SLiLiT
ARENA Jelas & Mengganjal
EDISI SEPTEMBER 2014
www.lpmarena.com
DAFTAR ISI
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
INDIKASI PLAGIAT DALAM DALAM OPAK OPAK yang seharusnya menjadi gerbang terdepan dalam pengenalan dunia kampus terindikasi aksi plagiat oleh pelaksananya sendiri.
DPM UNTUK SIAPA? Kesimpangsiuran kabar dan kerumitan dalam memperbaharui DPM membuat mahasiswa lama mempertanyakan urgensi dari DPM itu sendiri.
KESIAPAN KAMPUS MENYAMBUT MABA DIFABEL Sebagai kampus inklusi, UIN Sunan Kalijaga dituntut untuk menyediakan segala fasilitas yang menunjang proses perkuliahan bagi mahasiswa difabel.
7 9 11
FOTO SAMPUL SUBAKUN
UNIVERSITARIA
DITERBITKAN OLEH: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta PELINDUNG Rektor UIN Sunan Kalijaga PEMBINA Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si PEMIMPIN UMUM Ahmad Jamaludin WK. PEMIMPIN UMUM Dedik Dwi Prihatmoko SEKRETARIS UMUM Annisatul Ummah BENDAHARA Chusnul Chotimah DEWAN REDAKSI Januardi S Husin, Roby Kurniawan PEMIMPIN REDAKSI Lugas Subarkah REDAKTUR ONLINE Ulfatul Fikriyah REDAKTUR SLiLiT Usman Hadi
RESENSI Tragedi Perang, Kereta Api, dan Sebuah Pemaafan LEBIH DEKAT Goresan Penyampai Kebaikan SASTRA CERPEN| PUISI|
Mabuk
Kemarau Telah Usai Sembunyi
PESAN SINGKAT Pesan Untuk Rektor Baru EDITORIAL Jangan Bebani Mahasiswa! CATATAN KAKI Nyaris Inklusif, Beda itu Sexy lho rek! SLiLiT ARENA menundang semua kalangan masyarakat akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi guna berdiskusi lebih lanjut WARTAWAN SLiLiT ARENA DIBEKALI TANDA PENGENAL DALAM SETIAP PELIPUTAN DAN TIDAK MENERIPA AMPLOP DALAM BENTUK APAPUN
REDAKTUR BAHASA S Ghidafian Hafidz STAF REDAKSI Faksi, Iim, Tika, Mas’odi, Lilik, Novi, Fa’i, Ekmil, Mutiara, Maya, Amri, Fauzi, Shoim, Cakson, Oli, Isma, Uul, Faisal, Ria, Khusna, Najib, Hasbul, Anis, Irsal, Surasuk, Riza, Elmi, Mugiarjo RANCANG SAMPUL & TATA LETAK Khaulah Pundi M, Yazid, Sabiq FOTOGRAFER Abdul Majid DIREKTUR PERUSAHAAN & PRODUKSI Khusni Hajar KOORDINATOR PUSDA Andy Robandi KOORDINATOR JARKOM Rakhmat Efendi KOORDINATOR PSDM Arifki Budia Warman Kantor Redaksi/Tata Usaha Student Center Lantai 1 No. 1/14 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp.: +62857 259 151 49 a/n Khusni E-mail: lpm_arena@yahoo.com Website: www.lpmarena.com
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
SURAT PEMBACA
Meretas Sistem Informasi & Akademik Kampus demi Mengubah Nilai IPK* Di zaman yang serba milenium, dibarengi dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih saja, segala informasi memasuki era digital di mana era yang memanjakan para penggunanya. Memberikan fasilitas informasi yang fleksibel, simpel dan cenderung instan, sehingga terkadang kecanggihan teknologi inilah yang kemudian disalahgunakan ataupun dimanfaatkan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Belum lama ini kampus putih digegerkan oleh kasus peretasan Sistem Informasi Akademik (SIA). Usut punya usut, salah satu mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi & Fakultas Keguruan dan Tarbiyah tertangkap basah melakukan peretasan sistem informasi akademik milik universitas. Mereka mengaku melakukan hal tersebut demi mengubah nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mereka yang jeblok. Mereka menyewa peretas atau dikenal hacker dengan bayaran kisaran 200 ribu hingga 1 juta untuk satu nilai mata kuliah. Tentunya dengan adanya kejadian ini tak selamanya era digital memberikan efek yang positif terhadap segala bentuk fasilitas informasi akademik. Ada kekurangan atau lobang yang harus segera ditambal ataupun dibenahi oleh pihak universitas. Langkah awal yang harus dilakukan pihak universitas adalah segera mengambil sikap tegas dengan memberikan sangsi terhadap pelaku tindak peretasan. Langkah kedua yang harus segera dilakukan adalah memperkuat & memperketat sistem keamanan informasi akademik. Kebijakan itu dimaksud agar kasus serupa tidak terjadi dikemudian hari. Fenomena ini pula bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh elemen mahasiswa bahwa untuk mendapatkan nilai yang baik maka diperlukan proses & kerja keras yang baik pula bukannya menggunakan cara-cara instan seperti kasus di atas. Akademisi sejati ialah yang selalu memperjuangkan nilainilai mereka dengan sebuah proses yang panjang, dengan kerja keras, tetesan keringat, darah & do'a yang selalu mengucur di dahi mereka, bukanlah mereka yang menggunakan kecerdasannya untuk melakukan hal picik yang bersifat pragmatis, hal semacam itu jelas tidaklah menggambarkan seorang akademisi sejati. *Muh. Ikhsan Jati Kusuma, aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Anggota Indo_strategi, Badan Riset dan analisa strategis untuk Indonesia maju, adil & makmur Indonesia.
Kembalikan Saja Tanah Itu Pada Warga!* Beberapa kali saya sempat main-main ke area gelanggang UIN di kampus timur. Yang saya amati, area tersebut kok sepi-sepi saja, tidak ada aktivitas apapun. Lapangan voli tak pernah dipakai, tiap sudut gelanggang pun yang saya lihat hanya debu. Satu lagi, di samping tampak tidak berfungsi, penampilan area tersebut juga jauh dari kata asri. Tumbuhan liar menjalar acak-acakan tak karuan. Tumpukan sampah organik maupun non-organik lumrah ditemukan. Pertanyaan saya, bukankah ada UKM olahraga yang sebetulnya bisa memanfaat kan fungsi area tersebut?. Namun sejauh ini tak pernah keliatan batang hidungnya. Lalu, bukankah ada anggaran untuk maintenance sarana dan fasilitas untuk merawat area tersebut? Saya jadi heran, memang seberapa mahal sih membayar petugas untuk merawat dan membersihkan area tersebut? Saya harap area tersebut digunakan rutin secara berkala sebagai tempat latihan UKM olahraga khususnya atau unit kegiatan lainnya. Sangat mubazir jika hanya digunakan untuk event yang waktunya tahunan. Dana yang dianggarkan untuk pemeliharaan coba dicairkan kalau ada, dan coba dianggarkan kalau tidak ada (masa sih tidak ada?). Eman, jika sekarang begini jadinya area gelanggang, lebih baik serahkan saja kembali kepada warga seperti dulu dan jangan pernah digusur kembali. Sudah angkuh membangun tembok tinggi-tinggi untuk memisahkan diri dari warga sekitar, namun apa yang dibalik tembok tak berguna bagi warga sekitar, pun bagi warga kampus sendiri. *Fikry Fachrurrizal, mahasiswa semester V jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Surat untuk redaksi hendaknya dilengkapi biodata lengkap, fotokopi KTP/KTM yang masih berlaku, beserta nomor ponsel yang dapat dihubungi. Redaksi tidak mengembalikan surat-surat yang diterima. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail lpm_arena@yahoo.com. Judul file: Surat Pembaca_SLiLiT ARENA
www.lpmarena.com
3
CATATAN KAKI
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Nyaris Inklusif, Beda itu Sexy lho rek ! Ini memang bukan lagi zamannya Mahabharata atau Ramayana, di mana perang besar dalam sejarah manusia terjadi. Bukan pula di era Perang Dunia I atau II, di mana kekejaman dan pembantaian terjadi di seantero penjuru dunia. Kita sudah berada di zaman teknologi serba canggih. Perang tak lagi menampakkan fisiknya secara nyata, tetapi terjadi secara senyap, sunyi, terselubung, dan terkesan diamdiam. Iya, perang akan terus dan harus terjadi di tiap zamannya. Kenapa? Karena “perang” merupakan warisan sejarah dan budaya nenek moyang. Dengan perang –dalam artian sekecil kecilnya– kita telah mengasah pikiran dan mental untuk bergerak terus menerus. Berpikir, menyusun strategi, diplomasi adalah unsur-unsur perang yang bisa mengasah pikiran dan mental manusia. Intinya, perang itu bagian dari seni berpikir dan tentunya, asyik! Seperti yang sudah Anda lakukan tempo hari. Negeri ini disibukkan dengan pemilu (legislatif dan presiden). Masingmasing kubu saling adu strategi untuk memenangkan jagoannya. Mulai dari strategi santun maupun strategi kotor sekalipun –dilihat dari sisi normativitas. Di tataran lokal, saya dan anda mengetahui bahkan menyaksikan pemilihan rektor UIN Sunan Kalijaga. Saya yakin adu strategi pasti ada dan berlangsung, entah secara nyata atau terselubung –maklum penyelenggaraanya di tengah liburan panjang. Lebih jauh lagi, perang sebagaimana yang dicontohkan di atas, akan mengajarkan kepada kita tentang perbedaan antara satu dengan yang lain. Perbedaan memang masih menjadi faktor terbesar pemicu adanya konflik atau perang, tetapi jika bisa mengolahnya dengan matang, keindahan-lah yang akan didapatkan. Setidaknya itu yang sering digaungkan oleh kaum inklusif dan pluralis. Lalu, apa semudah itu menerima hal baru, liyan dan yang beda? Benar kiranya apa yang diucapkan oleh KH. Musthofa Bisri, bahwa ketidakmampuan menerima perbedaan itu merupakan penyakit jiwa tiap orang. Sulit memang menerima “hal baru”, apa lagi yang aneh dari kebiasaan yang kita lakukan saban hari. Selalu ada resiko jika mendekati hal yang beda dan biasanya berbentuk sanksi sosial. Wujud nyatanya, dikucilkan oleh komunitas masyarakat dan dianggap nyleneh. Tipe inilah yang mungkin bisa dimasukkan ke dalam kategori Epistemophobia, yakni rasa takut untuk belajar ilmu pengetahuan dan hal-hal baru kecuali bagi mereka yang mau melawan rasa takut tersebut dengan memaksakan dirinya menerima hal baru. Perasaan curiga dan was-was selalu tampil di muka ketika mendengar dan melihat hal baru. Dan ini, oleh sebagian orang akan dijadikan suatu kewajaran yang mutlak. Wajar kalau curiga, was-was atau bahkan menolak. Ini seperti déjà vu yang pernah diungkapkan oleh
