu ingat kata-katamu itu, percakapan kita di masa lalu, di mana kau memulai dengan kalimat sederhana: apa kau pernah melakukannya? Saat kita bisa bercakap-cakap lagi nanti, dan aku menunggu waktu itu, aku akan menjawab bahwa aku pernah melakukannya. Pertanyaanmu itu masih tidak jelas, memang. Melakukan apa? Tetapi dengan segenap ketetapan hati, aku akan tetap menjawab: ya, aku pernah melakukannya. Tentu saja, melakukan halhal yang tidak melukai keluasan cinta. Semoga. Yogyakarta, 25-27 Mei 2014 *Nurarif Aswan, mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta

Kesediaanmu Di saat aku menulis.. itu artinya aku masih peduli dengan kita.. Di saat aku diam.. itu artinya aku merenung tentang kita.. Di saat aku berharap.. itu artinya aku ingin kita saling mengerti.. Di saat aku merasakan sakit hati karenamu hingga mati rasa, itulah saatnya aku mungkin harus memilih keputusan lain tentang kita.. Aku mencari kamu yang dulu tentang aku dan cinta yang kamu inginkan dari aku Aku mencari kamu yang dulu Kesediaanmu untuk mengucapkan selamat pagi, membukakan pintu dan membiarkanku masuk terlebih dahulu, datang tanpa pernah kuminta dan kuberitahu kapan aku perlu Aku bertanya tentang ekpresi itu ketika kau tersenyum bahkan tertawa tanpa henti ketika denganku Aku bertanya tentang keberadaanmu yang dulu, yang sangat sederhana dan menyimpan hal yang luar biasa yang mungkin disebut cinta bukan hanya simpati kepadaku Atau hanya kasihan terhadap kesendirianku Aku bertanya tentang keberadaanmu yang mengetuk pintu hati ini Ketika aku sendiri tak tahu dimana kusimpan kuncinya Aku bertanya tentang semua itu Adakah aku pernah mengingkarinya? Mungkin terlalu muluk mengharapkan waktu berputar kembali Ketika sebuah pesona awal menjadi satu hal yang sudah terpecahkan dan sudah tak yakin lagi untuk merangkai mozaik yang indah

Ketetapan Hati Dimanakah dia berada? Pedang dan perisaiku pun rapuh tuk bertukar kehidupan Ribuan terompah berayun menyerbu arah yang sama Sedangkan mata ini terpejam terpeluk kesunyian Meski fajar menuju petang Dan petang pun menjadi tua dan gelap Haruskah lebih dulu kita bangunkan mentari, sementara malam belum berakhir? Ataukah ku biarkan malam berkabut tanpa cahaya yang pergi entah kemana Dalam gulita yang pekat mendekapku Ku kira Tuhan menyuruhku tidur, tapi ternyata belum *Ajeng Cahyanti, mahasiswa Universitas Bhayangkara Bekasi Jawa Barat

Redaksi SLiLit ARENA mengundang semua kalangan masyarakt akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mengirimkan tulisan cerita pendek atau puisi. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail di lpm_arena@yahoo.com. Judul berkas: Cerpen/Puisi_SLiLit ARENA dan sertakan biodata lengkap.

16

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal


a

aren

COMING

˜ON 2014˜

VERY SOON

INFORMASI: ARIFKI +6287 742 517 948


KANCAH

SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014

Beasiswa Miskin Mengancam Idealisme Mahasiswa* “Jangan tuan terlalu percaya pada pendidikkan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan banditbandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.” (Prmoedya Ananta Toer)