SLiLiT
4
ARENA Jelas & Mengganjal
Durkheim, sosiolog asal Prancis itu. Seorang individu akan semakin dijauhi dari komunitas jika melakukan hal-hal yang beda dan terkesan menyimpang dari apa yang sudah dititahkan oleh kesepakatan kelompok. Bedanya, konteks yang dimaksud Durkheim adalah pada ranah kebudayaan masyarakat primitif. Atau, jangan-jangan kita masih berada di zaman kolonial dan belum benar-benar modern? Ini hanya asumsi saja. Bukankah di zaman kolonial, sesuatu yang beda itu dianggap aneh, liyan, dan primitif? Ya, sekali lagi, poin terakhir ini hanya asumsi, yang kami baca melalui teori-teori. Dasawarsa tahun 2000-an, khususnya di Indonesia, wacana pluralis dan menerima perbedaan kencang digaungkan. Ini menandai hal baru perwajahan pergaulan masyarakat Indonesia setelah lama berada di dalam kungkungan era Orde Baru. Namun, sepertinya wacana ini hanya hangat diawal-awal kemunculannya, dan setelah itu, menjadi abu-abu (samar). Setidaknya, kemunculan cara berpikir ini memberikan sedikit angin segar kepada kaum minoritas dan kaum yang tak bersuara, atau kaum-kaum subaltern ala Gayatri Spivak. Mereka sedikit demi sedikit mendapatkan ruang untuk mengeluarkan pendapat dan berekspresi. Kaum intelektual menjadi pendorong utama corak gaya berpikir model ini. Sebelumnya, di tahun 1950-an, wacana multikulturalis mandeg di tataran akademik perguruan tinggi, salah satunya di kampus ini (IAIN/UIN). Forum-forum diskusi mahasiswa yang semula sunyi dalam melakukan diskusi nyleneh, sudah mulai berani menampilkan warna ideologinya. Yang semula tiarap, kini sudah berdiri tegap dan berlari mengejar segala ketertinggalannya. Semua bergerak menuntut keselerasan, keadilan dan perlakuan yang sama di mata publik. Dari sekian elemen perguruan tinggi tersebut, kni yang mulai gencar menyuarakan suara-suara idealisme mahasiswa adalah Pers Mahasiswa (Persma). Setelah sekian lama dibungkam dan dilarang mengkritisi kampus ataupun negara, kini Persma tampil lebih berani dan terkesan radikal. Namun, stigma miring masih saja menghinggapi mindset oknum-oknum perguruan tinggi. Betapa tidak, tak jarang dari sekian persma harus dianaktirikan atau bahkan dibredel oleh pimpinan kampus terkait berita-berita yang ditampilkan. Tak cover bothside, ini bukan berita tapi opini, mencemarkan nama baik kampus, adalah sebagian dari alasan para petinggi kampus untuk memojokkan pers mahasiswa, seperti kasus pemberedalan LPM Ekspresi UNY beberapa hari yang lalu.
Pers Mahasiswa itu Beda tapi bukan Liyan “Kenapa sih ARENA itu beritanya kok gitu?” adalah pertanyaan yang sering mampir di telinga kami. Kawan-
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
kawan yang tak menggeluti dunia pers, mungkin melihat berita kami hanyalah mengada-ada, murni opini, tak berelemen, nol cover bothside dan seabrek cap-cap sinis lainnya. Kami hanya bisa bersyukur bahwa kritikan – lebih tepatnya cacian - tersebut terus muncul. Keluarnya kritikan itu setidaknya mengindikasikan bahwa sebenci-bencinya mereka, ARENA akan tetap diawasi dan diamati dan kami merasa itu sebagai sebuah apresiasi pada karya kami. Tentunya kami boleh sedikit berbangga walaupun rasa khawatir lebih besar dan lebih nyata. Tak sedikit orang yang menanti berita kami bukan karena ingin tahu apa info terbaru kampus hari ini, melainkan khawatir nama-nya kami sentil diberita kami. Ya, itu sah-sah saja, selama Anda tidak harus repot-repot mencap kami sebagai Persma abal-abal. sembilan/sepuluh elemen jurnalisme kami baca kok, kami juga punya kode etik, kami juga punya buku panduan jurnalistik, kami punya haluan garis organisasi, kami punya wartawan yang profesional, kami tahu etika, kami tahu konsekuensi atas berita kami. Permasalahan terbesarnya hanyalah : kami mengkritik melalui tulisan dan Anda antikritik. Mungkin ini adalah jawaban kami dari awal sampai akhir jika pertanyaan di atas muncul kembali: karena kami adalah pers alternatif bung! Alternatif, haruslah dijadikan keywords untuk memahami pola dan gerak pers mahasiswa. Anda tentu sudah tahu apa itu alternatif, analogi singkatnya, disaat orang-orang berhenti, kita akan belok kiri jalan terus. Di saat pers nasional nan profit memberikan berita yang syarat akan kepentingan, pers mahasiswa sangatlah murni untuk dijadikan berita yang nonkepentingan, kecuali kepentingan informasi. Apakah semua Persma seperti itu? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Tetapi kami, ARENA akan tetap memberitakan apa yang harus diwartakan sesuai dengan fakta dan tentunya dibungkus dengan gaya yang khas. Kami memang beda, tapi bukan berarti kami ini asing. Kami tetap berusaha menyuguhkan berita obyektif di tengah-tengah banjir informasi. Kami bukan orang yang sekedar belajar menulis, tetapi juga mencoba menganalisa dan mendokumentasikan setiap kejadian sesuai dengan fakta. Namun sekali lagi, tak sepenuhnya warga kampus ini menerima kami sebagai sesuatu yang beda, tetapi memandang kami sebagai yang liyan. Anda tentu paham perbedaan antara konsep “beda” dan “liyan”. Berbeda/beda, merupakan variasi lain dari beragamnya variasi dan biasanya ia berfungsi sebagai kritik ataupun antitesa atas homogenitas. Sedang liyan, merupakan hal yang asing, primitif, di luar komunitas dan biasanya dikonotasikan sebagai yang harus dihilangkan. Konsep liyan tak ubahnya seperti stigma kaum penjajah terhadap kaum
CATATAN KAKI
terjajah, seperti yang sudah diungkapkan Edward Said dan kawan-kawannya dalam kajian kolonial/poskolonial. Jadi, sejatinya anda masih terjebak di labirin kolonial/poskolonial jika memandang kami sebagai yang aneh, yang harusnya tidak ada, yang harusnya begini, yang harus segera dihapus. Kami juga tak memaksa anda memandang kami sebagai sesuatu yang harus dapat bersatu, hanya saja kami memilih jalan yang berbeda. Ini pola kami. Inti perbincangan ini, bahwa janganlah gampanggampang mengaku kita ini sudah inklusif atau bahkan pluralis, jika melihat sesuatu yang beda saja masih ada rasa nyinyir. Kami bangga pada universitas ini yang sudah/baru/akan mendeklarasikan diri sebagai kampus inklusif, kampus yang bisa dimasuki oleh setiap orang, termasuk kawan-kawan kami yang berkebutuhan khusus. Tetapi kami lebih bangga lagi jika inklusif itu tak hanya berada di tataran fasilitas maupun akses kampus, melainkan juga pada gagasan dan cara berpikir warganya. Jikalau hanya fasilitas kampus yang di-inklusifkan, bolehlah kami menyebut ini sebagai PHP –seperti gaya anak muda sekarang– pemberi harapan palsu. Buat apa fasilitas bagus jika tak diiringi dengan kematangan intelektual dan gagasan. Ini kampus, tempat orang belajar, jadi sudah saatnya kebebasan berpikir (selama masih berada di zona akademik) juga dihargai setinggi-tingginya. Dengan adanya yang beda, kita tentu lebih mudah mendefinisikan segala sesuatu. Bukankah sebagian warga kampus ini akan selalu menggunakan obyek lain jika ingin mendefinisikan dirinya sendiri? Jelas iya, karena masih terjebak di labirin kolonial/poskolonial. Misal saja, di musimnya maba –mahasiswa baru atau mangsa baru– ini jika seseorang akan memasuki organisasi ekstra kampus, tentu seniornya akan bilang jika “ini beda dengan yang itu, ini begini kalau itu begitu” dan seabrek doktrin sesat lainnya. Atau Pak dosen dan Bu dosen, jika mengajar mahasiswa baru akan bilang, “ cepat lulus, jangan ikut-ikutan kakak seniormu, jangan seperti mereka yang suka demo”. Perbedaan itu akan selalu ada, memang ada, terus ada dan selamanya akan berada. Tinggal kita menikmati sajian ini sebagai yang manis atau pahit. Perbedaan tidak akan bisa disatukan, tetapi ia bisa bersandingan, berselaras, melengkapi, mengkritik dan mengharmonisasikan elemenelemen sosial kemasyarakatan. Jadi, tanggapi saja perbedaan ini dengan legowo. Beda itu rahmat Tuhan dan bukan merupakan laknat-Nya. So, you must be smart guys, woles ae lah cuk! @Pongge_Harianto Jema’at ARENA
www.lpmarena.com
5
WANTED
EDITORIAL
Jangan Bebani Mahasiswa!
DIbuKA PENDAFTARAN ANGGOTA BARU
Satu lagi perangkat birokratis yang cukup membuat mahasiswa risih: pengisian Data Pribadi Mahasiswa (DPM). DPM yang sebenarnya ditujukan pada mahasiswa angkatan 2014 untuk penggolongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini ternyata juga harus dipenuhi oleh mahasiswa lama. Mahasisswa lama pun harus disibukkan dengan pengurusan DPM yang di dalamnya terdapat banyak scan berkas yang harus diunggah. DPM sebenarnya tidak memiliki signifikansi apapun untuk mahasiswa lama, karena mereka tidak masuk dalam sistem UKT. Namun karena Sistem Informasi Akademik (SIA) secara otomatis membuat seluruh akun mahasiswa memunculkan DPM yang sama, maka mahasiswa lama pun juga terkena imbasnya. Tapi nampaknya birokrasi selalu memiliki alasan. Untuk keperluan beasiswa maupun database nasional merupakan beberapa alasan dari birokrasi agar mahasiswa lama meng-update DPM. Kampus pun tak segan-segan mengeluarkan peraturan jika tidak meng-update DPM maka tidak bisa melihat nilai di SIA dalam semester berjalan. Hal ini lah yang cukup membuat risih mahasiswa. kegiatan belajar mahasiswa harus terganggu oleh persyaratan birokratis. Pihak kampus berdalih bahwa bisa saja DPM diisikan oleh orang di rumah. Hal ini memang memungkinkan untuk mahasiswa yang berasal dari kota besar dan sekitarnya. Namun bagaimana dengan mahasiswa yang tinggal di daerah pelosok? Daerah yang masih asing dengan “scan” dan “internet”. Mau tak mau mahasiswa harus pulang ke kampung halaman lagi –setelah pulang kampung untuk libur semester- untuk mengambil berkas-berkas yang diperlukan. Waktu dan uang pun harus dikorbankan. Bukan mahasiswa malas atau ingin enaknya saja. Namun kita semua tahu bahwa –dalam sebuah pepatah mengatakanwaktu adalah uang (dalam konteks belajar waktu adalah ilmu). Oleh karena itu, peng-update-an DPM yang cukup membutuhkan banyak waktu itu juga menyita waktu belajar mahasiswa. Baik pelajaran akademik maupun non-akademik. Apalagi waktu yang dialokasikan untuk meng-update DPM sangat tidak strategis, yaitu di awal perkuliahan. Kampus sebagai penyelenggara pendidikan seharusnya mendukung mahasiswa untuk mengoptimalkan waktunya untuk belajar. Bukan malah membebani mahasiswa dengan perangkat birokratis yang sebenarnya tidak begitu signifikan semacam DPM. Redaksi
Redaksi SLiLiT ARENA menerima kritik dan saran terhadap editorial. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail lpm_arena@yahoo.com. Bentuk tulisan utuh 400-700 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: Saran/Kritik Editorial_SLiLiT ARENA SLiLiT
6
ARENA Jelas & Mengganjal
LPM ARENA
SYARAT UMUM - MAHASISWA UIN SUKA SMT 1 DAN 3 - FOTOKOPI KTM - FOTO UKURAN 4X6 - BERITA - RESENSI BUKU - RP 15.000
SYARAT KHUSUS - REPORTER: BERITA - FOTOGRAFER: 2 FOTO BERITA UKURAN 3R - LAYOUTER: DESAIN GRAFIS - KARIKATURIS: KARIKATUR STAND PENDAFTARAN DEPAN POLKLINIK UIN SUKA AKHIR PENDAFTARAN 3 OKTOBER 2014 AKHIR PENGUMPULAN BERKAS 5 OKTOBER 2014 INFORMASI 089696805623 (MUTIARA) KANTOR: STUDENT CENTER LANTAI 1 R. 14
www.lpmarena.com
UNIVERSITARIA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Indikasi Plagiat dalam OPAK OPAK yang seharusnya menjadi gerbang terdepan dalam pengenalan dunia kampus terindikasi aksi plagiat oleh pelaksananya sendiri. Oleh Faksi Fahlevi
FAKSI/LPM ARENA
S
elasa (19/08) panitia OPAK mengadakan Technical Meeting. Panitia memberikan buku panduan OPAK 2014 ke seluruh mahasiswa. “Mendadak buku panduan diambil lagi mas,” tutur Nurul, maba Fakultas Adab Dan Ilmu Budaya. Panitia menarik lagi buku panduan itu tanpa alasan. Malamnya, jejaring media sosial dihebohkan oleh buku panduan OPAK halaman 4 dalam kata pengantar penyusun, di dalamnya tertulis “Buku panduan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) tahun 2014 ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan kawan-kawan baru STAIN Purwokerto…” lanjut paragraf ketiga ucapan terimakasih yang ditujukan langsung kepada ketua STAIN Purwokerto. Sebagaimana dilansir dalam akun Facebook Lpm Rhetor Fakultas Dakwah dan Komunikasi. (lihat https://www.facebook.com/PersMaR hetor?fref=ts) Pada hari ketiga OPAK, ARENA menemui ketua panitia, Syauqi Abdul Jalil di ruangan DEMA Fakultas, gedung Student Center (SC). Syauqi menjelaskan buku panduan OPAK 2014 di halaman 4 itu bukan kesalahan panitia, karena sebelumnya panitia tidak mencantumkan pengantar penyusun dalam buku panduan OPAK. “Ketika panitia serahkan ke pihak rektorat bidang kemahasiswaan kata pengantar penyusun sebenarnya tidak ada,” tegas Syauqi. Ia juga memperjelas panitia hanya menyusun dan setelah itu diserahkan ke bidang kemahasiswaan rektorat. “Panitia hanya menerimanya dan
mendistribusikan ke peserta OPAK,” tambahnya. Maksudin, Wakil Rektor (Warek) III UIN Sunan Kalijaga, mengungkapkan bahwa pihak kemahasiswaan tidak tahu-menahu terkait persoalan buku panduan OPAK. “Pihak kemahasiswaan tidak sama sekali merubah atau menambah buku panduan OPAK,” tegasnya saat diwawancarai di tengah kesibukannya. Maksudin juga telah memanggil ketua panitia OPAK, sekretaris dan bendahara. “Selanjutnya saya bertanya, kenapa buku panduan itu ada kesalahan fatal?” Pihak panitia menjawab, kesalahan modul OPAK ada di pihak percetakan CV Grafika, pada waktu itu pembuatannya berbarengan dengan modul OPAK STAIN Purwokerto.
Tertulis pada header modul OPAK “UIN Sunan Kalijaga | 21-24 Agustus 2014,” sedangkan pada isi tertulis “Buku panduan OPAK disusun untuk memudahkan kawan-kawan mahasiswa STAIN Purwokerto”
Sebab itu, Maksudin menginstruksikan pihak panitia OPAK untuk mencabut kesalahan tersebut. Pada hari kedua buku panduan itu dikembalikan lagi ke peserta OPAK tanpa pengantar penyusun. Menurut panitia OPAK, kesalahan ada dipihak percetakan. Fakta berbeda ditemukan ARENA saat mengkonfirmasi Lutfi Muamar, ketua panitia OPAK STAIN Purwokerto lewat telepon. Lutfi mengaku mencetak di Yogyakarta, tetapi bukan di CV Grafika, melainkan di percetakan Creative City. A. Rahman, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, berpendapat bahwa kejadian itu bukan kesalahan teknis dari pihak percetakan tapi plagiat. Rahman beranggapan letak
www.lpmarena.com
7
LUGAS/LPM ARENA
Mahasiswa baru mengikuti apel OPAK di depan Panggung Demokrasi
tulisan header beratasnamakan “UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 21-23 Agustus 2014” serta bertempat di “Yogyakarta, 7 Agustus 2014” bukan Purwokerto. “Ini murni plagiat bukan kesalahan percetakan,” ungkap Rahman. Di lain pihak, ketua panitia OPAK tidak tahu-menahu ketika ditanya terkait tulisan header, tanggal dan tempat penyusun. “Jika masalah itu aku kurang tahu,” ungkap Syauqi. Dari pihak panitia sejauh ini masih belum mengajukan pertanggungjawaban atas kesalahan percetakan yang di tujukan kepada pihak STAIN Purwokerto. Menurut Rahman, walaupun yang bertanggung jawab adalah pihak percetakan, tetapi hal ini merusak nama baik kampus jika tidak ada permohonan maaf secara terbuka. “Apalagi modul yang ada di STAIN Purwokerto punyak hak paten (ISBN), hal itu bisa dipidanakan,” imbuh Rahman. Robby H. Abror, dosen UIN Sunan Kalijaga berpendapat bahwa plagiarisme merupakan salah satu tindakan amoral yang menurunkan kredibilitas kampus. “Bahkan ini disebut dengan pencurian,” tutur Robby. Robby mengusulkan agar panitia OPAK segera minta maaf sebagai pertanggungjawaban publik. “Sehingga kasus ini tidak meluas lebih jauh. Permohonan maaf juga harus dilakukan dengan syarat dan teknis yang yang telah ditentukan, SLiLiT
8
ARENA Jelas & Mengganjal
semisal disaksikan banyak orang serta mengadakan konferensi pers di beberapa media baik lokal maupun nasional.” Menurutnya, jika panitia tidak melaukan hal itu akan merusak nama baik kampus UIN Sunan Kalijaga.
Kegiatan OPAK berjalan kondusif Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2014 ini UIN Sunan Kalijaga melaksanakan Orentasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) yang berlangsung pada tanggal 21 - 23 Agustus. Agenda meliputi sosialisasi Unit kegiatan mahasiswa (UKM ), profil UIN Sunan Kalijaga, keislaman dan keindonesian, serta pola pengembangan mahasiswa dan organisasi mahasiswa (ormawa), sebagaimana tertulis di Panduan OPAK 2014 berjalan kondusif. Hari pertama, sosialisasi Unit kegiatan mahasiswa (UKM) terbagi dalam dua tempat, Indoor dan Outdoor. Sosialisasi indor diadakan di gedung Multi Purpose (MP), diantaranya: PSM Gita Savana, Pramuka, OG al-Jamiah, LPM Arena, Koperasi Mahasiswa, JQH alMizan, Olahraga, Kordiska, Teater Eska, Studi Pengembangan Bahasa Asing, KSR PMI, dan Jamaah Cinema Mahasiswa. Adapun Resimen Mahasiswa, Cepedi, Inkai, Tae Kwon Do, dan Mapalaska, diselenggarakan di area Panggung Demokrasi.