B

erawal dari sebuah obrolan bersama beberapa kawan di warung kopi sekitar kampus mengenai beasiswa sebagai tunjangan pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa kurang mampu. Sebelumnya, saya tidak bermaksud menghina yang miskin. Tetapi pada nyatanya mereka yang mendapatkan tunjangan pendidikan itu banyak yang lebih mampu dari pada saya sendiri. Kebanyakan dari mereka mengajukan beasiswa miskin dengan tujuan agar kelihatan eksis dengan gadget atau baju baru. Memang ini bukan merupakan fonomena yang baru dan sudah dimaklumi oleh kawan-kawan mahasiswa. Dalam tulisan ini saya bermaksud mengajak kita memikirkan kembali beasiswa miskin yang terikat oleh sistem kekuasaan ini. Yang mana mencoba mempasifkan nilai kritis mahasiswa. Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan mahasiswa. Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa dengan seperangkat aturan yang menyebabkan mahasiswa lupa fungsi sosialnya (Muridan, Gerakan Mahasiswa 1970-an). Hal itu berefek pada aktifitas mahasiswa yang seharusnya sebagai kontrol sosial malah jadi cenderung apatis pada persoalan politik-kemasyrakatan dan kebijakan birokrasi kampus.“Uang tiga juta rupiah mampu membungkam mulut mahasiswa”, ucap kawan Rifai malam itu. Bagaimana dengan para pemimpin kita terdahulu di kala mengenyam pendidikan? Soekarno semisal. Ia sebagai kaum bangsawan menyadari, bahwa dirinya termasuk orang yang beruntung karena punya kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan. Sehingga ia merasa punya beban moral. Ia merasa berkewajiban untuk mengusung kemerdekaan dengan melawan sistem penjajahan. Tujuannya satu, terwujudnya perubahan dan kedaulatan demi masyarakat yang sejahtera. Maka, sudah seharusnya mereka yang mendapatkan beasiswa tidak tunduk pada sistem yang mengikat. Melainkan harus punya beban moral untuk mengabdi terhadap bangsa karena beasiswa itu berasal dari pajak rakyat. Alangkah baiknya mereka yang punya kesempatan pendidikan dengan subsidi negara lebih tajam menganalisa persoalan masyarakat dibandingkan yang tidak dapat beasiswa. Ada benarnya juga perkataan bahwa mahasiswa bisa bisu hanya gara-gara uang tiga juta rupiah, alih-alih untuk kritis. Lalu ia harus menjaga peluang untuk dapat beasiswa lagi, sehingga kegiatannya dipatenkan untuk mengejar target IPK tinggi. Mahasiswa menjadi lebih fokus pada urusan akademik ketimbang tindakan sosial secara langsung. Ini saya kira yang disebut dengan model penindasan baru, yang terstruktur, massif, dan sistematis untuk menghilangkan kesadaran kritis mahasiswa.

18

SLiLiT

ARENA Jelas & Mengganjal

Salah satu kawan, sebut saja Farid, fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam mengeluh betapa ribetnya mengurusi persyaratan beasiswa saat ini. Ia seperti kebanyakan mahasiswa yang cendrung sibuk dengan aneka persyaratan beasiswa. Hingga ia lupa akan fungsinya sebagai kaum muda terdidik yang diberi amanat untuk mengoreksi kebijakan pemerintah berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Lalu, apa bedanya dengan sejarah perbudakan bangsa ini yang menghamba pada pemodal yang berorentasi pada keuntungan pribadi? Beasiswa merupakan bekal bagi mereka yang tidak mampu mengenyam dunia pendidikan agar dapat mengatahui banyak ilmu pengatahuan. Dengan itu diharapkan punya kesadaran ideologis dan praktis, bukan apatis. Sedangakan kita tahu, birokrasi Negara mencoba mengatur dunia pendidikan supaya berorientasi pada dunia lapangan kerja, hingga orientasi pendidikan tidak lagi sebagai pembebas melainkan komoditas yang menguntungkan (Indonesian For Global Justice). Patut kita bertanya terhadap pendidikan Indonesia, apa peran sertanya dalam membagun bangsa dalam bersaing di internasional? Apakah dengan juara matematika dan prestasi pendidikan lainya yang bersifat akademik? saya kira bukan itu yang dimaksud dengan keberhasilan pendidikan, melainkan membagun pengetahuan baru untuk terus bersaing dalam membentuk kebudayaan kritis. Perguruan tinggi mdiharapkan ampu ikut serta dalam membagun perkembangan masyarakat bawah. Beasiswa ini sebenarnya merupakan anti tesis dari gerakan massif menentang kebijakan pendidikan orde baru. Yaitu kebijakan pemerintah yang menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Kordinasi Kampus (NKK/BKK), agar kebebasan berpendapat mahasiswa terbatasi dan mengurangi gerakan demonstrasi yang dianggap mengancam stabilitas kekuasaan. Pendidikan yang humanis adalah pendidikan yang tujuannya bicara tentang manusia yang sadar akan bakat minatnya sendiri yang siap berkompetisi dengan sesamanya. Hal itulah yang akan melahirkan demokrasi yang baik. Paulo Freire pernah ngomong, bahwasanya “pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri” (baca: Politik Pendidikan). Agar idealisme mahasisiwa tidak tergadaikan oleh persoalan materi, sibuk diri dengan dunia akademik yang jauh dari dunia sosial. *Faksi Fahlevi, mahasiswa semester V jurusan Filsafat Agama FUSPI Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. faksi.fahlevi@yahoo.com


ARENA Kancah Pemikiran Alternatif

BINA DESA

5 Juli - 20 september 2014 | FREE

sayembara karikatur Petani Kecil z p Takdir Menggugat u “When tillage begins, other arts follow. The farmers therefore, are the founders of civilization.� -- Daniel Webster

TOR dan info lengkap www.lpmarena.com | www.binadesa.co @PersMaARENA @yayasanbinadesa

Kantor kesekretariatan: Gedung Student Center Lantai 1 Ruang1.14 UIN Sunan Kalijaga Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. CP: 087839029088 (Lugas)


IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA ARENA


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.