Sosialisasi UKM berjalan lancar, kekhawatiran provokasi seperti tahun-tahun sebelumnya tidak terjadi. “Itu semua berkat kekompakan teman-teman UKM yang sangat solid,” kata Puji lestari, ketua sosialisasi UKM 2014. OPAK kali ini bertemakan “Reafirmasi karakter kebangsaan; upaya mengujudkan mahasiswa yang berkesadaran sosial” harapanya maba mempunyai jiwa yang berkesadaran penuh terhadap realitas sosial yang ada di sekitarnya. “Mahasiswa bisa berinteraksi langsung dengan para gepeng (gelandangan pengemis), tukang becak dan pedangan kecil yang ada di sekitar kita,” ungkap Syauqi. Syauqi menuturkan bahwa tema kali ini berawal dari pembacaan bersama dengan panitia OPAK 2014 dalam rangka memberikan suntikan baru di situasi yang baru agar supaya mahasiswa tidak apatis pada kondisi sosial masyarakat yang ada. ia berkeyakinan kepada beberapa tokoh yang mengatakan “menjadi mahasiswa akan menciptakan kelaskelas baru” maka hal itu yang menjadi pertimbangan. Persiapan OPAK kali ini memang cukup terkendala karena terbentur libur panjang, sehingga banyak panitia yang masih berada di kampung halamannya. “Hingga kegiatan ini bersifat maraton,” tutur Syauqi. Tapai baginya, persiapan sudah cukup matang. “Alhamdulillah berjalan lancar,” ucapnya.[]
UNIVERSITARIA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
DPM untuk Siapa? Kesimpangsiuran kabar dan kerumitan dalam memperbaharui DPM membuat mahasiswa lama mempertanyakan urgensi dari DPM itu sendiri. Oleh Mutiara Nur Said
D
i penghujung libur panjang pergantian tahun ajaran 2014, mahasiswa semester III ke atas dihebohkan dengan isu wajib untuk memperbaharui Data Pribadi Mahasiswa (PDM). Kala itu, aktivitas kampus belum sepenuhnya berjalan. Banyak mahasiswa yang masih menikmati sisa-sisa liburan di kampung halamannya. Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PTIPD) melansir kewajiban pengisian DPM melalui Sistem Informasi Akademik (SIA) UIN Sunan Kalijaga pertama kali pada tanggal 7 Agustus 2014. Pengumuman berisi keterangan wajib memperbaharui data pribadi dengan batas akhir pengisian pada tanggal 15 Agustus 2014. Sesaat setelah mahasiswa menerima kabar tersebut, muncullah pelbagai isu yang tidak sesuai dengan apa yang dituliskan pihak PTIPD. Kebingungan mahasiswa dapat dilihat dari isu-isu yang tersebar di beberapa situs jejaring sosial media seperti Facebook dan Twitter. Beberapa mahasiswa yang bingung dengan kebijakan baru ini, tentu hanya bisa mengeluh lewat jejaring social media menunggu tanggapan kawan pengguna lainnya. Hal ini terjadi karena posisi mereka yang sebagian besar masih berada di kampung halaman masing-masing. Isu ngalor-ngidul di media sosial seperti itu pula yang juga dikeluhkan Nuwairotul layaliyah mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga asal Lamongan. “Denger-denger isu dari temen-temen di FB, katanya kalau tidak ngisi DPM maka tidak bisa isi KRS dan SPP dinaikkan,” tutur
Nuwairotul.
Si Kebijakan Baru Bernama DPM Kebijakan untuk memperbaharui DPM melalui SIA memang baru di terapkan pada tahun ajaran 2014 ini. Perbaharuan data pribadi ini mewajibkan mahasiswa mengunggah sejumlah berkas berupa surat-surat keterangan. (lpmarena.com, 14/08) Meski terkesan rumit, pihak PTIPD menjelaskan banyak kepentingan yang diperoleh dalam pengisian data tersebut. Hal ini dijelaskan oleh kepala PTIPD UIN Sunan Kalijaga, Agung Fatwanto. Ia menjelaskan bahwa DPM ini diperlukan untuk kebutuhan institusi maupun mahasiswa itu sendiri. “Intinya itu gini, institusi ini memerlukan data yang berhubungan dengan mahasiswa, yang up to date, dan banyak keuntungannya,” terang Agung. Agung menambahkan, dalam pegisian DPM ini ada beberapa kepentingan. “Ada beberapa kepentingan dalam pengisian DPM. Pertama, untuk menyusun pengambilan kebijakan kampus. Kedua, kita itu selaku institusi pendidikan perguruan tinggi kan wajib men-suply data ke pemerintah pusat melalui PDPT (Pusat Data Perguruan Tinggi), nanti bisa buka web-nya dengan alamat Forlap.dikti.co.id. Ketiga, untuk keperluan institusi ini sendiri seperti keperluan dosen,” tutur Agung. Di pihak yang sama, Khoiro Ummatin, Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) yang menyebut DPM sebagai bagian dari sistem kebijakan, menambahkan
hal serupa terkait urgensi pengisian DPM. “Hal ini juga untuk keperluan mahasiswa, seperti penentuan perolehan beasiswa,” katanya. Lebih lanjut Khoiro Ummatin menjelaskan bahwa pengisian DPM ini awalnya hanya diperuntukkan bagi mahasiswa angkatan 2014 saja, untuk penentuan degree Uang Kuliah Tunggal (UKT). Akan tetapi karena UIN memakai sistem tunggal, maka kebijakan pun tidak bisa dipisahpisah. Sehingga sistemnya memberlakukan hal yang sama pada semua mahasiswa. Sistem tidak membedakan antara mahasiswa baru dan lama. Meski pihak PTIPD telah mengunggah kabar terkait pengumuman pengisian DPM secara resmi di SIA UIN Sunan Kalijaga, nyatanya isu yang beredar di kalangan mahasiswa sangat beragam. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi terkait kebijakan baru ini kepada mahasiswa. Namun, secara tegas Agung membantah dan meluruskan isu-isu tersebut dengan menyatakan bahwa isu tersebut tidak benar dan lebih baik langsung melihat pengumuman resmi yang dikeluarkan pihak PTIPD melalui SIA. Saat ditanya adakah keterkaitan antara KRS dengan perbaharuan DPM ia menjawab, “ tidak ada kan dipengumuman website sudah dijelaskan. Dan tidak ada pemberitahuan tidak bisa mengisi KRS atau tidak bisa kuliah. Tidak ada to?” jelas Agung. Tenggat waktu yang mepet sedangkan data yang diisi sangat banyak dan ketidaktahuan mahasiswa akan urgensi pengisian
www.lpmarena.com
9
UNIVERSITARIA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
DPM akibat kurangnya sosialisasi, menyebabkan banyak mahasiswa belum sempat menyelesaikan atau malah belum sama sekali memperbaharui DPM. Kondisi tersebut membuat Sekar Ayu Aryani selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan mengumumkan kebijakan lanjutan terkait perpanjangan waktu pengisian DPM. Pengumuman lanjutan yang dikeluarkan pada Jum'at (15/08) ini tidak hanya memberi perpanjangan waktu pengisian DPM yang semula tanggal 15 agustus 2014 menjadi tanggal 30 september 2014 saja, melainkan juga dibarengi dengan kebijakan tambahan. Kebijakan tambahan dalam pengisian DPM tersebut mengatakan bahwa mahasiswa yang tidak memperbaharui DPM terkena sanksi tidak dapat melihat nilai atau indeks prestasinya pada semester berjalan. Hal tersebut yang kemudian mendorong banyak mahasiswa, termasuk salah satunya Amin Sahri, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga asal Cilacap, untuk segera mengisi dan melengkapi data pribadinya. Meskipun itu berarti dia harus kembali ke kota tempat tinggalnya, untuk mengambil beberapa surat yang diperlukan. “Ya, berarti saya nanti harus pulang lagi ke rumah buat mengurus surat-surat yang kurang lengkap,” kata Amin.
Efek yang timbul di tataran bawah
Kpundhi
SLiLiT
10
ARENA Jelas & Mengganjal
Selain Amin, banyak pula mahasiswa lain yang beranggapan bahwa pengisian DPM ini rumit dan njlimet. Seperti yang diungkapkan Ifa, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. “Banyak banget ngisinya. Ada scan surat penghasilan orang tua, scan Kartu Keluarga (KK) yang harus diupload dan masih banyak lagi,” keluh Ifa. Kerumitan pengisian DPM ini tidak sampai disitu saja. Banyak diantara mahasiswa yang sama sekali tidak paham mengenai DPM, hingga bertanya langsung pada kepala jurusan. Seperti yang diakui Khoiro Ummatin, “ya, ada juga yang tanya ke Ibu mengenai DPM. Tapi ya tidak semuanya,” tuturnya. Di lain pihak, mahasiswa semester
atas pun mengalami kebingungan untuk mengisi data tersebut. “Sebenernya perlu gak sih? Aku kan udah mau wisuda?” papar Risma, mahasiswi jurusan Psikologi UIN Sunan Kalijaga yang sudah terdaftar wisuda. Ada pula beberapa mahasiswa yang iseng mengunggah berkas yang tidak sesuai ketentuan, seperti mengunggah foto artis di kolom scan surat pernyataan tidak berlangganan PDAM. Karena menurut mereka DPM hanya sebuah formalitas, dan setiap file berformat PDF atau Joint Photographic Experts Group (JPEG) bisa diunggah. Menanggapi efek yang timbul di kalangan mahasiswa, Agung kembali angkat bicara. Ia menyatakan kedepannya akan menindaklanjuti hal pengisian asal-asalan yang dilakukan beberapa mahasiswa. “Ya, nanti pelanpelan kita cleansing data yang masuk, mana yang tidak sesuai kita tindak lanjuti. Tapi pelan-pelan, tidak sekarang. Dan yang kedua, kan waktu pengisian sudah diperpanjang satu bulan to, jadi masih ada banyak waktu untuk melengkapi data,” kata Agung. Menurut Agung, pengisian DPM begitu rumit dan harus memperbaharui banyak data karena memang semua data tersebut diperlukan. “Banyak komponen data yang disesuaikan dengan kebutuhannya yang bervariasi. Jadi tidak semua data untuk disetorkan ke pemerintah pusat. Banyak data yang memang diperlukan untuk kebutuhan universitas. Dan pihak universitas menjadikan satu tempat dengan tujuan agar mahasiswa tidak berulang-ulang mengisi data. Tetapi cukup sekali, dan sekaligus dalam satu waktu,” jelas Agung. Saat ARENA menanyakan perihal kebijakan tambahan, Agung menjelaskan terkait kebijakan yang menerangkan bahwa mahasiswa yang tidak memperbaharui DPM akan terkena sanksi tidak dapat melihat nilai IP pada semester berjalan bukan merupakan kewenangannya. “Itu kan bukan kita yang membuat, PTIPD itu hanya sebagai instansi pelaksana kebijakan saja. Sementara pembuat kebijakan atau disebut law maker-nya bukan kami,” ungkap Agung.[]
UNIVERSITARIA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Kesiapan Kampus Menyambut Maba Difabel Sebagai kampus inklusi, UIN Sunan Kalijaga dituntut untuk menyediakan segala fasilitas yang menunjang proses perkuliahan bagi mahasiswa difabel. Oleh Ekmil Lana Dina
EKMIL/LPM ARENA
U
Toilet difabel di fakultas sosial dan Humaniora yang baru saja dibangun sampai awal mula perkuliahan belum bisa difungsikan
ntuk menunjang pelayanan pada mahasiswa difabel, UIN Sunan Kalijaga memberi mandat pada Pusat Layanan Difabel (PLD). PLD yang sebelumnya merupakan lembaga kajian non-struktural bernama Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD), telah bermetamorfosa menjadi lembaga layanan struktural di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M). PLD telah menyediakan berbagai layanan untuk difabel dengan tiga jenis disabilitas: tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Tahun 2014 ini, terdapat 10 mahasiswa baru (maba) difabel yang akan menempuh jalur pendidikan S1 di UIN Sunan Kalijaga. 10 maba difabel tersebut terbagi ke Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK), Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum). Tercatat pada tahun 2014 terdapat 8 maba difabel tunanetra, 1 maba difabel tunarungu, dan 1 maba difabel tunadaksa. Kesiapan yang dilakukan oleh PLD dimulai dari penerimaan mahasiswa baru. Mulai dari pengarahan dalam pemilihan jurusan dan registrasi online untuk calon mahasiswa difabel, sampai mendampingi ketika uijian masuk, baik dari jalur SNMPTN Undangan, SBMPTN, jalur regular, ataupun jalur
www.lpmarena.com
11
UNIVERSITARIA
non-regular. Khusus untuk calon mahasiswa tunarungu dan tunanetra diberikan kelonggaran waktu 30 menit dalam proses ujian masuk dari berbagai jalur. Bagi calon mahasiswa tunanetra yang mendaftar melalui jalur non-regular, PLD menyediakan tenaga pendamping untuk membacakan soal. Sedangkan untuk jalur regular, pihak PLD telah menyiapkan soal dalam bentuk braille (sistem tulisan dan cetakan khusus tunanetra). Dalam menyiapkan soal tulisan braille, PLD bekerjasama dengan kantor Admisi UIN Sunan Kalijaga. Tahun 2014 ini, penerimaan mahasiswa difabel lebih diperketat lagi. Setelah tes tertulis, maba difabel mengikuti assessment terlebih dahulu, rekomendasi jurusan, kemudian juga ada dasar syarat minimal untuk masuk guna menjamin kesuksesan akademik dari calon mahasiswa difabel tersebut. “Ada dasar syarat minimal untuk masuk guna menjamin kesuksesan akademik mereka sendiri, salah satunya mampu membaca huruf braille, karena dari pihak UIN sendiri tidak mengajarkan dasar tersebut,” terang Arif Maftuhin selaku ketua PLD. Setelah maba difabel melewati proses assessment dan dinyatakan diterima, mereka juga mengikuti Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) sebagaimana maba lainnya. Pihak PLD telah menjadwalkan relawanrelawan untuk mendampingi maba difabel selagi proses OPAK berlangsung. “Tahun 2014 ini memang pelayanan yang diberikan lebih baik, dulu waktu saya OPAK tahun 2010 belum ada relawan khusus yang menemani saya OPAK,” tutur Wuri, mahasiswi difabel Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) semester SLiLiT
12
ARENA Jelas & Mengganjal
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
IX. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Maftuhin yang telah menjadwalkan relawan untuk mendampingi maba difabel. “Meskipun memang terdapat relawan yang mendampingi, namun itu bukan berarti terlalu memanjakan difabel, kami (PLD) memberikan fasilitas yang dapat menunjang proses pembelajaran mereka, untuk pekerjaan yang sekiranya masih dapat mereka lakukan sendiri, sebaiknya memang dilakukannya sendiri,” terang Maftuhin. Persiapan khusus PLD untuk tahun 2014 yaitu dengan membuat toilet khusus difabel di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. “Pembuatan toilet ini akan selesai digarap waktu awal mula masuk perkuliahan tanggal 1 September 2014, sehingga sudah dapat digunakan oleh Lintang Kirana, maba difabel tunadaksa di fakultas tersebut,” jelas Maftuhin. Berbagai cara dilakukan PLD dalam menggaet mahasiswa yang mau menjadi relawan. Dari penyebaran brosur, penempelan pamflet, sampai melalui mulut ke mulut. “Dulu saya mengetahui jika bisa menjadi relawan, ketika saya secara tidak sengaja melihat difabel yang sedang melakukan ICT dengan dibantu oleh seseorang dan di situ lah pengajar ICT menjelaskan kepada kami bahwa kami juga dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada difabel, kami juga dapat menjadi relawan,” ungkap Corry Ivada, relawan dari jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) semester III. PLD juga memberikan pelatihan bahasa isyarat untuk para relawan guna meningkatkan kapasitas pelayanan PLD. Maftuhin menegaskan bahwa UIN Sunan Kalijaga adalah kampus inklusi, di mana kampus itu harus melakukan kesuksesan akademik secara bersama-sama, tanggung
jawab tetap merupakan kewajiban semua orang terhadap layanan yang telah disediakan. “Apalagi semenjak Rektor UIN Sunan Kalijaga mendapatkan prestasi dari Kemendikbud, Inclussive Education Award 2013, kita harus bersamasama mempertahankan UIN sebagai kampus inklusi,” jelas Maftuhin. Usaha-usaha PLD dalam membantu difabel saat proses perkuliahan mulai dari Note-taking (asistensi pencatatan kuliah) untuk mahasiswa tunarungu, reading texts (membacakan bahan-bahan kuliah) untuk mahasiswa tunanetra, konsultasi akademik terkait dengan hambatan-hambatan dalam kuliah maupun penulisan skripsi, sampai pendampingan saat ujian placementtest di Pusat Bahasa dan Budaya, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester. Beberapa kendala masih ditemui mahasiswa difabel saat proses perkuliahan. “Mungkin karena masih maba, saya belum terlalu terbiasa ketika dosen sedang menerangkan sesuatu dengan cepat. Sehingga saya kesulitan untuk mengikutinya, kecuali jika dosen menjelaskan dengan pelan, saya dapat memahaminya dengan membaca gerak bibirnya,” kata Dhomas Erika Ratnasari, mahasiswa difabel jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) semester I. Nada sedikit berbeda terlontar dari Prima Agus Setiyawan, maba difabel Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) ini mengatakan, “tidak ada kesulitan yang berarti ketika menjalani kuliah kecuali dengan lingkungan dan jalan kampus yang terkadang membuat khawatir karena lalu-lalang motor yang laju” terangnya. Menurutnya, kenyamanan mahasiswa difabel dapat diperoleh jika semua mahasiswa turut menjaga ketertiban bersama.[]
PESAN SINGKAT
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Pesan Untuk REKTOR BARU Reporter Rifai Ashari
Beberapa dosen kurang dalam mengampu kuliah baik dari pengetahuan maupun cara mengajarnya. Banyak juga dosen yang telat bahkan sampai satu jam. Untuk bapak rektor baru harap ini diperbaiki. Nuha, mahasiswi jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam
Tolong gajinya disesuaikan dengan UMR, meskipun di jogja UMR masih paling rendah. Terus fasilitas tukang kebun dilengkapi Salamun, tukang kebun kampus UIN Sunan Kalijaga
UIN menyatakan diri sebagai kampus inklusi. Tapi ternyata masih banyak elemen dalam kampus yang belum memahami apa maksud dari kata inklusi. Semoga kampus inklusi tidak hanya dimengerti segelintir orang. Trismunandar, mahasiswa difabel semester I Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Pertama kami berterimakasih sudah diberi tempat. Kedua semoga saja dari rektorat bisa memberi tempat yang lebih enak dan pas biar gak tercecer. Bagio, Pedagang Kaki Lima depan gedung MP
Urusan pemilihan rektor urusan semua mahasiswa. Semoga dalam pemilihan ini, calon rektor tidak membawa embel-embel organisasi apalagi melibatkan mahasiswa untuk mensukseskan dirinya. Cukup dilihat dari kapasitas dirinya saja. Fullah Jumaynah, anggota organisasi eksternal Pembebasan
Karyawan penjaga parkir ditambah, karena sampai sekarang cuman ada dua orang buat tempat parkir seluas ini. Subiyanto, penjaga tempat parkir terpadu kampus UIN Sunan Kalijaga
Salah seorang pegawai yang sempat ditemui ARENA enggan berkomentar terkait hal ini, lebih memilih diam dan hanya mengatakan “gak usah mas, sama aja gak ada perubahan� Entah begitu adanya, terlalu pesimis atau kritik memang dilarang.[]
www.lpmarena.com
13
LEBIH DEKAT
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Goresan Penyampai Kebaikan Di tengah maraknya pendikotomian agama dan seni, Robert muncul sebagai sintesis dari keduanya dengan karya seninya yang bernafaskan Islam. Oleh Mas’odi Pemandangan memanjakan mata hadir ketika memasuki Pusat Studi dan Produksi Kaligrafi UIN Sunan Kalijaga. Dalam ruangan yang terletak di lantai tiga, tepat di atas Koperasi Mahasiswa (Kopma) tersebut terpampang beberapa karya seni lukis yang indah dengan beragam bentuk dan ukuran yang berbeda. Ketika ARENA memasuki ruangan tersebut, sudah duduk di sana H. Robert Nasrullah, pengelola Pusat Studi dan Produksi Kaligrafi tersebut. Sambil duduk santai di meja kerjanya dengan sebatang rokok di tangan, H. Robert (nama panggilan) mejelaskan perihal berdirinya lembaga yang sedang dikelolanya tersebut dari awal hingga sekarang ini dengan beragam karya seni dan juga prestasi yang sudah dihasilkan selama ini. Pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 37 tahun silam itu menjelaskan bahwa Pusat Studi dan Produksi Kaligrafi sudah berdiri selama tiga tahun atas masukan dari para dosen yang ada di UIN Sunan Kalijaga. Selain sebagai pengelola di lembaga tersebut, ia juga merupakan pendiri pertama divisi kaligrafi yang ada di UKM al-Mizan pada tahun 2000 silam. Selama perjalanannya dalam mengelola lembaga yang sedang dipegangnya, tidak sedikit prestasi yang didapatkan dari hasil karya seninya dalam berbagai ajang perlombaan yang diikuti, mulai dari tingkat regional, nasional dan juga internasional. Diantara deretan prestasi tersebut yaitu tiga kali berturut-turut karyanya terpilih dalam pameran seleksi seni rupa nusantara di Galeri Nasional Indonesia pada tahun 2009, 2011, 2013, Finalis kompetisi seni rupa 100 Kebangkitan Nasional tahun 2007, dan Pernah empat kali juara kaligrafi di Amerika, salah satunya juara satu di Canada. Dengan segudang prestasi yang sudah didapatkan selama ini, pria yang juga merupakan imam masjid UIN Suka tersebut mengharapkan ada hal berbeda yang dapat dihasilkan dari karya seni yang terlahir dari lembaga yang dikelolanya. Menurutnya, di lembaga yang sedang dikelola tersebut tidak hanya ingin menjadi ruang untuk pembelajaran berkaligrafi dalam mengasah kreativitas dan keterampilan, akan tetapi bagaimana berkaligrafi yang bisa memberi warna dalam upaya pencapaian kehalusan berperilaku “Membawa teks-teks kaligrafi tidak hanya sebuah al-fabet yang hanya sebatas menampilkan keindahan, akan tetapi bisa menyampaikan sebuah nilai-nilai yang baik, yaitu DOKUMEN PRIBADI SLiLiT
14
ARENA Jelas & Mengganjal
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Robert, kaligrafer alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga dan Fakultas Seni Rupa UST Yogyakarta. Dengan memaknai religiusitas dalam berseni dan keyakinan akan nilai yang akan disampaikan, karyanya terpilih dalam pameran seleksi seni rupa nusantara di Galeri Nasional Indonesia pada tahun 2009, 2011, 2013. Penghargaan pameran Internasional Art Tsamo Taiwan. Selain sebagai kaligrafer Robert seorang imam masjid UIN Sunan kalijaga, qori', perupa, dan hafidz al-Qur'an, pengelola Pusat Studi dan Produksi Kaligrafi UIN Sunan Kalijaga, pengasuh tahfidz Lab Agama Masjid Sunan Kalijaga.
LEBIH DEKAT
Akhlaqul Karimah, tolong menolong dan nilai kebersamaan,” papar Robert. Dinding-dinding ruangan yang cukup luas menjadi pemandangan yang elok dengan beragam bentuk lukisan yang juga memiliki makna filosofis. Ia menyampaikan bahwa seni rupa Islam merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran Islam yang Rahmatan Lil alamin. “Banyak nilai yang bisa digali dalam kaligrafi, nilai histori, nilai filosofi, yang mana itu semua sangat erat hubungannya dengan pendidikan,” ucapnya. Sejenak ia mengenang perjalanan yang selama ini ia tapaki. Pengalaman dan pengorbanan yang ia lalui tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berdakwah lewat karya-karyanya. Proses untuk menuju diri yang lebih baik tidak pernah lekang oleh waktu, meskipun dalam perosesnya tidak lah selalu indah seperti apa yang ia dapatkan diakhir perjalanan. Banyak yang harus ia korbankan, baik itu dari segi fisik, waktu dan juga finansial. Tak jarang ia harus mengocek kantong sendiri untuk membiayai dalam sebuah perlombaan. “Operasional didanai sendiri karena tidak ada danannya dari pihak universitas. Beda halnya dengan UKM,” kata H. Robert. Meskipun demikian, bukan lah sebuah penghambat baginya untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan lembaga yang sedang dikelolanya sekarang ini. Keinginannya untuk mengenalkan kaligrafi di masyarakat luas sebagai media dakwah yang bisa memberikan nilai-nilai yang positif terus ia canangkan. Sudah beberapa kali ia menjadi pemateri kaligrafi di berbagai tempat. Mulai dari Yogyakarta, Jakarta, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan pernah mengisi workshop kaligrafi tingkat Asia di ISI Padang Panjang tahun 2012 silam. Di Pusat Studi dan Produksi Kaligrafi, H. Robert mengumpulkan anak muda yang kreatif untuk mengolah kaligrafi sedemikian rupa indahnya dan sarat makna, karena menurutnya, ornamen Islami sebagai motivasi yang bisa menghidupkan hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kaligrafi itu tidak hanya sekedar bercerita seputar ibadah, muamalah, syariah, akan tetapi juga lebih dari itu. “Kaligrafi itu juga bisa menyampaikan pesan-pesan mutakhir yang berbau teknologi, kepemimpinan dan ekonomi Islam,” papar kaligrafer 24 Gedung UIN Suka tersebut. Di akhir perbincangan, perupa yang pernah menggelar tidak kurang dari 30 kali pameran di dalam maupun luar negeri ini menyampaikan pesan penting, bahwa kita semua memiliki tanggung jawab yang memang harus dibebankan pada diri kita masing-masing. Bagaimana nanti perkembangan Islam ke depan ketika orientasi pendidikan Islam kita bersumber hanya pada materialisme. “Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam memang harus ada karena itu sudah tuntutan zaman, tapi tidak boleh meninggalkan fakultas–fakultas keagamaan yang mendalami Ulumul Qur'an dan lainnya sebagai cirri khas UIN,” tambah Robert.[]
www.lpmarena.com
15
RESENSI
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
Tragedi Perang, Kereta Api, dan Sebuah Permaafan* Suatu hari terjadilah sebuah konspirasi di kamp pengungsian perang dengan tujuan melarikan diri. Tokoh bernama Eric menjadi otak penting dalam konspirasi ini. Ia membuat semacam peta untuk melarikan diri. Guna menyukseskan misi pelarian diri. Para prajurit ini pun bersama-sama membuat radio, untuk memantau perkembangan perang di luar, informasi apa saja yang terjadi. Dari spekulasi Hitler ada di London sampai Amerika yang menyerang Jepang. Petaka terjadi, radio itu pun ditemukan oleh tentara Jepang. Eric berserta teman-temannya (Eric, Finlay, Thorlby, dan Withins) disiksa dan ditekan untuk mengatakan dengan jujur untuk apa radio dibuat? Karena otak utama adalah Eric, Eric dihukum lebih berat, tangannya diikat menggunakan tali, dengan tubuh terkulai Eric diseret dengan mobil. Eric ditahan selama dua minggu, sesuatu yang buruk, hina, dan memalukan menimpanya. Eric disiksa dan dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari bambu tanpa diberi makan. Dalam keadaan ringkih, lalu ia diseret ke dalam ruangan, perutnya digodam menggunakan kayu. Diperlakukan seperti sapi glondongan. Eric dipaksa menelan air melalui selang.
The Railway Man|2013|Sutradara Jonathan Teplitzk Pemain: Colin Firth, Nicole Kidman, Jeremi Irvine, Hiroyuki Sanada|Negara Inggris
Setiap pribadi yang merasa hidupnya dipecundangi, dalam hatinya akan selalu ada granat pemberontakan yang bisa meledak kapan saja. Begitu juga dengan kisah dalam film berjudul The Railway Man yang diadaptasi dari buku otobiografi berjudul sama karya Eric Lomax. Film hasil dari kisah nyata ini semacam sejarah tentang kejahatan perang semasa Perang Dunia II. Berkisah tentang seorang perwira Inggris (sekaligus ahli teknisi kereta api) bernama Eric Lomax yang ditangkap di Singapura dan dijadikan tahanan perang (Prisoner of war/POW) oleh Jepang. Eric dan tahanan yang lain dikirim ke kamp POW Thailand untuk membuat jalur kereta api Thailand-Burma. Di kamp tersebut para tahanan yang kebanyakan orang kulit putih dipekerjakan paksa atau romusa oleh tentara Jepang dalam misi perang melawan sekutu. Trauma psikologis yang diderita Eric terus ia bawa hingga perang usai. Pertemuannya dengan seorang mantan perawat bernama Patti di sebuah perjalanan dalam kereta api membawa semacam padang hijau bagi Eric. Mereka lalu SLiLiT
16
ARENA Jelas & Mengganjal
menikah, dalam pernikahannya ini Eric seolah menghukum Patti dengan trauma psikologis perang yang diderita Eric saat di Thailand. Dalam psikoanalisis Freud, tindakan yang dilakukan Eric adalah semacam neurotik berbentuk pengalihan atau juga regresi (proses berbalik ke tahap perkembangan perilaku sebelumnya) yang kekanak-kanakan. Di mana Eric merawat dirinya dengan kejadian-kejadian perang, siksaan, suara, dan hal perih di masa lalu dengan tingkah sering mengigau, melamun, tapi Eric tak mau bicara dan menyuruh Patti untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Patti lalu curiga, ia masuk ke ruang kerja Eric dan melihat buku-buku sadis tentang perang (seperti kaki dipenggal, kepala ditebas, kelaparan) dan kerja paksa. Patti masuk lebih dalam ke ruang kerja suaminya dan ia melihat baju seragam perang di sana. Saat Patti tidak mampu mengatasinya lagi, Patti menemui sahabat dekat Eric sesama veteran bernama Finlay. Finlay adalah salah satu teman Eric dalam pembuatan jalur kereta api di Thailand. Bersama dengan Finlay, Patti membantu Eric
RESENSI
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
untuk melepaskan diri dari trauma masa lalu. Jibaku Patti berpuncak pada semua informasi yang diceritakan oleh Finlay. Fakta penting adalah bahwa salah satu tentara Jepang (Kempetai) yang dulu menyiksa Eric, Finlay, dan temantemannya masih hidup. Tentara Jepang ini namanya Takashi Nagase. Sekarang ia menjadi seorang guide di Museum Perang Kempetai, Thailand. Melihat trauma yang berat di masa lalu dan sebagai bayaran atas tindakan bunuh diri finlay akibat tidak kuat lagi menahan trauma. Eric lalu pergi ke Thailand untuk mencari Nagase, berbekal pisau—untuk balas dendam. Di museum perang Kempetai Eric melihat Nagase dengan ramah dan santai dengan kipasnya menjadi pemandu turis asing. Eric mengikuti aktivitas Nagase. Di sebuah ruang museum Eric menyeret Nagase dengan pertanyaan-pertanyaan dan gertakan. Nagase berkilah jika dia hanya seorang penerjemah (bukan oknum penyiksa). Lalu terciptalah kenangan-kenangan penyiksaan di masa lalu dengan semua kebiadaban yang dilakukan tentara Jepang terhadap Eric dan teman-temanya. Bertahun-tahun hidup Eric dihabiskan hanya untuk membayangkan jika ia menemukan Nagase, Eric ingin membuatnya memohon dan menjerit, karena Eric merawat dirinya untuk tidur dengan suara-suara itu. Akhir film yang sangat menyentuh adalah ketika Eric dan Nagase saling berpeluk di tempat dahulu orang-orang diromusakan, Nagase meminta maaf dan Eric dengan lapang hati memaafkan. Dua tokoh ini seakan berada dalam zona “zen� yang seolah tidak ada perseteruan di masa lalu, baik dalam diri Eric maupun Nagase. Bukan sinetron, mereka menjadi kawan akrab, hingga kepergian Nagase pada tahun 2011 dan Eric pada tahun 2012 (dalam umurnya 93 tahun) dengan Patti di sampingnya.
Kereta Api Ketika Eric tengah bercerita tentang dirinya, sesungguhnya ia juga bercerita tentang ruangannya. Wa bil khusus ruang saat suasana perang. Eric memiliki dedikasi yang tinggi terhadap kereta api. Bahkan seluruh hidupnya mungkin tentang kereta api. Pergi mengelilingi negeri mengoleksi memorabilia kereta api. Bahkan bertemu jodoh pun di kereta api. Secara tidak langsung film ini juga berkisah tentang sejarah kereta api dunia. Membuat kereta api dan jalurnya ternyata sulit, sebuah pekerajaan yang menyengsarakan. Bahan bakarnya tidak hanya besi atau baja, tetapi juga manusia. Eric berujar, dalam membuat kereta api tidak hanya membutuhkan para imigran miskin, pasukan, tapi juga
budak-budak. Seperti The Great American railways dahulu dibuat oleh pekerja Tiongkok yang miskin, juga The British Railways dahulunya dibuat oleh pelaut-pelaut Irlandia yang mengungsi karena kelaparan. Sederhananya kereta api sangat sulit dibuat. Untuk membuat kereta api tidak hanya diperlukan keahlian para teknisi tetapi akan membuat semuanya tampak kejam dan biadab. Sejarah kereta api Indonesia sendiri misalya, sejarah mencatat di masa pendudukan Jepang panjang jalan kereta api di Indonesia tahun 1939 sepanjang 6.811 km, sebelas tahun kemudian panjangnya menyusut menjadi 5.910 km. Diperkirakan kurang lebih 901 km dibongkar dan dikirim ke Burma untuk pembangunan jalur kereta di sana. Kemungkinan besar jalur kereta di sana sebagian bahannya berasal dari Indonesia.
Restropeksi Film ini menarik, tidak hagiografis. Tanpa penggemukan pesan moral dari dialog sendiri, ikon-ikon yang diberikan dalam adegan di film ini membuat penonton bisa memetik sendiri patron dari plot. Tokoh-tokoh latar yaitu para korban kerja paksa juga tidak sekedar tempelan, mereka hidup. Sayangnya, alur maju mundur dengan penyajian yang patah-patah akan perjalanan masa lalu Eric terasa tidak nyaman. Repihan-repihannya seolah dibangun atas kesadaran montase yang tidak berkelindan (erat menjadi satu). Penyajian di awal film terasa lembek dan tidak fokus. Dalam adegan Eric dan Patti bertemu, jatuh cinta, dan menikah. Akan lebih mengena jika penonton dipukul sejak dari awal. Film berdurasi 116 menit ini mengajarkan bagaimana cara berjiwa besar, ikhlas menerima masa lalu, dan potret nyata persahabatan yang indah antara dua orang yang saling bermusuhan. Di mana dendam bisa dibalas dengan indah. Kejadian dan tragedi The Railway Man bisa menjadi retrospeksi, memandang kembali warisan leluhur khususnya kereta api. Bahwa kita tak bisa melupakan bagaimana sejarah kereta api dan jalurnya dibuat. Di sisi kiri-kanan rel mungkin saja mayat-mayat terkubur dan mati kelaparan di sana. Menguak juga tragedi kemanusiaan lain yang belum terungkap dari sejarah kereta api, tidak hanya di Thailand tetapi juga di negara lain (termasuk Indonesia). Kita mestinya juga sadar bahwa yang mati sejatinya masih hidup. Mungkin mengawasi atau sekedar melihat kita.[] Isma Swastiningrum, mahasiswi semester III jurusan Fisika, UIN Suka. Aktif menjalin kedekatan dengan film, tapi belum sampai pacaran.
www.lpmarena.com
17
SASTRA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
CERPEN*
Mabuk
…Lihat itu si Ganjil tengah asyik masuk menari-nari, sambil berteriak memanggil-manggil nama kekasihnya sang sutradara. Hanyut dia dalam alunan harpa Babylon dan gendang Persia. Siapa sangka dia dalam keadaan mabuk kepayang? Sebab dari jingkrak kaki dan gemulai tangannya yang menari penuh energi sungguh tak terbantahkan. Dan dari liang mulutnya menyeruak bau anggur, atau mungkin arak Cina, yang sekalipun mungkin engkau tak akan mengira bahwa dia dalam keadaan benar-benar mabuk. Lihat itu sesosok Jibril tengah termangu dekat daun pintu, Entah kemelut seperti apa yang hinggap di dalam kepalanya, sementara jauh di atas kepalanya awan mendung kian bergulunggulung. Oh Jibril, semoga resah itu bukan disebabkan oleh tingkah sahabatmu. Ya, seburuk atau sebaik apapun dia tetap sahabatmu, dia lah si Ganjil yang telah lama kau temani, kau sudah terlanjur menjadikannya sahabat karibmu, kau harus menerimannya sebagai anugerah takdir. *** Pagi ini, mungkin pagi yang paling sempurna dari pagipagi yang sering kulewati sebelumnya. Bagaimana tidak, karena moncong mentari nampak berseri penuh bahagia, senyum simpulnya teramat cerah, hingga mampu silaukan bahtera bumi dan para awaknya. Termasuk didalamnya aku, saudara tuaku sang tanah dan kawan keciku bernama waktu. Kami telah cukup lama menjadi penghuni kapal raksasa bernama bumi. “Oh, ingin sekali kukatakan betapa aku mencintai kalian semua, aku mencintai sampai titik terkecil dari kehidupan dan segala dinamikannya.” Itulah kira-kira yang dapat kurekam, dan kutuliskan dalam catatan harianku, sebuah buku catatan mungil yang setia mengisi saku celanaku, sehingga selalu kubawa kemanapun aku pergi, yang apabila engkau melihatnya mungkin terkecoh, karena engkau akan mengira saku celanaku berisi uang yang banyak. Bahwa benar, seperti apa yang telah kutulis dalam buku harianku. Entah kenapa aku lebih senang apabila menyebut diriku “sang awak kapal”, mungkin karena sejak kecil aku terobsesi menjadi bajak laut semacam Sinbad atau Napoleon, atau mungkin juga karena tersugesti oleh kisah bahtera Nuh yang sering
SLiLiT
18
ARENA Jelas & Mengganjal
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
diceritakan ibu ketika aku kecil dulu, sebagai dongeng pengantar tidur. Engkau tahu? Bahwa kini, aku bukan anak kecil lagi, aku telah tumbuh jadi dewasa. Dan mungkin sama seperti dirimu yang pernah mengalaminya juga. Ternyata menjadi dewasa bukan pilihan yang menyenangkan, walau pada akhirnya mau atau tidak kita tetap memilihnya sebagai rumah singgah yang didalamnya terdapat bermacam ornamen sebagai penghiasnya, seperti “kursi dusta, meja tamak dan sebuah lukisan abstrak berjudul 'krisis eksistensi' yang nampak cantik memperindah ruang tengah. Tapi aku tak perlu khawatir, karena seperti yang telah kukatakan sebelumnya bahwa dewasa tak lebih dari sekedar tempat singgah, sebelum melanjutkan perjalanan ke rumah selanjutnya yaitu “ketuaan dan kefanaan fisik”. Dan inilah adegan hidup yang sedang kujelajahi, sebuah “episode mandiri karena nyaris tanpa skrip atau kertas contekan dari sang sutradara”. Sungguh aku katakan begitu dengan sejujurjujurnya, karena berasal dari akulturasi nurani dan sanubari tersublimku. Walau di antara kalian pernah mengatakan bahwa, “tuan sutradara telah menyimpan jawabanjawabannya dalam masing-masing aktor sebagai teka-teki, dan itulah bukti kebijaksanaan sang tuan.” Sepertinya aku harus membuktikannya terlebih dahulu sebelum akhirnya aku dapat mencerna kata-kata kalian itu. Entah maksud apa, aku dijadikan sebagai aktor dalam drama ini, menjadi sesosok ganjil. Ya akulah si Ganjil itu, akulah manusia. Seperti kalian juga bukan? Tapi aku agak berbeda. Sepertinya tidak terlalu berlebihan jika pagi ini begitu gagap gempita kuapresiasi, karena memang tak dapat kusangkal keelokannya. Aku seperti dijatuhi deras hujan pencerahan yang dengan tepat menghunus ubun-ubun kepalaku.Sampai aku mengerang terlampau gembira, hingga para tetanggaku mengira bahwa aku telah terkena wabah penyakit gila. Karena sungguh di sekitar kampung halamanku tengah musim penyakit gila yang mewabah dan menjakiti anjing-anjing penjaga rumah bahkan dapat menular ke sipemilik rumah. Sehingga wajar jika mereka menduga aku gila, karena benar, aku memiliki anjing peliharaan. Dan sepertinya pagi ini akan menjadi sia-sia jika aku hanya diam saja. Maka baiklah, hendak kutulisi setiap lembar buku catatanku ini, tapi kali ini akan sedikit berbeda karena aku akan membikin sebuah cerita mini sebagai bentuk pengejawantahanku akan visi baru yang kudapatkan tadi sewaktu hari masih dini yang tak lain adalah saudara tua dari “sang pagi”.
SASTRA
*** Ya, benar dialah sahabatku Jibril, sesosok mahluk dari ras malaikat yang begitu tulus menjadi sahabatku. Pada awalnya aku merasa sangsi bahwa dia seorang malaikat, tapi lama-lama aku pun percaya bahwa ia benar-benar malaikat, sesosok mahluk yang tak kenal bohong dan tamak tidak seperti dirimu. Aku begitu terharu dan teramat mengaguminya sebagai karib, sebagai karib yang dengan seluruh tulus kutumpahkan kepadanya. Dialah Jibril yang selalu mengingatkan dan memungutku jika aku terjatuh, dia seperti danau raksasa yang siap kapan saja menampung derasan sungai keluh kesahku. Dan tibalah hari ini, tepatnya disuatu pagi yang teramat cerah ketika matahari seperti dengan tenaga maksimum mencurahkan cahayanya.Sehingga membuat kami bersemangat untuk menghabiskan waktu berjam-jam walau sekedar bercengkrama setelah cukup lama tidak bertemu. Sebelumnya kami memang berjauhan tempat tinggal, dia mesti berkeliling dunia hanya untuk sebuah tugas mulia yaitu sebagai pengemban titahnya, sementara aku disini, di salah satu sudut bumi yang juga sibuk melaksanakan sang penitah. “Wahai sahabatku, sekian lama kita tidak bertemu, lantas bagaimanakah keadaanmu kini? Semoga engkau termasuk kedalam salah satu penerima kabar gembira dariku.” “Wahai sobat karibku, aku teramat rindu ingin segara sampai pada hari ini, aku senang engkau masih mengingatku, kini aku tengah bahagia dapat bertemu engkau. Ya sahabatku Jibril, tahukah engkau bahwa hari ini aku tengah larut dalam buncah bahagia dan terlampau bergairah dari diriku sebelum hari ini. Tepatnya ketika udara dini hari tengah menyelimutiku, aku seperti dihampiri oleh sesosok cahaya yang teramat menyilaukan mataku, bahkan seluruh tubuhku menjadi tak terlihat dan menggigil seperti tenggelam kedalamnya. Hingga aku dapati diriku tengah dalam keadaan mabuk kepayang, isi kepalaku nampak berjejalan akan visi baru. Oh sahabatku, tahukah engkau apa arti semua ini? Aku tahu engkau adalah mahluk kepercayaannya yang paling terpercaya dan semoga engkau sudi menolongku.” “Wahai karibku sang mahluk unggul, sungguh aku belum mampu mencerna dari apa-apa yang kau katakan itu, karena seperti yang engkau ketahui bahwa aku tidak diberi pengetahuan untuk itu, aku tidak seperti dirimu yang diberkati akal dan nafsu, sehingga dengan itu engkau menjadi mahluk paling mulia, walau engkau mesti berhati-
www.lpmarena.com
19
SASTRA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
hati akan keduanya, karena jika salah menggunakannya, engkau bisa terperosok hingga menyebabkan dirimu
memikirkan tentang bagaimana cerita ini mesti berakhir. Padahal engkau pun tahu bukan, pada awalnya aku hendak iseng saja membikin cerita ini, tapi aku tak menyangka bahwa ceritannya akan serumit ini, dan engkau tahu? Bahwa para tokoh dalam ceritaku ini seperti hidup dan menari-nari di atas kepalaku. Oh, bagaimana ini? Aku sungguh kewalahan mencari-cari ending cerita. Dan tahu kah engkau? Kini aku jadi bingung sendiri, aku jadi berpikir tentang nasibku sendiri, tentang pertanyaan yang sempat kugandrungi antara “siapa” dan “dari mana” kah aku ini. Jangan-jangan aku tak ada beda dengan si Ganjil dalam ceritaku. Lalu aku beranjak pergi dari luar kamar, sementara diruang tamu kudapati seorang kakek yang sedang santai menikmati cerutunya, rupanya dia kakekku, kakek yang kusayangi. “Kek, kenapa aku ada disini? Dari manakah asalku?” kakek langsung terperanjat mendengar pertanyaanku yang tiba-tiba ini. “Kamu kenapa nak? Mimpi buruk kah? Lebih baik kamu pergi mandi dan shalat subuh karena sebentar lagi fajar mau tiba, hingga kamu akan merasa rugi jika melewatkannya”. Subuh pun berlalu, kini fajar tengah merekah menggeliatkan jari-jemarinya, sepertinya dia hendak mencengkram bumi. Sementara aku duduk tertegun begitu rupa, sampai akhirnya kuputuskan untuk tidak melanjutkan akhir cerita dalam catatan harianku. “Oh tuanku yang agung, sampai kapan kau menjebakku dalam ceritamu ini, aku sungguh rindu rupamu,” itu dia si Ganjil, “Maaf kawan, aku harus kembali bekerja, melaksanakan titah mulia tuanku. Kau hanya tinggal menunggu dengan sabar,” Itulah Jibril sang terpercaya. Ketika fajar 2010 dengan basah kucumbu.
*Acuz Sasterajingga, tukang ojek yang selalu mengantar istrinya terlebih dahulu ke kampusnya STIS Bandung. Terkadang lupa pada penumpang, berakhir dengan joloran kaki di atas kursi sekre Lembaga Pengkajian Ilmu Kesesuaian Bandung, Jawa Barat, sebagai kurawa tentunya. Silah-kunjung di acuz.sasterajingga@facebook.com
SLiLiT
20
ARENA Jelas & Mengganjal
SASTRA
SLiLiT ARENA | JUM’AT, 26 SEPTEMBER 2014
PUISI*
Kemarau Telah Usai Kemarau telah usai meninggalkan jejak retak pada tanah menguruskeringkan bibit yang berkecambah burung murai pun kehilangan suaranya sepertinya hujan enggan mengintip lahan predator-predator bumi kehilangan akalnya tangis pecah ruah menatap sumur mereka miris, tiada tersisa padahal kemarau telah usai tetapi mentari segan beranjak menjauhi langit apakah tuhan telah marah? dengan para predator bumi yang tamak sifatnya yang menggunduli tanaman tiada berbatas yang mengubah hutan jadi bangunan yang mengeruk habis sumber daya yang membuang limbah ke hulu sungai Tuhan...padahal kemarau telah usai namun naas, hujanmu tak kunjung datang
Sembunyi ... Dan nafasku hampir terputus karenanya Aku terkepung dalam gulita semburat Remang pandanganku berkunang-kunang Kerdip lilin kecil timbulkan setitik terang ... Lari, ah... Jika mampu langkah kecilku berlari ke ranah swarga Melepas diri dari kungkungan tali yang melilit sakit Yang menjerat dan terus mengikat ... Lihat, oh... Jika mampu ku kejar sampan ke pulau sebrang Dan mendayu dengan desah nafas semampuku Pergi jauh, dari ia yang terus mengejarku ... Tapi, siapa yang dapat menyalahi takdir Yang telah tertulis abadi Sejauh apa pun aku bersembunyi Mati akan terus menghampiri ... *Rizki Baiquni Pratama, mahasiswa jurusan Filsafat secara birokratis di Universitas Indonesia, Jakarta. Rumah katanya di www.rizkibaiquni.co.vu atau @shirizkiku.
Redaksi SLiLit ARENA mengundang semua kalangan masyarakt akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mengirimkan tulisan cerita pendek atau puisi. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail di lpm_arena@yahoo.com. Judul berkas: Cerpen/Puisi_SLiLit ARENA dan sertakan biodata lengkap.
www.lpmarena.com
21
ADVERTORIAL
TEATER ESKA
teater eska MENERIMA ANGGOTA BARU
19 SEPTEMBER 2014 sampai dengan 30 NOVEMBER 2014 silah kunjungi kami di sanggar atau tempat pendaftaran di depan Poliklinik dan sekitar fakultas-fakultas yang akan kami kunjungi INFORMASI
+62857 865 858 63
320f977
eska.teater
@TeaterESKA
BUKU PUISI Liburan Penyair, karya Dedy Triyadi Syair Pindarus, karya Sindu Putra
pre-order Rp 37.000 order 2 buku Rp 60.000 UNTUK PEMESANAN ketik nama, alamat lengkap, dan no. ponsel yang bisa dihubungi. Kirim ke +62819 390 223 66
menanti di bulan NOVEMBER cerpen Thomas Sunlie Alexander dan Berto Tukan
sketsa wajah dan karikatur abadikan moment terbaikmu dengan pasangan, keluarga dan teman lewat media lukis dan karikatur
HANYA 50 ribu/wajah -10 ribu untuk mahasiswa UIN Suka pemesanan hubungi 081913669286 | Jl Ori 1 No 3 Papringan Yogyakarta | zainur87@yahoo.co.id